A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINE

118
A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINE by HUBERT CUNLIFFE – JONES Edinburg: T & T Clark, 1997 1. PENDAHULUAN A. EDITOR 1 Buku yang berjudul A History of Christian Doctrine ini merupakan kumpulan tulisan para ahli Sejarah Gereja yang diedit oleh Hubert Cunliffe-Jones. Rencana semula buku ini mulai dikerjakan tahun 1968 dan diharapkan bahan tulisan diselesaikan dan diberikan kepada editor pada tahun 1970. Namun karena berbagai faktor maka bahan tulisan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dan bahkan ada tulisan yang tidak bisa diselesaikan oleh penulis, sehingga dilanjutkan oleh penulis lain agar sempurna. Hanya dua penulis yang dapat menyelesaikannya tepat waktu yaitu Professor Lampe dan Dr.Ware. Akhirnya dengan kesabaran yang sungguh, Hubert Cunliffe-Jones, mantan guru besar teologi dan pensiunan dari Ketua Jurusan Teologi Universitas Manchester tahun 1973 ini dapat menyelesaikan editing buku ini. Tebal buku ini adalah 591 halaman yang dilengkapi dengan indeks nama-nama dan subyek. 1 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian Doctrine, (Edinburgh: T & T Clark, 1997), hlm.v-vi 0

Transcript of A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINE

A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINEby

HUBERT CUNLIFFE – JONES

Edinburg: T & T Clark, 1997

1. PENDAHULUAN

A. EDITOR1

Buku yang berjudul A History of Christian Doctrine ini

merupakan kumpulan tulisan para ahli Sejarah Gereja yang

diedit oleh Hubert Cunliffe-Jones. Rencana semula buku

ini mulai dikerjakan tahun 1968 dan diharapkan bahan

tulisan diselesaikan dan diberikan kepada editor pada

tahun 1970. Namun karena berbagai faktor maka bahan

tulisan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang

ditentukan. Dan bahkan ada tulisan yang tidak bisa

diselesaikan oleh penulis, sehingga dilanjutkan oleh

penulis lain agar sempurna. Hanya dua penulis yang dapat

menyelesaikannya tepat waktu yaitu Professor Lampe dan

Dr.Ware.

Akhirnya dengan kesabaran yang sungguh, Hubert

Cunliffe-Jones, mantan guru besar teologi dan pensiunan

dari Ketua Jurusan Teologi Universitas Manchester tahun

1973 ini dapat menyelesaikan editing buku ini. Tebal buku

ini adalah 591 halaman yang dilengkapi dengan indeks

nama-nama dan subyek.

1 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian Doctrine, (Edinburgh: T & TClark, 1997), hlm.v-vi

0

2. ISI BUKU

Buku ini berisikan sebuah pendahuluan yang diuraikan

oleh Hubert Cunliffe-Jones dan empat belas Pasal yang

mengulas sejarah ajaran iman Kristen sejak jaman Gereja

Purba hingga pada teologi Kristen abad kedua puluh. Buku

ini lebih banyak memfokuskan diri pada ajaran-ajaran iman

Kristen yang terus-menerus mengalami perubahan seiring

dengan perkembangan jaman.

2.1 PENDAHULUAN (Hubert Cunliffe-Jones)2

Dalam pendahuluan ini Hubert Cunliffe-Jones

mengemukakan apa isi buku ini dan mengapa buku ini perlu

diterbitkan. Buku Sejarah Doktrin yang selalu dipakai

dalam pembelajaran bagi para mahasiswa adalah buku

karangan G.P.Fisher yang berjudul History of Christian Doctrine

yang diterbitkan tahun 1896. Buku ini dipakai selama

tujuh puluh tahun sebagai buku pegangan sejarah. Dan

selama itu pula tidak ada buku yang diterbitkan yang

berkaitan dengan Sejarah Doktrin Kristen. Karena itulah

maka Hubert Cunliffe-Jones mencoba memprakarsai

penerbitan buku A History of Christian Doctrine ini.3

Hubert Cunliffe-Jones memberikan empat catatan

pendahuluannya. Pertama, buku ini merupakan penghormatan

2 Ibid., hlm.1-20.3 Memang masih ada buku-buku lain yang ditulis oleh ahli-ahli SejarahGereja seperti: Adolf von Harnack dan JND.Kelly.

1

bagi G.P.Fisher. George Park Fisher lahir 10 Agustus 1827

d Wrentham, Massachusetts dan meninggal 20 Desember 1909.

Anak dari Lewis Whiting dan Nancy Fisher. Dia adalah

seorang Guru Besar Divinity di Perguruan Tinggi Yale.

Karyanya yang telah diterbitkan adalah: Outlines of Universal

History (1885), The Colonial Era (1892), History of the Christian Church

(1887), History of Christian Doctrine (1896).

Kedua, isi buku ini secara umum mengikuti pekerjaan

Fisher. Hal-hal yang diikuti dari pemikiran Fisher

adalah: (a) bahwa Gereja bukanlah pintu masuk (starting-

point) sebab Kekristenan adalah Wahyu Allah melalui Yesus

Kristus dan Kekristenan itu sendiri tidak sama dengan

sistem Filosofi. (b) Sejarah Doktrin Kristen seharusnya

harus lebih luas skopenya. (c) Pembagian Sejarah

Doktrinal dibagi menjadi dua bagian yaitu: Sejarah

Doktrin Umum dan Khusus. (d) Fisher juga membahas secara

rinci mengenai sejarah terbentuknya Sejarah Teologi

Kristen.

Ketiga, namun buku ini juga memiliki sejumlah perbedaan

dari apa yang telah dikerjakan oleh Fisher. Yang berbeda

dalam buku ini dari Fisher adalah: (a) ditemukannya

bahasan-bahasan sejarah yang dianggap penting tanpa

membahasnya secara komprehensif dan detail. (b) bahan

tulisan dalam buku ini diambil dari seri-seri penting

dalam tradisi Kekristenan. Artinya Fisher hanya melihat

Sejarah Teologi Kristen itu dari satu sudut pandang, maka

dalam buku ini akan terlihat beberapa pandangan yang

berbeda tentang Sejarah Teologi Kristen itu sendiri

2

misalnya dari sisi disiplin Perguruan Tinggi

(Universitas). (c) Penelitian yang dilakukan Fisher akan

lebih jauh dikembangkan dalam buku ini misalnya Sejarah

Teologi Orthodoks, Sejarah Gereja Timur, Sejarah Teologi

Katolik sejak Trente, sejarah umum teologi Kristen

khususnya teologi Amerika, sejarah doktrin Kristen dan

akhirnya akan membahas perkembangan teologi pada abad

kesembilan belas dan abad kedua puluh.

Dan keempat, dalam buku ini akan kita temukan sejumlah

persoalan yang timbul dalam sejarah teologi Kristen itu

sendiri. Persoalan teologi yang dibahas dalam buku ini

adalah: (a) Apakah teologi itu mungkin?; (b) Hubungan

teologi Kristen dengan Iman dan hidup Gereja; (c)

Faktor-faktor yang termasuk dalam memformulasi doktrin

ilmu teologi; (d) Perkembangan dan perubahan besar dalam

teologi; (e) Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan

Sejarah Umum dan Sejarah Gereja; (f) Hubungan Sejarah

Teologi Kristen dengan Budaya dan Sosiologi; (g)

Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan Filosofi; dan

(h) Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan Kritik

Doktrinal dan Konstruktif Teologi.

2.2 TEOLOGI KRISTEN PERIODE BAPA-BAPA GEREJA

(G.W.H.Lampe)4

Artikel G.W.H.Lampe yang sangat panjang ini (160

halaman) membahas sepuluh pokok-pokok penting yaitu:4 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.21-180.

3

Bapa-Bapa Gereja dan Gerakan Abad Kedua, Apologet Yunani,

Melito dan Irenaeus, Teologi Latin Mula-mula:

Tertullianus dan Novatianus, Teolog-teolog Aleksandria

pada Abad Ketiga, Teologi Timur dari Origenes hingga

Konsili Nicea, Perkembangan Teologi Trinitarian setelah

Konsili Nicea, Perdebatan Kristologis, Keselamatan, Dosa,

dan Anugerah, Gereja dan Sakramen.

Pertama, Bapa-bapa Gereja dan Gerakan Abad Kedua.5 Dalam

bagian ini Lampe mengulas pemikiran para Bapa Gereja

tentang ajaran-ajaran mereka sekitar Abad Pertama dan

Kedua Kekristenan. Misalnya Clemens mengatakan bahwa

Allah sebagai ‘Tuan atas alam semesta tuan’ (Master of the

universe). Dia menyebut Allah ‘Bapa’ dan menghubungkannya

dengan ‘kreativitas’ (daya cipta) Allah. Allah adalah

‘Bapa dan Pencipta seluruh dunia. Pemikiran ini

menggambarkan bahwa gabungan bahasa alkitabiah dan

Platonis tentang Allah tampak begitu kuat dari Apologet

Yunani ketika Kebapaan Allah mencuat dalam istilah ‘Bapa

dan Master universal’ dari Timaeus. Penekananan yang sama

akan kebaikan ciptaan tampak dalam Didache bahwa Allah

‘Tuan atas segala sesuatunya’ sangat ditonjolkan.6

Pemikiran yang lebih lengkap diungkapkan oleh Hermas:

“Allah … yang dengan penuh kuasa dan kekuatan dan dengan

hikmat dan kebijakasanaan-Nya menciptakan dunia dan

dengan tujuan yang mulia mendandani ciptaan-Nya dengan

indah dan dengan firman-Nya yang kuat menetapkan sorga

5 Ibid., hlm.23-29.6 A. de Kuiper, Didache, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1967), hlm.18-19.

4

dan menemukan bumi di atas air dengan kebijaksanaan-Nya

menjaga gereja-Nya….” Lebih dalam Hermas mengatakan bahwa

Allah adalah esa, walaupun Ia menciptakan segala sesuatu.

Persoalan lain yang dibahas oleh para Bapa Gereja

pada Gereja Mula-mula adalah persoalan pribadi Yesus

Kristus di dalam teologi Trinitarian. Clemens menggunakan

bahasa Trinitarian dalam suratnya ke gereja Korintus.

Ignatius juga menggunakan bahasa Trinitarian yang sama

dengan menempatkan aspek keilahian dan kemanusiaan pada

pribadi Kristus. Kristus adalah ‘satu tubuh

fisik/jasmani’ terdiri dari tubuh dan roh, Allah di dalam

manusia, hidup yang sejati dalam kematian, Anak Maria

dan Anak Allah, Yesus Kristus Tuhan kita.

Menurut Lampe masukan para Bapa Gereja pada

penafsiran pekerjaan Kristus tidak begitu membawa banyak

arti. Secara keseluruhan mereka mengulangi fraseology

tradisional tanpa melakukan banyak upaya untuk

menjelaskannya. Bagi Ignatius, kematian Kristus berkaitan

erat dengan kesyahidan-Nya dan pemikiran-Nya adalah pusat

kesatuan Kristus dalam penderitaan. Barnabas menekankan

arti kematian Kristus sebagai antitipe dari persembahan

Ishak.

Lampe melihat bahwa langkah formulasi doktrinal ini

telah dimulai sejak Abad Kedua dengan benturan sistem

yang saling konflik yang diperoleh orang percaya paling

tidak dari luar tradisi orang Kristen yang ditunjukkan

dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru (PB). Salah satu

dari sistem ini adalah Ebionisme. Orang-orang Ebionit

5

adalah sisa-sisa oang Kristen Yahudi yang menafsirkan

Yesus sebagai nabi dan Mesias. Kemudian Gnostisisme yang

menggejala dalam agama-agama kuno yang berakar jauh ke

belakang pada masa orang pra-Kristen Hellenisme, Yudaisme

dan agama-agama Timur.

Kedua, Apologet Yunani.7 Menurut Lampe teologi Kristen

yang sistematik dimulai dengan pekerjaan para Apologet

Yunani pada Abad Kedua seperti yang dilakukan oleh

Aristides, Yustinus Martir, Athenagoras, Tatianus, dan

Theofilus dari Antiokia yang berjuang melawan dunia

Yunani-Romawi, khususnya para ateis. Hal itu bukan

berarti bahwa para Apologet tersebut menjadi pembaharu

yang radikal di dalam teologi. Perjuangan mereka adalah

melawan keadaan dunia pada saat itu seperti yang

dilakukan Yustinus dalam Dialog dengan Trypho, termasuk

Yudaisme dan Hellenisme. Terhadap dunia Yahudi Kristen

masih menampakkan diri sebagai Yudaisme sejati: pemenuhan

yang otentik dan telah dipredestinasikan dari wahyu Allah

pada Israel masih dimengerti sebagaimana yang tertulis

dalam nubuatan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama (PL).

Sementara dunia kafir melihat Kekristenan sama tuanya

dengan Penciptaan. Pemahaman yang benar bagi orang

Kristen adalah bahwa Allah nyata dalam hidup, mati dan

kebangkitan Yesus Kristus.

7 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.30-39; A.KennethCurtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK GunungMulia, 2006), hlm. 5-6; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 1996), hlm. 7-9.

6

Perdebatan mengenai Logos juga menjadi hal yang

penting dicatat Lampe. Menurut Yustinus dalam karya

apologetnya, Kristus adalah Logos Allah yang telah

menjadi manusia demi keselamatan kita dan bahkan rela

menderita dan membawa kesembuhan bagi umat manusia.

Bahkan Tatianus memberikan pemahaman yang lebih mendalam

yang mengatakan bahwa Kristus adalah ‘keseluruhan Logos’

atau ‘Keseluruhan dari apa yang rasional’.

Untuk melawan para penyembah berhala tentang Allah,

maka Aristides dalam awal pembelaannya mengatakan bahwa

Allah adalah Allah yang tidak dapat berubah, tak

kelihatan, dan Pencipta yang maha kuasa. Dan Theofilus

mengatakan bahwa Allah adalah yang tidak berawal, kekal

dan tak berubah, tidak dapat digambarkan keberadaan-Nya.

Gambaran alkitabiah tentang Allah yang hidup, aktif dalam

ciptaan-Nya tidak pernah dilupakan oleh para Apologet.

Dalam hal penciptaan, para Apologet mendasarkan pengajar

mereka pada pemikiran Pembukaan Yohanes dan Pemazmur,

‘Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas

dari mulut-Nya segala tentaranya’ (Mzm. 33 :6). Mereka

membaca teks ini dalam terang pemikiran Platonik dan

Stoik khususnya perkembangan ajaran Philo tentang Logos

sebagai mediator pencipta yang Ilahi, pemeliharaan dan

wahyu. Perdebatan lain yang mereka lakukan adalah

mengenai Pencipta dan mediasi Logos, Kristologi dan Roh

Kudus. ‘Dengan Firman Allah, Yesus Kristus Juruselamat

kita menyerahkan tubuh dan darah-Nya bagi keselamatan

kita’. Yustinus menghargai posisi Roh Kudus dalam posisi

7

ketiga setelah Pencipta dan Logos. Tatianus percaya bahwa

keselamatan orang percaya adalah pekerjaan Roh yang

Ilahi. Roh manusia dibangkitkan ke alam sorga dengan

bersatunya dengan Roh Allah.

Menjelang pertengahan abad kedua, di bawah

pemerintahan yang adil oleh para kaisar seperti Trajanus,

Antoninus Pius dan Marcus Aurelius, gereja mulai membuka

diri pada dunia luar untuk meyakinkan keberadaannya.

Yustinus menjadi salah seorang apologet (orang yang

mempertahankan pendiriannya dalam argumentasi) Kristen

pertama, yang menjelaskan imannya sebagai sistem yang

masuk akal. Bersama-sama penulis lain, seperti Origenes

dan Tertullianus, ia menafsirkan kekristenan dalam

istilah-istilah yang mudah dikenal orang-orang Yunani dan

Romawi terpelajar pada masa itu.

Karya tulis Yustinus yang terkenal adalah: Dialog dengan

Trypho (catatan mengenai diskusi panjang dan ramah antara

Yustinus dengan seorang Yahudi bernama Trypho), Apologia

(The Apology): yang terdiri dari dua Apologia yakni: Apologia

I: suatu pembelaan iman Kristen yang ditujukan pada

Kaisar Antoninus Pius; dan Apologia II: tambahan yang

singkat pada karya Apologia I yang ditujukan kepada Senat

Romawi. Yustinus dikenal sebagai bapa Pembela Iman.

Bagi Yustinus, seluruh kebenaran adalah kebenaran

Allah. Para filsuf Yunani yang tersohor sedikit banyak

telah diilhami Allah, namun mata mereka belum dibukakan

bagi keutuhan kebenaran Kristus. Oleh karenanya, Yustinus

menyitir pemikiran Yunani dengan bebas dan kemudian

8

menjelaskan kepada mereka bahwa kesempurnaan itulah

Kristus. la mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus

sebagai Logos, Firman. Allah Bapa adalah kudus adanya dan

terpisah dari manusia yang jahat — tentang hal ini

Yustinus setuju dengan Plato. Namun melalui Kristus,

Logos-Nya, Allah dapat berhubungan dengan manusia.

Sebagai Logos Allah, Kristus adalah bagian dari hakikat

Allah, meskipun terpisah, seperti api dinyalakan dari api

juga (demikianlah pemikiran Yustinus telah menjadi alat

bagi kesadaran akan Tritunggal dan Inkarnasi yang

berkembang di Gereja).

Meskipun Yustinus bersandar pada pemikiran Yunani,

namun aliran pemikiran Yahudi ada padanya. Ia kagum pada

nubuat yang digenapi. Mungkin ia terpengaruh orang tua

yang ia temui di pantai. Tetapi ia pun melihat bahwa

nubuat Ibrani telah meyakinkan identitas Yesus Kristus

yang unik. Seperti Paulus, Yustinus tidak meninggalkan

orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada orang-orang

Yunani. Dalam karya besar Yustinus lainnya, Dialog dengan

Tryfo (Dialogues with Trypho), ia menulis kepada seorang

Yahudi kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan

tradisi Ibrani.

Ketiga, Melito dan Irenaeus.8 Di antara para Apologet

tentunya termasuk di dalamnya Melito, seorang uskup

Sardis di Asia, yang menulis sebuah apologi yang

dialamatkan kepada Markus Aurelius. Dia seorang pemimpin

Gereja di Asia dan seorang teolog yang cukup berpengaruh8 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.40-50.

9

dalam pemikiran Kristen. Tulisan Melito yang menjadi

risalah sistematik pertama adalah tentang Inkarnasi. Bagi

Melito, Inkarnasi adalah sungguh-sungguh. Dia menekankan

dua kodrat Yesus yaitu: Kristus pada satu sisi adalah

Allah dan di sisi lain manusia sempurna. Kemanusiaan-Nya

nyata bukan khayalan, Ia terdiri dari jiwa dan tubuh.

Irenaeus berasal dari latar belakang yang sama,

penduduk asli Smirna (Asia Kecil), walaupun ia pindah ke

arah Barat dan menjadi uskup di Lyons setelah kematian

pendahulunya, Ponthinus dalam sebuah penganiayaan tahun

177. Dia diduga lahir sekitar tahun 115 sampai tahun 125.9

Dia juga seorang penulis yang produktif. Tulisan utamanya

berjudul Melawan Aliran-Aliran Sesat (Against Heresies) yang terdiri

dari lima jilid, dialamatkan langsung melawan orang-orang

Gnostik Valentinian di dalam bermacam-macam bentuk.

Dengan tulisannya ini, maka Irenaeus dikenal sebagai bapa

melawan orang-orang sesat. Irenaeus memberikan masukan

kepada ‘para tua-tua’ di dalam Gereja yang memiliki

suksesi keuskupan yang telah menerima karunia kebenaran

(charisma veritatis certum). Artinya bagi mereka yang memiliki

inspirasi ilahi untuk mengajarkan kebenaran. Menurut

Irenaeus, iman yang benar adalah dalam pemeliharaan

Gereja di bawah bimbingan Roh Kudus. Itulah makanya

Irenaeus sangat menekankan pentingnya Gereja yang benar

sebagai dasar iman yang kuat sebagaimana Petrus dan

Paulus telah lakukan untuk mengajarkan kebenaran di dalam

9 Bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 145-146; bnd. Tony Lane,Runtut Pijar…, hlm, 9-11.

10

Gereja. Sebab di dalam Gereja semua orang percaya

disatukan bersama. Sehingga bagi Irenaeus, aturan iman

atau kanon kebenaran adalah norma ajaran ketiga. ‘Kanon

kebenaran’ yang dimaksudkan Irenaeus adalah ringkasan

pengajaran yang diberikan oleh Gereja. Hal ini bukanlah

sebuah pengakuan formal, melainkan lebih fleksibel di

dalam perkataannya namun memiliki muatan yang mendalam.

Irenaeus memasukkan kriteria kebenaran dalam peneguhan

sidi iman Kristen tentang Allah sebagai Pencipta. Bagi

Irenaeus kebenaran yang universal datangnya dari

keinginan dan kekuatan Allah semata. Manusia sendiri

tidak mampu untuk membuat sesuatu. Irenaeus juga

mengikuti garis besar usaha Apologet untuk rekonsiliasi

ajaran penciptaan dan transendensi ilahi dalam teologi

Logos.

Irenaeus juga banyak memberikan ulasan tentang ajaran

Logos, Trinitarian, Inkarnasi. Irenaeus sangat menentang

keras orang yang telah memisahkan Yesus dari Logos atau

Yesus dari Kristus sebab Alkitab mengajarkan Yesus

Kristus adalah satu-satunya pintu ke sorga. Menurut

Irenaeus, keselamatan yang dikerjakan Kristus adalah

pusat ide-ide restorasi manusia untuk kehendak Allah

melalui Inkarnasi dan kerjasama manusia dalam kepatuhan

Kristus.

Irenaeus termasuk yang pertama-tama menggunakan

istilah Perjanjian Baru di samping Perjanjian Lama.

Tadinya “Alkitab” bagi orang Kristen berarti Perjanjian

Lama. Pada zaman Irenaeus Perjanjian Baru sudah mirip

11

Perjanjian Baru sekarang, yang berisikan empat kitab

Injil, Kisah Para Rasul, Surat-Surat dari Paulus serta

tulisan-tulisan lain.

Sepanjang hidupnya, Irenaeus dengan gembira mengenang

perkenalannya dengan Polikarpus, yang pernah akrab dengan

Rasul Yohanes. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa ia

berpegang pada keabsahan para rasul ketika ia menolak

paham Gnostik. Sang uskup menegaskan bahwa para rasul

mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada satu pun

yang dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, Gereja-gereja

berpegang pada ajaran-ajaran yang hanya disampaikan para

rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya dasar

keyakinan. Irenaeus menyatakan bahwa para uskup yang

merupakan pelindung iman

Keempat, Teologi Latin Mula-mula: Tertullianus dan

Novatianus10

"Darah para martir menjadi benih gereja."     "Hal itu pasti karena tidak mungkin."  "Apa urusan orang-orang Athena dengan Yerusalem?"

Kata-kata kiasan yang tajam seperti ini

adalah ciri khas karya Quintus Septimius

Florens Tertullianus – atau yang lebih dikenal dengan

sebutan Tertullianus. Tertullianus adalah bapa Teologi

Latin Barat. Tertullianus yang dilahirkan di Kartago

tahun 150 ini sangat menekankan pengajaran Kristus.

Menurut Tertullianus, norma ajaran rasuli ditemukan dalam10 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.51-63; bnd. F.D.Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 232-234; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm,11-14 .

12

tradisi lisan di dalam pengajaran Gereja di mana para

rasul mengajar. Otoritas suksesi kerasulan itu berada

dalam Gereja-gereja, para rasul, Kristus dan Allah.

Filosofi para bidat bertolak belakang dengan kebenaran

Kristen: murka Allah (melawan teologi Marcion),

penciptaan dari tidak ada, pembaharuan di dalam

kebangkitan daging. Mengenai Allah, Tertullianus juga

sangat menentang dualisme dengan mengatakan Allah adalah

Esa yang menciptakan segala sesuatu termasuk materi.

Allah yang Esa ini harus dimengerti dengan hubungannya

pada ‘dispensasi’ atau ‘ekonomi’. Penciptaan itu dari

yang tidak ada dan diciptakan menurut kehendak Allah

sendiri.

Tertullianus juga sangat menentang anggapan bahwa

kesatuan Allah sama dengan kesatuan dewa yang absolut

tunggal (absolut monad). Pengajaran ini menentang pemahaman

Monarkhianisme bahwa Allah adalah esa dan Kristus adalah

Allah. Titik persoalan dasar adalah menyangkut hubungan

Bapa dan Anak satu sama lain. Menurut kaum Monarkianisme,

memahami keilahian Anak hanya sekedar mode atau cara

penampilan Bapa. Monarkianisme dinamis mengatakan, "maka

suatu kuasa ilahi yang tidak bersifat pribadi giat dalam

seorang manusia yang bernama Yesus. Sesudah itu Kristus

diangkat menjadi Anak Allah. Aliran ini berkembang

sekitar abad kedua sampai abad ketiga. Aliran ini mirip

"konsep adopsionis", yang jauh lebih tua dalam gereja

purba. Pengikut aliran ini menitik beratkan “monarkhi”

atau pemerintahan tunggal dari Allah – mereka adala

13

monoteis keras. Berdasarkan pandangan teks Yohanes,

Tertullianus mengatakan bahwa Kristus dan Bapa adalah

satu. Artinya bahwa Allah Bapa adalah berinkarnasi dalam

diri Yesus Kristus.

Untuk melawan gerakan Monarkianisme ini, Tertullianus

menulis suatu karya penting berjudul Melawan Praxeas.

Praxeas adalah salah seorang pengikut ajaran

Monarkianisme – yang melawan Montanisme. Penganut aliran

ini memperdaya doktrin ketritunggalan dengan menyatakan

konsep bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga nama

yang berlainan untuk tokoh yang sama, yang memainkan tiga

peranan yang berlainan. Menjawab hal ini Tertullianus

mengatakan bahwa Allah adalah satu zat atau hakikat dalam

tiga pribadi. Baginya, Tritunggal bukanlah konsep

Politeisme seperti yang dituduhkan oleh Monarkhianisme.

Konsep Tritunggal tidak sama dengan satu Pribadi dengan

tiga modus, seperti yang disodorkan oleh Monarkhianisme.

Akan tetapi, Tritunggal Allah adalah, “Allah Bapa, Anak

dan Roh Kudus menyatu di dalam substansinya. Namun

kesatuan substansi Allah ini terdistribusi ke dalam tiga

pribadi, yaitu pribadi Allah Bapa, pribadi Yesus Kristus

dan pribadi Roh Kudus”. Tertullianus mengatakan bahwa

Allah adalah satu zat atau hakikat dalam tiga pribadi.

Pemikiran Tertullianus yang dibahas Lampe dalam uraiannya

ini adalah mengenai Logos, Anak, Kristologi, soteriologi

dan eskatologi. Baginya Anak adalah nama baru Allah

karena kasih-Nya bagi umat manusia sehingga Ia menjelma

(Inkarnasi) sebagai Anak Allah yang sempurna.

14

Tertullianus juga berpendapat bahwa dua substansi

Manusia dan Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan di

dalam Kristus yang dimanifestasikan dalam kelemahan dan

kekuatan-Nya. Hal inilah yang menjadi perdebatan bagi

Novatianus, sebab bagi Novatianus tidak berbicara tentang

kasih dalam hubungan Manusia dan Allah ini, karena

tendensi umum berpikir bahwa dewa-dewa (deity) dalam istilah

kekuatan dan kemanusiaan dalam istilah kelemahan seperti

haus, lapar, marah, menderita dan bahkan hampir sama

dengan istilah kodrat binatang. Hubungan ini sangat

menyulitkan pemahaman Kristologi bagi Novatianus.

Kelima, Para Teolog Aleksandria pada Abad Ketiga.11 Ada

dua tokoh teolog besar yang dibahas Lampe pada Abad

Ketiga ini yakni: Clemens dan Origenes. Tokoh pertama, Titus

Flavius Clemens dilahirkan dari keluarga Yunani pada

pertengahan Abad Kedua. Pada masa hidupnya Clemens

menghadapi dunia Gnostik. Clemens berpendapat bahwa

antara iman dan gnosis tidak ada pertentangan. Iman

diperlukan bagi setiap orang Kristen. Namun di samping

iman masih ada hal yang lebih tinggi, yaitu gnosis

(pengetahuan). Gnosis diperlukan oleh setiap orang

Kristen yang dapat berpikir segera lebih mendalam. Dalam

pengajarannya, Clemens mengatakan bahwa Logos adalah

mediator di antara Allah yang transenden dengan dunia dan

segala isinya. Roh Kudus adalah sinar kebenaran (Logos

11 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.64-84; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 80-81, 205-208; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 14-20.

15

menjadi kebenaran), sinar yang sebenarnya tanpa bayangan.

Sehingga pemikiran Trinitatis Clemens sangat dipengaruhi

oleh Neo-Platonisme. Logos Allah adalah gambar-Nya dan

Logos Ilahi adalah autensitas Anak dalam pikiran-Nya

(nous), dan manusia adalah gambar Logos. Manusia adalah

logikos, melampaui pikiran (nous) yang dijadikan dalam gambar

dan rupa Allah. Pikiran manusia akhirnya menjadi pikiran

Allah. Clemens juga memberikan pemikiran dalam bidang

Kristologi bahwa Logos nyata dalam manusia, baik Allah

maupun manusia adalah satu, dan menjadi mediator di

antara Allah dan manusia. Begitu juga dalam hal

soteriologi, Clemens berpendapat bahwa Dia telah menjadi

taat dalam kelemahan-Nya untuk memampukan kita memperoleh

kekuatan-Nya, memberikan diri-Nya sebagai kurban dan

memberikan diri-Nya sebagai tebusan. Clemens berpendapat

bahwa di dalam filsafat Yunani terdapat kebenaran-

kebenaran. Para filsuf Yunani telah belajar dari hikmat

Ilahi yang terpancar dari gambar Allah yang terdapat

dalam diri mereka. Dalam hidupnya, Clemens menulis tiga

karya penting yaitu: Nasihat kepada orang Yunani, Pendidik, Serba-

serbi (Stromateis).

Tokoh kedua, Origenes yang juga diberi

julukan Adamantius memiliki pengaruh yang

cukup besar dalam perkembangan Kekristenan

pada Abad Ketiga. Origenes menulis On First

Principles (De Principiis) yang merupakan upaya

pertamanya dalam teologi sistematis. Dalam tulisan ini

Origenes dengan saksama meneliti keyakinan Kristen

16

tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, Penciptaan, jiwa,

kemauan bebas, keselamatan dan Kitab Suci. Origenes

mencoba di dalam berbagai cara menggambarkan kesatuan di

antara Bapa dan Logos. Origenes mendasarkan penafsirannya

atas Yohanes 5:19, “…sesungguhnya Anak tidak dapat

mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak

Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan

Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” Mengenai

Kristologi, Origenes berpendapat bahwa Kristus adalah

Allah dan manusia: kodrat ilahi dan kemanusiaan bersatu

di dalam Kristus. Logos dilahirkan secara kekal oleh

Allah sehingga Logos sama kekal dan memiliki hakikat yang

sama dengan Allah Bapa. Allah Bapa tidak ada tanpa Putra

Allah dan begitu juga sebaliknya. Akan tetapi ada segi

lain dari Origenes. Ia mengajar tentang ketigaan Allah,

tetapi menurut dia, Trinitas itu bertingkat – yaitu Bapa

lebih besar daripada Anak yang lebih besar daripada Roh

Kudus. Hanya Bapa adalah “Allah sejati”. Anak Allah sama

dengan Allah Bapa, hanya pada tingkat yang lebih rendah.

Ajaran Origenes mengenai penebusan bertentangan dengan

ajaran gereja yang ortodoks. Ia mengajarkan bahwa semua

makhluk ciptaan Allah akan mengalami keselamatan termasuk

di dalamnya iblis dan malaikat-malaikat yang memberontak

kepada Allah. Lebih dalam Origenes mengatakan keselamatan

adalah proses komplek dari re-deifikasi, kembali kepada

yang semula. Pada akhirnya segala sesuatu akan

dipersatukan kembali, maka akan terjadi lagi kejatuhan ke

dalam dosa dan terbentuklah dunia yang baru lagi.

17

Karyanya yang lain adalah Hexapla merupakan prestasi dalam

bidang kritik teks. Di dalamnya, ia mencoba menemukan

terjemahan Yunani yang terbaik bagi Perjanjian Lama, dan

dalam enam kolom sejajar ia membentangkan Perjanjian Lama

Ibrani, sebuah transliterasi Yunani, tiga terjemahan

Yunani dan Septuaginta. Against Celsus adalah karya besar

yang merupakan pertahanan bagi kekristenan terhadap

serangan kafir.

Keenam, Teologi Timur dari Origenes hingga Konsili

Nicea.12 Dalam bagian ini Lampe membahas perjalanan

sejarah Kekristenan dalam perdebatannya tentang Trinitas

dan Kristologi yang akhirnya harus diselesaikan dalam

sebuah Konsili. Perdebatan yang serius diperbincangkan

adalah pokok pikiran Arius dan Origenes tentang substansi

ke-Allah-an dan ke-manusia-an Yesus. Meskipun

Tertullianus telah merumuskan bagi Gereja bahwa Allah itu

memiliki satu hakikat: terdiri atas tiga pribadi, namun

ia belum memberi pengertian lengkap tentang Tritunggal.

Sesungguhnya, doktrin ini telah membingungkan para teolog

besar.

Dionysius, Uskup Aleksandria adalah seorang murid

Origenes yanng dalam teologi Trinitasnya mengemukakan

teologi Sabellian kepada uskup Pentapolis di Libia dan

menulis surat kepada mereka yang berisikan untuk melawan

identifikasi Sabellian tentang inkarnasi ilahi dengan

Bapa. Bagi Dionysius, Allah tidak selalu Bapa, dan tidak

12 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.85-97; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 21-25, 104-105; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 22-26.

18

ada selalu Anak. Arius dipengaruhi teologi Yunani yang

mengajarkan bahwa Allah itu unik adanya dan tidak dapat

dikenal. Menurut pemikiran itu, Allah begitu beda, yaitu

bahwa Dia tidak dapat membagi hakikat-Nya dengan apa pun.

Hanya Allah yang bisa menjadi Allah. Dalam bukunya yang

berjudul Thalia, Arius menyatakan bahwa Yesus memiliki

sifat keilahian, Namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa,

yang abadi. Kemudian Allah melahirkan Anak dari yang

tiada (ex-nihilo) oleh kehendak-Nya sendiri. Anak-Nya

merupakan manusia yang diciptakan. Ia seperti Bapa,

tetapi bukan Allah. Arius menolak untuk menyatakan bahwa

Anak sama dengan Bapa karena Anak tidak mempunyai

substansi yang sama dengan Bapa. Arius menolak pemakaian

istilah homoousios. Banyak dari antara bekas kafir

menyenangi pandangan Arius. Karena dengan pandangan itu,

mereka mendapat peluang mempertahankan ide yang telah

mendarah daging, yaitu Allah yang tidak dapat dikenal,

dan memandang Yesus sebagai pahlawan super yang bersifat

ilahi, tidak berbeda dengan pahlawan-pahlawan yang ada

dalam mitologi Yunani.

Sejalan dengan pemikiran Arius, Eusebius dari

Kaesarea sangat bersimpati dengan ajaran Arius. Dia

menulis buku yang terkenal dengan judul Sejarah Gereja (Historia

Ecclesiastica = History of the Church). Eusebius tidak mau memakai

istilah homoousios dalam hubungan Allah dengan Anak.

Eusebius menyatakan tentang kelahiran yang kekal dari

Allah Anak. Ketika istilah homoousios dimasukkan dalam

Pengakuan Iman Nicea, Eusebius mengajukan keberatannya

19

bahwa istilah tersebut terlalu jauh menyimpang dari Kitab

Suci. Walaupun kemudian ia harus menerimanya dengan

terpaksa. Mengenai Kristologi, Eusebius adalah

representasi dari teori kesatuan Logos dengan daging.

Pemikiran yang berbeda terlihat dalam pandangan

Alexander uskup Aleksandria yang tidak dapat menerima

ajaran Arius. Alexander menerima eksistensi Logos yang

mempunyai hakikat yang sama dengan Bapa. Anak dan Bapa

hakikat yang sama. Anak bukan diciptakan dari tiada,

tetapi keluar dari pangkuan Bapa.

Perbedaan pendapat ini akhirnya diselesaikan melalui

sidang para uskup di Antiokhia. Keputusan sidang adalah

mempersalahkan Arius dan merumuskan suatu pengakuan iman

yang menyatakan bahwa Anak tidak diciptakan, tetapi

dilahirkan. Anak bukan berasal dari tiada tetapi gambar

dari hakikat Bapa. Namun pertikaian tidak berhenti sampai

di situ, akhirnya Konstantinus mengadakan Konsili

Ekumenis Pertama di Nicea tahun 325 yang dikenal dengan

Konsili Nicea. Maka mereka merumuskan beberapa pernyataan

tentang Allah Bapa dan Allah Anak. Mereka menjelaskan

bahwa Anak adalah "Allah sejati dari Allah sejati,

diperanakkan bukan dijadikan dan sehakikat dengan Bapa".

Ketujuh, Perkembangan Teologi Trinitarian

setelah Konsili Nicea.13 Perkembangan teologi

Trinitarian setelah Konsili Nicea ini dikupas

13 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.98-120; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 4-6, 28-29, 30-33; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 26-44.

20

Lampe secara mendalam bertolak dari pemahaman homoousios

para teolog pasca Konsili Nicea. Pemahaman yang

dibahasnya mulai dari Eusebius, Ambrosius, Athanasius,

Bapa-bapa Kapadokia, hingga Augustinus. Pergumulan

teologis gereja tersebut tak terelakkan menghasilkan

ajaran yang pada satu sisi terlalu menekankan keesaan

Allah dengan melepaskan ketritunggalan-Nya, dan pada satu

sisi juga ada yang terlalu menekankan ketritunggalan

Allah dengan melepaskan keesaan-Nya. Kelompok pertama

yang terlalu menekankan keesaan Allah dengan melepaskan

ketritunggal-an-Nya sering disebut dengan kelompok

Unitarianisme, dan kelompok kedua yang terlalu menekankan

ketritunggalan Allah, terdiri dari beberapa aliran yang

kemudian melepaskan diri dari keesaan Allah yang mutlak.

Namun secara umum gereja-gereja Tuhan pada prinsipnya

tetap menekankan ketritunggalan Allah tanpa melepaskan

diri dari keesaan Allah.

Perkataan setara dan sehakikat Yesus dengan Bapa

dalam rumusan Konsili Nicea masih diperdebatkan. Bagi

Eusebius perkataan itu tidak masuk akal. Sehingga formula

Nicea ini dinilai secara negatif. Baik Ambrosius dan

Athanasius mengakui bahwa perkataan ousia ada dalam

Alkitab, namun perkataan homoousios tidak ditemukan dalam

Alkitab. Menurut mereka istilah homoousios membawa

perbedaan: satu sisi dapat dikatakan menjadi

konsubstansial dengan yang lain bukan dengan Allah

sendiri. Penolakan terhadap keputusan Konsili Nicea ini

disampaikan oleh Eusebius.

21

Mereka yang sangat keras menolak formula Konsili ini

adalah Eustatius dan Marcellus. Mereka lebih condong

kepada pemikiran Sabellius yang pada prinsipnya

mempertahankan keesaan Allah. Dalam konsep Sabellius,

Allah memiliki satu Hypostasis namun memiliki 3 nama.

Jadi Allah yang esa dalam penyataan-Nya itu menampakkan

diri secara modalitas atau tiga bentuk penampakan diri.

Dalam Perjanjian Lama, Allah menampakkan diri sebagai

Bapa yang bertindak sebagai Sang Pencipta dan pemberi

taurat. Kemudian, Allah yang esa dan sama itu menyatakan

diri-Nya dalam diri Sang Anak, yaitu sebagai Juruselamat

untuk menebus dosa umat manusia. Akhirnya Allah yang esa

dan sama itu setelah kematian dan kebangkitan Yesus pada

hari Pentakosta menyatakan diri-Nya sebagai Roh Kudus.

Dengan pola pikir modalisme, Sabellius memang berhasil

mempertahankan keesaan Allah tetapi pada sisi lain ia

mengorbankan pluralitas Allah. Konsep tritunggal menurut

Sabellius sebenarnya tidak lebih sebagai proses urut-

urutan penampakan Allah yang esa dalam berbagai momen

sejarah.

Melawan pandangan Sabellius tersebut maka Athanasius

memberikan pandangan yang berbeda. Dalam ajarannya,

Athanasius sebenarnya tetap mengakui keesaan Allah, namun

pada saat yang sama Allah yang esa itu pada hakikatnya

adalah Allah Tritunggal. Sehingga kedudukan Yesus selaku

Firman tidak berada di bawah Allah dan Ia juga bukan

ciptaan seperti yang dikatakan oleh Arius. Jadi dalam

pemikiran Athanasius, Yesus selaku Firman Allah pada

22

hakikatnya Ia adalah Allah. Selaku Firman Allah, Yesus

telah berada sejak kekal, tidak berawal, dan Ia sehakikat

dengan diri Allah. Karena itu Athanasius menolak

pemikiran Origenes yang mengajarkan bahwa Yesus selaku

Firman adalah “Theos Deuteros” (Allah berpangkat dua). Sebab

dalam pemikiran Athanasius, Allah dan Yesus itu satu

homousios sehingga keilahian Anak identik dengan

keilahian Allah. Kepenuhan keilahian Bapa adalah

keberadaan (to enai) dari Anak. Jadi Allah Bapa dan Anak

dalam pemikiran Athanasius memiliki kesatuan hakikat

(oneness of essence).

Pandangan Athanasius didukung oleh Tiga Serangkai

dari Kapadokia14, yang kemudian memunculkan ide/pengertian

Trinitas. Bapa-bapa Kapadokia mempersembahkan uraian yang

jelas mengenai hubungan antara kesatuan dan ketigaan

Allah. Namun penjelasan mereka sekaligus membuat mereka

peka terhadap triteisme (percaya kepada tiga Allah).

Pemikiran lain yang muncul dalam hal Tritunggal ini

adalah pemikiran Augustinus. Dalam bukunya yang berjudul

On the Trinity (399-419), Augustinus memulai dari pemikiran

kesatuan (one-ness) dari esensi keilahian dan mencoba

14 Pandangan Athanasius tersebut didukung oleh 3 serangkai dariKapadokia, yaitu Basilius yang Agung Uskup Kaisarea dan MetropolitanKapadokia, Gregorius dari Nyssa, dan Gregorius dari Nazianzus. Merekasepikir dan sepakat menyatakan dalam diri Allah terdapat kesatuanilahi di antara ketiga keilahianNya. Hanya bedanya, jika Athanasiusmenekankan “konsubstansialitas” antara ketigaNya; maka menurut tigaserangkai dari Kapadokia di antara ketiga keilahian itu tetapmemiliki perbedaannya, dan masing-masing memiliki hypostasis. Dariketiga serangkai dari Kapadokia tersebut memunculkan ide “Trinitas”yaitu: Tiga pribadi dalam satu keallahan. Mereka tetap menekankankeesaan Allah, tetapi juga pada saat yang sama menegaskan bahwaketiga keilahian Allah tetap memiliki kekhasan.

23

memahami dari anggapan dasar ini menuju pernyataan

rasional dari Teologi Trinitarian. Agustinus mengatakan

bahwa Trinitas adalah satu dan hanya Allah yang benar,

dan bagaimana Allah, Anak dan Roh Kudus dipercayai

menjadi saru dan memiliki substansi dan esensi yang sama.

Trinitas itu sendiri adalah Allah.

Kedelapan, Perdebatan Kristologi.15 Perdebatan Kristologi

ini dibahas oleh Lampe dengan memaparkan pemikiran-

pemikiran para tokoh Gereja. Menurut Lampe, perdebatan

ini masih membicarakan topik “Alllah” dan “Firman”

sehingga perdebatan ini sangat tergantung pada

soteriologi. Secara umum orang Kristen setuju bahwa

mereka ingin penegasan bahwa di dalam Kristus Allah telah

mendamaikan diri-Nya dengan dunia ini: bahwa Yesus

Kristus adalah Inkarnasi Logos. Namun masalahnya adalah

bagaimana penegasan ini diputuskan tanpa berlawanan dan

tanpa mengurangi kekuatan mereka. Athanasius mengatakan

bahwa Logos adalah subyek penglaman asli manusia tanpa

berhenti pada subyek kekekalan dan tindakan ilahi.

Apollinarius percaya bahwa Yesus Kristus adalah Logos

ilahi. Cyrillus dari Aleksandria mengatakan bahwa Anak

bukanlah dua kodrat, melainkan kodrat inkarnasi dari

Allah dan Firman. Artinya ada kesatuan kodrat (henosis

physike) dari tubuh dan Logos; ada ‘satu kodrat, satu

hipostasis, satu pribadi (prosopon), keseluruhannya adalah

Allah dan Manusia. Tubuh Kristus adalah Tubuh Allah, dan

bukan konsubstansial dengan tubuh manusia. Dalam15 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.121-148.

24

kesimpulannya, Apollinarius menyatakan bahwa Inkarnasi

artinya bukan Kristus manusia melainkan Kristus sebagai

manusia. Didymus menyatakan hal yang sama bahwa jiwa

Kristus efektif dalam keselamatan jiwa kita. Gregorius

dari Nyssa mengatakan bahwa ada ‘percampuran’ kodrat

Allah dengan kodrat manusia. Gregorius dari Nazianzus

mengatakan bahwa bentuk Logos adalah kodrat yang sudah

sempurna. Keilahian tidak secara langsung menyatu dalam

daging, jiwa dan pikiran manusia. Gregorius menyatakan

bahwa ada dua kodrat, Allah dan manusia, tetapi bukan dua

Anak atau dua Allah. Kodrat itu dibedakan dengan Allah

dan Anak memiliki satu hal dan hal yang lain, tetapi

tidak menjadi dua pribadi. Kesatuannya adalah

‘substansial’.

Kristologi Diodore mengatakan bahwa Kristologi adalah

sesuatu yang unik dalam Inkarnasi. Di dalam Kristus Logos

sudah sempurna dan permanen. Theodore dari Mopsuestia

dalam Catechetical Homilies-nya mengatakan bahwa tubuh Kristus

adalah tubuh ilahi yakni tubuh Allah. Di dalam Kristus

sudah sempurna tubuh dan jiwa-Nya.

Pendapat Nestorius dalam bukunya Book of Heracleides

secara jelas membedakan antara keilahian dan kemanusiaan.

Anak Daud dan Anak Allah adalah dua kodrat yang berbeda

sebab bagi Nestorius ‘kodrat’ (physis) merupakan objek

realitas. Logos adalah Allah yang menyatu dengan manusia.

Cyrillus memaparkan Kristologi yang berbeda. Bagi

Cyrillus suatu keberadaan, pribadi dari Logos yang kekal

adalah subyek dari pengalaman manusia. Dasar Kristologi

25

Cyrillus adalah ‘satu Inkarnasi kodrat Allah dan Firman’.

Cyrillus tidak menolak keilahian dan kemanusiaan Kristus.

Kristus adalah ‘dari dua’ dan keduanya dibedakan secara

‘obyek’.

Akhirnya perdebatan Kristologi ini diselesaikan

dengan Konsili Ekumenis Ketiga di Efesus tahun 431 yang

dikenal dengan Konsisi Efesus. Dalam Konsili ini kelompok

Nestorius dihukum. Konsili ini juga memutuskan masalah

gelar Maria sebagai “Bunda Allah” (Theotokos) disetujui.

Selanjutnya perdebatan Kristologi ini masih terus

diperbincangkan oleh tokoh-tokoh lain seperti: John dari

Antiokia, Acacius, Domnus, Eutyches, Leo, Doscorus,

Teodosius II, Tomotius Aelurus, Severus, Yustinus,

Leontius, Ibas. Ajaran Eutyches mengenai hubungan antara

keilahian dan kemanusiaan pada diri Yesus adalah setelah

penjelmaan satu pribadi atau hipostasis Allah manusia,

Yesus Kristus, Putra Allah dan putra Maria, ditempatkan

atau ditampung oleh satu hakikat (monofisit) yang mencakup

baik yang ilahi maupun yang manusiawi. Perdebatan mereka

ini juga akhirnya diselesaikan dalam Konsili Nicea Kedua

tahun 787 (Konsili Ekumenis Ketujuh). Pada konsili ini

tema yang dibahas adalah mengenai gambar Kristus,

Theotokos, malaikat dan orang-orang kudus. Konsili ini juga

mengatur penghormatan terhadap icon-icon suci. Konsili

ini lebih dimaksudkan untuk mengurus apa yang disebut

kontroversi “ikonoklasme”.16

16 Konsili ini menghukum berbagai tulisan dari tiga pendukungNestorius yakni Theodorus dari Mopsuestia, Theodoret dari Cyrrhus,dan Ibas dari Edessa. Politik sekuler dan gerejawi masuk ke dalamkotroversi ikonoklas hingga mendalam. Ini hendak mengatakan, bahwa

26

Kesembilan, Keselamatan, Dosa, dan Anugerah.17 Dalam

bahasan ini Lampe menjelaskan bahwa ada dua ide sentral

yang dibahas para penulis pada periode ini yaitu: pertama,

konsep ‘deifikasi’ atau ‘divinisasi’ sebagai tujuan

keselamatan dan sebagai proses berkat keselamatan, buah

dari pekerjaan Kristus. Kedua, penafsiran pekerjaan

keselamatan Kristus sebagai sebuah ‘perubahan tempat’ di

mana Logos/Anak menjadikan diri-Nya berdosa agar manusia

yang berdosa diselamatkan. Menurut Plato, tujuan jiwa

harus bebas dari dunia dan menjadi berasimilasi dengan

Allah. Pendapat tentang keselamatan, dosa dan anugerah

ini dibahas oleh Irenaeus, Theofilus dari Antiokia,

Clemens, Origenes, Cryllus dari Aleksandria, Gregorius

dari Nyssa dan lain sebagainya. Irenaeus percaya bahwa

Mazmur 82:6 telah dipenuhi bagi orang Kristen. Bagi

Origenes, keselamatan berarti deifikasi atau redeifikasi.

Cyrillus dari Aleksandria mengatakan bahwa manusia

menjadi Allah dan hal ini mungkin terjadi sebab deifikasi

manusia itu sendiri di dalam Kristus. Gregorius dari

Nyssa mengerti betul bahwa keselamatan adalah hal yang

sangat penting sebab manusia adalah dari sintetis jiwa

dan tubuh.

Menurut Eusebius, Athanasius, Maximus Pengaku dan

John dari Damaskus, deifikasi selalu merupakan pekerjaankeluarga kekaisaran dan istana Bizantium terbagi menjadi kelompokikonoklas dan ikonofil sepanjang garis politik dan atas dasarkeagamaan. Sosok paling penting satu-satunya adalah Irene yangbertindak sebagai wali raja, yang sekali lagi menggambarkan peranwanita-wanita dalam konsili-konsili. (Lih. Norman P.Tanner, Konsili-Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Pustaka Teologi &Kanisius, 2003), hlm. 48-52. 17 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.149-169.

27

Tuhan, yang digerakkan oleh Roh Kudus. Maximus menekankan

aturan manusia sebagai peserta di dalam dua bidang dan

konsekuensi implikasi kosmik dari keselamatannya. Menurut

Augustinus, pembenaran berimplikasi pada deifikasi, sebab

dengan pembenaran manusia Allah membuat mereka anak-anak-

Nya; jika kita menjadi anak-anak Allah. Dasar dari

deifikasi itu sendiri adalah Inkarnasi. Keselamatan

menurut Augustinus adalah pembaharuan manusia di dalam

gambar Allah. Jiwa manusia bukan bagian dari Allah.

Origenes dan Chrysostomus berpendapat bahwa kebebasan

manusia akan mengambil inisiatif di dalam pertobatan dan

iman. Kebebasan adalah pusat penting dalam pembelaan

orang Kristen melawan fatalisme penyembah berhala. Bagi

Ignatius dan Melito, anugerah dilihat sebagai

karkateristik yang membedakan orang Kristen dengan

legalisme pra-Kekristenan. Anugerah dilihat secara

bersamaan dengan kehendak bebas manusia.

Perdebatan lain yang dibahas Lampe adalah perdebatan

Augustinus dengan Pelagius. Perdebatan ini telah dibahas

dalam makalah konsentrasi I.

Kesepuluh, Gereja dan Sakramen.18 Dalam bagian ini Lampe

membahas kesatuan Gereja akibat konflik di antara tiga

kelompok yakni: Tertullianus, Cyprianus, dan Novatianus.

Perdebatan yang utama dalam hal ini adalah dosa post-

baptisan diakhiri dengan kemenangan dengan pandangan

bahwa Gereja menjadi garansi rekonsiliasi dan pertobatan.

Bagi Novatianus, mereka yang di luar Gereja Kristus

bukanlah seorang Kristen. Di luar Gereja tidak ada18 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.170-180.

28

baptisan juga tidak ada anugerah. Tertullianus dan

Irenaeus mengatakan bahwa Gereja bergantung kepada

suksesi kepausan yang dipimpin oleh uskup. Walaupun

Gereja itu dipimpin oleh uskup namun gereja itu sendiri

terdiri dari para uskup, presbiter, dan kaum awam. Teori

Cyprianus mengenai Gereja membahas tentang ‘keseluruhan’

dan konsistensi. Persekutuan orang Kristen dilihat

sebagai bagian yang digerakkan oleh Roh Kudus. Prinsip

Cyprianus adalah seluruh umat yang tidak pernah dibaptis

harus dapat diterima menjadi anggota jemaat Gereja

walaupun mereka adalah petobat dari kafir.

Pandangan lain yang dibahas Lampe adalah pandangan

Augustinus tentang Gereja. Bagi Agustinus gereja terdiri

dari dua bagian yaitu: (1) Gereja yang kelihatan (Visible

Church) – gereja yang tidak sempurna – yang penuh cacat dan

cela; dan (2) Gereja yang tidak kelihatan (Invisible Church) –

gereja yang sempurna atau ideal. Gereja yang kelihatan

adalah bayang-bayang dari gereja yang tidak kelihatan.

Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya

sakramen bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang

melayankan sakramen tetapi bergantung kepada Kristus

sendiri. Pelayan sakramen hanyalah alat dari Kristus.

Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima sakramen

baptisan yang dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan

diri sebagai sakramen yang sah. Jikalau ada orang

Donatisme yang kembali kepada gereja yang resmi, mereka

tidak perlu dibaptiskan kembali.

29

2.3 TEOLOGI KRISTEN TIMUR TAHUN 600 - 1453 (Kallistos Ware)19

Teologi Kristen Timur tahun 600 – 1453 ini dibahas

Ware dalam lima bagian yakni: Ciri umum Teologi

Bizantium, Abad Ketujuh Monotheletes; St.Maximus Pengaku,

Perdebatan Ikonoklas, Konstantinopel dan Roma, dan

Teologi Mistik: St.Simeon Teolog Baru dan Hesykhast.

Pertama, Ciri umum Teologi Bizantium.20 Ware mencoba

menjelaskan bahwa sebenarnya para ahli sejarah membedakan

Kekaisaran Bizantium dan Roma, tetapi tidak ada demarkasi

yang jelas di antara keduanya satu dengan yang lain.

Menurut Ware paling tidak dalam sejarah teologi Yunani

dari tahun 325 hingga 1453, ada empat periode utama yang

bisa dibedakan yaitu:

(i) Tahun 325 – 381: dari Konsili Ekumenis pertama

hingga kedua. Diskusi doktrinal dalam periode ini

adalah pengajaran Trinitas.

(ii) Tahun 431 – 691 : dari Konsili Ekumenis ketiga

hingga keenam. Diskusi doktrinal dalam periode ini

adalah Kristologi.

(iii) Tahun 726 – 843 : membicangkan tentang

perdebatan ikonoklas.

(iv) Tahun 858 – 1453 : dari kenaikan Partiarkh

Phontius hingga kejatuhan Kekaisarannya yang

didominasi dua perkembangan:

19 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.180-225.20 Ibid., hlm.183-186.

30

(a) Perkembangan Negatif, dengan pertumbuhan

pemisahan di antara Yunani Timur dan Latin

Barat.

(b) Perkembangan Positif, dengan meningkatnya

pengertian teologi mistik.

Kedua, Abad Ketujuh, Monotheletes; St.Maximus Pengaku.21

Dalam bagian ini Ware membahas perdebatan Kristologi yang

telah dimulai sejak abad kelima dan keenam. Pusat diskusi

bukan lagi membahas kata ‘kodrat’ (physis), tetapi istilah

‘energi’ (energeia) dan ‘kehendak’ (thelema). Apakah Inkarnasi

Yesus memiliki dua energi atau satu energi, ataukah

memiliki dua kehendak atau satu kehendak? Pada permulaan

abad ketujuh sudah ada yang berusaha untuk meredakan

perdebatan ini dengan pemahaman ‘monofisit’. Patriarkh

Sergius I Konstantinopel (610-638) menyarankan jalan

kompromi bahwa walaupun Inkarnasi Kristus memiliki dua

kodrat, di dalam Dia hanya ada satu ‘energi’. Kemudian

Sergius memodifikasi terminologinya dengan mengatakan

bahwa Kristus memiliki hanya satu keinginan. Pandangan

ini dikenal sebagai Monotheletisme. Paham ini dikutuk

pada Konsili Lateran tahun 649.

Pendapat lainnya adalah St.Maximus Pengaku (kira-kira

580-662). Dia mengatakan bahwa bukan hanya dua ‘kodrat’

di dalam Kristus, tetapi juga ‘satu kodrat’: hal itu

semuanya tergantung pada bagaimana kata physis dimengerti.

Maximus penentang utama doktrin satu kehendak. Maximus

percaya keseimbangan bahwa rumusan ‘satu energi’ adalah21 Ibid., hlm.187-190.

31

penafsiran orthodoks. Maximus mengemukakan bahwa Yesus

Kristus bukan manusia sejati, kecuali Ia mempunyai

kehendak sendiri sebagai manusia. Yesus Kristus mempunyai

dua kehendak sebab Ia mempunyai dua kodrat. Pengajaran

Maximus semakin berkumandang setelah kematiannya dan

dikonfirmasikan pada Konsili Ekumenis Keenam di

Konstantinopel atau dikenal dengan Konsili Konstantinopel

III (680-681). Dalam Konsili ini pengakuan dogmatik yang

dinyatakan bahwa Tuhan kita Yesus Kristus bukan hanya

memiliki dua kodrat tetapi ‘dua kodrat keinginan dan dua

kodrat energi tanpa pemisahan, tanpa perubahan, tanpa

pembagian, dan tanpa membingungkan… Konsili ini

menandakan berakhirnya masa dalam diskusi Kristologi.22

Ketiga Perdebatan Ikonoklas.23 Dalam bagian ini Ware

membahas perdebatan seputar ikon yang sudah menjadi bahan

diskusi hampir 120 tahun sejak tahun 726 hingga 843.

‘Ikon’ atau gambar yang dimaksudkan adalah gambar

keagamaan yang menggambarkan Juruselamat, Bunda Maria

atau salah satu dari malaikat atau orang kudus. Selama

perdebatan ini sedikitnya ada dua dimensi penting yang

selalu muncul dalam perdebatan ini yaitu: gambar-gambar

pada kayu atau gambar dalam dinding. Pemakaian gambar-

gambar ini akhirnya disetujui di dalam Gereja.

22 Konsili ini mengakhiri monothelitisme sekaligus mendefinisikan duakodrat dan kehendak dari Kristus (ilahi dan manusiawi) sebagai suatuprinsip yang berbeda dalam operasionalnya. Konsili ini mengutuk(anathematizing) Sergius, Pyrrhus, Paul, Macarius, dan para pengikutnya.23 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.191-200.

32

Menurut Eusebius dari Kaisarea (†339), ikon sangat

penting menunjukkan gambaran ‘sejarah’ Kristus, ‘bentuk’

kemanusiaan-Nya. Pada tahun 650 – 700 usaha pertama yang

dibuat oleh penulis Kristen untuk menetapkan ajaran dasar

bagi pertumbuhan budaya ikon-ikon dan untuk merumuskan

teologi Kristen tentang seni. Kaisar Leo III dari

Isaurian (717-741) mulai melawan ikon-ikon ini tahun 726.

Leo berusaha untuk menang atas Paus Gregorius II namun

tidak berhasil. Pada tahun 730 Leo dalam gerakan silentium

– campuran majelis imam dan kaum awam – di Konstantinopel

menghancurkan seluruh patung baik di dalam tempat-tempat

ibadah dan rumah-rumah pribadi. Lebih jauh Ware

mengatakan bahwa ikonoklasme tidak dengan mudah

dijelaskan sebagai importasi dari sumber-sumber non-

Kristen, tatapi hal ini merupakan gerakan yang kuat di

dalam persekutuan orang Kristen.

Usaha perlawanan lainnya dilakukan oleh Konstantinus

V (741-775) anak Kaisar Leo III. Konstantinus yang

pandangan Kristologinya menekankan monofisit mengatakan

bahwa yang dihukum bukan hanya pemujaan ikon-ikon saja

melainkan harus seimbang yakni benda-benda yang

ditinggalkan masa lalu dan juga yang dipraktikkan yang

sudah lama diterima di dalam gereja. Hieria membarui

penghukuman atas ikon-ikon tetapi menolak dengan halus

persetujuan teori monifisit tentang pribadi Kristus.

Tahun 780 Irene mengakhiri perdebatan ikonoklas dan

tujuh tahun kemudian pemujaan ikon-ikon diumumkan pada

Konsili Kedua Nicea (Konsili Ketujuh Ekumenis).

33

Kendatipun demikian perdebatan ini masih mendua. Paus

mulai dari Gregorius II dan seterusnya mendukung

pemakaian ikon-ikon tetapi Hadrian I (772-795) menerima

keputusan Konsili Ketujuh Ekumenis tersebut. Mengapa

demikian? Menurut Ware ada beberapa alasannya yaitu:,

hubungan politik pada saat itu tegang antara Karel Agung

dan Bizantium. Menurut Karel Agung, ikon-ikon dapat

dilakukan di dalam Gereja tetapi tidak menyetujui

proskynesis.

St.John dari Damaskus membedakan jenis ikon-ikon ini

yaitu: ‘alami’ (physike), ‘dengan imitasi’ (mimetike), dan

‘artistik’ (technike). Artinya: (i) Kristus adalah ikon

‘alami’ dari Bapa (Kol.1:15); (ii) Manusia adalah ikon

Allah ‘dengan imitasi’; sebab Ia dijadikan ‘menurut

gambar dan rupa Allah (Kej.1:26); (iii) Gambar yang

ditempelkan pada Gereja adalah ikon ‘artistik’.

Sengketa ikonoklasme sama sekali tidak dapat

dipandang sebagai perselisihan antara Timur dan Barat.

Sengketa ini pertama-tama menyangkut konflik intern

Gereja Yunani. Gereja ini berikhtiar membela kebebasannya

dari intervensi Negara. Sengketa ini telah memperlebar

jarak antara Roma (Barat) dan Konstantinopel (Timur).

Akibat krisis ini Gereja Bizantium terbelah dua bagian

yang tak terdamaikan satu sama lain. Keadaan ini

mematangkan munculnya pelbagai kekerasan dan

penganiayaan. Bahkan dengan perdebatan ini terjadilah

pertobatan yang menentukan dalam Sejarah Gereja Timur.24

24 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sketsa Sejarah Gereja Abad I-XV, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 146-147.

34

Keempat Konstantinopel dan Roma.25 Dalam bagian ini

Ware membahas ketegangan-ketegangan yang dihadapi oleh

Konstantinopel dan Roma. Pemisahan di antara

Konstantinopel dan Roma ini diakibatkan banyak faktor

misalnya faktor ajaran, politik (sekuler) sehingga kedua

kubu ini saling bermusuhan satu dengan yang lainnya.

Sejak abad keenam dan seterusnya faktor politik dan

keutuhan budaya merupakan persoalan yang sangat

menentukan. Tahun 330 Konstantinus mendirikan pusat

kekaisaran baru di Konstantinopel sebagai tambahan pada

kekaisaran Roma Lama di Italia. Sejak abad ketujuh Timur

dan Barat menjadikan mereka sangat berbeda dengan

mengisolasi diri satu dengan yang lainnya.

Perpecahan di antara Gereja Konstantinopel dan Roma

dapat dilihat dari perdebatan mereka atas kata filioque

(‘dan dari Anak’) yang dimasukkan oleh Gereja Barat

(Latin) ke dalam teks Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel

untuk mengatakan bahwa Roh Kudus berasal ‘dari Bapa dan

Putra’. Gereja Konstantinopel menentang filioque karena dua

alasan. Pertama, konsili-konsili ekumenis telah melarang

mengubah Simbol Iman (Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel). Hanya

konsili ekumenis yang dapat membatalkan keputusan konsili

ekumenis sebelumnya. Kedua, filioque itu secara teologis

salah. Gereja Konstantinopel menanyakan apakah seharusnya

25 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.201-215. GerejaBarat (berbahasa Latin) dengan pusat kekuasaan di Roma (Paus) yangdisebut juga Gereja Katolik Roma (GKR); dan Gereja Timur (berbahasaYunani) dengan pusat kekuasaannya di Konstantinopel (Batrik) yangdisebut juga Gereja Orthodoks.

35

kata filioque dimasukkan ke dalam Pengakuan Iman? Apakah

ajaran filioque itu benar?26

Menurut Photius ada tiga alasan menolak perkataan

filioque dalam Pengakuan Iman tersebut yaitu: (i) Kata

filioque mengimplikasikan bahwa ada dua ‘kasus’ atau

‘prinsip’ di dalam Ke-Allah-an, sehingga memperkenalkan

sebuah pembagian ‘Manikhean’ ke dalam ajaran Trinitas.

(ii) Pendukung filioque mengerti Trinitas di dalam istilah

Neoplatonik ‘keberadaan jarak’. (iii) Dengan memasukkan

kata filioque maka pemahaman Trinitas jatuh ke dalam

pemahaman ‘semi-Sabellianisme’. Karena alasan itu (dan

beberapa yang lain) selama Photius telah terjadi skisma –

yang dikenal di Barat dengan skisma Photius. Tetapi

perpecahan final terjadi pada tahun 1054, ketika Kardinal

Humbertus da Silvacanandida, utusan paus, menyatakan

bahwa Konstantinopel, Mikhael Cerularius, itu musuh dan

memisahkan kesatuan dengan seluruh Gereja yang dia

wakili. Sikap yang tidak kalah garang pun diperlihatkan

oleh Cerularius yang mengutuk tanpa ampun Gereja Barat

dan antek-anteknya.27

Kelima Teologi Mistik: St.Simeon Teolog Baru dan

Hesykhast.28 Dalam bagian ini Ware membahas perkembangan

teologi mistik di dunia kekristenan. Memang teologi ini

berkembang sekitar abad keempat belas namun cikal-

bakalnya sudah dimulai sejak abad ketiga oleh Origenes26 Bnd. Eddy Kristiyanto, Gagasan yang Menjadi …, hlm. 160.27 Bnd. Eddy Kristiyanto, Visi Historis Komprehensif: Sebuah Penganta, (Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 65-66.28 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.216-225.

36

dan St.Gregorius dari Nyssa dan abad keempat oleh Pontus.

Penulis lainnya yang tidak dikenal adalah Makarian Homilies

(pada akhir abad keempat hingga permulaan abad kelima),

kemudian St.Diadokhus dari Photikus (pertengahan abad

kelima), St.Dionysius Areopagita (akhir abad kelima

hingga permulaan abad keenam), St.Maximus Pengaku dan

St.Isaac Niniwe (akhir abad ketujuh).

Ware menjelaskan tiga hal penting yang cukup berarti

dalam perkembangan tradisi teologi mistik ini.

(1) Penulis spiritual Yunani menekankan ‘otherness’

(kualitas) Allah yang melawan keras pendapat Eunomius

yang mengklaim esensi keilahian bisa dimengerti bahwa

kemanusiaan sama dengan Allah sendiri. Gregorius dari

Nyssa berpendapat bahwa kita dapat menyadari kehadiran

Allah, tetapi tidak pernah merasakan esensi-Nya. Dengan

demikian visi mistikal Allah bukan hanya sebuah visi

immanen-Nya melainkan transenden dan tanpa batas-Nya:

artinya ketika kita berhadapan dengan Allah, kita

merasakan seolah-olah kita tidak pernah bertemu

sebelumnya. St.Dionysius membedakan dua metode teologi

yang berbeda yakni: jalan afirmasi (katapatik=pengetahuan

tentang Allah atau teologi affirmatif) dan jalan

penyangkalan (apopatik atau teologi negatif). Katapatik

teologi berisikan tentang apakah Allah itu: Allah itu

ada, baik, bijaksana, kasih, dan disukai. Teologi negatif

menolak gambaran manusia di dalam pengalaman Allah.

(2) Teologi mistik ini juga berisikan kemungkinan

kenyataan dan tanpa kesatuan dengan dewa. Menggambarkan

37

kesatuan ini, penulis Yunani baik Kristen maupun non-

Kristen menggunakan dua simbol berlawanan namun tidak

bertentangan yaitu: simbol kegelapan dan simbol terang.

Pemimpin ‘mistik kegelapan’ adalah Gregorius dari Nyssa

dan Dionysius. Dan penulis ‘mistik terang’ adalah

Origenes, Evagrius, dan Makarian Homilies dan terakhir

Simeon Teolog Baru dan Gregorius Palamas.

(3) Pada tingkat praktis, penulis spritual Yunani

merekomendasikan satu cara berdoa yaitu: “Tuhan Yesus

Kristus, Anak Allah, kasihanilah saya”.

Selanjutnya Ware menjelaskan lebih dalam lagi

pemahaman Simeon tentang ‘mistik terang’. Simeon disebut

‘orang mistik yang paling menonjol’ di antara para mistik

dari Bizantium Abad Pertengahan. Ia diberi gelar “Teolog

Baru”. Mistik terang bukanlah simbolikal dan imaginari

tetapi sebuah eksistensi realitas meskipun immaterial.

Simeon melukiskan pemandangan Allah sebagai terang ilahi

yang tak diciptakan dan tak kelihatan.29 Pemahaman Simeon

ini ditentang oleh kelompok Hesykast (hesykast berasal dari

hesycia: keheningan, kesunyian). Hesykast adalah seseorang yang

menjauhi diri dari dunia dan mencari Allah melalui doa-

doa yang menekankan meditasi secara diam dengan posisi

badan tertentu. Ada dua orang figur yang terkenal dalam

kelompok ini yaitu: St.Gregorius dari Sinai (1255-1346)

dan St.Gregorius Palamas.

Palamas berusaha menjelaskan Hesykast yang terdiri

dari dua inti utamanya: (i) Allah hanya dapat dikenal

29 Bnd. Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm.67.

38

dalam keheningan; (ii) Metode fisik doa menggunakan

superstitious. Pandangannya ini mendapat kritik dari

Barlaam yang mengatakan bahwa Hesykast condong kepada

materialisme. Perdebatan ini sangat panjang dan diuraikan

Ware secara rinci dalam buku ini. Namun perdebatan ini

pun kadang bisa mencapai kesepakatan tapi dilanjutkan

kembali ke topik lainnya. Misalnya saja mengenai Allah

mereka berdua sepakat bahwa Allah tak dapat dikenal.

Namun kesepakatan ini pun juga masih terus diperdebatkan

oleh mereka berdua.

2.4 TEOLOGI KRISTEN ABAD PERTENGAHAN 604 - 1350 (David

Knowles)30

Teologi Kristen Abad-abad Pertengahan ini dibahas

Knowles dalam enam pokok bahasan yaitu: Dari Gregorius

Agung, Roma dan Konstantinopel; Dari Karel Agung

(Charlemagne) ke Abad Ketujuh; Masa Kebangunan dan Reform

1000 – 1150; Teologi Skolastik Pertama kira-kira tahun

1050 – 1200; Masa Keemasan Skolastisisme; dan Skolastik

kemudian. Secara umum topik yang dibahas Knowles ini

memiliki sedikit kesamaan dengan pembahasan Ware dan

Lampe di atas, sehingga dalam pembahasan yang sama

nantinya tidak akan diulangi lagi dalam laporan ini.

Namun hal yang belum diuraikan Ware dan Lampe akan

dilaporkan dalam laporan ini.

30 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.227-286.

39

Pertama, Dari Gregorius Agung Roma dan Konstantinopel.31

Pada bagian ini, Knowles membahas perdebatan

Monotheletis, ikonoklast, Adopsionis Spanyol, perdebatan

Filioque, perkembangan disiplin penebusan dosa dan

indulgensia. Mengenai perdebatan Monothelete, ikonoklast,

dan Filioque sudah dibahas oleh Lampe dan Ware. Memang

ketiga topik ini diuraikan lagi oleh Knowles secara

terinci dan mendalam. Ajaran Adopsionis adalah ajaran

yang menganggap bahwa Yesus diadopsi sebagai Anak oleh

Allah Bapa pada saat baptisan-Nya. Ajaran ini sudah

dikenal sebagai ajaran Bapa Gereja Latin yang membedakan

keilahian dan kodrat kemanusiaan di dalam Kristus dan

menekankan bahwa ketika Anak memiliki kekekalan dari

Allah, keilahian Pribadi telah diberikan kepada-Nya atau

‘diasumsikan’ di dalam kodrat kemanusiaan (homo assumptus)

pada saat pertama di dalam kandungan Perawan Maria. Hal

ini mungkin terjadi dalam liturgi Mozarabik Spanyol pada

rumusan kuno yang menganggap Pribadi dari Firman adalah

kodrat manusia yang digambarkan sebagai ‘adopsi’.

Penjelasan ini dibuat oleh Elipandus untuk melawan ajaran

Migetius yang mengatakan bahwa Yesus satu di antara tiga

Pribadi Trinitas. Konsili mengkritik Migetius dan

menerima bahwa Anak Manusia adalah diadopsi Anak Allah.

Namun Hadrianus memberikan penjelasan yang sangat hati-

hati, menghukum ekspresi ‘adopsi anak’ yang digunakan

kepada Kristus.

31 Ibid., hlm.231-241.

40

Kedua, Dari Karel Agung (Charlemagne) ke Abad

Ketujuh.32 Dalam bagian ini Knowles membahas tiga hal

yaitu: perdebatan Eukaristi (Perjamuan Kudus),

predestinasi dan pemutusan hubungan di antara Timur dan

Barat. Perdebatan Eukaristi ini berkaitan dengan

kehadiran Yesus Kristus di dalam Perjamuan Kudus.

Beberapa pemahaman tentang kehadiran Yesus dalam

Perjamuan Kudus ini bermunculan. Di Barat, St.John

Chrysostomus dan St.Ambrosius mengatakan bahwa tubuh

Kristus seolah-olah berdiam do dalam roti dan anggur

sebagai kehadiran mujizat transformasi dan penciptaan.

Augustinus mengatakan Perjamuan Kudus sebagai misteri dan

sebagai sebuah simbol yang efektif dalam kehadiran

Kristus dan kesatuan iman. Rabanus Maurus (784-856)

mengatakan bahwa kehadiran Kristus merupakan hal yang

sangat penting dan nyata antara penerima dan ketika

menyatu dengan Tuhan di dalam sakramen. Gottschalk

berpendapat bahwa kehadiran Tuhan bersifat objektif.

Ratramnus (wafat 868) mengatakan bahwa kehadiran Kristus

merupakan kehadiran spritual tetapi nyata.

Perdebatan lain yang Knowles bahas ialah perdebatan

predestinasi. Perdebatan ini bermula dari pengajaran

Gottschalk (wafat 868-9). Pengajarannya ini dipengaruhi

oleh pengajaran Augustinus. Gottschalk mengatakan bahwa

manusia berdosa tidak dapat berbuat yang baik tanpa

anugerah Allah, anugerah Allah yang cuma-cuma. Tidak

semua manusia diselamatkan; akhirnya Allah tidak

menyelamatkan semua manusia. Rabanus menyampaikan risalah32 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.242-245.

41

Gottschalk ini kepada uskup agung Hincmar dari Rheims

(wafat 882) sehingga Gottschalk dihukum dan dipenjarakan.

Hincmar memberikan sanggahannya yang hampir sama dengan

pemikiran Augustinus yang menekankan Kristus mati bagi

semua manusia. Namun Ratramnus sahabat Gottschalk yang

sangat Augustinian melawan pemikiran Hincmar dengan

mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah berdosa

(massa damnata). Akhirnya perdebatan ini diselesaikan dengan

sebuah konsili regional yang memutuskan empat keputusan

yang anti-Augustinus yaitu: (1) Hanya satu predestinasi

yaitu atas mereka yang terpilih dan hal ini tidak

tergantung pada penilaian jasa mereka. (2) Kebebasan

manusia telah hilang karena dosa dan diperbaharui oleh

anugerah. (3) Allah menginginkan keselamatan bagi semua

manusia. (4) Kristus menderita untuk semua manusia.

Mengenai pemutusan hubungan Timur dan Barat, ini

sudah dibahas oleh Ware. Namun Knowles mau menjelaskan

bahwa sebenarnya pemutusan hubungan ini pada dasarnya

diakibatkan oleh faktor sosial dan politik yang sedang

terjadi di Timur dan di Barat. Sebenarnya tidak pernah

terjadi pertikaian maupun permusuhan Gereja Timur dengan

Gereja Barat. Perdebatan mereka hanya seputar doktrin Roh

Kudus dan Anak (Filioque). Gereja Barat sendiri tidak pernah

menghukum Gereja Timur sebagai musuh. Artinya pertikaian

ini lebih cocok disebut sebagai sebuah skisma daripada

sebuah permusuhan.

Ketiga, Masa Kebangunan dan Reform 1000 – 1150.33

Menurut Knowles, masa ini ditandai dengan keberhasilan33 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.246-256.

42

penerimaan kembali supremasi kepausan di Gereja Barat

sekarang. Knowles membahas enam hal pada masa kebangunan

dan Reform ini yaitu: perdebatan kedua tentang Eukaristi,

Anselmus dari Bec dan Canterbury, Abelardus, masalah

Reordinasi, pengaruh Bernardus, dan Perawan Maria.

Perdebatan kedua tentang eukaristi ini membicarakan

perdebatan Berengarius (wafat 1088) dengan Lanfranc

(kira-kira 1010-1089). Berengarius menolak setiap

perubahan ‘kodrat’ atau ‘esensi’ di dalam pengudusan

unsur-unsur dan menerima kehadiran Kristus yang hanya

menjadi konseptual (intellectuale). Lanfranc dalam bukunya

Tubuh dan darah Tuhan (On the body and blood of the Lord)

mendefinisikan secara jelas istilah perubahan substansi

dari roti dan anggur menjadi ‘esensi’ Tubuh Tuhan

sementara ‘penampakan’ (species) tanpa perubahan. Menjawab

hal ini Berengarius menulis tentang Perjamuan Kudus (On the

Lord’s Supper) bahwa perubahan yang terjadi sungguh-sungguh

bersifat spiritual dan menolak menerima materi roti dan

anggur pengganti tubuh dan darah Kristus. Di Gereja Barat

pemahaman Lanfranc lebih diterima bahwa roti diubah ke

dalam tubuh Kristus.

Mengenai Anselmus dari Bec dan Canterbury (1033-

1109), Knowles menguraikan bahwa Anselmus merupakan

orang yang pertama memakai akal budi dengan tujuan

skolastik untuk menunjukkan kebenaran. Sehingga Anselmus

dikenal juga sebagai pendiri aliran Skolastisisme.

Pemikiran-pemikirannya yang terkenal adalah fides quaerens

intellectum (iman mencari pengertian). Buah karyanya yang sangat

43

terkenal adalah Cur Deus Homo? (Mengapa Allah menjadi Manusia?).

Karya ini muncul dalam rangka menjawab tuduhan bahwa

tidak pantas dan merendahkan bagi Allah untuk menjadi

manusia dan mati demi menyelamatkan kita. Anselmus

menanggapi dengan mengemukakan bahwa hal itu pantas juga

karena tidak ada jalan lain kecuali itu.34 Karya lainnya

yang ditulis oleh Anselmus adalah risalah mengenai

Predestinasi dan Kehendak Bebas, Trinitas dan Proses Roh

Kudus dari Bapa dan Anak.

Abelardus (1079-1142) dikenal sebagai pemikir

daripada seorang teolog. Abelardus memiliki kekuatan

mengkritik dan pemikirannya mudah dimengerti namun selalu

mengalami permasalahan dengan pendahulunya dan sering

akhirnya mengaburkan kebenaran. Abelardus sangat dekat

dengan pemikiran kritik rasional dan analisis. Abelardus

baru memasuki lapangan teologi sekitar tahun 1121 sebagai

penakluk dunia baru. Abelardus menggunakan argumentasinya

untuk menjelaskan iman sedaya mampu mungkin di dalam

pemikiran yang rasional. Karya pertamanya adalah Teologi

Kristen (Christian Theology) yang membahas tentang pengajaran

Kristen. Dalam doktrin kekristenannya ia memakai metode-

metode aliran logis dan dialektis. Dialektika baru

ditemukan dalam ajaran Trinitas yang menggunakan definisi

istilah ‘kodrat’ dan ‘pribadi’. Dalam Kristologi, dia

memahami bahwa kodrat manusia Kristus sebagai ‘yang tidak

ada’ (nihil) pada Pribadi yang ilahi. Menyangkut ajaran

mengenai Penebusan, Abelardus menentang praktik

penafisran ‘uang tebusan’ dan ‘kepuasan adekuat’ pada34 Bnd. Tony Lane, Runtut ..., hlm.91.

44

Inkarnasi dan Passion. Abelardus memahami Inkarnasi

sebagai ‘contoh teladan’ untuk membangun dan menstimulasi

manusia di dalam kasih Allah yang sempurna. Pemikiran

Abelardus lainnya yang dijelaskan Knowles adalah mengenai

perlawanannya atas ajaran dosal asali Augustinus dan di

bidang lainnya seperti etika dan analisa perbuatan baik

dan jahat. Dalam karyanya Scito te ipsum (Kenal dirimu sendiri) dia

menekankan pengetahuan yang penuh, peralihan pikiran

(advertence), niat sebelum dosa moral dapat ditanggalkan

dan dengan begitu menyatakan hak-hak dan

pertanggungjawaban dari suara hati pribadi.

Mengenai masalah reordinasi (penahbisan ulang),

Knowles membahas sepintas mengenai tujuh sakaramen dan

baptisan ulang. Cyprianus yang melakukan baptisan ulang

di Afrika. Dan Gereja Roma melawan Cyprianus. Kendati

demikian ini bukan berarti permasalahan selesai, tetapi

perdebatan ini merupakan perdebatan yang cukup panjang.

Pengaruh Bernardus sangat kuat pada masa ini.

Bernardus mendominasi kehidupan politik dan spritual.

Ringkasan pengajaran Bernardus mempengaruhi Abelardus dan

Gilbert de la Porre sama kuatnya dengan pengaruh Newman

pada abad kesembilan belas.

Mengenai Perawan Maria, Knowles mengatakan bahwa

posisi Maria pada Abad Pertengahan sangat dihargai dalam

Kekristenan. Maria adalah seorang Perawan sebelum, selama

dan setelah kelahiran Yesus. Gelar yang diberikan kepada

Maria adalah Ibu Allah dan Hawa Kedua. Di Gereja Timur,

Maria diterima sebagai kepenuhan anugerah dan posisinya

45

sebagai Hawa kedua karena imannya. Namun yang menjadi

perdebatan adalah apakah Maria berdosa atau tidak? Sebab

jika Maria berdosa maka Kristus berdosa karena Kristus

menerima dosa asali. Tetapi jika Maria tidak berdosa,

bagaimana mungkin dia membutuhkan penebusan. Menjawab hal

ini, Aquinas mengatakan bahwa Maria telah dikuduskan oleh

Allah.

Keempat, Abad Pertama Teologi Skolastik kira-kira tahun

1050 – 1200.35 Bagian keempat ini membahas lahirnya

teologi Skolastik. Knowles menguraikannya dalam tiga hal

yakni:

(1) Pendidikan Teologi tahun 600 – 1160. Karel Agung

berusaha keras menyebarluaskan pendidikan dengan

menerbitkan ulang pengajaran-pengajaran lama. Baik

di tempat biarawan-biarawan dan sekolah-sekolah

keuskupan diajarkan tata bahasa dan menulis,

memampukan orang bodoh untuk dapat membaca bahasa

Latin klasik. Tujuan pendidikan adalah memampukan

orang bodoh untuk dapat membaca dan menulis dan

mengerti Kitab Suci. Pola pendidikan ini diikuti

oleh Gregorius Agung, Leo Agung dan Yerome. Masa

inilah yang dikenal dengan masa kebangunan

renaisans Carolingian. Pada masa ini, Alcuin telah

membuat sistem pendidikan. Namun ketika terjadi

likuidasi kekaisaran Carolingian maka seluruh

pendidikan teologi absen lebih dari satu abad.

Kebangunan pendidikan kembali sekitar abad kedua35 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.257-265.

46

belas dengan bentuk sekolah katedral dengan

pengajaran dialektika oleh guru pribadi

(individual teacher) atau pengajaran yang bersifat

free-lance yang berpindah-pindah dari satu tempat ke

tempat lain. Pengajaran ini misalnya dilakukan

oleh: Berengarius, Roscelin dan Abelardus.

Dialektika dan teologi merupakan dua disiplin ilmu

yang tidak dipisahkan pada waktu itu. Sehingga

pada abad keduabelas inilah sebenarnya pengajaran

secara teologi akademik mulai menemukan bentuknya.

Pendidikan teologi dimulai dengan gelar sarjana

muda dengan memakai metode logika dan dialektika

dan pertanyaan-pertanyaan. Sehingga seluruh Summa

Theologiae Thomas dipakai dalam bentuk sic et non (ya dan

tidak), dan sering membuka sebuah pertanyaan dengan:

“Apakah Allah ada?” (Utrum Deus sit?). Seluruh

pendidikan teologi skolastik dikondisikan oleh

dasar logika dan dialektika ini. Para guru-guru

yang ditamatkan melalaui metode ini adalah:

Aleksander dari Hale, Albertus, Bonaventure dan

Thomas.

(2) Hukum Kanon dan Sakramen. Para ahli sejarah

teologi dan Hukum Kanon tidak begitu menghargai

pengaruh kanonis di dalam perkembangan doktrinal.

Misalnya saja sakramen. Pada abad kedua belas,

baik Gereja Barat dan Gereja Timur menganggap

bahwa Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus merupakan

anugerah pemberian Allah.

47

(3) Bidat. Pemakaian istilah musuh menurut Knowles

kurang tepat. Sebab kata bidat adalah kata ‘yang

membebani’ dan ketika kata ini dipakai oleh para

teolog, hal ini mengimplikasikan ajaran yang palsu

sebagai oposisi kepada kebenaran yang ortodoks.

Bidat mungkin adalah sesuatu yang berlebihan,

penyimpangan dari yang biasa. Penyimpangan yang

dipaparkan Knowles misalnya, pemisahan Bogomil

dari Balkan.

Kelima, Masa Keemasan Skolastisisme.36 Masa keemasan

Skolastisisme ini diuraikan Knowles dalam empat masa

yaitu:

(1) Pendidikan teologi, tahun 1160 – 1300. Pada masa

ini di Paris sudah terdapat tiga sekolah yakni:

sekolah katedral di pulau Seine, biara St.Victor,

dan Mont Sainte Genevieve. Kebangkitan skolastik

pada permulaan abad kesebelas telah membuat

pengajaran dialektika dan ilmu logika menjadi hal

yang sangat penting. Namun dalam perkembangan

sistem pendidikan yang menjadi persoalan adalah

mengenai posisi ambigu dari filosofi – ilmu

epistemologi, metafisika, etika dan psikologi.

(2) Filsafat dan teologi. Ilmu filosofi memasuki

ajaran teologi menjadi ciri teologi abad ketiga

belas. Masa Aquinas berbeda dengan masa Anselmus

dan Abelardus. Mereka menggunakan ilmu logika dan

dialektika di dalam analisis dan penjelasan36 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.266-279.

48

kebenaran agama. Gilbert de la Porre menerima

prinsip-prinsip ilmu filosofi (atau semantik) pada

pengajaran umum. Pada tahun 1250 sistem ilmu

filosofi telah diterima dalam bentuk Latin.

Sehingga ilmu filosofi menjadi hal yang sangat

penting dalam berteologi.

(3) Bonaventura dan Albertus Agung. Bonaventura

(1221-1274) mengatakan bahwa teologi lebih

merupakan sebuah tindakan spiritual daripada cita-

cita intelektual, lebih merupakan sebuah jalan

hidup daripada sebuah ilmu pengetahuan. Dalam

karyanya yang berjudul Kembara Pikiran kepada Allah

(Itinerarium mentis ad Deum), Bonaventura mengambil

konsep kehidupan Augustinus sebagai bentuk

pendidikan Kristen, perjalanan dari ilmu

pengetahuan manusia melalui pembelajaran ilmu

Kitab Suci dan teologi pada pengetahuan mistik dan

kesatuan dengan Allah. Bonaventure orang yang

pertama memakai skema yang komprehensif tentang

ajaran Kristen tentang keberadaan metafisik,

proses kognitif di dalam perasaan, pikiran dan

jiwa. Albertus (1260?-1280) mengatakan bahwa

seluruh sistem yang dikenal dalam pengajaran

Aristoteles yang merupakan kombinasi yang unik

tentang empiricisme dan idealisme, perasaan umum

dan pemikiran abstrak adalah yang dapat bertahan

hidup dan yang paling ‘rasional’ untuk melayani

sebagai dasar bagi teologi. Albertus merupakan

49

pemikir yang simpatik dan luas, yang berusaha

untuk menyebarluaskan atau membenarkan pemikiran

Aristoteles.

(4) Thomas Aquinas (1225-1274). Thomas Aquinas adalah

seorang skolastik yang memiliki banyak pemikiran

dalam teologi Kristen. Knowles memaparkan

pemikiran Thomas Aquinas ini mengenai filosofi,

teologi, Inkarnasi, Trinitas, anugerah,

keselamatan, predestinasi, Eukaristi, dan

sakramen. Thomas tidak menganggap filsafat dan

teologi sebagai dua hal yang begitu saja

berdampingan satu sama yang lain. Thomas

berpendapat bahwa filsafat yang tepat sangat

membantu teologi. Tujuan anugerah Allah bukan

untuk memusnahkan tabiat manusia, juga tidak untuk

bertindak terlepas darinya, melainkan untuk

menyempurnakannya. Akal manusia, dengan

mempergunakan filsafat, dapat menemukan banyak

yang benar mengenai dunia dan umat manusia dan

malah tentang Allah. Pemikiran Aquinas yang paling

terkenal adalah “teologi kue lapis” artinya

Aquinas membedakan antara yang natural (kodrati)

dan yang supernatural (adikodrati). Namun ia

menekankan bahwa keduanya itu tidak perlu

dipertentangkan. Keduanya adalah sumber

pengetahuan berasal dari Allah yang harus dilihat

dari sudut pandang Allah.

50

Keenam, Skolastik yang kemudian dan kemacetan Sintesis

Thomist37 Dalam bagian ini Knowles menguraikan empat hal

yakni:

(1) Pengutukan tahun 1270 dan 1277 dan Duns Scotus.

Pada masa ini, Knowles membahas tokoh Thomas

Aquinas dan John Duns Scotus. Thomas Aquinas

mengadopsi pemikiran Aristoteles tentang jiwa

sebagai ‘bentuk’ tubuh. Pengajaran Thomas Aquinas

kemudian dikutuk oleh uskup Tempier di Paris tahun

1270. Tidak ada ajaran Thomis yang termasuk

dikutuk. Thomas Aquinas meninggal tahun 1274, dan

pada tahun 1277, saat ulang tahun ketiga

kematiannya, banyak pengajarannya dikutuk.

Pengejekan terhadap ajaran Thomas Aquinas

dihilangkan setelah lima puluh tahun kemudian oleh

Paus Johanes XXII, tetapi penghukuman tahun 1277

yang diterima di Paris masih terasa. John Duns

Scotus (kira-kira 1266-1308) yang lahir di desa

Border Kabupaten Roxburghshire merupakan seorang

pengajar di Oxford kemudian di Paris dan Cologne.

Scotus merupakan pemikir filosofi modern yang

diikuti banyak orang. Secara teologi Scotus sangat

penting karena dua hal. Pertama, Scotus memulai

memisahkan antara iman dan akal budi, filosofi

alami dan wahyu supernatural. Dia menerima

pemikiran Aristoteles tentang pengetahuan. Kedua,

Scotus melawan pembelaan diri determinisme

Aristoteles dan menekankan keunggulan kehendak37 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.280-286.

51

bebas. Scotus bukanlah seorang skeptik, tetapi dia

menolak menerima konsepsi kodrat Aristoteleian.

(2) Neo-Platonis Rheinland. Tokoh yang dibahas

Knowles di sini pertama adalah Maister Eckhart

(1260-1327). Eckhart merupakan penulis mistik.

Dalam seluruh tulisannya selalu menonjolkan dasar

teknik dan teologi Thomist. Eckhart mengatakan

kehidupan spiritual dan kehidupan mistik sebagai

tujuan kerja keras orang Kristen. Eckhart adalah

seorang guru yang populer dan disegani, tetapi

kurang hati-hati dalam beberapa pernyataannya.

Misalnya Eckhart berbicara tentang “bunga api

ilahi” dalam jiwa manusia. Mistik Neo-Platonis

selalu menjurus pada panteisme. Sehingga pada tahun

1326 Eckhart dituduh menyesatkan. Kedua, John

Tauler dan Henry Suso. Mereka berdua lebih terkenal

sebagai penulis ilmu mistik daripada seorang

teolog. Mistik versi Tauler populer pada “mazhab

Rheinland” (yang menghasilkan karya bernama Teologi

Jerman yang dikagumi Luther), pada tradisi mistik

Inggris dan pada gerakan Devosi Modern.

(3) William dari Ockham (kira-kira 1300 hingga

1349). Ockham terkenal sebagai seorang logikus yang

lebih condong pada pemikiran Aristoteles. Ockham

mencampur pemikiran Aristoteles dengan logika baru

dari sekolah Oxford yang akhirnya menjadikan Ockham

sebagai pendiri Nominalisme baru. Ockham bukan

seorang filsuf skeptik, dia mengemukakan bahwa

52

hanya individu-individu yang benar-benar ada. Yang

universal hanyalah merupakan kosep mental yang

sebenarnya tidak ada, kecuali dalam benak orang

yang memikirkannya. Sifat-sifat universal atau

kesemestaan tidak berada, kecuali sebagai konsep

dalam otak saja.Universal tidak merupakan kenyataan

melebihi individu-individu.

(4) Masa depan Skolastisme. Masa depan

Skolastisisme ini menurut Knowles memiliki arti dan

kemampuan membangun dalam perkembangan teologi pada

abad-abad berikutnya. Minimal ada dua hal yang

menyebabkan Skolastisisme ini sangat berarti yaitu:

Pertama, sebab selama tiga abad sebelum 1350, yang

menjadi dasar cita-cita pendidikan adalah logika.

Kedua, bahwa tujuan yang esensi dari logika

Aristoteles dan epistomologi adalah pencapaian

kebenaran yang abstrak.

2.5 DOKTRIN KRISTEN DARI TAHUN 1350 HINGGA REFORMASI

(E.Gordon Rupp)38

Doktrin Kristen yang menjadi sorotan Rupp sejak tahun

1350 hingga Reformasi adalah ajaran-ajaran para

Reformator mulai dari John Wyclif, John Hus, John Gerson,

Gerhard Groote, Nicholas dari Kusa, Marsilius Ficino dan

Florentinus Platonisme, Skolastik Abad Kelima belas –

John Wesel, John Pupper dari Goch, Wessel Gansfort,38 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.287-304.

53

Gabriel Biel, dan Erasmus. Rupp membahas sekilas tentang

doktrin dari setiap tokoh-tokoh Kristen yang berada di

sekitar tahun 1350 hingga Reformasi.

(1) John Wyclif (kira-kira 1330-1384). John Wyclif

adalah orang terpelajar yang terkemuka pada

zamannya. Seluruh Inggris menghormati

kebijakannya. Pendidikan di universitas masih

merupakan fenomena baru ketika itu, dan peranan

Wyclif sungguhlah besar bagi reputasi Oxford,

tempat ia belajar dan mengajar. Namun,

kehidupannya penuh dengan kontroversi. Ia

mempunyai kebiasaan berbahaya, yaitu mengatakan

apa yang dipikirkannya. Jika apa yang

dipelajarinya membuatnya mempertanyakan tentang

ajaran Katolik resmi, ia langsung menyuarakannya.

Ia mempertanyakan hak gereja atas kuasa duniawi

dan kekayaannya. Ia mempertanyakan juga penjualan

surat-surat pengampunan dan jabatan-jabatan

gerejawi, penyembahan para santo dan relikwi yang

berbau takhayul, serta kuasa paus. John Wyclif

mempertanyakan juga pandangan resmi tentang

Ekaristi (doktrin transubstansiasi) yang

dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat. Untuk

pandangan-pandangan semacam ini dan lainnya, ia

selalu harus membela diri di hadapan para uskup

dan konsili-konsili.

Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma,

bahkan pada tahun-tahun 1300-an. Kepemimpinan

54

sekuler sangat kuat di Inggris. Para pangeran —

dan banyak orang awam — menyesalkan cara Gereja

merampas kekuasaan dan harta. John Gaunt sering

memakai ide-ide dan kesohoran Wyclif dalam

berargumentasi dengan Gereja. Sebagai imbalannya,

ia memberi Wyclif semacam perlindungan dari

hierarki.

Untuk sementara, Wyclif merupakan pahlawan yang

populer. Para pengikutnya, yakni Lollard, para

imam yang menganut kemiskinan para rasul dan

mengajarkan Kitab Suci kepada kalangan umum,

mengembara di Inggris dengan Injil. Tetapi tatkala

pengaruhnya menurun, Wycliffe menjadi kurang

berguna bagi para sponsornya, termasuk Lancaster.

Peristiwa tahun 1377 mengakibatkan tulisannya

dilarang. Oposisi pun semakin intensif. Sementara

ia sendiri diamankan dari kekerasan, tulisan-

tulisannya dibakar dan ia dicopot dari

kedudukannya di Oxford serta dilarang

menyebarluaskan pandangannya.

Hal ini memberinya waktu untuk menerjemahkan

Alkitab. Menurut Wyclif, setiap orang harus diberi

keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya

sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus,

yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan,

Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan

bagi para imam saja," tulisnya. Maka meskipun

Gereja tidak setuju, ia bekerja bersama sarjana

55

lain untuk menerjemahkan Alkitab Inggris pertama

yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan tangan

Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa Latin), Wyclif

berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat

dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi

pertama diterbitkan. Penerbitan kedua yang

diselesaikan setelah Wyclif meninggal, mengalami

perbaikan. Namun edisi itu dikenal sebagai

"Alkitab Wyclif", dan dibagi-bagikan secara ilegal

oleh para Lollard.

Wycliffe terkena stroke di gereja dan meninggal

pada tanggal 31 Desember 1384. Tiga puluh satu

tahun kemudian, Konsili Konstanz mengucilkan dia,

dan pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-

tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai

Swift.

Tidak ada yang tahu secepat apa idenya akan

tersebar di seluruh Eropa. Dampak ajarannya pada

para pemimpin di kemudian hari, seperti Yohanes

Hus, memberikan Wyclif julukan "Bintang Fajar

Reformasi". Ia sendiri berusaha tetap bertahan di

Gereja Roma sepanjang hidupnya, tetapi dalam hati

dan benak para pendengarnya, Reformasi sudah

bergerak secara diam-diam.39

(2) John Hus (1369-1415). John Hus adalah seorang

pemikir dan reformator agama dari Ceko (yang saat

itu tinggal di wilayah itu dan dikenal sebagai

Bohemia). Ia memulai suatu gerakan keagamaan yang39 A.Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa ..., hlm. 67.

56

didasarkan pada gagasan-gagasan John Wycliffe.

Para pengikutnya dikenal sebagai kaum Hussit.

Gereja Katolik menganggap ajaran-ajarannya sesat,

dan Hus dikucilkan pada 1411, dikutuk oleh Konsili

Konstanz, dan dibakar di tiang pada 6 Juli 1415,

di Konstanz, Jerman.

Hus mengembangkan perlawanan terhadap kaum

rohaniwan bukan saja dengan meninggalkan gaya

hidup rohaniwan yang amoral dan mewah – termasuk

paus – tetapi menegaskan bahwa hanya Kristus

sajalah Kepala Gereja. Dalam bukunya On the Church

(De Ecclesia = Tentang Gereja), ia mengatakan bahwa

Gereja adalah universitas Praedestinatorum. Hus juga

membela otoritas kaum rohaniwan, namun menekankan

bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Paus

ataupun uskup, tambahnya, tidak dapat menciptakan

doktrin yang berlawanan dengan Alkitab, tidak juga

seorang Kristen sejati yang dapat patuh pada

perintah rohaniwan, jika ternyata hal itu jelas-

jelas salah.

(3) John Gerson (1363-1426). Gerson adalah seorang

‘Doktor Kristianissimus’ yang berpegang pada

ajaran Nominalis – yang menekankan kebebasan Allah

– Allah tidak akan bertindak sebab mereka baik,

tetapi mereka baik sebab dia menyukai mereka.

Gerson menolak pandangan yang mengatakan bahwa

secara institusional hanya ‘agama’ dapat menemukan

kesempurnaan. Karyanya yang terkenal adalah

57

Nocturnal Pollutions dan Pusillanimity sangat mempengaruhi

pemikiran Katolik dan Protestan. Gerson dikenal

sebagai ‘Devosi Modern’ karena dia menekankan

pembaharuan kehidupan moral sebagai jalan hidup

dan visi pada Allah.

(4) Gerhard Groote (1340-1384). Groote lebih dikenal

sebagai seorang pengacara daripada seorang teolog

divine. Groote sangat disiplin terhadap

kontemplasi dan kehidupan yang baik, sehingga dia

menjadi direktur dari kelompok pengacara.

Pengajarannya menekankan meditasi dan kontemplasi

yang disebarluaskan melalui buku dan naskah-naskah

foto kopian. Gerson terus berjuang untuk melakukan

reformasi di dalam tubuh gereja melalui tulisan-

tulisannya.

(5) Nicholas dari Kusa (1401-1464). Nicholas juga

sangat bertekad berjuang untuk pembaharuan gereja.

Lahir di Moselle, Kusa dan belajar di Heidelberg

dan Padua menyelesaikan gelar doktor bidang hukum.

Nicholas melawan tradisi rasionalis dan menemukan

kunci kebenaran dengan menyakini bahwa pengetahuan

manusia memiliki keterbatasan tentang hal-hal yang

ilahi. Nicholas lebih dalam mengatakan bahwa

pengetahuan itu jangan seperti kesalahan binatang

tanpa pengertian tetapi kita harus mempelajari

kesalahan itu (docta Ignorantia) di dalam kehadiran

Allah. Nicholas menggaris bawahi apa yang

dikatakan oleh Thomas dan Eckhart dan Dionysius

58

tentang via negativa dan via eminentiae, analogi seluruh

bahasa dan simbol-simbol. Nicholas percaya bahwa

Allah adalah yang menyatukan perlawanan: pada-Nya

ada kebenaran seluruh polaritas pengetahuan

sebagaimana Allah menyatukan alam semesta dan

manusia.

(6) Marsilius Ficino (1439-1499) dan Florentinus

Platonisme. Ficino sendiri ditahbiskan pada usia

yang dewasa, seorang pujangga dan ahli kesehatan,

yang sangat menyukai musik dan memiliki banyak

sahabat. Karyanya yang terkenal berkaitan dengan

jiwa yang tidak bermoral yang diberi judul Of the

Dignity of Man.. Karyanya ini dikerjakan bersama

sahabatnya Pico della Mirandola (1463-1494) yang

mengekspresikan pandangan Renaisans mengenai

gambar Allah di dalam manusia.

Pada masa ini (abad ke-15) Rupp menguraikan juga

tokoh-tokoh Skolastisisme pada abad kelima belas

yaitu: John Wesel (kira-kira 1400-1481), John Pupper dari Goch

dan Wessel Gansfort.

(7) Gabriel Biel (kira-kira 1420-1495). Sebenarnya

Biel merupakan figur yang lebih dikenal daripada

tiga orang yang disebut ‘Reformator sebelum

Reformasi’. Biel menggabungkan skolastisisme

dengan kunjungan pastoral dan khotbahnya. Biel

sangat papalis dan sangat mendukung otoritas

kepausan yang dituliskannya dalam karyanya yang

berjudul Defensorium Obedientiae Apostolicum (1462). Biel

59

lahir di Spenyer dan pindah ke Heidelberg, Erfurt

dan Cologne dan terakhir sebagai profesor di

Universitas Tubingen. Biel sangat kuat menekankan

Mariologi dalam khotbahnya. Biel menekankan

kebebasan Allah dan kebebasan manusia dan membuat

dialektika yang penuh pada ‘Potestas absoluta’ dan

‘Potestas ordinata’. Biel mengkombinasikan doktrin

penyelamatan melalui amal dan penyelamatan melalui

anugerah. Keselamatan diperoleh oleh amal dalam

arti bahwa kita layak menerima anugerah, karena

usaha kita yang sebaik mungkin, kemudian Allah

menerima kita karena kita melakukan pekerjaan baik

di bawah anugerah. Namun keselamatan juga

diperoleh melalui anugerah dalam arti bahwa Allah

tidak diharuskan menetapkan perjanjian-perjanjian

yang ditetapkan-Nya.40

(8) Erasmus (1469-1536). Erasmus adalah figur yang

terbesar Renaissans. Erasmus juga banyak

mengkritik Gereja dan ia lebih menekankan manusia

daripada Tuhan. Erasmus menerima otoritas Gereja

yang menekankan pentingnya ‘communis sensus

fidelium’ – konsensus dari iman. Erasmus semasa

hidupnya sering berpolemik dengan Martin Luther.

Semasa hidupnya Erasmus bekerja sebagai seorang

pastor. Karyanya yang terpenting antara lain

adalah edisi teks Alkitab dalam bahasa Yunani dan

bahasa Latin. Karyanya yang lain adalah De libero

arbitrio diatribe sive collatio (1524), analisanya mengenai40 Bnd. Tony Lane, Runtut …, hlm. 120-121.

60

takdir dan kebebasan bertindak. Erasmus adalah

orang yang meletakkan dasar Reformasi Protestan.

Seperti pepatah mengatakan: “Erasmus menelorkannya

dan Luther menetaskannya”.41

2.6 CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR: ABAD KELIMA BELAS

HINGGA ABAD KETUJUH BELAS (Kallistos Ware)42

Artikel Ware ini yang sangat singkat ini membicarakan

catatan penting tentang teologi Kristen Timur sejak abad

kelima belas hingga abad ketujuh belas. Menurut Ware

pemikiran keagamaan Yunani selama periode Turkis – di

antara kejatuhan Konstantinopel tahun 1453 dan timbulnya

Perang Kemerdekaan Yunani tahun 1821 – ditandai dengan

dua tendensi yang saling berlawanan yakni: konservatisme dan

westernisasi. Hal yang sangat penting lagi bagi teologi

Yunani pada masa post-Bizantin selama seratus tahun dari

tahun 1573 hingga 1672 adalah Ortodoksi berhadapan dengan

kekuatan Reformasi dan Kotra-Reformasi. Konfrontasi ini

terjadi dalam tiga tahapan yaitu: (a) Perseteruan Jeremia

II dengan orang-orang Lutheran; (b) Perseteruan Cyrillus

dengan Calvinis; dan (c) reaksi Latinisasi.

2.7 MARTIN LUTHER (Benjamin Drewery)43

41 Bnd. Tony Lane, Runtut …, hlm. 127.42 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.305-309.43 Ibid., hlm.311-350.

61

Artikel Benjamin Drewery ini hanya membahas dua

bagian besar yaitu: pertama, Drewery membicarakan bagaimana

proses lahirnya teologi Luther dan pemikiran Luther

tentang pembaharuan Gereja. Dan kedua, Drewery membahas

perkembangan pemikiran teologi Luther yang sudah semakin

matang dan dewasa.

Pada bagian pertama ini, Drewery menjelaskan tanggal

dan tempat kelahiran Luther dan proses pendidikan yang

ditempuh Luther serta pengalaman rohani Luther sendiri

yang membentuk pemahaman baru dan pemikiran baru tentang

teologi yang dipahaminya selama ini. Lebih dalam lagi

Drewery menguraikan bagaimana tahapan yang dijalani

Luther dalam rangka menyampaikan pemikirannya kepada

Gereja dan Paus ketika itu. Drewery membagi perkembangan

teologi Luther ini ke dalam tiga tahapan yaitu: (1)

Usaha Luther untuk menempelkan 95 Dalilnya dan praktik

Indulgensia. (2) Reaksi Luther melawan skolastisisme dan

Indulgensia. (3) Perkembangan teologi Luther kemudian

dilanjutkan dengan ‘teologi Salib’.44

Pada bagian kedua, Drewery menguraikan perkembangan

pemikiran teologi Luther yang semakin matang dan dewasa.

44 Martin Luther bukanlah seorang pemikir Protestan pertama. Seabadsebelumnya dia sudah didahului oleh John Hus dari Bohemia, dankemudian John Wycliffe pada abad ke-14.. Malahan di abad ke-12seorang Perancis bernama Peter Waldo dapat dianggap seorang Protestanpertama. Tetapi, pengaruh para pendahulu Martin Luther itu dalamgerakannya cuma punya daya cakup lokal. Di tahun 1517, ketidakpuasanterhadap gereja Katolik sudah merasuk ke mana-mana. Ucapan-ucapanMartin Luther sudah merupakan kobaran api yang berantai menyebar kesebagian besar kawasan Eropa. Luther karena itu punya hak yang takterbantahkan bahwa dialah orang yang bertanggung jawab terhadapsulutan ledakan dinamit pembaharuan.

62

Drewery menguraikan pemikiran Luther yang sangat terkenal

yaitu:

(1) SOLA FIDE, SOLA GRATIA, DAN SOLA KRISTUS. Luther dikenal

sebagai teolog ‘Pembenaran oleh iman’. Ada dua hal pokok

yang dikemukakan oleh Drewery dalam bagian ini yakni:

Coram Deo (Di hadapan Allah) dan Pembenaran oleh Iman. Menurut

Luther, Allah dalam Alkitab adalah Satu. ‘Satu’ artinya

‘sendiri’(alone) – oleh iman, anugerah, Kitab Suci, dan Kristus

sendiri. Dalam suratnya Open Letter on Translating (1530), Luther

mengatakan bahwa Katolik Roma membuat kekuatiran yang

luar biasa sebab kata ‘hanya’ bukan teks kunci pembenaran

dalam surat Paulus (Roma 3:28). Luther mempertahankan

pendapatnya dengan membandingkan linguistik – Jerman dan

Latin pada teks Roma 4:2: ‘jikalau Abraham dibenarkan

karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk

bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah’. Dengan demikian

Pembenaran oleh Iman berhubungan dengan penciptaan –

tentang creatio ex nihilo.

Apakah ‘pembenaran’ itu? Pembenaran adalah ‘membuat

benar’ atau ‘dinyatakan benar’. Pembahasan kata ini

secara etimologi akan membawa pada kebingungan. Bagi

Luther yang penting adalah bagaimanakah manusia berdosa

mampu berdiri di hadapan Allah yang Hidup. Anfechtung

Luther sering dianggap sebagai logika abnormal dari

sekian banyak ‘tipe’ pengalaman manusia. Kendati pun

demikian, Luther tetap pada pendiriannya bahwa visi Allah

adalah Salib Kristus dan seluruh dosa kita disingkapkan.

Dalam Alkitab digambarkan manusia sebagai incurvatum in se

63

(spiritual yang bengkok secara batiniah). Dan manusia itu sendiri

akan selalu mengganggap dirinya lebih benar. Dengan

demikian pembenaran adalah pemulihan kehidupan yang

hilang di hadapan Allah.

Dalam karyanya Preface to the Epistle to the Romans (1522) Luther

menjelaskan pembenaran melalui iman. Ada tiga isu yang

diutarakan Luther dalam karyanya ini yaitu: (1) Iman

bukanlah sebuah ‘pendapat atau mimpi’ manusia atau ‘ide’

atau ‘imajinasi’ manusia. Iman adalah pekerjaan ilahi di

dalam manusia. Iman adalah sebuah hidup, keyakinan di

dalam anugerah Allah. (2) Kebenaran yang memberikan

manfaat di hadapan Allah diberikan oleh Allah dan

‘dihitung’ sebagai kebenaran demi Kristus. (3)

Bagaimanakah ajaran Luther mempertimbangkan pertumbuhan

realitas moral? Apakah hubungan di antara pembenaran

dengan pengudusan?

(2) ALLAH: MANUSIA: TAURAT. Dalam uraian Drewery ini kita

akan menemukan lima pokok bahasan yang berkaitan dengan

Allah, Manusia dan Taurat. Pertama, Allah yang tersembunyi

dan menyatakan diri. Karya Luther deus absconditus/revelatus

harus dibedakan secara hati-hati dari potentia Dei

ordinata/absoluta ahli skolastik. Menurut Luther, penyataan

Allah di dalam Kristus adalah penyataan yang dibuka hanya

oleh iman. Inkarnasi adalah sebuah ‘lapisan’ dan

‘cermin’; keilahian Kristus ‘disembunyikan’ di dalam

kemanusiaan-Nya. Inkarnasi memperlihatkan ketersembunyian

Allah. Kedua, pengetahuan Allah dan alasan kemanusiaan.

Pengetahuan Allah adalah ganda yakni: ‘umum’ (ditemukan

64

di mana-mana) dan ‘khusus’ (diberikan sendiri melalui

Yesus). ‘Pengetahuan umum’ ditengahi melalui penciptaan,

pelukan. Ketiga, taurat. Firman Allah dinyatakan kepada

manusia dalam dua bentuk yaitu: Taurat dan Injil, dan

Taurat itu sendiri dalam dua bentuk atau ‘penggunaan’.

Firman adalah satu sebagaimana Allah adalah satu, artinya

ada kesatuan ilahi antara Taurat dan Injil. Hanya satu

Taurat yang efektif di dalam semua jaman dan dikenal

seluruh manusia sebab taurat itu ditulis di dalam setiap

hati orang. Ketika Luther menggunakan pertama taurat itu

di dalam ‘masyarakat’ atau di dalam ‘politik’, maka harus

dibedakan identifikasinya dengan ‘Hukum Alam’ skolastik

sebagai kategori metafisika. Pembedaan Luther di antara

ketaatan ‘moral’ dan ‘spiritual’ pada Taurat menjadi

tajam dan relevan di dalam – in loco justificationis – ketika

keselamatan kita dipancangkan. Luther menggunakan ayat

dari Yesaya 28:21, “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di

gunung Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat

Gibeon, untuk melakukan perbuatan-Nya -- ganjil

perbuatan-Nya itu; dan untuk mengerjakan pekerjaan-Nya --

ajaib pekerjaan-Nya itu!”. Menurut Luther, Taurat itu

digunakan dalam dua bagian yaitu: jika digunakan dalam

kedagingan, maka ia di bawah Taurat, tetapi jika

digunakan sebagai roh, maka ia di bawah Injil. Simul iustus

ac peccator. Taurat dan Injil bukan untuk dua kelas manusia,

melainkan bagi seluruh orang Kristen di sepanjang masa.

Keempat, Kebebasan Kristen. Pada tahun 1520, Luther telah

mempublikasikan tiga ringkasan pemikirannya yang disebut

65

dengan ‘manifesto Reformasi Jerman’. Ringkasan ketiganya

tersebut dinamakan Mengenai Kebebasan Kristen. Dalam tulisan

ini, Luther menyanjung kebebasan (batin) manusia, yang

dibenarkan oleh karena iman dan kesatuan dengan Kristus.

Baginya perbuatan-perbuatan yang baik tidak bermanfaat

samasekali untuk pembenaran. Manusia tentu saja tetap

wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik; akan

tetapi hal itu tidak lebih daripada konsekuensi logis

dari pembenaran. Dengan kata lain, justru karena manusia

dibenarkan karena imannya, maka ia wajib melakukan

pekerjaan-pekerjaan atau perbuatan-perbuatan baik.

Menurut Luther, kebebasan sejati kebebasan manusia

sebelum kejatuhan dalam dosa, keinginan manusia hanya

untuk menaati Allah secara voluntary dan spontaneous.45 Kelima,

‘Dua Kerajaan’46. Dua Kerajaan adalah kasus misnomer. Zwei

Regimente, sama seperti basileiai pada Injil, lebih merujuk

pada ‘pemerintahan raja’ atau ‘pemerintah’ daripada

‘kerajaan’ Allah. Dua ‘pemerintahan’ adalah milik Allah,

seluruh ciptaan di dalam larva-Nya. Artinya ‘temporal’ di

bawah pemeliharaan Allah yang dikontrol oleh ‘spiritual’.

Dalam kemahakuasaan-Nya, Allah memiliki dua model

pemerintahan yaitu, pemerintahan ‘rohani’ dan ‘duniawi’.

Pemerintahan spiritual terlihat dalam khotbah dan

sakramen Gereja yang membawa manusia kepada kebaikan hati

dan ‘damai yang kekal’. Pemerintahan temporal terlihat

45 Uraian lebih jelas dikemukakan dalam buku Jan S.Aritonang, BerbagaiAliran Di Dalam dan Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm.31; Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (terj.) (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2002), hlm.128.46 Bnd. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.267-279.

66

dalam Raja-raja, pegawai- pemerintah, bapa-bapa dalam

keluarga. Beberapa catatan Drewery tentang ajaran Dua

Kerajaan Luther yaitu: (1) bahwa ‘Dua Kerajaan’ hanya

relevan bagi Kristendom, dan ajaran ini memiliki banyak

masalah dalam pengertian modern. (2) Pengertian tentang

Superman telah dikritisi berdasarkan alasan hanya dengan

meninjau ke belakanglah ia (Luther) dianggap demikian,

sebab pada saat itu dia adalah tidak lebih dari

pemberontak. (3) Ajaran ini diperdebatkan bahwa analisis

Luther tentang individu dalam Christperson dan Weltperson

merupakan ketegangan yang tidak mungkin. (4) Luther

dituduh menyalahgunakan pengabdian kepada Tuhan dengan

otoritas temporal. (5) Kelemahan posisi Luther berada

pada kesulitan akhir. Garis demarkasi di antara zwei

Regimente semakin tajam.

(3) GEREJA DAN SAKRAMEN.47 Drewery membahas dua pokok

pemikiran Luther ini secara bersamaan. Secara ringkas

Drewery memaparkan pemikiran Luther tentang kedua topik

ini sebagai berikut: (1) Gereja adalah ‘special community’

(persekutuan yang khusus), pekerjaan Roh Kudus di dunia ini.

Gereja adalah persaudaraan yang ilahi, persekutuan

sorgawi – sebab di dalam Gereja kita memiliki satu

baptisan, satu Kristus, satu sakramen, satu makanan, satu

Injil, satu iman, satu Roh, satu orang merupakan bagian

dari anggota yang lainnya. (2) Gereja Kristus adalah

communio sanctorum (persekutuan yang kudus) secara fundamental.

47 Bnd. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.214-221; LinwoodUrban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (terj.) (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2003), hlm. 369-372; Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran …, hlm. 41-46.

67

Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Gereja itu harus ada

persekutuan dan persaudaraan pribadi dan harus memiliki

sharing di dalam ‘hal-hal’ kekudusan. (3) Gereja, Israel

Baru adalah hidup setelah daging / hidup setelah roh (Life

after flesh / life after the spirit). Pandangan ini dipengaruhi

pemikiran Augustinus tentang Gereja yang kelihatan dan

tidak kelihatan (visible / invisible church). (4) Jabatan

dan Pelayanan. Jabatan adalah esensi realisasi atau

aktivasi dari kesatuan kita di dalam Kristus – tanggung

jawab kita di hadapan Allah (Coram Deo) bagi orang lain.

(5) Sakramen. Di antara ‘tanda-tanda’ Gereja termasuk di

dalamnya Baptisan, Perjamuan Kudus dan ‘kunci Kerajaan

Sorga’. Dalam manifesto kedua tahun 1520, On the Babylonish

Captivity of the Church) Luther menolak ‘sakaramen-sakramen’

tradisional. Baptisan menggambarkan dua hal yaitu:

kematian dan kebangkitan. Baptisan memberikan keselamatan

– pengampunan dosa, kebebasan dari kematian dan kehidupan

yang kekal, baik di dalam tubuh maupun jiwa. Menurut

Luther, Perjamuan Kudus adalah ‘kehadiran nyata’ Kristus

di dalam Sakramen. Perjamuan Kudus merupakan tanda ilahi

di mana tubuh Kristus dan darah Kristus benar-benar

hadir. Luther tidak mengakui ‘transubstansiasi’ dalam

Perjamuan Kudus. Bagi Luther, Perjamuan Kudus adalah

konsubstansiasi. Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu

roti dan anggur, mencakup kedua hakikat (substansi)

sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur, dan

hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus yang diterima

68

peserta Perjamuan Kudus secara nyata.48 Luther menolak ex

opere operato (secara harfiah berarti ‘melalui karya yang dikerjakan’).49

2.8 ULRICH ZWINGLI (Basil Hall)50

Artikel Hall ini menguraikan tokoh

Reformator Ulrich Zwingli yang berpengaruh di

Strasbourg dan di kota-kota lainnya si

sebelah selatan Jerman seperti di Basel dan

di Berne dan di Swiss.51 Reformasi di Strasbourg, Basel

dan Zurich ditandai dengan perasaan persaudaraan–

persaudaraan orang-orang urban. Yang ditekankan adalah

persekutuan dalam pendidikan dan moral sebagai mana yang

dipraktikkan dalam praktik kekudusan. Misalnya, Zwingli,

sebagai seorang imam memulai pelayanan pastoralnya

tentang apa yang baik bagi Konfederasi. Starting pointnya

adalah, ‘Bagaimana Kristus yang baik dihormati di antara

orang Swiss’. Zwingli berbeda dengan Luther bukan hanya

karena Swiss, tetapi juga karena pelatihan alami

48 Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran …, hlm. 45-46.49 Ex opere operato berarti kemujaraban dari sakramen itu dipahami tidakbergantung pada kualitas pribadi dari imam, tetapi pada kualitas yangmelekat di dalam sakramen itu sendiri. Berbeda dengan ex opere operantis(secara harfiah berarti ‘melalui karya dari orang yang bekerja). Dalam hal inikemujaraban sakramen itu dipahami bergantung pada moral pribadi dankualitas rohani dari imam itu (Lih. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran…, hlm.215).50 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.351-370.51 Huldrych (atau Ulrich) Zwingli (1 Januari, 1484 – 11 Oktober 1531)adalah pemimpin Reformasi Swiss, dan pendiri Gereja Reformasi Swiss.Zwingli adalah seorang doctor biblicus (pakar Alkitab) yang terpisah dariLuther. Ia tiba pada kesimpulan-kesimpulan yang sama setelah menelitiKitab Suci dari sudut pandangan seorang sarjana humanis. Zwinglidilahirkan di Wildhaus, St. Gall, Swiss dari sebuah keluarga kelasmenengah terkemuka. Ia adalah anak ke-3 dari delapan anak lelaki.Ayahnya, Ulrich, adalah hakim kepala di kotanya, dan pamannya,Bartolomeus seorang pendeta.

69

jabatannya dan perkembangan komitmen humanisnya. Zwingli

lebih radikal dari Luther dalam mendobrak pembebasan dari

tradisi dan praktik Gereja Katolik Roma (GKR).

Hall juga memaparkan apakah pengajaran Zwingli

dipengaruhi oleh Luther atau tidak. Seeberg menuliskan:

‘Tidak dapat diragukan lagi bahwa Zwingli memperoleh ide

pembenaran oleh iman dari Luther’. Demikian juga Loofs

mengatakan bahwa seluruh dasar ide kegiatan keagamaan

Reformasi Zwingli diperolehnya dari Luther.

Ada dua aspek pokok pemikiran Zwingli yakni:

kebutuhan untuk memperbaiki penyalahgunaan dalam

masyarakat pertama melalui pembaharuan kekudusan batin,

dan kedua melalui perubahan di dalam praktik

pemerintahan termasuk dalam tujuan dan metode-metodenya.

Hal ini dapat dilihat dalam buku Enchiridion dan Institution of a

Christian Prince dari Erasmus. Bagi Zwingli, Indulgensia

adalah sesuatu yang mustahil dan tidak relevan.

Ada dua pengaruh lain yang disebutkan sebelum

memasuki analisa teologi Zwingli. Pada tahun 1524 Zwingli

menerima surat dari Cornelis Hoen (Honius) meminta sebuah

penafsiran dari kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus

yang telah ditolak di Wittenberg tetapi diterima oleh

Oecolampadius Reformator Basel dan mengirimkannya ke

Zurich. Surat ini membuat tekanan yang dalam bagi Zwingli

dan surat tersebut diterbitkan di Zurich tahun 1525.

Pengaruh yang lain yang bersifat negatif, Zwingli

memiliki pengaruh oposisi kuat pada gerakan Reformasi di

Zurich dengan Anabaptis.

70

Menurut Hall sangatlah sulit mendeskripsikan teologi

Zwingli tanpa melihat tema-tema penting yang dibahas

Zwingli. Misalnya, teologinya yang ditulis bulan Januari

1523 Sixty-seven Theses yang dipersiapkan untuk Perbantahan

dengan Katolik di Zurich. Tesis ini akan memimpin pada

asumsi bahwa pemikirannya dikontrol dengan

Kristossentrisme. Dua tulisan lainnya adalah On True and

False Religion (1525), On the Providence of God (1530) Zwingli

menggantikan penekanan Kristosentris dengan penekanan

Teosentris. Pemikiran lain yang dikemukakan oleh Hall

adalah mengenai Kitab Suci. Zwingli menekankan bahwa

Kitab Suci adalah pusat pengajaran dan kesaksian Gereja.

Secara umum Hall memamparkan perbedaan Luther dan

Zwingli. Bagi Luther, iman adalah pintu masuk dan iman

membutuhkan dukungan lainnya untuk bertumbuh, meditasi

akan Firman Tuhan dan Sakramen. Tetapi bagi Zwingli, iman

hanya membutuhkan sedikit meditasi. Pembenaran bagi

Zwingli termasuk proses indikasi regenerasi. Pemikiran

lainnya yang dibahas Hall mengenai Zwingli adalah tentang

pemeliharaan Allah, pemilihan Allah, Gereja dan Sakramen.

Pemeliharaan sangat dekat diasosiasikan dengan pemilihan,

sebab Zwingli menekankan kekuatan aktif dalam kekuatan

omnipresent Allah. Pemilihan direpresentasikan sebagai

kekuatan yang tak dapat ditahan (irresistible). Gereja

dilihat dalam dua jalan: pertama sebagai gereja yang

invisible dari seluruh yang dipilih di dalam Kristus, dan

kedua persekutuan lokal, imam dan kantonal Gereja.

71

2.9 PHILIP MELANCHTHON DAN MARTIN BUCER (E.Gordon Rupp)52

Dalam artikel ini Rupp membahas dua tokoh Reformator

yakni:

Pertama, PHILIP MELANCHTHON (1497-1560). Melalui

kelahiran dan hubungannya dengan Reuchlin, Melanchthon

tidak hanya hidup dalam situasi renaisans di sebelah

Utara, tetapi juga dalam situasi humanisme di Jerman

Selatan. Melanchthon mengkonsentrasikan seluruh

latihannya dalam gerakan klasik dan kemanusiaan. Dia

dikenal sebagai ‘Master’ Philip.53 Bagi Melanchthon, Kitab

Suci ditafsirkan menjadi otoritas tertinggi bagi

kebenaran Kristen. Melanchthon dikenal sebagai orang yang

mengajarkan metode teologi revolusi dengan kembali ke

Kitab Suci, menggantikan teologi post-Lombard dengan

tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja.

Karya Melanchthon "Loci Communes" (1521) menjadi Buku

Pegangan Dogmatika pertama yang dibuat untuk kalangan

Gereja Lutheran. Isinya antara lain adalah pembahasan

tentang kebenaran Firman Allah yang disusun berdasarkan

urutan yang dipakai Rasul Paulus dalam suratnya kepada

Jemaat di Roma. Menurut Melanchthon seluruh isi Alkitab

52 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.371-383.53 Secara umum, Phillip Melanchthon dikenal sebagai "Guru Jerman,"atau dalam istilah Latin, "Praeceptor Germaniae". Sebutan inidiberikan pada saat ia masih hidup. Tetapi pengaruh pekerjaan dantulisan-tulisannya dalam jangka waktu yang lama telah sampai kepinggiran-pinggiran Jerman. Kaum Humanis memberikan penghormatankepada Melanchthon sebagai ahli bahasa yang ideal.

72

dapat dibagi menjadi tiga topik/ bagian besar, yaitu:

Dosa, Taurat dan Anugerah.

John Brenz pada tahun 1531 menuliskan sebuah definisi

baru tentang pembenaran dalam istilah hukum – ‘gratis

justifficentur, propter Christum per fidem, cum se in

gratiam recipi, et peccata remitti propter Christum, qui

sua morte pro nostris peccatis satisfecit. Hanc fidem

imputat Deus pro justicia coram ipso’ – bahwa manusia

dibenarkan oleh Kristus sungguh hanya oleh iman, ketika

mereka percaya bahwa mereka diterima ke dalam anugerah

dan dosa mereka dihapuskan Kristus yang melunasinya

melalui kematian-Nya bagi dosa kita. Iman kepada Allah

membuat kesalahan menjadi kebaikan dalam terang-Nya.

Inilah penekanan objektivitas Melanchthon. Kemudian dalam

pengajarannya, Melanchthon lebih menekankan unsur

pengetahuan di dalam iman.

Kedua, MARTIN BUCER (1491-1552).54 Bucer

menekankan unsur intelektual dalam iman dan

ajarannya tentang predestinasi menjadikan

pembenaran oleh iman di tempat lain. Sama seperti

Melanchthon, Bucer merupakan seorang yang moralis. Bagi

54 Martin Bucer (atau Butzer, bahasa Latin: Martinus Buccer) (1491–1551) adalah seorang reformator Protestan Jerman. Ia dilahirkan pada1491 di Schlettstadt, daerah Alsace (sekarang Sélestat, di Prancis).Pada 1506 ia memasuki Ordo Dominikan, dan diutus untuk belajar diHeidelberg. Di sana ia berkenalan dengan karya-karya Erasmus danLuther. Ia pun hadir pada sebuah perdebatan tentang Luther dengansejumlah pakar Kepausan. Ia beralih kepada pandangan-pandanganReformasi, meninggalkan ordonya dengan surat dispensasi Kepausan pada1521, dan tak lama kemudian menikah dengan seorang biarawati,Elisabeth Silbereisen.

73

Bucer perlu ditambahkan tiga dimensi bagi gereja –

Firman, Sakramen,dan disiplin Kristus. Bucer telah banyak

belajar bagaimana cara mencapai pembaharuan melalui

proses pembelajaran.

Setelah kematian Francis Lambert dari Avignon, Bucer

menjadi pemimpin penasihat teologi dengan Melanchthon.

Bucer mulai membaharui liturgi dan pendidikan dalam

tulisannya Foundation and Origin (1527). Bucer banyak

dipengaruhi John Calvin ketika Bucer berada di Strasbourg

sebagai pendeta Jemaat Perancis. Pada tahun 1529 di

Marburg, Bucer baru sadar bahwa dia telah salah paham

dengan Luther.

2.10 JOHN CALVIN (T.H.L.Parker)55

Artikel Parker ini sepenuhnya membahas isi

buku karya John Calvin56 (1509-1564) yang

terkenal itu Institutio Christianae Religionis. Edisi

pertamanya tahun 1536 dalam bentuk kateketikal berisikan

enam pasal yaitu: Taurat, Iman, Doa, Sakramen dan lima

upacara yang dinamakan Sakramen, dan kebebasan Kristen.

Dan buku ini terus mengalami perubahan dan perkembangan

55 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.385-399.56 John Calvin (nama aslinya: Jean Cauvin) lahir tahun 1509 di kotaNoyon, Perancis. Dia peroleh pendidikan baik. Sesudah belajar diCollege de Montaigue di Paris, dia masuk Universitas Orleans belajarhukum. Dia pun belajar hukum di Bourges. Pandangannya yang begituberaneka ragam tentang masalah seperti teologi, pemerintahan, moralpribadi dan kebiasaan bekerja, lebih dari empat ratus tahunmempengaruhi tingkah laku dan perikehidupan jutaan orang.

74

substansi dari tahun 1539, kemudian tahun 1543-1550

hingga 1559. Edisi terakhir ini berisikan empat

buku/kitab dan delapan puluh bab. Yang disoroti oleh

Parker di sini adalah edisi tahun 1559 dengan ringkasan-

ringkasan isi dari Institutio Calvin tersebut.

Metode teologi Calvin dibagi dalam tiga bagian.

Pertama, metode umum teologinya berisikan penyusunan dan

susunan ajaran Alkitabiah. Aspek kedua, teologi adalah

penafsiran hubungan Allah dan manusia. Dan ketiga,

perubahan-perubahan isi dari buku Institutio ini akhirnya

menetapkan pada edisi terakhir penggunaan Pengakuan Iman

Rasuli sebagai kerangkanya.

Karena buku ini sangat tebal maka tidak mungkin

dibahas secara mendalam, maka Parker menguraikan isi

ringkas dari buku Institutio. Ada pun isi ringkas buku

tersebut adalah:57

Buku I : PENGETAHUAN TENTANG PENCIPTAAN ALLAH

berisikan lima topik utama: pengetahuan alami, objek

pengetahuan langsung tentang Allah, ajaran tentang Allah,

pendiptaan dan pemeliharaan Allah.

Buku II : PENGETAHUAN TENTANG ALLAH PENYELAMAT DI

DALAM KRISTUS berisikan empat bab: bab i-v, manusia

berdosa, bab vi, Kristus Juruselamat, bab vii-xi,

kesaksian PL dan PB tentang Juruselamat, bab xii-xvii,

ajaran tentang Kristus.

57 Lebih lengkap dapat dilihat dalam Yohanes Calvin, Institutio, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1980). Ini ajaran edisi dipersingkat (abridged)yang lengkap ada dalam bahasa Latin dan Inggris.

75

Buku III : CARA BAGAIMANA KITA MENERIMA ANUGERAH

ALLAH, KEUNTUNGAN APA YANG KITA PEROLEH DARINYA DAN APA

HASIL-HASIL YANG DIBAWANYA. Buku ini berisikan hanya

empat atau lima subyek: Roh Kudus dan Iman; Kehidupan

Kristen; pembenaran dan kebebasan; doa, dan predestinasi.

Buku IV : BERHUBUNGAN DENGAN HAL-HAL LUAR BAHWA

SECARA OBYEKTIF BENAR DI DALAM KRISTUS MENJADI SUBYEKTIF

BENAR DI DALAM ORANG PERCAYA. Buku ini berisikan beberapa

topik: kesatuan Gereja adalah kesatuan di dalam satu

Kristus, pelayan Gereja hubungannya dengan hasil

pekerjaan keselamatan Kristus di dalam Gereja, disiplin

Gereja, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, dan bab

terakhir berbicara mengenai pemerintahan sipil. Buku

keempat ini sangat banyak menyoroti polemik anti-Romawi

sejak Calvin menggantikan Gereja Roma dengan Gereja

evangelikal. Bagi Calvin dasar gereja adalah pemilihan

individu ke dalam Kristus kemudian kesatuan dalam diri-

Nya. Gereja adalah ibu orang-orang percaya.

2.11 KONSILI TRENTE (Benjamin Drewery)58

Drewery mencatat beberapa ahli yang sudah mempelajari

tentang Konsili Trente ini seperti: Hubert Jedin (Geschichte

des Konzils von Trient, Band I – 1949; Band II – 1957;

terjemahan bahasa Inggrisnya A History of the Council of Trent oleh

Dom Ernest Graf, Vol.I – 1957; Vol.II – 1961). Dalam

artikel ini secara ringkas Drewery mencoba memaparkan58 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.401-409.

76

sejarah dan indikasi isi pengakuan penting dalam Konsili

Trente ini.

Konsili ini mengalami tiga kali perpanjangan, tetapi

tidak bersambung di antara tahun 1545 dan 1563, melakukan

dua puluh lima ‘sesi’. Trente dipilih sebagai tempat

Konsili di dalam Kekaisaran tetapi dalam praktiknya di

bawah kontrol Italia. Pada akhir periode pertama Konsili

dipindahkan ke Bologna.

Drewery secara detail menguraikan kedua puluh lima

sesi yang dilakukan lengkap dengan topik-topik yang

dibahas dalam sesi-sesi tersebut. Namun secara umum

pembahasan ini memberikan tiga tema utama bagi para ahli

sejarah doktrin yaitu:

Pertama, Kitab Suci/Tradisi. Topik ini dibahas dalam

sesi keempat dengan isi ringkasannya sebagai berikut:

(1) ‘Sumber dari seluruh keselamatan yang benar dan

disiplin moral adalah Injil’;

(2) Kebenaran dan disiplin ini dikandung di dalam

buku-buku tertulis dan di dalam tradisi-tradisi

yang tidak tertulis;

(3) Kanon PL yang didaftarkan mencakup Apokrifa; di

dalam PB, Surat Ibrani diberikan sebagai surat Paulus

keempat belas;

(4) Versi yang berwewenang dipakai adalah Vulgata;

(5) Adalah hak prerogatif ‘gereja induk’ untuk

‘menghakimi ajaran dan penafsiran yang benar dari

Kitab Suci.

77

Kedua, Pembenaran oleh Iman. Bagian ini dibahas dalam

dua sesi yaitu: sesi kelima membicarakan tentang Dosa asali

dengan isi keputusannya sebagai berikut:

(1) Dosa Adam menghilangkan ‘kekudusan dan

kebenaran yang telah dilakukannya’, maka dia

membuat murka Allah, kematian dan kejatuhan ke

dalam dosa;

(2) Hukuman tubuh dan dosa yakni kematian jiwa

telah ditransfusikan kepada seluruh manusia melalui

Adam (melalui propagasi bukan imitasi);

(3) Dosa Adam ini dipindahkan melalui rekonsiliasi

Yesus Kristus yang dinampakkan melalui baptisan;

(4) Dengan Kristus seluruh esensi dosa asali

dibuang bukan dikurangi;

(5) Berkat Perawan Maria dibebaskan dari syarat

(proviso) ini.

Sesi keenam membahas Pembenaran oleh Iman dengan isi

keputusannya sebagai berikut:

(1) Pembenaran dimulai dengan anugerah Allah

melalui Yesus Kristus;

(2) Persiapan Pra-baptisan berisikan percaya,

pertobatan dan memutuskan untuk memulai hidup baru;

(3) Pembenaran bukan hanya remisi dosa-dosa

melainkan penebusan dan pembaharuan di dalam batin

manusia melalui menerima secara sukarela anugerah

dan pemberian Allah;

78

(4) Pembenaran juga diikuti dari isu kepercayaan

dan kepastian

(5) Seluruh pembenaran – melalui penghukuman Allah

dan Gereja, iman bekerjasama dengan pekerjaan baik;

(6) Anggapan bahwa seseorang termasuk di antara

mereka yang dipredestinasikan harus dihindarkan,

pembenaran hanya dapat dikenal dengan pewahyuan

khusus.

(7) Kehidupan yang kekal adalah baik anugerah dan

penghargaan selama hidup.

Ketiga, Sakramen. Keputusan mengenai sakramen sangat

banyak di dalam sejarah doktrin. Melalui sakramen seluruh

kebenaran benar kendati pun dimulai atau ditambahkan atau

juga dikembalikan. Mereka mengatakan anugerah ex opere

operato, bukan oleh iman saja, tiga di antaranya (baptisan,

peneguhan sidi, jabatan) mengangkat karakter noda atau

stempel dan akhirnya tidak dapat diulangi.

Dalam Konsili Trente ini ada beberapa hal pemikiran

Reformasi yang ditolak seperti: imamat am orang percaya

(artinya Konsili ini tetap mempertahankan hierarhy

Kepausan), kehidupan selibat, menolak pemahaman bahwa

hanya ada dua Sakramen (tetap mempertahankan ketujuh

Sakramen), menolak predestinasi, dan mempertahankan

Mariologi. Dan bahkan Konsili ini menganggap para

Reformator sebagai orang-orang yang terkutuk.

79

2.12 TEOLOGI ANGLIKAN ABAD KEENAMBELAS

(H.F.Woodhouse)59

Dalam artikel ini, Woodhouse memaparkan secara

ringkas pengajaran Gereja Anglikan. Sebelum tahun 1547,

ketika Raja Henry VIII meninggal, kita tidak dapat

mengatakan bahwa sudah ada doktrin pembaharuan yang sudah

permanen di Inggris. Henry menguasai Gereja tetapi tidak

membuat perubahan doktrin. Menurut Woodhouse, ada empat

hal yang perlu dibicarakan dalam hal ini yaitu: Katolik

(bukan Roma), Calvinis, Lutheran dan Erastian.

Kita menemukan di dalam pemerintahan Henry VIII,

sebagian karena alasan politik, bahwa buku yang disebut

buku Uskup dan Raja, metunjukkan jejak-jejak pengajaran

Luther, dan Thomas Cranmer sendiri tertarik pada aspek-

aspek tertentu dari ajaran Luther itu..

Woodhouse membahas teologi Anglikan pada Abad

Keenambelas ini dengan menguraikan Pasal-pasal penting

saja. Uraian teologi Anglikan ini tidak terlepas dari

para penulis teologi Anglikan itu sendiri. Misalnya,

Rogers dalam eksposisinya tentang Pasal Enam, mengatakan

bahwa GKR menempatkan doktrin, peraturan-peraturan mereka

sama dengan firman Allah. Di sisi lain, Anglikan tidak

mengasumsikan bahwa setiap apa yang disebutkan dalam

59 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.411-424. Uraianmengenai Reformasi Anglikan ini dapat dibaca dalam buku EddyKristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern, (Kanisius:Yogyakarta, 2004), hlm. 83-92.

80

Kitab Suci harus diimatasikan sebagaimana yang diajarkan

orang-orang Puritan.

Berkaitan dengan jabatan Gereja, Hooker berbicara

tentang kebutuhan untuk memberikan tempat dan

penghormatan pada alasan yang terkandung pada jaman dulu,

otoritas Gereja.

Pengajaran Gereja Anglikan ini terdiri dari 39 pasal.

Lima pasal yang pertama membicarakan iman dan Trinitas,

Kristus dan Roh Kudus. Baik Anglikan dan Puritan menerima

ajaran dosa asali, tetapi mereka sangat berbeda secara

serius tentang akibat perasaan sakit hati manusia. Pasal

9 berbicara tentang ‘Dosa asal atau dosa di bawa lahir’.

Manusia sangat jauh dari kebenaran asali dan kodratnya

tunduk kepada dosa. Melihat doktrin ini, Woodhouse

mengatakan bahwa pengajaran Anglikan adalah sebuah

modifikasi bentuk Augustinianisme. Dengan kata lain,

Allah bertindak dan manusia membutuhkan anugerah, manusia

tidak dapat melakukan apa pun terhadap dirinya sendiri,

sehingga pembenaran oleh iman sangat dibutuhkan yang

dikerjakan oleh Yesus Kristus.

Dalam hal keselamatan, teologi Anglikan menekankan

tiga hal penting bagi pembenaran yaitu: Tindakan Allah

‘Anugerah dan kasih-Nya’; Tindakan Yesus yang adil; dan

tindakan kita dengan hidup benar dan beriman benar kepada

Yesus Kristus. Iman tersebut bukan milik kita sendiri

melainkan oleh tindakan Allah di dalam kita dan akhirnya

iman itu pemberian Allah. Rogers memberikan tiga komentar

atas pembenaran bahwa kita dibenarkan: (1) hanya karena

81

kasih Tuhan kita dan Juruselamat kita Yesus Kristus, (2)

hanya karena iman, (3) bukan karena usaha kita.

Mengenai predestinasi dibahas dalam Pasal 17 yang

mengatakan bahwa hidup kita memiliki tujuan kekal dari

Allah dan bahwa Allah memberikan anugerah dan pemberian

untuk memampukan setiap orang sehingga predestinasi hidup

di dalam kehidupan orang-orang Kristen. Pasal ini

menyimpulkan, kita harus menerima janji Allah di dalam

kebijaksanaan. Komentar Rogers tentang Pasal ini adalah:

(1) Ada predestinasi manusia pada kehidupan yang

kekal.

(2) Predestinasi telah ada kekal selama-lamanya.

(3) Mereka yang dipredestinasikan untuk keselamatan

tidak dapat binasa.

(4) Bukan hanya manusia, tetapi pasti, seluruhnya

dipredestinasikan untuk selamat.

(5) Di dalam Yesus Kristus, beberapa orang akan

dipilih dan bukan yang lain pada keselamatan.

Mengenai penebusan, Hooker menekankan bahwa pekerjaan

baik sebagai bukti kehidupan orang yang beriman. Ada dua

jenis kebenaran Kristen yaitu: kebenaran tanpa kita yang

kelihatan dengan implikasi, dan kebenaran di dalam kita

yang kelihatan dalam iman, pengharapan, caritas, dan

kebaikan orang-orang Kristen.

Mengenai Gereja tertulis dalam beberapa Pasal yang

mengatakan bahwa Gereja adalah gereja yang kelihatan.

Gereja yang kelihatan adalah sebuah jemaat yang dipenuhi

82

iman, di dalamnya ada firman Allah yang murni

dikhotbahkan dan sakramen dilayankan sesuai dengan

ordinansi Kristus. Rogers memberikan komentarnya sebagai

berikut:

(1) Ada Gereja Kristus, bukan hanya gereja yang

kelihatan (visible), tetapi juga gereja yang tidak

kelihatan (invisible).

(2) Gereja hanya satu.

(3) Gereja yang kelihatan adalah Gereja Katolik.

(4) Tanda-tanda Gereja yang kelihatan adalah

melaksanakan firman dan sakramen dengan baik dan

benar.

Ridley memberikan tiga pengertian kata Gereja yaitu:

pertama, gereja itu adalah semua orang yang mengaku

Kristus; kedua, gereja adalah orang-orang Kristen yang

benar di dalam hati; ketiga, gereja adalah orang yang

bersekutu di dalam keseluruhan.

Gereja adalah Katolik dan Gereja Inggris merupakan

bagian dari Gereja Katolik itu sendiri. Secara umum

Gereja Allah adalah gereja yang kelihatan dan bisa

dilihat; tetapi gereja yang benar yang Allah pilih adalah

gereja yang tidak kelihatan dan tidak dapat dilihat oleh

manusia, melainkan hanya dikenal oleh Allah sendiri. Di

dalam gereja Anglikan masih kuat diajarkan tentang

tradisi-tradisi dalam Gereja seperti yang tertulis dalam

Pasal 34.

83

Hooker berbicara mengenai otoritas Gereja untuk

mengukuhkan pelayan yang baru. Hooker juga memberikan

tiga bab mengenai pelayan: pertama tentang kodratnya;

kedua, kekuatan yang diberikan kepada manusia untuk

menjalankan tugas gereja; ketiga, pemberian Roh Kudus di

dalam penahbisan pelayan. Mengenai jabatan di dalam

Gereja Anglikan, Hooker menjelaskan bahwa jabatan Gereja

itu terdiri dari: Uskup, Presbiter, dan Diakon. Ada tiga

hal penting lain yang dibahas dalam Pasal Anglikan

tersebut yakni: pertama, berkenaan dengan penahbisan

(Pasal 36). Yang kedua mengenai masalah hubungan dengan

gereja-gereja non-episkopal. Dan ketiga mengenai suksesi

kepemimpinan Gereja.

Bahasan terakhir dalam tulisan Woodhouse ini adalah

mengenai Sakramen dan pemerintahan sipil. Untuk membahas

teologi Anglikan mengenai Sakramen tidak bisa terlepas

dari dua teolog Anglikan yakni: pertama Cranmer dan

kedua, Hooker. Dari beberapa Pasal Anglikan tersebut,

paling sedikit ada tiga yang membicarakan tentang

sakramen. Pertama, Gereja Anglikan mengajarkan bahwa

hanya ada dua sakramen yaitu: Baptisan dan Perjamuan

Kudus. Kedua, sakramen sangat dibutuhkan baik untuk

‘kekuatan maupun untuk kebaikan generatif. Sakramen

merupakan ‘tanda-tanda yang kelihatan dari berkat yang

tidak kelihatan’ dan kekuatan instrumen Allah tentang

kehidupan yang kekal. Ketiga, bahwa anak-anak bayi dan

anak-anak remaja dibaptiskan (Pasal 27).

84

Pasal 28 berbicara tentang ‘Perjamuan Kudus’.

Perjamuan Kudus bukan hanya tanda kasih orang-orang

Kristen tetapi penebusan kita, dan juga bagian tubuh dan

darah Kristus.

Pembahasan mengenai gereja dan warga negara, politik,

dan disiplin dibahas dalam Pasal 37. Pemerintah merupakan

milik Raja. Batasan Gereja dan pemerintah sangat tipis

sekali. Satu Allah, satu raja, satu iman, satu profesi

merupakan semboyan yang umum. Ratu memiliki supermasi di

dalam kekuasaan kegerejaan, tetapi bukan untuk

menjalankan fungsi kegerejaan untuk berkhotbah,

melayankan sakramen atau menjadi uskup.

2.13 SEJARAH DOKTRIN KRISTEN ABAD KETUJUH BELAS

(R.Buick Knox)60

Sejarah doktrin Kristen abad ketujuh belas ini

diuraikan Knox dalam lima bagian besar. Knox mengakui

bahwa sebenarnya selama abad ketujuh belas definisi

doktrinal baik berupa keputusan Konsili-konsili, Pasal-

pasal Kepercayaan dan Pengakuan-pengakuan Iman sudah

mulai permanen.

Knox membahas doktrin Kristen Abad Ketujuhbelas ini

dalam lima bagian besar yaitu:

60 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.425-451.

85

Bagian pertama, membahas perkembangan doktrin Gereja

Roma. Di Gereja Roma sendiri perubahan doktrin berjalan

dengan lambat untuk menyadari keseriusan Reformasi hingga

akhirnya diadakan Konsili Trente. Tokoh yang dimunculkan

Knox ialah Kardinal Robert Bellarmine (1542-1621) dan

Galileo Galilei (1564-1642). Bellarminus menyadari bahwa

pengetahuan baru telah mengubah pengetahuan Gereja dengan

segera, walaupun isu-isu perubahan tersebut masih dalam

perdebatan. Tokoh lainnya adalah Cornelius Jansen (1585-

1638). Jansen yang dipengaruhi Augustinus ini adalah

seorang warga jemaat yang kuat beriman di dalam Gereja.

Karyanya yang dipublikasikan tahun 1640 adalah Augustinus,

seu doctrina S.Augustini de humanae naturae aegritudine, sanitate et

medicina (Augustinus, atau pengajaran Augustinus tentang penyakit,

kesehatan dan perawatan alami manusia). Buku ini melawan

tindakan Pelagius tentang Adam dan Kejatuhan ke dalam

dosa dan anugerah Kristus sebagai Juruselamat.

Pemikiran Jansen ini diteruskan oleh Antoine Arnaul

dari Sorbonne dan Cornet tahun 1649 dengan lima saran

yang diperoleh dari Augustinus. Proposisi pertama

menyatakan bahwa sejumlah perintah Allah tidak mungkin

dipelihara/dilaksanakan. Kedua, manusia tidak mampu

menolak anugerah dari dalam yang diberikan Allah. Ketiga,

bagi setiap manusia untuk menerima kelebihan atau

kekurangan di dalam penglihatan Allah harus bebas dari

kendala eksternal tetapi bukan dari tekanan keinginan

dari dalam. Keempat, Semi-Pelagianisme harus ditolak.

Kelima, sebagai kelanjutan penolakan terhadap pengajaran

86

Semi-Pelagianisme yang salah, Kristus menumpahkan darah-

Nya bagi seluruh manusia. Komisi kepausan mempelajari

usulan ini lebih dari dua tahun dan tahun 1653 paus

Innocent X mengutukinya dengan surat Bulla Cum occasione.

Kendati demikian pengikut Jansenisme masih banyak

yang meneruskan pemikiran Jansen ini, seperti Blaise

Pascal (1623-1662) yang dalam tulisannya Lettres Provinciales

(Surat kepada propinsial) membela usulan-usulan Antoine dan

Cornet sebagai sebuah pemahaman iman tentang pengajaran

Agustinus dan Jansen. Knox juga membahas tokoh lainnya

seperti: Luis de Molina (1535-1600), Miguel Molinos

(1640-697), Madame Guyon (1648-1717) dan Bossuet (1627-

1704).

Bagian kedua, membahas doktrin standar umum pada akhir

abad keenambelas dari Gereja-gereja Luhteran yakni

Formula Konkord yang disusun tahun 1577 dan tahun 1580

diterima sebagian besar negara-negara Jerman. Teolog yang

perlu dicatat dalam masa ini adalah: (1) Abraham Calovius

(1612-1686), seorang guru besar teologi di Wittenberg.

Abraham menulis dua belas volume Tema-tema Teologi Sistematik

(Systema Locorum Theologicorum). (2) Johann Gerhard (1582-

1637), seorang guru besar teologi di Jena dan salah

seorang penulis penjelasan teologi Luther kontemporer.

Tulisannya Loci communes theologici (Masalah-masalah Teologi Umum)

pada tahun 1610 hingga 1622 menjadi buku pegangan dan

pada tahun 1606 menerbitkan buku Meditaiones Sacrae ad veram

pietatem exitandam. (3) Johann Arndt (1555-1621), seorang

87

pendeta Lutheran yang lebih menaruh perhatian pada

kekuatan sistem teologi tentang pekerjaan Kristus di

dalam hati manusia. Bukunya True Christianity (Kristen yang Benar)

menjadi sumber spiritualitas dan perhatian sosial. (4)

George Calixtus (1586-1656), seorang guru besar teologi

di Helmstadt tahun 1614. (5) Gottfried Wilhelm Leibniz

(1646-1716), seorang filsuf agama yang menulis Systema

Theologicum (1686). (6) Paul Gerhardt (1607-1876) dan Jakob

Boehme (1575-1624). (7) Philip Spnener (1635-1705) yang

paling tekenal dari semua tokoh pada masa ini. Ia adalah

seorang yang memiliki wawasan pendidikan yang sangat luas

dan menjadi pendeta Lutheran tahun 1666 di Frankfurt di

Main di mana dia memulai pendalaman Alkitab. Tulisannya

yang sangat terkenal adalah Pia Desideria (1675). (8) August

Hermann Francke (1663-1727), seorang guru besar Yunani

yang banyak menjadikan orang menjadi pendeta Lutheran dan

juga dia menulis banyak buku untuk menstimulasi gerakan

Pietis dan memberikan kerangka teologis Pietis. (9)

Johann Valentine Andreae (1586-1654) dan terakhir (10)

Johannes Albercht Bengel (1687-1752) yang menulis Gnomon

(1742) yang berisikan penafsiran Perjanjian Baru.

Bagian ketiga, membahas pemikiran Jakobus Arminius (1560-

1609), seorang pengkhotbah di Amsterdam dan menjadi guru

besar di Leyden tahun 1603. Arminius menghadapi

perdebatan di universitas Leyden mengenai ajaran tentang

kesetiaan politik dengan dosen-dosen teologi misalnya

dengan Gomarus. Gomarus mendukung pemerintahan monarkial

88

Pangeran Maurice dari Orange, tetapi Arminius mendukung

partai republik yang dipimpin oleh Oldenbarnevelt.

Arminius menginginkan sebuah sinode nasional untuk

menuntut posisi hubungan Gereja dengan pengajaran

Calvinis yang telah diputuskan di dalam Konfesi Belgia

dan Katekismus Heidelberg. Arminius meninggal tahun 1609,

namun pada tahun1610, empat puluh enam pelayan yang

dipimpin Uytebogaert berkumpul di Gouda dan membuat

keempat pengajaran Arminius di dalam lima penegasan.

Pertama, Allah melalui tujuan kekal di dalam Yesus

Kristus anak-Nya menjadi dasar bagi orang yang jatuh ke

dalam dosa untuk diselamatkan di dalam Kristus demi

Kristus dan melalaui Kristus. Kedua, ketika Yesus mati,

Dia mati bagi seluruh manusia dan setiap orang. Ketiga,

tidak ada seorang pun mampu memilih untuk percaya.

Keempat, dorongan prevenien dan anugerah Allah membuat

manusia tetap memiliki kekuatan untuk melawan dorongan

Roh Kudus. Kelima, dengan dorongan anugerah Roh Kudus

setiap orang yang bekerjasama dengan Kristus melalui iman

yang benar memiliki sumber-sumber kekuatan untuk melawan

Setan, dosa, keinginan dunia dan daging. Intinya adalah

Arminino menolak doktrin predestinasi dan

menganut/mengajarkan doktrin tentang kebebasan manusia

untuk memilih.

Tokoh lain yang dibahas Knox adalah Moses Amyraut

(Amyraldus). Amyraut adalah seorang pelayan di Saumur

yang menerbitkan tulisannya Brief Traite de la Predestination.

Amyraut yakin pengajarannya berdasarkan Kitab Suci dan

89

Calvinis dan dia dikenal sebagai seorang penulis

Calvinis. Amyraut percaya bahwa Allah telah menyatakan

tujuan umum-Nya di dalam Taurat Tuhan untuk menyelamatkan

umat manusia melalui penebusan Kristus. Pengajarannya ini

kemudian diikuti oleh Peter du Moulin dan Frederich

Spanheim. Amyraut juga menerbitkan tulisannya Defensio

doctrinae J.Calvini de absoluto reprobationis decreto (Pembelaan pengajaran

John Calvin mengenai pencelaan yang absolut) tahun 1644. Pengajaran

Calvin ini dibahas dalam sinode Charenton tahun 1644

dengan mengambil dua keputusan yaitu: pertama, pemilihan

Allah dan pemanggilan yang efektif dibatasi hanya pada

yang dipilih saja; kedua, dosa asali Adam bukan hanya

sebuah kesalahan transmisi turun-temurun.

Perdebatan lain yang dilaporkan Knox adalah di

Perancis yang dimulai oleh Claude Pajon (1626-1685). Di

Geneva pengajaran Amyraut diadposi oleh Alexandar Morus,

namun tahun 1675, pengajaran Amyraut dikutuk di

Switzerland dengan Formula Consensus oleh Heidegger di

Zurich. Klimaks pengajaran motif Perjanjian (Covenant)

ini di bawa oleh Johannes Cocceius (Koch) (1603-1669).

Knox juga menguraikan seorang tokoh Gereja-gereja

Reformed yang masih menerima ortodoksi yaitu Francis

Turretin (1623-1687) dalam sebuah tulisannya Institutio

Theologiae Elencticae (Sistem Teologi Elenktik). Turretin mengatakan

bahwa pemilihan Allah sungguh anugerah dan bagian dari

seluruh pengetahuan. Dengan kata lain, Allah yang telah

menulis nama-nama yang dipilih di dalam buku kehidupan.

90

Bagian keempat, membahas Gereja Inggris. Bahasan ini

sebenarnya sudah dibahas oleh H.F.Woodhouse, namun Knox

mau menyoroti secara khusus pengaruh Gereja-gereja

Reformed yang terlihat dalam Pasal-pasal Lambeth yang

dipersiapkan oleh Usukup Whitgift tahun 1585. Gereja

Inggris pada waktu itu mendirikan Gereja Irlandia yang

berjuang di tengah-tengah orang yang sangat loyal kepada

Gereja di Roma. Posisi Gereja Irlandia ini diperjelas

oleh James Ussher dengan menggunakan Pasal-pasal Lambeth.

Dalam penjelasannya, James mengatakan bahwa Gereja

Inggris adalah Gereja Nasional. Keputusan ini dikenal

dengan ‘Caroline divines’ yang diprakarsai oleh Lancelot

Andrewes, James Ussher, Joseph Hall, John Bramhall, John

Prideaux, John Cosin, Robert Sanderson dan Jeremy Taylor.

Bagian kelima, membahas masukan-masukan pada pembentukan

atau definisi doktrin. Pertumbuhan kesadaran banyak

agama-agama dunia dengan tradisi-tradisi dan pembangian

yang banyak di dalam Kekristenan menimbulkan permasalahan

mengenai penilaian kebenaran setiap doktrin sebagai dasar

pewahyuan ilahi.

Lord Herbert dari Cherbury (1583-1648) dalam De Veritate

(Mengenai Kebenaran) (1624) memberikan motivasi lahirnya

Deisme. Herbert menemukan dugaan standar dalam

‘pengertian umum’ yang ditanamkan di dalam pikiran

manusia dan hanya ada ‘Gereja Katolik’ yang benar.

Pengertian umum ini termasuk percaya kepada Allah yang

91

Mahakuasa yang bekerja melalui pemeliharaan umum dan

khusus dalam tujuan akhir-Nya.

Yang paling berpengaruh adalah William Chillingworth

(1602-1644) dengan karyanya The Religion of Protestants (1638).

Chillingworth mengekspresikan wewenang dari Firman Allah

sebagai kriteria doktrin dan dia lebih menitik beratkan

pada ‘tradisi umum’ pada penafsiran Kitab Suci.

Rene Descrates (1596-1650) dalam karyanya Discours de la

Methode (Percakapan Metode) (1637) menjelaskan dasar

pengetahuan. Semboyan Descrates yang terkenal adalah:

‘Cogito ergo sum’ (Aku berpikir, karena itu aku ada).

Tokoh lain yang dibahas Knox adalah Thomas Hobbes

(1588-1679) dengan karyanya Leviathan (1651) yang mengatakan

bahwa Allah menciptakan manusia dan merencanakan

keselamatan bagi manusia, tetapi manusia tidak dapat

diselamatkan dari ambisi mereka. Pengikut pemikiran

Descrates dan Hobbes ini adalah Benjamin Whichcote (1609-

1683), Ralph Cudworth (1617-1688) dan Henry More (1614-

1687).

2.14 CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR: ABAD

KEDELAPANBELAS HINGGA ABAD KEDUAPULUH (Kallistos Ware)61

61 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.453-457.

92

Ware memberi catatan atas teologi Kristen Timur dari

Abad kedelapanbelas hingga abad keduapuluh dengan

menampilkan dua contoh besar tentang perkembangan sejarah

doktrin Timur antara tahun 1700 dan 1900 yaitu: Hesychast

Renaissans di Yunani-Romawi selama pertengahan kedua abad

kedelapanbelas; dan kebangkitan teologi Rusia pada

pertengahan abad kesembilanbelas.

(1) Hesychast Renaissans di Yunani-Romawi. Pada

dekade terakhir abad kedelapanbelas, sudah ada

ketertarikan terhadap pembaharuan di dalam teologi

mistik. Ada dua tokoh kunci pada masa ini yaitu:

St.Macarius Notaras (1731-1805) dan St.Nikodemus

(1748-1809). Karya utama mereka adalah Philokalia yang

diterbitkan pada tahun 1782. Hesychast Renaissans

lebih menekankan gerakan spiritual daripada gerakan

doktrinal khusus. Anggota-anggotanya lebih tertarik

pada hal-hal praktis dari Doa Yesus atau frekuensi

persekutuan daripada pembedaan di antara esensi dan

energi Allah.

(2) Kebangkitan teologi Rusia. Sekitar tahun 1850

Gereja Ortodoks Rusia pertama kali mulai

menghasilkan teolog-teolog yang terkenal seperti

St.Nilus dari Sora (kira-kira 1433-1508). Nilus

lebih dikenal sebagai murid yang setia daripada

seorang pemikir yang handal dan perhatiannya lebih

dititik beratkan pada pengajaran praktis Hesychast

daripada dasar-dasar doktrinal mereka. Tokoh lain

yang muncul pada periode 1850-1900 adalah: Alexis

93

Khomiakov (1804-1860) dan Philaret Drozdov (1782-

1867). Pandangan Khomiakov, seluruh Kristen Barat,

apakah Gereja Roma atau Reformed, memiliki dasar

yang sama, di mana Ortodoks termasuk di dalamnya.

Ortodoks akhirnya berhenti menggunakan argumen-

argumen Protestan melawan Roma dan Roma berargumen-

argumen melawan Protestan. Khomiakov meluangkan

perhatian khusus pada doktrin tentang Gereja.

Gereja adalah kesatuan dan otoritas. Gereja sebagai

kombinasi unik dari kebebasan dan kebulatan suara,

beraneka ragam namun satu. Philaret menghidupkan

semangat Patristik di dalam sekolah-sekolah teologi

Rusia. Dalam banyak khotbahnya, Philaret membuat

ciri liturgi Ortodoks untuk menjangkau iman.

Revolusi Rusia tahun 1917 merupakan pukulan keras

dalam perkembangan pemikiran keagamaan di dalam Rusia

sendiri, tetapi tradisi-tradisi teologi Rusia telah

dikombinasikan oleh penulis-penulis terkenal seperti:

Fr.Sergius Bulgakov (1871-1944), seorang rektor Institut

Teologi Rusia yang menuliskan karyanya Sophia atau

Kebijaksanaan Ilahi. Pemikiran Bulgakov ini ditentang

keras oleh Vladimir Lossky (1903-1958) dan Fr.George

Florovsky (lahir 1893). Lossky dan Florovsky bersikeras

pada ciri esensi Patristik bagi seluruh teologi orang

Kristen, tetapi juga bersikeras memperlakukan Bapa

sebagai kesaksian hidup bukan sebagai teks yang mati.

94

Untunglah generasi teolog muda Rusia kemudian

memperbaharui teologi Rusia seperti: Fr.Alexander

Schmemann (lahir 1921) yang menuliskan teologi liturgi

dan Fr.John Meyendorff (lahir 1926) yang menuliskan buku

pegangan dari karya St.Gregorius Palamas dengan judul

Byzantine Theology: Historical Trends and Doctrinal Themes (London,

1975).

2.15 TEOLOGI KRISTEN ABAD KESEMBILAN BELAS HINGGA

ABAD KEDUA PULUH (John H.S.Kent)62

Artikel Kent ini adalah artikel kedua terpanjang

dalam buku ini (130 halaman). Kent membahas lima pokok

bahasan dalam paparannya ini yaitu: Abad kedelapanbelas,

Abad kesembilan belas, Doktrin Gereja di seluruh periode,

Teologi sosial di seluruh periode, dan Abad keduapuluh.

Pertama, Abad kedelapanbelas. Pada masa ini sejarah

teologi disebut dengan masa teologi klasik Katolikisme

dan Protestanisme. Masa ini juga ditandai dengan

perubahan sosial dan politik. Dengan demikian teologi

Kristen juga dipengaruhi perubahan sosial, perkembangan

teknologi dan akibat perpindahan penduduk. Kombinasi

perubahan sosial dan intelektual memasuki Kekristenan

mulai dari masyarakat yang marjinal hingga ke mazhab

teologi Kristen modern. Perubahan lainnya, banyak kritik

teolog-teolog menjadi diyakini bahwa perubahan62 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.459-591.

95

intelektual dan sosial mampu menjangkau transformasi

Kristen. Hal ini yang menandakan mulai munculnya post-

masyarakat Kristen. Kent menjelaskan perkembangan teologi

Kristen abad kedelapanbelas ini mulai dari pemikiran

Johannes Wollebius (1586-1629) dalam karyanya Compendium

of Christian Theology (1626) yang memaparkan pengetahuan

tentang Allah dan manusia. Di Jerman, lembaga agama

Protestan menikmati budaya yang baik dan juga

mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan ancien

regime. Ernst Troeltsch mengatakan bahwa Reformasi

Protestan bukan sebuah ekspresi ‘roh modern’ sebagai

sebuah gerakan keras di dalam batasan intelektual dalam

pembaharuan budaya. Kent berpendapat, fungsi teologi

sosial abad kedelapanbelas mengalami erosi disebabkan

masyarakat itu sendiri berhenti berpegang pada kesetiaan

untuk mampu mempertahankannya. Pada pertengahan abad

keduapuluh, ketika situasi menjadi lebih buruk, beberapa

teolog Kristen bereaksi dengan sebuah teologi ‘revolusi’

atau sebuah teologi ‘politik’, tetapi teolog-teolog abad

kedelapanbelas bertahan pada teologi sosial yang lalu.

Hasilnya, mereka tidak mendominasi pemikiran pada periode

tersebut. Teolog yang sangat terkenal saat itu adalah

uskup Butler dengan karyanya Analogy of Religion (1736).

Menurut Kent, ada beberapa faktor yang mendukung

perubahan iklim intelektual dalam pemikiran teologi pada

abad ketujuhbelas dan kedelapanbelas yaitu: faktor

geografi, historiografi Kristen, dan kebudayaan.

96

Perubahan demi perubahan teologi pun semakin

berkembang. John Locke dalam karyanya Reasonableness of

Christianity as delivered in Scriptures (1695) berusaha untuk

merekonsiliasi tuntutan Kristen pada wahyu ilahi langsung

di dalam Alkitab dengan etika sederhana theisme. Locke

berhadapan dengan tradisi Deisme yang salah satu tokohnya

adalah John Toland (1670-1722) yang mempublikasikan

karyanya Christianity not Mysterious (1696) yang disebarkan ke

Eropa pada abad kedelapanbelas.

Locke dan kaum Deist sepakat bahwa pengetahuan

keagamaan terdiri dari: (a) sejumlah soal-soal mengenai

Allah, (b) pengalaman moral. Kaum Deist menerima

ringkasan ‘agama alami’ bahwa Allah berada dan harus

disembah, dan bentuk tingkah laku ibadah adalah perbuatan

baik. Immanuel Kant mengatakan bahwa manusia seharusnya

bertobat dari perbuatan salah mereka sehingga Allah akan

memberikan penghargaan dan penghukuman pada manusia di

dalam kehidupan masa yang akan datang. Hanya ‘pengalaman’

keagamaan di dalam perasaan mereka yang merupakan

pengalaman moral.

Perdebatan mengenai kemungkinan pengalaman keagamaan

manusia di dalam iman Kristen menjadi permasalahan yang

mendasar bagi Kekristenan kemudian pada periode ini.

Schleiermacher, Soren Kierkegaard, J.H.Newman,

F.D.Maurice, von Hugel dan bahkan Dietrich Bonhoeffer

berpikir untuk menjaga Kekristenan melawan kerusakan pada

abad Pencerahan dengan membuat validitas pernyataan John

Baillie dalam karyanya Our Knowledge of God tahun 1939 yang

97

berisikan: “… bahwa pengetahuan tentang realitas Allah

datang kepada kita”. Pengetahuan ini datang melalui

hubungan pribadi langsung dengan-Nya di dalam Pribadi

Yesus Kristus anak-Nya Tuhan kita.

Formulasi Locke tentang pernyataan teologi yang sulit

menjadi salah satu ciri pendapat pada abad

kedelapanbelas. Hal ini ditemukan pada bab sembilanbelas

dari buku keempatnya The Essay on the Human Understanding, di

mana Locke membedakan di antara iman dan akal budi

sebagai dasar persetujuan.

Di sisi lain tentang argumen pada abad kedelapanbelas

kita harus kembali pada Uskup Butler (1692-1752), seorang

pembela ortodoksi dan penulis The Analogy of Religion, Natural and

Revealed, to the Constitution and Course of Nature (1736). Secara

umum, Butler melawan Deist dengan menekankan batas akal

budi manusia, sehingga manusia tidak dapat mengerti lebih

banyak lagi. Butler menolak pandangan Deist bahwa

pertobatan manusia dicukupi dengan usahanya sendiri untuk

menyelamatkan dirinya dari penghakiman yang akan datang.

Kekuatan Butler terletak pada perhatiannya akan

kemungkinan untuk membangun kemungkinan bahwa Kristus

benar. Kelemahannya adalah bahwa Butler masih mempercayai

ada kemampuan untuk menyakinkan pembacanya bahwa masih

ada setidaknya kemungkinan logika bahwa suara kenabian

Perjanjian Lama dipenuhi Kristus.

Tokoh lain yang dibahas Kent dalam perkembangan

teologi abad kedelapanbelas ini adalah John Wesley yang

menekankan pengajarannya pada Kesempurnaan Kristen atau

98

Kesucian Kristen. Wesley berusaha memikirkan sebuah model

kehidupan budaya Kekristenan pada abad kedelapanbelas

dengan model kesempurnaan manusia. Doktrin Wesley ini

dipelajari dalam dua dokumen yakni: sebuah sermon yang

disebut ‘Kesempurnaan Kristen’ yang diterbitkan tahun

1741 dan sebuah karangan singkat yang disebut dengan

‘Pemikiran-pemikiran tentang Kesempurnaan Kristen’ yang

dikeluarkan tahun 1760. Kedua dokumen ini ditemukan dalam

John Wesley sebuah antologi (bunga rampai) yang diedit oleh

A.C.Outler (1964).

Menurut Kent, ajaran Wesley ini ada yang

membingungkan di dalam pembedaannya atas dosa yang

sengaja dan yang tidak sengaja. Kelemahan Wesley adalah

keinginan Wesley untuk menggambarkan bukan hanya

kesempurnaan itu yang menjadi tujuan tetapi bagaimana

caranya agar kesempurnaan itu dapat dicapai. Wesley

menggambarkan ‘kesempurnaan’ sebagai sebuah ‘pengetahuan’

pribadi bahwa seseorang telah dibebaskan dari semua dosa

dengan tindakan langsung Allah.

Kent juga membahas masalah rekonsiliasi model tradisi

Kristen mengenai kesempurnaan hidup dengan pertumbuhan

semangat borjuis yang dihadapi Katolik pada abad

kedelapanbelas. Misalnya Daniel Concina (1687-1756) dalam

karyanya Theologia Christina Dogmatico-Moralis (1749) menegaskan

ada kekuatan yang bergerak untuk mengakurkan kehidupan

Kristen dengan kesenangan dunia ini.

Kent mengakhiri bagian pertama ini dengan pembahasan

pemikiran dua orang teolog Barat yang mencoba memenuhi

99

harapan yang belum tercapai dalam Revolusi Perancis

yakni: Immanuel Kant (1724-1804) dan J.A.Semler (1725-

1791). Kant meringkaskan ajarannya dalam Religion within the

Limits of Reason Alone (1793) sebuah bentuk Kekristenan yang

mungkin bertahan mengkritik rasionalisme kontemporer.

Semler ingin membaharui Kekristenan saat itu dari dalam

persekutuan Kristen. Kant memulai dari anggapan bahwa

Allah berada sebagai pemerintah moral secara umum. Bagi

Semler, teologi menjadi pelajaran pengetahuan dokumen

agama.

Kedua, Abad kesembilan belas. Aspek sejarah yang

paling penting pada teologi abad kesembilanbelas adalah

perjuangan atas dominasi di antara dua sistem teologi

yaitu: ortodoksi dan liberalisme. Bagi Protestan, liberal

dilihat untuk memperoleh metode kritik sejarah dalam

menganalisa Alkitab pada abad kedelapanbelas.

Protestanisme mencoba mengurangi ketegangan imam-imam dan

kaum awam mengenai sejarah pengakuan, dominasi pengakuan

dan pernyataan doktrin lainnya seperti Tiga puluh

sembilan Pasal Kepercayaan Anglikan. Banyak liberalis

mengkiritik kalangan ortodoks khususnya bentuk-bentuk

tradisional seperti doktrin Trinitas, Pribadi Kristus,

dan ajaran Pertobatan. Liberalis mempromosikan ajaran

non-dogmatik dan kadang-kadang bahkan anti-dogmatik bagi

orang-orang percaya.

Liberalis tidak menerima sistem ide doktrin Kristen

sebagai sebuah revelatio revelata, sebuah pesan pasti dari

100

Allah untuk manusia. Schleiermacher, tidak membantah

menggunakan kata ‘wahyu’ untuk melambangakan kegiatan

ilahi tetapi dia tidak berpikir bahwa wahyu berfungsi

pada manusia sebagai sebuah keberadaan kognitif.

Abad kesembilanbelas ini juga ditandai dengan

berbagai revolusi baik di Amerika, Perancis. Di Amerika

revolusi diikuti oleh kebangunan Protestan Injili di mana

tradisi-tradisi tidak relevan lagi di Amerika. Di

Perancis juga dapat dikatakan bahwa perubahan politik dan

sosial secara umum telah mengarah pada sekularisme.

Secara umum, baik di Amerika dan Perancis, juga revolusi

Marxist selalu didasarkan pada pemikiran Kristen, dari

politik dan budaya Kekristenan Barat seperti: Joseph de

Maistre (1753-1821), Lamennais muda (1782-1854),

S.T.Coleridge (1772-1834) dan F.D.Maurice (1805-1872).

Abad kesembilanbelas ini juga ditandai dengan

perkembangan teologi liberal yang disebut dengan ‘quest

for the historical Jesus’ (permasalahan mengenai Yesus

Sejarah) yang membahas tentang ‘kehidupan Yesus’ seperti

yang dilakukan oleh: D.F.Strauss (1808-1874), M.Arnold

(1822-1888), J.E.Renan (1823-1892), F.Nietzsche (1844-

1900), Johannes Weiss (1863-1914) dan A.Schweitzer (1875-

1965). Kent secara mendetail memaparkan pendapat mereka

dalam bagian ini.

Tokoh lainnya adalah Soren Kierkegaard, seorang

penulis dan teolog terkenal dari Denmark yang memerangi

semangat duniawi yang telah merajalela dalam agama

Kristen, sehingga orang Kristen pada zaman itu kurang

101

mengerti lagi “perbedaan yang mutlak antara Allah dengan

manusia”.

Ketiga, Doktrin Gereja di seluruh periode. Secara umum

Kent menguraikan doktrin Gereja pada seluruh periode

hanya bertitik pusat pada dua topik di dalam disukusi

modern teologi yaitu: doktrin mengenai Gereja dan teologi

sosial Gereja. Kent juga memaparkan analisa hubungan di

antara Gereja dan Masyarakat pada periode ini. Diskusi

mengenai Gereja pada abad kesembilanbelas terlihat dalam

berbagai macam ide yang mengejutkan, mulai dari pandangan

supremasi Kepausan pada kesimpulan bahwa seseorang boleh

memberikan dispensasi dengan Gereja secara bersama.

Teologi sosial pada abad kesembilanbelas disaksikan

secara perlahan-lahan tetapi juga revolusi yang drastis

di dalam pemikiran teologi. Uraian tentang kedua topik

ini dibahas secara mendalam oleh Kent dalam bagian ini.

Keempat, Teologi sosial di seluruh periode. Dalam

bagian ini, Kent lebih memfokuskan pembahasan mengenai

teologi sosial. Teologi sosial sendiri mulai berubah

secara jelas pada abad kesembilanbelas. Hal ini

disebabkan perkembangan revolusi industri dan revolusi

sosial.

102

Kelima, Abad keduapuluh.63 Pada permulaan abad

keduapuluh doktrin tradisional nampaknya sering menjadi

permasalahan, namum masih ada juga para teolog yang

membela kedudukan pemikiran ortodoks. Di Inggris, Darwell

Stone (1859-1941) memberikan pemikiran bagi teologi

Anglikan melalui tulisannya Outlines of Christian Dogma (1900),

sementara itu, P.T.Forsyth (1848-1921) membuat penegasan

ulang kedudukan Gereja Reform di dalam sebuah buku The

Person and Place of Jesus Christ (1909).

Hal yang sangat positif pada abad keduapuluh ini

adalah adanya kombinasi ilmu biologi dengan tradisi

Kristen yang dituliskan oleh F.R.Tennant (1866-1957)

dalam tulisannya The Origin and Propagation of Sin. Tennant

menolak tradisi pesimisme Kristen mengenai manusia yang

diperoleh dari Alkitab khususnya dari gabungan Kejadian

dengan surat-surat Paulus. Bagi Tennant, cerita tentang

Adam dan Hawa merupakan sebuah teologi yang tidak relevan

lagi. Tennant lebih menekankan perasaan moral dengan

perbuatan yang langsung kepada Allah.

Sisi lain yang menandai teologi abad keduapuluh ini

adalah kebangunan teologi mistik misalnya Paul Tillich

(1886-1974) dalam karyanya Systematic Theology (1951-1957,

Volume 2) yang menegaskan ulang Lutheranisme. Dalam

bagian ini juga Kent menguraikan pemikiran teolog-teolog

abad keduapuluh lainnya seperti: H.Kraemer, Karl Barth

(1886-1968) yang menuliskan pemikirannya dalam karya-

63 Uraian pemikiran teologi para Reformator Abad ke-20 ini diulas dan dibahas secara mendalam dalam buku Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris Abad ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).

103

karyanya (Protestant Thought in the Nineteenth Century, Fides Quaerens

Intellectum dan Church Dogmatics) dan Rudolf Bultmann.

3. TANGGAPAN HISTORIS

A. ISI BUKU

Buku Hubert Cunliffe-Jones ini secara umum membahas

Sejarah Doktrin Kristen mulai dari Bapa-bapa Gereja

hingga Abad Keduapuluh. Buku ini merupakan kumpulan

tulisan-tulisan para ahli Sejarah Gereja yang diedit oleh

Hubert. Karena merupakan kumpulan tulisan-tulisan lepas

dari para penulis maka ketika kita membaca isi buku ini

tidak jarang kita akan menemui dan menjumpai bahasan yang

diulas kembali oleh penulis lainnya. Walaupun kita

menemukan bahasan yang sama tetapi kita juga menemukan

pemikiran dari sisi lain dari penulis tersebut terhadap

topik yang dibahas bersama itu.

Tulisan-tulisan dalam buku ini ada yang sangat tebal

dan ada juga yang sangat tipis dan sederhana. Buku ini

sangat cocok dibaca dalam rangka membuka kasanah berpikir

untuk mengetahui secara mendalam apa dan bagaimana

sebenarnya persoalan doktrin yang terjadi sejak abad

104

kedua hingga abad keduapuluh. Melalui pemikiran para

teolog yang ditulis oleh para penulis dalam buku ini,

kita diperkaya dengan berbagai pengajaran Kristen yang

terus diperdebatkan, bukan hanya pada masa lalu namun

juga masih ada yang terus diperdebatkan dan digumuli

hingga saat ini.

Dengan membaca isi buku ini, maka kita akan dapat

menarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata sangatlah rumit

untuk memahami ajaran-ajaran Gereja dari masa ke masa.

Tetapi harus disadari juga bahwa Gereja harus mempunyai

ajaran baik dalam bentuk Katekismus, Konfesi, Pokok-Pokok

Iman, Pokok-Pokok Ajaran dan lain sebagainya. Memang

banyak konsekuensi yang dihadapi dalam menyusun ajaran

sebuah Gereja itu. Sebab ajaran Gereja itu tidak hanya

mengikuti apa yang sudah dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja

maupun para Rasuli jaman dulu, sehingga Gereja tidak

mempunyai jati diri yang cukup jelas. Dengan demikian

kita (Gereja) terangsang untuk berpikir merumuskan dan

menggali ulang warisan masa lalu yang relevan bagi Gereja

saat ini.

B. AJARAN GEREJA

Buku ini memang secara tersirat menguraikan perbedaan

Gereja Timur dan Barat. Secara umum perbedaan Gereja ini

bertitik-tolak dari ajaran yang dianutnya. Gereja Barat

mengajarkan: “Apa yang harus kuperbuat agar aku

selamat?”. Ajaran ini menekankan aktivitas manusia untuk

105

berbuat baik. Untuk menjawab pertanyaan tadi maka isu-isu

tentang dosa, pembenaran, penebusan menjadi hal-hal pokok

dalam ajaran Gereja Barat ini. Gereja di Timur

mengajarkan: “Apa yang harus kuketahui supaya aku

memperoleh hidup yang kekal?”. Ajaran ini mengajarkan

hal-hal yang ilahi demi memperoleh hidup yang kekal ini.

Gereja di Timur ini juga memakai ikon-ikon dalam rangka

mengetahui dan memuji Tuhan. Artinya ikon-ikon tersebut

menjadi sarana untuk lebih dekat dengan Tuhan. Dalam

rangka menjawab pertanyaan apa yang harus kuketahui

supaya aku memperoleh hidup yang kekal ini, maka Gereja

Timur sangat rajin menyusun doktrin-doktrin mereka.

Demikian juga halnya dengan Gereja Barat sangat rajin

menyusun doktrin-doktrin mereka untuk mencapai dan

menjawab pokok ajaran mereka.

Suatu kelebihan Gereja Barat jika dibandingkan dengan

Gereja Ortodoks Timur, salah satunya adalah sikap militan

yang dipadu dengan keterpanggilannya untuk menyebarkan

Injil kepada suku-suku atau wilayah yang dianggapnya

masih menyembah berhala (kafir). Sikap inilah yang

memungkinkan Kekristenan di Barat hidup secara dinamis

dan cepat tanggap dengan segala hal yang mengganggu

(dianggap membahayakan) Gereja. Sekalipun sikap yang

demikian tidak selalu benar dan Gereja bisa terjebak pada

otoriterianisme. Dan inilah yang terjadi pada Gereja

Barat Abad Pertengahan.64

64 A.Naftallino, Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme, (Jakarta: Logos, 2007), hlm. 69.

106

Harus kita sadari bahwa pasti ada hal-hal yang

positif dan relevan dari perumusan ajaran Gereja sejak

abad kedua hingga abad keduapuluh ini bagi perkembangan

Kekristenan dewasa ini misalnya:

(1) Ajaran Gereja terus-menerus dirumuskan untuk

menjawab tantangan dan permasalah teologi yang

sedang dihadapinya. Ajaran Gereja ini merupakan

pilar Gereja untuk perkembangannya selanjutnya.

(2) Gereja terus belajar untuk merumuskan ajaran

Gereja. Harus disadari bahwa merumuskan sebuah

ajaran Gereja bukanlah sebuah perkara yang mudah,

namun pekerjaan ini adalah perkara yang perlu

digali secara komprehensif dan matang serta

diterima secara mendalam.

(3) Gereja dari waktu ke waktu ditantang untuk

terus-menerus merumuskan ajarannya baik dengan cara

menggali warisan-warisan masa lalu maupun

merumuskan ajaran dalam menghadapin dan menjawab

realitas masa kini.

Hal-hal positif lainnya yang perlu ditiru dari Gereja

jaman dulu adalah mengenai pemimpin agama dan

keteladanannya. Sebutan seorang tokoh yang sanggup

memimpin dan berkarya demi kesaksian pada zamannya yang

tidak mendukung apa yang diimaninya, hanya ada satu

alasan yang memungkinkan itu bisa dilakukan, yaitu

memahami betul apa itu artinya menjadi pengikut Kristus.

Sudah pasti kerelaannya untuk ‘menderita’ dan kebenaran

107

iman Kristen itu sendiri yang sanggup menjawab tantangan

jamannya. Dalam hal inilah gereja memberi pengaruh di

tengah jamannya. Di situ keteladanan para pemimpinnya

secara signifikan sangat menentukan. Nuansa inilah yang

hilang dalam tubuh Gereja sekarang ini.

Keteladanan seorang pemimpin bukan terletak pada

kepandaiannya semata, atau kekayaan materinya. Tetapi

kerelaannya untuk menderita demi Tuhannya, tingkat

moralitasnya dan yang tak kalah penting adalah pemimpin

itu dapat menjawab tantangan yang menyangkut tantangan

jamannya. Keteladanan moralitas komunitas Kristen

(terutama para tokoh-tokoh Gereja) berbeda dengan

masyarakat kafir yang menyembah dewa-dewa yang sering

kali digambarkan amoral. Keteladanan kepemimpinan inilah

yang hilang (kurang disadari) dalam tubuh Gereja

(Kekristenan). Sekarang justru banyak pemimpin Gereja

yang “pamer” materi atau prestasi duniawi dari pada

karakter dan keteladanan sikap.65

Selain itu juga harus perlu dicatat bahwa peran

lembaga kebiaraan sangat menentukan dalam perkembangan

ajaran Gereja pada masa lalu. Peran lembaga kebiaraan ini

sudah mulai terasa pengaruhnya sejak masa-masa

Augustinus. Dewasa ini kita masih melihat spirit itu ada

pada gerakan pada cendekiawan Katolik yang berkumpul

dalam wadah Serikat Yesus. Peran mereka sangat besar dan

berpengaruh bagi kesaksian saat ini, terutama melalui

dunia pendidikan dan literatur. Spirit Kristiani dalam

pengembangan literatur inilah yang perlu digalakkan.65 A.Naftallino, Teologi Misi…, hlm.61-62.

108

Dalam hal ini, terutama bidang pendidikan – Gereja-gereja

Protestan ketinggalan. Spirit yang melatarbelakangi hidup

Kekristenan model kebiaraan ini tetap relevan di segala

jaman. Tidak salah bila digalakkan dan disesuaikan dengan

semangat jaman yang terus berubah. Kaum Protestan pun

tidak harus memandang hidup model kebiaraan sebagai model

(milik) Katolik.66

Memang harus diakui bahwa gereja sering kali tidak

mampu menjawab atau merumuskan ajaran yang solid tentang

ajaran yang baru. Misalnya: masalah internet, teknologi

informasi, globalisasi, HIV/Aids dan lain-lain

sebagainya.

4. KEPUSTAKAAN

Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran Di Dalam dan Sekitar Gereja.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.

Calvin, Yohanes. Institutio (terj.) Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1980.

Cunliffe-Jones, Hubert. A History of Christian Doctrine. Edinburgh:

T & T Clark, 1997.

Curtis dkk, A. Kenneth. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Kuiper, A. De. Didache. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1967.

Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sketsa Sejarah

Gereja Abad I-XV. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Kristiyanto, Eddy. Visi Historis Komprehensif: Sebuah Pengantar.

Yogyakarta: Kanisius, 2003.66 Ibid., hlm, 66-67.

109

Kristiyanto, Eddy, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman

Modern, Yogyakarta: Kanisius. 2004.

Lane, Tony. Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, (terj.)

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.

Naftallino, A. Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme.

Jakarta: Logos, 2007.

Tanner, Norman P. Konsili-Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat.

Yogyakarta: Pustaka Teologi // Kanisius, 2003.

Urban, Linwood. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen (terj.)

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Wellem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……………………………………………………………… (i)

1. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1

2. ISI BUKU

………………..................................... …………………… 1

110

2.1. PENDAHULUAN (Hubert Cunliffe-Jones)

....... ................... 1

2.2. TEOLOGI KRISTEN PERIODE BAPA-BAPA GEREJA

(G.W.H.Lampe)

…………………………………..................... 3

2.3. TEOLOGI KRISTEN TIMUR TAHUN 600 - 1453

(Kallistos

Ware) ......... .....................................

......................... 19

2.4. TEOLOGI KRISTEN ABAD PERTENGAHAN 604 -

1350

(David Knowles)

………………….............................................

25

2.5. DOKTRIN KRISTEN DARI TAHUN 1350 HINGGA

REFORMASI (E.Gordon Rupp)

………….............................. 33

2.6. AJARAN AUGUS CATATAN TEOLOGI KRISTEN

TIMUR: ABAD KELIMA BELAS HINGGA ABAD

KETUJUH BELAS (Kallistos Ware)

....................................... 38

111

2.7. MARTIN LUTHER (Benjamin Drewery)

............................... 38

2.8. ULRICH ZWINGLI (Basil

Hall) ............................................ 43

2.9. PHILIP MELANCHTHON DAN MARTIN BUCER

(E.Gordon Rupp)

…….....................................................

........... 45

2.10. JOHN CALVIN

(T.H.L.Parker) ............................................

.. 46

2.11. KONSILI TRENTE (Benjamin Drewery)

............................... 48

2.12. TEOLOGI ANGLIKAN ABAD KEENAMBELAS

(H.F.Woodhouse)

………………………………...................... 50

2.13. SEJARAH DOKTRIN KRISTEN ABAD KETUJUH

BELAS (R.Buick Knox)

………………................................ 53

2.14. CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR:

ABAD KEDELAPANBELAS HINGGA ABAD

KEDUAPULUH (Kallistos Ware) …………………………..

58

112

2.15. TEOLOGI KRISTEN ABAD KESEMBILAN BELAS

HINGGA ABAD KEDUA PULUH

(John H.S.Kent)

………………………................................. … 59

3. TANGGAPAN HISTORIS .....…………………………………… 65

4. DAFTAR PUSTAKA ..........…....

………………………………… 68

Jakarta, 22 Januari 2008

113

Kepada Yth.

Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D

JL.Proklamasi 27

Jakarta

“SEBAGIAN LAPORAN BUKU 1 KONSENTRASI II”

Salam sejahtera,

Bersama ini saya sampaikan “Sebagian Laporan Buku 1” pada

area Konsentrasi 2 untuk dapat dibimbing lebih lanjut.

Demikianlah saya sampaikan, atas perhatian dan bimbingan

bapak dihanturkan terima kasih.

SALAM KASIH!

114

Ramli SN Harahap

Jakarta, 6 Pebruari 2008

Kepada Yth.

Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D

JL.Proklamasi 27

Jakarta

“LANJUTAN LAPORAN BUKU 1 KONSENTRASI II”

Salam sejahtera,

Bersama ini saya sampaikan “Lanjutan Laporan Buku 1” pada

area Konsentrasi 2 untuk dapat dibimbing lebih lanjut.

Demikianlah saya sampaikan, atas perhatian dan bimbingan

bapak dihanturkan terima kasih.

115

SALAM KASIH!

Ramli SN Harahap

Jakarta, 13 Maret 2008

Kepada Yth.

Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D

JL.Proklamasi 27

Jakarta

“LAPORAN AKHIR BUKU 1 KONSENTRASI II”

Salam sejahtera,

116

Bersama ini saya sampaikan “Laporan Akhir Buku 1” pada

area Konsentrasi 2.

Demikianlah saya sampaikan, atas perhatian dan bimbingan

bapak dihanturkan terima kasih.

SALAM KASIH!

Ramli SN Harahap

117