Shifting orientation in Sufism: its development and doctrine adjustment in history
A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINE
-
Upload
stt-abdisabda -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINE
A HISTORY OF CHRISTIAN DOCTRINEby
HUBERT CUNLIFFE – JONES
Edinburg: T & T Clark, 1997
1. PENDAHULUAN
A. EDITOR1
Buku yang berjudul A History of Christian Doctrine ini
merupakan kumpulan tulisan para ahli Sejarah Gereja yang
diedit oleh Hubert Cunliffe-Jones. Rencana semula buku
ini mulai dikerjakan tahun 1968 dan diharapkan bahan
tulisan diselesaikan dan diberikan kepada editor pada
tahun 1970. Namun karena berbagai faktor maka bahan
tulisan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Dan bahkan ada tulisan yang tidak bisa
diselesaikan oleh penulis, sehingga dilanjutkan oleh
penulis lain agar sempurna. Hanya dua penulis yang dapat
menyelesaikannya tepat waktu yaitu Professor Lampe dan
Dr.Ware.
Akhirnya dengan kesabaran yang sungguh, Hubert
Cunliffe-Jones, mantan guru besar teologi dan pensiunan
dari Ketua Jurusan Teologi Universitas Manchester tahun
1973 ini dapat menyelesaikan editing buku ini. Tebal buku
ini adalah 591 halaman yang dilengkapi dengan indeks
nama-nama dan subyek.
1 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian Doctrine, (Edinburgh: T & TClark, 1997), hlm.v-vi
0
2. ISI BUKU
Buku ini berisikan sebuah pendahuluan yang diuraikan
oleh Hubert Cunliffe-Jones dan empat belas Pasal yang
mengulas sejarah ajaran iman Kristen sejak jaman Gereja
Purba hingga pada teologi Kristen abad kedua puluh. Buku
ini lebih banyak memfokuskan diri pada ajaran-ajaran iman
Kristen yang terus-menerus mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan jaman.
2.1 PENDAHULUAN (Hubert Cunliffe-Jones)2
Dalam pendahuluan ini Hubert Cunliffe-Jones
mengemukakan apa isi buku ini dan mengapa buku ini perlu
diterbitkan. Buku Sejarah Doktrin yang selalu dipakai
dalam pembelajaran bagi para mahasiswa adalah buku
karangan G.P.Fisher yang berjudul History of Christian Doctrine
yang diterbitkan tahun 1896. Buku ini dipakai selama
tujuh puluh tahun sebagai buku pegangan sejarah. Dan
selama itu pula tidak ada buku yang diterbitkan yang
berkaitan dengan Sejarah Doktrin Kristen. Karena itulah
maka Hubert Cunliffe-Jones mencoba memprakarsai
penerbitan buku A History of Christian Doctrine ini.3
Hubert Cunliffe-Jones memberikan empat catatan
pendahuluannya. Pertama, buku ini merupakan penghormatan
2 Ibid., hlm.1-20.3 Memang masih ada buku-buku lain yang ditulis oleh ahli-ahli SejarahGereja seperti: Adolf von Harnack dan JND.Kelly.
1
bagi G.P.Fisher. George Park Fisher lahir 10 Agustus 1827
d Wrentham, Massachusetts dan meninggal 20 Desember 1909.
Anak dari Lewis Whiting dan Nancy Fisher. Dia adalah
seorang Guru Besar Divinity di Perguruan Tinggi Yale.
Karyanya yang telah diterbitkan adalah: Outlines of Universal
History (1885), The Colonial Era (1892), History of the Christian Church
(1887), History of Christian Doctrine (1896).
Kedua, isi buku ini secara umum mengikuti pekerjaan
Fisher. Hal-hal yang diikuti dari pemikiran Fisher
adalah: (a) bahwa Gereja bukanlah pintu masuk (starting-
point) sebab Kekristenan adalah Wahyu Allah melalui Yesus
Kristus dan Kekristenan itu sendiri tidak sama dengan
sistem Filosofi. (b) Sejarah Doktrin Kristen seharusnya
harus lebih luas skopenya. (c) Pembagian Sejarah
Doktrinal dibagi menjadi dua bagian yaitu: Sejarah
Doktrin Umum dan Khusus. (d) Fisher juga membahas secara
rinci mengenai sejarah terbentuknya Sejarah Teologi
Kristen.
Ketiga, namun buku ini juga memiliki sejumlah perbedaan
dari apa yang telah dikerjakan oleh Fisher. Yang berbeda
dalam buku ini dari Fisher adalah: (a) ditemukannya
bahasan-bahasan sejarah yang dianggap penting tanpa
membahasnya secara komprehensif dan detail. (b) bahan
tulisan dalam buku ini diambil dari seri-seri penting
dalam tradisi Kekristenan. Artinya Fisher hanya melihat
Sejarah Teologi Kristen itu dari satu sudut pandang, maka
dalam buku ini akan terlihat beberapa pandangan yang
berbeda tentang Sejarah Teologi Kristen itu sendiri
2
misalnya dari sisi disiplin Perguruan Tinggi
(Universitas). (c) Penelitian yang dilakukan Fisher akan
lebih jauh dikembangkan dalam buku ini misalnya Sejarah
Teologi Orthodoks, Sejarah Gereja Timur, Sejarah Teologi
Katolik sejak Trente, sejarah umum teologi Kristen
khususnya teologi Amerika, sejarah doktrin Kristen dan
akhirnya akan membahas perkembangan teologi pada abad
kesembilan belas dan abad kedua puluh.
Dan keempat, dalam buku ini akan kita temukan sejumlah
persoalan yang timbul dalam sejarah teologi Kristen itu
sendiri. Persoalan teologi yang dibahas dalam buku ini
adalah: (a) Apakah teologi itu mungkin?; (b) Hubungan
teologi Kristen dengan Iman dan hidup Gereja; (c)
Faktor-faktor yang termasuk dalam memformulasi doktrin
ilmu teologi; (d) Perkembangan dan perubahan besar dalam
teologi; (e) Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan
Sejarah Umum dan Sejarah Gereja; (f) Hubungan Sejarah
Teologi Kristen dengan Budaya dan Sosiologi; (g)
Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan Filosofi; dan
(h) Hubungan Sejarah Teologi Kristen dengan Kritik
Doktrinal dan Konstruktif Teologi.
2.2 TEOLOGI KRISTEN PERIODE BAPA-BAPA GEREJA
(G.W.H.Lampe)4
Artikel G.W.H.Lampe yang sangat panjang ini (160
halaman) membahas sepuluh pokok-pokok penting yaitu:4 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.21-180.
3
Bapa-Bapa Gereja dan Gerakan Abad Kedua, Apologet Yunani,
Melito dan Irenaeus, Teologi Latin Mula-mula:
Tertullianus dan Novatianus, Teolog-teolog Aleksandria
pada Abad Ketiga, Teologi Timur dari Origenes hingga
Konsili Nicea, Perkembangan Teologi Trinitarian setelah
Konsili Nicea, Perdebatan Kristologis, Keselamatan, Dosa,
dan Anugerah, Gereja dan Sakramen.
Pertama, Bapa-bapa Gereja dan Gerakan Abad Kedua.5 Dalam
bagian ini Lampe mengulas pemikiran para Bapa Gereja
tentang ajaran-ajaran mereka sekitar Abad Pertama dan
Kedua Kekristenan. Misalnya Clemens mengatakan bahwa
Allah sebagai ‘Tuan atas alam semesta tuan’ (Master of the
universe). Dia menyebut Allah ‘Bapa’ dan menghubungkannya
dengan ‘kreativitas’ (daya cipta) Allah. Allah adalah
‘Bapa dan Pencipta seluruh dunia. Pemikiran ini
menggambarkan bahwa gabungan bahasa alkitabiah dan
Platonis tentang Allah tampak begitu kuat dari Apologet
Yunani ketika Kebapaan Allah mencuat dalam istilah ‘Bapa
dan Master universal’ dari Timaeus. Penekananan yang sama
akan kebaikan ciptaan tampak dalam Didache bahwa Allah
‘Tuan atas segala sesuatunya’ sangat ditonjolkan.6
Pemikiran yang lebih lengkap diungkapkan oleh Hermas:
“Allah … yang dengan penuh kuasa dan kekuatan dan dengan
hikmat dan kebijakasanaan-Nya menciptakan dunia dan
dengan tujuan yang mulia mendandani ciptaan-Nya dengan
indah dan dengan firman-Nya yang kuat menetapkan sorga
5 Ibid., hlm.23-29.6 A. de Kuiper, Didache, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1967), hlm.18-19.
4
dan menemukan bumi di atas air dengan kebijaksanaan-Nya
menjaga gereja-Nya….” Lebih dalam Hermas mengatakan bahwa
Allah adalah esa, walaupun Ia menciptakan segala sesuatu.
Persoalan lain yang dibahas oleh para Bapa Gereja
pada Gereja Mula-mula adalah persoalan pribadi Yesus
Kristus di dalam teologi Trinitarian. Clemens menggunakan
bahasa Trinitarian dalam suratnya ke gereja Korintus.
Ignatius juga menggunakan bahasa Trinitarian yang sama
dengan menempatkan aspek keilahian dan kemanusiaan pada
pribadi Kristus. Kristus adalah ‘satu tubuh
fisik/jasmani’ terdiri dari tubuh dan roh, Allah di dalam
manusia, hidup yang sejati dalam kematian, Anak Maria
dan Anak Allah, Yesus Kristus Tuhan kita.
Menurut Lampe masukan para Bapa Gereja pada
penafsiran pekerjaan Kristus tidak begitu membawa banyak
arti. Secara keseluruhan mereka mengulangi fraseology
tradisional tanpa melakukan banyak upaya untuk
menjelaskannya. Bagi Ignatius, kematian Kristus berkaitan
erat dengan kesyahidan-Nya dan pemikiran-Nya adalah pusat
kesatuan Kristus dalam penderitaan. Barnabas menekankan
arti kematian Kristus sebagai antitipe dari persembahan
Ishak.
Lampe melihat bahwa langkah formulasi doktrinal ini
telah dimulai sejak Abad Kedua dengan benturan sistem
yang saling konflik yang diperoleh orang percaya paling
tidak dari luar tradisi orang Kristen yang ditunjukkan
dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru (PB). Salah satu
dari sistem ini adalah Ebionisme. Orang-orang Ebionit
5
adalah sisa-sisa oang Kristen Yahudi yang menafsirkan
Yesus sebagai nabi dan Mesias. Kemudian Gnostisisme yang
menggejala dalam agama-agama kuno yang berakar jauh ke
belakang pada masa orang pra-Kristen Hellenisme, Yudaisme
dan agama-agama Timur.
Kedua, Apologet Yunani.7 Menurut Lampe teologi Kristen
yang sistematik dimulai dengan pekerjaan para Apologet
Yunani pada Abad Kedua seperti yang dilakukan oleh
Aristides, Yustinus Martir, Athenagoras, Tatianus, dan
Theofilus dari Antiokia yang berjuang melawan dunia
Yunani-Romawi, khususnya para ateis. Hal itu bukan
berarti bahwa para Apologet tersebut menjadi pembaharu
yang radikal di dalam teologi. Perjuangan mereka adalah
melawan keadaan dunia pada saat itu seperti yang
dilakukan Yustinus dalam Dialog dengan Trypho, termasuk
Yudaisme dan Hellenisme. Terhadap dunia Yahudi Kristen
masih menampakkan diri sebagai Yudaisme sejati: pemenuhan
yang otentik dan telah dipredestinasikan dari wahyu Allah
pada Israel masih dimengerti sebagaimana yang tertulis
dalam nubuatan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama (PL).
Sementara dunia kafir melihat Kekristenan sama tuanya
dengan Penciptaan. Pemahaman yang benar bagi orang
Kristen adalah bahwa Allah nyata dalam hidup, mati dan
kebangkitan Yesus Kristus.
7 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.30-39; A.KennethCurtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK GunungMulia, 2006), hlm. 5-6; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 1996), hlm. 7-9.
6
Perdebatan mengenai Logos juga menjadi hal yang
penting dicatat Lampe. Menurut Yustinus dalam karya
apologetnya, Kristus adalah Logos Allah yang telah
menjadi manusia demi keselamatan kita dan bahkan rela
menderita dan membawa kesembuhan bagi umat manusia.
Bahkan Tatianus memberikan pemahaman yang lebih mendalam
yang mengatakan bahwa Kristus adalah ‘keseluruhan Logos’
atau ‘Keseluruhan dari apa yang rasional’.
Untuk melawan para penyembah berhala tentang Allah,
maka Aristides dalam awal pembelaannya mengatakan bahwa
Allah adalah Allah yang tidak dapat berubah, tak
kelihatan, dan Pencipta yang maha kuasa. Dan Theofilus
mengatakan bahwa Allah adalah yang tidak berawal, kekal
dan tak berubah, tidak dapat digambarkan keberadaan-Nya.
Gambaran alkitabiah tentang Allah yang hidup, aktif dalam
ciptaan-Nya tidak pernah dilupakan oleh para Apologet.
Dalam hal penciptaan, para Apologet mendasarkan pengajar
mereka pada pemikiran Pembukaan Yohanes dan Pemazmur,
‘Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas
dari mulut-Nya segala tentaranya’ (Mzm. 33 :6). Mereka
membaca teks ini dalam terang pemikiran Platonik dan
Stoik khususnya perkembangan ajaran Philo tentang Logos
sebagai mediator pencipta yang Ilahi, pemeliharaan dan
wahyu. Perdebatan lain yang mereka lakukan adalah
mengenai Pencipta dan mediasi Logos, Kristologi dan Roh
Kudus. ‘Dengan Firman Allah, Yesus Kristus Juruselamat
kita menyerahkan tubuh dan darah-Nya bagi keselamatan
kita’. Yustinus menghargai posisi Roh Kudus dalam posisi
7
ketiga setelah Pencipta dan Logos. Tatianus percaya bahwa
keselamatan orang percaya adalah pekerjaan Roh yang
Ilahi. Roh manusia dibangkitkan ke alam sorga dengan
bersatunya dengan Roh Allah.
Menjelang pertengahan abad kedua, di bawah
pemerintahan yang adil oleh para kaisar seperti Trajanus,
Antoninus Pius dan Marcus Aurelius, gereja mulai membuka
diri pada dunia luar untuk meyakinkan keberadaannya.
Yustinus menjadi salah seorang apologet (orang yang
mempertahankan pendiriannya dalam argumentasi) Kristen
pertama, yang menjelaskan imannya sebagai sistem yang
masuk akal. Bersama-sama penulis lain, seperti Origenes
dan Tertullianus, ia menafsirkan kekristenan dalam
istilah-istilah yang mudah dikenal orang-orang Yunani dan
Romawi terpelajar pada masa itu.
Karya tulis Yustinus yang terkenal adalah: Dialog dengan
Trypho (catatan mengenai diskusi panjang dan ramah antara
Yustinus dengan seorang Yahudi bernama Trypho), Apologia
(The Apology): yang terdiri dari dua Apologia yakni: Apologia
I: suatu pembelaan iman Kristen yang ditujukan pada
Kaisar Antoninus Pius; dan Apologia II: tambahan yang
singkat pada karya Apologia I yang ditujukan kepada Senat
Romawi. Yustinus dikenal sebagai bapa Pembela Iman.
Bagi Yustinus, seluruh kebenaran adalah kebenaran
Allah. Para filsuf Yunani yang tersohor sedikit banyak
telah diilhami Allah, namun mata mereka belum dibukakan
bagi keutuhan kebenaran Kristus. Oleh karenanya, Yustinus
menyitir pemikiran Yunani dengan bebas dan kemudian
8
menjelaskan kepada mereka bahwa kesempurnaan itulah
Kristus. la mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus
sebagai Logos, Firman. Allah Bapa adalah kudus adanya dan
terpisah dari manusia yang jahat — tentang hal ini
Yustinus setuju dengan Plato. Namun melalui Kristus,
Logos-Nya, Allah dapat berhubungan dengan manusia.
Sebagai Logos Allah, Kristus adalah bagian dari hakikat
Allah, meskipun terpisah, seperti api dinyalakan dari api
juga (demikianlah pemikiran Yustinus telah menjadi alat
bagi kesadaran akan Tritunggal dan Inkarnasi yang
berkembang di Gereja).
Meskipun Yustinus bersandar pada pemikiran Yunani,
namun aliran pemikiran Yahudi ada padanya. Ia kagum pada
nubuat yang digenapi. Mungkin ia terpengaruh orang tua
yang ia temui di pantai. Tetapi ia pun melihat bahwa
nubuat Ibrani telah meyakinkan identitas Yesus Kristus
yang unik. Seperti Paulus, Yustinus tidak meninggalkan
orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada orang-orang
Yunani. Dalam karya besar Yustinus lainnya, Dialog dengan
Tryfo (Dialogues with Trypho), ia menulis kepada seorang
Yahudi kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan
tradisi Ibrani.
Ketiga, Melito dan Irenaeus.8 Di antara para Apologet
tentunya termasuk di dalamnya Melito, seorang uskup
Sardis di Asia, yang menulis sebuah apologi yang
dialamatkan kepada Markus Aurelius. Dia seorang pemimpin
Gereja di Asia dan seorang teolog yang cukup berpengaruh8 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.40-50.
9
dalam pemikiran Kristen. Tulisan Melito yang menjadi
risalah sistematik pertama adalah tentang Inkarnasi. Bagi
Melito, Inkarnasi adalah sungguh-sungguh. Dia menekankan
dua kodrat Yesus yaitu: Kristus pada satu sisi adalah
Allah dan di sisi lain manusia sempurna. Kemanusiaan-Nya
nyata bukan khayalan, Ia terdiri dari jiwa dan tubuh.
Irenaeus berasal dari latar belakang yang sama,
penduduk asli Smirna (Asia Kecil), walaupun ia pindah ke
arah Barat dan menjadi uskup di Lyons setelah kematian
pendahulunya, Ponthinus dalam sebuah penganiayaan tahun
177. Dia diduga lahir sekitar tahun 115 sampai tahun 125.9
Dia juga seorang penulis yang produktif. Tulisan utamanya
berjudul Melawan Aliran-Aliran Sesat (Against Heresies) yang terdiri
dari lima jilid, dialamatkan langsung melawan orang-orang
Gnostik Valentinian di dalam bermacam-macam bentuk.
Dengan tulisannya ini, maka Irenaeus dikenal sebagai bapa
melawan orang-orang sesat. Irenaeus memberikan masukan
kepada ‘para tua-tua’ di dalam Gereja yang memiliki
suksesi keuskupan yang telah menerima karunia kebenaran
(charisma veritatis certum). Artinya bagi mereka yang memiliki
inspirasi ilahi untuk mengajarkan kebenaran. Menurut
Irenaeus, iman yang benar adalah dalam pemeliharaan
Gereja di bawah bimbingan Roh Kudus. Itulah makanya
Irenaeus sangat menekankan pentingnya Gereja yang benar
sebagai dasar iman yang kuat sebagaimana Petrus dan
Paulus telah lakukan untuk mengajarkan kebenaran di dalam
9 Bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 145-146; bnd. Tony Lane,Runtut Pijar…, hlm, 9-11.
10
Gereja. Sebab di dalam Gereja semua orang percaya
disatukan bersama. Sehingga bagi Irenaeus, aturan iman
atau kanon kebenaran adalah norma ajaran ketiga. ‘Kanon
kebenaran’ yang dimaksudkan Irenaeus adalah ringkasan
pengajaran yang diberikan oleh Gereja. Hal ini bukanlah
sebuah pengakuan formal, melainkan lebih fleksibel di
dalam perkataannya namun memiliki muatan yang mendalam.
Irenaeus memasukkan kriteria kebenaran dalam peneguhan
sidi iman Kristen tentang Allah sebagai Pencipta. Bagi
Irenaeus kebenaran yang universal datangnya dari
keinginan dan kekuatan Allah semata. Manusia sendiri
tidak mampu untuk membuat sesuatu. Irenaeus juga
mengikuti garis besar usaha Apologet untuk rekonsiliasi
ajaran penciptaan dan transendensi ilahi dalam teologi
Logos.
Irenaeus juga banyak memberikan ulasan tentang ajaran
Logos, Trinitarian, Inkarnasi. Irenaeus sangat menentang
keras orang yang telah memisahkan Yesus dari Logos atau
Yesus dari Kristus sebab Alkitab mengajarkan Yesus
Kristus adalah satu-satunya pintu ke sorga. Menurut
Irenaeus, keselamatan yang dikerjakan Kristus adalah
pusat ide-ide restorasi manusia untuk kehendak Allah
melalui Inkarnasi dan kerjasama manusia dalam kepatuhan
Kristus.
Irenaeus termasuk yang pertama-tama menggunakan
istilah Perjanjian Baru di samping Perjanjian Lama.
Tadinya “Alkitab” bagi orang Kristen berarti Perjanjian
Lama. Pada zaman Irenaeus Perjanjian Baru sudah mirip
11
Perjanjian Baru sekarang, yang berisikan empat kitab
Injil, Kisah Para Rasul, Surat-Surat dari Paulus serta
tulisan-tulisan lain.
Sepanjang hidupnya, Irenaeus dengan gembira mengenang
perkenalannya dengan Polikarpus, yang pernah akrab dengan
Rasul Yohanes. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa ia
berpegang pada keabsahan para rasul ketika ia menolak
paham Gnostik. Sang uskup menegaskan bahwa para rasul
mengajar di tempat-tempat umum dan tidak ada satu pun
yang dirahasiakan. Di seluruh kekaisaran, Gereja-gereja
berpegang pada ajaran-ajaran yang hanya disampaikan para
rasul Kristus, dan hanya inilah satu-satunya dasar
keyakinan. Irenaeus menyatakan bahwa para uskup yang
merupakan pelindung iman
Keempat, Teologi Latin Mula-mula: Tertullianus dan
Novatianus10
"Darah para martir menjadi benih gereja." "Hal itu pasti karena tidak mungkin." "Apa urusan orang-orang Athena dengan Yerusalem?"
Kata-kata kiasan yang tajam seperti ini
adalah ciri khas karya Quintus Septimius
Florens Tertullianus – atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tertullianus. Tertullianus adalah bapa Teologi
Latin Barat. Tertullianus yang dilahirkan di Kartago
tahun 150 ini sangat menekankan pengajaran Kristus.
Menurut Tertullianus, norma ajaran rasuli ditemukan dalam10 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.51-63; bnd. F.D.Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 232-234; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm,11-14 .
12
tradisi lisan di dalam pengajaran Gereja di mana para
rasul mengajar. Otoritas suksesi kerasulan itu berada
dalam Gereja-gereja, para rasul, Kristus dan Allah.
Filosofi para bidat bertolak belakang dengan kebenaran
Kristen: murka Allah (melawan teologi Marcion),
penciptaan dari tidak ada, pembaharuan di dalam
kebangkitan daging. Mengenai Allah, Tertullianus juga
sangat menentang dualisme dengan mengatakan Allah adalah
Esa yang menciptakan segala sesuatu termasuk materi.
Allah yang Esa ini harus dimengerti dengan hubungannya
pada ‘dispensasi’ atau ‘ekonomi’. Penciptaan itu dari
yang tidak ada dan diciptakan menurut kehendak Allah
sendiri.
Tertullianus juga sangat menentang anggapan bahwa
kesatuan Allah sama dengan kesatuan dewa yang absolut
tunggal (absolut monad). Pengajaran ini menentang pemahaman
Monarkhianisme bahwa Allah adalah esa dan Kristus adalah
Allah. Titik persoalan dasar adalah menyangkut hubungan
Bapa dan Anak satu sama lain. Menurut kaum Monarkianisme,
memahami keilahian Anak hanya sekedar mode atau cara
penampilan Bapa. Monarkianisme dinamis mengatakan, "maka
suatu kuasa ilahi yang tidak bersifat pribadi giat dalam
seorang manusia yang bernama Yesus. Sesudah itu Kristus
diangkat menjadi Anak Allah. Aliran ini berkembang
sekitar abad kedua sampai abad ketiga. Aliran ini mirip
"konsep adopsionis", yang jauh lebih tua dalam gereja
purba. Pengikut aliran ini menitik beratkan “monarkhi”
atau pemerintahan tunggal dari Allah – mereka adala
13
monoteis keras. Berdasarkan pandangan teks Yohanes,
Tertullianus mengatakan bahwa Kristus dan Bapa adalah
satu. Artinya bahwa Allah Bapa adalah berinkarnasi dalam
diri Yesus Kristus.
Untuk melawan gerakan Monarkianisme ini, Tertullianus
menulis suatu karya penting berjudul Melawan Praxeas.
Praxeas adalah salah seorang pengikut ajaran
Monarkianisme – yang melawan Montanisme. Penganut aliran
ini memperdaya doktrin ketritunggalan dengan menyatakan
konsep bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga nama
yang berlainan untuk tokoh yang sama, yang memainkan tiga
peranan yang berlainan. Menjawab hal ini Tertullianus
mengatakan bahwa Allah adalah satu zat atau hakikat dalam
tiga pribadi. Baginya, Tritunggal bukanlah konsep
Politeisme seperti yang dituduhkan oleh Monarkhianisme.
Konsep Tritunggal tidak sama dengan satu Pribadi dengan
tiga modus, seperti yang disodorkan oleh Monarkhianisme.
Akan tetapi, Tritunggal Allah adalah, “Allah Bapa, Anak
dan Roh Kudus menyatu di dalam substansinya. Namun
kesatuan substansi Allah ini terdistribusi ke dalam tiga
pribadi, yaitu pribadi Allah Bapa, pribadi Yesus Kristus
dan pribadi Roh Kudus”. Tertullianus mengatakan bahwa
Allah adalah satu zat atau hakikat dalam tiga pribadi.
Pemikiran Tertullianus yang dibahas Lampe dalam uraiannya
ini adalah mengenai Logos, Anak, Kristologi, soteriologi
dan eskatologi. Baginya Anak adalah nama baru Allah
karena kasih-Nya bagi umat manusia sehingga Ia menjelma
(Inkarnasi) sebagai Anak Allah yang sempurna.
14
Tertullianus juga berpendapat bahwa dua substansi
Manusia dan Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan di
dalam Kristus yang dimanifestasikan dalam kelemahan dan
kekuatan-Nya. Hal inilah yang menjadi perdebatan bagi
Novatianus, sebab bagi Novatianus tidak berbicara tentang
kasih dalam hubungan Manusia dan Allah ini, karena
tendensi umum berpikir bahwa dewa-dewa (deity) dalam istilah
kekuatan dan kemanusiaan dalam istilah kelemahan seperti
haus, lapar, marah, menderita dan bahkan hampir sama
dengan istilah kodrat binatang. Hubungan ini sangat
menyulitkan pemahaman Kristologi bagi Novatianus.
Kelima, Para Teolog Aleksandria pada Abad Ketiga.11 Ada
dua tokoh teolog besar yang dibahas Lampe pada Abad
Ketiga ini yakni: Clemens dan Origenes. Tokoh pertama, Titus
Flavius Clemens dilahirkan dari keluarga Yunani pada
pertengahan Abad Kedua. Pada masa hidupnya Clemens
menghadapi dunia Gnostik. Clemens berpendapat bahwa
antara iman dan gnosis tidak ada pertentangan. Iman
diperlukan bagi setiap orang Kristen. Namun di samping
iman masih ada hal yang lebih tinggi, yaitu gnosis
(pengetahuan). Gnosis diperlukan oleh setiap orang
Kristen yang dapat berpikir segera lebih mendalam. Dalam
pengajarannya, Clemens mengatakan bahwa Logos adalah
mediator di antara Allah yang transenden dengan dunia dan
segala isinya. Roh Kudus adalah sinar kebenaran (Logos
11 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.64-84; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 80-81, 205-208; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 14-20.
15
menjadi kebenaran), sinar yang sebenarnya tanpa bayangan.
Sehingga pemikiran Trinitatis Clemens sangat dipengaruhi
oleh Neo-Platonisme. Logos Allah adalah gambar-Nya dan
Logos Ilahi adalah autensitas Anak dalam pikiran-Nya
(nous), dan manusia adalah gambar Logos. Manusia adalah
logikos, melampaui pikiran (nous) yang dijadikan dalam gambar
dan rupa Allah. Pikiran manusia akhirnya menjadi pikiran
Allah. Clemens juga memberikan pemikiran dalam bidang
Kristologi bahwa Logos nyata dalam manusia, baik Allah
maupun manusia adalah satu, dan menjadi mediator di
antara Allah dan manusia. Begitu juga dalam hal
soteriologi, Clemens berpendapat bahwa Dia telah menjadi
taat dalam kelemahan-Nya untuk memampukan kita memperoleh
kekuatan-Nya, memberikan diri-Nya sebagai kurban dan
memberikan diri-Nya sebagai tebusan. Clemens berpendapat
bahwa di dalam filsafat Yunani terdapat kebenaran-
kebenaran. Para filsuf Yunani telah belajar dari hikmat
Ilahi yang terpancar dari gambar Allah yang terdapat
dalam diri mereka. Dalam hidupnya, Clemens menulis tiga
karya penting yaitu: Nasihat kepada orang Yunani, Pendidik, Serba-
serbi (Stromateis).
Tokoh kedua, Origenes yang juga diberi
julukan Adamantius memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam perkembangan Kekristenan
pada Abad Ketiga. Origenes menulis On First
Principles (De Principiis) yang merupakan upaya
pertamanya dalam teologi sistematis. Dalam tulisan ini
Origenes dengan saksama meneliti keyakinan Kristen
16
tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, Penciptaan, jiwa,
kemauan bebas, keselamatan dan Kitab Suci. Origenes
mencoba di dalam berbagai cara menggambarkan kesatuan di
antara Bapa dan Logos. Origenes mendasarkan penafsirannya
atas Yohanes 5:19, “…sesungguhnya Anak tidak dapat
mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak
Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan
Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” Mengenai
Kristologi, Origenes berpendapat bahwa Kristus adalah
Allah dan manusia: kodrat ilahi dan kemanusiaan bersatu
di dalam Kristus. Logos dilahirkan secara kekal oleh
Allah sehingga Logos sama kekal dan memiliki hakikat yang
sama dengan Allah Bapa. Allah Bapa tidak ada tanpa Putra
Allah dan begitu juga sebaliknya. Akan tetapi ada segi
lain dari Origenes. Ia mengajar tentang ketigaan Allah,
tetapi menurut dia, Trinitas itu bertingkat – yaitu Bapa
lebih besar daripada Anak yang lebih besar daripada Roh
Kudus. Hanya Bapa adalah “Allah sejati”. Anak Allah sama
dengan Allah Bapa, hanya pada tingkat yang lebih rendah.
Ajaran Origenes mengenai penebusan bertentangan dengan
ajaran gereja yang ortodoks. Ia mengajarkan bahwa semua
makhluk ciptaan Allah akan mengalami keselamatan termasuk
di dalamnya iblis dan malaikat-malaikat yang memberontak
kepada Allah. Lebih dalam Origenes mengatakan keselamatan
adalah proses komplek dari re-deifikasi, kembali kepada
yang semula. Pada akhirnya segala sesuatu akan
dipersatukan kembali, maka akan terjadi lagi kejatuhan ke
dalam dosa dan terbentuklah dunia yang baru lagi.
17
Karyanya yang lain adalah Hexapla merupakan prestasi dalam
bidang kritik teks. Di dalamnya, ia mencoba menemukan
terjemahan Yunani yang terbaik bagi Perjanjian Lama, dan
dalam enam kolom sejajar ia membentangkan Perjanjian Lama
Ibrani, sebuah transliterasi Yunani, tiga terjemahan
Yunani dan Septuaginta. Against Celsus adalah karya besar
yang merupakan pertahanan bagi kekristenan terhadap
serangan kafir.
Keenam, Teologi Timur dari Origenes hingga Konsili
Nicea.12 Dalam bagian ini Lampe membahas perjalanan
sejarah Kekristenan dalam perdebatannya tentang Trinitas
dan Kristologi yang akhirnya harus diselesaikan dalam
sebuah Konsili. Perdebatan yang serius diperbincangkan
adalah pokok pikiran Arius dan Origenes tentang substansi
ke-Allah-an dan ke-manusia-an Yesus. Meskipun
Tertullianus telah merumuskan bagi Gereja bahwa Allah itu
memiliki satu hakikat: terdiri atas tiga pribadi, namun
ia belum memberi pengertian lengkap tentang Tritunggal.
Sesungguhnya, doktrin ini telah membingungkan para teolog
besar.
Dionysius, Uskup Aleksandria adalah seorang murid
Origenes yanng dalam teologi Trinitasnya mengemukakan
teologi Sabellian kepada uskup Pentapolis di Libia dan
menulis surat kepada mereka yang berisikan untuk melawan
identifikasi Sabellian tentang inkarnasi ilahi dengan
Bapa. Bagi Dionysius, Allah tidak selalu Bapa, dan tidak
12 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.85-97; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 21-25, 104-105; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 22-26.
18
ada selalu Anak. Arius dipengaruhi teologi Yunani yang
mengajarkan bahwa Allah itu unik adanya dan tidak dapat
dikenal. Menurut pemikiran itu, Allah begitu beda, yaitu
bahwa Dia tidak dapat membagi hakikat-Nya dengan apa pun.
Hanya Allah yang bisa menjadi Allah. Dalam bukunya yang
berjudul Thalia, Arius menyatakan bahwa Yesus memiliki
sifat keilahian, Namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa,
yang abadi. Kemudian Allah melahirkan Anak dari yang
tiada (ex-nihilo) oleh kehendak-Nya sendiri. Anak-Nya
merupakan manusia yang diciptakan. Ia seperti Bapa,
tetapi bukan Allah. Arius menolak untuk menyatakan bahwa
Anak sama dengan Bapa karena Anak tidak mempunyai
substansi yang sama dengan Bapa. Arius menolak pemakaian
istilah homoousios. Banyak dari antara bekas kafir
menyenangi pandangan Arius. Karena dengan pandangan itu,
mereka mendapat peluang mempertahankan ide yang telah
mendarah daging, yaitu Allah yang tidak dapat dikenal,
dan memandang Yesus sebagai pahlawan super yang bersifat
ilahi, tidak berbeda dengan pahlawan-pahlawan yang ada
dalam mitologi Yunani.
Sejalan dengan pemikiran Arius, Eusebius dari
Kaesarea sangat bersimpati dengan ajaran Arius. Dia
menulis buku yang terkenal dengan judul Sejarah Gereja (Historia
Ecclesiastica = History of the Church). Eusebius tidak mau memakai
istilah homoousios dalam hubungan Allah dengan Anak.
Eusebius menyatakan tentang kelahiran yang kekal dari
Allah Anak. Ketika istilah homoousios dimasukkan dalam
Pengakuan Iman Nicea, Eusebius mengajukan keberatannya
19
bahwa istilah tersebut terlalu jauh menyimpang dari Kitab
Suci. Walaupun kemudian ia harus menerimanya dengan
terpaksa. Mengenai Kristologi, Eusebius adalah
representasi dari teori kesatuan Logos dengan daging.
Pemikiran yang berbeda terlihat dalam pandangan
Alexander uskup Aleksandria yang tidak dapat menerima
ajaran Arius. Alexander menerima eksistensi Logos yang
mempunyai hakikat yang sama dengan Bapa. Anak dan Bapa
hakikat yang sama. Anak bukan diciptakan dari tiada,
tetapi keluar dari pangkuan Bapa.
Perbedaan pendapat ini akhirnya diselesaikan melalui
sidang para uskup di Antiokhia. Keputusan sidang adalah
mempersalahkan Arius dan merumuskan suatu pengakuan iman
yang menyatakan bahwa Anak tidak diciptakan, tetapi
dilahirkan. Anak bukan berasal dari tiada tetapi gambar
dari hakikat Bapa. Namun pertikaian tidak berhenti sampai
di situ, akhirnya Konstantinus mengadakan Konsili
Ekumenis Pertama di Nicea tahun 325 yang dikenal dengan
Konsili Nicea. Maka mereka merumuskan beberapa pernyataan
tentang Allah Bapa dan Allah Anak. Mereka menjelaskan
bahwa Anak adalah "Allah sejati dari Allah sejati,
diperanakkan bukan dijadikan dan sehakikat dengan Bapa".
Ketujuh, Perkembangan Teologi Trinitarian
setelah Konsili Nicea.13 Perkembangan teologi
Trinitarian setelah Konsili Nicea ini dikupas
13 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.98-120; bnd. F.D. Wellem, Riwayat Hidup …, hlm. 4-6, 28-29, 30-33; bnd. Tony Lane, Runtut Pijar…, hlm, 26-44.
20
Lampe secara mendalam bertolak dari pemahaman homoousios
para teolog pasca Konsili Nicea. Pemahaman yang
dibahasnya mulai dari Eusebius, Ambrosius, Athanasius,
Bapa-bapa Kapadokia, hingga Augustinus. Pergumulan
teologis gereja tersebut tak terelakkan menghasilkan
ajaran yang pada satu sisi terlalu menekankan keesaan
Allah dengan melepaskan ketritunggalan-Nya, dan pada satu
sisi juga ada yang terlalu menekankan ketritunggalan
Allah dengan melepaskan keesaan-Nya. Kelompok pertama
yang terlalu menekankan keesaan Allah dengan melepaskan
ketritunggal-an-Nya sering disebut dengan kelompok
Unitarianisme, dan kelompok kedua yang terlalu menekankan
ketritunggalan Allah, terdiri dari beberapa aliran yang
kemudian melepaskan diri dari keesaan Allah yang mutlak.
Namun secara umum gereja-gereja Tuhan pada prinsipnya
tetap menekankan ketritunggalan Allah tanpa melepaskan
diri dari keesaan Allah.
Perkataan setara dan sehakikat Yesus dengan Bapa
dalam rumusan Konsili Nicea masih diperdebatkan. Bagi
Eusebius perkataan itu tidak masuk akal. Sehingga formula
Nicea ini dinilai secara negatif. Baik Ambrosius dan
Athanasius mengakui bahwa perkataan ousia ada dalam
Alkitab, namun perkataan homoousios tidak ditemukan dalam
Alkitab. Menurut mereka istilah homoousios membawa
perbedaan: satu sisi dapat dikatakan menjadi
konsubstansial dengan yang lain bukan dengan Allah
sendiri. Penolakan terhadap keputusan Konsili Nicea ini
disampaikan oleh Eusebius.
21
Mereka yang sangat keras menolak formula Konsili ini
adalah Eustatius dan Marcellus. Mereka lebih condong
kepada pemikiran Sabellius yang pada prinsipnya
mempertahankan keesaan Allah. Dalam konsep Sabellius,
Allah memiliki satu Hypostasis namun memiliki 3 nama.
Jadi Allah yang esa dalam penyataan-Nya itu menampakkan
diri secara modalitas atau tiga bentuk penampakan diri.
Dalam Perjanjian Lama, Allah menampakkan diri sebagai
Bapa yang bertindak sebagai Sang Pencipta dan pemberi
taurat. Kemudian, Allah yang esa dan sama itu menyatakan
diri-Nya dalam diri Sang Anak, yaitu sebagai Juruselamat
untuk menebus dosa umat manusia. Akhirnya Allah yang esa
dan sama itu setelah kematian dan kebangkitan Yesus pada
hari Pentakosta menyatakan diri-Nya sebagai Roh Kudus.
Dengan pola pikir modalisme, Sabellius memang berhasil
mempertahankan keesaan Allah tetapi pada sisi lain ia
mengorbankan pluralitas Allah. Konsep tritunggal menurut
Sabellius sebenarnya tidak lebih sebagai proses urut-
urutan penampakan Allah yang esa dalam berbagai momen
sejarah.
Melawan pandangan Sabellius tersebut maka Athanasius
memberikan pandangan yang berbeda. Dalam ajarannya,
Athanasius sebenarnya tetap mengakui keesaan Allah, namun
pada saat yang sama Allah yang esa itu pada hakikatnya
adalah Allah Tritunggal. Sehingga kedudukan Yesus selaku
Firman tidak berada di bawah Allah dan Ia juga bukan
ciptaan seperti yang dikatakan oleh Arius. Jadi dalam
pemikiran Athanasius, Yesus selaku Firman Allah pada
22
hakikatnya Ia adalah Allah. Selaku Firman Allah, Yesus
telah berada sejak kekal, tidak berawal, dan Ia sehakikat
dengan diri Allah. Karena itu Athanasius menolak
pemikiran Origenes yang mengajarkan bahwa Yesus selaku
Firman adalah “Theos Deuteros” (Allah berpangkat dua). Sebab
dalam pemikiran Athanasius, Allah dan Yesus itu satu
homousios sehingga keilahian Anak identik dengan
keilahian Allah. Kepenuhan keilahian Bapa adalah
keberadaan (to enai) dari Anak. Jadi Allah Bapa dan Anak
dalam pemikiran Athanasius memiliki kesatuan hakikat
(oneness of essence).
Pandangan Athanasius didukung oleh Tiga Serangkai
dari Kapadokia14, yang kemudian memunculkan ide/pengertian
Trinitas. Bapa-bapa Kapadokia mempersembahkan uraian yang
jelas mengenai hubungan antara kesatuan dan ketigaan
Allah. Namun penjelasan mereka sekaligus membuat mereka
peka terhadap triteisme (percaya kepada tiga Allah).
Pemikiran lain yang muncul dalam hal Tritunggal ini
adalah pemikiran Augustinus. Dalam bukunya yang berjudul
On the Trinity (399-419), Augustinus memulai dari pemikiran
kesatuan (one-ness) dari esensi keilahian dan mencoba
14 Pandangan Athanasius tersebut didukung oleh 3 serangkai dariKapadokia, yaitu Basilius yang Agung Uskup Kaisarea dan MetropolitanKapadokia, Gregorius dari Nyssa, dan Gregorius dari Nazianzus. Merekasepikir dan sepakat menyatakan dalam diri Allah terdapat kesatuanilahi di antara ketiga keilahianNya. Hanya bedanya, jika Athanasiusmenekankan “konsubstansialitas” antara ketigaNya; maka menurut tigaserangkai dari Kapadokia di antara ketiga keilahian itu tetapmemiliki perbedaannya, dan masing-masing memiliki hypostasis. Dariketiga serangkai dari Kapadokia tersebut memunculkan ide “Trinitas”yaitu: Tiga pribadi dalam satu keallahan. Mereka tetap menekankankeesaan Allah, tetapi juga pada saat yang sama menegaskan bahwaketiga keilahian Allah tetap memiliki kekhasan.
23
memahami dari anggapan dasar ini menuju pernyataan
rasional dari Teologi Trinitarian. Agustinus mengatakan
bahwa Trinitas adalah satu dan hanya Allah yang benar,
dan bagaimana Allah, Anak dan Roh Kudus dipercayai
menjadi saru dan memiliki substansi dan esensi yang sama.
Trinitas itu sendiri adalah Allah.
Kedelapan, Perdebatan Kristologi.15 Perdebatan Kristologi
ini dibahas oleh Lampe dengan memaparkan pemikiran-
pemikiran para tokoh Gereja. Menurut Lampe, perdebatan
ini masih membicarakan topik “Alllah” dan “Firman”
sehingga perdebatan ini sangat tergantung pada
soteriologi. Secara umum orang Kristen setuju bahwa
mereka ingin penegasan bahwa di dalam Kristus Allah telah
mendamaikan diri-Nya dengan dunia ini: bahwa Yesus
Kristus adalah Inkarnasi Logos. Namun masalahnya adalah
bagaimana penegasan ini diputuskan tanpa berlawanan dan
tanpa mengurangi kekuatan mereka. Athanasius mengatakan
bahwa Logos adalah subyek penglaman asli manusia tanpa
berhenti pada subyek kekekalan dan tindakan ilahi.
Apollinarius percaya bahwa Yesus Kristus adalah Logos
ilahi. Cyrillus dari Aleksandria mengatakan bahwa Anak
bukanlah dua kodrat, melainkan kodrat inkarnasi dari
Allah dan Firman. Artinya ada kesatuan kodrat (henosis
physike) dari tubuh dan Logos; ada ‘satu kodrat, satu
hipostasis, satu pribadi (prosopon), keseluruhannya adalah
Allah dan Manusia. Tubuh Kristus adalah Tubuh Allah, dan
bukan konsubstansial dengan tubuh manusia. Dalam15 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.121-148.
24
kesimpulannya, Apollinarius menyatakan bahwa Inkarnasi
artinya bukan Kristus manusia melainkan Kristus sebagai
manusia. Didymus menyatakan hal yang sama bahwa jiwa
Kristus efektif dalam keselamatan jiwa kita. Gregorius
dari Nyssa mengatakan bahwa ada ‘percampuran’ kodrat
Allah dengan kodrat manusia. Gregorius dari Nazianzus
mengatakan bahwa bentuk Logos adalah kodrat yang sudah
sempurna. Keilahian tidak secara langsung menyatu dalam
daging, jiwa dan pikiran manusia. Gregorius menyatakan
bahwa ada dua kodrat, Allah dan manusia, tetapi bukan dua
Anak atau dua Allah. Kodrat itu dibedakan dengan Allah
dan Anak memiliki satu hal dan hal yang lain, tetapi
tidak menjadi dua pribadi. Kesatuannya adalah
‘substansial’.
Kristologi Diodore mengatakan bahwa Kristologi adalah
sesuatu yang unik dalam Inkarnasi. Di dalam Kristus Logos
sudah sempurna dan permanen. Theodore dari Mopsuestia
dalam Catechetical Homilies-nya mengatakan bahwa tubuh Kristus
adalah tubuh ilahi yakni tubuh Allah. Di dalam Kristus
sudah sempurna tubuh dan jiwa-Nya.
Pendapat Nestorius dalam bukunya Book of Heracleides
secara jelas membedakan antara keilahian dan kemanusiaan.
Anak Daud dan Anak Allah adalah dua kodrat yang berbeda
sebab bagi Nestorius ‘kodrat’ (physis) merupakan objek
realitas. Logos adalah Allah yang menyatu dengan manusia.
Cyrillus memaparkan Kristologi yang berbeda. Bagi
Cyrillus suatu keberadaan, pribadi dari Logos yang kekal
adalah subyek dari pengalaman manusia. Dasar Kristologi
25
Cyrillus adalah ‘satu Inkarnasi kodrat Allah dan Firman’.
Cyrillus tidak menolak keilahian dan kemanusiaan Kristus.
Kristus adalah ‘dari dua’ dan keduanya dibedakan secara
‘obyek’.
Akhirnya perdebatan Kristologi ini diselesaikan
dengan Konsili Ekumenis Ketiga di Efesus tahun 431 yang
dikenal dengan Konsisi Efesus. Dalam Konsili ini kelompok
Nestorius dihukum. Konsili ini juga memutuskan masalah
gelar Maria sebagai “Bunda Allah” (Theotokos) disetujui.
Selanjutnya perdebatan Kristologi ini masih terus
diperbincangkan oleh tokoh-tokoh lain seperti: John dari
Antiokia, Acacius, Domnus, Eutyches, Leo, Doscorus,
Teodosius II, Tomotius Aelurus, Severus, Yustinus,
Leontius, Ibas. Ajaran Eutyches mengenai hubungan antara
keilahian dan kemanusiaan pada diri Yesus adalah setelah
penjelmaan satu pribadi atau hipostasis Allah manusia,
Yesus Kristus, Putra Allah dan putra Maria, ditempatkan
atau ditampung oleh satu hakikat (monofisit) yang mencakup
baik yang ilahi maupun yang manusiawi. Perdebatan mereka
ini juga akhirnya diselesaikan dalam Konsili Nicea Kedua
tahun 787 (Konsili Ekumenis Ketujuh). Pada konsili ini
tema yang dibahas adalah mengenai gambar Kristus,
Theotokos, malaikat dan orang-orang kudus. Konsili ini juga
mengatur penghormatan terhadap icon-icon suci. Konsili
ini lebih dimaksudkan untuk mengurus apa yang disebut
kontroversi “ikonoklasme”.16
16 Konsili ini menghukum berbagai tulisan dari tiga pendukungNestorius yakni Theodorus dari Mopsuestia, Theodoret dari Cyrrhus,dan Ibas dari Edessa. Politik sekuler dan gerejawi masuk ke dalamkotroversi ikonoklas hingga mendalam. Ini hendak mengatakan, bahwa
26
Kesembilan, Keselamatan, Dosa, dan Anugerah.17 Dalam
bahasan ini Lampe menjelaskan bahwa ada dua ide sentral
yang dibahas para penulis pada periode ini yaitu: pertama,
konsep ‘deifikasi’ atau ‘divinisasi’ sebagai tujuan
keselamatan dan sebagai proses berkat keselamatan, buah
dari pekerjaan Kristus. Kedua, penafsiran pekerjaan
keselamatan Kristus sebagai sebuah ‘perubahan tempat’ di
mana Logos/Anak menjadikan diri-Nya berdosa agar manusia
yang berdosa diselamatkan. Menurut Plato, tujuan jiwa
harus bebas dari dunia dan menjadi berasimilasi dengan
Allah. Pendapat tentang keselamatan, dosa dan anugerah
ini dibahas oleh Irenaeus, Theofilus dari Antiokia,
Clemens, Origenes, Cryllus dari Aleksandria, Gregorius
dari Nyssa dan lain sebagainya. Irenaeus percaya bahwa
Mazmur 82:6 telah dipenuhi bagi orang Kristen. Bagi
Origenes, keselamatan berarti deifikasi atau redeifikasi.
Cyrillus dari Aleksandria mengatakan bahwa manusia
menjadi Allah dan hal ini mungkin terjadi sebab deifikasi
manusia itu sendiri di dalam Kristus. Gregorius dari
Nyssa mengerti betul bahwa keselamatan adalah hal yang
sangat penting sebab manusia adalah dari sintetis jiwa
dan tubuh.
Menurut Eusebius, Athanasius, Maximus Pengaku dan
John dari Damaskus, deifikasi selalu merupakan pekerjaankeluarga kekaisaran dan istana Bizantium terbagi menjadi kelompokikonoklas dan ikonofil sepanjang garis politik dan atas dasarkeagamaan. Sosok paling penting satu-satunya adalah Irene yangbertindak sebagai wali raja, yang sekali lagi menggambarkan peranwanita-wanita dalam konsili-konsili. (Lih. Norman P.Tanner, Konsili-Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Pustaka Teologi &Kanisius, 2003), hlm. 48-52. 17 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.149-169.
27
Tuhan, yang digerakkan oleh Roh Kudus. Maximus menekankan
aturan manusia sebagai peserta di dalam dua bidang dan
konsekuensi implikasi kosmik dari keselamatannya. Menurut
Augustinus, pembenaran berimplikasi pada deifikasi, sebab
dengan pembenaran manusia Allah membuat mereka anak-anak-
Nya; jika kita menjadi anak-anak Allah. Dasar dari
deifikasi itu sendiri adalah Inkarnasi. Keselamatan
menurut Augustinus adalah pembaharuan manusia di dalam
gambar Allah. Jiwa manusia bukan bagian dari Allah.
Origenes dan Chrysostomus berpendapat bahwa kebebasan
manusia akan mengambil inisiatif di dalam pertobatan dan
iman. Kebebasan adalah pusat penting dalam pembelaan
orang Kristen melawan fatalisme penyembah berhala. Bagi
Ignatius dan Melito, anugerah dilihat sebagai
karkateristik yang membedakan orang Kristen dengan
legalisme pra-Kekristenan. Anugerah dilihat secara
bersamaan dengan kehendak bebas manusia.
Perdebatan lain yang dibahas Lampe adalah perdebatan
Augustinus dengan Pelagius. Perdebatan ini telah dibahas
dalam makalah konsentrasi I.
Kesepuluh, Gereja dan Sakramen.18 Dalam bagian ini Lampe
membahas kesatuan Gereja akibat konflik di antara tiga
kelompok yakni: Tertullianus, Cyprianus, dan Novatianus.
Perdebatan yang utama dalam hal ini adalah dosa post-
baptisan diakhiri dengan kemenangan dengan pandangan
bahwa Gereja menjadi garansi rekonsiliasi dan pertobatan.
Bagi Novatianus, mereka yang di luar Gereja Kristus
bukanlah seorang Kristen. Di luar Gereja tidak ada18 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.170-180.
28
baptisan juga tidak ada anugerah. Tertullianus dan
Irenaeus mengatakan bahwa Gereja bergantung kepada
suksesi kepausan yang dipimpin oleh uskup. Walaupun
Gereja itu dipimpin oleh uskup namun gereja itu sendiri
terdiri dari para uskup, presbiter, dan kaum awam. Teori
Cyprianus mengenai Gereja membahas tentang ‘keseluruhan’
dan konsistensi. Persekutuan orang Kristen dilihat
sebagai bagian yang digerakkan oleh Roh Kudus. Prinsip
Cyprianus adalah seluruh umat yang tidak pernah dibaptis
harus dapat diterima menjadi anggota jemaat Gereja
walaupun mereka adalah petobat dari kafir.
Pandangan lain yang dibahas Lampe adalah pandangan
Augustinus tentang Gereja. Bagi Agustinus gereja terdiri
dari dua bagian yaitu: (1) Gereja yang kelihatan (Visible
Church) – gereja yang tidak sempurna – yang penuh cacat dan
cela; dan (2) Gereja yang tidak kelihatan (Invisible Church) –
gereja yang sempurna atau ideal. Gereja yang kelihatan
adalah bayang-bayang dari gereja yang tidak kelihatan.
Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya
sakramen bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang
melayankan sakramen tetapi bergantung kepada Kristus
sendiri. Pelayan sakramen hanyalah alat dari Kristus.
Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima sakramen
baptisan yang dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan
diri sebagai sakramen yang sah. Jikalau ada orang
Donatisme yang kembali kepada gereja yang resmi, mereka
tidak perlu dibaptiskan kembali.
29
2.3 TEOLOGI KRISTEN TIMUR TAHUN 600 - 1453 (Kallistos Ware)19
Teologi Kristen Timur tahun 600 – 1453 ini dibahas
Ware dalam lima bagian yakni: Ciri umum Teologi
Bizantium, Abad Ketujuh Monotheletes; St.Maximus Pengaku,
Perdebatan Ikonoklas, Konstantinopel dan Roma, dan
Teologi Mistik: St.Simeon Teolog Baru dan Hesykhast.
Pertama, Ciri umum Teologi Bizantium.20 Ware mencoba
menjelaskan bahwa sebenarnya para ahli sejarah membedakan
Kekaisaran Bizantium dan Roma, tetapi tidak ada demarkasi
yang jelas di antara keduanya satu dengan yang lain.
Menurut Ware paling tidak dalam sejarah teologi Yunani
dari tahun 325 hingga 1453, ada empat periode utama yang
bisa dibedakan yaitu:
(i) Tahun 325 – 381: dari Konsili Ekumenis pertama
hingga kedua. Diskusi doktrinal dalam periode ini
adalah pengajaran Trinitas.
(ii) Tahun 431 – 691 : dari Konsili Ekumenis ketiga
hingga keenam. Diskusi doktrinal dalam periode ini
adalah Kristologi.
(iii) Tahun 726 – 843 : membicangkan tentang
perdebatan ikonoklas.
(iv) Tahun 858 – 1453 : dari kenaikan Partiarkh
Phontius hingga kejatuhan Kekaisarannya yang
didominasi dua perkembangan:
19 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.180-225.20 Ibid., hlm.183-186.
30
(a) Perkembangan Negatif, dengan pertumbuhan
pemisahan di antara Yunani Timur dan Latin
Barat.
(b) Perkembangan Positif, dengan meningkatnya
pengertian teologi mistik.
Kedua, Abad Ketujuh, Monotheletes; St.Maximus Pengaku.21
Dalam bagian ini Ware membahas perdebatan Kristologi yang
telah dimulai sejak abad kelima dan keenam. Pusat diskusi
bukan lagi membahas kata ‘kodrat’ (physis), tetapi istilah
‘energi’ (energeia) dan ‘kehendak’ (thelema). Apakah Inkarnasi
Yesus memiliki dua energi atau satu energi, ataukah
memiliki dua kehendak atau satu kehendak? Pada permulaan
abad ketujuh sudah ada yang berusaha untuk meredakan
perdebatan ini dengan pemahaman ‘monofisit’. Patriarkh
Sergius I Konstantinopel (610-638) menyarankan jalan
kompromi bahwa walaupun Inkarnasi Kristus memiliki dua
kodrat, di dalam Dia hanya ada satu ‘energi’. Kemudian
Sergius memodifikasi terminologinya dengan mengatakan
bahwa Kristus memiliki hanya satu keinginan. Pandangan
ini dikenal sebagai Monotheletisme. Paham ini dikutuk
pada Konsili Lateran tahun 649.
Pendapat lainnya adalah St.Maximus Pengaku (kira-kira
580-662). Dia mengatakan bahwa bukan hanya dua ‘kodrat’
di dalam Kristus, tetapi juga ‘satu kodrat’: hal itu
semuanya tergantung pada bagaimana kata physis dimengerti.
Maximus penentang utama doktrin satu kehendak. Maximus
percaya keseimbangan bahwa rumusan ‘satu energi’ adalah21 Ibid., hlm.187-190.
31
penafsiran orthodoks. Maximus mengemukakan bahwa Yesus
Kristus bukan manusia sejati, kecuali Ia mempunyai
kehendak sendiri sebagai manusia. Yesus Kristus mempunyai
dua kehendak sebab Ia mempunyai dua kodrat. Pengajaran
Maximus semakin berkumandang setelah kematiannya dan
dikonfirmasikan pada Konsili Ekumenis Keenam di
Konstantinopel atau dikenal dengan Konsili Konstantinopel
III (680-681). Dalam Konsili ini pengakuan dogmatik yang
dinyatakan bahwa Tuhan kita Yesus Kristus bukan hanya
memiliki dua kodrat tetapi ‘dua kodrat keinginan dan dua
kodrat energi tanpa pemisahan, tanpa perubahan, tanpa
pembagian, dan tanpa membingungkan… Konsili ini
menandakan berakhirnya masa dalam diskusi Kristologi.22
Ketiga Perdebatan Ikonoklas.23 Dalam bagian ini Ware
membahas perdebatan seputar ikon yang sudah menjadi bahan
diskusi hampir 120 tahun sejak tahun 726 hingga 843.
‘Ikon’ atau gambar yang dimaksudkan adalah gambar
keagamaan yang menggambarkan Juruselamat, Bunda Maria
atau salah satu dari malaikat atau orang kudus. Selama
perdebatan ini sedikitnya ada dua dimensi penting yang
selalu muncul dalam perdebatan ini yaitu: gambar-gambar
pada kayu atau gambar dalam dinding. Pemakaian gambar-
gambar ini akhirnya disetujui di dalam Gereja.
22 Konsili ini mengakhiri monothelitisme sekaligus mendefinisikan duakodrat dan kehendak dari Kristus (ilahi dan manusiawi) sebagai suatuprinsip yang berbeda dalam operasionalnya. Konsili ini mengutuk(anathematizing) Sergius, Pyrrhus, Paul, Macarius, dan para pengikutnya.23 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.191-200.
32
Menurut Eusebius dari Kaisarea (†339), ikon sangat
penting menunjukkan gambaran ‘sejarah’ Kristus, ‘bentuk’
kemanusiaan-Nya. Pada tahun 650 – 700 usaha pertama yang
dibuat oleh penulis Kristen untuk menetapkan ajaran dasar
bagi pertumbuhan budaya ikon-ikon dan untuk merumuskan
teologi Kristen tentang seni. Kaisar Leo III dari
Isaurian (717-741) mulai melawan ikon-ikon ini tahun 726.
Leo berusaha untuk menang atas Paus Gregorius II namun
tidak berhasil. Pada tahun 730 Leo dalam gerakan silentium
– campuran majelis imam dan kaum awam – di Konstantinopel
menghancurkan seluruh patung baik di dalam tempat-tempat
ibadah dan rumah-rumah pribadi. Lebih jauh Ware
mengatakan bahwa ikonoklasme tidak dengan mudah
dijelaskan sebagai importasi dari sumber-sumber non-
Kristen, tatapi hal ini merupakan gerakan yang kuat di
dalam persekutuan orang Kristen.
Usaha perlawanan lainnya dilakukan oleh Konstantinus
V (741-775) anak Kaisar Leo III. Konstantinus yang
pandangan Kristologinya menekankan monofisit mengatakan
bahwa yang dihukum bukan hanya pemujaan ikon-ikon saja
melainkan harus seimbang yakni benda-benda yang
ditinggalkan masa lalu dan juga yang dipraktikkan yang
sudah lama diterima di dalam gereja. Hieria membarui
penghukuman atas ikon-ikon tetapi menolak dengan halus
persetujuan teori monifisit tentang pribadi Kristus.
Tahun 780 Irene mengakhiri perdebatan ikonoklas dan
tujuh tahun kemudian pemujaan ikon-ikon diumumkan pada
Konsili Kedua Nicea (Konsili Ketujuh Ekumenis).
33
Kendatipun demikian perdebatan ini masih mendua. Paus
mulai dari Gregorius II dan seterusnya mendukung
pemakaian ikon-ikon tetapi Hadrian I (772-795) menerima
keputusan Konsili Ketujuh Ekumenis tersebut. Mengapa
demikian? Menurut Ware ada beberapa alasannya yaitu:,
hubungan politik pada saat itu tegang antara Karel Agung
dan Bizantium. Menurut Karel Agung, ikon-ikon dapat
dilakukan di dalam Gereja tetapi tidak menyetujui
proskynesis.
St.John dari Damaskus membedakan jenis ikon-ikon ini
yaitu: ‘alami’ (physike), ‘dengan imitasi’ (mimetike), dan
‘artistik’ (technike). Artinya: (i) Kristus adalah ikon
‘alami’ dari Bapa (Kol.1:15); (ii) Manusia adalah ikon
Allah ‘dengan imitasi’; sebab Ia dijadikan ‘menurut
gambar dan rupa Allah (Kej.1:26); (iii) Gambar yang
ditempelkan pada Gereja adalah ikon ‘artistik’.
Sengketa ikonoklasme sama sekali tidak dapat
dipandang sebagai perselisihan antara Timur dan Barat.
Sengketa ini pertama-tama menyangkut konflik intern
Gereja Yunani. Gereja ini berikhtiar membela kebebasannya
dari intervensi Negara. Sengketa ini telah memperlebar
jarak antara Roma (Barat) dan Konstantinopel (Timur).
Akibat krisis ini Gereja Bizantium terbelah dua bagian
yang tak terdamaikan satu sama lain. Keadaan ini
mematangkan munculnya pelbagai kekerasan dan
penganiayaan. Bahkan dengan perdebatan ini terjadilah
pertobatan yang menentukan dalam Sejarah Gereja Timur.24
24 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sketsa Sejarah Gereja Abad I-XV, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 146-147.
34
Keempat Konstantinopel dan Roma.25 Dalam bagian ini
Ware membahas ketegangan-ketegangan yang dihadapi oleh
Konstantinopel dan Roma. Pemisahan di antara
Konstantinopel dan Roma ini diakibatkan banyak faktor
misalnya faktor ajaran, politik (sekuler) sehingga kedua
kubu ini saling bermusuhan satu dengan yang lainnya.
Sejak abad keenam dan seterusnya faktor politik dan
keutuhan budaya merupakan persoalan yang sangat
menentukan. Tahun 330 Konstantinus mendirikan pusat
kekaisaran baru di Konstantinopel sebagai tambahan pada
kekaisaran Roma Lama di Italia. Sejak abad ketujuh Timur
dan Barat menjadikan mereka sangat berbeda dengan
mengisolasi diri satu dengan yang lainnya.
Perpecahan di antara Gereja Konstantinopel dan Roma
dapat dilihat dari perdebatan mereka atas kata filioque
(‘dan dari Anak’) yang dimasukkan oleh Gereja Barat
(Latin) ke dalam teks Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel
untuk mengatakan bahwa Roh Kudus berasal ‘dari Bapa dan
Putra’. Gereja Konstantinopel menentang filioque karena dua
alasan. Pertama, konsili-konsili ekumenis telah melarang
mengubah Simbol Iman (Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel). Hanya
konsili ekumenis yang dapat membatalkan keputusan konsili
ekumenis sebelumnya. Kedua, filioque itu secara teologis
salah. Gereja Konstantinopel menanyakan apakah seharusnya
25 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.201-215. GerejaBarat (berbahasa Latin) dengan pusat kekuasaan di Roma (Paus) yangdisebut juga Gereja Katolik Roma (GKR); dan Gereja Timur (berbahasaYunani) dengan pusat kekuasaannya di Konstantinopel (Batrik) yangdisebut juga Gereja Orthodoks.
35
kata filioque dimasukkan ke dalam Pengakuan Iman? Apakah
ajaran filioque itu benar?26
Menurut Photius ada tiga alasan menolak perkataan
filioque dalam Pengakuan Iman tersebut yaitu: (i) Kata
filioque mengimplikasikan bahwa ada dua ‘kasus’ atau
‘prinsip’ di dalam Ke-Allah-an, sehingga memperkenalkan
sebuah pembagian ‘Manikhean’ ke dalam ajaran Trinitas.
(ii) Pendukung filioque mengerti Trinitas di dalam istilah
Neoplatonik ‘keberadaan jarak’. (iii) Dengan memasukkan
kata filioque maka pemahaman Trinitas jatuh ke dalam
pemahaman ‘semi-Sabellianisme’. Karena alasan itu (dan
beberapa yang lain) selama Photius telah terjadi skisma –
yang dikenal di Barat dengan skisma Photius. Tetapi
perpecahan final terjadi pada tahun 1054, ketika Kardinal
Humbertus da Silvacanandida, utusan paus, menyatakan
bahwa Konstantinopel, Mikhael Cerularius, itu musuh dan
memisahkan kesatuan dengan seluruh Gereja yang dia
wakili. Sikap yang tidak kalah garang pun diperlihatkan
oleh Cerularius yang mengutuk tanpa ampun Gereja Barat
dan antek-anteknya.27
Kelima Teologi Mistik: St.Simeon Teolog Baru dan
Hesykhast.28 Dalam bagian ini Ware membahas perkembangan
teologi mistik di dunia kekristenan. Memang teologi ini
berkembang sekitar abad keempat belas namun cikal-
bakalnya sudah dimulai sejak abad ketiga oleh Origenes26 Bnd. Eddy Kristiyanto, Gagasan yang Menjadi …, hlm. 160.27 Bnd. Eddy Kristiyanto, Visi Historis Komprehensif: Sebuah Penganta, (Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 65-66.28 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.216-225.
36
dan St.Gregorius dari Nyssa dan abad keempat oleh Pontus.
Penulis lainnya yang tidak dikenal adalah Makarian Homilies
(pada akhir abad keempat hingga permulaan abad kelima),
kemudian St.Diadokhus dari Photikus (pertengahan abad
kelima), St.Dionysius Areopagita (akhir abad kelima
hingga permulaan abad keenam), St.Maximus Pengaku dan
St.Isaac Niniwe (akhir abad ketujuh).
Ware menjelaskan tiga hal penting yang cukup berarti
dalam perkembangan tradisi teologi mistik ini.
(1) Penulis spiritual Yunani menekankan ‘otherness’
(kualitas) Allah yang melawan keras pendapat Eunomius
yang mengklaim esensi keilahian bisa dimengerti bahwa
kemanusiaan sama dengan Allah sendiri. Gregorius dari
Nyssa berpendapat bahwa kita dapat menyadari kehadiran
Allah, tetapi tidak pernah merasakan esensi-Nya. Dengan
demikian visi mistikal Allah bukan hanya sebuah visi
immanen-Nya melainkan transenden dan tanpa batas-Nya:
artinya ketika kita berhadapan dengan Allah, kita
merasakan seolah-olah kita tidak pernah bertemu
sebelumnya. St.Dionysius membedakan dua metode teologi
yang berbeda yakni: jalan afirmasi (katapatik=pengetahuan
tentang Allah atau teologi affirmatif) dan jalan
penyangkalan (apopatik atau teologi negatif). Katapatik
teologi berisikan tentang apakah Allah itu: Allah itu
ada, baik, bijaksana, kasih, dan disukai. Teologi negatif
menolak gambaran manusia di dalam pengalaman Allah.
(2) Teologi mistik ini juga berisikan kemungkinan
kenyataan dan tanpa kesatuan dengan dewa. Menggambarkan
37
kesatuan ini, penulis Yunani baik Kristen maupun non-
Kristen menggunakan dua simbol berlawanan namun tidak
bertentangan yaitu: simbol kegelapan dan simbol terang.
Pemimpin ‘mistik kegelapan’ adalah Gregorius dari Nyssa
dan Dionysius. Dan penulis ‘mistik terang’ adalah
Origenes, Evagrius, dan Makarian Homilies dan terakhir
Simeon Teolog Baru dan Gregorius Palamas.
(3) Pada tingkat praktis, penulis spritual Yunani
merekomendasikan satu cara berdoa yaitu: “Tuhan Yesus
Kristus, Anak Allah, kasihanilah saya”.
Selanjutnya Ware menjelaskan lebih dalam lagi
pemahaman Simeon tentang ‘mistik terang’. Simeon disebut
‘orang mistik yang paling menonjol’ di antara para mistik
dari Bizantium Abad Pertengahan. Ia diberi gelar “Teolog
Baru”. Mistik terang bukanlah simbolikal dan imaginari
tetapi sebuah eksistensi realitas meskipun immaterial.
Simeon melukiskan pemandangan Allah sebagai terang ilahi
yang tak diciptakan dan tak kelihatan.29 Pemahaman Simeon
ini ditentang oleh kelompok Hesykast (hesykast berasal dari
hesycia: keheningan, kesunyian). Hesykast adalah seseorang yang
menjauhi diri dari dunia dan mencari Allah melalui doa-
doa yang menekankan meditasi secara diam dengan posisi
badan tertentu. Ada dua orang figur yang terkenal dalam
kelompok ini yaitu: St.Gregorius dari Sinai (1255-1346)
dan St.Gregorius Palamas.
Palamas berusaha menjelaskan Hesykast yang terdiri
dari dua inti utamanya: (i) Allah hanya dapat dikenal
29 Bnd. Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm.67.
38
dalam keheningan; (ii) Metode fisik doa menggunakan
superstitious. Pandangannya ini mendapat kritik dari
Barlaam yang mengatakan bahwa Hesykast condong kepada
materialisme. Perdebatan ini sangat panjang dan diuraikan
Ware secara rinci dalam buku ini. Namun perdebatan ini
pun kadang bisa mencapai kesepakatan tapi dilanjutkan
kembali ke topik lainnya. Misalnya saja mengenai Allah
mereka berdua sepakat bahwa Allah tak dapat dikenal.
Namun kesepakatan ini pun juga masih terus diperdebatkan
oleh mereka berdua.
2.4 TEOLOGI KRISTEN ABAD PERTENGAHAN 604 - 1350 (David
Knowles)30
Teologi Kristen Abad-abad Pertengahan ini dibahas
Knowles dalam enam pokok bahasan yaitu: Dari Gregorius
Agung, Roma dan Konstantinopel; Dari Karel Agung
(Charlemagne) ke Abad Ketujuh; Masa Kebangunan dan Reform
1000 – 1150; Teologi Skolastik Pertama kira-kira tahun
1050 – 1200; Masa Keemasan Skolastisisme; dan Skolastik
kemudian. Secara umum topik yang dibahas Knowles ini
memiliki sedikit kesamaan dengan pembahasan Ware dan
Lampe di atas, sehingga dalam pembahasan yang sama
nantinya tidak akan diulangi lagi dalam laporan ini.
Namun hal yang belum diuraikan Ware dan Lampe akan
dilaporkan dalam laporan ini.
30 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.227-286.
39
Pertama, Dari Gregorius Agung Roma dan Konstantinopel.31
Pada bagian ini, Knowles membahas perdebatan
Monotheletis, ikonoklast, Adopsionis Spanyol, perdebatan
Filioque, perkembangan disiplin penebusan dosa dan
indulgensia. Mengenai perdebatan Monothelete, ikonoklast,
dan Filioque sudah dibahas oleh Lampe dan Ware. Memang
ketiga topik ini diuraikan lagi oleh Knowles secara
terinci dan mendalam. Ajaran Adopsionis adalah ajaran
yang menganggap bahwa Yesus diadopsi sebagai Anak oleh
Allah Bapa pada saat baptisan-Nya. Ajaran ini sudah
dikenal sebagai ajaran Bapa Gereja Latin yang membedakan
keilahian dan kodrat kemanusiaan di dalam Kristus dan
menekankan bahwa ketika Anak memiliki kekekalan dari
Allah, keilahian Pribadi telah diberikan kepada-Nya atau
‘diasumsikan’ di dalam kodrat kemanusiaan (homo assumptus)
pada saat pertama di dalam kandungan Perawan Maria. Hal
ini mungkin terjadi dalam liturgi Mozarabik Spanyol pada
rumusan kuno yang menganggap Pribadi dari Firman adalah
kodrat manusia yang digambarkan sebagai ‘adopsi’.
Penjelasan ini dibuat oleh Elipandus untuk melawan ajaran
Migetius yang mengatakan bahwa Yesus satu di antara tiga
Pribadi Trinitas. Konsili mengkritik Migetius dan
menerima bahwa Anak Manusia adalah diadopsi Anak Allah.
Namun Hadrianus memberikan penjelasan yang sangat hati-
hati, menghukum ekspresi ‘adopsi anak’ yang digunakan
kepada Kristus.
31 Ibid., hlm.231-241.
40
Kedua, Dari Karel Agung (Charlemagne) ke Abad
Ketujuh.32 Dalam bagian ini Knowles membahas tiga hal
yaitu: perdebatan Eukaristi (Perjamuan Kudus),
predestinasi dan pemutusan hubungan di antara Timur dan
Barat. Perdebatan Eukaristi ini berkaitan dengan
kehadiran Yesus Kristus di dalam Perjamuan Kudus.
Beberapa pemahaman tentang kehadiran Yesus dalam
Perjamuan Kudus ini bermunculan. Di Barat, St.John
Chrysostomus dan St.Ambrosius mengatakan bahwa tubuh
Kristus seolah-olah berdiam do dalam roti dan anggur
sebagai kehadiran mujizat transformasi dan penciptaan.
Augustinus mengatakan Perjamuan Kudus sebagai misteri dan
sebagai sebuah simbol yang efektif dalam kehadiran
Kristus dan kesatuan iman. Rabanus Maurus (784-856)
mengatakan bahwa kehadiran Kristus merupakan hal yang
sangat penting dan nyata antara penerima dan ketika
menyatu dengan Tuhan di dalam sakramen. Gottschalk
berpendapat bahwa kehadiran Tuhan bersifat objektif.
Ratramnus (wafat 868) mengatakan bahwa kehadiran Kristus
merupakan kehadiran spritual tetapi nyata.
Perdebatan lain yang Knowles bahas ialah perdebatan
predestinasi. Perdebatan ini bermula dari pengajaran
Gottschalk (wafat 868-9). Pengajarannya ini dipengaruhi
oleh pengajaran Augustinus. Gottschalk mengatakan bahwa
manusia berdosa tidak dapat berbuat yang baik tanpa
anugerah Allah, anugerah Allah yang cuma-cuma. Tidak
semua manusia diselamatkan; akhirnya Allah tidak
menyelamatkan semua manusia. Rabanus menyampaikan risalah32 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.242-245.
41
Gottschalk ini kepada uskup agung Hincmar dari Rheims
(wafat 882) sehingga Gottschalk dihukum dan dipenjarakan.
Hincmar memberikan sanggahannya yang hampir sama dengan
pemikiran Augustinus yang menekankan Kristus mati bagi
semua manusia. Namun Ratramnus sahabat Gottschalk yang
sangat Augustinian melawan pemikiran Hincmar dengan
mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah berdosa
(massa damnata). Akhirnya perdebatan ini diselesaikan dengan
sebuah konsili regional yang memutuskan empat keputusan
yang anti-Augustinus yaitu: (1) Hanya satu predestinasi
yaitu atas mereka yang terpilih dan hal ini tidak
tergantung pada penilaian jasa mereka. (2) Kebebasan
manusia telah hilang karena dosa dan diperbaharui oleh
anugerah. (3) Allah menginginkan keselamatan bagi semua
manusia. (4) Kristus menderita untuk semua manusia.
Mengenai pemutusan hubungan Timur dan Barat, ini
sudah dibahas oleh Ware. Namun Knowles mau menjelaskan
bahwa sebenarnya pemutusan hubungan ini pada dasarnya
diakibatkan oleh faktor sosial dan politik yang sedang
terjadi di Timur dan di Barat. Sebenarnya tidak pernah
terjadi pertikaian maupun permusuhan Gereja Timur dengan
Gereja Barat. Perdebatan mereka hanya seputar doktrin Roh
Kudus dan Anak (Filioque). Gereja Barat sendiri tidak pernah
menghukum Gereja Timur sebagai musuh. Artinya pertikaian
ini lebih cocok disebut sebagai sebuah skisma daripada
sebuah permusuhan.
Ketiga, Masa Kebangunan dan Reform 1000 – 1150.33
Menurut Knowles, masa ini ditandai dengan keberhasilan33 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.246-256.
42
penerimaan kembali supremasi kepausan di Gereja Barat
sekarang. Knowles membahas enam hal pada masa kebangunan
dan Reform ini yaitu: perdebatan kedua tentang Eukaristi,
Anselmus dari Bec dan Canterbury, Abelardus, masalah
Reordinasi, pengaruh Bernardus, dan Perawan Maria.
Perdebatan kedua tentang eukaristi ini membicarakan
perdebatan Berengarius (wafat 1088) dengan Lanfranc
(kira-kira 1010-1089). Berengarius menolak setiap
perubahan ‘kodrat’ atau ‘esensi’ di dalam pengudusan
unsur-unsur dan menerima kehadiran Kristus yang hanya
menjadi konseptual (intellectuale). Lanfranc dalam bukunya
Tubuh dan darah Tuhan (On the body and blood of the Lord)
mendefinisikan secara jelas istilah perubahan substansi
dari roti dan anggur menjadi ‘esensi’ Tubuh Tuhan
sementara ‘penampakan’ (species) tanpa perubahan. Menjawab
hal ini Berengarius menulis tentang Perjamuan Kudus (On the
Lord’s Supper) bahwa perubahan yang terjadi sungguh-sungguh
bersifat spiritual dan menolak menerima materi roti dan
anggur pengganti tubuh dan darah Kristus. Di Gereja Barat
pemahaman Lanfranc lebih diterima bahwa roti diubah ke
dalam tubuh Kristus.
Mengenai Anselmus dari Bec dan Canterbury (1033-
1109), Knowles menguraikan bahwa Anselmus merupakan
orang yang pertama memakai akal budi dengan tujuan
skolastik untuk menunjukkan kebenaran. Sehingga Anselmus
dikenal juga sebagai pendiri aliran Skolastisisme.
Pemikiran-pemikirannya yang terkenal adalah fides quaerens
intellectum (iman mencari pengertian). Buah karyanya yang sangat
43
terkenal adalah Cur Deus Homo? (Mengapa Allah menjadi Manusia?).
Karya ini muncul dalam rangka menjawab tuduhan bahwa
tidak pantas dan merendahkan bagi Allah untuk menjadi
manusia dan mati demi menyelamatkan kita. Anselmus
menanggapi dengan mengemukakan bahwa hal itu pantas juga
karena tidak ada jalan lain kecuali itu.34 Karya lainnya
yang ditulis oleh Anselmus adalah risalah mengenai
Predestinasi dan Kehendak Bebas, Trinitas dan Proses Roh
Kudus dari Bapa dan Anak.
Abelardus (1079-1142) dikenal sebagai pemikir
daripada seorang teolog. Abelardus memiliki kekuatan
mengkritik dan pemikirannya mudah dimengerti namun selalu
mengalami permasalahan dengan pendahulunya dan sering
akhirnya mengaburkan kebenaran. Abelardus sangat dekat
dengan pemikiran kritik rasional dan analisis. Abelardus
baru memasuki lapangan teologi sekitar tahun 1121 sebagai
penakluk dunia baru. Abelardus menggunakan argumentasinya
untuk menjelaskan iman sedaya mampu mungkin di dalam
pemikiran yang rasional. Karya pertamanya adalah Teologi
Kristen (Christian Theology) yang membahas tentang pengajaran
Kristen. Dalam doktrin kekristenannya ia memakai metode-
metode aliran logis dan dialektis. Dialektika baru
ditemukan dalam ajaran Trinitas yang menggunakan definisi
istilah ‘kodrat’ dan ‘pribadi’. Dalam Kristologi, dia
memahami bahwa kodrat manusia Kristus sebagai ‘yang tidak
ada’ (nihil) pada Pribadi yang ilahi. Menyangkut ajaran
mengenai Penebusan, Abelardus menentang praktik
penafisran ‘uang tebusan’ dan ‘kepuasan adekuat’ pada34 Bnd. Tony Lane, Runtut ..., hlm.91.
44
Inkarnasi dan Passion. Abelardus memahami Inkarnasi
sebagai ‘contoh teladan’ untuk membangun dan menstimulasi
manusia di dalam kasih Allah yang sempurna. Pemikiran
Abelardus lainnya yang dijelaskan Knowles adalah mengenai
perlawanannya atas ajaran dosal asali Augustinus dan di
bidang lainnya seperti etika dan analisa perbuatan baik
dan jahat. Dalam karyanya Scito te ipsum (Kenal dirimu sendiri) dia
menekankan pengetahuan yang penuh, peralihan pikiran
(advertence), niat sebelum dosa moral dapat ditanggalkan
dan dengan begitu menyatakan hak-hak dan
pertanggungjawaban dari suara hati pribadi.
Mengenai masalah reordinasi (penahbisan ulang),
Knowles membahas sepintas mengenai tujuh sakaramen dan
baptisan ulang. Cyprianus yang melakukan baptisan ulang
di Afrika. Dan Gereja Roma melawan Cyprianus. Kendati
demikian ini bukan berarti permasalahan selesai, tetapi
perdebatan ini merupakan perdebatan yang cukup panjang.
Pengaruh Bernardus sangat kuat pada masa ini.
Bernardus mendominasi kehidupan politik dan spritual.
Ringkasan pengajaran Bernardus mempengaruhi Abelardus dan
Gilbert de la Porre sama kuatnya dengan pengaruh Newman
pada abad kesembilan belas.
Mengenai Perawan Maria, Knowles mengatakan bahwa
posisi Maria pada Abad Pertengahan sangat dihargai dalam
Kekristenan. Maria adalah seorang Perawan sebelum, selama
dan setelah kelahiran Yesus. Gelar yang diberikan kepada
Maria adalah Ibu Allah dan Hawa Kedua. Di Gereja Timur,
Maria diterima sebagai kepenuhan anugerah dan posisinya
45
sebagai Hawa kedua karena imannya. Namun yang menjadi
perdebatan adalah apakah Maria berdosa atau tidak? Sebab
jika Maria berdosa maka Kristus berdosa karena Kristus
menerima dosa asali. Tetapi jika Maria tidak berdosa,
bagaimana mungkin dia membutuhkan penebusan. Menjawab hal
ini, Aquinas mengatakan bahwa Maria telah dikuduskan oleh
Allah.
Keempat, Abad Pertama Teologi Skolastik kira-kira tahun
1050 – 1200.35 Bagian keempat ini membahas lahirnya
teologi Skolastik. Knowles menguraikannya dalam tiga hal
yakni:
(1) Pendidikan Teologi tahun 600 – 1160. Karel Agung
berusaha keras menyebarluaskan pendidikan dengan
menerbitkan ulang pengajaran-pengajaran lama. Baik
di tempat biarawan-biarawan dan sekolah-sekolah
keuskupan diajarkan tata bahasa dan menulis,
memampukan orang bodoh untuk dapat membaca bahasa
Latin klasik. Tujuan pendidikan adalah memampukan
orang bodoh untuk dapat membaca dan menulis dan
mengerti Kitab Suci. Pola pendidikan ini diikuti
oleh Gregorius Agung, Leo Agung dan Yerome. Masa
inilah yang dikenal dengan masa kebangunan
renaisans Carolingian. Pada masa ini, Alcuin telah
membuat sistem pendidikan. Namun ketika terjadi
likuidasi kekaisaran Carolingian maka seluruh
pendidikan teologi absen lebih dari satu abad.
Kebangunan pendidikan kembali sekitar abad kedua35 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.257-265.
46
belas dengan bentuk sekolah katedral dengan
pengajaran dialektika oleh guru pribadi
(individual teacher) atau pengajaran yang bersifat
free-lance yang berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain. Pengajaran ini misalnya dilakukan
oleh: Berengarius, Roscelin dan Abelardus.
Dialektika dan teologi merupakan dua disiplin ilmu
yang tidak dipisahkan pada waktu itu. Sehingga
pada abad keduabelas inilah sebenarnya pengajaran
secara teologi akademik mulai menemukan bentuknya.
Pendidikan teologi dimulai dengan gelar sarjana
muda dengan memakai metode logika dan dialektika
dan pertanyaan-pertanyaan. Sehingga seluruh Summa
Theologiae Thomas dipakai dalam bentuk sic et non (ya dan
tidak), dan sering membuka sebuah pertanyaan dengan:
“Apakah Allah ada?” (Utrum Deus sit?). Seluruh
pendidikan teologi skolastik dikondisikan oleh
dasar logika dan dialektika ini. Para guru-guru
yang ditamatkan melalaui metode ini adalah:
Aleksander dari Hale, Albertus, Bonaventure dan
Thomas.
(2) Hukum Kanon dan Sakramen. Para ahli sejarah
teologi dan Hukum Kanon tidak begitu menghargai
pengaruh kanonis di dalam perkembangan doktrinal.
Misalnya saja sakramen. Pada abad kedua belas,
baik Gereja Barat dan Gereja Timur menganggap
bahwa Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus merupakan
anugerah pemberian Allah.
47
(3) Bidat. Pemakaian istilah musuh menurut Knowles
kurang tepat. Sebab kata bidat adalah kata ‘yang
membebani’ dan ketika kata ini dipakai oleh para
teolog, hal ini mengimplikasikan ajaran yang palsu
sebagai oposisi kepada kebenaran yang ortodoks.
Bidat mungkin adalah sesuatu yang berlebihan,
penyimpangan dari yang biasa. Penyimpangan yang
dipaparkan Knowles misalnya, pemisahan Bogomil
dari Balkan.
Kelima, Masa Keemasan Skolastisisme.36 Masa keemasan
Skolastisisme ini diuraikan Knowles dalam empat masa
yaitu:
(1) Pendidikan teologi, tahun 1160 – 1300. Pada masa
ini di Paris sudah terdapat tiga sekolah yakni:
sekolah katedral di pulau Seine, biara St.Victor,
dan Mont Sainte Genevieve. Kebangkitan skolastik
pada permulaan abad kesebelas telah membuat
pengajaran dialektika dan ilmu logika menjadi hal
yang sangat penting. Namun dalam perkembangan
sistem pendidikan yang menjadi persoalan adalah
mengenai posisi ambigu dari filosofi – ilmu
epistemologi, metafisika, etika dan psikologi.
(2) Filsafat dan teologi. Ilmu filosofi memasuki
ajaran teologi menjadi ciri teologi abad ketiga
belas. Masa Aquinas berbeda dengan masa Anselmus
dan Abelardus. Mereka menggunakan ilmu logika dan
dialektika di dalam analisis dan penjelasan36 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.266-279.
48
kebenaran agama. Gilbert de la Porre menerima
prinsip-prinsip ilmu filosofi (atau semantik) pada
pengajaran umum. Pada tahun 1250 sistem ilmu
filosofi telah diterima dalam bentuk Latin.
Sehingga ilmu filosofi menjadi hal yang sangat
penting dalam berteologi.
(3) Bonaventura dan Albertus Agung. Bonaventura
(1221-1274) mengatakan bahwa teologi lebih
merupakan sebuah tindakan spiritual daripada cita-
cita intelektual, lebih merupakan sebuah jalan
hidup daripada sebuah ilmu pengetahuan. Dalam
karyanya yang berjudul Kembara Pikiran kepada Allah
(Itinerarium mentis ad Deum), Bonaventura mengambil
konsep kehidupan Augustinus sebagai bentuk
pendidikan Kristen, perjalanan dari ilmu
pengetahuan manusia melalui pembelajaran ilmu
Kitab Suci dan teologi pada pengetahuan mistik dan
kesatuan dengan Allah. Bonaventure orang yang
pertama memakai skema yang komprehensif tentang
ajaran Kristen tentang keberadaan metafisik,
proses kognitif di dalam perasaan, pikiran dan
jiwa. Albertus (1260?-1280) mengatakan bahwa
seluruh sistem yang dikenal dalam pengajaran
Aristoteles yang merupakan kombinasi yang unik
tentang empiricisme dan idealisme, perasaan umum
dan pemikiran abstrak adalah yang dapat bertahan
hidup dan yang paling ‘rasional’ untuk melayani
sebagai dasar bagi teologi. Albertus merupakan
49
pemikir yang simpatik dan luas, yang berusaha
untuk menyebarluaskan atau membenarkan pemikiran
Aristoteles.
(4) Thomas Aquinas (1225-1274). Thomas Aquinas adalah
seorang skolastik yang memiliki banyak pemikiran
dalam teologi Kristen. Knowles memaparkan
pemikiran Thomas Aquinas ini mengenai filosofi,
teologi, Inkarnasi, Trinitas, anugerah,
keselamatan, predestinasi, Eukaristi, dan
sakramen. Thomas tidak menganggap filsafat dan
teologi sebagai dua hal yang begitu saja
berdampingan satu sama yang lain. Thomas
berpendapat bahwa filsafat yang tepat sangat
membantu teologi. Tujuan anugerah Allah bukan
untuk memusnahkan tabiat manusia, juga tidak untuk
bertindak terlepas darinya, melainkan untuk
menyempurnakannya. Akal manusia, dengan
mempergunakan filsafat, dapat menemukan banyak
yang benar mengenai dunia dan umat manusia dan
malah tentang Allah. Pemikiran Aquinas yang paling
terkenal adalah “teologi kue lapis” artinya
Aquinas membedakan antara yang natural (kodrati)
dan yang supernatural (adikodrati). Namun ia
menekankan bahwa keduanya itu tidak perlu
dipertentangkan. Keduanya adalah sumber
pengetahuan berasal dari Allah yang harus dilihat
dari sudut pandang Allah.
50
Keenam, Skolastik yang kemudian dan kemacetan Sintesis
Thomist37 Dalam bagian ini Knowles menguraikan empat hal
yakni:
(1) Pengutukan tahun 1270 dan 1277 dan Duns Scotus.
Pada masa ini, Knowles membahas tokoh Thomas
Aquinas dan John Duns Scotus. Thomas Aquinas
mengadopsi pemikiran Aristoteles tentang jiwa
sebagai ‘bentuk’ tubuh. Pengajaran Thomas Aquinas
kemudian dikutuk oleh uskup Tempier di Paris tahun
1270. Tidak ada ajaran Thomis yang termasuk
dikutuk. Thomas Aquinas meninggal tahun 1274, dan
pada tahun 1277, saat ulang tahun ketiga
kematiannya, banyak pengajarannya dikutuk.
Pengejekan terhadap ajaran Thomas Aquinas
dihilangkan setelah lima puluh tahun kemudian oleh
Paus Johanes XXII, tetapi penghukuman tahun 1277
yang diterima di Paris masih terasa. John Duns
Scotus (kira-kira 1266-1308) yang lahir di desa
Border Kabupaten Roxburghshire merupakan seorang
pengajar di Oxford kemudian di Paris dan Cologne.
Scotus merupakan pemikir filosofi modern yang
diikuti banyak orang. Secara teologi Scotus sangat
penting karena dua hal. Pertama, Scotus memulai
memisahkan antara iman dan akal budi, filosofi
alami dan wahyu supernatural. Dia menerima
pemikiran Aristoteles tentang pengetahuan. Kedua,
Scotus melawan pembelaan diri determinisme
Aristoteles dan menekankan keunggulan kehendak37 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.280-286.
51
bebas. Scotus bukanlah seorang skeptik, tetapi dia
menolak menerima konsepsi kodrat Aristoteleian.
(2) Neo-Platonis Rheinland. Tokoh yang dibahas
Knowles di sini pertama adalah Maister Eckhart
(1260-1327). Eckhart merupakan penulis mistik.
Dalam seluruh tulisannya selalu menonjolkan dasar
teknik dan teologi Thomist. Eckhart mengatakan
kehidupan spiritual dan kehidupan mistik sebagai
tujuan kerja keras orang Kristen. Eckhart adalah
seorang guru yang populer dan disegani, tetapi
kurang hati-hati dalam beberapa pernyataannya.
Misalnya Eckhart berbicara tentang “bunga api
ilahi” dalam jiwa manusia. Mistik Neo-Platonis
selalu menjurus pada panteisme. Sehingga pada tahun
1326 Eckhart dituduh menyesatkan. Kedua, John
Tauler dan Henry Suso. Mereka berdua lebih terkenal
sebagai penulis ilmu mistik daripada seorang
teolog. Mistik versi Tauler populer pada “mazhab
Rheinland” (yang menghasilkan karya bernama Teologi
Jerman yang dikagumi Luther), pada tradisi mistik
Inggris dan pada gerakan Devosi Modern.
(3) William dari Ockham (kira-kira 1300 hingga
1349). Ockham terkenal sebagai seorang logikus yang
lebih condong pada pemikiran Aristoteles. Ockham
mencampur pemikiran Aristoteles dengan logika baru
dari sekolah Oxford yang akhirnya menjadikan Ockham
sebagai pendiri Nominalisme baru. Ockham bukan
seorang filsuf skeptik, dia mengemukakan bahwa
52
hanya individu-individu yang benar-benar ada. Yang
universal hanyalah merupakan kosep mental yang
sebenarnya tidak ada, kecuali dalam benak orang
yang memikirkannya. Sifat-sifat universal atau
kesemestaan tidak berada, kecuali sebagai konsep
dalam otak saja.Universal tidak merupakan kenyataan
melebihi individu-individu.
(4) Masa depan Skolastisme. Masa depan
Skolastisisme ini menurut Knowles memiliki arti dan
kemampuan membangun dalam perkembangan teologi pada
abad-abad berikutnya. Minimal ada dua hal yang
menyebabkan Skolastisisme ini sangat berarti yaitu:
Pertama, sebab selama tiga abad sebelum 1350, yang
menjadi dasar cita-cita pendidikan adalah logika.
Kedua, bahwa tujuan yang esensi dari logika
Aristoteles dan epistomologi adalah pencapaian
kebenaran yang abstrak.
2.5 DOKTRIN KRISTEN DARI TAHUN 1350 HINGGA REFORMASI
(E.Gordon Rupp)38
Doktrin Kristen yang menjadi sorotan Rupp sejak tahun
1350 hingga Reformasi adalah ajaran-ajaran para
Reformator mulai dari John Wyclif, John Hus, John Gerson,
Gerhard Groote, Nicholas dari Kusa, Marsilius Ficino dan
Florentinus Platonisme, Skolastik Abad Kelima belas –
John Wesel, John Pupper dari Goch, Wessel Gansfort,38 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.287-304.
53
Gabriel Biel, dan Erasmus. Rupp membahas sekilas tentang
doktrin dari setiap tokoh-tokoh Kristen yang berada di
sekitar tahun 1350 hingga Reformasi.
(1) John Wyclif (kira-kira 1330-1384). John Wyclif
adalah orang terpelajar yang terkemuka pada
zamannya. Seluruh Inggris menghormati
kebijakannya. Pendidikan di universitas masih
merupakan fenomena baru ketika itu, dan peranan
Wyclif sungguhlah besar bagi reputasi Oxford,
tempat ia belajar dan mengajar. Namun,
kehidupannya penuh dengan kontroversi. Ia
mempunyai kebiasaan berbahaya, yaitu mengatakan
apa yang dipikirkannya. Jika apa yang
dipelajarinya membuatnya mempertanyakan tentang
ajaran Katolik resmi, ia langsung menyuarakannya.
Ia mempertanyakan hak gereja atas kuasa duniawi
dan kekayaannya. Ia mempertanyakan juga penjualan
surat-surat pengampunan dan jabatan-jabatan
gerejawi, penyembahan para santo dan relikwi yang
berbau takhayul, serta kuasa paus. John Wyclif
mempertanyakan juga pandangan resmi tentang
Ekaristi (doktrin transubstansiasi) yang
dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat. Untuk
pandangan-pandangan semacam ini dan lainnya, ia
selalu harus membela diri di hadapan para uskup
dan konsili-konsili.
Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma,
bahkan pada tahun-tahun 1300-an. Kepemimpinan
54
sekuler sangat kuat di Inggris. Para pangeran —
dan banyak orang awam — menyesalkan cara Gereja
merampas kekuasaan dan harta. John Gaunt sering
memakai ide-ide dan kesohoran Wyclif dalam
berargumentasi dengan Gereja. Sebagai imbalannya,
ia memberi Wyclif semacam perlindungan dari
hierarki.
Untuk sementara, Wyclif merupakan pahlawan yang
populer. Para pengikutnya, yakni Lollard, para
imam yang menganut kemiskinan para rasul dan
mengajarkan Kitab Suci kepada kalangan umum,
mengembara di Inggris dengan Injil. Tetapi tatkala
pengaruhnya menurun, Wycliffe menjadi kurang
berguna bagi para sponsornya, termasuk Lancaster.
Peristiwa tahun 1377 mengakibatkan tulisannya
dilarang. Oposisi pun semakin intensif. Sementara
ia sendiri diamankan dari kekerasan, tulisan-
tulisannya dibakar dan ia dicopot dari
kedudukannya di Oxford serta dilarang
menyebarluaskan pandangannya.
Hal ini memberinya waktu untuk menerjemahkan
Alkitab. Menurut Wyclif, setiap orang harus diberi
keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya
sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus,
yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan,
Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan
bagi para imam saja," tulisnya. Maka meskipun
Gereja tidak setuju, ia bekerja bersama sarjana
55
lain untuk menerjemahkan Alkitab Inggris pertama
yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan tangan
Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa Latin), Wyclif
berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat
dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi
pertama diterbitkan. Penerbitan kedua yang
diselesaikan setelah Wyclif meninggal, mengalami
perbaikan. Namun edisi itu dikenal sebagai
"Alkitab Wyclif", dan dibagi-bagikan secara ilegal
oleh para Lollard.
Wycliffe terkena stroke di gereja dan meninggal
pada tanggal 31 Desember 1384. Tiga puluh satu
tahun kemudian, Konsili Konstanz mengucilkan dia,
dan pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-
tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai
Swift.
Tidak ada yang tahu secepat apa idenya akan
tersebar di seluruh Eropa. Dampak ajarannya pada
para pemimpin di kemudian hari, seperti Yohanes
Hus, memberikan Wyclif julukan "Bintang Fajar
Reformasi". Ia sendiri berusaha tetap bertahan di
Gereja Roma sepanjang hidupnya, tetapi dalam hati
dan benak para pendengarnya, Reformasi sudah
bergerak secara diam-diam.39
(2) John Hus (1369-1415). John Hus adalah seorang
pemikir dan reformator agama dari Ceko (yang saat
itu tinggal di wilayah itu dan dikenal sebagai
Bohemia). Ia memulai suatu gerakan keagamaan yang39 A.Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa ..., hlm. 67.
56
didasarkan pada gagasan-gagasan John Wycliffe.
Para pengikutnya dikenal sebagai kaum Hussit.
Gereja Katolik menganggap ajaran-ajarannya sesat,
dan Hus dikucilkan pada 1411, dikutuk oleh Konsili
Konstanz, dan dibakar di tiang pada 6 Juli 1415,
di Konstanz, Jerman.
Hus mengembangkan perlawanan terhadap kaum
rohaniwan bukan saja dengan meninggalkan gaya
hidup rohaniwan yang amoral dan mewah – termasuk
paus – tetapi menegaskan bahwa hanya Kristus
sajalah Kepala Gereja. Dalam bukunya On the Church
(De Ecclesia = Tentang Gereja), ia mengatakan bahwa
Gereja adalah universitas Praedestinatorum. Hus juga
membela otoritas kaum rohaniwan, namun menekankan
bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Paus
ataupun uskup, tambahnya, tidak dapat menciptakan
doktrin yang berlawanan dengan Alkitab, tidak juga
seorang Kristen sejati yang dapat patuh pada
perintah rohaniwan, jika ternyata hal itu jelas-
jelas salah.
(3) John Gerson (1363-1426). Gerson adalah seorang
‘Doktor Kristianissimus’ yang berpegang pada
ajaran Nominalis – yang menekankan kebebasan Allah
– Allah tidak akan bertindak sebab mereka baik,
tetapi mereka baik sebab dia menyukai mereka.
Gerson menolak pandangan yang mengatakan bahwa
secara institusional hanya ‘agama’ dapat menemukan
kesempurnaan. Karyanya yang terkenal adalah
57
Nocturnal Pollutions dan Pusillanimity sangat mempengaruhi
pemikiran Katolik dan Protestan. Gerson dikenal
sebagai ‘Devosi Modern’ karena dia menekankan
pembaharuan kehidupan moral sebagai jalan hidup
dan visi pada Allah.
(4) Gerhard Groote (1340-1384). Groote lebih dikenal
sebagai seorang pengacara daripada seorang teolog
divine. Groote sangat disiplin terhadap
kontemplasi dan kehidupan yang baik, sehingga dia
menjadi direktur dari kelompok pengacara.
Pengajarannya menekankan meditasi dan kontemplasi
yang disebarluaskan melalui buku dan naskah-naskah
foto kopian. Gerson terus berjuang untuk melakukan
reformasi di dalam tubuh gereja melalui tulisan-
tulisannya.
(5) Nicholas dari Kusa (1401-1464). Nicholas juga
sangat bertekad berjuang untuk pembaharuan gereja.
Lahir di Moselle, Kusa dan belajar di Heidelberg
dan Padua menyelesaikan gelar doktor bidang hukum.
Nicholas melawan tradisi rasionalis dan menemukan
kunci kebenaran dengan menyakini bahwa pengetahuan
manusia memiliki keterbatasan tentang hal-hal yang
ilahi. Nicholas lebih dalam mengatakan bahwa
pengetahuan itu jangan seperti kesalahan binatang
tanpa pengertian tetapi kita harus mempelajari
kesalahan itu (docta Ignorantia) di dalam kehadiran
Allah. Nicholas menggaris bawahi apa yang
dikatakan oleh Thomas dan Eckhart dan Dionysius
58
tentang via negativa dan via eminentiae, analogi seluruh
bahasa dan simbol-simbol. Nicholas percaya bahwa
Allah adalah yang menyatukan perlawanan: pada-Nya
ada kebenaran seluruh polaritas pengetahuan
sebagaimana Allah menyatukan alam semesta dan
manusia.
(6) Marsilius Ficino (1439-1499) dan Florentinus
Platonisme. Ficino sendiri ditahbiskan pada usia
yang dewasa, seorang pujangga dan ahli kesehatan,
yang sangat menyukai musik dan memiliki banyak
sahabat. Karyanya yang terkenal berkaitan dengan
jiwa yang tidak bermoral yang diberi judul Of the
Dignity of Man.. Karyanya ini dikerjakan bersama
sahabatnya Pico della Mirandola (1463-1494) yang
mengekspresikan pandangan Renaisans mengenai
gambar Allah di dalam manusia.
Pada masa ini (abad ke-15) Rupp menguraikan juga
tokoh-tokoh Skolastisisme pada abad kelima belas
yaitu: John Wesel (kira-kira 1400-1481), John Pupper dari Goch
dan Wessel Gansfort.
(7) Gabriel Biel (kira-kira 1420-1495). Sebenarnya
Biel merupakan figur yang lebih dikenal daripada
tiga orang yang disebut ‘Reformator sebelum
Reformasi’. Biel menggabungkan skolastisisme
dengan kunjungan pastoral dan khotbahnya. Biel
sangat papalis dan sangat mendukung otoritas
kepausan yang dituliskannya dalam karyanya yang
berjudul Defensorium Obedientiae Apostolicum (1462). Biel
59
lahir di Spenyer dan pindah ke Heidelberg, Erfurt
dan Cologne dan terakhir sebagai profesor di
Universitas Tubingen. Biel sangat kuat menekankan
Mariologi dalam khotbahnya. Biel menekankan
kebebasan Allah dan kebebasan manusia dan membuat
dialektika yang penuh pada ‘Potestas absoluta’ dan
‘Potestas ordinata’. Biel mengkombinasikan doktrin
penyelamatan melalui amal dan penyelamatan melalui
anugerah. Keselamatan diperoleh oleh amal dalam
arti bahwa kita layak menerima anugerah, karena
usaha kita yang sebaik mungkin, kemudian Allah
menerima kita karena kita melakukan pekerjaan baik
di bawah anugerah. Namun keselamatan juga
diperoleh melalui anugerah dalam arti bahwa Allah
tidak diharuskan menetapkan perjanjian-perjanjian
yang ditetapkan-Nya.40
(8) Erasmus (1469-1536). Erasmus adalah figur yang
terbesar Renaissans. Erasmus juga banyak
mengkritik Gereja dan ia lebih menekankan manusia
daripada Tuhan. Erasmus menerima otoritas Gereja
yang menekankan pentingnya ‘communis sensus
fidelium’ – konsensus dari iman. Erasmus semasa
hidupnya sering berpolemik dengan Martin Luther.
Semasa hidupnya Erasmus bekerja sebagai seorang
pastor. Karyanya yang terpenting antara lain
adalah edisi teks Alkitab dalam bahasa Yunani dan
bahasa Latin. Karyanya yang lain adalah De libero
arbitrio diatribe sive collatio (1524), analisanya mengenai40 Bnd. Tony Lane, Runtut …, hlm. 120-121.
60
takdir dan kebebasan bertindak. Erasmus adalah
orang yang meletakkan dasar Reformasi Protestan.
Seperti pepatah mengatakan: “Erasmus menelorkannya
dan Luther menetaskannya”.41
2.6 CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR: ABAD KELIMA BELAS
HINGGA ABAD KETUJUH BELAS (Kallistos Ware)42
Artikel Ware ini yang sangat singkat ini membicarakan
catatan penting tentang teologi Kristen Timur sejak abad
kelima belas hingga abad ketujuh belas. Menurut Ware
pemikiran keagamaan Yunani selama periode Turkis – di
antara kejatuhan Konstantinopel tahun 1453 dan timbulnya
Perang Kemerdekaan Yunani tahun 1821 – ditandai dengan
dua tendensi yang saling berlawanan yakni: konservatisme dan
westernisasi. Hal yang sangat penting lagi bagi teologi
Yunani pada masa post-Bizantin selama seratus tahun dari
tahun 1573 hingga 1672 adalah Ortodoksi berhadapan dengan
kekuatan Reformasi dan Kotra-Reformasi. Konfrontasi ini
terjadi dalam tiga tahapan yaitu: (a) Perseteruan Jeremia
II dengan orang-orang Lutheran; (b) Perseteruan Cyrillus
dengan Calvinis; dan (c) reaksi Latinisasi.
2.7 MARTIN LUTHER (Benjamin Drewery)43
41 Bnd. Tony Lane, Runtut …, hlm. 127.42 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.305-309.43 Ibid., hlm.311-350.
61
Artikel Benjamin Drewery ini hanya membahas dua
bagian besar yaitu: pertama, Drewery membicarakan bagaimana
proses lahirnya teologi Luther dan pemikiran Luther
tentang pembaharuan Gereja. Dan kedua, Drewery membahas
perkembangan pemikiran teologi Luther yang sudah semakin
matang dan dewasa.
Pada bagian pertama ini, Drewery menjelaskan tanggal
dan tempat kelahiran Luther dan proses pendidikan yang
ditempuh Luther serta pengalaman rohani Luther sendiri
yang membentuk pemahaman baru dan pemikiran baru tentang
teologi yang dipahaminya selama ini. Lebih dalam lagi
Drewery menguraikan bagaimana tahapan yang dijalani
Luther dalam rangka menyampaikan pemikirannya kepada
Gereja dan Paus ketika itu. Drewery membagi perkembangan
teologi Luther ini ke dalam tiga tahapan yaitu: (1)
Usaha Luther untuk menempelkan 95 Dalilnya dan praktik
Indulgensia. (2) Reaksi Luther melawan skolastisisme dan
Indulgensia. (3) Perkembangan teologi Luther kemudian
dilanjutkan dengan ‘teologi Salib’.44
Pada bagian kedua, Drewery menguraikan perkembangan
pemikiran teologi Luther yang semakin matang dan dewasa.
44 Martin Luther bukanlah seorang pemikir Protestan pertama. Seabadsebelumnya dia sudah didahului oleh John Hus dari Bohemia, dankemudian John Wycliffe pada abad ke-14.. Malahan di abad ke-12seorang Perancis bernama Peter Waldo dapat dianggap seorang Protestanpertama. Tetapi, pengaruh para pendahulu Martin Luther itu dalamgerakannya cuma punya daya cakup lokal. Di tahun 1517, ketidakpuasanterhadap gereja Katolik sudah merasuk ke mana-mana. Ucapan-ucapanMartin Luther sudah merupakan kobaran api yang berantai menyebar kesebagian besar kawasan Eropa. Luther karena itu punya hak yang takterbantahkan bahwa dialah orang yang bertanggung jawab terhadapsulutan ledakan dinamit pembaharuan.
62
Drewery menguraikan pemikiran Luther yang sangat terkenal
yaitu:
(1) SOLA FIDE, SOLA GRATIA, DAN SOLA KRISTUS. Luther dikenal
sebagai teolog ‘Pembenaran oleh iman’. Ada dua hal pokok
yang dikemukakan oleh Drewery dalam bagian ini yakni:
Coram Deo (Di hadapan Allah) dan Pembenaran oleh Iman. Menurut
Luther, Allah dalam Alkitab adalah Satu. ‘Satu’ artinya
‘sendiri’(alone) – oleh iman, anugerah, Kitab Suci, dan Kristus
sendiri. Dalam suratnya Open Letter on Translating (1530), Luther
mengatakan bahwa Katolik Roma membuat kekuatiran yang
luar biasa sebab kata ‘hanya’ bukan teks kunci pembenaran
dalam surat Paulus (Roma 3:28). Luther mempertahankan
pendapatnya dengan membandingkan linguistik – Jerman dan
Latin pada teks Roma 4:2: ‘jikalau Abraham dibenarkan
karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk
bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah’. Dengan demikian
Pembenaran oleh Iman berhubungan dengan penciptaan –
tentang creatio ex nihilo.
Apakah ‘pembenaran’ itu? Pembenaran adalah ‘membuat
benar’ atau ‘dinyatakan benar’. Pembahasan kata ini
secara etimologi akan membawa pada kebingungan. Bagi
Luther yang penting adalah bagaimanakah manusia berdosa
mampu berdiri di hadapan Allah yang Hidup. Anfechtung
Luther sering dianggap sebagai logika abnormal dari
sekian banyak ‘tipe’ pengalaman manusia. Kendati pun
demikian, Luther tetap pada pendiriannya bahwa visi Allah
adalah Salib Kristus dan seluruh dosa kita disingkapkan.
Dalam Alkitab digambarkan manusia sebagai incurvatum in se
63
(spiritual yang bengkok secara batiniah). Dan manusia itu sendiri
akan selalu mengganggap dirinya lebih benar. Dengan
demikian pembenaran adalah pemulihan kehidupan yang
hilang di hadapan Allah.
Dalam karyanya Preface to the Epistle to the Romans (1522) Luther
menjelaskan pembenaran melalui iman. Ada tiga isu yang
diutarakan Luther dalam karyanya ini yaitu: (1) Iman
bukanlah sebuah ‘pendapat atau mimpi’ manusia atau ‘ide’
atau ‘imajinasi’ manusia. Iman adalah pekerjaan ilahi di
dalam manusia. Iman adalah sebuah hidup, keyakinan di
dalam anugerah Allah. (2) Kebenaran yang memberikan
manfaat di hadapan Allah diberikan oleh Allah dan
‘dihitung’ sebagai kebenaran demi Kristus. (3)
Bagaimanakah ajaran Luther mempertimbangkan pertumbuhan
realitas moral? Apakah hubungan di antara pembenaran
dengan pengudusan?
(2) ALLAH: MANUSIA: TAURAT. Dalam uraian Drewery ini kita
akan menemukan lima pokok bahasan yang berkaitan dengan
Allah, Manusia dan Taurat. Pertama, Allah yang tersembunyi
dan menyatakan diri. Karya Luther deus absconditus/revelatus
harus dibedakan secara hati-hati dari potentia Dei
ordinata/absoluta ahli skolastik. Menurut Luther, penyataan
Allah di dalam Kristus adalah penyataan yang dibuka hanya
oleh iman. Inkarnasi adalah sebuah ‘lapisan’ dan
‘cermin’; keilahian Kristus ‘disembunyikan’ di dalam
kemanusiaan-Nya. Inkarnasi memperlihatkan ketersembunyian
Allah. Kedua, pengetahuan Allah dan alasan kemanusiaan.
Pengetahuan Allah adalah ganda yakni: ‘umum’ (ditemukan
64
di mana-mana) dan ‘khusus’ (diberikan sendiri melalui
Yesus). ‘Pengetahuan umum’ ditengahi melalui penciptaan,
pelukan. Ketiga, taurat. Firman Allah dinyatakan kepada
manusia dalam dua bentuk yaitu: Taurat dan Injil, dan
Taurat itu sendiri dalam dua bentuk atau ‘penggunaan’.
Firman adalah satu sebagaimana Allah adalah satu, artinya
ada kesatuan ilahi antara Taurat dan Injil. Hanya satu
Taurat yang efektif di dalam semua jaman dan dikenal
seluruh manusia sebab taurat itu ditulis di dalam setiap
hati orang. Ketika Luther menggunakan pertama taurat itu
di dalam ‘masyarakat’ atau di dalam ‘politik’, maka harus
dibedakan identifikasinya dengan ‘Hukum Alam’ skolastik
sebagai kategori metafisika. Pembedaan Luther di antara
ketaatan ‘moral’ dan ‘spiritual’ pada Taurat menjadi
tajam dan relevan di dalam – in loco justificationis – ketika
keselamatan kita dipancangkan. Luther menggunakan ayat
dari Yesaya 28:21, “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di
gunung Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat
Gibeon, untuk melakukan perbuatan-Nya -- ganjil
perbuatan-Nya itu; dan untuk mengerjakan pekerjaan-Nya --
ajaib pekerjaan-Nya itu!”. Menurut Luther, Taurat itu
digunakan dalam dua bagian yaitu: jika digunakan dalam
kedagingan, maka ia di bawah Taurat, tetapi jika
digunakan sebagai roh, maka ia di bawah Injil. Simul iustus
ac peccator. Taurat dan Injil bukan untuk dua kelas manusia,
melainkan bagi seluruh orang Kristen di sepanjang masa.
Keempat, Kebebasan Kristen. Pada tahun 1520, Luther telah
mempublikasikan tiga ringkasan pemikirannya yang disebut
65
dengan ‘manifesto Reformasi Jerman’. Ringkasan ketiganya
tersebut dinamakan Mengenai Kebebasan Kristen. Dalam tulisan
ini, Luther menyanjung kebebasan (batin) manusia, yang
dibenarkan oleh karena iman dan kesatuan dengan Kristus.
Baginya perbuatan-perbuatan yang baik tidak bermanfaat
samasekali untuk pembenaran. Manusia tentu saja tetap
wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik; akan
tetapi hal itu tidak lebih daripada konsekuensi logis
dari pembenaran. Dengan kata lain, justru karena manusia
dibenarkan karena imannya, maka ia wajib melakukan
pekerjaan-pekerjaan atau perbuatan-perbuatan baik.
Menurut Luther, kebebasan sejati kebebasan manusia
sebelum kejatuhan dalam dosa, keinginan manusia hanya
untuk menaati Allah secara voluntary dan spontaneous.45 Kelima,
‘Dua Kerajaan’46. Dua Kerajaan adalah kasus misnomer. Zwei
Regimente, sama seperti basileiai pada Injil, lebih merujuk
pada ‘pemerintahan raja’ atau ‘pemerintah’ daripada
‘kerajaan’ Allah. Dua ‘pemerintahan’ adalah milik Allah,
seluruh ciptaan di dalam larva-Nya. Artinya ‘temporal’ di
bawah pemeliharaan Allah yang dikontrol oleh ‘spiritual’.
Dalam kemahakuasaan-Nya, Allah memiliki dua model
pemerintahan yaitu, pemerintahan ‘rohani’ dan ‘duniawi’.
Pemerintahan spiritual terlihat dalam khotbah dan
sakramen Gereja yang membawa manusia kepada kebaikan hati
dan ‘damai yang kekal’. Pemerintahan temporal terlihat
45 Uraian lebih jelas dikemukakan dalam buku Jan S.Aritonang, BerbagaiAliran Di Dalam dan Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm.31; Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (terj.) (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2002), hlm.128.46 Bnd. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.267-279.
66
dalam Raja-raja, pegawai- pemerintah, bapa-bapa dalam
keluarga. Beberapa catatan Drewery tentang ajaran Dua
Kerajaan Luther yaitu: (1) bahwa ‘Dua Kerajaan’ hanya
relevan bagi Kristendom, dan ajaran ini memiliki banyak
masalah dalam pengertian modern. (2) Pengertian tentang
Superman telah dikritisi berdasarkan alasan hanya dengan
meninjau ke belakanglah ia (Luther) dianggap demikian,
sebab pada saat itu dia adalah tidak lebih dari
pemberontak. (3) Ajaran ini diperdebatkan bahwa analisis
Luther tentang individu dalam Christperson dan Weltperson
merupakan ketegangan yang tidak mungkin. (4) Luther
dituduh menyalahgunakan pengabdian kepada Tuhan dengan
otoritas temporal. (5) Kelemahan posisi Luther berada
pada kesulitan akhir. Garis demarkasi di antara zwei
Regimente semakin tajam.
(3) GEREJA DAN SAKRAMEN.47 Drewery membahas dua pokok
pemikiran Luther ini secara bersamaan. Secara ringkas
Drewery memaparkan pemikiran Luther tentang kedua topik
ini sebagai berikut: (1) Gereja adalah ‘special community’
(persekutuan yang khusus), pekerjaan Roh Kudus di dunia ini.
Gereja adalah persaudaraan yang ilahi, persekutuan
sorgawi – sebab di dalam Gereja kita memiliki satu
baptisan, satu Kristus, satu sakramen, satu makanan, satu
Injil, satu iman, satu Roh, satu orang merupakan bagian
dari anggota yang lainnya. (2) Gereja Kristus adalah
communio sanctorum (persekutuan yang kudus) secara fundamental.
47 Bnd. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.214-221; LinwoodUrban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (terj.) (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2003), hlm. 369-372; Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran …, hlm. 41-46.
67
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Gereja itu harus ada
persekutuan dan persaudaraan pribadi dan harus memiliki
sharing di dalam ‘hal-hal’ kekudusan. (3) Gereja, Israel
Baru adalah hidup setelah daging / hidup setelah roh (Life
after flesh / life after the spirit). Pandangan ini dipengaruhi
pemikiran Augustinus tentang Gereja yang kelihatan dan
tidak kelihatan (visible / invisible church). (4) Jabatan
dan Pelayanan. Jabatan adalah esensi realisasi atau
aktivasi dari kesatuan kita di dalam Kristus – tanggung
jawab kita di hadapan Allah (Coram Deo) bagi orang lain.
(5) Sakramen. Di antara ‘tanda-tanda’ Gereja termasuk di
dalamnya Baptisan, Perjamuan Kudus dan ‘kunci Kerajaan
Sorga’. Dalam manifesto kedua tahun 1520, On the Babylonish
Captivity of the Church) Luther menolak ‘sakaramen-sakramen’
tradisional. Baptisan menggambarkan dua hal yaitu:
kematian dan kebangkitan. Baptisan memberikan keselamatan
– pengampunan dosa, kebebasan dari kematian dan kehidupan
yang kekal, baik di dalam tubuh maupun jiwa. Menurut
Luther, Perjamuan Kudus adalah ‘kehadiran nyata’ Kristus
di dalam Sakramen. Perjamuan Kudus merupakan tanda ilahi
di mana tubuh Kristus dan darah Kristus benar-benar
hadir. Luther tidak mengakui ‘transubstansiasi’ dalam
Perjamuan Kudus. Bagi Luther, Perjamuan Kudus adalah
konsubstansiasi. Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu
roti dan anggur, mencakup kedua hakikat (substansi)
sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur, dan
hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus yang diterima
68
peserta Perjamuan Kudus secara nyata.48 Luther menolak ex
opere operato (secara harfiah berarti ‘melalui karya yang dikerjakan’).49
2.8 ULRICH ZWINGLI (Basil Hall)50
Artikel Hall ini menguraikan tokoh
Reformator Ulrich Zwingli yang berpengaruh di
Strasbourg dan di kota-kota lainnya si
sebelah selatan Jerman seperti di Basel dan
di Berne dan di Swiss.51 Reformasi di Strasbourg, Basel
dan Zurich ditandai dengan perasaan persaudaraan–
persaudaraan orang-orang urban. Yang ditekankan adalah
persekutuan dalam pendidikan dan moral sebagai mana yang
dipraktikkan dalam praktik kekudusan. Misalnya, Zwingli,
sebagai seorang imam memulai pelayanan pastoralnya
tentang apa yang baik bagi Konfederasi. Starting pointnya
adalah, ‘Bagaimana Kristus yang baik dihormati di antara
orang Swiss’. Zwingli berbeda dengan Luther bukan hanya
karena Swiss, tetapi juga karena pelatihan alami
48 Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran …, hlm. 45-46.49 Ex opere operato berarti kemujaraban dari sakramen itu dipahami tidakbergantung pada kualitas pribadi dari imam, tetapi pada kualitas yangmelekat di dalam sakramen itu sendiri. Berbeda dengan ex opere operantis(secara harfiah berarti ‘melalui karya dari orang yang bekerja). Dalam hal inikemujaraban sakramen itu dipahami bergantung pada moral pribadi dankualitas rohani dari imam itu (Lih. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran…, hlm.215).50 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.351-370.51 Huldrych (atau Ulrich) Zwingli (1 Januari, 1484 – 11 Oktober 1531)adalah pemimpin Reformasi Swiss, dan pendiri Gereja Reformasi Swiss.Zwingli adalah seorang doctor biblicus (pakar Alkitab) yang terpisah dariLuther. Ia tiba pada kesimpulan-kesimpulan yang sama setelah menelitiKitab Suci dari sudut pandangan seorang sarjana humanis. Zwinglidilahirkan di Wildhaus, St. Gall, Swiss dari sebuah keluarga kelasmenengah terkemuka. Ia adalah anak ke-3 dari delapan anak lelaki.Ayahnya, Ulrich, adalah hakim kepala di kotanya, dan pamannya,Bartolomeus seorang pendeta.
69
jabatannya dan perkembangan komitmen humanisnya. Zwingli
lebih radikal dari Luther dalam mendobrak pembebasan dari
tradisi dan praktik Gereja Katolik Roma (GKR).
Hall juga memaparkan apakah pengajaran Zwingli
dipengaruhi oleh Luther atau tidak. Seeberg menuliskan:
‘Tidak dapat diragukan lagi bahwa Zwingli memperoleh ide
pembenaran oleh iman dari Luther’. Demikian juga Loofs
mengatakan bahwa seluruh dasar ide kegiatan keagamaan
Reformasi Zwingli diperolehnya dari Luther.
Ada dua aspek pokok pemikiran Zwingli yakni:
kebutuhan untuk memperbaiki penyalahgunaan dalam
masyarakat pertama melalui pembaharuan kekudusan batin,
dan kedua melalui perubahan di dalam praktik
pemerintahan termasuk dalam tujuan dan metode-metodenya.
Hal ini dapat dilihat dalam buku Enchiridion dan Institution of a
Christian Prince dari Erasmus. Bagi Zwingli, Indulgensia
adalah sesuatu yang mustahil dan tidak relevan.
Ada dua pengaruh lain yang disebutkan sebelum
memasuki analisa teologi Zwingli. Pada tahun 1524 Zwingli
menerima surat dari Cornelis Hoen (Honius) meminta sebuah
penafsiran dari kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus
yang telah ditolak di Wittenberg tetapi diterima oleh
Oecolampadius Reformator Basel dan mengirimkannya ke
Zurich. Surat ini membuat tekanan yang dalam bagi Zwingli
dan surat tersebut diterbitkan di Zurich tahun 1525.
Pengaruh yang lain yang bersifat negatif, Zwingli
memiliki pengaruh oposisi kuat pada gerakan Reformasi di
Zurich dengan Anabaptis.
70
Menurut Hall sangatlah sulit mendeskripsikan teologi
Zwingli tanpa melihat tema-tema penting yang dibahas
Zwingli. Misalnya, teologinya yang ditulis bulan Januari
1523 Sixty-seven Theses yang dipersiapkan untuk Perbantahan
dengan Katolik di Zurich. Tesis ini akan memimpin pada
asumsi bahwa pemikirannya dikontrol dengan
Kristossentrisme. Dua tulisan lainnya adalah On True and
False Religion (1525), On the Providence of God (1530) Zwingli
menggantikan penekanan Kristosentris dengan penekanan
Teosentris. Pemikiran lain yang dikemukakan oleh Hall
adalah mengenai Kitab Suci. Zwingli menekankan bahwa
Kitab Suci adalah pusat pengajaran dan kesaksian Gereja.
Secara umum Hall memamparkan perbedaan Luther dan
Zwingli. Bagi Luther, iman adalah pintu masuk dan iman
membutuhkan dukungan lainnya untuk bertumbuh, meditasi
akan Firman Tuhan dan Sakramen. Tetapi bagi Zwingli, iman
hanya membutuhkan sedikit meditasi. Pembenaran bagi
Zwingli termasuk proses indikasi regenerasi. Pemikiran
lainnya yang dibahas Hall mengenai Zwingli adalah tentang
pemeliharaan Allah, pemilihan Allah, Gereja dan Sakramen.
Pemeliharaan sangat dekat diasosiasikan dengan pemilihan,
sebab Zwingli menekankan kekuatan aktif dalam kekuatan
omnipresent Allah. Pemilihan direpresentasikan sebagai
kekuatan yang tak dapat ditahan (irresistible). Gereja
dilihat dalam dua jalan: pertama sebagai gereja yang
invisible dari seluruh yang dipilih di dalam Kristus, dan
kedua persekutuan lokal, imam dan kantonal Gereja.
71
2.9 PHILIP MELANCHTHON DAN MARTIN BUCER (E.Gordon Rupp)52
Dalam artikel ini Rupp membahas dua tokoh Reformator
yakni:
Pertama, PHILIP MELANCHTHON (1497-1560). Melalui
kelahiran dan hubungannya dengan Reuchlin, Melanchthon
tidak hanya hidup dalam situasi renaisans di sebelah
Utara, tetapi juga dalam situasi humanisme di Jerman
Selatan. Melanchthon mengkonsentrasikan seluruh
latihannya dalam gerakan klasik dan kemanusiaan. Dia
dikenal sebagai ‘Master’ Philip.53 Bagi Melanchthon, Kitab
Suci ditafsirkan menjadi otoritas tertinggi bagi
kebenaran Kristen. Melanchthon dikenal sebagai orang yang
mengajarkan metode teologi revolusi dengan kembali ke
Kitab Suci, menggantikan teologi post-Lombard dengan
tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja.
Karya Melanchthon "Loci Communes" (1521) menjadi Buku
Pegangan Dogmatika pertama yang dibuat untuk kalangan
Gereja Lutheran. Isinya antara lain adalah pembahasan
tentang kebenaran Firman Allah yang disusun berdasarkan
urutan yang dipakai Rasul Paulus dalam suratnya kepada
Jemaat di Roma. Menurut Melanchthon seluruh isi Alkitab
52 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.371-383.53 Secara umum, Phillip Melanchthon dikenal sebagai "Guru Jerman,"atau dalam istilah Latin, "Praeceptor Germaniae". Sebutan inidiberikan pada saat ia masih hidup. Tetapi pengaruh pekerjaan dantulisan-tulisannya dalam jangka waktu yang lama telah sampai kepinggiran-pinggiran Jerman. Kaum Humanis memberikan penghormatankepada Melanchthon sebagai ahli bahasa yang ideal.
72
dapat dibagi menjadi tiga topik/ bagian besar, yaitu:
Dosa, Taurat dan Anugerah.
John Brenz pada tahun 1531 menuliskan sebuah definisi
baru tentang pembenaran dalam istilah hukum – ‘gratis
justifficentur, propter Christum per fidem, cum se in
gratiam recipi, et peccata remitti propter Christum, qui
sua morte pro nostris peccatis satisfecit. Hanc fidem
imputat Deus pro justicia coram ipso’ – bahwa manusia
dibenarkan oleh Kristus sungguh hanya oleh iman, ketika
mereka percaya bahwa mereka diterima ke dalam anugerah
dan dosa mereka dihapuskan Kristus yang melunasinya
melalui kematian-Nya bagi dosa kita. Iman kepada Allah
membuat kesalahan menjadi kebaikan dalam terang-Nya.
Inilah penekanan objektivitas Melanchthon. Kemudian dalam
pengajarannya, Melanchthon lebih menekankan unsur
pengetahuan di dalam iman.
Kedua, MARTIN BUCER (1491-1552).54 Bucer
menekankan unsur intelektual dalam iman dan
ajarannya tentang predestinasi menjadikan
pembenaran oleh iman di tempat lain. Sama seperti
Melanchthon, Bucer merupakan seorang yang moralis. Bagi
54 Martin Bucer (atau Butzer, bahasa Latin: Martinus Buccer) (1491–1551) adalah seorang reformator Protestan Jerman. Ia dilahirkan pada1491 di Schlettstadt, daerah Alsace (sekarang Sélestat, di Prancis).Pada 1506 ia memasuki Ordo Dominikan, dan diutus untuk belajar diHeidelberg. Di sana ia berkenalan dengan karya-karya Erasmus danLuther. Ia pun hadir pada sebuah perdebatan tentang Luther dengansejumlah pakar Kepausan. Ia beralih kepada pandangan-pandanganReformasi, meninggalkan ordonya dengan surat dispensasi Kepausan pada1521, dan tak lama kemudian menikah dengan seorang biarawati,Elisabeth Silbereisen.
73
Bucer perlu ditambahkan tiga dimensi bagi gereja –
Firman, Sakramen,dan disiplin Kristus. Bucer telah banyak
belajar bagaimana cara mencapai pembaharuan melalui
proses pembelajaran.
Setelah kematian Francis Lambert dari Avignon, Bucer
menjadi pemimpin penasihat teologi dengan Melanchthon.
Bucer mulai membaharui liturgi dan pendidikan dalam
tulisannya Foundation and Origin (1527). Bucer banyak
dipengaruhi John Calvin ketika Bucer berada di Strasbourg
sebagai pendeta Jemaat Perancis. Pada tahun 1529 di
Marburg, Bucer baru sadar bahwa dia telah salah paham
dengan Luther.
2.10 JOHN CALVIN (T.H.L.Parker)55
Artikel Parker ini sepenuhnya membahas isi
buku karya John Calvin56 (1509-1564) yang
terkenal itu Institutio Christianae Religionis. Edisi
pertamanya tahun 1536 dalam bentuk kateketikal berisikan
enam pasal yaitu: Taurat, Iman, Doa, Sakramen dan lima
upacara yang dinamakan Sakramen, dan kebebasan Kristen.
Dan buku ini terus mengalami perubahan dan perkembangan
55 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.385-399.56 John Calvin (nama aslinya: Jean Cauvin) lahir tahun 1509 di kotaNoyon, Perancis. Dia peroleh pendidikan baik. Sesudah belajar diCollege de Montaigue di Paris, dia masuk Universitas Orleans belajarhukum. Dia pun belajar hukum di Bourges. Pandangannya yang begituberaneka ragam tentang masalah seperti teologi, pemerintahan, moralpribadi dan kebiasaan bekerja, lebih dari empat ratus tahunmempengaruhi tingkah laku dan perikehidupan jutaan orang.
74
substansi dari tahun 1539, kemudian tahun 1543-1550
hingga 1559. Edisi terakhir ini berisikan empat
buku/kitab dan delapan puluh bab. Yang disoroti oleh
Parker di sini adalah edisi tahun 1559 dengan ringkasan-
ringkasan isi dari Institutio Calvin tersebut.
Metode teologi Calvin dibagi dalam tiga bagian.
Pertama, metode umum teologinya berisikan penyusunan dan
susunan ajaran Alkitabiah. Aspek kedua, teologi adalah
penafsiran hubungan Allah dan manusia. Dan ketiga,
perubahan-perubahan isi dari buku Institutio ini akhirnya
menetapkan pada edisi terakhir penggunaan Pengakuan Iman
Rasuli sebagai kerangkanya.
Karena buku ini sangat tebal maka tidak mungkin
dibahas secara mendalam, maka Parker menguraikan isi
ringkas dari buku Institutio. Ada pun isi ringkas buku
tersebut adalah:57
Buku I : PENGETAHUAN TENTANG PENCIPTAAN ALLAH
berisikan lima topik utama: pengetahuan alami, objek
pengetahuan langsung tentang Allah, ajaran tentang Allah,
pendiptaan dan pemeliharaan Allah.
Buku II : PENGETAHUAN TENTANG ALLAH PENYELAMAT DI
DALAM KRISTUS berisikan empat bab: bab i-v, manusia
berdosa, bab vi, Kristus Juruselamat, bab vii-xi,
kesaksian PL dan PB tentang Juruselamat, bab xii-xvii,
ajaran tentang Kristus.
57 Lebih lengkap dapat dilihat dalam Yohanes Calvin, Institutio, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1980). Ini ajaran edisi dipersingkat (abridged)yang lengkap ada dalam bahasa Latin dan Inggris.
75
Buku III : CARA BAGAIMANA KITA MENERIMA ANUGERAH
ALLAH, KEUNTUNGAN APA YANG KITA PEROLEH DARINYA DAN APA
HASIL-HASIL YANG DIBAWANYA. Buku ini berisikan hanya
empat atau lima subyek: Roh Kudus dan Iman; Kehidupan
Kristen; pembenaran dan kebebasan; doa, dan predestinasi.
Buku IV : BERHUBUNGAN DENGAN HAL-HAL LUAR BAHWA
SECARA OBYEKTIF BENAR DI DALAM KRISTUS MENJADI SUBYEKTIF
BENAR DI DALAM ORANG PERCAYA. Buku ini berisikan beberapa
topik: kesatuan Gereja adalah kesatuan di dalam satu
Kristus, pelayan Gereja hubungannya dengan hasil
pekerjaan keselamatan Kristus di dalam Gereja, disiplin
Gereja, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, dan bab
terakhir berbicara mengenai pemerintahan sipil. Buku
keempat ini sangat banyak menyoroti polemik anti-Romawi
sejak Calvin menggantikan Gereja Roma dengan Gereja
evangelikal. Bagi Calvin dasar gereja adalah pemilihan
individu ke dalam Kristus kemudian kesatuan dalam diri-
Nya. Gereja adalah ibu orang-orang percaya.
2.11 KONSILI TRENTE (Benjamin Drewery)58
Drewery mencatat beberapa ahli yang sudah mempelajari
tentang Konsili Trente ini seperti: Hubert Jedin (Geschichte
des Konzils von Trient, Band I – 1949; Band II – 1957;
terjemahan bahasa Inggrisnya A History of the Council of Trent oleh
Dom Ernest Graf, Vol.I – 1957; Vol.II – 1961). Dalam
artikel ini secara ringkas Drewery mencoba memaparkan58 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.401-409.
76
sejarah dan indikasi isi pengakuan penting dalam Konsili
Trente ini.
Konsili ini mengalami tiga kali perpanjangan, tetapi
tidak bersambung di antara tahun 1545 dan 1563, melakukan
dua puluh lima ‘sesi’. Trente dipilih sebagai tempat
Konsili di dalam Kekaisaran tetapi dalam praktiknya di
bawah kontrol Italia. Pada akhir periode pertama Konsili
dipindahkan ke Bologna.
Drewery secara detail menguraikan kedua puluh lima
sesi yang dilakukan lengkap dengan topik-topik yang
dibahas dalam sesi-sesi tersebut. Namun secara umum
pembahasan ini memberikan tiga tema utama bagi para ahli
sejarah doktrin yaitu:
Pertama, Kitab Suci/Tradisi. Topik ini dibahas dalam
sesi keempat dengan isi ringkasannya sebagai berikut:
(1) ‘Sumber dari seluruh keselamatan yang benar dan
disiplin moral adalah Injil’;
(2) Kebenaran dan disiplin ini dikandung di dalam
buku-buku tertulis dan di dalam tradisi-tradisi
yang tidak tertulis;
(3) Kanon PL yang didaftarkan mencakup Apokrifa; di
dalam PB, Surat Ibrani diberikan sebagai surat Paulus
keempat belas;
(4) Versi yang berwewenang dipakai adalah Vulgata;
(5) Adalah hak prerogatif ‘gereja induk’ untuk
‘menghakimi ajaran dan penafsiran yang benar dari
Kitab Suci.
77
Kedua, Pembenaran oleh Iman. Bagian ini dibahas dalam
dua sesi yaitu: sesi kelima membicarakan tentang Dosa asali
dengan isi keputusannya sebagai berikut:
(1) Dosa Adam menghilangkan ‘kekudusan dan
kebenaran yang telah dilakukannya’, maka dia
membuat murka Allah, kematian dan kejatuhan ke
dalam dosa;
(2) Hukuman tubuh dan dosa yakni kematian jiwa
telah ditransfusikan kepada seluruh manusia melalui
Adam (melalui propagasi bukan imitasi);
(3) Dosa Adam ini dipindahkan melalui rekonsiliasi
Yesus Kristus yang dinampakkan melalui baptisan;
(4) Dengan Kristus seluruh esensi dosa asali
dibuang bukan dikurangi;
(5) Berkat Perawan Maria dibebaskan dari syarat
(proviso) ini.
Sesi keenam membahas Pembenaran oleh Iman dengan isi
keputusannya sebagai berikut:
(1) Pembenaran dimulai dengan anugerah Allah
melalui Yesus Kristus;
(2) Persiapan Pra-baptisan berisikan percaya,
pertobatan dan memutuskan untuk memulai hidup baru;
(3) Pembenaran bukan hanya remisi dosa-dosa
melainkan penebusan dan pembaharuan di dalam batin
manusia melalui menerima secara sukarela anugerah
dan pemberian Allah;
78
(4) Pembenaran juga diikuti dari isu kepercayaan
dan kepastian
(5) Seluruh pembenaran – melalui penghukuman Allah
dan Gereja, iman bekerjasama dengan pekerjaan baik;
(6) Anggapan bahwa seseorang termasuk di antara
mereka yang dipredestinasikan harus dihindarkan,
pembenaran hanya dapat dikenal dengan pewahyuan
khusus.
(7) Kehidupan yang kekal adalah baik anugerah dan
penghargaan selama hidup.
Ketiga, Sakramen. Keputusan mengenai sakramen sangat
banyak di dalam sejarah doktrin. Melalui sakramen seluruh
kebenaran benar kendati pun dimulai atau ditambahkan atau
juga dikembalikan. Mereka mengatakan anugerah ex opere
operato, bukan oleh iman saja, tiga di antaranya (baptisan,
peneguhan sidi, jabatan) mengangkat karakter noda atau
stempel dan akhirnya tidak dapat diulangi.
Dalam Konsili Trente ini ada beberapa hal pemikiran
Reformasi yang ditolak seperti: imamat am orang percaya
(artinya Konsili ini tetap mempertahankan hierarhy
Kepausan), kehidupan selibat, menolak pemahaman bahwa
hanya ada dua Sakramen (tetap mempertahankan ketujuh
Sakramen), menolak predestinasi, dan mempertahankan
Mariologi. Dan bahkan Konsili ini menganggap para
Reformator sebagai orang-orang yang terkutuk.
79
2.12 TEOLOGI ANGLIKAN ABAD KEENAMBELAS
(H.F.Woodhouse)59
Dalam artikel ini, Woodhouse memaparkan secara
ringkas pengajaran Gereja Anglikan. Sebelum tahun 1547,
ketika Raja Henry VIII meninggal, kita tidak dapat
mengatakan bahwa sudah ada doktrin pembaharuan yang sudah
permanen di Inggris. Henry menguasai Gereja tetapi tidak
membuat perubahan doktrin. Menurut Woodhouse, ada empat
hal yang perlu dibicarakan dalam hal ini yaitu: Katolik
(bukan Roma), Calvinis, Lutheran dan Erastian.
Kita menemukan di dalam pemerintahan Henry VIII,
sebagian karena alasan politik, bahwa buku yang disebut
buku Uskup dan Raja, metunjukkan jejak-jejak pengajaran
Luther, dan Thomas Cranmer sendiri tertarik pada aspek-
aspek tertentu dari ajaran Luther itu..
Woodhouse membahas teologi Anglikan pada Abad
Keenambelas ini dengan menguraikan Pasal-pasal penting
saja. Uraian teologi Anglikan ini tidak terlepas dari
para penulis teologi Anglikan itu sendiri. Misalnya,
Rogers dalam eksposisinya tentang Pasal Enam, mengatakan
bahwa GKR menempatkan doktrin, peraturan-peraturan mereka
sama dengan firman Allah. Di sisi lain, Anglikan tidak
mengasumsikan bahwa setiap apa yang disebutkan dalam
59 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.411-424. Uraianmengenai Reformasi Anglikan ini dapat dibaca dalam buku EddyKristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern, (Kanisius:Yogyakarta, 2004), hlm. 83-92.
80
Kitab Suci harus diimatasikan sebagaimana yang diajarkan
orang-orang Puritan.
Berkaitan dengan jabatan Gereja, Hooker berbicara
tentang kebutuhan untuk memberikan tempat dan
penghormatan pada alasan yang terkandung pada jaman dulu,
otoritas Gereja.
Pengajaran Gereja Anglikan ini terdiri dari 39 pasal.
Lima pasal yang pertama membicarakan iman dan Trinitas,
Kristus dan Roh Kudus. Baik Anglikan dan Puritan menerima
ajaran dosa asali, tetapi mereka sangat berbeda secara
serius tentang akibat perasaan sakit hati manusia. Pasal
9 berbicara tentang ‘Dosa asal atau dosa di bawa lahir’.
Manusia sangat jauh dari kebenaran asali dan kodratnya
tunduk kepada dosa. Melihat doktrin ini, Woodhouse
mengatakan bahwa pengajaran Anglikan adalah sebuah
modifikasi bentuk Augustinianisme. Dengan kata lain,
Allah bertindak dan manusia membutuhkan anugerah, manusia
tidak dapat melakukan apa pun terhadap dirinya sendiri,
sehingga pembenaran oleh iman sangat dibutuhkan yang
dikerjakan oleh Yesus Kristus.
Dalam hal keselamatan, teologi Anglikan menekankan
tiga hal penting bagi pembenaran yaitu: Tindakan Allah
‘Anugerah dan kasih-Nya’; Tindakan Yesus yang adil; dan
tindakan kita dengan hidup benar dan beriman benar kepada
Yesus Kristus. Iman tersebut bukan milik kita sendiri
melainkan oleh tindakan Allah di dalam kita dan akhirnya
iman itu pemberian Allah. Rogers memberikan tiga komentar
atas pembenaran bahwa kita dibenarkan: (1) hanya karena
81
kasih Tuhan kita dan Juruselamat kita Yesus Kristus, (2)
hanya karena iman, (3) bukan karena usaha kita.
Mengenai predestinasi dibahas dalam Pasal 17 yang
mengatakan bahwa hidup kita memiliki tujuan kekal dari
Allah dan bahwa Allah memberikan anugerah dan pemberian
untuk memampukan setiap orang sehingga predestinasi hidup
di dalam kehidupan orang-orang Kristen. Pasal ini
menyimpulkan, kita harus menerima janji Allah di dalam
kebijaksanaan. Komentar Rogers tentang Pasal ini adalah:
(1) Ada predestinasi manusia pada kehidupan yang
kekal.
(2) Predestinasi telah ada kekal selama-lamanya.
(3) Mereka yang dipredestinasikan untuk keselamatan
tidak dapat binasa.
(4) Bukan hanya manusia, tetapi pasti, seluruhnya
dipredestinasikan untuk selamat.
(5) Di dalam Yesus Kristus, beberapa orang akan
dipilih dan bukan yang lain pada keselamatan.
Mengenai penebusan, Hooker menekankan bahwa pekerjaan
baik sebagai bukti kehidupan orang yang beriman. Ada dua
jenis kebenaran Kristen yaitu: kebenaran tanpa kita yang
kelihatan dengan implikasi, dan kebenaran di dalam kita
yang kelihatan dalam iman, pengharapan, caritas, dan
kebaikan orang-orang Kristen.
Mengenai Gereja tertulis dalam beberapa Pasal yang
mengatakan bahwa Gereja adalah gereja yang kelihatan.
Gereja yang kelihatan adalah sebuah jemaat yang dipenuhi
82
iman, di dalamnya ada firman Allah yang murni
dikhotbahkan dan sakramen dilayankan sesuai dengan
ordinansi Kristus. Rogers memberikan komentarnya sebagai
berikut:
(1) Ada Gereja Kristus, bukan hanya gereja yang
kelihatan (visible), tetapi juga gereja yang tidak
kelihatan (invisible).
(2) Gereja hanya satu.
(3) Gereja yang kelihatan adalah Gereja Katolik.
(4) Tanda-tanda Gereja yang kelihatan adalah
melaksanakan firman dan sakramen dengan baik dan
benar.
Ridley memberikan tiga pengertian kata Gereja yaitu:
pertama, gereja itu adalah semua orang yang mengaku
Kristus; kedua, gereja adalah orang-orang Kristen yang
benar di dalam hati; ketiga, gereja adalah orang yang
bersekutu di dalam keseluruhan.
Gereja adalah Katolik dan Gereja Inggris merupakan
bagian dari Gereja Katolik itu sendiri. Secara umum
Gereja Allah adalah gereja yang kelihatan dan bisa
dilihat; tetapi gereja yang benar yang Allah pilih adalah
gereja yang tidak kelihatan dan tidak dapat dilihat oleh
manusia, melainkan hanya dikenal oleh Allah sendiri. Di
dalam gereja Anglikan masih kuat diajarkan tentang
tradisi-tradisi dalam Gereja seperti yang tertulis dalam
Pasal 34.
83
Hooker berbicara mengenai otoritas Gereja untuk
mengukuhkan pelayan yang baru. Hooker juga memberikan
tiga bab mengenai pelayan: pertama tentang kodratnya;
kedua, kekuatan yang diberikan kepada manusia untuk
menjalankan tugas gereja; ketiga, pemberian Roh Kudus di
dalam penahbisan pelayan. Mengenai jabatan di dalam
Gereja Anglikan, Hooker menjelaskan bahwa jabatan Gereja
itu terdiri dari: Uskup, Presbiter, dan Diakon. Ada tiga
hal penting lain yang dibahas dalam Pasal Anglikan
tersebut yakni: pertama, berkenaan dengan penahbisan
(Pasal 36). Yang kedua mengenai masalah hubungan dengan
gereja-gereja non-episkopal. Dan ketiga mengenai suksesi
kepemimpinan Gereja.
Bahasan terakhir dalam tulisan Woodhouse ini adalah
mengenai Sakramen dan pemerintahan sipil. Untuk membahas
teologi Anglikan mengenai Sakramen tidak bisa terlepas
dari dua teolog Anglikan yakni: pertama Cranmer dan
kedua, Hooker. Dari beberapa Pasal Anglikan tersebut,
paling sedikit ada tiga yang membicarakan tentang
sakramen. Pertama, Gereja Anglikan mengajarkan bahwa
hanya ada dua sakramen yaitu: Baptisan dan Perjamuan
Kudus. Kedua, sakramen sangat dibutuhkan baik untuk
‘kekuatan maupun untuk kebaikan generatif. Sakramen
merupakan ‘tanda-tanda yang kelihatan dari berkat yang
tidak kelihatan’ dan kekuatan instrumen Allah tentang
kehidupan yang kekal. Ketiga, bahwa anak-anak bayi dan
anak-anak remaja dibaptiskan (Pasal 27).
84
Pasal 28 berbicara tentang ‘Perjamuan Kudus’.
Perjamuan Kudus bukan hanya tanda kasih orang-orang
Kristen tetapi penebusan kita, dan juga bagian tubuh dan
darah Kristus.
Pembahasan mengenai gereja dan warga negara, politik,
dan disiplin dibahas dalam Pasal 37. Pemerintah merupakan
milik Raja. Batasan Gereja dan pemerintah sangat tipis
sekali. Satu Allah, satu raja, satu iman, satu profesi
merupakan semboyan yang umum. Ratu memiliki supermasi di
dalam kekuasaan kegerejaan, tetapi bukan untuk
menjalankan fungsi kegerejaan untuk berkhotbah,
melayankan sakramen atau menjadi uskup.
2.13 SEJARAH DOKTRIN KRISTEN ABAD KETUJUH BELAS
(R.Buick Knox)60
Sejarah doktrin Kristen abad ketujuh belas ini
diuraikan Knox dalam lima bagian besar. Knox mengakui
bahwa sebenarnya selama abad ketujuh belas definisi
doktrinal baik berupa keputusan Konsili-konsili, Pasal-
pasal Kepercayaan dan Pengakuan-pengakuan Iman sudah
mulai permanen.
Knox membahas doktrin Kristen Abad Ketujuhbelas ini
dalam lima bagian besar yaitu:
60 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.425-451.
85
Bagian pertama, membahas perkembangan doktrin Gereja
Roma. Di Gereja Roma sendiri perubahan doktrin berjalan
dengan lambat untuk menyadari keseriusan Reformasi hingga
akhirnya diadakan Konsili Trente. Tokoh yang dimunculkan
Knox ialah Kardinal Robert Bellarmine (1542-1621) dan
Galileo Galilei (1564-1642). Bellarminus menyadari bahwa
pengetahuan baru telah mengubah pengetahuan Gereja dengan
segera, walaupun isu-isu perubahan tersebut masih dalam
perdebatan. Tokoh lainnya adalah Cornelius Jansen (1585-
1638). Jansen yang dipengaruhi Augustinus ini adalah
seorang warga jemaat yang kuat beriman di dalam Gereja.
Karyanya yang dipublikasikan tahun 1640 adalah Augustinus,
seu doctrina S.Augustini de humanae naturae aegritudine, sanitate et
medicina (Augustinus, atau pengajaran Augustinus tentang penyakit,
kesehatan dan perawatan alami manusia). Buku ini melawan
tindakan Pelagius tentang Adam dan Kejatuhan ke dalam
dosa dan anugerah Kristus sebagai Juruselamat.
Pemikiran Jansen ini diteruskan oleh Antoine Arnaul
dari Sorbonne dan Cornet tahun 1649 dengan lima saran
yang diperoleh dari Augustinus. Proposisi pertama
menyatakan bahwa sejumlah perintah Allah tidak mungkin
dipelihara/dilaksanakan. Kedua, manusia tidak mampu
menolak anugerah dari dalam yang diberikan Allah. Ketiga,
bagi setiap manusia untuk menerima kelebihan atau
kekurangan di dalam penglihatan Allah harus bebas dari
kendala eksternal tetapi bukan dari tekanan keinginan
dari dalam. Keempat, Semi-Pelagianisme harus ditolak.
Kelima, sebagai kelanjutan penolakan terhadap pengajaran
86
Semi-Pelagianisme yang salah, Kristus menumpahkan darah-
Nya bagi seluruh manusia. Komisi kepausan mempelajari
usulan ini lebih dari dua tahun dan tahun 1653 paus
Innocent X mengutukinya dengan surat Bulla Cum occasione.
Kendati demikian pengikut Jansenisme masih banyak
yang meneruskan pemikiran Jansen ini, seperti Blaise
Pascal (1623-1662) yang dalam tulisannya Lettres Provinciales
(Surat kepada propinsial) membela usulan-usulan Antoine dan
Cornet sebagai sebuah pemahaman iman tentang pengajaran
Agustinus dan Jansen. Knox juga membahas tokoh lainnya
seperti: Luis de Molina (1535-1600), Miguel Molinos
(1640-697), Madame Guyon (1648-1717) dan Bossuet (1627-
1704).
Bagian kedua, membahas doktrin standar umum pada akhir
abad keenambelas dari Gereja-gereja Luhteran yakni
Formula Konkord yang disusun tahun 1577 dan tahun 1580
diterima sebagian besar negara-negara Jerman. Teolog yang
perlu dicatat dalam masa ini adalah: (1) Abraham Calovius
(1612-1686), seorang guru besar teologi di Wittenberg.
Abraham menulis dua belas volume Tema-tema Teologi Sistematik
(Systema Locorum Theologicorum). (2) Johann Gerhard (1582-
1637), seorang guru besar teologi di Jena dan salah
seorang penulis penjelasan teologi Luther kontemporer.
Tulisannya Loci communes theologici (Masalah-masalah Teologi Umum)
pada tahun 1610 hingga 1622 menjadi buku pegangan dan
pada tahun 1606 menerbitkan buku Meditaiones Sacrae ad veram
pietatem exitandam. (3) Johann Arndt (1555-1621), seorang
87
pendeta Lutheran yang lebih menaruh perhatian pada
kekuatan sistem teologi tentang pekerjaan Kristus di
dalam hati manusia. Bukunya True Christianity (Kristen yang Benar)
menjadi sumber spiritualitas dan perhatian sosial. (4)
George Calixtus (1586-1656), seorang guru besar teologi
di Helmstadt tahun 1614. (5) Gottfried Wilhelm Leibniz
(1646-1716), seorang filsuf agama yang menulis Systema
Theologicum (1686). (6) Paul Gerhardt (1607-1876) dan Jakob
Boehme (1575-1624). (7) Philip Spnener (1635-1705) yang
paling tekenal dari semua tokoh pada masa ini. Ia adalah
seorang yang memiliki wawasan pendidikan yang sangat luas
dan menjadi pendeta Lutheran tahun 1666 di Frankfurt di
Main di mana dia memulai pendalaman Alkitab. Tulisannya
yang sangat terkenal adalah Pia Desideria (1675). (8) August
Hermann Francke (1663-1727), seorang guru besar Yunani
yang banyak menjadikan orang menjadi pendeta Lutheran dan
juga dia menulis banyak buku untuk menstimulasi gerakan
Pietis dan memberikan kerangka teologis Pietis. (9)
Johann Valentine Andreae (1586-1654) dan terakhir (10)
Johannes Albercht Bengel (1687-1752) yang menulis Gnomon
(1742) yang berisikan penafsiran Perjanjian Baru.
Bagian ketiga, membahas pemikiran Jakobus Arminius (1560-
1609), seorang pengkhotbah di Amsterdam dan menjadi guru
besar di Leyden tahun 1603. Arminius menghadapi
perdebatan di universitas Leyden mengenai ajaran tentang
kesetiaan politik dengan dosen-dosen teologi misalnya
dengan Gomarus. Gomarus mendukung pemerintahan monarkial
88
Pangeran Maurice dari Orange, tetapi Arminius mendukung
partai republik yang dipimpin oleh Oldenbarnevelt.
Arminius menginginkan sebuah sinode nasional untuk
menuntut posisi hubungan Gereja dengan pengajaran
Calvinis yang telah diputuskan di dalam Konfesi Belgia
dan Katekismus Heidelberg. Arminius meninggal tahun 1609,
namun pada tahun1610, empat puluh enam pelayan yang
dipimpin Uytebogaert berkumpul di Gouda dan membuat
keempat pengajaran Arminius di dalam lima penegasan.
Pertama, Allah melalui tujuan kekal di dalam Yesus
Kristus anak-Nya menjadi dasar bagi orang yang jatuh ke
dalam dosa untuk diselamatkan di dalam Kristus demi
Kristus dan melalaui Kristus. Kedua, ketika Yesus mati,
Dia mati bagi seluruh manusia dan setiap orang. Ketiga,
tidak ada seorang pun mampu memilih untuk percaya.
Keempat, dorongan prevenien dan anugerah Allah membuat
manusia tetap memiliki kekuatan untuk melawan dorongan
Roh Kudus. Kelima, dengan dorongan anugerah Roh Kudus
setiap orang yang bekerjasama dengan Kristus melalui iman
yang benar memiliki sumber-sumber kekuatan untuk melawan
Setan, dosa, keinginan dunia dan daging. Intinya adalah
Arminino menolak doktrin predestinasi dan
menganut/mengajarkan doktrin tentang kebebasan manusia
untuk memilih.
Tokoh lain yang dibahas Knox adalah Moses Amyraut
(Amyraldus). Amyraut adalah seorang pelayan di Saumur
yang menerbitkan tulisannya Brief Traite de la Predestination.
Amyraut yakin pengajarannya berdasarkan Kitab Suci dan
89
Calvinis dan dia dikenal sebagai seorang penulis
Calvinis. Amyraut percaya bahwa Allah telah menyatakan
tujuan umum-Nya di dalam Taurat Tuhan untuk menyelamatkan
umat manusia melalui penebusan Kristus. Pengajarannya ini
kemudian diikuti oleh Peter du Moulin dan Frederich
Spanheim. Amyraut juga menerbitkan tulisannya Defensio
doctrinae J.Calvini de absoluto reprobationis decreto (Pembelaan pengajaran
John Calvin mengenai pencelaan yang absolut) tahun 1644. Pengajaran
Calvin ini dibahas dalam sinode Charenton tahun 1644
dengan mengambil dua keputusan yaitu: pertama, pemilihan
Allah dan pemanggilan yang efektif dibatasi hanya pada
yang dipilih saja; kedua, dosa asali Adam bukan hanya
sebuah kesalahan transmisi turun-temurun.
Perdebatan lain yang dilaporkan Knox adalah di
Perancis yang dimulai oleh Claude Pajon (1626-1685). Di
Geneva pengajaran Amyraut diadposi oleh Alexandar Morus,
namun tahun 1675, pengajaran Amyraut dikutuk di
Switzerland dengan Formula Consensus oleh Heidegger di
Zurich. Klimaks pengajaran motif Perjanjian (Covenant)
ini di bawa oleh Johannes Cocceius (Koch) (1603-1669).
Knox juga menguraikan seorang tokoh Gereja-gereja
Reformed yang masih menerima ortodoksi yaitu Francis
Turretin (1623-1687) dalam sebuah tulisannya Institutio
Theologiae Elencticae (Sistem Teologi Elenktik). Turretin mengatakan
bahwa pemilihan Allah sungguh anugerah dan bagian dari
seluruh pengetahuan. Dengan kata lain, Allah yang telah
menulis nama-nama yang dipilih di dalam buku kehidupan.
90
Bagian keempat, membahas Gereja Inggris. Bahasan ini
sebenarnya sudah dibahas oleh H.F.Woodhouse, namun Knox
mau menyoroti secara khusus pengaruh Gereja-gereja
Reformed yang terlihat dalam Pasal-pasal Lambeth yang
dipersiapkan oleh Usukup Whitgift tahun 1585. Gereja
Inggris pada waktu itu mendirikan Gereja Irlandia yang
berjuang di tengah-tengah orang yang sangat loyal kepada
Gereja di Roma. Posisi Gereja Irlandia ini diperjelas
oleh James Ussher dengan menggunakan Pasal-pasal Lambeth.
Dalam penjelasannya, James mengatakan bahwa Gereja
Inggris adalah Gereja Nasional. Keputusan ini dikenal
dengan ‘Caroline divines’ yang diprakarsai oleh Lancelot
Andrewes, James Ussher, Joseph Hall, John Bramhall, John
Prideaux, John Cosin, Robert Sanderson dan Jeremy Taylor.
Bagian kelima, membahas masukan-masukan pada pembentukan
atau definisi doktrin. Pertumbuhan kesadaran banyak
agama-agama dunia dengan tradisi-tradisi dan pembangian
yang banyak di dalam Kekristenan menimbulkan permasalahan
mengenai penilaian kebenaran setiap doktrin sebagai dasar
pewahyuan ilahi.
Lord Herbert dari Cherbury (1583-1648) dalam De Veritate
(Mengenai Kebenaran) (1624) memberikan motivasi lahirnya
Deisme. Herbert menemukan dugaan standar dalam
‘pengertian umum’ yang ditanamkan di dalam pikiran
manusia dan hanya ada ‘Gereja Katolik’ yang benar.
Pengertian umum ini termasuk percaya kepada Allah yang
91
Mahakuasa yang bekerja melalui pemeliharaan umum dan
khusus dalam tujuan akhir-Nya.
Yang paling berpengaruh adalah William Chillingworth
(1602-1644) dengan karyanya The Religion of Protestants (1638).
Chillingworth mengekspresikan wewenang dari Firman Allah
sebagai kriteria doktrin dan dia lebih menitik beratkan
pada ‘tradisi umum’ pada penafsiran Kitab Suci.
Rene Descrates (1596-1650) dalam karyanya Discours de la
Methode (Percakapan Metode) (1637) menjelaskan dasar
pengetahuan. Semboyan Descrates yang terkenal adalah:
‘Cogito ergo sum’ (Aku berpikir, karena itu aku ada).
Tokoh lain yang dibahas Knox adalah Thomas Hobbes
(1588-1679) dengan karyanya Leviathan (1651) yang mengatakan
bahwa Allah menciptakan manusia dan merencanakan
keselamatan bagi manusia, tetapi manusia tidak dapat
diselamatkan dari ambisi mereka. Pengikut pemikiran
Descrates dan Hobbes ini adalah Benjamin Whichcote (1609-
1683), Ralph Cudworth (1617-1688) dan Henry More (1614-
1687).
2.14 CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR: ABAD
KEDELAPANBELAS HINGGA ABAD KEDUAPULUH (Kallistos Ware)61
61 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.453-457.
92
Ware memberi catatan atas teologi Kristen Timur dari
Abad kedelapanbelas hingga abad keduapuluh dengan
menampilkan dua contoh besar tentang perkembangan sejarah
doktrin Timur antara tahun 1700 dan 1900 yaitu: Hesychast
Renaissans di Yunani-Romawi selama pertengahan kedua abad
kedelapanbelas; dan kebangkitan teologi Rusia pada
pertengahan abad kesembilanbelas.
(1) Hesychast Renaissans di Yunani-Romawi. Pada
dekade terakhir abad kedelapanbelas, sudah ada
ketertarikan terhadap pembaharuan di dalam teologi
mistik. Ada dua tokoh kunci pada masa ini yaitu:
St.Macarius Notaras (1731-1805) dan St.Nikodemus
(1748-1809). Karya utama mereka adalah Philokalia yang
diterbitkan pada tahun 1782. Hesychast Renaissans
lebih menekankan gerakan spiritual daripada gerakan
doktrinal khusus. Anggota-anggotanya lebih tertarik
pada hal-hal praktis dari Doa Yesus atau frekuensi
persekutuan daripada pembedaan di antara esensi dan
energi Allah.
(2) Kebangkitan teologi Rusia. Sekitar tahun 1850
Gereja Ortodoks Rusia pertama kali mulai
menghasilkan teolog-teolog yang terkenal seperti
St.Nilus dari Sora (kira-kira 1433-1508). Nilus
lebih dikenal sebagai murid yang setia daripada
seorang pemikir yang handal dan perhatiannya lebih
dititik beratkan pada pengajaran praktis Hesychast
daripada dasar-dasar doktrinal mereka. Tokoh lain
yang muncul pada periode 1850-1900 adalah: Alexis
93
Khomiakov (1804-1860) dan Philaret Drozdov (1782-
1867). Pandangan Khomiakov, seluruh Kristen Barat,
apakah Gereja Roma atau Reformed, memiliki dasar
yang sama, di mana Ortodoks termasuk di dalamnya.
Ortodoks akhirnya berhenti menggunakan argumen-
argumen Protestan melawan Roma dan Roma berargumen-
argumen melawan Protestan. Khomiakov meluangkan
perhatian khusus pada doktrin tentang Gereja.
Gereja adalah kesatuan dan otoritas. Gereja sebagai
kombinasi unik dari kebebasan dan kebulatan suara,
beraneka ragam namun satu. Philaret menghidupkan
semangat Patristik di dalam sekolah-sekolah teologi
Rusia. Dalam banyak khotbahnya, Philaret membuat
ciri liturgi Ortodoks untuk menjangkau iman.
Revolusi Rusia tahun 1917 merupakan pukulan keras
dalam perkembangan pemikiran keagamaan di dalam Rusia
sendiri, tetapi tradisi-tradisi teologi Rusia telah
dikombinasikan oleh penulis-penulis terkenal seperti:
Fr.Sergius Bulgakov (1871-1944), seorang rektor Institut
Teologi Rusia yang menuliskan karyanya Sophia atau
Kebijaksanaan Ilahi. Pemikiran Bulgakov ini ditentang
keras oleh Vladimir Lossky (1903-1958) dan Fr.George
Florovsky (lahir 1893). Lossky dan Florovsky bersikeras
pada ciri esensi Patristik bagi seluruh teologi orang
Kristen, tetapi juga bersikeras memperlakukan Bapa
sebagai kesaksian hidup bukan sebagai teks yang mati.
94
Untunglah generasi teolog muda Rusia kemudian
memperbaharui teologi Rusia seperti: Fr.Alexander
Schmemann (lahir 1921) yang menuliskan teologi liturgi
dan Fr.John Meyendorff (lahir 1926) yang menuliskan buku
pegangan dari karya St.Gregorius Palamas dengan judul
Byzantine Theology: Historical Trends and Doctrinal Themes (London,
1975).
2.15 TEOLOGI KRISTEN ABAD KESEMBILAN BELAS HINGGA
ABAD KEDUA PULUH (John H.S.Kent)62
Artikel Kent ini adalah artikel kedua terpanjang
dalam buku ini (130 halaman). Kent membahas lima pokok
bahasan dalam paparannya ini yaitu: Abad kedelapanbelas,
Abad kesembilan belas, Doktrin Gereja di seluruh periode,
Teologi sosial di seluruh periode, dan Abad keduapuluh.
Pertama, Abad kedelapanbelas. Pada masa ini sejarah
teologi disebut dengan masa teologi klasik Katolikisme
dan Protestanisme. Masa ini juga ditandai dengan
perubahan sosial dan politik. Dengan demikian teologi
Kristen juga dipengaruhi perubahan sosial, perkembangan
teknologi dan akibat perpindahan penduduk. Kombinasi
perubahan sosial dan intelektual memasuki Kekristenan
mulai dari masyarakat yang marjinal hingga ke mazhab
teologi Kristen modern. Perubahan lainnya, banyak kritik
teolog-teolog menjadi diyakini bahwa perubahan62 Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian …, hlm.459-591.
95
intelektual dan sosial mampu menjangkau transformasi
Kristen. Hal ini yang menandakan mulai munculnya post-
masyarakat Kristen. Kent menjelaskan perkembangan teologi
Kristen abad kedelapanbelas ini mulai dari pemikiran
Johannes Wollebius (1586-1629) dalam karyanya Compendium
of Christian Theology (1626) yang memaparkan pengetahuan
tentang Allah dan manusia. Di Jerman, lembaga agama
Protestan menikmati budaya yang baik dan juga
mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan ancien
regime. Ernst Troeltsch mengatakan bahwa Reformasi
Protestan bukan sebuah ekspresi ‘roh modern’ sebagai
sebuah gerakan keras di dalam batasan intelektual dalam
pembaharuan budaya. Kent berpendapat, fungsi teologi
sosial abad kedelapanbelas mengalami erosi disebabkan
masyarakat itu sendiri berhenti berpegang pada kesetiaan
untuk mampu mempertahankannya. Pada pertengahan abad
keduapuluh, ketika situasi menjadi lebih buruk, beberapa
teolog Kristen bereaksi dengan sebuah teologi ‘revolusi’
atau sebuah teologi ‘politik’, tetapi teolog-teolog abad
kedelapanbelas bertahan pada teologi sosial yang lalu.
Hasilnya, mereka tidak mendominasi pemikiran pada periode
tersebut. Teolog yang sangat terkenal saat itu adalah
uskup Butler dengan karyanya Analogy of Religion (1736).
Menurut Kent, ada beberapa faktor yang mendukung
perubahan iklim intelektual dalam pemikiran teologi pada
abad ketujuhbelas dan kedelapanbelas yaitu: faktor
geografi, historiografi Kristen, dan kebudayaan.
96
Perubahan demi perubahan teologi pun semakin
berkembang. John Locke dalam karyanya Reasonableness of
Christianity as delivered in Scriptures (1695) berusaha untuk
merekonsiliasi tuntutan Kristen pada wahyu ilahi langsung
di dalam Alkitab dengan etika sederhana theisme. Locke
berhadapan dengan tradisi Deisme yang salah satu tokohnya
adalah John Toland (1670-1722) yang mempublikasikan
karyanya Christianity not Mysterious (1696) yang disebarkan ke
Eropa pada abad kedelapanbelas.
Locke dan kaum Deist sepakat bahwa pengetahuan
keagamaan terdiri dari: (a) sejumlah soal-soal mengenai
Allah, (b) pengalaman moral. Kaum Deist menerima
ringkasan ‘agama alami’ bahwa Allah berada dan harus
disembah, dan bentuk tingkah laku ibadah adalah perbuatan
baik. Immanuel Kant mengatakan bahwa manusia seharusnya
bertobat dari perbuatan salah mereka sehingga Allah akan
memberikan penghargaan dan penghukuman pada manusia di
dalam kehidupan masa yang akan datang. Hanya ‘pengalaman’
keagamaan di dalam perasaan mereka yang merupakan
pengalaman moral.
Perdebatan mengenai kemungkinan pengalaman keagamaan
manusia di dalam iman Kristen menjadi permasalahan yang
mendasar bagi Kekristenan kemudian pada periode ini.
Schleiermacher, Soren Kierkegaard, J.H.Newman,
F.D.Maurice, von Hugel dan bahkan Dietrich Bonhoeffer
berpikir untuk menjaga Kekristenan melawan kerusakan pada
abad Pencerahan dengan membuat validitas pernyataan John
Baillie dalam karyanya Our Knowledge of God tahun 1939 yang
97
berisikan: “… bahwa pengetahuan tentang realitas Allah
datang kepada kita”. Pengetahuan ini datang melalui
hubungan pribadi langsung dengan-Nya di dalam Pribadi
Yesus Kristus anak-Nya Tuhan kita.
Formulasi Locke tentang pernyataan teologi yang sulit
menjadi salah satu ciri pendapat pada abad
kedelapanbelas. Hal ini ditemukan pada bab sembilanbelas
dari buku keempatnya The Essay on the Human Understanding, di
mana Locke membedakan di antara iman dan akal budi
sebagai dasar persetujuan.
Di sisi lain tentang argumen pada abad kedelapanbelas
kita harus kembali pada Uskup Butler (1692-1752), seorang
pembela ortodoksi dan penulis The Analogy of Religion, Natural and
Revealed, to the Constitution and Course of Nature (1736). Secara
umum, Butler melawan Deist dengan menekankan batas akal
budi manusia, sehingga manusia tidak dapat mengerti lebih
banyak lagi. Butler menolak pandangan Deist bahwa
pertobatan manusia dicukupi dengan usahanya sendiri untuk
menyelamatkan dirinya dari penghakiman yang akan datang.
Kekuatan Butler terletak pada perhatiannya akan
kemungkinan untuk membangun kemungkinan bahwa Kristus
benar. Kelemahannya adalah bahwa Butler masih mempercayai
ada kemampuan untuk menyakinkan pembacanya bahwa masih
ada setidaknya kemungkinan logika bahwa suara kenabian
Perjanjian Lama dipenuhi Kristus.
Tokoh lain yang dibahas Kent dalam perkembangan
teologi abad kedelapanbelas ini adalah John Wesley yang
menekankan pengajarannya pada Kesempurnaan Kristen atau
98
Kesucian Kristen. Wesley berusaha memikirkan sebuah model
kehidupan budaya Kekristenan pada abad kedelapanbelas
dengan model kesempurnaan manusia. Doktrin Wesley ini
dipelajari dalam dua dokumen yakni: sebuah sermon yang
disebut ‘Kesempurnaan Kristen’ yang diterbitkan tahun
1741 dan sebuah karangan singkat yang disebut dengan
‘Pemikiran-pemikiran tentang Kesempurnaan Kristen’ yang
dikeluarkan tahun 1760. Kedua dokumen ini ditemukan dalam
John Wesley sebuah antologi (bunga rampai) yang diedit oleh
A.C.Outler (1964).
Menurut Kent, ajaran Wesley ini ada yang
membingungkan di dalam pembedaannya atas dosa yang
sengaja dan yang tidak sengaja. Kelemahan Wesley adalah
keinginan Wesley untuk menggambarkan bukan hanya
kesempurnaan itu yang menjadi tujuan tetapi bagaimana
caranya agar kesempurnaan itu dapat dicapai. Wesley
menggambarkan ‘kesempurnaan’ sebagai sebuah ‘pengetahuan’
pribadi bahwa seseorang telah dibebaskan dari semua dosa
dengan tindakan langsung Allah.
Kent juga membahas masalah rekonsiliasi model tradisi
Kristen mengenai kesempurnaan hidup dengan pertumbuhan
semangat borjuis yang dihadapi Katolik pada abad
kedelapanbelas. Misalnya Daniel Concina (1687-1756) dalam
karyanya Theologia Christina Dogmatico-Moralis (1749) menegaskan
ada kekuatan yang bergerak untuk mengakurkan kehidupan
Kristen dengan kesenangan dunia ini.
Kent mengakhiri bagian pertama ini dengan pembahasan
pemikiran dua orang teolog Barat yang mencoba memenuhi
99
harapan yang belum tercapai dalam Revolusi Perancis
yakni: Immanuel Kant (1724-1804) dan J.A.Semler (1725-
1791). Kant meringkaskan ajarannya dalam Religion within the
Limits of Reason Alone (1793) sebuah bentuk Kekristenan yang
mungkin bertahan mengkritik rasionalisme kontemporer.
Semler ingin membaharui Kekristenan saat itu dari dalam
persekutuan Kristen. Kant memulai dari anggapan bahwa
Allah berada sebagai pemerintah moral secara umum. Bagi
Semler, teologi menjadi pelajaran pengetahuan dokumen
agama.
Kedua, Abad kesembilan belas. Aspek sejarah yang
paling penting pada teologi abad kesembilanbelas adalah
perjuangan atas dominasi di antara dua sistem teologi
yaitu: ortodoksi dan liberalisme. Bagi Protestan, liberal
dilihat untuk memperoleh metode kritik sejarah dalam
menganalisa Alkitab pada abad kedelapanbelas.
Protestanisme mencoba mengurangi ketegangan imam-imam dan
kaum awam mengenai sejarah pengakuan, dominasi pengakuan
dan pernyataan doktrin lainnya seperti Tiga puluh
sembilan Pasal Kepercayaan Anglikan. Banyak liberalis
mengkiritik kalangan ortodoks khususnya bentuk-bentuk
tradisional seperti doktrin Trinitas, Pribadi Kristus,
dan ajaran Pertobatan. Liberalis mempromosikan ajaran
non-dogmatik dan kadang-kadang bahkan anti-dogmatik bagi
orang-orang percaya.
Liberalis tidak menerima sistem ide doktrin Kristen
sebagai sebuah revelatio revelata, sebuah pesan pasti dari
100
Allah untuk manusia. Schleiermacher, tidak membantah
menggunakan kata ‘wahyu’ untuk melambangakan kegiatan
ilahi tetapi dia tidak berpikir bahwa wahyu berfungsi
pada manusia sebagai sebuah keberadaan kognitif.
Abad kesembilanbelas ini juga ditandai dengan
berbagai revolusi baik di Amerika, Perancis. Di Amerika
revolusi diikuti oleh kebangunan Protestan Injili di mana
tradisi-tradisi tidak relevan lagi di Amerika. Di
Perancis juga dapat dikatakan bahwa perubahan politik dan
sosial secara umum telah mengarah pada sekularisme.
Secara umum, baik di Amerika dan Perancis, juga revolusi
Marxist selalu didasarkan pada pemikiran Kristen, dari
politik dan budaya Kekristenan Barat seperti: Joseph de
Maistre (1753-1821), Lamennais muda (1782-1854),
S.T.Coleridge (1772-1834) dan F.D.Maurice (1805-1872).
Abad kesembilanbelas ini juga ditandai dengan
perkembangan teologi liberal yang disebut dengan ‘quest
for the historical Jesus’ (permasalahan mengenai Yesus
Sejarah) yang membahas tentang ‘kehidupan Yesus’ seperti
yang dilakukan oleh: D.F.Strauss (1808-1874), M.Arnold
(1822-1888), J.E.Renan (1823-1892), F.Nietzsche (1844-
1900), Johannes Weiss (1863-1914) dan A.Schweitzer (1875-
1965). Kent secara mendetail memaparkan pendapat mereka
dalam bagian ini.
Tokoh lainnya adalah Soren Kierkegaard, seorang
penulis dan teolog terkenal dari Denmark yang memerangi
semangat duniawi yang telah merajalela dalam agama
Kristen, sehingga orang Kristen pada zaman itu kurang
101
mengerti lagi “perbedaan yang mutlak antara Allah dengan
manusia”.
Ketiga, Doktrin Gereja di seluruh periode. Secara umum
Kent menguraikan doktrin Gereja pada seluruh periode
hanya bertitik pusat pada dua topik di dalam disukusi
modern teologi yaitu: doktrin mengenai Gereja dan teologi
sosial Gereja. Kent juga memaparkan analisa hubungan di
antara Gereja dan Masyarakat pada periode ini. Diskusi
mengenai Gereja pada abad kesembilanbelas terlihat dalam
berbagai macam ide yang mengejutkan, mulai dari pandangan
supremasi Kepausan pada kesimpulan bahwa seseorang boleh
memberikan dispensasi dengan Gereja secara bersama.
Teologi sosial pada abad kesembilanbelas disaksikan
secara perlahan-lahan tetapi juga revolusi yang drastis
di dalam pemikiran teologi. Uraian tentang kedua topik
ini dibahas secara mendalam oleh Kent dalam bagian ini.
Keempat, Teologi sosial di seluruh periode. Dalam
bagian ini, Kent lebih memfokuskan pembahasan mengenai
teologi sosial. Teologi sosial sendiri mulai berubah
secara jelas pada abad kesembilanbelas. Hal ini
disebabkan perkembangan revolusi industri dan revolusi
sosial.
102
Kelima, Abad keduapuluh.63 Pada permulaan abad
keduapuluh doktrin tradisional nampaknya sering menjadi
permasalahan, namum masih ada juga para teolog yang
membela kedudukan pemikiran ortodoks. Di Inggris, Darwell
Stone (1859-1941) memberikan pemikiran bagi teologi
Anglikan melalui tulisannya Outlines of Christian Dogma (1900),
sementara itu, P.T.Forsyth (1848-1921) membuat penegasan
ulang kedudukan Gereja Reform di dalam sebuah buku The
Person and Place of Jesus Christ (1909).
Hal yang sangat positif pada abad keduapuluh ini
adalah adanya kombinasi ilmu biologi dengan tradisi
Kristen yang dituliskan oleh F.R.Tennant (1866-1957)
dalam tulisannya The Origin and Propagation of Sin. Tennant
menolak tradisi pesimisme Kristen mengenai manusia yang
diperoleh dari Alkitab khususnya dari gabungan Kejadian
dengan surat-surat Paulus. Bagi Tennant, cerita tentang
Adam dan Hawa merupakan sebuah teologi yang tidak relevan
lagi. Tennant lebih menekankan perasaan moral dengan
perbuatan yang langsung kepada Allah.
Sisi lain yang menandai teologi abad keduapuluh ini
adalah kebangunan teologi mistik misalnya Paul Tillich
(1886-1974) dalam karyanya Systematic Theology (1951-1957,
Volume 2) yang menegaskan ulang Lutheranisme. Dalam
bagian ini juga Kent menguraikan pemikiran teolog-teolog
abad keduapuluh lainnya seperti: H.Kraemer, Karl Barth
(1886-1968) yang menuliskan pemikirannya dalam karya-
63 Uraian pemikiran teologi para Reformator Abad ke-20 ini diulas dan dibahas secara mendalam dalam buku Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris Abad ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).
103
karyanya (Protestant Thought in the Nineteenth Century, Fides Quaerens
Intellectum dan Church Dogmatics) dan Rudolf Bultmann.
3. TANGGAPAN HISTORIS
A. ISI BUKU
Buku Hubert Cunliffe-Jones ini secara umum membahas
Sejarah Doktrin Kristen mulai dari Bapa-bapa Gereja
hingga Abad Keduapuluh. Buku ini merupakan kumpulan
tulisan-tulisan para ahli Sejarah Gereja yang diedit oleh
Hubert. Karena merupakan kumpulan tulisan-tulisan lepas
dari para penulis maka ketika kita membaca isi buku ini
tidak jarang kita akan menemui dan menjumpai bahasan yang
diulas kembali oleh penulis lainnya. Walaupun kita
menemukan bahasan yang sama tetapi kita juga menemukan
pemikiran dari sisi lain dari penulis tersebut terhadap
topik yang dibahas bersama itu.
Tulisan-tulisan dalam buku ini ada yang sangat tebal
dan ada juga yang sangat tipis dan sederhana. Buku ini
sangat cocok dibaca dalam rangka membuka kasanah berpikir
untuk mengetahui secara mendalam apa dan bagaimana
sebenarnya persoalan doktrin yang terjadi sejak abad
104
kedua hingga abad keduapuluh. Melalui pemikiran para
teolog yang ditulis oleh para penulis dalam buku ini,
kita diperkaya dengan berbagai pengajaran Kristen yang
terus diperdebatkan, bukan hanya pada masa lalu namun
juga masih ada yang terus diperdebatkan dan digumuli
hingga saat ini.
Dengan membaca isi buku ini, maka kita akan dapat
menarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata sangatlah rumit
untuk memahami ajaran-ajaran Gereja dari masa ke masa.
Tetapi harus disadari juga bahwa Gereja harus mempunyai
ajaran baik dalam bentuk Katekismus, Konfesi, Pokok-Pokok
Iman, Pokok-Pokok Ajaran dan lain sebagainya. Memang
banyak konsekuensi yang dihadapi dalam menyusun ajaran
sebuah Gereja itu. Sebab ajaran Gereja itu tidak hanya
mengikuti apa yang sudah dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja
maupun para Rasuli jaman dulu, sehingga Gereja tidak
mempunyai jati diri yang cukup jelas. Dengan demikian
kita (Gereja) terangsang untuk berpikir merumuskan dan
menggali ulang warisan masa lalu yang relevan bagi Gereja
saat ini.
B. AJARAN GEREJA
Buku ini memang secara tersirat menguraikan perbedaan
Gereja Timur dan Barat. Secara umum perbedaan Gereja ini
bertitik-tolak dari ajaran yang dianutnya. Gereja Barat
mengajarkan: “Apa yang harus kuperbuat agar aku
selamat?”. Ajaran ini menekankan aktivitas manusia untuk
105
berbuat baik. Untuk menjawab pertanyaan tadi maka isu-isu
tentang dosa, pembenaran, penebusan menjadi hal-hal pokok
dalam ajaran Gereja Barat ini. Gereja di Timur
mengajarkan: “Apa yang harus kuketahui supaya aku
memperoleh hidup yang kekal?”. Ajaran ini mengajarkan
hal-hal yang ilahi demi memperoleh hidup yang kekal ini.
Gereja di Timur ini juga memakai ikon-ikon dalam rangka
mengetahui dan memuji Tuhan. Artinya ikon-ikon tersebut
menjadi sarana untuk lebih dekat dengan Tuhan. Dalam
rangka menjawab pertanyaan apa yang harus kuketahui
supaya aku memperoleh hidup yang kekal ini, maka Gereja
Timur sangat rajin menyusun doktrin-doktrin mereka.
Demikian juga halnya dengan Gereja Barat sangat rajin
menyusun doktrin-doktrin mereka untuk mencapai dan
menjawab pokok ajaran mereka.
Suatu kelebihan Gereja Barat jika dibandingkan dengan
Gereja Ortodoks Timur, salah satunya adalah sikap militan
yang dipadu dengan keterpanggilannya untuk menyebarkan
Injil kepada suku-suku atau wilayah yang dianggapnya
masih menyembah berhala (kafir). Sikap inilah yang
memungkinkan Kekristenan di Barat hidup secara dinamis
dan cepat tanggap dengan segala hal yang mengganggu
(dianggap membahayakan) Gereja. Sekalipun sikap yang
demikian tidak selalu benar dan Gereja bisa terjebak pada
otoriterianisme. Dan inilah yang terjadi pada Gereja
Barat Abad Pertengahan.64
64 A.Naftallino, Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme, (Jakarta: Logos, 2007), hlm. 69.
106
Harus kita sadari bahwa pasti ada hal-hal yang
positif dan relevan dari perumusan ajaran Gereja sejak
abad kedua hingga abad keduapuluh ini bagi perkembangan
Kekristenan dewasa ini misalnya:
(1) Ajaran Gereja terus-menerus dirumuskan untuk
menjawab tantangan dan permasalah teologi yang
sedang dihadapinya. Ajaran Gereja ini merupakan
pilar Gereja untuk perkembangannya selanjutnya.
(2) Gereja terus belajar untuk merumuskan ajaran
Gereja. Harus disadari bahwa merumuskan sebuah
ajaran Gereja bukanlah sebuah perkara yang mudah,
namun pekerjaan ini adalah perkara yang perlu
digali secara komprehensif dan matang serta
diterima secara mendalam.
(3) Gereja dari waktu ke waktu ditantang untuk
terus-menerus merumuskan ajarannya baik dengan cara
menggali warisan-warisan masa lalu maupun
merumuskan ajaran dalam menghadapin dan menjawab
realitas masa kini.
Hal-hal positif lainnya yang perlu ditiru dari Gereja
jaman dulu adalah mengenai pemimpin agama dan
keteladanannya. Sebutan seorang tokoh yang sanggup
memimpin dan berkarya demi kesaksian pada zamannya yang
tidak mendukung apa yang diimaninya, hanya ada satu
alasan yang memungkinkan itu bisa dilakukan, yaitu
memahami betul apa itu artinya menjadi pengikut Kristus.
Sudah pasti kerelaannya untuk ‘menderita’ dan kebenaran
107
iman Kristen itu sendiri yang sanggup menjawab tantangan
jamannya. Dalam hal inilah gereja memberi pengaruh di
tengah jamannya. Di situ keteladanan para pemimpinnya
secara signifikan sangat menentukan. Nuansa inilah yang
hilang dalam tubuh Gereja sekarang ini.
Keteladanan seorang pemimpin bukan terletak pada
kepandaiannya semata, atau kekayaan materinya. Tetapi
kerelaannya untuk menderita demi Tuhannya, tingkat
moralitasnya dan yang tak kalah penting adalah pemimpin
itu dapat menjawab tantangan yang menyangkut tantangan
jamannya. Keteladanan moralitas komunitas Kristen
(terutama para tokoh-tokoh Gereja) berbeda dengan
masyarakat kafir yang menyembah dewa-dewa yang sering
kali digambarkan amoral. Keteladanan kepemimpinan inilah
yang hilang (kurang disadari) dalam tubuh Gereja
(Kekristenan). Sekarang justru banyak pemimpin Gereja
yang “pamer” materi atau prestasi duniawi dari pada
karakter dan keteladanan sikap.65
Selain itu juga harus perlu dicatat bahwa peran
lembaga kebiaraan sangat menentukan dalam perkembangan
ajaran Gereja pada masa lalu. Peran lembaga kebiaraan ini
sudah mulai terasa pengaruhnya sejak masa-masa
Augustinus. Dewasa ini kita masih melihat spirit itu ada
pada gerakan pada cendekiawan Katolik yang berkumpul
dalam wadah Serikat Yesus. Peran mereka sangat besar dan
berpengaruh bagi kesaksian saat ini, terutama melalui
dunia pendidikan dan literatur. Spirit Kristiani dalam
pengembangan literatur inilah yang perlu digalakkan.65 A.Naftallino, Teologi Misi…, hlm.61-62.
108
Dalam hal ini, terutama bidang pendidikan – Gereja-gereja
Protestan ketinggalan. Spirit yang melatarbelakangi hidup
Kekristenan model kebiaraan ini tetap relevan di segala
jaman. Tidak salah bila digalakkan dan disesuaikan dengan
semangat jaman yang terus berubah. Kaum Protestan pun
tidak harus memandang hidup model kebiaraan sebagai model
(milik) Katolik.66
Memang harus diakui bahwa gereja sering kali tidak
mampu menjawab atau merumuskan ajaran yang solid tentang
ajaran yang baru. Misalnya: masalah internet, teknologi
informasi, globalisasi, HIV/Aids dan lain-lain
sebagainya.
4. KEPUSTAKAAN
Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran Di Dalam dan Sekitar Gereja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
Calvin, Yohanes. Institutio (terj.) Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1980.
Cunliffe-Jones, Hubert. A History of Christian Doctrine. Edinburgh:
T & T Clark, 1997.
Curtis dkk, A. Kenneth. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Kuiper, A. De. Didache. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1967.
Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sketsa Sejarah
Gereja Abad I-XV. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Kristiyanto, Eddy. Visi Historis Komprehensif: Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Kanisius, 2003.66 Ibid., hlm, 66-67.
109
Kristiyanto, Eddy, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman
Modern, Yogyakarta: Kanisius. 2004.
Lane, Tony. Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, (terj.)
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Naftallino, A. Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme.
Jakarta: Logos, 2007.
Tanner, Norman P. Konsili-Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat.
Yogyakarta: Pustaka Teologi // Kanisius, 2003.
Urban, Linwood. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen (terj.)
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Wellem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… (i)
1. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
2. ISI BUKU
………………..................................... …………………… 1
110
2.1. PENDAHULUAN (Hubert Cunliffe-Jones)
....... ................... 1
2.2. TEOLOGI KRISTEN PERIODE BAPA-BAPA GEREJA
(G.W.H.Lampe)
…………………………………..................... 3
2.3. TEOLOGI KRISTEN TIMUR TAHUN 600 - 1453
(Kallistos
Ware) ......... .....................................
......................... 19
2.4. TEOLOGI KRISTEN ABAD PERTENGAHAN 604 -
1350
(David Knowles)
………………….............................................
25
2.5. DOKTRIN KRISTEN DARI TAHUN 1350 HINGGA
REFORMASI (E.Gordon Rupp)
………….............................. 33
2.6. AJARAN AUGUS CATATAN TEOLOGI KRISTEN
TIMUR: ABAD KELIMA BELAS HINGGA ABAD
KETUJUH BELAS (Kallistos Ware)
....................................... 38
111
2.7. MARTIN LUTHER (Benjamin Drewery)
............................... 38
2.8. ULRICH ZWINGLI (Basil
Hall) ............................................ 43
2.9. PHILIP MELANCHTHON DAN MARTIN BUCER
(E.Gordon Rupp)
…….....................................................
........... 45
2.10. JOHN CALVIN
(T.H.L.Parker) ............................................
.. 46
2.11. KONSILI TRENTE (Benjamin Drewery)
............................... 48
2.12. TEOLOGI ANGLIKAN ABAD KEENAMBELAS
(H.F.Woodhouse)
………………………………...................... 50
2.13. SEJARAH DOKTRIN KRISTEN ABAD KETUJUH
BELAS (R.Buick Knox)
………………................................ 53
2.14. CATATAN TEOLOGI KRISTEN TIMUR:
ABAD KEDELAPANBELAS HINGGA ABAD
KEDUAPULUH (Kallistos Ware) …………………………..
58
112
2.15. TEOLOGI KRISTEN ABAD KESEMBILAN BELAS
HINGGA ABAD KEDUA PULUH
(John H.S.Kent)
………………………................................. … 59
3. TANGGAPAN HISTORIS .....…………………………………… 65
4. DAFTAR PUSTAKA ..........…....
………………………………… 68
Jakarta, 22 Januari 2008
113
Kepada Yth.
Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D
JL.Proklamasi 27
Jakarta
“SEBAGIAN LAPORAN BUKU 1 KONSENTRASI II”
Salam sejahtera,
Bersama ini saya sampaikan “Sebagian Laporan Buku 1” pada
area Konsentrasi 2 untuk dapat dibimbing lebih lanjut.
Demikianlah saya sampaikan, atas perhatian dan bimbingan
bapak dihanturkan terima kasih.
SALAM KASIH!
114
Ramli SN Harahap
Jakarta, 6 Pebruari 2008
Kepada Yth.
Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D
JL.Proklamasi 27
Jakarta
“LANJUTAN LAPORAN BUKU 1 KONSENTRASI II”
Salam sejahtera,
Bersama ini saya sampaikan “Lanjutan Laporan Buku 1” pada
area Konsentrasi 2 untuk dapat dibimbing lebih lanjut.
Demikianlah saya sampaikan, atas perhatian dan bimbingan
bapak dihanturkan terima kasih.
115
SALAM KASIH!
Ramli SN Harahap
Jakarta, 13 Maret 2008
Kepada Yth.
Pdt. Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D
JL.Proklamasi 27
Jakarta
“LAPORAN AKHIR BUKU 1 KONSENTRASI II”
Salam sejahtera,
116