56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of 56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan
56
Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan
57
Lampiran 2: Pedoman Wawancara
Profil CV Gema Sutera
1. Dapatkah anda jelaskan mengenai sejarah dan latar belakang perusahaan
ini ? Kapan perusahaan tersebut didirikan?
2. Siapa saja yang ikut mendirikan perusahaan?
3. Dalam bidang bisnis apakah perusahaan ini bergerak?
4. Produk apa saja yang ditawarkan?
5. Apakah visi dan misi perusahaan ini?
6. Apakah misi yang telah dibentuk sejauh ini mendukung visi perusahaan?
7. Berdasarkan visi dan misi perusahaan, apakah tujuan dari didirikannya
perusahaan ini? Dan apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam
persaingan?
8. Siapa sajakah pelanggan dari perusahaan ini?
9. Berapakah jumlah karyawan yang dimiliki perusahaan saat ini?
10. Bagaimana struktur perusahaan tersebut?
11. Berapakah rata-rata total biaya operasi perusahaan dalam setahun?
12. Berapakah rata-rata keuntungan bersih yang dapat dihasilkan perusahaan
dalam setahun?
Plan
A. Ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis sebelum
memulai perencanaan.
1. Apa tujuan dan target bisnis pada perusahaan dalam hal kualitas? Apakah
sudah mencakup perbaikan kualitas?
2. Sejauh mana pengaruh dari kualitas terhadap target bisnis anda?
3. Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas apabila
ditinjau dari tujuan dan target bisnisnya?
4. Apakah target bisnis relevan dengan bidang bisnis perusahaan?
5. Bagaimana anda menilai bahwa tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas
yang anda tetapkan itu tepat?
58
Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)
6. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa target kualitas tersebut telah
dicapai?
7. Apakah tujuan dan target kualitas yang sudah dibuat sudah ditimbang
berdasarkan kepabilitas perusahaan saat ini?
8. Apa saja kapabilitas perusahaan yang dinilai anda mampu mencapai target
bisnis yang ditetapkan dalam hal kualitas?
B. Perumusan strategi berdasarkan tujuan dan target bisnis.
1. Berdasarkan tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas yang telah
dijabarkan bagaimana strategi quality control yang anda buat?
2. Apakah strategi quality control yang anda telah rencanakan sejalur dengan
target bisnis?
3. Hal apa saja yang membuat strategi tersebut cocok untuk mencapai target
kualitas?
4. Bagimana anda menilai bahwa perencanaan strategi quality control dibuat
dengan matang agar mencapai target bisnis? Atas dasar apa?
5. Bagaimana harapan anda mengenai strategi quality control yang telah
dirumuskan? Pencapaian target bisnis 100% atau bagaimana?
6. Bagaimana pelaksanaan strategi quality control tersebut dalam
perusahaan? Siapa saja yang bertindak atau ikut serta dalam jalannya
strategi tersebut?
C. Ketepatan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan.
1. Apa saja sumber daya yang anda gunakan dan perlukan untuk
menjalankan perencanaan quality control tersebut?
2. Berdasarkan apa saja anda memilih sumber daya untuk menjalankan
perencanaan quality control?
3. Apakah sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan quality control
tercukupi?
4. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya yang diperlukan telah sesuai
dalam artian tidak berlebih?
59
Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)
5. Bagaimana anda mengukur sumber daya yang dibutuhkan untuk perencaan
quality control yang telah dibuat? Atas dasar apa?
6. Bagaimana apabila terdapat sumber daya berlebih yang tidak diperlukan?
Bagaimana pengalokasiannya?
D. Penetapan standar keberhasilan dalam pencapaian dan target bisnis
1. Apa saja standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas dalam bisnis
anda?
2. Apakah standar keberhasilan sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas
perusahaan?
3. Apa saja kapasitas perusahaan yang dinilai mampu mencapai standar
keberhasilan dalam hal kualitas?
4. Bagaimana anda menilai bahwa standar yang ditetapkan adalah standar
yang tepat, yang mana standar tersebut tidak terlalu tinggi juga tidak
terlalu rendah?
Do
E. Pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana yang dibuat.
1. Apakah pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana awal dan
berada di dalam jalur?
2. Bagaimana pelaksanaan / implementasi quality control ? Apakah ada
kendala?
3. Jika terdapat kendala dalam pelaksanaan quality control, Apa kendala
yang dialami?
4. Bagaimana upaya mengatasi kendala tersebut?
5. Adakah tindakan alternatif apabila pelaksanaannya tidak berjalan sesuai
rencana? Jika ada, apa dan bagaimana tindakan alternatif tersebut?
F. Pemerataan pembagian tugas guna efisiensi waktu dan sumber daya
1. Bagaimana anda melakukan pemerataan dalam pembagian tugas dalam
proses pelaksanaan quality control?
60
Lampiran 2: Panduan Wawancara (Sambungan)
2. Apa saja yang harus diperhatikan dalam memberlakukan pembagian tugas
quality control?
3. Apakah sumber daya tercukupi dalam pembagian tugas quality control?
Apabila tidak, tindakan apa yang akan dilakukan?
4. Apa kendala apa saja yang sering ditemui saat pembagian tugas antar
pekerja dalam pelaksanaan quality control?
5. Bagaimana anda menilai bahwa pembagian tugas di unit quality control
sudah diterapkan rata?
G. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya memadai.
1. Apakah sumber daya memadai dan terpenuhi dalam melakukan
implementasi quality control?
2. Apa saja sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan
quality control?
3. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya tersebut memiliki kapasitas
dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan rencana quality control?
4. Bagaimana apabila terdapat sumber daya yang kurang memadai? Tindakan
apa yang anda ambil?
5. Untuk melakukan pelaksanaan quality control, kapasistas dan kapabilitas
sumber daya yang bagaimana yang termasuk memadai?
6. Apakah sumber daya yang disiapkan untuk pelaksanaan quality control
memperhitungkan cost? atau mengesampingkan cost demi tercapainya
quality control yang maksimal?
Study
H. Memeriksa pelaksanaan apakah berada dalam jalur
1. Bagaimana proses pelaksanaan quality control yang telah dijalankan?
2. Apakah pelaksanaan quality control yang telah dilakukan sesuai dengan
rencana awal?
3. Bagaimana anda menilai bahwa proses pelaksanaan quality control selama
ini tetap berada dalam jalur?
61
Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)
4. Adakah selama proses quality control terdapat kendala hingga membuat
proses pelaksanaan kesulitan untuk menyesuaikan dengan rencana?
Setelah ditelaah, apa penyebab munculnya kendala?
I. Memantau kemajuan perbaikan yang direncakan
1. Sampai sejauh mana pelaksanaan quality control ini dilakukan? Apakah
telah memenuhi target kualitas yang ditetapkan?
2. Setelah pemantauan selama pelaksanaan quality control , apakah terdapat
kesalahan selama proses berjalan?
3. Melalui hasil dari pemantauan, apa yang dinilai kurang dalam pelaksanaan
quality control?
4. Apakah kekurangan tersebut merupakan suatu hal yang baru bagi
perusahaan?
5. Bagaimana upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut?
J. Evaluasi perbandingan sesudah dan sebelum pelaksaan
1. Apa saja yang didapat dari pelaksanaan quality control yang telah
dilakukan?
2. Melalui hasil pelaksanaan quality control, apa kelebihan dan kekurangan
dari sistem tersebut?
3. Bagaimana hasil pencapaian dari quality control yang diterapkan? Apakah
ada perkembangan dan sesuai dengan yang diharapkan? atau hasil kurang
memuaskan?
4. Sejauh mana selisih antara hasil pencapaian dengan standar kualitas yang
ditetapkan?
5. Apa yang anda pelajari dari hasil evaluasi quality control secara
keseluruhan?
6. Hal–hal apa saja yang menjadi pertimbangan atau perhatian untuk
memperoleh hasil yang optimal?
62
Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)
Act
K. Pengambilan keputusan berdasarkan hasil yang sudah dievaluasi.
1. Bagaimana keputusan anda setelah melakukan evaluasi?
2. Apakah keputusan tersebut telah di timbang baik-baik?
3. Apakah hasil evaluasi cukup kuat untuk dijadikan alasan atas keputusan
tersebut?
4. Apa saja yang perlu diperhatikan dan dilakukan setelah diambil
keputusan?
5. Adakah saja hal-hal lain yang menguatkan keputusan tersebut?
L. Melanjutkan sistem yang telah dibuat apabila hasil evaluasi
menunjukkan peningkatan.
1. Apakah tindakan koretif perlu dilakukan apabila melanjutkan sistem
quality control tersebut? Apabila perlu, bagaimana tindakan tersebut
dilakukan?
2. Apabila sistem quality control ini terus dilanjutkan, sampai kapan sistem
tersebut akan digunakan?
3. Bagaimana apabila peningkatan yang telah dicapai cenderung stagnan?
4. Apabila melanjutkan sistem tersebut, apa saja yang perlu diperhatikan?
5. Apakah melanjutkan sistem dapat dijadikan tindakan alternatif bagi anda?
M. Menetapkan sistem baru apabila hasil evaluasi menunjukkan tidak
ada peningkatan atau penurunan.
1. Apakah jika terjadi penurunan maka akan memulai sistem quality control
baru dimulai dari perencanaan?
2. Penurunan seperti apa dan bagaimana hingga dijadikan alasan untuk
memulai sistem quality control yang baru?
3. Bagaimana penerapan sistem quality control yang baru tersebut? Apakah
didasari oleh hasil evaluasi saja?
4. Faktor apa selain hasil evaluasi yang membuat sistem quality control
dibentuk ulang?
63
Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)
5. Apa saja yang terlibat terkait perombakan sistem quality control?
Menyeluruh atau sebagian?
70
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Profil Perusahaan
I : Informan
P : Peneliti
P : Dimulai dari sekarang ya suk. Ini yang pertama, eeee, sejarah dan latar
belakang perusahaan ini bagaimana sih suk? Dan kapan perusahaan ini tepatnya
didirikan suk?
I : Yawes cerita aja ya? Sejarahnya tahun 1985, saya kan kembali dari jerman
ke Indonesia, terus ketemu seorang teman yang mempunyai toko di Kramat
Gantung Surabaya. Lah jualan dia salah satunya produk webbing ini ya, atau biasa
dikatakan bisban. Nah disitu terjadi conversation, ya akhirnya memutuskan untuk
buka pabrik, ya alasannya produknya gampang buangnya, karena dia sudah punya
toko, tinggal titip. Soalnya kalau produksi itu kan relatif nggak susah, yang lebih
susah di pemasarannya, nah ya sudah begitu, pulang dari Jerman, ketemu orang
yang punya toko, dia bisa jual itu, kita duduk ngobrol akhirnya kita sepakat untuk
kongsi buat buka pabrik, yang pemasarannya bisa langsung tersalur ke tokonya.
P : Oh jadi sudah ada penerimanya ya, atau istilahnya penadah, untuk
menyalurkan barang hasil pabrik itu ya suk ?
I : Iya, jadi pemasarannya itu sudah kokoh lah.
P : Terus berarti yang mendirikan perusahaan ini pada awalnya suksuk sendiri
atau lebih dari satu orang ?
I : Bertiga, yang pertama saya, yang kedua yang punya toko di Kramat
Gantung itu, dan yang ketiga adalah teman dari yang punya toko ini, karena
awalnya toko ini dibuat oleh 2 orang.
P : Oh jadi toko itu memang dua orang dan satunya suksuk sendiri ?
I : Yaa, jadi dua orang itu tadi, terus ngobrol sama suksuk karena pulang dari
Jerman, punya ide apa, wes kalau suksuk bidang elektronik, cuman ini sih ga ada
hubungannya dengan elektronik yaa, cuman pada saat itu kita mikirnya nggak urus
71
apa yang telah kita pelajari, Cuma kita fokusnya itu ya cari uang melalui industri.
Jadi latar belakangnya saya mendirikan pabrik ini karena saya lebih suka industri
daripada trading. Dan pabrik ini didirikan pada tahun 1989
P : Jadi bidang bisnisnya bisban tadi ya suk? Ngga merambah ke bidang lain
atau mencoba memasukkan bidang baru?
I : Nggak ada, cuma bisban itu saja, dan fokus disana. Jadi sejarahnya begitu,
dan latar belakangnya ya memang bisnis, dan dipermudah pemasarannya oleh toko
yang sudah menjual barang itu, wes begitu latar belakangnya. Jadi kalau dibalik,
kalau umpama toko teman saya itu tidak jualan bisban, ya keputusannya hampir
pasti tidak bikin industri ini, pemasarannya kan repot.
P : Repot bagaimana ya suk ?
I : Ya kan istilahnya saya merintis dari akar. Kalau dibalik begitu. Jadi ini
termasuk latar belakang, kenapa ? karena sudah mapan penjualannya, jadi kita
tinggal produksi, titip, sudah terjual.
P : Oh iya iya. Terus produk yang ditawarkan macam-macam ya suk ?
I : Bisban pada prinsipnya ya seperti begitu, benang dirajut, speknya hanya
tebal, lebar, warna, dan kerapatan rajutannya.
P : Nah sekilas tentang sejarah dan bidang bisnis, bagaimana dengan visi misi
perusahannya suk ?
I : Kalau Visinya, jelas cari profit. Visi ya ini, tujuan akhirnya mencari profit
dengan cara saya pribadi itu memuaskan pelanggan dengan imbalan keuntungan.
Kalau visi, toko atau seorang trader itu beda. Mereka murni mencari keuntungan.
Apapun yang dirasakan pelanggan puas atau ngga puas, ga terlalu urus. Nah kalau
saya mewakili perusahaan ini, misinya itu memang mencari profit, visinya itu profit
melalui kepuasan pelanggan. Karena kalau toko, dia terlalu bodoh apabila
memikirkan kepuasan pelanggan, karena dia barangnya itu bukan hasil produk
sendiri, kulaknya dari orang lain atau beli dari orang lain terus dia jual lagi, jadi
kalau yang dijual itu jelek ya dia hanya melimpahkan aja, lah wong belinya jelek,
72
atau memang merk X ini jelek, ya ini jelek. kalau industri tidak bisa. Jadi kualitas
sangat dibutuhkan dalam inustri.
P : Jadi misinya sudah mendukung visi ya suk ?
I : Oh iya, saya kira sudah mendukung, dan selalu. Visi misi itu harus saling
mendukung ya.
P : Dari visi misi ini suk, kan sebenere visi misi industri hampir sama ya suk
ya. Nah ini apakah tujuan dari didirikannya perusahaan sudah berdasarkan visi misi
ini suk ?
I : Oh iya, betul, sudah hanya berpancang pada itu.
P : Terus apa yang ingin dicapai perusahaan suk dalam persaingan?
I : Tujuan akhir memang kita harus meraih omset sebanyak mungkin di dalam
piring yang sudah terkotak-kotakkan ya, misalnya di Indonesia total pasarnya
sekian ton dan kita ekstremnya akan meraih seluruh piring, itu teorinya, cuman
prakteknya sih tidak mungkin seperti begitu. Nah terus caranya bagaimana ? Ya
dengan teori untuk profit rendah, dengan omset yang berlimpah. Sebaliknya ada
perusahaan yang meraih untung sebesar-besarnya, secara alami omsetnya tidak bisa
besar. Ada yang menganut prinsip itu, cuman kalau kita, terbalik, jadi kita mau
meraih omset yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain, meraih pelanggan dari
yang besar sampai yang kecil, disapu semua, ditangani semua, dengan profit yang
tentunya tidak terlalu besar, ketimbang yang langganannya gede-gede tok dipegang
terus profitnya bisa tinggi, dengan memberi imbalan kepuasan yang mereka
kehendaki.
P : Kenapa suksuk memilih untuk meraih omset besar daripada profit, karena
banyak perusahaan lain yang mentingkan profit gitu.
I : Ya karena produk yang kita produksi ini bukan bersifat bisa di monopoli.
Apa itu monopoli ? Misalnya, kalau saya buat pabrik perhiasan, intan dan berlian
itu contohnya. Itu kan mesin selebnya tetek bengek dan yang berkaitan dengan itu,
itu padat modal, atau modalnya besar sekali. Dan itu pasti tidak banyak orang yang
ikut main disitu, lah itu cenderung sifatnya ke monopoli, jadi pemainnya sedikit.
73
Sehingga jika mau pasang harga dengan profit yang tinggi itu masih bisa jalan.
Sedangkan di kita, yang namanya bisban ini, itu produk yang gampang dibuat. Jadi
kalau profitnya kita tidak rasional, kita mudah ditinggal orang, karena banyak
pabrik lain yang akan melayani orang dengan harga yang lebih kompetitif.
P : Oh gitu, setelah menyinggung pelanggan nih suk, saya mau tanya, siapa
saja pelanggan dari perusahaan suksuk ini? Apakah hanya berpegang dari
pelanggan tetap atau terus berupaya mencari pelanggan baru dari segala kalangan?
I : Jadi begini, pelanggan itu pada awalnya itu beragam, dari yang murni toko,
sampe ke yang semi produsen, semiprodusen itu maksudnya mereka punya toko
seperti jualan bahan-bahan untuk tas atau sandal, dan merekapun produksi sendiri,
sampai yang ketiga ini, murni produsen, jadi mereka tidak punya toko, mereka
murni hanya membuat tas, produksi tas. Ya, satu toko, kedua semi toko dan
produsen, ketiga itu murni produsen, sudah itu kita serentak masuk kesana dan
berjalan. Dan konsep untuk memelihara pelanggan itu dengan etik. Misalnya kalau
kami melayani toko, dan toko itu pasti punya pelanggan kecil-kecil kan dibawahnya
toko. Dan suatu hari, pelanggan kecil-kecil ini langsung datang ke pabrik kita untuk
membeli barang, dan itu kita tidak melayani, dengan berbagai survei darimana
taunya, belanja dimana biasanya kan bisa ke detect, ini dari mana dulu belanjanya.
Nah kalau kita sudah tau kalau dia belanja di toko yang sebelumnya kita suplai
sendiri, kita tidak melayani. Begitupun sampai yang semi-semi toko dan produsen.
Ya, gitu ya. Nah khusus untuk produsen, itu kan dia tidak punya pelanggan bahan
kan ? Dia hanya punya pelanggan tas, kalau produsen tersebut tadinya disuplai oleh
pabrik bisban lain, nah itu kita mati-mati merebut dengan memberikan apa yang dia
butuhkan, misalnya kecepatan, termasuk kualitas, dan informasi. Ya sudah begitu,
untuk meraih produsen yang tadinya disuplai dari pabrik bisban lain.
P : Jadi punya stategi sendiri untuk pelanggan ya suk?
I : Betul, ya itu tadi strateginya, salah satu strategi tambahan mungkin kita
tidak hanya menjual barang ke semua pelanggan kita, kita juga memberikan
konsultasi.
P : Konsultasi seperti apa yang dimaksud ?
74
I : Misalnya ada satu toko atau produsen yang dia usahanya tidak kunjung
bangkit dari dulu hingga sekarang. Lah kita ikut mengevaluasi kenapa, oh mungkin
kualitasnya kurang bagus, atau speed-nya kurang cepet, orang pesen sekarang
datangnya tiga bulan lagi, ya otomatis ditinggal orang, misalnya seperti begitu, kita
memberikan konsultasi satu. Kedua, mengenai perpajakan yang sekarang lagi
gencar, mayoritas mereka tidak mengerti tentang pajak, untung kita di bidang
perpajakan cukup mumpuni jadi itu termasuk yang bisa kami berikan kepada
mereka, konsultasi pajak, jadi sedikit banyak menuntun, ohh, berbisnis itu harus
menangani pajak sedemikian rupa supaya kita tidak disalahkan dikemudian hari.
Itu salah satunya, jadi pelanggan-pelanggan itu ya sampai sekarang yang kita
tangani cukup puas ya, dia mendapatkan barang, harga yang kompetitif, termasuk
proses menjalankan bisnis itu ada yang nuntun sampai ke pajak.
P : Berarti selain memberikan produk juga memberikan jasa berupa
konsultasi, tetapi kira-kira konsultasi ini dibarengkan dengan opsi atau enggak suk?
Jadi kayak tadi kan suksuk bilang memberikan solusi ke pelanggan, apakah juga
diberikan sebuah tindakan atau bantuan terkait dengan konsultasi itu tadi, atau
hanya solusi lisan saja?
I : Oh tidak bantuan, misalnya begini, misalnya contoh ada sebuah toko yang
tadinya tidak bisa berkembang, konsekuensinya apa dari perusahaan kita? Ya kita
tidak berani memberikan omset yang besar, karena melihat kinerjanya ya begitu-
begitu. Kalau misalnya omsetnya 100 juta, terus kita dimintai omset yang double
200 juta, ya kita menimbang kekuatannya biasana segini, minta doublenya kita
nggak berani, karena penjualan kita kan tidak tunai, kredit. Nah takutnya kalau
terlalu besar omset yang diterima dan pada saat kreditnya jatuh tempo dia tidak
mampu membayar, karena kinerjanya yang dinilai kurang bagus. Nah setelah
konsultasi, tetep kami pantau, apakah ada perkembangan, nah otomatis kalau
perkembangannya bagus, itu akan kita bantu untuk meningkatkan omset secara
bertahap, untuk diuji apakah betul kinerjanya meningkat, ya itu kalau tanya timbal
baliknya ya begitu. Cuman pada prinsipnya semua konsultasi yang kita berikan itu
tidak ada kaitannya dengan sanksi atau pemberian omset yang lebih besar itu tidak
ada sama sekali. Jadi itu hanya sekedar kepuasan bagi mereka, puas karena tadinya
tidak mengerti jadi mengerti, nah begitu.
75
P : Jadi ini menjadikan point plus tersendiri untuk konsumen ya suk. Nah ini
sekarang untuk perusahaan suksuk sendiri ini, jumlah karyawannya berapa suk?
I : 65 total.
P : 65 itu bagaimana strukturnya suk? Pembagian untuk setiap bidang
pekerjaan dan apa saja bidangnya?
I : Ya, umumnya pengiriman, ya dibagi besarnya saja ya. ada yang bagian
gudang, urutannya dari pertama kan bahan baku itu masuk gudang, berarti itu ada
tim gudang, habis gitu kan di produksi, berarti produksi ada pasukan sendiri, tim
produksi, setelah produksi kan di roll atau di finishing, ya itu adalah sub
produksinya. Yang terakhir ke gudang barang jadi. Gudang barang jadi termasuk
pengirim-pengirim kan, nah itu kan yang istilahnya pekerja semua, dari admin, dan
termasuk kerja otot ya, nata benang, admin sekaligus, gudang bahan baku, masuk
di produksi, ada kepala dan anak buahnya, sampai di pack juga ada anak buah disitu,
sampai akhirnya ke gudang barang jadi, disitu ada kepalanya, ada juga pelakunya.
termasuk admin dan pekerja otot atau buruh. Nah di empat bidang itu tadi, diatasnya
masih ada yang namanya admin pemasaran, admin pemasaran itu yang menerima
order, yang mencatat order, terus ada yang merubah order tadi menjadi SPK, SPK
itu diturunkan ke produksi, supaya produksi tau apa yang dibuat, berapa panjangnya
per roll, warna nya apa saja, benang apa saja, dan sampai ke yang namanya manager
itu tadi.
P : Oh jadi setelah 4 kelompok yang paling bawah itu tadi, setelah itu atasnya
lagi admin pemasaran dan SPK? atau SPK di atasnya admin pemasaran?
I : SPK dan admin pemasaran sejajar, karena mereka bekerja sama, dari
admin pemasaraan itu tersalur kepada yang membuat SPK, terus SPK ini turun ke
4 kelompok tadi. Jadi mereka masih satu jajaran karena ini sangat erat
komunikasinya. SPK ini dua bidang lho, SPK yang pertama di gudang bahan baku,
yaitu yang bertugas untuk memberitahukan dan membuat list untuk jenis bahan apa
saja yang harus dikeluarkan untuk diproduksi, dan yang kedua adalah SPK di
produksi, yang menentukan jenis, model, lebar, panjang, dan warna. Jadi SPKnya
ini di gudang dan di produksi. Ya sudah itu saja. Ya atasnya lagi manajer, yang
76
menggabungkan seluruhnya. Jadi kalau di kementrian itu, seperti koordinator.
Kalau biasanya kita sering dengar itu adalah general manager.
P : Setelah general manager, sudah CEO langsung ya suk? suksuk sendiri ?
I : Ya, saya sebagai owner, ya termasuk komisaris lah ya.
P : Selama ini biaya operasinya besar apa tidak? Bisa dijabarkan lebih lanjut
suk?
I : Tidak, jadi menengah lah ya, justru yang besar itu di tenaga kerjanya. Jadi
ini sudah masuk QC, QC agar jadi baik itu banyak komponennya, termasuk salah
satunya uang dan peraturan.
P : Bisa dijelaskan suk kenapa uang menjadi komponen penting?
I : Eh, gini, kalau ada pertanyaan, kemaren saya ditanya orang Cina waktu
berkunjung kesana, “eh di Indonesia itu susah gak ngatur karyawan?”, mestinya
jawaban yang betul, mestinya kalau orang tanya, sulit atau enggak ngatur orang, itu
yang pasti perusahaan itu tidak akan berkembang, karena fokusnya hanya ngatur
orang. yang ditanyakan itu “Perusahaan di Indonesia, itu bagaimana bisa
berkembang baik melalui sumber daya yang ada?”. Jadi bukan fokus ke ngatur
orangnya, tetapi fokus kepada berkembangnya. Lah kalau mau berkembang, berarti
manusianya kan harus begini harus begitu, kalau orang tanya susah nggak ngatur
orangnya, fokusnya berarti oraaang saja. Padahal untuk maju itu kan bukan ngatur
orang. Digabungkan untuk tujuan, orangnya harus bagaimana, kalau orangnya mau
kerja, kalau gak mau yasudah. Jadi nggak bisa dibilang orangnya diatur susah apa
enggak. Kalau ga ada aturannya, siapa yang diatur pasti ga jalan, jadi kalau
pertanyaan orang susah diatur nggak itu, itu harusnya bukan pertanyaan itu. Nanti
akan terjadi dengan sendirinya kalau kita memikirkan bagaimana perusahaan bisa
maju melalui sumber daya yang ada. Apapun sumber dayanya, bagaimanapun
sumber dayanya.
P : Bagaimana mengelola dan mengembangkan sumber dayanya itu yang
menjadi poin penting itu ya suk?
77
I : Nah itu kaitanya dengan uang. Kan tadi tanya apa hubungannya sama uang.
Jadi satu untuk ngatur tenaga kerja sampai tujuan QC tercapai itu harus jelas apa
yang menjadi target perusahaan. Peraturan masih belum perlu itu, targetnya dulu,
apa sih? Produksi harus buanyak, sebanyak mungkin, terus rejectnya, yang jelek-
jelek itu, harus seminimal mungkin gitu, terus yang kerja itu harus sangat happy
dan free merdeka. Tidak perlu diawasi oleh atasan dan peraturan macem-macem.
Itu targetnya. Nah semuanya itu apa bisa terjadi kalau orang itu gajinya ala kadar?
Karena sudah terbukti dibeberapa tempat, dimana karyawannya itu bergaji tinggi,
Cuma dia disitu itu, tidak happy karena tekanan terlalu banyak dan terlalu berat jadi
akhirnya kinerja yang diharapkan yang akhirnya membawa ke kemajuan
perusahaan itu tidak terjadi. Jadi sebaliknya ya itu tadi, targetnya jelas, orangnya
harus happy, lah ini, kalau tidak ditunjang dengan uang, ya sulit terjadi, makanya
uang disini ini lebih besar, jadi rata-rata karyawan disitu gajinya 5 juta-an. Naik
turun lho ya. Ada yang lebih tinggi, ada yang dibawahnya. cuman rata-rata 5 juta,
dimana UMRnya masih 3,7 juta. Dan bagi mereka yang sanggup menangani hal-
hal yang biasanya hanya ditangani satu orang gitu ya, ini dia bisa menangani kinerja
yang ditangani 5 orang. Misalnya ya, itu akan mendapatkan penghasilan yang lebih.
P : Jadi terjadi penyesuaian ya suk dimana reward terhadap output yang telah
dihasilkan?
I : Yaa, dan itu saya pernah dengar, sebuah teori manajemen yang namanya
teori 135. Apa artinya? Satu orang yang bisa menangani lima kerjaan orang / 5 kali
lipat, dia akan menghasilkan 3 kali gaji satu orang. makanya teorinya disebut 135.
Loh kenapa satu orang menangani lima orang kok gajinya tidak 5 kali lipat? Nah
dua nya disini itu diambil perusahaan, karena tentu untuk satu orang bisa menangani
lima pekerjaan itu pasti ada dukungan dari perusahaan, entah itu sarana, atau
prasarana, maupun jasa pengetahuan atau macem-macem. Maka teori 135 itu yang
saya terakhir mendengar itu masuk akal. Dan itu yasudah kita ceritakan ke mereka,
mereka punya wawasan seperti itu. Jadi intinya mereka mempunyai patokan, kalau
aku produksi sekian ton, sekian duitnya, kalau sekian ton, juga sekian duitnya,
dengan istilah premi itu tadi. Plus ya, semakin banyak, uangnya pun semakin tinggi.
Sebaliknya kalau Abfal nya ditimbang. Abfal itu ditimbang setiap hari, jadi kita ada
datanya itu. Abfal juga punya tarif, cuman negatif. Gitu, jadi istilahnya kalau
78
gajinya dia sekian, produksinya banyak, abfalnya banyak, ya ujung-ujungnya sami
mawon. Jadi kalau mau banyak uangnya, harus produksi banyak, abfalnya sedikit
mungkin jadi ngangkat semua.
P : Jadi ini juga termasuk dari sistem QC itu tadi ya suk?
I : Ya termasuk. Jadi pekerja akan terpacu, bahwa dalam memproduksi tidak
bisa asal-asalan, kurang lebih ini indirect ya. Itu kan dari motivasi dulu ya, ini
sebetulnya juga berawal dari motivasi, kayak uang itu, untuk mencapai tujuan
perusahaan. Dan semua motivasi yang dilakukan oleh orang-orang ini dengan
senang hati, gembira, tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang negur. Jadi dia
kalau datang terlambat, yang asem ini konco-koncone, ini semua pada tepat datang,
dia terlambat sendirian, dan akhirnya akan terjadi social punishment. Tau ya social
punishment? Dia akan ga enak sendiri, jadi bukan perusahaan yang negur, otomatis
akan terbentuk kesadaran sendiri. Ya itu konsep yang kita lakukan seperti begitu.
Jadi orang disitu itu tidak merasa diawasi, ditekan, mereka antar teman akan
mengawasi sendiri dengan sendirinya.
79
Lampiran 8: Transkrip Wawancara Pemilik
P : Peneliti
I : Informan
P : Plan yang A ini kan ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis
sebelum memulai perencanaan, jadi sebelum suksuk memulai QC ini kan harus
tepat dulu. Jadi, apa tujuan dan target bisnis perusahaan dalam hal kualitas? Apakah
sudah mencakup perbaikan kualitas?
I : Sangat erat dengan kualitas kan. Tadi kan dibilang kita mencari
keuntungan itu berdasarkan kepuasan pelanggan, jadi bisnisnya itu langgeng. Lah
apa namanya kepuasan? Kirim cepat, administrasi tertib, dan yang peling penting
adalah kualitas. Apa yang mereka harapkan itu mereka dapatkan. Itu tidak semua
pabrik kayak gitu lho. Banyak omong, datange telat, sudah datang ya salah lagi,
terus nota faktur yang datang dengan barang tidak cocok, nah kita sudah mengcover
semua itu, sudah oke.
P : Oh oke suk, terus saya mau tanya suk, kira-kira sejauh mana pengaruh dari
kualitas terhadap target bisnisnya suksuk?
I : Ooh, sangat tinggi.
P : Tingginya seperti bagaimana suk?
I : Mau di urut ya ? Cuma urutannya itu, pertama, cepat, jadi aku ga bisa
masuk kesitu, prioritas itu cepat, jadi kalau bisa hari ini pesen besok datang. Dan
kecepatan itu harus ditunjang dengan ketepatan, apa itu ketepatan? Barang datang
sesuai dengan yang dipesan. Dan kualitas tentunya, barang yang cepat datang dan
tidak salah dalam artian tepat itu tadi, serta betul betul memenuhi spek.
P : Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas, apabila
ditinjau dari tujuan?
I : Sasarannya adalah membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik,
percaya apa, contoh kalau aku membayar X rupiah, dengan kualitas yang begini,
80
dan mereka akan mendapatkan kualitas itu dengan harga yang sudah ditetapkan,
dan itu akan membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik, dan itu terjadi.
Kalau tanya sasaran toh, ya itu sasarannya.
P : Apa hanya itu suk? Apa tidak ada lagi sasaran lain dari kualitas? Seperti
mencari pelanggan sebanyak-banyaknya?
I : Lho itu gandeng rentet ya, seperti efek domino. Kalau satu pelanggan yang
sudah begitu percaya pada perusahaan dan informasi itu akan bergulir dari mulut
ke mulut. Akhirnya misalnya kalau bicara muluk-muluk, pelanggan tersebut
ketemu dengan orang asing yang rencana mau impor dari Indonesia misalnya, dan
itu akan disalurkan informasinya, orang jadi bisa bilang “oh ngambil di pabrik sini
saja, karena kualitasnya bisa dipegang”.
P : Jadi itu termasuk mencakup keseluruhan sasaran itu tadi ya suk?
I : Iya sudah, dari situkan orang jadi tau pabrik kita, secara tidak langsung
kan pelanggan akan bertambah dengan sendirinya.
P : Apakah target bisnis suksuk sudah relevan dengan bidang bisnis?
I : Iya, kalau sekarang kurang relevan, kalau dulu sangat relevan. Nah
bingung to apa itu? Ya kalau bidang bisnis ini dulu sangat relevan karena untungnya
itu bisa sampai 70 persen. Jadi misalnya kita belanja dengan bahan baku dengan X
rupiah, dan itu kita bisa menjual 1,7 dikali X rupiah. Berarti komponen keuntungan
itu 70 persen dulu, jadi sangat relevan, target bisnis dengan bidang bisnisnya ya.
Dan itu dari tahun ke tahun turun. Jadi kalau dibandingkan dulu sama sekarang, itu
sekarang semakin kurang relevan. Relatif ya. Sekarang kalau dibandingkan dengan
bisnis lain, masih relevan. Ini cerita relativitas ya, tadi itu kan dari awal sampai
sekarang relevannya turun, cuman kita sekarang nggak liat situ, kita liat sekarang.
Bidang ini disbanding bidang lain masih mumpuni bahasanya, jadi masih relevan.
P : Terus bagaimana suksuk menilai bahwa target bisnis dalam hal kualitas itu
sudah tepat? bagaimana suksuk bisa mengukur bahwa itu sudah tepat? Dan standar
keberhasilan apakah sesuai dengan kapasistas perusahaan?
81
I : Jadi dikatakan sudah tepat, memang iya sudah tepat. Kita bisa bilang sudah
tepat karena kita nggak ngawur, karena kita tau, yang idealnya bagaimana, dan yang
tidak tercapai itu bagaimana, dengan sekarang sumber daya yang ada ini tercapai
sekarang, itu tentunya yang tadi itu lebih tinggi kelasnya. Karena apa yang kita
harapkan dalam target tersebut juga sepenuhnya untuk pelanggan, dengan
memberikan yang terbaik saya kira tanpa diukurpun juga sudah tepat.
P : Kapabilitas perusahaan dari suksuk ini apa saja yang dinilai mampu dan
dapat mendukung untuk tercapainya target bisnis?
I : Jadi kapabilitasnya itu termasuk pengetahuan yang selalu kita raih, ya
nggak cuma saya saja ya, termasuk semua personil di perusahaan berusaha untuk
menggali wawasan dari hari ke hari, ya terutama saya juga ya. Ya itu yang membuat
perusahaan capable itu tadi. Misalnya pajak, kita nggak ngerti pajak, lah gimana
kapabilitas kita itu untuk bisa memberi jasa kepada pelanggan kita supaya tertib
pajak, ya itu termasuk salah satunya. Ya itu tadi satu, senantiasa menggali ilmu baru
dari dunia, kedua, bidang saya kan elektronik, elektronik itu banyak memakai
logika, dan ini kental sekali di perusahaan, baik logika mengenai manajemen,
maupun yang lain-lain, termasuk kemampuan saya dibidang elektronik itu untuk
membuat permesinan di pabrik itu menjadi mudah di kontrol. Ya salah satunya
kalau benang putus itu mesinnya harus berhenti, lah tadinya kok nggak? Ya karena
elektronis nya kurang sempurna, terus akhirnya kita rubah, termasuk dengan
kemampuan saya toh, dirubah dan akhirnya menjadi peka dan menjadi awet, jadi
sudah terhindar terus benang putus terus mesin jalan terus hingga produksi abfal itu
sudah terhindar. Jadi kapabilitas itu yawis intinya itu menggali pengetahuan baru,
terus latar belakang saya sebagai lulusan elektronik itu terpakai banyak. Satu
memang real elektronik, dua, logika elektronik, itu memang dipakai.
P : Nah setelah persiapan intangible sudah siap, bagaimana dengan persiapan
sumber daya nya untuk jalannya sistem quality control yang direncanakan suk?
I : Sumber daya saya kira sudah tepat, kita memiliki komputer dipadu dengan
admin yang tiap harinya mendata bisban yang diproduksi, data tersebut mencakup
roll, standar kilo, tipe, tanggal pembuatan, dan untuk sumber daya manusianya juga
sudah disiapkan. Tapi untuk sumber daya manusia ini, pengalaman kita, bukan dari
82
apa yang kita ingin capai, melainkan apa yang bisa dicapai dengan sumber daya
yang ada, secara maksimal. Jadi kalau saya, bukan seperti pertanyaan ini, bukan
apa yang capai terus kita cari sumber daya yang tepat, tetapi sumber daya yang ada
kita gunakan secara maksimal untuk meraih apa yang ingin kita capai. Nah rata-rata
sumber daya yang kita pakai itu anak lulusan SMA plus minus. Ada yang SMA ga
lulus, ada yang lulus, sudah mentok, yang namanya sarjana ngga ada. SMP ada,
SDpun juga ada.
P : Jadi ga ada penyaringan khusus ya suk atau kriteria khusus untuk sumber
daya manusianya? Karena kan kok kayaknya memfokuskan pada penggunaan SDM
yang ada secara maksimal.
I : Penyaringan ada, diskusi ada, sebelum penerimaan karyawan baru, cuman
itu tidak dipatok dari kertas, apakah dia sarjana, SMA, SMP ataupun SD. Karena
terbukti beberapa kali kita mencoba mengambil sarjana yang akhirnya, kinerjanya
tidak memuaskan, cenderung lebih rendah daripada anak yang sekedar SMA atau
SMP. Terus apa yang mau dijadikan patokan? Yang patokan utama bagi pabrik
bisban kita ya, adalah orang atau anak yang betul-betul mau kerja biasanya kalau
sudah sarjana, itu milih-milih mempertimbangkan atas kertas yang dia raih,
kesarjanaanya, dengan medan kerjanya, ditimbang-timbang, akhirnyapun tidak
efektif. Jadi patokannya dulu ya, adalah orang yang betul-betul mau kerja, wes itu
disaring.
P : Mau kerja yang bagaimana suk? Bagaimana cara suksuk melihat bahwa
SDM yang dipilih ini adalah orang yang mau kerja?
I : Mau kerja itu motivasinya dia hidup sebagai manusia harus berpenghasilan
untuk menghidupi anak-istri kalau yang punya, kalau yang nggak punya ya akan
menghidupi calon istri dan anak-anaknya, ini betul-betul motivasi mereka kerja itu
sangat kuat. Nah pertanyaannya, dibanding dengan anak yang tidak niat kerja itu
apa? Jadi kalau anak yang tidak niat kerja itu dia tidak punya motivasi, “oh iya aku
harus berpenghasilan, nanti kalau aku kawin bisa menghidupi istri dan anak”, dan
sama sekali nggak punya pikiran itu. Jadi akhirnya otomatis kedisiplinannya tidak
terjaga. Dan akhirnya akan diputus dan dikeluarkan oleh perusahaan karena dia
tidak disiplin gitu. Ya istilahnya yang utamanya tadi disiplin lah ya, cuman disiplin
83
itu dicetuskan oleh itu tadi motivasi orang yang betul-betul mau kerja karena
memikirkan jauh kedepan, “nanti aku harus mencicil sepeda motor”, termasuk
kayak gitu. Lah dulunya yang namanya quality control itu sangat istimewa, contoh
ya, setiap satu jam, hasil produksi, harus dipotong 10 centimeter, apa saja yang
diproduksi melalui mesin itu dipotong 10 centimeter, terus dicek oleh khusus tim
quality control yang mengevaluasi potongan 10 centimeter. Nah apa yang dicek?
Jumlah benangnya betul nggak, warnanya betul nggak, tipe rajutannya betul nggak,
kepadatannya betul nggak, karena semua harga jual bisban itu tergantung dari itu,
jumlah benang dan kepadatannya, kalau misalnya patokannya 1 yard itu
mempunyai bobot X gram, terus mereka kepadatannya salah nyetel, jadi X + 10
gram, lah nanti perusahaan rugi, atau sebaliknya yaitu tipis, nantinya kita akan di
complain pelanggan. Jadi setiap hari pasti ada satu kertas dengan contoh itu
disodorkan ke admin untuk didata macem-macem. Nah itu akan kita serba tau
sebelum complain itu datang dari pelanggan. Ya itu maksudnya yang luar biasa,
seperti ISO, ISO 9000 mungkin begitu ya cara kerjanya cuman dengan sumber daya
yang kembali tadi, yang kita miliki, itu tidak bisa menjaga kedisiplinan
administrasi, jadi akhirnya contoh 10 centimeter yang dipotong itu hanya untuk
memuaskan atasan, sudah tidak real lagi, jadi itu kami nilai dengan sebuah
kegagalan, konsepnya luar biasa, paham ya sampai situ ya? Cuman nggak jalan,
kenapa nggak jalan? Ya karena itu sumber daya.
P : Jadi pada saat itu sudah direncakan matang-matang ya suk? Bagaimana
suksuk melakukan pembagian tugas quality control ini?
I : Ya, sudah sip itu. Terus pada awal kerja, ada tim SPK, yang memberikan
perintah agar produksi sesuai dengan order, terus ada tim yang mengontrol semua
mesin atas kelancarannya yaitu tim operator produksi, terus tim finishing, dilain hal
dia mengerjakan penggulungan bisban dan pengepakan, tetapi juga melihat apakah
bisban sudah bagus untuk di pack. Juga ada tim quality control khusus untuk
mengawasi semua, mulai dari proses penggulungan beam, produksi, hingga
finishing. Sekarang tim untuk proses produksinya sebelum menjadi barang jadi atau
tehnikal, orang tehnik mesin atau elektro, itu semua di tes secara elektro, elektronik
atau permesinan. Kalau itu benang putus, itu mesinnya kan berhenti, kalau
elektroniknya nggak wajar, benang putus dia jalan terus, akhirnya yan diproduksi
84
reject, ya nggak mati-mati mesinnya. Lah itu tidak ada pengontrolnya, kalau
mekanik, kan di mesin ada fanbelt nya, itu kalau tidak dikontrol, rentas gitu ya,
nanti tau-tau malemnya putus. Terus malemnya siapa yang bisa ganti, nggak ada
orang yang ngerti, terus stoknya dimana. Nah itu 2 contoh ya, itu semuanya tidak
jalan. Kenapa nggak jalan? Ya karena kualitas sumber daya. Loh kok nggak dikasih
sanksi? Sudah, sudah kita sanksi, ya akhirnya sanksi itu tidak mempan, bukan
mereka minta diturunkan jabatannya, atau dipecat, bukan. Mereka pingin, Cuma
dari psikologinya mereka itu nggak mampu menjalankan kayak begitu itu. Lah terus
kalau ada pertanyaan, “loh berarti sistem yang buagus itu tidak mungkin berjalan?”,
oh mungkin.
P : Maksudnya suatu sistem yang bagus belum tentu menghasilkan buah yang
bagus?
I : Oh itu menghasilkan buah yang bagus, cuman tidak bisa jalan, kenapa?
Karena pelaku-pelakunya itu tidak punya disiplin administratif. Biarpun dengan
mereka sanksinya dipecat, tetap tidak bisa. Ya akhirnya mau diganti 10 kalipun, ya
pecat masuk baru pecat masuk baru, ya seperti itu. Itu karena sumber daya yang
sudah begitu. Makae kan tadi kan kembali, “gimana susah ngatur orang?”, ya susah
nggak susah ga usah dipikirkan, ini sekarang buktinya, bukan susah, sudah
semuanya, konsepnya jelas, merekapun loh tidak melakukan itu dipecat juga nggak
terpikir. Jadi nggak bisa jalan? Oh bisa, apa yang dibutuhkan? Kita membutuhkan
seorang manajer yang khusus untuk menangani SDM, yang mengontrol semua
masukan ini kebenarannya dan diingatkan. Kalau dipecat percuma, dan ini
kenyataan lho ya, dipecat bolak-balik yaganti terus, jadi nggak bisa, kita butuh
seorang manager SDM yang bisa mengingatkan, dan terus mengingatkan sampai
mendarah daging, ya akhirnya semuanya bisa jalan.
P : Tapi itu sudah suksuk terapkan?
I : Oh sudah, cuman tidak ada yang bisa, termasuk saya nggak bisa.
P : Nggak bisanya karena apa suk?
I : Nggak bisanya itu karena waktu yang dibutuhkan itu betul-betul full. Kalau
aku suruh nangani itu, waktuku habis, jadi mesti khusus seorang manajer yang
85
melakukan ini, dan itu tidak ketemu. Cari-cari dan tetap tidak ketemu. Alias orang
ini tidak bisa melakukan tugas seperti yang kita harapkan supaya semua sistem
quality control yang buagus ini jalan, nggak bisa. Kenapa nggak bisa? Ya kembali
ke kualitas sumber daya kita. Sarjana! kelasnya wes kita pakai sarjana. Kenapa
nggak bisa? Ya karena budaya Indonesia yang namanya ewuh pekewuh, sungkan-
sungkanan, tidak berani tegur, itu yang membunuh semua cita-cita berjalannya
sebuah manajemen yang bagus. Itu ditataran kita lho ya, gatau pabrik yang gajinya
sudah puluhan juta ya nggak tau lagi, cuman kita sekarang kan realistis saja, dengan
gaji yang sekian ini, kita mengharapkan orang yang seperti begitu itu tidak ada.
P : Berarti kapasitas dan kapabilitas sumber dayanya kurang memadai suk?
I : Tergantung, yang mana dulu, kalau sumber daya seperti mesin, komputer,
software, alat timbang, alat-ukur panjang, alat penggulung, kita memadai ya disana
untuk menjalankan sistem quality control ini. Cuman kalau berbicara sumber daya
di manusianya, kurang memadai untuk menjalankan sistem seperti itu, ya itu tadi,
ewuh pekewuh, dan tidak ada disiplin, tidak ada niat pribadi yang tinggi untuk
membuat produk dengan sungguh-sungguh.
P : Setelah suksuk melihat fakta bahwa sistem tersebut kurang efektif, apakah
suksuk melepas begitu saja? Dan bagaimana bedanya dengan sekarang?
I : Jadi hasil nyatanya, bakalan kalau pakai sistem yang menurut saya gagal
tadi itu, itu tidak akan pernah pelanggan yang complain, sesuai dengan apa yang
direncakan dan diharapkan. Kalau dengan sekarang itu masih ada complain dari
pelanggan, jadi kalau dibandingkan, itu lebih tinggi. Cuma kita nggak mampu
disitu, jadi kita lepas yang tim pengawas quality control itu, kita mampunya dengan
sumber daya ini sudah tepat, jadi ketepatan itu relatif, disesuaikan dengan sumber
daya yang kita punyai sudah cukup, alhasil ya ada complain dari pelanggan. Dan
dibilang sudah tepat karena complain-complain dari pelanggan itu sudah bisa kita
cover, apa contohnya? Kalau ada pelanggan yang complain, “oh barangmu satu roll
itu isinya 50 yard, ternyata diukur hanya 49 yard, kurang 1”, ya misalnya, itu datang
ke kita dan kita akan memberi ganti, tanpa menarik balik yang lama. Misalnya dia
ada 100 roll, dan semuanya diukur kurang 1 yard semua, maka kita nggak meminta
balik ambil saja yang lama dan kita akan memberikan 100 roll baru. Jadi QC yang
86
kurang, yang menghasilkan complain itu tadi, kita bisa cover dengan mengganti
rugi pelanggan itu.
P : Bagaimana cara mengetahui bahwa target kualitas tersebut sudah dicapai?
I : Ya dari tadi itu minimnya complain, itu sudah tau.
P : Hal apa saja suk yang membuat strategi ini cocok untuk mencapai target
kualitas?
I : Ya sangat bagus sekali ya saya kira, dan sudah tepat. Kita berusaha
menyamakan dengan ISO 9000, dan kenyataan bagus sekali. Disisi lain quality
control dijalankan, didalamnya juga ada yang bertugas mengawasi, double jadinya,
kan lebih mudah tercapai targetnya, jarang ada kelolosan, kalau ini.
P : Karena di perusahaan setelah dievaluasi dan dianggap gagal, terus apakah
tujuan dan target kualitas yang dibuat di awal itu sudah ditimbang berdasarkan
kapabilitas perusahaan?
I : Tidak menimbang, hanya fanatisme ya, pengen sempurna. Kita nggak
mempunyai kemampuan untuk menimbang. Jadi kita hanya mempunyai tujuan
yang idealis, pakai sarjana untuk melakukan ini ini dan ini. Jadi ditimbang tidak,
Cuma karena tujuan yang tinggi itu, dicoba. Ya akhirnya dari percobaan itu
dinyatakan tidak bisa.
P : Kenapa suksuk mengambil langkah untuk ditinggalkan sistem tersebut?
I : Ya karena tidak signifikan. Kalau mau ngomong fanatisme, bagus ya
bagus. Apa bagusnya? Ya itu, mungkin bedanya bisa banyak karena pada saat itu
complain tidak sesering sekarang. Itu pasti itu, sudah pernah jalan, karena sudah
kejelekan itu dibendung secara dini, kesalahan produksi itu terbendung secara dini.
Memang apabila saya menerapkan sistem yang lama itu bagus dan minim retur,
Cuma dengan minimnya retur itu harus mengeluarkan biaya berapa itu untuk orang-
orang sarjana. Sedangkan akhir yang didapat dari pelanggan juga kurang lebih
sama-sama puas. Biayanya? Ya sama keluar biayanya, pas kadang kalau memang
ada salah beneran, perusahaan kan harus memberi lagi, itu kan biaya, cuman
87
biayanya kan tidak konstan, seperti kalau kita ngingoni sarjana untuk khusus
ngerjain ini.
P : Berarti setelah dievaluasi perusahaan seperti ini, apa tindakan yang diambil
perusahaan untuk sistem quality control nya?
I : Saya hanya menghapus ya sistem quality control yang ketat itu dulu
menggunakan orang-orang sarjana dan sampai mirip dengan ISO, cuman untuk
sistem quality control sekarang di pegang oleh semua unit produksi di setiap
mesinnya masing-masing, setelah itu di unit finishing, untuk tetap melakukan
pekerjaannya tetapi juga mengawasi apabila ada barang yang tidak beres, segera
dilaporkan untuk di abfalkan, dan pengawasan kualitas ini kami juga menggunakan
sistem komputerisasi, yaitu dengan cara data-data harian produksi tiap harinya
dijadikan label untuk setiap produk, dan ditempelkan pada tiap-tiap produknya.
Label tersebut berisikan identitas barang, warna, jenis, tanggal pembuatan. Dan ada
arsipnya semua itu. Jadi ini juga termasuk sistem quality control yang jalan secara
otomatis. Kalau ada complain akan tau, minta lihat labelnya, kami selidiki lagi di
arsip file komputer dan akan ketahuan, siapa saja yang bertanggung jawab dalam
pengerjaan barang tersebut.
P : Kalau ada kesalahan, dan sudah tau siapa pelaku produksinya pada saat
itu, apa yang akan ditindaki perusahaan?
I : Karena sistem quality control perusahaan kami serahkan masing-masing
pada setiap individu karyawan, ya tentu kita akan meningkatkan motivasi mereka
dengan cara membuat mereka jera. Dengan cara apa? Ya ditimbang itu tadi,
abfalnya. Semakin banyak ya uang mereka akan berkurang. Untuk itu secara tidak
langsung orang akan lebih berhati-hati akan pembuatan bisban ini sehingga kualitas
terus mereka jaga dan nggak main-main jadinya. Dan sistem label ini lebih relevan
secara bisnis. Jadi ini sistem label bukan yang baru di quality control. Label sama
pengawasan itu pararel lho jalannya, terus yang pengawasan ini merotol, akhirnya
kita jalan label tok. Istilahnya kalau dulu, label itu mengawasi sistem ISOnya jalan
apa enggak. Kalau sekarang dengan nggak adanya ini, berarti label itu mengawasi
pelakunya, karena semasa ada yang sistem ISO ini pelakunya jadi tidak dominan,
“salahnya yang ngecek kok nggak becus”, kan jadi itu yang dipikirkan pelaku.
88
P : Oh berarti dulu pengawasan yang mirip ISO sama label, terus sekarang
setelah ditimbang-timbang nggak relevan, akhirnya dilepas yang pengawasannya?
I : Iyaa betul.
P : Sumber daya manusia yang digunakan untuk quality control pengawasan
tadi bagaimana dan apa sudah tepat? Dan berdasarkan apa suksuk memilih SDM
yang bersarjana?
I : Yaa, mereka dituntut untuk berpikir lebih kompleks ketimbang anak SMA
biasa, ya apa artinya kompleks itu? Ya multitasking itu tadi, termasuk pencatatan,
administrasi, kalau seorang sarjana biarpun strata satu kan sudah terbiasa menulis
evaluasi, analisis, kan akrab. Kalau anak SMA kan ngajarin lagi, kelamaan. Jadi
pertimbangannya ya di administrasinya itu, karena banyak mencatat. Supaya lebih
gamblang ya, sekarang dibalik aja, kalau sekarang disiapkan manusia yang mampu
menangani itu, dua ya, butuh nangani yang ini dan yang itu, apakah perusahaan
tetep menjalankan? Ya jawabannya tidak. Dengan bidang bisban ini, itu ternyata
tidak butuhkan sistem ISO. Kalau ditanya lho ya.
P : Bisa dijelaskan lagi suk supaya lebih jelas dan terpapar semua kok bisa
tidak membutuhkan sistem quality control yang ketat seperti ISO yang sudah
suksuk terapkan?
I : Karena itu tadi, Gaji, dua orang sarjana yang mengani sistem ISO itu tetap
tidak bisa menjamin 100 persen, karena konsepnya tidak ada didunia ini yang
sempurna, tetap ada lolosnya. Sedangkan tujuannya ISO ini kan untuk memuaskan
pelanggan supaya yang dipesan itu sesuai dengan spek yang ditetapkan atau
dibayar, dan ini sudah bisa dicover dengan cara itu tadi.
P : Sedangkan nggak harus mengeluarkan biaya banyak-banyak untuk
membayar pegawai sarjana untuk quality control, bisa dilakukan dengan
responsibility berupa retur itu tadi ya suk?
I : Iya, yang akhirnya tujuannya tercapai juga, puas pelanggannya.
P : Berarti suksuk melepas quality control yang bagus itu tadi untuk efisiensi
karena dinilai perusahaan hasil akhirnya sama?
89
I : Iyaa betul. Cuman Kresna harus menulis kalau ini dibidang bisban, kalau
umpama kita produk itu dibidang alat-alat kesehatan, tentunya QC ini tidak bisa
dibuang, karena ini menyangkut nyawa orang ya, kalau misalnya jarum itu, terus
itu nggak steril atau ada masalah ini itu langsung di suntikkan, itu kan
membahayakan nyawa orang. Jadi ga bisa dibuang, dan nggak ada yang bisa
dipuaskan atau dipertanggung jawabkan, sudah penyakitan orangnya, mana bisa
dikembalikan sedia kala.
P : Jadi dinilai kalau ini bidangnya beda, bisa diberikan alternatif lain untuk
kepuasan pelanggan. Ini kepuasan pelanggan untuk teori yang dipakai juga
termasuk tujuan akhir dari quality control.
I : Lah makanya tujuannya dulu apa kan tadi.
P : Kalau yang dipakai ini, selain kepuasan konsumen, juga memenuhi
harapan konsumen akan produk ini, yang didalamnya termasuk ada durability,
specification, dan ada lagi estethic, dan lain-lain.
I : Termasuk misalnya kabilator mobil, ya, itu kalau tidak ada quality control,
orang kalau beli mobil, kadang banter kadang pelan, lah itu kan nggak bisa, harus
ada quality control. Kalau bisban ini nggak, jadi kita nggak perlu fanatik serba harus
quality control, lihat bidang dan spesifikasinya tadi itu. Cuman memang bukan
berarti kalau bidang diperusahaan bisban tidak perlu quality control, perlu, cuman
tidak sampai yang fanatik itu tadi. Quality control secukupnya, tetap diawasi, dan
tetap melakukan kualitas semaksimal mungkin tetapi sistem tersebut kita bebankan
pada setiap individu pelaku masing-masing.
P : Ya itu tadi ya suk, tetapi dengan fokus pada efisiensi, dampak buruknya
kelolosan produk yang gagal kepada konsumen, nah sedangkan dengan adanya
produk gagal itu tadi suk, di latar belakang bab 1 saya, itu memang kalau quality
controlnya jelek ada 3 kerugian dari perusahaan. Pertama rugi waktu, rugi uang,
dan rugi usaha.
I : Apa itu maksude?
90
P : Usaha itu gini suk maksudnya, kayak gini, kalau semisal suksuk udah bikin
satu hari 100 roll, cuman ada yg di retur 10. Kan harus bikin ulang lagi, satu hari
bikin 110. Itu kan perusahaan jadi usaha lagi suk. Usaha tambahan.
I : Yawes ngomong ae itu rugi usaha. Yang kedua tadi nggak usah. Kalau
saya bilang nggak perlu pakai usaha ya, terlalu besar ya. Ya semuanya itu kalau di
global ya rugi usaha. Kan kalau di preteli ya apa rugi usahae? Ya waktu, ya uang.
Dan itu masih nggak terlalu penting, yang terpenting ini kepuasan dan kepercayaan
pelanggan ini menjadi cacat. Kalau aku ngomong ya ada 4. Semuanya ya kerugian
usaha namanya, kalau dipecah-pecah ya harus konkrit, kan harus konkrit. Yang
penting dua itu tadi, kepuasan pelanggan dan kepercayaan, nah kalau itu cacat,
sangat mahal itu, kalau duit kan bisa dicari ya, kalau sudah nggak percaya,
pelanggan lari, lari ke pabrik lain. Wah itu mau ngambil lagi itu mau ngoceh
apalagi. Nanti sudah kelar terjadi lagi, wah repot wes. Cuman tujuan itu tadi sudah
kami antisipasi dengan mengganti rugi. Dan lagi dari label itu, kan bisa di track
balik, ini hasil tanggal apa, terus orangnya siapa, itu sudah ada ketakutan disitu.
Jadi ketakutan itu sudah semi-semi menjamin hasil itu ga boleh salah. Itu secara
esensial lebih mendasar, langsung kena ke dia.
P : Cuman sebelum ke konsumen ini, gini suk, biasae kan, kemaren Kresna
kan tanya e bagian admin pemasarannya. Mbak Marsi. Itu setelah dilihat arsip
produksi harian, disitu kan ada datanya, roll, persentasi penyimpangan, standar kilo.
Nah itu kalau penyimpangannya terlalu tinggi kan nggak bisa dikasihkan itu suk?
I : Kalau terlalu menyimpang ya dibuang dulu / di keep dulu. Terus kalau kita
tau pelanggannya itu dibidang apa, bisa di nego, ya dikasi tau, “eh produkmu itu
kan minta e 1 yard 3 gram, ini ketipisan, bagaimana? dibuatkan baru atau ini
diterima aja?” Harganya beda kan. Ya tetap rugi masihan.Ya kayak begitulah
contohnya, berarti kan sistem manajemen yang berkaitan dengan quality control,
nggak melulu label. Tadi dari datanya Mbak Marsi kan juga sudah ada toh. Itu kan
termasuk unsur quality control juga. Itu software saya yang bikin lho. Masuk itu
ditimbang.
91
P : Jadi secara nggak langsung juga mengawasi kualitas dari produk itu
sendiri ya suk, cuman waktu dulu pengawasan dipadu dengan ISO itu tadi, apakah
yang software ini juga jalan bersamaan?
I : Oh iya ada sudahan. Sudah ada semua. Ini ada, label ada, ditunjang dengan
ISO tadi, pokoknya paling pelik lah tujuan kita itu, udah siippp dah. Karena sudah
terbiasa di Jerman itu kayak begitu, kerjanya itu nggak bisa serampangan,
semuanya harus bisa mendasarkan. Itu kan kebawa waktu saya datang. Jadi idealis
lah istilahnya. Ya cuma untungnya saya realistis ya, semua itu tidak fanatik, harus
dilihat secara realistis, apa yang diteorikan itu bawa hasil mumpuni apa enggak.
Software itu kan ada, dibawahnya tahun berapa itu, tahun 90an. Lama itu.
P : Ya itu ada standar kilo, hasil kilonya per produk dll. Ya itu, apa itu ada
quality control-nya suk? Itu kan lolos dari label itu, berarti itu kan full dari mesin
sendiri?
I : Itu kan dari software kan ditimbang dulu, pertanyaannya itu, apa nggak
keliru ta timbangannya?
P : Yaa, itu kan masalah mesin ya suk, nah apa itu apa nggak ada yang dijaga?
I : Apa yang dijaga?
P : Ya mungkin selama proses produksi itu mesinnya bagaimana
pengecekkannya?
I : Oh iya dong, operatornya yang keliling terus. Yang pertama ngeset,
umpama ini jenis ini, wes selesai, kan produk baru kan, itu ada tim khusus yang
ngeracik rajutannya, jumlah benangnya apa, itu nanti dipotong, dan ditimbang
sekali, wes mari ya jalan. Bukan ngawur-ngawuran semua. Wes ada speknya.
SPKnya sudah difoto nggak?
P : Oh bukan SPK suk, yang tak foto itu, itu wes nggak pakai suk, ada
potongan, potongan bisban yang 10 centimeter, yang selalu dipotong waktu ada
ISO. Dan itu cerminan aja hasil potongan untuk quality control. Itu wes nggak
dipakai sih suk, karena sudah nggak jalan.
I : Ya itu, yang saya berhentikan itu kan, sistem pengawasan ISO itu.
92
P : Apa bedanya potongan kecil itu dengan label suk? Kan hampir sama, ada
kode-kodenya, juga ada yang penanggung jawabnya. Itu kan hampir sama suk?
I : Kalau label sekarang itu kan mengacu ke pelakunya. Jadi jenis bisban ini
ada labelnya, dari label ini kita akan tau, ini jenis apa seh. Itu diurut balik itu
merujuk ke pelakunya.
P : Yang di arsip potongan kecil itu juga ada pelakunya suk?
I : Itu kan yang meracik, bukan yang nggulung. belum ada hubungannya sama
yang nggulung. Label itu kan sudah di roll, baru keluar label. Kalau yang potongan-
potongan itu masih di mesin.
P : Oh jadi waktu nggulung, kalau cacat itu udah tau waktu digulung ya suk?
Kalau semisal, ini ada produk yang jelek, kan suksuk langsung tau nih pelakunya,
pelakunya katanya suksuk di penggulungan. Itu berarti kan secara nggak langsung
oh ini cacat, tahu penggulungnya si A, berarti, memberikan sanksi sama si A?
I : Kita nggak tau saat itu, nggak tau pada saat dikasih label masuk gudang
itu, nggak ada yang tau cacat nggaknya. Kalau ringan atau beratnya Mbak Marsi
tau, karena ada penyimpangan berat, itu tau, sudah kayak gitu jalannya, bilang sama
pelanggan, ini ketipisan, ini mau dibuatkan baru atau kamu mau ini saja nanti
dipotong harganya? Itu mengenai berat, kalau cacat, salah total lah ya, ya nggak
tau, nanti dikirim pelanggan, baru pelangganya ngomel, terus kita datang, terus kita
data, nomer berapa. Terus ketahuan, yang gulung sapa dan yang produksi sapa.
Yang ngawasi mesin itu lho sapa.
P : Kira-kira yang salah dan yang bertanggung jawab siapa suk?
I : Yang mesin, yang nggulung pasif, nggak akan tau. Jadi kalau yang salah
penggulung itu biasanya panjang pendeknya. Misal 30 yard, dia nggulungnya 25
yard.
P : Itu ketahuannya di sebelum ke pelanggan apa sudah ke pelanggan yang
panjang sama pendeknya 1 roll?
I : Terlalu panjang, terlalu pendek atau terlalu rusak, itu taunya hanya di
pelanggan.
93
P : Cuman biasanya kalau complainnya terlalu pendek berarti yang disalahkan
yang penggulung ini disalahkan?
I : Kalau terlalu pendek yang penggulungnya yang disalahkan, kalau cacat,
salah benang, salah warna, ya itu yang mesin yang disalahkan. Cuman ke detect itu,
kalau diurut balik ke detect.
P : Pakai SP nggak suk?
I : Pakai.
P : Tiga kali?
I : Iyaa, satu dua tiga. Makanya kita diusahakan kan mencari pekerja yang
termotivasi ya, karena quality control kita sudah lepas dari pengawasan kayak ISO
tadi, jadi kita bebankan pada masing-masing individu sudah. Maka dari itu kembali
kita rubah ke gaji mereka, karena gaji mereka itu tinggi, dan mereka butuh uang
untuk membiayai, itu yang saya kira akan membuat orang menjadi niat kerja. Kalau
misalnya gajinya pas-pasan, atau di bawah standar, kayaknya dia keluar dan kerja
di lain tempat ya sama saja. Jadi tidak ada sesuatu yang dipertahankan, lah itu tadi
kalau tanya fungsinya duit untuk sistem quality control ini untuk apa. Ya kita kalau
mau cari tenaga kerja yang bertanggung jawab yang harus ada imbalan duit. Kalau
enggak, ya nggak jalan dan ngga balance itu, omong kosong.
P : Tenaga kerja juga termasuk bagian dari sistem yang menggerakkan sebuah
sistem itu sendiri juga ya suk.
I : Iyaa, makanya di tempat kita turn over sedikit setelah saya rubah seperti
ini. Justru mereka kalau ada kesalahan begini mau dikeluarkan itu sudah ketakutan.
Jadi bener-bener lah kerjanya. Karena sistem yang diciptakan itu sudah jalan. Dan
untuk bisban ini sudah cukup dengan sistem kayak begitu, sudah lebih konkrit to
sekarang. Perusahaan tidak tau, jadi quality control dalam perusahaan itu istilahnya
teori, ga ada yang bisa mencegah secara dini seperti tadi ISO. Itu mencegah. Kalau
ini nggak ada. Bablas. Nanti pelanggan yang lapor, ganti rugi kita, terus diurut balik,
siapa pelakunya. Dan ini sudah konsep yang bagus. Kalau quality control,
pelakunya nggak terlalu takut loh.
94
P : Apa yang membedakan suk kok nggak terlalu takut?
I : Ya ewuh pekewuh itu tadi. Salah? Paling ya nanti dikasih tau salahnya
dimana. Tidak ada tindakan langsung kan? Ewuh pekewuh, mereka saling
merahasiakan, saling membenahi dan merahasiakan. Dan itu tidak menggigit. Jadi
orang itu akan berpikir seperti “Asal ae, ntik lak diomongi salahnya dimana,
ditegur, yawes selesai”. Ini psikologis ya. Kalau sekarang tidak ada begitu.Yang
anu itu pelanggan. Contoh konkritnya ada. Jadi yang mengahikimi mereka siapa?
Ya pelanggan itu, yang lapor. Konkritnya ada, labelnya ada.
P : Cuman kan sekarang masih ada quality control-nya ya suk? Cuman quality
control-nya kan di setiap pelaku produksi itu tadi?
I : Iyaa, ya yang paling penting mereka bertindak itu harus sesuai dengan
resepnya, makanya kalau kesana, coba dilihat lagi, di setiap mesin kan ada kertas
yang nggantung. Ya itu yang namanya SPK. Jadi gini, Mbak Marsi, dan Pak Sono,
itu kan dia nangani marketing kan ya, nanti ordernya dicatet di komputer, dari
komputer nanti diracik menjadi SPK. Apa SPK itu? SPK adalah surat perintah kerja
untuk si mesin. Harus diproduksi ini ini ini. Terus kalau mesin ini sudah jenis A,
terus dia dapat SPK. Oh sama SPKnya, ya cuman njalano tok. Kalau ganti model
dari tipe A, ke tipe B, itu ada orang khusus. Bukan operator ya, tetapi tim khusus
yang meracik jadi modelnya, juga benangnya, dan warnanya diracik. Terus yang
ada kertas kecil yang sudah nggak jalan, itu hasil racikan itu, ditimbang terus sesuai
hasil racikan itu, oh berarti sesuai dengan SPK. Wes.
P : Sampai sekarang ya suk?
I : Sampe sekarang itu. Cuma sekali lho ya. Kalau dulu itu setiap jam lho.
Yang tak omongno pengawasan gagal itu. Dulu setiap jam. Ini sekarang sekali tok
kalau ganti model. Kalau nggak ganti model ya nggak ada. Diracik, wes mari
diracik, nyoh, betul, wes yang njaga tinggal operator mesin saja.
P : Operator produksi itu?
I : Ya, operator produksi. Ya itu dia njaga apa? Ya njaga, nggak boleh
benangnya putus, nanti disambungnya salah ya operator. Kan benange banyak terus
ada yang putus, ini pedot, del, kan harus diambilkan lagi disambung dengan benar.
95
P : Oh jadi yang operator produksi sama SPK itu sama suk, tak kira operator
produksinya juga yang ngeracik.
I : Oh nggak sama. Kerjanya kelihatannya sama, cuman tanggung jawabnya
nggak sama.
P : Kenapa nggak dibikin sama suk?
I : Oh itu keahlihan khusus itu yang meracik. Dan gajinya lebih tinggi
mereka. Itu ngeracike nggak cuman benang tok lho itu. Bawahnya mesin juga
diganti lho.
P : Cuman yang tim khususnya SPK itu ngatur maintenance mesinnya?
I : Tidak. Mereka murni administrasi.
P : Jadi murni meracik yang ditulis kertas itu ya suk.
I : Iya. Harus digulung sekian bim yang gede-gede, dan nanti terjadinya harus
berapa ratus roll.
P : Itu pernah nggak suk terjadi kesalahan?
I : Oh sering.
P : Itu kan ketahuan di label suk? Kan ketahuan di label. Itu tim khusus
SPKnya kena nggak suk?
I : Kena, yang salah kan SPK kalau gitu itu.
P : Oh bukan operator produksinya suk?
I : Gini, gini, sek, jadi lahirnya SPK kan dari order, order itu ada jenis A, B,
C blablabla, warna, terus jumlah roll. Kan tidak selalu rollnya sama. Kalau order
dikumpulkan semua lahirlah A, B, C. Warnanya wes ya, wes termasuk disitu. Ini
harus produksi 1000 roll, 2000 roll, 3000 roll. Ini kan masuk yang meracik, SPK.
SPK itu harus membuat SPK, yang nantinya kalau diproduksi itu ya harus terjadi
jenis A 1000 roll, jenis B 2000 roll, dan jenis C 3000 roll. Yang sering keliru, ini
yang 1000 roll jadinya cuma 500 roll. Terus habis 500, kehabisan benang. Itu yang
pertama. Kedua, bisa jadi yang 2000 roll ini jadi 3000 roll. Salah disini gitu. Warna
96
yang merah dia bikin SPKnya merah muda. Yang mereka bawah itu kan nggak tau.
Mereka kerja sesuai SPK ini kan ya. Ya kalau ini yang disalahkan ya yang membuat
SPK. Administrasi lho ya ini. Wes, asumsi ini bener semua ya, A 1000, B 2000, C
3000, turun ke tim khusus yang meracik sesuai SPK. Ini bisa terjadi salah. Sama,
SPKnya sudah jelas-jelas merah, mereka masangnya merah muda. Yang mestinya
merah muda ini jatahnya untuk yang lain. Itu bisa terjadi. Yang paling fatal ini yang
di SPK. Karena dia yang diatas. Kalau dari atas benar, yang bawah tinggal ngikuti
saja. Proses produksi sudah paham apa belum disitu? Dari SPK itu digulung gede-
gede dulu lho ya, setelah itu baru dipasang di mesin.
P : Iya suk, kan ada penggulungan dulu itu suk.
I : Ya. yang nggulung ini berdasarkan SPK juga. SPK itu ada 2 macam. Satu,
untuk perintah penggulungan yang gede-gede. Namanya SPK gulung benang. Itu
bisa keliru di warna dan benangnya. Yang kedua itu, SPK yang meracik di mesin.
Yang racikannya.
P : Yang SPK di mesin itu yang diracik apanya suk?
I : Motif rajutan.
P : Oh itu dia yang membuat list motif. Itu SPK keduanya administrasi semua
berarti suk?
I : Iya SPK dua-dua administrasi itu. SPKnya kecil-kecil itu yang nggulung
gede-gede. Satu lagi yang gede-gede yang ngantol di mesin.
P : Kok bisa yang penggulangan kecil-kecil?
I : Bukan, yang di penggulungan itu kecil, kertasnya Cuma seperdelapan dari
kertas ini lho, segini. Ya ini juga SPK. Digulung. Kalau di mesin itu gede-gede.
SPK. Apa bedanya? Yang kecil itu hanya menyebutkan untuk jenis bisban ini,
jumlah benangnya ini, warnanya ini. Wes. Jadi mereka dengan ini mereka wes
nggulung gede-gede ini. Terus gede-gede ini kan dibawa ke mesin rajut. Nah di
mesin rajut itu ada lagi SPK gede. Ini ada koneksinya, bukan ngawur. Jadi nggulung
sekian ini untuk mesin apa, itu sudah tau, motif rajutannya apa. Kurang paham ya?
Gini misalnya. Ini ada jumlah benang 60 benang. Satunya lagi 60 benang. Cuma 60
97
benang sama-sama 60, warnanya sama-sama hitamnya, ini untuk jenis X, ini tunuk
jenis Y. Ini nanti di mesin itu, SPKnya, sudah ada, ini jenis X, dan ini jenis Y. Yang
masing-masing membutuhkan 60 benang. Cuma 60 benang ini kan menghasilkan
jenis rjutan yang berbeda. Jadi 60 benang itu bisa jadi 1001 jenis bisban.
P : Kenapa harus dibedakan seperti itu suk? Kok nggak dijadikan satu?
I : Jadi yang nggulung gede-gede, itu sudah tau alamatnya, ini nanti mau
dipasang di mesin apa, sudah ada disitu.
P : Ini yang di penggulungan?
I : Ya, yang dipenggulungan. Yang kertas kecil-kecil. 60 benang ini nanti
dipasang di mesin apa, sudah alamatnya disitu. Nanti yang kertas gede ini sudah
konek sama itu. Ini produksi jenis ini, pakai gulungan yang itu tadi, sudah konek.
P : Tapi yang kertas kecil itu tadi yang nulis ke alamat mesin mana, terus yang
kertas gede, jenis apa, rajutannya, dan maunya benang apa saja dari yang
penggulungannya.
I : Nanti ada 60 benang lagi, untuk mesin yang lain lagi, jenisnya lain lagi.
Jadi sama-sama 60 benang, warna hitam. Yang satu bisa cuma bikin kecil tebal,
yang satu agak lebar cuma tipis. Sama-sama 60 benangnya. Ini namanya jenis
bisban yang berbeda biarpunjumlah benang dan warnanya sama.
P : Tapi cuman kalau yang pertama sudah alamat kesini, kan sudah one way
suk. Buat apa yang satunya minta lagi untuk yang sebelah sana. Kan yang SPK
produksi tinggal minta rajutan jenis apa, benangnya apa, dll.
I : Lah disitu sudah alamatnya mesin ini, jenisnya juga sudah ada, terus yang
diproduksi itu untuk apa gitu to? Disini ini untuk resepnya. Sek, yang kertas kecil
kan sudah ada peruntukkannya, mesin nomer 1, jenis produk A, yang satunya lagi
sama, 60 benang, untuk mesin nomer 10, jenis produk B. Wes ini kan tau, “oh jenis
produk A”, Tapi apakah dia hafal jenis produk A itu kayak apa? Meskipun hafal,
perusahaan tidak akan percaya. Perusahaan memberikan kertas gede, yang tertera
resepnya. Produk A itu, rantai, bawah itu ada rantai ya, ada kombinasinya, itu
kombinasinya gini gini, yang ada tulisannya palang bunder palang bunder. Itu resep
98
racikannya. Kalau yang mahir, dia nggak lihat sudah hafal. Cuman namanya sistem
manajemen kan nggak kayak gitu. Lah nanti kalau orangnya sakit nggak masuk,
yang nggantikan nggak hafal piye? Kan perlu resepnya SPK terus. Namanya sama
SPK, cuma beda, tadi SPK gulung benang, yang ini SPK racikan produksi. Ini
softwarenya juga saya yang bikin. Jadi ini saling kontrol. Itu kan isinya 60 benang.
Disini jenis A itu kan juga tertera 60 benang rajutan. “Loh disini kok cuma 55
benang ya”, ya ini bisa negur sana. Ini bisa saling umpet biasanya. Kurang? lek
kurang ya diambilno, benang yang kecil-kecil 5. Kan kurang 5 to? Taruh bawah,
disambungno, jadi akhirnya juga 60 toh? Asli dari yang gede 55 ditambahi benang
kecil-kecil 5. Ya 60. Lek kebanyakan, ya potong, ditaruh plastik.
P : Harus ya suk dengan adanya SPK ini?
I : Harus, Cuma nggak ada pabrik bisban yang punya kayak gitu. Nggak ada.
P : SPK kayak suksuk ini?
I : Iya, semuanya dicatet, kayak rahasia gitu, nanti dipegang oleh teknisi. Ada
kode-kodenya sendiri gitu. Kalau aku semuanya tak masukno dalam komputer. Jadi
jenis ini, langsung keluar, tarik, langsung print, langsung dicantolno di mesin yang
siap pakai. Jadi kalau tanya harus? Ya kalau mau sistem quality control yang bagus
dan terus tercontrol, ya harus. Dan memang terbukti. Dengan adanya ini, kesalahan
akan terminimalisir.
P : Cuman kalau SPK ini lebih ke sistem produksinya atau sistem quality
controlnya suk ?
I : Ya ini lebih ke sistem quality control, sekarang gini misalnya kalau
perusahaan nggak seperti kita ya, resepnya pakai kayak buku gitu, bergulir, nanti
bukunya dipegang teknisi A, B, C, D untuk jenis rajutan. Nah terus quality
controlnya bagaimana? Ya tetap quality controlnya yang mengawasi hasil produk
akhir, Cuma kerjaan quality controlnya akan lebih banyak karena sering terjadi
kesalahan. Wong berdasarkan buku beredar kok. Lah nanti kalau teknisi itu nggak
masuk, terus bukunya hilang, wes semuanya feeling yang berjalan, kan tambah
hancur.
99
P : Kalau ada SPK ini berarti dapat mencegah secara dini kesalahan-kesalahan
yang terjadi selama proses produksi?
I : Iya, sudah yang nyetel itu tinggal lihat gini, wah yawes enak dia.
P : Jadi untuk bagian yang jalan-jalan mengawasi quality controlnya kan
sudah tinggal cek gini aja, kalau oke ya oke. Pernah nggak suk meskipun sudah
dibuat SPK ini dan di print di setiap mesin, masih ada yang salah?
I : Kalau si operator sih, terjadi kayak gitu. Cuman yang meracik nggak
mungkin, karena yang meracik itu harus lihat ya.
P : Jadi yang operator ya tetep ada salahnya gitu ya. Kesalahan yang terjadi
kayak apa biasanya suk?
I : Operator itu salahnya Cuma menyambung tok ya, kalau pas jalan tengah
jalan ada dua tiga benang yang putus mereka akan menyambung ulang, lah ini
mereka bisa keliru. Itu operator salahnya biasanya disitu, itu satu, terus dua, kalau
benang yang dirajut itu kadang bisa berbulu gitu lho, satu benang itu kan bukan
monofilament gitu, ini kan terjadi dan terbentuk dari filament kecil-kecil, pas dirajut
itu ada satu filament putus, nyusuk, kan kecil to dia, nyelimpet-nyelimpet sampai
besar, terus putus. Terus dipotong, nyambung. Lah pas nyambung itu terjadi cacat
kalau seperti itu, itu salahnya operator, nanti pas waktunya digulung, nggrenjel,
kayak cacat gitu lho, karena filament yang mbulu tadi itu lho.
P : Terus kalau misalkan bisbannya itu sudah setengah jalan, apa yang
dilakukan operator suk?
I : Kalau sudah tau gitu ya dipotong, dan dibakar, jadi yang pedot-pedot tadi
itu sama membulu itu hilang kalau dibakar. Atau dipotongi gitu lah, jadi samar,
masih bisa jalan terus. Kalau dial alai, ya akhirnya bisa terjadi yang gembelan kayak
susuan manuk cilik itu, tau-tau ngumpul, putus, terus ketarik, lewat dah, sini wes
apik lagi. Lah ini nanti penggulung yang bisa merasakan, “loh kok bisa gini?”, terus
dipotong. Jadi bisban segini kan ada kayak susuan gitu lho, itu dipotong, kalau
kelihatan, kalau nggak kelihatan ya lolos. Lah itu termasuk kesalahan penggulung
itu finishingnya itu juga termasuk operator.
100
P : Jadi kalau operator gitu, berarti bagaimana suk, nggak ada yang ngawasi
operator ini ya suk? Mau dia ngakal sendiri, atau biasanya kan kalau operator agak
males gitu kan diakal.
I : Oh nggak berani, ya itu ujung-ujungnya nanti kalau masuk ke pelanggan,
terus pelanggannya complain, ya ketauan tetap. Kerjaan operator itu ya, kalau
ngomong ngawasi seperti yang Kresna pikirkan, itu minim sekali. Mereka kerjanya
itu dikejar dengan menyambung benang, kan digulung gede-gede tadi itu loh, kan
dirajut toh, nanti menjelang akhir kan habis, kan mesin berhenti, dipotong, mereka
harus ngambil yang gede lagi toh, kan mereka nyambung satu-satu lagi. Itu ada
preminya nyambung itu. Setiap helai itu ada duitnya itu. Lah kerjaan nyambung itu
saja sudah menyita waktu mereka. Bayangkan 75 unit mesin, orangnya cuma 6. Lah
mereka nggak usah ngawasi itu, mereka keliling nyabung benang aja waktunya
sudah habis. Jadi termasuk sudah manajemen ya, orangnya di press dengan waktu
yang demikian semuanya ada duitnya, nggak ada cuma-cuma, kalau yang jelek
dapat sanksi nanti, kalau yang kerjaan yang memang harus dikerjakan seperti
nyambung lagi, ngerti ta lek habis harus disambung?
P : Enggak tau suk, kalau habis itu maksudnya habis gimana?
I : Loh kalau dirajut kan benangnya habis lama-lama,kan gede isinya.
P : Itu bukannya seperti ini ya suk, seumpama yang diminta jenis A, kan dari
penggulungan itu dimasukkan ke mesin, itu kan haruse segini ini, sudah mencakup
apa yang diminta?
I : Ya enggak, kadang bisa 12 beam baru mencapai 1000 roll. Jarang yang 1
beam saja sudah bisa memenuhi order. Jarang.
P : Ooh, kalau habis ya diambilin lagi yang baru, terus ditaruh mesin.
I : Iya, kan ujungnya harus disambung satu-satu. Itu juga nggak boleh salah,
itu kerjaannya operator itu.
P : Nah itu kalau operatornya terlalu sedikit suk, apakah efektif? Karena 1
orang bisa meng-handle 11 mesin.
101
I : Ya bicara pengalaman ya, Kalau satu tempat kerja, yang 100% efisien dan
bisa ditangani 6 orang, ya, satu tempat kerja, dengan bidang kerja sekian, itu
dihitung, diperes semua menjadi 6 orang, cukup untuk menangani ini, itu sekarang
dikasih 10 orang, apakah lebih efisien? Dibanding kalau 6 orang itu tadi dikurangi
1, minim to ya. Mana yang paling efisien? Itu pengalaman kita, kebawah itu lebih
efisien. Berkaitan dengan uang lho ya. Kalau sebuah tempat kerja, diperes, dihitung,
distopwatch, macem-macem, 6 orang sudah cukup. Dikasih 10 orang sekarang
bagaimana?
P : Hasilnya sama ya suk dengan yang 6 orang tadi?
I : Hasilnya malah lebih sedikit.
P : Kok bisa lebih kebawah lebih banyak ya suk?
I : Ya psikologis, karena orang itu keampuannya itu, nggak ada batasnya.
Orang ngomong itu, “wah, di timer, wes ga isa ini, blablabla”. Namanya orang kalau
ada motivasi, itu bisa melampui kemampuan yang wajar. Itu kita buktikan pada saat
5 tahun yang lalu ya, pada saat UMR kita itu melonjak nggak karu-karuan. Kan
umumnya UMR itu 10%, waktu itu 35% kalau nggak salah, nah pada saat itu kita
rapat sama anak-anak, kita nggak bisa memberikan gaji yang naik 35%, jadi
biasanya gaji untuk produksi itu sekian, kita hanya bisa naik 10% sesuai dengan
kemauan perusahaan. Wes, 10%, berarti total gajinya itu ditambah 10% jadi sekian,
terus satu orang UMRnya sekian, jadi uang yang sudah ditambah 10% ini
sedangkan dari pemerintah kan 35%, nggak urus kita, pokoknya ini ditambah 10%
sekian, dibagi UMR, keluarnya berapa orang kan. Ya sudah itu, keluarnya orang.
Jadi dulu kalau 10, dengan perhitungan kayak gini keluar 7, maka 3 orang harus
meninggalkan. Nyambung gak sampai situ yang kita rapatkan akhirnya kita putus,
beberapa orang kita lepas nggak bisa melanjutkan. Berarti pada saat itu, orang yang
bekerja di bidang tempat kerjanya kan berkurang, uangnya bertambahkan? Belum
lagi preminya satu produksi ini yang tadi itu dimakan 10 orang, porsinya segini
dimakan orang 10, sekarang jadi dimakan 7 orang, hilang 3 ya, kan lebih gede
preminya. Belum lagi UMR yang naik 10%, kan gede to. Jadi pada saat itu masing-
masing orang itu mendapatka kenaikan gaji yang cukup signifikan karena kenaikan
UMR yang hanya 10% lho ya, pemerintah 35%, plus premi yang dibagi orang yang
102
lebih seidkit maka hasilnya lebih banyak, akhirnya lebih signifikan gajinya. Itu
produktivitasnya naik 20%.
P : Oh jadi itu ya suk, malah lebih efisien. Baru tau suk, karena kalau kita
ngomong teori, kan satu orang akan lebih fokus apabila pekerjaannya di ruang
lingkup yang kecil pula, nggak serabutan.
I : Ya seperti teori 135 tadi itu loh, bisa menangani kerjaan orang banyak,
otomatis gajinya lebih tinggi. Cuman, waktu itu, kita naik 10%, pemerintah naik
35% toh? Kita bukan mbangkang di 10%. Kita tetap mengikuti pemerintah 35%.
Kenapa? lah kalau kita naik Cuma 10% pemerintah 35%, terus nanti tahun depan
naik 10% lagi tambah jauh malahan, nah motivasi juga hancur langsung. Pekerja
nanti bisa berpikir, “oh kerja di perusahaan lain aja lah duitnya lebih banyak”. Jadi
kita ngomong pada saat itu begitu terus kenaikan kita 10% dan kenaikan pemerintah
35%, berarti ada gap 25% yang belum terpenuhi toh, itu kita cicil 11 bulan kedepan.
Jadi bulan pertama naik 10%, bulan kedua sampai nanti kedua belas, dibagi waktu
itu, 25% dibagi 11 bulan. Dan ujung-ujungnya pada Desember akhir tahun itu gaji
mereka sudah kenaikan sesuai pemerintah.
P : Jadi ditotal juga sama saja ya suk?
I : Ya cuma kan gini, bukan langsung didepan 35%, jadi kita saving
separuhnya waktu itu. Kan totalnya segini, Cuma kita kan turun, cuman kita terus
naik toh, berarti segitiga ini sudah hilang. Yawes itu pengalaman menunjukkan,
bahwa sedikit orang, produktivitas meningkat, cuman tetap kita tidak boleh
meninggalkan tuntutan pemerintah, karena itu akan menjadi ganjelan. Jadi ini
langkahnya itu matematis dan psikologis, kita saving separuh kenaikan dari
pemerintah, ujung-ujungnya sama. Ya beneran, tahun berikutnya naik lagi, kita dari
situ ya ikut naik lagi, jadi kita sudah nggak berat.
P : Itu akumulatif nggak suk kenaikannya itu. Kan ini dibagi 11,
I : Nggak akumulatif, jadi gajinya yang pertama kan 100%, harusnya tuntutan
dar pemerintah itu kan 135% dari gaji sebelum, ya ita murni memberikan 110%
dari yang sebelum, untuk bulan pertama, untuk bulan kedua, ya 100 sekian persen,
pokoknya koma-koma kan, sisanya kalau, 25% dibagi 11, ditumpahno itu dikit,
103
dikit, dikit. Sampai akhirnya pada Desember itu gaji mereka sudah 135% dari gaji
tahun sebelumnya. Mereka terima, dan saya yakin kalau kita berpegang pada 110%
terus, pasti buyar. Yawes tadi kan tanya efisiensi, yawes kayak gitu, kalau orangnya
sedikit, selama orangnya sedikit tetapi duitnya nambah, itu lebih efektif. Dan kalau
tanya sekarang posisinya gimana, sekarang posisinya sudah dibawah kejenuhan.
Yang saya ngomong tadi itu loh, satu tempat kerja kalau di timer itu keluar 5 orang
kita sudah di 4 orangnya. Bayangno satu orang pegang 11 mesin loh. Kalau
competitor, di Jakarta, 1 mesin 1 orang.
P : Oh iya suk. Kalau sekarang bentuk gagal produknya itu seperti bagaimana
suk?
I : Biasanya ya salah rajut, rajut itu kan bentuk kembangan gitu ya, ada yang
bentuk strip-strip, ada yang bentuk kotak kotak, jadi itu bahasa inggrisnya namanya
pattern. Kalau salah produk biasanya salah pattern, orang mintanya garis-garis,
diproduksinya kotak-kotak.
P : Kalau pattern itu kira-kira salahnya di SPK atau di operator?
I : Diatas operator, yang team khusus SPK yang ngatur mesinnya, yang ngeset
mesinnya itu menjadi bentuk tertentu. Operator hanya menjalankan. Modelnya kan
macem-macem, ada yang kotak, ada yang bunder, ada yang garis. tu tim khusus
yang membuat model juga lah istilahnya. Nah setelah modelnya jadi operator itu
hanya mengawasi.
P : Jadi SPK produksi ini, juga meracik patternnya juga pada tiap mesin?
I : Ya, betul, meracik modelnya imana, panjangnya berapa saja, ya dia yang
meracik. Lah dia ngeprint itu ada dua jenis yang di print, satunya itu, ini dua-duanya
SPK ya, SPK dalam bentuk perintah penggulungan, satunya hasil racikannya ke
mesin.
P : Oh, jadi SPKnya dibagi 2 ya suk, yag ke mesin itu juga yang ngurus pattern
itu tadi?
I : Iya.
104
P : Oh iya, terus, ini kan suksuk ada arsip produksi harian yang dipegang sama
Mbak Marsi. Arsip itu kan berisikan data tiap produksi, yang bermuat standar kilo,
beratnya, persentase penyimpangan dll. Itu cara membuat arsipnya bagaimana ya
suk?
I : Awal dari order, orang itu mau model ini, dengan spesifikasi model ini,
dua warna, tiga ketebalan, empat lebar. Lebar, tebal, dan motif rajutannya itu nanti
terlahir sebuah bisban dengan bobot tertentu. Yang diminta pelanggan itu bobotnya
per-meter berapa gram, atau per-10 cm berapa gram, gitu ya. Speknya itu sudah
dicatet sejak awal. Jadi orang pesan baru gitu ya, sudah dicatet speknya, berapa
gram. Jadi nanti kalau mereka nggulungnya 30 yard per roll, kan bisa dikonversikan
toh kalau 1 meter berapa gram, kalau 1 roll 30 yard berapa gram, 1 pack 10 roll itu
berapa kilogram? Itu kan ditimbang kalau masuk ke gudang itu. Dicatet, nah
timbangan itu tadi nanti di entry sama Mbak Marsi ke komputer. Sampe situ
nyambung nggak? Yang digulung anak-anak itu loh. Wes digulung menjadi roll,
itu ditimbang sebelum masuk ke gudang.
P : Alat penimbangannya kayak apa suk?
I : Ya, alat digital itu lho. Jadi umpama dia taruh satu timbangan itu ada 50
roll, 5 plastik berarti ya, 1 plastik kan isi 10. Ditimbang, berate 50 roll, beratnya 20
kilogram, ya itu dicatet sama anak-anak, jenis ini 50 roll, sekian kilogram, dicatet,
dan arsip ini nanti masuk ke Marsi, di entry kan ke dalam komputernya. Sampe situ
ngerti?
P : Standar kilonya kan sudah ada di Mbak Marsi, tinggal langsung nanti
persenannya di komputer sendiri yang menghitung.
I : Yaa, sejak orang pesen awal itu sudah di set, ini jenis ini itu standar
beratnya sekian, sekian, sekian. Terus blablabla, bikin SPK, akhirnya jadi,
ditimbang terus masuk gudang. Nah komputer itu akan compare, standarnya
berapa, kenyataannya yang masuk gudang berapa. Itu yang nanti akan keluar
toleransi, keberatan atau keringanan.
P : Gini suk, rata-rata kan nggak boleh kurang dari 5%, kalau nggak salah.
Ada batas toleransinya suk?
105
I : Nggak ada, karena batas toleransi itu kayak apa ya, kayak kosmetik, tidak
ada gunanya, jadi kalau kita ngomong standarnya sekian, anda harus pas 0%
toleransinya, jadi kita nggak memberi range, oh ini plus minus 3% itu, enggak.
P : Kalau bobotnya terlalu ringan suk? Nggak sesuai dengan standarnya,
minus sekian persen?
I : Lahya, berarti kan itu yang bikin model pertama itu salah to, soalnya kan
bikin pertama itu kan dee ngeracik bisban, disetel, oh motifnya wes cocok, dia
motong 10 cm, terus ditimbang. Sesuai spek nggak, kalau nggak sesuai spek, nanti
ditambah benang, atau dirapatkan rajutannya, pokoknya wes dengan segala cara
untuk mencapai berat standar tersebut. Wes kalau wes cocok semua, ditinggal,
diserahkan ke operator, wes digarap. Harusnya nanti keluarnya itu kurang lebih
mendekati standarnya. Lah penyimpangannya berapa? Itu bisa tergantung beberapa
hal, satu pada saat di set itu sudah beberapa hal, eksak wes toleransinya nggak ada,
terus ttau-tau, kiriman benang berikutnya kurus-kurus, lah sapa yang ngecek kalau
benangnya kurus. Lah yawes digulung dan diproduksi, ya tau-tau menjadi lebih
tipis. Karena benang dari pabrik itu ketipisan, atau sebaliknya, produksinya itu
terlalu lemu, menjadi berat. Ya, jadi diluar kuasa kita, lah yang penting kalau
keberatan gimana, kalau keringanan gimana.
P : Sebenarnya kalau nggak ada batas toleransi, fungsi dari arsip itu sendiri
untuk apa suk?
I : Ya, untuk menampilkan data beratnya itu, di Mbak Marsi, kan keluar itu,
+5%, atau -2%, toleransinya kan kebaca, pada saat produksi masuk, di entry sama
Marsi, ya ini kelihatan keberatan atau keringanan.
P : Maksudnya gini suk, kan tadi bilang kalau barang ini sudah jadi kan
ditimbang, nah kan kalau ada kelebihan atau kekurangan, nggak terlalu penting kan,
kan semuanya di toleransi suk? Nah untuk itu, adanya arsip penimbangan produksi
harian ini buat apa suk?
I : Maksudnya nggak usah arsip kan nggak apa-apa? Ya nggak bisa, kan
nggak ada kontrol. Nggak ada kontrol, justru ditimbang, Marsi akan tau, keberatan
atau keringanan. Ya? Jadi kertas itu mutlak penting, supaya tau bahwa apa yang
106
kita kejar standarnya itu ada penyimpangan apa enggak, ya kenyataan kalau
keberatan, Marsinya langsung telfon ke bawah, “He, ini produksimu yang kemarin
itu loh, keberatan”, yawes umek sendiri mereka, dengan harapan besok bisa
kembali ke 0% toleransinya.
P : Jadi, si bagian produksi itu bisa evaluasi sendiri kenapa dari sana bisa
bilang kelebihan atau kekurangan itu nanti dicari kenapa bisa kelebihan gitu suk?
Entah bahan bakunya dari sanannya sudah kelebihan, atau memang kesalahan dari
patternnya yang memang menjadi kelebihan. Gitu ya suk?
I : Ya, secara garis besarnya, memang toleransi itu kisaran 5%, darimana
lahirnya 5% itu? Dari pabrik benangnya sendiri, kan kita menuntutnya, “eh pabrik
benang, ojok kadang cilik kurus, kadang lemu loh, iki ngelu loh langganan saya,
complain keringanan”, ya pabriknya juga akan menjawab kalau nggak bisa, karena
dari alamnya mesin itu, ada macem-macem gangguan, itu sudah plus minus 5% itu
sudah pasti terjadi. Jadi 5% itu lahirnya dari situ. Lah itu ketangkep di Marsi,
diproduksi macem-macem itu wes 5%. Ya kalau mau ngomong dianggap ya,
anggep aja 5% aja lah. Jadi kalau range 5%, itu istilahnya no action gitu.
P : Kalau sekiranya ada penyimpangan suk, dan penyimpangan ini lebih dari
5%, kan berarti ada action, tindakan apa yang akan dilakukan suk?
I : Ya itu, mesinnya di adjust. Adjust mesin, gitu aja, supaya turun bobotnya.
P: Pelaku yang adjust mesin itu siapa suk?
I : Itu tim khusus yang meracik model itu tadi, tim khusus SPK produksi.
Operator itu prinsipnya nggak boleh pegang kunci. Kunci untuk nyetel-nyetel itu
nggak boleh, ia hanya menjalankan produksi saja.
P : Kenapa suk kok nggak boleh?
I : Nanti tumpang tindih anunya, tugasnya. Tumpang tindih, karena produksi
itu orangnya cuma 6. Dia harus mengawasi 70 mesin ya. Jadi sisih waktu saja sudah
nggak cukup, maka bahaya kalau mereka masih dilibatkan untuk utik-utik disana
lagi, lagipula, secara pengetahuan ya nggak sama.
107
P : Oh beda ya suk. Jadi pelakunya yang ditindak itu tim khusus SPK untuk
mesin yang meracik itu?
I : Yaa, yang meracik model.
P : Nah, yang bertanggung jawab menimbang itu siapa suk? Suksuk kan wes
bilang kalau sudah selesai, anggapannya sudah di roll, terus di pack, terus
ditimbang. Nah yang bertanggung jawab untuk menimbang, dan yang hasil
timbangannya dilaporkan ke Mbak Marsi itu siapa suk?
I : Yang bagian nggulung.
P : Oh finishing-nya? Yang bagian nggulung roll?
I : Iya yang masukin plastik itu loh.
P : Oh jadi dia juga nggulung, juga masukin ke plastik, finishing, juga dia
yang nimbang?
I : Iya, ngasih label juga.
P : Oh juga ngasih label.
I : Nanti kertas itu ada tanda tangannya itu yang bertanggung jawab itu.
P : Kertas yang mana suk?
I : Dokumen yang masuk ke Mbak Marsi itu loh. Yang data isinya berapa
roll, berapa kilo.
P : Oh penimbangan produk harian, itu ada yang tanda tangan?
I : Iya, dikertasnya itu dia tanda tangan disitu, ini lhho, jenis ini sekian roll
sekian kilo, terus kan ada labelnya, ya itu tadi, label itu nanti kalau di urut balik itu
kita oker-oker dokumen itu.
P : Itu yang tanda tangan tim finishing itu? Satu ya suk yang bertanggung
jawab?
I : Ya enggak, masing-masing penggulung.
P : Penggulungnya kayaknya 2 ya suk?
108
I : Oh ngawur saja, banyak. Banyak itu, ada 6.
P : Nah terus yang tanda tangan harian itu siapa suk?
I : Ya yang mlastiki, yang nimbang pokoknya. Ya semua itu bisa, kertasnya
kan masa cuma 1 lembar aja, ngga nututi. Jadi 1 orang ya, kan dia nggulung,
hasilnya dia ditulis di kertas sendiri. Ditimbang sendiri dikasih label, wes selesai
dia tanda tangan, ditaruh kereta toh? Ya? Ya sudah, nanti yang penggulung kedua
juga akan melakukan hal yang sama, dia melakukan hal yang seperti ini, dia ngisi
disitu, apa yang dia gulung, ya dia catet. Sama saja.
P : O iyaiya suk. Jadi yang nimbang sendiri yang nyatet sendiri juga. Terus
tanda tangan sendiri sebagai tanggung jawab dia yang nimbang di kertas itu.
I : Iyaa.
P : Oh iya suk, kan yang potongan 10 cm di taruh di kertas terus di tempelkan,
itu sudah dari jaman pengawasan ISO sudah ada suk?
I : Iya ada, sudah dari jaman dulu. Ya kayak yang tak omongi itu, dulu itu
satu jam sekali bikin kayak gitu, dulu lho ya.
P : Itu bukan tim sarjana quality control yang ISO itu yang motongin sama
ngeceki terus?
I : Iyaa.
P : Terus sekarang suk?
I : Ya nggak gitu lho. Karena cost sama efeknya.
P : Kalau yang ISO itu sudah dilepas, berarti sekarang sudah nggak dipotong
10 cm lagi ya suk?
I : Sekali tok.
P : Oh sehari sekali tok ya suk?
I : Bukan sehari, pada saat ganti model baru yang benar. Ganti model yang
gini misalnya, piro hari tiga hari selesai, kan ada masuk order baru, ini wes mari
109
ordere, berarti ini disetop, didedeli semua benangnya, dia nyetel model baru, nah
itu baru ditimbang.
P : Lho dipotong 10 cm terus ditimbang?
I : Iya.
P : Berarti potongan 10 cm ini yang ditimbang?
I : Iya, pakai timbangan mikro itu.
P : Oh berarti kalau potongan 10 cm itu ada standarnya sendiri ya suk dari
Mbak Marsi.
I : Ya, dan yang nimbang 10 cm ini bukan yang finishing tadi lho ya, beda.
P : Oh iya suk, itu kan timbangan yang sudah menjadi barang jadi.
I : Iya, kalau ini timbangan analisis, pada proses produksinya. Untuk
memantau lah.
P : Tiap ganti kan dipotong 10 cm, siapa yang menimbang suk? dulu kan ada
tim khusus quality controlnya.
I : Tim khusus, yang SPK mesin yang meracik.
P : Oh bukan tim khusus SPK yang nggulung ya suk?
I : Oh enggak. Enggak.
P : Jadi label yag bertanggung jawab itu siapa suk?
I : Finishing.
P : Oh iya itu tadi ya suk, kalau ada complain dilihat dulu complainnya itu
apa, kalau kepanjangan atau kependekan itu berarti finishing atau yang nggulung
yang salah, yang kena marah yang nggulung. Kalau pattern yang disalahan berarti
yang meracik model.
I : Tadi kan Kresna tanya bentuk-bentuk kesalahan produk itu apa saja? Itu
mestinnya yang seharusnya kamu list, kesalahan itu wes, garis besarnya dulu ya.
110
Warna, kedua pattern, ya, tiga berat, empat panjang. Wes itu sudah kelihatan kan
yang bertanggung jawab atas empat itu siapa saja?
P : Ya suk, kalau panjang kan finishing, kalau pattern kan SPK racik pada
produksi, kalau yang warna suk?
I : Yang nggulung benang. SPK gulung benang.
P : Kalau berat ini suk?
I : Ya yang ngeracik model itu tadi yang 10 cm.
P : Berarti sama suk yang berat sama pattern?
I : Ya, sama.
P : Oh iya suk. Nah ini kok nggak kelihatan suk kesalahan dari operator?
I : Loh laiya ini yang mau tak omong. Lah operator itu salah apa? Ya,
semuanya sudah bener ya, berat, warna, dll, sudah bener semua. Operator kan Cuma
bertanggung jawab untuk produksi sebanyak mungkin kan ya. Kalau mereka lalai
ada benang yang nggak kerajut, bisa mbulu.
P : Benang yang nggak kerajut?
I : Iya itu kan banyak benangnya yang nggak kerajut?
P : Iya, kan yang ada bayak benang terus ada alat yang disetiap benang, jadi
kalau benangnya putus, langsung nggak kerajut.
I : Iyaa, betul, terus kadang ada satu benang yang dari pabriknya itu sudah
nggak bagus, jadi benang itu kalau melintir kan bisa padat, ini kebalikannya, kalau
ngelokor benang itu.
P : Apa itu ngelokor?
I : Ngelokor itu beda sama melintir, kalau melintir itu kan padat, benang kalau
dipelintir kan jadi padat. Kalau ini kebalikannya, pelintirane dihabisin, jadi dia
nggak ada pegangan, jadi kayak bulu gitu lho. Lah itu terjadi, lah operator itu
berkewajiban untuk keliling termasuk kontrol itu. Jadi kalau itu nggak dikontrol,
jadinya bisban itu lek sepintas kan nggak kelihatan ya, tapi kalau kita lihat dari
111
samping gitu isa kayak ada bulunya gitu. Itu operator. Harusnya kalau ada bulu-
bulunya banget yang bagian finishing itu kelihatan pada waktu menggulung. Itu
sudah bisa tegur-teguran. Mbulu gitu pasti kelihatan. Kadang kan takut, yang
operator lalai, terus ketahuan sama yang nggulung kan mereka sudah saling tegur,
dan diperiksa ternyata ada satu keranjang isinya mbulu semua. Berarti di potong-
potong dibuang sampah. Abfal. Jaman dulu, kayak gini ini diumpetin. Karena abfal
itu menyandang premi negatif kan. Rugi mereka lek kebanyakan abfal, jadi
diumpetin. Dulu terjadi kayak gitu. Jadi wes pokoknya, operator itu kesalahannya
ya itu, mbulu itu tadi.
P : Terus kalau benang putus yang lupa tadi itu suk?
I : Ya, benang putus, nggak tahu kan ngelewer terus di lantai.
P : Loh kalau benang putus kan langsung mati mesinnya suk?
I : Oh iya, ada yang nggak mati, ada yang nyantol otomatisnya, kayak dia itu
senden di sebelahnya terus nggak turun-turun gitu lho. Benangnya ngelewer terus,
nggak jatuh-jatuh intinya, jadi apa yang terjadi? Bisbannya kelihatannya cacat?
Justru enggak, kalau yang mbulu tadi kelihatan, kalau yang kehilangan benang 1
saja nggak kelihatan. Ini akibatnya bobotnya keringanan, di Marsi sana bisa minus
nanti. Dan kalau dilihati secara seksama, kalau bisban dengan benang yang banyak
atau tebal ya nggak kelihatan, dan nggak kerasa. Kalau yang tipis-tipis, kehilangan
1 benang saja kelihatan.
P : Kalau tipis itu kisarannya berapa benang suk?
I : Tipis itu 35 benang.
P : Itu paling tipis ya suk? Yang rata-rata 60?
I : Ya kalau rata-rata 60 benang, betul. Enam puluh juga termasuk tipis loh.
Kan pada sesi-sesi sampai menjelang akhir tahun itu tipis-tipis, kalau sudah masuk
akhir tahun itu tebal-tebal.
P : Maaf suk? Bisa diulangi? Maksudnya?
112
I : Pokoknya kita produksi yang tebal-tebal itu menjelang akhir tahun, kayak
orang bikin travel bag, orang mau tamasya, itu tasnya ka yang besar dan kuat-kuat.
Setelah itu, Februari selesai, itu konsentrasinya orang bikin tas sekolah. Kalau
unsolved problem kita itu banyak. Jenis bisban kita itu kan banyak, dari ukuran
lebar, motif, tebel, banyak macemnya. Dan itu tidak semuanya produksinya
sepanjang tahun, macem-macem, jadi kalau tak kategorikan, ada jenis motif yang
istilahnya continues, jadi wes nggak pernah berhenti, isinya barang-barang standar
gitu ya, itu satu. Kedua, ini yang musim sekolah jalan, nanti kalau musim sekolah
habis, ya berhenti. Nggak continues, Cuma nyambung terus, tetapi ada jedanya
ditengah. Ada lagi yang musiman, kayak hajian, kan sekali tok toh dalam setahun,
habis gitu wes selesai. Ada lagi yang khusus, itu mungkin sekali garap sudah nggak
pernah lagi orang pesan.
P : Oh, permintaan khusus istilahnya.
I : Iya, kurang lebih begitu ya. Sedangkan kita produksi tau sendiri, kita bikin,
merancang, produksi, sampai selesai, kan nggak bisa jitu sampai pas millimeter
berhenti, kan pasti ada sisanya? Sisanya bisa 1 meter, 1 roll, bisa 10 roll. Kok bisa?
Salahnya dimana? Yang jelas kalau kita mau teliti banget, itu ya dari yang bikin
SPK itu.
P : Jadi seharusnya SPK bisa memperhitungkan secara akurat ya suk untung
beam sekian dan sekian mampu memproduksi berapa panjang bisban, dan satu jenis
bisban ini dengan sekian roll membutuhkan berapa beam.
I : Ya, lah itu wes pernah tak pikirno, itu masio km pikirno sampai nggetu,
ujung-ujungnya mau tepat itu nggak bisa. Akhirnya yang paling aman, itu kita harus
always lebih. Karena kalau lebih, dikirimkan pelanggan, “eh ini sek lebih 1 roll
nggapapa ambilen”, yawes, tapi kalau kurang, mereka bisa marah. Jadi kita
mainnya cenderung lebih aman. Wes ya. Sekarang mulai problemnya, kalau
continues nggak usah dipikir toh, nggak ada cerita lebih wong produksi keluar terus.
Yang kedua lebih ya nggapapa, kalau lebih pun ya disimpan, nanti kan nyambung
lagi. Yang ketiga dan seterusnya, ini yang rawan, lebih, ditaruh, terus ga ada
sambungannya, ngendap. Nanti nyambung lagi, motifnya sama, warnanya yang
ngga sama, ini lagi tren ijo, ijonya lebih, nggapapa nanti tahun depan nyambung
113
kok, iyo nyambung motife, persis plek wes, berate kabeh sama, cuman kuning, aku
gak mau ijo, sekarang trennya kuning. Jadi yang ijo ngendok. Wes, kita produksi-
produksi, lebih, dikirim, “oh ojok, aku pesene 100 roll mosok dikirim 120,
kebanyakan, nggak mau, wes aku maunya 100 roll, titik”. Kita ada kelebihan 20
roll, dan itu diapakan? Ditaruh. Ya, numpuknya itu nggak terkendali. Lama-lama
buanyak, dan itu problem. Wes itu pikirnno dewe, nanti kalau ada sarjana itu
menanggulanginya kayak gimana. Pokoknya ini kan problem. Lah terus sekarang,
nggak usah yang itu wes ya, nggak usah tak terusno wes ya, apa lagi kalau yang
pesennya sekali, wes itu, waduh kalau lebihnya banyak itu yang ngelu. Sama
dengan mbuang. Dijual kemanapun juga nggak akan mau. Sekarang nggak usah
yang itu, yang standar saja. Yang continues aja ya, berarti nyetok nggak apa-apa
kan? Nggak apa-apa ya. Oke, iki mesin produksi, sisa, sisanya nggak genap 1 roll,
1 roll kan 30 yard, dan ini ternyata nggak sampe 30 yard, tetapi cuma 20 yard,
ditaruh sama mereka, nanti kan produksi lagi, diambil pucuknya kan, nggulung lagi,
enak kan panjang. Tetapi ujung-ujungnya sisa lagi segitu, taruh lagi pas lautan,
harusnya yang betul, tadi yang kurang berapa yard, itu kan ditambahi berapa, terus
digenapkan, dijadikan 1 roll selesai kan? Itu problem-nya kadang nggak terjadi.
Jadi numpuk disitu, sampai ada Sono dateng, baru ditangani. Isa bayangno sampai
situ?
P : Tapi kalau seperti itu kan jadi banyak sambungannya suk?
I : Iya, tetap harus ada sambungannya lah. Kalau 1 saja nggak apa-apa, itu
kan nggak setiap roll satu kan. Itu kan dari jadinya berapa banyak baru terjadi 1
sambungan. Itu juga masih belum ada ketetapannya. Masuk kelemahan itu.
Maksudnya ketetapan dalam hal 100 roll itu hanya boleh ada berapa roll yang ada
sambungan, dan itu belum ada ketetapannya, itu liar. Kelemahan itu. Dari sisi
manajemen lho ya, kalau kenyataan kita masarkan ya ada sambungannya nggak
masalah, cuman jangan kelebihan ya, ntar ngomel. Ya sekitar itu lah, nggulung
bagian finishing yang nggak jangkep itu sisanya dikit, digulung kecil, ditaruh, dia
kerja lagi, ditaruh lagi, gitu terus. Harusnya kalau ini dipikirkan untuk sarjana yang
quality control kapan hari itu memikirkan itu lumayan itu.
P : Cuman itu kok lepas dari job desk-nya quality control ya suk?
114
I : Iya, memang. Ya kalau ngomong itu kepala produksi kita punya kepala
produksi, Pak Widji, harusnya itu Pak Widji, cuman Pak Widji, usianya sudah
segitu, terus disiplin untuk gitu-gitu itu nggak ada wes. Ya itu yang tak omongno,
susah cari orang yang seperti spesifikasi atau kriteria yang kita inginkan, laporan
model ISO 9000 itu, catetan semua masuk, dan nggak masuk tok, dievaluasi duduk,
terus ada tindakan, ini gimana-gimana. Susah cari orang kayak gitu, sampai
sekarang sudah lepas.
P : Terus ini suk, sebenere suksuk ini kana da abfal juga ya, abfal ini kan
sebelum masuk ke konsumen?
I : Maksudnya gimana?
P : Kalau ada abfal, berarti suksuk sudah melakukan pencegahan dulu
sebelum ke tangan konsumen. Jadi istilahnya kalau ada roll kurang bagus, sudah
ketahuan dari awal, kan di abfal itu, nah ini kalau sudah ada abfal, kok bisa masih
ada yang kecolongan sampai ke tangan konsumen? Karena kalau sudah ada abfal
kan harusnya terhindari.
I : Ya itu kesalahannya di finishing, jelas itu. Pada saat digulung itu kan
keliatan, ya human error itu.
P : Terus kalau pada produksi, terus abfal kan di denda ya suk.
I : Iya diitung, berapa kilo, itu nanti minus, motong preminya mereka.
P : Kalau ada cacat yang diterima konsumen suk, apakah cacat itu nanti
perusahaan akan datang, perusahaan akan itung, dan dianggap abfal terus
dibebankan ke karyawan suk? Apa kalau sudah sampai di tangan konsumen itu
sudah lepas dari itu?
I : Enggak, kita nggak bebankan itu. Kenapa? Aturan itu ada dulu, cuman
nggak jalan, karena ini psikologis ya, kalau matematisnya kan gampang, ditimbang
piro, dibagi karyawan piro, dulu pernah lho, asli dibagi, seluruh karyawan nggak
peduli kamu apa, wes pokoknya masuk produksi wes dibebankan, cuman efek
psikologisnya itu sangat jelek, jadi orang kerja disitu itu nggak enjoy. Jadi ini
termasuk satu masukan bagi Kresna besok waktu kerja, yag harus ada itu adalah
115
premi, tambahan, bukan punishment. Jangan ada denda, ya kayak itu tadi lah, itu
kan didenda.
P : Cuma gini suk, kalau menurut saya suk, ada kesenjangan disini, ini abfal
masih ada kan suk?
I : Ada. Kontradiktif gitu maksudnya?
P : Iya, kan kalau ada abfal, sudah ketahuan dari awal, oh abfalnya sekian,
dibuang, diitung berapa kilo, di dendakan ke bagian produksi suk, kan abfal ini
sesudah produksi dan sebelum finishing. Jadi abfal ini pasti yang kena produksi,
sedangkan setelah finishing itu nggak ada abfalnya lagi. Kalau finishing melakukan
kesalahan dia kan nggak kena denda sama sekali, kan terlihat ada kesenjangan disini
suk?
I : ya kalau sanksi duit nggak ada, cuman kan sanksi teguran kan ada toh. Ya
itu pelanggan kan ngomel, ini loh jelek, akhire balik kan kita ganti toh. Ditarik balik
ini kan setelah itu dievaluasi, nomer piro, kan ketahuan, ini shift-nya siapa. Yawes
itu, kalau didenda duit enggak.
P : Jadi tetap ada kesenjangan ya suk.
I : Ya, iya. Abfal yang tarifnya minus itu, itu terjadinya dari penggulung
finishing tadi, kan ngga bisa genap, ada jelek dikit, mbulu dikit, dipotong, kan
langsung rapi gitu. Ini termasuk kelompok abfal. Misalnya, kalau mbulu tadi yang
tak omongno, kalau mereka kelihatan, itu mereka bisa bakar, kan ilang, yawes
selesai kalau sepotong itu tok, masuk, jadi produk, nggak kelihatan cacatnya, bisa
juga mereka nggak mau, wes kelamaan, dipotong ae, del, del, disambung dengan
yang bagus, wes, jadi yang jelek tadi itu nggak dibakar, wes dipotong, del, del,
dibuang. Kan itu choice toh ya. Mereka mau boros waktu dikit, cuma nggak ada
abfal atau mereka mau singkat waktu, langsung potong, bebannya di abfal.
Pokoknya abfal itu terdiri dari itu ya satu, dari finishing ya, kedua dari benang. Itu
kan digulung gede ya. Itu kan namanya beam, itu kadang belum habis tuntas, tapi
ada perintah ganti model, itu yang belum tuntas itu dipotong. Jadi sisa benangnya
ditarik, dimasukkan sampah, itu abfal ya. Harusnya itu produksi dihabiskan sampai
habis, bersih, jadi sisanya itu nggak banyak.
116
P : Kenapa kok nggak di habiskan saja suk?
I : Ya itu yang bikin abfalnya banyak, anu ya, kan SPK jalan ya, perintahnya
mesin ini ganti ini gitu ya, terus wes nunggu satu hari kok nggak habis-habis?
Sedangkan Marsinya sudah bengok-bengok, “Oi iki cepetan, pelanggannya wes
ngomel”. Wes di potong akhirnya, itu juga lolos sensor kayak gitu itu. Internalnya
seperti juga masalahnya. Kan itu mengakibatkan keborosan, itu tetap ada. Lolos
kontrol. Itu juga termasuk kelemahan. Tahu ya problematikanya? Ya abfal yang
finishing, dia bisa bakar, nggak ada abfal, cuman boros waktu, atau di potong, wes
dia singkat waktu cuman terjadi abfal, bagi perusahaan ya pemborosan. Terus
benang tadi yang masih tinggal sedikit karena kesusu order, wes dipotong, del,
dibuang.
117
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Sono
P: Peneliti
I: Informan
P : Sekarang plan dulu ya, Pak Sono. Ini... tujuan dan target bisnis di sini apa
sudat tepat Pak?
I : Sudah tepat.
P : Jadi tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas itu apa sih Pak Sono?
I : Emmm, tujuan dan targetnya customer puas dengan memakai produk kita,
sudah gitu aja. Simple. Disini, kita dalam hal-hal kualitas ya dengan gini kan
istilahnya ujung-ujungnya ke suatu produk yang baik kan. Pada intinya kan gitu
dapat diterima di customer. Dan itupun kalau memang ada hal-hal yang memang
diluar kuasa kita, saya kasih jaminan juga di pelanggan. Ada barang yang jelek saya
ganti semuanya. Di tahap terakhir istilahnya kaya gitu, memberanikan gitu.
P : Bagaimana Pak Sono menilai bahwa tujuan dan target bisnis dalam hal
kualitas sudah tepat?
I : Ya saya rasa tepatnya kenapa? Bagi kami, tujuan dalam kualitas itu sendiri
kan untuk konsumen ya, kita dapat menjawab kemauan konsumen berarti saya rasa
sudah tepat.
P : Ooo gitu, yang menjadi sasaran perusahaan dalam kualitas itu apa Pak
Sono? Apa cuma sesuai dengan permintaan pelanggan atau juga hal lain?
I : Sesuai dengan permintaan pelanggan dan barang itu benar-benar bagus.
Soalnya gini kan untuk rajutan ini, ini kan ga bisa dilihat dari ini aja. Jadi secara
fungsional pun harus bisa di lihat. Ini nek meluntir-meluntir udah gak bisa, biasanya
gitu. Barang bagus kan biasanya dilihat gini kan bagus, cuman kalau diginikan bisa
meluntir-melutir dan jelek gituu..
118
P : Ohh ya. Nah, ini waktu itu kan bikin quality control ya Pak Sono dengan
Suk Andy kan bikin quality control. Jadi pada saat bikin quality control itu sudah
berdasarkan tujuan dan target?
I : Sudah-sudah.
P : Sudah ya Pak. Waktu itu strategi yang Pak Sono pakai kok bisa dibilang
cocok untuk mencapai target kualitas pada waktu itu?
I : Gini ya, mulanya disini. Jadi pertama kita mikirkan di teknisi dulu, di
teknik urusan teknik dulu sebelum ujung-ujungnya tetap melibatkan personal ya,
sumber daya. Awalnya gini, dulu kita pakai mesin itu tanpa otomatis apapun , ya.
Nah tanpa pake otomatis ta apa, nah gitu jalan biasanya ada benang putus kita tidak
tahu kan menyebabkan bisban itu jadi jelek. Nah awalnya di situ. Terus kita sama
tim buat suatu otomatis supaya hal-hal itu bisa terdeteksi sedini mungkin. Benang
putus dia harus mapping. Nah jadi kan kesalahan ini gak lanjut gitu loh, gak lanjut
ya. Kedua tetep kita melibatkan ke orang tadi, ternyata high cost jadinya. Jadi
setelah kita jalankan beberapa bulan itu orang keliling terus ada satu kesalahan gitu
loh. Dan waktunya ga nututi gitu loh. Kita dengan sekian 80 mesin ini, dengan 2
orang quality control ini gak mampu, tetep kecolongan. Setelah itu kita tekankan
disini, di penggulung seperti yang pernah saya bilang ke kamu itu. Di penggulungan
ini kan dia tahu yang jelek dan dibuang-buang gitu. Itu rasanya lebih aman dan lagi
nanti control terakhirnya ya di pe-label-an tadi. Jadi yang gulungan tadi
dimasukkan ke satu pembungkus ya, terus dicatet ini produksi tanggal berapa dan
shift-nya siapa, jenisnya apa, semua bisa diketahui dari hasil produksi itu ada bahwa
label nomor sekian, satu misalnya sampe sekian ini siapa yang produksi malam itu,
itu bisa dilihat. Perumusan strategi seperti ini sebelumnya seperti yang di rapatkan
dengan CEO, beliau ingin tujuan dan target dalam hal kualitas tercapai, jadi
dibuatlah sistem ini, mulai dari SPK, abfal, arsip, label, sampai tim khusus quality
control ini..
P : Oh iya Pak Sono, apakah pemilihan sumber daya yang digunakan sudah
tepat?
I : Ya, sudah tepat.
119
P : Oke terus, brarti waktu dulu bikin quality control itu Pak Sono sumber
daya yang digunakan diperlukan untuk menjalankan quality control itu apa aja,
selain orang sarjana tadi itu bukan?
I : Yang pertama adalah sumber daya manusianya, kita memakai beberapa
orang sarjana, selain kita bekerja dengan orang yang berpengalaman tentunya untuk
menjalankan pekerjaan baik sebagai bagian dari produksi, sehingga akan tau, mana
yang bagus dan mana yang jelek, dibantu oleh beberapa media lainnya berupa
pelabelan dan penimbangan melalui komputer, karena untuk mencapai quality
control yang bagus tidak hanya manusia saja yang kita butuhkan, tetapi ditunjang
dengan teknologi komputerisasi. Terutama ya dimekanis, mekanis saja.
P : Dari sumber daya ini, bagaimana pemerataan tugas untuk quality control-
nya Pak Sono?
I : Pemerataannya? Yang pertama, kita bagi-bagi ya, ada kelompok produksi,
ada operator, juga SPK, operator disisi lain memproduksi tetapi juga harus menjaga
kualitas melalui pengawasan terhadap mesin, begitu juga dengan SPK diharapkan
tidak salah dalam memberikan surat perintah, keduanya ini saling bekerja sama, ada
kelompok penggulung beam, ada kelompok penggulung bisban atau istilahnya
finishing, dia juga melihat apakah kualitasnya bagus saat digulung, terlalu panjang
atau terlalu pendek. Dan untuk ISO tadi, itu yang bertindak mengawasi dan menjadi
tim khusus quality control kita, ngecek semua mulai dari penggulungan beam,
produksi, sampai finishing, memastikan semuanya tepat. Terus orang sarjana pun
kan juga harus tahu produk ini bagus atau tidak. Maksudnya istilahnya orang ini
harus benar-benar memumpuni dalam hal satu produk ya, gak tinggal cuman lihat
ini jelek atau apa, maka dari itu kan kita lihat dulu waktu wawancara. Kadang-
kadang kan dia berjalan ini jelek, waktu ini bagus gitu ya ditinggal satu menit jadi
jelek kan bisa. Nah itu problem-nya di situ.
P : Ooo, jadi tetep ada kecolongan?
I : Tetep ada kecolongan.
120
P : Jadi pada waktu itu mungkin, pertama kali sebelum tahu kecolongan itu
mungkin merasa “oh sudah di pegang orang sarjana” sumber dayanya sudah
mumpuni gitu ya?
I : Heeh heeh. Ternyata ya itu jadinya waktu dia berjalan masuk ke dalam
satu mesin ini dia bagus. Setelah dia ke mesin lain ini ada problem, kan bisa.
Ditinggal ke mesin yang lainnya. Nah ini kan berjalan beberapa menit beberapa
jam, iya kan?
P : Jadi udah gak nututi ya
I : Gak nututi lagi gitu
P : Oke, Standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas. Berarti standar
keberhasilan cuman minim retur, minim complain gitu ya?
I : Ya, ya begitu. Yawes itu aja. minim complain dan minim retur.
P : Apa saja kapasitas perusahaan yang dinilai mampu mencapai standar
keberhasilan?
I : Ya semua itu, sistem yang kami buat ya. Terutama adanya tim khusus
untuk pengawasan quality control. Saya kira itu semua sangat mampu untuk
mencapai standar keberhasilan.
P : Bagaimana Pak Sono ini menilai bahwa standar yang ditetapkan ini adalah
standar yang tepat, yang mana standar tersebut tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu
rendah?
I : Karena kan, strategi yang kita planning ini besar-besaran, dibuat untuk
mencapai tujuan secara maksimal jadi saya kira standar keberhasilan yang
ditetapkan sudah ditimbang berdasarkan rencana yang sudah kita buat.
P : Oh iya, dulu waktu ISO, waktu ada orang sarjana, itu itu labelnya tetep
jalan ya Pak?
I : Iya tetep jalan
P : Oh, brarti ISO dan label.
121
I : Heeh, iya betul
P : Nah pelaksanaanya itu sesuai gak Pak Sono mbek rencana yang dibuat
pada saat itu? Harapannya gini gini gini, sesuai gak Pak Sono?
I : Sesuai kok. Semua jalan sesuai rencana, ya kan rencana awal kita produksi
sebanyak-banyaknya, reject seminim-minimnya melalui sistem ini. Dan setelah
diterapkan, memang terbukti, minim complain itu salah satunya.
P : Jadi sangat sesuai, oke.
I : Dan kenyataannya setiap ada complain saya bisa menemukan itu
produknya siapa. Kan yang penting itu dari suatu sistem kalo memang ada satu
complain kita bisa menelurusi problem itu dari mana. Kan itu, nanti penangannya
jelas, rules-nya kan jelas ya. Lek dulu tanpa label kan kita tidak tau ini hasilnya
shift siapa, yang produksi siapa, kan kita gak tahu.
P : Setelah itu bisa di track record ya Pak?
I : Iya bisa, nanti setiap shift ganti malam kan ada catatannya. Laporan hasil
penggulungan itu kan ada terus setiap hari, ada yang ndata satu orang di sini setiap
hari ada yang ndata. Jadi hasil shift pagi siapa, shift malam siapa, yang ngulung
siapa, operatornya siapa, wes bisa.
P : hmm, oke teruss. Pernah ada kendala ga sih? Waktu pelaksanaan quality
control itu? Apa dulu si orang sarjana ini pernah merasa pintar terus jadi apa atau
apa.
I : Tidak ada
P : Gak pernah ada kendala ya?
I : Kalau menurut saya tetep kendalanya di ini, di semangat mereka, wes itu
aja.
P : Brarti pernah loyo gitu semangatnya, Pak Sono?
I : Pernah, yang ngontrol kan cuman di mesin, cuman dilihat – dilihat gitu aja
wes. Jadi lek saya bilang itu kualitas kontrol dari individunya yang kurang oke.
Saya malah menyaksikan di tukang kontrolnya, makanya waktu itu kan tak hilangi
122
P : Dirasa kualitasnya juga kurang, buang cost terlalu banyak..
I : Heeh, kualitas orangnya kurang, juga cost untuk mereka besar, makanya
saya hilangin itu. Makanya sekarang kontrol semua saya bebankan ke semua
operator ini. Kalau memang ndak ada itu ya harus keliling, muter terus, jadi sekian
orang ini harus muter terus.
P : Operator yang menjalankan mesin, yang dikertas dikertas ada resetnya itu?
I : Heeh, itu kan dijalankan oleh beberapa orang, yowis itu keliling. Juga dia
sebagai quality control, semuanya sebagai quality control, gitu aja. Banyak
melibatkan orang, wes gitu aja.
P : Berarti, kalau semua bertindak sebagai quality control, kan intinya tiap
orang itu harus punya rasa kepemilikkan, jadi anggep pabrik ini bukan pabriknya
orang, juga pabrikmu.
I : Iya betul sekali, kalau saya bikin suatu produk itu jelek, dampaknya ke kita
yang bekerja, kan gitu. Hal-hal kaya gitu emang harus dibetulkan dalam suatu
perusahaan.
P : Cara menumbuhkan rasa sadar diri itu pada kualitas dari orangnya tuh kira-
kira bagaimana ya Pak Sono?
I : Gini, yaa istilahnya kalau kita ada dalam suatu rapat perusahaan ini milik
bersama ya, apapun yang terjadi. Istilahnya kita berada dalam satu kapal ya, dalam
satu kapal istilahnya tenggelam atau tidak tenggelamnya tergantung dari kita
sebagai nakoda dan apapun yang ada di sini ya. Sekali satu saja kena dampaknya
akan ke semua orang. Pada prinsipnya kaya gitu
P : Jadi itu, secara gak langsung orang jadi mikir akan perbuatannya.
I : Iya, dan di sini pun saya kerja misalnya anak-anak sini semua ya saya
bilangin urusan kerja kamu mau kerja di sini sekarang atau sampai besok itu
terserah kamu sendiri, perusahaan tidak menentukan. Jadi kamu buat sendiri produk
secara individu ya kamu harus bagus. Kamu selamanya akan tak pakai sampai
kapanpun. Itupun saya masukkan ke dia, selama kamu kerjanya tidak bagus ya
paling beberapa bulan dua bulan tiga bulan tak lepas. Uda gitu aja. Jadi dia betul-
123
betul bekerja dengan kemampuannya dia, gitu loh. Sekarang saya pakai orang
segini sangat efisien gini, bagi perusahaan lain gak kaya gini. Itu nek tidak dengan
semangat kerja yang bagus, gak jalan. Saya dengan sekian orang ya, satu pabrik
dengan 17 orang, perusahaan lain satu mesin satu orang. Ini anggepan e sebelas
mesin satu orang. Kan ws ngoyo istilah e, full.
P : Dulu sempet gak Pak Sono, satu orang dipegangi satu mesin?
I : Dulu, waktu saya masih di Kalijudan, masih masih di kontrak di Kalijudan.
Satu mesin itu nek ganti model lima orang.
P : Maksudnya satu mesin di pegang lima?
I : Lima orang heeh. Misalnya kan gini sekarang, misalnya abis bikin ini ya,
terus lagi saya bikin ini ya, kan pergantian, perubahan mesin. Kalau dulu saya pakai
lima orang. Lembur nek minggu, saya kasih makan. Kalau sekarang satu hari saya
kasihkan satu orang saja, gak sampe setengah hari sudah jadi.
P : Nah itu kok bisa Pak Sono? Perpindahan dari situ gimana?
I : Ya sistemnya, nek dulu sangat gak efektif, tenaga kerjanya sangat gak
efektif, saya nilai gak efektif waktu itu, banyak yang nganggur. Satu pengetahuan
kita akan satu produk itu dulu belum mumpuni, seiring perkembangan kita lebih
tahu tahu tahu. Jadi semuanya proses gitu. Oh ini nek di pegang orang ini bisa,
akhirnya bisa. Nyoba terus, jadi kita ini berjalan kan sambil belajar ya untuk menuju
yang baik, istilah e gak sempurna yang belajar terus gitu. Dulu itu satu mesin dua
orang nek operator saja, nek ganti model bisa lima orang. Tiap minggu itu lembur,
anak-anak itu, kalau siang saya belikan nasi. Ini waktu jek kontrak dulu di
Kalijudan, cuman mesin berapa, cuman 12 mesin dulu
P : Brati dulu cost-nya banyak banget dengan mesin sedikit itu? Sebenernya
12 lek dibandingkan sekarang kan jauh ya Pak.
I : Jauh sekali, nah nek dulu istilahnya meskipun cost besar profit itu masih
besar, ada keseimbangan. Nek kita jalan seperti dulu tutup pabrik. Nek dulu kuat
meskipun cost banyak, sekarang kompetitor banyak, kita mau pake sistem kaya
gitu, ya ancur kita. Gak bisa. Menang di kita itu di efisiensi. Sekarang kan
124
perusahaan-perusahaan kaya gini kan banyak, home industry yang punya tiga empat
mesin itu buanyak sekali.
P : Berarti itu tadi termasuk pemerataan pembagian tugas, guna efisiensi
biaya, waktu, juga sumberdaya. Oke, tapi ehh gini. Kapasitas dan kapabilitas dari
sumber daya quality control itu tadi, orangnya itu tadi mampu nggak Pak Sono?
Jadi kaya yang dulu satu mesin di pegang lima. Orangnya tuh mungkin secara
intelek secara giat atau enggaknya itu mampu nggak sebener e dalam menjalankan
quality control itu?
I : Mampu, Dari skill sumber daya manusianya mampu, dia basic-nya
memang dari operator, mulai dari pembuatan bisban dari nol sampai jadi dia tahu.
Cuman kurang memadai di semangat mereka. Untuk kapasitas kita juga punya
banyak ya, ada media cetak, ada peralatan untuk perbaikan, ada alat ukur panjang,
ada alat timbang, ada software di komputer-komputer.
P : Jadi kapabilitasn dan kapasitasnya mumpuni ya?
I : Mumpuni, cuman kita waktu itu yawes itu tadi. Pengalaman kan ya kita
masih awal. Jadi kita istilah e, eeh membunuh tikus dengan banyak orang lah
istilahnya, yawes gitu. Gak efisien sama sekali.
P : Jadi, kendalanya sebenernya cuman cost dan gak efisien itu tadi ya Pak
Sono kalau QC double itu ISO sama label itu.
I : Iya, nek label itu sudah berjalan sesuai ini, saya gak tambah orang lagi.
Sudah berjalan sendiri, secara administrasi itu harus ada. Label kan nanti untuk
menunjukkan di market oh ini jenisnya ini, bagi kita yang intern untuk mendekteksi
kesalahan-kesalahan gitu loh. Jadi setiap kantung plastik kan ada jenisnya, motifnya
apa untuk mereka. Kalau untuk intern kita suatu kontrol kalau memang ada
kerusakan.
P : Nah ini Pak Sono, waktu satu mesin dipegang lima atau beberapa orang
itu tadi, itu ISO jalan gak Pak Sono?
I : Pada saat itu belum.
125
P : Nah waktu itu, waktu ISO jalan, orang yang sarjana itu, satu mesin tetep
masih dipegang lima itu?
I : Sudah berubah
P : Oh jadi, berubah lagi?
I : Iya sudah berubah, pokoknya kita seiring waktu berubah terus, berubah
terus. Coba lagi sampai menemukan format yang ini. Dulukan kita jalan 23 orang,
akhirnya saya kurangi, saya kurangi, saya analisa lagi produktivitasnya gak turun.
Sudah saya kurangi lagi, sampai titik ini.
P : Yang ISO itu tadi, kira-kira berapa ya orang yang megang mesin?
I : Waktu itu yang megang mesin sekitar 24 an itu dibagi sepuluh, waktu itu
sebelas orang itu dibagi 72 mesin.72 dibagi sebelas. Brarti 6 mesin setiap orangnya.
P : Kalau sekarang Pak?
I : Sekarang sebelas satu orang.
P : Brarti dulu itu udah ada orang sarjana, terus pegawainya juga banyak untuk
megang mesin. Pemangkasan cost terus ya?
I : Iya, dulu pernah sampai tiga shift.
P : Tiga shift ?
I : Tiga shift kan dalam 24 jam kan kita itu kerja. Misalnya jam 7 kan
pulangnya jam 3. Jam 3 sampe jam 11. Jam 11 di isi lagi pulang pagi. Itu tiga shift.
P : Brarti tadi yang nangani 1 orang nangani 6 mesin itu?
I : Sama, kondisinya sama terus.
P : Tiga shift itu beda-beda terus orangnya?
I : Iyaa, beda-beda.
P : Berati pegawainya banyak banget ya Pak Sono.
I : Banyak. Dulu banyak.
126
P : Tapi waktu 3 shift itu belum ada ISO itu ya Pak Sono?
I : Belum, pokoknya ini dari awal, sebelum ter-planning ISO ini.
P : Oh gitu ya Pak.
I : Ya gitu, terus juga, untuk ISO ini di satu sisi kan dia juga tidak memahami
akan suatu kondisi mesin kan. Meskipun dia sarjana kan bidangnya beda.
P : Oh iya Pak. Terus ngomong tentang shift. Sekarang 1 hari berapa shift Pak
Sono?
I : Dua. Cuman meskipun 2 shift kerjanya juga non-stop 24 jam. Jadi pagi,
nanti pulangnya jam 7 malem, terus jam 7 malem istirahat, jam 8 shift yang baru
dateng itu pulang pagi terusan. Sekarang gitu.
P : Nah itu yang jam 8 malam sampe 7 pagi itu gimana Pak Sono? Kan nggak
ada yang mengawasi.
I : Oh ada, saya kasih ketua satu, khusus yang bertanggung jawab untuk shift
malam secara keseluruhan. Ketua saya kasih tunjangan dan lain-lain.
P : Apa pernah Pak Sono produk yang kecolongan quality control itu waktu
malam?
I : Belum pernah kalau malem, karena kan kalau malem itu tim produksi
hanya melanjutkan saja apa yang dikerjakan siang. Jadi kalau malem itu nggak ada
bikin-bikin jenis baru, malem hanya meneruskan kerjaan yang siang. Ya cuma
mengawasi jalannya mesin saja, supaya nggak ada yang berhenti, nggak ada
trouble, dan sebagainya. Kan kalau kayak pembuatan produk baru, itu kan harus
ada SPK dulu. Jadi shift malem nggak bisa, hanya meneruskan.
P : Oh iya Pak. Terus waktu ISO itu tadi shift-nya juga sudah 2 shift Pak Sono?
I : Iya sudah. Cuman yang ISO ini masuk di shift pagi. Kan yang peling
pentingnya itu, waktu pembuatan jenis baru kalau siang.
P : Oh pagi saja.
127
I : Ukuran saya sih kalau gini, ini enak kalau kerja disini, nggak ada mandor.
Kerja terserah sendiri dah, bebas. Cuman saya pagi lihat hasilnya, kalau nge-drop
ya berarti nggak nyambut gawe, gitu aja. Jadi saya kalau malem itu keliling. Kan
saya tidur sini, kalau malem jam 12 jam 1 gitu saya keliling, kelilingnya nggak
dibawah. Kalau dibawah kan kaget kabeh. Jadi ya sekitar diatas, kan kelihatan,
sama lihat di CCTV, wes gitu tok.
P : Oh Pak Sono tidur disini?
I : Kalau nggak pulang ya tidur disini. Jadi saya kalau malem ya keliling.
Atau nggak usah keliling ya, kalau lampu ruangan ini dinyalakan saja kan sudah
menandakan ada orang. Dia wes mikir. Gitu tok. Wes gampang.
P : Jadi intinya waktu ISO sama label itu sangat bagus ya hasilnya?
I : Iyaa.
P : Sebenere target kualitasnya tercapai semua ya Pak Sono waktu itu?
I : Iya tercapai semua.
P : Nah, kalau dibandingkan ya Pak Sono, apakah ada perbedaan antara dulu
sistem quality control ditunjang dengan ISO, dengan sekarang yang dilepas ISO?
I : Ya ada. Complain-nya semakin sedikit.
P : Oh, terus ini Pak Sono, bagaimana dengan selisihnya? Selisihnya sangat
jauh atau bagaimana?
I : Oh sangat jauh.
P : Oooh. Sebenernya kan sama, kalau yang dikatakan sama Suk Andy itu,
dulu kalau pakai 2 orang sarjana, cost-nya besar, dan memang hasilnya katae bagus,
akhirnya sekarang nggak dipakai, tetapi cost itu tadi dialokasikan ke biaya
penggantian apabila ada complain dari pelanggan. Kan sama saja ini Pak Sono?
I : Memang iya, istilahnya dialokasikan kesitu. Kalau biaya itu ya istilahnya
saya bebankan pada ketua-ketua itu juga, kan dapat tunjangan itu dia, dan
bertanggung jawab juga lah atas anggota-anggotanya. Istilahnya kalau yang quality
control, sasarannya kan 2, satu yang sudah nyampe ke pelanggan, nanti complain,
128
kedua adalah abfal yang terjadi. Ya, abfal yang terjadi itu kan kita juga rugi disitu.
Barang jelek yang istilahnya sudah jadi, terus ketahuan bahwa itu jelek kan dibuang.
Itu kan juga biaya. Nah itu, kalau memang ini jelek, akhirnya saya bebankan di
anak-anak. Per-kilo ada itungannya. Saya bebankan ke anak-anak. Cuman, kalau
dia bisa menekan itu, saya kasih premi. Nah biayanya mungkin dari situ juga bisa.
P : Jadi cost untuk sarjana tadi dipindahkan ke situ juga?
I : Ya, kan tadi bilang, semakin kecil abfalnya, dia preminya semakin banyak.
Jadi dia tumbuh rasa memiliki tadi supaya tidak terjadi abfal banyak, otomatis dia
akan terpacu untuk membuat produk sebagus mungkin, kontrolnya kan nggak selalu
kontrol dia, lah dia kalau produksi terus abfal kan dipotong banyak nanti, kalau
kerja bener kan malah dikasih duit mereka. Lah disitu, dari segi finansialnya disitu.
P : Jadi setelah dievaluasi, ternyata lebih efektif gitu ya Pak Sono?
I : Iya kami kira begitu. Jadi mereka minimal ada usaha ya, untuk menekan
abfal itu.
P : Gini Pak Sono, tadi kan bilang, kalau ada kerusakan itu, dikit dulu disini
sebelum dikirim ke pelanggan. Lah itu kok bisa kecolongan sampai pelanggan ya
Pak Sono?
I : Lah quality control-nya tadi. Yawes tetap masih ada, cuman ya kecil
sekali, karena pengawasannya berlapis.
P : Oh iya Pak Sono, yang kalau ada penggantian produk karena cacat itu kan
yang lama nggak diminta lagi? Apakah itu strategi untuk menutupi tujuan akhir
quality control yaitu kepuasan pelanggan? Istilahnya untuk mencegah agar
kepuasan terjaga melalui responsibility perusahaan.
I : Iya juga. Kan kita sudah tidak bisa menjawab kepuasan melalui quality
control kan kalau ada produk cacat di tangan pelanggan. Istilahnya kan kita percaya
ke dia juga, wes itu aja. Untuk menimbulkan kepercayaan juga lah istilahnya,
bahwa kita kerja itu nggak main-main, kita berani rugi kok, kan nggak mungkin
kita bikin produk yang jelek terus sengaja dikirim. Kan kita kasih total itu kan aku
rugi, kan dia mesti berpikir, pabrik aja berani rugi kok, nggak mungkin macem-
129
macem. Cuman dengan begitu pelanggan akan semakin pecaya kepada kita. Dan
setiap ada complain itu, dilihat dulu panjang atau apanya yang kurang, dan kalau
setelah dicek ternyata betul-betul kurang, tak ganti semua. Kan macem-macem
pelanggan, macem-macem karakter, ada sing mbujuki, kan macem-macem seh?
Kadang nggak kurang, dia bilang kurang supaya dapet tambah. Ada yang jeleknya
sedikit dibikin rata-rata, kan bisa? Nah itu, paling tidak kalau memang saya datengi
orangnya, saya lihat, betul nggak itu, kalau betul, ya saya kasih. Kalau enggak, ya
kita harus bertahan toh bahwa barang kita itu betul-betul bagus, bukan seperti yang
mereka bilang, kan gitu.
P : Iya Pak. Jadi setelah Pak Sono evaluasi lagi, tindakan yang diambil hanya
melepaskan pengawasan ISO ini tadi ya Pak Sono? Bukan menerapkan sistem yang
baru lagi ya?
I : Iya, betul, keseluruhan sistem masih sama, dan masih jalan, cuman kita
lepas itu yang melakukan pengawasan. Kontrolnya sekarang juga kita bebankan
pada masing-masing individu sudah. Intinya operator juga mengerjakan yang
maksimal lah ya, buat produk sebagus mungkin, tetapi juga kontrol, supaya nggak
kecolongan. Kedua, di pihak penggulungan, penggulungan harus tau, mana yang
harus digulung dan mana yang harus disisihkan. Ya kan? Wes itu tok saya kira.
P : Dulu waktu ada ISO ini, pelaku tidak terlalu fokus pada kontrol juga ya
Pak?
I : Iya, mereka hanya memproduksi saja, yang penting mesinnya jalan,
salahpun juga ntar kan di tegur, gitu aja mereka. Nggak mau tau, acuh tak acuh. Dia
lihat SPK, dijalankan, yasudah gitu aja.
130
Lampiran 10: Transkrip Wawancara Widji
P: Peneliti.
I: Informan.
P : Ini saya rekam ya Pak Widji, hanya untuk dokumentasi saja.
I : Iya, iya.
P : Pertama-tama nih Pak Widji, apa tujuan dan target bisnis perusahaan
dalam hal kualitas?
I : Targetnya ya, meraih komsumen sebanyak-banyaknya dari produk yang
kita buat, kita buat produk yang berkualitas, sehingga konsumen puas dengan
produk kita, dan itu membuat konsumen tidak pergi ke produsen lain, gitu.
P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa tujuan dan target bisnis yang
ditetapkan ini sudah tepat?
I : Ya kan kita membuat produk ini untuk siapa? Apakah untuk saya? Kan
tidak. Kita buat ini untuk konsumen, konsumen maunya ini, ini, ini. Kita siapkan
semua.
P : Berdasarkan tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas, bagaimana strategi
quality control yang dibuat?
I : Kan kita membuat sistemnya, seperti abfal, label, juga ada tim khusus
pengawasan. Dari situ strategi kita adalah mencoba agar subsistem yang kami buat
harus bersinergi satu sama lain, saling mendukung dan terkoordinasi dengan baik.
P : Sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan perencanaan
quality control?
I : Ya banyak, yang utama ya, itu sumber daya manusianya sendiri, apalagi
kita mempekerjakan orang sarjana untuk menjadi pengawas quality control. Terus
juga berbagai peralatan, seperti mesin rajut, mesin gulung bisban, printer untuk
131
label, mesin pengukur panjang, alat timbang, dan juga komputer yang mendukung
untuk pengawasan kualitas.
P : Apakah sumber daya ini semua sudah tercukupi untuk menjalankan
perencanaan itu tadi?
I : Ya, sudah cukup.
P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa semua sumber daya yang diperlukan
ini telah sesuai dalam artian tidak berlebih?
I : Ya kalah targetnya besar dan tinggi seperti yang saya bilang, sumber
dayanya juga harus siap dan nggak boleh asal standar saja. Hasilnya juga standar
nantinya.
P : Apa standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas?
I : Standar keberhasilan? Dianggap berhasil apabila produk yang kita buat
sesuai dengan harapan mereka, bagaimana kita tahu? Dari jumlah complainnya.
Kalau jarang, ya itu berarti berhasil. Kalau masih sering complain berarti kan masih
belum mencapai keberhasilan yang sudah dipatok.
P : Setelah dilakukan perencanaan sedemikian rupa, bagaimana
pelaksanaannya Pak? Apakah sesuai rencana?
I : Ya pada awal mulanya ya sesuai rencana. Kita bikin sistemnya ini ini,
semuanya jalan, dan kenapa saya bilang sesuai? Karena hasilnya, hasilnya yang
sesuai. Minim complain itu tadi. Itu tercapai, makanya bisa dibilang sesuai dengan
rencana awal.
P : Saya mau bertanya mengenai sistem quality control perusahaan ini Pak.
Bagaimana sih quality control-nya disini? Apakah ada staff khusus untuk
mengontrol kualitas itu atau gimana Pak?
I : Ya, dulu ada, dulu itu satu shift satu kontrol, quality control-nya. Terus,
pokoknya ada yang ngatur dan mengawasi hampir keseluruhan kualitas dari bisban
ini. Jadi khusus lah ini. Hanya mengontrol produksi dan bisbannya saja, kalau
ngontrol mesin ya bukan.
132
P : Oh jadi dulu itu siapa yang bertanggung jawab untuk jalannya sistem
quality control, dan yang menjadi pelakunya untuk quality control? Dan bagaimana
melakukan pemerataan tugas demi tercapainya quality control tersebut?
I : Kalau dulu, sebenarnya yang bertanggung jawab hampir setiap individu
ya. Dan itu didasari oleh pengalaman, udah tau seluk beluknya bisban, tau
semuanya, yang mana yang jelek, yang mana yang bagus, tapi nggak hanya itu saja.
Dulu ada tim khusus quality control, yang dipegang oleh 2 orang sarjana disini.
Kalau itu yang mengawasi semua. Dalam hal kualitas dia yang mengontrol dan
mengawasi para pelaku produksi dan produk itu sendiri. Tetapi juga tetap tiap
individu melakukan tugasnya masing-masing, operator juga memproduksi sesuai
tugasnya, tidak asal, SPK juga membuat surat perintah kerjanya juga sesuai
tugasnya.
P : Oh, jadi banyak ya Pak Widji yang terlibat dalam quality control ini?
I : Yaa, aslinya 2 orang yang benar-benar memegang tanggung jawab quality
control. Dan itu memang pekerjaan dia disini, cuman kita juga berupaya setiap
pelaku produksi juga memiliki rasa tanggung jawab dalam hal kualitasnya. Dan
yang pihak tim quality control ini yang juga harus mengerti, harus bisa
membedakan, mana yang layak dijual, mana yang bisa dijual, mana yang tidak
layak untuk dijual, ya istilahnya harus disortir, mana yang jelek, jadi harus bisa
nyortir ya, “Oh ini jelek, ini bagus, ini lulus, ini gak lulus”. Jadi dulu itu ada tim
khusus untuk quality control-nya.
P : Setelah dilakukan sistem quality control ini, apakah kapasitas dan
kapabilitas sumber daya memadai?
I : Ya memadai saja. Kita sudah didukung berbagai sumber daya seperti
komputer, mesin, dll, semua kita siap asal untuk kelancaran proses produksi, yang
kurang memadai ada di pelaku produksinya atau sumber daya manusianya, niatnya
nggak ada, kerja cenderung asal-asalan.
P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa sumber daya ini memiliki kapasitas
yang memadai?
133
I : Yak an dilihat selama proses produksinya toh? Kalau ada apa-apa dan kita
semua sudah siap akan perlengkapan, siap akan mesin-mesinnya, jalannya sistem
itu enak, tidak ada hambatan, ya itu yang saya kira artinya sudah memadai,
istilahnya nggak kurang.
P : Tapi sekarang apa masih menggunakan tim ini untuk jalannya sistem
quality control?
I : Sekarang sudah nggak pakai. Dinilai kurang efektif ya pada saat itu. Nggak
efektif, terus waktu ke waktu anak-anak juga sudah makin mahir dan
berpengalaman, juga sudah lama kan ya disini, ya akhirnya quality control
dibebankan kepada setiap individunya atau pelaku produksinya, cuman yang lebih
bertanggung jawab lagi adalah ketua regunya.
P : Tapi selain itu sistem-sistem apa saja yang berjalan dengan bantuan
sumber daya Pak Widji?
I : Yang pertama itu ada abfal ya, abfal itu secara nggak langsung adalah
sistem dari quality control yang bertujuan untuk menekan para pelaku produksi
untuk melakukan kesalahan, istilahnya meredam gitu lah ya? Kan pelaku jadi nggak
ngawur ya? Karena semakin banyak abfal juga motong uang mereka. Tapi kendala
juga mereka sering saling menutupi abfalnya. Kalau dulu ada tim quality control
itu nggak bisa ditutupin. Karena diawasi terus, ada polisinya sudah. Terus yang
kedua itu ada label ya, tau label ya? Label itu nanti yang berisikan data data produk,
jenis apa, dan dikerjakan siapa, terus kapan di produksi. Itu untuk melacak saja.
Jadi kalau ada apa-apa langsung bisa dilacak itu. Gampang. Itu yang nemepelin dari
penggulung akhir. Kan disini dibagi-bagi ya. Ketua penggulung benang ada, ketua
operator ada, ketua penggulung bisban ada. Kalau dulu kan diserahkan tim khusus
quality control semua, sekarang sudah dipecah-pecah gitu.
P : Berarti sekarang orang-orang itu merangkap jabatan istilahnya ya? Selagi
melakukan tugasnya, tetapi juga mengontrol agar kualitas itu tidak buruk?
I : Iyaa, iyaa.
134
P : Terus bagaimana dengan arsip produksi harian Pak Widji? Saya lihat di
kantornya Mbak Marsi diberitahu ada arsip, yang ditimbang sebelum dimasukkan
gudang, ada data-data mengenai berat.
I : Oh iya itu juga salah satunya. Itu juga jalan, bahkan sampai sekarang. Nah
semua sistem ini jalan semua, dibantu dengan komputer, juga dengan sumber daya
manusianya. Dulu sama sekarang masih sama-sama sistem ya. Cuman bedanya
dulu di dalam sistem itu, ada yang menjalankan saling terintegrasi dan ada yang
mengawasi. Bedanya dengan sekarang, kalau sekarang, sistemnya itu ada yang
menjalankan dan tetap saling terintegrasi, cuman tidak ada yang mengawasi lagi,
jaid istilahnya bablas gitu lah. Ya dulu, anak-anak juga masih dalam tahap training
ya, atau belajar. Jadi kalau nggak didampingi quality control, nanti kebablasan
hasilnya, terus tetap jalan dirasa juga kurang efektif, dan anak-anak juga sudah bisa
semua, jadi sudah diberi tanggung jawab semua, ini mesinmu, kamu, kamu, itu
hasilnnya harus begini-begini. Baru nanti finish-nya, quality control di penggulung
bisban tadi, ada jelek langsung buang. Gitu aja.
P : Tapi bagaimana dengan sekarang pak Widji, setelah dilepas tadi, kendala
apa saja yang dialami?
I : Ya kalau kendala ya ada lah. Masalah apa itu, ya namanya produsi ya, ada
yang jelek gitu lah, dari bahan baku juga bisa, dari bahan baku benang lho, mungkin
benangnya kurang bagus sedikit hasilnya sudah lain lagi.
P : Oh gitu, iya, terus, biasanya di bidang produksi ini Pak Widji, kesalahan-
kesalahan umum yang terjadi di bawahan ini apa saja Pak Widji, yang
menyebabkan kualitas bisban itu buruk?
I : Oh itu biasanya, ya itu mungkin dari peralatan mesinnya. Itu kan ada yang
pir otomatis gitu ya, terus pir otomatisnya setelannya kurang peka, benangnya
lepas, dia nggak berhenti, nggak bisa menyentuh otomatis, jadi jalan terus. Jadi itu
setting harus bener-bener sip. Kalau nanti, kalau ada masalah, otomatis akan mati
mesinnya.
135
P : Cuman kalau masalah mesin itu tadi Pak, cuman apakah itu bukan salahnya
operatornya? Karena kan yang operator ini juga seharusnya mengawasi mesinnya
sendiri-sendiri.
I : Iya betul, jadi itu sumber permasalahan dari operator, jadi penyetelan
utamanya ya lalai dan kurang disiplin lah. Jadi itu di awalnya kan bagus ya, terus
putus, terus kan diganti baru, nah penyetalan ganti baru itu nggak disetel ulang,
langsung pasang aja. Ada yang begitu.
P : Itu sampai sekarang Pak Widji?
I : Iya, ya mungkin dari orang malam, atau gimana, gitu.
P : Kalau yang sekarang itu apakah ada teguran sendiri Pak Widji untuk orang-
orang yang lalai itu?
I : Jadi ya saya tegur, kadang-kadang ya saya kontrol kalau pagi, saya lihat,
kadang-kadang ada sisa dari malam ya, “loh kok molor-molor?”, lah ini kok gini,
setelannya kurang bagus, mungkin modelnya, atau pirnya, tetep saya kontrol, saya
tegur, saya arahkan. Karena sekarang sudah nggak ada tim khusus quality control
yang bertanggung jawab akan hal itu. Jadi ya penanggung jawabnya di setiap
individu dan setiap ketua regu lah istilahnya.
P : Jadi setiap orang sekarang sudah bertanggung jawab untuk setiap produk
yang dibuat gitu ya Pak Widji.
I : Iyaa, Iyaa. Jadi yang diproduksi itu ya, penanggung jawabnya yang
bersangkutan itu, operator itu, cuma ada yang lolos dari produksi, nanti yang bagian
penggulung bisban yang harus kontrol lagi. Penggulung bisban itu kan sudah
digulung dan dikemas, itu kontrolnya harus betul-betul jelih, di ketua penggulung
bisbannya. Kalau sudah nggak jelih ya sudah kena jual nanti, nanti kan dimarahi
konsumen. Gitu saja.
P : Kalau dulu sama sekarang, dulu itu kan tim khusus quality control-nya
sendiri. Sekarang kan sudah nggak ada. Itu, kalau dulu itu apakah lebih bagus?
I : Ya jelas dulu lebih bagus ya, kan yang bekerja untuk sistem quality
control-nya, dobel-dobel, ada yang melakukan ada yang mengawasi. Lantaran kan
136
dulu juga anak-anak pada belum mahir semua. Dan yang mengawai quality control
itu sudah paham betul, sudah paham produknya juga. Jadi yang sekarang itu, dilihat
tidak efektif, terus juga anak-anak dinilai sudah berpengalaman, ya sudah dilepas.
Jadi sekarang kalau quality control itu sistem masih jalan. Dari awal, ada tim khusus
SPK, yang membuat perintah bisban / produk baru, dan itu yang membuat tim
khusus, harus sesuai permintaan, ada catatannya, baru diproduksi, yang pertama
kan penggulungan beam, terus kan diserahkan pada ketua, dari ketua ke bawahan,
setelah itu dilakukan produksi, dan terakhir finishing, itu ada sistem yang sudah
dibentuk, dan saling bersinergi satu sama lain, cuman sekarang kita lepas itu tim
yang bertugas untuk mengawasi sistem kami.
P : Sebenarnya setelah dievaluasi, lebih baik yang mana? Sistem yang dulu,
atau sistem yang sekarang?
I : Ya, sekarang itu lihat sikonnya, itu kami kira nggak cocok ya sudahan
kalau pakai sistem yang dulu. Sistem yang dulu kan dinilai tidak efektif dan tidak
efisien. Tidak efektif kenapa? Kalau ada tim itu, anak-anak cenderung kerjanya
asal, kalau salahpun mereka juga akan saling lempar tuduhan, dan ujung-ujungnya
tim quality control yang kena, disisi lain mereka juga meremehkan, toh kalau salah
kan ya diingatkan sama tim quality control, ya kira-kira seperti itu, dan untuk yang
tidak efisien. Tidak efisiennya itu dalam hal apa? Dalam hal biaya. Lah sekarang
pasarnya sudah sepi, pajak meningkat, semua serba naik. Kan nggak nututi itu,
apalagi kalau kita mau tim quality control yang kerjanya sangat bagus, mana mau
digaji di atas UMR? Mintanya akan lebih, dan kami tidak bisa. Maka dari itu
keputusan dari perusahaanpun, kami melepas banyak dari pekerja, khususnya tim
quality control itu tadi, terus kami bebankan quality controlnya pada orang-orang
yang bersangkutan. Gitu aja. kalau dulu memang kalau quality control itu juga
harus, karena anak-anak dinilai juga masih belum mampu, kan mikirnya dulu
begitu. Karena ya motto perusahaan itu juga, kan perusahaan ingin memberikan
kepuasan pelanggan melalui kualitas yang bagus, nah kalau motto seperti itu mana
bisa juga kami memberikan tugas langsung lepas gitu pada anak-anak yang kurang
berpengalaman. Nah harapan kami kan dengan adanya tim quality control ini, motto
itu tercapai, apa ya kira bilangnya? Misi lah ya.
137
P : Iyaa Pak. Terus, kendala yang dialami saat ini itu apa saja Pak Widji?
I : Ya ini kendalanya kalau sekarang. Kan efisiensi diterapkan jadi, tenaga
juga menurun banyak, jadi kalau ada yang nggak masuk satu saja, waduh itu sudah
keteteran ya istilahnya. Kan tanggungannya kan sudah sendiri-sendiri. Kalau semua
pada aktif semua, ya saya kira sudah berjalan lah, sesuai rencana gitu. Jadi kalau
sudah kayak nggak masuk gitu aja sudah kayak pincang. Jadi yang nggak masuk
tadi mau diisi orang lain itu juga sudah nggak bisa. Ya kan bidangnya itu tadi sudah
pas lah.
P : Terus cara mengakali apabila ada yang seperti itu bagaimana Pak Widji?
Apalagi sekarang kan 11 mesin dipegang oleh 1 orang.
I : Ya itu tetap ketua, kita serahkan ketua, ketua kan nggak punya beban
mesin, ya itu yang bisa menghandle orang yang nggak masuk itu tadi.
P : Kalau perbandingan antara dulu pakai tim khusus quality control itu sama
sekarang selisihnya besar apa nggak Pak Widji? Kerasa nggak perbedaannya?
Lebih bagus apa lebih loss?
I : Saya kira dari segi internal ya, itu bagus, karena apa? Tanggung jawabnya
orang-orang itu jadi ada. Kalau dulu itu wes pokoke harus quality control yang
harus ngontrol dan tanggung jawab terus, si pelaku jadi santai-santai saja. Toh yang
kena juga quality controlnya gitu.
P : Jadi kalau sekarang internalnya lebih bertanggung jawab ya Pak. tetapi
bagaimana dengan eksternalnya Pak? Kan akhir-akhir ini perusahaan menerima
beberapa complain terkait produk yang dijual.
I : Ya itu, yang menjadi masalah kami, ya mau bagaimana lagi ya, meskipun
sistem quality controlnya jalanpun, kalau tidak ada yang mengawasi, terus ada yang
kelolosan, ya bablas wes sampai tangan konsumen. Ya itu konsekuensinya kita
cabut pengawasannya. Dan kami menggunakan cara lain untuk istilahnya
mengakali lah ya, kami berikan lagi produk yang cacat tersebut sesuai dengan yang
di complainkan. Meski begitupun, kami tidak menarik kembali produk yang rusak
tersebut.
138
P : Jadi setelah tadi itu dinilai tim quality control kurang efisien, jadi langkah
dan tindakan yang diambil, ya dilepas itu tadi ya Pak?
I : Ya, dulu, kami lepas, tetapi tidak hanya lepas saja. Kami juga berharap
dengan dilepasnya pengawasan ini, anak-anak bisa mandiri dan bertanggung jawab
untuk tugasnya masing-masing. Kalau disini kan banyak istilahnya itu walaupun
hanya kelihatan memproduksi bisban gitu ya, itu bidangnya banyak, yang mulai
dari penggulung benang itu harus tanggung jawab sendiri, operator harus tanggung
jawab sendiri, penggulung bisban harus tanggung jawab sendiri. Gitu. Jadi kalau
ada sumber permasalahan jelek gitu ya dari sononya, tapi kalau dari kitanya ya, ya
nanti kita bisa telusuri itu, siapa pelakunya yang membuat pada saat itu, kita cari
itu.
P : Oh iya. Setelah melepas tim khusus pengawasan quality control ini Pak
Widji, kira-kira, gimana membuat supaya si anak-anak ini memiliki tanggung
jawab besar? Jadi selagi dia juga bekerja sebagai operator produksi, tetapi dia juga
harus mengontrol kualitas dari yang diproduksi di setiap masing-masing pelaku ini,
nah itu bagaimana Pak?
I : Ya itu, kita dari pengurangan orang ini, disisi lain, gaji mereka itu nambah
kan. Nah dari situ kita berikan pengarahan, bahwa penambahan uang gaji mereka
ini bukan cuma-cuma, tetapi harus dituntut kinerja yang maksimal dan nggak asal-
asalan, karena penambahan gaji ini nggak gratis ya. Kalau sebelumnya digaji 3 juta,
sekarang 4 juta, kan kelebihan 1 juta, ya kami harapkan kinerjanya juga kelebihan
sesuai dengan lebihnya gaji 1 juta ini. Makanya kita pantau ya, mana pekerja yang
siap pakai sama yang nggak layak. Begitu. Dan yang kedua kana da abfal ini. Abfal
kan dihitung. Nah itu, mereka sudah nggak bisa main-main. Dulu ada tim quality
control, kalau ada apa-apa yang kena tim quality controlnya, para pelaku produksi
merasa aman meskipun dia yang buat salah. Kalau sekarang? Sudah nggak ada,
kamu salah ya kamu yang kena, kamu juga yang kena denda dari abfal. Ya? begitu
lah kira-kira. Cuman di lain sisi, kita kan juga membuat ketua regi di masing-
masing bidang ya. Jadi ada kontrolnya meskipun kecil.
P : Ketua regunya itu, regu apa saja Pak Widji?
139
I : Ketua penggulung benang ada sendiri, ketua penggulung operator, itu ada
satu, satu grup satu. Ketua penggulung bisban juga ada, yang finishing itu juga ada
satu. Terus sama tim khusus SPK.
140
Lampiran 11: Uji Triangulasi
Plan
(Perencanaan)
Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji
Triangulasi
Indikator
Ketepatan
dalam
merumuskan
tujuan dan
target bisnis
sebelum
memulai
perencanaan
quality
control.
Target dalam quality control
adalah produksi dalam
jumlah banyak, sebanyak
mungkin, dan rejectnya, yang
jelek-jelek, selanjutnya yang
kerja harus sangat happy dan
free merdeka. Dan target
bisnisnya adalah meraih
profit melalui kepuasan
pelanggan dengan imbalan
keutungan. Sangat erat
dengan kualitas. Serta
membangun kepercayaan
pelanggan terhadap pabrik.
Dikatakan tepat karena yang
diharapkan dalam target
tersebut juga sepenuhnya
untuk pelanggan, dengan
memberikan yang terbaik dan
sekiranya tanpa diukurpun
juga sudah tepat.
Tujuan dan targetnya customer
puas dengan memakai produk
dari CV Gema Sutera yang
ujung-ujungnya mengarah ke
suatu produk yang baik. Pada
intinya dapat diterima di
customer, juga sesuai dengan
permintaan pelanggan dan
barang itu benar-benar bagus.
Bagi CV Gema Sutera, tujuan
dalam kualitas itu sendiri
diperuntukkan konsumen,
perusahaan dapat menjawab
kemauan konsumen berarti
dirasa sudah tepat.
Meraih komsumen sebanyak-
banyaknya melalui produk yang
dibuat, dan buat produk yang
berkualitas, sehingga konsumen
puas dengan produk yang
dihasilkan, dan itu membuat
konsumen tidak pergi ke produsen
lain. Dikatakan sudah tepat karena
pihak CV Gema Sutera membuat
produk ini untuk bukan untuk
perusahaan sendiri, melainkan
untuk konsumen, konsumen
maunya ini, perusahaan siapkan
semua.
Valid
141
Perumusan
strategi
quality
control
berdasarkan
tujuan dan
target bisnis
Perumusan strategi sudah
tepat. Disisi lain quality
control dijalankan,
didalamnya juga ada yang
bertugas mengawasi, double
jadinya, kan lebih mudah
tercapai targetnya, jarang ada
kelolosan, kalau ini.
Perumusan strategi ini karena
terlalu fanatisme untuk
meraih tujuan dan target
bisnis, yang pengen
sempurna.
Perumusan strategi seperti ini
sebelumnya seperti yang di
rapatkan dengan pemilik.
Pemilik ingin tujuan dan target
dalam hal kualitas tercapai,
jadi dibuatlah sistem ini, mulai
dari SPK, abffal, arsip, label,
sampai tim khusus quality
control ini..
Perusahaan membuat sistemnya,
seperti abffal, label, juga ada tim
khusus pengawasan. Setelah itu
strategi perusahaan adalah mencoba
agar subsistem yang kami buat
harus bersinergi satu sama lain,
saling mendukung dan
terkoordinasi dengan baik.
Valid
Ketepatan
sumber-
sumber daya
yang
diperlukan
untuk
perencanaan
quality
control.
Sumber daya sudah tepat,
perusahaan memiliki
komputer dipadu dengan
admin yang tiap harinya
mendata bisban yang
diproduksi, data tersebut
mencakup roll, standar kilo,
tipe, tanggal pembuatan, dan
untuk sumber daya
manusianya juga sudah
disiapkan.
Sudah tepat, karena pada
sumber daya manusianya,
perusahaan memakai beberapa
orang sarjana, selain itu,
bekerja dengan orang yang
berpengalaman tentunya untuk
menjalankan pekerjaan baik
sebagai bagian dari produksi,
sehingga akan tau, mana yang
bagus dan mana yang jelek,
dibantu oleh beberapa media
lainnya berupa pelabelan dan
penimbangan melalui
komputer, karena untuk
Paling utama yaitu sumber daya
manusianya sendiri, dan perusahaan
mempekerjakan orang sarjana
untuk menjadi pengawas quality
control. Terus juga berbagai
peralatan, seperti mesin rajut, mesin
gulung bisban, printer untuk label,
mesin pengukur panjang, alat
timbang, dan juga komputer yang
mendukung untuk pengawasan
kualitas. Sumber dayanya juga
harus siap dan tidak boleh asal
standar saja. Hasilnya juga standar
nantinya.
Valid
142
mencapai quality control yang
bagus tidak hanya manusia
saja yang kita butuhkan, tetapi
ditunjang dengan teknologi
komputerisasi.
Penetapan
standar
keberhasilan
kualitas dalam
pencapaian
tujuan dan
target bisnis.
Standar keberhasilan yang
paling utama adalah
minimnya complain.
Perusahaan bisa bilang sudah
tepat karena sudah
diperhitungkan, karena sudah
tahu, yang idealnya
bagaimana, dan yang tidak
tercapai itu bagaimana,
dengan sekarang sumber
daya yang ada ini tercapai
sekarang, itu tentunya yang
tadi itu lebih tinggi kelasnya.
Berdasarkan kapabilitas
perusahaan, yang mana
kapabilitas tersebut termasuk
senantiasa menggali
pengetahuan baru dan latar
belakang saya sebagai
lulusan elektronik.
Standar keberhasilannya
adalah minim complain dan
minim retur. Karena strategi
yang CV Gema Sutera
planning ini besar-besaran,
dibuat untuk mencapai tujuan
secara maksimal maka standar
keberhasilan yang ditetapkan
sudah ditimbang berdasarkan
rencana sistem yang dibuat,
terutama adanya tim khusus
untuk pengawasan quality
control. Untuk itu sekiranya
semua sangat mampu untuk
mencapai standar
keberhasilan.
Dianggap berhasil apabila produk
yang CV Gema Sutera buat sesuai
dengan harapan konsumen, dari
jumlah complain-nya. Apabila
complain didapati jarang, maka hal
tersebut menandakan berhasil.
Kalau masih sering complain berarti
masih belum mencapai
keberhasilan yang sudah dipatok.
Valid
143
Do
(Pelaksanaan)
Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji
Triangulasi
Indikator
Pelaksanaan
sesuai dengan
rencana yang
dibuat
Sudah bagus dan menghasilkan
buah yang bagus pula. Hasil
nyatanya apabila memakai sistem
ini maka tidak akan pernah
pelanggan yang complain sesuai
dengan apa yang direncakan dan
diharapkan. Kendalanya pelaku-
pelakunya tidak punya disiplin
administratif.
Harapan dengan kenyataan
sesuai. Semua jalan sesuai
rencana, yang rencana awal-
nya perusahaan produksi se-
banyak-banyaknya, reject
seminim-minimnya melalui
sistem ini. Dan setelah di-
terapkan, memang terbukti,
minim complain itu salah sa-
tunya.
Pada awal mulanya sesuai
rencana. Kita bikin sistemnya
ini ini, semuanya jalan, dan
kenapa saya bilang sesuai?
Karena hasilnya, hasilnya yang
sesuai. Minim complain itu
tadi. Itu tercapai, makanya bisa
dibilang sesuai dengan rencana
awal.
Valid
Pemerataan
pembagian
tugas dalam
pelaksanaan
quality control
Pada awal kerja, terdapat tim SPK,
yang memberikan perintah agar
produksi sesuai dengan order,
terus ada tim yang mengontrol
semua mesin atas kelancarannya
yaitu tim operator produksi, terus
tim finishing, dilain hal dia
mengerjakan penggulungan
bisban dan pengepakan, tetapi
juga melihat apakah bisban sudah
bagus untuk di pack. Juga ada tim
quality control khusus untuk
Pertama, perusahaan mem-
bagi tugas tersebut, ada ke-
lompok produksi, ada ope-
rator, juga SPK, operator
disisi lain memproduksi teta-
pi juga harus menjaga kua-
litas melalui pengawasan
terhadap mesin, begitu juga
dengan SPK diharapkan ti-
dak salah dalam memberi-
kan surat perintah, keduanya
ini saling bekerja sama, ada
Terdapat tim khusus quality
control, yang dipegang oleh 2
orang sarjana. Kalau itu yang
mengawasi semua. Dalam hal
kualitas dia yang mengontrol
dan mengawasi para pelaku
produksi dan produk itu sendiri.
Tetapi juga tetap tiap individu
melakukan tugasnya masing-
masing, operator juga
memproduksi sesuai tugasnya,
tidak asal, SPK juga membuat
Valid
144
mengawasi semua, mulai dari
proses penggulungan beam,
produksi, hingga finishing.
Sekarang tim untuk proses
produksinya sebelum menjadi
barang jadi atau tehnikal.
Kendalanya adanya budaya ewuh
pekewuh, sungkan-sungkanan,
tidak berani tegur, itu yang
membunuh semua cita-cita
berjalannya sebuah manajemen
yang bagus.
kelompok penggulung
beam, ada kelompok peng-
gulung bisban atau isti-
lahnya finishing, dia juga
melihat apakah kualitasnya
bagus saat digulung, terlalu
panjang atau terlalu pendek.
Dan untuk ISO tadi, itu yang
bertindak mengawasi dan
menjadi tim khusus quality
control kita, ngecek semua
mulai dari penggulungan
beam, produksi, sampai
finishing, memastikan se-
muanya tepat.
surat perintah kerjanya juga
sesuai tugasnya.
Kapasitas dan
kapabilitas
sumber daya
memadai untuk
jalannya
pelaksanaan
quality control.
Sumber daya seperti mesin,
komputer, software, alat timbang,
alat-ukur panjang, alat
penggulung, kita memadai ya
disana untuk menjalankan sistem
quality control ini. Tetapi terdapat
kekruangan pada sumber daya di
manusianya, kurang memadai
untuk menjalankan sistem seperti
itu, ewuh pekewuh, dan tidak ada
disiplin, tidak ada niat pribadi
Dari skill sumber daya
manusianya mampu, dia
basic-nya memang dari
operator, mulai dari
pembuatan bisban dari nol
sampai jadi dia tahu. Cuman
kurang memadai di
semangat mereka. Untuk
kapasitas kita juga punya
banyak ya, ada media cetak,
ada peralatan untuk
Ya memadai saja. Perusahaan
didukung dengan berbagai
sumber daya seperti komputer,
mesin, dll, semua perusahaan
siap asal untuk kelancaran
proses produksi, yang kurang
memadai ada di pelaku pro-
duksinya atau sumber daya
manusianya, niatnya nggak
ada, kerja cenderung asal-
asalan.
Valid
145
yang tinggi untuk membuat
produk dengan sungguh-sungguh.
perbaikan, ada alat ukur
panjang, ada alat timbang,
ada software di komputer-
komputer.
146
Study
(Evaluasi)
Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji
Triangulasi
Indikator
Memeriksa
pelaksanaan
quality control
apakah berada
dalam jalur.
Pelaksanaan sudah bagus dan
menghasilkan buah yang bagus
pula. perusahaan serba tahu
sebelum complain itu datang dari
pelanggan.
Pelaksanaan quality control
sesuai, semua jalan sesuai
rencana
Perusahaan membuat sistem
tersebut, semuanya jalan.
Valid
Memantau
kemajuan
perbaikan
kualitas yang
direncakan.
Hasil nyatanya, bakalan kalau
pakai sistem yang tadi itu, itu tidak
akan pernah pelanggan yang
complain, sesuai dengan apa yang
direncakan dan diharapkan. Kalau
dengan sekarang itu masih ada
complain dari pelanggan, jadi
kalau dibandingkan, itu lebih
tinggi.
Setelah diterapkan, memang
terbukti, minim complain itu
salah satunya.
Hasilnya yang sesuai, minim
complain itu tadi, itu tercapai.
Valid
Evaluasi
perbandingan
sesudah dan
sebelum
pelaksanaan
quality control
Bagu, bedanya banyak karena
pada saat itu complain tidak
sesering sekarang. Hal ini sudah
pasti karena sudah pernah jalan.
Kejelekan itu dibendung secara
diri, dan kesalahan produksi itu
terbendung secara dini. Memang
apabila perusahaan menerapkan
sistem yang lama itu bagus dan
Target kualitasnya tercapai
semua, complain-nya
semakin sedikit, jadi
selisihnya sangat jauh,
cuman kualitas orangnya
kurang.
Jelas dulu lebih bagus, karena
ada yang bekerja untuk sistem
quality control-nya, dobel-
dobel, ada yang melakukan ada
yang mengawasi. Dan dinilai
kurang efektif ya pada saat itu,
terus waktu ke waktu anak-
anak juga sudah makin mahir
dan berpengalaman.
Valid
147
minim retur. Cuma dengan
minimnya retur itu harus
mengeluarkan biaya berapa itu
untuk orang-orang sarjana.
148
Action (Tindak
lanjut)
Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji
Triangulasi
Indikator
Pengambilan
keputusan
berdasarkan
hasil yang sudah
dievaluasi.
Perusahaan nggak mampu disitu,
jadi perusahaan melepas tim
pengawas quality control itu, kita
mampunya dengan sumber daya
ini sudah tepat, jadi ketepatan itu
relatif, disesuaikan dengan sumber
daya yang kita punyai sudah
cukup, alhasil ada complain dari
pelanggan dan dibilang sudah
tepat karena complain-complain
dari pelanggan itu sudah bisa kita
cover
Bagian yang ngontrol kan
kebanyakan di mesin, cuman
dilihat-liihat gitu aja wes.
Jadi lek saya bilang itu
kualitas kontrol dari
individunya yang kurang
oke, juga cost untuk mereka
besar, makanya saya
hilangkan itu.
Sekarang sudah nggak pakai.
Dinilai kurang efektif ya pada
saat itu. Ya akhirnya quality
control dibebankan kepada
setiap individunya atau pelaku
produksinya.
Valid
Melanjutkan
sistem yang
telah dibuat
apabila hasil
evaluasi
menunjukkan
peningkatan.
Kalau ada pelanggan yang
complain, “oh barangmu satu roll
itu isinya 50 yard, ternyata diukur
hanya 49 yard, kurang 1”, ya
misalnya, itu datang ke kita dan
kita akan memberi ganti, tanpa
menarik balik yang lama. Jadi QC
yang kurang, yang menghasilkan
complain itu tadi, perusahaan bisa
cover dengan mengganti rugi
pelanggan itu.
Kan perusahaan sudah tidak
bisa menjawab kepuasan
melalui quality control kan
kalau ada produk cacat di
tangan pelanggan. Istilahnya
kan perusahaan percaya ke
dia juga, sudah itu saja.
Untuk menimbulkan
kepercayaan juga istilahnya,
bahwa perusahaan kerja itu
nggak main-main,
perusahaan berani rugi,
Itu konsekuensinya perusahaan
cabut pengawasannya. Dan
perusahaan menggunakan cara
lain untuk istilahnya
mengakali, kami berikan lagi
produk yang cacat rersebut
dengan yang di complain-kan.
Meski begitupun, perusahaan
tidak menarik kembali produk
yang rusak tersebut.
Valid