56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan

94
56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan

Transcript of 56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan

57

Lampiran 2: Pedoman Wawancara

Profil CV Gema Sutera

1. Dapatkah anda jelaskan mengenai sejarah dan latar belakang perusahaan

ini ? Kapan perusahaan tersebut didirikan?

2. Siapa saja yang ikut mendirikan perusahaan?

3. Dalam bidang bisnis apakah perusahaan ini bergerak?

4. Produk apa saja yang ditawarkan?

5. Apakah visi dan misi perusahaan ini?

6. Apakah misi yang telah dibentuk sejauh ini mendukung visi perusahaan?

7. Berdasarkan visi dan misi perusahaan, apakah tujuan dari didirikannya

perusahaan ini? Dan apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam

persaingan?

8. Siapa sajakah pelanggan dari perusahaan ini?

9. Berapakah jumlah karyawan yang dimiliki perusahaan saat ini?

10. Bagaimana struktur perusahaan tersebut?

11. Berapakah rata-rata total biaya operasi perusahaan dalam setahun?

12. Berapakah rata-rata keuntungan bersih yang dapat dihasilkan perusahaan

dalam setahun?

Plan

A. Ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis sebelum

memulai perencanaan.

1. Apa tujuan dan target bisnis pada perusahaan dalam hal kualitas? Apakah

sudah mencakup perbaikan kualitas?

2. Sejauh mana pengaruh dari kualitas terhadap target bisnis anda?

3. Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas apabila

ditinjau dari tujuan dan target bisnisnya?

4. Apakah target bisnis relevan dengan bidang bisnis perusahaan?

5. Bagaimana anda menilai bahwa tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas

yang anda tetapkan itu tepat?

58

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

6. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa target kualitas tersebut telah

dicapai?

7. Apakah tujuan dan target kualitas yang sudah dibuat sudah ditimbang

berdasarkan kepabilitas perusahaan saat ini?

8. Apa saja kapabilitas perusahaan yang dinilai anda mampu mencapai target

bisnis yang ditetapkan dalam hal kualitas?

B. Perumusan strategi berdasarkan tujuan dan target bisnis.

1. Berdasarkan tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas yang telah

dijabarkan bagaimana strategi quality control yang anda buat?

2. Apakah strategi quality control yang anda telah rencanakan sejalur dengan

target bisnis?

3. Hal apa saja yang membuat strategi tersebut cocok untuk mencapai target

kualitas?

4. Bagimana anda menilai bahwa perencanaan strategi quality control dibuat

dengan matang agar mencapai target bisnis? Atas dasar apa?

5. Bagaimana harapan anda mengenai strategi quality control yang telah

dirumuskan? Pencapaian target bisnis 100% atau bagaimana?

6. Bagaimana pelaksanaan strategi quality control tersebut dalam

perusahaan? Siapa saja yang bertindak atau ikut serta dalam jalannya

strategi tersebut?

C. Ketepatan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan.

1. Apa saja sumber daya yang anda gunakan dan perlukan untuk

menjalankan perencanaan quality control tersebut?

2. Berdasarkan apa saja anda memilih sumber daya untuk menjalankan

perencanaan quality control?

3. Apakah sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan quality control

tercukupi?

4. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya yang diperlukan telah sesuai

dalam artian tidak berlebih?

59

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

5. Bagaimana anda mengukur sumber daya yang dibutuhkan untuk perencaan

quality control yang telah dibuat? Atas dasar apa?

6. Bagaimana apabila terdapat sumber daya berlebih yang tidak diperlukan?

Bagaimana pengalokasiannya?

D. Penetapan standar keberhasilan dalam pencapaian dan target bisnis

1. Apa saja standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas dalam bisnis

anda?

2. Apakah standar keberhasilan sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas

perusahaan?

3. Apa saja kapasitas perusahaan yang dinilai mampu mencapai standar

keberhasilan dalam hal kualitas?

4. Bagaimana anda menilai bahwa standar yang ditetapkan adalah standar

yang tepat, yang mana standar tersebut tidak terlalu tinggi juga tidak

terlalu rendah?

Do

E. Pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana yang dibuat.

1. Apakah pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana awal dan

berada di dalam jalur?

2. Bagaimana pelaksanaan / implementasi quality control ? Apakah ada

kendala?

3. Jika terdapat kendala dalam pelaksanaan quality control, Apa kendala

yang dialami?

4. Bagaimana upaya mengatasi kendala tersebut?

5. Adakah tindakan alternatif apabila pelaksanaannya tidak berjalan sesuai

rencana? Jika ada, apa dan bagaimana tindakan alternatif tersebut?

F. Pemerataan pembagian tugas guna efisiensi waktu dan sumber daya

1. Bagaimana anda melakukan pemerataan dalam pembagian tugas dalam

proses pelaksanaan quality control?

60

Lampiran 2: Panduan Wawancara (Sambungan)

2. Apa saja yang harus diperhatikan dalam memberlakukan pembagian tugas

quality control?

3. Apakah sumber daya tercukupi dalam pembagian tugas quality control?

Apabila tidak, tindakan apa yang akan dilakukan?

4. Apa kendala apa saja yang sering ditemui saat pembagian tugas antar

pekerja dalam pelaksanaan quality control?

5. Bagaimana anda menilai bahwa pembagian tugas di unit quality control

sudah diterapkan rata?

G. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya memadai.

1. Apakah sumber daya memadai dan terpenuhi dalam melakukan

implementasi quality control?

2. Apa saja sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan

quality control?

3. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya tersebut memiliki kapasitas

dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan rencana quality control?

4. Bagaimana apabila terdapat sumber daya yang kurang memadai? Tindakan

apa yang anda ambil?

5. Untuk melakukan pelaksanaan quality control, kapasistas dan kapabilitas

sumber daya yang bagaimana yang termasuk memadai?

6. Apakah sumber daya yang disiapkan untuk pelaksanaan quality control

memperhitungkan cost? atau mengesampingkan cost demi tercapainya

quality control yang maksimal?

Study

H. Memeriksa pelaksanaan apakah berada dalam jalur

1. Bagaimana proses pelaksanaan quality control yang telah dijalankan?

2. Apakah pelaksanaan quality control yang telah dilakukan sesuai dengan

rencana awal?

3. Bagaimana anda menilai bahwa proses pelaksanaan quality control selama

ini tetap berada dalam jalur?

61

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

4. Adakah selama proses quality control terdapat kendala hingga membuat

proses pelaksanaan kesulitan untuk menyesuaikan dengan rencana?

Setelah ditelaah, apa penyebab munculnya kendala?

I. Memantau kemajuan perbaikan yang direncakan

1. Sampai sejauh mana pelaksanaan quality control ini dilakukan? Apakah

telah memenuhi target kualitas yang ditetapkan?

2. Setelah pemantauan selama pelaksanaan quality control , apakah terdapat

kesalahan selama proses berjalan?

3. Melalui hasil dari pemantauan, apa yang dinilai kurang dalam pelaksanaan

quality control?

4. Apakah kekurangan tersebut merupakan suatu hal yang baru bagi

perusahaan?

5. Bagaimana upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut?

J. Evaluasi perbandingan sesudah dan sebelum pelaksaan

1. Apa saja yang didapat dari pelaksanaan quality control yang telah

dilakukan?

2. Melalui hasil pelaksanaan quality control, apa kelebihan dan kekurangan

dari sistem tersebut?

3. Bagaimana hasil pencapaian dari quality control yang diterapkan? Apakah

ada perkembangan dan sesuai dengan yang diharapkan? atau hasil kurang

memuaskan?

4. Sejauh mana selisih antara hasil pencapaian dengan standar kualitas yang

ditetapkan?

5. Apa yang anda pelajari dari hasil evaluasi quality control secara

keseluruhan?

6. Hal–hal apa saja yang menjadi pertimbangan atau perhatian untuk

memperoleh hasil yang optimal?

62

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

Act

K. Pengambilan keputusan berdasarkan hasil yang sudah dievaluasi.

1. Bagaimana keputusan anda setelah melakukan evaluasi?

2. Apakah keputusan tersebut telah di timbang baik-baik?

3. Apakah hasil evaluasi cukup kuat untuk dijadikan alasan atas keputusan

tersebut?

4. Apa saja yang perlu diperhatikan dan dilakukan setelah diambil

keputusan?

5. Adakah saja hal-hal lain yang menguatkan keputusan tersebut?

L. Melanjutkan sistem yang telah dibuat apabila hasil evaluasi

menunjukkan peningkatan.

1. Apakah tindakan koretif perlu dilakukan apabila melanjutkan sistem

quality control tersebut? Apabila perlu, bagaimana tindakan tersebut

dilakukan?

2. Apabila sistem quality control ini terus dilanjutkan, sampai kapan sistem

tersebut akan digunakan?

3. Bagaimana apabila peningkatan yang telah dicapai cenderung stagnan?

4. Apabila melanjutkan sistem tersebut, apa saja yang perlu diperhatikan?

5. Apakah melanjutkan sistem dapat dijadikan tindakan alternatif bagi anda?

M. Menetapkan sistem baru apabila hasil evaluasi menunjukkan tidak

ada peningkatan atau penurunan.

1. Apakah jika terjadi penurunan maka akan memulai sistem quality control

baru dimulai dari perencanaan?

2. Penurunan seperti apa dan bagaimana hingga dijadikan alasan untuk

memulai sistem quality control yang baru?

3. Bagaimana penerapan sistem quality control yang baru tersebut? Apakah

didasari oleh hasil evaluasi saja?

4. Faktor apa selain hasil evaluasi yang membuat sistem quality control

dibentuk ulang?

63

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

5. Apa saja yang terlibat terkait perombakan sistem quality control?

Menyeluruh atau sebagian?

64

Lampiran 3: Merchandise Received Journal

65

Lampiran 3: Merchandise Received Journal (Sambungan)

66

Lampiran 4: Potongan Quality Control 10 cm

67

Lampiran 5: Perusahaan CV Gema Sutera

68

Lampiran 5: Perusahaan CV Gema Sutera (Sambungan)

69

Lampiran 6: Dokumentasi Informan

70

Lampiran 7: Transkrip Wawancara Profil Perusahaan

I : Informan

P : Peneliti

P : Dimulai dari sekarang ya suk. Ini yang pertama, eeee, sejarah dan latar

belakang perusahaan ini bagaimana sih suk? Dan kapan perusahaan ini tepatnya

didirikan suk?

I : Yawes cerita aja ya? Sejarahnya tahun 1985, saya kan kembali dari jerman

ke Indonesia, terus ketemu seorang teman yang mempunyai toko di Kramat

Gantung Surabaya. Lah jualan dia salah satunya produk webbing ini ya, atau biasa

dikatakan bisban. Nah disitu terjadi conversation, ya akhirnya memutuskan untuk

buka pabrik, ya alasannya produknya gampang buangnya, karena dia sudah punya

toko, tinggal titip. Soalnya kalau produksi itu kan relatif nggak susah, yang lebih

susah di pemasarannya, nah ya sudah begitu, pulang dari Jerman, ketemu orang

yang punya toko, dia bisa jual itu, kita duduk ngobrol akhirnya kita sepakat untuk

kongsi buat buka pabrik, yang pemasarannya bisa langsung tersalur ke tokonya.

P : Oh jadi sudah ada penerimanya ya, atau istilahnya penadah, untuk

menyalurkan barang hasil pabrik itu ya suk ?

I : Iya, jadi pemasarannya itu sudah kokoh lah.

P : Terus berarti yang mendirikan perusahaan ini pada awalnya suksuk sendiri

atau lebih dari satu orang ?

I : Bertiga, yang pertama saya, yang kedua yang punya toko di Kramat

Gantung itu, dan yang ketiga adalah teman dari yang punya toko ini, karena

awalnya toko ini dibuat oleh 2 orang.

P : Oh jadi toko itu memang dua orang dan satunya suksuk sendiri ?

I : Yaa, jadi dua orang itu tadi, terus ngobrol sama suksuk karena pulang dari

Jerman, punya ide apa, wes kalau suksuk bidang elektronik, cuman ini sih ga ada

hubungannya dengan elektronik yaa, cuman pada saat itu kita mikirnya nggak urus

71

apa yang telah kita pelajari, Cuma kita fokusnya itu ya cari uang melalui industri.

Jadi latar belakangnya saya mendirikan pabrik ini karena saya lebih suka industri

daripada trading. Dan pabrik ini didirikan pada tahun 1989

P : Jadi bidang bisnisnya bisban tadi ya suk? Ngga merambah ke bidang lain

atau mencoba memasukkan bidang baru?

I : Nggak ada, cuma bisban itu saja, dan fokus disana. Jadi sejarahnya begitu,

dan latar belakangnya ya memang bisnis, dan dipermudah pemasarannya oleh toko

yang sudah menjual barang itu, wes begitu latar belakangnya. Jadi kalau dibalik,

kalau umpama toko teman saya itu tidak jualan bisban, ya keputusannya hampir

pasti tidak bikin industri ini, pemasarannya kan repot.

P : Repot bagaimana ya suk ?

I : Ya kan istilahnya saya merintis dari akar. Kalau dibalik begitu. Jadi ini

termasuk latar belakang, kenapa ? karena sudah mapan penjualannya, jadi kita

tinggal produksi, titip, sudah terjual.

P : Oh iya iya. Terus produk yang ditawarkan macam-macam ya suk ?

I : Bisban pada prinsipnya ya seperti begitu, benang dirajut, speknya hanya

tebal, lebar, warna, dan kerapatan rajutannya.

P : Nah sekilas tentang sejarah dan bidang bisnis, bagaimana dengan visi misi

perusahannya suk ?

I : Kalau Visinya, jelas cari profit. Visi ya ini, tujuan akhirnya mencari profit

dengan cara saya pribadi itu memuaskan pelanggan dengan imbalan keuntungan.

Kalau visi, toko atau seorang trader itu beda. Mereka murni mencari keuntungan.

Apapun yang dirasakan pelanggan puas atau ngga puas, ga terlalu urus. Nah kalau

saya mewakili perusahaan ini, misinya itu memang mencari profit, visinya itu profit

melalui kepuasan pelanggan. Karena kalau toko, dia terlalu bodoh apabila

memikirkan kepuasan pelanggan, karena dia barangnya itu bukan hasil produk

sendiri, kulaknya dari orang lain atau beli dari orang lain terus dia jual lagi, jadi

kalau yang dijual itu jelek ya dia hanya melimpahkan aja, lah wong belinya jelek,

72

atau memang merk X ini jelek, ya ini jelek. kalau industri tidak bisa. Jadi kualitas

sangat dibutuhkan dalam inustri.

P : Jadi misinya sudah mendukung visi ya suk ?

I : Oh iya, saya kira sudah mendukung, dan selalu. Visi misi itu harus saling

mendukung ya.

P : Dari visi misi ini suk, kan sebenere visi misi industri hampir sama ya suk

ya. Nah ini apakah tujuan dari didirikannya perusahaan sudah berdasarkan visi misi

ini suk ?

I : Oh iya, betul, sudah hanya berpancang pada itu.

P : Terus apa yang ingin dicapai perusahaan suk dalam persaingan?

I : Tujuan akhir memang kita harus meraih omset sebanyak mungkin di dalam

piring yang sudah terkotak-kotakkan ya, misalnya di Indonesia total pasarnya

sekian ton dan kita ekstremnya akan meraih seluruh piring, itu teorinya, cuman

prakteknya sih tidak mungkin seperti begitu. Nah terus caranya bagaimana ? Ya

dengan teori untuk profit rendah, dengan omset yang berlimpah. Sebaliknya ada

perusahaan yang meraih untung sebesar-besarnya, secara alami omsetnya tidak bisa

besar. Ada yang menganut prinsip itu, cuman kalau kita, terbalik, jadi kita mau

meraih omset yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain, meraih pelanggan dari

yang besar sampai yang kecil, disapu semua, ditangani semua, dengan profit yang

tentunya tidak terlalu besar, ketimbang yang langganannya gede-gede tok dipegang

terus profitnya bisa tinggi, dengan memberi imbalan kepuasan yang mereka

kehendaki.

P : Kenapa suksuk memilih untuk meraih omset besar daripada profit, karena

banyak perusahaan lain yang mentingkan profit gitu.

I : Ya karena produk yang kita produksi ini bukan bersifat bisa di monopoli.

Apa itu monopoli ? Misalnya, kalau saya buat pabrik perhiasan, intan dan berlian

itu contohnya. Itu kan mesin selebnya tetek bengek dan yang berkaitan dengan itu,

itu padat modal, atau modalnya besar sekali. Dan itu pasti tidak banyak orang yang

ikut main disitu, lah itu cenderung sifatnya ke monopoli, jadi pemainnya sedikit.

73

Sehingga jika mau pasang harga dengan profit yang tinggi itu masih bisa jalan.

Sedangkan di kita, yang namanya bisban ini, itu produk yang gampang dibuat. Jadi

kalau profitnya kita tidak rasional, kita mudah ditinggal orang, karena banyak

pabrik lain yang akan melayani orang dengan harga yang lebih kompetitif.

P : Oh gitu, setelah menyinggung pelanggan nih suk, saya mau tanya, siapa

saja pelanggan dari perusahaan suksuk ini? Apakah hanya berpegang dari

pelanggan tetap atau terus berupaya mencari pelanggan baru dari segala kalangan?

I : Jadi begini, pelanggan itu pada awalnya itu beragam, dari yang murni toko,

sampe ke yang semi produsen, semiprodusen itu maksudnya mereka punya toko

seperti jualan bahan-bahan untuk tas atau sandal, dan merekapun produksi sendiri,

sampai yang ketiga ini, murni produsen, jadi mereka tidak punya toko, mereka

murni hanya membuat tas, produksi tas. Ya, satu toko, kedua semi toko dan

produsen, ketiga itu murni produsen, sudah itu kita serentak masuk kesana dan

berjalan. Dan konsep untuk memelihara pelanggan itu dengan etik. Misalnya kalau

kami melayani toko, dan toko itu pasti punya pelanggan kecil-kecil kan dibawahnya

toko. Dan suatu hari, pelanggan kecil-kecil ini langsung datang ke pabrik kita untuk

membeli barang, dan itu kita tidak melayani, dengan berbagai survei darimana

taunya, belanja dimana biasanya kan bisa ke detect, ini dari mana dulu belanjanya.

Nah kalau kita sudah tau kalau dia belanja di toko yang sebelumnya kita suplai

sendiri, kita tidak melayani. Begitupun sampai yang semi-semi toko dan produsen.

Ya, gitu ya. Nah khusus untuk produsen, itu kan dia tidak punya pelanggan bahan

kan ? Dia hanya punya pelanggan tas, kalau produsen tersebut tadinya disuplai oleh

pabrik bisban lain, nah itu kita mati-mati merebut dengan memberikan apa yang dia

butuhkan, misalnya kecepatan, termasuk kualitas, dan informasi. Ya sudah begitu,

untuk meraih produsen yang tadinya disuplai dari pabrik bisban lain.

P : Jadi punya stategi sendiri untuk pelanggan ya suk?

I : Betul, ya itu tadi strateginya, salah satu strategi tambahan mungkin kita

tidak hanya menjual barang ke semua pelanggan kita, kita juga memberikan

konsultasi.

P : Konsultasi seperti apa yang dimaksud ?

74

I : Misalnya ada satu toko atau produsen yang dia usahanya tidak kunjung

bangkit dari dulu hingga sekarang. Lah kita ikut mengevaluasi kenapa, oh mungkin

kualitasnya kurang bagus, atau speed-nya kurang cepet, orang pesen sekarang

datangnya tiga bulan lagi, ya otomatis ditinggal orang, misalnya seperti begitu, kita

memberikan konsultasi satu. Kedua, mengenai perpajakan yang sekarang lagi

gencar, mayoritas mereka tidak mengerti tentang pajak, untung kita di bidang

perpajakan cukup mumpuni jadi itu termasuk yang bisa kami berikan kepada

mereka, konsultasi pajak, jadi sedikit banyak menuntun, ohh, berbisnis itu harus

menangani pajak sedemikian rupa supaya kita tidak disalahkan dikemudian hari.

Itu salah satunya, jadi pelanggan-pelanggan itu ya sampai sekarang yang kita

tangani cukup puas ya, dia mendapatkan barang, harga yang kompetitif, termasuk

proses menjalankan bisnis itu ada yang nuntun sampai ke pajak.

P : Berarti selain memberikan produk juga memberikan jasa berupa

konsultasi, tetapi kira-kira konsultasi ini dibarengkan dengan opsi atau enggak suk?

Jadi kayak tadi kan suksuk bilang memberikan solusi ke pelanggan, apakah juga

diberikan sebuah tindakan atau bantuan terkait dengan konsultasi itu tadi, atau

hanya solusi lisan saja?

I : Oh tidak bantuan, misalnya begini, misalnya contoh ada sebuah toko yang

tadinya tidak bisa berkembang, konsekuensinya apa dari perusahaan kita? Ya kita

tidak berani memberikan omset yang besar, karena melihat kinerjanya ya begitu-

begitu. Kalau misalnya omsetnya 100 juta, terus kita dimintai omset yang double

200 juta, ya kita menimbang kekuatannya biasana segini, minta doublenya kita

nggak berani, karena penjualan kita kan tidak tunai, kredit. Nah takutnya kalau

terlalu besar omset yang diterima dan pada saat kreditnya jatuh tempo dia tidak

mampu membayar, karena kinerjanya yang dinilai kurang bagus. Nah setelah

konsultasi, tetep kami pantau, apakah ada perkembangan, nah otomatis kalau

perkembangannya bagus, itu akan kita bantu untuk meningkatkan omset secara

bertahap, untuk diuji apakah betul kinerjanya meningkat, ya itu kalau tanya timbal

baliknya ya begitu. Cuman pada prinsipnya semua konsultasi yang kita berikan itu

tidak ada kaitannya dengan sanksi atau pemberian omset yang lebih besar itu tidak

ada sama sekali. Jadi itu hanya sekedar kepuasan bagi mereka, puas karena tadinya

tidak mengerti jadi mengerti, nah begitu.

75

P : Jadi ini menjadikan point plus tersendiri untuk konsumen ya suk. Nah ini

sekarang untuk perusahaan suksuk sendiri ini, jumlah karyawannya berapa suk?

I : 65 total.

P : 65 itu bagaimana strukturnya suk? Pembagian untuk setiap bidang

pekerjaan dan apa saja bidangnya?

I : Ya, umumnya pengiriman, ya dibagi besarnya saja ya. ada yang bagian

gudang, urutannya dari pertama kan bahan baku itu masuk gudang, berarti itu ada

tim gudang, habis gitu kan di produksi, berarti produksi ada pasukan sendiri, tim

produksi, setelah produksi kan di roll atau di finishing, ya itu adalah sub

produksinya. Yang terakhir ke gudang barang jadi. Gudang barang jadi termasuk

pengirim-pengirim kan, nah itu kan yang istilahnya pekerja semua, dari admin, dan

termasuk kerja otot ya, nata benang, admin sekaligus, gudang bahan baku, masuk

di produksi, ada kepala dan anak buahnya, sampai di pack juga ada anak buah disitu,

sampai akhirnya ke gudang barang jadi, disitu ada kepalanya, ada juga pelakunya.

termasuk admin dan pekerja otot atau buruh. Nah di empat bidang itu tadi, diatasnya

masih ada yang namanya admin pemasaran, admin pemasaran itu yang menerima

order, yang mencatat order, terus ada yang merubah order tadi menjadi SPK, SPK

itu diturunkan ke produksi, supaya produksi tau apa yang dibuat, berapa panjangnya

per roll, warna nya apa saja, benang apa saja, dan sampai ke yang namanya manager

itu tadi.

P : Oh jadi setelah 4 kelompok yang paling bawah itu tadi, setelah itu atasnya

lagi admin pemasaran dan SPK? atau SPK di atasnya admin pemasaran?

I : SPK dan admin pemasaran sejajar, karena mereka bekerja sama, dari

admin pemasaraan itu tersalur kepada yang membuat SPK, terus SPK ini turun ke

4 kelompok tadi. Jadi mereka masih satu jajaran karena ini sangat erat

komunikasinya. SPK ini dua bidang lho, SPK yang pertama di gudang bahan baku,

yaitu yang bertugas untuk memberitahukan dan membuat list untuk jenis bahan apa

saja yang harus dikeluarkan untuk diproduksi, dan yang kedua adalah SPK di

produksi, yang menentukan jenis, model, lebar, panjang, dan warna. Jadi SPKnya

ini di gudang dan di produksi. Ya sudah itu saja. Ya atasnya lagi manajer, yang

76

menggabungkan seluruhnya. Jadi kalau di kementrian itu, seperti koordinator.

Kalau biasanya kita sering dengar itu adalah general manager.

P : Setelah general manager, sudah CEO langsung ya suk? suksuk sendiri ?

I : Ya, saya sebagai owner, ya termasuk komisaris lah ya.

P : Selama ini biaya operasinya besar apa tidak? Bisa dijabarkan lebih lanjut

suk?

I : Tidak, jadi menengah lah ya, justru yang besar itu di tenaga kerjanya. Jadi

ini sudah masuk QC, QC agar jadi baik itu banyak komponennya, termasuk salah

satunya uang dan peraturan.

P : Bisa dijelaskan suk kenapa uang menjadi komponen penting?

I : Eh, gini, kalau ada pertanyaan, kemaren saya ditanya orang Cina waktu

berkunjung kesana, “eh di Indonesia itu susah gak ngatur karyawan?”, mestinya

jawaban yang betul, mestinya kalau orang tanya, sulit atau enggak ngatur orang, itu

yang pasti perusahaan itu tidak akan berkembang, karena fokusnya hanya ngatur

orang. yang ditanyakan itu “Perusahaan di Indonesia, itu bagaimana bisa

berkembang baik melalui sumber daya yang ada?”. Jadi bukan fokus ke ngatur

orangnya, tetapi fokus kepada berkembangnya. Lah kalau mau berkembang, berarti

manusianya kan harus begini harus begitu, kalau orang tanya susah nggak ngatur

orangnya, fokusnya berarti oraaang saja. Padahal untuk maju itu kan bukan ngatur

orang. Digabungkan untuk tujuan, orangnya harus bagaimana, kalau orangnya mau

kerja, kalau gak mau yasudah. Jadi nggak bisa dibilang orangnya diatur susah apa

enggak. Kalau ga ada aturannya, siapa yang diatur pasti ga jalan, jadi kalau

pertanyaan orang susah diatur nggak itu, itu harusnya bukan pertanyaan itu. Nanti

akan terjadi dengan sendirinya kalau kita memikirkan bagaimana perusahaan bisa

maju melalui sumber daya yang ada. Apapun sumber dayanya, bagaimanapun

sumber dayanya.

P : Bagaimana mengelola dan mengembangkan sumber dayanya itu yang

menjadi poin penting itu ya suk?

77

I : Nah itu kaitanya dengan uang. Kan tadi tanya apa hubungannya sama uang.

Jadi satu untuk ngatur tenaga kerja sampai tujuan QC tercapai itu harus jelas apa

yang menjadi target perusahaan. Peraturan masih belum perlu itu, targetnya dulu,

apa sih? Produksi harus buanyak, sebanyak mungkin, terus rejectnya, yang jelek-

jelek itu, harus seminimal mungkin gitu, terus yang kerja itu harus sangat happy

dan free merdeka. Tidak perlu diawasi oleh atasan dan peraturan macem-macem.

Itu targetnya. Nah semuanya itu apa bisa terjadi kalau orang itu gajinya ala kadar?

Karena sudah terbukti dibeberapa tempat, dimana karyawannya itu bergaji tinggi,

Cuma dia disitu itu, tidak happy karena tekanan terlalu banyak dan terlalu berat jadi

akhirnya kinerja yang diharapkan yang akhirnya membawa ke kemajuan

perusahaan itu tidak terjadi. Jadi sebaliknya ya itu tadi, targetnya jelas, orangnya

harus happy, lah ini, kalau tidak ditunjang dengan uang, ya sulit terjadi, makanya

uang disini ini lebih besar, jadi rata-rata karyawan disitu gajinya 5 juta-an. Naik

turun lho ya. Ada yang lebih tinggi, ada yang dibawahnya. cuman rata-rata 5 juta,

dimana UMRnya masih 3,7 juta. Dan bagi mereka yang sanggup menangani hal-

hal yang biasanya hanya ditangani satu orang gitu ya, ini dia bisa menangani kinerja

yang ditangani 5 orang. Misalnya ya, itu akan mendapatkan penghasilan yang lebih.

P : Jadi terjadi penyesuaian ya suk dimana reward terhadap output yang telah

dihasilkan?

I : Yaa, dan itu saya pernah dengar, sebuah teori manajemen yang namanya

teori 135. Apa artinya? Satu orang yang bisa menangani lima kerjaan orang / 5 kali

lipat, dia akan menghasilkan 3 kali gaji satu orang. makanya teorinya disebut 135.

Loh kenapa satu orang menangani lima orang kok gajinya tidak 5 kali lipat? Nah

dua nya disini itu diambil perusahaan, karena tentu untuk satu orang bisa menangani

lima pekerjaan itu pasti ada dukungan dari perusahaan, entah itu sarana, atau

prasarana, maupun jasa pengetahuan atau macem-macem. Maka teori 135 itu yang

saya terakhir mendengar itu masuk akal. Dan itu yasudah kita ceritakan ke mereka,

mereka punya wawasan seperti itu. Jadi intinya mereka mempunyai patokan, kalau

aku produksi sekian ton, sekian duitnya, kalau sekian ton, juga sekian duitnya,

dengan istilah premi itu tadi. Plus ya, semakin banyak, uangnya pun semakin tinggi.

Sebaliknya kalau Abfal nya ditimbang. Abfal itu ditimbang setiap hari, jadi kita ada

datanya itu. Abfal juga punya tarif, cuman negatif. Gitu, jadi istilahnya kalau

78

gajinya dia sekian, produksinya banyak, abfalnya banyak, ya ujung-ujungnya sami

mawon. Jadi kalau mau banyak uangnya, harus produksi banyak, abfalnya sedikit

mungkin jadi ngangkat semua.

P : Jadi ini juga termasuk dari sistem QC itu tadi ya suk?

I : Ya termasuk. Jadi pekerja akan terpacu, bahwa dalam memproduksi tidak

bisa asal-asalan, kurang lebih ini indirect ya. Itu kan dari motivasi dulu ya, ini

sebetulnya juga berawal dari motivasi, kayak uang itu, untuk mencapai tujuan

perusahaan. Dan semua motivasi yang dilakukan oleh orang-orang ini dengan

senang hati, gembira, tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang negur. Jadi dia

kalau datang terlambat, yang asem ini konco-koncone, ini semua pada tepat datang,

dia terlambat sendirian, dan akhirnya akan terjadi social punishment. Tau ya social

punishment? Dia akan ga enak sendiri, jadi bukan perusahaan yang negur, otomatis

akan terbentuk kesadaran sendiri. Ya itu konsep yang kita lakukan seperti begitu.

Jadi orang disitu itu tidak merasa diawasi, ditekan, mereka antar teman akan

mengawasi sendiri dengan sendirinya.

79

Lampiran 8: Transkrip Wawancara Pemilik

P : Peneliti

I : Informan

P : Plan yang A ini kan ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis

sebelum memulai perencanaan, jadi sebelum suksuk memulai QC ini kan harus

tepat dulu. Jadi, apa tujuan dan target bisnis perusahaan dalam hal kualitas? Apakah

sudah mencakup perbaikan kualitas?

I : Sangat erat dengan kualitas kan. Tadi kan dibilang kita mencari

keuntungan itu berdasarkan kepuasan pelanggan, jadi bisnisnya itu langgeng. Lah

apa namanya kepuasan? Kirim cepat, administrasi tertib, dan yang peling penting

adalah kualitas. Apa yang mereka harapkan itu mereka dapatkan. Itu tidak semua

pabrik kayak gitu lho. Banyak omong, datange telat, sudah datang ya salah lagi,

terus nota faktur yang datang dengan barang tidak cocok, nah kita sudah mengcover

semua itu, sudah oke.

P : Oh oke suk, terus saya mau tanya suk, kira-kira sejauh mana pengaruh dari

kualitas terhadap target bisnisnya suksuk?

I : Ooh, sangat tinggi.

P : Tingginya seperti bagaimana suk?

I : Mau di urut ya ? Cuma urutannya itu, pertama, cepat, jadi aku ga bisa

masuk kesitu, prioritas itu cepat, jadi kalau bisa hari ini pesen besok datang. Dan

kecepatan itu harus ditunjang dengan ketepatan, apa itu ketepatan? Barang datang

sesuai dengan yang dipesan. Dan kualitas tentunya, barang yang cepat datang dan

tidak salah dalam artian tepat itu tadi, serta betul betul memenuhi spek.

P : Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas, apabila

ditinjau dari tujuan?

I : Sasarannya adalah membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik,

percaya apa, contoh kalau aku membayar X rupiah, dengan kualitas yang begini,

80

dan mereka akan mendapatkan kualitas itu dengan harga yang sudah ditetapkan,

dan itu akan membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik, dan itu terjadi.

Kalau tanya sasaran toh, ya itu sasarannya.

P : Apa hanya itu suk? Apa tidak ada lagi sasaran lain dari kualitas? Seperti

mencari pelanggan sebanyak-banyaknya?

I : Lho itu gandeng rentet ya, seperti efek domino. Kalau satu pelanggan yang

sudah begitu percaya pada perusahaan dan informasi itu akan bergulir dari mulut

ke mulut. Akhirnya misalnya kalau bicara muluk-muluk, pelanggan tersebut

ketemu dengan orang asing yang rencana mau impor dari Indonesia misalnya, dan

itu akan disalurkan informasinya, orang jadi bisa bilang “oh ngambil di pabrik sini

saja, karena kualitasnya bisa dipegang”.

P : Jadi itu termasuk mencakup keseluruhan sasaran itu tadi ya suk?

I : Iya sudah, dari situkan orang jadi tau pabrik kita, secara tidak langsung

kan pelanggan akan bertambah dengan sendirinya.

P : Apakah target bisnis suksuk sudah relevan dengan bidang bisnis?

I : Iya, kalau sekarang kurang relevan, kalau dulu sangat relevan. Nah

bingung to apa itu? Ya kalau bidang bisnis ini dulu sangat relevan karena untungnya

itu bisa sampai 70 persen. Jadi misalnya kita belanja dengan bahan baku dengan X

rupiah, dan itu kita bisa menjual 1,7 dikali X rupiah. Berarti komponen keuntungan

itu 70 persen dulu, jadi sangat relevan, target bisnis dengan bidang bisnisnya ya.

Dan itu dari tahun ke tahun turun. Jadi kalau dibandingkan dulu sama sekarang, itu

sekarang semakin kurang relevan. Relatif ya. Sekarang kalau dibandingkan dengan

bisnis lain, masih relevan. Ini cerita relativitas ya, tadi itu kan dari awal sampai

sekarang relevannya turun, cuman kita sekarang nggak liat situ, kita liat sekarang.

Bidang ini disbanding bidang lain masih mumpuni bahasanya, jadi masih relevan.

P : Terus bagaimana suksuk menilai bahwa target bisnis dalam hal kualitas itu

sudah tepat? bagaimana suksuk bisa mengukur bahwa itu sudah tepat? Dan standar

keberhasilan apakah sesuai dengan kapasistas perusahaan?

81

I : Jadi dikatakan sudah tepat, memang iya sudah tepat. Kita bisa bilang sudah

tepat karena kita nggak ngawur, karena kita tau, yang idealnya bagaimana, dan yang

tidak tercapai itu bagaimana, dengan sekarang sumber daya yang ada ini tercapai

sekarang, itu tentunya yang tadi itu lebih tinggi kelasnya. Karena apa yang kita

harapkan dalam target tersebut juga sepenuhnya untuk pelanggan, dengan

memberikan yang terbaik saya kira tanpa diukurpun juga sudah tepat.

P : Kapabilitas perusahaan dari suksuk ini apa saja yang dinilai mampu dan

dapat mendukung untuk tercapainya target bisnis?

I : Jadi kapabilitasnya itu termasuk pengetahuan yang selalu kita raih, ya

nggak cuma saya saja ya, termasuk semua personil di perusahaan berusaha untuk

menggali wawasan dari hari ke hari, ya terutama saya juga ya. Ya itu yang membuat

perusahaan capable itu tadi. Misalnya pajak, kita nggak ngerti pajak, lah gimana

kapabilitas kita itu untuk bisa memberi jasa kepada pelanggan kita supaya tertib

pajak, ya itu termasuk salah satunya. Ya itu tadi satu, senantiasa menggali ilmu baru

dari dunia, kedua, bidang saya kan elektronik, elektronik itu banyak memakai

logika, dan ini kental sekali di perusahaan, baik logika mengenai manajemen,

maupun yang lain-lain, termasuk kemampuan saya dibidang elektronik itu untuk

membuat permesinan di pabrik itu menjadi mudah di kontrol. Ya salah satunya

kalau benang putus itu mesinnya harus berhenti, lah tadinya kok nggak? Ya karena

elektronis nya kurang sempurna, terus akhirnya kita rubah, termasuk dengan

kemampuan saya toh, dirubah dan akhirnya menjadi peka dan menjadi awet, jadi

sudah terhindar terus benang putus terus mesin jalan terus hingga produksi abfal itu

sudah terhindar. Jadi kapabilitas itu yawis intinya itu menggali pengetahuan baru,

terus latar belakang saya sebagai lulusan elektronik itu terpakai banyak. Satu

memang real elektronik, dua, logika elektronik, itu memang dipakai.

P : Nah setelah persiapan intangible sudah siap, bagaimana dengan persiapan

sumber daya nya untuk jalannya sistem quality control yang direncanakan suk?

I : Sumber daya saya kira sudah tepat, kita memiliki komputer dipadu dengan

admin yang tiap harinya mendata bisban yang diproduksi, data tersebut mencakup

roll, standar kilo, tipe, tanggal pembuatan, dan untuk sumber daya manusianya juga

sudah disiapkan. Tapi untuk sumber daya manusia ini, pengalaman kita, bukan dari

82

apa yang kita ingin capai, melainkan apa yang bisa dicapai dengan sumber daya

yang ada, secara maksimal. Jadi kalau saya, bukan seperti pertanyaan ini, bukan

apa yang capai terus kita cari sumber daya yang tepat, tetapi sumber daya yang ada

kita gunakan secara maksimal untuk meraih apa yang ingin kita capai. Nah rata-rata

sumber daya yang kita pakai itu anak lulusan SMA plus minus. Ada yang SMA ga

lulus, ada yang lulus, sudah mentok, yang namanya sarjana ngga ada. SMP ada,

SDpun juga ada.

P : Jadi ga ada penyaringan khusus ya suk atau kriteria khusus untuk sumber

daya manusianya? Karena kan kok kayaknya memfokuskan pada penggunaan SDM

yang ada secara maksimal.

I : Penyaringan ada, diskusi ada, sebelum penerimaan karyawan baru, cuman

itu tidak dipatok dari kertas, apakah dia sarjana, SMA, SMP ataupun SD. Karena

terbukti beberapa kali kita mencoba mengambil sarjana yang akhirnya, kinerjanya

tidak memuaskan, cenderung lebih rendah daripada anak yang sekedar SMA atau

SMP. Terus apa yang mau dijadikan patokan? Yang patokan utama bagi pabrik

bisban kita ya, adalah orang atau anak yang betul-betul mau kerja biasanya kalau

sudah sarjana, itu milih-milih mempertimbangkan atas kertas yang dia raih,

kesarjanaanya, dengan medan kerjanya, ditimbang-timbang, akhirnyapun tidak

efektif. Jadi patokannya dulu ya, adalah orang yang betul-betul mau kerja, wes itu

disaring.

P : Mau kerja yang bagaimana suk? Bagaimana cara suksuk melihat bahwa

SDM yang dipilih ini adalah orang yang mau kerja?

I : Mau kerja itu motivasinya dia hidup sebagai manusia harus berpenghasilan

untuk menghidupi anak-istri kalau yang punya, kalau yang nggak punya ya akan

menghidupi calon istri dan anak-anaknya, ini betul-betul motivasi mereka kerja itu

sangat kuat. Nah pertanyaannya, dibanding dengan anak yang tidak niat kerja itu

apa? Jadi kalau anak yang tidak niat kerja itu dia tidak punya motivasi, “oh iya aku

harus berpenghasilan, nanti kalau aku kawin bisa menghidupi istri dan anak”, dan

sama sekali nggak punya pikiran itu. Jadi akhirnya otomatis kedisiplinannya tidak

terjaga. Dan akhirnya akan diputus dan dikeluarkan oleh perusahaan karena dia

tidak disiplin gitu. Ya istilahnya yang utamanya tadi disiplin lah ya, cuman disiplin

83

itu dicetuskan oleh itu tadi motivasi orang yang betul-betul mau kerja karena

memikirkan jauh kedepan, “nanti aku harus mencicil sepeda motor”, termasuk

kayak gitu. Lah dulunya yang namanya quality control itu sangat istimewa, contoh

ya, setiap satu jam, hasil produksi, harus dipotong 10 centimeter, apa saja yang

diproduksi melalui mesin itu dipotong 10 centimeter, terus dicek oleh khusus tim

quality control yang mengevaluasi potongan 10 centimeter. Nah apa yang dicek?

Jumlah benangnya betul nggak, warnanya betul nggak, tipe rajutannya betul nggak,

kepadatannya betul nggak, karena semua harga jual bisban itu tergantung dari itu,

jumlah benang dan kepadatannya, kalau misalnya patokannya 1 yard itu

mempunyai bobot X gram, terus mereka kepadatannya salah nyetel, jadi X + 10

gram, lah nanti perusahaan rugi, atau sebaliknya yaitu tipis, nantinya kita akan di

complain pelanggan. Jadi setiap hari pasti ada satu kertas dengan contoh itu

disodorkan ke admin untuk didata macem-macem. Nah itu akan kita serba tau

sebelum complain itu datang dari pelanggan. Ya itu maksudnya yang luar biasa,

seperti ISO, ISO 9000 mungkin begitu ya cara kerjanya cuman dengan sumber daya

yang kembali tadi, yang kita miliki, itu tidak bisa menjaga kedisiplinan

administrasi, jadi akhirnya contoh 10 centimeter yang dipotong itu hanya untuk

memuaskan atasan, sudah tidak real lagi, jadi itu kami nilai dengan sebuah

kegagalan, konsepnya luar biasa, paham ya sampai situ ya? Cuman nggak jalan,

kenapa nggak jalan? Ya karena itu sumber daya.

P : Jadi pada saat itu sudah direncakan matang-matang ya suk? Bagaimana

suksuk melakukan pembagian tugas quality control ini?

I : Ya, sudah sip itu. Terus pada awal kerja, ada tim SPK, yang memberikan

perintah agar produksi sesuai dengan order, terus ada tim yang mengontrol semua

mesin atas kelancarannya yaitu tim operator produksi, terus tim finishing, dilain hal

dia mengerjakan penggulungan bisban dan pengepakan, tetapi juga melihat apakah

bisban sudah bagus untuk di pack. Juga ada tim quality control khusus untuk

mengawasi semua, mulai dari proses penggulungan beam, produksi, hingga

finishing. Sekarang tim untuk proses produksinya sebelum menjadi barang jadi atau

tehnikal, orang tehnik mesin atau elektro, itu semua di tes secara elektro, elektronik

atau permesinan. Kalau itu benang putus, itu mesinnya kan berhenti, kalau

elektroniknya nggak wajar, benang putus dia jalan terus, akhirnya yan diproduksi

84

reject, ya nggak mati-mati mesinnya. Lah itu tidak ada pengontrolnya, kalau

mekanik, kan di mesin ada fanbelt nya, itu kalau tidak dikontrol, rentas gitu ya,

nanti tau-tau malemnya putus. Terus malemnya siapa yang bisa ganti, nggak ada

orang yang ngerti, terus stoknya dimana. Nah itu 2 contoh ya, itu semuanya tidak

jalan. Kenapa nggak jalan? Ya karena kualitas sumber daya. Loh kok nggak dikasih

sanksi? Sudah, sudah kita sanksi, ya akhirnya sanksi itu tidak mempan, bukan

mereka minta diturunkan jabatannya, atau dipecat, bukan. Mereka pingin, Cuma

dari psikologinya mereka itu nggak mampu menjalankan kayak begitu itu. Lah terus

kalau ada pertanyaan, “loh berarti sistem yang buagus itu tidak mungkin berjalan?”,

oh mungkin.

P : Maksudnya suatu sistem yang bagus belum tentu menghasilkan buah yang

bagus?

I : Oh itu menghasilkan buah yang bagus, cuman tidak bisa jalan, kenapa?

Karena pelaku-pelakunya itu tidak punya disiplin administratif. Biarpun dengan

mereka sanksinya dipecat, tetap tidak bisa. Ya akhirnya mau diganti 10 kalipun, ya

pecat masuk baru pecat masuk baru, ya seperti itu. Itu karena sumber daya yang

sudah begitu. Makae kan tadi kan kembali, “gimana susah ngatur orang?”, ya susah

nggak susah ga usah dipikirkan, ini sekarang buktinya, bukan susah, sudah

semuanya, konsepnya jelas, merekapun loh tidak melakukan itu dipecat juga nggak

terpikir. Jadi nggak bisa jalan? Oh bisa, apa yang dibutuhkan? Kita membutuhkan

seorang manajer yang khusus untuk menangani SDM, yang mengontrol semua

masukan ini kebenarannya dan diingatkan. Kalau dipecat percuma, dan ini

kenyataan lho ya, dipecat bolak-balik yaganti terus, jadi nggak bisa, kita butuh

seorang manager SDM yang bisa mengingatkan, dan terus mengingatkan sampai

mendarah daging, ya akhirnya semuanya bisa jalan.

P : Tapi itu sudah suksuk terapkan?

I : Oh sudah, cuman tidak ada yang bisa, termasuk saya nggak bisa.

P : Nggak bisanya karena apa suk?

I : Nggak bisanya itu karena waktu yang dibutuhkan itu betul-betul full. Kalau

aku suruh nangani itu, waktuku habis, jadi mesti khusus seorang manajer yang

85

melakukan ini, dan itu tidak ketemu. Cari-cari dan tetap tidak ketemu. Alias orang

ini tidak bisa melakukan tugas seperti yang kita harapkan supaya semua sistem

quality control yang buagus ini jalan, nggak bisa. Kenapa nggak bisa? Ya kembali

ke kualitas sumber daya kita. Sarjana! kelasnya wes kita pakai sarjana. Kenapa

nggak bisa? Ya karena budaya Indonesia yang namanya ewuh pekewuh, sungkan-

sungkanan, tidak berani tegur, itu yang membunuh semua cita-cita berjalannya

sebuah manajemen yang bagus. Itu ditataran kita lho ya, gatau pabrik yang gajinya

sudah puluhan juta ya nggak tau lagi, cuman kita sekarang kan realistis saja, dengan

gaji yang sekian ini, kita mengharapkan orang yang seperti begitu itu tidak ada.

P : Berarti kapasitas dan kapabilitas sumber dayanya kurang memadai suk?

I : Tergantung, yang mana dulu, kalau sumber daya seperti mesin, komputer,

software, alat timbang, alat-ukur panjang, alat penggulung, kita memadai ya disana

untuk menjalankan sistem quality control ini. Cuman kalau berbicara sumber daya

di manusianya, kurang memadai untuk menjalankan sistem seperti itu, ya itu tadi,

ewuh pekewuh, dan tidak ada disiplin, tidak ada niat pribadi yang tinggi untuk

membuat produk dengan sungguh-sungguh.

P : Setelah suksuk melihat fakta bahwa sistem tersebut kurang efektif, apakah

suksuk melepas begitu saja? Dan bagaimana bedanya dengan sekarang?

I : Jadi hasil nyatanya, bakalan kalau pakai sistem yang menurut saya gagal

tadi itu, itu tidak akan pernah pelanggan yang complain, sesuai dengan apa yang

direncakan dan diharapkan. Kalau dengan sekarang itu masih ada complain dari

pelanggan, jadi kalau dibandingkan, itu lebih tinggi. Cuma kita nggak mampu

disitu, jadi kita lepas yang tim pengawas quality control itu, kita mampunya dengan

sumber daya ini sudah tepat, jadi ketepatan itu relatif, disesuaikan dengan sumber

daya yang kita punyai sudah cukup, alhasil ya ada complain dari pelanggan. Dan

dibilang sudah tepat karena complain-complain dari pelanggan itu sudah bisa kita

cover, apa contohnya? Kalau ada pelanggan yang complain, “oh barangmu satu roll

itu isinya 50 yard, ternyata diukur hanya 49 yard, kurang 1”, ya misalnya, itu datang

ke kita dan kita akan memberi ganti, tanpa menarik balik yang lama. Misalnya dia

ada 100 roll, dan semuanya diukur kurang 1 yard semua, maka kita nggak meminta

balik ambil saja yang lama dan kita akan memberikan 100 roll baru. Jadi QC yang

86

kurang, yang menghasilkan complain itu tadi, kita bisa cover dengan mengganti

rugi pelanggan itu.

P : Bagaimana cara mengetahui bahwa target kualitas tersebut sudah dicapai?

I : Ya dari tadi itu minimnya complain, itu sudah tau.

P : Hal apa saja suk yang membuat strategi ini cocok untuk mencapai target

kualitas?

I : Ya sangat bagus sekali ya saya kira, dan sudah tepat. Kita berusaha

menyamakan dengan ISO 9000, dan kenyataan bagus sekali. Disisi lain quality

control dijalankan, didalamnya juga ada yang bertugas mengawasi, double jadinya,

kan lebih mudah tercapai targetnya, jarang ada kelolosan, kalau ini.

P : Karena di perusahaan setelah dievaluasi dan dianggap gagal, terus apakah

tujuan dan target kualitas yang dibuat di awal itu sudah ditimbang berdasarkan

kapabilitas perusahaan?

I : Tidak menimbang, hanya fanatisme ya, pengen sempurna. Kita nggak

mempunyai kemampuan untuk menimbang. Jadi kita hanya mempunyai tujuan

yang idealis, pakai sarjana untuk melakukan ini ini dan ini. Jadi ditimbang tidak,

Cuma karena tujuan yang tinggi itu, dicoba. Ya akhirnya dari percobaan itu

dinyatakan tidak bisa.

P : Kenapa suksuk mengambil langkah untuk ditinggalkan sistem tersebut?

I : Ya karena tidak signifikan. Kalau mau ngomong fanatisme, bagus ya

bagus. Apa bagusnya? Ya itu, mungkin bedanya bisa banyak karena pada saat itu

complain tidak sesering sekarang. Itu pasti itu, sudah pernah jalan, karena sudah

kejelekan itu dibendung secara dini, kesalahan produksi itu terbendung secara dini.

Memang apabila saya menerapkan sistem yang lama itu bagus dan minim retur,

Cuma dengan minimnya retur itu harus mengeluarkan biaya berapa itu untuk orang-

orang sarjana. Sedangkan akhir yang didapat dari pelanggan juga kurang lebih

sama-sama puas. Biayanya? Ya sama keluar biayanya, pas kadang kalau memang

ada salah beneran, perusahaan kan harus memberi lagi, itu kan biaya, cuman

87

biayanya kan tidak konstan, seperti kalau kita ngingoni sarjana untuk khusus

ngerjain ini.

P : Berarti setelah dievaluasi perusahaan seperti ini, apa tindakan yang diambil

perusahaan untuk sistem quality control nya?

I : Saya hanya menghapus ya sistem quality control yang ketat itu dulu

menggunakan orang-orang sarjana dan sampai mirip dengan ISO, cuman untuk

sistem quality control sekarang di pegang oleh semua unit produksi di setiap

mesinnya masing-masing, setelah itu di unit finishing, untuk tetap melakukan

pekerjaannya tetapi juga mengawasi apabila ada barang yang tidak beres, segera

dilaporkan untuk di abfalkan, dan pengawasan kualitas ini kami juga menggunakan

sistem komputerisasi, yaitu dengan cara data-data harian produksi tiap harinya

dijadikan label untuk setiap produk, dan ditempelkan pada tiap-tiap produknya.

Label tersebut berisikan identitas barang, warna, jenis, tanggal pembuatan. Dan ada

arsipnya semua itu. Jadi ini juga termasuk sistem quality control yang jalan secara

otomatis. Kalau ada complain akan tau, minta lihat labelnya, kami selidiki lagi di

arsip file komputer dan akan ketahuan, siapa saja yang bertanggung jawab dalam

pengerjaan barang tersebut.

P : Kalau ada kesalahan, dan sudah tau siapa pelaku produksinya pada saat

itu, apa yang akan ditindaki perusahaan?

I : Karena sistem quality control perusahaan kami serahkan masing-masing

pada setiap individu karyawan, ya tentu kita akan meningkatkan motivasi mereka

dengan cara membuat mereka jera. Dengan cara apa? Ya ditimbang itu tadi,

abfalnya. Semakin banyak ya uang mereka akan berkurang. Untuk itu secara tidak

langsung orang akan lebih berhati-hati akan pembuatan bisban ini sehingga kualitas

terus mereka jaga dan nggak main-main jadinya. Dan sistem label ini lebih relevan

secara bisnis. Jadi ini sistem label bukan yang baru di quality control. Label sama

pengawasan itu pararel lho jalannya, terus yang pengawasan ini merotol, akhirnya

kita jalan label tok. Istilahnya kalau dulu, label itu mengawasi sistem ISOnya jalan

apa enggak. Kalau sekarang dengan nggak adanya ini, berarti label itu mengawasi

pelakunya, karena semasa ada yang sistem ISO ini pelakunya jadi tidak dominan,

“salahnya yang ngecek kok nggak becus”, kan jadi itu yang dipikirkan pelaku.

88

P : Oh berarti dulu pengawasan yang mirip ISO sama label, terus sekarang

setelah ditimbang-timbang nggak relevan, akhirnya dilepas yang pengawasannya?

I : Iyaa betul.

P : Sumber daya manusia yang digunakan untuk quality control pengawasan

tadi bagaimana dan apa sudah tepat? Dan berdasarkan apa suksuk memilih SDM

yang bersarjana?

I : Yaa, mereka dituntut untuk berpikir lebih kompleks ketimbang anak SMA

biasa, ya apa artinya kompleks itu? Ya multitasking itu tadi, termasuk pencatatan,

administrasi, kalau seorang sarjana biarpun strata satu kan sudah terbiasa menulis

evaluasi, analisis, kan akrab. Kalau anak SMA kan ngajarin lagi, kelamaan. Jadi

pertimbangannya ya di administrasinya itu, karena banyak mencatat. Supaya lebih

gamblang ya, sekarang dibalik aja, kalau sekarang disiapkan manusia yang mampu

menangani itu, dua ya, butuh nangani yang ini dan yang itu, apakah perusahaan

tetep menjalankan? Ya jawabannya tidak. Dengan bidang bisban ini, itu ternyata

tidak butuhkan sistem ISO. Kalau ditanya lho ya.

P : Bisa dijelaskan lagi suk supaya lebih jelas dan terpapar semua kok bisa

tidak membutuhkan sistem quality control yang ketat seperti ISO yang sudah

suksuk terapkan?

I : Karena itu tadi, Gaji, dua orang sarjana yang mengani sistem ISO itu tetap

tidak bisa menjamin 100 persen, karena konsepnya tidak ada didunia ini yang

sempurna, tetap ada lolosnya. Sedangkan tujuannya ISO ini kan untuk memuaskan

pelanggan supaya yang dipesan itu sesuai dengan spek yang ditetapkan atau

dibayar, dan ini sudah bisa dicover dengan cara itu tadi.

P : Sedangkan nggak harus mengeluarkan biaya banyak-banyak untuk

membayar pegawai sarjana untuk quality control, bisa dilakukan dengan

responsibility berupa retur itu tadi ya suk?

I : Iya, yang akhirnya tujuannya tercapai juga, puas pelanggannya.

P : Berarti suksuk melepas quality control yang bagus itu tadi untuk efisiensi

karena dinilai perusahaan hasil akhirnya sama?

89

I : Iyaa betul. Cuman Kresna harus menulis kalau ini dibidang bisban, kalau

umpama kita produk itu dibidang alat-alat kesehatan, tentunya QC ini tidak bisa

dibuang, karena ini menyangkut nyawa orang ya, kalau misalnya jarum itu, terus

itu nggak steril atau ada masalah ini itu langsung di suntikkan, itu kan

membahayakan nyawa orang. Jadi ga bisa dibuang, dan nggak ada yang bisa

dipuaskan atau dipertanggung jawabkan, sudah penyakitan orangnya, mana bisa

dikembalikan sedia kala.

P : Jadi dinilai kalau ini bidangnya beda, bisa diberikan alternatif lain untuk

kepuasan pelanggan. Ini kepuasan pelanggan untuk teori yang dipakai juga

termasuk tujuan akhir dari quality control.

I : Lah makanya tujuannya dulu apa kan tadi.

P : Kalau yang dipakai ini, selain kepuasan konsumen, juga memenuhi

harapan konsumen akan produk ini, yang didalamnya termasuk ada durability,

specification, dan ada lagi estethic, dan lain-lain.

I : Termasuk misalnya kabilator mobil, ya, itu kalau tidak ada quality control,

orang kalau beli mobil, kadang banter kadang pelan, lah itu kan nggak bisa, harus

ada quality control. Kalau bisban ini nggak, jadi kita nggak perlu fanatik serba harus

quality control, lihat bidang dan spesifikasinya tadi itu. Cuman memang bukan

berarti kalau bidang diperusahaan bisban tidak perlu quality control, perlu, cuman

tidak sampai yang fanatik itu tadi. Quality control secukupnya, tetap diawasi, dan

tetap melakukan kualitas semaksimal mungkin tetapi sistem tersebut kita bebankan

pada setiap individu pelaku masing-masing.

P : Ya itu tadi ya suk, tetapi dengan fokus pada efisiensi, dampak buruknya

kelolosan produk yang gagal kepada konsumen, nah sedangkan dengan adanya

produk gagal itu tadi suk, di latar belakang bab 1 saya, itu memang kalau quality

controlnya jelek ada 3 kerugian dari perusahaan. Pertama rugi waktu, rugi uang,

dan rugi usaha.

I : Apa itu maksude?

90

P : Usaha itu gini suk maksudnya, kayak gini, kalau semisal suksuk udah bikin

satu hari 100 roll, cuman ada yg di retur 10. Kan harus bikin ulang lagi, satu hari

bikin 110. Itu kan perusahaan jadi usaha lagi suk. Usaha tambahan.

I : Yawes ngomong ae itu rugi usaha. Yang kedua tadi nggak usah. Kalau

saya bilang nggak perlu pakai usaha ya, terlalu besar ya. Ya semuanya itu kalau di

global ya rugi usaha. Kan kalau di preteli ya apa rugi usahae? Ya waktu, ya uang.

Dan itu masih nggak terlalu penting, yang terpenting ini kepuasan dan kepercayaan

pelanggan ini menjadi cacat. Kalau aku ngomong ya ada 4. Semuanya ya kerugian

usaha namanya, kalau dipecah-pecah ya harus konkrit, kan harus konkrit. Yang

penting dua itu tadi, kepuasan pelanggan dan kepercayaan, nah kalau itu cacat,

sangat mahal itu, kalau duit kan bisa dicari ya, kalau sudah nggak percaya,

pelanggan lari, lari ke pabrik lain. Wah itu mau ngambil lagi itu mau ngoceh

apalagi. Nanti sudah kelar terjadi lagi, wah repot wes. Cuman tujuan itu tadi sudah

kami antisipasi dengan mengganti rugi. Dan lagi dari label itu, kan bisa di track

balik, ini hasil tanggal apa, terus orangnya siapa, itu sudah ada ketakutan disitu.

Jadi ketakutan itu sudah semi-semi menjamin hasil itu ga boleh salah. Itu secara

esensial lebih mendasar, langsung kena ke dia.

P : Cuman sebelum ke konsumen ini, gini suk, biasae kan, kemaren Kresna

kan tanya e bagian admin pemasarannya. Mbak Marsi. Itu setelah dilihat arsip

produksi harian, disitu kan ada datanya, roll, persentasi penyimpangan, standar kilo.

Nah itu kalau penyimpangannya terlalu tinggi kan nggak bisa dikasihkan itu suk?

I : Kalau terlalu menyimpang ya dibuang dulu / di keep dulu. Terus kalau kita

tau pelanggannya itu dibidang apa, bisa di nego, ya dikasi tau, “eh produkmu itu

kan minta e 1 yard 3 gram, ini ketipisan, bagaimana? dibuatkan baru atau ini

diterima aja?” Harganya beda kan. Ya tetap rugi masihan.Ya kayak begitulah

contohnya, berarti kan sistem manajemen yang berkaitan dengan quality control,

nggak melulu label. Tadi dari datanya Mbak Marsi kan juga sudah ada toh. Itu kan

termasuk unsur quality control juga. Itu software saya yang bikin lho. Masuk itu

ditimbang.

91

P : Jadi secara nggak langsung juga mengawasi kualitas dari produk itu

sendiri ya suk, cuman waktu dulu pengawasan dipadu dengan ISO itu tadi, apakah

yang software ini juga jalan bersamaan?

I : Oh iya ada sudahan. Sudah ada semua. Ini ada, label ada, ditunjang dengan

ISO tadi, pokoknya paling pelik lah tujuan kita itu, udah siippp dah. Karena sudah

terbiasa di Jerman itu kayak begitu, kerjanya itu nggak bisa serampangan,

semuanya harus bisa mendasarkan. Itu kan kebawa waktu saya datang. Jadi idealis

lah istilahnya. Ya cuma untungnya saya realistis ya, semua itu tidak fanatik, harus

dilihat secara realistis, apa yang diteorikan itu bawa hasil mumpuni apa enggak.

Software itu kan ada, dibawahnya tahun berapa itu, tahun 90an. Lama itu.

P : Ya itu ada standar kilo, hasil kilonya per produk dll. Ya itu, apa itu ada

quality control-nya suk? Itu kan lolos dari label itu, berarti itu kan full dari mesin

sendiri?

I : Itu kan dari software kan ditimbang dulu, pertanyaannya itu, apa nggak

keliru ta timbangannya?

P : Yaa, itu kan masalah mesin ya suk, nah apa itu apa nggak ada yang dijaga?

I : Apa yang dijaga?

P : Ya mungkin selama proses produksi itu mesinnya bagaimana

pengecekkannya?

I : Oh iya dong, operatornya yang keliling terus. Yang pertama ngeset,

umpama ini jenis ini, wes selesai, kan produk baru kan, itu ada tim khusus yang

ngeracik rajutannya, jumlah benangnya apa, itu nanti dipotong, dan ditimbang

sekali, wes mari ya jalan. Bukan ngawur-ngawuran semua. Wes ada speknya.

SPKnya sudah difoto nggak?

P : Oh bukan SPK suk, yang tak foto itu, itu wes nggak pakai suk, ada

potongan, potongan bisban yang 10 centimeter, yang selalu dipotong waktu ada

ISO. Dan itu cerminan aja hasil potongan untuk quality control. Itu wes nggak

dipakai sih suk, karena sudah nggak jalan.

I : Ya itu, yang saya berhentikan itu kan, sistem pengawasan ISO itu.

92

P : Apa bedanya potongan kecil itu dengan label suk? Kan hampir sama, ada

kode-kodenya, juga ada yang penanggung jawabnya. Itu kan hampir sama suk?

I : Kalau label sekarang itu kan mengacu ke pelakunya. Jadi jenis bisban ini

ada labelnya, dari label ini kita akan tau, ini jenis apa seh. Itu diurut balik itu

merujuk ke pelakunya.

P : Yang di arsip potongan kecil itu juga ada pelakunya suk?

I : Itu kan yang meracik, bukan yang nggulung. belum ada hubungannya sama

yang nggulung. Label itu kan sudah di roll, baru keluar label. Kalau yang potongan-

potongan itu masih di mesin.

P : Oh jadi waktu nggulung, kalau cacat itu udah tau waktu digulung ya suk?

Kalau semisal, ini ada produk yang jelek, kan suksuk langsung tau nih pelakunya,

pelakunya katanya suksuk di penggulungan. Itu berarti kan secara nggak langsung

oh ini cacat, tahu penggulungnya si A, berarti, memberikan sanksi sama si A?

I : Kita nggak tau saat itu, nggak tau pada saat dikasih label masuk gudang

itu, nggak ada yang tau cacat nggaknya. Kalau ringan atau beratnya Mbak Marsi

tau, karena ada penyimpangan berat, itu tau, sudah kayak gitu jalannya, bilang sama

pelanggan, ini ketipisan, ini mau dibuatkan baru atau kamu mau ini saja nanti

dipotong harganya? Itu mengenai berat, kalau cacat, salah total lah ya, ya nggak

tau, nanti dikirim pelanggan, baru pelangganya ngomel, terus kita datang, terus kita

data, nomer berapa. Terus ketahuan, yang gulung sapa dan yang produksi sapa.

Yang ngawasi mesin itu lho sapa.

P : Kira-kira yang salah dan yang bertanggung jawab siapa suk?

I : Yang mesin, yang nggulung pasif, nggak akan tau. Jadi kalau yang salah

penggulung itu biasanya panjang pendeknya. Misal 30 yard, dia nggulungnya 25

yard.

P : Itu ketahuannya di sebelum ke pelanggan apa sudah ke pelanggan yang

panjang sama pendeknya 1 roll?

I : Terlalu panjang, terlalu pendek atau terlalu rusak, itu taunya hanya di

pelanggan.

93

P : Cuman biasanya kalau complainnya terlalu pendek berarti yang disalahkan

yang penggulung ini disalahkan?

I : Kalau terlalu pendek yang penggulungnya yang disalahkan, kalau cacat,

salah benang, salah warna, ya itu yang mesin yang disalahkan. Cuman ke detect itu,

kalau diurut balik ke detect.

P : Pakai SP nggak suk?

I : Pakai.

P : Tiga kali?

I : Iyaa, satu dua tiga. Makanya kita diusahakan kan mencari pekerja yang

termotivasi ya, karena quality control kita sudah lepas dari pengawasan kayak ISO

tadi, jadi kita bebankan pada masing-masing individu sudah. Maka dari itu kembali

kita rubah ke gaji mereka, karena gaji mereka itu tinggi, dan mereka butuh uang

untuk membiayai, itu yang saya kira akan membuat orang menjadi niat kerja. Kalau

misalnya gajinya pas-pasan, atau di bawah standar, kayaknya dia keluar dan kerja

di lain tempat ya sama saja. Jadi tidak ada sesuatu yang dipertahankan, lah itu tadi

kalau tanya fungsinya duit untuk sistem quality control ini untuk apa. Ya kita kalau

mau cari tenaga kerja yang bertanggung jawab yang harus ada imbalan duit. Kalau

enggak, ya nggak jalan dan ngga balance itu, omong kosong.

P : Tenaga kerja juga termasuk bagian dari sistem yang menggerakkan sebuah

sistem itu sendiri juga ya suk.

I : Iyaa, makanya di tempat kita turn over sedikit setelah saya rubah seperti

ini. Justru mereka kalau ada kesalahan begini mau dikeluarkan itu sudah ketakutan.

Jadi bener-bener lah kerjanya. Karena sistem yang diciptakan itu sudah jalan. Dan

untuk bisban ini sudah cukup dengan sistem kayak begitu, sudah lebih konkrit to

sekarang. Perusahaan tidak tau, jadi quality control dalam perusahaan itu istilahnya

teori, ga ada yang bisa mencegah secara dini seperti tadi ISO. Itu mencegah. Kalau

ini nggak ada. Bablas. Nanti pelanggan yang lapor, ganti rugi kita, terus diurut balik,

siapa pelakunya. Dan ini sudah konsep yang bagus. Kalau quality control,

pelakunya nggak terlalu takut loh.

94

P : Apa yang membedakan suk kok nggak terlalu takut?

I : Ya ewuh pekewuh itu tadi. Salah? Paling ya nanti dikasih tau salahnya

dimana. Tidak ada tindakan langsung kan? Ewuh pekewuh, mereka saling

merahasiakan, saling membenahi dan merahasiakan. Dan itu tidak menggigit. Jadi

orang itu akan berpikir seperti “Asal ae, ntik lak diomongi salahnya dimana,

ditegur, yawes selesai”. Ini psikologis ya. Kalau sekarang tidak ada begitu.Yang

anu itu pelanggan. Contoh konkritnya ada. Jadi yang mengahikimi mereka siapa?

Ya pelanggan itu, yang lapor. Konkritnya ada, labelnya ada.

P : Cuman kan sekarang masih ada quality control-nya ya suk? Cuman quality

control-nya kan di setiap pelaku produksi itu tadi?

I : Iyaa, ya yang paling penting mereka bertindak itu harus sesuai dengan

resepnya, makanya kalau kesana, coba dilihat lagi, di setiap mesin kan ada kertas

yang nggantung. Ya itu yang namanya SPK. Jadi gini, Mbak Marsi, dan Pak Sono,

itu kan dia nangani marketing kan ya, nanti ordernya dicatet di komputer, dari

komputer nanti diracik menjadi SPK. Apa SPK itu? SPK adalah surat perintah kerja

untuk si mesin. Harus diproduksi ini ini ini. Terus kalau mesin ini sudah jenis A,

terus dia dapat SPK. Oh sama SPKnya, ya cuman njalano tok. Kalau ganti model

dari tipe A, ke tipe B, itu ada orang khusus. Bukan operator ya, tetapi tim khusus

yang meracik jadi modelnya, juga benangnya, dan warnanya diracik. Terus yang

ada kertas kecil yang sudah nggak jalan, itu hasil racikan itu, ditimbang terus sesuai

hasil racikan itu, oh berarti sesuai dengan SPK. Wes.

P : Sampai sekarang ya suk?

I : Sampe sekarang itu. Cuma sekali lho ya. Kalau dulu itu setiap jam lho.

Yang tak omongno pengawasan gagal itu. Dulu setiap jam. Ini sekarang sekali tok

kalau ganti model. Kalau nggak ganti model ya nggak ada. Diracik, wes mari

diracik, nyoh, betul, wes yang njaga tinggal operator mesin saja.

P : Operator produksi itu?

I : Ya, operator produksi. Ya itu dia njaga apa? Ya njaga, nggak boleh

benangnya putus, nanti disambungnya salah ya operator. Kan benange banyak terus

ada yang putus, ini pedot, del, kan harus diambilkan lagi disambung dengan benar.

95

P : Oh jadi yang operator produksi sama SPK itu sama suk, tak kira operator

produksinya juga yang ngeracik.

I : Oh nggak sama. Kerjanya kelihatannya sama, cuman tanggung jawabnya

nggak sama.

P : Kenapa nggak dibikin sama suk?

I : Oh itu keahlihan khusus itu yang meracik. Dan gajinya lebih tinggi

mereka. Itu ngeracike nggak cuman benang tok lho itu. Bawahnya mesin juga

diganti lho.

P : Cuman yang tim khususnya SPK itu ngatur maintenance mesinnya?

I : Tidak. Mereka murni administrasi.

P : Jadi murni meracik yang ditulis kertas itu ya suk.

I : Iya. Harus digulung sekian bim yang gede-gede, dan nanti terjadinya harus

berapa ratus roll.

P : Itu pernah nggak suk terjadi kesalahan?

I : Oh sering.

P : Itu kan ketahuan di label suk? Kan ketahuan di label. Itu tim khusus

SPKnya kena nggak suk?

I : Kena, yang salah kan SPK kalau gitu itu.

P : Oh bukan operator produksinya suk?

I : Gini, gini, sek, jadi lahirnya SPK kan dari order, order itu ada jenis A, B,

C blablabla, warna, terus jumlah roll. Kan tidak selalu rollnya sama. Kalau order

dikumpulkan semua lahirlah A, B, C. Warnanya wes ya, wes termasuk disitu. Ini

harus produksi 1000 roll, 2000 roll, 3000 roll. Ini kan masuk yang meracik, SPK.

SPK itu harus membuat SPK, yang nantinya kalau diproduksi itu ya harus terjadi

jenis A 1000 roll, jenis B 2000 roll, dan jenis C 3000 roll. Yang sering keliru, ini

yang 1000 roll jadinya cuma 500 roll. Terus habis 500, kehabisan benang. Itu yang

pertama. Kedua, bisa jadi yang 2000 roll ini jadi 3000 roll. Salah disini gitu. Warna

96

yang merah dia bikin SPKnya merah muda. Yang mereka bawah itu kan nggak tau.

Mereka kerja sesuai SPK ini kan ya. Ya kalau ini yang disalahkan ya yang membuat

SPK. Administrasi lho ya ini. Wes, asumsi ini bener semua ya, A 1000, B 2000, C

3000, turun ke tim khusus yang meracik sesuai SPK. Ini bisa terjadi salah. Sama,

SPKnya sudah jelas-jelas merah, mereka masangnya merah muda. Yang mestinya

merah muda ini jatahnya untuk yang lain. Itu bisa terjadi. Yang paling fatal ini yang

di SPK. Karena dia yang diatas. Kalau dari atas benar, yang bawah tinggal ngikuti

saja. Proses produksi sudah paham apa belum disitu? Dari SPK itu digulung gede-

gede dulu lho ya, setelah itu baru dipasang di mesin.

P : Iya suk, kan ada penggulungan dulu itu suk.

I : Ya. yang nggulung ini berdasarkan SPK juga. SPK itu ada 2 macam. Satu,

untuk perintah penggulungan yang gede-gede. Namanya SPK gulung benang. Itu

bisa keliru di warna dan benangnya. Yang kedua itu, SPK yang meracik di mesin.

Yang racikannya.

P : Yang SPK di mesin itu yang diracik apanya suk?

I : Motif rajutan.

P : Oh itu dia yang membuat list motif. Itu SPK keduanya administrasi semua

berarti suk?

I : Iya SPK dua-dua administrasi itu. SPKnya kecil-kecil itu yang nggulung

gede-gede. Satu lagi yang gede-gede yang ngantol di mesin.

P : Kok bisa yang penggulangan kecil-kecil?

I : Bukan, yang di penggulungan itu kecil, kertasnya Cuma seperdelapan dari

kertas ini lho, segini. Ya ini juga SPK. Digulung. Kalau di mesin itu gede-gede.

SPK. Apa bedanya? Yang kecil itu hanya menyebutkan untuk jenis bisban ini,

jumlah benangnya ini, warnanya ini. Wes. Jadi mereka dengan ini mereka wes

nggulung gede-gede ini. Terus gede-gede ini kan dibawa ke mesin rajut. Nah di

mesin rajut itu ada lagi SPK gede. Ini ada koneksinya, bukan ngawur. Jadi nggulung

sekian ini untuk mesin apa, itu sudah tau, motif rajutannya apa. Kurang paham ya?

Gini misalnya. Ini ada jumlah benang 60 benang. Satunya lagi 60 benang. Cuma 60

97

benang sama-sama 60, warnanya sama-sama hitamnya, ini untuk jenis X, ini tunuk

jenis Y. Ini nanti di mesin itu, SPKnya, sudah ada, ini jenis X, dan ini jenis Y. Yang

masing-masing membutuhkan 60 benang. Cuma 60 benang ini kan menghasilkan

jenis rjutan yang berbeda. Jadi 60 benang itu bisa jadi 1001 jenis bisban.

P : Kenapa harus dibedakan seperti itu suk? Kok nggak dijadikan satu?

I : Jadi yang nggulung gede-gede, itu sudah tau alamatnya, ini nanti mau

dipasang di mesin apa, sudah ada disitu.

P : Ini yang di penggulungan?

I : Ya, yang dipenggulungan. Yang kertas kecil-kecil. 60 benang ini nanti

dipasang di mesin apa, sudah alamatnya disitu. Nanti yang kertas gede ini sudah

konek sama itu. Ini produksi jenis ini, pakai gulungan yang itu tadi, sudah konek.

P : Tapi yang kertas kecil itu tadi yang nulis ke alamat mesin mana, terus yang

kertas gede, jenis apa, rajutannya, dan maunya benang apa saja dari yang

penggulungannya.

I : Nanti ada 60 benang lagi, untuk mesin yang lain lagi, jenisnya lain lagi.

Jadi sama-sama 60 benang, warna hitam. Yang satu bisa cuma bikin kecil tebal,

yang satu agak lebar cuma tipis. Sama-sama 60 benangnya. Ini namanya jenis

bisban yang berbeda biarpunjumlah benang dan warnanya sama.

P : Tapi cuman kalau yang pertama sudah alamat kesini, kan sudah one way

suk. Buat apa yang satunya minta lagi untuk yang sebelah sana. Kan yang SPK

produksi tinggal minta rajutan jenis apa, benangnya apa, dll.

I : Lah disitu sudah alamatnya mesin ini, jenisnya juga sudah ada, terus yang

diproduksi itu untuk apa gitu to? Disini ini untuk resepnya. Sek, yang kertas kecil

kan sudah ada peruntukkannya, mesin nomer 1, jenis produk A, yang satunya lagi

sama, 60 benang, untuk mesin nomer 10, jenis produk B. Wes ini kan tau, “oh jenis

produk A”, Tapi apakah dia hafal jenis produk A itu kayak apa? Meskipun hafal,

perusahaan tidak akan percaya. Perusahaan memberikan kertas gede, yang tertera

resepnya. Produk A itu, rantai, bawah itu ada rantai ya, ada kombinasinya, itu

kombinasinya gini gini, yang ada tulisannya palang bunder palang bunder. Itu resep

98

racikannya. Kalau yang mahir, dia nggak lihat sudah hafal. Cuman namanya sistem

manajemen kan nggak kayak gitu. Lah nanti kalau orangnya sakit nggak masuk,

yang nggantikan nggak hafal piye? Kan perlu resepnya SPK terus. Namanya sama

SPK, cuma beda, tadi SPK gulung benang, yang ini SPK racikan produksi. Ini

softwarenya juga saya yang bikin. Jadi ini saling kontrol. Itu kan isinya 60 benang.

Disini jenis A itu kan juga tertera 60 benang rajutan. “Loh disini kok cuma 55

benang ya”, ya ini bisa negur sana. Ini bisa saling umpet biasanya. Kurang? lek

kurang ya diambilno, benang yang kecil-kecil 5. Kan kurang 5 to? Taruh bawah,

disambungno, jadi akhirnya juga 60 toh? Asli dari yang gede 55 ditambahi benang

kecil-kecil 5. Ya 60. Lek kebanyakan, ya potong, ditaruh plastik.

P : Harus ya suk dengan adanya SPK ini?

I : Harus, Cuma nggak ada pabrik bisban yang punya kayak gitu. Nggak ada.

P : SPK kayak suksuk ini?

I : Iya, semuanya dicatet, kayak rahasia gitu, nanti dipegang oleh teknisi. Ada

kode-kodenya sendiri gitu. Kalau aku semuanya tak masukno dalam komputer. Jadi

jenis ini, langsung keluar, tarik, langsung print, langsung dicantolno di mesin yang

siap pakai. Jadi kalau tanya harus? Ya kalau mau sistem quality control yang bagus

dan terus tercontrol, ya harus. Dan memang terbukti. Dengan adanya ini, kesalahan

akan terminimalisir.

P : Cuman kalau SPK ini lebih ke sistem produksinya atau sistem quality

controlnya suk ?

I : Ya ini lebih ke sistem quality control, sekarang gini misalnya kalau

perusahaan nggak seperti kita ya, resepnya pakai kayak buku gitu, bergulir, nanti

bukunya dipegang teknisi A, B, C, D untuk jenis rajutan. Nah terus quality

controlnya bagaimana? Ya tetap quality controlnya yang mengawasi hasil produk

akhir, Cuma kerjaan quality controlnya akan lebih banyak karena sering terjadi

kesalahan. Wong berdasarkan buku beredar kok. Lah nanti kalau teknisi itu nggak

masuk, terus bukunya hilang, wes semuanya feeling yang berjalan, kan tambah

hancur.

99

P : Kalau ada SPK ini berarti dapat mencegah secara dini kesalahan-kesalahan

yang terjadi selama proses produksi?

I : Iya, sudah yang nyetel itu tinggal lihat gini, wah yawes enak dia.

P : Jadi untuk bagian yang jalan-jalan mengawasi quality controlnya kan

sudah tinggal cek gini aja, kalau oke ya oke. Pernah nggak suk meskipun sudah

dibuat SPK ini dan di print di setiap mesin, masih ada yang salah?

I : Kalau si operator sih, terjadi kayak gitu. Cuman yang meracik nggak

mungkin, karena yang meracik itu harus lihat ya.

P : Jadi yang operator ya tetep ada salahnya gitu ya. Kesalahan yang terjadi

kayak apa biasanya suk?

I : Operator itu salahnya Cuma menyambung tok ya, kalau pas jalan tengah

jalan ada dua tiga benang yang putus mereka akan menyambung ulang, lah ini

mereka bisa keliru. Itu operator salahnya biasanya disitu, itu satu, terus dua, kalau

benang yang dirajut itu kadang bisa berbulu gitu lho, satu benang itu kan bukan

monofilament gitu, ini kan terjadi dan terbentuk dari filament kecil-kecil, pas dirajut

itu ada satu filament putus, nyusuk, kan kecil to dia, nyelimpet-nyelimpet sampai

besar, terus putus. Terus dipotong, nyambung. Lah pas nyambung itu terjadi cacat

kalau seperti itu, itu salahnya operator, nanti pas waktunya digulung, nggrenjel,

kayak cacat gitu lho, karena filament yang mbulu tadi itu lho.

P : Terus kalau misalkan bisbannya itu sudah setengah jalan, apa yang

dilakukan operator suk?

I : Kalau sudah tau gitu ya dipotong, dan dibakar, jadi yang pedot-pedot tadi

itu sama membulu itu hilang kalau dibakar. Atau dipotongi gitu lah, jadi samar,

masih bisa jalan terus. Kalau dial alai, ya akhirnya bisa terjadi yang gembelan kayak

susuan manuk cilik itu, tau-tau ngumpul, putus, terus ketarik, lewat dah, sini wes

apik lagi. Lah ini nanti penggulung yang bisa merasakan, “loh kok bisa gini?”, terus

dipotong. Jadi bisban segini kan ada kayak susuan gitu lho, itu dipotong, kalau

kelihatan, kalau nggak kelihatan ya lolos. Lah itu termasuk kesalahan penggulung

itu finishingnya itu juga termasuk operator.

100

P : Jadi kalau operator gitu, berarti bagaimana suk, nggak ada yang ngawasi

operator ini ya suk? Mau dia ngakal sendiri, atau biasanya kan kalau operator agak

males gitu kan diakal.

I : Oh nggak berani, ya itu ujung-ujungnya nanti kalau masuk ke pelanggan,

terus pelanggannya complain, ya ketauan tetap. Kerjaan operator itu ya, kalau

ngomong ngawasi seperti yang Kresna pikirkan, itu minim sekali. Mereka kerjanya

itu dikejar dengan menyambung benang, kan digulung gede-gede tadi itu loh, kan

dirajut toh, nanti menjelang akhir kan habis, kan mesin berhenti, dipotong, mereka

harus ngambil yang gede lagi toh, kan mereka nyambung satu-satu lagi. Itu ada

preminya nyambung itu. Setiap helai itu ada duitnya itu. Lah kerjaan nyambung itu

saja sudah menyita waktu mereka. Bayangkan 75 unit mesin, orangnya cuma 6. Lah

mereka nggak usah ngawasi itu, mereka keliling nyabung benang aja waktunya

sudah habis. Jadi termasuk sudah manajemen ya, orangnya di press dengan waktu

yang demikian semuanya ada duitnya, nggak ada cuma-cuma, kalau yang jelek

dapat sanksi nanti, kalau yang kerjaan yang memang harus dikerjakan seperti

nyambung lagi, ngerti ta lek habis harus disambung?

P : Enggak tau suk, kalau habis itu maksudnya habis gimana?

I : Loh kalau dirajut kan benangnya habis lama-lama,kan gede isinya.

P : Itu bukannya seperti ini ya suk, seumpama yang diminta jenis A, kan dari

penggulungan itu dimasukkan ke mesin, itu kan haruse segini ini, sudah mencakup

apa yang diminta?

I : Ya enggak, kadang bisa 12 beam baru mencapai 1000 roll. Jarang yang 1

beam saja sudah bisa memenuhi order. Jarang.

P : Ooh, kalau habis ya diambilin lagi yang baru, terus ditaruh mesin.

I : Iya, kan ujungnya harus disambung satu-satu. Itu juga nggak boleh salah,

itu kerjaannya operator itu.

P : Nah itu kalau operatornya terlalu sedikit suk, apakah efektif? Karena 1

orang bisa meng-handle 11 mesin.

101

I : Ya bicara pengalaman ya, Kalau satu tempat kerja, yang 100% efisien dan

bisa ditangani 6 orang, ya, satu tempat kerja, dengan bidang kerja sekian, itu

dihitung, diperes semua menjadi 6 orang, cukup untuk menangani ini, itu sekarang

dikasih 10 orang, apakah lebih efisien? Dibanding kalau 6 orang itu tadi dikurangi

1, minim to ya. Mana yang paling efisien? Itu pengalaman kita, kebawah itu lebih

efisien. Berkaitan dengan uang lho ya. Kalau sebuah tempat kerja, diperes, dihitung,

distopwatch, macem-macem, 6 orang sudah cukup. Dikasih 10 orang sekarang

bagaimana?

P : Hasilnya sama ya suk dengan yang 6 orang tadi?

I : Hasilnya malah lebih sedikit.

P : Kok bisa lebih kebawah lebih banyak ya suk?

I : Ya psikologis, karena orang itu keampuannya itu, nggak ada batasnya.

Orang ngomong itu, “wah, di timer, wes ga isa ini, blablabla”. Namanya orang kalau

ada motivasi, itu bisa melampui kemampuan yang wajar. Itu kita buktikan pada saat

5 tahun yang lalu ya, pada saat UMR kita itu melonjak nggak karu-karuan. Kan

umumnya UMR itu 10%, waktu itu 35% kalau nggak salah, nah pada saat itu kita

rapat sama anak-anak, kita nggak bisa memberikan gaji yang naik 35%, jadi

biasanya gaji untuk produksi itu sekian, kita hanya bisa naik 10% sesuai dengan

kemauan perusahaan. Wes, 10%, berarti total gajinya itu ditambah 10% jadi sekian,

terus satu orang UMRnya sekian, jadi uang yang sudah ditambah 10% ini

sedangkan dari pemerintah kan 35%, nggak urus kita, pokoknya ini ditambah 10%

sekian, dibagi UMR, keluarnya berapa orang kan. Ya sudah itu, keluarnya orang.

Jadi dulu kalau 10, dengan perhitungan kayak gini keluar 7, maka 3 orang harus

meninggalkan. Nyambung gak sampai situ yang kita rapatkan akhirnya kita putus,

beberapa orang kita lepas nggak bisa melanjutkan. Berarti pada saat itu, orang yang

bekerja di bidang tempat kerjanya kan berkurang, uangnya bertambahkan? Belum

lagi preminya satu produksi ini yang tadi itu dimakan 10 orang, porsinya segini

dimakan orang 10, sekarang jadi dimakan 7 orang, hilang 3 ya, kan lebih gede

preminya. Belum lagi UMR yang naik 10%, kan gede to. Jadi pada saat itu masing-

masing orang itu mendapatka kenaikan gaji yang cukup signifikan karena kenaikan

UMR yang hanya 10% lho ya, pemerintah 35%, plus premi yang dibagi orang yang

102

lebih seidkit maka hasilnya lebih banyak, akhirnya lebih signifikan gajinya. Itu

produktivitasnya naik 20%.

P : Oh jadi itu ya suk, malah lebih efisien. Baru tau suk, karena kalau kita

ngomong teori, kan satu orang akan lebih fokus apabila pekerjaannya di ruang

lingkup yang kecil pula, nggak serabutan.

I : Ya seperti teori 135 tadi itu loh, bisa menangani kerjaan orang banyak,

otomatis gajinya lebih tinggi. Cuman, waktu itu, kita naik 10%, pemerintah naik

35% toh? Kita bukan mbangkang di 10%. Kita tetap mengikuti pemerintah 35%.

Kenapa? lah kalau kita naik Cuma 10% pemerintah 35%, terus nanti tahun depan

naik 10% lagi tambah jauh malahan, nah motivasi juga hancur langsung. Pekerja

nanti bisa berpikir, “oh kerja di perusahaan lain aja lah duitnya lebih banyak”. Jadi

kita ngomong pada saat itu begitu terus kenaikan kita 10% dan kenaikan pemerintah

35%, berarti ada gap 25% yang belum terpenuhi toh, itu kita cicil 11 bulan kedepan.

Jadi bulan pertama naik 10%, bulan kedua sampai nanti kedua belas, dibagi waktu

itu, 25% dibagi 11 bulan. Dan ujung-ujungnya pada Desember akhir tahun itu gaji

mereka sudah kenaikan sesuai pemerintah.

P : Jadi ditotal juga sama saja ya suk?

I : Ya cuma kan gini, bukan langsung didepan 35%, jadi kita saving

separuhnya waktu itu. Kan totalnya segini, Cuma kita kan turun, cuman kita terus

naik toh, berarti segitiga ini sudah hilang. Yawes itu pengalaman menunjukkan,

bahwa sedikit orang, produktivitas meningkat, cuman tetap kita tidak boleh

meninggalkan tuntutan pemerintah, karena itu akan menjadi ganjelan. Jadi ini

langkahnya itu matematis dan psikologis, kita saving separuh kenaikan dari

pemerintah, ujung-ujungnya sama. Ya beneran, tahun berikutnya naik lagi, kita dari

situ ya ikut naik lagi, jadi kita sudah nggak berat.

P : Itu akumulatif nggak suk kenaikannya itu. Kan ini dibagi 11,

I : Nggak akumulatif, jadi gajinya yang pertama kan 100%, harusnya tuntutan

dar pemerintah itu kan 135% dari gaji sebelum, ya ita murni memberikan 110%

dari yang sebelum, untuk bulan pertama, untuk bulan kedua, ya 100 sekian persen,

pokoknya koma-koma kan, sisanya kalau, 25% dibagi 11, ditumpahno itu dikit,

103

dikit, dikit. Sampai akhirnya pada Desember itu gaji mereka sudah 135% dari gaji

tahun sebelumnya. Mereka terima, dan saya yakin kalau kita berpegang pada 110%

terus, pasti buyar. Yawes tadi kan tanya efisiensi, yawes kayak gitu, kalau orangnya

sedikit, selama orangnya sedikit tetapi duitnya nambah, itu lebih efektif. Dan kalau

tanya sekarang posisinya gimana, sekarang posisinya sudah dibawah kejenuhan.

Yang saya ngomong tadi itu loh, satu tempat kerja kalau di timer itu keluar 5 orang

kita sudah di 4 orangnya. Bayangno satu orang pegang 11 mesin loh. Kalau

competitor, di Jakarta, 1 mesin 1 orang.

P : Oh iya suk. Kalau sekarang bentuk gagal produknya itu seperti bagaimana

suk?

I : Biasanya ya salah rajut, rajut itu kan bentuk kembangan gitu ya, ada yang

bentuk strip-strip, ada yang bentuk kotak kotak, jadi itu bahasa inggrisnya namanya

pattern. Kalau salah produk biasanya salah pattern, orang mintanya garis-garis,

diproduksinya kotak-kotak.

P : Kalau pattern itu kira-kira salahnya di SPK atau di operator?

I : Diatas operator, yang team khusus SPK yang ngatur mesinnya, yang ngeset

mesinnya itu menjadi bentuk tertentu. Operator hanya menjalankan. Modelnya kan

macem-macem, ada yang kotak, ada yang bunder, ada yang garis. tu tim khusus

yang membuat model juga lah istilahnya. Nah setelah modelnya jadi operator itu

hanya mengawasi.

P : Jadi SPK produksi ini, juga meracik patternnya juga pada tiap mesin?

I : Ya, betul, meracik modelnya imana, panjangnya berapa saja, ya dia yang

meracik. Lah dia ngeprint itu ada dua jenis yang di print, satunya itu, ini dua-duanya

SPK ya, SPK dalam bentuk perintah penggulungan, satunya hasil racikannya ke

mesin.

P : Oh, jadi SPKnya dibagi 2 ya suk, yag ke mesin itu juga yang ngurus pattern

itu tadi?

I : Iya.

104

P : Oh iya, terus, ini kan suksuk ada arsip produksi harian yang dipegang sama

Mbak Marsi. Arsip itu kan berisikan data tiap produksi, yang bermuat standar kilo,

beratnya, persentase penyimpangan dll. Itu cara membuat arsipnya bagaimana ya

suk?

I : Awal dari order, orang itu mau model ini, dengan spesifikasi model ini,

dua warna, tiga ketebalan, empat lebar. Lebar, tebal, dan motif rajutannya itu nanti

terlahir sebuah bisban dengan bobot tertentu. Yang diminta pelanggan itu bobotnya

per-meter berapa gram, atau per-10 cm berapa gram, gitu ya. Speknya itu sudah

dicatet sejak awal. Jadi orang pesan baru gitu ya, sudah dicatet speknya, berapa

gram. Jadi nanti kalau mereka nggulungnya 30 yard per roll, kan bisa dikonversikan

toh kalau 1 meter berapa gram, kalau 1 roll 30 yard berapa gram, 1 pack 10 roll itu

berapa kilogram? Itu kan ditimbang kalau masuk ke gudang itu. Dicatet, nah

timbangan itu tadi nanti di entry sama Mbak Marsi ke komputer. Sampe situ

nyambung nggak? Yang digulung anak-anak itu loh. Wes digulung menjadi roll,

itu ditimbang sebelum masuk ke gudang.

P : Alat penimbangannya kayak apa suk?

I : Ya, alat digital itu lho. Jadi umpama dia taruh satu timbangan itu ada 50

roll, 5 plastik berarti ya, 1 plastik kan isi 10. Ditimbang, berate 50 roll, beratnya 20

kilogram, ya itu dicatet sama anak-anak, jenis ini 50 roll, sekian kilogram, dicatet,

dan arsip ini nanti masuk ke Marsi, di entry kan ke dalam komputernya. Sampe situ

ngerti?

P : Standar kilonya kan sudah ada di Mbak Marsi, tinggal langsung nanti

persenannya di komputer sendiri yang menghitung.

I : Yaa, sejak orang pesen awal itu sudah di set, ini jenis ini itu standar

beratnya sekian, sekian, sekian. Terus blablabla, bikin SPK, akhirnya jadi,

ditimbang terus masuk gudang. Nah komputer itu akan compare, standarnya

berapa, kenyataannya yang masuk gudang berapa. Itu yang nanti akan keluar

toleransi, keberatan atau keringanan.

P : Gini suk, rata-rata kan nggak boleh kurang dari 5%, kalau nggak salah.

Ada batas toleransinya suk?

105

I : Nggak ada, karena batas toleransi itu kayak apa ya, kayak kosmetik, tidak

ada gunanya, jadi kalau kita ngomong standarnya sekian, anda harus pas 0%

toleransinya, jadi kita nggak memberi range, oh ini plus minus 3% itu, enggak.

P : Kalau bobotnya terlalu ringan suk? Nggak sesuai dengan standarnya,

minus sekian persen?

I : Lahya, berarti kan itu yang bikin model pertama itu salah to, soalnya kan

bikin pertama itu kan dee ngeracik bisban, disetel, oh motifnya wes cocok, dia

motong 10 cm, terus ditimbang. Sesuai spek nggak, kalau nggak sesuai spek, nanti

ditambah benang, atau dirapatkan rajutannya, pokoknya wes dengan segala cara

untuk mencapai berat standar tersebut. Wes kalau wes cocok semua, ditinggal,

diserahkan ke operator, wes digarap. Harusnya nanti keluarnya itu kurang lebih

mendekati standarnya. Lah penyimpangannya berapa? Itu bisa tergantung beberapa

hal, satu pada saat di set itu sudah beberapa hal, eksak wes toleransinya nggak ada,

terus ttau-tau, kiriman benang berikutnya kurus-kurus, lah sapa yang ngecek kalau

benangnya kurus. Lah yawes digulung dan diproduksi, ya tau-tau menjadi lebih

tipis. Karena benang dari pabrik itu ketipisan, atau sebaliknya, produksinya itu

terlalu lemu, menjadi berat. Ya, jadi diluar kuasa kita, lah yang penting kalau

keberatan gimana, kalau keringanan gimana.

P : Sebenarnya kalau nggak ada batas toleransi, fungsi dari arsip itu sendiri

untuk apa suk?

I : Ya, untuk menampilkan data beratnya itu, di Mbak Marsi, kan keluar itu,

+5%, atau -2%, toleransinya kan kebaca, pada saat produksi masuk, di entry sama

Marsi, ya ini kelihatan keberatan atau keringanan.

P : Maksudnya gini suk, kan tadi bilang kalau barang ini sudah jadi kan

ditimbang, nah kan kalau ada kelebihan atau kekurangan, nggak terlalu penting kan,

kan semuanya di toleransi suk? Nah untuk itu, adanya arsip penimbangan produksi

harian ini buat apa suk?

I : Maksudnya nggak usah arsip kan nggak apa-apa? Ya nggak bisa, kan

nggak ada kontrol. Nggak ada kontrol, justru ditimbang, Marsi akan tau, keberatan

atau keringanan. Ya? Jadi kertas itu mutlak penting, supaya tau bahwa apa yang

106

kita kejar standarnya itu ada penyimpangan apa enggak, ya kenyataan kalau

keberatan, Marsinya langsung telfon ke bawah, “He, ini produksimu yang kemarin

itu loh, keberatan”, yawes umek sendiri mereka, dengan harapan besok bisa

kembali ke 0% toleransinya.

P : Jadi, si bagian produksi itu bisa evaluasi sendiri kenapa dari sana bisa

bilang kelebihan atau kekurangan itu nanti dicari kenapa bisa kelebihan gitu suk?

Entah bahan bakunya dari sanannya sudah kelebihan, atau memang kesalahan dari

patternnya yang memang menjadi kelebihan. Gitu ya suk?

I : Ya, secara garis besarnya, memang toleransi itu kisaran 5%, darimana

lahirnya 5% itu? Dari pabrik benangnya sendiri, kan kita menuntutnya, “eh pabrik

benang, ojok kadang cilik kurus, kadang lemu loh, iki ngelu loh langganan saya,

complain keringanan”, ya pabriknya juga akan menjawab kalau nggak bisa, karena

dari alamnya mesin itu, ada macem-macem gangguan, itu sudah plus minus 5% itu

sudah pasti terjadi. Jadi 5% itu lahirnya dari situ. Lah itu ketangkep di Marsi,

diproduksi macem-macem itu wes 5%. Ya kalau mau ngomong dianggap ya,

anggep aja 5% aja lah. Jadi kalau range 5%, itu istilahnya no action gitu.

P : Kalau sekiranya ada penyimpangan suk, dan penyimpangan ini lebih dari

5%, kan berarti ada action, tindakan apa yang akan dilakukan suk?

I : Ya itu, mesinnya di adjust. Adjust mesin, gitu aja, supaya turun bobotnya.

P: Pelaku yang adjust mesin itu siapa suk?

I : Itu tim khusus yang meracik model itu tadi, tim khusus SPK produksi.

Operator itu prinsipnya nggak boleh pegang kunci. Kunci untuk nyetel-nyetel itu

nggak boleh, ia hanya menjalankan produksi saja.

P : Kenapa suk kok nggak boleh?

I : Nanti tumpang tindih anunya, tugasnya. Tumpang tindih, karena produksi

itu orangnya cuma 6. Dia harus mengawasi 70 mesin ya. Jadi sisih waktu saja sudah

nggak cukup, maka bahaya kalau mereka masih dilibatkan untuk utik-utik disana

lagi, lagipula, secara pengetahuan ya nggak sama.

107

P : Oh beda ya suk. Jadi pelakunya yang ditindak itu tim khusus SPK untuk

mesin yang meracik itu?

I : Yaa, yang meracik model.

P : Nah, yang bertanggung jawab menimbang itu siapa suk? Suksuk kan wes

bilang kalau sudah selesai, anggapannya sudah di roll, terus di pack, terus

ditimbang. Nah yang bertanggung jawab untuk menimbang, dan yang hasil

timbangannya dilaporkan ke Mbak Marsi itu siapa suk?

I : Yang bagian nggulung.

P : Oh finishing-nya? Yang bagian nggulung roll?

I : Iya yang masukin plastik itu loh.

P : Oh jadi dia juga nggulung, juga masukin ke plastik, finishing, juga dia

yang nimbang?

I : Iya, ngasih label juga.

P : Oh juga ngasih label.

I : Nanti kertas itu ada tanda tangannya itu yang bertanggung jawab itu.

P : Kertas yang mana suk?

I : Dokumen yang masuk ke Mbak Marsi itu loh. Yang data isinya berapa

roll, berapa kilo.

P : Oh penimbangan produk harian, itu ada yang tanda tangan?

I : Iya, dikertasnya itu dia tanda tangan disitu, ini lhho, jenis ini sekian roll

sekian kilo, terus kan ada labelnya, ya itu tadi, label itu nanti kalau di urut balik itu

kita oker-oker dokumen itu.

P : Itu yang tanda tangan tim finishing itu? Satu ya suk yang bertanggung

jawab?

I : Ya enggak, masing-masing penggulung.

P : Penggulungnya kayaknya 2 ya suk?

108

I : Oh ngawur saja, banyak. Banyak itu, ada 6.

P : Nah terus yang tanda tangan harian itu siapa suk?

I : Ya yang mlastiki, yang nimbang pokoknya. Ya semua itu bisa, kertasnya

kan masa cuma 1 lembar aja, ngga nututi. Jadi 1 orang ya, kan dia nggulung,

hasilnya dia ditulis di kertas sendiri. Ditimbang sendiri dikasih label, wes selesai

dia tanda tangan, ditaruh kereta toh? Ya? Ya sudah, nanti yang penggulung kedua

juga akan melakukan hal yang sama, dia melakukan hal yang seperti ini, dia ngisi

disitu, apa yang dia gulung, ya dia catet. Sama saja.

P : O iyaiya suk. Jadi yang nimbang sendiri yang nyatet sendiri juga. Terus

tanda tangan sendiri sebagai tanggung jawab dia yang nimbang di kertas itu.

I : Iyaa.

P : Oh iya suk, kan yang potongan 10 cm di taruh di kertas terus di tempelkan,

itu sudah dari jaman pengawasan ISO sudah ada suk?

I : Iya ada, sudah dari jaman dulu. Ya kayak yang tak omongi itu, dulu itu

satu jam sekali bikin kayak gitu, dulu lho ya.

P : Itu bukan tim sarjana quality control yang ISO itu yang motongin sama

ngeceki terus?

I : Iyaa.

P : Terus sekarang suk?

I : Ya nggak gitu lho. Karena cost sama efeknya.

P : Kalau yang ISO itu sudah dilepas, berarti sekarang sudah nggak dipotong

10 cm lagi ya suk?

I : Sekali tok.

P : Oh sehari sekali tok ya suk?

I : Bukan sehari, pada saat ganti model baru yang benar. Ganti model yang

gini misalnya, piro hari tiga hari selesai, kan ada masuk order baru, ini wes mari

109

ordere, berarti ini disetop, didedeli semua benangnya, dia nyetel model baru, nah

itu baru ditimbang.

P : Lho dipotong 10 cm terus ditimbang?

I : Iya.

P : Berarti potongan 10 cm ini yang ditimbang?

I : Iya, pakai timbangan mikro itu.

P : Oh berarti kalau potongan 10 cm itu ada standarnya sendiri ya suk dari

Mbak Marsi.

I : Ya, dan yang nimbang 10 cm ini bukan yang finishing tadi lho ya, beda.

P : Oh iya suk, itu kan timbangan yang sudah menjadi barang jadi.

I : Iya, kalau ini timbangan analisis, pada proses produksinya. Untuk

memantau lah.

P : Tiap ganti kan dipotong 10 cm, siapa yang menimbang suk? dulu kan ada

tim khusus quality controlnya.

I : Tim khusus, yang SPK mesin yang meracik.

P : Oh bukan tim khusus SPK yang nggulung ya suk?

I : Oh enggak. Enggak.

P : Jadi label yag bertanggung jawab itu siapa suk?

I : Finishing.

P : Oh iya itu tadi ya suk, kalau ada complain dilihat dulu complainnya itu

apa, kalau kepanjangan atau kependekan itu berarti finishing atau yang nggulung

yang salah, yang kena marah yang nggulung. Kalau pattern yang disalahan berarti

yang meracik model.

I : Tadi kan Kresna tanya bentuk-bentuk kesalahan produk itu apa saja? Itu

mestinnya yang seharusnya kamu list, kesalahan itu wes, garis besarnya dulu ya.

110

Warna, kedua pattern, ya, tiga berat, empat panjang. Wes itu sudah kelihatan kan

yang bertanggung jawab atas empat itu siapa saja?

P : Ya suk, kalau panjang kan finishing, kalau pattern kan SPK racik pada

produksi, kalau yang warna suk?

I : Yang nggulung benang. SPK gulung benang.

P : Kalau berat ini suk?

I : Ya yang ngeracik model itu tadi yang 10 cm.

P : Berarti sama suk yang berat sama pattern?

I : Ya, sama.

P : Oh iya suk. Nah ini kok nggak kelihatan suk kesalahan dari operator?

I : Loh laiya ini yang mau tak omong. Lah operator itu salah apa? Ya,

semuanya sudah bener ya, berat, warna, dll, sudah bener semua. Operator kan Cuma

bertanggung jawab untuk produksi sebanyak mungkin kan ya. Kalau mereka lalai

ada benang yang nggak kerajut, bisa mbulu.

P : Benang yang nggak kerajut?

I : Iya itu kan banyak benangnya yang nggak kerajut?

P : Iya, kan yang ada bayak benang terus ada alat yang disetiap benang, jadi

kalau benangnya putus, langsung nggak kerajut.

I : Iyaa, betul, terus kadang ada satu benang yang dari pabriknya itu sudah

nggak bagus, jadi benang itu kalau melintir kan bisa padat, ini kebalikannya, kalau

ngelokor benang itu.

P : Apa itu ngelokor?

I : Ngelokor itu beda sama melintir, kalau melintir itu kan padat, benang kalau

dipelintir kan jadi padat. Kalau ini kebalikannya, pelintirane dihabisin, jadi dia

nggak ada pegangan, jadi kayak bulu gitu lho. Lah itu terjadi, lah operator itu

berkewajiban untuk keliling termasuk kontrol itu. Jadi kalau itu nggak dikontrol,

jadinya bisban itu lek sepintas kan nggak kelihatan ya, tapi kalau kita lihat dari

111

samping gitu isa kayak ada bulunya gitu. Itu operator. Harusnya kalau ada bulu-

bulunya banget yang bagian finishing itu kelihatan pada waktu menggulung. Itu

sudah bisa tegur-teguran. Mbulu gitu pasti kelihatan. Kadang kan takut, yang

operator lalai, terus ketahuan sama yang nggulung kan mereka sudah saling tegur,

dan diperiksa ternyata ada satu keranjang isinya mbulu semua. Berarti di potong-

potong dibuang sampah. Abfal. Jaman dulu, kayak gini ini diumpetin. Karena abfal

itu menyandang premi negatif kan. Rugi mereka lek kebanyakan abfal, jadi

diumpetin. Dulu terjadi kayak gitu. Jadi wes pokoknya, operator itu kesalahannya

ya itu, mbulu itu tadi.

P : Terus kalau benang putus yang lupa tadi itu suk?

I : Ya, benang putus, nggak tahu kan ngelewer terus di lantai.

P : Loh kalau benang putus kan langsung mati mesinnya suk?

I : Oh iya, ada yang nggak mati, ada yang nyantol otomatisnya, kayak dia itu

senden di sebelahnya terus nggak turun-turun gitu lho. Benangnya ngelewer terus,

nggak jatuh-jatuh intinya, jadi apa yang terjadi? Bisbannya kelihatannya cacat?

Justru enggak, kalau yang mbulu tadi kelihatan, kalau yang kehilangan benang 1

saja nggak kelihatan. Ini akibatnya bobotnya keringanan, di Marsi sana bisa minus

nanti. Dan kalau dilihati secara seksama, kalau bisban dengan benang yang banyak

atau tebal ya nggak kelihatan, dan nggak kerasa. Kalau yang tipis-tipis, kehilangan

1 benang saja kelihatan.

P : Kalau tipis itu kisarannya berapa benang suk?

I : Tipis itu 35 benang.

P : Itu paling tipis ya suk? Yang rata-rata 60?

I : Ya kalau rata-rata 60 benang, betul. Enam puluh juga termasuk tipis loh.

Kan pada sesi-sesi sampai menjelang akhir tahun itu tipis-tipis, kalau sudah masuk

akhir tahun itu tebal-tebal.

P : Maaf suk? Bisa diulangi? Maksudnya?

112

I : Pokoknya kita produksi yang tebal-tebal itu menjelang akhir tahun, kayak

orang bikin travel bag, orang mau tamasya, itu tasnya ka yang besar dan kuat-kuat.

Setelah itu, Februari selesai, itu konsentrasinya orang bikin tas sekolah. Kalau

unsolved problem kita itu banyak. Jenis bisban kita itu kan banyak, dari ukuran

lebar, motif, tebel, banyak macemnya. Dan itu tidak semuanya produksinya

sepanjang tahun, macem-macem, jadi kalau tak kategorikan, ada jenis motif yang

istilahnya continues, jadi wes nggak pernah berhenti, isinya barang-barang standar

gitu ya, itu satu. Kedua, ini yang musim sekolah jalan, nanti kalau musim sekolah

habis, ya berhenti. Nggak continues, Cuma nyambung terus, tetapi ada jedanya

ditengah. Ada lagi yang musiman, kayak hajian, kan sekali tok toh dalam setahun,

habis gitu wes selesai. Ada lagi yang khusus, itu mungkin sekali garap sudah nggak

pernah lagi orang pesan.

P : Oh, permintaan khusus istilahnya.

I : Iya, kurang lebih begitu ya. Sedangkan kita produksi tau sendiri, kita bikin,

merancang, produksi, sampai selesai, kan nggak bisa jitu sampai pas millimeter

berhenti, kan pasti ada sisanya? Sisanya bisa 1 meter, 1 roll, bisa 10 roll. Kok bisa?

Salahnya dimana? Yang jelas kalau kita mau teliti banget, itu ya dari yang bikin

SPK itu.

P : Jadi seharusnya SPK bisa memperhitungkan secara akurat ya suk untung

beam sekian dan sekian mampu memproduksi berapa panjang bisban, dan satu jenis

bisban ini dengan sekian roll membutuhkan berapa beam.

I : Ya, lah itu wes pernah tak pikirno, itu masio km pikirno sampai nggetu,

ujung-ujungnya mau tepat itu nggak bisa. Akhirnya yang paling aman, itu kita harus

always lebih. Karena kalau lebih, dikirimkan pelanggan, “eh ini sek lebih 1 roll

nggapapa ambilen”, yawes, tapi kalau kurang, mereka bisa marah. Jadi kita

mainnya cenderung lebih aman. Wes ya. Sekarang mulai problemnya, kalau

continues nggak usah dipikir toh, nggak ada cerita lebih wong produksi keluar terus.

Yang kedua lebih ya nggapapa, kalau lebih pun ya disimpan, nanti kan nyambung

lagi. Yang ketiga dan seterusnya, ini yang rawan, lebih, ditaruh, terus ga ada

sambungannya, ngendap. Nanti nyambung lagi, motifnya sama, warnanya yang

ngga sama, ini lagi tren ijo, ijonya lebih, nggapapa nanti tahun depan nyambung

113

kok, iyo nyambung motife, persis plek wes, berate kabeh sama, cuman kuning, aku

gak mau ijo, sekarang trennya kuning. Jadi yang ijo ngendok. Wes, kita produksi-

produksi, lebih, dikirim, “oh ojok, aku pesene 100 roll mosok dikirim 120,

kebanyakan, nggak mau, wes aku maunya 100 roll, titik”. Kita ada kelebihan 20

roll, dan itu diapakan? Ditaruh. Ya, numpuknya itu nggak terkendali. Lama-lama

buanyak, dan itu problem. Wes itu pikirnno dewe, nanti kalau ada sarjana itu

menanggulanginya kayak gimana. Pokoknya ini kan problem. Lah terus sekarang,

nggak usah yang itu wes ya, nggak usah tak terusno wes ya, apa lagi kalau yang

pesennya sekali, wes itu, waduh kalau lebihnya banyak itu yang ngelu. Sama

dengan mbuang. Dijual kemanapun juga nggak akan mau. Sekarang nggak usah

yang itu, yang standar saja. Yang continues aja ya, berarti nyetok nggak apa-apa

kan? Nggak apa-apa ya. Oke, iki mesin produksi, sisa, sisanya nggak genap 1 roll,

1 roll kan 30 yard, dan ini ternyata nggak sampe 30 yard, tetapi cuma 20 yard,

ditaruh sama mereka, nanti kan produksi lagi, diambil pucuknya kan, nggulung lagi,

enak kan panjang. Tetapi ujung-ujungnya sisa lagi segitu, taruh lagi pas lautan,

harusnya yang betul, tadi yang kurang berapa yard, itu kan ditambahi berapa, terus

digenapkan, dijadikan 1 roll selesai kan? Itu problem-nya kadang nggak terjadi.

Jadi numpuk disitu, sampai ada Sono dateng, baru ditangani. Isa bayangno sampai

situ?

P : Tapi kalau seperti itu kan jadi banyak sambungannya suk?

I : Iya, tetap harus ada sambungannya lah. Kalau 1 saja nggak apa-apa, itu

kan nggak setiap roll satu kan. Itu kan dari jadinya berapa banyak baru terjadi 1

sambungan. Itu juga masih belum ada ketetapannya. Masuk kelemahan itu.

Maksudnya ketetapan dalam hal 100 roll itu hanya boleh ada berapa roll yang ada

sambungan, dan itu belum ada ketetapannya, itu liar. Kelemahan itu. Dari sisi

manajemen lho ya, kalau kenyataan kita masarkan ya ada sambungannya nggak

masalah, cuman jangan kelebihan ya, ntar ngomel. Ya sekitar itu lah, nggulung

bagian finishing yang nggak jangkep itu sisanya dikit, digulung kecil, ditaruh, dia

kerja lagi, ditaruh lagi, gitu terus. Harusnya kalau ini dipikirkan untuk sarjana yang

quality control kapan hari itu memikirkan itu lumayan itu.

P : Cuman itu kok lepas dari job desk-nya quality control ya suk?

114

I : Iya, memang. Ya kalau ngomong itu kepala produksi kita punya kepala

produksi, Pak Widji, harusnya itu Pak Widji, cuman Pak Widji, usianya sudah

segitu, terus disiplin untuk gitu-gitu itu nggak ada wes. Ya itu yang tak omongno,

susah cari orang yang seperti spesifikasi atau kriteria yang kita inginkan, laporan

model ISO 9000 itu, catetan semua masuk, dan nggak masuk tok, dievaluasi duduk,

terus ada tindakan, ini gimana-gimana. Susah cari orang kayak gitu, sampai

sekarang sudah lepas.

P : Terus ini suk, sebenere suksuk ini kana da abfal juga ya, abfal ini kan

sebelum masuk ke konsumen?

I : Maksudnya gimana?

P : Kalau ada abfal, berarti suksuk sudah melakukan pencegahan dulu

sebelum ke tangan konsumen. Jadi istilahnya kalau ada roll kurang bagus, sudah

ketahuan dari awal, kan di abfal itu, nah ini kalau sudah ada abfal, kok bisa masih

ada yang kecolongan sampai ke tangan konsumen? Karena kalau sudah ada abfal

kan harusnya terhindari.

I : Ya itu kesalahannya di finishing, jelas itu. Pada saat digulung itu kan

keliatan, ya human error itu.

P : Terus kalau pada produksi, terus abfal kan di denda ya suk.

I : Iya diitung, berapa kilo, itu nanti minus, motong preminya mereka.

P : Kalau ada cacat yang diterima konsumen suk, apakah cacat itu nanti

perusahaan akan datang, perusahaan akan itung, dan dianggap abfal terus

dibebankan ke karyawan suk? Apa kalau sudah sampai di tangan konsumen itu

sudah lepas dari itu?

I : Enggak, kita nggak bebankan itu. Kenapa? Aturan itu ada dulu, cuman

nggak jalan, karena ini psikologis ya, kalau matematisnya kan gampang, ditimbang

piro, dibagi karyawan piro, dulu pernah lho, asli dibagi, seluruh karyawan nggak

peduli kamu apa, wes pokoknya masuk produksi wes dibebankan, cuman efek

psikologisnya itu sangat jelek, jadi orang kerja disitu itu nggak enjoy. Jadi ini

termasuk satu masukan bagi Kresna besok waktu kerja, yag harus ada itu adalah

115

premi, tambahan, bukan punishment. Jangan ada denda, ya kayak itu tadi lah, itu

kan didenda.

P : Cuma gini suk, kalau menurut saya suk, ada kesenjangan disini, ini abfal

masih ada kan suk?

I : Ada. Kontradiktif gitu maksudnya?

P : Iya, kan kalau ada abfal, sudah ketahuan dari awal, oh abfalnya sekian,

dibuang, diitung berapa kilo, di dendakan ke bagian produksi suk, kan abfal ini

sesudah produksi dan sebelum finishing. Jadi abfal ini pasti yang kena produksi,

sedangkan setelah finishing itu nggak ada abfalnya lagi. Kalau finishing melakukan

kesalahan dia kan nggak kena denda sama sekali, kan terlihat ada kesenjangan disini

suk?

I : ya kalau sanksi duit nggak ada, cuman kan sanksi teguran kan ada toh. Ya

itu pelanggan kan ngomel, ini loh jelek, akhire balik kan kita ganti toh. Ditarik balik

ini kan setelah itu dievaluasi, nomer piro, kan ketahuan, ini shift-nya siapa. Yawes

itu, kalau didenda duit enggak.

P : Jadi tetap ada kesenjangan ya suk.

I : Ya, iya. Abfal yang tarifnya minus itu, itu terjadinya dari penggulung

finishing tadi, kan ngga bisa genap, ada jelek dikit, mbulu dikit, dipotong, kan

langsung rapi gitu. Ini termasuk kelompok abfal. Misalnya, kalau mbulu tadi yang

tak omongno, kalau mereka kelihatan, itu mereka bisa bakar, kan ilang, yawes

selesai kalau sepotong itu tok, masuk, jadi produk, nggak kelihatan cacatnya, bisa

juga mereka nggak mau, wes kelamaan, dipotong ae, del, del, disambung dengan

yang bagus, wes, jadi yang jelek tadi itu nggak dibakar, wes dipotong, del, del,

dibuang. Kan itu choice toh ya. Mereka mau boros waktu dikit, cuma nggak ada

abfal atau mereka mau singkat waktu, langsung potong, bebannya di abfal.

Pokoknya abfal itu terdiri dari itu ya satu, dari finishing ya, kedua dari benang. Itu

kan digulung gede ya. Itu kan namanya beam, itu kadang belum habis tuntas, tapi

ada perintah ganti model, itu yang belum tuntas itu dipotong. Jadi sisa benangnya

ditarik, dimasukkan sampah, itu abfal ya. Harusnya itu produksi dihabiskan sampai

habis, bersih, jadi sisanya itu nggak banyak.

116

P : Kenapa kok nggak di habiskan saja suk?

I : Ya itu yang bikin abfalnya banyak, anu ya, kan SPK jalan ya, perintahnya

mesin ini ganti ini gitu ya, terus wes nunggu satu hari kok nggak habis-habis?

Sedangkan Marsinya sudah bengok-bengok, “Oi iki cepetan, pelanggannya wes

ngomel”. Wes di potong akhirnya, itu juga lolos sensor kayak gitu itu. Internalnya

seperti juga masalahnya. Kan itu mengakibatkan keborosan, itu tetap ada. Lolos

kontrol. Itu juga termasuk kelemahan. Tahu ya problematikanya? Ya abfal yang

finishing, dia bisa bakar, nggak ada abfal, cuman boros waktu, atau di potong, wes

dia singkat waktu cuman terjadi abfal, bagi perusahaan ya pemborosan. Terus

benang tadi yang masih tinggal sedikit karena kesusu order, wes dipotong, del,

dibuang.

117

Lampiran 9: Transkrip Wawancara Sono

P: Peneliti

I: Informan

P : Sekarang plan dulu ya, Pak Sono. Ini... tujuan dan target bisnis di sini apa

sudat tepat Pak?

I : Sudah tepat.

P : Jadi tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas itu apa sih Pak Sono?

I : Emmm, tujuan dan targetnya customer puas dengan memakai produk kita,

sudah gitu aja. Simple. Disini, kita dalam hal-hal kualitas ya dengan gini kan

istilahnya ujung-ujungnya ke suatu produk yang baik kan. Pada intinya kan gitu

dapat diterima di customer. Dan itupun kalau memang ada hal-hal yang memang

diluar kuasa kita, saya kasih jaminan juga di pelanggan. Ada barang yang jelek saya

ganti semuanya. Di tahap terakhir istilahnya kaya gitu, memberanikan gitu.

P : Bagaimana Pak Sono menilai bahwa tujuan dan target bisnis dalam hal

kualitas sudah tepat?

I : Ya saya rasa tepatnya kenapa? Bagi kami, tujuan dalam kualitas itu sendiri

kan untuk konsumen ya, kita dapat menjawab kemauan konsumen berarti saya rasa

sudah tepat.

P : Ooo gitu, yang menjadi sasaran perusahaan dalam kualitas itu apa Pak

Sono? Apa cuma sesuai dengan permintaan pelanggan atau juga hal lain?

I : Sesuai dengan permintaan pelanggan dan barang itu benar-benar bagus.

Soalnya gini kan untuk rajutan ini, ini kan ga bisa dilihat dari ini aja. Jadi secara

fungsional pun harus bisa di lihat. Ini nek meluntir-meluntir udah gak bisa, biasanya

gitu. Barang bagus kan biasanya dilihat gini kan bagus, cuman kalau diginikan bisa

meluntir-melutir dan jelek gituu..

118

P : Ohh ya. Nah, ini waktu itu kan bikin quality control ya Pak Sono dengan

Suk Andy kan bikin quality control. Jadi pada saat bikin quality control itu sudah

berdasarkan tujuan dan target?

I : Sudah-sudah.

P : Sudah ya Pak. Waktu itu strategi yang Pak Sono pakai kok bisa dibilang

cocok untuk mencapai target kualitas pada waktu itu?

I : Gini ya, mulanya disini. Jadi pertama kita mikirkan di teknisi dulu, di

teknik urusan teknik dulu sebelum ujung-ujungnya tetap melibatkan personal ya,

sumber daya. Awalnya gini, dulu kita pakai mesin itu tanpa otomatis apapun , ya.

Nah tanpa pake otomatis ta apa, nah gitu jalan biasanya ada benang putus kita tidak

tahu kan menyebabkan bisban itu jadi jelek. Nah awalnya di situ. Terus kita sama

tim buat suatu otomatis supaya hal-hal itu bisa terdeteksi sedini mungkin. Benang

putus dia harus mapping. Nah jadi kan kesalahan ini gak lanjut gitu loh, gak lanjut

ya. Kedua tetep kita melibatkan ke orang tadi, ternyata high cost jadinya. Jadi

setelah kita jalankan beberapa bulan itu orang keliling terus ada satu kesalahan gitu

loh. Dan waktunya ga nututi gitu loh. Kita dengan sekian 80 mesin ini, dengan 2

orang quality control ini gak mampu, tetep kecolongan. Setelah itu kita tekankan

disini, di penggulung seperti yang pernah saya bilang ke kamu itu. Di penggulungan

ini kan dia tahu yang jelek dan dibuang-buang gitu. Itu rasanya lebih aman dan lagi

nanti control terakhirnya ya di pe-label-an tadi. Jadi yang gulungan tadi

dimasukkan ke satu pembungkus ya, terus dicatet ini produksi tanggal berapa dan

shift-nya siapa, jenisnya apa, semua bisa diketahui dari hasil produksi itu ada bahwa

label nomor sekian, satu misalnya sampe sekian ini siapa yang produksi malam itu,

itu bisa dilihat. Perumusan strategi seperti ini sebelumnya seperti yang di rapatkan

dengan CEO, beliau ingin tujuan dan target dalam hal kualitas tercapai, jadi

dibuatlah sistem ini, mulai dari SPK, abfal, arsip, label, sampai tim khusus quality

control ini..

P : Oh iya Pak Sono, apakah pemilihan sumber daya yang digunakan sudah

tepat?

I : Ya, sudah tepat.

119

P : Oke terus, brarti waktu dulu bikin quality control itu Pak Sono sumber

daya yang digunakan diperlukan untuk menjalankan quality control itu apa aja,

selain orang sarjana tadi itu bukan?

I : Yang pertama adalah sumber daya manusianya, kita memakai beberapa

orang sarjana, selain kita bekerja dengan orang yang berpengalaman tentunya untuk

menjalankan pekerjaan baik sebagai bagian dari produksi, sehingga akan tau, mana

yang bagus dan mana yang jelek, dibantu oleh beberapa media lainnya berupa

pelabelan dan penimbangan melalui komputer, karena untuk mencapai quality

control yang bagus tidak hanya manusia saja yang kita butuhkan, tetapi ditunjang

dengan teknologi komputerisasi. Terutama ya dimekanis, mekanis saja.

P : Dari sumber daya ini, bagaimana pemerataan tugas untuk quality control-

nya Pak Sono?

I : Pemerataannya? Yang pertama, kita bagi-bagi ya, ada kelompok produksi,

ada operator, juga SPK, operator disisi lain memproduksi tetapi juga harus menjaga

kualitas melalui pengawasan terhadap mesin, begitu juga dengan SPK diharapkan

tidak salah dalam memberikan surat perintah, keduanya ini saling bekerja sama, ada

kelompok penggulung beam, ada kelompok penggulung bisban atau istilahnya

finishing, dia juga melihat apakah kualitasnya bagus saat digulung, terlalu panjang

atau terlalu pendek. Dan untuk ISO tadi, itu yang bertindak mengawasi dan menjadi

tim khusus quality control kita, ngecek semua mulai dari penggulungan beam,

produksi, sampai finishing, memastikan semuanya tepat. Terus orang sarjana pun

kan juga harus tahu produk ini bagus atau tidak. Maksudnya istilahnya orang ini

harus benar-benar memumpuni dalam hal satu produk ya, gak tinggal cuman lihat

ini jelek atau apa, maka dari itu kan kita lihat dulu waktu wawancara. Kadang-

kadang kan dia berjalan ini jelek, waktu ini bagus gitu ya ditinggal satu menit jadi

jelek kan bisa. Nah itu problem-nya di situ.

P : Ooo, jadi tetep ada kecolongan?

I : Tetep ada kecolongan.

120

P : Jadi pada waktu itu mungkin, pertama kali sebelum tahu kecolongan itu

mungkin merasa “oh sudah di pegang orang sarjana” sumber dayanya sudah

mumpuni gitu ya?

I : Heeh heeh. Ternyata ya itu jadinya waktu dia berjalan masuk ke dalam

satu mesin ini dia bagus. Setelah dia ke mesin lain ini ada problem, kan bisa.

Ditinggal ke mesin yang lainnya. Nah ini kan berjalan beberapa menit beberapa

jam, iya kan?

P : Jadi udah gak nututi ya

I : Gak nututi lagi gitu

P : Oke, Standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas. Berarti standar

keberhasilan cuman minim retur, minim complain gitu ya?

I : Ya, ya begitu. Yawes itu aja. minim complain dan minim retur.

P : Apa saja kapasitas perusahaan yang dinilai mampu mencapai standar

keberhasilan?

I : Ya semua itu, sistem yang kami buat ya. Terutama adanya tim khusus

untuk pengawasan quality control. Saya kira itu semua sangat mampu untuk

mencapai standar keberhasilan.

P : Bagaimana Pak Sono ini menilai bahwa standar yang ditetapkan ini adalah

standar yang tepat, yang mana standar tersebut tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu

rendah?

I : Karena kan, strategi yang kita planning ini besar-besaran, dibuat untuk

mencapai tujuan secara maksimal jadi saya kira standar keberhasilan yang

ditetapkan sudah ditimbang berdasarkan rencana yang sudah kita buat.

P : Oh iya, dulu waktu ISO, waktu ada orang sarjana, itu itu labelnya tetep

jalan ya Pak?

I : Iya tetep jalan

P : Oh, brarti ISO dan label.

121

I : Heeh, iya betul

P : Nah pelaksanaanya itu sesuai gak Pak Sono mbek rencana yang dibuat

pada saat itu? Harapannya gini gini gini, sesuai gak Pak Sono?

I : Sesuai kok. Semua jalan sesuai rencana, ya kan rencana awal kita produksi

sebanyak-banyaknya, reject seminim-minimnya melalui sistem ini. Dan setelah

diterapkan, memang terbukti, minim complain itu salah satunya.

P : Jadi sangat sesuai, oke.

I : Dan kenyataannya setiap ada complain saya bisa menemukan itu

produknya siapa. Kan yang penting itu dari suatu sistem kalo memang ada satu

complain kita bisa menelurusi problem itu dari mana. Kan itu, nanti penangannya

jelas, rules-nya kan jelas ya. Lek dulu tanpa label kan kita tidak tau ini hasilnya

shift siapa, yang produksi siapa, kan kita gak tahu.

P : Setelah itu bisa di track record ya Pak?

I : Iya bisa, nanti setiap shift ganti malam kan ada catatannya. Laporan hasil

penggulungan itu kan ada terus setiap hari, ada yang ndata satu orang di sini setiap

hari ada yang ndata. Jadi hasil shift pagi siapa, shift malam siapa, yang ngulung

siapa, operatornya siapa, wes bisa.

P : hmm, oke teruss. Pernah ada kendala ga sih? Waktu pelaksanaan quality

control itu? Apa dulu si orang sarjana ini pernah merasa pintar terus jadi apa atau

apa.

I : Tidak ada

P : Gak pernah ada kendala ya?

I : Kalau menurut saya tetep kendalanya di ini, di semangat mereka, wes itu

aja.

P : Brarti pernah loyo gitu semangatnya, Pak Sono?

I : Pernah, yang ngontrol kan cuman di mesin, cuman dilihat – dilihat gitu aja

wes. Jadi lek saya bilang itu kualitas kontrol dari individunya yang kurang oke.

Saya malah menyaksikan di tukang kontrolnya, makanya waktu itu kan tak hilangi

122

P : Dirasa kualitasnya juga kurang, buang cost terlalu banyak..

I : Heeh, kualitas orangnya kurang, juga cost untuk mereka besar, makanya

saya hilangin itu. Makanya sekarang kontrol semua saya bebankan ke semua

operator ini. Kalau memang ndak ada itu ya harus keliling, muter terus, jadi sekian

orang ini harus muter terus.

P : Operator yang menjalankan mesin, yang dikertas dikertas ada resetnya itu?

I : Heeh, itu kan dijalankan oleh beberapa orang, yowis itu keliling. Juga dia

sebagai quality control, semuanya sebagai quality control, gitu aja. Banyak

melibatkan orang, wes gitu aja.

P : Berarti, kalau semua bertindak sebagai quality control, kan intinya tiap

orang itu harus punya rasa kepemilikkan, jadi anggep pabrik ini bukan pabriknya

orang, juga pabrikmu.

I : Iya betul sekali, kalau saya bikin suatu produk itu jelek, dampaknya ke kita

yang bekerja, kan gitu. Hal-hal kaya gitu emang harus dibetulkan dalam suatu

perusahaan.

P : Cara menumbuhkan rasa sadar diri itu pada kualitas dari orangnya tuh kira-

kira bagaimana ya Pak Sono?

I : Gini, yaa istilahnya kalau kita ada dalam suatu rapat perusahaan ini milik

bersama ya, apapun yang terjadi. Istilahnya kita berada dalam satu kapal ya, dalam

satu kapal istilahnya tenggelam atau tidak tenggelamnya tergantung dari kita

sebagai nakoda dan apapun yang ada di sini ya. Sekali satu saja kena dampaknya

akan ke semua orang. Pada prinsipnya kaya gitu

P : Jadi itu, secara gak langsung orang jadi mikir akan perbuatannya.

I : Iya, dan di sini pun saya kerja misalnya anak-anak sini semua ya saya

bilangin urusan kerja kamu mau kerja di sini sekarang atau sampai besok itu

terserah kamu sendiri, perusahaan tidak menentukan. Jadi kamu buat sendiri produk

secara individu ya kamu harus bagus. Kamu selamanya akan tak pakai sampai

kapanpun. Itupun saya masukkan ke dia, selama kamu kerjanya tidak bagus ya

paling beberapa bulan dua bulan tiga bulan tak lepas. Uda gitu aja. Jadi dia betul-

123

betul bekerja dengan kemampuannya dia, gitu loh. Sekarang saya pakai orang

segini sangat efisien gini, bagi perusahaan lain gak kaya gini. Itu nek tidak dengan

semangat kerja yang bagus, gak jalan. Saya dengan sekian orang ya, satu pabrik

dengan 17 orang, perusahaan lain satu mesin satu orang. Ini anggepan e sebelas

mesin satu orang. Kan ws ngoyo istilah e, full.

P : Dulu sempet gak Pak Sono, satu orang dipegangi satu mesin?

I : Dulu, waktu saya masih di Kalijudan, masih masih di kontrak di Kalijudan.

Satu mesin itu nek ganti model lima orang.

P : Maksudnya satu mesin di pegang lima?

I : Lima orang heeh. Misalnya kan gini sekarang, misalnya abis bikin ini ya,

terus lagi saya bikin ini ya, kan pergantian, perubahan mesin. Kalau dulu saya pakai

lima orang. Lembur nek minggu, saya kasih makan. Kalau sekarang satu hari saya

kasihkan satu orang saja, gak sampe setengah hari sudah jadi.

P : Nah itu kok bisa Pak Sono? Perpindahan dari situ gimana?

I : Ya sistemnya, nek dulu sangat gak efektif, tenaga kerjanya sangat gak

efektif, saya nilai gak efektif waktu itu, banyak yang nganggur. Satu pengetahuan

kita akan satu produk itu dulu belum mumpuni, seiring perkembangan kita lebih

tahu tahu tahu. Jadi semuanya proses gitu. Oh ini nek di pegang orang ini bisa,

akhirnya bisa. Nyoba terus, jadi kita ini berjalan kan sambil belajar ya untuk menuju

yang baik, istilah e gak sempurna yang belajar terus gitu. Dulu itu satu mesin dua

orang nek operator saja, nek ganti model bisa lima orang. Tiap minggu itu lembur,

anak-anak itu, kalau siang saya belikan nasi. Ini waktu jek kontrak dulu di

Kalijudan, cuman mesin berapa, cuman 12 mesin dulu

P : Brati dulu cost-nya banyak banget dengan mesin sedikit itu? Sebenernya

12 lek dibandingkan sekarang kan jauh ya Pak.

I : Jauh sekali, nah nek dulu istilahnya meskipun cost besar profit itu masih

besar, ada keseimbangan. Nek kita jalan seperti dulu tutup pabrik. Nek dulu kuat

meskipun cost banyak, sekarang kompetitor banyak, kita mau pake sistem kaya

gitu, ya ancur kita. Gak bisa. Menang di kita itu di efisiensi. Sekarang kan

124

perusahaan-perusahaan kaya gini kan banyak, home industry yang punya tiga empat

mesin itu buanyak sekali.

P : Berarti itu tadi termasuk pemerataan pembagian tugas, guna efisiensi

biaya, waktu, juga sumberdaya. Oke, tapi ehh gini. Kapasitas dan kapabilitas dari

sumber daya quality control itu tadi, orangnya itu tadi mampu nggak Pak Sono?

Jadi kaya yang dulu satu mesin di pegang lima. Orangnya tuh mungkin secara

intelek secara giat atau enggaknya itu mampu nggak sebener e dalam menjalankan

quality control itu?

I : Mampu, Dari skill sumber daya manusianya mampu, dia basic-nya

memang dari operator, mulai dari pembuatan bisban dari nol sampai jadi dia tahu.

Cuman kurang memadai di semangat mereka. Untuk kapasitas kita juga punya

banyak ya, ada media cetak, ada peralatan untuk perbaikan, ada alat ukur panjang,

ada alat timbang, ada software di komputer-komputer.

P : Jadi kapabilitasn dan kapasitasnya mumpuni ya?

I : Mumpuni, cuman kita waktu itu yawes itu tadi. Pengalaman kan ya kita

masih awal. Jadi kita istilah e, eeh membunuh tikus dengan banyak orang lah

istilahnya, yawes gitu. Gak efisien sama sekali.

P : Jadi, kendalanya sebenernya cuman cost dan gak efisien itu tadi ya Pak

Sono kalau QC double itu ISO sama label itu.

I : Iya, nek label itu sudah berjalan sesuai ini, saya gak tambah orang lagi.

Sudah berjalan sendiri, secara administrasi itu harus ada. Label kan nanti untuk

menunjukkan di market oh ini jenisnya ini, bagi kita yang intern untuk mendekteksi

kesalahan-kesalahan gitu loh. Jadi setiap kantung plastik kan ada jenisnya, motifnya

apa untuk mereka. Kalau untuk intern kita suatu kontrol kalau memang ada

kerusakan.

P : Nah ini Pak Sono, waktu satu mesin dipegang lima atau beberapa orang

itu tadi, itu ISO jalan gak Pak Sono?

I : Pada saat itu belum.

125

P : Nah waktu itu, waktu ISO jalan, orang yang sarjana itu, satu mesin tetep

masih dipegang lima itu?

I : Sudah berubah

P : Oh jadi, berubah lagi?

I : Iya sudah berubah, pokoknya kita seiring waktu berubah terus, berubah

terus. Coba lagi sampai menemukan format yang ini. Dulukan kita jalan 23 orang,

akhirnya saya kurangi, saya kurangi, saya analisa lagi produktivitasnya gak turun.

Sudah saya kurangi lagi, sampai titik ini.

P : Yang ISO itu tadi, kira-kira berapa ya orang yang megang mesin?

I : Waktu itu yang megang mesin sekitar 24 an itu dibagi sepuluh, waktu itu

sebelas orang itu dibagi 72 mesin.72 dibagi sebelas. Brarti 6 mesin setiap orangnya.

P : Kalau sekarang Pak?

I : Sekarang sebelas satu orang.

P : Brarti dulu itu udah ada orang sarjana, terus pegawainya juga banyak untuk

megang mesin. Pemangkasan cost terus ya?

I : Iya, dulu pernah sampai tiga shift.

P : Tiga shift ?

I : Tiga shift kan dalam 24 jam kan kita itu kerja. Misalnya jam 7 kan

pulangnya jam 3. Jam 3 sampe jam 11. Jam 11 di isi lagi pulang pagi. Itu tiga shift.

P : Brarti tadi yang nangani 1 orang nangani 6 mesin itu?

I : Sama, kondisinya sama terus.

P : Tiga shift itu beda-beda terus orangnya?

I : Iyaa, beda-beda.

P : Berati pegawainya banyak banget ya Pak Sono.

I : Banyak. Dulu banyak.

126

P : Tapi waktu 3 shift itu belum ada ISO itu ya Pak Sono?

I : Belum, pokoknya ini dari awal, sebelum ter-planning ISO ini.

P : Oh gitu ya Pak.

I : Ya gitu, terus juga, untuk ISO ini di satu sisi kan dia juga tidak memahami

akan suatu kondisi mesin kan. Meskipun dia sarjana kan bidangnya beda.

P : Oh iya Pak. Terus ngomong tentang shift. Sekarang 1 hari berapa shift Pak

Sono?

I : Dua. Cuman meskipun 2 shift kerjanya juga non-stop 24 jam. Jadi pagi,

nanti pulangnya jam 7 malem, terus jam 7 malem istirahat, jam 8 shift yang baru

dateng itu pulang pagi terusan. Sekarang gitu.

P : Nah itu yang jam 8 malam sampe 7 pagi itu gimana Pak Sono? Kan nggak

ada yang mengawasi.

I : Oh ada, saya kasih ketua satu, khusus yang bertanggung jawab untuk shift

malam secara keseluruhan. Ketua saya kasih tunjangan dan lain-lain.

P : Apa pernah Pak Sono produk yang kecolongan quality control itu waktu

malam?

I : Belum pernah kalau malem, karena kan kalau malem itu tim produksi

hanya melanjutkan saja apa yang dikerjakan siang. Jadi kalau malem itu nggak ada

bikin-bikin jenis baru, malem hanya meneruskan kerjaan yang siang. Ya cuma

mengawasi jalannya mesin saja, supaya nggak ada yang berhenti, nggak ada

trouble, dan sebagainya. Kan kalau kayak pembuatan produk baru, itu kan harus

ada SPK dulu. Jadi shift malem nggak bisa, hanya meneruskan.

P : Oh iya Pak. Terus waktu ISO itu tadi shift-nya juga sudah 2 shift Pak Sono?

I : Iya sudah. Cuman yang ISO ini masuk di shift pagi. Kan yang peling

pentingnya itu, waktu pembuatan jenis baru kalau siang.

P : Oh pagi saja.

127

I : Ukuran saya sih kalau gini, ini enak kalau kerja disini, nggak ada mandor.

Kerja terserah sendiri dah, bebas. Cuman saya pagi lihat hasilnya, kalau nge-drop

ya berarti nggak nyambut gawe, gitu aja. Jadi saya kalau malem itu keliling. Kan

saya tidur sini, kalau malem jam 12 jam 1 gitu saya keliling, kelilingnya nggak

dibawah. Kalau dibawah kan kaget kabeh. Jadi ya sekitar diatas, kan kelihatan,

sama lihat di CCTV, wes gitu tok.

P : Oh Pak Sono tidur disini?

I : Kalau nggak pulang ya tidur disini. Jadi saya kalau malem ya keliling.

Atau nggak usah keliling ya, kalau lampu ruangan ini dinyalakan saja kan sudah

menandakan ada orang. Dia wes mikir. Gitu tok. Wes gampang.

P : Jadi intinya waktu ISO sama label itu sangat bagus ya hasilnya?

I : Iyaa.

P : Sebenere target kualitasnya tercapai semua ya Pak Sono waktu itu?

I : Iya tercapai semua.

P : Nah, kalau dibandingkan ya Pak Sono, apakah ada perbedaan antara dulu

sistem quality control ditunjang dengan ISO, dengan sekarang yang dilepas ISO?

I : Ya ada. Complain-nya semakin sedikit.

P : Oh, terus ini Pak Sono, bagaimana dengan selisihnya? Selisihnya sangat

jauh atau bagaimana?

I : Oh sangat jauh.

P : Oooh. Sebenernya kan sama, kalau yang dikatakan sama Suk Andy itu,

dulu kalau pakai 2 orang sarjana, cost-nya besar, dan memang hasilnya katae bagus,

akhirnya sekarang nggak dipakai, tetapi cost itu tadi dialokasikan ke biaya

penggantian apabila ada complain dari pelanggan. Kan sama saja ini Pak Sono?

I : Memang iya, istilahnya dialokasikan kesitu. Kalau biaya itu ya istilahnya

saya bebankan pada ketua-ketua itu juga, kan dapat tunjangan itu dia, dan

bertanggung jawab juga lah atas anggota-anggotanya. Istilahnya kalau yang quality

control, sasarannya kan 2, satu yang sudah nyampe ke pelanggan, nanti complain,

128

kedua adalah abfal yang terjadi. Ya, abfal yang terjadi itu kan kita juga rugi disitu.

Barang jelek yang istilahnya sudah jadi, terus ketahuan bahwa itu jelek kan dibuang.

Itu kan juga biaya. Nah itu, kalau memang ini jelek, akhirnya saya bebankan di

anak-anak. Per-kilo ada itungannya. Saya bebankan ke anak-anak. Cuman, kalau

dia bisa menekan itu, saya kasih premi. Nah biayanya mungkin dari situ juga bisa.

P : Jadi cost untuk sarjana tadi dipindahkan ke situ juga?

I : Ya, kan tadi bilang, semakin kecil abfalnya, dia preminya semakin banyak.

Jadi dia tumbuh rasa memiliki tadi supaya tidak terjadi abfal banyak, otomatis dia

akan terpacu untuk membuat produk sebagus mungkin, kontrolnya kan nggak selalu

kontrol dia, lah dia kalau produksi terus abfal kan dipotong banyak nanti, kalau

kerja bener kan malah dikasih duit mereka. Lah disitu, dari segi finansialnya disitu.

P : Jadi setelah dievaluasi, ternyata lebih efektif gitu ya Pak Sono?

I : Iya kami kira begitu. Jadi mereka minimal ada usaha ya, untuk menekan

abfal itu.

P : Gini Pak Sono, tadi kan bilang, kalau ada kerusakan itu, dikit dulu disini

sebelum dikirim ke pelanggan. Lah itu kok bisa kecolongan sampai pelanggan ya

Pak Sono?

I : Lah quality control-nya tadi. Yawes tetap masih ada, cuman ya kecil

sekali, karena pengawasannya berlapis.

P : Oh iya Pak Sono, yang kalau ada penggantian produk karena cacat itu kan

yang lama nggak diminta lagi? Apakah itu strategi untuk menutupi tujuan akhir

quality control yaitu kepuasan pelanggan? Istilahnya untuk mencegah agar

kepuasan terjaga melalui responsibility perusahaan.

I : Iya juga. Kan kita sudah tidak bisa menjawab kepuasan melalui quality

control kan kalau ada produk cacat di tangan pelanggan. Istilahnya kan kita percaya

ke dia juga, wes itu aja. Untuk menimbulkan kepercayaan juga lah istilahnya,

bahwa kita kerja itu nggak main-main, kita berani rugi kok, kan nggak mungkin

kita bikin produk yang jelek terus sengaja dikirim. Kan kita kasih total itu kan aku

rugi, kan dia mesti berpikir, pabrik aja berani rugi kok, nggak mungkin macem-

129

macem. Cuman dengan begitu pelanggan akan semakin pecaya kepada kita. Dan

setiap ada complain itu, dilihat dulu panjang atau apanya yang kurang, dan kalau

setelah dicek ternyata betul-betul kurang, tak ganti semua. Kan macem-macem

pelanggan, macem-macem karakter, ada sing mbujuki, kan macem-macem seh?

Kadang nggak kurang, dia bilang kurang supaya dapet tambah. Ada yang jeleknya

sedikit dibikin rata-rata, kan bisa? Nah itu, paling tidak kalau memang saya datengi

orangnya, saya lihat, betul nggak itu, kalau betul, ya saya kasih. Kalau enggak, ya

kita harus bertahan toh bahwa barang kita itu betul-betul bagus, bukan seperti yang

mereka bilang, kan gitu.

P : Iya Pak. Jadi setelah Pak Sono evaluasi lagi, tindakan yang diambil hanya

melepaskan pengawasan ISO ini tadi ya Pak Sono? Bukan menerapkan sistem yang

baru lagi ya?

I : Iya, betul, keseluruhan sistem masih sama, dan masih jalan, cuman kita

lepas itu yang melakukan pengawasan. Kontrolnya sekarang juga kita bebankan

pada masing-masing individu sudah. Intinya operator juga mengerjakan yang

maksimal lah ya, buat produk sebagus mungkin, tetapi juga kontrol, supaya nggak

kecolongan. Kedua, di pihak penggulungan, penggulungan harus tau, mana yang

harus digulung dan mana yang harus disisihkan. Ya kan? Wes itu tok saya kira.

P : Dulu waktu ada ISO ini, pelaku tidak terlalu fokus pada kontrol juga ya

Pak?

I : Iya, mereka hanya memproduksi saja, yang penting mesinnya jalan,

salahpun juga ntar kan di tegur, gitu aja mereka. Nggak mau tau, acuh tak acuh. Dia

lihat SPK, dijalankan, yasudah gitu aja.

130

Lampiran 10: Transkrip Wawancara Widji

P: Peneliti.

I: Informan.

P : Ini saya rekam ya Pak Widji, hanya untuk dokumentasi saja.

I : Iya, iya.

P : Pertama-tama nih Pak Widji, apa tujuan dan target bisnis perusahaan

dalam hal kualitas?

I : Targetnya ya, meraih komsumen sebanyak-banyaknya dari produk yang

kita buat, kita buat produk yang berkualitas, sehingga konsumen puas dengan

produk kita, dan itu membuat konsumen tidak pergi ke produsen lain, gitu.

P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa tujuan dan target bisnis yang

ditetapkan ini sudah tepat?

I : Ya kan kita membuat produk ini untuk siapa? Apakah untuk saya? Kan

tidak. Kita buat ini untuk konsumen, konsumen maunya ini, ini, ini. Kita siapkan

semua.

P : Berdasarkan tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas, bagaimana strategi

quality control yang dibuat?

I : Kan kita membuat sistemnya, seperti abfal, label, juga ada tim khusus

pengawasan. Dari situ strategi kita adalah mencoba agar subsistem yang kami buat

harus bersinergi satu sama lain, saling mendukung dan terkoordinasi dengan baik.

P : Sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan perencanaan

quality control?

I : Ya banyak, yang utama ya, itu sumber daya manusianya sendiri, apalagi

kita mempekerjakan orang sarjana untuk menjadi pengawas quality control. Terus

juga berbagai peralatan, seperti mesin rajut, mesin gulung bisban, printer untuk

131

label, mesin pengukur panjang, alat timbang, dan juga komputer yang mendukung

untuk pengawasan kualitas.

P : Apakah sumber daya ini semua sudah tercukupi untuk menjalankan

perencanaan itu tadi?

I : Ya, sudah cukup.

P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa semua sumber daya yang diperlukan

ini telah sesuai dalam artian tidak berlebih?

I : Ya kalah targetnya besar dan tinggi seperti yang saya bilang, sumber

dayanya juga harus siap dan nggak boleh asal standar saja. Hasilnya juga standar

nantinya.

P : Apa standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas?

I : Standar keberhasilan? Dianggap berhasil apabila produk yang kita buat

sesuai dengan harapan mereka, bagaimana kita tahu? Dari jumlah complainnya.

Kalau jarang, ya itu berarti berhasil. Kalau masih sering complain berarti kan masih

belum mencapai keberhasilan yang sudah dipatok.

P : Setelah dilakukan perencanaan sedemikian rupa, bagaimana

pelaksanaannya Pak? Apakah sesuai rencana?

I : Ya pada awal mulanya ya sesuai rencana. Kita bikin sistemnya ini ini,

semuanya jalan, dan kenapa saya bilang sesuai? Karena hasilnya, hasilnya yang

sesuai. Minim complain itu tadi. Itu tercapai, makanya bisa dibilang sesuai dengan

rencana awal.

P : Saya mau bertanya mengenai sistem quality control perusahaan ini Pak.

Bagaimana sih quality control-nya disini? Apakah ada staff khusus untuk

mengontrol kualitas itu atau gimana Pak?

I : Ya, dulu ada, dulu itu satu shift satu kontrol, quality control-nya. Terus,

pokoknya ada yang ngatur dan mengawasi hampir keseluruhan kualitas dari bisban

ini. Jadi khusus lah ini. Hanya mengontrol produksi dan bisbannya saja, kalau

ngontrol mesin ya bukan.

132

P : Oh jadi dulu itu siapa yang bertanggung jawab untuk jalannya sistem

quality control, dan yang menjadi pelakunya untuk quality control? Dan bagaimana

melakukan pemerataan tugas demi tercapainya quality control tersebut?

I : Kalau dulu, sebenarnya yang bertanggung jawab hampir setiap individu

ya. Dan itu didasari oleh pengalaman, udah tau seluk beluknya bisban, tau

semuanya, yang mana yang jelek, yang mana yang bagus, tapi nggak hanya itu saja.

Dulu ada tim khusus quality control, yang dipegang oleh 2 orang sarjana disini.

Kalau itu yang mengawasi semua. Dalam hal kualitas dia yang mengontrol dan

mengawasi para pelaku produksi dan produk itu sendiri. Tetapi juga tetap tiap

individu melakukan tugasnya masing-masing, operator juga memproduksi sesuai

tugasnya, tidak asal, SPK juga membuat surat perintah kerjanya juga sesuai

tugasnya.

P : Oh, jadi banyak ya Pak Widji yang terlibat dalam quality control ini?

I : Yaa, aslinya 2 orang yang benar-benar memegang tanggung jawab quality

control. Dan itu memang pekerjaan dia disini, cuman kita juga berupaya setiap

pelaku produksi juga memiliki rasa tanggung jawab dalam hal kualitasnya. Dan

yang pihak tim quality control ini yang juga harus mengerti, harus bisa

membedakan, mana yang layak dijual, mana yang bisa dijual, mana yang tidak

layak untuk dijual, ya istilahnya harus disortir, mana yang jelek, jadi harus bisa

nyortir ya, “Oh ini jelek, ini bagus, ini lulus, ini gak lulus”. Jadi dulu itu ada tim

khusus untuk quality control-nya.

P : Setelah dilakukan sistem quality control ini, apakah kapasitas dan

kapabilitas sumber daya memadai?

I : Ya memadai saja. Kita sudah didukung berbagai sumber daya seperti

komputer, mesin, dll, semua kita siap asal untuk kelancaran proses produksi, yang

kurang memadai ada di pelaku produksinya atau sumber daya manusianya, niatnya

nggak ada, kerja cenderung asal-asalan.

P : Bagaimana Pak Widji menilai bahwa sumber daya ini memiliki kapasitas

yang memadai?

133

I : Yak an dilihat selama proses produksinya toh? Kalau ada apa-apa dan kita

semua sudah siap akan perlengkapan, siap akan mesin-mesinnya, jalannya sistem

itu enak, tidak ada hambatan, ya itu yang saya kira artinya sudah memadai,

istilahnya nggak kurang.

P : Tapi sekarang apa masih menggunakan tim ini untuk jalannya sistem

quality control?

I : Sekarang sudah nggak pakai. Dinilai kurang efektif ya pada saat itu. Nggak

efektif, terus waktu ke waktu anak-anak juga sudah makin mahir dan

berpengalaman, juga sudah lama kan ya disini, ya akhirnya quality control

dibebankan kepada setiap individunya atau pelaku produksinya, cuman yang lebih

bertanggung jawab lagi adalah ketua regunya.

P : Tapi selain itu sistem-sistem apa saja yang berjalan dengan bantuan

sumber daya Pak Widji?

I : Yang pertama itu ada abfal ya, abfal itu secara nggak langsung adalah

sistem dari quality control yang bertujuan untuk menekan para pelaku produksi

untuk melakukan kesalahan, istilahnya meredam gitu lah ya? Kan pelaku jadi nggak

ngawur ya? Karena semakin banyak abfal juga motong uang mereka. Tapi kendala

juga mereka sering saling menutupi abfalnya. Kalau dulu ada tim quality control

itu nggak bisa ditutupin. Karena diawasi terus, ada polisinya sudah. Terus yang

kedua itu ada label ya, tau label ya? Label itu nanti yang berisikan data data produk,

jenis apa, dan dikerjakan siapa, terus kapan di produksi. Itu untuk melacak saja.

Jadi kalau ada apa-apa langsung bisa dilacak itu. Gampang. Itu yang nemepelin dari

penggulung akhir. Kan disini dibagi-bagi ya. Ketua penggulung benang ada, ketua

operator ada, ketua penggulung bisban ada. Kalau dulu kan diserahkan tim khusus

quality control semua, sekarang sudah dipecah-pecah gitu.

P : Berarti sekarang orang-orang itu merangkap jabatan istilahnya ya? Selagi

melakukan tugasnya, tetapi juga mengontrol agar kualitas itu tidak buruk?

I : Iyaa, iyaa.

134

P : Terus bagaimana dengan arsip produksi harian Pak Widji? Saya lihat di

kantornya Mbak Marsi diberitahu ada arsip, yang ditimbang sebelum dimasukkan

gudang, ada data-data mengenai berat.

I : Oh iya itu juga salah satunya. Itu juga jalan, bahkan sampai sekarang. Nah

semua sistem ini jalan semua, dibantu dengan komputer, juga dengan sumber daya

manusianya. Dulu sama sekarang masih sama-sama sistem ya. Cuman bedanya

dulu di dalam sistem itu, ada yang menjalankan saling terintegrasi dan ada yang

mengawasi. Bedanya dengan sekarang, kalau sekarang, sistemnya itu ada yang

menjalankan dan tetap saling terintegrasi, cuman tidak ada yang mengawasi lagi,

jaid istilahnya bablas gitu lah. Ya dulu, anak-anak juga masih dalam tahap training

ya, atau belajar. Jadi kalau nggak didampingi quality control, nanti kebablasan

hasilnya, terus tetap jalan dirasa juga kurang efektif, dan anak-anak juga sudah bisa

semua, jadi sudah diberi tanggung jawab semua, ini mesinmu, kamu, kamu, itu

hasilnnya harus begini-begini. Baru nanti finish-nya, quality control di penggulung

bisban tadi, ada jelek langsung buang. Gitu aja.

P : Tapi bagaimana dengan sekarang pak Widji, setelah dilepas tadi, kendala

apa saja yang dialami?

I : Ya kalau kendala ya ada lah. Masalah apa itu, ya namanya produsi ya, ada

yang jelek gitu lah, dari bahan baku juga bisa, dari bahan baku benang lho, mungkin

benangnya kurang bagus sedikit hasilnya sudah lain lagi.

P : Oh gitu, iya, terus, biasanya di bidang produksi ini Pak Widji, kesalahan-

kesalahan umum yang terjadi di bawahan ini apa saja Pak Widji, yang

menyebabkan kualitas bisban itu buruk?

I : Oh itu biasanya, ya itu mungkin dari peralatan mesinnya. Itu kan ada yang

pir otomatis gitu ya, terus pir otomatisnya setelannya kurang peka, benangnya

lepas, dia nggak berhenti, nggak bisa menyentuh otomatis, jadi jalan terus. Jadi itu

setting harus bener-bener sip. Kalau nanti, kalau ada masalah, otomatis akan mati

mesinnya.

135

P : Cuman kalau masalah mesin itu tadi Pak, cuman apakah itu bukan salahnya

operatornya? Karena kan yang operator ini juga seharusnya mengawasi mesinnya

sendiri-sendiri.

I : Iya betul, jadi itu sumber permasalahan dari operator, jadi penyetelan

utamanya ya lalai dan kurang disiplin lah. Jadi itu di awalnya kan bagus ya, terus

putus, terus kan diganti baru, nah penyetalan ganti baru itu nggak disetel ulang,

langsung pasang aja. Ada yang begitu.

P : Itu sampai sekarang Pak Widji?

I : Iya, ya mungkin dari orang malam, atau gimana, gitu.

P : Kalau yang sekarang itu apakah ada teguran sendiri Pak Widji untuk orang-

orang yang lalai itu?

I : Jadi ya saya tegur, kadang-kadang ya saya kontrol kalau pagi, saya lihat,

kadang-kadang ada sisa dari malam ya, “loh kok molor-molor?”, lah ini kok gini,

setelannya kurang bagus, mungkin modelnya, atau pirnya, tetep saya kontrol, saya

tegur, saya arahkan. Karena sekarang sudah nggak ada tim khusus quality control

yang bertanggung jawab akan hal itu. Jadi ya penanggung jawabnya di setiap

individu dan setiap ketua regu lah istilahnya.

P : Jadi setiap orang sekarang sudah bertanggung jawab untuk setiap produk

yang dibuat gitu ya Pak Widji.

I : Iyaa, Iyaa. Jadi yang diproduksi itu ya, penanggung jawabnya yang

bersangkutan itu, operator itu, cuma ada yang lolos dari produksi, nanti yang bagian

penggulung bisban yang harus kontrol lagi. Penggulung bisban itu kan sudah

digulung dan dikemas, itu kontrolnya harus betul-betul jelih, di ketua penggulung

bisbannya. Kalau sudah nggak jelih ya sudah kena jual nanti, nanti kan dimarahi

konsumen. Gitu saja.

P : Kalau dulu sama sekarang, dulu itu kan tim khusus quality control-nya

sendiri. Sekarang kan sudah nggak ada. Itu, kalau dulu itu apakah lebih bagus?

I : Ya jelas dulu lebih bagus ya, kan yang bekerja untuk sistem quality

control-nya, dobel-dobel, ada yang melakukan ada yang mengawasi. Lantaran kan

136

dulu juga anak-anak pada belum mahir semua. Dan yang mengawai quality control

itu sudah paham betul, sudah paham produknya juga. Jadi yang sekarang itu, dilihat

tidak efektif, terus juga anak-anak dinilai sudah berpengalaman, ya sudah dilepas.

Jadi sekarang kalau quality control itu sistem masih jalan. Dari awal, ada tim khusus

SPK, yang membuat perintah bisban / produk baru, dan itu yang membuat tim

khusus, harus sesuai permintaan, ada catatannya, baru diproduksi, yang pertama

kan penggulungan beam, terus kan diserahkan pada ketua, dari ketua ke bawahan,

setelah itu dilakukan produksi, dan terakhir finishing, itu ada sistem yang sudah

dibentuk, dan saling bersinergi satu sama lain, cuman sekarang kita lepas itu tim

yang bertugas untuk mengawasi sistem kami.

P : Sebenarnya setelah dievaluasi, lebih baik yang mana? Sistem yang dulu,

atau sistem yang sekarang?

I : Ya, sekarang itu lihat sikonnya, itu kami kira nggak cocok ya sudahan

kalau pakai sistem yang dulu. Sistem yang dulu kan dinilai tidak efektif dan tidak

efisien. Tidak efektif kenapa? Kalau ada tim itu, anak-anak cenderung kerjanya

asal, kalau salahpun mereka juga akan saling lempar tuduhan, dan ujung-ujungnya

tim quality control yang kena, disisi lain mereka juga meremehkan, toh kalau salah

kan ya diingatkan sama tim quality control, ya kira-kira seperti itu, dan untuk yang

tidak efisien. Tidak efisiennya itu dalam hal apa? Dalam hal biaya. Lah sekarang

pasarnya sudah sepi, pajak meningkat, semua serba naik. Kan nggak nututi itu,

apalagi kalau kita mau tim quality control yang kerjanya sangat bagus, mana mau

digaji di atas UMR? Mintanya akan lebih, dan kami tidak bisa. Maka dari itu

keputusan dari perusahaanpun, kami melepas banyak dari pekerja, khususnya tim

quality control itu tadi, terus kami bebankan quality controlnya pada orang-orang

yang bersangkutan. Gitu aja. kalau dulu memang kalau quality control itu juga

harus, karena anak-anak dinilai juga masih belum mampu, kan mikirnya dulu

begitu. Karena ya motto perusahaan itu juga, kan perusahaan ingin memberikan

kepuasan pelanggan melalui kualitas yang bagus, nah kalau motto seperti itu mana

bisa juga kami memberikan tugas langsung lepas gitu pada anak-anak yang kurang

berpengalaman. Nah harapan kami kan dengan adanya tim quality control ini, motto

itu tercapai, apa ya kira bilangnya? Misi lah ya.

137

P : Iyaa Pak. Terus, kendala yang dialami saat ini itu apa saja Pak Widji?

I : Ya ini kendalanya kalau sekarang. Kan efisiensi diterapkan jadi, tenaga

juga menurun banyak, jadi kalau ada yang nggak masuk satu saja, waduh itu sudah

keteteran ya istilahnya. Kan tanggungannya kan sudah sendiri-sendiri. Kalau semua

pada aktif semua, ya saya kira sudah berjalan lah, sesuai rencana gitu. Jadi kalau

sudah kayak nggak masuk gitu aja sudah kayak pincang. Jadi yang nggak masuk

tadi mau diisi orang lain itu juga sudah nggak bisa. Ya kan bidangnya itu tadi sudah

pas lah.

P : Terus cara mengakali apabila ada yang seperti itu bagaimana Pak Widji?

Apalagi sekarang kan 11 mesin dipegang oleh 1 orang.

I : Ya itu tetap ketua, kita serahkan ketua, ketua kan nggak punya beban

mesin, ya itu yang bisa menghandle orang yang nggak masuk itu tadi.

P : Kalau perbandingan antara dulu pakai tim khusus quality control itu sama

sekarang selisihnya besar apa nggak Pak Widji? Kerasa nggak perbedaannya?

Lebih bagus apa lebih loss?

I : Saya kira dari segi internal ya, itu bagus, karena apa? Tanggung jawabnya

orang-orang itu jadi ada. Kalau dulu itu wes pokoke harus quality control yang

harus ngontrol dan tanggung jawab terus, si pelaku jadi santai-santai saja. Toh yang

kena juga quality controlnya gitu.

P : Jadi kalau sekarang internalnya lebih bertanggung jawab ya Pak. tetapi

bagaimana dengan eksternalnya Pak? Kan akhir-akhir ini perusahaan menerima

beberapa complain terkait produk yang dijual.

I : Ya itu, yang menjadi masalah kami, ya mau bagaimana lagi ya, meskipun

sistem quality controlnya jalanpun, kalau tidak ada yang mengawasi, terus ada yang

kelolosan, ya bablas wes sampai tangan konsumen. Ya itu konsekuensinya kita

cabut pengawasannya. Dan kami menggunakan cara lain untuk istilahnya

mengakali lah ya, kami berikan lagi produk yang cacat tersebut sesuai dengan yang

di complainkan. Meski begitupun, kami tidak menarik kembali produk yang rusak

tersebut.

138

P : Jadi setelah tadi itu dinilai tim quality control kurang efisien, jadi langkah

dan tindakan yang diambil, ya dilepas itu tadi ya Pak?

I : Ya, dulu, kami lepas, tetapi tidak hanya lepas saja. Kami juga berharap

dengan dilepasnya pengawasan ini, anak-anak bisa mandiri dan bertanggung jawab

untuk tugasnya masing-masing. Kalau disini kan banyak istilahnya itu walaupun

hanya kelihatan memproduksi bisban gitu ya, itu bidangnya banyak, yang mulai

dari penggulung benang itu harus tanggung jawab sendiri, operator harus tanggung

jawab sendiri, penggulung bisban harus tanggung jawab sendiri. Gitu. Jadi kalau

ada sumber permasalahan jelek gitu ya dari sononya, tapi kalau dari kitanya ya, ya

nanti kita bisa telusuri itu, siapa pelakunya yang membuat pada saat itu, kita cari

itu.

P : Oh iya. Setelah melepas tim khusus pengawasan quality control ini Pak

Widji, kira-kira, gimana membuat supaya si anak-anak ini memiliki tanggung

jawab besar? Jadi selagi dia juga bekerja sebagai operator produksi, tetapi dia juga

harus mengontrol kualitas dari yang diproduksi di setiap masing-masing pelaku ini,

nah itu bagaimana Pak?

I : Ya itu, kita dari pengurangan orang ini, disisi lain, gaji mereka itu nambah

kan. Nah dari situ kita berikan pengarahan, bahwa penambahan uang gaji mereka

ini bukan cuma-cuma, tetapi harus dituntut kinerja yang maksimal dan nggak asal-

asalan, karena penambahan gaji ini nggak gratis ya. Kalau sebelumnya digaji 3 juta,

sekarang 4 juta, kan kelebihan 1 juta, ya kami harapkan kinerjanya juga kelebihan

sesuai dengan lebihnya gaji 1 juta ini. Makanya kita pantau ya, mana pekerja yang

siap pakai sama yang nggak layak. Begitu. Dan yang kedua kana da abfal ini. Abfal

kan dihitung. Nah itu, mereka sudah nggak bisa main-main. Dulu ada tim quality

control, kalau ada apa-apa yang kena tim quality controlnya, para pelaku produksi

merasa aman meskipun dia yang buat salah. Kalau sekarang? Sudah nggak ada,

kamu salah ya kamu yang kena, kamu juga yang kena denda dari abfal. Ya? begitu

lah kira-kira. Cuman di lain sisi, kita kan juga membuat ketua regi di masing-

masing bidang ya. Jadi ada kontrolnya meskipun kecil.

P : Ketua regunya itu, regu apa saja Pak Widji?

139

I : Ketua penggulung benang ada sendiri, ketua penggulung operator, itu ada

satu, satu grup satu. Ketua penggulung bisban juga ada, yang finishing itu juga ada

satu. Terus sama tim khusus SPK.

140

Lampiran 11: Uji Triangulasi

Plan

(Perencanaan)

Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji

Triangulasi

Indikator

Ketepatan

dalam

merumuskan

tujuan dan

target bisnis

sebelum

memulai

perencanaan

quality

control.

Target dalam quality control

adalah produksi dalam

jumlah banyak, sebanyak

mungkin, dan rejectnya, yang

jelek-jelek, selanjutnya yang

kerja harus sangat happy dan

free merdeka. Dan target

bisnisnya adalah meraih

profit melalui kepuasan

pelanggan dengan imbalan

keutungan. Sangat erat

dengan kualitas. Serta

membangun kepercayaan

pelanggan terhadap pabrik.

Dikatakan tepat karena yang

diharapkan dalam target

tersebut juga sepenuhnya

untuk pelanggan, dengan

memberikan yang terbaik dan

sekiranya tanpa diukurpun

juga sudah tepat.

Tujuan dan targetnya customer

puas dengan memakai produk

dari CV Gema Sutera yang

ujung-ujungnya mengarah ke

suatu produk yang baik. Pada

intinya dapat diterima di

customer, juga sesuai dengan

permintaan pelanggan dan

barang itu benar-benar bagus.

Bagi CV Gema Sutera, tujuan

dalam kualitas itu sendiri

diperuntukkan konsumen,

perusahaan dapat menjawab

kemauan konsumen berarti

dirasa sudah tepat.

Meraih komsumen sebanyak-

banyaknya melalui produk yang

dibuat, dan buat produk yang

berkualitas, sehingga konsumen

puas dengan produk yang

dihasilkan, dan itu membuat

konsumen tidak pergi ke produsen

lain. Dikatakan sudah tepat karena

pihak CV Gema Sutera membuat

produk ini untuk bukan untuk

perusahaan sendiri, melainkan

untuk konsumen, konsumen

maunya ini, perusahaan siapkan

semua.

Valid

141

Perumusan

strategi

quality

control

berdasarkan

tujuan dan

target bisnis

Perumusan strategi sudah

tepat. Disisi lain quality

control dijalankan,

didalamnya juga ada yang

bertugas mengawasi, double

jadinya, kan lebih mudah

tercapai targetnya, jarang ada

kelolosan, kalau ini.

Perumusan strategi ini karena

terlalu fanatisme untuk

meraih tujuan dan target

bisnis, yang pengen

sempurna.

Perumusan strategi seperti ini

sebelumnya seperti yang di

rapatkan dengan pemilik.

Pemilik ingin tujuan dan target

dalam hal kualitas tercapai,

jadi dibuatlah sistem ini, mulai

dari SPK, abffal, arsip, label,

sampai tim khusus quality

control ini..

Perusahaan membuat sistemnya,

seperti abffal, label, juga ada tim

khusus pengawasan. Setelah itu

strategi perusahaan adalah mencoba

agar subsistem yang kami buat

harus bersinergi satu sama lain,

saling mendukung dan

terkoordinasi dengan baik.

Valid

Ketepatan

sumber-

sumber daya

yang

diperlukan

untuk

perencanaan

quality

control.

Sumber daya sudah tepat,

perusahaan memiliki

komputer dipadu dengan

admin yang tiap harinya

mendata bisban yang

diproduksi, data tersebut

mencakup roll, standar kilo,

tipe, tanggal pembuatan, dan

untuk sumber daya

manusianya juga sudah

disiapkan.

Sudah tepat, karena pada

sumber daya manusianya,

perusahaan memakai beberapa

orang sarjana, selain itu,

bekerja dengan orang yang

berpengalaman tentunya untuk

menjalankan pekerjaan baik

sebagai bagian dari produksi,

sehingga akan tau, mana yang

bagus dan mana yang jelek,

dibantu oleh beberapa media

lainnya berupa pelabelan dan

penimbangan melalui

komputer, karena untuk

Paling utama yaitu sumber daya

manusianya sendiri, dan perusahaan

mempekerjakan orang sarjana

untuk menjadi pengawas quality

control. Terus juga berbagai

peralatan, seperti mesin rajut, mesin

gulung bisban, printer untuk label,

mesin pengukur panjang, alat

timbang, dan juga komputer yang

mendukung untuk pengawasan

kualitas. Sumber dayanya juga

harus siap dan tidak boleh asal

standar saja. Hasilnya juga standar

nantinya.

Valid

142

mencapai quality control yang

bagus tidak hanya manusia

saja yang kita butuhkan, tetapi

ditunjang dengan teknologi

komputerisasi.

Penetapan

standar

keberhasilan

kualitas dalam

pencapaian

tujuan dan

target bisnis.

Standar keberhasilan yang

paling utama adalah

minimnya complain.

Perusahaan bisa bilang sudah

tepat karena sudah

diperhitungkan, karena sudah

tahu, yang idealnya

bagaimana, dan yang tidak

tercapai itu bagaimana,

dengan sekarang sumber

daya yang ada ini tercapai

sekarang, itu tentunya yang

tadi itu lebih tinggi kelasnya.

Berdasarkan kapabilitas

perusahaan, yang mana

kapabilitas tersebut termasuk

senantiasa menggali

pengetahuan baru dan latar

belakang saya sebagai

lulusan elektronik.

Standar keberhasilannya

adalah minim complain dan

minim retur. Karena strategi

yang CV Gema Sutera

planning ini besar-besaran,

dibuat untuk mencapai tujuan

secara maksimal maka standar

keberhasilan yang ditetapkan

sudah ditimbang berdasarkan

rencana sistem yang dibuat,

terutama adanya tim khusus

untuk pengawasan quality

control. Untuk itu sekiranya

semua sangat mampu untuk

mencapai standar

keberhasilan.

Dianggap berhasil apabila produk

yang CV Gema Sutera buat sesuai

dengan harapan konsumen, dari

jumlah complain-nya. Apabila

complain didapati jarang, maka hal

tersebut menandakan berhasil.

Kalau masih sering complain berarti

masih belum mencapai

keberhasilan yang sudah dipatok.

Valid

143

Do

(Pelaksanaan)

Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji

Triangulasi

Indikator

Pelaksanaan

sesuai dengan

rencana yang

dibuat

Sudah bagus dan menghasilkan

buah yang bagus pula. Hasil

nyatanya apabila memakai sistem

ini maka tidak akan pernah

pelanggan yang complain sesuai

dengan apa yang direncakan dan

diharapkan. Kendalanya pelaku-

pelakunya tidak punya disiplin

administratif.

Harapan dengan kenyataan

sesuai. Semua jalan sesuai

rencana, yang rencana awal-

nya perusahaan produksi se-

banyak-banyaknya, reject

seminim-minimnya melalui

sistem ini. Dan setelah di-

terapkan, memang terbukti,

minim complain itu salah sa-

tunya.

Pada awal mulanya sesuai

rencana. Kita bikin sistemnya

ini ini, semuanya jalan, dan

kenapa saya bilang sesuai?

Karena hasilnya, hasilnya yang

sesuai. Minim complain itu

tadi. Itu tercapai, makanya bisa

dibilang sesuai dengan rencana

awal.

Valid

Pemerataan

pembagian

tugas dalam

pelaksanaan

quality control

Pada awal kerja, terdapat tim SPK,

yang memberikan perintah agar

produksi sesuai dengan order,

terus ada tim yang mengontrol

semua mesin atas kelancarannya

yaitu tim operator produksi, terus

tim finishing, dilain hal dia

mengerjakan penggulungan

bisban dan pengepakan, tetapi

juga melihat apakah bisban sudah

bagus untuk di pack. Juga ada tim

quality control khusus untuk

Pertama, perusahaan mem-

bagi tugas tersebut, ada ke-

lompok produksi, ada ope-

rator, juga SPK, operator

disisi lain memproduksi teta-

pi juga harus menjaga kua-

litas melalui pengawasan

terhadap mesin, begitu juga

dengan SPK diharapkan ti-

dak salah dalam memberi-

kan surat perintah, keduanya

ini saling bekerja sama, ada

Terdapat tim khusus quality

control, yang dipegang oleh 2

orang sarjana. Kalau itu yang

mengawasi semua. Dalam hal

kualitas dia yang mengontrol

dan mengawasi para pelaku

produksi dan produk itu sendiri.

Tetapi juga tetap tiap individu

melakukan tugasnya masing-

masing, operator juga

memproduksi sesuai tugasnya,

tidak asal, SPK juga membuat

Valid

144

mengawasi semua, mulai dari

proses penggulungan beam,

produksi, hingga finishing.

Sekarang tim untuk proses

produksinya sebelum menjadi

barang jadi atau tehnikal.

Kendalanya adanya budaya ewuh

pekewuh, sungkan-sungkanan,

tidak berani tegur, itu yang

membunuh semua cita-cita

berjalannya sebuah manajemen

yang bagus.

kelompok penggulung

beam, ada kelompok peng-

gulung bisban atau isti-

lahnya finishing, dia juga

melihat apakah kualitasnya

bagus saat digulung, terlalu

panjang atau terlalu pendek.

Dan untuk ISO tadi, itu yang

bertindak mengawasi dan

menjadi tim khusus quality

control kita, ngecek semua

mulai dari penggulungan

beam, produksi, sampai

finishing, memastikan se-

muanya tepat.

surat perintah kerjanya juga

sesuai tugasnya.

Kapasitas dan

kapabilitas

sumber daya

memadai untuk

jalannya

pelaksanaan

quality control.

Sumber daya seperti mesin,

komputer, software, alat timbang,

alat-ukur panjang, alat

penggulung, kita memadai ya

disana untuk menjalankan sistem

quality control ini. Tetapi terdapat

kekruangan pada sumber daya di

manusianya, kurang memadai

untuk menjalankan sistem seperti

itu, ewuh pekewuh, dan tidak ada

disiplin, tidak ada niat pribadi

Dari skill sumber daya

manusianya mampu, dia

basic-nya memang dari

operator, mulai dari

pembuatan bisban dari nol

sampai jadi dia tahu. Cuman

kurang memadai di

semangat mereka. Untuk

kapasitas kita juga punya

banyak ya, ada media cetak,

ada peralatan untuk

Ya memadai saja. Perusahaan

didukung dengan berbagai

sumber daya seperti komputer,

mesin, dll, semua perusahaan

siap asal untuk kelancaran

proses produksi, yang kurang

memadai ada di pelaku pro-

duksinya atau sumber daya

manusianya, niatnya nggak

ada, kerja cenderung asal-

asalan.

Valid

145

yang tinggi untuk membuat

produk dengan sungguh-sungguh.

perbaikan, ada alat ukur

panjang, ada alat timbang,

ada software di komputer-

komputer.

146

Study

(Evaluasi)

Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji

Triangulasi

Indikator

Memeriksa

pelaksanaan

quality control

apakah berada

dalam jalur.

Pelaksanaan sudah bagus dan

menghasilkan buah yang bagus

pula. perusahaan serba tahu

sebelum complain itu datang dari

pelanggan.

Pelaksanaan quality control

sesuai, semua jalan sesuai

rencana

Perusahaan membuat sistem

tersebut, semuanya jalan.

Valid

Memantau

kemajuan

perbaikan

kualitas yang

direncakan.

Hasil nyatanya, bakalan kalau

pakai sistem yang tadi itu, itu tidak

akan pernah pelanggan yang

complain, sesuai dengan apa yang

direncakan dan diharapkan. Kalau

dengan sekarang itu masih ada

complain dari pelanggan, jadi

kalau dibandingkan, itu lebih

tinggi.

Setelah diterapkan, memang

terbukti, minim complain itu

salah satunya.

Hasilnya yang sesuai, minim

complain itu tadi, itu tercapai.

Valid

Evaluasi

perbandingan

sesudah dan

sebelum

pelaksanaan

quality control

Bagu, bedanya banyak karena

pada saat itu complain tidak

sesering sekarang. Hal ini sudah

pasti karena sudah pernah jalan.

Kejelekan itu dibendung secara

diri, dan kesalahan produksi itu

terbendung secara dini. Memang

apabila perusahaan menerapkan

sistem yang lama itu bagus dan

Target kualitasnya tercapai

semua, complain-nya

semakin sedikit, jadi

selisihnya sangat jauh,

cuman kualitas orangnya

kurang.

Jelas dulu lebih bagus, karena

ada yang bekerja untuk sistem

quality control-nya, dobel-

dobel, ada yang melakukan ada

yang mengawasi. Dan dinilai

kurang efektif ya pada saat itu,

terus waktu ke waktu anak-

anak juga sudah makin mahir

dan berpengalaman.

Valid

147

minim retur. Cuma dengan

minimnya retur itu harus

mengeluarkan biaya berapa itu

untuk orang-orang sarjana.

148

Action (Tindak

lanjut)

Informan 1 (Andy) Informan 2 (Sono) Informan 3 (Widji) Uji

Triangulasi

Indikator

Pengambilan

keputusan

berdasarkan

hasil yang sudah

dievaluasi.

Perusahaan nggak mampu disitu,

jadi perusahaan melepas tim

pengawas quality control itu, kita

mampunya dengan sumber daya

ini sudah tepat, jadi ketepatan itu

relatif, disesuaikan dengan sumber

daya yang kita punyai sudah

cukup, alhasil ada complain dari

pelanggan dan dibilang sudah

tepat karena complain-complain

dari pelanggan itu sudah bisa kita

cover

Bagian yang ngontrol kan

kebanyakan di mesin, cuman

dilihat-liihat gitu aja wes.

Jadi lek saya bilang itu

kualitas kontrol dari

individunya yang kurang

oke, juga cost untuk mereka

besar, makanya saya

hilangkan itu.

Sekarang sudah nggak pakai.

Dinilai kurang efektif ya pada

saat itu. Ya akhirnya quality

control dibebankan kepada

setiap individunya atau pelaku

produksinya.

Valid

Melanjutkan

sistem yang

telah dibuat

apabila hasil

evaluasi

menunjukkan

peningkatan.

Kalau ada pelanggan yang

complain, “oh barangmu satu roll

itu isinya 50 yard, ternyata diukur

hanya 49 yard, kurang 1”, ya

misalnya, itu datang ke kita dan

kita akan memberi ganti, tanpa

menarik balik yang lama. Jadi QC

yang kurang, yang menghasilkan

complain itu tadi, perusahaan bisa

cover dengan mengganti rugi

pelanggan itu.

Kan perusahaan sudah tidak

bisa menjawab kepuasan

melalui quality control kan

kalau ada produk cacat di

tangan pelanggan. Istilahnya

kan perusahaan percaya ke

dia juga, sudah itu saja.

Untuk menimbulkan

kepercayaan juga istilahnya,

bahwa perusahaan kerja itu

nggak main-main,

perusahaan berani rugi,

Itu konsekuensinya perusahaan

cabut pengawasannya. Dan

perusahaan menggunakan cara

lain untuk istilahnya

mengakali, kami berikan lagi

produk yang cacat rersebut

dengan yang di complain-kan.

Meski begitupun, perusahaan

tidak menarik kembali produk

yang rusak tersebut.

Valid

149

nggak mungkin macem-

macem.

Menetapkan

sistem baru

apabila hasil

evaluasi

menunjukkan

tidak ada

peningkatan

atau penurunan.

Valid