ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DESA GERBOSARI DAN … paper semnas 2018ww .pdf · Bencana alam...
Transcript of ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DESA GERBOSARI DAN … paper semnas 2018ww .pdf · Bencana alam...
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
172
ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DESA GERBOSARI DAN
DESA SIDOHARJO, KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULON PROGO
DENGAN METODE FREQUENCY RATIO
Wahyu Wilopo1,2
, Ignatius Dion Adi Pradana1
1Departemen Teknik Geologi FT UGM, Jl. Grafika 2 Bulaksumur Yogyakarta 55281
2Pusat Unggulan dan Inovasi Teknologi Mitigasi Kebencanaan (GAMA-InaTEK)
*corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Gerakan tanah merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Salah
satu daerah yang rentan dan sering terjadi gerakan tanah adalah Desa Gerbosari dan Desa
Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bencana alam gerakan tanah yang sering terjadi di daerah ini menyebabkan kerugian baik
harta, benda maupun jiwa. Untuk mengurangi kerugian akibat gerakan tanah tersebut maka
perlu dilakukan pemetaan potensi gerakan tanah didaerah tersebut. di Desa Gerbosari dan
Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan
metode frequency ratio. Metode penelitian ini dilakukan dengan survai langsung ke lapangan
untuk mendapatkan data faktor pengontrol dan kejadian gerakan tanah baik secara langsung
maupun data sekunder. Analisis zonasi gerakan tanah yang digunakan yaitu dengan Metode
frequency ratio yang mendasarkan pada data kejadian gerakan tanah dan faktor-faktor
pengontrol gerakan massa. Faktor pengontrol yang dipakai dalam penelitian ini adalah
kemiringan lereng, litologi, jarak dari struktur/kelurusan, jarak dari sungai/drainase, curah
hujan dan tata guna lahan. Nilai dari Landslide Hazard Index yang dihasilkan dari frequency
ratio ini kemudian dijadikan dasar untuk menentukan zonasi kerentanan gerakan tanah yang
di validasi dengan data kejadian gerakan tanah. Hasil validasi menunjukkan bahwa
keakuratan mencapai 78% (cukup) dan daerah penelitian dibagi menjadi 3 zona kerentanan
yaitu tinggi, sedang dan rendah. Daerah yang meliputi zona kerentanan tinggi meliputi bagian
utara Desa Sidoharjo dan Desa Gerbosari serta daerah barat Desa Gerbosari.
Kata Kunci : frequency ratio, gerakan tanah, zonasi gerakan tanah
1. Pendahuluan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang menimbulkan kerugian baik secara
material maupun nonmaterial yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia.
Beberapa jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia yaitu gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan gerakan massa. Menurut Karnawati
(2005), gerakan massa adalah gerakan menuruni atau keluar dari lereng oleh material
penyusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan material penyusun lereng tersebut.
Indonesia yang berada di daerah tropis memiliki potensi terjadi gerakan massa yang besar
karena proses pembentukan tanah yang begitu intens dan didukung dengan adanya faktor
pengontrol dan pemicu terjadinya gerakan massa. Gerakan massa atau lebih sering disebut
dengan longsor sendiri dapat menimbulkan kerusakan tidak hanya pada sarana dan prasarana,
namun juga mengganggu aktivitas manusia seperti kesehatan, pekerjaan, sekolah dan lain-
lain. BPBD Kulon Progo telah melakukan pendataan sepanjang tahun 2008-2016 dimana
telah terjadi bencana gerakan massa sebanyak 380 kasus di Kecamatan Samigaluh. Pada
daerah penelitian sendiri telah terjadi bencana gerakan massa sebanyak 124 kasus, dimana 72
kasus berada di Desa Gerbosari dan 52 kasus berada di Desa Sidoharjo. Banyaknya kasus
gerakan massa di Desa Gerbosari dan Desa Sidoharjo menjadi alasan mengapa kedua desa
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
173
tersebut menjadi daerah penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta zonasi
kerentanan gerakan tanah di Desa Gerbosari dan Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulon Progo dengan metode frequency ratio yang belum pernah diaplikasikan di
wilayah ini.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder maupun data primer. Pada tahap
pengumpulan data sekunder dilakukan kompilasi data berkaitan dengan daerah penelitian.
Data yang dipakai berupa Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Lembar 1408-232 Sendangagung
(skala 1:25.000), Peta Geologi Regional Yogyakarta, Jawa 1408-2 dan 1408-7 (skala
1:100.000), Data Kebencanaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Kulon Progo serta data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. Pada tahap
pengumpulan data primer dilakukan survai lapangan untuk mengumpulkan dan identifikasi
data-data seperti litologi, struktur, drainase dan titik-titik gerakan massa yang ada di daerah
penelitian. Sedangkan analisis data menggunakan metode frequency ratio. Metode ini
merupakan metode pemetaan gerakan massa yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi
gerakan massa yang akan datang dengan menggunakan kondisi yang sama dengan kejadian
gerakan massa yang pernah terjadi di masa lalu (Shahibi, dkk., 2012). Metode ini berdasarkan
pada faktor-faktor pengontrol gerakan massa dan persebaran titik kejadian gerakan massa
yang pernah terjadi di masa lalu. Setiap faktor pengontrol dari gerakan massa diklasifikasikan
menjadi beberapa kelas dalam bentuk zonasi berdasarkan karakternya. Setiap kelas dari
masing-masing faktor pengontrol gerakan massa tersebut diintegrasikan dengan persebaran
titik kejadian gerakan massa yang pernah terjadi di masa lalu. Tiap kelas pada masing-masing
faktor pengontrol gerakan massa dihitung nilai frequency rationya (Bonham,1994 dalam
Tazik, dkk., 2014) dalam persamaan (1) berikut:
∑ ∑
(1)
Dimana:
FR : Frequency ratio tiap kelas faktor tertentu
Di : Jumlah titik gerakan massa pada suatu kelas dalam faktor tertentu.
Ai : Jumlah area pada suatu kelas dalam faktor tertentu .
∑ : Jumlah titik gerakan massa dalam faktor tertentu.
∑ : Jumlah area dalam faktor tertentu.
Peta potensi kerentanan bahaya gerakan massa yang dihasilkan dari metode frequency ratio
dapat dilakukan validasi keakuratannya. Validasi ini dilakukan dengan membandingkan data
lokasi gerakan massa yang pernah terjadi dengan peta kerentanan gerakan massa yang
dihasilkan dari analisis metode frequency ratio (Chung dan Fabbri, 2003). Hasil dari validasi
ini berupa kurva tingkat prediksi yang menunjukkan kualitas dari peta potensi gerakan massa
dalam memprediksi potensi kejadian gerakan massa.
3. Pengutaraan Data
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya gerakan
massa. Daerah dengan kemiringan lereng yang besar akan semakin berpotensi terjadi gerakan
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
174
massa. Berdasarkan Karnawati (2005) daerah penelitian di bagi menjadi 3 zonasi yaitu zona
kemiringan lereng rendah (<200), zona kemiringan lereng sedang (200-400) dan zona
kemiringan lereng tinggi (>400) seperti Gambar 1.
Litologi
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan referensi penelitian sebelumnya, di
daerah penelitian tersusun atas 2 jenis litologi yaitu satuan breksi andesit dan satuan napal
seperti Gambar 2. Di lapangan tidak ditemukan bukti hubungan yang jelas antara kedua
satuan tersebut, namun menurut Rahardjo, dkk (1995) hubungan kedua satuan tersebut adalah
tidak selaras.
Struktur atau Kelurusan Struktur atau kelurusan menjadi bidang lemah yang kemudian bisa diinfiltrasi oleh air
sehingga memicu terjadinya pelapukan dan erosi sehingga lama-kelamaan dapat berpotensi
terjadinya longsor karena berkurangnya daya penahan gerakan pada lereng. Pada penelitian
ini zonasi struktur atau kelurusan terbagi menjadi 3 zonasi yaitu zona jarak dari
struktur/kelurusan < 500 m, zona jarak dari struktur /kelurusan 500-1000 m dan zona jarak
dari struktur /kelurusan > 1000 m (Hong, 2016) seperti Gambar 3.
Sungai atau Drainase Menurut Shahabi (2012) system sungai atau drainase dapat mempengaruhi jumlah air yang
menginfiltrasi kedalam lereng. Pada penelitian ini zonasi sungai atau drainase di bagi menjadi
3 zona yaitu zona jarak dari drainase < 50 m, zona jarak dari drainase 50- 100 m dan zona
jarak dari drainase > 100 m (Mirnazari, 2014) seperti Gambar 4.
Tata Guna Lahan
Stabilitas dari lereng dapat terganggu dengan adanya penggunaan lahan di lereng tersebut.
Lereng yang digunakan untuk persawahan, tegalan atau kolam memudahkan air untuk masuk
ke dalam tanah sehingga beban air yang ada dilereng akan bertambah. Selain air yang dapat
menambah beban pada lereng, jenis vegetasi dan massa bangunan juga akan meningkatkan
beban lereng sehingga potensi terjadi gerakan massa akan semakin besar. Berdasarkan
pengamatan dilapangan daerah penelitian dibagi menjadi sawah irigasi, semak, kebun/hutan,
pemukiman, sawah tadah hujan dan ladang seperti Gambar 5.
Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya gerakan massa. Semakin tinggi
curah hujan maka semakin banyak air yang meresap ke dalam tanah dan meningkatkan beban
yang ditanggung oleh lereng tersebut. Namun demikian, karena kecilnya daerah penelitian
dan terbatasnya stasiun penakar curah hujan maka derah penelitian hanya memiliki satu zona
curah hujan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo selama 10
tahun, didapatkan rata-rata curah hujan di daerah penelitian sebesar 2570 mm/tahun.
Titik Gerakan Massa
Pada daerah penelitian ini terdapat total 59 titik gerakan massa seperti Gambar 6. Dari total
titik gerakan massa, sebanyak 80% titik gerakan massa akan digunakan sebagai dasar
perhitungan nilai frequency ratio dan sebanyak 20% titik gerakan massa akan digunakan
untuk validasi peta kerentanan gerakan massa (Mezughi 2011). Jadi dalam penelitian ini
sebanyak 47 titik digunakan untuk perhitungan nilai frequency ratio dan 12 titik digunakan
untuk validasi peta kerentanan gerakan massa.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
175
4. Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini peta kerentanan gerakan tanah di susun dengan menggunakan faktor
pengontrol seperti litologi, curah hujan, jarak dari kelurusan/struktur, jarak dari
sungai/drainase, kemiringan lereng dan tata guna lahan. Dari semua faktor tersebut kemudian
dihitung nilai frequency ratio menggunakan data jumlah kejadian gerakan massa dan luas dari
tiap kelas dari faktor tersebut seperti Tabel 1. Menurut Pradhan (2010) nilai dari frequency
ratio ini menunjukkan tingkat kontribusi suatu faktor pada terjadinya suatu gerakan massa,
semakin besar nilai frequency ratio maka faktor tersebut semakin mempengaruhi potensi
terjadinya gerakan massa.
Menurut Mezughi (2011) total keseluruhan titik gerakan massa yang didapatkan
dikelompokkan menjadi 2 kelompok dimana kelompok pertama sebanyak 80% dari total
keseluruhan gerakan massa digunakan untuk mencari nilai frequency ratio dan Landslide
Hazard Index. Sedangkan 20% sisanya digunakan untuk validasi peta yang dihasilkan. Dalam
melakukan validasi, nilai Landslide Hazard Index yang sudah didapat, dinormalisasi dan
dibagi menjadi 10 kelas persentase seperti Tabel 2 dan Gambar 7, lalu dibuat peta
berdasarkan kelas persentase tersebut Peta Landslide Hazard Index dapat dilihat pada Gambar
8. Setelah itu dilakukan tumpang tindih antara peta dan titik validasi yang dapat dilihat pada
Gambar 8. Berdasarkan atas Tabel 2, kemudian dibuat kurva tingkat prediksi berdasarkan
kelas kumulatif LHI dengan persentase kumulatif kejadian gerakan massa, dimana kumulatif
kelas LHI berada di sumbu x dan persentase kumulatif kejadian gerakan massa berada di
sumbu y seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Dari kurva tingkat prediksi yang sudah
didapat kemudian dihitung setiap luas kelas untuk menentukan nilai akurasi dari peta yang
sudah dihasilkan menggunakan rumus area under curve. Setelah mendapat nilai luas masing-
masing trapesium kemudian dijumlahkan semuanya sehingga didapatkan nilai validasi peta
sebesar 78% yang masuk dalam kategori cukup/fair (Tape, 2001)
Dari nilai-nilai frequency ratio tiap faktor ini kemudian ditumpangtindih satu dengan yang
lain sehingga didapatkan nilai Landslide Hazard Index. Nilai Landslide Hazard Index ini
dinormalisasi dahulu, lalu diklasifikasikan menjadi 10 nilai Landslide Hazard Index untuk
menentukan nilai validasi dari analisis frequency ratio. Lalu hasil dari tumpang tindih faktor-
faktor pengontrol tersebut diklasifikasikan kembali menjadi 3 zonasi yang selanjutnya
disajikan dalam peta zonasi kerentanan gerakan massa seperti Gambar 10. Peta kerentanan
gerakan massa ini merupakan hasil dari nilai Landslide Hazard Index yang diklasifikasikan
menjadi 3 zonasi.
Zona Kerentanan Gerakan Massa Rendah
Zona kerentanan gerakan massa rendah ini memiliki luas sebesar 8,6 km2 atau sekitar
34% dari total luas daerah penelitian. Pada zona ini ditemukan 11 kali kejadian
gerakan massa. Zona ini memiliki nilai Landslide Hazard Index sebesar 3,54-6,14.
Zona Kerentanan Gerakan Massa Sedang
Zona kerentanan gerakan massa sedang ini memiliki luas sebesar 10,1 km2 atau sekitar
41% dari total luas daerah penelitian. Pada zona ini ditemukan 21 kali kejadian
gerakan massa. Zona ini memiliki nilai Landslide Hazard Index sebesar 6,14-7,32.
Zona Kerentanan Gerakan Massa Tinggi
Zona kerentanan gerakan massa tinggi ini memiliki luas sebesar 5,8 km2 atau sekitar
23% dati total luas daerah penelitian. Di zona ini ditemukan 27 kejadian gerakan
massa. Zona ini memiliki nilai Landslide Hazard Index sebesar 7,32-11,08.
Pedukuhan yang masuk ke dalam zona kerentanan gerakan massa tinggi yaitu Ngroto,
Surat, Gebang, Muganglor, Gorolangu, Madigondo, Magermalang, Wonogiri,
Nglambur, Kecerne, Suroloyo, Kayugede dan Sendad.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
176
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode frequency ratio dan metode area under
curve menunjukkan bahwa tingkat akurasi dari peta kerentanan gerakan massa yang
dihasilkan sebesar 78% yang masuk kategori cukup/fair (Tape, 2001). Pemetaan kerentanan
gerakan massa di Desa Gerbosari dan Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten
Kulon Progo, D. I. Yogyakarta dengan menggunakan metode frequency ratio menghasilkan
peta kerentanan gerakan massa yang terbagi atas 3 zona kerentanan gerakan massa yaitu zona
kerentanan gerakan massa rendah, zona kerentanan gerakan massa sedang dan zona
kerentanan gerakan massa tinggi. Pedukuhan yang masuk ke dalam zona kerentanan gerakan
massa tinggi yaitu Ngroto, Surat, Gebang, Muganglor, Gorolangu, Madigondo, Magermalang,
Wonogiri, Nglambur, Kecerne, Suroloyo, Kayugede dan Sendad.
Acknowledgements
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi UGM yang telah
mendukung kegiatan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, 2001, Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar
Sendangagung 1408-232, Bogor; BAKOSURTANAL.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo, 2014, Peta
Bahaya Tanah Longsor Kabupaten Kulon Progo, Kulon Progo; BPBD Kulon Progo.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2009 s.d. 2017, Kabupaten Kulon Progo
dalam Angka 2009, Kulon Progo; BPS Kulon Progo.
Chung, C.F. dan Fabbri, A.G., 2003, Validation of Spatial Prediction Model for Landslide
Mapping, Natural Hazard Vol. 30, Netherlands; Springer, page 451-472.
Hong, H., Pourghasemi, H, R., Pourtaghi., Z, S., 2006, Landslide susceptibility assessment in
Lianhua County, China Comparison between random forest data mining technique and
bivariate and multivariate statictical model, Geomorphology Volume 259, Elsevier, page
105-118.
Karnawati D., 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya, Yogyakarta; Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada.
Mirnazari, J., Ahmad, B., Sattari,F., 2014, Using Frequency Ratio Method for Spatial
Landslide Prediction, Research Journal of Applied Sciences, Engineering and
Technology 7, Maxwell Scientific Organization, page 3174-3180.
Pradhan, B., 2010. Landslide Susceptibility Mapping of a Catchment Area Using Frequency
Ratio, Fuzzy Logic and Multivariate Logistic Regression Approaches, Journal Indian
Society.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H. M. D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa. Bandung; Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Shahibi, H., Baharin, B. A., Khezri, S., 2012, Application of Satellite Remote Sensing for
Detailed Landslide Inventories Using Frequency Ratio Model and GIS, International
Journalof Computer Science Vol. 9, Malaysia; IJCSI, page 108-117.
Tape, T. G., 2001, Interpretation of Diagnostic Test, Ann Intern Medicine, Philadelphia;
American College Physicians.
Tazik, E., Jahantab, Z., Bakhtiari, M., Rezaei, A., Alavipanah, K. S., 2014, Landslide
Susceptibility Mapping by Combining the Three Method Fuzzy Logic, Frequency Ratio
and Analytical Hierarchy Process in Dozan Basin, The International Archieve of the
Photogrammetry Vol. 40, Tehran; Remote Sensing and Spatial Information Sciences,
page 267-272.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
177
Gambar 1. Peta kemiringan lereng daerah penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
178
Gambar 3. Peta zonasi kelurusan daerah penelitian
Gambar 4. Peta zonasi sungai/drainage daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
179
Gambar 5. Peta tata guna lahan daerah penelitian
Gambar 6. Peta titik gerakan massa di daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
180
Gambar 7. Kurva tingkat persentase kejadian gerakan Vs LHI massa daerah penelitian
Gambar 8. Peta LHI dan validasi di daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
181
Gambar 9. Kurva kumulatif tingkat prediksi kejadian gerakan massa Vs nilai kumulatif LHI
Gambar 10. Peta zonasi kerentanan gerakan massa di daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
182
Tabel 1. Nilai frequency ratio dan Landslide Hazard Index pada daerah penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
183
Tabel 2. Jumlah gerakan massa dan persentase kumulatif gerakan massa