XOKLET

download XOKLET

If you can't read please download the document

Transcript of XOKLET

PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN & ASAM LEMAK BEBAS (FFA) A. ACARA Praktikum penentuan Analisis Lemak dengan menggunakan metode Weibull, penentuan Angka Penyabunan, dan penentuan Asam Lemak Bebas (FFA). B. PRINSIP 1. Analisis Kadar Lemak dengan Metode Weibull Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam suasa na asam untuk membebaskan lemak yang terikat. 2. Penentuan Angka Penyabunan Titrasi kelebihan KOH oleh HCl yang ditetapkan sebagai banyaknya KOH saat titik akhir. 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas. C. TUJUAN 1. Analisis Lemak dengan metode Weibull Melakukan penetapan kadar lemak atau minyak dalam bahan hasil pertanian atau has il olahanya yang dinyatakan sebagai lemak atau minyak yang terekstraksi. 2. Penentuan Angka Penyabunan Melakukan penetapan bilangan penyabunan yang dinyatakan sebagai jumlah mg. KOH y ang dibutuhkan untuk menyabunkan lemak atau minyak secara sempurna dari 1 g samp le. 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Melakukan penetapan asam lemak bebas dari sample sebagai persentase bobot dari a sam lemak bebas yang ada.

D. REAKSI REAKSI

E. DASAR TEORI Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak pe nyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak. Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan si fat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. asam lemak jenuh 2. asam lemak tidak jenuh Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengand ung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi la rut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane, Benzene, Chl oroform, dll. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dala m pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tida k ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.

Contoh di bawah ini menunjukan beberapa bahan jenis pelarut yang sesuai dengan e kstraksi lipida tertentu : ? senyawa trigliserida yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pel arut-pelarut non polar misalnya n-Hexane atau petroleum ether ? glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alkohol yang polar ? lesitin (lecithin) atau secara kimiawi adalah senyawa phosphatidyl-choline ber sifat basis dan akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alkoho l. ? Phosphatidyl-serine yaitu fosfolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam khloroform yang sedikit polar dan basis. Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat dipelajari s ecara lebih mendalam relatif lebih mudah daripada senyawa-senyawa makronutrien y ang lain. Prosedur-prosedur analisa lemka dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunak an alat peralatan sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa terseb ut dimungkinkan antara lain : 1. molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein. 2. molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut k ebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lign in belum dapat. Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongka n dalam 3 kelompok tujuan ini : 1. penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pad a bahan pertanian dan olahanya. 2. penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan, misalnya : ? penjernihan (refining) ? penghilangan bau (deodorizing) ? penghilangan warna (bleaching), dll penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan d aya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya. Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air. 3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak t ertentu. Data mengenai sifat minyak ini misalnya : ? angka iodin yang menentukan tingkat ketidakjenuhan asam-asam penyusunnya ? titik cair (melting point) ? angka Reichert-meissel yaitu angka yang menujukan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap (panjang rantai C4-C6) ? angka Polenske yaitu angka yang menunjukan kadar asam-asam lemak yang mudah me nguap tetapi tidak larut dalam air (C8-C14) ? angka Kirschner) yang khusus menunjukan jumlah asam butirat Sedangkan angka penyabunan (Saponification value) menunjukkan secara relatif bes ar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Titik tolak ukur lain misalnya angka indeks refraksi , titik cair, angka kekentalan, titik percik (Flash point), komposisi asam-asam lemak, dll. Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, ste rol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisa nya disebut lemak kasar (crude fat) Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan : 1. Bahan Kering Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble lalu dikeringkan dalam oven unutk menghilangkan kadar airnya. Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan secara terputus-putus atau secara berkes inambungan. Ekstraksi secara terputus-putus dilakukan dengan alat soxhlet atau a lat ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Sedangkan secara berkesi nambungan dengan alat Goldfisch atau ASTM yang telah dimodifikasi. 2. Bahan Basah Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau denga

n Mojonnier. Sample yang telah ditimbang dimasukan ke dalam botol Babcock setela h melalui beberapa tahap dan disentrifuse lemak akan semakin terpisah dengan cai rannya, dan agar dapat dibaca banyaknya lemak maka ke dalam botol ditambahkan aq uadest panas sampai lemak tepat pada skala yang terdapat pada leher botol Babcoc k, dengan demikian banyaknya lemak dapat langsung diketahui. Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan, berat residu dinyatak an sebagai berat lemak atau minyak dalam bahan. F. ALAT DAN BAHAN ? Alat 1. Analisis Kadar lemak Metode Wiebull Labu lemak Soxhlet Hot Plate Oven Neraca analitik Beaker glass Corong saring Kaca arloji Erlenmeyer Spatula Kertas saring Pipet ukur 50 mL Pipet tetes Bulp 2. Penentuan Angka Penyabunan Neraca analitik Erlenmeyer 200 mL Pipet ukur 50 mL Labu ukur Pendingin balik (Kompresor) Hot plate Pipet tetes Buret 50 mL Spatula Batang pengaduk Botol semprot Beaker glass Bulp 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Beaker glass Batang pengaduk Buret Botol semprot Hot plate Neraca analitik Erlenmeyer Pipet ukur 50 mL Pipet tetes Bulp Buret 50 mL ? Bahan 1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull Asam klorida (HCl) 25 % n-Hexane Aquadest Sample tepung pisang 2. Penentuan Angka Penyabunan Larutan KOH

Indikator Phenolphtalein Larutan asam klorida (HCl) 0,5 N Sample margarine (Blue Band) 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Alkohol netral Indikator Phenolphtalein Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N Sample Margarine (Blue Band) G. PROSEDUR 1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull Menimbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam gelas piala Menambahkan HCl 25 % sebanyak 30 mL dan air sebanyak 20 mL, serta beberapa batu didih Menutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit Kemudian menyaringnya dalam keadaan panas dan mencucinya dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi Mengeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100oC-105oC Memasukan ke dalam selongsong keras yang dialasi kapas Menyumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas Memasukan selongsong kertas tersebut ke dalam alat soxhlet yang dihubungkan deng an labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya Mengekstrak dengan n-Hexane atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 2-3 j am Menyuling n-Hexane dan mengeringkan akstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105oC Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya Mengulangi proses pengkonstanan sehingga berat labu konstan 3. Penentuan Angka Penyabunan Menimbang contoh dengan teliti antara 1,5-5,0 gram dalam erlenmeyer 200 mL Menambah larutan KOH sebanyak 50 mL, yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter akohol Menutupnya dengan pendingin balik (kompresor) Mendidihkan dengan hati-hati selama 30 menit Kemudian didinginkan Menambahkan beberapa tetes indikator phenolphtalein (PP) Mentitrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N Melakukan titrasi blanko untuk mengetahui kelebihan larutan KOH 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Mengaduk bahan secara merata dan berada dalam keadaan cair pada saat mengambil c ontohnya Menimbang sebanyak 28,2 0,2 gram contoh dalam erlenmeyer Menambahkan alkohol netral panas sebanyak 50 mL dan indikator phenolphtalein (PP ) sebanyak 2 mL Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi sampai warna mer ah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lema k. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, s edang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat. H. DATA PENGAMATAN 1. Analisis Kadar Lemak Metode Weibull NO Wo Ws Wi % LEMAK Rata-rata 1 84,0050 g 1,8692 g 84,0165 g 0,6152 % Kadar lemak

= 0,5885 %

2. Angka Penyabunan Berat Sampel = 1,5916 gr NaOH = 9,2 Ml 3. Penentuan Bilangan Asam Lemak Bebas NO Berat Sample (g) Volume NaOH (mL) Konsentrasi NaOH (N) % FFA 1 28,2919 4,4 0,093 0,37026 2 5,0248 0,2 0,093 0,0947 Sampel I = = = 0,37026 % Sampel II = = = 0,09476 % I. PEMBAHASAN 1. Analisa Kadar Lemak Metode Weibull Dalam analisa kadar lemak dengan metode weibull ini sample yang dipergunakan ada lah tepung pisang, berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) berat sample yan g dipergunakan untuk analisa kadar lemak adalah sebanyak 1-2 gram, dan saat prak tikum sample yang dipergunakan sebanyak 1,8692 gram. Setelah sample ditimbang, kemudian ditambahkan HCl 25 %, penambahan HCl ini dima ksudkan untuk mendapatkan suasana asam sehingga membantu melepaskan atau membeba skan lemak yang terkandung dalam sample. Sebelum dipanaskan, sample, HCl dan Aquadest dalam beaker glass ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk meredam bumping atau letupan yang mungkin terjadi se lama proses pemanasan. Proses pemanasan dilakukan sampai mendidih selama 15 menit, selama proses pemana san beaker glass ditutup dengan menggunakan pertridisk, hal ini dilakukan untuk mencegah menyebarnya uap asam yang ditimbulkan dari hasil pemanasan, sehingga se lama proses ini dilakukan di tempat yang mempunyai kondisi ventilasi yang baik a tau di dekat jendela. Setelah mendidih, sample kemudian disaring dalam keadaan panas, saat proses peny aringan kelengkapan K3 harus diperhatikan, hal ini dikarenakan uap yang timbul s aat penyaringan dapat mengganggu dan berbahaya. Penyaringan dilakukan dengan men ggunakan corong gelas yang dilengkapi dengan kertas saring watman, ukuran dari k ertas saring yang dipergunakan disesusaikan dengan ukuran corong yang dipergunak an, tinggi dari kertas saring minimal sejajar dengan corong, hal ini dimaksudkan untuk menghindari meresapnya lemak pada dinding corong akibat gaya kapilaritas. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka akan mempengaruhi perhitungan kadar lem ak yang terkandung pada bahan, dan pengujian menjadi tidak akurat. Setelah semua bahan disaring, maka endapan yang tersaring dalam kertas saring di bilas dengan menggunakan air panas, proses pembilasan dengan air panas dilakukan untuk membantu melarutkan HCl yang masih terkandung dalam endapan, air dipergun akan untuk membilas endapan karena air bersifat polar dan tidak akan melarutkan lemak atau minyak yang terkandung dalam bahan (karena lemak atau minyak hanya ak an larut oleh pelarut non polar) sehingga pembilasan dengan air panas tidak akan berpengaruh pada hasil pengujian. Pembilasan dengan air ini dilakukan sampai endapan tidak bersifat asam, untuk me ngetahui apakah larutan sudah tidak bersifat asam atau tidak, maka perlu dilakuk an tes kualitatif, tes kualitatif yang dilakukan adalah dengan menggunakan kerta s lakmus biru, apabila kertas lakmus berubah menjadi warna merah muda (pink) mak a itu berarti endapan masih mengandung asam, apabila lakmus sudah tidak berubah warna, maka itu berarti endapan sudah tidak bersifat asam dan proses selanjutnya dapat dilakukan.

Proses selanjutnya adalah mengeringkan kertas saring tersebut dalam oven dengan suhu kira-kira 100o-105oC, proses pengeringan dilakukan sampai kertas saring cuk up kering, tujuan dari proses pengeringan adalah menguapkan sebagian besar sisa air yang terkandung dalam endapan. Proses pengeringan ini sebaiknya tidak dilaku kan terlalu lama, proses pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi sulit untuk diekstraksi. Setelah endapan kering, proses selanjutnya dengan membungkus sample dengan kerta s saring yang dibentuk menyerupai selongsong dan kedua ujungnya disumbat dengan kapas bebas lemak, selongsong atau thimbel ini kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Ukuran dari thimbel ini disesuaikan dengan ukuran dari soxhlet yang dipergunakan . Setelah thimbel dimasukan, kemudian pelarut non polar dimasukan ke dalam soxhl et dengan menggunakan pipet ukur, pelarut non polar yang dipergunakan adalah n-H exane, banyaknya pelarut yang dipergunakan juga disesuaikan dengan soxhlet yang dipergunakan, takarannya adalah 1,5 kali tinggi soxhlet. Pertama-tama adalah men gisi soxhlet sampai penuh dan biarkan mengalir ke bagian labu lemak, kemudian ta mbahkan lagi sampai setengah bagian soxhlet. Urutan dari rangkaian peralatan uji kadar lemak ini adalah pada bagian paling ba wah hot plate, labu lemak, soxhlet, dan bagian yang paling atas adalah kondensor . Dengan rangkaian yang seperti ini maka ekstraksi dilakukan secara berkesinambu ngan (Continue). Labu lemak yang dipergunakan adalah labu lemak yang sudah diket ahui beratnya secara konstan. Pada saat praktikum labu lemak yang dipergunakan m empunyai berat konstan 84,0050 gram (Wo). Proses ekstraksi dilakukan minimal 6 kali, dihitung dari berapa kali thimbel dal am soxhlet terbenam oleh pelarut non polar tersebut. Selama proses ekstraksi ber langsung warna pelarut n-Hexane berubah, dari bening menjadi sedikit kekuningan, hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam sample terekstraksi dan merubah warna larutan menjadi agak kekuningan. Setelah proses ekstraksi selesai dan diperkirakan lemak dalam sample sudah terek straksi semua, maka proses selanjutnya adalah mengambil pelarut non polar yang d ipergunakan dan dimasukan kembali ke dalam wadahnya. Proses pengambilan dilakuka n saat ekstraksi masih berlangsung dan hot plate dalam keadaan hidup, pengambila n pelarut dilakukan dengan menggunakan pipet ukur dan pelarut diambil sebelum me ngalir ke labu ukur, dengan kata lain masih berada dalam bagian soxhlet, sehingg a sambungan antara soxhlet dan pendingin balik atau kondensor dilepaskan dan pip et ukur dimasukan ke dalam bagian soxhlet tersebut. Karena n-hexane mempunyai titik didih yang lebih rendah dari lemak, maka selama hot plate dinyalakan n-hexane akan menguap dan masuk ke dalam alat pendingin bal ik atau kondensor, uap pelarut akan mengembun karena uap tersebut didinginkan, t etesan pelarut akan kembali turun ke alat ekstraktor soxhlet dan merendam thimbe l yang berisi sample dan lemak yang terkandung dalam sample akan larut oleh pela rut non polar tersebut. Saat soxlet terisi penuh, pelarut dan lemak hasil ekstra ksinya akan mengalir ke bagian labu lemak yang dipanaskan dan akan menguapkan pe larut, sehingga yang tersisa hanya lemak yang terekstraksi karena pelarut mempun yai titik didih yang lebih rendah. Sehingga apabila pelarut diambil dari bagian soxhlet, maka proses diatas akan te rputus dan menyebabkan proses ekstraksi terhenti menyisakan lemak yang terdapat dalam labu lemak. Hasil ekstraksi inilah yang dinyatakan sebagai kandungan lemak yang terdapat dalam sample. Setelah proses ekstraksi selesai, maka lebu lemak yang terdapat pada bagian bawa h dipisahkan dari rangkaian kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai kira-kira kertas saring kering, proses pengeringan dilakukan untuk mengu apkan pelarut yang masih terkandung dalam labu lemak yang dapat mempengaruhi ber at sample, karena proses selanjutnya adalah penimbangan. Berdasarkan data praktikum dapat diketahui berat labu ukur dan lemak hasil ekstr aksi (Wi) adalah 84,0165 gram. Dan berdasarkan perhitungan maka lemak yang terka ndung dalam sample adalah 0,6152 %. 2. Penentuan Angka Penyabunan Berbeda dengan penentuan kadar lemak, sample yang dipergunakan untuk penentuan a

ngka penyabunan adalah margarine dengan merk dagang Blue Band. Penentuan bilanga n penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pen gujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainn ya. Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dap at dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Apabila sample yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alko hol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alka li yang turut bereaksi dapat diketahui.

Sample yang dipakai saat praktikum adalah margarine sebanyak 1,5916 gram, berdas arkan SNI, untuk pengujian angka penyabunan adalah antara 1,5 5,0 gram. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH yang terbuat dari 40 gram dalam 1 liter alkohol. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkoho l dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu m empermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun. Untuk proses selanjutnya adalah ditutup dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai proses penyabunan yang selesai. Selama proses ini yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari karet penyumbat yang menyumbat mulut erlenmeyer, kerapata n penyumbat perlu diperhatikan agar uap yang keluar saat proses pemanasan tidak keluar. Dengan menggunakan kondensor atau pendingin balik, uap yang dihasilkan d ari pemanasan tersebut akan berubah menjadi embun dan kembali mengalir ke dalam Erlenmeyer. Proses selanjutnya adalah mendinginkan larutan dengan menggunakan es, penggunaan es dalam proses pendinginan dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan sehingga ketika titrasi tidak terlalu panas. Apabila Suhu larutan terlalu tinggi maka dik hawatirkan terjadinya penguapan KOH. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,5 N dan menggunakan indikator Phenolphtalein (PP). Untuk mengetahui kelebihan larutan KO H, maka dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sample dengan prose dur yang sama. Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan. Berdasarkan praktikum volume titrasi cukup banyak apabila dibandingkan dengan ke lompok lain dengan sample yang sama yaitu sebanyak 9,2 mL HCl yang terpakai. Pen entuan ini juga hanya dilakukan 1 kali (simplo), sehingga nilai rata-ratanya tid ak dapat diketahui. Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibanding kan dengan titrasi blanko yang dilakukan oleh kelompok lain, akan tetapi dalam t itrasi blanko juga terjadi kesalahan yaitu pelarut yang dipergunakan untuk melar utkan KOH adalah aquadest, padahal pelarut yang seharusnya dipergunakan adalah a lkohol. Hal ini menyebabkan volume titrasi tinggi dan tidak terjadi perubahan wa rna, perubahan warna yang terjadi seharusnya adalah dari merah muda menjadi beni ng saat titik akhir tercapai, akan tetapi yang terjadi adalah larutan menjadi se makin pekat dan tidak terjadi perubahan warna menjadi bening kembali. Sehingga h asil titrasi sample tidak dapat dihitung, karena perbandingan dengan titrasi bla nko tidak dapat dilakukan. Selain diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan pelarut, kesalahan titrasi blanko ini dapat disebabkan karena proses penyabunan yang tidak sempurna, kondis

i peralatan yang tidak sesuai, dll. 3. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak at au lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur da n mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam s ample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dap at diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kura ng baik. Seperti halnya pada penentuan angka penyabunan, pada penentuan angka lemak bebas pun (FFA), sample yang dipergunakan adalah margarine dengan merk dagang Blue Ba nd. Sample yang dipergunakan pada saat praktikum ditimbang dalam keadaan cair, sehin gga sample terlebih dahulu dicairkan, proses pencairan dilakukan untuk mempermud ah proses titrasi selanjutnya, karena apabila sample dalam keadaan padat akan me nyulitkan proses titrasi selanjutnya. Dengan pengecilan ukuran, maka asam lemak yang terkandung dalam bahan akan lebih banyak keluar daripada sample dalam keada an padat. Penentuan kadar asam lemak bebas ini dilakukan 2 kali (duplo), Sample yang digun akan dalam penentuan kadar asam lemak bebas tersebut adalah yang pertama sebanya k 28,2919 gram dan yang kedua sebanyak 5,0248 gram. Setelah proses penimbangan selesai, proses selanjutnya adalah penambahan pelarut . Pelarut yang dipergunakan dalam praktikum penentuan kadar asam lemak bebas ada lah alkohol, alkohol yang dipergunakan harus dalam kondisi panas dan netral. Dalam kondisi yang panas alkohol akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yan g juga nonpolar dan kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh bena r-benar tepat. Jika kondisi alkohol yang dipergunakan tidak netral, maka hasil t itrasi asam-basa menjadi tidak sesuai atau salah. Dalam memanaskan alkohol, dilakukan dengan menggunakan penangas air, hal ini dil akukan karena titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Proses penetralan a lkohol dilakukan dengan tes kualitatif menggunakan indikator pH universal. Apabila kondisi alkohol terlalu asam, maka perlu dilakukan dengan penambahan bas a lemah. Dan apabila kondisi alkohol terlalu basa, maka penambahan asam lemah pe rlu dilakukan. Pada titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dan indikator yang dipakai adalah Phe nolphtalein (PP), saat penambahan PP larutan berubah warna menjadi merah muda, p adahal seharusnya larutan tidak berwarna, hal ini disebabkan terjadi kesalahan, yaitu alkohol yang dipergunakan dalam titrasi tidak dalam kondisi netral, hal in i menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi tidak benar dan jauh dari data yang k edua. NaOH 0,1 N ssebelumnya sudah distandardisasi dengan menggunakan asam oksalat, ti tik akhir dari titirasi dicapai saat larutan berubah warna dari bening menjadi m erah muda. Pada saat titrasi sample yang pertama volume titrasi sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan sample yang kedua, hal ini disebabkan kelalaian saat peruba han warna yang terjadi. Untuk sample yang pertama, volume NaOH yang sudah dipergunakan adalah sebanyak 4 ,4 mL. Sedangkan untuk sample yang kedua volume NaOH yang dipergunakan adalah 0, 2 mL. Hasil yangberjauhan ini menyebabkan nilai asam lemak bebas tidak dapat dirata-ra takan, akan tetapi meskipun datanya berselisih jauh kadar dari asam lemak bebas masih dapat dihitung dengan menggunakan rumus : % FFA = Normalitas yang dipergunakan adalah normalitas NaOH yang telah distandarisasi. S ementara BM (berat molekul) asam lemak yang dipergunakan adalah BM dari asam pal mitat. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan teori dalam margarine kandungan lema k yang banyak adalah palmitat karena margarin terbuat dari minyak kelapa sawit s esuai tabel berikut: Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Terbanyak Berat Molekul

Susu Sawit Palmitat 256 Inti Sawit Kelapa Laurat 200 Susu Oleat 282 Jagung, Kedelai dan kacang-kacangan Linoleat 278 tabel 1Berat Molekul Asam Lemak dari Sumber Tertentu Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui nilai asam lemak bebas dalam sample yang pertama adalah sebesar 0,37026 %. Sementara pada sampel kedua sebesar 0,09476 %. Dari data tersebut maka nilai perhitungan rata-rata ti dak dapat dilakukan karena selisih sedua data cukup besar. Hal ini menyebabkan n ilai asam lemak bebas yang sebenarnya tetap tidak diketahui. Kesalahan yang menyebabkan nilai asam lemak bebas menjadi tidak akurat salah sat unya adalah dalam penetapan titik akhir, sehingga volume titrasi yang dipakai, d an titik akhir yang sebenarnya terlewat. F. KESIMPULAN Berdasarkan data praktikum dan perhitungan maka dapat diketahui bahwa penentuan kadar lemak dengan menggunakan metode Weibull dalam sampel tepung pisang adalah 0,5885 %. Hasil tersebut belum dapat dikatakan mutlak karena hanya dilakukan 1 k ali, dan perbandingan hasil perhitungan dilakukan dengan kelompok lain yang meng erjakan dengan metode dan sample yang sama. Metode Weibull dilakukan untuk mengh idrolisis lemak yang terikat dalam sample sebelum proses ekstraksi dilakukan. Hasil perhitungan angka asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan duplo untuk sampel I (sebanyak 28,2 gram) adalah 0,37026 %. Sementara sampel kedua (5 gram) adalah 0,09476 %. Kesalahan yang terjadi mengakibatkan nilai asam lemak bebas yang seb enarnya tetap tidak diketahui, selisih nilai persentase yang berjauhan menyebabk an nilai tersebut tidak dapat dirata-rata. Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, untuk penentuan bilangan peny abunan tidak dapat ditentukan, hal ini dikarenakan kesalahan tidak hanya terjadi pada sample tapi juga pada blanko. Dan menyebabkan data yang dihasilkan tidak d apat dihitung, dan angka penyabunan tetap tidak diketahui.

G. DAFTAR PUSTAKA Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Y ogyakarta: Penerbit Liberty. Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta : Penerbit Liberty. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.