Wto

10
VIVAnews - Perundingan untuk menyetujui "Paket Bali" sempat menemui jalan buntu di Pertemuan WTO. Hal itu, lantaran India ngotot agar sektor pertanian diberikan subsidi. Pada sisi lain, Amerika Serikat menginginkan sebaliknya, pencabutan total subsidi sektor pertanian. Kendati buntu, namun "Paket Bali" akhirnya dapat disepakati. Hal itu terjadi setelah AS dan India sama-sama melunak. AS dan India sama-sama sepakat untuk memberikan subsidi terhadap produk-produk tertentu dari hasil pertanian dalam negeri. "Beberapa negara berkembang menginginkan solusi permanen untuk memberikan subsidi sektor pertanian tanpa ada batasan," jelas Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, yang juga menjadi Ketua Sidang WTO, Sabtu, 7 Desember 2013. Di sisi lain, AS ingin mencabut subsidi di sektor pertanian. Namun, meski berlangsung alot, perundingan menemui kata sepakat. "Perkecualian itu sudah disepakati dan diberikan oleh negara-negara maju," jelas Gita. Pada saat bersamaan, empat negara Amerika Latin juga menolak kesepakatan "Paket Bali". Keempat negara itu adalah Kuba, Venezuela, Nikaragua dan Bolivia. Indonesia, sambung Gita, lagi-lagi mengambil peran untuk mempertemukan keempat negara tersebut dengan negara-negara maju. "Itu sudah terjembatani," tegas Gita. Ketidaksepakatan antara negara Amerika Latin dengan AS terkait praktik non- diskriminasi ekspor antarnegara. Menurut Gita, hal itu juga mesti dijembatani karena mewakili kepentingan negara berkembang. "Itu juga mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang agar tidak ada lagi praktik diskriminasi oleh negara-negara maju," jelas Gita. Apa yang disampaikan oleh negara-negara Amerika Latin, jelas Gita, mencerminkan semangat yang tertuang dalam kesepakat GATT. "Semangat sepadan itu telah dituangkan dalam GATT. GATT itu adalah kesepakatan perdagangan bebas multilateral yang sudah disepakati puluhan tahun yang lalu," ujar Gita. (one)

description

JG

Transcript of Wto

Page 1: Wto

VIVAnews - Perundingan untuk menyetujui "Paket Bali" sempat menemui jalan buntu di Pertemuan

WTO. Hal itu, lantaran India ngotot agar sektor pertanian diberikan subsidi. Pada sisi lain, Amerika

Serikat menginginkan sebaliknya, pencabutan total subsidi sektor pertanian.

Kendati buntu, namun "Paket Bali" akhirnya dapat disepakati. Hal itu terjadi setelah AS dan India

sama-sama melunak. AS dan India sama-sama sepakat untuk memberikan subsidi terhadap produk-

produk tertentu dari hasil pertanian dalam negeri.

"Beberapa negara berkembang menginginkan solusi permanen untuk memberikan subsidi sektor

pertanian tanpa ada batasan," jelas Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, yang juga menjadi Ketua

Sidang WTO, Sabtu, 7 Desember 2013.

Di sisi lain, AS ingin mencabut subsidi di sektor pertanian. Namun, meski berlangsung alot,

perundingan menemui kata sepakat. "Perkecualian itu sudah disepakati dan diberikan oleh negara-

negara maju," jelas Gita.

Pada saat bersamaan, empat negara Amerika Latin juga menolak kesepakatan "Paket Bali". Keempat

negara itu adalah Kuba, Venezuela, Nikaragua dan Bolivia.

Indonesia, sambung Gita, lagi-lagi mengambil peran untuk mempertemukan keempat negara tersebut

dengan negara-negara maju. "Itu sudah terjembatani," tegas Gita.

Ketidaksepakatan antara negara Amerika Latin dengan AS terkait praktik non-diskriminasi ekspor

antarnegara. Menurut Gita, hal itu juga mesti dijembatani karena mewakili kepentingan negara

berkembang.

"Itu juga mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang agar tidak ada lagi praktik

diskriminasi oleh negara-negara maju," jelas Gita.

Apa yang disampaikan oleh negara-negara Amerika Latin, jelas Gita, mencerminkan semangat yang

tertuang dalam kesepakat GATT.

"Semangat sepadan itu telah dituangkan dalam GATT. GATT itu adalah kesepakatan perdagangan

bebas multilateral yang sudah disepakati puluhan tahun yang lalu," ujar Gita. (one)

Page 2: Wto

RMOL. Hasil Konfrensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization tidak hanya merugikan Indonesia, namun juga negara miskin dan negara berkembang lain yang tergabung dalam organisasi perdagangan itu.

Demikian disampaikan Direktur Indonesia for Global Justice Rizal Damanik dalam diskusi "Menenggelamkan Ekonomi Rakyat, Memperparah Korupsi, Menyandra Presiden 2014" di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin , (9/12).

"Memang sih dalam konteks pembangunan negara miskin dan berkembang ada perlakuan khusus yang berbeda. Memang seluruh formula yang diajukan negara miskin disetujui. Tapi komitmennya tidak mengikat, hanya sukarela, berbeda dengan perjanjian yang menguntungkan negara maju," bebernya.

Jadi, disebut Riza, apa yang disepakati di Bali ini berbeda dengan hasil sidang umum WTO di Jenewa pada Oktober lalu. Kesepakatan Bali lebih buruk dari yang dihasilkan di Jenewa. 

"Karena pertama, perjanjian ini memberikan kepastian terhadap negara maju untuk terus maju ekspansi ke negara berkembang dan miskin. Kedua memberi ketidakpastian dan melemahkan negara berkembang dalam meningkatkan pertaniannya dan ketiga adalah lemahnya komitmen untuk meningkatkan pembangunan di negara miskin," tutupnya. [zul]

RMOL. Hasil Konfrensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) di Bali yang

berakhir pada Sabtu (7/12) lalu dinilai tidak menguntungkan sama sekali bagi Indonesia. Hal ini

karena selain harus mengeluarkan ongkos dalam mempersiapkan konfrensi tersebut, hasil dari

konfrensi tersebut juga tidak membantu ekonomi rakyat dengan semakin liberalnya pasar

bebas.

Demikian diutarakan Direktur Indonesia for Global Justice, Rizal Damanik saat berbicara dalam

diskusi bertajuk "Menenggelamkan Ekonomi Rakyat, Memperparah Korupsi, Menyandera

Presiden 2014" di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (9/12).

"Salah satu hasil KTM WTO kemarin adalah trade facilitation yang tidak menguntungkan sama

sekali untuk Indonesia," terangnya,. 

Trade Facilitation adalah perjanjian untuk mengakomodasi semua keinginan negara industri

mendapat kemudahan impor dengan penghapusan hambatan dan rendahnya pajak bea masuk

ke negara tujuan.

"Ini hanya menguntungkan negara kaya. Mengapa negara kaya? Karena Dalam World Trade

Report terakhir ditemukan bahwa 80 persen ekspor negara Amerika hanya dimainkan oleh 10

persen perusahaan, begitu juga Uni Eropa. Artinya ketika terjadi ekspansi ekspor besar dalam

pedagangan internasional, itu hanya memperkaya 10 persen pemain ekspor," tambahnya.[wid] 

Page 3: Wto

MOL. Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO di Bali menghasilkan tiga poin yang disebut

Paket Bali. Namun, Paket Bali mendapat kritik dari para aktivis anti-perdagangan bebas di

seluruh Indonesia. Kritik itu dibantah pakar ekonomi yang menjadi Staf Khusus Presiden Bidang

Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah.

Firmanzah tidak sepakat dengan pendapat yang menyebut Paket Bali merugikan negara-negara

berkembang dan sedang berkembang. Firmanzah mengingatkan salah satu agenda dari Paket

Bali yang dihasilkan dari KTM ke-9 WTO itu adalah fasilitas perdagangan-pertanian-

pembangunan negara kurang berkembang. 

Agenda itu, kata mantan Dekan termuda di Universitas Indonesia ini, memberikan kesempatan

bagi negara-negara berkembang dan kurang berkembang memperoleh manfaat yang besar

dengan hasil negosiasi trade facility yang baru pertama kali dilakukan sepanjang perjalanan

WTO.

"Dengan kesepakatan ini, negara-negara berkembang dan kurang berkembang memiliki

kesempatan yang besar untuk memperluas akses bebas barang dan jasa sehingga dapat

mendorong kapasitas perdagangan masing-masing," ungkap profesor bidang ekonomi ini,

seperti diteruskan situs resmi sekretaris kabinet, Senin pagi (9/12).

Dia tegaskan, disepakatinya Bali Package memuat tiga agenda yakni trade facility, subsidi

sektor pertanian, dan berpihak terhadap negara-negara yang paling kurang berkembang (Least

Developed Countries/LDCs). Hal ini menjadi momentum bersejarah dalam perjalanan WTO sejak

didirikan tahun 1995.

Selama ini, lanjut Firmanzah, sejumlah perundingan WTO yang dilakukan gagal menghasilkan

kesepakatan karena adanya benturan kepentingan antara negara-negara anggotanya. Karena

itu, ia menilai, kesepakatan pada pertemuan WTO Bali kali ini menjadi babak baru sejarah

perdagangan dunia khususnya ketika perdagangan global dalam beberapa tahun ini relatif

tertekan. [ald]

Baca juga: 

Metrotvnews.com, Bali: Dari tiga isu pertanian yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-9 World Trade Organization (WTO) di Bali, dua di antaranya sudah tercapai kesepahaman. Isu yang telah disepakati mengenai ketentuan tarif kuota dan kompetisi ekspor. Negara maju sudah menyatakan sikap akan mengurangi subsidi pertanian mereka.

Page 4: Wto

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di sela-sela konferensi WTO ke-9 di Bali, Selasa (3/11), mengungkapkam hal itu. Namun, isu yang belum mencapai titik temu ialah tenggang waktu subsidi pertanian untuk pengurangan subsidi negara maju atau penaikan subsidi bagi negara berkembang. 

Sebenarnya, menurut Gita, pihak negara maju sudah memberikan kompensasi tapi dibatasi hanya empat tahun. "India minta tidak dibatasi empat tahun dan mau kondisi ini selama kita belum mendapatkan solusi permanen. Ini agak pelik. AS dan negara maju meminta kebalikannya," tuturnya.

leh : Harianto, Staf Khusus Presiden RI Bidang Pangan dan Energi- Dibaca: 669 kali

Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013, atau mudur sehari dari waktu yang direncanakan.  Hasil konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti.  Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan.  Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan.  Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda.Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan.   Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat.  Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin.  Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. 

Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan.  Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil.  Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat

Page 5: Wto

dan waktu.  Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua. 

Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensi-konferensi WTO untuk mencapai kesepakatan di tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin juga di tahun-tahun mendatang.  Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-konferensi Putaran Doha WTO telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan kesepakatan-kesepakatan perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa.  Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada konferensi WTO di Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting pagi kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral.    

Paket Bali (Bali Package) terdiri dari 10 dokumen yang mencakup fasilitasi perdagangan, pertanian, dan berbagai isu pembangunan.  Paket Bali memberikan ruang dan fleksibilitas bagi negara-negara berkembang untuk mengatur kebijakan ketahanan pangannya.  Bagi Indonesia, Paket Bali tidak memberikan hambatan terhadap agenda-agenda ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang selama ini telah dijalankan.  Subsidi maksimal sebesar 10 persen dari total produksi pangan dalam rangka stok untuk ketahanan pangan, yang menjadi isu panas dalam konferensi WTO di Bali, juga belum pernah terlampaui oleh Indonesia.  Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada dalam Paket Bali, juga telah menjadi program pemerintah selama ini.  Perbaikan prosedur kepabeanan di Indonesia tidak hanya dimaksudkan agar barang lebih mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga agar korupsi dan pungutan liar dapat dihilangkan dari kepabeanan.   Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan.  Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber matapencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan.  Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan.  Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik.  Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional.  Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan.  Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana.  Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO.  Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian.Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan

Page 6: Wto

kesejahteraan petani.  Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani.  Tetapi kebijakan-kebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted.  Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya redah.  Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai.  Kebijakan meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen.  Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani.Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013, atau mudur sehari dari waktu yang direncanakan.  Hasil konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti.  Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan.  Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan.  Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda.Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan.   Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat.  Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin.  Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. 

Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan.  Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil.  Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat dan waktu.  Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua. 

Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensi-konferensi WTO untuk mencapai kesepakatan di tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin juga di tahun-tahun

Page 7: Wto

mendatang.  Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-konferensi Putaran Doha WTO telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan kesepakatan-kesepakatan perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa.  Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada konferensi WTO di Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting pagi kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral.    

Paket Bali (Bali Package) terdiri dari 10 dokumen yang mencakup fasilitasi perdagangan, pertanian, dan berbagai isu pembangunan.  Paket Bali memberikan ruang dan fleksibilitas bagi negara-negara berkembang untuk mengatur kebijakan ketahanan pangannya.  Bagi Indonesia, Paket Bali tidak memberikan hambatan terhadap agenda-agenda ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang selama ini telah dijalankan.  Subsidi maksimal sebesar 10 persen dari total produksi pangan dalam rangka stok untuk ketahanan pangan, yang menjadi isu panas dalam konferensi WTO di Bali, juga belum pernah terlampaui oleh Indonesia.  Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada dalam Paket Bali, juga telah menjadi program pemerintah selama ini.  Perbaikan prosedur kepabeanan di Indonesia tidak hanya dimaksudkan agar barang lebih mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga agar korupsi dan pungutan liar dapat dihilangkan dari kepabeanan.   Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan.  Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber matapencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan.  Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan.  Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik.  Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional.  Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan.  Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana.  Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO.  Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian.Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan kesejahteraan petani.  Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani.  Tetapi kebijakan-kebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted.  Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan

Page 8: Wto

anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya redah.  Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai.  Kebijakan meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen.  Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani.Keberlanjutan pertanian tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan.  Perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana pertanian, jalan desa, kelembagaan pemasaran faktor produksi dan hasil produksi, akses terhadap sarana produksi, akses terhadap tanah dan kapital, dan penemuan benih/bibit unggul dan teknik budidaya pertanian yang lebih baik adalah tugas-tugas publik yang perlu terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, untuk memastikan petani meningkat kesejahteraannya.  Tugas pemerintah, dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian terus tumbuh dari tahun ke tahun.  Tanah-tanah pertanian juga perlu terus dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan tanah-tanah di Jawa. Untuk itu diperlukan pemuliaan tanaman dan pengembangan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat.Kebijakan harga dan subsidi harga memang hasilnya dapat secara cepat dapat dilihat daripada kebijakan non-harga.  Itu sebabnya kebijakan harga dan subsidi harga adalah kebijakan yang paling banyak digunakan di berbagai negara.  Namun kebijakan harga dan subsidi harga memiliki banyak kelemahan dari aspek sosial ekonomi, karena sifatnya yang distortif.  Sebaliknya kebijakan non-harga memerlukan kerja keras dan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan hasilnya.  Kebijakan non-harga, seperti kebijakan irigasi, kebijakan kelembagaan, maupun kebijakan teknologi memerlukan konsistensi dan persistensi dalam jangka panjang, sebelum hasilnya dapat dilihat dan dirasakan dengan nyata.  Pada aspek inilah tampaknya yang belum dimiliki Indonesia, yaitu konsistensi dan persistensi kebijakan pertanian dari waktu ke waktu, antar pemerintahan dan antar generasi.  Perjalanan Putaran Doha, dimana Paket Bali menjadi bagiannya, diperkirakan masih memerlukan waktu panjang dan masih tinggi risikonya untuk gagal.  Namun berbagai upaya peningkatan kesejahteraan petani perlu lebih keras lagi dilakukan.  Peningkatan kesejahteraan petani adalah suatu keharusan dan tidak perlu menunggu Putaran Doha selesai didiskusikan dan diterapkan.