repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/714/1/E-JURNAL WORD.docx · Web viewUNIVERSITAS...
Transcript of repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/714/1/E-JURNAL WORD.docx · Web viewUNIVERSITAS...
KONFLIK AGRARIA DI DESA SELAYAR KECAMATAN SELAYAR
KABUPATEN LINGGA
E-Jurnal
Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Sosiologi
Oleh
ARDIAN
110569201073
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2018
ABSTRAK
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Konflik Agraria di Desa Selayar Kecamatan Selayar Kabupaten Lingga. Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2008:292) pada umumnya alasan menggunakan metode kualitatif yaitu permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang di maksud dengan memahami situasi sosial secara mendalam adalah untuk mengungkapkan secara cermat permasalahan yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu Konflik Agraria di Desa Selayar Kecamatan Selayar Kabupaten Lingga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konflik dalam penelitian ini adalah konflik sosial agrarian yang terjadi pada warga masyarakat Desa Selayar dan PT. Mitra Persada Resources, RW 02 dalam perebuatan lahan. Kecamatan Desa Selayar memiliki 3 Kepala Desa yakni, Penube, Harapan, dan Desa Selayar dusun satu dan dusun dua, dari empat Desa tersebut yang dulunya memiliki ikatan sosial yang kuat menjadi melemah akibat konflik sengketa lahan yang terjadi beberapa tahun silam, hal ini di akibatkan oleh sebuah perusahaan yang bergerak dibidang tambang yang menginginkan lokasi Desa Kecamatan Selayar sebagai tempat usaha pertambangan batu Granet.
Adapun masalah tanah yang terjadi antara masyarakat Desa Selayar dan PT. Mitra Persada merupakan puncak awal dari batas tanah yang masih kurang jelas antara pemilik lahan baik itu kepemilikan masyarakat dan tanah yang telah di beli PT. Persada dan dasar konflik Agraria ini terjadi karna ada salah satu pihak yang merasa dirugikan yakni masyarakat Desa Selayar, Pihak PT. Tidak bisa menguasai sepenuhnya tanah jika belum ada persetjuan dari masyarakat setempat, karena hal ini sangat brgantung pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai jika keberadaan tanah belum didasarkan atas persetujuan masyarakat setempat maka pihak PT belum bisa untuk membuka lahan dalam pertambangan mereka.
Upaya penyelesaian konflik sudah dilakukan yaitu dengan mediation dimana pihak ketiga yang menjadi penengah adalah pemerintah daerah kabupaten lingga dengan membentuk pansus, tetapi belum ada titik temu yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pementukan pansus yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka untuk meyelesaikan masalah ini. dengan di adakan musyawarah maka masyarakat mulai menghadiri undangan rapat tersebut, dan menyelesaikannya dengan baik-baik layaknya secara damai tanpa menggunakan kekerasan, dari konflik di atas dapat terlihat konflik ini memiliki ciri positif yang tidak menggunakan kekerasan.
Kata Kunci: Konflik Agraria
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out how the Agrarian Conflict in the Selayar Village Selayar District Linga. The research method that researchers use is a qualitative method. According Sugiyono (2008: 292) in general the reason to use qualitative methods of problems is not yet clear, holistic, complex, dynamic and full of meaning so it is impossible data on social situations are netted by quantitative research methods. In addition the researchers intend to understand the social situation in depth.
In relation to research that is meant to understand the social situation in depth is to express carefully the problems related to the research problem, namely Agrarian Conflict in Selayar Village Selayar District Linga. The results showed that the conflict in this study is agrarian social conflict that occurred in the villagers of Selayar and PT. Mitra Persada Resources, RW 02 in land clearing. Selayar Village Sub-district has 3 Village Heads namely, Penube, Harapan, and Selayar Village, one hamlet and two hamlets, from the four villages that used to have strong social ties become weakened due to land dispute conflicts that occurred several years ago, this is caused by a company engaged in the mine who want the location of the Village District Selayar as a place of mining Granet stone.
The land problem that happened between the community of Selayar Village and PT. Mitra Persada is the initial peak of the land boundary that is still unclear between the land owner both the community ownership and land that has been purchased PT. Persada and basic agrarian conflict is happening because there is one party who feel harmed the Selayar Village community, the PT. Can not fully control the land if there is no agreement from the local community, because this is very dependent on the rules set by the government as if the existence of the land has not been based on the approval of the local community then the PT has not been able to open the land in their mines.
Efforts to resolve the conflict have been done with the mediation where the third party who mediate is the local government of the lingga district by forming a special committee, but there has been no proper intersection in solving the problem. The special committee's pansus conducted in order to solve this problem. with the deliberation of the community then began to attend the invitation of the meeting, and finish it peacefully without using violence, from the conflict above can be seen this conflict has a positive character that is not using violence.
Keywords: Agrarian Conflict
PENDAHULUAN
Konflik pertanahan adalah puncak gunung es dari berbagai jenis konflik
lainya yang juga mendasar, baik aspek hukum keagrariaan maupun non-
agrariaseperti sejarah tanah, sosial budaya, politik keagrariaan, politik hukum
pertanahan. Factor hukum mencakup regulasi, penegakan hukum dan HAM, dan
administrasi pertanahan. Factor non hukum meliputi aspek ekonomi, politik,
sosial budaya, globalisasi, perkembangan iptek, dan kesdaran hukum masyarakat.
Masalah pertanahan dan sumber daya alam sering disebut-sebut sebagai akar
penyebab konflik komunal atau bahkan koflik kekerasan yang bersifat separatis.
Pemahaman umum yang bisa ditarik adalah kelangkaan tanah dan sumber daya
alam ternyata menyebabkan meningkatnya persaingan, perpindahan penduduk
yang selanjutnya menimbulkan pengelompokan actor dan ketidak cocokan anatara
satu orang dan orang lainya (limbung, 2012).
Masalah lainya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap pemilikan
dan penguasaan tanah secara adil, belum terwujudnya kelembagaan pertahan yang
efektif dan efisien, pelaksanaan pendaftaran atanah dan penata gunaan tanah
belum optimal, tataruang yang belum selesai, lemahnya sistem informasi berbasis
tanah, pemecahan konflik dan sengketa pertanahan belum memadai, lemahnya
sistem perpajakan tanah, serta belum memadainya perlidungan hak-hak
masyarakat atas tanah (Limbung, 2012)
Permasalahan pertanahan menjadi isu yang selalu muncul dan selalu actual
dari masa ke masa, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan
ilmu pengtahuan dan teknologi, tuntutan pembangunan, peningkatan kesadaran
masyarakat tentang hukum dan hak-hak asasi, serta semakin meluasnya akses
bebagai pihak untuk memperoleh tanahsebagai modal dasar dalam berbagai
kepentingan.
Dengan demikian, konflik dan sengketa pertanahan di Indonesia bersifat
multi-dimensional yang tidak bisa dipahami hanya sebagai persoalan agrarian
ansich. Karna itu usah pencegahan, penagnganan, dan penyelesaian konflik harus
memperhitungkan berbagai aspek, baik hukum maupun non-hukum. Jika tidak,
konflik pertanahan akan terus berlangsung, bahkan dengan tingkat konfliksitas
yang semakin tinggi. Sebab, eskalasi konflik pertanahan di Indonesia selalu
meningkat setiap tahun (Limbung, 2012).
Sumber daya alam memiliki peranan stategis bagi kehidupan manusia
manfaat ekonomi yang dikandungnya, berdasarkan penafsiran umum, bahwa
segala sesuatu yang memiliki nilai ekonomi umumnya jumlah ketersediaan akan
terbatas. Sama halnya dengan sumber daya alam yaitu pada saat sumber daya
alam digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mengelolanya untuk
mendapatkan uang / memenuhi kebutuhan ekonomi maka, resiko-resiko
timbulnya persaianagan akan semakin besar dan saling klaim mengklaim antara
mereka dan pada saat ini akan terjadi konflik atau lebih dikenal dengan konflik
agrarian, (http://www.blogspot.com . konflik tanah, 12 september 2016, 18:00
wib).
Sama halnya dengan Desa Selayar kecamatan Selayar Kabupaten Lingga,
permasalahan konflik yang ada adalah konflik antara msarakat Desa dan PT.
Mitra Persada Resourees dalam pertanahan. Didalam permasalahan konflik ini
yaitu adanya upaya yang dilakukan pihak Perusahaan untuk mengklaim lahan
yang akan di jadikan sebagai tambang batu granit namun, bagi masyarakat
setempat lahan tersebut merupkan lahan yang telah dikelola oleh masyarakat
selam enam puluh tahun yang tidak bersertifikat dan dijadikanperkebuanan karet
guna menambah penghasilan selain penghasilan dari pekerjaan sebagai nelayan.
Adanya usaha yang dilakukan pihak perusahaan untuk mengambil alih
lahan yang tidak memiliki sertifiakt tanah tersebut telah dilakukan oleh pihak
perusahaan dengan berbagi macam cara salah satunya ialah dengan melakukan
perundingan bersama masyarakat akan dampak positif dari adanya perusahaan
tersebut (seperti: beasiswa pindidikan, bantuan langsung kepada msyarakat dan
uang ganti rugi dari perkebunaan karet yang akan di jadikan pertamabangan
granit) namun, hal ini mendapat penolakan dari masyarakat setempat khususnya
yang mengelola lahan tersebut dengan alasan uang ganti rugi yang dimaksud tidak
sebanding dengan perkebunan yang telah mereka kelola selam bertahun-tahun.
Kemudian tersebar isu bahwa alahan yang dikelola oleh masyarakat telah
terjadi transaksi penjualan lahan kepada pihak PT. Mitra Persada Resourees yang
dilakuakan RW 02. RW 02 Desa Selayar menerbitkan berita acara berupa
sporadic, mengatas namakan warga dan ditegas dengan surat kesaksian ketua RW
dan RT bahwa transaksi pembayaran telah dilakukan kepada msyarakat dan pihak
perusahaan, padahal surat tersebut tidak ada tandatangan KADES serta masyarkat
juga mengakui mereka tidak menerima uang pembayaran dari pihak perusahaan
tersebut.
Sementara itu menurut Kepala Desa (KADES) Selayar, tanah / lahan yang
dimaksud bukan merupakan lahan warga. Tentunya penguasaan atas lahan
tersebut harus melalui prosedur dan dasar hukum yang jelas, baik proses
pembelian dan proses penjualanya kepada pihak perusahaan.sehingga, rasa
ketidakpuasan masyarakat khususnya warga Desa Selayar sebagai pengelola ahan
tersebut, menjadi pemicu untuk menolak perusahaan tersebut beroprasi
dikarenakan pembelian lahan yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan
prosedur dan dasar hukum, kemudian waraga mempertanyakan kasus pembelian
lahan tersebut kepada Kepala Desa. Dalam hal ini masyarakat mengancam akan
melakukan tuntutan pemberhetian Kepala Desa jika kasus ini tidak dapat
diselesaikan oleh piahak Desa.
Berdasarkan pemetaan konflik lahan di desa selayar ada beberapa hal yang
menjadi daya tarik peneliti mengenai topik ini untuk perlu diangkat dan melihat
adanya pemicu konflik yang terjadi yakni:
Penjualan lahan yang dijual oleh RW Desa Selayar tanpa sepengetahuan
masyarakat dan diproses secara hukum melalui undang-undang dasar tentang
pebebasan lahan dan proses perizinan PT. Mitra Persada Resources. Masyarakat
desa selayar tidak menerima pengolahan lahan oleh PT. Mitra Persada Resources
dikarenakan tidak sesuainya uang ganti rugi yang diberikan oleh PT tersebut.
Masyarakat menghawatirkan terjadinya pencemaran udara akibat
pertambangan yang dilakukan PT. Mitra Persada Resources seperti debu,
pencucian batu yang mengakibatkan limbah dan dikhawatirkan bersampak pada
masyarakat, masyarakat merasa akan kehilanagan pekerjaan pemotongan karet
yang biasanya mereka lakukan jika PT. Mitra Persada Resources beroprasi dalam
pembongkaran batu akibat penggarapan lahan yang akan dilakukan .
Berdasrkan gambaran diatas terjadinya konflik lahan lahan antara
masyarakat dan perusahaan merupakan wujud proses sosial yang ada. Untuk itu
peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang konflik agrarian di
desa selayar, sehingga peneliti mengangkat judul “Konflik Agraria di Desa
Selayar Kecamatan Selayar Kabupaten Lingga”.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode kualitatif.
Menurut Sugiyono (2008:292) pada umumnya alasan menggunakan metode
kualitatif yaitu permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh
makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut di jaring dengan
metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi
sosial secara mendalam.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang di maksud dengan memahami
situasi sosial secara mendalam adalah untuk mengungkapkan secara cermat
permasalahan yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu Konflik Agraria di
Desa Selayar Kecamatan Selayar Kabupaten Lingga.
PEMBAHASAN
a. Kronologi Konflik Agraria di Desa Selayar Kabupaten Lingga
Menurut Fisher et al (2001), menyatakan bahwa kronologi konflik disbut
juga sebagai urutan kejadian dimana merupakan suatu alat bantu yang
dipergunakan untuk menunjukan sejarah suatu konflik berdasarkan daftar waktu
kejadian (tahun, bulan/hari, sesuai sklanya) yang ditampilkan secara berurutan.
Alat bantu ini dapat menjadi “starting point” dalam memahammi dan
mengungkap konflik karena dapat mengidentifikasi interpretasi berbagai pihak
hterhadap suatu kejadian. Interpretasi ini dapat berasal dari salah satu pihak dan
pihak lain yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau bersama dengan pihak
lain.
Konflik antara Masyarakat Desa Selayar dan PT. persada mengakibatkan
hal yang jadi pemicu konflik atas penguasaan tanah diwilayah areal pergunungan
yang memiliki hasil bumi yang cukup banyak yang belum di ambil oleh
masyarakat sekitar yakni berupa batu Granet dan hasil alam lainnya yang berada
di sekitar Areal tersebut yang terjadi pada tahun 2014 lalu hingga 2017
mendatang. Awal bentuk konflik yang terjadi bagaimana PT. Persada ingin
mengambil hak atas tanah yang dimiliki masyarakat setempat, dengan
memperoleh izin agar bisa membuka pertambangan batu di Desa tersebut, dengan
adanya perencanaan pertambangan tersebut masyarakat Desa selayar mengetahui
akan hal tersebut, sebagian besar masyarakat Desa Selayar masih sayang untuk
melepaskan area tanah tersebut, karena bagi mereka hasil dari tanah tersebut
masih memiliki mamfaat yang besar bagi wilayah desa, dan mereka memikirkan
dampak kedepannya apabila tanah tersebut dikuasai oleh pihak PT. Persada.
b. Bentuk-bentuk Konflik lahan di Desa Selayar.
Faktor penyebab konflik ada berbagai macam yang terjadi di berbagai
daerah masalah konflik agraria, menurut Soerjono Soekanto faktor penyebab
konflik ada empat yaitu perbedaan antar individu-individu, perbedaan
kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial. Hal ini merupakan
suatu bentuk konflik yang terjadi. Penyebab munculnya konflik sebagai berikut:
1. Perselisihan pendapat Masyarakat Desa dan Masyarakat Desa
lainnya.
Kecamatan Desa Selayar memiliki 3 Kepala Desa yakni, Penube, Harapan,
dan Desa Selayar dusun satu dan dusun dua, dari empat Desa tersebut yang
dulunya memiliki ikatan sosial yang kuat menjadi melemah akibat konflik
sengketa lahan yang terjadi beberapa tahun silam, hal ini di akibatkan oleh sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang tambang yang menginginkan lokasi Desa
Kecamatan Selayar sebagai tempat usaha pertambangan batu Granet, yang akan
diolah menjadi bahan bangunan menyebabkan munculnya perbedaan kepentingan
antara Masyarakat Desa satu dan Masyarakat Desa lainnya (Desa Penube, Desa
Harapan, dan Desa Selayar).
Perbedaan pendapat ini muncul akibat kebijkan PT. Mitra Persada
membuat perjanjian ganti rugi perbulannya pada Masyarakat Desa Kecamatan
Selayar, karena membeda-bedakan uang bulanan yang diberikan setiap kepala
keluarga, menjadi pemicu perdebatan yang pertama dalam hal menimbulkan
Konflik antara masyarakat dan Masyarakat.
c. Cara Penyelesaian Konflik di Desa Selayar Kecamatan Selayar
Cara penyelesaian konflik ini memang sangat sulit, harus ada pihak ketiga
yang menangani masalah ini. Pihak ketiga ini harus benar-benar netral, bijaksana,
dan tegas, sehingga tidak memihak kepada salah satu pihak yang berkonflik.
Seperti yang disebutkan, menurut Soerjono Soekanto tentang cara penyelesaian
komflik yaitu dalam menyelesaikan masalah ini menggunakan pihak ketiga, pihak
ketiga harus melakukan beberapa langkah seperti, arbritase (arbritation) dimana
pihak ketiga mendengarkan keluhan dari kedua belah pihak, yang kedua mediasi
(mediation), mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin
komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mencari
jalan untuk memecahkan masalah secara terpadu dalam artian sesuai dan tepat
sehingga masing-masing mau menerima keputusan tersebut.
1. Penyelesain Konflik Dengan Cara Mediasi
Upaya sudah dilakukan yaitu dengan mediation dimana pihak ketiga yang
menjadi penengah adalah pemerintah daerah kabupaten lingga dengan membentuk
pansus, tetapi belum ada titik temu yang tepat dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Pementukan pansus yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka untuk meyelesaikan masalah ini. Dilihat dari hasil wawancarara saya
dengan masyarakat, bahwa masyarakat Desa Selayar lebih menginginkan tempat
pertambangan batu geranit itu tidak dikelola oleh pihak PT. Mitara persada. Boleh
dikatakan bahwa penanganan konflik ini, dari pihak pemerintah dan institusi
terkait baik dari daerah maupun pusat masih lambat dalam menangani masalah
tersebut, sehingga tidak ada titik temu yang tepat.
Kata konflik mengandung banyak pengertian. Ada pengertian yang
negative, konflik dikaitkan dengan: sifat-sifat kekerasan dan penghancuran.
Dalam pengertian positif, konflik dihubungkan dengan peristiwa: hal-hal baru,
pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan. Sedangkan dalam pengertian yang
netral, konflik diartikan sebagai: akibat biasa dari keanekaragaman individu
manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan tujuan hidup yang tidak sama pula
(Kartono, 1998:213). Hal ini merupakan perubahan yang terjadi antara
Masyarakat Desa Selayar dengan perkembangan dalam sector perekonomian dan
memiliki sumber daya alam yang cukup baik yakni pertambangan batu, pasir,
tanah, dan kekayaan alam lainnya.
Ketika konflik terjadi Masyarakat Desa Selayar mencari pemecah konflik
untuk menghindari konflik tersebut, maskipun konflik tidak bisa di hindari tetapi
mereka mencoba untuk mengurangi konflik tersebut, dan dilakukan dengan empat
kali musyawarah, hal ini juga belum bisa meredamkan konflik sehingga harus
mencari orang ketiga dalam penyelesain konflik sebagai orang penengah dalam
meredamkan konflik Desa Selayar dan PT. Mitra persada. Tindakan yang terbaik
untuk meyelesaikan suatu masalah yang ada di Desa mereka, maksud dari
perkataan “orang atas” adalah seseorang yang di tunjuk untuk menyelesaikan
masalah yang terjadi baik itu Pemimpin Desa, Camat, dan Bupati, yang lebih
memahami aturan pemilikan hak tanah masyarakat.
Selain itu masalah konflik ini mulai berkurang adanya toleransi yang
diberikan oleh seorang RW, untuk tidak mengulagi tindakannya sebagai
Pemimpin Desa, karna akan berdampak buruk bagi cermin masyarakat lain, sanksi
yang diberikan hanya berbentuk teguran saja kepada RW, masyarakat dan PT.
Mitra persada untuk memilih jalan damai
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Mutiara Sumber
widya Press.
Bernhard Limbong, 2012, Konflik Pertanahan, Pustaka Margaretha: Jakarta
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta : Kencana. 2007.
Raho Bernard, 2007, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pusaka.
Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Jakarta: PN Balai Pustaka.
Moore, Christoper, The Mediation Process: Practical Strategies for Resolving
Conflict, Jossey Bass Publisher, San Fransisco, 1996
Narwoko, J dwi dan bagong suyanto (eds.), 2007, Sosiologi teks pengantar dan
terapan, edisi kedua, Jakarta: Kencana prenada media group.
Susan, Novri, 2009, Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer, Jakarta:
Kencana.
Sugyono, 2008, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D, Bandung:
ALFABETA.
Kartini Kartono, 1998, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Soerjono Soekanto, 1992, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers.
George Ritzer dan Douglas J. Gooman, 2004, Teori Sosiologi Modern, Jakarta:
Prenada Media.
Internet:
Unridha, 2010, http://www.blogspot.com, Konflik Tanah, 12 September 2016,
18:00 Wib