· Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%....

96
PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Transcript of  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%....

Page 1:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Page 2:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota
Page 3:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

BAB IV

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

A. PENDAHULUAN

Pembangunan nasional selama PJP I sampai akhir Repelita VI telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapita nyata empat kali. Satu tahun sebelum dimulainya PJP I (tahun 1968) pendapatan per kapita penduduk Indonesia baru sekitar Rp 18,4 ribu. Pada tahun 1993 dan 1994, pendapatan per kapita telah meningkat masing-masing menjadi sekitar Rp 1,8 juta dan Rp 2,0 juta. Sektor industri telah berperan besar dalam pembentukan PDB, dalam penyerapan tenaga kerja, dan dalam ekspor terutama ekspor non-migas, sehingga menjadikan Indonesia sebagai satu negara industri baru. Pendidikan dasar 6 tahun telah terlaksana dan dewasa ini sedang dilanjutkan dengan pendidikan dasar 9 tahun. Sementara itu tingkat kesehatan dan gizi masyarakat meningkat sebagaimana tercermin dari peningkatan usia harapan hidup sebesar 10 tahun sehingga sudah mencapai 64 tahun pada tahun 1996.

IV/3

Page 4:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Meningkatnya taraf pendidikan dan kesejahteraan ekonomi menyebabkan meningkat pula kesadaran masayarakat untuk menerima norma keluarga kecil. Dengan meningkatnya pendapatan keluarga dan jaminan kesehatan anak, perasaan untuk tidak mengharap kelahiran anak juga semakin tinggi. Sebagai hasil nyata dari program keluarga berencana yang telah menurunkan angka kelahiran, laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan menjadi 1,6% per tahun pada tahun 1996 dari rata-rata 2,3% pada kurun waktu 1970-1980. Keberhasilan program keluarga berencana di Indonesia, diakui oleh dunia sebagai keberhasilan upaya pemerintah bersama masyarakat, sehingga banyak negara berkembang datang untuk belajar dari pengalaman Indonesia.

Kesemuanya itu telah memberikan dampak yang nyata pada pengurangan tingkat kemiskinan. Salah satu indikator yang memberikan gambaran umum meningkatnya kesejahteraan rakyat adalah menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ukuran garis kemiskinan menunjukkan kemampuan penduduk memenuhi kebutuhan kalori sebesar 2.100 kalori per kapita per hari dan kebutuhan non-pangan yang mendasar. Berdasarkan ukuran tersebut, yang juga terus dikembangkan, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 1970 adalah sebesar 70,0 juta orang atau sekitar 60% dari seluruh penduduk (Tabel IV-1). Jumlah tersebut telah turun menjadi 27,2 juta orang atau 15,1% pada tahun 1990 dan kemudian turun lagi menjadi 25,9 juta orang atau 13,7% pada tahun 1993.

Jika diperhatikan perkembangan persentase maupun jumlah penduduk miskin selama PJP I, terlihat bahwa meskipun pengu- rangan persentase dan jumlah penduduk miskin terus berlanjut, namun laju penurunannya makin mengecil. Bahkan pada akhir PJP

IV/4

Page 5:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

I, atau dalam kurun waktu 1990-1993, penurunan persentase penduduk hanya sekitar 1,4% atau sekitar 1,3 juta orang. Jika diikuti kecenderungan ini, maka masalah kemiskinan akan sulit diatasi dalam jangka pendek. Penduduk miskin yang tersisa pada akhir PJP I adalah yang paling rendah keberdayaannya atau disebut dengan core poverty. Program-program pembangunan yang selama ini cukup efektif mengatasi kemiskinan menjadi tidak memadai lagi. Oleh karena itu, di samping terus meningkatkan berbagai program sektoral dan regional, dalam PJP II yang dimulai dengan Repelita VI diperlukan upaya tambahan yang khusus tertuju dan terarah hanya bagi kelompok penduduk miskin. Program penang-gulangan kemiskinan yang paling utama dalam Repelita IV adalah Inpres Desa Tertinggal. Hasilnya cukup menggembirakan. Pada tahun 1996, jumlah penduduk miskin telah turun menjadi 22,5 juta orang atau sekitar 11,3%. Ini berarti bahwa selama 3 tahun telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 3,4 juta sedangkan penurunan persentase penduduk miskinnya sebesar 2,3%. Jika dibandingkan untuk kurun waktu yang sama sebelumnya (1990-1993), seperti ditunjukkan dalam Tabel IV-2, penurunan pada awal Repelita VI tersebut hampir 3 kali lebih besar.

Program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari gerakan nasional penanggulangan kemiskinan untuk membantu yang lemah dengan semangat kebersamaan, kepedulian, dan keberpihakan, yang memberi kesempatan bagi yang lemah untuk mendapat akses keadilan, berpartisipasi seluas-luasnya dalam

Page 6:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

pembangunan, dan mendapatkan manfaat serta merasakan kesejahteraan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan. Dalam rangka itu program ini telah diperluas dengan program Takesra/ Kukesra, yang menghimpun dana dari anggota masyarakat yang

IV/5

Page 7:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

lebih mampu. Upaya ini mencerminkan pula solidaritas sosial sebagai salah satu perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam tahun keempat Repelita VI upaya penanggulangan kemiskinan lebih. ditingkatkan koordinasi dan keterpaduannya. Sejak April 1997 dikembangkan forum koordinasi melalui Sidang Kabinet Terbatas "Memantapkan Program Menghapus Kemis-kinan" (MPMK). Sidang Kabinet Terbatas tersebut dipimpin langsung oleh Presiden dan diadakan setiap 3 bulan. Pokok bahasan Sidang Kabinet Terbatas dibagi menjadi 3 yaitu Pengentasan Kemiskinan, Pengembangan Usaha Menengah, Kecil dan Koperasi, dan Pembangunan Daerah di Luar Jawa dan Bali. Tiga program utama dalam Pengentasan Kemiskinan adalah Program IDT yang dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bappenas, Program Takesra/Kukesra yang dikoordinasikan oleh BKKBN, dan Program Kesejahteraan Sosial yang dikoordinasikan oleh Departemen Sosial.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM REPELITA VI

1. Sasaran

Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada Repelita VII masalah kemiskinan absolut,

IV/6

Page 8:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

seperti tercermin dari jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, sebagian besar sudah teratasi. Demikian pula pada akhir Repelita

Page 9:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

VII desa-desa tertinggal telah dapat dibebaskan dari kondisi kemiskinan.

2. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan adalah mengarahkan pembangunan sektoral dan regional untuk mengatasi kemiskinan. Dalam kaitan ini, berbagai kebijaksanaan pembangun- an yang telah dilakukan dalam PJP I dilanjutkan serta ditingkatkan. Di samping itu, diluncurkan pula program khusus penanggulangan kemiskinan dengan mendorong semangat keswadayaan dan kemandirian penduduk miskin untuk bersama-sama melepaskan diri dari kemiskinan dalam kelompok-kelompok swadaya dengan semangat kooperatif yang dikembangkan di kalangan dan oleh masyarakat itu sendiri. Menurut sifatnya, kebijakan penanggulang- an kemiskinan tersebut dapat dibedakan dalam tiga kelompok.

Pertama, kebijaksanaan yang bersifat tidak langsung mengarah pada sasaran terwujudnya suasana yang mendukung keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan misalnya stabilitas ekonomi, pengendalian pertumbuhan penduduk, dan pelestarian lingkungan hidup. Selain itu kebijakan sektoral dalam bidang pertanian, industri, dan di berbagai sektor prasarana akan berpenga- ruh pula pada upaya penanggulangan kemiskinan. Di sektor pertanian misalnya, tercapainya swasembada pangan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup petani, sementara pembangunan prasarana memungkinkan penduduk miskin lebih mudah memasar- kan hasil produksinya sehingga pada gilirannya pendapatannya juga meningkat.

IV/7

Page 10:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Kedua, kebijaksanaan bersifat langsung yang ditujukan kepada kelompok penduduk miskin yang terbatas kemampuannya dan diarahkan pada peningkatan penyediaan prasarana dan sarana yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat dan penduduk miskin adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama atau dalam wadah koperasi. Agar upaya-upaya tersebut menghasil-kan nilai tambah, harus ada perbaikan akses penduduk miskin terhadap empat hal, yaitu : (1) akses terhadap sumber daya; (2) akses terhadap teknologi, berupa cara dan alat yang lebih baik dan lebih efisien; (3) akses terhadap pasar sehingga setiap produk dapat dijual untuk mendapatkan nilai tambah; dan (4) akses terhadap sumber pembiayaan.

Ketiga, kebijaksanaan khusus yang diutamakan pada peningkatan keswadayaan dan penyiapan penduduk miskin agar dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi dengan penyediaan modal kerja dan pendampingan sesuai budaya setempat. Upaya khusus pada dasarnya adalah upaya untuk memberdayakan penduduk miskin dengan mendorong dan memperlancar proses transisi dari kehidupan subsistem menjadi kehidupan ekonomi yang berorientasi pasar. Satu unsur penting kebijaksanaan khusus adalah peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur perlindungan terhadap kegiatan usaha penduduk miskin berupa jaminan kepastian usaha dan kemudahan akses, serta pembentukan dan pengembangan lembaga-lembaga yang memberi layanan kepada penduduk miskin.

IV/8

Page 11:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

3. Program

Sesuai dengan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan, program-program pembangunan yang mempunyai pengaruh terhadap upaya penanggulangan kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi program sektoral dan regional serta program khusus. Disamping itu dilakukan juga program yang mendukung keber- hasilan pelaksanaan program-program khusus.

a. Program Sektoral dan Regional

Sejak awal, pembangunan nasional ditujukan untuk mening-katkan kesejahteraan rakyat sehingga semua program berupaya mencapai tujuan tersebut, yaitu untuk menjangkau kelompok sasaran dari sektor yang bersangkutan.

Beberapa program yang mempunyai pengaruh besar pada pengurangan kemiskinan antara lain adalah Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) oleh Departemen Pertanian, dan program-program lain dari Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PIR Trans dan HTI-Trans), Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (Kredit Candak Kulak dan berbagai skim kredit), Departemen Dalam Negeri (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) yang selanjutnya diubah menjadi Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

Program pembangunan regional yang dilaksanakan melalui berbagai Inpres, baik Inpres Dati I, Dati II, Desa, serta Inpres

IV/9

Page 12:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Sektoral, mempunyai dampak besar pada upaya penanggulangan kemiskinan. Program regional ini pelaksanaannya langsung dikelola oleh pemerintah daerah. Dari tahun ke tahun, dana Inpres yang dialokasikan semakin besar sesuai dengan arah kebijakan Repelita VI untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Berhubung dengan itu telah dilakukan penyempurnaan mekanisme bantuan mulai dari aspek perencanaan, penyaluran, pelaksanaan, dan pemantauannya. Pembenahan sistem kelembagaan perencanaan pembangunan dilakukan semakin transparan, efektif, dan efisien dengan memantapkan mekanisme Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangun- an di Daerah (P5D) dan berpedoman pada Sasaran Repelita Tahunan yang diawali dari daerah (Sarlita-Da).

Beberapa program sektoral juga dilaksanakan untuk menun- jang upaya penanggulangan kemiskinan seperti Kartu Sehat khusus untuk penduduk miskin oleh Departemen Kesehatan, wajib belajar oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, padat karya oleh Departemen Tenaga Kerja, dan program-program sektoral lainnya. Program-program ini memang tidak langsung diarahkan kepada penduduk miskin, tetapi keberhasilannya akan mendukung terca-painya sasaran penanggulangan kemiskinan.

b. Program Khusus

Memasuki PJP II atau Repelita VI, upaya menanggulangi kemiskinan ditingkatkan dengan mengembangkan upaya-upaya baru yang bersifat khusus.

Salah satu program khusus yang , dikembangkan dalam Repelita VI adalah program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang

IV/10

Page 13:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Ber prinsip pada pemberdayaan penduduk miskin. Dalam melaksanakan Program IDT juga dipakai landasan pikir bahwa penduduk miskin bukanlah penduduk yang sama sekali tidak memiliki apa-apa tetapi memiliki sesuatu walaupun serba sedikit. Di samping itu, Program IDT mempunyai tiga misi yaitu sebagai pemicu dan pemacu gerakan nasional penanggulangan kemiskinan; sebagai strategi dalam pemerataan dan penajaman program pembangunan; dan sebagai upaya pengembangan ekonomi rakyat.

Program IDT diarahkan kepada penduduk di desa-desa tertinggal yang merupakan kantung-kantung kemiskinan berdasar- kan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Penentuan desa tertinggal didasarkan atas data potensi desa yang dikumpulkan oleh Biro Pusat Statistik pada tahun 1993. Dari informasi yang dikumpulkan dilakukan uji statistik untuk memilih variabel yang mempunyai korelasi dengan pendapatan penduduk dan diperoleh 25 variabel untuk daerah perkotaan dan 27 variabel untuk daerah perdesaan. Variabel- variabel tersebut terdiri dari 10 variabel potensi dan fasilitas desa, 8 variabel perumahan dan lingkungan, serta 7 variabel keadaan dan potensi penduduk disamping 2 variabel yang hanya berlaku untuk daerah perdesaan. Pada tahun 1994, untuk pelaksanaan program IDT tahun 1995/96, metodologi penentuan desa tertinggal ini di kaji ulang dan dihasilkan penyempurnaan variabel menjadi 17 variabel untuk daerah perkotaan (4 variabel potensi dan fasilitas desa, 5 variabel perumahan dan lingkungan, serta 8 variabel keadaan dan potensi penduduk) dan 18 variabel untuk daerah perdesaan (6 variabel potensi dan fasilitas desa, 3 variabel perumahan dan lingkungan, serta 9 variabel keadaan dan potensi penduduk).

IV/11

Page 14:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Untuk menumbuh kembangkan ekonomi rakyat, melalui program IDT disediakan dana hibah bergulir kepada penduduk miskin yang disalurkan langsung kepada kelompok masyarakat atau pokmas yang dibentuk oleh penduduk miskin di desa-desa tertinggal. Besar hibah per desa adalah antara Rp 20 juta sampai Rp 60 juta tergantung jumlah penduduk. Desa dengan penduduk kurang dari 50 keluarga mendapat hibah Rp 20 juta yang diberikan pada satu tahun anggaran. Desa. dengan jumlah penduduk lebih dari 50 keluarga tetapi kurang dari 100 keluarga mendapat hibah sebesar Rp 40 juta yang diberikan dalam 2 tahun anggaran. Sedangkan desa yang mempunyai jumlah penduduk lebih dari 100 keluarga menerima hibah Rp 60 juta yang diberikan dalam 3 tahun anggaran.

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan program IDT selama dua tahun (1994/95 dan 1995/96), pemberian bantuan modal kerja bergulir yang dibarengi oleh pemberdayaan masyarakat ternyata sangat bermanfaat bagi penumbuhan usaha penduduk miskin yang selanjutnya akan menumbuhkan ekonomi rakyat. Sementara itu, wilayah-wilayah kepulauan dan pedalaman karena keterisolasian- nya, umumnya berada di Kawasan Timur Indonesia, belum terjangkau oleh pembangunan. Sehubungan dengan itu, sejak tahun ketiga Repelita VI program IDT diperluas dengan mencakup seluruh desa dari propinsi dan kabupaten kepulauan dan pedalaman. Propinsipropinsi tersebut adalah Propinsi Irian Jaya, Maluku, Nusa Teng- gara Timur, Timor Timur. Sedangkan kabupatennya adalah Kabupaten Nias dari Propinsi

IV/12

Page 15:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Sumatera Utara, Kabupaten Riau Kepulau-an dari Propinsi Riau,. Kabupaten Sangihe Talaud dari Propinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Banggai dari Propinsi Sulawesi Tengah. Dengan demikian jumlah desa IDT telah menjadi 28.376 desa.

Page 16:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Untuk mencakup "seluruh" penduduk miskin, penanggulangan kemiskinan di desa-desa di luar desa tertinggal dilaksanakan melalui program lain yang didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1996 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera dalam rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Berbeda dengan program IDT, program ini memberi hibah berupa tabungan (Tabungan Keluarga Sejahtera atau Takesra) sebesar Rp 2.000 per keluarga. Untuk mengembangkan usaha, mereka berhak meminjam kredit (Kredit Usaha Keluarga Sejahtera atau Kukesra) dengan bunga rendah. Pada tingkat pertama nilai kredit adalah Rp 20.000,- per keluarga kemudian menjadi Rp 40.000,- dan seterusnya dalam 40 bulan dapat mencapai Rp 320.000,- per keluarga. Sumber dana untuk hibah Takesra maupun kredit Kukesra, berasal dari sumbangan para pengusaha besar. Pada awalnya, para pengusaha besar yang tergabung dalam "Kelompok Jimbaran" memberikan sumbangan untuk penanggulangan kemiskinan sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah kemiskinan. Selanjutnya, sumbangan tersebut didapatkan dari mereka yang memperoleh penghasilan di atas Rp 100 juta setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 2% dari penghasilan tersebut.

Dalam program Takesra/Kukesra, penentuan penduduk yang dapat ikut program dilakukan dengan melakukan pendataan keluarga. Dengan kriteria yang sudah dibakukan ditentukan bahwa keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I karena alasan ekonomi adalah keluarga yang dianggap miskin dan memerlukan bantuan.

Di samping kedua program tersebut, Sektor Kesejahteraan Sosial juga memantapkan program-program yang langsung diarah- kan kepada penduduk miskin dan fakir miskin. Program dan kegiatan ini telah dilaksanakan sejak Repelita I dan diarahkan

IV/13

Page 17:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

kepada penduduk yang menyandang masalah sosial seperti fakir miskin, masyarakat terasing, lanjut usia, dan anak terlantar. Dalam Repelita VI program kesejahteraan sosial ini lebih diutamakan di desa-desa non-IDT di antaranya dikenal sebagai program KUBE (Kelompok Usaha Bersama).

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN SAMPAI DENGAN TAHUN KEEMPAT REPELITA VI

1. Program-program Khusus

a. Program IDT

Selama Repelita VI jumlah desa yang dijangkau, yaitu yang mendapat bantuan langsung program IDT adalah 28.376 desa dengan dana hibah bergulir sebesar Rp 1,5 triliun termasuk rencana anggaran untuk tahun anggaran 1998/99. Jumlah desa yang mendapatkan bantuan langsung pada tahun pertama Repelita VI (tahun 1994/95) adalah sebanyak 20.633 desa dengan jumlah alokasi dana bantuan modal kerja langsung sebesar Rp 412,66 miliar. Memasuki tahun kedua Repelita VI dilakukan penyernpur- naan metode pengklasifikasian desa dan pendataan desa. Sebagian desa yang mendapat hibah tahun pertama tidak lagi mendapat hibah tahun kedua karena jumlah penduduknya kurang dari 50 KK. Dengan ketentuan-ketentuan tersebut, jumlah desa yang mendapat bantuan pada tahun anggaran 1995/96 adalah 22.094 desa dengan alokasi dana sebesar Rp 441,88 miliar. Pada pelaksanaan tahun ketiga Repelita VI, jumlah desa yang mendapatkan bantuan ditambah dengan desa-desa yang sulit dijangkau seperti di wilayah-wilayah kepulauan dan pedalaman. Jumlah desa yang memperoleh

IV/14

Page 18:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

bantuan pada tahun anggaran 1996/97 adalah sebanyak 22.054 desa dengan alokasi dana sebesar Rp 441,08 miliar. Pada tahun anggaran 1997/98 jumlah desa yang menerima bantuan tinggal sebanyak 6.573 desa (dengan alokasi dana Rp 131,46 miliar), sedang pada tahun anggaran 1998/99 direncanakan 3.761 desa dengan alokasi dana Rp 75,82 miliar.

Jumlah desa yang telah mencairkan dana bantuan untuk tahun pertama Repelita VI mencapai 20.627 desa (99,98%) sedang dana yang dicairkan mencapai Rp 411,83 miliar (99,37%). Dari dana tersebut sekitar Rp 229,22 miliar (55,55%) telah dikembalikan kepada pokmas dan selanjutnya telah digulirkan sebesar Rp 79,66 miliar. Pada tahun 1995/96, 21.584 desa (97,69%) telah mencairkan dana sebesar Rp 431,61 miliar (97,69%) dengan pengembalian mencapai Rp 115,39 miliar (26,11%), dan yang digulirkan mencapai Rp 32,8 miliar. Jumlah desa yang telah mencairkan dana tahun 1996/97 adalah 19.264 desa (87,35%) atau mencapai Rp 366,35 miliar. Dana yang telah dikembalikan mencapai Rp 29,00 miliar dengan pengguliran sebesar Rp 23,35 miliar. Untuk tahun 1997/98 telah dicairkan Rp 85,38 miliar (64,95%) dari dana sebesar Rp 131,46 miliar.

Untuk mendukung pemantauan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan program IDT disediakan dana bantuan operasional bagi aparat di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah tingkat II, dan pemerintah daerah tingkat I. Biaya opera- sional pemantauan (BOP) untuk pemerintah daerah tingkat I diten-tukan sebesar Rp 20.000,- per desa/kelurahan, untuk pemerintah daerah tingkat II sebesar Rp 100.000,- per desa/kelurahan, pada tingkat kecamatan sebesar Rp 500.000,- untuk setiap desa/kelurah- an, dan pada tingkat desa Rp 600.000,- untuk tiap desa/kelurahan.

IV/15

Page 19:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Di samping itu mulai tahun 1995/96 desa-desa yang dikategorikan terpencil mendapatkan tambahan dana BOP sebesar Rp 300.000 untuk setiap desa, dan Rp 100.000,- untuk setiap kecamatan yang mempunyai desa terpencil. Selama 3 tahun anggaran (1994/95-1996/97) telah dialokasikan dana BOP sebesar Rp 95,49 miliar. Sejak tahun 1997/98, dana BOP dialokasikan melalui Inpres Bantuan Desa.

Jumlah pokmas yang dibentuk penduduk miskin pada tahun pertama Repelita VI (tahun 1994/95) sebanyak 89.273 pokmas dengan jumlah anggota sebanyak 2.475.396 orang. Secara kumulatif jumlah tersebut pada tahun kedua Repelita VI (tahun 1995/96) meningkat menjadi sebanyak 106.960 pokmas dengan jumlah anggota sebanyak 2.873.612 orang, dan pada tahun ketiga Repelita VI (tahun 1996/97) meningkat menjadi 123.000 pokmas dengan jumlah anggota 3.446.573 orang. Hingga tahun keempat Repelita VI (tahun 1997/98) secara kumulatif jumlah pokmas meningkat menjadi 136.273 pokmas dengan jumlah anggota sebanyak 4.031.954 kepala keluarga.

Untuk memperoleh masukan obyektif mengenai pelaksanaan program IDT telah dilakukan tiga jenis penelitian yaitu Kaji Tindak, Kajian Bersama, dan Penelitian Kebijakan. Penelitian dilakukan tim peneliti dari 26 perguruan tinggi di 26 propinsi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk Propinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin dapat memanfaatkan dana IDT dan

IV/16

Page 20:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

memperbesar usaha. Mereka telah mengenyam hasil usahanya dan pendapatan serta kesejahteraannya meningkat. Di beberapa daerah juga dilaporkan bahwa dengan bantuan dari program IDT penduduk miskin terlepas dari jeratan rentenir dan dapat membiayai kembali

Page 21:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

pendidikan anak-anak mereka yang putus sekolah. Sementara itu, dari penelitian kebijakan ditemukan bahwa seluruh daerah telah berusaha untuk menyukseskan pelaksanaan program IDT melalui dukungan APBD, baik melalui pengalokasian dana untuk biaya pemantauan maupun untuk kegiatan inovatif lainnya seperti menambah jumlah desa penerima bantuan, pembiayaan pelatihan petugas dan aparat, serta penyediaan pendamping bagi pokmas. Beberapa daerah juga melaporkan tingginya peranserta masyarakat dalam program IDT sehingga tujuan program IDT sebagai pemicu dan pemacu gerakan penanggulangan kemiskinan tercapai.

Hasil-hasil Program IDT yang disurvei BPS (akhir 1997) mencakup 3.303 Pokmas IDT di 1.107 desa menunjukkan dampak ekonomi yang cukup besar dari program IDT terhadap penduduk miskin. Dampak ekonomi ini diukur dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pembelian barang konsumsi tahan lama (perabot rumah tangga), dan bahkan sebagian sudah dapat memperbesar prasarana produksinya.

Lebih dari tiga perempat (76,5%) dari seluruh pokmas menerima bantuan IDT dalam bentuk uang, sedang sebagian lainnya dalam bentuk barang atau campuran antara barang dan uang. Sementara itu, 72,4% dari usaha yang dilakukan sesuai dengan ketrampilan dan keinginan, sedang lebih dari separuh usahanya sudah dilakukan sebelum mendapat bantuan IDT, yang berarti lebih dari separuh usaha merupakan pengembangan usaha yang sudah ada.

Dampak ekonomi keseluruhan adalah 58,8%, sedangkan dampak partisipasi jauh lebih tinggi yaitu 83,5%, dampak keman-dir ian 46,9%, dan peranan lembaga pokmas 64,4%. Dampak

IV/17

Page 22:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

partisipasi dan kelembagaan yang lebih tinggi dibanding dampak ekonomi memberikan harapan bahwa melalui pendampingan yang tepat dampak ekonomi program IDT akan semakin meningkat di masa-masa mendatang. Tujuan yang amat penting dari program IDT adalah memberdayakan penduduk miskin sehingga akhirnya penduduk miskin benar-benar mampu mengentaskan diri dari kemiskinan melalui upaya-upaya swadaya.

Survei pokmas IDT oleh BPS ini mengkonfirmasi penelitianpenelitian sebelumnya bahwa program IDT memang telah mencapai sebagian tujuannya yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penduduk miskin. Survei ini menunjukkan bahwa 82,5% dari anggota pokmas menggunakan paling sedikit 75% dana yang diterima untuk usaha. Sedangkan usaha yang sampai kini masih berjalan sebesar 70,5% untuk di Luar Jawa dan 76,6% untuk Jawa. Artinya usaha atau kegiatan ekonomi yang dikembangkan dengan dana IDT hanya sekitar 23-29% yang gagal atau menemui kesulitan. Di samping itu ditunjukkan juga bahwa 86,4% pokmas di Luar Jawa dan 81,4% pokmas di Jawa sudah mempunyai ketentuan dan kesepakatan mengenai pengembalian pinjaman oleh anggota.

Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program IDT selama tiga tahun ini sangat menggembirakan. Dengan pembinaan yang berkelanjutan maka kekurangan-keku- rangan yang masih ada dapat diperbaiki.

IV/18

Page 23:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Dampak keberhasilan yang telah dirasakan oleh rumah tangga anggota pokmas IDT (Tabel IV-6) adalah sebagai berikut:

Page 24:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

1) Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi program IDT sudah dirasakan oleh 59% dari warga pokmas IDT, meskipun dari jumlah ini 78% diantaranya masih bersifat dampak ekonomi terbatas, dan baru selebihnya (22%) merupakan dampak ekonomi nyata yaitu dalam kenaikan pendapatan yang memungkinkan penduduk miskin mampu membeli barang-barang tahan lama, memperbesar nilai prasarana produksi, dan sebagian lain memperbaiki rumah.

Di lima propinsi "teratas" dampak ekonomi sudah dirasakan oleh 80% dari anggota pokmas yaitu di propinsi-propinsi D.I. Yogyakarta (90,0%), Bali dan DKI Jakarta (86,9%), Sulawesi Utara (84,8%), dan Jawa Barat (83,5%). Sementara itu, Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai persentase yang cukup tinggi, yaitu 79,5%, yang merupakan propinsi keenam tertinggi dalam peringkat dampak ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di propinsi yang miskin sumber daya alam tidak selalu tertinggal dalam semangat mengentaskan diri dari kemiskinan. Sedangkan dampak ekonomi paling rendah tercatat di Propinsi Kalimantan Barat (20,0%) antara lain disebabkan oleh adanya kesenjangan sosial dan banyaknya anggota pokmas IDT yang meninggalkan ke pemilikannya pindah ke tempat lain Secara keseluruhan hanya di 8 propinsi dampak ekonomi ini kurang dari 50%. Sembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%.

2) Dampak Partisipasi

Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota pokmas dalam pengorganisasian pokmas ialah menghadiri

IV/19

Page 25:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

pertemuan anggota, peranserta dalam penentuan jenis usaha, pengetahuan mengenai permasalahan yang dihadapi pokmas, dan lain-lain. Dengan tingginya persentase (83,5%) rumah tangga yang berperan dalam organisasi pokmas, program IDT yang bertujuan memberdayakan penduduk miskin untuk menolong diri sendiri (secara swadaya) cukup berhasil mencapai tujuan yang dimaksudkan. Dampak nyata partisipasi penduduk tertinggi terlihat di Propinsi Sulawesi Tenggara (99,5%) sedangkan yang terendah di Propinsi Kalimantan Barat (68,4%).

Jika diperhatikan persentase dampak partisipasi ini ternyata hanya 6 propinsi mempunyai dampak kurang dari 80%, yaitu Timor Timur (78,6%), Jawa Tengah (77,7%), Jawa Timur (72,8%), Sulawesi Selatan (71,8%), dan Kalimantan Barat (68,4%). Sementara itu, hampir separuh dari propinsi mempunyai persentase yang mendekati atau di atas 90%.

3) Dampak Kemandirian

Dampak kemandirian amat erat kaitannya dengan dampak partisipasi. Gambaran yang diberikan dengan indikator ini adalah kemandirian usaha yang dilakukan oleh anggota pokmas, misalnya penggunaan sebagian hasil usaha untuk memperbesar usaha, pembayaran angsuran tidak berpengaruh buruk kepada jalannya usaha, masalah kekurangan dana, pemasaran, dan lain-lain.

Lima propinsi dengan kemandirian tertinggi adalah Bali (87,4%), D.I. Yogyakarta (78,6), Jawa Timur (70,3%), Nusa Tenggara Timur (64,4%), dan Nusa Tenggara Barat (63,8%). Masyarakat Bali dan D.I. Yogyakarta, yang relatif lebih kuat peranan adat dan budayanya dalam kehidupan masyarakat rupanya

IV/20

Page 26:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

juga lebih tinggi semangat "guyub rukunnya", dan lebih mudah dalam mengembangkan semangat kemandiriannya. Sementara itu, tingginya kemandirian di gugus Nusa Tenggara mungkin disebabkan kegigihan daerah untuk menyukseskan pelaksanaan program IDT Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan satu- satunya propinsi yang menyediakan pendamping purna waktu yang pelatihan dan biaya hidupnya ditanggung oleh APBD. Padahal seluruh desa di propinsi ini diliput dalam program IDT sejak tahun anggaran 1996/97. Sementara Propinsi Nusa Tenggara Barat juga mempunyai tradisi seperti Bali dengan panutan "Tuan Guru"-nya.

Sementara itu, lima propinsi dengan persentase paling kecil adalah Irian Jaya (terkecil, 5,3%), Kalimantan Barat (18,8%), Sumatera Utara (21,3%), Maluku (23,5%), dan Jambi (24,9%). Rendahnya kemandirian di Sumatera Utara dan Jambi mungkin sebagai dampak dari musibah yang terjadi di kedua daerah itu, yaitu kematian masal dari babi IDT yang dipelihara serta banjir dan gunung meletus di Jambi.

4) Dampak Keberhasilan Kelembagaan Pokmas

Lembaga-lembaga masyarakat setempat cukup berpengaruh dalam menjamin proses pelaksanaan program IDT menjadi gerakan masyarakat dan gerakan nasional penanggulangan/penghapusan kemiskinan. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat inilah yang menjamin keberlanjutan program sehingga akhirnya gerakan menjadi milik masyarakat sendiri. Hal ini mendukung temuan bahwa Propinsi Bali, D.I. Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat mempunyai persentase dampak tinggi, yaitu masing-masing 95,4%, 91,7%, dan 91,2% walau yang tertinggi adalah DKI Jakarta dengan 97,0%.

IV/21

Page 27:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Tingginya dampak untuk DKI Jakarta bukan karena aspek budaya tetapi karena aspek sosial dan komunikasi antara anggota dan pengurus pokmas yang dengan mudah dilaksanakan. Yang cukup mengherankan adalah rendahnya dampak kelembagaan untuk Propinsi Sumatera Barat (48,2%) yang merupakan nomor tiga terendah diatas Jawa Timur (43,8%) dan Irian Jaya (32,6%).

Secara keseluruhan, jika dilihat dari persentase usaha Pokmas yang sudah menikmati dampak ekonomi, partisipasi dan keman- dirian, dan dari persentase lembaga pokmas yang sudah menun- jang pencapaian tujuan program IDT dan diperhatikan propinsi yang berada di 5 peringkat atas, Propinsi DI Yogyakarta dan Bali merupakan propinsi yang paling berhasil dalam program IDT. Kedua propinsi ini menduduki posisi lima teratas untuk keempat jenis keberhasilan tersebut. Sementara DKI Jakarta termasuk dalam 3 dari 4 keberhasilan karena pada kemandirian berada di peringkat 13.

Keberhasilan Propinsi DIY dan Bali dalam program IDT erat kaitannya dengan semangat "guyup rukun" atau kekompakan warganya dalam kegiatan ekonomi pokmas. Dalam masyarakat Bali pelaksanaan program IDT sangat berhasil melalui penyusunan aturan-aturan adat yang disebut "awig-awig" yang pantang dilang- gar anggotanya.

b. Program Takesra/Kukesra

Untuk menemukenali penduduk miskin yang memerlukan bantuan melalui program Takesra/ Kukesra mulai dilakukan pendataan Keluarga Sejahtera pada tahun 1994. Pendataan tahun

IV/22

Page 28:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

1995 mencatat sebanyak 39.399 ribu keluarga dengan tahapan keluarga Pra-Sejahtera (Pra-S) sebanyak 27,5%, KS I 28,3%, KS II 23,4%, KS III 16,6%, dan KS III Plus sebanyak 4,2%. Keluarga Sejahtera I karena alasan ekonomi ditemukan sebesar 12,8% dan yang karena alasan non-ekonomi sebesar 15,5%. Sementara itu, hasil pendataan tahun 1997 menunjukkan persentase keluarga pada tahap Pra-Sejahtera sebesar 19,4%, KS 122,6% terdiri dari 10,8% karena alasan ekonomi dan 8,5% karena alasan non-ekonomi, KS II 27,3%, KS III 22,7%, dan KS III Plus 5,7%. Jika diperhatikan secara seksama komposisi keluarga antara tahun 1995 dan 1997, terjadi penurunan persentase keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, sedangkan untuk kategori lainnya terjadi kenaikan.

Pelaksanaan program Takesra/Kukesra dimulai dengan gerakan sadar menabung. Untuk membuka rekening Takesra di bank, setiap keluarga diwajibkan menabung minimal sebesar Rp 2.000,-. Bagi keluarga Pra-S dan KS I disediakan dana untuk memenuhi kewajiban tersebut yang pendanaannya bersumber dari sumbangan para pengusaha besar. Untuk tujuan itu disediakan dana sebesar Rp 22,9 miliar, yang sampai dengan 31 Desember 1997 terserap sebesar Rp 21,8 miliar (94,9%), dan mencakup 10,7 juta keluarga yang tersebar di 27 propinsi. Jumlah tabungan ini sampai Desember 1997 sudah berkembang menjadi lebih dari Rp 76,5 miliar dengan menghasilkan bunga sebesar Rp 760,8 juta yang sudah dibayarkan kepada penabung. Dari persentase penyerapan dana Takesra antarpropinsi, di Propinsi Maluku telah terjadi penyerapan sebesar 100,0% disusul oleh Propinsi Sulawesi Utara (99,8%). Propinsi Nusa Tenggara Barat, di lain pihak, merupakan propinsi yang penyerapannya paling rendah, meskipun angkanya cukup tinggi, yaitu 74,3%.

IV/23

Page 29:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Di samping bantuan Takesra, keluarga Pra-S dan KS I juga memperoleh pinjaman modal kerja yang mudah, cepat, dan berbunga ringan. Pinjaman atau kredit diberikan secara bertahap mulai dari Rp 20.000,-; Rp 40.000,-; Rp 80.000,-; Rp 160.000,-; dan Rp 320.000,- per kepala keluarga. Sedangkan jangka waktu pengembalian pinjamannya disesuaikan dengan besarnya nilai pinjaman yaitu mulai 4 bulan, 6 bulan, 8 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan.

Secara nasional, dari 11,5 juta keluarga Pra-S dan KS I, sebanyak 10,5 juta keluarga telah menerima Kukesra dengan penyerapan dana sebesar Rp 302,5 miliar pada akhir Desember 1997. Dana yang sudah disediakan di daerah-daerah berjumlah Rp 364,7 miliar sehingga penyerapannya mencapai 82,9%. Dari 27 propinsi, 5 propinsi melaporkan penyerapan dana lebih dari 100% dengan penyerapan tertinggi tercatat untuk D.I. Yogyakarta yaitu 166,9%. Angka sangat tinggi ini dimungkinkan karena angsuran kredit yang masuk selanjutnya segera dipakai untuk memberikan kredit kepada anggota lain. Penyerapan yang cukup rendah ditunjukkan Propinsi Maluku (46,1%) dan Irian Jaya (49,4%). Rendahnya penyerapan di kedua propinsi ini karena seluruh desa di kedua propinsi ini mendapat bantuan program IDT mulai tahun anggaran 1996/97 sedangkan besarnya dana Kukesra didasarkan atas pendataan keluarga tahun sebelumnya, yaitu tahun 1995.

Di samping keberhasilan dalam program IDT, dilaporkan juga bahwa Propinsi Bali sudah bebas dari Keluarga Sejahtera II. Keberhasilan ini ditunjang oleh kemitraan antara kelompok UPPKS dan BUMN serta pengusaha swasta. Selain Propinsi Bali, 36 kabupaten/kotamadya di berbagai propinsi telah bebas Keluarga Pra-Sejahtera.

IV/24

Page 30:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Keluarga Pra-S dan KS I membentuk kelompok UPPKS yang pada tahun 1996/97 berjumlah sekitar 550,3 ribu kelompok. Di dalam kelompok UPPKS tersebut keluarga Pra-S dan KS I berga- bung dan belajar bersama dengan keluarga-keluarga yang sudah lebih "mapan" kondisi sosial ekonominya. Proses belajar ini juga dibantu dengan berbagai jenis pelatihan, baik dari pemerintah maupun dukungan program kemitraan dari dunia usaha swasta dan BUMN. Pelatihan berbentuk pelatihan-pelatihan dasar dinamika kelompok, pengelolaan usaha, dan pengenalan potensi usaha. Di samping itu, kelompok UPPKS yang dianggap sudah siap berusaha juga diberikan pelatihan ketrampilan teknis yang biasanya disertai dengan proses magang.

Kelompok UPPKS yang telah menyelesaikan pelatihan dasar dan dinilai layak melakukan usaha diberikan Sertifikat Kelayakan Usaha (SKU) dan sejak bulan Januari 1997 kepada mereka diberikan kesempatan untuk mendapatkan Kredit Kelayakan Usaha (KKU) yang dananya bersumber dari pengumpulan 5% keun- tungan BUMN. Sampai akhir Desember 1997 tercatat 3.839 kelompok UPPKS yang telah memperoleh SKU dan 942 kelompok UPPKS yang telah memanfaatkan KKU dengan jumlah kredit sebesar Rp 2,8 miliar.

Ciri khas dari kelompok UPPKS adalah semua anggotanya wanita, walaupun sering ditemui ketua kelompoknya pria karena diperlukan kepemimpinan dan panutannya. Dengan kekhasan ini, program Takesra/Kukesra sekaligus merupakan program yang meningkatkan peranan wanita. Ibu-ibu yang semula hanya sebagai "Ibu Rumah Tangga" dan penerima hasil dari usaha suami telah mampu memberikan sumbangan pendapa tan dan hasi l usaha

IV/25

Page 31:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

kepada keluarga, sehingga peranan wanita dalam pembangunan meningkat.

Untuk mengembangkan kemandirian masyarakat sehingga secara bertahap menjadi tidak tergantung kepada pemerintah telah dikembangkan Balai Mitra Sejahtera (BMS) yang merupakan institusi masyarakat perdesaan dan dimaksudkan sebagai sarana informasi, konsultasi, dan rujukan bagi keluarga Pra-S dan KS I yang tergabung dalam kelompok UPPKS. Sebagai lembaga kemasyarakatan, BMS dimaksudkan sebagai sarana penguatan fungsi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang berhubungan dengan kegiatan Pembangunan Keluarga Sejahtera. BMS menganut prinsip dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri dengan fasilitas dari kelompok kerja pembangunan keluarga sejahtera serta dukungan bimbingan dari usaha swasta, BUMN, serta LSM. Hingga bulan September 1997, jumlah BMS yang telah aktif berfungsi sebanyak 3.951 tersebar di 11 propinsi.

Salah satu ciri dari keluarga miskin adalah memiliki kemam -

puan yang terbatas untuk membiayai pendidikan anaknya. Pember-dayaan keluarga miskin dalam jangka panjang tidak akan ada artinya tanpa memikirkan pemberdayaan anak-anak mereka. Tanpa pengentasan anak-anak mereka dari kebodohan, generasi baru dari keluarga miskin akan tetap dalam kebodohan yang juga menjadi penyebab kemiskinan. Berhubung dengan itu, telah dilakukan upaya memadukan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) dengan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Melalui kerjasama ini dilakukan peningkatan kepedulian masyarakat, khususnya keluarga yang telah mampu, agar membantu anak-anak dari keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I yang berusia sekolah untuk dapat menye-lesaikan wajib belajar 9 tahun. Atas dasar kerjasama ini, Lembaga

IV/26

Page 32:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

GN-OTA juga menentukan sasaran pemberian beasiswa kepada anak-anak dari keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I.

c. Program Kesejahteraan Sosial

Program-program pembinaan kesejahteraan sosial antara lain meliputi penyuluhan sosial, bimbingan sosial dan motivasi, konsul-tasi, dan pelatihan ketrampilan sesuai dengan bantuan yang diberikan. Pembinaannya dilakukan melalui kelompok yang pada umumnya beranggotakan 10 kepala keluarga. Kelompok-kelompok ini yang disebut KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dibimbing oleh pendamping yang dinamakan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dan Pekerja Sosial Kecamatan (PSK). Bantuan yang diberi- kan dapat berupa ternak sapi, kambing atau barang-barang yang dapat dijual di warung-warung KUBE. Dari "modal" awal ternak, kelompok kemudian mengembangkan berbagai usaha lain berupa industri rumah tangga seperti pembuatan batu bata, krupuk, gula, minyak kelapa, tenon, sulam, dan beragam macam makanan kecil. Kelompok lain mengembangkan usaha perikanan, pertukangan, dan lain-lain. Kelompok sasaran Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos) adalah kelompok orang-orang miskin plus, yaitu orang-orang miskin yang sekaligus menyandang rawan sosial, termasuk di dalamnya fakir miskin, anak-anak terlantar, penyandang cacat fisik, cacat moral, lanjut usia, dan lain-lain. Prokesos mencakup 16 jenis kegiatan, 9 di antaranya yang tergolong prioritas adalah: (1) bantu- an kesejahteraan sosial untuk orang-orang miskin; (2) pembinaan kesejahteraan sosial untuk masyarakat terasing; (3) rehabilitasi dan pelayanan sosial bagi penyandang cacat; (4) pelayanan sosial untuk orang-orang lanjut usia; (5) pelayanan kesejahteraan sosial untuk anak-anak terlantar; (6) peningkatan peran wanita dalam pemba-ngunan kesejahteraan sosial; (7) pembinaan kesejahteraan keluarga

IV/27

Page 33:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

muda; (8) pembinaan karang taruna; dan (9) rehabilitasi sosial daerah kumuh.

Kelompok sasaran Prokesos tersebar di daerah perdesaan dan perkotaan. Bantuan kesejahteraan sosial untuk fakir miskin, diberi- kan dalam bentuk natura/barang, sebagai modal; usaha bergulir kepada KUBE. Hasil usaha lebih lanjut digulirkan kepada keluarga fakir miskin lainnya yang belum memperoleh bantuan. Untuk sasaran fakir miskin, selama Repelita VI sampai dengan tahun 1997/98, secara kumulatif telah terbentuk 18.945 KUBE di 3.918 desa dengan anggota 189.450 kepala keluarga.

PSM dan PSK merupakan matarantai penting dalam pelayan- an kepada kelompok-kelompok sasarannya. Dengan bantuan PSM dan PSK, kelompok membuat rencana kegiatan KUBE, sesuai kemampuan dan kebutuhan obyektif anggota. PSM adalah pendam-ping yang diambil dari anggota masyarakat setempat, sedangkan PSK adalah pendamping tingkat kecamatan yang ditugaskan khusus oleh Departemen Sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pendam-pingan kepada KUBE pada seluruh wilayah kecamatan. PSM adalah anggota masyarakat biasa, sedangkan PSK adalah pegawai negeri dalam lingkungan Departemen Sosial.

d. Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan

Dalam PJP I berbagai upaya pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok sasaran. Di sektor pertanian misalnya, dilakukan upaya peningkatan pendapatan petani kecil dan nelayan yang sebenarnya merupakan "kelompok miskin" di sektor pertanian. Kelompok "petani dan nelayan miskin" di istilah-kan dengan "petani dan nelayan kecil". Ini terlihat di semua sektor

IV/28

Page 34:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

pembangunan sehingga tidak ada upaya pembangunan yang secara tegas memakai istilah "miskin" walaupun sasaran pembangunan terarah pada penduduk miskin. Keadaan ini berubah setelah GBHN 1993 secara tegas mengamanatkan penanggulangan kemiskinan agar kesenjangan antar golongan ekonomi tidak semakin luas. Kemauan politik tersebut telah mendapat sambutan luas, baik dari instansi pemerintah, swasta, maupun masyarakat dengan mening-katnya kepedulian atas upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Maka telah ditingkatkan koordinasi antar upaya penanggulangan kemiskinan yang di tingkat Pusat diwujudkan dalam penyelenggara- an Sidang Kabinet Terbatas "Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan" (MPMK) yang dipimpin langsung oleh Presiden dan diadakan 3 bulan sekali. Hingga saat ini telah dilakukan 3 kali sidang yaitu pada bulan April, Juli, dan November 1997. Tiga program utama dalam pokok bahasan pengentasan kemiskinan, yang sering disebut dengan Program Kesejahteraan Rakyat (Prokesra), adalah Program IDT yang dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bappenas, Program Takesra/ Kukesra yang dikoordinasikan oleh BKKBN, dan Program Kese-jahteraan Sosial yang dikoordinasikan oleh Departemen Sosial.

Hasil Sidang Kabinet Terbatas MPMK, khususnya yang kedua, telah "disosialisasikan" ke daerah oleh pejabat dari berbagai instansi seperti Bappenas, BKKBN, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Upaya sosialisasi tersebut, yang juga disebut dengan Bimbingan Terpadu, dimaksudkan untuk menyamakan persepsi para pengelola dan pelaksana tentang Prokesra, mengoptimalkan program-program dan keg ia t an sek to ra l yang merupakan bag ian Prokes ra seca ra

IV/29

Page 35:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik, dan untuk memasyara-katkan sistem koordinasi dan pemantauan Prokesra.

Salah satu hasil dari upaya tersebut adalah terbentuknya kelompok kerja MPMK di setiap propinsi bahkan kabupaten/ kotamadya, terciptanya kesepakatan di setiap propinsi untuk mengembangkan rapat koordinasi MPMK, melakukan inventarisasi dukungan sektoral yang dikaitkan dengan strategi pembangunan daerah, dan pemanfaatan Rakorbang di semua tingkatan untuk mengevaluasi hasil-hasil program penghapusan kemiskinan. Dari bimbingan terpadu tersebut ditemukenali juga kenyataan bahwa di setiap daerah upaya penghapusan kemiskinan telah menjadi arahan dan tekad utama baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat.

2. Program-program Sektoral dan Regional

a. Program P4K

Program Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) yang dimulai tahun 1986 adalah program bantuan dana yang diberikan kepada petani kecil yang pendapatan- nya di bawah garis kemiskinan atau yang pendapatannya setara dengan 320 kg beras per kapita atau kurang. Besar pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan kelompok-kelompok Petani-Nelayan Kecil (KPK). Jangka waktu pinjaman adalah 12, 15, dan 18 bulan termasuk tenggang waktu pembayaran angsuran 3 atau 6 bulan. Masa tenggang tersebut hanya diberikan apabila memang benar- benar diperlukan. Seluruh anggota KPK bertanggung jawab atas pengembalian seluruh pinjaman yang diterima KPK dengan sistem tanggung renteng.

IV/30

Page 36:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Sampai dengan tahun anggaran 1996/97 telah terbentuk sebanyak 46.694 KPK dengan jumlah anggota sebanyak 466.940 KK. Dari jumlah tersebut, KPK pria sebanyak 16.981, KPK wanita sebanyak 17.518, dan KPK Campuran sebanyak 12.195. Jumlah kredit yang diserap mencapai Rp 91,3 miliar dengan pengembalian kredit sebesar Rp 65,7 miliar, sisa pinjaman sebesar Rp 25,6 miliar, dan tunggakan kredit sebesar Rp 2,2 miliar (2,42%). Pengembang- an Program P4K dalam jangka panjang diarahkan kepada penyem-purnaan program/proyek peningkatan pendapatan perdesaan dengan sasaran sekitar 800.000 keluarga miskin.

b. Program PHBK

Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masya-rakat (PHBK) dirintis oleh Bank Indonesia pada tahun 1989 sebagai proyek ujicoba dan mencakup 4 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, dan Bali. Tujuan PHBK adalah tersedianya pelayanan keuangan yang layak bagi Kelompok Simpan Pinjam/Kelompok Swadaya Masyarakat (KSP/KSM) yang mempunyai kegiatan simpan pinjam dan beranggotakan petani kecil serta pengusaha mikro di sektor ekonomi rakyat perdesaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan PHBK diarahkan untuk memperkuat KSP/KSM sebagai lembaga keuangan informal dan memprakarsai atau mempromosikan hubungan bank dengan KSP/ KSM melalui kegiatan-kegiatan pengenalan, pelatihan, dan pembe-nahan KSP/KSM bekerjasama dengan lembaga yang membentuk dan membina KSP/KSM yakni Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) baik milik pemerintah maupun LSM.

Selama tiga tahun pertama proyek ujicoba PHBK menunjuk- kan perkembangan yang menggembirakan dalam meningkatkan

IV/31

Page 37:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

akses kelompok swadaya masyarakat perdesaan pada jasa pelayan- an keuangan. Mengingat keberhasilan tersebut, pada tahun 1992 proyek PHBK ditingkatkan menjadi program PHBK dan cakupan daerahnya diperluas menjadi 9 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Bali, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Sampai dengan bulan Januari 1994, PHBK telah berhasil menghubungkan 1.348 KSM (dengan anggota 40.000 orang) dengan 65 bank. Jumlah kredit yang disetujui mencapai Rp 12,1 miliar, tabungan beku yang dihimpun dari anggota kelompok mencapai Rp 1,9 miliar, dan tingkat pengembalian kredit mencapai 96,3%. Dapat dikatakan bahwa masyarakat berpendapatan rendah apabila dibina dengan tepat dapat meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan ekonomi secara mandiri.

Dalam rangka lebih memperluas PHBK, telah dikembangkan kerjasama dengan proyek-proyek potensial lainnya yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin seperti: (1) proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian bekerjasama dengan IFAD dan BRI; (2) Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Perdesaan (PPKKP) yang dilaksanakan oleh Bank BUKOPIN bekerjasama dengan Rabobank-Belanda; dan (3) Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa (TPSP-KUD) yang dilaksana- kan oleh Departemen Koperasi dan Pengembangan Pengusaha Kecil bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri dan BRI; dan (4) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera yang sebelumnya disebut Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). PHBK mendapat bantuan

IV/32

Page 38:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

teknis dari Pemerintah Jerman (melalui GTZ, Deutsche Gessellschaft fuer Technische Zusammmenarbeit) sampai Desember 1996.

Sampai dengan tahun anggaran 1996/97, jumlah KSM yang terbentuk sebanyak 7.587 KSM dengan kredit yang disalurkan sebesar Rp 51,7 miliar, posisi kredit sebesar Rp 22,5 miliar, tabung- an sebesar Rp 9,0 miliar, sedangkan tunggakan sebesar Rp 1,1 miliar. Program PHBK juga telah menjangkau 17 propinsi, yang dalam jangka panjang akan dikembangkan sehingga menjangkau seluruh propinsi di Indonesia. Di samping itu, dalam perkembang-annya program PHBK juga diarahkan agar terkait dengan program-program kredit yang lain, dan diharapkan dapat menjadi "payung" mekanisme pelayanan kredit bagi ekonomi rakyat.

c. Program UED-SP

Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) merupakan pola pelayanan kredit di bawah pembinaan Departemen Dalam Negeri (Ditjen PMD) bersama-sama dengan Departemen Koperasi dan PPK dan BRI. Kegiatan UED-SP yang dimulai pada tahun kedua Repelita VI (1995/96) meliputi pemberian pinjaman pada lembaga-lembaga dan masyarakat desa yang membutuhkan modal usaha, dan pengembangan simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela anggota. Ketentuan pinjaman ditetapkan oleh para pengelola UED-SP sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dengan memperhatikan adanya kelayakan usaha calon peminjam, perilaku calon peminjam, kemampuan dana UED- SP yang tersedia, dan saran atau pendapat dari Kepala Desa/Kepala Kelurahan serta Ketua I LKMD. Pemberian pinjaman berdasarkan urutan prioritas adalah anggota UED-SP, kemudian masyarakat

IV/33

Page 39:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

yang bukan warga desa akan tetapi berdomisili di desa bersangkut- an, serta warga masyarakat desa yang berdomisili di desa lain yang belum ada UED-SP dan mendapat rekomendasi dari Kepala Desa yang bersangkutan dan persetujuan Kepala Desa lokasi UED-SP. Pinjaman diberikan untuk kegiatan ekonomis produktif dengan menekankan atas kelayakan usaha serta memperhatikan kemampu- an, keinginan, dan kesungguhan calon peminjam.

Pada tahun 1995/96 telah dilakukan kegiatan perintisan penumbuhan 622 UED-SP yang pelaksanaannya dilakukan secara selektif melalui pelatihan 157 orang tenaga asistensi untuk pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan UED-SP, serta pelatihan 1.866 calon pengelola UED-SP. Bantuan modal telah diberikan kepada UED-SP sebesar Rp 6,5 juta untuk setiap UED- SP. Penyalurannya antara lain diberikan kepada 332 UED-SP di desa non-IDT. Dalam jangka panjang UED-SP diharapkan menjadi lembaga pengelola dana bantuan desa dengan menerapkan prinsip pengelolaan keuangan yang sehat.

d. Program Padat Karya

Dalam tahun 1997/98, telah terjadi musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan menurunnya kegiatan di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Keadaan ini mengakibatkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sangat menurun, sehingga meningkatkan jumlah pengangguran di perdesaan. Sementara itu, kondisi perekonomian juga kurang menguntungkan dengan terjadinya gejolak moneter sejak pertengahan tahun 1997. Gejolak moneter ini telah menimbulkan masalah keuangan bagi pemerintah maupun dunia usaha swasta, dan mengakibatkan permasalahan serius pada usaha-usaha jasa konstruksi, serta sektor

IV/34

Page 40:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

industri terutama yang kandungan impornya tinggi. Akibat lebih lanjut yang terjadi adalah penundaan kegiatan sejumlah proyek pembangunan pemerintah maupun swasta, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan.

Untuk menanggulangi permasalahan pengangguran tersebut, telah diambil langkah-langkah penciptaan lapangan kerja produktif yang pada tahun 1997/98 sebagai program mendesak (crash program) padat karya selama sekitar 80 hari dimulai pada awal Januari 1998 sampai akhir Maret 1998. Kegiatan tersebut dilaksanakan di 12 kotamadya dan 18 kabupaten yang tersebar di daerah Jabotabek dan di beberapa daerah pengirim tenaga kerja ke Jabotabek, daerah Bandung dan sekitarnya, serta daerah Surabaya dan sekitarnya. Secara keseluruhan, kegiatan padat karya tersebut direncanakan menyerap sekitar 4.320.000 orang hari (OH) atau sekitar 54.000 orang per hari selama 80 hari dengan upah sebesar Rp 7.500 per orang per hari.

Kegiatan yang dilaksanakan berupa pemeliharaan/perbaikan ringan sarana/prasarana umum seperti saluran drainase, alur sungai, jalan lingkungan, irigasi, dan embung/kolam desa. Pemilihan dan pelaksanaan kegiatan tersebut ditentukan serta dikoordinasikan oleh daerah tingkat II.

Dalam tahun 1998/99 sebagai tahun terakhir Repelita VI program ini akan dilanjutkan dan diperluas, sehingga dapat lebih banyak menampung dampak krisis moneter pada lapangan kerja, khususnya tenaga kerja harian lepas yang bekerja di sektor konstruksi dan pekerja-pekerja di sektor pertanian di perdesaan.

IV/35

Page 41:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

e. Program ABRI Manunggal

Pembangunan pertahanan keamanan yang meliputi segenap komponen pertahanan keamanan negara didasarkan atas sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Oleh karena itu, setiap potensi yang ada dalam masyarakat dibina sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai ruang, alat, dan kondisi juang (RAK Juang) bagi penyelenggaraan sishankamrata tersebut. Berbagai upaya dalam mewujudkan RAK Juang tersebut pada dasarnya merupakan permasalahan teritorial yang menyangkut segala ikhwal yang berhubungan dengan usaha dan kegiatan "pembinaan wilayah" yang diarahkan pada kesejahteraan dan berdaya guna bagi Hankam dan "pembinaan teritorial" yang dititikberatkan pada penyusunan potensi Hankam.

Dengan pengertian dari berbagai kegiatan tersebut, sejak Repelita II secara sistematis telah diupayakan berbagai kegiatan secara terencana untuk membantu peningkatan pemerataan pembangunan daerah, utamanya daerah terpencil, daerah perbatas- an, dan daerah tertinggal lainnya.

Adapun wujud dari kegiatan tersebut dituangkan dalam program ABRI Manunggal yaitu: ABRI Masuk Desa (AMD), Manunggal Aksara, Manunggal KB, Operasi Baskara Jaya, dan Operasi Bakti lainnya. Kegiatan ABRI Manunggal sampai tahun keempat Repelita VI telah dilakukan 78 kali dari rencana 96 kali atau 81,0°/x, dengan kegiatan antara lain berupa:

1) Pembangunan prasarana fisik berupa jalan-jalan kampung, saluran irigasi, gorong-gorong, dan jembatan;

IV/36

Page 42:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

2) Pembangunan sarana perdesaan berupa mesjid, gedung sekolah dan kantor desa;

3) Pembinaan masyarakat tentang P-4 dan bela negara, pendampingan program IDT oleh personel Babinsa (Bintara Pembina Desa) dan pembinaan mental;

4) Penyuluhan dan pelayanan kesehatan/KB, pemberantasan buta aksara, dan kegiatan bakti sosial lainnya.

Untuk propinsi Timor Timur, sejak tahun anggaran 1994/95 telah dilaksanakan program Rehabilitasi Wilayah Terpadu (RWT) dan untuk propinsi Irian Jaya dimulai tahun 1996/97. Program RWT ini merupakan kegiatan bakti ABRI yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah, terutama kekhususan wilayah. Program RWT antara lain adalah pembimbingan masyarakat mengenai cara-cara bertani, penangkapan ikan dan berternak di samping kegiatan fisik lainnya.

f. Penanganan Bencana Kekeringan di Irian Jaya

Di Propinsi Irian Jaya, khususnya di Kabupaten Jayawijaya, Puncak Jaya, dan Merauke, telah terjadi kekeringan panjang yang mengakibatkan korban jiwa karena penduduk tidak dapat menanam bahan makanan pokoknya, yaitu ubi jalar. Keadaan ini menyebab- kan tingkat kemiskinan menjadi lebih parah. Berhubung dengan itu, upaya penanganan bencana kekeringan di Propinsi Irian Jaya ini sangat terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan.

Bakornas PB telah mengkoordinasikan berbagai instansi terkait di tingkat pusat dan telah menyalurkan bantuan dari Peme-rintah maupun masyarakat sejak bulan Oktober 1997. Sedangkan di tingkat daerah, Satkorlak dan Satlak PB melaksanakan penyaluran

IV/37

Page 43:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

bantuan tersebut sampai titik-titik distribusi. Di samping itu telah dilakukan upaya terpadu dari berbagai departemen dan instansi yang mencakup pelaksanaan crash program pengadaan pangan, obat-obatan, penyediaan air bersih, dan pengadaan pelayanan kesehatan.

Dalam rangka pengentasan kemiskinan di ketiga kabupaten yang dilanda bencana kekeringan tersebut dikembangkan program ketahanan pangan yang diarahkan agar dapat "mandiri " dalam memenuhi kebutuhan pangan di daerah melalui penyediaan bibit tanaman pangan pokok maupun tanaman pangan tambahan. Di samping itu, dilakukan juga upaya penciptaan lapangan kerja untuk mendayagunakan tenaga kerja yang terkena bencana kelaparan yaitu melalui pembuatan sarana dan prasarana perdesaan dan pelatihan ketrampilan. Pada tahun terakhir Repelita VI, program ini akan dilanjutkan dengan memadukannya dengan program-program lain, baik sektoral maupun regional.

3. Program-program Penunjang

a. Program Pendampingan

Salah satu ciri nyata penduduk miskin adalah keterbatasan dalam kemampuannya, khususnya kemampuan untuk mengem-bangkan usaha dan mengelola administrasinya. Berhubung dengan itu, diperlukan pembimbing dan pemberi saran, atau Pendamping, mulai dari perencanaan kegiatan sampai pengelolaan usaha dan pemanfaatan hasilnya. Pendamping dapat berupa pendamping teknis, pendamping lokal, dan pendamping khusus. Pendamping teknis pada umumnya adalah tenaga teknis kecamatan yang memberikan pendampingan teknis usaha. Karena mereka sudah

IV/38

Page 44:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

mempunyai tugas sendiri, maka mereka memberikan pendamping- an hanya jika diperlukan. Pendamping lokal adalah tenaga dari desa yang secara sukarela mendampingi anggota pokmas. Mereka dapat berasal dari tokoh masyarakat desa atau penduduk desa lain yang "ekonominya sudah lebih mantap" sehingga dapat memberikan saran-saran pengembangan. Pada tahun 1994/95 jumlah pendam- ping lokal di seluruh Indonesia sebanyak 50.078 orang. Dengan bertambahnya jumlah desa yang diliput oleh program IDT, jumlah pendamping lokal juga bertambah sehingga pada tahun 1996/97 menjadi 66.696 orang. Pendamping khusus adalah pendamping yang secara khusus ditugaskan untuk mendampingi pokmas dengan mendapat imbalan jasa dari Pemerintah. Sifat penugasan dari pendamping khusus adalah purna waktu sehingga mereka disebut sebagai Pendamping Purna Waktu.

Pada awal pelaksanaan program IDT dikenali 3.942 desa yang tingkat kemiskinannya parah sehingga pokmasnya memerlu- kan pendamping. Berhubung dengan itu, sejak tahun 1994/95 telah direkrut dan ditempatkan pendamping sarjana yang disebut sebagai Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W). Jumlah SP2W adalah 3.942 terdiri dari 713 Petugas Sosial Kecamatan (PSK) dari Depar-temen Sosial, 1.094 Tenaga Kerja Mandiri Profesional (TKMP) dari Departemen Tenaga Kerja, 200 Sarjana Penggerak Pemba- ngunan Perdesaan (SP3) dari Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan, 1.007 orang dari Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS), dan 928 orang direkrut oleh Pemda bekerjasama dengan perguruan tinggi setempat. Selanjutnya, untuk menunjang kebijakan memasukkan desa-desa terpencil di 4 propinsi dan 4 kabupaten, sejak tahun 1996/97 telah direkrut 4.481 pendamping puma waktu (P2W) yang dilatih dari unsur tokoh masyarakat desa setempat.

IV/39

Page 45:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

b. Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal

Upaya penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari penye-diaan sarana perhubungan. Jika usaha pokmas dan anggotanya telah berhasil, mereka memerlukan sarana transportasi untuk pemasaran hasilnya apalagi desa-desa tertinggal pada umumnya merupakan desa terisolasi. Sejak tahun anggaran 1995/96 telah dilaksanakan program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) yang meliputi pembangunan jalan, jembatan, tambatan perahu, serta prasarana air bersih dan sanitasi (fasilitas mandi, cuci, kakus atau MCK). Sebagai strategi untuk meningkatkan keteram- pilan masyarakat desa, pekerjaan dilaksanakan langsung oleh masyarakat melalui wadah LKMD dengan bantuan teknis dari konsultan pendamping untuk wilayah kawasan barat Indonesia (KBI). Untuk wilayah kawasan timur Indonesia (KTI) digunakan rekanan lokal yang diwajibkan menjalin kerjasama operasional dengan masyarakat desa dalam penyediaan bahan lokal, tenaga kerja lokal, dan sebagian pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat dalam wadah LKMD. Dengan cara ini dapat terjadi proses interaksi alih teknologi dari tenaga terampil kepada masyarakat desa.

Pada tahun 1995/96 (yaitu tahun kedua Repelita VI) dialokasikan dana sebesar Rp 258,5 miliar untuk menjangkau 2.050 desa tertinggal sedang alokasi tahun 1996/97 meningkat menjadi sebesar Rp 329,2 miliar untuk menjangkau 2.627 desa tertinggal. Kemudian pada tahun 1997/98 disediakan dana sebesar Rp 613,4 miliar untuk menjangkau 4.986 desa tertinggal. Dengan dana tersebut, secara keseluruhan selama dua tahun telah dibangun

IV/40

Page 46:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

jalan sepanjang 13.710,51 kilometer, jembatan sepanjang 44.914 meter, 941 unit tambatan perahu, 11.555 unit prasarana air bersih, dan 5.165 unit prasarana sanitasi dan mandi-cuci-kakus (MCK). Kegiatan program ini mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 9.287.431 Hari Orang Kerja (HOK) pada tahun 1995/96 dan sebanyak 14.848.087 HOK pada tahun 1996/97.

c. Peningkatan Prasarana Jalan Poros Desa

Mulai tahun anggaran 1996/97, untuk mempercepat penca- paian sasaran desa yang akan ditangani, pemerintah telah menge-luarkan paket program susulan bagi pembangunan prasarana fisik perdesaan yang dinamakan Bantuan Peningkatan Prasarana Jalan Poros Desa (Bantuan P2JPD) yang didanai dari pengalihan dana sektoral APBN Departemen. Pekerjaan Umum ke dalam komponen Inpres Dati II sebagai komponen bantuan khusus. Prasarana fisik yang dibangun berupa prasarana jalan desa dan jembatan desa, dengan prioritas pada desa-desa tertinggal klasifikasi produktif -potensial di luar Jawa dan Bali. Tatacara pengelolaan dan pelak-sanaannya disamakan dengan pelaksanaan P3DT. Dalam TA 1996/97, alokasi Bantuan P2JPD ditetapkan untuk 72 kabupaten di 17 propinsi di luar Jawa Bali dengan keseluruhan desa yang menerima bantuan sejumlah 602 desa tertinggal. Desa-desa tertinggal ini terbagi sebagai berikut: wilayah Sumatera sebanyak 399 desa (66,3%), Kalimantan 60 desa (10,0%), Sulawesi 80 desa (13,3%), Nusa Tenggara 10 desa (1,7%), Maluku 20 desa (3,3%), dan Irian Jaya 33 desa (5,5%). Di samping itu, terdapat juga 12 desa tambahan, yang tersebar di daerah Propinsi Sumatera Utara (7 desa), Propinsi Bengkulu (1 desa), Propinsi Kalimantan Tengah (2 desa), dan Propinsi Nusa Tenggara Barat (2 desa).

IV/41

Page 47:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

d. PMT-AS

Salah satu phenomena dari rendahnya mutu gizi dan kesehatan anak adalah tingginya angka putus sekolah dan angka tinggal kelas. Sehubungan dengan itu dilaksanakan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang ditujukan pada siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD-MI) baik negeri maupun swasta yang berlokasi di desa-desa IDT. Pada tahun anggaran 1996/97, PMT-AS menjangkau 21 propinsi di luar Jawa-Bali yang mencakup kurang lebih 2,3 juta murid di 18.518 SD-MI yang tersebar di 14.415 desa IDT. Pada tahun 1997/98, jangkauan program telah diperluas untuk seluruh Indonesia sehingga menjangkau 7,2 juta murid di 49.539 SD-MI di 28.326 desa IDT.

Beberapa prinsip penting pelaksanaan PMT-AS adalah: Pertama, dana untuk pelaksanaan program ini disalurkan langsung kepada sekolah yang menjadi sasaran program seperti halnya dana Inpres lainnya; Kedua, pengelolaan program di tingkat desa dilakukan bersama antara PKK dan BP3 sehingga mereka yang mempunyai kepedulian terhadap masalah pendidikan anak-anaknya akan terlibat dalam pelaksanaan program; Ketiga, bahan makanan yang menjadi unsur pokok makanan tambahan harus diperoleh dari hasil pertanian desa setempat atau desa sekitarnya. Dengan demiki-an, PMT-AS juga mempercepat pemasaran hasil usaha pokmas dan anggota pokmas IDT sehingga membantu upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dan ekonomi desa.

e. Bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

Dalam rangka percepatan pengentasan penduduk dari kemis- .

kinan, dipandang perlu untuk memberikan kepada masyarakat

IV/42

Page 48:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

bantuan tambahan dengan pendekatan koordinasi antar desa dalam satu wilayah kecamatan melalui Bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Upaya ini sekaligus memantapkan dan memper-tajam fungsi forum UDKP.

Bantuan PPK bertujuan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan secara nasional melalui penyediaan prasarana dan sarana serta kegiatan sosial ekonomi perdesaan yang dititikberatkan pada : (1) Peningkatan kemampuan lembaga dan aparat di tingkat desa dan kecamatan, serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan termasuk peme-liharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun; (2) Mendorong kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan pembentukan modal di perdesaan; (3) Penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat perdesaan.

Bantuan PPK diberikan dalam bentuk pelimpahan pengelola- an program dari tingkat II ke tingkat kecamatan, yang dimanfaat- kan secara langsung oleh kelompok masyarakat serta melibatkan peranserta aktif masyarakat sendiri dalam wadah kelompok- kelompok masyarakat. Jenis kegiatan yang dibiayai dana bantuan PPK adalah prasarana dan sarana serta kegiatan sosial ekonomi yang meliputi antara lain jalan desa; tambatan perahu; penyediaan air bersih; listrik perdesaan; sanitasi lingkungan; prasarana pendu- kung agrobisnis dan agroindustri, usaha kecil perdesaan; serta prasarana pasar desa, yang dilakukan secara terpadu dengan mendorong peran pembinaan pemerintah kecamatan serta dengan melibatkan petugas-petugas teknis kecamatan, dan mengikutserta- kan kader-kader pembangunan di tingkat desa.

IV/43

Page 49:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Pada tahun anggaran 1997/98 bantuan PPK telah di ujicoba- kan kepada tiga propinsi yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Tengah. Besarnya alokasi dana adalah Rp 400 juta per kecamatan yang mencakup 6 kecamatan, dan diberikan selama tiga tahun anggaran. Untuk tahun anggaran 1998/99 bantuan PPK direncanakan mencakup 20 propinsi (250 kecamatan) dengan alokasi dana Rp 500 juta per kecamatan.

D. PENUTUP

Pembangunan sektoral dan regional selama PJP I, walaupun tidak secara langsung diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan, telah berhasil mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dari sekitar 60,0% pada tahun 1970 menjadi sekitar 13,7% pada tahun 1993. Namun jumlah penduduk miskin pada awal Repelita VI sebesar 25,9 juta orang masih cukup besar sehingga diperlukan upaya khusus dalam Repelita VI.

Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI ditandai dengan peluncuran program khusus untuk mendorong semangat keswadayaan dan kemandirian penduduk miskin untuk secara bersama-sama melepaskan diri dari kemiskinan dalam kelompok-kelompok swadaya dengan semangat kooperatif yang dikembangkan di kalangan dan oleh masyarakat sendiri, khususnya di desa-desa tertinggal. Program khusus ini dikenal dengan nama program IDT (Inpres Desa Tertinggal) berdasar Inpres Nomor 5 Tahun 1993. Program IDT ini pada tahun ketiga Repelita VI diperkuat dengan Inpres tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan (Inpres Nomor 3 Tahun 1996).

IV/44

Page 50:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

Sebanyak 82,5% usaha pokmas menggunakan dana IDT yang diterima dan usaha yang masih berjalan mencapai diatas 70,0%. Sementara itu, sekitar 58,8% dari rumah tangga miskin yang menjadi anggota Pokmas IDT telah merasakan dampak ekonomi yang berarti usaha dengan menggunakan dana IDT telah mening-katkan kesejahteraan penduduk miskin bahkan termasuk mening-katnya kemampuan pembelian bahan konsumsi tahan lama (peralat- an rumah tangga), memperbaiki rumah, dan memperbesar usaha.

Dalam kurun waktu sekitar 1,5 tahun hampir seluruh 10,7 juta keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I (94,9%) telah berhasil didorong untuk menabung. Sementara yang sudah mendapatkan kredit untuk usaha (Kukesra) sebanyak 10,5 juta keluarga, diantaranya sebanyak 3.839 kelompok UPPKS telah mendapatkan Sertifikat Kelayakan Usaha dan 842 kelompok telah memanfaatkan kredit dari kemitraan. Kelompok usaha bersama (KUBE) yang dibentuk melalui Program Kesejahteraan Sosial juga telah mengem-bangkan usaha, meningkatkan pendapatan, dan mempertinggi kesetiakawanan sosial.

Pengembangan usaha bagi kelompok-kelompok penduduk miskin bertambah cerah karena telah terbuka pasar lokal melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang menyerap hasil produksi Pokmas. Keterisolasian desa-desa terting- gal juga sudah mulai teratasi dengan adanya pembangunan prasarana desa tertinggal. Pembangunan ini sekaligus menciptakan lapangan kerja dan alih teknologi bagi masyarakat desa tertinggal.

Masyarakat, khususnya penduduk miskin, merasa sangat terbantu dalam mengembangkan usaha dengan adanya penang -

IV/45

Page 51:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

gulangan kemiskinan yang memberikan bantuan modal dan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk mengelola sendiri usahanya. Berkembangnya usaha meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, termasuk kemampuan membiayai anak sekolah yang sudah terancam putus sekolah.

Upaya penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI telah mampu menanamkan dasar penumbuhan ekonomi rakyat. Namun, pelaksanaan program yang langsung menjangkau rakyat banyak seperti dalam penanggulangan kemiskinan menghadapi kendala penjangkauan, khususnya mereka yang berada di daerah terisolasi. Oleh karena itu, sasaran penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI mengurangi jumlah penduduk miskin menjadi sekitar 12 juta orang mungkin hanya tercapai sebagian. Namun dengan telah dimulainya pembukaan daerah terisolasi, antara lain melalui program pembangunan prasarana jalan desa, diharapkan kendala tersebut akan menjadi berkurang. Pendekatan program melalui kelompok dengan pemberdayaan masyarakat yang telah dikem-bangkan melalui program IDT masih perlu dilanjutkan dan dimantapkan dalam Repelita VII, untuk dapat mempercepat upaya menghapus kemiskinan dari bumi Indonesia.

IV/46

Page 52:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV -1PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERSENTASE

PENDUDUK MISKIN1970 - 1996

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

(juta orang)

TahunPerkotaan Perdesaan Perkotaan &

PerdesaanPerkotaan Perdesaan Perkotaan &

Perdesaan

1970 .. .. 70,0 .. .. 60,01976 10,0 44,2 54,2 38,8 40,4 40,11978 8,3 38,9 47,2 30,8 33,4 33,31980 9,5 32,8 42,3 29,0 28,4 28,61981 9,3 31,3 40,6 28,1 26,5 26,91984 9,3 25,7 35,0 23,1 21,2 21,61987 9,7 20,3 30,0 20,1 16,4 17,41990 9,4 17,8 27,2 16,8 14,3 15,11993 8,7 17,2 25,9 13,5 13,8 13,71996 7,2 15,3 22,5 9,7 12,3 11,3

.. Data tidak tersedia

IV/47

Page 53:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

GRAFIK IV – 1PERKEMBANGAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN

INDONESIA1970 – 1996

IV/48

Page 54:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV - 2PENGURANGAN JUMLAH DAN PERSENTASE

PENDUDUK MISKIN1970 - 1996

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin(juta orang)

TahunPerkotaan Perdesaan Perkotaan &

PerdesaanPerkotaan Perdesaan Perkotaan &

Perdesaan

1976 - 1978 1,7 5,3 7,0 8,0 7,0 6,81978 - 1980 -1,2 6,1 4,9 1,8 5,0 4,71980 - 1981 0,2 1,5 1,7 0,9 1,9 1,71981 - 1984 0,0 5,6 5,6 5,0 5,3 5,31984 - 1987 -0,4 5,4 5,0 3,0 4,8 4,21987 - 1990 0,3 2,5 2,8 3,3 2,1 2,3

1990 - 1993 0,7 0,6 1,3 3,3 0,5 1,4 1993 - 1996 1,5 1,9 3,4 3,8 1,5 2,4

Catatan : Angka positif berarti terdapat penurunan sedangkan Angka negatif berarti terdapat kenaikanIV

/49

Page 55:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV – 3GARIS KEMISKINAN ABSOLUT

1976 – 1996(rupiah per kapita per bulan)

IV/50

Page 56:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV - 4PENDUDUK MISKIN INDONESIA

1990 - 1996

1990 1993 1996

Propinsi Jumlah Jumlah Jumlah(ribu) % (ribu) % (ribu) %

1. D.I. Aceh 545,0 15,9 496,7 13,5 425,6 10,82. Sumatera Utara

1.364,913,5

1.331,612,3

1.234,210,9

3. Sumatera Barat 600,2 15,0 566,1 13,5 384,6 8,84. Riau 451,6 13,7 410,9 11,2 322,0 7,95. Jambi .. .. 299,4 13,4 222,8 9,16. Sumatera Selatan

1.037,316,8

1.023914,9 794,9 10,7

7. Bengkulu .. .. 173,1 13,1 137,2 9,48. Lampung 789,7 13,1 751,8 11,6 724,9 10,79. DKI Jakarta 603,3 7,8 497,1 5,7 231,3 2,510. Jawa Barat

4.786,513,9

4.612,412,2

3.962,19,9

11. Jawa Tengah 4.915,4

17,5 4.618,7

15,8 4.157,3

13,912. D.I. Yogyakarta 437,2 15,5 343,5 11,8 303,8 10,413. Jawa Timur

4.800,314,8

4.423,713,3

4.046,511,9

14. Bali 305,5 11,2 270,2 9,5 125,6 4,315. Nusa Tenggara Barat 776,3 23,2 692,4 19,5 653,0 17,616. Nusa Tenggara Timur 790,4 24,1 756,4 21,8 749,0 20,617. Timor Timur .. .. 293,0 36,2 267,8 31,218. Kalimantan Barat 894,0 27,6 874,5 25,1 820,5 22,019. Kalimantan Tengah .. .. 321,6 20,9 189,4 11,220. Kalimantan Selatan 546,4 21,2 517,8 18,6 424,3 14,321. Kalimantan Timur .. .. 294,9 13,8 224,4 9,222. Sulawesi Utara 368,2 14,9 304,7 11,8 284,6 10,623. Sulawesi Tengah .. .. 193,9 10,5 163,4 8,224. Sulawesi Selatan 739,6 10,8 659,2 9,0 617,1 8,025. Sulawesi Tenggara .. .. 162,3 10,8 139,4 8,526. Maluku .. .. 478,9 23,9 417,0 19,527. Irian Jaya .. .. 441,9 24,2 427,8 21,228. Gabungan 9 Propinsi

2.380,116,8

2.658,817,5

2.189,213,1

Indonesia 27.131,8

15,1 25.810,5

13,7 22.450,5

11,3

.. Data propinsi tidak tersedia dan digabungkan 9 propinsi karena sampel kecil

IV/51

Page 57:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV –5PROPINSI MENURUT PERSENTASE

RUMAH TANGGA ANGGOTA POKMAS IDTYANG SUDAH MENIKMATI DAMPAK EKONOMI

IV/52

Page 58:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota

TABEL IV - 6TINGKAT KEBERHASILAN POKMAS IDT MENURUT PROPINSI

IV/53

Page 59:  · Web viewSembilan belas propinsi lainnya mempunyai rata-rata tingkat keberhasilan ekonomi 71%. Dampak Partisipasi Indikator yang digunakan untuk menunjukkan peran-serta anggota