· Web viewKegiatan pembangunan kota dibiayai Pemerintah Pusat mela- lui berbagai sektor....
Transcript of · Web viewKegiatan pembangunan kota dibiayai Pemerintah Pusat mela- lui berbagai sektor....
BAB 26
PEMBANGUNAN DAERAH
BAB 26
PEMBANGUNAN DAERAH
A. U M U M
I. PENDAHULUAN
Dalam Repelita IV, usaha dan kegiatan pembangunan daerah
yang telah dilaksanakan dalam Repelita III akan dilanjutkan
dan makin ditingkatkan. Dalam hubungan ini Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) telah memberikan arah pokok pembangunan
daerah dalam Repelita IV sebagai berikut :
a. Pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu
dilaksanakan dengan selaras, sehingga pembangunan sek-
toral yang berlangsung di daerah-daerah benar-benar se-
suai dengan potensi dan prioritas daerah, sedang keselu-
ruhan pembangunan daerah juga benar-benar merupakan satu
kesatuan, demi terbinanya Indonesia sebagai satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan
di dalam mewujudkan tujuan nasional.
b. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang lebih merata di
seluruh tanah air, diusahakan keserasian laju pertumbuhan
antar daerah dan di dalam masing-masing daerah. Untuk itu
perlu ditingkatkan kelancaran perhubungan baik di satu
daerah atau pulau maupun antar daerah dan antar pulau.
Khususnya perlu diberikan perhatian yang lebih besar ke-
pada pembangunan daerah-daerah yang relatif terbelakang,
daerah-daerah kepulauan yang terpencil dan daerah-daerah
perbatasan. Di samping itu perhatian perlu tetap diberi-
343
kan kepada daerah-daerah minus dan daerah-daerah padat
penduduk antara lain untuk mengurangi arus perpindahan
penduduk ke kota-kota besar. Dalam rangka itu perlu makin
ditingkatkan kemampuan aparat perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan pembangunan di daerah-daerah.
c. Untuk melaksanakan peningkatan pembangunan daerah diper-
lukan peningkatan prakarsa dan partisipasi rakyat di dae-
rah. Di samping itu dengan memperhatikan kemampuan dae-
rah, perlu ditingkatkan pendapatan daerah baik dengan pe-
mungutan yang lebih intensif, wajar dan tertib terhadap
sumber-sumber yang ada maupun dengan penggalian sumber-
sumber keuangan baru yang tidak bertentangan dengan ke-
pentingan nasional dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam rangka ini kemampuan serta
perbaikan aparatur pemerintahan di daerah perlu terus di-
tingkatkan baik aparatur otonom maupun aparatur vertikal
guna mewujudkan otonomi daerah secara lebih nyata dan
bertanggung jawab.
d. Dalam melaksanakan pembangunan, masing-masing daerah per-
lu lebih meningkatkan kesadaran dan kemampuan penduduknya
untuk memanfaatkan serta memelihara kelestarian berbagai
sumber alam, mengatasi berbagai masalah yang mendesak dan
membina lingkungan pemukiman yang sehat. Untuk itu perlu
ditingkatkan usaha penyuluhan dan peningkatan ketrampilan
penduduk.
e. Koordinasi fungsional perwilayahan dan kerjasama pemba-
ngunan antar daerah perlu lebih ditingkatkan untuk lebih
melancarkan pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan-kegiatan
pembangunan.
344
f. Perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada pening-
katan pembangunan pedesaan terutama melalui peningkatan
prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan
secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak
langsung diperuntukkan bagi pembangunan pedesaan, seperti
bantuan-bantuan Inpres dan sebagainya.
g. Pembangunan perkotaan perlu dilakukan secara berencana
dengan lebih memperhatikan keserasian hubungan antara ko-
ta dengan lingkungan dan antara kota dengan daerah pede-
saan sekitarnya, serta keserasian pertumbuhan kota itu
sendiri.
h. Dalam rangka peningkatan efisiensi pelaksanaan pembangun-
an daerah dan peningkatan administrasi Pemerintah Daerah,
maka untuk daerah-daerah tertentu perlu ditata kembali
batas-batas administratif dari daerah-daerah yang ber-
sangkutan.
Atas dasar pegangan yang ditetapkan dalam GBHN tersebut,
maka tujuan pembangunan daerah pada umumnya adalah sebagai
berikut: (a) memanfaatkan potensi yang ada di setiap daerah
untuk pengembangan daerah yang bersangkutan; (b) mengusahakan
agar daerah-daerah yang secara relatif masih terbelakang da-
pat berkembang dengan laju yang lebih cepat daripada daerah-
daerah lainnya, sehingga dapat dikurangi kesenjangan yang me-
nyolok dalam tingkat kemajuan antar-daerah dan pendapatan an-
tar-golongan masyarakat di dalam masing-masing daerah, agar
tercapai pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya secara
regional; (c) mengusahakan agar peranan daerah-daerah yang
relatif terbelakang makin lama makin besar dan merupakan ba-
gian yang tidak terpisahkan dari kehidupan nasional.
345
Pembangunan yang dilaksanakan di daerah-daerah terdiri
dari proyek-proyek yang merupakan bagian dari berbagai pro-
gram pembangunan sektoral. Pada tingkat daerah proyek-proyek
tersebut diusahakan agar menjadi bagian dari pembangunan dae-
rah yang terpadu dan berperan sebagai penggerak dan pendorong
jalannya pembangunan di daerah yang bersangkutan. Oleh karena
pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasio-
nal, maka kelancaran pelaksanaan proyek-proyek di daerah akan
memperlancar pula pembangunan nasional. Dengan demikian maka
pembangunan daerah bukan hanya merupakan tujuan pembangunan
nasional, melainkan juga merupakan alat atau wahana utama un-
tuk mewujudkan pemerataan pembangunan, keadilan sosial, kena-
ikan tingkat kemakmuran, pembagian pendapatan, dan keselara-
san serta keserasian pembangunan antar-daerah dan antar-golo-
ngan.
Untuk meningkatkan koordinasi dan memperlancar pembangun-
an daerah sejak Repelita II pada tingkat propinsi telah di-
bentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dengan
tugas menyusun rencana pembangunan daerah, mengkoordinasikan
serta melakukan monitoring seluruh kegiatan pembangunan dae-
rah. Dengan tugas yang sama maka sejak Repelita III telah di-
bentuk Bappeda Tingkat II. Dalam melaksanakan tugas-tugas ter-
sebut Bappeda mempertimbangkan dan mengamati akibat sampingan
pembangunan terhadap kelestarian sumber alam dan lingkungan
hidup, seperti erosi, pendangkalan sungai dan muara nya, keme-
rosotan kesuburan tanah, pencemaran air, pencemaran udara,
pencemaran lingkungan hidup secara umum, serta berbagai masa-
lah pembangunan daerah pada umumnya.
346
II. KEADAAN DAN MASALAH
Indonesia terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, di-
diami oleh berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial-
budaya yang berbeda pula. Di samping itu, penyebaran penduduk
tidak merata dan dalam beberapa hal tidak serasi dengan pe-
nyebaran kekayaan alamnya. Lebih dari 60 persen penduduk
tinggal di pulau Jawa yang luasnya kurang lebih 7 persen dari
luas tanah air. Penyebaran yang tidak merata ini menyebabkan
kepadatan penduduk per kilometer persegi di setiap propinsi
menjadi tidak seimbang. Dalam tahun 1980 kepadatan pulau Jawa
adalah 690 jiwa per kilometer persegi. Di luar Jawa hanya
pulau Bali dan pulau Lombok yang mempunyai kepadatan penduduk
tinggi, ialah masing-masing kurang lebih 450 jiwa per kilome-
ter persegi, dibandingkan dengan 59 untuk Sumatera, 12 untuk
Kalimantan, 55 untuk Sulawesi, dan 3 untuk Irian Jaya.
Demikian pula laju pertumbuhan penduduk menurut daerah
berbeda-beda. Pertumbuhan yang tinggi antara tahun 1971 dan
1980 adalah di pulau Sumatera, yaitu 3,3 persen per tahun, di-
susul oleh Kalimantan sebesar 2,8 persen, dan Sulawesi sebe-
sar 2,2 persen, sedang pulau Jawa hanya mencapai 2,0 persen.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Sumatera diperkirakan
karena perpindahan penduduk ke Sumatera dari pulau-pulau la-
in, terutama dari Jawa, di samping pertumbuhan alami yang me-
mang tinggi. Lampung merupakan propinsi dengan laju pertumbu-
han penduduk paling tinggi (5,77%), sedang Daerah Istimewa
Yogyakarta yang paling rendah (1,10%). DKI Jakarta dan Kali-
mantan Tengah yang dalam dasawarsa 1961 - 1971 menempati urut-
an kedua dan ketiga, dalam kurun waktu 1971 - 1980 tempatnya
digeser oleh Kalimantan Timur dan Bengkulu.
347
Dalam Repelita IV akan dihadapi masalah pertumbuhan pendu-
duk yang relatif masih tinggi di berbagai daerah dan penyebar-
annya yang kurang seimbang. Penduduk Pulau Sumatera diperkira-
kan meningkat dari 31,0 juta pada tahun 1983 menjadi 36,0 juta
pada tahun 1988, penduduk Pulau Jawa meningkat dari 96,9 juta
menjadi 106,0 juta, penduduk Kalimantan dari 7,4 juta menjadi
8,4 juta, penduduk Sulawesi dari 11,1 juta menjadi 12,3 juta,
Bali dan Nusa Tenggara dari 8,9 juta menjadi 9,8 juta, Maluku
dan Irian Jaya dari 2,8 juta menjadi 3,1 juta. Demikian juga
kepadatan penduduk per km2 di berbagai pulau dan propinsi di-
perkirakan akan meningkat selama Repelita IV. Kepadatan pen-
duduk per km2 di Sumatera diperkirakan meningkat dari 66
orang pada tahun 1983 menjadi 76 orang pada tahun 1988, di
Jawa dari 733 orang menjadi 801 orang, di Kalimantan dari 14
orang menjadi 16 orang, di Sulawesi dari 59 orang menjadi 65
orang, di Bali dan Nusa Tenggara dari 101 orang menjadi 111
orang, di Maluku dan Irian Jaya dari 5 orang per km2 menjadi
8 orang pada waktu yang sama. (Lihat Tabel 26 - 1)
Kebijaksanaan pembangunan selama Repelita IV di berbagai
daerah perlu memperhitungkan secara cermat perkiraan keadaan
kependudukan ini.
Penyebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan di satu
pihak ada daerah-daerah yang terlampau padat penduduknya de-
ngan pengangguran tenaga kerja, dan di pihak lain ada daerah-
daerah yang proses pembangunannya terhambat karena kekurangan
tenaga kerja, baik dalam jumlah maupun dalam ketrampilan ser-
ta keahliannya. Daerah-daerah yang secara relatif masih ter-
belakang pada umumnya adalah daerah-daerah yang kurang pendu-
duknya, sehingga kekurangan tenaga kerja untuk mengolah keka
348
TABEL 26 - 1
PENYEBARAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT PROPINSI,
1983 dan 1988
Daerah Luas(ribu km2)
Jumlah Penduduk(juta)
PertumbuhanRata2 setahun
Kepadatan Penduduk(orang per km2
1983 1988 ($) 1983 198,
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7
1. D.I. Aceh 55,4 2,8 3,2 2,7 51 582. Sumatera Utara 70,8 9,1 10,1 2,1 129 1433. Sumatera Barat 49,8 3,6 4,0 2,1 72 804. Riau 94,6 2,4 2,7 2,4 25 295. Jambi 44,8 1,6 1,9 3,5 36 426, Sumatera Selatan 103,7 5,1 5,9 3,0 49 577. Bengkulu 21,2 0,9 1,1 4,1 43 528. Lampung 33,3 5,5 7,1 5,2 165 213
SUMATERA 473,6 31,0 36,0 3,0 66 76
9. Jawa Barat 46,3 29,7 33,4 2,4 641 72110. DKI Jakarta 0,6 7,3 8,8 3,8 12.167 14.66711. Jawa Tengah 34,2 26,6 28,5 1,4 778 83312. D.I. Yogyakarta 3,2 2,8 3,0 1,4 875 93813. Jawa Timur 47,9 30,5 32,3 1,1 637 674
J A W A 132,2 96,9 106,0 1,8 733 801
14. Kalimantan Selatan 37,7 2,2 2,4 1,8 58 6415. Kalimantan Tengah 152,6 1,1 1;2 1,8 7 816. Kalimantan Barat 146,8 2,7 2,9 1,4 18 2017. Kalimantan Timur 202,4 1,4 1,9 6,3 7 9
KALIMANTAN 539,5 7,4 8,4 2,6 14 16
18, Sulawesi Selatan 72,8 6,4 6,9 1,5 88 95
19. Sulawesi Tengah 69,7 1,4 1,7 4,0 20 2420. Sulawesi Tenggara 27,7 1,0 1,2 3,7 36 43
21. Sulawesi Utara 19,0 2,3 2,5 1,7 121 132
SULAWESI 189,2 11,1 12,3 2,1 59 65
22. B a 1 I 5,5 2,6 2,8 1,5 473 509
23. Nusa Tenggara Timur 47,9 2,8 3,1 2,1 59 65
24. Nusa Tenggara Barat 20,2 2,9 3,2 2,0 144 158
25. Timor Timur 14,9 0,6 0,7 3,1 40 47
BALI DAN NUSA TENGGARA 88,5 8,9 9,8 1,9 101 111
26. Maluku 74,5 1,5 1,7 2,5 20 2327. Irian Jaya 421,9 1,3 1,4 1,5 3 3
MALUKU DAN IRIAN JAYA 496,4 2,8 3,1 2,1 5 6
INDONESIA 1.919,4 158,1 175,6 2,1 82 92
349
yaan sumber alam setempat, membuka daerah pertanian baru, dan
melaksanakan proyek-proyek pembangunan lainnya.
Di daerah-daerah yang jarang penduduknya dan sangat ter-
batas jaringan perhubungannya, baik darat, laut, sungai, mau-
pun udara, masih terdapat masyarakat yang hidup terpencil da-
lam kelompok-kelompok kecil dan terisolasi dari dunia luar,
dengan kondisi sosial ekonomi yang masih sangat rendah. Menu-
rut Sensus Penduduk tahun 1980 di Indonesia pada tahun 1980
masih terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang hidup terpen-
cil sebanyak 86.569 orang. Dari jumlah tersebut 66.273 orang
terdapat di Irian Jaya; 4.808 orang di Sulawesi Tengah; 3.730
orang. di propinsi Riau; 2.756 orang di Sumatera Utara, dan
1.925 orang di Sulawesi Selatan. Kemudian menyusul Maluku,
Jambi, Sumatera Selatan, masing-masing dengan 1.281 orang,
1.136 orang, dan 1.006 orang, sedang sisanya tersebar di sepu-
luh propinsi lain.
Di samping itu ada propinsi-propinsi yang berbatasan de-
ngan negara lain seperti Riau, yang berbatasan dengan Singa-
pura dan Malaysia, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang
berbatasan dengan Sarawak di Malaysia Timur, Sulawesi Utara
dengan Philipina, dan Irian Jaya dengan Papua New Guinea.
Karena terbatasnya hubungan dengan bagian-bagian lain dalam
propinsi yang bersangkutan, sedang hubungan perdagangan dan
kebudayaan dengan penduduk negara tetangga lebih mudah, maka
terdapat pengaruh-pengaruh ekonomi - sosial - budaya yang ku-
rang serasi dengan kepentingan nasional pada penduduk Indone-
sia di daerah yang bersangkutan.
Masalah perbatasan juga terdapat antara wilayah propinsi
yang satu dengan yang lain. Dengan meningkatnya pembangunan,
350
terjadi pula kegiatan pembangunan di daerah-daerah perbatasan
antara wilayah propinsi, dan hal ini memerlukan koordinasi
dan keserasian kerja yang lebih baik.
Di daerah-daerah dengan banyak sungai dan rawa dengan
penduduk yang tingkat pendidikannya masih rendah, sebagian
besar penduduk membangun rumah di atas sungai atau rawa, se-
hingga mengakibatkan penyakit rakyat seperti disenteri dan
muntaber, di samping penyakit malaria.
Dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat walaupun telah
dibangun Puskesmas-Puskesmas dan Puskesmas-Pembantu, namun
desa terpencil masih memerlukan jangkauan Puskesmas, khusus-
nya di daerah-daerah di luar pulau Jawa dengan penduduk dalam
jumlah kecil per kelompok tetapi tersebar di wilayah yang
luas.
Salah satu masalah dalam perkembangan ekonomi daerah ada-
lah terbatasnya hubungan komunikasi dan pengangkutan diban-
ding dengan luasnya wilayah. Di propinsi-propinsi di luar Ja-
wa, terutama yang sangat luas wilayahnya dan dialiri sungai-
sungai yang besar dan banyak jumlahnya, seperti keempat pro-
pinsi di Kalimantan, Riau, Sumatera Selatan, dan beberapa
propinsi lain, pengangkutan barang dan penumpang terutama di-
lakukan melalui sungai, padahal lalu-lintas sungai sangat di-
batasi oleh keadaan alam dan iklim. Pada musim kemarau seba-
gian besar dari sungai-sungai tersebut tidak dapat dilayari,
terutama oleh perahu-perahu yang cukup besar. Demikian pula
lalu-lintas perdagangan dan penumpang melalui sungai terbatas
pada arah aliran sungai, sehingga wilayah di antara daerah-
daerah aliran sungai tetap tidak dapat dilayani.
Selama tiga Repelita telah banyak dibangun prasarana dan
351
sarana perhubungan. Namun karena besarnya masalah dan luasnya
wilayah tanah air yang memerlukannya, masalah tersebut belum
dapat diatasi sepenuhnya. Beberapa Ibukota kecamatan masih
ada yang belum dapat dijangkau dari Ibukota kabupaten, baik
melalui prasarana perhubungan darat, maupun melalui perhubung-
an sungai. Di samping itu, basil pembangunan itu sendiri me-
nimbulkan berbagai keperluan baru dalam berbagai bidang, yang
sebelumnya tidak terasa.
Selain itu lalu-lintas sungai yang dahulu merupakan sara-
na perhubungan yang penting, banyak mengalami kemunduran ka-
rena pendangkalan muara-muara sungai sebagai akibat penebangan
hutan yang kurang memperhatikan kelestarian alam, maupun pene-
bangan liar oleh penduduk. Di daerah-daerah penghasil barang
ekspor, hal ini terasa menghambat kelancaran penyaluran hasil
produksi, terutama dari daerah pedalaman yang belum terjang-
kau oleh jalan raya.
Dari pengamatan tampak bahwa antara kegiatan-kegiatan di
berbagai daerah atau propinsi terdapat kaitan yang erat, anta-
ra lain dalam kegiatan perdagangan,; kegiatan produksi, keuang-
an, jasa-jasa, hubungan sosial, prasarana, dan sebagainya. Di
samping itu ada propinsi-propinsi yang berdekatan yang mempu-
nyai keadaan dan ciri-ciri yang hampir sama, terutama dalam
bidang sosial-ekonomi. Berdasarkan kaitan-kaitan atau kesama-
an karakteristik tersebut dikembangkan kerjasama fungsional
antara daerah-daerah tersebut terutama dalam rangka mengada-
kan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Berdasarkan pokok-pokok pengarahan GBHN dan keadaan serta
352
masalah yang telah diuraikan di atas, maka dalam Repelita IV
akan diambil berbagai kebijaksanaan dan dilakukan berbagai
langkah kegiatan pembangunan daerah. Kebijaksanaan dan lang-
kah-langkah kegiatan tersebut ditujukan untuk meningkatkan
pemerataan, baik di masing-masing daerah maupun antar daerah,
meningkatkan produksi barang dan jasa, serta meningkatkan
stabilitas. Berbagai kegiatan pembangunan di daerah-daerah
diusahakan agar dapat menciptakan lapangan kerja baru. Adapun
pertambahan angkatan kerja bare selama Repelita IV meliputi
2.153 ribu di Sumatera, 5.586 ribu di Jawa, 535 ribu di Kali-
mantan, 528 ribu di Sulawesi, 318 ribu di Bali dan Nusa Teng-
gara, dan 200 ribu di Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur. Per-
kiraan jumlah angkatan kerja dan pertumbuhannya per tahun se-
lama Repelita IV di masing-masing propinsi dapat dilihat pada
Tabel 26 - 2.
Pada umumnya daerah-daerah yang belum berkembang sangat
kekurangan prasarana maupun sarana angkutannya. Sehubungan
dengan itu dalam pembangunan daerah diutamakan pembangunan
perhubungan untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang,
menghubungkan daerah-daerah yang jauh dengan pusat pemba-
ngunannya, menghubungkan daerah produksi dengan daerah pema-
sarannya di dalam negeri atau dengan pelabuhan ekspornya.
Perhatian khusus diberikan kepada daerah-daerah terpencil,
daerah perbatasan dan daerah kepulauan, yang hingga kini ma-
sih belum terjangkau oleh jaringan perhubungan yang teratur.
Jika karena alamnya yang kurang subur atau sumber air
yang terbatas tidak ada kemungkinan untuk mengembangkan daerah
terpencil tersebut, maka pemecahannya akan diusahakan melalui
pemukiman kembali penduduk dengan memindahkan nya ke daerah
lain dalam wilayahnya yang lebih subur dan dekat dengan sumber
353
TABEL 26 - 2
PERKIRAAN ANGKATAN KERJA MINIM PROPINSI,1983 - 1988
Tahun Kenaikan Angkatan Kerja
Propinsi 1983(ribuan)
1988(ribua
n)
Jumlah(ribuan)
Tingkat kenaikan(persentase)
1. D.I. Aceh 1.030 1.203 173 3,2
2. Sumatera Utara 3.610 4.107 497 2,6
3. Sumatera Barat 1.346 1.537 191 2,7
4. R I a u 822 912 90 2,1
5. J a m b i 619 734 115 3,5
6. Sumatera Selatan 1.989 2.287 298 2,8
7. Bengkulu 370 480 110 5,3
8. Lampung 2.034 2.713 679 5,9
S U M A T B R A 11.820 13.973 2.153 3,4
9. DKI Jakarta 2.538 3.194 656 4,7
10. Jawa Barat 10.453 12.102 1.649 3,0
11. Jawa Tengah 12.193 13.876 1.683 2,6
12. D.I. Yogyakarta 1.485 1.629 144 1,9
13. Jawa Timor 13.693 15.147 1.454 2,0
J A W A 40.362 45.948 5.586 2,6
14. Kalimantan Barat 1.171 1.280 109 1,8
15. Kalimantan Tengah 483 636 153 5,7
16. Kalimantan Selatan 893 993 100 2,1
17. Kalimantan Timor 499 672 173 6,1
KALIMANTAN 3.046 3.581 535 3,3
18. Sulawesi Utara 842 1.020 178 3,9
19. Sulawesi Tangah 523 607 84 3,0
20. Sulawesi Selatan 1.938 2.146 208 2,121. Sulawesi Tenggara 340 398 58 3,2
S U L A W E S I 3.643 4.171 528 2,7
22. B a 1 I 1.170 1.336 166 2,7
23. Nusatenggara Barat 1.075 1.189 114 2,0
24. Nusatenggara Timur 1.170 1.208 38 0,6
BALI & NUSA TENGGARA 3.415 3.733 318 1,8
25. M a l u k u 503 604 101 3,7
26. Irian Jaya 453 544 91 3,7
27. Timor Timur 237 245 8 0,7
MALUKU, IRIAN JAYADAN TIMOR TIMUR 1.193 1.393 200 3,1
I N D 0 N E S I A 63.479 72.799 9.320 2,8354
air yang pelaksanaannya akan diintegrasikan dengan pelaksana-
an transmigrasi.
Perhatian utama diberikan pula kepada pemerataan penye-
baran tenaga kerja berupa pemindahan kelebihan penduduk te-
rampil dari pulau Jawa dan Bali ke daerah-daerah lain yang
sangat memerlukannya, baik untuk membuka tanah pertanian
baru, maupun untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor
lain, terutama sektor industri. Tujuannya ialah untuk memba-
ngun daerah-daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam
yang belum dimanfaatkan, mengurangi pengangguran di daerah-
daerah yang berkelebihan angkatan kerja, dan menyebarkan
penduduk sehingga lebih merata di seluruh tanah air. Usaha
ini akan lebih ditingkatkan dengan makin diintensifkan
program transmigrasi.
Untuk mengisi lowongan pekerjaan yang disebabkan oleh ku-
rang tersedianya keahlian dan ketrampilan atau tidak sesuai-
nya keterampilan yang ada dengan yang diperlukan, maka di tiap
daerah akan diusahakan pendidikan ketrampilan yang disesuai-
kan dengan keperluan pembangunan setempat.
Arus tenaga trampil dan ahli dari daerah-daerah yang ku-rang padat penduduknya dan kurang maju ke pulau Jawa akan di-
cegah atau dikurangi dengan usaha agar baik pembangunan maupun
keadaan sosial ekonomi di daerah-daerah yang tipis penduduknya
akan berkembang lebih mendekati taraf pembangunan di pulau Ja-
wa. Dalam rangka ini di daerah-daerah akan terus disediakan
fasilitas pendidikan bagi anak-anak dan orang muda, fasilitas
kesehatan, fasilitas rekreasi dan olah raga, fasilitas untuk
mengembangkan kebudayaan dan kesenian, dan fasilitas-fasilitas
sosial lainnya. Tanpa fasilitas-fasilitas tersebut yang mema-
355
dai, tidak dapat dicegah arus penduduk, terutama angkatan mu-
da, berpindah dari pulau-pulau lain ke pulau Jawa, dan arus
urbanisasi ke kota-kota besar.
Dengan dapat di cegah arus orang-orang muda yang ber-
pendidikan dan trampil meninggalkan daerah-daerahnya, maka
dapat ditingkatkan prakarsa dan partisipasi mereka dalam pem-
bangunan di daerahnya. Usaha ini perlu didukung dengan pe-
ningkatan pendapatan pemerintah daerah, baik dengan pemungut-
an yang lebih intensif, wajar, dan tertib terhadap sumber-
sumber yang ada, maupun dengan penggalian sumber-sumber ke-
uangan baru untuk mengumpulkan sumber pembiayaan bagi pemba-
ngunan daerahnya. Di samping itu akan diperkuat usaha untuk
menarik investasi swasta di daerah, antara lain dengan penye-
diaan fasilitas serta kemudahan-kemudahan prosedur dan lain
sebagainya.
Masalah lain yang memerlukan usaha peningkatan, terutama
di daerah-daerah terpencil, adalah kemampuan aparatur peme-
rintahan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pemba-
ngunan. Untuk keperluan itu akan ditingkatkan pendidikan apa-
ratur pemerintah, baik aparatur otonom maupun aparatur verti-
kal, pada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Dalam rangka
itu maka kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat I, Tingkat II,
dan Desa akan terus ditingkatkan, sehingga mampu mengambil
prakarsa yang lebih besar dalam pembangunan, dan menggerakkan
masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah daerah dan meman-
faatkan potensi daerah secara optimal, dalam rangka pembangun-
an nasional yang terpadu.
Usaha penyempurnaan prasarana fisik pamong praja merupa-
kan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan.
356
Untuk itu dalam Repelita IV antara lain akan dilanjutkan pem-
bangunan kantor kecamatan dan rumah jabatan camat, terutama
untuk daerah-daerah di luar Java.
Dalam pelaksanaan pembangunan akan selalu dijaga kelesta-
rian sumber alam melalui penyuluhan dan pendidikan untuk
menghentikan cara bercocok tanam dengan perladangan berpin-
dah-pindah, dengan pembakaran hutan dan pemotongan pohon-po-
hon untuk keperluan bahan bakar. Di samping itu juga akan le-
bih ditertibkan penebangan hutan konsesi. Kedua usaha terse-
but diperlukan untuk menghindari menggundulkan hutan, baik hu-
tan produksi maupun hutan lindung, untuk menghindari erosi,
pendangkalan sungai-sungai dan muara nya, agar tidak mengham-
bat lalu-lintas sungai dan kelancaran jalannya perekonomian
daerah yang bersangkutan. Dalam rangka pengelolaan sumber
alam dan lingkungan hidup akan dilanjutkan program penghijau-
an dan reboisasi guna mempertahankan keseimbangan ekologi,
terutama di daerah aliran sungai, mengurangi timbulnya keru-
gian besar setiap tahun yang disebabkan oleh banjir, dan men-
jaga kesuburan tanah.
Untuk meningkatkan ketahanan masyarakat di daerah-daerah
perbatasan dengan negara tetangga, baik dalam kehidupan eko-
nomi maupun dalam sosial-budaya, akan lebih diintensifkan ke-
giatan pembangunan daerah perbatasan dengan memberikan per-
hatian yang lebih besar pada peningkatan kesejahteraan rakyat
dan dengan membuka jaringan hubungan dengan bagian-bagian
lain di daerahnya. Dengan demikian secara berangsur-angsur
daerah perbatasan akan mampu menjadi barisan terdepan yang
tangguh dalam menghadapi berbagai pengaruh dari luar.
357
Sehubungan dengan pengelolaan daerah aliran sungai yang
melintasi perbatasan wilayah beberapa propinsi, pengelolaan
daerah perbatasan yang dihuni dan diolah oleh penduduk bebe-
rapa propinsi, dan untuk kepentingan koordinasi pembangunan
di propinsi-propinsi yang berbatasan, akan ditingkatkan ker-
jasama antar propinsi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pe-
ngawasan pembangunan daerah. Di samping itu akan diusahakan
penggarisan batas-batas daerah yang lebih jelas, dan di mana
perlu, diadakan perubahan batas-batas daerah dalam rangka me-
ningkatkan efisiensi pemerintahan dan pembangunan.
Pembangunan desa dan kota diarahkan untuk meningkatkan ke-
serasian antara pertumbuhan keduanya. Kota dan daerah perkota-
an tidak dapat dikembangkan atau dibangun secara terpisah dari
pembangunan pedesaan yang menjadi daerah pendukungnya. Secara
fisik, ekonomi, dan sosial, keduanya perlu direncanakan secara
serasi dalam rangka pembangunan regional dan nasional.
Dalam rangka mengusahakan pemerataan/penyebaran pembangun-
an, agar tercapai keserasian dan keseimbangan tingkat pemba-
ngunan dalam tata-ruang nasional, maka sesuai dengan amanat
GBHN dalam Repelita IV akan ditingkatkan koordinasi perwila-
yahan dan kerjasama pembangunan antar daerah. Hal ini sangat
diperlukan untuk lebih melancarkan pelaksanaan dan pengelolaan
kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah-daerah.
Pada tingkat perencanaan, masing-masing Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) perlu meningkatkan koordinasi
dalam wilayah kerjanya masing-masing sehingga pembangunan pro-
yek-proyek sektoral benar-benar sesuai dengan potensi dan
prioritas daerah. Kegiatan koordinasi BAPPEDA akan makin di-
358
tingkatkan dalam Repelita IV sehingga mampu mewujudkan adanya
keserasian proyek-proyek sektoral dengan proyek-proyek regio-
nal/daerah, dan keserasian proyek sektoral dengan prioritas
pembangunan di daerah. Keserasian pada tingkat perencanaan
juga harus dapat mewujudkan keselarasan pembangunan antar
pembangunan daerah-daerah tingkat II di dalam lingkungan
daerah tingkat I masing-masing.
Selanjutnya pada tingkat perencanaan dilakukan pula koor-
dinasi fungsional perwilayahan dan kerjasama antar daerah.
Hal ini dilakukan dengan mengadakan kerjasama dan penyerasian
perencanaan antara beberapa daerah tingkat I yang saling ber-
dekatan dan yang saling berkaitan dalam kegiatan-kegiatan pem-
bangunan tertentu, seperti dalam rangka pembangunan jalan yang
melintasi perbatasan antar daerah, daerah aliran sungai, dan
lain sebagainya. Kerjasama antar daerah dalam rangka koordina-
si fungsional perwilayahan tersebut dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan yang nyata dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Kerjasama antar daerah itu berkembang seirama de-
ngan pertumbuhan pembangunan itu sendiri.
Koordinasi perencanaan dan kerjasama antar daerah tidak
hanya dapat dilakukan antar daerah-daerah yang saling berde-
katan, melainkan jika perlu juga antar daerah-daerah yang
berjauhan letaknya, misalnya antara daerah pengiriman dan dae-
rah penerima transmigran dalam rangka proyek transmigrasi,
antara daerah penghasil bahan baku dengan daerah pengolah
atau pemakai, dan sebagainya.
Dalam pada itu koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pem-
bangunan antar daerah tingkat II dalam satu propinsi perlu pu-
359
la makin dikembangkan dalam rangka pengembangan potensi yang
ada di daerah dan dalam rangka memecahkan masalah-masalah ke-
terbelakangan di daerah tingkat I yang bersangkutan.
B. PEMBANGUNAN DESA
I. PENDAHULUANSekitar delapan puluh persen penduduk Indonesia berdiam
di pedesaan, dan oleh karena itu maka pembangunan desa mempu-
nyai arti yang amat penting. Dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara diamanatkan, bahwa perhatian sebesar-besarnya perlu
diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama
melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat desa ser-
ta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung mau-
pun tidak langsung diperuntukkan bagi pembangunan pedesaan,
seperti bantuan Inpres dan sebagainya. Oleh karena itu, pem-
bangunan desa merupakan bagian yang penting dan tidak terpi-
sahkan dari pembangunan nasional, pembangunan Daerah Tingkat I
dan pembangunan Daerah Tingkat II. Dalam rangka meletakkan
kerangka bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang
atas kemampuan sendiri, serta pemantapan Trilogi Pembangunan,
pembangunan desa mempunyai nilai yang strategis. Didalamnya
terkandung unsur pemerataan basil pembangunan menuju keadilan
sosial, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas
nasional yang dinamis, sehingga pada akhirnya akan dapat ter-
wujud desa sebagai landasan ketahanan nasional yang kuat.
Pembangunan Desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang
berlangsung di pedesaan dan meliputi seluruh aspek kehidupan
360
masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan
swadaya gotong-royong. Pembangunan desa diarahkan untuk meman-
faatkan secara optimal potensi sumber daya alam, dan mengem-
bangkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kwalitas
hidup, meningkatkan ketrampilan, meningkatkan prakarsa, de-
ngan mendapatkan bimbingan dan bantuan dari aparatur pemerin-
tah, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Penduduk pedesaan merupakan bagian terbesar dari penduduk
yang tingkat hidupnya masih rendah. Untuk meningkatkan ting-
kat hidupnya perlu peningkatan kesempatan kerja serta pening-
katan produksi dan produktivitas. Untuk dapat meningkatkan
produktivitas, diperlukan pengertian dan motivasi, peningkatan
ketrampilan dan teknologi. Untuk dapat meningkatkan ketram-
pilan, diperlukan peningkatan gizi, peningkatan kesehatan dan
pendidikan. Untuk itu diperlukan adanya sarana dan prasarana
pendidikan, kesehatan, perhubungan, dan lain-lainnya yang akan
mendorong berkembangnya pembangunan di pedesaan.
I I. KEADAAN DAN MASALAH
Sampai dengan Repelita III, telah banyak dilaksanakan
usaha pembangunan pedesaan untuk meningkatkan taraf hidup ma-
syarakat desa, melalui penyediaan pelayanan kebutuhan dasar
seperti pendidikan dasar dan kesehatan, serta usaha untuk
meningkatkan produksi di bidang pertanian pangan, perkebunan,
peternakan, perikanan, peningkatan berbagai ketrampilan dan
penerapan teknologi baru yang tepat guna, penyediaan sarana
pengairan, sarana perhubungan dan sebagainya, yang kesemuanya
telah dapat meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyara-
kat desa.
361
Sejak Repelita I, perkembangan desa telah didorong agar meningkat dari desa swadaya menuju desa swakarya dan akhirnya menjadi desa swasembada. Pada tingkat desa swasembada diha-rapkan peranan desa berubah tidak lagi hanya sebagai obyek pembangunan melainkan sekaligus juga menjadi subyek pembangun-an. Namun demikian selama ini dirasakan bahwa perkembangan desa tersebut masih perlu lebih ditingkatkan. Hal ini antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Dewasa ini masih terdapat desa-desa yang terpencil dan atau terisolasi dari pusat-pusat pembangunan.
b. Jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang, yaitu ada desa yang berpenduduk terlalu padat dengan jumlah tenaga kerja yang melebihi daya tampung desa dan ada pula yang berpen-duduk terlalu sedikit dibanding dengan potensi desa yang tersedia, sehingga kekurangan tenaga kerja, untuk mengo- lah potensi tersebut.
c. Pemerintahan desa dan lembaga-lembaga lainnya yang diben- tuk berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1979, belum da- pat berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Lembaga yang dapat menggerakkan partisipasi masyarakat seperti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), lembaga Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Koperasi Unit Desa (KUD) belum berkembang seperti yang diharapkan.
e. Tingkat kesadaran dan keterampilan penduduk masih belum memadai, menyebabkan produktivitas dan pendapatan masya-rakat yang rendah.
Selain dari pada itu, masih banyak hal yang berkaitan de-ngan pembangunan desa seperti peningkatan produksi dan pema-
362
saran, rendahnya tingkat gizi khususnya pada anak balita,
masih banyaknya penduduk yang buta huruf, mutu perumahan dan
lingkungan hidup yang belum layak, dan berbagai masalah lain
yang masih memerlukan pemecahan dalam rangka pelaksanaan de-
lapan jalur pemerataan dalam Repelita IV.
Selanjutnya pada masyarakat desa terdapat potensi swadaya
gotong-royong yang dapat dikembangkan dalam rangka pembangun-
an desa, yang diarahkan untuk memecahkan berbagai masalah
tersebut diatas dalam Repelita IV.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan pembangunan pedesaan dalam Repelita IV meru-
pakan peningkatan dan penyempurnaan dari berbagai kebijaksa-
naan pembangunan pedesaan dalam Repelita III. Pembangunan pe-
desaan diarahkan untuk meletakkan dasar-dasar sosial ekonomi
yang kuat sebagai landasan pembangunan nasional jangka pan-
jang. Sasarannya adalah agar desa merupakan satu satuan ter-
kecil administrasi pemerintahan, satu satuan terkecil ekonomi
dalam satu satuan terkecil ikatan masyarakat, dapat memperce-
pat pertumbuhannya menjadi desa swasembada. Dengan demikian
akan dapat mengubah kedudukan desa dari obyek pembangunan
menjadi subyek pembangunan, yang ber ketahanan di semua bidang
dan memantapkan ketahanan nasional.Untuk mencapai tujuan tersebut akan diambil langkah-lang-
kah kebijaksanaan sebagai berikut :
a. Secara bertahap membebaskan semua desa dari keterpencilan
dengan pembangunan prasarana perhubungan yang dapat mem-
perlancar hubungan desa dengan desa; desa dengan kota ke-
camatan, dan kecamatan dengan kota-kota lainnya, sehingga
363
tidak ada lagi desa terisolasi dan tertinggal dari perkem-bangan dan kemajuan. Dengan tersedianya prasarana perhu-bungan tersebut akan terjadi arus barang, jasa dan infor-masi yang dapat memantapkan harga barang-barang kebutuhan hidup, mendorong produksi, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan nilai tambah, menganekaragamkan sumber peng-hasilan, yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja dan meratakan serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
b. Menata kembali wilayah desa dengan cara pemekaran bagi desa-desa yang terlalu padat penduduknya, menambah pendu- duk pada desa-desa yang jarang penduduknya melalui trans-migrasi sisipan atau pengelompokan desa.
c. Meningkatkan mutu aparatur Pemerintah Desa agar mampu me-nyelenggarakan administrasi pemerintahan desa bagi ke-lancaran pembangunan pada umumnya dan pembangunan desa pada khususnya, serta dapat mendorong penduduk untuk ber-prakarsa dalam pembangunan dan menggerakkan masyarakat berperanserta aktif dalam pembangunan.
d. Mengadakan koordinasi yang lebih baik terhadap semua pro-gram dan kegiatan yang ditujukan untuk pembangunan desa, agar dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna, dan dapat meningkatkan keterampilan penduduk guna memperluas la-pangan kerja.
e. Meningkatkan kemampuan aparatur yang mempunyai kaitan tu-gas pembangunan pedesaan baik di pusat maupun di daerah sampai ke desa-desa, terutama Camat dan Petugas Pemba-ngunan Desa di tingkat kecamatan.
f. Memberikan Bantuan Pembangunan Desa untuk mendorong swa- daya gotong-royong masyarakat desa dan mengusahakan agar
364
semua lembaga yang ada di desa dapat berfungsi sebagaima-
na mestinya seperti Lembaga Musyawarah Desa (LMD), Lemba-
ga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Pembinaan Kesejahte-
raan Keluarga (PKK), Kader Pembangunan Desa (KPD), serta
mengembangkan peranan Lumbung Desa untuk mendorong swada-
ya gotong-royong masyarakat desa guna menanggulangi kera-
wanan pangan dan menimbulkan swasembada pangan di pede-
saan.
g. Memanfaatkan jasa-jasa lembaga penelitian untuk memperce-
pat perbaikan kehidupan di pedesaan dengan mengembangkan
teknologi tepat guna.
h. Mengadakan kegiatan-kegiatan dalam rangka usaha untuk me-
ningkatkan peranan wanita, sehingga dapat merupakan pem-
bina dan pendidik nilai-nilai luhur bangsanya dalam ling-
kungan masing-masing melalui PKK.
Dalam rangka pemanfaatan dana yang langsung maupun tidak
langsung bagi pembangunan desa semaksimal mungkin, akan di-
mantapkan koordinasi antar lembaga-lembaga yang melaksanakan
pembangunan di pedesaan, melalui berbagai forum di tingkat pu-
sat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa, seperti yang
telah dikembangkan dalam Repelita sebelumnya, yaitu :
1) Pada tingkat pusat, akan dilaksanakan pertemuan antara Biro-
biro Perencanaan Departemen untuk saling tukar menu- kar
informasi, sehingga akan terdapat keselarasan program/proyek
di pedesaan.
2) Pada tingkat propinsi/daerah tingkat I, Bappeda atas nama
Gubernur melaksanakan koordinasi antara Dinas-dinas dan
Instansi Vertikal di Daerah.
365
3) Pada tingkat daerah tingkat II, Bappeda atas nama Bupati/
Walikotamadya melaksanakan koordinasi balk antar Dinas-
dinas Tingkat II, Cabang Dinas dan Instansi Vertikal yang
ada di daerahnya.
4) Pada tingkat kecamatan, Camat mengkoordinasikan aparatur
pemerintah yang ada di tingkat kecamatan melalui sistem
UDKP dan agar program-program pembangunan dimaksud mem-
peroleh partisipasi masyarakat yang sebesar-besarnya.
5) Pada tingkat desa, Kepala Desa melalui LKMD mengkoordina-
sikan masyarakat dan Kader-kader Pembangunan Desa (KPD)
yang dibina oleh berbagai instansi serta mengembangkan
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Forum koordinasi tersebut, juga akan dikembangkan melalui
berbagai jenjang latihan dalam rangka Latihan Kader Pembangu-
nan Desa terpadu, yaitu Latihan Pelatih Kader Pembangunan De-
sa Tingkat Nasional, yang anggotanya terdiri atas berbagai
unsur Departemen; Latihan Pelatih KPD Tingkat Propinsi yang
anggotanya terdiri atas berbagai unsur Dinas dan Instansi
Vertikal; Latihan Pelatih KPD Tingkat Kabupaten, serta Lati-
han Orientasi Kepala Dinas/Kepala Instansi Vertikal tingkat
Kabupaten; Latihan Pembina Teknis KPD Tingkat Kecamatan serta
Latihan KPD di masing-masing Desa. Akan diusahakan agar pada
akhir Repelita IV, semua desa sudah mempunyai KPD yang dapat
menggerakkan masyarakat berperanserta dalam membangun desa-
nya, baik dengan sumber dana sendiri maupun dengan bantuan
Pemerintah.
Untuk meningkatkan kemampuan Camat dalam mengkoordinasi-
kan instansi pada tingkat kecamatan, akan diadakan latihan
bagi para Camat, khususnya yang belum mendapat kesempatan la-
366
tihan sebelumnya. Untuk membantu Camat dalam tugas koordinasi
tersebut, akan dilatih Staf Pembangunan Desa di tingkat Keca-
matan.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Program Pembangunan Desa meliputi Bantuan Pembangunan
Desa, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Pembinaan
Perencanaan melalui LKMD dan UDKP, peningkatan swadaya masya-
rakat melalui Kader Pembangunan Desa, pelaksanaan proyek-pro-
yek yang bersifat padat karya dan proyek-proyek yang bertuju-
an untuk meningkatkan pendapatan golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah.
1. Bantuan Pembangunan Desa
Bantuan Pembangunan Desa akan terus ditingkatkan dan di-
sesuaikan dengan tingkat perkembangan desa, agar terjadi ke-
serasian laju pembangunan antar desa. Dengan cara ini diha-
rapkan peningkatan perkembangan desa menjadi desa swasembada
dapat dipercepat. Bantuan Pembangunan Desa digunakan untuk
pembangunan proyek-proyek yang sangat prioritas di desa,
dalam rangka menggerakkan swadaya gotong-royong masyarakat
dengan mengusahakan agar semua lembaga yang ada di desa dapat
berfungsi. Selanjutnya dampak proyek-proyek dapat menumbuhkan
pembangunan desa baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya.
2. Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP)
Sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evalua-
si pelaksanaan pembangunan desa melalui UDKP akan ditingkat-
kan, sehingga dengan demikian terdapat jalur perencanaan dan
koordinasi pembangunan desa dengan LKMD, Kecamatan dengan
367
UDKP, Kabupaten dengan Bappeda Tingkat II dan sampai Propinsi
dengan Bappeda Tingkat I. Melalui jenjang perencanaan tersebut
diharapkan terjadi interaksi perencanaan dari atas dan dari
bawah
Melalui UDKP akan dikembangkan teknologi pedesaan, perlom-
baan desa dan penataan desa, serta pemugaran perumahan desa,
agar desa berkembang maju dan menjadi tempat pemukiman yang
nyaman dan tenteram.
3. Peningkatan Swakarsa dan Swadaya Masyarakat
Untuk merubah desa dari obyek pembangunan menjadi subyek
pembangunan, maka perlu peningkatan prakarsa dan swadaya ma-
syarakat. Untuk ini akan dikembangkan lebih lanjut Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) dari tingkat Pusat sampai ke de-
sa-desa. Dalam rangka meningkatkan fungsi LKMD sebagai lemba-
ga masyarakat, akan. dilatih kader yang terdiri dari pamong-
praja, wanita, pemuda, guru, alim ulama dan kader lainnya
menjadi Kader Pembangunan Desa (KPD), yang akan merupakan mo-
tor penggerak LKMD dalam membantu Pemerintahan Desa membangun
desa.
4. Proyek-proyek dengan sistem Padat Karya
Untuk menanggulangi masalah pengangguran di daerah pede-
saan yang padat penduduk, akan terus dilaksanakan kegiatan
pembangunan proyek-proyek yang bersifat padat karya. Melalui
proyek ini diharapkan akan tercipta lapangan kerja dan pemba-
ngunan berbagai prasarana yang diperlukan dalam rangka pemba-
ngunan pedesaan.
368
C. PEMBINAAN KOTAI. PENDAHULUAN
Pembangunan dan pembinaan kota harus selalu dikaitkan de-
ngan pembangunan dan pembinaan daerah sekitarnya. Kota yang
merupakan pusat pemukiman penduduk yang memiliki berbagai fa-
silitas pelayanan telah memungkinkan berkembangnya berbagai
kegiatan di bidang-bidang ekonomi, sosial-budaya dan politik,
yang pengaruhnya jauh melampaui batas-batas kotanya. Dalam
rangka pembangunan nasional perlu dikembangkan adanya hubung-
an timbal balik yang serasi dan Baling menguntungkan antara
daerah perkotaan dengan wilayah sekitarnya.
Kota harus dapat memberikan fungsi pelayanannya di bidang-
bidang ekonomi, sosial-budaya, dan politik untuk lebih mendo-
rong berkembangnya daerah-daerah sekitarnya. Sebaliknya per-
kembangan daerah-daerah sekitar kota akan mendorong lebih lan-
jut pembangunan di daerah perkotaan itu sendiri. Oleh sebab
itu sesuai dengan amanat GBHN, maka pembangunan perkotaan per-
lu dilakukan secara berencana dengan lebih memperhatikan kese-
rasian antara kota dengan daerah pedesaan sekitarnya, serta
keserasian pertumbuhan kota itu sendiri. Kota harus diperguna-
kan sebagai alat untuk menggerakkan pembangunan daerah-daerah
sekitarnya dalam rangka pembangunan regional dan nasional.
Dalam kurun waktu dasawarsa 1961 - 1971 laju pertumbuhan
penduduk kota rata-rata 3,6% setahun, dan dalam dasawarsa
berikutnya tahun 1971 - 1981 naik menjadi sekitar 5%; sedang
dalam Repelita IV diperkirakan laju pertumbuhan tetap seki-
tar 5% rata-rata setahun.
Sejalan dengan pertumbuhan kota-kota yang demikian itu,
369
maka peranannya pun akan meningkat pula. Kota-kota bertumbuh menjadi pusat-pusat pemukiman penduduk yang bertambah besar dan padat. Jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan adalah 17,2% pada sensus 1971, naik menjadi 22,3% pada sensus 1980, dan pada tahun 1983 diperkirakan menjadi 23,7%. Pada akhir Repelita IV penduduk kota diperkirakan menjadi 28%.
Dengan memperhatikan perkembangan kota yang demikian pe-sat, dan untuk menjadikan kota-kota tersebut pusat-pusat pem-bangunan yang dapat mendorong dan menarik perkembangan daerah-daerah sekitarnya, diperlukan berbagai fasilitas, sarana dan prasarana kota, baik yang diperlukan bagi perkembangan kota itu sendiri, maupun yang diperlukan bagi pertumbuhan daerah-daerah sekitarnya. Untuk menjamin kenyamanan bermukim di kota dan kelestarian lingkungan maka pengembangan kota harus di-lakukan secara berencana dengan mengikuti tata-kota yang di-susun secara mantap.
Wilayah yang luas di sekitar daerah perkotaan memiliki berbagai potensi pembangunan, baik berupa sumber daya alam maupun somber daya manusia. Daerah-daerah ini perlu dibangun secara berencana, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia diolah dan dimanfaatkan secara optimal dengan mem-perhatikan terjaganya kelestarian alam dan lingkungan, dalam satu kerangka tata-ruang wilayah yang tepat. Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian-penelitian wilayah (regional-studies) sebagai dasar untuk menyusun pola tata-ruang wilayah yang dapat menjamin terwujudnya keserasian pembangunan di daerah dalam satu kerangka pembangunan nasional.
370
II. KEADAAN DAN MASALAH
Secara keseluruhan kegiatan pembangunan perkotaan yang
dilakukan sejak Repelita I sampai akhir Repelita III, telah
banyak memberikan hasil-hasil bagi perbaikan pelayanan kota
bagi warganya maupun bagi wilayah yang dilayaninya. Namun de-
mikian masih ada masalah-masalah yang belum dapat diselesai-
kan secara tuntas, sehingga beberapa kota-kota belum dapat
berperan sebagai pusat pelayanan bagi pengembangan wilayah
sesuai dengan fungsinya, menurut hierarki kotanya di dalam
struktur pengembangan wilayah. Hal itu disebabkan selain ka-
rena besarnya dan sifat permasalahan yang dihadapi, juga di-
sebabkan karena pelaksanaan kegiatan pembangunan fasilitas
perkotaan yang telah dilakukan belum dapat mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk dan perkembangan perkotaan, terutama
kota-kota metropolitan dan kota-kota besar.
Masalah fasilitas perkotaan seperti perumahan, listrik,
air bersih, saluran drainase, sistem saluran air buangan ru-
mah dan industri, sistem pengumpulan sampah dan pembuangan
akhirnya, serta penanggulangan bahaya kebakaran, masih belum
dapat diselesaikan dengan tuntas. Penanganan masalah tersebut
dalam Repelita III masih bersifat perintisan terutama pena-
nganan sistem drainase dan air buangan rumah dan industri,
dan masih terbatas pada beberapa kota. Dalam Repelita IV hal
tersebut akan lebih dimantapkan dan diperluas.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan kota menghadapi banyak
hambatan, antara lain masalah harga tanah yang tinggi, keter-
batasan kemampuan Pemerintah Daerah/Kota, landasan hukum/per-
undang-undangan yang kurang memadai dan banyak yang tak se-
371
suai lagi dengan masalah-masalah besar perkotaan yang diha-
dapi.
Di satu pihak kebutuhan tanah/lahan pembangunan untuk
perumahan, fasilitas umum perkotaan, prasarana dan kebu-
tuhan lainnya semakin meningkat, di lain pihak tanah perkota-
an semakin langka. Hal ini mendorong harga tanah semakin
tinggi dan sukar dikendalikan, sehingga sering pembangunan
fasilitas sosial seperti sekolah dan Puskesmas terpaksa di-
tunda atau sama sekali dibatalkan terutama di kota-kota yang
padat penduduknya yang justru sangat membutuhkan tersedianya
fasilitas tersebut. Masalah harga tanah yang tinggi telah
mendorong masyarakat melakukan pembangunan di daerah pinggi-
ran kota di luar batas wilayah kota, yang merupakan wilayah
pendukung kota dan bersifat pedesaan, sedangkan penyediaan
prasarana lingkungan di luar wilayah kota adalah mahal. Di
samping itu daerah yang demikian itu sudah berada di luar ke-
wenangan Pemerintah Kota, namun belum terjangkau oleh penga-
wasan Pemerintah Daerah (kabupaten) yang bersangkutan. Dengan
demikian daerah itu tumbuh dan berkembang tanpa pengendalian
secara semestinya sehingga menambah persoalan kota yang ber-
sangkutan.
Kegiatan pembangunan kota dibiayai Pemerintah Pusat mela-
lui berbagai sektor. Prioritas pembangunan suatu sektor di
suatu kota tidak selalu serasi dengan urutan prioritas sektor
yang bersangkutan secara nasional. Karena itu dapat terjadi
kegiatan-kegiatan pembangunan kota dilakukan secara sendiri-
sendiri, dan kurang memperhatikan keterpaduan pelaksanaan dan
tidak menyelesaikan permasalahan secara tuntas, bahkan menim-
bulkan masalah-masalah baru perkotaan. Ketidakterpaduan pe-
372
laksanaan pembangunan tersebut selain disebabkan karena sis-
tern pembiayaan yang dilakukan melalui berbagai sektor, juga
disebabkan karena belum adanya rencana pengembangan kota yang
menyeluruh, terpadu, dan lengkap yang dapat digunakan sebagai
pedoman pengembangan kota bagi semua pihak. Rencana kota yang
berhasil disusun masih merupakan Rencana Kerangka Umum yang
baru memuat garis-garis besar pemanfaatan ruang kota. Rencana
itu belum memuat tahapan-tahapan pelaksanaan melalui program-
program, proyek-proyek serta kebijaksanaan pembiayaan serta
pengaturan pengendalian pelaksanaan pembangunannya. Di sam-
ping itu rencana kota yang disusun itu belum dikaitkan dengan
rencana pengembangan wilayah pembangunan yang bersangkutan,
sehingga menimbulkan ketidak seimbangan perkembangan kota-kota
dan wilayah-wilayah sosial ekonomi yang dilayaninya. Rencana
itu masih perlu dilengkapi untuk dapat dipergunakan baik se-
bagai pedoman operasional yang efektif dalam pelaksanaan pem-
bangunan maupun sebagai pedoman untuk pengaturan dan pener-
tiban demi terciptanya tata ruang yang serasi dan efisien se-
suai dengan hierarki dan fungsi kota yang harus diselenggara-
kan dalam struktur perkembangan wilayah yang bersangkutan.
Masalah lain yang perlu mendapatkan penanganan dalam pem-
bangunan kota adalah pembinaan berbagai kegiatan sektor non
formal. Di satu pihak kegiatan-kegiatan ini memberikan la-
pangan kerja yang cukup besar kepada lapisan masyarakat yang
mempunyai kemampuan modal dan ketrampilan terbatas. Di pihak
lain, karena berbagai keterbatasan, kegiatan-kegiatan sek-
tor non formal sering menimbulkan berbagai masalah ketertib-
an, kebersihan kota, dan sebagainya. Sebegitulah jauh langkah-
langkah yang dilakukan pemerintah kota, masih bersifat pener-
tiban, yang juga masih belum efektif dan menyeluruh.
373
Perkembangan program transmigrasi yang semakin meningkat, terutama sejak Repelita III, menghendaki pengembangan kota- kota yang dapat menunjang perkembangan daerah-daerah transmi-grasi tersebut. Kota-kota demikian amat penting dalam pengem-bangan daerah transmigrasi karena kota-kota tersebut berfung- si sebagai tempat pemasaran hasil-hasil pertanian serta tem- pat membeli berbagai sarana produksi dan kebutuhan masyarakat transmigrasi. Dengan pembangunan kota-kota di sekitar daerah transmigrasi, diharapkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat transmigrasi dapat ber integrasi lebib cepat dengan daerah- daerah lainnya di propinsi yang bersangkutan.
Peningkatan kemampuan aparat Pemerintah Kota perlu di-tingkatkan untuk dapat melakukan penyusunan rencana pengemba- ngan kota secara menyeluruh dan terpadu, lebih-lebih untuk melakukan pelaksanaan rencana. Di samping itu tingkat Peme-rintahan Kota beberapa di antaranya tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan kota, terutama pada ko- ta-kota dengan laju pertumbuhan yang sangat cepat.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan perkotaan perlu lebih disempurnakan antara lain untuk menghindarkan adanya wilayah kota yang mempunyai bagian-bagian tanah yang belum dimanfaat- kan atau yang belum dipergunakan secara optimal, dan sebalik- nya terdapat juga bagian-bagian kota yang dipergunakan secara intensif yang berlebihan. Untuk itu diperlukan berbagai pene-litian, khususnya penelitian mengenai potensi dan masalah-ma-salah daerah, yang nantinya dapat dijadikan dasar bagi penyu-sunan pola rencana pembangunan daerah. Berdasarkan pola ren- cana itulah pembangunan kota dan daerah diarahkan untuk men-capai berbagai sasaran nasional dan daerah secara optimal,
374
sesuai dengan peranan masing-masing kota di lingkungan dae-
rahnya masing-masing.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAHPembangunan daerah perkotaan akan dilanjutkan secara ber-
tahap dan berencana menurut suatu pola pengembangan wilayah
berdasarkan suatu rencana tata ruang yang menyeluruh, meliputi
pengamatan kota itu sendiri, daerah pedesaan sekitarnya dan
kota-kota yang berdekatan dengannya. Pelaksanaannya akan dise-
suaikan dengan urgensinya dikaitkan dengan fungsi dan hierarki
kota yang bersangkutan sebagai pusat pelayanan berbagai jasa
bagi pengembangan wilayah yang dilayaninya secara keseluruhan.
Usaha untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota,
terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah
akan ditingkatkan dan dilaksanakan secara bertahap melalui
kegiatan program perumahan antara lain berupa perbaikan kam-
pung dan pembangunan perumahan sederhana yang dapat terjang-
kau oleh masyarakat banyak. Demikian juga fasilitas lainnya
baik mutu maupun kapasitas pelayanannya akan ditingkatkan se-
cara bertahap dan berencana melalui berbagai program, antara
lain program air bersih dan program penyehatan lingkungan pe-
mukiman.
Program penyehatan lingkungan pemukiman mencakup sistem
saluran air hujan, sistem air buangan dan sistem pengumpulan/
pemusnahan sampah. Di samping itu usaha-usaha pengamanan kota
dari bahaya kebakaran akan terus diperhatikan.
Untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan perkotaan, pe-
ranan Pemerintah Daerah dan partisipasi aktif segenap warga
375
kota akan didorong agar semakin meluas dan merata baik dalam
memikul beban pembangunan maupun dalam pertanggung jawaban
pelaksanaan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan, dan pemeliharaan sampai dengan pengembangan.
Dalam hubungan ini akan mulai dilimpahkan kegiatan-kegiatan
pembangunan kota kepada Pemerintah Daerah, terutama yang ber-
kaitan dengan pelayanan kota yang bersifat lokal.
Dalam rangka mengkoordinasikan dan menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan perkotaan, baik yang dilakukan oleh Pe-
merintah maupun oleh masyarakat, penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah dan Rencana Tata Ruang Kota akan dilanjutkan melalui
Program Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota. Kualitas
rencana akan ditingkatkan dan disempurnakan dari Rencana
Kerangka Umum Tata Ruang Kota menjadi Rencana Tata Ruang Kota
agar dapat digunakan secara efektif sebagai landasan pelaksa-
naan pembangunan perkotaan. Selain sebagai landasan pembangun-
an perkotaan, Rencana Tata Ruang Kota juga akan merupakan ma-
sukan bagi pengaturan dan pembinaan pembangunan perkotaan.
Untuk mendorong dan mengarahkan perkembangan kota sehing-
ga dapat terwujud lingkungan hidup perkotaan dalam suatu pola
tata ruang yang serasi dengan pola pengembangan wilayah seca-
ra keseluruhan, pengaturan dan pembinaan pembangunan kota dan
wilayah yang serasi akan dilanjutkan. Dalam hubungan ini, akan
diusahakan optimasi penggunaan lahan di bagian-bagian kota
yang padat, sebaliknya dalam perluasan kota akan diusahakan
sejauh mungkin untuk menghindarkan penggunaan tanah pertanian
yang subur. Di samping itu akan diteruskan usaha-usaha ke arah
perwujudan dan perkembangan pusat-pusat pembangunan baru ter-
utama dalam usaha penyebaran pembangunan yang lebih merata.
376
Berkaitan dengan usaha ini, maka peranan kota-kota menengah
dan kecil, akan terus ditingkatkan secara bertahap. Demikian
juga halnya pengaturan dan pembinaan bagi perkembangan kota-
kota menengah dan kecil dalam wilayah Jabotabek, Gerbangker-
tosusila, Medan Raya, dan Bandung Raya, dan sebagainya akan
ditangani secara lebih mantap dan berencana. Diharapkan agar
perkembangan kota-kota kecil dan menengah tersebut dapat me-
nampung dan mengalihkan arus urbanisasi dan sekaligus mengu-
rangi laju perpindahan penduduk ke kota-kota besar.
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan pembangunan per-
kotaan, penyusunan kebijaksanaan nasional tanah perkotaan
yang dilakukan melalui program tata guna tanah akan diting-
katkan. Dengan adanya kebijaksanaan tanah perkotaan yang baik,
diharapkan penyediaan tanah bagi kepentingan pembangunan per-
kotaan akan lebih terjamin dan pasti, karena harga tanah da-
pat dikendalikan.
Pembinaan kegiatan non-formal di daerah perkotaan akan
diusahakan melalui berbagai kegiatan baik kegiatan sektoral
maupun melalui program Pemerintah Daerah sendiri. Dalam Repe-
lita IV, akan diteliti kota-kota yang akan menjadi pusat dae-
rah transmigrasi dan kegiatan pembangunannya akan dilakukan
melalui program-program yang sudah ada.
Melalui program pendidikan Aparatur Pemerintah, kemampuan
aparat penataan ruang akan ditingkatkan, baik aparat tingkat
pusat maupun aparat tingkat daerah, meliputi segi kelembagaan
seperti Unit Perencanaan Tata Ruang di daerah dan tenaga pe-
laksananya. Kegiatan penataan ruang mencakup kegiatan penyu-
sunan rencana, penyusunan program dan pengaturan dalam rangka
pengawasan dan pengendalian perwujudan tata ruang. Di samping
377
itu juga akan diusahakan peningkatan kemampuan aparat daerah
dalam mengelola kota melalui berbagai kegiatan latihan dan
bantuan teknis meliputi kemampuan administrasi, pengaturan
pemerintahan, pembinaan keuangan dan kemampuan kepegawaian.
Peningkatan status Pemerintah Kota dan perluasan wilayah
administrasi kota akan didasarkan pada kebutuhan perkembangan
dan pertumbuhan kota sesuai dengan fungsinya. Dengan demikian
pemindahan lokasi Ibukota kabupaten yang masih berada di da-
lam wilayah administrasi suatu kotamadya akan dilakukan de-
ngan memperhatikan kepentingan pertumbuhan kota itu sendiri
dan aspek-aspek lainnya dalam satu pola pengembangan wilayah
secara keseluruhan. Pelaksanaannya akan dilakukan secara ber-
tahap melalui kegiatan-kegiatan program peningkatan efisiensi
aparatur pemerintah dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan
daerah dan keuangan negara.
Untuk memperluas lapangan kerja dan sekaligus meningkat-
kan taraf hidup masyarakat di wilayah perkotaan, usaha-usaha
yang dapat menggairahkan dan mendorong kegiatan berusaha akan
ditingkatkan. Usaha-usaha itu antara lain seperti penyederha-
naan prosedur perizinan, perpajakan, dan penghapusan izin-izin
usaha yang tidak perlu serta biaya-biaya memperoleh izin yang
memberatkan dunia usaha.
Penyusunan peraturan perundang-undangan yang diperlukan
baik untuk kelancaran kegiatan penataan ruang, maupun untuk
mengatur pemerintahan kota dalam bentuk berbagai peraturan
perundang-undangan dan lain sebagainya akan ditingkatkan. De-
mikian juga akan terus ditingkatkan sistem, tata cara, pedom-
an, norma serta standar penyelenggaraan pembangunan yang pe-
378
laksanaannya akan dilakukan melalui program peningkatan efi-
siensi aparatur pemerintah.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Sesuai dengan pengarahan GBHN, pengaturan dan pembinaan
pembangunan perkotaan akan lebih ditingkatkan dalam Repelita
IV. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengkoordinasikan dan me-
nyerasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan
perkotaan yang dilakukan secara sektoral melalui berbagai
program baik oleh pusat dan daerah, maupun masyarakat.
Pertumbuhan kota akan ditujukan ke arah terciptanya suatu
pola tata ruang yang serasi dengan lingkungan hidup perkota-
an dan wilayah sekitarnya. Kegiatan pengaturan dan pembinaan
pembangunan perkotaan akan dilakukan melalui program pokok,
yaitu: Program Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota, dan
program penunjang, yaitu Program Pendidikan Aparatur Pemerin-
tahan dan Program Peningkatan Efisiensi Pemerintah.
1. Program Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota.
Dalam Repelita III dan sebelumnya kegiatan pengaturan dan
pembinaan pembangunan perkotaan dilakukan melalui Program Ta-
ta Kota dan Daerah. Dalam usaha mengarahkan kegiatan-kegiatan
ini sesuai dengan sasaran yang digariskan dalam GBHN maka da-
lam Repelita IV kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dalam
Program Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota.
Program Penataan Ruang Wilayah, Daerah dan Kota meliputi
kegiatan perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan tata
ruang daerah, perencanaan tata ruang kawasan daerah dan kota,
studi potensi pengembangan wilayah dan daerah, studi potensi
379
pengembangan kota, perencanaan pemukiman baru, tata pelaksa-
naan pembangunan daerah, tata pelaksanaan pembangunan kota,
pengadaan sistem pendataan dan pemetaan, serta penyusunan
masukan pengendalian tata ruang.
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut akan dihasilkan berba-
gai Rencana Tata Ruang serta indikasi program sektoral dan
daerah dalam berbagai tingkatan baik mengenai kedalaman pe-
ngamatan maupun mengenai liputan wilayah yang dicakup. Keda-
laman rencana untuk wilayah Nasional dan Daerah Tingkat I
dapat berupa Kerangka Umum yang memuat garis-garis besar
rencana dan program tingkat nasional/wilayah. Untuk wilayah
daerah, wilayah kota dan kawasan daerah, dan kawasan kota
kedalaman Rencana Tata Ruang akan makin lebih terperinci.
Dalam hubungan ini kegiatan penataan ruang dalam Repelita IV
akan merupakan lanjutan dan penyempurnaan Rencana Tata Ruang
yang telah dilaksanakan dalam Repelita III.
Kegiatan Penataan Ruang Wilayah akan menghasilkan Struk-
tur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional dan Rencana Umum
Tata Ruang Daerah Tingkat I. Kegiatan penataan ruang daerah
akan menghasilkan Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Kabupaten
serta Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Daerah/Kabupaten.
Hasil kegiatan studi potensi pengembangan wilayah dan daerah
dimaksudkan sebagai masukan bagi penyusunan rencana tata
ruang dan penyusunan program sektoral dan daerah, dan priori-
tas akan diberikan bagi penunjangan program peningkatan pro-
duksi pangan, penyediaan energi, pengembangan industri dan
pengembangan transmigrasi. Dalam hubungan ini maka studi
potensi pengembangan wilayah dan daerah akan terus dilanjut-
kan dengan daerah yang masih belum ditangani, antara lain
Jawa Barat, Kalimantan, Irian Jaya dan Timor Timur.
380
Studi potensi pengembangan kota akan dilakukan terutama
terhadap kota-kota yang tumbuh cepat perkembangannya karena
perkembangan industri, atau karena peranannya sebagai pusat
pelayanan jasa yang tumbuh dan berkembang melampaui kemampuan
penyediaan fasilitas perkotaan serta daya dukung lahannya.
Studi potensi pengembangan kota akan menghasilkan petunjuk
tentang kemampuan dan tingkat pelayanan kota serta kesesuaian
lahan kota yang sangat diperlukan bagi penyusunan rencana ko-
ta. Karena besarnya jumlah kota yang akan disusun rencana ko-
tanya, memerlukan biaya besar dan waktu yang cukup lama, maka
akan disusun Rencana Umum Tata Ruang Kota mendahului rencana
kota yang bersangkutan.
Kegiatan tata pelaksanaan pembangunan daerah dan tata
pelaksanaan pembangunan kota dalam Repelita IV akan diarahkan
untuk mengisi rencana tata ruang daerah/kota yang bersangkut-
an dengan Rencana Tehnik Ruang dan Rencana Program Sektoral
beserta tahapan pelaksanaannya yang menjamin terwujudnya
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan tingkat perkembangan
daerah/kota yang diinginkan dalam kurun waktu yang ditentu-
kan. Selain dari pada itu dalam Repelita IV akan dilakukan
juga kegiatan penunjang bagi daerah dan kota berupa pengadaan
sistim pendataan dan pemetaan yang diperlukan bagi pembinaan
dan peningkatan mutu rencana tata ruang dengan berbagai ting-
kat ketelitian (skala), tingkat kedalaman, meliputi berbagai
liputan baik wilayah geografis, administratif maupun wilayah
fungsional.
2. Program Pendidikan Aparatur Pemerintah.
Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan apa-
ratur penataan ruang di tingkat pusat dan daerah agar dapat
381
menangani perencanaan tata ruang yang besar jumlahnya serta
kompleks persoalannya. Dengan demikian diharapkan pengaturan
dan pembinaan pembangunan dapat dilakukan lebih efektif. Ke-
giatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam Repelita IV melipu-
ti latihan ketrampilan bagi tenaga-tenaga di Pusat, Daerah
Tingkat I, Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) bahkan
konsultan di pusat dan di daerah. Di samping itu juga akan
dilakukan peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah
dalam mengelola perkotaan yang meliputi kemampuan administra-
si, kemampuan pemerintah kota, pembinaan keuangan dan pembi-
naan personil melalui latihan keterampilan dan kerjasama antar
kota baik secara nasional maupun internasional.
3. Program Peningkatan Efisiensi Pemerintah Kota.
Dalam rangka peningkatan efisiensi pemerintahan akan di-
lakukan penyesuaian status pemerintahan kota, perubahan batas
wilayah administrasi kota, dan pemindahan lokasi ibukota ka-
bupaten yang masih berada di wilayah suatu kotamadya. Pelak-
sanaannya akan disesuaikan dengan tingkat urgensinya, keadaan
keuangan dan pertumbuhan kota itu sendiri dalam hubungannya
dengan kawasan sekelilingnya serta peranannya dalam pengem-
bangan wilayah secara keseluruhan.
Dalam Repelita IV akan dilakukan penjajakan dan penilaian
mengenai kemungkinan perubahan status 40 pemerintah kota yang
telah mempunyai ciri-ciri perkotaan dan telah dirasakan perlu
untuk diberikan satu wadah administrasi pemerintahan perkota-
an tersendiri, khususnya bagi ibukota kabupaten. Selain dari
pada itu akan diteliti pula peningkatan status 10 kota admi-
nistratif menjadi Kotamadya Tingkat II, 10 kota menjadi Kota
Administratif dan dengan melalui proses penelitian dan anali-
382
sa berbagai faktor serta pertimbangan-pertimbangan sosial-po-
litik akan disesuaikan kedudukan beberapa kotamadya tingkat II
dari otonomi menjadi administratif. Mengenai perubahan batas
wilayah, akan dilakukan perluasan wilayah administrasi bagi
25 kotamadya tingkat II, dan penciutan wilayah administrasi
kota bagi 2 kotamadya tingkat II. Mengenai pemindahan lokasi
ibukota-ibukota kabupaten akan diprioritaskan ibukota-ibukota
kabupaten yang berlokasi di wilayah kotamadya daerah tingkat
II dan diperkirakan akan meliputi sebanyak 10 ibukota kabupa-
ten daerah tingkat II.
Melalui program ini juga akan dilakukan penyusunan per-
aturan dan perundang-undangan yang dapat memberikan landasan
yang lebih kuat dan pengarahan yang lebih tepat bagi peng-
aturan dan pembinaan pemerintahan kota. Dalam Repelita IV
akan disusun Rancangan Undang-undang Pemerintahan untuk Wila-
yah Perkotaan, Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok
Tata Ruang Kota, Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok
Tata Ruang. Di samping itu juga akan diselesaikan penyusunan
sistim informasi perkotaan dan tipologi kota (besar, sedang
dan keci1), penyusunan prosedur standar/baku penataan ruang
wilayah, daerah, kota, kawasan daerah/kota, serta buku pe-
gangan (manual) bagi penentuan besaran manfaat ruang, besaran
fungsi, tingkat pelayanan kota, kawasan dan daerah pengem-
bangan.
D. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I I
I . PENDAHULUANGaris-garis Besar Haluan Negara antara lain mengamanatkan
sebagai berikut :
383
a. Dalam melaksanakan pembangunan, masing-masing daerah per-
lu lebih meningkatkan kesadaran dan kemampuan penduduknya
untuk memanfaatkan serta memelihara kelestarian berbagai
sumber alam, mengatasi berbagai masalah yang mendesak,
dan membina lingkungan pemukiman yang sehat. Untuk itu
perlu ditingkatkan usaha penyuluhan dan peningkatan ke-
trampilan penduduk.
b. Dalam rangka peningkatan effisiensi pelaksanaan pemba-
ngunan daerah dan peningkatan administrasi Pemerintah
Daerah, maka untuk daerah-daerah tertentu perlu ditata
kembali batas-batas administratif dari daerah-daerah yang
bersangkl1tan.
Sebagai pelaksanaan dari amanat GBHN tersebut, demikian
pula dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang berlandaskan
pada Trilogi Pembangunan, dengan delapan jalur pemerataan
serta peningkatan partisipasi masyarakat, maka pelaksanaan
pembangunan di Daerah Tingkat II baik Kabupaten maupun Kota-
madya memerlukan perhatian lebih besar, berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pemerintah Daerah Tingkat II mempunyai hubungan langsung
dengan masyarakat dan berkewajiban memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat.
2) Pemerintah Daerah Tingkat II merupakan tempat untuk menam-
pung dan menanggapi aspirasi yang hidup dalam masyarakat.
3) Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Peme-
rintahan di Daerah menyatakan bahwa titik berat otonomi
daerah diletakkan di Daerah Tingkat II.
384
II. KEADAAN DAN MASALAH
Daerah Tingkat II yang meliputi kabupaten dan kotamadya
adalah daerah otonom dalam wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
Sebagai daerah otonom, Daerah Tingkat II mempunyai berbagai
tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam bidang pemerintahan
dan pembangunan, dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan nasio-
nal di lingkungan wilayahnya. Tugas, wewenang dan tanggung
jawab tersebut meliputi antara lain :
a. Melaksanakan Pemerintah Umum, sesuai dengan petunjuk dan
peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk didalam-
nya tugas memelihara ketertiban dan keamanan, pembinaan
kehidupan sosial politik serta pembinaan dan pengawasan
terhadap wilayah kecamatan dan desa yang ada di wilayah-
nya.
b. Memberikan pelayanan jasa-jasa sosial budaya dan kesejah-
teraan masyarakat, yang meliputi kesehatan umum dan pen-
didikan dasar, pendidikan luar sekolah melalui Paket A,
program "kejar" dan lain-lain.
c. Menyediakan berbagai prasarana dan saran umum yang dibu tuhkan
masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
d. Memberikan pelayanan dalam rangka pengembangan kehidupan
ekonomi masyarakat seperti pertanian rakyat, perkebunan,
perikanan, peternakan dan kerajinan rakyat.
e. Meningkatkan pelayanan jasa-jasa budaya dan peranan wani- ta.
f. Mengadakan koordinasi atas berbagai kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan di Daerah Tingkat II.
g. Mengatur dan mengawasi penggunaan tanah.
385
h. Mengadakan berbagai usaha untuk menjaga kelestarian ling-kungan.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, Pemerintah Dae- rah Tingkat II mempunyai aparat, yang meliputi unsur peren-canaan yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II (Bappeda Tingkat II), unsur pelaksana yaitu Dinas-dinas sesuai dengan tugasnya, unsur pelayanan administrasi pengendalian umum yaitu Sekretariat Wilayah/Daerah (Setwilda) serta unsur lain yang mempunyai fungsi pengendalian, dan aparat pengawas- an yaitu Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya (Itwilkab/ kodya). Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat, Pemerin- tah Daerah Tingkat II mempunyai rowan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas, kepada Daerah Tingkat II telah diberikan berbagai sumber pendapatan, tetapi mengingat keterbatasan dana yang dapat dihimpun oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, maka Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyediakan da- na untuk membantu Pemerintah Daerah Tingkat II.
Sejak tahun 1970/71 diberikan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, mulai tahun 1973/74 diberikan Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar, mulai tahun 1974/75 diberikan Bantuan Pemba-ngunan Sarana Kesehatan, pada tahun 1976/77 diberikan Bantuan Penghijauan, dan mulai tahun 1979/80 ditambah lagi dengan Bantuan Penunjangan Jalan. Selain bantuan-bantuan tersebut, mulai tahun 1976/77, Pemerintah menyediakan fasilitas kredit lunak tanpa bunga yang dapat dipergunakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II untuk pembangunan dan pemugaran pasar.
386
Bantuan-bantuan tersebut di atas telah dapat meningkatkan
kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat II dalam menyediakan ber-
bagai fasilitas dan pelayanan seperti jalan-jalan lokal,
pengairan pedesaan, berbagai fasilitas perkotaan, pasar, pra-
sarana pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, pengadaan air
bersih dan kesehatan lingkungan pemukiman baik di pedesaan
maupun di perkotaan. Dewasa ini fasilitas-fasilitas tersebut
telah tersebar di seluruh wilayah negara. Selain itu, Kabupa-
ten Daerah Tingkat II yang menghadapi masalah daerah tanah
kritis mengadakan berbagai kegiatan pemulihan dan penjagaan
kelestarian sumber alam, dengan mengadakan penghijauan, pena-
naman pohon, pembuatan hutan rakyat, pembuatan bangunan pen-
cegah erosi dan percontohan pertanian terpadu. Dengan adanya
berbagai bantuan tersebut telah dapat diatasi berbagai masa-
lah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, namun de-
mikian masih ada berbagai masalah yang memerlukan pemecahan
dimasa yang akan datang, antara lain :
a. Masalah pembagian tugas dan wewenang yang tepat antara
Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat
II, serta perangkat yang diperlukannya.
b. Masalah wilayah daerah pemerintahan yang sangat luas,
yang menyebabkan masih adanya wilayah-wilayah yang ter-
isolasi dan oleh karenanya sulit untuk dapat memberikan
pelayanan yang layak kepada masyarakatnya.
c. Daerah-daerah, terutama di luar Jawa, yang memiliki prasa-rana dan sarana sosial, ekonomi dan pemerintahan yang
masih minim, sehingga tidak dapat tumbuh dan berkembang
seperti yang diharapkan.
d. Sekalipun sumber pendapatan asli daerah yang telah diten-
387
tukan banyak macamnya, tetapi banyak yang tidak efektif sehingga hasilnya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
e. Dalam pembentukan organisasi Pemerintah Daerah yang pada umumnya didasarkan pada prinsip keseragaman, kurang men-cerminkan keanekaragaman yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi yang terdapat di setiap daerah.
f. Kemampuan Pemerintah Daerah yang ada baik dalam hal pe- rencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun pengawasan, masih perlu ditingkatkan agar dapat berfungsi dengan le- bih baik.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAHDalam rangka pemanfaatan potensi pembangunan yang terse-
bar di seluruh wilayah negara, serta pembangunan yang lebih merata dan terarah, sesuai dengan potensi dan kebutuhan dae- rah, maka pelaksanaan pembangunan akan diselaraskan dengan pengembangan pemerintahan, sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yaitu otonomi nyata dan bertanggungjawab dengan titik berat di Daerah Tingkat II. Sejalan dengan itu, maka Daerah Tingkat II diarahkan agar mampu menyelenggarakan pemerintahan umum; memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan dan pengembangan sosial lainnya; mengembangkan ke-hidupan ekonomi masyarakat dalam bidang pertanian, perkebun- an, perikanan, peternakan dan kerajinan rakyat, sesuai dengan kondisi daerah; meningkatkan kesadaran dan kemampuan penduduk-nya untuk memanfaatkan serta memelihara kelestarian berbagai sumber alam; mengatasi berbagai masalah yang mendesak dan mem-
388
bina lingkungan pemukiman yang sehat; serta menggerakkan ma-
syarakat, koperasi dan swasta untuk turut serta secara aktif
menanamkan modal dalam pembangunan, sesuai dengan potensi yang
ada sehingga tercipta lapangan kerja yang lebih luas.
Sesuai dengan arah kebijaksanaan tersebut, akan diadakan
langkah-langkah pokok antara lain sebagai berikut :
a. Menata kembali tugas, wewenang dan tanggung jawab Peme-
rintah Daerah Tingkat II yang disesuaikan dengan potensi, kondisi dan prasarana yang ada dalam wilayah yang ber-
sangkutan, diikuti dengan penyelesaian dasar hukum penye-
rahan urusan dari Pemerintah Daerah Tingkat I kepada Pe-
merintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
b. Melanjutkan usaha penyempurnaan organisasi Pemerintah Dae-
rah Tingkat II serta susunan aparatnya, dan dengan tugas,
wewenang dan tanggung jawab yang telah diserahkan.
c. Melanjutkan usaha penyempurnaan pola mekanisme kerja antar
aparatur sehingga masing-masing aparatur dapat berdayagu-
na dan berhasilguna sesuai dengan fungsinya.
d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparatur agar
dapat melaksanakan fungsinya dalam perencanaan, pelaksa-
naan, pengendalian dan pengawasan.
e. Memberikan bantuan dalam rangka meningkatkan kemampuan
keuangan Pemerintah Daerah Tingkat II dan menyempurnakan
pengaturannya.
f. Meningkatkan peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ting-
kat II. Sejalan dengan itu maka pemasukan berbagai Bantu-
an pembangunan ke dalam APBD akan dilanjutkan dan diman-
tapkan.
389
g. Menyempurnakan pengelolaan APBD Tingkat II dengan meng-
anut prinsip tertib, aman, lancar, dan hemat.
h. Menata kembali wilayah dan batas wilayah daerah-daerah
tertentu agar lebih berdayaguna dan berhasilguna.
i. Mendaya-gunakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pe-
merintahan di Daerah
IV. PROGRAM-PROGRAMMengingat banyaknya tugas yang dibebankan kepada Daerah
Tingkat II, dan keterbatasan dana yang dapat diusahakan oleh
Pemerintah daerah Tingkat II, maka akan dilanjutkan bantuan
kepada Daerah Tingkat II berupa Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II, hasil pemungutan Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA),
Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar, Bantuan Pembangunan Sarana
Kesehatan, Bantuan Penghijauan, Bantuan Penunjangan Jalan dan
Bantuan Kredit Pembangunan/Pemugaran Pasar.
1. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II
Tujuan utama Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat
II adalah agar Pemerintah Daerah Tingkat II dapat mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi, mengolah potensi yang ada,
meningkatkan kemampuan serta keterampilan penduduk, mengge-
rakkan masyarakat, koperasi dan swasta untuk berperanserta
dalam pembangunan, sehingga menciptakan lapangan kerja yang
lebih luas.
Proyek-proyek yang dapat dibiayai dari dana Bantuan Pem-
bangunan Daerah Tingkat II meliputi :
a. Proyek/kegiatan yang bersifat pemeliharaan jalan dan jem-
390
batan agar prasarana yang telah dibangun atau direhabili-
tasi dapat dipergunakan untuk jangka waktu yang lebih la-
ma.
b. Proyek peningkatan dan pembangunan jalan yang dapat mem-
buka daerah yang terisolasi, sehingga dapat mengembangkan
perekonomian daerah dan memperluas kesempatan berusaha.
c. Proyek prasarana dan sarana perkotaan dan lingkungan pe-
mukiman.
d. Proyek peningkatan ketrampilan penduduk pedesaan, dalam
rangka memanfaatkan dan memelihara sumber alam, dan peme-
liharaan prasarana pedesaan.
2. Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar
Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang telah diberikan
sejak Repelita II, akan dilanjutkan pada Repelita IV. Tujuan-
nya ialah agar semua anak usia sekolah memperoleh kesempatan
belajar. Bantuan tersebut digunakan untuk membangun gedung SD
dalam rangka mencukupi kebutuhan ruangan belajar untuk menam-
pung pertambahan penduduk, daerah transmigrasi dan pemukiman
baru, memperbaiki gedung SD yang memerlukan perbaikan, pemba-
ngunan rumah kepala sekolah dan perumahan guru terutama di
daerah terpencil. Untuk mengatasi kesulitan tanah di Kotama-
dya dan daerah perkotaan, dapat dibangun gedung SD bertingkat.
Dalam pelaksanaan Bantuan Pembangunan SD, sebanyak mungkin
mengikutsertakan Pemerintah Desa dan LKMDnya.
3. Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan
Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, akan dilanjutkan
dengan tujuan agar sarana kesehatan yang telah ada dapat lebih
391
berfungsi. Dalam rangka ini akan diberikan bantuan obat-obat- an, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah penduduk, dan dilaksanakan di Daerah Tingkat II. Apabila ke-butuhan obat-obatan melalui bantuan tersebut tidak mencukupi, kekurangannya disediakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II. Bagi kecamatan-kecamatan yang padat penduduknya atau wilayah- nya luas, dapat dibangun lebih dari satu Puskesmas, dan untuk menambah jangkauan pelayanan kesehatan, setiap Puskesmas akan ditunjang oleh 3 sampai 4 Puskesmas Pembantu yang dibangun di desa-desa.
Dalam rangka penyediaan air bersih dan perbaikan kesehat- an lingkungan, akan dilanjutkan penyediaan bantuan sarana air minum, bantuan pembuatan jamban keluarga dan sarana pembuang- an air limbah. Dalam pelaksanaan bantuan sarana air minum, jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah, akan di-tingkatkan partisipasi masyarakat untuk mencerminkan bahwa proyek tersebut adalah proyek-proyek masyarakat yang dibantu oleh Pemerintah, sehingga setelah proyek-proyek tersebut se-lesai dibangun, masyarakat akan memanfaatkan dan memelihara- nya. Bantuan jamban keluarga akan dititik-beratkan pada segi-segi penyuluhan. Dalam pelaksanaan pembangunan sarana air mi- num yang memerlukan teknologi tinggi seperti Sumur Artetis, Penampungan Mata Air dengan Perpipaan, diperansertakan Dinas Pekerjaan Umum.
4. Bantuan Penghijauan
Bagi kabupaten yang banyak menghadapi masalah tanah kri- tis, pemberian bantuan penghijauan akan dilanjutkan. Tujuan bantuan tersebut adalah untuk memperkecil dan mencegah terja-dinya erosi, meningkatkan pendapatan petani, dan memberikan
392
ketrampilan kepada para petani agar dapat mengolah tanah de-
ngan memperhatikan kelestarian sumber alam dan lingkungan hi-
dup.
Kegiatan penghijauan akan meliputi penghijauan dengan pe-
nanaman tanaman tahunan, pembuatan hutan rakyat, pembangunan
bangunan pencegah erosi dan percontohan pertanian terpadu,
yang di dalamnya terdapat pertanian, perkebunan, peternakan
dan sebagainya.
Pelaksanaan penghijauan akan diusahakan agar dirasakan
sebagai kegiatan masyarakat sendiri dengan mendapat bantuan
dari Pemerintah. Agar masyarakat dapat berpartisipasi sepe-
nuhnya, akan lebih banyak dilibatkan aparatur Pemerintah Desa
serta berbagai lembaga yang ada di desa, dan Pemerintah Dae-
rah lebih banyak berperan dalam hal penyuluhan.
5. Bantuan Penunjangan JalanBantuan Penunjangan Jalan yang mulai dilaksanakan dalam
Repelita III sangat bermanfaat bagi Daerah Tingkat II dalam
rangka pembangunan daerah, khususnya membuka daerah yang ma-
sih terisolasi, menghubungkan daerah produksi hasil pertani-
an dengan daerah pemasarannya. Dalam Repelita IV, bantuan ini
akan dilanjutkan dan ditingkatkan, dan lebih banyak diarahkan
di Daerah Tingkat II yang keadaan prasarananya masih jauh da-
ri mencukupi.
Proyek-proyek pembangunan jalan dalam rangka Bantuan Pe-
nunjangan Jalan, diserasikan dengan proyek pembangunan lain-
nya. Proyek-proyek tersebut diusulkan oleh Daerah Tingkat II
yang bersangkutan, ditelaah dari segi sosial ekonomi oleh
Bappeda Tingkat I dan dari segi teknis oleh Dinas Teknis yang
bersangkutan.
393
6. Bantuan Kredit
Selain bantuan pembangunan yang diuraikan diatas, yang
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dibe-
rikan pula fasilitas kredit lunak dengan persyaratan bunga
0 %, masa pembayaran kembali 15 tahun dan masa tenggang 5 ta-
hun. Dalam Repelita II dan III, fasilitas kredit tersebut di-
berikan untuk pembangunan dan pemugaran pasar. Pada Repelita
IV, fasilitas tersebut akan diperluas agar dapat pula diguna-
kan untuk pembangunan proyek, yang selain memberikan pelayan-
an, juga akan meningkatkan penerimaan Pemerintah Daerah. De-
ngan penerimaan tersebut, Pemerintah Daerah dapat membayar
angsuran kreditnya.
E. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I
I. PENDAHULUANSebagai Daerah Otonom, Pemerintah Daerah Tingkat I mem-
punyai berbagai tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk di-
laksanakan dalam ruang lingkup wilayahnya, dalam rangka men-
capai tujuan nasional. Tugas, wewenang dan tanggung jawab
tersebut meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Umum, termasuk pembinaan dan
pengawasan terhadap daerah-daerah bawahan di wilayahnya,
baik sebagai Daerah Otonom maupun Daerah Administratif.
b. Pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dengan
antara lain membangun sarana dan prasarana ekonomi, se-
perti pembangunan jalan, jembatan, irigasi, pasar dan se-
bagainya; pembangunan sarana dan prasarana sosial, seper-
394
ti pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, olah raga
dan sebagainya.
c. Penanggulangan masalah-masalah sosial seperti pengangguran,
kesejahteraan buruh dan sebagainya.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, Pemerintah
Daerah Tingkat I memiliki aparatur Sekretariat Wilayah/Daerah
sebagai badan staf, Bappeda Tingkat I sebagai unsur perenca-
naan, Inspektorat Wilayah Propinsi sebagai unsur pengawasan,
dan Dinas-dinas Daerah sebagai unsur pelaksanaan yang memper-
oleh pembinaan teknis dari Departemen yang bersangkutan, baik
langsung maupun melalui Kantor Wilayahnya di Daerah.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan bahwa
pembangunan daerah dan pembangunan sektoral harus dilaksana-
kan dengan selaras sehingga pembangunan sektoral yang ber-
langsung di daerah-daerah, benar-benar sesuai dengan potensi
dan prioritas daerah, sedangkan keseluruhan pembangunan di
daerah merupakan satu kesatuan, demi terbinanya Indonesia se-
bagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan
keamanan di dalam mewujudkan tujuan nasional.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara juga ditegaskan
bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang lebih merata
di seluruh tanah air, perlu diusahakan keserasian laju per-
tumbuhan antar daerah, serta perlu diberikan perhatian yang
lebih besar kepada pembangunan daerah-daerah yang relatif
terkebelakang, daerah kepulauan yang terpencil, daerah minus
dan daerah padat penduduk. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu ditingkatkan kelancaran perhubungan antar daerah, pe-
ningkatan kemampuan aparatur dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan, peningkatan prakarsa dan partisipasi rakyat
395
di daerah, peningkatan pendapatan daerah, serta koordinasi
fungsional perwilayahan dan kerjasama antar daerah.
Mengingat hal-hal tersebut di atas maka peranan Pemerintah
Daerah Tingkat I dalam pembangunan nasional adalah sebagai
berikut:
a. Mengadakan koordinasi baik dalam perencanaan, pelaksana-
an, pengendalian maupun dalam penilaian atas semua kegia-
tan pembangunan di daerah.
b. Menunjang kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat di daerah.
c. Mengisi kegiatan pembangunan yang belum dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat.
d. Menciptakan iklim yang menggairahkan pembangunan bagi ma-
syarakat di daerah.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Pembangunan yang telah dilaksanakan selama Repelita I, II
dan III, telah banyak mengolah potensi daerah dan dimanfaat-
kan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mencerdas-
kan kehidupan bangsa. Prasarana perhubungan, baik perhubungan
darat, laut, maupun udara, telah menghubungkan daerah yang sa-
tu dengan lainnya. Pelayanan kepada masyarakat di bidang ke-
sehatan dan pendidikan dasar telah meningkat, sedang kegiatan
usaha masyarakat di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, perindustrian dan pariwisata telah berkembang. Na-
mun demikian berbagai masalah memerlukan penanganan yang le-
bih lanjut dalam Repelita mendatang, antara lain sebagai ber-
ikut :
396
a. Pembangunan di daerah dirasakan masih perlu lebih merata,
sehingga tidak ada lagi daerah-daerah yang tertinggal.
b. Peranan Pemerintah Daerah perlu lebih ditingkatkan. Untuk
itu beberapa faktor penghambat, seperti kemampuan apara-
tur, keuangan, kewenangan dan sebagainya, perlu ditanggu-
langi.
c. Berbagai kegiatan pelayanan kepada masyarakat seperti
pengembangan pertanian rakyat, perkebunan, perikanan, ke-
hutanan, perindustrian kecil, pariwisata, serta penyedia-
an prasarana dan pelayanan sosial lainnya, masih perlu
lebih ditingkatkan dan lebih disesuaikan dengan petani,
kondisi dan aspirasi masyarakat.
d. Berbagai urusan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan
dasar yang pada kenyataannya telah dilaksanakan oleh Dae-
rah Tingkat II perlu diatur lebih lanjut.
Dalam rangka mengatasi masalah-masalah tersebut, sampai
dengan Repelita III telah diadakan berbagai kebijaksanaan de-
ngan memberikan bantuan kepada Daerah Tingkat I, dengan mem-
perhitungkan daerah-daerah yang masih terkebelakang, mening-
katkan kemampuan aparatur, memperbaiki struktur Pemerintah
Daerah Tingkat I, namun demikian dalam Repelita IV hal-hal
tersebut perlu lebih ditingkatkan lagi.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan Pembangunan Daerah Tingkat I bertujuan agar
Pemerintah Daerah Tingkat I lebih banyak berperan dalam pem-
bangunan di daerahnya, dalam rangka meletakkan kerangka lan-
dasan sosial ekonomi daerah sebagai landasan untuk mencapai
tujuan nasional jangka panjang.
397
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam Repelita IV diusa-
hakan agar Pemerintah Daerah Tingkat I lebih berperan aktif
dalam mengadakan koordinasi pembangunan, baik antar berbagai
sektor, antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah,
dan antar Daerah Tingkat II; serta memperhatikan pembangunan
di daerah yang relatif terkebelakang, daerah minus dan padat
penduduk. Dengan demikian diharapkan dapat tercapai pemerata-
an pembangunan, keselarasan antara pembangunan sektoral dan
pembangunan daerah, serta laju pertumbuhan antar Daerah Ting-
kat II di dalam masing-masing Daerah Tingkat I.
Untuk mencapai tujuan tersebut, akan diambil langkah-
langkah kebijaksanaan sebagai berikut :
Untuk meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan dalam pem-
bangunan, akan lebih didorong peran-serta masyarakat/swasta
dan koperasi dalam pembangunan, dengan mengusahakan :
a. Terciptanya iklim yang menggairahkan pembangunan, de-
ngan penyederhanakan perizinan, kepastian hukum, peme-
liharaan ketertiban dan keamanan umum.
b. Kebijaksanaan Investasi, khususnya Investasi Pemerin-
tah, diarahkan pada sasaran yang dapat memperluas ke-
sempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
c. Meningkatkan kemampuan aparatur untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengawasi pembangunan dengan lebih baik.
Untuk mencapai keselarasan pembangunan daerah dengan pem-
bangunan sektoral, yang terpadu baik arah maupun kebijak-
sanaannya yang berupa investasi pemerintah dan investasi
masyarakat, diusahakan agar pembangunan yang dilaksanakan
(1)
(2)
398
di daerah sesuai dengan potensi dan aspirasi masyarakat
di daerah. Untuk itu diusahakan hal-hal sebagai berikut :
a. Pemantapan kriteria proyek-proyek pertumbuhan dan pe-
merataan.
b. Pemantapan mekanisme perencanaan dan pengendalian dari
atas kebawah dan dari bawah keatas.
c. Pemantapan peranan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagai
administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
d. Pemantapan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan.
(3) Untuk menciptakan keserasian pertumbuhan antar Daerah, akan
diberikan perhatian lebih besar pada daerah-daerah terisolasi,
daerah minus, kritis, daerah perbatasan, de- ngan memberikan
bantuan dan pembinaan yang lebih intensif.
(4) Dalam rangka menciptakan dan meratakan lapangan kerja serta
mengurangi urbanisasi, Pemerintah bersama masyara- kat
akan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keterampilan
masyarakat agar mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, serta
mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui Program Keluarga
Berencana.
(5) Dalam rangka lebih mendayagunakan aparatur Pemerintah
Daerah, akan ditingkatkan kemampuannya melalui berbagai
penataran dan kursus-kursus.
(6) Dalam rangka meningkatkan keuangan Pemerintah Daerah Tingkat
I, akan ditingkatkan sumber pendapatan asli dae- rah, dengan
mengusahakan pemungutan yang lebih intensif, wajar dan tertib,
dan memberikan berbagai bantuan pem-
399
bangunan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I ditujukan untuk meningkatkan partisipasi pembangunan Pemerintah Daerah Tingkat I dalam rangka pembangunan nasional, dan mengusahakan tercapainya keselarasan pembangunan sektoral dengan pemba- -ngunan daerah, keserasian laju pertumbuhan antar daerah, dan antar wilayah dalam Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka, proyek/kegiatan yang dapat dibiayai dari Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I me-liputi berbagai proyek/kegiatan antara lain sebagai berikut :
a. Proyek/kegiatan yang bersifat menunjang proyek/kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, agar proyek/kegiatan tersebut memberi manfaat yang lebih besar dan lebih luas, serta mempunyai masa pelayanan yang lebih panjang. Kegi- atan seperti ini meliputi antara lain pemeliharaan, pe-nunjangan jalan dan jembatan, pemeliharaan dan eksploi- tasi jaringan irigasi dan sebagainya.
b. Proyek/kegiatan di berbagai bidang yang melengkapi pro-yek/kegiatan nasional, atau kegiatan yang belum ditangani oleh Pemerintah Pusat dalam rangka pemanfaatan potensi dan atau penanggulangan masalah.
c. Kegiatan dalam rangka peningkatan aparatur Pemerintah Da-erah, agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik ke-pada masyarakat, baik ditingkat Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, Kecamatan dan Desa.
d. Kegiatan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
400
berupa ketrampilan yang sangat diperlukan untuk dapat
menarik investasi masyarakat dan swasta dalam rangka men-
ciptakan kesempatan kerja.
e. Memberikan perhatian kepada daerah-daerah yang relatif
terkebelakang, terisolasi, dan daerah perbatasan, untuk
mencapai keserasian laju pertumbuhan antar wilayah.
f. Kegiatan dalam rangka pembinaan, pengawasan, dan penilai-
an atas semua kegiatan yang dilaksanakan di Daerah, baik
yang dibiayai oleh Pusat, maupun Pemerintah Daerah Ting-
kat I sendiri.
F. PEMBANGUNAN DAERAH TIMOR TIMUR
I. PENDAHULUAN
Sejak dimulainya pembangunan di daerah Timor Timur, teru-
tama dalam Repelita III, telah banyak usaha-usaha dilakukan
untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut. Pelaksanaan pembangunan selama
Repelita III telah menunjukkan hasil-hasil yang menggembira-
kan baik di bidang pemerintahan maupun di bidang ekonomi dan
sosial budaya. Keadaan keamanan dan kondisi sosial politik
semakin bertambah mantap sehingga pelaksanaan pembangunan
akan lebih lancar dalam Repelita IV. Dengan demikian diharap-
kan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi Timor Timur akan
dapat sejajar dengan tingkat kemajuan daerah-daerah Indonesia
lainnya.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Meskipun kegiatan pembangunan telah menunjukkan hasil-ha-
sil yang menggembirakan, namun masih terdapat beberapa masa-
401
lah dan hambatan yang perlu ditangani dalam Repelita IV, an- tara lain sebagai berikut:
a. Sebagian besar penduduk (80%) berada di daerah pedalaman yang terisolasi, dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai, dan belum seluruhnya dapat dijangkau pembangunan karena terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan. Hal tersebut sangat menghambat lalu-lintas orang dan barang.
b. Akibat penjajahan yang lama, tingkat pendidikan di daerah Timor Timur sangat rendah. Sampai dengan Repelita III usaha di bidang pendidikan di daerah tersebut mendapat perhatian khusus. Prasarana pendidikan SD dan SMTP didi-rikan di setiap Kabupaten dan Kecamatan, namun masih me-ngalami hambatan karena terbatasnya sarana pendidikan dan tenaga pengajarnya. Sarana pendidikan SMTA baru tersedia di kota Dili. Terbatasnya sarana pendidikan dan tenaga guru merupakan masalah yang hams diselesaikan dalam Re-pelita IV.
c. Keadaan aparatur pemerintahan masih sangat kurang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, menyebabkan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan sangat lamban.
d. Masih rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat terutama di daerah pedesaan dan menjadi hambatan bagi ke-lancaran pembangunan.
e. Masalah keamanan dan kerawanan di beberapa daerah peda- laman belum sepenuhnya pulih, sehingga sering mengganggu kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
f. Tingkat produktivitas petani yang sangat rendah sebagai akibat dari sistem pertanian yang masih sangat sederhana.
402
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAHUntuk mengejar keterbelakangan Daerah Timor Timur sehing-
ga taraf hidup rakyatnya dapat sejajar dengan daerah-daerah
lainnya, maka dalam Repelita IV langkah-langkah yang akan di-
tempuh adalah sebagai berikut :
Di bidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan ketaq-
waan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan,
kepribadian dan semangat kebangsaan untuk cinta tanah air,
melalui perluasan sekolah-sekolah sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pembangunan. Penambahan dan pemerataan tenaga-tena-
ga pendidik (guru) di semua tingkatan serta jenis pendidikan
baik kuantitas maupun kualitasnya. Kesempatan pendidikan pada
Sekolah Menengah Tingkat Atas pada beberapa kota kabupaten
yang membutuhkan akan diperluas dengan meningkatkan prasarana
dan sarana yang diperlukan.
Meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah sehingga pelak-
sanaan pemerintahan dan pembangunan yang lebih mantap dapat
dilaksanakan secara bertahap dalam Repelita IV.
Mempertinggi tingkat kesehatan masyarakat terutama bagi
masyarakat pedesaan dan masyarakat berpenghasilan rendah, de-
ngan penambahan sarana dan prasarana kesehatan serta pening-
katan mutu pelayanan kesehatan. Usaha-usaha peningkatan mutu
kesehatan lingkungan, peningkatan gizi makanan rakyat serta
peningkatan kegiatan penyuluhan kesehatan akan diteruskan.
Pembinaan pemahaman Pancasila serta Undang-Undang Dasar
1945 akan terus ditingkatkan kepada masyarakat luas dengan
meningkatkan P-4.
Produksi pertanian ditingkatkan dengan membuka areal-are-
403
al pertanian baru, penyuluhan mengenai cara peningkatan pro-duksi baik pertanian pangan, perkebunan, maupun perikanan.
Pembangunan prasarana perhubungan baik darat, laut, uda- ra, maupun telekomunikasi akan lebih ditingkatkan untuk me-nunjang pelaksanaan pembangunan di segala bidang.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Sesuai dengan langkah dan kebijaksanaan tersebut terdahu- lu, maka program dan proyek pembangunan dalam Repelita IV yang akan dilaksanakan di daerah Timor Timur antara lain sebagai berikut :
Menyempurnakan organisasi dan tata kerja unit-unit Peme-rintah Daerah sehingga tata laksana pemerintahan dapat ber- jalan dengan tertib dan efisien sampai di tingkat pemerintah- an desa. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan aparatur pemerintahan melalui pendidikan dan latihan baik reguler mau- pun non reguler. Pembangunan fasilitas prasarana fisik peme-rintahan baik di tingkat propinsi, kabupaten, maupun kecama- tan.
Meningkatkan produksi pertanian baik pangan, maupun per-kebunan, peternakan dan perikanan dengan usaha perluasan are- al pertanian, intensifikasi dan diversifikasi. Meningkatkan baik jumlah maupun mutu penyuluh pertanian untuk memberi pe-nyuluhan kepada para petani, terutama di daerah pedesaan. Me-ningkatkan pembangunan irigasi untuk menunjang peningkatan produksi pangan terutama di daerah Meliana, Viqueque, Same, Manatuto dan Baucau.
Pembangunan sarana kesehatan serta meningkatkan mutu pe-
404
layanan kesehatan rakyat dengan menambah jumlah Puskesmas,
tenaga dokter, dan paramedis di 9 Daerah Tingkat II.
Pembangunan prasarana pendidikan dengan menambah jumlah
sekolah yang ada, serta penambahan tenaga pendidik, pening-
katan sarana pendidikan, pembangunan Sekolah Menengah Tingkat
Atas di Dili, Baucau, Maliana dan Lospalos.
Peningkatan pembinaan usaha-usaha perdagangan dan perko-
perasian terutama bagi golongan ekonomi lemah agar dapat le-
bih berperan dalam Repelita IV.
Pembangunan dan peningkatan jalan-jembatan dari Batugede -
Dili - Baucau -.Lospalos. Pembangunan dan perbaikan jaringan
jalan di bagian selatan Timor Timur yang menghubungkan Batu-
gede, Viqueque, Lospalos. Penelitian kemungkinan pembangunan
dermaga Taut Baucau dan daerah-daerah yang dianggap perlu.
Peningkatan fasilitas di bidang keagamaan dan kesejahtera-
an rakyat. Peningkatan penyediaan tenaga listrik dan air
bersih di daerah kabupaten-kabupaten. Perbaikan lingkungan
hidup dan kelestarian sumber-sumber alam melalui reboisasi
dan penghijauan.
G. PEMBANGUNAN AGRARIA
I. PENDAHULUANDalam kehidupan masyarakat Indonesia tanah mempunyai Ke-
dudukan yang amat penting, sedang setiap kegiatan pembangunan
senantiasa memerlukan tanah; oleh karena itu dalam setiap Re-
pelita, masalah tanah selalu memperoleh perhatian serta pe-
nanganan yang sungguh-sungguh. Berbagai usaha dan langkah
405
yang telah ditempuh selama ini untuk mengendalikan pengguna- an, penguasaan, pemilikan dan pengalihan hak atas tanah, te- lah menunjang berbagai kegiatan pembangunan.
Dalam Repelita IV kegiatan pembangunan akan semakin luas dan meningkat dan oleh sebab itu memerlukan lebih banyak ter-sedianya lahan. Oleh karena itu kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang pertanahan yang telah ditempuh selama Repelita III, akan lebih disempurnakan lagi agar dapat memecahkan berbagai masalah yang akan dihadapi. Kegiatan pendataan penggunaan ta- nah dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penataan peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah, harus lebih di-tingkatkan lagi. Diharapkan agar hasilnya dapat lebih diman-faatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbagai kepentingan pem-bangunan.
Untuk mencegah terjadinya masalah mengenai penggunaan ta- nah baik di perkotaan maupun di pedesaan, perlu diusahakan penyusunan pola tata guna tanah yang serasi dan berimbang. Di samping itu untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lesta- ri, sangat perlu diperhatikan kemampuan dan daya dukung ta- nah. Dalam pada itu kebijaksanaan penggunaan tanah juga di-arahkan untuk menjaga kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup.
Dalam rangka menunjang pembangunan daerah, usaha penyu-sunan rencana tata guna tanah kabupaten/kotamadya dilanjut- kan. Demikian pula mengenai pemetaan penggunaan tanah daerah-daerah transmigrasi. Dalam pada itu untuk pembangunan dan perkembangan kota akan disesuaikan dengan penyusunan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan nasional tentang tanah per-kotaan.
406
Masalah pertanahan lainnya yang memerlukan perhatian ia-
lah yang menyangkut segi pengurusan bermacam-macam hak atas
tanah, pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tanah. De-
ngan terbitnya surat keputusan hak atas tanah dan sertifikat
tanah, akan menjamin kepastian hukum dan hak atas tanah. Hal
ini penting untuk terciptanya rasa aman dan gairah bagi ma-
syarakat untuk memanfaatkan tanah bagi kepentingan pembangun-
an. Dalam pada itu, perlu dicegah adanya pemilikan absenti
atas tanah, pemecahan dan pembagian tanah yang sangat kecil,
pemilikan tanah yang melampaui batas maksimum yang ditentu-
kan, serta usaha pengalihan hak atas tanah yang tidak sesuai
dengan ketentuan dan peruntukan.
Hal lainnya yang perlu lebih ditingkatkan ialah mengenai
usaha pensertifikatan tanah, terutama bagi golongan ekonomi
lemah, secara mudah dan murah. Demikian pula pemberian atau
penegasan hak bagi tanah-tanah negara yang digarap atau di-
kuasai oleh rakyat. Untuk melindungi petani penggarap, agar
pembagian hasil atas tanah antara pemilik dan penggarap dila-
kukan secara adil, pelaksanaan Undang-undang tentang Perjan-
jian Bagi Hasil (UU No. 2 tahun 1960) perlu ditingkatkan. Di
samping itu pelaksanaan landreform perlu memperoleh perhatian
yang lebih besar dalam rangka pemanfaatan tanah lebih dan ta-
nah absenti, demi terciptanya keadilan sosial yang makin me-
rata.
Dalam Repelita III berbagai program yang menyangkut masa-
lah tanah telah dapat diselesaikan dan berhasil dengan baik.
Walaupun demikian, dengan semakin meluasnya kegiatan pemba-
ngunan, banyak masalah-masalah yang menyangkut bidang perta-
nahan belum dapat diatasi sepenuhnya. Pemecahan masalah per-
tanahan secara tuntas memerlukan perhatian yang sungguh-sung-
407
guh dan dengan penuh kebijaksanaah. Oleh karena itu, di sam- ping menyelesaikan masalah-masalah yang masih belum terpecah- kan dalam Repelita III, upaya kearah terciptanya tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, akan merupakan landasan pokok kebijaksanaan bidang keagraria- an dalam Repelita IV.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Pelaksanaan pembangunan di bidang keagrariaan selama Re-pelita III telah banyak mencapai kemajuan dan berhasil menye-lesaikan berbagai program yang berhubungan dengan masalah ta-nah. Kegiatan pembangunan bidang keagrariaan meliputi program pengembangan tata guna tanah, program tata agraria dan ke- giatan-kegiatan yang menunjang program-program pembangunan lainnya seperti program transmigrasi dan sebagainya.
Dengan program pengembangan tata guna tanah telah dapat diselesaikan bermacam-macam peta tentang penggunaan tanah hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu telah di-laksanakan pula pemetaan mengenai kemampuan tanah, pemetaan kota kecamatan serta pemetaan detail penggunaan tanah teruta- ma di Jawa dan Sumatera dengan skala yang lebih besar. Dalam rangka membantu daerah dalam mempersiapkan rencana pembangun- an, telah dilakukan penyusunan rencana tata guna tanah ting- kat kebupaten. Kegiatan lain yang telah dilaksanakan selama Repelita III ialah monitoring perkembangan pelaksanaan pro- gram penghijauan dan reboisasi.
Untuk menyelesaikan berbagai hak atas tanah, termasuk ke-mudahan-kemudahan untuk memperoleh sertifikat atas tanah, te- lah ditangani melalui program tata agraria. Melalui program
408
tersebut telah dapat ditingkatkan penerbitan bermacam-macam
Surat Keputusan hak atas tanah untuk berbagai keperluan pem-
bangunan maupun dalam rangka penentuan status hak atas tanah
sebagai salah satu usaha dalam pengamanan dan pengawasan pe-
nguasaan dan pemilikan atas tanah. Untuk mewujudkan kepastian
dan jaminan hak atas tanah kepada pemegang haknya, telah di-
terbitkan sertifikat tanah secara massal melalui Prona, baik
di daerah pemukiman penduduk maupun di daerah transmigrasi.
Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka usaha untuk mewujud-
kan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan yang lebih
merata bagi seluruh rakyat.
Di bidang landreform telah pula dicapai kemajuan-kemajuan
baik yang menyangkut penertiban di bidang administrasi pelak-
sanaan landreform, inventarisasi tanah obyek landreform, re-
distribusi tanah, bagi basil, maupun di dalam pelaksanaan le-
bih lanjut dari program landreform berupa penyelesaian ganti
rugi, pengendalian dan pembinaan petani landreform. Demikian
pula dalam rangka menunjang program Transmigrasi telah dila-
kukan pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi, pengukur-
an keliling batas, pemberian .hak pengelolaan, pengkaplingan
lahan usaha dan pemberian hak pakai bagi para transmigran.
Dalam pada itu untuk mengurangi akibat sampingan dari lajunya
pembangunan, telah diselesaikan pula berbagai peraturan yang
bertujuan memberikan pengayoman kepada para pemilik tanah go-
longan ekonomi lemah. Dalam rangka usaha peningkatan bagi ha-
sil, telah ditegaskan kembali pengaturannya melalui Instruksi
Presiden No. 13 tahun 1980.
Masalah-masalah yang akan dihadapi dalam Repelita IV dan
memerlukan perhatian serta upaya yang lebih sungguh-sungguh
di dalam mengatasinya antara lain sebagai berikut :
409
Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi, penyebaran pen- duduk yang tidak merata, telah menimbulkan masalah penggunaan tanah yang tidak teratur dan tidak efisien serta sering me-nimbulkan pertentangan kepentingan dalam penggunaan tanah. Hal tersebut mengakibatkan pula penggunaan tanah tidak ter- arah dan kadang-kadang melampaui batas kemampuan daya dukung tanah, sehingga dengan demikian merupakan ancaman bagi keles-tarian sumber alam dan keselamatan lingkungan hidup.
Pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) masih terdapat hambatan-hambatan, antara lain oleh kare- na belum lengkapnya peraturan-peraturan pelaksanaannya dan adanya peraturan pelaksanaan yang tidak serasi dan tidak sesu- ai lagi dengan kebutuhan pembangunan.
Dalam pada itu ketentuan batas maksimum luas pemilikan dan penguasaan tanah yang sudah ada baik tanah pertanian mau- pun tanah perkotaan, perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Perlu dicegah usaha pengalihan hak tanah pertanian di desa- desa kepada orang-orang kota golongan ekonomi kuat dengan tujuan spekulasi dan pemilikan tanah absenti baru.
Masalah lainnya yang memerlukan perhatian adalah pelaksa- naan perjanjian bagi hasil antara petani penggarap dan pemi- lik tanah, sesuai dengan UU No. 2 tahun 1960, maupun Inpres No. 13 tahun 1980 sebagai pedoman pelaksanaannya. Perlu dice- gah cara-cara pembagian basil yang merugikan penggarap yang pada umumnya adalah golongan ekonomi lemah.
Persediaan tanah di kota-kota besar semakin tidak seim- bang dengan kebutuhan berbagai kepentingan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sering terjadi "pembebasan tanah", ganti
410
rugi dan jual bell tanah, yang menyimpang dari peraturan pe-
rundangan yang berlaku sehingga merugikan golongan ekonomi
lemah serta menyuburkan spekulasi dan manipulasi harga tanah.
Di bidang administrasi pertanahan, masalah utama yang di-
hadapi adalah belum tersedianya data pertanahan yang lengkap
dan menyeluruh baik mengenai pemilikannya, penguasaannya,
penggunaannya, haknya maupun pendaftarannya. Cara memperoleh
sertifikat atas tanah perlu lebih disederhanakan dengan me-
ninjau kembali prosedur dan tata cara yang selama ini berla-
ku. Dengan penyederhanaan itu diharapkan para pemilik tanah
terdorong untuk mensertifikatkan tanahnya sehingga diharapkan
akan mengurangi terjadinya sengketa tanah.
Di bidang penggunaan tanah, masih terdapat adanya penggu-
naan tanah yang tidak sesuai dengan peruntukannya baik di
daerah perkotaan yang padat penduduk maupun di daerah pedesa-
an. Adanya tanah-tanah pertanian yang subur yang dipakai un-
tuk keperluan daerah perindustrian, selain mengganggu ling-
kungan hidup dan merusak kelestariannya, juga menyebabkan ti-
dak terselenggaranya tata guna tanah dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu Rancangan Undang-undang Tata Guna Tanah yang telah
dirintis penyusunannya, perlu dilanjutkan dan diselesaikan
dalam Repelita IV.
Masalah lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam Repe-
lita IV adalah mengenai tertib pemeliharaan tanah dan ling-
kungan hidup. Tanah-tanah pertanian yang subur perlu dijaga
kelestariannya dan perlu ditingkatkan perhatian dan penga-
wasannya agar tidak menjadi tanah-tanah kritis, erosi, terkena
banjir di musim hujan atau kekeringan di musim kemarau. Selain
itu perlu dicegah semakin meluasnya tanah-tanah pertanian
411
yang menjadi padang alang-alang, penebangan hutan secara liar,
serta penggalian tanah-tanah subur untuk keperluan pengurugan
dan sebagainya. Sebaliknya tanah-tanah yang kurang subur dan
kritis perlu dibina dan ditingkatkan kemampuannya melalui kon-
servasi lahan, terasering, serta penghijauan dan reboisasi,
sehingga bermanfaat bagi kepentingan pembangunan.
Selanjutnya masalah penyediaan tanah untuk keperluan pro-
yek-proyek pembangunan juga perlu mendapatkan perhatian yang
saksama. Pengadaan tanah merupakan salah satu hambatan dalam
pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dalam Repelita III.
Oleh karena itu dalam Repelita IV perlu diambil langkah-lang-
kah yang dapat makin memperlancar pengadaan tanah untuk pro-
yek-proyek pembangunan. Pengadaan tanah tersebut tetap mem-
perhatikan keserasian dengan rencana tata guna tanah di dae-
rah yang bersangkutan serta kewajaran harga setempat sehingga
tidak memberatkan pembiayaan proyek-proyek yang bersangkutan.
Dalam pada itu kemampuan aparatur akan terus ditingkatkan
sejalan dengan perkembangan tugas di bidang keagrariaan yang
makin bertambah berat. Selanjutnya berbagai masalah pertanah-
an lainnya yang belum seluruhnya dapat diselesaikan dalam Re-
pelita III perlu ditingkatkan penanganannya dalam Repelita IV.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Dalam Repelita IV sebagimana dikemukakan dalam GBHN, pe-
nataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah
termasuk pengalihan haknya akan dilanjutkan dan makin diting-
katkan.
Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh da-
lam rangka penataan penggunaan tanah pada dasarnya adalah me-
412
lanjutkan serta lebih menyempurnakan lagi langkah-langkah
yang telah ditempuh dalam Repelita III, yaitu terutama akan
diarahkan kepada terciptanya tertib penggunaan tanah sesuai
dengan perencanaan, persediaan, kemampuan dan peruntukannya
bagi berbagai keperluan pembangunan.
Untuk mewujudkan tertib penggunaan tanah serta memper-
siapkan dan merumuskan pola penggunaan tanah nasional, regi-
onal dan lokal, maka kegiatan pengumpulan data penggunaan ta-
nah secara lengkap yang telah dilaksanakan dalam Repelita III
adalah merupakan kegiatan utama tata guna tanah yang akan di-
tingkatkan dan dikembangkan dalam Repelita IV. Demikian pula
kegiatan-kegiatan penyusunan rencana tata guna tanah Daerah
Tingkat II serta penyesuaian kembali pemetaan penggunaan ta-
nah pedesaan dan perkotaan akan dilanjutkan. Usaha lainnya
yang akan ditingkatkan dalam Repelita IV ialah pemberian fat-
wa tata guna tanah. Untuk menjamin terselenggaranya tertib
penggunaan tanah maka setiap penyelesaian permohonan sesuatu
hak atas tanah pada dasarnya memerlukan fatwa tata guna tanah.
Dalam pada itu pelaksanaan transmigrasi sekaligus merupa-
kan usaha penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemi-
likan tanah. Demikian pula pelaksanaan pemukiman kembali pen-
duduk yang hidupnya masih berpindah-pindah dan terpencar-pen-
car. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dilanjutkan dan diting-
katkan dalam Repelita IV, namun demikian akan tetap disesuai-
kan dengan batas-batas kemampuan dan produktifitas tanah,
khususnya untuk tanah-tanah pertanian.
Di kota-kota yang padat penduduknya persediaan tanah un-
tuk proyek-proyek pembangunan semakin terbatas. Oleh karena
413
itu kebijaksanaan penggunaan tanah kota akan dikaitkan dengan
rencana tata kota yang baik.
Dalam rangka memelihara kelestarian somber alam dan ling-
kungan hidup, akan dilanjutkan pengaturan penggunaan tanah
dan air, terutama pada daerah-daerah kritis. Dalam hubungan
ini kegiatan penghijauan dan reboisasi merupakan salah satu
usaha penyelamatan tanah dari bahaya erosi serta memelihara
kesuburannya.
Dalam Repelita IV akan ditingkatkan dan dikembangkan ke-
giatan landreform. Pelaksanaan landreform terutama ditujukan
untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat melalui pem-
bagian yang lebih adil atas somber penghidupan petani berupa
tanah. Di samping itu melalui landreform diharapkan akan me-
ningkatkan kegairahan kerja para petani penggarap dengan ja-
lan memberikan kepastian hak pemilikan atas tanahnya. Untuk
itu akan ditingkatkan usaha pencegahan penguasaan dan pe-
milikan tanah yang melampaui batas maksimum serta timbulnya ta-
nah-tanah absenti baru. Tanah-tanah obyek landreform adalah
tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, oleh karena
itu akan dilaksanakan redistribusi tanah tersebut kepada pe-
tani penggarap serta diberikan pembayaran ganti rugi kepada
bekas pemiliknya. Adapun tanah-tanah pertanian yang menjadi
obyek landreform, adalah tanah kelebihan, tanah absenti, ta-
nah bekas swapraja dan tanah-tanah lainnya yang dikuasai
langsung oleh Negara.
Hal lain yang memerlukan perhatian dalam Repelita IV ada-
lah mengenai pelaksanaan perjanjian bagi basil, sesuai dengan
Instruksi Presiden No. 13 tahun 1980 sebagai pedoman pelak-
sanaan Undang-undang No. 2 tahun 1960. Untuk itu akan diting-
414
katkan kegiatan penyuluhan, penyesuaian kembali perjanjian
bagi basil yang telah ada sebelum dilaksanakannya Instruksi
Presiden No. 13 tahun 1980 serta pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan yang intensif oleh aparat pelaksana landreform.
Di samping itu akan diberi perhatian mengenai pengaturan ga-
dai tanah, serta penertiban tanah-tanah yang digunakan tidak
secara produktif.
Guna menjamin tertib hukum pertanahan, serta kepastian
berbagai hak atas tanah, kegiatan pengurusan hak-hak atas ta-
nah, pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tanah akan
disederhanakan dan ditingkatkan pelaksanaannya. Untuk itu da-
lam Repelita IV kegiatan tata agraria akan terus dilanjutkan.
Untuk membantu masyarakat golongan ekonomi lemah dalam mem-
peroleh sertifikat tanah, maka usaha penerbitan sertifikat
secara massal terus dilanjutkan. Pensertifikatan secara mas-
sal dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan tata guna ta-
nah, tata agraria dan landreform. Semua kegiatan yang me-
nyangkut pelayanan terhadap masyarakat yang berhubungan de-
ngan penyelesaian status tanah akan dilaksanakan dengan cara
yang sederhana, mudah, murah dan pasti.
Untuk dapat melaksanakan Undang-undang Pokok Agraria de-
ngan lebih bail dan efektif maka dalam Repelita IV akan disu-
sun berbagai peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan ma-
salah penggunaan tanah bukan oleh pemilik, pembatasan minimum
dan maksimum tanah untuk bangunan, pencabutan hak atas tanah
oleh karena tanah ditelantarkan, pembebanan berbagai hak atas
tanah, kewajiban pemegang hak atas tanah dan penggarap tanah
untuk memelihara, mencegah kerusakan tanah dan menambah kesu-
buran tanah. Peraturan-peraturan tersebut akan digunakan se-
415
bagai landasan pembangunan pertanian untuk meningkatkan kese-
jahteraan para petani. Sementara itu akan dicegah usaha-usaha
pembagian dan pengalihan hak tanah terutama tanah-tanah per-
tanian yang sangat kecil, agar manfaat tanah tidak makin ber-
kurang. Dalam pada itu persiapan penyusunan rancangan Undang-
undang Tata Guna Tanah yang telah dimulai dalam Repelita III,
akan diselesaikan dalam Repelita IV. Dengan Undang-undang
tersebut diharapkan dapat dicegah adanya kesimpang-siuran da-
lam penggunaan tanah untuk berbagai kepentingan.
Dalam rangka kegiatan tata guna tanah, tata agraria dan
pengembangan landreform, perhatian terutama akan diberikan
kepada daerah-daerah yang padat penduduknya, daerah-daerah
lain yang mengalami perkembangan yang cukup cepat, daerah
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, daerah kritis dan
terbelakang, daerah sasaran reboisasi dan penghijauan, daerah
yang akan dikembangkan untuk transmigrasi, daerah perkotaan,
serta daerah-daerah lainnya yang dianggap penting untuk di-
tangani.
Dalam rangka terciptanya Catur Tertib Pertanahan yang te-
lah dilaksanakan selama Repelita III, akan dilakukan langkah-
langkah antara lain sebagai berikut:
a. Meningkatkan inventarisasi penggunaan tanah dan inventa-
risasi penguasaan tanah dalam segala bentuknya seperti
sewa, gadai, bagi basil dan lain-lain.
b. Mengusahakan terciptanya satu sistem informasi pertanahan.
c. Meningkatkan pelayanan terhadap permintaan penguasaan dan
penggunaan tanah sesuai peraturan yang berlaku, untuk
perkebunan, pencetakan sawah, transmigrasi, pemukiman
penduduk, dan lain sebagainya dalam rangka menunjang pro-
416
gram dan kebijaksanaan untuk mendorong dan meningkatkan
partisipasi masyarakat termasuk dunia usaha dalam pemba-
ngunan dan sekaligus menunjang program dan kebijaksanaan
untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan sosial ma-
syarakat. Dalam hubungan ini akan diusahakan makin mem-
percepat penyelesaian perizinan dan sertifikat tanah yang
diperlukan dengan biaya yang tidak memberatkan.
d. Meningkatkan penyelesaian masalah-masalah pertanahan yang
menjadi penyebab penggunaan yang tidak tertib, penguasaan
dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah,
dan penanggulangan secara terpadu terhadap masalah yang
mengganggu lingkungan hidup dan kelestarian sumber alam.
e. Mengikuti dan memonitor secara terus-menerus perubahan
penggunaan tanah, terutama tanah-tanah pertanian yang
subur, penguasaan tanah untuk kepentingan spekulasi dan
manipulasi, pemilikan tanah yang melampaui batas maksimum
yang diperkenankan dan terjadinya tanah-tanah absenti ba-
ru, serta pengalihan hak atas tanah.
f. Mendorong usaha-usaha yang akan memberikan jalan kepada
petani untuk dapat menguasai tanah pertanian dengan cara
membuka tanah pertanian baru.
g. Meningkatkan usaha untuk tercapainya batas minimum pemi-
likan tanah pertanian dan mencegah terjadinya pemecahan
tanah pertanian di bawah batas minimum.
h. Memberikan pengayoman dalam bentuk kepastian hukum bahwa
hak atas tanah hanya dapat dicabut untuk kepentingan umum
417
dengan mendapat ganti rugi dan menurut cara yang diatur
oleh undang-undang.
i. Mengambil langkah-langkah guna memperlancar pengadaan ta-
nah untuk proyek-proyek pembangunan, seperti pengairan,
jalan-jalan negara/jalan umum, pembangunan industri dan
pertambangan dan lain sebagainya.
j. Meningkatkan kemampuan aparatur di bidang agraria teruta-
ma mengenai kemampuan teknis lapangan.
IV. PROGRAM-PROGRAM1. Program Tata Agraria
Dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan yang telah dirintis
dan dilaksanakan dalam Repelita III dan sebelumnya yang ber-
kaitan dengan program Tata Agraria akan dilanjutkan dan di-
kembangkan serta disesuaikan dengan laju pertumbuhan pemba-
ngunan yang semakin meningkat. Program Tata Agraria dilaksa-
nakan dalam rangka menjamin terselenggaranya tertib penguasa-
an dan pemilikan tanah, serta pengalihan hak atas tanah.
Dalam bidang pendaftaran tanah, kegiatan yang akan dilak-
sanakan terutama melanjutkan pengukuran dan pemetaan situasi
tanah desa demi desa. Pengukuran dilakukan baik secara foto-
grametris maupun secara teristris. Selanjutnya ditingkatkan
usaha pembukuan dan pendaftaran segala macam hak atas tanah.
Dalam rangka membantu golongan masyarakat ekonomi lemah, usa-
ha penerbitan sertifikat secara massal dilanjutkan. Demikian
pula halnya dengan penerbitan sertifikat tanah dalam rangka
pencetakan sawah baru dilanjutkan.
Di bidang pengurusan hak-hak atas tanah akan dilanjutkan
418
pemberian dan penerbitan berbagai hak atas tanah. Untuk itu
kegiatan inventarisasi semua subyek hukum yang menduduki dan
menggarap tanah Negara yang belum memperoleh sesuatu hak, di-
lanjutkan. Demikian pula bagi daerah-daerah di luar Jawa yang
dikembangkan dan digarap untuk keperluan transmigrasi, dibe-
rikan hak pengelolaan untuk selanjutnya diterbitkan hak pakai
dan akhirnya hak milik kepada para transmigran. Bagi tanah-
tanah yang ditelantarkan, hak-hak yang telah diberikan akan
ditinjau kembali dan jika perlu dibatalkan untuk kemudian di-
kuasai Negara.
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan yang memerlukan tanah, maka dalam Repelita IV
akan diambil langkah-langkah untuk meninjau kembali serta me-
nyederhanakan segala peraturan perundang-undangan yang berka-
itan dengan pengadaan tanah. Langkah-langkah dibidang ini se-
kaligus diarahkan pula di samping untuk menjamin kelancaran
proyek, juga untuk tidak membebani proyek pembangunan dengan
biaya-biaya pengadaan tanah yang berkelebihan. Bilamana perlu
hak milik atau hak-hak tanah lainnya dapat dicabut oleh nega-
ra untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti rugi dan
menurut cara yang diatur oleh Undang-undang.
Dalam rangka pengembangan landreform antara lain akan di-
laksanakan inventarisasi penguasaan dan pemilikan tanah baik
di pedesaan maupun di perkotaan, inventarisasi pemanfaatan
bersama tanah pertanian antara pemilik dan penggarap serta
inventarisasi penguasaan tanah Negara. Dalam pada itu tanah-
tanah Negara bekas perkebunan yang diduduki rakyat, tanah be-
kas hak guna usaha, tanah bekas kehutanan, tanah bekas swa-
praja dan tanah Negara lainnya dilakukan inventarisasi, untuk
kemudian ditetapkan rencana peruntukan dan penggunaannya. Ke-
419
giatan lainnya yang akan memperoleh perhatian ialah pelaksa-naan redistribusi tanah obyek landreform, penertiban pelaksa-naan perjanjian bagi basil dan peningkatan penyuluhan serta tertib administrasi landreform.
Di samping itu dalam Repelita IV akan dilanjutkan usaha untuk melengkapi peraturan-peraturan pelaksanaan dari keten-tuan-ketentuan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Po- kok Agraria, antara lain mengenai kewajiban setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah, untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mence- gah kerusakannya; pengetatan pengalihan hak-hak atas tanah kepada golongan ekonomi kuat; penyederhanaan prosedur dan proses memperoleh hak atas tanah dan penerbitan sertifikat tanah.
2. Program Pengembangan Tata Guna Tanah
Penataan penggunaan tanah yang akan dilakukan dalam Repe- lita IV, merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah dilak-sanakan dalam Repelita III dan sebelumnya, yang terdiri atas berbagai kegiatan yaitu Pemetaan Daerah Pedusunan dan Perko-taan, Monitoring Lokasi Daerah Miskin,, Penyusunan Rencana Ta- ta Guna Tanah Dati II, Perhitungan Produktivitas Tanah, Pe-nyusunan Rencana dan Monitoring Daerah Penghijauan dan Reboi-sasi serta Monitoring Tanah Kritis.
Kegiatan Pemetaan Daerah Pedusunan, mencakup pemetaan penggunaan tanah serta kemampuan tanah. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan, maka peta penggunaan tanah daerah pedu-sunan akan disesuaikan dengan keadaan lapangan secara peri-odik. Peta ini antara lain dipergunakan untuk memberikan fat- wa tata guna tanah dan kegiatan pembangunan lainnya. Dalam
420
pada itu pemetaan daerah perkotaan akan memberikan sarana
kerja operasional dan melengkapi data-data pokok bagi keper-
luan perencanaan dan perkembangan kota yang bersangkutan di-
masa yang akan datang.
Untuk mempelajari tingkat kemakmuran masyarakat serta
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan penda-
patan masyarakat di kecamatan, maka kegiatan Monitoring Loka-
si Daerah Miskin akan dilanjutkan. Demikian pula kegiatan
Perhitungan Produktivitas Tanah.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di daerah, akan
dilanjutkan dan ditingkatkan Penyusunan Tata Guna Tanah Be-
rencana Dati II dalam membantu Pemerintah Daerah dalam menyu-
sun program pembangunan di daerahnya. Dalam pada itu untuk
menjamin berhasilnya program Reboisasi dan Penghijauan, maka
dalam Repelita IV di samping kegiatan monitoring, akan dikem-
bangkan pula kegiatan penyusunan rencana lokasi daerah-daerah
penghijauan dan 'reboisasi, yang dapat dijadikan pedoman di
dalam menentukan kebijaksanaan lebih lanjut.
Kegiatan lainnya yang akan memperoleh perhatian ialah
pengukuran dan pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menunjang program transmi-
grasi.
421
TALL 26 - 3PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEEMPAT,
1984/85 - 1988/89(dalam jutaan rupiah)
PEMBANGUNAN DAERAH
No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM1984/85
(AnggaranPembangunan)
1984/85-1988/89
(AnggaranPembangunan
07 SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN 809.859,0 5.379.107 ,7
07.1 Sub Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota 809.859,0 5.379.107,7
07.1.01 Program Pembangunan Desa 145.677,3 932.021,1
07.1.02 Program Pembangunan Daerah Tingkat II 352.514,0 2.403.607,0
07.1.03 Program Pembangunan Daerah Tingkat I 272.325,7 1.780.692,0
07.1.04 Program Pembangunan Timor Timur 8.500,0 63.750,3
07.1.05 Program Pengembangan Tata Guna Tanah 4.200,0 28.980,2
07.1.06 Program Penataan Ruang Wilayah, Daerahdan Kota
15.233,0 91.398,8
07.1.07 Program Tata Agraria 11.409,0 78.658,3
422