manajemenumk.files.wordpress.com€¦ · Web viewbahwa biaya modal ( cost of capital ) adalh...
Transcript of manajemenumk.files.wordpress.com€¦ · Web viewbahwa biaya modal ( cost of capital ) adalh...
BAB 10
ANALISA RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL
10.1. Pengertian Kepastian, Ketidakpastian dan Risiko Investasi
Apabila dalam uraian dimuka kita tidak mempertimbangkan unsure risiko dalam
pengambilan keputusan investasi, maka dalam bab ini akan dimasukkan unsure risiko dalam
penilaian proyek investasi.
Kita menyadari bahwa tidakseorangpun dapat mengatakan sebelumnya apa yang akan
terjadi diwaktu yang akan dating. Kita hanya dapat mengadakan dugaan atau perkiraan mengenai
masa yang akan dating.
Keetidakpastian ( uncertainty ) adalah kondisi yang dihadapi oleh seseorang, apabila
masa yang akan dating mengandung sejumlah kemungkinan peristiwa yang akan terjadi yang
tidak kita ketahui. Dalam ketidakpastian semua kemungkinan dapat terjadi. Tentunya kita dapat
menduga-duga atau memperkirakan hasil apa yang akan terjadi, tetapi kita masih dalam
kegelapan mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa atau hasil tersebut. Sedangkan kepastian
( certainty ) menyangkut masa yang akan dating yang mengandung suatu kemungkinan hasil
yang sudah dapat diketahui pada waktu ini.
Suatu kondisi yang lebih realistis yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan adalah risiko.
Dalam pengertian risisko terdapat sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau
kemungkinan terjadinya suatu peristiwa di antara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi. Hal
ini adalah lebih realistis, karena pada umumnya kita telah terdidik untuk mengadakan taksiran
atau dugaan yang meliputi suatu rentang ( range ) kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dari
kemungkinan peristiwa ekstrem yang lain. Dengan demikian maka risiko suatu investasi
dapatdiartikan sebagai probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan, atau
kemungkinan return yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. Makin besar
penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya. Risiko investasi mengandung arti bahwa
return diwaktu yang akan datang tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat diharapkan.
Dalam hal kita menggunakan pendekatan yang mengabaikan factor risiko seperti dalam
bab-bab sebelumnya, kita menggunakan asumsi bahwa arus-kas diketahui dengan pasti dan
bahwa biaya modal ( cost of capital ) adalh tidak mengandung risiko. Dalam keadaan ada
kepastian tersebut, besarnya biaya modal sama dengan tingkat bunga bebas risiko ( risk-free rate
of interest ) atau tingkat bunga murni ( pure interest rate ), karena tidak ada kemungkinan tidak
dapat direalisasikannya arus-kas yang diharapkan. Dilihat dari corak risiko perusahaan secara
keseluruhan, pendekatan tersebut menggunakan asumsi bahwa penerimaan setiap usul investasi
tidak akan mengubah corak risiko perusahaan secara keseluruhan sehingga tidak akan mengubah
penilaian risiko dari pemberi modal terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Tetapi kalau kita memasukkan unsure risiko dalam penilaian usul investasi berarti kita
memberikan kemungkinan bagi proyek investai untuk mempunyai tingkat risiko yang berbeda
sehingga akan mengubah corak risiko perusahaan secara keseluruhan. Kalau kita menggunakan
asumsi ini maka penerimaan suatu proyek investasi akan dapat mengubah corak risiko
perusahaan secara keseluruhan sehingga hal iniakan dapat mengubah tingkat keuntungan yang
disyaratkan ( required rate of return ) yang dituntut oleh pemberi modal. Ini berarti bahwa kalau
suatu perusahaan akan menerima suatu proyek investasitertentu yang mengandung risiko yang
besar, para pemberi modal akan menuntut imbalan yang lebih besar sebagai kompensasinya yaitu
dalam bentuk tingkat keuntungan yang disyaratkan atau tingkat diskonto yang lebih besar.
Dalam hubungan ini perlu kita mempelajari berbagai cara bagaimana kita dapat mengukur risiko
suatu proyek tunggal.
10.2. Berbagai Cara Memasukkan Faktor Risiko dalam Penilaian Usul Investasi
Dalam kenyataan sebagian besar proyek investasi mengandung risiko. Bagaimana kita
mengukur, mengkuantitatifkan dan menginterpretasikan risiko yang terkandung dalam suatu
proyek investasi? Adalah penting untuk mengkuantitatifkan risiko ke dalam beberapa ukuran
standar sehingga dapat dikomunikasikan dengan pihak lain yang berkepentingan.
Ada beberapa pendekatan dalam memasukkan pertimbangan dan pengukuran risiko ke
dalam anggaran modal yang pelaksanaannya adalah bervariasi tergantung kepada criteria
keputusan yang digunakannya dan juga bervariasi antara berbagai situasi.
10.2.1 Pendekatan Mean-Standar Deviasi
Mungkin pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling langsung memasukkan
unsure risiko kedalam criteria keputusan yang menggunakan konsep nilai sekarang ( present
value ).
Kalau menggunakan criteria “ Discounted Cash-Flow” dalam keadaan ada kepastian, kita
hanya menggunakan “angka tunggal” ( point estimates ) untuk setiap arus-kas tahunan.
Sebaliknya kalau kita memasukkan unsure risiko, kita tidak menggunakan angka tunggal untuk
setiap arus-kas tahunan, melainkan menggunakan “mean” dari distribusi probabilitas dari arus-
kas setiap tahunnya. Dalam hubungan ini kita berhubungan dengan alat statistik yang disebut
probabilitas yang dapat didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu peristiwa diantara
kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, atau perbandingan frekuensi kejadian dengan
kejadian seluruhnya. Apabila seorang manajer keuangan membuat estimasi arus-kas suatu
proyek, dia mempertimbangkan probabilitas dari masing-masing arus-kas yang mungkin terjadi.
Ini berari bahwa dia mengadakan estimasi sejumlah kemungkinan kejadian. Dengan cara ini kita
dapat mempertimbangkan rentang ( range ) arus-kas yang mungkin terjadi untuk suatu periode
tertentu, dan bukan hanya arus-kas yang paling dikehendaki.
Dalam kaitan ini besarnya risiko suatu proyek investasi dapat dilihat dari besarnya
penyebaran arus-kas dari proyek investasi tersebut. Kalau risiko dihubungkan dengan distribusi
probabilitas arus-kas yang mungkin terjadi, maka dapat dikatakan bahwa makin besar
penyebarannya berarti makin besar risikonya.
Risiko di sini dapat didefinisikan sebagai variabilitas arus-kas terhadap arus-kas yang
diharapkan. Makin besar variabilitasnya dapat diartikan makin besar risiko dari proyek tersebut.
Misalnya ada dua proyek yaitu proyek A dan B yang diproyeksikan mempunyai distribusi
probabilitas arus-kas sebagai berikut:
Proyek A Proyek B
Probabilitas Arus-Kas Probabilitas Arus-Kas
0,30 Rp 3.000,00 0,30 Rp 2.000,00
0,40 Rp 4.000,00 0,40 Rp 4.000,00
0,30 Rp 5.000,00 0,30 Rp 6.000,00
Distribusi probabilitas dari kedua proyek tersebut dapat digambarkan dengan berikut di
bawah ini :
3 4 50.000.050.100.150.200.250.300.350.400.45
Perbandingan Dua Usulan Proyek
Proyek A
Arus-Kas
2 4 60.000.050.100.150.200.250.300.350.400.45
Proyek B
Arus-Kas
Dari gambar tersebut tampak bahwa penyebaran arus-kas proyek B lebih besar daripada
proyek A, meskipun arus-kas yang paling besar kemungkinan terjadinya adalah sama untuk
kedua proyek tersebut yaitu Rp 4.000,00. Kalau tersebut, maka diartikan bahwa proyek B
mempunyai risiko yang lebih besar daripada proyek A. Oleh karena itu kita akan lebih menyukai
proyek A dibandingkan dengan proyek B.
Bagaimana kita dapat mengukur atau mengkuantitatifkan penyebaran dari distribusi
probabilitas arus-kas tersebut? Alat pengukur penyebaran yang konvensional adalah standar
deviasi, yang secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:
σ = √∑x=1
n
( A X−A )2 PX
Di mana AX adalah arus-kas untuk kemungkinan X, PX adalah probabilitas terjadinya
arus-kas, dan A adalah expected value dari arus-kas atau mean dari distribusi probabilitas arus-
kas. Expected value atau mean dari distribusi probabilitas dapat dinyatakan sebagai:
A =∑x=1
n
Ax PX
Perhitungan mean dari distribusi probabilitas arus-kas beserta standar deviasi dari proyek
A dan B dapat dilakukan dengan cara berikut:
Proyek A
Arus-kas Probabilitas
Rp 3.000,00 x 0,30 = Rp 900,00
Rp 4.000,00 x 0,40 = Rp 1.600,00
Rp 5.000,00 x 0,30 = Rp 1.500,00
Mean Rp 4.000,00
(Ax−¿ A¿)² P x
( 3.000-4.000 )² x 0,30 = Rp 300.000,00
( 4.000-4.000 )² x 0,40 = Rp 0
( 5.000-4.000 )² x 0,30 = Rp 300.000,00
Variance Rp 600.000,00
Standar deviasi, σ a= √600.000,00 = Rp 775,00
Proyek B
Arus-kas Probabilitas
Rp 2.000,00 x 0,30 = Rp 600,00
Rp 4.000,00 x 0,40 = Rp 1.600,00
Rp 6.000,00 x 0,30 = Rp 1.800,00
Mean Rp 4.000,00
(Ax−¿ A¿)² P x
( 2.000-4.000 )² x 0,30 = Rp 1.200.000,00
( 4.000-4.000 )² x 0,40 = Rp 0
( 6.000-4.000 )² x 0,30 = Rp 1.200.000,00
Variance Rp 2.400.000,00
Standar deviasi, σ b= √2.400 .000,00 = Rp 1.549,00
Perhitungan tersebur juga dapat dilakukan secara langsung. Nilai yang diharapkan
( expected value ) dari distribusi atau mean untuk proyek A adalah :
Aa= 0,30(3.000) + 0,40(4.000) + 0,30(5.000) = Rp4.000,00
Expected value atau mean dari distribusi probabilitas arus-kas untuk usulan proyek B
adalah:
Ab= 0,30(2.000) + 0,40(4.000) + 0,30(6.000) = Rp4.000,00
Standar deviasi untuk proyek A adalah:
σ a= [0,30 (3.000−4.000 )2+0,40 (4.000−4.000 )2+0,30 (5.000−4.000 )² ]1/2
= √600.000 = Rp 775,00
Standar deviasi untuk proyek B adalah:
σ b= [0,30 (2.000−4.000 )2+0,40 (4.000−4.000 )2+0,30 (6.000−4.000 )² ]1/2
= √2.400 .000 = Rp 1.549,00
Dari perhitungan diatas tampak bahwa standar deviasi untuk proyek B lebih besar
daripada standar deviasi untuk proyek A. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa proyek
B mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan proyek A. Oleh karena risiko proyek
A lebih kecil daripada proyek B maka kita akan lebih menyukai proyek A.
Apabila standar deviasi merupakan ukuran penyebaran yang dinyatakan secara absolute,
maka ukuran penyebaran yang dinyatakan secara relative ialah apa yang disebut “koefisien
variasi” (coefficient of variation), yaitu standar deviasi dari distribusi probabilitas dibagi dengan
mean atau expected value-nya.
Dengan demikian maka koefisien variasi dari proyek A adalah:
CV a = 775
4.000 = 0,19
Sedangkan koefisien variasi untuk proyek B adalah:
CV b =1.5494.000 = 0,39
Oleh karena koefisien variasi untuk proyek B lebih besar daripada proyek A, dapatlah
dikatakan bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar daripada proyek A. Ini berarti
bahwa proyek A akan lebih disukai karena risikonya lebih kecil.
Apakah suatu usul proyek yang mempunyai standar deviasi yang lebih besar
dibandingkan dengan usul proyek lain selalu mempunyai koefisien variasi yang lebih besar?
Jawabannya adalah belum tentu, karena hal tersebut tergantung pada perimbangan antara
besarnya standar deviasi dengan besarnya nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas dari
arus kas yang mungkin terjadi dari masing-masing proyek yang bersangkutan.
Selanjutnya bagaimana kita menghitung net present value (NPV) dari suatu usul investasi
dengan memasukkan factor risiko dengan menggunakan pendekatan mean-standar deviasi?
Seperti halnya pada contoh perhitungan sebelumnya, pertama-tama kita harus
menghitung nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas dari arus-kas yang mungkin terjadi
untuk setiap tahunnya selama umur proyek. Langkah berikutnya adalah menghitung standar
deviasi arus kas yang mungkin terjadi setiap tahunnya. Atas dasar informasi tersebut kita dapat
menghitung nilai yang diharapkan dari NPV (expected value of NVP) untuk usul investasi
tersebut maupun standar deviasi dari nilai yang diharapkan.
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut.
Contoh 10.1 Proyeksi Distribusi Probabilitas dari Arus Kas Proyek C
Tahun Arus Kas yang Mungkin Terjadi Probabilitas
1 Rp2.000,00 0,10
Rp3.000,00 0,20
Rp4.000,00 0,40
Rp5.000,00 0,20
Rp6.000,00 0,10
2 Rp4.000,00 0,20
Rp5.000,00 0,30
Rp5.000,00 0,20
Rp6.000,00 0,30
3 Rp3.000,00 0,10
Rp4.000,00 0,70
Rp5.000,00 0,10
Rp6.000,00 0,10
Nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas arus kas dari usul proyek C setiap
tahunnya selama 3 tahun tersebut adalah:
Ac .1 = 0,10(2.000) + 0,20(3.000) + 0,40(4.000) + 0,20 (5000) + 0,10(6000)
= 4.000
Ac .2 = 0,20(4.000) + 0,30(5.000) + 0,20(5.500) + 0,30 (6.500)
= 5.350
Ac .3 = 0,10(3.000) + 0,70(4.500) + 0,10(5.000) + 0,10 (6.000)
= 4.550
Standar deviasi arus kas setiap tahunnya adalah:
σ c .1=
[0,10 (2.000−4.000 )2+0,20 (3.000−4.000 )2+0,40 (4.000−4.000 )²+0,20 (5.000−4000 )2+0,10(6.000−4.000) ² ]1 /2
= √1.200.000= 1.095
σ c .2=
[0,20 ( 4.000−5.350 )2+0,30 (5.000−5.350 )2+0,20 (5.500−5.350 ) ²+0,30 (6.500−5.350 )2 ]1/2
= √802.500= 896
σ c .3=
[0,10 (3.000−4.550 )2+0,70 (4.500−4.550 )2+0,10 (5.000−4.550 )²+0,10 (6.000−4.550 )2 ]1/2
= √472.500= 687
Apabila besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return)
ditetapkan sebesar 10% maka nilai yang diharapkan atau mean dari PV ( present value ) arus kas
adalah:
PV = 4.000(1,10) +
5.350(1,10) ² +
4.550(1,10) ³
= 3.636 + 4.422 + 3.418 = Rp11.476,00
Standar deviasi dari nilai yang diharapkan tersebut adalah:
σ = √ 1.095 ²(1,10)²
+ 896 ²(1,10) ⁴
+ 687 ²(1,10)⁶
= Rp1.344,00
Perbedaan penting yang pertama antara kriteria tanpa risiko ( risk-exclusive criteria)
dengan criteria dengan memasukkan faktor risiko ( risk-inclusive criteria) ialah bahwa dalam
kriteria yang terakhir kita mendapatkan standar deviasi yang mencerminkan risiko secara
ekplisit. Perlu dicatat bahwa standar deviasi untuk proyek dihitung dengan mengkuadratkan
masing-masing standar deviasi arus kas setiap tahunnya untuk memenuhi formula standar
deviasi. Perlu diketahui bahwa penggunaan “mean cashflow “ atau “expected cashflow” setiap
tahunnya mungkindapat menghasilkan hasil yang sangat berbeda dengan penggunaan angka
tunggal atau “point estimate” seperti halnya dalam keadaan ada kepastian ( certainty ).
Mean tersebut mengandung pertimbangan yang eksplisit untuk keseluruhan rentang
(range) kemungkinan hasil (possible outcomes), tidak hanya satu kemungkinan yang dianggap
paling baik menurut perasaan subyektif manajer keuangan. Dengan metode ini memaksa kita
untuk mempertimbangkan kemungkinan hasil yang lain.
Dari hasil perhitungan di atas kita mengetahui bahwa nilai yang diharapkan dari PV arus
kas dari proyek C adalah Rp11.476,00 dengan risiko yang terkandung didalamnya yang diukur
dengan standar deviasi sebesar Rp1.344,00. Sekarang kita sudah mempunyai petunjuk baik
mengenai besarnya risiko proyek maupun hasil yang diharapkan. Mereka yang mempunyai
wewenang untuk mengambil keputusan mengenai diterima atau ditolaknya suatu usul investasi,
sekarang sudah dilengkapi dengan alat untuk mempertimbangkan apakah hasil yang diharapkan
sudah cukup wajar kalau dikaitkan dengan besarnya risiko. Sebagaimana diuraikan sebelumnya
bahwa selain standar deviasi terdapat pula alat untuk mengukur besarnya risiko proyek secara
relative yaitu apa yang disebut koefisien variasi (CV) yang juga merupakan ukuran risiko tetapi
dinyatakan secara relative atau dinyatakan dengan presentase yang dihitung dengan cara
membagi standar deviasi dengan “mean expectation” . Koefisien variasi dari proyek C tersebut
adalah:
CV C=1.34411.476
=0,117
Makin besar koefisien variasi dari suatu proyek berarti makin besar risiko yang
terkandung di dalamnya.
Kembali kepada permasalahn usul proyek C, apakah usulan tersebut selayaknya diterima
atau ditolak kalau memasukkan factor risiko?
Aturan keputusannya sebenarnya adalah sama dengan kriteria NPV dalam keadaan
certainty, yaitu apabila PV dari arus kas neto lebih besar daripada PV pengeluaran investasi
(capital outlay) maka usul investasi tersebut selayaknya diterima. Dalam contoh tersebut kalau
diketahui bahwa PV pengeluaran modal untuk proyek C sebesar Rp10.000,00 maka besarnya
NPV dari proyek C tersebut adalah Rp11.476-Rp10.000,00 = + Rp1.476,00. Oleh karena NPV
dari proyek tersebut positif maka selayaknya usul investasi itu diterima.
10.2.2. Pendekatan Ekuivalen Kepastian (Certainty Equivalent Approach)
Pendekatan ini akan membuat seseorang untuk memberikan penilaian yang sama antara
sejumlah arus kas tertentu yang sudah pasti diterima dengan sejumlah arus kas tertentu yang
diharapkan yang belum pasti dan mengandung risiko. Dalam pendekatan certainty-equivalent ini
penyesuaian risiko dilakukan secara langsung terhadap arus kas yang diperkirakan akan terjadi di
waktu yang akan dating. Dengan mengurangi arus kas yang diharapkan yang mengandung
ketidakpastian itu menjadi arus kas yang pasti sebenarnya kita kembali lagi bersangkutan denga
penilaian proyek investasi yang dalam keadaan ada kepastian. Dalam keadaan ada kepastian kita
harus menggunakan tingkat diskonto bebas risiko (risk-free rate). Demikian pula halnya dalam
pendekatan certainty-equivalent ini kita juga harus menggunakan tingkat diskonto bebas risiko
untuk mendiskontokan arus kas yang ekuivalen mempunyai kepastian. Aturan pengambilan
keputusan dengan menggunakan pendekatan ini adalah sama mengenai diterima atau ditolaknya
suatu proyek investasi, yaitu apabila “certainty-equivalent NPV” lebih besar daripada nol maka
usul investasi tersebut diterima, dan sebaliknya kalau kurang dari nol maka usul investasi
tersebut tersebut selayaknya ditolak.
Bagaimana cara menghitung certainty-equivalent cashflow (C.Et) selama umur proyek?
Kita mengenal beberapa cara untuk menghitung certainty equivalent cash-flow, yaitu:
1. Estimasi arus kas dikurngi dengan sejumlah standar deviasi yang cukup untuk menjamin
bahwa dalam distribusi normal, kemungkinan kejadiannya akan terjadi dengan pasti. Hal
ini dapat dilakukan dngan cara misalnya mengurangi mean dari estimasi arus kas untuk
setiap periodenya dengan 3 standar deviasi yang persamaannya tampak sebagai berikut:
C . Et = At - 3σ
Di mana: C . Et = certainty-equivalent untuk periode t
At = mean cashflow estimate untuk periode t
σ = standar deviasi
Pengurangan mean estimasi arus kas dengan 3 standar deviasi akan membuat kita
mempunyai 99,7 % kepastian bahwa kejadian yang akan terjadi paling sedikit sama dengan
certainty-equivalent. Dengan sendirinya kita dapat menggunakan setiap multiple dari standar
deviasi di mana kita merasa mempunyai kepastian.
Dua standar deviasi kedua arah dari mean (+ dan -) mempunyai arti bahwa kita
mempunyai 95 % kepastian bahwa salah satu kejadian yang mungkin terjadi dalam daerah
tersebut akan terjadi. Satu standar deviasi kedua arah dari mean mempunyai arti bahwa kita
dapat mempunyai 68,3 % kepastian bahwa salah satu kejadian yang mungkin terjadi dalam
daerah tersebut akan terjadi.
Bagaimana cara menghitung certainty-equivalent cashflow dari suatu proyek dapatlah
diberikan contoh berikut:
Contoh 10.2.
Mean dari estimasi arus kas setiap periode selama 3 tahun sebesar Rp6.000,00 dan
standar deviasi setiap periodenya sebesar Rp1.000,00.Atas dasar data tersebut dengan
menggunakan rumus diatas maka besarnya certainty-equivalent cashflow setiap periodenya dapat
dihitung yaitu :
C . Et=Rp 6.000,00−3 ( Rp1.000,00 )
= Rp 3.000,00
Apabila proyek terseburt memerlukan jumlah investasi sebesar Rp 10.000,00 dan tingkat
diskonto bebas resiko adalah 10 % maka “certainty – equivalent NPV” dari proyek tersebut akan
menjadi :
NPV = -10.000 + 3.000¿¿
+ 3.000¿¿
+ 3.000¿¿
= - Rp 2.540,00
Oleh karena certainty equivalent NPV dari proyek tersebut adalan negative, maka kita
akan menolak proyek tersebut.
2. Metode kedua untuk menghitung certaintu-equvalent cashflow ialah dengan cara mengurangi
mean dari estimasi arus kas dengan sejumlah kas sebesar koefisien variasi dari estimasi arus
kas tersebut.
Dari contoh 10.2 diatas diketahui bahwa mean dari estimasi arus kas sebesar Rp 6.000,00
dan standar deviasinya sebesar Rp 1.000,00. Dengan data tersebut dapat ditentukan besarnya
koefisien variasi sebesar 1.000/6.000 = 0,167. Dengan demikian maka besarnya certainty-
equivalent cashflow menurut metode ini ialah :
C.Et = Rp 6.000,00 – 0,167 ( Rp 6.000 ) = Rp 4.998,00
Certainly equivalent NPV dari proyek tersebut adalah :
NPV = -10.000 + 4.998¿¿
+ 4.998¿¿
+ 4.998¿¿
= +Rp 2.429,00
Oleh karena certainty equivalent NPV dari proyek tersebut adalah positif, maka kita akan
menerima proyek tersebut.
3. Metode ketiga untuk perhitungan certainty equivalent cashflow ialah dengan cara mengalikan
mean dari estimasi arus kas dengan suatu factor atau koefisien tertentu yang disebut “
certainty equivalent coefficient" (CEC).
CEC akan makin besar kalau certainty equivalent terhadap arus kas yang diestimasikan
untuk periode yang bersangkutan juga makin besar. CEC akan mendekati 1,0 kalau arus yang
pasti dan arus kas yang diestimasikan akan sama. Kalau kita menjadi kurang pasti bahwa arus
kas yang diestimasikan akan sama dengan arus kas yang pasti, maka CEC akan makin kecil dan
secara ekstrem akan mencapai nol.
CEC ini kemudian diterapkan pda pembilang ( numerator ) pada formula NPV atau kas
yang diestimasikan sehingga menjadi certainty-equivalent cashflow dan menggunakan tingkat
diskonto bebas resiko sebagai penyebutnya (denominator).
Apabila diketahui bahwa “certainty-rquivalent coefficient” sebesar 0,70 untuk setiap
periodenya selama tiga tahun, maka besarnya certainty-equivalent NPV dari proyek tersebut
akan menjadi :
NPV = -10.000 + 0,70(6.000)¿¿
+ 0,70(6.000)¿¿
= + Rp 445,00
Oleh karena certainty-equivalent NPV dari proyek ini adalah positif, maka proyek
tersebut diterima.
4. Metode keempat dari perhitungan certainty-equivalent ialah apa yang dinamakan “time
adjusted method”. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode ketiga diatas. Tetapi
dengan diadakan penyesuaian CEC untuk setiap periodenya. Kalau kita merasa kurang pasti
terhadap estimasi arus kas selama umur proyek, kita dapat menentukan certainty-equivalent
coefficient yang makin kecil dari tahun ke tahun.
Misalnya dari contoh di atas kita menentukan CEC setiap tahunnya selama 3 tahun
adalah :
Tahun pertama CEC1 = 0,70
Tahun Kedua CEC2 = 0,60
Tahun Ketiga CEC3 = 0,50
Maka certainty equivalent NPV dari proyek tersebut menjadi:
NPV = -10.000 + 0,70(6.000)¿¿
+ 0,60(6.000)¿¿
= - Rp 953,00
Oleh karena itu certainty-equivalent NPV dari proyek tersebut negative, maka proyek
investasi itu tidak kita terima.
Certainty-equivalent approach ini sering pula disebut “modifying cashflow approach”
yaitu pendekatan arus kas yang dimodifikasikan. Perhitungan risiko disini langsung dimasukkan
ke dalam bentuk pengurangan terhadap arus kas yang diharapkan.
10.2.3. Pendekatan tingkat diskonto yang disesuaikan dengan risiko ( Risk Adjusted
Discount Rate Approach)
Pada pendekatan certainty-equivalent yang baru saja dibicarakan, dalam penilaian suatu
proyek yang mengandung risiko, unsure risiko secara langsung dimasukkan pada arus kas yang
diharapkan yang merupakan pembilang (numerator) pada formula NPV, dengan cara
mengurangkan sejumlah kas tertentu dari mean arus kas yang diharapkan yang masih
mengandung risiko.
Berbeda dengan pendekatan tersebut, maka pada pendekatan “risk-adjusted discount rate”
(RADR) ini, unsure risiko tidak dimasukkan ke dalam arus kas yang diharapkan, tetapi secara
langsung dimasukkan ke dalam tingkat diskonto yang merupakan penyebut (denominator) pada
formula NPV.
Dalam metode ini tingkat diskonto disesuaikan untuk mengimbangi risiko. Apabila suatu
proyek mengandung risiko yang besar, diperlukan return yang besar pula untuk mengimbangi
risiko yang besar tersebut. Untuk itu maka kita akan menggunakan tingkat diskonto yang makin
besar. Dengan makin besarnya tingkat diskonto yang digunakan hal tersebut akan memperkecil
present value dari arus kas neto yang diharapkan yang selanjutnya akan memperkecil NPV dari
proyek tersebut sehingga menjadikan proyek tersebut kurang menarik.
Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk memilih salah satu dari dua
proyek, yaitu proyek A dan B. Biaya proyek untuk masing – masing diperkirakan sama yaitu
sebesar Rp 100.00,00. Proyek A diperkirakan akan menghasilkan arus kas yang diharapkan
sebesar Rp 20.000,00 per tahun selama 8 tahun. Proyek B diperkirakan menghasilkan arus kas
yang diharapkan sebesar Rp 22.000,00 per tahun selama 8 tahun juga. Tetapi karena pasar untuk
produk A lebih baik dari pada pasar untuk produk, maka standar deviasi dari arus kas proyek A
akan lebih kecil dari pada proyek B. Misalkan standar seviasi untuk proyek A sebesar
Rp3.000,00 dan untuk proyek B sebesar RP 20.00,00. Mengingat adanya perbedaan tingkat
risiko yang terkandung dalam masing – masing proyek tersebut, maka pimpinan perusahaan akan
menggunakan tingkat diskonto yang berbeda untuk kedua proyek tersebut.
Oleh karena proyek B mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan proyek
A, maka ditetapkan tingkat diskonto untuk proyek B juga lebih besar dari pada tingkat diskonto
yang akan digunakan untuk menilai proyek A. misalkan tingkat diskonto untuk proyek A
ditetapkan sebesar 10 % dan untuk proyek B sebesar 14 %.
Atas dasar informasi tersebut dapatlah dihitung NPV dari masing – masing proyek
tersebut sebagai berikut:
NPV A = -100.000 + (20.000 x 5,335) = 6.700
NPV B = -100.000 + (20.000 x 4,639) = 2.058
Dari hasil perhitungan diatas ternyata proyek A mempunyai NPV yang lebih besar, yaitu
sebesar Rp 6.700,00, dibandingkan dengan proyek B yang mempunyai NPV sebesar Rp 2.058,00
yang disebabkan karena untuk proyek A digunakan tingkat diskontto yang lebih kecil (10%)
sedangkan untuk proyek B digunakan tingkat diskonto yang lebih besar (14 %). Jadi perbedaan
tersebut terutama disebabkan karena perbedaan tingkat diskonto yang digunakan utnuk menilai
kedua proyek tersebut. Apabila digunakan tingkat diskonto yang sama untuk kedua proyek
tersebut, hasilnya akan berbeda. Apabila untuk kedua proyek tersebut digunakan tingkat diskonto
yang sama misalnya 10 %n maka proyek B akan mempunyai NPV sebesaar Rp 17.370 yang
lebih besar daripada NPV proyek A sebesar Rp 6.700,00. Dalam contoh tersebut tentunya
pimpinan perusahaan akan memilih proyek yang mempunyai NPV yang paling besar yaitu
proyek A setelah memasukkan factor resiko ke dalamnya.
Risk Adjusted rate of return atau risk adjusted discount rate ini sebenarnya mengandung
dua unsure utama, yaitu unsure pertama adalah tingkat diskonto bebas resiko ( risk free discount
rate). Dan unsure kedua adalan premi resiko ( risk premium). Oleh karena itu risk adjusted
discount rate dapat didefinisikan sebagai tingkat diskonto yang digunakan untuk menilai arus kas
neto tertentu yang mengandung risiko atau ketidakpastian, yang terdiri dari tingkat diskonto
bebas risiko ditambah dengan premi risiko yang sepadan dengan tingkat risiko yang melekat
pada arus kas neto tersebut. Tingkat diskonto atau tingkat bunga bebas risio biasanya ditetapkan
sebesar tingkat bunga dari obligasi Negara yang tidak mengandung risiko tidak terbayarnya
bunga setiap tahunnya dan pengembalian modal pokok. Sedangkan premi risiko ( premium risk)
adalah perbedaan antara tingka keuntungan yang disyaratkan ( required rate of return) dari aktiva
yang mengandung risiko dengan tingkat diskonto bebas risiko atau tingkat keuntungan dari
aktiva yang tidak mengandung risiko dengan umur ekonomis yang sama.
10.2.4. Analisa Sensitivitas ( Sensitivity Analysis )
Analisa sensitivitas atau sering pula disebut analisa kepekaan sebenarnya bukanlah teknik
untuk mengukut risiko, tetapi suatu teknik untuk menilai dampak (impact) berbagai perubahan
dalam masing – mssing variable penting terhadap hasil yang mungkin terjadi ( possible outcomes
). Analisa sensitivitas ini tidak lain adalah suatu analisa simulasi dalam mana nilai variable
vatiabel penyebab diubah – ubah untuk mengetahui bagaimana dampaknya terhadap hasil yang
diharapkan dalam hubungan ini adalah aliran kas.
Kita menyadari bahwa arus kas suatu proyek sangat dipengaruhi oleh berbagai variable
misalnya market size, market share, jumlah unit produk yang terjual, harga jual per unit, biaya
variable per unit, jumlah biaya tetap dan lain sebagainya.
Makin besarnya market size, market share, jumlah unit yang terjual,harga jual per unit,
semuanya itu akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi suatu proyek, karena hal
tersebut akam memperbesar arus kas neto yang diharapkan dapat dihasilkan dari proyek tersebut.
Demikian pula halnya, makin rendahnya biaya variable per unit, makin kecilnya jumlah biaya
tetap, semuanya itu juga akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi proyek yang
bersangkutan. Tetapi sebaliknya makin kecilnya jumlah unit yang terjual, menurunnya harga jual
per unit, meningkatnya biaya variable per unit dan biaya tetap per periodenya, semuanya itu akan
mempunyai pengaruh yang merugikan bagi suatu proyek karena hal tersebut akan memperkecil
arus kas neto yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Dengan analisa sensitivitas ini diharapkan manajee keuangan dapat menilai kembali
estimsasi arus kas suatu proyek yang telah disusun oleh stafnya, untuk mengetahui sampai
seberapa jauh tingkat kepekaan arus kas dipengaruhi oleh berbagai perubahan dari masing-
masing variable penyebab. Apabila suatu variable tertentu berubah, sedangkan variable –
variable lainnya dianggap tetap dan tidak berubah, seberapa jauh arus kas akan berubah karena
perubahan variable tertentu tersebut. Untuk masing-masing variable tersebut dicoba untuk
diubah nilainya, sedangkan variable-variabel lainnya dianggap tetap tidak berubah, untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan variable tersebut bagai perubahan arus kas.
Setelah diadakan perhitungan pengaruh dari perubahan masing – masing variable tersebut
terhadap arus kas, akan dapat diketahui variable-variable mana yang pengaruhnya relative kecil.
Dengan demikian maka perhatian perlu dipusatkan pada variable-variabel yang pengaruhnya
besar terhadap perubahan arus kas.
Makin kecil arus kas yang ditimbulkan dari suatu proyek karena adanya perubahan yang
merugikan dari suatu variable tertentu, hal tersebut jelas akan memperkecil NPV dari proyek
tersebut yang berarti bahwa proyek tersebut makin tidak disukai. Perubahan suatu variable
kadang-kadang mempunyai pengatuh terhadap variable yang lain. Misalnya penurunan harga
jual per unit akan dapat meningkatkan jumlah unit yang terjual, atau sebaliknya, meningkatkan
harga jual per unit akan dapat menurunkan unit barang yang terjual. Dalam hal yang demikian
kita perlu menilai bagaimana pengaruh netonya terhadap arus kas yang selanjutnya terhadap
NPV dari proyek tersebut. Apakan kenaikan harga jual yang disertai dengan penurunan jumlah
unit yang terjual akan memperbesar atau memperkecil arus kas dibandingkan dengan kalau tak
ada perubahan ? kalau pengaruh netonya akan memperkecil arus kas yuang selanjutnya akan
memperkecil NPVnya, maka kebijaksanaan untuk meningkatkan harga jual tersebut tidak
dibenarkan. Sebaliknya kalau kebijaksanaan tersebut akan dapat meningkatkan arus kas yang
selanjutnya akan meningkatkan NPVnya, kebijaksanaan tersebut dapat di benarkan.
Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dapat diberikan contoh pada
halaman berikutnya. Pertama-tama tersedia perhitungan arus kas yang diharapkan dihasilkan dari
suatu proyek yang telah dipersiapkan oleh suatu staf, kemudian manajer keuangan ingin
mengetahui sampai seberapa jauh perubahan arus kas seandainya ada penurunan jumlah unit
yang terjual, seandainya ada penurunan harga jual per unit, seandainya ada kenaikan biaya
variable per unit, seandainya ada kenaikan biaya tetap, dan seandainya ada kenaikan harga jual
yang disertai dengan penurunan jumlah unit yang terjual. Dari hasil perhitungan masing-masing
tersebut akan dapat diketahui variable mana yang pengaruhnya besar terhadap perubahan arus
kas yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap NPV dari proyek tersebut, dan variable –
variable mana yang pengaruhnya tidak besar.
Contoh 10.3
Suatu perusahaan sedang mempertimbangkan suatu usul investasi yang membutuhkan
biaya investasi sebesar Rp 160.000,00 dengan umur ekonomis 8 tahun. Setelah mempelajari
berbagai aspek yang relevan oleh suatu staf dapatlah disusun estimasi arus kas sebagai berikut :
Table 10.1
Estimasi arus kas per tahun
Tahun 0 Tahun 1-8
Investasi Rp 160.000,00
1. Penjualan (100.000 unit)
Rp 100.00,00
2. Biaya variable Rp 30.000,00
3. Biaya tetap selain depresiasi
Rp 30.000,00
4. Depresiasi Rp 20.000,00
5. Laba sebelum pajak
Rp 20.000,00
6. Pajak (30%) Rp 6.000,00
7. Laba bersih Rp 14.000,00
8. Arus kas neto (4) + (7)
Rp 34.000,00
Apabila perusahaan menetapkan tingkat keuntungan yang disyaratkan atau tingkat
diskonto sebesar 10 % maka besarnya NPV dari proyek tersebut sebesar :
NPV = -160.000 + ∑t=1
8 34.000(1,10 ) t
=+21.387
Oleh karena proyek tersebut menghasilkan NPV positif maka selayaknya usul investasi
tersebut diterima.
Selanjutnya manajer keuangan ingin mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap NPV
dari proyek tersebut apabila terjadi perubahan nilai berbagai variable yang penting yang
mempunyai pengaruh terhadap arus kas, apakah proyek tersebut masih layak untuk dilaksanakan
atau menjadi tidak layak lagi. Pertama – tama akan dinilai bagaimana kalau ada penurunan
jumlah unit yang terjual dengan 10 %, kemudian bagaimana kalau ada pernurunan harga jual per
unit dengan 10 %, kemudian bagaimana kalau biaya variable per unit naik dengan 10 %,
selanjutnya bagaiman kalau biaya tetap naik dengan 10 %, dan pada akhirnya bagaimana kalau
ada kenaikan harga dengan 10 % tetapi disertai dengan penurunan jumlah unit yang terjual
dengan 15%. Semuanya itu akan dinilai bagaimana pengaruhnya terhadap arus kas yang
selanjutnya terhadap NPV dari proyek tersebut.
Untuk perhitungan perubahan variable (1) yaitu penurunan jumlah unit terjual dan
variable (2) yaitu penurunan harga jual per unit masing – masing dengan 10% disertakan dalam
table 10.2 sedangkan perhitungan perubahan variable (3) yaitu kenaikan biaya variable per unit
dan variable (4) yaitu kenaikan biaya tetap masing-masing dengan 10% akan disertakan dalam
table 10.3. pada akhirnya perhitungan gabungan yaitu kenaikan harga jual dengan 10% yang
disertai dengan penurunan jumlah untit terjual dengan 15% disertakan dalam table 10.4.
Table 10.2.
Estimasi arus kas per tahun kalau ada penurunan jumlah unit terjual atau penurunan harga jual
per unit masing – masing dengan 10%.
Kalau unit terjual turun
dengan 10%, variable
lainnya tetap tidak berubah
Kalau harga jual per
unit turun dengan
10%, variable lainnya
tetap
1. Penjualan Rp 90.000,00 Rp 90.000,00
2. Biaya variable Rp 27.000,00 Rp 27.000,00
3. Biaya tetap (tanpa depresiasi)
Rp 30.000,00 Rp 30.000,00
4. Depresiasi Rp 20.000,00 Rp 20.000,00
5. Laba sebelum pajak Rp 13.000,00 Rp 13.000,00
6. Pajak (30%) Rp 3.900,00 Rp 3.000,00
7. Laba Bersih Rp 9.100,00 Rp 7.000,00
8. Arus Kas Neto Rp 29.100,00 Rp 27.000,00
NPV -Rp 4.754,00 -Rp 15.958,00
Dari table tersebut diatas ternyata kalau ada penurunan harga jual per unit dengan 10%
ataupun penurunan unit yang terjual dengan 10% akan menjadikan proyek tersebut tidak layak
lagi untuk dilaksanakan karena NPV nya masing-masing adalah negative. Kalau dibandingkan
pengaruh perubahan kedua variable tersebut terhadap arus kas ternyata bahwa pengaruh
penurunan harga jual per unit mempunyai pengaruh yang lebih parah dibandingkan dengan
pengaruh penurunan unit yang terjual meskipun tingkat penurunannya adalah sama yaitu 10%.
Table 10.3
Estimasi arus kas per tahun kalau ada kenaikan biaya variable per unit atau kenaikan biaya
tetap (tanpa depresiasi) masing-masing dengan 10%
Kalau ada kenaikan
biaya variable per unit
dengan 10%
Kalau ada kenaikan
biaya tetap dengan
10%
1. Penjualan Rp 100.000,00 Rp 100.000,00
2. Biaya variable Rp 33.000,00 Rp 30.000,00
3. Biaya tetap Rp 30.000,00 Rp 33.000,00
4. Depresiasi Rp 20.000,00 Rp 20.000,00
5. Laba sebelum pajak Rp 17.000,00 Rp 17.000,00
6. Pajak (30%) Rp 5.100,00 Rp 5.100,00
7. Laba Bersih Rp 11.900,00 Rp 11.900,00
8. Arus Kas Neto Rp 31.900,00 Rp 31.900,00
NPV +Rp 10.183,00 +Rp 10.183,00
Dari table tersebut diatas tampak bahwa kenaikan biaya varaibel per unit ataupun
kenaikan biaya tetap masing-masing dengan 10% masih menempatkan proyek tersebut tetap
layak atau feasible, meskipun mengakibatakn penurunan NPV masing – masing dengan 52%.
Dari table terhadap perubahab arus kas ataupun perubahan NPV adalah sama.
Kalau dibandingkan dengan table 10.2 ternyata pengaruh perubahan biaya variable per
unit ataupun perubahan biaya tetap lebih lunak dibandingkan dengan unit terjual dan harga jual.
Table 10.4
Estimasi arus kas per tahun kalau ada kenaikan harga jual dengan 10% dan penurunan unit
terjual dengan 15%
1. Penjualan (85.000 x Rp 1,10) Rp 93.500,00
2. Biaya variable (85.000 x Rp 0,30)
Rp 25.500,00
3. Biaya tetap Rp 30.000,00
4. Depresiasi Rp 20.000,00
5. Laba sebelum pajak Rp 18.000,00
6. Pajak (30%) Rp 5.400,00
7. Laba Bersih Rp 12.600,00
8. Arus Kas Neto Rp 32.600,00
NPV +Rp 13.197,00
Dari table tersebut di atas ternyata proyek tersebut masih tetap layak meskipun ada
penurunan jumlah unit yang terjual dengan 15%. Hal ini disebabkan karena pengaruh kenaikan
harga jual dengan 10%. Meskipun dengan gabungan perubahan kedua variable tersebut proyek
tersebut masih layak, tetapi NPV nya menurun dengan 34% dibandingkan dengan estimasi arus
kas semula yang menghasilkan NPV sebesar + Rp 21.387,00.
Dari uraian diatas maka tampak jelas bahwa variable-variabel yang perlu mendapatkan
perhatian utama dalam kasus ini adalah penurunan harga jual dam penurunan jumlah unit terjual.
ANALISA RISIKO DALAM
PENGANGGARAN MODAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan I
Dosen Pengamppu : Drs. M. Masruri, MM
Disusun Oleh Kelompok 10 (Paralel) :
1. Ana Fatmawati 2013 11 1992. Rahayu Mawar Sari 2013 11 2023. Rahmat Syaifudin 2013 11 2194. Tias Rois Bahtiar 2013 11 2225. Anwar Cholish 2013 11 225
FAKULTAS EKONOMI PROGDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga sehingga makalah ini dapat kami selesaikan, walaupun
didalam pembuatannya ada sedikit hambatan yang kami alami. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan I.
Semoga makalah ini dapat berguna untuk semua kalangan, dan dapat menambah
pengetahuan tentang ANALISA RESIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL. Sebelum
dan setelahnya penulis mengucapkan terimakasih.
Kudus, 30 Mei 2015
Hormat Kami,
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Bambang. 2010. Dasar – dasar pembelanjaan perusahaan. Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA