julianamn.files.wordpress.com · Web view2015. 7. 29. · Adapun perolehan jumlah rendemen pektin...
Transcript of julianamn.files.wordpress.com · Web view2015. 7. 29. · Adapun perolehan jumlah rendemen pektin...
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL HORTIKULTURA
Pengujian Pektin Sayur dan Buah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura dengan dosen pengampu Dewi Cakrawati, S.TP., M.Si
Haryati NIM. 1305666
Isnaeni Apriliani NIM. 1305572
Juliana M Nur NIM.1306948
Yanni Handayani NIM. 1306681
Yuni Suryani NIM. 1307703
Kelompok 11
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
I. TEORI
Pengertian dan Sumber Pektin
Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman
pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan
komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai
perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel (Herbstreith dan Fox, 2005).
Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang
banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan
pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam
bidang farmasi digunakan untuk obat diare (National Research Development
Corporation, 2004).
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin
dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi
nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika
Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot
menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan
Fox, 2005).
Pektin yang dimanfaatkan untuk makanan merupakan suatu polimer yang
berisi unit asam galakturonat (sedikitnya 65%). Kelompok asam tersebut bisa
dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam sodium, kalium, kalsium atau
ammonium, dan dalam beberapa kelompok pektin amida (IPPA, 2002).
Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam buah
sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada umumnya,
protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang
belum matang (Winarno, 1997).
Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman, khususnya
di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin berfungsi
sebagai perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian antara dua
dinding sel yang berdekatan tersebut dinamakan lamella tengah (Winarno, 1997).
Gambar 2 menunjukkan senyawa pektin pada dinding sel tanaman (IPPA, 2002).
Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis
tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo
buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya
(Winarno, 1997). Tabel 2 menunjukkan rendemen pektin yang dihasilkan dari
beberapa jenis buah-buahan di Indonesia.
Struktur dan Komposisi Kimia Pektin
Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali berasumsi bahwa
pektin merupakan polimer asam galakturonat. Pada tahun 1930, Meyer dan Mark
menemukan formasi rantai dari molekul pektin, dan Schneider dan Bock pada
tahun 1937 membentuk formula tersebut (Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin
tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-
glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian
teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol sekunder terasetilasi
(Herbstreith dan Fox, 2005). Gambar 3 di bawah ini menunjukkan struktur kimia
unit asam α- galakturonat.
Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang
mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk
dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul
dari asam poligalakturonat, dan ada 300 – 1000 cincin seperti itu dalam suatu
tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar
metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan
metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai
kandungan pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991). Gambar di bawah ini
merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil tinggi dan pektin bermetoksil
rendah (IPPA, 2002).
Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai
molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa dengan
rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Kelompok karboksil
(kelompok asam) dari asam galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi
(IPPA, 2002). Selain asam D-galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga
memiliki D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa dalam jumlah yang
bervariasi. Komposisi kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan
kondisi yang dipakai dalam isolasinya (Willats et al, 2006).
Sifat-sifat Pektin
Commite on Food Chemical Codex (1996), menyatakan bahwa pektin
sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium,
potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk
kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan
banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. Gliksman (1969)
menyatakan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang
berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan
metoksilnya.
Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard et al.,
1991). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan
dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion kalsium, dan gula
(Chang dan Miyamoto, 1992). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang
cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam
poligalakturonat (Rouse, 1977).
Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat membentuk gel bila
ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi dengan gugus-gugus
karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk jembatan. Pada
pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang terbentuk kurang
keras (Guichard et al., 1991).
Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi dipengaruhi juga
oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin besar konsentrasi
pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan
kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65%
agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel dapat dicegah (Guichard et al.,
1991). Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen
diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil
rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya
pektin ini mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium (Gliksman, 1969).
Menurut May (1990), pektin merupakan asam poligalakturonat yang
bermuatan negatif. Pektin bereaksi dengan makromolekul bermuatan positif.
Pembentukan gel dapat terjadi dengan cepat pada pH rendah, tetapi reaksi ini
dapat dihambat dengan penambahan garam.
Menurut Rouse (1977), degradasi dan dekomposisi pektin dapat disebabkan
oleh adanya reaksi oksidasi. Kecepatan degradasi tergantung pada suhu, pH, dan
konsentrasi agen pengoksidasi.
Proses Produksi Pektin
Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan, ekstraksi,
penggumpalan, pencucian, dan pengeringan. Metode yang digunakan untuk
mengekstrak pektin dari jaringan tanaman sangat beragam. Akan tetapi pada
umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam.
Beberapa jenis asam dapat digunakan dalam ekstraksi pektin. Menurut Kertesz
(1951), asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartrat, asam
malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi ada kecenderungan
untuk menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam khlorida,
dan asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam
khlorida (Kalapathy dan Proctor, 2001; Hwang et al., 1998; Dinu, 2001) dan asam
nitrat (Pagán et al., 2001).
Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dibandingkan asam organik. Asam mineral pada pH rendah lebih baik
dari pada pH tinggi untuk menghasilkan pektin (Rouse dan Crandal, 1978).
Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen,
memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin
menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin
(Kertesz, 1951).
Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin.
Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman
dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang
umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah
(Towle dan Christensen, 1973). Penggunaan suhu ekstraksi yang terlalu tinggi
akan menghasilkan pektin yang tidak jernih, sehingga gel yang diperoleh akan
keruh dan kekutan gel berkurang (Kertesz, 1951).
Pektin dalam jaringan tanaman banyak dalam bentuk protopekin yang tidak
larut dalam air. Dengan adanya asam, kondisi larutan dengan pH rendah akan
menghidrolisa protopektin menjadi pektin yang lebih mudah larut. Ekstraksi
pektin sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1.5 sampai 3.0
dengan suhu pemanasan 60 – 100o C selama setengah jam sampai satu setengah
jam (Towle dan Christensen, 1973). Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan
mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada
kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung
terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Smith dan Bryant, 1968).
Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari
larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus
karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti
kebanyakan koloidal hidrofilik. Pektin lebih utama distabilkan oleh hidrasi
partikelnya daripada oleh muatannya. Penambahan etanol dapat mendehidrasi
pektin sehingga mengganggu stabilitas larutan koloidalnya, dan akibatnya pektin
akan terkoagulasi (Rouse, 1977).
Ranganna (1977) menggunakan etanol 95% sebanyak dua kali volume filtrat
untuk mengendapkan pektin kulit jeruk. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Industri Sumatra Barat (2004) mengendapkan pektin dengan menggunakan etanol
95% yang mengandung 2 ml asam khlorida pekat setiap satu liter etanol sebanyak
1.5 kali volume filtrat.
Pada tahap pemurnian pektin, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Industri Sumatra Barat (2004) melakukan pencucian pektin markisa dengan
menggunakan alkohol 95% sampai pektin bebas khlorida. Suradi (1984)
melakukan pencucian pektin dari kulit jeruk dengan alkohol 80% sampai bebas
khlorida. Salah satu tujuan pencucian pektin adalah untuk menghilangkan
khlorida yang ada pada pektin. Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah
pengeringan endapan pektin.
Ranganna (1977) menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yang
rendah agar pektin tidak terdegradasi. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Industri Sumatra Barat (2004), pengeringan pektin markisa dapat
dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40 - 60o C selama 6 - 10
jam. McCready (1965) menggunakan suhu 60o C dalam oven keadaan vakum
selama 16 jam untuk pengeringan pektin kulit jeruk.
Aplikasi Pektin
Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri
makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein
(May, 1990). Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses
metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan kolesterol
(Baker, 1994). Dalam industri makanan dan minuman, pektin dapat digunakan
sebagai bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju, bahan pengental dan
stabilizer pada minuman sari buah. Selain itu pektin juga berperan sebagai bahan
pokok pembuatan jeli, jam, dan marmalade (Herbstreith dan Fox, 2005).
Pektin memiliki potensi yang baik dalam bidang farmasi. Towle dan
Christensen (1973) menyatakan bahwa sejak dahulu pektin digunakan dalam
penyembuhan diare dan menurunkan kandungan kolesterol darah. Pektin melalui
pembuluh darah dapat memperpendek waktu koagulasi darah yang berguna untuk
mengendalikan pendarahan. Pada industri farmasi, pektin digunakan sebagai
emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada bayi dan anak-anak, obat
penawar racun logam, dan bahan penyusut kecepatan penyerapan bermacam-
macam obat. Selain itu, pektin juga berfungsi sebagai bahan kombinasi untuk
memperpanjang kerja hormon dan antibiotika, bahan pelapis perban (pembalut
luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan rusak atau hancur sehingga luka tetap
bersih dan cepat sembuh, serta bahan injeksi untuk mencegah pendarahan
(Hoejgaard, 2004).
Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat fisik pektin. Sifat fisik
tersebut diantaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan (untuk pektin
padat), derajat gel, kecepatan membeku, serta tidak mengandung bahan atau zat
berbahaya bagi kesehatan. Sifat fisik tersebut dipengaruhi oleh sifat kimia pektin
(IPPA, 2002).
Daftar Pustaka :
Hariyati, Mauliyah Nur. 2006. Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Potianak (Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi, Institut Pertanian Bogor.
Kulit Semangka
Semangka adalah tanaman buah yang berupa herba yang tumbuh merambat (dalam
Bahasa Inggris disebut watermelon). Tanaman ini berasal dari daerah kering tropis
dan subtropis Afrika bagian selatan, kemudian berkembang dengan pesat ke
berbagai negara seperti Cina, Jepang dan Indonesia (Anonim, TanpaTahun dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Semangka). Tanaman semangka merupakan Famili
Cucurbitaceae atau suku ketimun-ketimunan dan berkerabat dengan labu-labuan dan
melon.
Semangka dapat ditemukan dari daratan rendah sampai 1000 mdpl. Tanaman ini
tumbuh merambat tapi tidak dapat membentuk akar adventif dan tidak dapat
memanjat. Batangnya lunak, bersegi dan berambut, panjangnya 1,5-5m, mempunyai sulur
yang tumbuh dari ketiak daun, bercabang 2-3. Daun tanaman semangka merupakan daun
bertangkai yang letaknya berseling, mempunyai helaian daun lebar dan berambut, dengan
susunan tulang daun menjari, dan di bagian ujungnya runcing, panjang 3-25 cm, dan lebarnya
1,5-15 cm. Bagian tepi daun bergelombang, kadang bergigi tidak teratur, permukaan bawah
berambut.
Buah semangka sangat popular dan disukai masyarakat karena rasanya yang manis dan
banyak mengandung air. Daging semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak
93,4%, protein 0.5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%,serat 0,2%, abu 0,5%, dan
vitamin (A, B dan C). Selain itu, juga mengandungasam amino sitrullin (C6H12N3O3),
asam amino asetat, asam malat, asam fosfat, arginin, betain, likopen (C40H56), karoten,
bromin dan sukrosa. Sitrulin dan arginin berperan dalam pembentukan urea di hati dari
amonia dan CO2 sehingga keluarnya urin meningkat. Kandungan kaliumnya cukup tinggi dan
dapat membantu kerja jantung dan menormalkan tekanan darah. Likopen merupakan
antioksidan yang lebih unggul dari vitamin Cdan E (Anonim, 2007 dalam
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1045&tbl=alternatif).
Menurut riset, sitrulin lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni
sekitar 60% dibandingkan dalam daging buahnya. Zat sitrulin ini mampu memicu produksi
dari komponen yang merelaksasikan pembuluh darah di tubuh. Sitrulin bereaksi
dengan enzim tubuh dan diubah menjadi arginin, suatu asam amino yang menguntungkan bagi
jantung, sirkulasi darah, dan sistem imunitas (kekebalan tubuh) (Anonim, 2011 dalam
http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/makanan/24755-manfaat-sehat-makan-
daging-kulit-semangka.html). Dengan adanya zat yang bermanfaat bagi kesehatan pada
kulit semangka, maka melalui teknologi pasca panen tepat guna, kulit semangka
dapat diolah menjadi sebuah produk pangan lain yang bernilai ekonomis.
Buah semangka (Citrullus vulgaris Schard) tergolong buah yang popular,
dikenal dan digemari oleh masyarakat. Seperti kulit buah lainnya, kulit buah
semangka yang memiliki ketebalan 1,5-2,0 cm selalu menjadi sampah. Bagian
kulit buah semangka yang beratnya hampir 36% dapat diolah menjadi suatu
produk agar tetap dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan, salah satunya diolah
menjadi jelly (Pita, 2007).
Pemanfaatan albedo semangka belum dikenal luas oleh masyarakat. Albedo
semangka merupakan sumber pektin yang potensial, karena sebagaimana jaringan
lunak tanaman lain albedo semangka tersusun atas 21,03% senyawa pektin
(Sutrisna, 1998). Oleh karena itu albedo semangka sangat baik untuk
dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia sebagai sumber pangan baru.
II. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui cara ekstraksi pektin pada beberapa kulit buah.
2. Untuk mengetahui kandungan pektin pada beberapa jenis buah.
III. ALAT DAN BAHAN
Blender Hot plate
pH meter Termometer
Cawan petri Erlenmeyer
Oven Inkubator
Autoklaf Pembakar Spirtus
Tabung ulir Ose
Rak tabung Neraca
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan sampel buah , menimbang sampel kulit buah sebanyak 100
gram.
2. penghalusan ukuran menggunakan blender dengan penambahan akuades
sebanyak tiga kali dari bobot sampel kulit buah.
3. Mengukur pH larutan hingga 1,5 dengan penambahan larutan HCl 1%.
4. Melakukan pemanasan larutan pada suhu sesuai perlakuan (65/80/95oC)
selama 40 menit sambil diaduk.
5. Menyaring larutan, mengambil filtrat larutan.
6. Melakukan prose pengentalan hingga volumenya ½ dari volume filtrat
dengan cara pemanasan.
7. Mengendapkan filtrat dengan penambahan etanol masam (etanol 95% dan
HCl) sebanyak 1,5kali jumlah filtrat.
8. Membiarkan proses pengendapan selama 12 jam.
9. Menyaring larutan yang telah diendapkan, diperoleh pektin masam.
10. Membilas pektin masam dengan akuades panas hingga aroma alkohol
hilang.
11. Mengeringkan hasil saringan dalam oven hingga kering.
12. Menimbang residu dalam kertas saring sebagai bobot pektin.
V. HASIL PENGAMATAN
No. Sampel Suhu Pemanasan
(0C)
Kadar Pektin
(gram)
1 Kulit jeruk Nipis 65 0.2
2 Wortel 65 0.1428
3 Kulit Semangka 65 0.3215
4 Kulit Labu 65 0.005
5 Kulit Jeruk Nipis 80 1.22
6 Wortel 80 0.47
7 Kulit Semangka 80 0.0159
8 Kulit Labu 80 0.0907
9 Kulit Jeruk Nipis 95 0.74
10 Wortel 95 0.67
11 Kulit Semangka 95 0.169
12 Kulit Labu 95 0.0955
65 80 950
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Kadar Pektin Wortel
Kadar Pektin Wortel
65 80 950
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
Kadar Pektin Kulit Labu
Kadar Pektin Kulit Labu
65 80 950
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Kadar Pektin Kulit Semangka
Kadar Pektin Kulit Semangka
65 80 950
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Kadar Pektin Kulit Jeruk Nipis
Kadar Pektin Kulit Jeruk Nipis
Kulit Se-
mangka
Kulit Jeruk Nipis
Kulit Labu Wortel0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Rata-Rata Kadar Pektin
Rata-Rata Kadar Pektin
VI. PEMBAHASAN
Nama : Haryati Tanggal : 9 Maret 2015NIM : 1305666 Judul : Pengujian Pektin Sayur
dan BuahPembahasan
Senyawa kimia pektin ditemukan pertama kali oleh Vaugeulin pada tahun
1970. Bracconot pertama kali memberikan istilah pektin untuk substansi pektin
yang diperoleh dari buah – buahan dan ekstraknya. Pektin merupakan grup
polisakarida yang terjadi di dalam dinding sel dan lapisan intraseluler pada semua
tanaman. Menurut Karjono (1991) pektin adalah senyawa polimer yang dapat
mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan. Pectin dapat diekstrak
dengan air panas, larutan asam yang encer atau larutan ammonium oksalat. Pektin
dapat diendapkan dari larutan encer dengan alkohol. Secara komersil pectin ini
banyak digunakan untuk pembuatan gel yang terbaik (Mc Graw Hill ; 175). Pektin
bersifat mudah menjadi jelly jika ditambahkan gula dan air dalam keadaan asam.
Pektin di dalam tanaman sangat bervariasi berdasarkan jenis tanaman maupun
bagian-bagian jaringannya dan pada buah-buahan tergantung pada derajat
kematangan buah (Winarno, 1992). Tingkat kematangan dapat berpengaruh
karena pada tingkat kematangan lebih tinggi pectin telah menjadi protopektin.
Pada umumnya senyawa pektin diklasifikasikan menjadi tiga kelompok senyawa,
yaitu asam pektat, asam pektinat (pektin), dan protopektin.
Ekstraksi yang dilakukan saat praktikum merupakan ekstraksi dari bahan
padat dimana ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen
terlarut dari padatan inert dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses bersifat
fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke dalam semula
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan
jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Dalam
praktikum kali ini kami melakukan ekstraksi pectin yang diperoleh dari beberapa
sayur dan buah diantaranya kulit semangka, kulit labu kuning, kulit jeruk nipis
dan wortel. Cara ekstraksi sama hanya perbedaan terdapat pada perlakuan suhu
yang berbeda yaitu 65, 80 dan 95oC. Dari perbedaan perlakuan demikian tentunya
akan terdapat perbedaan pada proses ekstraksi serta hasil rendemen pectin yang
diperoleh karena dalam ekstraksi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah (R. E. Treybal, 1980) :
1. Temperatur, pada temperatur tinggi umumnya kelarutan juga tinggi. Tetapi
dalam beberapa hal temperatur juga dijaga rendah untuk mencegah terjadinya
penguapan pelarut dan rusaknya zat terlarut.
2. Ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas permukaan
kontak antara padatan dan pelarut sehingga perpindahan massa juga semakin
tinggi. Partikel yang terlalu kecil dan halus akan menimbulkan kesulitan dalam
hal pemisahan padat-cair.
3. Waktu kontak, semakin lama waktu kontak antara pelarut dengan campuran,
laju perpindahan zat terlarut semakin besar, namun saat mencapai waktu
kontak optimum perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut menjadi setimbang
dengan perpindahan zat terlarut kembali ke padatannya.
4. Jenis pelarut dan jumlah pelarut, pelarut dipilih dengan mempertimbangkan
segi selektivitas, harga, viskositas dan toksisitas. Jumlah pelarut harus cukup
untuk melarutkan zat terlarut sampai tingkat yang diinginkan. Jumlah pelarut
sebanding dengan laju leaching, semakin banyak pelarut maka laju leaching
juga makin cepat.
5. Kecepatan pengadukan, semakin cepat pengadukan maka jumlah zat terlarut
yang berpindah ke dalam pelarut semakin banyak yang berarti laju leaching
juga semakin cepat.
Tipe persiapan sampel, pada tahapan ini sampel disiapkan untuk proses
ekstraksi diantaranya pengaturan pH larutan kulit sayur/ buah yang harus berada
dalam keadaan asam karena ekstraksi pectin hanya dapat terjadi saat pemberian
panas dalam keadaan asam pembentukan keadaan ini dapat ditambahkan HCl
hingga pH mencapai 1.5. Semakin rendah pH kemampuan untuk mengekstrak
pektin (memutus ikatan selulosa dengan asam pektinat) makin besar sehingga
pektin yang diperoleh semakin besar.
Waktu ekstraksi atau waktu kontak, semakin lama waktu ekstraksi maka
semakin lama terjadi proses difusi pelarut ke dalam sel jaringan tanaman yang
berarti semakin banyak jumlah zat terlarut yang terambil dari bahan dan juga
semakin banyak protopektin yang berubah menjadi pektin. Namun, waktu
ekstraksi yang terlalu lama juga dapat menurunkan kadar pektin karena
terdegradasi menjadi asam pektat.
Suhu atau temperature, setiap sayur dan buah memiliki waktu maksimum
penghasilan pectin misalnya saja yang terjadi pada kulit jeruk yang memiliki hasil
maksimum pada suhu 80oC dan kemudian menurun saat suhu dinaikan. Selain dua
hal tadi hal-hal lain sisanya juga dapat berpengaruh pada proses ekstraksi dan
hasil rendemen pectin.
65 80 950
0.20.40.60.8
Kadar Pektin Wor-tel
Kadar Pektin Wortel
65 80 950
0.05
0.1
0.15
Kadar Pektin Kulit Labu
Kadar Pektin Kulit Labu
Hasil ekstraksi diantaranya dari sampel kulit labu kuning dan wortel hasil
rendemen semakin besar saat suhu yang diberikan semakin besar pula. Ini dapat
terjadi karena kandungan pectin bisa berasal dari kandungan pectin yang besar
dari bahan itu sendiri, hasil perubahan protopektin yang menjadi pectin saat suhu
dinaikan.
65 80 950
0.5
1
1.5
Kadar Pektin Kulit Jeruk Nipis
Kadar Pektin Kulit Jeruk Nipis
Pada sampel kulit jeruk seperti yang telah disebutkan diatas memiliki suhu
maksimum yaitu pada suhu 80oC, sehingga ketika suhu lebih dari 80oC hasil
rendemen akan menurun karena globula pectin akan semakin halus sehingga akan
lolos dari penyaringan dan terdegradasi menjadi asam pektat. Pada sampel kulit
jeruk diperoleh rendemen rata-rata pectin sebesar 1% berbeda dengan (Johnson
dan Peterson (1978) dalam Maulidiani (2002) pektin pada kulit jeruk, pisang dan
wortel berturut-turut adalah 35 - 40%, 24% dan 7-18% hal ini dapat terjadi karena
perbedaan jenis jeruk yang diteliti serta faktor lain yang dapat berpengaruh
misalnya tingkat kematangan.
65 80 950
0.10.20.30.4
Kadar Pektin Kulit Semangka
Kadar Pektin Kulit Se-mangka
Pada sampel semangka terjadi naik turun kadar pectin saat suhu dinaikan,
pada suhu 65 kadar pectin menjadi maksimum bisa dari kandungan pectin yang
dimilikinya kemudian menurun saat suhu dinaikan bisa karena pectin kemudian
berubah dan terdegradasi menjadi asam pektat dan kemudian kadar pectin
meningkat saat suhu dinaikan kembali, kadar ini bisa berasal dari protopektin
yang berubah menjadi pectin karena pemanasan suhu yang lebih tinggi serta
faktor lain yang berpengaruh.
Kesimpulan
1. Kadar pectin setiap sayur dan buah berbeda karena beberapa hal seperti
tingkat kematangan dan lainnya dan dapat diperoleh atau diuji dengan cara
mengekstraknya, jika bahan berbentuk padat maka dapat dilakukan ekstrak
bahan padat cair.
2. Dalam proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya suhu/
temperature, waktu kontak, ukuran partikel, kecepatan pengadukan, serta
jenis pelarut.
3. Hasil pectin pada kulit labu kuning dan wortel meningkat saat suhu
ditingkatkan.
4. Hasil pectin jeruk maksimum pada suhu 80oC.
5. Pada kulit semangka terjadi naik turun kadar karena proses perubahan pectin
yang terjadi.
Daftar Pustaka
Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty. (-).
Pengambilan Pektin Dari Ampas Wortel dengan Ekstraksi Menggunakan
Pelarut HCl Encer. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Teknologi Nasional, Bandung.
Sulihono Andreas, Tarihoran Benyamin, Agustina Tuti Emilia. 2012. Pengaruh
Waktu, Temperatur, Dan Jenis Pelarut Terhadap Ekstraksi Pektin Dari Kulit
Jeruk Bali (Citrus Maxima). Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember
2012. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya,
Palembang.
Nama : Isnaeni Apriliani Tanggal : 9 Maret 2015NIM : 1305572 Judul : Pengujian Pektin Sayur
dan BuahPembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan untuk mendapatkan
pektin dari sayur dan buah dengan menggunakan metode ekstraksi. Pektin adalah
suatu komponen serat yang terdapat pada lapisan lamella tengah dan dinding sel
primer (Sirotek et al., 2004). Ekstraksi pektin ini dilakukan pada kisaran pH 1,5
sampai 3,0 dengan suhu pemanasan 60 – 1000C selama setengah jam sampai satu
setengah jam (Towle dan Christensen, 1973). Sampel yang kami gunakan dalam
percobaan ini antara lain adalah kulit jeruk nipis, wortel, kulit semangka, dan labu
siam. Dalam pelaksanaannya masing-masing sampel mendapatkan perlakuan suhu
yang berbeda-beda, adapun suhu yang digunakan dalam percobaan ini adalah
650C, 800C, dan 950C. Berikut merupakan grafik yang menunjukan rendemen
pektin yang diperoleh dari sayur dan buah dengan perlakuan suhu yang berbeda-
beda dalam percobaan yang kami lakukan.
k u l i t j e r u k n i p i s
w o r t e l
k u l i t s e m a n g k a
l a b u s i a m
k u l i t j e r u k n i p i s
w o r t e l
k u l i t s e m a n g k a
l a b u s i a m
k u l i t j e r u k n i p i s
w o r t e l
k u l i t s e m a n g k a
l a b u s i a m
65656565
8080808095959595
0.20.14280.32150.0051.220.47
0.01590.09070.0740.670.169
0.0955
Hasil Pengamatan Ekstraksi Pektin suhu hasil
Berdasarkan hasil pengamatan, perolehan rendemen pektin dengan
menggunakan perlakuan suhu yang berbeda-beda pada setiap sampel menunjukan
jumlah yang berbeda-beda. Adapun secara keseluruhan perolehan jumlah pektin
terbesar ditunjukan oleh sampel kulit jeruk nipis, selanjutnya diikuti oleh sampel
wortel, kemudian sampel kulit semangka, dan yang memiliki rendemen pektin
terkecil dalam percobaan ini adalah pektin dari sampel labu siam. Hal ini
menunjukan bahwa kadar asam galakturonat yang terdapat dalam kulit jeruk nipis
lebih banyak dibandingkan dengan sampel-sampel yang lainnya. Hasil percobaan
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irene Perina, dkk (2007)
mengenai Ekstraksi Pektin dari Berbagai Macam Kulit Jeruk, dalam penelitiannya
Irene Perina, dkk (2007) menyebutkan bahwa jeruk merupakan buah-buahan yang
memiliki kadar metoksil yang tinggi. Kadar metoksil dalam suatu molekul pektin
menunjukan jumlah asam galakturonat (monomer dari pektin) yang ter-metoksil
dalam polimer. Semua kulit jeruk termasuk dalam golongan high metoksil pektin.
Semakin banyak kadar asam galakturonat yang ter-metoksil maka kadar metoksil
nya semakin tinggi. Rendemen pektin terbesar yang dihasilkan oleh sampel kulit
jeruk nipis ini ditunjukan pada perlakuan suhu 800C. Hal ini sesuai dengan
literatur atau pendapat para ahli yang telah melakukan penelitian sebelumnya
yaitu Kliemann et al. (2009), yang mengatakan bahwa rendemen pektin kulit jeruk
yang paling optimum dihasilkan pada ekstraksi suhu 80oC dalam waktu 10 menit.
Sementara itu, perolehan jumlah rendemen terbesar kedua setelah yang
dihasilkan oleh sampel kulit jeruk nipis adalah perolehan pektin dari sampel
wortel. Perolehan pektin dari sampel wortel ini semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan, sampel
wortel menghasilkan rendemen pektin terbesar pada perlakuan suhu 950C dan
menghasilkan rendemen dalam jumlah kecil pada perlakuan suhu 650C. hal ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryono, 2003 yang
menyimpulkan bahwa Kondisi optimum proses ekstraksi pektin dari wortel pada
ruang lingkup percobaan adalah pada waktu kontak 120 menit, temperatur 800C,
pH 2,5 dan dengan kebutuhan pelarut sebanyak 400mL/100g wortel. Perbedaan
ini dapat disebabkan oleh jumlah pelarut yang ditambahkan dan perlakuan yang
berbeda pada saat penelitian sehingga dapat mempengaruhi terhadap produk hasil
penelitian. Pektin yang diperoleh dari wortel merupakan pektin berkadar metoksil
tinggi dengan kadar metoksil dan AAG berturut-turut berkisar 12,87-16,94% dan
79,98-99,61%, sedangkan derajat esterifikasi dan berat ekivalen berturut-turut
adalah berkisar pada 87,25-96,55% dan 2241,75-5124. Produk pektin yang
dihasilkan oleh sampel wortel ini berwarna orange kemerah-merahan dan
sebagian berwarna merah tua.
Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, sampel kulit semangka yang
menghasilkan jumlah rendemen pektin terbesar adalah pada ekstraksi pektin
dengan perlakuan suhu 650C, selanjutnya pada perlakuan suhu 950C, dan
kemudian pada perlakuan suhu 800C. Sementara itu, Berdasarkan hasil penelitian
Rossi (2005), mengenai pektin semangka bahwa suhu yang digunakan untuk
ekstraksi pektin adalah 80, 90 dan 100ºC dengan waktu ekstraksi pektin adalah
20, 30 dan 40 menit. Suhu dan waktu yang menghasilkan konsentrasi pektin yang
optimum adalah pada suhu 100ºC dan waktu 40 menit. Dalam hal ini, pektin dari
kulit semangka ini sudah banyak digunakan dalam dunia pangan dan industri,
salah satunya adalah Edible Film dari pektin semangka. Kompoosisi edible film
pektin albedo semangka dan tapioka adalah pektin albedo semangka 1% (b/b
pati), pati tapioka 2% (b/v), gliserol 1% (b/v) dan variasi asam palmitat 0%-8%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Anugrahati (2001) edible film dari pektin
Albedo semangka ditambah dengan asam palmitat digunakan untuk menurunkan
nilai permeabilitas, sebab asam palmitat bersifat hidrofob. Dijelaskan pula bahwa
karena pektin yang digunakan memiliki sifat yang mudah membentuk gel, kental
dan elastis, maka dihasilkan edible film yang memiliki nilai elongasi yang tinggi.
Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, sampel labu siam
merupakan sampel yang menghasilkan jumlah rendemen pektin yang paling kecil
dari keempat sampel yang digunakan. Adapun perolehan jumlah rendemen pektin
sampel labu siam ini adalah sekitar 0,090-0,095 gram/100 ml bahan pada seluruh
perlakuan suhu yang digunakan. Setiap peneliti dalam penelitiannya yang telah
dilakukan sebelumnya mengenai ekstraksi pektin dari labu siam ini menghasilkan
rendemen pektin yang berbeda-beda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan jenis pelarut yang digunakan dan perlakuan suhu dan waktu yang
berbeda. Adapun perbedaan ini ditunjukan pada hasil penelitiannya antara lain
adalah Hasil ini menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin pada labu siam lebih
banyak dari kadar metoksil pektin jeruk 3,08%, apel 2,89% dan pepaya 2,99%
berdasarkan penelitian Syarwani.M, (2004), tetapi kadar metoksil pektin labu
siam 6,57% lebih kecil dibandingkan dengan kadar metoksil kulit pepaya 8,87%
(Widodo dkk, 2011) dan kadar metoksil ampas jeruk siam 6,95% (Budiyanto dan
Yulianingsih, 2008). Hasil penelitian ini juga lebih baik dari penelitian Rosmiati
dan Tatty (2000), yaitu ekstraksi pektin pada labu siam dihasilkan kadar metoksil
1,054%.
Dalam percobaan ini, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perolehan jumlah rendemen pektin, salah satunya adalah suhu atau temprature dan
jenis pelarut yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Andreas Sulihono, dkk (2012) menyebutkan bahwa rendemen pektin akan
meningkat seiring dengan kenaikan suhu atau temperature pemanasan. Rendemen
pektin terbesar dihasilkan pada saat temperature 800C. Jenis pelarut yang
digunakan oleh Andreas Sulihono ini merupakan pelarut HCL.
Semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu ekstraksi, rendemen pektin
yang dihasilkan semakin besar. Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan
peningkatan energi kinetik larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan
semakin meningkat pula. Hal ini berakibat terlepasnya pektin dari sel jaringan
sehingga pektin yang dihasilkan semakin banyak (Nurdjanah dan Usmiati, 2006).
Namun, apabila suhu dan waktu ekstraksi terlalu tinggi menyebabkan perusakan
terhadap pektin (Yujaroen et al., 2008) .
Kesimpulan
1. Perolehan jumlah pektin terbesar ditunjukan oleh sampel kulit jeruk nipis.
Hal ini disebabkan oleh karena jeruk merupakan buah-buahan yang memiliki
kadar metoksil yang tinggi. Kadar metoksil dalam suatu molekul pektin
menunjukan jumlah asam galakturonat (monomer dari pektin) yang ter-
metoksil dalam polimer.
2. Perolehan pektin dari sampel wortel ini semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu yang digunakan. Pektin yang diperoleh dari wortel
merupakan pektin berkadar metoksil tinggi dengan kadar metoksil dan AAG
berturut-turut berkisar 12,87-16,94% dan 79,98-99,61%, sedangkan derajat
esterifikasi dan berat ekivalen berturut-turut adalah berkisar pada 87,25-
96,55% dan 2241,75-5124.
3. Sampel kulit semangka yang menghasilkan jumlah rendemen pektin terbesar
adalah pada ekstraksi pektin dengan perlakuan suhu 650C, selanjutnya pada
perlakuan suhu 950C, dan kemudian pada perlakuan suhu 800C. Pektin dari
kulit semangka ini sudah banyak digunakan dalam dunia pangan dan industri,
salah satunya adalah Edible Film dari pektin semangka.
4. Sampel labu siam merupakan sampel yang menghasilkan jumlah rendemen
pektin yang paling kecil dari keempat sampel yang digunakan. Adapun
perolehan jumlah rendemen pektin sampel labu siam ini adalah sekitar 0,090-
0,095 gram/100 ml bahan pada seluruh perlakuan suhu yang digunakan.
Daftar Pustaka
Budiyanto, Agus dan Yulianingsih. (2008) Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L). Jurnal Pasca Panen 5 (2) 2008: 37-44. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Daryono, Elvianto Dwi. (2012) Ekstraksi Pektin dari Labu Siam. Jurnal Teknik Kimia Vol.7, No.1. Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional, Malang.
Ismawaty, dkk. (2003) Pengambilan Pektin dari Ampas Wortel dengan Ekstraksi Menggunakan Pelarut HCL Encer. Jurnal Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional, Bandung.
Nurviani, dkk. (2014) Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Kulit Buah Pepaya (Carica papaya L) Varietas Cibinong, Jinggo, dan Semangka. [online] tersedia di http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/view/3342/2381 [diakses pada 14 Maret 2015]
Perina, Irene, dkk. (2007) Ekstraksi Pektin dari Berbagai Macam Kulit Jeruk. Jurnal Teknik Vol.6, No.1, hlm. 1-10
Sulihono, Andreas. Dkk. (2012) Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut Terhadap Ekstraksi Pektin dari Kulit Jeruk Bali (Citrus maxima). Jurnal Teknik Kimia No.4, Vol.18. Teknik Kimia, FT, Universitas Sriwijaya.
Nama : Juliana M Nur Tanggal : 9 Maret 2015NIM : 1306948 Judul : Pengujian Pektin Sayur
dan BuahPembahasan
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras/padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin
dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi
nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika
Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot
menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan
Fox, 2005).
Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang
banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan
pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam
bidang farmasi digunakan untuk obat diare (National Research Development
Corporation, 2004).
Pektin sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan
sodium, potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat
berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu
atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang.
sumber apel, rendemen 10-15%, gula bit 10-20%, bunga matahari 15-25%, dan
kulit jeruk 20-35% (Commite on Food Chemical Codex, 1996).
Ekstraksi Pektin
Ekstraksi pektin sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH
1.5 sampai 3.0 dengan suhu pemanasan 60 – 100oC selama setengah jam sampai
satu setengah ja (Towle dan Christensen, 1973). Waktu ekstraksi yang terlalu
lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat.
Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung
terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Smith dan Bryant, 1968).
Penggunaan HCl dengan konsentrasi 0.1 N pada proses ekstraksi pektin
memberikan rendemen pektin yang terbaik. Peningkatan suhu lebih dari 100ºC
dan waktu lebih dari 80 menit tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen pektin yang dihasilkan (Goycoolea dan Adriana, 2003).
Asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartrat, asam malat,
asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi ada kecenderungan untuk
menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam khlorida, dan
asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam
khlorida. Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion
polivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa
protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester
pektin (Kertesz, 1951).
Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin.
Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman
dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang
umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah
(Towle dan Christensen, 1973). Namun, apabila suhu dan waktu ekstraksi terlalu
tinggi akan menyebabkan perusakan terhadap pektin (Yujaroen, 2008).
Pada praktikum kali ini sampel yang di gunakan untuk menguji kadar pektin
pada sayur dan buah adalah jeruk nipis, semangka, wortel, dan labu siam. Setelah
bahan-bahan di siapkan dan di lakukan prosuder pengujian seperti yang tertera
pada metode praktikum sehingga di dapatkan kadar pektin yang terdapat pada
sampel sayur dan buah ini yaitu:
Jeruk nipis kelompok 1 dengan suhu 65ºC menghasilkan pektin 0,2 gram
Jeruk nipis kelompok 5 dengan suhu 80ºC menghasilkan pektin 1,22 gram
Jeruk nipis kelompok 9 dengan suhu 95ºC menghasilkan pektin 0,74 gram
Semangka kelompok 3 dengan suhu 65ºC menghasilkan pektin 0,3215
gram
Semangka kelompok 7 dengan suhu 80ºC menghasilkan pektin 0,0159
gram
Semangka kelompok 11 dengan suhu 95ºC menghasilkan pektin 0,169
gram
Wortel kelompok 2 dengan suhu 65ºC menghasilkan pektin 0,1428 gram
Wortel kelompok 2 dengan suhu 80ºC menghasilkan pektin 0,47 gram
Wortel kelompok 10 dengan suhu 95ºC menghasilkan pektin 0,67 gram
Labu siam kelompok 4 dengan suhu 65ºC menghasilkan pektin 0,0 gram
Labu siam kelompok 8 dengan suhu 80ºC menghasilkan pektin 0,0907
Labu siah kelompok 12 dengan suhu 95ºC menghasilkan pektin 0,0955
gram
Setiap pektin ini menghasilkan warna coklat kehitaman ini di sebabkan oleh
proses pengeringan dan pemanasan dengan menggunakan oven, pemanasan atau
pengeringan ini akan mengakibatkan pektin terhidrolisis menjadi asam
galakturonat yang merubah warna pektin menjadi hitam. Hal ini sesuai bahwa
waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin
menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester
dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat. (Yujaroen,
2008)
Setelah di lakukan penimbangan pada pengujian kadar pektin ini dapat di
lihat bahwa setiap sampel sayur dan buah yang di hasilkan memiliki kadar pektin
yang berbeda-beda. Kandungan kadar pektin yang tertinggi di hasilkan dari
sampel jeruk nipis yaitu 1,2 gram (pada kelompok 5), sedangkan sampel sayur
buah yang memiliki kandungan kadar pektin terendah terdapat pada labu siam
yaitu 0,0 gram (pada keompok 4). Pada kelompok 4 dalam percobaan tidak
terekstrak baik buah pepaya dan labu siam dikarenakan beberapa faktor. Pektin
yang dihasilkan pada praktikum ini termasuk pektin berkadar metoksil rendah
karena kadar metoksilnya dibawah 7% (Winarno, 1988). Pektin dengan
kandungan metoksil rendah adalah pektin yang sebagian gugus karboksilnya tidak
teresterkan.
Pada waktu ekstraksi terjadi proses pelarutan protopektin yang berasosiasi
dengan selulosa dalam jaringan tanaman menjadi asam pektinat. Proses ini
berlangsung karena adanya substitusi ion polivalen protopektin oleh ion hidrogen
ataupun karena putusnya ikatan antara asam pektinat dengan selulosa. Tidak
terekstraknya pektin disebabkan oleh kematangan yang tidak sama dari buah yang
dianalisis. Pada buah yang masih muda, senyawa pektin berada dalam bentuk
protopektin yang tidak larut dalam air. Selama proses pematangan buah, terjadi
hidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air oleh keaktifan enzim
protopektinase yang terdapat dalam jaringan tumbuhan. (Winarno, 1988)
Perbedaan ini juga disebabkan dari tingkat kematangan suatu buah dan sayur
tersebut dan juga dari varietas buah dan sayur itu sendiri, semakin matang buah
tersebut maka semakin tinggi kandungan pektin yang di hasilkan dan sebaliknya
semakin mentah buah dan sayur tersebut maka semakin rendah juga kandungan
pektin yang di hasilkan. (Winarno, 1988)
Kesimpulan
1. Proses pembuatan pektin dengan cara ekstraksi diawali dengan sortasi buah
dan sayur, penimbangan, pengupasan dan pemotongan. Selanjutnya dilakukan
penghancuran (diblender), dilakukan ekstraksi dengan pemanasan dalam
waterbath suhu 650 C selama 1 jam, dan dipanaskan di hot plate dengan suhu
80ºC dan 95ºC lalu disaring, filtrat yang diperoleh diatur pHnya hingga
mencapai 1.5. Langkah selanjutnya diendapkan dengan menggunakan
alkohol, endapan yang diperoleh disaring dan dicuci menggunakan aquades
hangat hingga pektin tidak bereaksi asam. Gumpalan pektin diperas perlahan
dan dikeringkan pada suhu 400-500C. Lakukan penimbangan dan pengamatan.
2. Pengaruh variasi suhu pada saat ektraksi sangat berpengaruh. Rendemen
pektin labu siam lebih rendah daripada pepaya.
3. Kandungan kadar pektin yang tertinggi di hasilkan dari sampel jeruk nipis
yaitu 1,2 gram (pada kelompok 5), sedangkan sampel sayur buah yang
memiliki kandungan kadar pektin terendah terdapat pada labu siam yaitu 0,0
gram (pada keompok 4).
4. Pengaruh jenis buah dan sayur terhadap sifat fisik pektin yang dihasilkan
berbeda. Hal ini bergantung dari kematangan buah dan sayur yang digunakan.
5. Warna pektin yang diperoleh pada saat praktikum semua kelompok berwarna
cokelat kehitaman.
DAFTAR PUSTAKA
Food Chemical Codex. 1996. Pectins. http://arjournals.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.bi.20.070151.000435. Diakses tanggal 15 Maret 2015.
Goycoolea, F.M. dan Adriana Cardenas, 2003. Pectins from Opuntia Spp. : A Short Review. J.PACD. 17-29.
Herbstreith, K dan G. Fox, 2005. Pectin. http://www.herbstreithfox.de/pektin/forschungundentwicklung/forschung_entwicklung04a.html. Diakses tanggal 15 Maret 2015.
Kertesz, Z.I. 1951. The Pectin Substances. Interscience Pub. Inc., New York.
National Research Development Corporation. 2004. High Grade Pectin From Lime Peels. http://www.nrdcindia.com/pages/pect.html.
Smith dan Bryant. 1968. Properties of Pectin Fraction Separated on Diethylleaminoethyl-Cellulose Columns. Di dalam Nelson, D.B., C.J.B.
Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Yujaroen, P., U. Supjaroenkul and S. Rungrodnimitchai. 2008. Extraction of pectin from sugar palm meat. Thammasat International Journal Science Technology Vol. 13 (44-47).
Nama : Yuni Suryani Tanggal : 9 Maret 2015NIM : 1307703 Judul : Pengujian Pektin Sayur
dan BuahPembahasan
Pektin merupakan polimer dari asam galakturonat. Beberapa gula juga ikut
dalam pembentukan pectin, diantaranya adalah rhaminosa, galaktosa, dan xylose.
Gugusan asam (karbonil) pada sam galakturonat dapat membentuk ester dengan
methanol atau etanol maupun membentuk gara dengan monovalent kation (Na+)
dan divalent kation (Ca+) (Winarno, 2002).
Pektin diperoleh dari dinding sel tumbuhan daratan. Wujud pektin yang
diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang (Satria dan Adha, 2008 dalam
Abubakar dkk, 2013). Pektin sebagai hasil industri mempunyai banyak manfaat
diantaranya bahan dasar industri makanan, minuman dan industri farmasi.
Menutut Noviagustin (2008) dalam Abubakar dkk (2013), amilum (pati)
tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin dalam komposisi
yang berbeda-beda yaitu 10-20% amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilopektin
terdiri dari rantai-rantai amilosa (ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk
cabang dengan ikatan glikosida α-(1-6). Amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Menurut Kertesz (1951) dalam Abubakar, T. dkk, (2013) menyatakan bahwa
pektin dijumpai pada buah-buahan dan sayur-sayuran serta dalam jumlah kecil
ditemukan pada serelia.
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi pektin dengan metode ekstraksi
menggunakan HCl pada beberapa sampel sayur dan buah yakni semangka, labu
siam, wortel, dan jeruk nipis dengan perlakuan suhu ekstraksi yang berbeda yitu
650C, 800C, dan 950C.
Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman
pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan
komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai
perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel. Pektin merupakan senyawa
polisakarida dengan bobot molekul tinggi, pektin digunakan sebagai pembentuk
gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan
dalam bidang farmasi digunakan untuk obat diare (Hariyati, 2006 dalam
Abubakar dkk, 2013).
Menurut Muhidin (1995) dalam Abubakar dkk (2013), pemisahan pektin dari
jaringan tanaman dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Dalam ekstraksi pektin
terjadi perubahan senyawa pectin yang disebabkan oleh proses hidrolisis
protopektin. Proses tersebut menyebabkan protopektin berubah menjadi pektinat
(pektin) dengan adanya pemanasan dalam asam pada suhu dan lama ekstraksi
tertentu. Buah dan sayur yang akan diekstraksi pektinnya tidak boleh terlalu muda
ataupun masak karena kandungan pektinnya lebih sedikit daripada buah yang
masak (Tjahjadi, 2008). Apabila proses hidrolisis dilanjutkan senyawa pectin
makan berubah menjadi asam pektat.
Gambar 1. Skema Perubahan Protopektin menjadi Pektin dan Asam Pektan
Menurut Kirk and Othmer (1952) dalam Abubakar dkk, 2013, kelarutan
pektin berbeda-beda, sesuai dengan kadar metoksilnya. Pektin dengan kadar
metoksil tinggi larut dalam air dingin, pectin dengan kadar metoksil rendah larut
dalam larutan alkali atau oksalat. Pektin tak larut dalam aseton dan alkohol. Kadar
metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol methanol yang terdapat dalam 100 mol
asam galakturonat. Kadar metoksil memiliki peranan penting dalam menentukan
sifat fungsional larutan pektin, dan dapat mempengaruhi struktur serta tekstur dari
gel pektin. Kadar metoksil pektin akan semakin tinggi dengan meningkatnya suhu
(Constenla dan Lozano, 2003 dalam Elviyanto, 2012).
Proses ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
bahan cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya. Ekstraksi
menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen
lain dalam campuran (Suyitno,1989 dalam Abubakar dkk, 2013).
Pada ekstraksi pektin yang dilakukan dalam praktikum ini ekstraksi dilakukan
dengan pelarut HCl 1%, dikarenakan pektin dapat larut dalam beberapa macam
pelarut seperti air, beberapa senyawa organik, senyawa alkalis dan asam
(Muhidin, 1995 dalam Abubakar dkk, 2013).
Bagian sayur dan buah yang diekstraksi pektinnya adalah bagian kulit, karena
Astawan dan Astawan (1991) dalam Antoni. P, dkk (2013), menyatakan bahwa
sumber pektin dalam jumlah yang cukup banyak terdapat di kulit buah-buahan
seperti nenas, markisa, apel, dan jeruk. Fengel dan Wegener (1995), menyatakan
bahwa pektin banyak terdapat pada bagian kulit buah terutama kulit buah yang
memiliki banyak getah dan albedo (spons putih).
Ekstraksi pektin dilakukan dengan penambahan HCl 1% hingga pH mencapai
1,5. Ekstrak buah yang diasamkan kemudian dipanaskan dengan perlakuan suhu
yang berbeda yaitu 650C, 800C dan 950C. Ekstrak buah kemudian disaring hingga
didapatkan filtratnya kemudian dilakukan pengentalan hingga volume mencapai
setengahnya. Setelah dikentalkan kemudian dilakukan pengendapan selama 12
jam. Endapan disaring, endapan yang tidak tersaring merupakan kadar pectin pada
sampel yang diekstraksi.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pada jeruk nipis total pektin
tertinggi adalah sebesar 1.22% dengan suhu perlakuan 800C. Sedangkan pada
perlakuan ekstraksi pada suhu 950C persentase pektin yang dihasilkan sangat kecil
yaitu 0.074%. Hal ini berarti bahwa suhu optimal untuk ekstraksi pektin adalah
sebesar 800C. Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan peningkatan energi kinetik
larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin baik juga, akibatnya
pektin terlepas dari jaringan namun jika suhu terlalu tinggi dan waktu ekstraksi
yang lama akan menyebabkan pektin menjadi rusak (Nurdjanah dan Usmiati,
2006 dalam Elviyanto, 2012). Pada suhu 650C energi kinetik larutan belum
optimal sehingga difusi pelarut ke dalam sel jarignan belum optimal juga,
akibatnya pektin yang terlepas masih sedikit.
Sementara itu pada wortel, suhu ekstarksi pektin yang paling baik adalah
pada suhu 950C yang menghasilkan pektin sebesar 0.67%, sedangkan pada suhu
ekstraksi 650C dihasilkan pektin yang sangat sedikit yaitu 0.148%. Berdasarkan
hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi pektin
pada wortel, maka pektin yang terekstraksi semakin besar. Menurut Haryono dkk
(2003), bahwa kondisi optimum yang diperoleh untuk mengekstraksi pektin dari
wortel adalah pada waktu kontak 120 menit, temperatur 800C, pH 2.5 serta
kebutuhan pelarut 400 ml/100 g bahan. Jika dibandingkan dengan hasil
pengamatan praktikum, kondisi ekstraksi pektin yang diperhatikan hanya suhu
dengan mengabaikan pH, lama ekstraksi ataupun kebutuhan pelarut sehingga
dihasilkan total pektin yang berbeda dengan peneltian yang dilakukan Haryono
dkk.
Berbanding terbalik dengan wortel, pada semangka suhu ekstraksi pektin
yang paling baik adalah pada suhu 650C yang mampu mengekstraksi pektin
sebanyak 0.3215%, sedangkan pada suhu 800C pektin yang terekstraksi adalah
sebesar 0.0159%, dan pada suhu 950C pektin yang terekstraksi adalah sebesar
0.169%.
Pada labu kuning diketahui bahwa total pektin yang terekstraksi pada suhu
650C adalah sebesar 0%, sedangkan pada suhu 800C dihasilkan pektin 0.0907% dan
pada suhu 950C total pektin yang terekstraksi adalah sebesar 0.0955%. Jika
mengacu pada hasil pengamatan tersebut, diketahui bahwa total pektin tertinggi
dihasilkan pada suhu ekstraksi 950C yaitu sebesar 0.0955%, semakin tinggi suhu
ekstraksi maka total pektin yang terekstraksi semakin besar. Dan jia dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Elviyanto (2012) bahwa kondisi terbaik
untuk ekstraksi pektin labu kuning adalah pada konsentrasi HCl 2 N dan waktu
ekstraksi 2 jam hingga didapat kadar metoksil pektin 6,57%, angka tersebut jauh
berbeda dengan total pektin yang dihasilkan pada praktikum. Ini berarti bahwa
selain suhu, konsentrasi pelarut dan lama ekstraksi juga perlu diperhatikan agar
ekstraksi pektin dapat optimal.
Variasi suhu berpengaruh terhadap kadar pektin yang dihasilkan, yaitu
semakin tinggi suhu maka kadar pektin yang dihasilkan semakin banyak (Pardede,
Antoni dkk. 2013), namun hal ini disesuaikan pula pada karakteristik dari buah
dan sayur yang diekstraksi pektinnya. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
pektin rusak pada beberapa jenis sayur dan buah. Pada temperatur tinggi
umumnya kelarutan juga tinggi sehingga laju ekstraksinya semakin cepat. Hal ini
disebabkan pada temperatur tinggi gerak molekul larutan pengekstrak semakin
cepat sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan makin meningkat. Tetapi pada
beberapa hal temperatur juga dijaga rendah untuk mencegah terjadinya penguapan
pelarut dan rusaknya zat terlarut, hal ini disebabkan karena pada temperatur tinggi
pektin mengalami deesterifikasi menjadi asam pektat (Haryono dkk, 2003).
Selain suhu, faktor lain yang menyebabkan total pektin yang terekstraksi pada
sayur dan buah adalah pH. Perlakuan pada pH ekstraksi akan berpegaruh pada
derajat esterifikasi dan kadar metoksil dari pektin yang dihasilkan. Semakin
rendah pH kemampuan untuk mengekstraksi pektin (memutus ikatan selulosa
dengan asam pektinat) makin besar sehingga pektin yang diperoleh semakin besar.
Semakin besar kandungan metoksil berarti semakin besar kemampuan
membentuk gel (Haryono dkk, 2003).
Selain pH dan suhu, konsetrasi HCl juga berpengaruh pada total pektin yang
terekstraksi, Elviyanto (2012) telah melakukan penelitian bahwa secara umum
semakin tinggi konsentrasi HCl dan semakin lama waktu ekstraksi maka kadar
metoksil pektin akan semakin tinggi, tetapi ada kondisi optimal dimana kadar
metoksil pektin justru akan turun sehingga terjadi degradasi pektin. Dalam
penelitian yang dilakukan Elviyanto (2012), selain memperhatikan konsentrasi
HCl, diperhatikan juga waktu. Sedangkan pada praktikum ini waktu diabaikan
atau dianggap sama yaitu 40 menit. Maka tidak dapat dismpulkan waktu yang
optimal untuk ekstraksi pektin. Selain it, jumlah pelarut yang semakin banyak
akan mempermudah perpindahn zat terlarut dari sampel ke pelarut, sehingga
pektin yang diperoleh semakin banyak. Namun berdasarkan perbedaan total
pektin yang dihasilkan dengan berbagai perlakuan suhu saja dapat disimpulkan
bahwa kondisi ekstraksi pektin berpengaruh terhadap karakteristik pektin.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kondisi ekstraksi pektin berpengaruh terhadap karakteristik pektin yang
dihasilkan. Beberapa perlakuan yang harus diperhatikan dalam ekstraksi
pektin adalah suhu, pH, konsentrasi pelarut serta lamanya waktu agar
diperoleh pektin yang optimal.
2. Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan peningkatan energi kinetik
larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin baik juga,
akibatnya pektin terlepas dari jaringan namun jika suhu terlalu tinggi dan
waktu ekstraksi yang lama akan menyebabkan pektin menjadi rusak.
3. Pada jeruk nipis, suhu optimal untuk ekstraksi pektin adalah sebesar 800C
didapat total pekti sebesar 1.22%.
4. Pada wortel, semakin tinggi suhu ekstraksi pektin, maka pektin yang
terekstraksi semakin besar.
5. Pada semangka, suhu ekstraksi pektin yang paling baik adalah pada suhu
650C yang mampu mengekstraksi pektin sebanyak 0.3215%.
6. Pada labu kuning, total pektin tertinggi dihasilkan pada suhu ekstraksi
950C yaitu sebesar 0.0955%, semakin tinggi suhu ekstraksi maka total
pektin yang terekstraksi semakin besar.
Daftar Pustaka
Dwi Daryono, Elvianto. 2012. Ekstraksi Pektin dari Labu Siam. Jurnal Teknik Kimia Vol. 7, No. 1, September 2012.
Hermanto. 2009. Isolasi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Kakao (Theobrama cacao, L). [Skripsi]. Bengkulu:Universitas Bengkulu.
Pardede, Antoni dkk. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Kemiri (Alleurites mollucana Willd). Media SainS, Volume 5 Nomor 1, April 2013.
Tjahjadi. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Jatinangor-Widya Padjadjaran.
Tuhuloula, Abubakar. dkk. 2013. Karakteristik Pektin dengan Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang Menggunakan Metode Ekstraksi. Konversi, Volume 2 No. 1, April 2013.
Winarno. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor:M-Brio Press.
Haryono, dkk. 2003. Pengambilan Pektin dari Ampas Wortel dengan Ekstraksi Menggunakan Pelarut HCl encer. Jurnal No-3-Itenas-STU-2003.
I. Lampiran
Penimbangan sampel Pengukuran pH Larutan Kulit Semangka
Pemanasan Pengendapan
Penimbangan Pektin Kulit Semangka Keterangan
Editor (Haryati)
Tinjauan pustaka (Isnaeni Apriliani dan
Juliana M Nur)
Tujuan, Prosedur dan Alat Bahan (Yanni
Handayani)
Hasil pengamatan (Yuni Suryani)
Suryani