Warta FKKM Edisi September 2006

18

Click here to load reader

description

H2C (Harap Harap Cemas) Setelah Kongres Perhelatan Kongres Kehutanan Indonesia IV telah berakhir dan menelorkan harapan besar. Situasi kehutanan apa yg diharapkan berubah setelah KKI IV ?

Transcript of Warta FKKM Edisi September 2006

Page 1: Warta FKKM Edisi September 2006

1WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

Page 2: Warta FKKM Edisi September 2006

2 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

Setelah kongres kehutanan indonesia(selanjutnya kita sebut KKI IV)berakhir, apa yang akan kita lakukan?

Ya, sekali lagi, kongres terbesarmasyarakat kehutanan Indonesia itumenelurkan deklarasi yang bikin kitaselalu berharap: krisis kehutanan harussegera diakhiri, hutan harus dikeloladengan arif, lestari, masyrakat haruspula sejahtera. Tapi selalu saja adakecemasan karena realitas selalumenunjukkan ada tidak ada kongres,kerusakan hutan tetap saja terjadi, ille-gal logging jalan terus, masyarakatsekitar hutan tetap miskin, dan bencanabisa datang setiap saat.

Dewan Kehutanan Nasional (DKN)yang terbentuk di KKI IV sejatinya bisabergerak cepat menangani krisiskehutanan Indonesia setelah kongresberakhir. Tapi tampaknya ini yang takmudah. Soal internal organsiasi ini masihjadi kendala. Keanggotaan mereka yangtersebar di daerah dan kesibukanmereka di tempat kerjanya masing-masing, kadang bisa bikin repot untuksekedar mencari waktu bertemumengelar rapat.

OPINI

Harap-harap Cemas SetelahKongres

Sementera kita yang di luar selalumenginginkan DKN berbuat lebih dariyang kita minta. Semisal apa target DKNdalam 100 hari. Banyak orangmengharap DKN bisa menjadi jembatanpenyelesaian persoalan kehutanan yangselama ini seolah-olah beku. Publiktampaknya sudah mulai lelah denganpersoalan kehutanan yang tak kunjungselesai. Kepercayaan mereka padapemerintah juga turun. Dan DKN-lahyang dianggap bisa memecah kebekuanpersoalan-persoalan kehutanan di Indo-nesia.

Lembaga ini diminta ikutmemperbaiki tata pemerintahankehutanan yang kini amburadul,mengentaskan kemiskinan sekitarhutan, menumbuhkan ekonomikehutanan yang lagi lesu-lesunya, belumlagi memikirkan pengembanganlayakan-layanan jasa lingkungan ataskekayaan hutan Indonesia.

Karena DKN berbasis konstituen,setiap orang boleh mengadu, setiap or-ang boleh mengontrol. Kepada DKN,Anda boleh mengadu ketika Andamerasa dirugikan atas keterlibatan Anda

Page 3: Warta FKKM Edisi September 2006

3WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

dalam pengelolaan hutan. Dan menjaditugas DKN untuk menjadi jembatanpenyelesaian atas permasalahan yangtimbul. Tapi tampaknya inilah yangmasih sulit dilakukan karena hinggasekarang DKN belum bekerja.

Kita berharap DKN segera bekerjadan mewakili masyarakat kehutanan In-donesia dalam ikut memecahkanpersoalan kehutanan Indonesia. Sebabhanya DKN-lah lembaga multipihak

yang paling legitimed sepanjang sejarahkehutanan Indonesia. (Bandingkandengan FKKM yang terbentuk tanparestu resmi dari pemerintah). DKNmendapat dukungan dari mana-mana.

Maka sekali lagi kita masih berharapbanyak kepada DKN memunculkangebrakan 100 harinya menjadi wajar.Karena itu kita berharap, karena itu pulakita jadi cemas.

Muhammad AS

Page 4: Warta FKKM Edisi September 2006

4 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

Kongres Kehutanan Indonesia kembalidigelar di tengah situasi kehutanan yangsedang mengalami krisis hebat.

Kongres Kehutanan Indonesiakembali digelar di tengah situasikehutanan yang sedang mengalamikrisis hebat. Sekira 2,8 juta hektarhutan hilang dalam setahun. (Kerusakanini dianggap paling parah di planetbumi). Illegal logging terjadi hampir diseluruh kawasan hutan Indonesia,tanpa henti.

Ttak kurang DARI 51 juta meterkubik kayu bulat tiap tahun dihasilkandari kegiatan illegal logging. Tiap tahundiperkirakan lebih dari 10 juta meterkubik kayu bulat dan atau kayugergajian ukuran besar diselundupkanke luar negeri.

LAPORAN UTAMA

Festival dengan Pesan Politis

Pembalakan kayu, perambahanhutan, pemanfaatan hutan untuksektor lain dan kebakaran hutan telahmenyebabkan kerusakan hutanIndonesia yang amat parah.

Kinerja ekonomi industri kehutananberada pada tingkat paling buruk.Indonesia kehilangan devisa 10 milyardari sektor kehutanan. Industrikehutanan berada pada titik nadir.Hingga pertengahan 2006, sekirasetengah dari industri kehutananbangkrut dan harus merumahkan ribuankaryawannya. 200 industri HPHgulung tikar. Dua pertiga industri HTIharus menghentikan kegiatannya.Keduanya meninggalkan lebih dari 20juta hektar kawasan hutan atau seluaslebih dari ukuran pulau jawa tak

Page 5: Warta FKKM Edisi September 2006

5WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

bertuan. Kawasan ini kini menjadimanakan empuk bagi para pembalakanliar.

Kongres yang dihadiri lebih dariseribu orang itu pun menyatakanberkomitmenya untuk mengakhirimimpi buruk itu. “Pertumbuhanekonomi yang terus menerusmemburuk tidak dapat didiamkan,” kataKetua Umum KKI IV, Agus Setiyarso.

Sekali lagi, seperti pada kongreskehutanan Indonesia ketiga, limatahun yang lalu, sebuah kesepahamantentang hutan indonesia dirumuskansebagai komitmen bersama dalamupaya mewujudkan pengelolaan hutansecara lestari di Indonesia.

Tapi lagi-lagi banyak yang pesimis.Cita-cita itu terlalu berat untukdiwujudkan.

Limapuluh tahun yang lalu, kongreskehutanan pertama dalam sejarahIndonesia di gelar di Bandung. Kongresini digelar di tengah kondisi sosial politkyang tidak menentu.

Zaman itu, kita tahu, Indonesiamemasuki masa-masa transisi yangtidak mengenakkan. Setelahmenyatakan kemerdekaan pada 17Agustus 1945 dan terjadi pemindahanaset-aset dari Pemerintah KolonialBelanda kepada pemerintah Indonesia,bangsa ini belum siap betul mengurusdirinya sendiri. Ekonomi masih terseok-seok. Kehidupan sosial-politik jugakurang stabil.

Meski rakyat kurang makan,nasionalisme yang dibawa PresidenSoekarno disambut antusias rakyatIndonesia. Soekarno membenci

kebijakan-kebijakan kapitalis alaAmerika dan Inggris. Kita pun bisamelihat dalam kongres pertama itusemangat nasionalisme hutan Indonesiamuncul dengan semangat mengebu-gebu.

Nasionalisme hutan Indonesiakemudian menjadi keputusan pentingdalam kongres itu. Bahwa industrikehutanan harus mengutamakan modalnasinal. Monopoli asing harus dilibas.Wakil Presiden pertama, MuhammadHatta pernah menyinggung soal inidalam sebuah newsletter. Hatta menulisbegini :

“ Orang-orang sering tidakmenginsyafi bahwa hutan itu adalahharta nasional yang harus dijadikankapital sebagai aset hidup bangsa kitadan turunan di masa mendatang.”

Kongres kehutanan Indonesiapertama digagas Persatuan Peminatdan Ahli Kehutanan (PPAK). Ide bikinkongres muncul saat mereka kongko-kongko di Bogor. Mereka menyakinihutan Indonesia saat itu sudah dalamkondisi yang parah, terutama hutan diPulau Jawa dan Madura yang terusrusak dari tahun ke tahun. “Ada gejalapemusnahan hutan di Djawa danMadura,” kata. Ia menyebut gerakanserabotan hutan atau ClandestienceOntginning adalah biang keladi darikerusakan hutan di Jawa dan Madura.Meski tidak sepadat sekarang, tapisektor kehutanan yang kala itu masihterpusat di kedua wilayah inimenjadikan Clandestience Ontginningsebagai masalah besar. Tapi perangyang berlangsung puluhan tahun juga

Page 6: Warta FKKM Edisi September 2006

6 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

LAPORAN UTAMA

ikut menimbulkan kerusakan hutanyang parah.

Sarbuki, sebuah organisasi buruhkehutanan punya peran besar dalamkongres pertama ini. Selain dipercayamenjadi penyelenggara kongres,mereka punya andil besar dalamperumusan keputusan-keputusanpenting kongres. Jika Anda sempatmembuka dokumen kongres pertama,keputusan-keputusan kongres sangatberjiwa kerakyatan.

Kongres pertama itu menyatakanbahwa persoalan kehutanan tak bisadiselesaikan hanya oleh DjawatanKehutanan, lembaga resmi yangmengelola hutan. Mereka menyakinipersoalan hutan akan bisa selesai kalaudiselesaikan bersama. Ini persis sepertisemangat yang muncul sekarang, saatorang-orang lateh ngomong multipihak.

Di kongres pertama itu wacanadesenteralisasi juga muncul. sesuatuyang sekarang marak dibicarakan.

Pada 1991 Kongres kehutananindonesia yang kedua kembali digelar.Kongres ini digelar pada saat sektorkehutanan sedang naik daun. Industrikehutanan menjadi primadona setelahmigas.

Ditengah hiruk-pikuk reformasi,pada tahun 2001 kongres kehutananyang ketiga digelar. Orde reformasiyang dimulai pada bulan Mei 1998membawa segalanya berubah.Pengelolaan hutan di masa Orde Barudianggap keliru, penuh praktik korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) dan hanyamenguntungkan segelintir orang yangberada lingkaran pusat kekuasaan.

Sementara masyarakat lokal sekitarhutan justru makin tertinggal, hak-hakmereka atas hutan tidak diakui negara.Di kawasan-kawasan hutan, konfliksosial marak.

Lebih seribu orang hadir hinggaAula besar Maggala Wanabakti penuhsesak. Mereka rata-rata datangmembawa semangat perubahan, jugaperlawanan. Bahwa paradigmakehutanan Indonesia harus berubah.Semua praktek, nepotisme, korupsi dankolusi (NKK) yang pernah terjadi padamasa orde baru harus ditinggalkan.

Kelompok-kelompok pembelamasyarakat lokal menekan pemerintahagar paradigma kehutanan indonesiabukan lagi sentralistik ala Orde Baru,tapi pengelolaaan hutan yang lebihmemihak kepada hak-hak masyarakatlokal. Mereka ingat apa yang sudahterjadi pada 1978, ketika Indonesiamenjadi tuan rumah KongresKehutanan Dunia VIII. Forest forPeople yang digagas dalam kongres itudianggap masih relevan di erareformasi. Kongres itu memangmerumuskan perubahan paradigmakehutanan Indonesia, tapi beberapadiantara mereka yang pro masyarakatlokal justru kecewa.

Dan kini ketika mereka kembali bikinkongres, kita tak pernah tahu, sepertiapa wajah hutan kita di masa depan?.Ya, cita-cita mewujudkan hutan lestarimemang selalu ada. Dan kali initampaknya akan dilakukan lebih kongretoleh sebuah lembaga yang terbentuk dikongres : Dewan Kehutanan Nasional(DKN).

Page 7: Warta FKKM Edisi September 2006

7WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

Publik tampaknya sudah lelahdengan persoalan kehutanan yang takkunjung selesai. Kepercayaan merekapada pemerintah juga turun. Dan DKN-lah yang dianggap bisa memecahkebekuan persoalan-persoalankehutanan di Indonesia. Di kongres itu,orang-orang memandatkan DKN(lembaga di luar pemerintah yangmendapat legitimasi dari publikkehutanan) untuk menjembataniberbagai kepentingan dalampembangunan kehutanan.

Setiap orang boleh mengadu, setiaporang boleh mengontrol. DKN adalahlembaga berbasis konstituen. Lembagayang dibentuk oleh orang-orang yangterlibat dalam pembagunan kehutanan.Kepada DKN, Anda boleh mengaduketika Anda merasa dirugikan atasketerlibatan Anda dalam pengelolaanhutan. Dan menjadi tugas DKN untukmenjadi jembatan penyelesaian ataspermasalahan yang timbul.

Tapi tampaknya hal itu hanyasebagain kecil tugas DKN.

Sungguh, DKN memegang tugasyang amat berat. DKN merupakanlembaga yang diamanai tugasmenjalankan sebuah dokumen bernamaGaris-garis besar haluan kehutanan(GBHK). Lembaga ini diminta ikutmemperbaiki tata pemerintahankehutanan yang kini amburadul,mengentaskan kemiskinan sekitarhutan, menumbuhkan ekonomikehutanan yang lagi lesu-lesunya, belumlagi memikirkan pengembanganlayakan-layanan jasa lingkungan ataskekayaan hutan Indonesia.

“DKN telah menutup “lubang” yangselama ini menganga dalam organisasipengelolaan hutan Indonesia, “ katahariadi Kartodiharjo, ketua DKN.

Kini setelah kongres berakhir,semua orang menanti gebrakan DKNdalam menutup lubang-lubangpersoalan kehutanan itu.

Kongres Kehutanan IndonesiaKeempat kembali mendeklarasikantentang hutan Indonesia. BahwaIndonesia kaya dengan hutan,paradigma pembangunan kehutananharus berubah.

Dokumen itu diberi judulkesepahaman tentang hutan Indonesia.Kalimat “Dengan Rahmat Tuhan yangMaha Esa” tertulis dibawahnya.Dibagian lain tercantum Falsafah, Visi,

Misi, Tujuan, dan Komitmenmasyarakat kehutanan. Inilah dokumendeklarasi kesepahaman hutan Indonesiayang dideklarasikan saat kongreskehutanan Indonesia keempat diJakarta.

Deklarasi itu ditandangi oleh semuaperwakilan masyarakat kehutanan.Widarya Noer mewakili pebisnis ,Anwar Canon mewakili masyarakat,Berdy Steven mewakili LSM, I Made

Mari Pahami Hutan Ini

Page 8: Warta FKKM Edisi September 2006

8 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

LAPORAN UTAMA

Subadia mewakili pemerintah, danSambas Sabarudin mewakili akademisi.

Bagian awal, dokumen itumenjelaskan kekayaan hutan Indonesia.Bahwa Indonesia memiliki hutan hujantropis yang selalu hijau sepanjang tahunyang menyimpan kekayaan tak ternilaiharganya : ekonomis, ekologis dansosial-budaya. Sejak dulu para leluhurbangsa ini telah memanfaatkankekayaan hutan itu dengan penuhkearifan, kesadaran dan rasa hormat.

Dalam dokumen itu juga dinyatakanpengelolaan hutan yang hanyamengejar faktor ekonomi, pengelolaanterpusat adalah tindakan keliru. Kamimenuangkan kalimat itu tanpa edit untukmenunjukkan keasliannya “ ....pemanfaan hutan yang lebihmengutamakan manfaat ekonomissempit untuk memenuhi kebutuhandevisa, pendekatan yang bersifatterpusat tanpa memperhatikankeragaman karakteristik biofisik hutandan keadaan sosial budayamasyarakatnya, tidak demokratis danmengabaikan hak-hak masyarakat adatdan masyarakat lokal atas sumberdayahutan, serta kaidah-kaidah keilmuan

yang mengakar pada norma-norma dannilai-nilai kearifan budaya lokal, telahmenghantarkan hutan Indonesia kepadakeadaan hutan yang sangatmemprihatinkan sebagaimana keadaanpada saat ini”.

Masyarakat kehutanan dalamdeklarasi itu menyatakan akanmenggunakan paradigma baru dalampengelolaan hutan Indonesia.Paradigma itu mengacu pada pengakuanterhadap sistem nilai ekosistem hutanyang bersifat utuh, pendekatan yangbersifat adaptif dengan memperhatikankarakteristik biofisik hutan, keragamansosial budaya dan kepentinganmasyarakat di sekitar hutan, sertamenggunakan kaidah-kaidah keilmuanyang mengakar kepada norma-normadan nilai-nilai kearifan budaya lokal dandengan melakukan pengurusan hutanyang berlandaskan kepada prinsip-prinsip : manfaat dan lestari,kerakyatan, keadilan termasukkesetaraan gender, kebersamaan,keterbukaan, keterpaduan, mengakui,menghormati, dan melindungi hakmasyarakat hukum adat dan terhadaphak-hak azasi manusia .

Page 9: Warta FKKM Edisi September 2006

9WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

Oleh : Komaruddin Hidayat

Ibarat memanjat pohon yang amattinggi, pemerintah Indonesia telahmengeluarkan ongkos yang amatmahal, baik tenaga, kekayaan alam,hutang luar negari maupun modal sosial,untuk sampai ke puncaknya. Tetapisungguh ironis, sesampai di puncakpohon, ternyata buah yang didambakantidak ada. Yang berbuah rupanya pohontetangga.

Judul tulisan ini saya pinjam dariteman saya, Dr. Gede Raka Dosen ITB,ketika berjumpa dalam satu forumlokakarya pendidikan beberapa bulanlalu di Bandung. Belajar dari berbagainegara yang sudah tergolong maju danbermartabat. Yaitu: menciptakanpemerintahan yang bersih dan cerdasserta pendidikan yang bagus. Apa yangdilakukan oleh pemerintah KoreaSelatan, Malaysia, Singapore dan Cinayang semuanya tengah menggeliatmaju, dua bidang itu menjadi prioritasutama sehingga buahnya mulai terlihatdirasakan. Sedangkan Indonesia karenakedua bidang ini terabaikan, sekianbanyak biaya telah habis namunujungnya justru kebingungan dankebangkrutan.

Memanjat Pohon Yang Salah

Mengapa PendidikanPendidikan cenderung dipahami

dalam pengertiannya yang sempit, yaitukegiatan belajar yang berlangsung dalamsekolah. Lebih disayangkan lagi,pengertian sekolah pun mengerucut lagimenjadi semacam tempat kursusdengan target akhir memperoleh ijazahsebagai modal melamar pekerjaan.Padahal, dalam pengertiannya yang lebihluas pendidikan adalah upaya bersamauntuk membangun kebudayaan danperadaban sebuah bangsa. Jadi, jikasebuah bangsa tidak mampumembangun pendidikan yang bagusmaka pada urutannya sama saja denganpembunuhan peradaban. Dengan katalain, carut marut kebudayaan danperadaban Indonesia yang kita saksikanini adalah akibat dari kegagalan daridunia pendidikan bangsa.

Merancang sebuah pendidikansemestinya selalu mempertimbangkanagenda besar pembangunan bangsa dankondisi global. Dua tantangan yangjelas terlihat di depan mata, namunselama ini kita bagaikan orang buta. Jikasaat ini kita dihadapkan pada penyakitsosial dan birokrasi yang sangat akutberupa korupsi, maka pendidikankarakter menjadi sangat vital. Lebih dari

KOLOM

Page 10: Warta FKKM Edisi September 2006

10 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

itu, ketika produk asing membanjiriIndonesia, padahal bangsa ini kayadengan segala macam bahan baku alam,berarti bidang ketrampilan dan iptekharus ditingkatkan agar kita juga bisajadi bangsa eksportir produk teknologi.

Tetapi mengapa pendidikan kitaberjalan di tempat? Karena pemerintahselama ni tidak memiliki visi dan tekaduntuk memajukan dunia pendidiaknagar kompetitif dengan bangsa lain.Pemerintah orde baru tidak setia denganspirit dan visi lagu kebangsaanIndonesia Raya: Bangunlah Jiwanya,Bangunlah Badannya!, tetapi yang lebihdipentingkan hanya badan atau fisik.Itupun dengan cara tidak cerdas (smart)dan tidak bersih (clean). Padahal bangsamanapun kalau ingin majupemerintahannya mesti “smart andclean”.

Ketika pendidikan tidak bermutu,maka berapapun biaya yang keluarhanya akan melahirkan sarjana yangjuga tidak mutu. Kondisi semakin parahketika birokrasi pemerintahan dan duniabisnis penuh dengan praktek korupsi.Akibatnya, proses sosial politik yangberlangsung hanya akan semakinmemperburuk keadaan, jika baikpemerintah maupun yang diperintahberkolusi untuk melanggengkankebodohan dan korupsi. Sampai-sampaimuncul semacam adagium, korupsi itudipandang sebagai oli pelumas untukmemperlancar mesin birokrasi danbisnis. Kondisi demikian harusdihentikan untuk menyelamatkan masadepan bangsa.

Menyelamatkan Yang TersisaKalimat Menyelamatkan Yang

Tersisa mungkin dipandang pesimistisdan berlebihan. Tetapi bisa saja dilihatsebagai sebuah realitas yang mestinyamenggugah patriotisme dan semangatjuang. Coba saja adakan penelitiandalam berbagai aspek dan aset bangsa,baik dari segi kekayaan alam, lembagakeuangan, pendidikan, atlet, negarawan,ilmuwan, dan mungkin juga duniaperbankan. Bangsa ini semakin miskinnegarawan, sekian BUMN selalu sajadinyatakan merugi, ratusan pilot danilmuwan hengkang ke negara tetangga,puluhan pesawat terbang tak lagimampu beroperasi, transportasi kapallaut kian menyusut, satwa langka kianpunah, hutan setiap hari berkurang,lahan pertanian menyempit, lapangankerja bertambah sulit, dan seterusnya.

Demikianlah, sehingga sekarang inilirik lagu yang memuji kekayaan dankeindahan nusantara seperti “kolamsusu”, nyiur melambai, gemah ripah lohjinawi, masyarakat yang religius,gotong royong dan bangsa pemaafkesemua pujian dan sanjungan taditerasa janggal dan mengundangkepiluan ketika didengarkan. Untukmenyelamatkan yang tersisa, salah satujalan strategis dan mutlak adalahmenegakkna pemerintahan yang bersih,cerdas, dan tegas dalam pelaksanaanhukum serta melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pendidikan danriset.

Belajar dari negara kecil semacamJepang, Korea, Malaysia dan Singapore,

KOLOM

Page 11: Warta FKKM Edisi September 2006

11WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

terbukti bahwa intelektual dan motalkapital jauh lebih berharga dan mampumensejahterakan rakyatnya ketimbangmelimpah dengan natural kapital tetapiminus keduanya.

Masa Transisi BerkepanjanganDari ke-enam Presiden yang pernah

tampil masing-masing memiliki perandan visi pemerintahan yang khas yangperlu kita renungkan. Yang menonjolpada Bung Karno adalah kapasitasnyasebagai “state/ nation builder”. Waktuitu keutuhan bangsa dengan segalapotensi kekayaan alamnya terjagadengan baik. Konflik-konflik yangmuncul lebih bersifat ideologis. Sayang,Bung Karno berakhir dengan jalantragis, tergelincir dan terpelanting di atasjalan besar kekuasaan yang dia bangunsendiri.

Lalu muncul Pak Harto yang dikenalsebagai “Bapak Pembangunan”. Adajuga yang menyebutnya sebagai“Market Builder”. Tetapi sebutan tadioleh sekelompok orang sulit diterima,karena yang terjadi justru bangsa initerjerat hutang, sementara kekayaanalamnya banyak yang tergadaikan,sehingga ada yang menyebutnyasebagai “Pseudo Market Builder”. JikaBung Karno kalah akibat pergaulatanpolitis-ideologis, Pak Harto kalah –dengan menyeret rakyatnya – dalampergaulatan kapitalisme dan modal asingyang dia panggil tanpa kekuatanpengendali. Indonesia di bawah PakHarto masuk dalam kancah panggungpertarungan global yang ujungnyaterdepak ke pinggir bagaikan petinjuyang jatuh tersungkur.

Ketika BJ Habibie naik, praktis taksempat berbuat apa-apa. Image yangmenonjol adalah dia sangat antusiasmengembangkan iptek modern dangaya kepemimpinannya yang egaliter,namun kurang berempati dengankondisi riil masyarakat Indonesia. Halini mungkin mind-setnya banyakterpengaruh oleh budaya Jerman sertabudaya iptek kedirgantaraannya yangselalu memandang langit, sehinggakurang memahami bumi psikososialmasyarakatnya sendiri.

Setelah itu tampil Gus Dur danMegawati yang dianggap mewakiligerakan masyarakat yang terpinggirkanoleh retorika dan deru modernisasi yangdiusung orde baru. Dalam hal ini GusDur cukup menonjol perannya sebagaipejuang demokrasi dan civil societyserta hak-hak asasi manusia danpembela kelompok minoritas.

Saya berpandangan bahwa – lagi-lagi – pemerintah cerdas, bersih,visioner, serta memperkuat bidangpendidikan harus dilakukan agarsemakin jauh kita memanjat pohonbukannya semakin kecele dan semakintinggi jatuhnya, atau ibarat menggalisumber gas alam, jangan sampai yangkeluar adalah lumpur panas. Kita tidakbisa lagi berdalih dan berlindung di balikjargon “masa transisi’ yang sudahbegitu lama berlangsung. Kebutuhananak-anak bangsa untuk memperolehpekerjaan, pendidikan dan kesehatantidak mengenal masa transisi.

Jejaring KehidupanDalam dunia pendidikan

bermunculan kritik tajam terhadap

KOLOM

Page 12: Warta FKKM Edisi September 2006

12 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

KOLOM

paradigma dan semangat abad industriyang masih berlangsung sampaisekarang, yaitu pendidikan dan sikapbudaya yang agresif dan eksploitatifterhadap alam untuk mengejar profit danakumulasi modal, dengan mantrasemacam “efisiensi”, “akselerasi”, dan“persaingan bebas”.

Fitjof Capra, misalnya, dalambukunya The Web of Life, secarasangat ilmiah dan menyentuhmengungkapkan bahwa manusia takkan survive hidupnya kalau tidakmampu memelihara harmoni danjejaring kehidupan, termasuk denganlingkungan alamnya. Bahkan untuksurvive, manusia sangat tergantungpada penyangga alamya. Itulahsebabnya dalam bahasa theology, bumiini disebut “ibu” (mother earth) karenabumi inilah yang senantiasa mengasuuhdan mensuplai seluruh kebutuhanmanusia. Namun sangat disesalkan,manusia tidak pandai berterimakasihdan karena kesombongan intelektualnyaterhalang untuk memahami bahasaalam. Berbagai penelitian ilmiahmutakhir menunjukkan temuan-temuanbaru bahwa semua benda yang selamaini kita anggap “benda mati”, ternyatamemiliki “jiwa” dan bereaksi terhadapsikap manusia.

Jika sekelompok bangsa/masyarakat menaruh kasih terhadap air,pohon, hewan, dan lingkunganhabitatnya, mka mereka aknamembalas cinta kasih manusia. Temuan

ini semakin memperoleh dukunganilmiah, bukan lagi dianggap mitos.

The World is FlatPosisi pemerintah dan bangsa ini

dalam waktu yang sama dihadapkanpada berbagai front yang sangatmembutuhkan kerja keras dan cerdas(hard & smart work), tidak hanyamenghadapi kerusakan alam dankondisi sosial yang memprihatinkan,melainkan juga pada tataran globalsemakin intens berlangsung prosespertemuan, benturan dan polaritaskekuatan ekonomi dan ilmupengetahuan. Thomas Friedman dalambukunya The World is Flat secaralugas dan logis menjelaskan lalu lintasinformasi, uang, dan ideologi yangberlangsung sangat cepat dan singkatberkat kemajuan teknologi informatika(cyber net) yang setiap saat mengalamikemajuan.

Dalam dunia maya yang disebut TheFlat World jika sebuah negara tidakmampu memahami kultur danmekanisme kinerjanya, maka akandijadikan obyek muntahan produkasing, sementara bahan bakunyadiambil dari Indonesia juga.

Oleh karena itu, kembali saya inginmengulangi, Mari Selamatkan YangTersisa untuk menciptakan keajaibandi masa depan.

Komaruddin HidayatDirektur Program Pasca Sarjana

UIN Jakarta.

Page 13: Warta FKKM Edisi September 2006

13WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

pihak melirik kembali ”caratradisionalisme masa lalu” yangdianggap lebih bagus dibandingmodernitas. Maka, kearifan lokal akandigali kembali. Konon dipercaya sebagaisalah satu jawaban atas krisis SDA itu.

Lalu pertanyaannya, masihkah cukuprelevan cara ini, jangan-jangan hanyaromantisme?

Kalau diklasifikasikan tentu reduksionis,bahwa kegagalan kapitalismesesungguhnya terletak pada patokannilai yang akumulatif, ekspansif daneksploitatif yang didalamnya tidak adakandungan visi memelihara danmensejahterakan masyarakat. Apalagimengelola alam. Itulah yang disebutoleh mereka yang berhaluan kiri, bahwakapitalisme dengan berbagai kedukpembangunan atay globalisasi (jugadilandasi cara neo liberalis) tak lainadalah imperialisasi, penjajahan dankeserakahan tak manusiawi. Resistensiatas kapitalisme SDA jelas menjadifakta yang terus bermunculan hinggakini, kapitalisme itu kini telahmenyergap kesadaran para penguasanegara dunia ketiga, seperti Indonesia,dengan jargon globalisasi. Atas perintahdan skenario negara-negara kapitalisbesar, yang selama ini menggunakanmesin-mesin IMF, Word Bank dansebagainya.

Sementara tradisionalisme, kadangkalaterlalu terbaca sebagai bentuk ideologiyang mandeg dan lenyap dalambelenggu mitos kenikmatan masa lalu.

Padahal jaman sudah berubah. Kitaharus mengakui sejak pengetahuanberkembang, struktur sosial bergeser,kebudayaan berkembang secara cepat.Hanya saja, perubahan itu justrumenjadi ancaman bagi cagar nilai-nilaidan kekayaan lokal, khususnya dalamhak kelola SDA. Tak herankemampuan-kemampuan lokal dalamkelola SDA seringkali dianggap ”kuno”dan tidak terpakai, seiringperkembangan dan kebutuhan yangterjadi.

Saya terobsesi pada perlunya kitamemformulasi kembali kritik atasmodernisasi dan ideologi kapitalis(kapitalisme), dengan pijakan nilai danprinsip-prinsip kelola SDA yangberkelanjutan, kesejahteraan dandemokratik, yang ternyata erat terkaitdengan kandungan kearifan lokal itu.Dengan begitu, pilihannya bukansekedar hitam putih, antara melanjutkankembali modernisme ataumenghidupkan kembali kearifan lokal.Disisi lain, soal kelola SDA modern dankearifan lokal juga harus terkait denganpolitik atas SDA yang saat iniditerapkan oleh negara.

Lantas bagaimana hal itu dilakukan?Pertama, kebutuhan bagi kita untukmerumuskan ulang paradigma kelolaSDA, yang lebih merupakan bentukkompromi atau jalan transformatif nilai-nilai lokal yang dikontekstualisasikandengan perubahan struktur. Denganbegitu saatnya sekarang menyediakanruang yang lebar bagi proses negosiasi

KOLOM

Page 14: Warta FKKM Edisi September 2006

14 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

pengetahuan dan ideologi antaramodernitas dan tradisionalitas itu dalamhal kelola SDA, sehingga tidak terjadidominasi dan hegemoni. Namunsebaliknya, dialog perspektif untukmenemukan sistem kelola SDA yangberpaham sustainability dan socialwelfare.

Kedua, kita perlu mengatasi gap(kesenjangan) dalam strukturkekuasaan, antara negara, masyrakatsipil dan kekuatan ekonomi, dalam halkelola SDA. Betapapun ruang ekspresitersedia dalam menegosiasikanpengetahuan antara pihak itu dan padaakhirnya menemukan ”konsesnsus” nilaitentang kelola SDA, tetapi jika strukturkekuasaan masih timpang yang ditandaiperpaduan negara-pasar berhadapan

KOLOM

dengan masyrakat sipil (lokal) makaakan sia-sia kensesnsus nilai itu.Dengan demikian harus adademokratisasi lokal dalam kelolasumberdaya alam.

Jika cara tersebut ditemukan dandiformaliasaikan dengan baik dan tepat,maka kita sesungguhnya kita tengahmenuju proses demokratisasi kelolaSDA berbasis visi kelanjutan,kemanusiaan, kerakyatan dankesejahteraan. Nilai-nilai itu, barangkalimemiliki irisan dengan pengetahuanlokal di satu sisi, dan sementara di sisilain menjadi misi pengelolaan cara baruatas SDA yang relevan di era sekarangdan masa mendatang.

Arie Sujito, pengamat Sosial UGM.

Page 15: Warta FKKM Edisi September 2006

15WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

BERITA

“Visi yang bodoh harus segera diakhiri,”kata Amien Rais. Di hadapan puluhanpengusaha kehutanan, suara Amienmelengking. Para tamu undangan yangmemenuhi Gedung Aula ManggalaWanabhakti pada Senin (14/09) silamterdiam. Mantan ketua MPR itu sekalilagi bicara tentang buruknya pengelolaansumberdaya alam di Indonesia.

Amien kerap mengkritik perusahaantambang asing yang membawa lari emasIndonesia ke luar negeri. Tapi sore itu,saat didampuk menjadi pembicara dalamlounching Kongres KehutananIndonnesai IV, Amien mengatakansesuatu yang buruk sedang terjadi dihutan Indonesia. Amien menyinggungsoal deforestrasi yang terus meningkatdari tahun ke tahun.

Dalam sepuluh tahun terakhir,kondisi hutan Indonesia memang dalamsituasi yang gawat. Laju kerusakanhutan telah mencapai 2,8 juta hektarsetiap tahun. Dari 120 juta hektar hutanIndonesia, 59,5 juta atau lebih dariseparuhnya mengalami degradasi.

Lebih dari 70% kawasan hutan telahmenjadi sasaran illegal logging.Cukong-cukong kayu mengasak hutan-hutan Indonesia yang masih tersisa, takterkecuali di kawasan konservasi dankawasan lindung. Akibat ulah mereka

Krisis Kehutanan, Derita Tiada Akhir

negara merugi 32 milyar setiap tahun.Kebaran hutan juga telah menyumbangkerusakan hutan yang tidak sedikit.Kebakaran terburuk terjadi pada 1997/1998, ketika sekitar 11,7 juta hektarhutan dan lahan lainnya terbakar.Kebakaran tersebut telah mempengaruhi75 juta penduduk dan menyebabkankerusakan bernilai milyaran dolar. KataAmien, bangsa ini tak pernah bisamengatasi deforestrasi tersebut.

Amien membandingkan denganKanada. “Kadana berhasilmenghutankan kembali hutan merekasekian persen hutan mereka,” kataAmien. Sementara Indonesia? “ Kitaadalah contoh paling buruk,” lanjutnya.“Seluruh aparat sudah tak berdaya.Menteri Kehutanan mentok, illegal log-ging on off, on off...”

Begitu babak belurkah hutan Indo-nesia? Benarkan krisi kehutanan belumberakhir?. Dugaaan itu selalu ada. Yangjelas industri kehutanan yang dulupernah begitu berjaya, kini mengalamikelesuan yang luar biasa. Kinerjanyabahkan mengalami pertumbuhannegatif.

Dalam lima tahun terakhir, negarakehilangan devisa 10 milyar dolar dariindustri kehutanan. Pada 1993 industrikayu lapis masih bisa menyumbangkan

Page 16: Warta FKKM Edisi September 2006

16 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

BERITA

devisa sebesar US$ 4,6 milyar, tapi ditahun 2003 angkanya jeblok, turundrastis menjadi hanya US$ 1,8 milyar.Hingga pertengahan tahun 2006, lebihdari setengah industri primer hasil hutanbangkrut dan merumahkan ribuankaryawannya. Sekitar 200 HPH gulungtikar. Dan dua pertiga industri HTIharus menghentikan operasinya.

Menteri Kehutanan MS Kabanmengatakan pemberantasan illegal log-ging mejadi perhatian utamanya.Menurut Ka’ban, illegal logginglah yangmenjadi biang keladi dari kerusakanhutan Indonesia. Ka’ban mengakulangkahnya masih harus diteruskan.”Presiden bilang maju terus,” katanya.

Ka’ban juga mengaku usaharehabilitasi hutan belum dalammengimbangi cepatnya laju degradasihutan. Ka’ban menghitung, jika GerakanNasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(GNRHL) menargetkan rehabilitasihutan 3 juta hektar per tahun makabutuh sekitar 60 tahun untukmerehabilitasi semua hutan yang rusakyang angkanya kini mencapai 59,5 jutahektar hutan itu. Kaban bahkanmemperkirakan waktu yang dibutuhkanuntuk itu jauh lebih lama. “Kalau saatini realiasi Gerhan cuma 600 hektar pertahun berarti kita membutuhkan waktu120 tahun.”

Kaban mengatakan masalahkehutanan tidak dapat diselesikan sendirioleh pemerintah. Dia berharap banyakpada Dewan Kehutanan Indonesia yangterbentuk di Kongres Kehutanan Indo-nesia ke-4 di Jakarta untuk membantuIndonesia dari krisis kehutanan yangkini ibarat derita tiada akhir.

Muhammad AS

Page 17: Warta FKKM Edisi September 2006

17WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

SEKILAS

Gerakan RakyatBernama SaemaulUndong

Dalam kunjungannya ke Negeri China,Menteri Kehutanan, MS Kaban kepincutdengan gerakan masyarakat baru Korselyang dikenal sebagai Saemaul Undong.Ini gerakan yang awalnya merupakaninisiatif politik dari Presiden Korsel ParkChunghee untuk membangun sistempertanian pedesaan yang mandiri karena70 persen petani di negara ini tidakmemiliki harapan untuk berkembang.

Dengan sedikit bantuan 330 sak se-men dan 2 ton baja dari pemerintah,masyarakat pedesaan di Korsel dipacuuntuk melakukan gotong royongmembangun infrastruktur diwilayahnya. Mereka akan memperolehtambahan bahan bangunan untukmembangun desanya jika dinilaipemerintah berhasil.

Melalui gerakan ini, rakyat Korselmampu membangun negaranya disegala bidang. Produk Domestik Brutoper kapita yang 40 tahun lalu hanyasekitar 50 dolar AS, pada tahun 2005diperkirakan sudah mencapai 20.400dolar. Sementara kawasan hutan yangberhasil dibangun mencapai 6,4 jutahektar atau 64 persen dari total luasdaratan dengan potensi tegakanmencapai 489 juta meter kubik.

Dengan meningkatnya lingkunganhidup yang diikuti naiknya pendapatan

dan meningkatnya seluruh produksibarang, gerakan ini pada 1979 sudahtersebar secara nasional dan 98 persendesa di Korsel sudah menjadi desamandiri.

Kaban Rupnya tertarik dengankeberhasilan model gerakan rakyat ini.Lewat model ini pula Kaban berharap,Saemaul Undong menjadi acuan dalamkerangka pembangunan hutan nasional."Kita ingin semangat yang terkandungdalam falsafah gerakan ini bisadiimplementasikan di Indonesia,”katanya.

"Semangat dan konsistensi merekamelaksanakan gerakan ini yang harusditiru untuk bisa membawa masyarakatIndonesia pada keadaan yang lebih baiklagi. Perlu ada pembelajaran mengenaisemangat untuk membangun karenapenghijauan di Korsel berhasil denganbaik, sedangkan berbagai programpenghijauan di Indonesia banyakmengalami kekurangan", tambahMenhut .

Presiden Saemaul Undong, Lee Soo-sung, menatakan keberhasilan gerakanpembangunan itu tergantung padabagaimana pola berpikir masyarakat bisadiubah. Selain itu, keberhasilan gerakanpembangunan juga tergantung padakesamaan dan ketetapan pikiran parapemimpinnya. Dalam Saemaul Undong,keinginan dan inisiatif untukmelaksanakan pembangunan berasaldari masyarakat. Semangat membangunini yang mendapat dukungan politis daripara pemimpin pemerintah.

Page 18: Warta FKKM Edisi September 2006

18 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 9, SEPTEMBER 2006

SEKILAS

Hutan Dataran

Rendah Sumatera

Mulai PunahHutan dataran rendah atau lowland for-est di Pulau Sumatera mulai punah. Lajukerusakan hutan hujan dataran rendahdi pulau itu 10 kali lebih cepat daripadalaju kerusakan hutan yang sama di PulauJawa. Pulau Sumatera yang semulamemiliki 16 juta hektar hutan dataranrendah, kini hanya bersisa kurang dari500.000 hektar. Kerusakan disebabkanalih fungsi lahan menjadi perkebunankelapa sawit dan hutan tanaman industri(HTI) untuk bahan baku pulp dankertas.

Sebagai perbandingan, kerusakanhutan dataran rendah di Jawa terjadiselama 100 tahun, sejak abad ke-18hingga abad ke-19. Sementara diSumatera, sejak pertama kali dilakukanpengusahaan hutan tahun 1970-anhingga saat ini, kerusakan hampirsempurna. Itu hampir sesuai denganprediksi Bank Dunia yang meramalkanhutan dataran rendah Sumatera habispada 2005.

"Hutan hujan dataran rendah mulaihabis sejak awal booming perkebunankelapa sawit, dari tahun 1990-an hinggasekarang. Ditambah lagi tidak adanyatata ruang dari pemerintah daerah, yangbisa menyelamatkan hutan dataranrendah dari perluasan permukimanhingga alih fungsi menjadi hutantanaman industri," ujar Kepala BalaiKonservasi Sumber Daya Alam(BKSDA) I Sumatera Utara, Djati

Witjaksono Hadi di Medan, Kamis (31/8).

Padahal menurut Djati, hutandataran rendah merupakan kawasanyang kaya keanekaragaman hayati.Kerusakan hutan hujan dataran rendahdi Sumatera mengakibatkan banyaksatwa kehilangan daerah jelajahnya."Maka tak heran jika di banyak tempatseperti Riau, gajah-gajah liar masuk kepermukiman, atau harimau di SumateraBarat dan Riau yang masuk keperkampungan penduduk. Duluwilayah yang mereka masuki adalahwilayah jelajahnya.

Satu ekor gajah biasanyamembutuhkan wilayah jelajah hingga400 hektar. Wilayah itu telah menjadipermukiman dan perkebunan. Jangansalahkan jika gajah merusaknya, karenajustru manusia yang merambah kewilayah hewan itu," ujar Djati.

Kepala Balai Taman NasionalGunung Leuser (TNGL), Wiratnomengatakan pua, kerusakan hutandataran rendah di Sumatera merupakankerusakan hutan yang paling parah didunia. TNGL misalnya, kini hanyamemiliki 200.000 hektar hutan dataranrendah. "Jumlah itu merupakan yangtersisa di Sumatera Utara. Sekarang punmulai terancam perambahan untukdijadikan kebun kelapa sawit," katanya.

Kekayaan hutan dataran rendahSumatera, salah satunya bisadigambarkan dari jumlah spesies.Sumatera memiliki 151 spesies. Jumlahitu bahkan jauh lebih banyak dari spesiesburung di hutan dataran rendah Afrika.(kompas)