Warta FKKM Edisi Oktober 2006

18
1 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

description

Festival Dengan Pesan Politis Pekan Raya Hutan & Masyarakat 2006 digelar di Yogyakarta untuk menggugah kesadaran dan komitmen para pihak ttg CBFM (Community Based Forest Management)

Transcript of Warta FKKM Edisi Oktober 2006

Page 1: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

1WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Page 2: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

2 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Oleh Saifullah Yusuf

Belakangan ini, mungkin terlalu seringkita mendengar, membaca, ataumenyaksikan berita bencana alam dankerusakan lingkungan yang menelankorban kemanusiaan dalam skala yangsemakin meluas. Dalam setiap bencana,yang dalam skala tertentu merupakantragedy ini, kita dapat dengan terangmenyaksikan betapa panjang derita yangharus ditanggung oleh saudara-saudarakita sesama warga bangsa, yangmenjadi korban bencana demi bencanatersebut. Dan, jika kita terus lalai, dalamwaktu yang lebih laama hal ini akanmempunyai dampak langsung ataskeberlangsungan hidup dan kehidupanbangsa ini.

Suka atau tidak, jujur harus kita akui,bahwa bencana demi bencana yangmendera kita kerap disebabkan olehkelalaian kita dalam menjaga alam danmenghargai lingkungan. Lebihmenyedihkan lagi, tak sedikit pulabencana tersebut bukan hanyadisebabkan oleh kelalaian semata,namun hal itu diakibatkan oleh carapandang yang salah dalammenempatkan alam dan lingkungandalam kontruksi pikiran kita.

Namun, pada saat yang bersamaan,bisa jadi kita adalah bagian dari sekian

banyak orang yang menitikkan air mata,saat menyaksikan nestapa saudara-saudara kita ini. Kita pun acap dibuatterharu sekaligus bangga ketika melihatbegitu kuatnya solidaritas dari bangsaini yang dalam situasi hari ini seringdipertanyakan teerhadap saudara-saudaranya yang menjadi korban.Dalam situasi normal mungkin agak sulitmembayangkan bantuan yangjumlahnya puluhan bahkan ratusanmilyar dalam waktu singkat dapatdihimpun melalui media masa. .

Tanpa mengurangi nilainya, solidaritasyang didasarkan oleh reaksi akansebuah bencana (charitatif) akanmemiliki batas. Air mata kita perlahanakan mongering, bayangan wajahkorban dan nestapanya semakin jauhdan menghilang. Derita dan nestapa parakorban bencana dan kerabatnyakemudian hanya menjadi lintasanobrolan keseharian kita, yangmenyisahkan rasa iba dan belas kasihan.Dan, bisa jadi korban bencana kemudianhanya kita tempatkan menjadi deretanangka-angka statistik. Padahal,semestinya setiap korban kemanusiaandan kerusakan lingkungan berapa punbesar jumlah dan luasnya kerusakanharuslah dijadikan energi buat kita secarakolektif untuk menyusun langkahbersama memperbaiki keadaan yang

OPINI

Pesan Untuk Kita, Pesan UntukIndonesia

Page 3: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

3WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

hampir terlambat ini. Karenanya,solidaritas atas bencana akan lebihmaslahat kalau kemudian kita mapumenjadikannya sebagai momentumuntuk bangkit bersatu. .

Kesadaran akan pentingnyamelestarikan alam dan perlindunganteerhadap keselamatan lingkungan,agaknya hari ini merupakan prioritaspokok yang harus dijadikan komitmensegenap elemen bangsa ini ke depan.Terjaganya alam dan lingkunganmerupakan bagian hak-hak dasar warganegara yang seharusnya dilindungi danterlindungi. Sudah saatnya hak-hakdasar warga negara, baik itu hak-haksipil dann politik, maupun hak-hakekomoni, social dan budaya tak lagihanya menjadi komitmen di atas kertasatau hanya sekedar slogan politiksemata. Setiap elemen bangsa ini,saatnya untuk menunjukan usahabersama dalam ikhtiar menjagakelestarian alam dan keberlangsunganlingkungan hidup yang merupakantitipan dari generasi yang akan datang.Dan, sekarang adalah saat yang tepatuntuk mencari jalan system adil agarsegenap warga negara republik ini,dapat menikmati kelimpahan karuniaTuhan ini secara bersama-sama. .

Karena, jika kita abai dan terus lalai,bukan tidak mungkin dengan kondisipengelolaan seperti sekarang ini,menyebabkan hutan tropis kita yangmerupakan paru-paru dunia hinggamenyusut drastic hingga lebih dari 70%..

Jika kita melihat data korban bencanayang diakibatkan oleh kerusakan hutan(tanah longsor dan banjir), sejak tahun1998 hingga 2003 telah menjadi 647kejadian bencana yang menelan ribuankorban jiwa dan kerugian ratusanmilyaran rupiah bahkan lebih. Terlebihkalau perusakan lingkungan inidisebabkan oleh perilaku yangmenempatkan alam dan segenap sumberdayanya hanyalah sebuah obyek yangbisa diekploitasisemau-maunya, tanpaperduli pada dampak yang buruk yangmerusak, seperti perambahan hutan,pembangunan pabrik yang tidak raamahlingkungan, pembuangan sampahindustri ke sungai atau daerah-daerahpemukiman, kebocoran pipapembungan, dan berbagai kecerobahyang lebih di dasarkan guna semata-mata penghematan ongkos produksi. .

Dalam konteks menjadi relevan buat kitauntuk kembali pada apa apa yangsemestinya.Pada potensi yang memangkita miliki. Potensi yang selama ini, kalaukita mau jujur, cenderung lebih banyakdikorbankan demi dan atas namakepentingan-kepentingan sesaat.Karenanya, sudah tidak ada waktu lagiuntuk abai dan terlena secara terusmenerus menyalahgunakan potensi alamkita. Betapa pentingnya untuk menjagakeselarasan antara kita dengan alam. Dan,saatnya untuk kita memberdayakankembali masyarakat desa hutan, sebagaipenyanggah utama keseimbangan alamkita. Saifullah Yusuf, Menteri KawasanDaerah Tertinggal

Page 4: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

4 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Di depan Ghra Shaba Pramana,Universitas Gadjah Mada, Jogjakartaakan-anak itu bermain atraktif. Berjalanmemakai enggrang, permainan darikayu yang mulai langka. Bajunya dihiasijerami padi. Siwir-siwir. Kepalanyamemakai topi caping, mirip patung-patungan petani di sawah. Merekaberbaris rapi, menabuh drumben...drem dremdem. drem drendem.

Mereka, Pucung Growong StiltWalking, adalah sekelompok anak-anakkorban gempa Jogjakarta yangmeramaikan Pekan Raya Hutan danMasyarakatan pada pertengahanseptember silam.

LAPORAN UTAMA

Festival dengan Pesan PolitisPanggung beratap rumbi dari daunkering tanaman tebu berdiri di lapanganGra Sabra Pramana. Puluhan kentongandigantung pada salah satu tiangpenyangganya. Di belakang panggungterpasang baliho besar bergambarpetani tepian hutan sedang melakukanberbagai aktivitas mereka. Semuagambar bertema dukungannya terhadapnasib petani hutan.

Hari itu, ratusan petani hutan dariberbagai pelosok negeri telah bekumpul.Termasuk para aktivis LSM, birokrat,praktisi, akademisi, pengusaha hinggapolitisi. Diantara mereka ada KetuaMajelis Permusyawaran rakyat (MPR)

Page 5: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

5WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Hidayat Nur Wahid, MenteriPercepatan Wilayah tertinggal, SaifullahYusuf, dan Menteri Kehutanan, MSKaban. Ketiganya sengaja diundanguntuk ditagih komitmennya dalammendukung apa yang menjadi cita-citamereka : pengakuan negara ataspengelolaan Hutan BerbasisMasyarakat atau Community BasedForest Management (CBFM).

Selama tiga hari festival ini mengelarpertemuan, diskusi, pameran, jugamemutar film-film bertema hutan danmanusia. Puncaknya Festival inimembuat statemen politik tentanghutan Indonesia (lihat deklasijogjakarta). Festival bermuatan politis?

”Memang kita ingin membangunmomentum politik untuk gerakanpengelolaan hutan berbasismasyarakat,” kata Hery Santoso,Direktur Java Lenrning Center(JAVLEC) sebuah lembaga jaringanLSM yang gencar mendorong danmempromosikan pengelolaan hutanberbasis masyarakat (CBFM).

Setiap harinya bermacam workshopdigelar, dengan tema-tema yangberbeda. Pada jam-jam yang hampirbersamaan, pameran dari berbagaiproduk dari petani hutan jugadisuguhkan, tak ketinggalan film-filmmenyuguhkan kisah-kisah kehidupanmasyarakat tepian hutan juga diputar.Para pengunjung dipersilahkan memilihkegiatan yang disukai. Yang memilihikut workshop silahkan, yang mau

jalan-jalan melihat pamrean juga boleh.Yang mau santai sambil nonton filmjuga oke.

Saya mengikuti pekan raya ini dari awalhingga akhir dan kesan nyantai itusangat terasa. Bisanya saya mengikutiseminar di pagi hari dan jalan-jalan kestan pameran bila sedang tak ada acara.Sore hari saya puaskan dengan nontonfilm.

”Gimana kemasan acaranya, enakkan?”Hery bertanya kepada saya tentangsuasana festival itu. Saya menjawab, ”Saya merasa enjoy di sini.”

Kami duduk di sofa dekat stand pressdan coffe dan berbicara lebar. Di situorang-orang biasa duduk santai minumkopi sambil internetan gratis. Disamping sofa, sebuah layar lebarmenyajikan siaran langsung sebuahpertunjukan musik rakyat yang digelardi luar gedung.

Festival ini digelar seminggu setelahkongres kehutanan Indonesia (KKI)keempat di Jakarta. Pembukaannyadigelar di kawasan penting Jakarta.Bahkan sampai dua kali. Pertama panitiabikin diskusi di kawasan Senayan, laluseremoni pembukaan di kawasanKuningan. Di Senayan, panitiamengandeng Drajat Wibowo, ekonomsekaligus politisi dari Partai AmanatNasioal (PAN) menjadi pembicara. DiKuningan, di sebuah tempat nongkrongpara eksekutif muda Jakarta, panitia

Page 6: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

6 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

LAPORAN UTAMA

mengundang Menteri Kehutanan, MSKaban. Acaranya dikemas sepertisebuah pagelaran, ada hepening artsegala. Malam itu penontonnyamembludak. Sebuah cafe yang disewauntuk acara pembukaan penuh sesak.MS Kaban ngobrol santai hingga larutmalam.

Pemilihan Jakarta sebagai tempatpembukaan bisa dimakumi. Jakartamasih segalanya, ia pusat pemerintahan,dekat dengan kekuasaan. Mengandengpolitisi macam Drajat Wibowomisalnya, bisa jadi langkah jitumendorong CBFM agar menjadiagenda para politisi di senayan.

”Kita masih perlu mendorong supayaisu-isu pengelolaan hutan berbasismasyrakat bisa masuk dalampembicaraan DPR, menjadi isu yangdigagas partai. Dengan seperti itupengelolaan hutan berbasis masyarakatbisa berjalan,” kata Hery.

Wacana CBFM masih hanya terbataspada kalangan tertentu saja. KampanyaCBFM kalah telak dengan kampanyeanti korupsi, HAM atau malah HIV/AID yang kampanyenya bisa diliat dilayar televisi. Tapi kampanye CBFM?

Comumunity Based ForestManagement (CBFM) mulai menyitaperhatian sekitar 1970-an. Dan makinmendapat pengakuan dunia ketikaKongres Kehutanan Dunia digelar diJakarta pada 1978. Forest For Peoplemenjadi wacana baru pengelolaan hutan

Dunia. Hutan bukan hanya untukkepentingan ekonomi semata tapi jugamemiliki kepentingan sosial.

Di Negara-negara berkembang sepertiIndia, Nepal, dan Brazil, hutan tak dapatmenjawab persoalan kemiskinan sekitarhutan yang makin menggila, jumlahpenduduk dunia yang makin bertambah,juga konflik dalam pengelolaan hutanjuga kerap terjadi.

Indonesia sendiri tak luput dari masalahitu. Tersingkirnya masyarakat daripengusahaan hutan telah menyebabkanberbagai perlawanan rakyat atasketidakadalan dalam pengelolaan hutan.

Tapi Indonesia tampaknya enganmengikuti rekomendasi kongres.Pertumbuhan ekonomi yang besar bagipembangunan rupanya masih jadi targetutama pemerintah agar bisa keluar darikrisis ekonomi, kemiskinan dan inflasiyang tinggi akibat gejolak politik ditahun 1965.

Pada 1968, melalui UU penanamanmodal asing, pemerintahmengembangkan investasi luar negeriuntuk mengusahakan sumberdaya alamberupa hutan dan tambang. Ditahun-tahun berikutnya berdirilah sistem HakPengelolaan Hutan (HPH) di luar jawa.Sistem ini hampir sama yang berlakudi Jawa yang pengelolaannyadimonopoli Perhutani.

Sampai tahun 1989, total hutanproduksi Indonesia yang dikuasai oleh

Page 7: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

7WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

pengusaha melalui sistem HPHmencapai 64 juta hektar dengan jumlahHPH mencapai 572 HPH. Tiap tahunjumlah HPH yang beroperasi di hutan-hutan Indonesia kian bertambah. Pada1980-an jumlahnya telah mencapai 600unit.

Bom minyak yang terjadi pada era itu,semakin menjauhkan Indonesiamerubah politik pembangunanhutannya.

Tapi sistem HPH rupanya tak hanyamendongkrak perekonomian Indonesia,tapi juga melahirkan konglemerasi. 572HPH hanya dimiliki oleh sekitar 20konglomerat saja.

Sistem HPH juga menciptakanketidakadilan dan kecemburuan sosialyang tajam. Konflik kawasan hutannegara dan masyarakat adat jugamerebak sebagai akibat ketidakpuasanmasyarakat atas sistem pengusahanhutan yang ada. Banyak ceritakehadiran HPH mengusur komunitasmasyarakat yang sudah ratusan tahuntingal di areal yang menjadi konsesiHPH. Mereka yang hidup di sekitar dandi dalam hutan dipaksa menyingkir dandipaksa cuma jadi penonton. Jumlahpenduduk miskin di dalam dan sekitarhutan terus membengkak.

Kerusakan hutan akibat ekspolitasiHPH juga mencengangkan. Hanyadalam jangka waktu 20 tahun hutan-hutan di luar jawa hancur.

Pemerintah bukannya tinggal diam.Sepuluh tahun sejak kongres itu,berbagai jalan ditempuh pemerintahIndonesia untuk mencegah meluasnyaperlawanan rakyat atas ketidakadilandalam pengelolaan hutan. Pada 1986misalnya, Perhutani meluncurkanprogram Pengelolaan Hutan BersamaRakyat, setiap HPH juga wajibmembuat program pemberdayaanmasyarakat. Pada 1995 pemerintahmeluncurkan program HKm yangmemberi peran bagi masyrakat untukmengelola hutan.

Tapi berbagai program pemerintah itutampaknya sedikit sekali mendapatdukungan. Perlawanan rakyat masihmarak terjadi. Pembakaran kamp HakPengelolaan Hutan (HPH), penyitaanalat berat hingga penyerabotan tanahadat terjadi dimana-mana. Beberapadiantaranya bahkan berakhir denganmeregang nyawa. Puncaknya terjadiketika presiden Soeharto turun.Berbagai aksi penjarahan hutan terjadihampir di seluruh wilayah hutanIndoesia. Tapi kali ini situasinya kianrumit.

Banyak kelompok pembela masyarakatkemudian mengusung kembaliComunity Based Forest Management(CBFM). Tapi kali ini gagasannya lebihheroik dan dianggap sebagai jawabanatas kegagalan negara dalammembangun politik pengelolaansumberdaya hutan selama tiga puluhtahun dibawah Orde Baru.

Page 8: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

8 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

LAPORAN UTAMA

Berbagai perubahan kemudian terjadi.Pemerintah mengeluarkan berbagaikebijakan yang memberi peluang bagimasyarakat lokal dalam pengelolaansumberdaya hutan termasuk merevisiberbagai kebijakannya. Pada 1999, UUKehutanan No. 5 Tahun 1967 dicabutdan diganti UU No. 41 tahun 1999yang lebih memberikan peluang bagimasyrakat untuk ikut berperan.Kebijakan HKm juga beberapa kalidisempurnakan. Lalu, pada 2004pemeirntah mengeluarkan kebijakanbaru atas Sosial Forestry.

Namun selalu saja ada yang tidak puasatas perubahan itu. Pemerintah,masyarakat, LSM, dan masyarakatadat, sering berbeda pendapat tentangsosok CBFM.

Pemerintah memandang HKm sebagaisatu-satunya CBFM di Indonesia.Sementara yang lain memandang HKmbukanlah satu-satunya model CBFMyang ada di Indonesia. Ada hutanrakyat di Jawa, Parak Di Maninjau,Sumatera Barat; Tembawang di SidasRaya, Kalimantan Barat, Repong Damardi Krui Lampung, Simpunkng diKalimantan Timur, Pangale diMorowali, Sulawesi Tengah adapulaTalun di Jawa Barat. Model-model inilahyang tidak mendapat pengakuan hokumdari pemerintah.

Pemerintah juga dinilai tidak konsistendalam menjalankan CBFM. Tak semuabirokrat mendukung. Di lapanganoperasionalnya bagai bumi dan langit.

Ada yang menyebut karena kebijakanitu selalu datang dari Jakarta hingga sulitberjalan di daerah. Petani HKm kerapmengeluh atas tak jelasan status hukummereka. Lewat HKm, pemerintahberjanji akan memberikan kepadamereka waktu 32 tahun dalam programitu. Tapi janji itu tak pernah didapat,rata-rata mereka hanya dikasih izinsementara.

Pemerintah menolak anggapan miringini. ” Hampir tak ada orang yangmengetahui bahwa kinerjapengembangan CBFM adalah hasilperjungan rimbawan pemerintah untukmengubah dirinya dari pemikirankonservatif dan teknikal menjadicommunity-oriented minds,” kataSutaryo, seorang pejabat di DepartemenKehutanan.

Pemerintah mendukung CBFM?Setidaknya itulah kesan yang sayatangkap di festival ini. Malah tak hanyapemerintah. Pengusaha, birokrat,politisi, akademisi, petani, seniman,semuanya mendukung. Sekali lagisetidaknya selama festival.

Usai festival saya mendengar festivalini didengar oleh Jakarta. Suatu pagitelepon di kantor Javlec berdering. Darisebrang suara khas birokrat terdengar: ”Halo, ini dari Departemen Kehutanan,Pak Menteri mau bicara.”

Muhammad AS

Page 9: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

9WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Deklarasi Yogyakarta

MEMBANGUN PERADABAN BARU UNTUKMELAKSANAKAN PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

BERBASIS MASYARAKAT

Proses kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dalam sebuah negara merupakanperjalanan panjang dari sebuah peradaban untuk mencapai cita-cita yang telahdirumuskan dan disepakati. Peradaban yang dihasilkan sangat bergantung dari banyakfaktor yang antara lain dicirikan oleh kesepakatan-kesepakatan internal pada sitempolitik, ekonomi dan sistem sosial yang dianut. Sistem internal tersebut dalam prosesperadaban harus diarahkan pada capaian yang jelas, dan menciptakan upaya untukmencapainya, karena proses tersebut akan menghasilkan pola ragam sistem sosialtertentu.

Pola ragam peradaban dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat diwarnaioleh sistem multi kultur, sehingga penghormatan semua pihak pada keragaman budayamasyarakat harus menjadi pintu masuk dari pengembangan peradaban di negaraIndonesia.

Hasil cipta dan karsa dari anak bangsa yang telah melahirkan keputusan untukmemanfaatkan sumberdaya alam hutan adalah bagian dari proses kebudayaan danperadaban. Peradaban itu sendiri lahir dari proses kebudayaan yang panjang, hasildari proses konflik dan pertentangan berkepanjangan, hasil dari sebuah konsensuspolitik ekonomi, dan hasil dari konsensus-konsensus sosial baru. Hilang dan rusaknyahutan, bencana alam, dan kemiskinan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasanhutan merupakan hasil dari input peradaban pengelolaan hutan yang kurang tepat,dan kelemahan-kelemahan tersebut harus tidak boleh diulang oleh seluruh komponenbangsa Indonesia.

Pekan Raya Hutan dan Masyarakat (PRHM) 2006 di Universitas Gadjah MadaYogyakarta dilaksanakan dalam rangka memastikan pembaharuan isi dari peradabanmenuju bangsa dan negara Indonesia yang berakhlak dan bermoral untuk lebihmenitikberatkan pembangunan sumberdaya alam hutan yang manajemen adaptif,pro-kesejahteraan masyarakat, pro-pembangunan sumberdaya hutan berkelanjutan,anti-bencana lingkungan, anti-kemiskinan rakyat, anti-monopoli dan anti-kekerasanterhadap sumberdaya alam hutan dan masyarakat. Input peradaban baru pengelolaanhutan tersebut harus menjadi spirit peningkatan kesejahteraan, dasar-dasar solidaritassosial, dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sumberdaya hutan,serta dasar dalam pengelolaan hutan.

Kami pemangku kepentingan hutan Indonesia yang hadir dalam perhelatan akbarPekan Raya Hutan dan Masyarakat (PRHM) di UGM 2006, menyadari bahwaperadaban baru dalam pengelolaan sumberdaya hutan harus diwujudkan melaluigerakan nasional pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat. Untuk itu kami

Page 10: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

10 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

LAPORAN UTAMA

menyatukan sikap dengan merapatkan barisan, menguatkan komitmen, mengurangiperbedaan, memperkokoh dan meneguhkan persamaan, penuh rasa persaudaraan,menjunjung setinggi-tingginya akhlak dan moral, dan ketulusan hati. Akhirnya kamimenyatakan komitmen bersama untuk :

(1) Melaksanakan pembangunan sumberdaya hutan sebagai rangkaian dari prosesperadaban, yang mampu memerdekakan bangsa dari bencana lingkungan dankemiskinan;

(2) Memastikan dan mengakui bahwa arena gerakan pengelolaan hutan lestariberbasis masyarakat adalah hutan rakyat, HKm, social forestry, hutan komunal / adat,hutan desa, HTI di eks HPH yang sudah dimanfaatkan masyarakat, kolaborasi antarapemerintah, perusahaan, dan masyarakat, Taman Nasional Kolaborasi, dan inisiatifkomuniti forestri lainnya yang ada di Indonesia.

(3) Memastikan setiap bentuk pengeloaan hutan lestari berbasis masyarakat tersebutdiakui secara tegas dalam peraturan perundang-undangan;

(4) Melaksanakan gerakan pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat atas dasarpendekatan ekosistem, sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang dinamis, dan didukungkajian ilmu pengetahuan dan teknologi;

(5) Mendorong secara konsisten terjadinya perubahan atau pembaharuankebijakan pembangunan kehutanan untuk memastikan komunitas masyarakatmenjadi salah satu pelaku utama pengelola sumberdaya hutan.

(6) Memperkuat pengakuan dan dukungan pentingnya kerjasama implementatifmengenai pola kemitraan secara kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, danpengusaha, dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan;

(7) Menyelesaikan secara bersama-sama secepatnya masalah-masalah yangberkaitan dengan penetapan zonasi di kawasan konservasi, pencadangan areal danizin definitif pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat

(8) Mendorong upaya penyelessaian konflik tenurial (konflik penguasan lahan dikawasan hutan) salah satunya dengan cara mengadopsi/mengadaptasi model-modelpengelolaan oleh masyarakat

(9) Mendorong dan mengembangkan skema-skema pembiayaan seperti lembagakeuangan alternatif untuk pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat.

(10) Mengawal proses implementasi pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat,melalui fasilitasi para pihak dalam berbagai forum para pihak yang ada.

(11) Memantau keberhasilan gerakan pengelolaan hutan lestari berbasismasyarakat, melalui wahana kegiatan Pekan Raya Hutan Masyarakat yangdilaksanakan minimal 2 tahun sekali.

Yogyakarta, 22 September 2006Atas Nama Semua Pemangku Kepentingan Hutan Indonesia

Page 11: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

11WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Jumlah keluarga miskin di sekitar hutandua kali lipat dari keluarga miskin di In-donesia. Dari seluruh desa di Indone-sia, 58 persennya merupakan desatertinggal yang berada di sekitar hutan.

Hal itu dikatakan Menteri PercepatanPembangunan Daerah TertinggalSaifullah Yusuf di Yogjakarta ketikaberbicara dalam Pekan RayaKehutananan dan Masyarakat 2006.

Diakatakan Saifullah, jumlah desa yangterletak di dalam kawasan hutanmencapai 2.826 desa dengan jumlahpenduduk 3,3 juta jiwa, sementara desayang terletak di tepi hutan sejumlah15.936 desa dengan jumlah penduduksebanyak 33,5 juta jiwa. Jumlahkeluarga yang memperoleh pendapatanseluruhnya dari kawasan hutansebanyak 848,575 keluarga atau 45persennya masuk kategori miskin.Sementara jumlah keluarga yangsebagian besar memperolehpendapatannya dari kawasan hutansebanyak 8,5 keluarga atau 3.1 keluargaatau 37,7 persen masuk kategorikelurga miskin. ”Ini menunjukkan hutanbelum mampu memberikan manfaatbagi masyarakat,” kata Saifullah.

Sementara itu, kontribusi sektorkehutanan bagi PDB juga makinmengecil sehingga memperkecildukungan sumberdaya hutan bagipendapatan keluarga-keluarga yang

bermukim di dalam maupun di tepihutan. Pada 1992 devisa yang masukdari kehutanan bagi PDB masihmencapai US$ 16 milyar, tapi di tahun2003 angkanya menurun drastis, hanyaUS$ 6,6 milyar atau 1,58 persen daritotal PDB Indonesia.

Kondisi tersebut, menurut Saifullahsungguh mengkhawatirkan mengingatdaerah yang sering mengalami bencanaadalah desa sekitar hutan.

”Jumlah desa hutan yang cukup banyakdengan tingkat kerusakan hutan yangparah dikhwatirkan desa hutan semakintertinggal, karena selain bencana, hutansemakin tidak sanggup mendukungkebutuhan dari penduduk di sekitarnya.

Sejak tahun 1998 hingga 2003, Indo-nesia mengalami 647 kali bencana yangmenelan korban ratusan jiwa dankerugian milyaran rupiah.

Saifullah menekankan pentingnyakesadaran dalam melestarikan alam danperlindungan terhadap keselamatanlingkungan. Menurut Saifullah,penyelamatan alam harus dijadikanprioritas utama bangsa ini. ” Sudahsaatnya hak-hak dasar warga negara,baik sipil dan politik, maupun ekonomi,sosial, dan budaya tak hanya menjadikomitmen di atas kertas atau sloganpolitik semata,” katanya.(MuhammadAS)

Kemiskinan di Hutan Dua Kali Lipat

Page 12: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

12 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

Oleh : Arie Sujito

Kearifan lokal (Local wisdom) yangterkait didalamnya local knowledgemerupakan bagian dari social capital.Sebagai peranngkat nilai, keyakinan,institusi dan mekanisme yangberkembang di masyarakat, kearifanlokal adalah sebentuk ekspresi danmekanisme yang berkembang dimasyrakat. Terletak didalamnya adalahidentitas positif sebagai basis bangunankebudayaan dalam suatu masyrakat,atau komunitas lokal. Jika demikian,bagaimana kearifan lokal dikaitkandengan kelola sumberdaya alam(SDA)?. Apakah sebentuk romantisme,atau kontrusksi sosial masih memilikirelevansoi untuk saat ini? Bagaimanaproses itu berlangsung?

Setidaknya ada dua alasan, mengapakini, banyak pihak mengkaitkan kelolaSDA dengan kearifan lokal. Pertama,sejak modernisme berlangsungmenciptakan sendi-sendi peradabanmanusia yang kian hegemonik untukmenjawab keterbatasan tradisional,lama-kelamaan pada prosesnyamodernitas mengalami krisis yang akut.Di mana-mana modernitas yang pada

KOLOM

Kearifan Lokal dan Kelola SDA

mulanya dipercaya sebagai satu-satunya jalan menuju pencerahanmelalui tahapan perubahan (linier), dankehancuran dimana-mana, dibalik fakta”keberkahan” yang didapat manusia.Modernitas berkembang menjadimodernisme, menjadi basis pijakkapitalisme. Dimengerti secarasederhana sebagai wujud pencapaiankeuntungan manusia dalammemanfaatkan sumberdaya (manusiadan alamnya), mengubah metodeproduksi dari subsisten menjadisumberdaya pengumpulan (akumulasi),produksi dan ekspansi. Maka carainilah yang makin mengubah keadaanalam menjadi faktor yang terusdieksploitasi untuk mendapatkan,memperkaya dan menggandakankeuntungan. Akibatnya alam makinrusak, mengalami krisis lingkungan, danbencana tak terkendali denganmerenggut jumlah korban-korbannya(manusia). Inilah paradoks modernisasiatas SDA.

Kedua, ditengah ketidakjelasanmodernisasi (dalam sistem kapitalis)yang dianggap tidak mampumenyelesaikan dampak dan resikonyayang diciptakan itu, maka beberapa

Page 13: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

13WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

pihak melirik kembali ”caratradisionalisme masa lalu” yangdianggap lebih bagus dibandingmodernitas. Maka, kearifan lokal akandigali kembali. Konon dipercaya sebagaisalah satu jawaban atas krisis SDA itu.

Lalu pertanyaannya, masihkah cukuprelevan cara ini, jangan-jangan hanyaromantisme?

Kalau diklasifikasikan tentu reduksionis,bahwa kegagalan kapitalismesesungguhnya terletak pada patokannilai yang akumulatif, ekspansif daneksploitatif yang didalamnya tidak adakandungan visi memelihara danmensejahterakan masyarakat. Apalagimengelola alam. Itulah yang disebutoleh mereka yang berhaluan kiri, bahwakapitalisme dengan berbagai kedukpembangunan atay globalisasi (jugadilandasi cara neo liberalis) tak lainadalah imperialisasi, penjajahan dankeserakahan tak manusiawi. Resistensiatas kapitalisme SDA jelas menjadifakta yang terus bermunculan hinggakini, kapitalisme itu kini telahmenyergap kesadaran para penguasanegara dunia ketiga, seperti Indonesia,dengan jargon globalisasi. Atas perintahdan skenario negara-negara kapitalisbesar, yang selama ini menggunakanmesin-mesin IMF, Word Bank dansebagainya.

Sementara tradisionalisme, kadangkalaterlalu terbaca sebagai bentuk ideologiyang mandeg dan lenyap dalambelenggu mitos kenikmatan masa lalu.

Padahal jaman sudah berubah. Kitaharus mengakui sejak pengetahuanberkembang, struktur sosial bergeser,kebudayaan berkembang secara cepat.Hanya saja, perubahan itu justrumenjadi ancaman bagi cagar nilai-nilaidan kekayaan lokal, khususnya dalamhak kelola SDA. Tak herankemampuan-kemampuan lokal dalamkelola SDA seringkali dianggap ”kuno”dan tidak terpakai, seiringperkembangan dan kebutuhan yangterjadi.

Saya terobsesi pada perlunya kitamemformulasi kembali kritik atasmodernisasi dan ideologi kapitalis(kapitalisme), dengan pijakan nilai danprinsip-prinsip kelola SDA yangberkelanjutan, kesejahteraan dandemokratik, yang ternyata erat terkaitdengan kandungan kearifan lokal itu.Dengan begitu, pilihannya bukansekedar hitam putih, antara melanjutkankembali modernisme ataumenghidupkan kembali kearifan lokal.Disisi lain, soal kelola SDA modern dankearifan lokal juga harus terkait denganpolitik atas SDA yang saat iniditerapkan oleh negara.

Lantas bagaimana hal itu dilakukan?Pertama, kebutuhan bagi kita untukmerumuskan ulang paradigma kelolaSDA, yang lebih merupakan bentukkompromi atau jalan transformatif nilai-nilai lokal yang dikontekstualisasikandengan perubahan struktur. Denganbegitu saatnya sekarang menyediakanruang yang lebar bagi proses negosiasi

KOLOM

Page 14: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

14 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

pengetahuan dan ideologi antaramodernitas dan tradisionalitas itu dalamhal kelola SDA, sehingga tidak terjadidominasi dan hegemoni. Namunsebaliknya, dialog perspektif untukmenemukan sistem kelola SDA yangberpaham sustainability dan socialwelfare.

Kedua, kita perlu mengatasi gap(kesenjangan) dalam strukturkekuasaan, antara negara, masyrakatsipil dan kekuatan ekonomi, dalam halkelola SDA. Betapapun ruang ekspresitersedia dalam menegosiasikanpengetahuan antara pihak itu dan padaakhirnya menemukan ”konsesnsus” nilaitentang kelola SDA, tetapi jika strukturkekuasaan masih timpang yang ditandaiperpaduan negara-pasar berhadapan

KOLOM

dengan masyrakat sipil (lokal) makaakan sia-sia kensesnsus nilai itu.Dengan demikian harus adademokratisasi lokal dalam kelolasumberdaya alam.

Jika cara tersebut ditemukan dandiformaliasaikan dengan baik dan tepat,maka kita sesungguhnya kita tengahmenuju proses demokratisasi kelolaSDA berbasis visi kelanjutan,kemanusiaan, kerakyatan dankesejahteraan. Nilai-nilai itu, barangkalimemiliki irisan dengan pengetahuanlokal di satu sisi, dan sementara di sisilain menjadi misi pengelolaan cara baruatas SDA yang relevan di era sekarangdan masa mendatang.

Arie Sujito, pengamat Sosial UGM.

Page 15: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

15WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

BERITA

Manusia-ManusiaSedehana dalamGulungan RoolFilm

Film Manantalayong dimulai dengantuturan panjang suara berat laki-lakidewasa dengan gaya seperti membacabuku pelajaran. Sembari berselang selingdengan gambar pucuk bukit, tumbuhanlebat, mulut gua, sungai, hewan-hewandi hutan, bunga bangkai, dan ikanberenang terdengar kisah berikut :Kawasan Taman Nasional BetungKarihun atau biasa disebut TNBK adalahkawasan konservasi terbesar di propinsiKalimantan Barat. Kawasan iniditetapkan sebagai kawasan konservasimelalui SK Menteri Kehutanan nomer497 pada tanggal 5 September 1995.Secara geografis kawasan ini terletak diperhuluan sungai. Oleh karena itu,kawasan ini sangat pentingkeberadaannya sebagai penjaga bagisistem kehidupan di bawahnya... selainsebagai kawasan tangkapan air yangpenting, di kawasan TNBK ini jugaterdapat ratusan jenis tumbuhan danpuluhan jenis hewan, termasuktumbuhan dan hewan khas kalimantan.Akses menuju kawasan TNBK bisaditempuh melalui lima pintu masuk,yakni DAS Kapuas, Mendalam, Sibau,Apalin, dan Embaloh.

Persis sebelum kisah mencapai ”Aksesmenuju kawasan..” tergambarlah limaorang naik perahu menyusuri sungailewar berwarna coklat. Gambar diambildari buritan perahu, membuat penontonserasa ikut naik perahu. Lantastergelarlan peta dengan luas hampirmemenuhi layar, ditingkahi kisah, ...”Melalui lima pintu masuk, yakni DASKapuas, Mendalam, Sibau, Apalin, danEmbaloh.”

Film Manantalayong mengingatkan kitapada film-film tentang betapa indahnyaIndonesia yang dulu banyak diputar olehtelevisi pemerintah, TVRI. Keindahanalam, budaya yang beragam, dankeceriaan anak-anak negeri bermain disungai atau mencebur di laut biru jadimenu yang disuguhkan. Kita punmaflum, Manantalayong buatan WWFbesama PHKA, dan ITTO tahun 2004.Ketiganya adalah organisasi yangbergerak di konservasi.

Manantalayong hanya satu diantarapuluhan film yang diputar dalam Festi-val Film Hutan dan Manusia yang digelardi Jogjakarta sebagai rangkaian dariFestifal Hutan dan Masyarakat. Banyakfilm yang diputar di festifal ini adalahbikinan LSM sehingga kita bisa melihatbahwa film-film mereka sangat kentaldengan nuansa advokasi. Penontondiajak mengikuti kemudian diajak untukmendukung apa yang dilakukan (Mestitidak secara langsung).

Taruhlah Film Ning Opo Yo Wani?(NOW) produksi Komunitas

Page 16: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

16 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

BERITA

Pendukung Penyelamatan Hutan Jawa(KPPHJ). Film ini bercerita tentnagkemiskinan masyarakat hutan di Jawa.Dikisahkan sabar, warga Desa Minggir,tak memiliki pekerjaan tetap. Kehidupanyang mendesak membuat dia berpikiruntuk turut ambil bagian dalammengelola hutan negara. Ketika film barudiputar, maka ingatan kita pun langsungmengarah kepada petani HutanKemasyarakatan yang nasibnya masihterkatung katung persis sepreti kisahSabar dalam film ini yang kerapmelakukan pertemuan denganpemerintah tapi keadannya malah makintak pasti karena berbagai peraturan yangkeluar menjauhkan dia dari keinginansemula.

Kisah yang sama dituturkan Film Seruandari Bukit karya Yuli Andari M produksiYayasan Damar. Mengambil setting diKulon Progo, film ini berusahamenyakinkan kepada penonton bahwamasih terjadi tarik ulur kebijakan HKmyang buntutnya merugikan petani.

Dan masih banyak film-film yangbermodel beginian. Sebutlah LangkahMaju Dayak Meratus, Negosiasi TanpaHenti (Film ini keluar sebagai filmterfavorit ), Masyarakat sebagai Aktor,Memecah Batu Mengubah Jaman,Menjaga Amanat Masa Depan. Sayayang sempat menonton pun jadi inginberkata begini: ini film dokumenter tapikok menggurui ya.

Untunglah tak semua film-film yangdiputar di festival ini melulu modelbegituan. Film The Sakkudei, misalnya,sangat bagus memperlihatkanperubahan yang terjadi dalam komunitassuku Siberut. Film ini mengambarkandengan jelas perubahan yang terjadipada suku Siberut dari desakan-desakandunia luar (Modernisme, kapitalismedan berbagai kepentingan politis negara)lewat sebuah penuturan yang dibarengistudy riset antropologi yang mendalam.Film ini tak mengurui dan menonjolkankerja-kerja lembaga luar yangmendampingi suku tersebut (yang padaujung-ujungnya mengajak untukmendukung).

Di luar kekurangan-kekurangan itu,hampir semua film yang diputar dalamfestival ini memang ingin berceritatentang manusia-manusia sederhanayang hidup jaduh di pedalaman. Tentangmanusia yang geliat hidupnya hanyasekedar untuk bertahan danmeneruskan budaya karena harusberhadapan dengan kekuasaan. Tentangmereka mereka yang dianggap tidakmampu dan sering diposisikan sebagaiperusak hutan. Ini tontonan alternatifdisaat film-film kita yang banyakmenampilkan wajah-wajah tampan,cantik, rumah mewah dan kehidupanmetropolis.

Muhammad AS

Page 17: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

17WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

SEKILAS

Kabut Asap Lumpuhkan Bandara

Kabut asap tebal akibat kebakaran hutanmembuat Bandar Udara Sultan SyarifKasim II, Pekanbaru, lumpuh kemarin.Enam jadwal penerbangan dan duajadwal pendaratan terpaksa ditunda dandialihkan ke tempat lain. Kabutmembuat jarak pandang di bandara dibawah 500 meter, yang tak layak untuktransportasi udara.

"Memang belum ada keputusanbandara ditutup total," kata Kepala DivisiOperasional Bandara Syarif Kasim IISabar Tarigan di Pekanbaru kemarin.Tapi semua penerbangan danpendaratan sejak siang hingga sore hariditunda sampai batas waktu yang tidakditentukan.

Menurut Sabar, kabut asap pekat sudahmenyelimuti Pekanbaru sejak pagi hari.Jarak pandang sekitar 400-600 meterbertahan hingga siang hari. Bahkansampai pukul 3 sore, jarak pandangtidak berubah. Padahal jarak pandangminimal untuk pendaratan danpenerbangan sejauh 1.500 meter. "Kamitidak mau ambil risiko," katanya.

Selain melumpuhkan bandara, kabutasap juga mengganggu jadwalperjalanan transportasi sungai dan laut.Tiga jadwal keberangkatan kapal dariPelabuhan Sungai Duku, Pekanbaru,tujuan Bengkalis, Batam, dan Malakaditunda sampai empat jam. "Jarak

pandang hanya 100 meter, yangmembahayakan pelayaran," kataseorang anggota staf Kepala SeksiPerhubungan Laut/Sungai pada DinasPerhubungan Riau.

Menurut Kepala Badan PengendalianDampak Lingkungan Daerah RiauKhariul Zainal, kabut asap inimerupakan kiriman dari Lampung,Sumatera Selatan, dan Jambi.Berdasarkan pantauan satelit, ada 353titik api dari daerah tersebut. Sedangkandari Riau sendiri hanya ada 17 titik api."Jadi ini asap kiriman," katanya.

Sedangkan World Widelife Fund Riaumenyatakan kabut asap ini berasal dari219 titik api di seluruh wilayah Riau.Sebanyak 76 titik berada di kawasanperkebunan sawit dan karet dan sisanyatersebar di berbagai tempat. "Tidakbenar kalau kabut asap ini kiriman daridaerah lain," katanya. Titik api di Riaumeningkat, kata dia, karena aparat tidakbertindak.

Sementara itu, kabut asap di KalimantanTengah makin mengkhawatirkankesehatan masyarakat. Jumlah penderitainfeksi saluran pernapasan akut di KotaPalangkaraya meningkat drastis.Bahkan angka penderita sebanyak1.670 orang sudah mendekati batasminimum kejadian luar biasa sebanyak1.700 penderita.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan KotaPalangkaraya Rian Tangkudung,peningkatan penderita infeksi

Page 18: Warta FKKM Edisi Oktober 2006

18 WARTA FKKM VOL. 9 NO. 10, OKTOBER 2006

SEKILAS

pernapasan ini mesti diwaspadai.Karena itu, dinas kesehatan akanmencari kantong penderita untukpenanganan dan pengobatan yang lebihbaik. "Yang perlu diingat, penyakit inibukan wabah mematikan seperti demamberdarah," kata Rian.

Dinas kesehatan, kata dia, akanmelakukan pemeriksaan setiap hari kesetiap kawasan yang berpotensimemiliki penderita infeksi pernapasan.Salah satu kantong penderita yang sudahditemukan antara lain di Jalan BadakKeluruhan Jekan Raya. Selain diberikanpengobatan dan penyuluhan, wargajuga diberi masker pelindung secaragratis. (Koran Tempo)

Kantor Greenpeace diDemo

Kantor perwakilan LSM internasional,Greenpeace Indonesia, didemoseratusan orang yang menamakan diriKomite Masyarakat Anti AntekImperialis (KMAAI). Massa KMAAIitu menggelar aksi di depan KantorGreenpeace di Jl Cimandiri, Menteng,Jakarta Pusat, kemarin siang denganmenaiki dua metromini. Selainmelakukan orasi, mereka jugamenggelar spanduk yang bertuliskanGreenpeace jangan jadi antek imperialis.

Pendemo juga membagikan sejumlahposter dan selebaran bertuliskanGanyang Greenpeace, Jangan jual namarakyat untuk kepentingan asing dan

Jangan jadi aktivis kapitalis, yang dibagi-bagikan kepada para pengguna jalan.KMAAI menuding kelompok aktivislingkungan internasional itu sebagaiantek imperialis. Suhem, koordinatorlapangan aksi KMAAI, mengatakanGreenpeace tidak pernah mengurusiFreeport, Newmont dan Exxon yangjelas-jelas telah merusak bumi Indone-sia. "Tapi mereka hanya mau mengurusikasus [lumpur] Lapindo," katanyaketika berorasi. Seperti diungkapkanSuhem, Greenpeace tercatat dua kaliberaksi di Jakarta. Pertama,menggenangi kantor Menko Kesradengan lumpur asli Lapindo Brantas Inc.Kedua, mengasapi kantor Menhut.

"Karena itu, aktivis-aktivis imperialistersebut kami minta angkat kaki dariIndonesia," ujarnya. Dua anggotaGreenpeace Indonesia yang berada didalam kantor sempat menemuidemonstran untuk menerimapernyataan sikap. Keduanya hanyaberdiri sambil mendengarkan orasi.Sebelum aksi itu digelar, tulis Antara,salah seorang aktivis Greenpeace,Cecilia, mengatakan pihaknya telahmenerima surat pemberitahuan rencanakedatangan massa tersebut dari KantorPolsek Menteng.

"Menurut surat itu, mereka akan datangkemari pukul 14.00 dan mengajakdiskusi Greenpeace tentang kasuslumpur Lapindo. Mereka menganggapGreenpeace antek imperialis," ujarnya.Oleh Endot Brilliantono (Bisnis Indo-nesia)