warta BUD Jawa Pos...RADAR JOGJA kamis 5 SEPTEMBER TaHUN 2019 HaLamaN 5 warta BUD DiNas kEBUDaYaaN...

1
RADAR JOGJA KAMIS 5 SEPTEMBER TAHUN 2019 HALAMAN 5 WARTA BUDAYA DINAS KEBUDAYAAN D.I.YOGYAKARTA Bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. KEPUTUSAN Sri Sultan Hamengku Buwo- no IX dan rakyat Yogyakarta untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan keputusan yang tulus. Keputusan tersebut dituangkan dalam Ama- nat 5 September 1945. Amanat tersebut tak hanya dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku raja Keraton Yogyakarta. Amanat serupa juga dikeluarkan oleh Adipa- ti Pakualaman Sri Paduka Paku Alam VIII. Dalam Amanat 5 September 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menegaskan integrasi wilayah yang mereka pimpin dalam Republik Indonesia. In- tegrasi tersebut menjadikan wilayah Yogyakar- ta berstatus istimewa. Apalagi, rakyat Yogyakar- ta juga sangat menghendaki Kasultanan Yogya- karta untuk bergabung dengan Republik Indo- nesia. Sultan HB IX dan Paku Alam VIII pun mengeluarkan amanat pada 5 September 1945. Ada tiga poin dalam amanat yang dikeluar- kan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai sultan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat menjatakan. Pertama, bahwa Negeri Ngajog- jakarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republ- ik Indonesia. Kedua, bahwa Sri Sultan Ha- mengku Buwono IX sebagai kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat ini be- rada di tangannya dan kekuasaan-kekuasaan lainnya pegang seluruhnya. Ketiga, perhu- bungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadi- ningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertanggung jawab atas negeri Negeri Ngayogyakarta Ha- diningrat langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga memerintahkan supaya segenap penduduk dalam Negeri Ngayogyakarta Ha- diningrat mengindahkan amanat tersebut. Amanat yang dikeluarkan Sri Paduka Paku Alam VIII sebagai kepala Negeri Paku Alaman di Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, juga berisi tiga poin. Pertama, bahwa Negeri Paku- alaman yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Kedua, sebagai kepala daerah memegang se- gala kekuasaan dalam Negeri Pakualaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keada- an pada dewasa ini segala urusan pemerinta- han dalam Negeri Pakualaman mulai saat ini berada di tangannya dan kekuasaan-kekuasaan lainnya pegang seluruhnya. Ketiga, perhu- bungan antara Negeri Pakualaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan Sri Paduka Paku Alam VIII bertanggung djawab atas Negeri Pakua- laman langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Segenap penduduk dalam Negeri Pakualaman juga diwajibkan mengindahkan amanat tersebut. Amanat tersebut juga dinya- takan di Pakulaman, Yogyakarta. Amanat 5 September 1945 tersebut menjadi tonggak sejarah status provinsi yang melekat pada Yogyakarta. Secara bersama-sama, Ha- mengku Buwono IX dan Paku Alam VIII me- nyatakan bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadi- ningrat adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklama- sikan oleh Ir Soekarno dan Moh Hatta pada 17 Agustus 1945. Amanat tersebut hanya ber - selang kurang lebih setengah bulan dari Prokla- masi Kemerdekaan Republik Indonesia seba- gai negara merdeka. Keputusan Keraton Yogyakarta dan Kadipa- ten Pakualaman bergabung dengan NKRI disambut baik oleh para pendiri Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan atas berga- bungnya Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dalam pangkuan NKRI, peme- rintah Republik Indonesia mengeluarkan piagam penetapan yang ditandatangani Pre- siden Republik Indonesia Ir Soekarno. Piagam ini sebetulnya telah sudah dikeluarkan Presi- den Soekarno pada 19 Agustus 1945. Piagam penetapan tersebut secara resmi di- serahkan kepada Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII pada 6 September 1945. ”Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX, Kami Presiden Republik Indonesia, menetapkan: Ingkeng Si- nuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedud- ukannya, dengan kepercayaan bahwa Sri Pa- duka Kangjeng Sultan akan mencurahkan se- gala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagi- an daripada Republik Indonesia. ” Amanat 5 September 1945 sekaligus mene- gaskan wilayah Keraton Yogyakarta dan wi- layah Pakualaman menjadi Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia. Daerah isti- mewa tersebut merujuk ditentukan yang ter- dapat dalam pasal 18 UUD 1945 beserta pen- jelasannya. Keputusan untuk bergabung dengan NKRI diambil dengan sepenuh hati dibuktikan de- ngan komitmen Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menjaga NKRI. Tak lama setelah Amanat 5 September, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA tiba di Jakarta. NICA, yang ditumpangi kepentingan pemerintahan Belanda, ingim kembali menguasai Indonesia. Sultan HB IX dan Paku Alam VIII teguh ber- juang bersama petinggi pemerintahan Indone- sia. Bahkan, ketika Jakarta sebagai ibukota negara dalam keadaan genting, Sultan HB IX berinisiatif memindahkan ibukota negera ke Yogyakarta. Pada 3 Januari 1946, kabinet peme- rintah Indonesia menggelar sidang dan sepakat memindahkan ibukota negara ke Yogyakarta. Sehari berselang, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta menuju Yogyakarta. Mereka memimpin pemerintahan Indonesia dari Yogyakarta. Sultan HB IX dan Paku Alam VIII memberikan dukungan penuh. Bangunan milik Kraton Yog- yakarta dan Kadipaten Pakualaman dipinjam- kan kepada pemerintah Indonedsia untuk menjalankan roda pemerintahan. Yogyakarta menjadi ibukota Indonesia hingga 27 Desem- ber 1949 ketika penyerahan kedaulatan kepa- da Republik Indonesia Serikat (RIS). (amd/fj) 74 TAHUN AMANAT 5 SEPTEMBER 1945 Integrasi Diapresiasi Presiden Jiwa Kerakyatan dan Laku Prasaja AMANAT 5 September 1945 memiliki makna penting bagi Yogyakarta. Amanat yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII tersebut menjadi pegangan dalam melaksanakan kehidu- pan bernegara. Setidaknya, hal tersebut tecermin ketika berlangsung Aksi Gerakan Rakyat Yogyakarta di Yogyakar - ta pada 20 Mei 1998. Menyikapi kondisi negara saat itu, masyarakat bersatu untuk menyuarakan kecintaan terhadap Republik Indone- sia. Ribuan orang memadati Pagelaran Kraton Yogyakarta, Alun-Alun Utara, dan sekitarnya. Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII mengambil sikap. Bersam-sama, mereka mengeluarkan maklumat. Dalam maklumat tersebut, mereka menegaskan berpegangan teguh kepada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Aalam ALAM VIII pada 5 September 1945. Maklumat tersebut terdiri empat hal. Pertama, mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rak- yat Indonesia untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh-sungguh memihak rakyat. Kedua, mengajak seluruh TNI dalam persatuan yang kuat untuk melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kemanunggalan TNI dan rakyat. Ketiga, mengajak semua lapisan dan golongan masyara- kat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan men- cegah setiap tindakan anarkis yang melanggar moral Pan- casila. Keempat, menghimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk keselama- tan negara dan bangsa. Sri Sultan HB X menyatakan, semangat kejuangan Yog- yakarta yang dijiwai asas kerakyatan dan laku prasaja (sikap sederhana) layak untuk direnungkan. Setiap pemimpin semestinya selalu setia memegang teguh semangat kerak- yatan dan kesederhanaan tersebut. Sebab, hal tersebut merupakan akar budaya bangsa yang sebenar-benarnya. Proklamasi 17 Agustus 1945 menekankan semangat ke- daulatan berada di tangan rakyat. Sedangkan Amanat 5 September 1945 menegaskan rakyat Yogyakarta mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Rakyat Yog- yakarta berpihak kepada Republik Indonesia. Maklumat itu dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang antara lain menyatakan wilayah Kraton Yogyakarta menjadi da- erah istimewa dalam Negara Republik Indonesia. ”Maka adalah panggilan sejarah, jika sekarang se- genap komponen rakyat Yogyakarta tampil mendu- kung Gerakan Reformasi Nasional bersama kekuatan reformasi yang lain. Untuk itu saudara-saudaraku rakyat Yogyakarta, saya bersama Sri Paduka Paku Alam VIII me- nyampaikan maklumat bagi bangsa dan rakyat Yog- yakarta,” tegas Sri Sultan HB X (amd/fj) 1. Bahwa Negeri Ngajogjakarto Hadiningrat jang bersifat Keradjaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia. 2. Bahwa Kami sebagai kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja. 3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini. Ngajogjakarto Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 (5-9-1945) Hamengku Buwono IX 1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. 2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja. 3. Bahwa perhubungan antara Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman mengindahkan Amanat Kami ini. Paku Alaman, 28 Puasa Ehe 1876 (5-9-1945) Paku Alam VIII Amanat Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan: Amanat Sri Paduka Kandjeng Gusti Pangeran Ario Paku Alam Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarto Hadiningrat menjatakan: BPAD DIY DUA PEMIMPIN: Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII berjabat tangan dalam suatu acara di Bangsal Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta. GRAFIS: ERWAN TRI CAHYO/RADAR JOGJA

Transcript of warta BUD Jawa Pos...RADAR JOGJA kamis 5 SEPTEMBER TaHUN 2019 HaLamaN 5 warta BUD DiNas kEBUDaYaaN...

Page 1: warta BUD Jawa Pos...RADAR JOGJA kamis 5 SEPTEMBER TaHUN 2019 HaLamaN 5 warta BUD DiNas kEBUDaYaaN aYa D.i.YOGYakaRTa Jawa Pos SELASA 7 MEI TAHUN 2013 eceran Rp 4.000 Bahwa Negeri

RADAR JOGJA kamis 5 SEPTEMBER TaHUN 2019 HaLamaN 5

warta BUDaYaDiNas kEBUDaYaaND.i.YOGYakaRTa

Jawa PosSELASA 7 MEI TAHUN 2013 eceran Rp 4.000

Bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat jang bersifat keradjaan

adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah

istimewa dari Negara Republik Indonesia.

Keputusan Sri Sultan Hamengku Buwo­no IX dan rakyat Yogyakarta untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan keputusan yang tulus. Keputusan tersebut dituangkan dalam Ama­nat 5 September 1945. Amanat tersebut tak hanya dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku raja Keraton Yogyakarta. Amanat serupa juga dikeluarkan oleh Adipa­ti Pakualaman Sri Paduka Paku Alam VIII.

Dalam Amanat 5 September 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menegaskan integrasi wilayah yang mereka pimpin dalam Republik Indonesia. In­tegrasi tersebut menjadikan wilayah Yogyakar­ta berstatus istimewa. Apalagi, rakyat Yogyakar­ta juga sangat menghendaki Kasultanan Yogya­karta untuk bergabung dengan Republik Indo­nesia. Sultan HB IX dan Paku Alam VIII pun mengeluarkan amanat pada 5 September 1945.

Ada tiga poin dalam amanat yang dikeluar­kan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai sultan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat menjatakan. Pertama, bahwa Negeri Ngajog­jakarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republ­ik Indonesia. Kedua, bahwa Sri Sultan Ha­mengku Buwono IX sebagai kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat ini be­rada di tangannya dan kekuasaan­kekuasaan lainnya pegang seluruhnya. Ketiga, perhu­bungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadi­ningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertanggung jawab atas negeri Negeri Ngayogyakarta Ha­diningrat langsung kepada Presiden Repu blik Indonesia. Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga memerintahkan supaya segenap penduduk dalam Negeri Ngayogyakarta Ha­diningrat mengindahkan amanat tersebut.

Amanat yang dikeluarkan Sri Paduka Paku Alam VIII sebagai kepala Negeri Paku Alaman di Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, juga berisi tiga poin. Pertama, bahwa Negeri Paku­alaman yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Kedua, sebagai kepala daerah memegang se­gala kekuasaan dalam Negeri Pakualaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keada­an pada dewasa ini segala urusan pemerinta­han dalam Negeri Pakualaman mulai saat ini berada di tangannya dan kekuasaan­ kekuasaan lainnya pegang seluruhnya. Ketiga, perhu­bungan antara Negeri Pakualaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia

bersifat langsung dan Sri Paduka Paku Alam VIII bertanggung djawab atas Negeri Pakua­laman langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Segenap penduduk dalam Negeri Pakualaman juga diwajibkan mengindahkan amanat tersebut. Amanat tersebut juga dinya­takan di Pakulaman, Yogyakarta.

Amanat 5 September 1945 tersebut menjadi tonggak sejarah status provinsi yang melekat pada Yogyakarta. Secara bersama­sama, Ha­mengku Buwono IX dan Paku Alam VIII me­nyatakan bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadi­ningrat adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklama­sikan oleh Ir Soekarno dan Moh Hatta pada 17 Agustus 1945. Amanat tersebut hanya ber­selang kurang lebih setengah bulan dari Prokla­masi Kemerdekaan Republik Indonesia seba­gai negara merdeka.

Keputusan Keraton Yogyakarta dan Kadipa­ten Pakualaman bergabung dengan NKRI disambut baik oleh para pendiri Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan atas berga­bungnya Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dalam pangkuan NKRI, peme­rintah Republik Indonesia mengeluarkan piagam penetapan yang ditandatangani Pre­siden Republik Indonesia Ir Soekarno. Piagam ini sebetulnya telah sudah dikeluarkan Presi­den Soekarno pada 19 Agustus 1945. 

Piagam penetapan tersebut secara resmi di­serahkan kepada Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII pada 6 September 1945. ”Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX, Kami Presiden Republik Indonesia, menetapkan: Ingkeng Si­nuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedud­

ukannya, dengan kepercayaan bahwa Sri Pa­duka Kangjeng Sultan akan mencurahkan se­gala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagi­an daripada Republik Indonesia. ”

Amanat 5 September 1945 sekaligus mene­gaskan wilayah Keraton Yogyakarta dan wi­layah Pakualaman menjadi Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia. Daerah isti­mewa tersebut merujuk ditentukan yang ter­dapat dalam pasal 18 UUD 1945 beserta pen­jelasannya.

Keputusan untuk bergabung dengan NKRI diambil dengan sepenuh hati dibuktikan de­ngan komitmen Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menjaga NKRI. Tak lama setelah Amanat 5 September, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA tiba di Jakarta. NICA, yang ditumpangi kepentingan pemerintahan Belanda, ingim kembali menguasai Indonesia.

Sultan HB IX dan Paku Alam VIII teguh ber­juang bersama petinggi pemerintahan Indone­sia. Bahkan, ketika Jakarta sebagai ibukota negara dalam keadaan genting, Sultan HB IX berinisia tif memindahkan ibukota negera ke Yogyakarta. Pada 3 Januari 1946, kabinet peme­rintah Indonesia menggelar sidang dan sepakat memindahkan ibukota negara ke Yogyakarta.

Sehari berselang, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta menuju Yogyakarta. Mereka memimpin pemerintahan Indonesia dari Yogyakarta.

Sultan HB IX dan Paku Alam VIII memberikan dukungan penuh. Bangunan milik Kraton Yog­yakarta dan Kadipaten Pakualaman dipinjam­kan kepada pemerintah Indonedsia untuk menjalankan roda pemerintahan. Yogyakarta menjadi ibukota Indonesia hingga 27 Desem­ber 1949 ketika penyerahan kedaulatan kepa­da Republik Indonesia Serikat (RIS). (amd/fj)

74 Tahun amanaT 5 SepTember 1945

Integrasi Diapresiasi PresidenJiwa Kerakyatan

dan Laku Prasajaamanat 5 September 1945 memiliki makna penting

bagi Yogyakarta. Amanat yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII tersebut menjadi pegangan dalam melaksanakan kehidu­pan bernegara. Setidaknya, hal tersebut tecermin ketika berlangsung Aksi Gerakan Rakyat Yogyakarta di Yogyakar­ta pada 20 Mei 1998.

Menyikapi kondisi negara saat itu, masyarakat bersatu untuk menyuarakan kecintaan terhadap Republik Indone­sia. Ribuan orang memadati Pagelaran Kraton Yogyakarta, Alun­Alun Utara, dan sekitarnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII mengambil sikap. Bersam­sama, mereka mengeluarkan maklumat. Dalam maklumat tersebut, mereka menegaskan berpegangan teguh kepada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Aalam ALAM VIII pada 5 September 1945.

Maklumat tersebut terdiri empat hal. Pertama, mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rak­yat Indonesia untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh­sungguh memihak rakyat. Kedua, mengajak seluruh TNI dalam persatuan yang kuat untuk melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kemanunggalan TNI dan rakyat.

Ketiga, mengajak semua lapisan dan golongan masyara­kat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan men­cegah setiap tindakan anarkis yang melanggar moral Pan­casila. Keempat, menghimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing­masing untuk keselama­tan negara dan bangsa.

Sri Sultan HB X menyatakan, semangat kejuangan Yog­yakarta yang dijiwai asas kerakyatan dan laku prasaja (sikap sederhana) layak untuk direnungkan. Setiap pemimpin semestinya selalu setia memegang teguh semangat kerak­yatan dan kesederhanaan tersebut. Sebab, hal tersebut merupakan akar budaya bangsa yang sebenar­benarnya.

Proklamasi 17 Agustus 1945 menekankan semangat ke­daulatan berada di tangan rakyat. Sedangkan Amanat 5 September 1945 menegaskan rakyat Yogyakarta mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Rakyat Yog­yakarta berpihak kepada Republik Indonesia. Maklumat itu dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang

antara lain menyatakan wilayah Kraton Yogyakarta menjadi da­

erah istimewa dalam Negara Republik Indonesia.

”Maka adalah panggilan sejarah, jika sekarang se­genap komponen rakyat Yogyakarta tampil mendu­

kung Gerakan Reformasi Nasional bersama kekuatan

reformasi yang lain. Untuk itu saudara­saudaraku rakyat

Yog yakarta, saya bersama Sri Paduka Paku Alam VIII me­

nyampaikan maklumat bagi bangsa dan rakyat Yog­

yakarta,” tegas Sri Sultan HB

X (amd/fj)

1. Bahwa Negeri Ngajogjakarto Hadiningrat jang bersifat Keradjaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia.

2. Bahwa Kami sebagai kepala daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.

3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.Ngajogjakarto Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 (5-9-1945)

Hamengku Buwono IX

1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.

3. Bahwa perhubungan antara Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman mengindahkan Amanat Kami ini.Paku Alaman, 28 Puasa Ehe 1876 (5-9-1945)

Paku Alam VIII

Amanat Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kandjeng SultanKami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:

Amanat Sri Paduka Kandjeng Gusti Pangeran Ario Paku Alam

Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarto Hadiningrat menjatakan:

BPAD DIY

DUA PEMIMPIN: Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII berjabat tangan dalam suatu

acara di Bangsal Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta.

GRAfIS: ERwAN TRI cAHYO/RADAR JOGJA