BUD ORG & KEBRHSL KUD.docx
Transcript of BUD ORG & KEBRHSL KUD.docx
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI UNIT DESA (KUD) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh: Sugiharsono(Staf Pengajar FISE – UNY Yogyakarta)
Abstrak
Kata Kunci: gaya kepemimpinan, budaya organisasi, kinerja manajer, keberhasilan organisasi.
A. Pendahuluan
Pada era pemerintahan orde baru maupun era reformasi, ekonomi kerakyatan masih
menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini kiranya cukup
beralasan, karena masyarakat golongan miskin di Indonesia pada saat ini jumlahnya
1
Manajer KUD sebagai pemegang manajemen operasional memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan organisasi KUD. Oleh karena itu, kinerja manajer KUD menjadi penting berkaitan dengan keberhasilan organisasi KUD. Berbagai faktor yang menetukan kinerja manajer seperti kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi perlu mendapatkan perhatian agar dapat membentuk kinerja manajer yang baik. Hal ini disebakan manajer merupakan bawahan langsung dan pelaksana kebijakan pengurus. Di sisi lain, manajer akan bekerja pada lingkungan organisasi KUD yang telah memiliki budaya kerja tertentu yang budaya ini mau tidak mau harus diperhatikan oleh manajer sebagai top manajemen opersional organisasi KUD.
Studi tentang keberhasilan organisasi KUD ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD terhadap kinerja manajer, serta dampaknya terhadap keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Populasi penelitian ini adalah 43 KUD yang ada di DIY yang masih beroperasi secara wajar sampai dengan tahun 2007 dan bersedia dijadikan objek penelitian. Mengingat jumlahnya yang relatif sedikit, maka studi ini menggunakan metode sensus (complete enumeration). Teknik pengumpulan data menggunakan angket yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, serta dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis jalur (path analysis).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa: (1) Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY. Namun terhadap keberhasilan organisasi KUD, gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus tidak berpengaruh secara signifikan. (2) Budaya organisasi KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap kinerja manajer KUD maupun terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY. (3) Kinerja manajer KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD. Bahkan kinerja manajer KUD dapat berperan sebagai mediasi antara gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus dan budaya organisasi KUD dengan keberhasilan organisasi KUD di DIY.
mencapai 40% lebih dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi bagi masyarakat menengah ke bawah harus tetap mendapat prioritas dari
pemerintah. Hal ini tentunya tetap harus memperhatikan kepentingan masyarakat golongan
ekonomi atas, sehingga kelompok ini tidak menjadi kurban dari pembangunan ekonomi yang
ditujukan pada kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Persoalan yang tetap harus dipertimbangkan dalam pembangunan ekonomi nasional
adalah bahwa pembangunan harus mampu mendukung distribusi penda-patan ke arah
masyarakat bawah (miskin). Hasil pembangunan ekonomi nasional tersebut harus benar-
benar dapat dirasakan oleh masyarakat miskin dengan meningkatnya pendapatan riil mereka.
Dengan demikian sedikit demi sedikit akan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi antara
kelompok masyarakat bawah (miskin) dan masyarakat atas (kaya), yang mana kesenjangan
ini dianggap sebagai salah satu sumber masalah sosial yang sedang memanas di Indonesia
akhir-akhir ini.
Pada umumnya sumber masalah sosial yang cukup dominan di negara berkembang
termasuk Indonesia adalah masalah ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi
nasional yang mengarah pada kelompok masyarakat menengah ke bawah tidak bisa dihindari
lagi. Pembangunan ekonomi nasional harus mampu menyentuh lembaga (organisasi)
ekonomi tingkat menengah ke bawah. Salah satu organisasi ekonomi yang pada umumnya
menjadi wadah kegiatan ekonomi masyarakat kelompok menengah ke bawah adalah UKM
dan koperasi.
Sebagai organisasi atau badan usaha yang bergerak di bidang ekonomi, koperasi
termasuk KUD merupakan salah satu wadah kegiatan rakyat yang dipandang tepat untuk
membangun ekonomi rakyat, khususnya rakyat kelompok menengah ke bawah. Hal ini cukup
beralasan, karena koperasi bisa didirikan dengan modal yang relatif kecil sesuai dengan
kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah (miskin). Setiap anggota masyarakat kecil
pun bisa “ambil bagian” dalam koperasi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Beberapa
tokoh ekonomi-koperasi mengatakan bahwa koperasi merupakan wadah kegiatan ekonomi
yang paling cocok bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini diperkuat oleh B.J.
Habibie (sebagai Wakil Presiden RI) pada sambutannya dalam sebuah seminar nasional
(1995) di UGM, yang menyatakan bahwa “pembinaan UKM dan koperasi harus tetap
dilaksanakan untuk membangun ekonomi kerakyatan, karena UKM dan koperasi merupakan
wadah kegiatan ekonomi yang sangat strategis bagi pembangunan ekonomi rakyat”. Di
samping itu “koperasi juga bisa menjadi solusi masalah sosial” (Hilataha, 2003), karena
2
dengan berkoperasi, masyarakat diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraannya, sehingga
sedikit demi sedikiit akan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi yang menjadi sumber
masalah sosial di Indonesia.
Penduduk desa merupakan bagian penduduk Indonesia yang terbesar jumlahnya, dan
pada umumnya mereka berada pada strata ekonomi menengah ke bawah. Sebagian besar
dari mereka hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional harus
pula diarahkan pada pembangunan ekonomi pedesaan. Salah satu sarana pembangunan
ekonomi pedesaan yang telah lama dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah, sejak
pemerintahan orde baru hingga pemerintahan reformasi saat ini adalah KUD.
Pada awalnya KUD dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu pusat kegiatan
ekonomi pedesaan untuk membangun ekonomi masyarakat pedesaan. Berbagai undang-
undang/peraturan dan kebijakan pemerintah, seperti, UU No. 25/1992, Inpres No. 4/1973,
Inpres No. 2/1978, Inpres No. 4/1984, Inpres No. 4/1995, dan Inpres No. 18/1998, telah
dikeluarkan untuk mendukung perkem-bangan KUD. Namun dalam perjalanannya, banyak
kendala yang dihadapi, sehingga sampai saat ini peran KUD dalam pembangunan ekonomi
pedesaan dapat dikatakan masih sangat kecil.
Menurut Deputi Bidang Kelembagaan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Kusumo,
(2003), Program bantuan pemerintah yang diberikan kepada KUD sebagian besar tidak
berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Salah satu contoh dalam hal ini adalah kredit
usaha tani (KUT) yang disalurkan melalui KUD, telah terjadi kemacetan angsuran (tunggakan)
yang tidak sedikit. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, tunggakan KUT 1998/1999 per 31
Desember 2005 sebesar Rp5,76 Triliun. Secara rinci tunggakan KUT pada koperasi/KUD dan
UKM di Indoensia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Tunggakan KUT Di Indonesia Per 31-12-2005
SUMBER DANA NILAI ( Rp ) %
Pemerintah 3,30 triliun 57,26
Bank Indonesia (BI) 2,46 triliun 42,74
J u m l a h 5,76 triliun 100,00
Sumber: Bank Indonesia, 2005.
Besarnya tunggakan KUT yang disalurkan melalui KUD tersebut menunjukkan bahwa
KUD memang belum mampu mengelola usahanya secara profesional. Hal ini bisa disebabkan
3
oleh adanya sumber daya manusia (SDM) KUD yang kurang memahami tentang dunia bisnis
dan perkoperasian, serta kecenderungan bekerja secara sambilan (tidak profesional).
Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Suliati (2003) yang menyatakan bahwa pengelola
KUD pada umumnya ditunjuk dari atas (pemerintah), bukan dari orang-orang yang benar-
benar memiliki jiwa wirausaha (entrepreneurship), Mereka umumnya tidak menjiwai koperasi,
dan hanya tahu kucuran dana dari pemerintah. Jadi pada intinya, KUD dipandang belum
mampu menjalankan perannya sesuai dengan harapan pemerintah.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2007 terdapat 62 buah KUD yang tersebar
di empat kabupaten, yaitu 12 KUD di Kabupaten Kulonprogo, 17 KUD di Kabupaten Bantul,
16 KUD di Kabupaten Gunungkidul, dan 17 KUD di Kabupaten Sleman. Pada umumnya KUD-
KUD tersebut didirikan pada era pemerintahan orde baru, sekitar tahun 1970-an. Namun
hingga sekarang, perannya dalam membangun ekonomi pedesaan masih dirasa sangat kecil
dibanding dengan peran dari sektor ekonomi yang lain. Pada tahun 2004, dengan jumlah
anggota KUD sebanyak 290.406 orang dan jumlah modal sendiri sebesar
Rp15.048.700.000,00, maka rata-rata per orang (anggota) memiliki modal sendiri
Rp51.820,00 (Kantor Dinas Koperasi DIY, 2004). Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan
dengan jumlah modal sendiri yang dimiliki oleh swasta yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Begitu pula dalam bidang usahanya, jumlah omset usaha, laba (SHU), dan asset
seluruh KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta, semuanya jauh tertinggal (sangat kecil)
dibanding BUMN maupun BUMS yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sudah
mencapai puluhan triliun rupiah. Badan Usaha Perbakan saja di seluruh Daerah Istimewa
Yogyakarta telah memiliki total asset sebesar Rp11,85 triliun, dengan omset usaha (kredit
yang disalur-kan) sebesar Rp5,13 triliun (Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, 2004).
Berdasarkan kenyataan, jelaslah bahwa pada umumnya keadaan KUD-KUD di Daerah
Istimewa Yogyakarta masih sangat memprihatinkan. Perannya dalam menunjang
perekonomian masyarakat DIY masih sangat kecil dibanding dengan BUMN maupun swasta.
Dari sini jelaslah bahwa peran KUD yang diharapkan dapat menunjang perekonomian
masyarakat pedesaan belum sesuai dengan harapan pemerintah. Hal ini berarti bahwa
keberhasilan KUD, baik dari aspek organisasi maupun usahanya masih perlu dipertanyakan.
Ada banyak masalah yang dihadapi oleh KUD-KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam rangka mengembangkan organisasi dan usahanya. Masalah itu dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu masalah internal dan eksternal KUD. Termasuk dalam masalah internal
antara lain: faktor rendahnya kualitas SDM yang berdampak pada pengelolaan organisasi dan
4
usaha KUD; anggota KUD yang umumnya rakyat kecil sehingga cukup sulit untuk
memberdayakannya; rendahnya partispasi anggota yang terlihat dari kecilnya jumlah setoran
modal anggota dan pemanfaatan anggota terhadap layanan usaha KUD; lokasi KUD yang
cenderung kurang/tidak strategis untuk bisnis; serta budaya organisasi KUD yang kurang
kondusif untuk mengembangkan usaha. Sementara itu, masalah eksternal antara lain
menyangkut faktor kebijakan pemerintah dalam bidang perekonomian, persepsi masyarakat
terhadap KUD, pemasok, pelanggan, persaingan usaha dari badan usaha lain, teknologi,
sosial, dan politik. Masalah eksternal KUD ini cenderung bersifat ”given” dan tidak bisa
dikendalikan oleh para pengelola koperasi. Oleh karena itu penelitian ini lebih memfokuskan
pada permasalahan internal KUD. Dengan kata lain, penelitian ini akan membatasi pada
permasalahan internal KUD. Dengan membatasi pada masalah internal ini, diharapakan hasil
penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan praktisi koperasi.
Mengingat luasnya permasalahan internal yang dihadapi KUD-KUD di Daerah Istimewa
Yogyakarta, maka dalam penelitian ini masalah-masalah tersebut dibatasi pada masalah yang
berkaitan dengan SDM dan budaya organisasi KUD dalam hubungannnya dengan
keberhasilan organisasi KUD. Masalah SDM dibatasi pada masalah gaya kepemimpinan
pengurus dan masalah kinerja manajer KUD saja. Dipilihnya kedua masalah SDM koperasi
ini, karena menurut teori dan pendapat para pakar koperasi, manajer koperasi merupakan
pemegang kunci keberhasilan (key success) organisasi koperasi. Sementara itu
kepemimpinan pengurus sebagai pengambil kebijakan operasional tertinggi dalam koperasi
memegang peran penting dalam menentukan arah organisasi koperasi. Selanjutnya
mengenai budaya organisasi, para pakar juga berpendapat bahwa budaya organisasi memiliki
peran yang kuat terhadap keberhasilan organisasi koperasi. Di dalam pengertian koperasi di
sini tentu termasuk di dalamnya adalah KUD.
Berdasarkan kenyataan dan pendapat para pakar itulah, maka penelitian ini membatasi
pada permasalahan ekstrinsik manajer (faktor gaya kepemimpinan penggurus dan budaya
organisasi KUD) dalam kaitannya dengan kinerja manajer KUD dan keberhasilan organisasi
KUD, khususnya KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah gaya kepemimpinan pengurus KUD berpengaruh terhadap kinerja manajer dan
keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta?
2. Apakah budaya organisasi KUD berpengaruh terhadap kinerja manajer dan keberhasilan
organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta?
5
3. Apakah kinerja manajer KUD berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi KUD di
Daerah Istimewa Yogyakarta?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menguji pengaruh (1) gaya
kepemimpinan pengurus KUD terhadap kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD; (2)
budaya organisasi KUD terhadap kinerja manajer dan keberhasilan organisasi KUD; serta (3)
kinerja manajer terhadap keberhasilan organisasi KUD, di DIY.
B. Kerangka Teori1. Keberhasilan Organisasi KUD
Para pakar organisasi sependapat bahwa suatu organisasi dikatakan berhasil apabila
organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya. Dengan kata lain, keberhasilan suatu
organisasi dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan organisasi tersebut. Semakin tinggi
tingkat pencapaian tujuan, semakin tinggi pula tingkat keberhasilan organisasi tersebut, atau
sebaliknya.
Tingkat keberhasilan organisasi ini pada dasarnya dapat dilihat dari indikator mikro dan
makro yang ditetapkan dalam organisasi tersebut. Sebagai indikator mikro misalnya adalah
kepuasan anggota, kesejahteraan anggota, perkembangan jumlah anggota, permodalan, dan
perkembangan usahanya (volume usaha, pangsa pasar, harga saham dan laba/ keuntungan).
Sementara itu sebagai indikator makro adalah kontribusinya terhadap pemangunan
perekonomian nasional.
KUD sebagai suatu organisasi juga memiliki tujuan yang akan dicapai melalui
kegiatannya. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1992, pasal 3, tujuan koperasi termasuk KUD
adalah: memajukan kesejahteraan anggota khususnya, dan masyarakat pada umumnya,
serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Menurut
Refrison Baswir. (2000:40) tujuan koperasi/KUD tersebut meliputi tiga aspek pokok yaitu:
1. Peningkatan kesejahteraan anggota koperasi/KUD.
2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat umum.
3. Keikut-sertaan koperasi/KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasioanl yang
demokratis berdasarkan asas kekeluargaan.
Di dalam UU Koperasi NO. 25 tahun 1992, pasal 4 juga disebutkan bahwa salah satu fungsi
koperasi adalah untuk mewujudkan dan membangun tatanan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
6
Fungsi ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk aktualisasi pasal 33 UUD 1945 oleh
koperasi dalam rangka menunjang tatanan perekonomian nasional.
Menurut Sri Edi Swasono (2004; xii), pasal 33 UUD 1945 telah menegaskan bahwa
prinsip kebersamaan (mutualism) dan asas kekeluargaan (brotherhood) sebagai dasar dari
perikehidupan (tatanan) perekonomian Indonesia. Oleh karena itulah koperasi menempatkan
diri sebagai salah satu instrumen untuk membangun perikehidupan (tatanan) perekonomian
nasional tersebut. Hal ini diaktualisasikan oleh koperasi di dalam tujuan dan fungsi koperasi,
seperti yang termuat pada UU Perkoperasian Indonesia No. 25 Tahun 1992. Berdasarkan
tujuan dan fungsi koperasi tersebut, koperasi harus juga berperanserta untuk membangun/
mewujudkan perikehidupan (tatanan) perekonomian nasional yang demokratis berdasarkan
pada asas kebersamaan dan kekeluargaan.
Dalam hubungannya dengan keberhasilan organisasi, Ropke dalam Kasmawati
(2003:57) menyatakan bahwa konsep keberhasilan organisasi bersifat relatif. Namun
demikian keberhasilan suatu organisasi ekonomi (termasuk koperasi) selalu
mengimplikasikan pendapatan yang harus lebih besar daripada pengeluarannya. Dalam
konteks KUD sebagai suatu organisasi ekonomi, keberhasilan organisasinya dapat diukur
dengan ketercapaian sisa hasil usaha (SHU)nya., karena SHU merupakan salahsatu faktor
pendukung kesejahteraan anggota. Selanjutnya Hanel (1985:106) menyatakan bahwa
keberhasilan organisasi koperasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu: 1) keberhasilan dalam
bisnis (business success), 2) keberhasilan dalam keanggotaan (members success), dan 3)
keberhasilan dalam pembangunan (development success).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, untuk mengukur keberhasilan organisasi KUD
pada dasarnya dapat digunakan indikator:
1. Keberhasilan dalam bisnis (seperti besarnya SHU, peningkatan modal sendiri, peningkatan
usaha, dan penignkatan volume usaha).
2. Keberhasilan dalam keanggotaan (seperti peningkatan jumlah anggota, dan peningkatan
kesejahteraan anggota,).
3. Keberhasilan dalam pembangunan (seperti besarnya kontribusi terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar, pembangunan fisik daerah sekitar, serta keikutsertaan
KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis, berdasarkan
pada asas kekeluargaan.
Dalam penelitian ini, ketiga indikator keberhasilan tersebut yang dipandang relevan untuk
mengukur keberhasilan organisasi KUD sebagai organisasi sosial-ekonomi rakyat pedesaan.
7
KEBERHASILANORGANISASI
KOPERASI/KUD
FAKTOR INTERNAL:Kinerja SDM Manajemen organisasiBudaya organisasi Kemampuan keuanganKepemimpinan dalam organisasi
FAKTOR EKSTERNAL:Lingkungan sosial-politikPersaingan dari BU lainKebijakan pemerintah.Iklim perekonomianLain-lain
Selanjutnya ketiga indikator itu dirinci menjadi empat indikator, yaitu (1) indikator yang
menyangkut SHU; (2) indikator yang menyangkut peningkatan kesejahteraan anggota; (3)
indikator yang menyangkut kesejahteraan masyarakat sekitar KUD; dan indikator yang
menyangkut peranserta KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang
demokratis berasaskan kekeluargaan.
Keberhasilan organisasi KUD sebagai suatu organisasi ekonomi dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi
ekonomi yang lain. Alasannya bahwa KUD pada dasarnya juga merupakan suatu bentuk
badan usaha (organisasi ekonomi) yang menyelenggrakan kegiatan ekonomi. Dengan kata
lain, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi ekonomi (badan usaha) pada
umumnya dapat pula mempengaruhi keberhasilan orgnanisasi KUD.
Gambar 1
Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Keberhasilan Organisasi Koperasi/KUD
Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi koperasi/KUD pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal koperasi
(lihat Gambar 1). Faktor internal antara lain menyangkut kinerja SDM koperasi/KUD,
manajemen organisasi, budaya organisasi, kemampuan keuangan dari koperasi yang
8
bersangkutan, dan kepemimpinan dalam organisasi koperasi. Sementara itu itu, faktor
eksternal antara lain menyangkut lingkungan sosial-politik, persaingan dari badan usaha lain,
kebijakan pemerintah, dan iklim perekonomian.
Mengingat luasnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi
KUD, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor internal saja. Hal ini disebabkan
faktor internallah yang dapat dikendalikan oleh para pengelola koperasi, sedangkan faktor
eksternal cenderung tidak bisa dikendalikan oleh para pengelola KUD. Dengan mengkaji
faktor internal tersebut, penelitian ini akan lebih bermafaat bagi pengelola KUD untuk
mendapatkan suatu pedoman dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan
KUD, tanpa harus menunggu kebijakan dari pihak luar. Faktor internal yang dikaji dalam
penelitian ini pun dikhususkan pada faktor kinerja manajer, beserta faktor-faktor ekstrinsik
yang berpengaruh terhadap kinerja manajer KUD, yaitu gaya kepemimpinan pengurus, dan
budaya organisasi KUD. Faktor gaya kepemimpinan pengurus, dan budaya organisasi KUD
ini diduga memliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja manajer KUD dan keberhasilan
organisasi KUD.
2. Kinerja Manajer dan Keberhasilan Organisasi KUD Tracey dalam Indrawan, R. (1998: 73) menjelaskan tentang kinerja (performance)
sebagai berikut: “What the person will be given to use in doing the work (tools, equipment,
work, aids, references, materials) what we will bedenaied (tools, equipment, and the
supervision) will be provided, and the physical environment in which he must perform (climate,
space, light, and the like). Kinerja seseorang menunjukkan berbagai hal yang berkaitan
dengan kemampuan orang tersebut untuk menampilkan perilakunya. Kemampuan itu
menyangkut kegiatan merealisasikan rencana/program yang ditetapkan sebelumnya.
Sementara itu Prawirosentoso, S. (1999: 2) menjelaskan bahwa “kinerja merupakan hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, dengan legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral – etika”.
Berdasarkan pengertian tersebut, pada dasarnya kinerja manajer menunjukkan tampilan
(performa) hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh manajer atas kemampuannya
dalam merelaisasikan program kerja.
Gibson et al., (1994: 20) melihat kinerja individu ditandai dengan indikator kepuasan kerja, tingkat kemangkiran , kepindahan, dan produktivitas kerja. Kinerja yang tinggi
terlihat degan tercapainya kepuasan kerja yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah,
9
kecenderungan pindah (kepindahan) yang rendah, serta, produktivitas kerja yang tinggi.
Keempat indikator tersebut selajutnya dapat digunakan untuk mengukur tinggi-rendahnya
kinerja individu.
Mengenai keterkaitan antara kinerja dan keberhasilan usaha suatu organisasi, Steers
and Portter (1977: 9) berpendapat bahwa kinerja yang baik akan menciptakan efektivitas
organisasi yang tinggi. Efektivitas organisasi ini menggambarkan tingkat ketercapaian tujuan
organisasi tersebut. Semakin tinggi tingkat efektivitas organisasi, semakin tinggi pula tingkat
ketercapaian tujuan organisasi tersebut. Ketercapaian tujuan organisasi pada dasarnya
menggambarkan keberhasilan kegiatan organisasi tersebut. Artinya semakin tinggi tingkat
ketercapaian tujuan, semakin tinggi pula tingkat keberhasilan kegiatan organisasi tersebut. Ini
berarti kinerja individu (apalagi individu itu sebagai pimpinan organisasi) pada dasarnya akan
berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya Simanjuntak,
P.C. (2001: 1) menjelaskan bahwa kinerja SDM (termasuk manajer) merupakan titik sentral
dalam masalah-masalah efektivitas organisasi (keberhasilan organisasi). Hal ini berarti bahwa
efektivitas/keberhasilan organisasi sangat ditetukan oleh kinerja SDM organisasi tersebut.
Teori tersebut tentunya berlaku pula pada KUD sebagai suatu organisasi. Kinerja manajer
KUD tentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi KUD tersebut, mengingat
manajer merupakan titik sentral pengelolaan organisasi KUD.
Kinerja seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk perilaku orang tersebut,
dengan tingkat kompleksitas dan komposisi tertentu, yang yang bersumber dari dalam
individu (faktor intrinsik) maupun dari lingkungan individu (faktor ekstrinsik). Bandura (1977:
356) dengan teori pembelajaran sosial (social learning theory)nya menegaskan adanya
hubungan reciprocal determinism antara perilaku individu, potensi dalam diri individu (faktor
intrinsik), dan lingkungannya (faktor ekstrinsik). Sementara itu Gibson (1994), Davis (1996),
dan Robbins (1996) dalam Indrawan, R. (1998: 21) dengan modelnya menjelaskan bahwa
perilaku individu dalam organisasi terbentuk oleh berbagai faktor yang ada dalam diri individu
dan lingkungannya. Hal ini senada dengan pendapat Battemen et al. dalam Dale Timpe A
(1992: 32) dengan teori “Atribusi-Kausal” yang menyatakan bahwa ada dua kategori dasar
atribut yang dapat mempengaruhi kinerja individu, yaitu atribut pertama yang bersifat intrinsik
atau disposisional (berkaitan dengan sifat/karakteristik individu), dan atribut ke dua yang
bersifat ekstrinsik atau situasional (berkaitan dengan lingkungan individu, seperti lingkungan
kerja dan jenis pekerjaan).
10
Faktor ekstrinsik yang memiliki pengaruh terhadap kinerja manajer KUD antara lain
adalah gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD. Kepemimpinan pengurus
yang menghasilkan keputusan-keputusan operasional akan menjadi pedoman bagi manajer
dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam KUD tidak bisa lepas
dari kepemimpinan pengurus KUD. Sementara itu faktor budaya oragnisasi akan mewarnai
perilaku manajer, karena manajer mau tidak mau harus mengikuti kebiasaan-kebiasaan atau
komitmen oragnisasi yang sudah ada dalam menjalankan tugas dan kegiatannya. Hal itu
disebabkan manajer cenderung menjaga agar tidak terjadi konflik yang mungkin justru
menghambat pelaksanaan tugas dan kegiatannya. Oleh karena itu, kinerja manajer tentu
akan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pengurus maupun budaya organisasi KUD
tersebut.
3. Gaya Kepemimpinan Pengurus dan Kinerja Manajer KUDHersey – Blanchard (1992:176) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai pola
perilaku yang dilakukan oleh pemimpin pada saat berupaya mempengaruhi aktiitas orang lain
(bawahan) seperti yang dilihat orang lain. Selanjutnya Thoha, M. (1996:265) menjelaskan
bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
(pemimpin) pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang seperti yang ia
lihat. Sementara itu Dharma (1984:37) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah
perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang (pemimpin) pada saat memepengaruhi orang lain.
Pengertian-pengertian tersebut pada hakekatnya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
seseorang (pemimpin) merupakan hasil persepsi orang lain yang melihat terhadap perilaku
pemimpin tersebut dalam upaya mempengaruhi aktivitas orang lain. Orang lain yang melihat
itu bisa atasannya, bawahannya, atau teman sejawatnya. Oleh karena itu untuk mengetahui
atau menilai gaya kepemimpinan seseorang (pemimpin) dapat digunakan persepsi dari orang
lain seperti atasan, bawahan, atau teman sejawat orang (pemimpin) tersebut.
Dalam struktur organisasi koperasi/KUD, manajer KUD pada dasarnya merupakan
bawahan dari pengurus KUD. Sebagai bawahan dari pengurus, tentu manajer menjadi salah
seorang sasaran perilaku kepemimpinan pengurus. Pengurus tentu menginginkan perilaku
manajer dalam menjalankan tugas dan kegiatannya sesuai dengan keputusan-keputusan
kepemimpinannya. Oleh karena itu, mau tidak mau kinerja manajer KUD pun akan
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pengurus dalam memimpin oragnisasi KUD tersebut.
Menurut Meredith (1984:22) dan Praningrum (1998:18), ada dua macam gaya
kepemimpinan utama, yaitu 1) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task
11
oriented) dan 2) gaya kemimpinan yang berorientasi pada karyawan (employee oriented).
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas cenderung menetapkan sasaran dan
rencana, mengarahkandan mengawasi bawahan secara tertutup, serta lebih menekankan
pada pelaksanaan pekerjaan daripada perkembangan dan pertumbuhan karyawan.
Sementara itu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan cenderung memotivasi
dan membina hubungan dengan bawahan dan anggota kelompoknya untuk melaksanakan
tugas dengan memberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
menciptakan suasana persahabatan, saling percaya, saling menghargai dan menghormati.
Berdasarkan hasil studi para pakar organisasi di Ohio State Univercity, Yukl (1994:44)
dan Thoha, M. (1996:245) mengidentifikasi adanya dua kelompok perilaku (gaya)
kepemimpinan, yaitu: 1) gaya kepemimpinan yang menekankan pada struktur inisiatif
(initiating structure) dan 2) gaya kepemimpinan yang menekankan pada pertimbangan (consi-
deration). Gaya kepemimpinan initiating structure cenderung mengatur dan menentukan pola
organisasi, saluran komunikasi, dan prosedur kerja yang tegas/jelas dalam mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena itu, gaya kepe-mimpinan initiating structure dikategorikan sebagai
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented). Sementara itu gaya
kepemimpinan consideration cenderung menciptakan hubungan yang hangat antara pimpinan
dan bawahan, saling percaya, kekeluargaan, kesetiakawanan, serta memberikan
penghargaan terhadap pendapat bawahan. Oleh karena itu gaya kepemimpinan consideration
ini dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan yang berorientsi pada karyawan (employee
oriented).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Yukl (1994:45) dan Thoha, M. (1996:246) bahwa kedua gaya
(perilaku) kepemimpinan tersebut berbeda dan terpisah, namun demikian gaya kepemimpinan
seseorang dapat merupakan kombinasi dari kedua gaya kepemimpinan tersebut, meski kadar
(intensitas)nya bisa berbeda. Menurut para ahli di Universitas Ohio dalam Thoha, M.
(1996:247), kepuasan yang tinggi dan keluhan yang rendah pada bawahan banyak terjadi
pada kepemimpinan atasan yang bergaya consideration tinggi dan didukung dengan initiating
structure yang tinggi pula. Sebaliknya, kepuasan yang rendah dan keluhan yang tinggi pada
bawahan banyak terjadi pada kepemimpinan atasan yang bergaya kepemimpinan
consideration rendah, meskipun didukung dengan intiating structure yang tinggi maupun
rendah. Hal itu mengisyaratkan bahwa gaya kepemimpinan consideration memliki peran yang
lebih kuat terhadap kepuasan dan keluhan bawahan dibanding intiating structure. Namun
demikian gaya kepemimpinan yang ideal bagi suatu organisasi adalah kombinasi keduanya
12
(consideration dan initiating structure) yang tinggi. Hal ini tentu akan berakibat kinerja
bawahan juga menjadi tinggi.
Apabila kadar gaya consideration rendah (menurun), sedangkan initiating structure tetap
tinggi, maka kepuasan anggota akan semakin rendah (menurun) dan keluhan akan semakin
tinggi. Hal ini dapat berarti efektivitas kepemimpinan semakin rendah. Apalagi jika kadar gaya
initiating structure-nya juga rendah (menurun), maka efektivitas kepemimpinannya tentu akan
semakin rendah/menurun. Akibatnya kinerja bawahan juga akan semakin rendah.
Berdasarkan penjelasan tentan gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan
konsiderasi dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang relevan dengan ideologi dan
prinsip-prinsip KUD. Perlu diketahui bahwa karakteristik KUD sebagai koperasi adalah
adanya unsur kekeluargaan (kebersamaan dan kerjasama) dan keterbukaan yang demokratis
dalam pengelolaan organisasinya. Supriyanto (1997:27-32) mengemukakan secara rinci
tentang pola kepemimpinan yang perlu dikembangkan dalam organisasi koperasi termasuk
KUD sebagai berikut.
Kepemimpinan yang DemokratisDalam hal ini pimpinan KUD harus memiliki memiliki sikap demokratis, dan berfungsi
sebagai katalisator sehingga mampu mempercepat proses kegiatan organisasi secara
wajar.
Kepemimpinan yang TerbukaDalam hal ini pimpinan KUD harus terbuka dalam batas-batas sesuai dengan aturan
atau norma-norma yang ditentukan, komunikatif, serta berpandangan luas. Kepimpinan
dalam KUD harus memberikan kesempatan pada bawahan (karyawan) maupun anggota
untuk mengajukan usul, pendapat, maupun kritikan.
Kepemimpinan yang Menjalin Kerjasama, Adil, dan Mandiri Dalam hal ini pimpinan KUD harus mampu menjalain kerjasama dengan orang-orang di
dalam maupun di luar KUD. Di sini pimpinan juga harus mampu menunjukkan keadilan
dalam pelaksanaan kegiatan (mampu memberikan penghargaan), serta mampu bekerja
secara mandiri, tanpa bergantung pada kemampuan orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, di dalam organisasi KUD seyogyanya dikembangkan
gaya kepemimpinan yang consideration (konsiderasi). Dengan kata lain, gaya kepemimpinan
consideration (konsiderasi) dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang relevan untuk
dikembangkan pada organisasi koperasi termasuk KUD. Oleh karena itulah, dalam penelitian
13
ini hanya diungkap gaya kepemimpinan konsiderasi berkaitan dengan kinerja manajer dan
keberhasilan organisasi KUD di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Analog dengan teori di atas, maka di dalam organisasi KUD dapat dikatakan bahwa
apabila gaya kepemimpinan pengurus menunjukkan kadar konsiderasi yang tinggi, efektivitas
kepemimpinan pengurus juga akan tinggi, sehingga kinerja manajer (sebagai bawahan
pengurus) KUD akan semakin tinggi, dan selanjutnya keberhasilan organisasi KUD pun juga
akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila kadar konsiderasi rendah, maka efektivitas
kepemimpinan pengurus akan semakin rendah, sehingga kinerja manajer akan semakin
rendah, selanjutnya keberhasilan organisasi KUD pun juga akan semakin rendah.
4. Budaya Organisasi dan Kinerja Manajer KUD
Schein (1992) dalam Yukl (1994:299) mendefinisikan budaya organisasi sebagai
asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersama oleh para anggota
dari sebuah organisasi. Asumsi dan keyakinan tersebut menyangkut pandangan kelompok
tentang sifat waktu dan ruang lingkup, serta sifat manusia dan hubungan antarmanusia.
Sementara itu Robbins (2003:305) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan suatu
sistem makna dan kendali bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan
organisasinya dengan organisasi yang lain. Sistem makna dan kendali bersama itu
mengandung seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh anggota organisasi tersebut.
Selanjutnya Robbins mengemukan adanya tujuh karakteristik utama budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko (sejauh mana anggota organisasi didorong untuk
inovatif dan mengambil resiko).
2. Perhatian pada rincian tugas (sejauh mana para anggota organisasi diharapkan
memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian pada rincian tugas).
3. Orientasi hasil (sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukannya
pada proses pencapaian hasil).
4. Orientasi orang (sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada
orang-orang/anggota organisasi).
5. Orientasi tim (sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan pada tim, ukannya pada
individu-individu).
6. Keagresifan (sejauh mana anggota organisasi menunjukkan agresifitas dan kompetitif,
bukannya santai-santai). 7. Kemantapan (sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo daripada
perubahan/pertumbuhan. (2003:305).
14
Ketujuh karateristik budaya organisasi tersebut berlangsung dalam suatu kesatuan dari
rendah ke tinggi. Semakin tinggi karakteristik budaya organisasi tersebut, maka akan semakin
kondusif budaya organisasi tersebut dalam membetuk perilaku positif (kinerja yang tinggi)
bagi para anggota oraganisasinya. Sebaliknya, semakin lemah karakteristik budaya
organisasi, maka akan semakin kurang kondusif budaya organisasi tersebut membentuk
kinerja para anggotanya, sehingga kinerja para anggota tersebut cenderung semakin rendah.
Dari mana asal budaya organisasi itu? Robbins (2003:315) menjelaskan bahwa para
pendiri oraganisasi bisa merupakan sumber utama budaya organisasi. Visi dan misi para
pendiri organisasi secara alami memiliki dampak besar terhadap budaya awal organisasi.
Budaya awal ini pada umumnya terus berkembang hingga menjadi makna dan kendali
bersama yang mencirikan budaya organisasi tersebut. Selanjutnya Robbins menjelaskan
bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi melalui tiga cara, yaitu: Pertama, para
pendiri organisasi hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan
merasakan strategi yang mereka tempuh; Ke dua, para pendiri mengindoktrinasikan dan
mensosialisasikan kepada para anggotanya tentang cara berpikir dan merasakan suatu
strategi mereka; Ke tiga, perilaku pendiri sendiri berfungsi sebagai model peran yang
mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri terhadap para pendiri, sehingga
menginternalisasikan keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi pada karyawan. Berdasarkan proses
terjadinya itu, nampak bahwa budaya organisasi akan berdampak pada perilaku (kinerja) para
anggota (karyawan) yang ada di dalam organisasi tersebut. Hal itu disebabkan para anggota
(karyawan) berpikir dan merasakan pentingnya internalisasi budaya organisasi pada
perilakunya agar mampu bergerak ke arah yang sama dengan tujuan organisasi.
Budaya organsiasi memiliki banyak fungsi bagi perkembangan organisasi yang
bersangkutan. Menurut Robbins (2003:311) salah fungsi budaya organisasi adalah sebagai
mekanisme pembuat makna dan kendali yang dapat memandu dan membentuk perilaku para
anggotanya. Meskipun budaya organisasi ini tidak tertulis seperti aturan-aturan formal, namun
pelanggaran terhadap budaya organisasi ini, baik oleh atasan maupun bawahan akan
mengakibatkan ketidaksetujuan yang universal dan hukuman berat. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa peran budaya organisasi semakin penting dalam membentuk perilaku
(kinerja) para anggotanya. Semakin kuat makna dan kendali yang diberikan oleh budaya
organisasi, maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap para anggotanya untuk
berperilaku ke arah yang sama yaitu tujuan organisasi. Dengan kata lain, semakin kuat
pengaruh budaya organisasi pada anggota, akan semakin tinggi pula kinerja anggota dalam
15
mencapai tujuan organisasi. Robbins menggambarkan proses budaya organisasi berdampak
pada kinerja dan kepuasan karyawan (anggota organisasi) seperti Gambar 2.3.
Kekuatan
Sumber : Robbins (2003:329)
Gambar 2Proses Budaya Organisasi Berdampak Pada Kinerja Dan Kepuasan
Apabila teori tersebut diaplikasikan dalam KUD, maka semakin kuat karakteristik (makna
dan kendali) budaya oragnisasi yang ada dalam KUD, akan semakin tinggi pula kinerja para
karyawan termasuk manajer KUD tersebut. Sebaliknya, semakin lemah karakteristik budaya
organisasi KUD, maka akan semakin rendah kinerja karyawan KUD tersebut.
5. Gaya Kepemimpinan Pengurus dan Keberhasilan Organisasi KUD
Para ahli di Universitas Ohio dalam Thoha, M. (1996:247) menjelaskan bahwa
kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan initiating structure yang tinggi
akan menghaslkan efektivitas organisasi yang tinggi pula. Apabila gaya consideration rendah,
maka efektivitas orgaanisasi juga akan rendah meskipun didukung oleh gaya initiating
structure yang tinggi maupun rendah. Sementara itu Davis dan Newstroom (1996: 166)
menjelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif dalam mencapai tujuan organisasi akan
menampilkan kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan intiating structure
yang tinggi pula. Namun ia lebih menekankan pada gaya consideration yang lebih tinggi
daripada gaya initiating structure. Kedua teori tersebut didukung oleh Praningrum (1998:24)
yang meyatakan bahwa kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dan
16
Faktor Tujuan:- inovasi dan penem-
patan risiko- perhatian- orientasi hasil- orientasi orang- orientasi tim- keagresifan- kemantapan
Budaya Organisasi
Tinggi
Rendah
Kinerja
Kepuasan
initiating structure yang tinggi memiliki kebenaran untuk mencapai keberhasilan manajemen.
Hal ini disebabkan kombinasi gaya cosideration yang tinggi dan initiating structure yang tinggi
akan menghasilkan dasar yang kuat untuk mencapai kepemimpinan yang efektif yang
mendukung ketercapaian tujuan manajemen.
Berdasarkan berbagai teori dan pendapat tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan
bahwa kombinasi gaya kepemimpinan dengan kadar consideration yang tinggi dan initiating
structure yang tinggi akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif dalam mencapai
keberhasilan manajemen atau organisasi. Apabila kadar gaya kepemimpinan consideration
rendah (menurun), meskipun kadar gaya initiating structure tinggi, maka efektivitas
kepemimpinan juga akan menurun, sehingga tingkat keberhasilan organisasi juga akan
menurun. Apalagi jika kadar kedua gaya kepemimpinan tersebut sama-sama rendah
(menurun), maka efektivitas kepmimpinan akan semakin rendah/menurun, sehingga tingkat
keberhasilan manajemen/organisasi juga akan semakin rendah/menurun.
Analog dengan kesimpulan di atas, maka di dalam organisasi KUD dapat dikatakan
bahwa apabila gaya kepemimpinan pengurus menunjukkan kadar consideration yang tinggi,
efektivitas kepemimpinan pengurus akan tinggi, sehingga tingkat keberhasilan organisasi
KUD pun akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila kadar consideration rendah (menurun),
maka efektivitas kepemimpinan pengurus akan semakin rendah (menurun), sehingga tingkat
keberhasilan organisasi KUD juga akan cenderung semakin rendah (menurun).
6. Budaya Organisasi dan Keberhasilan Organisasi KUD
Budaya organisasi memang perlu diadaptasi oleh segenap karyawan yang ada dalam
organisasi, terutama karyawan baru. Gibson (2003: 198) menjelaskan bahwa proses
sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan baru harus dilakukan secara bertahap, tidak
perlu segenap budaya organisasi diindoktrinasikan kepada karyawan baru, karena karyawan
baru memliki kemampuan alami untuk mengadaptasi budaya yang baru mereka hadapi.
Sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan baru ini dimaksudkan agar karyawan baru
bisa segera melakukan adaptasi terhadap budaya organisasi. Dengan semakin cepat mereka
mengadaptasi budaya organisasi, maka produktivitas kerja, komitmen, dan mobilitasnya akan
semakin meningkat.
Dalam proses sosialisasi budaya organisasi Gibson (2003:319-320) menyebutkan tiga
tahap sosialisasi, yaitu:
1. Tahap Prakedatangan
17
Dalam tahap ini terjadi proses pembelajaran budaya organisasi yang dilakukan oleh
karyawan baru sebelum bergabung dalam organisasi. Dalam tahap ini diharapkan
karyawan mengenal budaya organisasi yang ada.
2. Tahap Perjumpaan
Dalam tahap ini karyawan baru melihat budaya apa yang sesungguhnya ada dalam
organisasi dan penyimpangan yang mungkin dari kenyataan yang ada. Dalam tahap ini
diharapkan terjadi proses adaptasi budaya pada karyawan tersebut.
3. Tahap metamorfosis
Dalam tahap ini karyawan baru telah berubah dan menyesuaikan pekerjaannya dengan
pekerjaan kelompok dan organisasi.
Melalui proses sosialisasi yang bertahap ini karyawan baru akan mengadaptasi budaya
organisasi secara pelan tapi pasti, sehingga mereka mampu menyerap budaya organisasi
secara positif. Adaptasi budaya organisasi ini sangat penting bagi karyawan dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya, yang apada akhirnya akan meningkatkan produktivitas
kerja, komitmen, dan moblitas mereka dalam organisasi.
Berdasarkan proses sosialisasi budaya organisasi tersebut dapat dijelaskan bahwa
setelah melalui tahap akhir sosialisasi, karyawan akan mampu mengadaptasi budaya
organisasi secara positif sehingga mampu meningkatkan produktivutas kerja, komitmen, dan
mobilitasnya dalam organisasi. Hal ini berarti bahwa keberhasilan adaptasi budaya
organisasi pada karyawan akan mendukung ketercapaian tujuan organisasi yang sekaligus
akan mendukung keberhasilan organisasi.
Analog dengan teori tersebut, maka dalam organisasi KUD, apabila segenap
karyawan termasuk manajer telah mampu mengadaptasi budaya organisasi KUD, maka
produktivitas kerja, komitmen, dan mobilitas mereka dalam organisasi akan semakin tinggi.
Akibat berikutnya adalah tercapainya keberhasilan organisasi KUD. Dengan demikian dapat
dikatakan, semakin tinggi tingkat adaptasi budaya organisasi oleh manajemen, akan semakin
tinggi pula tingkat keberhasilan organisasi KUD tersebut, atau sebaliknya.
C. Kerangka Pikir dan Hipotesis PenelitianBerdasarkan kajian teori di atas dapat dijelaskan adanya empat variabel yang saling
berhubungan dalam penelitian ini, yaitu: variabel gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus
KUD; budaya organisasi KUD; kinerja manajer KUD; dan keberhasilan organisasi KUD.
18
Keterikatan antarvariabel tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar 3 yang sekaligus
merupakan model diagram path penelitian.
H3
H1
H5
H2 H4
Gambar 3. Model Diagram Path Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir yang diilustrasikan seperti model diagram path penelitian
selanjutnya dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut.
1. Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD (X1) berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja manajer KUD (Y1) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Budaya organisasi KUD (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajer KUD
(Y1) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD (X1) berpengaruh secara signifikan
terhadap keberhasilan organisasi KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Budaya organisasi KUD (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan
organisasi KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta
5. Kinerja manajer KUD (Y1) berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi
KUD (Y2) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bersifat kausal (sebab akibat)
dengan variabel eksogen (bebas) yang terdiri atas gaya kepemimpinan manajer dan budaya
19
Gaya Kepemim-pinan Pengurus
KUD
Budaya Organisasi KUD
( X2 )
Kinerja Mana-jer KUD ( Y1 )
Keberhasilan Organisasi KUD ( Y2
)
( Y2 )
PKSA (Y2.1)
SHU (Y2.4)
PKMS(Y2.2)
PTPN(Y2.3)
organisasi KUD, variabel intervening yang berupa kinerja manajer KUD, dan variabel endogen
(terikat) yang berupa keberhasilan organisasi KUD. Variabel keberhasilan organisasi KUD
dilihat dari empat indikator yaitu: Partisipasi KUD dalam meningkatan kesejahteraan anggota;
Partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar KUD; Partisipasi KUD
dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis; dan Bagian SHU
anggota rata-rata per orang.
Gaya kepemimpinan pengurus merupakan fakta (informasi) nyata yang terjadi pada
pengurus, khusunya ketua pengurus KUD. Sementara itu, budaya organisasi KUD merupakan
fakta (nformasi) yang telah ada dalam lingkungan organisasi KUD, sedangakan kinerja
manajer merupakan fakta (informasi) yang terjadi pada manajer. Begitu pula keberhasilan
organisasi KUD merupakan fakta yang telah terjadi pada KUD. Oleh karena itu penelitian ini
tidak melakukan manipulasi data variabel yang telah ada. Dengan demikian penelitian ini juga
dikategorikan sebagai penelitian expost facto.
Penelitian ini juga merupakan penelitian sensus dengan populasi seluruh KUD yang ada
di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjumlah 62 KUD. Ke62 KUD tersebut tersebar di
empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman 17 KUD; Kabupaten Gunungkidul 16 KUD;
Kabupaten Bantul 17 KUD; dan Kabupaten Kulonprogo 12 KUD (Sumber: Kantor Dinas
Koperasi DIY tahun 2006). Dari 62 KUD tersebut ternyata hanya 43 KUD yang bersedia dan
layak dijadikan objek penelitian. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah Ketua BP (43
orang), manajer (43 orang), karyawan KUD (215 orang), dan anggota KUD (430 0rang), serta
tokoh masyarakat desa sekitar KUD (43 orang).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang terdiri atas: angket
untuk karyawan KUD (guna mengumpulkan data kinerja manajer, gaya kepemimpinan
pengurus, dan budaya organisasi KUD); angket untuk Ketua BP (guna mengumpulkan data
partisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional); angket untuk anggota
KUD (guna mengumpulkan data partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan anggota
KUD); serta angket untuk tokoh masyarakat desa sekitar KUD (guna mengumpulkan data
partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Angket tersebut disusun
menggunakan model skala Likert dengan lima alternatif jawaban. Alternatif jawaban yang
paling rendah tingkatannya diberi skor 1, dan yang paling tinggi diberi skor 5. Di samping
angket, juga digunakan instrumen dokumen yang berupa Laporan Pertanggung-jawaban
keuangan Pengurus KUD Tahun Anggaran 2006 (yang terakhir). Instrumen ini digunakan
untuk mengumpulkan data SHU anggota rata-rata per orang.
20
Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk (construct
validity) dengan mengkorelasikan skor masing-masing pertanyaan dengan jumlah skor
masing-masing variabel. Suatu item angket dikatakan valid apabila koefisien-korelasinya
positif dan signifikan, dengan nilai koefisien korelasi ≥0,30 (Azwar, S,1997: 163). Sementara
itu untuk uji reliabilitas digunakan rumus Cronbach’s Alpha. Menurut Nunnaly dalam Ghozali
(2005:42), instrumen dikatakan reliabel jika nilai koefisien Cronbach’s Alpha ≥0,60. Hasil uji
validitas dan reliabilitas instrumen (angket) penelitian ini nampak pada Tabel 2.
Tabel 2Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
VariabelKoefisien Korelasi
( r )
Cronbach Alpha( α )
Keterangan
Gaya kepemimpinan pengurus KUD
0,3164 – 0,5940 0,8278 Valid dan Reliabel
Budaya organisasi KUD 0,3186 – 0,7477 0,8762 Valid dan ReliabelKinerja manajer KUD 0,3124 – 0,7718 0,8247 Valid dan ReliabelParisipasi KUD dalam meningkatkan kesejah-teraan anggota
0,3565 – 0,8014 0,8834 Valid dan Reliabel
Parisipasi KUD dalam meningkatkan kesejah-teraan masyarakat sekitar KUD
0,3391 – 0,5429 0,7610 Valid dan Reliabel
Parisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional
0,3257 – 0,6239 0,8177 Valid dan Reliabel
Sumber: Hasil olah data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Path Analysis (Analisis
Jalur) sesuai dengan jenis data dan model penelitian ini. Analisis jalur yang dioperasikan
dalam penelitian ini menggunakan program SPSS. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam analisis jalur ini adalah sebagai berikut. (Solimun 2002; 48-56)
1: Pengembangan model berdasarkan konsep dan teori
Langkah ini digunakan untuk mengembangkan sebuah model yang mempunyai
justifikasi teoritis yang kuat. Secara teoritis, hubungan antar variabel yang saling
berpengaruh dapat dijelaskan seperti model yang digambarkan pada gambar 3 (Model
Diagram Path Peneltian).
Model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan dengan membentuk
sistem persamaan simultan sebagai berikut.
21
1. Y1 = α0 + α1 X1 + α2 X2 + ε1
2. Y2.1 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2
Y2.2 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2
Y2.3 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2
Y2.4 = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 Y1 + ε2
KETERANGAN:
1. X1 : Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD.2. X2 : Budaya Organisasi KUD.3. Y1 : Kinerja Manajer KUD.4. Y2 : Keberhasilan Organisasi KUD. Y2.1 : Partisipasi KUD dalam meningkatan kesejahteraan anggota. Y2.2 : Partisipasi KUD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar KUD Y2.3 : Partisipasi KUD dalam membangun tatanan perekonomian nasional yang de-
mokratis.Y2.4 : Bagian SHU anggota rata-rata per orang.
2: Pengujian asumsi yang melandasi path analysis
Langkah ini akan menguji asumsi yang melandasi path analysis. Adapun asumsi
tersebut adalah. Berdasarkan hubungan antarvariabel, model yang dikembangkan dalam
penelitian ini dapat dikatakan merupakan model rekursif, dan data variabel endogennya
pun merupakan data berskala interval. Hal ini berarti menunjukkan bahwa asumsi dasar
path analysis telah terpenuhi.
3: Pendugaan Parameter (Penghitungan Koefisien Path)
Penghitungan koefisien pada diagram path dapat dijelaskan melalui arah anak panah.
Untuk anak panah satu arah digunakan penghitungan regresi variabel secara parsial pada
masing-masing persamaan. Metode yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square).
Dari penghitungan ini diperoleh koefisien path pengaruh langsung (koefisien Pi) dari
variabel X1 dan X2 terhadap Y1 maupun Y2. Di samping pengaruh langsung, dalam analisis
path ini juga diperoleh koefisien pengaruh tidak langsung dari variabel X1 dan X2 terhadap
Y2, dan pengaruh total.
4: Pengujian Validitas Model
Untuk melihat kesahihan suatu hasil analisis perlu dilihat terpenuhinya asumsi yang
melandasi analisis tersebut. Adapun asumsi yang melandasi adalah sebagai berikut.
a. Di dalam model path analysis, pengaruh antar variabel adalah linier dan aditif.
22
b. Path analysis hanya dapat dilakukan untuk sistem aliran kausal satu arah (model
rekursif), sedangkan model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan
path analysis.
c. Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval.
d. Pengukuran oserved variable tidak ada kesalahan (instrumen penelitian harus valid dan
reliabel).
e. Model yang dianalisis diidentifikasi dengan benar berdasarkan konsep dan teori yang
relevan.
5: Interpretasi Hasil Analisis.Pada langkah ini, kegiatan pertama adalah memperhatikan validitas model. Kemudian
menghitung pengaruh total dari setiap variabel yang memiliki pengaruh kausal ke variabel
endogen. Apabila analisis path telah dilakukan berdasarkan sampel, maka nalisis path dapat
dimanfaatkan untuk:
1. menjelaskan fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti.
2. memprediksi nilai variabel endogen berdasarkan nilai variabel eksogen, yang mana
predikdi dengan path analysis tersebut bersifat kualitatif.
3. menentukan variabel eksogen yang berpengaruh secara dominan terhadap variabel
endogennya melalui faktor determinan. Di samping itu juga dapat untuk menelusuri jalur-
jalur pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogennya.
E. Hasil Penelitian dan Pembahasan1. Diskripsi Variabel
Hasil analisis deskriptif dalam bentuk skor dari masing-masing variabel disajikan
pada Lampiran 2. Adapun variabel yang akan dideskripsikan pada sub bab ini meliputi
Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1), Budaya Organisai KUD (X2),
Kinerja manajer KUD (Y1) dan Keberhasilan Organisasi KUD (Y2). Secara ringkas hasil
analisis deskriptif dari masing-masing variabel eksogen terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3Deskripsi Variabel Eksogen
Variabel Skor Rerata SD
Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD
3,658
40,2947
Budaya Organisasi KUD 3,645 0,3046
23
6
Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh variabel eksogen dipersepsi positif oleh
responden. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata skor di atas 3. Gaya Kepemimpinan
Konsiderasi Pengurus KUD (skor rerata 3,6584) dalam kriteria tinggi. Budaya Organisasi
KUD, dengan skor rerata 3,6456 menurut persepsi responden dalam kriteria baik.
Sementara itu analisis deskriptif dari masing-masing variabel endogen dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4Deskripsi Variabel Endogen
Variabel Skor Rerata SDKinerja Manajer KUD 3,6084 0,39011
Keberhasilan Organisasi KUD 2,9799 0,40325
Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel Kinerja Manajer dipersepsi positif oleh
responden. Hal ini ditunjukkan oleh skor rerata di atas 3,0. Sedangkan variabel
Keberhasilan Organisasi KUD dipersepsi kurang positif oleh responden. Hal ini
ditunjukkan oleh skor rerata < 3, (di bawah 3, skor netral/sedang). Kinerja Manajer KUD
dengan skor rerata 3,6084, menurut persepsi responden dalam kriteria baik. Sementara
itu Keberhasilan Organisasi KUD dengan skor rerata 2,9799 menurut persepsi responden
dalam kriteria sedang.
2. Hasil Analisis Faktor Konfirmatori (Loading Factor)Nilai loading factor menunjukkan bobot dari setiap indikator sebagai pengukur dari
masing-masing variabel. Indikator dengan loading factor besar menunjukkan bahwa
indikator tersebut sebagai pengukur variabel yang terkuat (dominan). Hasil analisis faktor
konfirmatori terhadap indikator-indikator dari variabel Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5Loading Factor Indikator Pembentuk Variabel Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Indikator Loading FactorPKSA (Y2.1) 0,649
PKMS (Y2.2) 0,743
PTPN (Y2.3) 0,747
24
SHU (Y2.4) 0,788
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa indikator pembentuk variabel Keberhasilan
Organisasi KUD (Y2) yang dominan adalah variabel SHU (Y2.4).
3. Hasil Analisis Jalur (Path Analysis)3.1. Hasil Pengujian Asumsi Analisis Jalur
Asumsi yang sangat penting di dalam analisis jalur adalah hubungan linier antar
variabel. Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode Curve Fit, dihitung
dengan bantuan software SPSS. Rujukan yang digunakan adalah prinsip parsimony,
yaitu bilamana seluruh model yang digunakan sebagai dasar pengujian signifikan
berarti model dikatakan linier. Spesifikasi model yang digunakan sebagai dasar
pengujian adalah model linier, kuadratik, kubik, inverse, logaritmik, power, compound,
growth, dan eksponensial. Hasil Pengujian Asumsi Linieritas ditunjukkan Tabel 6.
Tabel 6 Hasil Pengujian Asumsi Linieritas
Variabel Bebas Variabel Terikat Hasil Pengujian( = 0,05)
Keputusan
Gaya Kepemimpinan Pengurus KUD (X3)
Kinerja manajer KUD (Y1)
Model linier signifikan Linier
Budaya Organisai KUD (X4)
Kinerja manajer KUD (Y1)
Model linier signifikan Linier
GayaKepemimpinan Pengurus KUD (X3)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Model linier signifikan Linier
Budaya Organisai KUD (X4)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Model linier signifikan Linier
Kinerja manajer KUD (Y1)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Model linier signifikan Linier
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa seluruh hubungan antar variabel adalah
linier, sehingga asumsi linieritas terpenuhi.
Asumsi variabel endogen dalam skala ukur interval telah terpenuhi sesuai
dengan jenis data yang terkumpul, bahkan terdapat satu jenis data (SHU per anggota
KUD) yang dalam skala ukur rasio. Begitu pula asumsi observed variables harus
25
diukur dengan tanpa kesalahan juga telah terpenuhi. Hal ini dijawab dengan adanya
instrumen penugkur yang valid dan reliabel seperti disajikan pada awal bab ini.
3.2. Goodness of fit Hasil Analisis Jalur
Model teoritis pada kerangka konseptual penelitian, dikatakan fit jika didukung
oleh data empirik, dan hasil perhitungan goodness of fit model didasarkan pada hasil
analisis seperti disajikan pada Lampiran 5. Hasil per-hitunganya adalah:
Rm2=
1 – ( 1 – 0,594)(1 – 0,622) = 0,8465
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa model penelitian dapat menjelaskan
model hubungan variabel yang mempengaruhi Keberhasilan Organisasi KUD di DIY
sebesar 84,65 %. Fakta empiris tersebut mengindikasikan bahwa model baik (fit),
sehingga dapat dilakukan interpretasi dan digunakan untuk pengujian hipotesis.
3.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t (t test) pada masing-masing jalur
pengaruh langsung secara parsial. Secara ringkas hasil analisis jalur pengaruh
langsung tersebut dapat dilhat pada Tabel 7.
Tabel 7Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh Langsung
Variabel Bebas Variabel Terikat Koefisien Jalur p-value Keterangan
Gaya Kepemim-pinan Pengurus KUD (X1)
Kinerja Manajer KUD (Y1) 0,260 0,018 Signifikan
Budaya Organisasi KUD (X2)
Kinerja manajer KUD (Y1) 0,325 0,005 Signifikan
Gaya Kepemim-pinan Pengurus KUD (X1)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
-0,079 0,481 Nonsignifikan
Budaya Organisasi KUD (X2)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
0,393 0,002 Signifikan
Kinerja manajer KUD (Y1)
Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
0,447 0,008
Signifikan
26
Berdasarkan hasil pengujian koefiien jalur seperti nampak pada Tabel 7 di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Hipotesis 1: Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1)
Hasil analisis jalur variabel Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1)
terhadap Manajer KUD (Y1) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,260 dan p-value
0,018. Dengan demikan terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa
“Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Manajer KUD (Y1) di DIY”. Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,260),
berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya semakin tinggi Gaya
Kepemimpinan Konsiderasi pengurus KUD, semakin baik pula Kinerja Manajer KUD
tersebut.
Hipotesis 2: Budaya Organisasi KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1)
Hasil analisis jalur variabel Budaya Organisasi KUD (X2) terhadap Kinerja Manajer
KUD (Y1) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,325 dan p-value 0,005. Dengan
demikian terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Budaya
Organisasi KUD (X4) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajer KUD (Y1) di DIY”.
Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,325), berarti hubungan kedua variabel ini
adalah positif, artinya semakin baik Budaya Organisasi KUD, semakin baik pula Kinerja
Manajer KUD tersebut.
Hipotesis 3: Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Hasil analisis jalur variabel Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X1)
terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung -
0,079 dan p-value 0,481. Oleh karena itu tidak terdapat bukti empiris untuk menerima
hipotesis bahwa “Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD (X3) berpengaruh
signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)”. Dengan kata lain, dapat
disebutkan bahwa Gaya Kepemimpinan Konsiderasi Pengurus KUD tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.
27
Hipotesis 4: Budaya Organisai KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Hasil analisis jalur variabel Budaya Organisai KUD (X2) terhadap Keberhasilan
Organisasi KUD (Y2) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,393 dan p-value 0,002.
Oleh karena itu terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Budaya
Organisai KUD (X2) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)”.
Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,393), berarti hubungan kedua variabel ini
adalah positif, artinya semakin baik Budaya Organisasi KUD, semakin tinggi pula
Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.
Hipotesis 5: Kinerja manajer KUD (Y1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2)
Hasil analisis jalur variabel Kinerja Manajer KUD (Y1) terhadap Keberhasilan Organisasi
KUD (Y2) diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0,447 dan p-value 0,008. Oleh
karena itu terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis bahwa “Kinerja Manajer
KUD (Y1) berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Organisasi KUD (Y2) di DIY”.
Oleh karena koefisien jalur bertanda positif (0,393), berarti hubungan kedua variabel ini
adalah positif, artinya semakin baik Kinerja Manajer KUD, semakin tinggi pula
Keberhasilan Organisasi KUD di DIY.
F. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil studi dan pembahasan mengenai pengaruh kemampuan dan
motivasi manajer serta gaya kepemimpinan pengurus dan budaya organisasi KUD terhadap
kinerja manajer dan keberhasian organisasi KUD dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Secara deskriptif diketahui bahwa kemampuan manajer, maotivasi manajer, gaya
kepemimpinan konsiderasi pengurus, dan budaya organisasi KUD sebagai variabel
eksogen dalam kategori baik/tinggi. Sementara itu, kinerja manajer KUD sebagai variabel
endogen dalam kategori baik, dan keberhasilan organisasi KUDdi DIY sebagai variabel
endogen dalam kategori sedang
2. Hipotesis satu (H1) yang menyatakan “gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD
berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY” diterima. Dengan demikian
dapat dikatakan pula bahwa Gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD berpengaruh
langsung, positif, dan signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY. Artinya, semakin
28
tinggi kadar kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD, kinerja manajer KUD akan
semakin baik.
3. Hipotesis dua (H2) yang menyatakan “budaya organisasi KUD berpengaruh signifikan
terhadap kinerja manajer KUD di DIY” diterima. Budaya organisasi KUD berpengaruh
langsung, positif, dan signifikan terhadap kinerja manajer KUD di DIY. Artinya, semakin
kondusif budaya organisasi KUD dalam membentuk perilaku positif manajer, maka akan
semakin baik kinerja manajer KUD.
4. Hipotesis tiga (H3) yang menyatakan “gaya kepemimpinan konsiderasi pengurus
berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD di DIY” tidak diterima. Gaya
kepemimpinan konsiderasi pengurus KUD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan organisasi KUD di DIY. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan
konsiderasi pengurus tidak begitu berperan dalam pencapaian keberhasilan organisasi
KUD. Namun secara tidak langsung, malalui kinerja manajer, gaya kepemimpinan
konsiderasi pengurus tertap berperan dalam pencapaian keberhasilan organisasi KUD.
5. Hipotesis empat (H4) yang menyatakan “budaya organisasi KUD berpengaruh signifikan
terhadap keberhasilan organsiasi KUD di DIY” diterima. Hal ini berarti, budaya organisasi
KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap keberhasilan organisasi KUD
di DIY. Artinya, semakin kondusif budaya organisasi KUD dalam membentuk perilaku
positif manajer, maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan organisasi KUD di DIY.
6. Hipotesis lima (H5) yang menyatakan “kinerja manajer KUD berpengaruh signifikan
terhadap keberhasilan organsiasi KUD di DIY” diterima. Hal ini berarti bahwa kinerja
manajer KUD berpengaruh langsung, positif, dan signifikan terhadap keberhasilan
organisasi KUD di DIY. Artinya, semakin baik kinerja manajer KUD, akan semakin tinggi
tingkat keberhasilan organisasi KUD di DIY.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Syaifudin, 1997, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke tiga, Cetakan ke lima, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Bandura, Albert, 1977, Social Learning Analysis, N.J. Prentice-Hall, Englewood Cliffs.
Dale Timpe A., 1992, Kinerja (Performance), Jakarta, PT Elex Media Komputindo.
Davis, Keith and Newstroom J.W., 1996, Perilaku Dalam Orgasnisasi, Edisi ke 7 (terjemahan), Jakarta, Erlangga.
29
Dharma, Agus, 1984, Gaya Kepemimpinan yang Efektif bagi Para Manajer, Bnadung, Sinar Baru.
Ghozali, Imam, 2005, Analisis Multivariate dengan Proses SPSS, Semarang, BP-UNDIP.
Gibson, James L. And Hunt, 2003, Organisasi dan Manajemen, Terjemahan Erlangga, Jakarta, Penerbit Erlangga.
Gibson, James L., J.M. Ivancevich, and J.H. Donnely, 1994, Organization: Behavior, Sructure, and Processes, BPI Plano, Texas.
Hanel, Alfred, 1985, Basic Aspect of Cooperative Organization, Marburg.
Hersey, Paul and Kenneth H.Blanchard, 1992, Manajemen of Organi-zational Behavior Utilizing Human Resource, sixth Edition, USA, Prentice Hall Inc.
Hilataha, Syamsul, 2003, Koperasi Solusi Masalah Sosial, WartaKop, Edisi 129, Maret, 2003, hal. 23-26, Jakarta.
Indrawan, Rully, 1998, Pengaruh Faktor-faktor Pembentuk Kinerja Anggota Pengurus dan Karyawan terhadap Efentivitas Organisasi Koperasi, Desertasi, UNPAD, Bandung.
Kasmawati, 2003, Pengaruh Kewirausahaan Manajer terhadap Keberhasilan Usaha KUD di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, Tesis, UNPAD, Bandung.
Kusumo, Guritno, 2003, Kelembagaan Titik Kelemahan dan Kekuatan Koperasi, WartaKop, edisi 132, Juni, 2003, hal. 24-26, Jakarta.
Meredith, Geofrey G., 1996, Kewirausahaan (Teori dan Praktek), Terjemahan Andre Asparsayogi, Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo.
Praningrum, 1998, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi pada Usaha Kecil Batik di DIY, Tesis, PPM UGM Yogyakarta.
Prawirosentoso, Suryadi, 1999, Kebijaksanaan Kinerja Karyawan, Yogyakarta, , BPFE UGM.
Refrison Baswir, 2000, Koperasi Indonesia, Yogyakarta, BPFE UGM.
Robbins, Stephen P., 1996, Perilaku Organisasi, (Terjemahan), Jakarta, Prenhallindo.
---------------------, 2003, Perilaku Organisasi, Jilid 2 (Terjemahan), Jakarta, Gramedia.
Simanjuntak, Payaman C., 2001, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta, Universitas Indonesia.
Solimun, 2002, Multivariate Analysis-Structural Equation Modeling Lisrel dan Amos, Malang, Universitas Negeri Malang.
Sri Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan (Mutualism & Brotherhood), Jakarta, UNJ Press.
Suliati Suharto, 2003, Koperasi: Jangan Dikelola Sambilan, WartaKop, Edisi 136, Oktober 2003, hal. 23-26, Jakarta.
30
Steers, M. and Porter L.w., 1977, Motivation and Work Behavior, McGraw-Hill, International Edition.
Supriyanto, 1997, Konsep Kepemimpinan Dalam Organisasi Koperasi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Tahun ke 31, No. 1, pp.36-43, Juni 1997, FPIPS IKIP Malang.
Thoha, Miftah, 1996, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta, Rajawali.
Yukl, Gary, 1998, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Terjemahan Yusuf Udaya), Jakarta, Prenhalindo.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Indonesia.
31