TESISrepository.ub.ac.id/1108/1/Wendy Waldianto.pdf · 2020. 4. 26. · perencanaan pembangunan...
Transcript of TESISrepository.ub.ac.id/1108/1/Wendy Waldianto.pdf · 2020. 4. 26. · perencanaan pembangunan...
i
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT YANG BERBASIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT DI
KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister
Oleh :
Wendy Waldianto
NIM. 156030101111015
MINAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI TESIS
Judul Tesis : Perencanaan Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit Yang Berbasis Sustainable
Development Di Kabupaten Kotawaringin
Timur
Nama Mahasiswa : Wendy Waldianto
NIM : 156030101111015
Program Studi : Administrasi Publik
Minat : Perencanaan Pembangunan Daerah
Tanggal UjianTesis : 22 Mei 2017
Komisi Pembimbing
Ketua : Prof. Dr. Soesilo Zauhar, MS
Anggota : Dr. Sarwono, M.Si
Tim Dosen Penguji
Dosen Penguji 1 : Dr.EndahSetyowati,S.Sos,M.Si
Dosen Penguji 2 : Dr. Hermawan, S.IP, M.Si
iii
iv
LEMBAR PLAGIASI
v
“BerdoalahKamuKepadakuNiscahya Akan
AkuKabulkanPermohonanmu”(Al-Mukmin : 60)
KaryaIlmiahiniakupersembahkankepadasemuapihak
yang telahmemberikandukunganmorildanmateriil,
semogadapatmemberikanmanfaat.
KhususnyakepadakeduaorangtuakuAyahandatercinta
Abdul Kodrat, danIbundatercintaMistiani.
Akuakanselaluberusahamembahagiakan kalian.
vi
RIWAYAT HIDUP
WENDY WALDIANTO, lahir di Sampitpada 7 November 1993,
merupakanputrabungsudaritigabersaudara, putradariBapak Abdul
KodratdanIbuMistiani.
PenulismengenyampendidikanSekolahDasarhinggaSekolahMenengahAtas di
Sampit, dan S1 di Malang.PenulismenamatkanpendidikanSekolahDasar di SDN 3
Sampitpadatahun 2005,
kemudianmenyelesaikanpendidikanSekolahMenengahPertama di SMPN 8
Sampitpadatahun 2008, dan lulus dari SMAN 1 Sampitpadatahun 2011.
Selanjutnyapenulismenempuhpendidikan S1 di Program
StudiIlmuPolitikFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasBrawijayapadatahun
2011-2015.
Padatahun 2015,
penulismendapatkankesempatanuntukmeneruskanjenjangpendidikanpada Program
Magister IlmuAdministrasiPublikpadaFakultasIlmuAdministrasiUniversitasBrawijaya
Malang, kekhususanPerencanaan Pembangunan Daerah.
Malang, Mei 2017
Penulis
vii
Wendy Waldianto, S.IP, M.AP
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
selesainya karya ilmiah ini kepada:
1. Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri,MS.
2. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
3. Bapak Dr. Irwan Noor, MA Selaku Ketua Program Studi Administrasi Publik
Universitas Brawijaya
4. Bapak Prof. Dr. Soesilo Zauhar, MSselaku Ketua Komisi Pembimbing
5. Bapak Dr. Sarwono, M.SiAnggota Komisi Pembimbing
6. IbuDr. Endah Setyowati, S.Sos, M.Siselaku Dewan penguji 1
7. Bapak Dr. Hermawan, S.IP, M.Siselaku Dewan Penguji 2
8. BapakWim R.K
selakuKepalaBagianEkonomidanSumberdayaAlamSekertariat Daerah
KabupatenKotawaringinTimur
9. Bapak SanggulLumbanGaolselaku Kepala DinasKehutanandan
Perkebunan KabupatenKotawaringinTimur
10. BapakYudinselakuKepalaBidangBina Usaha Perkebunan
DinasKehutanandan Perkebunan KabupatenKotawaringinTimur
viii
11. IbuEndahPrihatinselakuKepalaBidangAnalisaDampakLingkunganBadanLin
gkunganHidupKabupatenKotawaringinTimur
12. BapakAgusTaswinselakuKepalaBidangPelestariandanPemulihanLingkunga
nBadanLingkunganHidupKabupatenKotawaringinTimur
13. Bapak HelmyselakuKetuaUmum FOPELISDA
KabupatenKotawaringinTimur
14. Seluruh Dosen Dan Staf Program Magister Administrasi Publik Universitas
Brawijaya
15. Kepada kedua orang tua penulis AyahandatercintaAbdul Kodrat dan
IbundatercintaMistianiyang telah mendidik dan menyayangi dengan setulus
hati. dengan doa dan ridhomu jugaakuakanberusaha agar dapat
mewujudkan harapanmu menjadi anak yang berbakti kepada orang tua,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
16. Kakak-kakakku, sertasaudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan
semangat dalam menyelesaikan program magister ini.
17. Semua Teman-TemanProgram Magister IlmuAdministrasiPublik Angkatan
2015/2016, mudah-mudahan kita dapat menyelesaikan
pendidikaninidenganbarokahdan kita tetapbisamenjagatalisilaturahmi yang
baiksampai kapan pun.
Penulis menyadari bahwa manusia tidak lepas dari kekurangan begitu pula
dengan tesis ini. Namun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat
bagi pembaca serta dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pengkajian
lebih lanjut.
ix
Malang, Mei 2017
Penulis
Wendy Waldianto, S.IP, M.AP
RINGKASAN
Wendy Waldianto, S.IP, M.AP. Program Magister Ilmu Administrasi
Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang. 2017.
“Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Berbasis
Sustainable Development di Kabupaten Kotawaringin Timur”. Komisi
Pembimbing, Ketua : Prof. Dr. SoesiloZauhar, MS. , Anggota : Dr. Sarwono,
M.Si.
Pertanian merupakan sektor yang paling mendominasi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kotawaringin Timur. Sub-sektor yang paling
memberikan sumbangsih paling besar dalam sektor pertanian tersebut adalah sub-
sektor perkebunan, dan komoditas perkebunan yang paling mendominasi adalah
perkebunan kelapa sawit. Sustainable Development dapat terwujud apabila suatu
pembangunan telah mewujudkan keberlanjutan pada tiga aspek yaitu : Ekonomi,
Sosial, dan Lingkungan. Sedangkan pada kenyataanya perkebunan kelapa sawit
hanya berkelanjutan pada aspek ekonomi saja, sedangkan aspek lingkungan dan
aspek sosial seringkali dikesampingkan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi
perencanaan untuk dapat mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit
yang berbasis Sustainable Development di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk menjelaskan, dan menganalisis: 1)
ProgramperencanaandariPemerintahKabupatenKotawaringin
Timurdalammenanggulangidampaknegatifdaripembangunanperkebunankelapasawit,
2) Upayasustainable development yang
dilakukanolehketigapihakpadaperencanaanpembangunanperkebunankelapasawit di
KabupatenKotawaringin Timur, 3) Strategisustainable development yang
cocokditerapkanpadaperencanaanpembangunanperkebunankelapasawit di
KabupatenKotawaringin Timur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit
di Kabupaten Kotawaringin Timur hanya berkelanjutan pada aspek ekonomi dan
aspek sosial saja, sedangkan untuk aspek lingkungan masih belum berkelanjutan.
Untuk menangani hal tersebut strategi yang patut dilakukan adalah dengan
menggunakan tiga tahapan yaitu input-proses-output. Input merupakan identifikasi
x
terhadap beberapa dokumen perencanaan, dan sejumlah pengaduan dari
masyarakat tentang permasalahan perkebunan kelapa sawit. Proses merupakan
kegiatan analisis dan pembahasan mengenai hasil identifikasi pada tahap input.
Output merupakan hasil pembahasan antara pemerintah, perusahaan, dan
masyarakat yang ditetapkan dalam sebuah program kegiatan pembangunan
perkebunan kelapa sawityang berwawasan Sustainable Development.
KataKunci : Perencanaan,Sustainable Development, Perkebunan Kelapa Sawit
SUMMARY
Wendy Waldianto, S.IP, M.AP. Master of Public Administration, Faculty
of Administration Science, University of Brawijaya Malang. 2017.
“DevelopmentPlanning of Sustainable Palm Oil Plantation Based on
Sustainable Development in East Kotawaringin District”. Promotor : Prof. Dr.
SoesiloZauhar, MS. , Co-Promotor : Dr. Sarwono, M.Si.
Agriculture is the most dominant sector of Gross Regional Domestic Product
(PDRB) of East KotawaringinDistrict.The sub-sectors with the most contribution in
the agricultural sector are the plantation sub-sector, and the most dominant
plantation commodities are oil palm plantations.Sustainable Development can be
realized if a development has realized sustainability in three aspects, namely:
Economic, Social, and Environment.While in fact palm oil plantations only
sustainable on the economic aspects alone, while the environmental aspects and
social aspects are often set aside.Therefore, a planning strategy is needed to enable
the development of oil palm plantations based on Sustainable Development in East
KotawaringinDistrict.
The purpose of this thesis research is to explain and analyze: 1) Planning
program of East Kotawaringin District Government to overcome the negative impact
of oil palm plantation development, 2) Sustainable development effort by third parties
on planning of oil palm plantation development in East Kotawaringin District, , 3)
sustainable development strategy that is suitable to be applied in oil palm plantation
development planning in East KotawaringinDistrict.This research uses qualitative
method with descriptive approach.
The results showed that the development of oil palm plantations in East
Kotawaringin only sustainable on economic aspects and social aspects only, while
for the environment is still not sustainable.To handle this the strategy that should be
done is to use three stages of input-process-output.Input is an identification of
several planning documents, and a number of public complaints about oil palm
plantation issues.Process is an activity of analysis and discussion about the result of
identification at input stage.Output is the result of discussion between the
xi
government, the company, and the community set forth in a program of oil palm
plantation development activities that are Sustainable Development.
Keyword : Planning, Sustainable Development, Oil Palm Plantation
KATA PENGANTAR
Denganmemanjatkanpujidansyukurkehadirat Allah SWT,
ShalawatsertasalamdihaturkankepadajunjungankitaNabiBesar Muhammad SAW,
karenaataslimpahanrahmatdanhidayah-
Nyapenulisdapatmenyelesaikandanmenyajikantulisantesis yang berjudul
:Perencanaan Pembangunan Perkebunan KelapaSawit yang BerbasisSustainable
Development di KabupatenKotawaringinTimur.
Tesisinimembahasmengenaistrategiperencanaanpembangunanperkebunank
elapasawit agar dapatmewujudkanSustainableDevelopment dalamsetiap program
kegiatanperkebunankelapasawit di KabupatenKotawaringinTimur.Selainitu program
kegiatantersebutditujukanuntukmengatasiberbagaipermasalahan yang
berhubungandenganpembangunanperkebunankelapasawit.Sehinggadalamsetiappe
netapan program kegiatannyadapatmencakuptigaaspekSustainableyaitu :ekonomi,
lingkungan, dansosial.
Sangatdisadaribahwatesisinimemilikikekurangandanketerbatasan.Walaupuns
udahberusahadengansegalakemampuan yang dimiliki,
tetapitetapsajapenulismerasaadakekurangan.Olehkarenaitu, penulismengharapkan
saran sertamasukan yang membangundariparapembaca agar
xii
tesisinidapatbermanfaatbagi yang membutuhkan,
sertadapatdisempurnakanpadapenelitian-penelitianselanjutnya.
Malang, Mei 2017
Penulis
Wendy Waldianto, S.IP, M.AP
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………….................................................... i
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI TESIS………………………………….. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS………………………………………….. iii
LEMBAR PLAGIASI……………………………………………………………….. iv
MOTTO………………………………………………………………………………. v
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………………… vi
UCAPAN TERIMAKASIH…………………………………………………………. vii
RINGKASAN……………………………………………………………………. ix
SUMMARY……………………………………………………………………… x
KATA PENGANTAR……….…………………………………………………… xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Permasalahan...................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 16
2.1 Penelitian Terdahulu.................................................................................. 16
xiii
2.2 PerencanaanPembangunan Daerah………….......................................... 26
2.3 KonsepSustainable Development............................................................ 39
2.4 Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan…………………………………. 45
2.5 Perkebunan............................................................................................... 51
2.5.1 TanamanKelapa Sawit.............................................................. 54
2.5.2Perkebunan KelapaSawit........................................................... 57
2.6Perencanaan Pembangunan Perkebunan yang Berkelanjutan................ 60
2.7Green GDP (ProdukDometikBrutoHijau)………………………………... 66
2.8 Asumsi Peneliti......................................................................................... 69
BAB III ANALISA SOCIAL SETTING............................................................. 71
3.1 GambaranUmumKabupatenKotawaringinTimur.................................... 71
3.1.1 SejarahsertaVisidanMisiKabupatenKotawaringinTimur........ 71
3.1.2 KondisiGeografis, Administratif, danKondisiFisik..................... 73
3.1.3 KondisiDemografisKabupatenKotawaringinTimur................... 76
3.1.4 KondisiEkonomidanSosialKabupatenKotawaringinTimur...... 77
3.2BadanPerencanaan Pembangunan Daerah KabupatenKotim............. … 79
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................… 84
4.1 Jenis Penelitian......................................................................................... 84
4.2 Fokus Penelitian....................................................................................... 86
4.3 LokasidanObjek Penelitian...................................................................... 88
4.4 Sumber Data............................................................................................ 88
4.5 TeknikPengumpulan Data....................................................................... 90
4.6 TeknikAnalisis Data................................................................................. 92
4.5 UjiKeabsahan Data................................................................................. 97
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................… 99
5.1 Hasil Penelitian......................................................................................... 99
5.1.1 Program PerencanaandariPemerintahdalamMenanggulangi
DampakNegatifdari Pembangunan Perkebunan KelapaSawit.. 99
xiv
5.1.2 UpayadariPemerintah, Perusahaan,
danMasyarakatdalamMewujudkanSustainable
DevelopmentpadaPerencanaan..... 118
5.1.2.1 Rencana Tata Ruang Wilayah olehPemerintah
KabupatenKotawaringinTimur……………………… 118
5.1.2.2 RencanaPengelolaanLingkunganoleh
Perusahaan Perkebunan KelapaSawit……………... 123
5.1.2.3 PengaduanPermasalahanLingkungan, Sosial, dan
EkonomiolehMasyarakat……………………………. 135
5.1.3 StrategiSustainable Development padaPerencanaan
Pembangunan Perkebunan KelapaSawit di Kabupaten
KotawaringinTimur…………………………......………............. 139
5.2 Pembahasan…………………………………………………………………... 145
5.2.1 AnalisisTerhadap Program Perencanaan Pembangunan
Perkebunan KelapaSawit di KabupatenKotawaringinTimur… 145
5.2.1.1 AspekLingkungan………………………………………… 145
5.2.1.2 AspekSosial………………………………………………. 151
5.2.1.3 AspekEkonomi…………………………………………… 145
5.2.2Upaya dariPemerintah, Perusahaan, danMasyarakatdalam
MewujudkanSustainable DevelopmentpadaPerencanaan..... 162
5.2.4.1 Pemerintah Daerah KabupatenKotawaringinTimur… 163
5.2.4.2 Perusahaan Perkebunan KelapaSawit………………. 167
5.2.4.3 MasyarakatSekitar Perkebunan KelapaSawit……… 171
5.2.3StrategiSustainable Development pada Proses
Perencanaan Pembangunan Perkebunan KelapaSawit
diKabupatenKotawaringinTimur……………………………….. 176
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................… 182
6.1 Kesimpulan…........................................................................................ 182
6.2 Saran……….......................................................................................... 184
xv
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 185
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan
PerencanaanPembangunan Perkebunan yang Berbasis Sustinable
Development diKabupaten KotawaringinTimur......................... 22
Tabel 2.2 PerbedaanKaidah 5 PrinsipAntara Kota yang
KurangBerkelanjutandengan yang
SudahBerkelanjutan.............................................. 42
Tabel 5.1 Daftardan Status Perusahaan Perkebunan KelapaSawit di
KabupatenKotawaringinTimur……………………………………… 99
Tabel 5.2 Daftar Perusahaan yang TelahMenyediakanLahanKonservasi
Pada Areal Lahan Perkebunan KelapaSawitnya…………………. 105
Tabel 5.3 Daftar Perusahaan Perkebunan KelapaSawitBerdasarkan
Grup Perusahaan di KabupatenKotawaringinTimur…………..... 106
Tabel 5.4 Program Perencanaan Pembangunan Perkebunan KelapaSawit. 116
Tabel 5.5 DaftarPermasalahan Pembangunan Berkelanjutan Yang
DiadukanOlehMasyarakatPadaSektor Perkebunan Kelapa
SawitTahun 2016…………………………………………………….. 138
Tabel 5.6 KesesuaianAntaraDokumenPerencanaandengan
KonsepSustainable Development……………………………….… 141
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 PDRB Sub-SektorPertanianKabupatenKotimTahun 2010-2015..... 4
Gambar1.2 Luas Areal Perkebunan MenurutJenisTanaman di
KabupatenKotawaringinTimurTahun 2016
(Ha)............................................ 5
Gambar 2.1 Aspek-Aspek Sustainable……………………………..……………. 40
Gambar2.2 PrinsipDasar Sustainable Development....................................... 41
Gambar 4.1 Teknik Analisis Data Model Spiral................................................. 93
Gambar 5.1 Peta Perusahaan BesarSwasta Perkebunan KelapaSawit di
KabupatenKotawaringinTimur……………………………………….103
Gambar 5.2 Peta Status KawasanHutanKabupatenKotawaringinTimur……. 111
Gambar 5.3 Luas Status KawasanHutanKabupatenKotawaringinTimur…… 112
Gambar 5.4 AnalisisSpiral padaDokumenPerencanaandan Program
Pembangunan Perkebunan KelapaSawit……………………….... 140
Gambar 5.5 PersentasePengaduanMasyarakatPermasalahan Perkebunan
KelapaSawitBerdasarkan 3 AspekSustainable Development.... 174
xvii
Gambar 5.6 StrategiPerencanaan Pembangunan Perkebunan
KelapaSawitBerbasisSustainable
Development…………………………………. 177
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan ada sebagai upaya untuk
mengantisipasiketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif.Artinya
perubahan pada suatu keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan
pada sistem sosial yang akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi
keseimbangan awal. Perencanaan sebagai bagian daripada fungsi manajemen
yang bila ditempatkan pada pembangunan daerah akan berperan sebagai
arahan bagi proses pembangunan berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi
tolok ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilaksanakan.Menurut
Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah
suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu
cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang
ada supaya lebih efisien dan efektif.
Perencanaan ditingkatregional/daerah memiliki peran utama dalam
menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan
dengan tingkat regional. Peranan perencanaan tingkat regional pada satu pihak
adalah suatu perluasan dari perencanaan lokal, dan pada pihak lain
perencanaan regional adalah berkenaan dengan arus penduduk dan
kesempatan kerja inter-regional. Saat ini di Indonesia, Sektor pertanian dianggap
memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan
pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor
pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan
2
baku.Sektor pertanian dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub
sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan sub sektor
kehutanan. Untuk sub sektor yang menjadi andalan utama bagi Indonesia dalam
menopang perekenomian Negara saat ini adalah sub sektor perkebunan.
Pembangunan pertanian pada saat ini khususnya sub sektor perkebunan lebih
diarahkan untuk menunjang program peningkatan memperoleh devisa melalui
ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.Salah satu komoditi andalan di
sektor perkebunan adalah tanaman kelapa sawit.
Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditas
primadona perkebunan yang memegang peranan dalam usaha meningkatkan
devisa negara dari sektor non migas. Hal ini disebabkan produk olahan kelapa
sawit seperti minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO) dan
minyak inti kelapa sawit mentah (Crude Palm Cemel Oil atau CPCO) mempunyai
pangsa pasar yang sangat terbuka baik dalam negeri maupun untuk ekspor.
Disamping itu, minyak kelapa sawit merupakan bahan baku utama minyak
goreng dan produk turunan lainnya yang banyak dipakai di seluruh dunia.Mulai
dari perencanaan sampai dengan upaya menjaga agar tetap bertahan pada
posisisebagai negara penghasil utama kelapa sawit di dunia. Disamping itu,
tuntutan akan kesejahteraanmasyarakat secara berkeadilan serta perhatian
terhadap kelestarian lingkungan perlu juga menjadi pertimbangan. Tugas ini
tentu sangat berat, dan untuk itu perlu dilakukan upaya yang tepat untuk
pengembangan agribinis kelapa sawit di Indonesia.
3
Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merupakan kabupaten yang
mempunyai potensi sumberdaya lahan yang potensial, dimana sektor
perkebunan kelapa sawit adalah pemanfaat ruang terbesar bagi Perkebunan
Besar Swasta/Perusahaan Besar Negara maupun Perkebunan Rakyat. Kegiatan
yang mengandalkan pada suatu sektor tertentu merupakan ciri dari
perekonomian pasar yang diperankan oleh pihak swasta yang bersifat jangka
pendek dan homogen. Struktur perekonomian Kotim saat ini menunjukkan
bahwa usaha perkebunan menjadi salah satu pengungkit (leverage) dan
penggerak utama (prime mover) kemajuan daerah, oleh karena itu perlu
dilakukan revitalisasi agar kinerja pembangunan/usaha perkebunan di daerah ini
berwawasan berkelanjutan.Hal ini dikarenakan mayoritas perusahaan
perkebunan kelapa sawit tidak menerapkan prinsip sustainable dalam setiap
perkebunan kelapa sawit yang mereka bangun. Hal ini sejalan dengan yang di
ungkapkan Dina Harsono dalam hasil penelitiannya yang berjudul Analysis On
Indonesian Sustainable Palm Oil (Ispo):A Qualitative Assessment On The Success
Factors For ISPO, yang diterbitkan dalam Journal of Management and
Agribusiness. Industri kelapa sawit Indonesia memiliki beberapa masalah yang
sudah lama berkepanjangan seperti kepemilikan tanah, konflik sosial, dan
pekebun kecil & petani yang merupakan aktor terlemah dalam rantai nilai yang
membutuhkan dukungan yang kuat dari pemerintah dan aktor-aktor lain(Dina
Harsono, 2012:44).
4
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Perkebunan Tanaman Bahan
Makanan
Perikanan Kehutanan Peternakan
Perkebunan
Tanaman Bahan Makanan
Perikanan
Kehutanan
Peternakan
Akan tetapisumbangan sektor pertanian dalam pembentukan PDRB
Kabupaten Kotim dalam 5 tahun terakhir (2010-2015) rata-rata 37,07% per
tahun. Dari angka tersebut, kontribusi sub sektor perkebunan menempati posisi
tertinggi pada sektor pertanian ini, dengan rata-rata 14,6% per tahun, sedangkan
sektor-sektor lain pada sektor pertanian adalah: Sub Sektor Tanaman Bahan
Makanan 6,90%, Sub Sektor Perikanan 5,10%, Sub Sektor Kehutanan 6,80%,
Sub Sektor Peternakan 3,70%.
Sumber : www.kotimkab.bps.go.id/ (data primer diolah)
Gambar 1.1 PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2010-2015
5
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
Karet Kelapa Dalam
Kelapa Sawit
Kopi Lada Kakao Jambu Cengkeh
47219
12481
400145
178 5 0 0 0
Karet
Kelapa Dalam
Kelapa Sawit
Kopi
Lada
Kakao
Jambu
Cengkeh
Padahal berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan Tengah No. 08 tahun 2003
yang membagi atas kawasan hutan seluas 10.294.853,52 Ha (67,4%) dan
kawasan non hutan seluas 5.061.846,48 Ha (32,96%). Akan tetapi faktanya saat
ini di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat lahan sangat kritis seluas 2.383.923
Ha, kritis seluas 2.100.046 Ha, agak kritis seluas 2.786.880 Ha, dengan demikian
total lahan kritis 7.270.850 Ha.
Sumber : www.kotimkab.bps.go.id/ (data primer diolah) Gambar1.2 Luas Areal Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten
Kotawaringin Timur Tahun 2016 (Ha)
6
Pembangunan berkelanjutan diupayakan melalui perbaikan teknis
budidaya, konservasi, pencegahan dan penyelesaian konflik, early warning
system terhadap bencana serta penyelesaian hukum. Hal itu, dapat dicapai
dengan meminimalisir masalah-masalah perkebunan seperti kerusakan akibat
serangan organisme pengganggu tanaman, kebakaran, tanah longsor,
kekeringan, penjarahan produksi, tumpang tindih lahan, dan gangguan usaha
lainnya. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang diharapkan
mengarah pada pencapaian kondisi menjadi lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Pembangunan perkebunan merupakan bagian integral dari
pembangunan, dimana pembangunan perkebunan menyentuh langsung pada
masyarakat dan mampu menjadi penyokong bagi perekonomian pedesaan. Akan
tetapi pembangunan biasanya menyebabkan terjadinya perubahan kondisi fisik
geografis, sosial dan tatanan lingkungan. Pembangunan sektor Perkebunan
mengakibatkan adanya perubahan lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi bagi
berbagai pihak. Perubahan kearah perbaikan pengembangan perkebunan dapat
terkendala oleh faktor teknis, alam dan permodalan yang dimiliki pelaku usaha
perkebunan.
Dampak yang langsung dirasakan saat ini di Kotim sehubungan dengan
adanya penataan, perencanaan dan proses investasi bidang perkebunan yang
kurang memperhatikan faktor lingkungan dan sosial, sehingga timbul konflik yang
berkepanjangan dan menjadi suatu hal yang bila terus dibiarkan akan menjadi
sumber persoalan di waktu yang akan datang. Sebagai akibat dari dampak-
dampak negatif tersebut adalah terganggunya kinerja Pemerintah, Perusahaan
dan kegiatan masyarakat. Untuk itu upaya-upaya yang dilaksanakan secara dini,
yang menyangkut regulasi yang disediakan oleh pemerintah, ketaatan
7
administrasi oleh perusahaan dan keterlibatan masyarakat harus terus
diantisipasi dengan memadukan dan langkah-langkah yang sesuai dengan
perencanaan. Kebutuhan lahan untuk pengembangan sektor lain, terutama
perkebunan akan membutuhkan perluasan lahan yang semakin hari semakin
terbatas lahannya. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Perkebunan
Kalimantan Tengah, lahan yang sesuai untuk pengembangan perkebunan
adalah seluas 3.139.500 Ha. Mengingat sebagian besar daratan Kabupaten
Kotim merupakan kawasan hutan dan areal yang berhutan, maka perluasan
kawasan perkebunan kelapa sawit tidak dapat dihindari dan akan menjangkau
wilayah kawasan hutan dan areal berhutan apabila sudah tidak tersedia lagi
areal yang memungkinkan untuk pengembangan budidaya perkebunan tersebut.
Di Kalimantan Tengah sendiri areal berhutan yang masih memungkinkan untuk
dilakukan konversi menjadi fungsi lain adalah di Kawasan Non Budi Daya
Kehutanan, seluas kurang dari 5 juta ha. Tetapi luasan tersebut belum dikurangi
dengan penggunaan lain, seperti infrastruktur jalan, pemukiman, dan lain-lain,
serta ijin-ijin sektor lain yang sudah dikeluarkan, yang diperkirakan akan melebihi
luasan 5 juta Ha.
Berdasarkan regulasi pemerintah masih dimungkinkan adanya konversi
areal berhutan dan kawasan hutan menjadi penggunaan sektor perkebunan,
tidak serta merta aspek lingkungan dan konservasi dapat diabaikan begitu saja.
Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 19,
mengamanatkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan
ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis,
8
ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Yang dimaksud dengan ”berdampak penting dan cakupan yang luas serta
bernilai strategis”, adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik
seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial
ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan
datang.
Perubahan areal hutan menjadi areal perkebunan akan menimbulkan
perubahan bentang alam yang drastis dan tiba-tiba, yang secara biofisik saja
akan sangat berbeda dengan kondisi awalnya. Beberapa ornop Lingkungan
menyatakan bahwa ekspansi besar-besaran telah mendorong terjadinya
deforestasi dan memperburuk kondisi beberapa spesies yang dalam ancaman
kepunahan, misalnya Orangutan, serta kehidupan masyarakat sekitar yang
hidupnya tergantung pada hutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Thomas Fairhurst dan David McLaughlin yang berjudul Sustainable Oil Palm
Development on Degraded Land in Kalimantan yang diterbitkan dalam jurnal
World Wildlife Fund (WWF) : Amerika Serikat, diungkapkan bahwa saat ini
terdapat48% struktur tanah di Kalimantan yang terdegradasi. Selain itu banyak
nilai keanekaragaman hayati yang hilang,serta terancam punahnya beberapa
spesies flora dan fauna setelah dilakukan konversi hutan menjadi areal untuk
tujuan pertanian/perkebunan (Thomas Fairhust dan David McLaughlin, 2009:29).
Apalagi jika upaya konversi tersebut dilakukan dengan tidak menggunakan cara-
cara manajemen pembukaan lahan yang benar dan baik, misalnya dengan
upaya pembakaran lahan. Persoalan lainnya adalah pembukaan lahan menjadi
perkebunan kelapa sawit sering menimbulkan konflik dengan masyarakat. Hal ini
9
terjadi diakibatkan karena tidak adanya konsultasi mendalam dengan masyarakat
ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit.
Kesadaran publik di tingkat lokal, nasional dan internasional sudah
menjadi semakin meningkat bahwa perubahan bentang alam dan biofisik, secara
cepat atau lambat akan mengurangi daya tahan hidup (survival) dari
keanekaragaman hayati dan kehidupan jangka panjang masyarakat sekitar hutan
yang tergantung pada hutan dan hasil hutan. Mempertimbangkan berbagai
kemungkinan dampak ekologis, serta berbagai sentimen negatif di dunia
internasional terhadap pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
maka Pemerintah Daerah Kabupaten Kotim harus mengambil langkah pro-aktif
yang bertujuan untuk memperbaiki citra negatif tentang pengelolaan perkebunan
kelapa sawit dan memperkenalkan pengelolaan kebun kelapa sawit yang
berwawasan lingkungan dan sosial yang berkelanjutan. Apalagi jika melihat
target Pemerintah Kabupaten Kotim yang menempatkan sektor perkebunan
sebagai sektor andalan penghasil devisa menggantikan sektor kehutanan, sejak
tahun 2005 hingga sekarang. Padahal berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi (RTRWP) yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan
Tengah No. 08 tahun 2003 yang membagi atas kawasan hutan seluas
10.294.853,52 Ha (67,4%) dan kawasan non hutan seluas 5.061.846,48 Ha
(32,96%). Di sisi lain, kalangan industri berpendapat bahwa pembukaan besar-
besaran perkebunan kelapa sawit akan membuka lapangan pekerjaan yang luas,
pengembangan infrastruktur, membuka isolasi daerah, serta manfaat ekonomi
lainnya yang berdampak pada pengembangan perekonomian sektor-sektor lain
di Kabupaten Kotim.
10
Untuk menuju pengelolaan pembangunan perkebunan sawit
berkelanjutan, perlu diperhatikan beberapa aspek kebijakan seperti : ekonomi,
sosial budaya, dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut merupakan bagian
terpenting dalam AMDAL, Klasifikasi Kebun, KBKT, KBDD dan Roundtable
Sustainable Palm Oil (RSPO). Ketiga aspek terbut harus benar-benar
diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur jika ingin
mewujudkan pembangunan berkelanjutan di bidang perkebunan kelapa
sawit.Saat ini yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur belum
menggambarkan adanya prinsip sustainable dalam setiap pembangunan
perkebunan kelapa sawit. Berikut ini merupakan keadaan yang terjadi saat ini
terkait tiga aspek sustainable development :
1) Jika dilihat dari aspek ekonomi yang saat ini terjadi, bagi
Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran
yang cukup penting sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD) selain itu membuka peluang kerja yang besar bagi
masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi perkebunan
yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Komoditas perkebunan yang dikembangkan di
Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman, dengan karet dan
kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan kelapa
sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola
oleh pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar
Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-Bun (perusahaan inti rakyat
perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk
Anggotanya).
11
2) Sedangkan dari aspek sosial yang terjadi saat ini, pembangunan
perkebunan yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur
berdasarkan sistem pertanian modern merupakan cikal bakal
terjadinya perubahan dalam pola sosial budaya terutama dalam
kebiasaan masyarakat dalam bercocok tanam. Di lain pihak
budaya gotong royong dan kebersamaan yang telah terbangun
akan menjadi terancam menjadi individual dan partisan. Hal ini
yang mengakibatkan timbulnya konflik antara perusahaan
perkebunan dengan masyarakat, pada sisi lain, kita dihadapkan
dengan persoalan konflik antara pengusaha perkebunan sawit dan
masyarakat , serta persoalan - persoalan lingkungan hidup.
3) Selanjutnya dari aspek lingkungan yang terjadi saat ini, perluasan
perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan lahan
dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan
ekosistem setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat
rawan terjadi kerusakan. Rusaknya lingkungan biofisik yang
terdegredasi serta bertambahnya lahan kritis apabila perkebunan
kelapa sawit dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan
mempunyai dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap
kualitas udara dan terjadinya bencana alam seperti kebakaran,
tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim
global.
Terkait dengan rencana persiapan Rancangan Peraturan Daerah
(RAPERDA) tentang Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
di Kabupaten Kotim, maka selayaknya RAPERDA tersebut harus
12
mengakomodasi berbagai hal yang menjadi isu utama, terkait dengan isu
lingkungan, dalam perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit,
maupun dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang mono-kultur.Dalam
perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut, pemerintah
nampaknya juga harus mempertimbangkan 8 (Delapan) strategi ISPO dalam
melakukan pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan. 8 (Delapan) strategi
ISPO tersebut diungkapkan oleh Beth Gingold di lembaga World Resources
Institute dalam penelitian yang berjudul How To Identify Degraded Land For
Sustainable Palm Oil In Indonesia, diantaranya sebagai berikut :
1) Mendapatkan PengakuanInternational dari ISP
2) Pendekatan dan promosi yang kuat untuk memperoleh pasar baru
dan investor
3) Mengembangkan kuat kemitraan antara Negara, Swasta, dan
Masyarakat
4) Pemecahan dan pengelolaan masalah yang terjadi dalam industry
5) Berkolaborasi dengan daerah/negara lain untuk kampanye
Internasional on Sustainable Palm Oil
6) Memperkenalkan ISPO sebagai pelengkap untuk RSPO sebelum
mengembangkan ISPO sebagai sertifikasi Independen
7) Mengangkat ISPO ke Otoritas Tingkat Tinggi
8) Penelitian mengenai dampak peningkatan terhadap
pengembangan ISPO
Apabila dicermati dengan seksama maka perhatian, kekhawatiran, serta
hal-hal yang harus dipertimbangkan di atas, sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan yang selama ini menjadi landasan kebijakan
13
pemerintah. Peran pemerintah dengan demikian sangat sentral dalam
memberikan arahan untuk pengembangan pembangunan perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotim untuk mengarahkan para pengelola perkebunan
kelapa sawit pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen
dan konsistensi pemerintah akan tercermin dengan struktur dan kerangka kerja
kebijakan (policy framework) yang merupakan penerjemahan praktis prinsip-
prinsip tersebut. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di
Kotim dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk penyelesaian masalah secara
menyeluruh dalam penyelesaian konflik di tingkat lapangan. Untuk hal tersebut
perlu kerterlibatan semua pihak untuk mendukung kelancaran penelitian ini agar
menjadi salah satu acuan dalam penyelesaian pengelolaan kelapa sawit
kedepannya. Penelitian ini diharapkan merupakan awal yang baik guna
melakukan kerjasama dalam manajemen penanggulangan masalah yang
ditimbulkan antara pemerintah, pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat/petani/pekebun. Melalui perencanaan yang terarah dengan
melibatkan pelaku-pelaku pembangunan perkebunan secara berjenjang (Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta dengan melibatkan masyarakat, diharapkan
masalah perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim dapat dilakukan
penanggulangan dalam perencanaan dengan memahami perkembangan yang
ada untuk kemudian dijadikan sebagai dasar acuan langkah ke depan. Demi
tercapainya sebuah pembangunan berkelanjutan yang efektif dan efesien di
Kotawaringin Timur, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
konsep perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin
Timur yang berwawasan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan agar ditemukan
solusi yang tepat untuk menciptakan sebuah perencanaan pembangunan yang
14
ideal di Kotawaringin Timur dalam beberapa tahun kedepan, tentunya yang
berperspektif sustainable.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah ditetapkan pada latar
belakang, selanjutnya perumusan masalah dalam penelitian ini diajukan dengan
pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut :
1. Bagaimana program perencanaan dari Pemerintah Kabupaten
Kotimdalam menanggulangi dampak negatif dari pembangunan
perkebunan kelapa sawit ?
2. Bagaimana upaya sustainable developmentyang dilakukan oleh ketiga
pihak yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakat pada perencanaan
pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim ?
3. Strategisustainable development seperti apa yang cocok diterapkan pada
perencanaan pembangunanperkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotim?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pertanyaan penelitian tersebut, maka peneliti telah
menetapkan beberapa tujuan penelitian agar penelitian ini tetap memperhatikan
tujuan-tujuan ini sebagai pedoman penelitian, adapun beberapa tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskanprogram perencanaan dari Pemerintah Kabupaten
Kotim dalam menanggulangi dampak negatif dari pembangunan
perkebunan kelapa sawit.
15
2. Untuk menganalisisupayasustainable developmentyang dilakukan oleh
ketiga pihak yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakatpada
perencanaan pembangunanperkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotim.
3. Untuk menganalisisstrategisustainable development yang cocok
diterapkan pada perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotim.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di dapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Secara Teoritis Dapat berguna sebagai bahan pemikiran khususnya dalam
lingkungan Ilmu Administrasi Publik, terlebih terhadap pertanyaan tentang upaya
penerapan pembangunan yang berkelanjutan pada sektor perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotim.
2) Secara Praktis Hasil dari penelitian ini penulis berharap dapat menjadi acuan
dari pertanyaan mengenai penerapan pembangunan yang berbasis sustainable
development pada sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Tengah.Serta
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Publik di
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Hingga proposal penelitian ini diajukan, dari penelusuran penulis belum
ada penelitian tentang perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit
yang berbasis sustainable development di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Secara umum penelitian mengenai perencanaan pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia masih sangat terbatas. Namun demikian terdapat
beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit
dan pembangunan berkelanjutan, dibawah ini penulis telah meringkas beberapa
penelitian terdahulu diantaranya.
1) Penelitan terdahulu yang masih relevan adalah penelitian yang dilakukan
oleh Tommy H Pandiangan(2012) dengan judul Respon Masyarakat
Terhadap Operasional Pabrik Kelapa Sawit PT. Mustika Agung Sawit
Sejahtera Di Kelurahan Balai Raja Kecamatan Pinggir Kabupaten
Bengkalis, yang diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan di
Universitas Negeri Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
respon masyarakat Balai Raja terhadap operasional pabrik kelapa sawit
(PKS) PT. Mustika Agung Sawit Sejahtera. Analisis data yang dilakukan
untuk menjawab permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah
secara kualitatif dengan dipaparkan secara deskriptif yaitu memberikan
gambaran mengenai keadaan masyarakat sebenarnya. Hasil penelitian
menunujukkan bahwa masyarakat yang merespon positif pendirian pabrik
lebih besar dari pada masyarakat yang merespon negatif. Masyarakat
yang merespon positif terdapat 36 responden (70.50%), sedangkan yang
merespon negatif pendirian pabrik ada 15 responden (29.41%).
2) Penelitian lain dilakukan olehAlmasdi Syahza (2011), tentang Percepatan
Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit,
yang diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan di Universitas Riau
- Pekanbaru. Penelitian dilakukan melalui survei dengan metode deskriptif
(Descriptive Research). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak
pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap percepatan
pembangunan ekonomi masyarakat dalam upaya mengetaskan
kemiskinan di daerah pedesaan.Informasi diperoleh melalui pendekatan
Rapid Rural Appraisal (RRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kegiatan perkebunan kelapa sawit di pedesaan menciptakan angka
multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam lapangan pekerjaan dan
peluang berusaha. Indek kesejahteraan petani di pedesaan tahun 2003
sebesar 1,72. Berarti pertumbuhan kesejahteraan petani mengalami
kemajuan sebesar 172 persen. Pada periode tahun 2003-2006 indek
kesejahteraan petani 0,18 dan periode tahun 2006- 2009 juga mengalami
positif sebesar 0,12. Ini berarti kesejahteraan petani pada periode
tersebut meningkat sebesar 12 persen.
3) Daud Anthon Charles (2002) telah melakukan penelitian tentang Evaluasi
Proyek Pembangunan Perkebunan Di Kabupaten Kupang, yang
diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan di Universitas Gadjah
Mada - Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa walaupun terjadi
perubahan harga dengan asumsi sebesar10 persen, proyek pembanguna
perkebunan di Kabupaten Kupang tetap layak, karena tidak sensitif
terhadap kemungkinan perubahan yang akan terjadi, dan tidak
menyebabkan proyek menjadi tidak layak untuk dilaksanakan.
4) Atika Pambudhi (2010) telah melakukan penelitian tentang Potensi
Pendapatan Asli Daerah Dari Perkebunan Kelapa Sawit Dan Hutan
Bekas Tebangan Di Kalimantan Timur, yang diterbitkan dalam Jurnal
Ekonomi Pembangunan di Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa trend potensi pendapatan asli daerah
provinsi Kalimantan timur dari perkebunan kelapa sawit menunjukkan
grafik parabola yang cembung dengan persamaan Y= -53524X2 + 2E07X
– 4E07 dengan PAD maksimum pada tahun ke-17 yaitu sebesar
Rp97.377.324,-, setelah itu mulai menurun hingga pada tahun ke-25
mencapai Rp11.657.446,-. Tanaman sawit tidak dapat lagi berproduksi
setelah melewati tahun ke-25, sehingga mesti memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi pemerintah maupun bagi masyarakat, namun
perkebunan kelapa sawit kurang sesuai dengan konsep pembangunan
berkelanjutan.
5) Dewi Agustina (2014) telah melakukan penelitian tentangAnalisis
Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Dalam Pengelolaan Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan Berdasarkan Kriteria ISPOdi PT. TAPIAN
NADENGGAN, yang diterbitkan dalam Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan Hidup di Institute Pertanian Bogor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perusahaan masih belum maksimal dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan
perkebunan kelapa sawit didalam perusahaan tersebut, hal ini dilihat dari
aspek lingkungan, social, dan ekonomi yang masih belum terpenuhi.
6) Dina Harsono (2012) melakukan penelitian tentangAnalysis On
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO): A Qualitative Assessment On
The Success Factors For ISPO, yang diterbitkan dalam Journal
Management and Agribusiness di Institute Pertanian Bogor. Hasil
penelitiannya memaparkan tentang Bentuk Penerapan Sustainable Palm
Oil Oleh Industri-Industri Dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit
Yang Ada Di Indonesia. Selain itu terdapat beberapa faktor-faktor sukses
yang mempengaruhi implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO), salah satunya adalah terintegrasinya hubungan antara
pemerintah dan perusahaan perkebunan kelapa sawit berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya ketaatan yang
dilakukan oleh stake holder perkebunan kelapa sawit kepada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pembangunan
berkelanjutan.
7) Hayatul Muchni (2008) melakukan penelitian tentangPengaruh
Keberadaan PT. PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit) Talikumain
terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Rokan Hulu, yang
diterbitkan dalam Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah di
Universitas Sumatera Utara - Medan. Penelitiannya berfokus pada
perkembangan wilayah terutama aspek ekonomi karena pengaruh Pabrik
Minyak Kelapa Sawit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
keberadaan Pabrik Minyak Kelapa Sawit memang memberikan dampak
yang positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar dan
perekonomian daerah karena tersedianya banyak lapangan pekerjaan.
8) Almasdi Syahza (2005) melakukan penelitian tentangDampak
PembangunanPerkebunan Kelapa SawitTerhadap
Multiplier Effect Ekonomi PedesaanDi Daerah Riau,
yang diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi di Universitas Tarumanegara -
Jakarta. Hasil penelitiannya memang membuktikan bahwa pembangunan
perkebunan kelapa sawit mampu memberikan dampak yang positif
terhadap perekonomian desa, hal ini dibuktikan dengan terangkatnya
perekonomian perdesaan sejak dilakukannya pembangunan perkebunan
kelapa sawit didaerah tersebut.
9) Salampak Haris (2011) melakukan penelitian tentangKontribusi
Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap penyerapan Tenaga Kerja dan
Peningkatan Pendapatan Pekerja Lokal Kabupaten Gunung Mas, yang
diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan di Universitas Gadjah
Mada - Yogyakarta. Hasil penelitian dari judul tersebut memperlihatkan
bahwa pertumbuhan ekonomi didaerah Gunung Mas meningkat dari
tahun ke tahun. Salah satu faktor keberhasilan tersebut karena
penyerapan tenaga kerja yang maksimal, dan sektor yang mampu
melakukan penyerapan tenaga kerja paling banyak adalah sektor
pertanian dengan sub-sektor perkebunan kelapa sawit.
Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu tersebut
adalah sama-sama melakukan penelitian di bidang perkebunan kelapa
sawit.Namun bukan berarti antara penelitian ini dengan beberapa penelitian
terdahulu tersebut tidak memiliki perbedaan.Terdapat beberapa perbedaan
antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu tersebut.Beberapa
perbedaan tersebut juga menjadikan penelitian ini memiliki aspek kebaharuan
dalam dunia penelitian.Pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut mayoritas
lebih memaparkan mengenai perkembangan wilayah terkait dengan kegiatan
ekonomi seperti industri, pembangunan perkebunan dan pabrik minyak kelapa
sawit. Perkebunan Kelapa Sawit pada penelitian terdahulu umumnya dikelola
tanpa memperhatikan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini menyebabkan
salah satu aspek dari pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek lingkungan
menjadi semakin terancam kelestariannya.Sedangkan dalam penelitian ini,
mencoba untuk memaparkan seberapa pentingnya pola pembangunan
berkelanjutan jika diterapkan dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Sehingga dampak positif yang dirasakan tidak hanya untuk aspek ekonomi yang
sudah terbukti mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah dan
perekonomian masyarakat, tetapi dampak positif juga harus diberikan kepada
aspek lingkungan dan aspek social karena syarat dari pembangunan
berkelanjutan harus memberikan keberlanjutan pada aspek lingkungan, sosial,
dan ekonomi.Maka dari itu, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian terdahulu tersebut adalah menghadirkan pola penerapan
pembangunan berkelanjutan dalam setiap pembangunan perkebunan kelapa
sawit, khusunya yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur.Mayoritas
penelitian terdahulu hanya berfokuskepada pembangunan perkebunan kelapa
sawit dan pengaruhnya terhadap perekonomian di suatu daerah.Akan tetapi,
pada penelitian ini tidak hanya berfokus kepada pengaruh perekonomian saja,
tetapi juga pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap aspek
sosial, dan kelestarian lingkungan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Selain itu,
pada penelitian ini juga akan memunculkan model pembangunan perkebunan
kelapa sawit berkelanjutan yang cocok diterapkan di Kabupaten Kotim,
dandiharapkan bisa menjadi acuan juga untuk daerah-daerah lainnya dalam
mengembangkan perkebunan kelapa sawit.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Perencanaan
Pembangunan Perkebunan yang Berbasis Sustinable Development di
Kabupaten Kotawaringin Timur
NO JUDUL HASIL
1. Respon Masyarakat Terhadap
Operasional Pabrik Kelapa Sawit
PT. Mustika Agung Sawit Sejahtera
Di Kelurahan Balai Raja Kecamatan
Pinggir Kabupaten Bengkalis
Tommy H Pandiangan (2012).
Jurnal Ekonomi Pembangunan di
Universitas Negeri Padang
Masyarakat yang merespon positif
pendirian pabrik lebih besar dari pada
masyarakat yang merespon negatif.
Masyarakat yang merespon positif
terdapat 36 responden (70.50%),
sedangkan yang merespon negatif
pendirian pabrik ada 15 responden
(29.41%).
2. Percepatan Ekonomi Pedesaan
Melalui Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit
Almasdi Syahza, (2011). Jurnal
Ekonomi Pembangunan di
Universitas Riau – Pekanbaru
Kegiatan perkebunan kelapa sawit di
pedesaan menciptakan angka multiplier
effect sebesar 3,03, terutama dalam
lapangan pekerjaan dan peluang
berusaha. Indek kesejahteraan petani di
pedesaan tahun 2003 sebesar 1,72.
Berarti pertumbuhan kesejahteraan
petani mengalami kemajuan sebesar 172
persen. Pada periode tahun 2003-2006
indek kesejahteraan petani 0,18 dan
periode tahun 2006- 2009 juga
mengalami positif sebesar 0,12. Ini
berarti kesejahteraan petani pada periode
tersebut meningkat sebesar 12 persen.
NO JUDUL HASIL
Lanjutan Tabel 2.1
Lanjutan Tabel 2.1
3. Evaluasi Proyek Pembangunan
Perkebunan Di Kabupaten Kupang
Daud Anthon Charles, (2002).
Jurnal Ekonomi Pembangunan di
Universitas Gadjah Mada –
Yogyakarta
Walaupun terjadi perubahan harga
dengan asumsi sebesar10 persen,
proyek pembanguna perkebunan di
Kabupaten Kupang tetap layak, karena
tidak sensitif terhadap kemungkinan
perubahan yang akan terjadi, dan tidak
menyebabkan proyek menjadi tidak layak
untuk dilaksanakan.
4. Potensi Pendapatan Asli Daerah
Dari Perkebunan Kelapa Sawit Dan
Hutan Bekas Tebangan Di
Kalimantan Timur
Atika Pambudhi, (2010). Jurnal
Ekonomi Pembangunan di
Universitas Gadjah Mada –
Yogyakarta
Trend potensi pendapatan asli daerah
provinsi Kalimantan timur dari
perkebunan kelapa sawit menunjukkan
grafik parabola yang cembung dengan
persamaan Y= -53524X2 + 2E07X –
4E07 dengan PAD maksimum pada
tahun ke-17 yaitu sebesar
Rp97.377.324,-, setelah itu mulai
menurun hingga pada tahun ke-25
mencapai Rp11.657.446,-. Tanaman
sawit tidak dapat lagi berproduksi setelah
melewati tahun ke-25, sehingga mesti
memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi pemerintah maupun bagi
masyarakat, namun perkebunan kelapa
sawit kurang sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan.
NO JUDUL HASIL
5. Analisis Lingkungan, Sosial, dan
Ekonomi Dalam Pengelolaan
Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Berdasarkan Kriteria
ISPO di PT. TAPIAN
NADENGGAN
Dewi Agustina, (2014). Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup di Institute
Pertanian Bogor.
Perusahaan masih belum maksimal
dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan untuk pengelolaan
perkebunan kelapa sawit didalam
perusahaan tersebut, hal ini dilihat dari
aspek lingkungan, social, dan ekonomi
yang masih belum terpenuhi.
6. Analysis On Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO): A Qualitative
Assessment On The Success
Factors For ISPO
Dina Harsono, (2012).Journal
Management and Agribusiness di
Institute Pertanian Bogor
Bentuk Penerapan Sustainable Palm Oil
Oleh Industri-Industri Dalam Pengelolaan
Perkebunan Kelapa Sawit Yang Ada Di
Indonesia. Selain itu terdapat beberapa
faktor-faktor sukses yang mempengaruhi
implementasi Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO), salah satunya adalah
terintegrasinya hubungan antara
pemerintah dan perusahaan perkebunan
kelapa sawit berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Artinya ketaatan yang dilakukan oleh
stake holder perkebunan kelapa sawit
kepada peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang pembangunan
berkelanjutan.
NO JUDUL HASIL
Lanjutan Tabel 2.1
Sumber : data primer diolah, 2016
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah
7. Pengaruh Keberadaan PT. PMKS
(Pabrik Minyak Kelapa Sawit)
Talikumain terhadap
Pengembangan Wilayah di
Kabupaten Rokan Hulu
Hayatul Muchni, (2008).Jurnal
Perencanaan & Pengembangan
Wilayah di Universitas Sumatera
Utara – Medan
Keberadaan Pabrik Minyak Kelapa Sawit
memang memberikan dampak yang
positif terhadap perekonomian
masyarakat sekitar dan perekonomian
daerah karena tersedianya banyak
lapangan pekerjaan.
8. Dampak
PembangunanPerkebunan
Kelapa
SawitTerhadapEkonomi
PedesaanDi Daerah Riau
Almasdi Syahza, (2005). Jurnal
Ekonomi di
UniversitasTarumanegara–Jakarta
Pembangunan perkebunan kelapa sawit
mampu memberikan dampak yang positif
terhadap perekonomian desa, hal ini
dibuktikan dengan terangkatnya
perekonomian perdesaan sejak
dilakukannya pembangunan perkebunan
kelapa sawit didaerah tersebut.
9. Kontribusi Perkebunan Kelapa
Sawit Terhadap penyerapan
Tenaga Kerja Kabupaten Gunung
Mas
Salampak Haris, (2011). Jurnal
Ekonomi Pembangunan di
Universitas Gadjah Mada –
Yogyakarta
Pertumbuhan ekonomi didaerah Gunung
Mas meningkat dari tahun ke tahun.
Salah satu faktor keberhasilan tersebut
karena penyerapan tenaga kerja yang
maksimal, dan sektor yang mampu
melakukan penyerapan tenaga kerja
paling banyak adalah sektor pertanian
dengan sub-sektor perkebunan kelapa
sawit.
Menurut Tarigan (Tarigan, 2012:3) perencanaan dapat berarti mengetahui
dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai factor
non-controllable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dpat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan menurut ahli
perencana kota, Conyers dan Hill (dalam Haryono 2010:5) menyebutkan bahwa
perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan
keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan tentang alternatif penggunaan sumber
daya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari
tujuan jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Keberhasilan
pembangunan memerlukan perencanaan yang baik, Tjokroamidjojo
(Tjokroamidjojo, 1994:12) merumuskan perencanaan sebagai berikut :
a) Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya
terdapat pada tiap jenis usaha manusia.
b) Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-
baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efektif dan
efesien.
c) Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai, bagaimana,
bilamana, dan oleh siapa.
Tipologi perencanaan dibagi atas empat macam yang didasarkan pada
pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut (Fianstein dan Norman, 1991:39):
a) Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini
perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem
kota yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat
kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada
perencanaan tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan
lingkungan perkotaan dengan menggunakan standar dan metode yang
professional.
b) User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna).
Konsep perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk
mengakomodasi pengguna dari produk perencanaan tersebut, dalam hal ini
masyarakat kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan, harus
dilibatkan dalam setiap proses perencanaan (bottom-up).
c) Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan
program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses
pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada
perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui
program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
d) Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang
bersifat dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
permasalahan-permasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat
analisis yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan
dampak positif dan dampak negatif dari sebuah kebijakan.
Menurut Glasson (dalam Tarigan, 2005:93) menyebutkan bahwa tipe-tipe
perencanaan terdiri dari ; physical planning and economic planning, allocative
and innovative planning, multi or single objective planning, dan indicative or
imperative planning. Selanjutnya di Indonesia juga dikenal beberapa jenis
perencanaan seperti : top-downand bottom-up planning, vertical and horizontal
planning, dan perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dan
yang tidak melibatkan masyarakat sama sekali (Tarigan, 2005:95). Uraian
masing-masing jenis perencanaan tersebut dikemukakan sebagai berikut :
1) Perencanaan Fisik versus Perencanan Ekonomi. Pada dasarnya
pembedaan ini didasarkan atas isi atau master dari perencanaan. Namun
demikian, orang awam terkadang tidak bisa melihat perbedaan antara
perencanaan fisik dengan perencanaan ekonomi. Perencanaan fisik
(physical planning) adalah perencanaan untuk mengubah atau
memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya perencanaan tata
ruang atau tata guna, perencanaan jalur transportasi/komunikasi,
penyediaan fasilitas untuk umum, dan lain-lain. Perencanaan ekonomi
(economic planning) berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi
suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat
kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi didasarkan atas
mekanisme pasar, sedangkan perencanaan fisik lebih didasarkan atas
kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila perencanaan itu bersifat
terpadu, perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran
yang ditetapkan di dalam perencanaan ekonomi. Akan tetapi, ada juga
keadaan di mana hasil perencanan fisik harus mempertimbangkan
perencanaan ekonomi, misalnya dalam hal tata ruang.
2) Perencanaan Alokatif versus Perencanaan Inovatif. Pembedaan ini
didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut, yaitu antara
perencanaan model alokatif dan perencanaan yang bersifat inovatif.
Perencanaan alokatif (alocative planning) berkenaan dengan
menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih
tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Jadi, inti kegiatannya
berupa koordinasi dan sinkronisasi agar sistem kerja untuk mencapai
tujuan itu dapat berjalan secara efektif dan efesien sepanjang waktu.
Karena sifatnya, model perencanaan ini kadang-kadang disebut
regulatory planning (mengatur perencanaan). Dalam perencanaan inovatif
(innovative planning), para perencana lebih memiliki kebebasan, baik
dalam menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai
target tersebut. Artinya, mereka dapat menetapkan prosedur atau cara-
cara, yang penting target itu dapat dicapai atau dilampaui. Perencanaan
inovatif juga berlaku apabila ada kegiatan baru yang perlu dibuat
prosedur atau sistem kerjanya yang selama ini belum ada.
3) Perencanaan Bertujuan Jamak versus Perencanaan Bertujuan Tunggal.
Pembedaan ini didasarkan atas luas pandang (scope) yang tercakup,
yaitu antara perencanaan bertujuan jamak dan perencanaan tunggal.
Perencanaan dapat mempunyai dan sasaran tunggal atau jamak.
Perencanaan bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai
adalah sesuatu yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu
dan bersifat tunggal. Misalnya, rencana pemerintah untuk membangun
100 unit rumah di suatu lokasi tertentu. Perencanaan bertujuan ini tidak
mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain yang mungkin
ditimbulkannya karena tidak menjadi fokus perhatian utama.
Perencanaan bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki
beberapa tujuan sekaligus. Misalnya, rencana pelebaran dan
peningkatkan kualitas jalan penghubung yang ditujukan untuk
memberikan berbagai manfaat sekaligus, yaitu agar perhubungan di
daerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya permukiman baru dan
mendorong bertambahnya aktivitas pasar di daerah tersebut. Terkadang
ada juga sasaran lain dengan dibukanya jalan baru yang bisa saja tidak
dinyatakan secara tegas dalam rencana itu sendiri. Misalnya, makin
lancarnya komunikasi sehingga masyarakat setempat makin terbuka
untuk pembaruan dan makin lancarnya perdagangan. Perencanaan
ekonomi umumnya bertujuan jamak sedangkan perencanaan fisik ada
yang bertujuan tunggal tetapi ada juga yang bertujuan jamak.
4) Perencanaan Indikatif Versus Perencanaan Imperatif. Pembedaan ini
didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan
dari institusi pelaksana. Perencanaan indikatif adalah perencanaan di
mana tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk
indikasi, artinya tidak dipatok dengan tegas. Tujuan bisa juga dinyatakan
dalam bentuk indikator tertentu, namun indikator ini sendiri bisa konkret
dan bisa hanya perkiraan (indikasi). Tidak diatur bagaimana cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Tidak diatur prosedur ataupun langkah-langkah
untuk mencapai tujuan tersebut, yang penting indikator yang dicantumkan
dapat tercapai. Dalam perencanaan itu mungkin terdapat petunjuk atau
pedoman, yaitu semacam nasehat bagaimana sebaiknya rencana itu
dijalankan, tetapi pedoman itu sendiri tidak terlalu mengikat. Pelaksana di
lapangan masih dapat melakukan perubahan sepanjang tujuan ingin
dicapai dapat dicapai atau dilampaui dengan besaran biaya tidak
melampaui yang ditentukan. Perencana imperatif adalah perencanaan
yang mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan,
bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan
rencana tersebut. Itulah sebabnya mengapa perencanaan ini disebut
perencanaan komando. Pelaksana di lapangan tidak berhak mengubah
apa yang tertera dalam rencana. Hampir mirip dengan tipe perencanaan
di atas adalah yang menggunakan bentuk kombinasi lain, yaitu induced
planning versus imperative planning. Pembedaan dalam kombinasi
terakhir ini lebih didasarkan atas kewenangan dari institusi terlibat.
Induced planning adalah perencanaan dengan sistem rangsangan.
Perencanaan dengan sistem rangsangan, yaitu apabila pemerintah pada
level yang lebih tinggi memberi rangsangan kepada pemerintah yang
lebih rendah. Hal ini terjadi jika pemerintah pada level yang lebih rendah
mau melaksanakan program yang diinginkan oleh pemerintah pada level
yang lebih tinggi.
5) Top Down Versus Bottom Up Planning. Pembedaan perencanaan jenis ini
didasarkan atas kewenangan dari institusi yang terlibat. Perencanaan
model Top Down dan Bottom Up hanya berlaku apabila terdapat
beberapa tingkat atau lapisan pemerintahan atau beberapa jenjang
jabatan di perusahaan yang masing-masing tingkatan diberi wewenang
untuk melakukan perencanaan. Perencanaan model top-down adalah
apabila kewenangan utama dalam perencanaan itu berada pada institusi
yang lebih tinggi di mana institusi perencana pada level yang lebih rendah
harus menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih tinggi.
Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan bagian
rencana institusi yang lebih rendah. Umumnya yang terjadi adalah
kombinasi antara kedua model tersebut. Akan tetapi dari rencana yang
dihasilkan oleh kedua level institusi perencanaan tersebut, dapat
ditentukan model mana yang lebih dominan. Apabila yang dominan
adalah top-down maka perencanaan itu disebut sentralistik, sedangkan
apabila yang dominan adalah bottom-up maka perencanaan itu disebut
desentralistik.
6) Vertical Versus Horizontal Planning. Pembedaan ini juga didasarkan atas
perbedaan kewenangan antar institusi walaupun lebih ditekankan pada
perbedaan jalur koordinasi yang diutamakan perencana. Vertical planning
adalah perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar berbagai
jenjang pada sektor yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan
sektoral, jadi menekankan pentingnya koordinasi antar berbagai jenjang
pada instansi yang sama. Tidak diutamakan keterkaitan antar sektor atau
apa yang direncanakan oleh sektor lainnya, melainkan lebih melihat
kepada kepentingan sektor itu sendiri itu bagaimana hal ini dapat
dilaksanakan oleh berbagai jenjang pada instansi yang sama di berbagai
daerah secara baik dan terkoordinasi untuk mencapai sasaran sektoral.
Horizontal planning menekankan keterkaitan antar berbagai sektor
sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang secara bersinergi.
Horizontal planning melihat pentingnya koordinasi antar berbagai instansi
pada level yang sama, ketika masing-masing instansi menangani
kegiatan atau sektor yang berbeda. Horizontal planning menekankan
keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama. Antara
kedua model perencanaan itu harus terdapat arus bolak-balik sehingga
dihasilkan rencana yang baik.
7) Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung Versus yang
tidak melibatkan masyarakat. Pembedaan ini juga didasarkan atas
kewenangan yang diberikan kepada institusi perencanaan yang sering
kali terkait dengan luas bidang yang direncanakan. Perencanaan yang
melibatkan masyarakat secara langsung adalah apabila sejak awal
masyarakat telah diberitahu dan diajak ikut serta dalam menyusun
rencana tersebut. Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat adalah
apabila masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan paling-paling hanya
dimintakan persetujuan dari DPRD untuk persetujuan akhir. Perencanaan
yang tidak melibatkan masyarakat misalnya apabila perencanaan itu
bersifat teknis pelaksanaan, bersifat internal, menyangkut bidang yang
sempit, dan tidak secara langsung bersangkut paut dengan kepentingan
orang banyak. Persetujuan DPRD pun umumnya tidak dimintakan untuk
perencanaan seperti itu. Perencanaan yang bersangkut paut dengan
kepentingan orang banyak mestinya melibatkan masyarakat tetapi dalam
prakteknya masyarakat hanya diwakili oleh orang-orang yang
dikategorikan sebagai tokoh masyarakat. Dalam praktiknya, kedua
pembagian di atas tidaklah mutlak. Artinya, perencanaan sering
mengambil bentuk diantara keduanya. Perencanaan yang melibatkan
masyarakat luas hanya mungkin untuk wilayah yang kecil, misalnya
lingkungan desa atau kelurahan, dan kecamatan. Untuk wilayah yang
lebih luas, biasanya hanya mungkin dengan cara mengundang tokoh-
tokoh masyarakat atau pimpinan organisasi kemasyarakatan. Seringkali
tokoh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan hanya dilibatkan pada
diskusi awal untuk memberikan masukan dan pada diskusi akhir untuk
melihat bahwa aspirasi mereka sudah tertampung. Perencanaan yang
menyangkut kepentingan masyarakat banyak harus mendapat
persetujuan DPRD sebagai perwakilan dari kepentingan masyarakat.
Sedangkan perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah
perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah,
dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi
yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi
dan Bratakusumah, 2003:48). Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah
yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan
wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori
pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses
input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk
orang atau barang dan jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala
nasional bersifat lebih tertutup (Riyadi dan Bratakusumah, 2003:53).
Perencanaan Pembangunan Wilayah adalah “Suatu usaha yang
sistematik dari berbagai pelaku (aktor) seperti : umum (publik/masyarakat),
pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang
berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik,
sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya dengan cara:
1) secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan
pembangunan daerah;
2) merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah;
3) menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi),
4) melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan” (Solihin 2005:25).
Menurut Archibugi (Archibugi, 2008:74) berdasarkan penerapannya, teori
perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu :
a) Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan
untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan
perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota
dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik
simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub
bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah
memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari
perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh
pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam bentuk master plan (tata
ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
b) Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam
perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat
ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori
ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja,
produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi
makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna
merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari
perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan,
kesempatan kerja, dan tabungan.
c) Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas
tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan
tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial
diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program
pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
kebijakan demografis.
d) Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini
berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif
guna mencapai pengembangan wilayah.
Menurut GTZ (German Technical Cooperation) dalam LAN (2007:14)
mendefinisikan perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu yang
sistematik dari bebagai pelaku (actor), baik umum (public) , swasta maupun
kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi
saling ketergantungan aspek-aspek fisik, social-ekonomi dan aspek-aspek
lingkungan lainnya dengan cara : (a) secara terus-menerus menganalisis kondisi
dan pelaksanaan pembangunan daerah ; (b) merumuskan tujuan-tujuan dan
kebijakan-kebijakan pembangunan daerah ; (c) menyusun konsep strategi-
strategi bagi pemecahan masalah (solusi) ; dan (d) melaksanakannnya dengan
menggunakan sumber-sumber daya masalah sehingga peluang-peluang baru
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara
berkelanjutan.
Dari definisi-definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
perencanaan pembangunan merupakan pemilihan cara atau pemilihan langkah
dalam mencapai tujuan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan
perubahan kea rah yang lebih baik dengan menggunakan sumber daya yang ada
secara efektif dan efesien. Perencanaan memang dibutuhkan ketika
akanmelakukan pembangunan. Hal ini dikarenakan dengan melakukan
perencanaan maka arah pembangunan kedepannya akan menjadi jelas.
Dalam konteks desentralisasi (otonomi daerah), Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota) memiliki wewenang penuh untuk merencanakan dan
melaksanakan pembangunannya yang didasarkan pada kekayaan sumber daya
alam dan manusia yang dimilikinya. Perubahan dari system sentralisasi menjadi
desentralisasi menyebabkan terjadi perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan
politik yang sangat fundamental yang menuntut perlunya sistem perencanaan
pembangunan daerah yang komprehensif dan mengarah kepada perwujudan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang antara lain adalah :
transparansi, akuntabilitas, demokrasi, dan partisipasi masyarakat, yang pada
akhirnya dapat menjamin pemanfaatan dan pengalokasian sumber dana
pembangunan yang semakin terbatas sehingga menjadi lebih efesien dan efektif
serta berkelanjutan. Dalam dinamika desentralisasi, ada suatu daerah yang
mampu memacu pembangunan secara cepat, sementara itu ada juga daerah
lainnya yang mengalami banyak masalah atau kendala dalam melaksanakan
pembangunannya. Laju pertumbuhan pembangunan daerah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kemampuan untuk menggunakan kekuatan dan
peluang yang dimiliki serta kemampuan dalam mengatasi kelemahan-kelemahan
maupun masalah dan ancaman yang dihadapi dalam proses pembangunannya.
Dalam proses perencanaan pembangunan daerah, kata kuncinya adalah
konsultasi publik. Untuk mematikan bahwa rencana pembangunan yang
dihasilkan searah dengan kebutuhan yang secara jelas dengan basis kenyataan
dilapangan melalui konsultasi publik. Dari perspektif hasil pembangunan,
perencanaan pembangunan daerah secara terpadu harus memenuhi syarat
berikut :
a) Memastikan penyediaan pelayanan yang berkelanjutan
b) Menumbuh-kembangkan penbingkatan kehidupan sosial dan
perekonomian.
c) Menumbuh-kembangkan lingkungan hidup yang sehat dan aman
d) Memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat
e) Merangsang partisipasi masyarakat
Selain itu, perencanaan pembangunan secara terpadu sekaligus
merangkum pula sistem pengelolaan pelaksanaan (performance management)
dan pengelolaan anggaran (performance budgeting). Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa pemerintah daerah telah secara memadai memprioritaskan
anggarannya sekaligus menunjukkan kemampuannya untuk memantau serta
menyusun laporan pertanggungjawaban pada akhir periode rencana.Laporan
pertanggungjawaban dibuat berdasarkan tolak ukur yang jelas atau eksplisit,
terperinci, dan telah disusun dan disepakati sejak tersusunnya rencana
pembangunan tersebut.
2.3 Konsep Sustainable Development
Keterkaitan antara permasalahan lingkungan dengan pertumbuhan
ekonomi dan sosial menjadi anomali dalam konsep „sustainable development‟
(Pembangunan Berkelanjutan). Konsep Sustainable Development memberikan
wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam di masa
depan, generasi yang akan datang “pembangunan yang memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. Dalam proses pembangunan
berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya
terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan
teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan
yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Demikian pula perkembangan
penduduk perlu diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan pembangunan, dan
karenanya jumlah dan perkembangan penduduk haruslah dalam keseimbangan
dengan perubahan potensi produk ekosistem (Samodra Wijaya, 1991 : 4).
Pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek
tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan
hubungan sebab – akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat
menciptakan hubungan yang adil ( equitable ). Hubungan antara ekonomi dan
lingkungan diharapkan dapat terus berjalan ( viable ). Sedangkan hubungan
antara sosial dan lingkungan bertujuan agar dapat terus bertahan ( bearable ).
Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan menciptakan
kondisi berkelanjutan (sustainable) (Samodra Wijaya, 1991 : 7). Hubungan
ketiganya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Sumber :
www.academia.edu/8584936/Teori_Pembangunan_Kota_Berkelanjutan_Urban_
Sustainable_Development diakses pada 10/12/2015
Gambar 2.1Aspek-Aspek Sustainable Development
1. Keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu
menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlajutan
pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang
dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2. Keberlajutan lingkungan diartikan sebagai sistem keberlanjutan secara
lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari
eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini
juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara,
dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber
ekonomi.
3. Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Sustainable akan tercapai bila ketiga pilar : ekonomi, lingkungan dan
sosial dilaksanakan secara bersamaan karena memang ketiganya saling
bersinergi. Kalau hanya dua pilar yang jadi fokus kita, maka hasil yang dicapai
hanya viable (hasil pelaksanaan antara lingkungan dan ekonomi), atau equitable
saja (bila yang dilaksanakan hanya sosial dan ekonomi), bahkan mungkin hanya
dapat nilai bearable bila pembangunan lingkungan dan sosial saja yang
dilaksanakan. Salah satu tantangan terbesar konsep tersebut saat ini adalah
menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya keberlanjutan sistem politik
dan kelembagaan sampai pada strategi, program, dan kebijakan sehingga
pembangunan kota yang berkelanjutan dapat terwujud (Samodra Wijaya,
1991:11).
Menurut Research Triangle Institute, 1996 (dalam Budihardjo, 2009 : 142)
dalam mewujudkan kota berkelanjutan diperlukan beberapa prinsip dasar yang
dikenal dengan Panca E yaitu Environment (Ecology) , Economy (Employment),
Equity, Engagement dan Energy :
Sumber :
www.academia.edu/8584936/Teori_Pembangunan_Kota_Berkelanjutan_Urban_
Sustainable_Development diakses pada 10/12/2015
Gambar 2.2Prinsip Dasar Sustainable Development
Dari 5 prinsip dasar tersebut maka digambarkan secara rinci lima kaidah
prinsip dasar kota berkelanjutan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Perbedaan Kaidah 5 Prinsip Antara Kota yang Kurang
Berkelanjutan dengan yang Sudah Berkelanjutan
ASPEK PENDEKATAN KOTA
YANG KURANG
BERKELANJUTAN
PENDEKATAN KOTA
YANG
BERKELANJUTAN
EKONOMI
Pendekatan Kompetisi,industri besar,
retensi bisnis dan
ditarget,ekspansi
Kerjasama strategis,
peningkaan keahlian
pekerja, infrastruktur dasar
dan informasi
Hubungan antara
perkembangan sosial
dan ekonomi
Kesenjangan yang
bertambah,kesempatan
kerja terbatas dilihat
sebagai tanggung jawab
pemerintah
Penanaman modal
strategis pada tenaga
kerja dan kesempaten
kerja dilihat sebagai
tanggung jawab bersama
(pemerintah, swasta dan
masyarakat)
EKOLOGI (LINGKUNGAN)
Peraturan penggunaan
tanah
Penggunaan tertinggi
dan terbaik; penggunaan
lahan yang tunggal
(terpisah), kurang
terpadu dengan sistem
transportasi, pemekaran
kota tanpa kendala
Penggunaan lahan
campuran, koordinasi
dengan sistem
transportasi, menciptakan
taman,menetapkan batas
perkembangan/pemekaran
kota
Lanjutan Tabel 2.2
ASPEK PENDEKATAN KOTA
YANG KURANG
BERKELANJUTAN
PENDEKATAN KOTA
YANG
BERKELANJUTAN
EQUITY
(PEMERATAAN)
Disparitas Disparitas yang makin
meningkatkan antar
kelompok income dan
ras
Disparitas kurang dan
kesempatan yang
seimbang
ENGAGEMENT
(PERAN SERTA)
Partisipasi rakyat Diminimalkan Dioptimalkan
Kepemimpinan Isolasi dan fragmentasi Justifikasi jurisdiksi silang
Regional Kompetisi Kerjasama strategis
Peran pemerintah Penyedia jasa, regulator,
komando dan pusat
kontrol
Fasilitator pemberdayaan,
Negosiator dan menyaring
masukan dari bawah
ENERGI
Sumber energi Pengurasan Pengehematan
Sistem Transportasi Mengutamakan
kendaraan pribadi yang
boros energi
Mengutaakan transportasi
umum,massal,hemat
energi
Alternatif Alternatif energi terbatas Alternatif energi meluas
Bangunan Menggunakan
pencahayaan dan
penghematan artifisial
Mendayagunakan
pencahayaan dan
penghematan alami
Sumber : Research Triangle Institute, 1996 dalam Budihardjo Tahun 2009 (data
primer diolah)
Pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang.
Lebih lanjut secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian
keberlanjutan dalam hal (1) ekologis, (2) ekonomi, (3) sosial budaya, (4) politik,
dan (5) keberlanjutan pertahanan dan keamanan (Surya T, Djajadiningrat,
2005:123). Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi
keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi.
Dikaitkan dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki
konsep yang secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis.
Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan
keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan
ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro
tiga elemen yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi
yang berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi
kemakmuran. Hal ini akan dapat tercapai melalui kebijaksaaan ekonomi makro
yang tepat guna dalam proses struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan
moneter. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan
keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan
sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang
spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang
bernilai ekonomis sebagai kapital. Selain itu koreksi terhadap harga barang dan
jasa, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer
keseluruhan sumber daya. Dalam hal keberlanjutan sosial dan budaya, secara
menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Hal-hal yang
merupakan perhatian utama adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat
lokal dalam pengambilan keputusan. Dibidang keberlanjutan politik terdapat
pokok pikiran seperti perhatian terhadap HAM, kebebasan individu, hak-hak
sosial, politik dan ekonomi, demokratisasi serta kepastian ekologis. Sedangkan
keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah keberlanjutan
kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan
gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur
dan infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi
pembangunan yang berkelanjutan. Apabila selama ini terjadi ketimpangan, maka
yang terjadi adalah disharmonisasi yang berdampak pada hal yang lebih luas
yaitu yang menyangkut nasionalisme, rasa kebangsaan dan “pudarnya negara
bangsa”.
2.4 Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan
Penelitian ini menegaskan bahwa pentingnya mengembangkan strategi
keberlanjutan di tingkat daerah,dan memang untuk keberlanjutan ini paling efektif
dilakukan pada skala lokal atau regional.Dengan demikian, perencana
mengetahui makna keberlanjutan dalam perencanaan pembangunan untuk kota
dan penghuninya. Pada ideologi perencanaan modern tegas dinyatakan bahwa
perencanaan dilakukan dengan konservasi sumber daya alam dengan tujuan
universal.Efektivitas perencanaan dalam mempromosikan keberlanjutan adalah
hal yang terus ditekankan, oleh karena itu harus ditentukan dalam beberapa
bagian dengan pemahaman waktu, warisan, konservasi, kemajuan, dan masa
depan. Tiga aspek pembangunan berkelanjutan yang menguraikan daerah
substantif keberlanjutan, di mana perencana mencoba untuk mempertahankan 3
keseimbanganyaitu : perlindungan lingkungan, pembangunan ekonomi, dan
keadilan sosial. Campbell (1996:67) menunjukkan bahwa penambahan huruf "P"
untuk politik dan pemerintahan sangat penting untuk melengkapi model praktek
perencanaan berkelanjutan.
Oleh karena itu, perencanaan berkelanjutan mempertimbangkan implikasi
dari pengambilan keputusan pada sistem manusia dan memperkuat kemitraan
antara organisasi dan tokoh masyarakat yang diajak bekerjasama untuk masa
depan yang lebih berkelanjutan. Jenis usaha lintas disiplin yang membutuhkan
kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan mungkin memerlukan
pengembangan “matrix kebijakan" yang lebih mempromosikan keberlanjutan
daripada merusak upaya keberlanjutan daerah (Beatley & Manning,
1997:43).Mengingat pentingnya perencanaan dalam mencapai keberlanjutan,
maka diperlukan kekreatifanuntuk alat perencanaan local.Perencanaan terkait
erat dengan pembangunan berkelanjutan dalam hal prinsip dan persyaratan dari
intervensi professional, serta berhubungan erat dengan proses penting dalam
menyelesaikan konflik yang dihadapi dalam melaksanakan prinsip keberlanjutan.
Perencana harus mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekuatan perencanaan
dalam membawa perubahan yang berarti menuju keberlanjutan daerah.Untuk
menghadapi tugas-tugas tersebut, perencana harus melakukan perencanaan
penggunaan lahan dan pengendalian pembangunan menuju praktek
keberlanjutan yang berfokus pada masyarakat.Sudah jelas bahwa perencana
harus memeriksa kembali pendekatan mereka untuk keberlanjutan di tingkat
kelembagaan, meneliti hambatan politik untuk menerapkan rencana dan praktek-
praktek berkelanjutan. Berikut ini merupakan metode/cara dalam melakukan
perencanaan pembangunan yang berkelanjutan :
a) Mengidentifikasi keberlanjutan daerah
b) Metode untuk penciptaan indikator lingkungan
c) Perubahan analisis metode dengan data satelit
d) Klasifikasi daerah perkotaan dan pedesaan
e) Metode untuk menciptakan indikator sosial-ekonomi
Dalam perkembangannyateori Sustainable yang mulaidiperkenalkan
tahun 1987, sudahmenjadi dasar pemikiran bagi ahli perencanaan kota. Namun
secara umum dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan terdapat
beberapa tingkatan dalam melakukan perencanaan pembangunan berkelanjutan,
mulai dari lingkup yang paling kecil sampai dengan lingkup yang besar. Berikut di
bawah inimerupakan beberapa tingkatan sustainability planning yang dimulai dari
tataran yang makro (negara/daerah) sampai dengan yang palingmikro
(komponen dan bangunan) yang dapat dilihat pada gambar berikut :
a) Sustainable Development
Konsep Sustainable Development termasuk dalam tataran urban
planning,berawal dari keprihatinan pemimpin dunia untuk memelihara planet
bumi, yangdirasakan semakin memprihatinkan sebagai dampak dari
pembangunan.Diawali denganStockholm Conference, yang dilaksanakan 5 Juni
1972, yang melahirkanunderlyingconcept of sustainable
development.Permasalahan semakin berkembang, karena banyak negara
mengembangkanindustrinya, dengan menggunakan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui.Negara miskin dan berkembang semakin terpuruk akibat
eksploitasi yang tak terkendaliterhadap potensi sumber daya alamnya, hanya
diperuntukkan untuk membayar hutangluar negeri serta pembelian teknologi dari
negara maju yang cenderung mubazir.
Pada 1983 PBB membentukWorld Commission on Environment and
Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) yang diketuai
olehNy. Gro Brundtland, Perdana Menteri Norwegia Komisi ini menyelesaikan
tugasnya pada1987 denganmenerbitkanlaporan “Our Common Future” yang
dikenaldengan LaporanBrundtland. Temalaporan ini adalahsustainable
development.Komisi inimendefinisikanpembangunan berkelanjutan sebagai
suatu upaya yang mendorong tercapainyakebutuhan generasi kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untukmemenuhi
kebutuhannya.Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomitanpa
mengorbankan standar lingkungan yang tinggi.
b) Sustainable Cities
Sustainable Cities merupakan lingkup yang lebih sempit dari konsep
sustainable development, biasa disebut dengan eco-city, yaitu suatu kota yang
dirancang denganmempertimbangkan dampak lingkungan. Lingkup yang diatur
dalam suatucakupan kotadengan memperhatikan ekologi. Eco-city diperkenalkan
pertama kali olehRichard Register pada tahun 1987 dalam bukunya Ecocity
Berkeley: Building Cities for aHealthy Future. Konsep dasar dari teori ini adalah
tetap berpegang teguh padapemanfaatan sumber daya lingkungan secara
berkeadilan, meninggalkanecology foot print yang seminal mungkin. Dengan
hambatan tersebut sebuah kota harusmampu memfaatkan sebesar-besarnya
teknologi di dalam menggunakan sumber dayadan lingkungan di dalam
upayanya untuk tetap bertahan dan berdaya saing.
Sustainable Citiesmerupakan salah satu turunan dari konsep sustainable
development yang dikembangkan oleh PBB mulai tahun 1990-an. Konsep utama
dariprogram ini adalah menciptakan lingkungan kota yang efisien dan produktif
bagipertumbuhan ekonomi nasional untukmenghasilkan sumber daya
yangdibutuhkan bagi investasi publik danswasta dalam perbaikan
infrastruktur,pendidikan dan kesehatan, kondisihidup yang lebih baik, dan
pengentasankemiskinan. Dalampengertian lainSustainable Citiesmerupakan
respon terhadap gayahidup modern yang menggunakansumber daya alam
terlalu banyak,mengotori atau menghancurkanekosistem, meningkatkan
kesenjangan sosial, menciptakan pulau-pulau panasperkotaan, dan
menyebabkan perubahan iklim.Teori tentang sustainable cities ini secara aplikatif
banyak digunakan di kota-kotabesar di dunia, karena jika dijalankan akan
bermanfaat dalam hal : pengurangan urban sprawl, perbaikan mode dan
infrastruktur transportasi, kemampuan menghemat dan menciptakan sumberdaya
energy serta penataan arsitektur bangunan yang pintar. Sehinggakota tidak
akanmenghadapi kendala di dalam pengembangannya.
c) Sustainable Communities
Sustainable communities pertama kali diperkenalkan di Inggris yang
merupakan salah satu agenda pemerintah Inggris pada tahun 2005, yaitu
dengan munculnya deklarasiBristol Accord, 6 –7 December 2005. Sustainable
communities mampu menjaminpemenuhan beragam kebutuhan warga yang ada
saat ini maupun di masa yang akandatang, sensitif terhadap kondisi lingkungan,
dan mampu meningkatkan kualitaskehidupan yang lebih tinggi. Sumberdaya
akan aman dan inklusif, terencana, terbangun dan terus tumbuh dengan konsep
kesetaraan yang menawarkan kesempatan dan pelayanan yang baik bagi
semua. Prinsip dasar dari teori ini adalah penataan sebuah lingkup kota yang
didasarkanpada suatu karakter yang unik dari suatu kelompok masyarakat
tertentu, yangdigunakan sebagai potensi utama di dalam pengembangan
perekonomian. Padadasarnya tidak ada bentuk baku di dalam perencanaan kota
seperti ini namun paling tidaksebuah kota harus memiliki masyarakat yang :
Active, Inclusive dan Save : toleran dan kohesif dengan budaya
local yang kuat dan mau melaksanakan kegiatan komunitas
bersama
Well Run : masyarakat yang efektif dan inklusif, partisipatif dan
memiliki jiwa kepemimpinan
Well Connected : dengan layanan komunikasi yang
menghubungkan antar fungsi yaitu pekerjaan, sekolah, kesehatan
dan layanan lainnya
Well Served : dengan pelayanan publik yang prima dan terbuka
baik bagi swasta, maupun komunitas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
Environmental Sensitive :memiliki kepekaan sosial dan lingkungan
yang tinggi
Thriving: mampu mengembangkan ekonomi lokal, beragam dan
inovatif.
Fair for Everyone : Jujur dan terbuka dengan sesame anggota
masyarakat dan anggota komunitas lain baik sekarang maupun di
masa yang akan datang
d) Sustainable Neighbourhood
Sustainable Neighbourhood adalah sebuah lingkungan yangberkelanjutan
merupakan mix used area yangbercitarasakan kemasyarakatan yang kuat,
yaitusebuah tempat di mana orang ingintinggal dan bekerja, sekarang dan
dimasa yang akan datang.Pada tingkatan ini dikembangkan padatataran lingkup
yang semakinsempit, sebagai bagian dari upaya agar semakin mengerucut di
dalam penangananmasalah keberlanjutan suatu komunitas atau
lingkungan.Teori ini dilatar belakangi pada konseppemahaman terhadap sesuatu
yang kecil,lingkungan binaan paling kecil yangdiberdayakan dengan
sebijaksanamungkin menggunakan kaidah-kaidahsustainability. Dengan
penerapan dilingkungan yang paling kecil akanmembentuk sebuah lingkungan
yangbebas bergerak, bebas beraktifitas, bebasdan mudah bersosialisasi,
denganmenggunakan energy dan sumber dayalocal yang lebih efisien.
e) Sustainable Architecture
Sustainable Architecturemerupakan tataran yang jauh lebih mikro,
yangmengatur tentang konsep keberlanjutan dari sisi single building.Arsitektur
dengandiwakili oleh bangunan, juga ikut andil di dalam menyumbang efek rumah
kaca.Gerakanini sudah dimulai dari 1967, oleh Ian Mcharg, dengan design with
nature, yang kemudianlebih dipertajam olehMalcolm B. Wellsdi dalam thesisnya
Gentle Architecture yang menunjukkan peran lingkungan sangat berpengaruh
didalam perilaku desain yangdilakukan terhadap suhu ruangan.Namun
seiringdengan perkembangan teknologi, arsitektur sekarang tidak hanya sekedar
teori Vitruviusyang hanya berpilar 3 :struktur-fungsi-estetika, namun juga
pelibatan teknologididalamnya.
2.5 Perkebunan
Perkebunan merupakan usaha pemanfaatan lahan kering dengan
menanam komoditi tertentu. Berdasarkan jenis tanamannya, perkebunan dapat
dibedakan menjadi perkebunan dengan tanaman musim, seperti perkebunan
tembakau dan tebu, serta perkebunan tanaman tahunan, seperti perkebunan
kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh, dan pala. Berdasarkan
pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi :
1. Perkebunan rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh
rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan area pengusahaan
dalam skala yang terbatas luasnya.
2. Perkebunan besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh
perusahaan yang berbadan hukum dikelola secara komersial dengan areal
pengusahaan yang sangat luas. Perkebunan Besar terdiri dari Perkebunan Besar
Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing.
Fungsi perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan bahwa perkebunan mencakup tiga hal.Pertama, fungsi
secara ekonomi yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta
penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional.Kedua, fungsi ekologi yaitu
peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan
penyangga kawasan lindung. Ketiga, fungsi sosial budidaya yaitu sebagai
pemersatu kesatuan bangsa.Secara spesifik tujuan perkebunan, antara lain.
(Syamsulbahri, 1996:23):
a. meningkatkan produksi komoditas perkebunan baik dari segi kuantitas,
kualitas, maupun kontinuitas penyediaannya dalam rangka mendorong
peningkatan konsumsi langsung oleh masyarakat, memenuhi bahan baku
industri dalam negeri, dan peningkatan ekspor non migas;
b. meningkatkan produktivitas lahan, tenaga kerja, dan modal;
c. meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani, karyawan, dan
pengusaha perkebunan;
d. meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan;
e. meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha;
f. ikut membantu program transmigrasi;
g. membantu pengembangan wilayah dan memperkecil ketimpangan
pertumbuhan ekonomi antar wilayah;
h. meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan, iklim, dan sumber
daya manusia serta sekaligus memelihara kelestarian alam dan
lingkungannya;
i. ikut memantapkan Wawasan Nusantara serta meningkatkan ketahanan
nasional dan keamanan ketertiban masyarakat.
Pengembangan tanaman perkebunan pada masa mendatang mempunyai
tantangan dalam hal untuk mendapatkan jenis tanaman yang cocok dengan
kondisi daerah atau kondisi alamnya dan mempunyai prospek pemasaran yang
baik untuk masa mendatang. Tanaman perkebunan merupakan komoditi yang
ditujukan untuk mendukung industri dan sebagai salah satu sumber untuk
meningkatkan devisa negara serta untuk kemakmuran rakyat. Tentulah harapan
dalam pengembangan tanaman perkebunan amatlah penting. Dari berbagai
komoditi perkebunan yang diusahakan baik oleh perkebunan besar maupun
perkebunan rakyat tidak dapat dipungkiri selalu diarahkan untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan
antara sektor ekonomi dan lingkungan.
Strategi pengembangan peningkatan produksi perkebunan tidak lagi
diletakkan pada intensifikasi saja sebagai titik berat, tetapi secara simultan
berwawasan diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi serta rehabilitasi.
Prospek pengembangan tanaman perkebunan mengacu pada penggunaan
lahan, upaya meningkatkan produktivitas lahan tidak berbasis pada satu macam
komoditi, tetapi disesuaikan dengan potensi sumber daya alam pada setiap
wilayah. Di samping itu pula untuk menghindari kerugian yang fatal apabila
terjadi kegagalan panen maupun harga jual dari suatu komoditi tertentu, dan
dengan penanaman aneka komoditi tanaman perkebunan beresiko kerugian
akan dapat ditekan. Oleh sebab itu potensi suatu wilayah akan menentukan jenis
tanaman perkebunan yang akan dibudidayakan. Kenyataan ini akan memberikan
peluang pasar yang dinamik, karena akan menghindari peledakan hasil komoditi
tertentu yang pada akhirnya ekonomi pasar dalam negeri akan bergairah.Secara
keseluruhan, volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mempunyai
peluang besar yang menggembirakan terutama bagi komoditas perkebunan yang
mempunyai prospek pasar yang bersaing (Situmorang, 2010:53).
2.5.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan penamaan
dari Nama Elais guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun
1763.Berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah.Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,
sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea (Afrika). Tetapi walaupun tanaman kelapa sawit
berasal dari Nigeria dan Brazil, tanaman ini juga dapat tumbuh subur di Negara
lainnya seperti Malaysia, Indonesia, Ghana, Thailand, Papua Nugini, dan lain-lain
(Fauzi Y, dkk, 2012:15). Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya
mencapai 25 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang
banyak, Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging
buahnya padat, daging dan kulit buahnya melindungi minyak.Taksonomi
tanaman kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa (Ordo) : Spadiciflorae (Arecales)
Suku (Familia) : Palmae (Arecaceae)
Marga (Genus) : Elaeis
Jenis (Spesies) : Elaeis guineensis Jacq
Tanaman kelapa sawit secara umum tumbuh rata-rata 20-25 tahun. Pada
tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini di karenakan
kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit berbuah pada
usia 4-6 tahun dan pada usia 7-10 tahun sebagai periode matang (the mature
periode), dimana pada periode tersebut mulai mengalami buah tandan segar
(Fresh fruit bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia 11-20 tahun mulai
mengalami penurunan produksi buah tandan segar dan terkadang pada usia 20-
25 tahun tanaman kelapa sawit akan mati (Suyatno, 1994:36).
Tanaman ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh maskapai
dagang Belanda Vereneging Ost Indische Compagnie (VOC) dari Bourbon,
Mauitaniia yang terletak di benua Afrika pada sekitar tahun 1869.VOC membawa
empat batang bibit kelapa sawit ke Indonesia (yang waktu itu masih bernama
Hindia) dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Pengusahaan kelapa sawit secara
komersial dilakukan pada tahun 1991 oleh perusahaan Sungai Liput Cuultur
Maatschapappij di Sungai Liput, Aceh danHuilleres de Sumatera – RCMA di Pulu
Radja. Perusahaan yang dikelola oleh seorang pengusaha berkebangsaan
Belgia yang bernama Hallet.Selanjutnya berdiri perusahaan-perusahaan lain di
Sumatera seperti Oilpalmen Cuultur di Tanah Itam Ulu, Seumadam Cuultuur
Maatschappij, Palmbolmen Cuultuur Maatschappij di Tanjung Genteng, Medang
Ara Cuultuur Maatschappij dan Huilleries de Deli. Selanjutnya di pantai timur
Sumatera, khususnya di Deli yang kemudian menjadi sentra produksi kelapa
sawit (Chamim M, dkk, 2012:44).
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Pada tahun 1980 luas
lahan kelapa sawit mencapai 294.560 Ha (hektar). Semula pelaku perkebunan
kelapa sawit hanya terdiri atas Perkebunan Besar Negara (PBN), namun pada
tahun yang sama pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan
Rakyat (PR) melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan selanjutnya
berkembang dengan pola swadaya. Data terakhir dari Direktoral Jendral
Perkebunan (2012) menunjukkan luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2012 adalah seluas 7.363.847 Ha, sedangkan pada tahun
2015 adalah seluas 9.074.621 Ha atau mengalami laju pertumbuhan sebesar
23,23% pertahun. Dengan luas areal tersebut, Indonesia merupakan negara
produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia mencapai 80%
dari total produksi. Negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia adalah
India dengan pangsa pasar sebesar 33%, Cina sebesar 13% dan Belanda 9%
dari total ekspor kelapa sawit Indonesia (Sitepu, 2013:94). Kelapa sawit
menempati urutan pertama sebagai penghasil devisa negara setelah karet dari
12 komoditas primer perkebunan lainnya. Menurut data dari Direktoral Jendral
Perkebunan Kementerian Pertanian RI, eksport minyak sawit Indonesia pada
tahun 2015 mencapai 18.850.800 ton atau senilai 18.601.200 US$. Volume
eksport tersebut mengalami kenaikan sebesar 14,69% dari tahun 2014 yaitu
sebesar 16.436.000 ton atau senilai 16.261.000 US$.
2.5.2 Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat mengalami
perkembangan pesat, dan yang saat ini menggeser kedudukan perkebunan karet
sebagai komoditas utama di Indonesia.Pergantian minat dari perkebunan karet
ke perkebunan kelapa sawit dilatarbelakangi suatu pertimbangan dari sektor
perekonomian.Pengelolaan perkebunan karet, hasil panennya membutuhkan
waktu yang panjang, sementara perkebunan kelapa sawit membutuhkan waktu
yang pendek.Secara proporsional, pada umumnya kelapa sawit baru
menghasilkan pada tahun ke-4, sehingga disebut TM (Tanaman Menghasilkan).
Umur ekonomisnya mencapai 25 tahun dengan total produksi TBS (Tanaman
Buah Segara) 552 ton atau rata-rata 24 ton TBS/ha/tahun atau setara 6 ton
crude palm oil (CPO)/ha/tahun. Dengan harga TBS Rp600/kg, nilainya Rp14,4
juta/ha/tahun. Kalau dalam bentuk CPO, harganya menjadi Rp4.300/kg, maka
nilainya sekitar 25,8juta/ha/tahun.Selain itu, pendapatan yang diperoleh dari
mengelola dan memanfaatkan perkebunan kelapa sawit hasilnya lebih banyak
dibandingkan dengan mengelola dan memanfaatkan perkebunan karet. Dengan
mengacu pada kondisi tersebut, pemerintah berusaha mendorong para
pengusaha atau pemilik modal untuk menanamkan investasi modalnya di bidang
perkebunan kelapa sawit tersebut, sehingga perkebunan kelapa sawit menjadi
penyumbang devisa terbesar untuk negara.
Dalam pasal 17 UU Nomor 18 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, setiap
pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu atau
usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu
wajib memiliki izin usaha perkebunan (ayat(1)). Kewajiban memperoleh izin
usaha perkebunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan
bagi pekebun (ayat(2)). Luasan tanah tertentu untuk usaha budi daya tanaman
perkebunan dan kapasitas pabrik tertentu untuk usaha industry pengolahan hasil
perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh menteri
berdasarkan jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, dan modal (ayat (3)).Izin
usaha perkebunan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh
gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota dan bupati/walikota untuk wilayah
kabupaten/kota (ayat (5)). Pelaku usaha perkebunan yang telah mendapatkan
izin usaha perkebunan wajib menyampaikan laporan perkembangan usahanya
secara berkala sekurang-kurangnya 1 tahun sekali kepada pemberi izin (ayat(6)).
Dalam laporan tulisan yang dimuat dalam Tabloid Agraria dengan judul
Bisnis Sawit Makin Melejit, dilaporkan bahwa total 11 juta Ha perkebunan kelapa
sawit didunia, seluas 5,6 juta Ha diantaranya terdapat di Indonesia. Apabila
kondisi ekonomi dan politik ini normal, perkebunan kelapa sawit akan terus
meluas dengan laju 200.000-300.000 Ha/tahun. Menurut Achmad Manggabarani
(Direktur Jendral Perkebunan) mengatakan bahwa, revitalisasi perkebunan
ditargetkan perluasan kebun sawit seluas 1,5 juta Ha khusus kebun rakyat.
Selain itu program perkebunan ke depan mencakup kegiatan peremajaan,
perluasan dan rehabilitasi untuk tiga komoditas (a) perkebunan kelapa sawit; (b)
perkebunan karet; (c) perkebunan kakao. Dengan harapan, luasnya selama 5
tahun ke depan mencapai 2 juta Ha. Dari 2 juta Ha itu, dialokasikan untuk kelapa
sawit 1,5 juta Ha, karet 300.000 Ha, dan kakao 200.000 Ha.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Achmad Manggabarani di
atas, bahwa alokasi untuk membuka perkebunan kelapa sawit seluas 1,5 juta Ha
adalah suatu kebijakan yang baik, sebab salah satu komoditas unggulan yang
diharapkan oleh pemerintah untuk menaikkan pendapatan negara diluar minyak
dan gas adalah ekspor minyak kelapa sawit (CPO). Produksi perkebunan kelapa
sawit diharapkan mampu menopang pendapatan negara, selain pendapatan
negara yang bersumber dari minyak dan gas. Namun perlu pula disadari bahwa,
dengan meningkatnya harga minyak kelapa sawit akan memicu pula pemilik
modal untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit dengan kapasitas yang
lebih luas lagi. Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan kapasitas
yang lebih luas, pada sisi perekonomian negara sangat menguntungkan karena
akan menambah pendapatan negara, sementara pada sisi lingkungan perlu
mendapat perhatian yang serius, karena perluasan perkebunan ini akan
memerlukan lahan yang tidak sedikit, apalagi jika pembukaan lahan perkebunan
tersebut dilakukan di kawasan areal hutan, hal ini akan menjadi masalah. Sebab,
diharapkan ke depan pembangunan lahan perkebunan dilaksanakan di lahan
yang tidak produktif lagi, misalnya : di bekas lahan yang telah ditinggalkan oleh
pengusaha hutan, lahan bekas tambang batui bara, tambang nikel, tambang
timah, dan lain-lain. Selain itu, pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat
pula dilaksanakan di semak belukar, di lahan ilalang yang sangat luas di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam memacu dan memperluas perkebunan kelapa
sawit ke depan, pemerintah diharapkan memberikan izin pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit bukan hanya kepada hutan alam, dan hutan produksi
saja, tetapi harus diterapkan juga pada lahan yang tidak produktif.
2.6 Perencanaan Pembangunan Perkebunan yang Berkelanjutan
Dalam pembangunan perkebunan tumpuannya berpijak pada landasan
atau asas yang paling mendasar dari penyelenggaraan perkebunan yang
berintikan pada asa manfaat, dan asas keterpaduan. Hal ini sesuai ketentuan
dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, perkebunan
diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan keberlanjutan,
keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan. Arah pembangunan
perkebunan disusun dan ditinjau kembali setiap kali penyusunan rencana
pembangunan perkebunan jangka menengah (5-10 tahun) yang merupakan
penjabaran dari rencana pembangunan pertanian jangka panjang (25 tahun).Visi
pembangunan perkebunanan jangka menengah 2015-2019 adalah
“Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perkebunan” (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015).Untuk mecapai misi
tersebut disusun langkah-langkah atau dijabarkan sebagai misi pembangunan
perkebunan yang juga merupakan penjabaran dari misi pembangunan pertanian
di subsektor perkebunan.
Misi pembangunan perkebunan yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral
Perkebunan untuk melaksanakan pembangunan perkebunan jangka menengah
2015-2019 adalah :
1) Memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
perkebunan;
2) Memfasilitasi penyediaan benih unggul bermutu serta sarana produksi ;
3) Memfasilitasi penanganan perlindungan tanaman dan gangguan usaha
perkebunan;
4) Memfasilitasi pengembangan usaha perkebunan serta penumbuhan
kemitraan yang sinergis antar pelaku usaha perkebunan secara
berkelanjutan ;
5) Mendorong penumbuhan dan pemberdayaan kelembagaan petani serta
memfasilitasi peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka
meningkatkan harmonisasi antar aspek ekonomi, social, dan ekologi ;
6) Memberikan pelayanan dibidang perencanaan, peraturan perundang-
undangan, manajemen pembangunan perkebunan dan pelayanan teknis
lainnya yang terkordinasi, efesien dan efektif.
Dalam rencana pembangunan perkebunan jangka menengah, Direktorat
Jendral Perkebunan juga menetapkan tujuan pembangunan perkebunan untuk
mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan tujuan
pembangunan pertanian. Tujuan pembangunan perkebunan jangka menengah
2015-2019 ditetapkan sebagai berikut (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015):
1) Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing
perkebunan;
2) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan;
3) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara dari subsektor perkebunan;
4) Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;
5) Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan
baku industry dalam negeri;
6) Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan peran
subsector perkebunan sebagai penyedia bahan bakar nabati;
7) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya secara arif dan berkelanjutan
serta mendorong pengembangan wilayah;
8) Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia perkebunan;
9) Meningkatkan peran subsector perkebunan sebagai penyedia lapangan
kerja;
10) Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
Salah satu tujuan pembangunan perkebunan adalah mendorong
pengembangan wilayah.Pembangunan perkebunan selain berfokus pada
pengembangan agribisnis komoditas juga berorientasi kepada pembangunan
wilayah. Artinya usaha perkebunan di suatu wilayah tidak saja ditujukan untuk
meningkatkan produksi, nilai tambah dan ekspor komoditas sehingga
perusahaan perkebunan mengeruk laba dan berkembang pesat, melainkan juga
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat local,
memanfaatkan sumberdaya local, mengembangkan program kemitraan
perkebunan, meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia local, dan
menyediakan lapangan kerja terutama bagi masyarakat local. Dengan demikian
adanya usaha perkebunan akan memberikan multiplier effect yang mendorong
pengembangan wilayah. Apabila upaya luhur ini dilaksanakan maka wilayah
disekitar perusahaan perkebunan ikut tumbuh berkembang, desa-desa miskin di
sekitar perkebunan semakin berkurang, hubungan perusahaan dengan
masyarakat sekitar berjalan harmonis dan jauh dari konflik.Tidak ada konflik
perusahaan dengan masyarakat sekitar merupakan salah satu syarat sertifikasi
perkebunan berkelanjutan.
Pemerintah daerah sangat berkepentingan agar pemilik modal mau
membangun perkebunan di wilayahnya.Pemerintah memetakan dan
menyediakan lahan untuk membangun perkebunan. Hal ini antara lain karena
pembangunan perkebunan khususnya perkebunan besar akan dapat berperan
sebagai dinamisator pembangunan wilayah. Wilayah pelosok yang terpencil,
tertinggal, kurang produktif, didominasi oleh semak belukar diharapkan akan
lebih cepat berkembang dengan hadirnya investasi perkebunan besar. Disekitar
perkebunan akan tumbuh wilayah perkembangan baru yang ditandai dengan
pemekaran wilayah administrative yaitu tumbuh desa-desa baru, kecamatan
pemekaran, bahkan akan muncul kabupaten baru. Dari sudut pandang
pembangunan wilayah, perkebunan dapat berperan pada beberapa hal sebagai
berikut :
1) Mendorong pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan,
sehingga meningkatkan aksesibilitas wilayah, baik yang dibangun oleh
pemerintah, swasta, maupun swadaya masyarakat.
2) Mendorong pembangunan kelembagaan seperti pasar, bank, KUD,
sekolah, dan rumah sakit.
3) Meningkatkan kegiatan ekonomi wilayah, baik barang maupun jasa
seperti usaha perdagangan, industri, agribisnis, dan agrowisata.
4) Meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam seperti lahan, hutan, sungai,
flora dan fauna.
5) Mendorong mobilisasi sumberdaya manusia, yang berdatangan dari
dalam provinsi maupun luar provinsi bahkan warga negara asing sebagai
akibat dari meningkatnya aksesibilitas dan kegiatan ekonomi di wilayah
tersebut.
Sementara itu, pada Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2004 dinyatakan
bahwa, perkebunan mempunyai fungsi : (a) ekonomi, yaitu peningkatan
kemakmuran dan kesejateraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah
dan nasional ; (b) ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap
karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung ; (c) social budaya,
yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Sejalan dengan ketentuan yang
termaktub dalam Pasal 4 tersebut, perkebunan sebagai komoditas unggulan
dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pemasukan
devisa negara. Oleh karena itu, pemerintah diharuskan membuat perencanaan
yang matang dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan kedepan.
Dalam Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, perencanaan
perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat
pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan. Perencanaan
perkebunan terdiri atas perencanaan nasional, perencanaan provinsi, dan
perencanaan kabupaten/kota, sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 3 ayat
(2) UU Nomor 18 Tahun 2004.
Sementara itu, perencanaan perkebunan merupakan perencanaan yang
dilakukan dengan pendekatan yang multi kompleks karena di dalamnya
melibatkan segala yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan tersebut.
Misalnya rencana yang dikaitkan dengan pembangunan nasional, rencana yang
harus dikaitkan dengan pendekatan tata ruang dan lain sebagainya. Dalam Pasal
7 UU Nomor 18 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, perencanaan perkebunan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan berdasarkan : (a) rencana
pembangunan nasional ; (b) rencana tata ruang wilayah ; (c) kesesuaian tanah
dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan ; (d) kinerja
pembangunan perkebunan ; (e) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ;
(f) sosial budaya ; (g) lingkungan hidup ; (h) kepentingan masyarakat ; (i) pasar ;
dan (j) aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan
negara (ayat (1)). Perencanaan perkebunan mencakup : (a) wilayah ; (b)
tanaman perkebunan ; (c) sumberdaya manusia ; (d) kelembagaan ; (e)
keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir ; (f) sarana dan prasarana ; (g)
pembiayaan (ayat (2)). Dengan demikian perencanaan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 harus terukur, dapat
dilaksanakan, realistis dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif,
terpadu, terbuka, dan akuntabel.
Semua asas dan misi yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut
perlu ditegakkan oleh semua pemangku kepentingan terutama pemerintah dan
perusahaan besar.Bahwa perkebunan dioperasikan agar semua pihak
mendapatkan manfaat, termasuk memberikan manfaat kepada warga
masyarakat di sekitar perkebunan yang terangkat penghidupannya dari
kemiskinan.Izin yang diberikan kepada perusahaan bukan untuk mengeksploitasi
sumberdaya alam dan keuntungannya dibawa ke luar negeri oleh pemilik modal
serta dinikmati oleh para petinggi dan karyawan perusahaan serta para pejabat
pemerintah.Asas dan misi pembangunan perkebunan berkelanjutan juga perlu
terus dikampanyekan dan ditegakkan. Selain menjaga produksi agar terus
berkelanjutan dan menguntungkan, perusahaan harus terus menjaga kelestarian
lingkungan termasuk menjaga sumberdaya lahan dan air, serta harus selalu
menjaga harmonisasi social agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat sekitar.
Asas dan misi keberlanjutan inilah yang merupakan amanat dari undang-undang
Nomor 18 Tahun 2004. Pembangunan perkebunan yang berkelanjutan mampu
memberikan manfaat antara lain : 1) meningkatkan produksi perkebunan secara
moderat, stabil, dan berkesinambungan, 2) meningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani, 3) mengentaskan kemiskinan dan mengurangi
pengangguran di pedesaan, 4) meningkatkan pemerataan dan keadilan social, 5)
menciptakan kerja dan lapangan berusaha, 6) meningkatkan efesiensi
penggunaan sumber daya alam dan lingkungan, 7) meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan petani dan pelaku agribisnis, serta 8) melestarikan kualitas
lingkungan untuk mendukung kegiatan pembangunan berkelanjutan (Saptana
dan Ashari, 2007:112). Dalam hal ini, peranan pemerintah dan instansi yang
terkait harus terintegrasi agar semua pembangunan perkebunan dapat sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah ditetapkan, serta
semua peraturan dan perundang-undangan agar dipatuhi oleh semua pihak.
Dengan demikian wilayah akan berkembang secara terencana dengan arah yang
benar sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah serta prinsip
pembangunan berkelanjutan.
2.7 Green GDP (Produk Domestik Bruto Hijau)
Pembangunan ekonomi dalam arti sempit dapat diukur dari pertum‐
buhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari pertambahan PDB (Produk
Domestik Bruto). Jika PDB meningkat maka dapat diartikan bahwa terjadi
pertumbuhan ekonomi. Upaya meningkatkan PDB tanpa memperhatikan
masalah lingkungan sering disebut sebagai PDB coklat atau (Brown GDP). Di
sebagian besar negara‐negara dunia ketiga pembangunan ekonomi masih sering
diukur dari PDB coklat ini.Jika tujuan akhir dari pembangunan adalah
kesejahteraan maka perlu dipertanyakan kembali apakah tujuan pembangunan
tersebut dapat dicapai dari peningkatan PDB saja. Peningkatan PDB berarti
kapasitas produksi nasional meningkat secara agregatif. Permasalahan apakah
peningkatan kapasitas produksi tersebut ternyata menimbulkanmasalah‐masalah
degradasi lingkungan dalam metode PDB coklat hal tersebut tidak
diperhitungkan.
PDB hijau adalah pengembangan lebihlanjut dari PDB coklat, PDB hijau
adalah koreksi dari konsep PDB coklat yang tidak mengakomodasi kegagalan
pasar. Model PDB coklat adalah representasi dari teori ekonomi pasar, produsen
harus membayar semua biaya material dan jasa yang digunakan untuk
memproduksi output termasuk pembuangan limbah(Suparmoko, 2006).Secara
sama konsumen yang membeli barang tersebut juga membayar semua biaya
tersebut termasuk pembuangan limbah. Dalam dunia nyata hal tersebut tidak
berlaku, pihak produsen maupun konsumen sama‐sama tidak mau menanggung
dampak dari tindakan ekonominya. Dalam teori ekonomi inilah yang disebut oleh
eksternalitas. Beberapa kelemahan PDB coklat dalam mengukur kesejahteraan
(Suparmoko, 2006): (1) Mengukur kegiatan ekonomi bukan kesejahteraan
ekonomi, (2) Biaya pencegahan kerusakan dan perbaikan lingkungan dihitung
sebagai pendapatan, (3) Berkurangnya sumber daya alam dan rusaknya
lingkungan tidak tampak, dan (4) Struktur perekonomian bersifat semu.
Berdasarkan hal tersebut PBB dan world bank telah membangun sebuah
alternatif indikator secara makro dari perubahan lingkungan dan pendapatan dan
output.Perubahan lingkungan pada Green GDP yang mengilustrasikan hubungan
antara lingkungan alamiah dan perekonomian.PDRB hijau merupakan suatu
instrumen yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar persentase dan
alokasi pembanguan terhadap lingkungan (hutan, sungai, dan wilayah lindung
lainnya).
PDRB hijau menekankan dimensi lingkungan pada Pembangunan
Berkelanjutan. PDRB hijau kemudian perlu dimasukkan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan. Secara umum, dimensi lingkungan dari
pembangunan berkelanjutan telah relatif diabaikan dibandingkan dengan dua
lainnya, alasannya yaitu lingkungan memiliki elemen pandangan yang lebih jauh.
Strategi PDRB hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan lainnya. PDRB
hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang lebih luas
pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa PDRB hijau harus selalu
berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya dalam konteks
perencanaan pembangunan dengan menjembatani kesenjangan antara agenda
pembangunan lainnya seperti Millenium Development Goals (MDGs) dan
Lingkungan atau modal alam. Dalam konteks ini, hutan mempunyai bermacam
fungsi dan manfaat, dikarenakan hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan (UU 41 1999 tentang Kehutanan).
PDRB Hijau menekankan tentang konsep pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi. Hal ini
sangat penting bagi pembangunan ekonomi daerah, karena persoalan
lingkungan kedepan semakin kompleks. Persoalan lingkungan merupakan
persoalan semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pada
umumnya. Pembagian tugas dan wewenang tidak hanya pada pemerintah pusat,
tetapi juga terletak pada pemerintah daerah yang harus memperhatikan dan
melindungi lingkungan hidup melalui peningkatan PDRB yang berwawasan
kepada lingkungan.
2.8 Asumsi Peneliti
Berdasarkan beberapa penelitian dahulu dan teori yang peneliti gunakan,
maka peneliti memiliki asumsi sementara yang kiranya pantas untuk dituliskan
juga di dalam penelitian tesis ini.Asumsi ini sifatnya hanya sementara dan bukan
merupakan sebuah teori, karena kebenarannya juga belum terbukti secara valid
di lapangan.Meskipun begitu, asusmsi ini juga berguna bagi peneliti untuk
dijadikan sebagai sesuatu pegangan yang perlu dibuktikan ketika nanti sudah
melakukan tahapan penelitian di lapangan.Maka dari itu, asumsi yang peneliti
kembangkan adalah sebagai berikut.
Perkebunan kelapa sawit memang memberikan dampak yang sangat
positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, baik itu bagi pemerintah
daerahnya maupun bagi masyarakatnya.Selain itu pembangunan perkebunan
kelapa sawit juga dapat memberikan rangsangan positif terhadap
pengembangan wilayah disuatu daerah. Suatu daerah yang memiliki desa
terisolir kemudian di desa tersebut dilakukan pembangunan perkebunan kelapa
sawit maka desa tersebut akan terbebas dari isolir, karena dengan adanya
pembangunan perkebunan kelapa sawit maka secara otomatis akan membuka
akses transportasi dari desa tersebut menuju ke kota. Maka dari itu, dengan
adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit disuatu daerah terisolir akan
membuka keterisoliran daerah tersebut. Akan tetapi, jika suatu daerah semakin
memperluas pembangunan perkebunan kelapa sawit maka kelestarian
lingkungan daerah tersebut akan semakin terancam. Diperlukan pengendalian
yang ketat dalam melakukan pembangunan perkebunan kelapa sawit agar tidak
melebihi batasan yang telah ditentukan.Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
juga berasumsi bahwa kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur saat ini
hanya berkelanjutan pada aspek sosial dan aspek ekonomi, sedangkan untuk
aspek lingkungan masih belum berkelanjutan.
Ketiga pihak yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dapat
berkordinasi secara bersama-sama untuk melakukan pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.Masing-masing pihak juga
melakukan tugasnya masing-masing dalam upayanya mewujudkan perencanaan
pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berbasis sustainable
development.Pihak perusahaan dan masyarakat juga sudah dapat saling
berkordinasi dengan baik dalam mewujudkan kesejateraan sosial dan
ekonomi.Namun dalam hal pelestarian lingkungan, nampaknya pemerintah dan
perusahan belum begitu optimal dalam melakukan tugasnya.Untuk pihak
perusahaan masih banyak yang tidak mematuhi intruksi pemerintah untuk
penyediaan lahan konservasi.Sedangkan untuk pemerintah masih belum adanya
penetapan peraturan daerah yang mengatur khusus mengenai pemberian sanksi
kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak melakukan upaya
pelestarian lingkungan.
Oleh karena itu diperlukan sebuah strategi untuk mengatasi permasalah
tersebut, dan menurut asumsi peneliti strategi tersebut harus melibatkan ketiga
pihak yaitu: Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, perusahaan perkebunan
kelapa sawit, dan masyarakat. Strategi tersebut membahas mengenai
permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam kegiatan perkebunan kelapa
sawit, baik itu permasalahan mengenai lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Semua permasalahan dibahas secara bersama-sama oleh ketiga pihak dan
dicarikan sebuah solusi yang berupa program kegiatan pembangunan
perkebunan kelapa sawit yang disesuaikan dengan beberapa dokumen
perencanaan yang berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit.
BAB III
ANALISA SOCIAL SETTING
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Kotawaringin Timur
3.1.1 Sejarah serta Visi dan Misi Kabupaten Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bagi masyarakat kalimantan lebih
dikenal dengan sebutan Sampit. Hal ini dikarenakan Sampit merupakan Ibukota
Kabupaten Kotim. Sementara itu asal-usul kata Sampit hingga sekarang masih
menjadi pertanyaan, menurut beberapa sumber kata sampit berasal dari bahasa
Cina yang berarti “31” (sam=3 dan it=1). Dikatakan 31 karena pada masa itu
yang datang kedaerah ini adalah rombongan 31 orang Cina yang kemudian
melakukan kontak dagang serta membuka usaha perkebunan (Masdipura,
2003).
Lebih lanjut, menurut Masdipura (2003) bahwa sejarah Kabupaten Kotim
sudah ada pada masa keemasan jaman kerajaan majapahit yang dipimpin oleh
Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatinya yang tersohor yaitu Gajah Mada.Hal ini
terlihat bahwa kata Sampit pernah disebut-sebut didalam buku kuno
Negarakertagama. Dalam buku kuno Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu
Prapanca pada tahun 1365 menjelaskan bahwa kerajaaan majapahit pernah
melakukan ekspedisi perjalanan nusantara dimana salah satu tempat yang
disinggahi adalah Sampit dan Kuala Pembuang.
Pada perkembangannya Sampit juga secara historis tidak terlepas dari
jaman pendudukan Hindia Belanda.Belanda datang ke Kalimantan pada tahun
1598 dan mulai berkuasa pada abad ke-17 ketika Inggris dan Belanda berusaha
untuk membuka jalur perdagangan. Kemudian, jaman kemerdekaan Republik
Indonesia, Sampit mengalami banyak perubahan dan menjadi Kabupaten Sendiri
dengan nama Kabupaten Kotim serta pada tanggal 7 Januari setiap tahunnya
ditetapkan sebagai hari jadi Kota Sampit.
Sementara itu jika dilihat dari historis Sampit maka dapat dipahami bahwa
pada jaman dahulu Sampit merupakan jalur perdagangan.Hal ini tentunya
menjadikan Sampit sebagai daerah yang memiliki penduduk pendatang yang
mendiami Sampit di antara penduduk asli Sampit.Namun saat ini, mayoritas
besar penduduk Sampit adalah penduduk suku Dayak.Hal ini juga yang
melandasi pemerintah Kabupaten Kotim dalam memiliki motto berupa “Habaring
Hurung” yang berasal dari bahasa Dayak dan dimaknai sebagai gotong royong
oleh rakyat Kabupaten Kotim.
Selain itu Kabupaten Kotim juga memiliki lambang daerah yaitu berbentuk
perisai segi empat dengan warna dasar hijau tua bergaris sisi dengan putih
didalam dan merah diluar.Didalam Telabang (perisai) terdapat bentuk Tajau
(belanga) yang dilingkari dengan tali yang bermata 59 (limapuluh sembilah) yang
didalamnya terdapat lingkaran padi dan kapas berbentuk bulat yang
melambangkan kebulatan tekat serta kesetiaan rakyat kepada pemerintah
sekaligus melambangkan kekayaaan rakyat di daerah Kabupaten Kotim.
Kemudian, berpijak pada makna lambing daerah yang menggambarkan
kekayaan rakyat Kabupaten Kotim, maka Pemerintah Kabupaten Kotim membuat
visi dan misi sebagai upaya untuk mengelola kekayaaan rakyat di Kabupaten
Kotim, baik berupa kekayaan alam maupun kekayaan sumber daya lainnya yang
berdampak pada kemajuan dan pembangunan daerah. Adapun visi dan misi
Kabupaten Kotim adalah sebagai berikut :
Visi : “Terwujudnya Masyarakat yang Madani, Dinamis, Mandiri,dan
Berdaya Saing dalam Suasana Religuis, Aman, dan Sejahtera”
Sedangkan untuk mewujudkan visi terebut, maka ditetapkan misi
pembangunan Kabupaten Kotim adalah sebagai berikut :
a) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang didasari penguasaan
IPTEK dan IMTAQ,
b) Mewujudkan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteran
rakyat,
c) Meningkatkan pembangunan lingkungan hidup untuk keberlanjutan dan
kelestarian pengelolaan sumberdaya alam, dan
d) Menyelenggarakan fungsi dan pelayanan pemerintahan yang aspiratif
dan efektif.
3.1.2 Kondisi Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten
Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotim merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota yang ada
di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, dan beribukota di Sampit yang secara
astronomis terletak di antara 112º 7' 29" Bujur Timur sampai 113º 14' 22" Bujur
Timur dan 1º 11' 50" Lintang Selatan sampai 3º 18' 51" Lintang Selatan. Luas
wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur adalah 16.796 Km2 yang meliputi 17
Kecamatan dan 178 Desa/Kelurahan. Lebih lanjut, 17 kecamatan di Kabupaten
Kotim meliputi Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kecamatan Teluk Sampit,
Kecamatan Pulau Hanaut, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kecamatan
Seranau, Kecamatan Kota Besi, Kecamatan Telawang, Kecamatan Baamang,
Kecamatan Cempaga, Kecamatan Cempaga Hulu, Kecamatan Parenggean,
Kecamatan Tualan Hulu, Kecamatan Mentaya Hulu, Kecamatan Bukit Santuai,
Kecamatan Antang Kalang, Kecamatan Telaga Antang, dan Kecamatan Mentaya
Hilir Utara.
Kabupaten Kotim merupakan salah satu Kabupaten yang cukup maju di
Provinsi Kalimantan Tengah tentunya hal ini tidak terlepas dari posisi strategis
Sampit yang juga merupakan Ibukota Kabupaten Kotim.Sebagian besar wilayah
Kabupaten Kotim merupakan dataran rendah yang meliputi bagian selatan
sampai bagian tengah, memanjang dari timur ke barat. Adapun batas-batas
wilayah administratif Kabupaten Kotim adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Katingan
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Katingan
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Seruyan
Sementara itu jika dilihat dari aspek geografis wilayah, kondisi fisik
Kabupaten Kotim sebagian besar merupakan dataran rendah 0-2% dengan
luasan 496.367,68 Ha yang meliputi bagian selatan dan di sepanjang sungai-
sungai utama. Kelas lereng 2-15% terdapat dibagian tengah, dibelakang wilayah
sungai-sungai besar dan di sepanjang sungai-sungai kecil dengan luas kawasan
lereng mencapai 503.331,89 Ha.Sedangkan kelas lereng 15-40% terdapat
dibagian utara, terutama di wilayah yang tidak dialiri sungai. Lebih lanjut kondisi
batimetri perairan laut umumnya dangkal dan memiliki gradiasi landai, dimana
garis isobaths 10 meter ditemui sekitar 10-20 km dari pantai. Kedalaman perairan
laut dangkal rata-rata pada kisaran 0,5-4 m. Kondisi batimetri yang paling dalam
hanya terdapat disekitar 70 km ke arah luar muara sungai Mentaya dengan
kedalaman sekitar 25 m. Gradiasi kedalaman pantai bagian timur tenggara-
selatan relatif sangat landai dibanding dengan bagian utara-barat, akibat
pengaruh tingkat sedimentasi ambang sungai Mentaya yang lebih besar. Pantai
dengan gradiasi relatif tajam terdapat di bagian timur (dekat mulut muara),
sebagai akibat pengaruh gelombang laut Jawa dan arus muara sungai yang
menggeser sedimen transport ke arah lepas pantai Tunggang pasang surut
berkisar antara 47,35 cm di Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan), hingga
321,54 cm di Teluk Sampit. Besaran salinitas pealiran Kabupaten Kotim berkisar
0,60-26,25.
Jenis Tanah
Jenis tanah yang terbentuk dari tepi pantai (hilir) sampai ke hulu
Kabupaten Kotim cukup beragam.Secara geologi daerah Kabupaten Kotim terdiri
dari 3 jenis tanah yang terbagi dalam 3 bagian geografis.Pertama, di bagian
selatan terdiri dari jenis tanah yang sebagian besar adalah Organosol dan Aluvial
Gleihumus, namun memiliki kandungan unsur hara yang baik. Sedangkan bagian
pesisir terdiri dari Aluvial Marin, yang memiliki kandungan unsur hara
rendah.Kedua, di bagian tengah sebagian besar jenis tanahnya adalah Podsol
air tanah, Podsolik kuning, dan Aluvial Gleihumus yang berada di sepanjang
sungai. Wilayah ini memiliki kendala pada drainase yang terhambat.Ketiga, di
bagian utara sebagian besar jenis tanahnya adalah jenis Podsolik merah kuning,
Regosol, dan Litosol. Wilayah ini terdiri dari batuan, sebagian bersifat masam,
memiliki kandungan hara yang rendah, dan berbukit-bukit.
Penggunaan Lahan
Secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur dibagi
menjadi penggunaan lahan hutan, pertambangan, pertanian, perkebunan,
permukiman, pertambangan, transmigrasi, rawa, semak/belukar, tubuh air dan
lain-lain. Hingga tahun 2015 penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Kotim
meliputi hutan sebesar 411.898 Ha atau 29,47% dari luas wilayah Kabupaten
Kotim dan semak belukar sebesar 372.713 Ha atau 22,59%. Penggunaan lahan
untuk pemukiman masih sangat kecil yaitu hanya 4.148 Ha atau 0,25%, sawah
sebesar 39,762 Ha atau 2,41%. Sementara penggunaan lahan untuk
perkebunan sebesar 174.186 Ha atau 10,56%. Berdasarkan data tersebut maka
dapat dipahami bahwa penggunaan lahan untuk perkebunan di wilayah
Kabupaten Kotim sangat besar, bahkan besaran luasnya hampir setengah dari
luas hutan yang ada di Kabupaten Kotim.Setiap tahunnya ketersediaan lahan
hutan di Kabupaten Kotim semakin mengecil, sedangkan perluasan lahan untuk
perkebunan di Kabupaten Kotim semakin membesar.Hal ini menandakan bahwa
di Kabupaten Kotim terjadi perluasan lahan perkebunan secara pesat di setiap
tahunnya.
3.1.3 Kondisi Demografis Kabupaten Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotim merupakan kabupaten yang penduduknya berasal dari
pendatang daerah lain, hal ini dikarenakan Kabupaten Kotim merupakan
kabupaten yang terletak pada posisi strategis jalur perdagangan di Provinsi
Kalimantan Tengah. Sementara itu, jika dilihat dari keadaan kependudukan
Kabupaten Kotim berdasarkan hasil estimasi penduduk menurut Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kotim bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kotim tahun 2015
sekitar 385.863 orang, yang terdiri dari 203.683 orang penduduk laki-laki atau
52,79% dan 182.180 orang penduduk perempuan atau 47,21%. Tingkat
kepadatan penduduk Kabupaten Kotim rata-rata sebanyak 22,97 orang per
kilometer persegi. Kecamatan yang memiliki penduduk paling padat adalah
Kecamatan Mentawa Baru Ketapang yaitu rata-rata 107,69 orang per kilometer
persegi dan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan Bukit Santuai yaitu
rata-rata 5,48 orang per kilometer persegi.
Kepadatan penduduk yang rendah dengan pola permukiman yang
tersebar sementara wilayah yang dilayani begitu luas menjadi kendala dalam
pengembangan wilayah di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jumlah penduduk
yang rendah menjadikan pemanfaatan sumberdaya alam oleh penduduk menjadi
kurang optimal, di mana hal ini antara lain dapat dilihat dari masih besarnya
potensi lahan pertanian yang belum tergarap oleh masyarakat sekitar, dan lahan
pertanian tersebut banyak digarap oleh perusahaan-perusahaan besar baik itu
milik Negara maupun milik swasta.
3.1.4 Kondisi Ekonomi dan Sosial Kabupaten Kotawaringin Timur
Perekonomian di Kabupaten Kotim didasarkan pada basis ekonomi
perdagangan, pertanian, perkebunan dan pertambangan.Sedangkan komoditas
unggulan di Kabupaten Kotim meliputi, komoditi pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perikanan serta pertambangan. Adapun rincian komoditas
unggulan Kabupaten Kotim adalah sebagai berikut :
a. Komoditas pertanian yang dimiliki Kabupaten Kotim seperti palawija
(jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah serta kedelai),
buah-buahan (sawo, papaya, pisang, nanas, salak, cempedak, jambu,
durian, jeruk, mangga, duku dan rambutan), dan sayuran (bawang daun,
tomat, cabe, terong, sawi, kacang panjang, labu siam, timun, kangkung,
buncis dan bayam).
b. Komoditas peternakan yang dimiliki Kabupaten Kotim seperti peternakan
sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam potong,
dan itik.
c. Komoditas perikanan yang dimiliki Kabupaten Kotim seperti perikanan
laut, perikanan sungai, dan perikanan budidaya.
d. Komoditas perkebunan yang dimiliki Kabupaten Kotim seperti perkebunan
karet, kopra, nilam, dan kelapa sawit.
e. Komoditas pertambangan yang dimiliki Kabupaten Kotim pada umumnya
seperti timah, biji besi, zircon, gambut, pasir uruk dan emas.
Struktur perekonomian Kabupaten Kotim dilihat dari PDRB atas dasar
harga konstan pada tahun 2015 didominasi oleh sektor pertanian yang
menyumbangkan 40,76% dari total PDRB. Kontribusi terbesar kedua adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,85% yang mengalami
kenaikansebesar 0,4% dibanding tahun sebelumnya. Sektor lain dengan
kontribusi di atas 10% adalah sektor industri pengolahan dan pengangkutan dan
komunikasi yaitu sebesar 17,71% dan 10,97%. Sektor dengan nilai terendah
adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya mencapai 0,47%. Dari
sembilan sektor yang ada, tiga sektor mengalami penurunan kontribusi dan enam
sektor mengalami kenaikan kontribusi terhadap PDRB.
PDRB sektor pertanian dari tahun 2013-2015 mengalami kenaikan
sebesar 6,81%, di mana kenaikan terbesar ada pada sub sektor perkebunan
yaitu sebesar 43,50%, sedangkan sub sektor kehutanan mengalami penurunan
yang cukup drastis yaitu sebesar 22,49%. Dilihat dari kontribusi sub sektor,
perkebunan memberikan kontribusi terbesar yaitu 27,17% dan peternakan
memberikan kontribusi terkecil yaitu 7,93%. Sub sektor yang mengalami
kenaikan kontribusi terbesar selama tahun 2013-2015 adalah sub sektor
perkebunan yaitu sebesar 6,94% (dari 20,23% pada tahun 2013 menjadi 27,17%
pada tahun 2015). Sub sektor kehutanan mengalami penurunan kontribusi
sebesar 7,70%, yaitu dari 28,08% pada tahun 2013 menjadi 20,37% pada tahun
2015.
1) Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha
Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Kotim
pada tahun 2015 memiliki prosentase terbesar yaitu sebesar 45,70% dari total
keseluruhan tenaga kerja di Kabupaten Kotim, mengalami peningkatan dibanding
tahun 2013 yang hanya sebesar 41,50%. Sektor perdagangan, hotel dan
restauran merupakan lapangan usaha dengan penyerapan tenaga kerja terbesar
setelah pertanian yaitu sebesar 18,97% diikuti oleh sektor jasa-jasa dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 13,56%. Dengan jumlah penyerapan tenaga
kerja yang besar dan cenderung mengalami kenaikan, pengembangan sektor
pertanian dapat ditingkatkan dengan adanya potensi ketersediaan tenaga kerja
ini.Dilihat dari grafik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, hanya ada 4
sektor yang mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja yaitu sektor pertanian,
listrik, gas dan air, pengangkutan dan komunikasi. Dari beberapa sektor yang
mengalami kenaikan tersebut, sektor pertanian mengalami kenaikan terbesar
yaitu 4,21%.
3.2 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin
Timur
Pelaksanaan otonomi daerah telah memberikan kepada daerah
kewenangan yang nyata, luas dan bertanggungjawab. Untuk itu maka
pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk merencanakan dan melaksanakan
pembangunan sesuai dengan potensi dan sumber daya setempat.Selain itu,
salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kinerja Pemerintah Daerah
adalah melalui kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas
dan berkesinambungan. Hal ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyebutkan
bahwa perencanaan pembangunan nasional maupun daerah terdiri dari
perencanaan pembangunan jangka panjang, perencanaan pembangunan jangka
menengah dan perencanaan pembangunan tahunan.
Fungsi dan peran Bappeda sebagai lembaga teknis daerah yang
bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah adalah urusan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan.Kewenangan Perencanaan Pengendalian tersebut kemudian
dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan pasal 7 ayat
(2), BAPPEDA sebagai salah satu lembaga teknis daerah yang merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah, mengemban 3 (tiga) urusan wajib yang wajib
dilaksanakan, yaitu urusan Penataan Ruang, Perencanaan Pembangunan dan
Urusan Statistik.
a) Visi dan Misi
Visi merupakan gambaran abstrak dan merupakan pandangan jauh
kedepan yang memuat tujuan atau cita cita yang di ingin di capai dimasa yang
akan datang. Dengan memperhitungkan potensi yang di miliki serta kemungkinan
akan terwujudnya tujuan yang dicita-citakan.Sejalan dengan Visi Kabupaten
Kotim yang menempatkan manusia sebagai sumberdaya pembangunan dengan
kualitas dan tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi, maka pada periode 2015-
2019 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotimmerumuskan
visi sebagai berikut : “Terwujudnya Bappeda Sebagai Lembaga Yang
Handal Dan Profesional Untuk Mendukung Tercapainya Tujuan
Pembangunan Daerah”.
Untuk mencapai visi tersebut, maka misi Badan Perencanaan
Pembangunam Daerah Kabupaten Kotim adalah sebagai berikut :
1) Mengintegrasikan, menyelaraskan dan mensinergikan perencanaan
pembangunan lintas sektor baik dari tingkat Kabupaten, Provinsi dan
Pusat.
2) Menwujudkan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
pengganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
3) Mengoptimalkan partisipasi pemangku kepentingan (stakeholder).
4) Terciptanya profesionalisme dan kreatifitas kerja.
Berdasarkan Visi dan Misi tersebut, maka BAPPEDA Kabupaten Kotim
menetapkan 3 (tiga) tujuan yaitu :
1) Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan daerah jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek;
2) Meningkatkan keharmonisan dan keterpaduan dalam perencanaan
pembangunan daerah lintas wilayah, lintas sektoral dan antar satuan
kerja perangkat daerah melalui kerja sama yang insentif; dan
3) Meningkatkan kapasitas intitusi perencanaan yang mengedepankan
profesionalisme dan kreativitas kerja di lingkungan Bappeda Kabupaten
Kotawaringin Timur
b) Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok dan fungsi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Kotimdiatur dalam Keputusan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 40
Tahun 2015 tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotim. Dalam Bab II ayat (2)
menyatakan bahwa BAPPEDA Kotim mempunyai tugas pokok membantu Bupati
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah
dibidang perencanaan pembangunan daerah, pengendalian dan statistik,
penelitian dan pengembangan, tata ruang wilayah dan lingkungan serta penilaian
atas pelaksanaannya. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), BAPPEDA Kotim menyelenggarakan fungsi :
1) Penyusunan pola perencanaan pembangunan daerah, menurut tingkatan
dan tahapan sesuai ketentuan yang berlaku;
2) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah
dan jangka pendek;
3) Penyusunan program tahunan sebagai pelaksanaan rencana
pembangunan daerah jangka menengah dalam bidang penelitian dan
pengembangan, bidang ekonomi, bidang pendidikan dan kesra, bidang
kependudukan dan pemerintahan, bidang fisik dan prasarana, bidang
pengendalian dan statistik, bidang penataan wilayah dan lingkungan;
4) Pengoordinasian dan kerjasama program penelitian dan pengembangan
di lingkungan pemerintah daerah kabupaten dan lembaga lain serta
kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah;
5) Pengoordinasian perencanaan antar SKPD di lingkungan pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur maupun instansi lain;
6) Pelaksanaan, pemantauan, penilaian, pelaporan evaluasi dan
pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang,
menengah dan jangka tahunan;
7) Pelaksanaan tata usaha badan, dan pengoptimalisasian kinerja badan
untuk mencapai visi dan misi kabupaten;
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka
pemecahan suatu permasalahan (Sugiyono, 2010:1). Metode penelitian menjadi
sangat penting keberadaanya dalam sebuah proses penelitian yang dilakukan
secara terencana dan sistematis, karena hanya melalui suatu metode penelitian
kita akan mendapatkan data-data yang valid. Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif,
dikarenakan data-data dan pembahasan yang diinginkan adalah sesuatu yang
bersifat mendalam, selain itu fokus permasalahan yang akan diteliti juga
memerlukan pengamatan dan penelitian secara mendalam. Penelitian kualitatif
merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Sugiyono, 2010:2). Artinya,
penelitian kualitatif berfokus pada interpretasi data yang pengumpulan datanya
berupa wawancara, observasi, maupun studi dokumentasi. Penelitian kualitatif
tidak dapat digunakan pada scope penelitian yang besar, hal ini dikarenakan
pada scope penelitian yang besar hanya dapat dijelaskan oleh penelitian
kuantitatif. Maka dari itu metode penelitian kualitatif hanya dapat digunakan pada
ruang lingkup yang kecil, contohnya seperti : situasi sosial dan situasi budaya
pada suatu daerah/tempat. Selain itu, penelitian kualitatif mayoritas selalu
bertolak dari data, dan kemudian memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan
penjelas/pendukung. Artinya, data merupakan hal yang paling utama jika
seseorang ingin melakukan penelitian dengan metode kualitatif.
Jenis penelitian yang akan digunakan merupakan jenis penelitian
deskriptif, jadi penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Dengan
menggunakan jenis penelitian deskriptif, data-data yang didapatkan akan lebih
tajam dan mendalam. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-
apa saja yang saat ini berlaku, dimana didalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterprestasikan kondisi-kondisi
yang sekarang ini terjadi atau ada (Mardalis, 1999:26). Dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif, peneliti akan mampu membedah kejadian,
situasi, dan perilaku, serta bagaimana model yang tepat untuk pengelolaan
perekebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di Kabupaten Kotim. Selain itu,
dengan digunakannya metode penelitian kualitatif deskriptif, penelitian ini akan
lebih mampu mendeskripsikan fenomena-fenomena didalam pengelolaan
perkebunanan kelapa sawit yang sedang terjadi saat ini di Kabupaten Kotim,
apakah sudah berwawasan sustainable atau justru jauh dari kata sustainable.
Pada penelitian ini akan dijelaskan seperti apa kebijakan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim. Selain itu, pada penelitian ini akan
memperhatikan juga aspek lingkungan dan ketersediaan hutan non-industri yang
tersisa di Kabupaten Kotawaringin Timur. Mengingat semakin banyaknya industri
perkebunan kelapa sawit yang terus membuka lahannya di Kabupaten Kotim, hal
ini menuntut perluasan lahan yang tak terhingga dan akan menyebabkan
ketersediaan hutan non-industri akan semakin menyempit. Kekhawatiran seperti
ini seharusnya bisa diatasi oleh ketegasan pemerintah Kabupaten Kotim dengan
menuangkannya didalam kebijakan yang mengatur tentang pembatasan
pembukaan lahan bagi industri-industri perkebunan kelapa sawit yang akan
membuka lahan. Dengan meneliti hal tersebut maka akan dapat terlihat
keseriusan pemerintah Kabupaten Kotim dalam mewujudkan pembangunan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang juga memperhatikan pelestarian
kawasan hutan di daerah Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Kotim.
4.2 Fokus Penelitian
Dalam merancang sebuah penelitian harus ada penjelasan mengenai
fokus penelitian, karena memalui fokus penelitian kita bisa membatasi
permasalahan penelitian agar tidak melenceng jauh dari pembahasan. Fokus
penelitian juga ditujukan agar penelitian ini bisa lebih terarah dan lebih terinci
serta tidak menyimpang dari rumusan masalah yang telah ditetapkan diawal.
Berdasarkan uraian tersebut maka fokus dalam penelitian ini adalah pada
kebijakan pemerintah Kabupaten Kotim yang merepresentasikan konsep
sustaibanle development pada pembangunan perkebunan kelapa sawit, dan
konsep pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berwawasan sustainable di
Kabupaten Kotim. Melalui dua hal tersebut maka konsep sustainable
development dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit akan dapat
diwujudkan di Kabupaten Kotim. Lebih khususnya peneliti menggambarkan fokus
pada penelitian ini dalam bentuk point per point sebagai berikut :
1) Program Perencanaan dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin
Timur dalam Menanggulangi Dampak Negatif dari Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit.
a) Program Perencanaan dari Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur dalam Menanggulangi Dampak Negatif
dari Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit.
2) Upaya PenerapanSustainable Developmentpada Perencanaan
Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin
Timur.
a) Upaya dari Pemerintah, Perusahaan, dan Masyarakat dalam
mewujudkan Sustainable Development pada perencanaan
pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotawaringin Timur.
b) Peran dan kewajiban masing-masing pihak (Pemerintah,
Perusahaan,dan Masyarakat) dalam mewujudkan Sustainable
Development pada perencanaan pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.
3) StrategiSustainable Devepolment untuk Perencanaan Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.
a) Analisis terhadap kondisi perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur yang dilihat dari 3 aspek
Sustainable Development (Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi)
b) StrategiSustainable Developmentdalam proses
perencanaanpembangunan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur.
c) Analisis Spiral pada dokumen perencanaan pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.
4.3 Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah yang dipilih dan
diharapkan akan memberikan data untuk penelitian, sedangkan objek penelitian
adalah sarana yang dijadikan sebagai unit pengamatan. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka sudah sewajarnya jika setiap penelitian membutuhkan lokasi dan
objek yang akan diteliti sebagai wadah sumber data. Lokasi dan objek penelitian
tersebut disesuaikan dengan fokus permasalahan yang sudah ditentukan dalam
penelitian ini. Berdasarkan pada fokus penelitian ini, maka peneliti memutuskan
untuk memilih informan pada beberapa instansi dan lembaga di Kabupaten
Kotim seperti berikut :
a) Kantor Dinas Kehutanan dan PerkebunanKabupaten Kotawaringin
Timur
b) Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur
c) Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur
d) Kantor FOPELISDAKabupaten Kotawaringin Timur
e) Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin
Timur
4.4 Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah :
1) Informan
Informan adalah orang yang berkaitan langsung dan paham dengan
pelaksanaan rencana pembangunan berkelanjutan pada perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotim.Untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait fokus
penelitian maka informan dipilih sengaja (purposivesampling) pada tahap awal.
Pada penelitian pelaksanaan rencana pembangunan berkelanjutan dengan
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, key informan adalah BAPPEDA yang
dinilai mengetahui, menguasai dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembangunan daerah. Selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan
menetapkan informan berikutnya. Beberapa informan dalam penelitian ini adalah:
a) Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur
b) Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur
c) Kepala Bagian Ekonomi dan Sumber Daya Alam Sekertariat Daerah
Kabupaten Kotawaringin Timur
d) Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur
e) Ketua Umum FOPELISDA Kabupaten Kotawaringin Timur
f) Ketua Badan Penelitian perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
bersangkutan
2) Peristiwa
Sesuai dengan fokus pada penelitian ini, maka peristiwa yang diobservasi
adalah yang berkaitan dengan keberlanjutan aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan pada pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotim.Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan hasil interaksi antara pemerintah
daerah, perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan masyarakat yang tinggal di
sekitar areal perkebunan kelapa sawit.
3) Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan fokus penelitian. Dokumen-dokumen tersebut diantaranya adalah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ( RPJPD) Tahun 2005-2025,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2015-2020,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Renstra SKPD, serta data-data
lainnya yang terkait dan memeliki relevansi dengan fokus penelitian.
4.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi
data primer dan data sekunder. Data primier adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan data sekunder merupakan
sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2010:62). Serta pemilihan
informan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan
informan yang didasarkan pada kebutuhan penelitian serta tujuan penelitian.
Sehingga informan-informan yang dipilih akan dapat merepresentasikan hal-hal
yang diharapkan oleh peneliti. Teknik yang akan digunakan untuk penelitian ini
antara lain sebagai berikut :
1) Wawancara
Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk
mengumpulkaninformasi terhadap sebuah permasalahan dari narasumber
secara langsung (Sudikan, 2007:100). Melalui wawancara, peneliti akan
mendapatkan data-data yang lebih mendalam dari informan, hal ini dikarenakan
percakapan antara peneliti dengan informan akan berlangsung secara dinamis.
Artinya, percakapan tersebut tidak semata-mata berdasar kepada pedoman
wawancara saja, tetapi peneliti bisa menanyakan hal-hal yang dianggap penting
meskipun pertanyaan tersebut tidak ada di dalam pedoman wawancara.
Wawancara terbagi kedalam dua lingkup besar yaitu wawancara berencana
(standardized interview) dan wawancara tak berencana (unstandarized
interview),perbedaannya terletak pada perlu atau tidaknya menyusun daftar
pertanyaan secara rinci yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
wawancara (Sudikan, 2007:100). Karena ini merupakan penelitian kualitatif,
maka teknik wawancara yang akan digunakan adalah secara langsung dengan
memberikan pertanyaan terbuka. Selain itu, Peneliti tidak begitu saja puas
terhadap apa yang dikatakan oleh informan, maka dari itu diperlukan
pengecekan ulang terhadap hasil wawancara atau mencari data lain melalui
informan dari sumber lain.
2) Studi Dokumentasi
Dalam sebuah penelitian kualitatif, data yang diperoleh kebanyakan
bersumber dari manuusia (human resources). Namun tidak menutup
kemungkinan untuk mendapatkan data-data yang bersumber bukan dari manusia
(non-human rsources) seperti data berupa dokumen, foto, atau bahkan berupa
data-data mengenai kondisi fisik lingkungan pada areal perkebunan kelapa sawit,
dan data-data mengenai industri perkebunan kelapa sawit yang terdapat di
Kabupaten Kotawaringin Timur.Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif
(Sugiyono, 2010:82). Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila
didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada
(Sugiyono, 2010:83).
3) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri
spesifik berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam,
dan responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010:83). Observasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi partisipan dan non-partisipasi.
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi non-partisipan
dikarenakan peneliti berposisi sebagai pengamat. Observasi yang dilakukan oleh
peneliti adalah mengamati sejauh mana keseriusan Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur dalam mewujudkan sustainable development dibidang
perkebunan kelapa sawit.
4.6 Teknik Analisis Data : Spiral
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010:89). Analisis data
menurut Bogdan&Bilken (dalam Moleong 2005:248) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalanbekerjadengan data, mengkoordinasikan data, memilah-
milahnyamenjadisatuan yang dapatdikelola, mengsintesiskannya,
mencaridanmenemukanpola, menemukanapa yang pentingdanapa yang
dipelajari, danmemutuskanapa yang dapatdiceritakankepada orang lain.
Sedangkananalisa data menurutMoleong (Moleong 2005:280) adalah proses
pengorganisasiandanmengurutkan data
kedalamkategoridansatuanuraiandasarsehinggadapatditemukantemadandirumus
kanhipotesiskerjaseperti yang disarankanoleh data.Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif yang data-datanya banyak diperoleh dari hasil uraian
wawancara dan studi kepustakaan. Oleh karena itu penelitian ini juga
memerlukan proses identifikasi dan analisis aspek pelaksanaan rencana
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling terkait dan saling
melengkapi. Untuk itu diperlukan teknik analisis untuk menganalisis data-data
yang didapatkan tersebut.
Analisis data tidakhanyamenggambarkan data yang didapatkan(Dey
2005:31).Sering kali, apa yang
ingindilakukanlebihdarisebuahdeskripsiataupenjelasan.
Penulismenginterprestasikan, menjelaskan, memahami,
terkadangjugamemprediksi.Melaluianalisis, dapatdiperolehsudutpandang yang
barupada data yang
diperoleh.Analisisjauhlebihbaikbiladiterangkandalambentuksebuah spiral
daripadahanyasebuahgarislurus(Dey 2005:53).
Sumber : Ian Dey (2005), Qualitative Data Analysis, New York: RNY. Hal 55
Gambar 4.1 Teknik Analisis Data : ModelSpiral
Spiral inidianalogikansepertimendakigunung,
dimanaperhatiankitalebihpadapemandangannyadantujuandalampendakiangunun
gadalahuntukmemperolehpemandanganitusendiri.Denganalur yang berputar-
putar, garissinggungdanputaran yang nyata, dancarapandang yang baru,
mencerminkankreatifitasdalam proses analisis. Garis utama dalam gambar spiral
menunjukkan analisis data spiral. Hal itu sepertiyang diilustrasikan pada gambar
4.1. Data kualitatif yang menggunakan pendekatan dataspiral dianalisis oleh
peneliti dengan model analisis lingkaran dengan proses bergerak beberbeda
dengan analisis data dengan menggunakan pendekatan linier tetap. Pengentrian
data dari teks dan gambar kemudian hasil terakhir berupa laporan dan
narasi.Setelah pengorganisasian dan seluruh data terkumpul. Kemudian penulis
mencatatatcatatan-catatan kecil di bawah gambar atau foto yang dipakai untuk
membantu ekplorasi awal data. Catatan-catatan tersebut merupakan langkah
awal ide atau konsep kunci, setelah itudikelompokkan, dideskripsikan, kemudian
menafsirkan data berupa konteks dan perbandingan.
Terdapatlimakomponen utamadalamanalisis data kualitatif model spiral,
yaitu:
1) Data
Dalamhaliniberkaitandengansegalainformasi yang dikumpulkan di
lapanganberkaitandenganfenomena yang diamati.
2) Description
Deskripsiberkaitandenganmengungkapkanfenomenamelalui kata-kata,
menceritakankarakteristikdari orang, objek,
ataufenomena.Langkahpertamadalamanalisiskualitatifadalahmengemb
angkandeskripsifenomenasecarakomprehensif.Terdapattigaaspekdala
mdeskripsiyaitu:
a) Context. Mempunyaiperan yang
cukuppentingdalammemahamisituasisertamemahamilebihluas
terkaitaspek social dansejarah.
Dalamhaliniberupadeskripsisecaramendetailterkaitkondisi
social dimanafenomenaterjadi, organisasi, institusi,
budayaataumasyarakat, hubungansosial, dansebagainya.
b) Intentions. Seringkalipesanataupun data yang
diperolehditerjemahkanberbedaoleh orang-orang. Hal
iniberkaitandenganbagaimanaaktor yang
terlibatmendefinisikansituasidanmenjelaskan motif yang
mendorongadanyatindakan yang dilakukan.
c) Process. Proses dalamhalini focus padafaktor-faktorkompleks
yang terlibat yang dapatmemberikanhasiltertentu. Proses
melibatkananalisisperubahanterus-
menerusdimanaperubahantersebutdapatdianalisisdarifase,
fenomena, dan faktor yang berkaitan.
3) Classification (Klasifikasi)
Klasifikasimerupakan proses untukmemudahkanpenelitimemilih data
yang sesuaidenganpenelitian.
Klasifikasijugaberkaitandenganbagaimanamembandingkan data-data
yang berbeda, memilih data yang
berkaitandanmenjadikannyafondasikonseptualdalamanalisis.
4) Connection (Hubungan)
Padasaatmengidentifikasihubunganantar substantive dariklasifikasi
data yang telahdilakukan,
penelitiperlumemahamidanmengidentifikasihubunganantar variable
atau data yang berbedatersebut.Ketika data telahdiklasifikasi,
makapenelitidapatmengujisecarateraturdanbervariasi.Penelitidapatmen
entukanapakahhubungan data yang adamemilikialasan yang
dapatdijadikankesimpulanatautidak.
5) Account
Accountdalamhalinimerupakanhasildarianalisis yang
dilakukanpeneliti.Accountmenjelaskankumpulancatatanterkaitmengapa
fenomenatersebutterjadiataudapatdikatakankesimpulandari proses
analisiskualitatif.
Melalui teknik tersebut, data-data yang didapat dari sumber primer seperti
wawancara ataupun sumber sekunder seperti dokumen, dapat dianalisis sesuai
dengan langkah-langkah yang telah dijabarkan diatas agar kevalidan data tetap
terjaga.Tahapan analisis data penelitian dimulai dengan membaca dan
mempelajari data penelitian yang berhubungan dengan pembangunan
perkebunanan kelapa sawit dan data mengenai upaya pemerintah dalam
mewujudkan sustainable development didalamnya. Data lainnya yaitu hasil
wawancara mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan
di Kabupaten Kotim, yang informannya merupakan orang-orang yang memang
berkompeten dan mengetahui banyak informasi tentang proses pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim. Semua data yang didapat tersebut
dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian, artinya data-data yang dianggap
penting dan dibutuhkan harus dipertahankan dan dimasukkan ke dalam data
utama, sedangkan data-data yang dianggap tidak penting atau yang tidak ada
hubungannya dengan tujuan penelitian dapat dipisahkan dari data utama dan
tidak dimasukkan ke dalam hasil penelitian.
Kemudian langkah selanjutnya adalah mengolah data, pengolahan data
dimulai dengan hasil temuan mengenai upaya pemerintah Kabupaten Kotim,
pihak swasta dan masyarakat dalam berperan serta untuk mewujudkan
pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di Kabupaten Kotim.
Selanjutnya langkah terakhir adalah melakukan pemaknaan terhadap data-data
yang sudah diseleksi dan yang sudah diolah tersebut. Pemaknaan tersebut
berarti penarikan kesimpulan, maka akan semakin mudah untuk menarik
kesimpulan jika langkah pertama dan kedua telah dilakukan dengan tepat.
Penarikan kesimpulan tersebut dilakukan dengan menganalisis korelasi antara
kebijakan dari pemerintah Kabupaten Kotim yang merepresentasikan konsep
sustaibale development dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang
berwawasan sustainable development. Sehingga pada akhir penelitian akan
didapatkan model sustainable development yang cocok diterapkan untuk
pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim, yang tentunya
tetap memperhatikan keberlangsungan dari aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi disekitar wilayah perkebunan kelapa sawit.
4.7 UjiKeabsahan Data
Untuk tetap menjaga validitas data, maka data yang tersedia harus diuji
keabsahannya.Untuk menguji keabsahan data, teknik yang digunakan adalah
teknik triangulasi.Teknik triangulasi digunakan untuk menjaga validitas data dan
menguji hasil penelitian kualitatif yang peneliti lakukan (Sugiyono, 2010:71).
Jenis triangulasi yang dipilih oleh peneliti dalam menguji keabsahan data pada
penelitian ini adalah triangulasi sumber. Secara pengertian, triangulasi sumber
adalah pengumpulan data dari beragam sumber yang saling berbeda dengan
menggunakan suatu metode yang sama (Sugiyono, 2010:71). Dengan kata lain,
teknik ini berusaha untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan
sumber yang lain diluar sumber utama untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara
mencari sumber (informan) lain sebagai pembanding data yang diperoleh dari
narasumber utama. Pada dasarnya setiap manusia memiliki sudut pandang dan
pemikiran yang berbeda-beda, bahkan terkadang hal tersebut menimbulkan
perselisihan pendapat (Sugiyono, 2010:72). Oleh karena itu, membandingkan
perspektif antara satu orang dengan orang yang lain akan mampu memberikan
data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Program Perencanaan dari Pemerintah dalam Menanggulangi
Dampak Negatif dari Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Pertanian merupakan salah satu sektor penting karena menjadi
sumberpendapatan sebagaian besar penduduk dan memberi kontribusi yang
cukupbesar bagi Kabupaten Kotawaringin Timur. Sub sektor pertanian yang
paling menjadi andalan bagi Kabupaten Kotawaringin Timur adalah sub sektor
perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit, karena luas lahannya yang
sangat mendominasi di hampir seluruh wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Selain itu jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di
Kabupaten Kotawaringin Timur bisa dikategorikan sangat banyak, dan masing-
masing mempunyai luas lahan yang besar. Data dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur mencatatkan bahwa sampai dengan
tahun 2016 terdapat 58 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di
Kabupaten Kotawaringin Timur. Data mengenai jumlah perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang beroperasi tersebut beserta luasan lahan masing-masing
perusahaan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.1 Daftar dan Status Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur
No Nama Perusahaan Luas
Lahan (Ha)
Sustainable/Non
Sustainable
1 PT. FAJAR BUMI NABATI 6.391 Non Sustainable
2 PT. GEMILANG SUBUR MAJU 5.538 Non Sustainable
3 PT. TANAH TANI LESTARI
11.127 Non Sustainable
Lanjutan Tabel 5.1
No Nama Perusahaan Luas
Lahan (Ha)
Sustainable/Non
Sustainable
4 PT. BINTANG SAKTI LENGGANA 6.390 Non Sustainable
5 PT. LANGGENG MAKMUR
SEJAHTERA
5.325 Non Sustainable
6 PT. GADING SAWIT KENCANA 1.639 Non Sustainable
7 PT. PERCIE AGROLESTARI MAKMUR 422 Non Sustainable
8 PT. BORNEO SAWIT PERDANA 16.277 Non Sustainable
9 PT. DINAMIKA ALAM SEGAR 2.069 Non Sustainable
10 PT. ADHYAKSA DHARMA SATIA 7.000 Sustainable
11 PT. AGRO BUKIT 16.809 Sustainable
12 PT. AGRO WANA LESTARI 15.936 Sustainable
13 PT. BANGKIT GIAT USAHA MANDIRI 29.850 Sustainable
14 PT. BUANA ADITAMA 14.300 Sustainable
15 PT. BUMI SAWIT KENCANA 11.050 Sustainable
16 PT. DWI MITRA ADHI USAHA 1.350 Sustainable
17 PT. GLOBALINDO ALAM PERKASA 16.063 Sustainable
18 PT. HAMPARAN MASAWIT BANGUN 8.200 Sustainable
19 PT. HUTAN INDO AGRO LESTARI 8.250 Sustainable
20 PT. HUTAN SAWIT LESTARI 25.920 Sustainable
21 PT. INTIGA PRABHAKARA
KAHURIPAN
12.000 Sustainable
22 PT. KARUNIA KENCANA PERMAI 19.400 Sustainable
23 PT. KARYA MAKMUR ABADI 15.000 Sustainable
24 PT. KARYA MAKMUR BAHAGIA 17.500 Sustainable
25 PT. KARYA MAKMUR SEJAHTERA 13.000 Sustainable
26 PT. KALIMANTAN HIJAU SENTOSA 8.000 Sustainable
27 PT. KATINGAN INDAH UTAMA 28.290 Sustainable
28 PT. MAJU ANEKA SAWIT 33.138 Sustainable
29 PT. MANANJUNG HAYAK 2.000 Sustainable
30 PT. MENTAYA SAWIT MAS 15.500 Sustainable
Lanjutan Tabel 5.1
No Nama Perusahaan Luas
Lahan (Ha)
Sustainable/Non
Sustainable
31 PT. MENTENG JAYA SAWIT
PERSADA
5.893 Sustainable
32 PT. MUKTI SAWIT KAHURIPAN 4.210 Sustainable
33 PT. MULIA AGRO PERMAI 9.056 Sustainable
34 PT. NUSANTARA SAWIT PERSADA 19.422 Sustainable
35 PT. NABATINDO KARYA UTAMA 11.000 Sustainable
36 PT. SAPTA KARYA DAMAI 17.512 Sustainable
37 PT. SARANA PRIMA MULTI NIAGA 8.490 Sustainable
38 PT. SAWIT MAS PARENGGEAN 650 Sustainable
39 PT. SINAR CITRA CEMERLANG 8.000 Sustainable
40 PT. SUKAJADI SAWIT MEKAR 33.800 Sustainable
41 PT. SURYA INTI SAWIT KAHURIPAN 8.302 Sustainable
42 PT. SWADAYA SAPTA PUTRA 6.000 Sustainable
43 PT. TUNAS AGRO SUBUR KENCANA 45.856 Sustainable
44 PT. UNGGUL LESTARI 14.500 Sustainable
45 PT. UNI PRIMACOM 12.130 Sustainable
46 PT. WANAYASA KAHURIPAN INDO 1.500 Sustainable
47 PT. WINDU NABATINDO ABADI 11.900 Sustainable
48 PT. WINDU NABATINDO LESTARI 26.700 Sustainable
49 PT. WINDU NABATINDO SEJAHTERA 10.370 Sustainable
50 PT. AGRO INDOMAS 1.000 Sustainable
51 PT. AGRO KARYA PRIMA LESTARI 2.300 Sustainable
52 PT. KRIDATAMA LANCAR 17.500 Sustainable
53 PT. TEGUH SEMPURNA 17.500 Sustainable
54 PT. BUMI HUTAN LESTARI 17.500 Sustainable
55 PT. MUSTIKA SEMBULUH 21.500 Sustainable
56 PT. BUANA ARTHA SEJAHTERA 14.300 Sustainable
57 PT. TAPIAN NADENGGAN 6.837 Sustainable
Lanjutan Tabel 5.1
No Nama Perusahaan Luas
Lahan (Ha)
Sustainable/Non
Sustainable
58 PT. BISMA DHARMA KENCANA 15.000 Sustainable
JUMLAH 687.284 49 Sustainable / 9
Non Sustainable
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur,
2016
Dari data terebut dapat dilihat bahwa masing-masing perusahaan
perkebunan kelapa sawit memiliki luas lahan perkebunan yang diatas rata-rata.
Selain itu jika dilihat dari jumlah keseluruhan luas lahan dari semua perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur dapat
dikatakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur
hampir mencapai setengah dari total luas wilayah administratif Kabupaten
Kotawaringin Timur. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin
Timur Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, disebutkan
bahwa luas wilayah administratif dari Kabupaten Kotawaringin Timur adalah
sebesar 1.679.600 Ha. Sementara itu berdasarkan data yang dapat dilihat diatas
bahwa jumlah keseluruhan luas lahan semua perusahaan perkebunan kelapa
sawit yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah sebesar 687.284
Ha. Sampai dengan data tersebut diterbitkan, jumlah keseluruhan luas lahan
perkebunan kelapa sawit milik Perusahaan Besar Swasta (PBS) yang ada di
Kabupaten Kotawaringin Timur sudah mencapai 41% dari total luas wilayah
adminsitratif Kabupaten Kotawaringin Timur. Perbandingan luas keseluruhan
lahan perusahaan perkebunan kelapa sawit terhadap luas wilayah administratif
Kabupaten Kotawaringin Timur beserta persebaran perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur dapat dilihat pada peta berikut :
Sumber : Sekertariat Daerah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
Gambar 5.1 Peta Perusahaan Besar Swasta Perkebunan Kelapa Sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur
Luas lahan perkebunan kelapa sawit seperti yang dapat dilihat pada peta
diatas belum ditambahkan dengan luas perkebunan kelapa sawit yang berstatus
Perkebunan Rakyat (PR). Jika semua lahan perkebunan kelapa sawit
dijumlahkan luasnya baik yang berstatus Perkebunan Besar Swasta (PBS)
maupun Perkebunan Rakyat (PR) maka total luas lahannya akan mencapai
setengah dari luas wilayah administratif Kabupaten Kotawaringin Timur. Dengan
luas lahan tersebut tentu saja menjadikan sub sektor perkebunan kelapa sawit
sebagai primadona untuk menunjang perekonomian di Kabupaten Kotawaringin
Timur.Selain dapat menunjang perekonomian Pemerintah Daerah, perkebunan
kelapa sawit juga terbukti dapat menunjang perekonomian masyarakat lokal
sekitar perkebunan.Hal tersebut dapat dilihat dari penyediaan lapangan
pekerjaan di perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat lokal.Selain
lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha untuk masyarakat lokal juga semakin
terbuka, khususnya bagi masyarakat yang bisa menyediakan jasa-jasa untuk
mempermuda kegiatan perkebunan kelapa sawit.
Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah dari
aspek lingkungan.Berdasarkan data yang telah disajikan diatas, dapat dilihat
bahwa dari 58 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di
Kabupaten Kotawaringin Timur, masih terdapat 9 perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang belum berkategori sustainable.Artinya 9 perusahaan tersebut
belum melaksanakan prinsip-prinsip sustainable yang telah ditetapkan oleh
IndonesianSustainable Palm Oil (ISPO).Karena belum melaksanakan prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan oleh ISPO, maka 9 perusahaan tersebut
dikategorikan non sustainable oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Kotawaringin Timur.Salah satu prinsip sustainable yang tidak
dilakukan oleh 9 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut adalah mengenai
penyediaan lahan konservasi didalam wilayah perkebunan kelapa sawit.Untuk
prinsip penyediaan lahan konservasi ini merupakan prinsip yang paling sulit
diwujudkan oleh sebagian besar perusahaan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur. Bukan hanya 9 perusahaan tersebut yang tidak
dapat memenuhi prinsip penyediaan lahan konservasi, akan tetapi hampir semua
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur masih
belum mewujudkan secara maksimal penyediaan lahan konservasi ini.
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Kotawaringin Timur, sampai dengan tahun 2016 tercatat dari 58 perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang beroperasi hanya terdapat 6 perusahaan saja
yang telah tuntas dalam penyediaan lahan konservasi, daftar 6 perusahaan
tersebut dituliskan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.2 Daftar Perusahaan yang Telah Menyediakan Lahan Konservasi
Pada Areal Lahan Perkebunan Kelapa Sawitnya
No Nama Perusahaan Luas Lahan
Konservasi
Luas Lahan
Kebun
Lokasi Lahan
Konservasi
1 PT. Karunia Kencana
Permai Sejati
2.434 Ha 19.400 Ha Sungai di area HCV
2 PT. Mentaya Sawit Mas 5.799 Ha 15.500 Ha Sungai di area HCV
3 PT. Bumi Sawit Kencana 1.998 Ha 11.050 Ha Sungai di area HCV
4 PT. Mustika Sembuluh 1.646 Ha 21.500 Ha Sungai di area HCV
5 PT. Uni Primacom 213 Ha 12.130 Ha Sepanjang anak sungai
humbang
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
Dari 5 nama perusahaan yang telah melakukan penyediaan lahan
konservasi didalam wilayah perkebunan kelapa sawitnya, 4 diantaranya
merupakan perusahaan kelapa sawit yang masuk dalam group perusahaan yang
sama yaitu PT.WILMAR GROUP. 4 perusahaan tersebut yang dinaungi oleh
PT.WILMAR GROUP diantaranya adalah :PT. Karunia Kencana Permai Sejati,
PT. Mentaya Sawit Mas, PT. Bumi Sawit Kencana, dan PT. Mustika Sembuluh.
Itu artinya semua anak perusahaan dari PT.WILMAR GROUP telah kooperatif
terhadap instruksi dari pemerintah mengenai penyediaan lahan konservasi.Hal ini
menjadikan PT. WILMAR GROUP merupakan satu-satunya grup perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang telah melakukan penyediaan lahan konservasi.
Sedangkan 1 perusahaan lainnya yang sudah melakukan penyediaan
lahan konservasi adalah PT. Uni Primacom yang merupakan perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang berdiri secara sendiri tanpa ada grup perusahaan
yang menaunginya.Serupa dengan 4 perusahaan yang telah melakukan
penyediaan lahan konservasi pada masing-masing lahan perkebunan kelapa
sawitnya, beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya yang belum
melakukan penyediaan lahan konservasi sebenarnya juga ada yang dinaungi
oleh sebuah grup perusahaan dan ada juga yang berdiri secara sendiri seperti
PT. Uni Primacom. Berikut ini data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Kotawaringin Timur yang menerangkan nama-nama perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang dinaungi oleh grup perusahaan dan yang berdiri
secara sendiri :
Tabel 5.3 Daftar Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Grup
Perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Timur
No Nama Perusahaan dan Nama Grup Lokasi
Total
Luas
Lahan
1 ASAM JAWA GROUP :
PT. Sapta Karya Damai
PT. Dwi Mitra Abhi Usaha
PT. Mananjung Hayak
Mentaya Hilir Utara
Mentaya Hilir Utara
Mentaya Hilir Utara
20.852 Ha
Lanjutan Tabel 5.3
No Nama Perusahaan dan Nama Grup Lokasi
Total
Luas
Lahan
2 BUMI TAMA GUNA JAYA GROUP :
PT. Karya Makmur Bahagia
PT. Windu Nabatindo Lestari
PT. Windu Nabatindo Sejahtera
PT. Windu Nabatindo Abadi
PT. Bakti Kalimantan Sejahtera
Menyata Hulu
Cempaga Hulu
Cempaga
Cempaga Hulu
Cempaga
70.470 Ha
3 MAKIN GROUP :
PT. Intiga Phabakaran Kahuripan
PT. Katingan Indah Utama
PT. Mukti Sawit Kahuripan Indonesia
PT. Surya Inti Sawit Kahuripan
Cempaga Hulu
Kuala Kuayan
Parenggean
Cempaga
52.802 Ha
4 MINAMAS GROUP :
PT. Kridatama Lancar
PT. Teguh Sempurna
Mentaya Hulu
Mentaya Hulu
35.000 Ha
5 MUSIMAS GROUP :
PT. Sukajadi Sawit Mekar
PT. Globalindo Alam Perkaa
PT. Maju Aneka Sawit
PT. Unggul Lestari
Kota Besi
Kota Besi
Kota Besi
Antang Kalang
97.501 Ha
6 BUMI HUTAN LESTARI GROUP :
PT. Bumi Hutan Lestari
PT. Adhyaksa Dharma Satya
Cempaga Hulu
Parenggean
24.500 Ha
7 WILMAR GROUP :
PT. Mustika Sembuluh
PT. Karunia Kencana Permai Sejati
PT. Bumi Sawit Kencana
PT. Mentaya Sawit Mas
Mentaya Hilir Utara
Mentaya Hulu
Kota Besi
Mentaya Hulu
67.450 Ha
8 SINAR MAS GROUP :
PT. Mitratama Abadi Makmur
PT. Buana Artha Sejahtera
PT. Agro Karya Prima Lestari
Sebabi
Kota Besi
Paharingan
38.900 Ha
Lanjutan Tabel 5.3
No Nama Perusahaan dan Nama Grup Lokasi
Total
Luas
Lahan
9 BEST GROUP :
PT. Hamparan Masawit Bangun Persada
PT. Tunas Agro Subur Kencana
Kota Besi
Cempaga Hulu
54.056 Ha
10 HUTANINDO GROUP :
PT. Hutan Sawit Lestari
PT. Hutanindo Agro Lestari
Parenggean
Sebungsu
16.450 Ha
11 AGRO INDOMAS GROUP :
PT. Agro Wana Lestari
PT. Agro Bukit
PT. Agro Indomas
PT. Karya Makmur Sejahtera
Bagendang
Mentawa Baru Ketapang
Terawan
Mentaya Hulu
46.745 Ha
12 KUALA LUMPUR KEPONG GROUP :
PT. Menteng Jaya Sawit Persada
PT. Mulya Agro Permai
PT. Karya Makmur Abadi
Mentaya Hilir Utara
Telawang
Mentaya Hulu
29.949 Ha
13 Non Group :
PT. Bhisma Dharma Kencana
Cempaga Hulu
15.000 Ha
14 Non Group :
PT. Sinar Citra Cemerlang
Cempaga Hulu
8.000 Ha
15 Non Group :
PT. Bangkit Giat Usaha Mandiri
Antang Kalang
29.850 Ha
16 Non Group :
PT. Kalimantan Hijau Sentosa
Cempaga Hulu
8.000 Ha
17 Non Group :
PT. Sarana Prima Multi Niaga
Parenggean
8.490 Ha
18 Non Group :
PT. Fajar Bumi Nabati
- 6.391 Ha
19 Non Group :
PT. Gemilang Subur Maju
- 5.538 Ha
20 Non Group :
PT. Tanah Tani Lestari
- 11.127 Ha
Lanjutan Tabel 5.3
No Nama Perusahaan dan Nama Grup Lokasi
Total
Luas
Lahan
21 Non Group :
PT. Bintang Sakti Lenggana
- 6.390 Ha
22 Non Group :
PT. Langgeng Makmur Sejahtera
- 5.325 Ha
23 Non Group :
PT. Gading Sawit Kencana
- 1.639 Ha
24 Non Group :
PT. Percie Agro Lestari Makmur
- 422 Ha
25 Non Group :
PT. Borneo Sawit Perdana
- 16.277 Ha
26 Non Group :
PT. Dinamika Alam Segar
- 1.350 Ha
27 Non Group :
PT. Nusantara Sawit Persada
- 19.422 Ha
28 Non Group :
PT. Uni Primacom
- 12.130 Ha
29 Non Group :
PT. Tapian Nadenggan
- 6.837 Ha
30 Non Group :
PT. Nabatindo Karya Utama
- 11.000 Ha
31 Non Group :
PT. Sawitmas Parenggean
- 650 Ha
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur,
2016
Dari 58 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di
Kabupaten Kotawaringin Timur, baik itu yang dinaungi oleh grup perusahaan
maupun yang tidak dinaungi oleh grup perusahaan, intinya hanya ada 5
perusahaan yang melakukan penyediaan lahan konservasi. Kelima perusahaan
perkebunan kelapa sawit tersebut terdiri dari 4 perusahaan dengan 1 grup
perusahaan yang sama, dan 1 perusahaan non grup. Sementara masih ada 53
perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya yang belum melaksanakan intruksi
pemerintah daerah tentang penyediaan lahan konservasi.
Hal tersebut tentu menjadi sangat ironi, mengingat begitu pentingnya
penyediaan lahan konservasi disetiap perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi
kelangsungan makhluk hidup yang bergantung kepada hutan.Selain itu
penyediaan lahan konservasi didalam wilayah perkebunan kelapa sawit juga
menjadi sangat penting karena dapat menjaga keanekaragaman flora dan fauna
yang ada didalamnya dari ancaman kepunahan.Berdasarkan peraturan
perundang-undangan, konservasi lahan dimaknai sebagai pengelolaan sumber
daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.Tujuan dari adanya aturan
penyediaan lahan konservasi disetiap perusahaan perkebunan kelapa sawit
adalah agar terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta
kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.Untuk mewujudkan
tujuan tersebut, perlu dilakukan strategi dalam pelaksananya, dan salah satu
strategi tersebut adalah dengan dilakukannya kordinasi secara bersama-sama
oleh pemerintah, pihak perusahaan, dan juga masyarakat.
Sementara itu status kawasan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur,
kondisinya juga semakin mengkhawatirkan.Hal tersebut dikarenakan
ketersediaan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur semakin tahun semakin
berkurang. Berdasarkan data status lingkungan hidup yang diterbitkan oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur, hingga tahun 2016
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
Gambar 5.2 Peta Status Kawasan Hutan Kabupaten Kotawaringin Timur
ketersediaan Hutan Lindung dan Hutan Produksi (Hutan Produksi Tetap dan
Hutan Produksi Terbatas) jumlah luasnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah luas kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Di Konversi (HPK) dan
kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Untuk dapat membandingkan luas
kawasan yang bisa dialih fungsikan menjadi perkebunan dengan kawasan yang
tidak bisa dialih fungsikan menjadi perkebunan dapat dilihat pada peta berikut.
Data diatas juga serupa dengan data yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur tentang luas kawasan hutan di
Kabupaten Kotawaringin Timur.Data yang peneliti dapatkan dari Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur berbentuk tabel
yang menerangkan jumlah luas masing-masing kawasan hutan dalam
keterangan angka. Hal ini tentu saja akan memudahkan peneliti dalam
penelaahan peta diatas ketika luas lahannya sudah dijabarkan dengan
keterangan angka. Data tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur,
2016
Gambar 5.3 Luas Status Kawasan Hutan Kabupaten Kotawaringin Timur
Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi merupakan kawasan hutan
yang fungsi lahannya tidak dapat dikonversi menjadi lahan pertanian khususnya
perkebunan kelapa sawit.Sedangkan untuk kawasan Hutan Produksi Yang Dapat
Di Konversi (HPK) dan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) merupakan
kawasan hutan yang fungsi lahannya bisa dikonversi menjadi lahan pertanian
khususnya perkebunan kelapa sawit. Secara umum pengertian dari masing-
masing status kawasan hutan adalah sebagai berikut :
1. Hutan Produksi Tetap merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan
perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
2. Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang hanya dapat
dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Bedanya dengan Hutan Produksi
Tetap adalah pada Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang
dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah, dan Hutan
Produksi Terbatas ini umumnya berada di wilayah pegunungan dimana
lereng-lereng yang curam.
3. Hutan Lindung merupakan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
4. Hutan Yang Dapat Di Konversi merupakan hutan yang secara ruang
dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kehutanan.
5. Areal Penggunaan Lain merupakan areal bukan kawasan hutan.
Pada umumnya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di
Kabupaten Kotawaringin Timur banyak membuka lahan pada kawasan HPK dan
APL. Oleh karena itu pada kawasan APL dan HPK yang terdapat pada data
tersebut didalamnya sudah termasuk lahan perkebunan kelapa sawit, karena
mayoritas penggunaan kawasan APL dan HPK di Kabupaten Kotawaringin Timur
memang di dominasi oleh lahan perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi pada
prakteknya di lapangan, banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
mulai membuka lahan pada kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi.Hal ini
dilakukan dengan mekanisme pemutihan lahan serta membebaskan lahan dari
kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi, sehingga statusnya bisa berubah
menjadi kawasan APL atau HPK.Tetapi mekanisme pemutihan lahan tersebut
tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, melainkan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia yang berhak untuk
memberikan persetujuan pemutihan lahan tersebut.Sehingga apabila ada
perusahaan yang menginginkan hal tersebut, maka harus melalui persetujuan
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terlebih
dahulu. Hal ini disampaikan langsung oleh Pak Sanggul Lumban Gaol selaku
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur, dalam
kutipan wawancara sebagai berikut :
“Sekarang perusahaan perkebunan kelapa sawit itu cuma bisa membuka
lahan di kawasan hutan yang statusnya APL sama HPK, tapi ada juga
perusahaan yang coba mengajukan pembukaan lahan di kawasan hutan
yang statusnya Hutan Produksi. Mereka pernah mengajukan ke kami tapi
kami tidak punya hak untuk memberikan izin pada kawasan tersebut,
karena untuk kawasan Hutan Produksi itu wewenangnya kementerian
pusat, dan prosedurnya pun harus lewat pemutihan lahan dulu biar jadi
kawasan APL atau HPK, setelah itu terpenuhi oleh kementerian pusat
baru kami bisa memberikan izin kepada perusahaan tersebut. Intinya
wewenang kami pemerintah daerah hanya di kawasan HPK dan APL,
selebihnya itu wewenang kementrian pusat” (Wawancara pada tanggal 16
Desember 2016 di Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Kotawaringin Timur).
Permohonan izin lokasi seringkali berkaitan dengan status kawasan hutan
dan non-kawasan hutan. Apabila lokasi yang diusulkan pemohon berada dalam
kawasan hutan maka urusan pelepasannya akan berhubungan dengan
Gubernur/Bupati sebagai otoritas yang masih memiliki kewenangan teknis dalam
perencanaan kehutanan. Izin-izin lain yang sifatnya tidak mengubah bentang
alam seperti izin jasa lingkungan dan izin pemungutan hasil hutan non-kayu juga
akan diserahkan ke Pemerintah Daerah.Ketentuan hukum kehutanan saat ini
menyebutkan bahwa yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah
pada Hutan Produksi Konversi (HPK) dan kawasan hutan APL (Areal
Penggunaan Lain).
Kewenangan perizinan yang strategis di bidang kehutanan akan berada
di tangan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK). Perizinan yang strategis adalah perizinan yang berkenaan
dengan perubahan bentangan alam kawasan hutan, misalnya KLHK masih
memegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam maupun
hutan tanaman. KLHK juga masih berwenang memberikan izin pinjam pakai
kawasan hutan untuk kepentingan non-kehutanan seperti kegiatan perkebunan.
Peran Pemerintah Pusat adalah mengontrol perencanaan yang diusulkan
Pemerintah Daerah dan mengawasi pelaksanaannya. Karena itu, sistem
perencanaan dan pemantauan pemanfaatan hutan pada skala makro tetap
berada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sementara
usulan pemanfaatan dan pengelolaan di tingkat tapak akan menjadi bagian dari
kewenangan Pemerintah Daerah.Hasil pertimbangan dari Pemerintah Daerah
bersama dengan hasil pemeriksaan lapangan BPKH akan menjadi dasar bagi
Menteri LHK untuk mengeluarkan keputusanperubahan kawasan.
Untuk mengatasi beberapa dampak negatif dari pembangunan
perkebunan kelapa sawit tersebut, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur
telah merumuskan beberapa program perencanaan pembangunan perkebunan
kelapa sawit dalam sebuah dokumen perencanaan.Program-program
perencanaan ini ditujukan untuk menanggulangi beberapa permasalahan dan
dampak negatif yang timbul dari adanya kegiatan pembangunan perkebunan
kelapa sawit.Berikut ini merupakan program perencanaan yang dirumuskan oleh
PemerintahKabupaten Kotawaringin Timur untuk menanggulangi beberapa
dampak negatif tersebut yang dituangkan dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Tabel 5.4 Program Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
No Program/Kegiatan Instansi Pelaksana
A Perwujudan Kawasan Hutan Lindung
1 Penegasan batas hutan lindung Kemenhut
2 Reboisasi dan rehabilitasi hutan lindungyang
telah rusak
Kemenhut, Dishutbun
3 Menjaga kelestarian kawasan hutanlindung Kemenhut, Dishutbun
4 Pengamanan kawasan hutanlindung Kemenhut, Dishutbun
5 Sosialisasi kawasan hutan lindung di
Kabupaten Kotawaringin Timur
Kemenhut, Dishutbun
B Perwujudan Kawasan rawan kebakaran hutan/lahan
1 Pembuatan zona-zona kawasan rawan
kebakaran hutan/lahan secara detail &rencana
jalur evakuasi bencana
BPBD
2 Sosialisasi larangan membuka/membersihkan
lahan dengancara membakar
BPBD, BLH
3 Sosialisasi teknis upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran lahan
kepadamasyarakat dan perusahaan
perkebunan kelapa sawit
BPBD
4 Identifikasi kawasan budidaya perkebunan
yang ada padakawasan rawan kebakaran
hutan/lahan, sera alternatif penanganan dan
pencegahannya
BPBD
Lanjutan Tabel 5.4
No Program/Kegiatan Instansi Pelaksana
5 Pemantauan kawasan rawan
kebakaranhutan/lahan pada lahan perkebunan
secara rutin & terpadu
BPBD
C Perwujudan Kawasan Peruntukan Perkebunan
1 Pemetaan kawasan perkebunan kelapa sawit
secara detail
Dishutbun
2 Inventarisasi & pemenuhan persyaratan
kawasan perkebunan yang berada
padakawasan hutan produksi
Dishutbun
3 Inventarisasi & evaluasi perijinan
perkebunan besar swasta
Dishutbun, Setda
4 Meniningkatkan peningkatan keterampilan
budidaya, dan pengolahanpasca panen
perkebunan kelapa sawit
Dishutbun
5 Menjaga, mengamankan, dan melindungi dari
kegiatan pemanfaatan hutan oleh perkebunan
kelapa sawit yang tidak sesuai ketentuan dan
peraturanyang berlaku
Dishutbun
6 Mengawasi dan evaluasi perijinankegiatan
perkebunan kelapa sawit yang terdapat pada
kawasan peruntukanhutan produksi
Dishutbun
9 Melakukan reboisasi pada kawasan
hutanyang kritis
Dishutbun, BLH
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin
Timur, 2016
Untuk mengatasi berbagai dampak negatif dari adanya pembangunan
perkebunan kelapa sawit tersebut, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur
mempunyai 3 (tiga) program perencanaan yang dituangkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2015-2035. Tiga program
perencanaan tersebut sesuai dengan yang dituliskan dalam tabel diatas,
diantaranya adalah program perwujudan kawasan hutan lindung, program
perwujudan kawasan rawan kebakaran hutan/lahan, dan program perwujudan
kawasan peruntukan perkebunan. Secara umum ketiga program perencanaan
tersebut masih dalam tahap persiapan operasional, artinya ketiga program
sedang di persiapkan untuk pelaksanaan kegiatannya. Sehingga untuk
pelaksanaan semua program belum ada yang mencapai tahap optimal, bahkan
setengahnya sekalipun.Hal ini dikarenakan program-program ini baru memasuki
tahun pertama dalam pelaksanaannya, sehingga diperlukan penyesuaian terlebih
dahulu sebelum melakukan tahap pelaksanaan. Berikut ini merupakan laporan
pelaksanaan masing-masing program perencanaan yang telah berjalan dalam 1
tahun terakhir.
Pertama, program perwujudan kawasan hutan lindung. Dalam program ini
terdapat lima (5) kegiatan yang menunjang perwujudan program. Semua
kegiatan yang ada pada program ini dijalankan oleh Dishutbun yang bekerja
sama dengan Kemenhut. Diantara lima kegiatan tersebut, empat diantaranya
masih dalam persiapan untuk dilakukan pelaksanaan pada tahun berikutnya.
Sedangkan sudah ada satu kegiatan yang sedang berjalan hingga saat ini yaitu
kegiatan Sosialisasi kawasan hutan lindung di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Pada kegiatan sosialisasi ini sudah mencapai ke masyarakat pedalaman, hal ini
dikarenakan kegiatan ini merupakan kegiatan yang sama dengan RTRW
sebelumnya sehingga tinggal meneruskan saja. Sedangkan untuk kegiatan
lainnya juga ada yang sama dengan kegiatan pada RTRW sebelumnya,
diantaranya kegiatan pengamanan lingkungan dan kegiatan menjaga kelestarian.
Akan tetapi pelaksanaan dua kegiatan tersebut saat ini masih terhambat karena
masih dilakukan persiapan strategi untuk pelaksanaan kegiatannya. Hal ini
dilakukan agar pada pelaksanaan setiap kegiatannya bisa mencapai tahap
optimal. Sedangkan untuk satu kegiatan sisanya merupakan kegiatan yang baru
ditetapkan pada RTRW periode 2015-2035, yaitu kegiatan penegasan batas
hutan lindung. Untuk kegiatan ini juga masih dilakukan persiapan untuk
pelaksanaannya.
Kedua, program perwujudan kawasan rawan kebakaran hutan/lahan.
Dalam program ini terdapat lima (5) kegiatan yang menunjang perwujudan
program. Semua kegiatan yang ada pada program ini dijalankan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bekerja sama dengan BLH.
Diantara lima kegiatan tersebut, dua diantaranya masih dalam persiapan untuk
dilakukan pelaksanaan pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan sudah ada tiga
kegiatan yang sedang berjalan hingga saat ini diantaranya adalah : (1) kegiatan
sosialisasi larangan pembukaan lahan dengan cara membakar, (2) kegiatan
sosialisasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, (3) kegiatan
pemantauan kawasan rawan kebakaran hutan. Pada dua kegiatan sosialisasi
tersebut sudah mencapai ke masyarakat pedalaman, hal ini dikarenakan
kegiatan ini sama dengan kegiatan yang ada pada RTRW sebelumnya sehingga
tinggal meneruskan saja. Selanjutnya untuk kegiatan pemantauan kawasan
rawan kebakaran memang dari tahun ke tahun kegiatan ini sudah berjalan sejak
RTRW sebelumnya, sehingga tinggal melanjutkan kegiatannya saja. Sedangkan
untuk kegiatan lainnya juga ada yang sama dengan kegiatan pada RTRW
sebelumnya yaitu kegiatan pembuatan zona-zona rawan kebakaran hutan. Akan
tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut saat ini masih terhambat karena sampai
saat ini masih dilakukan pemetaan terhadap zona-zona hutan yang memiliki
potensi rawan kebakaran. Hal ini dilakukan agar pada pelaksanaan setiap
kegiatannya bisa mencapai tahap optimal. Sedangkan untuk satu kegiatan
sisanya yaitu kegiatan yang baru ditetapkan pada RTRW periode 2015-2035,
yaitu kegiatan identifikasi kawasan perkebunan yang berada pada zona rawan
kebakaran.Untuk kegiatan ini juga masih dilakukan persiapan agar bisa masuk
pada tahap pelaksanaannya.
Ketiga, program perwujudankawasan peruntukan perkebunan. Dalam
program ini terdapat sembilan (9) kegiatan yang menunjang perwujudan
program. Semua kegiatan yang ada pada program ini dijalankan oleh Dishutbun
yang bekerja sama dengan Setda dan BLH. Sebagian besar kegiatan yang ada
pada program ini merupakan kegiatan yang baru ditetapkan pada RTRW periode
2015-2035, sehingga hampir semua kegiatan yang ada pada program ini masih
disibukan pada tahap persiapan kegiatan. Diantara sembilan kegiatan tersebut,
delapan diantaranya masih dalam persiapan untuk dilakukan pelaksanaan pada
tahun-tahun berikutnya. Sedangkan sudah ada satu kegiatan yang sedang
berjalan hingga saat ini yaitu kegiatan reboisasi pada kawasan hutanyang kritis.
Kegiatan reboisasi hutan ini sudah dilaksanakan dari tahun ke tahun, tujuannya
adalah untuk melindungi hutan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur. Hal
ini dikarenakan kegiatan ini sama dengan kegiatan yang ada pada RTRW
sebelumnya, sehingga kegiatannya tinggal melanjutkan saja. Sedangkan untuk
delapan kegiatan sisanya merupakan kegiatan yang baru ditetapkan pada RTRW
periode 2015-2035. Untuk delapan kegiatan tersebut jugamasih dalam persiapan
untuk dilakukan pelaksanaannya.
Penjelasan mengenai laporan pelaksanaan dari tiga program
perencanaan RTRW tersebut senada dengan pernyataan yang di sampaikan
oleh Ibu Siti Nurdianti selaku Kepala Bidang Tata Ruang dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai
berikut :
“Program kegiatan yang ada di RTRW itu masih banyak yang belum
dikerjakan. Kebanyakan masih dalam persiapan sih, tapi ada beberapa
program kegiatan aja yang sudah dijalankan. Itu pun rata-rata program
yang dulunya sudah pernah dijalankan pada RTRW sebelumnya, jadi
kami tinggal melanjutkan aja sih. Sedangkan untuk program kegiatan
tentang perkebunan di RTRW yang sekarang ini banyak didominasi sama
program kegiatan yang baru. Sedangkan untuk pelaksanaan program
kegiatan yang baru itu kami masih belum sama sekali, ini kami masih
mempersiapkannya. Soalnya itu kan RTRW nya masih baru jalan 1 tahun
terakhir ini, jadi beberapa program kegiatan baru itu kami masih
mempersiapkannya. Mungkin 1 atau 2 tahun ke depan kami baru bisa
merealisasikan program kegiatan yang baru itu. Kalo misalnya dihitung-
hitung dari 19 kegiatan dalam 3 program itu cuma ada 5 kegiatan yang
sudah berjalan pelaksanaannya. Nah berarti ada 14 kegiatan lagi itu yang
masih belum berjalan, rata-rata ya itu dari 14 kegiatan itu masih dalam
tahap persiapan sih sampai sekarang. 5 kegiatan yang sudah berjalan itu
diantaranya kegiatan sosialisasi kawasan hutan lindung, kegiatan
sosialisasi larangan pembukaan lahan dengan cara membakar, kegiatan
sosialisasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, kegiatan
pemantauan kawasan rawan kebakaran hutan, dan terakhir kegiatan
reboisasi pada kawasan hutanyang kritis.” (Wawancara via telepon pada
tanggal 2 Juni 2017).
Berdasarkan penjelasan beserta kutipan wawancara diatas maka dapat
disimpulkan bahwa dari 3 program 19 kegiatan perencanaan mengenai
perkebunan kelapa sawit yang ada pada RTRW, hanya terdapat 5 kegiatan yang
sudah berjalan sampai sekarang. Sedangkan untuk 14 kegiatan lainnya masih
dalam tahap persiapan karena memang sebagian besar dari 14 kegiatan
tersebut merupakan kegiatan baru pada RTRW, sehingga diperlukan proses
persiapan dan penyesuaian. Data dan penjelasan tersebut didapatkan oleh
peneliti melalui wawancara yang peneliti lakukan dengan Ibu Siti Nurdianti selaku
Kepala Bidang Tata Ruang dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
5.1.2 Upaya dari Pemerintah, Perusahaan, dan Masyarakat
dalamMewujudkanSustainable Development pada Perencanaan
5.1.2.1 Rencana Tata Ruang Wilayah oleh Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kotawaringin Timur
adalah rencana mengatur struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang merupakan hasil dari kegiatan perencanaan tata ruang.Secara
umum konten dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotawaringin
Timur adalah tentang penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten
Kotawaringin Timur beserta strategi yang dirumuskan untuk mencapai setiap
kebijakannya.Tujuan penataan ruang Kabupaten Kotawaringin Timur adalah
untuk “mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang bersinergi dengan kawasan
hutan, dengan keseimbangan pemanfaatan ruang berkelanjutan yang
berbasiskan pengembangan pertanian, industri pengolahan dan pelayanan
transportasi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan serta kelestarian sumberdaya alam”. Dari tujuan
penataaan ruangnya sudah dapat dilihat bahwa arah pembangunan dari
Kabupaten Kotawaringin Timur adalah kepada pengembangan industri pertanian
(khususnya perkebunan) yang berkelanjutan agar sumberdaya yang ada di
Kabupaten Kotawaringin Timur dapat terus digunakan, dan semua hal tersebut
dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Demi tercapainya
tujuan dari penataan ruang tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Kotawaringin
Timur menetapkan 7 kebijakan penataan ruang Kabupaten Kotawaringin Timur
sebagai berikut :
1) Pensinergian kawasan hutan dan kawasan non hutan,
2) Pengaturan keseimbangan pemanfaatan ruang yang
berkelanjutandengan mempertimbangkan daya dukung dan daya
tampunglingkungan serta kelestarian sumberdaya alam,
3) Pengembangan pertanian dalam arti luas,
4) Pengembangan industri pengolahan,
5) Pengembangan pelayanan transportasi,
6) Pemanfaatan ruang demi tercapainya pertumbuhan ekonomi
danpeningkatan kesejahteraan masyarakat,
7) Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanannegara.
Dari 7 kebijakan penataan ruang tersebut, 5 kebijakan diantaranya
bersentuhan langsung dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur.Didalam masing-masing kebijakan tersebut
sudah ditetapkan juga beberapa strategi untuk mewujudkan setiap kebijakannya.
Staretegi dari 5 kebijakan penataan ruang untuk pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah sebagai berikut :
1) Pensinergian kawasan hutan dan kawasan non hutan
Untuk mewujudkan kebijakan pensinergian kawasan hutan dan kawasan
non hutan, maka Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur merumuskan
strategi kebijakan sebagai berikut :
Memastikan dan menegaskan batas antara kawasan budidaya nonhutan
dengan kawasan hutan untuk memberikan kepastianrencana
pemanfaatan ruang dan investasi,
Mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku terkait rencanaprogram
pembangunan yang melewati atau berada dalam kawasanhutan,
Mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku terkaitpemanfaatan
ruang atau program pembangunan eksisting yangmelewati atau berada
dalam kawasan hutan,
Memanfaatkan secara optimal ketentuan yang berlaku padakawasan
hutan produksi agar bisa dikelola sendiri olehmasyarakat maupun
pemerintah daerah tanpa merusak danmerubah peruntukan hutan, dan
Menggalang kerjasama Regional, Nasional dan Internasional
dalamrangka pemulihan fungsi kawasan hutan terutama hutan lindung.
2) Pengaturan keseimbangan pemanfaatan ruang yang berkelanjutandengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampunglingkungan serta
kelestarian sumberdaya alam
Untuk mewujudkan kebijakan pengaturan keseimbangan pemanfaatan
ruang yang berkelanjutandengan mempertimbangkan daya dukung dan daya
tampunglingkungan serta kelestarian sumberdaya alam, maka Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur merumuskan strategi kebijakan sebagai berikut :
Memastikan dan menegaskan batas antara kawasan yang mempunyai
fungsi lindung dan kawasan budidaya,
Memilih bentuk pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan kesesuaian
lahan dan kriteria teknis yang ditentukan,
Mengoptimalkan pemanfaatan ruang peruntukan budidaya yang telah ada
dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan,
Menjaga dan melestarikan kawasan lindung yang telah ditetapkan,
Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup serta
pengendaliankerusakan dan pencemaran lingkungan akibat
kegiatanpemanfaatan ruang yang dilakukan, dan
Memilih penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang.
3) Pengembangan pertanian dalam arti luas
Untuk mewujudkan kebijakan pengembangan pertanian dalam arti luas,
maka Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur merumuskan strategi kebijakan
sebagai berikut :
Meningkatkan penggunaan teknologi dan intensifikasi pertanianuntuk
peningkatan produksi pertanian, khususnya pertaniantanaman pangan,
Mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan,
Menambah area baru untuk pengembangan pertanian denganmengacu
kesesuaian lahan dan kriteria teknis yang ditentukanpada lahan-lahan
yang belum dibudidayakan dalam kawasan non hutan, dan
Menetapkan dan mengembangkan kawasan agropolitan di
WilayahKecamatan Teluk Sampit dengan melengkapi
fasilitasperdagangan, pusat koleksi distribusi, dan infrastrukturpendukung.
4) Pengembangan industri pengolahan
Untuk mewujudkan kebijakan pengembangan industri pengolahan, maka
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur merumuskan strategi kebijakan
sebagai berikut :
Mengembangkan variasi produksi olahan dari komoditaspertanian,
Membatasi pengiriman bahan baku mentah produk komoditasperkebunan
dan pertambangan ke luar wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur
sebelum diolah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi,
Menetapkan suatu kawasan industri di Bagendang danmengalokasikan
semua kegiatan industri besar pada kawasantersebut,
Membentuk perusahaan daerah atau bekerjasama dengan investoruntuk
mengelola kawasan industri, dan
Memperlancar sirkulasi aliran barang dari kawasan perkebunandan
pertambangan menuju kawasan industri.
5) Pemanfaatan ruang demi tercapainya pertumbuhan ekonomi danpeningkatan
kesejahteraan masyarakat
Untuk mewujudkan kebijakan pemanfaatan ruang demi tercapainya
pertumbuhan ekonomi danpeningkatan kesejahteraan masyarakat, maka
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur merumuskan strategi kebijakan
sebagai berikut :
Meningkatkan produktivitas dan nilai jual hasil komoditasmasyarakat
dengan perluasan lahan pertanian dan pengembangankawasan industri,
Mengakomodir pengembangan kawasan budidaya dengan
tetapmemperhatikan ketentuan dan peraturan yang berlaku,
Memperkuat pemasaran hasil pertanian, perkebunan, kehutanan,dan
pertambangan melalui pengembangan kawasan industri danagropolitan,
Melibatkan peran serta masyarakat lokal secara aktif dalamkegiatan
pemanfaatan ruang yang dilakukan, terutama olehpelaku usaha,
Meningkatkan kualitas dan ketersediaan sarana dan prasarana, dan
Meningkatkan peran pemerintah daerah untuk membuat regulasidan
terlibat secara aktif terkait pemanfaatan ruang yang dapatmeningkatkan
pendapatan asli daerah sehingga dapat digunakanuntuk kesejahteraan
masyarakat.
5.1.2.2Rencana Pengelolaan Lingkungan oleh Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit
Setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di
Kabupaten Kotim wajib memiliki dokumen perencanaannya sendiri yang berupa
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL). Dokumen perencanaan ini
dimaksudkan untuk menentukan parameter lingkungan yang akan di pantau.
Selain itu maksud dari RPL ini untuk menjelaskan dampak penting yang timbul
akibat dari setiap kegiatan yang dilakukan terhadap komponen lingkungan,
sosial, dan ekonomi. Didalamnya juga terdapat langkah-langkah kegiatan untuk
menangani dan manggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak
positif yang terjadi dalam setiap kegiatan perkebunan kelapa sawit, sehingga
setiap kegiatan perkebunan akan berwawasan kepada lingkungan. Dokumen ini
menjadi salah satu rekomendasi alternative bagi pemerintah dalam melakukan
perencanaan pembangunan daerah khususnya di sektor perkebunan kelapa
sawit.
Dari 58 RPL perkebunan kelapa sawit yang beroperasi aktif di Kabupaten
Kotim, penulis mengambil salah satu RPL dari 58 perkebunan tersebut untuk
dijadikan sebagai hasil penelitian.RPL yang penulis ambil sebagai hasil
penelitian adalah RPL milik perkebunan kelapa sawit PT.WILMAR. Hal yang
melatarbelakangi penulis memilih RPL perkebunan kelapa sawit PT.WILMAR
adalah karena PT.WILMAR merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit
yang luas wilayahnya paling besar, serta umur perusahaanya merupakan yang
paling lama jika dibandingkan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit
lainnya yang beroperasi di Kabupaten Kotim.Secara umum RPL PT. WILMAR
dijabarkan dalam 3 tahap yaitu tahap pra kontruksi, tahap kontruksi, tahap
operasi.
Tahap Pra Kontruksi : Sosialisasi
Dampak yang dirasakan apabila tidak dilakukan sosialisasi adalah
keresahan masyarakat dan konflik sosial.Maka dari itu untuk tahapan sosialisasi
ini hubungannya sangat erat dengan aspek sosial yang ada pada konsep
sustainable development. Oleh karena itu bentuk rencana pengelolaan
lingkungan yang ditetapkan oleh PT.WILMAR pada tahapan sosialisasi adalah
sebagai berikut :Pertama, melakukan pendekatan kemasyarakatan dan
kelembagaan dalam penanganan parameter lingkungan khususnya sosialisasi
kegiatan yang jelas dan transparan kepada masyarakat, pendekatan tersebut
juga dapat dilakukan kepada tokoh masyarakat dengan mengedepankan prinsip
musrawarah mufakat. Kedua, menjalankan mekanisme pembebasan lahan yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (misalnya menyangkut prosedur
pelaksanaan dan penetapan harga).Ketiga, menyusun program pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat sekitar, serta
melakukan evaluasi kembali terhadap program tersebut agar dapat dilakukan
penyempurnaan program secara berkala dengan menyaring aspirasi masyarakat
sekitar.Keempat, merekrut tenaga kerja utamanya tenaga kerja lokal serta
menerapkan sistem pengupahan tenaga kerja dengan standart UMR.Kelima,
melakukan proses inventarisasi terhadap lahan-lahan yang tumpang tindih
dengan masyarakat dengan melakukan pembebasan lahan, serta
mengupayakan pembangunan kebun plasma secara transparan dilahan tersebut
untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Keenam, melakukan koordinasi
dengan dewan adat, camat, kepala desa, dan instansi terkait.Ketujuh,
melakukan sosialisasi secara terus menerus baik secara formal maupun non
formal yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah,
sedang, dan akan dilakukan oleh pihak perusahaan.
Bentuk pengelolaan lingkungan tersebut direncanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam indikator pencapaian untuk masing-
masing tahapnya. Secara umum indikator pencapaian yang telah ditetapkan
pada rencana pengelolaan lingkungan di tahapan sosialisasi, adalah sebagai
berikut : Pertama, mencegah dan mengurangi dampak negatif berupa keresahan
masyarakat dan menghindari terjadinya konflik. Kedua, menurunkan jumlah
pengaduan/klaim dari masyarakat terkait dengan program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh PT. WILMAR, baik pengaduan yang
disampaikan secara langsung maupun melalui instansi terkait.Ketiga, tidak
terjadinya konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan selama proses
kegiatan pengadaan tenaga kerja, pembukaan lahan, pembangunan pabrik
pengolahan kelapa sawit, serta pembangunan yang lainnya.
Tahap Kontruksi : Penerimaan Tenaga Kerja
Tahapan penerimaan tenaga kerja ini erat kaitannya dengan aspek
ekonomi dalam konsep sustainable development. Secara umum dalam bentuk
rencana pengelolaannya PT. WILMAR mengisyaratkan bahwa perusahaan
tersebut membutuhkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan proyek yang
memiliki keterampilan khususnya pada bidang perkebunan serta bidang lain
yang sesuai dengan kebutuhan. Bentuk rencana pengelolaan lingkungan yang
ditetapkan oleh PT.WILMAR pada tahapan penerimaan tenaga kerja adalah
sebagai berikut: Pertama, mengoptimalkan pemilik lahan plasma sebagai tenaga
kerja dalam mengelola kebun plasma yang telah dibangun oleh perusahaan,
serta mengutamakan masyarakat dari desa sekitarkebun (lokal) untuk terlibat
dalam proses kegiatan perusahaan perkebunan. Kedua, mengatur komposisi
jumlah tenaga kerja dari desa sekitar dengan target 75% lokal dan 25% dari luar,
dengan tetap memperhatikan kualifikasi yang diperlukan. Ketiga, menjalin
kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka penertiban administrasi
kependudukan bagi tenaga kerja yang datang dari luar. Keempat,
menyampaikan informasi secara terbuka kepada masyarakat terkait dengan
proses penerimaan tenaga kerja. Kelima, menjalin kerjasama dengan instansi
terkait di Kabupaten Kotim untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) warga di desa sekitar kebun dengan cara melaksanakan pelatihan-
pelatihan keterampilan berbagai bidang usaha bagi masyarakat, sehingga
masyarakat dapat mempunyai keahlian di bidang perkebunan, pertanian, dll.
Keenam, membayar upah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang
berlaku di wilayah Kalimantan Tengah sebagai salah satu upaya untuk
peningkatan pendapatan para pekerja. Ketujuh, melaksanakan kemitraan usaha
dengan masyarakat yang ada di desa lokasi kegiatan dalam pemenuhan
kebutuhan perusahaan, penyediaan bahan pangan, dll.Kedelapan, melakukan
pembinaan kelembagaan ekonomi masyarakat khususnya KUD.
Bentuk pengelolaan lingkungan tersebut direncanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam indikator pencapaian untuk masing-
masing tahapnya. Secara umum indikator pencapaian yang telah ditetapkan
pada rencana pengelolaan lingkungan di tahapan penerimaan tenaga kerja,
adalah sebagai berikut : Pertama, meningkatnya jumlah peluang usaha yang
tercipta dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kebun dari adanya
kegiatan perkebunan kelapa sawit PT.WILMAR. Kedua, meningkatnya jumlah
tenaga kerja produktif yang berasal dari desa sekitar perkebunan yang totalnya
mencapai 75% dari total tenaga kerja.Ketiga, menghindari terbentuknya sikap
dan persepsi negatif dari masyarakat mengenai pelaksanaan kegiatan
pemutusan hubungan kerja. Keempat, tidak adanya keresahan masyarakat
dankonlik sosial yang terjadi selama proses penanganan tenaga kerja, sehingga
masyarakat dapat selalu mendukung semua rencana kegiatan yang akan
dilakukan oleh PT.WILMAR. Kelima, mengembangkan dampak positif dalam
peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga hal tesebut akan menunjang
pertumbuhan ekonomi daerah.
Tahap Kontruksi : Pembukaan Lahan
Pada tahapan pembukaan lahan ini hubungannya sangat erat dengan
aspek lingkungan yang terdapat dalam konsep sustainable development.
Pembukaan lahan pada umumnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan
rencana penenaman kelapa sawit pada blok-blok kebun. Pelaksanaan
pembukaan lahan di PT.WILMAR berpedoman pada Surat Keputusan Direktur
Jendral Perkebunan Nomor 38/KB.110/SK/Dj.BUN/05.95 Tahun 1995 tentang
Petunjuk Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran untuk Pengembangan
Perkebunan. Tata laksana pembukaan lahannya juga mengacu pada surat
Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 540/753/Ek bahwa pembukaan lahan baru
dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku serta setelah
diperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan Republik
Indonesia. Kegiatan pembukaan lahan sangat berpotensi menyebabkan
hilangnya kawasan-kawasan yang harus dilindungi sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu sebelum melakukan
pembukaan lahan, PT.WILMAR terlebih dahulu mengin-ventarisasikan dan
memetakan kawasan lindung atau kawasan konservasi, agar nantinya tidak
terjadi pembukaan lahan dikawasan yang harusnya dilindungi.
Selain itu, sistem pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT.WILMAR
adalah secara mekanis dengan tahapan pembukaan lahannya sebagai berikut :
a) Menebas
Penebasan semak dan pohon kayu yang berdiameter <10 cm sampai
rata dengan tanah. Penebasan dilakukan secara manual dengan
menggunakan parang atau kapak.
b) Menumbang
Pohon kayu yang berdiameter >10cm ditebang menggunakan kapak
atau gergaji rantai (chainsaw). Tinggi tunggul tebangan untuk pohon
berdiameter 10-49 cm, mendekati tanah dan pohon berdiameter >50
cm, 50 cm dari permukaan tanah.
c) Merencek
Merencek adalah pekerjaan memotong batang, dahan dan ranting-
ranting kayu yang sudah ditebang untuk memudahkan pekerjaan
memerun/merumpuk. Batang dan dahan yang besar di potong-potong
hingga panjangnya tinggal 4-5 meter.
d) Merumpuk
Pekerjaan merumpuk dilakukan dengan menggunakan excavator.
Sebelum merumpuk, lebih dahulu dilakukan pekerjaan pemancangan
untuk menentukan letak rumpukan. Arah rumpukan mengarah timur-
barat dan jarak antar rumpukan disesuaikan dengan kondisi hasil imas
tumbangan. Bila hasil imas tumbang sedikit, maka dibuat jalur
rumpukan 4 : 1 (4 barisan tanaman, 1 rumpukan); tetapi bila terlalu
banyak, jarak antar rumpukan dibuat 2 :1 (2 barisan tanaman, 1
rumpukan), agar rumpukan tidak terlalu tinggi, maksimal 2 meter.
Secara umum dalam bentuk rencana pengelolaan lingkungannya, pada
tahapan pembukaan lahan PT.WILMAR sangat memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Semua proses pembukaan lahan oleh
PT.WILMAR selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pembukaan lahan. Maka dari itu, bentuk rencana pengelolaan
lingkungan yang ditetapkan oleh PT.WILMAR pada tahapan pembukaan lahan
adalah sebagai berikut: Pertama, menghindari kegiatan pembukaan lahan
dengan cara membakar lahan. Kedua, melakukan pembukaan lahan secara
terbatas dan bertahap untuk meminimalisir terjadinya kebakaran hutan dan juga
meminimalisir peningkatan erosi sedimentasi, serta tidak melakukan pembukaan
lahan pada kawasan yang dilindungi (sempadan sungai/anak sungai, sekitar
sumber mata air). Ketiga, membuat lobang-lobang penampak air pada setiap
blok yang berfungsi untuk meningkatkan infiltrasi air hujan ke dalam tanah, selain
itu juga mengatur pembangunan saluran drainase sehingga air yang melimpas
dari blok kebun dapat tertampung dan tidak mengalir ke sungai dan anak-anak
sungai.Keempat, menanam tanaman subtitusi atau pengayaan tanaman di areal
sempadan sungai/anak sungai, sekitar sumber mata air dan areal HCV dengan
tumbuhan asli terutama pada areal dengan kerapatan tegakan jarang. Kelima,
Melakukan identifikasi terhadap kawasan yang bernilai konservasi tinggi (HCV),
serta kawasan-kawasan yang dilindungi/dikeramatkan oleh masyarakat.Keenam,
membuat papan larangan bahwa dilararang membabat, menebang pohon,
merusak tumbuhan yang terdapat pada kawasan sempadan sungai/anak sungai,
sekitar sumber mata air dan areal HCV. Ketujuh, memasang papan larangan
untuk tidak berburu atau menangkap satwa liar dalam areal perkebunan yang
ditempatkan di daerah-daerah yang strategis.Kedelapan, membuat papan
pengumuman pada lahan yang rawan kebakaran dan papan peringatan bagi
karyawan untuk berhati-hati dalam penggunaan api terutama pada saat musim
kemarau. Kesembilan, menyediakan sarana dan prasarana tanggap darurat
kebakaran lahan, misalnya membuat embung-embung air di sekitar kebun
sebagai sumber air untuk memadamkan api bilamana terjadi kebakaran, serta
membangun menara pengawas kebakaran lahan sebagai salah satu sarana
untuk mendukung deteksi dini kebakaran lahan.
Bentuk pengelolaan lingkungan tersebut direncanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam indikator pencapaian untuk masing-
masing tahapnya. Secara umum indikator pencapaian yang telah ditetapkan
pada rencana pengelolaan lingkungan di tahapan pembukaan lahan, adalah
sebagai berikut : Pertama, tidak ada terjadinya kejadian kebakaran lahan selama
proses pembukaan lahan berlangsung, baik karena disengaja atau karena
kelalaian di areal perkebunan PT.WILMAR, sehingga dampak negatif dari
kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah dan ditanggulangi. Kedua, tidak
terjadinya keresahan masyarakat dan konflik sosial selama proses kegiatan
pembukaan lahan oleh PT.WILMAR. Ketiga, erosi dan sedimentasi memenuhi
kriteria berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000
tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.Keempat,
kualitas air permukaan memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan berdasarkan
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitasi Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kelima, kualitas tanah
memenuhi criteria berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150
Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi
Biomassa.Keenam, mencegah dan menekan dampak negatif kepunahan flora
dan fauna, sehingga dapat terjaganya habitat jumlah flora dan fauna di dalam
area perkebunan PT.WILMAR terutama flora dan fauna yang dilindungi.Ketujuh,
mencegah dan manggulangi penurunan kualitas iklim dan kualitas kesuburan
tanah, serta mengembangkan dampak positif dari adanya penanaman tanaman
subtitusi.
Kegiatan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit merupakan salah
satu sumber dampak dari kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten
Kotawaringin Timur. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran
lahan tersebut, PT.WILMAR melakukan beberapa upaya, antara lain :
a. Pengembangan sistem deteksi dini melalui pembuatan menara pantau
pada lokasi yang memiliki areal lebih tinggi, pembentukan posko
pengendalian kebakaran, pembuatan sekat bakar vegetatif keliling kebun
dan pembuatan embung-embung atau waduk sebagai sumber air sesuai
kebutuhan.
b. Pembuatan SOP pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan
kebun.
c. Pembentukan perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam
mencegah dan mengendalikan kebakaran lahan dan kebun, yaitu Tim
Serbu Api
d. Pelatihan pengendalian atau penanggulangan kebakaran lahan dan
kebun secara berkala, antara lain simulasi pemadaman kebakaran,
pembuatan sekat bakar dan apel siaga.
e. Penyediaan sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian
kebakran lahan dan kebun.
Tahap Operasi : Pemiliharaan Perkebunan
Tahap pemeliharaan perkebunan merupakan upaya PT.WILMAR dalam
mengelola keseluruhan aspek yang ada pada konsep sustainable development
agar tetap terjaga keseimbangannya ketika dilakukan kegiatan perkebunan
kelapa sawit didaerah tersebut, baik itu aspek lingkungan, sosial, maupun
ekonomi.Lingkungan lebih mengarah kepada pelestarian alam, sosial lebih
mengarah kepada kenyamanan masyarakat sekitar, dan ekonomi lebih
mengarah kepada profit yang diterima oleh perusahaan dan masyarakat lokal.
Oleh karena itu bentuk rencana pengelolaan lingkungan yang ditetapkan oleh
PT.WILMAR pada tahapan pemeliharaan perkebunan adalah sebagai berikut :
Pertama, membangun tempat penyimpanan sementara limbah B3 sesuai
dengan ketentuan teknis yang diatur dalam Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan, serta mengajukan permohonan izin
penyimpanan limbah B3 kepada instansi yang berwenang dan menyampaikan
laporan tentang pengelolaan limbah B3 kepada instansi tersebut. Kedua,
memberikan simbol dan label kepada limbah bahan yang berbahaya dan
beracun, selain itu simbol dan label juga digunakan untuk masing-masing tong
sampah untuk pemilahan limbah. Ketiga, melakukan riset terhadap kebutuhan
pupuk yang optimum dan berdasarkan analisis tanah dan daun, selain itu
perusahaan juga mensosialisasikan kepada setiap karyawan kebun tentang
teknik pemupukan yang baik dan benar. Keempat, menyusun dan menerapkan
Standart Operating Procedure (SOP) pemeliharaan tanaman yang ramah
lingkungan, terutama dalam hal pengujian, aplikasi dan monitoring penggunaan
pupuk kimiawi dan pestisida dalam kegiatan pemeliharaan kebun, agar dapat
ditingkatkan efesiensi penggunaan pupuk dan pestisida dalam pemeliharaan
tanaman untuk mengurangi efek residu pupuk dan pestisida secara minimal yang
mungkin masuk pada badan air sungai. Kelima, melakukan kerjasama dengan
instansi terkait dalam rangka pemeliharaan lingkungan disekitar areal
perkebunan kelapa sawit PT.WILMAR. Keenam, memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai rencana angkutan Tandan Buah Segar (TBS) sehingga
masyarakat mengetahui kemungkinan adanya peningkatan debu, selain itu
perusahaan juga akan mengatur jadwal pelaksanaan pengangkutan TBS dan
kecepatan kendaraan pengangkut untuk menghindari akumulasi debu di
pemukiman penduduk yang akan dilewati oleh kendaraan pengangkut, serta
melakukan penyiraman pada saat musim kemarau guna mengurangi intensitas
debu. Ketujuh, membuat zona untuk area Ruang Terbuka Hijau (RTH) disekitar
perkebunan kelapa sawit dengan menanam jenis-jenis tanaman yang
mempunyai daya serap tinggi terhadap zat-zat polutan dari gas buang kendaraan
dan asap yang berasal dari pabrik, serta menanami dengan tanaman rerumputan
disela-sela antar pohon kelapa sawit dan menanami pepohonan dilahan yang
masih kosong agar menjaga tingkat kesuburan tanah. Kedelapan, melakukan
perkerasan pada jalan utama kebun dengan menggunakan material laterite,
serta memelihara rumput-rumput atau tanaman penutup di kiri dan kanan jalan
kebun. Kesembilan, mengutamakan masyarakat sekitar perkebunan untuk
dilibatkan dalam keseluruhan kegiatan perkebunan, mulai tenaga lapangan
sampai dengan tenaga kantoran agar dapat mengangkat perekonomian
masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit.
Bentuk pengelolaan lingkungan tersebut direncanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam indikator pencapaian untuk masing-
masing tahapnya. Secara umum indikator pencapaian yang telah ditetapkan
pada rencana pengelolaan lingkungan di tahapan pemeliharaan perkebunan,
adalah sebagai berikut : Pertama, tidak adanya keluhan atau pengaduan
masyarakat baik secara langsung maupun melalui instansi terkait yang
berkenaan dengan limbah B3, dan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, parameter air, tanah, dan
udara dapat selalu terjaga kualitasnya, karena hal tersebut merupakan amanat
dari peraturan perundang-undangan. Ketiga, tidak adanya kekhawatiran dan
keresahan masyarakat atas pencemaran sungai akibat operasional kegiatan PT.
WILMAR, sehingga respon masyarakat yang mendukung rencana kegiatan dari
PT. WILMAR akan terus meningkat. Keempat, meningkatnya jumlah peluang
usaha yang tercipta dan dapat di manfaatkan oleh masyarakat sekitar
perkebunan dari adanya kegiatan operasional perkebunan yang dilakukan oleh
PT. WILMAR. Kelima, mencegah dan mengurangi dampak negatif dari
peningkatan frekuensi dan intensitas potensi kecelakaan lalu lintas dan
kecelakaan kerja. Keenam, mengurangi dampak negatif dari penurunan
kesehatan lingkungan. Ketujuh, mengembangkan dampak positif dari
peningkatan kualitas sifat kesuburan tanah.
5.1.2.3Pengaduan Permasalahan Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi
oleh Masyarakat
Selain kontribusi dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dan
perusahaan perkebunan kelapa sawit melalui masing-masing dokumen
perencanaannya. Masyarakat juga mempunyai peran penting dalam
mewujudkan sustainable development dalam proses perencanaan pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Peran penting dari
masyarakat tersebut meliputi pengawasan dan pengaduan.Masyarakat yang
posisinya ada didalam atau diluar dari perusahaan dapat mengawasi segala
kegiatan yang ada di perusahaan perkebunan kelapa sawit.Selain masyarakat
yang mengawasi secara perorangan, ada juga masyarakat yang tergabung
dalam sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).Lembaga tersebut
bernama Forum Pemerhati Lingkungan dan Sumber Daya Alam (FOPELISDA)
Kabupaten Kotawaringin Timur.Masyarakat dan FOPELISDA ini merupakan
harapan dari pemerintah untuk mengawasi lingkungan di wilayah Kabupaten
Kotawaringin Timur. Hal ini dikarenakan masyarakat dan FOPELISDA
merupakan pihak pengawas netral yang bukan bagian integral dari perusahaan
perkebunan maupun dari pemerintah daerah. Karena posisinya yang tidak terikat
dengan pihak manapun, maka segala bentuk pengawasan dari masyarakat dan
FOPELISDA akan sangat membantu kinerja dari pemerintah dalam merumuskan
perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotawaringin Timur. Hal tersebut senada dengan pernyataan yang disampaikan
oleh Pak Helmy selaku Ketua Umum FOPELISDA Kabupaten Kotawaringin
Timur yang mengungkapkan bahwa :
“Kami disini hadir untuk mengawasi lingkungan hidup di sekitar Sampit,
segala bentuk pembangunan akan kami kaji lingkungannya melalui
amdal, Selain itu kami juga mengawasi setiap kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan dan sumber daya alam. Kami juga
berdirinya independen tidak ada suruhan dari pemerintah atau pihak
manapun, inisiatif dari teman-teman yang peduli sama lingkungan aja.
Setiap ada forum diskusi di Bappeda kami selalu di undang untuk ikut
serta dalam perencaaan di Bappeda. Ya alhamdulillah dalam setiap
diskusinya pendapat kami selalu didengar oleh pemerintah, dan kami
paling menyoroti pengelolaan lingkungan oleh perkebunan kelapa sawit,
pasti kami komentari terus dalam setiap diskusinya mengenai
pengelolaan lingkungannya, dan pemerintah juga kami kritisi dalam hal
pemberian izin pembukaan lahan kepada perusahaan perkebunan agar
mulai membatasi pemberian izin tersebut” (Wawancara pada tanggal 23
Desember 2016 di kediaman pak Helmy di Sampit).
Untuk membenarkan pernyataan dari Pak Helmy pihak pemerintah
daerah melalui Ibu Endah Prihatinselaku Kepala Bidang Analisa Dampak
Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur Juga
mempaikan penyataan yang senada, sebagai berikut :
“Kalau LSM yang bertugas mengawasi lingkungan di Sampit itu ada
FOPELISDA namanya mas. Lembaga FOPELISDA itu selalu di undang
sama Bappeda kalo lagi ada forum-forum diskusi perencanaan kayagitu.
Mereka diundang buat menyampaikan pendapat mengenai pengawasan
lingkungan. Apalagi mereka merupakan perwakilan dari masyarakat
Sampit kan, makanya mereka itu selalu di undang sama Bappeda mas,
karena mereka juga paham mengenai kondisi lingkungan yang ada di
Sampit ini” (Wawancara pada tanggal 19 Desember 2016 di Kantor
Badan Lingkungan Hidup Kotawaringin Timur).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat di pahami bahwa
peran aktif dari masyarakat dan FOPELISDA melalui pengawasan dan
pengaduannya sangat dibutuhkan oleh pihak pemerintah dalam melakukan
perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit sehingga dapat
sustainable. Terutama pengawasan untuk daerah-daerah yang berada di wilayah
pedalaman hutan yang keberadaannya sulit diakses oleh pihak pemerintah,
sehingga pengawasan dari masyarakat akan sangat diharapkan oleh pihak
pemerintahuntuk kemudian hasil pengawasan tersebut akan disampaikan oleh
masyarakat dalam bentuk pengaduan ke Pemerintah Kabupaten Kotawaringin
Timur. Instansi pemerintah daerah yang bertugas untuk menerima pengaduan
dari masyarakat tersebut adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan bersama
dengan Badan Lingkungan Hiup Kabupaten Kotawaringin Timur.Selain itu
instansi pembantu yang dapat menerima pengaduan dari masyarakat adalah
kelurahan dan kecamatan. Bagi masyarakat yang tidak memungkinkan untuk
datang langsung ke kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan atau Badan
Lingkungan Hidup, masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya melalui
kantor Kelurahan atau kantor Kecamatan terdekat, kemudian pihak Kelurahan
dan Kecamatan yang akan meneruskan pengaduan-pengaduan tersebut ke
Dinas Kehutanan dan Perkebunan atau Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Kotawaringin Timur. Selain itu masyarakat dapat juga menyampaikan
pengaduannya ke lembaga FOPELISDA yang kantor perwakilannya sudah
tersebar disemua kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Hal tersebut
dibenarkan oleh Pak Helmy selaku Ketua Umum FOPELISDA Kabupaten
Kotawaringin Timur yang memberikan pernyataan kepada peneliti sebagai
berikut :
“Sekarang kantor perwakilan kami sudah ada di setiap kecamatan di
Sampit ini.Jadi ini bisa memudahkan buat masyarakat yang mau
menyampaikan pengaduan mengenai permasalahan-permasalahan
lingkungan kepada kami.Bagi masyarakat yang mau menyampaikan
pengaduan permasalahan lingkungan atau masyarakat yang mau
bergabung dengan FOPELISDA bisa langsung datang ke kentor
perwakilan kami yang ada di setiap kecamatan” (Wawancara pada
tanggal 23 Desember 2016 di kediaman pak Helmy di Sampit).
Sepanjang tahun 2016 ada berbagai permasalahan yang diadukan oleh
masyarakat kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, permasalahan
tersebut meliputi permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan.Agar
pengaduan-pengaduan dari masyarakat tersebut dapat memberikan kontribusi
untuk perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotawaringin Timur, pemerintah daerah melakukan rekapitulasi kembali dengan
membuat daftar list permasalahan pembanguan berkelanjutan pada sektor
perkebunan kelapa sawit. Daftar list permasalahan yang dituliskan oleh
pemerintah dalam dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten
Kotawaringin Timur ini merupakan kumpulan dari beberapa pengaduan yang
disampaikan oleh masyarakat. Bedasarkan data dari dokumen Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten Kotawaringin Timur, sepanjang tahun
2016 terdapat beberapa permasalahan pada sektor perkebunan kelapa sawit
yang telah diadukan oleh masyarakat, kemudian Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Kotawaringin Timur telah melakukan rekpitulasi dengan membuat
daftar list permasalahan sebagai berikut :
Tabel 5.5Daftar Permasalahan Pembangunan Berkelanjutan Yang Diadukan
Oleh Masyarakat Pada Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2016
No. Permasalahan
1 Tingginya alih fungsi lahan dari lindung ke fungsi lahan lainnya
2 Meningkatnya pembukaan lahan untuk perkebunan pada lahan dengan
tingkat kemiringan yang curam (lebih dari 45o)
3 Peningkatan lahan kritis
4 Rencana pengembangan lahan perkebunan 51 ribu hektar
Lanjutan Tabel 5.5
5 Ketidakseimbangan ketersediaan lahan potensial pertanian terhadap
jumlah penduduk (tenaga kerja di pertanian)
6 Ijin perkebunan kelapa sawit yang perlu di kaji ulang
7 Peningkatan pergeseran tata fungsi kepariwisataan menjadi perkebunan
(menimbulkan konflik sengketa lahan yang berpotensi kepariwisataan)
No. Permasalahan
8 Peningkatan pencemaran air sungai akibat sampah dari pemukiman buruh perkebunan
9 Hilangnya anak sungai
10 Pencemaran dan pendangkalan air sungai akibat kegiatan perkebunan
11 Penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan mengakibatkan kerusakan lingkungan
12 Masih tingginya tingkat kerentanan daerah terhadap kebakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara
13 Semakin banyaknya lahan produktif milik masyarakat yang dijual kepada investor perkebunan kelapa sawit
14 Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akibat migrasi dan meningkatkan angka kemiskinan
15 Masih belum efesien dan efektifnya sistem administrasi pertanahan
16 Masih banyak terjadi penerbitan surat keterangan tanah yang belum tertata sistemnya dengan baik, terutama untuk daerah pedalaman
17 Kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan RPJP
18 Kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit belum memperhatikan kebutuhan ruang akan RTH
19 Belum tersedianya data tata ruang yang dapat diakses oleh masyarakat
20 Peningkatan lahan kritis dan berpotensi bencana
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
5.2.1 Strategi Sustainable Development pada Perencanaan Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur
Pada dasarnya program yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur harus mengikuti ketentuan pada
peraturan yang berada diatasnya.Dalam hal ini peraturan diatas yang menjadi
pijakan dari RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur adalah RPJMD Kabupaten
Kotawaringin Timur, dan RTRW Provinsi Kalimantan Tengah.Begitu juga ketika
ingin menetapkan sebuah program sustainable development pada perkebunan
kelapa sawit, harus melihat tujuan penataan ruang yang terdapat pada RTRW
Provinsi Kalimantan Tengah, dan juga visi misi RPJMD Kabupaten Kotawaringin
Timur.Kemudian program-program tata ruang dari RTRW Kabupaten
Kotawaringin Timur, harus memiliki sinkronisasi dengan tujuan penataan ruang
dari RTRW Provinsi Kalimantan Tengah, dan visi midi RPJMD Kabupaten
Kotawaringin Timur.Hal ini dilakukan agar program-program dan juga tujuan
penataan ruang dari RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur tidak bertentangan
dengan visi misi dari dokumen perencanaan yang ada diatasnya.Selain itu pada
analisis ini juga akan melihat pemuatan aspek pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development) pada tujuan penataan ruang RTRW Provinsi
Kalimantan Tengah, dan visi misi RPJMD Kabupaten Kotawaringin Timur. Ketika
semua hal tersebut sudah dapat dianalisis kesesuaiaannya maka akan dapat
terlihat program pembangunan seperti apa yang cocok untuk pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, tentunya program
pembangunan tersebut harus berdasarkan kepada aspek Sustainable
Development. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada penjelasan yang telah
digambarkan oleh peneliti dibawah ini :
Sumber : Data Diolah Oleh Peneliti, 2016
Gambar 5.4 Analisis Spiral pada Dokumen Perencanaan dan Program
Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa setiap dokumen
perencanaan harus didasari olehSustainable Development dalam setiap
pembangunannya, tak terkecuali pembangunan pada sektor perkebunan kelapa
sawit. Menurut teori yang telah dikutip oleh peneliti pada bab tinjauan pustaka,
telah dijelaskan bahwa konsep Sustainable Development harus memenuhi
keberlanjutan pada ketiga aspek yaitu : ekonomi, sosial dan lingkungan.
Selanjutnya akan kita lihat kesesuaian antara tujuan penataan ruang dari RTRW
Provinsi Kalimantan Tengah, visi misi RPJMD Kabupaten Kotawaringin Timur,
dan tujuan penataan ruang RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur dengan
konsep Sustainable Development. Untuk melihat kesesuaiaan tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.6 Kesesuaian Antara Dokumen Perencanaan dengan Konsep
Sustainable Development
Dokumen
Perencanaan
TujuanPenataan Ruang Visi Misi
RTRW
Provinsi
Kalimantan
Tengah
Mewujudkan tatanan
ruang wilayah Kalimantan
Tengah berbasis
pertanian yang
berorientasi agribisnis dan
agroindustri, serta
sebagai lumbung energi
dan lumbung pangan
dengan tetap
mempertimbangkan daya
dukung dan daya
tampung lingkungan
hidup.
- -
Lanjutan Tabel 5.6
Dokumen
Perencanaan
TujuanPenataan Ruang Visi Misi
RPJMD
Kabupaten
Kotawaringin
Timur
- Terwujudnya
Masyarakat yang
Madani, Dinamis,
Mandiri,dan
Berdaya Saing
dalam Suasana
Religuis, Aman,
dan Sejahtera,
serta
Pembangunan
Pertanian
Berwawasan
Lingkungan Hidup
yang
Berkelanjutan.
a) Meningkatkan
kualitas sumber
daya manusia yang
didasari
penguasaan IPTEK
dan IMTAQ,
b) Mewujudkan
pembangunan
ekonomi dan
meningkatkan
kesejahteran
rakyat,
c) Meningkatkan
pembangunan
lingkungan hidup
untuk keberlanjutan
dan kelestarian
pengelolaan
sumberdaya alam,
dan
d) Meningkatkan
pembangunan
pertanian dengan
tetap
memperhatikan
kondisi lingkungan
Lanjutan Tabel 5.6
Dokumen
Perencanaan
TujuanPenataan Ruang Visi Misi
RTRW
Kabupaten
Kotawaringin
Timur
Mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang bersinergi dengan kawasan hutan, dengan keseimbangan pemanfaatan ruang berkelanjutan yang berbasiskan pengembangan pertanian, industri pengolahan dan pelayanan transportasi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta kelestarian sumberdaya
alam.
- -
Sumber : Data Diolah Oleh Peneliti, 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masing-masing dokumen
perencanaan telah memuat aspek pembangunan berkelanjutan didalam visi misi
maupun tujuan penataan ruangnya.Dari ketiga dokumen perencanaan tersebut,
dapat ditarik benang merah bahwa ketiga-nya menekankan kepada pelestarian
lingkungan hidup yang berkelanjutan dalam setiap pembangunannya.
Selanjutnya ketiga dokumen perencanaan tersebut memfokuskan pembangunan
pada sektor pertanian untuk meningkatkan perekonomian daerah, akan tetapi
harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kekonsistenan
antara satu dokumen perencanaan dengan dokumen perencanaan lain yang
berada diatasnya. Dalam hal ini dokumen perencanaan yang paling tinggi adalah
RTRW Provinsi Kalimantan Tengah yang didalam tujuan penataan ruangnyatelah
menjelaskan tentang tatanan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
yangdiarahkan pada sektor pertaniandengan tetap mempertimbangkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.Selanjutnya dokumen perencanaan
yang ada dibawahnya adalah RPJMD Kabupaten Kotawaringin Timur yang juga
mempunyai visi misi yang senada dengan RTRW Provinsi Kalimantan
Tengah.Didalam visi misi RPJMD Kabupaten Kotawaringin Timur dijelaskan
bahwa meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan pertanian
yang bewawasan pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam agar tetap
dapat berkelanjutan.Dan untuk dokumen perencanaan yang paling bawah adalah
RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur, dokumen ini juga menetapkan tujuan
penataan ruang yang sesuai dengan dokumen perencanaan yang ada diatasnya
yaitu RTRW Provinsi Kalimantan Tengah dan RPJMD Kabupaten Kotawaringin
Timur. Didalam tujuan penataan ruang RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur
dijelaskan juga bahwa pemanfaatan ruang di Kabupaten Kotawaringin Timur
akan diarahkan kepada pembangunan berkelanjutan yang berbasiskan
pengembangan industri pertaniandemi tercapainya pertumbuhanekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakatdengan tetapmemperhatikan kelestarian
lingkungan dan sumberdaya alam.
Didalam ketiga dokumen perencanaan tersebut, kata kunci yang sama-
sama terdapat pada masing-masing dokumen perencanaan adalah
„pembangunan pertanian‟ dan „kesejahteraan masyarakat, pembangunan
ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup berkelanjutan‟. Untuk kata kunci
„kesejahteraan masyarakat, pembangunan ekonomi, dan pelestarian lingkungan
hidup berkelanjutan‟ ini merupakan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan
yaitu : ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan kata lain aspek Sustainable
Development telah dimuat dalam masing-masing dokumen perencanaan baik itu
didalam visi misi maupun didalam tujuan penataan ruang. Selanjutnya kata kunci
„pembangunan pertanian‟ merupakan perwakilan dari perkebunan kelapa sawit,
karena pada sektor pertanian sub-sektor yang menjadi penyokong utamanya
adalah sub-sektor perkebunan, dan perkebunan yang paling dominan di Provinsi
Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Kotawaringin Timur adalah
perkebunan kelapa sawit. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kata kunci
„pembangunan pertanian‟mengarah kepada pembangunan perkebunan kelapa
sawit.Setelah semua dianalisis kesesuaiannya, baru dapat dilakukan penetapan
program pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin
Timur, tentunya setiap program yang ditetapkan harus yang berwawasan
Sustainable Development.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Terhadap Program Perencanaan Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur
5.2.1.1 Aspek Lingkungan
Semakin meningkatnya alih fungsi lahan hutan lindung menjadi fungsi
budidaya perkebunan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang semakin
parah. Beralihnya fungsi kawasan lindung menjadi budidaya perkebunan juga
menyebabkan meningkatnya lahan kritis, hal tersebut dikarenakan
ketidaksesuaian peruntukan lahan sehingga menyebabkan meningkatnya resiko
bencana.Dalam kategori lahannya, lahan yang digunakan untuk perkebunan
kelapa sawit merupakan lahan Hutan Produksi Tetap.Dalam setiap tahunnya,
Hutan Produksi Tetap untuk komoditi perkebunan kelapa sawit terus
meningkat.Peningkatan luas Hutan Produksi Tetap juga mengancam keberadaan
Hutan Produksi Terbatas.Perubahan jenis Hutan Produksi Terbatas menjadi
Hutan Produksi Tetap dapat memicu pemanfaatan hutan yang lebih luas yang
sering mengesampingkan fungsi ekologis dari hutan itu sendiri. Hutan Produksi
Terbatas hanya dapat dieksploitasi dengan perlakuan tebang pilih sedangkan
Hutan Produksi Tetap memilih opsi untuk melakukan eksploitasi dengan tebang
habis sehingga lebih tidak ramah lingkungan dan kelestarian flora dan fauna juga
akan terancam.
Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan
semakin menggila karena nafsu Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang
ingin menjadikan kelapa sawit sebagai sumber devisa utama bagi perekonomian
di Provinsi Kalimantan Tengah. Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah
banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski harus mengkonversi
hutan. Apabila konversi hutan tersebut terus terjadi dan tidak dibatasi oleh
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, maka bisa dipastikan Kabupaten
Kotawaringin Timur akan mendapatkan ancaman hilangnya keanekaragaman
hayati dari ekosistem hutan, juga menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di
sekitar hutan. Disamping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan
areal perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan
konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan lahan kritis
baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai
dengan yang direncanakan. Selanjutnya dampak negatif yang terjadi pada aspek
lingkungan dari adanya aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranya :
1. Hilangnya keanekaragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi
alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan
penyakit.
2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan
land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
3. Kerakusan dari tanaman kelapa sawit, dimana dalam satu hari satu
batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter. Di samping itu pertumbuhan
kelapa sawit harus dirangsang oleh berbagai macam zat pupuk seperti
pestisida dan bahan kimia lainnya yang berbahaya.
4. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan
dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara
perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang
lama.
5. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan
perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana
alam seperti banjir dan tanah longsor.
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena
dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi
pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan
produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki
ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Maraknya pembukaan lahan besar-besaran oleh perkebunan kelapa sawit juga
sangat berdampak pada lingkungan yang tidak sehat.Penggunaan pupuk kimia
dan pestisida yang diserap oleh tanah dan kemudian mengalir ke sungai-sungai,
hal ini sangat berdampak buruk pada masyarakat lokal yang hidup di bantaran
sungai karena masyarakat lokal mengkonsimsi air yang tidak sehat.Kurangnya
pengawasan lembaga-lembaga pemerintah untuk lingkungan yang sehat pun
menjadi hal yang penting dimana seharusnya pemerintah mengawasi dan
memperhatikan lingkungan yang baik dan sehat khususnya untuk masyarakat
sekitar perkebunan kelapa sawit.
Aktivitas lingkungan perkebunan kelapa sawit juga merupakan hal yang
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal tersebut terjadi karena
pertumbuhan penduduk diarea perkebunan dan pembakaran hutan.
Pertumbuhan penduduk disekitar lingkungan perkebunan mengakibatkan
tekanan bagi lingkungan. Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya
kebutuhan permukiman, sarana prasarana serta kebutuhan pangan yang apabila
tidak direncanakan akan dapat memberikan tekanan yang lebih besar terhadap
lingkungan. Permukiman di bantaran sungai yang tidak dilengkapi dengan sistem
pengelolaan sampah yang baik telah mencemari dan mengakibatkan
pendangkalan di sebagian sungai di Kotawaringin Timur. Hal tersebut dapat
dilihat dari peningkatan pencemaran air sungai dari rendah ke tinggi sehingga
menyebabkan semakin rentannya ikan yang berada di sungai tersebut terkena
hama dan penyakit. Selanjutnya, kebakaran hutan juga hal yang perlu
diperhatikan, mengingat pembakaran hutan tersebuut sebagian besar bertujuan
untuk membuka lahan sebagai pemukiman baru maupun aktivitas penduduk
lainnya seperti untuk kegiatan pertanian dan perkebunan sehingga kebakaran
hutan tersebut menyebabkan peningkatan polusi udara di kabupaten
Kotawaringin Timur. Pencemaran lingkungan ini diperparah lagi saatperkebunan-
perkebunan itu memiliki pabrik yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara
akibat asap pabrik dan pembuangan limbah pabrik baik di sekitar lingkungan
pabrik dan pemukiman maupun di saluran air dan sungai-sungai yang terdekat.
Tingginya laju kerusakan lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit
tidak terlepas dari perspektif pemerintah yang telah meletakkan pondasi ekonomi
pada sektor perkebunan kelapa sawit ini.Dengan perspektif pertumbuhan
ekonomi, maka masuknya modal kapital dalam bentuk investasi menjadi syarat
utama. Salah satunya adalah dengan cara menarik masuk para investor
perkebunan untuk menanamkan modalnya melalui pembukaan dan ekspansi
besar-besaran di sektor perkebunan kelapa sawit. Dengan dalih untuk
mendorong laju pembangunan dan membuka lapangan kerja dengan harapan
untuk meningkatkan tingkat pendapatan dan perekonomian warga, maka
eksploitasi hutan dan ekspansi perkebunan kelapa sawit merupakan pilihan yang
paling dianggap tepat dan mudah serta cepat menguntungkan terutama bagi
pemerintah.
Apabila ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit terus terjadi tanpa ada
batasan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka dampak yang paling jelas
terlihat adalah terjadinyakerusakan lingkungan seperti yang sudah peneliti
jelaskan diatas bahwa kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan tersebut
menghancurkan hutan akibat adanya pembakaran hutan untuk pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit sawit,pencemaran air, timbulnya banjir, berkurangnya
sumber-sumber air yang disebabkan karena hilangnya kawasan hutan sebagai
daerah resapan air yang telah berubah menjadi kebun-kebun kelapa sawit
monokultur yang tak dapat menahan air.Akhirnya persediaan air bersih pun
semakin menipis, karena sumber air yang biasanya masyarakat dapatkan
dengan mudah di hutan tersebut pada musim kemarau sekarang sudah lenyap.
Persediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari hanyalah mengandalkan dari
tadahan air hujan.Petakanya lagi adalah saat musim hujan tiba, maka
masyarakat harus siap-siap menghadapi banjir. Sedangkan jika musim kemarau
datang, maka harus menghadapi kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan
untuk perluasan areal perkebunan kelapa sawit.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan tersebut maka
pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit harus dibatasi dan harus
dialihkan kepada fungsi komoditas lainnya yang hasil produksinya tidak kalah
dengan komoditas tanaman kelapa sawit, dan pastinya komoditas ini lebih ramah
lingkungan.Komoditas yang dimaksud disini adalah tanaman karet yang juga
merupakan komoditas unggulan dari Kabupaten Kotawaringin Timur.Secara
aspek ekonomi tanaman karet memang kalah dengan tanaman kelapa sawit, tapi
jika dari aspek lingkungan tanaman karet lebih ramah lingkungan daripada
tanaman kelapa sawit. Sehingga pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa
sawit akan dibatasi, dan penggunaan lahan yang tersisa akan dialihkan untuk
pembukaan tanaman karet. Begitu juga dengan masyarakat, pemerintah akan
mensosialisasikan kepada masyarakat untuk beralih kepada tanaman karet,
sehingga tidak hanya bergantung kepada tanaman kelapa sawit terus menerus.
Hal tersebut berdasarkan pada penyataan disampaikan oleh Pak Yudin selaku
Kepala Bidang Bina Usaha Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai berikut :
“Jadi kami ini sudah memberitahu masyarakat supaya lahan pertaniannya
diganti sama tanaman karet, karena karet ini dari segi lingkungan lebih
baik daripada kelapa sawit, dan tanaman karet ini juga tidak merusak
lingkungan, beda halnya dengan tanaman kelapa sawit yang bisa
merusak tanah dan lingkungan.Jadi ini merupakan strategi juga dari
pemerintah daerah buat mengurangi kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit.Harapan kita masyarakat mau
mengganti tanamannya menjadi tanaman karet, karena selama ini
masyarakat hanya tergiur oleh harga jual buah sawit yang lebih mahal
dari harga jual karet” (Wawancara pada tanggal 16 Desember 2016 di
Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin
Timur).
5.2.1.2 Aspek Sosial
Rendahnya pengetahuan dan daya saing SDM di Kabupaten
Kotawaringin Timur perlu diantisipasi terutama dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan.Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya masyarakat
yang menjual lahannya kepada investor perkebunan kelapa sawit, tidak jarang
lahan yang dijual merupakan lahan pertanian yang sebelumnya merupakan
lahan produktif sehingga banyak masyarakat yang sebelumnya bermata
pencaharian sebagai petani ataupun buruh tani harus beralih menjadi pekerja
perkebunan kelapa sawit.Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan
konflik/sengketa dalam kepemilikan lahan yang sangat besar di Kabupaten
Kotim.Konflik tersebut terjadi antara masyarakat dengan perusahaan dan antar
perusahaan sebagai akibat dari belum efektif dan efesiennya sistem administrasi
pertanahan sehingga di lapangan banyak terjadi pelanggaran. Hal tersebut juga
berkaitan dengan banyaknya penerbitan surat keterangan tanah yang belum
tercatat sistemnya dengan baik khususnya untuk daerah pedalaman. Konflik
kepemilikan lahan tersebut berpotensi merugikan daerah dari segi sosial,
ekonomi, maupun lingkungan. Terkait dengan hal tersebut, maka dilakukan
upaya penanganan untuk penyelesaian adanya konflik lahan antara masyarakat
dan pihak perusahaan tersebut, berikut ini merupakan upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak perusahaan apabila terjadi konflik tumpang tindih lahan :
1. Melakukan inventarisasi tanah-tanah adat milik bersama maupun
perseorangan dengan melibatkan Damang (kepala adat suku
dayak), dan tokoh masyarakat adat serta kepala desa yang masuk
di dalam lokasi rencana perkebunan kelapa sawit.
2. Melakukan verifikasi bersama dengan Damang atas tanah yang
dimiliki oleh masyarakat guna menghindari adanya tumpang tindih
antara tanah adat maupun lahan yang dimiliki oleh perseorangan.
3. Memetakan seluruh tanah-tanah adat yang telah diidentifikasi,
diinventarisir, dan telah diverifikasi.
4. Melakukan proses musyawarah dalam penyelesaian tumpang tindih
lahan.
5. Melaksanakan penyelesaian tumpang tindih lahan sesuai
kesepakatan bersama dan peraturan-peraturan yang berlaku.
6. Melakukan koordinasi secara rutin dengan Camat, Kepala Desa,
Damang dan tokoh masyarakat desa.
7. Mendokumentasikan seluruh proses ganti rugi tanah yang telah
dilaksanakan guna meminimalkan terjadinya klaim dikemudian hari.
Namun demikian, konflik sosial yang terjadi antara pihak perusahaan dan
masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Timur semakin tahun semakin menurun
intensitasnya, sebagian besar masyarakat sudah mulai bisa menerima
perusahaan perkebunan kelapa sawit dan sudah mulai berkerjasama dalam
pengeloaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh Pak Yudin selaku Kepala Bidang Bina Usaha Perkebunan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai berikut:
“Sudah jarang hari ini pengaduan-pengaduan masyarakat yang menolak
kegiatan perkebunan kelapa sawit.Rata-rata masyarakat sudah bisa
menerima keberadaaan perusahaan perkebunan itu. Bahkan hampir gak
ada sih penolakan-penolakan terhadap perusahaan, masyarakat sama
perusahaan sudah dapat bekerjasama dengan baik. Karena ya itu tadi,
masyarakat di iming-imingi penghasilan yang besar kalau bekerja di
perkebunan kelapa sawit” (Wawancara pada tanggal 16 Desember 2016
di Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kotawaringin
Timur).
Selain itu, upaya lain dari pihak perusahaan untuk mengurangi intensitas
konflik sosial masyarakat adalah dengan menyediakan beberapa program
pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat pada kegiatan
perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah sebagai alat transformasi sosial
masyarakat dan sebagai wujud pelaksanaan dari Coorporate Social
Responsibility (CSR).Hal tersebut merupakan tanggung jawab dari perusahaan
perkebunan kelapa sawit terhadap masyarakat sekitar lokasi
perkebunan.Program pemberdayaan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengembangkan perekonomian, memperbaiki
sarana dan prasarana desa, sosial dan kesehatan serta partisipasi masyarakat
dalam pelestarian sumberdaya alam.Agar program pemberdayaan ini dapat lebih
diterima oleh masyarakat, perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukannya
dengan musyawarah bersama lembaga desa, kecamatan, dan Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur agar program pemberdayaan tersebut tidak
tumpang tindih dengan program lainnya dari pemerintah. Sebagai contoh, berikut
ini merupakan beberapa aspek penting yang ditekankan dalam program
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh PT.WILMAR yaitu :
1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah,
terutama pada tingkat desa, untuk meningkatkan status sosial-
ekonomi-budaya yang lebih baik disekitar lokasi kegiatan melalui
pembangunan kebun plasma dan konservasi lingkungan.
2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.
3. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
bagi masyarakat dan pihak-pihak terkait yang berada disekitar
lokasi kegiatan melalui pembinaan dan pelatihan.
4. Mengembangkan dan meningkatkan sarana wilayah seperti
kesehatan, transportasi, pendidikan, olahraga, kesenian,
keagamaan, dan kepemudaan yang didasarkan atas skala prioritas
dan potensi wilayah.
5. Mendorong dan mengembangkan potensi kewirausahaan yang
didasarkan atas sumberdaya lokal.
6. Mengembangkan kelembagaan lokal disekitar lokasi kegiatan.
Kegiatan program pemberdayaan masyarakat menimbulkan dampak
pada kesempatan berusaha serta sikap dan persepsi masyarakat. Kesempatan
berusaha dari pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat akan dapat
memberikan manfaat langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Seluruh
program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat masyarakat juga akan
berpengaruh terhadap sikap dan persepsi masyarakat pada perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang bersangkutan. Selain itu kegiatan sosialisasi juga
akan mempengaruhi sikap dan persepsi masyarakat baik yang setuju maupun
yang tidak setuju. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana
pembangunan perkebunan sangat dipengaruhi dari pelaksanaan sosialisasi yang
dilakukan oleh perusahaan. Bilamana pada saat sosialisasi pihak manajemen
perusahaan tidak dapat memberikan informasi dan jawaban yang jelas atas
solusi kekhawatiran yang muncul di masyarakat saat ini secara transparan, maka
diperkirakan persepsi masyarakat yang tidak setuju terhadap rencana kegiatan
perusahaan perkebunan tersebut akan semakin meningkat.
Sikap dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan suatu perusahaan
perkebunan kelapa sawit merupakan akumulasi dari berbagai dampak yang
ditimbulkan selama beroperasinya perusahaan. Perusahaan perkebunan kelapa
sawit yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan lingkungan serta
melaksanakan program pemberdayaan masyarakat secara baik dengn
melibatkan semua pihak, maka akan dinilai oleh masyarakat sebagai perusahaan
yang baik. Sementara perusahaan perkebunan yang hanya memiliki orientasi
keuntungan semata dan mengabaikan pengelolaan lingkungan serta tidak serius
dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat akan dinilai oleh
masyarakat sebagai perusahaan yang tidak baik. Sikap dan persepsi masyarakat
terhadap perusahaan sangat penting untuk menjadi perhatian, karena akan
menjadi perhatian, karena akan menjadi pemicu terjadinya konflik sosial antara
perusahaan dengan masyarakat.
5.2.1.3 Aspek Ekonomi
Luas lahan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sangat besar di
Kabupaten Kotawaringin Timur tentu saja menjadikan sub sektor perkebunan
kelapa sawit sebagai primadona untuk menunjang perekonomian di Kabupaten
Kotawaringin Timur.Selain dapat menunjang perekonomian Pemerintah Daerah,
perkebunan kelapa sawit juga terbukti dapat menunjang perekonomian
masyarakat lokal sekitar perkebunan.Hal tersebut dapat dilihat dari penyediaan
lapangan pekerjaan di perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat
lokal.Selain lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha untuk masyarakat lokal
juga semakin terbuka, khususnya bagi masyarakat yang bisa menyediakan jasa-
jasa untuk mempermuda kegiatan perkebunan kelapa sawit.Kegiatan
pembangunan perkebunan kelapa sawit berasal dari kegiatan pembangunan
infrastruktur dan sarana pendukung pada tahap kontruksi, kegiatan
pengangkutan TBS serta kegiatan pemberdayaan masyarakat pada tahap
operasi dapat memberikan peluang usaha. Kesempatan berusaha dari kegiatan
pembangunan infrastruktur dan sarana pendukung, akan memerlukan tenaga
kerja lepas seperti tukang serta tenaga kerja lain yang diperuntukkan untuk
kerjaan pembangunan perumahan, kantor, serta prasarana kebun lainnya. Pada
umumnya perusahaan perkebunan kelapa sawit akan melakukan kontrak dengan
pihak ketiga untuk proses pembangunan infrastruktur kebun dan jaringan
pendukung, seperti kontrak untuk pembangunan jalan kebun, pembangunan
kantor dan perumahan dan lain sebagainya. Dalam syarat-syarat kontrak dengan
pihak ketiga tersebut diwajibkan menggunakan tenaga kerja lokal yang memiliki
keahlian dibidang pertukangan baik tukang kayu maupun tukang batu. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Pak Zainun selaku
Ketua Badan Penelitian PT.WILMAR Kantor Perwakilan Sampit, sebagai berikut:
“Kita memang mengutamakan tenaga kerja lokal yang tinggalnya disekitar
perkebunan ini mas, jadi kita dalam penerapannya sudah sesuai aturan
dan sesuai janji yang kita sampaikan kepada masyarakat lokal sini.
Dalam setiap struktur tenaga kerjanya pasti ada masyarakat lokalnya
mas, meskipun untuk jabatan assisten manager juga ada yang dari
masyarakat lokal mas.Kalo untuk tenaga kerja yang di lapangan seperti
tukang untuk membangun-bangun gitu kita pasti utamakan masyarakat
lokal mas” (Wawancara pada tanggal 22 Desember 2016 di Kantor
PT.WILMAR, Sembuluh).
Hal ini tentunya akan memberikan peluang kerja bagi masyarakat di
desa-desa yang ada diwilayah studi yang memiliki keahlian dibidang
pertukangan. Selain itu setiap perusahaan juga wajib mengutamakan
masyarakat dari desa sekitar kebun dalam perekrutan tenaga kerja perusahaan,
baik itu tenaga kerja yang berposisi dilapangan maupun tenaga kerja yang
berposisi dikantor. Akan tetapi dalam proses perekrutan tenaga kerja tersebut
tetap memperhatikan keterampilan dan kualifikasi pendidikan, hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Pak Zainun selaku Ketua Badan Penelitian
PT.WILMAR Kantor Perwakilan Sampit, sebagai berikut :
“Tapi meskipun kita mengutamakan masyarakat lokal dalam perekrutan
tenaga kerja, kita tetap memperhatikan keterampilan dan kualifikasi
pendidikan untuk pelamar tersebut.Khusus untuk jabatan-jabatan yang
sifat membutuhkan keahlian khusus seperti asisten manager atau yang
sifatnya di kantoran gitu, kita harus melihat kualifikasi pendidikannya.
Sesuai gak sama pendidikannya sama posisi yang akan ditempati, karena
ini akan mempengaruhi proses kinerjanya mas. Apabila ada masyarakat
lokal yang punya kualifikasi pendidikan yang kita butuhkan maka itu lebih
baik, dan itu lah yang kita prioritaskan terlebih dahulu mas” (Wawancara
pada tanggal 22 Desember 2016 di Kantor PT.WILMAR, Sembuluh).
Tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit
terdiri dari tenaga kerja tetap, tenaga kerja tidak tetap, tenaga kerja harian lepas
atau buruh dan tenaga kerja kontrak, yang dapat didefinisikan sebagai berikut :
Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang diangkat sebagai
karyawan tetap perusahaan berdasarkan perjanjian kerja yang
disepakati bersama. Diangkat jika sudah memenuhi persyaratan
dan criteria yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Tenaga kerja
tetap bertanggung jawab atas kegiatan perkebunan, meliputi
Manajer Kebun, Supervisor, serta para pengawas di masing-
masing bagian, dan menerima upah/gaji bulanan.
Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang diangkat
sebagai karyawan tidak tetap perusahaan berdasarkan perjanjian
kerja yang disepakati bersama. Sebagai karyawan tidak tetap,
maka masa kerja disesuaikan berdasarkan jenis kegiatan tertentu
dimana yang termasuk dalam kelompok ini adalah para karyawan
perusahaan yang dikontrak selama waktu tertentu untuk
melakukan pekerjaan langsung seperti operasi pengangkutan
Tandan Buah Segara (TBS), pembangunan sarana prasana
kantor dan mess karyawan dan lain sebagainya sesuai dengan
kontrak kerja yang disepakati. Sementara upah akan dibayarkan
borongan/upah dibayarkan berdasarkan hasil kerja yang telah
dilakukan.
Tenaga kerja harian lepas adalah buruh di lokasi perkebunan, dan
menerima upah harian.
Tenaga kerja kontrak adalah tenaga kerja yang upahnya diberikan
berdasarkan hasil kerja yang telah dilakukan, meliputi operator
alat berat, pengemudi dum truck, whell loader, montir, dan lain-
lain. Sementara upah akan dibayarkan berdasarkan hasil kerja
yang telah dilakukan.
Keempat kriteria tenaga kerja tersebut juga diterapkan oleh pihak
perusahaan kepada masyarakat lokal yang ingin bekerja di perusahaan
perkebunan kelapa sawit. Di masing-masing kriteria tersebut juga di isi oleh
sebagian masyarakat lokal, namun ada juga tenaga kerja yang berasal dari luar
kota. Hal ini dikarenakan dalam penerimaan tenaga kerja untuk posisi-posisi
tertentu, pihak perusahaan tetap memperhatikan keterampilan dan kualifikasi
pendidikan, misalnya untuk posisi Manager dan Asisten Manager. Namun bagi
masyarakat lokal yang memenuhi kriteria dari perusahaan untuk mengisi posisi-
posisi tersebut tentu tetap akan mendapatkan prioritas. Sedangkan untuk
masyarakat lokal yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan, maka mereka
akanbanyak di prioritaskan dalam kriteria tenaga kerja harian lepas (buruh), dan
tenaga kerja tidak tetap. Meskipun begitu pihak perusahaan selalu membuka
kesempatan kerja, khususnya bagi diprioritaskan bagi masyarakat-masyarakat
lokal sekitar perkebunan.
Selain kesempatan kerja melalui keempat kriteria tenaga kerja diatas,
kesempatan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat juga dapat
diperoleh melalui sistem kemitraan antara masyarakat dan pihak perusahaan
perkebunan kelapa sawit.Sistem kemitraan ini merupakan program yang
memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak, baik itu untuk masyarakat
maupun untuk pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan
melalui sistem kemitraan, dampak yang dirasakan oleh masyarakat lokal sekitar
perkebunan adalah peningkatan pendapatan, sedangkan untuk pihak
perusahaan sebagai pembina diuntungkan dalam keberadaan lahan yang tidak
berstatus sengketa serta perusahaan juga dapat menekan pengeluaran untuk
proses pembukaan lahan ataupun pembelian lahan untuk perkebunan karena
lahan plasma telah disediakan masyarakat dan juga pada hakikatnya
perusahaan mendapatkan keuntungan financial dari program kemitraan
perkebunan kelapa sawit ini.
Keuntungan financial tersebut dikarenakan dengan adanya program
kemitraan maka masyarakat petani peserta akan menjual hasil tandon buah
segar mereka langsung ke pihak perusahaan pembina, tentunya karena hal ini
perusahaan pembina selalu mendapatkan pasokan buah kelapa sawit untuk
dijadikan bahan produksi. Selain itu, masyarakat sekitar perkebunan juga
diuntungkan dalam program kemitraan ini.Keuntungan yang diperoleh oleh
masyarakat tentunya beragam mulai dari tambahan pendapatan, peluang kerja
yang banyak, beragam fasilitas yang diberikan perusahaan dalam menunjang
kehidupan masyarakat.Pada dasarnya program kemitraan yang diterapkan oleh
perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat memberikan manfaat perbaikan
mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat sekitar perkebuna kelapa
sawit.Perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat tersebut dapat dilihat
dari peningkatan pendapatan masyarakat sekitar perkebunan melalui tahapan
pemberdayaan lahan.Sehingga pada akhirnya pendapatan masyarakat tersebut
dapat terus mengalami keberlanjutan (sustainable) seiring dengan perlakuan
pemberdayaan yang baik dan sesuai prosedur oleh perusahaan perkebunan
kelapa sawit.
Selanjutnya pihak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur juga
mendapatkan keuntungan dengan adanya program kemitraan ini yaitu adanya
pembangunan yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur.Selain
pembangunan, dampak positif yang didapatkan oleh Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur adalah meningkatnya perekonomian daerah yang disokong
oleh pembangunan sektor perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari 3 hal yaitu :
peningkatan PDRB Kabupaten Kotawaringin Timur, peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dari sektor perkebunan, dan penyerapan tenaga kerja yang
paling banyak pada sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan kelapa
sawit. Untuk peningkatan PDRB dapat dilihat pada data diatas yang
menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar untuk
PDRB Kabupaten Kotawaringin Timur dengan persentase 33%, dan sub sektor
yang paling dominan dalam sektor pertanian ini adalah sub sektor perkebunan
dengan total 14%.Selanjutnya untuk komposisi PAD Kabupaten Kotawaringin
Timur di dominasi oleh pendapatan dari sektor perkebunan khususnya
perkebunan kelapa sawit, hal ini dikarenakan produksi dari perkebunan kelapa
sawit selalu mengalami peningkatan yang stabil. Sementara untuk penyerapan
tenaga kerja di Kabupaten Kotawaringin Timur juga didominasi oleh sektor
pertanian khususnya sub sektor perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan
setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit selalu membutuhkan tenaga kerja
dalam skala yang besar pada setiap tahunnya untuk mengelola perkebunan
kelapa sawit yang luas, sehingga penyerapan tenaga kerja pada sub sektor
perkebunan kelapa sawit ini pada setiap tahunnya selalu mendominasi dari
sektor-sektor lainnya.
Selanjutnya peneliti menguraikan manfaat dari adanya pembangunan
perkebunan kelapa sawit untuk aspek ekonomi di Kabupaten Kotawaringin Timur
sebagai berikut. Pertama, meningkatkan pendapatan usaha kecil dan
masyarakat, jika produktifitas lahan hasil tendon buah segar perkebunan
meningkat maka pendapatan masyarakat juga akan meningkat. Kedua,
meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku perkebunan kelapa sawit, nilai
tambah disini bisa dikatakan nilai tambah dalam bentuk penambahan financial
dan bisa juga dimaknai sebagai nilai tambah dalam pengetahuan tentang
perusahaan perkebunan kelapa sawit.Ketiga, meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat.Keempat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi
pedesaan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit melalui
peningkatan produktifitas lahan yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi masyarakat lokal sekitar perkebunan.Kelima, membuka peluang
kesempatan kerja bagi masyarakat lokal sekitar perkebunan. Seperti pernyataan
yang disampaikan oleh Pak Wim R.K selaku Kepala Bagian Ekonomi dan
Sumber Daya Alam Sekertariat Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai
berikut :
“Hadirnya perkebunan kelapa sawit ini sudah pasti akan memberikan
dampak yang positif bagi masyarakat.Dampak positifnya itu adalah
terbukanya peluang kerja untuk masyarakat yang tinggal disekitar
perkebunan.Kan bagi masyarakat-masyarakat pelosok yang belum
mempunyai pekerjaan tetap, maka dengan adanya perkebunan kelapa
sawit dia bisa mendapatkan pekerjaan tetap di perusahaan tersebut, dan
pastinya mendapatkan penghasilan yang tetap juga” (Wawancara pada
tanggal 16 Desember 2016 di Kantor Pemertintah Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur).
Keenam, berupa peningkatan perekonomian daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur. Ketika pendapatan masyarakat lokal sekitar perkebunan
mengalami peningkatan maka secara langsung akan berdampak juga pada
peningkatan perkenomian Kabupaten Kotawaringin Timur.
5.2.2 Upaya dari Pemerintah, Perusahaan, dan Masyarakat dalam
MewujudkanSustainable Development pada Perencanaan
Upaya dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat disini maksudnya
adalah tentang bagaimana masing-masing pihak tersebut menjalankan peran
dan kewajibannya dalam mewujudkan sustainable development pada
pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Hal
tersebut dilakukan agar tiga aspek : lingkungan, sosial, dan ekonomi dapat terus
berkelanjutan dalam setiap kegiatan perkebunan kelapa sawit. Peran dan
kewajiban masing-masing pihak dalam mewujudkansustainable development
pada pembangunan perkebunan kelapa sawit dilakukan tiga aktor/pihak. Tiga
aktor/pihak tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur,
perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan masyarakat. Pada umumnya setiap
pihak tersebut memiliki peran dan kewajiban yang saling bergantung antara satu
sama lain. Pemerintah memiliki peran dan kewajiban untuk membuat kebijakan
(policy) secara umum dan regulasi perizinan serta kebijakan yang memihak pada
community, melakukan kerjasama antar daerah serta menjalankan dan
mengontrol pembangunan dalam rangka mewujudkan prinsip transparansi dan
akuntabilitas (Syahrir, 2004: 5). Sedangkan pihak swasta atau dalam hal ini
adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit memiliki peran dan kewajiban untuk
mewujudkan lingkungan yang kondusif, menjalankan kordinasi dengan
pemerintah daerah dan juga masyarakat, selain itu juga menjalankan prinsip-
prinsip sustainable yang telah ditetapkan oleh ISPO. Selain itu juga membuat
program yang terintegrasi dengan pemberdayaan masyarakat dengan cara
mmberikan pelatihan dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal.
Selanjutnya, yang terakhir adalah pihak masyarakat memiliki peran dan
kewajiban untuk melestarikan lingkungan, melakukan pengawasan lingkungan,
dan menyampaikan pengaduan apabila terjadi kerusakan lingkungan yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Pada dasarnya ketika masyarakat lokal sekitar perkebunan
disejahterakan oleh pihak perusahaan perkebunan dan juga pihak pemerintah
daerah, maka secara tidak langsung tekanan atau konflik antara ketiga pihak ini
tidak akan terjadi dan suasana tentunya akan menjadi kondusif. Adapun peran
dan kewajiban dari masing-masing pihak tersebut akan dianalisis oleh peneliti
pada penjelasan di bawah ini :
5.2.2.1 Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur
Hak dan kewajiban Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur tentunya
tidak terlepas dari peran mengawasi atau melakukan controlling mengenai
kebijakan program pelestarian lingkungan, khususnya upaya sustainable
development yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Selain
memberikan pengawasan controlling mengenai kebijakan sustainable
development, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur juga harus selektif
dalam memberikan izin untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, atau
bahkan bisa membatasi pembukaan lahan tersebut.Selain itu, untuk
melaksanakan program pelestarian lingkungan Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur wajib melakukan musyawarah bersama perusahaan
perkebunan kelapa sawit terkait. Hal ini dilakukan karena memang sudah
menjadi kewajiban dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur untuk
memberikan informasi, pengawasan, dan juga memfasilitasi berupa pembinaan
terhadap upaya sustainable development khususnya kepada setiap perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Pada faktanya Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur telah menjalankan
kewajibannya dalam upayanya melakukan pengawasan, pembinaan, dan
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang ikut terlibat dalam
program pelestarian lingkungan tersebut.
Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur juga memiliki hak
untuk memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang memberikan kerugian
ataupun yang tidak mendukung upaya sustainable development.Dalam analisis
yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa ada beberapa tugas yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur namun ada juga yang
masih belum dilakukan. Tugas dan peran Pemerintah Kabupaten Kotawaringin
Timur dalam upaya sustainable development akan dipaparkan oleh peneliti,
sebagai berikut : Pertama, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki
tugas untuk memfasilitasi forum musyawarah yang membahas tentang upaya
sustainable development dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit. Kedua,
penyiapan tugas pendamping dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur dengan cara penyiapan tim untuk melakukan pembinaan
pelestarian lingkungan kepada setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Ketiga, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur harus menerapkan
sanksi yang tegas bagi perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan
program pelestarian lingkungan, dan yang tidak mendukung upaya sustainable
development.Namun dalam faktanya dilapangan Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur masih belum bisa memberikan sanksi bagi perusahaan-
perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan upaya sustainable
development dalam operasional perkebunan kelapa sawitnya.Hal ini dapat dilihat
dari data diatas yang menunjukkan masih banyaknya perusahaan perkebunan
kepapa sawit yang tidak melakukan penyediaan lahan konservasi, dan masih
banyak juga perusahaan perkebunan yang berstatus non sustainable dalam
operasional perkebunan kelapa sawitnya.Hal yang menyebabkan Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur masih belum bisa memberikan sanksi yang tegas
kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak mendukung upaya
sustainable development, adalah karena belum adanya peraturan khusus yang
mengatur tentang sanksi bagi perusahan perkebunan kelapa sawit yang tidak
melakukan upaya sustainable development. Penyataan tersebut sesuai dengan
yang di sampaikan oleh PakAgus Taswin selaku Kepala Bidang Pelestarian dan
Pemulihan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur
Sebagai berikut :
“Salah satu penyebab masih banyaknya perusahaan perkebunan kelapa
sawit yang tidak menyediakan lahan konservasi adalah tidak ada
peraturan yang mengatur tentang pemberian sanksi kepada
perusahaan.Makanya perusahaan bisa dengan bebas menyediakan atau
tidak lahan konservasi tersebut. Kami juga dari pemerintah sudah
berulang kali memberikan himbauan bahkan peringatan kepada
perusahaan-perusahaan itu tapi tidak digubris sama mereka. Hal ini juga
menyulitkan bagi kita jika tidak ada aturan yang mengatur tentang sanksi
tersebut.Makanya harapan kami pemerintah segera menetapkan aturan
tentang pemberian sanksi bagi perusahaan yang tidak taat” (Wawancara
pada tanggal 19 Desember 2016 di Kantor Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Kotawaringin Timur).
Keempat, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur bertugas untuk
memfasilitasi perijinan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin
membuka lahan untuk membangun perkebunan kelapa sawit.Namun Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur harus memperhatikan secara serius ketersediaan
lahan dalam pemberiaan perijinan tersebut, selain itu juga harus dilakukan
pengkajian daya dukung dan daya tampung lahan. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga ketersediaan hutan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur agar
tidak semakin menipis keberadaanya, sehingga pembangunan yang dilakukan
akan terus berkelanjutan untuk masa depan baik dari segi lingkungan, sosial,
maupun ekonomi. Untuk tugas yang keempat ini, Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur sudah melakukannya dengan baik.Saat ini Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur melalui Sekertariat Daerah Bagian Ekonomi dan
Sumber Daya Alam sudah mulai membatasi dan bahkan cenderung tidak
mengeluarkan izin lagi bagi perusahaan baik yang ingin membuka lahan maupun
yang ingin memperlebar lahan perkebunan kelapa sawitnya. Bagi Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit
dinilai sudah cukup dan tidak perlu diadakan pembukaan lahan baru lagi.
Pemerintah akan memanfaatkan pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit
yang sudah ada sekarang, agar dapat memberikan dampak positif bagi
lingkungan, perekonomian, dan masyarakat. Selanjutnya untuk lahan yang
tersisa akan digunakan untuk fungsi pembangunan yang lain dengan tetap
memperhatikan aspek keberlanjutan untuk masa depan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Pak Wim R.K yang menjabat sebagai
Kepala Bagian Ekonomi dan Sumber Daya Alam Sekertariat Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur, berikut merupakan kutipanwawancaranya :
“Untuk saat ini kita sudah tidak lagi mengeluarkan izin untuk pembukaan
lahan perkebunan kelapa sawit, jadi bagi perusahaan yang mau
melebarkan lahan atau membuka lahan baru kita tidak memberikan izin
lagi kepada mereka. Soalnya kami rasa sudah cukup untuk
pembangunan perkebunana kelapa sawit di Kabupaten Kotim ini, dan
kami akan memanfaatkan lahan perkebunan yang ada saja. Dan untuk
sisa lahan lainnya akan kami pergunakan untuk fungsi pembangunan
lainnya selain perkebunan kelapa sawit” (Wawancara pada tanggal 16
Desember 2016 di Kantor Pemertintah Daerah Kabupaten Kotawaringin
Timur).
5.2.2.2 Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan
kelapa sawit apabila ingin mewujudkan sustainable development, adalah dengan
melakukan pengelolaan perkebunan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
sustainable yang telah ditetapkan oleh ISPO.Prinsip-prinsip tersebut meliputi
pemeliharaan dan pelestarian lingkungan, program pemberdayaan masyarakat,
dan penyediaan lahan konservasi.Prinsip sustainable yang telah ditetapkan oleh
ISPO tersebut bertujuan untuk memelihara segala bentuk sumber daya alam baik
itu tanah, air maupun udara.Selain itu, prinsip sustainable tersebut juga bertujuan
untuk memelihara hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan
perusahaan perkebunan agar tidak terjadi konflik sosial ketika perusahaan
melakukan segala bentuk kegiatan perkebunan. Karena hal yang diinginkan dari
adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur,
adalah agar terciptanya kesinambungan antara pihak-pihak seperti pemerintah,
perusahaan, dan masyarakat.
Prinsip ISPO pertama yang telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah pemeliharaan dan
pelestarian lingkungan.Berbagai upaya telah dilakukan oleh beberapa
perusahaan perkebunan kelapa sawit salah satunya adalah memelihara
lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Pemeliharaan
dan pelestarian tersebut dapat dilihat melalui upaya pemberdayaan lahan,
perawatan tanaman dan lingkungan, proses panen dan produksi, sampai dengan
penyediaan perkebunan plasma untuk masyarakat sekitar perkebunan. Untuk
pemberdayaan lahan pihak perusahaan berhasil menemukan cara untuk
menyuburkan kembali tanah yang telah ditanami kelapa sawit. Pada umumnya,
tanah yang ditanami kelapa sawit setelah berumur 25 tahun tanah tersebut akan
kehilangan tingkat kesuburannya, sehingga tidak dapat ditanami lagi oleh
tanaman lainnya. Hal ini dikarenakan sistem akar dari tanaman kelapa sawit
yang dapat merusak unsur hara dari tanah, sehingga tanah tidak dapat lagi
berproduksi. Jika hal tersebut terjadi tentunya akan membuat perusahaan
perkebunan kelapa sawit mencari lahan baru untuk ditanami kelapa sawit,
sedangkan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur sudah membatasi
pemberian ijin pembukaan lahan yang difungsikan untuk perkebunan kelapa
sawit. Maka dari itu perusahaan perkebunan kelapa sawit melalui sebuah
penelitian berusaha untuk menemukan cara agar tanah yang telah ditanami
kelapa sawit selama 25 tahun dapat digunakan lagi untuk penanaman kelapa
sawit sehingga perusahaan perkebunan tidak perlu membuka lahan baru.
Setelah melakukan penelitian, akhirnya perusahaan perkebunan berhasil
menemukan cara untuk membuat tanah tersebut dapat digunakan kembali. Cara
yang digunakan adalah dengan mencabut pohon tanaman kelapa sawit yang
sudah berumur 25 tahun sampai ke akar-akar yang paling dalam.Karena yang
menyebabkan tanah tersebut tidak dapat berproduksi lagi adalah sistem akar
dari tanaman kelapa sawit sehingga akar dari tanaman tersebut juga harus
dicabut. Hal ini senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh PakZainun
selaku Ketua Badan PenelitianPT.WILMAR Kantor Perwakilan Sampit, sebagai
berikut:
“Kita pada tahun ini kemarin barusan melakukan penelitian mengenai
bagaiamana supaya tanah yang sudah ditanami kelapa sawit itu bisa
ditanami sehingga kita tidak perlu membuka lahan baru. Seperti yang kita
tau kan kalau tanah yang sudah ditanami kelapa sawit, setelah 25 tahun
tanah tersebut tidak lagi dapat digunakan alias sudah hilang
kesuburannya. Akan tetapi kami berhasil menemukan cara supaya tanah
itu bisa kembali subur walau habis ditanami kelapa sawit selama 25
tahun. Caranya adalah dengan mencabut tanaman kelapa sawit sampai
dengan akar-akarnya yang terdalam, karena yang merusak tanah itu kan
sebenarnya akar dari tanaman kelapa sawit ini. Cara ini masih akan kita
coba pada bulan-bulan ini, tapi kita sudah melakukan percobaan pada
beberapa pohon kelapa sawit yang umurnya sudah tua, dan cara itu
ternyata berhasil. Makanya kami akan coba untuk pohon-pohon lainnya
dalam jumlah skala yang lebih besar” (Wawancara pada tanggal 22
Desember 2016 di Kantor PT.WILMAR, Sembuluh).
Kedua, prinsip ISPO yang telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah program pemberdayaan
masyarakat.Salah satu program pemberdayaan masyarakat yang sudah banyak
diterapkan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin
Timur adalah program kemitraan (plasma).Program ini ditujukan untuk membantu
masyarakat sekitar perkebunan yang memiliki lahan tetapi tidak memiliki modal
untuk mengelola lahan tersebut. Program ini sejalan dengan pendapat dari
Rachmat (2005: 38) bahwa pola inti plasma adalah perusahaan inti membina
beberapa perusahaan plasma dalam satu wadah usaha, dimana usaha setiap
perusahaan plasma harus mendukung usaha terebut. Lebih lanjut Rachmat
menjelaskan bahwa pola inti plasma adalah pola pembiayaan kepada plasma
yang melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai perusahaan inti
dan melakukan kerjasama dengan koperasi sebagai plasma dengan maksud
untuk membantu dan membina secara bersama-sama kemajuan plasma.
Didalam inti plasma ini juga terdapat bantuan dana yang diberikan kepada
peserta plasma yang tujuannya sebagai berikut :
1. Untuk membiayai proyek utama yang mendukung usaha inti,
misalnya pembiayaan usaha kelapa sawit yaitu berupa
pembangunan lahan plasma.
2. Untuk menciptakan usaha baru yang terkait dengan aktifitas usaha
perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dengan kata lain pola inti
plasma akan menciptakan usaha baru berupa perkebunan rakyat
yang merupakan diluar perkebunan milik perusahaan dan dikelola
secara bersama-sama dengan koperasi dan masyarakat lokal
sekitar perkebunan.
Selanjutnya, prinsip ISPO yang ketiga adalah penyediaan lahan
konservasi.Untuk prinsip penyediaan lahan konservasi ini, peneliti menilai bahwa
keadaan dilapangan masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari data Tabel
5.2 yang telah disajikan diatas yang menunjukkan bahwa masih banyak
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur yang
belum melakukan penyediaan lahan konservasi pada lahan perkebunan kelapa
sawitnya. Tercatat hanya ada 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
sudah melakukan penyediaan lahan konservasi, sedangkan sebanyak 53
perusahaan lainnya belum menyediakan lahan konservasi pada perkebunan
kelapa sawitnya.Hal tersebut tentu menjadi sangat ironi, mengingat begitu
pentingnya penyediaan lahan konservasi disetiap perusahaan perkebunan
kelapa sawit bagi kelangsungan makhluk hidup yang bergantung kepada
hutan.Tujuan dari adanya aturan penyediaan lahan konservasi disetiap
perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah agar terwujudnya kelestarian
sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia.Selain itu penyediaan lahan konservasi didalam wilayah perkebunan
kelapa sawit juga menjadi sangat penting karena dapat menjaga
keanekaragaman flora dan fauna yang ada didalamnya dari ancaman
kepunahan.
5.2.2.3 Masyarakat Sekitar Perkebunan Kelapa Sawit
Selain Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dan perusahaan
perkebunan kelapa sawit, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam
perwujudan sustainable development pada perencanaan pembangunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.Hal ini dikarenakan dalam pelestarian
lingkungan, tidak cukup jika hanya mengandalkan peran Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Sebab kedua
pihak tersebut tidak akan dapat melakukan pengawasan dan pemantauan
lingkungan sampai kepada titik-titik lokasi terkecil di kawasan perkebunan. Untuk
melakukan hal tersebut membutuhkan peran serta dari masyarakat yang tersebar
di seluruh kawasan perkebunan, baik itu masyarakat yang bekerja di perusahaan
perkebunan maupun masyarakat yang tidak bekerja untuk perusahaan
perkebunan tetapi permukimannya berada di sekitar wilayah perkebunan.
Sementara itu tenaga kerja dari masyarakat juga berperan untuk
menopang perekonomian, baik itu untuk perekonomian daerah maupun untuk
keberlangsungan perkenomian perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal
tersebut bisa dianalogikan sebagai berikut : jika masyarakat tidak memberikan
dukungan terhadap kegiatan perkebunan kelapa sawit, baik itu dukungan dalam
bentuk moriil (dukungan/penolakan) maupun dukungan dalam bentuk materiil
(tenaga kerja), maka Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dan perusahaan
perkebunan kelapa sawit tidak akan mendapatkan manfaat ekonomi dari adanya
pembangunan perkebunan kelapa sawit. Jika hal tersebut terjadi, maka
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur tidak akan dapat meningkatkan
perekonomian daerah melalui PDRB dan PAD, sementara pihak perusahaan
perkebunan kelapa sawit juga tidak akan dapat menjamin keberlanjutan dari
kegiatan perusahaan perkebunannya.
Akan tetapi kondisi tersebut tidak terjadi di Kabupaten Kotawaringin
Timur, hal yang terjadi saat ini di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah
masyarakat memberikan dukungan terhadap segala kegiatan perkebunan kelapa
sawit karena berbagai program pemberdayaan yang diberikan oleh pihak
perusahaan perkebunan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka manfaat
ekonomi dari adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Kotawaringin Timur dapat dirasakan oleh ketiga pihak yaitu : masyarakat,
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, dan perusahaan perkebunan kelapa
sawit. Selain itu kerjasama dan kordinasi antara ketiga pihak ini akan terjalin
diberbagai aspek dengan harmonis tanpa ada konflik antara satu dengan yang
lainnya. Saat hal tersebut terjadi maka konflik sosial antara masyarakat dengan
pihak perusahaan tidak akan terjadi, dan pemerintah juga dapat meminimalisir
pengaduan-pengaduan dari masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.
Sementara pemerintah dan pihak perusahaan perkebunan dapat secara
bersama-sama menjaga kestabilan perekonomian daerah.
Ketika ketiga pihak sudah dapat berkordinasi dengan baik, maka ketiga
pihak tersebut dapat secara bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan.
Semua masyarakat dapat ikut memelihara lingkungan, dan dapat juga
menyampaikan pengaduan kepada pemerintah melalui Badan Lingkungan Hidup
apabila mendapati hal-hal yang dinilai dapat merusak lingkungan.Hal tersebut
merupakan suatu peran dan kewajiban dari masyarakat untuk dapat mewujudkan
sustainable development dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit. Peran
dan kewajiban masyarakat dalam melestarikan lingkungan sudah dilaksanakan
oleh masyarakat, hal tersebut dilakukan melalui beberapa pengaduan yang
disampaikan oleh masyarakat, dan secara tidak langsung masyarakat sudah
berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur.
Beberapa permasalah yang diadukan oleh masyarakat pun sudah
mencakup 3 aspek sustainable development (sosial, lingkungan, ekonomi).Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 5.5 yang menunjukkan bahwa diantara beberapa
pengaduan masyarakat yang telah di list oleh Badan Lingkungan Hidup
didalamnya terdapat permasalahan-permasalahan yang mencakup aspek
lingkungan, aspek sosial, dan aspek ekonomi.Dari 20 permasalahan yang telah
di list oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, permasalahan yang
paling banyak diadukan oleh masyarakat adalah permasalahan yang berkaitan
dengan aspek lingkungan. Berikut ini merupakan persentase permasalahan yang
dikategorikan berdasarkan 3 aspek sustainable development :
Sumber : Data Diolah Oleh Peneliti, 2016
Gambar 5.5Persentase Pengaduan Masyarakat Permasalahan Perkebunan
Kelapa Sawit Berdasarkan 3 Aspek Sustainable Development
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa masyarakat lebih banyak
memberikan pengaduan mengenai permasalahan lingkungan di perkebunan
kelapa sawit. Dari daftar list permasalahan yang peneliti dapatkan dari Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Timur dapat dilihat bahwa terdapat
12 permasalahan yang masuk dalam kategori lingkungan, 4 permasalahan yang
masuk dalam kategori sosial, dan 4 permasalahan yang masuk dalam kategori
ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat juga menyadari terhadap
masih lemahnya aspek lingkungan dalam pembangunan perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur.Selain itu melalui data tersebut dapat
dilihat juga kepedulian masyarakat terhadap pengawasan lingkungan dan peran
sertanya dalam pelestarian lingkungan.Hal tersebut dapat dilihat dari
permasalahan lingkungan yang muncul adalah permasalahan-permasalahan
60%20%
20%
Lingkungan
Sosial
Ekonomi
yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan.Peran serta masyarakat seperti ini
lah yang dibutuhkan oleh pemerintah dalam mewujudkan perencanaan
pembangunan perkebunan kelapa sawit yang sustainable. Karena hasil
pengaduan-pengaduan dari masyarakat tersebut akan memberikan referensi
tambahan bagi Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam merencanakan
program untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Sehingga program-
program yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan program yang akan
mewujudkan sustainable dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan
tetap memperhatikan 3 aspek : ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Selain melalui pengaduan-pengaduan tersebut, peran masyarakat juga
semakin diperkuat dengan hadirnya lembaga FOPELISDA yang bertugas untuk
mengawasi lingkungan beserta sumberdaya alam di Kabupaten Kotawaringin
Timur.Melalui lembaga FOPELISDA ini masyarakat dapat berperan langsung
dalam pembahasan rencana program pembangunan perkebunan kelapa sawit
yang diselenggarakan oleh Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur.Dalam
setiap forum musyawarah di Bappeda yang membahas tentang perencanaan
program pembangunan perkebunan kelapa sawit, lembaga FOPELISDA selalu
diikutsertakan kehadirannya dan selalu mendapatkan undangan dari Bappeda
Kabupaten Kotawaringin Timur.Hal ini dikarenakan dalam forum musyawarah
yang diselenggarakan oleh Bappeda tersebut, FOPELISDA dianggap merupakan
sebuah bentuk perwakilan dari suara masyarakat Kabupaten Kotawaringin
Timur.Selain itu FOPELISDA juga merupakan sebuah lembaga yang mempunyai
fungsi mengawasi lingkungan, sehingga pemerintah menganggap FOPELISDA
paham mengenai kondisi lingkungan di wilayah perkebunan Kabupaten
Kotawaringin Timur. Atas dasar tersebut maka pandangan serta pendapat dari
FOPELISDA akan sangat diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin
Timur dalam menetapkan sebuah program pembangunan untuk perkebunan
kelapa sawit.
i. Strategi Sustainable Development padaPerencanaan Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur
Menurut Tarigan, perencanaan dapat berarti mengetahui dan
menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai factor non-
controllable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan
tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-
langkah untuk mencapai tujuan tersebut(Tarigan, 2012:3). Sedangkan menurut
ahli perencana kota, Conyers dan Hill menyebutkan bahwa perencanaan
merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-
keputusan, atau pilihan-pilihan tentang alternatif penggunaan sumber daya yang
memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dengan
jangka waktu tertentu di masa yang akan dating(dalam Haryono 2010:5). Hal
tersebut dilakukan untuk menghadapi saling ketergantungan antara aspek sosial,
aspek ekonomi, dan aspek lingkungan, hal itu diwujudkan dengan cara :
1. Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan
pembangunan daerah,
2. Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah,
3. Menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi),
4. Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan” (Solihin 2005:25).
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli tersebut, maka peneliti
merumuskan sebuah proses perencanaan suatu program untuk mewujudkan
pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berbasis sustainable development
di Kabupaten Kotawaringin Timur. Proses perencanaan ini merupakan suatu
strategi untuk menetapkan sebuah kebijakan atau program yang dapat
memberikan keberlanjutan untuk tiga aspek yaitu : ekonomi, lingkungan, dan
sosial dalam setiap kegiatan perkebunan kelapa sawit. Pada proses
perencanaan ini, hal-hal yang mendasari adalah beberapa dokumen
perencanaan baik dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur maupun dari
perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dan tidak lupa juga beberapa
permasalahan perkebunan kelapa sawit yang telah diadukan oleh masyarakat
kepada pemerintah daerah. Untuk lebih jelasnya peneliti telah menggambarkan
alur proses perencanaannya pada bagan dibawah ini :
Sumber : BaganDiolah Olah Peneliti, 2016 Gambar 5.6 Strategi Perencanaan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Berbasis Sustainable Development
INPUT PROSES OUTPUT
RPJMD Kab.
Kotim
RTRW Kab.
Kotim
RPL Perusahaan
Perkebunan
Permasalahan Perkebunan
Kelapa Sawit yang
diadukan masyarakat :
Masalah Lingkungan
Masalah Sosial
Masalah Ekonomi
Content Analysis
Analisis Akar
Masalah
Konsistensi Pembahasan
Program
Berdasarkan strategi yang telah peneliti gambarkan pada bagan diatas,
menunjukkan bahwa proses perencanaan pembangunan perkebunan kelapa
sawit yang mengarah ke perwujudan sustainable development dapat dilakukan
melalui tiga tahapan yaitu : input, proses, dan output. Melalui tiga tahapan
tersebut maka akan dapat ditemukan suatu solusi dalam penetapan program
kegiatan yang sesuai dengan harapan. Hal tersebut dikarenakan pada proses
perencanaan ini akan mensinkronkan antara regulasi dengan kondisi faktual
yang terjadi dilapangan. Kemudian hasil sinkronisasi antara kedua hal tersebut
akan dibahas secara transparan dan secara bersama-sama oleh Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur, perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan
perwakilan masyarakat. Pada proses perencanaan ini menuntut keikutsertaan
dari ketiga pihak yang terlibat dalam kegiatan perkebunan kelapa sawit, sehingga
diharapkan akan muncul sebuah program pembangunan perkebunan kelapa
sawit yang akan memberikan dampak keberlanjutan pada tiga aspek yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk lebih jelasnya akan peneliti jelaskan
pada masing-masing tahapan yaitu input, proses, dan output.
Pada tahapan input ini merupakan tahapan yang akan melihat beberapa
masukan yang terdiri dari beberapa dokumen perencanaan, dan beberapa
permasalahan mengenai perkebunan kelapa sawit yang telah diadukan oleh
masyarakat kepada pemerintah. Dokumen perencanaan dari Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur yang terdapat pada tahapan input ini diantaranya
adalah : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sedangkan dokumen perencanaan dari
perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RPL).Sementara dari pihak masyarakat diwakili oleh beberapa pengaduan
masyarakat kepada pemerintah mengenai beberapa permasalahan yang
terdapat pada perkebunan kelapa sawit baik itu permasalahan lingkungan,
sosial, maupun ekonomi.
Pada tahapan selanjutnya adalah tahapan proses yang terbagi menjadi 2
kegiatan yaitu kegiatan analisis, dan kegiatan pembahasan. Kegiatan yang
pertama yaitu analisis yang merupakan kegiatan menganalis beberapa dokumen
perencanaan yang telah disebutkan diatas. Untuk dokumen perencanaan yang
berasal dari pemerintah, bagian yang akan dianalisis adalah konten dari
dokumen tersebut seperti visi dan misinya, serta beberapa program yang
berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit. Sedangkan untuk dokumen
perencanaan yang berasal dari perusahaan perkebunan kelapa sawit, bagian
yang akan dianalisis adalah konten dari dokumen tersebut seperti program
pembangunan perkebunan kelapa sawit yang meliputi tiga tahap yaitu : tahap pra
kontruksi, tahap kontruksi, dan tahap operasional. Sementara untuk beberapa
permasalahan perkebunan kelapa sawit yang diadukan oleh masyarakat, hal
yang akan dianalisis adalah akar dari masalah tersebut sehingga dapat diketahui
sumber dari permasalahan tersebut agar lebih mudah untuk dicarikan sebuah
solusi. Kemudian, kegiatan kedua yang dilakukan pada tahapan proses adalah
pembahasan yang merupakan sinkronisasi antara hasil analisis beberapa
dokumen perencanaan dan hasil analisis akar permasalahan yang diadukan oleh
masyarakat. Dalam pembahasan hasil analisis ini harus mengikutsertakan tiga
pihak yaitu Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, perusahaan perkebunan
kelapa sawit, dan perwakilan dari masyarakat. Tiga pihak tersebut akan secara
bersama-sama melakukan pembahasan secara transparan dalam sebuah forum
musyawarah yang difasilitasi oleh PemerintahKabupaten Kotawaringin Timur
melalui Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur. Kemudian hasil dari
pembahasan yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut nantinya akan menjadi
dasar pijakan pada tahapan output.
Tahapan terakhir pada proses perencanaan yang peneliti gambarkan
adalah tahapan output. Pada tahapan output ini merupakan tahapan finalisasi
dari semua kegiatan yang dilakukan selama proses perencanaan ini berjalan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa hasil pembahasan yang dilakukan
pada tahapan proses akan dijadikan sebuah dasar pijakan dalam menetapkan
sebuah program yang merupakan hasil dari tahapan output ini. Hasil dari
pembahasan yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut akan dilihat
konsistensinya terhadap beberapa program yang ada pada dokumen
perencanaan yang tingkatannya lebih tinggi. Kemudian setelah dinyatakan
konsisten dengan beberapa program yang ada pada dokumen perencanaan
lainnya yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit barulah ditetapkan
sebuah program yang berhubungan dengan pembangunan perkebunan kelapa
sawit. Tentunya program yang akan ditetapkan tersebut juga harus
mengakomodir beberapa permasalahan yang telah diadukan oleh masyarakat
kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, sehingga permasalahan-
permasalahan tersebut secara tidak langsung akan ikut teratasi dengan
dilaksanakannya program tersebut.
Semua proses perencanaan diatas harus terus berlanjut dari tahun
ketahun sehingga seluruh lapisan masyarakat akan merasakan dampak
keberlanjutan untuk aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial pada pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Karena pada
dasarnya hal yang diinginkan dari adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Kotawaringin Timur, adalah agar terciptanya kesinambungan antara
pihak-pihak seperti pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Selain itu
program-program yang ditetapkan juga harus sama-sama menguntungkan ketiga
pihak tersebut, baik program yang tetapkan oleh pemerintah maupun program
dari perusahaan perkebunan kelapa sawit.Baik pemerintah maupun perusahaan
perkebunan dalam menetapkan sebuah program harus menitikberatkan kepada
kesejahteraan masyarakat, karena pada awal mulanya konsep sustainable
development diterapkan dengan tujuan untuk dapat memenuhi kesejahteraan
masyarakat. Ketika program-program tersebut dinilai bermanfaat oleh
masyarakat, maka dengan otomatis masyarakat juga akan mendukung segala
kegiatan perkebunan didaerah tersebut, karena dengan adanya kegiatan
perkebunan kelapa sawit masyarakat lokal akan mendapatkan lebih banyak
kesempatan kerja. Saat hal tersebut terjadi maka konflik sosial antara
masyarakat dengan pihak perusahaan tidak akan terjadi, dan pemerintah juga
tidak akan disibukkan dengan pengaduan-pengaduan dari masyarakat mengenai
perkebunan kelapa sawit. Sementara pemerintah dan pihak perusahaan
perkebunan dapat secara bersama-sama menjaga kestabilan perekonomian
daerah. Ketika ketiga pihak sudah dapat berkordinasi dengan baik, maka ketiga
pihak tersebut dapat secara bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan.
Semua masyarakat dapat ikut memelihara lingkungan, dan dapat juga
menyampaikan pengaduan kepada pemerintah melalui Badan Lingkungan Hidup
apabila mendapati hal-hal yang dinilai dapat merusak lingkungan.Sementara
untuk pihak perusahaan wajib mematuhi instruksi-instruksi pemerintah mengenai
pelestarian lingkungan, dan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawitnya
harus memperhatikan aspek pelestarian lingkungan.Dengan begitu, maka ketiga
pihak seperti pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dapat terus berkordinasi
untuk menjaga aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan agar selalu
sustainable di Kabupaten Kotawaringin Timur.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasrkan data-data mengenai pembangunan perkebunan kelapa sawit
di Kabupaten Kotawaringin Timur yang peneliti kumpulkan kemudia
menganalisisnya dalam bab pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
yang peneliti jabarkan dalam beberapa point sebagai berikut :
1. Program pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin
Timur saat ini hanya berkelanjutan pada aspek sosial dan aspek ekonomi,
sedangkan untuk aspek lingkungan masih belum berkelanjutan. Hal ini
dikarenakan masih belum patuhnya beberapa perusahaan perkebunan
kelapa sawit dalam upaya pelestarian lingkungan. Selain itu hal yang
membuat perusahaan perkebunan bisa bebes tidak mematuhi intruksi dari
pemerintah untuk upaya pelestarian lingkungan adalah karena Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Timur belum menetapkan peraturan daerah yang
khusus mengatur mengenai pemberian sanksi kepada perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang tidak mematuhi intruksi upaya pelestarian
lingkungan hidup.
2. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sudah
dapat terkordinasikan secara baik untuk melakukan pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Masing-masing
pihak juga melakukan tugasnya masing-masing dalam upayanya
mewujudkan perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang
berbasis sustainable development. Pihak perusahaan dan masyarakat juga
sudah dapat saling berkordinasi dengan baik dalam mewujudkan
kesejateraan sosial dan ekonomi. Hal ini dilihat dari beberapa program
pemberdayaan masyarakat yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada
masyarakat lokal dengan tujuan dapat mengurangi konflik sosial, dan dapat
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal sekitar perkebunan.
Selain itu masyarakat juga melakukan tugasnya dalam upaya pelestarian
hutan dengan mengawasi dan melaporkan segala permasalahan lingkungan
kepada pemerintah. Sedangkan pemerintah sudah melakukan tugas
administratifnya secara baik. Namun dalam hal pelestarian lingkungan,
pemerintah dan perusahan belum begitu optimal dalam melakukan tugasnya.
Untuk pihak perusahaan masih banyak yang tidak mematuhi intruksi
pemerintah untuk penyediaan lahan konservasi. Sedangkan untuk
pemerintah masih belum adanya penetapan peraturan daerahyang mengatur
khusus mengenai pemberian sanksi kepada perusahaan perkebunan kelapa
sawit yang tidak melakukan upaya pelestarian lingkungan.
3. Strategi perencanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit agar dapat
Sustainable harus dilakukan melalui tiga tahapan yaitu input-proses-output.
Input merupakan hal yang mendasari perencanaan tersebut, input terdiri dari
beberapa dokumen perencanaan seperti RPJMD, RTRW, dan RPL serta
pengaduan dari masyarakat mengenai beberapa permasalahan
pembangunan berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit. Proses
merupakan proses analisis dan pembahasan yang dilakukan oleh ketiga
pihak yaitu Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, perusahaan
perkebunan kelapa sawit, dan masyarakat. Output merupakan hasil analisis
yang berupa penetapan program-program pembangunan untuk mewujudkan
perkebunan kelapa sawit yang berbasis Sustainable Development.
6.2 Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian kemudian menganalisisnya dan
menulisnya dalam bentuk penelitian tesis, kemudian menyimpulkan beberapa
hasil penelitian seperti diatas. Maka peneliti memiliki saran-saran untuk semua
pihak yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, berikut beberapa saran tersebut :
1. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur harus mengambil tindakan tegas
kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak mematuhi intruksi
pelestarian lingkungan. Tindakan tegas tersebut dengan menetapkan
peraturan daerah yang khusus mengatur tentang pemberian sanksi kepada
perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak mematuhi intruksi
pemerintah.
2. Perusahaan perkebunan kelapa sawit harus kooperatif pada intruksi
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam hal pelestarian lingkungan.
Karena dalam hal ini hanya aspek lingkungan yang masih belum berkategori
berkelanjutan (Sustainable)
3. Masyarakat secara keseluruhan harus dilibatkan dalam proses perencanaan
pembangunan perkebunan kelapa sawit, artinya perencanaan untuk
perkebunan kelapa sawit agar dapat memenuhi ketiga aspek Sustainable
harus dilakukan secara Bottom-Up layaknya musrenbang, bukan seperti saat
ini yang hanya dengan perwakilan dari tokoh masyarakat atau sebuah
lembaga swadaya masyarakat, dan itupun hanya pada proses
pembahasannya saja.
1
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Archibugi. 2008. Planning Theory From the Political Debate to the Methodological
Reconstruction.Cambridge University Press.
Baker, Susan. 2006. Theoritical and Conceptual Exploration of Sustainable
Development. Routledge : London.
Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 2009. Kota Berkelanjutan (Sustainable City).
PT. Alumni : Bandung.
Campbell, J.B. 1996. Introduction to Remote Sensing.Taylor &Francis : London.
Dey, Ian. 2005. Qualitative Data Analysis. Routledge : New York.
Djajadinigrat, Surya. 2005. Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan
dan Permasalahan Lingkungan”. ITB Press : Bogor.
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan
Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit : Edisi Revisi. Penebar Swadanya : Jakarta
Hariyono, Paulus.2010. Perencanaan Pembangunan Kota dan Perubahan
Paradigma.Pustaka Belajar : Yogyakarta.
Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Askara :
Jakarta.
Mardiyah, Chamim, dkk, 2012. Raja Limbung : Seabad Perjalanan Sawit di
Indonesia. Sawit Watch & Tempo Institute : Jakarta.
Moleong , 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Remaja Rosdakarya :
Bandung.
Riyadi, Deddy dan Bratakusumah. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah:
Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta.
Sitepu, Aswanto, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa
Sawit, Coklat, dan Karet.Departement Ilmu Tanah FP USU : Medan.
Situmorang. 2010. Analisis Data Penelitian; Menggunakan Program SPSS.
USU Press : Medan.
Solihin. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan
dan Proses. Diklat perencanaan Pembangunan Ekonomi : Jakarta.
2
Sudikan, Setya Y. 2007. Ragam Metode Pengumpulan Data, dalam Metode
Penelitian Politik: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian
Kontemporer. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.
Suparmoko. 2006. PDRB Hijau (Konsep Dan Metodologi). Jakarta
Suyatno, R. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Meningkatkan Produktivitas.
Kanisius : Yogyakarta
Syahrir. 2004.Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Yayasan Obor Indonesia
dan Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan.
Gadja Mada Press : Yogyakarta.
Tarigan, S. 2012. Perencanaan Pembangunan Wilayah Edisi Revisi. Bumi
Aksara : Jakarta.
__________. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara :
Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1994. Pengantar Administrasi pembangunan. LP3ES
: Jakarta.
Wijaya, Samodra. 1991. Pembangunan Berkelanjutan: Konsep dan Kasus. Tiara
Wacana : Yogyakarta.
JURNAL& PENELITIAN :
Almasdi, Syahza. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan Di Daerah Riau. Jurnal
Ekonomi : Universitas Tarumanegara – Jakarta.
Almasdi, Syahza. 2011. Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Universitas
Riau.
Atika, Pambudhi. 2010. Potensi Pendapatan Asli Daerah Dari Perkebunan
Kelapa Sawit Dan Hutan Bekas Tebangan Di Kalimantan Timur. Jurnal
Ekonomi Pembangunan : Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta.
Besri Nasrul, dkk. 2012. Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Pada Lahan Gambut di Provinsi Riau. Jurnal Agro
Teknologi, Vol. 1, No. 1.
3
Daud, Anthon Charles. 2002. Evaluasi Proyek Pembangunan Perkebunan Di
Kabupaten Kupang. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Universitas Gadjah
Mada – Yogyakarta.
Dewi Agustina, dkk. 2014. Analisis Lingkungan Sosial Ekonomi Pengelolaan
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Berdasarkan Kriteria ISPO PT.
TAPIAN NADENGGAN. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, Vol. 4, No. 1.
Dina Harsono, dkk. 2012. Analysis On Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO):
A Qualitative Assessment On The Success Factors For ISPO. Jurnal
Manajemen & Agribisnis, Vol. 9 : Bogor.
Fairhurst, Thomas and David McLaughlin. 2009. Sustainable Oil Palm
Development on Degraded Land in Kalimantan. Research from WWF :
United States of America.
Fianstein and Norman, 1991. City Planning and Political Value. Journal of Urban
Affairs Quarterly, Vol. 2, No.3.
Hayatul, Muchni. 2008. Pengaruh Keberadaan PT. PMKS (Pabrik Minyak Kelapa
Sawit) Talikumain terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Rokan
Hulu. Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah : Universitas
Sumatera Utara – Medan.
Jaya, Askar. 2004. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Sustainable
Development). Jurnal Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Mutiara Panjaitan, dkk. 2014. Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Sertifikasi
ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) Dalam Kaitannya Dengan
Pertumbuhan Investasi Di Indonesia (Studi Pada PT Rea Kaltim
Plantation – Jakarta). USU Law Journal, Vol.2, No.2.
Salampak, Haris. 2011. Kontribusi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Pekerja Lokal
Kabupaten Gunung Mas, Jurnal Ekonomi Pembangunan : Universitas
Gadjah Mada – Yogyakarta.
Saptana dan Ashari, 2007. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
melalui Kemitraan Usaha. Jurnal Litbang Pertanian.
Suwondo, dkk. 2010. Analisis Lingkungan Biofisik Lahan Gambut Pada
Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Hidrolitan, Vol. 1, No. 3.
Suwondo, dkk. 2012. Efek Pembukaan Lahan terhadap Karakteristik Biofisik
Gambut pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bengkalis. Jurnal
Natur Indonesia, Vol. 14, No. 2.
4
Tommy H Pandiangan. 2012. Respon Masyarakat Terhadap Operasional Pabrik
Kelapa Sawit PT. Mustika Agung Sawit Sejahtera Di Kelurahan Balai Raja
Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis. Jurnal Ekonomi Pembangunan
di Universitas Negeri Padang.
Wibowo, Ari. 2011. Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan
Gambut: Implikasi Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 7, No. 4.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan. Lembaran Negara RI Tahun 1999. Sekretariat Negara :
Jakarta.
________________. 2004. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan. Lembaran Negara RI Tahun 2004. Sekretariat Negara :
Jakarta.
________________. 2004. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Lembaran Negara RI
Tahun 2004. Sekretariat Negara : Jakarta.
________________. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Lembaran
Pemerintah Pusat Tahun 2007. Sekretariat Negara : Jakarta.
________________. 2014. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat
Negara : Jakarta.
Kalimantan Tengah. 2003. Peraturan Daerah Kalimantan Tengah Nomor 8
Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Lembaran
Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2003 : Kalimantan Tengah.
Kotawaringin Timur. 2015. Keputusan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 40
Tahun 2015 tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin
Timur. Lembaran Kabupaten Kotawaringin Timur 2015 : Kotawaringin
Timur.
5
Kotawaringin Timur. 2015. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kotawaringin Timur. Lembaran Kabupaten Kotawaringin Timur 2015 :
Kotawaringin Timur
PUBLIKASI ELEKTRONIK
Anonim. 2010. Dalam situs
www.academia.edu/8584936/Teori_Pembangunan_Kota_Berkelanjutan_
Urban_Sustainable_Development
Anonim. 2015. Direktorat Jendral Perkebunan. Dalam situs
http://ditjenbun.pertanian.go.id/
Anonim. 2016. Badan Perencanaan Pemabngunan Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur. Dalam situs http://bappeda.kotimkab.go.id/
Anonim. 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur. Dalam situs
www.kotimkab.bps.go.id/
Masdipura, 2003. Selayang Pandang. Dalam situshttp://kotimkab.go.id/selayang-
pandang/sejarah-kotim.html