wadah
-
Upload
dian-sukma-yuga -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of wadah
VI. PEMBAHASAN
Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh permukaan setiap tangan atau alat. Dengan demikian sanitasi lingkungan sangat perlu diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Volk dan Wheeler, 1984).
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah cukup tinggi. Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada wadah / alat tersebut.
Demikian juga sisa-sisa makanan yang masih menempel pada alat / wadah
dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang cukup tinggi. Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang, khamir atau bakteri. Mutu makanan yang baik akan menurun nilainya apabila ditempatkan pada wadah yang kurang bersih.
Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air biasanya digunakan detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci alat/wadah dan alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci dari permukaan (Volk dan Wheeler, 1984).
Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan. Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin atau Iodine), turunan halogen dan komponen amonium quarternair (Gobel, 2008).
Praktikum ini akan membahas hasil pengujian sanitasi wadah dan alat pengolahan. Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kurang bersih. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat-alat pengolahan meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dari sisa-sisa makanan. Pengujian efisiensi dari proses sanitasi dapat digunakan metode bilas untuk wadah dan alat-alat pengolahan yang tertutup, sedangkan untuk alat-alat pengolahan yang besar menggunakan metode swab.
6.1 Uji Sanitasi Wadah Botol
Pengujian sanitasi wadah botol dengan menggunakan metode bilas terdiri dari tiga perlakuan yaitu botol yang dicuci tanpa pembilasan dan botol yang dicuci lalu dibilas dengan air, serta botol yang dicucidan dibilas dengan sunlight. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan 20 ml larutan NaCl fisiologis ke dalam botol kemudian ditutup rapat dan dilakukan pengocokan selama 10-20 kali serta diputar-putar secara horizontal sebanyak 5 kali. Tahap
selanjutnya adalah inokulasi sampel 1 ml dari botol ke dalam cawan petri kemudian ditambahkan media PDA dan didiamkan hingga membeku. Botol yang berisi NaCl fis kemudian didihkan, lalu sebanyak 1 ml diinokulasikan ke dalam cawan petri kemudian ditambahkan media NA serta didiamkan hingga beku. Tahap terakhir adalah inkubasi selama 2 hari pada suhu 30oC kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni mikroorganisme dengan rumus yaitu jumlah mikroorganisme/wadah botol = jumlah koloni/ml x 20 ml.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sanitasi Botol
Kelompok
Perlakuan BotolPDA NA
Koloni koloni/mL koloni koloni/mL1 Tanpa pembilasan 81 1620 1 202 Dibilas dengan air 198 3960 7 1403 Dibilas sunlight 92 1840 - -4 Tanpa pembilasan 90 1800 TBUD -5 Dibilas dengan air 54 1080 TBUD -
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012.
Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan kelompok 2 menyebabkan koloni paling banyak tumbuh yaitu botol yang dicuci lalu dibilas dengan air. Hal tersebut dapat terjadi karena setelah di cuci, air yang digunakan untuk membilas terdapat mikroorganisme kontaminan. Sedangkan perlakuan kelompok 3 menggunakan sunlight untuk pembilasan menghasilkan koloni yang tumbuh lebih sedikit dari pada kelompok 2. Sunlight dapat difungsikan sebagai pembersih sehingga dapat mengurangi mikroorganisme kontaminan pada botol. Hal ini menunjukkan proses pencuciana terhadap wadah botol belum tentu efektif untuk mengurangi adanya pertumbuhan mikroorganisme yang akan mengkontaminasi bahan makanan yang akan diolah dan dihasilkan. Hasilnya tergantung dari desinfektan atau sanitizer yang dipakai serta air yang digunakan untuk membilas setelah pencucian.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat pada kemasan botol air adalah bakteri Escherichia coli. E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia.
6.2 Uji Sanitasi Alat Pengoalahan
Pengujian sanitasi alat pengolahan dengan metode swab yaitu dengan cara men-swab permukaan alat yang akan diuji sanitasinya. Alat pengolahan serta perlakuan yang digunakan dalam pengujian yaitu piring tanpa pembilasan, tutup panci dibilas sunlight, wajan dibilas air, panic tanpa pembilasan, dan talenan dibilas air. Pengujian sanitasi alat pengolahan yaitu dengan cara memasukkan swab kedalam tabung reaksi yang berisi 5 ml NaCl fis yang bertujuan untuk membasahi swab agar mikroorganisme dapat menempel pada swab saat men-swab pada alat pengolahan yang diuji. Kemudian dilanjutkan dengan men-swab sebanyak 2-3 kali permukaan peralatan yang diuji yaitu seluas 5 cm x 10 cm. Tahap selanjutnya adalah mencelupkan hasil swab ke dalam buffer fosfat kembali agar mikroorganisme yang menempel saat pen-swab-an dilakukan dapat tercampur pada laurtan NaCl Fis. Kemudian NaCl Fis dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri. Tahap terakhir adalah penuangan media PDA ke dalam cawan petri selanjutnya didiamkan hingga beku dan diinkubasi pada
suhu 30oC selama dua hari. Setelah itu hitung jumlah mikroorganisme dengan rumus yaitu jumlah mikroorganisme/cm2 = jumlah koloni/ml x 5 ml x 1/50cm2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sanitasi Alat Pengolahan
Kelompok
Alat PengolahanPCA
koloni koloni/mL1 Piring TBUD -2 Telenan TBUD -3 Tutup panci TBUD -4 Panci 42 4,25 Wajan TBUD -
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada alat pengolahan serta perlakuan yang digunakan dalam pengujian yaitu piring tanpa pembilasan, tutup panci dibilas sunlight, wajan dibilas air, panic tanpa pembilasan, dan talenan dibilas air. Semua alat tersebut tumbuh mikroorganisme yang TBUD, kecuali pada panci tanpa pembilasan yang dilakukan oleh kelompok 4 hanya tumbuh 42 koloni. Seharusnya tutup panci yang dibilas dengan sunlight tidak menghasilkan mikroorganisme yang TBUD, tetapi factor air dapat dijadikan sebab mikroorganisme yang tumbuh TBUD. Hal ini disebabkan karena kemungkinan air yang digunakan pun banyak mengandung mikroorganisme kontaminan.
Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan langsungdengan bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesifeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan.
Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan, dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti piring, gelas, sendok, botol dan lain-lain. dapat menjadi sumber kontaminan (Rachmawan, 2001).
VII. KESIMPULAN
Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada wadah / alat tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan kelompok 2 menyebabkan koloni paling banyak tumbuh yaitu botol yang dicuci lalu dibilas dengan air. Hal tersebut dapat
terjadi karena setelah di cuci, air yang digunakan untuk membilas terdapat mikroorganisme kontaminan.
Sedangkan perlakuan kelompok 3 menggunakan sunlight untuk pembilasan menghasilkan koloni yang tumbuh lebih sedikit dari pada kelompok 2.
Semua perlakuan pengujian sanitasi alat pengolahan tumbuh mikroorganisme yang TBUD, kecuali pada panci tanpa pembilasan yang dilakukan oleh kelompok 4 hanya tumbuh 42 koloni.
DAFTAR PUSTAKA
Dwyana, Zaraswaty dan Nur Haedar. 2009. Penuntun praktikum Mikrobiologi Pangan.Jurusan Biologi.Universitas Hasanuddin. Makassar.
Gobel, B. Risco, dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar : Universitas Hasanuddin.
Rachmawan, Obin. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Available online at http://www. bos.fkip.uns.ac.id (Diakses pada tanggal 30 September 2012).
Volk, Wesley, A., Margaret F. Whleer, 1998, Mikrobiologi Dasar, Erlangga, Jakarta.
BAKTERI PERUSAK MAKANAN
BAKTERI PERUSAK MAKANAN
PENDAHULUAN
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan
organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan.
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan yan mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya. Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme
tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.
Mikroorganisme tersebar luas di alam dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang
steril, tetapi umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Pengawetan pangan merupakan usaha
untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.
Untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan sumber energi,
sumber nitrogen, vitamin, mineral dan faktor pertumbuhan lainnya. Komponen-komponen tersebut
diperoleh mikroba dari bahan pangan, sehingga makanan menjadi rusak. Untuk pertumbuhannya,
kapang mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling minimal, diikuti dengan khamir, kemudian bakteri
gram negatif, sedangkan bakteri gram positif mempunyai kebu-tuhan zat gizi yang paling lengkap. Di
samping komponen zat gizi yang diperlukan tersebut, kondisi lingkungan yang sesuai, seperti
keberadaan air bebas (aktivitas air), pH, oksigen, dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka mikroba pun tidak dapat hidup.
Di dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi, tujuan utama yang diinginkan adalah membunuh
mikroba yang tidak diinginkan, terutama mikroba pembusuk dan patogen. Agar proses pemanasan
dapat menjamin mikroba target terbunuh maka perlu pengetahuan tentang sifat-sifat
mikroorganisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang berbeda
akan tumbuh di dalam produk pangan yang berbeda dari tingkat keasaman, kandungan air, atau
komposisi zat gizinya. Karena mikroba mempunyai toleransi yang berbeda terhadap keberadaan
oksigen, maka terdapat mikroba yang dapat tumbuh pada produk pangan yang dikemas dalam
kondisi vakum (anaerobik) atau terdapat oksigen (aerobik). Ketahanan panas mikroba pun berbeda-
beda, sehingga kebutuhan suhu dan waktu pemanasan untuk membunuhnya akan berbeda untuk
jenis mikroba yang berbeda.
Keberadaan mikroorganisme pembusuk atau patogen dalam makanan kaleng tidak diinginkan,
sehingga pembunuhan atau inaktivasi mikroorganisme menjadi target utama dalam proses
pasteurisasi atau sterilisasi. Oleh karena itu, menjadi sangat penting memahami jenis dan
karakteristik mikroba, terutama dari kelompok mikroba penyebab kebusukan dan patogen yang
berpotensi tumbuh dalam makanan kaleng. Dalam pengolahan pangan, biasanya jenis mikroba yang
menjadi perhatian utama adalah kelompok kapang, khamir dan bakteri.
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasannya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses, karena mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit ditentukan disebabkan mikroba yang mengkontaminasi dapat bervariasi.
Kebanyakan penyakit pada manusia, hewan dan tanaman disebabkan oleh mikroorganisme.
Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh mikroorganismenya sendiri
atau oleh senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Hanya beberapa mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia. Penyebaran
mikroorganisme penyebab penyakit dapat terjadi melalui manusia, hewan ataupun makanan.
Mikroorganisme penyebab penyakit melalui makanan yang dibahas di dalam makalah ini adalah
Clostridium botulinum.
Bakteri C. botulinum merupakan mikroorganisme yang sering menjadi target proses termal,
terutama untuk produk pangan kelompok berasam rendah. Bakteri ini sangat berbahaya, karena
dapat memproduksi toksin yang mematikan, yaitu botulin (menyebabkan botulism) dan terdapat
pada tanah atau air sehingga bahan pangan dengan mudah terkontaminasi. Botulin merupakan
toksin yang sangat kuat, satu gram dapat membunuh 300 ribu orang. Toksinnya termasuk
neurotoksin, yaitu menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Tanda-tanda
keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat
mengakibatkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas.
Bakteri C. botulinum merupakan kelompok bakteri mesofilik yang sangat penting dalam makanan kaleng. Hal ini karena kondisi makanan kaleng yang vakum sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri C. Botulinum, karena sifatnya yang anaerobik (hidup baik pada kondisi tidak ada oksigen).
PEMBAHASAN
A. BAKTERI PERUSAK MAKANAN
Beberapa spesies pengurai tumbuh di dalam makanan. Mereka mengubah makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia. Contohnya: Clostridium botulinum, menghasilkan racun botulinin, seringkali terdapat pada makanan kalengan. Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan. Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita, sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.
B. KARATERISTIK Clostridium botulinumClostridium botulinum adalah bakteri yang memproduksi racun botulin, penyebab terjadinya
botulisme, racun yang dihasilkannya sangat mematikan 1 kg saja dapat mematikan seluruh manusia
yang ada di bumi. Bakteri ini masuk kedalam genus Clostridium. Bakteri ini pertama kali ditemukan
pada tahun 1896 oleh Emile van Ermengem dan umumnya dapat ditemukan di tanah.
Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, anaerobik (tidak dapat tumbuh
di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk spora, dan dapat
memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam
makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar. Ada tujuh tipe botulisme (A, B, C,
D, E, F dan G) yang dikenal, berdasarkan ciri khas antigen dari racun yang diproduksi oleh setiap
strain. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan
sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah unggas liar dan
unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G telah diisolasi dari tanah di
Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh strain ini.
Botulisme karena makanan (untuk membedakan dari botulisme pada luka dan botulisme
pada bayi) merupakan jenis keracunan makanan yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi
makanan yang mengandung racun syaraf yang kuat, yang dibentuk selama pertumbuhan organisme.
Racun ini tidak tahan panas dan dapat dihancurkan dengan pemanasan pada temperatur 80°C
selama10 menit atau lebih. Penyakit ini jarang terjadi, tetapi sangat diperhatikan karena apabila
tidak segera dirawat dengan benar, tingkat kematiannya tinggi. Kebanyakan kasus yang dilaporkan
setiap tahunnya berkaitan dengan makanan yang kurang diproses, dikalengkan di rumah tangga,
tetapi kadang-kadang makanan yang diproduksi secara komersial juga terlibat dalam kasus tersebut.
Sosis, produk daging, sayuran kaleng, dan produk makanan laut, paling sering menjadi perantara
dalam kasus botulisme pada manusia.
Organisme ini dan sporanya tersebar luas di alam. Bekteri ini ada di tanah, baik di tanah olahan,
tanah hutan, endapan di dasar sungai, danau, dan perairan pantai, dan di dalam usus ikan dan
mamalia, dan di dalam insang dan organ dalam kepiting dan jenis-jenis kerang lainnya.
1. Gejala-gejala penyakit Ada empat tipe botulisme yang dikenal: botulisme karena makanan, botulisme pada bayi, botulisme
pada luka, dan botulisme yang belum diklasifikasikan. Makanan-makanan tertentu telah dilaporkan
sebagai sumber spora dalam kasus-kasus botulisme pada bayi dan kategori yang belum
diklasifikasikan; botulisme pada luka tidak terkait dengan makanan.
Botulisme karena makanan merupakan nama penyakit (sebenarnya keracunan makanan) yang
disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang diproduksi oleh C.
botulinum .
Botulisme pada bayi, yang pertama kali dikenal tahun 1976, menginfeksi bayi di bawah usia 12
bulan. Botulisme tipe ini disebabkan karena konsumsi spora C. botulinum yang kemudian menghuni
usus dan memproduksi racun dalam saluran usus bayi ( intestinal toxemia botulism ). Di antara
berbagai sumber lingkungan yang potensial seperti tanah, air yang ditampung, debu, dan makanan,
madu merupakan sumber spora C. botulinum yang sejauh ini dapat dipastikan menjadi penyebab
botulisme pada bayi, baik dari hasil penelitian laboratorium maupun penelitian epidemiologi. Jumlah
botulisme pada bayi yang dilaporkan meningkat tajam karena meningkatnya pengetahuan para
petugas kesehatan sejak dikenalnya penyakit ini pada tahun 1976. Sekarang penyakit ini telah
dikenal secara internasional, dan kasusnya dilaporkan dari lebih banyak negara.
Botulisme pada luka merupakan tipe botulisme yang paling jarang terjadi. Penyakit timbul ketika C.
botulinum , baik secara tunggal maupun bersama dengan mikroorganisme lain, menginfeksi luka dan
menghasilkan racun yang menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah. Makanan tidak
terlibat dalam botulisme tipe ini.
Kategori botulisme yang belum diklasifikasikan melibatkan kasus pada orang dewasa di mana
makanan tertentu atau luka sebagai sumber infeksi tidak dapat diidentifikasi. Diduga, beberapa
kasus botulisme yang termasuk kategori ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan C. botulinum di
dalam usus orang dewasa, yang menghasilkan racun secara in vivo (di dalam tubuh). Laporan dalam
buku-buku kedokteran menunjukkan adanya botulisme yang mirip dengan botulisme pada bayi,
tetapi terjadi pada orang dewasa. Dalam kasus-kasus ini, pasien sebelumnya pernah menjalani
pembedahan saluran pencernaan dan atau perawatan dengan antibiotik. Diduga bahwa perawatan-
perawatan tersebut dapat mengubah komposisi normal flora usus dan memungkinkan C. botulinum
untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam usus. Dosis infektif – sangat sedikit (beberapa
nanogram) racun dapat menyebabkan penyakit. Racun ini merupakan salah satu racun paling kuat
yang dikenal di alam.
Gejala-gejala botulisme karena makanan umumnya dimulai 18-36 jam setelah konsumsi
makanan yang mengandung racun, walaupun kasus-kasus yang ada bervariasi antara 4 jam hingga 8
hari. Gejala awal keracunan terdiri dari rasa lelah, lemah, dan vertigo, yang biasanya diikuti dengan
penglihatan berganda dan kesulitan bicara dan menelan yang meningkat. Kesulitan bernapas, rasa
lemah pada otot-otot lain, perut kembung dan konstipasi (sembelit) juga merupakan gejala yang
sering terjadi. Gejala klinis botulisme pada bayi terdiri dari konstipasi yang terjadi setelah masa
pertumbuhan yang normal. Gejala ini diikuti dengan hilangnya nafsu makan, mengantuk, lemah,
keluarnya air liur, dan tangis yang keras, serta nyata adanya kehilangan kontrol pada bagian kepala.
Perawatan yang disarankankan meliputi tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau
menyembuhkan komplikasi dan efek samping yang mungkin terjadi sehingga pasien merasa lebih
nyaman ( supportive care ). Perawatan dengan obat-obatan antimikrobial tidak dianjurkan.
2. Diagnosis Walaupun botulisme dapat didiagnosis dengan gejala klinis saja, penyakit ini mungkin sulit
dibedakan dari penyakit-penyakit lainnya. Cara paling langsung dan efektif untuk memastikan
diagnosis klinis botulisme di dalam labotarorium adalah dengan memeriksa adanya racun dalam
serum atau kotoran pasien atau dalam makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Saat ini, metode
deteksi toksin yang paling sensitif dan digunakan secara luas adalah uji netralisasi tikus ( mouse
neutralization test ). Uji ini memerlukan waktu 48 jam. Pembiakan sample memerlukan waktu 5-7
hari. Botulisme pada bayi didiagnosis dengan memeriksa adanya racun botulinal dan C. botulinum di
dalam kotoran bayi.
C. MAKANAN YANG TERKAIT Makanan yang terlibat dalam kasus botulisme beragam, sesuai dengan cara pengawetan makanan dan kebiasaan makan di berbagai wilayah. Semua makanan yang mendukung pertumbuhan dan produksi racun, yang setelah pemrosesannya memungkinkan masih ada spora yang bertahan, dan sesudahnya tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi, dapat menyebabkan botulisme. Hampir semua jenis makanan yang tidak asam (pH di atas 4,6) dapat mendukung pertumbuhan dan produksi racun oleh C. botulinum . Racun botulinal telah dibuktikan ada pada berbagai jenis makanan, seperti jagung kaleng, merica, kacang hijau, sup, bit, asparagus, jamur, buah zaitun matang, bayam, ikan tuna, ayam, dan hati ayam dan pasta dari hati ( liver pate ), dan daging olahan yang dimakan dingin ( luncheon meat ), ham, sosis, terung isi, lobster, ikan asap, dan ikan asin. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan yang terdapat di dalamnya dan mikroba perusak yang di alamnya. Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1. Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk daging dan ikan,suws, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-lain).
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.
D. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MAKANAN KALENG
Berikut ini adalah beberapa indikasi kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis:
1. Flat Sour. Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam yang menusuk. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas spora bak-teri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.
2. Flipper. Apabila dilihat secara sekilas, kaleng terlihat norrnal tanpa keru-sakan. Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan cembung.
3. Springer. Apabila Salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedangkan ujung yang lainnya tampak cembung permanen. Bila bagian yang cembung ini ditekan, maka bagian ujung yang masih rata akan tampak cembung.
4. Swell. Apabila Kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat adanya bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dibedakan menjadi soft swell yang lunak dan masih bisa ditekan sedikit dengan jari, serta hard swell yang keras dan tidak bisa ditekan ke dalam.
E. PENCEGAHAN Pencegahan secara total tidak mungkin dilakukan. Semua makanan yang dikalengkan dan
diawetkan secara komersial umumnya aman untuk dikonsumsi (semuanya telah disterilkan atau
terlalu asam atau diawetkan dengan cara lain). Produk segar tidak berbahaya. Racun dapat
dihancurkan pada suhu 75°-80°C, sehingga makanan yang telah dimasak dan dipanaskan aman
dikonsumsi
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. C. botulinum merupakan bakteri yang dapat membusukkan makanan kaleng, kebusukan sulfida dan penggembungan kaleng.
2. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh bakteri menghasilkan kondisi kaleng yang abnormal.
3. Botulisme karena makanan merupakan nama penyakit (sebenarnya keracunan makanan) yang
disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang diproduksi oleh C.
botulinum .
4. Mikroorganisme yang berbahaya dalam makanan dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat makanan dan gejala penyakit pada manusia.
5. Keracunan makanan disebabkan tertelannya mikroorganisme patogen yang mengandung zat toksin dari hasil metabolisme bakteri.
B. SARAN
1. Sebelum membeli makanan kaleng sebaiknya dilakukan pemeriksaan ada tidaknya kerusakan kemasan untuk menghindari bahaya keracunan makanan.
2. Menghindari pengonsumsian makanan kaleng yang berlebihan untuk mencegah penyakit akibat dampak mikroorganisme patogen yang ada di dalamnya.
3. Produsen makanan kaleng sebaiknya memperhitungkan kualitas kesehatan pangan dan pengawasan yang baik untuk menghindari bahaya yang menimpa konsumen.
4. Mengatur kondisi-kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan C. botulinum dengan sterilisasi makanan yang baik.
5. Pemanasan untuk makanan kaleng seharusnya dapat membunuh semua mikroorganisme penyebab penyakit dan pembusuk.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.food-info.net/id/bact/clbot.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Clostridium_botulinum
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan,
PERAN MIKROORGANISME DALM MAKANAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Makanan yang disukai manusia pada umumnya juga disukai orgnisme. Dengan demikian
maka mikroorganisme pada dasarnya merupakan saingan manusia.
Mikroorganisme adalah mahluk – mshluk kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop.Banyak
virus, bakteri dan jamur menyerang makanan yang masih berupa bahan mentah seperti sayur –
sayuran, buah- buahan, susu, daging ; banyak pula yang menyerang makanan yang sudah dimasak
seperti nasi, roti, kue, lauk – pauk dan sebagainya. Maka sudah sewajarnyalah jika manusia sejak
zaman dahulu dan dimanapun berusaha keras untuk menenggulangi serangan tersebut. Banyak juga
cara – cara yang telah di temukan oleh manusia untuk menyelamatkan makanannya dari
pencemaran oleh mikroorganisme.
Makanan yang telah dihinggapi mikroorganisme itu mengalami penguraian sehingga dapat
berkuranglah nilai gizi dan kelezatannya, bahkan makanan yang telah dalam keadaan terurai itu
dapat menyebabkan sakit sampai matinya seseorang yang memakannya.
Keracunan karena makanan dapat terjadi dimana – mana, dan sampai sekarang pun korban akibat
keracunan makanan itu relatif tinggi, terlebih-lebih di daeran-daerah yang penduduknya miskin. Tiap
kali di daerah Banyumas dan sekitarnya terjadi akibat keracunan akibat makanan tempe bongkrek.
Tempe bongkrek yang telah kadarluarsa, lagi pula tidak di masak dengan sepertinya yang sudah
barang tentu tidak aman untuk di makan.
Sebaliknya, ada beberapa jenis makanan dan minuman yang perlu di tumbuhi mikroorganisme
terlebih dahulu supaya jadi dan lezatnya bertambah. Pembuatan keju, tempe, tape, minuman
anggur, tuak dan lain-lain lagi akan tidak berhasil jika tidal dengan pertolongan mikroorganisme.
Untuk itulah, kami menyusun makalah ini dengan formulasi judul “Mikrobiologi Makanan”
1.2 Permasalahan
a. Mikroorganisme pada makanan
b. Jenis – jenis mikroba yang dapat mengkontaminasi makanan
c. Peranan positif dan negative mikroorganisme pada makanan
1.3 tujuan
Secara umum :
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang Mikrobilogi terapan, yakni
dalam “Makanan”
Secara khusus :
Bertujuan untuk memenuhi persyaratan masuk ujian tengah semester dari mata kuliah Mikrobiologi..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mikroorganisme pada bahan makanan
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk,
2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas
kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi
dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena
mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila
ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula.
Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim
yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam
bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan
diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada.
Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tempat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam
media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni, 2001). Oleh karena aktivitasnya
tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan
maupun yang menguntungkan.
Bahan makanan merupakan salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi
pertumbuhan mikroorganisme Makanan basi atau terkontaminasi tak asing lagi ada campur tangan
mikroorganisme di dalamnya. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencegahnya, salah
satunya dengan pengawetan. Pengawetan makanan yang umumnya digunakan adalah memasak
atau memanaskan makanan tersebut agar mikroorganisme yang ada di dalamnya mati, selain itu
dengan pemberian garam dengan konsentrasi tinggi misalnya saja pada ikan atau daging,
penggunaan radiasi juga efektif untuk beberapa jenis makanan. Metode pengawetan makanan yang
tidak mematikan mikroorganisme tetapi mencegah pertumbuhannya mencakup pembekuan dan
pengeringan.
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber
makanan bagi mikroorganisme. Pada umumnya bahan makanan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat
menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya
cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga
dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak dikomsumsi (Syarifah, 2002) Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan
bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit.
Makanan
Irianto (2007) menjelaskan proses-proses peruraian bahan makanan oleh mikroorganisme
adalah sebagai berikut.
a. asam amino → amin → amonia → hidrogen sulfidaBahan pangan protein → mikroorganisme
proteolitik
b. asam → alkohol gasBahan pangan berkarbohidrat → mikroorganisme peragi karbohidrat
c. asam lemak → gliserolBahan pangan berlemak → mikroorganisme lipolitik
Keberadaan mikroorganisme dalam suatu bahan makanan disebabkan karena bahan
makanan tersebut mengandung nutrient yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri.
Kontaminasi mikroorganisme pada bahan makanan dapat menyebabkan penyakit, seperti
tifus, kolera, disentri, atau tbc, yang mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan
kesehatan, khususnya gangguan perut akibat keracunan makanan disebabkan, antara lain oleh
kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau
hewan beracun; toksin-toksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yang mengandung
parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi
satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya
(Syarifah, 2002).
Sumber-sumber kontaminasi bahan makanan oleh bakteri ada bermacam-macam, antara
lain:
manusia,
udara,
makanan mentah,
hewan,
serangga,
buangan,
debu dan
kotoran, dan air yang tidak untuk diminu
Manusia membawa bakteri di rambut, telinga, hidung, tenggorokan, usus dan kulit,
terutama tangan. Batuk, bersin dan meludah akan memindahkan bakteri. Menggaruk bintik-bintik
pada kulit akan menyebarkan mikroba yang berbahaya.
Makanan mentah yang mungkin mengandung bakteri yaitu daging, unggas, buah dan
sayuran (terutama sayuran dari dalam tanah), ikan, kerang. Bakteri dari berbagai sumber dapat
dipindahkan pada makanan melalui kontak langsung.
Permukaan tempat kerja, pisau, pakaian dan tangan yang tidak dicuci merupakan pembawa
untuk memindahkan bakteri ke makanan (kontak tidak langsung). Benda-benda dapat
menkontaminasi makanan selama tahap-tahap proses produksi. Bahan kimia, termasuk pestisida,
pemutih dan bahan pembersih lainnya dapat mengkontaminasi makanan apabila tidak digunakan
dengan hati-hati. Apabila benda yang berbahaya dimasukkan dalam makanan secara sengaja, ini
disebut kontaminasi disengaja dan merupakan tindakan kejahatan (Setyawan, 2008).
Ketika menyimpan makanan, penting untuk melakukan perputaran stok agar makanan yang
lama digunakan lebih dulu. Jangan membuat stok makanan yang berlebihan. Makanan kering,
makanan dalam botol dan kaleng harus disimpan dalam ruangan yang kering, berventilasi baik, tidak
di lantai, dan dalam wadah yang kedap udara apabila perlu. Semua makanan harus disimpan dalam
wadah bertutup rapat untuk mencegah kontaminasi (Setyawan, 2008).
2.2 Jenis – jenis mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi makanan
Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai bahan yang bersifat toksik bagi tubuh yang
dapat membuat makanan tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Penyakit asal makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan dipindah sebarkan melalui makanan terjadi melalui dua
mekanisme yaitu pertama, mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang
sehingga menyebabkan penyakit asal makanan dan kedua, mikroorganisme mengeluarkan
eksotoksin dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang memakannya.Salah
satu kontaminan makanan yang penting untuk diketahui adalah mikotoksin. Mikotoksin adalah zat
toksik atau toksin yang dikeluarkan oleh jamur atau fungi.
Selain mikotoksin terdapat beberapa mikroorganisme yang biasanya mengkontaminasi
makanan, minuman dan obat tradisional. Mikroorganisme kontaminan yang diuji di laboratorium
mikrobiologi adalah:
1. Kuman Coliform
Kuman Coliform merupakan segolongan besar dan heterogen kuman-kuman batang Gram
negatif, yang dalam batas-batas tertentu mirip Escherichia coli. Kuman Coliform merupakan sebagian
besar flora aerobik usus normal. Di dalam usus, umumnya kuman ini tidak menyebabkan penyakit
dan bahkan dapat membantu fungsi usus secara normal. Organisme ini menjadi patogen hanya bila
mencapai jaringan di luar saluran pencernaan, khususnya saluran air kemih, saluran empedu, paru-
paru, peritonium, atau selaput otak, yang dapat menyebabkan peradangan pada tempat-tempat
tersebut. Bila daya tahan normal hospes tidak cukup kuat, khususnya pada bayi yang baru lahir,
manusia yang berusia tua, pada stadium terminal penyakit-penyakit lain, maka kuman Coliform
dapat mencapai aliran darah dan menyebabkan sepsis .
2. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun
dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini tidak bergerak, tidak membentuk spora
dan tumbuh paling cepat pada suhu 370C. Koloninya berwarna abu-abu sampai kuning emas.
Staphylococcus aureus adalah genus Staphylococcus yang menjadi patogen utama bagi
manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus
sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit
ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Salah satu penyebab terjadinya keracunan
makanan adalah karena makanan yang dimasak kurang matang .
3. Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri batang Gram negatif, yang habitat alaminya di saluran usus
manusia dan hewan. Koloninya berbentuk bundar, cembung dan halus dengan tepi yang nyata. Di
dalam usus, pada umumnya Escherichia coli tidak menyebabkan penyakit dan bahkan dapat
membantu fungsi usus secara normal. Bakteri ini menjadi patogen hanya bila berada di luar usus
atau di tempat lain dimana flora normal jarang terdapat. Tempat yang sering terinfeksi oleh bakteri
ini adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain di rongga perut. Escherichia coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan terjadinya diare.
4. Salmonella
Infeksi oleh bakteri genus Salmonella disebut Salmonelosis. Infeksi ini menyerang saluran
gastrointestin yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon. Gejala yang
ditimbulkan setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung Salmonella adalah timbul rasa sakit
perut yang mendadak dengan diare encer, seringkali mual, muntah dan demam dengan suhu 38 0C
sampai 390C. Gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh
Salmonella .
Salmonella mudah tumbuh pada media perbenihan biasa. Bakteri ini membentuk asam dan
kadang-kadang gas dari hasil fermentasi glukosa dan manosa dan biasanya membentuk H2S.
Salmonella dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama, resisten terhadap zat-
zat kimia tertentu misalnya hijau brilian, natrium tetrationat dan natrium deoksikolat yang
menghambat bakteri enterik lainnya.
Beberapa spesies Salmonella dapat menyebabkan infeksi makanan diantaranya Salmonella
enteritidis var. Typhimurium dan varietas lainnya serta Salmonella choleraesuis. Bakteri ini adalah
bakteri Gram negatif, motil, tidak membentuk spora, dapat memfermentasi glukosa, tetapi tidak
memfermentasi laktosa atau sukrosa.
5. Clostridium perfringens
Clostridium perfringens umumnya terdapat di alam, misalnya dalam daging mentah dan tinja
hewan. Bakteri ini juga merupakan penyebab utama keracunan makanan. Keracunan makanan ini
paling baik dicegah dengan menghindarkan penghangatan atau pendinginan makanan yang telah
dimasak, secara berkelanjutan.
2.3 Peranan mikroorganisme pada makanan
A.PerananyangMerugikan
a. Bakteri
• Penyebab penyakit, tidak baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan
Misalnya Strptococcus pneumoniae penyebab pneumonia dan Corynebacterium diphtheriae
penyebab dipteri.
• Penyebab kebusukan makanan (spoilage)
Adanya kebusukan pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri yang
tumbuh dalam makanan tersebut. Beberapa di antara mikroorganisme dapat mengubah rasa
beserta aroma dari makanan sehingga dianggap merupakan mikroorganisme pembusuk. Dalam
pembusukan daging, mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak
protein-protein. Pada proses pembusukan sayur dan buah, mikroorganisme pektinolitik mampu
merombak bahan-bahan yang mengandung pektin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan
(Tarigan, 1988). Mikroorganisme seperti bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) dapat
menyebabkan perubahan yang tidak dikehendaki pada penampakan visual, bau, tekstur atau rasa
suatu makanan. Mikroorganisme ini dikelompokkan berdasarkan tipe aktivitasnya, seperti
proteolitik, lipolitik, dll. Atau berdasarkan kebutuhan hidupnya seperti termofilik,halofilik, dll.
• Penyebab keracunan makanan (food borne disease).
Kusnadi, dkk (2003) menjelaskan bahwa bakteri penghasil racun (enterotoksin atau
eksotoksin) dapat mencemari badan air, misalnya spora Clostridium perfringens, C. Botulinum,
Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Spora dapat masuk ke dalam air melalui debu/tanah,
kotoran hewan, dan makanan-limbah. Jika makanan atau minuman dan air bersih tercemari air
tersebut, maka dalam keadaan yang memungkinkan, bakteri tersebut akan mengeluarkan racun
sehingga makanan atau minuman mengandung racun dan bila dikonsumsi dapat menyebabkan
keracunan makanan. Bahkan menurut Dwidjoseputro (2005) pada makanan yang telah
dipasteurisasi pun juga dapat mengandung racun (toksin) . Makanan yang telah dipasteurisasi
kemudian terus menerus disimpan di dalam kaleng pada temperatur kamar, dapat mengandung
racun yang berasal dari Clostridium botulinum. Spora-spora dari bakteri ini tidak mati dalam proses
pasteurisasi. Dalam keadaan tertutup (anaerob) dan suhu yang menguntungkan, maka spora-spora
tersebut dapat tumbuh menjadi bakteri serta menghasilkan toksin. Racun yang dihasilkan tidak
mengganggu alat pencernaan, melainkan mengganggu urat saraf tepi.
Indeks pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok: (1) infeksi dimana makanan tidak
menunjang pertumbuhan patogen tersebut, misalnya, patogen penyebab tuberkolosis (
Mycobacterium bovis dan M. tubercolosis), brucellosis (Brucela aortus, b. melitensis), diprteri
(Corynebacterium diptheriae), disentri oleh Campylobacter, demam tifus,kolera , hepatitis, dan lain-
lain; dan (2) infeksi dimana makanan berfungsi sebagai medium kultur untuk pertumbuhan patogen
hingga mencapai jumah yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi pengkomsumsi makanan
tersebut; infeksi ini mencakup Salmonela spp, Listeria, vibrio parahaemolyticus, dan Escherichia coli
enteropatogenik. Penularan infeksi jenis kedua ini lebih mewabah dari pada jenis-jenis gangguan
perut yang lain. Gejala-gejala yang disebabkan infeksi mulai terlihat setelah setelah 12-24 jam dan
ditandai dengan sakit perut bagian bawah (abdominal pains), pusing, diare, muntah-muntah, demam
dan sakit kepala. Pada tabel 2 disajikan gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri patogen
dan waktu inkubasi yang diperlukan untuk menimbulkan gejala.
Beberapa peneliti menyarankan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens dan
Bacillus cereus dikategorikan sebagai intoksikasi karena kedua jenis bakteri dapat memproduksi
toksin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek keracunan, sejumlah besar sel hidup harus terkonsumsi.
Demikian juga Salmonella dapat menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin didalam saluran
pencernaan. Sebaliknya Saereus yang tergolong ke dalam intoksikasi, dapat mengkolonikasi mukosa
dalam saluran pencernaan dan menyebabkan diare kronis. Dengan demikian klasifikasi keracunan
makanan ini harus digunakan secara hati-hati.
Mikotoksikosis biasanya tersebar melalui makanan, sedangkan mikosis tidak melalui
makanan tetapi melalui kulit atau lapisan epidermis,rambut dan kuku akibat sentuhan, pakaian, atau
terbawa angin.
b. Non-Bakteri
Kapang
Selain oleh bakteri, kapang juga dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua
golongan, yaitu
(1) infeksi oleh fungi yang disebut mikosis dan
(2) keracunan yang disebabkan oleh tertelannya metabolik beracun dari fungi atau mikotoksikosis.
`Dalam menghindari hal-hal negative yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dilakukan
pencegahan-pencegahan seperti Pencegahan kontaminasi pangan seperti yang dianjurkan dalam
Setyawan (2008) adalah sebagai berikut:
1. Menyentuh makanan sedikit mungkin.2. Menghindarkan makanan dari semua sumber bakteri
3. Menutup makanan4. Menghindarkan hewan dan serangga dari tempat makanan.5. Membuang sisa makanan dan sampah lain dengan hati-hati.6. Menjaga tempat sampah tetap tertutup.7. Menjaga segalanya sebersih mungkin.
B. Peran yang Menguntungkan
Beberapa bahan makanan yang sampai saat ini dibuat dengan menggunakan
mikroorganisme sebagai bahan utama prosesnya, misalnya pembuatan bir dan minuman anggur
dengan menggunakan ragi, pembuatan roti dan produk air susu dengan bantuana bakteri asam
laktat, dan pembuatan cuka dengan bantuan bakteri cuka.
Pengolahan kacang kedelai di beberapa negara banyak yang menggunakan bantuan fungi,
ragi, dan bakteri bakteri asam laktat. Bahkan asam laktat dan asam sitrat yang dalam jumlah besar
diperlukan oleh industri bahan makanan masing-masing dibuat dengan bantuan asam laktat dan
Aspergillus niger (Darkuni, 2001).
Beberqapa kelompok mikroorganisme dapat digunakan sebagai indikator kualitas makanan.
Mikroorganisme ini merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan di atas batasan
jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi yang terekspos yang dapat
mengintroduksi organisme hazardous (berbahaya) dan menyebabkan proliferasi spesies patogen
ataupun toksigen. Misalnya E. coli tipe I, coliform dan fekal streptococci digunakan sebagai indikator
penanganan pangan secara tidak higinis, termasuk keberadaan patogen tertentu. Mikroorganisme
indikator ini sering digunakan sebagai indaktor kualitas mikrobiologi pada pangan.
Produksi massa ragi, bakteri dan alga dari media murah mengandung garam nitrogen
anorganik , cepat saji, dan menyediakan sumber protein dan senyawa lain yang sering digunakan
sebagai makanan tambahan untuk manusia dan hewan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas
kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi
dengan sendirinya.
Miroorganisme dalam melangsungkan hidupnya tidak membutuhkan tempat yang besar dan
mudah mudah hidup dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat.
Bahan pangan selain menjadi sumber energi bagi manusia dapat menjadi bahan makanan
bagi mikroorganisme karana banyak menyedikakan berbagai macam nutrisi yang digunakan untuk
melangsungkan kehidupan dan mengembangkan diri.
Mikroorganisme dalam pangan sangat bermacam macam seperti, Kuman Coliform,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella, Clostridium perfringens jenis – jenis ini ada yang
berperan positif bagi manusia dan ada yang merugikan bagi manusia termasuk dalam pencemaran
makana dan menyebabkan berbagai keracunan dalam makanan.
3.2 saran
Melalui makalah ini, kami mengharapkan Bagi para konsumen khususnya yang sudah
berkeluarga perlu sekali mengetahui hal ini. Demi menjaga kesehatan keluarga, kita harus teliti
benar dalam soal makanan. Makanan jajanan atau pinggir jalan sebaiknya tidak dikonsumsi karena
selain higienisitas makanan tidak terjamin juga banyak menggunakan bahan kimia secara berlebihan.
Selain itu, untuk semua pihak yang bergelut dibidang kesehatan khususnya dalam hal
kesehatan makanan agar lebih memperhatikan mikroba yang berperan positif dan berperan negative
pada manusia.
Daftar Pustaka
Anonim,2009.Mikroorganisme dalam Bahan Makanan. Online http://en.wordpress.com/tag/bakteri-pada-
makanan . com , access on Jum’at 3 april 2009
Dwidjoseputre, D. Dr. Prof. 2005. Dasar – Dasar Mikrobologi. PT. Djambatan: Jakarta
Ikbal Ali, 2008. Peran Mikroorganisme Dalam Kehidupan. Online http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan.com, access on Senin 30 april 2009
Bakteri Penyebab Kontaminasi Makanan
Pengertian makanan meneurut beberapa sumber, diantaranya Permenkes, adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat.
Makanan dapat menimbulkan penyakit (foodborne diseases) apabila terkontaminasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering ditemukan dalam makanan diantaranya adalah bakteri. Bakteri dapat merusak makanan dengan berbagai cara dan hal itu tidak selalu dapat diketahui atau dikenal dari wujudnya oleh pandangan mata, baunya atau rasanya. Sayangnya, beberapa bakteri yang menempati posisi penting dalam dunia kesehatan dapat mempertinggi tingkat bahaya yang ditimbulkan olehnya kepada manusia melalui makanan yang dihinggapinya tanpa merubah warna atau rasanya. Bakteri ini tidak merubah penampilan makanan yang ada, tetapi ternyata telah membuat makanan tidak sehat untuk dimakan oleh manusia (Saksono, 1986).
Food Borne Disease
Makanan yang terkontaminasi dapat menimbulkan gej ala penyakit baik infeksi maupun keracunan. Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut disebut kontaminan. Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui 2 (dua) cara yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman maupun hewan yang diperoleh dari tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Sedangkan kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah maupun makanan masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, peralatan ataupun manusia yang menangani makanan tersebut yang biasanya merupakan perantara utama (Purnawijayanti, 2001).
Makanan mulai dari awal proses pengolahan sampai siap dihidangkan dapat memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikrobia (Trihendrokesowo, 1989). Pencemaran mikrobia di dalam makanan dapat berasal dari lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan dan manusia yang ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap. Jenis mikrobia yang sering menjadi pencemar bagi makanan salah satunya adalah bakteri. Bakteri yang mengkontaminasi makanan dapat berasal dari tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan..
Bakteri terdapat dimana-mana misalnya dalam air, tanah, udara, tanaman, hewan dan manusia. Di dalam pengolahan makanan, bakteri dapat berasal dari pekerja, bahan mentah, lingkungan, binatang dan fomite (benda-benda mati). Sumber-sumber ini dapat menyebarkan bakteri yang mungkin menyebabkan pembusukan makanan atau tersebarnya suatu penyakit. Bakteri yang tinggal dalam usus dapat pindah ke dalam makanan jika penjamah makanan tidak mencuci tangan dengan benar setelah menggunakan kamar kecil. Mencuci tangan yang benar sangat penting setelah menggunakan toilet, tidak hanya setelah buang air besar, karena bakteri patogen juga dapat diperoleh dari pengguna toilet sebelumnya melalui pegangan pintu, keran dan handuk pengering.
Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai oleh bakteri. Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya bakteri patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu dalam proses pengolahan atau kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruang. Kondisi yang optimum bagi bakteri patogen dalam makanan siap saji akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. Depkes RI (1999) menyebutkan bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan dengan suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri diantaranya adalah suasana makanan yang banyak protein dan banyak air, pH normal (6,8-7,5) serta suhu optimim 10 °C-60 °C (Jenie, 1998).
Bakteri melakukan multiplikasi proses doubling (penggandaan), setiap sel membelah menjadi dua sel identik yang terus mengulang menjadi proses tersebut menjadi empat sel, kemudian memproduksi menjadi delapan sel dan seterusnya. Periode antara pembelahan sel dikenal sebagai waktu generasi atau waktu doubling. Waktu ini cukup pendek, biasanya sekitar 20 menit dan kadang lebih pendek lagi. Ini berarti bahwa dengan kondisi yang tepat, satu jenis bakteri dapat menggandakan diri dengan sangat cepat (Adams dan Motarjemi, 1999).
Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri patogen. Gejala penyakit disebabkan oleh patogen timbul karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan dapat berkembang biak di dalam saluran pencernaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, mual dan gej ala lain. Bakteri patogen semacam ini misalnya Escherichia coli, Salmonella typhi dan Shigella dysentriae.
Untuk menyebabkan penyakit, jumlah sel bakteri patogen yang dikonsumsi harus memadai. Dosis infeksius ini bervariasi antarorganisme dan antarindividu. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada E.coli, perkiraan dosis infeksi bermacam-macam misalnya : Enteropatogenik 106-1010; Enterotoksigenik 106-108; Enteroinvasif 106; Enterohemoragik 101-103. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa diperlukan sejumlah bakteri untuk bisa menyebabkan penyakit, tetapi pernyataan itu harus dipandang sebagai pendapat mentah. Infeksi yang terjadi merupakan akibat dari interaksi antara 2 faktor, yaitu kemampuan bakteri untuk menyebabkan penyakit dan kerentanan
individu. Kerentanan individu terhadap infeksi meliputi usia, kesehatan secara umum, nutrisi, status imun dan apakah seseorang sedang menjalani pengobatan (Adams dan Motarjemi, 1999).
Bakteri patogen di dalam makanan juga dapat menyebabkan keracunan makanan. Hal ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang diproduksi oleh bakteri selama tumbuh dalam makanan. Gej ala keracunan makanan oleh bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran pencernaan (Badan POM, 2002).
Escherichia coli . : Bakteri Escherichia coli secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil pada anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok yaitu non patogenik dan patogenik. Bakteri ini dapat berkembang biak dan memproduksi toksin selama ia tumbuh dalam makanan. Jika makanan yang telah mengandung bakteri ini masuk kedalam tubuh kemudian masuk di dalam saluran pencernaan, akan menimbulkan gej ala sakit perut, mual, muntah dan diare. Waktu inkubasi E.coli 8 – 24 jam (rata-rata 11 jam). Ada empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC ( Verotoksin Escherichia coli).
E.coli termasuk bakteri Gram negatif yang tidak membentuk spora, berbentuk batang anaerob fakultatif dan tergolong ke dalam famili Enterobacteriaceae dengan suhu optimal bagi pertumbuhannya adalah 37°C. Kuman E.coli akan tumbuh pada kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aw yang minimal untuk pertumbuhannya adalah 0,95 ( WHO, 2000).
Staphylococcus aureus : Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, non motil, berbentuk kokus yang anaerob fakultatif dan tidak membentuk spora. Suhu pertumbuhannya berkisar antara 7ºC-48°C dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 37°C. Bakteri ini tumbuh pada kisaran pH 4,0-9,3. Nilai pH optimalnya 7,0-7,5. Kisaran nilai pH untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin yang diproduksi akan lebih sedikit pada pH di bawah 6,0. Pertumbuhan bakteri ini akan tetap terjadi pada nilai aw 0,83, tetapi pembentukan toksinnya tidak terjadi pada nilai di bawah 0,86.
Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi pada luka, menyebabkan rasa panas dan bisul-bisul. Bakteri ini juga merupakan salah satu penyebab umum pada keracunan makanan. Staphylococcus aureus dapat memproduksi racun yang disebut dengan enterotoksin. Toksin ini dapat menyerang saluran pencernaan, jika manusia mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bakteri ini. Jika makanan yang mengandung bakteri ini masuk kedalam tubuh, kemudian masuk di dalam saluran pencernaan, dapat menimbulkan gejala sakit perut, mual, muntah dan diare. Waktu inkubasi Staphylococcus aureus 1-8 jam, paling sering antara 2 – 4 jam. Sumber bakteri Staphyilococcus aureus
dapat berasal dari tangan, rongga hidung, mulut dan tenggorokan pekerja. Hal ini menjadi kritis jika pekerja yang sedang sakit tenggorokan dibiarkan bekerja.
Posted by Kesehatan Lingkungan 8:17 AM
Labels: Sanitasi Lingkungan
0 comments:
Post a Comment
Links to this post
Create a Link
Newer Post Older Post Home
Subscribe to:
Kesehatan Masyarakat
Kesmas
Kesmas Update Kesmas Baru Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi: Berbagai Jenis Penyakit yang Dapat... tinyurl.com/caaqj82 Click Here yesterday · reply · retweet · favorite
Kesmas Info penting lain Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi: Berbagai Jenis Penyakit yang Dapat ... bit.ly/YqQOY3 Click Here yesterday · reply · retweet · favorite
Kesmas Tips vegetarian diet Naked Food Cooking’s Real Food University: Naked Food Cooking’s Real Food Univ... bit.ly/ZOez95 click here yesterday · reply · retweet · favorite
Join the conversation
Topik Paling Dicari
SANITARIAN GUIDE 1. Inspeksi sanitasi kolam renang
2. Inspeksi sanitasi SAB
3. Instrumen rumah sehat
4. Inspeksi sanitasi industri
5. Inspeksi sanitasi bandara
6. Inspeksi sanitasi pangkas rambut
7. Inspeksi sanitasi pasar
8. Inspeksi sanitasi salon
9. Inspeksi sanitasi gereja
10. Inspeksi sanitasi ponpes
11. Inspeksi sanitasi sekolah
12. Angka kredit sanitarian
13. Syarat pembuangan tinja
14. Penyakit melalui tinja
15. Kesling perumahan
16. Permukiman sehat
17. Air baku DAM
18. Sumur sehat
19. Siklus hidrologi
20. Septic tank
21. Sanitasi darurat
22. Kode etik sanitarian
23. Standard profesi sanitarian
24. Kesling rumah sakit
25. Sanitasi lingkungan
26. Pencemaran tanah
27. E Coli
28. ADKL
29. Sanitasi sekolah
30. AMDAL
31. SToPS metode CLTS
31. Swine flu
33. Desinfeksi sumur
34. Proses dekomposisi tinja
35. Depot air minum
36. STBM
37. Instrumen rumah sehat
38. Global warming
39. Water tap
40. Fact sanitarian
41. Download google buku
42. Download permenkes
43. Angka kredit sanitarian
44. Uji kompetensi sanitarian
45. Teknik Bertanya buat fasilitator
46. Dasar Hukum AMDAL
47. Geofisik -Kimia pada AMDAL
48. Affiliate Marketing
49. Kamus Internet Marketing
50. Inspeksi Sanitasi Masjid
51. Masalah Sanitasi Ponpes
52. Informasi Sanitasi Haji
53. Informasi Pasar Sehat
54. Cara Uji TSS
55. Cara Ambil Contoh Air Tanah
56. Cara Uji pH
57. Uji pH Meter
58. Kriteria Jamban Sehat
59. Cara Pengambilan Air Limbah
60. Target STBM
61. Pengukuran Kebisingan
62. Cara Uji DHL Air
63. Cara Uji COD
64. Pengendalian Kebisingan
65. Deklarasi ODF Kedungjajang
66. Update Marketing Sanitasi
67. Sedongan Terpanjang
68. Seri Teknologi Tepat Guna Sanitasi
69. Indikator Kualitas Air Limbah
70. Pencemaran Detergen
71. Syarat Kesehatan SGL
72. Pola Pencemaran Tinja
73. Kualitas bakteriologis Air Bersih
74. Dasar Kesling Rumah sakit
75. Pengaruh Limbah Cair Pada Kesehatan
76. Aspek Kesling Rumah
77. Dasar Hukum AMDAL
78. Sanitasi Buruk dan Diare
79. Sanitasi Kantin Sekolah
80. Parameter Bakteriologis Air Bersih
81. Keracunan Makanan
82. Indikator Pencemaran Air
83. Sanitasi Penjamah Makanan
84. SanitasiKantin
85. Kesling Sekolah
86. Mengukur Status Gizi
87. Riskesdas Sanitasi
88. MDGs History
89. Indonesia Environmental Health
90. Karakteristik Aedes Aegypti
91. Sanitasi Lingkungan dan DBD
92. Food Borne Disease
93. Pencemaran Makanan
94. Klinik Sanitasi
95. Sanitasi Alat Makan
96. Kebisingan
97. Kebisingan dan Kesehatan
98. Peraturan Pengelolaan Limbah
99. Hygiene Sanitasi Catering
100. Chcklist InspSant Kolam Renang & DAM
101. Baku Mutu Lingkungan
ENVIRONMENTAL HEALTH CORNER 1. Waterborne Disease
2. Sanitasi Warung Makan
3. Panduan WHO Inos
4. Pedoman WHO Indoor Air Pollution
5. Inspeksi Sanitasi ala EPA
6. Sanitasi Susu
7. Swine flu
8. Jamban Pantai
9. Disinfeksi RS
10. Air Borne Disease
11. Standard Ruang Bangunan RS
12. Pengendalian Penc Dalam Ruangan
13. Ice Breaking
14. Global warming
15. Water tap
16. Download google buku
17. Download permenkes
18. Teknik Bertanya buat fasilitator
19. Affiliate Marketing
20. Kamus Internet Marketing
21. Software Flash Disk Rusak
22. Kepmenkes Pasar Sehat
23. Tentang Sanitasi Haji
24. Masalah Sanitasi Ponpes
25. Swine flu
26. Pencemaran Udara
27. Sharing STBM
28. Sick Building Syndrome
29. Seri Kesling RS
30. Masalah Penc Udara
31. Kandungan Cholesterol Makanan
32. Deklarasi ODF Kec. Padang
33. E Coli Dengan H2S
34. Software Klinik Sanitasi
35. Cara Memulai Program Fitness
36. Faktor Resiko Diabetes Mellitus
37. Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus
38. Diabetic Diet Recommended
39. Environmental Health
40. Water Micro Organism
41. History of MDGs
42. Penyakit Karena Cacing Cambuk
43. Fogging dan Resistensi Nyamuk
44. Pencemaran Pb dan Kesehatan
45. Limbah Medis dan Kesehatan
46. Perilaku Kesehatan
47. Pemeriksaan Usap Alat Makan
48. Bahan Tambahan Makanan
49. Sanitasi Makanan Jajanan
50. Teori Evaluasi
51. Sanitasi Rumah Makan
52. Cara Mengelola Limbah Tapioka
53. Indikator Biologis Pencemaran Air
54. Sanitasi Sampah
55. Syarat SAB Sentra Makanan Jajanan
56. Dampak Kesehatan Karena Kecoak
57. Kontaminasi Makanan
58. Pencemaran Makanan
59. Environmental Global Health
60. Mencegah INOS
61. Kriteria Jamban Improved
62. Kumpulan Form Insp Sanitasi TTU
63. Peran Lingkungan pada TBC
64. Data Surveilan Kesling
65. Limbah B3 Sarana Kesehatan
66. Kesehatan Lingkungan Global
67. IS Kolam Renang dan DAM
68. Sanitasi Jamban
69. Sanitasi SUSU
70. Sanitasi Kandang & Penularan Flu Burung
71. Standar Toilet Sekolah
72. Mewaspadai Infeksi Nosokomial
73. Surveilans Kesehatan Masyarakat
74. Bahaya Asbes Terhadap Kesehatan
75. Epidemiologi Lingkungan Vektor DBD
76. Prosedur Deteksi Dini KLB
77. Inspeksi Sanitasi Jajanan Sekolah
Popular Posts Today
Sanitasi Lingkungan
Beberapa Pengertian Tentang Sanitasi Lingkungan Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indones...
Standar Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Ketika melakukan review dokumen AMDAL beberapa rumah sakit, ternyata masih banyak konsultan...
Indikator Pencemaran Air
Beberapa Indikator Utama Pencemaran Air (Water Pollution) Bila kita perhatikan, kondisi air yang tercemar akan berubah dan mempunyai ...
Instrumen Rumah Sehat
Form Penilaian Rumah Sehat Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan, dimana k...
About Blog
Blog ini didedikasikan untuk Sanitarian Community, khususon ila SANITASI TOTAL wa HAKLI.
Blog Inspeksi Sanitasi ini dimaksudkan juga, sebagai media sharing dengan rekan-rekan Sanitarian terkait topik sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Sementara Checklist inspeksi sanitasi yang disertakan dalam link download pada blog ini menggunakan acuan dari beberapa sumber, diantaranya protokol WHO, Keputusan Menteri Kesehatan, Keputusan Dirjen PPM & PL, serta sumber lainnya. Dalam pembobotan digunakan metode Professional Adjustment, dengan tetap mengacu pada beberapa teori yang ada seperti Derajat Kesehatannya HL Blum (dengan sedikit penyesuaian).
Namun pada dasarnya pemberian bobot tersebut tetap mengacu pada asumsi dasar berupa tingkat signifikansi suatu Komponen pada besar perannya dalam menimbulkan masalah sanitasi serta kemungkinan peluang intervensi perbaikan sebagai tindak lanjut pengawasan.Checklist dalam Blog ini masih sangat terbuka untuk disempurnakan, karena fungsi utamanya adalah sebagai alat bantu dalam melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan. Sebagai harapan akhir berupa tersedianya data pendukung kegiatan SANITARIAN yang valid. Semoga
(MUNIF ARIFIN - Dinkes Kab. Lumajang-Jatim)
Topik
Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng
BAB ILATAR BELAKANG
Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan pangan dalam keadaan bersih dan higienis.Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng mempunyai banyak kelebihan, seperti :- kaleng dapat mencegah bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari kontaminan mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas secara hermetis.
- kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak diinginkan- kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan pangan.- kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari cahaya.Proses mengemas dengan wadah kaleng disebut pengalengan. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa. Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan. Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya. Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial dengan sterilisasi komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal Pada kondisi penyimpanan normal spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk makanan kaleng. Mikrobiologi makanan dan minuman dalam kemasan aseptik adalah suatu konsep yang membahas tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan bahan makanan kemasan. Termasuk diantaranya makanan kaleng, air mineral, teh kotak, susu krim, es krim sirup dan sebagainya. Dengan demikian berbagai informasi yang berkaitan dengan upaya pencegahanharus terus dilakukan dan penyebaran informasi tentang makanan kaleng terutama dari aspek mikrobiogi terus disebarluaskan kepada masyarakat luas agar keamanan pangan dapat tercapai bagi setiap individu.Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek mikrobiologi pada produk makanan yang menggunakan kemasan kaleng. Artinya aspek-aspek yang mempengaruhi keberadaan mikroba, tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba kontaminan, jenis-jenis mikroba kontaminan, yang berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh karena keberadaan mikroba dalam suatu produk makanan kaleng serta tingkat resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia.
BAB II. PENDAHULUANPENYEBAB KEBERADAAN MIKROBA DALAM KEMASAN KALENG
Beberapa jenis mikroba dapat bertahan pada suhu panas tinggi terutama kelompok mikroba thermofilik. Demikian juga spora bakteri dapat bertahan pada suhu tinggi. Spora bakteri pada umumnya akan bertahan pada suhu panas tinggi dan akan berkecambah dan tumbuh pada suhu di bawahnya (Frazier, 1988; Jay, 2000; Ray, 2004).Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming bacteria berkecambah dan tumbuh, 2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan selanjutnya dapat tumbuh,
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan peralatan modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang terjadi pada bahan pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila mengalami kelima hal di atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen karena dapat tercemar oleh bakteri kontaminan atau keracunan dari bakteri yang mengeluarkan racun di dalam makanan kaleng tersebut.
BAB III. JENIS MIKROORGANISME DAN TANDA KERUSAKANNYA
Kerusakan makanan kaleng dapat dicirikan secara fisik maupun kimia yang berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang mengkontaminasi. Tipe kerusakan ditentukan oleh derajat keasaman dan kelompok mikroba yang mengkontaminasi produk makanan tersebut. Berdasarkan keasaman dan kelompok mikrobanya, maka tipe kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Bahan pangan asam rendah (low acid).Bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok bakteri tersebut terjadi pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6. Misalnya daging, ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan produk ternak. Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok
a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora).Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas. Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu >30°C (Ray, 2004).
Gambar 1. Contoh bakteri Thermofilik
Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob facultativ.).- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng akibat desakan gas yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).- Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfide (FeS) yang menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng.
b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora).Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25 – 45°C dan optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bakteri kelompok ini lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau tidak cukup sehingga ada spora bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut dapat berkecambah dan tumbuh. Ada 2 kelompok bakteri yang mendominasi yakni Clostridium dan Bacillus. Pada kelompok Clostridium yang disebut putrefactive anaerobic bacteria ini memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam-asam volatile, gas H2 dan CO2, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sekaligus menjadi tanda yakni kaleng menjadi menggelembung. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Clostridium pasteurianum dan C. butyrinum yang terkenal mengeluarkan asam butirat. Selain itu juga ada C sporogenum, C putrefacience, C. botulinum yang memetabolime protein menghasilkan bau busuk karena mengeluarkan senyawa bau busuk H2S, mercaptan, indol, skatol, amonia serta gas CO2 dan H2. Khususnya C. botulinum merupakan bakteri yang sangat ditakuti karena racun yang dikeluarkan dan dapat menyebabkan kematian. Bakteri ini terutama sering ditemui pada daging dan sayuran.Sedangkan bakteri Bacillus yang disebut aerobic mezophilic spore forming bacteria mengkontaminasi akan mengeluarkan asam dan gas CO2. Jenisnya adalah Bacillus subtilis dan B. coagulans (Ray, 2004) serta B. mecentericus (Frazier, 1988). Keberadaan bakteri ini dianggap kurang penting karena merupakan bakteri aerob dan dalam keadaan vakum tidak dapat berkembang. Keberadaannya di dalam kaleng apabila kaleng mengalami kebocoran.
Gambar2. Mesophilic spore_forming bacteria (bakteri mezophilic pembentul spora)
c. Non-spore-forming bacteria. Bakteri ini merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, sangat resisten pada suhu yang tidak terlalu panas atau tidak tahan panas. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan melalui kaleng yang mengalami kebocoran setelah proses pemanasan. Kelompok bakteri ini sangat banyak jenisnya sehingga makanan kaleng yang terkontaminasi ini dapat memiliki bentuk kerusakan yang bervariasi. Tetapi bakteri ini tidak biasa berada di dalam makanan keleng yang rendah asam.Gambar. Non-spore-forming bacteria.
d. Yeast (khamir/ ragi) dan Mold (kapang)Kelompok mikroorganisme sebenarnya tidak dapat tumbuh pada substrat atau bahan pangan yang berasam rendah atau memiliki pH tinggi. Apabila ditemukan di dalam makanan keleng berasam rendah ada dua kemungkinan yang menyebabkan seperti proses sterilisasi yang tidak baik atau disebabkan oleh pelapisan kaleng yang tidak sempurna sehingga terkontaminasi dari lingkungan luar.
2. Bahan pangan asam tinggi (pH < 4,6)Bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok bakteri yang dapat bertahan hidup pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni dengan pH <4,6, seperti buah-buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya. Kelompok mikroorganisme yang mengkontaminasi adalaha. Spore – forming bacteria (bakteri pembentuk spora) Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus thermoaciduran, bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas (thermophilik), aerobik. Kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk menjadi sangat asam atau disebut flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua adalah cakteri Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat sakarolitik dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak menggelembung karena ada desakan gas.b. Non sporing bacteriaAnggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok bakteri pembentuk asam, seperti
Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat ditemukan pada produk tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok bakteri heterofermentativ yang memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat menyebabkan penggelembungan kaleng. Demikian juga yang termasuk kelompok bakteri yang tidak membentuk gas seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium.
c. Yeast (khamir)
Mikroorganisme ini merupakan kelompok yang sangat tidak tahan panas atau dapat bertahan pada suhu rendah. Kehadiran khamir pada makanan kaleng lebih disebabkan proses pengalengan yang tidak sempurna atau kaleng mengalami kebocoran.
Gambar. Bakteri Yeast (khamir)d. Mold (Kapang).Kapang Byssochlamys fulva merupakan penyebab kerusakan yang terkenal untuk buah kaleng. Kapang tersebut akan memecah pektin yang dikandung oleh sebagian besar buah-buahan dan kadang-kadang disertai munculnya gas. Kapang ini termasuk tahan panas bila dibandingkan dengan jenis kapang yang lain.
Gambar .kapang Byssochlamys fulva.
Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai berikut 1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:- gas H2 (oleh karena aspek kimia)- gas CO2, diproduksi oleh:- khamir (penghasil alkohol)- Bacillus sp (pada cured meat)- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam- bakteri mesophilik :- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive anaerobes- penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan fermentasi menghasilkan asam butirat- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang melakukan fermentasi menghasilkan asam - oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)
2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:- bakteri thermophilik- bakteri mesophilik, terdiri dari :- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan) - bakteri campuran- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam - mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)
Kapang (Inggris: mold) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan" Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah. Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas Ascomycetes.
Gambar. Kapang , tampak hifa berwarna putih dan bagian dengan askus berwarna biru kelabu. Diameter koloni terbesar sekitar 1 cm.
3. Akibat yang ditimbulkan dan tingkat resikoSecara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng memiliki arti adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk makanan kaleng berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan penampakan makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam. Selain itu juga adanya perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk dan lain-lain. Disamping itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen apabila ditemukan mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun. Jenis mikroba yang paling diwaspadai adalah kehadiran Clostridium botulinum dalam makanan kaleng terutama produk daging dan ikan termasuk ikan asap yang semuanya pada umumnya memiliki pH tinggi atau low acid. Bakteri ini menyebabkan seseorang keracunan (intoksikasi) yang disebut botulism. Botulism in disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri tersebut di atas yang bersifat neurotoksin. Racun ini penyebab kematian dengan tipe neuro-paralytic toxin. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ini merupakan protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian. Ada 7 tipe toksin yakni A, B, C, D, E, F dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E dan F. Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat penting dari
toksin ini adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan inaktif pada suhu 80°C yang dipanaskan selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90°C dipanaskan selama 15 menit. Gejala botulism biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul biasanya gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu diare dan akan terjadi lemah fisik dan mental yang disebut fitig, pusing dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara. Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan menyebar ke jantung dan sistim pernafasan (Kandel dan McKane, 1996). Oleh karena terus-menerus kesulitan bernafas maka akhirnya akan meninggal dunia. Pada kasus yang fatal kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 –6 hari. Clostridium botulinum adalah bakteri berbentuk batang, dalam kondisi yang buruk akan membentuk spora yang tahan panas tinggi dan pembentuk gas. Habitat alaminya sebenarnya adalah tanah yang ada di seluruh bagian dunia ini, bersifat anaerobik atau hidup tanpa udara.
BAB IV. KESIMPULAN
Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng harus menjadi perhatian oleh semua pihak baik oleh produsen makanan maupun oleh para konsumen sendiri. Konsumen harus secara seksama melihat tanda-tanda kerusakan pada kaleng karena kenampakannya dapat mencirikan adanya kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Kerusakan oleh keberadaan mikroorganisme dalam kemasan kaleng selain menurunkan kualitas produk juga sangat membahayakan kesehatan bahkan kematian. Dengan demikian memperhatikan aspek mikroobiologi pada berbagai produk yang dikemas dengan kaleng sangat penting dalam rangka memperoleh keamanan pangan baik individu maupun masyarakat umum.
Bakteri dalam makananAnalisis bakteri bahan pangan akan menghasilkan status bahan pangan apakah bahan tersebut memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan atau bahan pangan tersebut tidak memenuhi standar. Bahan makanan yang tidak memenuhi standar baku mutu tidak boleh dikonsumsi. Keberadaan bakteri di dalam bahan makanan memiliki arti yang sangat penting mengingat hal tersebut berhubungan langsung dengan manusia. Status nilai gizi, status nilai cerna, sterilitas dan bahan pencemar perlu dianalisis dengan teliti dan tepat. Beberapa penyebab kenapa bakteri ada dalam makanan. Pertama, bahan makanan memang harus mengandung bakteri. Contohnya makanan hasil fermentasi seperti minuman berfermentasi, tempe, tapai dan lain-lain. Kedua, makanan harus tidak terdapat bakteri. Contohnya adalah makanan yang pada proses pembuatannya menggunakan sterilisasi dan pengemasannya digunakan botol/kaleng tertutup rapat dan steril. Misalnya minuman yang tertera sebagai minuman steril, minuman dengan proses sterilisasi ultra high temperatur (140 derajat Celcius selama empat detik), semua jenis makanan kalengan. Ketiga, makanan boleh terdapat bakteri tetapi jenis dan jumlah bakteri dibatasi disesuaikan dengan standar baku mutu yang telah disepakati bersama. Contohnya adalah makanan yang proses pembuatannya tidak dilakukan sterilisasi kemasan dan penyajiannya sehingga tidak steril. Makanan jenis ini contohnya sangat banyak baik yang berasal dari daging, sayur maupun buah-buahan. Keempat, makanan tidak boleh terdapat bakteri patogen (menyebabkan sakit perut, mual muntah bahkan kematian) bagi manusia. Untuk itu diperlukan kecermatan di dalam melakukan
pemeriksaan makanan/minuman sejak dari cara pengambilan, membawa sampel ke laboratorium, memilih metode pemeriksaan yang tepat dan akhirnya melaporkan dengan tepat. Rangkaian tata kerja yang benar akan menghasilkan pemeriksaan yang benar dan kesimpulan yang benar. Akan tetapi bila ada unsur yang salah dalam rangkaian tersebut, hasil pemeriksaan analisis akan salah.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Frazier, W.C. and Westhoff D.C., 1988, Food Microbioloy, 4 ed, McGraw-Hill, Inc, Singapore
Fardiaz, 1982, Mikrobiologi Pangan 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jay, J.M., 2000, Modern Food Microbiology, 6ed, Aspen Publishers, Inc., Gaithernburg, Maryland
Kandel J., L. McKane, 1996, Microbiology: Essentials and Applications, 2ed, McGRAWHILL., INC., New York
Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, 3 ed, CRC Press, Whasington DC.
Supardi I., Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Penerbit Alumni, Bandung
Diposkan oleh firdaus fahdi di 20.32 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Entri (Atom)