Volume IX - No.1 - Januari 2014  · Web viewPersepsi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi Terhadap...

24
ISSN: 1 Judul Nama Penulis 1, Nama Penulis 2, Nama Penulis 3 (tanpa gelar) Abstract Waste Utilization Of Petung Bamboo Shavings Panel For Fiber Cement Board Keywords : cement board, Bamboo shavings petung, cement pozzoland Penulis 1 (dengan gelar) Jabatan akademik Institusi asal email Penulis 2 (dengan gelar) Jabatan akademik Institusi asal email Penulis 3 (dengan gelar) Jabatan akademik Institusi asal email Pemanfaatan Limbah Serutan Bambu Petung Untuk Papan Panel Serat Semen Prihantono

Transcript of Volume IX - No.1 - Januari 2014  · Web viewPersepsi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi Terhadap...

17

ISSN: 1907-4360

Judul

Nama Penulis 1, Nama Penulis 2, Nama Penulis 3 (tanpa gelar)

Abstract

Waste Utilization Of Petung Bamboo Shavings Panel For Fiber Cement Board

Keywords : cement board, Bamboo shavings petung, cement pozzoland

Penulis 1 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penulis 2 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penulis 3 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

PENDAHULUAN

Industri berbahan baku bambu petungpada pembuatan kayu laminasi akan menghasilkan balok/ papan laminasi disamping itu juga akan menghasilkan limbah serutan bambu. Pembuatan papan tiruan seperti papan wol, papan partikel, papan serat, papan semen atau sejenisnya menjadi solusi alternatif dalam pemanfaatan limbah serutan bambu.Pada serutan bambu terdapat zat ekstraktif (tanin, gum, gula atau zat warna dalam kayu serta pati),kadar gula dan pati dalam serat bambu mencegah pengerasan semen pada pembuatan papan wol kayu, papan semen. Salah satu usaha untuk mengurangi kandungan zat ektraktif tersebut adalah dengan cara perendaman baik rendaman panas atau dingin. Limbah serutan bambu petung dihasilkan dari pembuatan balok laminasi sudah mengalami perebusan yang dicampur boraks, sehingga kadar zat ekstraktif berkurang namun demikian untuk lebih mengurangi maka digunakan Kalsium klorida (CaCL₂).

METODA

Metode penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang pelaksanaannya dilakukan di laboratorium, dimana penelitian ini hanya melibatkan dua kelompok benda uji yaitu kelompok benda uji 3 variasi serat bambu menggunakan CaCL2 dengan variasi sama tetapi tanpa CaCL2 serta sebagai pembanding adalah standar mutu (SNI 15-0233-1989 “Mutu dan cara uji lembaran serat semen”).

HASIL DAN PEMBAHASANA. Uji Sifat Fisis Papan Seman1. Uji bobot isi

Bobot isi papan semen serat bambu dengan CaCL₂ 1,231 g/cm³ - 1,500 g/cm³, sedangkan bobot isi tanpa CaCL₂ mempunyai nilai 1,168 - 1,292 g/cm³. Seluruh hasil uji bobot isi papan semen yang menggunakan CaCL₂ memiliki nilai bobot isi memenuhi syarat SNI 15-0233-1989 yaitu lebih besar dari 1,2 g/cm³ dan bobot isi ini juga lebih besar dari yang tanpa CaCL₂. Ini menunjukan bahwa penggunaan CaCL₂ akan meningkatkan nilai bobot isi, hal ini terjadi karena CaCL₂ akan mengisi rongga tersebut sehingga udara diganti dengan CaCL₂ yang mempunyai berat lebih besar dari udara. (Tabel 2)

KESIMPULAN

Dari uraian dan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional,1989,. Mutu dan Cara Uji Lembaran Serat Semen. SNI 15-0233-1989 Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional,1994,. Semen Portland Pozolan. SNI 15-0302-1994 Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta.

4

1

ISSN: 1907-4360

Jurnal Menara Jurusan Teknik Sipil FT.UNJ

Volume IX - No.1 - Januari 2014

Pemanfaatan Limbah Serutan Bambu Petung Untuk Papan Panel Serat Semen

Prihantono

PERSEPSI TENAGA AHLI JASA KONSTRUKSI TERHADAP PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI OLEH UNIT SERTIFIKASI TENAGA KERJA LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Irika Widiasanti

Abstrak

Terdapat beberapa permasalahan di konsultan jasa konstruksi nasional, antara lain ditandai oleh jumlah tenaga ahli yang terlalu sedikit untuk jumlah konsultan yang ada dan sertifkasi tenaga ahli yang belum dapat menjamin terbentuknya profesionalisme. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi dan Pemberian Lisensi dengan petunjuk operasioal Peraturan Lembaga Nomor 09 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi, mengatur tentang kewenangan pemberian sertifikat bagi tenaga ahli yang semula berada asosiasi profesi, selanjutnya dilakukan oleh unit sertifikasi tenaga ahli (USTK) yang merupakan bagian dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi tenaga ahli jasa konstruksi terhadap penyelenggaraan sertifikasi tenaga ahli melalui USTK LPJK. Apakah dengan cara ini dapat mengatasi permasalahan sertifikasi tenaga ahli di masa lalu dan dapat menjawab segala permasalahan yang terkait dengan kualitas dan kompetensi tenaga ahli bersertifikat. Analisis dilakukan didasarkan pada informasi yang diperoleh melalui kuesioner kepada tenaga ahli jasa konstruksi di 4 (empat) kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan

Hasil dari penelitian ini, 45 % responden menyatakan setuju terhadap kewajibkan pembentukan USTK tiap propinsi di Indonesia, yang dianggap akan mempercepat proses sertifikasi (48% responden). Sumber daya manusia di USTK dari segi kualitas dapat memenuhi persyaratan (dinyatakan oleh 36% responden). Namun demikian responden meragukan terhadap kualitas (45% responden) dan penyebaran yang merata (44% responden). Pada umumnya, responden tidak merasakan ada perbedaan yang mencolok pada mekanisme sertifikasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi maupun USTK LPJK.

Kata kunci: tenaga ahli jasa konstruksi, unit sertifikasi tenaga kerja

Ir. Irika Widiasnti, MT

Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Negeri Jakarta, 13220

email : [email protected]

PENDAHULUAN

Dalam rangka memacu pembangunan ekononomi di Indonesia, Pemerintah meluncurkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Elemen utama pada kesuksesan program MP3EI adalah melalui pembangunan infrastruktur sebagai sarana konektivitas dalam pulau (intra island), antar pulau (inter islands). Nilai tambah pembangunan infrastruktur, 80% ditentukan oleh kualitas perencanaan dan pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh konsultan jasa konstruksi. Konsultan memberikan jasa layanan profesional dengan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). (PerMen PU 07 tahun 2011 pasal, 1). Layanan professional tersebut terutama diberikan oleh tenaga ahli. Layanan professional ini, tentunya dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum (UU 18 Tahun 1999 – UUJK - Pasal 11 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3) yang dapat dikatakan sebagai tanggung jawab professional. Tanggung jawab profesional ini lebih ditekankan pada persyaratan sertifikasi tenaga ahli (Poerdyatmono, 2005). Atau dapat juga dikatakan, proses pembuktian profesionalitas dilakukan melalui proses sertifikasi.(Hurmaini, 2011). Profesionalisme ini sudah diatur oleh UUJK pasal 9, tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan perencanaan, pelaksanaa n, dan pengawasan konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian kerja dan UU 13 Tahun2003, pasal 18, pengakuan kompetensi kerja dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.

Pelaksanaan sertifikasi didelegasikan kepada asosiasi profesi. Masing-masing asosisasi profesi mempunyai ketentuan yang beragam dalam pelaksanaan sertifikasi. (Ulfah, 2012), bahkan beberapa asosiasi yang sudah mendapatkan akreditasi, ternyata belum siap melakukan sertifikasi (Sianturi, 2007). Sertifikasi seharusnya terkait dengan standarisasi dan kompetensi tenaga ahli, tetapi pada prakteknya hanya bersifat administrasi dan tidak ada jaminan mutu (Warman, 2008). Pemerintah tidak dapat mengontrol mutu sertifikasi (Arifin, 2010) Sertifikat tenaga ahli, selain rendah dalam kualitas , juga rendah dalam kuantitas, tenaga ahli yang bersertifikat hanya sekitar 2% dari seluruh tenaga ahli di Indonesia (Marhayudi, 2013). Dapat dikatakan sertifkasi tenaga ahli belum dapat menjamin terbentuknya profesionalisme. Secara umum, diperlukan restrukturisasi sistem sertifikasi tenaga kerja konstruksi (Wirahadikusumah & Pribadi, 2011).

Restrukturisasi sistem sertifikasi tenaga kerja konstruksi dilakukan dengan melakukan perubahan pada mekanisme sertifikasi dengan proses assesment atau penilaian terhadap kemampuan badan usaha dan kompetensi tenaga kerja dilakukan oleh suatu unit sertifikasi (PP 04 Tahun 2010). Ketentuan mengenai unit sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi diatur melalui PerMen PU 10 Tahun 2010. Sedangkan pembentukan unit sertifikasi dimaksud diatur oleh PerMen PU 08 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi dan Pemberian Lisensi. Unit sertifikasi tenaga kerja (USTK) dibentuk langsung oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), dan secara struktural unit sertifikasi bertanggung jawab kepada Lembaga. Untuk melaksanakan mekanisme sertifikasi tersebut diatur dalam Peraturan LPJK Nomor 09 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi.. (Widiasanti, 2013)

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi tenaga ahli jasa konstruksi terhadap penyelenggaraan sertifikasi tenaga ahli melalui USTK LPJK. Apakah dengan cara ini dapat mengatasi permasalahan sertifikasi tenaga ahli di masa lalu dan dapat menjawab segala permasalahan yang terkait dengan kualitas dan kompetensi tenaga ahli bersertifikat.

METODA

Pelaksanaan penelitian mengacu pada metodologi yang meliputi kegiatan utama Studi literatur, Pengumpulan data sekunder, Pengumpulan data primer , Analisis data, Perumusan kesimpulan dan rekomendasi. Analisis dilakukan didasarkan pada informasi yang diperoleh melalui kuesioner kepada tenaga ahli jasa konstruksi di 4 (empat) kota besardi Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan

Pengumpulan data dilakukan dengan metode angket dalam bentuk kuesioner. Kuesioner dipergunakan untuk mendapatkan data kuantitatif sesuai dengan variabel penelitian, yang mencakup (1) respon terhadap kewajiban SKA, (2) proses sertifikasi oleh USTK LPJK, (3)kecukupan SDM USTK LPJK , dan (4) perbandingan pengurusan SKA melalui asosiasi profesi dengan USTK.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden yang mengisi kuesioner berasal dari 4 (empat) kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Komposisi responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Responden

No.

Kota

Jumlah Responden

1.

Jakarta

40

2.

Bandung

108

3.

Surabaya

48

4.

Medan

19

Total

215

Kewajiban untuk memiliki sertifikat tenaga ahli (SKA) bagi tenaga ahli jasa konstruksi sebagaimana dicanangkan menurut UUJK 1999, disambut baik. Hal tersebut terlihat dari pendapat 93% responden mendukung kewajiban tersebut (31% sangat mendukung dan 62% mendukung, terlihat pada Gambar 1.).

Gambar 1. Respon Tenaga Ahli terhadap SKA

Gambar 2. Kontribusi Perusahaan terhadap Perolehan SKA

Respon positif ini didukung oleh kontribusi perusahaan (pendanaan atau program) terhadap perolehan sertifikasi tenaga ahli. Sebanyak 50% responden menyatakan bahwa perusahaan memberikan kontribusi sepenuhnya.

Dalam hal penyelenggaraan sertifikasi oleh USTK LPJK, secara umum , responden menyatakan kondisi yang baik, sebagaimana terlihat di Tabel 2. 

Tabel 2. Persepsi Tenaga Ahli terhadap proses sertifikasi oleh USTK LPJK

No

Variabel

Pendapat Responden

1

Sertifikasi merupakan sistem quality assurance

2

Sertifikasi sebagai sarana peningkatan kualitas kompetensi dan profesionalisme tenaga ahli

3

Sertifikasi menjamin kompetensi atau kualitas tenaga kerja konstruksi

4

Satu orang bisa mempunyai beberapa sertifikat dari bidang yang berbeda

5

Adanya peningkatan pelayanan  sertifikasi  tenaga kerja ahli

6

Hanya Asosiasi Profesi tertentu yang dapat melakukan Verifikasi dan  Validasi  Awal akan menimbulkan kecemburuan bagi asosiasi lainnya

7

Verikasi berkas permohonan oleh asosiasi profesi, apakah dapat menjamin keakuratan kualitas pemohon

8

Bagaimana pendapat anda dengan diwajibkannya pembentukan USTK tiap propinsi di Indonesia ?

9

Diperlukan standar pengujian internasional

10

Apakah anda setuju dengan pembidangan tenaga ahli yang sangat bervariasi ?

11

Asesmen tenaga kerja dilakukan oleh Asesor Kompetensi dapat menjamin kompetensi

12

Proses sertifikasi menjadi lebih cepat

13

Kemudahan proses sertifikasi

Tabel 3. Pemenuhan Persyaratan SDM di USTK LPJK

No

Variabel

Pendapat Responden

1

Kualitas SDM

2

Kuantitas SDM

3

Penyebaran SDM di seluruh provinsi di Indonesia

Dalam hal kecukupan sumber daya manusia yang menyelenggarakan sertifikasi di USTK LPJK, secara umum, responden meragukan kemampuan SDM di USTK LPJK baik dari segi kualitas, kuantitas maupun penyebarannya di seluruh propinsi di Indonesia (Tabel 3)

Dari 215 responden, sebanyak 105 responden sudah memanfaatkan proses sertifikasi melalui USTK LPJK, baik untuk melakukan permohonan baru atau perpanjangan SKA (Gambar 3)

Gambar 3. Responden yang sudah memanfaatkan USTK LPJK

Secara umum, responden yang telah memanfaat pengurusan SKA memalui USTK LPJK, tidak merasakan ada perubahan yang signifikan, jika dibandingan dengan pengurusan SKA melalui Asosiasi Profesi (Tabel 4).

Tabel 4. Pengurusan SKA melalui Asosiasi Profesi atau USTK LPJK

No

Variabel

Pendapat Responden

1

Kemudahan pengurusan

2

Penjaminan kompetensi tenaga ahli

3

Proses yang cepat

4

Kelengkapan dokumen

5

Memelihara, memutakhirkan, dan meningkatkan kompetensi dan profesionalitas tenaga ahli secara berkesinambungan.

6

Masa berlaku SKA

7

Pembagian klasifikasi/ subklasifikasi

8

Biaya sertifikasi

9

Sistem registrasi tenaga ahli dilakukan secara online

10

Penelusuran keabsahan SKA

11

Berlakunya sanksi terhadap tenaga ahli yang melanggar ketentuan SKA

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa 45 % responden menyatakan setuju terhadap kewajibkan pembentukan USTK tiap propinsi di Indonesia, yang dianggap akan mempercepat proses sertifikasi (48% responden). Sumber daya manusia di USTK dari segi kualitas dapat memenuhi persyaratan (dinyatakan oleh 36% responden). Namun demikian responden meragukan terhadap kualitas (45% responden) dan penyebaran yang merata (44% responden). Pada umumnya, responden tidak merasakan ada perbedaan yang mencolok pada mekanisme sertifikasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi maupun USTK LPJK.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, D. Z. (2010). Evaluasi Kebijakan Sertifikasi Tenaga Ahli Konstruksi di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Hurmaini, M. (2011). Dampak Pelaksanaan Sertifikasi Guru terhadap Peningkatan Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran: Studi pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Jambi. Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011.

Marhayudi, P. (2013). Isu-isu Aktual Terkait Kebijakan & Pengaturan Jasa Konstruksi dalam Menunjang Implementasi MP3I. Seminar Nasional ITS, 6 Pebruari 2013. Surabaya.

Poerdyatmono, B. (2005). Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) Dan Penyalahgunaan Keadaan. Jurnal Teknik Sipil , Volume 6 No. 1, Oktober 2005, 44 - 58.

Sianturi, M. R. (2007). Evaluasi Kesiapan Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi dalam Mensertifikasi Tenaga Ahli Konstruksi (anggotanya), Tesis. Bandung: Program Studi Magister Teknik Sipil, Pengutamaan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi , Institut Teknologi Bandung .

Ulfah, M. (2012). Negosiasi kepentingan sertifikasi tenaga ahli konstruksi dalam perspektif tata kelola infrastruktur. Bandung: Tesis Program Magister Studi Pembangunan , Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan , Institut Teknologi Bandung.

Warman, Y. (2008). Kajian Evaluasi Penerapan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Mengenai Kewajiban Sertifikasi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi . Bandung: Tesis, Program Studi Magister Teknik Sipil, Pengutamaan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi , Institut Teknologi Bandung.

Widiasanti, I. (2013). Kajian Efektivitas Mekanisme Sertifikasi Tenaga Ahli Melalui Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Seminar Nasional 2013 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wirahadikusumah, R. D., & Pribadi, K. (2011). Licensing Construction Workforce: Indonesia’s Effort On Improving The Quality Of National Construction Industry. Engineering, Construction and Architectural Management Journal Emerald, May 2011.

Landasan Hukum

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi dan Pemberian Lisensi

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07 Tahun 2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokokdan Fungsi Serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi

Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 09 Tahun 2012 tentang Pembentukan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi

4

15

ISSN: 1907-4360

Persepsi Tenaga Ahli Jasa Konstruksi Terhadap Penyelenggaraan Sertifikasi Oleh

Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi

Irika Widiasanti

54612319220.142857142857142850.247619047619047630.419047619047619060.19047619047619047

Penerapan Konsep Green Building Terhadap Gedung Apartemen

Fitrie Lailasari, Henita Rahmayanti, Rosmawita Saleh

1

Pemanfaatan Limbah Serutan Bambu Petung Untuk Papan Panel Serat Semen

Prihantono

ISSN: 1907

-

4360

J

u

dul

Nama Penulis 1, Nama Penulis 2, Nama Penulis 3 (tanpa gelar)

Abstract

Waste Utilization Of Petung Bamboo Shavings Panel For Fiber Cement

Board

Keywords

:

cement

board,

B

amboo

shavings

petung,

c

ement

pozzoland

Penu

lis 1 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penu

lis

2

(dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penu

lis

3

(dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

1

Pemanfaatan Limbah Serutan Bambu Petung Untuk Papan Panel Serat Semen

Prihantono

ISSN: 1907-4360

Judul

Nama Penulis 1, Nama Penulis 2, Nama Penulis 3 (tanpa gelar)

Abstract

Waste Utilization Of Petung Bamboo Shavings Panel For Fiber Cement

Board

Keywords : cement board, Bamboo shavings petung, cement pozzoland

Penulis 1 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penulis 2 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email

Penulis 3 (dengan gelar)

Jabatan akademik

Institusi asal

email