Volume I, Nomor 5, MARET 2013 -...

59
ISSN : 2088-219X

Transcript of Volume I, Nomor 5, MARET 2013 -...

EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen

l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan Kerja PNS yang

Bertugas pada Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan

Oleh: Darul Aulia, Sekretariat Dirjen Kemenkeu RI

Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan

dan Tingkat Pengangguran

Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan Mikro

Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)

Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

l Strategi Segmentasi, Targetting dan Positioning

Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli

Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia

Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta

ISSN : 2088-219X

Volume I, Nomor 5, MARET 2013

EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen

l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan ............................... 281

Kerja PNS yang Bertugas Pada Sekretariat Direktorat

Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan

Oleh: Darul Aulia, Dirjen Anggaran Kemenkeu RI

Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan ............................... 291

Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran

Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan ............... 299

Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)

Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

l Strategi Segmentasi, Targetting dan ............................... 307

Positioning Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli

Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) ...................... 325

di Indonesia

Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta

i n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

ISSN : 2088-219X

Volume I, Nomor 5, MARET 2013

EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen

l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan ............................... 281

Kerja PNS yang Bertugas Pada Sekretariat Direktorat

Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan

Oleh: Darul Aulia, Dirjen Anggaran Kemenkeu RI

Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan ............................... 291

Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran

Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan ............... 299

Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)

Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

l Strategi Segmentasi, Targetting dan ............................... 307

Positioning Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli

Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta

l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) ...................... 325

di Indonesia

Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta

i n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

ISSN : 2088-219X

Volume I, Nomor 5, MARET 2013

EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen

PENANGGUNG JAWAB:

l Ketua STIEM - Jakarta

PENGARAH:

l Pembantu Ketua I

l Pembantu Ketua II

l Pembantu Ketua III

l Kaprodi S1 Akuntansi

l Kaprodi S1 Manajemen

l Kaprodi D3 Akuntansi

PEMIMPIN REDAKSI:

l Nova Rini, SE, M.Si

SEKRETARIS REDAKSI:

l Seipah Kardipah, M.Pd

REDAKSI PELAKSANA:

l Imam Suprapta, SE, MM

l Ilza Febrina, S.Si, M.Ec

l M. Asmi Rizaldy, SS

l Noor Indah Rahmawati, MM

l Peggy Ratna M, M.Si

DEWAN REDAKSI:

l Prof. Dr. Haryono Umar,

M.Sc, Ak

l Prof. Dr. Ir. Koesmawan,

M.Sc, MBA, DBA

DISTRIBUTOR:

l Ahmad Darda, SE, MM

l Zakiah Nur, S.Kom

l Sukardi

l Suyoto

SEKOLAH TINGGI

ILMU EKONOMI

MUHAMMADIYAH

JAKARTA

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen

Pengantar Redaksi

Assalamu �alaikum wr wb,

Salam Redaksi,

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, menyambut

penerbitan Jurnal Ekonomi Bisnis dan Manajemen STIE Muhammadiyah

Jakarta Volume 1 No. 5 Maret 2013. Jurnal ini terdiri atas lima artikel

yang memuat beragam topik bahasan.

Pada artikel pertama menganalisis pengaruh renumerasi terhadap

kepuasan kerja PNS yang bertugas pada Sekretariat Direktorat Jenderal

Anggaran Kementerian Keuangan. Pada artikel kedua membahas dampak

inovasi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan dan tingkat pengang-

guran. Artikel ketiga merupakan hasil analisis peranan UPDB PEMK

sebagai Lembaga Keuangan Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi

kasus di Jakarta). Pada artikel keempat, dianalisis strategi segmentasi,

targeting dan positioning majalah Eksekutif terhadap minat beli. Ar-

tikel kelima merupakan analisis geliat Corporate Social Responsibility

(CSR) di Indonesia.

Penerbitan Jurnal EKOBIS diharapkan memotivasi & memacu akti-

vitas akademika khususnya dosen STIE Muhammadiyah Jakarta untuk

selalu melakukan penelitian serta menulis karya ilmiah secara berkala

serta berkesinambungan sebagai bentuk pengabdian dosen dalam me-

ningkatkan kesejahteraan sesama. Hal ini senada dengan sabda Nabi

Muhammad SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat,

atau memberi nilai lebih pada orang lain.

Dengan diterbitkannya jurnal EKOBIS ini kami mengharapkan

khususnya kepada para dosen STIE Muhammadiyah Jakarta lebih

aktif lagi untuk melakukan penelitian dan dapat dipublikasikan di

jurnal EKOBIS. Kami sadar atas kekurangan yang ada, untuk itu kami

mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan jurnal EKOBIS

pada edisi mendatang.

Wassalamu �alaikum wr wb.

(Redaksi)

ii n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 281

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

PENGARUH RENUMERASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PNS YANG

BERTUGAS PADA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

KEMENTERIAN KEUANGAN

Darul Aulia

Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran, Kementrian Keuangan RI

Ahmad Darda

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstract: The research aims to 1) determine the civil servants’ assessment to the remuneration

of Budget Setditjen in the Finance Ministry, 2) find out to what extent the civil servants’

satisfaction working at the Budget Setditjen of Finance Ministry, 3) discover how far the

influence of remuneration to the civil servants’ satisfaction working at the Budget Setditjen of

Finance Ministry. There is a significant effect between the remuneration and the civil servants’

contentment at the Budget Setditjen in the Finance Ministry.

Key words: Working satisfaction; Remuneration; Evaluation; Salary.

PENDAHULUAN

Fakta menunjukkan bahwa tidak jarang

pegawai/karyawan berpindah-pindah tempat

kerja karena belum menemukan imbalan

berupa jaminan kesejahteraan yang

memuaskan. Ia terus saja mencari institusi

pemberi kerja yang menyediakan kompensasi

yang lebih tinggi dari sebelumnya. Sebagai

makhluk ekonomi, hal ini sangat alamiah

karena pada dasarnya manusia memberikan

respon positif terhadap insentif. Semakin besar

penghasilan yang diperoleh dari suatu

pekerjaan, semakin tertarik manusia terhadap

pekerjaan tersebut. Demikian sebaliknya,

semakin kecil penghasilan yang diperoleh dari

suatu pekerjaan, semakin tidak tertarik

manusia terhadap pekerjaan tersebut.

Di samping itu, institusi-institusi pengguna

tenaga kerja baik swasta maupun pemerintah

tidak sedikit yang menggunakan trik

“memberikan remunerasi yang tinggi” untuk

menjaring tenaga kerja yang berkualitas.

Ketika semakin banyak calon karyawan ikut

seleksi untuk mendapatkan pekerjaan yang

dimaksud, maka pada akhirnya hanya yang

paling berkualitas dan memenuhi kualifikasi

saja yang akan lulus seleksi. Sederhananya,

pegawai yang berkualitas akan mencari

pekerjaan di bidangnya yang memberikan

kompensasi yang menarik, dan pegawai yang

mendapatkan kompensasi yang menarik akan

memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi

sehingga dapat berkinerja dan memberikan

kontribusi yang optimal bagi institusi pemberi

kerja.

Istilah kepuasan kerja (job satisfaction)

dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan

positif tentang pekerjaan seseorang yang

merupakan hasil dari sebuah evaluasi

karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat

kepuasan yang tinggi memiliki perasaan-

perasaan positif tentang pekerjaan tersebut.

Remunerasi atau bayaran adalah salah satu

dari aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja

di samping promosi, pengawasan,

rekan/lingkungan kerja dan pekerjaan itu

sendiri (Robbins dan Judge, 2008).

Dalam konteks birokrasi pemerintahan,

Remunerasi dikaitkan dengan penataan

kembali sistem penggajian pegawai yang

282 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

didasarkan pada penilaian kinerja. Tujuannya

adalah untuk menciptakan tata kelola

pemerintah yang baik dan bersih (de Pora,

2011).

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi, tujuan

diadakannya remunerasi adalah untuk

mendorong sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas, memelihara SDM yang produktif

sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan

membentuk perilaku yang berorientasi pada

pelayanan serta mengurangi tindak Korupsi,

Kolusi, dan Nepostime (KKN). Selain itu,

menurutnya, sistem remunerasi dapat

menciptakan persaingan yang positif

antarkaryawan. Akan terlihat sekali, mana

karyawan yang rajin, dan mana yang pemalas,

mana karyawan yang mau belajar, mana juga

yang tidak. Dengan begitu, pegawai akan

terpacu untuk mengembangkan dirinya dan

tingkat kepuasan kerjanya akan terus

meningkat.

Reformasi birokrasi pada Kementerian

Keuangan telah dilaksanakan mulai tahun

2006 yang merupakan salah satu percontohan

bagi Kementerian/Lembaga lainnya di

Republik Indonesia. Reformasi Birokrasi pada

hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

perubahan mendasar terhadap sistem

penyelenggaraan pemerintahan, terutama

menyangkut aspek kelembagaan (organisasi),

ketatalaksanaan (proses bisnis), dan SDM.

Perubahan yang mendasar pada aspek sumber

daya manusia (SDM) salah satunya adalah

pemberian remunerasi.

Kadarisman mengutarakan bahwa

perbedaan kepentingan antara organisasi dan

individu karyawan dalam pemberian

penghasilan tersebut, sering kali menimbulkan

masalah (Kadarisman, 2012). Dengan

demikian penghasilan pegawai memiliki arti

penting karena mencerminkan upaya

organisasi dalam mempertahankan dan

meningkatkan kesejahteraan pegawainya.

Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa

penghasilan pegawai yang tidak memadai

dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi

kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan

dapat menyebabkan pegawai yang potensial

keluar dari organisasi.

Demikian pula halnya pada prinsip

organisasi negara yang membayarkan balas

jasa kepada PNS yang menjalankan fungsi-

fungsi birokrasi. Meskipun negara bukan

merupakan organisasi yang semata-mata

mencari keuntungan, namun negara harus tetap

mempertimbangkan kemampuan keuangan

negara dan kelayakan jumlah penghasilan

yang dibayarkan kepada pegawainya.

Suatu sistem remunerasi yang baik adalah

sistem yang mampu menjamin kepuasan para

anggota organisasi yang pada gilirannya

memungkinkan organisasi memperoleh,

memelihara dan mempekerjakan sejumlah

pegawainya yang dengan berbagai sikap dan

perilaku positif bekerja dengan produktif bagi

kepentingan organisasi. Namun, seandainya

para pegawai diliputi perasaan tidak puas atas

kompensasi yang diterimanya, hal ini tentu

berdampak bagi organisasi secara negatif. Jika

ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan

dengan baik, merupakan hal yang wajar

apabila para anggota organisasi menyatakan

keinginannya untuk memperoleh penghasilan

yang adil (Siagian, 2008).

Berdasarkan uraian latar belakang masalah

di atas, penulis menguraikan beberapa masalah

yang dihadapi dalam penelitian ini sebagai

berikut.

a. Apakah Pegawai Negeri Sipil yang

bertugas pada Setditjen Anggaran

Kemenkeu menilai pemberian remunerasi

telah sesuai dengan harapan pegawai?

b. Apakah Pegawai Negeri Sipil yang

bertugas pada Setditjen Anggaran

Kemenkeu memiliki kepuasan kerja yang

tinggi?

c. Apakah remunerasi yang diterima oleh

PNS yang bertugas pada Setditjen

Anggaran Kemenkeu mempengaruhi

kepuasan kerja yang dirasakan oleh

pegawai?

TINJAUAN PUSTAKA

Remunerasi

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 283

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Dalam konteks reformasi birokrasi,

pengertian remunerasi adalah penataan

kembali sistem penggajian yang dikaitkan

dengan sistem penilaian kinerja. Andrew F.

Sikula yang sering menyamakan makna antara

istilah remunerasi dan kompensasi,

mengartikan remunerasi sebagai “reward

payment or reimbursement for services rendered” yang artinya “suatu hadiah,

pembayaran atau balas jasa atas jasa yang

telah diberikan” (Sikula, 1981). Menurut

Wahjono, “kompensasi adalah segala sesuatu

yang diterima karyawan sebagai imbalan atas

sumbangannya kepada perusahaan, termasuk

gaji, tunjangan, dan fasilitas-fasilitas yang

dapat dinikmati karyawan” (Wahjono, 2009).

Menurut Hasibuan, “kompensasi adalah semua

pendapatan yang berbentuk uang, barang

langsung atau tidak langsung yang diterima

karyawan sebagai imbalan atas jasa yang

diberikan kepada perusahaan” (Hasibuan,

2011). Kompensasi langsung dapat berupa

gaji, upah dan upah insentif, sementara

kompensasi tidak langsung dapat berupa

benefit dan service. Gaji adalah balas jasa yang

diberikan secara periodik kepada karyawan

tetap serta mempunyai jaminan yang pasti,

maksudnya, gaji tetap akan dibayarkan

walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.

Upah adalah balas jasa yang dibayarkan

kepada pekerja harian dengan pedoman atas

perjanjian yang disepakati membayarnya.

Upah insentif adalah balas jasa yang diberikan

kepada karyawan tertentu yang prestasinya di

atas prestasi standar. Benefit dan service

adalah kompensasi tambahan (finansial

maupun non finansial) yang diberikan

berdasarkan kebijakan organisasi dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Menurut Desler, “kompensasi adalah

semua bentuk pembayaran atau hadiah yang

diberikan kepada karyawan dan muncul dari

pekerjaan mereka” (Desler, 2009).

Kompensasi karyawan memiliki dua

komponen utama, yakni: pembayaran

langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif,

komisi, dan bonus), dan pembayaran tidak

langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan

seperti asuransi). Tunjangan itu sendiri yang

merupakan pembayaran yang diberikan kepada

seorang karyawan berdasarkan pada kinerja

untuk kelanjutan pekerjaan mereka, adalah

sebuah bagian penting dari kompensasi hampir

setiap karyawan.

Kompensasi atau remunerasi adalah faktor

penting yang mempengaruhi bagaimana dan

mengapa orang-orang bekerja pada suatu

organisasi dan bukan pada organisasi lainnya.

Pengusaha harus cukup kompetitif dengan

beberapa jenis kompensasi untuk

mempekerjakan, mempertahankan dan

memberi imbalan terhadap kinerja di

organisasi. (Atmajawati, 2007). Sistem

kompensasi dalam organisasi harus

dihubungkan dengan tujuan dan strategi

organisasi. Kompensasi juga menuntut

keseimbangan antara keuntungan dan biaya

pengusaha dengan harapan dari para pegawai.

Kompensasi merupakan suatu bentuk yang

diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas

pekerjaan yang telah dilakukan dalam bentuk

uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji,

upah, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya.

Menurut de Pora (2011) remunerasi umumnya

berkaitan langsung dengan kesejahteraan

pekerja.

Dari beberapa pengertian menurut para

ahli di atas, dapat kita temukan persamaan

makna yang diutarakan mengenai remunerasi,

yaitu remunerasi adalah keseluruhan balas jasa

dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai

dengan uang yang diberikan oleh organisasi

kepada pegawainya atas pekerjaan atau jasa

yang telah diberikan oleh pegawai kepada

organisasi.

Kepuasan Kerja

Kepuasan merupakan istilah evaluatif yang

menggambarkan suatu sikap suka atau tidak

suka. Kepuasan bayaran/gaji/remunerasi

mengacu pada sikap suka atau tidak suka

terhadap kompensasi organisasi.

Menurut Handoko, “kepuasan kerja adalah

keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dengan mana para

pegawai memandang pekerjaan mereka”

284 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(Handoko, 2004). Kepuasan kerja

mencerminkan sikap seseorang terhadap

pekerjaannya. Luthans dalam bukunya

Organizational Behaviour mengutip pendapat

Locke bahwa “kepuasan kerja merupakan

keadaan emosional yang positif dari seseorang

yang ditimbulkan dari penghargaan atas

sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya”

(Luthans, 2005). Dikatakan lebih lanjut bahwa

kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi

seseorang terhadap sampai seberapa baik

pekerjaannya menyediakan sesuatu yang

berguna baginya. Locke (dalam Luthans,

2005) memberikan definisi komprehensif dari

kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau

kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan

bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi

yang senang atau emosi positif yang berasal

dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja

seseorang.

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi

pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan

mereka memberikan hal yang dinilai penting.

Terdapat tiga dimensi yang diterima secara

umum dalam kepuasan kerja. Pertama,

kepuasan kerja merupakan respon emosional

terhadap situasi kerja. Dengan demikian,

kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga.

Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan

menurut seberapa baik hasil yang dicapai

memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga,

kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang

berhubungan.

Menurut Malthis, kepuasan kerja adalah

“keadaan emosi yang positif dari

mengevaluasi pengalaman kerja seseorang”

(Malthus, 2006). Ketidakpuasan kerja muncul

saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi.

Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,

secara umum adalah kepuasan dalam

pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan,

hubungan antara supervisor dengan tenaga

kerja, dan kesempatan untuk maju. Robbins

mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu

sikap umum seorang individu terhadap

pekerjaannya, selisih antara banyaknya

ganjaran yang diterima seorang pekerja dan

banyaknya yang mereka yakini seharusnya

mereka terima (Robbins, 2008). Penilaian

(assessment) seorang karyawan terhadap puas

atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan

penjumlahan rumit dari sejumlah unsur

pekerjaan yang diskrit (terbedakan atau

terpisah satu sama lain). Kepuasan kerja

ditentukan oleh beberapa faktor yakni kerja

yang secara mental menantang, kondisi kerja

yang mendukung, serta kesesuaian kepribadian

dengan pekerjaan. Selanjutnya Robbins dan

Judge juga mendefinisikan “kepuasan kerja

sebagai suatu perasaan positif tentang

pekerjaan seseorang yang merupakan hasil

dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya”

(Robbins dan Judge, 2008). Seseorang yang

memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi

memiliki perasaan-perasaan positif tentang

pekerjaan tersebut.

Pada kenyataannya, kepuasan kerja

dipengaruhi oleh lima aspek yaitu kerja itu

sendiri, penghasilan, kenaikan jabatan,

pengawasan dan rekan kerja. Edward Lawer

(dalam Simamora, 2006) menjelaskan sebab-

sebab kepuasan dan ketidakpuasan karyawan

terhadap gaji. Menurut Lawer, perbedaan

terhadap jumlah yang diterima oleh karyawan

dan jumlah yang mereka duga diterima oleh

orang lain merupakan penyebab langsung

kepuasan atau ketidakpuasan gaji. Apabila

mereka menyimpulkan bahwa mereka dibayar

terlalu sedikit, mereka mungkin akan sering

absen atau mengundurkan diri. Sekiranya para

karyawan menyadari bahwa mereka ternyata

dibayar terlalu mahal, mereka mungkin akan

bosan atau mengompensasikannya dengan

bekerja lebih keras.

Penulis membahas tiga teori yang akan

menjelaskan bagaimana hubungan antara

pemberian remunerasi dan tingkat kepuasan

kerja. Teori-teori tersebut antara lain sebagai

berikut.

a. Teori Keadilan

Teori Keadilan atau Equity Theory

dikemukakan oleh Zalesnik pada tahun 1958

dan dikembangkan oleh Adam pada tahun

1963. Pada dasarnya Teori Keadilan adalah

teori bahwa individu membandingkan

masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 285

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan

orang lain, dan kemudian merespon untuk

menghilangkan ketidakadilan (Robbins dan

Judge, 2008).

Dengan imbalan kerja yang ada pada saat

itu, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu

tinggi akan bekerja lebih banyak daripada

karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.

Karyawan-karyawan yang dibayar per jam dan

digaji akan menghasilkan kuantitas atau

kualitas produksi yang tinggi guna

meningkatkan sisi masukan dari rasio yang

menghasilkan keadilan.

Dengan imbalan kerja menurut kuantitas

produksi, karyawan-karyawan yang dibayar

terlalu tinggi akan memproduksi unit-unit

yang lebih sedikit tetapi dengan kualitas yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan

karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.

Individu-individu yang dibayar berdasarkan

tarif per bagian akan meningkatkan usaha

mereka untuk mencapai keadilan, yang bisa

menghasilkan kualitas yang lebih tinggi.

Namun, peningkatan dalam kuantitas hanya

akan meningkatkan ketidakadilan, karena

setiap unit yang akan diproduksi

mengakibatkan pembayaran yang lebih

banyak. Oleh karena itu, usaha ditujukan untuk

meningkatkan kualitas daripada kuantitas.

Tiga model keadilan organisasional terdiri

atas (1) keadilan distributif, (2) keadilan

prosedural, dan (3) keadilan interaksional.

Dari ketiga bentuk keadilan tersebut, keadilan

distributif sangat berkaitan antara kepuasan

dengan hasil-hasil (misalnya kepuasan dengan

imbalan kerja) dan komitmen organisasional.

Keadilan prosedural berhubungan erat dengan

kepuasan kerja, kepercayaan karyawan,

pengunduran diri dari organisasi, prestasi

kerja, dan perilaku kewargaan organisasional.

Dengan memiliki persepsi yang lebih baik

tentang keadilan prosedural, karyawan-

karyawan cenderung meninjau atasan dan

organisasi mereka secara positif meskipun

meskipun mereka tidak puas dengan imbalan

kerja, promosi dan hasil-hasil pribadi yang

lain.

b. Teori Dua Faktor

Teori Dua Faktor atau Two-Factor Theory

atau disebut juga Motivation-Hygiene Theory

adalah teori yang dikemukakan oleh Frederick

Hezberg pada tahun 1959. Teori Dua Faktor

adalah teori yang mengaitkan faktor-faktor

intrinsik berkaitan dengan perasaan positif

terhadap pekerjaan sehingga membawa

kepuasan kerja, dan di sisi lain

menghubungkan faktor-faktor ekstrinsik

dengan ketidakpuasan kerja.

Faktor pertama dinamakan faktor pemuas

(motivation factor, satisfier, atau intrinsic

motivation) yang mendorong seseorang untuk

berprestasi yang bersumber dari dalam diri

orang tersebut, misalnya prestasi, pengakuan,

tanggung jawab, peluang untuk maju,

kepuasan kerja itu sendiri dan kemungkinan

pegembangan karir. Sementara faktor kedua

dinamakan faktor pemelihara (maintenance

factor, disatisfier atau extrinsic motivation)

yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

untuk memelihara keberadaan karyawan

sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman

dan kesehatan, misalnya

kompensasi/remunerasi, keamanan dan

keselamatan kerja, kondisi kerja, status,

hubungan dengan rekan kerja, dan hubungan

dengan pengawas.

c. Teori Ketidaksesuaian

Dalam Teori Ketidaksesuaian atau

Discrepancy Theory dijelaskan bahwa

penghasilan yang menjadi penopang

kehidupan manusia dan alat pemenuh

kebutuhan selalu menjadi problematika yang

krusial karena adanya kesenjangan kehidupan

manusia. Manusia tidak pernah merasa puas

sehingga muncul konflik-konflik untuk

mencapai titik keseimbangan kepuasan.

Menurut Locke, hakikat kepuasan atau

ketidakpuasan dalam kaitannya dengan

pekerjaan tergantung pada selisih antara apa

yang dianggap telah didapatkan dengan apa

yang diinginkan. Seseorang akan merasa

terpuaskan apabila tidak ada selisih antara

kondisi yang diinginkan dengan kondisi pada

kenyataan. Semakin besar selisih lebih antara

kondisi yang diinginkan dengan kondisi pada

kenyataan maka semakin besar rasa puas,

286 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

sebaliknya semakin besar selisih kurang

diantara keduanya, semakin besar pula

ketidakpuasan yang ia rasakan.

Hubungan antara Remunerasi dan

Kepuasan Kerja

Remunerasi merupakan salah satu unsur

penting yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja

sebab remunerasi merupakan alat untuk

memenuhi berbagai kebutuhan karyawan.

Motivasi kerja merupakan suatu dorongan

kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu

dipenuhi agar karyawan tersebut dapat

menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Kadarisman menyatakan bahwa hakikat

penghasilan pegawai/karyawan/pekerja adalah

termasuk ke dalam komponen biaya

(Kadarisman, 2012). Bila dipandang dari sisi

organisasi, salah satu tujuan organisasi modern

adalah untuk meraih keuntungan (profit

oriented) maka biaya pegawai seperti halnya

juga jenis biaya lainnya merupakan komponen

biaya organisasi yang perlu dikendalikan

dalam konteks minimizing cost sehingga dapat

dicapai dengan efisiensi serta kegiatan yang

optimal tinggi. Sedangkan bila dipandang dari

sisi pegawai, penghasilan pegawai dipandang

sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan

hidupnya sehingga imbalan balas jasa tersebut

haruslah diterima dalam jumlah yang

sebanyak-banyaknya dalam konteks

maximizing income.

Selanjutnya Kadarisman mengutarakan

bahwa perbedaan kepentingan antara

organisasi dan individu karyawan dalam

pemberian penghasilan tersebut, sering kali

menimbulkan masalah. Dengan demikian

penghasilan pegawai memiliki arti penting

karena mencerminkan upaya organisasi dalam

mempertahankan dan meningkatkan

kesejahteraan pegawainya. Hasil studi di

lapangan menunjukkan bahwa penghasilan

pegawai yang tidak memadai dapat

menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan

kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat

menyebabkan pegawai yang potensial keluar

dari organisasi.

Demikian pula halnya pada prinsip

organisasi negara yang membayarkan balas

jasa kepada PNS yang menjalankan fungsi-

fungsi birokrasi. Meskipun negara bukan

merupakan organisasi yang semata-mata

mencari keuntungan, namun negara harus tetap

mempertimbangkan kemampuan keuangan

negara dan kelayakan jumlah penghasilan

yang dibayarkan kepada pegawainya.

Suatu sistem remunerasi yang baik adalah

sistem yang mampu menjamin kepuasan para

anggota organisasi yang pada gilirannya

memungkinkan organisasi memperoleh,

memelihara dan mempekerjakan sejumlah

pegawainya yang dengan berbagai sikap dan

perilaku positif bekerja dengan produktif bagi

kepentingan organisasi. Namun, seandainya

para pegawai diliputi perasaan tidak puas atas

kompensasi yang diterimanya, hal ini tentu

berdampak bagi organisasi secara negatif. Jika

ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan

dengan baik, merupakan hal yang wajar

apabila para anggota organisasi menyatakan

keinginannya untuk memperoleh penghasilan

yang adil (Siagian, 2008).

Studi Empiris

Dalam Tesis Rita Andini yang melibatkan

115 responden sebuah rumah sakit di

Semarang menyimpulkan bahwa alasan untuk

mencari pekerjaan lain adalah kepuasan gaji

yang diterima. Seseorang akan merasa puas

dengan gajinya selama persepsi terhadap gaji

dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan

yang diharapkan (Andini, 2006).

Abadi Wijaya dalam penelitian skripsinya

yang melibatkan 45 orang pada sebuah

perusahaan swasta yang bergerak di bidang

pemasaran dan distribusi di Malang

menemukan bahwa terdapat pengaruh positif

yang signifikan antara kepuasan pemberian

gaji terhadap semangat kerja, disiplin kerja,

dan kepuasan kerja (Wijaya, 2008).

Penelitian Nunung Yuliastuti dan Pandoe

Bimowati yang melibatkan 86 orang pada

sebuah yayasan di Kediri menyimpulkan

bahwa variabel gaji, pekerjaan, pimpinan,

rekan kerja dan kondisi kerja secara parsial

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 287

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

Semakin baik gaji yang diberikan oleh

yayasan, semakin tinggi tingkat kepuasan

seorang pegawai (Yuliastuti dan Bimowati,

2009).

Penelitian Ani Muttaqiyathun yang

melibatkan 80 orang pegawai pada sebuah

bank perkreditan rakyat di Yogyakarta

menemukan bahwa variabel

kompensasi/remunerasi berpengaruh secara

signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.

Variabel kompensasi/remunerasi berpengaruh

positif terhadap kepuasan kerja pegawai dan

menyarankan perusahaan agar memperhatikan

dan terus menerapkan prinsip keadilan dalam

memberikan balasan jasa kepada pegawai.

Dengan demikian, kepuasan kerja pegawai

akan meningkat (Muttaqiyathun, 2011).

Berdasarkan temuan-temuan penelitian

tersebut, dapat dirumuskan sebuah kesamaan

bahwa pemberian tingkat

remunerasi/kompensasi yang baik berpengaruh

positif terhadap kepuasan kerja pegawai.

Dengan kata lain, semakin tinggi

kompensasi/remunerasi yang diberikan oleh

organisasi, semakin tinggi pula level kepuasan

kerja pegawai.

METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan judul penelitian yang

penulis angkat maka sebagai subjek penelitian

penulis adalah para pelaksana yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil pada Setditjen Anggaran

Kemenkeu yang berkedudukan di Jakarta. Dari

judul penelitian di atas dapat diidentifikasi dua

variabel, pertama variabel bebas (X), yaitu

Remunerasi. Kedua variabel terikat (Y)

merupakan variabel yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel bebas, yang menjadi

variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Kepuasan Kerja pegawai.

Dalam penelitian ini, penulis memperoleh

data berasal dari data primer dan sekunder.

a. Data primer yaitu data yang diperoleh

secara langsung dari sumber asli (tidak

melalui media perantara) yang secara

khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk

menjawab masalah penelitian, dan

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh

penulis secara tidak langsung melalui

media perantara (diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain), umumnya berupa bukti,

catatan atau laporan historis yang tersusun

dalam arsip.

Hipotesis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan

hipotesis penelitian yang mengandung

hipotesis statistik. Sesuai dengan pernyataan

Sugiyono bahwa hipotesis statistik ada, bila

ada penelitian bekerja dengan sampel

(Sugiyono, 2009). Jika penelitian tidak

menggunakan sampel, maka tidak ada

hipotesis statistik.

Selanjutnya penulis merumuskan hipotesis

yang terdiri dari dua macam, yaitu hipotesis

kerja dinyatakan dalam kalimat positif dan

hipotesis nol dinyatakan dalam kalimat negatif

(Indriantoro et al, 2012), yang dapat diuraikan

sebagai berikut.

a. Hipotesis nol (H0): Diduga remunerasi

tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja

pegawai.

b. Hipotesis alternatif (Ha): Diduga

remunerasi berpengaruh terhadap kepuasan

kerja pegawai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum remunerasi dapat diartikan

sebagai keseluruhan balas jasa dalam bentuk

uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang

diberikan oleh organisasi kepada pegawainya

atas pekerjaan atau jasa yang telah diberikan

oleh pegawai kepada organisasi. Dalam

penelitian ini variabel independennya yaitu

“Remunerasi”. Remunerasi merupakan

variabel independen (X) yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat).

Secara umum kepuasan kerja adalah

kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif

tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

hasil dari evaluasi karakteristik-

karakteristiknya. Dalam penelitian ini,

288 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

“Kepuasan Kerja” merupakan variabel

dependen (Y), yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(X).

Pembobotan skor menggunakan skala

likert. Menurut Sugiyono, skala likert adalah

alat ukur yang dipakai untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial

(Sugiyono, 2009). Untuk mengisi skala likert

dalam instrumen penelitian telah disediakan

alternatif jawaban dari setiap butir pertanyaan

dan responden dapat memilih satu dari

jawaban yang sesuai, setiap butir bernilai 1

sampai 5 disesuaikan dengan alternatif-

alternatif jawaban yang dipilih dari masing-

masing pernyataan.

Berdasarkan data mengenai jawaban

responden mayoritas jawaban berada pada

kriteria tinggi atau baik yaitu sebanyak 40

orang (66,67%). Grafik menunjukkan

remunerasi menurut pendapat responden

dinilai tinggi atau baik menurut 40 orang

(66,67%), dinilai sangat tinggi oleh 6 orang

(10,00%) dan dinilai sedang oleh 14 orang

(23,33%)

Berdasarkan data mengenai penilaian

kepuasan kerja pegawai dari jawaban

responden, mayoritas berada pada kriteria

tinggi atau baik yaitu sebanyak 39 orang

(65.00%). Hal ini menunjukkan kepuasan

kerja karyawan saat ini telah menunjukkan

tingkat yang tinggi. Adapun yang termasuk

kriteria sedang adalah 16 orang (26.67%), dan

sangat tinggi 5 orang (3.6%).

1. Uji Regresi

Uji regresi digunakan untuk mengetahui

pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap

variabel terikat (Y). Persamaan regresi

tersebut dapat dirumuskan: Y = a + bX.

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan

bantuan program SPSS v.17.0 dapat dilihat

rangkuman hasil empiris penelitian, sehingga

dapat dibuat persamaan garis regresinya Y =

0,799 + 0,787X. Konstanta (a) sebesar 0,799

menyatakan bahwa jika tidak ada variabel

bebas (remunerasi) atau variabel bebas bernilai

nol, maka kepuasan kerja pegawai akan tetap

(konstan) sebesar 0,799. Sedangkan koefisien

regresi X sebesar 0,787 memiliki pengertian

bahwa jika variabel bebas (remunerasi)

meningkat satu kali akan meningkatkan

kepuasan kerja pegawai sebesar 0,787.

2. Product Moment

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r =

0,821. Hal ini berarti terdapat korelasi

(hubungan) yang positif dan sangat kuat antara

remunerasi dengan kepuasan kerja. Di

samping itu hasil perhitungan R Square

sebesar 0,673 variasi (Y) dapat diterangkan

oleh Remunerasi (X). Hubungan positif dan

sangat kuat artinya jika variabel (X)

mengalami kenaikan maka akan diikuti dengan

peningkatan pada variabel kepuasan kerja

pegawai (Y). Begitu sebaliknya, jika terdapat

penurunan pada variabel remunerasi (X) maka

akan diikuti dengan penurunan pada kepuasan

kerja pegawai (Y)

3. Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk

mengetahui berapa persen pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini

besarnya persentase hubungan antara variabel

X dan Y. Diperoleh nilai R Square (KD)

sebesar 0,673. Dengan demikian variabel

remunerasi (X) mampu menerangkan variabel

kepuasan kerja pegawai (Y) sebesar 67,3%,

sedangkan sisanya sebesar 32,7% dipengaruhi

oleh variabel lain di luar penelitian.

4. Uji Hipotesis

Dari perhitungan uji t di atas diperoleh

nilai t hitung sebesar 10,932. Dengan demikian

t hitung > t tabel (10,932 > 2,981).

Menunjukkan H0 ditolak dan Ha diterima pada

level signifikan 0,10, dengan kata lain yaitu

terdapat hubungan yang signifikan antara

variabel remunerasi dengan kepuasan kerja

pegawai.

Secara keseluruhan, pegawai yang

bertugas pada Setditjen Anggaran Kemenkeu

telah menilai bahwa remunerasi yang

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 289

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

diberikan telah sesuai dengan harapan. Hal ini

dibuktikan dengan penilaian dengan skor

tinggi pada grafik penilaian terhadap

remunerasi.

Selanjutnya pada variabel kepuasan kerja,

pegawai yang bertugas pada Setditjen

Anggaran Kemenkeu telah menilai bahwa

mereka puas dengan pekerjaan yang

dikerjakan saat ini. Hal ini dibuktikan dengan

penilaian dengan skor tinggi pada grafik

penilaian terhadap kepuasan kerja.

Dari berbagai perhitungan di atas, ternyata

baik dari perhitungan korelasi product moment

dan Uji t menghasilkan kesimpulan terdapat

hubungan yang searah dan positif antara

remunerasi dengan kepuasan kerja. Hubungan

yang searah (positif) artinya, jika diberikan

remunerasi tinggi, maka kepuasan kerja

pegawai juga tinggi, begitu juga sebaliknya,

jika diberikan remunerasi rendah, maka akan

diikuti dengan penurunan pada kepuasan kerja

pegawai.

Dengan pemberian remunerasi yang tinggi

maka pegawai akan puas dalam bekerja untuk

menyelesaikan tugasnya yang berdampak pada

tercapainya tujuan organisasi. Pihak

pengambil kebijakan perlu memperhatikan dan

fokus pada pemberian remunerasi kepada para

pegawai untuk menjamin kelancaran bekerja

para pegawai dan adanya peningkatan tingkat

kepuasan para pegawai.

Dengan demikian, hal itu memberikan

implikasi jika Setditjen Anggaran Kemenkeu

bermaksud meningkatkan kepuasan kerja

pegawai, maka harus memperhatikan faktor

remunerasi sebagai faktor yang

mempengaruhinya.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dikemukakan

sebelumnya mengenai pengaruh remunerasi

terhadap kepuasan kerja pegawai pada

Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran,

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara keseluruhan, PNS yang bertugas

pada Sekretariat Direktorat Jenderal

Anggaran Kementerian Keuangan menilai

bahwa remunerasi yang diberikan telah

sesuai dengan harapan. Hal ini dibuktikan

dengan penilaian mayoritas dengan skor

tinggi pada grafik penilaian terhadap

remunerasi.

2. PNS yang bertugas pada Sekretariat

Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian

Keuangan telah menilai bahwa mereka

puas dengan pekerjaan yang dikerjakan

saat ini. Hal ini dibuktikan dengan

penilaian mayoritas dengan skor tinggi

pada grafik penilaian terhadap kepuasan

kerja.

3. Terdapat pengaruh positif yang signifikan

antara remunerasi dengan kepuasan kerja

PNS pada Sekretariat Direktorat Jenderal

Anggaran. Hal itu diketahui dari perolehan

nilai r = 0,821 dengan persamaan pengaruh

Y = 0,799 + 0,787 X. Konstanta (a)

sebesar 0,799 menyatakan bahwa jika tidak

ada variabel bebas (Remunerasi), maka

Kepuasan Kerja akan tetap (konstan)

sebesar 0,799. Koefesien regresi X sebesar

0,787 menyatakan bahwa jika faktor

Remunerasi diperhatikan maka akan

memberikan pengaruh pada Kinerja

sebesar 67,3%. Hasil Koefisien

Determinasi (R2) sebesar 67,3 % artinya

pengaruh remunerasi terhadap kepuasan

kerja sebesar 67,3% dan sisanya 32,7 %

dipengaruhi oleh faktor selain remunerasi.

Saran

Dari kesimpulan di atas, maka penulis

dapat mengajukan saran-saran dari hasil

penelitian adalah sebagai berikut.

1. Agar kepuasan kerja para pegawai

terpenuhi dengan baik, pihak manajemen

puncak harus mempertimbangkan untuk

memberi imbalan yang memadai kepada

pegawai dan mengelola remunerasi dengan

bijakasana. Dengan adanya sistem

remunerasi yang baik, maka pegawai akan

merasa dihargai dengan pantas, dan dengan

perasaan seperti itu akan menimbulkan

etos kerja yang tinggi sehingga kinerja

pegawai melahirkan output yang tinggi dan

290 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

dapat membantu organisasi mencapai

tujuannya dengan efektif dan efisien.

2. Dalam pengelolaan remunerasi, hendaknya

benar-benar diperhatikan skala pemberian

tunjangan dan penilaian kinerja. Penilaian

kinerja harus dilakukan seobjektif mungkin

sehingga tidak mendistorsi pemberian

remunerasi yang tepat untuk setiap

pegawai. Perlu diperhatikan sedemikian

sehingga seorang pegawai tidak

mengalami ketidakpuasan dalam penilaian

kinerja yang mempengaruhi take home pay

nya yang pada akhirnya dapat

menyebabkan pegawai tersebut tidak puas

dalam menjalani pekerjaannya.

3. Tunjangan dan honor atas pekerjaan yang

outputnya kurang jelas hendaknya

diminimalkan, hal ini berkaitan dengan

kemampuan keuangan organisasi

Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran

yang merupakan instansi pemerintah yang

didanai dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Secara

keseluruhan, idealnya belanja pegawai

harus diseimbangkan antara kepuasan

pegawai yang menerima penghasilan

dengan kemampuan keuangan negara.

4. Mengingat pengelolaan SDM dan

keuangan organisasi Direktorat Jenderal

Anggaran berada pada lingkup tugas

Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran,

maka sangat diharapkan agar Sekretariat

Direktorat Jenderal Anggaran proaktif

dalam menyusun kebijakan remunerasi dan

memberikan umpan balik kepada instansi

yang lebih tinggi tentang kendala-kendala

yang dihadapi pada praktek pengelolaan

dan pemberian remunerasi yang telah dan

sedang berjalan. Dengan demikian,

informasi tentang kendala yang dihadapi

dapat diketahui oleh instansi yang lebih

tinggi yang berwenang sehingga membuat

kebijakan-kebijakan yang lebih akomodatif

mengenai remunerasi kepada pegawai

khususnya pada lingkup Sekretariat

Direktorat Jenderal Anggaran.

DAFTAR PUSTAKA

De Pora, Antonio. (2011). Remunerasi

(Kompensasi dan Benefit). Tangerang:

Rana Pustaka.

Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta: Indeks.

Handoko, T. Hani. (2011). Manajemen

Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, Malayu S.P. (2011). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Indriantoro, Nur. (2012). Metodologi

Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Kadarisman, M. (2012). Manajemen

Kompensasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Retrieved

from Kementrian Keuangan website:

www.sdm.depkeu.go.id

Robbins, Stephen P. (2008). Perilaku

Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian

Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Wahjono, Sentot Imam. (2010). Perilaku

Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 291

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

DAMPAK INOVASI TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN DAN

TINGKAT PENGANGGURAN

M.A.S Sridjoko Darodjatun

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstract: This research discusses the effects of poverty and unemployment on innovation. In

Indonesia, the low innovation figure, around 5.3% causes the less maximum economic growth. Compared to industry sector, the intensive technology can contribute to 27% of PDB, but it can

only employ 13% of labor. Meanwhile, the service sector supporting 7% of PDB merely employ

2% of labor.

Keywords: Innovation; Poverty; Unemployment rate; Economic growth; PDB.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan bangsa di masa depan

bertumpu kepada teknologi dan ekonomi. Baik

teknologi dan ekonomi berjalan bersama-

sama. Suatu bangsa harus menguasi teknologi

agar ekonominya dapat tumbuh. Sumber

pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi

di tentukan oleh kekuatan dan daya inovasi.

Indonesia saat ini, belum mengedepankan

peran dan fungsi inovasi untuk pertumbuhan

ekonomi dan kemajuan teknologi. Hal ini

dapat dilihat dari data berikut ini.

1. Nilai inovasi Indonesia hanya sebesar 3,6

pada tahun 2012.

2. Indonesia dalam posisi urutan 108 di dunia

dalam ranking indeks ekonomi berbasis

pengetahuan, sebagaimana tampak pada

Tabel 1.

3. Inovasi belum menjadi bagian utama dari

pertumbuhan ekonomi. Karena

pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

tergantung kepada konsumsi sebesar 63%

yang terdiri dari permintaan ekspor dan

investasi. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6,5

% pada tahun 2011.

4. Inovasi tidak menjadi fokus dari industri

yang tumbuh di Indonesia. Hal ini dapat

dilihat dari data pertumbuhan industri

bahwa tidak terdapat kaitan dengan

inovasi, melainkan karena bahan mentah

atau pabrik rakitan atau seconday

component.

Jika inovasi dapat dinaikkan ke angka 14

% GDP, maka PDB per kapita Indonesia bisa

didongkrak ke angka 16.000 dolar AS yang

memposisikan Indonesia pada status negara

maju (advanced economy) (MP3EI, 2011). Hal

ini memberikan isyarat penting bahwa inovasi

di luar faktor produksi konvensional tanah

(land), buruh (labour) dan modal (capital)

merupakan komponen penting, jika bukan

terpenting dalam pertumbuhan ekonomi.

Untuk merealisasi skenario pertumbuhan

menjadi 14 % dengan sumbangan inovasi,

perlu dikembangkan sistem inovasi nasional

yang berkelanjutan (sustainable national

innovation system). Melalui pengembangan

sistem inovasi nasional yang berkelanjutan,

penguasaan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dapat dilaksanakan

secara konsisten, bertahap, berjenjang, dan

berkelanjutan. Sistem inovasi nasional

meliputi sebuah visi masa depan, tatanan dan

struktur, mekanisme, kompetensi inti,

kemampuan sumber daya manusia dan budaya.

Sebagai sistem inovasi yang berkelanjutan,

perlu didorong tumbuhnya pelaku inovasi

yang unggul dan bersinergi satu sama lain.

Pelaku inovasi adalah akademisi, pebisnis,

masyarakat madani, dan pemerintah. Di

Indonesia, sistem inovasi yang berkelanjutan�

292 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

dikenal dengan Sistem Inovasi Nasional. Tapi

dalam perjalannya, Sistem Inovasi Nasional

yang berada pada instansi pemerintah dan

lembaga penelitian masih bersifat lokal karena

mempunyai karakter dan versi sendiri-sendiri

berdasarkan kebutuhan, kepentingan, dan

kompetensi masing-masing instansi. Sehingga

tidak dapat mendobrak dan daya dukung untuk

menumbuhkan inovasi sebagai budaya bangsa.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa

dampak inovasi di Indonesia terhadap

pertumbuhan nasional akan meningkat secara

cepat. Masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh tingkat

kemiskinan terhadap inovasi apakah

bersifat positif atau negatif?

2. Bagaimanakah pengaruh tingkat

pengangguran terhadap inovasi?

TINJAUAN PUSTAKA

Inovasi

Inovasi atau innovation berasal dari kata to

innovate yang mempunyai arti membuat

perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang

baru. Inovasi kadang

pula diartikan sebagai

penemuan, namun

berbeda maknanya

dengan penemuan

dalam arti discoveryatau invention

(invensi). Discovery

mempunyai makna

penemuan sesuatu

yang sebenarnya

sesuatu itu telah ada

sebelumnya, tetapi

belum diketahui.

Sedangkan invensi

adalah penemuan

yang benar-benar

baru sebagai hasil

kegiatan manusia.

Sedangkan invent

yang dalam kamus

didefinisikan sebagai

menciptakan sesuatu

yang baru yang tidak

pernah ada

sebelumnya. Contoh invention adalah

penemuan Thomas Alva Edison, yaitu

penemuan perekam suara elektronik,

penyempurnaan mesin telegram yang secara

otomatis mencetak huruf mesin, mesin

piringan hitam, dan pengembangan bola lampu

pijar.

Inovasi diartikan penemuan dimaknai

sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau

sekelompok orang baik berupa discovery

maupun invensi untuk mencapai tujuan atau

untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam

inovasi tercakup discovery dan invensi.

Inovasi dapat menjadi positif atau negatif.

Inovasi positif didefinisikan sebagai proses

membuat perubahan terhadap sesuatu yang

telah mapan dengan memperkenalkan sesuatu

yang baru yang memberikan nilai tambah bagi

pelanggan. Inovasi negatif menyebabkan

pelanggan enggan untuk memakai produk

Tabel 1.

Knowledge Economic Indicator (KEI)

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 293

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

tersebut karena tidak memiliki nilai tambah,

merusak cita rasa dan kepercayaan pelanggan

hilang. Menurut Joseph Schumpeter (1934)

definisi inovasi dalam ekonomi adalah

“Mengenalkan barang baru dimana para

pelanggan belum mengenalnya atau kualitas baru dari sebuah barang.”

Schumpeter dalam teorinya

menitikberatkan pada pentingnya peranan

pengusaha di dalam mewujudkan suatu

pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu juga

ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan

golongan yang akan terus-menerus membuat

suatu pembaharuan atau inovasi dalam

kegiatan ekonomi. Inovasi itu antara lain:

memproduksi produk-produk baru yang belum

ada di pasar saat ini, mempertinggi efisiensi

produksi dalam menghasilkan suatu barang,

memperluas pasar suatu barang ke pasaran-

pasaran yang benar-benar baru,

mengembangkan sumber bahan baku atau

bahan mentah yang baru dan juga mengadakan

perubahan-perubahan dalam organisasi dengan

tujuan untuk mempertinggi keefisienan

kegiatan perusahaan. Schumpeter juga

membedakan investasi kepada dua golongan,

yaitu penanaman modal otonomi dan

penanaman modal terpengaruh. Penanaman

modal otonomi adalah penanaman modal yang

ditimbulkan pada kegiatan ekonomi yang

muncul sebagai akibat kegiatan inovasi.

Menurut Schumpeter jika semakin tinggi

tingkat kemajuan sesuatu ekonomi maka

semakin terbatas pula kemungkinan untuk

mengadakan suatu inovasi. Dengan demikian,

pertumbuhan ekonomi akan berjalan lambat.

Hingga akan tercipta keadaan tidak

berkembang (stationary state).

Kemiskinan

Istilah kemiskinan timbul ketika

sekelompok atau seseorang tidak mampu

mencukupi tingkat kebutuhan ekonomi yang

dianggap sebagai kebutuhan dasar dari standar

hidup tertentu. Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas)

mengatakan bahwa kemiskinan adalah situasi

serba kekurangan yang terjadi bukan karena

dikehendahi oleh si miskin, melainkan karena

tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang

ada padanya.

Kemiskinan menurut Kantor Menteri

Negara Kependudukan/BKKBN adalah suatu

keadaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sendiri dengan taraf

kehidupan yang dimiliki dan juga tidak

mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun

fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Ada

beberapa faktor yang menyebabkan keluaraga

masuk dalam katagori miskin, antara lain:

faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa

faktor internal, yakni: kesakitan, kebodohan,

ketidaktahuan, ketidaktrampilan, ketinggalan

teknologi, ketidakmampuan modal. Sedangkan

beberapa faktor eksternal, antara lain: (1)

Struktur sosial ekonomi yang menghambat

peluang untuk berusaha dan meningkatkan

pendapatan; (2) Nilai-nilai dan unsur-unsur

budaya yang kurang mendukung upaya

peningkatan kualitas keluarga; (3) Kurangnya

akses untuk dapat memanfaatkan fasilitas

pembangunan.

Pengangguran

Pengangguran merupakan suatu ukuran

jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi

mereka sedang melakukan usaha secara aktif

dalam empat minggu terakhir untuk mencari

pekerjaan. Pengganguran merupakan suatu

keadaan dimana seseorang yang tergolong

dalam angkatan kerja ingin mendapatkan

pekerjaan tetapi mereka belum dapat

memperoleh pekerjaan. Pengangguran dapat

terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan

pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan

melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.

Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak

secara aktif mencari mencari pekerjaan tidak

tergolong sebagai penganggur.

Faktor utama yang menyebabkan

pengangguran adalah pengeluaran agregat

yang sedikit. Para pengusaha memproduksi

barang dan jasa dengan maksud untuk mencari

keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan

diperoleh apabila para pengusaha dapat

294 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

menjual barang yang mereka produksi.

Semakin tinggi permintaan, maka semakin

tinggi pula barang dan jasa yang akan mereka

wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan

akan menambah penggunaan tenaga kerja.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang erat di antara tingkat

pendapatan nasional yang akan dicapai dengan

pengunaan tenaga kerja, sehingga semakin

tinggi pendapatan nasional (GDP) semakin

banyak penggunaan tenaga kerja dalam

perekonomian.

Berdasarkan penyebabnya. N. Gregory

Mankiw membagi pengangguran menjadi

empat kelompok, yakni sebagai berikut.

1. Pengangguran Friksional

Pengangguran ini tidak ada pekerjaan

bukan karena tidak dapat memperoleh

kerja, tetapi karena sedang mencari

pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam

perekonomian yang berkembang cepat,

pengangguran menjadi rendah dan

pekerjaan mudah diperoleh. Sebaliknya

pengusaha susah memperoleh pekerja,

akibatnya pengusaha menawarkan gaji

yang lebih tinggi. Hal ini akan mendorong

para pekerja untuk meninggalkan

pekerjaannya yang lama dan mencari

pekerjaan baru yang lebih tinggi gajinya

atau lebih sesuai dengan keahliannya.

Dalam proses mencari kerja baru ini untuk

sementara para pekerja tersebut tergolong

sebagai penganggur. Mereka inilah yang

digolongkan sebagai pengangguran

normal.

2. Pengangguran Siklikal

Perekonomian tidak selalu berkembang

dengan teguh. Adakalanya permintaan

agregat menjadi naik, hal ini mendorong

pengusaha menaikkan produksinya. Lebih

banyak pekerja baru digunakan dan

pengangguran berkurang. Akan tetapi pada

masa lainnya permintaan agregat turun

dengan cepat. Misalnya, di negara-negara

produsen bahan mentah pertanian,

penurunan ini mungkin disebabkan

kemerosotan harga-harga komoditas.

Kemunduran ini menimbulkan efek kepada

perusahaan-perusahaan lain yang

berhubungan, yang juga akan mengalami

kemerosotan dalam permintaan terhadap

produksinya. Kemerosotan permintaan

agregat ini mengakibatkan perusahaan-

perusahaan mengurangi pekerja atau

menutup perusahaannya, sehingga

pengangguran akan bertambah.

3. Pengangguran Struktural

Tidak semua industri dan perusahaan

dalam perekonomian akan terus

berkembang maju, sebagiannya akan

mengalami kemunduran. Kemerosotan ini

ditimbulkan ditimbulkan oleh salah satu

beberapa faktor berikut, barang baru yang

lebih baik, kemajuan teknologi

mengurangi permintaan ke atas barang

tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat

tinggi dan tidak mampu bersaing, dan

ekspor produksi industri sangat menurun

dikarenakan persaingan yang lebih serius

dari negara-negara lain. Kemerosotan itu

akan menyebabkan kegiatan produksi

dalam industri tersebut menurun, dan

sebagian pekerja terpaksa diberhentikan

dan menjadi pengangur.

4. Pengangguran Musiman

Pengangguran ini umumnya terjadi di

sektor perikanan dan pertanian. Bila

musim hujan penyadap karet dan nelayan

tidak bisa melaksanakan pekerjaan mereka

dan terpaksa menganggur. Musim kemarau

tiba sehingga para petani tidak dapat

mengerjakan sawahnya. Di samping itu

para petani pada umumnya tidak begitu

aktif di antara waktu sesudah menamam

dan sesudah panen. Para penyadap karet,

nelayan dan petani tidak bisa

melaksanakan pekerjaan dalam keadaan

musim tertentu sehingga menyebabkan

mereka menganggur. Pengangguran seperti

ini termasuk digolongkan ke dalam

pengangguran musiman.

Kerangka Pemikiran

Ekonomi berbasis inovasi merupakan

pembaharuan dari model ekonomi neoklasik.

Hal yang membedakannya adalah teori

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 295

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ekonomi klasik tidak melihat bahwa

knowledge-science, teknologi dan inovasi

sebagai variabel fungsi produksi melainkan

tenaga kerja (labour) dan modal (capital).

Penyumbang terbesar dalam

pertumbuhanekonomi justru faktor lain di luar

modal dan jumlah buruh, yakni apa yang

disebut dengan total faktor productivity (TFP),

faktor yang terkait erat dengan penguasaan,

kemajuan, dan aplikasi teknologi.

Dengan demikian dapat disimpulkan

kerangka pemikiran ini digambarkan dengan

skema seperti pada Gambar 1 berikut.

METODOLOGI PENELITIAN

Harapan yang akan diperoleh dari

penelitian ini adalah mengetahui bagaimana

dampak inovasi terhadap pengurangan tingkat

kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.

Variabel yang digunakan antara lain Modal

(capital), Tanah (land), Tenaga Kerja (labor),

Teknologi, Tingkat Kemiskinan, dan Tingkat

Pengangguran. Penelitian ini menggunakan

data time series dari periode 2005 sampai

dengan 2011.

Dalam penelitian ini jumlah variabel yang

digunakan sebanyak 6 variabel. Variabel

tersebut terdiri atas variabel dependen dan

variabel independen. Variabel dependen

adalah tingkat kemiskinan dan tingkat

pengangguran, sedangkan variabel independen

adalah Modal (capital), Tanah (land), Tenaga

Kerja (labor), dan Teknologi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis

Dalam rangka mewujudkan visi 2025

MP3EI, sebagaimana tampak pada Gambar 2,

dimana PDB akan dinaikkan secara bertahap

mulai 720 miliar dolar AS pada tahun 2010 ke

angka 1,2 triliun dolar AS pada tahun 2014

Variabel Independen

CAPITAL

SUMBER DAYA

ALAM

TENAGA KERJA

TEKNOLOGI

Tingkat

Kemiskinan

Tingkat

Pengangguran

Variabel Dependen

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

296 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

kemudian pada tahun 2025 minimal 3,76

triliun dolar AS.

Untuk mendongkrak PDB 5 sampai 6 kali

lipat dalam waktu 15 tahun, produktivitas

menjadi determinan. Pertumbuhan masih

mengandalkan kepada penggunakan sumber

daya alam mengandalkan faktor produksi

konvensional tanah (land), tenaga kerja

(labour) dan modal (capital) yang

memberikan kontribusi sebesar 94,7 % dalam

proses produksi nasional di tahun 2010.

Dengan kontribusi inovasi yang rendah,

sekitar 5,3% menyebabkan pertumbuhan

ekonomi yang kurang maksimal. Sebagai

contoh; bahwa sektor pertanian yang masih

menggunakan teknik tradisional, dapat

memberikan kontribusi hanya 15% PDB tetapi

menyerap 38% tenaga kerja, sebagaimana

tampak pada Gambar 3. Hal ini dapat

dibandingkan dengan sektor industri yang

intensif teknologi dapat menyumbang 27 %

terhadap PDB tetapi hanya menyerap 13%

tenaga kerja. Kemudian sektor jasa dapat

berkontribusi 7% PDB tetapi menyerap 2%

tenaga kerja.

Melihat pengalaman

negara-negara maju,

terdapat tiga faktor

produksi, yakni modal

finansial (capital), sains

dan teknologi (S&T), seta

modal manusia (human

capital). Ketiga faktor

tersebut menjadi penentu

pertumbuhan dalam era

ekonomi baru saat ini. Hal

ini menggantikan peran

land, labour dan capital.

Dengan tidak ada faktor

tanah (land) dalam faktor

produksi yang baru

memperlihatkan bahwa

bahan baku utama

pertumbuhan tidak

bersandar kepada sumber

daya alam (natural

resources), tetapi

knowledge-science,

teknologi dan inovasi yang dikombinasikan

dengan capital. Eksploitasi knowledge

merupakan pengganti penggunaan sumber

daya alam, hal ini mampu menciptakan

produktivitas lebih tinggi guna menciptakan

pertumbuhan ekonomi. Jadi knowledge adalah

mesin pertumbuhan ekonomi baru dalam era

baru yaitu ekonomi berbasis inovasi

(innovation driven economy).

SIMPULAN DAN SARAN

Kebijakan Yang Dapat Diterapkan

Ekonomi berbasis inovasi merupakan

pembaharuan dari model ekonomi neo-klasik.

Hal yang membedakanya adalah teori ekonomi

klasik tidak melihat bahwa knowledge-science,

teknologi dan inovasi sebagai variabel fungsi

produksi melainkan tenaga kerja (labour) dan

modal (capital).

Dengan penguatan human capital dan

kesiapan teknologi akan diraih pertumbuhan

tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat,

Indonesia memerlukan keunggulan-

keunggulan kompetitif. Indonesia tidak boleh

menggantungkan lagi pada keunggulan

Gambar 2

Visi 2025

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 297

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Tabel 4

Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif

Gambar 3

Transformasi Perkembangan Ekonomi Suatu Negara

298 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

komparatif (sumber daya alam melimpah atau

buruh murah). Dengan bertumpu pada

keunggulan kompetitif akan diperoleh PDB

sebesar 5 atau 6 kali lipat dapat diperoleh.

Indonesia dewasa ini masih bertumpu

kepada labor intensive dan akan diubah secara

bertahap menuju skilled labor intensive

kemudian pada akhirnya akan beralih ke

human capital intensive. Dengan humancapital yang berkualitas merupakan bahan

baku utama dalam innovation driven economy.

Diharapkan keunggulan kompetitif ini,

Indonesia dapat mampu mendapatkan PDB

yang tinggi pada tahun 2025.

Secara umum pendekatan yang dilakukan

MP3EI untuk merubah perekonomian

Indonesia adalah dari sisi demand, melalui

investasi di sektor industri dan infrastruktur

dan perdagangan internasional. Sedangkan

dari sisi supply melalui pertumbuhan total

faktor productivity yang dicapai dengan cara

skala ekonomi, peningkatan kapasitas sosial

untuk menguasai dan mengembangkan

teknologi.

Berdasarkan pendekatan-pendekatan

tersebut MP3Ei membuat tiga strategi utama,

yakni: (1) Penguatan Koridor Ekonomi

Indonesia sebagai pusat pertumbuhan; (2)

Penguatan Konektivitas Nasional; dan (3)

Percepatan kemampuan iptek nasional.

DAFTAR PUSTAKA

American Internasional Journal of

Contemporary Research. (2011). Impact

of Innovation, Teknology and Economic

Growth on Entrepreneurship. American

Internasional Journal of Contemporary Research, Vol 1 No.1 , July 2011.

Bank Indonesia. (2011) Ketahanan

Perekonomian Indonesia di tengah

ketidakpastian ekonomi global. Laporan

Perkonominan Indonesia.

Drucker, PF. (1991). Innovasi dan

kewirausahaan: Praktek dan Dasar-dasar. Terjemahan. Rusdji Naib. Jakarta:

Erlangga.

Kajian Lemhanas RI. (2012). Pengembangan

Ekonomi Kreatif guna Menciptakan

Lapangan Kerja dan Mengentaskan

Kemiskinan dalam Rangka Ketahanan

Nasional. Jurnal kajian Lemhanas RI,

Edisi 14.

Komite Inovasi Nasional. (2012). Prospek

Inovasi Indonesia. Jakarta.

Santoso, Urip. (2012). Peranan Sistem Inovasi

Daerah (SIDa) dalam Percepatan

Pembangunan Daerah. Jurnal.

Suryana. (2013). Ekonomi Kreatif. Jakarta:

Salemba Empat.

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 299

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

PERANAN UPDB PEMK SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

ALTERNATIF BAGI USAHA MIKRO

Studi Kasus di Jakarta

Endro Praponco STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

Abstrak: UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)

adalah Lembaga Keuangan Non Bank yang didirikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan

memberikan pinjaman dana bergulir dengan jasa murah/bagi hasil pola syariah dan

persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya

UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen Bank, yaitu untuk membantu penduduk kelurahan

agar tidak terjebak dengan rentenir dan bisa melepaskan mereka dari belenggu kemiskinan.

Tercatat dana sebesar Rp232 miliar telah digulirkan kepada 267 Koperasi Jasa Keuangan

(KJK) di 267 kelurahan dalam program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan

(PEMK). Dengan jumlah pemanfaat sebanyak 90 ribu warga.

Kata kunci: UPDB PEMK , Lembaga Keuangan Mikro, Koperasi KJK, usaha mikro, di Jakarta

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lembaga keuangan, keberadaannya menjadi semakin penting dalam memperlancar kegiatan ekonomi sejalan dengan kemajuan perekonomian yang dicapai suatu negara. Pada perekonomian yang sudah relatif maju menghendaki pelayanan lembaga keuangan yang relatif maju pula, sehingga lembaga keuangan tersebut benar-benar dapat menjadi sarana pendukung bagi para produsen dan konsumen guna memperlancar kegiatan transaksi ekonomi yang mereka lakukan.

Lembaga keuangan mikro adalah bagian dari lembaga keuangan yang dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat kecil terutama usaha mikro. Menurut Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Lembaga Keuangan yang bergerak dalam kredit mikro disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan dikelompokkan sebagai berikut. a. LKM Bank contoh: BPR (dasar

pengaturan: UU Perbankan No. 10/1998, perizinan dan pengawasan oleh Bank Indonesia), BRI Unit (dasar pengaturan: UU Perbankan No. 10/1998, perizinan: Bank Indonesia dan pengawasan: BRI

Cabang, Bank Indonesia untuk BRI secara keseluruhan).

b. LKM Non Bank terbagi 2 kelompok, yaitu: - Formal, contoh: Koperasi SP/USP

(dasar pengaturan: UU Koperasi No. 25/1992 yang disempurnakan dengan UU Perkoperasian No 17 tahun 2012), perizinan dan pengawasan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM)

- Non Formal, contoh: LSM, KSM, BMT dan Arisan

Kredit yang disalurkan KSP/USP tergolong kredit mikro, yaitu kredit yang ukurannya dibawah Rp 50 juta. Sedang menurut Standar Internasional Kredit mikro besarnya kira-kira US $5.000. Tetapi rata-rata secara nasional pinjaman kredit mikro sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta (Noer Soetrisno, dalam Endro, 2006).

Di Banglades, Prof. Muhammad Yunus mendirikan lembaga keuangan mikro yang diberi nama Grameen Bank pada tahun 1976, yang berhasil mengangkat jutaan rakyat Banglades dari kemiskinan dan memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006.

300 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Grameen Bank adalah lembaga keuangan yang

berorientasi kepada rakyat kecil.

Di DKI Jakarta, Pemda DKI Jakarta

mendirikan lembaga keuangan mikro yang

bertujuan membantu rakyat kecil seperti yang

di lakukan oleh Prof Muhammad Yunus.

UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana Bergulir

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) adalah

Lembaga Keuangan Non Bank yang didirikan

oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan

memberikan pinjaman dana bergulir dengan

jasa murah/bagi hasil pola syariah dan

persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil

terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya

UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen

Bank, yaitu untuk membantu penduduk

kelurahan agar tidak terjebak dengan rentenir

dan bisa melepaskan mereka dari belenggu

kemiskinan.

Walaupun didirikan dengan dana dari

APBD dan pengelolaannya mengedepankan

profesionalisme, tetapi tantangan dan masalah

selalu ada terutama sebagian masyarakat yang

kurang patuh mengembalikan. Karena

menganggap bahwa dana yang berasal dari

APBD merupakan bantuan yang tidak perlu

dikembalikan. Dalam menyalurkan dana

bergulir, UPDB PEMK tidak secara langsung

kepada masyarakat tetapi melalui Koperasi

Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK) yang ada

di Kelurahan. Jumlah KJK yang ada

dikelurahan sebanyak 250 di tersebar di 267

Kelurahan. Usaha Mikro dan Kecil di DKI

Jakarta mengalami pertumbuhan tahun 2000

sebanyak 719.941 maka pada tahun 2006

sebanyak 1.104.913 (naik 34 %) (BPS, 2006).

Saat ini UPDB PEMK telah menyalurkan

kepada masyarakat dan usaha mikro di DKI

Jakarta sampai dengan Nopember 2011

sebesar Rp 223.693 800.000,- untuk 89.999

pemanfaat/ usaha mikro. Tantangan ke depan

adalah jangan sampai terulang pengalaman

program PEMK yang terdahulu, yang

mengalami kemacetan sangat tinggi.

PEMBAHASAN

Sejarah dan Perkembangan UPDB PEMK

Diawali dengan Program Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan (PPMK) pada tahun

2001 oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan

membantu masyarakat kecil yang terkena

imbas krismon (krisis moneter), kemudian atas

rekomendasi hasil audit BPK (Badan

Pemeriksa Keuangan) agar dana bergulir

dikelola oleh lembaga keuangan mikro yang

berbadan hukum guna memberikan landasan

operasional keuangan yang kuat, diantaranya

terkait dengan diterbitkannya Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah dan Nomor 61 tahun 2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Dilandasi keinginan tetap melanjutkan

program pemberdayaan masyarakat karena

terbukti memberi manfaat bagi warga

masyarakat DKI Jakarta, pada tahun 2008

Pemda DKI Jakarta menerbitkan Peraturan

Gubernur No. 96 tahun 2008 tentang

Pengelolaan dana Bergulir Pemberdayaan

Ekonomi masyarakat (PEMK) menggantikan

PPMK Bina Ekonomi.

Sekarang ini, dana bergulir dikelola sendiri

oleh Pemda DKI Jakarta, melalui Unit

Pengelola Dana Bergulir (UPDB) yang berada

di bawah Dinas Koperasi, UMKM dan

Perdagangan Prov DKI Jakarta. Sedangkan

pelaksana penyaluran dana bergulir kepada

usaha mikro di tiap-tiap kelurahan dibentuk

Koperasi Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK)

yang didirikan oleh masyarakat kelurahan

sebagai pengganti dari Dewan Kelurahan

(Dekel) dan Unit Pengelola Keuangan

Masyarakat Kelurahan (UKMK) yang selama

ini mengelola dana bergulir PPMK.

Perkembangan Dana Bergulir PEMK di

Jakarta

Pada tahun 2009, dana bergulir yang telah

disalurkan oleh UPDB PEMK melalui

kerjasama dengan KJK sebesar Rp 46.718.

000.000 , kepada usaha mikro 16.744 orang.

Pada tahun 2010, dana bergulir yang telah

disalurkan Rp 92.341.100.000, kepada usaha

mikro 8.901 orang. Pada tahun 2011, dana

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 301

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

bergulir yang telah disalurkan Rp

84.634.200.000, kepada usaha mikro 34.354

orang. Total dana bergulir yang telah

disalurkan kepada usaha mikro di DKI Jakarta

sampai dengan Nopember 2011 sebesar Rp

223.693 800.000,- untuk 89.999

pemanfaat/usaha mikro. Unit Pengelola Dana

Bergulir (UPDB) mengucurkan permodalan

bergulir bagi KJK-PEMK dengan nominal

Rp. 500 juta tiap KJK-PEMK. Pada

November 2011 jumlah KJK PEMK yang

telah menerima dan menyalurkan dana

bergulir kepada masyarakat berjumlah 250

KJK di 250 kelurahan dari 267 kelurahan yang

ada di DKI Jakarta. Jadi ada 17 KJK yang

belum menerima dan menyalurkan dana

bergulir karena persyaratan yang belum

terpenuhi.

Tabel 1 Data KJK Penerima dana bergulir PEMK per wilayah Per November 2011

(Sumber: UPDB PEMK Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Prov DKI Jakarta, 2011)

Tabel 2 Indikator Perkembangan Penyaluran Dana Bergulir PEMK (Rp.000) 2009 2010 2011

WilayahNilai Pemanfaat Nilai Pemanfaat Nilai Pemanfaat

Jak. Utara 4.470.000 1.362 12.865.600 7.181 8.397.700 3.205

Jak Timur 10.260.000 3.484 25.880.000 7.642 21.913.500 9.043

Jak Selatan 11.268.500 3.597 23.930.500 8.857 21.880.000 6.466

Jak Barat 10.740.000 4.221 14.735.000 7.549 17.643.000 8.740

Jak Pusat 9.680.000 4.020 14.930.000 7.672 14.260.000 6.740

Kp Seribu 300.000 60 - - 540.000 160

JUMLAH 46.718. 000 16.744 92.341.100 8.901 84.634.200 34.354

(Sumber: UPDB PEMK Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Prov DKI Jakarta.)

Dengan demikian akumulasi dana bergulir

yang tersalur semenjak launching tahap ke-1

pada 30 Oktober 2009 dana bergulir yang

sudah direalisasikan sampai dengan

penyaluran tahap ke-21 sebesar

Rp232.393.800.000. Dana bergulir yang sudah

direalisasikan sampai dengan penyaluran tahap

ke-22, sebesar Rp248.181.800.000 untuk 250

KJK PEMK dengan sebanyak 97.391

pemanfaat usaha mikro. Dana bergulir yang

sudah direalisasikan sampai dengan

penyaluran tahap ke-23, sebesar Rp257 miliar

untuk 251 KJK PEMK dengan pemanfaat

sebanyak lebih kurang 99.000 pemanfaat.

Meningkatkan roda perekonomian warga

di tingkat kelurahan, Pemprov DKI Jakarta

kembali menyalurkan dana Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Kelurahan (KJK

PEMK). Pada tahap ke-22 ini dana yang

digulirkan sebesar Rp15,788 miliar kepada 44

Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK dengan

jumlah pemanfaat awal usaha mikro sebanyak

4.410 pemanfaat. Tahap ke-22 ini disalurkan

sebesar Rp15.788.000.000 yang akan

diserahkan kepada 44 KJK PEMK dengan

Wilayah Jumlah KJK Jumlah

Kelurahan

KJK yg belum

mengusulkan

Jakarta Utara 30 31 1

Jakarta Timur 61 65 4

Jakarta Selatan 59 65 6

Jakarta Barat 54 56 2

Jakarta Pusat 44 44 0

Kepulauan Seribu 2 6 4

JUMLAH 250 267 17

302 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

pemanfaat awal usaha mikro sebanyak 4.410

orang pemanfaatan dalam kegiatan Penyaluran

Dana Bergulir PEMK Tahap ke-22, di Kantor

UPDB PEMK, Jl. Raya Kalimalang Kavling

Agraria , Duren Sawit, Jakarta Timur.

Memasuki tahap ke-23, dana yang

digulirkan sebesar Rp9,530 miliar kepada 23

Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK dengan

jumlah pemanfaat sebanyak 2.905 usaha

mikro. Dengan demikian akumulasi dana

bergulir yang tersalur semenjak launching

tahap ke-1 sampai dengan tahap ke-23 hari ini

sebesar Rp257 miliar untuk 251 KJK PEMK

dengan sebanyak lebih kurang 99.000

pemanfaat.

Pemberdayaan masyarakat melalui

pemberian pinjaman modal usaha terus

dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Tercatat dana

sebesar Rp232 miliar telah digulirkan kepada

267 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) di 267

kelurahan dalam program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK).

Dengan jumlah pemanfaat sebanyak 90 ribu

warga.

Sekarang seluruh kelurahan di DKI Jakarta

telah mempunyai KJK untuk mengelola dana

bergulir PEMK. Sesuai dengan misi pendirian

UPDB PEMK, yaitu mencegah masyarakat

kelurahan dari rentenir serta meningkatkan

kesejahteraan penduduk miskin, maka usaha

UPDB PEMK yang paling utama adalah usaha

pinjaman yang dirancang dengan persyaratan

yang sangat sederhana, yaitu: Tanpa agunan

(hanya menunjukkan KTP dan KK/Kartu

Keluarga), angsuran mingguan atau bulanan,

bunga relatif rendah (2% per bulan) serta

berlaku untuk semua kegiatan. Letak KJK

yang relatif dekat dan berada di wilayah

kelurahan yang bersangkutan, serta pengurus

yang terdiri dari tokoh masyarakat dan aparat

kelurahan yang sudah mereka kenal dengan

baik, tentu saja bisa menyebabkan masyarakat

merasa lebih nyaman dan leluasa dan tidak

merasa ada hambatan psikologis untuk

mengajukan pinjaman (banyak penduduk yang

datang ke KJK hanya berjalan kaki dan pakai

sandal). Apalagi pada umumnya jumlah

pinjaman mereka relatif sedikit untuk ukuran

perbankan, sebagian bahkan hanya meminjam

sebesar Rp 5.000.000 digunakan untuk modal

usaha (produktif) maupun untuk kebutuhan

menyekolahkan anak, membeli peralatan

rumah tangga dll (konsumtif).

1. Ketentuan kerjasama antara KJK PEMK

dan UPDB PEMK Untuk mengajukan dana bergulir, KJK

PEMK tidak mudah namun juga tidak sulit,

sepanjang KJK memenuhi persyaratan yang

diminta UPDB PEMK. Saat pengajuan

permohonan dana bergulir pada prinsipnya

mirip dengan pengajuan pinjaman di Bank,

ada beberapa persyaratan administrasi yang

harus dilengkapi, ada survei, kelancaran

pengembalian angsuran pokok dana bergulir

kepada UPDB PEMK, juga dibutuhkan analisa

kinerja KJK dalam mengelola dana bergulir.

Untuk mengajukan dana bergulir KJK juga

mempersiapkan calon anggota pemanfaat yang

potensial yang telah mengajukan dana

bergulir kepada KJK agar pada saat dana

diterima dari UPDB PEMK, dana tersebut

dapat langsung digulirkan kepada pemanfaat

dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jadi

persyaratan yang harus dipersiapkan untuk

memperoleh tambahan dana bergulir, antara

lain:

a. Surat permohonan dana bergulir

b. Kelengkapan Administrasi Pengurus dan

Pengelola KJK PEM

c. Laporan keuangan 3 bulan terakhir

d. Kolektibilitas Pemanfaat Dana Bergulir

e. Daftar calon pemanfaat dana bergulir

f. Business plan

2. Jangka waktu kerjasama Jangka waktu kerjasama penyaluran dana

bergulir dengan UPDB PEMK adalah 2 tahun.

Dan bila lancar dan masih ingin mengajukan

pinjaman dana bergulir maka KJKdapat

mengajukan lagi ke UPDB PEMK. Jangka

waktu pinjaman (tenor) pada awalnya adalah

2 tahun sekarang diubah menjadi 3 tahun.

3. Prosentase bagi hasil

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 303

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Prosentase bagi hasil dari yang

sebelumnya 25 persen untuk UPBD (Unit

Pengelolaan Dana Bergulir) dan 75 persen

untuk KJK PEMK, kini menjadi 10 persen

untuk UPBD dan 90 persen untuk KJK PEMK.

Permasalahan dan Upaya Pengembangan

KJK dan UPDB PEMK

Sebenarnya di samping KJK yang dapat

dana bergulir dari UPDB PEMK dan

menyalurkan lagi ke masyarakat, lembaga

keuangan lain yang juga mempunyai segmen

pasar penduduk miskin di Kelurahan adalah

Bank gelap, rentenir dan lain-lain. Karena

prosedurnya yang sangat sederhana, tanpa

agunan serta diberikan kemudahan untuk

meminjam dan mencicil dengan cara door to

door, maka penduduk yang menjadi nasabah

rentenir, walaupun bunganya tinggi (mencapai

10% per bulan) tetapi usaha mikro

keuntungannya usahanya masih lebih besar

dari bunga yang harus dibayarkan, maka

mereka tetap masih mau menjadi nasabah

rentenir (Ahmad, 2012).

Ada permasalahan menyangkut

kemampuan SDM pengelola/pengurus KJK-

PEMK, Pengelolaan opersional yang masih di

anggap sama dengan program sebelumnya

(program P2KP dan PPMK). Diluar dua hal

tersebut di atas, sebagian kalangan tokoh

masyarakat dibeberapa kelurahan menilai

program KJK-PEMK ini terkesan “tergesa-

gesa” dan serentak. “Hal inilah yang

mengakibatkan beberapa kendala yang muncul

di lapangan.”

1. Kelemahan UKM

Kelemahan di bidang permodalan karena

usaha kecil mengalami kesulitan menggali

dana dari sumber permodalan yang berasal

dari lembaga keuangan formal (bank).

Kesulitan ini timbul karena kegitan usahanya

memiliki skala yang terlalu kecil dan pada

umumnya tidak memiliki administrasi yang

baik serta sebagian besar berbentuk badan

usaha perorangan/keluarga (Masngudi, 2011).

Di samping itu untuk mendapatkan kredit

dari Lembaga Keuangan formal, masyarakat

biasanya dihadapkan pada persyaratan formal

administrasi seperti: persyaratan agunan atau

jaminan. Sedangkan persyaratan ini pada

umumnya belum dimiliki oleh pengusaha

kecil. Pada umunya asset yang mereka miliki

terutama asset fisik seperti tanah, rumah dan

lain sebagainya belum ada sertifikat

formalnya. Dan sebagian dari mereka tidak

memiliki asset fisik kalaupun ada nilainya

sangat kecil. Hal lain yang memberatkan

adalah mekanisme perbankan yang berbelit-

belit, sangat birokratis sehingga prosesnya

lama dan biaya transaksinya mahal. Di

samping itu plafon kredit yang berasal dari

lembaga keuangan formal biasanya terlalu

besar bagi pengusaha kecil (Amir, 2010).

Sejumlah besar anggota masyarakat belum

terjangkau oleh lembaga keuangan formal dan

oleh karena itu dalam memenuhi keperluan

mereka dilayani oleh lembaga keuangan

informal (Amir, 2010). Karakteristik lembaga

keuangan informal adalah tingkat bunganya

sedemikian tinggi. Menurut AC Partadirja

(2010) tingkat bunga yang dikenakan lembaga

keuangan informal adalah 25 sampai 30

per/bulan sehingga sangat menguntungkan

bagi para pelepas uang dan kurang

menguntungkan bahkan merugikan para

peminjam.

Warga masyarakat yang menyadari

pentingnya pemecahan masalah yang mereka

hadapi di bidang keuangan tersebut secara

bersama-sama dan bergotong royong telah

membentuk koperasi yang memiliki kegiatan

simpan pinjam. Koperasi mengumpulkan

sejumlah simpanan dari para anggotanya dan

secara bergiliran mereka manfaatkan dalam

bentuk pinjaman. Koperasi lebih sederhana

dalam pelayanan tanpa ada prosedur birokrasi

yang pada umumnya masih dianggap asing

oleh para anggotanya (Masngudi, 2011).

2. Kendala akses UKM ke Bank

Untuk mendapatkan modal atau kredit dari

lembaga keuangan formal (Perbankan)

masyarakat biasanya dihadapkan dengan

persyaratan formal administrasi antara lain

adanya persyaratan agunan atau jaminan

304 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(collateral). Persyaratan yang demikian pada

umumnya tidak atau belum dimiliki oleh

masyarakat kecil seperti petani, pengusaha

kecil pedagang dan lain-lain Pada umumnya

kekayaan yang mereka miliki terutama assets

fisik seperti tanah dan rumah serta kebanyakan

belum bersetifikat . Dan sebagian dari mereka

tidak memiliki assets fisik kalaupun adanya

nilainya sangat kecil (Ahmad, 2010).

Hal lain yang memberatkan adalah

mekanisme perbankan yang menurut kacamata

masyarakat kecil, berbelit-belit, sangat

birokratis dan biaya transaksinya mahal.

Walaupun pemerintah telah memberikan

subsidi dalam bentuk suku bunga yang rendah

namun tetap menjadi mahal apabila semua

biaya diperhitungkan seperti adanya biaya

administrasi, biaya transaksi, proses yang

lama, bunga bank yang sudah ditentukan

kadang-kadang terdapat denda bunga

akumulatif apabila nasabah menunggak

pembayaran/angsuran (Ahmad, 2010).

Prosedur permintaan kredit yang baku, yang

harus dipenuhi oleh setiap peminjam, serta

masalah lainnya seperti: plafond kredit yang

terlalu besar sehingga kurang layak bagi usaha

kecil. Semua ini mengakibatkan masyarakat

kecil mengalami hambatan untuk memperoleh

bantuan modal berupa kredit murah (Amir,

2010). Keadaan pasar modal keuangan di

kelurahan dan kecamatan kemungkinan besar

akan mengalami ketidaksempurnaan, terutama

menyangkut imperfeksi informasi.

Keadaan tersebut di atas mengakibatkan

masyarakat kecil cenderung memilih lembaga

keuangan informal seperti rentenir atau

pelepas uang. Dipilihnya rentenir karena

beberapa hal, antara lain: (1) prosedur yang

sangat sederhana, (2) dapat dilaksanakan

setiap saat, (3) tanpa agunan d. tanpa biaya

transaksi dan lain-lain.

Namun disisi lain ada beberapa hal yang

kurang menguntungkan dari pelaksanaan

praktek tersebut antara lain: (1) rentenir

berpotensi untuk mengeploitasi sesama

masyarakat, (2) posisi usaha kecil yang

meminjam selalu dalam keadaan lemah dalam

pinjam meminjam, (3) pada umumnya

bunganya sangat tinggi, bisa mencapai sekitar

50% per bulan dan sering mengenakan sistem

bunga berbunga (Amir, 2010).

Untuk mengatasi hal-hal yang dianggap

kurang menguntungkan dari praktek rentenir

tersebut, maka perlu dikembangkan lembaga

keuangan yang berorientasi pada masyarakat

kecil dan mempunyai sifat yang spesifik yang

sesuai wilayah kerja/lokasi yang dilayaninya

dan tidak merugikan masyarakat kecil. Dan

untuk itu sebagian dari masyarakat memilih

membentuk koperasi dengan tujuan akhir

adalah kesejahteraan anggota.

Menurut Amir (2010), karena koperasi

merupakan organisasi tatap muka (Face to

face organisation) yang dalam hal ini

pengurus, manajer dan sesama anggotanya

saling mengenal secara pribadi maka biaya

administrasi koperasi dapat diturunkan secara

drastis. Dengan hubungan tatap muka seperti

itu biaya yang diperlukan untuk

mengumpulkan informasi guna mengukur “4

C” nasabah yakni kapasitasnya, modalnya,

kolateral serta karakter pribadinya

menjadi jauh lebih murah bagi koperasi

daripada bank umum biasa yang harus

mempekerjakan personil khusus untuk

melakukan pekerjaan seperti itu atau menyewa

konsultan.

3. Penggunaan kredit dari KSP Adanya pemberian kredit tidak selamanya

memberikan manfaat bagi pihak anggota

tetapi kredit dapat juga menimbulkan kerugian

bagi pihak yang memperoleh pinjaman. Kredit

yang dipinjamkan kepada anggota mestinya

dimanfaatkan untuk pengembangan usaha bagi

anggota yang profesinya sebagai usaha kecil.

Namun demikian, sampai seberapa jauh kredit

yang diberikan oleh KSP pada masa sekarang

ini dapat mempengaruhi keberhasilan usaha

anggota, hal ini masih diperlukan pengkajian

lebih lanjut.

PENUTUP

Kesimpulan

UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana

Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 305

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

adalah Lembaga Keuangan Non Bank yang

didirikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan

tujuan memberikan pinjaman dana bergulir

dengan jasa murah/bagi hasil pola syariah dan

persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil

terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya

UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen

Bank, yaitu untuk membantu penduduk

kelurahan agar tidak terjebak dengan rentenir

dan bisa melepaskan mereka dari belenggu

kemiskinan.

Sekarang ini, dana bergulir dikelola sendiri

oleh Pemda DKI Jakarta, melalui Unit

Pengelola Dana Bergulir (UPDB) yang berada

di bawah Dinas Koperasi, UMKM dan

Perdagangan Prov DKI Jakarta. Sedangkan

pelaksana penyaluran dana bergulir kepada

usaha mikro di tiap-tiap kelurahan dibentuk

Koperasi Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK)

yang didirikan oleh masyarakat kelurahan

sebagai pengganti dari Dewan Kelurahan

(Dekel) dan Unit Pengelola Keuangan

Masyarakat Kelurahan (UKMK) yang selama

ini mengelola dana bergulir PPMK. Setiap

KJK PEMK rata-rata bisa mendapatkan

pinjaman Rp 500 juta.

Tercatat dana sebesar Rp232 miliar telah

digulirkan kepada 267 Koperasi Jasa

Keuangan (KJK) di 267 kelurahan dalam

program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Kelurahan (PEMK). Dengan jumlah

pemanfaat sebanyak 90 ribu warga. Sekarang

seluruh kelurahan di DKI Jakarta telah

mempunyai KJK untuk mengelola dana

bergulir PEMK.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Irdam. (2010). “Perkembangan Badan

Kredit Desa di Indonesia”, dalam Jurnal

Dinamia Jayakarta, No. 15.

Amir, Batubara. (2010). Bank Perkreditan

Rakyat Peran Strategisnya Sebagai Unit

Banking System. Jakarta: LPPBS –

Lembaga pendidikan dan Pengembangan

Bank Syariah.

Badan Pusat Statistik. (2006). Perkembangan

Usaha Mikro dan Kecil di Jakarta.

Jakarta: BPS.

Praponco, Endro. (2006). Pengaruh Partispasi

Anggota, Pembinaan kelompok dan

Pemerintah terhadap Kesejahteraan

anggota Koperasi Simpan Pinjam (studi

kasus di Jakarta). Tidak diterbitkan.

Disertasi Doktor pada Universitas

Borobudur, Jakarta.

Yunus, Muhammad. (2007). “Bank Kaum

Miskin”.

Majalah Etos. (2011). Dari PPMK ke PEMK

antara Harapan dan Tantangan.

Masngudi. (1989). Peranan Koperasi Sebagai

Lembaga Pengantara Keuangan (studi

kasus di Bali). Tidak diterbitkan.

Disertasi Doktor pada Universitas

Gadjah Mada, Yogjakarta.

________ . UU Perbankan No. 10/1998,

perizinan dan pengawasan oleh Bank

Indonesia

________ . (1992). Undang-undang Koperasi

Nomor 25 tahun 1992

________ . Undang-undang perkoperasian

Nomor 17 tahun 2012

________ . Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia, Nomor 9 tahun 1995 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam oleh Koperasi.

________ . (2010). Penelitian Intensif

Pengembangan Lembaga Dana dan

Kredit di Jabotabek. Penerbit Lembaga

Pengembangan Perbankan Indonesia,

Jakarta

Johan Jabarudin. (2010). Koperasi Kredit

Indonesia Menyonsong Tantangan Abad ke 21. Jakarta: Penerbit BK3I.

306 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 307

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

STRATEGI SEGMENTASI, TARGETING DAN POSITIONING MAJALAH

EKSEKUTIF TERHADAP MINAT BELI

Imam Suprapta

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstract: This article has the purpose to determine Segmentation For Executive Magazine , to know targetting from The Executive Magazine, to know the Positioning of Magazine Executives,

and to know the Buy Consumer Interests Executive Magazine . The method used is descriptive

analysis . The data were analyzed secondary data . This article shows the results of the analysis

that 1 ) Executive Magazine in the product segment is quite good because it is in accordance

with the vision and mission of the company at the beginning of the establishment of the company

that is providing information about the world of executive ; 2 ) Executive Magazine has a clear

target market . Executive magazine 's target market is the young Executive or Executive

established , which economically is not in doubt ; 3 ) Executive Magazine in mempositioningkan

products different from other similar magazines . And 4 ) Executive magazine is still interested

in loyal customers . The increase in advertising revenue and the sale of the magazine shows , the

Executive magazine is a great product and are able to compete in the market in the Indonesian

media .

Keywords : Targeting , Positioning , Interests Buy.

PENDAHULUAN

Majalah atau sering disebut dengan

media massa adalah salah satu alat yang

banyak digunakan perusahaan dalam

mempromosikan produk yang dihasilkan oleh

perusahaan. Selain itu media untuk promosi,

majalah juga bias membantu orang untuk

mendapatkan informasi, dunia politik, hiburan,

ekonomi, manajemen, gaya hidup, dan lain-

lain. Dengan semakin banyaknya pilihan

media yang ada,saat ini menjadi semakin

menarik bagi perusahaan maupun konsumen

untuk memilih bahan bacaan yang diperlukan.

Media massa memegang peran yang

tidak kalah penting dalam membangun dunia

usaha. Salah satunya sarana untuk

menginformasikan kepada masyarakat

mengenai produk yang dihasilkan. Jika strategi

promosi yang digunakan kurang tepat, akan

susah untuk memasuki pasar bahkan mungkin

akan ditolak oleh pasar.

Contoh: perusahaan mainan anak-anak,

dalam berpromosi harus bias menentukan alat

aa yang akan digunakan. Tujuannya agar cara

berpromosi, waktu pelaksanaan, bisa mengena

langsung pada konsumen yang dituju.

Sarana promosi dewasa ini yang paling

sering digunakan adalah media massa, baik

cetak, elektronik maupun internet. Dengan

adanya media tersebut, persaingan semakin

ketat. Kita lihat berapa banyak bermunculan

media massa dalam beberapa tahun terakhir

sejak era reformasi. Banyaknya media yang

jatung bangun dan buka tutup menunjukkan

bisnis media banyak yang menginncar. Namun

yang bertahan adalah yang bias melakukan

strategi pemasaran yang jitu. Hal inilah yang

dilakukan majalah Eksekutif dalam beberapa

tahun terakhir sehingga mampu bertahan

sampai saat ini.

308 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Tabel 1

Jumlah Penerbitan Di Indonesia

Daerah Penerbitan

(PROVINSI)

JML

Media

Daerah Penerbitan

(PROVINSI)

JML

Media

Nangroe Aceh

Darussalam 9 Jawa Tengah 41

Sumatera Utara 44 DI Yogyakarta 25

Sumatera Barat 17 Jawa Timur 74

Riau 24 Bali 10

Kepulauan Riau 11 Nusa Tenggara Barat 11

Jambi 11 Nusa Tenggara Timur 20

Sumatera Selatan 11 Kalimantan Barat 7

Bangka Belitung 9 Kalimantan Selatan 8

Bengkulu 6 Kalimantan Tengah 8

Lampung 28 Kalimantan Timur 28

Banten 30 Sulawesi Selatan 24

DKI Jakarta 263 Sulawesi Tenggara 11

Jawa Barat 50 Sulawesi Tengah 17

Sumber: Dewan Pers 2007

Untuk dapat menguasai pasar produsen

harus bisa membuat produk yang dihasilkan

bisa menarik minat konsumen. Guna bisa

mewujudkannya produsen harus mengetahui

sejauh mana kebutuhan konsumen akan dunia

informasi. Dengan mempelajari perilaku

konsumen (customer behavior) perusahaan

akan bias memahami, gaya hidup, kebiasaan,

keinginan, perilaku konsumen, bagaimana

konsumen dalam menentukan pilihan.

Bagaimana dengan Majalah EKSEKUTIF?

Majalah Eksekutif adalah majalah yang terbit

bulanan, menyoroti dunia eksekutif (Majalah

Bisnis dan Manajemen). Isi Majalah Eksekutif

mengulas masalah ekonomi bisnis,

Manajemen, Profil, Kiat Sukses, Wisata, Gaya

Hidup dan hal-hal yang berkaitan dengan

kaum eksekutif. Majalah Eksekutif

memfokuskan diri pada majalah bisnis dan

manajemen. Content majalah kebanyakan

mengenai masalah manajemen dan ekonomi

bisnis. Perkembangan dunia usaha dan

perkembangan perekonomian merupakan

informasi yang harus selalu diikuti.

Dengan melihat persaingan bisnis media

belakangan ini, terlebih lagi sejak

dihapuskannya Departemen Penerangan dan

era keterbukaan (reformasi), izin penerbitan

menjadi tak berlaku lagi. Karena semua bias

menerbitkan media. Akan tetapi untuk bisa

diterima oleh pasar tidaklah mudah. Selain

harus memiliki kualitas yang bagus, brand

yang kuat, media tersebut harus terfokus. Baik

dari segi isi, sasaran dan ke arah mana

perusahaan akan dibawa. Hal ini terlihat dari

banyaknya media yang tutup karena tidak laku

diparas.

Majalah Eksekutif masih mampu

bertahan sampai sekarang dalam usia lebih

dari 30 tahun dan bahkan masih tetap eksis

dalam dunia media di tanah air meskipun

sempat goyang diterpa badai krisis ekonomi

tahun 1997-an. Dengan melihat kondisi

perusahaan yang mampu melewati masa-masa

sulit, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Strategi Segmentasi,

Targeting dan Positioning Majalah Eksekutif

Terhadap Minat Beli.

Dalam melihat permasalahan, konsumen

merupakan target utama yang harus di amati

oleh perusahaan, jika perusahaan tersebut

ingin tetap bertahan, dan berkembang. Tanpa

konsumen perusahaan tidak akan bisa hidup.

Untuk bisa mengetahui secara keseluruhan

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 309

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

dengan jelas dan pasti tetang produk Majalah

Eksekutif berkaitan dengan Segmentasi,

Targeting, dan positioningnya, peneliti

mencoba malakukan identifikasi masalah

antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana Segmentasi yang dilakukan ?

2. Bagaimana Targeting yang dilakukan ?

3. Bagaimana Positioning yang dilakukan ?

4. Bagaimana Minat Beli Konsumen pada

Majalah Eksekutif ?

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Segmentasi Majalah

Eksekutif.

2. Untuk mengetahui Targeting Majalah

Eksekutif

3. Untuk mengetahui Positioning Majalah

Eksekutif

4. Untuk mengetahui Minat Beli Konsumen

Majalah Eksekutif.

TINJAUAN PUSTAKA

Segmentasi

Dalam memahami prilaku konsumen suatu

produk, kita harus bisa melakukan pemilahan-

pemilahan terhadap kepada siapa produk kita

akan di pasarkan. Sementara dalam

memasarkan produk kita harus jeli terhadap

kondisi pasar. Salah satu dari strategi

pemasaran produk agar bisa berhasil adalah

segmen kita harus tepat. Sementara konsumen

kita terdiri dari banyak macam, mulai dari

individu, kelompok, dan latar belakang serta

karakteristik yang berbeda-beda. Dengan

banyaknya perbedaan tersebut, yang paling

mencolok sekali adalah perbedaan jenis

kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, usia,

suku, serta stratasosial. Banyak teori tentang

segmentasi, namun pada dasarnya mereka

mengartikan segmentasi sesuai dengan

pemahaman yang mereka pahami. Segmentasi

(Rambat Lumpioadi – A. Hamdani, 206)

mengartikan: membagi pasar menjadi

kelompok pembeli yang dibedakan menurut

kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku,

yang mungkin membutuhkan produk yang

berbeda. Sedangkan segmentasi dalam (Philip

Kotler, 1997) mengidentifikasi dan

membentuk kelompok pembeli yang berbeda

yang mungkin meminta produk dan/atau

bauran pemasaran itu sendiri. Segmentasi

pasar dilakukan dengan beberapa cara antara

lain: tingkat segmentasi, pola segmentasi,

prosedur segmentasi, sehingga segmentasi bisa

dilakukan dengan efektif.

Budaya dapat menciptakan segmen

tersendiri (Nugroho J. Setiadi, 2003: 348).

Budaya lebaran bisa menciptakan segmen

“mudik lebaran”. Pakaian mini dan ketat bisa

menjadikan segmen ABG (Anak Baru Gede).

Pengelompokan segmen pasar dilakukan agar

dalam memasarkan produk, produsen lebih

efektif dan berkonsentrasi terhadap segmen

yang dituju. Produsen juga bisa

mengembangkan sesuai dengan yang

diinginkan konsumen, sehingga apa yang

diingikan bisa terpenuhi. Hal ini akan

berdampak pada loyalitas dan kepuasan

konsumen. Untuk mengoptimalkan dalam

melayani konsumen, segmentasi

dikelompokkan dalam beberapa segmen antara

lain geografis, demografi, psikografis.

Dalam Segmentasi geografis, produsen

mengidentifikasikan kelompok atas faktor

lingkup pasar, kepadatan penduduk, iklim

yang mempengaruhi, dan standarisasi pasar

yang ada (Rambat Lumpioadi — A. Hambali,

2000). Dalam Manajemen Pemasaran (Philip

Kotler, 1997) segmentasi geografi

mengharuskan pembagian pasar menjadi unit-

unit geografis yang berbeda-beda seperti

negara, wilayah, propinsi, kota atau

lingkungan. Misalnya mobil kijang dengan

produk nasionalnya, namun melakukan

penjualan mencapai manca negara. Hal ini

pasti sudah diperhitungkan meskipun dengan

produk identik nasional (Indonesia) akan tetapi

faktor fungsi sudah disesuaikan dengan

wilayah lokal lainnya.

Segmentasi geografi dibagi

berdasarkan kelompok-kelompok tertentu

seprti usia, keluarga, jenis kelamin, siklus

hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan,

pendidikan, agama, ras, negara, dan kelas

sosialnya (Philip Kotler, 1997). Segmentasi

demografis merupakan dasar yang paling

banyak untuk membedakan kelompok

310 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

konsumen. Bahkan jika variable pasar sasaran

diuraikan dalan non demografispun, hubungan

dengan demografis sangat dibutuhkan untuk

mengetahui ukuran pasar sasaran dan media

apa yang harus digunakan untuk

menginformasikan kepada konsumen.

Demografis melibatkan berbagai faktor seperti

jenis kelamin, usia, ukuran keluarga, dan lain

sebagainya. Sedangkan pendapatan,

pendidikan, kelas sosial, dan etnis dimasukkan

dalam kategori variable sosial ekonomi

(Rambat Lumpiyoadi— A. Hambali, 2000).

Dalam segmentasi psikografis,

konsumen dibagi menjadi kelompok yang

berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup,

kepribadian (Philip Kotlet, 1997). Dalam

Segmentasi ini pengelompokan dilakukan

dengan segmen demografis yang sama, tidak

menutup kemungkinan, psikografisnya akan

berbeda sama sekali. Hal ini dimungkinkan

karena perilaku konsumen meskipun pada

demografis dan geografis sama akan tetapi

psikografisnya berbeda-beda.

Untuk memahami psikografis,

segmentasi psikografis tidak dapat dibuat

penjelasan dalam ukuran kuantitatif.

Psikografis mengacu pada tingkah laku

masyarakat dan gaya hidup yang dianut

(Rambat Lumpiyoadi — A. Hambali, 2000).

Gaya hidup diidentifikasikan sebagai cara

hidup yang didefinisikan oleh bagaimana

orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa

yang mereka anggap penting dalam

lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang

mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri

dan juga dunia disekitarnya (pendapat)

(Sutisna, 2000).

Perbedaan gaya hidup konsumen

berarti pula berbeda pula sikap dan perilaku

konsumen. Kalau membahas perilaku

konsumen, kita harus bisa memahami apa

yang seharusnya dilakukan untuk bisa

memenuhi keinginan konsumen, sehingga

menimbulkan minat konsumen terhadap

produk yang dipasarkan.

Targeting (Pasar Sasaran)

Targeting (pasar sasaran) merupakan tindakan

lebih lanjut dari apa yang sudah dilakukan

oleh produsen/ setelah melakukan segmentasi.

Setelah mengevaluasi segmen-segmen yang

ada, perusahaan dapat memilih pasar sasaran

dengan beberapa pola (lima pola) antara lain:

Konsentrasi segmen Tunggal, Spesialisasi

Selektif, Spesialisasi Produk, Spesialisasi

pasar, Cakupan seluruh pasar (Philip Kotler,

2000).

Setelah melakukan evaluasi, perusahaan

harus memutuskan segmen mana yang akan

diambil dan dilayani. Hal ini kita sebut pasar

target (Rambat Lumpiyoadi — A. Hamdani,

2006). Pasar target terdiri atas kumpulan

pembeli dengan kebutuhan atau karakteristik

serupa yang akan dilayani oleh perusahaan.

Tiga factor yang harus diperhatikan dalam

segmen pasar agar tidak mengalami kesalahan

dalam menentukan target pasar : 1) Ukuran

dan Pertumbuhan Segmen, 2) Daya tarik

Struktural Segmen, dan 3) Sasaran dan

Sumber Daya Perusahaan.

Positioning

Bagaimana perusahaan, produk, dan merek

dapat dideferensiasikan. Dalam kasus tertentu,

perusahaan mempunyai tugas mengubah suatu

produk yang tidak terdeferensiasi menjadi

suatu penawaran yang terdeferensiasi. Hal ini

perusahaan harus berhati-hati dalam memilih,

untuk membedakan diri dengan pesaingnya.

Dengan melakukan deferensiasi produk,

perusahaan menuju ke arah positioning

produk.

Sebelumnya kita harus memahami apa

itu positioning? Strategi positioning yaitu

posisi kompetitif yang unik dan berkelanjutan

di dalam industri. Hal ini dapat tercapai

melalui pemberian value yang unik kepada

pelanggan dan juga menjalankan aktivitas

yang berbeda dari para pesaing dalam rantai

proses penciptaan value tersebut (Eksekutif

Februari 2007). Positioning mencakup

perancangan dan penawaran citra perusahaan

agar target pasar mengetahui dan menganggap

penting posisi perusahaan di mata pesaing

(Rambat Lumpiyoadi – A. Hadani, 2006).

Menurut Al Ries dan Trout, positioning tidak

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 311

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

hanya menyangkut apa yang dilakukan

terhadap produk tetapi apa yang kita lakukan

terhadap pikiran atau benak konsumen.

Di sini positioning merupakan konsep

psikologis yang terkait dengan bagaimana

konsumen dapat menerima perusahaan dan

produknya dibandingkan pesaing. Kotler

menyebutkan ada tiga langkah bila kita mau

melakukan posisioning: 1) Mengenali

keunggulan-keunggulan yang mungkin dapat

ditampilkan dalam hubungan dengan pesaing ;

2) Memilih keunggulan-keunggulan yang

paling kuat atau menonjol ; 3) Menyampaikan

keunggulan itu secara efektif kepada target

pasar

Keunggulan atau perbedaan yang

dimiliki tidak semuanya bisa ditampilkan ke

pasar. Menurut Kotler ada beberapa criteria

suatu produk yang mempunyai keunggulan

yang patut ditampilkan ke pasar: 1) Penting:

Perbedaan memberikan manfaat bagi banyak

pembeli ; 2) Unik: Perbedaan tidak ditawarkan

secara lebih oleh perusahaan ; 3) Unggul:

Perbedaan unggul dibandingkan cara lain

untuk mendapatkan manfaat yang sama; 4)

Dapat dikomunikasikan: Perbedaan dapat

dikomunikasikan oleh pembeli; 5)

Mendahului: Perbedaan tidak mudah ditiru

oleh pesaing; 6) Terjangkau: Pembeli mampu

membayar perbedaan; dan 7) Menguntungkan:

Perusahaan memperoleh laba dengan

memperkenalkan perbedaan.

Banyak perusahaan ingin

memperkenalkan diferensiasi, namun gagal.

Perusahaan ingin mempromosikan perbedaan

yang akan menarik bagi pasar sasaran. Cara ini

digunakan perusahaan untuk mengembangkan

suatu strategi penentuan posisi terfokus.

Sememtara positioning (Philip Kotler, 1997)

diartikan tindakan merancang penawaran dan

citra perusahaan sehingga menempati posisi

kompetitif yang berarti dan berbeda dalam

benak pelanggan.

Faktor yang menentukan positioning

dalam mempositioning perusahaan/produk

antra lain: 1) Positioning adalah strategi

komunikasi yang berarti strategi bertujuan

menjalin hubungan dengan konsumen; 2)

Sasaran strategi adalah otak atau pikiran

konsumen agar konsumen sadar keberadaan

produk; 3) Untuk menyadarkan mempengaruhi

konsumen, agar meninggalkan kesan yang

positif sehingga konsumen sadar produk yang

ditawarkan memiliki keunggulan dibanding

produk lain sejenis; 4) Kesan yang dibangun

terhadap konsumen, berupa hubungan

asosiatif.

Dalam posisioning satu hal yang perlu

diingat adalah persepsi konsumen terhadap

suatu produk bisa berbeda dengan realita. Ada

tujuh faktor penting dalam strategi positioning

produk (Renald Kasali, 1998): 1) Positioning

adalah komunikasi; 2) Positioning bersifat

dinamis; 3) Positioning berhubungan erat

dengan event marketing; 4) Positioning

berhubungan dengan atribut produk; 5)

Positioning harus memberi arti penting bagi

konsumen; 6) Atribut-atribut yang dipilih

harus unik; dan 7) Positioning harus

diungkapkan dalam pernyataan (Positioning

stratment)

Tahapan dalam melakukan posisioning

adalah: 1) Mengidentifikasi kumpulan produk

para pesaing; 2) Identifikasi atribut-atribut

penentu. Identifikasi tersebut adalah Fisik,

yaitu berkaitan dengan bentuk; Abstrak dan

subyektif yaitu berkaitan dengan imajinasi;

dan Atribut dasar, yaitu berkaitan dengan

benefit, features, ingredients, proenvironment,

price, quality; 3) Menentukan persepsi

konsumen (survey); 4) Menganalisis intensitas

posisi produk; 5) Memposisikan produk; 6)

Mengkombinasikan atribut yang paling disukai

oleh konsumen; dan 7) Marketing positioning

yaitu mendefinisikan market secara jelas.

Penentuan posisi adalah tindakan

merancang tawaran dan citra perusahaan

sehingga menempati posisi terbedakan

dibandingkan para pesaing didalam benak

konsumen. Penentuan positioning sendiri di

populerkan oleh dua eksekutif periklanan Al

Ries dan Jack Trout. Mereka memandang

penentuan posisi sebagai latihan kreatif yang

dilakukan terhadap produk yang ada.

Penentuan positioning bisa

menggunakan berbagai informasi dan persepsi

312 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

konsumen yang ada, antara lain: 1) Penentuan

posisi menurut atribut: 2) Penentuan posisi

menurut manfaat: 3) Penentuan posisi menurut

penggunaan/ penerapan: 4) Penentuan posisi

menurut pemakai: 5) Penentuan posisi

menurut pesaing: 6) Penentuan posisi menurut

kategori Produk: dan 7) Penentuan posisi

mutu/ harga.

Penentuan positioning, ditujukan

langsung pada konsumen di mana komunikasi

berperan besar dalam menancapkan citra

produk ke dalam benak konsumen. Positioning

tidak hanya sekadar iklan dan promosi.

Positioning bisa dibentuk dengan harga,

distribusi dan produk itu sendiri. Kita lihat

dalam bauran pemasaran atai lebih dikenal

dengan marketik mix (4P). Positioning suatu

perusahaan dapat terjadi di berbagai tingkatan:

1) Tingkatan industri; 2) Tingkatan organisasi;

3) Tingkatan sektor produk; dan 4) Tingkatan

produk atau jasa individu.

Dalam menambah pengakuan merek,

perusahaaan menghadapi risiko

ketidakpercayaan dan kehilangan penentuan

posisi yang jelas. Secara umum, perusahaan

harus menghidari empat kesalahan utama

dalam penentuan posisi antara lain: 1)

Penentun posisi yang kurang

(underpositioning); 2) Penentuan posisi yang

berlebihan (overpositionaing); 3) Penentuan

posisi yang membingungkan (confused

positioning); 4) Penentuan posisi yang

meragukan (doubtful positioning)

Minat Beli

Memahami minat beli atau disebut juga

pembelian, tak terpisahkan dengan apa yang

disebut perilaku konsumen. Dalam perilaku

konsumen dapat mengetahui bagaimana

konsumen mampu dan tertarik membeli

produk yang ditawarkan. Dalam pembelian

konsumen melakukan beberapa tahap

pengamatan antara lain: mengenali masalah

kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi

alternatif, keputusan untuk melakukan

pembelian, dan perilaku pasca pembelian

(Nugroho J. Setiadi, SE, MM 2003:16).

Perilaku pasca bembelian menentukan

tingkat kepuasan dan akan menentukan apakah

konsumen akan melakukan pembelian kembali

atau akan meninggalkannya. Kalau konsumen

puas akan produk yang dibeli, pasti akan

melakukan pembelian ulang (loyal). Begitu

pula sebaliknya, apabila tidak puas maka

konsumen akan beralih ke produk lainnya.

1) Pengenalan Masalah: Pembelian diawali

rasa adanya faktor kebutuhan konsumen.

Pembeli menyadari apa yang diinginkan

akan jauh berbeda dengan kondisi

kenyataan.

2) Pencarian Informasi: Konsumen merasa

timbul minatnya membeli sesuatu,

terdorong mencari informasi lebih banyak.

Sumber-sumber informasi konsumen

antara lain: a) Sumber pribadi; b) Sumber

komersil; c) Sumber umum; dan d)

Sumber pengalaman.

3) Evaluasi Alternatif: Evaluasi yang

dilakukan konsumen tidak ada yang

sederhana dan tunggal. Kebanyakan

bersifat kognitif.

4) Keputusan Pembelian: Ada dua factor

yang mempengaruhi pembelian

konsumen: a) Faktor orang lain; dan b)

Faktor yang tidak terduga.

5) Pasca Pembelian: Setelah melakukan

pembelian suatu produk, konsumen

dihadapkan suatu keadaan dimana merasa

puas atau tidak puas.

METODOLOGI PENELITIAN

Objek Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis

mengambil obyek utama yang menjadi

permasalahan yang ada di perusahaan Majalah

Eksekutif. Hal yang menjadi sorotan utama

saat ini adalah tingkat minat beli majalah

Eksekutif yang secara tehnis sangat erat

hubungannya dengan tingkat penjualan baik

tingkat penjualan majalah maupun tingkat

penjualan iklan yang ada di Majalah Eksekutif.

Tingkat penjualan merupakan tolok ukur

keberhasilan perusahaan dalam rangka

melangsungkan jalannya perusahaan dan untuk

mencapai tujuan perusahaan pada waktu

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 313

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

didirikan. Selain itu, kondisi ekonomi secara

makro juga mengharuskan perusahaan harus

pintar-pintar dalam mengelola jalannya roda

perusahaan, di mana persaingan dalam dunia

usaha media sangat ketat sekali, khususnya

dunia media cetak.

Gambar 1

Proses Pengambilan Keputusan

Lokasi dan waktu Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis

menggunakan kondisi yang ada diperusahaan

Majalah Eksekutif. Di mana Majalah

Eksekutif, diterbitkan pertama kali untuk

memenuhi kebutuhan para eksekutif yaitu

kalangan menengah ke atas, khususnya

memberikan informasi dalam bidang bisnis,

dan manajemen serta gaya hidup eksekutif.

Dengan menggunakan data perkembangan

yang ada di perusahaan, penulis mencoba

melakukan analisis dengan kondisi di lapangan

yang ada, serta mengkaitkan dengan kebijakan

yang dilakukan oleh majalah Eksekutif saat

ini.

Sementara waktu penelitian dilakukan

oleh pelulis sejak bulan Maret 2008 sampai

dengan Juli 2008. Sementara data yang

digunakan adalah data perusahaan ditambah

dengan data hasil survey lapangan dengan

survey yang bersifat subyektif (bertemu dan

interview) langsung dengan konsumen baik

secara perorangan atau corporate.

Operasional Variabel

Penulis melakukan penelitian di Majalah

Eksekutif dengan menggunakan tolok ukur

pada pendapatan perusahaan, dimana

pendapatan mempunyai hubungan yang sangat

erat dengan tingkat minat beli konsumen. Dari

sini, bisa dilihat tingkat perkembangan

peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun.

Sementara faktor-faktor yang berhubungan

dengan minat beli produk antara lain faktor

MENGEN ALI

KEBUTUH AN

PENCARIAN

INFORMASI

EVALUASI

ALTERNATIF

KEPUTUS AN

PEMBE LIAN

PERILAKU

KONSUMEN PASCA

PEMBE LIAN

314 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

segmentasi, targeting dan positioning.

Peneliti melakukan pemisahan variable

menjadi dua yaitu variable bebas dan variable

terikat. Yang menjadi variable bebas adalah

segmentasi, targeting dan positioning.

Sementara yang menjadi variable terikat

adalah minat beli konsumen yang juga

berhubungan dengan tingkat pendapatan

perusahaan.

Secara garis besar pemahaman dari

variable-variabel yang dimaksud dalam rangka

memudahkan dalam menganalisis diuraikan

sebagai berikut:

Tabel 2

Variabel Marketing Strategy

Variabel Dimensi Indikator

Segmentasi Demografi - Umur

- Jenis Kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Jabatan

- Penghasilan

Geografis Wilayah (kota/Desa)

Gaya Hidup Pembaca

Targeting Target Pelanggan - Langganan Perorangan

- Langganan Corporate

Target Pasar - Perusahaan

- Pemerintahan

- Perkantoran

- Toko Buku Terkemuka

- Restoran-restoran

- Drucstore Hotel dan

Bandara-bandara

Positionong Conten (isi) - Bisnis dan menajemen

- Ekonomi

- Profil Tokoh

- Succes Story

- Gaya Hidup

- Wisata

- Ekonomi

Harga Dibanding majalah lain

yang sejenis

Positionong

Eksklusivitas Bentuk dan desain

Pendapatan Tingkat pendapatan

Konsumen Keragaman

Minat Beli

Kepuasan/Layalitas Minat Beli Ulang

Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan penulis adalah

data-data yang dimiliki oleh diperusahaan baik

data internal maupun data eksternal ditambah

interview dengan konsumen secara langsung:

1) Data internal, yaitu melihat tingkat

penjualan perusahaan dalam kurun waktu

tertentu untuk melihat perkembengan

perusahaan.

2) Data eksternal, yaitu data-data perusahaan

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 315

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

yang menyangkut data konsumen. Baik

data individu maupun data corporate

pelanggan.

3) Hasil wawancara penulis dengan

konsumen dan pemasang iklan

(corporate).

Unit analisis data yang dimaksud dapat

divisualisasikan antara lain sebagai berikut:

Tabel 3

Unit Analisis

Data Internal: Data Eksternal : Hasil Wawancara

- Data Penjualan Majalah - Data Pembaca - Cara Mendapatkan

(langganan, Agen, dan Eksekutif - Lama Pengenalan

langsung) - Data Pemasang - Pendapat produk

- Penjulaan Iklan Iklan - dan lain-lain

Majalah - Data Penjual

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis berharap,

selain untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan, juga dapat dijadikan bahan

acuan maupun referensi bagi Majalah

Eksekutif untuk mengetahui kondisi yang

sesungguhnya. Sehingga dapat membantu

peusahaan dalam menentukan strategi

berikutnya dalam menghadapi persaingan

yang semakin ketat.

Selain itu, mengingat permasalahan

dan analisis yang dilakukan penulis adalah

analisis deskriptif, maka penulis melakukan

pengumpulan data-data yang akan

membantu dalam melakukan analisis ini.

Data-data yang dimaksud adalah data primer

dan sekunder baik yang didapat dari umum,

media massa, buku-buku ilmiah, jurnal

maupun data yang didapat dari perusahaan

dan konsumen.

Metode Analisa Data

Berdasarkan data yang dimiliki dan data

yang didapat penulis dalam melakukan

penelitian ini, penulis melakukan penelitian

dengan menganalisis strategi pemasaran

yang dilakukan perusahaan yaitu melakukan

segmentasi, targeting dan positioning

produk, dikaitkan dengan minat beli

konsumen terhadap produk Majalah

Eksekutif. Indikator minat beli dapat dilihat

dari total pendapatan perusahaan, baik

pendapatan penjualan majalah maupun

penjualan iklan. Dari data tersebut akan bisa

dilihat seberapa besar peningkatan yang

didapat perusahaan dari tahun ke tahun.

Analisis yang dipakai penulis adalah

menggunakan metode analisis Deskriptif.

Uji Hipotesis

Hasil analisis permasalahan yang penulis

lakukan terhadap Majalah Eksekutif, dapat

dibuat suatu hipotesis sebagai berikut:

“Segmentasi, Targeting, dan Positioning

yang dilakukan Majalah Eksekutif

mempunyai pengaruh dan peran penting

terhadap penciptaan minat beli konsumen”.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Dalam melakukan analisis Majalah

Eksekutif, dapat dilakukan dengan beberapa

tahapan. Diantaranya dengan melakukan

analisis Lingkungan Eksternal dan analisis

lingkungan Internal.

Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksernal adalah

lingkungan yang tidak dapat dikendalikan

langsung oleh perusahaan (Dr. Yogi MS,

29). Analisis lingkungan bisa dilakukan

dengan analisis peluang dan ancaman atau

ETOP. Lingkungan eksternal terbagi atas

tiga sub kategori yaitu lingkungan jauh,

lingkungan industri, dan lingkungan

operasional (Pierce, 1996 dalam Yogi, 29).

1) Lingkungan Jauh, Lingkungan jauh

dipengarhi oleh beberapa factor :

316 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

a) Faktor ekonomi: Faktor-faktor

yang mempengaruhi aktivitas

manusia untuk memenuhi

kebutuhannya.

b) Faktor Sosial: Faktor-faktor yang

mempengaruhi hubungan sesama

manusia.

c) Faktor Politik: Faktor-faktor yang

mempengaruhi aktivitas

kekuasaan dalam bernegara.

d) Faktor Teknologi: faktor-faktor

yang mempengaruhi aktivitas

pembuatan produk.

e) Faktor Ekologi: faktor-faktor

yang mempengaruhi aktivitas

hubungan manusia dengan

lingkungannya.

2) Lingkungan Industri, Hal-hal yang

mempengaruhi perusahaan dalam

lingkungan industri, (Michael Porter,

1992 dalam Yogi, 34):

a) Tingkat persaingan dalam industri

b) Kekuatan tawar pembeli

c) Kekuatan tawar pemasok

d) Hambatan masuk pendatang baru

e) Ancaman produk substitusi

3) Lingkungan Operasional, Lingkungan

operasional adalah lingkungan yang

langsung berhubungan dengan

perusahaan.

Tabel 4

Analisis lingkungan Eksternal

Bagian Fakta Opini

EKONOMI - Membaiknya kondisi

ekonomi tanah air,

menjadikan iklim usaha

semakin bergairah.

- Iklim investasi semakin

membaik, meningkatnya

jumlah investasi

menjadikan dunia usaha

memerukan informasi yang

selalu up date.

- Banyak bermunculan

Eksekutif-ekksekutif muda

yang sukses.

Hal ini menjadikan kekuatan

tersendiri bagi perusahaan

dalam persaingan bidang

pemasaran media, karena

dibandingkan dengan media

lain yang baru muncul jauh

lebih menguasai pasar, baik

keinginan konsumen maupun

kondisi ekonomi secara makro.

SOSIAL DAN

POLITIK

- Merebaknya dunia

pendidikan di tahan air

yang membuat minat baca

masyarakatnya meningkat,

serta kesa-daran akan

pentingnya dunia

informasi.

- Terbukanya izin

penerbitan asing,

menjadikan usaha dalam

dunia media menjadi

meriah dan ramai.

- Penerapan undang-undang

dunia penerbitan membuat

- Merupakan peluang untuk

memberikan baca-an bagi

para Ekse-kutif muda, tentang

bacaaan Gaya Hidup, Wisata,

Bisnis, manajemen dan

Peluang investasi.

- Menjadi ancaman tersendiri,

karena asing jauh lebih kuat

aspek permodalan di banding

dengan kita. Selain SDM

asing jauh lebih matang

dibanding dengan SDM yang

ada sekarang ini.

- Menjadi peluang dalam

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 317

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Bagian Fakta Opini

kepastian dalam

melaksanakan usaha.

pengembangan karena lebih

memberikan jaminan hukum.

TEKNOLOGI - Perkembangan teknologi

peralatan media seperti

komputer, priting, kamera,

dan peralatan lainnya.

- Hal ini bukan merupakan

ancaman dan juga bukan

peluang karena Eksekutif

tidak terlalu tergatung pada

teknologi tersebut. Tektonogi

tersebut hanya sebagai

pendukung dalam

memperepat proses produksi.

EKOLOGI - Tidak ada data yang

relevan

PENDATANG

BARU

- Banyak bermunculan

media-media baru baik

Koran maupun tabloit

- Banyak TV swasta yang

mulai siaran yang secara

otomatis menyedot biaya

belanja iklan yang selama

ini menjadi pelanggan

Eksekutif.

- Menjadi ancaman yang

cukup serius, karena semakin

beragam pilihan yang bisa

dipilih masyarakat.

- Menjadi ancaman karena

pemasang iklan akan lebih

selektif dalam

membelanjakan iklan di

media.

PENDATANG

BARU

(lanjutan……)

- Munculnya perusahaan

provider (website) yang

juga memberikan

informasi menyerupai

Eksekutif, yang dikelola

cukup bagus.

- Dengan persaingan global,

perusahaan asing sudah

mulai masuk pasar tanah

air dengan menggadeng

mitra local

- image asing jauh lebih

dominan dibanding lokal.

PEMASOK Tidak ada data yang

relevann

PELANGGAN - Di kota-kota maupun di

daerah cukup berkembang

pesat pengembangan usaha

baik mikro dan menengah

yang memerlukan

informasi tentang kondisi

ekonomi secara makro,

peluang usaha, dan

manajemen perusahaan.

- Hal ini menjadi pelauang

bagi Eksekutif untuk

membuktikan diri sebagai

media bacaaan yang cukup

handal dalam dunia informasi

bidanng ekonomi, manajemen

dan bisnis.

318 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Bagian Fakta Opini

- Mulai muncul kalangan

Eksekutif muda yang

sukses.

- Mulai membaiknya

kondisi sosial ekonomi

masyarakat di daerah serta

meningkatnya kesadaran

akan pendidikan. Hal ini

tak lepas dari program

pemerintah dalam

menggalakkan pendidikan

wajib belajar sembilan

tahun, yang secara

otomatis meningkatkan

kesadaran masyarakat akan

minat baca dan haus akan

dunia informasi.

PRODUK

SUBSTITUSI

Tidak ada fakta yang

relevan

Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan internal adalah lingkungan yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis

dilakukan pada factor kunci yang ada pada perusahaan. Aspek kunci adalah identifikasi

keunggulan/ kekuatan strategis dan kelemahan strategis (Pearce & Robinson, 1997 dalam Yogi,

41). Mengidentifikasi faktor strategis dapat dilakukan dengan ancangan fungsi dan nilai.

Ancangan fungsi, menilai perusahaan berdasarkan fungsi manajemen, ancangan nilai, analisis

yang dikembangkan berdasarkan proses (Michael Porter dalam Yogi.)

Gambar 2

Gambar Ancangan nilai

Infrastruktur Perusahaan

Manajemen SDM

Pengembangan Teknologi

Pembelian

Marjin

Marjin Lo

Gis

Tik

Ke

Da lam

Ope rasi

Logis

Tik

Ke

Luar

Pemasaran

Layanan

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 319

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Gambar 3

Gambar Perbedaan antara ancang nilai dan ancang fungsi

Tabel 5

Analisis lingkungan Internal

Bagian Fakta Opini

PEMASARAN - Pemasaran Majalah Eksekutif

mencakup wilayah Indonesia

secara umum khususnya

perkotaan yang merupakan basis

dunia usaha/industri.

- Pengalamam dalam mena-ngani

pemasaran media khu-susnya

media cetak cukup lama dan

diragukan lagi.

- Dengan kondisi seperti ini

menjadi kekuatan tersendiri

dalam persaingan dengan

pendatang baru dan

perusahaan sejenis karena

Majalah Eksekutif ada di

mana-mana.

- Menjadi kekuatan karena bisa

memenuhi kebutuhan

konsumen yang memerlukan

bacaan dalam bidang bisnis

dan manajemen.

KEUANGAN - Kondisi keuangan perusahaan

bagus, perusahaan tidah

mempunyai pinjaman jangka

panjang.

- Kurang mencukupi apabila

perusahaan menginginkan

ekspansi secara besar-besaran.

- Hal ini menjadikan kekuatan

sekaligus kelemahan.

Kekuatan karena perusahaan

tidak akan dikejar-kejar

hutang. Menjadi kelemahan

apabila krisis yang

mengharuskan melakukan

inovasi-inovasi yang

memerlukan dana cukup

besar.

PRODUKSI - Dalam melakukan produksi,

perusahaan melakukan

- Menjadi kelemahan tersendiri

apabila perusahaan dikejar

KEUANGAN PRODU KSI PEMASARA

PROSES NILAI

PELANGGAN

PELANGGAN

320 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Bagian Fakta Opini

kerjasama dengan pihak ke tiga.

Hal ini memudahkan

perusahaan dalam melakukan

penghematan dalam jumlah

tenaga kerja maupun biaya.

waktu cetak, karena

tergantung perusahaan lain.

PERSONALI

A

- Seluruh tenaga kerja sudah

berpengalaman. Karena

perusahaan sudah berdiri 28

tahun dan rata-rata karyawan

bekerja lebih dari lima tahun.

- Para pekerjanya cukup

kompeten di bidang jurnalistik,

sehingga apa yang disajikan

merupakan rangkaian berita

yang apik dan mudah

dimengerti para pembaca.

- Mayoritas karyawannya

berpendidikan cukup bagus

(Sarjana)

- Kekuatan dalam manajemen

personalia dan produk yang

dihasilkan mempunyai

keunggulan dibanding produk

pesaing

- Kekuatan tersendiri dalam

menghadapi persaingan media

yang semakin ketat.

- Kekuatan yang dimiliki

perusahaan karena seluruh

SDM-nya cukup kompeten.

RISET DAN

PENGEMBA

NGAN

TEKNOLOGI

- Selalu melakukan riset

pelanggan dan media gathering

secara berkala dengan

konsumen untuk mengetahui

kondisi pasar dan pelanggan

guna mempererat hubungan

dengan relasi.

- Kondisi peralatan Produksi

cukup baru dengan

menggunakan teknologi terbaru

(MacPro) guna mengantisipasi

perkembangan teknologi grafis

dan Advertising.

- Tidak memiliki mesin cetak

sendiri sehingga mengharuskan

kerjasama dengan perusahaan

percetak.

- Kekuatan untuk menjaga

hubungan dengan pelanggan

dan menjaga loyalitas dan

kepuasan konsumen.

- Mengantisipasi persaingan

dengan media yang semakin

agresif.

- Kekuatan karena memiliki

peralatan yang bisa mengikuti

perkembangan teknologi dan

menyesuaikan keinginan

pelanggan (pemasang iklan).

- Menjadi kelemahan, tidak

memiliki peralatan sendiri,

kalah bersaing dengan

penerbitan yang memiliki

peralatan cetak sendiri

khususnya dalam harga (prise)

Analisis Strategi Pemasaran

Analisis strategi pemasaran, dengan

melihat pokok bahasan yang penulis

lakukan, dilakukan analisis strategi

pemasaran dalam strategi segmentasi,

targeting dan positioning. Pertama,

Segmentasi. Dari sekian banyaknya dan

variasi media cetak di pasaran, persaingan

usaha semakin terbuka dan terang-terangan.

Dengan mulai bermunculan media baru

yang terus tumbuh seiring dengan

perkembangan teknologi. Stasiun TV, Cyber

media, sangat mempengaruhi para

pengambil keputusan. Khususnya dalam

dunia advertising guna menyusun bageting

program iklan. Sebagai media bulanan yang

sudah berusia lebih dari 30 tahun, Eksekutif

boleh dibilang established dan memiliki

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 321

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

pembaca setia yaitu kelas mapan secara

ekonomi dan siap menerima dan mencermati

informasi yang disajikan. Dari content,

selain informasi ekonomi, Bisnis juga

mengupas banyak hal yang berkaitan dengan

kebutuhan para eksekutif (hobi, tujuan

wisata, rekomendasi traveling, kiat sukses

tokoh-tokoh eksekutif jaman dulu hingga

sekarang, ide-ide kreatif serta kebijaksanaan

yang mempengaruhi perjalanan bangsa).

Dengan penampilan yang selalu eksklusif

serta luks, majalah Eksekutif sudah jelas

bahwa segmenya cukup jelas sekali. Untuk

itu dalam melakukan strategi segmentasi,

perusahaan memang harus mengetahui

beberapa hal yang mnyangkut produk

Eksekutif: 1) Siapa saja pembeli dan

pembaca Eksekutif; 2) Siapa pemasang iklan

yang rutin dan cocok untuk di muat di

Eksekutif; 3) Produk apa saja yang layak di

iklankan di Eksekutif; 4) Bagaimana

perkembangan pelanggan dalam menyikapi

media saat ini (khususnya Eksekutif

dibanding dengan pesaing-pesaing utama).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pembaca Eksekutif mayoritas adalah yang

memiliki jabatan setingkat direktur yaitu

sebesar 39,86%. Hal ini sesuai dengan

pangsa Eksekutif. Eksekutif yang

merupakan bacaan para pengambil

keputusan, dimana seorang direktur adalah

jabatan yang mengharuskan seseorang

berani mengambil keputusan guna

memajukan perusahaan yang dipimpinnya.

Pelanggan/pembaca Eksekutif adalah para

Eksekutif yang sudah mapan secara

ekonomi dan memiliki nilai tersendiri. Hal

ini terlihat dalam data mereka memiliki

pendapatan di atas 10 juta menempati posisi

terbanyak yaitu 42.35%. Disusul mereka

yang memiliki pendapatan lebih rendah.

Yaitu antara 3 juta s/d 10 juta 32,28%, 1 juta

s/d 3 juta 21,55% dan di bawah 1 juta hanya

3,82%. Sedangkan dari tingkat pendidikan

ada sedikit perbedaan. Dimana tingkat

sarjana merupakan pembaca tertinggi secara

persentase yaitu 75,12% disusul SMTA

16,10%. Sementara pendidikan pascasarjana

justru menempati posisi ketiga dibawah

SMTA. Hal ini sebenarnya kurang

mendukung dari aspek pendidikan. Mungkin

ini dikarenakan responden yang diambil

jumlahnya tidak seimbang atau mereka yang

mempunyai pendidikan cukup tinggi kurang

berminat mengisi quesioner yang disebar.

Kenyataan bahwa kaum laki-laki masih

mendominasi dunia usaha, kelihatannya

belum tergeserkan. Memang hal ini tidak

bias dijadikan acuan 100%. Namun

indikasinya mendekati kebenaran.

Hasil penelitian menunjukkan

kematangan seorang Eksekutif masih

didominasi oleh mereka yang berumur 35 –

44 tahun. Sementra 45 – 54 tahun

menempati ranking. Hal ini kalau dilihat

dari para Eksekutif-ekekutif yang ada di

Indonesia, pada usia inilah mereka dididik

dan diarahkan oleh pendahulunya untuk

belajar meneruskan bisnis yang sudah

dibangun. Misalnya ada istilah The Gang of

Four (empat serangkai) yang membangun

bisnis cukup berhasil dan di pandang dalam

dunia bisnis kala itu dan sampai

sekarangpun cukup diperhitungkan. Mereka

membangun generasi kedua yang cukup

berhasil juga. Dan hal inipun juga dilakukan

oleh kelompok Blue Bird. Perusahaan taksi

biru yang cukup dikenal. Dan bahkan

sekarang sudah masuk generasi ketiga.

Kedua, Targeting. Dari segmen

majalah Eksekutif yang cukup bagus dan

terbatas, dalam melakukan penjualan

Eksekutif menggunakan strategi yang dapat

mendukung segmen yang ditetapkan. Target

pasar yang ditetapkan majalah Eksekutif

membidik lokasi-lokasi yang cukup strategis

dan pelanggan-pelanggan yang potensial.

Salah satu pelanggan potensial majalah

Eksekutif adalah pelanggan corporate.

Sistem distribusi majalah Eksekutif dalam

rangka mendukung pasar sasaran adalah

dengan menggunakan beberapa cara antara

lain : a) Agen yang bersifat eceran maupun

agen yang bersifat pelanggan tetap; b)

Langganan langsung yang ditangani secara

khusus oleh Eksekutif baik perorangan

322 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

maupun perusahaan; dan c) Langgganan

corporate dalam julah besar (bulk order)

Sementara untuk pemasaran luar

kota guna memenuhi kebutuhan pembaca,

Eksekutif bekerja sama dengan pihak agen-

agen yang mempunyai outlet-outlet strategis

seperti bandara, mal-mal, perkantoran dan

supermarket-supermarket serta toko buku

(Hero, Cafefoure, Hipermart, Gramedia,

Gunung Agung, dan lain-lain).

Tabel 6

Pelanggan Corporate bulk order

(Pelanggan yang pernah Berlangganan)

No. Nama Perusahaan

1 CitiGold Priority Banking (Citibank Jakarta)

2 CitiGold Priority Banking (Citibank Surabaya)

3 CitiGold Priority Banking (Citibank Bandung)

4 Business Class Garuda Airlines (Inflight Magazine)

5 Asuransi Wana ArtaLife

6 Jatayu Airlines

7 Merpati Airlines (Simulasi)

8 Café (Wien Café, Tator, Grand Mario, Warjok,

Patio, Mario’s Place, Toraja)

Dalam rangka mendukung penjualan,

Eksekutif cukup gencar melakukan promosi

baik secara langsung maupun kerjasama

dengan pihak lain: a) Metro TV, Pass FM,

JakFM, Radio A, dan Dot.Com Indonesia; b)

Penyebaran flyer melalui agen langganan atau

pun langsung oleh Eksekutif kepada calon

pelanggan potensial; c) Pemasangan spanduk

iklan terbit di Jakarta, Surabaya, Semarang,

Bandung, Yogyakarta dan Medan; dan d)

Pameran-pameran dan seminar-seminar baik

dari kalangan bisnis maupun akademisi.

Sedangkan untuk mengenalkan

Eksekutif kepada kalangan akademisi

khususnya mahasiswa, yang merupakan calon-

calon Eksekutif muda yang merupakan

segmen dan target pasar majalah Eksekutif

sering melakukan kerjasama dengan mengisi

majalah di saat seminar-seminar antara lain

dengan STIE Muhammadiyah Jakarta,

Kusuma Negara, Yayasan Kartini

penyelenggara pendidikan, STIP Abdi Negara

dalam even-even seminar dan wisuda.

Ketiga, Positioning. Dalam

memposisikan produk, majalah Eksekutif

mempunyai strategi-strategi tersendiri. Salah

satu hal yang sangat ditonjolkan dalam

melakukan strategi adalah image majalah

“majalah bisnis dan manajemen”. Dengan

memposisikan diri sebagai bacaan para

eksekutif, majalah Eksekutif mudah dikenal

dikalangan para eksekutif. “Eksekutif Tak

Lengkap Tanpa EKSEKUTIF”. Kalimat

tersebut membuat majalah Eksekutif menjadi

majalah referensi bagi kalangan eksekutif

dalam menjalankan usahanya. Banyak isi

majalah Eksekutif yang menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan

perusahaan, antara lain dalam bidang

manajemen, pemasaran, dan kisah kesuksesan

tokoh-tokoh eksekutif yang ada di dunia

usaha. Kekuatan positioning majalah

Eksekutif, dapat dilihat dari apa yang

dilakukan Eksekutif dalam menerapkan

strategi pemasaran, khususnya dalam membuat

keunggulan-keunggulan dalam bidang prise,

produk, promotion, distribusi. Ada beberapa

hal positioning produk yang harus

diperhatikan agar tidak mengalami kesalahan

posisioning (Kotler) antara lain: a) Under

positioning. Konsumen tidak mengenali

kekhususan produk. Eksekutif sangat mudah

dilihat dari segi tampilan, mewah, desain

menarik dan mudah untuk dicari; b)

Overpositioning. Konsumen mempunyai

pandangan terlalu sempit tentang atribut.

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 323

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Majalah Eksekutif adalah kalangan eksekutif

yang cukup mapan dari segi ekonomi dan

pendidikannya pun cukup tinggi. Konsumen

lebih bisa melihat faktor kebutuhan dan

keinginan dalam menentukan bahan bacaan; c)

Confused positioning. Konsumen tidak terlalu

merasa pasti karena terlalu banyak yang

dijanjikan atau positioningnya sering berubah-

ubah. Majalah Eksekutif sangat bagus dan

penuh dengan kepastian akan kualitasnya. Apa

yang dijanjikan dengan isi majalahnya sesuai

dengan pemikiran pemikiran yang sering

muncul di lapangan. Dalam menentukan

positioning majalah Eksekutif tetap konsisten

yaitu positioningnya sebagai bacaan para

eksekutif. “Eksekutif Tak Lengkap Tanpa

Majalah Eksekutif”; dan d) Doubtful

positioning. Konsumen merasa ragu dengan

janji produk tersebut. Majalah Eksekutif

menyakinkan akan kualitas yang dimilikidari

bentuk yang bagus dan harga yang murah,

tidak akan mengurangi kualitas dan manfaat

yang didapat. Menyangkut asas manfaat

majalah Eksekutif, bagi pembaca sangat

menarik. Informasi-informasi yang disajikan

sangat bermanfaat. Sedangkan bagi pemasang

iklan, majalah Eksekutif dibaca oleh orang-

orang penting baik kalangan usaha maupun

kalangan birokrat.

Keempat, Minat Beli. Minat beli

majalah Eksekutif sampai sekarang masih

cukup merarik. Selain cukup bermanfaat bagi

kalangan Eksekutif penyebaran majalah

Eksekutif sangat merata ke kota-kota besar

yang menjadi basis usaha/ industri. Hal ini

sangat diperhitungkan oleh para pemasang

iklan yang ingin informasinya sampai pada

komunitasnya. Terlihat dari total perolehan

iklan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.

Dari tahun 2006, 260 halaman, tahun 2007

sebesar 286 halaman. Sedangkan untuk tahun

2008 sampai bulan September sudah mencapai

196 halaman. Diprediksi sampai akhir tahun

2007 bisa mencapai 300 halamam.

Peningkatan pendapatan dalam tiga

tahun terakhir menunjukkan minat beli

terhadap majalah Eksekutif masih cukup

tinggi. Meskipun tidak terlalu signifikan,

namun dengan kondisi seperti ini majalah

Eksekutif masih akan mampu bertahan di

tengah terjangan persaingan industri media di

tanah air yang semakin ketat. Tentunya dengan

melakukan inovasi dan strategis, yang

menarik, majalah Eksekutif akan berkembang

dan akan tetap menjadi idaman kalangan

Eksekutif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Majalah Eksekutif dalam melakukan

segmentasi produk cukup bagus karena

sudah sesuai dengan visi misi perusahaan

di awal pendirian perusahaan yaitu

menyediakan informasi seputar dunia

eksekutif.

2. Data survei yang dilakukan perusahaan,

pembaca majalah Eksekutif mayoritas

kalangan manajer ke atas. Eksekutif terbit

untuk kalangan atas atau eksekutif mapan.

3. Pembaca majalah Eksekutif mayoritas

sarjana, dan mempunyai penghasilan yang

cukup. Sesuai dengan namanya

EKSEKUTIF.

4. Majalah Eksekutif mempunyai target

pasar yang jelas. Target pasar majalah

Eksekutif adalah para Eksekutif muda

maupun Eksekutif mapan, yang secara

ekonomi sudah tidak diragukan lagi.

5. Majalah Eksekutif dalam

mempositioningkan produknya beda

dengan majalah lain yang sejenis.

EKSEKUTIF, Tak Lengkap sebelum

Membaca EKSEKUTIF.

6. Positioning produk yang dilakukan

majalah Eksekutif mempunyai kelebihan

tersendiri. Desain produk yang menarik,

tampilan yang cukup mewah, dan isi yang

lengkap. Mengakomodasi kepentingan

para Eksekutif dalam mencari referensi.

7. Positioning harga majalah Eksekutif

cukup kompetitif. Hal ini karena harga

majalah Eksekutif tergolong paling

murang dibandingkan majalah lain yang

sejenis.

8. Promotion. Dalam mendukung

segmentasi, targeting dan positioning,

324 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

promosi yang dilakukan majalah

Eksekutif cukup strategis. Dengan

melakukan kerjasama dengan media

elektronik dan media cetak.

9. Place (distribusi). Majalah Eksekutif saat

ini mencakup dalam kota dan luar kota.

Lokasi-lokasi strategis yang selama ini

menjadi target pasar majalah Eksekutif,

sangat membantu konsumen dalam

mencari majalah Eksekutif.

10. Majalah Eksekutif masih diminati

pelanggan setianya. Peningkatan

pendapatan iklan dan penjualan majalah

menunjukkan, produk majalah Eksekutif

masih bagus dan mampu bersaing di pasar

media di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Purwadi, 2000, Riset Pemasaran,

Implikasi Dalam Bauran

Pemasaran, Jakarta, Grasindo

Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak,

2004, Strategi Menaklukkan

Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama

E. Catur Rismiati, Ig Bondan Suratno, 2001,

Pemasaran Barang dan Jasa,

Cetakan ke-5, Yogyakarta,

Kanisius.

Freddy Rangkuty, 2003, Tehnik Mengukur dan

Startegi Meningkatkan Kepuasan

Pelanggan & Analisis Kasus PLN dan JP, Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

Freedy Rangkuty, 2003, Riset Pemasaran,

Cetakan ke-6, Jakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

M. Iqbal Hasan, Ir, MM, 2002, Pokok-pokok

Materi Metedologi Penelitian dan Pemasaran, Cetakan

Pertama, Bogor, Ghalia

Indonesia.

Michael A. Hitt, R. Duane Ireland, Robert E.

Hoskisson, 1996, Manajemen

Strategis, Menyongsong Era

Persaingan dan Globalisasi,Jakarta, Erlangga.

MTS. Arief, Prof. DR. MM. MBA, CPM,

2006, Pemasaran Jasa &

Kualitas Pelayanan, Malang,

Bayumedia Publising.

Nuroho J. Setiadi, SE, MM, 2003, Perilaku

Konsumen, Konsep dan Implikasi

untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Edisi pertama

Jakarta, Predana Kencana.

Philip Kotler, Gary Armstrong, 2003, Dasar-

dasar Pemasaran, Edisi ke-9,

Jilid I, Jakarta, Gramedia.

Philip Kotler, AB. Susanto, 2001, Manajemen

Pemasaran di Indonesia, Edisi

Pertama, Buku 2, Jakarta,

Salemba Empat.

Philip Kotler, 1997, Manajemen Pemasaran,

Analisis, Perencanaan,

Implementasi, dan Kontrol, Jakarta, PT Prenhallindo.

Rambat Lupiyoadi, 2001, Manajemen

Pemasaran Jasa, Cetakan ke-1,

Jakarta, Salemba Empat.

Sampara Lukman, Drs, MA, 2000, Manajemen

Kualitas Pelayanan, Edisi

Pertama, STIA-LAN Press.

Suisna, SE, MM, 2003, Perilaku Konsumen

dan Komunikasi Pemasaran,

Cetakan ke-3, Bandung, Remaja

Rosadakarya.

Yogi, MS, DR, 2004, Ekonomi Manajerial,

Pendekatan Analisis Praktis,Jakarta, Prenada Media,

Yogi, MS, DR, 2003, Manajemen Stratejik,

Pendekatan Analisis Praktis,Bandung, JPU Press

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 325

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

GELIAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA

Noor Indah Rahmawati

STIE Muhammadiyah

Abstrak: Tanggung jawab social perusahaan (CSR) yang dibuat untuk kesejahteraan

masyarakat pada akhirnya akan berbalik yaitu memberikan keuntungan kembali pada

perusahaan. Tanggung jawab social perusahaan (CSR) akan sukses bila ada kerjasama diantara

perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan tidak hanya memperhatikan aspek keuangan

semata, melainkan memperhatikan juga aspek social dan aspek lingkungan. Dengan kata lain,

bahwa perusahaan dalam menjalankan bisnisnya tidak hanya mempunyai tanggungjawab yang

bersifat ekonomis saja akan tetapi tanggungjawab yang bersifat etis berhubungan dengan nilai

social dan lingkungan. Sinergi dari ketiga elemen tersebut merupakan kunci bagi investasi

jangka panjang perusahaan.

Kata Kunci: Corporate Sosial Responsibility (CSR), lingkungan hidup, kesejahteraan

masyarakat.

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini pemberitaan di media cetak

maupun media elektronik tidak lepas dari

pemberitaan tentang pemanasan global,

rusaknya lingkungan dan bencana alam

lainnya. Bencana yang terjadi sedemikian

dasyatnya. Pengaruh pemanasan global

menyebabkan gunung es di benua antartika

mencair sehingga menyebabkan banjir di

beberapa negara. Rusaknya lingkungan

menyebabkan rantai makanan suatu ekosistem

terganggu, seperti wabah ulat bulu yang

menyerang dibeberapa daerah, karena predator

ulat bulu banyak yang sudah punah seperti

burung yang ditangkap manusia untuk

diperjual belikan karena keindahan suaranya.

Banjir dan tanah longsor terjadi karena

penebangan pohon secara liar, alih fungsi

lahan dari lahan resapan air menjadi gedung-

gedung pencakar langit dan pusat-pusat

perbelanjaan sehingga menyebabkan kerugian

material yang tidak terhitung jumlahnya dan

bahkan sudah memakan banyak jiwa. Rentetan

bencana alam yang terjadi bukan karena

fenomena alam semata, tetapi lebih dari itu

merupakan dampak dari perbuatan kita

terhadap lingkungan alam.

Memang perlu diakui bahwa perusahaan

atau industri yang berkembang pesat telah

mampu memberikan konstribusi besar pada

perekonomian dan meningkatkan kemakmuran

masyarakat. Namun tidak dipungkiri

eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan

oleh sektor industri seringkali menciptakan

degradasi lingkungan yang cukup parah yang

berdampak pada keberlangungan hidup

masyarakat sekitar. Hal ini yang menimbulkan

sinisme masyarakat terhadap keberadaan suatu

perusahaan atas pelaksanaan produksi yang

tidak memperhatikan kesejahteraan

masyarakat maupun lingkungan alam dimana

perusahaan tersebut beroperasi.

Terkait dengan hal tersebut munculah

konsep bahwa perusahaan harus turut serta

menjaga dan peduli terhadap lingkungan

sekitar baik itu masyarakat maupun

lingkungan alam dimana perusahaan tersebut

beroperasi. Konsep ini kemudian berkembang

dengan istilah Corporate Social Responsibility

atau biasa disingkat dengan CSR. Dalam hal

tersebut, perusahaan tidak hanya

memperhatikan aspek keuangan semata,

melainkan memperhatikan juga aspek sosial

dan aspek lingkungan. Dengan kata lain,

bahwa perusahaan dalam menjalankan

bisnisnya tidak hanya mempunyai

tanggungjawab yang bersifat ekonomis saja

akan tetapi tanggungjawab yang bersifat etis

326 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

berhubungan dengan nilai sosial dan

lingkungan. Sinergi dari ketiga elemen

tersebut merupakan kunci bagi investasi

jangka panjang perusahaan. Dengan

pemahaman bahwa CSR sebagai kunci

investasi jangka panjang, dewasa ini

perusahaan-perusahaan, khususnya di

Indonesia mulai menerapkan CSR sebagai

program rutin perusahaan. Berdasarkan dari

paparan di atas, maka identifikasi

permasalahannya adalah “Geliat Corporate

Social Responsibility (CSR) di Indonesia”.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Corporate Social Responsibility

Ada banyak definisi yang diberikan untuk

konsep CSR. Dari kata-kata corporate, social

dan responsibility yang terkandung dalam

istilah ini maka CSR dapat didefinisikan

sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh

suatu perusahaan terhadap masyarakat dimana

perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan

usahanya.

Sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari

kekuatan finansialnya saja,tetapi juga dari segi

dampak dan perlakuannya terhadap

masyarakat sekitar yang terwujud dalam

tanggung jawab social perusahaan. Dalam

konteks ini maka para pengambil keputusan di

korporasi berpaling pada konsep CSR sebagai

salah satu jalan menunjukkan bagaimana

“komitmen” sekaligus upaya penyelesaian

masalah mereka. CSR kini semakin

menyentuh “jantung hati” dunia bsinis. Di

Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih

tegas lagi dalam UU PT No 40 Tahun 2007

yang disahkan DPR. Melalui UU Perseroan

Terbatas tersebut, dunia usaha wajib

mencadangkan sebagian keuntungan untuk

program sosial dan lingkungan (CSR). Atas

kebijakan itu, korporasi harus memandang

bahwa tanggung jawab sosial perusahaan perlu

diupayakan di lingkungan internal dan

eksternal perusahaan.

Corporate Social Responsibility ialah

sebuah pendekatan di mana perusahaan

mengintegarsikan kepedulian sosial di dalam

operasi bisnis mereka dan dalam interaksi

mereka dengan para stakeholder berdasarkan

prinsip kemitraan dan kesukarelaan.

Sejarah CSR

Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam

tulisan social responsibility of the businessman

tahun 1953. Konsep yang digagas Howard

Rothmann Browen ini menjawab keresahan

dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi,

karena bisa jadi penawar kesan buruk

perusahaan yang terlanjur dalam pikiran

masyarakat dan lebih dari itu pengusaha dicap

sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada

dampak kemiskinan dan kerusakan

lingkungan. Kendati sederhana, istilah CSR

amat marketable melaui CSR, pengusaha tidak

perlu diganggu perasaan bersalah. CSR

merupakan tanggung jawab aktivitas social

kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit.

Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR

adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak

hanya untuk meningkatkan keuntungan

perusahaan secara finansial, tetapi untuk

pembangunan sosial ekonomi kawasan secara

holistik, melembaga dan berkelanjutan.

Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan

dan bahkan sering diidentifikasikan CSR

adalah corporate giving, corporate

philanthropy, corporate community relations

dan community development.

Ditinjau dari motivasinya, keempat nama

itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau

pendekatan CSR. Jika corporate giving

bermotif amal atau charity, corporate

philanthropy bermotif kemanusiaandan

corporate community relations bernafaskan

tebar pesona, community development lebih

bernuansa pemberdayaan.

Dalam konteks global, istilah CSR mulai

digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin

populer terutama setelah kehadiran buku

Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line

in 21 st Century Business (1998) karya John

Elkington. Mengembangkan tiga komponen

penting sustainable development, yakni

economic growth, environmental protection,

dan social Development (WCED) dalam

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 327

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Brundtland Report (1987), Elkington

mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P

(Profit, Planet dan People). Perusahaan yang

baik tidak hanya memburu keuntungan

ekonomi belaka (profit) tetapi memiliki

kepedulian terhadap kelestarian lingkungan

(planet) dan kesejahteraan masyarakat

(people).

Di Indonesia istilah CSR semakin populer

digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa

perusahaan sebenarnya telah lama melakukan

CSA (corporate social activity) atau aktivitas

social perusahaan. Walaupun tidak

menamainya sebagai CSR, secara faktual

aksinya mendekati konsep CSR yang

mempresentasikan bentuk “peran serta” dan

“kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial

dan lingkungan.

Melalui konsep investasi sosial perusahaan

seatbelt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial

tercatat sebagai lembaga pemerintah yang

aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan

melakukan advokasi kepada berbagai

perusahaan nasional. Kepedulian social

perusahaan terutama didasari alasan

bahwasanya kegiatan perusahaan membawa

dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi

lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat,

khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.

Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya

bukan hanya shareholder atau para pemegang

saham, melainkan pula stakeholders, yakni

pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

eksistensi perusahaan, pemasok, masyarakat

sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya

masyarakat, media massa dan pemerintah

selaku regulator.

Dasar Hukum

Landasan hukum yang menyangkut CSR

terdapat dalam UU 40 Tahun 2007 yang berisi

peraturan mengenai diwajibkannya melakukan

CSR. Direksi yang bertanggungjawab bila ada

permasalahan hukum yang menyangkut

perusahaan dan CSR. Penjelasan pasal 15

huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “tanggung

jawab sosial perusahaan” adalah tanggung

jawab yang melekat pada setiap perusahaan

penanaman modal untuk tetap menciptakan

hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai

dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya

masyarakat setempat. Pasal I angka 3 UUPT,

tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah

komitmen perseroan untuk berperan serta

dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan

guna meningktakan kualitas kehidupan dan

lingkungan yang bermanfaat baik bagi

perseroan sendiri, komunitas setempat maupun

masyarakat pada umumnya.

Alasan terkait Bisnis

Hasil survei “The Millenium Poll on CSR”

(1999) yang dilakukan oleh Environics

International (Toronto), Conference Board

(New York) dan Prince of Wales Business

Leader Forum (London) di antara 25.000

responden dari 23 negara menunjukkan bahwa

dalam membentuk opini perusahaan 60%

mengatakan bahwa etika bisnis, praktik

terhadap karyawan, dampak terhadap

lingkungan, yang merupakan bagian dari

tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan

paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya,

citra perusahaan dan brand image-lah yang

akan paling mempengaruhi kesan mereka.

Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas

faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor

finansial, ukuran perusahaan, strategi

perusahaan atau manajemen.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap

perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR

adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50%

tidak akan membeli produk dari perusahaan

yang bersangkutan atau berbicara kepada

orang lain tentang kekurangan perusahaan

tersebut. Kritik atas CSR akan menyebabkan

suatu alasan dimana akhirnya bisnis

perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada

kepercayaan bahwa program CSR seringkali

dilakukan sebagai suatu upaya untuk

mengalihkan perhatian masyarakat atas

masalah etika dari bisnis utama perseroan.

Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam

pelaksanaan CSR.

328 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Prinsip pertama adalah kesinambungan

atau sustainability. Ini bukan berarti

perusahaan akan terus menerus memberikan

bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program

yang dirancang harus memiliki dampak yang

berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi

bencana alam yang bersifat tidak terduga dan

tidak dapat diprediksi.

Prinsip kedua, CSR merupakan program

jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari

bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena

dukungan atmosfer sosial dari lingkungan

disekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan

adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik

dengan masyarakat.

Prinsip Ketiga, CSR akan berdampak

positif kepada masyarakat, baik secara

ekonomi, lingkungan, maupun sosial.

Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli

dan mempertimbangkan sampai dampaknya.

Prinsip Keempat, dana yang diambil untuk

CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure

perusahaan sebagaimana budjet untuk

marketing yang pada akhirnya akan

ditransformasikan ke harga jual produk. CSR

yang benar tidak membebani konsumen.

Jenis-jenis Program CSR

Kotler dan Lee (2005) menyebutkan enam

kategori aktivitas CSR, yaitu cause

promotions, cause related marketing,

corporate societal marketing, corporate

philanthropy, community volunteering dan

socially responsible business practice.

1. Cause Promotions (Promosi Kegiatan

Sosial).

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan

menyediakan dana atau sumber daya

lainnya yang dimiliki perusahaan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap suatu kegiatan sosial atau

untuk mendukung pengumpulan dana,

partisipasi dari masyarakat atau

perekrutan tenaga sukarela untuk suatu

kegiatan tertentu.

Komunikasi persuatif dengan tujuan

menciptakan kesadaran (awareness)

serta perhatian terhadap suatu masalah

sosial, merupakan fokus utama dari

kategori aktivitas CSR ini.

a. Beberapa tujuan komunikasi

persuasif yang ingin dicapai oleh

perusahaan melalui pelaksanaan

cause promotion adalah sebagai

berikut:

(1) Menciptakan kesadaran dan

perhatian dari masyarakat

terhadap suatu masalah

dengan menyajikan angka-

angka statistik serta fakta-

fakta yang menggugah.

Sebagai contoh, Bank

Indonesia melaksanakan

kampanye untuk

meningkatkan kesadaran

masyarakat terhadap

meningkatnya peredaran uang

palsu di Indonesia. Kampanye

yang dilakukan oleh Bank

Indonesia dikenal dengan

kampanye 3D (Dilihat,

Diraba, Diterawang);

(2) Membujuk masyarakat untuk

memperoleh informasi lebih

banyak mengenai suatu isu

sosial dengan mengunjungi

website tertentu;

(3) Membujuk orang untuk

menyumbangkan waktunya,

untuk membantu mereka yang

membutuhkan;

(4) Membujuk orang

menyumbang uangnya untuk

masyarakat melalui

pelaksanaan program sosial

perusahaan. Sebagai contoh,

SCTV membentuk pundi

amal SCTV untuk membantu

masyarakat miskin melalui

pelaksanaan program

beasiswa, pengobatan gratis.

Harian Republika membentuk

Dompet Dhuafa untuk

menyantuni masyarakat

tiudak mampu melalui

program beasiswa pemberian

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 329

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

modal usaha dan pelatihan

usaha;

(5) Membujuk orang untuk

menyumbangkan sesuatu

yang mereka miliki selain

uang. Misalnya, toko buku

Gramedia menyediakan kotak

khusus untuk menampung

sumbangan buku bekas guna

disumbangkan ke kelompok

masyarakat lain yang

membutuhkan buku-buku

tersebut.

b. Beberapa keuntungan yang dapat

diperoleh perusahaan dengan

melaksanakan kegiatan cause

promotions, adalah:

(1) memperkuat positioning merk

perusahaan,

(2) menciptakan jalan bagi ekspresi

loyalitas konsumen terhadap

suatu masalah, sehingga bisa

meningkatkan loyalitas

konsumen terhadap perusahaan

penyelenggara promosi,

(3) memberikan peluang kepada

para karyawan perusdahaan

untuk terlibat dalam suatu

kegiatan social yang menjadi

kepedulian mereka,

(4) menciptakan kerjasama antara

perusahaan denagn pihak-pihak

lain,

(5) meningkatkan citra perusahaan.

2. Cause Related Marketing (Pemasaran

Terkait Kegiatan Sosial)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan

memiliki komitmen untuk

menyumbangkan persentase tertentu

dari penghasilannya untuk suatu

kegiatan social berdasarkan besarnya

penjualan produk. Kegiatan ini

biasanya didasarkan kepada penjualan

produk tertentu, untuk jangka waktu

tertentu serta untuk aktivitas derma

tertentu.

a. Beberapa aktivitas cause related

marketing yang biasanya dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan adalah

sebagai berikut:

(1) menyumbangkan sejumlah

uang tertentu untuk setiap

produk yang terjual,

(2) menyumbangkan sejumlah

uang tertentu untuk setiap

aplikasi atau rekening yang

dibuka,

(3) menyumbangkan presentase

tertentu dari setiap produk yang

terjual atau transaksi untuk

kegiatan amal,

(4) menyumbangkan persentase

tertentu dari laba bersih

perusahaan untuk kegiatan

sosial atau untuk tujuan amal.

b. Beberapa keuntungan yang dapat

diperoleh oleh perusahaan dengan

melaksanakan kegiatan cause

related marketing adalah

(1) menarik pelanggan baru,

(2) menjangkau relung pasar,

(3) meningkatkan penjualan produk

perusahaan,

(4) membangun identitas merk

yang positif dimata pelanggan.

3. Corporate Societal Marketing(Pemasaran Kemasyarakatan)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan

mengembangkan dan melaksanakan

kampanye untuk mengubah perilaku

masyarakat dengan tujuan

meningkatkan kesehatan dan

keselamatan publik, menjaga

kelestarian lingkungan hidup serta

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

a. Kampanye corporate societal

marketing lebih banyak terfokus

untuk mendorong perubahan

perilaku yang berkaitan dengan hal-

hal sebagai berikut:

(1) isu-isu kesehatan,

(2) isu –isu perlindungan terhadap

kecelakaan,

(3) isu-isu lingkungan,

(4) isu-isu keterlibatan masyarakat.

330 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

b. Beberapa keuntungan yang dapat

diperoleh perusahaan melalui

pelaksanaan corporate societal

marketing adalah:

(1) menunjang positioning produk,

(2) menciptakan preferensi produk,

(3) mendorong peningkatan

penjualan,

(4) menarik mitra yang bisa

diandalkan serta memiliki

kepedulian besar untuk

merubah perilaku masyarakat,

(5) memberikan dampak yang

nyata terhadap perubahan

sosial.

4. Corporte Philanthropy (Kegiatan

filantropi perusahaan).

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan

memberikan sumbangan langsung

dalam bentuk derma untuk kalangan

masyarakat tertentu. Sumbangan

tersebut biasanya berbentuk pemberian

uang secara tunai, bingkisan/paket

bantuan atau pelayanan cuma-cuma.

a. Program corporate philanthropy

yang dilaksanakan perusahaan

antara lain:

(1) sumbangan uang tunai,

(2) bantuan hibah,

(3) beasiswa,

(4) pemberian produk,

(5) pemberian layanan cuma-cuma,

(6) penyediaan keahlian teknis oleh

karyawan perusahaan secara

cuma-cuma,

(7) mengijinkan penggunaan

fasiklitas dan saluran distribusi

yang diliki perusahaan untuk

digunakan bagi kegiatan sosial,

(8) menawarkan penggunaan

peralatan yang dimiliki oleh

perusahaan.

b. Beberapa keuntungan:

(1) meningkatkan reputasi

perusahaan,

(2) memperkuat bisnis perusahaan,

(3) memberi dampak bagi

penyelesaian masalah sosial

dalam komunitas lokal.

Indikator Keberhasilan CSR

Indikator keberhasilan dapat dilihat dari

dua sisi perusahaan dan masyarakat. Dari sisi

perusahaan, citranya harus semakin baik di

mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi

masyarakat harus ada peningkatan kualitas

hidup. Karenanya, penting bagi perusahaan

melakukan evaluasi untuk mengukur

keberhasilan program CSR, baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Satu hal yang

perlu diingat, “Salah satu ukuran penting

keberhasilan CSR adalah jika masyarakat yang

dibantu bisa mandiri, tidak melulu bergantung

pada pertolongan orang lain”.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang penulis gunakan pada

penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif atau kajian pustaka.

PEMBAHASAN

Sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari

kekuatan finansialnya saja,tetapi juga dari segi

dampak dan perlakuannya terhadap

masyarakat sekitar yang terwujud dalam

tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam

konteks ini maka para pengambil keputusan di

perusahaan menerapkan konsep CSR sebagai

salah satu jalan yang menunjukkan bagaimana

“komitmen” sekaligus upaya penyelesaian

masalah perusahaan. CSR kini semakin

menyentuh “jantung hati” dunia bisnis. Di

Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih

tegas lagi dalam UU PT No 40 Tahun 2007

yang disahkan DPR. Melalui UU Perseroan

Terbatas tersebut, dunia usaha wajib

mencadangkan sebagian keuntungan untuk

program social dan lingkungan (CSR). Atas

kebijakaan itu, asosiasi pebisnis Indonesia

secara perlahan dalam dunia usaha korporasi

harus memandang bahwa tanggung jawab

sosial perusahaan perlu diupayakan di

lingkungan internal dan eksternal

perusahaan.

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 331

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Coporate Sosial Responsibility ialah

sebuah pendekatan dimana perusahaan

mengintegarsikan kepedulian sosial di dalam

operasi bisnis mereka dan dalam interaksi

mereka dengan para stakeholder berdasarkan

prinsip kemitraan dan kesukarelaan.

CSR di Indonesia

Di Indonesia kesadaran pelaku bisnis

dalam menerapkan CSR mulai meriah

beberapa tahun terakhir ini. Meriahnya

implementasi CSR didasarkan bahwa dana

yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

program CSR bukan mengurangi profit tetapi

menambah profit jangka panjang bagi

perusahaan. Hal ini terbukti dari banyaknya

perusahan yang berlomba-lomba untuk

melakukan CSR. Pelaksanaanpun makin

beragam mulai dari bentuk program yang

dilaksanakan maupun dari sisi dana yang

digulirkan. Beberapa bentuk program CSR

yang dilaksanakan adalah pemberian beasiswa,

bantuan bencana alam, pemberian modal

usaha, pembangunan sarana olah raga, sarana

ibadah maupun sarana umum lainnya yang

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

Indonesia.

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai

CSR diatur dalam Undang-Undang nomor 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Sebagai pengganti Undang-Undang nomor 1

tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam

Undang-Undang PT nomor 40 tahun 2007,

pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan

atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib

melaksanakan tanggungjawab sosial dan

lingkungannya. Ayat (2) berbunyi tanggung

jawab sosial dan lingkungan itu merupakan

kewajiban perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat

(3) menyatakan perseroan yang tidak

melaksanakan kewajiban sebagaimana ayat (1)

dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Ayat (4)

berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai

tanggungjawab dan lingkungan diatur dengan

peraturan Pemerintah. Hal ini menunjukkan

bahwa CSR sangat dipandang perlu dan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

korporasi. Diundangkannya Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan

terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR

awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah

tanggung jawab yang diwajibkan. Namun

Undang-Undang Perseroan Terbatas secara

eksplisit tidak mengatur berapa jumlah

nominal dan atau berapa besaran persen laba

bersih dari suatu perusahaan yang harus

disumbangkan. Karena, pengaturan lebih

lanjut merupakan domain dari Peraturan

Pemerintah (PP) sebagai manifestasi dari

Undang-Undang, dan saat ini Peraturan

Pemerintah tersebut masih dibahas oleh

Pemerintah.

Beberapa bentuk penerapan CSR di

perusahaan-perusahaan.

PT Djarum PT Djarum adalah sebuah perusahaan

rokok di Indonesia yang bermarkas di Kudus,

Jawa tengah. PT Djarum merupakan salah satu

dari tiga perusahaan rokok terbesar di

Indonesia dan merupakan penyumbang cukai

yang besar bagi APBN Indonesia. Selain

berkiprah di bisnis kretek, Djarum melebarkan

sayap dalam sektor property dan perbankan.

Dalam berbagai kiprah bisnisnya Djarum tidak

melupakan untuk program CSR dalam setiap

kegiatan bisnisnya. Beberapa bentuk

penerapan CSR PT. Djarum, antara lain pada

bidang pendidikan, olahraga, sepakbola dan

kegiatan sosial lainnya.

Pada bidang pendidikan, dengan Djarum

Foundation yaitu Djarum Bakti Pendidikan

berperan aktif memajukan pendidikan melalui

pembudayaan dan pemberdayaan mahasiswa

berprestasi tinggi dalam berbagai pelatihan

soft skills untuk membentuk manusia

Indonesia yang disiplin, mandiri dan

berwawasan masa depan serta menjadi

pemimpin yang cakap intelektual, emosional

dan spiritual.

332 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Pada bidang olah raga, antara lain pada

cabang bulutangkis. Berbicara mengenai bulu

tangkis, PB Djarum banyak melahirkan atlet

dunia seperti Liem Swie King, Hastomo Arbi,

Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian

hadinata dan Hadiwinoto. Kisah keterlibatan

Djarum sendiri dalam mendorong

perkembangan bulutangkis Indonesia sendiri

bermula pada tahun 1969. Didorong rasa cinta

CEO PT. Djarum, Budi Hartono pada bulu

tangkis, maka dijadikanlah tempat yang

biasanya dijadikan tempat melinting rokok

para karyawan Djarum sebagai sebuah tempat

dimana para karyawan Djarum dapat berlatih

dan bermain bulutangkis. Lama kelamaan

tempat tersebut tidak hanya menjadi tempat

berlatih para karyawan Djarum saja,

melainkan masyarakat sekitar pun mulai

menggunakan tempat tersebut untuk tujuan

yang sama. Akhirnya, pada tahun 1974,

terbentuklah Perkumpulan Bulutangkis

Djarum (disingkat PB Djarum) secara resmi.

PB Djarum pernah gilang gemilang ketika

Indonesia merebut piala Thomas pada tahun

1984 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kala itu dari

delapan pemain, tujuh diantaranya berasal dari

PB Djarum yaitu Liem Swie King, Hastomo

Arbi, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian

Hadinata an Hadibowo, satu pemain lagi

adalah Icuk Sugiarto. Masih dalam bidang

olah raga Djarum juga memberikan dukungan

dan pengembangan persepakbolaan di

Indonesia dengan program LIGA DJARUM.

Djarum mensponsorinya dengan dana lebih

kurang 35 miliar. Ini diharapkan minat

masyarakat akan olah raga ini semakin

meningkat.

Kegiatan sosial lainnya, PT. Djarum

membangun tempat khusus Green Plants

Cultivation of Seedlings Center, tempat ini

dibangun pada tahun 1984, digunakan untuk

pembudidayaan bibit-bibit tanaman. Selain itu

juga penanaman pohon trembesi di beberapa

daerah untuk mengatasi pemanasan global.

PT INDOSAT Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam

meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat, Indosat telah melaksanakan

berbagai program yang di harapkan dapat

meningkatkan kehidupan masyarakat

Indonesia untuk menjadi lebih baik. CSR yang

dilakukan tidak terbatas hanya pada

pengembangan dan peningkatan kualitas

masyarakat pada umunya, namun juga

menyangkut tata kelola perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance). Kepedulian

terhadap pelanggan, pengembangan Sumber

Daya Manusia, mengembangkan Green

Environment serta memberikan dukungan

dalam pengembangan komunitas dan

lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada,

saling melengkapi demi tercapainya CSR yang

mampu memenuhi tujuan Indosat dalam

menerapkan ISO 26000 di perusahaan.

Beberapa bentuk penerapan CSR Indosat

mencakup 5 (lima) inisiatif yang dilakukan

secara berkesinambungan yakni

Organizational Governance, Consumer issues,

Labor Practices, Environment, dan

Community Involvement.

Pada Organizational Governance,

penerapan tata kelola perusahaan terbaik

termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan

yang berlaku berlandaskan 5 prinsip, yakni

transparansi, akuntabilitas,

pertanggungjawaban, interpendensi dan

kesetaraan. Pada Consumer issues,

menyediakan dan mengembangkan produk dan

jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat

luas bagi pemakainya, layanan yang transparan

dan terpercaya. Pada Labor Practices,

mengembangkan hubungan yang saling

menguntungkan antara perusahaan dengan

karyawan serta pengembangan sistem,

organisasi dan fasilitas pendukung sehingga

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

bagi perusahaan. Pada Environment,

mengembangkan budaya peduli lingkungan

termasuk upaya-upaya nyata untuk

mengurangi penggunaan emisi karbon dalam

kegiatan perusahaan. Pada Community

Involvement, ikut mengembangkan kualitas

hidup komunitas dalam hal kualitas

pendidikan sekolah dan olah raga, kualitas

kesehatan serta ikut serta dalam mendukung

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 333

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

kegiatan sosial komunitas termasuk bantuan

saat bencana/musibah.

Program CSR di tahun 2008 memiliki tema

khusus “Indosat Cinta Indonesia” yang

kemudian pada tahun 2009, tema CSR Indosat

berkembang menjadi “Satukan Cinta Negeri”

sebagai bentuk refleksi komitmen dan

tanggungjawab Indosat sebagai perusahaan di

Indonesia yang peduli atas kesejahteraan

masyarakat dan lingkungan, serta upayanya

untuk senantiasa berkarya, memberikan

manfaat, serta mengajak peran serta seluruh

stakeholder untuk mewujudkan bangsa

Indonesia yang lebih baik, yang merupakan

terjemahan dari keinginan masyarakat pada

umumnya untuk terlibat secara aktif dalam

berbagai program sosial Indosat.

Program Indosat ”Satukan Cinta untuk

Negeri” diterapkan melalui berbagai aktivitas

antara lain: Indonesia Belajar, Indonesia sehat,

Indonesia hijau, Berbagi bersama Indosat dan

Indosat Peduli.

Melalui program Indonesia belajar, Indosat

ingin turut membangun generasi cerdas yang

kita cita-citakan. Melalui penyediaan multi

media bagi sekolah, kompetisi inovasi,

program beasiswa, pelatihan bagi guru serta

aktivitas pendidikan lainnya. Program

Indonesia sehat diwujudkan dalam bentuk

mobil klinik sehat keliling(Mobil klinik) yang

diluncurkan sejak tahun 2007, saat ini telah

tersedia 16 armada mobil klinik yang

menyediakan layanan kesehatan bagi ibu, anak

dan masyarakat pada umumnya. Kemudian

menyadari pentingnya upaya pelestarian

lingkungan, Indosat mengembangkan Base

Transceiver Station (BTS) menggunakan

energy alternative seperti energy matahari,

angin dan juga biodiesel dari kelapa sawit dan

pohon jarak serta penanaman sejuta pohon.

Lebih lanjut dalam program berbagi bersama,

Indosat mengajak partisipasi para pelanggan

untuk turut menyumbangkan donasi dalam

membantu masyarakat yang membutuhkan,

melalui sms, percakapan telepon dan layanan

lainnya. Dalam Indosat peduli, kami

membantu masyarakat yang terkena bencana

melalui program penanganan bencana. Selain

itu juga mengembangkan program community

development melalui program kampong siaga.

PT. Bumi Resources PT. Bumi Resources adalah salah satu

perusahaan terdepan dibidang pemanfaatan

sumber daya alam di Indonesia, yang bergerak

dibidang minyak, gas bumi, pertambangan

batu bara dan mineral. Sebagai perusahaan

yang bertanggung jawab, PT. Bumi Resources

percaya bahwa kinerja yang unggul tidak

hanya semata-mata diukur dari pencapaian

finansial melainkan juga didasari pada

seberapa jauh PT. Bumi Resouerces dapat

melaksanakan tanggung jawab lingkungan dan

sosialnya.

Penerapan CSR di PT. Bumi Resources

antara lain bantuan bencana alam, beasiswa,

program kesehatan masyarakat,

pengembangan infrastruktur. Sebagai Negara

yang terletak di daerah yang terkenal dengan

nama “Ring of Fire”, bangsa Indonesia harus

senantiasa menghadapi kejadian gempa dan

letusan gunung berapi. Sejak kejadian gempa

bumi dan diiringi Tsunami tahun 2004 di

Aceh, pemerintah telah meningkatkan

perhatiannya pada penanggulangan terhadap

kejadian bencana alam. Selama tahun 2010,

PT Bumi Resources beserta unit usahanya

berpartisipasi aktif dalam upaya

penanggulangan bencana, baik berupa bantuan

dana maupun bantuan tim rescue yang

langsung turun ke lapangan. Kemudian

pemberian beasiswa oleh PT Bumi Resources.

Di tahun 2010, PT Bumi Resources

melanjutkan program beasiswanya untuk

mahasiswa terpilih yang ada di Universitas

Bakrie. Seperti tahun-tahun sebelumnya,

bantuan yang diberikan adalah bantuan

Beasiswa penuh sampai selesai selama

4(empat) tahun belajar di Universitas Bakrie.

Dalam program kesehatan masyarakat, PT

Bumi Resource memiliki Program air bersih

yang merupakan program kesehatan

masyarakat yang dilaksanakan hampir di

semua wilayah tambang. Program ini

diselaraskan dengan kebutuhan warga akan

tersedianya air bersih yang berkualitas.

334 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Kemudian Program operasi katarak yang

diadakan dengan BKMM (Balai Kesehatan

Mata Masyarakat) bagi masyarakat kurang

mampu di wilayah sekitar pertambangan.

Dilanjutkan dengan Operasi bibir sumbing

yang dilaksanakan PT Bumi Resources beserta

anak perusahaannya dengan tema :Kini Aku

Bisa Tersenyum”.

Dalam Pengembangan infrastruktur, peran

serta PT. Bumi Resources bertujuan

meningkatkan geliat perekonomian daerah

sekitar tambang. Pembangunan jembatan oleh

PT Bumi Resources dan anak perusahaan, PT

Arutmin Tambang satu, misalnya mampu

menggeliatkan perekonomian desa Lok Padi

dan sekitarnya. Selain itu terdapat pula

Program Satu Tahun Satu Masjid merupakan

komitmen PT. Bumi Resources dalam

menyediakan sarana keagamaan yang

memadai. Kegiatan Sosial Budaya. PT. Bumi

Resources dan anak perusahaannya, yakni PT.

Arutmin, serta Pemda setempat secara rutin

menggelar tabligh Akbar menghadirkan da’i-

da’i kondang asal Banjarmasin dan Jakarta.

Pada hari raya Idul Adha memberikan

sumbangan kurban untuk masyarakat sekitar

tambang dan kota Banjarmasin. Safari

ramadhan dan buka puasa bersama juga rutin

digelar di lokasi tambang. Kemudian PT.

Bumi Resources beserta anak perusahaan, PT

Arutmin, juga telah membentuk lembaga-

lembaga masyarakat untuk mewadahi program

ekonomi dalam pembinaan Arutmin. Program

PERMATA (Program Pemberdayaan

Masyarakat Lingkar Tambang) di wilayah

Asam-asam telah menyelenggarakan pelatihan

tentang mekanisme penilaian kelayakan usaha

serta dasar-dasar akuntansi.

PT. Unilever PT. Unilever berupaya untuk memberikan

kontribusi dalam pencapaian kualitas hidup

yang lebih baik bagi masyarakat. Yang

terbukti dari misinya yaitu: (1) Menggali dan

memberdayakan potensi masyarakat; (2)

Memberikan nilai tambah bagi masyarakat; (3)

Memadukan kekuatan para mitra dan; (4)

Menjadi katalisator bagi pembentukan

kemitraan.

Dalam meningkatkan reputasi perusahaan,

Unilever menekankan pentingnya pelestarian

lingkungan, kehidupan social maupun

pertumbuhan usaha yang berkesinambungan.

Perhatian utama PT. Unilever adalah

memenangkan hati pelanggan (internal dan

eksternal) dan upaya membahagiakan

konsumen dan masyarakat secara terus

menerus, dengan memahami dan

mengantisipasi kebutuhan mereka, serta

menaggapinya secara mandiri, dengan cara

:Secara proaktif mendengarkan kebutuhan

konsumen dan masyarakat menghasilkan

tindakan yang berfokus pada peningkatan

nilai. Menanggapi dengan serius setiap

persoalan pelanggan, pembeli dan masyarakat.

Merencanakan secara efektif, memberikan

waktu persiapan yang cukup untuk bekerja

dengan baik. Memenuhi yang dijanjikan dan

tepat waktu. Peduli terhadap kondisi sosial

masyarakat di sekitar.

Perlaku ini diterapkan dalam kegiatan

perusahaan sehari-hari. Tahun 2003, PT.

Unilever memperkenalkan program 3C

(Consumer, Customer and Community)

Connection kepada karyawannya. Mereka

didorong untuk secara proaktif mendengarkan

keinginan pelanggan, konsumen dan

masyarakat guna mengumpulkan masukan

bagi peningkatan kontribusi perusahaan.

Pertemuan bulanan dengan tokoh masyarakat

dilakukan secara rutin, sebagai pendekatan

yang bottom-up. Berfokus pada kekuatan

Unilever, perusahaan yakin dapat memberikan

kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat

sekitar khususnya dan masyarakat Indonesia

umumnya.

Bentuk CSR PT Unilever, antara lain: (1)

Program pengembangan Usaha Kecil

Menengah; (2) Program pelestarian sumber

air; (3) Program daur ulang; dan (4) Program

Pendidikan Kesehatan Masyarakat.

PENUTUP

Kesimpulan

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 335

JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

Pembangunan suatu Negara bukan hnaya

tanggung jawab pemerintah saja, melainkan

setiap insan manusia juga memiliki tanggung

jawab untuk mewujudkan kesejahteraan sosial

dan peningkatan kualitas hidup masyarakat tak

terkecuali perusahaan. Perusahaan dalam

menjalankan operasional perusahaan juga

harus mempertimbangkan faktor lingkungan

hidup dan tanggung jawab sosial. Tanggung

jawab social perusahaan (CSR) yang dibuat

untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya

akan berbalik yaitu memberikan keuntungan

kembali pada perusahaan. Dengan kondisi

tersebut, CSR di Indonesia makin meriah.

Saran

Tanggung jawab social perusahaan

(CSR) akan sukses bila ada kerjasama diantara

perusahaan dengan masyarakat. Untuk

mencapai dunia yang lebih indah, hijau dan

sejahtera tanpa adanya kemiskinan dan

kerusakan lingkungan ddibutuhkan pergeseran

paradigma dari pemenuhan “kepentingan

individu” menjadi “kepentingan bersama “,

yaitu perubahan dari pengelolaan “Corporate

usual responsibility” menjadi ‘Corporate

Sosial Responsibility”, yang berarti

berubahnya orientasi gaya hidup “saya”

menjadi “kita”. Seluruh anggota masyarakat

harus bekerja sama dan sama-sama bekerja

untuk menjadikan dunia menjadi tempat yang

indah untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Annual Report PT Bumi Resources Tahun

2010.

Dwi Kartini. (2009). Corporate Social

Responsibility: Transformasi Konsep

Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT.

Refika Aditama.

Teguh Sri Pambudi. (2005). CSR sebuah

keharusan dalam investasi sosial. Jakarta:

Pusat Penyuluhan Sosial (Pusensos)

Departemen Sosial RI.

Undang - Undang Perseroan Terbatas No. 40

Tahun 2007.

Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal.

Website Djarum. http://www.djarum.com

Website Indosat. http://www.indosat.com

Website Unilever. http://www.unilever.co.id