Volume I, Nomor 5, MARET 2013 -...
Transcript of Volume I, Nomor 5, MARET 2013 -...
EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen
l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan Kerja PNS yang
Bertugas pada Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan
Oleh: Darul Aulia, Sekretariat Dirjen Kemenkeu RI
Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan
dan Tingkat Pengangguran
Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan Mikro
Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)
Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
l Strategi Segmentasi, Targetting dan Positioning
Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli
Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia
Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta
ISSN : 2088-219X
Volume I, Nomor 5, MARET 2013
EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen
l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan ............................... 281
Kerja PNS yang Bertugas Pada Sekretariat Direktorat
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan
Oleh: Darul Aulia, Dirjen Anggaran Kemenkeu RI
Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan ............................... 291
Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran
Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan ............... 299
Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)
Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
l Strategi Segmentasi, Targetting dan ............................... 307
Positioning Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli
Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) ...................... 325
di Indonesia
Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta
i n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
ISSN : 2088-219X
Volume I, Nomor 5, MARET 2013
EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen
l Pengaruh Renumerasi Terhadap Kepuasan ............................... 281
Kerja PNS yang Bertugas Pada Sekretariat Direktorat
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan
Oleh: Darul Aulia, Dirjen Anggaran Kemenkeu RI
Ahmad Darda, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Dampak Inovasi Terhadap Pengurangan ............................... 291
Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran
Oleh: M.A.S Sridjoko Darodjatun, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Peranan UPDB PEMK sebagai Lembaga Keuangan ............... 299
Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi Kasus di Jakarta)
Oleh: Endro Praponco, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
l Strategi Segmentasi, Targetting dan ............................... 307
Positioning Majalah Eksekutif terhadap Minat Beli
Oleh: Imam Suprapta, STIE Muhammadiyah Jakarta
l Geliat Corporate Social Responsibility (CSR) ...................... 325
di Indonesia
Oleh: Noor Indah Rahmawati, STIE Muhammadiyah Jakarta
i n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
ISSN : 2088-219X
Volume I, Nomor 5, MARET 2013
EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen
PENANGGUNG JAWAB:
l Ketua STIEM - Jakarta
PENGARAH:
l Pembantu Ketua I
l Pembantu Ketua II
l Pembantu Ketua III
l Kaprodi S1 Akuntansi
l Kaprodi S1 Manajemen
l Kaprodi D3 Akuntansi
PEMIMPIN REDAKSI:
l Nova Rini, SE, M.Si
SEKRETARIS REDAKSI:
l Seipah Kardipah, M.Pd
REDAKSI PELAKSANA:
l Imam Suprapta, SE, MM
l Ilza Febrina, S.Si, M.Ec
l M. Asmi Rizaldy, SS
l Noor Indah Rahmawati, MM
l Peggy Ratna M, M.Si
DEWAN REDAKSI:
l Prof. Dr. Haryono Umar,
M.Sc, Ak
l Prof. Dr. Ir. Koesmawan,
M.Sc, MBA, DBA
DISTRIBUTOR:
l Ahmad Darda, SE, MM
l Zakiah Nur, S.Kom
l Sukardi
l Suyoto
SEKOLAH TINGGI
ILMU EKONOMI
MUHAMMADIYAH
JAKARTA
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis & Manajemen
Pengantar Redaksi
Assalamu �alaikum wr wb,
Salam Redaksi,
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, menyambut
penerbitan Jurnal Ekonomi Bisnis dan Manajemen STIE Muhammadiyah
Jakarta Volume 1 No. 5 Maret 2013. Jurnal ini terdiri atas lima artikel
yang memuat beragam topik bahasan.
Pada artikel pertama menganalisis pengaruh renumerasi terhadap
kepuasan kerja PNS yang bertugas pada Sekretariat Direktorat Jenderal
Anggaran Kementerian Keuangan. Pada artikel kedua membahas dampak
inovasi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan dan tingkat pengang-
guran. Artikel ketiga merupakan hasil analisis peranan UPDB PEMK
sebagai Lembaga Keuangan Mikro Alternatif Bagi Usaha Mikro (Studi
kasus di Jakarta). Pada artikel keempat, dianalisis strategi segmentasi,
targeting dan positioning majalah Eksekutif terhadap minat beli. Ar-
tikel kelima merupakan analisis geliat Corporate Social Responsibility
(CSR) di Indonesia.
Penerbitan Jurnal EKOBIS diharapkan memotivasi & memacu akti-
vitas akademika khususnya dosen STIE Muhammadiyah Jakarta untuk
selalu melakukan penelitian serta menulis karya ilmiah secara berkala
serta berkesinambungan sebagai bentuk pengabdian dosen dalam me-
ningkatkan kesejahteraan sesama. Hal ini senada dengan sabda Nabi
Muhammad SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat,
atau memberi nilai lebih pada orang lain.
Dengan diterbitkannya jurnal EKOBIS ini kami mengharapkan
khususnya kepada para dosen STIE Muhammadiyah Jakarta lebih
aktif lagi untuk melakukan penelitian dan dapat dipublikasikan di
jurnal EKOBIS. Kami sadar atas kekurangan yang ada, untuk itu kami
mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan jurnal EKOBIS
pada edisi mendatang.
Wassalamu �alaikum wr wb.
(Redaksi)
ii n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 281
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
PENGARUH RENUMERASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PNS YANG
BERTUGAS PADA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
KEMENTERIAN KEUANGAN
Darul Aulia
Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran, Kementrian Keuangan RI
Ahmad Darda
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstract: The research aims to 1) determine the civil servants’ assessment to the remuneration
of Budget Setditjen in the Finance Ministry, 2) find out to what extent the civil servants’
satisfaction working at the Budget Setditjen of Finance Ministry, 3) discover how far the
influence of remuneration to the civil servants’ satisfaction working at the Budget Setditjen of
Finance Ministry. There is a significant effect between the remuneration and the civil servants’
contentment at the Budget Setditjen in the Finance Ministry.
Key words: Working satisfaction; Remuneration; Evaluation; Salary.
PENDAHULUAN
Fakta menunjukkan bahwa tidak jarang
pegawai/karyawan berpindah-pindah tempat
kerja karena belum menemukan imbalan
berupa jaminan kesejahteraan yang
memuaskan. Ia terus saja mencari institusi
pemberi kerja yang menyediakan kompensasi
yang lebih tinggi dari sebelumnya. Sebagai
makhluk ekonomi, hal ini sangat alamiah
karena pada dasarnya manusia memberikan
respon positif terhadap insentif. Semakin besar
penghasilan yang diperoleh dari suatu
pekerjaan, semakin tertarik manusia terhadap
pekerjaan tersebut. Demikian sebaliknya,
semakin kecil penghasilan yang diperoleh dari
suatu pekerjaan, semakin tidak tertarik
manusia terhadap pekerjaan tersebut.
Di samping itu, institusi-institusi pengguna
tenaga kerja baik swasta maupun pemerintah
tidak sedikit yang menggunakan trik
“memberikan remunerasi yang tinggi” untuk
menjaring tenaga kerja yang berkualitas.
Ketika semakin banyak calon karyawan ikut
seleksi untuk mendapatkan pekerjaan yang
dimaksud, maka pada akhirnya hanya yang
paling berkualitas dan memenuhi kualifikasi
saja yang akan lulus seleksi. Sederhananya,
pegawai yang berkualitas akan mencari
pekerjaan di bidangnya yang memberikan
kompensasi yang menarik, dan pegawai yang
mendapatkan kompensasi yang menarik akan
memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
sehingga dapat berkinerja dan memberikan
kontribusi yang optimal bagi institusi pemberi
kerja.
Istilah kepuasan kerja (job satisfaction)
dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat
kepuasan yang tinggi memiliki perasaan-
perasaan positif tentang pekerjaan tersebut.
Remunerasi atau bayaran adalah salah satu
dari aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja
di samping promosi, pengawasan,
rekan/lingkungan kerja dan pekerjaan itu
sendiri (Robbins dan Judge, 2008).
Dalam konteks birokrasi pemerintahan,
Remunerasi dikaitkan dengan penataan
kembali sistem penggajian pegawai yang
282 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
didasarkan pada penilaian kinerja. Tujuannya
adalah untuk menciptakan tata kelola
pemerintah yang baik dan bersih (de Pora,
2011).
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, tujuan
diadakannya remunerasi adalah untuk
mendorong sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, memelihara SDM yang produktif
sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan
membentuk perilaku yang berorientasi pada
pelayanan serta mengurangi tindak Korupsi,
Kolusi, dan Nepostime (KKN). Selain itu,
menurutnya, sistem remunerasi dapat
menciptakan persaingan yang positif
antarkaryawan. Akan terlihat sekali, mana
karyawan yang rajin, dan mana yang pemalas,
mana karyawan yang mau belajar, mana juga
yang tidak. Dengan begitu, pegawai akan
terpacu untuk mengembangkan dirinya dan
tingkat kepuasan kerjanya akan terus
meningkat.
Reformasi birokrasi pada Kementerian
Keuangan telah dilaksanakan mulai tahun
2006 yang merupakan salah satu percontohan
bagi Kementerian/Lembaga lainnya di
Republik Indonesia. Reformasi Birokrasi pada
hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
perubahan mendasar terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan, terutama
menyangkut aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan (proses bisnis), dan SDM.
Perubahan yang mendasar pada aspek sumber
daya manusia (SDM) salah satunya adalah
pemberian remunerasi.
Kadarisman mengutarakan bahwa
perbedaan kepentingan antara organisasi dan
individu karyawan dalam pemberian
penghasilan tersebut, sering kali menimbulkan
masalah (Kadarisman, 2012). Dengan
demikian penghasilan pegawai memiliki arti
penting karena mencerminkan upaya
organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan pegawainya.
Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa
penghasilan pegawai yang tidak memadai
dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi
kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan
dapat menyebabkan pegawai yang potensial
keluar dari organisasi.
Demikian pula halnya pada prinsip
organisasi negara yang membayarkan balas
jasa kepada PNS yang menjalankan fungsi-
fungsi birokrasi. Meskipun negara bukan
merupakan organisasi yang semata-mata
mencari keuntungan, namun negara harus tetap
mempertimbangkan kemampuan keuangan
negara dan kelayakan jumlah penghasilan
yang dibayarkan kepada pegawainya.
Suatu sistem remunerasi yang baik adalah
sistem yang mampu menjamin kepuasan para
anggota organisasi yang pada gilirannya
memungkinkan organisasi memperoleh,
memelihara dan mempekerjakan sejumlah
pegawainya yang dengan berbagai sikap dan
perilaku positif bekerja dengan produktif bagi
kepentingan organisasi. Namun, seandainya
para pegawai diliputi perasaan tidak puas atas
kompensasi yang diterimanya, hal ini tentu
berdampak bagi organisasi secara negatif. Jika
ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan
dengan baik, merupakan hal yang wajar
apabila para anggota organisasi menyatakan
keinginannya untuk memperoleh penghasilan
yang adil (Siagian, 2008).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah
di atas, penulis menguraikan beberapa masalah
yang dihadapi dalam penelitian ini sebagai
berikut.
a. Apakah Pegawai Negeri Sipil yang
bertugas pada Setditjen Anggaran
Kemenkeu menilai pemberian remunerasi
telah sesuai dengan harapan pegawai?
b. Apakah Pegawai Negeri Sipil yang
bertugas pada Setditjen Anggaran
Kemenkeu memiliki kepuasan kerja yang
tinggi?
c. Apakah remunerasi yang diterima oleh
PNS yang bertugas pada Setditjen
Anggaran Kemenkeu mempengaruhi
kepuasan kerja yang dirasakan oleh
pegawai?
TINJAUAN PUSTAKA
Remunerasi
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 283
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Dalam konteks reformasi birokrasi,
pengertian remunerasi adalah penataan
kembali sistem penggajian yang dikaitkan
dengan sistem penilaian kinerja. Andrew F.
Sikula yang sering menyamakan makna antara
istilah remunerasi dan kompensasi,
mengartikan remunerasi sebagai “reward
payment or reimbursement for services rendered” yang artinya “suatu hadiah,
pembayaran atau balas jasa atas jasa yang
telah diberikan” (Sikula, 1981). Menurut
Wahjono, “kompensasi adalah segala sesuatu
yang diterima karyawan sebagai imbalan atas
sumbangannya kepada perusahaan, termasuk
gaji, tunjangan, dan fasilitas-fasilitas yang
dapat dinikmati karyawan” (Wahjono, 2009).
Menurut Hasibuan, “kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima
karyawan sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan kepada perusahaan” (Hasibuan,
2011). Kompensasi langsung dapat berupa
gaji, upah dan upah insentif, sementara
kompensasi tidak langsung dapat berupa
benefit dan service. Gaji adalah balas jasa yang
diberikan secara periodik kepada karyawan
tetap serta mempunyai jaminan yang pasti,
maksudnya, gaji tetap akan dibayarkan
walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.
Upah adalah balas jasa yang dibayarkan
kepada pekerja harian dengan pedoman atas
perjanjian yang disepakati membayarnya.
Upah insentif adalah balas jasa yang diberikan
kepada karyawan tertentu yang prestasinya di
atas prestasi standar. Benefit dan service
adalah kompensasi tambahan (finansial
maupun non finansial) yang diberikan
berdasarkan kebijakan organisasi dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Menurut Desler, “kompensasi adalah
semua bentuk pembayaran atau hadiah yang
diberikan kepada karyawan dan muncul dari
pekerjaan mereka” (Desler, 2009).
Kompensasi karyawan memiliki dua
komponen utama, yakni: pembayaran
langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif,
komisi, dan bonus), dan pembayaran tidak
langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan
seperti asuransi). Tunjangan itu sendiri yang
merupakan pembayaran yang diberikan kepada
seorang karyawan berdasarkan pada kinerja
untuk kelanjutan pekerjaan mereka, adalah
sebuah bagian penting dari kompensasi hampir
setiap karyawan.
Kompensasi atau remunerasi adalah faktor
penting yang mempengaruhi bagaimana dan
mengapa orang-orang bekerja pada suatu
organisasi dan bukan pada organisasi lainnya.
Pengusaha harus cukup kompetitif dengan
beberapa jenis kompensasi untuk
mempekerjakan, mempertahankan dan
memberi imbalan terhadap kinerja di
organisasi. (Atmajawati, 2007). Sistem
kompensasi dalam organisasi harus
dihubungkan dengan tujuan dan strategi
organisasi. Kompensasi juga menuntut
keseimbangan antara keuntungan dan biaya
pengusaha dengan harapan dari para pegawai.
Kompensasi merupakan suatu bentuk yang
diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas
pekerjaan yang telah dilakukan dalam bentuk
uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji,
upah, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya.
Menurut de Pora (2011) remunerasi umumnya
berkaitan langsung dengan kesejahteraan
pekerja.
Dari beberapa pengertian menurut para
ahli di atas, dapat kita temukan persamaan
makna yang diutarakan mengenai remunerasi,
yaitu remunerasi adalah keseluruhan balas jasa
dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai
dengan uang yang diberikan oleh organisasi
kepada pegawainya atas pekerjaan atau jasa
yang telah diberikan oleh pegawai kepada
organisasi.
Kepuasan Kerja
Kepuasan merupakan istilah evaluatif yang
menggambarkan suatu sikap suka atau tidak
suka. Kepuasan bayaran/gaji/remunerasi
mengacu pada sikap suka atau tidak suka
terhadap kompensasi organisasi.
Menurut Handoko, “kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para
pegawai memandang pekerjaan mereka”
284 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
(Handoko, 2004). Kepuasan kerja
mencerminkan sikap seseorang terhadap
pekerjaannya. Luthans dalam bukunya
Organizational Behaviour mengutip pendapat
Locke bahwa “kepuasan kerja merupakan
keadaan emosional yang positif dari seseorang
yang ditimbulkan dari penghargaan atas
sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya”
(Luthans, 2005). Dikatakan lebih lanjut bahwa
kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi
seseorang terhadap sampai seberapa baik
pekerjaannya menyediakan sesuatu yang
berguna baginya. Locke (dalam Luthans,
2005) memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau
kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi
yang senang atau emosi positif yang berasal
dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja
seseorang.
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi
pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan
mereka memberikan hal yang dinilai penting.
Terdapat tiga dimensi yang diterima secara
umum dalam kepuasan kerja. Pertama,
kepuasan kerja merupakan respon emosional
terhadap situasi kerja. Dengan demikian,
kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga.
Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan
menurut seberapa baik hasil yang dicapai
memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga,
kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang
berhubungan.
Menurut Malthis, kepuasan kerja adalah
“keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalaman kerja seseorang”
(Malthus, 2006). Ketidakpuasan kerja muncul
saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi.
Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,
secara umum adalah kepuasan dalam
pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan,
hubungan antara supervisor dengan tenaga
kerja, dan kesempatan untuk maju. Robbins
mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu
sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya, selisih antara banyaknya
ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima (Robbins, 2008). Penilaian
(assessment) seorang karyawan terhadap puas
atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan
penjumlahan rumit dari sejumlah unsur
pekerjaan yang diskrit (terbedakan atau
terpisah satu sama lain). Kepuasan kerja
ditentukan oleh beberapa faktor yakni kerja
yang secara mental menantang, kondisi kerja
yang mendukung, serta kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan. Selanjutnya Robbins dan
Judge juga mendefinisikan “kepuasan kerja
sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil
dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya”
(Robbins dan Judge, 2008). Seseorang yang
memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
memiliki perasaan-perasaan positif tentang
pekerjaan tersebut.
Pada kenyataannya, kepuasan kerja
dipengaruhi oleh lima aspek yaitu kerja itu
sendiri, penghasilan, kenaikan jabatan,
pengawasan dan rekan kerja. Edward Lawer
(dalam Simamora, 2006) menjelaskan sebab-
sebab kepuasan dan ketidakpuasan karyawan
terhadap gaji. Menurut Lawer, perbedaan
terhadap jumlah yang diterima oleh karyawan
dan jumlah yang mereka duga diterima oleh
orang lain merupakan penyebab langsung
kepuasan atau ketidakpuasan gaji. Apabila
mereka menyimpulkan bahwa mereka dibayar
terlalu sedikit, mereka mungkin akan sering
absen atau mengundurkan diri. Sekiranya para
karyawan menyadari bahwa mereka ternyata
dibayar terlalu mahal, mereka mungkin akan
bosan atau mengompensasikannya dengan
bekerja lebih keras.
Penulis membahas tiga teori yang akan
menjelaskan bagaimana hubungan antara
pemberian remunerasi dan tingkat kepuasan
kerja. Teori-teori tersebut antara lain sebagai
berikut.
a. Teori Keadilan
Teori Keadilan atau Equity Theory
dikemukakan oleh Zalesnik pada tahun 1958
dan dikembangkan oleh Adam pada tahun
1963. Pada dasarnya Teori Keadilan adalah
teori bahwa individu membandingkan
masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 285
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan
orang lain, dan kemudian merespon untuk
menghilangkan ketidakadilan (Robbins dan
Judge, 2008).
Dengan imbalan kerja yang ada pada saat
itu, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu
tinggi akan bekerja lebih banyak daripada
karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.
Karyawan-karyawan yang dibayar per jam dan
digaji akan menghasilkan kuantitas atau
kualitas produksi yang tinggi guna
meningkatkan sisi masukan dari rasio yang
menghasilkan keadilan.
Dengan imbalan kerja menurut kuantitas
produksi, karyawan-karyawan yang dibayar
terlalu tinggi akan memproduksi unit-unit
yang lebih sedikit tetapi dengan kualitas yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.
Individu-individu yang dibayar berdasarkan
tarif per bagian akan meningkatkan usaha
mereka untuk mencapai keadilan, yang bisa
menghasilkan kualitas yang lebih tinggi.
Namun, peningkatan dalam kuantitas hanya
akan meningkatkan ketidakadilan, karena
setiap unit yang akan diproduksi
mengakibatkan pembayaran yang lebih
banyak. Oleh karena itu, usaha ditujukan untuk
meningkatkan kualitas daripada kuantitas.
Tiga model keadilan organisasional terdiri
atas (1) keadilan distributif, (2) keadilan
prosedural, dan (3) keadilan interaksional.
Dari ketiga bentuk keadilan tersebut, keadilan
distributif sangat berkaitan antara kepuasan
dengan hasil-hasil (misalnya kepuasan dengan
imbalan kerja) dan komitmen organisasional.
Keadilan prosedural berhubungan erat dengan
kepuasan kerja, kepercayaan karyawan,
pengunduran diri dari organisasi, prestasi
kerja, dan perilaku kewargaan organisasional.
Dengan memiliki persepsi yang lebih baik
tentang keadilan prosedural, karyawan-
karyawan cenderung meninjau atasan dan
organisasi mereka secara positif meskipun
meskipun mereka tidak puas dengan imbalan
kerja, promosi dan hasil-hasil pribadi yang
lain.
b. Teori Dua Faktor
Teori Dua Faktor atau Two-Factor Theory
atau disebut juga Motivation-Hygiene Theory
adalah teori yang dikemukakan oleh Frederick
Hezberg pada tahun 1959. Teori Dua Faktor
adalah teori yang mengaitkan faktor-faktor
intrinsik berkaitan dengan perasaan positif
terhadap pekerjaan sehingga membawa
kepuasan kerja, dan di sisi lain
menghubungkan faktor-faktor ekstrinsik
dengan ketidakpuasan kerja.
Faktor pertama dinamakan faktor pemuas
(motivation factor, satisfier, atau intrinsic
motivation) yang mendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri
orang tersebut, misalnya prestasi, pengakuan,
tanggung jawab, peluang untuk maju,
kepuasan kerja itu sendiri dan kemungkinan
pegembangan karir. Sementara faktor kedua
dinamakan faktor pemelihara (maintenance
factor, disatisfier atau extrinsic motivation)
yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
untuk memelihara keberadaan karyawan
sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman
dan kesehatan, misalnya
kompensasi/remunerasi, keamanan dan
keselamatan kerja, kondisi kerja, status,
hubungan dengan rekan kerja, dan hubungan
dengan pengawas.
c. Teori Ketidaksesuaian
Dalam Teori Ketidaksesuaian atau
Discrepancy Theory dijelaskan bahwa
penghasilan yang menjadi penopang
kehidupan manusia dan alat pemenuh
kebutuhan selalu menjadi problematika yang
krusial karena adanya kesenjangan kehidupan
manusia. Manusia tidak pernah merasa puas
sehingga muncul konflik-konflik untuk
mencapai titik keseimbangan kepuasan.
Menurut Locke, hakikat kepuasan atau
ketidakpuasan dalam kaitannya dengan
pekerjaan tergantung pada selisih antara apa
yang dianggap telah didapatkan dengan apa
yang diinginkan. Seseorang akan merasa
terpuaskan apabila tidak ada selisih antara
kondisi yang diinginkan dengan kondisi pada
kenyataan. Semakin besar selisih lebih antara
kondisi yang diinginkan dengan kondisi pada
kenyataan maka semakin besar rasa puas,
286 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
sebaliknya semakin besar selisih kurang
diantara keduanya, semakin besar pula
ketidakpuasan yang ia rasakan.
Hubungan antara Remunerasi dan
Kepuasan Kerja
Remunerasi merupakan salah satu unsur
penting yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja
sebab remunerasi merupakan alat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan karyawan.
Motivasi kerja merupakan suatu dorongan
kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu
dipenuhi agar karyawan tersebut dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kadarisman menyatakan bahwa hakikat
penghasilan pegawai/karyawan/pekerja adalah
termasuk ke dalam komponen biaya
(Kadarisman, 2012). Bila dipandang dari sisi
organisasi, salah satu tujuan organisasi modern
adalah untuk meraih keuntungan (profit
oriented) maka biaya pegawai seperti halnya
juga jenis biaya lainnya merupakan komponen
biaya organisasi yang perlu dikendalikan
dalam konteks minimizing cost sehingga dapat
dicapai dengan efisiensi serta kegiatan yang
optimal tinggi. Sedangkan bila dipandang dari
sisi pegawai, penghasilan pegawai dipandang
sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan
hidupnya sehingga imbalan balas jasa tersebut
haruslah diterima dalam jumlah yang
sebanyak-banyaknya dalam konteks
maximizing income.
Selanjutnya Kadarisman mengutarakan
bahwa perbedaan kepentingan antara
organisasi dan individu karyawan dalam
pemberian penghasilan tersebut, sering kali
menimbulkan masalah. Dengan demikian
penghasilan pegawai memiliki arti penting
karena mencerminkan upaya organisasi dalam
mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan pegawainya. Hasil studi di
lapangan menunjukkan bahwa penghasilan
pegawai yang tidak memadai dapat
menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan
kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat
menyebabkan pegawai yang potensial keluar
dari organisasi.
Demikian pula halnya pada prinsip
organisasi negara yang membayarkan balas
jasa kepada PNS yang menjalankan fungsi-
fungsi birokrasi. Meskipun negara bukan
merupakan organisasi yang semata-mata
mencari keuntungan, namun negara harus tetap
mempertimbangkan kemampuan keuangan
negara dan kelayakan jumlah penghasilan
yang dibayarkan kepada pegawainya.
Suatu sistem remunerasi yang baik adalah
sistem yang mampu menjamin kepuasan para
anggota organisasi yang pada gilirannya
memungkinkan organisasi memperoleh,
memelihara dan mempekerjakan sejumlah
pegawainya yang dengan berbagai sikap dan
perilaku positif bekerja dengan produktif bagi
kepentingan organisasi. Namun, seandainya
para pegawai diliputi perasaan tidak puas atas
kompensasi yang diterimanya, hal ini tentu
berdampak bagi organisasi secara negatif. Jika
ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan
dengan baik, merupakan hal yang wajar
apabila para anggota organisasi menyatakan
keinginannya untuk memperoleh penghasilan
yang adil (Siagian, 2008).
Studi Empiris
Dalam Tesis Rita Andini yang melibatkan
115 responden sebuah rumah sakit di
Semarang menyimpulkan bahwa alasan untuk
mencari pekerjaan lain adalah kepuasan gaji
yang diterima. Seseorang akan merasa puas
dengan gajinya selama persepsi terhadap gaji
dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan
yang diharapkan (Andini, 2006).
Abadi Wijaya dalam penelitian skripsinya
yang melibatkan 45 orang pada sebuah
perusahaan swasta yang bergerak di bidang
pemasaran dan distribusi di Malang
menemukan bahwa terdapat pengaruh positif
yang signifikan antara kepuasan pemberian
gaji terhadap semangat kerja, disiplin kerja,
dan kepuasan kerja (Wijaya, 2008).
Penelitian Nunung Yuliastuti dan Pandoe
Bimowati yang melibatkan 86 orang pada
sebuah yayasan di Kediri menyimpulkan
bahwa variabel gaji, pekerjaan, pimpinan,
rekan kerja dan kondisi kerja secara parsial
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 287
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
Semakin baik gaji yang diberikan oleh
yayasan, semakin tinggi tingkat kepuasan
seorang pegawai (Yuliastuti dan Bimowati,
2009).
Penelitian Ani Muttaqiyathun yang
melibatkan 80 orang pegawai pada sebuah
bank perkreditan rakyat di Yogyakarta
menemukan bahwa variabel
kompensasi/remunerasi berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
Variabel kompensasi/remunerasi berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja pegawai dan
menyarankan perusahaan agar memperhatikan
dan terus menerapkan prinsip keadilan dalam
memberikan balasan jasa kepada pegawai.
Dengan demikian, kepuasan kerja pegawai
akan meningkat (Muttaqiyathun, 2011).
Berdasarkan temuan-temuan penelitian
tersebut, dapat dirumuskan sebuah kesamaan
bahwa pemberian tingkat
remunerasi/kompensasi yang baik berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja pegawai.
Dengan kata lain, semakin tinggi
kompensasi/remunerasi yang diberikan oleh
organisasi, semakin tinggi pula level kepuasan
kerja pegawai.
METODOLOGI PENELITIAN
Sesuai dengan judul penelitian yang
penulis angkat maka sebagai subjek penelitian
penulis adalah para pelaksana yang berstatus
Pegawai Negeri Sipil pada Setditjen Anggaran
Kemenkeu yang berkedudukan di Jakarta. Dari
judul penelitian di atas dapat diidentifikasi dua
variabel, pertama variabel bebas (X), yaitu
Remunerasi. Kedua variabel terikat (Y)
merupakan variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel bebas, yang menjadi
variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Kepuasan Kerja pegawai.
Dalam penelitian ini, penulis memperoleh
data berasal dari data primer dan sekunder.
a. Data primer yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli (tidak
melalui media perantara) yang secara
khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk
menjawab masalah penelitian, dan
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh
penulis secara tidak langsung melalui
media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain), umumnya berupa bukti,
catatan atau laporan historis yang tersusun
dalam arsip.
Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
hipotesis penelitian yang mengandung
hipotesis statistik. Sesuai dengan pernyataan
Sugiyono bahwa hipotesis statistik ada, bila
ada penelitian bekerja dengan sampel
(Sugiyono, 2009). Jika penelitian tidak
menggunakan sampel, maka tidak ada
hipotesis statistik.
Selanjutnya penulis merumuskan hipotesis
yang terdiri dari dua macam, yaitu hipotesis
kerja dinyatakan dalam kalimat positif dan
hipotesis nol dinyatakan dalam kalimat negatif
(Indriantoro et al, 2012), yang dapat diuraikan
sebagai berikut.
a. Hipotesis nol (H0): Diduga remunerasi
tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja
pegawai.
b. Hipotesis alternatif (Ha): Diduga
remunerasi berpengaruh terhadap kepuasan
kerja pegawai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum remunerasi dapat diartikan
sebagai keseluruhan balas jasa dalam bentuk
uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang
diberikan oleh organisasi kepada pegawainya
atas pekerjaan atau jasa yang telah diberikan
oleh pegawai kepada organisasi. Dalam
penelitian ini variabel independennya yaitu
“Remunerasi”. Remunerasi merupakan
variabel independen (X) yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat).
Secara umum kepuasan kerja adalah
kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif
tentang pekerjaan seseorang yang merupakan
hasil dari evaluasi karakteristik-
karakteristiknya. Dalam penelitian ini,
288 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
“Kepuasan Kerja” merupakan variabel
dependen (Y), yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas
(X).
Pembobotan skor menggunakan skala
likert. Menurut Sugiyono, skala likert adalah
alat ukur yang dipakai untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial
(Sugiyono, 2009). Untuk mengisi skala likert
dalam instrumen penelitian telah disediakan
alternatif jawaban dari setiap butir pertanyaan
dan responden dapat memilih satu dari
jawaban yang sesuai, setiap butir bernilai 1
sampai 5 disesuaikan dengan alternatif-
alternatif jawaban yang dipilih dari masing-
masing pernyataan.
Berdasarkan data mengenai jawaban
responden mayoritas jawaban berada pada
kriteria tinggi atau baik yaitu sebanyak 40
orang (66,67%). Grafik menunjukkan
remunerasi menurut pendapat responden
dinilai tinggi atau baik menurut 40 orang
(66,67%), dinilai sangat tinggi oleh 6 orang
(10,00%) dan dinilai sedang oleh 14 orang
(23,33%)
Berdasarkan data mengenai penilaian
kepuasan kerja pegawai dari jawaban
responden, mayoritas berada pada kriteria
tinggi atau baik yaitu sebanyak 39 orang
(65.00%). Hal ini menunjukkan kepuasan
kerja karyawan saat ini telah menunjukkan
tingkat yang tinggi. Adapun yang termasuk
kriteria sedang adalah 16 orang (26.67%), dan
sangat tinggi 5 orang (3.6%).
1. Uji Regresi
Uji regresi digunakan untuk mengetahui
pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y). Persamaan regresi
tersebut dapat dirumuskan: Y = a + bX.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
bantuan program SPSS v.17.0 dapat dilihat
rangkuman hasil empiris penelitian, sehingga
dapat dibuat persamaan garis regresinya Y =
0,799 + 0,787X. Konstanta (a) sebesar 0,799
menyatakan bahwa jika tidak ada variabel
bebas (remunerasi) atau variabel bebas bernilai
nol, maka kepuasan kerja pegawai akan tetap
(konstan) sebesar 0,799. Sedangkan koefisien
regresi X sebesar 0,787 memiliki pengertian
bahwa jika variabel bebas (remunerasi)
meningkat satu kali akan meningkatkan
kepuasan kerja pegawai sebesar 0,787.
2. Product Moment
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r =
0,821. Hal ini berarti terdapat korelasi
(hubungan) yang positif dan sangat kuat antara
remunerasi dengan kepuasan kerja. Di
samping itu hasil perhitungan R Square
sebesar 0,673 variasi (Y) dapat diterangkan
oleh Remunerasi (X). Hubungan positif dan
sangat kuat artinya jika variabel (X)
mengalami kenaikan maka akan diikuti dengan
peningkatan pada variabel kepuasan kerja
pegawai (Y). Begitu sebaliknya, jika terdapat
penurunan pada variabel remunerasi (X) maka
akan diikuti dengan penurunan pada kepuasan
kerja pegawai (Y)
3. Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk
mengetahui berapa persen pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini
besarnya persentase hubungan antara variabel
X dan Y. Diperoleh nilai R Square (KD)
sebesar 0,673. Dengan demikian variabel
remunerasi (X) mampu menerangkan variabel
kepuasan kerja pegawai (Y) sebesar 67,3%,
sedangkan sisanya sebesar 32,7% dipengaruhi
oleh variabel lain di luar penelitian.
4. Uji Hipotesis
Dari perhitungan uji t di atas diperoleh
nilai t hitung sebesar 10,932. Dengan demikian
t hitung > t tabel (10,932 > 2,981).
Menunjukkan H0 ditolak dan Ha diterima pada
level signifikan 0,10, dengan kata lain yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel remunerasi dengan kepuasan kerja
pegawai.
Secara keseluruhan, pegawai yang
bertugas pada Setditjen Anggaran Kemenkeu
telah menilai bahwa remunerasi yang
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 289
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
diberikan telah sesuai dengan harapan. Hal ini
dibuktikan dengan penilaian dengan skor
tinggi pada grafik penilaian terhadap
remunerasi.
Selanjutnya pada variabel kepuasan kerja,
pegawai yang bertugas pada Setditjen
Anggaran Kemenkeu telah menilai bahwa
mereka puas dengan pekerjaan yang
dikerjakan saat ini. Hal ini dibuktikan dengan
penilaian dengan skor tinggi pada grafik
penilaian terhadap kepuasan kerja.
Dari berbagai perhitungan di atas, ternyata
baik dari perhitungan korelasi product moment
dan Uji t menghasilkan kesimpulan terdapat
hubungan yang searah dan positif antara
remunerasi dengan kepuasan kerja. Hubungan
yang searah (positif) artinya, jika diberikan
remunerasi tinggi, maka kepuasan kerja
pegawai juga tinggi, begitu juga sebaliknya,
jika diberikan remunerasi rendah, maka akan
diikuti dengan penurunan pada kepuasan kerja
pegawai.
Dengan pemberian remunerasi yang tinggi
maka pegawai akan puas dalam bekerja untuk
menyelesaikan tugasnya yang berdampak pada
tercapainya tujuan organisasi. Pihak
pengambil kebijakan perlu memperhatikan dan
fokus pada pemberian remunerasi kepada para
pegawai untuk menjamin kelancaran bekerja
para pegawai dan adanya peningkatan tingkat
kepuasan para pegawai.
Dengan demikian, hal itu memberikan
implikasi jika Setditjen Anggaran Kemenkeu
bermaksud meningkatkan kepuasan kerja
pegawai, maka harus memperhatikan faktor
remunerasi sebagai faktor yang
mempengaruhinya.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya mengenai pengaruh remunerasi
terhadap kepuasan kerja pegawai pada
Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Secara keseluruhan, PNS yang bertugas
pada Sekretariat Direktorat Jenderal
Anggaran Kementerian Keuangan menilai
bahwa remunerasi yang diberikan telah
sesuai dengan harapan. Hal ini dibuktikan
dengan penilaian mayoritas dengan skor
tinggi pada grafik penilaian terhadap
remunerasi.
2. PNS yang bertugas pada Sekretariat
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian
Keuangan telah menilai bahwa mereka
puas dengan pekerjaan yang dikerjakan
saat ini. Hal ini dibuktikan dengan
penilaian mayoritas dengan skor tinggi
pada grafik penilaian terhadap kepuasan
kerja.
3. Terdapat pengaruh positif yang signifikan
antara remunerasi dengan kepuasan kerja
PNS pada Sekretariat Direktorat Jenderal
Anggaran. Hal itu diketahui dari perolehan
nilai r = 0,821 dengan persamaan pengaruh
Y = 0,799 + 0,787 X. Konstanta (a)
sebesar 0,799 menyatakan bahwa jika tidak
ada variabel bebas (Remunerasi), maka
Kepuasan Kerja akan tetap (konstan)
sebesar 0,799. Koefesien regresi X sebesar
0,787 menyatakan bahwa jika faktor
Remunerasi diperhatikan maka akan
memberikan pengaruh pada Kinerja
sebesar 67,3%. Hasil Koefisien
Determinasi (R2) sebesar 67,3 % artinya
pengaruh remunerasi terhadap kepuasan
kerja sebesar 67,3% dan sisanya 32,7 %
dipengaruhi oleh faktor selain remunerasi.
Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis
dapat mengajukan saran-saran dari hasil
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Agar kepuasan kerja para pegawai
terpenuhi dengan baik, pihak manajemen
puncak harus mempertimbangkan untuk
memberi imbalan yang memadai kepada
pegawai dan mengelola remunerasi dengan
bijakasana. Dengan adanya sistem
remunerasi yang baik, maka pegawai akan
merasa dihargai dengan pantas, dan dengan
perasaan seperti itu akan menimbulkan
etos kerja yang tinggi sehingga kinerja
pegawai melahirkan output yang tinggi dan
290 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
dapat membantu organisasi mencapai
tujuannya dengan efektif dan efisien.
2. Dalam pengelolaan remunerasi, hendaknya
benar-benar diperhatikan skala pemberian
tunjangan dan penilaian kinerja. Penilaian
kinerja harus dilakukan seobjektif mungkin
sehingga tidak mendistorsi pemberian
remunerasi yang tepat untuk setiap
pegawai. Perlu diperhatikan sedemikian
sehingga seorang pegawai tidak
mengalami ketidakpuasan dalam penilaian
kinerja yang mempengaruhi take home pay
nya yang pada akhirnya dapat
menyebabkan pegawai tersebut tidak puas
dalam menjalani pekerjaannya.
3. Tunjangan dan honor atas pekerjaan yang
outputnya kurang jelas hendaknya
diminimalkan, hal ini berkaitan dengan
kemampuan keuangan organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran
yang merupakan instansi pemerintah yang
didanai dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Secara
keseluruhan, idealnya belanja pegawai
harus diseimbangkan antara kepuasan
pegawai yang menerima penghasilan
dengan kemampuan keuangan negara.
4. Mengingat pengelolaan SDM dan
keuangan organisasi Direktorat Jenderal
Anggaran berada pada lingkup tugas
Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran,
maka sangat diharapkan agar Sekretariat
Direktorat Jenderal Anggaran proaktif
dalam menyusun kebijakan remunerasi dan
memberikan umpan balik kepada instansi
yang lebih tinggi tentang kendala-kendala
yang dihadapi pada praktek pengelolaan
dan pemberian remunerasi yang telah dan
sedang berjalan. Dengan demikian,
informasi tentang kendala yang dihadapi
dapat diketahui oleh instansi yang lebih
tinggi yang berwenang sehingga membuat
kebijakan-kebijakan yang lebih akomodatif
mengenai remunerasi kepada pegawai
khususnya pada lingkup Sekretariat
Direktorat Jenderal Anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
De Pora, Antonio. (2011). Remunerasi
(Kompensasi dan Benefit). Tangerang:
Rana Pustaka.
Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Indeks.
Handoko, T. Hani. (2011). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, Malayu S.P. (2011). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Indriantoro, Nur. (2012). Metodologi
Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Kadarisman, M. (2012). Manajemen
Kompensasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Retrieved
from Kementrian Keuangan website:
www.sdm.depkeu.go.id
Robbins, Stephen P. (2008). Perilaku
Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Wahjono, Sentot Imam. (2010). Perilaku
Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 291
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
DAMPAK INOVASI TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN DAN
TINGKAT PENGANGGURAN
M.A.S Sridjoko Darodjatun
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstract: This research discusses the effects of poverty and unemployment on innovation. In
Indonesia, the low innovation figure, around 5.3% causes the less maximum economic growth. Compared to industry sector, the intensive technology can contribute to 27% of PDB, but it can
only employ 13% of labor. Meanwhile, the service sector supporting 7% of PDB merely employ
2% of labor.
Keywords: Innovation; Poverty; Unemployment rate; Economic growth; PDB.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan bangsa di masa depan
bertumpu kepada teknologi dan ekonomi. Baik
teknologi dan ekonomi berjalan bersama-
sama. Suatu bangsa harus menguasi teknologi
agar ekonominya dapat tumbuh. Sumber
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi
di tentukan oleh kekuatan dan daya inovasi.
Indonesia saat ini, belum mengedepankan
peran dan fungsi inovasi untuk pertumbuhan
ekonomi dan kemajuan teknologi. Hal ini
dapat dilihat dari data berikut ini.
1. Nilai inovasi Indonesia hanya sebesar 3,6
pada tahun 2012.
2. Indonesia dalam posisi urutan 108 di dunia
dalam ranking indeks ekonomi berbasis
pengetahuan, sebagaimana tampak pada
Tabel 1.
3. Inovasi belum menjadi bagian utama dari
pertumbuhan ekonomi. Karena
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
tergantung kepada konsumsi sebesar 63%
yang terdiri dari permintaan ekspor dan
investasi. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6,5
% pada tahun 2011.
4. Inovasi tidak menjadi fokus dari industri
yang tumbuh di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari data pertumbuhan industri
bahwa tidak terdapat kaitan dengan
inovasi, melainkan karena bahan mentah
atau pabrik rakitan atau seconday
component.
Jika inovasi dapat dinaikkan ke angka 14
% GDP, maka PDB per kapita Indonesia bisa
didongkrak ke angka 16.000 dolar AS yang
memposisikan Indonesia pada status negara
maju (advanced economy) (MP3EI, 2011). Hal
ini memberikan isyarat penting bahwa inovasi
di luar faktor produksi konvensional tanah
(land), buruh (labour) dan modal (capital)
merupakan komponen penting, jika bukan
terpenting dalam pertumbuhan ekonomi.
Untuk merealisasi skenario pertumbuhan
menjadi 14 % dengan sumbangan inovasi,
perlu dikembangkan sistem inovasi nasional
yang berkelanjutan (sustainable national
innovation system). Melalui pengembangan
sistem inovasi nasional yang berkelanjutan,
penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat dilaksanakan
secara konsisten, bertahap, berjenjang, dan
berkelanjutan. Sistem inovasi nasional
meliputi sebuah visi masa depan, tatanan dan
struktur, mekanisme, kompetensi inti,
kemampuan sumber daya manusia dan budaya.
Sebagai sistem inovasi yang berkelanjutan,
perlu didorong tumbuhnya pelaku inovasi
yang unggul dan bersinergi satu sama lain.
Pelaku inovasi adalah akademisi, pebisnis,
masyarakat madani, dan pemerintah. Di
Indonesia, sistem inovasi yang berkelanjutan�
292 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
dikenal dengan Sistem Inovasi Nasional. Tapi
dalam perjalannya, Sistem Inovasi Nasional
yang berada pada instansi pemerintah dan
lembaga penelitian masih bersifat lokal karena
mempunyai karakter dan versi sendiri-sendiri
berdasarkan kebutuhan, kepentingan, dan
kompetensi masing-masing instansi. Sehingga
tidak dapat mendobrak dan daya dukung untuk
menumbuhkan inovasi sebagai budaya bangsa.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa
dampak inovasi di Indonesia terhadap
pertumbuhan nasional akan meningkat secara
cepat. Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengaruh tingkat
kemiskinan terhadap inovasi apakah
bersifat positif atau negatif?
2. Bagaimanakah pengaruh tingkat
pengangguran terhadap inovasi?
TINJAUAN PUSTAKA
Inovasi
Inovasi atau innovation berasal dari kata to
innovate yang mempunyai arti membuat
perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang
baru. Inovasi kadang
pula diartikan sebagai
penemuan, namun
berbeda maknanya
dengan penemuan
dalam arti discoveryatau invention
(invensi). Discovery
mempunyai makna
penemuan sesuatu
yang sebenarnya
sesuatu itu telah ada
sebelumnya, tetapi
belum diketahui.
Sedangkan invensi
adalah penemuan
yang benar-benar
baru sebagai hasil
kegiatan manusia.
Sedangkan invent
yang dalam kamus
didefinisikan sebagai
menciptakan sesuatu
yang baru yang tidak
pernah ada
sebelumnya. Contoh invention adalah
penemuan Thomas Alva Edison, yaitu
penemuan perekam suara elektronik,
penyempurnaan mesin telegram yang secara
otomatis mencetak huruf mesin, mesin
piringan hitam, dan pengembangan bola lampu
pijar.
Inovasi diartikan penemuan dimaknai
sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang baik berupa discovery
maupun invensi untuk mencapai tujuan atau
untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam
inovasi tercakup discovery dan invensi.
Inovasi dapat menjadi positif atau negatif.
Inovasi positif didefinisikan sebagai proses
membuat perubahan terhadap sesuatu yang
telah mapan dengan memperkenalkan sesuatu
yang baru yang memberikan nilai tambah bagi
pelanggan. Inovasi negatif menyebabkan
pelanggan enggan untuk memakai produk
Tabel 1.
Knowledge Economic Indicator (KEI)
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 293
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
tersebut karena tidak memiliki nilai tambah,
merusak cita rasa dan kepercayaan pelanggan
hilang. Menurut Joseph Schumpeter (1934)
definisi inovasi dalam ekonomi adalah
“Mengenalkan barang baru dimana para
pelanggan belum mengenalnya atau kualitas baru dari sebuah barang.”
Schumpeter dalam teorinya
menitikberatkan pada pentingnya peranan
pengusaha di dalam mewujudkan suatu
pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu juga
ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan
golongan yang akan terus-menerus membuat
suatu pembaharuan atau inovasi dalam
kegiatan ekonomi. Inovasi itu antara lain:
memproduksi produk-produk baru yang belum
ada di pasar saat ini, mempertinggi efisiensi
produksi dalam menghasilkan suatu barang,
memperluas pasar suatu barang ke pasaran-
pasaran yang benar-benar baru,
mengembangkan sumber bahan baku atau
bahan mentah yang baru dan juga mengadakan
perubahan-perubahan dalam organisasi dengan
tujuan untuk mempertinggi keefisienan
kegiatan perusahaan. Schumpeter juga
membedakan investasi kepada dua golongan,
yaitu penanaman modal otonomi dan
penanaman modal terpengaruh. Penanaman
modal otonomi adalah penanaman modal yang
ditimbulkan pada kegiatan ekonomi yang
muncul sebagai akibat kegiatan inovasi.
Menurut Schumpeter jika semakin tinggi
tingkat kemajuan sesuatu ekonomi maka
semakin terbatas pula kemungkinan untuk
mengadakan suatu inovasi. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi akan berjalan lambat.
Hingga akan tercipta keadaan tidak
berkembang (stationary state).
Kemiskinan
Istilah kemiskinan timbul ketika
sekelompok atau seseorang tidak mampu
mencukupi tingkat kebutuhan ekonomi yang
dianggap sebagai kebutuhan dasar dari standar
hidup tertentu. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
mengatakan bahwa kemiskinan adalah situasi
serba kekurangan yang terjadi bukan karena
dikehendahi oleh si miskin, melainkan karena
tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang
ada padanya.
Kemiskinan menurut Kantor Menteri
Negara Kependudukan/BKKBN adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri dengan taraf
kehidupan yang dimiliki dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun
fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan keluaraga
masuk dalam katagori miskin, antara lain:
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa
faktor internal, yakni: kesakitan, kebodohan,
ketidaktahuan, ketidaktrampilan, ketinggalan
teknologi, ketidakmampuan modal. Sedangkan
beberapa faktor eksternal, antara lain: (1)
Struktur sosial ekonomi yang menghambat
peluang untuk berusaha dan meningkatkan
pendapatan; (2) Nilai-nilai dan unsur-unsur
budaya yang kurang mendukung upaya
peningkatan kualitas keluarga; (3) Kurangnya
akses untuk dapat memanfaatkan fasilitas
pembangunan.
Pengangguran
Pengangguran merupakan suatu ukuran
jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi
mereka sedang melakukan usaha secara aktif
dalam empat minggu terakhir untuk mencari
pekerjaan. Pengganguran merupakan suatu
keadaan dimana seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan
pekerjaan tetapi mereka belum dapat
memperoleh pekerjaan. Pengangguran dapat
terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan
pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan
melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.
Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak
secara aktif mencari mencari pekerjaan tidak
tergolong sebagai penganggur.
Faktor utama yang menyebabkan
pengangguran adalah pengeluaran agregat
yang sedikit. Para pengusaha memproduksi
barang dan jasa dengan maksud untuk mencari
keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan
diperoleh apabila para pengusaha dapat
294 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
menjual barang yang mereka produksi.
Semakin tinggi permintaan, maka semakin
tinggi pula barang dan jasa yang akan mereka
wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan
akan menambah penggunaan tenaga kerja.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang erat di antara tingkat
pendapatan nasional yang akan dicapai dengan
pengunaan tenaga kerja, sehingga semakin
tinggi pendapatan nasional (GDP) semakin
banyak penggunaan tenaga kerja dalam
perekonomian.
Berdasarkan penyebabnya. N. Gregory
Mankiw membagi pengangguran menjadi
empat kelompok, yakni sebagai berikut.
1. Pengangguran Friksional
Pengangguran ini tidak ada pekerjaan
bukan karena tidak dapat memperoleh
kerja, tetapi karena sedang mencari
pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam
perekonomian yang berkembang cepat,
pengangguran menjadi rendah dan
pekerjaan mudah diperoleh. Sebaliknya
pengusaha susah memperoleh pekerja,
akibatnya pengusaha menawarkan gaji
yang lebih tinggi. Hal ini akan mendorong
para pekerja untuk meninggalkan
pekerjaannya yang lama dan mencari
pekerjaan baru yang lebih tinggi gajinya
atau lebih sesuai dengan keahliannya.
Dalam proses mencari kerja baru ini untuk
sementara para pekerja tersebut tergolong
sebagai penganggur. Mereka inilah yang
digolongkan sebagai pengangguran
normal.
2. Pengangguran Siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang
dengan teguh. Adakalanya permintaan
agregat menjadi naik, hal ini mendorong
pengusaha menaikkan produksinya. Lebih
banyak pekerja baru digunakan dan
pengangguran berkurang. Akan tetapi pada
masa lainnya permintaan agregat turun
dengan cepat. Misalnya, di negara-negara
produsen bahan mentah pertanian,
penurunan ini mungkin disebabkan
kemerosotan harga-harga komoditas.
Kemunduran ini menimbulkan efek kepada
perusahaan-perusahaan lain yang
berhubungan, yang juga akan mengalami
kemerosotan dalam permintaan terhadap
produksinya. Kemerosotan permintaan
agregat ini mengakibatkan perusahaan-
perusahaan mengurangi pekerja atau
menutup perusahaannya, sehingga
pengangguran akan bertambah.
3. Pengangguran Struktural
Tidak semua industri dan perusahaan
dalam perekonomian akan terus
berkembang maju, sebagiannya akan
mengalami kemunduran. Kemerosotan ini
ditimbulkan ditimbulkan oleh salah satu
beberapa faktor berikut, barang baru yang
lebih baik, kemajuan teknologi
mengurangi permintaan ke atas barang
tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat
tinggi dan tidak mampu bersaing, dan
ekspor produksi industri sangat menurun
dikarenakan persaingan yang lebih serius
dari negara-negara lain. Kemerosotan itu
akan menyebabkan kegiatan produksi
dalam industri tersebut menurun, dan
sebagian pekerja terpaksa diberhentikan
dan menjadi pengangur.
4. Pengangguran Musiman
Pengangguran ini umumnya terjadi di
sektor perikanan dan pertanian. Bila
musim hujan penyadap karet dan nelayan
tidak bisa melaksanakan pekerjaan mereka
dan terpaksa menganggur. Musim kemarau
tiba sehingga para petani tidak dapat
mengerjakan sawahnya. Di samping itu
para petani pada umumnya tidak begitu
aktif di antara waktu sesudah menamam
dan sesudah panen. Para penyadap karet,
nelayan dan petani tidak bisa
melaksanakan pekerjaan dalam keadaan
musim tertentu sehingga menyebabkan
mereka menganggur. Pengangguran seperti
ini termasuk digolongkan ke dalam
pengangguran musiman.
Kerangka Pemikiran
Ekonomi berbasis inovasi merupakan
pembaharuan dari model ekonomi neoklasik.
Hal yang membedakannya adalah teori
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 295
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ekonomi klasik tidak melihat bahwa
knowledge-science, teknologi dan inovasi
sebagai variabel fungsi produksi melainkan
tenaga kerja (labour) dan modal (capital).
Penyumbang terbesar dalam
pertumbuhanekonomi justru faktor lain di luar
modal dan jumlah buruh, yakni apa yang
disebut dengan total faktor productivity (TFP),
faktor yang terkait erat dengan penguasaan,
kemajuan, dan aplikasi teknologi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
kerangka pemikiran ini digambarkan dengan
skema seperti pada Gambar 1 berikut.
METODOLOGI PENELITIAN
Harapan yang akan diperoleh dari
penelitian ini adalah mengetahui bagaimana
dampak inovasi terhadap pengurangan tingkat
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.
Variabel yang digunakan antara lain Modal
(capital), Tanah (land), Tenaga Kerja (labor),
Teknologi, Tingkat Kemiskinan, dan Tingkat
Pengangguran. Penelitian ini menggunakan
data time series dari periode 2005 sampai
dengan 2011.
Dalam penelitian ini jumlah variabel yang
digunakan sebanyak 6 variabel. Variabel
tersebut terdiri atas variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen
adalah tingkat kemiskinan dan tingkat
pengangguran, sedangkan variabel independen
adalah Modal (capital), Tanah (land), Tenaga
Kerja (labor), dan Teknologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis
Dalam rangka mewujudkan visi 2025
MP3EI, sebagaimana tampak pada Gambar 2,
dimana PDB akan dinaikkan secara bertahap
mulai 720 miliar dolar AS pada tahun 2010 ke
angka 1,2 triliun dolar AS pada tahun 2014
Variabel Independen
CAPITAL
SUMBER DAYA
ALAM
TENAGA KERJA
TEKNOLOGI
Tingkat
Kemiskinan
Tingkat
Pengangguran
Variabel Dependen
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
296 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
kemudian pada tahun 2025 minimal 3,76
triliun dolar AS.
Untuk mendongkrak PDB 5 sampai 6 kali
lipat dalam waktu 15 tahun, produktivitas
menjadi determinan. Pertumbuhan masih
mengandalkan kepada penggunakan sumber
daya alam mengandalkan faktor produksi
konvensional tanah (land), tenaga kerja
(labour) dan modal (capital) yang
memberikan kontribusi sebesar 94,7 % dalam
proses produksi nasional di tahun 2010.
Dengan kontribusi inovasi yang rendah,
sekitar 5,3% menyebabkan pertumbuhan
ekonomi yang kurang maksimal. Sebagai
contoh; bahwa sektor pertanian yang masih
menggunakan teknik tradisional, dapat
memberikan kontribusi hanya 15% PDB tetapi
menyerap 38% tenaga kerja, sebagaimana
tampak pada Gambar 3. Hal ini dapat
dibandingkan dengan sektor industri yang
intensif teknologi dapat menyumbang 27 %
terhadap PDB tetapi hanya menyerap 13%
tenaga kerja. Kemudian sektor jasa dapat
berkontribusi 7% PDB tetapi menyerap 2%
tenaga kerja.
Melihat pengalaman
negara-negara maju,
terdapat tiga faktor
produksi, yakni modal
finansial (capital), sains
dan teknologi (S&T), seta
modal manusia (human
capital). Ketiga faktor
tersebut menjadi penentu
pertumbuhan dalam era
ekonomi baru saat ini. Hal
ini menggantikan peran
land, labour dan capital.
Dengan tidak ada faktor
tanah (land) dalam faktor
produksi yang baru
memperlihatkan bahwa
bahan baku utama
pertumbuhan tidak
bersandar kepada sumber
daya alam (natural
resources), tetapi
knowledge-science,
teknologi dan inovasi yang dikombinasikan
dengan capital. Eksploitasi knowledge
merupakan pengganti penggunaan sumber
daya alam, hal ini mampu menciptakan
produktivitas lebih tinggi guna menciptakan
pertumbuhan ekonomi. Jadi knowledge adalah
mesin pertumbuhan ekonomi baru dalam era
baru yaitu ekonomi berbasis inovasi
(innovation driven economy).
SIMPULAN DAN SARAN
Kebijakan Yang Dapat Diterapkan
Ekonomi berbasis inovasi merupakan
pembaharuan dari model ekonomi neo-klasik.
Hal yang membedakanya adalah teori ekonomi
klasik tidak melihat bahwa knowledge-science,
teknologi dan inovasi sebagai variabel fungsi
produksi melainkan tenaga kerja (labour) dan
modal (capital).
Dengan penguatan human capital dan
kesiapan teknologi akan diraih pertumbuhan
tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat,
Indonesia memerlukan keunggulan-
keunggulan kompetitif. Indonesia tidak boleh
menggantungkan lagi pada keunggulan
Gambar 2
Visi 2025
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 297
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Tabel 4
Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif
Gambar 3
Transformasi Perkembangan Ekonomi Suatu Negara
298 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
komparatif (sumber daya alam melimpah atau
buruh murah). Dengan bertumpu pada
keunggulan kompetitif akan diperoleh PDB
sebesar 5 atau 6 kali lipat dapat diperoleh.
Indonesia dewasa ini masih bertumpu
kepada labor intensive dan akan diubah secara
bertahap menuju skilled labor intensive
kemudian pada akhirnya akan beralih ke
human capital intensive. Dengan humancapital yang berkualitas merupakan bahan
baku utama dalam innovation driven economy.
Diharapkan keunggulan kompetitif ini,
Indonesia dapat mampu mendapatkan PDB
yang tinggi pada tahun 2025.
Secara umum pendekatan yang dilakukan
MP3EI untuk merubah perekonomian
Indonesia adalah dari sisi demand, melalui
investasi di sektor industri dan infrastruktur
dan perdagangan internasional. Sedangkan
dari sisi supply melalui pertumbuhan total
faktor productivity yang dicapai dengan cara
skala ekonomi, peningkatan kapasitas sosial
untuk menguasai dan mengembangkan
teknologi.
Berdasarkan pendekatan-pendekatan
tersebut MP3Ei membuat tiga strategi utama,
yakni: (1) Penguatan Koridor Ekonomi
Indonesia sebagai pusat pertumbuhan; (2)
Penguatan Konektivitas Nasional; dan (3)
Percepatan kemampuan iptek nasional.
DAFTAR PUSTAKA
American Internasional Journal of
Contemporary Research. (2011). Impact
of Innovation, Teknology and Economic
Growth on Entrepreneurship. American
Internasional Journal of Contemporary Research, Vol 1 No.1 , July 2011.
Bank Indonesia. (2011) Ketahanan
Perekonomian Indonesia di tengah
ketidakpastian ekonomi global. Laporan
Perkonominan Indonesia.
Drucker, PF. (1991). Innovasi dan
kewirausahaan: Praktek dan Dasar-dasar. Terjemahan. Rusdji Naib. Jakarta:
Erlangga.
Kajian Lemhanas RI. (2012). Pengembangan
Ekonomi Kreatif guna Menciptakan
Lapangan Kerja dan Mengentaskan
Kemiskinan dalam Rangka Ketahanan
Nasional. Jurnal kajian Lemhanas RI,
Edisi 14.
Komite Inovasi Nasional. (2012). Prospek
Inovasi Indonesia. Jakarta.
Santoso, Urip. (2012). Peranan Sistem Inovasi
Daerah (SIDa) dalam Percepatan
Pembangunan Daerah. Jurnal.
Suryana. (2013). Ekonomi Kreatif. Jakarta:
Salemba Empat.
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 299
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
PERANAN UPDB PEMK SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
ALTERNATIF BAGI USAHA MIKRO
Studi Kasus di Jakarta
Endro Praponco STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
Abstrak: UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)
adalah Lembaga Keuangan Non Bank yang didirikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan
memberikan pinjaman dana bergulir dengan jasa murah/bagi hasil pola syariah dan
persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya
UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen Bank, yaitu untuk membantu penduduk kelurahan
agar tidak terjebak dengan rentenir dan bisa melepaskan mereka dari belenggu kemiskinan.
Tercatat dana sebesar Rp232 miliar telah digulirkan kepada 267 Koperasi Jasa Keuangan
(KJK) di 267 kelurahan dalam program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan
(PEMK). Dengan jumlah pemanfaat sebanyak 90 ribu warga.
Kata kunci: UPDB PEMK , Lembaga Keuangan Mikro, Koperasi KJK, usaha mikro, di Jakarta
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lembaga keuangan, keberadaannya menjadi semakin penting dalam memperlancar kegiatan ekonomi sejalan dengan kemajuan perekonomian yang dicapai suatu negara. Pada perekonomian yang sudah relatif maju menghendaki pelayanan lembaga keuangan yang relatif maju pula, sehingga lembaga keuangan tersebut benar-benar dapat menjadi sarana pendukung bagi para produsen dan konsumen guna memperlancar kegiatan transaksi ekonomi yang mereka lakukan.
Lembaga keuangan mikro adalah bagian dari lembaga keuangan yang dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat kecil terutama usaha mikro. Menurut Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Lembaga Keuangan yang bergerak dalam kredit mikro disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan dikelompokkan sebagai berikut. a. LKM Bank contoh: BPR (dasar
pengaturan: UU Perbankan No. 10/1998, perizinan dan pengawasan oleh Bank Indonesia), BRI Unit (dasar pengaturan: UU Perbankan No. 10/1998, perizinan: Bank Indonesia dan pengawasan: BRI
Cabang, Bank Indonesia untuk BRI secara keseluruhan).
b. LKM Non Bank terbagi 2 kelompok, yaitu: - Formal, contoh: Koperasi SP/USP
(dasar pengaturan: UU Koperasi No. 25/1992 yang disempurnakan dengan UU Perkoperasian No 17 tahun 2012), perizinan dan pengawasan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM)
- Non Formal, contoh: LSM, KSM, BMT dan Arisan
Kredit yang disalurkan KSP/USP tergolong kredit mikro, yaitu kredit yang ukurannya dibawah Rp 50 juta. Sedang menurut Standar Internasional Kredit mikro besarnya kira-kira US $5.000. Tetapi rata-rata secara nasional pinjaman kredit mikro sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta (Noer Soetrisno, dalam Endro, 2006).
Di Banglades, Prof. Muhammad Yunus mendirikan lembaga keuangan mikro yang diberi nama Grameen Bank pada tahun 1976, yang berhasil mengangkat jutaan rakyat Banglades dari kemiskinan dan memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006.
300 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Grameen Bank adalah lembaga keuangan yang
berorientasi kepada rakyat kecil.
Di DKI Jakarta, Pemda DKI Jakarta
mendirikan lembaga keuangan mikro yang
bertujuan membantu rakyat kecil seperti yang
di lakukan oleh Prof Muhammad Yunus.
UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) adalah
Lembaga Keuangan Non Bank yang didirikan
oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan
memberikan pinjaman dana bergulir dengan
jasa murah/bagi hasil pola syariah dan
persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil
terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya
UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen
Bank, yaitu untuk membantu penduduk
kelurahan agar tidak terjebak dengan rentenir
dan bisa melepaskan mereka dari belenggu
kemiskinan.
Walaupun didirikan dengan dana dari
APBD dan pengelolaannya mengedepankan
profesionalisme, tetapi tantangan dan masalah
selalu ada terutama sebagian masyarakat yang
kurang patuh mengembalikan. Karena
menganggap bahwa dana yang berasal dari
APBD merupakan bantuan yang tidak perlu
dikembalikan. Dalam menyalurkan dana
bergulir, UPDB PEMK tidak secara langsung
kepada masyarakat tetapi melalui Koperasi
Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK) yang ada
di Kelurahan. Jumlah KJK yang ada
dikelurahan sebanyak 250 di tersebar di 267
Kelurahan. Usaha Mikro dan Kecil di DKI
Jakarta mengalami pertumbuhan tahun 2000
sebanyak 719.941 maka pada tahun 2006
sebanyak 1.104.913 (naik 34 %) (BPS, 2006).
Saat ini UPDB PEMK telah menyalurkan
kepada masyarakat dan usaha mikro di DKI
Jakarta sampai dengan Nopember 2011
sebesar Rp 223.693 800.000,- untuk 89.999
pemanfaat/ usaha mikro. Tantangan ke depan
adalah jangan sampai terulang pengalaman
program PEMK yang terdahulu, yang
mengalami kemacetan sangat tinggi.
PEMBAHASAN
Sejarah dan Perkembangan UPDB PEMK
Diawali dengan Program Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (PPMK) pada tahun
2001 oleh Pemda DKI Jakarta dengan tujuan
membantu masyarakat kecil yang terkena
imbas krismon (krisis moneter), kemudian atas
rekomendasi hasil audit BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) agar dana bergulir
dikelola oleh lembaga keuangan mikro yang
berbadan hukum guna memberikan landasan
operasional keuangan yang kuat, diantaranya
terkait dengan diterbitkannya Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Nomor 61 tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dilandasi keinginan tetap melanjutkan
program pemberdayaan masyarakat karena
terbukti memberi manfaat bagi warga
masyarakat DKI Jakarta, pada tahun 2008
Pemda DKI Jakarta menerbitkan Peraturan
Gubernur No. 96 tahun 2008 tentang
Pengelolaan dana Bergulir Pemberdayaan
Ekonomi masyarakat (PEMK) menggantikan
PPMK Bina Ekonomi.
Sekarang ini, dana bergulir dikelola sendiri
oleh Pemda DKI Jakarta, melalui Unit
Pengelola Dana Bergulir (UPDB) yang berada
di bawah Dinas Koperasi, UMKM dan
Perdagangan Prov DKI Jakarta. Sedangkan
pelaksana penyaluran dana bergulir kepada
usaha mikro di tiap-tiap kelurahan dibentuk
Koperasi Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK)
yang didirikan oleh masyarakat kelurahan
sebagai pengganti dari Dewan Kelurahan
(Dekel) dan Unit Pengelola Keuangan
Masyarakat Kelurahan (UKMK) yang selama
ini mengelola dana bergulir PPMK.
Perkembangan Dana Bergulir PEMK di
Jakarta
Pada tahun 2009, dana bergulir yang telah
disalurkan oleh UPDB PEMK melalui
kerjasama dengan KJK sebesar Rp 46.718.
000.000 , kepada usaha mikro 16.744 orang.
Pada tahun 2010, dana bergulir yang telah
disalurkan Rp 92.341.100.000, kepada usaha
mikro 8.901 orang. Pada tahun 2011, dana
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 301
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
bergulir yang telah disalurkan Rp
84.634.200.000, kepada usaha mikro 34.354
orang. Total dana bergulir yang telah
disalurkan kepada usaha mikro di DKI Jakarta
sampai dengan Nopember 2011 sebesar Rp
223.693 800.000,- untuk 89.999
pemanfaat/usaha mikro. Unit Pengelola Dana
Bergulir (UPDB) mengucurkan permodalan
bergulir bagi KJK-PEMK dengan nominal
Rp. 500 juta tiap KJK-PEMK. Pada
November 2011 jumlah KJK PEMK yang
telah menerima dan menyalurkan dana
bergulir kepada masyarakat berjumlah 250
KJK di 250 kelurahan dari 267 kelurahan yang
ada di DKI Jakarta. Jadi ada 17 KJK yang
belum menerima dan menyalurkan dana
bergulir karena persyaratan yang belum
terpenuhi.
Tabel 1 Data KJK Penerima dana bergulir PEMK per wilayah Per November 2011
(Sumber: UPDB PEMK Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Prov DKI Jakarta, 2011)
Tabel 2 Indikator Perkembangan Penyaluran Dana Bergulir PEMK (Rp.000) 2009 2010 2011
WilayahNilai Pemanfaat Nilai Pemanfaat Nilai Pemanfaat
Jak. Utara 4.470.000 1.362 12.865.600 7.181 8.397.700 3.205
Jak Timur 10.260.000 3.484 25.880.000 7.642 21.913.500 9.043
Jak Selatan 11.268.500 3.597 23.930.500 8.857 21.880.000 6.466
Jak Barat 10.740.000 4.221 14.735.000 7.549 17.643.000 8.740
Jak Pusat 9.680.000 4.020 14.930.000 7.672 14.260.000 6.740
Kp Seribu 300.000 60 - - 540.000 160
JUMLAH 46.718. 000 16.744 92.341.100 8.901 84.634.200 34.354
(Sumber: UPDB PEMK Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Prov DKI Jakarta.)
Dengan demikian akumulasi dana bergulir
yang tersalur semenjak launching tahap ke-1
pada 30 Oktober 2009 dana bergulir yang
sudah direalisasikan sampai dengan
penyaluran tahap ke-21 sebesar
Rp232.393.800.000. Dana bergulir yang sudah
direalisasikan sampai dengan penyaluran tahap
ke-22, sebesar Rp248.181.800.000 untuk 250
KJK PEMK dengan sebanyak 97.391
pemanfaat usaha mikro. Dana bergulir yang
sudah direalisasikan sampai dengan
penyaluran tahap ke-23, sebesar Rp257 miliar
untuk 251 KJK PEMK dengan pemanfaat
sebanyak lebih kurang 99.000 pemanfaat.
Meningkatkan roda perekonomian warga
di tingkat kelurahan, Pemprov DKI Jakarta
kembali menyalurkan dana Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Kelurahan (KJK
PEMK). Pada tahap ke-22 ini dana yang
digulirkan sebesar Rp15,788 miliar kepada 44
Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK dengan
jumlah pemanfaat awal usaha mikro sebanyak
4.410 pemanfaat. Tahap ke-22 ini disalurkan
sebesar Rp15.788.000.000 yang akan
diserahkan kepada 44 KJK PEMK dengan
Wilayah Jumlah KJK Jumlah
Kelurahan
KJK yg belum
mengusulkan
Jakarta Utara 30 31 1
Jakarta Timur 61 65 4
Jakarta Selatan 59 65 6
Jakarta Barat 54 56 2
Jakarta Pusat 44 44 0
Kepulauan Seribu 2 6 4
JUMLAH 250 267 17
302 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
pemanfaat awal usaha mikro sebanyak 4.410
orang pemanfaatan dalam kegiatan Penyaluran
Dana Bergulir PEMK Tahap ke-22, di Kantor
UPDB PEMK, Jl. Raya Kalimalang Kavling
Agraria , Duren Sawit, Jakarta Timur.
Memasuki tahap ke-23, dana yang
digulirkan sebesar Rp9,530 miliar kepada 23
Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK dengan
jumlah pemanfaat sebanyak 2.905 usaha
mikro. Dengan demikian akumulasi dana
bergulir yang tersalur semenjak launching
tahap ke-1 sampai dengan tahap ke-23 hari ini
sebesar Rp257 miliar untuk 251 KJK PEMK
dengan sebanyak lebih kurang 99.000
pemanfaat.
Pemberdayaan masyarakat melalui
pemberian pinjaman modal usaha terus
dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Tercatat dana
sebesar Rp232 miliar telah digulirkan kepada
267 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) di 267
kelurahan dalam program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK).
Dengan jumlah pemanfaat sebanyak 90 ribu
warga.
Sekarang seluruh kelurahan di DKI Jakarta
telah mempunyai KJK untuk mengelola dana
bergulir PEMK. Sesuai dengan misi pendirian
UPDB PEMK, yaitu mencegah masyarakat
kelurahan dari rentenir serta meningkatkan
kesejahteraan penduduk miskin, maka usaha
UPDB PEMK yang paling utama adalah usaha
pinjaman yang dirancang dengan persyaratan
yang sangat sederhana, yaitu: Tanpa agunan
(hanya menunjukkan KTP dan KK/Kartu
Keluarga), angsuran mingguan atau bulanan,
bunga relatif rendah (2% per bulan) serta
berlaku untuk semua kegiatan. Letak KJK
yang relatif dekat dan berada di wilayah
kelurahan yang bersangkutan, serta pengurus
yang terdiri dari tokoh masyarakat dan aparat
kelurahan yang sudah mereka kenal dengan
baik, tentu saja bisa menyebabkan masyarakat
merasa lebih nyaman dan leluasa dan tidak
merasa ada hambatan psikologis untuk
mengajukan pinjaman (banyak penduduk yang
datang ke KJK hanya berjalan kaki dan pakai
sandal). Apalagi pada umumnya jumlah
pinjaman mereka relatif sedikit untuk ukuran
perbankan, sebagian bahkan hanya meminjam
sebesar Rp 5.000.000 digunakan untuk modal
usaha (produktif) maupun untuk kebutuhan
menyekolahkan anak, membeli peralatan
rumah tangga dll (konsumtif).
1. Ketentuan kerjasama antara KJK PEMK
dan UPDB PEMK Untuk mengajukan dana bergulir, KJK
PEMK tidak mudah namun juga tidak sulit,
sepanjang KJK memenuhi persyaratan yang
diminta UPDB PEMK. Saat pengajuan
permohonan dana bergulir pada prinsipnya
mirip dengan pengajuan pinjaman di Bank,
ada beberapa persyaratan administrasi yang
harus dilengkapi, ada survei, kelancaran
pengembalian angsuran pokok dana bergulir
kepada UPDB PEMK, juga dibutuhkan analisa
kinerja KJK dalam mengelola dana bergulir.
Untuk mengajukan dana bergulir KJK juga
mempersiapkan calon anggota pemanfaat yang
potensial yang telah mengajukan dana
bergulir kepada KJK agar pada saat dana
diterima dari UPDB PEMK, dana tersebut
dapat langsung digulirkan kepada pemanfaat
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jadi
persyaratan yang harus dipersiapkan untuk
memperoleh tambahan dana bergulir, antara
lain:
a. Surat permohonan dana bergulir
b. Kelengkapan Administrasi Pengurus dan
Pengelola KJK PEM
c. Laporan keuangan 3 bulan terakhir
d. Kolektibilitas Pemanfaat Dana Bergulir
e. Daftar calon pemanfaat dana bergulir
f. Business plan
2. Jangka waktu kerjasama Jangka waktu kerjasama penyaluran dana
bergulir dengan UPDB PEMK adalah 2 tahun.
Dan bila lancar dan masih ingin mengajukan
pinjaman dana bergulir maka KJKdapat
mengajukan lagi ke UPDB PEMK. Jangka
waktu pinjaman (tenor) pada awalnya adalah
2 tahun sekarang diubah menjadi 3 tahun.
3. Prosentase bagi hasil
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 303
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Prosentase bagi hasil dari yang
sebelumnya 25 persen untuk UPBD (Unit
Pengelolaan Dana Bergulir) dan 75 persen
untuk KJK PEMK, kini menjadi 10 persen
untuk UPBD dan 90 persen untuk KJK PEMK.
Permasalahan dan Upaya Pengembangan
KJK dan UPDB PEMK
Sebenarnya di samping KJK yang dapat
dana bergulir dari UPDB PEMK dan
menyalurkan lagi ke masyarakat, lembaga
keuangan lain yang juga mempunyai segmen
pasar penduduk miskin di Kelurahan adalah
Bank gelap, rentenir dan lain-lain. Karena
prosedurnya yang sangat sederhana, tanpa
agunan serta diberikan kemudahan untuk
meminjam dan mencicil dengan cara door to
door, maka penduduk yang menjadi nasabah
rentenir, walaupun bunganya tinggi (mencapai
10% per bulan) tetapi usaha mikro
keuntungannya usahanya masih lebih besar
dari bunga yang harus dibayarkan, maka
mereka tetap masih mau menjadi nasabah
rentenir (Ahmad, 2012).
Ada permasalahan menyangkut
kemampuan SDM pengelola/pengurus KJK-
PEMK, Pengelolaan opersional yang masih di
anggap sama dengan program sebelumnya
(program P2KP dan PPMK). Diluar dua hal
tersebut di atas, sebagian kalangan tokoh
masyarakat dibeberapa kelurahan menilai
program KJK-PEMK ini terkesan “tergesa-
gesa” dan serentak. “Hal inilah yang
mengakibatkan beberapa kendala yang muncul
di lapangan.”
1. Kelemahan UKM
Kelemahan di bidang permodalan karena
usaha kecil mengalami kesulitan menggali
dana dari sumber permodalan yang berasal
dari lembaga keuangan formal (bank).
Kesulitan ini timbul karena kegitan usahanya
memiliki skala yang terlalu kecil dan pada
umumnya tidak memiliki administrasi yang
baik serta sebagian besar berbentuk badan
usaha perorangan/keluarga (Masngudi, 2011).
Di samping itu untuk mendapatkan kredit
dari Lembaga Keuangan formal, masyarakat
biasanya dihadapkan pada persyaratan formal
administrasi seperti: persyaratan agunan atau
jaminan. Sedangkan persyaratan ini pada
umumnya belum dimiliki oleh pengusaha
kecil. Pada umunya asset yang mereka miliki
terutama asset fisik seperti tanah, rumah dan
lain sebagainya belum ada sertifikat
formalnya. Dan sebagian dari mereka tidak
memiliki asset fisik kalaupun ada nilainya
sangat kecil. Hal lain yang memberatkan
adalah mekanisme perbankan yang berbelit-
belit, sangat birokratis sehingga prosesnya
lama dan biaya transaksinya mahal. Di
samping itu plafon kredit yang berasal dari
lembaga keuangan formal biasanya terlalu
besar bagi pengusaha kecil (Amir, 2010).
Sejumlah besar anggota masyarakat belum
terjangkau oleh lembaga keuangan formal dan
oleh karena itu dalam memenuhi keperluan
mereka dilayani oleh lembaga keuangan
informal (Amir, 2010). Karakteristik lembaga
keuangan informal adalah tingkat bunganya
sedemikian tinggi. Menurut AC Partadirja
(2010) tingkat bunga yang dikenakan lembaga
keuangan informal adalah 25 sampai 30
per/bulan sehingga sangat menguntungkan
bagi para pelepas uang dan kurang
menguntungkan bahkan merugikan para
peminjam.
Warga masyarakat yang menyadari
pentingnya pemecahan masalah yang mereka
hadapi di bidang keuangan tersebut secara
bersama-sama dan bergotong royong telah
membentuk koperasi yang memiliki kegiatan
simpan pinjam. Koperasi mengumpulkan
sejumlah simpanan dari para anggotanya dan
secara bergiliran mereka manfaatkan dalam
bentuk pinjaman. Koperasi lebih sederhana
dalam pelayanan tanpa ada prosedur birokrasi
yang pada umumnya masih dianggap asing
oleh para anggotanya (Masngudi, 2011).
2. Kendala akses UKM ke Bank
Untuk mendapatkan modal atau kredit dari
lembaga keuangan formal (Perbankan)
masyarakat biasanya dihadapkan dengan
persyaratan formal administrasi antara lain
adanya persyaratan agunan atau jaminan
304 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
(collateral). Persyaratan yang demikian pada
umumnya tidak atau belum dimiliki oleh
masyarakat kecil seperti petani, pengusaha
kecil pedagang dan lain-lain Pada umumnya
kekayaan yang mereka miliki terutama assets
fisik seperti tanah dan rumah serta kebanyakan
belum bersetifikat . Dan sebagian dari mereka
tidak memiliki assets fisik kalaupun adanya
nilainya sangat kecil (Ahmad, 2010).
Hal lain yang memberatkan adalah
mekanisme perbankan yang menurut kacamata
masyarakat kecil, berbelit-belit, sangat
birokratis dan biaya transaksinya mahal.
Walaupun pemerintah telah memberikan
subsidi dalam bentuk suku bunga yang rendah
namun tetap menjadi mahal apabila semua
biaya diperhitungkan seperti adanya biaya
administrasi, biaya transaksi, proses yang
lama, bunga bank yang sudah ditentukan
kadang-kadang terdapat denda bunga
akumulatif apabila nasabah menunggak
pembayaran/angsuran (Ahmad, 2010).
Prosedur permintaan kredit yang baku, yang
harus dipenuhi oleh setiap peminjam, serta
masalah lainnya seperti: plafond kredit yang
terlalu besar sehingga kurang layak bagi usaha
kecil. Semua ini mengakibatkan masyarakat
kecil mengalami hambatan untuk memperoleh
bantuan modal berupa kredit murah (Amir,
2010). Keadaan pasar modal keuangan di
kelurahan dan kecamatan kemungkinan besar
akan mengalami ketidaksempurnaan, terutama
menyangkut imperfeksi informasi.
Keadaan tersebut di atas mengakibatkan
masyarakat kecil cenderung memilih lembaga
keuangan informal seperti rentenir atau
pelepas uang. Dipilihnya rentenir karena
beberapa hal, antara lain: (1) prosedur yang
sangat sederhana, (2) dapat dilaksanakan
setiap saat, (3) tanpa agunan d. tanpa biaya
transaksi dan lain-lain.
Namun disisi lain ada beberapa hal yang
kurang menguntungkan dari pelaksanaan
praktek tersebut antara lain: (1) rentenir
berpotensi untuk mengeploitasi sesama
masyarakat, (2) posisi usaha kecil yang
meminjam selalu dalam keadaan lemah dalam
pinjam meminjam, (3) pada umumnya
bunganya sangat tinggi, bisa mencapai sekitar
50% per bulan dan sering mengenakan sistem
bunga berbunga (Amir, 2010).
Untuk mengatasi hal-hal yang dianggap
kurang menguntungkan dari praktek rentenir
tersebut, maka perlu dikembangkan lembaga
keuangan yang berorientasi pada masyarakat
kecil dan mempunyai sifat yang spesifik yang
sesuai wilayah kerja/lokasi yang dilayaninya
dan tidak merugikan masyarakat kecil. Dan
untuk itu sebagian dari masyarakat memilih
membentuk koperasi dengan tujuan akhir
adalah kesejahteraan anggota.
Menurut Amir (2010), karena koperasi
merupakan organisasi tatap muka (Face to
face organisation) yang dalam hal ini
pengurus, manajer dan sesama anggotanya
saling mengenal secara pribadi maka biaya
administrasi koperasi dapat diturunkan secara
drastis. Dengan hubungan tatap muka seperti
itu biaya yang diperlukan untuk
mengumpulkan informasi guna mengukur “4
C” nasabah yakni kapasitasnya, modalnya,
kolateral serta karakter pribadinya
menjadi jauh lebih murah bagi koperasi
daripada bank umum biasa yang harus
mempekerjakan personil khusus untuk
melakukan pekerjaan seperti itu atau menyewa
konsultan.
3. Penggunaan kredit dari KSP Adanya pemberian kredit tidak selamanya
memberikan manfaat bagi pihak anggota
tetapi kredit dapat juga menimbulkan kerugian
bagi pihak yang memperoleh pinjaman. Kredit
yang dipinjamkan kepada anggota mestinya
dimanfaatkan untuk pengembangan usaha bagi
anggota yang profesinya sebagai usaha kecil.
Namun demikian, sampai seberapa jauh kredit
yang diberikan oleh KSP pada masa sekarang
ini dapat mempengaruhi keberhasilan usaha
anggota, hal ini masih diperlukan pengkajian
lebih lanjut.
PENUTUP
Kesimpulan
UPDB PEMK (Unit Pengelola Dana
Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 305
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
adalah Lembaga Keuangan Non Bank yang
didirikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan
tujuan memberikan pinjaman dana bergulir
dengan jasa murah/bagi hasil pola syariah dan
persyaratan yang mudah bagi masyarakat kecil
terutama usaha mikro. Motivasi didirikannya
UPDB PEMK hampir sama dengan Grameen
Bank, yaitu untuk membantu penduduk
kelurahan agar tidak terjebak dengan rentenir
dan bisa melepaskan mereka dari belenggu
kemiskinan.
Sekarang ini, dana bergulir dikelola sendiri
oleh Pemda DKI Jakarta, melalui Unit
Pengelola Dana Bergulir (UPDB) yang berada
di bawah Dinas Koperasi, UMKM dan
Perdagangan Prov DKI Jakarta. Sedangkan
pelaksana penyaluran dana bergulir kepada
usaha mikro di tiap-tiap kelurahan dibentuk
Koperasi Jasa Keuangan PEMK (KJK PEMK)
yang didirikan oleh masyarakat kelurahan
sebagai pengganti dari Dewan Kelurahan
(Dekel) dan Unit Pengelola Keuangan
Masyarakat Kelurahan (UKMK) yang selama
ini mengelola dana bergulir PPMK. Setiap
KJK PEMK rata-rata bisa mendapatkan
pinjaman Rp 500 juta.
Tercatat dana sebesar Rp232 miliar telah
digulirkan kepada 267 Koperasi Jasa
Keuangan (KJK) di 267 kelurahan dalam
program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kelurahan (PEMK). Dengan jumlah
pemanfaat sebanyak 90 ribu warga. Sekarang
seluruh kelurahan di DKI Jakarta telah
mempunyai KJK untuk mengelola dana
bergulir PEMK.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Irdam. (2010). “Perkembangan Badan
Kredit Desa di Indonesia”, dalam Jurnal
Dinamia Jayakarta, No. 15.
Amir, Batubara. (2010). Bank Perkreditan
Rakyat Peran Strategisnya Sebagai Unit
Banking System. Jakarta: LPPBS –
Lembaga pendidikan dan Pengembangan
Bank Syariah.
Badan Pusat Statistik. (2006). Perkembangan
Usaha Mikro dan Kecil di Jakarta.
Jakarta: BPS.
Praponco, Endro. (2006). Pengaruh Partispasi
Anggota, Pembinaan kelompok dan
Pemerintah terhadap Kesejahteraan
anggota Koperasi Simpan Pinjam (studi
kasus di Jakarta). Tidak diterbitkan.
Disertasi Doktor pada Universitas
Borobudur, Jakarta.
Yunus, Muhammad. (2007). “Bank Kaum
Miskin”.
Majalah Etos. (2011). Dari PPMK ke PEMK
antara Harapan dan Tantangan.
Masngudi. (1989). Peranan Koperasi Sebagai
Lembaga Pengantara Keuangan (studi
kasus di Bali). Tidak diterbitkan.
Disertasi Doktor pada Universitas
Gadjah Mada, Yogjakarta.
________ . UU Perbankan No. 10/1998,
perizinan dan pengawasan oleh Bank
Indonesia
________ . (1992). Undang-undang Koperasi
Nomor 25 tahun 1992
________ . Undang-undang perkoperasian
Nomor 17 tahun 2012
________ . Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia, Nomor 9 tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam oleh Koperasi.
________ . (2010). Penelitian Intensif
Pengembangan Lembaga Dana dan
Kredit di Jabotabek. Penerbit Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia,
Jakarta
Johan Jabarudin. (2010). Koperasi Kredit
Indonesia Menyonsong Tantangan Abad ke 21. Jakarta: Penerbit BK3I.
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 307
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
STRATEGI SEGMENTASI, TARGETING DAN POSITIONING MAJALAH
EKSEKUTIF TERHADAP MINAT BELI
Imam Suprapta
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstract: This article has the purpose to determine Segmentation For Executive Magazine , to know targetting from The Executive Magazine, to know the Positioning of Magazine Executives,
and to know the Buy Consumer Interests Executive Magazine . The method used is descriptive
analysis . The data were analyzed secondary data . This article shows the results of the analysis
that 1 ) Executive Magazine in the product segment is quite good because it is in accordance
with the vision and mission of the company at the beginning of the establishment of the company
that is providing information about the world of executive ; 2 ) Executive Magazine has a clear
target market . Executive magazine 's target market is the young Executive or Executive
established , which economically is not in doubt ; 3 ) Executive Magazine in mempositioningkan
products different from other similar magazines . And 4 ) Executive magazine is still interested
in loyal customers . The increase in advertising revenue and the sale of the magazine shows , the
Executive magazine is a great product and are able to compete in the market in the Indonesian
media .
Keywords : Targeting , Positioning , Interests Buy.
PENDAHULUAN
Majalah atau sering disebut dengan
media massa adalah salah satu alat yang
banyak digunakan perusahaan dalam
mempromosikan produk yang dihasilkan oleh
perusahaan. Selain itu media untuk promosi,
majalah juga bias membantu orang untuk
mendapatkan informasi, dunia politik, hiburan,
ekonomi, manajemen, gaya hidup, dan lain-
lain. Dengan semakin banyaknya pilihan
media yang ada,saat ini menjadi semakin
menarik bagi perusahaan maupun konsumen
untuk memilih bahan bacaan yang diperlukan.
Media massa memegang peran yang
tidak kalah penting dalam membangun dunia
usaha. Salah satunya sarana untuk
menginformasikan kepada masyarakat
mengenai produk yang dihasilkan. Jika strategi
promosi yang digunakan kurang tepat, akan
susah untuk memasuki pasar bahkan mungkin
akan ditolak oleh pasar.
Contoh: perusahaan mainan anak-anak,
dalam berpromosi harus bias menentukan alat
aa yang akan digunakan. Tujuannya agar cara
berpromosi, waktu pelaksanaan, bisa mengena
langsung pada konsumen yang dituju.
Sarana promosi dewasa ini yang paling
sering digunakan adalah media massa, baik
cetak, elektronik maupun internet. Dengan
adanya media tersebut, persaingan semakin
ketat. Kita lihat berapa banyak bermunculan
media massa dalam beberapa tahun terakhir
sejak era reformasi. Banyaknya media yang
jatung bangun dan buka tutup menunjukkan
bisnis media banyak yang menginncar. Namun
yang bertahan adalah yang bias melakukan
strategi pemasaran yang jitu. Hal inilah yang
dilakukan majalah Eksekutif dalam beberapa
tahun terakhir sehingga mampu bertahan
sampai saat ini.
308 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Tabel 1
Jumlah Penerbitan Di Indonesia
Daerah Penerbitan
(PROVINSI)
JML
Media
Daerah Penerbitan
(PROVINSI)
JML
Media
Nangroe Aceh
Darussalam 9 Jawa Tengah 41
Sumatera Utara 44 DI Yogyakarta 25
Sumatera Barat 17 Jawa Timur 74
Riau 24 Bali 10
Kepulauan Riau 11 Nusa Tenggara Barat 11
Jambi 11 Nusa Tenggara Timur 20
Sumatera Selatan 11 Kalimantan Barat 7
Bangka Belitung 9 Kalimantan Selatan 8
Bengkulu 6 Kalimantan Tengah 8
Lampung 28 Kalimantan Timur 28
Banten 30 Sulawesi Selatan 24
DKI Jakarta 263 Sulawesi Tenggara 11
Jawa Barat 50 Sulawesi Tengah 17
Sumber: Dewan Pers 2007
Untuk dapat menguasai pasar produsen
harus bisa membuat produk yang dihasilkan
bisa menarik minat konsumen. Guna bisa
mewujudkannya produsen harus mengetahui
sejauh mana kebutuhan konsumen akan dunia
informasi. Dengan mempelajari perilaku
konsumen (customer behavior) perusahaan
akan bias memahami, gaya hidup, kebiasaan,
keinginan, perilaku konsumen, bagaimana
konsumen dalam menentukan pilihan.
Bagaimana dengan Majalah EKSEKUTIF?
Majalah Eksekutif adalah majalah yang terbit
bulanan, menyoroti dunia eksekutif (Majalah
Bisnis dan Manajemen). Isi Majalah Eksekutif
mengulas masalah ekonomi bisnis,
Manajemen, Profil, Kiat Sukses, Wisata, Gaya
Hidup dan hal-hal yang berkaitan dengan
kaum eksekutif. Majalah Eksekutif
memfokuskan diri pada majalah bisnis dan
manajemen. Content majalah kebanyakan
mengenai masalah manajemen dan ekonomi
bisnis. Perkembangan dunia usaha dan
perkembangan perekonomian merupakan
informasi yang harus selalu diikuti.
Dengan melihat persaingan bisnis media
belakangan ini, terlebih lagi sejak
dihapuskannya Departemen Penerangan dan
era keterbukaan (reformasi), izin penerbitan
menjadi tak berlaku lagi. Karena semua bias
menerbitkan media. Akan tetapi untuk bisa
diterima oleh pasar tidaklah mudah. Selain
harus memiliki kualitas yang bagus, brand
yang kuat, media tersebut harus terfokus. Baik
dari segi isi, sasaran dan ke arah mana
perusahaan akan dibawa. Hal ini terlihat dari
banyaknya media yang tutup karena tidak laku
diparas.
Majalah Eksekutif masih mampu
bertahan sampai sekarang dalam usia lebih
dari 30 tahun dan bahkan masih tetap eksis
dalam dunia media di tanah air meskipun
sempat goyang diterpa badai krisis ekonomi
tahun 1997-an. Dengan melihat kondisi
perusahaan yang mampu melewati masa-masa
sulit, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Strategi Segmentasi,
Targeting dan Positioning Majalah Eksekutif
Terhadap Minat Beli.
Dalam melihat permasalahan, konsumen
merupakan target utama yang harus di amati
oleh perusahaan, jika perusahaan tersebut
ingin tetap bertahan, dan berkembang. Tanpa
konsumen perusahaan tidak akan bisa hidup.
Untuk bisa mengetahui secara keseluruhan
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 309
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
dengan jelas dan pasti tetang produk Majalah
Eksekutif berkaitan dengan Segmentasi,
Targeting, dan positioningnya, peneliti
mencoba malakukan identifikasi masalah
antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana Segmentasi yang dilakukan ?
2. Bagaimana Targeting yang dilakukan ?
3. Bagaimana Positioning yang dilakukan ?
4. Bagaimana Minat Beli Konsumen pada
Majalah Eksekutif ?
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Segmentasi Majalah
Eksekutif.
2. Untuk mengetahui Targeting Majalah
Eksekutif
3. Untuk mengetahui Positioning Majalah
Eksekutif
4. Untuk mengetahui Minat Beli Konsumen
Majalah Eksekutif.
TINJAUAN PUSTAKA
Segmentasi
Dalam memahami prilaku konsumen suatu
produk, kita harus bisa melakukan pemilahan-
pemilahan terhadap kepada siapa produk kita
akan di pasarkan. Sementara dalam
memasarkan produk kita harus jeli terhadap
kondisi pasar. Salah satu dari strategi
pemasaran produk agar bisa berhasil adalah
segmen kita harus tepat. Sementara konsumen
kita terdiri dari banyak macam, mulai dari
individu, kelompok, dan latar belakang serta
karakteristik yang berbeda-beda. Dengan
banyaknya perbedaan tersebut, yang paling
mencolok sekali adalah perbedaan jenis
kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, usia,
suku, serta stratasosial. Banyak teori tentang
segmentasi, namun pada dasarnya mereka
mengartikan segmentasi sesuai dengan
pemahaman yang mereka pahami. Segmentasi
(Rambat Lumpioadi – A. Hamdani, 206)
mengartikan: membagi pasar menjadi
kelompok pembeli yang dibedakan menurut
kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku,
yang mungkin membutuhkan produk yang
berbeda. Sedangkan segmentasi dalam (Philip
Kotler, 1997) mengidentifikasi dan
membentuk kelompok pembeli yang berbeda
yang mungkin meminta produk dan/atau
bauran pemasaran itu sendiri. Segmentasi
pasar dilakukan dengan beberapa cara antara
lain: tingkat segmentasi, pola segmentasi,
prosedur segmentasi, sehingga segmentasi bisa
dilakukan dengan efektif.
Budaya dapat menciptakan segmen
tersendiri (Nugroho J. Setiadi, 2003: 348).
Budaya lebaran bisa menciptakan segmen
“mudik lebaran”. Pakaian mini dan ketat bisa
menjadikan segmen ABG (Anak Baru Gede).
Pengelompokan segmen pasar dilakukan agar
dalam memasarkan produk, produsen lebih
efektif dan berkonsentrasi terhadap segmen
yang dituju. Produsen juga bisa
mengembangkan sesuai dengan yang
diinginkan konsumen, sehingga apa yang
diingikan bisa terpenuhi. Hal ini akan
berdampak pada loyalitas dan kepuasan
konsumen. Untuk mengoptimalkan dalam
melayani konsumen, segmentasi
dikelompokkan dalam beberapa segmen antara
lain geografis, demografi, psikografis.
Dalam Segmentasi geografis, produsen
mengidentifikasikan kelompok atas faktor
lingkup pasar, kepadatan penduduk, iklim
yang mempengaruhi, dan standarisasi pasar
yang ada (Rambat Lumpioadi — A. Hambali,
2000). Dalam Manajemen Pemasaran (Philip
Kotler, 1997) segmentasi geografi
mengharuskan pembagian pasar menjadi unit-
unit geografis yang berbeda-beda seperti
negara, wilayah, propinsi, kota atau
lingkungan. Misalnya mobil kijang dengan
produk nasionalnya, namun melakukan
penjualan mencapai manca negara. Hal ini
pasti sudah diperhitungkan meskipun dengan
produk identik nasional (Indonesia) akan tetapi
faktor fungsi sudah disesuaikan dengan
wilayah lokal lainnya.
Segmentasi geografi dibagi
berdasarkan kelompok-kelompok tertentu
seprti usia, keluarga, jenis kelamin, siklus
hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan,
pendidikan, agama, ras, negara, dan kelas
sosialnya (Philip Kotler, 1997). Segmentasi
demografis merupakan dasar yang paling
banyak untuk membedakan kelompok
310 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
konsumen. Bahkan jika variable pasar sasaran
diuraikan dalan non demografispun, hubungan
dengan demografis sangat dibutuhkan untuk
mengetahui ukuran pasar sasaran dan media
apa yang harus digunakan untuk
menginformasikan kepada konsumen.
Demografis melibatkan berbagai faktor seperti
jenis kelamin, usia, ukuran keluarga, dan lain
sebagainya. Sedangkan pendapatan,
pendidikan, kelas sosial, dan etnis dimasukkan
dalam kategori variable sosial ekonomi
(Rambat Lumpiyoadi— A. Hambali, 2000).
Dalam segmentasi psikografis,
konsumen dibagi menjadi kelompok yang
berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup,
kepribadian (Philip Kotlet, 1997). Dalam
Segmentasi ini pengelompokan dilakukan
dengan segmen demografis yang sama, tidak
menutup kemungkinan, psikografisnya akan
berbeda sama sekali. Hal ini dimungkinkan
karena perilaku konsumen meskipun pada
demografis dan geografis sama akan tetapi
psikografisnya berbeda-beda.
Untuk memahami psikografis,
segmentasi psikografis tidak dapat dibuat
penjelasan dalam ukuran kuantitatif.
Psikografis mengacu pada tingkah laku
masyarakat dan gaya hidup yang dianut
(Rambat Lumpiyoadi — A. Hambali, 2000).
Gaya hidup diidentifikasikan sebagai cara
hidup yang didefinisikan oleh bagaimana
orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa
yang mereka anggap penting dalam
lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang
mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri
dan juga dunia disekitarnya (pendapat)
(Sutisna, 2000).
Perbedaan gaya hidup konsumen
berarti pula berbeda pula sikap dan perilaku
konsumen. Kalau membahas perilaku
konsumen, kita harus bisa memahami apa
yang seharusnya dilakukan untuk bisa
memenuhi keinginan konsumen, sehingga
menimbulkan minat konsumen terhadap
produk yang dipasarkan.
Targeting (Pasar Sasaran)
Targeting (pasar sasaran) merupakan tindakan
lebih lanjut dari apa yang sudah dilakukan
oleh produsen/ setelah melakukan segmentasi.
Setelah mengevaluasi segmen-segmen yang
ada, perusahaan dapat memilih pasar sasaran
dengan beberapa pola (lima pola) antara lain:
Konsentrasi segmen Tunggal, Spesialisasi
Selektif, Spesialisasi Produk, Spesialisasi
pasar, Cakupan seluruh pasar (Philip Kotler,
2000).
Setelah melakukan evaluasi, perusahaan
harus memutuskan segmen mana yang akan
diambil dan dilayani. Hal ini kita sebut pasar
target (Rambat Lumpiyoadi — A. Hamdani,
2006). Pasar target terdiri atas kumpulan
pembeli dengan kebutuhan atau karakteristik
serupa yang akan dilayani oleh perusahaan.
Tiga factor yang harus diperhatikan dalam
segmen pasar agar tidak mengalami kesalahan
dalam menentukan target pasar : 1) Ukuran
dan Pertumbuhan Segmen, 2) Daya tarik
Struktural Segmen, dan 3) Sasaran dan
Sumber Daya Perusahaan.
Positioning
Bagaimana perusahaan, produk, dan merek
dapat dideferensiasikan. Dalam kasus tertentu,
perusahaan mempunyai tugas mengubah suatu
produk yang tidak terdeferensiasi menjadi
suatu penawaran yang terdeferensiasi. Hal ini
perusahaan harus berhati-hati dalam memilih,
untuk membedakan diri dengan pesaingnya.
Dengan melakukan deferensiasi produk,
perusahaan menuju ke arah positioning
produk.
Sebelumnya kita harus memahami apa
itu positioning? Strategi positioning yaitu
posisi kompetitif yang unik dan berkelanjutan
di dalam industri. Hal ini dapat tercapai
melalui pemberian value yang unik kepada
pelanggan dan juga menjalankan aktivitas
yang berbeda dari para pesaing dalam rantai
proses penciptaan value tersebut (Eksekutif
Februari 2007). Positioning mencakup
perancangan dan penawaran citra perusahaan
agar target pasar mengetahui dan menganggap
penting posisi perusahaan di mata pesaing
(Rambat Lumpiyoadi – A. Hadani, 2006).
Menurut Al Ries dan Trout, positioning tidak
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 311
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
hanya menyangkut apa yang dilakukan
terhadap produk tetapi apa yang kita lakukan
terhadap pikiran atau benak konsumen.
Di sini positioning merupakan konsep
psikologis yang terkait dengan bagaimana
konsumen dapat menerima perusahaan dan
produknya dibandingkan pesaing. Kotler
menyebutkan ada tiga langkah bila kita mau
melakukan posisioning: 1) Mengenali
keunggulan-keunggulan yang mungkin dapat
ditampilkan dalam hubungan dengan pesaing ;
2) Memilih keunggulan-keunggulan yang
paling kuat atau menonjol ; 3) Menyampaikan
keunggulan itu secara efektif kepada target
pasar
Keunggulan atau perbedaan yang
dimiliki tidak semuanya bisa ditampilkan ke
pasar. Menurut Kotler ada beberapa criteria
suatu produk yang mempunyai keunggulan
yang patut ditampilkan ke pasar: 1) Penting:
Perbedaan memberikan manfaat bagi banyak
pembeli ; 2) Unik: Perbedaan tidak ditawarkan
secara lebih oleh perusahaan ; 3) Unggul:
Perbedaan unggul dibandingkan cara lain
untuk mendapatkan manfaat yang sama; 4)
Dapat dikomunikasikan: Perbedaan dapat
dikomunikasikan oleh pembeli; 5)
Mendahului: Perbedaan tidak mudah ditiru
oleh pesaing; 6) Terjangkau: Pembeli mampu
membayar perbedaan; dan 7) Menguntungkan:
Perusahaan memperoleh laba dengan
memperkenalkan perbedaan.
Banyak perusahaan ingin
memperkenalkan diferensiasi, namun gagal.
Perusahaan ingin mempromosikan perbedaan
yang akan menarik bagi pasar sasaran. Cara ini
digunakan perusahaan untuk mengembangkan
suatu strategi penentuan posisi terfokus.
Sememtara positioning (Philip Kotler, 1997)
diartikan tindakan merancang penawaran dan
citra perusahaan sehingga menempati posisi
kompetitif yang berarti dan berbeda dalam
benak pelanggan.
Faktor yang menentukan positioning
dalam mempositioning perusahaan/produk
antra lain: 1) Positioning adalah strategi
komunikasi yang berarti strategi bertujuan
menjalin hubungan dengan konsumen; 2)
Sasaran strategi adalah otak atau pikiran
konsumen agar konsumen sadar keberadaan
produk; 3) Untuk menyadarkan mempengaruhi
konsumen, agar meninggalkan kesan yang
positif sehingga konsumen sadar produk yang
ditawarkan memiliki keunggulan dibanding
produk lain sejenis; 4) Kesan yang dibangun
terhadap konsumen, berupa hubungan
asosiatif.
Dalam posisioning satu hal yang perlu
diingat adalah persepsi konsumen terhadap
suatu produk bisa berbeda dengan realita. Ada
tujuh faktor penting dalam strategi positioning
produk (Renald Kasali, 1998): 1) Positioning
adalah komunikasi; 2) Positioning bersifat
dinamis; 3) Positioning berhubungan erat
dengan event marketing; 4) Positioning
berhubungan dengan atribut produk; 5)
Positioning harus memberi arti penting bagi
konsumen; 6) Atribut-atribut yang dipilih
harus unik; dan 7) Positioning harus
diungkapkan dalam pernyataan (Positioning
stratment)
Tahapan dalam melakukan posisioning
adalah: 1) Mengidentifikasi kumpulan produk
para pesaing; 2) Identifikasi atribut-atribut
penentu. Identifikasi tersebut adalah Fisik,
yaitu berkaitan dengan bentuk; Abstrak dan
subyektif yaitu berkaitan dengan imajinasi;
dan Atribut dasar, yaitu berkaitan dengan
benefit, features, ingredients, proenvironment,
price, quality; 3) Menentukan persepsi
konsumen (survey); 4) Menganalisis intensitas
posisi produk; 5) Memposisikan produk; 6)
Mengkombinasikan atribut yang paling disukai
oleh konsumen; dan 7) Marketing positioning
yaitu mendefinisikan market secara jelas.
Penentuan posisi adalah tindakan
merancang tawaran dan citra perusahaan
sehingga menempati posisi terbedakan
dibandingkan para pesaing didalam benak
konsumen. Penentuan positioning sendiri di
populerkan oleh dua eksekutif periklanan Al
Ries dan Jack Trout. Mereka memandang
penentuan posisi sebagai latihan kreatif yang
dilakukan terhadap produk yang ada.
Penentuan positioning bisa
menggunakan berbagai informasi dan persepsi
312 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
konsumen yang ada, antara lain: 1) Penentuan
posisi menurut atribut: 2) Penentuan posisi
menurut manfaat: 3) Penentuan posisi menurut
penggunaan/ penerapan: 4) Penentuan posisi
menurut pemakai: 5) Penentuan posisi
menurut pesaing: 6) Penentuan posisi menurut
kategori Produk: dan 7) Penentuan posisi
mutu/ harga.
Penentuan positioning, ditujukan
langsung pada konsumen di mana komunikasi
berperan besar dalam menancapkan citra
produk ke dalam benak konsumen. Positioning
tidak hanya sekadar iklan dan promosi.
Positioning bisa dibentuk dengan harga,
distribusi dan produk itu sendiri. Kita lihat
dalam bauran pemasaran atai lebih dikenal
dengan marketik mix (4P). Positioning suatu
perusahaan dapat terjadi di berbagai tingkatan:
1) Tingkatan industri; 2) Tingkatan organisasi;
3) Tingkatan sektor produk; dan 4) Tingkatan
produk atau jasa individu.
Dalam menambah pengakuan merek,
perusahaaan menghadapi risiko
ketidakpercayaan dan kehilangan penentuan
posisi yang jelas. Secara umum, perusahaan
harus menghidari empat kesalahan utama
dalam penentuan posisi antara lain: 1)
Penentun posisi yang kurang
(underpositioning); 2) Penentuan posisi yang
berlebihan (overpositionaing); 3) Penentuan
posisi yang membingungkan (confused
positioning); 4) Penentuan posisi yang
meragukan (doubtful positioning)
Minat Beli
Memahami minat beli atau disebut juga
pembelian, tak terpisahkan dengan apa yang
disebut perilaku konsumen. Dalam perilaku
konsumen dapat mengetahui bagaimana
konsumen mampu dan tertarik membeli
produk yang ditawarkan. Dalam pembelian
konsumen melakukan beberapa tahap
pengamatan antara lain: mengenali masalah
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, keputusan untuk melakukan
pembelian, dan perilaku pasca pembelian
(Nugroho J. Setiadi, SE, MM 2003:16).
Perilaku pasca bembelian menentukan
tingkat kepuasan dan akan menentukan apakah
konsumen akan melakukan pembelian kembali
atau akan meninggalkannya. Kalau konsumen
puas akan produk yang dibeli, pasti akan
melakukan pembelian ulang (loyal). Begitu
pula sebaliknya, apabila tidak puas maka
konsumen akan beralih ke produk lainnya.
1) Pengenalan Masalah: Pembelian diawali
rasa adanya faktor kebutuhan konsumen.
Pembeli menyadari apa yang diinginkan
akan jauh berbeda dengan kondisi
kenyataan.
2) Pencarian Informasi: Konsumen merasa
timbul minatnya membeli sesuatu,
terdorong mencari informasi lebih banyak.
Sumber-sumber informasi konsumen
antara lain: a) Sumber pribadi; b) Sumber
komersil; c) Sumber umum; dan d)
Sumber pengalaman.
3) Evaluasi Alternatif: Evaluasi yang
dilakukan konsumen tidak ada yang
sederhana dan tunggal. Kebanyakan
bersifat kognitif.
4) Keputusan Pembelian: Ada dua factor
yang mempengaruhi pembelian
konsumen: a) Faktor orang lain; dan b)
Faktor yang tidak terduga.
5) Pasca Pembelian: Setelah melakukan
pembelian suatu produk, konsumen
dihadapkan suatu keadaan dimana merasa
puas atau tidak puas.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis
mengambil obyek utama yang menjadi
permasalahan yang ada di perusahaan Majalah
Eksekutif. Hal yang menjadi sorotan utama
saat ini adalah tingkat minat beli majalah
Eksekutif yang secara tehnis sangat erat
hubungannya dengan tingkat penjualan baik
tingkat penjualan majalah maupun tingkat
penjualan iklan yang ada di Majalah Eksekutif.
Tingkat penjualan merupakan tolok ukur
keberhasilan perusahaan dalam rangka
melangsungkan jalannya perusahaan dan untuk
mencapai tujuan perusahaan pada waktu
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 313
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
didirikan. Selain itu, kondisi ekonomi secara
makro juga mengharuskan perusahaan harus
pintar-pintar dalam mengelola jalannya roda
perusahaan, di mana persaingan dalam dunia
usaha media sangat ketat sekali, khususnya
dunia media cetak.
Gambar 1
Proses Pengambilan Keputusan
Lokasi dan waktu Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis
menggunakan kondisi yang ada diperusahaan
Majalah Eksekutif. Di mana Majalah
Eksekutif, diterbitkan pertama kali untuk
memenuhi kebutuhan para eksekutif yaitu
kalangan menengah ke atas, khususnya
memberikan informasi dalam bidang bisnis,
dan manajemen serta gaya hidup eksekutif.
Dengan menggunakan data perkembangan
yang ada di perusahaan, penulis mencoba
melakukan analisis dengan kondisi di lapangan
yang ada, serta mengkaitkan dengan kebijakan
yang dilakukan oleh majalah Eksekutif saat
ini.
Sementara waktu penelitian dilakukan
oleh pelulis sejak bulan Maret 2008 sampai
dengan Juli 2008. Sementara data yang
digunakan adalah data perusahaan ditambah
dengan data hasil survey lapangan dengan
survey yang bersifat subyektif (bertemu dan
interview) langsung dengan konsumen baik
secara perorangan atau corporate.
Operasional Variabel
Penulis melakukan penelitian di Majalah
Eksekutif dengan menggunakan tolok ukur
pada pendapatan perusahaan, dimana
pendapatan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan tingkat minat beli konsumen. Dari
sini, bisa dilihat tingkat perkembangan
peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun.
Sementara faktor-faktor yang berhubungan
dengan minat beli produk antara lain faktor
MENGEN ALI
KEBUTUH AN
PENCARIAN
INFORMASI
EVALUASI
ALTERNATIF
KEPUTUS AN
PEMBE LIAN
PERILAKU
KONSUMEN PASCA
PEMBE LIAN
314 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
segmentasi, targeting dan positioning.
Peneliti melakukan pemisahan variable
menjadi dua yaitu variable bebas dan variable
terikat. Yang menjadi variable bebas adalah
segmentasi, targeting dan positioning.
Sementara yang menjadi variable terikat
adalah minat beli konsumen yang juga
berhubungan dengan tingkat pendapatan
perusahaan.
Secara garis besar pemahaman dari
variable-variabel yang dimaksud dalam rangka
memudahkan dalam menganalisis diuraikan
sebagai berikut:
Tabel 2
Variabel Marketing Strategy
Variabel Dimensi Indikator
Segmentasi Demografi - Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Jabatan
- Penghasilan
Geografis Wilayah (kota/Desa)
Gaya Hidup Pembaca
Targeting Target Pelanggan - Langganan Perorangan
- Langganan Corporate
Target Pasar - Perusahaan
- Pemerintahan
- Perkantoran
- Toko Buku Terkemuka
- Restoran-restoran
- Drucstore Hotel dan
Bandara-bandara
Positionong Conten (isi) - Bisnis dan menajemen
- Ekonomi
- Profil Tokoh
- Succes Story
- Gaya Hidup
- Wisata
- Ekonomi
Harga Dibanding majalah lain
yang sejenis
Positionong
Eksklusivitas Bentuk dan desain
Pendapatan Tingkat pendapatan
Konsumen Keragaman
Minat Beli
Kepuasan/Layalitas Minat Beli Ulang
Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan penulis adalah
data-data yang dimiliki oleh diperusahaan baik
data internal maupun data eksternal ditambah
interview dengan konsumen secara langsung:
1) Data internal, yaitu melihat tingkat
penjualan perusahaan dalam kurun waktu
tertentu untuk melihat perkembengan
perusahaan.
2) Data eksternal, yaitu data-data perusahaan
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 315
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
yang menyangkut data konsumen. Baik
data individu maupun data corporate
pelanggan.
3) Hasil wawancara penulis dengan
konsumen dan pemasang iklan
(corporate).
Unit analisis data yang dimaksud dapat
divisualisasikan antara lain sebagai berikut:
Tabel 3
Unit Analisis
Data Internal: Data Eksternal : Hasil Wawancara
- Data Penjualan Majalah - Data Pembaca - Cara Mendapatkan
(langganan, Agen, dan Eksekutif - Lama Pengenalan
langsung) - Data Pemasang - Pendapat produk
- Penjulaan Iklan Iklan - dan lain-lain
Majalah - Data Penjual
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis berharap,
selain untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan, juga dapat dijadikan bahan
acuan maupun referensi bagi Majalah
Eksekutif untuk mengetahui kondisi yang
sesungguhnya. Sehingga dapat membantu
peusahaan dalam menentukan strategi
berikutnya dalam menghadapi persaingan
yang semakin ketat.
Selain itu, mengingat permasalahan
dan analisis yang dilakukan penulis adalah
analisis deskriptif, maka penulis melakukan
pengumpulan data-data yang akan
membantu dalam melakukan analisis ini.
Data-data yang dimaksud adalah data primer
dan sekunder baik yang didapat dari umum,
media massa, buku-buku ilmiah, jurnal
maupun data yang didapat dari perusahaan
dan konsumen.
Metode Analisa Data
Berdasarkan data yang dimiliki dan data
yang didapat penulis dalam melakukan
penelitian ini, penulis melakukan penelitian
dengan menganalisis strategi pemasaran
yang dilakukan perusahaan yaitu melakukan
segmentasi, targeting dan positioning
produk, dikaitkan dengan minat beli
konsumen terhadap produk Majalah
Eksekutif. Indikator minat beli dapat dilihat
dari total pendapatan perusahaan, baik
pendapatan penjualan majalah maupun
penjualan iklan. Dari data tersebut akan bisa
dilihat seberapa besar peningkatan yang
didapat perusahaan dari tahun ke tahun.
Analisis yang dipakai penulis adalah
menggunakan metode analisis Deskriptif.
Uji Hipotesis
Hasil analisis permasalahan yang penulis
lakukan terhadap Majalah Eksekutif, dapat
dibuat suatu hipotesis sebagai berikut:
“Segmentasi, Targeting, dan Positioning
yang dilakukan Majalah Eksekutif
mempunyai pengaruh dan peran penting
terhadap penciptaan minat beli konsumen”.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam melakukan analisis Majalah
Eksekutif, dapat dilakukan dengan beberapa
tahapan. Diantaranya dengan melakukan
analisis Lingkungan Eksternal dan analisis
lingkungan Internal.
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis lingkungan eksernal adalah
lingkungan yang tidak dapat dikendalikan
langsung oleh perusahaan (Dr. Yogi MS,
29). Analisis lingkungan bisa dilakukan
dengan analisis peluang dan ancaman atau
ETOP. Lingkungan eksternal terbagi atas
tiga sub kategori yaitu lingkungan jauh,
lingkungan industri, dan lingkungan
operasional (Pierce, 1996 dalam Yogi, 29).
1) Lingkungan Jauh, Lingkungan jauh
dipengarhi oleh beberapa factor :
316 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
a) Faktor ekonomi: Faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas
manusia untuk memenuhi
kebutuhannya.
b) Faktor Sosial: Faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan sesama
manusia.
c) Faktor Politik: Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas
kekuasaan dalam bernegara.
d) Faktor Teknologi: faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas
pembuatan produk.
e) Faktor Ekologi: faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas
hubungan manusia dengan
lingkungannya.
2) Lingkungan Industri, Hal-hal yang
mempengaruhi perusahaan dalam
lingkungan industri, (Michael Porter,
1992 dalam Yogi, 34):
a) Tingkat persaingan dalam industri
b) Kekuatan tawar pembeli
c) Kekuatan tawar pemasok
d) Hambatan masuk pendatang baru
e) Ancaman produk substitusi
3) Lingkungan Operasional, Lingkungan
operasional adalah lingkungan yang
langsung berhubungan dengan
perusahaan.
Tabel 4
Analisis lingkungan Eksternal
Bagian Fakta Opini
EKONOMI - Membaiknya kondisi
ekonomi tanah air,
menjadikan iklim usaha
semakin bergairah.
- Iklim investasi semakin
membaik, meningkatnya
jumlah investasi
menjadikan dunia usaha
memerukan informasi yang
selalu up date.
- Banyak bermunculan
Eksekutif-ekksekutif muda
yang sukses.
Hal ini menjadikan kekuatan
tersendiri bagi perusahaan
dalam persaingan bidang
pemasaran media, karena
dibandingkan dengan media
lain yang baru muncul jauh
lebih menguasai pasar, baik
keinginan konsumen maupun
kondisi ekonomi secara makro.
SOSIAL DAN
POLITIK
- Merebaknya dunia
pendidikan di tahan air
yang membuat minat baca
masyarakatnya meningkat,
serta kesa-daran akan
pentingnya dunia
informasi.
- Terbukanya izin
penerbitan asing,
menjadikan usaha dalam
dunia media menjadi
meriah dan ramai.
- Penerapan undang-undang
dunia penerbitan membuat
- Merupakan peluang untuk
memberikan baca-an bagi
para Ekse-kutif muda, tentang
bacaaan Gaya Hidup, Wisata,
Bisnis, manajemen dan
Peluang investasi.
- Menjadi ancaman tersendiri,
karena asing jauh lebih kuat
aspek permodalan di banding
dengan kita. Selain SDM
asing jauh lebih matang
dibanding dengan SDM yang
ada sekarang ini.
- Menjadi peluang dalam
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 317
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Bagian Fakta Opini
kepastian dalam
melaksanakan usaha.
pengembangan karena lebih
memberikan jaminan hukum.
TEKNOLOGI - Perkembangan teknologi
peralatan media seperti
komputer, priting, kamera,
dan peralatan lainnya.
- Hal ini bukan merupakan
ancaman dan juga bukan
peluang karena Eksekutif
tidak terlalu tergatung pada
teknologi tersebut. Tektonogi
tersebut hanya sebagai
pendukung dalam
memperepat proses produksi.
EKOLOGI - Tidak ada data yang
relevan
PENDATANG
BARU
- Banyak bermunculan
media-media baru baik
Koran maupun tabloit
- Banyak TV swasta yang
mulai siaran yang secara
otomatis menyedot biaya
belanja iklan yang selama
ini menjadi pelanggan
Eksekutif.
- Menjadi ancaman yang
cukup serius, karena semakin
beragam pilihan yang bisa
dipilih masyarakat.
- Menjadi ancaman karena
pemasang iklan akan lebih
selektif dalam
membelanjakan iklan di
media.
PENDATANG
BARU
(lanjutan……)
- Munculnya perusahaan
provider (website) yang
juga memberikan
informasi menyerupai
Eksekutif, yang dikelola
cukup bagus.
- Dengan persaingan global,
perusahaan asing sudah
mulai masuk pasar tanah
air dengan menggadeng
mitra local
- image asing jauh lebih
dominan dibanding lokal.
PEMASOK Tidak ada data yang
relevann
PELANGGAN - Di kota-kota maupun di
daerah cukup berkembang
pesat pengembangan usaha
baik mikro dan menengah
yang memerlukan
informasi tentang kondisi
ekonomi secara makro,
peluang usaha, dan
manajemen perusahaan.
- Hal ini menjadi pelauang
bagi Eksekutif untuk
membuktikan diri sebagai
media bacaaan yang cukup
handal dalam dunia informasi
bidanng ekonomi, manajemen
dan bisnis.
318 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Bagian Fakta Opini
- Mulai muncul kalangan
Eksekutif muda yang
sukses.
- Mulai membaiknya
kondisi sosial ekonomi
masyarakat di daerah serta
meningkatnya kesadaran
akan pendidikan. Hal ini
tak lepas dari program
pemerintah dalam
menggalakkan pendidikan
wajib belajar sembilan
tahun, yang secara
otomatis meningkatkan
kesadaran masyarakat akan
minat baca dan haus akan
dunia informasi.
PRODUK
SUBSTITUSI
Tidak ada fakta yang
relevan
Analisis Lingkungan Internal
Lingkungan internal adalah lingkungan yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis
dilakukan pada factor kunci yang ada pada perusahaan. Aspek kunci adalah identifikasi
keunggulan/ kekuatan strategis dan kelemahan strategis (Pearce & Robinson, 1997 dalam Yogi,
41). Mengidentifikasi faktor strategis dapat dilakukan dengan ancangan fungsi dan nilai.
Ancangan fungsi, menilai perusahaan berdasarkan fungsi manajemen, ancangan nilai, analisis
yang dikembangkan berdasarkan proses (Michael Porter dalam Yogi.)
Gambar 2
Gambar Ancangan nilai
Infrastruktur Perusahaan
Manajemen SDM
Pengembangan Teknologi
Pembelian
Marjin
Marjin Lo
Gis
Tik
Ke
Da lam
Ope rasi
Logis
Tik
Ke
Luar
Pemasaran
Layanan
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 319
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Gambar 3
Gambar Perbedaan antara ancang nilai dan ancang fungsi
Tabel 5
Analisis lingkungan Internal
Bagian Fakta Opini
PEMASARAN - Pemasaran Majalah Eksekutif
mencakup wilayah Indonesia
secara umum khususnya
perkotaan yang merupakan basis
dunia usaha/industri.
- Pengalamam dalam mena-ngani
pemasaran media khu-susnya
media cetak cukup lama dan
diragukan lagi.
- Dengan kondisi seperti ini
menjadi kekuatan tersendiri
dalam persaingan dengan
pendatang baru dan
perusahaan sejenis karena
Majalah Eksekutif ada di
mana-mana.
- Menjadi kekuatan karena bisa
memenuhi kebutuhan
konsumen yang memerlukan
bacaan dalam bidang bisnis
dan manajemen.
KEUANGAN - Kondisi keuangan perusahaan
bagus, perusahaan tidah
mempunyai pinjaman jangka
panjang.
- Kurang mencukupi apabila
perusahaan menginginkan
ekspansi secara besar-besaran.
- Hal ini menjadikan kekuatan
sekaligus kelemahan.
Kekuatan karena perusahaan
tidak akan dikejar-kejar
hutang. Menjadi kelemahan
apabila krisis yang
mengharuskan melakukan
inovasi-inovasi yang
memerlukan dana cukup
besar.
PRODUKSI - Dalam melakukan produksi,
perusahaan melakukan
- Menjadi kelemahan tersendiri
apabila perusahaan dikejar
KEUANGAN PRODU KSI PEMASARA
PROSES NILAI
PELANGGAN
PELANGGAN
320 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Bagian Fakta Opini
kerjasama dengan pihak ke tiga.
Hal ini memudahkan
perusahaan dalam melakukan
penghematan dalam jumlah
tenaga kerja maupun biaya.
waktu cetak, karena
tergantung perusahaan lain.
PERSONALI
A
- Seluruh tenaga kerja sudah
berpengalaman. Karena
perusahaan sudah berdiri 28
tahun dan rata-rata karyawan
bekerja lebih dari lima tahun.
- Para pekerjanya cukup
kompeten di bidang jurnalistik,
sehingga apa yang disajikan
merupakan rangkaian berita
yang apik dan mudah
dimengerti para pembaca.
- Mayoritas karyawannya
berpendidikan cukup bagus
(Sarjana)
- Kekuatan dalam manajemen
personalia dan produk yang
dihasilkan mempunyai
keunggulan dibanding produk
pesaing
- Kekuatan tersendiri dalam
menghadapi persaingan media
yang semakin ketat.
- Kekuatan yang dimiliki
perusahaan karena seluruh
SDM-nya cukup kompeten.
RISET DAN
PENGEMBA
NGAN
TEKNOLOGI
- Selalu melakukan riset
pelanggan dan media gathering
secara berkala dengan
konsumen untuk mengetahui
kondisi pasar dan pelanggan
guna mempererat hubungan
dengan relasi.
- Kondisi peralatan Produksi
cukup baru dengan
menggunakan teknologi terbaru
(MacPro) guna mengantisipasi
perkembangan teknologi grafis
dan Advertising.
- Tidak memiliki mesin cetak
sendiri sehingga mengharuskan
kerjasama dengan perusahaan
percetak.
- Kekuatan untuk menjaga
hubungan dengan pelanggan
dan menjaga loyalitas dan
kepuasan konsumen.
- Mengantisipasi persaingan
dengan media yang semakin
agresif.
- Kekuatan karena memiliki
peralatan yang bisa mengikuti
perkembangan teknologi dan
menyesuaikan keinginan
pelanggan (pemasang iklan).
- Menjadi kelemahan, tidak
memiliki peralatan sendiri,
kalah bersaing dengan
penerbitan yang memiliki
peralatan cetak sendiri
khususnya dalam harga (prise)
Analisis Strategi Pemasaran
Analisis strategi pemasaran, dengan
melihat pokok bahasan yang penulis
lakukan, dilakukan analisis strategi
pemasaran dalam strategi segmentasi,
targeting dan positioning. Pertama,
Segmentasi. Dari sekian banyaknya dan
variasi media cetak di pasaran, persaingan
usaha semakin terbuka dan terang-terangan.
Dengan mulai bermunculan media baru
yang terus tumbuh seiring dengan
perkembangan teknologi. Stasiun TV, Cyber
media, sangat mempengaruhi para
pengambil keputusan. Khususnya dalam
dunia advertising guna menyusun bageting
program iklan. Sebagai media bulanan yang
sudah berusia lebih dari 30 tahun, Eksekutif
boleh dibilang established dan memiliki
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 321
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
pembaca setia yaitu kelas mapan secara
ekonomi dan siap menerima dan mencermati
informasi yang disajikan. Dari content,
selain informasi ekonomi, Bisnis juga
mengupas banyak hal yang berkaitan dengan
kebutuhan para eksekutif (hobi, tujuan
wisata, rekomendasi traveling, kiat sukses
tokoh-tokoh eksekutif jaman dulu hingga
sekarang, ide-ide kreatif serta kebijaksanaan
yang mempengaruhi perjalanan bangsa).
Dengan penampilan yang selalu eksklusif
serta luks, majalah Eksekutif sudah jelas
bahwa segmenya cukup jelas sekali. Untuk
itu dalam melakukan strategi segmentasi,
perusahaan memang harus mengetahui
beberapa hal yang mnyangkut produk
Eksekutif: 1) Siapa saja pembeli dan
pembaca Eksekutif; 2) Siapa pemasang iklan
yang rutin dan cocok untuk di muat di
Eksekutif; 3) Produk apa saja yang layak di
iklankan di Eksekutif; 4) Bagaimana
perkembangan pelanggan dalam menyikapi
media saat ini (khususnya Eksekutif
dibanding dengan pesaing-pesaing utama).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembaca Eksekutif mayoritas adalah yang
memiliki jabatan setingkat direktur yaitu
sebesar 39,86%. Hal ini sesuai dengan
pangsa Eksekutif. Eksekutif yang
merupakan bacaan para pengambil
keputusan, dimana seorang direktur adalah
jabatan yang mengharuskan seseorang
berani mengambil keputusan guna
memajukan perusahaan yang dipimpinnya.
Pelanggan/pembaca Eksekutif adalah para
Eksekutif yang sudah mapan secara
ekonomi dan memiliki nilai tersendiri. Hal
ini terlihat dalam data mereka memiliki
pendapatan di atas 10 juta menempati posisi
terbanyak yaitu 42.35%. Disusul mereka
yang memiliki pendapatan lebih rendah.
Yaitu antara 3 juta s/d 10 juta 32,28%, 1 juta
s/d 3 juta 21,55% dan di bawah 1 juta hanya
3,82%. Sedangkan dari tingkat pendidikan
ada sedikit perbedaan. Dimana tingkat
sarjana merupakan pembaca tertinggi secara
persentase yaitu 75,12% disusul SMTA
16,10%. Sementara pendidikan pascasarjana
justru menempati posisi ketiga dibawah
SMTA. Hal ini sebenarnya kurang
mendukung dari aspek pendidikan. Mungkin
ini dikarenakan responden yang diambil
jumlahnya tidak seimbang atau mereka yang
mempunyai pendidikan cukup tinggi kurang
berminat mengisi quesioner yang disebar.
Kenyataan bahwa kaum laki-laki masih
mendominasi dunia usaha, kelihatannya
belum tergeserkan. Memang hal ini tidak
bias dijadikan acuan 100%. Namun
indikasinya mendekati kebenaran.
Hasil penelitian menunjukkan
kematangan seorang Eksekutif masih
didominasi oleh mereka yang berumur 35 –
44 tahun. Sementra 45 – 54 tahun
menempati ranking. Hal ini kalau dilihat
dari para Eksekutif-ekekutif yang ada di
Indonesia, pada usia inilah mereka dididik
dan diarahkan oleh pendahulunya untuk
belajar meneruskan bisnis yang sudah
dibangun. Misalnya ada istilah The Gang of
Four (empat serangkai) yang membangun
bisnis cukup berhasil dan di pandang dalam
dunia bisnis kala itu dan sampai
sekarangpun cukup diperhitungkan. Mereka
membangun generasi kedua yang cukup
berhasil juga. Dan hal inipun juga dilakukan
oleh kelompok Blue Bird. Perusahaan taksi
biru yang cukup dikenal. Dan bahkan
sekarang sudah masuk generasi ketiga.
Kedua, Targeting. Dari segmen
majalah Eksekutif yang cukup bagus dan
terbatas, dalam melakukan penjualan
Eksekutif menggunakan strategi yang dapat
mendukung segmen yang ditetapkan. Target
pasar yang ditetapkan majalah Eksekutif
membidik lokasi-lokasi yang cukup strategis
dan pelanggan-pelanggan yang potensial.
Salah satu pelanggan potensial majalah
Eksekutif adalah pelanggan corporate.
Sistem distribusi majalah Eksekutif dalam
rangka mendukung pasar sasaran adalah
dengan menggunakan beberapa cara antara
lain : a) Agen yang bersifat eceran maupun
agen yang bersifat pelanggan tetap; b)
Langganan langsung yang ditangani secara
khusus oleh Eksekutif baik perorangan
322 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
maupun perusahaan; dan c) Langgganan
corporate dalam julah besar (bulk order)
Sementara untuk pemasaran luar
kota guna memenuhi kebutuhan pembaca,
Eksekutif bekerja sama dengan pihak agen-
agen yang mempunyai outlet-outlet strategis
seperti bandara, mal-mal, perkantoran dan
supermarket-supermarket serta toko buku
(Hero, Cafefoure, Hipermart, Gramedia,
Gunung Agung, dan lain-lain).
Tabel 6
Pelanggan Corporate bulk order
(Pelanggan yang pernah Berlangganan)
No. Nama Perusahaan
1 CitiGold Priority Banking (Citibank Jakarta)
2 CitiGold Priority Banking (Citibank Surabaya)
3 CitiGold Priority Banking (Citibank Bandung)
4 Business Class Garuda Airlines (Inflight Magazine)
5 Asuransi Wana ArtaLife
6 Jatayu Airlines
7 Merpati Airlines (Simulasi)
8 Café (Wien Café, Tator, Grand Mario, Warjok,
Patio, Mario’s Place, Toraja)
Dalam rangka mendukung penjualan,
Eksekutif cukup gencar melakukan promosi
baik secara langsung maupun kerjasama
dengan pihak lain: a) Metro TV, Pass FM,
JakFM, Radio A, dan Dot.Com Indonesia; b)
Penyebaran flyer melalui agen langganan atau
pun langsung oleh Eksekutif kepada calon
pelanggan potensial; c) Pemasangan spanduk
iklan terbit di Jakarta, Surabaya, Semarang,
Bandung, Yogyakarta dan Medan; dan d)
Pameran-pameran dan seminar-seminar baik
dari kalangan bisnis maupun akademisi.
Sedangkan untuk mengenalkan
Eksekutif kepada kalangan akademisi
khususnya mahasiswa, yang merupakan calon-
calon Eksekutif muda yang merupakan
segmen dan target pasar majalah Eksekutif
sering melakukan kerjasama dengan mengisi
majalah di saat seminar-seminar antara lain
dengan STIE Muhammadiyah Jakarta,
Kusuma Negara, Yayasan Kartini
penyelenggara pendidikan, STIP Abdi Negara
dalam even-even seminar dan wisuda.
Ketiga, Positioning. Dalam
memposisikan produk, majalah Eksekutif
mempunyai strategi-strategi tersendiri. Salah
satu hal yang sangat ditonjolkan dalam
melakukan strategi adalah image majalah
“majalah bisnis dan manajemen”. Dengan
memposisikan diri sebagai bacaan para
eksekutif, majalah Eksekutif mudah dikenal
dikalangan para eksekutif. “Eksekutif Tak
Lengkap Tanpa EKSEKUTIF”. Kalimat
tersebut membuat majalah Eksekutif menjadi
majalah referensi bagi kalangan eksekutif
dalam menjalankan usahanya. Banyak isi
majalah Eksekutif yang menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan
perusahaan, antara lain dalam bidang
manajemen, pemasaran, dan kisah kesuksesan
tokoh-tokoh eksekutif yang ada di dunia
usaha. Kekuatan positioning majalah
Eksekutif, dapat dilihat dari apa yang
dilakukan Eksekutif dalam menerapkan
strategi pemasaran, khususnya dalam membuat
keunggulan-keunggulan dalam bidang prise,
produk, promotion, distribusi. Ada beberapa
hal positioning produk yang harus
diperhatikan agar tidak mengalami kesalahan
posisioning (Kotler) antara lain: a) Under
positioning. Konsumen tidak mengenali
kekhususan produk. Eksekutif sangat mudah
dilihat dari segi tampilan, mewah, desain
menarik dan mudah untuk dicari; b)
Overpositioning. Konsumen mempunyai
pandangan terlalu sempit tentang atribut.
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 323
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Majalah Eksekutif adalah kalangan eksekutif
yang cukup mapan dari segi ekonomi dan
pendidikannya pun cukup tinggi. Konsumen
lebih bisa melihat faktor kebutuhan dan
keinginan dalam menentukan bahan bacaan; c)
Confused positioning. Konsumen tidak terlalu
merasa pasti karena terlalu banyak yang
dijanjikan atau positioningnya sering berubah-
ubah. Majalah Eksekutif sangat bagus dan
penuh dengan kepastian akan kualitasnya. Apa
yang dijanjikan dengan isi majalahnya sesuai
dengan pemikiran pemikiran yang sering
muncul di lapangan. Dalam menentukan
positioning majalah Eksekutif tetap konsisten
yaitu positioningnya sebagai bacaan para
eksekutif. “Eksekutif Tak Lengkap Tanpa
Majalah Eksekutif”; dan d) Doubtful
positioning. Konsumen merasa ragu dengan
janji produk tersebut. Majalah Eksekutif
menyakinkan akan kualitas yang dimilikidari
bentuk yang bagus dan harga yang murah,
tidak akan mengurangi kualitas dan manfaat
yang didapat. Menyangkut asas manfaat
majalah Eksekutif, bagi pembaca sangat
menarik. Informasi-informasi yang disajikan
sangat bermanfaat. Sedangkan bagi pemasang
iklan, majalah Eksekutif dibaca oleh orang-
orang penting baik kalangan usaha maupun
kalangan birokrat.
Keempat, Minat Beli. Minat beli
majalah Eksekutif sampai sekarang masih
cukup merarik. Selain cukup bermanfaat bagi
kalangan Eksekutif penyebaran majalah
Eksekutif sangat merata ke kota-kota besar
yang menjadi basis usaha/ industri. Hal ini
sangat diperhitungkan oleh para pemasang
iklan yang ingin informasinya sampai pada
komunitasnya. Terlihat dari total perolehan
iklan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Dari tahun 2006, 260 halaman, tahun 2007
sebesar 286 halaman. Sedangkan untuk tahun
2008 sampai bulan September sudah mencapai
196 halaman. Diprediksi sampai akhir tahun
2007 bisa mencapai 300 halamam.
Peningkatan pendapatan dalam tiga
tahun terakhir menunjukkan minat beli
terhadap majalah Eksekutif masih cukup
tinggi. Meskipun tidak terlalu signifikan,
namun dengan kondisi seperti ini majalah
Eksekutif masih akan mampu bertahan di
tengah terjangan persaingan industri media di
tanah air yang semakin ketat. Tentunya dengan
melakukan inovasi dan strategis, yang
menarik, majalah Eksekutif akan berkembang
dan akan tetap menjadi idaman kalangan
Eksekutif.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Majalah Eksekutif dalam melakukan
segmentasi produk cukup bagus karena
sudah sesuai dengan visi misi perusahaan
di awal pendirian perusahaan yaitu
menyediakan informasi seputar dunia
eksekutif.
2. Data survei yang dilakukan perusahaan,
pembaca majalah Eksekutif mayoritas
kalangan manajer ke atas. Eksekutif terbit
untuk kalangan atas atau eksekutif mapan.
3. Pembaca majalah Eksekutif mayoritas
sarjana, dan mempunyai penghasilan yang
cukup. Sesuai dengan namanya
EKSEKUTIF.
4. Majalah Eksekutif mempunyai target
pasar yang jelas. Target pasar majalah
Eksekutif adalah para Eksekutif muda
maupun Eksekutif mapan, yang secara
ekonomi sudah tidak diragukan lagi.
5. Majalah Eksekutif dalam
mempositioningkan produknya beda
dengan majalah lain yang sejenis.
EKSEKUTIF, Tak Lengkap sebelum
Membaca EKSEKUTIF.
6. Positioning produk yang dilakukan
majalah Eksekutif mempunyai kelebihan
tersendiri. Desain produk yang menarik,
tampilan yang cukup mewah, dan isi yang
lengkap. Mengakomodasi kepentingan
para Eksekutif dalam mencari referensi.
7. Positioning harga majalah Eksekutif
cukup kompetitif. Hal ini karena harga
majalah Eksekutif tergolong paling
murang dibandingkan majalah lain yang
sejenis.
8. Promotion. Dalam mendukung
segmentasi, targeting dan positioning,
324 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
promosi yang dilakukan majalah
Eksekutif cukup strategis. Dengan
melakukan kerjasama dengan media
elektronik dan media cetak.
9. Place (distribusi). Majalah Eksekutif saat
ini mencakup dalam kota dan luar kota.
Lokasi-lokasi strategis yang selama ini
menjadi target pasar majalah Eksekutif,
sangat membantu konsumen dalam
mencari majalah Eksekutif.
10. Majalah Eksekutif masih diminati
pelanggan setianya. Peningkatan
pendapatan iklan dan penjualan majalah
menunjukkan, produk majalah Eksekutif
masih bagus dan mampu bersaing di pasar
media di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Purwadi, 2000, Riset Pemasaran,
Implikasi Dalam Bauran
Pemasaran, Jakarta, Grasindo
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak,
2004, Strategi Menaklukkan
Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama
E. Catur Rismiati, Ig Bondan Suratno, 2001,
Pemasaran Barang dan Jasa,
Cetakan ke-5, Yogyakarta,
Kanisius.
Freddy Rangkuty, 2003, Tehnik Mengukur dan
Startegi Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan & Analisis Kasus PLN dan JP, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
Freedy Rangkuty, 2003, Riset Pemasaran,
Cetakan ke-6, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
M. Iqbal Hasan, Ir, MM, 2002, Pokok-pokok
Materi Metedologi Penelitian dan Pemasaran, Cetakan
Pertama, Bogor, Ghalia
Indonesia.
Michael A. Hitt, R. Duane Ireland, Robert E.
Hoskisson, 1996, Manajemen
Strategis, Menyongsong Era
Persaingan dan Globalisasi,Jakarta, Erlangga.
MTS. Arief, Prof. DR. MM. MBA, CPM,
2006, Pemasaran Jasa &
Kualitas Pelayanan, Malang,
Bayumedia Publising.
Nuroho J. Setiadi, SE, MM, 2003, Perilaku
Konsumen, Konsep dan Implikasi
untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Edisi pertama
Jakarta, Predana Kencana.
Philip Kotler, Gary Armstrong, 2003, Dasar-
dasar Pemasaran, Edisi ke-9,
Jilid I, Jakarta, Gramedia.
Philip Kotler, AB. Susanto, 2001, Manajemen
Pemasaran di Indonesia, Edisi
Pertama, Buku 2, Jakarta,
Salemba Empat.
Philip Kotler, 1997, Manajemen Pemasaran,
Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan Kontrol, Jakarta, PT Prenhallindo.
Rambat Lupiyoadi, 2001, Manajemen
Pemasaran Jasa, Cetakan ke-1,
Jakarta, Salemba Empat.
Sampara Lukman, Drs, MA, 2000, Manajemen
Kualitas Pelayanan, Edisi
Pertama, STIA-LAN Press.
Suisna, SE, MM, 2003, Perilaku Konsumen
dan Komunikasi Pemasaran,
Cetakan ke-3, Bandung, Remaja
Rosadakarya.
Yogi, MS, DR, 2004, Ekonomi Manajerial,
Pendekatan Analisis Praktis,Jakarta, Prenada Media,
Yogi, MS, DR, 2003, Manajemen Stratejik,
Pendekatan Analisis Praktis,Bandung, JPU Press
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 325
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
GELIAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA
Noor Indah Rahmawati
STIE Muhammadiyah
Abstrak: Tanggung jawab social perusahaan (CSR) yang dibuat untuk kesejahteraan
masyarakat pada akhirnya akan berbalik yaitu memberikan keuntungan kembali pada
perusahaan. Tanggung jawab social perusahaan (CSR) akan sukses bila ada kerjasama diantara
perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan tidak hanya memperhatikan aspek keuangan
semata, melainkan memperhatikan juga aspek social dan aspek lingkungan. Dengan kata lain,
bahwa perusahaan dalam menjalankan bisnisnya tidak hanya mempunyai tanggungjawab yang
bersifat ekonomis saja akan tetapi tanggungjawab yang bersifat etis berhubungan dengan nilai
social dan lingkungan. Sinergi dari ketiga elemen tersebut merupakan kunci bagi investasi
jangka panjang perusahaan.
Kata Kunci: Corporate Sosial Responsibility (CSR), lingkungan hidup, kesejahteraan
masyarakat.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini pemberitaan di media cetak
maupun media elektronik tidak lepas dari
pemberitaan tentang pemanasan global,
rusaknya lingkungan dan bencana alam
lainnya. Bencana yang terjadi sedemikian
dasyatnya. Pengaruh pemanasan global
menyebabkan gunung es di benua antartika
mencair sehingga menyebabkan banjir di
beberapa negara. Rusaknya lingkungan
menyebabkan rantai makanan suatu ekosistem
terganggu, seperti wabah ulat bulu yang
menyerang dibeberapa daerah, karena predator
ulat bulu banyak yang sudah punah seperti
burung yang ditangkap manusia untuk
diperjual belikan karena keindahan suaranya.
Banjir dan tanah longsor terjadi karena
penebangan pohon secara liar, alih fungsi
lahan dari lahan resapan air menjadi gedung-
gedung pencakar langit dan pusat-pusat
perbelanjaan sehingga menyebabkan kerugian
material yang tidak terhitung jumlahnya dan
bahkan sudah memakan banyak jiwa. Rentetan
bencana alam yang terjadi bukan karena
fenomena alam semata, tetapi lebih dari itu
merupakan dampak dari perbuatan kita
terhadap lingkungan alam.
Memang perlu diakui bahwa perusahaan
atau industri yang berkembang pesat telah
mampu memberikan konstribusi besar pada
perekonomian dan meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Namun tidak dipungkiri
eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan
oleh sektor industri seringkali menciptakan
degradasi lingkungan yang cukup parah yang
berdampak pada keberlangungan hidup
masyarakat sekitar. Hal ini yang menimbulkan
sinisme masyarakat terhadap keberadaan suatu
perusahaan atas pelaksanaan produksi yang
tidak memperhatikan kesejahteraan
masyarakat maupun lingkungan alam dimana
perusahaan tersebut beroperasi.
Terkait dengan hal tersebut munculah
konsep bahwa perusahaan harus turut serta
menjaga dan peduli terhadap lingkungan
sekitar baik itu masyarakat maupun
lingkungan alam dimana perusahaan tersebut
beroperasi. Konsep ini kemudian berkembang
dengan istilah Corporate Social Responsibility
atau biasa disingkat dengan CSR. Dalam hal
tersebut, perusahaan tidak hanya
memperhatikan aspek keuangan semata,
melainkan memperhatikan juga aspek sosial
dan aspek lingkungan. Dengan kata lain,
bahwa perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya tidak hanya mempunyai
tanggungjawab yang bersifat ekonomis saja
akan tetapi tanggungjawab yang bersifat etis
326 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
berhubungan dengan nilai sosial dan
lingkungan. Sinergi dari ketiga elemen
tersebut merupakan kunci bagi investasi
jangka panjang perusahaan. Dengan
pemahaman bahwa CSR sebagai kunci
investasi jangka panjang, dewasa ini
perusahaan-perusahaan, khususnya di
Indonesia mulai menerapkan CSR sebagai
program rutin perusahaan. Berdasarkan dari
paparan di atas, maka identifikasi
permasalahannya adalah “Geliat Corporate
Social Responsibility (CSR) di Indonesia”.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Corporate Social Responsibility
Ada banyak definisi yang diberikan untuk
konsep CSR. Dari kata-kata corporate, social
dan responsibility yang terkandung dalam
istilah ini maka CSR dapat didefinisikan
sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh
suatu perusahaan terhadap masyarakat dimana
perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan
usahanya.
Sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari
kekuatan finansialnya saja,tetapi juga dari segi
dampak dan perlakuannya terhadap
masyarakat sekitar yang terwujud dalam
tanggung jawab social perusahaan. Dalam
konteks ini maka para pengambil keputusan di
korporasi berpaling pada konsep CSR sebagai
salah satu jalan menunjukkan bagaimana
“komitmen” sekaligus upaya penyelesaian
masalah mereka. CSR kini semakin
menyentuh “jantung hati” dunia bsinis. Di
Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih
tegas lagi dalam UU PT No 40 Tahun 2007
yang disahkan DPR. Melalui UU Perseroan
Terbatas tersebut, dunia usaha wajib
mencadangkan sebagian keuntungan untuk
program sosial dan lingkungan (CSR). Atas
kebijakan itu, korporasi harus memandang
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan perlu
diupayakan di lingkungan internal dan
eksternal perusahaan.
Corporate Social Responsibility ialah
sebuah pendekatan di mana perusahaan
mengintegarsikan kepedulian sosial di dalam
operasi bisnis mereka dan dalam interaksi
mereka dengan para stakeholder berdasarkan
prinsip kemitraan dan kesukarelaan.
Sejarah CSR
Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam
tulisan social responsibility of the businessman
tahun 1953. Konsep yang digagas Howard
Rothmann Browen ini menjawab keresahan
dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi,
karena bisa jadi penawar kesan buruk
perusahaan yang terlanjur dalam pikiran
masyarakat dan lebih dari itu pengusaha dicap
sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada
dampak kemiskinan dan kerusakan
lingkungan. Kendati sederhana, istilah CSR
amat marketable melaui CSR, pengusaha tidak
perlu diganggu perasaan bersalah. CSR
merupakan tanggung jawab aktivitas social
kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit.
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR
adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak
hanya untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan secara finansial, tetapi untuk
pembangunan sosial ekonomi kawasan secara
holistik, melembaga dan berkelanjutan.
Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan
dan bahkan sering diidentifikasikan CSR
adalah corporate giving, corporate
philanthropy, corporate community relations
dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama
itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau
pendekatan CSR. Jika corporate giving
bermotif amal atau charity, corporate
philanthropy bermotif kemanusiaandan
corporate community relations bernafaskan
tebar pesona, community development lebih
bernuansa pemberdayaan.
Dalam konteks global, istilah CSR mulai
digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin
populer terutama setelah kehadiran buku
Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line
in 21 st Century Business (1998) karya John
Elkington. Mengembangkan tiga komponen
penting sustainable development, yakni
economic growth, environmental protection,
dan social Development (WCED) dalam
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 327
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Brundtland Report (1987), Elkington
mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P
(Profit, Planet dan People). Perusahaan yang
baik tidak hanya memburu keuntungan
ekonomi belaka (profit) tetapi memiliki
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan
(planet) dan kesejahteraan masyarakat
(people).
Di Indonesia istilah CSR semakin populer
digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa
perusahaan sebenarnya telah lama melakukan
CSA (corporate social activity) atau aktivitas
social perusahaan. Walaupun tidak
menamainya sebagai CSR, secara faktual
aksinya mendekati konsep CSR yang
mempresentasikan bentuk “peran serta” dan
“kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial
dan lingkungan.
Melalui konsep investasi sosial perusahaan
seatbelt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial
tercatat sebagai lembaga pemerintah yang
aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan
melakukan advokasi kepada berbagai
perusahaan nasional. Kepedulian social
perusahaan terutama didasari alasan
bahwasanya kegiatan perusahaan membawa
dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat,
khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.
Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya
bukan hanya shareholder atau para pemegang
saham, melainkan pula stakeholders, yakni
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
eksistensi perusahaan, pemasok, masyarakat
sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, media massa dan pemerintah
selaku regulator.
Dasar Hukum
Landasan hukum yang menyangkut CSR
terdapat dalam UU 40 Tahun 2007 yang berisi
peraturan mengenai diwajibkannya melakukan
CSR. Direksi yang bertanggungjawab bila ada
permasalahan hukum yang menyangkut
perusahaan dan CSR. Penjelasan pasal 15
huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “tanggung
jawab sosial perusahaan” adalah tanggung
jawab yang melekat pada setiap perusahaan
penanaman modal untuk tetap menciptakan
hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya
masyarakat setempat. Pasal I angka 3 UUPT,
tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah
komitmen perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningktakan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat maupun
masyarakat pada umumnya.
Alasan terkait Bisnis
Hasil survei “The Millenium Poll on CSR”
(1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board
(New York) dan Prince of Wales Business
Leader Forum (London) di antara 25.000
responden dari 23 negara menunjukkan bahwa
dalam membentuk opini perusahaan 60%
mengatakan bahwa etika bisnis, praktik
terhadap karyawan, dampak terhadap
lingkungan, yang merupakan bagian dari
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan
paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya,
citra perusahaan dan brand image-lah yang
akan paling mempengaruhi kesan mereka.
Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas
faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor
finansial, ukuran perusahaan, strategi
perusahaan atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap
perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR
adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50%
tidak akan membeli produk dari perusahaan
yang bersangkutan atau berbicara kepada
orang lain tentang kekurangan perusahaan
tersebut. Kritik atas CSR akan menyebabkan
suatu alasan dimana akhirnya bisnis
perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada
kepercayaan bahwa program CSR seringkali
dilakukan sebagai suatu upaya untuk
mengalihkan perhatian masyarakat atas
masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam
pelaksanaan CSR.
328 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Prinsip pertama adalah kesinambungan
atau sustainability. Ini bukan berarti
perusahaan akan terus menerus memberikan
bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program
yang dirancang harus memiliki dampak yang
berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi
bencana alam yang bersifat tidak terduga dan
tidak dapat diprediksi.
Prinsip kedua, CSR merupakan program
jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari
bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena
dukungan atmosfer sosial dari lingkungan
disekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan
adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik
dengan masyarakat.
Prinsip Ketiga, CSR akan berdampak
positif kepada masyarakat, baik secara
ekonomi, lingkungan, maupun sosial.
Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli
dan mempertimbangkan sampai dampaknya.
Prinsip Keempat, dana yang diambil untuk
CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure
perusahaan sebagaimana budjet untuk
marketing yang pada akhirnya akan
ditransformasikan ke harga jual produk. CSR
yang benar tidak membebani konsumen.
Jenis-jenis Program CSR
Kotler dan Lee (2005) menyebutkan enam
kategori aktivitas CSR, yaitu cause
promotions, cause related marketing,
corporate societal marketing, corporate
philanthropy, community volunteering dan
socially responsible business practice.
1. Cause Promotions (Promosi Kegiatan
Sosial).
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan
menyediakan dana atau sumber daya
lainnya yang dimiliki perusahaan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap suatu kegiatan sosial atau
untuk mendukung pengumpulan dana,
partisipasi dari masyarakat atau
perekrutan tenaga sukarela untuk suatu
kegiatan tertentu.
Komunikasi persuatif dengan tujuan
menciptakan kesadaran (awareness)
serta perhatian terhadap suatu masalah
sosial, merupakan fokus utama dari
kategori aktivitas CSR ini.
a. Beberapa tujuan komunikasi
persuasif yang ingin dicapai oleh
perusahaan melalui pelaksanaan
cause promotion adalah sebagai
berikut:
(1) Menciptakan kesadaran dan
perhatian dari masyarakat
terhadap suatu masalah
dengan menyajikan angka-
angka statistik serta fakta-
fakta yang menggugah.
Sebagai contoh, Bank
Indonesia melaksanakan
kampanye untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap
meningkatnya peredaran uang
palsu di Indonesia. Kampanye
yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dikenal dengan
kampanye 3D (Dilihat,
Diraba, Diterawang);
(2) Membujuk masyarakat untuk
memperoleh informasi lebih
banyak mengenai suatu isu
sosial dengan mengunjungi
website tertentu;
(3) Membujuk orang untuk
menyumbangkan waktunya,
untuk membantu mereka yang
membutuhkan;
(4) Membujuk orang
menyumbang uangnya untuk
masyarakat melalui
pelaksanaan program sosial
perusahaan. Sebagai contoh,
SCTV membentuk pundi
amal SCTV untuk membantu
masyarakat miskin melalui
pelaksanaan program
beasiswa, pengobatan gratis.
Harian Republika membentuk
Dompet Dhuafa untuk
menyantuni masyarakat
tiudak mampu melalui
program beasiswa pemberian
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 329
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
modal usaha dan pelatihan
usaha;
(5) Membujuk orang untuk
menyumbangkan sesuatu
yang mereka miliki selain
uang. Misalnya, toko buku
Gramedia menyediakan kotak
khusus untuk menampung
sumbangan buku bekas guna
disumbangkan ke kelompok
masyarakat lain yang
membutuhkan buku-buku
tersebut.
b. Beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh perusahaan dengan
melaksanakan kegiatan cause
promotions, adalah:
(1) memperkuat positioning merk
perusahaan,
(2) menciptakan jalan bagi ekspresi
loyalitas konsumen terhadap
suatu masalah, sehingga bisa
meningkatkan loyalitas
konsumen terhadap perusahaan
penyelenggara promosi,
(3) memberikan peluang kepada
para karyawan perusdahaan
untuk terlibat dalam suatu
kegiatan social yang menjadi
kepedulian mereka,
(4) menciptakan kerjasama antara
perusahaan denagn pihak-pihak
lain,
(5) meningkatkan citra perusahaan.
2. Cause Related Marketing (Pemasaran
Terkait Kegiatan Sosial)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan
memiliki komitmen untuk
menyumbangkan persentase tertentu
dari penghasilannya untuk suatu
kegiatan social berdasarkan besarnya
penjualan produk. Kegiatan ini
biasanya didasarkan kepada penjualan
produk tertentu, untuk jangka waktu
tertentu serta untuk aktivitas derma
tertentu.
a. Beberapa aktivitas cause related
marketing yang biasanya dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan adalah
sebagai berikut:
(1) menyumbangkan sejumlah
uang tertentu untuk setiap
produk yang terjual,
(2) menyumbangkan sejumlah
uang tertentu untuk setiap
aplikasi atau rekening yang
dibuka,
(3) menyumbangkan presentase
tertentu dari setiap produk yang
terjual atau transaksi untuk
kegiatan amal,
(4) menyumbangkan persentase
tertentu dari laba bersih
perusahaan untuk kegiatan
sosial atau untuk tujuan amal.
b. Beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh oleh perusahaan dengan
melaksanakan kegiatan cause
related marketing adalah
(1) menarik pelanggan baru,
(2) menjangkau relung pasar,
(3) meningkatkan penjualan produk
perusahaan,
(4) membangun identitas merk
yang positif dimata pelanggan.
3. Corporate Societal Marketing(Pemasaran Kemasyarakatan)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan
mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku
masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesehatan dan
keselamatan publik, menjaga
kelestarian lingkungan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
a. Kampanye corporate societal
marketing lebih banyak terfokus
untuk mendorong perubahan
perilaku yang berkaitan dengan hal-
hal sebagai berikut:
(1) isu-isu kesehatan,
(2) isu –isu perlindungan terhadap
kecelakaan,
(3) isu-isu lingkungan,
(4) isu-isu keterlibatan masyarakat.
330 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
b. Beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh perusahaan melalui
pelaksanaan corporate societal
marketing adalah:
(1) menunjang positioning produk,
(2) menciptakan preferensi produk,
(3) mendorong peningkatan
penjualan,
(4) menarik mitra yang bisa
diandalkan serta memiliki
kepedulian besar untuk
merubah perilaku masyarakat,
(5) memberikan dampak yang
nyata terhadap perubahan
sosial.
4. Corporte Philanthropy (Kegiatan
filantropi perusahaan).
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan
memberikan sumbangan langsung
dalam bentuk derma untuk kalangan
masyarakat tertentu. Sumbangan
tersebut biasanya berbentuk pemberian
uang secara tunai, bingkisan/paket
bantuan atau pelayanan cuma-cuma.
a. Program corporate philanthropy
yang dilaksanakan perusahaan
antara lain:
(1) sumbangan uang tunai,
(2) bantuan hibah,
(3) beasiswa,
(4) pemberian produk,
(5) pemberian layanan cuma-cuma,
(6) penyediaan keahlian teknis oleh
karyawan perusahaan secara
cuma-cuma,
(7) mengijinkan penggunaan
fasiklitas dan saluran distribusi
yang diliki perusahaan untuk
digunakan bagi kegiatan sosial,
(8) menawarkan penggunaan
peralatan yang dimiliki oleh
perusahaan.
b. Beberapa keuntungan:
(1) meningkatkan reputasi
perusahaan,
(2) memperkuat bisnis perusahaan,
(3) memberi dampak bagi
penyelesaian masalah sosial
dalam komunitas lokal.
Indikator Keberhasilan CSR
Indikator keberhasilan dapat dilihat dari
dua sisi perusahaan dan masyarakat. Dari sisi
perusahaan, citranya harus semakin baik di
mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi
masyarakat harus ada peningkatan kualitas
hidup. Karenanya, penting bagi perusahaan
melakukan evaluasi untuk mengukur
keberhasilan program CSR, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Satu hal yang
perlu diingat, “Salah satu ukuran penting
keberhasilan CSR adalah jika masyarakat yang
dibantu bisa mandiri, tidak melulu bergantung
pada pertolongan orang lain”.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang penulis gunakan pada
penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif atau kajian pustaka.
PEMBAHASAN
Sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari
kekuatan finansialnya saja,tetapi juga dari segi
dampak dan perlakuannya terhadap
masyarakat sekitar yang terwujud dalam
tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam
konteks ini maka para pengambil keputusan di
perusahaan menerapkan konsep CSR sebagai
salah satu jalan yang menunjukkan bagaimana
“komitmen” sekaligus upaya penyelesaian
masalah perusahaan. CSR kini semakin
menyentuh “jantung hati” dunia bisnis. Di
Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih
tegas lagi dalam UU PT No 40 Tahun 2007
yang disahkan DPR. Melalui UU Perseroan
Terbatas tersebut, dunia usaha wajib
mencadangkan sebagian keuntungan untuk
program social dan lingkungan (CSR). Atas
kebijakaan itu, asosiasi pebisnis Indonesia
secara perlahan dalam dunia usaha korporasi
harus memandang bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan perlu diupayakan di
lingkungan internal dan eksternal
perusahaan.
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 331
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Coporate Sosial Responsibility ialah
sebuah pendekatan dimana perusahaan
mengintegarsikan kepedulian sosial di dalam
operasi bisnis mereka dan dalam interaksi
mereka dengan para stakeholder berdasarkan
prinsip kemitraan dan kesukarelaan.
CSR di Indonesia
Di Indonesia kesadaran pelaku bisnis
dalam menerapkan CSR mulai meriah
beberapa tahun terakhir ini. Meriahnya
implementasi CSR didasarkan bahwa dana
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
program CSR bukan mengurangi profit tetapi
menambah profit jangka panjang bagi
perusahaan. Hal ini terbukti dari banyaknya
perusahan yang berlomba-lomba untuk
melakukan CSR. Pelaksanaanpun makin
beragam mulai dari bentuk program yang
dilaksanakan maupun dari sisi dana yang
digulirkan. Beberapa bentuk program CSR
yang dilaksanakan adalah pemberian beasiswa,
bantuan bencana alam, pemberian modal
usaha, pembangunan sarana olah raga, sarana
ibadah maupun sarana umum lainnya yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia.
Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai
CSR diatur dalam Undang-Undang nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Sebagai pengganti Undang-Undang nomor 1
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam
Undang-Undang PT nomor 40 tahun 2007,
pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan
atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggungjawab sosial dan
lingkungannya. Ayat (2) berbunyi tanggung
jawab sosial dan lingkungan itu merupakan
kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat
(3) menyatakan perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ayat (4)
berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai
tanggungjawab dan lingkungan diatur dengan
peraturan Pemerintah. Hal ini menunjukkan
bahwa CSR sangat dipandang perlu dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
korporasi. Diundangkannya Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan
terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR
awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah
tanggung jawab yang diwajibkan. Namun
Undang-Undang Perseroan Terbatas secara
eksplisit tidak mengatur berapa jumlah
nominal dan atau berapa besaran persen laba
bersih dari suatu perusahaan yang harus
disumbangkan. Karena, pengaturan lebih
lanjut merupakan domain dari Peraturan
Pemerintah (PP) sebagai manifestasi dari
Undang-Undang, dan saat ini Peraturan
Pemerintah tersebut masih dibahas oleh
Pemerintah.
Beberapa bentuk penerapan CSR di
perusahaan-perusahaan.
PT Djarum PT Djarum adalah sebuah perusahaan
rokok di Indonesia yang bermarkas di Kudus,
Jawa tengah. PT Djarum merupakan salah satu
dari tiga perusahaan rokok terbesar di
Indonesia dan merupakan penyumbang cukai
yang besar bagi APBN Indonesia. Selain
berkiprah di bisnis kretek, Djarum melebarkan
sayap dalam sektor property dan perbankan.
Dalam berbagai kiprah bisnisnya Djarum tidak
melupakan untuk program CSR dalam setiap
kegiatan bisnisnya. Beberapa bentuk
penerapan CSR PT. Djarum, antara lain pada
bidang pendidikan, olahraga, sepakbola dan
kegiatan sosial lainnya.
Pada bidang pendidikan, dengan Djarum
Foundation yaitu Djarum Bakti Pendidikan
berperan aktif memajukan pendidikan melalui
pembudayaan dan pemberdayaan mahasiswa
berprestasi tinggi dalam berbagai pelatihan
soft skills untuk membentuk manusia
Indonesia yang disiplin, mandiri dan
berwawasan masa depan serta menjadi
pemimpin yang cakap intelektual, emosional
dan spiritual.
332 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Pada bidang olah raga, antara lain pada
cabang bulutangkis. Berbicara mengenai bulu
tangkis, PB Djarum banyak melahirkan atlet
dunia seperti Liem Swie King, Hastomo Arbi,
Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian
hadinata dan Hadiwinoto. Kisah keterlibatan
Djarum sendiri dalam mendorong
perkembangan bulutangkis Indonesia sendiri
bermula pada tahun 1969. Didorong rasa cinta
CEO PT. Djarum, Budi Hartono pada bulu
tangkis, maka dijadikanlah tempat yang
biasanya dijadikan tempat melinting rokok
para karyawan Djarum sebagai sebuah tempat
dimana para karyawan Djarum dapat berlatih
dan bermain bulutangkis. Lama kelamaan
tempat tersebut tidak hanya menjadi tempat
berlatih para karyawan Djarum saja,
melainkan masyarakat sekitar pun mulai
menggunakan tempat tersebut untuk tujuan
yang sama. Akhirnya, pada tahun 1974,
terbentuklah Perkumpulan Bulutangkis
Djarum (disingkat PB Djarum) secara resmi.
PB Djarum pernah gilang gemilang ketika
Indonesia merebut piala Thomas pada tahun
1984 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kala itu dari
delapan pemain, tujuh diantaranya berasal dari
PB Djarum yaitu Liem Swie King, Hastomo
Arbi, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian
Hadinata an Hadibowo, satu pemain lagi
adalah Icuk Sugiarto. Masih dalam bidang
olah raga Djarum juga memberikan dukungan
dan pengembangan persepakbolaan di
Indonesia dengan program LIGA DJARUM.
Djarum mensponsorinya dengan dana lebih
kurang 35 miliar. Ini diharapkan minat
masyarakat akan olah raga ini semakin
meningkat.
Kegiatan sosial lainnya, PT. Djarum
membangun tempat khusus Green Plants
Cultivation of Seedlings Center, tempat ini
dibangun pada tahun 1984, digunakan untuk
pembudidayaan bibit-bibit tanaman. Selain itu
juga penanaman pohon trembesi di beberapa
daerah untuk mengatasi pemanasan global.
PT INDOSAT Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat, Indosat telah melaksanakan
berbagai program yang di harapkan dapat
meningkatkan kehidupan masyarakat
Indonesia untuk menjadi lebih baik. CSR yang
dilakukan tidak terbatas hanya pada
pengembangan dan peningkatan kualitas
masyarakat pada umunya, namun juga
menyangkut tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance). Kepedulian
terhadap pelanggan, pengembangan Sumber
Daya Manusia, mengembangkan Green
Environment serta memberikan dukungan
dalam pengembangan komunitas dan
lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada,
saling melengkapi demi tercapainya CSR yang
mampu memenuhi tujuan Indosat dalam
menerapkan ISO 26000 di perusahaan.
Beberapa bentuk penerapan CSR Indosat
mencakup 5 (lima) inisiatif yang dilakukan
secara berkesinambungan yakni
Organizational Governance, Consumer issues,
Labor Practices, Environment, dan
Community Involvement.
Pada Organizational Governance,
penerapan tata kelola perusahaan terbaik
termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan
yang berlaku berlandaskan 5 prinsip, yakni
transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, interpendensi dan
kesetaraan. Pada Consumer issues,
menyediakan dan mengembangkan produk dan
jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat
luas bagi pemakainya, layanan yang transparan
dan terpercaya. Pada Labor Practices,
mengembangkan hubungan yang saling
menguntungkan antara perusahaan dengan
karyawan serta pengembangan sistem,
organisasi dan fasilitas pendukung sehingga
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi perusahaan. Pada Environment,
mengembangkan budaya peduli lingkungan
termasuk upaya-upaya nyata untuk
mengurangi penggunaan emisi karbon dalam
kegiatan perusahaan. Pada Community
Involvement, ikut mengembangkan kualitas
hidup komunitas dalam hal kualitas
pendidikan sekolah dan olah raga, kualitas
kesehatan serta ikut serta dalam mendukung
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 333
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
kegiatan sosial komunitas termasuk bantuan
saat bencana/musibah.
Program CSR di tahun 2008 memiliki tema
khusus “Indosat Cinta Indonesia” yang
kemudian pada tahun 2009, tema CSR Indosat
berkembang menjadi “Satukan Cinta Negeri”
sebagai bentuk refleksi komitmen dan
tanggungjawab Indosat sebagai perusahaan di
Indonesia yang peduli atas kesejahteraan
masyarakat dan lingkungan, serta upayanya
untuk senantiasa berkarya, memberikan
manfaat, serta mengajak peran serta seluruh
stakeholder untuk mewujudkan bangsa
Indonesia yang lebih baik, yang merupakan
terjemahan dari keinginan masyarakat pada
umumnya untuk terlibat secara aktif dalam
berbagai program sosial Indosat.
Program Indosat ”Satukan Cinta untuk
Negeri” diterapkan melalui berbagai aktivitas
antara lain: Indonesia Belajar, Indonesia sehat,
Indonesia hijau, Berbagi bersama Indosat dan
Indosat Peduli.
Melalui program Indonesia belajar, Indosat
ingin turut membangun generasi cerdas yang
kita cita-citakan. Melalui penyediaan multi
media bagi sekolah, kompetisi inovasi,
program beasiswa, pelatihan bagi guru serta
aktivitas pendidikan lainnya. Program
Indonesia sehat diwujudkan dalam bentuk
mobil klinik sehat keliling(Mobil klinik) yang
diluncurkan sejak tahun 2007, saat ini telah
tersedia 16 armada mobil klinik yang
menyediakan layanan kesehatan bagi ibu, anak
dan masyarakat pada umumnya. Kemudian
menyadari pentingnya upaya pelestarian
lingkungan, Indosat mengembangkan Base
Transceiver Station (BTS) menggunakan
energy alternative seperti energy matahari,
angin dan juga biodiesel dari kelapa sawit dan
pohon jarak serta penanaman sejuta pohon.
Lebih lanjut dalam program berbagi bersama,
Indosat mengajak partisipasi para pelanggan
untuk turut menyumbangkan donasi dalam
membantu masyarakat yang membutuhkan,
melalui sms, percakapan telepon dan layanan
lainnya. Dalam Indosat peduli, kami
membantu masyarakat yang terkena bencana
melalui program penanganan bencana. Selain
itu juga mengembangkan program community
development melalui program kampong siaga.
PT. Bumi Resources PT. Bumi Resources adalah salah satu
perusahaan terdepan dibidang pemanfaatan
sumber daya alam di Indonesia, yang bergerak
dibidang minyak, gas bumi, pertambangan
batu bara dan mineral. Sebagai perusahaan
yang bertanggung jawab, PT. Bumi Resources
percaya bahwa kinerja yang unggul tidak
hanya semata-mata diukur dari pencapaian
finansial melainkan juga didasari pada
seberapa jauh PT. Bumi Resouerces dapat
melaksanakan tanggung jawab lingkungan dan
sosialnya.
Penerapan CSR di PT. Bumi Resources
antara lain bantuan bencana alam, beasiswa,
program kesehatan masyarakat,
pengembangan infrastruktur. Sebagai Negara
yang terletak di daerah yang terkenal dengan
nama “Ring of Fire”, bangsa Indonesia harus
senantiasa menghadapi kejadian gempa dan
letusan gunung berapi. Sejak kejadian gempa
bumi dan diiringi Tsunami tahun 2004 di
Aceh, pemerintah telah meningkatkan
perhatiannya pada penanggulangan terhadap
kejadian bencana alam. Selama tahun 2010,
PT Bumi Resources beserta unit usahanya
berpartisipasi aktif dalam upaya
penanggulangan bencana, baik berupa bantuan
dana maupun bantuan tim rescue yang
langsung turun ke lapangan. Kemudian
pemberian beasiswa oleh PT Bumi Resources.
Di tahun 2010, PT Bumi Resources
melanjutkan program beasiswanya untuk
mahasiswa terpilih yang ada di Universitas
Bakrie. Seperti tahun-tahun sebelumnya,
bantuan yang diberikan adalah bantuan
Beasiswa penuh sampai selesai selama
4(empat) tahun belajar di Universitas Bakrie.
Dalam program kesehatan masyarakat, PT
Bumi Resource memiliki Program air bersih
yang merupakan program kesehatan
masyarakat yang dilaksanakan hampir di
semua wilayah tambang. Program ini
diselaraskan dengan kebutuhan warga akan
tersedianya air bersih yang berkualitas.
334 n ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Kemudian Program operasi katarak yang
diadakan dengan BKMM (Balai Kesehatan
Mata Masyarakat) bagi masyarakat kurang
mampu di wilayah sekitar pertambangan.
Dilanjutkan dengan Operasi bibir sumbing
yang dilaksanakan PT Bumi Resources beserta
anak perusahaannya dengan tema :Kini Aku
Bisa Tersenyum”.
Dalam Pengembangan infrastruktur, peran
serta PT. Bumi Resources bertujuan
meningkatkan geliat perekonomian daerah
sekitar tambang. Pembangunan jembatan oleh
PT Bumi Resources dan anak perusahaan, PT
Arutmin Tambang satu, misalnya mampu
menggeliatkan perekonomian desa Lok Padi
dan sekitarnya. Selain itu terdapat pula
Program Satu Tahun Satu Masjid merupakan
komitmen PT. Bumi Resources dalam
menyediakan sarana keagamaan yang
memadai. Kegiatan Sosial Budaya. PT. Bumi
Resources dan anak perusahaannya, yakni PT.
Arutmin, serta Pemda setempat secara rutin
menggelar tabligh Akbar menghadirkan da’i-
da’i kondang asal Banjarmasin dan Jakarta.
Pada hari raya Idul Adha memberikan
sumbangan kurban untuk masyarakat sekitar
tambang dan kota Banjarmasin. Safari
ramadhan dan buka puasa bersama juga rutin
digelar di lokasi tambang. Kemudian PT.
Bumi Resources beserta anak perusahaan, PT
Arutmin, juga telah membentuk lembaga-
lembaga masyarakat untuk mewadahi program
ekonomi dalam pembinaan Arutmin. Program
PERMATA (Program Pemberdayaan
Masyarakat Lingkar Tambang) di wilayah
Asam-asam telah menyelenggarakan pelatihan
tentang mekanisme penilaian kelayakan usaha
serta dasar-dasar akuntansi.
PT. Unilever PT. Unilever berupaya untuk memberikan
kontribusi dalam pencapaian kualitas hidup
yang lebih baik bagi masyarakat. Yang
terbukti dari misinya yaitu: (1) Menggali dan
memberdayakan potensi masyarakat; (2)
Memberikan nilai tambah bagi masyarakat; (3)
Memadukan kekuatan para mitra dan; (4)
Menjadi katalisator bagi pembentukan
kemitraan.
Dalam meningkatkan reputasi perusahaan,
Unilever menekankan pentingnya pelestarian
lingkungan, kehidupan social maupun
pertumbuhan usaha yang berkesinambungan.
Perhatian utama PT. Unilever adalah
memenangkan hati pelanggan (internal dan
eksternal) dan upaya membahagiakan
konsumen dan masyarakat secara terus
menerus, dengan memahami dan
mengantisipasi kebutuhan mereka, serta
menaggapinya secara mandiri, dengan cara
:Secara proaktif mendengarkan kebutuhan
konsumen dan masyarakat menghasilkan
tindakan yang berfokus pada peningkatan
nilai. Menanggapi dengan serius setiap
persoalan pelanggan, pembeli dan masyarakat.
Merencanakan secara efektif, memberikan
waktu persiapan yang cukup untuk bekerja
dengan baik. Memenuhi yang dijanjikan dan
tepat waktu. Peduli terhadap kondisi sosial
masyarakat di sekitar.
Perlaku ini diterapkan dalam kegiatan
perusahaan sehari-hari. Tahun 2003, PT.
Unilever memperkenalkan program 3C
(Consumer, Customer and Community)
Connection kepada karyawannya. Mereka
didorong untuk secara proaktif mendengarkan
keinginan pelanggan, konsumen dan
masyarakat guna mengumpulkan masukan
bagi peningkatan kontribusi perusahaan.
Pertemuan bulanan dengan tokoh masyarakat
dilakukan secara rutin, sebagai pendekatan
yang bottom-up. Berfokus pada kekuatan
Unilever, perusahaan yakin dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat
sekitar khususnya dan masyarakat Indonesia
umumnya.
Bentuk CSR PT Unilever, antara lain: (1)
Program pengembangan Usaha Kecil
Menengah; (2) Program pelestarian sumber
air; (3) Program daur ulang; dan (4) Program
Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
PENUTUP
Kesimpulan
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 5, Maret 2013 n 335
JURNAL EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Pembangunan suatu Negara bukan hnaya
tanggung jawab pemerintah saja, melainkan
setiap insan manusia juga memiliki tanggung
jawab untuk mewujudkan kesejahteraan sosial
dan peningkatan kualitas hidup masyarakat tak
terkecuali perusahaan. Perusahaan dalam
menjalankan operasional perusahaan juga
harus mempertimbangkan faktor lingkungan
hidup dan tanggung jawab sosial. Tanggung
jawab social perusahaan (CSR) yang dibuat
untuk kesejahteraan masyarakat pada akhirnya
akan berbalik yaitu memberikan keuntungan
kembali pada perusahaan. Dengan kondisi
tersebut, CSR di Indonesia makin meriah.
Saran
Tanggung jawab social perusahaan
(CSR) akan sukses bila ada kerjasama diantara
perusahaan dengan masyarakat. Untuk
mencapai dunia yang lebih indah, hijau dan
sejahtera tanpa adanya kemiskinan dan
kerusakan lingkungan ddibutuhkan pergeseran
paradigma dari pemenuhan “kepentingan
individu” menjadi “kepentingan bersama “,
yaitu perubahan dari pengelolaan “Corporate
usual responsibility” menjadi ‘Corporate
Sosial Responsibility”, yang berarti
berubahnya orientasi gaya hidup “saya”
menjadi “kita”. Seluruh anggota masyarakat
harus bekerja sama dan sama-sama bekerja
untuk menjadikan dunia menjadi tempat yang
indah untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Annual Report PT Bumi Resources Tahun
2010.
Dwi Kartini. (2009). Corporate Social
Responsibility: Transformasi Konsep
Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Teguh Sri Pambudi. (2005). CSR sebuah
keharusan dalam investasi sosial. Jakarta:
Pusat Penyuluhan Sosial (Pusensos)
Departemen Sosial RI.
Undang - Undang Perseroan Terbatas No. 40
Tahun 2007.
Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
Website Djarum. http://www.djarum.com
Website Indosat. http://www.indosat.com
Website Unilever. http://www.unilever.co.id