Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

82
JURNAL Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Diterbitkan Oleh: LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU PENDIDIKAN TAMAN SISWA BIMA Volume 7 Nomor 1 Januari-Juni 2017 ISSN: 2088-0294

Transcript of Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Page 1: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

JURNALPendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)

Diterbitkan Oleh:

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKATSEKOLAH TINGGI ILMU PENDIDIKAN TAMAN SISWA BIMA

Volume 7 Nomor 1Januari-Juni 2017

ISSN: 2088-0294

Page 2: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima i

JURNAL PENDIDIKAN MIPA

SUSUNAN REDAKSI Pelindung dan Penasehat

Muslim, S.Sos. Ketua Yayasan STKIP Taman Siswa Bima Dr. Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima

Penganggung Jawab

Muliana, M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima Ketua Penyunting

Asriyadin, M.Pd.Si. Penyunting Pelaksana

Yus’iran, S.Si., M.Pd. Mariamah, M.Pd. Agustinasari, M.Pd.Si. Endang Susilawati, M.Pd Nanang Diana, M.Pd Adi Apriadi Adiansyah, M.Pd Muliana, M.Pd

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Prof. Dr. Mansyur, STKIP Taman Siswa Bima Dr. Karyadin, STKIP Taman Siswa Bima Dr. M. Firmansyah, M.Si, STKIP Taman Siswa Bima, Indonesia Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D, Universitas Negeri Malang, Indonesia Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia Dr. Nuril Furkan, M.Pd, STKIP Taman Siswa Bima Prof. Dr. Juraid, STKIP Taman Siswa Bima

Desain Cover

Asriyadin, M.Pd.Si. Alamat Redaksi

Redaksi Jurnal Pendidikan MIPA LPPM STKIP Taman Siswa Bima Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891 Email: [email protected]

Jurnal Pendidikan MIPA STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi Januari–Juni dan Juli-Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam.

Page 3: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima ii

JURNAL PENDIDIKAN MIPA Volume 7 Nomor 1, Januari-Juni 2017

ISSN: 2088-0294

DAFTAR ISI

Penerapan Model Reciprocal Teaching pada Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMPN 13 Bima Arif Hidayad, Rahmi

1-6

Analisis Kesulitan Memecahkan Masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern Mahasiswa Calon Guru Fisika Dewi Sartika, Nur Aisyah Humairah

7-11

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Predict Observation Explain Setting Pemodelan pada Mahasiswa Teknik Informatika Listia Utami

12-21

Pengembangan Media Pembelajaran Fisika dengan Camtasia Studio Dan Multisim pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis Amran Amiruddin

22-29

Analisis Energi Gempa Letusan Gunung Semeru 09 Oktober 2009 Arif Rahman Hakim, Hairunisa

30-35

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Materi Geometri Berbantuan Geogebra ditinjau Dari Self-Efficacy Muslim, Abd. Haris

36-42

Implementasi Project Based Learning Berbasis Potensi Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika Endang Susilawati, Agustinasari

43-47

Deskrkipsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sulawesi Barat Murtafiah

48-52

Penerapan Metode Quantum Teaching dengan Teknik TANDUR terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA PPM Al-Ikhlas Ummu Kalsum, Fadhila

53-60

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Geometri Siswa SMA Melalui Transactional Reading Strategy Sudarsono, Mikrayanti, Murtalib

61-74

Analisis Kesulitan Mahasiswa PGSD dalam Menyusun Instrumen Penilaian (Ranah Afektif dan Kognitif) Sri Lastuti, Anisah

75-79

Page 4: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1

Penerapan Model Reciprocal Teaching pada Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMPN 13 Bima

Arif Hidayad1, Rahmi2

1,2STKIP Taman Siswa Bima [email protected]

ABSTRAK

Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat ditempuh dengan menggunakan model-model pembelajaran yang lebih efektif, efisien dan memiliki daya tarik. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan dalam strategi pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan memecahkan masalah adalah dengan menggunakan model Reciprocal Teaching. Model Reciprocal Teaching ini merupakan model yang menerapkan empat keterampilan pemahaman mandiri, yaitu predicting (memprediksi), summarizing (menentukan inti sari), questioning (bertanya) dan clarifying (memperjelas). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktifitas siswa, respon siswa dan ketuntasan belajar siswa selama proses pembelajaran menggunakan model Reciprocal Teaching pada materi persegi dan persegi panjang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data aktifitas, respon dan ketuntasan belajar siswa terhadap penerapan model Reciprocal Teaching. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII A yang berjumlah 31 orang siswa. Dari hasil analisis diperoleh data aktifitas siswa saat pembelajaran dengan menggunakan model Reciprocal Teaching tergolong baik dengan nilai persentase rata-rata aktifitas siswa sebesar 83.61%. Berdasarkan angket respon siswa, diperoleh hasil respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching adalah positif dengan besarnya porsentase respon siswa sebesar 80.64%. Selanjutnya, siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 27 orang dan yang tidak tuntas sebanyak 4 orang siswa. Sedangkan jika dilihat dari ketuntasan klasikal diperoleh persentase ketuntasan sebesar 87.09%.

Kata kunci : Reciprocal Teaching, Persegi Panjang dan Persegi, Aktifitas, Respon, Ketuntasan Belajar Siswa.

PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu landasan

dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini matematika terus mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.

Pembelajaran matematika yang menurut kenyataan sejarah merupakan penentu jatuh bangunnya suatu Negara dewasa ini. Sering dalam kenyataan di lapangan merupakan pelajaran yang dibenci dan ditakuti oleh siswa. Karena cara mengajar seorang guru matematika cenderung serius dan tidak ada hiburan sama sekali. Efek paling buruk adalah minat siswa terhadap matematika semakin menurun dan

prestasi dalam bidang matematika semakin buruk (Suherman dan Marsiti, 2005:5).

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika peserta didik salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataan menunjukan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi guru (Abbas, 2002:2). Pola pembelajaran seperti ini harus diubah dengan cara menggiring peserta didik mencari ilmunya sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus menggunakan konsep-konsep secara mandiri.

Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan dalam strategi pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan memecahkan

Page 5: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 2

masalah adalah dengan model Reciprocal Teaching. Model Reciprocal Teaching ini merupakan model yang menerapkan empat keterampilan pemahaman mandiri, yaitu predicting (memprediksi), summarizing (menentukan inti sari), questioning (bertanya), dan clarifying (memperjelas). Siswa diminta untuk memprediksi apa yang akan dibahas pada materi yang akan dipelajari, sehingga diberikan kesempatan untuk melengkapi pengetahuan baru yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Pada keterampilan summarizing (menentukan inti sari), siswa menentukan hal-hal yang dianggap penting. Pada keterampilan questioning (bertanya), siswa menggarisbawahi pertanyaan yang tidak dimengerti dan menyusun pertanyaan yang relevan dengan sub pokok bahasan yang akan dipelajari. Sedangkan pada keterampilan clarifying (memperjelas), siswa menjawab pertanyaan pada keterampilan questioning, dengan mengerjakan soal latihan dari guru.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru matematika SMPN 13 Bima, bahwa kesulitan belajar yang dialami oleh siswa kelas VII pada pembelajaran persegi dan persegi panjang adalah siswa kesulitan dalam memahami dan membedakan mana yang disebut dengan persegi dan mana yang disebut dengan persegi panjang serta kesulitan dalam menggunakan rumus- rumus dalam penyelesaian soal-soal latihan baik dalam soal gambar maupun soal cerita. Hal ini, disebabkan oleh metode pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat monoton yaitu hanya berupa metode ceramah dan kontekstual dan siswa sendiri kurang diberi kesempatan untuk mendeskripsikan tentang apa yang diketahuinya yang berhubungan dengan materi persegi dan persegi panjang tersebut. Hal ini sangat kontras dengan kurikulum yang diterapkan pada saat sekarang yakni siswa sangat dituntut keaktifannya dalam proses belajar mengajar dan guru hanya sebagai fasilitator yang harus mampu mencarikan solusi dari permasalahan yang diajukan atau dihadapi oleh siswa. Karena pemilihan metode mengajar sangat mempengaruhi terhadap tingkat keaktifan serta tingkat pemahaman siswa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penting kiranya untuk dilakukan penelitian tentang bagaimana penerapan model pembelajaran Reciprocal Teaching pada pembelajaran matematika terutama di siswa SMP. Melalui penelitian ini, akan diungkap tentang bagaimana aktifitas siswa, respon siswa dan ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran matematika materi persegi dan persegi panjang melalui penerapan model pembelajaran Reciprocal Teaching di kelas VII SMPN 13 BIMA Tahun Pelajaran 2012/2013.

Reciprocal Teaching adalah beberapa hal dalam suatu kumpulan dari empat pengertian keterampilan, yaitu: predicting (memprediksi), summarizing (menentukan inti sari), questioning (bertanya) dan clarifying (memperjelas) (Palinscar & Brown : 1986)

Pada penggunaan Reciprocal Teaching, siswa diajarkan empat keterampilan pemahaman mandiri yang spesifik, yaitu memprediksi, menentukan inti sari, bertanya dan memperjelas. Untuk menerapkan model Reciprocal Teaching ini, guru dan siswa membaca materi tertentu dan guru mempraktekkan empat keterampilan itu, memperkirakan apa yang akan dibahas pada materi yang akan dipelajari, meringkas materi, membuat 1 atau 2 pertanyaan, memperjelas poin-poin sulit dan menjawab pertanyaan yang telah dibuat. Selanjutnya selama pelajaran berlangsung, guru tidak lagi berperan sebagai pemimpin diskusi, tetapi diserahkan kepada siswa. Guru memberikan dukungan, umpan balik, rangsangan ketika siswa mempelajari keterampilan-keterampilan tersebut dan mengajarkannya kepada yang lain.

Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: a) Pada langkah pertama, siswa memprediksi apa yang akan dibahas pada materi yang akan dipelajari, tujuannya adalah ketika siswa membaca materi , mereka dapat mengetahui apakah dugaan yang mereka buat benar atau tidak, b) Membaca rangkuman sub-bab, dan menyusun pertanyaan yang dirasa tidak dimengerti, c) Guru memberikan beberapa contoh soal yang relevan dengan pertanyaan yang diajukan siswa, d) Pada langkah ini, ada kemungkinan yang dialami siswa. Ialah, siswa

Page 6: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 3

belum paham dengan contoh soal yang diberikan oleh guru. Apabila siswa belum mengerti, maka siswa dapat membaca kembali dengan mengaitkan dengan contoh soal dengan bacaan yang terdapat dalam sub-bab yang relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Langkah ini diulang-ulang sampai siswa paham dengan pertanyaan yang dimaksud, dan e) Apabila siswa sudah paham, siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun.

Tujuan Reciprocal Teaching adalah untuk memfasilitasi dialog, baik antara guru dan murid, maupun antara murid dengan murid. Yang bertujuan memberikan makna pada teks. Tiap keterampilan dipilih dengan tujuan: a) Predicting, muncul ketika siswa memperkirakan apa yang akan dibahas pada matri yang akan dipelajari. Agar strategi ini berhasil, siswa harus dapat ‘menghidupkan’ atau mengingat kembali pengetahuan umum yang mereka miliki yang berhubungan dengan topik /materi yang akan dibahas. Siswa memiliki sebuah tujuan pada saat membaca, yakni untuk memperoleh jawaban atau sanggahan terhadap dugaan yang telah mereka buat. Lebih jelasnya lagi, siswa diberikan kesempatan untuk melengkapi pengetahuan baru yang akan mereka dapatkan dengan pengetahuan yang telah mereka dapatkan sebelumnya, b) Summarizing, memberikan kesempatan awal kepada siswa untuk mengenal dan memadukan informasi paling penting yang terdapat dalam teks. Teks dapat diringkas perkalimat, perparagraf, maupun keseluruhannya. Ketika siswa memulai prosedur Reciprocal Teaching, biasanya mereka memusatkan perhatiannya pada tatanan kalimat dan paragraph. Semakin mereka mahir, maka mereka akan dapat memadukan Reciprocal Teaching pada tatanan paragraph dan wacana, c) Questioning, akan mempengaruhi tingkat pemahaman siswa. Ketika siswa akan mengajukan atau membuat pertanyaan, pertama-tama mereka akan mengidentifikasi informasi yang cukup penting untuk pertanyaan tersebut. Kemudian mereka membuat informasi yang telah mereka dapatkan dalam bentuk pertanyaan. Hal ini perlu agar dapat memastikan bahwa mereka dapat menjawab pertanyaan yang mereka buat sendiri

tersebut. Membuat pertanyaan merupakan strategi yang bersifat fleksibel, dimana siswa dapat diajarkan dan didorong untuk memikirkan atau membuat pertanyaan pada berbagai tingkatan. Sebagai contoh, beberapa sekolah mengharapkan siswanya menguasai informasi secara terperinci, sedangkan sebagian lainnya mengharapkan siswanya dapat menyimpulkan atau menggunakan informasi-informasi baru dari teks, dan d) Clarifying, adalah sebuah aktifitas yang penting dilakukan bila sedang mengajar atau membimbing siswa yang memiliki kesulitan dalam memahami teks. Siswa-siswa yang tersebut mungkin beranggapan bahwa tujuan membaca adalah mengucapkan kata-kata dengan benar. Mereka tidak akan terlalu memikirkan makna suatu wacana yang sedang mereka baca. Ketika siswa diminta untuk menjelaskan atau mengklarifikasi, berarti mereka tengah diajak untuk mencari tahu alas an mengapa teks atau bacaan sulit dimengerti. Misalnya: terdapat definisi yang tidak jelas, dan konsep-konsep yang tidak terlalu dikenal ataupun sulit, dll. Siswa dibimbing dan diajar agar waspada terhadap masalah-masalah tersebut dan melakukan hal-hal lain yang dapat membantu mereka memperoleh pengertian yang jelas. Misalnya, dengan membaca ulang atau meminta bantuan kepada teman atau guru.

Tiap strategi yang dipilih berfungsi sebagai cara untuk membantu siswa dalam menyusun makna dari teks, dan juga sebagai cara untuk memastikan siswa-siswa tersebut benar-benar memahami terhadap apa yang telah mereka baca.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif, yaitu mendeskripsikan data yang diperoleh serta dianalisis tanpa menggunakan analisis statistik inferensial. Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengungkapkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan serta membuat laporan. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deskriptif yaitu mendeskripsikan setiap variabel yang diukur selama penerapan model Reciprocal Teaching di kelas VII SMPN 13 Bima berdasarkan data riil yang diperoleh.

Page 7: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 4

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 13 Bima dengan subjek penelitian adalah kelas VII A yang berjumlah 31 siswa. Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan teknik random (acak), karena keadaan siswa kelas dari tiga kelas yang ada di SMPN 13 Bima keadaan siswanya homogen.

Untuk pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut: 1) Pedoman Observasi, Pengamatan menggunakan pedoman observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil pengamatan adalah data aktifitas belajar siswa dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti untuk setiap kali pertemuan selama 3 kali pertemuan, 2) Tes, diberikan kepada siswa setelah pembelajaran terakhir selesai. Tesnya adalah berupa soal ujian dengan jenis tes essay sebanyak 5 soal yang digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dan 3) Angket, diberikan setelah tes dan bersifat tertutup. Jumlah item dari angket ini ada 6 item yang digunakan untuk respon siswa terhadap pembelajaran model Reciprocal Teaching.

Selanjutnya, data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan formula statistic sederhana. Pada data hasil observasi aktivitas siswa yaitu melihat rata-rata aktifitas siswa ditiap pertemuan dan tiap keterampilan pada model Reciprocal Teaching. Kemudian data tersebut dimasukkan dalam kategori sebagai berikut: 80% ≤ R ≤ 100% : Sangat baik 70% ≤ R ≤ 80% : Baik 60% ≤ R ≤ 70% : Cukup 50% ≤ R ≤ 60% : Kurang < 50% : Gagal (Syah, 2010:221)

Untuk menganalisis angket respon siswa diperoleh melalui perhitungan besarnya porsentase rata-rata untuk setiap angket. Apabila porsentase respon siswa mencapai ≥ 60%, maka dapat dikatakan memiliki respon positif (Sudjana, 2005:84).

Analisis hasil tes siswa disesuaikan dengan standar ketuntasan yang berlaku pada sekolah, yaitu dilihat dari ketuntasan hasil belajar dengan kriteria: a) Ketuntasan individu, apabila siswa telah mencapai skor ≥ 65 dari skor maksimal 100, dan b) Ketuntasan klasikal, apabila mencapai nilai minimal 85% dari jumlah siswa di kelas yang telah mencapai ketuntasan belajar. (Depdiknas, 2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian ini meliputi hasil pengamatan aktifitas siswa selama proses pembelajaran, data hasil tes setelah penerapan model Reciprocal Teaching, dan hasil angket. Observasi dilakukan oleh dua orang pengamat untuk mengamati aktifitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model Reciprocal Teaching berlangsung yang tersaji pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Porsentase aktifitas siswa Pertemuan Jumlah

Siswa (org) Skor total

Porsentase ( R)

Kategori

P1 30 367 76.46 Baik P2 30 400 83.33 Baik P3 30 437 91.04 Sangat baik

Sedangkan aktifitas siswa jika dilihat dari persentase setiap keterampilan model Reciprocal Teaching pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga tersaji pada tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Persentase Aktifitas Siswa Setiap Keterampilan Reciprocal Teaching. No Keterampilan Persentase setiap pertemuan Rata-

rata Kategori

R1 Ket R2 Ket R3 Ket 1 Predicting 69.17 cukup 70.33 Cukup 90.83 Baik 79.44 Cukup 2 Summarizing 74.17 cukup 85.00 Baik 87.50 Baik 82.22 Baik 3 Questioning 71.17 cukup 75.83 Cukup 89.17 Baik 78.72 Cukup 4 Clarifying 90.83 Baik 94.17 Sangat

baik 97.67 Sangat

baik 94.22 Sangat

Baik

Page 8: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 5

Adapun persentase ketercapaian ketuntasan belajar siswa tersaji pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Ketuntasan belajar siswa

Ketuntasan Jumlah siswa (orang)

Persentase (%)

keterangan

Individu 27 87.09 Tuntas 4 12.91 Tidak tuntas

Angket respon siswa diberikan setelah proses pembelajaran dan tes selesai. Jumlah angket yang dibagikan adalah sebanyak jumlah siswa di kelas VII A yaitu 31 lembar. Secara ringkas disajikan pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Porsentase Respon Siswa keterampilan Respon

Setuju Tidak setuju Jumlah Persentase (%) Jumlah Porsentase (%)

Predicting 30 96.77 1 3.22 Summarizing 26 83.87 5 16.12 Questioning 21 67.74 10 32.25 Clarifying 23 74.19 8 25.80 Rata-rata 80.64 19.34

Berdasarkan analisis deskriptif pada tabel aktifitas siswa, terlihat bahwa pada pertemuan pertama diperoleh persentase sebesar 76.46%, persentase ini diperoleh berdasarkan skor aktifitas siswa dari 31 siswa yang mengikuti model Reciprocal Teaching, sedangkan 1 siswa tidak masuk pada saat pembelajaran. Pada pertemuan kedua diperoleh persentase sebesar 83.33%, hal ini berdasarkan atas skor aktifitas siswa dari 31 siswa yang mengikuti pembelajaran, dan 1 siswa tidak masuk. Pada pertemuan ketigapersentase yang diperoleh adalah 91.04%, dari 31 siswa yang mengikuti pembelajaran, sedangkan satu lainnya tidak masuk.

Dalam penelitian ini, tampak bahwa persentase aktifitas siswa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan, meskipun pada setiap pertemuan ada 1 siswa yang tidak hadir. Oleh karena siswa yang tidak masuk itu berbeda tiap pertemuan, maka dianggap siswa-siswa tersebut ikut dalam pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching. Dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua mengalami peningkatan sebesar 6.87% yaitu dari 76.46% menjadi 83.33%. Sedangkan pada pertemuan kedua dan ketiga juga mengalami peningkatan sebesar 7.71% yaitu dari 83.33% menjadi 91.04%.

Kenaikan tersebut dikarenakan beberapa hal, diantaranya siswa sudah dua kali pertemuan melaksanakan model Reciprocal Teaching sehingga

siswa sudah paham langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung.

Dari data tersebut juga terlihat bahwa keterampilan predicting dapat dikategorikan cukup, keterampilan summarizing dikategorikan baik, keterampilan questioning dikategorikan cukup dan keterampilan clarifying dikategorikan sangat baik. Sehingga rata-rata aktifitas siswa dari pertemuan pertama, pertemuan kedua dan pertemuan ketiga dikategorikan baik dan ditandai dengan porsentase sebesar 83.61%. Porsentase ini sekaligus menjawab rumusan masalah dan hipotesis pertama yang telah ditentukan sebelumnya yaitu tentang bagaimana aktifitas siswa pada model Reciprocal Teaching.

Jika dilihat dari respon siswa terhadap model Reciprocal Teaching yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata persentase siswa yang menjawab setuju dari 10 item sebesar 80.64%. persentase ini lebih besar dari 60%, maka respon siswa terhadap model Reciprocal Teaching adalah positif sekaligus menjawab rumusan masalah dan hipotesis kedua tentang bagaimana respon siswa pada model Reciprocal Teaching.

Berdasarkan analisis deskriptif pada tabel hasil tes ketuntasan belajar, dapat dikatakan bahwa siswa tuntas belajarnya menggunakan model Reciprocal Teaching. Hal ini terbukti dari besarnya persentase ketercapaian dalam ujian secara klasikal yaitu 87.09% dan 4 siswa yang belum tuntas diberikan perbaikan untuk

Page 9: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 6

mencapai ketuntasan yang diharapkan. Porsentase ini sekaligus menjawab rumusan masalah dan hipotesis ketiga tentang bagaimana ketuntasan belajar siswa pada model Reciprocal Teaching.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil data deskriptif, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Untuk aktifitas siswa, diperoleh hasil bahwa aktifitas siswa tergolong baik. Hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata dari pertemuan pertama, kedua dan ketiga sebesar 83.61%, dan jika dilihat dari aktifitas siswa setiap keterampilan jika dirata-ratakan sebesar 83.65% dan tergolong baik, 2) Berdasarkan angket respon siswa, diperoleh hasil bahwa respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model reciprocal Teaching adalah positif. Hal ini ditandai dengan persentase respon siswa sebesar 80.64%, dan 3) Jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa secara individu, siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 27 orang siswa dan 4 orang yang belum tuntas. Dan ketuntasan klasikal sebesar 87.09%, sehingga secara klasikal dapat dikatakan tuntas karena melebihi standar yang ditetapkan di SMPN 13 Bima yaitu sebesar 85%. DAFTAR PUSTAKA Abbas, Nurhayati. 2000. Penerapan Model

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Depdikbud: Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Rineka Cipta: Jakarta

Depdiknas.2005. Panduan Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Direktorat PPTK dan KPT Dirjen Dikti.

Palincsar, A.S. 1986. Reciprocal teaching. In Teaching reading as thinking. Oak Brook, IL: North Central Regional Educational Laboratory.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung

Sudjana, Nana. 2010. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru: Bandung

Suherman, 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Syah, Muhibbin.2010. Psikologi Belajar. PT. Grafindo Persada: Jakarta

Page 10: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 7

Analisis Kesulitan Memecahkan Masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern Mahasiswa Calon Guru Fisika

Dewi Sartika1, Nur Aisyah Humairah2

1,2Universitas Sulawesi Barat [email protected]

ABSTRAK

Kemampuan memecahkan masalah merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh setiap mahasiswa calon guru fisika. Penelitian tentang kesulitan memecahkan masalah menjadi amat penting dilakukan karena mahasiswa calon guru fisika tidak hanya dituntut untuk mampu memahami konsep fisika dengan baik, mahasiswa juga dituntut untuk mampu menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya dalam memecahkan berbagai permasalahan fisika. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis Kesulitan Memecahkan Masalah Pada Mata Kuliah Fisika Modern Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat. Tujuan tersebut akan tercapai dengan terlebih dahulu mengetahui tingkat kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah fisika berdasarkan tahapan Polya kemudian memberikan solusi untuk mengatasi dan mencegah kesulitan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan (elementary research) yang dilaksanakan pada Mata Kuliah Fisika Modern. Penelitian pendahuluan ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian pengembangan berikutnya, yakni penelitian yang berfokus pada penerapan suatu model atau metode pembelajaran yang dapat mengatasi dan mencegah kesulitan memecahkan masalah pada mata kuliah Fisika Modern. Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik analisa data secara induktif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika yang memprogram Mata Kuliah Fisika Modern. Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Sebagian besar mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat mengalami kesulitan memecahkan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern (2) Salah satu solusi mengatasi kesulitan memecahkankan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern, ialah menerapkan model pembelajaran cooperative problem solving. Kata kunci: pemecahan masalah, fisika modern, Polya

PENDAHULUAN

Keberhasilan belajar mahasiswa merupakan tujuan utama dalam proses pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Mahasiswa yang tidak mencapai keberhasilan belajar diduga disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah cara belajar yang belum tepat, pemilihan metode dan pendekatan mengajar dosen yang belum sesuai dengan situasi mahasiswa, kurangnya fasilitas penunjang, atau yang lainnya. Sehingga diperlukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan tersebut. Kegiatan evaluasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui hasil dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan dari hasil tersebut dapat pula ditentukan tindak lanjut yang akan dilakukan berikutnya.

Berdasarkan hasil observasi awal melalui pengamatan dosen saat mata kuliah Fisika Modern berlangsung di salah satu kelas pada Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat, diketahui bahwa ada beberapa hambatan yang dialami oleh dosen dan mahasiswa. Salah satu diantaranya adalah kendala yang dihadapi oleh mahasiswa, yaitu rata-rata mahasiswa cenderung mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, hal ini dapat dibuktikan dengan 19 dari 31 mahasiswa masih memeperoleh nilai akhir mata kuliah Fisika Modern di bawah 70. Mata kuliah ini selalu menyuguhkan masalah yang menuntut mahasiswa berpikir kritis dan sistematis untuk menyelesaikan berbagai kasus dalam ranah fisika

Page 11: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 8

modern. Karakteristik mata kuliah ini sangat identik dengan mata pelajaran fisika di sekolah menengah yang juga menuntut mahasiswa senantiasa mampu berfikir kritis dan sistematis.

Materi dalam mata kuliah Fisika Modern merupakan materi yang menjembatani antara teori klasik dan teori modern (kuantum). Tanpa pemahaman yang baik dalam mata kuliah ini maka dapat dipastikan mahasiswa tidak akan mampu memahami materi fisika yang lebih dalam dan lebih kompleks seperti materi fisika kuantum. Oleh karena itu dosen dituntut dapat membuat suatu model evaluasi yang baik, yakni model yang mampu mengukur kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah secara sistematis yang mencakup kemampuan memahami masalah, merencanakan strategi penyelesaian, serta pelaksanaan strategi tersebut.

Lebih lanjut hasil dari observasi awal tersebut mengungkapkan bahwa masalah yang terjadi pada mahasiswa saat menyelesaikan soal fisika modern adalah mahasiswa kurang mampu mengaitkan konsep-konsep fisika antara satu dengan konsep lainnya. Hal ini tampak pada ketidakmampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal fisika modern berbentuk soal cerita yang diberikan oleh dosen. Ketika mahasiswa diberikan soal-soal latihan, mahasiswa tersebut kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan mahasiswa tidak memahami soal yang ditanyakan. Selain itu kebanyakan mahasiswa bekerja kurang sistematis dan kurang memperhatikan langkah-langkah penyelesaiannya. Mahasiswa hanya mementingkan hasil akhir jawaban, sehingga banyak langkah-langkah yang tidak ditempuh, padahal hal tersebut merupakan langkah yang menentukan hasil akhir jawaban.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini hendak dikaji salah satu teori pemecahan masalah yang dilakukan oleh George Polya, dimana George Polya menerapkan langkah-langkah penyelesaian suatu masalah dengan lebih sistematis. George Polya menyajikan teknik pemecahan maslah yang tidak hanya menarik, tetapi juga dimaksudkan untuk meyakinkan konsep-konsep yang dipelajari selama pembelajaran berlangsung (Ikhbar, 2012).

Penelitian tentang pemecahan masalah pernah dipaparkan oleh (Siswanto, 2013) pada Simposium Fisika Nasional 2014 dalam jurnal yang berjudul “Kesulitan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Fisika”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah karena kesulitan memahami masalah dan tidak mengetahui strategi untuk menyelesaikan maslah tersebut.

Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh (Wenning, 2002) dalam jurnal internasional berjudul “A Multiple Case Study of Novice and Expert Problem Solving in Kinematics With Implications for Physics Teacher Preparation”. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa sejumlah besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah. Diantaranya seperti : (a) kurang menggunakan suatu metode secara sistematis dalam memecahkan suatu masalah, (b) kegagalan dalam mengidentifikasi variabel yang dikenal, (c) pembuatan kesalahan secara aljabar.

Sebelum mencari solusi dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis merasa perlu menganalisis lebih dalam bagaimana kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah dengan melakukan penelitian berjudul “Analisis Kesulitan Memecahkan Masalah Pada Mata Kuliah Fisika Modern Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat”. Kajian Teoritik

Kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Diyah, 2007). Khaeruddin et al., (2009) menyatakan kemampuan memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Ledesma (2012) menyatakan masalah dapat diajukan kepada mahasiswa melalui dugaan verifikasi, serta transfer pengetahuan yang diperoleh dalam kursus sebelumnya. Menurut Sambada (2012) pemecahan masalah dapat diartikan sebagai

Page 12: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 9

proses menghilangkan masalah yang ada, dimana didalamnya terdapat hubungan atau konsep-konsep yang diperolehnya dalam memecahkan masalah. Pemecahan masalah fisika adalah suatu metode penyelesaian terhadap sejumlah tugas yang berkaitan dengan fisika, sedangkan kemampuan memecahkan masalah dalam pelajaran fisika adalah kemampuan menggunakan suatu metode untuk menyelesaikan sejumlah tugas dalam pelajaran fisika. Kemampuan pemecahan masalah mengacu pada upaya yang diperlukanpeserta didik dalam menentukan solusi atas masalah yang dihadapi (Rahmat dkk, 2014). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan dalam memanfaatkan segala informasi yang ada dan menggunakan suatu metode belajar dalam menentukan apa yang harus dilakukan dan diselesaikan untuk mendapatkan solusi dari masalah.

Menurut Polya (1980), pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu: (1) Memahami masalah (understanding the problem), (2) Merencanakan penyelesaian (devising a plan), (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana (carrying out the plan), (4) Melakukan pengecekan kembali (looking back).

Selanjutnya Styer (2012) mengemukakan bahwa tahapan yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan fisika terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) design a strategy, (2) execute strategy, (3) check the resulting answer. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui kesulitan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat dalam memecahkankan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern (2) Memberikan solusi terkait kesulitan yang dihadapi mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat dalam memecahkankan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang bersifat kualitatif. Penelitian ini

bertujuan untuk mengeksplorasi kesulitan memecahkan masalah materi fisika modern. Rancangan Penelitian

Secara garis besar tahapan atau prosedur penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Merancang instrumen penelitian; (2) Penentuan subjek penelitian berdasarkan (a) Tes Awal dan, (b) IPK, dan (c) Rekomendasi dosen mata kuliah Fisika Modern; (3) Pengumpulan data, meliputi (a) memberikan lembar tes awal kepada mahasiswa Pendidikan Fisika yang telah memprogramkan mata kuliah Fisika Dasar, untuk dijadikan acuan dalam menentukan subjek penelitian dengan memilih subjek dengan interval nilai yang dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah (c) memberikan draft pemecahan masalah kepada subjek penelitian. Subjek mengerjakan masalah yang diberikan sambil diwawancarai, (d) menganalisis kesulitan memecahkan masalah yang dilakukan mahasiswa, dan (e) triangulasi; (4) Analisis data, meliputi (a) analisis hasil tes awal. (b) menganalisis hasil tes kesulitan memecahkan masalah fisika yang diberikan setiap nomor dan (c) menganalisis hasil wawancara; (5) Menyusun pelaksanaan eksplorasi (pembahasan hasil analisis) kesulitan memecahkan masalah fisika pada mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat; (6) Menyusun laporan hasil penelitian. Hasil yang diharapkan adalah memperoleh penjelasan apa saja kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat dalam memecahkan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern serta bagaimana cara mencegah dan mengatasi kesulitan tersebut. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sulawesi Barat, di Jalan H. Baharuddin Lopa, SH, Talumung-Majene. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini ialah mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sulawesi Barat, yang telah memprogramkan mata kuliah Fisika Modern.

Page 13: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 10

Teknik Pengumpulan Data Jadi teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan tes tertulis yang sering disebut teknik triangulasi. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh data, maka peneliti melakukan validasi ahli terhadap draf instrumen yang telah dirancang yaitu : Data hasil pemecahan masalah dan data hasil wawancara dianalisis deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan pada setiap nomor terhadap lembar pemecahan masalah. Proses analisis terhadap lembar pemecahan masalah dilakukan setelah proses wawancara selesai.

Alur penelitian dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar 1. Alur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana yang telah dipaparkan

sebelumnya bahwa penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang bersifat kualitatif. Penelitian ini menggambarkan apa adanya tentang subjek penelitian yang berhubungan dengan kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah Fisika Modern. Pengumpulan data pada penelitian ini digunakan tes awal terhadap mahasiswa, yaitu dengan memberikan sejumlah soal yang diambil dari materi cakupan Fisika Modern. Hasil tes awal dalam penelitian ini

dijadikan dasar dalam pengambilan subjek penelitian, Pengelompokkan subjek penelitian dilakukan berdasarkan hasil tes awal mahasiswa yang berada pada interval nilai yang dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah. Dari 25 mahasiswa selanjutnya dipilih subjek penelitian sebanyak 3 (tiga) mahasiswa yang masing-masing mewakili mahasiswa dengan skor tes awal pada kategori tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengeksplorasi kesulitan mahasiswa dalam meyelesaikan masalah, maka dilaksanakan wawancara terhadap ketiga subjek penelitian. Tabel 1. Hasil Tes Kesulitan Memecahkan Masalah

No Aspek Penilaian Persentase Kesulitan

Memecahkan Masalah

1 Pemahaman Soal 78% 2 Rencana Penyelesaian 67% 3 Pelaksanaan Rencana 67%

4 Peninjauan Kembali/Evaluasi

100%

Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa dari ketiga subjek penelitian (Subjek A, Subjek B,

dan Subjek C) 78% atau sebagian besar subjek mengalami kesulitan dalam memahami soal Fisika Modern yang diberikan. Selanjutnya pada tahap kedua dan ketiga dari tahapan penyelesaian masalah Polya, subjek memiliki persentase kesulitan yang sama yaitu 67%

dengan kategori sebagian besar subjek mengalami kesulitan dalam merencanakan dan melaksanakan penyelesaian masalah. Pada tahapan terakhir yaitu tahap peninjauan kembali/evaluasi, seluruh subjek mengalami kesulitan total dengan persentase 100% .

Dari beberapa tahap wawancara yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

Subjek A mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 1 sesuai dengan tahapan Polya. Subjek A memiliki kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 2 terutama pada tahap rencana

Tes Awal

Tes Identifikasi Kesulitan Memecahkan Masalah

Tes Wawancara (Eksplorasi Kesulitan Memecahkan Masalah)

Analisis Data

Penarikan Kesimpulan

Penyusunan Laporan Penelitian

Page 14: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 11

penyelesaian masalah, tahap penyelesaian masalah, dan tahan evaluasi. Subjek A mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 3 terutama pada tahapan terakhir dari keempat tahapan Polya.

Subjek B mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 1 sesuai dengan tahapan Polya. Subjek B memiliki kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 2 terutama pada tahap rencana penyelesaian masalah, tahap penyelesaian masalah, dan tahan evaluasi. Subjek B mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 3 terutama pada tahapan terakhir dari keempat tahapan Polya.

Subjek C mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 1 sesuai dengan tahapan Polya. Subjek C tidak memiliki kesulitan yang berarti dalam memecahkan masalah pada soal nomor 2. Subjek C mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pada soal nomor 3 terutama pada tahapan ketiga dan keempat dari keempat tahapan Polya.

KESIMPULAN (1) Sebagian besar mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat mengalami kesulitan memecahkankan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern dengan persentase; 78% mahasiswa kesulitan pada tahap pemahaman soal, 67% mahasiswa kesulitan pada tahap rencana penyelesaian, 67% mahasiswa kesulitan pada tahap penyelesaian, 100% mahasiswa kesulitan pada tahap peninjauan kembali/evaluasi. (2) Salah satu solusi mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sulawesi Barat dalam memecahkankan masalah pada Mata Kuliah Fisika Modern, ialah menerapkan suatu model pembelajaran yang sesuai contohnya model pembelajaran cooperative problem solving.

DAFTAR PUSTAKA Carl J, Wenning. 2002. A Multiple Case Study of

Novice and Expert Problem Solving in Kinematics With Implications for Physics Teacher Prepara (Siswanto, 2013)tion. Illinois State University.

Daniel F. Styer. 2002. Solving Problem In Physics. Oberlin College Physics Department. Diunduh dari http://www.oberlin.edu. pada tanggal 19 Oktober 2015.

Diyah. 2007. Keefektifan pembelajaran matematika realistik (PMR) pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Negeri Malang.

Khaeruddin., Nurhayati., & Rahmayanti. 2009. Peranan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan memecahkan masalah fisika pada siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang. JSPF. 9. 43-50. Tersedia pada http://digilib.unm.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2015.

Ledesma, E. F. R 2012. Problems solving using different register of representation. International Research Journals. 3(1). 052-059. Tersedia pada http://www.interesjournals.org. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2015.

Polya, G. 1980. How to solve it. A New Aspect of Mathematical Method. Princeton Univeristy Press: New Jersey

Rahmat, M dkk. 2014. Kemampuan pemecahan masalah melalui strategi thinking aloud pair problem solving peserta didik kelas X SMA.Jurnal fisika Indonesia volume XVII no. 54 edisi desember 2014, program pasca sarjana pendidikan fisika Universitas Negeri Malang.

Sambada, Dwi. 2012. Peranan kreativitas peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika dalam pembelajaran kontekstual. Jurnal penelitian fisika dan aplikasinya volume 2 nomor 2 edisi 2012. FKIP Universitas Terbuka Mulyorejo.

Siswanto, J. (2013). Kesulitan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Fisika. Simposium Fisika Nasional XXVIII (p. 136). Denpasar, Bali : Universitas Udayana.

Page 15: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 12

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Predict Observation Explain Setting Pemodelan pada Mahasiswa Teknik Informatika

Listia Utami

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer (STIMIK) AKBA [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Predict Observation Explain Setting Pemodelan pada Mahasiswa Teknik Informatika. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar fisika setelah diterapkan pembelajaran berbasis POE setting pemodelan. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development) sedangkan rancangan pengembangannya menggunakan model Four-D. Subjek penelitian adalah mahasiswa Teknik Informatika STMIK AKBA kelas TI.13 yang memprogramkan mata kuliah fisika semester ganjil Tahun Akademik 2016/2017. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui lembar observasi dan tes hasil belajar kemudian dilanjutkan dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa analisis deskriptif tes hasil belajar menunjukkan ketuntasan belajar mahasiswa meningkat dan mencapai ketuntasan secara klasikal dengan menggunakan perangkat pembelajaran berbasis POE setting Pemodelan. Dengan demikian, penggunaan perangkat pembelajaran berbasis Predict Observation Explain (POE) setting pemodelan dapat meningkatkan hasil belajar fisika. Kata kunci: Pembelajaran POE, Four-D, Hasil Belajar Fisika.

PENDAHULUAN

Salah satu usaha peningkatan kualitas pendidikan yang kini dilakukan pemerintah adalah peningkatan kualitas guru dan dosen. Oleh para pendidik diharapkan memiliki kemampuan profesional, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi strandar atau norma-norma tertentu, khususnya terkait dengan strategi pembelajaran. Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan pembelajaran adalah ditemukan dan diterapkannya model-model pembelajaran inovatif-progresif yang dengan tepat mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara konkrit dan mandiri. Inovasi ini bermula dan diadopsi dari metode kerja para ilmuawan dalam menemukan suatu pengetahuan baru. Latar Belakang

Fakta adalah bagian mendasar dari Pembelajaran sains. Fisika sebagai rumpun dari pembelajaran sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya. Pembelajaran sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya

penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pernyataan siswa bahwa „dorongan atau tarikan dapat menyebabkan benda bergerak‟ ketika sedang bermain. Informasi faktual semacam ini sangat diperlukan untuk memahami keteraturan dalam pembelajaran sains, khususnya pembelajaran Fisika yang lebih umum seperti konsep dan generalisasi.

Tanpa adanya sejumlah fakta yang mencakupi, sangat sulit bagi seorang siswa untuk melihat adanya keteraturan alam. Akhirnya konsep dan generalisasi itu hanya akan menjadi hafalan, kurang memiliki makna dan kurang memiliki hubungan dengan pengalaman. Tanpa adanya pengalaman langsung yang cukup, akan sulit bagi siswa untuk memahmi suatu konsep dengan baik.

Dalam pembelajaran di kelas telah banyak pendekatan yang dilakukan oleh dosen pengampuh, yang sampai saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini ditunjukkan dengan data dari ujian tengah semester pada semester ganjil Tahun Akademik

Page 16: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 13

2016/2017 pada Program Studi Teknik Informatika STMIK AKBA, Sebanyak 30 Mahasiswa hanya 69,56% yang mendapatkan nilai baik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar belum memenuhi kriteria ketuntasan yang dipersyaratkan. Salah satu indikasi yang turut berpengaruh dalam hasil belajar fisika disebabkan karena laboratorium fisika yang tidak tersedia. Sehingga dalam pembelajaran hanya dijelaskan dengan simulasi secara visual. Kenyataan ini menuntut dosen untuk berusaha menemukan metode atau strategi yang dapat melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pengamatan terhadap gejala alam secara langsung tanpa bergantung pada fasilitas laboratorium yang tersedia.

Berdasarkan temuan data akan dikaji suatu masalah penelitian yaitu; Apakah penggunaan perangkat pembelajaran berbasis Predict Observation Explain (POE) setting pemodelan dapat meningkatkan hasil belajar fisika? Rangkuman Kajian Teoritik Strategi Pembelajaran

Menurut Dick dan Carry (dalam Yatim Rianto: 2009,132) , strategi pembelajaran adalah semua komponen materi/paket pengajaran dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pengajaran. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2008 : 126) strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.

Berkaitan dengan beberapa perkembangan teori pembelajaran di atas sebuah materi pembelajaran perlu dirancang untuk mengintegrasikan pelibatan siswa dalam suatu kegaiatan nyata. pandangan Konstruktivis juga menekankan pentingnya pengalaman belajar memberikan aktivitas nyata dan langsung kepada

siswa. Kegiatan-kegiatan ini diharapkan dapat menjadi pendahuluan atau pengalaman aktual untuk menyusun konsep dan generalisasi, memperkaya hasil pembelajaran dan meningkatkan keterampilan teknis. Hal ini senada dengan empat pilar pendidikan UNESCO yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Strategi Predict Observation Explain

Strategi Predict Observation Explain (Prediksi-Observasi-Jelaskan) dikembangkan untuk mendukung model pengajaran berbasis masalah. Menurut Arends dalam (Trianto, 2009: 93), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

Pendekatan atau strategi POE mengadopsi karakteristik model pengajaran berdasarkan masalah yang diuraikan sebagai berikut: 1) Pengajuan masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu; 2) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefenisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari; 3) Menghasilkan produk dan

Page 17: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 14

memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

Tahap-tahap pembelajaran Predict Observation Explain dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Tahap-tahap pembelajaran Predict Observation Explain

Tahap Aktivitas Metode Eksplorasi awal

Menyampaikan persepsi dan membangkitkan minat siswa dan keingintahuan mahasiswa.

Tanya jawab dalam rangka mengeksplorasi pengetahuan, pengalaman dan ide-ide mahasiswa.

Prediksi Guru menanyakan apa sebenarnya yang akan terjadi jika itu dilakukan dalam demonstrasi.

Membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

Observasi Mahasiswa bekerja dalam kelompok kelompok kecil, menguji prediksi dan mencatat pengamatan serta ide-ide.

Demonstrasi atau praktikum

Explain Mahasiswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, selanjutnya mahasiswa menemukan istilah dan konsep yang dipelajari.

Kajian literatur, diskusi kelas dan problem solving.

Model pengembangan Sistem dan Perangkat pembelajaran

Menurut Sudjana dalam Trianto (2009 : 177), untuk melaksanakan pengembangan perangkat pengajaran diperlukan model-model

pengembangan yang sesuai dengan sistem pendidikan. Sehubungan dengan itu dikenal ada beberapa model pengembangan pembelajaran. Beberapa model pengembangan sistem dan perangkat pembelajaran diantaranya adalah : Model Thiagarajan (Model Four-D), Model Kemp, dan Model Dick and Carrey.

Prosedur pengembangan perangkat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengembangan four D Models (Model 4-D) dari Tiagarajan yang terdiri dari empat tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan penyebaran (dessimenate). Penyusunan tes hasil belajar dilakukan bersama-sama dengan perancangan awal perangkat pembelajaran yang lain, karena tes hasil belajar pada penelitian pengembangan ini termasuk dalam perangkat pembelajran. Berikut digambarkan bagan pengembangan perangkat pembelajaran model 4-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan.

Gambar 1. Model pengembangan perangkat

pembelajaran Thiagarajan

Page 18: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 15

Hasil Belajar Penguasaan materi fisika secara memadai

diperoleh dari proses kegiatan belajar mengajar. Tanpa belajar yang dilakukan secara sadar dan berulang-ulang, maka akan dijumpai kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan kebutuhan hidup. Oleh karena penguasaan materi fisika itu terlihat pada hasil belajar, maka penguasaan materi tak lain adalah prestasi belajar itu sendiri.

Hasil belajar fisika pada dasarnya adalah hasil yang dicapai oleh mahasiswa setelah mengikuti kegiatan belajar fisika. Setiap kegiatan yang berlangsung pada akhirnya ingin diketahui hasilnya, dan untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran maka harus dilakukan penilaian hasil belajar. Hasil belajar tiada lain merupakan hasil tes yang biasa disebut pula daya serap. Hasil belajar itu mungkin tinggi, sedang atau rendah. Besarnya hasil belajar itu dapat diukur melalui tes. Hasil tes itu kemudian dianalisis guna mengungkapkan seberapa besar yang dicapai selama mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian.

Berdasarkan latar belakang dan tujuan dilakukannya, maka penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang meliputi Lembar Kegiatan Pembelajaran, Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan tes hasil belajar, yang pelaksanaannya berbasis Strategi Predict Observation Explain setting pemodelan. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah “One-Shot Case Study ”. Perlakuan dilaksanakan pada satu kelompok uji coba. Diagram disain ini sebagai berikut (Sugiono, 2010:10) : Treatment Postest X O Keterangan :

X: treatmen atau perlakukan, yaitu dengan menggunakan strategi predict Observation Explain melalui proses pemodelan.

O: observasi atau pengukuran sesudah diberi perlakuan.

Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini seluruh

mahasiswa Teknik Informatika yang memprogramkan mata kulia Fisika pada semester ganjil tahun akademik 2016/2017 STMIK AKBA Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini mahasiswa Teknik Informatika Kelas TI.13 sebanyak 30 orang Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen

Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu: tahap persiapan yang merupakan kegiatan-kegiatan sebelum penelitian dimulai, tahap penyusunan dan pengembangan perangkat, dan tahap pelaksanaan yang merupakan kegiatan-kegiatan pada saat penelitian berlangsung. Tahap persiapan Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap persiapan ini antara lain: 1) Mengurus surat izin penelitian; 2) Mengkaji teori-teori pendukung tentang strategi POE; 3) Studi literatur model-model perangkat pembelajaran, khususnya pengembangan perangkat pembelajaran model 4-D (four D Models); 4) Menganalisis kurikulum KTSP untuk memilih standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan materi yang akan diajarkan; 5) Tahap pengembangan perangkat pembelajaran. Tahap Pengembangan perangkat

Prosedur pengembangan perangkat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengembangan four D Models (Model 4-D) dari Tiagarajan yang terdiri dari empat tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan penyebaran (dessimenate). Penyusunan tes hasil belajar dilakukan bersama-sama dengan perancangan awal perangkat pembelajaran yang lain, karena tes hasil belajar pada penelitian pengembangan ini termasuk dalam perangkat pembelajaran. Berikut alur pengembangan perangkat pembelajaran:

Page 19: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 16

Gambar 2. Bagan pengembangan perangkat

pembelajaran model 4-D Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen sebagai alat pengumpul data penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah: Lembar observasi aktifitas pembelajaran

Lembar Observasi Aktivitas pembelajaran ini dikembangkan untuk memperoleh data aktivitas pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamat menuliskan nomor-nomor kategori aktivitas yang dominan muncul dalam setiap 5 menit (4 menit mengamati, 1 menit menulis nomor kategori) mulai dari awal hingga berakhirnya proses pembelajaran di kelas. Komponen-komponen yang diobservasi berkaitan dengan aktivitas pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Mahasiswa mendengarkan/ memperhatikan informasi dant penjelasan guru pada eksplorasi awal; 2) Mahasiswa membuat prediksi berdasarkan deskripsi guru; 3) Mahasiswa memperhatikan demonstrasi guru; 4) Mahasiswa melakukan observasi/pengamatan; 5) Mahasiswa mengerjakan LKS; 6) Mahasiswa menyatakan konsep melalui presentasi hasil diskusi kelompok; 7) Mencatat materi yang telah

disimpulkan/dipelajari; 8) Perilaku yang tidak relevan selama kegiatan belajar-mengajar *) *) Yang tidak relevan seperti percakapan diluar pembelajarn, berjalan-jalan diluar kelompoknya, mengerjakan sesuatu diluar topik pembelajaran, dan lain-lain. Lembar observasi kemampuan Dosen mengelola pembelajaran.

Lembar observasi ini dikembangkan untuk mengetahui aktivitas dosen selama pembelajaran berlangsung. Khususnya aktivitas dosen dalam melaksanankan pembelajaran dengan strategi POE setting Pemodelan, yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan penutup

Dalam pengambilan data, pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat dengan menuliskan kategori-kategori skor yang muncul dengan menggunakan tanda cek (√) pada lembar observasi pengelolaan pembelajaran. Lembar observasi keterlaksanaan perangkat pembelajaran

Lembar observasi ini disusun untuk memperoleh data di lapangan tentang kepraktisan perangkat pembelajaran yang digunakan. Data diperoleh melalui observer dengan melakukan pengamatan terhadap dosen yang melaksanakan pembelajaran dikelas, dengan cara mengamati keterlaksanaan tiap komponen atau aspek perangkat pembelajaran sesuai petunjuk yang diberikan. Lembar validasi perangkat pembelajaran

Lembar validasi ini bertujuan untuk memperoleh data tentang hasil validasi para ahli mengenai perangkat pembelajaran yang digunakan meliputi lembar kegiatan pembelajaran, Rencana Pembelajaran Semester, dan tes Hasil Belajar. Validator diminta menuliskan skor yang sesuai dengan memberikan tanda cek (√) pada tempat yang tersedia. Tes hasil belajar

Tes ini diberikan kepada siswa dan sesudah perlakuan yaitu pembelajaran menggunakan strategi POE setting Pemodelan (posttes), yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar terhadap materi yang telah diajarkan. Tes disusun berdasarkan pada kompetensi dasar dan indikator serta tujuan

Page 20: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 17

pembelajaran. Data hasil belajar selanjutnya dianalisis. Teknik Analisis Data Analisis data hasil validasi perangkat pembelajaran dan lembar instrumen penelitian Tingkat validasi masing-masing perangkat pembelajaran ditentukan dengan memperhatikan hasil penilaian semua validator. Analisis dilakukan terhadap semua butir penilaian yang telah dilakukan oleh masing-masing validator. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis data kevalidan perangkat pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Melakukan rekapitulasi hasil penelitian ahli ke dalam tabel yang meliputi: (a) aspek (Ai), (b) kriteria (Ki), dan (c) hasil penilaian validator (Vij); 2) Mencari rerata hasil penilaian ahli untuk setiap kriteria dengan rumus:

iKn

V

n

j

ij

1

Keterangan:

iK = rata-rata kriteria ke-i

Vij = skor hasil penilaian kriteria ke-i oleh penilai ke-j

n = banyaknya penilai. 3) Mencari rerata tiap aspek dengan rumus

n

K

A

n

j

ij

i

1

Keterangan:

iA = rata-rata nilai aspek ke-i

ijK = rata-rata aspek ke-i kriteria ke-j

n = banyaknya kriteria dalam aspek ke-i 4) Mencari rerata total ( X ) penilaian validator

dengan rumus:

n

A

X

n

1i

i

Keterangan: X = rata-rata total

iA = rata-rata aspek ke-i

n = banyak aspek Validitas format perangkat pembelajaran akan

ditentukan dengan mencocokkan rata-rata total

validitas seluruh butir penilaian dengan kriteria validitas berikut: 3,5 ≤ M ≤ 4 sangat valid (sv) 2,5 ≤ M ≤ 3,5 valid (v) 1,5 ≤ M< 2,5 cukup valid (cv) M < 1,5 tidak valid (tv) Keterangan: M = Ki untuk mencari validitas setiap kriteria

M = iA untuk mencari validitas setiap aspek

M = X untuk mencari validitas keseluruhan aspek

Kriteria yang digunakan untuk memutuskan bahwa perangkat pembelajaran memiliki derajat validitas yang memadai adalah : (1) nilai rata-rata total ( X ) untuk seluruh aspek minimal dalam

kategori cukup valid, dan (2) nilai iA untuk

setiap aspek minimal dalam kategori valid. Jika tidak demikian, maka perlu dilakukan revisi berdasarkan saran dari validator atau dengan melihat kembali aspek-aspek yang nilainya kurang. Selanjutnya dilakukan validasi ulang kemudian dianalisis kembali. Demikian seterusnya sampai mendapatkan nilai M yang memenuhi syarat kevalidan.

Indeks kesepahaman kedua validator dinyatakan dengan tingkat reliabilitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Borich (dalam Trianto: 240) sebagai berikut:

Percentage of Agreement = [

] x 100 %

Keterangan: A = hasil penilaian validator yang memberikan

nilai lebih tinggi B = hasil penilaian validator yang memberikan

nilai lebih rendah Instrumen dikatakan baik jika mempunyai

koefisien reliabilitas ≥ 0,75 atau ≥ 75 %. Pada dasarnya bagian ini menjelaskan

bagaimana penelitian itu dilakukan. Materi pokok bagian ini adalah: (1) rancangan penelitian; (2) populasi dan sampel (sasaran penelitian); (3) teknik pengumpulan data dan pengembangan instrumen; (4) dan teknik analisis data.

Untuk penelitian kualitatif seperti penelitian tindakan kelas, etnografi, fenomenologi, studi kasus, dan lain-lain, perlu ditambahkan kehadiran peneliti, subyek penelitian, informan

Page 21: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 18

yang ikut membantu beserta cara-cara menggali data-data penelitian, lokasi dan lama penelitian serta uraian mengenai pengecekan keabsahan hasil penelitian. Analisa data pengelolaan pembelajaran strategi POE setting pemodelan

Analisis dilakukan terhadap hasil penilaian dari observer yang mengamati kemampuan guru mengelola pembelajaran berbasis POE setting Pemodelan. Tingkat kemampuan guru tiap pertemuan dihitung dengan cara menjumlah nilai tiap aspek kemudian membaginya dengan banyak aspek yang dinilai. Aspek yang dimaksud meliputi persiapan, pendahuluan, kegiatan inti, penutup, pengelolaan waktu, dan pengamatan suasana kelas yang diukur dengan instrumen lembar observasi kemampuan dosen mengelola pembelajaran.

Untuk pengkategorian kemampuan guru tersebut digunakan kategori pada Tabel 4. sebagai berikut:

Tabel 4. Kategori kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran berbasis POE setting

pemodelan Kemampuan Guru (KG) Kriteria

3,5 ≤ KG ≤ 4 Sangat tinggi (ST) 2,5 ≤ KG < 3,5 Tinggi (T) 1,5 ≤ KG < 2,5 Sedang

KG < 1,5 Rendah Kriteria yang digunakan untuk menetapkan

bahwa kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan strategi POE setting Pemodelan memadai adalah KG minimal berada dalam kategori “tinggi” berarti penampilan dosen dapat dipertahankan. Apabila KG berada dalam kategori lainnya, maka dosen harus meningkatkan kemampuannya dengan melihat kembali aspek-aspek yang nilainya kurang. Selanjutnya dilakukan kembali pengamatan terhadap kemampuan dosen mengelola pembelajaran lalu dianalisis kembali. Demikian seterusnya sampai memenuhi nilai KG minimal berada di dalam kategori tinggi (Darwis:2007)

Indeks kesepahaman kedua validator dinyatakan dengan tingkat reliabilitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Borich (dalam Trianto: 240) sebagai berikut:

Percentage of Agreement = [

] x 100 %

Keterangan: A = hasil penilaian validator yang memberikan

nilai lebih tinggi B = hasil penilaian validator yang memberikan

nilai lebih rendah Instrumen dikatakan baik jika mempunyai

koefisien reliabilitas ≥ 0,75 atau ≥ 75 %. Analisa data aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran POE setting pemodelan

Observasi terhadap aktivitas mahasiswa dilakukan sebanyak jumlah pertemuan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk mencari rata-rata frekuensi dan rata-rata persentase waktu yang digunakan siswa selama mengikuti pembelajaran ditentukan melalui langkah-langkah berikut (Darwis, 2007): 1) Hasil pengamatan aktivitas mahasiswa untuk setiap indikator dalam satu kali pertemuan ditentukan frekuensinya dan dicari rata-rata frekuensinya. Selanjutnya, ditentukan frekuensi rata-rata frekuensi untuk beberapa kali pertemuan; 2) Mencari persentase frekuensi setiap indikator dengan cara membagi besarnya frekuensi dengan jumlah frekuensi untuk semua indikator. Kemudian hasil pembagian dikali 100%, selanjutnya dicari rata-rata persentase waktu untuk beberapa kali pertemuan dan dimasukkan dalam tabel rata-rata persentase.

Penetapan waktu ideal aktivitas mahasiswa untuk masing-masing indikator ditentukan dengan pertimbangan alokasi waktu proporsional masing-masing kegiatan dan fase pembelajaran yang disesuaikan dengan alokasi waktu pada RPS. Berdasarkan alokasi waktu yang tersedia pada setiap kali pertemuan yaitu 2 x 40 menit dan 3 x 40 menit, maka misalkan waktu untuk kategori mendengarkan/ memperhatikan informasi dari penjelasan guru ditetapkan 10 menit, maka persentase untuk waktu tersebut sebesar 10 menit dari 90 menit adalah 11%.

Aktivitas dikatakan ideal apabila minimal 5 kriteria dari sebanyak 8 kriteria yang ditetapkan tersebut terpenuhi, dengan catatan kriteria batas toleransi (2), (3), (4), (5) dan (6) harus dipenuhi karena merupakan inti kegiatan dalam pembelajaran POE setting pemodelan. Selengkapnya, kriteria penentuan ketercapaian

Page 22: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 19

waktu ideal aktivitas siswa disajikan dala tabel berikut: Tabel 5. Kriteria penentuan ketercapaian waktu ideal

aktivitas mahasiswa No Kategori aktivitas

mahasiswa Waktu ideal

(menit)

Kriteria batasan Efektif (%)

1 Mendengarkan/memperhatikan informasi dan penjelasan dosen

10 5 ≤ P ≤ 15

2 Membuat prediksi 5 0 < P ≤ 10 3 Memperhatikan

demonstrasi dosen 10 5 ≤ P ≤ 15

4 Melakukan observasi/pengamatan

30 25 ≤ P ≤ 35

5 Mengerjakan Lembar Kerja

15 10 ≤ P ≤ 20

6 Menyatakan konsep / mempresentasikan hasil diskusi.

15 10 ≤ P ≤ 20

7 Membuat kesimpulan materi

5 0 < P ≤ 10

Analisa tes hasil belajar Analisis instrumen.

Pengujian validitas setiap item tes menggunakan rumus sebagai berikut :

=

Keterangan: = koefisien korelasi biserial Mp = rerata skor pada tes dari peserta tes yang

memiliki jawaban benar Mt = rerata skor total P = proporsi peserta tes yang jawabannya

benar pada soal Q = 1 – p

Validitas item ke-i ditunjukkan oleh nilai , dengan kriteria validitas item , jika nilai > r table product moment dengan taraf nyata α = 0,05.

Untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20) sebagai berikut:

= [

] [

]

Keterangan: = reliabilitas tes p = proporsi subjek yang menjawab item

dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item salah (q = 1 – p)

pq = jumlah perkalian antara p dan q S2 = variansi. Analisis hasil belajar

Untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi Dinamika partikel dan keseimbangan benda tegar digunakan tes hasil belajar. Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa (individu) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

KB =

x 100% (Trianto,2009:241)

Keterangan: KB = ketuntasan belajar T = jumlah skor yang diperoleh siswa Tt = jumlah skor total

Data mengenai tes hasil belajar dianalisa secara kuantitatif. Untuk analisa data secara kuantitatif digunakan statistik deskriptif dengan tujuan mendeskripsikan hasil belajar fisika siswa setelah dilakukan pembelajaran. Kemampuan siswa dapat dikelompokkan dalam skala lima berdasarkan teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan (Depdikbud, 1999) yaitu: a) Kemampuan 85% - 100% atau skor 86 – 100 dikategorikan sangat tinggi; b) Kemampuan 65% - 84% atau skor 65 – 100 dikategorikan tinggi; c) Kemampuan 55% - 64% atau skor 55 – 64 dikategorikan sedang; d) Kemampuan 35% - 54% atau skor 35 – 54 dikategorikan rendah; e) Kemampuan 0% - 34% atau skor 0 -34 dikategorikan sangat rendah HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian pengembangan (research and development) yang bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang valid, praktis dan efektif sehingga layak digunakan di STMIK AKBA. Dengan dukungan strategi pembelajaran POE (Predict Observation Expalin) setting Pemodelan maka kevalidan, kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diuraikan berikut ini.

Page 23: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 20

Kevalidan perangkat pembelajaran Berdasarkan data hasil penilaian oleh dua

validator yaitu orang yang dipandang ahli dalam bidang fisika diperoleh bahwa komponen perangkat dan instrumen penelitian memiliki nilai rata-rata validator untuk perangkat buku siswa, lembar kegiatan , rencana pembelajaran semester (RPS), tes hasil belajar dan instrumen penelitian umumnya berada pada kategori valid dan sangat valid. Ini berarti bahwa ditinjau dari aspek penilaian maka perangkat pembelajaran fisika berbasis POE setting Pemodelan yang dikembangkan maupun tes hasil belajar (THB) telah memenuhi kriteria kevalidan. Kepraktisan perangkat pembelajaran

Kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat dilihat dari syarat kevalidan perangkat dan tingkat keterlaksanaan perangkat yang digunakan saat pembelajaran berlangsung. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perangkat ini dinyatakan telah memenuhi kriteria kevalidan, sedangkan untuk komponen keterlaksanaan perangkat diperoleh nilai rata-rata M = 1,80.

Berdasarkan kriteria penilaian yang telah disebutkan sebelumnya diperoleh bahwa nilai rata-rata tersebut berada pada kategori terlaksana seluruhnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan ini telah memenuhi syarat kepraktisan. Keefektifan perangkat pembelajaran

Keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari 4 komponen yaitu (1) hasil belajar siswa, (2) pengelolaan pembelajaran oleh dosen, (3) aktivitas mahasiswa. Berdasarkan hasil analisis data pada komponen hasil belajar diperoleh bahwa dari nilai standar kriteria ketuntasan ternyata 28 dari 30 mahasiswa atau sebesar 91,30 % mahasiswa telah memenuhi standar. Ini berarti bahwa ketuntasan klasikal telah tercapai karena telah tercapai karena telah melampaui standar minimal yaitu sebesar 85 %. Untuk komponen hasil pengelolaan pembelajaran oleh dosen diperoleh rata-rata KG = 3,67 yang menunjukkan bahwa komponen-komponen yang diamati pada

pengelolaan pembelajaran umumnya berada pada kategori sangat tinggi. Aktivitas mahasiswa selama pembelajaran adalah efektif pada batas waktu ideal dengan kategori aktivitas yang seharusnya terjadi. Sedangkan dalam hal komponen respon mahasiswa, apabila keseluruhan aspek yang memberikan respon positif di rata-ratakan maka diperoleh persentase sebesar 94,125 persen. Deskripsi hasil belajar fisika

Berdasarkan analisis deskriptif pada kemampuan awal mahasiswa yaitu hasil ujian tengah semester ganjil tahun ajaran 2016/2017 diperoleh rata-rata skor 82,65 dengan skor ideal 100 pada rentang nilai 47. Tingkat pencapaian kompetensi pada ujian tengah semester ini terlihat dari tingkat ketuntasan hasil belajar sebesar 69,56 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai. Sedangkan pada analisis deskriptif tes hasil belajar fisika melalui pengembangan perangkat pembelajaran POE setting Pemodelan diperoleh rata-rata skor 79,83 dengan skor ideal 100 pada rentang nilai 37. Tingkat pencapaian kompetensi terlihat dari tingkat ketuntasan hasil belajar sebesar 91,30 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan hasil belajar secara klasikal dapat tercapai.

Dengan tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal, berarti hasil belajar mahasiswa meningkat dari kemampuan awalnya. Beberapa hal yang menyebabkan hasil belajar meningkat dapat dilihat pada beberapa aspek yang memberikan kontribusi besar yaitu dalam pengelolaan pembelajaran, dosen mampu mengelola kelas hingga suasana kelas pada kategori pengelolaan yang sangat tinggi (KG = 3,96). Suasana kelas ini mendukung minat belajar mahasiswa yang tinggi (100 %), kesenangan mahasiswa dalam pengamatan (demonstrasi) dinyatakan dalam respon positifnya yang mencapai 100% siswa merasa senang dengan kegiatan tersebut, serta umumnya mahasiswa beraktivitas sesuai perhitungan waktu ideal. Hal ini menjadi indikator kearah tercapainya tujuan pembelajaran pada khususnya dan peningkatan hasil belajar pada umumnya.

Page 24: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 21

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut: Analisis deskriptif tes hasil belajar

menunjukkan bahwa ketuntasan belajar mahasiswa meningkat dan mencapai ketuntasan secara klasikal dengan menggunakan perangkat pembelajaran berbasis POE setting Pemodelan. Dengan demikian, penggunaan perangkat pembelajaran berbasis Predict Observation Explain (POE) setting pemodelan dapat meningkatkan hasil belajar fisika. DAFTAR PUSTAKA Darwis, Muhammad. (2007). Model pembelajaran

Matematika yang melibatkan kecerdasan Emosional. Disertasi Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan matematika. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya

Riyanto,Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang afektif dan berkualitas. Jakarta : Grafindo

Sugiono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Trianto. (2009). Mendesain model pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Trianto. (2010). Mendesain model pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Wina, Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Page 25: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 22

Pengembangan Media Pembelajaran Fisika dengan Camtasia Studio dan Multisim pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis

Amran Amiruddin

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) AKBA Makassar [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan: (1) media presentase pembelajaran fisika laboratorium virtual dan media tutorial untuk pembelajaran mandiri peserta didik yang valid, praktis dan efektif dan (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Peserta Didik yang valid, praktis dan efektif. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X.3 IPA SMA Negeri 21 Makassar yang terdiri dari satu kelas dengan jumlah 48 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) media presentase pembelajaran fisika laboratorium virtual dan media tutorial untuk pembelajaran mandiri peserta didik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid berdasarkan penilaian validator terhadap kualitas tampilan dan daya tarik media, praktis berdasarkan efisiensi pembelajaran dan respon peserta didik, serta efektif berdasarkan hasil belajar dan (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Peserta Didik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. Presentase rata-rata respon peserta didik terhadap media pembelajaran dan lembar kerja peserta didik yang telah dikembangkan secara keseluruhan berada dalam kategori baik atau positif. Sebagian besar peserta didik memperoleh hasil yang baik dalam pengambilan data, analisis perhitungan dan menjawab pertanyaan berdasarkan hasil yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik aktif dan memahami konsep listrik dinamis pada percobaan dengan menggunakan media pembelajaran. Pada semua aspek, presentase rata-rata aktivitas peserta didik berada pada kategori presentase aktivitas baik dan sangat baik (76% - 100%). Adapun produk akhir yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak dalam bentuk CD autorun media presentase pembelajaran fisika laboratorium virtual dan media tutorial beserta perangkat pembelajarannya. Kata kunci: Media Pembelajaran, Camtasia, Multisim

PENDAHULUAN

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu cabang pendidikan yang membahas tentang fenomena alam secara sistematis. Salah satu cabang pendidikan IPA yang sangat diperlukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah ilmu Fisika. Peserta didik di dalam proses pembelajaran Fisika dituntun agar bertindak atas dasar pemikiran analitis, logis, rasional, cermat dan sistematis. Menyadari betapa pentingnya peranan Fisika dalam menjawab persoalan tantangan global dan kemajuan IPTEK, dituntut perubahan ke arah yang lebih baik pada pembelajaran Fisika dengan berbagai variasi strategi dan metode pembelajaran yang efektif.

Komputer dapat membuat konsep-konsep yang abstrak menjadi konkret melalui media dengan visualisasi statis maupun dengan

visualisasi dinamis (animasi). Selain itu, komputer dapat membuat suatu konsep lebih menarik sehingga menambah motivasi untuk mempelajari dan memahaminya. Media pembelajaran sangat bervariasi jenisnya, tujuan penggunaannya adalah untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi dan memudahkan peserta didik memahami materi yang diinformasikan oleh guru. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar.

Pemilihan pendekatan yang dapat digunakan guru haruslah tepat, agar dapat menumbuhkan kompetensi peserta didik dalam belajar fisika. Masalah yang pada umumnya timbul pada peserta didik saat ini adalah sulitnya peserta didik dalam memahami materi pelajaran fisika,

Page 26: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 23

khususnya materi yang memerlukan eksperimen di Laboratorium. Hal ini tidak lepas dengan apa yang dialami oleh peserta didik kelas X SMA Negeri 21 Makassar, dalam proses pembelajaran fisika di sekolah. Peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika terutama yang berkaitan dengan praktikum. Adapun peralatan laboratorium masih kurang memadai maka salah satu solusinya adalah memanfaatkan media pembelajaran berupa laboratorium virtual. Selain itu hasil ujian fisika beberapa peserta didik masih berada pada kategori rendah yakni di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan sekolah sebesar 70.

Oleh sebab itu, komputer sebagai salah satu hasil teknologi sangat cocok untuk digunakan sebagai laboratorium virtual yang dibuat dalam bentuk media pembelajaran interaktif. Program Lectora dan Multisim menjadi salah satu solusi dalam berkreasi mengembangkan pembuatan media pembelajaran yang menyediakan keperluan membuat animasi dan laboratorium virtual yang dinamis dan komunikatif. Hal ini dapat menarik minat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar dan mempermudah peserta didik dalam memahami konsep suatu pokok bahasan khususnya pada pokok bahasan listrik dinamis. Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Munir (2008) media adalah mode stimulus – interaksi manusia, realita, gambar, simbol tulisan, suara (Rown tree). Media adalah Software berikut Hardware yang digunakan dalam komunikasi pembelajaran (Heidt). Media pembelajaran meliputi segala sesuatu yang dapat membantu pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi, daya pikir, dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas atau mempertahankan perhatian peserta terhadap materi yang sedang dibahas.

Laboratorium virtual dalam pembelaaran fisika Laboratorium dalam pembelajaran fisika

memiliki peranan penting, antara lain: Pertama, sebagai wahana untuk mengembangkan keterampilan dasar mengamati atau mengukur dan keterampilan proses lainnya seperti mencatat, membuat tabel, membuat grafik, menganalisis data, menarik kesimpulan, berkomunikasi, dan bekerjasama dalam tim. Kedua, laboratorium sebagai wahana untuk membuktikan konsep atau hukum-hukum alam sehingga dapat lebih memperjelas konsep yang telah dibahas sebelumnya. Ketiga, sebagai wahana mengembangkan keterampilan berpikir melalui proses pemecahan masalah dalam rangka siswa menemukan konsep sendiri.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan laboratorium adalah sumber daya yang mencakup bahan dan peralatan, ruang dan perabot, tenaga laboran, serta teknisi. Ketersediaan sumber daya tersebut secara memadai jelas akan menunjang pelaksanaan kegiatan laboratorium, sebaliknya keterbatasan alat dan bahan sering menjadi alasan bagi pendidik untuk tidak melakukan kegiatan laboratorium. Selain itu, perlu pula diingat bahwa tidak semua percobaan dapat dilakukan secara nyata di laboratorium, bukan hanya karena tidak ada alatnya, tetapi karakteristik percobaan itu sendiri yang melibatkan proses dan konsep-konsep abstrak. Untuk itulah diperlukan sebuah alternatif agar kegiatan eksperimen, termasuk pada konsep-konsep abstrak tetap dapat dilakukan. Multisim

Multisim adalah program simulasi yang digunakan untuk melakukan simulasi cara kerja sebuah rangkaian elektronika. Program multisim pertama kali dibuat oleh perusahaan yang bernama Electronics Workbench yang merupakan bagian dari perusahaan National Instruments dan pertama kali dikenalkan dengan nama Electronics Instruments yang pada saat itu ditujukan sebagai alat bantu pengajaran didalam bidang elektronika.

Page 27: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 24

Gambar 1. Tampilan Multisim

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan, menggunakan model pengembangan seperti yang dikembangkan oleh Thiagarajan yakni melalui 4D-Model (Define, Design, Develop, and Disseminate). Keempat D dalam 4D-Model merupakan tahap-tahap dalam pengembangan perangkat pembelajaran, akan tetapi pada penelitian ini akan diadopsi sampai pada D yang ketiga, yakni hingga tahap develop (pengembangan). Penelitian ini diujicobakan pada peserta didik kelas X.3 IPA SMA Negeri 21 Makassar yang terdiri dari satu kelas dengan jumlah 48 orang. Tahap Pendefinisian (define)

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) Analisis ujung depan, (b) Analisis siswa, (c) Analisis tugas (d) Analisis konsep, dan (e) Perumusan tujuan pembelajaran. Tahap Perancangan (Design )

Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu, (a) Penyusunan tes acuan patokan, merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi Dasar dalam kurikulum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah

kegiatan belajar mengajar, (b) Pembuatan flowchart yang sesuai tujuan, untuk memudahkan membuat media, (c) Pembuatan storyboard. Tahap Pengembangan (Develop)

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya.

Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan instrumen-instrumen selanjutnya dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui kualitas media yang dihasilkan, meliputi analisis data kevalidan, analisis data respon peserta didik, dan analisis data aktivitas peserta didik HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pendefinisian (Define)

Pada tahap analisis awal, peneliti berdiskusi dengan guru fisika SMA Negeri 21 Makassar yang mengajar di kelas X sehingga diperoleh informasi bahwa masalah mendasar yang perlu diupayakan pemecahannya adalah peserta didik kurang tertarik dengan metode yang digunakan. Biasanya guru hanya menjelaskan materi melalui buku pelajaran tanpa menggunakan media interaktif. Pada saat praktikum dilaboratorium, khususnya listrik dinamis peserta didik terkadang tidak mengetahui batas-batas ukur dari alat ukur listrik sehingga dapat menyebabkan kerusakan dari komponen maupun alat ukur listrik tersebut. Laboratorium virtual dapat meminimalisir kerusakan alat laboratorium yang disebabkan oleh kelalaian peserta didik yang sering mencoba alat tanpa pengetahuan sebelumnya.

Penelitian ini diujicobakan pada peserta didik kelas X.3 SMA Negeri 21 Makassar yang berjumlah 48 orang. Adapun materi dari media yang telah dibuat yaitu listrik dinamis. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan

Page 28: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 25

pihak sekolah, yaitu guru bidang studi fisika, maka diperoleh beberapa penjelasan tentang karakteristik peserta didik Tahap perancangan (design)

Media pembelajaran yang dirancang terdiri dari (1) program untuk pembelajaran di kelas, yaitu program presentasi yang akan digunakan guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dilengkapi dengan program laboratorium virtual, (2) program untuk pembelajaran mandiri peserta didik atau tutorial.

Media tutorial untuk pembelajaran mandiri peserta didik dibangun dengan menggunakan software Microsoft Power Point 2007, Camtasia Studio 6.0, Adobe Photoshop CS4 dan Nero 8.0. Microsoft Power Point 2007 dan Adobe Photoshop CS4 digunakan untuk membuat teks, gambar dan animasi dari media pembelajaran, Camtasia Studio 6.0 digunakan untuk mengubah file presentase menjadi file video tutorial yang dilengkapi dengan narasi audio, sedangkan Nero 8.0 digunakan untuk membuat file video autorun dalam bentuk CD/DVD.

Media Tutorial Dalam bentuk kepingan CD/DVD yang dikembangkan dapat digunakan Peserta didik sebagai bahan/materi pelajaran di rumah karena selain dapat dijalankan pada laptop/komputer, juga dapat ditampilkan pada Layar Televisi dengan menggunakan DVD Player.

Media Presentase pembelajaran fisika laboratorium virtual dibangun dengan menggunakan software multisim, Lectora, Macromedia Flash CS4, Microsoft Power Point 2007, Camtasia Studio 6.0, Adobe Photoshop CS4, dan Microsoft Word 2007. Microsoft Power Point 2007, Camtasia Studio 6.0, dan Adobe Photoshop CS4 digunakan untuk membuat materi pelajaran dalam bentuk video. Lectora dan Macromedia Flash CS4 digunakan untuk membuat tampilan/layout media, sedangkan multisim digunakan untuk membuat media laboratorium virtual. Perangkat lunak yang dihasilkan diperuntukkan untuk dipergunakan guru saat membelajarkan peserta didik di kelas.

Lembar Kerja Peserta Didik yang dikembangkan merupakan panduan latihan dalam proses belajar. Selain itu, LKPD juga

sebagai pendalaman materi tentang hukum ohm, rangkaian hambatan dan hukum I kirchoff sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar secara mandiri, LKPD ini dilengkapi dengan pengantar, langkah kerja, tabel pengamatan, analisis data, pertanyaan, dan kesimpulan. Pengantar berupa penjelasan singkat mengenai materi yang akan dipraktikumkan menggunakan media laboratorium virtual. Pada bagian langkah kerja, diberikan uraian langkah-langkah percobaan virtual sehingga diharapkan peserta didik melakukan percobaan virtual sesuai tahap demi tahap sesuai dengan LKPD. Pada bagian tabel pengamatan, pertanyaan dan kesimpulan, peserta didik memasukkan data-data yang diperoleh sehingga diharapakan mereka dapat menganalisis data kemudian menjawab pertanyaan serta menyimpulkan hasil pengamatan yang diperoleh.

Instrumen aktivitas menggunakan Rating Scale dengan pemberian angka berdasarkan kriteria aktivitas yang diamati. Pengamatan aktivitas peserta didik tersebut melibatkan dua orang pengamat yang mengamati aktivitas setiap peserta didik mulai dari awal hingga akhir pembelajaran.

Instrumen respon peserta didik berupa pernyataan tentang media pembelajaran dan LKPD dengan tujuan untuk menilai kepraktisan media dan LKPD yang telah dikembangkan. Data hasil angket respon peserta didik dianalisis dengan menentukan persentase jawaban peserta didik untuk setiap aspek respon. Tahap pengembangan (Develop) Hasil validasi

Nilai rata-rata total kevalidan pada media pembelajaran model presentase diperoleh = 3,43. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari kedua aspek di atas secara keseluruhan, maka media pembelajaran model presentase ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap media pembelajaran model presentase dengan rata-rata 0,93 atau 93

Page 29: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 26

% telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%.

Nilai rata-rata total kevalidan pada media pembelajaran model tutorial diperoleh = 3,55. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”sangat valid” karena berada pada (3,5 ≤ ≤ 4). Jika ditinjau dari kedua aspek di atas secara keseluruhan, maka media pembelajaran model presentase ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap media pembelajaran model presentase dengan rata-rata 0,89 atau 89 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%.

Nilai rata-rata total kevalidan materi dari media diperoleh = 3,20. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari ketiga aspek di atas secara keseluruhan, dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap materi dari media dengan rata-rata 0,93 atau 93 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%

Nilai rata-rata total kevalidan pada RPP diperoleh = 3,15. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari kelima aspek di atas secara keseluruhan, maka RPP ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap perangkat pembelajaran RPP dengan rata-rata 0,87 atau 87 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%.

Untuk nilai rata-rata total kevalidan LKPD diperoleh = 3,24 dan berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari keempat aspek di atas secara keseluruhan, maka LKPD ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian.

Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap LKPD dengan rata-rata 0,84 atau 84 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%

Nilai rata-rata total kevalidan pada lembar observasi aktivitas peserta didik diperoleh = 3,20. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari ketiga aspek di atas secara keseluruhan, maka lembar observasi aktivitas peserta didik ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap lembar observasi aktivitas peserta didik dengan rata-rata 0,80 atau 80 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75%

Nilai rata-rata total kevalidan pada angket respon peserta didik diperoleh = 3,16. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori ”valid” karena berada pada (2,5 ≤ < 3,5). Jika ditinjau dari ketiga aspek di atas secara keseluruhan, maka angket respon peserta didik ini dapat dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Indeks kesepahaman (reliabilitas) kedua validator terhadap angket respon peserta didik dengan rata-rata 0,80 atau 80 % telah memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena lebih besar dari 0,75 atau 75% Analisis Aktivitas Peserta Didik

Berdasarkan penilaian pengamat pada setiap pertemuan diperoleh bahwa peserta didik pada umumnya aktif dalam pembelajaran. Adapun aktivitas rata-rata peserta didik dari 3 kali pertemuan (percobaan) pada aspek memperhatikan demonstrasi memiliki presentase paling kecil yaitu rata-rata 75,89% sedangkan pada aspek mengkategorikan memiliki presentase paling besar yaitu rata-rata 87,77%. Pada semua aspek, presentase rata-rata aktivitas peserta didik berada pada kategori presentase aktivitas baik dan sangat baik (76% - 100%)

Pada kegiatan percobaan virtual hukum ohm (LKPD 1), peserta didik memiliki perolehan nilai

Page 30: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 27

rata-rata lebih tinggi dibandingkan percobaan lainnya yaitu dengan nilai rata-rata 85. Hal ini karena peserta didik langsung melakukan percobaan setelah diberi penjelasan tentang cara penggunaan software multisim sehingga peserta didik masih mengingat dengan jelas cara menggunakan multisim serta penjelasan mengenai materi hukum ohm. Pada kegiatan percobaan LKPD 2, peserta didik lebih banyak menggunakan waktu pada saat pengambilan data sehingga nilai rata-ratanya lebih kecil daripada nilai pada LKPD 1 dengan nilai 81, begitu pula dengan LKPD 3 dengan nilai rata-rata 82. Sebagian besar peserta didik memperoleh hasil yang baik dalam pengambilan data, analisis perhitungan dan menjawab pertanyaan berdasarkan hasil yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik aktif dan memahami konsep listrik dinamis pada percobaan dengan menggunakan media pembelajaran. Analisis Respon peserta didik

Tujuan utama analisis data respon peserta didik adalah untuk melihat bagaimana respon peserta didik terhadap media pembelajaran dan LKPD yang telah dikembangkan. Presentase rata-rata respon peserta didik terhadap media pembelajaran adalah 80,23% dan lembar kerja peserta didik 76,39% sehingga secara keseluruhan berada dalam kategori baik atau positif. Pembahasan Media pembelajaran

Berdasarkan data hasil penilaian oleh dua validator ahli diperoleh bahwa pada penilaian media dan materi yang terdapat pada media pembelajaran diperoleh hasil valid dan sangat valid untuk setiap pernyataan yang diberikan, baik pada media pembelajaran model tutorial bagi peserta didik maupun program laboratorium virtual model presentasi bagi guru. Dari analisis reliabilitas juga diperoleh hasil reliabilitas yang baik (reliabel) meskipun ada beberapa saran dari validator mengenai tata suara dan tata warna yang lebih diperjelas pada media pembelajaran.

Media pembelajaran yang dibuat berisi materi dalam bentuk video yang dilengkapi dengan

gambar, animasi, dan simulasi interaktif. Pada program laboratorium virtual peserta didik dapat membuat/merancang sendiri rangkaian-rangkaian listrik dengan mudah dan disertai dengan lembar kerja peserta didik sebagai panduan dalam melakukan praktikum pada media laboratorium virtual. Rancangan media laboratorium virtual ini mampu membuat peserta didik memahami konsep listrik dinamis dengan baik berdasarkan nilai dari LKPD yang telah dikerjakan oleh peserta didik. Media laboratorium virtual ini juga dapat merangsang motivasi peserta didik untuk terlibat secara aktif selama pembelajaran sehingga mereka dapat memahami konsep atau prinsip-prinsip eksperimen yang dilakukan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Berdasarkan penilaian validator diperoleh hasil valid dan sangat valid untuk setiap pernyataan yang diberikan, begitupun dengan analisis reliabilitas diperoleh hasil reliabilitas yang baik (reliabel) mengindikasikan bahwa RPP dapat digunakan dalam pembelajaran. RPP yang dibuat sebagai kelengkapan pembelajaran diharapkan agar guru lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran laboratorium virtual. Terdapat pula daftar spesifikasi RPP yang penting untuk memudahkan guru dalam memberikan penilaian peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun saran dari validator yaitu melengkapi kegiatan pembelajaran sesuai isi angket/lembar validasi. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Berdasarkan penilaian validator diperoleh hasil valid dan sangat valid untuk setiap pernyataan yang diberikan, begitupun dengan analisis reliabilitas diperoleh hasil reliabilitas yang baik (reliabel) mengindikasikan bahwa LKPD dapat digunakan dalam pembelajaran. Walaupun secara keseluruhan aspek maupun masing-masing aspek sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran dari ahli yang perlu diperhatikan sekaligus sebagai revisi LKPD yaitu mengenai ukuran font, jenis font, serta tata warna dalam LKPD yang perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.

LKPD yang dikembangkan sesuai dengan

Page 31: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 28

percobaan virtual yang terdapat pada media pembelajaran. Untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar secara mandiri, LKPD ini dilengkapi dengan pengantar, langkah kerja, tabel pengamatan, analisis data, pertanyaan, dan kesimpulan. Pengantar berupa penjelasan singkat mengenai materi yang akan dipraktikumkan menggunakan media laboratorium virtual. Pada bagian langkah kerja, diberikan uraian langkah-langkah percobaan virtual sehingga diharapkan peserta didik melakukan percobaan virtual sesuai tahap demi tahap sesuai dengan LKPD. Pada bagian tabel pengamatan, pertanyaan dan kesimpulan, peserta didik memasukkan data-data yang diperoleh sehingga diharapakan mereka dapat menganalisis data kemudian menjawab pertanyaan serta menyimpulkan hasil pengamatan yang diperoleh. Aktivitas Peserta Didik

Berdasarkan analisis aktivitas peserta didik dalam kelompoknya diperoleh gambaran bahwa peserta didik memperhatikan langkah kerja, menganalisis semua hubungan besaran Fisika yang mungkin melalui percobaan virtual secara tepat, melakukan perhitungan dengan benar, mengikuti prosedur percobaan virtual secara benar, mengkategorikan data-data hasil percobaan virtual dengan benar, menjelaskan hasil percobaan virtual dengan benar, mempresentasikan/menanggapi hasil percobaan virtual secara responsif, mudah dipahami, dan disertai contoh, serta peserta didik banyak mengkaji persoalan yang dapat menumbuhkan kreativitas sehingga banyak memunculkan ide baru. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media ini mampu mengaktifkan peserta didik. Respon Peserta Didik

Berdasarkan penilaian validator diperoleh hasil valid untuk setiap pernyataan yang diberikan, begitupun dengan analisis reliabilitas diperoleh hasil reliabilitas yang baik (reliabel) mengindikasikan bahwa instrumen angket respon peserta didik dapat digunakan. Walaupun secara keseluruhan aspek maupun masing-masing aspek sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran dari ahli

yang perlu diperhatikan sekaligus sebagai revisi instrumen angket respon peserta didik yaitu juga mengenai penggunaan bahasa yang komunikatif.

Adapun tujuan utama analisis data respon peserta didik adalah untuk melihat bagaimana respon peserta didik terhadap media pembelajaran dan LKPD yang telah dikembangkan. Dalam melakukan percobaan virtual, peserta didik antusias dalam pengukuran dan pengambilan data melalui media laboratorium virtual serta dalam mengerjakan LKPD. Pada analisis data respon peserta didik juga terlihat bahwa persentase rata-rata respon peserta didik terhadap media pembelajaran dan lembar kerja peserta didik yang telah dikembangkan secara keseluruhan berada dalam kategori baik atau positif. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan, serta dihubungkan dengan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal pokok yaitu : (1) Media Presentase pembelajaran fisika laboratorium virtual dan media tutorial untuk pembelajaran mandiri peserta didik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid berdasarkan penilaian validator terhadap kualitas tampilan dan daya tarik media, praktis berdasarkan efisiensi pembelajaran dan respon peserta didik, serta efektif berdasarkan hasil belajar (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Peserta Didik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Darmawan, D. (2012). Teknologi Pembelajaran.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:

Rineka Cipta Elang Krisnadi. (2009). Rancangan Materi

Pembelajaran Berbasis ICT.disajikan dalam Workshop Pengembangan Materi Pembelajaran Berbasis ICT di FMIPA UNY pada tanggal 6 Agustus 2009. Online.

Page 32: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 29

Eka, R. N. 2009. Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Web.Tesis. PPs UNM

Gunawan. 2011. Repository Disertasi UPI: Pengembangan Model Virtual Laboratory Fisika Modern Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Disposisi Berpikir Kritis Calon Guru (online). (http://repository.upi.edu/disertasiview.php?no_disertasi=91),diakses tanggal 5 Desember 2012).

Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Terjemahan oleh Hans J. Wospaktrik. 2008. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Prawiradilaga, D. S. (2007). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Riduwan. (2011). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers

_______. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta

Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta

Page 33: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 30

Analisis Energi Gempa Letusan Gunung Semeru 09 Oktober 2009

Arif Rahman Hakim1, Hairunisa2 1,2Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis besar energi gempa letusan akibat aktivitas G. Semeru yang terjadi pada tanggal 9 Oktober 2009. Analisis ini dimulai dari tahap seleksi data gempa letusan yang didapatkan dari 4 stasiun seismik yaitu Stasiun Kepolo (KPL), Leker (LEK), Tretes (TRS) dan Besuk Bang (BES). Sinyal diseleksi berdasarkan waveform yang berasosiasi dengan letusan sehingga dari hasil selesksi tersebut diperoleh 30 kali gempa letusan, 2 kali gempa vulkanik tipe A dan 12 kali gempa tremor. Selanjutnya, dilakukan analisis data magnitudo dan energi gempa letusan berdasarkan data hasil seleksi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aktivitas gempa letusan yang terjadi pada tanggal 9 Oktober 2009 diperoleh nilai magnitudo rata-ratanya sebesar 4,789 SR. Pada saat pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB nilai magnitudo gempa letusan mencapai minimum yaitu 2,735 SR dan mencapai maksimum 5,540 SR pada pukul 13:16:33 WIB. sedangkan energi rata-rata gempa sebesar 2,057E+19 erg. Pada saat pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB energi minimum gempa letusan adalah 7,990E+15 erg dan mencapai maksimum 1,286E+20 erg pada pukul 13:16:33 WIB. Dari hasil tersebut aktivitas G. Semeru dinyatakan aktif normal karena tidak pernah berhenti meletus dalam selang waktu 15 menit – 20 menit sekali. Kata kunci: Energi, gempa letusan, gunungapi semeru

PENDAHULUAN Indonesia mempunyai banyak gunungapi

yang masih aktif hingga saat ini. Sekitar 129 gunungapi tersebar di seluruh pulau di Indonesia. Penempatan gunung-gunungapi ini sesuai penyebarannya yang berada di sepanjang sabuk gunungapi Indonesia mulai dari kawasan Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara dan menerus hingga perairan Maluku dan kawasan Sulawesi Utara. Pendominasian gunungapi paling banyak adalah di Pulau Jawa, salah satunya gunungapi Semeru yang merupakan gunungapi yang tertinggi di kawasan ini.

Gunungapi Semeru merupakan gunungapi tertinggi yang masih aktif di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian para ahli, diketahui bahwa gunungapi Semeru merupakan gunung aktif tipe A yang terletak di kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur. Puncak Mahameru 3676 m dpl merupakan tempat tertinggi dipulau Jawa dan merupakan bekas dinding tua G. Semeru. Kawah muda yang aktif sampai sekarang

terletak di sebelah tenggara Mahameru dan dikenal dengan kawah Jonggring saloko. Ciri G. Semeru sejak 1967 adalah letusan bertipe vulkanian–strombolian yang terjadi pada interval antara 20 menit sampai 1 jam. Berdasarkan sifat-sifat erupsi dan bahan-bahan lepas yang dihasilkan, erupsi gunungapi ini merupakan erupsi efusif berupa pembentukan kubah lava atau lidah lava. Dan merupakan erupsi eksplosif berupa semburan abu pasir halus atau piroklastik sampai bom. Periode letusan gunung Semeru berkisar 5 – 45 menit.

Penelitian mengenai Gunung Semeru pernah dilakukan oleh Maryanto (1999) menerangkan tentang kandungan frekuensi letusan berkisar antara 0,8-3,8 Hz. Siswowidjojo dkk. (1995) menerangkan bahwa daerah aseismik yang diduga merupakan lokasi dari akumulasi magma terdapat pada kedalaman 5-20 km. Dari analisis frekuensi yang diperoleh bahwa gempa-gempa vulkanik maupun tremor yang tercatat mempunyai frekuensi yang hampir sama, yakni

Page 34: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 31

berkisar antara 0,9-1,3 Hz. Hal ini mengindikasikan mekanisme sumber yang kedalamannya tetap. Kirbani dkk, (1992) berhasil mencatat 2 buah kegiatan seismik yang memperlihatkan 3 fase keadaan yaitu sebelum terjadi letusan, setelah terjadi letusan dan pada saat terjadi letusan. Keadaan dimana pada saat terjadi letusan ditandai dengan puncak-puncak sinyal yang tidak teratur dan amplitudonya besar.

Letusan G. Semeru pada tahun 2009 mempunyai kegiatan yang berbeda dari aktifitas biasanya. Dalam keadaan status waspada, erupsi G. Semeru terjadi di kawah Jonggring Saloko ditandai dengan lontaran bom dan abu yang mempunyai interval 10 menit sekali. Pada bulan Maret 2009, aktifitas G. Semeru mengalami masa tenang dengan terekamnya sangat sedikit gempa letusan. Kemudian pada bulan Agustus-Desember 2009, aktifitas kegempaan G. Semeru memperlihatkan jumlah gempa-gempa dangkal yang dikenal sebagai gempa letusan. Gempa-gempa ini tidak memperlihatkan jumlah letusan yang sama dengan letusan di awal tahun namun terdapat perbedaan pada kenampaan visualnya. Asap letusan yang terjadi tidak mengandung material abu vulkanik. Dengan kejadian ini maka dipandang perlu dilakukan penyelidikan mengenai sifat dan mekanisme gempa letusan yang terjadi sepanjang tahun 2009 tersebut khususnya pada bulan oktober.

Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah atau tidak menyimpang dan lebih spesifik, maka dalam penelitian ini hanya menganalisis aktivitas gunungapi Semeru berupa gempa letusan yang dihasilkan dari rekaman seismogram pada bulan Oktober 2009. Analisis dan pembahasan yang dilakukan meliputi penentuan lama gempa, magnitudo dan energi gempa serta analisis hubungan dari ketiga elemen tersebut. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang didapatkan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Bandung. Data yang digunakan

merupakan data seismik digital hasil rekaman (seismogram) tahun 2009 untuk Gunung Semeru. Dari data tersebut dilakukan pengolahan data dan analisa berdasarkan prinsip-prinsip fisika sehingga didapatkan kesimpulan mengenai energi letusan yang terjadi di Gunung Semeru pada bulan oktober tahun 2009. Langkah Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penentuan energi gempa letusan Gunung Semeru pada bulan Oktober. Secara umum langkah penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Alur penelitian yang dilakukan Seleksi Data

Langkah ini merupakan langkah awal dalam pengolahan data dengan tujuan untuk mengelompokkan jenis gempa yang terjadi di Gunung Semeru.

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa data seismik kegempaan yang terekam di Gnung Semeru pada bulan oktober tahun 2009 yang ditransmisikan dari PPGA Sawur. Data seismik didapatkan dari hasil rekaman seismometer yang diletakkan di lima stasiun di sekitar Gunung Semeru yaitu stasiun Puncak, Kepolo, Leker, Tretes, dan Besuk Bang. Koordinat posisi dari stasiun diterangkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Posisi stasiun seismometer Gunung Semeru

Mulai

Studi Pustaka

Seleksi Data

Analisa Data

Interpretasi

Selesai

Page 35: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 32

Gambar 2. Jaringan pemantauan aktivitas Gunung

Semeru Data-data yang diperoleh dari jaringan

pemantauan seismik tersebut berupa kumpulan sinyal seismik yang berbentuk data digital. Pembacaan data ini dilakukan dengan software WVW SR 900. Software ini membaca gempa selama satu menit dalam satu kali jendela pembacaan. Waktu samplingnya (cuplikan) adalah 100 cuplikan per detik. Jadi pada kejadian 1 detik, direkam sebanyak 100 titik dalam perekaman digital. Pengambilan data dengan 100 cuplikan per detik sangat memungkinkan sinyal getaran dapat terbentuk seperti semula sehingga aliasing (kehilangan bentuk sinyal asli setelah dilakukan digitasi) dapat diminimalisir.

Pada dasarnya program WVW SR 900 ini merupakan perangkat lunak untuk membaca data hasil konversi rekaman analog ke dalam rekaman digital melalui perangkat keras Datamark. Data event didefinisikan dengan nama file yang memuat tahun, bulan, tanggal, hari, jam dan menit secara berurutan. Misalkan event yang didapat adalah 09100902.17, maka event tersebut terjadi pada tanggal 09 Oktober 2009, jam 02.17 WIB.

Tampilan pembacaan pada software WVW dapat dilihat seperti Gambar 3 di bawah ini :

Gambar 3. Sinyal Gempa Letusan pada Tanggal 09 Oktober 2009, jam 02.17 WIB yang dibaca dengan

software WVW SR900

Tampilan seismogram tersebut seharusnya terbagi menjadi 5 baris dimana setiap baris tersebut disebut dengan channel. Channel pada Gambar 3 bila dihubungkan dengan Tabel 1 maka akan diperoleh nama-nama stasiun yang merekam sinyal gempa tersebut. Nama stasiun ditunjukkan oleh channel yang terletak di sebelah kiri, dimana berturut-turut nama stasiunnya adalah PCK (Puncak), Lekker (LEK), Tretes (TRS), Besuk Bang (BES) yang direpresentasikan oleh channel a001h, a002h, a003h, a004h dan a005h. Dalam hal ini, data rekaman pada stasiun Puncak tidak digunakan karena rekaman datanya kurang bagus dan banyak mengandung sinyal-sinyal ganguan (noise) sehingga proses seleksi data hanya menggunakan empat stasiun yaitu Kepolo, Leker, Tretes dan Besukbang.

Pada tahap ini, ada beberapa data yang perlu diseleksi antara lain: 1) waktu gelombang tiba P (ti) : jam – menit – detik; 2) beda waktu tiba gelombang P dan S, biasa dinamakan S – P, satuanya dalam detik; 3) amplitudo maksimum ganda (Amax), satuannya adalah millimeter; 4) lama gempa, sering kali menggunakan istilah (F – P), satuanya dalam detik, dan; 5) bila terbaca diukur pula amplitudo gerakan awal. Analisa Data

Setelah melakukan seleksi data, maka data tersebut dianalisa untuk mengetahui tingkat aktivitas Gunungapi Semeru yaitu nilai magnitudo dan energinya. Magnitudo Gempa Letusan.

Magnitudo merupakan besaran goncangan gempa bumi yang diukur dengan angka dan dihitung secara matematis dengan satuan skala Richter. Besarnya magnitudo akan sama di semua lokasi seismometer yang mencatat getaran gempa tersebut. Magnitudo dapat dicari secara statistic berdasarkan log (F-P) atau lama gempa, yaitu: M = -1,45 + 1,91 log (F – P) Skala Ritcher dimana M : magnitudo gempa lokal (Skala Ritcher) F – P : lama gempa (detik) Energi Gempa.

Energi gempa letusan yang tercatat pada seismogram, menggunakan rumus Gutenbergritcher :

Page 36: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 33

E = 10 (11,8 + 1,5 M) dan Log E = 11,8 + 1,5 M dimana E : energi letusan (erg) M : magnitudo gempa local (Ritcher) Tabulasi

Tabulasi merupakan analisis dari pembacaan seismogram yang dapat menelaah kejadian atau aktivitas gunungapi dengan menampilkan tabel maupun grafik. Parameter yang digunakan: 1) Grafik hubungan amplitudo – waktu; 2) Grafik hubungan magnitudo – waktu; 3) Grafik hubungan energi – waktu, dan; 4) Grafik hubungan energi – magnitude.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil seleksi data dan pengamatan secara Visual diperoleh gambaran secara umum kondisi fisik dan lingkungan saat terjadinya gempa. Data visual pada saat terjadinya gempa letusan pada bulan oktober 2009 yaitu: 1) Data Kondisi Lingkungan: (a) Angin tenang; (b) Suhu udara 22 oC; (c) Hujan nihil; (d) Letusan asap tidak teramati; (e) Pagi hari gunung kabut. 2) Data Kondisi Fisik: (a) 30 kali gempa letusan dengan Amax = 2-33 mm; (b) 2 kali gempa vulkanik tipe A dengan Amax = 6-9 mm, SP 0,5 -1, lama gempa 12-16``, dan frekuensi 2,8 Hz, dan; (c) 12 kali gempa tremor dengan: (1) Amax = 4 mm, lama gempa = 145``, dan periode (T) = 0,55``; (2) Amax = 7 mm, lama gempa = 85``, dan periode (T) = 0,55``; (3) Amax = 4 mm, lama gempa = 150``, dan periode (T) = 0,55``; (4) Amax = 2 mm, lama gempa = 120``, dan periode (T) = 0,45``; (5) Amax = 5 mm, lama gempa = 90``, dan periode (T) = 0,45``; (6) Amax = 12 mm, lama gempa = 175``, dan periode (T) = 0,45``; (7) Amax = 4mm, lama gempa = 240``, dan periode (T) = 0,55``; (8) Amax = 3 mm, lama gempa = 177``, dan periode (T) = 0,45``; (9) Amax = 11 mm, lama gempa = 135``, dan periode (T) = 0,45``; (10) Amax = 10 mm, lama gempa = 135``, dan periode (T) = 0,18``; (11) Amax = 8 mm, lama gempa = 65``, dan periode (T) = 0,55``; (12) Amax = 3 mm, lama gempa = 105``, dan periode (T) = 0,55``

Kenampakan Waveform dan Spektral Gempa Letusan

Bedasarkan pengamatan yang telah dilakukan secara kontinyu, gempa letusan secara mudah dikenali dari waveform/bentukan. Waveform gempa letusan yang telah dijelaskan pada bab Dasar Teori menjadi dasar untuk melakukan seleksi data. Didapatkan 30 event gempa letusan pada bulan Oktober tahun 2009.

Berikut ini merupakan seismogram Gempa letusan yang terjadi pada tanggal 09 Oktober 2009 pukul 02.17 s/d 02.18 WIB untuk empat stasiun pengamatan yaitu Kepolo, Leker, Tretes dan Besukbang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Sedangkan hasil analisa spektral dari Gempa letusan untuk masing – masing stasiun tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4. Seismogram Gempa Letusan terjadi

pada tanggal 09 Oktober 2009 pukul 02.17 s/d 02.18 WIB pada stasiun Kepolo, Leker, Tretes dan

Besukbang.

Gambar 5. Hasil analisa spektral Gempa Letusan

terjadi pada tanggal 09 Oktober 2009 pukul 02.17 s/d 02.18 WIB pada stasiun Kepolo, Leker, Tretes

dan Besukbang.

Page 37: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 34

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 6. Spektogram Gempa letusan pada tanggal 09 Oktober 2009 pukul 02.17 s/d 02.18

WIB a) Kepolo b) Leker c) Tretes dan d) Besukbang. Dari gambar seismogram Gempa letusan

diatas, terlihat bahwa waveform keempat event yang terjadi pada tanggal 09 Oktober 2009 pukul 02.17 s/d 02.18 WIB memiliki bentuk sinyal yang hampir sama. Bentukan sinyal yang terjadi memiliki amplitudo dengan puncak-puncak tidak teratur dan berdurasi 100-120 detik. Dari gambar spektral, terlihat bahwa frekuensi dominan masing-masing stasiun berbeda dan memiliki range yang cukup jauh hal ini bisa saja dipengaruhi oleh jarak antar stasiun. Magnitudo dan Energi Gempa Letusan

Untuk menganalisis magnitudo dan energi gempa letusan ini dipilih data rekaman gempa pada tanggal 9 Oktober 2009 di stasiun leker karena noise di stasiun tersebut kurang sehingga dapat meminimalisir data yang rusak akibat noise. Jika nilai besar magnitudo dan energi gempa letusan tersebut dihubungkan dengan

waktu terjadinya gempa akan tampak seperti gambar berikut

Gambar 7. Grafik hubungan antara Waktu dan

Magnitudo gempa letusan

Gambar 8. Grafik hubungan antara Waktu dan

Energi gempa letusan Analisis magnitudo dan energi gempa letusan

pada tanggal 9 Oktober 2009, dari Gambar 7 dan 8 diperoleh yaitu nilai magnitudo rata-rata 4,789 SR, magnitudo minimum 2,735 SR pada pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB, dan magnitudo maksimum 5,540 SR pada pukul 13:16:33 WIB. Sedangkan, nilai energi rata-ratanya 2,057E+19 erg, nilai minimumnya 7,990E+15 erg pada pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB, dan nilai maksimumnya 1,286E+20 erg pada pukul 13:16:33 WIB. Log energi merupakan fungsi linier dari magnitudo. Sesuai dengan persamaan 4.2 maka diperoleh hubungan antara nilai magnitudo dan nilai log dari energi yang ditunjukkan pada Gambar 9 berikut,

Gambar 9. Grafik hubungan antara Magnitudo

dan Log Energi.

0

1

2

3

4

5

6

1:12

:00

2:24

:00

3:36

:00

4:48

:00

6:00

:00

7:12

:00

8:24

:00

9:36

:00

10:4

8:0

0

12:0

0:0

0

13:1

2:0

0

14:2

4:0

0

15:3

6:0

0

16:4

8:0

0

18:0

0:0

0

19:1

2:0

0

20:2

4:0

0

21:3

6:0

0

22:4

8:0

0

0:00

:00

MAGNITUDO

WAKTU

WAKTU vs MAGNITUDO

0

2E+19

4E+19

6E+19

8E+19

1E+20

1,2E+20

1,4E+20

0:00

:00

1:12

:00

2:24

:00

3:36

:00

4:48

:00

6:00

:00

7:12

:00

8:24

:00

9:36

:00

10:4

8:0

0

12:0

0:0

0

13:1

2:0

0

14:2

4:0

0

15:3

6:0

0

16:4

8:0

0

18:0

0:0

0

19:1

2:0

0

20:2

4:0

0

21:3

6:0

0

22:4

8:0

0

0:00

:00

ENERGI

WAKTU

WAKTU vs ENERGI

y = 1,5x + 11,8 R² = 1

0

5

10

15

20

25

2

2,4

2,8

3,2

3,6 4

4,4

4,8

5,2

5,6 6

LOG ENERGI

MAGNITUDO

MAGNITUDO vs LOG ENERGI

Page 38: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 35

Gambar 9 memperlihatkan bahwa log energi merupakan fungsi linier dari magnitudonya dan tampak pula bahwa semakin besar nilai magnitudonya maka semakin besar pula nilai log energi yang diperoleh.

Gambar 10. Grafik hubungan antara log Lama

Gempa (F – P) dan Magnitudo Jika besar energi dipengaruhi oleh nilai

magnitudonya, maka besar magnitudo bergantung dari lama terjadinya gempa. Seperti pada 10 dengan mengasumsikan bahwa lapisan tanah didaerah terjadinya gempa letusan adalah sama, maka nilai magnitudo dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan y = 0.829log(x) + 1.4. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pembacaan seismogram 9 Oktober 2009, pada aktivitas gempa letusannya yang terjadi sebanyak 30 kali diperoleh nilai magnitudo rata-ratanya adalah 4,789 SR. Pada saat pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB nilai magnitudo gempa letusan mencapai minimum yaitu 2,735 SR dan mencapai maksimum 5,540 SR pada pukul 13:16:33 WIB.

Jika besar magnitudo telah diketahui selanjutnya menetukan besar energi pada gempa letusan, dan diperoleh nilai energi rata-rata sebesar 2,057E+19 erg. Pada saat pukul 8:52:55 dan 18:42:55 WIB energi minimum gempa letusan adalah 7,990E+15 erg dan mencapai maksimum 1,286E+20 erg pada pukul 13:16:33 WIB.

Aktivitas G. Semeru selalu dinyatakan aktif karena tidak pernah berhenti meletus dalam selang waktu 15 menit – 20 menit sekali, sehingga G. semeru berada dalam tingkat aktif normal.

DAFTAR PUSTAKA Alzwar, M. 1987. Pengantar Dasar Ilmu

Gunungapi. Bandung: NOVA, D, Isya Nurrahmat. 1995. Aktivitas Vulkanisme

Gunung Semeru. Bandung: Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,.

Minarto,E. 2000. Analisis Spektral Gunung Slamet. Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika – FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Neil, J.B., Craster,R.V.,Rust A.C. 2004. Instability in flow through elastic conduits and volcanic tremor. J. Fluid Mech. (2005), vol. 527, pp. 353–377.

Nugraha A.K. 2009. Karakteristik Tremor Harmonik Gunungapi Semeru, Jawa Timur Tahun 2008. Tugas Akhir, Universitas Brawijaya, Malang.

Perwita C.A. 2011. Analisis Sinyal Seismik Gempa Letusan Gunung Semeru, Jawa Timur Tahun 2009. Tugas Akhir, Universitas Brawijaya, Malang.

Riyanto, S., Purwanto, A., Supardi. 2009 . Algoritma Fast Fourier Transform (FFT) Decimation In Time (DIT) Dengan Resolusi 1/10 Hertz. Laboratorium Riset Komputasi, Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY Kampus Karangmalang Yogyakarta.

Rosadi, Umar dkk. 2008. Laporan Peringatan Dini Bahaya Gunungapi Semeru, Jawa Timur. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung.

Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung : ITB

y = 0.829log(x) + 1.4 R² = 1

0

1

2

3

4

5

6

0

20 40 60 80

100

120

140

160

MAGNITUDO

LOG (F - P)

LOG(LAMA GEMPA) vs MAGNITUDO

Page 39: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 36

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Materi Geometri Berbantuan Geogebra Ditinjau dari Self-Efficacy

Muslim1, Abd. Haris2

1,2STKIP Taman Siswa Bima [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi geometri berbantuan Geogebra ditinjau dari self-efficacy. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain pretest-posttest non equivalent group design. Penelitian ini diambil secara acak dua kelas yaitu kelas eksperimen diberikan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berbantuan Geogebra dan kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket self-efficacy. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra dan pembelajaran konvensional, menggunakan analisis one sample t-test pada taraf signifikan 5%. Perbedaan keefektifan diukur menggunakan two group MANOVA dengan kriteria T2 Hottelling pada taraf signifikansi 5%. Selanjutnya untuk mengetahui perbandingan keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi geometri berbantuan Geogebra dan pembelajaran Konvensional data dianalisis secara univariat dengan independent t test pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra efektif ditinjau dari self-efficacy, (2) metode pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari self-efficacy, dan (3) model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra lebih efektif dibandingkan dengan metode Konvensional ditinjau dari self-efficacy. Kata kunci: group investigation, geogebra, self-efficacy

PENDAHULUAN

Dimensi pembelajaran tidak terlepas dari komponen-komponen yang ada di dalam pembelajaran tersebut, baik itu dosen, mahasiswa, kondisional pembelajaran, pendekatan, fasilitas pembelajaran dan lain sebagainya, sangat memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang efektif. Efektif tidaknya pembelajaran tergantung pada efektif tidaknya komponen-komponen tersebut beriteraksi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mortimore (Muijs & Reynolds, 2008) bahwa faktor-faktor kelas yang memberikan kontribusi pada hasil belajar yang efektif di pihak mahasiswa adalah sesi yang terstruktur, cara mengajar yang menantang secara intelektual, lingkungan yang berorientasi tugas, komunikasi antara dosen dan mahasiswa, dan fokus yang terbatas di setiap sesinya.

Lim (Jinfa Cai, et.al, 2009) menyatakan

karakteristik pembelajaran matematika yang efektif adalah (1) aktivitas berpusat pada mahasiswa yang mendorong pada pemahaman konseptual, (2) berhubungan dengan pengalaman mahasiswa sehari-hari, (3) mahasiswa memahami apa yang diajarkan dan dapat menggunakan apa yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah, (4) perencanaan yang baik untuk aktivitas belajar mahasiswa, (5) mahasiswa aktif berpartisipasi pada aktivitas yang menyenangkan dan bermakna, (6) Menggunakan bantuan dalam pembelajaran yang dapat meningkat pemahaman mahasiswa.

Taylor & Ysseldyke (2007) menyatakan bahwa terdapat empat komponen pembelajaran yang efektif meliputi perencanaan, pengelolaan, penyampaian, dan mengevaluasi pembelajaran. Made Wena (2011) menyebutkan bahwa keefektifan pembelajaran diukur dari tingkat pencapaian mahasiswa, dan terdapat empat

Page 40: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 37

indikator yang mendeskripsikannya yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, dan (4) tingkat retensi. Sedangkan menurut Warsita (2008) bahwa kefektifan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dapat diselesaikan tepat waktu dan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Keefektifan menekankan pada perbandingan antara rencana dan tujuan yang di capai. Keefektifan pembelajaran sering diukur dengan tercapainya tujuan atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola kondisi belajar mahasiswa.

Kennedy, Tipps, & Johnson (2008) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah strategi pengelompokkan yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa melalui peran besar aspek sosial dari pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif mahasiswa dibentuk dalam kelompok atau tim yang heterogen sehingga mahasiswa dengan level kemampuan, etnis, latar belakang budaya, status sosial-ekonomi, dan karakteristik lain yang berbeda dapat bekerja bersama-sama.

Sapitri & Hartono (2015) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat melatih mahasiswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, kemampuan komunikasi dan sosial serta keterlibatan mahasiswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran dan dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

Menurut Arends & Kilcher, (2010) pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation mahasiswa secara aktif terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan dan menyajikan temuan mereka kepada rekan dan yang lain. Investigasi grup dimulai dengan dosen menyediakan situasi stimulus atau masalah. Kemudian mahasiswa mendefinisikan lebih tepat masalah yang akan diteliti, menentukan peran yang diperlukan untuk melakukan investigasi, mengorganisir diri untuk mengumpulkan informasi, menganalisa data yang dikumpulkan, mempersiapkan dan menyajikan laporan, dan mengevaluasi hasil kerja mereka dan proses yang mereka gunakan.

Pemanfaatan teknologi komputer dengan berbagai programnya dalam pembelajaran matematika sudah merupakan keharusan dan kebutuhan. Salah satu program komputer (software) yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika, khususnya Geometri, adalah Geogebra. Dengan program Geogebra, objek-objek Geometri yang bersifat abstrak dapat divisualisasi sekaligus dapat dimanipulasi secara cepat, akurat, dan efisien. Program Geogebra berfungsi sebagai media pembelajaran yang memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam berinteraksi dengan konsep-konsep Geometri. Dengan tampilan yang variatif dan menarik, serta kemudahan dalam memanipulasi berbagai objek Geometri diharapkan dapat meningkatkan minat siswa sekaligus dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Geometri.

Perkembangan teknologi komputer yang pesat memberikan peluang luas kepada kita untuk memanfaatkannya dalam berbagai hal, termasuk untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Salah satu program komputer (software) yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika, khususnya Geometri, adalah Geogebra. Program ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap konsep yang telah dipelajari maupun sebagai sarana untuk mengenalkan atau mengkonstruksi konsep baru.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama mengajar di STKIP Taman Siswa Bima pada mata kuliah Pembelajaran Matematika SD kelas lanjut, mahasiswa mengatakan bahwa pembelajaran Geometri termasuk pembelajaran yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahaminya, yang menyebabkan rata-rata nilai mahasiswa masih rendah. Diperlukan sebuah solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan dan sebagai modal mahasiswa sebagai calon guru utuk mengajarkan kepada peserta didiknya. Maka dari itu pemilihan komputer dirasa tepat oleh peneliti menjadi alat yang baik untuk digunakan dalam pembelajaran Geometri, dan berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Dosen matematika masih jarang penggunaan

Page 41: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 38

media/software dalam pembelajaran matematika. Sehubungan dengan hasil riset Global Creativity Index (GCI, 2011) penelitian ini melakukan perbandingan kreatifitas dalam berbagai inovasi dan teknologi diberbagai negara di dunia yang menempatkan posisi Indonesia di 81 dari 82 negara yang menjadi partisipan.

Penggunaan komputer tentunya sangat berkaitan dengan software yang dikembangkan sesuai tujuannya masing-masing. Banyaknya program piranti lunak dalam pembelajaran yang telah berkembang pada abad ke-21 ini menawarkan kemampuan untuk membantu proses belajar dan mengajar pada bidang Geometri. Ada beberapa piranti lunak dalam matematika khususnya dalam bidang Geometri seperti Maple, Matlab, Graph, Openeuclid, Cabri, Geogebra dll. Oleh karena itu dipilih software yang easy user/mudah digunakan dan serta memberikan hasil yang baik utuk kegiatan belajar dan meminimalisasi tingkat abstraksi dalam belajar Geometri, yaitu Geogebra serta bertujuan pada mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima untuk mengefektifkan pembelajaran kooperatif, dan self-efficacy pembelajaran Geometri, software ini merupakan perangkat lunak matematika dinamis untuk pendidikan menunjang ekspolarasi pengetahuan Geometri, kalkulus, dan aljabar.

Geogebra adalah software pembelajaran matematika dengan sistem Geometri dinamis yang dapat melakukan konstruksi titik-titik, sudut-sudut, vektor-vektor, segmen, bentuk-bentuk bangun datar, keliling bangun datar, luas bangun datar. Geogebra adalah program komputer yang juga mampu mengeksplorasi bentuk-bentuk Geometris yang sederhana dan kompleks sekalipun, program ini juga membantu calon guru untuk peserta didik untuk menunjukkan bentuk dan bangun Geometri pada layar komputer cukup dengan melakukan sintak sederhana. Berikut tampilan display awal dari Geogebra:

Gambar 1. Tampilan Display Program Geogebra

Gambar 2. Tampilan Work Sheet Program Geogebra

Friedman & Schustack (2008) mendefinisikan self-efficacy adalah ekspektasi dari keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam situasi tertentu. Hill (2009) mengungkapkan bahwa self-efficacy adalah kesadaran seseorang akan kemampuan dirinya sendiri dalam menangani lingkungan secara efektif. Salkind (2008) mengemukakan self-efficacy adalah: “an expectation that one holds regarding one’s capabilities to accomplish a particular task or goal”. Hal ini menyatakan bahwa self-efficacy adalah sebuah ekspektasi bahwa seseorang memiliki suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas tertentu atau mencapai keberhasilan.

Menurut Santrock (2007) keyakinan bahwa seseorang mampu mengusai situasi dan memberikan hasil yang inginkan disebut dengan self-efficacy. Santrock menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mendukung pernyataan seperti “saya tahu bahwa saya mampu mempelajari materi tersebut di kelas ini, dan saya yakin menyelesaikan aktivitas ini dengan baik”, begitu juga dengan sebaliknya. Pendapat santrock tersebut menjelaskan, para mahasiswa yang memiliki self-efficacy belajar yang rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas belajar, khususnya tugas-tugas yang menantang. Sebaliknya, para mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi akan menghadapi tantangan tersebut dengan antusias. METODE PENELITIAN

Penelitan ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment), dengan desain pretest-posttest non equivalent group design (Mertler & Charles, 2005: 324). Penelitian ini dilaksanakan

Page 42: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 39

di STKIP Taman Siswa Bima. Populasi dari penelitian adalah seluruh mahasiswa semester IV program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak dua kelas dari enam kelas yang ada, sehingga diperoleh kelas yaitu IV.A dan IV.B. Selanjutnya secara acak terpilih kelas IV.A sebagai kelas yang akan diberikan perlakuan dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan bantuan Geogebra dan kelas IV.B sebagai kelas yang akan diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Adapun variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan bantuan Geogebra, yang menjadi variabel terikat adalah self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen non tes berupa angket self-efficacy mahasiswa terhadap matematika dengan menggunakan skala likert. Skor keefektifan untuk self-efficacy mahasiswa terhadap matematika masing-masing kelompok belajar tipe Group Investigation dan Konvensional adalah 30 sampai 150. Untuk setiap pernyataan, responden akan diberikan skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban yang diberikannya berdasarkan kategori tingkat self-efficacy mahasiswa yang telah disesuaikan dengan skala yang ditentukan Azwar (2014: 163) pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kriteria Self-Efficacy Mahasiswa Interval Skor (X) Kriteria

Mi+1,5SDI X Mi+3SDI 120 X 150 Sangat tinggi

Mi+0,5SDI X Mi+1,5 SDI 100 X 120 Tinggi Mi-0,5 SDI X Mi+0,5DI 80 X 100 Sedang

Mi-1,5SDI X Mi-0,5SDI 60 X 80 Rendah Mi-3SDI X Mi-1,5SDI 30 X 60 Sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien reliabilitas uji coba instrumen ketercapaian standar kompetensi dengan menggunakan formula Kuder Richardson 20 (KR-20) pada masing-masing variabel terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Estimasi Reliabilitas KR-20 Aspek Tinjauan Pretest-Posttest

Self-Efficacy 0,91

Berdasarkan tabel 2 tersebut bahwa jika reliabilitas lebih dari 0,70 maka instrumen kemampuan representasi matematika dan self-efficacy dapat dikatakan reliabel (Latan, H. & Temalagi, S., 2013: 46). Teknik Analisis Data

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik data hasil penelitian dan menjawab permasalahan deskriptif. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data pretest-posttest self-efficacy mahasiswa terhadap matematika berupa rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi dan prosentase ketuntasan.

Analisis inferensial yang digunakan mulai dari uji asumsi yang harus dipenuhi yakni uji normalitas terhadap data pretest-posttest self-efficacy mahasiswa pada kedua kelompok, menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS 21 for Windows. Kriteria data berdistribusi normal jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Selanjutnya, untuk mengetahui keefektifan pembelajaran masing-masing ditinjau dari self-efficacy digunakan uji statistik one sample t test (Oehlert, 2010: 21) dengan bantuan SPSS 21 for windows.

Kemudian untuk mengetahui perbedaan kondisi awal dan akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol ditijau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika digunakan uji statistik yakni uji MANOVA atau Hotelling Trace (Stevens, 2009: 148). Selanjutnya untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih efektif dari pembelajaran Konvensional ditijau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika dilakukan statistik uji univariat (independent sample t test) menggunakan bantuan SPSS 21 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis deskriptif adalah data pretest-posttest kelompok Group Investigation dan Konvensional. Hasil analisis memberikan dampak positif terhadap self-efficacy mahasiswa terhadap matematika. Hal ini terlihat dari hasil

Page 43: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 40

pretest-posttest self-efficacy yang ditunjukkan pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Prestest-Posttest Self-Efficacy

Deskripsi Self-Efficacy

GI Konvensional Pretest Posttest Pretest Posttest

Rata-rata 104,36 120,03 103,00 114,42 Nilai Maks 120 141 113 139 Nilai Min 89 102 89 95

Standar Deviasi 7,67 10,89 5,78 10,19 % Ketuntasan 78% 100% 69% 89%

Berdasarkan tabel 3 di atas bahwa rata-rata

pretest self-efficacy mahasiswa terhadap matematika kelompok Group Investigation dan Konvensional masing-masing 104,36 dan 103,00, sedangkan rata-rata posttest keduanya adalah 120,03 dan 114,42. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan self-efficacy mahasiswa terhadap matematika sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata dan prosentase ketuntasan mengalami peningkatan yang signifikan.

Berdasarkan rentang skor yang telah ditentukan, maka frekuensi dan prosentase banyak mahasiswa pada setiap kriteria self-efficacy terhadap matematika pada dua kelompok dapat disajikan pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Prosentase Self-Efficacy

Skor Kriteria Pretest

GI Konven F % F %

120 < X Sangat tinggi 0 0% 0 0% 100 < X ≤ 120 Tinggi 28 78% 25 69% 80 < X ≤ 100 Sedang 8 22% 11 31% 60 < X ≤ 80 Rendah 0 0% 0 0%

X ≤ 60 Sangat rendah 0 0% 0 0%

Skor Kriteria Posttest

GI Konven F % F %

120 < X Sangat tinggi 13 36% 8 22% 100 < X ≤ 120 Tinggi 23 64% 24 67% 80 < X ≤ 100 Sedang 0 0% 4 11% 60 < X ≤ 80 Rendah 0 0% 0 0%

X ≤ 60 Sangat rendah 0 0% 0 0%

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diamati bahwa pretest self-efficacy terhadap matematika dengan model pembelajaran Group Investigation yaitu 0% berada pada kriteria sangat tinggi, 78% kriteria tinggi, 22% kriteria sedang, sedangkan kriteria rendah dan sangat rendah masing-masing 0%. Namun setelah diberikan perlakuan

mengalami peningkatan yaitu 36% berada pada kriteria sangat tinggi, 64% kriteria tinggi, kriteria sedang, rendah dan sangat rendah sama-sama 0%. Sedangkan pretest self-efficacy terhadap matematika dengan metode konvensional yaitu 0% berada pada kriteria sangat tinggi, 69% kriteria tinggi, 31% kriteria sedang, sementara kriteria rendah dan sangat rendah masing-masing 0%. Kemudian posttest self-efficacy metode Konvensional adalah 22% berada pada kriteria sangat tinggi, 67% kriteria tinggi, 11% sedang, 0% berada pada kriteria rendah dan sangat rendah.

Hasil uji asumsi berupa uji normalitas data pretest-postetst dengan metode Kolmogorov-Smirnov yakni untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Self-Efficacy

Data Kelas Kolmogorov-Smirnov

Statistik Df Sig. 2-tailed

Pretest GI 0,967 35 0,307

Konvens 0,912 35 0,376

Posttest GI 0,839 35 0,481

Konvens 0,668 35 0,763

Berdasarkan tabel 5 di atas bahwa uji normalitas pretest-posttest lebih dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa data pretest-posttest berasal dari populasi yang berdistribusi normal multivariat, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi normalitas multivariat dipenuhi.

Kemudian uji keefektifan yaitu untuk mengetahui efektif atau tidaknya model pembelajaran yang digunakan ditinjau dari kemampuan representasi dan self-efficacy mahasiswa. Uji ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 21 for windows menggunakan uji one sample t-test pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan 36 – 1 = 35. Nilai test value untuk self-efficacy lebih dari 100 sesuai kategori tinggi pada kriteria self-efficacy. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Uji One Sample t-Test Self-Efficacy Kelompok thitung Test-Value Df Sig.

GI 11,12 100 35 0,000 Konvens 8,47 100 35 0,000

Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukan bahwa pada kelompok Group Investigation untuk

Page 44: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 41

variabel self-efficacy mahasiswa terhadap matematika dengan test-value 100 diperoleh thitung

= 11,12. Kedua nilai thitung ini menunjukkan hasil dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 < 0,05, yang bearti H0 ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

Pada kelompok Konvensional untuk variabel self-efficacy mahasiswa terhadap matematika dengan test-value 100 diperoleh thitung = 8,47. Kedua nilai thitung ini menunjukkan hasil dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Konvensional efektif ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dan Konvensional efektif ditinjau self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

Setelah diuji keefektifan antara kelompok Group Investigation dan Konvensional, maka hasilnya efektif ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika. Analisis selanjutnya adalah menguji perbedaan kelompok Eksperimen dengan kelompok Kontrol ditinjau dari aspek self-efficacy mahasiswa terhadap matematika. Untuk kepentingan tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji statistik MANOVA, dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan mean antara keduanya ditinjau dari variabel self-efficacy tersebut. Hasil analisis data dengan bantuan software SPSS 21 for windows dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Hasil Uji MANOVA Data Posttest Test Name Value Fhitung Hypothsis df Error df Sig. Hotelling’s

Trace 156,11 5463,843b 2,000 70,000 0,000

Berdasarkan tabel 7 di atas, dengan menggunakan kriteria Hotelling’s Trace diperoleh Fhitung sebesar 5463,843b dengan taraf signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan mean antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan metode Konvensional ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

Setelah mengetahui adanya perbedaan mean antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan metode Konvensional ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika, maka dilanjutkan dengan uji lanjut univariat dengan maksud untuk melihat mana yang lebih efektif keduanya. Uji univariat yang dilakukan adalah menghitung nilai t pada uji univariat (independent sample t-test) dengan kriteria uji adalah H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Uji ini menggunakan bantuan SPSS 21 for windows. Hasil uji independent sample t-test dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample t-Test Posttest

Variabel thitung Df Sig. Keterangan Self-Efficacy 2,27 70 0,014 H0 ditolak Berdasarkan tabel 8 di atas diketahui bahwa

self-efficacy mahasiswa terhadap matematika pada kelompok Group Investigation dan kelompok Konvensional diperoleh thitung sebesar 2,27, kemudian nilai signifikansinya 0,014 artinya kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih efektif dari metode pembelajaran Konvensional ditinjau dari self-efficacy mahasiswa terhadap matematika.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra efektif ditinjau dari self-efficacy. 2) Metode pembelajaran Konvensional efektif ditinjau dari self-efficacy. 3) Terdapat perbedaan keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra dengan pembelajaran Konvensional ditinjau dari self-efficacy. 4) Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation pada materi Geometri berbantuan Geogebra lebih efektif dari metode pembelajaran Konvensional ditinjau dari self-efficacy.

DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I & Kilcher, A. (2010). Teaching for

student learning “becoming an accumplhised teacher”. Madision Avenue: Routladge.

Page 45: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 42

Azwar, S. (2014). Tes prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar, edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Friedman, H.S & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian teori klasik dan riset modern. (Terjemahan Fransiska Dina Ikarini, Maria Hany, dan Andreas Provita Prima). New York: Pearson Education. (Buku asli diterbitkan pada tahun 2006).

GCI (2011). Creativity and Prosperity: The global creativity index. Toronto: Martin Prosperity Institute.

Latan, H. & Temalagi, S. (2013). Analisis multivariate teknik dan aplikasi menggunakan dengan program IBM SPSS 20.0. Bandung: Alfabeta.

Hill, W. F. (2009). Theories of learning: Teori-teori pembelajran konsepsi, komparasi, dan signifikansi. (Terjemahan M. Khozim). New York: Harper Collins Publishers. (Buku asli diterbitkan pada tahun 1990).

Jinfa Cay., et.al. (2009). Effective mathematics teaching from teacher perspectives. Rotterdam: Sense Publishers.

Kennedy, M.L., Tipps, S., & Johnson, A. (2008). Guiding children’s learning of mathematics (11th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.

Made Wena. (2011). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Mertler, A.C. & Charles, C.M. (2005). Introduction to educational research (5th ed.). Boston, MA: Pearson Education, Inc.

Muijs, D., & Reynolds, D. (2008). Efective teaching. (Terjemah Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). London: Sage Pulication Ltd. (Buku asli diterbitkan tahun 2008).

Oehlert, G.W. (2010). A first course in design and analysis of experiments. University of Minnesota.

Salkind, N. J. (2008). Encyclopedia of educational psychology. New York: SAGE Publications India Pvt. Ltd.

Santrock, J.W. (2007). Remaja (11th ed., Vol 1). (Terjemahan Benedictine Widyasinta). Dallas: University of Texas Press. (Buku asli

diterbitkan tahun 2007). Sapitri & Hartono. (2015). Keefektifan

cooperative learning stad dan gi ditinjau dari kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Print ISSN: 2356-2684, Online ISSN: 2477-1503, 273 – 283.

Stevens, J., P. (2009). Applied multivariate statistiks for the social sciences (5rd ed.). New York: Taylor & Francis Group, LLC.

Taylor, B., M., & Ysseldyke, J., E. (2007). Effective instruction for struggling readers, K–6. Amsterdam Avenue, New York: Teachers College Press.

Warsita, B. (2008). Teknologi pembelajaran: landasan dan teorinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Page 46: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 43

Implementasi Project Based Learning Berbasis Potensi Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika

Endang Susilawati1, Agustinasari2

1,2STKIP Taman Siswa Bima [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika yang mengimplementasikan model Project Based Learning berbasis potensi lokal pada perkuliahan fisika dasar I. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental one group pre-post test design. Pretest dilakukan untuk mengukur keterampilan proses sains mahasiswa sebelum mendapat perlakuan. Setelah mahasiswa mendapatkan pembelajaran fisika dasar I dengan Project Based Learning berbasis potensi lokal, keterampilan proses sains mahasiswa diukur dengan menggunakan posttest. Posttest dilakukan sebanyak tiga kali agar tergambar peningkatan keterampilan proses sains. Hasil penelitian dan analisis data menyimpulkan bahwa Implementasi Project Based Learning berbasis potensi lokal pada perkuliahan fisika dasar dapat meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika dengan kriteria peningkatan rendah. Kata kunci: Project Based Learning, Potensi Lokal, Keterampilan Proses Sains

PENDAHULUAN Inovasi pembelajaran fisika harus terus

dilakukan, dosen harus menyiapkan metode yang lebih memperhatikan pada keterampilan teknik pengambilan keputusan, teori, dan penalaran agar pembelajaran lebih bermakna. Hal ini juga sebagai upaya pengembangan profesionalisme harus memberikan pengalaman kepada calon guru sehingga dapat membangun pengetahuan, pengertian, dan kecakapan. Minimnya aplikasi fisika dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan pembelajaran fisika kurang bermakna, oleh karena itu perlu trik jitu untuk menjadikannya menarik dipelajari salah satunya pembelajaran langsung di lingkungan riil.

Salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains agar lebih bermakna adalah kemampuan melakukan proses ilmiah. Menurut Bandu (2006) tiga dimensi utama yang saling terkait dalam mempelajari sains adalah produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Dimensi produk ilmiah mencakup materi atau pengetahuan tentang sains. Sementara dimensi proses ilmiah mencakup proses melakukan sains yaitu keterampilan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dan terakhir, dimensi

sikap ilmiah mencakup karakteristik sikap dan pandangan terhadap sains. Hal ini didukung oleh Mary (2002) yang mengatakan bahwa pembelajaran sains seharusnya menanamkan dua aspek yaitu keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Demikian pula halnya dengan pembelajaran fisika. Fisika sebagai cabang sains, pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. Pembelajaran fisika bertumpu pada proses-proses sains. Menurut Mundilarto (2010) pembelajaran fisika di SMA sasarannya adalah untuk mendidik dan melatih siswa agar dapat mengembangkan kompetensi dalam hal observasi, eksperimen, berpikir ilmiah, serta bersikap sains. Oleh karena itu, setiap pembelajar fisika hendaknya memiliki keterampilan proses sains.

Kenyataanya, penilaian Programe for International Student Assessment (PISA) 2006 dengan butir penilaian: a) mengidentifikasi masalah-masalah ilmiah; b) menjelaskan fenomena alam secara ilmiah; c) memanfaatkan data sains; d) menyimpulkan bahwa keterampilan sains siswa di Indonesia juga rendah (Ekohariadi, 2009). Bahkan, penelitian PISA 2009 menempatkan Indonesia pada ranking ke 61 dari

Page 47: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 44

65 negara. Tearakhir, PISA 2012 menempatkan Indonesia berada pada ranking ke 64 dari 65 negara. Hasil penelitian PISA menggambarkan bahwa pembelajaran sains di Indonesia belum optimal dalam mengembangkan keterampilan sains. Padahal tujuan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses sains.

Rendahnya keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains seperti yang dipaparkan di atas perlu ditindak lanjuti, termasuk di tingkat universitas. Oleh karena itu, penting agar mahasiswa memiliki keterampilan sains. Sebagai calon guru fisika, mahasiswa pendidikan fisika memiliki tanggung jawab untuk mengembangakan tiga dimensi sains. Mahasiswa pendidikan fisika kedepannya memiliki tanggung jawab membantu siswa untuk mengerti proses atau keterampilan cara kerja fisika (Paul, 2012). Sejalan dengan itu, Etkina (2005) menyebabkan bahwa standar menyiapkan calon guru fisika harus melibatkan mahasiswa dalam prkatek kerja ilmiah, memahami konsep- konsep serta penerapnnya secara fleksibel, dan memahami proses berpikir fisika.

Hasil penelitian Endang dan Agustinasari (2016) mengungkap bahwa keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika STKIP Taman Siswa Bima belum maksimal. Penelitian mengukur keterampilan proses sains dengan tiga kategori yaitu keterampilan dasar, keterampilan mengolah dan memroses informasi, serta keterampilan menginvestigasi. Penelitian ini mengungkap bahwa beberapa indikator keterampilan proses sains belum berkriteria baik atau masuk dalam kategori cukup dan kurang. Beberapa indikator yang belum masuk pada kategori baik adalah: 1) mengamati, 2) mengikuti

perintah, 3) melakukan pengukuran, 4) membuat prediksi, 5) menyeleksi proses, 6) melaporkan hasil investigasi yaitu menyajikan kesimpulan dan menyajikan pembahasan hasil investigasi.

Hasil wawancara terbuka dengan beberapa mahasiswa juga mengungkapkan bahwa: 1) pembelajaran fisika dasar belum melibatkan mahasiswa dalam kegiatan ilmiah sehingga kebermaknaan fisika dasar masih dirasa kurang, 2) pembelajaran fisika dasar masih berkutat pada penurunan rumus, 3) kemandirian mahasiswa dalam mencari materi perkuliahan sendiri masih kurang. Hal ini menyebabkan keterampilan proses sains mahasiswa di beberapa indikator masih kurang.

Untuk menjawab tantangan tersebut maka perlu adanya upaya penerapan pembelajaran baru dalam perkuliahan fisika dasar. Model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar melalui proyek. Dengan menggunakan proyek dalam pembelajaran, mahasiswa dapat melakukan penyelidikan dan lebih mandiri dalam pembelajaran. Project Based Learning adalah dapat mengorganisir proyek-proyek dalam pembelajaran (Gulbahar & Tinmaz, 2006). Agar pembelajaran fisika lebih bermakna untuk mahasiswa pendidikan fisika, proyek-proyek yang digunakan dalam pembelajaran didasarkan pada potensi lokal daerah Bima.

Indikator keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam penelitian ini dimodifikasi dari indikator keterampilan proses sains yang dikembngkan oleh Bambang Subali (2009).

Tabel 1. Indikator Keterampilan Proses Sains No Indikator Subindikator Keterampilan Proses Sains

1 Keterampilan Dasar

Keterampilan Mengamati Keterampilan mencatat/merekam data dan informasi Keterampilan mengikuti perintah/instruksi Keterampilan melakkan pengukuran Keterampilan melakukan manipulasi gerakan Keterampilan melakukan mengimplementasikan prosedur, teknik atau penggunaan peralatan

2

Keteramapilan Mengolah/Memroses

Keterampilan membuat memprediksi Keterampilan menginferensi Ketermapilan menyeleksi prosedur

Page 48: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 45

No Indikator Subindikator Keterampilan Proses Sains

3 Keterampilan Menginvestigasi Keterampilan merancang investigasi/penelitian Keterampilan melaksanakan investigasi/penelitian Keterampilan melaporkan hasil investigasi

Proses pembelajaran dapat dibuat lebih menarik salah satunya dengan melakukan pembelajaran langsung di lingkungan riil dengan memanfaatkan potensi lokal. Potensi lokal mempunyai makna sebagai sumber kegiatan tertentu pada masing-masing daerah. Dengan memanfaatkan potensi lokal dalam pembelajaran diharapkan mahasiswa merasa tidak asing sehingga mahasiswa bisa lebih tertarik dalam pembelajaran.

Project Based Learning dikolaborasikan dengan pembelajaran potensi lokal dimaksudkan agar mahasiswa lebih memahami konsep fisika terkait aplikasinya di kehidupan sehari-hari terutama potensi lokal daerahnya. Proyek yang berbasis potensi lokal disusun oleh mahasiswa sehingga mahasiswa tidak hanya melakukan penyelidikan melalui proyek, namun mahasiswa juga memahami nilai sains dari potensi lokal di daerah Bima. Akibatnya tidak hanya keterampilan proses sains yang meningkat namun juga disposisi fisika.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian implementasi model Project Based Learning berbasis potensi lokal untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan disposisi fisika mahasiswa pendidikan fisika. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa pendidikan fisika mata kuliah Fisika Dasar I semester genap tahun ajaran 2016/2017. Desain penelitian ini menggunakan metode pre-experimental yaitu desain one group pre-post test design seperti pada tabel I.

Tabel 2. Desain Penelitian one group pre-post test design

Pretest Perlakuan Posttest O1 X O21, O22, O23

Keterangan: O1 = pretest keterampilan proses sains

mahasiswa O21 = posttest pertama keterampilan proses

sains mahasiswa

O22 = posttest kedua keterampilan proses sains mahasiswa

O23 = posttest ketiga keterampilan proses sains mahasiswa

Instrumen tes diberikan dalam bentuk essay dengan alasan. Soal pretest dan posttest dikembangkan mengacu pada berbagai sumber buku fisika dasar dengan mengembangkan indikator keterampilan proses sains. Soal pretest dibuat untuk mengetahui kemampuan awal keterampilan proses sains mahasiswa. Soal posttest dibuat untuk menjaring informasi data akhir keterampilan proses sains setelah diberikan treatment. Pretest dilakukan sebanyak 1 kali, sedangkan posttest dilakukan sebanyak tiga kali. Analisis Tes Keterampilan Proses Sains

Memberi skor pada pretest dan posttest, jawaban benar diberi nilai satu dan jawaban salah atau tidak dijawab adalah nol. Perhitungan skor dengan rumus:

S ∑ Keterangan: S = skor yang diperoleh mahasiswa R = jawaban mahasiswa yang benar

Menghitung skor gain yang dinormalisisasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

⟨ ⟩

Keterangan: <g> = gain yang dinormalisasi Spost = skor tes akhir yang diperoleh

mahasiswa Spre = skor tes awal yang dieroleh

mahasiswa Sm ideal = skor maksimum ideal Menentukan skor rata-rata gain yang dinormalisasi menggunakan persamaan:

⟨ ⟩ ⟨ ⟩ ⟨ ⟩

⟨ ⟩ ⟨ ⟩

Keterangan: <g> = gain yang dinormalisasi <Spost> = skor tes akhir yang diperoleh

mahasiswa

Page 49: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 46

<Spre> = skor tes awal yang dieroleh mahasiswa

<Sm ideal> = skor maksimum ideal Tabel 3. Interpretasi Skor Rata-Rata Gain yang

Dinormalisasi Nilai <g> Kriteria <g> ≥ 0,7 Tinggi

0,7> <g> ≥ 0,3 Sedang <g> < 0,3 Rendah

(Hake, 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan Keterampilan Proses Sains

Pengukuran keterampilan proses sains diukur dengan menggunakan soal uraian. Untuk mengetahui peningkatan, sebelum diberi perlakuan mahasiswa diberikan tes keterampilan proses sains melalui pretest. Setelah memberikan perlakuan, mahasiswa diberikan tes keterampilan proses sains melalui posttest. Hasil keduanya lalu dihitung dan dibandingkan untuk mendapatkan peningkatan keterampilan proses sains. Berikut merupakan diagram keterampilan proses sains:

Gambar 1. Skor Pretest dan Posttest

Dari Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains. Total skor yang

diperoleh mahasiswa adalah 102, sedangkan saat posttest 227,33. Secara keseluruhan terdapat peningkatan keterampilan proses sains. Hasil uji gain menunjukkan bahwa terjadi perubahan gains sebesar 0,244 atau termasuk kategori rendah.

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains pada masing-masing indikator, hasil tes keterampilan proses sains juga dianalisis tiap-tiap indikator. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan adanya perubahan keterampilan proses sains mahasiswa. Namun yang menjadi catatan adalah dari delapan indikator yang diuji gain, terdapat 2 (dua) kategori yang masuk

kategori sedang sementara 6 (enam) sisanya termasuk kategori rendah. Indikator yang mencapai gain kategori sedang adalah merumuskan masalah dengan gain sebesar 0,31 dan merumuskan hipotesis dengan gain sebesar 0,39. Indikator dengan gain kategori rendah adalah mengidentifikasi variabel yaitu sebesar 0,21, merencanakan percobaan yaitu sebesar 0,21, menentukan langkah kerja yaitu sebesar 0,19, mengkomunikasikan yaitu sebesar 0,08, membuat grafik yaitu sebesar 0,19, inferensi yaitu sebesar 0,29. Gambar 2 menunjukkan hasil analisis gain.

Gambar 2. Hasil Uji Gain untuk Setiap Indikator

Keterangan : IND 1 = Merumuskan masalah IND 2 = Mengidentifikasi variabel IND 3 = Merumuskan hipotesis IND 4 = Merencanakan percobaan IND 5 = Menentukan langkah kerja IND 6 =Mengkomunikasikan IND 7 = Membuat Grafik IND 8 = Inferensi

Meningkatnya keterampilan proses sains karena mahasiswa menggunakan pembelajaran project based learning. Project based learning mengarahkan mahasiswa untuk terampil dalam melakukan penelitian serta mengasah mahasiswa dalam melakukan proses sains.

Pada tahap pertama permbelajaran project based leraning mahasiswa merencanakan aktivitas belajar dengan menyusun proyek yang akan mereka lakukan. Pada langkah kedua, mahasiswa melaksanakan proyek yang telah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen. Pelaksanaan proyek tersebut menjadikan mahasiswa terbiasa dalam merancang dan melaksanakan penyelidikan sehingga keterampilan proses meningkat.

Pada tahap terakhir, mahasiswa diminta untuk mempresentasikan hasil penelitian. Dosen meminta mahasiswa untuk mengkomunikasikan hasil penyelidikan di depan teman-teman. Hal

Page 50: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 47

ini menjadikan mahasiswa semakin terasah dalam mengembangkan keterampilan proses sains. Hal ini juga sepadan dengan hasil penemuan Yalcin, Turgut, & Buyukkasap (2009) yang mengatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan proses sains subjek uji coba.

Jika dilihat dari hasil analisis uji gain per indikator, semua indikator meningkat namun hampir semua pada kategori rendah. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran selama penelitian belum berlangsung maksimal. Hal ini disebabkan karena belum terbiasanya mahasiswa menggunakan pembelajaran berbasis proyek. Selain itu, soal-soal berbentuk keterampilan proses sains masih sangat asing dikerjakan oleh mahasiswa pendidikan fisika STKIP Taman Siswa Bima. Mahasiswa masih terbiasa dengan soal-soal yang mengukur kognitif. Hasil wawancara sederhana mahasiswa dengan peneliti, mahasiswa menyampaikan bahwa soal ketermapilan proses sains seperti yang diberikan dalam penelitian ini adalah kali pertama mereka mengerjakan soal berbentuk seperti itu.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Project Based Learning berbasis potensi lokal pada perkuliahan fisika dasar dapat meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika dengan kriteria peningkatan rendah.

DAFTAR PUSTAKA Bandu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses

dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Bambang, S. (2009). Pengembangan Tes Pengukuran Keterampilan Proses Sains Pola Divergen Mata Pelajaran Biologi SMA. Prosiding Seminar Nasional Biologi, Lingkungan dan pembelajarannya, Jurdik Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Juli 2009, 581-593.

Ekohariadi. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia

Berusia 15 tahun. Jurnal Pendidikan Dasar, 10, 28-41

Endang, S & Agustinasari. (2016). Analisis Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika Tahun Ajaran 2015/2016. Penelitian Dosen Internal STKIP Taman Siswa Bima

Etkina, E. (2005). Preparing Tomorrow’s Physics Teachers. Forum on Education of The American Physical Society

Gulbahar & Tinmaz. (2006). Impementing Project Based Learning and E- Portofolio Assesmsment In an Undergraduate Course. Journal of Reasearch on Technology in Education, Vol 38, No 3, 309-327

Mary L. A. (2002). Mastery of Science Process Skills and Their Effective Use in the Teaching of Science: An Educalogy of Science Education in the Nigerian Context. International Journal of Educalogy, Vol 16, No 1, 11-30

Mundilarto. (2010). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarata: P2IS Jurdik Fisika FMIPA UNY.

Paul Suparno. (2012). Praktikum Termofisika untuk Pengembangan Karakter Mahasiswa. Widya Dharma Jurnal kependidikan, Vol 23, No 1, 93-113

Page 51: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 48

Deskrkipsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sulawesi Barat

Murtafiah

Universitas Sulawesi Barat [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan pemecahan masalah mahasiswa ditinjau dari gaya kognitif. Penelitian ini adalah penelitian deskrif kualitatif dengan subjek penelitian adalah mahasiswa prodi pendidikan matematika Unsulbar.Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrument utama yang dipandu tes GEFT, tes pemecahan masalah matematika, dan pedoman wawancara.Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran mengenai kemampuan pemecahan masalah dari subjek dengan gaya kognitif field independen maupun field dependen. Subjek dengan gaya kognitif field independen lebih analitis sehingga mampu memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika, subjek dapat menentukan rumus yang tepat dalam pemecahan masalah serta mampu mengungkapkan pengetahuan dan langkah-langkah yang sesuai untuk menjawab masalah; selanjutnya, subjek dapat menyelesaikan setiap langkah yang direncanakan serta memperoleh jawaban yang benar dari masalah; pada langkah akhir, subjek mengecek jawabannya. Subjek dengan gaya kognitif field dependen kurang mampu mengubah bahasa verbal ke dalam kalimat matematika; subjek dapat menentukan rumus yang tepat namun kurang mampu menyelesaikan langkah-langkah yang direncanakan sehingga memberikan jawaban yang kurang tepat; selanjutnya subjek tidak melakukan pengecekan kembali atas jawaban yang diperolehnya. Kata Kunci: pemecahan masalah, gaya kognitif

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan dengan harapan bahwa perubahan tingkah laku dapat memberikan efek positif dalam kehidupan serta dapat menjangkau kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang dengan pola fikir yang kritis dan sistematis. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peran penting dalam pendidikan karena dapat membentuk keterampilan berpikir kritis, logis, dan kreatif serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Matematika sangat erat kaitannya dengan pemecahan masalah karena kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pengajaran matematika.Pemecahan masalah merupakan usaha mencari jalan keluar drai masalah yang sedang dihadapi baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja dengan mengaplikasikan kreativitas,

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang individu sehingga perlu dikuasai oleh peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik.

Dalam memecahkan suatu masalah, peserta didik akan mencari solusi yang tepat dari masalah tersebut. Perbedaan solusi yang dipilih oleh peserta didik, dapat dikarenakan perbedaan gaya kognitif. Gaya kognitif (cognitive style) merupakan gaya seseorang dalam berfikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam kaitannya dengan bagaimana individu menerima, menyimpan, mengolah dan menyajikan informasidimana gaya tersebut akan terus melekat dengan tingkat konsistensi yang tinggi yang akan mempengaruhi perilaku dan aktivitas individu baik secara langsung maupun tidak langsung (Suryanti, 2014).

Gaya kognitif dibedakan menjadi gaya kognitif field independen dan field dependen. Suryanti (2014) menjelaskan bahwa dimensi Field Independent umumnya dominan condong

Page 52: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 49

kepada independent, kompetitif, dan percaya diri. Sedangkan individu dengan field dependent lebih condong bersosialisasi, menyatukan diri dengan orang-orang di sekitar mereka, dan biasanya lebih berempati dan memahami perasaan dan pemikiran orang lain.

Beberapa penelitian, mengungkapkan bahwa gaya konitif berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar, satu diantaranya adalah penelitian Ulya (2015) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dalam taraf tinggi antara gaya kognitif dengan kemampuan pemecahan masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pendidikan matematika di Universitas Sulawesi Barat Ditinjau dari Gaya Kognitif. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pendidikan matematika Universitas Sulawesi Barat ditinjau dari gaya kognitif. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Universitas Sulawesi Barat semester III yang diambil 2 orang mahasiswa dari masing-masing gaya kognitif.

Subjek penelitian yang dipilih adalah subjek penelitian yang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin dalam penelitian ini. Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil angket gaya kognitif dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah. Gaya kognitif mahasiswa dikategorikan menjadi dua tipe yaitu field independent dan field dependent. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah “peneliti sendiri”, karena peneliti merupakan pengumpul data melalui pengamatan dan wawancara mendalam. Sedangkan instrumen pendukung dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:(1) dokumentasi,

digunakan untuk memperoleh data nama masahasiswa pendidikan matematika yang memprogramkan mata kuliah Statistika Dasar; (2) Tes Group Embedded Figure Test(GEFT), bertujuan untuk menentukan gaya kognitif siswa, sehingga dapat diketahui siswa tersebut termasuk ke dalam gaya kognitif field dependent atau gaya kognitif field independent. GEFT merupakan tes dimana setiap individu diarahkan untuk mencari serangkaian bentuk sederhana yang berada dalam bentuk yang lebih kompleks dan lebih besar.Tes ini tediri dari 3 bagian, bagian pertama terdiri dari tujuh soal dimana hanya berfungsi sebagai latihan sehingga hasilnya tidak diperhitungkan, kemudian bagian kedua dan ketiga terdiri dari 9 soal yang masing-masing diberi skor 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban salah, sehingga skor maksimal tes sebesar 18 dan minimal 0. Dalam menentukan kelompok mahasiswa yang tergolong dimensi field independent atau field dependent digunakan kategori yang dirumuskan oleh Gordon dan Wyant dalam Suryanti (2014) dimana skor 0 sampai 9 dikategorikan sebagai kelompok FD, dan skor 9 sampai dengan 18 dikategorikan sebagai kelompok FI; (3) Tes kemampuan pemecahan masalah, digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah Statistika Dasar. Tes yang digunakan dalam penelitian ini, berupa soal tes berbentuk uraian.Sebelum digunakan tes pemecahan masalah terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya; dan (4) Pedoman wawancara, pelaksanaan wawancara sifatnya semi terstruktur atau terbuka. Pertanyaannya tidak harus sama untuk setiap subjek. Wawancara ini dilakukan untuk mengungkap secara kualitatif kemampuan mahasiswa dalam pemecahan masalah. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian dengan menggunakan audio recorder sebagai alat perekam sehingga hasil wawancara menunjukkan keabsahan dan dapat diorganisir dengan baik untuk analisis selanjutnya. Perekaman dilakukan secara bergiliran.Artinya wawancara dilakukan satu persatu secara bergantian sehingga peneliti mudah

Page 53: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 50

menyimpulkan kemampuan pemecahan masalah setiap siswa dalam menyelesaikan butir soal. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014: 91) yaitu: (1) Reduksi data yaitu proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, serta mentransformasikan data mentah yang ditulis pada catatan lapangan yang diikuti dengan perekaman. Tahap reduksidata dalam penelitian ini meliputi; (2) Pemaparan data, Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah memaparkan data yang meliputi klasifikasi dan indentifikasi data, yaitu menuliskan kumpulan data yang terorganisir, terkategori, dan tersusun dalam pola hubungan sehingga semakin mudah dipahami dan memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari data tersebut. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teks yang bersifat naratif; (3) Penarikan kesimpulan, Simpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih samar sehingga diteliti agar menjadi jelas. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Hasil yang diperoleh dalam seluruh proses analisis selanjutnya disimpulkan secara deskriptif komparatif dengan melihat data-data temuan yang ditemukan selama proses penelitian. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar prosedur penelitian adalah sebagai berikut: 1) Membagikan tes Group Embedded Figure Test (GEFT) kepada setiap mahasiswa angkatan 2015/2016 yang memprogramkan mata kuliah Program Linear. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi gaya kognitif mahasiswa, kemudian mengelompokkan mahasiswa ke dalam kategori gaya kognitif field independen dan gaya kognitif field dependen; 2) Menganalisis skor gaya kognitif setiap siswa. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa memiliki gayakognitif

field independen dan field dependen; 3) Calon subjek yang memperoleh skor tes lebih besar dari 9 (50% dari skor maksimal) dikelompokan ke dalam gaya kognitif field-independent (FI), sedangkan siswa yang memperoleh skor tes kurang atau sama dengan 9 (50% dari skor maksimal) dikelompokan ke dalam gaya kognitif field-dependent (FD); 4) Pemberian tes Pemecahan masalah matematika (TPMM); 5) Memberikan skor kepada setiap siswa yang telah diberikan tes Pemecahan masalah matematika (TPMM); 6) Menganalisis karakteristik siswa yang akan dijadikan subjek penelitian dalam setiap kelompok. Subjek dipilih berdasarkan pertimbangan dosen dengan acuan: (a) subjek dapat berkomunikasi/mengekspresikan pikirannya berdasarkan pengamatan dosen selama proses belajar terjadi dikelas, oleh karena itu dipilih mahasiswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi; (b) Kesediaan subjek untuk berpartisipasi dalam pengambilan data selama penelitian; 7) Subjek yang dipilih adalah 2 mahasiswa pada setiap kelompok calon subjek tersebut sedangkan mahasiswa lain yang berada pada setiap kelompok tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk memperoleh data valid; 8) Menyusun laporan hasil penelitian. Hasil yang diharapkan adalah memperoleh penjelasan bagaimana kemampuan pemecahan masalah ditinjau gaya kognitif mahasiswa pendidikan matematika Universitas Sulawesi Barat. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Gaya Kognitif

Dalam penelitian ini, subjek penelitian ditentukan berdasarkan gaya kognitif siswa melalui tes Group Embedded Figure Test (GEFT). Hasil dari tes GEFT dianalisis untuk mengelompokkan mahasiswa ke dalam dua kategori, yaitu gaya kognitif field independen dan gaya kognitif field dependen. Data dari hasil analisis ini, disNGikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Gaya Kognitif Mahasiswa Gaya Kognitif Frekuensi Persentase (%)

field independen 9 28 Field dependen 23 72

Jumlah 32 100

Page 54: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 51

Pemilihan Subjek Penelitian Seperti yang dikemukakan sebelumnya,

bahwa subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan gaya kognitif mahasiswa melalui tes Group Embedded Figure Test (GEFT). Berdasarkan hasil Tes GEFT di atas, selanjutnya dipilih masing-masing 2 subjek dari setiap kelompok gaya kognitif. Dengan mempertimbangkan kemampuan mahasiswa dalam mengemukakan pendapat dan jalan pikirannya, maka 4 subjek wawancara yang terpilih yaitu NG dan KA untuk gaya kognitif field independen serta DA dan LO untuk gaya kognitif field dependen. Setelah pemberian tes kemempuas pemecahan masalah kepada semua mahasiswa, akan dilakukan wawancara terhadap keempat subjek penelitian. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung tentang bagaimana mahasiswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah, serta merupakan salah satu komponen triangulasi untuk memeriksa keabsahan data. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Mahasalah dari Subjek Penelitian dengan Gaya Kognitif Field Independen

Hasil analisis tes dan wawancara terhadap subjek dengan gaya kognitif field independen menunjukkan beberapa hal dalam kemampuan pemecahan masalah, anatar lain: (1) Kemampuan memahami masalah, Ng dan KA menunjukkan bahwa mereka mapu menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat serta mampu mengubahnya kedalam bentuk pernyataan matematika. Walupun untuk soal nomor 1, NG tidak menuliskan apa yang ditanyakan pada lembar jawaban, namun berdasarkan hasil wawancara, dia dapat menyebutkannya dengan tepat; (2) Kemampuan merencanakan penyelesaikan masalah, Dalam merencanakan penyelesaian permasalahan baik pada soal pertama maupun kedua, mahasiswa dengan gaya kognitif field Independen yang diwakilkan oleh NG dan KA mampu menuliskan rumus yang tepat untuk dapat menyelesaikan masalah. NG dan KA mampu mencari terlebih dahulu unsur yang belum ada untuk bias menyelesaikan permasalahan dengan rumus yang telah dituliskan; (3) Kemampuan

menyelesaikan masalah sesuai rencana, Dalam menyelesaiakan permasalahan baik pada soal pertama maupun kedua, NG dan KA mampu menggunakan rumus dengan tepat serta memperlihatkan langkah penyelesaian yang benar dan memberikan jawaban yang benar; (4) Kemampuan melakukan pengecekan kembali, Berdasarkan lembar jawaban dan hasil wawancara, pada permasalan pertama, NG dan KA melakukan pengecekan terhadap proses dan jawaban dengan tepat serta membuat kesimpulan dengan benar. Pada permasalahan kedua, KA juga melakukan pengecekan terhadap proses dan jawaban dengan tepat serta membuat kesimpulan dengan benar, sedangkan pada lembar jawaban NG tidak menuliskan kesimpulan. Walaupun demikian, pada saat wawancara NG mampu menyebutkan kesimpulan yang benar.NG mengatakan bahwa dia lupa menuliskan kesimpulan pada lembar jawaban. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Mahasalah dari Subjek Penelitian dengan Gaya Kognitif Field Dependen

Hasil analisis tes dan wawancara terhadap subjek dengan gaya kognitif field dependen menunjukkan beberapa hal dalam kemampuan pemecahan masalah, anatar lain: (1) Kemampuan memahami masalah, untuk soal nomor 1 dan 2, DA menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, namun tidak mampu mengubahnya kedalam bentuk matematika. Berdasarkan hasil wawancara, DA mengatakan bahwa dia tidak yakin apakah symbol yang dia akan gunakan tepat sehingga memilih menuliskannya dalam bentuk kalimat. Sedangkan LO mampu menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, LO juga mempu menuliskannya dalam bentuk matematika. Tetapi, ada beberapa penggunaan simbol yang kurang tepat untuk kedua soal; (2) Kemampuan merencanakan penyelesaian masalah, DA dalam merencanakan penyelesaikan masalah, baik pada soal pertama maupun kedua, dia tidak menuliskan rumus yang tepat. Sedangkan LO mampu menuliskan rumus yang tepat dalam merencanakan penyelesaikan masalah, namun menggunakan

Page 55: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 52

symbol yang salah untuk simpangan baku; (3) Kemampuan menyelesaikan masalah sesuai rencana, Dalam menyelesaikan permasalahan, DA menuliskan penyelesaian, namun prosedur yang digunakan tidak tepat/jelas. Jawaban yang diberikan oleh DA salah.Sedangkan LO menggunakan rumus yang tepat dan menjalan prosedur yang jelas walaupun symbol yang digukan tidak sesuai. Jawaban yang diberikan oleh LO kurang benar; (4) Kemampuan melakukan pengecekan kembali, Berdasarkan lembar jawaban dan hasil wawancara dengan DA diketahui bahwa DA tidak melakukan pegecekan terhadap proses dan jawaban baik pada soal pertama maupun kedua. DA tidak menuliskan kesimpulan pada soal pertama, sedangkan pada soal kedua DA menuliskan kesimpulan, namun kesimpulan yang dituliskan ileh DA adalah salah. Sedangkan LO, dari hasil wawancara diketahui bahwa LO melakukan pengecekan terhadap proses dan jawaban namun kurang tepat. Kesimpulan yang dituliskan oleh LO pada soal pertama adalah tepat, namun pada soal kedua kesimpulan yang dituliskan kurang tepat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematika yang ditunjukkan oleh subjek FI adalah sebagai berikut: (a) pada langkah memahami masalah, subjek dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika, lebih analitis dalam menerima informasi; (b) pada langkah membuat rencana penyelesaian, subjek dapat menentukan rumus yang tepat dalam pemecahan masalah serta mampu mengungkapkan pengetahuan dan langkah-langkah yang sesuai untuk menjawab masalah; (c) pada langkah melaksanakan rencana penyelesaian, subjek dapat menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yang telah direncanakan dengan benar dan memperoleh ketepatan jawaban yang benar; (d) pada langkah memeriksa kembali hasil penyelesaian, subjek meneliti atau mengecek ulang jawabannya; 2)

Deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematika yang ditunjukkan oleh subjek FD adalah sebagai berikut: (a) pada langkah memahami masalah, subjek dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat mengubahnya ke dalam bahasa matematika, lebih global dalam menerima informasi; (b) pada langkah membuat rencana penyelesaian, subjek kurang mampu menentukan rumus yang tepat untuk dapat menyelesaikan masalah, mudah terpengaruh oleh manipulasi unsur pengecoh pada konteks aslinya karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis dengan menegaskan kembali hasil yang lebih umum dan lebih luas, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil atau sifat matematika yang diketahuinya, dan memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata; (c) pada langkah melaksanakan rencana penyelesaian, subjek menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yang telah direncanakan tetapi sering tidak dapat memperoleh ketepatan jawaban yang benar; (d) pada langkah memeriksa kembali hasil penyelesaian, subjek tidak konsisten untuk meneliti atau mengecek ulang jawabannya. DAFTAR PUSTAKA Arifin, S., Rahman, A., Asdar. (2015). Profil

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif Dan Efikasi Diri Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMPN 1 Watampone. Jurnal Daya Matematis, 3(1), 20-29.

Nuha, M.A., Suhito, Masrukan. (2014). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri dan Karakter Siswa SMP Kelas VIII Melalui Pembelajaran Model 4K. Jurnal Kreano, 5(2), 188-194.

Suryanti, Nunuk. (2014). Pengaruh Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Keuangan Menengah 1. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, 4(1), 1293-1406.

Ulya, Himmatul. (2015). Hubungan Gaya Kognitif Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Jurnal Konseling GUSJIGANG, 1(2).

Page 56: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 53

Penerapan Metode Quantum Teaching dengan Teknik Tandur Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA PPM Al-Ikhlas

Ummu Kalsum1, Fadhila2

1,2Universitas Sulawesi Barat [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen yang bertujuan untuk: (1) Mengetahui hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 setelah diajar melalui metode quantum teachingdengan teknik TANDUR ditinjau dari aspek kognitif. (2) Mengetahui apakah rata-rata hasil belajar fisika siswa setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR telah mencapai nilai kriteria ketuntasan klasikal. Variabel penelitian ini terdiri atas metode pembelajaran quantum teaching dengan teknik TANDUR sebagai variabel bebas dan hasil belajar fisika siswa sebagai variabel terikat. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Shot Case Study Design. Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas IX IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 dengan jumlah 25 orang siswa. Hasil analisis dekskriptif menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif fisika siswa setelah diajar melalui metode pembelajaran quantum teaching dengan teknik TANDUR berada pada kategori tinggi. Jika dibandingkan dengan nilai KKM (Kriteria ketuntasan minimum), maka diperoleh bahwa persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 88%. Hasil analisis inferensial menunjukkan Penerapan metode quantum teaching teknik TANDUR telah memenuhi standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan terhadap pencapaian hasil belajar kognitif siswa.

Kata kunci: Metode quantum teaching dengan teknik TANDUR, hasil belajar kognitif

PENDAHULUAN

Dewasa ini, seorang guru harus mampu membawa dunianya ke dunia siswa sekaligus membawa dunia siswa ke dunia guru. Jika kedua dunia tersebut bertemu apada suatu titik maka dapat menciptakan proses pembelajarang yang kondusif dan menyenangkan. Karena pada dasarnya mengajar yang baik bukan berarti memaksakan materi pada otak siswa, tetapi merangsang ataupun mensugesti otak siswa untuk menjemput materi tersebut, sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan (DePotter dan Hernacki, 2005).

Belajar merupakan proses perubahan baik berupa perubahan tingkahlaku maupun paradigma berpikir sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam praktek pembelajaran di kelas, seorang siswa dikatakanberhasil dalam belajar jika telah mencapai standar yang diharapkan. Dalam hal ini standar pencapaian yang dimaksud adalah kriteria ketuntasan minimum (KKM). Menurut Trianto (2008, 171), setiap siswa dikatakan

tuntas belajarnya jika proporsi jawaban benar siswa ≥ 75%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa telah tuntas belajar.

Berdasarkan informasi dari guru fisika SMA PPM AL-IKHLAS mengungkapkan bahwa kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran fisika adalah 75 dan secara klasikal 85%, tetapi masih terdapat siswa yang memperoleh skor hasil belajar dibawah standar tersebut yakni sekitar 68%.

Observasi lebih lanjut diketahui bahwa salah satu penyebab ketidaktuntasan mata pelajaran fisika adalah kurangnya motivasi belajar fisika siswa sehingga kurang aktif dalam pembelajaran. Selain itu, kondisi kelas yang tercipta kurang mendukung dan menyenangkan sehingga membuat siswa menjadi bosan dan sulit untuk berkonsentrasi. Akibatnya hanya sedikit materi yang tersimpan dalam ingatan dan memori siswa. Hal ini tentu mengakibatkan rendahnya

Page 57: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 54

daya serap siswa, khususnya untuk mata pelajaran fisika.

Berdasarkan kenyataan di atas bahwa penggunaan metode pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Metode quantum teaching adalah metode pembelajaran yang sangat tepat untuk pencapaian hasil belajar yang diinginkan. Metode ini mampu mengembangkan potensi yang tersimpan dalam diri siswa. Selain itu, metode quantum teaching mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan dapat mempertajam daya ingat siswa. Hal ini bersumber dari prinsip sugesti yang dapat mempengaruhi hasil situasi belajar. Metode quantum teaching dapat menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah yang menumbuhkan minat belajar sehingga mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar (DePotter dan Hernacki, 2005).

Pada dasarnya dalam menerapkan suatu metode pembelajaran dibutuhkan suatu teknik pembelajaran. Pada metode quantum teaching, teknik pembelajaran yang digunakan adalah teknik TANDUR. TANDUR merupakan akronim dari kata tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan. Secara lebih rinci deretan akronim kata TANDUR dimaksudkan sebagai berikut: 1) Tumbuhkan, tumbuhkan minat belajar siswa. 2) Alami, ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. 3) Namai, namai semua konsep pembelajaran. 4) Demonstrasikan, dengan maksud supaya anak lebih memahami pelajaran. 5) Ulangi, semakin sering diulang maka semakin kuat pelajaran melekat. 6) Rayakan kepada siapa saja yang berhasil melakukannya dengan baik, memberikan apresiasi (DePotter, et, al, 2009).

Quantum teaching berasal dari upaya Dr. Georgio Lozanov, seorang pendidik berkebangsa-an Bulgaria yang beresperimen tantang suggestology atau suggestopedia. Pada prinsipnya bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman , memasang

musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi induvidu, menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi (De Porter, et al: 2005).

Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriaan yang dangkal. Kegembiraan di sini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari) dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Lingkungan dan suasana belajar demikian akan mendorong kemunculan sugesti-sugesti positif sehingga menjadi cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat membangkitkan energi belajar. (Hernowo: 2008) Ada pun tahapan dalam teknik TANDUR dijelaskan sebagai berikut: 1) Tumbuhkan; 2) Alami; 3) Namai; 4) Demonstrasikan; 5) Ulangi; 6) Rayakan (De Porter, 2009:10)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa quantum teaching merupakan salah satu metode pembelajaran yang memadukan antara sugesti positif dan interaksi dengan lingkungan yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi, minat, interaksi, hubungan serta penguasaan terhadap materi pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang.

Menurut Hamalik (2004:27) menyatakan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu latihan melainkan pengubahan kelakuan. Maksudnya, bila seseorang telah belajar akanterjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahumenjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti

Dalam pengertian yang sama, Suryabrata (2004: 232) menyatakan bahwa: “belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral

Page 58: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 55

change, aktual maupun potensial). Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru (dalam arti Kenntnis dan Fertingkeit). Perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)”.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain sebagai berikut: 1) Ranah kognitif, Ranah kognitif banyak berhubungan dengan informasi dan pengetahuan. Dalam hal ini berkenaan dengan perkembangan intelektual siswa yang meliputi keterampilan intelektual dasar , seperti menambah dan mengurang, mapupun fakta , konsep dan generalisasi. Ranah ini meliputi enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; 2) Ranah afektif, Ranah afektif berhubungan dengan pertumbuhan sikap, emosi, sosial dan nilai-nilai dari siswa. Ranah ini berhubungan dengan konsep diri siswa, pertumbuhan pribadi dan perkembangan emosional. Ranah ini meliputi lima aspek yaitu penerimaan, sambutan, penilaian, pengaturan dan penyusunan konsep, dan pembetukan watak dengan nilai; 3) Ranah psikomotoris, Ranah psikomotoris mencakup keterampilan otot dan gerakan-gerakan yang tertuju pada keterampilan mengerjakan dan bergerak. Ranah ini melupti enam aspek yaitu: gerakan refleks gerakan dasar, kemampuan persepsi, kemampuan persepsi, kemampuan fisik, gerakan terlatih, dan komunikasi yang tidak saling behubungan. (Sahabuddin, 2007: 33)

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Tingkat keberhasilan atau hasil belajar seseorang dalam menguasai bahan atau materi pelajaran fisika dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur, misalnya tes hasil belajar fisika. Dalam penelitian ini, fokus hasil belajar yang dimaksud hanyalah pada kajian ranah kognitif.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu:

kemampuan setiap peserta didik berbeda-beda; fasilitas (sarana) setiap sekolah berbeda; dan daya dukung setiap sekolah berbeda. Dari asumsi tersebut, maka penentuan KKM berpedoman pada empat kriteria; (1) tingkat esensial (kepentingan); (2) tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan); (3) tingkat kemampuan (intake)rata-rata siswa; dan (4) kemampuan sumber daya pendukung. Dengan demikian setiap sekolah dan setiap mata pelajaran memiliki KKM yang dapat berbeda dengan sekolah lain (Trianto, 2008: 171). Di SMA PPM Al-Ikhlas, nilai standar kriteria ketuntasan minimal untuk kelas XI adalah 75, dengan ketuntasan klasikal 85% siswa yang mencapai KKM.

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahuai seberapa besar hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR ditinjau dari aspek kognitif?; 2) Untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar fisika siswa setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR telah mencapai nilai kriteria ketuntasan klasikal? METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu penelitian pra-eksperimen. Subjek populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas IX IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 1 kelas dengan jumlah 25 orang siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menunjuk secara langsung.

Lokasi penelitian bertempat di SMA PPM AL-IKHLAS: Jl. Poros Majene Km. 27 Lampoko Kec. Campalagian, Kab. Polewali Mandar

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu: 1) Variabel bebas:Pembelajaran dengan metode quantum teaching dengan teknik TANDUR; 2) Variabel terikat: hasil belajar fisika dari aspek kognitif.

Desain penelitian yang digunakan adalah “One-Shot Case Study Design”. Dalam desain ini subjek ditempatkan pada satu kelas eksperimen dengan cara penunjukan langsung untuk diberi perlakuan yang kemudian diberi post-test. Dengan

Page 59: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 56

gambar desain penelitian sebagai berikut (Sugiyono, 2009:110).

Tabel 1. Desain One-Shot Case Study Treatmen Tes Hasil Belajar

X O Keterangan: X`: Pembelajaran dengan metode Quantum

Teaching dengan teknik TANDUR O : Hasil belajar dari aspek kognitif

terhadapmata pelajaran fisika Pada penelitian ini terdapat dua variabel

dengan rincian defenisi operasional sebagai berikut: 1) Metode Quantum Teachingdengan teknik TANDUR adalah metode pembelajaran yang membuat siswa menemukan konsep materi pembelajaran melalui pengalaman belajarnya. Guru menumbuhkan motivasi dengan memberikan pertanyaan AMBAK, selanjutnya siswa mendemonstrasikan hasil yang diperoleh dari pengalaman belajarnya. Guru bersama siswa mengadakan pengulangan agar konsep-konsep yang telah diperoleh dapat tersimpan dalam memori siswa. Di akhir pembelajaran, diadakan perayaan terhadap hasil siswa yang telah dicapai; 2) Hasil belajar fisika siswa dalam aspek kognitif adalah skor yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran metode Quantum Teaching dengan teknik TANDUR, diukur melalui tes hasil belajar Fisika dalam bentuk pilihan ganda. Selanjutnya membandingkannya dengan standar KKM sebesar 75. Tahap Penelitian Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) berkonsultasi dengan kepala sekolah dan guru bidang studi fisika SMA PPM AL-IKHLAS untuk meminta izin melaksanakan penelitian; 2) menentukan materi yang akan dijadikan sebagai materi penelitian; 3) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); 4) menyusun instrumen penelitian.

Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu jenis instrumen berupa tes hasil belajar kognitif . Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan tes tersebut sebagai berikut: 1) tahap pertama, menyusun item tes hasil belajar fisika dalam bentuk pilihan ganda; 2) tahap kedua, semua item yang telah disusun

diujicobakan pada siswa kelas XII IPA SMA PPM AL-IKHLAS dengan tujuan untuk menentukan validitas item instrumen.

Penetuan validitas item menngunakan yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2003: 79) sebagai berikut: Dengan: pbi = koefisien korelasi biseral Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab

betul bagi item yang dicari validitasnya. Mt = rerata skor total St = standar deviasi dari skor total P = proporsi siswa yang menjawab benar Q = proporsi siswa yang menjawab salah (q =

1 – p) Valid tidaknya item ke-i ditunjukkan dengan membandingkan nilai pbi dengan nilai rtabel

pada taraf signifikan = 0,05 dengan kriteria sebagai berikut: jika nilai pbi ≥ rtabel, item

dinyatakan valid dan jika nilai pbi <rtabel, item

dinyatakan invalid; 3) tahap ketiga, untuk menghitung reliabilitas tes hasil belajar fisika digunakan rumus Kuder-Richardson 20 (KR-20) sebagai berikut:

Dengan: r11 = Reliabilitas instrumen p = Proporsi subyek yang menjawab item

benar q = Proporsi subyek yang menjawab item

benar ∑pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyak item S = Standar deviasi Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap ini dilaksanakan proses pembelajaran melalui penerapan metode quantum teaching dengan teknik TANDUR pada kelas XI IPA SMA PPM AL-IKLHAS. Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini diberikan posttest untuk mendapatkan data tentang hasil belajar fisika. Pengelolahan data yang diperoleh menggunakan teknik analisis deskriptif dan analisis inferensial.

q

p

S

MM

t

tp

pbi

2

11 21

S pqnr

n S

Page 60: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 57

Analisisdeskriptif Analisi deskriptif digunakan untuk

mendeskripsikan hasil belajar fisika siswa setelah mengikuti materi pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan sampel berupa niali tertinggi, nilai terendah, nilai ideal, rata-rata, standar deviasi dan varians. Untuk mengetahui nilai yang diperoleh siswa, maka skor dikonversi ke dalam bentuk nilai menggunakan rumus sebagai berikut:

(3)

Keterangan: N = Nilai siswa SS = Skor hasil belajar siswa SI = Skor ideal Analisis inferensial

Untuk keperluan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas dimaksudkan apakah data-data yang digunakan berawal dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Sudjana (2005), pengujian normalitas menggunakan rumus chi-kuadrat yang dinyatakan:

Keterangan: X2 = nilai chi – kuadrat hitung Oi = frekuensi hasil pengamatan Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas Kriteria pengujian:

Data berdistribusi normal bila X2hitung lebih

kecil dari X2tabel dimana X2

tabel diperoleh dari daftar X2 dengan dk = (k-3) pada taraf signifikan = 0,05.

Setelah dilakukan pengujian normalitas, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis yang dimaksudkan untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan. Rumusan hipotesis statistik yang digunakan adalah (Sudjana, 2005):

H0: = 0 H1:>0

Keterangan: Ho: Penerapan metode Quantum Teaching

dengan teknik TANDUR belum memenuhi standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan terhadap pencapaian hasil belajar

fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS.

H1: Penerapan metode Quantum Teaching teknik TANDUR telah memenuhi standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan terhadap pencapaian hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS.

Dimana: π: Persentase jumlah siswa kelas XI IPA SMA

PPM AL-IKHLAS yang skor hasil belajarnya di atas atau sama dengan standar KKM setelah diajar melalui metode Quantum Teaching dengan teknik TANDUR pada pembelajaran fisika.

π0: Standar persentase siswa kelas IX yang lulus sesuai dengan standar KKM pada XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS yaitu 85% (standar ketuntasan klasikal). Jika data terdistribusi normal, maka teknik

pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji z dengan α = 0,05

dengan: x = banyaknya siswa yang mencapai standar

KKM n = banyaknya data kelompok π = standar ketuntasan klasikal Z = nilai zhitung

Kriteria pengujian: H0 diterima jika Zhitung < Ztabel pada taraf signifikan α = 0,05 dan H0 di tolak jika Zhitung ≥ Ztabel.Untuk kategori penilaian hasil belajar dapat dilihat dari tabel 2 berikut. Tabel 2. Kategori penilaian hasil belajar fisika siswa

kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS Interval Skor Kategori

0-4 Sangat rendah 5-9 Rendah

10-14 Sedang 15-19 Tinggi 20-24 Sangat Tinggi

(Riduwan, 2005: 95) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Setelah dilakukan tes akhir diperoleh data tentang hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif.

22

1

( )ki i

hitung

i i

O E

E

Page 61: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 58

Hasil Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh

gambaran mengenai hasil belajar fisika siswa dari aspek kognitif seperti yang terlihat pada tabel 2. berikut.

Tabel 3. Statistik nilai hasil belajar Fisika dalam ranah kognitif

Kriteria Nilai

Nilai maksimum 91 Nilai minimum 70 Rata-rata nilai 82,68 Standar deviasi 5,558

Jika rata-rata nilai hasil belajar fisika siswa dibandingkan dengan nilai KKM sebesar 75, maka dapat diketahui bahwa capaian perolehan rata-rata hasil belajar siswa telah memenuhi nilai KKM.

Berikut ini disajikan tabel persentase ketuntasan belajar siswa pada aspek kognitif:

Tabel 4. Persentase Ketuntasan Belajar Aspek Kognitif

Kategori Frekuensi Persentase(%) Tuntas 22 88

Tidak tuntas 3 12 Jumlah 25 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ketuntasan belajar siswa yaitu sebanyak 22 siswa dengan persentase 88% sedangkan untuk frekuensi yang tidak tuntas dalam pembelajaran yaitu sebanyak 3 siswa dengan persentase 12%.

Setelah diberikan perlakuan berupa penerapan metode Quantum teaching dengan teknik TANDUR diperoleh persentase skor hasil belajar dengan kategori sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Persentase Hasil Belajar Fisika Siswa Berdasarkan Kategori

Interval Skor

Kategori Hasil Belajar

Frekuensi Persentase

(%) 0-4 sangat rendah 0 0 5-9 rendah 0 0

10-14 sedang 0 0 15-19 tinggi 16 64 20-24 sangat tinggi 9 36

Jumlah 25 100 Berdasarkan tabel 5 sebelumnya

menunjukkan bahwa setelah siswa diberi perlakuan, tidak terdapat siswa yang memiliki hasil belajar pada kategori sangat rendah, rendah

dan sedang. Persentase hasil belajar siswa terbesar pada kategori tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 16 orang, sementara 9 orang lainnya berada pada kategori sangat tinggi. Berikut ini disajikan diagram batang kategori hasil belajar:

Gambar 1. diagram batang kategori hasil belajar

Kognitif Pengujian normalitas

Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, skor hasil belajar siswa dalam ranah kognitif diperoleh nilai χ2

hitung = 1,44. Sedangkan nilai χ2tabel dengan

taraf signifikansi α= 0,05 dan dk = 5 adalah 11,1. Karena χ2

hitung < dari χ2tabel maka dapat

disimpulkan bahwa data hasil belajar siswa dalam ranah kognitif kelas XI IPA SMA PPM AL-Ikhlas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-z, rata-rata nilai hasil belajar siswa pada aspek kognitif diperoleh harga zhitung = 0,428. Nilai ini lebih kecil dari harga ztabel pada taraf signifikansi α = 0,05 yaitu 0,3289. Dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak (zhitung = 0,428 > ztabel = 0,3289).

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Penerapan metode Quantum Teaching teknik TANDUR telah memenuhi standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan terhadap pencapaian hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS diterima. Pembahasan

Berdasarkan analisis deskriptif tentang hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif yang diajar dengan menerapkan metode quantum teaching teknik TANDUR menunjukkan bahwa rata-rata nilai adalah 82,68 dari skor ideal 100.

Page 62: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 59

Nilai standar deviasi persebaran nilai skor siswa adalah 5,558. Jumlah siswa yang tidak mencapai standar ketuntasan belajar sebanyak 3 (tiga) orang dari 25 orang siswa. Dengan demikian persentase ketuntasan belajar pada penelitian ini mencapai 88%.

Jika ditinjau dari kategori hasil belajar, persentase hasil belajar siswa terbesar pada kategori tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 16 orang, sementara 9 orang lainnya berada pada kategori sangat tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR ditinjau dari aspek kognitif berada pada kategori tinggi.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis penelitian untuk ranah kognitif dengan menggunakan uji-z diperoleh nilai zhitung sebesar 0,428 sedangkan nilai ztabel pada taraf signifikansi α = 0,05 adalah sebesar 0,3289.

Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa nilai Zhitungberada pada daerah penolakan H0 dan H1 diterima (zhitung > ztabel). Jadi dapat disimpulkan bahwa persentase jumlah siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-Ikhlas tahun ajaran 2016/2017 yang memenuhi standar KKM pada aspek kognitif dengan menerapkan metode Quantum Teaching teknik TANDUR pada pembelajaran fisika mencapai nilai kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85%.

Keberhasilan pencapaian pemenuhan nilai KKM untuk mata pelajaran fisika dan perolehan hasil belajar siswa pada kategori tinggi disebabkan oleh dampak penerapan metode quantum teaching dengan teknik TANDUR. Hal ini terlihat dalam proses pembelajaran dimana hampir seluruh siswa memperhatikan informasi yang diberikan, melakukan diskusi dengan teman, aktif terlibat dalam pengerjaan tugas. Terlebih untuk kegiatan eksperimen seluruh siswa antusias mengikuti kegiatan ini. Berhubung mereka sebelumnya jarang melakukan kegiatan eksperimen untuk mata pelajaran fisika.

Selain itu, tata ruangan yang diciptakan berbeda dari sebelumnya dapat membangkitkan

motivasi dan minat belajar siswa. Poster – poster afirmasi yang dibuat oleh siswa secara berkelompok memberi energi positif bagi siswa untuk tetap semangat di dalam belajar. Suasana baru tersebut membuat seluruh siswa menjadi sangat senang dan bergairah mengikuti proses pembelajaran. Alunan musik yang disertakan selama proses pengerjaan soal membuat siswa santai namun tetap serius dalam mengerjakan soal. Dengan adanya dukungan dari faktor-faktor yang telah di uraikan di atas maka tentu mempengaruhi hasil belajar fisika siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA PPM AL-IKHLAS tahun ajaran 2016/2017 setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR ditinjau dari aspek kognitif berada pada kategori tinggi; 2) Rata-rata hasil belajar fisika siswa setelah diajar melalui metode quantum teaching dengan teknik TANDUR telah mencapai nilai kriteria ketuntasan klasikal DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2005). Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta. DEPDIKNAS. (2005).Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike.

(2005).Quantum learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa: Bandung.

DePorter, Bobbi. Reardon, Mark. Nourie, Sarah Singer Sarah. (2009).Quantum Teaching Mempraktikan Quantum learning di ruang-ruang kelas. Kaifa: Bandung.

Hernowo. (2008). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Mizan Learning Center: Bandung.

Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penenelitian Untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Muda.Alfabeta: Bandung

Sahabuddin. (2007). Mengajar dan Belajar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar: Makassar.

Sudjana. (2005). Metode Statistik.Tarsito: Bandung.

Page 63: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 60

Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, dan R&D). Alfabeta: Bandung.

Susiani, K. Dantes, N. Tika, I.Y. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Quantum terhadap Kecerdasan Sosio-Emosional dan Prestasi Belajar IPA Siswa kelas V SD Di Banyuwangi. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 3

Suryabrata, Sumadi. (2006). Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.

Hartono, S.J. (2016). Meningkatkan Motivasi dan Keterampilan Pembacaan Alat Ukur Pada Mata Pelajaran Menggunakan Alat Ukur dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Quantum Teaching. Jurnal Cendekia.Vo. 1. Hal 41-54.

Trianto. (2008). Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teachiang and Learning) di Kelas.Cerdas Pustaka Publisher. Jakarta.

Page 64: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 61

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahanmasalah Geometri Siswa SMA Melalui Transactional Reading Strategy

Sudarsono1, Mikrayanti2, Murtalib3

1,2,3STKIP Bima [email protected]

ABSTRAK

Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, hal ini terlihat dari banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Selain itu juga Geometri memperoleh porsi lebih besar dalam kurikulum dibanding dengan cabang matematika lainnya.Untuk itudiperlukan inovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, khususnya siswa SMA.Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah geometrisiswa SMA melalui transactional reading strategy. Penelitian ini bertujuan 1) mendeskripsikan peningkatan pemahaman geometri siswa SMA melalui “transactional reading strategy; 2) mendeskripsikan peningkatan pemecahan masalah geometri siswa SMA melalui pembelajaran transactional reading strategy; 3) mendeskripsikan respon siswa SMA terhadap pembelajaran transactional reading strategy. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen.Populasi dan sampelpenelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Madapangga. Instrumen yang akandigunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah geometri, lembar observasi, dan angket. Peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah geometri siswa SMA melalui transactional reading strategy ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa tentang geometri dan kemampuan pemecahan masalah geometri. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Peningkatan Kemampuan pemahaman geometri siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran transactional reading strategy lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa dengan kualifikasi tergolong tinggi sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa tergolong berkualifikasi rendah. 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa dengan kualifikasi peningkatan tergolong sedang sedangkan peningkatan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa tergolong berkualifikasi rendah, 3) Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran transactional reading strategyadalah positif. Kata kunci: Transactional Reading Strategy, Pemahaman, Pemecahan Masalah, Geometri.

PENDAHULUAN

Usiskin (1987:26-27) mengemukakan bahwa geometri mempunyai empat dimensi utama, yaitu (1) dimensi visualisasi-pengukuran; geometri sebagai cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual, konstruksi dan pengukuran, (2) dimensi dunia nyata yang bersifat fisik; geometri sebagai cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) dimensi representasi; geometri sebagai suatu cara

penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan (4) dimensi pondasi matematika; geometri sebagai suatu contoh sistem matematika.

Geometri sekolah adalah suatu pelajaran mengenai obyek-obyek spasial, saling keterkaitan dan transformasi-transformasi yang telah diformalisasikan (atau telah dimatematisasi) dan mengenai sistem matematika aksiomatik yang telah dibentuk untuk merepresentasikan obyek-obyek tersebut (Clements dan Battista,

Page 65: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 62

1992:420).Penggunaan istilah geometri sekolah cenderung lebih mengarah pada geometri Euclid.

National Council of teacher of Mathematics (NCTM: 2000,) dalam Principle and Standards for School Mathematics, menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran geometri di sekolah menengah umum antara lain adalah agar siswa dapat memahami geometri, mampu menganalisis, mengeksplorasi, menentukan kebenaran konjektur geometri hingga dapat mengaitkan trigonometris untuk menentukan panjang dan ukuran sudut.

Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal dan diakrabi oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya pokok bahasan tentang garis, bidang dan ruang.

Pokok bahasan dimensi tiga adalah materi geometri yang diajarkan pada kelas 1 SMU. Pembelajaran dimensi tiga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan spasial siswa (Budiarto, 2000:439 dan Soedjadi, 2000:50), yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam profesionalisme seseorang (Budiarto, 2000:439). Menurut Krutetskii (dalam Orton, 1992:114), kemampuan spasial adalah komponen kemampuan matematika yang dibutuhkan dalam berbagai cabang matematika.Gardner (dalam Budiarto, 2000:439) mengemukakan bahwa kemampuan spasial sangat penting untuk pemikiran ilmiah, yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.Smith (dalam Orton, 1992:120) menyatakan bahwa kemampuan spasial adalah komponen penting dari kemampuan matematika. Belajar matematika adalah juga merupakan aktivitas sosial (Schoenfeld, 1992). Interaksi antara siswa, dan juga komunikasi guru-siswa penting untuk membimbing potensi matematis siswa. Interaksi siswa-siswa penting untuk menkonstruksi pengetahuan matematis, mengembangkan kompetensi pemecahan masalah dan pemehaman, mendorong percaya diri dan memperoleh keterampilan sosial (Davidson, 1990).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi siswa dalam geometri termasuk materi dimensi tiga masih rendah (Purnomo, 1999:6) dan perlu ditingkatkan (Bobango, 1993:11).Bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan (Madja, 1992:3).Siswa Kesulitan dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang (Purnomo, 1999:5).Senada dengan pendapat diatas, Madja (1992:3) mengungkapkan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Kesulitan siswa untuk memahami konsep geometri juga terjadi di SMU terkait kesulitan siswa dalam memahami konsep garis sejajar, berpotongan dan bersilangan pada bangun ruang juga diperoleh dari hasil penelitian Abdussakir (2003: 96) bahwa pada saat siswa menggambar irisan antara bidang dan bangun ruang mengalami kesulitan.

Berdasarkan uraian diatas, kesulitan siswa dalam memahami geometri pada pokok bahasan materi dimensi tiga perlu mendapat perhatian dan penanganan serius dari guru bidang studi dan praktisi pendidikan. Hal ini karena konsep-konsep yang dalam materi dimensi tiga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran materi geometri yang lain misalnya untuk materi irisan dan untuk belajar geometri di perguruan tinggi. Konsep garis sejajar, berpotongan, dan bersilangan dibutuhkan dalam materi irisan antara bidang dan bangun ruang. Oleh sebab itu, pemahaman yang kurang sempurna terhadap konsep garis sejajar, berpotongan, dan bersilangan akan berpengaruh pada materi geometri berikutnya. Skemp (1987:20) menyatakan bahwa apabila suatu konsep dipahami secara tidak sempurna, maka semua konsep yang berkaitan dengan konsep tersebut juga akan sulit dipahami.

Selain pemahaman, kemampuan memecahkan masalah juga merupakan komponen yang menjadi perhatian utama dalam pembelajaran matematika terutama geometri. Hal ini ditegaskan dalam tujuan pembelajaran mematika pada Kurikulum 2013 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Page 66: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 63

Republik Indonesia No. 58 tahun 2014 memposisikan pemecahan masalah pada urutan pertama.Kemampuan pemecahan masalah merupakan komponen utama dalam pembelajaran matematika karena pemecahan masalah dapat membangkitkan siswa untuk merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, siswa menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relavan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasi keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Hudojo, 2005). Selain itu, manfaat memiliki kemampuan memecahkan masalah akan mengembangkan kemampuan untuk membangun ide-ide dan dapat berlatih mengintegrasikan konsep-konsep, teorema-teorema, dan keterampilan yang dipelajari.Pentingnya kemampuan pemecahan masalah juga diungkapkan oleh Schoenfeld “there is a general acceptance of the idea that primary goal of mathematics instruction should be to have students become competent problem solver”. Pernyataan tersebut bermakna bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus dari matematika sekolah dan tujuan utama dari pembelajaran matematika adalah menjadikan siswa memiliki kompetensi dalam memecahkan masalah.

Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Siswono (2008) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang siswa dalam mengatasi atau memecahkan suatu halangan atau kendala ketika suatu jawaban belum tampak jelas.Polya (1985) merekomendasikan ada empat tahapan dalam memecahkan masalah, yakni memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian (to make a plan), menyelesaikan masalah sesuai dengan yang direncanakan (carry out our plan), dan memeriksa kembali penyelesaian secara utuh (look back at the completed solution). Melalui tahapan tersebut, siswa akan memperoleh hasil dan manfaat optimal dari pemecahan masalah ketika mereka

melalui langkah-langkah pemecahan yang terorganisir dengan baik.

Sejalan dengan itu, Ruseffendi (2006) mengemukakan pendapat bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting, bukan saja bagi mereka yang kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, namun juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa dengan harapan agar siswa bukan hanya mampu menghadapi atau menyelesaikan masalah dalam matematika saat proses pembelajaran tetapi juga dalam berbagai masalah kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks. Sehingga, siswa akan mampu bersaing ditengah perkembangan zaman, khususnya dalam perkembangan teknologi modern. Hal ini tentu menjadi kebutuhan setiap siswa.Dengan demikian, kemampuan pemecahan merupakan kemampuan yang menjadi fokus dalam proses pembelajaran yang perlu untuk ditingkatkan.

Kemampuan pemahaman geometri dan pemecahan masalah dapat ditingkatkan dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah dengan menggunakan pembelajaran transactional reading strategy.Strategi pembelajaran ini mengitegrasikan membaca dan pengajaran. Melalui transactional reading strategy siswa dapat belajar memahami materi atau konsep matematika yang disajikan melalui bahan bacaan secara berpasangan. Menurut (NCTM: 2000) menjelaskan bahwa strategi ini dimulai dengan strategi „say something‟ yaitu saling berbagi respon, perrtanyaan dan berbagi wawasan dengan pembaca lain terkait konsep yang dipahami atau yang belum dipahami dalam memahami teks yang disajikan. Selanjutnya strategi ini memberi kesempatan kepada pembaca untuk membuat kesimpulan dan merelasikannya dengan pengalaman sederhana.Pressley (2001) memberikan factor kunci dalam menerapkan “transacstional reading strategy” yaitu: 1) Pengajaran dalam kelompok kecil secara berpasangan, 2) “Scaffolding” oleh guru secara efektif, 3) bentuk pertanyaan pada

Page 67: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 64

teks pada level lebih tingggi (inferensi dan integrasi), 4) Proses membaca dan menulis, belajar yang terintegrasi. Dari setiap tahappembelajaran transactional reading strategytersebut menggambarkan bahwa siswa dilatih berpikir dan memahami konsep maupun terampil memecahkan masalah melalui hasil bacaan secara berpasangan. Scaffolding yang diberikan guru dalam transactional reading strategyjuga membantu siswa memperluas kognisi siswa sehingga dengan memudah memahami konsep. Dengan demikian pembelajaran transactional reading strategymemungkinkan mendorong peningkatan pemahaman geometri maupun pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melaksanakan penelitian tentang “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah GeometriSiswa SMAMelalui Transactional Reading Strategy”sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan peningkatan pemahaman geometri siswa SMA melalui “transactional reading strategy; 2) mendeskripsikan peningkatan pemahaman geometri siswa SMA melalui pembelajaran transactional reading strategy; 3) mendeskripsikan respon siswa SMA terhadap pembelajaran transactional reading strategy. METODE PENELITIAN

Berdasarkan metodenya, penelitian ini termasuk penelitian eksperimen (experimental research) karena peneliti ingin mengetahui pengaruh suatu perlakuan terhadap suatu variabel. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang paling tepat untuk menguji hipotesis tentang hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan kelas kontrol. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pembelajaran transactional reading strategy, sedangkan variabel yang diamati adalah kemampuan pemahaman geometri dan kemampuan pemecahan masalah geometri ini dilakukan terhadap kelompok siswa yang diberi

perlakuan (eksperimen) dan kelompok siswa sebagai pembanding atau kontrol.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol pretes-postes (the randomized pretest-posttest control group design). Pada penelitian ini ada dua kelompok yang akan dilibatkan. Kelompok pertama yaitu kelompok yang memperoleh perlakuan pembelajaran transactional reading strategy, (X1) sebagai kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok kedua, yaitu kelompok yang memperoleh pembelajaran ekspositori (X2) sebagai kelompok kontrol. Desain ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Desain Eksperimen the randomized pretest-posttest control group design

Randomize Pretest Perlakuan Postest E 01 X1 02 K 03 X2 04

Keterangan: E : Sampel Kelompok Eksperimen yang

diambail secara random K : Sampel Kelompok kontrol yang diambail

secara random 01 : Data Kelompok eksperimen yang diberikan

pre-test 02 : Data Kelompokeksperimen yang diberikan

post-test 03 : Data Kelompokkontrol yang diberikan pre-

test 04 : Data Kelompok kontrol yang diberikan

post-test X1 : Perlakuan dengan menggunakan

pembelajaran transactional reading X2 : Perlakuandengan menggunakan

pembelajaran biasa (ekspository) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Coba Instrumen Tes

Instrumen tes dalam penelitian ini berupa tes uraian yang terdiri dari 5 butir soal pemahaman geometri dan 3 butir soal pemecahan masalah. Hasil uji coba instrumen meliputi uji validitas, reliabilitas, daya pembeda (DP) dan indeks kesukaran (IK).Hasil uji coba instrument tes pemahaman dan pemecahan masalah geometri dapat disajikan pada Tabel 2 berikut.

Page 68: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 65

Tabel 2 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Geometri dan Instrumen Tes Pemecahan Masalah Geometri

Aspek Kemampuan

Hasil Uji Coba No. Item

1 2 3 4 5

Tes

Pem

aham

an

Validitas

rxy 0,775 0,838 0,820 0,762 0.838 rtabel 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid

Kategori Tinggi Sangat tinggi

Sangat tinggi

tinggi Sangat tinggi

Reliabel

rii 0,858 rtabel 0,388 Keputusan Reliabel Kategori Sangat tinggi

Indek kesukaran

IK 0,82 0,63 0,65 0,62 0,53 Kategori Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang

Daya pembeda

DP 0,43 0,46 0,50 0,46 0,71

Kategori Baik Baik Baik Baik Sangat baik

Kesimpulan Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Aspek

Kemampuan Hasil Uji Coba

No. Item 1 2 3

Pem

ecah

an M

asal

ah Validitas

rxy 0,880 0,939 0,889 rtabel 0,388 0,388 0,388 Keputusan Valid Valid Valid Kategori Sangat Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi

Reliabel

rii 0,886 rtabel 0,388 Keputusan Reliabel Kategori Sangat Tinggi

Indek kesukaran

IK 0,61 0,52 0,57 Kategori Sedang Sedang Sedang

Daya pembeda

DP 0,46 0,53 0,51 Kategori Baik Baik Baik

Kesimpulan Dipakai Dipakai Dipakai Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan 5

butir soal tes pemahaman geometri dinyatakan valid, reliabel (sangat tinggi), dengan tingkat kesukaran soal nomor 1 mudah, soal no.2, 3, 4, 5 tingkat kesukarannya berkategori sedang. Daya pembeda no. 1, 2, 3, 4 berkategori baik dan no. 5 berkategori sangat baik. Oleh karena itu, lima butir soal tes pemahaman geometri yang di ujicobakan layak digunakan untuk instrument tes dalam penelitian.

Dari Tabel 2. di atas juga menunjukkan 3 butir soal tes pemecahan masalah geometri dinyatakan valid dengan kategori validitas ketiga soal semuanya sangat tinggi. Tiga butir soal tes pemecahan masalah yang diuji cobakan tersebut

juga dinyatakan reliabel dengan kategori sangat tinggi. Sementara tingkat kesukaran 3 butir soal semuanya berkategori sedang. Daya pembeda 3 butir soal semuanya berkategori baik. Oleh karena itu, tiga butir soal tes pemecahan masalah geometri yang di ujicobakan layak digunakan untuk instrument tes dalam penelitian Hasil Kemampuan Pemahaman Geometri

Hasil kemampuan pemahaman geometri kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa pada setiap pre-test dan post-test dapat ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.

Page 69: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 66

Tabel 3. Profil Kemampuan Pemahaman Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Setiap Pre-test dan Post-test.

Eksperimen Kontrol SMI S SMI S

Post test 20 20 14 17,60 (88%) 1,78 20 17 5 12,80 (64 %) 2,66 Pre-test 20 15 5 10,80 (54%) 2,58 20 15 5 10,88 (54,4%) 2,62

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa skor maksimal ideal sebesar 20. Pada kelompok eksperimen: skor tertinggi yang diperoleh pada saat pre-test sebesar 20, skor terendah sebesar 15, rerata skor sebesar 10,80 atau 54% dari skor ideal, dan simpangan baku sebesar 2,58 sedangkan pada saat post-test skor tertinggi meningkat menjadi sebesar 20, skor terendah yang dicapai 15, rerata skor meningkat menjadi sebesar 17,60 atau 88% dari skor ideal, dan dan simpangan baku sebesar 2,58. Sementara pada kelompok kontrol: skor

tertinggi yang diperoleh pada saat pre-test sebesar 15, skor terendah sebesar 5, rerata skor sebesar 10,88 atau 54,4% dari skor ideal, dan simpangan baku sebesar 2,62 sedangkan pada saat post-test skor tertinggi meningkat menjadi sebesar 17, skor terendah yang dicapai tetap 5, rerata skor meningkat menjadi sebesar 12,80 atau 64% dari skor ideal, dan dan simpangan baku sebesar 2,66. Secara visual kemampuan pemahaman geometri siswa SMA dapat juga ditunjukkan dengan diagram berikut.

Gambar 1 Diagram Profil Kemampuan Pemahaman Geometri Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Dari diagram pada Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih

tinggi dari pada pembelajaran biasa. Selanjutnya data peningkatan pemahaman geometri dapat ditunjukkan melalui data N-gain yang ditunjukkan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Profil Gain Kemampuan Pemahaman Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Eksperimen Kontrol

( ) S ( ) S N-Gain 1,0 0,4 0,76 (Tinggi) 0,17 0,5 0,0 0,22 (Rendah) 0,14

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk kelompok eksperimen skor nilai gain tertinggi yang diperoleh sebesar 1, nilai gain terendah sebesar 0.4, simpangan baku yang dicapai sebesar 0.17 dan rerata nilai gain sebesar 0.76 dengan kategori tinggi. Sementara pada kelompok kontrol, nilai gain tertinggi yang diperoleh sebesar 0,5, nilai gain terendah sebesar 0.0, simpangan baku gain yang dicapai sebesar

0.14 dan rerata skor nilai gain sebesar 0.22 dengan kategori rendah. Secara visual peningkatan kemampuan pemahaman geometri siswa SMA dapat juga ditunjukkan dengan diagram berikut.

Jenis Tes

Kelompok

Page 70: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 67

Gambar 2 Diagram Profil Peningkatan Pemahaman Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan diagram pada Gambar 2 di atas

dapat diasumsikan bahwa menunjukkan peningkatan pemahaman geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih tinggi dari pada pembelajaran biasa. Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri

Hasil kemampuan pemecahan masalah geometri kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa pada setiap pre-test dan post-test secara umum dapat ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Setiap Pre-test dan Post-test

Eksperimen Kontrol SMI S SMI S

Post test 30 29 19 23,80 (79,33%) 2,89 30 24 6 17,72 (59,07%) 3,66 Pre-test 30 20 6 13,04 (43,47%) 4,44 30 23 6 13,48 (44,93%) 5,13 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan

bahwa skor maksimal ideal sebesar 30. Pada kelompok eksperimen: skor tertinggi yang diperoleh pada saat pre-test sebesar 20, skor terendah sebesar 6, rerata skor sebesar 13,04 atau 43,47% dari skor ideal, dan simpangan baku sebesar 4,44 sedangkan pada saat post-test skor tertinggi meningkat menjadi sebesar 29, skor terendah yang dicapai meningkat menjadi sebesar 15, rerata skor meningkat menjadi sebesar 23,80 atau 79,33% dari skor ideal, dan dan simpangan baku sebesar 2,89. Sementara pada kelompok kontrol, skor tertinggi yang

diperoleh pada saat pre-test sebesar 23, skor terendah sebesar 6, rerata skor sebesar 13,48 atau 44,93% dari skor ideal, dan simpangan baku sebesar 5,13 sedangkan pada saat post-test skor tertinggi meningkat menjadi sebesar 24, skor terendah yang dicapai tetap sebesar 6, rerata skor meningkat menjadi sebesar 17,72 atau 59,07% dari skor ideal, dan dan simpangan baku sebesar 3,66. Secara visual kemampuan pemecahan masalah geometri siswa SMA dapat juga ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 3. Dibawah ini.

Gambar 3 Diagram Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Kelompok Eksperimen dan Kontrol

skor gainmaksimum

skor gainminimum

Rerata gain simpanganbaku gain

0,9

0,3

0,6

0,17

0,6 0,5

0,2 0,17

Eksperimen

Kontrol

Sko

r M

aksi

mu

m

Sko

r M

inim

um

Rer

ata

Sko

r

Sim

pan

gan

bak

u

Sko

r M

aksi

mu

m

Sko

r M

inim

um

Rer

ata

Sko

r

Sim

pan

gan

bak

u

Eksperimen Kontrol

20

6

13,04

4,44

23

6 10,88

5,13

29

19 23,8

2,89

24

8

17,72

3,66

Pre-tes

Postest

Jenis Tes

Kelompok

Page 71: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 68

Dari diagram pada Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih tinggi dari pada pembelajaran biasa.

Kemudian kemampuan pemecahan masalah geometri dari setiap tahap pemecahan masalah dapat ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Setiap Tahap Pemecahan Masalah

Jenis Tes Tahap

Pemecahan Masalah Eksperimen Kontrol

Skor Maks Rerata Kategori Skor Maks Rerata Kategori

Pre

Tes

t 1. Memahami Masalah 2 1,23 Cukup 2 1,31 Cukup 2. Menyusun rencana 4 1,00 Rendah 4 1,03 Rendah 3. Melaksanakan Rencana 2 1,44 Tinggi 2 1,48 Tinggi 4. Memeriksa Kembali 4 0,73 Cukup 4 0,73 Cukup

Pos

t Tes

t 1. Memahami Masalah 2 2,00 Tinggi 2 1,76 Tinggi 2. Menyusun rencana 4 2,39 Cukup 4 1,47 Cukup 3. MelaksanakanRencana 2 1,95 Tinggi 2 1,72 Tinggi 4. Memeriksa Kembali 4 1,60 Tinggi 4 1,01 Cukup

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pada tahap memahami masalah saat pretest tergolong cukup, sedangkan pada saat post-test tergolong tinggi. Kemampuan pemecahan masalah pada tahap menyusun rencana untuk kelompok eksperimen maupun kontrol tergolong rendah pada saat pre test, sedangkan pada saat post-test kemampuan pemecahan masalah pada tahap menyusun rencana baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sama-sama tergolong cukup. Kemudian kemampuan pemecahan masalah pada tahap melaksanakan rencana yang dicapai kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol saat pre-test maupun post-test sama-sama tergolong tinggi. Selanjutnya kemampuan pemecahan masalah pada tahap memeriksa kembali, pada saat pre-test baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sama-sama tergolong cukup, sementara saat post-test untuk kelompok eksperimen tergolong tinggi namun untuk kelompok kontrol masih terrgolong cukup.

Selanjutnya data peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri dapat ditunjukkan melalui data N-gain yang ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Profil Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Eksperimen Kontrol S ( ) S

N- Gain 0,9 0,3 0,6 (Sedang) 0,17 0,6 0,0 0,2 (Rendah) 0,17 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk kelompok eksperimen nilai gain tertinggi yang

diperoleh sebesar 0,9, nilai gain terendah sebesar 0,3, simpangan baku gain yang dicapai sebesar 0,17 dan rerata nilai gain sebesar 0,6 dengan kategori sedang. Sedangkan pada kelompok kontrol, nilai gain tertinggi yang diperoleh sebesar 0,6, nilia gain terendah sebesar 0, simpangan baku yang dicapai sebesar 0,14 dan rerata skor nilai gain sebesar 0,22 dengan kategori rendah. Secara visual peningkatan kemampuan pemahaman geometri siswa SMA dapat juga ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Diagram Profil Peningkatan Pemecahan Masalah Geometri Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

skor gainmaksimum

skor gainminimum

Rerata gain simpanganbaku gain

0,9

0,3 0,6

0,17

0,6

0 0,2 0,17

Eksperimen

Kontrol

Page 72: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 69

Berdasarkan diagram pada Gambar 4 di atas dapat diasumsikan bahwa peningkatan pemecahan masalah geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih tinggidari pada pembelajaran biasa. Hasil Uji Prasyarat Analisis

Mengingat dalam penelitian ini uji hipotesis menggunakan statistik inferensial yang meliputi uji-t dan uji F maka syarat menggunakan uji statistic tersebut minimal data yang digunakan berdistribusi normal danhomogen. Pada penelitian ini uji t digunakan untuk menguji hipotesis I (Peningkatan pemahaman geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaranbiasa) dan uji hipotesis II (Peningkatan pemahaman geometri siswa SMA yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaranbiasa), sedangkan uji F (uji Anova satu jalur) digunakan untuk menguji keseimbangan kemampuan awal. Uji hipotesis I menggunakan data gain pemahaman geometri kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, Uji hipotesis II menggunakan data gain pemecahan masalah geometri kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sedangkan uji keseimbangan kemampuan awal

menggunakan data pre-test pemahaman dan pemecahan masalah geometri pada setiap kelompok eksperimen dankelompok kontrol. Rumusan hipotesis dalam menguji normalitas dan homogen adalah sebagai berikut: Rumusan hipotesis uji homogen H0:

2

2

2

1 (data homogen)

H1:2

2

2

1 (data tidak homogen)

Kriteria pengujian hipotesis Tolak H0 jika

nobs LL , , dan

Terima H0 jika nobs LL ,

Dengan 25,05.0 ndan

Rumusan hipotesis uji normalitas H0: Data sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal H1 : Data sampel berasal dari populasi yang

tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian hipotesis Tolak H0 jika

),( 21 vvobs FF dan

Terima H0 jika ),( 21 vvobs FF

Dengan 25,1,1,05.0 2211 nnvnvdan

Informasi terkait hasil uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas (Uji Lilliefors) dan uji homogenitas (Uji F) data pretest dan data gain pada setiap kelompok eksperimen dapat dilihat pada Tabel 8dan Tabel 9berikut.

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Data Pre-test &Gain Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Geometri Pada Setiap Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Aspek Kemampuan

Pre test Gain Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Pem

aham

an

Geo

met

ri N 25 25 25 25

Lhitung =Lobs 0,1017 0,1531 0,1168 0,1651 Ltabel = L0.05,25 0,1730 0,1730 0,1730 0,1730 Keputusan Terima H0 TerimaH0 TerimaH0 TerimaH0 Kesimpulan Normal Normal Normal Normal

Pem

ecah

an

mas

alah

N 25 25 25 25 Lhitung = Lobs 0.1131 0.1278 0.1510 0.0953

Ltabel = L0.05,25 0,1730 0,1730 0,1730 0,1730 Keputusan Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Kesimpulan Normal Normal Normal Normal

Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan nilai uji Lilliefors (Lobs ) untuk semua data yang diamati kurang dari nilai L tabel (L0.05,25) atau Lobs<L0.05,25 sehingga delapan data yang di amati berdistribusi normal yaitu data: 1) data pre-test pemahaman geometri kelompok eksperimen, 2)

data pre-test pemecahan masalah geometri kelompok kontrol, 3) data post-test pemahaman geometri kelompok eksperimen, 4) data post-test pemecahan masalah geometri kelompok kontrol, 5) data N-gain pemahaman geometri kelompok eksperimen, 6) data N-gain pemahaman

Page 73: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 70

geometri kelompok kontrol, 7) data N-gain pemecahan masalah geometri kelompok

eksperimen, 8) data N-gain pemecahan masalah geometri kelompok kontrol.

Tabel 09 Hasil Uji Homogenitas Data Pre-test & Gain Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Geometri Pada Setiap Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Aspek Kemampuan

Pre test Gain Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Pem

aham

an

Geo

met

ri

N 25 25 25 25 Varians (S2) 6,67 6,86 0,03 0,02 Fobs =

2

2

kecil

besar

S

S 1,03 1,50

Ftabel=F0.05, 24,24 1,98 1,98 Keputusan Terima H0 Terima H0 Kesimpulan Homogen Homogen

Pem

ecah

an

Mas

alah

N 25 25 25 25 Varians (S2) 19.707 26.343 0,029 0.030 Fhitung =

2

2

kecil

besar

S

S 1.337 1.034

Ftabel=F0.05(24,24) 1,98 1,98 Keputusan Terima H0 Terima H0 Kesimpulan Homogen Homogen

Berdasarkan Tabel 12 di atas menunjukkan nilai uji F (Fobs ) untuk semua data yang diamati kurang dari nilai F- tabel (F0.05, 24, 24) atau Fobs<F0.05, 24, 24 sehingga delapan data yang di amati berdistribusi normal yaitu data: 1) data pre-test pemahaman geometri kelompok eksperimen, 2) data pre-test pemecahan masalah geometri kelompok kontrol, 3) data post-test pemahaman geometri kelompok eksperimen, 4) data post-test pemecahan masalah geometri kelompok kontrol, 5) data N-gain pemahaman geometri kelompok eksperimen, 6) data N-gain pemahaman geometri kelompok kontrol, 7) data N-gain pemecahan masalah geometri kelompok eksperimen, 8) data N-gain pemecahan masalah geometri kelompok kontrol.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan semua data berdistribusi normal dan homogen sehingga delapan data tersebut dapat digunakan statistic inferensial (uji t) dalam menguji hipotesis I dan uji F dalam menguji keseimbangan kemampuan awal. Uji t yang digunakan adalah uji varians gabungan atau uji t polled varians. Sedangkan uji F yang digunakan adalah uji F (uji anova satu faktor). Hasil Uji Keseimbangan Kemampuan Awal

Rumusan hipotesis dalam menguji keseimbangan kemampuan awal pemahaaman

geometeridan kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut: Pemahaman Geometri H0: 21 (rerata kemampuan awal pemahaman geometri kedua kelompok seimbang) H1: 21 (rerata kemampuan awal pemahaman geometri kedua kelompok tidak saimbang) Pemecahan Masalah Geometri H0: 21 (rerata kemampuan awal pemecahan

masalah geometri kedua kelompok seimbang)

H1: 21 (rerata kemampuan awal pemecahan masalah geometri geometri kedua kelompok tidak saimbang)

Kriteria pengujian hipotesis Tolak H0 jika

),1(, 21 kNvkvobs FF , atau

04,4)48,1(05,0 FFobs, dan

Terima H0 jika ),1(, 21 kNvkvobs FF , atau

04,4)48,1(05,0 FFobs

Dengan 50,2,,1,05.0 21 NkkNvkvdan

Informasi terkait hasil uji keseimbangan kemampuan awal terhadap kemampuan pemahaman geometri dan kemampuan pemecahan masalah geometri dapat dilihat pada Tabel Anova Tabel 10 dan Tabel 11berikut.

Page 74: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 71

Tabel 10. Tabel Anova Hasil Uji Keseimbangan Kemampuan Awal Pemahaman Geometri Sumber Varians SS v MS Fobs F0,05 (1, 48) Keputusan Kesimpulan Treatmen (Tr) 0,080 1 0,080

0,012 4,04 Terima H0 Seimbang Error 324,64 48 6,763

Total 324,72 49 Berdasarkan Tabel 10 di atas menunjukkan

nilai Fhitung kurang dari Ftabel atau Fobs = 0,012 < F0,05 (1, 48) = 4,04 sehingga H0 diterima. Artinya rerata kemampuan awal pemahaman geometri kedua kelompok seimbang. Dengan kata lain kemampuan pemahaman geometri siswa SMA

yang menggunakan pembelajaran transactional reading strategy sama dengan kemampuan pemahaman geometri siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pembelajaran biasa.

Tabel 11 Tabel Anova Hasil Uji Keseimbangan Kemampuan Awal Pemecahan MasalahGeometri Sumber Varians SS v MS Fobs F0,05 (1, 48) Keputusan Kesimpulan Treatmen (Tr) 2,420 1 2,420

0,105 4,04 Terima H0 Seimbang Error 1105,20 48 23,025

Total 51107,62 49

Dari Tabel 11 di atas juga menunjukkan nilai Fhitung kurang dari Ftabel atau Fobs = 0,012 < F0,05 (1, 48) = 4,04 sehingga H0 diterima. Artinya rerata kemampuan awal pemecahan masalah geometri kedua kelompok seimbang. Dengan kata lain, sebelum diberikan perlakuan menggunakan pembelajaran transactional reading strategy maupun menggunakan pembelajaran biasa kedua sampel memiliki kemampuan pemecahan masalah geometri yang sama. Hasil Uji Hipotesis

Rumusan hipotesis dalam menguji hipotesis I dan hipotesis II adalasebagai berikut: Rumusan hipotesis I H0: 21 (peningkatan pemahaman geometri

siswa SMA yang menggunakan transactional reading strategi tidak lebih baik atau sama dengan metode pembelajaran biasa)

H1: 21 (peningkatan pemahaman geometri

siswa SMA yang menggunakan transactional

reading strategi lebih baik daripada pembelajaran biasa)

Rumusan hipotesis II H0: 21 (peningkatan pemecahan masalah

geometri siswa SMA yang menggunakan transactional reading strategi tidak lebih baik atau sama dengan metode pembelajaran biasa)

H1: 21 (peningkatan pemahaman geometri

siswa SMA yang menggunakan transactional reading strategi lebih baik daripada pembelajaran biasa)

Kriteria pengujian hipotesis: Tolak H0 jika

vobs tt , , dan

Terima H0 jika vobs tt ,

dengan = 0,05, dan derajat kebebasan 221 nnv

Informasi terkait hasil uji hipotesis I dan hipotesis IIdapat ditunjukkan pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis ke n v thitung (tobs) ttabel (t0.05,48) Keputusan

I 25 42 12,078 2,013 Tolak H0 II 25 42 8,151 2.013 Tolak H0

Berdasarkan Tabel 12 di atas, dapat dikemukan hal-hal berikut. Kesimpulan Hipotesis I

BerdasarkanTabel 12 di atas menunjukkan nilai thitung kurang dari ttabel atau tobs = 12,078>t0,05,48= 2,013 sehingga H0 diterima. Jadi, dapat simpulkan peningkatan pemahaman

geometri siswa SMA yang menggunakan transactional reading strategi lebih baik daripada pembelajaran biasa. Kesimpulan Hipotesis II.

BerdasarkanTabel 12 di atas menunjukkan nilai thitunglebih dari ttabel atau tobs = 8,150 >t0,05,48= 2,013 sehingga H0 diterima. Jadi, dapat

Page 75: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 72

simpulkan peningkatan pemecahan masalah geometri siswa SMA yang menggunakan transactional reading strategi lebih baik daripada pembelajaran biasa. Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Transactional Reading Strategy.

Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui respon, minat, pendapat, dan penilaian siswa terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berupa komentar mengenai

komponen yang diminati meliputi; materi ajar, bahan bacaan /LKS, suasana belajar di kelas, serta pembelajaran menggunakan transactional reading strategy

Rekapitulasi dari data respon siswa terhadap pembelajarantransactional reading strategydalam peningkatan pemahaman dan pemecahan masalahgeometri siswa dapat disajikan pada Tabel 13 berikut:

Tabel 13 Rekapitulasi Respon SiswaTerhadap PembelajaranTransactional Reading Strategy danPerangkat Pembelajaran

No Uraian Pertanyaan Penilaian/Pendapat (%)

Sangat Tertarik

Cukup Tertarik

Kurang Tertarik

Tidak Tertarik

I Bagaimana pendapat Anda terhadap komponen pembelajaran ini?

53.00 37.00 6.00 4.00 Sangat Baru

Cukup Baru

Kurang Baru

Tidak Baru

II Apakah Anda merasa baru terhadap komponen-komponen pembelajaran ini.

26 66 5 3 Sangat Mudah

Cukup Mudah Sulit Sangat

Sulit

III Apakah Anda dengan mudah dapat memahami komponen-komponen pembelajaran

85 12 3 0 Sangat Minat

Cukup Minat

Kurang Minat

Tidak Minat

IV Apakah anda merasa berminat terhadap bahan bacaan yang terdapat pada LKS Reading strategy

86.00 8.00 4.00 2.00 Sangat Setuju

Cukup setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

V

1. Bagaimana pendapat anda jika materi pokok selanjutnya menggunakan model pembelajaran seperti ini?

64 32 4 0

2. Bagaimana pendapat anda jika pada mata pelajaran lain diajarkan dengan menggunakan model seperti ini?

60 12 8 4 Sangat Jelas

Cukup Jelas

Kurang Jelas

Tidak Jelas

VI

1. Bagaimana penjelasan guru pada saat kegiatan belajar mengajar?

60 36 4 0

2. Bagaimana bimbingan guru/scafolding yang diberikan guru pada saat anda menemukan konsep/mengerjakan LKS selama pembelajaran?

64 28 8 0 Sangat Mudah

Cukup Mudah Sulit Sangat

Sulit

VII

Apakah anda dengan mudah menjawab butir soal Pemahaman geometri setelah belajar menggunakan transactional reading strategy?

28 72 0 0

Apakah anda dengan mudah menjawab butir soal Pemecahan masalah geometri setelah belajar menggunakan transactional reading strategy?.

40 52 8 4

Data Tabel 13 menunjukan bahwa siswa cenderung memberikan respon positif terhadap pembelajaran transactional reading strategy. Sebanyak 53% siswa dari 25 siswa sangat tertarik terhadap komponen-komponen pembelajaran transactional reading strategy, 37% cukup tertarik,

6% kurang tertarik dan 4% tidak tertarik . Sebanyak 26% siswa menganggap bahwa pembelajaran melalui transactional reading strategy dalam penigkatan pemahaman dan pemecahan masalah geometri adalah sesuatu yang sangat baru, dan 66% menganggap cukup baru, 5%

Page 76: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 73

kurang baru dan 3% menganggap tidak baru . Sebanyak 85% siswa menganggap bahwa sangat mudah memahami komponen –komponen pembelajaran transactional reading strategy, 12% menganggap cukup mudah 3% menggap sulit. Sebanyak 86% siswa merasa sangat berminat terhadap bahan bacaan yang terdapat pada LKS yang menggunakan pemebelajaran transactional reading strategy, 8% merasa cukup berminat, 4% merasa kurang berminat, dan 2% merasa tidak berminat.Sebanyak 64% siswa menganggap bahwa sangat mudah memahami komponen –komponen pembelajaran transactional reading strategy, 12% menganggap cukup mudah 3% menggap sulit. Sebanyak 86% siswa sangat setuju jika materi pokok selanjutnya menggunakan pembelajaran transactional reading strategy, 32% cukup setuju, 4% kurang setuju. Sebanyak 60% siswa sangat setuju jika pada mata pelajaran lain diajarkan denganpembelajaran transactional reading strategy, 12 % cukup setuju, 8% kurangsetuju, dan 4% tidak setuju. Sebanyak 60% siswa menganggap bahwa penjelasan yang dilakukan guru pada saat kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan transactional reading strategysangat jelas, 36% menyatakan cukup jelas, 4% kurang jelas. Sebanyak 64% siswa merespon bahwa bimbingan guru atau scaffolding yang diberikan guru ketika menerapkan transactional reading strategy dalam mempermudah menemukan konsep/mengerjakan tugas LKS sangat jelas, 28% cukup jelas, dan 8% kurang jelas. Sebanyak 28% menyatakan sangat mudah menjawab soal pemahaman geometri setelah mendapatkan pembelajaran transactional reading strategy, 72% menyatakan cukup mudah dan tidak ada satupun siswa yang menyatakan sulit atau sangat sulit. Sebanyak 40% menyatakan sangat mudah menjawab soal pemecahan masalah geometri setelah mendapatkan pembelajaran transactional reading strategy, 52% menyatakan cukup mudah, 8% menganggap sulit dan 4% mengganggap sangat sulit menjawab soal pemecahan masalah geometri setelah mendapatkan pembelajaran transactional reading strategy

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan temuan

yang diperoleh di lapangan selama melaksanakan penelitian dengan melakukan pemebelajaran “transactional reading strategy” di SMA Negeri 1 madapangga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Peningkatan kemampuan pemahaman geometri siswa SMA yang belajar melalui transactional reading strategylebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Peningkatan pemahaman siswa yang belajar dengantransactional reading strategy tergolong tinggi sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa tergolong rendah; 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri siswa SMA yang belajar melalui transactional reading strategylebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Peningkatan pemecahan masalah siswa yang belajar dengantransactional reading strategy tergolong sedang. Sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa tergolong rendah; 3) Secara umum, siswa merespon positif terhadap pembelajaran transactional reading strategy. DAFTAR PUSTAKA Abdussakir.2003. Pengembangan Paket

Pembelajaran Berbantuan Komputer Materi Dimensi Tiga pada Siswa Kelas 3 SMU.Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPS UM.

Baroody, A.T. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8: Helping Children Think Mathematically. New York: MacMillan Publishing Company.

Bobango, J.C.. 1993. Geometry for All Student: Phase-Based Instruction. Dalam Cuevas (Eds). Reaching All Students With Mathematics. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics,Inc.

Budiarto, M.T..2000. Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geomteri.Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium III”.Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember.

Clements, D.H. & Battista, M.T.. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Dalam Grouws, D.A. (ed). Handbook of Research on

Page 77: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 74

Mathematics Teaching and Learning. New York: MacMillan Publishing Company.

Davidson, N, (1990) Small Group Cooperative Learning in Mathematics, NCTM.

Hudojo, H..1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Hudojo, H.. 2002. Representasi Berbasis Masalah. Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Matematika XI. Universitas Negeri Malang. Malang: 22-25 Juli.

Hudoyo (1988) mengajar belajar matematika. Jakarta. Depdikbud.

NCTM (2000) Principle And Standarts Of School Mathematics. Reston: NCTM..

Madja, M.S.. 1992. Perancangan dan Implementasi Perangkat Ajar Geometri SMTA. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: PPS UI.

Skemp, R.S. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.

Schoenfeld, A. H., (1992). Learning To Think Mathematically, Handbook of Research of Mathematics Teaching and Learning, New York: Macmillan.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dep. P dan K.

Sudarman.2000. Pengembangan Paket Pembelajaran Berbantuan Komputer Materi Luas dan Keliling Segitiga untuk Kelas V Sekolah Dasar.Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.

Sunardi. 2001. Hubungan antara Usia, Tingkat Berpikir dan Kemampuan Siswa dalam Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logika siswa dan beberapa unsure proses belajar mengajar. Disertasi.Bandung: PPS IKIP tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran keterampilan membaca matematika makalah.Bandung: IKIP Bandung. Tidak Diterbitkan.

Orton, A.. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory, and Classroom Practice, 2nd Edition. London: Cassell.

Partowisastro, Koestoer. 1983. Dinamika dalam Psikologi Pendidikan. (Jilid I). Jakarta: Erlangga.

Pressley, M., (2001) Effective Beginning Instructional. (Online) Tersedia: http://nrc.oackland.edu/documents/2016/pressleywhite2.PDF.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum SMP.

Purnomo, A.. 1999. Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya dengan Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Kodya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.

Rosenblatt, L. (1978). The Reader, the text, the poem. Carbondale, Southem Illinois University Press.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematik untuk meningkatkan CBSA. Bandung: tarsito.

Usiskin, Zalman. 1987. Resolving the Continuing Dillemmas in School Geometry. Dalam Lindquist, M.M. (eds) Learning ang Teaching Geometry, K-12. Virginia: The NCTM, Inc.

Van de Walle, J.A.. 1990. Elementary School Mathematics: Teaching Developmentally. New York: Longman.

Page 78: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 75

Analisis Kesulitan Mahasiswa PGSD dalam Menyusun Instrumen Penilaian (Ranah Afektif dan Kognitif)

Sri Lastuti1, Anisah2

1,2STKIP Taman Siswa Bima [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian baik pada ranah afektif maupun kognitif. Penelitian ini merupakan studi kasus kualitatif pada mahasiswa PGSD STKIP Taman Siswa Bima semester VI yang terdiri dari 100 mahasiswa. Data dikumpulkan melalui analisis tugas mahasiswa ketika menyusun instrumen penilaian. Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa (a) pada umumnya mahasiswa sudah mampu menyusun instrumen penilaian pada aspek kognifif dan afektif namun masih memiliki kendala pada beberapa aspek, (b) mahasiswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam menyusun instrumen penilaian kognitif daripada instrumen penilaian afektif, (c) tingkat kesulitan yang tinggi terletak pada aspek menyusun indikator, membuat kisi-kisi, dan menyusun butir soal sesuai indikator, (d) pertanyaan maupun pertanyaan yang disusun mahasiswa pada aspek penilaian afektif belum mampu disusun secara jelas, tegas dan komunikatif, (e) pada soal pilihan ganda, daya pengecoh belum berperan maksimal karena alternatif jawaban yang disusun memberikan kecendrungan langsung memilih jawaban yang benar. Hal-hal tersebut diakibatkan karena minimnya pemahaman mahasiwa terkait pedoman menyusun instrumen penilaian, kurangnya penguasaan materi pembelajaran yang mengakibatkan terbatasnya kemampuan dalam menyusun instrumen penilaian, adanya kecenderungan mahasiswa dalam menyusun instrumen sekedar mengikuti contoh instrumen yang sudah ada tanpa dilandasi pemahaman yang kuat terkait pedoman dalam menyusun instrumen penilaian.

Kata kunci: Analisis, kesalahan, instrumen, penilaian.

PENDAHULUAN

Pada proses pendidikan, tahapan yang sangat umum dilakukan oleh pendidik yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Ketiga tahapan tersebut menjadi bagian yang harus ada dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran. Agar pelaksanaan ketiga tahapan tersebut dilaksanakan dengan baik, maka pendidik harus memiliki kompetensi dan kemampuan yang cukup yang meliputi kemampuan dalam menyiapkan proses pembelajaran (merancang proses pembelajaran), melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, dan melakukan penilaian yang tepat terhadap peserta didik sesuai dengan kemampuan masing-masing

peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran tersebut.

Berkaitan dengan penilaian, pada dasarnya penilaian bertujuan untuk mengukur sejauh mana penguasaan dan kemampuan siswa terhadap materi yang diajarkan serta sikap atau respon siswa terhadap pembelajaran dan keterampilan yang terbentuk selama pembelajaran berlangsung. Artinya saat melakukan penilaian, pendidik harus mampu menilai hasil belajar siswa mencakup tiga ranah yaitu afektif (sikap), kognitif (pemahaman) dan psikomotor (keterampilan). Ketiga ranah tersebut menjadi aspek yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain pada saat penilaian. Penilaian kepada peserta didik yang mencakup

Page 79: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 76

ketiga ranah tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian. Oleh karenanya penyusunan instrumen penilaian harus dapat mengukur ranah sikap, kemampuan kognitif dan psikomotor siswa.

Namun selama ini pelaksanaan penilaian yang tepat dan terukur atau penilaian autentik dengan segala formatnya dirasa sangat rumit sehingga menjadikan pendidik pasrah. Seringkali pendidik menyusun instrumen penilaian setelah proses perkuliahan berakhir bahkan menyusunnya dilakukan dalam waktu yang singkat berdasarkan isi pelajaran yang telah diajarkan. Keadaan yang demikian sangat memungkinkan tidak berfungsinya tujuan intruksional yang telah dirumuskannya. Akibatnya penilaian kepada peserta didik menjadi tidak terukur dan tidak obyektif.

Instrumen penilaian yang ideal harus mampu mengukur tingkat pencapaian sisiwa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional. Oleh karenanya mengingat pentingnya kemampuan seorang pendidik dalam menyusun instrumen penilaian maka sebagai mahasiswa calon guru di perguruan tinggi-perguruan tinggi kependidikan dituntut untuk memiliki kemampuan dalam merancang pembelajaran yang efektif dan menyusun instrumen penilaian baik yang mencakup ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.

Mahasiswa prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima yang berdasarkan hasil observasi merupakan mahasiswa yang sejauh ini masih kesulitan menyusun instrumen penialain. Mulyadi (2010) menyatakan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasinya. Selain Berdasarkan wawancara awal dengan mahasiswa PGSD STKIP Taman Siswa yang akan praktek mengajar di sekolah-

sekolah masih kebingungan dalam menentukan serta menyusun penilaian untuk siswa. Padahal ketika mahasiswa terjun praktek di sekolah-sekolah dituntut harus sudah siap dan memiliki kompetensi yang cukup dalam memberikan penilaian. Oleh karena itu setiap mahaiswa calon guru harus menyusun instrumen penilaian yang tepat untuk mengevaluasi siswa.

Berkaitan dengan penilaian, pada dasarnya penilaian bertujuan untuk mengukur sejauh mana penguasaan dan kemampuan siswa terhadap materi yang diajarkan. Harsiati (2013:7) menyatakan bahwa dengan melakukan penilaian, guru dapat memberikan umpan balik

(feed back) yang sesuai bagi siswa, sehingga penilaian yang baik akan dapat memberikan bantuan terkait kegiatan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Menurut Nurbudiyani (2013:17) tujuan penilaian sikap adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai pencapaian tujuan instruksional oleh siswa khususnya pada tingkat penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Oleh karenanya penyusunan instrumen penilaian harus disusun meliputi tigah ranah penting yaitu ranah sikap, ranah kognitif dan dan ranah psikomotor.

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian baik pada ranah afektif, kognitif maupun psikomotor. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan informasi tentang penyebab kesalahan mahasiswa saat menyusun instrumen penilaian. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode observasi, dokumentasi dan metode wawancara. Adapun desain

Page 80: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 77

penelitiannya yaitu menggunakan jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di STKIP Taman Siswa Bima prodi PGSD pada bulan Februari 2017 sampai Agustus 2017 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa PGSD Semester VI yang mengambil matakuliah Evaluasi pembelajaran dimana dalam matakuliah tersebut mahasiswa diwajibkan belajar menyusun instrumen penilaian sebagai persiapan sebelum turun melaksanakan kegiatan PPL. Instrumen yang dimaksud meliputi tiga ranah yaitu ranah afektif, kognitif dan psikomotor. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran realitas tentang kesulitan mahasiswa dalam menyusun instrumen Penilaian (Ranah Kognitif, Ranah Afektif). Data dari hasil instrumen yang disusun mahasiswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan cara membandingkan rerata perolehan skor empiris pada tiap variabel yang diukur dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Besarnya persentase dan rerata dari hasil perhitungan menunjukkan kategori data yang terungkap, sehingga dapat diketahui posisi masing-masing variabel dalam keseluruhan maupun bagian dari variabel yang diteliti. Dalam mendeskripsikan aspek kesulitan mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian (ranah kognitif dan afektif) pada matakuliah evaluasi pembelajaran yang difokuskan pada instrumen penilaian, digunakan skor kriteria sebagai norma perbandingan yang digunakan sebagai kriteria perbandingan dalam menyusun kriteria empiris, yaitu kriteria yang disusun atau dikembangkan berdasarkan kondisi lapangan, yang diukur atau mengacu aspek kesulitan mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian (Ranah Kognitif

dan Afektif) pada Matakuliah Evaluasi Pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian ini diperoleh dari analisis dokumen tugas mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian mahasiswa. Instrumen penilaian yang dianalis adalah instrumen penilaian yang difokuskan pada ranah afektif dan ranah kognitif. Berdasarkan data analisis dokumen tugas mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian dapat dipaparkan sebagai berikut: Analisis Kesulitan Mahasiswa Menyusun Instrumen Penilaian Ranah Afektif

Berdasarkan hasil analisis tugas mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian afektif diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan bahwa: (a) untuk aspek menentukan uujuan instrumen, dari 100 responden sebanyak 90 mahaiswa atau sebesar 90% mahasiswa sudah mampu memahami dan menentukan tujuan peyusunan instrumen penilaian ranah afektif, (b) kemampuan mahasiswa dalam menentukan aspek afektif yang di ukur, terdapat 50 % mahasiswa belum mampu menentukan aspek-aspek sikap, (c) Kesulitan mahasiswa menyusun indikator sikap sebanyak 75% mahasiswa artinya hanya 25% saja mahasiswa yang paham, (d) 75 % mahasiswa tidak mampu menyusun kisi-kisi sikap. Artinya hanya sekitar 25% saja yang mampu membuat kisi-kisi dengan tepat. Sehingga bisa dikatakan bahwa mahasiswa masih kesulitan dalam membuat kisi-kisi instrumen, (e) Kemampuan mahasiswa dalam membuat petunjuk instrumen dikategorikan sangat baik. Hal ini dilihat dari tingginya responden yang membuat petunjuk angket dengan benar yaitu sebanyak 85 %, (f) Kesalahan yang umum dijumpai pada poin menyusun instrumen adalah menyusun peryataan yang disesuaikan dengan indikator sikap. sekitar 80 % mahasiswa masih

Page 81: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 78

kesulitan membuat pernyataan dari setiap indikator. Artinya hanya 20 mahasiswa yang mengalami kesulita dala menyusun instrumen penilaian. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya ketidaksesuaian antara indikator dan pernyataan terlebih lebih dalam hal menyusun pernyataan yang tepat, dan (e) kemampuan mahasiswa dalam membuat petunjuk instrumen dikategorikan cukup baik. Hal ini dilihat dari tingginya responden yang membuat petunjuk angket dengan benar yaitu sebanyak 70 %.

Analisis kesulitan tersebut secara ringkas disajikan pada bagan berikut:

Gambar 1. Tingkat Kesulitan Mahasiswa

Menyususun Instrumen Penilaian Afektif Analisis Kesulitan Mahasiswa Menyusun Instrumen Penilaian Ranah Kognitif

Berdasarkan hasil analisis tugas mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian kognitif diperoleh hasil penelitian yaitu (a) dari 100 responden sebanyak 92 mahaiswa atau sebesar 92% mahasiswa sudah mampu memahami dan menentukan tujuan peyusunan instrumen penilaian ranah afektif, (b) Sebanyak 45 % mahasiswa belum mampu menentukan materi yang akan dikembangkan menjadi instrumen, (c) menentukan indikator sikap menjadi masalah yang paling banyak dijumpai dari pekerjaan mahasiswa. Terbukti 80 % mahasiswa atau sebanyak 80 mahasiswa masih salah dalam merumuskan indikator dari masing-masing sikap yang ditentukan, (d) Dalam menentukan bentuk Tes, kecenderungan mahasiswa adalah memilih soal uraian. Adapun soal uraian beberapa mahasiswa sengaja menghindari memilih soal

pilihan ganda karena merasa berat mengembangkan soal dan indikatorya. (e) 80 Mahasiswa tidak mampu menyusun kisi-kisi sikap. Artinya hanya sekitar 20% saja yang mampu membuat kisi-kisi dengan tepat. Sehingga bisa dikatakan bahwa mahasiswa masih kesulitan dalam membuat kisi-kisi instrumen. (f) Kemampuan mahasiswa dalam membuat petunjuk instrumen dikategorikan sangat baik. Hal ini dilihat dari tingginya responden yang membuat petunjuk angket dengan benar yaitu sebanyak 90 %, (g) Kesalahan yang umum dijumpai pada poin menyusun instrumen adalah menyusun soal yang disesuaikan dengan indikator Terdapat 80 % mahasiswa masih kesulitan membuat soal dari setiap indikator. Artinya hanya 20 mahasiswa yang mengalami kesulita dala menyusun instrumen penilaian. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya ketidaksesuaian antara indikator dan soal pada hasil tugas mahasiswa, (h) kemampuan mahasiswa dalam membuat petunjuk instrumen dikategorikan cukup baik. Hal ini dilihat dari tingginya responden yang membuat petunjuk angket dengan benar yaitu sebanyak 70 %.

Analisis kesulitan tersebut secara ringkas disajikan pada bagan berikut:

Gambar 2. Tingkat Kesulitan Mahasiswa

Menyususun Instrumen Penilaian Kognitif

Berdasarkan anaisis kesulitan mahasiswa dalam menyusun instrumen penilaian baik pada ranah afektif maupun pada ranah kognitif maka dapat dipaparkan hasil analisa secara umum sebagai berikut : (a) Pada umumnya mahasiswa

Page 82: Volume 7 Nomor 1 ISSN: 2088-0294 Januari-Juni 2017 JURNAL

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 7. No. 1, Jan–Jun 2017 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 79

sudah mampu menyusun instrumen penilaian pada aspek Kognifif dan afektif namun mahasiswa masih memiliki kendala terhadap beberapa aspek penyusunan instrumen, (b) Berdasarkan analisis data, mahasiswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam menyusun instrumen penilaian kognitif daripada menyusun instrumen penilaian afektif, (c) Aspek yang dinilai memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dari menyusun instrumen penilaian adalah pada aspek menyusun indikator, membuat kisi-kisi, dan membuat butir soal sesuai indkator, (d) Pertanyaan maupun pertanyaan yang disusun mahasiswa pada aspek penilaian afektif belum mampu disusun secara jelas, tegas dan komunikatif, (e) Pada soal pilihan ganda, daya pengecoh belum berperan maksimal karena alternatif jawaban yang disusun masih terdapat kecendrungan bagi peserta didik untuk memilih jawaban yang benar. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (a) pada umumnya mahasiswa sudah mampu menyusun instrumen penilaian pada aspek Kognifif dan afektif namun mahasiswa masih memiliki kendala terhadap beberapa aspek penyusunan instrumen, (b) berdasarkan analisis data, mahasiswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam menyusun instrumen penilaian kognitif daripada menyusun instrumen penilaian afektif, (c) aspek yang dinilai memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dari menyusun instrumen penilaian adalah pada aspek menyusun indikator, membuat kisi-kisi, dan membuat butir soal sesuai indkator, (d) pertanyaan maupun pertanyaan yang disusun mahasiswa pada aspek penilaian afektif belum mampu disusun secara jelas, tegas dan komunikatif, (e) pada soal pilihan ganda, daya pengecoh belum berperan maksimal karena alternatif jawaban yang disusun masih terdapat

kecendrungan bagi peserta didik untuk memilih jawaban yang benar.

Adapun penyebab-penyebab yang dimaksud adalah minimnya pemahaman mahasiwa terkait pedoman dalam menyusun instrumen penilaian, kurangnya penguasaan materi pembelajaran yang mengakibatkan terbatasnya kemampuan dalam menyusun instrumen penilaian, adanya kecenderungan bagi mahasiswa dalam menyusun instrumen tes sekedar mengikuti contoh instrumen tes (yang pernah dilakukan oleh gurunya terdahulu) tanpa dilandasi dengan pemahaman yang kuat terkait pedoman dalam menyusun instrumen penilain dan kurangnya kesadaran akan pentingnya instrumen yang baik dan benar dalam mengukur kemampuan siswa.

DAFTAR PUSTAKA Mulyadi. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar.

Yogyakarta: Nuha Litera.

Harsiati, Titik .(2011). Penilaian Dalam

Pembelajaran (Aplikasi pada Pembelajaran Membaca dan Menulis), Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurbudiyani, Ipin. (2013). Pelaksanaan

Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor Pada Mata Pelajaran IPS Kelas III SD Muhamadiyah Palangkaraya.Pedagogik Jurnal Pendidikan Vol 8(2).dikses pada 23 Januari 2017.