Volume 13 Nomor 1 : April 2019
Transcript of Volume 13 Nomor 1 : April 2019
Volume 13 Nomor 1 : April 2019
P-ISSN 1410-3680
E-ISSN 2541-1233 MIPI Vol.13 No. 1 Hal 1 - 92 Jakarta, April 2019
Majalah Ilmiah
Pengkajian Industri
Volume 13 Nomor 1 : April 2019
Diterbitkan oleh: Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun & Rekayasa
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta
MIPI Vol.13 No. 1 Hal 1 - 92 Jakarta April 2019 E-ISSN 2541-1233 P-ISSN 1410-3680
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada para pakar yang telah diundang sebagai Mitra Bestari/Penelaah oleh Majalah Ilmiah Pengkajian Industri dalam Volume 13, No. 1. April 2019. Berikut ini daftar nama pakar yang berpartisipasi :
Nama Alamat/Instansi
Prof. Ir. Djoko Wahyu Karmiadji, MSME, PhD
(Bidang Mekanika Kekuatan Material,
Komponen dan Konstruksi)
Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS)
Gedung 220, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong,
Tangerang, Banten
Prof. Dr. Ir. Bambang Teguh P, Dipl. Ing, DEA
(Bidang Mekanikal dan Termodinamika)
Balai Teknologi Termodinamika, Motor dan Propulsi
(B2TMP), Gedung 230 Kawasan PUSPIPTEK,
Serpong, Tangerang, Banten
Dr. Hari Setiapraja, ST., M.Eng
(Engines and Combustions)
Balai Teknologi Termodinamika, Motor dan Propulsi
(B2TMP), Gedung 230 Kawasan PUSPIPTEK,
Serpong, Tangerang, Banten
Dr. Ing.Ir,. Prof. Ir. Wimpie Agoeng N. Aspar, MSCE., Ph.D.
SETAMA BPPT
Ged. II BPPT, Lt 14. Jl. MH Thamrin No. 8
Jakarta Pusat 10340
Prof. Dr. Ir. Sulistijono,DEA
(Bidang Material)
Teknik Material, Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya
Prof. Dr. Ir. Buana Maruf,MSc
(Bidang Teknik Perkapalan)
Balai Teknologi Hidrodinamika
Jl. Hidrodinamika, BPPT Sukolilo
(Kompleks ITS), Surabaya
Myrna Ariati, Dr,MS Ir.
(Bidang Metalurgi dan Material)
Dosen Metalurgi dan Material FT-UI
Dr. Ir. Lukman salahuddin, MSc.
(Bidang Teknik Mesin-Konversi Energi)
Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi
(PTSPT)
Gedung Teknologi 2, Kawasan PUSPIPTEK,
Serpong, Tangerang, Banten
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
SUSUNAN REDAKTUR PELAKSANA
Editor in Chief :
Dr. Ir. Rizqon Fajar, M.Sc (Tek. Bahan Bakar dan Pembakaran) (PTSPT)
Editors :
Dr. Dipl.Ing. Mulyadi Sinung Harjono,MT (PTSPT-BPPT)
Ir. Endro Wahju Tjahjono, (PTSEIK-BPPT)
Section Editors :
Eka Febriyanti, ST. MT (B2TKS-BPPT)
Era Restu Finalis, ST., MT (PTSEIK-BPPT)
Sahid Bismantako, ST., MT (PTSTP-BPPT)
Copy Editors :
Prasetyaning Diah Rizky Lestari,M.Si, (BT2MP-BPPT)
Malinda Sabrina,S.Si (B2TA3-BPPT)
Fitrianto, ST (PTIPK-BPPT)
Layout Editors :
Muhammad Maruf,MT (BT2MP-BPPT)
Thiya Fiantika, ST (PTSTP-BPPT)
Proofreaders :
Ihwan Haryono,ST, (BT2MP-BPPT)
Reviewers :
Dr. Maizirwan Mel, MSc. Bidang Bio Process Engineering IIUM Gombak-Kuala Lumpur
Dr. Ing.Ir,. Prof. Ir. Wimpie Agoeng N. Aspar, MSCE., Ph.D. Bidang Teknik Sipil BPPT
Dr. Eko Syamsuddin H., M. Eng. (Teknik Mesin, Bid. Industri Hankam)
Dr. Ir. Lukman Shalahuddin, MSc. (Bidang Teknik Mesin-Konversi Energi)
Prof. Dr.Ir. Sulistijono, DEA Bidang Teknik Desain Material FTI-ITS
Prof. Dr. Dipl. Ing. Bambang Teguh P, DEA Bidang Termodinamik
Dr. Ir. I Nyoman Jujur, M.Eng. Bidang Teknik Mesin BPPT
Prof.Dr.Ir. Buana Maruf, Bidang Tranportasi Perkapalan
Dr. Cuk Supriyadi, ST., M.Eng Bidang Elektronik-Power
Dr. Ir. Amin Suhadi, M. Eng Bidang Mesin dan Material
Prof. Dr. Ir. Djoko Wahyu Karmiadji Bidang material
Dr. Ir. Hari Setiapraja, M.Eng Bidang Transportasi
Yunendar Aryo Handoko, ST, PhD Bidang Mesin
Dr. Ir. Hens Saputra,M.Eng Bidang Teknik Kimia
Dr. Ir. H. Agus Suhartono Bidang Material BPPT
Dr.Ir. Suryadi,MT, Bidang Mesin dan Material
Dr. Drs. Fariduzzaman Bidang Perkapalan
Dwi Phalita Upahita, ST., MT., PhD
Dr. Ir. Dinar Catur Istyanto, M.Eng
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Kata Pengantar
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Tahun 2019 ini berpenampilan baru. Untuk
penyegaran bentuk cover diperbarui. Halini dilakukan untuk melengkapi perubahan materi terbitan
majalah mengikuti ketentuan yang ada untuk e-jurnal yang lebih focus pada tema jurnal dan bukan
tematik. Terbitan bulan April ini merupakan terbitan tahun kedua dengan konsep full E-Journal.
Dalam terbitan April ini ada 10 paper dengan topik yang mencakup Teknologi Pengkajian Industri
yaitu Teknologi Industri Proses dan rekayasa, Teknologi Transportasi, iIndustri Teknologi Hankam
dan teknologi Industri Material.
Terbitan volume. 13 No. 1 April 2019 kali ini memuat beberapa penelitian, kajian dan
perekayasaan diantaranya mengenai : Karakteristik Dinamik Rotor Bow Thruster 250 Kw
Menggunakan Pemodelan Euler-Bernoulli Beam, Mold Properties Of Indonesia Nature Sand As
Green Sand, Pengaruh Perlakuan Pelarutan Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Paduan
Terner Zr-Nb-Mo Untuk Biomaterial, Uji Profisiensi Antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan
Sirip dan Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag. Bidang hankam :
Optimasi Daya Gerak Perahu Rawa Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli Tni Al dan
Simulasi Beban Jalan Dan Traksi Roda Pada Pemilihan Rolling Chassis 4wd Untuk Kendaraan
Water Cannon. Bidang Teknologi Proses dan Rekayasa : Study Of The Technology Of Utilizing
Biogas From Palm Oil Mill Effluent (Pome) To Boiler dan Analisis Keekonomian Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dari Pome Dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR).
Selain itu ada sebuah penelitian bidang transportasi : Binomial Logit Model Untuk Pemilihan Moda
Antara Pesawat Udara Dan Kereta Api Dengan Kereta Api Ekspress
Semoga pembahasan pada terbitan ini bermanfaat bagi perkembangan industri teknologi,
sehingga mampu menjadi industri yang unggul dengan didukung oleh sumber daya yang produktif.
Diharapkan juga informasi ini akan menjadi bagian dalam perkembangan penelitian dan
kerekayasaan lebih lanjut. Redaksi selalu berusaha melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka
meningkatkan mutu Majalah Ilmiah Pengkajian Industri. Selanjutnya redaksi berencana
menerbitkan Vol. 13 No. 2 bulan Agustus 2019 dimana dalam terbitan tersebut mencakup semua
aspek industri teknologi yang menjadi cakupan majalah kita ini. Redaksi sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Redaksi
Jakarta.
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri
Karakteristik Dinamik Rotor Bow Thruster 250 Kw Menggunakan Pemodelan Euler-Bernoulli Beam - Dynamic Characteristics Of 250 Kw Rotor Bow Thruster Using Euler-Bernoulli Beam Modeling (Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin, Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar)
1 - 8
Mold Properties Of Indonesia Nature Sand As Green Sand – (Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B)
9 - 14
Pengaruh Perlakuan Pelarutan Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Paduan Terner Zr-Nb-Mo Untuk Biomaterial - Effect Of Solution Treatment On Mechanical Properties And Micro Structure Ternary Alloy Zr-Nb For Biomaterial (Dzikry Syamsul Nur Alam, Pradoto Ambardi, Djoko Hadi Prajitno)
15 - 22
Uji Profisiensi Antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan Sirip - Proficiency Testing Of Tension Testing Of Deformed Carbon-Steel Bars For Concrete Reinforcement (H. Agus Suhartono, Eka Febriyanti)
23 - 30
Optimasi Daya Gerak Perahu Rawa Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli Tni Al - Swamp Boat Air Propulsion Based Power Design To Improve Vehicle Performance Of Tni Al (A. Paripurna, Samudro, Suwahyu, R. Kharis, H. Suyanto)
31 - 42
Study Of The Technology Of Utilizing Biogas From Palm Oil Mill Effluent (Pome) To Boiler - Study Of The Technology Of Utilizing Biogas From Palm Oil Mill Effluent (Pome) To Boiler
(Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna
Rosmala S)
43 - 54
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag - Experimental Study On Ship Launching Using Airbags (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, Baharudin Ali, Budi Setyo Prasodjo)
55 - 64
Simulasi Beban Jalan Dan Traksi Roda Pada Pemilihan Rolling Chassis 4wd Untuk Kendaraan Water Cannon - Road Load And Wheel Traction Simulation Of 4wd Rolling Chassis Selection For Water Cannon Vehicle (Prasetyaning Diah Rizky Lestari, Agus Sartomo, Taufik Yuwono)
65 - 74
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dari Pome Dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) - Economic Analysis For The Development Of Pome Biogas Power Plant Using Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie Puspita Dewi, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
75 - 84
Binomial Logit Model Untuk Pemilihan Moda Antara Pesawat Udara Dan Kereta Api Dengan Kereta Api Ekspress - Binomial Logit Model For Selecting Moda Between Aircraft, Executive Train And Express Train (Djoko Prijo Utomo, Mulyadi Sinung Harjono)
85 - 92
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
KARAKTERISTIK DINAMIK ROTOR BOW THRUSTER 250 KW MENGGUNAKAN PEMODELAN EULER-BERNOULLI BEAM
DYNAMIC CHARACTERISTICS OF 250 KW ROTOR BOW THRUSTER USING
EULER-BERNOULLI BEAM MODELING
Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin, Muhammad Ilham Adynugraha,
Cuk Supriyadi Ali Nandar
Abstrak
Perkembangan mesin-mesin elektrik terutama Bow Thruster bagi sektor kemaritiman sangat signifikan. Dari beberapa komponen penting dalam Bow Thruster, seperti rotor terutama pada bagian poros dan bantalannya (bearing) mempunyai peran penting sehingga perlu dilakukan analisis. Analisis dinamik merupakan analisis untuk mengetahui sifat-sifat dinamik rotor akibat pengaruh putaran terhadap frekuensi pribadi. Pada makalah ini analisis dinamik dikembangkan dengan pemodelan rotor menggunakan Euler-Bernoulli Beam (EBB) secara numerik dengan perangkat lunak GNU-Octave yang merupakan perangkat lunak open source. Hasil dari analisis dinamik rotor ini menunjukan putaran kritis pada putaran 417, 433, 673, 750 RPM. dan modus getar pada frekuensi 6.904, 7.236, 11.329 12.264 Hz dari rotor Bow Thruster. Kata kunci : rotor dinamik, Euler-Bernoulli Beam, poros, putaran kritis, modus getar.
MOLD PROPERTIES OF INDONESIA NATURE SAND
AS GREEN SAND
Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B
Abstract
The mould properties of Juwono sand, were investigated. The samples were subjected to various physical and mechanical test. These include permeability, green compression strength, and chemical composition by XRF/ XRD analysis. Green shear strength, grain shape, water content, and clay content were also carried out on the samples. Juwono sand casting containing 32.76% clay and category in grade 212/75 of fine sub grades were found to posses adequate permeability, good strength and refractoriness suitable for casting of both ferrous and non ferrous alloys. Key Words : sand, physiscal test, mechanical test, refractoriness, casting.
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
PENGARUH PERLAKUAN PELARUTAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN
STRUKTUR MIKRO PADUAN TERNER Zr-Nb-Mo UNTUK BIOMATERIAL
EFFECT OF SOLUTION TREATMENT ON MECHANICAL PROPERTIES AND MICRO STRUCTURE TERNARY ALLOY Zr-Nb FOR BIOMATERIAL
Dzikry Syamsul Nur Alam, Pradoto Ambardi, Djoko Hadi Prajitno
Abstrak
Penelitian dilakukan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelarutan terhadap sifat mekanik dan stuktur mikro paduan terner Zr-Nb-Mo untuk biomaterial. Paduan zirkonium dapat digunakan sebagai bahan implan. Paduan Zr-5Nb-xMo(x= 0, 1, 3 dan 5 %wt) dilakukan perlakuan pelarutan dengan variasi temperatur 900oC, 950oC dan 1000oC dengan pendinginan cepat menggunakan medium air. Hasilnya menunjukan bahwa peningkatan kandungan molibdenum, dapat meningkatkan fasa β-Zr dan peningkatan temperatur perlakuan pelarutan dapat meningkatkan kekerasan paduan zirconium. Hal tersebut terjadi karena unsur molibdenum bertindak sebagai beta stabilizer dan perlakuan pelarutan membentuk perubahan bentuk fasa β-Zr dari plate menjadi lath yang lebih halus. Pengujian kekerasan Rockwell C dengan nilai kekerasan tertinggi 53,67 HRC paduan Zr-5Nb-1Mo perlakuan pelarutan 1000oC, fasa yang terbentuk adalah α-Zr, β-Zr, dan intermetalik Mo2Zr paduan Zr-5Nb-5Mo yang diidentifikasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Kata kunci : Paduan Zr-5Nb-xMo, perlakuan pelarutan, beta stabilizer.
UJI PROFISIENSI ANTAR LABORATORIUM UJI TARIK BAJA TULANGAN SIRIP
PROFICIENCY TESTING OF TENSION TESTING OF DEFORMED CARBON-STEEL BARS FOR CONCRETE REINFORCEMENT
H. Agus Suhartono, Eka Febriyanti
Abstrak
Pengukuran sifat mekanik yang akurat merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam perhitungan kekuatan desain suatu struktur. Uji profisiensi antar laboratorium menjamin keamanan dan kehandalan hasil uji. Laboratorium wajib memverifikasi prosedur pengujian dan kapasitasnya untuk mendapatkan hasil uji yang dapat diandalkan. Dalam penelitian ini, benda uji adalah baja tulangan sirip dengan dimensi yang berbeda. Benda uji yang dipilih secara acak memiliki dimensi tertentu dikirim ke masing-masing laboratorium peserta, kemudian diuji dan hasilnya dianalisis sesuai dengan parameter yang ditetapkan sebelumnya. Setiap laboratorium diterapkan tes tarik pada benda uji sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam SNI 2052-2002 dan standar uji tarik yang biasa dipergunakan masing-masing laboratorium. Hasil uji dievaluasi sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam standar terkait. Hasil yang dikumpulkan dievaluasi sesuai dengan metode statistik Robust kemudian Z-score dari laboratorium peserta disajikan. Batas keberterimaan outlier ditetapkan apabila Z-score > 3. Hasil uji kuat tarik dan kuat luluh dari salah satu laboratorium merupakan outlier pada perhitungan Z-score antar laboratorium. Untuk parameter elongasi terdapat dua laboratorium yang diperingatkan dengan nilai Z-score diantara 2 dan 3.
Kata kunci: baja tulangan beton, uji profisiensi, uji tarik
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PERANCANGAN DAYA GERAK PERAHU RAWA BERBASIS PROPULSI UDARA GUNA
MENINGKATKAN KINERJA WAHANA PATROLI TNI AL
SWAMP BOAT AIR PROPULSION BASED POWER DESIGN TO IMPROVE VEHICLE PERFORMANCE OF TNI AL
A. Paripurna, Samudro, Suwahyu, R. Kharis, H. Suyanto
Abstrak
Perahu Rawa (swamp boat) sebagai wahana taktis patroli militer TNI-AL dapat digunakan di rawa-rawa, perairan dangkal maupun sungai pedalaman. Perahu dirancang berbahan aluminium alloy dengan struktur lambung dasar rata (bottom flat) dilengkapi sistem propulsi berbaling-baling udara sehingga mampu melaju dan olah gerak dengan kecepatan tinggi. Sebagai wahana operasi patroli militer, kinerja perahu rawa perlu ditingkatkan melalui perancangan daya gerak sistem propulsi berbasis perhitungan baling-baling udara dalam kondisi hambatan air pada rancang bangun perahu rawa. Dalam studi ini dihasilkan rancangan secara perhitungan numerik propulsi di air perahu rawa berukuran panjang 5,8 m dengan bobot 2 Ton, berkecepatan hingga 50 knot, dengan hambatan air 6198,34 N yang membutuhkan tenaga dorong 267,5 HP. Dari evaluasi perbandingan antara perhitungan daya dorong berbasis perhitungan propulsi memakai baling-baling udara (engine propeller thrust) pada efisiensi 80% dan berbasis perhitungan propulsi di air, maka untuk mencapai kecepatan 50 knot hanya membutuhkan tenaga dorong (thrust) 8921,92 N setara daya dorong 238,1 HP. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan daya dorong sistem propulsi sebagai penggerak perahu pada kecepatan operasi 20 knot yang disyaratkan pada opsrec-spectec, digunakan alternatif mesin diesel dengan tenaga 275 HP/2500-3000 RPM dilengkapi baling-baling udara berbahan komposit diameter 78”. Hasil pengujian pelayaran perahu rawa di perairan terbatas menunjukkan hasil peningkatan kinerja kecepatan operasi 50%, dicapai pada pada putaran baling-baling 2362,5 RPM dengan prestasi kecepatan operasi perahu rawa mencapai 30 knot. Kata kunci : Perahu rawa, Hambatan air, Daya dorong, Peningkatan kecepatan operasi
KAJIAN TEKNOLOGI PEMANFAATAN BIOGAS POME
(PALM OIL MILL EFFLUENT) KE BOILER
STUDY OF THE TECHNOLOGY OF UTILIZING BIOGAS FROM
PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) TO BOILER
Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S
Abstrak
PTPN V di Propinsi Riau, merencanakan kajian teknis untuk penerapan teknologi Biogas to Boiler untuk memaksimalkan pemanfaatan Biogas, khususnya di PKS Sei Pagar. Kajian tersebut bertujuan untuk mensubstitusi Cangkang pada Boiler/ Ketel Uap melalui skema Model Pemanfaatan Biogas POME ke Boiler pada Pabrik Kelapa Sawit. Selain kajian teknis, kajian keekonomian dan lingkungan dilakukan dalam kaitan studi banding ke beberapa PKS di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Skema Model Pemanfaatan Biogas POME ke Boiler pada Pabrik Kelapa Sawit menggunakan beberapa komponen, seperti : Blower, Sistem Pemipaan, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, dan Control Panel (PHB). Dari hasil studi tersebut, jumlah cangkang yang dapat digantikan dengan biogas POME pada pembakaran di Boiler sebanyak 6.549,3 ton per tahun. Jika cangkang tersebut dapat dijual dengan harga sebesar Rp 4.000 per kg atau Rp 400.000 per ton, maka pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan cangkang sekitar Rp 2,62 Milyar. Model Pemanfaatan tersebut dapat dikembangkan dan diterapkan untuk mendukung penerapan teknologi Biogas to Boiler di Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Indonesia.
Kata Kunci : Ketel Uap/ Boiler, Blower, Sistem Pemipaan, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, Control Panel
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
KAJIAN EKSPERIMENTAL PELUNCURAN KAPAL MENGGUNAKAN AIR BAG
EXPERIMENTAL STUDY ON SHIP LAUNCHING USING AIRBAGS
Zulis Irawantoa, Navik Puryantinia, Baharudin Alia, Budi Setyo Prasodjob
Abstrak
Makalah ini melaporkan hasil penelitian di Balai Teknologi Hidrodinamika yang mengkaji peluncuran kapal dengan menggunakan air bag. Metode yang digunakan adalah uji model dengan melakukan studi sensitivitas beberapa parameter yang berpengaruh pada peluncuran kapal. Analisis dilakukan pada beberapa kondisi ekstrim yaitu kondisi terjadinya benturan, kondisi pada sudut pitch maksimum, dan kondisi pada freeboard minimum. Melalui uji model, dapat diketahui perilaku gerakan kapal saat diluncurkan dengan menggunakan air bag, serta dapat diketahui tingkat keselamatan peluncuran kapal. Kata kunci: Peluncuran kapal, Air bag, Uji model
SIMULASI BEBAN JALAN DAN TRAKSI RODA PADA PEMILIHAN ROLLING CHASSIS 4WD UNTUK KENDARAAN WATER CANNON
ROAD LOAD AND WHEEL TRACTION SIMULATION OF 4WD ROLLING CHASSIS
SELECTION FOR WATER CANNON VEHICLE
Prasetyaning Diah Rizky Lestari, Agus Sartomo, Taufik Yuwono
Abstrak Tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada kendaraan taktis Water Cannon (WCV) milik Polri yang rendah mendorong adanya kajian yang mengarah pada peningkatan nilai TKDN. Salah satu penguasaan teknologi dalam pengembangan kendaraan taktis yaitu dengan memilih beberapa komponen tertentu dari kendaraan yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam meningkatkan TKDN hingga mencapai 25% atau lebih. Dalam kajian ini komponen yang dipilih yaitu berupa rolling chassis kendaraan. Sesuai dengan spesifikasi kendaraan WCV Tactica milik Polri maka pada kajian ini dipilih WCV 4WD dengan tujuan kendaraan dapat digunakan di medan jalan tanah dan lincah dalam bermanuver. Rolling chassis akan dipilih berdasarkan hasil simulasi performanya berdasarkan beban jalan kendaraan dan traksi roda yang dihasilkan. Simulasi perhitungan dilakukan dengan menggunakan 3 macam merek rolling chassis 4WD yaitu A, B dan C yang tersedia di pasaran lokal Indonesia. Tinjauan utama dalam membandingkan 3 merek rolling chassis ini adalah kemampuan tanjaknya serta kecepatan yang dapat dicapai pada kemampuan tanjak tersebut. Dari hasil kajian disimpulkan bahwa secara keseluruhan desain kendaraan WCV dengan menggunakan rolling chassis merek B lebih layak digunakan. Dengan rolling chassis merek B, kendaraan WCV dapat melalui tanjakan hingga 30˚ dengan kecepatan maksimal 9 km/jam. Simulasi beban jalan kendaraan dan traksi roda ini dapat digunakan sebagai salah satu metode acuan pemilihan rolling chassis untuk kendaraan WCV. Kata kunci : Traksi, Beban Jalan Kendaraan, Rolling Chassis, Water Cannon Vehicle
MM..II..PP..II.. VVooll.. 1133.. NNoo.. 11.. AApprriill 22001199 __________________________________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
ANALISIS KEEKONOMIAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS DARI POME DENGAN CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR)
ECONOMIC ANALYSIS FOR THE DEVELOPMENT OF POME BIOGAS POWER PLANT USING CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR)
Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie Puspita Dewi, Yudiartono,
Agung Wijono, dan Niken Larasati
Abstrak
Limbah cair kelapa sawit atau dikenal dengan POME (palm oil mill effluent) dapat diproses menjadi biogas sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik. Produksi POME saat ini dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) dengan kapasitas mencapai 153,4 MW yang sebagian besar berada di wilayah Sumatera. Salah satu pabrik kelapa sawit (PKS) yang berpotensi untuk pembangunan PLTBg adalah PKS Sei Pagar milik PTPN V Pekanbaru. Studi ini bertujuan untuk melakukan analisis keekonomian pembangunan PLTBg. PLTBg didesain dengan kapasitas 700 kW dengan menggunakan biodigester jenis continuous stirred tank reactor (CSTR). Listrik yang dihasilkan akan dijual ke PLN dengan harga jual sebesar 85% biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan wilayah Riau sebesar 1.249,5 Rp/kWh. Hasil perhitungan keekonomian menunjukkan bahwa biaya investasi mencapai 26,3 miliar Rupiah dengan skema 70% pinjaman dari bank dan sisanya 30% dengan modal sendiri (equity). Biaya operasi dan perawatan mencapai 2,3 miliar Rupiah setiap tahun. Pembangunan PLTBg layak untuk dilaksanakan dengan nilai IRR sebesar 11,44%, waktu pengembalian modal selama 7 tahun 11 bulan, dan NPV sebesar 1.1 miliar Rupiah. Kata kunci : POME, CSTR, PLTBg, studi kelayakan.
BINOMIAL LOGIT MODEL UNTUK PEMILIHAN MODA ANTARA PESAWAT UDARA, KERETA API EKSEKUTIF DAN KERETA API EKSPRES
BINOMIAL LOGIT MODEL FOR SELECTING MODA BETWEEN AIRCRAFT, EXECUTIVE TRAIN AND EXPRESS TRAIN
Djoko Prijo Utomo, Mulyadi Sinung Harjono
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi pasar rencana pembangunan kereta api ekspres Jakarta – Semarang. Survei stated preference dan model logit binomial digunakan untuk mengidentifikasi kompetisi antara moda kereta api ekspres dengan pesawat udara maupun kereta api kelas eksekutif yang telah beroperasi. Atribut yang digunakan adalah travel time dan travel cost. Hasil analisis regresi untuk model utility cukup baik dengan indikator R2
sebesar 0,51 untuk penumpang pesawat udara dan 0,56 untuk penumpang kereta api kelas api eksekutif. Hasil temuan menunjukkan bahwa penumpang pesawat udara lebih sensitif terhadap perubahan waktu tempuh dibandingkan penumpang kereta api (KA) eksekutif, dan penumpang pesawat udara juga memiliki kemampuan membeli yang lebih tinggi dibandingkan penumpang KA eksekutif. Jika waktu perjalanan KA ekspres 2,8 jam (kecepatan rata-rata 155,5 km/jam), maka potensi pendapatan terbesar terjadi jika tarif Rp. 360.000,-/penumpang. Kata kunci : Kereta Api, potensi permintaan, Stated Preference, Binomial Logit Model
Karakteristik Dinamik Rotor Bow Thruster 250 KW Menggunakan Pemodelan Euler-Bernoulli Beam (Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin,Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 1
KARAKTERISTIK DINAMIK ROTOR BOW THRUSTER 250 KW
MENGGUNAKAN PEMODELAN EULER-BERNOULLI BEAM
DYNAMIC CHARACTERISTICS OF 250 KW ROTOR BOW
THRUSTER USING EULER-BERNOULLI BEAM MODELING
Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin,
Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar
Pusat Teknologi Industri Permesinan, Deputi Bidang TIRBR, BPPT.
Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan, Banten 15314. Laboratorium Design Institute, PTIP.
Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan, Banten 15314.
e-mail : [email protected], [email protected], [email protected], [email protected].
Abstrak
Perkembangan mesin-mesin elektrik terutama Bow Thruster bagi sektor kemaritiman sangat signifikan. Dari beberapa komponen penting dalam Bow Thruster, seperti rotor terutama pada bagian poros dan bantalannya (bearing) mempunyai peran penting sehingga perlu dilakukan analisis. Analisis dinamik merupakan analisis untuk mengetahui sifat-sifat dinamik rotor akibat pengaruh putaran terhadap frekuensi pribadi. Pada makalah ini analisis dinamik dikembangkan dengan pemodelan rotor menggunakan Euler-Bernoulli Beam (EBB) secara numerik dengan perangkat lunak GNU-Octave yang merupakan perangkat lunak open source. Hasil dari analisis dinamik rotor ini menunjukan putaran kritis pada putaran 417, 433, 673, 750 RPM. dan modus getar pada frekuensi 6.904, 7.236, 11.329 12.264 Hz dari rotor Bow Thruster. Kata kunci : rotor dinamik, Euler-Bernoulli Beam, poros, putaran kritis, modus getar.
Abstract
The development of the electric machines, especially Bow Thruster, for the maritime sector is significantly increased. The several important components in Bow Thruster, such as rotors, especially its shaft and bearings, have an important role to be analyzed. Dynamic analysis is an analysis to determine the dynamic properties of the rotors due to the effect of the rotation on natural frequency. In this paper, a dynamic analysis was developed numerically with rotor modeling using Euler-Bernoulli Beam (EBB) with GNU-Octave software which is an open source software. The results show that the critical rotation occures at the rotation speed about 417, 433, 673, 750 RPM and mode shapes at frequency about 6,904, 7,236, 11,329 12,264 Hz of the Bow Thruster rotor. Key Words : dynamic rotor, Euler-Bernoulli Beam, shaft, critical speed, mode shape. Diterima (received ) : 23 Oktober 2018 , Direvisi (revised ) : 01 Maret 2019 Disetujui (accepted) : 04 Maret 2019
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (1-8)
2 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN Mesin-mesin elektrik memiliki unsur
teknologi yang beragam, sehingga diperlukan pemahaman yang lebih terhadap prinsip-prinsip fisik yang mendasarinya1).
Terdapat komponen utama pada motor listrik diantaranya adalah rumah motor (casing), bantalan dan poros dimana terdiri dari rotor dan stator. Dalam hal ini desain poros dan bantalan bearing sebagai komponen motor listrik mempunyai peran penting, berkaitan dengan gaya-gaya dan momen-momen yang bekerja pada sistem, maka harus terpenuhi kreteria kekuatannya baik secara statik dan dinamik.
Menurut Zohoor2), sangatlah perlu untuk mengestimasikan karakteristik dinamik dari sebuah komponen dengan tepat dan efisien. Tujuannya, menurut Matsushita et al3) adalah untuk menentukan metodologi pengurangan getaran suatu komponen, berkaitan dengan desain, pengoperasian dan perawatan dari sistem rotating machine.
Beberapa penelitian telah dikembangkan diantaranya, investigasi numerik mengenai perilaku dinamis dari poros komposit yang berongga dengan rigid disc di mana model matematika dari rotor berasal dari persamaan Lagrange dan metode Rayleigh-Ritz4). Selain itu pendekatan metode elemen hingga untuk persamaan Timoshenko beam ditampilkan sebagai penambahan dalam pendekatan persamaan Euler-Bernoulli beam. Hasil yang diperoleh dengan pendekatan ini sangat bagus, dengan menggabungkan dua persamaan diferensial klasik menjadi satu di mana defleksi fiktif adalah satu-satunya variabel yang dapat diinterpolasi oleh polinomial tipe Hermite. Hal itulah yang menjadikan metode ini bagus dalam hal akurasi dan komputasi5).
Selain dari menyusun matriks secara manual, Ahmed6), menggunakan algoritma rinci berdasarkan pada karya Nelson dan McVaugh (1976) yang menggunakan persamaan Euler-Bernoulli beam untuk menggabungkan matriks global terhadap Eigen-analisis, respon ketidakseimbangan, dan analisis ambang ketidakstabilan.
METODOLOGI
Dalam rotor dinamik, menurut Genta7), poros rotor dimodelkan dengan menggunakan beam sedangkan elemen lain seperti disk, sambungan dan sebagainya yang memanjang arah radial diasumsikan sebagai massa terkonsentrasi dengan momen inersia.
Penerapan metode elemen hingga dalam sebuah struktur, sangat penting untuk merinci struktur tersebut ke dalam elemen yang lebih sederhana. Kemudian representasi mekanikal dari elemen-elemen tersebut digabungkan dalam persamaan-persamaan yang keakurasiannya dapat dipertanggung jawabkan. Salah satunya dengan menggunakan model matematika dari persamaan Euler-Bernoulli beam8,9) .
Gambar 1. Diagam alir analisis dinamik rotor
Sesuai dengan diagram alir pada
Gambar.1 Penentuan dimensi rotor telah dikerjakan pada makalah sebelumnya12). Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan elemen-elemen yang menyusun rotor tersebut dengan menggunakan model matematika Euler-Bernoulli Beam.
Pemodelan Elemen Disk
Elemen disk diasumsikan kaku dengan pusat massa berada tepat di sumbu disk,
dimana total energi kinetiknya Td terhadap gerak translasi dan rotasi adalah sebagai berikut
2 2 2 2 21 1 1( ) ( )
2 2 2d d d pT m u v I I (1)
Dalam matriks, persamaan (1) menjadi
KKaarraakktteerriissttiikk DDiinnaammiikk RRoottoorr BBooww TThhrruusstteerr 225500 KKWW MMeenngggguunnaakkaann PPeemmooddeellaann EEuulleerr--BBeerrnnoouullllii BBeeaamm (Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin, Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar)
3
2 2
2 2
01
02
T
d
d
d
mu uT
mv v
(2)
0 01
0 02
0 0
T
d
d
p
I
I
I
Dimana md adalah massa disk, u dan
v adalah kecepatan linier arah x and y,
sedangkan , dan adalah kecepatan
angular sesaat pada aksis x, y dan z. Pada sistem koordinat ini vektor kecepatan angular menjadi persamaan (3).
q T P (3)
Sebagai asumsi bahwa gerak rotasi disk
sebagai berikut: adalah y-axis, dan
adalah x-axis, kemudian adalah z-axis,
yang mana adalah sudut putaran rotor
terhadap kecepatan angular sesaat z-axis
yaitu , dimana adalah kecepatan putar disk, maka persamaanya dalam bentuk matriks adalah seperti di bawah
0
0
0 1
cos sin cos
sin cos cos
sin
(4)
Hasil substitusi dari persamaan (4) ke dalam persamaan (2) adalah
2 2 2 2 21 1 1( ) ( ) ( 2 )
2 2 2d d d pT m u v I I
(5)
Matriks elemen disk pada persamaan (6) didapat dengan menerapkan persamaan Lagrange untuk persamaan (4), serta meniadakan energi regangan pada disk.
.
0
0 0 0
0 0
0 0 0
0 0 0
d d
t
d
d d d
t
T Tdm u
d u um v
I
T Td I
d psipsi
(6)
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
p
p
u
v
I
I
Dimana M adalah matriks elemen massa
dan G is matriks giroskopis pada disk.
Pemodelan Elemen Poros
Pemodelan elemen poros menggunakan teori Euler-Bernoulli Beam, yang mana teori ini mendekatkan persamaannya dengan mengabaikan efek pergeseran dan inersia putar. Matriks elemen dikalkulasikan sama seperti pada elemen disk berdasar pada energi kinetik dan energi regangan sesuai
perpindahan lateral ( )eu terhadap bidang
netral dari beam, seperti pada Gambar. 28,9,10).
Gambar 2. Koordinat lokal pada bidang X-Z
Pendefinsian jenis material dari poros
menggunakan asumsi bahwa elemen material adalah linier sesuai dengan hukum Hooke.
Translasi elemen berupa polinomial
kubik dalam xi , maka nodalnya adalah
sebagai berikut.
1(0) ,e eu u 1(0)e
e
u
(7)
2( ) ,e e eu u 2( )e
e e
u
Defleksi elemen dapat didekati dengan persamaan (8)
1
1
1 2 3 4
2
2
( )
( )( , ) [ ( ) ( ) ( ) ( )]
( )
( )
e
e
e
e
e
u t
tu t Ne Ne Ne Ne
u t
t
(8)
Dimana fungsi bentuk, ( )eiN adalah
2 3
1 2 3( ) (1 3 2 )e
e e
N
3 3
2 3 3( ) ( 2 )e e
e e e
N
(9)
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (1-8)
4 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
2 3
3 2 3( ) (3 2 )e
e e
N
2 3
4 2 3( ) ( )e e
e e
N
Sedangkan persamaan Energi
Regangan, eU , dari elemen poros adalah
2
2
20
( , )1
2 ( )( )e e
e e e
u tU E I
(10)
Dimana eI adalah momen luasan kedua
pada perpotongan sumbu aksis netralnya. Hasil substitusi dari persamaan (8) ke
dalam persamaan (10), memberikan matriks di bawah.
1 11 12 13 14 1
1 21 22 23 24 1
2 31 32 33 34 2
2 41 42 43 44 2
( ) ( )
( ) ( )1
( ) ( )2
( ) ( )
T
e e
e e
e
e e
e e
u t k k k k u t
t k k k k tU
u t k k k k u t
t k k k k t
(11)
Dengan matriks kekakuan elemennya
adalah.
" "
0( ) ( )
e
ij e e ei ejk E I N N d (12)
"
eiN dan "
ejN turunan kedua dari I, fungsi
bentuk sehubungan dengan , pada
persamaan (13).
"
1 2
6 21( )e
e e
N
"
2
22 3( )e
e e
N
(13)
"
3
6 21( )e
e e
N
"
4
2 31( )e
e e
N
Dengan mensubstitusikan persamaan
(13) ke dalam persamaan (12), maka akan didapat persamaan (14).
" "
12 1 20
( ) ) (e
e e e ek E I N N d (14)
2
6 e e
e
E I
Sehingga Matriks kekakuan elemen untuk bidang x-z adalah sebagai berikut.
11 12 13 14
21 22 23 24
31 32 33 34
41 42 43 44
e
k k k k
k k k kK
k k k k
k k k k
(15)
2 2
3
2 2
12 6 12 6
6 4 6 2
12 6 12 6
6 2 6 4
e e
e e e ee e
e ee
e e e e
E I
Dengan cara yang sama, matriks massa
digenerasikan menggunakan persamaan Energi Kinetik, yang menghilangkan efek
putar. sehingga energi kinetik eT dari poros
adalah.
2
0
1( , )
2
e
e e e eT A u t d (16)
Dimana, e adalah densitas dari elemen
material, eA adalah luas area perpotongan
beam dan eu turunan pertama dari translasi
beam terhadap waktu. Dengan mensubstitusikan persamaan (8)
kedalam (16), sehingga energi kinetik pada bidang aksis x-z adalah sebagai berikut.
1 11 12 13 14 1
1 21 22 23 24 1
2 31 32 33 34 2
2 41 42 43 44 2
( ) ( )
( ) ( )1
( ) ( )2
( ) ( )
T
e e
e e
e
e e
e e
u t m m m m u t
t m m m m tT
u t m m m m u t
t m m m m t
(17)
Sedangkan elemen matriks massa, untuk beam dengan penampang seragam, adalah.
" "
0( ) ( )
e
ij e e ei ejm A N N d
(18)
Elemen 12m setelah dikalkulasikan
adalah sebagai berikut.
212
" "
10
( ) ( )e
e e e em A N N d (19)
211
210e e eA
Penyelesaian integralnya memberikan matriks massa elemen, sebagai berikut.
KKaarraakktteerriissttiikk DDiinnaammiikk RRoottoorr BBooww TThhrruusstteerr 225500 KKWW MMeenngggguunnaakkaann PPeemmooddeellaann EEuulleerr--BBeerrnnoouullllii BBeeaamm (Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin, Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar)
5
11 12 13 14
21 22 23 24
31 32 33 34
41 42 43 44
e
m m m m
m m m mM
m m m m
m m m m
(20)
2 2
2 2
156 22 54 13
22 4 13 3
54 13 156 22420
13 3 22 4
e e
e e e ee e e
e e
e e e e
A
Pemodelan Elemen Bantalan
Bantalan bearing dalam permodelan elemen ini diasumsikan linier dan sesuai dengan persamaan yang berhubungan dengan gaya-gaya yang bekerja pada poros, sehingga resultan perpindahan dan kecepatannya adalah sebagai berikut.
x uu uv uu uv
y vu vv vu vv
f k k c cu u
f k k c cv v
(21)
Dimana uu uv
b
vu vv
k kK
k k
adalah matrik
kekakuan bearing, uu uv
b
vu vv
c cC
c c
adalah
matriks redaman bearing.
Sistem Persamaan Gerak
Sistem persamaan gerak dibentuk dari perakitan komponen yang jika diterapkan persamaan Lagrange maka akan menghasilkan persamaan berikut,
( ) ( ) ( ) ( ) uMq t C G q t Kq t Q (22)
Dimana, ( )q t adalah vektor perpindahan
titik, M adalah matriks massa global, C
adalah matriks redaman global, G adalah
matriks giroskopis global sedangkan
K adalah matriks kekakuan global. Dalam kasus ini bearing yang digunakan
adalah roller bearing dimana jenis bearing ini nilai redaman bisa diabaikan atau dianggap nol, sehingga menghasilkan persamaan (23).
( ) ( ) ( ) ( ) uMq t G q t Kq t Q (23)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perakitan Dan Pemodelan Elemen Rotor
Pemodelan matriks menggunakan perangkat lunak open source GNU-Octave. GNU-Octave mempunyai konfigurasi yang menyamai Matlab.
Proses perakitan meliputi matriks elemen poros, matriks disk dan matriks bantalan serta mendiskripsikan kondisi batas dari rotor tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar. 38).
Gambar 3
Matriks dan kondisi batas rotor
Gambar 4.
Permodelan rotor bow thuster
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (1-8)
6 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Kondisi batas berupa penggunaan model Euler-Bernoulli Beam, elemen bantalan meniadakan matriks redaman dengan kecepatan putar dari rotor adalah 525 RPM.
Gambar. 4, merupakan hasil dari pemodelan rotor bow thruster menggunakan metode elemen hingga
Hasil pemodelan tersebut terdiri dari 30 nodal atau 29 elemen beam. Dengan meletakkan propeller pada nodal 8 yang terdiri dari massa, inersia diametral dan inersia polar adalah 190 Kg, 2.4 Kg. mm dan 3.7Kg.mm, sedangkan winding coil rotornya pada nodal 21 yang terdiri dari massa, inersia diametral dan inersia polar adalah 400 Kg, 32 Kg. mm dan 10 Kg.mm. Untuk elemen bantalan bearing, diletakkan pada nodal 14 dan 27.
Analisis Diagram Campbell
Analisis diagram Campbell dilakukan
untuk mengetahui profil frekuensi pribadi sistem poros rotor sebagai fungsi dari putaran operasi dan berfungsi untuk memprediksi adanya putaran kritis akibat massa unbalance 11).
Gambar 5, Garis linear yang berupa titik-titik (dot) menyatakan garis frekuensi 1X putaran operasi rotor dengan persamaannya adalah F=N/60 dan F=0,5N/60, dimana
perpotongannya terhadap garis frekuensi pribadi disebut putaran kritis akibat dari massa unbalance. Putaran kritis masing-masing nilainya adalah 417, 433, 673, 750 RPM.
Analisis Response Unbalance
Menurut standar API 612, massa unbalance dihitung dengan persamaan (24)
2
5B
MU md
(24)
Dengan, BU adalah massa unbalance,
M adalah massa rotor, dan adalah kecepatan putar rotor.
Maka dari persamaan di atas, didapatkan massa unbalance sebesar 12e-03 Kg.m. Massa unbalance tersebut diletakkan pada winding coil rotor atau pada nodal 21, sedangkan pada bearing, massa unbalance nilainya adalah setengah dari massa unbalance winding coil rotor yang diletakkan pada nodal 14 dan 27 dengan sudut 0o.
Gambar 5.
Diagram Campbell rotor
KKaarraakktteerriissttiikk DDiinnaammiikk RRoottoorr BBooww TThhrruusstteerr 225500 KKWW MMeenngggguunnaakkaann PPeemmooddeellaann EEuulleerr--BBeerrnnoouullllii BBeeaamm (Harry Purnama, Budi Noviantoro Fadjrin, Muhammad Ilham Adynugraha, Cuk Supriyadi Ali Nandar)
7
Gambar 6.
Response unbalance pada nodal 21
Gambar 7.
Response unbalance pada nodal 14 dan 27 Gambar 6. menunjukan respon
unbalance dengan meletakkan massa unbalance pada disk, sedangkan pada Gambar 7. menunjukan respon unbalance dengan meletakkan massa unbalance pada bearing.
Secara teoretis menurut standar API 612 amplitudo dari bantalan bearing tidak boleh melebihi 16,3 mm. Nilai amplitudo dihitung dengan persamaan (25)
max
1391 450A
N
(25)
Nilai amplitudo maksimum pada winding coil rotor adalah 1,30 x 10-3 mm. Amplitudo dari bantalan pada nodal 14 adalah 1,32 x 10-3 mm, sedangkan amplitudo bantalan bearing pada nodal 27 adalah 1,21 x 10-3
mm. Sehingga nilai amplitudo tersebut masih
di bawah batas amplitudo maksimum teoretis.
Analisis Modus Getar
Analisis modus getar pada rotor
dilakukan pada kecepatan nominal 525 RPM
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (1-8)
8 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
seperti yang terlihat pada Gambar 8. Keempat modus getar tersebut terdiri dari 2 frekuensi pribadi yang berada di bawah kecepatan nominal dari rotor yaitu 6.904 Hz dan 7.2367 Hz. Dikarenakan adanya modus getar pertama dan kedua yang berada di sebelum kecepatan nominal, maka rotor tidak boleh ditahan pada putaran tersebut terlalu lama, karena dapat menimbulkan getaran.
Gambar 8. 4 Modus getar rotor bow thruster
SIMPULAN
Dari analisis secara dinamik dapat
ditemukan beberapa putaran kritis pada rotor bow thruster 250 kW yaitu pada 417, 433, 673, 750 RPM. Dengan adanya putaran kritis tersebut diharapkan pada saat operasi rotor tidak terlalu lama ditahan pada putaran tersebut.
Selain itu, pendekatan melalui pemodelan metode elemen hingga menggunakan Euler-Bernoulli Beam ini masih perlu dikaji ulang. Pada tahap lanjut terdapat beberapa pemodelan yang menggunakan variable-variabel lebih detail sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Unit kerja Pusat Teknologi Industri Permesinan-TIRBR-BPPT yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan desain dengan menggunakan CATIA dan komputasi numerik menggunakan perangkat lunak open source GNU-Octave dan PT. RISEA yang telah menyediakan salah satu produknya untuk dilakukan analisa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boy, F., & Hetzler, H. Nonlinear
Electromechanical Interactions in Rotordynamics of Electrical Machines. 2017.
2. Zohoor, H., Kakavand, F. Vibration of Euler–Bernoulli and Timoshenko beams in large overall motion on flying support using finite element method. Scientia Iranica, 19(4), 1105-1116. 2012.
3. Matsushita, O., Tanaka, M., Kanki, H., Kobayashi, M., \& Keogh, P. Vibrations of Rotating Machinery. Springer. 2017.
4. Cavalini Jr, A. A., Guimarães, T. A., da Silva, B. R., & Steffen Jr, V. Analysis of the Dynamic Behavior of a Rotating Composite Hollow Shaft. Latin American Journal of Solids and Structures 14(1), 1-16. 2017
5. Falsone, G., & Settineri, D. A Euler–Bernoulli-like Finite Element Method for Timoshenko Beams. Mechanics Research Communications, 38(1), 12-16. 2011.
6. Ahmed, K. S., & Ahmad, S. M. Vibron Rotor, an Open source Rotor dynamic Code: Development and Benchmarking Measurement, 131, 546-558. 2019.
7. Genta, G., & Silvagni, M. On Centrifugal Softening in Finite Element Method Rotordynamics. Journal of Applied Mechanics, 81(1), 011001. 2014.
8. Haji, Z. Dynamic Analysis and Crack Detection in Stationary and Rotating Shafts (Doctoral dissertation, The University of Manchester). 2015.
9. Friswell, M. I., Penny, J. E., Garvey, S. D., & Lees, A. W. Dynamics of Rotating Machines. Cambridge University Press. 2010.
10. Bang, H., & Kwon, Y. W. The Finite Element Method Using MATLAB. CRC press. 2000.
11. Dewi, D.K., & Widodo, A. Desain dan Rekayasa Turbin Panas Bumi Tipe Kondensing Kapasitas 5 MW, Laporan akhir Insinas 2016, Ristek Dikti. 2016.
12. Noviyantoro Fadjrin, Budi & Purnama, Harry & I Adhynugraha, Muhammad & Nandar, Cuk. Shaft Mechanical Design of 250 kW Electric Motor. 309-314. 10.1109/ICECOS.2018.8605227. 2018.
Mold Properties of Indonesia Nature Sand as Green Sand
(Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 9
MOLD PROPERTIES OF INDONESIA NATURE SAND AS GREEN SAND
Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B
Research Unit For Mineral Technology – Indonesian Institute of Sciences
Jl. Ir. Sutami Km. 15 Tanjung Bintang, South Lampung – Indonesia e-mail: [email protected]
Abstract
The mould properties of Juwono sand, were investigated. The samples were subjected to various physical and mechanical test. These include permeability, green compression strength, and chemical composition by XRF/ XRD analysis. Green shear strength, grain shape, water content, and clay content were also carried out on the samples. Juwono sand casting containing 32.76% clay and category in grade 212/75 of fine sub grades were found to posses adequate permeability, good strength and refractoriness suitable for casting of both ferrous and non ferrous alloys. Key Words : sand, physiscal test, mechanical test, refractoriness, casting.
Abstrak
Telah dilakukan pengujian fisik dan mekanikal terhadap pasir cetak yang berasal dari pasir alam Juwono, Pati, Jawa Tengah – Indonesia. Pengujian meliputi permeabilitas, kuat tekan basah, kuat geser basah, komposisi kimia menggunakan X-ray fluorescence dan X-ray diffraction, bentuk butir, kadar air, dan kadar tanah liat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pasir alam Juwono termasuk kedalam grade 212/75 yang memiliki nilai permeabilitas yang memadai, kekuaatan dan sifat tahan api yang baik sesuai untuk pengecoran ferrous and non ferrous alloy serta sifat mampu bentuk yang dipengaruhi oleh kadar tanah liat yang sangat tinggi yaitu 32,76 %. Kata kunci : pengujian fisik dan mekanikal, pasir cetak, pengecoran
Diterima (received ) : 18 Januari 2018 , Direvisi (revised ) : 04 Maret 2019 Disetujui (accepted) : 12 Maret 2019
INTRODUCTION
The nature sand from Juwono, Pati, Central Java - Indonesia were investigated. Juwono sand usually applicated for a non-ferrous foundry. Juwono sand type of natural sand that easily applied to use and economical because can reusable. In the application for sand casting, this nature sand only added ± 8% of water without adding additive materials like bentonite. Juwono sand more easily formed and the surface of molds more smooth than others sand. Data on materials properties of Juwono sand not yet available1), so needs to characterization this sand like a sand mold to be a reference for artificial sand mold. Mihira (1998) on her paper explained that many of foundry in Indonesia manually controlled to molding sand properties without testing equipment. This caused industrial foundry in
Indonesia weak technology2). Molding is an important aspect of foundry operation, the soundness or otherwise of casting depends on the natural sand properties of the initial molding material used3). The cost of casting also depends on the availability of molding materials.
An investigation has been carried out on some of the natural sand deposits across the country. In some of the earlier works, Sulistyani et al. (2015) investigated the molding properties of Merapi volcanic and its potential application4). Puspitasari et al. (2016), investigated Gunung Kelud eruption sand for Al-Si casting. In this research used some binder variation and then tested of strength test, quality, dan fluidity5). Yusup and Yogi (2016), studied on Lampung Province local sand for Aluminium scrap casting application6).
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (9-14)
10 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
MATERIALS AND METHODS
The major materials for this work are nature sand. Sand was collected from Juwono – Pati, center of Java – Indonesia. The sample tested include Grain fine number (GFN), Permeability, green strength test, green shear test, clay content, and chemical analysis.
Figure 1. Juwono Nature Sand for SMEs Foundry The sample was mounted into the
permeability machine and 2000cm3 of air was passed through the prepared sample and the time taken by it to completely pass through the
sand sample was noted. The instrument used is presented in formula 17). The permeability number was calculated using the formula:
P=(𝑉 × 𝐻)/(𝑝 × 𝐴 × 𝑇) (1) where V is the volume of air (2000 cm3), H is the height of sand specimen (5 cm), p is air pressure in cm of water (9.8 cm), A is cross-sectional area of the sand specimen (19.63 cm2), T is the time in minutes for the complete air to pass through.
The green compression test was carried out by applying the load of 25 kN on the strength testing machine and increasing it gradually on each sample. The samples were tested for three times. This tested was done until a crack appeared on the sample. The average for three samples was found and recorded. In green shear strength test, the sample putting on the loading position of the universal sand strength-testing machine. Load of 25 g/cm2 was applied until a crack appeared on the sample. Three samples were used for the test and the average value for the green strength was recorded.
Table 1. Permeabiliy, Green Compression Strength And Shear Strength Test Result
No. Type of testing Test result
Sample 1 Sample 2 Sample 3 Average
1. Weigh of sample (gram) 165.00 165.00 165.00 165.00 2. Permeability (ml/min) 60 60 62 60.67 3. Green Compression Strength (kN/m2) 95.50 91.30 95.00 93.93 4. Green Shear Strength (kN/m2) 75.00 71.90 74.80 73.90
The average of three samples for Permeability, Green compression strength, and shear strength test results in Table 1 showed the value of permeability 60.67 has fulfilled the minimal standard of sand casting in foundry used with nominal standard about 20 – 120 ml/min8). While the green compression strength and green shear strength value about 93.93 and 73.9 kN/m2 respectively.
The investigation of the shape of grain has been done by an optical microscope with 100x in scale from washed sample and meshing. The shape of sand grain of Juwono sands shown in Figure 2 showed there are tapered corners but not in all side, subrounded category.
Figure 2.
Shape Of Juwono Sands
The result of GFN (Table 2) showed the Grain Fineness Number (GFN) was 202.15 with the largest grain distribution in 200 mesh (61.38%) and <200 mesh (17.28%).
Mold Properties of Indonesia Nature Sand as Green Sand
(Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 11
Table 2. GFN Test Result
No. micron Mesh weigh (gr)
Percent Sn Wn.Sn
1. <20 0 0 9.6 0 2. 841 20 0 0 17.95 0 3. 420 40 0.4 0.44 40 16 4. 250 60 0.35 0.39 57.45 20.1075 5. 177 80 9.92 11.1 82 813.44 6. 149 100 8.41 9.41 100 841 7. 74 200 54.89 61.38 200 10978 8. pan 15.45 17.28 350 5407.5
GFN 202.15
Moisture content 50 g of the sand sample was measured using digital balance and dried at the temperature of 105oC - 110oC for 2 hours to evaporate all the moisture in the sand. The sample was then weighed. The weight difference between the initial and new weight was expressed in percentage to give the moisture content of the sand. Clay Content The dried sample from the moisture content determination was washed four times till the surface was clean. It was then dried again and weighed. The difference between the weight of the washed and its initial weight expressed in percentage was taken as the clay content.
Moisture content (%) =
Initial weigh-final weigh
Initial weigh x 100% (2)
Clay content (%) =
Initial weigh-weigh after wash
Initial weigh x 100% (3)
Table 3. Moisture and Clay content test result
Moisture content (%)
Clay content (%)
6.78 32.76
X-Ray Fluorescence (XRF) and X-Ray
Powder Diffraction (XRD) tests were conducted using Phillips PW 2400 X-ray Spectrometer and X-pert MPD model PW 3040 Phillips respectively to analyze the elemental composition and phase. The silica content of Juwono sand casting 29.414%, less than others silica sand about 55.3 – 99.87%. The other chemical compositions are Fe and Al, 10.914% and 9.728% of weighing respectively. The metal elements such as Ti, Zn, Zr, Cr, Sr, Sn existed with the very small percentage that was less than 1%. While the results of the XRD analysis showed that mineral content was quartz, hematite, periclase and eliminate.
Figure 3.
XRD Analysis Result
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (9-14)
12 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Table 4. XRF Analysis Result
Compound Conc Unit Compound Conc Unit
Mg 0.609 % Zn 0.112 %
Al 9.728 % Ga 35.3 ppm
Si 29.418 % As 173.2 ppm
P 358.2 ppm Kr 0.52 %
S 710.2 ppm Rb 131.3 ppm
Cl 314.6 ppm Sr 244 ppm
K 1.948 % Y 63.3 ppm
Ca 2.971 % Zr 870.9 ppm
Ti 0.703 % Nb 37.2 ppm
V 216.8 ppm Ag 0.16 %
Cr 201 ppm Sn 56.9 ppm
Mn 0.137 % Te 89.2 ppm
Fe 10.914 % Ba 337.3 ppm
Co 519.2 ppm
Ni 93.7 ppm
RESULTS AND DISCUSSION
The result of the material properties of Juwono sand presented in Tabel 1 until Table
3. While the mineralogical composition analysis presented in Table 4, Figure 4, and Figure 3. The summary of these result showed in Table 5.
Table 5.
Resume The Analysis Result
Standard Result Other sand (based on personal data)
Tanjung Bintang
Maringgai Ceper
Permeability (ml/min) 20 - 120 7) 60.67 266.67
Green compression strength (kN/m2)
51.33 – 103.14 9) 93.93
GFN 10 - 220 11) sand casting
220.15 48.5 47.6 31.3
35 - 140 10) for cast product
Clay Content (%) 10 - 20 11) 32.76 3.03 8.12 35.37
Water content (%) 2 - 12 12) 6.78 0.135 0.28 1.16
Table 1. represented that permeability
test result of Juwono sand approximately 60.67 ml/min, lower than Tanjung Bintang, Lampung Province - Indonesia local sand approximately 266.676), but this value has fulfilled the minimal requirement value as molding sand approximately 20 – 120 ml/min7). The compressive strength test result indicated that value 93.93 kN/m2 has fulfilled the minimal requirment value of approximately 51.33
kN/m2 - 103.14 kN/m2 9). The lowes permeability of Juwono sand while the green compresive strength is high caused by the shape of sand which is sub-rounded. This angled of sand will make increasingly strong of particle but formed porosity that cause decreasing the airflow at permeability test.
Grain fine number of Juwono sand more high than other local sand, according to Rao, P. N. (2001) GFN average for sand casting
Mold Properties of Indonesia Nature Sand as Green Sand
(Yusup Hendronursito, Muhammad Amin, Kusno Isnugroho, David C B)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 13
approximately 35 – 140 and grouped according to the type and size of cast product10), while according to R. L Agarwal et.al, GFN value for sand casting about 10 – 220. Based on clay content and water content approximately 10 – 20% and 2 – 12% respectively11),12), clay content of Juwono sand is higher and effect to essay formed without added with an additive as a binder. This characteristic of Juwono sand also causes higher green compressive strength about 70 – 90 kN/m2. This is because the clay content increased more fine clay particles occupy the available spaces between the sand grains. Compared to another sand characteristic, the sand from Juwono has a higher clay content compared to Tanjung Bintang and Maringgai sand but has a clay content that is almost the same as Klaten sand with a higher water content compared to other sands. Juwono sand casting chemical composition content of iron oxide (Fe2O3) in the form of the red iron oxide or more commonly known as hematite. Iron oxides have been used for years in foundry applications to improve core properties and the quality of castings. Iron oxides have proven to be advantageous as an additive to foundry sand molding aggregates, which in turn improves the quality of castings, by reducing the formation of thermal expansion defects, such as veining, scabs, buckles, and rat tails as well as gas defects, such as pinholes and metal penetration12). Red iron oxide typically includes 60-87% FezO3, 7.5-8.5% silica dioxide (SiOz), 2-9.5% alumina dioxide (A101), 0.1-1 1% calcium oxide (CaO),0.2-2.6% magnesium oxide (MgO) and 0.2-0.4% manganese oxide (MnO)12). While periclase often called magnesium oxide whit chemical formulation of MgO. Magnesium oxide effected on refractories of sand casting. Pure MgO has a high melting point, good refractory properties, and well resistant to attack by basic environments often found in the steel making process13). The siliminate common form of aluminum silicate (Al2SiO5). All break down of aluminum silicates at high temperatures to form mullite and silica. Therefore, aluminum silicate (Al2SiO5) for foundry use are produced by calcining these minerals. Depending on the sintering cycle, the silica may be present as cristobalite or as amorphous silica. The grains are highly angular. These materials have high refractoriness, low thermal expansion, and high resistance to thermal shock. They are widely used in precision investment foundries, often in combination with zircon 13).
CONCLUSIONS
The GFN test result showed the maximal distribution in mesh 80 until under mesh 200 with 61.38% of weigh in mesh 200, based on GFN test result compared with Sub Grades Table for sand, Juwono sand included in grade 212/75. Natural molding sands from Juwono possess high flexibility of operation. Unlike the synthetic sands, here accurate adjustment of moisture is not required and the range of permissible moisture is high. These sands are therefore suitable for molding. The quantity of sand required in such a case is large. ACKNOWLEDGEMENTS
The author gratefully acknowledgments the Reseach unit for mineral processing – Indonesian Institute of Sciences who have supported this research both in terms of finance and laboratory equipment.
REFERENCES 1. Widodo R. Forum Teknik Pengecoran
Logam: Komunitas Praktisi Pengecoran Logam Indonesia. Available at: https://hapli.wordpress.com/foundry/pasir-cetak/ accessed August 2016.
2. S T Mihira. Small-Scale Metal Casting Industry in Indonesia: Situation and Problems. Asian Cultural Studies, 1998, III-A(8): 71–87
3. B Y L Shuaib, S S Yaru, S Abdulkareem, S Ajayi, Y O Busari, K S Ajao, H K Ibrahim, I O Ambali and G A Moahammed. Suitability of some selected Ado-Ekiti (Nigeria) natural Moulding Sands’ Properties for sand casting. Covenant Journal of Engineering Technology (CJET). 2017, 1, 2, 53-64.
4. Sulistyani, E Priyambodo and L Yogantari. Mineral Content Analysis Of Merapi Volcanic Sand And Its Potential Application. Proceeding of International Conference On Research, Implementation And Education Of Mathematics And Sciences 2015, Yogyakarta State University.
5. P Puspitasari, Tuwoso and E Aristiyanto. Pengaruh Penggunaan Pasir Gunung Terhadap Kualitas dan Fluiditas Hasil Pengecoran Logam Paduan Al – Si. Jurnal Teknik Mesin. 2015, 24, 2, 21-27.
6. Yusup Hendronursito and Yogi Prayanda. Potensi Pasir Lokal Tanjung Bintang Pada Aluminium Sand Casting Terhadap Porositas Produk Hasil Cor Aluminium. Dinamika Teknik Mesin. 2016, 6,1, 70-75.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (9-14)
14 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
7. A O Oke and B V Omidiji. Investigation of Some Moulding Properties of a Nigerian Clay-Bonded Sand. Archives Of Foundry Engineering. 2016, 16, 3, 71-76.
8. O Olasupo and J A Omotoyinbo. Moulding Properties of a Nigerian Silica – Clay Mixture For Foundry Use. Applied Clay Science. 2009. DOI: 10.1016/j.clay.2009.05.001
9. N A Ademoh and A T Abdullahi. Assessment of Foundry Properties of Steel Casting Moulds Bonded with Grade 4 Acacia Species (Gum arabic). International Journal of Physical sciences. 2009, 6, 238-241.
10. P N Rao. Manufacturing Technology Foundry, Forming and Welding. Tata McGraw- Hill. 2ndEdition. New Delhi, India, 2001.
11. R L Agarwal, T R Banga and T Nanghnani. Foundry Engineering. New Delhi: Khanna Publisher India. 1981.
12. A Turkeli. Sand, Sand Additives, Sand Properties, And Sand Reclamation. Foundry Technology. Available at: http://mimoza.marmara.edu.tr/~altan.turkeli/files/cpt-2-sand_sand.pdf. Accessed July 2017.
13. D R Askeland and W J Wright. The Science And Engineering Of Materials. Cengage Learning. 7th ed. Boston, USA, 2015, p. 122-561.
14. P L Jain. Principles of Foundry Technology. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. 4th edition. New Delhi. 2003.
PPeennggaarruuhh PPeerrllaakkuuaann PPeellaarruuttaann TTeerrhhaaddaapp SSiiffaatt MMeekkaanniikk ddaann SSttrruukkttuurr MMiikkrroo PPaadduuaann TTeerrnneerr ZZrr--NNbb--MMoo uunnttuukk BBiioommaatteerriiaall
((DDzziikkrryy SSyyaammssuull NNuurr AAllaamm,, PPrraaddoottoo AAmmbbaarrddii,, DDjjookkoo HHaaddii PPrraajjiittnnoo))
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 15
PENGARUH PERLAKUAN PELARUTAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO
PADUAN TERNER Zr-Nb-Mo UNTUK BIOMATERIAL
EFFECT OF SOLUTION TREATMENT ON MECHANICAL PROPERTIES AND MICRO STRUCTURE
TERNARY ALLOY Zr-Nb FOR BIOMATERIAL
Dzikry Syamsul Nur Alam a, Pradoto Ambardi b, Djoko Hadi Prajitno c
a,b Teknik Metalurgi, Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung, Indonesia.
c PSTNT-BATAN, Jl. Tamansari 71 Bandung 40132, Indonesia. e-mail : [email protected],
Abstrak
Penelitian dilakukan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pelarutan terhadap sifat mekanik dan stuktur mikro paduan terner Zr-Nb-Mo untuk biomaterial. Paduan zirkonium dapat digunakan sebagai bahan implan. Paduan Zr-5Nb-xMo(x= 0, 1, 3 dan 5 %wt) dilakukan perlakuan pelarutan dengan variasi temperatur 900oC, 950oC dan 1000oC dengan pendinginan cepat menggunakan medium air. Hasilnya menunjukan bahwa peningkatan kandungan molibdenum, dapat meningkatkan fasa β-Zr dan peningkatan temperatur perlakuan pelarutan dapat meningkatkan kekerasan paduan zirconium. Hal tersebut terjadi karena unsur molibdenum bertindak sebagai beta stabilizer dan perlakuan pelarutan membentuk perubahan bentuk fasa β-Zr dari plate menjadi lath yang lebih halus. Pengujian kekerasan Rockwell C dengan nilai kekerasan tertinggi 53,67 HRC paduan Zr-5Nb-1Mo perlakuan pelarutan 1000oC, fasa yang terbentuk adalah α-Zr, β-Zr, dan intermetalik Mo2Zr paduan Zr-5Nb-5Mo yang diidentifikasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Kata kunci : Paduan Zr-5Nb-xMo, perlakuan pelarutan, beta stabilizer.
Abstract
The research was to investigate the effect of solution treatment on mechanical properties and micro structure of ternary alloy Zr-Nb-Mo for biomaterial. Zirconium alloy can be used as an implant material. The temperature variation of solution treatment alloy Zr-5Nb-xMo (x= 0, 1, 3 dan 5 %wt) is 900oC, 950oC and 1000oC with water quenching. The result shows that the phase β-Zr will increase by increasing the consentration of molybdenum and rise up the temperature solution treatment can for hardening the zirconium alloy. These happens because molybdenum serves as a beta stabilizer and the solution treatment generates the tansformation of phase β-Zr from plate into a finer lath. The hardness testing using Rockwell C with the highest hardness value 53.67 HRC Zr-5Nb-1Mo alloy solution treatment 1000oC, The formed phases are α-Zr, β-Zr, and intermetalic Mo2Zr Zr-5Nb-5Mo alloy yang identified by using X-Ray Diffraction (XRD). Key Words: Zr-5Nb-xMo alloys, solution treatment, beta stabilizer
Diterima (received ) : 18 September 2018 , Direvisi (revised ) : 04 Maret 2019 , Disetujui (accepted) : 11 Maret 2019
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (15-22)
16 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN
Material logam saat ini sangat bermanfaat bagi kemajuan medis terutama pada biomaterial yang berfungsi sebagai implan pengganti jaringan tubuh manusia. Sekitar 70-80% implan terbuat dari biomaterial logam1).
Penyembuhan cedera patah tulang dapat ditangani dengan pemasangan implan pada tulang orthopaedic implant dan material yang sering digunakan sebagai implan ortopedi adalah logam2). Prinsip penggunaan biomaterial logam sebagai bahan baku implan ortopedi didasarkan pada karakteristik kompatibilitas biomekanik, biokimia, dan kompatibilitas biologi yang cukup baik terhadap tubuh. Beberapa biomaterial logam yang sering digunakan sebagai material implan adalah SUS 316L stainless steel, paduan Co-Cr, dan paduan titanium3). Material yang mulai dikembangkan sebagai material implan adalah zirkonium. Bukti in vivo menunjukkan bahwa implan zirkonium menunjukkan osseointegrasi yang baik dan bahkan tingkat yang lebih tinggi dari implan titanium4).
Logam berbasis Zr dipilih sebagai aplikasi biomaterial dikarenakan nilai kerentanan magnet yang terkecil dibandingkan jenis-jenis logam yang umum digunakan untuk aplikasi biomaterial dibidang medis. Selain itu, Zr memiliki ketahanan korosi yang baik karena permukaan Zr dapat membentuk lapisan pasif1). Zr juga memiliki sifat sitoksitas rendah5), yang artinya tidak mengganggu jaringan tubuh dengan tidak menyebabkan alergi. Namun, jika Zr tidak dipadukan dengan unsur lain, maka sifat mekanis yang dihasilkan akan lebih rendah dibandingkan titanium dengan paduannya. Sehingga dilakukan penambahan unsur Nb dan Mo, yang berfungsi sebagai unsur penguat sistem mekanis6). Selain itu, Nb dan Mo juga memiliki sifat sitotoksitas yang rendah dan kerentanan magnetik yang rendah5), sehingga dapat mendukung sebagai paduan untuk material zirkonium.Paduan Zr-Nb memiliki ketahanan korosi, tahan lama, dan biokompatibel untuk komponen ortopedi yang terutama ditujukan sebagai implan pinggul dan lutut7). Proses perlakuan pelarutan dilakukan pada paduan Zr-Nb-Mo dapat mempengaruhi ketahanan korosi, sifat mekanis dan ukuran butirnya, transformasi martensit dapat terjadi pada paduan Zr yang didinginkan dengan cepat dari temperatur tinggi fasa hcp menjadi bcc martensit, umumnya ada dua jenis yaitu lath martensite dan plate martensite8).
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur niobium pada paduan Zr-5Nb-xMo dimana variasi Mo (0%, 1%, 3%, dan 5%) (% massa) dan pengaruh dilakukan proses perlakuan pelarutan quenching menggunakan medium air untuk meningkatkan sifat mekanis serta ketahanan korosi berdasarkan morfologi struktur mikro yang terbentuk sebagai aplikasi biomaterial. BAHAN DAN METODE
Bahan baku yang digunakan berupa logam zirconium sponge 99,99%, niobiumwire komposisi 99,98% dan molybdenum rounded 99,98% ditimbang dengan berat total 15 gram setiap sampel.
Tahapan proses tersebut meliputi, peleburan paduan Zr-5Nb-xMo (x : 0, 1, 3, 5%wt) hasil penimbangan menggunakan arc melting furnace. Peleburan dilakukan sebanyak empat kali dan dibuat berbentuk oval seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Spesimen Hasil Peleburan
Spesimen hasil peleburan dipotong
menjadi empat bagian untuk dilakukan proses solution treatment pada temperatur 900oC, 950oC, dan 1000oC menggunakan alat tube furnace dengan gas argon agar tidak terjadi oksidasi dan pendinginan cepat menggunakan media air. Proses solution treatment dapat dilihat pada gambar skematik seperti pada Gambar 2.
Gambar 2.
Skematik Solution Treatment
PPeennggaarruuhh PPeerrllaakkuuaann PPeellaarruuttaann TTeerrhhaaddaapp SSiiffaatt MMeekkaanniikk ddaann SSttrruukkttuurr MMiikkrroo PPaadduuaann TTeerrnneerr ZZrr--NNbb--MMoo uunnttuukk BBiioommaatteerriiaall
((DDzziikkrryy SSyyaammssuull NNuurr AAllaamm,, PPrraaddoottoo AAmmbbaarrddii,, DDjjookkoo HHaaddii PPrraajjiittnnoo))
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 17
Gambar 3.
Diagram Biner Zr-Nb9) Karakterisasi sampel yang dilakukan meliputi, pengujian komposisi sampel dengan PMI (Positive Material Identification), pengujian metalografi mengunakan mikroskop optik dengan 2 gram ammonium biflouride, 50 mL etanol dan 100 mL air secara imersi dengan waktu 10-15 menit, pengujian kekerasan menggunakan Rockwell skala C, pengujian komposisi fasa β-Zr dengan aplikasi image J dan pengujian XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui jenis fasa pada paduan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian komposisi kimia
Hasil pengujian komposisi kimia dengan PMI ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1.
Data Analisis Komposisi PMI Spesimen Zr (%) Nb (%) Mo (%) Total (%)
Zr-5Nb 93,973 5,977 - 99,95
Zr-5Nb-1Mo 93,549 5,720 0,716 99,985
Zr-5Nb-3Mo 91,753 5,174 3,029 99,956
Zr-5Nb-5Mo 89,207 5,684 5,082 99,973
Komposisi hasil pengujian dikonversi
menjadi %mol kemudian diplot pada diagram terner Zr-Nb-Mo temperatur 310K.
Gambar 4. Diagram Terner Zr-Nb-Mo 310K9).
Pada diagram terner seperti Gambar 4., daerah hcp merupakan fasa α-Zr, bcc merupakan β-Zr dan C15 merupakan
senyawa Mo2Zr9). Hasil plot pada diagram terner terlihat bahwa paduan Zr-5Nb-1Mo serta Zr-5Nb-3Mo memiliki fasa α-Zr danβ-
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (15-22)
18 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Zr, sedangkan paduan Zr-5Nb-5Mo memiliki fasa α-Zr,β-Zr dan senyawa intermetalic Mo2Zr
Pengujian Metalografi Kualitatif
Pengujian metalografi kualitatif dilakukan untuk melihat bentuk struktur mikro sampel penelitian beserta jenis fasa yang terbentuk pada sampel. Hasil pengujian metalografi ditunjukkan oleh Gambar 5. sebagai berikut:
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5. Struktur Mikro Spesimen Pembesaran
200x Paduan Zr-5Nb (as-cast) (a), paduan Zr-
5Nb-1Mo solution treatment 9000C (b), paduan Zr-5Nb-3Mo solution treatment 9500C (c) dan paduan Zr-5Nb-5Mo solution treatment 10000C (d).
Hasil metalografi kualitatif terlihat bahwa yang berwana hitam merupakan fasa β-Zr, warna putih fasa α-Zr, dan warna antara hitam dan putih diantara fasa β-Zr adalah senyawa intermetalik Mo2Zr10).
Adanya Mo juga dapat menstabilkan fasa-β pada sistem biner paduan Zr-Mo, terutama ketika kadar Mo di atas 3%11), dan dengan perlakuan pelarutan maka fasa β-Zr berubah bentuk menjadi lath martensite β-Zr4). Fasa α-Zr menjadi lebih halus tersebar pada butir fasa β-Zr seiring peningkatan temperatur solution treatment. Senyawa intermetalic Mo2Zr hanya terbentuk pada paduan Zr-5Nb-5Mo. Pengujian Metalografi Kuantitatif
Pengujian ini dilakukan dengan
mengolah gambar struktur mikro menggunakan aplikasi image J. sehingga di dapatkan data grafik persentase fasa β-Zr sebagai berikut:
Gambar 6. Grafik Persentase Fasa β-Zr
Hasil pengujian pada Gambar 6.
menunjukan paduan biner Zr-5Nb memiliki persentase fasa β-Zr sebesar 25,05%, hal ini terjadi karena Nb bersifat beta stabilizer6), dengan bertambahnya paduan Mo terjadi peningkatan fasa β-Zr terutama pada penambahan Mo 3%wt fasa beta yang dihasilkan 45,05%, meningkat pesat jika dibandingkan dengan Mo 1%wt sebesar 26,96%. Peningkatan ini membuktikan bahwa Mo dapat menjadi beta stabilizer pada penambahan 3%wt11). Peningkatan fasa β-Zr berbanding lurus dengan meningkatnya temperatur solution treatment, terlihat pada paduan Zr-5Nb-5Mo dengan temperatur 1000oC menghasilkan fasa β-Zr 65,25%.
α-Zr
β-Zr
Mo2Zr
PPeennggaarruuhh PPeerrllaakkuuaann PPeellaarruuttaann TTeerrhhaaddaapp SSiiffaatt MMeekkaanniikk ddaann SSttrruukkttuurr MMiikkrroo PPaadduuaann TTeerrnneerr ZZrr--NNbb--MMoo uunnttuukk BBiioommaatteerriiaall
((DDzziikkrryy SSyyaammssuull NNuurr AAllaamm,, PPrraaddoottoo AAmmbbaarrddii,, DDjjookkoo HHaaddii PPrraajjiittnnoo))
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 19
Pengujian Kekerasan
Pengujian dilakukan menggunakan Rockwell skala C hasil rata-ratanya ditunjukkan oleh Tabel 2. sebagai berikut:
Tabel 2. Data Kekerasan Spesimen
Data pengujian kekerasan dibuat menjadi
grafik nilai kekerasan spesimen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. menunjukan bahwa dari paduan biner Zr-5Nb (as cast) menuju paduan Zr-5Nb-1Mo (as cast) terjadi peningkatan kekerasan menjadi 49,33 HRC yang diakibatkan dari pengaruh penguatan larutan padat dari 1%wt Mo, pada penambahan Mo sebesar 3%wt terjadi penurunan kekerasan karena peningkatan fasa β-Zr, fasa β-Zr memiliki kekerasan yang lebih rendah dari fasa α-Zr4), paduan Zr-5N-5Mo (as cast) tidak terjadi penurunan yang
signifikan meskipun fasa β-Zr semakin banyak karena membentuk fasa intermetalik Mo2Zr di dalam matriks α-Zr12). Pada hasil proses solution treatment terjadi peningkatan kekerasan yang diakibatkan dari terbentuknya lath martenstie β-Zr4,13). Peningkatan temperatur pemanasan dapat meningkatkan kekerasan karena fasa α-Zr semakin halus dan tersebar pada butir fasa β-Zr dengan meningkatnya temperatur pemanasan
Gambar 7. Grafik Kekerasan Spesimen
. Pengujian XRD (X-Ray Diffraction)
Pengujian XRD menghasilkan grafik seperti pada Gambar 8. berikut ini.
(a)
Paduan Hardness Rockwell C (HRC) rata-rata
As Cast ST 900oC ST 950oC ST 1000oC
Zr-5Nb 45,67 48 48,83 50,5
Zr-5Nb-1Mo 49,33 50 51 53,67
Zr-5Nb-3Mo 48,33 48.5 50,17 50,83
Zr-5Nb-5Mo 48,0 48.33 50 51
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Counts
0
20000
40000
60000
80000
Zr-5Nb
Zirconium - Beta, Ht 27.5 %
Zirconium - Alpha 72.5 %
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (15-22)
20 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
(b)
(c)
(d) Gambar 8. Grafik Hasil XRD
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Counts
0
50000
100000 Zr-5Nb-5Mo_1000C
Zirconium - Beta, Ht 66.0 %
Zirconium - Alpha 14.6 %
Molybdenum Zirconium (2/1) 19.4 %
33.5 %
0.5%
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Counts
0
50000
100000
Zr-5Nb-5Mo
Zirconium - Beta, Ht 59.3 %
Zirconium - Alpha 40.7 %
Molybdenum Zirconium (2/1) 0.1 %
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Counts
0
50000
100000 Zr-5Nb-1Mo
Zirconium - Beta, Ht 39.1 %
Zirconium - Alpha 60.9 %
66.0 %
PPeennggaarruuhh PPeerrllaakkuuaann PPeellaarruuttaann TTeerrhhaaddaapp SSiiffaatt MMeekkaanniikk ddaann SSttrruukkttuurr MMiikkrroo PPaadduuaann TTeerrnneerr ZZrr--NNbb--MMoo uunnttuukk BBiioommaatteerriiaall
((DDzziikkrryy SSyyaammssuull NNuurr AAllaamm,, PPrraaddoottoo AAmmbbaarrddii,, DDjjookkoo HHaaddii PPrraajjiittnnoo))
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 21
Paduan Zr-5Nb (as-cast) (a), paduan Zr-
5Nb-1Mo solution treatment 9000C (b), paduan Zr-5Nb-5Mo (as-cast) (c) dan paduan Zr-5Nb-5Mo solution treatment 10000C (d). Pada Gambar 7. grafik hasil XRD terlihat bahwa paduan biner Zr-5Nb dan paduan Zr-5Nb-1Mo memiliki fasa β-Zr dan fasa α-Zr tetapi untuk paduan Zr-5Nb-5Mo terdapat senyawa intermetalik Mo2Zr yang sifatnya sebagai penguat pada paduan Zr-Mo14). Semakin bertambahnya paduan Mo maka meningkatkan jumlah puncak fasa β-Zr sehingga dibuktikan bahwa Mo bersifat sebagai beta stabilizer.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan molibdenum dapat meningkatkan kekerasan paduan Zr-Nb dan meingkatkan persentase fasa β-Zr, fasa β-Zr semakin meningkat maka ketahanan korosi semakin baik, akan tetapi kekerasannya semakin turun. Pada paduan Zr-5Nb-5Mo terbentuk senyawa intermetalik Mo2Zr yang bersifat sebagai peningkat kekerasan paduan. Porses solution treatment meningkatkan persentase fasa β-Zr, tetapi fasa β-Zr yang dihasilkan berbentuk lath martensite yang memiliki kekerasan lebih tinggi dari pada fasa β-Zr sebelumnya, peningkatan temperatur pemanasan dapat meningkatkan persentase fasa β-Zr dan kekerasan material, karena fasa α-Zr semakin halus tersebar pada butir fasa β-Zr. Sehingga material yang paling baik untuk diaplikasikan pada biomaterial adalah paduan Zr-5Nb-5Mo dengan solution treatment pada temperatur 1000oC karena memiliki kekerasan yang tinggi dan persentase fasa β-Zr yang paling besar, maka ketahanan aus dan ketahanan korosi semakin meningkat dari pada paduan biner Zr-Nb. UCAPAN TERIMA KASIH
Makalah ini merupakan hasil dari penelitian program strata satu teknik metalurgi UNJANI. Disampaikan kepada BATAN yang telah membantu penulis dalam penelitian dan ke semua pihak di UNJANI yang selalu mendukung penelitian penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1. J.Choi and N. S. Wang, “Metals for
Biomedical Applications,” Biomed. Eng. – From Theory to Appl., pp. 411–430, 2011.
2. D.R. Lide, “Hardness of Minerals and
Ceramics,” CRC Handb. Chem. Phys., pp. 2313–2314, 2010.
3. R.R. Lima, L. M. Araujo, P. R. Affonso, K. M. Maranhão, and S. S. Lamarão, “Scanning electron microscopic investigation of dentinal tubules in Cebus apella dentin.,” Ci. Anim. Bras, vol. 10, no. 4, p. 1328–1331., 2009.
4. F. Y. Zhou et al., “Microstructure, mechanical property, corrosion behavior, and in vitro biocompatibility of Zr-Mo alloys,” J. Biomed. Mater. Res. - Part B Appl. Biomater., vol. 101 B, no. 2, pp. 237–246, 2013.
5. A.Yamamoto, R. Honma, and M. Sumita, “Cytotoxicity evaluation of 43 metal salts using murine fibroblasts and osteoblastic cells,” J. Biomed. Mater. Res., vol. 39, no. 2, pp. 331–340, 1998.
6. D.O. Northwood, “Heat treatment, transformation reactions and mechanical properties of two high strength zirconium alloys,” J. Less-Common Met., vol. 61, no. 2, pp. 199–212, 1978.
7. S.Sarker et al., “Developments in the Ni–Nb–Zr amorphous alloy membranes: A review,” Appl. Phys. A Mater. Sci. Process., vol. 122, no. 3, 2016.
8. H. L. Yang et al., “Effect of molybdenum on microstructures in Zr-1.2Nb alloys after β-quenching and subsequently 873 K annealing,” Mater. Des., vol. 104, pp. 355–364, 2016.
9. J.S. Liang et al., “Compositional screening of Zr-Nb-Mo alloys with CALPHAD-type model for promising bio-medical implants,” Calphad Comput. Coupling Phase Diagrams Thermochem., vol. 56, no. December 2016, pp. 196–206, 2017.
10. H.Prajitno and Dani Gustaman, “Pembuatan Paduan Zirkaloy Dengan Teknik Pelelehan Tungku Busur Tunggal,” Prosiding Pertemuan Ilmial Sains Materi. ISSN 1410–2897, 2010.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (15-22)
22 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
11. C.Summary, G. P. Description, G. Process, F. Diagram, and S. Chlorination, “Thomas E . Garner , ‘ Zirconium and Hafnium Minerals ,’ from Industrial Minerals and Rocks , 6th ed ., Society for Mining , Metallurgy , and Exploration , 1994 , pp . 1159-1164 . U . S . Environmental Protection Agency , Development Document for Effluent ,” vol. IX, no. May 1989, 1994.
12. W.Chubb, “High-5trength Zirconium Alloy” : Zr-4 Wt Pet,” no. April, pp. 461–468, 1957.
13. B.Bandriyana, “Effect Of β-Quenching On Oxidation Resistance Of Zirconium Alloyzrnbmoge For Fuel Cladding Material,” KnE Energy, vol. 1, no. 1, pp. 1–6, 2016.
14. Suyalatu et al., “Microstructure and magnetic susceptibility of as-cast Zr-Mo alloys,” Acta Biomater., vol. 6, no. 3, pp. 1033–1038, 2010.
Uji Profisiensi antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan Sirip (H.Agus Suhartono, Eka Febriyanti)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 23
UJI PROFISIENSI ANTAR LABORATORIUM UJI TARIK BAJA TULANGAN SIRIP
PROFICIENCY TESTING OF TENSION TESTING OF DEFORMED CARBON-STEEL BARS FOR CONCRETE REINFORCEMENT
H. Agus Suhartono, Eka Febriyanti
Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) – BPP. Teknologi
PUSPIPTEK Serpong 15314, Telp. 021-7560562 ext. 1069 E-mail : [email protected]
Abstrak
Pengukuran sifat mekanik yang akurat merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam perhitungan kekuatan desain suatu struktur. Uji profisiensi antar laboratorium menjamin keamanan dan kehandalan hasil uji. Laboratorium wajib memverifikasi prosedur pengujian dan kapasitasnya untuk mendapatkan hasil uji yang dapat diandalkan. Dalam penelitian ini, benda uji adalah baja tulangan sirip dengan dimensi yang berbeda. Benda uji yang dipilih secara acak memiliki dimensi tertentu dikirim ke masing-masing laboratorium peserta, kemudian diuji dan hasilnya dianalisis sesuai dengan parameter yang ditetapkan sebelumnya. Setiap laboratorium diterapkan tes tarik pada benda uji sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam SNI 2052-2002 dan standar uji tarik yang biasa dipergunakan masing-masing laboratorium. Hasil uji dievaluasi sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam standar terkait. Hasil yang dikumpulkan dievaluasi sesuai dengan metode statistik Robust kemudian Z-score dari laboratorium peserta disajikan. Batas keberterimaan outlier ditetapkan apabila Z-score > 3. Hasil uji kuat tarik dan kuat luluh dari salah satu laboratorium merupakan outlier pada perhitungan Z-score antar laboratorium. Untuk parameter elongasi terdapat dua laboratorium yang diperingatkan dengan nilai Z-score diantara 2 dan 3.
Kata kunci: baja tulangan beton, uji profisiensi, uji tarik
Abstract
The most crucial characteristic of design of the structure is mechanical strength, so that the measurement accuracy is very essential. Interlaboratory proficiency testing ensures security and reliability of test results. Laboratory testing is required to verify the test procedures and capacity in order to get reliable result. Deform reinforcing steel bar with various dimensions are taken as specimens in this study. The selected test objects were sent randomly to each participant laboratory, then were tested and analyzed according to the parameters previously defined. The tensile tests applied to laboratory test specimens according to the procedures given in SNI 2052-2002 standard and commonly standard used laboratories. The test results are evaluated according to the procedures described. The results collected are evaluated in accordance to statistics. Z-Score from the participants’ laboratory are presented. Outlier acceptance limit is set if Z-score> 3. The test result of tensile strength and yield stress from one of the laboratories is an outlier on the Z-score calculation between the laboratorium. For elongation parameter, there are two laboratories that are alerted with their Z-score between 2 and 3.
Keywords: reinforced steel bar, proficiency testing, tensile testing
Diterima (received ) : 17 Maret 2017 , Direvisi (revised ) : 31 Oktober 2018 Disetujui (accepted) : 06 November 2018
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (23-30)
24 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN
Karakteristik paling mendasar untuk desain struktur mekanik adalah kekuatan tarik. Perkembangan teknologi mengarah pada konstruksi yang ringan tetapi dapat diandalkan, 1,2,3) sehingga keakuratan pengukuran merupakan suatu hal yang sangat diperlukan.
Laboratorium uji mekanik wajib memberi jaminan bahwa pengujian yang dilakukan memberikan data yang akurat, presisi dan konsisten. Perbandingan hasil uji dengan banyak data menurut metode pengujian yang berbeda sangat penting dalam validasi keakuratan dan kebenaran data, seperti dilakukan pada pengukuran sifat mekanik dengan banyak pengulangan dan metode. 3,4) Program uji profisiensi (uji banding) dilakukan untuk menjamin hal tersebut. Obyek benda uji adalah baja tulangan sirip yang merupakan bahan konstruksi yang paling banyak diuji di laboratorium mekanik.
Pengelolaan program uji profisiensi dilakukan mengikuti prosedur 4,5,6.7,8) yang meliputi dengan persiapan contoh yang mencakup pembuatan contoh, mengevaluasi hasil uji homogenitas, pengiriman contoh ke peserta, pengumpukan hasil dan evaluasi hasil perhitungan statistik. Sebanyak 9 (sembilan) laboratorium peserta berpartisipasi dalam program uji profisiensi dan seluruh laboratorium telah memberikan hasil uji dari laboratoriumnya.
Profisiensi ini dilakukan untuk pemantauan dan evaluasi kinerja serta identifikasi permasalahan di laboratorium guna peningkatan mutu pengujian dalam melakukan pengujian baja tulangan sirip khususnya untuk parameter pengujian yang ditetapkan.
BAHAN DAN METODE
Bahan baku yang dilakukan pengujian
adalah baja tulangan sirip berdiameter 16 mm. Parameter yang akan dilakukan perbandingan adalah regangan/ elongasi (%), kuat tarik (MPa), dan batas mulur (MPa).
Sesuai prosedur 6,7,9,10), uji homogenitas dilakukan sebelum contoh didistribusikan ke laboratorium peserta profisiensi. Pengujian homogenitas dilakukan dengan melaksanakan pengujian pendahuluan terhadap 15 benda uji yang merupakan satu kelompok (heat) yang sama dengan benda uji yang akan dikirimkan ke masing-masing peserta profisiensi. Pengolahan data dan
evaluasi dilakukan dan setelah dinyatakan homogen, contoh siap untuk didistribusikan. Setiap peserta diberikan 4 (empat) batang uji baja tulangan sirip yang terdiri dari: 2 (dua) batang uji yang diberi kode B1 dan B2. Laboratorium peserta diminta untuk melakukan pengujian terhadap masing-masing batang contoh uji.
Pengolahan data hasil pengujian yang disampaikan oleh laboratorium peserta dilakukan berdasarkan teknik statistik robust nilai Z (Z-Score). Z-score adalah penyimpangan jumlah standar deviasi dari rata-rata titik data atau ukuran berapa banyak standar deviasi di bawah atau di atas rata-rata populasi. Z-score juga dikenal sebagai skor standar dan dapat diaplikasikan pada sampel yang memiliki kurva distribusi normal.
Mula-mula data hasil pengujian yang dilaporkan, diuji keseragamannya melalui pembuatan histogram. Bila data-data mengikuti distribusi normal maka data dapat langsung diproses dengan menggunakan nilai Z. Bila sebaran data normal namun terdapat beberapa data yang menyimpang secara ekstrim, maka data tersebut harus diseleksi dahulu dengan menggunakan uji Grubbs, kemudian data yang terseleksi diolah dengan menggunakan nilai Z; dan apabila data yang dilaporkan tidak mengikuti sebaran normal (sangat beragam) maka data tidak diolah. Metoda perhitungan statistik robust digunakan untuk mengolah data yang menghasilkan nilai Z, dan perhitungan statistik menggunakan rumus sesuai dengan Pedoman Perhitungan Statistik Untuk Uji Profisiensi KAN 4).
Nilai Z dihitung berdasarkan rumus dengan metode berikut. Setelah dilakukan uji keseragaman data, data hasil uji laboratorium tiap karakteristik sampel diurut dari kecil ke besar, kemudian ditentukan Median, Kuartil Atas (Q1), Kuartil Bawah (Q3).
Inter Quartile Range ( IQR ) = Q3 – Q1
dan
Range = nilai maksimum – nilai minimum
Dari hasil perhitungan di atas dilakukan perhitungan nilai Z dengan tahapan sebagai berikut :
Menentukan nilai Ji:
Ji = ( Ci+ Di ) / 2 (1)
Menentukan nilai Bi:
Bi = (Ci - Di)/ 2 , (2a) Jika median (Ci) > median (Di)
Uji Profisiensi antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan Sirip (H.Agus Suhartono, Eka Febriyanti)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 25
atau Bi = (Di – Ci), (2b) Jika median (Ci) < median (Di)
Data hasil Ji diurutkan untuk menentukan median Ji:
Nilai Z di antara laboratorium :
7413,0
i
iiai
JIQR
JMedianJZ (3)
Urut data hasil Di menentukan median Bi: Nilai Z di dalam laboratorium:
7413,0
i
iidi
BIQR
BMedianBZ (4)
Keterangan: Ji = Jumlah hasil uji sampel 1 dan 2 dibagi akar 2 dari Laboratorium i. Bi = Pengurangan hasil uji sampel 1 dan 2 dibagi akar 2 dari Laboratorium i. Ci = Hasil uji sampel 1 dari Laboratorium i. Di = Hasil uji sampel 2 dari Laboratorium i. Median = Nilai tengah dari sekelompok data n hitung. 0.7413 = Standar distribusi normal.
Nilai Z dari masing-masing laboratorium peserta ditunjukkan pada Grafik nilai Z. Nilai Z-score Laboratorium yang memperoleh kategori outlier dengan robust nilai Z8,9) diminta untuk menyelidiki penyebab dari kesalahan dan melaporkan tindakan perbaikan.
Evaluasi unjuk kerja laboratorium peserta memiliki kategori:
|Zscore| ≤ 2 : memuaskan
2 < |Zscore| < 3 : peringatan
|Zscore| ≥ 3 : tidak memuaskan Dengan mempertimbangkan kategori Z-
score dalam uji profisiensi ini, maka batas keberterimaan outlier ditetapkan apabila Z-score > 3.
Laboratorium peserta diminta untuk melakukan pengujian sesuai dengan metode rutin yang digunakan di laboratorium atau sesuai dengan ruang lingkup akreditasi dengan memperhatikan Petunjuk Bagi Peserta yang dikirimkan bersama-sama contoh uji. Laboratorium diminta mencantumkan kode metode uji yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian 9 laboratorium peserta dapat dilihat pada tabel 1-3 dan gambar 1-3 berikut.
Tabel 1. Hasil uji kuat tarik (MPa) pada 9 laboratorium
Kode Lab
Batang Uji
B1 B2
BT 01 518.89 520.16
BT 02 632.0 632.0
BT 03 626.6 619.7
BT 04 613.5 613.3
BT 05 641.6 639.1
BT 06 634.6 637.9
BT 07 611.8 616.8
BT 08 649.3 651.7
BT 09 620 615
Sumber Data: Hasil Olahan Data Penelitian
Tabel 2.
Hasil uji kuat luluh (MPa) 9 laboratorium uji
Kode Lab
Batang Uji
B1 B2
BT 01 385.81 368.25
BT 02 497.6 502.6
BT 03 463.6 444.0
BT 04 489.7 492.3
BT 05 497.4 497.4
BT 06 497.2 501.0
BT 07 424.5 424.5
BT 08 518.7 519.8
BT 09 493 483
Sumber Data: Hasil Olahan Data Penelitian
Tabel 3.
Hasil uji elongasi (%) pada 9 laboratorium
Kode Lab
Batang Uji
B1 B2
BT 01 22.65 10.93
BT 02 20.2 20.0
BT 03 19.6 20.4
BT 04 18.2 18.2
BT 05 24.0 23.1
BT 06 18.3 19.3
BT 07 15.6 17.2
BT 08 20.8 20.5
BT 09 20.6 20.9
Sumber Data: Hasil Olahan Data Penelitian
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (23-30)
26 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Gambar 1.
Distribusi kuat tarik (MPa)
Gambar 2.
Distribusi kuat luluh (MPa)
Gambar 3.
Distribusi elongasi (%)
Parameter batas ulur dan kuat tarik, data
elongasi, secara keseluruhan menunjukkan distribusi seperti ditunjukkan pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.
Tabel 4. Perhitungan Nilai Z, Baja Tulangan sirip,
parameter: kuat tarik (MPa)
Kode Lab
Kuat Tarik (Mpa) Z-score antar Lab
Z-score dalam Lab B1 B2
BT 01 518.89 520.16 -6.37 -0.35
BT 02 632.00 632.00 0.54 0.00
BT 03 626.60 619.70 0.00 1.90
BT 04 613.50 613.30 -0.60 0.06
BT 05 641.60 639.10 1.06 0.69
BT 06 634.60 637.90 0.81 -0.91
BT 07 611.80 616.80 -0.54 -1.38
BT 08 649.30 651.70 1.68 -0.66
BT 09 620.00 615.00 -0.35 1.38
Jumlah Lab 9 9
Median 626.6 619.7
Norm IQR 15.64 16.98
Robust CV (%) 2.50 2.74
Minimum 518.89 520.16
Maksimum 649.3 651.7
Rentang 130.41 131.54
Tabel 5.
Perhitungan Nilai Z, Baja Tulangan sirip, parameter: kuat luluh (MPa)
Kode Lab
Kuat Luluh (Mpa)
Z-score antar Lab
Z-score dalam Lab B1 B2
BT 01 385.81 368.25 -3.39 1.88
BT 02 497.60 502.60 0.27 -0.54
BT 03 463.60 444.00 -1.11 2.10
BT 04 489.70 492.30 0.00 -0.28
BT 05 497.40 497.40 0.19 0.00
BT 06 497.20 501.00 0.24 -0.41
BT 07 424.50 424.50 -1.98 0.00
BT 08 518.70 519.80 0.84 -0.12
BT 09 493.00 483.00 -0.09 1.07
Jumlah Lab 9 9
Median 493 492.3
Norm IQR 25.06 42.25
Robust CV (%) 5.08 8.58
Minimum 385.81 368.25
Maksimum 518.7 519.8
Rentang 132.89 151.55
Uji Profisiensi antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan Sirip (H.Agus Suhartono, Eka Febriyanti)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 27
Tabel 6. Perhitungan Nilai Z, Baja Tulangan sirip,
parameter: Elongasi (%)
Kode Lab
Kuat Tarik (Mpa) Z-score antar Lab
Z-score dalam Lab B1 B2
BT 01 22.65 10.93 * *
BT 02 20.2 20.0 0.033 -0.11
BT 03 19.6 20.4 -0.033 -0.70
BT 04 18.2 18.2 -1.2 0.65
BT 05 24.0 23.1 2.3 0.32
BT 06 18.3 19.3 -0.8 0.00
BT 07 15.6 17.2 -2.4 2.64
BT 08 20.8 20.5 0.4 1.19
BT 09 20.6 20.9 0.5 -0.76
Jumlah Lab 8 8
Median 19.900 20.2
Norm IQR 1.8 1.2
Robust CV (%) 8.8 5.8
Minimum 15.6 17.2
Maksimum 24 23.1
Kisaran 8.4 5.9
* Tidak diperhitungkan karena outlier pada evaluasi homogenitas dengan uji Grubb
Untuk menguji apakah distribusi tersebut
memiliki distribusi normal maka dilakukan pengujian kenormalan distribusi dengan metode statistic Lilifors 10,11) yang merupakan perkembangan dari uji Kolmogorov-Smirnoff dengan derajat
probabilitas 5%. Pengujian statistik menunjukkan bahwa distribusi untuk nilai kekuatan tarik dan kekuatan luluh memenuhi syarat sebagai distribusi normal. Sedangkan distribusi hasil uji pengukuran elongasi tidak memenuhi distribusi normal pada hasil uji pada Laboratorium BT 01. Dan data elongasi pada Lab Uji BT 01 tidak diikutkan dalam perhitungan Z-Score karena hasil perhitungan menunjukkan bahwa data tersebut merupakan outlier, jadi untuk elongasi perhitungan Z-Score hanya diwakili oleh 8 Laboratorium.
Data-data selanjutnya diuji dalam pengolahan statistik nilai Z. Hasil pengolahan data di tunjukkan pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.
Evaluasi data hasil uji profisiensi kuat tarik baja tulangan sirip dilakukan oleh 9 laboratorium di seluruh Indonesia terhadap benda uji baja tulangan yang terdiri atas: baja tulangan sirip standar berdiameter 16
mm dengan kode B1 dan B2. Dan ditunjukkan pada gambar 4, 5 dan 6.
Evaluasi nilai Z untuk data uji kuat tarik menunjukkan bahwa dari 9 laboratorium yang mengirimkan data terdapat 1 outlier untuk kategori nilai Z antar laboratorium dan tidak terdapat outlier untuk kategori nilai Z dalam laboratorium. Untuk parameter kuat luluh terdapat 1 outlier yaitu laboratorium BT 01 untuk kategori nilai Z antar laboratorium namun untuk Nilai Z dalam laboratorium tidak terdapat outlier.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Nilai Z dalam laboratorium
(b) Nilai Z antar laboratorium untuk parameter Kuat Tarik
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Nilai Z dalam laboratorium
(b) Nilai Z antar laboratorium untuk parameter Kuat Luluh (Mpa)
-4.0
-3.0
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
BT 08 BT 05 BT 06 BT 02 BT 03 BT 09 BT 07 BT 04 BT 01
Nila
i Z
an
tar
La
bKode Laboratorium
-4.0-3.0-2.0-1.00.01.02.03.04.0
BT03
BT09
BT05
BT04
BT02
BT01
BT08
BT06
BT07
Nil
ai Z
dlm
La
b
Kode Laboratorium
0.80.3 0.2 0.2 0.0
-0.1
-1.1
-2.0
-3.4-4.0
-3.0
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
BT 08 BT 02 BT 06 BT 05 BT 04 BT 09 BT 03 BT 07 BT 01
Nila
i Z
an
tar
La
b
Kode Laboratorium
-4.0-3.0-2.0-1.00.01.02.03.04.0
BT03
BT01
BT09
BT05
BT07
BT08
BT04
BT06
BT02
Nila
i Z
dlm
La
b
Kode Laboratorium
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (23-30)
28 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Terjadinya outlier baik antar laboratorium maupun dalam laboratorium untuk parameter kuat tarik dapat disebabkan oleh kontribusi dari salah satu atau gabungan dari faktor-faktor yang diberikan berikut ini diantaranya: kesalahan interface antara load cell dan load indicator atau X-Y recorder, kesalahan penunjukan instrumen, atau kalibrasi load cell pada cakupan beban yang digunakan tidak dilakukan.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Nilai Z dalam laboratorium dan (b) Nilai Z antar laboratorium untuk
parameter Elongasi Dari hasil pengiriman data elongasi
tampak ada data yang tidak konsisten dengan pengamatan lain dalam kelompok populasi tersebut. Untuk mengetahui apakah data dalam populasi tersebut memenuhi kaidah distribusi normal dilakukan uji dengan metode Grubbs Test. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat satu hasil dari dinyatakan outlier karena nilai Grubbs eksperimen hasil perhitungan melebihi nilai Grubbs kritis yang ditetapkan.
Evaluasi nilai Z dengan parameter elongasi untuk benda uji B1 dan B2, hanya dilakukan terhadap 8 laboratorium saja dari 9 laboratorium yang mengirimkan data hasil uji elongasi. Berdasarkan Nilai Z-score antar laboratorium tidak terdapat outlier dari data-data tersebut, dan ada 2 laboratorium yaitu BT 05 dan BT 07 yang nilai Z-score nya pada diperingatkan. Terdapat 1 laboratorium yang outlier pada saat d untuk kategori Z-score antar laboratorium yaitu laboratorium BT 02 dan BT7. Serta terdapat outllier 1 laboratorium yaitu BT 07 yang outlier untuk
kategori nilai Z intra-laboratorium/ dalam laboratorium.
Terjadinya outlier baik antar laboratorium maupun dalam laboratorium untuk parameter elongasi dapat disebabkan oleh kontribusi dari salah satu atau gabungan dari faktor-faktor yang diberikan berikut ini yaitu: benda uji putus di dekat pencekam, kekurangtelitian dalam mengukur panjang benda uji sebelum atau setelah patah, kecepatan pembebanan yang terlalu tinggi. SIMPULAN
Dari hasil uji profisiensi dapat disimpulkan bahwa pengolahan data hasil uji profisiensi harus diaplikasikan pada sampel yang memiliki kurva distribusi normal. Hasil profisiensi digunakan untuk mendeteksi laboratorium dan memperbaiki yang pengukuran yang melenceng dari nilai rata-rata. Kategori keberterimaan Z score yaitu: |Zscore| ≤ 2 :memuaskan; 2 < |Zscore| < 3 peringatan; |Zscore| ≥ 3: tidak memuaskan .Hasil uji kuat tarik dan kuat luluh diketahui bahwa satu Laboratorium merupakan outlier pada perhitungan Z-score antar laboratorium.Satu laboratorium diperingatkan pada perhitungan Z-score dalam laboratorium. Untuk parameter elongasi terdapat satu laboratorium yang diperingatkan dengan nilai Z-score diantara 2 dan 3 pada perhitungan Z-score antar laboratorium dan pada perhitungan Z-score dalam laboratorium. Laboratorium yang mendapat nilai sebagai outlier harus segera memperbaiki prosedur pengujian dan mereview mesin serta instrumen uji secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA 1. Wang, H.T., L.C. Wang, Experimental
study on static and dynamic mechanical properties of steel fiber reinforced lightweight aggregate concrete, Construction and Building Materials, Volume 38, (January 2013), p.1146–1151.
2. Ergul, Y., D.A. Cengiz, K. Alaettin, Strength properties of lightweight concrete made with basaltic pumice and fly ash, Mater Lett, 57 (15) (2003), p. 2267–2270.
3. Haque, M.N., H. Al-Khaiat, O. Kayali, Strength and durability of lightweight concrete, Cem Concr Compos, 26 (4) (2004), pp. 307–314.
4. Motraa, H.B., J. Hildebrandb, A. Dimmig-Osburgc, Assessment of strain measurement techniques to
-4.0-3.0-2.0-1.00.01.02.03.04.0
BT 05 BT 09 BT 08 BT 02 BT 03 BT 06 BT 04 BT 07
Nil
ai Z
an
tar
La
b
Kode Laboratorium
-4.0-3.0-2.0-1.00.01.02.03.04.0
BT07
BT06
BT03
BT09
BT04
BT02
BT08
BT05
Nil
ai Z
da
lam
La
b
Kode Laboratorium
Uji Profisiensi antar Laboratorium Uji Tarik Baja Tulangan Sirip (H.Agus Suhartono, Eka Febriyanti)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 29
characterise mechanical properties of structural steel, Engineering Science and Technology, an International Journal, Volume 17, Issue 4, (December 2014), Pages 260–269.
5. Komite Akreditasi Nasional, Pedoman Perhitungan statistik untuk Uji Profisiensi, Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia), Juli 2004.
6. Use of Proficiency Testing as a Tool for Accreditation in Testing. Diunduh dari http://www.ilac.org/documents/ILAC_G22_2004_use_of_proficiency_testing_as_a_tool_for_accreditation_in_testing.pdf, diakses tahun 2012
7. Report No. 770, Tensile Testing of Metals Proficiency Testing Program Round 4, Proficiency Testing, Australia 2012.
8. Report No. 823, Tensile Testing of Metals, Proficiency Testing Program Round 5, Proficiency Testing, Australia September 2013.
9. Leys, C., O. Klein, P. Bernard, L. Licata, Detecting outliers: Do not use standard deviation around the mean, use absolute deviation around the median, Journal of Experimental Social Psychology Volume 49, Issue 4, (July 2013), p.764–766.
10. Yuen, K., H.Q. Mu, Probabilistic Engineering Mechanics, A novel probabilistic method for robust parametric identification and outlier detection, Volume 30, (October 2012), p.48–59.
11. Normality Tests for Statistical Analysis: A Guide for Non-Statisticians, International Journal of Endocrinology and Metabolism, Volume 10(2), (April 2012), p.486-489.
12. Noiman, S.A., L.D. Brown, A. Buja, W. Rolke & R.A. Stine, The Power to See: A New Graphical Test of Normality, Journal The American Statistician, Volume 67, 2013.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (23-30)
30 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 31
PERANCANGAN DAYA GERAK PERAHU RAWA
BERBASIS PROPULSI UDARA GUNA MENINGKATKAN KINERJA
WAHANA PATROLI TNI AL
SWAMP BOAT AIR PROPULSION BASED POWER DESIGN
TO IMPROVE VEHICLE PERFORMANCE OF TNI AL
A. Paripurnaa, Samudroa, Suwahyua, R. Kharisa, H. Suyantob
a
Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan
Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa – BPPT
Gedung Hankam No. 256 Kawasan PUSPIPTEK - Serpong, Tangerang Selatan – 15314
Telp. 021-75791262 (ext. 322)
e-mail : [email protected]
b
Subdis Litbang Wahana, Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AL
Jl. Fatmawati No. 1, Pondok Labu, Jakarta Selatan
Telp. 021-7695041, Fax. 021-7695042
Abstrak
Perahu Rawa (swamp boat) sebagai wahana taktis patroli militer TNI-AL dapat digunakan di rawa-rawa, perairan dangkal maupun sungai pedalaman. Perahu dirancang berbahan aluminium alloy dengan struktur lambung dasar rata (bottom flat) dilengkapi sistem propulsi berbaling-baling udara sehingga mampu melaju dan olah gerak dengan kecepatan tinggi. Sebagai wahana operasi patroli militer, kinerja perahu rawa perlu ditingkatkan melalui perancangan daya gerak sistem propulsi berbasis perhitungan baling-baling udara dalam kondisi hambatan air pada rancang bangun perahu rawa. Dalam studi ini dihasilkan rancangan secara perhitungan numerik propulsi di air perahu rawa berukuran panjang 5,8 m dengan bobot 2 Ton, berkecepatan hingga 50 knot, dengan hambatan air 6198,34 N yang membutuhkan tenaga dorong 267,5 HP. Dari evaluasi perbandingan antara perhitungan daya dorong berbasis perhitungan propulsi memakai baling-baling udara (engine propeller thrust) pada efisiensi 80% dan berbasis perhitungan propulsi di air, maka untuk mencapai kecepatan 50 knot hanya membutuhkan tenaga dorong (thrust) 8921,92 N setara daya dorong 238,1 HP. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan daya dorong sistem propulsi sebagai penggerak perahu pada kecepatan operasi 20 knot yang disyaratkan pada opsrec-spectec, digunakan alternatif mesin diesel dengan tenaga 275 HP/2500-3000 RPM dilengkapi baling-baling udara berbahan komposit diameter 78”. Hasil pengujian pelayaran perahu rawa di perairan terbatas menunjukkan hasil peningkatan kinerja kecepatan operasi 50%, dicapai pada pada putaran baling-baling 2362,5 RPM dengan prestasi kecepatan operasi perahu rawa mencapai 30 knot.
Kata kunci : Perahu rawa, Hambatan air, Daya dorong, Peningkatan kecepatan operasi
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
32 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Abstract
Swamp boat as a vehicle of tactical military patrol of the Indonesian Navy can be used in the swamps, shallow waters or inland waterway. The design of Aluminum-alloy boat with a bottom flat hull structure is equipped with air propulsion and capable to navigate and maneuver with high speed. As a military patrol boat, the performance of swamp boat needs to be improved by the way of arrangement for propulsion power system-based air propulsion calculation on water resistance condition in engineering boat design. This study has produced a swamp boat design based numerical calculation of water propulsion, having particular of length about 5.8 m, weight of 2 Tons, speed of 50 knots, with water resistance of 6198.34 N that requires a thrust power of 267.5 HP. From the evaluation of thrust power calculation based-air propulsion using air propeller at the propeller efficiency of 80% and based-water propulsion, in order to obtain the speed of 50 knots and water resistance of 6198.34 N, the swamp boat has required the thrust power of 8921.92 N or equal to the thrust power of 238,1 HP. Hence, in order to optimize the thrust power of the propulsion system as a power engine of the swamp boat the required speed of higher than 20 knots, it is required to use a diesel engine of 275 HP/2500-3000 RPM and equipped with composite air propeller of 78" diameter. In limited water the sailing test results of swamp boat has shown that there has been an improvement of speed performance of about 50% at propeller revolution of 2362.5 RPM with the achievement speed of swamp boat up to 30 knots.
Key words : Swamp boat, Water resistance, Thrust power, Increasing Speed performance
Diterima (received ) : 27 September 2018 , Direvisi (revised ) : 01 Maret 2019 Disetujui (accepted) : 28 Maret 2019
PENDAHULUAN
Tugas pokok TNI AL tidak terbatas pada
tugas tempur dalam mempertahankan wilayah yuridiksi perairan Indonesia, namun ikut juga melaksanakan tugas lain di bidang sosial kemasyarakatan, antara lain dalam pelaksanaan tugas patroli keamanan, bantuan tanggap darurat, kegiatan search and rescue (SAR). Terkait dengan beragam dan beratnya kondisi medan penugasan terutama patroli pengamanan di perairan laut pulau terluar, di perbatasan antar negara maupun sungai dan rawa-rawa di pedalaman, maka target utama dalam tugas pengamanan wilayah perairan adalah penguasaan penuh medan tugas operasi oleh setiap komponen pelaksana tugas dalam hal ini adalah satuan
regu patroli TNI AL1). Dengan pertimbangan aspek tersebut, maka perlu dilakukan dukungan rancang bangun sarana patroli perairan dangkal, rawa-rawa yang memadai. Salah satu sarana yang tepat adalah Perahu Rawa (Swamp-Boat) yang juga banyak dikenal umum sebagai wahana transportasi air berbaling-baling udara (Air-boat), sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1. Perahu rawa dengan bahan dasar aluminium
alloy, bentuk lambung berdasar datar (flat bottom) dilengkapi sistem propulsi pendorong berbaling-baling udara dan sumber tenaga penggerak utama mesin diesel maupun mesin bensin berputaran tinggi. Sistem propulsi udara memang sengaja digunakan dikarenakan medan operasi perairan yang dangkal dan banyak tumbuhan air di sekitarnya, sehingga perahu konvensional dengan baling-baling terendam air tidak bisa digunakan. Dalam kajian ini perahu rawa dirancang untuk memenuhi kebutuhan tugas regu patroli militer sesuai dengan Technical
Specification (Tecspec) TNI AL2). Perahu rawa tipe militer dirancang dapat mengangkut satu regu patroli Marinir TNI AL (6 personel) untuk kebutuhan 5 jam operasi berlayar dengan kecepatan dinas 20 knot. Sebagai sarana patroli di air, perahu rawa juga dilengkapi persenjataan kaliber 12,7 mm terpasang di haluan dan perlengkapan patroli dan munisi untuk 6 personel serta logistik dan bahan bakar yang cukup untuk operasi di perairan pedalaman. Untuk dapat mendukung kebutuhan operasi patroli militer, maka perahu rawa harus memenuhi kriteria mudah dimobilisasikan, mudah dalam pengoperasian maupun perawatan serta
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 33
ketersediaan suku cadang dan bahan bakar. Untuk kebutuhan tersebut, maka tenaga utama penggerak digunakan mesin diesel yang dapat berbahan bakar biodiesel serta lambung kapal dapat dengan mudah dibangun dan diperbaiki di bengkel galangan setempat. Khusus terkait dengan rancangan sistem propulsi perahu, maka pada kajian disini dilakukan perancangan daya gerak sistem propulsi udara berdasarkan pendekatan perhitungan propulsi di air untuk diacu dalam perhitungan propulsi udara serta hasilnya dilakukan analisis kinerja kecepatan dengan melakukan perbandingan antara data pengujian (seatrial) perahu rawa di perairan dalam kondisi muatan penuh dengan pemenuhan persyaratan sesuai spesifikasi teknik perahu dari TNI AL.
Gambar 1. Rancangan awal 3D Perahu Rawa
BAHAN DAN METODE
Tabel 1. Ukuran Utama Rancangan Perahu Rawa
No Item Ukuran Utama Ukuran
1 Platform length (Lbp) 5,80 m
2 Length over all (Loa) 6,00 m
3 Breadth over all (Boa) 2,40 m
4 Height 0,50 m
5 Max. Draft 0,25 m
6 Speed 20 knot
Displacement ± 2,0 ton
Sebagai bahan utama pada kajian ini
digunakan rancangan dasar prototip perahu rawa (Swamp Boat) untuk patroli melalui
wacana perahu pembanding3). Adapun ukuran utama rancangan perahu rawa ditampilkan pada Tabel 1. Sedangkan pada Tabel 2 ditampilkan konfigurasi pembanding berat perahu rawa LWT dan Tabel 3 ditampilkan komposisi beban muatan (Pay load) perahu rawa DWT.
Tabel 2. Data Pembanding Berat (LWT)
No Jenis Beban Berat (Kg)
1 Konstruksi lambung 418
2 Mesin & Sis. Transmisi 425
3 Sangkar baling-baling 57,5
4 Baling-baling 30
5 Tempat duduk 35
7 Pondasi mesin 76
8 Sistem Kemudi 20
9 Jatra dan Instrumen 25
10 Baterai & Alat Navcom 25
Total 1111,5
Tabel 3.
Data Berat Muatan (DWT)
No Jenis Beban Berat (Kg)
1 6 Personel (@ 75 Kg) 450
2 Logistik & Munisi (5 jam) 50
3 Persenjataan 12,7 mm 20
4 Bahan bakar (100 lt) 80
Total 600
Untuk rancangan sistem permesinan dan
penggerak di perahu rawa meliputi diesel engine, reduction gear, belt, shafting dan propeller sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 24).
Gambar 2. Sistem permesinan perahu rawa
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
34 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Tabel 4. Data banding karakteristik mesin
penggerak perahu rawa
No Karakteris
tik mesin
Jenis Mesin
STRM DTZ CAT VOLP
1 Engine
type
SE286E
40
BF6M1
015
MC
C7B D6-330
2 Output
(Crank
shaft) Kw
(HP)
205
(279)
214
(287)
205
(275)
237
(322)
3 Rated
speed
(rpm)
4000 - 2400 3500
4 Full power
speed
range
(rpm)
3500 –
4100
- - -
5 Cylinders 6 Inline 6 V-
Engine
6
Inline
6 Com.
Rail
6 Displace-
men (T)
3.2 L 11.91
L
7.24 L 5.5 L
7 Bore (mm) 85 132 110 103
8 Stroke
(mm)
94 145 127 110
9 Compressi
on ratio
17:1 - - 17.51:1
10 Max
torque
(nm)
570 285 - -
11 At speed
(rpm)
2550 1500 - -
12 Max
torque
(lbs-ft)
420 - - -
13 Weight
( kg )
340 1180 798 721
14 Weight per
unit of
power
(kg/hp)
1.22 4.11 2.90 2.24
15 Dimension
(l x w x h)
(mm)
1090 x
649 x
754
1482 x
1316 x
1138
12218
x
919.6
x
916.9
1439 x
820 x
792
Catatan: STRM (Steyr Motors), DTZ (Deutz), CAT (Caterpilar), VOLP (Volvo penta). Data diolah dari
berbagai sumber5).
Serta spesifikasi teknis permesinan utama (diesel engine) ditampilkan pada Tabel 4. Sebagai pembanding disini digunakan alternatif 4 data mesin diesel (marine used) dengan parameter teknis yang mendekati nilai ketentuan spesifikasi teknik perahu
rawa5). Adapun parameter utama yang berpengaruh dalam seleksi mesin yang digunakan adalah ukuran mesin, besar tenaga mesin dan RPM yang cukup, berat mesin yang ringan serta memungkinkan bahan bakar biodiesel yang digunakan.
Sedangkan tipe baling-baling udara yang digunakan untuk penggerak perahu rawa digunakan tipe Whisper Tip 2 berdaun 3 terbuat dari bahan dasar material composite
berpenguat carbon spar6). Baling-baling tipe ini ringan, cukup kuat dengan diameter tidak melebihi lebar perahu, banyak digunakan sebagai propulsi perahu rawa. Adapun spesifikasi teknis baling-baling perahu rawa ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Spesifikasi baling-baling perahu rawa
Item
Dimensi
Type Whisper Tip 2.0 Standard Diameter
78"
Diameter Range 76" to 82" HP Range 200 to 500 HP Blade Width 12'' Engine Applications
Reduction drive engines
Max RPM 2700 Rotation Left or Right-Hand
Rotation Configurations Air propulsion
3 blade propeller
Bentuk konfigurasi baling-baling udara
tipe Whisper Tip 2 berdaun 3 seperti ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk baling-baling tipe Whisper Tip 2
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 35
Sedangkan metodologi pengkajian yang dilakukan guna mendapatkan daya gerak perahu rawa yang optimal digunakan empat tahapan kegiatan sebagai mana disampaikan pada diagram metodologi pada Gambar 4. Pengkajian rancangan dasar perahu rawa dilakukan berawal dari data dasar spesifikasi teknis (techspec) yang disyaratkan TNI AL. Dari sini dapat dilakukan dasar optimasi bentuk rancangan awal (layout) badan/ lambung perahu rawa serta rencana lokasi penempatan sistem propulsi dan kerangka pengaman, sistem kemudi, sistem steering, logistik, persenjataan, nav-com dan tempat duduk 6 penumpang.
Gambar 4. Metodologi tahapan pengkajian
Dari rancangan ini sebagai Tahapan
pertama dilakukan penentuan perkiraan ukuran utama serta total berat (displacement) perahu rawa. Total berat ini terdiri dari berat mati atau berat muatan (DWT) dan berat struktur (LWT). Hasil rancangan dasar perahu ini divalidasi untuk dapat memuat bobot personel dan seluruh perlengkapan operasi dan logistik. Tahapan kedua berdasarkan ukuran utama perahu, maka dilakukan perhitungan hambatan dan optimasi besar tenaga gerak perahu dengan menyesuaikan karakteristik baling-baling udara yang tersedia. Dalam optimasi perhitungan daya dorong sistem propulsi udara perahu, digunakan pendekatan perhitungan memakai basis parameter hidrodinamika dengan hambatan utama air. Sedangkan untuk hambatan udara dapat
diabaikan karena dianggap bernilai kecil7). Tahapan ketiga dilakukan pengujian prototip perahu di perairan (seatrial) dan dilakukan analisa data performansi daya dorong dan kecepatan perahu. Tahap ke empat
dilakukan kajian hasil pengujian (seatrial) perahu dibandingkan dengan ketentuan teknis (tecspec) yang disyaratkan TNI AL.
PEMBAHASAN
A. Perancangan Berat Total Perahu Total bobot perahu rawa (displacement)
terdiri dari komponen berat struktur dan permesinan - LWT (Light Weight) dan komponen berat muatan - DWT (Dead Weight). Komponen DWT termasuk berat seluruh personel dan perlengkapan perahu, logistik pengoperasian perahu selama 5 jam serta perlengkapan munisi senjata. Komponen utama estimasi berat LWT dan DWT ditampilkan pada Tabel 6. Estimasi total bobot perahu rawa sebesar ± 2000 Kg.
Tabel 6.
Estimasi total berat perahu rawa
No Komponen Berat Ukuran
1 LWT (Light weight) : 1200 Kg
a. Konstuksi lambung 700 Kg
b. Sistem propulsi 500 Kg
2 DWT (Dead weight) : 800 Kg
a. Bahan bakar 200 lt 160 Kg
b. Persenjataan 12,7 mm 75 Kg
c. Personel 6 org (@ 75 Kg) 450 Kg
d. Logistik 30 Kg
e. Perlengkapan Steering, Navcom, Akomodasi
85 Kg
Total 2000 Kg
Distribusi persentase komponen berat
badan perahu rawa (LWT) dan muatan (DWT) ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Prosentase bobot perahu rawa
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
36 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
B. Hambatan dan Tenaga Gerak Dari perhitungan estimasi total bobot
perahu (displacement) meliputi berat perahu dan muatan, dapat dirancang bentuk dasar perahu menggunakan perangkat lunak Maxsurf dan dapat ditetapkan ukuran utama dan sarat air. Selanjutnya dapat diestimasi kebutuhan berat material alumunium untuk struktur dan lambung yang digunakan. Dari data ini dapat dirancang gambar rencana umum perahu rawa lengkap dengan tempat duduk, pondasi mesin, kemudi dan sangkar mesin. Adapun bentuk dasar lambung perahu rawa ditampilkan pada Gambar 6.
LWL
LOA
BWL
BOA
T
H
Gambar 6. Rancangan bentuk (lines plan) perahu
Berdasarkan rancangan bentuk lambung
perahu dapat dilakukan perhitungan optimasi besar hambatan dan estimasi besar tenaga penggerak perahu yang diperlukan serta pemilihan mesin penggerak dan baling-baling udara untuk perahu rawa yang sesuai pada kecepatan operasi perahu. Total hambatan
perahu (RT)8) dihitung sesuai rumus persamaan (1). RT = CT.0,5 ρ.S.V2 (1) RT : Hambatan total perahu (kgm/s2) ρ : Massa jenis air laut (kg/m3) S : Luas basah lambung perahu (m2) V : Kecepatan operasi perahu (m/s2) CT : Koefisien total hambatan
Optimasi hambatan perahu dihitung dengan cara memvariasikan kedalaman sarat perahu rawa dan dipilih Coefficient block (Cb) lambung perahu yang paling optimum. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengakomodasi bobot total perahu (displacement) sehingga mampu memuat nilai LWT dan DWT perahu.
Sedangkan untuk perhitungan luas permukaan basah lambung perahu digunakan data luas basah lambung pada 10 garis air dimulai dari sarat air awal 0,05 m sampai dengan sarat 0,5 m dengan penambahan selisih kedalaman sebesar 0,05 m. Grafik hubungan nilai hambatan (R), luas permukaan basah lambung (S), Displacement (Displ) dan Coefficient block (Cb) perahu rawa ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hambatan fungsi luas permukaan dan
Variasi sarat air dan Coefficient block Dari pembacaan data grafik pada
Gambar 7 didapatkan pada sarat air di tengah (midship) maksimum 0,5 m, nilai luas permukaan basah lambung perahu 19,039 m2, Displacement perahu 4,171 ton dan Cb lambung perahu 0,585. Sehingga nilai total optimasi hambatan perahu 3405,801 Kgm/s2
(Newton).
Gambar 8. Hubungan Draft a Midship dan Displacement
(perhitungan Hidrostatika)
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 37
Dari data nilai hambatan perahu yang didapatkan, selanjutnya dapat ditentukan besar tenaga efektif penggerak yang dibutuhkan untuk mendorong perahu melaju (Pe). Perhitungan numerik secara empiris kebutuhan daya penggerak mengacu pada
persamaan (2)9). Pada perhitungan ini nilai efisiensi optimum (losses), yaitu pertimbangan hilangnya tenaga penggerak akibat transmisi tenaga gerak perahu belum dimasukan.
Pe = RT . V (2)
Disini RT (kgm/s2) merupakan nilai hambatan total perahu rawa di air dan V (m/s2) merupakan kecepatan dinas/ operasi perahu. Dengan mengacu tecspec perahu rawa, untuk kecepatan perahu 20 knot, nilai Pe dari persamaan (2) diperoleh sebesar 35011,639 Watt atau setara 47,78 HP. Menurut metode pendekatan Savitsky 10) untuk kapal cepat pada kondisi planing hulls nilai Pe mempunyai efisiensi ±80% karena hambatan air badan kapal berkurang, sehingga diperoleh nilai Pe sebesar 38,18 HP. Nilai ini tidak terpaut jauh jika dibandingkan dengan hasil perhitungan secara numerik berbasis perhitungan propulsi di air menggunakan perangkat lunak Maxsurf. Pada rancangan kecepatan 20 knot, nilai Pe mencapai 38,93 HP dan pada rancangan kecepatan perahu 50 knot nilai Pe mencapai 267,3 HP seperti hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 7. Untuk mendapatkan besar tenaga penggerak total yang diperlukan dengan pendekatan perhitungan propulsi di air nilai Pe harus dikalikan dengan total efisiensi mekanis transmisi (ηH) sehingga akan didapatkan nilai optimum daya mesin perahu. Namun dalam kajian di sini pada perahu rawa akan digunakan sistem propulsi baling-baling udara dengan pendekatan perhitungan di udara. Untuk itu perlu dihitung gaya dorong (thrust) sistem propulsi udara yang akan digunakan, mendorong perahu rawa melaju dengan kecepatan 20 knot.
Tabel 7.
Hasil Perhitungan Numerik Hambatan dan Tenaga gerak
Kecepatan Hambatan Efisiensi 80%
(Savitsky)
Knot Newton Power (HP)
0 -- --
1,25 -- --
2,5 -- --
3,75 -- --
5 -- --
6,25 -- --
7,5 -- --
8,75 -- --
10 2009,55 17,33
11,25 2136,64 20,73
12,5 2206,8 23,79
13,75 2232,24 26,47
15 2233,53 28,89
16,25 2227,87 31,22
17,5 2226,35 33,6
18,75 2235,17 36,14
20 2257,34 38,93
21,25 2294,07 42,04
22,5 2345,52 45,51
23,75 2411,37 49,39
25 2491,01 53,7
26,25 2583,79 58,49
27,5 2689 63,77
28,75 2806 69,57
30 2934,17 75,91
31,25 3072,98 82,81
32,5 3221,93 90,3
33,75 3380,59 98,39
35 3548,57 107,1
36,25 3725,53 116,46
37,5 3911,16 126,48
38,75 4105,21 137,18
40 4307,43 148,58
41,25 4517,62 160,7
42,5 4735,58 173,56
43,75 4961,14 187,17
45 5194,17 201,56
46,25 5434,52 216,75
47,5 5682,06 232,75
48,75 5936,71 249,58
50 6198,34 267,26
Tabel 8.
Hambatan dan Engine – Propeller Thrust
Speed Putaran
Prop.
Hambatan Eng Prop Thrust
80 % Eff
Knot RPM Newton Newton
0 0 0 0
1,25 600 0 0
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
38 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
2,5 650 0 0
3,75 700 0 0
5 750 0 0
6,25 800 0 0
7,5 850 0 0
8,75 900 0 0
10 950 2009,55 44609,60
11,25 1000 2136,64 39652,98
12,5 1500 2206,8 35687,68
13,75 2000 2232,24 32443,34
15 2150 2233,53 29739,73
16,25 2200 2227,87 27452,06
17,5 2250 2226,35 25491,20
18,75 2300 2235,17 23791,79
20 2350 2257,34 22304,80
21,25 2400 2294,07 20992,75
22,5 2450 2345,52 19826,49
23,75 2500 2411,37 18782,99
25 2550 2491,01 17843,84
26,25 2600 2583,79 16994,13
27,5 2650 2689,00 16221,67
28,75 2700 2806,00 15516,38
30 2700 2934,17 14869,87
31,25 2700 3072,98 14275,07
32,5 2700 3221,93 13726,03
33,75 2700 3380,59 13217,66
35 2700 3548,57 12745,60
36,25 2700 3725,53 12306,10
37,5 2700 3911,16 11895,89
38,75 2700 4105,21 11512,15
40 2700 4307,43 11152,40
41,25 2700 4517,62 10814,45
42,5 2700 4735,58 10496,38
43,75 2700 4961,14 10196,48
45 2700 5194,17 9913,24
46,25 2700 5434,52 9645,32
47,5 2700 5682,06 9391,49
48,75 2700 5936,71 9150,69
50 2700 6198,34 8921,92
Dengan diambil nilai gaya hambatan
perahu rawa berbasis perhitungan propulsi di air (Savitsky method), maka nilai gaya dorong (thrust) baling-baling udara perahu rawa berbasis perhitungan sistem propulsi udara harus setara dengan nilai hambatan. Untuk itu dalam iterasi perhitungan ini digunakan jenis propeller dengan spesifikasi teknik sebagaimana pada Tabel 5. Adapun hasil
perhitungan Propeller and Engine thrust ini ditampilkan pada Tabel 8.
C. Pemilihan Propeller Udara
Pemilihan baling-baling Whisper Tip5) sebagai tipe baling-baling udara yang digunakan pada perahu rawa didasarkan pada spesifikasi teknis baling-baling yang ditampilkan pada Tabel 5. Bentuk bilah baling-baling memiliki profil sangat tajam dengan tip penyapu yang agresif serta mempunyai kinerja unggul. Desain ini akan mengurangi gaya hambatan (drag) dan kebisingan akibat putaran baling-baling, sehingga baling-baling dapat menghasilkan gaya dorong (propeller thrust) yang optimum, sehingga akan dapat menghemat kebutuhan bahan bakar. Baling-baling yang digunakan adalah baling-baling udara dirancang sebagai sistem propulsi untuk perahu rawa (air boat/ swamp boat) dan dipasang di atas permukaan air. Sistem propulsi ini mampu memberikan gaya dorong (thrust) untuk menggerakkan badan perahu maju dengan kecepatan operasi rata-rata ≥ 20 knot. Untuk perhitungan gaya dorong baling-baling Tp (propeller thrust) digunakan rumusan pada persamaan (3) dan (4) dan tenaga pendorong pada poros penggerak Ps (shaft power)
digunakan rumusan pada persamaan (5) dan
(6) 11).
Tp = CT . ρ. n2. D4 (3)
CT = (J = V/nD, p/D, tipe prop) (4) CT : koefisien pendorong
ρ : Densitas udara (kg/m3) n : putaran baling-baling (rpm) D : diameter baling-baling (m) V : kecepatan maju baling-baling (m/s) p : pitch baling-baling (m) Ps = Cp . ρ. n3. D5 / 550 (5)
Cp = (J = V/nD, p/D) (6)
Cp : koefisien tenaga
Disini besaran nilai trust propeller
merupakan fungsi dari nilai pitch, bentuk dan diameter bilah baling-baling, putaran baling-baling, densitas udara dan koefisien pendorong (thrust Coefficient) serta pitch - kecepatan maju (forward velocity). Sedangkan nilai perhitungan besar tenaga pendorong pada poros penggerak merupakan fungsi dari jumlah putaran, diameter bilah baling-baling, densitas udara, koefisien tenaga (power coefficient), pitch -
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 39
kecepatan maju (forward velocity) pada
efisiensi baling-baling 80 %11). Untuk nilai daya mesin penggerak didapatkan dari nilai tenaga dorong poros penggerak (Ps) dikalikan nilai total efisiensi mekanik transmisi daya (ηH). Pada simulasi perhitungan gaya dorong baling-baling Tp (propeller thrust) dan tenaga penggerak perahu rawa berbasis sistem propulsi memakai baling-baling udara, disini digunakan data perhitungan numerik hingga rancangan kecepatan maksimum 50 knot. Hal ini dimaksudkan dengan mempertimbangkan adanya penurunan losses tenaga pada baling-baling seiring dengan meningkatnya kecepatan perahu rawa. Terlihat bahwa untuk mencapai rancangan kecepatan perahu 20 knot, nilai RPM baling-baling masih mencapai 2350 atau sekitar 80% dari maksimum RPM sesuai spesifikasi baling-baling. Oleh karenanya untuk mendapatkan nilai optimum daya gerak perahu rawa, maka rancangan kecepatan perahu rawa masih optimis dapat dicapai hingga 50 knot pada maksimum RPM baling-baling.
Dengan didapatkan nilai optimum kebutuhan daya mesin penggerak, berikutnya dapat ditentukan besar dan jenis mesin penggerak sesuai kebutuhan pemakaian di perahu.
D. Penetapan Daya Penggerak
Berdasarkan acuan hasil perhitungan
hambatan (resistance) dan kebutuhan optimum tenaga gerak pendorong perahu rawa untuk dapat mencapai kecepatan operasi ≥ 20 knot, maka dilakukan seleksi teknis data mesin yang tersedia. Dari dasar kajian data ke-4 alternatif mesin perahu rawa seperti tercantum pada Tabel 4, terlihat bahwa kemampuan teknis mesin diesel Steyr Motors Type SE286E40 memiliki kelebihan penilaian dibandingkan dengan ke 3 (tiga)
mesin lainnya4). Dengan besar tenaga mesin yang relatif hampir sama, namun ditinjau dari kecilnya rasio berat per unit tenaga mesin, menunjukan mesin Steyr Motor jauh lebih ringan dari pada 3 mesin lainnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Penilaian ini sangat penting terkait efektifitas daya gerak serta pengaturan titik berat perahu karena peletakan mesin yang ditempatkan diatas badan perahu. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi stabilitas statis perahu rawa. Disamping itu dengan tenaga mesin yang sama mesin Steyr Motor memiliki ukuran lebih kecil. Mesin dapat menggunakan bahan bakar biodiesel yang tidak terlalu sulit didapatkan di daerah pedalaman. Pada
Gambar 7 ditampilkan bentuk Mesin Styer yang digunakan pada perahu rawa dengan ukuran utama (l x w x h) : 1090 x 649 x 754 (mm) .
Gambar 9.
Mesin Steyr Motors Tipe SE286E40
Dengan data daya dorong yang sepadan baik melalui perhitugan berbasis propulsi di air maupun berbasis propulsi udara pada perahu rawa dengan hambatan 6198,34 N (kgm/s2) dan rancangan kecepatan optimal maksimum 50 knot, maka selanjutnya dapat dirancang daya dorong perahu rawa untuk ke dua jenis sistem propulsi. Pada penggunan sistem propulsi air dibutuhkan mesin penggerak sebesar 267,3 HP. Untuk menggunaan sistem propulsi udara dengan basis perhitungan gaya dorong baling-baling
udara berefisiensi 80%11), dibutuhkan tenaga gerak pendorong Ps = 8921,92 N, setara dengan kebutuhan daya mesin penggerak sebesar 238 HP. Pada perhitungan di sini digunakan nilai efisiensi maksimal mechanical power transmission losses (50 %) pada sistem propulsi perahu rawa yang terdiri dari komponen sistem transmisi vertical belt
transmission, reduction gear dan bearing5,6). Untuk selanjutnya dapat ditetapkan jenis mesin diesel penggerak perahu dengan kebutuhan daya berkisar ± 238 - 268 HP. Dipilih mesin diesel yang tersedia dengan daya 279 HP. Dari hasil perhitungan numerik berbasis sistem propulsi udara dapat digambarkan grafik perbandingan nilai hambatan dan gaya dorong mesin ke baling-baling (engine propeller thrust) dengan nilai efisiensi baling-baling 80%, sebagaimana pada Gambar 10.
Dari grafik hubungan antara nilai capaian kecepatan, hambatan yang terjadi serta engine-propeler thrust pada perahu rawa dalam perhitungan numerik menunjukan bahwa pada kecepatan sekitar 10 knot, perahu mulai bergerak, rasio nilai hambatan mulai naik mencapai 2000 N dan engine propeller thrust sudah mencapai 44000 N atau 4,5%. Namun rasio ini menurun seiring
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
40 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
dengan peningkatan kecepatan perahu. Hal ini terkait degan pengaruh grafik karakteristik lossess parameter gaya dorong (propeller
thrust) baling-baling12).
Gambar 10. Hubungan hambatan (Resistance) dan gaya
dorong 80% (Engine - Propeller Thrust) pada kapal rawa
Dengan didapatkan nilai optimum daya
gerak perahu rawa secara numerik, maka untuk pembuktian konsep desain (proof of design concept) dilakukan pembangunan dan pengujian pelayaran prototip perahu rawa di lapangan. Dalam kegiatan pengujian ini digunakan prototip perahu rawa hasil implementasi kegiatan kerjasama TNI-AL,
BPPT dan galangan BUMS-MPE12). Pelaksanaan validasi hasil optimasi daya gerak perahu rawa, dilakukan melalui serangkaian pengujian berlayar (seatrial) di perairan terbatas sesuai ketentuan osreq-spectec TNI AL.
E. Pengujian pelayaran Perahu Rawa
Gambar 11. Pengujian perahu rawa
Pengujian perahu rawa dilaksanakan
dengan kondisi beban muatan (payload) disesuaikan dengan ketentuan untuk operasi
militer dengan pengawakan 6 orang (1 awak juru mudi, 1 orang penembak dan 4 orang
prajurit patroli)13). Gambar 11 menampilkan pengujian berlayar perahu rawa dan hasil pengujian ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9.
Hasil Pengujian Berlayar
Durasi Eng.
Rpm
Prop.
RPM
Action
%MCR
Speed
(knot)
5min
6sec
1200 810 25% 4,3
4min
44sec
1200 810 25% 4,4
3min
35sec
1900 1282,5 25% 5,8
4min
8sec
1900 1282,5 50% 5,4
2min
42sec
2800 1890 50% 8,1
2min
58sec
2800 1890 50% 7,4
1min
46sec
3000 2025 66% 14,6
2min
34sec
3000 2025 66% 13
1min
4sec
3200 2160 75% 25
1min
47sec
3200 2160 75% 25
50sec 3500 2362,5 100% 27
58sec 3500 2362,5 100% 30
Gambar 12.
Perbandingan data pengujian numerik dan seatrial untuk putaran baling-baling (RPM)
dan kecepatan perahu (knot) Pada Gambar 12 ditampilkan grafik perbandingan antara putaran baling-baling dan kecepatan perahu rawa berdasarkan data dari perhitungan numerik daya gerak dan data hasil pengukuran pada perahu saat di lapangan. Dari data ini terlihat grafik peningkatan putaran baling-baling perahu seiring dengan peningkatan kecepatan
Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa Berbasis Propulsi Udara Guna Meningkatkan Kinerja Wahana Patroli TNI AL ( A.Paripurna, Samudro, Suwahyu, R.Kharis, H.Suyanto)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 41
perahu yang menunjukan rata-rata arah yang proposional. Pengujian kecepatan perahu di lapangan disudahi sampai kecepatan 30 knot, mengingat faktor keselamatan operasional perahu dengan kondisi lintasan perahu di area perairan yang terbatas. Dengan hasil uji pelayaran ini terlihat capaian kinerja kecepatan perahu rawa telah melebihi persyaratan kecepatan opsrec yang ditetapkan 20 knot
.
SIMPULAN
Optimasi rancangan Perahu Rawa untuk
pemenuhan ketentuan opsreq militer menghasilkan ukuran utama Panjang x Lebar x Sarat (5,8 x 2,1 x 0,25) m dengan bobot maksimum (displacement) sebesar 2000 Kg. Hasil simulasi perhitungan numerik berbasis kondisi propulsi di air, pada kecepatan 20 knot, besar gaya hambatan perahu rawa mencapai 2257,34 N dan pada kecepatan 50 knot, gaya hambatan perahu mencapai 6198,34 N dengan kebutuhan daya dorong perahu sebesar 38,9 HP dan 267,3 HP. Hasil simulasi perhitungan numerik berbasis kondisi propulsi udara dengan nilai hambatan air perahu 2257,34 N, kecepatan 20 knot dan nilai hambatan 6198,34 N, pada rancangan kecepatan 50 knot membutuhkan besar gaya dorong baling-baling (Engine propeller thrust) pada efisiensi 80% sebesar 22304,80 N dan 8921,92 N. Berdasarkan hasil perhitungan simulasi untuk kebutuhan minimum daya gerak pendorong perahu rawa pada kecepatan sampai 50 knot perlu sebesar ± 238 - 268 HP dan dari hasil kajian teknis spesifikasi mesin, maka digunakan alternatif sistem propulsi penggerak perahu berupa mesin diesel Steyr Motors Type SE286E40 dengan daya 275 HP dan baling-baling udara Whirlwind type Whisper Tip 2.0, diameter 78”. Hasil pencapaian kinerja kecepatan operasi perahu rawa berdasarkan perhitungan simulasi numerik menggunakan optimasi pemakaian data teknis mesin dan baling-balling yang dipilih, didapatkan rancangan kecepatan perahu rawa mampu mencapai 50 knot. Dibandingkan dengan kecepatan operasi 20 knot yang ditetapkan pada opsreq-spectec, presentase peningkatan rancangan kecepatan perahu rawa mencapai 150%. Berdasarkan hasil pengujian perahu rawa di lapangan didapatkan data pengukuran putaran baling-baling perahu mencapai 2362,5 RPM pada capaian kecepatan sampai 30 knot. Dari hasil uji ini kinerja kecepatan perahu sudah mampu mencapai peningkatan 50% dari kecepatan yang dipersyaratkan 20 knot pada opsrec-spectec TNI AL.
UCAPAN TERIMA KASIH
“Perancangan Daya Gerak Perahu Rawa
berbasis propulsi udara guna meningkatkan kinerja wahana patroli TNI AL”, merupakan hasil kajian teknis, bagian dari program kegiatan Kerjasama teknis, Rancang Bangun Prototip Swamp Boat didukung oleh Dislitbang TNI AL, PTIPK BPPT dan PT Mega Perkasa Engineering tahun 2013. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Erzi A. Gani, ME, mantan Deputi Ka. BPPT Bid. TIRBR, yang telah mendukung sepenuhnya pelaksanaan kegiatan kerjasama ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagja, D., Kuasai medan untuk menangkan pertempuran di laut, Buletin Hidro-Oseanografi, Dishidros TNI AL, Ed. 02/XIII, 2012.
2. Dislitbang TNI AL, Technical Specification (Tecspec) Rancang Bangun Perahu Rawa (Swamp Boat), 2013 (Tidak dipublikasikan).
3. Lepek, A.P., Optimization of an Air boat Design, The Lee Honors Collage, Thesis, Western Michigan University, USA, 2012.
4. Dumment R., Design of Propulsion Systems for High-speed Craft The Use of Airboat in Ice and Water Rescue Emergencies. Fire Eng., pp. 113-126, 2004.
5. Data berbagai sumber : Commercial Marine Engine brochures / web-side.
6. Whirlwind Propellers, Composite Airboat Propeller Instruction, https://whirlwindpropellers.com/airboats/wp-content/uploads/2015/05/WhirlWind_Composite_Airboat_Propeller_Instructions_112013.pdf, diakses April 2018.
7. Insel, M. and Molland, A.F., An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans. Meeting of the Royal Institution of Naval Architect, UK, 1991.
8. Sv. Aa. Harvald, Tahanan dan Propulsi Kapal (buku terjemahan), Airlangga University Press, Surabaya, 1991.
9. Basic Principle of Ship Propulsion, https://spain.mandieselturbo.com/docs/librariesprovider10/sistemas-propulsivos-marinos/basic-principles-of-ship-propulsion.pdf?sfvrsn=2, diakses April 2018 .
10. Savitsky, D., Hydrodynamic design of planning hulls, Marine Technology Journal, Vol 1, No. 1, p. 71-95, SNAME-USA, Oct 1964.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (31-42)
42 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
11. Garner, W.B., Model Airplane Propeller, Air-Propeller research document, [email protected], March 2009.
12. Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan-BPPT, Laporan Rancang bangun kapal swampboat, 2013 (Tidak dipublikasikan).
13. Paripurna, A., Samudro, Suwahyu, Noor F.R, Pengujian Berlayar Prototip Kapal Patroli Rawa – TNI AL Untuk Pemenuhan Standar Operasi Militer, Proceding Seminar 12th AMTeQ-LIPI, GWB - Puspiptek, Serpong, Tangsel, 12 Oktober 2017.
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 43
KAJIAN TEKNOLOGI PEMANFAATAN BIOGAS POME (PALM OIL MILL EFFLUENT) KE BOILER
STUDY OF THE TECHNOLOGY OF UTILIZING BIOGAS FROM PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) TO BOILER
Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S
Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung Energi Klaster 5, PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan 15314 e-mail : [email protected]
Abstrak
PTPN V di Propinsi Riau, merencanakan kajian teknis untuk penerapan teknologi Biogas to Boiler untuk memaksimalkan pemanfaatan Biogas, khususnya di PKS Sei Pagar. Kajian tersebut bertujuan untuk mensubstitusi Cangkang pada Boiler/ Ketel Uap melalui skema Model Pemanfaatan Biogas POME ke Boiler pada Pabrik Kelapa Sawit. Selain kajian teknis, kajian keekonomian dan lingkungan dilakukan dalam kaitan studi banding ke beberapa PKS di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Skema Model Pemanfaatan Biogas POME ke Boiler pada Pabrik Kelapa Sawit menggunakan beberapa komponen, seperti : Blower, Sistem Pemipaan, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, dan Control Panel (PHB). Dari hasil studi tersebut, jumlah cangkang yang dapat digantikan dengan biogas POME pada pembakaran di Boiler sebanyak 6.549,3 ton per tahun. Jika cangkang tersebut dapat dijual dengan harga sebesar Rp 4.000 per kg atau Rp 400.000 per ton, maka pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan cangkang sekitar Rp 2,62 Milyar. Model Pemanfaatan tersebut dapat dikembangkan dan diterapkan untuk mendukung penerapan teknologi Biogas to Boiler di Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Indonesia.
Kata Kunci : Ketel Uap/ Boiler, Blower, Sistem Pemipaan, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, Control Panel
Abstract
PTPN V in Riau Province, planning the implementation of technical study of Biogas to Boiler technology to maximize the use of Biogas in particular the Sei Pagar Mill. The study aims to substitute shells for steam boilers/ kettle through the scheme of using biomass POME to boilers at palm oil mills. In addition to technical studies, economic and environment studies are carried out in comparative studies on several Mill s in Sumatra and Kalimantan. Utilization Model Scheme. Biogas POME to Boilers at Palm Oil Mill by applying Biogas to Boiler technology includes several components of equipment, such as: Blower, Piping System, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, and Control Panel (PHB).From the study, then number of shells that can be replaced with Biogas POME in the Boiler combustion is 6,549.3 ton per annum. If the shells can be sold at the price of IDR 4,000 per kg or IDR 400,000 per tonne, the income obtained from the sale of shells is around IDR 2,62 billion. The Utilization Model of Biogas POME can be developed and implemented to support the application of Biogas to Boiler technology at Palm Oil Mills in Indonesia.
Keywords: Steam Boiler/ Boiler, Blower, Piping System, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, and Control Panel
Diterima (received ) : 26 November 2019 , Direvisi (revised ) : 01 Maret 2019 , Disetujui (accepted) : 06 Maret 2019
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
44 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN Kebijakan energi Indonesia tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kebijakan pengelolaan energi didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Terkait dengan hal tersebut, Kebijakan Energi Nasional mentargetkan kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% dari bauran energi nasional pada tahun 2025 mendatang1).
Terkait dengan pemberdayaan sumber daya energi terbarukan, maka pemanfaatan biomassa berbasis kepada tanaman sawit menjadi opsi strategis sebagai bahan baku untuk produksi bahan bakar alternatif di masa mendatang. Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia saat ini, yakni sekitar 35 juta ton per tahun. Pabrik kelapa Sawit mengolah TBS, dan menghasilkan produk minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO), minyak kernel (Palm Kernel Oil/ PKO). Dari kegiatan pengolahan CPO menghasilkan limbah padat seperti TKS, cangkang dan serabut, serta limbah cair (Palm Oil Mill Effluent/ POME). TKS umumnya digunakan untuk pupuk/ land application dengan mengembalikannya ke lahan perkebunan atau digunakan untuk menimbun tanah di lahan perkebunan.
POME merupakan salah satu produk samping berbentuk cairan kekuningan pekat dengan bau ofensif yang berbeda dan ditandai oleh nilai-nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) di kisaran 35.000 - 120.000 mg/L dan 25.000 – 65.000 mg/L. Potensi limbah cair tersebut sangat besar dan dimungkinkan untuk dikembangkan menjadi produk bermanfaat seperti Biogas POME yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, panas, dan substitusi bahan bakar.
Pemanfaatan Biogas POME sebagai bahan bakar membutuhkan treatment untuk mengurangi kadar air, dan terutama H2S yang memenuhi ambang batas pada pembakaran di Gas Engine (<200 ppm) dan pembakaran pada
Burner di Boiler (<1000 ppm), sehingga semakin banyak dimanfaatkan.
Umumnya PKS memanfaatkan seluruh serabut dan sebagian cangkang untuk bahan bakar boiler PKS guna menghasilkan uap air untuk keperluan proses PKS dan membangkitkan energi listrik. Sebagian cangkang yang tidak digunakan sebagai bahan bakar, dijual ke pasar di wilayah Sumatera umumnya dengan harga Rp 400.000 - 500.000/ton-cangkang 2,3).
Pada PKS Sei Pagar yang beroperasi di bawah manajemen PTPN V, terdapat dua unit boiler di mana satu unit beroperasi dan satu unit untuk standby. Boiler yang digunakan di PTPN V, seperti di PKS Sei Pagar, Terantam, Tandun dan lainnya, menggunakan Boiler Takuma (N-600SA), dengan parameter Tekanan outlet (P2) 2,2 MPa, Suhu outlet (T2) 222oC, Tekanan inlet (P1) 3.1 Mpa, Suhu inlet (T1) 70oC, dan Efisiensi Boiler 80% dengan Laju Steam 20-22 t/jam.
Pada PKS Sei Pagar rasio produksi cangkang, serabut dan POME terhadap TBS adalah 7%, 13% dan 70% 4). Nilai rasio produksi cangkang dan serabut tersebut, sama dengan nilai rata-rata rasio cangkang dan serabut di PKS-PKS seluruh Sumatera Utara 5). Tujuan Penelitian
Makalah ini mengulas kajian Pemanfaatan
Biogas POME sebagai Bahan Bakar Boiler untuk Pabrik Kelapa Sawit. Dari hasil evaluasi terhadap pemanfaatan Biogas POME di PLTBg wilayah Sumatera dan Kalimantan terdapat tiga skema Model Pemanfaatan secara umum di PKS, yaitu:
a) Skema Pertama (1-2-3-4) : Biogas POME hasil Treatment selain digunakan untuk bahan bakar gas engine, juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti cangkang di boiler PKS.
b) Skema Kedua (1-2-4) : Biogas POME hasil Treatment hanya digunakan untuk bahan bakar pengganti cangkang di boiler PKS.
c) Skema Ketiga (1-4) : Biogas POME tanpa Treatment langsung digunakan untuk bahan bakar pengganti cangkang di boiler PKS.
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 45
Gambar 1. Skema model pemanfaatan secara umum di PKS
Skema Pertama, merupakan skema yang
paling sesuai untuk lingkungan di PTPN V, karena produksi listrik yang dihasilkan dari biogas POME secara langsung telah dimanfaatkan ke pabrik, dan dimungkinkan untuk subtitusi cangkang dengan menerapkan teknologi Biogas to Boiler.
Skema ketiga, merupakan skema yang paling sesuai untuk PKS Sei Pagar, dan banyak dipilih terutama di wilayah Kalimantan oleh karena nilai investasi yang lebih murah dan menguntungkan, namun dampak lingkungannya sejauh ini tidak terlalu mengkhawatirkan.
Parameter keekonomian IRR dan NPV digunakan untuk mengevaluasi keekonomian pemanfaatan Biogas POME untuk mensubstitusi Cangkang. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data-data lapangan. Untuk data TBS olah PKS Sei-Pagar, Pengukuran COD, pH dan suhu POME, dilakukan di kolam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), pada saat PKS beroperasi dalam kondisi yang sama. Waktu penelitian dilakukan antara bulan Juni 2018 dan Oktober 2018, di PKS Sei-pagar. Bahan
Estimasi potensi gas metana diambil dari
perhitungan NPV, IRR, dan POT, serta Perhitungan Pendapatan dari Cangkang. Dari sisi keekonomian Pemanfaatan Biogas POME (gas metana) dalam teknologi Biogas to Boiler secara teoritis terbukti menguntungkan melalui hasil substitusi cangkang, namun secara riil
masih perlu kajian lebih lanjut yang terkait dengan kapasitas produksi PKS, lokasi dan nilai jual cangkang di pasaran setempat. Metode Desain Peralatan Sistem Gas
Salah satu target dari Kajian Pemanfaatan Biogas Sebagai Bahan Bakar Boiler di Pabrik Kelapa Sawit adalah diperoleh Model/ Desain Peralatan Sistem Gas Burner, khususnya yang sesuai untuk modifikasi sistem pembakaran Boiler/ Ketel Uap, yang akan digunakan sebagai model pemanfaatan Biogas POME. Desain didapat melalui perhitungan analisa pembakaran bahan bakar cangkang dan serabut, serta analisa pembakaran Biogas POME. Kemudian desain, perhitungan dan pemilihan peralatan teknologi Biogas to Boiler, meliputi : Blower, Sistem Pemipaan, Valve Train, Gas Burner (Single Burner), Forced Draft Fan, dan Control Panel / PHB
sampel limbah cair yang diukur dari keluaran fat-pit diasumsikan dalam range yang tidak berbeda jauh di PKS dibawah manajemen PTPN V, yang kemudian digunakan sebagai inlet untuk reaktor biogas. Metoda Metoda Pengambilan Sampel, Data dan Kuesioner
Kajian Pemanfaatan Biogas POME sebagai
Bahan Bakar Boiler ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data-data lapangan : hasil dari pengambilan dan pengujian sampel di Laboratorium; dan data dari hasil studi banding : hasil Kuesioner Kajian Teknis dan Keekonomian Pabrik Kelapa Sawit di Wilayah
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
46 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Sumatera dan Kalimantan, maka dapat diketahui potensi PKS, untuk dianalisa secara teknis maupun keekonomian. Metoda Analisa Perhitungan
Kajian Teknis dilakukan melalui perhitungan Neraca Panas dan Massa, dan perhitungan lainnya. Kajian ini digunakan untuk mengetahui potensi pembakaran bahan bakar cangkang dan serat, serta potensi pembakaran Biogas POME (gas metana), berdasarkan hasil analisa : COD, nilai rata-rata TBS olah dan rasio POME. Kemudian ditambahkan dengan beberapa catatan operasional/ lapangan Boiler di PKS, (sebelum dan sesudah menggunakan Biogas POME) dari hasil Kuesioner Kajian Teknis dan Keekonomian, sehingga dapat diketahui secara detail kondisi teknis yang diperlukan untuk evaluasi pemanfaatan Biogas POME, khususnya untuk modifikasi peralatan pada Boiler/ Ketel Uap.
Kajian Keekonomian dilakukan melalui perhitungan ekonomis dari data operasional Boiler atau Ketel Uap untuk kurun waktu tertentu yang dimaksudkan untuk mengetahui Harga Produksi Biogas. Analisa Kelayakan meliputi p Kajian Teknis / Karakteristik Biogas
Analisis Pembakaran Bahan Bakar Cangkang dan Serat
Analisis pembakaran bahan bakar Cangkang (Shell) dan Serat (Fibre) dihitung untuk mengetahui potensi energi dari penggunaan cangkang dan serat, kemudian dapat dihitung energi untuk keperluan pembangkitan uap pada Boiler, dan minimum keluaran (Throughput) untuk operasi Boiler, melalui persamaan berikut : Energi Fibre (Available) (Efw) = Fibre/FFB x Throughput x Calorific Value (1) Energi Shell (Available) (Esw) = Shell/FFB x Throughput x Calorific Value (2) Analisis Pembakaran Bahan Bakar Biogas POME
Mempelajari reaksi pembakaran biogas yang terdiri dari pembakaran gas metana, dan pembakaran gas H2S. Kemudian dihitung volume gas yang dihasilkan dari setiap pembakaran. Dilakukan perhitungan nilai kalor total dari biogas, jumlah udara teoritis untuk pembakaran, persentase gas hasil pembakaran, dan perkiraan excess air yang dibutuhkan dalam praktiknya. Reaksi pembakaran pada gas metana adalah CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O + 37.705,49 kJ/m3 (3)
Dengan persentase 66% volume gas metana yang terkandung, maka kalor yang dihasilkan dari pembakaran 1 m3 gas metana = 37.705,49 x 0,66 = 24.885,6234 kJ.
Reaksi pembakaran pada gas H2S adalah H2S + 1,5 O2 SO2 + H2O + 23.957,14 kJ/m3. (4) Dengan asumsi persentase 0,18% volume gas H2S yang terkandung, maka kalor yang dihasilkan dari pembakaran 1 m3 gas H2S = 23.957,14 x 0,0018 = 43,12 kJ.
Pada perhitungan diambil excess air sebesar 10%.
Analisis Neraca Panas dan Massa
Dilakukan perhitungan density masing-masing komponen gas, yang secara umum densitas dapat dihitung dari persamaan berikut:
ρ = M / v (5) dimana : M = Berat Molecular Biogas POME yang terdiri
dari CH4 (16,0426), CO2 (44,009), O2 (31,998), H2S (34,08)
v = Volume
Densitas aktual total gas diperoleh dengan memperhitungkan komposisi sampel Biogas POME yang dihasilkan. Kemudian dilakukan perhitungan neraca massa komponen dan menghitung jumlah energi yang dihasilkan.
Analisa Keekonomian
Sebelum melakukan investasi perlu dilakukan perhitungan ekonomi agar proyek yang dijalankan, dinilai layak secara finansial. Apabila perhitungan yang dilakukan salah akan mengakibatkan kerugian, diantaranya hilangnya kesempatan dalam mendapatkan keuntungan (loss opportunity) dan kerugian terhadap biaya investasi yang telah dikeluarkan. Metodologi yang digunakan adalah metode life cycle costing approach yang mempertimbangkan seluruh biaya dan manfaat yang akan diperoleh di kemudian hari (in the future) dan mempertimbangkan nilai waktu dari uang (time value of money). Analisa ekonomi dilakukan dengan menyusun proyeksi keuangan meliputi proyeksi biaya-biaya produksi dan pendapatan, proyeksi laba-rugi, proyeksi cash flow, serta tingkat kelayakan proyek. Indikator kelayakan proyek yang akan digunakan meliputi:
1) Break Even Point of Sales (BEP of Sales)
Menunjukkan gambaran tentang titik pulang pokok penjualan tiap tahun proyeksi, dihitung dengan formula:
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 47
𝐵𝐸𝑃 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑙𝑒𝑠 = 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝑐𝑜𝑠𝑡
1−𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
(6)
2) Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan biaya modal (cost of capital) sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/ benefit dari proyek yang direncanakan. Rumus NPV sebagai berikut:
NPV = ∑NCF
(1+k)
Nt=1 − Io (7)
dimana NCF= Arus kas bersih pada periode t Io = Pengeluaran investasi mula-mula k = Biaya modal N = Periode investasi
3) Internal Rate of Return (IRR) IRR dihitung dengan mencari tingkat diskon (discount rate) yang dapat menghasilkan nilai net present value sama dengan nol. Artinya bahwa jumlah present value dari penerimaan selama umur proyek (project life) dengan tingkat diskon tersebut sama dengan jumlah present value dari pengeluarannya. Apabila hasil perhitungan IRR lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tingkat biaya modal (Weighted Average of Cost of Capital/WACC) dari total dana yang digunakan dalam investasi proyek, maka proyek disimpulkan layak (feasible) secara finansial. Selain perhitungan indikator kelayakan, pada analisa ekonomi ini disajikan analisa sensitivitas yang merupakan analisa perhitungan untuk mengetahui perubahan indikator kelayakan suatu investasi atau bisnis akibat adanya perubahan parameter-parameter seperti perubahan harga, kinerja produksi dan lain-lain. Parameter yang akan dianalisa yaitu perubahan harga jual cangkang dan nilai investasi barang modal.
Lingkungan
Emisi GRK dari Penangkapan Gas Metana Aktivitas kegiatan/ proyek ini terdiri dari
menangkap dan membakar gas metana yang dilepaskan dari kolam anaerob pengolahan air
limbah yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit Sei Pagar yang dimiliki oleh PTPN V. Pabrik kelapa sawit tersebut memproses sekitar 170.858 ton Tandan Buah Segar (TBS) pada tahun 2017 dan menghasilkan limbah cair POME sekitar 136.686 m3 per tahun (Tabel 1). Proses ekstraksi minyak sawit menghasilkan sekitar limbah cair (POME) sekitar 0,8 m3 limbah cair minyak sawit (POME) untuk setiap ton TBS diproses.
Tabel 1. Besaran Nilai Parameter
Data kunci untuk
kondisi dasar
Nilai Unit Sumber
Rasio POME/TBS
0,6 m3 POME/ ton TBS
PTPN V
Q y,ww Lihat Tabel 2
m3 PTPN V
COD y,ww,
untreated Lihat Tabel 4
mg/l Hasil laboratorium
MCF
ww,treatment 0,8 --- AMS-III.H,
Point 7 (b), MCF lower value applies
Dalam rangka pengurangan dampak
terhadap lingkungan, POME yang akan dibuang ke lingkungan, akan diolah dulu di dalam serangkaian unit pengolah limbah cair, yang terdiri dari pendinginan, pengambilan minyak kembali, kolam anaerob dan kolam aerobik, untuk mengurangi BOD/ COD ke tingkat yang dapat diijinkan oleh peraturan yang berlaku. Pengolahan anaerob bahan organik di dalam kolam-kolam tersebut dibarengi dengan produksi biogas yang mengandung metana, dan dilepaskan secara bebas ke atmosfer.
Rencana aktivitas kegiatan adalah penangkapan biogas, pemanfaatan biogas untuk boiler yang selama ini menggunakan bahan bakar cangkang dan serat dan juga sedikit minyak diesel (pada saat start up dan shut down). Kelebihan biogas (jika ada) akan dibakar (flaring).
Skema pengolahan POME saat ini dapat dilihat pada Gambar 2. Skema proyek seperti ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebagaimana dulu pernah ada dalam skema program CDM (Clean Development Mechanism).
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
48 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Gambar 2.
Layout Kolam Pengolahan PKS Sei Pagar (kondisi saat ini)
Kegiatan proyek terdiri dari penangkapan
emisi biogas dari kolam anaerobik dengan dua kemungkinan teknologi reaktor yang berbeda, yaitu reaktor tangki jenis CSTR (continuous stirred tank reactor) dan reaktor cover CIGAR (Covered in ground Anaerobic Reactor) menutupi kolam dengan membran kedap air. Kegiatan penangkapan gas metana pada
laporan ini menggunakan reaktor CSTR dengan alasan bahwa perolehan gas metana (biogas) dari reaktor CSTR ini relatif lebih baik dibandingkan dengan reaktor cover. Sedangkan investasi untuk reaktor CSTR relatif lebih mahal dibandingkan dengan reaktor CIGAR. Hal ini ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.
Gambar 3.
Perbandingan Perolehan Gas Metana dan Biaya Investasi untuk reactor CSTR dan CIGAR Perhitungan Pengurangan Emisi GRK
Pengurangan emisi GRK proyek dihitung
secara ex-ante, perhitungan pengurangan/ reduksi emisi GRK dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut. ERy,ex ante = BEy,ex ante - ( PEy,ex ante + LEy,ex ante)
(8) Dimana:
ERy,ex ante = Ex-ante pengurangan/ reduksi emisi GRK dalam tahun y (tCO2-e)
BEy,ex ante = Ex-ante emisi baseline dalam tahun y (tCO2-e)
PEy,ex ante = Ex-ante emisi proyek dalam tahun y (tCO2-e)
LEy,ex ante = Ex-ante emisi kebocoran (leakage) dalam tahun y (tCO2-e)
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 49
Data dan Parameter Asumsi yang digunakan dalam aktivitas
proyek adalah penutupan semua kolam anaerob untuk menangkap gas metana yang timbul. Kondisi awal/ dasarnya adalah limbah cair anaerob tanpa pengambilan metana dan unit pembakaran. Kolam berupa tipe terbuka, dengan kedalaman di atas 4 m dan waktu tinggal minimal 30 hari. Temperatur effluent di atas 25oC sepanjang tahun. Gas metana dilepaskan ke atmosfer dalam kondisi yang tidak
terkontrol. Skenario emisi kondisi awal/ dasar terdiri
dari potensi pembentukan gas metana pada pengolahan air limbah.
Tabel 2. TBS/FFB diolah
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017
FFB 206.046 198.585 158.869 158.468 170.858
POME1 123.627 119.151 95.321 95.081 102.515
PKS2 11.333 10.922 8.738 8.716 9.397
Palm Fibre3
25.756 24.823 19.859 19.809 21.357
Operating hour
6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Tabel 3.
Proyeksi TBS/FFB Diolah
Tahun 2018 2019 2020 2021 2022 2023
FFB 170.858 175.129 179.507 183.995 188.595 193.310
POME1 102.515 105.078 107.704 110.397 113.157 115.986
PKS2 9.397 9.632 9.873 10.120 10.373 10.632
Palm Fibre3
21.357 21.891 22.438 22.999 23.574 24.164
Operating hour
6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Tabel 4.
Data dan parameter untuk perhitungan Penurunan Emisi GRK
Data dan Parameter
Nilai Unit Reference
Kapasitas pabrik
30 mt FFB / hr
Kapasitas desain PKS
Jam operasi PKS (hour per day)
20 hr / d Data (rata-rata untuk tahun 2015 - 2017)
Operasi PKS Tahunan (day per year)
300 d / yr Historical data (data rata-rata untuk tahun 2015 - 2017)
t FFB / yr[a] 162.732 mt FFB / yr
Data histori PKS, rata-rata FFB diolah (2015 - 2017)
Mill operating hour (hr/yr)
6.000 hr / yr Jam kerja rata-rata per tahun (2015 - 2017)
COD raw POME (masuk ke sistem anaerobik) [b]
50.000 mg/l 10 days lab test
COD diolah meninggalkan anae. treatment
system (baseline)
5.000 mg/l 10 days lab test
COD dibuang ke Kebun PKS (baseline)
5.000 mg/l 10 days lab test
Bioreactor COD removal efficiency (Project activity)
90% Parameter Design Bioreaktor
Final COD Discharge Limit to River
125 mg/l KLHK
Densiti dari CH4
0,716 kgCH4/Nm3CH4
Tool for Methane Flaring
Konsentrasi CH4
60% Asumsi
LHV Biomass (Cangkang wet
basis) 18,8 MJ/kg
Bio-Energy Potential of Palm Kernel Shell, pg 331
LHV Biomass (Fiber/ serat wet basis)
10,6 MJ/kg https://phyllis.nl/Biomass/View/2936
Net Calorific Value dari Metana
50,4 MJ/kg IPCC, default value, table 1.2, volume 2
Net Calorific Value metana (MJ/Nm3)
36,1 MJ / Nm3CH4
Dihitung
Sumber : PTSEIK, 2018
HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Teknis / Karakteristik Biogas Analisis Teknis Secara Umum
Secara umum, Boiler/ Ketel Uap di PKS menggunakan serabut (11326 kJ/kg @ 50% moisture) dan cangkang (23374 kJ / kg @ 10% moisture) (sumber PKS PTPN V), sebagai bahan bakarnya untuk menghasilkan uap panas yang dipakai untuk mengolah kelapa sawit. Jumlah ketersediaan serabut dan cangkang secara teoritis dapat dihitung dari rasio masing-masing terhadap TBS, yaitu 13% dan 7% 4). Sebagian dari total potensi energi ini digunakan untuk memproduksi uap bagi kebutuhan proses minyak kelapa sawit dan pembangkit listrik, dan sisanya dijual ke pasar.
Kapasitas PKS Sei Pagar adalah 30 ton- TBS/ jam. Rasio uap air yang dibutuhkan untuk membangkitkan listrik dan proses di PKS adalah 0,60 ton uap air/TBS 6). Untuk PKS Sei Pagar, kapasitas produksi uap air sebanyak 18 t/jam (=0,6 t-uap air/TBS x 30 t-TBS/jam) dibutuhkan pengoperasian satu unit Boiler (Takuma), berkapasitas masing-masing 22 t/jam. Kebutuhan energi di tungku boiler dihitung berdasarkan perbedaan entalpi air di boiler inlet dan enthalpi uap air di boiler outlet.
Dari hasil Analisa Pembakaran Bahan Bakar Biomasa, dapat diketahui : Surplus Energi yang diperoleh dari pembakaran cangkang dan serabut, pada basis 20 jam per hari saat
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
50 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
operasional; sebesar 20 jam per hari x 15060,88 kg/hr= 301,2176 MT/hari. Hal ini menunjukan adanya kelebihan dalam suplai bahan bakar kedalam ruang bakar, walaupun dalam proses produksi sering diabaikan karena kendala operasional seperti suplai bahan bakar dengan sesuai seperti memiliki kandungan M.C dan Nilai Kalor yang konstan memang sulit dilakukan.
Dari hasil Analisa Pembakaran Biogas POME, asumsi yang digunakan untuk produk CH4 66%, dalam biogas POME sangat relatif, mengingat kandungan itu dihasilkan dari proses pembentukkan Biogas POME dalam Digester oleh bakteri dalam cairan POME. Menjaga kestabilan kandungan CH4 dalam Biogas POME termasuk yang sulit dilakukan, karena selain teknik juga diperlukan kesabaran, karena keberadaan bakteri menjadi alasan dan perhatian utama untuk memantau keberhasilan proses digester. Kondisi ini tergantung operasional dari masing-masing PKS, sehingga untuk menerapkan standar minimal kandungan CH4 diperlukan pengalaman operasional. Pada studi banding pemanfaatan Biogas to Boiler di PKS Sungai Rungau Kalteng, standar suplai Biogas POME yang minimal ditetapkan mengandung CH4 50%, Dan kenyataannya, nilai kandungan tersebut berangsur-angsur terdegradasi dari awal Digester dioperasikan. Jika kandungan CH4 < 50%, maka untuk menjaga nilai pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan energi di Boiler untuk menghasilkan uap panas, maka suplai Biogas POME ke Boiler perlu dihentikan sementara atau operasi Boiler ditunda, untuk memberi waktu bagi bakteri
dalam Digester recovery, untuk menghasilkan Biogas POME sesuai standar suplai Biogas POME yang ditetapkan maka perhitungan neraca masa dilakukan pada boiler yaitu dimana terjadinya pembakaran biogas POME. Kalor yang terjadi pada pembakaran biogas berasal dari kontribusi kandungan metana yaitu sebesar 66%, sedangkan kalor dari pembakaran H2S dapat diabaikan karena jumlahnya yang sangat kecil, 0,1%. Pembakaran biogas menggunakan udara menggunakan FD Fan (Force Draft Fan). Kebutuhan udara pembakaran dihitung dari stoikiometri pembakaran metana, yang mana merupakan kebutuhan udara teoritis. Pada kenyataannya kebutuhan udara harus lebih besar dari teoritis atau yang disebut excess air. Excess air pada pembakaran biogas 10%, dimana jika excess air yang terlalu kecil dapat mempengaruhi kualitas pembakaran sedangkan jika terlalu besar dapat menjadi rugi-rugi pembakaran.
Komponen masuk ke dalam boiler berasal dari biogas dan yaitu CH4, CO2, H2O, H2S, O2 dan N2. Kandungan CO2 dan H2S masuk ke dalam boiler karena tidak dilakukan treatment biogas. O2 dan N2 berasal dari udara yang dialirkan menggunakan FD Fan. Sedangkan gas buang dari boiler terdiri dari CO2, H2O, N2 dan SO2. SO2 berasal dari pembakaran H2S dari biogas yang tidak di-treatment. Kandungan H2S yang sangat kecil, sekitar 0,1%, menghasilkan SO2 sekitar 0,03%. Dari hasil studi di lapangan pada PKS yang dikunjungi, nilai kandungan SO2
sebesar ini masih masuk dalam baku mutu lingkungan emisi gas buang.
Hasil Skema Model - Peralatan Sistem Gas Burner
Gambar 4.
Skema Model Pemanfaatan Biogas POME ke Boiler di PKS Sei Pagar
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 51
1. Blower
2. Sistem Pemipaan
3. Valve Train
4. Gas Burner (Single Burner)
5. Forced Draft Fan
6. Control Panel / PHB
Desain peralatan didasarkan dari data-data hasil studi banding, hasil perhitungan teknis, serta pemilihan peralatan (Gas Burner Catalogue) yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam penerapannya, modifikasi diperlukan guna menyesuaikan dengan kebutuhan dan pemasangannya. Hal yang berkaitan dengan desain dan hasilnya secara terinci belum dijabarkan disini, karena masih akan dilanjutkan tahun berikutnya. Kajian Keekonomian dan Lingkungan Analisis Keekonomian Secara Umum Kebutuhan Investasi
Pembangunan proyek ini diperkirakan akan selesai dalam waktu satu tahun. Biaya investasi meliputi reaktor biogas dan sistem burner. Untuk mendanai investasi berasal dari dua sumber yaitu modal sendiri (equity) dan pinjaman (debt) bank dengan rasio debt : equity = 70% : 30%. Tingkat bunga kredit bank diasumsi sebesar 10% per tahun. Perhitungan Biaya Produksi Biogas
Biaya produksi biogas terdiri dari biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap. Biaya produksi variabel meliputi biaya utilitas (air, bahan bakar genset, dan lainnya). Sementara itu, biaya produksi tetap meliputi biaya upah tenaga kerja, overhead dan administrasi, biaya perawatan tahunan, serta biaya depresiasi dan asuransi.
Perhitungan Pendapatan dari Cangkang
Biogas yang dihasilkan dari reaktor akan
digunakan untuk bahan bakar cangkang untuk boiler. Oleh karena itu, dengan adanya biogas, maka limbah cangkang dapat dijual ke pasaran. Dari hasil perhitungan dalam waktu satu tahun produksi, jumlah cangkang yang dapat digantikan dengan biogas sebanyak 6.549,3 ton per tahun. Dengan harga cangkang sebesar Rp 4.000 per kg atau Rp 400.000 per ton, maka
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
52 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan cangkang sekitar Rp 2,62 Milyar. Proyeksi Laba-Rugi
Hasil proyeksi perhitungan laba-rugi
menunjukkan perolehan laba bersih yang positif dari tahun pertama dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari penjualan cangkang dapat menutup biaya produksi biogas. Perhitungan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan Internal Rate of Return
(IRR) proyek memberikan nilai sebesar 11,36%. Dengan tingkat bunga rata-rata tertimbang (WACC) dihitung pada 11% per tahun, Net Present Value (NPV) menghasilkan angka positif yang menunjukkan bahwa proyek tersebut layak secara finansial. Perhitungan Payback Period menunjukkan waktu pengembalian investasi ini setelah 6,56 tahun. Analisis Lingkungan Secara Umum
Hasil pengurangan emisi GRK proyek
dihitung secara ex-ante, perhitungan pengurangan/ reduksi emisi GRK dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut, dan dirangkum pada Tabel 5.
Adapun total Estimasi Pengurangan Emisi (ex-ante) dijabarkan pada Tabel 6 di bawah ini, yang besarnya diperkirakan 117.762 tCO2e selama periode keseluruhan 7 tahun (2018-2024). Pengurangan emisi maksimum dapat dicapai jika pabrik kelapa sawit yang digunakan mencapai kapasitas maksimumnya. Jumlah sebenarnya dari pengurangan emisi akan dihitung ex-post berdasarkan produksi aktual. :
Tabel 5.
Nilai Pengurangan Emisi (ex-ante) Persamaan 17: ERy,ex ante = BEy, ex ante – (PEy, ex ante + LEy, ex ante) Singkatan Deskripsi Nilai Sumber
ERy,ex ante Pengurangan emisi ex ante dalam tahuny (tCO2e)
8.935 Persamaan 17
BEy,ex ante Emisi baseline ex ante dalam tahuny (tCO2e)
15.560 Persamaan 2
PEy,ex ante Emisi proyek ex ante dalam tahuny (tCO2e)
6.625 Persamaan 7
LEy,ex ante Emisi leakage ex ante dalam tahuny (tCO2e)
0 Persamaan 16
Tabel 6. Rangkuman Estimasi
Pengurangan Emisi (ex-ante) Tahun Estimasi
emisi aktivitas proyek (tCO2e)
Estimasi emisi baseline (tCO2e)
Estimasi leakage (tCO2e)
Estimasi pengurangan emisi keseluruhan (tCO2e)
2018 6.625 15.560 0 8.935 2019 6.787 15.987 0 9.200 2020 6.953 16.342 0 9.389 2021 7.123 16.784 0 9.661 2022 7.298 17.169 0 9.871 2023 7.476 17.611 0 10.135 2024 7.660 18.309 0 10.379 Total (7 thn)
49.922 117.762 0 67.570
SIMPULAN
Kajian Teknis Pemanfaatan Biogas sebagai bahan bakar Boiler yang mengambil studi kasus di PLTBg Sei Pagar, telah melewati tahapan Pra Desain khususnya teknologi Biogas to Boiler. Namun perlu untuk tidak saja mengkaji dari sisi perkembangan dan penerapan teknologi, tetapi harus juga di dukung oleh Kajian Keekonomian dan Lingkungan.
Dari sisi ekonomi, faktor terpenting adalah skenario kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga jual listrik dapat berpengaruh terhadap iklim investasi PLTBg di PKS secara keseluruhan. Untuk mengoptimalkan pemaanfaatan gas metane (biogas) yang dihasilkan, upaya PLTBg Sei Pagar dengan memanfaatkan Biogas POME (metana) sebagai subtitusi Cangkang di PKS, dan menjual kelebihan Cangkang tersebut dapat menjadi sumber tambahan pendapatan untuk meningkatkan keuntungan ekonomis PLTBg.
Secara singkat, Kajian Lingkungan memfokuskan pada hasil pengurangan Emisi GRK, hal ini menjadi catatan penting bagi keberadaan dan tanggung jawab PKS terhadap lingkungan di sekitarnya.
Faktor peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan harga jual listrik merupakan komponen penting dalam peningkatan nilai keekonomian PLTBg, karena mempunyai dampak untuk menurunkan investasi. Hal ini merupakan hal yang perlu dipikirkan untuk kelanjutan pembangunan PLTBg di PKS, sebagai dampak dari diberlakukannya Permen ESDM No.12/2017. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Presiden, No. 5 tahun 2006, Tentang Kebijakan Energi Nasional, 2006.
2. Mun, Y.W., Production Of Methane From Palm Oil Mill Effluent By Using Ultrasonicated Membrane Anaerobic System (UMAS), Faculty of Chemical and
Kajian Teknologi Pemanfaatan Biogas Pome (Palm Oil Mill Effluent) ke Boiler (Bambang Sucahyo, Dwi Lukman H, Rohmadi Ridlo, Tyas Puspita R, Erna Rosmala S)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 53
Natural Resources Engineering Universiti Malaysia Pahang, 2012.
3. Sihombing, A., and et. al., Analisis Perhitungan Ekonomi dan Potensi Penghematan Energi Listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Pabrik Kelapa Sawit PT. X, Jurnal Reka Elkomika (Jurnal On line Institut Teknologi Nasional), 2 (2), 90-96, 2014.
4. Febijanto, I. Tinjauan Komponen Harga Jual Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas denganTeknologi Covered lagoon, Prosiding Seminar Nasional Kimia, 13 Mei 2017, Hotel Grand Quality, Yogyakarta, 72-73, 2017.
5. Pricilia, S.A., Analisis Ekonomi Pemanfaatan Fiber dan Cangkang Kelapa Sawit Menjadi Energi Listrik, Studi Kasus: PT. Bahan Karya Semesta, Kab. Sarolangun, Jambi, Skripsi Sarjana, Dept. Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan, Fak. Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, pp.53, 2014.
6. Bakar, N.A., Soon, L.W, Sukiran, M.A., Kheang, L.S., dan Bukhari, N.A., Co-firing of Biogas in Palm Oil Mill Biomass Boilers, PALM OIL ENGINEERING BULLETIN NO. 120, November 2017.
7. Abas, R., Abdullah, R., dan Hawari, Y., Economic Feasibility Study on Establishing an Oil Palm Biogas Plant in Malaysia, Oil Palm Industry Economic Journal Vol. 13 (1), Maret 2013.
8. Liew, W.L., Kassim, M.A., Muda, K., dan Loh, S.K., Feasibility Study on Plam Oil Processing Wastes Towards Achieving Zero Dixcharge, ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 11, No. 4, February 2016.
9. Maryana, R., Satriyo K.W., dan Kismurtono, M., Proses Pemurnian Metana dari Biogas Menggunakan Larutan NaOH Dan KOH, Seminar Nasional Fundamental Dan Aplikasi Teknik Kimia, Surabaya, 2008.
10. Sugiarto, Oerbandono, T., Widhiyanuriyawan, D., dan Putra, F.S.P., Purifikasi Biogas Sistem Kontinyu Menggunakan Zeolit, Jurnal Rekayasa Mesin Vol.4, No.1 Tahun 2013.
11. Ryckebosch, E., Drouillon, M., dan Vervaeren, H., Techniques for transformation of biogas to biomethane, Biomass and Bioenergy 35, 2011.
12. Zhao, Q., Leonhardt, E., MacConnell, C., Frear, C., dan Chen, S., Purification Technologies for Biogas Generated by Anaerobic Digestion, CSANR Research Report, 2010.
13. Kadam, R., dan Panwar, N.L., Recent advancement in biogas enrichment and its
applications, Renuable and Sustanable Energy Reviews 73, 2017.
14. Rachman, R., Caroko, N., dan Wahyudi, Perancangan, Pembuatan, Dan Pengujian Alat Pemurnian Biogas Dari Pengotor H2O Dengan Metode Pengembun (Kondensasi), Jurnal Teknik Mesin UMY 2017.
15. Budiman, A., Syarief, A., dan Isworo, H., Analisis Perpindahan Panas Dan Efisiensi Efektif High Pressure Heater (HPH) Di PLTU Asam-Asam, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Unlam Vol. 03, 2014.
16. Demirel, Y., Energy, Production, Conversion, Storage, Conservation and Coupling, Department of Chemical and Bio molecular Engineering University of Nebraska Lincoln N 16th St 820 Lincoln, NE 68588-0643 USA, 2012.
17. Maizirwan, M., Ibrahim, M.M.A., Setyobudi, R.H., Preliminary study of biogas upgrading and purification by pressure swing adsorption, AIP Conference Proceedings, 2016.
18. Nasution, M. A., and et. al., Analysis of Palm Biomass as Electricity from Palm Oil Mills in North Sumatera, Energy Procedia, 47: 166-172, 2014.
19. PT KME (PT Karya Mas Energi). Biogas Bundled Project 2, ver. 12, 12/12/2012, https://cdm.unfccc.int/filestorage/h/n/RPK5SJ0BCO7FEHQ9IXAYL68WNG3V2Z.pdf/9233-20121228-PDD.pdf?t=eFl8b25sZW5qfDDUeCshWhmew6EgRh6a3VSm, diakses 11 Januari 2017.
20. PT KME (PT Karya Mas Energi). Biogas Bundled Project, ver.13.0, 16/11/2012, https://cdm.unfccc.int/filestorage/l/c/0XZT8K1WPODJFUIEV9MHSBQ5Y74CNA.pdf/8944-%20PDD-2012%2012%2020.pdf?t=dlR8b25sZXV1fDD5hwJiSvvAnIei6858Oiin, diakses 11 Januari 2017.
21. PT KME (PT Karya Mas Energi). Biogas Bundled Project 3, ver. 12, https://cdm.unfccc.int/filestorage/3/n/JAO4FR9MLTEU3Z6BC8SXKQ5N2IDWVP.pdf/9234%20PDD.pdf?t=T1R8b25sZXltfDCn8Hd1_5JsFbCQHdhvqF5A, diakses 15 Januari 2017.
22. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 1404 K/20/MEM/2017, tentang Besaran Pokok Penyediaan Pembangkitan PT PLN (Persero), 2017.
23. Abdullah, N. A., Mohamed, R., Wan Mahmood, W. M. F., dan Md Saad, M. H., Black smoke elimination via PID controlled co-firing technique at palm oil mill, International Journal of Applied Engineering Research, 12(19), 8050-8056, 2017.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (43-54)
54 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, B. Ali, Budi S. Prasodjo)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 55
KAJIAN EKSPERIMENTAL PELUNCURAN KAPAL
MENGGUNAKAN AIR BAG
EXPERIMENTAL STUDY ON SHIP LAUNCHING USING AIRBAGS
Zulis Irawantoa, Navik Puryantinia, Baharudin Alia, Budi Setyo Prasodjob
a Balai Teknologi Hidrodinamika
Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa – BPPT Jl. Hidrodinamika – Kampus ITS Sukolilo, Surabaya – 60112
Telp. 031-5948060, Fax. 031-59480600 E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
b INPEX CORPORATION
Floor TCC Batavia Tower One Lantai 37 Jl. KH Mas Masyur Kav 126 Jakarta Pusat
Telp. 02129700100 E-mail: [email protected]
Abstrak
Makalah ini melaporkan hasil penelitian di Balai Teknologi Hidrodinamika yang mengkaji peluncuran kapal dengan menggunakan air bag. Metode yang digunakan adalah uji model dengan melakukan studi sensitivitas beberapa parameter yang berpengaruh pada peluncuran kapal. Analisis dilakukan pada beberapa kondisi ekstrim yaitu kondisi terjadinya benturan, kondisi pada sudut pitch maksimum, dan kondisi pada freeboard minimum. Melalui uji model, dapat diketahui perilaku gerakan kapal saat diluncurkan dengan menggunakan air bag, serta dapat diketahui tingkat keselamatan peluncuran kapal. Kata kunci: Peluncuran kapal, Air bag, Uji model
Abstract
This paper reports a research in Laboratory for Hydrodynamics Technology that studies ship launching using air bags. The methodology used was model test and sensitivity analysis on parameters influencing ship launching. The Analysis was carried out on the following extreme conditions: collision condition, condition of maximum pitch angle, and condition of minimum freeboard. From the model test, the behaviour of ship motion during launching can be measured, and the safety of the launching can be predicted. Key Words: ship launching, air bag, model test
Diterima (received ) : 14 Desember 2018 , Direvisi (revised ) : 01 Maret 2019 Disetujui (accepted) : 25 Maret 2019
PENDAHULUAN
Dalam sistem produksi galangan, peluncuran merupakan proses yang sangat penting karena tahap peluncuran adalah proses yang memakan waktu dan juga biaya
tinggi1). Proses peluncuran bangunan apung pada umumnya dilakukan dengan sistem
launching (end launching dan side
launching)2). Pada end launching bagian belakang bangunan apung/ kapal akan menghadap ke air, sehingga akan menyentuh air lebih dahulu selama proses peluncuran dengan pertimbangan bahwa bentuk bagian belakang kapal mempunyai gaya apung dan drag force yang lebih besar
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (55-64)
56 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
dibanding bagian depan. Untuk galangan
menengah dan besar pada proses peluncuran kapal menggunakan fasilitas floating dock, dimana setelah kapal selesai dibangun floating dock dibenamkan sampai kedalaman tertentu sampai kapal bisa terapung dengan sendirinya kemudian kapal ditarik keluar dari floating dock. Sedangkan pada graving dock, dimana bagian depan graving dock yang berhadapan dengan air memiliki pintu kedap air sehingga dalam peluncuran kapalnya air dipompa masuk kedalam graving dock sampai kapal bisa terapung dengan sendirinya, kemudian pintu kedap dibuka dan kapal ditarik ke luar dari graving dock.
Dari ketiga cara peluncuran di atas diperlukan investasi yang tidak murah untuk membangun struktur sepatu luncur / cradle pada kasus peluncuran end dan side launching apalagi jika menggunakan floating dock dan graving dock, akan dibutuhkan investasi yang sangat mahal. Dari keterbatasan ini muncul teknologi inovasi yang praktis dan ekonomis untuk peluncuran kapal yang fleksibel, aman, dapat dipercaya, tidak banyak aset tertanam, tidak banyak
perawatan, yaitu menggunakan air bag 3). Sampai saat ini penelitian tentang
peluncuran kapal menggunakan air bag masih kurang, sehingga informasi ilmiah tentang hal tersebut sangat minim. Beberapa kendala yang ada dalam praktek lapangan antara lain kesulitan memprediksi perilaku kapal saat diluncurkan dengan air bag, kesulitan menginvestigasi kondisi-kondisi kritis peluncuran kapal serta belum tersedia petunjuk operasional keselamatannya.
Kelebihan penggunaan air bag berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan bahwa didapat penurunan jam orang sekitar 41% dibandingkan slipway. Sedangkan biaya investasi lebih rendah 37% dibandingkan slipway. Dari hasil analisis jam orang, didapatkan hasil peningkatan produktivitas yang terjadi sebesar 69% dalam penggunaan air bag untuk kegiatan docking dan
undocking 4). Meskipun demikian, peluncuran kapal
dengan menggunakan air bag mempunyai potensi resiko yang besar pada kerusakan
kapal akibat kegagalan peluncuran kapal5). Salah satu contoh kegagalan peluncuran kapal dengan menggunakan air bag adalah meletusnya air bag dan meluncurnya kapal tanpa kontrol sehingga membuat kapal yang
diluncurkan terbalik6). Untuk mengurangi resiko kegagalan peluncuran tersebut
diperlukan adanya perhitungan dan analisis7). Peluncuran dengan menggunakan air
bag ini masih perlu pembuktian dan analisa
yang lebih dalam, terutama dalam hal keberhasilan dalam proses peluncuran dan keselamatan. Dengan mengganti struktur sepatu luncur yang menetap (fixed structure) ke air bag yang bergerak translasi dan rotasi (menggelinding), maka pergerakan air bag dan pergerakan dinamis bangunan laut yang diletakkan diatasnya akan lebih sulit untuk dikontrol. Banyak variabel dinamis yang perlu diketahui, dianalisa dan dipecahkan, sehingga proses peluncuran ini terbukti bisa dilaksanakan dengan sukses dan aman. Selama ini proses peluncuran dengan menggunakan air bag ini hanya didasarkan oleh pengalaman dan trial and error.
Analisa yang serius mengenai peluncuran menggunakan air bag menjadi sangat krusial terutama pada kondisi berikut: - Kapal yang diluncurkan mempunyai rasio
panjang dan lebar (L/B) yang kecil - Kondisi landasan luncur dan kondisi
perairan yang kurang ideal. Kapal yang akan diluncurkan adalah
struktur yang sangat mahal, sehingga pekerjaan peluncuran yang hanya berdasarkan pengalaman dan trial dan error harus diminimalkan, oleh karena itu analisa dan pengkajian yang lebih mendalam mengenai peluncuran kapal dengan menggunakan air bag mutlak harus dilakukan, sehingga resiko kegagalan juga
bisa ditekan seminim mungkin. Sebuah metode analisis tentang
peluncuran kapal menggunakan air bag
dilakukan oleh Volenyuk8) yang menyajikan perhitungan dan diagram peluncuran, baik untuk peluncuran menggunakan air bag maupun peluncuran tradisional, serta analisis komparatif untuk kedua metode peluncuran tersebut. Analisis menunjukkan bahwa selama peluncuran menggunakan air bag, float off dimulai lebih awal dibandingkan pada peluncuran tradisional.
Pendekatan yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi kinerja peluncuran kapal
diteliti oleh Fitriadhy9) dengan simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Beberapa parameter seperti sudut dan panjang landasan luncur telah diperhitungkan dalam simulasi yang ditujukan untuk memberikan gambaran tentang pengaruhnya pada kinerja peluncuran melintang, terutama terhadap waktu tipping kapal. Simulasi komputasi mengungkapkan bahwa meningkatkan sudut landasan luncur dan menurunkan rasio d / L dapat menghasilkan waktu tipping yang lebih cepat.
Sebuah studi komparatif yang dilakukan
Rudan10) membandingkan berbagai metode
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, B. Ali, Budi S. Prasodjo)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 57
analitis perhitungan peluncuran kapal yang dibandingkan dengan pengukuran DGPS dan kamera video. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan hasil perhitungan yang cukup signifikan terutama untuk estimasi posisi berhenti kapal yang selain disebabkan perbedaan metode perhitungan juga disebabkan ketidakpastian berkaitan dengan tahanan air.
Pada metode analitis matematis, peluncuran kapal menggunakan air bag merupakan masalah yang sangat kompleks, serta terdapat beberapa fenomena yang sulit dirumuskan secara matematis. Adanya ketidakpastian pada hasil perhitungan analitis menjadi latar belakang diperlukannya uji model peluncuran kapal menggunakan air bag. Melalui uji model dapat diperoleh gambaran tentang perilaku gerakan kapal ketika meluncur bersama air bag.
BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini, kapal yang dipelajari adalah sejenis kapal tanker dengan
spesifikasi ukuran utama kapal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1, dan lines plan pada Gambar 1.
Pengujian dilakukan dengan studi sensitivitas beberapa parameter yang berpengaruh pada peluncuran kapal. Uji model tersebut dianggap penting dalam rangka melengkapi kajian teknis sekaligus mengetahui fenomena gerakan kapal saat meluncur dengan air bag.
Tabel 1.
Ukuran utama kapal
Uraian Ukuran (m)
Loa (m) 89,78 Lpp (m) 85,50 B (m) 15,00 H (m) 7,00 T (m) 5,00
Gambar 1.
Lines plan kapal tanker
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (55-64)
58 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Pembuatan Model Kapal
Gambar 2.
Model kapal Tanker
Untuk keperluan uji model kapal dilakukan pembuatan model uji yang merupakan representasi dari kapal yang akan diteliti. Model kapal dibuat dari bahan fiberglass dengan menggunakan skala 1:100 lihat Gambar 2.
Pembuatan Model Air bag
Bentuk dasar dari air bag adalah sebuah balon pneumatic yang berbentuk silinder (Gambar 3). Lapisan karet dari air bag ini dilapisi dengan penguat kawat sintetik seperti halnya ban mobil.
Lapisan karet bagian luar berfungsi melindungi lapisan kabel penguat dari abrasi dan gangguan eksternal lain. Senyawa ini memiliki kekuatan tarik dan sobekan yang cukup untuk menahan kondisi cuaca dan penggunaan ekstrim. Lapisan selanjutnya adalah lapisan sintetis dan kawat penguat, lapisan penguat ini terdiri dari kabel-ban sintetik yang umum dipakai pada ban karet modifikasi. Susunan kawat ini diatur pada sudut ideal untuk menahan tekanan internal dan mendistribusikan stressnya secara merata sehingga memberikan penguatan yang efisien. Pada bagian ujung air bag terdapat end fitting.
Gambar 3. Air bag
Standar spesifikasi air bag ship launching di pasaran: Diameter (D) : 0,8 - 2 m Panjang efektif (EL) : 6 – 18 m Panjang Total (TL) : 7 – 19,5 m Spesifikasi lain dapat dibuat sesuai dengan permintaan klien. Pada penelitian ini, air bag model dibuat mengikuti skala model kapal (1 : 100). Dengan pembuatan secara manual model air bag berbahan plastik dan foam maka tekanan permukaan dan dimensi dapat dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai air bag.
Gambar 4. Air bag model
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, B. Ali, Budi S. Prasodjo)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 59
Metode Uji
Pengujian peluncuran model dengan air bag yang dilakukan pada model kapal tanker dilakukan dengan berbagai variasi secara studi sensitivitas faktor yang berpengaruh pada peluncuran sehingga diketahui tingkat keselamatan pada peluncuran kapal serta mengetahui faktor yang berpengaruh pada peluncuran tersebut.
Untuk mengetahui tingkat keselamatan peluncuran kapal bisa diamati dari beberapa parameter berikut : a. Terjadinya benturan dasar kapal,
benturan pada bagian dasar kapal bisa terjadi karena peluncuran yang tidak direncanakan dengan baik. Benturan bisa terjadi antara bagian dasar kapal dengan landasan luncur atau dengan dasar air. Daerah yang berpeluang untuk terjadinya benturan adalah bagian ujung depan dan ujung belakang kapal. Di dalam uji model, terjadinya benturan bisa diamati secara visual atau dari evaluasi rekaman video.
b. Sudut pitch () maksimum, di dalam peluncuran kapal menggunakan air bag, salah satu tahapan yang perlu dicermati adalah ketika titik berat kapal melewati air bag paling depan yang masih menumpu kapal. Pada tahap tersebut terjadi percepatan gerakan rotasi yang menyebabkan kapal bergerak menukik ke bawah (pitch). Semakin lama gerakan rotasi semakin cepat sampai akhirnya gerakan tersebut dilawan oleh gaya apung dan gaya dinamik sehingga kapal mencapai kondisi seimbang. Besarnya
sudut pitch () maksimum adalah salah
satu parameter untuk mengetahui tingkat keselamatan peluncuran kapal. Semakin kecil sudut tersebut maka tingkat keselamatan peluncuran kapal adalah semakin baik.
c. Kedalaman maksimum dasar kapal (b) dan freeboard minimum (f), gerakan kapal meluncur merupakan kombinasi dari gerakan translasi vertikal dan horizontal serta gerakan rotasi. Kombinasi dari gerakan tersebut mengakibatkan ujung kapal menjadi bagian yang perlu mendapatkan perhatian keselamatannya. Dasar kapal pada bagian ujung merupakan salah satu bagian kapal yang berpeluang untuk terjadinya benturan dengan dasar air. Maka pengukuran kedalaman dasar kapal pada bagian ujung terhadap permukaan air (b) menjadi salah satu indikator tingkat keselamatan peluncuran kapal. Semakin kecil kedalaman (b) berarti tingkat keselamatan peluncuran adalah semakin baik Selain bagian dasar kapal, geladak kapal
di bagian ujung juga perlu di waspadai terutama apabila di bagian tersebut terdapat peralatan yang perlu dihindarkan dari air atau apabila di bagian tersebut banyak bukaan lubang yang memungkinkan air masuk ke lubang tersebut. Tingkat keselamatan untuk geladak ujung kapal bisa diukur dari jarak freeboard di daerah tersebut terhadap permukaan air (f). Semakin besar jarak tersebut mengindikasikan tingkat keselamatan yang lebih besar.
Gambar 5. Skema kapal meluncur dengan air bag
Pada peluncuran kapal, kondisi pada
nilai b maksimum adalah identik dengan kondisi pada f minimum. Oleh karena itu pada uji model dilakukan pengukuran pada 2 parameter saja yaitu sudut pitch maksimum
() dan freeboard minimum (f).
Metode Analisa Data Analisis pada uji peluncuran model kapal
dilakukan berdasarkan hasil rekaman video yang diambil dari arah samping model kapal. Analisis dilakukan pada setiap frame gambar dari data video untuk menentukan beberapa kondisi ekstrim berikut:
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (55-64)
60 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
a. Kondisi terjadinya benturan b. Kondisi pada sudut pitch maksimum c. Kondisi pada freeboard minimum
Pengaruh sudut peluncuran
Sudut peluncuran () yaitu sudut kemiringan landasan luncur terhadap bidang datar, merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada peluncuran kapal. Sudut
kemiringan yang lebih besar bisa mengurangi gaya gesek dan memperbesar percepatan gerakan luncur pada kapal yang memudahkan kapal meluncur ke air. Namun kecepatan luncur yang tidak terkontrol dikhawatirkan bisa membahayakan keselamatan struktur bangunan kapal. Uji model merupakan salah satu metode untuk mengetahui keamanan peluncuran kapal.
Gambar 6.
Skema sudut peluncuran kapal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji peluncuran model kapal dengan arah mundur dilakukan pada beberapa variasi sudut kemiringan dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 7 dan 8.
Penentuan besarnya sudut peluncuran berdasarkan pada ketentuan sudut minimum dari persyaratan agar kapal dapat meluncur
dengan gaya beratnya sendiri4), yaitu :
Tgα > fs; Tgα > 0,04; α > 2,29 (1)
Dari persyaratan tersebut diperoleh nilai sudut minimum 2,29º sehingga untuk batas bawah sudut minimum diambil nilai 3º. Untuk nilai sudut terbesar menggunakan ketentuan
Tga = 1 / 1,1.B (lebar kapal) (2)
Dari ketentuan tersebut, didapat nilai 5,01º sehingga untuk sudut terbesar diambil nilai 5º.
Dari hasil uji model menunjukkan bahwa pengaruh sudut landasan luncur tidak terlalu berpengaruh secara signifikan pada gerakan luncur kapal. Pada beberapa variasi sudut tersebut gerakan luncur kapal menunjukkan pola gerakan yang hampir sama dan mempunyai sudut pitch maksimum yang hampir sama yaitu di sekitar nilai 6,2º dan mencapai freeboard minimum di daerah buritan yang hampir sama pula yaitu di sekitar nilai 4,5 m.
Gambar 7. Sudut pitch maksimum pada beberapa sudut peluncuran
Gambar 8. Freeboard minimum pada
beberapa sudut peluncuran.
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, B. Ali, Budi S. Prasodjo)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 61
Pengaruh jarak memanjang kapal ke air
Jarak kapal ke air merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan pada peluncuran kapal. Pada gerakan meluncur bebas, semakin jauh benda bergerak maka kecepatan luncur akan semakin besar. Selain itu peluncuran yang dilakukan pada jarak yang berbeda menyebabkan awal mulainya gerakan rotasi (pitch) terjadi pada posisi yang berbeda pula. Pada jarak yang
terlalu jauh dikhawatirkan ujung bawah kapal membentur landasan luncur sebelum kapal menyentuh air, atau ujung kapal membentur dasar air sebelum kapal mendapatkan gaya apung dan gaya hidrodinamik yang cukup untuk mengembalikan kapal ke posisi seimbang.
Pada uji model untuk peluncuran kapal menggunakan air bag dilakukan pada beberapa variasi jarak kapal terhadap air (x). Jarak kapal diukur dari ujung kapal ke tepi air
.
Gambar 8.
Skema jarak kapal ke air
Hasil uji peluncuran kapal dengan arah mundur pada beberapa variasi jarak kapal untuk model kapal tanker ditampilkan pada Gambar 9 dan 10.
Uji peluncuran pada beberapa variasi jarak kapal ke air untuk kapal tanker menunjukkan perbedaan nilai yang tidak terlalu signifikan untuk sudut pitch maksimum, sedangkan untuk freeboard minimum menunjukkan kecenderungan semakin berkurangnya freeboard minimum dengan semakin bertambahnya jarak kapal ke air.
Gambar 9. Sudut pitch maksimum pada beberapa
variasi jarak peluncuran
Gambar 10. Freeboard minimum pada
beberapa variasi jarak peluncuran
Pengaruh posisi titik berat kapal (LCG)
Gambar 11. Sudut pitch maksimum pada beberapa
variasi titik berat kapal
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (55-64)
62 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Gambar 12. Freeboard minimum pada beberapa variasi
titik berat kapal
Titik berat kapal diukur terhadap tengah
kapal. Lcg positif ke arah depan kapal dan Lcg negatif ke arah belakang kapal. Pada uji peluncuran untuk mengetahui pengaruh posisi titik berat kapal dengan jalan menggeser pemberat ke arah depan atau ke belakang dari tengah kapal. Hasil uji peluncuran untuk kapal tanker ditampilkan pada Gambar 11 dan Gambar 12 .
Hasil uji peluncuran model kapal pada beberapa variasi titik berat kapal menunjukkan kecenderungan yang sama baik untuk kapal tanker. Semakin ke depan titik berat kapal atau semakin menjauhi air maka semakin kecil sudut pitch maksimum dan semakin besar freeboard minimum. Fenomena tersebut terjadi karena semakin dekat titik berat kapal ke arah air maka semakin cepat titik tersebut terlewati oleh air bag yang berada paling depan (yang paling dekat ke arah air). Dengan demikian gerakan rotasi kapal (pitch) terjadi lebih awal.
Pengaruh tinggi ujung landasan luncur ke
permukaan air
Di dalam peluncuran kapal, kondisi
landasan luncur tidak selamanya ideal. Ada kalanya ujung landasan tidak langsung menerus ke dalam air melainkan berubah secara bertahap mengikuti kontur kedalaman air atau bahkan bisa juga ujung landasan luncur terputus pada ketinggian tertentu di atas permukaan air seperti pada gambar 13.
Gambar 13.
Skema tinggi landasan luncur ke air Hasil uji peluncuran untuk kapal tanker dengan arah mundur pada beberapa variasi tinggi (h) ditampilkan pada Gambar 14 dan 15.
Gambar 14. Sudut pitch maksimum pada beberapa
variasi tinggi landasan peluncuran
Gambar 15. Freeboard minimum pada beberapa variasi
tinggi landasan peluncuran
Kajian Eksperimental Peluncuran Kapal Menggunakan Air Bag (Zulis Irawanto, Navik Puryantini, B. Ali, Budi S. Prasodjo)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 63
Semakin tinggi jarak ujung landasan ke permukaan air menyebabkan sudut trim dan gerak rotasi kapal yang lebih besar sebelum kapal mendapatkan gaya perlawanan dari air. Selain itu ketika titik berat kapal melewati ujung landasan luncur maka muncul percepatan gerakan kapal dalam arah vertikal.
Seperti pada hasil percobaan di atas terlihat bahwa dengan semakin bertambahnya jarak ujung landasan luncur ke permukaan air menyebabkan sudut pitch maksimum yang lebih besar dan tinggi freeboard minimum yang semakin kecil.
SIMPULAN
Dari hasil uji peluncuran model kapal Tanker 100 m ini dapat disimpulkan bahwa uji model adalah metode yang tepat untuk mengetahui karakteristik gerakan meluncur kapal serta untuk mengetahui tingkat keselamatan peluncuran kapal. Sudut peluncuran tidak berpengaruh secara signifikan pada peluncuran kapal. Bertambahnya jarak memanjang kapal ke air menyebabkan berkurangnya freeboard minimum, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap sudut pitch maksimum. Letak titik berat kapal (LCG) berpengaruh besar terhadap karakter gerakan meluncur kapal. Letak titik berat yang semakin menjauh dari air akan memperkecil sudut pitch maksimum dan memperbesar freeboard minimum. Kapal lebih aman diluncurkan pada landasan luncur yang menerus ke dalam air. Peluncuran kapal pada landasan luncur yang tidak menerus tetapi berhenti pada ketinggian tertentu terhadap permukaan air, semakin tinggi jarak tersebut semakin berbahaya bagi keselamatan kapal. Peluncuran kapal dalam arah mundur adalah lebih aman karena bentuk belakang kapal tumpul menyebabkan gaya hambatan air yang lebih besar untuk meredam gerakan kapal .
Hasil kajian tentang peluncuran kapal menggunakan airbag pada kapal tanker di atas bisa saja berbeda untuk tipe-tipe kapal yang lain. Kajian yang lebih luas perlu dilakukan melalui uji model untuk berbagai tipe kapal yang lain.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) yang telah mendanai penelitian ini melalui skema insentif Peningkatan Kemampuan Penelitian Perekyasa (PKPP) tahun anggaran 2012.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ozkok, M., and Cebi, S., A fuzzy based
assessment method for comparison of
ship launching methods, Journal of Intelligent & Fuzzy Systems, vol. 26, no. 2, p.781-791, 2014.
2. Rawson, K. J., and Tupper, E. C, Basic Ship Theory, Volume I Chapter 8, Fifth edition, Butterworth-Heinemann, 2001.
3. Qingdao Evergreen Maritime Co., Ltd, Evergreen Marine Air bags for Ship Launching and Landing, http://www.evergreen-maritime.com/products/Ship-Launching-Air bags-en3.html, diakses Desember 2018.
4. Haryani, A.O., dan Pribadi, T.W., Analisis Teknis dan Ekonomis Air bag System Untuk Meningkatkan Produktivitas Reparasi Kapal (Studi Kasus : PT. Adiluhung), Jurnal Teknik POMITS Vol. 2, No. 1 2013.
5. Wisnawa, T.S., Pribadi, T.W., dan Baihaqi, I., Analisis Risiko Terjadinya Kerusakan Kapal Pada Proses Penurunan Dengan Metode Air bag, Jurnal Teknik ITS Vol. 6, No.1 2017.
6. Al-Fian, M. F., Riantini, R., dan Subekti, A., Identifikasi Bahaya Proses Launching Kapal Menggunakan Sistem Marine Air bag Ship Pada Slipway Area Galangan Kapal PT Daya Radar Utama Unit Lamongan, Proceeding 1st
Proceeding Conference on Safety Engineering and Its Apllication Vol. 1 Book 2 2 September 2017.
7. Ariany, Z., Analisa Perhitungan Ballast Pada Peluncuran Menyamping (Side Launching) Kapal Sungai 200 GT Di PT DKB (Persero) Cabang Semarang, Gema Teknologi Vol. 19 No. 4 Periode Oktober 2017 – April 2018.
8. Volenyuk, L.S. and Rashkovskyi, A.S., Ship stability analysis during launching from longitudinal sloping slipway by pneumatic air bags, Journal International Shipbuilding Progress, Vol. 64, no 1-2, p.41-50, 2017.
9. Fitriadhy, A., and Malek, A.M.A., Computational Fluid dynamics Analysis of a Ship’s Side Launcing In Restricted Water, Journal of Mechanical Engineering and Sciencies Vol. 11, Issue 4, p.2993-3003, December 2017.
10. Rudan S., J. Urem and Zaninovic, A., Comparison of Ship Launching Evaluation methods, XX Symposium SORTA, 2012.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (55-64)
64 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
11. Sitepu, G., Hamzah dan Firu, L.O.A.R., Kajian Penggunaan Fasilitas Dok Sistem Air bags Di PT DOK dan PERKAPALAN KODJA BAHARI Galangan II, Jakarta, Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan Vol. 10, Nomor 2, Juli – Desember 2012.
12. Putra, I.D., Suwasono, B., dan Munazid, A., Penggunaan Rolling Air bag Slipway Pada Peluncuran Memanjang Periode I, Jurnal Sain dan Teknologi Vol. 9, No. 1 Februari 2011.
13. Tinandri, R.Q., Wahidin, A., dan Imron, A., Analisis Desain Layout Air bags Pada Peluncuran kapal Tanker 17500 LTDW Di PT Daya Radar Utama Unit Lamongan, Conference on Design and Manufacture and Its Aplication Vol. 1, No. 1 2017.
SSiimmuullaassii BBeebbaann JJaallaann DDaann TTrraakkssii RRooddaa PPaaddaa PPeemmiilliihhaann RRoolllliinngg CChhaassssiiss 44WWDD uunnttuukk KKeennddaarraaaann WWaatteerr CCaannnnoonn
((PPrraasseettyyaanniinngg DDiiaahh RRiizzkkyy LLeessttaarrii,, AAgguuss SSaarrttoommoo && TTaauuffiikk YYuuwwoonnoo))
______________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 65
SIMULASI BEBAN JALAN DAN TRAKSI RODA PADA PEMILIHAN
ROLLING CHASSIS 4WD UNTUK KENDARAAN WATER CANNON
ROAD LOAD AND WHEEL TRACTION SIMULATION OF 4WD ROLLING CHASSIS SELECTION FOR WATER CANNON VEHICLE
Prasetyaning Diah Rizky Lestaria, Agus Sartomoa, Taufik Yuwonoa
a Balai Teknologi Termodinamika, Motor dan Propulsi - BPPT, Gedung 230, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, 15314.
e-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak Tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada kendaraan taktis
Water Cannon (WCV) milik Polri yang rendah mendorong adanya kajian yang mengarah pada peningkatan nilai TKDN. Salah satu penguasaan teknologi dalam pengembangan kendaraan taktis yaitu dengan memilih beberapa komponen tertentu dari kendaraan yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam meningkatkan TKDN hingga mencapai 25% atau lebih. Dalam kajian ini komponen yang dipilih yaitu berupa rolling chassis kendaraan. Sesuai dengan spesifikasi kendaraan WCV Tactica milik Polri maka pada kajian ini dipilih WCV 4WD dengan tujuan kendaraan dapat digunakan di medan jalan tanah dan lincah dalam bermanuver. Rolling chassis akan dipilih berdasarkan hasil simulasi performanya berdasarkan beban jalan kendaraan dan traksi roda yang dihasilkan. Simulasi perhitungan dilakukan dengan menggunakan 3 macam merek rolling chassis 4WD yaitu A, B dan C yang tersedia di pasaran lokal Indonesia. Tinjauan utama dalam membandingkan 3 merek rolling chassis ini adalah kemampuan tanjaknya serta kecepatan yang dapat dicapai pada kemampuan tanjak tersebut. Dari hasil kajian disimpulkan bahwa secara keseluruhan desain kendaraan WCV dengan menggunakan rolling chassis merek B lebih layak digunakan. Dengan rolling chassis merek B, kendaraan WCV dapat melalui tanjakan hingga 30˚ dengan kecepatan maksimal 9 km/jam. Simulasi beban jalan kendaraan dan traksi roda ini dapat digunakan sebagai salah satu metode acuan pemilihan rolling chassis untuk kendaraan WCV. Kata kunci : Traksi, Beban Jalan Kendaraan, Rolling Chassis, Water Cannon Vehicle
Abstract The low level of domestic content (TKDN) in the Water Cannon Vehicle (WCV) owned by Indonesian Police (Polri) encourages a study that leads to an increase in the value of TKDN. One of the mastery of technology in the development of tactical vehicles is by selecting some particular components of vehicle that have high leverage in increasing TKDN up to 25% or more. In this study, the selected component is in the form of vehicle rolling chassis. In accordance with the specification of WCV Tactica vehicle owned by Polri, 4WD WCV is selected in this study, considering this vehicle can be used on the ground and nimble in maneuvering. Final rolling chassis will be selected based on its performance simulation result based on the vehicle's road loads and wheel traction. Simulation is done by using 3 types of 4WD rolling chassis brand i.e. brand A, B and C which are available in Indonesia local market. The review points in comparing these 3 brands of rolling chassis are its climbing capability and the speed that can be achieved in that climbing
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (65-74)
66 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
capability. From the results of the study concluded that the overall design of WCV using rolling chassis brand B is more feasible to use. By using rolling chassis brand B, WCV can climb up to 30˚ with a maximum speed of 9 km/h. The simulation of road loads and wheel traction can be used as one of the reference methods for selecting rolling chassis for WCV. Keywords: Traction, Road Load, Rolling Chassis, Water Cannon Vehicle Diterima (received ) : 17 Januari 2019 , Direvisi (revised ) : 28 Februari 2019 Disetujui (accepted) : 08 Maret 2019
PENDAHULUAN
Program Pembangunan di bidang Pertahanan dan Keamanan Nasional merupakan salah satu prioritas Pemerintah dalam menjamin keamanan dan kedaulatan negara. Dalam pembangunan kekuatan Alat dan Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam, termasuk Alutsista-TNI dan Almatsus-Polri), salah satu strategi untuk memenuhinya adalah dengan meningkatkan peran industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Oleh karena itu, pemberdayaan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri terus perlu diupayakan untuk mencapai kemandirian pemenuhan Alutsista-TNI dan Almatsus-
Polri1). Kendaraan taktis kepolisian adalah
kendaraan yang digunakan untuk mendukung kelancaran dan keamanan personil kepolisian dalam menjalankan tugas dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Salah satunya adalah kendaraan Water Cannon (WCV). WCV merupakan perangkat/ kendaraan yang dapat menembakkan aliran air dengan kecepatan sangat tinggi. Biasanya air yang ditembakkan dalam volume besar dan bahkan dengan jarak lebih dari puluhan meter dengan tujuan untuk mengendalikan massa. Dengan tujuan tersebut, maka kendaraan taktis WCV haruslah memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam pengoperasiannya di lapangan.
Saat ini kendaraan taktis WCV milik Polri mempunyai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 0%, karena seluruhnya masih impor dari luar negeri, salah satunya
dari Korea2). Sedangkan kebutuhan Polri akan kendaraan taktis WCV ini sebanyak 388
unit hingga tahun 20193). Untuk itu diperlukan suatu kajian yang mengarah pada peningkatan nilai TKDN khususnya kendaraan taktis WCV. Penguasaan teknologi dalam pengembangan kendaraan taktis yaitu dengan memilih beberapa komponen dari kendaraan tertentu yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam
meningkatkan TKDN hingga mencapai 25% atau lebih. Dalam kajian ini komponen yang diambil yaitu berupa rolling chassis kendaraan.
Kajian ini merupakan bagian dari program BPPT dalam bidang teknologi Rancang Bangun Kendaraan WCV. Hasil kegiatan ini akan digunakan sebagai acuan atau basic design untuk rancang bangun produk kendaraan taktis WCV untuk kebutuhan Polri khususnya untuk rolling chassis.
Data Spesifikasi Kendaraan Taktis WCV
Milik Polri
Data spesifikasi kendaraan taktis WCV milik Polri diperoleh melalui survei lapangan dengan mengunjungi Polda Metro Jaya, Mako Brimob dan Polda Jabar. Dari survei ini diperoleh bahwa Polri telah memiliki beberapa tipe dan merek kendaraan WCV
seperti terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi WCV yang dimiliki Polri
Item Tactica Daeji Daewoo P×L×T (mm)
5020×2045
×2320
8155×2490
×2915
6050×2445
×3675
Kapasitas tangki air
(Lt)
4000 6500 6500
Wheel Drive
4×4 4×2 4×2
Jumlah roda
4 6 6
Mesin Perkins Phaser 180 Ti
Doosan DE12TIS
Doosan DE08TIS
Daya Maks.
(kW/RPM)
134 kW/2600
265 kW/2100
176 kW/2300
Torsi Maks.
(N.m/RPM)
618/1400-1600
1421/1260 882/1200
Konfigurasi
Kabin- tangki-pompa
Kabin – tangki – pompa
Kabin-pompa-tangki
Sumber Data : Hasil Survei Lapangan
SSiimmuullaassii BBeebbaann JJaallaann DDaann TTrraakkssii RRooddaa PPaaddaa PPeemmiilliihhaann RRoolllliinngg CChhaassssiiss 44WWDD uunnttuukk KKeennddaarraaaann WWaatteerr CCaannnnoonn
((PPrraasseettyyaanniinngg DDiiaahh RRiizzkkyy LLeessttaarrii,, AAgguuss SSaarrttoommoo && TTaauuffiikk YYuuwwoonnoo))
______________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 67
Gambar 1. Kendaraan Tactica Water Cannon Milik
BRIMOB
Gambar 2. Kendaraan Daeji Water Cannon Milik
BRIMOB
Gambar 3. Kendaraan Daewoo Water Cannon Milik
POLDA JAWA BARAT
METODOLOGI
Dalam penentuan rolling chassis yang perlu dilakukan adalah penyusunan filosofi rancang bangun kendaraan taktis WCV khususnya pada sistem penggeraknya. Berikut adalah metodologi yang digunakan pada kajian ini.
Eksplorasi Kandidat Rolling Chassis 4WD
di pasaran Indonesia
WCV 4WD merupakan kendaraan taktis yang didesain untuk dapat digunakan di medan jalan tanah dan lincah bermanuver di kondisi jalan yang sempit. Oleh karena itu, sesuai dengan spesifikasi kendaraan WCV Tactica milik Polri maka pada kajian ini dipilih WCV 4WD dengan tujuan agar kendaraan dapat digunakan di medan jalan tanah dan juga lincah dalam bermanuver. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut maka dilakukan eksplorasi kandidat rolling chassis 4WD yang tersedia di pasaran Indonesia. Dari rolling chassis 4WD yang tersedia di pasaran Indonesia, dipilih 3 kandidat rolling chassis yaitu merek A, B dan C dengan
spesifikasi pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Spesifikasi Rolling Chassis
Item Merek A Merek B Merek C P×L×T (mm)
5905×1920 ×2120
5985×2040 ×2455
6026×1884 ×2362
Wheelbase (mm)
3360 3365 3380
Berat kosong
(kg)
2730 2910 2875
GVW (kg) 8250 6000 7500 Nomor seri
mesin 4HG1-T 4HK1-TCN W04D-TR
Stroke volume (Lt)
4,57 5,193 4,009
Daya Maks. (PS/RPM)
91@2900 110@2600 95@2700
Torsi Maks. (kg.m/RPM)
343@1200-2200
401@1500-2600
372@1800
Nomor seri transmisi
MYY5T MYY5T M550
Gear ratio 1 5,315 5,315 4,981 2 3,053 3,053 2,911 3 1,655 1,655 1,556 4 1 1 1 5 0,721 0,721 0,738
Rev 5,068 5,068 4,625 Final gear
ratio 6,5 5,125 5,833
Transfer case
High (4×2) 1,1 1 1 Low (4×4) 2,2 1,842 2,2
Ukuran ban 7.50-16-14PR
7.50-16R-10L
205/70R17,5
Kapasitas tangki (Lt)
100 100 100
Radius putar (m)
6,9 7,1 6,7
Daya tanjakan
(tan θ atau %)
33 30 56
Sumber Data : Berbagai Manual Spesifikasi Engine
Klasifikasi dan Perhitungan Berbagai
Macam Beban Jalan pada WCV
Dalam penyusunan rancang bangun kendaraan taktis WCV dalam hal sistem penggerak (rolling chassis) maka perlu dilakukan klasifikasi terkait berbagai jenis beban jalan pada kendaraan. Pada kendaraan yang akan bergerak, daya mesin digunakan untuk mengatasi running
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (65-74)
68 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
resistence (beban jalan) yang dialami kendaraan. Dari perhitungan beban jalan ini, dapat diketahui kemampuan mesin pada WCV untuk menjadikannya bergerak.
Jenis-jenis beban jalan yang dialami pada kendaraan WCV diilustrasikan dalam gambar berikut.
Gambar 4.
Beban Jalan pada Kendaraan Keterangan: G : Berat kendaraan
Beban Rolling (FRo) Beban rolling memberikan gaya tahanan
pada kendaraan untuk memperlambat gerak kendaraan. Gaya rolling ini merupakan penjumlahan dari komponen-komponen kendaraan yang berotasi. Secara umum, beban rolling ini dihitung dengan persamaan:
Keterangan: FRo : Beban rolling (N) F : Koefisien beban rolling (nilai
besaran ini ditunjukkan Tabel 3.) m : Massa kendaraan (kg) g : Konstanta gravitasi (m/s2)
Tabel 3.
Koefisien Beban Jalan
Permukaan
Jalan
Koefisien
beban rolling
Jalan paving besar
0,015
Jalan paving kecil
0,015
Beton, aspal 0,013 Jalan batu 0,025 Makadam 0,02
Jalan tanah 0,025 Jalan berumput 0,1 – 0,35
Sumber Data : Mashadi dan Crolla (2012)4)
Nilai koefisien f adalah nilai yang ditentukan banyak parameter. Nilai empiris dari koefisien beban jalan pada kondisi jalan yang berbeda-beda ditunjukkan pada Tabel 3. Pada kasus ini dipilih jalan berupa jalan tanah dengan f = 0,025.
Beban Aerodinamis (FL) Beban aerodinamis pada kendaraan
timbul karena adanya gaya yang bekerja dari udara sekitar kendaraan yang bergerak. Beban aerodinamis ini bekerja pada kendaraan dan menyebabkan drag, lift (atau download), gaya lateral, momen dalam bentuk rolling, pitching, dan yawing, serta dapat menimbulkan noise.
Gambar 5. Gaya dan momen aerodinamis yang
bekerja pada kendaraan
Dalam bahasan ini, karena elemen utama yang bekerja adalah searah dengan arah gerak kendaraan, maka yang akan dihitung dalam bahasan disini adalah gaya longitudinal saja. Beban aerodinamis karena drag dihitung dengan persamaan:
Keterangan: FL : Beban aerodinamis (N) ρ : Densitas udara (kg/m3) CD : Koefisien tahanan udara A : Luasan frontal kendaraan (m2) v : Kecepatan kendaraan (km/jam)
Tabel 4. menunjukkan nilai CD untuk persamaan di atas, pada berbagai bentuk kendaraan. Pada kasus ini diasumsikan nilai CD yaitu 0,7.
SSiimmuullaassii BBeebbaann JJaallaann DDaann TTrraakkssii RRooddaa PPaaddaa PPeemmiilliihhaann RRoolllliinngg CChhaassssiiss 44WWDD uunnttuukk KKeennddaarraaaann WWaatteerr CCaannnnoonn
((PPrraasseettyyaanniinngg DDiiaahh RRiizzkkyy LLeessttaarrii,, AAgguuss SSaarrttoommoo && TTaauuffiikk YYuuwwoonnoo))
______________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 69
Tabel 4. Referensi Koefisien Tahanan Udara CD
Vehicle CD
Motorcycle with rider 0,5 – 0,7 Open convertible 0,5 – 0,7
Limousine 0,22 – 0,4 Coach 0,4 – 0,8
Truck without trailer 0,45 – 0,8 Truck with trailer 0,55 – 1,0
Articulated vehicle 0,5 – 0,9
Sumber Data : M. Ehsani (2005)5)
Beban Tanjakan (FSt) Beban tanjakan merupakan gaya
gravitasi yang bekerja dengan kemiringan tertentu sebesar θ dengan arah berlawanan terhadap gerakan kendaraan naik atau turun dari kendaraan. Berikut adalah ilustrasi dari beban tanjakan yang terjadi pada kendaraan yang melaju pada jalan dengan kemiringan tertentu. Beban tanjakan ditunjukkan oleh gaya dengan besaran W Sin (θ) dimana θ merupakan besarnya sudut tanjakan yang dialami oleh kendaraan.
Gambar 6.
Beban Tanjakan
Dari ilustrasi di atas diperoleh bahwa perhitungan beban tanjakan dengan kemiringan terhadap bidang horizontal sebesar θ adalah:
Keterangan: FSt : Beban tanjakan (N) m : Massa kendaraan (kg) g : Konstanta gravitasi (m/s2)
𝜃 : Sudut tanjakan (°) Tanda postif atau negatif dari beban
tanjakan hanya merupakan penanda apakah gaya bekerja pada kondisi tanjakan atau turunan.
Total Beban Kendaraan (FRo+FL+FSt) Total beban yang dialami kendaraan
merupakan resultan dari ketiga gaya yaitu beban rolling, beban aerodinamis dan beban
tanjakan4,6). Perhatikan Gambar 5., total beban kendaraan merupakan penjumlahan dari FRo, FL dan FSt.
Perhitungan Traksi Roda pada Kendaraan
Taktis WCV
Setiap kendaraan beroda harus mengelola perpindahan daya dari mesin ke bodi kendaraan. Untuk mencapai ini, perangkat yang digunakan yaitu mulai dari mesin di seluruh kopling, gearbox, dan juga roda. Untuk mencapai kecepatan kendaraan maksimum yang tinggi, dengan kombinasi akselerasi yang baik pada seluruh rentang kecepatan, maka diperlukan sistem gearing, yang memungkinkan mesin beroperasi pada kecepatan yang sesuai dengan performa
terbaiknya7). Untuk memvisualisasikan proses ini dan
untuk memperkirakan rasio roda gigi apa yang dibutuhkan, maka plot dari kecepatan kendaraan terhadap traksi dapat digunakan. Untuk menghitung traksi kendaraan terlebih dahulu dilakukan perhitungan kecepatan. Kecepatan kendaraan dapat dihitung
berdasarkan rumus berikut4):
𝑣 (𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚) =𝜔 × 2 × 𝜋 × 𝑟𝑊 × 60
𝑛𝑔 × 𝑛𝑓 × 1000
…(4)
dimana: v : Kecepatan kendaraan (km/jam)
𝜔 : Kecepatan putaran mesin (rpm) rw : Radius roda (m) ng : Gear ratio nf : Wheel axle ratio
Rumus di atas telah disesuaikan dengan satuan yang diharapkan dimana wheel axle ratio adalah data final gear ratio. Selanjutnya traksi roda di masing-masing gear dapat
dihitung berdasarkan rumus berikut4):
𝑇𝑊 =𝑛𝑔 × 𝑛𝑓 × 𝑇𝑒 × 𝜂𝑑
𝑟𝑊 ...(5)
dimana: Tw : Kecepatan kendaraan (km/jam) rw : Radius roda (m) ng : Gear ratio nf : Wheel axle ratio TE : Torsi engine (N.m) ηd : Efisiensi powertrain
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi performa WCV dengan rolling chassis merek A, merek B dan merek C dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
• Berat kendaraan dalam keadaan kapasitas maksimum (GVW) kendaraan tersebut
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (65-74)
70 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
• Efisiensi powertrain adalah 80%. Nilai ini diambil berdasarkan hasil studi
Piechottka, et al, 20188). • Kontak roda – jalan tidak mengalami
slip
Simulasi Performa WCV dengan Rollling
Chassis Merek A
(a)
(b)
Gambar 7. Performa WCV dengan rolling chassis merek A
Performa rolling chassis merek A dilakukan dengan menganalisa performa engine yang diperoleh dari data atau kurva torsi engine 4HG1-T. Namun data engine 4HG1-T ini tidak diperoleh dalam bentuk kurva torsi. Oleh karena itu, analisa dilakukan dalam bentuk perhitungan dari spesifikasi torsi maksimum dan daya maksimum yang dihasilkan mesin dari spesifikasi rolling chassis. Diketahui bahwa torsi maksimum untuk engine 4HG1-T yaitu 343 Nm pada putaran 1200-2200 RPM (lihat Tabel 2). Pada rentang ini kemudian dihitung kecepatan kendaraan menggunakan formula (4). Gambar berikut menunjukkan performa WCV dengan rolling chassis merek A pada
penggunaan transfer case dengan posisi hi-mode dan low-mode.
Peforma WCV dapat diinterpretasikan dari grafik dimana jika traksi yang dihasilkan di masing-masing gear berada di atas total beban yang dialami kendaraan pada tanjakan/ inklinasi tertentu artinya tanjakan tersebut dapat dilewati dengan penggunaan gear yang dimaksud. Pada hi-mode, performa WCV dengan rolling chassis merek A dari gambar 7(a) menunjukkan kemampuan untuk mendaki pada tanjakan lebih dari 8˚ dengan gear 1 atau 2 dengan kecepatan hingga 18,8 km/jam jika menggunakan gear 2. Namun WCV desain ini tidak mampu menanjak pada kemiringan lebih dari 20˚, ditunjukkan dengan nilai traksi yang kurang dari beban jalan kendaraan pada tanjakan lebih dari 20˚. Pada penggunaan di jalan datar, kendaraan WCV desain memiliki kecepatan maksimum sebesar 79,5 km/jam. Dari pengoperasian dengan hi-mode menghasilkan traksi maksimum 25,05 kN.
Pada low-mode (gambar 7(b)) diketahui kemampuan untuk mendaki dapat mencapai tanjakan lebih dari 30˚ dengan kecepatan hingga 5,4 km/jam (gear 1). Traksi maksimum yang dihasilkan dari pengoperasian ini adalah 50,09 kN. Pada penggunaan di jalan datar, kendaraan WCV desain dengan setting ini memiliki kecepatan maksimum sebesar 39,7 km/jam. Pengoperasian low-mode ini memungkinkan kendaraan untuk dioperasikan dengan gear 2 untuk melalui tanjakan dengan kemiringan lebih dari 20˚ dengan kecepatan maksimum sebesar 8 km/jam dan gear 3 untuk tanjakan 8˚ dengan kecepatan maksimum sebesar 17,3 km/jam.
Simulasi Performa WCV dengan Rollling
Chassis Merek B
Gambar 8.
Kurva Performa Engine 4HK1-TCN
SSiimmuullaassii BBeebbaann JJaallaann DDaann TTrraakkssii RRooddaa PPaaddaa PPeemmiilliihhaann RRoolllliinngg CChhaassssiiss 44WWDD uunnttuukk KKeennddaarraaaann WWaatteerr CCaannnnoonn
((PPrraasseettyyaanniinngg DDiiaahh RRiizzkkyy LLeessttaarrii,, AAgguuss SSaarrttoommoo && TTaauuffiikk YYuuwwoonnoo))
______________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 71
Spesifikasi performa engine 4HK1-TCN yang digunakan pada rolling chassis merek B ditunjukkan dalam gambar berikut.
Hasil simulasi performa rolling chassis merek B berdasarkan kurva performa engine di atas adalah sebagai berikut.
(a)
(b)
Gambar 9. Performa WCV dengan rolling chassis merek B
Pada hi-mode, performa WCV dengan rolling chassis merek B di atas menunjukkan kemampuan untuk mendaki pada tanjakan 20˚ dengan kecepatan antara 8,4 hingga 14,5 km/jam. Hal ini ditunjukkan dengan nilai traksi kendaraan yang sedikit melebihi beban jalan kendaraan pada tanjakan 20˚. Pada penggunaan di jalan datar, kendaraan WCV desain memiliki kecepatan maksimum sebesar 95 km/jam. Grafik di atas juga menunjukkan bahwa WCV desain dapat digunakan untuk melalui tanjakan 8˚ dengan kecepatan maksimum 26,2 km/jam pada pengoperasian gear 2. Traksi maksimum yang dihasilkan pada pengoperasian ini adalah sebesar 21,73 kN.
Sedangkan pada penggunaan dengan low-mode menunjukkan kemampuannya untuk digunakan pada tanjakan dengan lebih dari 30˚ dengan kecepatan hingga 8,2 km/jam menggunakan gear 1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai traksi yang lebih tinggi dari beban jalan kendaraan pada tanjakan 30˚. Penggunaan low-mode pada WCV desain menghasilkan kecepatan maksimum sebesar 60,2 km/jam (gear 5). Grafik di atas menunjukkan penggunaan WCV desain dengan gear 2 pada low-mode dapat digunakan pada tanjakan 20˚ dengan kecepatan maksimum 14,2 km/jam. Pengoperasian dengan gear 3 dapat digunakan untuk tanjakan 8˚ dengan kecepatan maksimum sebesar 26,2 km/jam. Traksi maksimum yang dihasilkan pada pengoperasian ini adalah sebesar 40,01 kN.
Simulasi Performa WCV dengan Rollling
Chassis Merek C
(a)
(b)
Gambar 10. Performa WCV dengan rolling chassis merek C
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (65-74)
72 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Sama halnya dengan engine 4HG1-T untuk merek A, rolling chassis merek C menggunakan engine W04D-TR yang data kurva torsinya tidak tersedia. Sehingga analisa performa engine dilakukan dalam bentuk perhitungan dari spesifikasi torsi maksimum dan daya maksimum yang dihasilkan mesin dari spesifikasi rolling chassis. Gambar berikut menunjukkan performa WCV dengan rolling chassis merek C pada penggunaan transfer case dengan
posisi hi-mode dan low-mode. Grafik traksi dan beban jalan WCV
dengan rolling chassis merek C pada penggunaan transfer case dengan hi-mode menunjukkan kemampuan untuk mendaki pada tanjakan lebih dari 8˚ dengan kecepatan sekitar 14,1 km/jam dengan gear 1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai traksi kendaraan melebihi beban jalan kendaraan pada tanjakan 8˚. Pada penggunaan di jalan datar, kendaraan WCV desain memiliki kecepatan maksimum sebesar 90 km/jam. Grafik di atas juga menunjukkan bahwa WCV desain dapat digunakan untuk melalui tanjakan 8˚ dengan kecepatan maksimum sekitar 19 km/jam pada pengoperasian gear 2. Traksi maksimum yang dihasilkan pada pengoperasian ini adalah sebesar 21,51 kN.
Sedangkan pada penggunaan dengan low-mode menunjukkan kemampuannya untuk digunakan pada tanjakan dengan lebih dari 30˚ dengan kecepatan hingga 6,4 km/jam dengan gear 1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai traksi yang lebih tinggi dari beban jalan kendaraan pada tanjakan 30˚. Penggunaan low-mode pada WCV desain menghasilkan kecepatan maksimum sebesar 43,3 km/jam. Grafik di atas menunjukkan penggunaan WCV desain dengan gear 2 pada low-mode dapat digunakan pada tanjakan 20˚ dengan kecepatan maksimum sekitar 8 km/jam. Pengoperasian dengan gear 3 dapat digunakan untuk tanjakan 8˚ dengan kecepatan maksimum sebesar 20,5 km/jam. Traksi maksimum yang dihasilkan pada pengoperasian ini adalah sebesar 47,31 kN.
Perbandingan Performa
3 Kandidat Rolling Chassis
Dari hasil simulasi diatas dapat diperoleh
perbandingan tiga jenis rolling chassis merek A, merek B dan merek C sebagai berikut.
Tabel 5. Tinjauan Utama Perbandingan 3 Rolling Chassis
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
merek B mampu hingga tanjakan 30˚ dengan kecepatan paling tinggi yaitu 8,2 km/jam. Untuk pengoperasian hi-mode, hanya merek B yang mampu menanjak hingga 20˚ dengan kecepatan hingga 14,5 km/jam. Secara keseluruhan untuk setiap tanjakan, merek B menunjukkan kecepatan paling unggul.
Dalam hal kecepatan maksimum, merek B juga paling mampu hingga 60,2 km/jam saat low-mode. Traksi yang dihasilkan merek B dan C tidak jauh berbeda. Selain itu, jarak wheel base (lihat Tabel 2.) juga merupakan pertimbangan lainnya. Diketahui bahwa jarak wheel base merek B lebih pendek dari merek C, maka rolling chasis merek B juga lebih layak digunakan, karena dengan jarak wheel base yang lebih pendek, kendaraan WCV akan lebih mudah untuk bermanuver.
Aspek Tinjauan
Rolling Chassis
Merek A Merek B Merek C
Hi-mode
Low-Mode
Hi-mode
Low-Mode
Hi-mode
Low-Mode
Tanjakan 30˚ × √ × √ × √ Tanjakan 25˚ × √ × √ × √ Tanjakan 20˚ × √ √ √ × √ Kecepatan maksimum pada tanjakan 30˚ (km/jam)
5,4 8,2 6,4
Kecepatan maksimum pada tanjakan 25˚ (km/jam)
5,4 8,2 6,4
Kecepatan maksimum pada tanjakan 20˚ (km/jam)
8 14,5 14,2 8
Kecepatan maksimum pada tanjakan 8˚ (km/jam)
18,8 17,3 26 26,2 19 20,5
Kecepatan maksimum (km/jam) 79,5 39,7 95 60,2 90 43,3 Traksi maksimum (x103 kN) 25,05 50,09 21,73 40,01 21,51 47,31
SSiimmuullaassii BBeebbaann JJaallaann DDaann TTrraakkssii RRooddaa PPaaddaa PPeemmiilliihhaann RRoolllliinngg CChhaassssiiss 44WWDD uunnttuukk KKeennddaarraaaann WWaatteerr CCaannnnoonn
((PPrraasseettyyaanniinngg DDiiaahh RRiizzkkyy LLeessttaarrii,, AAgguuss SSaarrttoommoo && TTaauuffiikk YYuuwwoonnoo))
______________________________________________________________________________
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 73
SIMPULAN DAN SARAN
Dari data-data di atas yaitu dengan telah dilakukannya simulasi performa rolling chassis dengan 3 merek A, B dan C maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan desain kendaraan WCV dengan menggunakan rolling chassis merek B lebih unggul untuk digunakan jika dibandingkan dengan merek A dan C. Dengan rolling chassis merek B, kendaraan WCV dapat melalui tanjakan hingga 30˚ dengan kecepatan paling tinggi yaitu 8,2 km/jam pada pengoperasian dengan low-mode. Simulasi beban jalan kendaraan dan traksi roda ini dapat digunakan sebagai salah satu metode acuan pemilihan rolling chassis untuk kendaraan WCV. Hasil simulasi yang ditampilkan akan lebih akurat jika data kurva torsi untuk setiap engine yang digunakan pada masing-masing rolling chassis juga tersedia. Dalam hal ini, perhitungan simulasi performa untuk merek A dan C belum mendekati nilai aslinya karena tidak adanya data berupa kurva torsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. PTIPK-BPPT, Laporan Akhir Kegiatan
Inovasi dan Layanan Teknologi Kendaraan Tempur, Kendaraan Taktis dan Munisi Kaliber Besar, BPP Teknologi, Indonesia, Desember 2015.
2. Sartomo, A., dan Lestari, P.D.R., Kajian Pemilihan Rolling Chasis Untuk Kendaraan Taktis Water Cannon Berdasarkan Analisa Distribusi Beban Kendaraan, Jurnal Teknik Mesin Untirta, Vol. III No. 2, Flywheel, Indonesia, 2017.
3. Cesar, W., dan Hasrito, E.S.,
Perancangan Model Sistem Kendali Kendaraan Water Cannon Berbasis Microcontroller Raspberry PI, Jurnal Teknik Elektro Untar, Vol. 18 No. 1, TESLA, Indonesia, 2016.
4. Mashadi, B., and Crolla, D., Vehicle Powertrain Systems, John Wiley & Sons, Ltd., UK, 2012.
5. Ehsani, M., Modern Electric, Hybrid Electric and Fuel Cell Vehicles: Fundamentals, Theory and Design, CRC Press, 2005.
6. Gillespie, T.D., Fundamentals of Vehicle Dinamics, Society of Automotive Engineers, Inc., USA, 1992.
7. Repčić, N., Šarić, I., and Avdić, V., Tractive Effort Curves in Gearbox Analyse, 15th International Research/Expert Conference ”Trends in the Development of Machinery and Associated Technology”, 2011.
8. Piechottka, H., Kucukay, F., Kercher, F., and Bargende, M., Optimal Powertrain Design through a Virtual Development Process, World Electric Vehicle Journal 2018, 9, 11; DOI:10.3390/wevj9010011.
9. Sahraeian, A., Shahbakhti, M., Aslani, A. R., Jazayeri, S.A., Azadi, S., and Shamekhi, A. H., Longitudinal Vehicle Dynamics Modeling on the Basis of Engine Modeling, DOI: 10.4271/2004-01-1620, 2004.
10. Hirz, M, Basics of longitudinal vehicle dynamics, Graz University of Technology, 2015.
11. Rill, G., Vehicle Dynamics, Ostbayerische Technische Hochschule (OTH) Regensburg, 2007.
12. Wallentowitz, H., Longitudinal Dynamics of Vehicles, Vervielfältigungsstelle der Hochschule, 2004.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (65-74)
74 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Pome dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie PD, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 75
ANALISIS KEEKONOMIAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA BIOGAS DARI POME DENGAN CONTINUOUS
STIRRED TANK REACTOR (CSTR)
ECONOMIC ANALYSIS FOR THE DEVELOPMENT OF POME BIOGAS POWER PLANT USING CONTINUOUS STIRRED TANK
REACTOR (CSTR)
Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie Puspita Dewi, Yudiartono,
Agung Wijono, dan Niken Larasati
Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi, BPPT Kluster Inovasi & Bisnis Teknologi, Gedung 720, Lantai 2
Puspiptek, Kota Tangerang Selatan, Banten 15314 e-mail : [email protected]
Abstrak
Limbah cair kelapa sawit atau dikenal dengan POME (palm oil mill effluent) dapat diproses menjadi biogas sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik. Produksi POME saat ini dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) dengan kapasitas mencapai 153,4 MW yang sebagian besar berada di wilayah Sumatera. Salah satu pabrik kelapa sawit (PKS) yang berpotensi untuk pembangunan PLTBg adalah PKS Sei Pagar milik PTPN V Pekanbaru. Studi ini bertujuan untuk melakukan analisis keekonomian pembangunan PLTBg. PLTBg didesain dengan kapasitas 700 kW dengan menggunakan biodigester jenis continuous stirred tank reactor (CSTR). Listrik yang dihasilkan akan dijual ke PLN dengan harga jual sebesar 85% biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan wilayah Riau sebesar 1.249,5 Rp/kWh. Hasil perhitungan keekonomian menunjukkan bahwa biaya investasi mencapai 26,3 miliar Rupiah dengan skema 70% pinjaman dari bank dan sisanya 30% dengan modal sendiri (equity). Biaya operasi dan perawatan mencapai 2,3 miliar Rupiah setiap tahun. Pembangunan PLTBg layak untuk dilaksanakan dengan nilai IRR sebesar 11,44%, waktu pengembalian modal selama 7 tahun 11 bulan, dan NPV sebesar 1.1 miliar Rupiah.
Kata kunci : POME, CSTR, PLTBg, studi kelayakan.
Abstract
Palm oil mill effluent (POME) can be processed into biogas as fuel for electricity generation. POME production now can be used for biogas power plants with capacities reaching 153.4 MW, most of which are in the Sumatera region. One of the palm oil mills that potential for the development of a biogas power plant is in the Sei Pagar palm oil mills owned by PTPN V Pekanbaru. The objective of the study is to conduct an economical analysis for the development of Biogas power plant. The power plant is designed for a capacity of 700 kW by using a continuous stirred tank reactor (CSTR) biodigester. The electric power produced is targeted to be sold to PLN at a selling price of 85% of the basic cost of electricity production of the Riau region which is 1,249.5 IDR/kWh. The results of study show that the investment costs reach 26.3 billion Rupiah, consisting of 70% bank loan scheme and 30% equity. While, the operating and maintenance costs reach 2.3 billion Rupiah per year. In conclusion, the development of a biogas power plant is feasible to be implemented with an IRR of 11.44%, a payback period of 7 years 11 months, and a NPV of 1.1 billion Rupiah.
Keywords : POME, CSTR, biogas power plant, feasibility study.
Diterima (received ) : 03 Desember 2018 , Direvisi (revised ) : 01 Maret 2019 , Disetujui (accepted) : 05 Maret 2019
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (75-84)
76 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN Sejalan dengan Kebijakan Energi
Nasional, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pemanfataan energi terbarukan. Salah satu potensi energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan adalah penggunaan bahan bakar nabati (BBN) yang berbasis kelapa sawit1,2,3). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih terus berkembang. Luas areal perkebunan meningkat rata-rata 7,6% per tahun dalam kurun waktu 2013-2017. Hal ini didukung oleh kondisi tanah dan iklim di Indonesia yang terbukti sesuai untuk tanaman kelapa sawit. Pada tahun 2017 luas area perkebunan mencapai 14 juta Ha4).
Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia5). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dikategorikan menjadi perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Total produksi sawit mencapai 37,8 juta ton pada tahun 2017, dengan pangsa produksi terbesar dari perkebunan swata sebesar 61%, diikuti oleh perkebunan rakyat (32%) dan perkebunan negera (7%)6). Kelapa sawit dapat diproses di pabrik kelapa sawit (PKS) dan diolah menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) yang sebagian besar sebagai komoditas ekspor. Selain komoditas tersebut, pabrik juga menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dapat berupa tandan kosong, serat buah, pelepah, dan cangkang kelapa sawit. Sedangkan limbah cair kelapa sawit atau dikenal dengan POME (palm oil mill effluent) dapat diproses menjadi biogas sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik7).
POME berasal dari proses sterilisasi tandan buah segar, penjernihan CPO dan pemerasan tandan kosong. Sebelum dimanfaatkan menjadi biogas, POME dialirkan ke dalam kolam penampungan untuk diambil sisa minyaknya dan diturunkan suhunya sehingga siap diproses untuk menguraikan zat organik secara anaerob. Proses penguraian zat organik ini akan melepas gas metana (CH4) ke udara yang dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca (GRK). Gas metana mempunyai efek GRK 21 kali lebih besar dibandingkan dengan gas CO2
8). Oleh karena itu emisi GRK dapat dikurangi dengan memproses gas metana dari POME dan digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg). Pemanfaatan gas metana dari POME sebagai bahan bakar untuk PLTBg ini menawarkan alternatif untuk mengurangi dampak lingkungan dalam pengelolaan
perkebunan kelapa sawit dan sekaligus mendapatkan pasokan listrik dengan memanfaatkan energi terbarukan9,10,11).
Pembangunan PLTBg harus mempertimbangkan kelayakan baik secara teknis maupun ekonomi. Beberapa tantangan yang harus dipertimbangkan adalah skala produksi, kontinuitas pasokan POME serta biaya pembangkitan listrik12). Makalah ini membahas keekonomian pembangunan PLTBg dari POME dengan continuous stirred tank reactor (CSTR) secara umum, dan untuk pembahasan secara rinci diambil kasus khusus untuk diterapkan di PKS Sei Pagar di Provinsi Riau.
METODE PENELITIAN
Pendekatan perhitungan keekonomian dalam makalah ini meliputi NPV (net present value), IRR (internal rate of return), PBP (payback period) dan PI (profitability indeks). Rumus-rumus perhitungan secara rinci dibahas dalam BKF10), USAID12), Park13), dan Arum14). NPV menunjukkan nilai keuntungan saat ini dari modal yang diinvestasikan selama umur proyek menggunakan faktor diskon (discount rate) tertentu. IRR merupakan tingkat pengembalian modal pada saat nilai NPV sama dengan nol. Nilai IRR dibandingkan dengan nilai weighted average cost of capital (WACC) untuk menentukan keputusan investasi. PBP digunakan untuk mengevaluasi pada tahun ke berapa investor bisa mendapatkan kembali dana yang telah diinvestasikan dalam proyek tersebut. Sedangkan PI merupakan perbandingan antara nilai kas bersih yang akan datang dengan nilai investasi yang sekarang. Semakin besar nilai PI maka investasi akan semakin layak.
Potensi PLTBg
Jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2014 tercatat lebih dari 600 pabrik yang tersebar di berbagai wilayah. PKS Sei Pagar merupakan salah satu PKS di bawah kendali PTPN V Pekanbaru. Perkebunan Sei Pagar berlokasi di tiga desa, yaitu: Desa Hang Tuah, Desa Pantai Raja, dan Desa Parit Baru, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar dengan luas areal konsensi 2947,2 Ha. Kapasitas terpasang PKS sebesar 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam dengan potensi pengolahan kelapa sawit mencapai 225.000 ton TBS per tahun. PKS Sei Pagar mengolah TBS tersebut menjadi CPO dan menghasilkan limbah berupa tandan kosong sawit, cangkang, serat buah, dan POME15).
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Pome dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie PD, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 77
Berdasarkan data Kementerian Pertanian kapasitas total PKS di Indonesia mencapai 34.280 ton/jam yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai PLTBg dengan kapasitas 1.280 MW9). Namun, berdasarkan Statistik Indonesia (2018)4) ternyata masih banyak kapasitas pabrik yang menganggur dan produksi sawit total hanya sebesar 37,8 juta ton pada tahun 2017 atau sekitar 9,5 ton/jam. Data tersebut berdasarkan asumsi bahwa dalam satu tahun pabrik beroperasi selama 330 hari. Sesuai dengan metodologi perhitungan potensi PLTBg yang dibahas dalam Wibowo7), Winrock9), dan Arum14), potensi PLTBg yang siap untuk dikembangkan sebesar 153,4 MW. Sebaran potensi tersebut per wilayah ditunjukkan pada Gambar 1.
Proses Produksi Biogas
Proses pencernaan anaerob atau disebut juga proses biometanasi dapat memproses POME yang merupakan limbah organik sehingga terurai menjadi biogas. Mikroba dalam proses biometanasi akan mendegradasi senyawa organik menjadi biometana dan karbon dioksida dalam kondisi tanpa oksigen. Dalam aplikasi teknis, proses ini dapat berlangsung pada dua rentang suhu, yaitu mesofilik dengan temperatur berkisar 37 - 43 °C atau termofilik
dengan temperatur sekitar 50 - 60 °C. Pada temperatur termofilik, proses ini menghasilkan perpindahan massa yang lebih baik sehingga tingkat limbah organik lebih tinggi dari pada pada temperatur mesofilik. POME yang baru keluar dari PKS masih mempunyai temperatur yang lebih tinggi sehingga perlu ada proses pendinginan9,16).
Biodigester atau reaktor biogas yang sering digunakan dalam proses biometanasi pada umumnya terdiri dari dua jenis reaktor, yaitu: • Covered lagoon (CL), yang berupa kolam
tertutup tanpa atau dilengkapi dengan peralatan pengadukan. Reaktor ini didesain untuk menangani limbah dengan kandungan padatan yang kurang dari 3% dan beroperasi pada temperatur mesofilik.
• Continuous stirred tank reactor (CSTR),
yang berupa silinder terbuat dari beton atau logam dengan rasio antara tinggi dan diameter yang relatif rendah. Reaktor ini perlu dilengkapi dengan peralatan pengadukan dan dapat beroperasi pada temperatur mesofilik atau termofilik.
CSTR mempunyai produktivitas biogas dan keandalan yang lebih tinggi dari pada CL sehingga dalam makalah ini CSTR dipilih sebagai opsi untuk pembangunan PLTBg di PKS Sei Pagar17). Pengadukan dalam CSTR dapat dilakukan secara mekanik, hidrolik, maupun injeksi gas.
Luas Lahan
Potensi PLTBg
Produksi Sawit8,3 Juta Ha
102 MW
25 Juta Ton4,9 Juta Ha
45,9 MW
11,3 Juta Ton 0,6 Juta Ha
4,4 MW
1,1 Juta Ton
0.1 Juta Ha
0.9 MW
0,2 Juta Ton
0.03 Juta Ha
0.2 MW
0.06 Juta Ton
SUMATERA
JAWA
KALIMANTAN
BALI & NUSA TENGGARA
SULAWESI
MALUKU & PAPUA
Gambar 1. Luas Perkebunan, Produksi Sawit dan Potensi PLTBg dari POME4,9)
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (75-84)
78 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Secara ringkas diagram PLTBg berbasis POME dengan CSTR ditunjukkan pada Gambar 2. Keseluruhan sistem dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sistem produksi biogas atau biodigester, pengolahan biogas, dan pemanfaatan biogas yang berupa gas engine untuk dikonversi ke listrik. PLTBg ini dilengkapi dengan sistem instrumentasi dan kontrol. Dalam sistem biodigester, bahan baku yang berasal dari POME diolah dalam kolam terbuka untuk dikondisikan parameternya sesuai dengan kebutuhan biodigester. Ukuran digester ditentukan berdasarkan laju alir POME, beban COD (chemical oxygen demand), dan waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time) supaya menghasilkan biogas yang optimal18,19,20). COD merepresentasikan oksigen total yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik yang bersifat biologis maupun yang tidak bereaksi dengan
karbon dioksida dan air. Keluaran dari bodigester berupa biogas yang akan diolah dan dimurnikan sebelum masuk ke gas engine. Limbah dari biodigester masuk ke dalam kolam sedimentasi yang bisa diproses lebih lanjut menjadi pupuk.
Konsentrasi H2S dari biogas diturunkan menggunakan scrubber H2S sesuai dengan spesifikasi gas engine yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan operasi, dengan mencegah korosi sehingga bisa memperpanjang umur gas engine. Dehumidifier berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam biogas sebelum masuk ke gas engine. Sedangkan flare digunakan untuk membakar kelebihan gas sebagai persyaratan keamanan pengoperasian PLTBg.
Kelebihan biogas tidak boleh dibuang langsung ke atmosfir karena mudah terbakar pada konsentrasi yang tinggi dan juga menimbulkan emisi GRK yang lebih tinggi (karena masih berupa CH4).
Biogas yang sudah diolah dan dimurnikan akan menjadi bahan bakar untuk gas engine. Gas engine pada umumnya memerlukan biogas dengan kadar air dibawah 80% dan konsentrasi H2S kurang dari 200 ppm. Gas engine akan membakar biogas dan menghasilkan energi mekanik untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan listrik untuk pengguna akhir.
Tarif Listrik
PLTBg akan menghasilkan listrik untuk keperluan PKS dan kelebihan tenaga listrik dapat dijual ke PLN. Permen ESDM No. 50/2017 mengatur pemanfaatan sumber
energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. PLN wajib membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan. Pemanfaatan sumber energi terbarukan harus mengacu pada Kebijakan Energi Nasional dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional21). Harga tertinggi pembelian listrik energi terbarukan ditunjukkan pada Tabel 1. Bila biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan setempat di atas rata-rata BPP pembangkitan nasional maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTBg paling tinggi sebesar 85% dari BPP pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Bila BPP setempat sama atau di bawah rata-rata BPP nasional maka harga pembelian tenaga listrik ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama.
PengolahanAwal
Biodigester
KolamSedimentasi
ScrubberH2S
Flare
DehumidifierGas
EngineListrik
Sistem Instrumentasi dan Kontrol
Produksi Biogas Pengolahan Biogas Pemanfaatan Biogas
CSTR
POME
Gambar 2. Diagram PLTBg POME dengan CSTR 9)
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Pome dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie PD, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 79
Tabel 1. Harga Tertinggi Pembelian Listrik Energi Terbarukan2)
Pembangkit Listrik BPP
Setempat > BPP Nasional
BPP Setempat ≤
BPP Nasional
PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm,
PLTBg, dan PLT Laut
85% BPP Regional
Kesepakatan
PLTA, PLTSa, dan PLTP
100% BPP Regional
Kesepakatan
Harga pembelian listrik oleh PLN diatur
dalam Kepmen ESDM No. 1772.K/20/MEM/2018 tentang besaran BPP pembangkitan PLN tahun 2017. Berdasarkan Kepmen tersebut BPP pembangkitan terendah sebesar 6,81 sen US$/kWh atau 911 Rp/kWh (sebagian besar Jawa dan Bali) dan yang tertinggi sebesar 20 sen US$/kWh atau 2.677 Rp/kWh (wilayah Indonesia timur dan terpencil) pada nilai tukar 13.385 Rp/US$ (berdasarkan nilai tukar kurs tengah Bank Indonesia rata-rata tahun 2017). BPP pembangkitan PLN pada tahun 2017 per wilayah ditunjukkan pada Gambar 3.
Ketidakpastian dan Risiko
Investasi untuk jangka panjang selalu menghadapi ketidakpastian dan risiko yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Parameter biaya investasi, nilai tukar, dan harga listrik sering kali berubah yang dapat
mempengaruhi kelayakan ekonomi pembangunan PLTBg. Salah satu cara untuk mengevaluasi risiko tersebut adalah dengan melakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam studi ini adalah dengan melakukan perubahan dari
tiga parameter, yaitu harga jual listrik, nilai investasi barang modal, dan nilai COD dari limbah POME pada kisaran +5% dan -5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pabrik kelapa sawit di Sei Pagar mempunyai kapasitas pengolahan tandan buah segar sebesar 30 ton per jam. POME yang dihasilkan dari PKS tersebut cukup dapat diandalkan dari sisi kontinuitas pasokan. Kandungan organik dalam limbah POME atau nilai COD dari limbah tersebut adalah sebesar 42.685 mg/liter. Bahan baku POME diperoleh dengan harga Rp 100 per m3. Parameter bahan baku yang penting ditunjukkan pada Tabel 2.
Berdasarkan kapasitas PKS dan COD maka kapasitas PLTBg yang akan dibangun dapat ditentukan, yakni dibulatkan menjadi sebesar 700 kW. Perhitungan kapasitas dan produksi listrik PLTBg ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan Winrock9) faktor ketersediaan (availability factor) yang menyatakan potensi penghentian operasi untuk pemeliharaan berkisar antara 90% hingga 98%. Faktor ketersediaan diasumsikan yang pesimis yakni sekitar 90%. PLTBg memproduksi listrik secara efektif selama 330 hari atau 7.920 jam setahun. Dalam masa pemeliharaan, flare digunakan untuk membakar biogas untuk mengurangi emisi GRK. Umur ekonomi proyek diprakirakan 20 tahun sejak proyek mulai
beroperasi. Harga jual listrik diasumsi sebesar 1.249,5 Rp/kWh yang merupakan 85% dari BPP wilayah Riau pada tahun 2017 sesuai dengan Kepmen ESDM No. 1772 K/20/MEM/2018.
6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 7.0 7.2 7.3 7.7 8.3 8.69.8
11.0 11.1 11.1
12.6 12.9
14.515.5 15.5
19.420.0
7.1 7.38.3
9.3 9.4 9.510.711.0
12.313.213.2
16.517.0
0
5
10
15
20
25
sen
US$
/kW
h
BPP 85% BPP
Rata
-Rat
a N
asio
nal
Gambar 3. BPP Pembangkitan PLN Tahun 2017
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (75-84)
80 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Tabel 2. Parameter Bahan Baku
Keterangan Satuan Nilai
Kapasitas PKS ton TBS/jam 30 Pasokan TBS ton/tahun 180.000 Rata-rata harian TBS yang diproses
ton/hari 600
Jam kerja penggilingan hari/tahun 300 Jam kerja rata-rata per hari jam/hari 20
Produksi POME rata-rata m3 POME/ton TBS
0,6
Produksi POME rata-rata per hari
m3/hari 360
COD (Chemical Oxygen Demand)
mg/liter 42.685
Tabel 3.
Perhitungan Kapasitas dan Produksi Listrik PLTBg
Keterangan Satuan Nilai
Produksi biogas m3 biogas/tahun 2.633.940
m3 biogas/hari 8.780
m3 biogas/jam 366
Produksi metana (CH4) m3 CH4/tahun 1.448.667 Produksi listrik (gross) kWh/tahun 5.794.668 Jam operasi jam/tahun 7.920 Kapasitas pembangkit (max) kWe 732 Pemakaian sendiri (11%) kWh/tahun 637.413 Produksi listrik (nett) kWh/tahun 5.157.254
Biaya Investasi serta Biaya Operasi dan
Perawatan Tabel 4.
Biaya Investasi PLTBg
Item Biaya (Rp)
Perijinan 990.000.000
Sistem Biodigester 17.207.677.245 a. Engineering design 292.198.500 b. Peralatan:
Biogas reactor 3.964.583.250 POME pre-treatment unit
790.877.250
Biogas scrubber 1.783.603.500 Biogas dehumidifier 630.535.500 Blower, flare, biogas holder
1.852.580.250
Instalasi, instrumentasi dan lainnya
7.001.822.145
c. Commissioning 891.476.850
Pembangkit Listrik 8.125.758.300 a. Engineering design 162.331.950 b. Peralatan:
Gas engine 5.270.393.250 Instalasi, instrumentasi dan lainnya
2.306.417,475
c. Commissioning 386.615.625
TOTAL 26.323.435.545
Pembangunan PLTBg direncanakan akan selesai dalam waktu 2 tahun. Secara garis besar perkiraan biaya investasi ditunjukkan pada Tabel 4. Pendanaan investasi diasumsikan sebesar 70% merupakan pinjaman (kredit) dari bank dan sisanya sebesar 30% akan didanai dengan modal sendiri (equity). Tingkat bunga kredit investasi dalam studi ini diasumsi sebesar 10% per tahun dan lama pinjaman dari bank 10 tahun.
Biaya operasi dan perawatan merupakan biaya yang dikeluarkan selama PLTBg beroperasi yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya operasi dan perawatan total selama satu tahun mencapai Rp 2.295.698.710, yang terbagi hampir merata untuk sistem biodigester dan pembangkit listrik. Rangkuman biaya operasi dan perawatan PLTBg ditunjukkan pada Tabel 5
Tabel 5.
Biaya Operasi dan Perawatan PLTBg
Keterangan Biaya (Rp)
Sistem Biodigester 1.286.540.066 a. Biaya tetap:
Gaji dan upah 468.000.000 Biaya administrasi 143.400.000 Perawatan tahunan 480.720.057 Sewa tanah 37.500.000 Asuransi 80.120.009
b. Biaya variabel: Biaya pembelian
POME 10.800.000 Biaya utilitas 66.000.000
Pembangkit Listrik 1.009.158.644 a. Biaya tetap:
Gaji dan upah 351.000.000 Biaya administrasi 113.550.000 Perawatan tahunan 37.884.054 Major overhaul 378.840.536 Asuransi 37.884.054
b. Biaya variabel: Biaya utilitas 90.000.000
TOTAL 2.295.698.710
Analisis Kelayakan
Produksi biometana setiap tahun diperkirakan sebesar 1.448.667 m3 dan akan menghasilkan listrik sebesar 5.794.668 kWh (gross). Kebutuhan listrik untuk pemakaian sendiri sebesar 11% sehingga produksi listrik tahunan sebesar 5.157.254 kWh (nett). Produksi listrik ini dijual ke PLN dengan harga jual pada tahun pertama (2019) sebesar 1.250 Rp/kWh sehinggga potensi pendapatannya sebesar Rp 6.443.988.873. Harga jual listrik diasumsikan ada kenaikan sebesar 1,5% per tahun.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa PLTBg layak untuk dibangun dengan IRR sebesar 11,44% yang lebih tinggi dari pada
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Pome dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie PD, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 81
weighted average cost of capital (WACC) yang sebesar 10,86%. Jangka waktu pengembalian modal (PBP) sebesar 7 tahun 11 bulan dengan NPV Rp 1.103.209.098 dan profitability indeks (PI) sebesar 2,64. Secara ringkas hasil analisis finansial ditunjukkan pada Tabel 6.
Analisis Sensitivitas
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kelayakan pembangunan PLTBg cukup sensitif terhadap perubahan parameter harga jual listrik, biaya investasi dan COD (Lihat Tabel 7). Harga jual listrik
yang berkurang lebih dari 2,5% akan menyebabkan pembangunan tidak layak. Sedangkan kenaikan biaya investasi lebih dari 2,5% juga menyebabkan tidak layak begitu juga bila nilai COD turun lebih dari 2,5%. Nilai COD yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi biogas lebih besar, tetapi tidak berarti produksi listriknya lebih besar selama pembangkitnya masih sama kapasitasnya. Produksi biogas yang berlebihan akan dibuang melalui gas flare.
Tabel 6. Analisis Sensitivitas
Harga Jual Listrik
-5% -2,5% Base +2,5% +5%
IRR 10,31% 10,88% 11,44% 11,99% 12,53% NPV @10,86% (Rp) (1.036.548.457) 33.330.320 1.103.209.098 2.173.087.876 3.242.966.653 Payback Period (tahun) 8,54 8,23 7,95 7,68 7,43
Biaya Investasi
-5% -2,5% Base +2,5% +5%
IRR 12,33% 11,88% 11,44% 11,01% 10,60% NPV @10,86% (Rp) 2.708.942.804 1.906.075.951 1.103.209.098 300.342.245 (502.524.609) Payback Period (tahun) 7,52 7,73 7,95 8,16 8,38
COD
-5% -2,5% Base +2,5% +5%
IRR 10,31% 10,88% 11,44% - NPV @10,86% (Rp) (1.036.550.947) 33.333.225 1.103.209.098
Payback Period (tahun) 8,54 8,23 7,95
Tabel 7. Analisis Finansial
Tahun Akumulasi
Investasi (Rp)
Akumulasi
Pendapatan (Rp)
Neraca
Keuangan (Rp)
-2 16.213.513.530 0 -16.213.513.530 -1 28.570.609.926 0 -28.570.609.926 1 28.570.609.926 3.506.147.205 -25.064.462.721 2 28.570.609.926 7.038.788.612 -21.531.821.314 3 28.570.609.926 10.597.514.671 -17.973.095.255 4 28.570.609.926 14.181.877.411 -14.388.732.515 5 28.570.609.926 17.791.388.572 -10.779.221.354 6 28.570.609.926 21.425.517.657 -7.145.092.269 7 28.570.609.926 25.083.689.903 -3.486.920.023 8 28.570.609.926 28.765.284.163 194.674.238 9 28.570.609.926 32.469.630.704 3.899.020.779
10 28.570.609.926 36.196.008.902 7.625.398.977 15 28.570.609.926 54.555.930.372 25.985.320.446 20 28.570.609.926 74.504.833.023 45.934.223.097
Dasar Penilaian NPV & IRR Weighted Average Cost of Capital (WACC) 10,86% Net Present Value (NPV) (Rp) 1.103.209.098 Internal Rate of Return (IRR) 11,44% Payback Period (PBP) 7 tahun 11 bulan Profitability Indeks (PI) 2,64 Kesimpulan LAYAK
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (75-84)
82 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
SIMPULAN
Pemanfaatan POME dari pabrik kelapa sawit menjadi energi listrik dengan menggunakan biodigester CSTR secara keekonomian cukup layak untuk dilaksanakan. Indikator kelayakan finansial ditunjukkan dengan nilai IRR sebesar 11,44% yang lebih tinggi dari pada WACC yang sebesar 10,86%. Sedangkan waktu pengembalian modal selama 7 tahun 11 bulan dengan NPV sebesar Rp 1.103.209.098 serta nilai PI sebesar 2,64. PI hasil perhitungan ini menunjukkan lebih besar dari 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan PLTBg berpotensi menguntungkan.
Pembiayaan PLTBg perlu mendapatkan dukungan dari dana hibah internasional dalam kerangka pengurangan emisi GRK ataupun melalui kredit dari perbankan nasional. Hal ini terkait dengan perlu adanya pinjaman dengan bunga yang rendah. Kendala lain adalah mengenai penetapan harga pembelian listrik dari PLN berdasarkan BPP pembangkitan. Perubahan harga BPP di kemudian hari bisa sangat mempengaruhi kelayakan sehingga perlu adanya kepastian harga jual istrik selama umur operasi PLTBg.
Pengoperasian PLTBg berbasis POME dapat menimbulkan pencemaran udara, air dan suara. Polusi udara seperti bau, polutan dan debu harus diantisipasi dengan pemasangan peralatan untuk melindungi lingkungan dari efek berbahaya tersebut. Polusi air dapat terjadi karena air limbah yang mengkontaminasi ke air permukaan atau air tanah. Polusi ini dapat dicegah dengan menggunakan sistem drainase yang terpisah. Sedangkan polusi suara terjadi karena ada kebisingan dari gas engine untuk PLTBg. Frekuensi dan intensitas kebisingan yang dihasilkan sebagian besar tergantung pada tata letak PLTBg secara keseluruhan. Oleh karena itu dalam pembangunan PLTBg harus mempertimbangkan adanya peralatan pencegah polusi udara serta memperhatikan desain sistem drainase dan tata letak PLTBg yang dapat mengurangi dampak lingkungan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui program Insinas Riset Pratama Kemitraan dengan mitra PTPN V, Pekanbaru.
DAFTAR PUSTAKA 1. KESDM, Peluang Investasi Sektor
ESDM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011.
2. DGNRE&EC, Investment Opportunity of Renewable Power Generation, Directorate General of New Renewable Energy and Energy Conservation, Jakarta, 2017.
3. Ditjen EBTKE, Statistik EBTKE 2016, Kementerian ESDM, 2016.
4. BPS, Statistik Indonesia 2018, Badan Pusat Statistik, 2018.
5. Iskandar, M.J.; Baharum, A.; Anuar, F.H.; Othaman, R., Palm oil industry in South East Asia and the effluent tratment technology – A review, Envi-ronmental Technology & Innovation, No. 9, Elsevier, 2018.
6. Ditjen Perkebunan, Statistik Perke-bunan Indonesia 2015-2017: Komoditas Kelapa Sawit, Kementerian Pertanian, 2016.
7. Wibowo, A., Analisis Potensi Pembang-kit Listrik Biogas Berbasis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit: Studi Kasus PKS PT Intan Sejati Andalan Riau, Jurnal Teknik, Vol. 5, No. 2, Universitas Janabadra, 2015.
8. IPCC, Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, 2006.
9. Winrock, Konversi POME Menjadi Biogas: Pengembangan Proyek di Indonesia, Winrock International, 2015.
10. BKF, Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program, Badan Kebijakan Fiskal, 2014.
11. Choong, Y.Y.; Chou, K.W.; Norli, I., Strategies for improving biogas production of palm oil mill effluent (POME) anaerobic digestion: A critical review, Renewable and Sustainable Energy Reviews, No. 82, Elsevier, 2018.
12. USAID, Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas, USAID bekerja sama dengan OJK dan UI, 2016.
13. Park, C.S., Fundamentals of Engineering Economics, Pearson Education, Inc., 2004.
14. Arum, A., Seri Panduan Investasi EBT Indonesia: Bioenergi (PLTBg – PLTBm), Lintas EBTKE, KESDM, lintas.ebtke. esdm.go.id, 2018.
15. PTPN V, Laporan Tahunan 2016, PT Perkebunan Nusantara V Pekanbaru, 2016.
Analisis Keekonomian Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Pome dengan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) (Agus Sugiyono, Adiarso, Ratna Etie PD, Yudiartono, Agung Wijono, dan Niken Larasati)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 83
16. Hosseini, S.E.; Wahid, M.A., Feasibility study of biogas production and utilization as asource of renewable energy in Malaysia, Renewable and Sustainable Energy Reviews, No. 19, Elsevier, 2013.
17. Ohimain, E.I.; Izah, S.C., A review of biogas production from palm oil mill effluents using different configurations of bioreactors, Renewable and Sustainable Energy Reviews, No. 70, Elsevier, 2017.
18. Saragih, G.M. dan Hasan, H., Estimasi Potensi Biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) Pabrik Kelapa Sawit di Provinsi Jambi, Jurnal Civronlit, Vol. 2, No. 2, Universitas Batanghari, 2017.
19. Garritano, A.N.; Faber, M.O.; De Sa, L.R.V.; Ferreira-Leitao, V.S., Palm oil mill effluent (POME) as raw material fo biohydrogen and methane production via dark fermentation, Renewable and Sustainable Energy Reviews, No. 92, Elsevier, 2018
20. JIE, Buku Panduan Biomassa Asia: Panduan untuk Produksi dan Pemanfaatan Biomassa, The Japan Institute of Energy, 2008.
21. Indrawan, N.; Thapaa, S.; Wijaya, M.E.; Ridwan, M.; Park, D., The biogas development in the Indonesian power generation sector, Environmental Development, No. 25, Elsevier, 2018.
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (75-84)
84 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Binomial Logit Model untuk Pemilihan Moda Antara Pesawat Udara, Kereta Api Eksekutif dan Kereta Api Ekspres (Djoko Prijo Utomo dan Mulyadi Sinung Harjono)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 85
BINOMIAL LOGIT MODEL UNTUK PEMILIHAN MODA
ANTARA PESAWAT UDARA, KERETA API EKSEKUTIF
DAN KERETA API EKSPRES
BINOMIAL LOGIT MODEL FOR SELECTING MODA BETWEEN AIRCRAFT, EXECUTIVE TRAIN AND EXPRESS TRAIN
Djoko Prijo Utomo dan Mulyadi Sinung Harjono
Pusat Teknologi Sistem dan PrasaranaTransportasi Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa - BPPT
Gedung Teknologi 2 BPPT Lantai 3, Kawasan PUSPIPTEK, Tangerang Selatan 15314 Telp: 021-75875938; Fax. 021-75875946
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi pasar rencana pembangunan kereta api ekspres Jakarta – Semarang. Survei stated preference dan model logit binomial digunakan untuk mengidentifikasi kompetisi antara moda kereta api ekspres dengan pesawat udara maupun kereta api kelas eksekutif yang telah beroperasi. Atribut yang digunakan adalah travel time dan travel cost. Hasil analisis regresi untuk model utility cukup baik dengan indikator R2 sebesar 0,51 untuk penumpang pesawat udara dan 0,56 untuk penumpang kereta api kelas api eksekutif. Hasil temuan menunjukkan bahwa penumpang pesawat udara lebih sensitif terhadap perubahan waktu tempuh dibandingkan penumpang kereta api (KA) eksekutif, dan penumpang pesawat udara juga memiliki kemampuan membeli yang lebih tinggi dibandingkan penumpang KA eksekutif. Jika waktu perjalanan KA ekspres 2,8 jam (kecepatan rata-rata 155,5 km/jam), maka potensi pendapatan terbesar terjadi jika tarif Rp. 360.000,-/penumpang.
Kata kunci : Kereta Api, potensi permintaan, Stated Preference, Binomial Logit Model
Abstract
This research assesses the potential market of the development planned of the Jakarta - Semarang express train. Stated preference surveys and binomial logit models were used to identify competition between the express train and the airplane or the executive class trains that have already operated. The attribute used is travel time and travel cost. The regression analysis results for the utility model are quite good with R2 indicators of 0.51 for airplane passengers and 0.56 for executive class train passengers. The findings show that airplane passengers are more sensitive to the changes of the travel time than executive train passengers, and airplane passengers also have higher purchasing ability than the executive train passengers. If the express train travel time is 2.8 hours (average speed of 155.5 km/h), then the biggest potential revenue will be achieved if the tariff is Rp. 360,000, -/passenger. Key Words : Railroad, potential demand, Stated Preference,
Binomial Logit Model
Diterima (received ) : 04 Maret 2019 , Direvisi (revised ) : 22 Maret 2019 , Disetujui (accepted) : 28 Maret 2019
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (85-92)
86 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem transportasi regional khususnya di pulau Jawa memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sekaligus menjadi benteng bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic authority and security). Permasalahan di dalam kegiatan trasportasi regional memiliki dimensi yang cukup luas, antara lain, masalah tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas, biaya transaksi, waktu pelayanan, operasional pelayanan di simpul-simpul transportasi, kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa transportasi, dan masih banyak aspek lainnya.
Jakarta dan Semarang adalah 2 (dua) kota besar di Indonesia dengan populasi masing-masing 9,59 juta jiwa dan 1,75 juta jiwa, serta menjadi magnet kota-kota sekitar. Hal ini ditunjukkan dari hasil Pra Studi Kelayakan Peningkatan Kecepatan Kereta Api Koridor Jakarta – Surabaya tahun 2017. Koridor Utara Jakarta – Surabaya memiliki kawasan aglomerasi yang sangat potensial, yaitu JABODETABEK, KEDUNGSEPUR dan GERBANGKERTOSUSILA. Saat ini penduduk Jabodetabek berjumlah 32,43 juta jiwa, Kedungsepur 6,37 juta jiwa dan Gerbangkertosusila 9,65 juta jiwa, sehingga secara keseluruhan mencapai 33,03% dari populasi Jawa (BPS, 2016). Potensi ekonomi ketiga wilayah tersebut mencapai 55,62% dari PDRB seluruh Pulau Jawa (PDRB Jawa 47,27% dari PDB Nasional)1).
Keterbatasan kapasitas bandar udara dan tingginya pertumbuhan permintaan perjalanan angkutan udara perlu diantisipiasi dengan mengelola permintaan perjalanan agar pergerakan orang antar kota di Pulau Jawa dapat dilayani dengan baik. Saat ini jumlah penumpang pesawat udara lebih besar dibandingkan kereta api eksekutif, di mana penumpang pesawat udara mencapai 2,85 juta penumpang/tahun dan kereta api eksekutif 0,62 juta penumpang/tahun. Kapasitas bandara Soekarno Hatta dan Ahmad Yani relatif sangat terbatas, sehingga perlu adanya pengelolaan permintaan penumpang pesawat udara. Salah satu usaha pengelolaan permintaan perjalanan adalah dengan menyediakan system angkutan yang bersifat komplementer dan setara dengan pelayanan pesawat udara. Sistem angkutan yang relatif sama adalah
dengan menyediakan pelayanan kereta api ekspres antara Jakarta - Semarang.
Untuk menentukan jenis pelayanan/kriteria kereta api baru (kereta api ekspres) yang mampu menarik penumpang secara maksimal maka perlu dilakukan survei pasar yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang perubahan pilihan penumpang pada suatu moda terhadap alternatif kondisi pelayanan yang ditawarkan. Hasil survei pasar adalah sebuah model pemilihan moda yang dapat digunakan untuk memperkirakan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih moda sesuai kondisi pelayanan masing-masing moda.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan model pemilihan moda antara pesawat udara dan kereta api dengan kereta api ekspres koridor Jakarta-Semarang dan mengetahui besarnya probabilitas pelaku perjalanan pengguna moda pesawat udara dan kereta api eksekutif bersedia berpindah ke kereta api ekspres.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun persamaan matematis model Logit Binomial yang dapat memberikan gambaran tentang kecenderungan pelaku perjalanan memilih antara moda peawat udara dengan kereta api ekspres dan kereta api eksekutif dengan kereta api ekspres.
METODE PENELITIAN
Studi Pustaka
Dalam survei preferensi, dikenal dua metode pendekatan. Pendekatan pertama adalah revealed preference (RP). Teknik revealed preference menganalisis pilihan masyarakat berdasarkan laporan yang sudah ada. Dengan menggunakan teknik statistik diidentifikasi faktor-faktor yang mempengauhi pemilihan. Teknik revealed preference memiliki kelemahan antara lain dalam hal memperkirakan respon individu terhadap suatu keadaan pelayanan yang pada saat sekarang belum ada dan bisa jadi keadaan tersebut jauh berbeda dari keadaan yang ada sekarang2).
Dalam kasus-kasus seperti itu, survei stated preference digunakan sebagai gantinya, karena survei ini dapat menilai pergerakan penumpang antar wilayah bahkan ketika beberapa moda transportasi yang saat ini tidak ada dimasukkan sebagai sarana transportasi alternatif, sedangkan survei revealed preference dapat menilai pergerakan penumpang hanya dengan
Binomial Logit Model untuk Pemilihan Moda Antara Pesawat Udara, Kereta Api Eksekutif dan Kereta Api Ekspres (Djoko Prijo Utomo dan Mulyadi Sinung Harjono)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 87
alternatif yang ada. Ada banyak penelitian semacam itu di transportasi udara dan transportasi darat, seperti Chang and Sun3), Yulai Wan et al.4), Jiang and Zhang5), Albalate et al.6), Xia and Zhang7) 8), Castillo-Manzano et al.9), Armstrong and Preston10), Bilotkach et al.11) and Jiménez and Betancor12).
Kelemahan pada pendekatan pertama ini dicoba diatasi dengan pendekatan kedua yang disebut teknik stated preference (SP). Teknik SP merupakan pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Pada teknik ini peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan pada situasi yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (Bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan).
Kebanyakan stated preference menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini biasanya dibuat “orthogonal”, artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. Keuntungannya adalah bahwa efek dari setiap atribut yang direspon lebih mudah diidentifikasi13). Suatu moda dipilih jika utilitasnya meningkat dengan beberapa alasan antara lain, pertama utilitas sendiri merupakan fungsi dari efek jaringan, makin banyak pengguna, makin bernilai layanannya, semakin tinggi utilitasnya. Kedua, utilitas meningkat seiring dengan penurunan biaya pengguna. Ketiga, adanya kemajuan teknologi yang terjadi seiring waktu dan seiring bertambahnya jumlah penggunaakan menurunkan biaya relatif14).
Moda dipilih jika utilitasnya meningkat karena beberapa alasan, antara lain, pertama utilitas itu sendiri adalah fungsi dari efek jaringan, semakin banyak pengguna, semakin bernilai layanan, semakin tinggi utilitas. Kedua, pemanfaatan meningkat seiring dengan penurunan biaya pengguna. Ketiga, kemajuan teknologi yang terjadi seiring waktu dan dengan meningkatnya jumlah pengguna akan menurunkan biaya relatif14).
Persamaan utilitas yang digunakan dapat dituliskan sebagai berikut:
(1)
Di mana: = probabilitas pemilihan moda baru;
; = biaya moda baru; biaya moda
eksisting; ; = waktu tempuh moda baru,
waktu tempuh moda eksisting; dan = Utilitas moda baru
Model tersebut dapat diterjemahkan
menjadi:
(2)
Di mana setiap variabel mewakili
karakteristik perjalanan. Nilai β0 disebut konstanta spesifik alternatif. Kebanyakan pemodel mengatakan nilai ini mewakili karakteristik yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Menurut Nachrowi15), uji hipotesis berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi yang didapat. Artinya, koefisien regresi yang didapat secara statistik tidak sama dengan nol, karena jika sama dengan nol maka dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikatnya. Untuk kepentingan tersebut, maka semua koefisien regresi harus diuji. Uji-t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individu. Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi populasi, apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Model Pemilihan Diskrit
Menurut Tamin16), secara umum model pemilihan diskrit dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas dan didefinisikan sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu. Domencich and McFadden,
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (85-92)
88 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
1975 dan Williams, 1977, sebagaimana dikutip dari Tamin16), mengemukakan bahwa setiap set pilihan utilitas Uin untuk setiap individu n. Pemodel yang juga merupakan pengamat sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang semua unsur yang dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan. Sehingga dalam membuat model diasumsikan bahwa Uin dapat dinyatakan dalam dua komponen, yaitu : 1. Vin yang terukur sebagai fungsi dari
atribut terukur. 2. Bagian acak ɛin, yang mencerminkan hal
tertentu dari setiap individu, termasuk kesalahan yang dilakukan oleh pemodel.
Secara umum, pengaruh tersebut dapatdiekspresikan menjadi :
(3)
dengan : = utilitas alternatif i bagi pembuat
keputusan n
= fungsi deterministik utilitas moda i
bagi individu n
= kesalahan acak (random error) atau
kompenen stokastik dan fungsi distribusi tertentu
Persamaan tersebut dapat menjelaskan
hal-hal yang tidak rasional. Contohnya, dua individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang terbaik. Agar persamaan tersebut benar, dibutuhkan populasi yang homogen. Individu yang berada dalam suatu populasi yang homogen akan bertindak secara rasional dan memiliki informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan hukum, sosial, fisik, waktu dan uang.
Model Logit Binomial
Pengambilan keputusan pada model
logit binomial ditentukan pada sepasang alternatif diskrit, dimana alternatif yang akan dipilih adalah yang mempunyai utilitas terbesar, utilitas dalam hal ini dipandang sebagai utilitas acak (random utility). Pada penelitian ini akan disurvei kecenderungan penumpang dalam memilih moda antara kereta api (KA) ekspres (moda baru) dengan kereta api (KA) eksekutif saat ini dan antara KA ekspres (moda baru) dengan pesawat udara pada rute Jakarta – Semarang.
Dengan dua alternatif moda maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
(4)
(5)
dengan:
: adalah probabilitas untuk memilih KA
Ekspres : adalah probabilitas untuk moda
pesawat,
Pemilihan Moda dan Survei Lapangan
Pelaku perjalanan umumnya menentukan pilihan moda yang akan digunakan dengan melihat utilitas suatu moda yang paling baik. Utilitas moda dalam penelitian ini terdiri dari variabel waktu dan biaya perjalanan. Utilitas suatu moda tertinggi jika memiliki waktu pelayanan dan biaya perjalanan terendah.
Jou et al.17) mensimulasikan inisiasi layanan transportasi berkecepatan tinggi yang terikat ke Bandara Internasional Taoyuan (TIA) di Taiwan dan menganalisis pilihan penumpang internasional ketika berada di bawah pengaruh waktu tempuh di dalam kendaraan, waktu tempuh di luar kendaraan dan biaya bahan bakar.
Jung dan Yoo18) berhipotesis bahwa versi yang lebih cepat dari layanan Korea Train Express (KTX) akan menghubungkan Gimpo (Seoul) dan Gimhae (Busan), dan menganalisis perilaku pilihan mode penumpang bisnis dan rekreasi di antara Full Service Carrier (FSC), Rendah Cost Carrier (LCC) dan KTX melalui studi perbandingan menggunakan model Multinomial Logit (MNL) dan Nested Logit (NL). Tarif, waktu akses, waktu perjalanan, dan frekuensi dianggap sebagai variabel. Hasilnya menunjukkan bahwa penumpang umumnya memberi bobot pada pengurangan waktu akses dalam memilih moda transportasi.
Beberapa studi tentang masalah apakah penyediaan dan permintaan layanan udara dipengaruhi oleh HSR telah dilakukan. Misalnya, Dobruszkes et al.19), melakukan analisis ex-post untuk menemukan bahwa waktu tempuh HSR yang lebih pendek melibatkan lebih sedikit layanan udara di Eropa, dengan dampak yang sama pada kursi dan penerbangan maskapai.
Pada penelitian ini, dalam membentuk model, parameter utilitas yang digunakan adalah beda waktu perjalanan (TD) dan beda biaya perjalanan (CD).
Binomial Logit Model untuk Pemilihan Moda Antara Pesawat Udara, Kereta Api Eksekutif dan Kereta Api Ekspres (Djoko Prijo Utomo dan Mulyadi Sinung Harjono)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 89
Oleh karena itu, dalam survei Stated Preference, dilakukan wawancara kepada calon penumpang di bandara dan stasiun kereta api dengan memberikan beberapa pertanyaan yang menggambarkan variasi kondisi alternatif pelayanan atas pemilihan moda yang ditawarkan.
Pemilihan responden pada studi ini mengacu pada metode stratified random sampling, yaitu proses pengambilan sampel melalui proses pembagian populasi ke dalam strata (lokasi asal dan tujuan), memilih sampel acak sederhana dari setiap stratum dan menggabungkannya ke dalam sebuah sampel untuk menaksir parameter populasinya.
Pada dasarnya tidak ada satu rumus pun yang dapat menentukan ukuran sampel secara paling tepat dan tidak ada pula aturan yang dapat menjelaskan dengan tegas antara sampel besar dan sampel kecil20). Pada studi ini digunakan acuan metode Roscoe21) dalam menentukan jumlah sampel. Menurut Roscoe21), untuk kebanyakan penelitian ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah cukup.
Tabel 1. Jumlah Responden Rute Jakarta – Semarang
Rute Lokasi
Survei SP
Jumlah
Responden
Rasio
Sampel
JKT - SMG
Bandar udara
1317 3%
Stasiun 193 2%
Namun pada praktiknya, besarnya target
sampel memerlukan beberapa penyesuaian tergantung kondisi lapangan dan kompleksitas dari masing-masing lokasi survei. Dalam pelaksanaannya akan terdapat keragaman jumlah sampel yang berhasil dikumpulkan. Jumlah responden dan lokasi survei ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 2.
Format Pilihan Untuk Penumpang Pesawat Udara
Naik Kereta Api Ekspres
Pilihan Responden (beri tanda x)
Beda Waktu
Beda Biaya
1 2 3 4 5
(menit) (Rp) Pes-awat
Pes-awat
KA ekspres
KA ekspres
Keterangan :
1.Tetap 2. Cenderung tetap 3. Netral
4. Cenderung naik 5. Naik
Dalam wawancara, responden diminta memilih kecenderungannya dalam menggunakan suatu moda, apakah tetap menggunakan moda saat ini atau ganti moda baru (kereta api ekspres). Adapun format pilihan untuk responden dari penumpang pesawat udara di bandara ditunjukkan pada Tabel 2.
Penumpang pesawat udara diberi pertanyaan untuk menentukan kecenderungan dalam memilih moda dalam beberapa variasi kondisi, jika naik KA ekspres waktu tempuh sama atau lebih cepat dan biaya sama atau lebih mahal dibandingkan dengan naik pesawat udara. Sedangkan untuk responden penumpang kereta api eksekutif di stasiun kereta api,pilihan jawaban kecenderungan pemilihan moda ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Format Pilihan Untuk
Penumpang KA Eksekutif
Naik Kereta Api Ekspres
Pilihan Responden (beri tanda x)
Beda Waktu
Beda Biaya
1 2 3 4 5
(menit) (Rp) KA
saat ini
KA saat ini
KA ekspres
KA ekspres
Keterangan :
1.Tetap 2. Cenderung tetap 3. Netral
4. Cenderung naik 5. Naik
Penumpang KA Eksekutif diberi pertanyaanuntuk menentukan kecenderungan dalam memilih moda dalam beberapa variasi kondisi, jika naik KA ekspres waktu tempuh sama atau lebih cepat dan biaya sama atau lebih mahal dibandingkan dengan naik KA Eksekutif.
Fungsi utilitas dibangun dengan menghitung pengaruh komponen atribut yang berhubungan dengan pilihan moda menggunakan regresi linear. Utilitas pada dua model kompetisi, pertama, pesawat udara dengan KA ekspres dan kedua KA eksekutif dengan KA ekspres. Kedua model tersebut adalah sebagai berikut: Model 1 (Pesawat udara dengan KA ekspres)
(6)
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (85-92)
90 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
Model 2 (KA eksekutif dengan KA ekspres)
Untuk menghitung probabilitas preferensi
KA ekpres ( ) dibandingkan dengan
pesawat udara digunakan persamaan berikut.
(7)
Sedangkan untuk menghitung
probabilitas preferensi KA ekpres ( )
dibandingkan dengan KA eksekutif digunakan persamaan berikut.
(8)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa
harga tiket pesawat udara relatif lebih mahal dibandingkan harga tiket kereta api. Tabel 4 menunjukkan komparasi waktu tempuh dan harga tiket.
Tabel 4.
Waktu Tempuh dan Harga Tiket Rute Jakarta - Semarang
Keretangan
Pesawat Udara
Kereta Api
JKT-SMG JKT-SMG
Waktu Tempuh Rata-Rata (jam)
4,3 (total) 6 (hanya on
board)
Harga Tiket Rata-Rata
Rp 520.000 Rp 324.000
Kalibrasi adalah proses estimasi nilai
parameter dalam persamaan yang memberikan hasil terbaik atau terdekat dengan pengamatan di lapangan. Analisis dalam persamaan regresi akan menghasilkan nilai numerik konstanta dan koefisien regresi persamaan. Hasil perhitungan regresi untuk fungsi utilitas dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari analisis regresi pada Tabel 5 dengan confidence level 95% diperoleh bahwa R2 model utilitas pada penumpang pesawat udara adalah sebesar 0.51 dan penumpang kereta api 0.56. Berarti kedekatan antara model dengan keadaan lapangan relatif masih baik. Ini berarti bahwa pengaruh semua atribut terhadap perubahan utilitas pada model ini adalah 51% dan 56% sisanya dipengaruhi oleh atribut lain yang tidak dipertimbangkan dalam model ini.
Pada fungsi utilitas tersebut, variabel waktu perjalanan memiliki tanda positif (+) pada semua persamaan baik dengan pesawat udara maupun KA eksekutif. Ini berarti bahwa jika perjalanan dengan KA ekspres lebih cepat akan menaikkan utilitas kereta api ekspres, sehingga probabilitas penumpang beralih ke kereta api ekspres meningkat.
Sedangkan variabel biaya perjalanan memiliki tanda negatif (-), ini berarti bahwa jika biaya perjalanan dengan KA ekspres meningkat akan menurunkan utilitas KA ekspres, sehingga probabilitas penumpang beralih ke KA ekspres akan menurun juga. Gambar 1 dan Gambar 2 berturut-turut menunjukkan probabilitas pemilihan moda pada responden penumpang pesawat udara dan kereta api kelas eksekutif
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi
Variable
Aircraft Executive
Train
Constants
-0.664179 2.939257
t-stat -5.183419 11.401470
Independen Variable: Time
Different 0.127809 3.790528
t-stat 30.467758 27.131992 Cost Diffrent
-0.000068 -0.000085
t-stat -34.400963 -53.820096
Multiple R2 0.716458 0.746943
R2 0.513313 0.557924
Binomial Logit Model untuk Pemilihan Moda Antara Pesawat Udara, Kereta Api Eksekutif dan Kereta Api Ekspres (Djoko Prijo Utomo dan Mulyadi Sinung Harjono)
P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233 91
Gambar 1. Probabilitas Pemilihan Moda Penumpang Pesawat Udara
Gambar 2. Probabilitas Pemilihan Moda Penumpang Kereta Api Ekeskutif
Dari Gambar 1, menjelaskan bahwa probabilitas pemilihan moda untuk penumpang pesawat udara dengan kereta api ekspres terlihat apabila waktu tempuh dan biaya perjalanan sama maka probabilitas penumpang pesawat udara yang akan berpindah menggunakan kereta api ekspres sekitar 34%. Sedangkan, Gambar 2, penumpang kereta api kelas eksekutif dengan kereta api ekspres seandainya tiket kereta api ekspres lebih mahal Rp. 151.000,- (menjadi Rp. 475.000,-) dan waktu tempuh lebih cepat 2,5 jam (menjadi 3,5 jam) maka penumpang kereta api eksekutif yang akan berpindah sekitar 40%. Sedangkan penumpang pesawat udara pada kondisi yang sama, jika tiket KA ekspres Rp 475.000,- (lebih murah Rp. 45.000,-) dan waktu tempuh total (termasuk waktu akses) menjadi sekitar 5 jam (lebih lambat sekitar 46 menit) maka penumpang pesawat yang akan berpindah ke KA ekspres sekitar 2,7%.
Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa penumpang pesawat udara lebih sensitif terhadap perubahan waktu tempuh dibandingkan penumpang KA eksekutif. Dari persamaan yang ada juga menunjukkan bahwa penumpang pesawat udara memiliki kemampuan membeli yang lebih tinggi dibandingkan penumpang KA eksekutif.
Jika waktu perjalanan KA ekspres 2,8 jam (kecepatan rata-rata 155,5 km/jam), maka potensi pendapatan terbesar jika tarif Rp. 360.000,-/penumpang. Pada kondisi ini KA ekspres waktu perjalanannya sama dengan pesawat udara (waktu access dan egress sekitar 1,5 jam) dan lebih cepat 3,2 jam dibandingkan KA eksekutif. Jumlah penumpang pesawat udara mencapai 2,85 juta penumpang/tahun dan kereta api eksekutif 0,62 juta penumpang/tahun.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut hasil analisis regresi untuk model utility pemilihan moda antara pesawat udara dengan KA ekspres dan antara KA eksekutif dengan KA ekspres rute Jakarta-Semarang berturut-turut memiliki nilai R2 sebesar 51,33% dan 55,79%. Ini menunjukkan bahwa model tersebut masih cukup bagus untuk digunakan, penumpang pesawat udara lebih sensitif terhadap perubahan waktu tempuh dibandingkan penumpang KA eksekutif, penumpang pesawat udara memiliki kemampuan membeli yang lebih tinggi dibandingkan penumpang
M.I.P.I. Vol.13, No 1, April 2019 - (85-92)
92 P-ISSN 1410-3680 / E-ISSN 2541-1233
KA eksekutif, dengan beroperasinya kereta ekpres Jakarta-Semarang dapat diindikasikan akan adanya perpindahan penumpang baik dari penumpang pesawat udara maupun kereta api kelas eksekutif.
SARAN
Untuk mendapatkan harga tiket yang optimum, selain besarnya permintaan penumpang yang memberikan pendapatan terbesar, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan biaya operasi dan perawatan kereta api.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perkeretaapian, dan Pusat Pelayanan Teknologi BPPT, yang telah mendukung terlaksananya kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Perhubungan dan BPPT,
Pra Studi Kelayakan Peningkatan
Kecepatan Kereta Api Koridor Jakarta –
Surabaya, 2017
2. Ortuzar, J.D., and Willumsen, L.G., Modelling Transport 3rd edition, John Wiley and Sons Ltd, England. 2001
3. Chang, L., Sun, P., Stated-choice analysis of willingness to pay for low cost carrier services. J. Air Transp. Manag. 20, 15e17, 2012
4. Yulai Wan, Hun-Koo Ha, Yuichiro
Yoshida, Anming Zhang, Airlines’ reaction to high-speed rail entries: Empirical study of the Northeast Asian market, Transportation Research Part A 94, 532–557, 2016
5. Jiang, C., Zhang, A., Effects of high-speed rail and airline cooperation under hub airport capacity constraint. Transport. Res. Part B: Methodol. 60, 33–49. 2014
6. Albalate, D., Bel, G., Fageda, X.. Competition and cooperation between high-speed rail and air transportation services in Europe. J. Transp. Geogr. 42, 166–174. 2015
7. Xia, W., Zhang, A., High-Speed Rail and Air Transport Competition and Cooperation: A Vertical Integration Approach. Working Paper, Sauder School of Business, University of British Columbia. 2016a
8. Xia, W., Zhang, A., Effects of Air and High-Speed Rail Transport Integration on Profits and Welfare: The Case of Air-Rail Connecting Time. Working Paper, Sauder
School of Business, University of British Columbia. 2016b.
9. Castillo-Manzano, J.I., Pozo-Barajas, R., Trapero, J.R., Measuring the substitution effects between high speed rail and air transport in Spain. J. Transp. Geogr. 43, 59–65. 2015.
10. Armstrong, J., Preston, J., Alternative railway futures: growth and/or specialisation? J. Transp. Geogr. 19 (6), 1570–1579. 2011.
11. Bilotkach, V., Fageda, X., Flores-Fillol, R., Scheduled service versus personal transportation: the role of distance. Reg. Sci. Urban Econ. 40 (1), 60–72. 2010.
12. Jiménez, J.L., Betancor, O., When trains go faster than planes: the strategic reaction of airlines in Spain. Transp. Policy 23, 34–41. 2012.
13. Pearmain, D et al. Stated Preference Techniques: A Guide To Practice. Second edition, Steer Davies Gleave and Hague Consulting Group. 1991.
14. David Levinson, Henry Liu, William Garrison, Adam Danczyk, Michael Corbett, Fundamentals of Transportation, http://code.pediapress.com/, 2009
15. Nachrowi, N. Djalal dan Hardius
Usman. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan
Keuangan, Jakarta: LPFE Universitas
Indonesia. 2006
16. Tamin, Ofyar Z. Perencanaan dan
Permodelan Transportasi. Bandung,
Indonesia: Penerbit ITB. 2008.
17. Jou, R.-C., Hensher, D.A., Hsu, T.-L.,
Airport ground access mode
choicebehavior after the introduction of a
new mode: a case study of Taoyuan
InternationalAirport in Taiwan. Transp.
Res. Part E 47, 371e381, 2011.
18. Jung, S.-Y., Yoo, K.-E., Passenger airline
choice behavior for domestic
shorthaultravel in South Korea. J. Air
Transp. Manag. 38, 43e47, 2014.
19. Dobruszkes, F., Dehon, C., Givoni, M.,
Does European high-speed rail affect the
current level of air services? an EU-wide
analysis. Transp. Res. Part A: Policy
Pract. 69, 461e475, 2014
20. Arsyad, Lincolin, Soeratno, Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis, UPPAMP YKPN, Yogyakarta, 1995.
21. Roscoe, J.T., Fundamental Research tatistics for The Behavioural Sciences, 2nd edition, New York: Holt Rinehart and Winston, 1975.
AAttuurraann PPeennuulliissaann MMaakkaallaahh MM..PP..II..
______________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
JUDUL MAKALAH UNTUK MAJALAH
PENGKAJIAN INDUSTRI (DALAM Bhs. INDONESIA & INGGRIS CENTER, HURUF Arial-14)
Sub Judul Ditulis Disini (Dari sini kebawah gunakan Arial12)
Nama Penulis (center, dari sini ke bawah Arial 10) Tempat & alamat bekerja, telepon/fax, e-mail.
Nabilaa, Farhan b,c a Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Kalbar, Jl.Kapuas no.6, Pontianak 78112.
b Laboratorium Teknologi Proses, Deputi Bidang TIRBR, BPPT. c Dosen Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Depok, Depok
e-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak
(Dalam bahasa Indonesia dan Inggris) Disini anda diminta untuk menjelaskan hal yang telah dilakukan, hasil utama dan kesimpulan makalah saudara secara jelas dan singkat dalam
bahasa Inggris. Jumlah kata tidak lebih dari 200 kata. (Jarak tulisan kesisi kiri 5 cm dan kesisi kanan 4,5cm, ditulis 1 spasi, italic) Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia & bahasa Inggris. Kata kunci : Zeolit, Sedementasi. Dekantasi, Kalsinasi
Abstract in English
In here You must explain this abstract in English Key Words : Zeolit, Sedimentation. Decantation, Calcination
PENDAHULUAN Format utama terdiri atas 2 kolom. Buka
page set-up dan diset : Top 1,1”, bottom 0,8”, inside 1,2”, outside 1”, gutter 0”, header 0,7” dan footer 0,5”. Serta jarak kolom 1 cm. Tulisan dalam Microsoft Word, 1 spasi. Tuliskanlah latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait, yang telah lebih dahulu dipublikasikan.
Selain itu jelaskan hal-hal yang spesifik dan khusus dalam penelitian anda. Kutipan dari references atau daftar pustaka dibuat
dengan tanda1), dengan 1 menunjukan nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol matematika ditulis dengan huruf miring.
BAHAN DAN METODE
Tabel, gambar dan rumus dibuat seperti contoh dibawah ini disertai dengan penjelasannya
Tabel 1. Data Analisis XRD Sampel Zeolit
2 θ d space (Ǻ) Intensity
21.68 22.00 23.02
4.10 4.04 5.03
846.667 1293.330
11053.330
Sumber Data : Hasil Olahan Data Penelitian
Gambar 4. Foto SEM Zeolit
ax2 +bx +c = 0 (1) Catatan : Tabel dan Gambar dapat juga dibuat memenuhi seluruh lebar halaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
AAttuurraann PPeennuulliissaann NNaasskkaahh MM..PP..II..
______________________________________________________________________________
ISSN 1410-3680
Judul Bab 3 ini dapat dipisahkan menjadi dua judul pasal, yaitu :
Hasil Penelitian
Pembahasan Dapat juga berisi sub-sub judul yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sedang format page setupnya adalah sebagai berikut :
PAGE SET UP
Format utama 2 kolom
set up margins : (set custom margins)
Top 1,1 "(2.8 cm)
Bottom 0,8 "(2 cm)
Inside 1,2 "(3 cm)
Outside 1 "(2.5 cm)
Gutter 0"
Multiple pages mirror margins
Apply to this section
set up paper :
Paper A4
Width 8,27"(21 cm)
Height 11,69"(29.7 cm)
Apply to this secrtion
set up layout :
Section start continuous
Headers and Footers different odd & even
Headers 0,7"(1.8 cm)
Footer 0,5"(1.3 cm)
Vertical Alignment Top
Apply to This section
SIMPULAN
Simpulan (conclusion), hasil menyimpulkan berupa pendapat yang diperoleh setelah membahas sesuatu hal dalam bentuk narasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih berisi kepada siapa ucapan terimakasih disampaikan (sumber pendanaan) maupun instansi atau institusi yang membantu kelancaran penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Pengacuan pustaka 80% terbitan 10 tahun terakhir dan 80% berasal dari sumber acuan primer (jurnal).minimal 10 referensi. 1. Hens, S., Rosjidi, M., Proses Pemurnian
Zeolit Alam, Majalah Pengkajian Industri, , No. 21, 2003, p23.
2. Grobert P.S, W.S. Mortier, E.F. Vamsart and G. Schulz-Ekloff, Studies in Surface Science and Catalysis, Innovation in zeolite materials science, vol.37, Elsevier, Netherland, 2002.
3. ………, http: // www. mathey. ch/ fileadmin / user - upload / fichetechnique /EN/CuZn28.pdf, diakses Agustus 2009.
MAJALAH ILMIAH PENGKAJIAN INDUSTRI
Alamat Redaksi/Penerbit : Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan
Rekayasa Gedung Teknologi II (251) Lantai 3, PUSPIPTEK Serpong,
TangSel (15314) Telepon : (021)75875944, ext. 1112, Fax.(021)75875938
E-mail : [email protected] Home Page : http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/MIPI