Volume 1 Nomor 1 April 2016 - jurnal.untirta.ac.id

13

Transcript of Volume 1 Nomor 1 April 2016 - jurnal.untirta.ac.id

Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 1-104

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

DaftarIsi

INTERFERENSI BAHASA DAERAH TERHADAP BAHASA INDONE-SIA LISAN MASYARAKAT KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

Asep Muhyidin

BAHASA INDONESIA DAN DAERAH DALAM PERSPEKTIFPENDIDIKAN DI BANTEN

Dase Erwin Juansah

MENCERMATI BENTUK INFLEKSIDAN DERIVASI DALAMBAHASA INDONESIA

Diana Tustiantina

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TINDAK TUTUR YANGBERORIENTASI PADA KEARIFAN LOKAL ANTARA BANTENDAN MINANGKABAU SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER

Ediwarman

IDENTITAS DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARIEka Ugi Sutikno dan Ahmad Supena

PEMBACAAN SEMIOTIK TERHADAP PUISI “LAGU DARI POJOKJALANAN” KARYA SONI FARID MAULANA (KAJIAN SEMIOTIKRIFFATERRE)

Eri Rahmawati

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PEMBELAJARANBAHASA INDONESIA SEKOLAH MENEGAH DI KOTA SERANG

Erwin Salpa Riansi

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELET LUKISAN KARYAGOLA GONG (KAJIAN STRUKTURALISME DINAMIK)

Ilmi Solihat

IDEOLOGI MASKULINITAS DALAM IKLAN MEN’S BIOREDOUBLE SCRUB: SEBUAH KAJIAN KRITIS

Lela Nurfarida

KESETIAAN YANG KERASArip Senjaya

1

11

21

33

3959

69

77

87

99

Jurnal Membaca

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

11Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 11-20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Dase Erwin Juansah

Dase Erwin JuansahJurusanPendidikanBahasa Indonesia FKIP Untirta

[email protected]

AbstractIndonesian Language has two positions, namely as the national language and the

language of the State. In his position as the national language, Indonesian Language serves asa symbol of national pride, a symbol of national identity and as a means of communicationbetween peoples, inter-region and inter-tribe. Meanwhile, as the language of the state servesas the language of instruction in educational institutions, official state language, national cultureof developer tools, science and technology. The Political Language Seminar in 2000 decidedthat the position of regional languages serve as a symbol of regional pride, regional identityand local community relations. The presence of Indonesian and regional languages at thepresent time has begun to erode in the presence of a foreign language. At least, the languageusers are no longer using language appropriate to the place and the circumstances.Sometimes in a formal situation, people are using foreign languages or regional languages,although the situation is demanding to use Indonesian. The same thing happened in the contextof education in Banten province, the vast majority of students and educators in the teaching andlearning process in the classroom often use or mix the language with the local language inIndonesian or foreign language. One of the factors that caused the decline in the vitality ofIndonesian Language in society and in educational institutions is the linguistic competence of thespeakers, thus when doing communication, they mix or even leave Indonesian Language.

Key words: Language, language vitality, education

BAHASA INDONESIA DAN DAERAHDALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI BANTEN

PENGANTARSudah 88 tahun berlalu atau tepatnya 28

Oktober 1928, para pemuda di nusantaramengikrarkan sumpah yang merupakan suatukebulatan tekad para pemuda untuk menyatu-kan satu visi perjuangan yang bersifat nasionaldalam rangka menuju kemerdekaan. Ke-bulatan tekad para pemuda saat itu dilandasikarena perjuangan yang dilakukan masihbersifat kedaerahan sehingga cenderung lebihmudah untuk dipecah belah oleh para pen-jajah. Akhirnya, melalui perjuangan yangpanjang tercetuslah Sumpah Pemuda. Se-

kadar mengingat kembalidan juga dalamupaya menggugah serta menumbuhkan sikapmasyarakat Indonesia dan Banten secarakhusus terhadap bahasa Indonesia, penuliskutip petikan Sumpah Pemuda 28 Oktober1928 sebagai berikut.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku ber-tumpah darah yang satu, tanah air IndonesiaKami putra dan putri Indonesia mengakuberbangsa yang satu, bangsa IndonesiaKami putra dan putri Indonesia menjunjungbahasa persatuan, bahasa Indonesia

12

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Bahasa Indonesia dan Daerahdalam Perspektif Pendidikan di Banten

Dase Erwin Juansah

Berkaitan dengan naskah SumpahPemuda tersebut, Halim (1980:2-3) menyata-kan bahwa terdapat dua konsep dasar yangberupa pengakuan dan pernyataan tekad. Peng-akuan pertama, bahwa pulau-pulau yang ber-tebaran dan lautan yang menghubungkanpulau-pulau yang merupakan wilayah RepublikIndonesia adalah satu kesatuan tumpah darahyang disebut Tanah Air Indonesia. Pengakuan ke-dua, bahwa manusia-manusia yang menempatibumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatu-an yang disebut bangsa Indonesia. Sementaraitu,pernyataan ketiga tidak merupakan pengakuan“berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataantekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kitabangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasapersatuan, yaitu bahasa Indonesia).

Merujuk pada penjelasan tersebut, me-ngenai pengakuan pertama yang menyatakanbertanah air satu, tanah air Indonesia makaseharusnya tidak lagi kita mendengar me-ngenai kerusuhan oleh kelompok-kelompoktertentu di suatu daerah, seperti Gerakan AcehMerdeka (GAM), pemberontakan di Papua,yang ingin memisahkan diri dari Negara Ke-satuan Republik Indonesia (NKRI) denganalasan tidak diperhatikan oleh pemerintahanIndonesia, dianaktirikan, dan berbagai alasanyang lain jika semua komponen masyarakatIndonesia menyadari dan mengakui bahwapulau-pulau yang bertebaran dari Sumaterasampai Papua, daerah yang berbeda-bedaadalah satu kesatuan yaitu tanah air Indone-sia. Dengan kesadaran dan pengakuan ter-sebut, idealnya masyarakat Indonesia tidak lagimelihat suatu perbedaan berdasarkan daerahatau suku, tetapi harus saling bahu-membahudan berpegangan erat dalam upaya membinakesatuan dan persatuan tanah air ini.

Sementara itu, mengenai pengakuan kedua,yang berbunyi berbangsa satu, bangsaIndonesia maka seharusnya kita tidak lagimendengar atau melihat di tayangan televisikerusuhan yang dilakukan oleh masyarakatIndonesia hanya karena perbedaan sukubangsa atau daerah. Menilik ke belakang, dulu

kita mendengar terjadi kerusuhan di Kaliman-tan antara suku bangsa yang satu dan sukubangsa yang lain yang hanya disebabkanmasalah sepele. Atau, kejadian yang baru-baruini muncul, misalnya di Lampung tepatnya didaerah Mesuji, terjadi kerusuhan antara pen-duduk asli dengan penduduk pendatang.Itupun dipicu hanya karena kesalahpahamandari kedua belah pihak. Hal tersebut sepertiyang penulis paparkan di atas, tidak akan ter-jadi jika semua masyarakat Indonesia me-nyadari bahwa mereka (baca: suku bangsa)walaupun berbeda-beda daerah atau wilayahmerupakan satu kesatuan, yaitu bangsa Indo-nesia. Adapun mengenai pernyatan ketiga, men-junjung tinggi bahasa persatuan, bahasaIndonesia. Hal ini menggarisbawahi bahwahanya ada satu bahasa yang menjadi alatpemersatu dan alat perhubungan antardaerahdan antarsuku bangsa, yaitu bahasa Indone-sia. Dengan demikian, tidak ada lagi bahasayang bisa menjembatani perbedaan sukubangsa atau daerah selain bahasa Indonesia.Selain itu, bahasa Indonesia idealnya harusdijunjung tinggi oleh seluruh masyarakatIndonesia, dan kedudukannya di atas bahasadaerahnya masing-masing.

Berkaitan dengan judul yang penulis tulisdan paparan di atas, ada pertanyaan besaryang menurut hemat penulis patut dipertanya-kan kembali terhadap bangsa ini, yaitu bagai-mana rasa kebangsaan kita terhadap negaraini dan bagaimana kebanggaan kita terhadapbahasa Indonesia?

Pengakuan berbangsa satu bangsa Indo-nesia, bertanah air satu tanah air Indonesia,dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Mulaisejak itulah, perjuangan dan pergerakan pe-muda sudah tidak lagi bersifat kedaerahan,tetapi bersifat nasional apalagi mereka me-nyepakati bahasa yang dijadikan sebagai alatkomunikasi dan alat persatuan para pemudapada saat itu bahasa Indonesia. Agaknya ter-lalu naif ketika berbicara tentang profil pen-didikan bahasa Indonesia dan bahasa daerahtanpa membahas mengenai asal-usul bahasa

13Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 11-20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Dase Erwin Juansah

Indonesia, kedudukan dan fungsi bahasa In-donesia dan bahasa daerah, serta peta penye-baran dan pemakaian bahasa Indonesia danbahasa daerah berdasarkan wilayah dan pe-nuturnya. Demikian pula dengan pemakaianbahasa Indonesia dan bahasa daerah di ling-kungan sekolah di wilayah Provinsi Banten.

SEJARAH PERKEMBANGANBAHASA INDONESIA

Berbicara mengenai asal-usul bahasaIndonesia, sepertinya terlalu sederhana jika kitahanya mengatakan bahasa Indonesia berasaldari bahasa Melayu tanpa mengetahui sejarahperkembangannya. Bahasa Melayu pada masalampau merupakan salah satu dialek yangtersebar di wilayah nusantara dan sudah men-jadi bahasa percakapan/bahasa sehari-hari(lingua franca) yang dipakai oleh masyarakatnusantara pada masa itu.

Berdasarkan catatan dari beberapa lite-ratur mengenai bahasa Melayu, setidaknyadiketahui bahwa bahasa Melayu sudah dipakaisebagai alat komunikasi pada zaman kerajaanSriwijaya. Hal ini diperkuat dengan ditemu-kannya beberapa prasasti, antara lain PrasastiKedukan Bukit di Palembang (683M), PrasastiTalang Tuo di Palembang (684M), PrasastiKota Kapur (686M) di Bangka Barat, PrasastiKarang Brahi (688) yang ditemukan antaraJambi dan sungai Musi (Arifin, 2004 :3).

Selain ditemukan di wilayah Sumatra dansekitarnya, di Pulau Jawa juga ditemukanbeberapa prasasti yang bertuliskan dalambahasa Melayu, antara lain prasasti Gandasuli(832M) di daerah Kedu, Jawa Tengah. Selainitu, juga ditemukan Prasasti Bogor (942M)Jawa Barat. Kedua prasasti di pulau Jawa ter-sebut memperkuat dugaan kita bahwa bahasaMelayu kuno pada masa itu bukan hanya di-pakai di pulau Sumatera, melainkan di pulauJawa juga dipakai oleh masyarakat untuk ke-pentingan komunikasi dengan sesamanya(Arifin, 2004:3).

Dalam penjelasan selanjutnya, Arifin(2004:5) menjelaskan bahwa pada masa zaman

kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu berfungsisebagai berikut.1. Sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa

buku-buku yang berisi aturan-aturanhidup dan sastra.

2. Sebagai bahasa perhubungan (lingua franca)antarsuku di Indonesia.

3. Sebagai bahasa perdagangan, terutama disepanjang pantai, baik bagi suku yang adadi Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia.

4. Sebagai bahasa resmi kerajaan.Seiring dengan perkembangan zaman,

perlahan-lahan tetapi pasti, bahasa Melayuberkembang dan tumbuh terus sehingga pe-makaiannya meluas hampir ke seluruh wilayahnusantara tidak hanya terpaku di kepulauanSumatra dan Jawa saja. Hal ini didasari karenabahasa Melayu dijadikan sebagai alat komuni-kasi masyarakat nusantara pada masa tersebutsehingga cenderung memudahkan para pe-makainya dari berbagai pulau di nusantara.

Sebagai puncak dari perkembanganbahasa Melayu, terjadi pada tanggal 28Oktober 1928. Pada saat itu, para pemudaIndonesia dan tokoh-tokoh pergerakan padasaat itu, dengan penuh kesadaran kebangsaandalam rangka mempersatukan suku-sukubangsa Indonesia dipandang perlu suatubahasa yang bersifat universal dan nasionalsehingga akhirnya mereka (baca: pemuda dantokoh pergerakan) bersepakat atas bantuanDewan Rakyat akhirnya mengikrarkanSumpah Pemuda yang berisi: pengakuanpertamabahwa pulau-pulau yang bertebaran dan laut-an yang menghubungkan pulau-pulau yangmerupakan wilayah Republik Indonesiaadalah satu kesatuan tumpah darah yangdisebut Tanah Air Indonesia. Pengakuan kedua,bahwa manusia-manusia yang menempatibumi Indonesia itu juga merupakan satukesatuan yang disebut Bangsa Indonesia. Semen-tara itu, pernyataan ketiga tidak merupakanpengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupa-kan pernyataan tekad kebahasaan yang menyata-kan bahwa kita bangsa Indonesia, menjunjung

14

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Bahasa Indonesia dan Daerahdalam Perspektif Pendidikan di Banten

Dase Erwin Juansah

tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia(Halim, 1980 : 2-3 ).

Terdapat beberapa alasan mengapabahasa Melayu yang dijadikan landasan menjadibahasa Indonesia, antara lain sebagai berikut.1. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua

franca di Indonesia, bahasa perhubungan,dan bahasa perdagangan.

2. Sistem bahasa melayu sederhana, mudahdipelajari karena bahasa melayu tidakmengenal tingkatan berbahasa sepertibahasa Jawa dan bahasa Sunda.

3. Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku yanglain dengan sukarela menerima bahasaMelayu menjadi bahasa Indonesia sebagaibahasa nasional

4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupanuntuk dipakai sebagai bahasa kebudayaandalam arti yang luas (Arifin, 2004 : 5-6).

KEDUDUKAN FUNGSI BAHASAINDONESIA DAN BAHASA DAERAH1. Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukanyang sangat penting, seperti tercantum dalamikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang ber-bunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjungbahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Hal inimenandakan bahwa bahasa Indonesia ber-kedudukan sebagai bahasa nasional; keduduk-annya berada di atas bahasa-bahasa daerah.Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, pasal36) mengenai kedudukan bahasa Indonesiayang menyatakan bahwa bahasa negara ialahbahasa Indonesia (Tim MKU Bahasa Indo-nesia, 2006:17). Berdasarkan dua hal di atas,dapat dipahami bahwa bahasa Indonesia me-miliki dua kedudukan, sebagai bahasa nasionalberdasarkan Sumpah Pemuda 1928 dansebagai bahasa negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36.

2. Fungsi Bahasa IndonesiaBerbicara tentang fungsi bahasa Indo-

nesia maka akan selalu berkaitan dengan ke-

dudukan bahasa Indonesia itu sendiri. Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambangkebanggaan kebangsaan, artinya bahasa Indo-nesia mencerminkan nilai-nilai sosial budayayang mendasari rasa kebangsaan kita, (2)lambang identitas nasional, artinya bahasa Indo-nesia menjadi identitas/ciri seperti halnyabendera dan lambang negara dihadapanbangsa-bangsa yang lain, (3) sebagai alatperhubungan antarwarga, antardaerah, dan antar-suku bangsa, artinya bahasa Indonesia menjadialat perhubungan/komunikasi bagi seluruhrakyat Indonesia,dan(4) alat yang memungkin-kan terlaksananya penyatuan berbagai sukubangsa yang memiliki latar belakang sosialbudaya dan bahasa yang berbeda-beda kedalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.

Sementara itu, dalam kedudukannyasebagai bahasa negara, bahasa Indonesiaberfungsi: (1) bahasa resmi kenegaraan, artinyabahasa Indonesia dipakai dalam acara resmikenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupuntulisan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pen-didikan, artinya bahasa Indonesia dijadikansebagai bahasa pengantar di lembaga-lem-baga pendidikan mulai taman kanak-kanaksampai dengan perguruan tinggi,(3) alat per-hubungan pada tingkat nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasionaldan untukkepentingan pelaksanaan pemerintahan,dan(4) alat pengembang kebudayaan nasional,ilmu pengetahuan, dan teknologi (Arifin,2004:11-12).

3. Fungsi Bahasa DaerahSalah satu keputusan yang bersifat politis

yang dihasilkan Seminar Politik Bahasa tahun2000 adalah ditentukan fungsi bahasa daerahsebagai: (a) lambang kebanggaan daerah, (b)lambang identitas daerah, (c) alat perhubung-an di dalam keluarga dan masyarakat daerah,(d) sarana pendukung budaya daerah danbahasa Indonesia, (e) pendukung sastra daerahdan sastra Indonesia. Selain itu, dalam hubung-annya dengan bahasa Indonesia, bahasa

15Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 11-20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Dase Erwin Juansah

daerah berfungsi sebagai: (a) pendukung ba-hasa nasional, (b) bahasa pengantar di sekolahdasar di daerah tertentu pada tingkat per-mulaan untuk memperlancar pengajaranbahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan(c) sumber kebahasaan untuk memperkayabahasa Indonesia, serta (d) dalam keadaantertentu dapat berfungsi sebagai pelengkapbahasa Indonesia di dalam penyelenggaraanpemerintahan pada tingkat daerah (Alwi danDendy Soegono (2000) dalam Mahsun(2004)).

Merujuk pada paparan di atas, ada ke-cenderungan bahasa daerah diperhatikansetelah pembinaan terhadap bahasa Indone-sia semakin masif. Dalam konsep tersebut,bahasa daerah tetap dipertahankan olehpenuturnya pada tataran komunikasi antar-masyarakat daerah dan di dalam keluarga,sebagai pemerkaya khazanah bahasa Indo-nesia. Hal ini semakin diperjelas dengan ada-nya otonomi daerah, yang didalamnya ter-tuang wewenang dan kreativitas para pe-mimpin daerah untuk membuat kebijakanmengenai bahasa dan perencanaan bahasadaerah di masing-masing daerah.

KEANEKARAGAMAN BAHASADI INDONESIA

Harding dan Riley menyatakan bahwalebih setengah penduduk dunia adalahdwibahasawan (Tarigan, 1995:2). Hal ini ber-arti bahwa sebagian besar manusia di bumiini menggunakan dua bahasa atau lebih se-bagai alat komunikasi. Kenyataan ini juga ber-laku sama pada masayarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia pada umumnya ter-masuk masyarakat yang menguasai lebih darisatu bahasa. Hampir semua suku bangsa diIndonesia memiliki bahasa ibu atau bahasapertama (B-1), bahasa daerah. Disamping itu,mereka pun menguasai pula bahasa kedua (B-2), yaitu bahasa Indonesia atau bahasa asing.Di beberapa daerah, misalnya di daerahkawasan wisata, bahasa kedua bagi masya-rakat bukan bahasa Indonesia, melainkan

bahasa daerah dari suku bangsa lain ataubahkan bahasa Asing. Bahasa Indonesiamerupakan bahasa ketiga. Bahkan, kelompokmasyarakat Indonesia yang terpelajar dapatmenguasai lebih dari dua atau tiga bahasa,yaitu bahasa daerah, bahasa daerah dari sukulain, bahasa Indonesia, dan bahasa asing.Dengan demikian, masyarakat di Indonesiadapat dikelompokkan sebagai masyarakatyang dwibahasawan bahkan multibahasawan.

Masyarakat bilingual atau multilingualyang menguasai lebih dari satu bahasa akanmelakukan peristiwa kontak bahasa. Kontakbahasa itu terjadi antara bahasa yang satu danbahasa yang lain. Akibat dari peristiwa kontakbahasa itu akan timbul dua hal, yaitu yangmenguntungkan dan yang merugikan. Halyang menguntungkan, yaitu integrasi. MenurutHaugen (1972:277) integrasi adalah kebiasaanmemakai materi dari satu bahasa ke dalambahasa lain. Sementara itu, kontak bahasayang sifatnya negatif, yaitu interferensi. Me-nurut Weinreich (1970:1), interferensi adalahpenyimpangan dari norma bahasa dalambahasa yang digunakan sebagai akibat penge-nalan terhadap bahasa lain.

Bahasa sebagai salah satu unsur kebuda-yaan tidak terlepas pula dari kemajemukannya.Di Indonesia dikenal bahasa Indonesia danberaneka ragam bahasa daerah. Bahasa daerahdigunakan sebagai alat komunikasi antarsukubangsa itu sendiri, sedangkan untuk ber-komunikasi dengan suku bangsa yang lainnyadigunakan bahasa Indonesia sebagai alatpemersatu bangsa.

Kenyataan tersebut adalah hikmah yangluar biasa besarnya bagi bangsa Indonesia.Bangsa kita menjadi bangsa yang besardengan potensi budaya dan sosial yang be-ragam. Setiap kelompok budaya dalammasyarakat kita adalah kelompok etnisdengan kekayaan tradisi masing-masing.Berkah berikutnya yang harus disyukuribahwa ternyata keberagaman dan ke-majemukan tersebut tidak sampai menimbul-kan permasalah sosial, budaya, dan bahasa

16

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Bahasa Indonesia dan Daerahdalam Perspektif Pendidikan di Banten

Dase Erwin Juansah

secara horizontal. Padahal, di negara-negaralain kemajemukan ternyata menimbulkan per-soalan tersendiri. Misalnya, India dan Filipinayang mengalami masalah ketika akan memilihbahasa mana yang akan dijadikan bahasanasional.

Keadaan sosiolinguistis masyarakatIndonesia yang beraneka ragam kebudayaandan bahasanya itu sangat memungkinkanterjadinya suatu gejala penguasaan dua bahasaatau lebih bagi penduduknya. Menguasaibahasa sukunya sendiri dan bahasa nasionalatau bahasa sukunya sendiri, bahasa nasional,dan bahasa suku yang lain. Bahkan, melalui pen-didikan formal anak-anak pun diperkenalkandengan bahasa asing. Dengan kata lain, kondisisosiolinguistis di Indonesia telah mengondisikanmunculnya gejala kedwibahasaan.

Adanya kedwibahasaan yang terjadi padamasyarakat tutur kemungkinan besar akanberakibat pada munculnya kontak antarabahasa yang satu dan bahasa yang lain, yangakhirnya dapat saling memengaruhi. Antarabahasa Indonesia dan bahasa daerah telah ter-jadi kontak sosial dan budaya yang aktif. Jiwabahasa Indonesia dan bahasa daerah telahbersatu, kedua bahasa yang bersangkutanmulai saling memerhatikan, akhirnya salingmemengaruhi. Melihat keadaan kebahasaanyang demikian itu, maka jelaslah bahwa kedwi-bahasaan merupakan kenyataan dalam masya-rakat Indonesia. Bahkan, mungkin pula yangterjadi di masyarakat tidak hanya berupakedwibahasaan saja, tetapi kemultibahasaansebab kadang-kadang selain menguasaibahasa Indonesia dan bahasa daerah sendiri,juga menguasai satu, dua bahasa daerah yanglain atau mungkin bahasa asing karena tuntut-an kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sehubungan dengan kontak bahasa,Mackey menyatakan kontak bahasa adalahpengaruh bahasa yang satu kepada bahasayang lain, baik langsung maupun tidak lang-sung sehingga menimbulkan perubahan-perubahan yang dimiliki oleh ekabahasawan.Menurut pendapatnya, kontak bahasa cen-

derung kepada gejala bahasa (langue), sedang-kan kedwibahasaan lebih cenderung sebagaigejala tutur (parole). Namun, karena languepada hakikatnya adalah sumber dari parole,kontak bahasa sudah selayaknya tampakdalam kedwibahasaan. Atau dengan kata lain,kedwibahasaan terjadi sebagai akibat adanyakontak bahasa yang dilakukan pemakai bahasa(Suwito, 1983:39).

Persoalan bilingualisme dan multili-ngualisme serta kontak bahasa terjadi juga dimasyarakat Banten. Secara umum masyarakatBanten adalah masyarakat yang heterogen,baik secara sosial, budaya, maupun bahasa.Secara sosial, masyarakat Banten terbagi kedalam beberapa tingkatan sosial, antara lainberdasarkan tingkat pendidikan, muncul istilahmasyarakat yang tidak berpendidikan, masya-rakat yang berpendidikan rendah, masyarakatyang berpendidikan sedang/menengah, danmasyarakat yang berpendidikan tinggi. Ber-dasarkan tingkatan ekonomi, dihasilkanmasyarakat ekonomi rendah, menengah danmasyarakat ekonomi tinggi. Kenyataan di atasberdampak pada kegiatan pemilihan danpemakaian bahasa yang berbeda-beda dimasyarakat Banten.

Sementara itu, heterogenitas masyarakatBanten berdasarkan tinjauan bahasa, selainbahasa Indonesia yang tumbuh dan berkem-bang, di masyarakat Banten dikenal beberapabahasa daerah yang dipakai sebagai alat komu-nikasi di masing-masing daerahnya, sedangkanuntuk komunikasi antardaerah biasanyamereka (baca: masyarakat Banten) meng-gunakan bahasa Indonesia. Di Banten di kenalbeberapa bahasa daerah yang tumbuh danberkembang serta menyokong perkembang-an bahasa Indonesia, antara lain bahasa Jawadigunakan oleh masyarakat Kota Cilegon,Kota Serang, dan Kabupaten Serang. BahasaSunda digunakan oleh sebagian besar masya-rakat di Kabupaten Pandeglang dan Kabu-paten Lebak, dan bahasa Indonesia dialekBetawi dipakai oleh masyarakat Kota Tange-rang, Tangerang Selatan, dan sebagian Kabu-

17Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 11-20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Dase Erwin Juansah

paten Tangerang. Melihat kenyataan di atas,dengan demikian dapat dikatakan masyarakatBanten adalah masyarakat yang bilingual ataubahkan multilingual, yaitu yang memiliki ke-mampuan menggunakan dua bahasa (bili-ngual) atau multilingual (lebih dari dua) secarabergantian untuk kepentingan komunikasinya.Untuk melihat penyebaran dan pemakaianbahasa daerah di Provinsi Banten, dapat di-lihat tabel berikutini.

Peta pemakaian Bahasa Daerahdi Provinsi Banten

Berkaitan dengan paparan di atas, ketikaberbicara bahasa dalam skala lokal, apakahkeberadaan bahasa daerah telah pula men-dapat “tempat” di hati masyarakat penutur-nya? Kenyataan yang terjadi, hampir di setiapdaerah yang ada di Indonesia keberadaanbahasa daerah semakin terabaikan bahkanmungkin semakin terpinggirkan. Keberadaanbahasa daerah saat ini “digempur” habis-habisan oleh dominasi bahasa nasional danbahasa asing. Situasi seperti itu menjadi feno-mena yang umum di setiap daerah di Indo-nesia meskipun beberapa daerah ada yangtelah membuat peraturan daerah (perda)tentang bahasa daerahnya.

BAHASA INDONESIA DAN BAHASADAERAH DALAM PERSPEKTIFUNDANG-UNDANG BAHASANOMOR 24 TAHUN 2009

Dalam rangka membina dan mengem-bangkan bahasa-bahasa yang ada di Indone-sia, pemerintah melalui Badan Pembinaan danPengembangang Bahasa menerbitkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara,dan Lagu Kebangsaan.

Dalam undang-undang kebahasaantersebut, dibahas mengenai kedudukan danfungsi serta pembinaan bahasa daerah, bahasaIndonesia, dan bahasa asing. Salah satu pasaldalam undang-undang tersebut (pasal 29 ayat1) menjelaskan bahwa bahasa Indonesiawajib digunakan sebagai bahasa pengantar dilembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengankedudukan dan fungsi bahasa Indonesia se-perti tercantum dalam Undang-UndangDasar 1945 Bab XV pasal 36 yang meng-indikasikan bahwa bahasa Indonesia wajib di-gunakan sebagai bahasa pengantar di lem-baga pendidikan dari mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi kecuali lem-baga pendidikan yang menyelenggarakanbahasa asing, boleh tidak memakai bahasapengantar bahasa Indonesia.

Sementara itu, mengenai keberadaanbahasa daerah, pemerintah sudah mengaturmulai pasal 37 sampai dengan pasal 45. Salahsatu pasal yang membahas mengenai bahasadaerah, yaitu pasal 42 (ayat 1-3). Dalam pasaltersebut (ayat 1) dinyatakan sebagai berikut.

“Pemerintah daerah wajib mengembangkan,membina, dan melindungi bahasa dan sastradaerah agar tetap memenuhi kedudukan danfungsinya dalam kehidupan bermasyarakatsesuai dengan perkembangan zaman dan agartetap menjadi bagian dari kekayaan budayaIndonesia”.

Merujuk pada pasal tersebut, sudah jelasbahwa ada kewajiban moral yang harusdilakukan oleh pemerintah daerah yang be-kerja sama dengan pemangku kebijakan yanglain seperti dinas pendidikan provinsi dan balaibahasa untuk merumuskan langkah-langkahkonkret dalam rangka pengembangan danpembinaan bahasa daerah sehingga bahasadaerah tetap terjaga dan memiliki jati diri didaerahnya masing-masing. Salah satu contohkonkret misalnya, memasukkan bahasadaerah dalam materi muatan lokal di sekolah-

Bahasa Wilayah Bahasa Sunda Pandeglang dan Lebak,

dan sebagian Kabupaten Tangerang

Bahasa Jawa dialek Banten

Serang, Cilegon, dan sebagian Kabupaten Serang

Bahasa Indonesia dialek Betawi

Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan sebagian Kabupaten Tangerang

18

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Bahasa Indonesia dan Daerahdalam Perspektif Pendidikan di Banten

Dase Erwin Juansah

sekolah berdasarkan masing-masing wilayah(geografi). Misalnya, Kab. Lebak dan Pan-deglang memasukkan bahasa Sunda dalamMuloknya, Kota Cilegon, Serang, dan Kabu-paten Serang memasukan bahasa Jawa,Tangerang Kota, Tangerang Selatan, dan Kab.Tangerang memasukkan bahasa Betawi (In-donesia dialek Betawi). Dengan demikian,keberadaan bahasa daerah tetap terjaga dantidak punah. Selain itu, menanamkan sikappositif para siswa terhadap bahasa daerahnya

Kenyataan yang terjadi di kota dan kabu-paten di Provinsi Banten, melalui kebijakanyang diambil oleh pemangku kepentinganbanyak terjadi salah persepsi mengenai pem-belajaran Muatan Lokal (Mulok). Pembel-ajaran muatan lokal di sekolah bukan diarah-kan pada pembelajaran bahasa daerah masing-masing wilayah justru diarahkan pada matapelajaran yang lain yang secara kompetensisudah dipelajari pada mata pelajaran yang lainpula. Selain itu, alasan ketiadaan guru bahasadaerah yang menyebabkan pembelajaranmuatan lokal diarahkan pada mata pelajaranyang lain. Faktor yang lainnya lagi diantaranyasarana dan prasarana termasuk ketersediaanbahan ajar dan buku ajar.

PETA PENDIDIKAN BAHASAINDONESIA DAN BAHASADAERAH DI PROVINSI BANTEN

Seperti telah dipaparkan pada pem-bahasan sebelumnya bahwa berbicaramengenai keberadaan pendidikan bahasa In-donesia dan daerah di Provinsi Banten tidakakan pernah lepas dari kebijakan yang di-keluarkan oleh pemerintah pusat ataupunpemerintah daerah.

Jika merujuk pada pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36 yangmenjelaskan tentang kedudukan dan fungsibahasa Indonesia sebagai bahasa negara danUndang-Undang Bahasa Nomor 24 Tahun2009 Pasal 25 yang menjabarkan bahasaIndonesia dijadikan bahasa pengantar dalam

lembaga pendidikan, kegiatan pembelajarandi sekolah dari tingkat taman kanak-kanaksampai dengan perguruan tinggi wajib meng-gunakan bahasa Indonesia dalam pengantar-nya. Atau, jika ditapsirkan lebih jauh, dalampembelajaran di kelas, selain pembelajaranbahasa daerah dan bahasa asing, wajib meng-gunakan bahasa Indonesia.

Berkaitan dengan paparan di atas, mun-cul sebuah pertanyaan, bagaimana pendidikanbahasa Indonesia dan bahasa daerah diProvinsi Banten? Berdasarkan beberapaliteratur ataupun penelitian yang dilakukan olehdosen serta pemerhati bahasa di ProvinsiBanten, ditengarai bahwa pembelajaran pen-didikan bahasa Indonesia di sekolah masihjauh dari tujuan dari pendidikan bahasaIndonesia tersebut, yaitu bahasa dijadikan se-bagai jatidiri bangsa/penutur, menumbuhkanrasa kebanggaan pada siswa dengan keber-adaan bahasa Indonesia, siswa memiliki sikappositif terhadap bahasa Indonesia, dan yangterakhir menjadi lambang identitas nasionalseperti halnya terhadap lambang negara danbendera. Kenyataan yang terjadi, siswa engganmenggunakan bahasa Indonesia, baik dalamkonteks formal maupunnonformal. Mereka(baca: siswa) lebih suka menggunakan bahasagaul (prokem dan alay) ataupun bahasa asingdalam percakapan dengan temannya. Demi-kian pula ketika mereka bercakap-cakap dengangurunya. Karena faktor kebiasaan terkadangsiswa menerabas norma-norma penggunaanbahasa atau norma-norma komunikasi. Selainfaktor siswa yang menyebabkan pembelajaranpendidikan bahasa Indonesia di sekolah kurangberhasil, ada kemungkinan faktor guru, sarana,dan media pembelajaran yang lain.

Secara umum hal di atas disebabkan be-berapa faktor, antara lain (1) secara kemam-puan linguistik, harus diakui bahwa sumberdaya manusia (baik guru maupun siswa)dalam hal penggunaan bahasa Indonesiamasih rendah apalagi mereka yang beradajauh dipelosok-pelosok Banten. Ketikaproses pembelajaran berlangsung banyak di-

19Volume 1 Nomor 1 April 2016Halaman 11-20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Dase Erwin Juansah

gunakan bahasa daerah. Padahal, bukansaatnya pelajaran bahasa daerah. Masihrendahnya kemampuan tersebut ditandaidengan seringnya guru dan murid mengguna-kan bahasa daerah dalam proses pembelajarandengan alasan tidak menemukan padanankata dalam bahasa Indonesia. Hal ini akanmengakibatkan gejala campur kode (campurbahasa) dan alih kode (alih Bahasa) bahkanyang bersifat mengacaukan struktur bahasaIndonesia, yaitu gejala Interferensi. Alasanlainnya siswa tidak paham ketika guru men-jelaskan materi dengan menggunakan bahasaIndonesia, yang berikutnya adalah karenafaktor kebiasaan menggunakan bahasa daerahdalam konteks komunikasi sehari-hari se-hingga terbawa dalam proses pembelajarandi kelas; (2) pembelajaran pendidikan bahasaIndonesia hanya berorientasi pada khazanahteoretis tidak pada tataran praktis sehinggasecara kemampuan komunikatif, kemampuansiswa masih rendah bahkan tidak jarangditemukan di sekolah menengah pertama punmasih ada siswa yang belum bisa membacabahkan untuk tampil sekadar bercerita didepan kelas pun tidak mampu;(3) harus diakuifaktor ketersediaan buku sumber menjadisalah satu penyebab ketidakberhasilan pem-belajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolahapalagi mereka (sekolah) yang berada jauhdari pusat pemerintahan Provinsi Banten/ibukota kabupaten, pasti akan merasakan hal inikarena siswa hanya terpaku pada bukusumber yang diberikan oleh guru; (4) faktorguru bahasa Indonesia juga dapat menyebab-kan pendidikan bahasa Indonesia tidakberhasil, misalnya ditinjau dari segi kreativitasguru, penggunaan model-model pembelajar-an, pola; (pendekatan pembelajaran terhadap,siswa dan sebagainya; (5) harus ada kese-pahaman antara antarpihak-pihak terkaitdalam hal ini pemangku kepentingan yangberkaitan dengan keberadaan bahasa Indo-nesia di Provinsi Banten; dan(6) harus seringdiadakan kegiatan-kegiatan ilmiah yangberkaitan dengan pendidikan bahasa Indo-

nesia yang merata, dalam pengertian semuaguru bahasa Indonesia mendapatkan perlaku-an yang sama.

Sementara itu, berkaitan dengan pembel-ajaran bahasa daerah di Provinsi Banten, adasebuah kenyataan yang sangat menyedihkanbahwa pembelajaran bahasa dan sastradaerah di sekolah dewasa ini masih kurangmendapat perhatian dari pemerintah, khusus-nya pemerintah daerah. Kondisi pembelajaranbahasa dan sastra daerah saat ini di Bantenmasih sangat jauh dari harapan dan belumjuga mengalami kemajuan yang berarti, tetapterpinggirkan, bahkan seolah-olah terasingkandari komunitasnya sendiri.

Merujuk pada pemetaan penyebaranbahasa daerah di wilayah provinsi Bantenseperti yang telah penulis paparkan di atas,idealnya pemangku kebijakan di masing-masing wilayah merumuskan sebuah kebijak-an yang mendukung keberadaan bahasadaerah di masing-masing wilayah tersebut.Dengan demikian, keberadaan bahasa daerahdi sekolah-sekolah di Provinsi Banten tidakmenjadi terpinggirkan atau dipandang sebelahmata. Padahal, pembelajaran bahasa dansastra daerah sangat penting diberikan kepadasiswa dalam upaya pembentukan kepribadi-an, pengembangan rasa, cipta, dan karsa, danketerampilan hidup (life skill) sebagai hasilsamping pembelajaran. Melalui pembelajaranbahasa dan sastra daerah, siswa diharapkantumbuh menjadi manusia yang berkepribadi-an luhur, halus budi pekertinya, tinggi rasakemanusiaannya, dan peka akan apresiasibudayanya sehingga mampu menyalurkangagasan, imajinasi dan ekspresinya sertamenerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menilik dan mencermati kondisi pem-belajaran bahasa dan sastra daerah yang demi-kian itu, sangat wajar jika pelaksanaan pem-belajaran bahasa daerah di Provinsi Bantensemakin hari semakin merosot bahkanmungkin suatu saat kelak orang Banten tidakmengenal bahasanya sendiri dan pada akhirnyaterjadi kepunahan bahasa (language death).

20

Jurnal Membacahttp://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca

P-ISSN 2443-3918

Bahasa Indonesia dan Daerahdalam Perspektif Pendidikan di Banten

Dase Erwin Juansah

Berdasarkan paparan tersebut, ada be-berapa hal yang menurut hemat penulis harussegera dilakukan oleh pemerintah daerah, baikprovinsi maupun pemerintah kabupaten dankota di ProvinsiBanten agar keberadaanbahasa daerah tidak punah, dapat menum-buhkan kecintaan masyarakat/siswa terhadapbahasa daerahnya, danmelestarikan budayadaerah, yaitusebagaiberikut.1. Harus ada kesepahaman mengenai pema-

haman budaya daerah yang lebih mem-prioritaskan pembelajaran bahasa daerahsebagai sarana untuk belajar moralitas,filosofis, dan akseptabilitas sosial.

2. Pengajaran bahasa daerah membutuhkaninfrastruktur bahasa (daerah) standar yangmapan maka perlu diseminarkan dan di-lokakaryakan pada daerah masing-masing,bahan ajar yang sesuai, analisis kebutuhan dankondisi daerah, serta kuantitas dan kualitastenaga kependidikan untuk tingkat pendidik-an formal (TK, SD) dan sektor nonformal.

3. Pemerintah daerah harus menerbitkan kebi-jakan bahasa (language policy) terhadap bahasa-bahasa yang ada di wilayahnya dengan mem-pertimbangkan fungsi dan kedudukanbahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

4. Memperlakukan komponen bahasa se-bagai bagian dari budaya daerah dijadikansebagai komoditas budaya.

5. Pemerintah daerah dalam hal ini provinsiataupun kabupaten/kota harus melakukankaji ulang terhadap analisis kebutuhan yangsesuai dengan kondisi daerah dan bahanajar muatan lokal yang sesuai di daerahdengan mengelola perbedaan sebagairealitas budaya yang memperkaya ke-budayaan nasional serta sebagai fasilitatorbagi penyediaan infrastruktur mapannyabahasa daerah; termasuk di dalamnyapembinaan terhadap bahasa-bahasadaerah yang hampir punah.

6. Menghidupkan kembali filosofis kearifanlokal, karakteristik, dan jatidiri daerahsebagai lambang kebanggaan daerah dan

nasional dalam memperkaya khazanahkeindonesiaan.

7. Pemetaan bahasa dan sastra daerah, yangdi dalamnya dapat juga berupa peta sosialbudaya, ekonomi, politik dan pemerataanhasil-hasil pembangunan yang telah, sedang,dan akan dilakukan Pemerintah daerah;

8. Pemetaan sosial budaya, ekonomi, dan pem-bangunan dapat menjadi jendela dunia dansarana promosi daerah dalam era globalisasidan perdagangan bebas, serta peningkatansumberdaya manusia dalam pergaulan, baiknasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKAAlwi, Hasan (Ed.). 2011. Politik Bahasa. Jakarta:

Badan Pengembangan dan PembinaanBahasa.

Arifin, Zaenal. 2004. Cermat Berbahasa Indone-sia di Perguruan Tinggi. Jakarta: Akapres.

Badan Pengembangan dan PembinaanBahasa. 2011. Undang-Undang RI Nomor24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, danLambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan .Jakarta: Kemdikbud.

Halim, Amran (Ed.). 1980. Politik BahasaNasional I. Jakarta: Balai Pustaka.

Halim, Arman (Ed). 1984. Politik BahasaNasional 2. Jakarta: Balai Pustaka.

Haugen, Einar. 1972.Bilingualisme in the Ameri-can: A Bibliografy and Research Guide, Ala-bama: University of Alabama Press.

Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka.2010. Perencanaan Bahasa di Era Globalisasi.Jakarta: Bumi Aksara.

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik,Teori dan Problema.Edisi Kedua. Surakarta:Henari Offset Solo.

Tarigan, H.G.dan Tarigan, Djago.1995.Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa,Bandung: Angkasa

Tim Dosen MKU. 2006. Bahasa Indonesia.Serang: Untirta

Weinreich, Uril. 1970. Language in Contact: Find-ing and Problem. The Hague-Paris: Mounton.