Volume 10, No 2, 2016Dr. Nasrullah Armi P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI Redaksi Pelaksana...
Transcript of Volume 10, No 2, 2016Dr. Nasrullah Armi P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI Redaksi Pelaksana...
Volume 10, No 2, 2016
Daftar Isi:
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan TahanTerhadap Gema
47-56
Hilman Ferdinandus Pardede
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer,Studi Kasus : Produksi Pangan
57-66
Antonius Bima Murti Wijaya
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy 67-74Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah padaMATLAB/Simulik
75-80
Adnan Rafi Al-Tahtawi
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang berbasis WSN dan IoT 81-86Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan PotensiTsunami Menggunakan Duration Rupture
87-105
Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy
2/2016Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Jurnal INKOM Vol. 10 No. 2 Hal. 47-105 Bandung, p-ISSN 1979-8059November 2016 e-ISSN 2302-6146
1
p-ISSN 1979-8059, e-ISSN 2302-6146
Volume 10, No 2, November 2016
Penanggung JawabKepala Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Dewan RedaksiKetua Dr. Esa Prakasa Pusat Penelitian Informatika LIPIAnggota Prof. Dr. Ir. Engkos Koswara N., M.Sc. Pusat Penelitian Informatika LIPI
Dr. Ir. Ashwin Sasongko Sastrosubroto., M.Sc. Pusat Penelitian Informatika LIPIDrs. Tigor Nauli Pusat PenelitianInformatika LIPIDr. Edi Kurniawan Pusat Penelitian Fisika LIPIDr. Kadek Heri Sanjaya Pusat Penelitian Telimek LIPIDr. Nasrullah Armi P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI
Redaksi PelaksanaPenyunting Tata Letak Nurhayati Masthurah, M.Kom Puslit Informatika LIPIPenyunting Naskah Riyo Wardoyo,M.T. Puslit Informatika LIPI
Arwan Ahmad Khoiruddin, M.Cs Puslit Informatika LIPIDesain Grafis Dicky Rianto Prajitno, M.T. Puslit Informatika LIPI
Mitra BestariDr. Adhistya Erna Permanasari (Informatika), Dr. Irwan Purnama (Otomasi), DikdikKrisnandi, M.T (Otomasi), Dr. Edward Yazid (Otomasi), Dr. M. Agni Catur Bhakti(Informatika), Iman Firmansyah, M.Si (Otomasi), Dr. Kadek Yota Ernanda Aryanto
(Informatika)
SekretariatAsri Rizki Yuliani, MBA Puslit Informatika LIPIRini Wijayanti, M.Kom Puslit Informatika LIPINana Suryana,M.T Puslit Informatika LIPI
Alamat Redaksi
Jurnal INKOM
Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Komp. LIPI Gd. 20 Lt. 3 Jln Sangkuriang, Bandung, 40135
Telp: +62 22 2504711, Fax: +62 22 2504712
Email: [email protected], Website: http://jurnal.informatika.lipi.go.id
Pertama terbit: Mei 2007
Frekuensi terbit: Dua kali setahun, setiap bulan Mei dan November
Jurnal INKOM adalah jurnal yang mengkaji masalah yang berhubungan dengan Informatika, SistemKendali, dan Komputer dengan keberkalaan penerbitan dua kali setahun pada Mei dan November. Tulisanyang dipublikasikan berupa hasil penelitian, pemikiran atau pengembangan untuk kemajuan keilmuan atauterapan. Kelayakan pemuatan dipertimbangkan oleh penilai dengan double blind review berdasarkan keaslian(originalitas) dan keabsahan (validitas) ilmiah.
c©2016 Hak cipta dilindungi undang-undang
2
Volume 10, No 2, 2016
Daftar Isi
Hasil Penelitian Halaman
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan TahanTerhadap Gema
47-56
Hilman Ferdinandus Pardede
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer,Studi Kasus : Produksi Pangan
57-66
Antonius Bima Murti Wijaya
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika Fuzzy 67-74Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah padaMATLAB/Simulik
75-80
Adnan Rafi Al-Tahtawi
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang berbasis WSN dan IoT 81-86Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan PotensiTsunami Menggunakan Duration Rupture
87-105
Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy
• i
Volume 10, No 2, 2016
Editorial
Pembaca yang terhormat, Jurnal INKOM Volume 10 Nomor 2 Tahun 2016 akhirnya diterbitkandengan menyajikan 6 karya tulis ilmiah terpilih dan telah melalui proses double-blind review paramitra bestari. Karya tulis pertama berjudul ”Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk SistemPengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema”. Naskah ini memaparkan metode yang bisa digunakanuntuk menaikkan tingkat ketahanan sistem pengenalan ucapan (speech recognition system) terhadapgema. Implementasi metode ini akan sangat membantu dalam meningkatkan unjuk kerja sistempengenalan ucapan. Perbandingan dengan metode-metode normalisasi lain yang bersifat konvensionaljuga disajikan di dalam naskah ini. Karya tulis kedua berjudul Algoritma ”Criss-cross dan Branch andBound dalam Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus: Produksi Pangan”. Dengan menggunakanpenyelesaian linier, naskah ini memaparkan cara penentuan jumlah bahan baku pada sebuah prosesproduksi bahan pangan.Naskah ketiga berjudul ”Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan LogikaFuzzy”. Naskah ini memaparkan pengembangan mesin panggang (sangrai) kopi denganmengimplementasikan logika fuzzy. Metode logika fuzzy dipilih agar sistem yang dikembangkanmempunyai kemampuan menyangrai kopi sebagaimana para ahli kopi. Karya tulis keempat berjudul”Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulink”.Dengan menggunakan model arus searah sebagai komponen utama kendaraan listrik, maka penulisbisa melakukan simulasi keperluan daya atas segala skenario perjalanan. Naskah berjudul ”OnlineMonitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis WSN dan IoT” disajikan sebagai naskahkelima. Beberapa parameter yang diperlukan dalam kegiatan budidaya udang - DO (DissolvedOxygen), pH, conductivity dan temperatur berhasil direkam dan diintegrasikan dengan menggunakanteknologi WSN dan IoT. Hasil pengumpulan data parameter kemudian disimpan di internet agarmudah dimanfaatkan dalam pengelolaan industri budidaya.Karya tulis keenam dengan judul ”Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview danPenentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration Rupture” ditampilkan sebagai penutup dipenerbitan ini. Naskah ini memaparkan integrasi sistem informasi yang bisa digunakan untukmemantau potensi tsunami di Indonesia. Akhir kata kami mewakili Dewan Editor mengucapkanterima kasih kepada para anggota Dewan Pengarah, Dewan Redaksi, Editor Pelaksana, Sekretariat,Reviewer dan para penulis yang telah banyak berkontribusi dalam proses penerbitan Jurnal INKOMVolume 10 Nomor 2 Tahun 2016. Redaksi Jurnal INKOM juga mengundang para peneliti, akademisimaupun praktisi untuk megirimkan naskah-naskah terbaiknya ke Jurnal INKOM. Sesuai dengankebijakan yang ada di Redaksi, maka mulai tahun 2017 dan seterusnya naskah yang diterbitkan harusdalam bentuk bahasa Inggris. Hal ini diperlukan agar cakupan pembaca Jurnal INKOM lebih luassekaligus meningkatkan mutu penerbitan. Semoga terbitan Jurnal INKOM kali ini semakin lebih baikdari penerbitan sebelumnya dan bermanfaat bagi komunitas ilmiah di Indonesia.
Ketua Dewan Redaksi
ii •
Volume 10, No 2, 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biayaHilman Ferdinandus Pardede (Pusat Penelitian Informatika-LIPI)Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap GemaINKOM, 10(2) 2016: 47-56
Gema menurunkan performa sistem pengenalan ucapan (SPU) atau automatic speech recognition secarasignifikan. Salah satu teknik yang paling populer untuk mengurangi efek gema adalah dengan menormalisasifitur pada SPU. Pada penelitian sebelumnya, q-log spectral mean normalization (q-LSMN) telah diperkenalkanuntuk mengurangi efek distorsi aditif dan convolutif. Metode ini merupakan pengembangan teknik normalisasikonvensional pada domain q-log. Metode ini dikembangkan untuk mengurangi efek gema dan teknik adaptifuntuk menentukan nilai q terbaik untuk q-LSMN diperkenalkan. Hasil percobaan pada pengenalan angka (digitrecognition) menunjukkan bahwa teknik tersebut meningkatkan ketahanan SPU terhadap gema. Metode inilebih baik dibandingkan metode normalisasi konvensional seperti cepstral mean normalization dan log spectralmean normalization.
(Penulis)Kata kunci : normalisasi fitur, q-logarithma, gema, sistem pengenalan ucapanAntonius Bima Murti Wijaya (Universitas Kristen Immanuel)Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam pemrograman linier integer, Studi Kasus :Produksi PanganINKOM, 10(2) 2016: 57-66
Dalam laporan analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan ketahanan pangan dan penyuluhanDaerah Istimewa Yogyakarta terdapat 16 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26 desayang resiko pangan dan gisi tergolong rawan, efisiensi penggunaan bahan baku pangan menjadi sangatpenting peranannya. Efisiensi bahan baku bisa digunakan juga untuk mencapai keuntungan dalam industrimakanan. Dalam penelitian ini masalah pangan tersebut dipandang dan diformulasikan dengan menggunakanpemrograman linier yang diselesaikan dengan model integer. Algoritma criss-cross yang dikombinasikandengan algoritma branch and bound diusulkan dalam penyelesaian masalah integer linear programming.Penelitian ini berfokus pada penerapan kedua algoritma tersebut dalam studi kasus produksi makanan danpencarian kondisi batasan yang sesuai. Penelitian ini berhasil menerapkan penggabungan algoritma criss-crossdan branch and bound. Penelitian ini mendefinisikan 4 batasan yang dapat diperhatikan untuk mengurangipencabangan dalam pencarian nilai integer.
(Penulis)Kata kunci: algoritma criss-cross, branch and bound, integer linear programming
• iii
Volume 10, No 2, 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biayaEko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman (Pusat Penelitian Elektronika dan Instrumentasi - LIPI)Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan Logika FuzzyINKOM, 10(2) 2016: 67-74
Mesin pemanggang kopi merupakan sebuah mesin yang digunakan untuk menyangrai biji kopi agarmatang, sehingga siap untuk diproses lebih lanjut. Prinsip kerja mesin ini adalah produk dipanaskan dalamruang sangrai yang berputar dengan suhu tertentu, sehingga pemanasan bisa merata. Salah satu jenis pemanaspemanggang kopi adalah elemen pemanas listrik, dimana sistem kerjanya masih banyak dikendalikan secaramanual dengan saklar atau semi otomatis menggunakan timer yang dioperasikan oleh seorang operator. Prosespemanggangan (roasting) kopi sangat menentukan cita rasa kopi, sehingga dibutuhkan seorang operator yangahli di bidang ini. Pada paper ini akan didesain sebuah sistem pengendali pemanas pemanggang kopi denganlogika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan di bangun, didasarkan atas keahlian atau pengalaman seorangoperator. Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan pada sebuah mikrokontroler dengan menggunakanpemrograman bahasa C. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah sistem pengendali pada pemanaspemanggang dengan logika fuzzy, sehingga proses roasting biji kopi dapat bekerja secara otomatis. Hasilpenelitian ini adalah sebuah prototype yang merepresentasikan sistem kerja pengendali pemanas pemanggangkopi menggunakan logika fuzzy.
(Penulis)Kata kunci: pemanggang kopi, fuzzy, mikrokontrollerAdnan Rafi Al-Tahtawi (Program Studi Teknik Komputer, Politeknik Sukabumi)Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah pada MATLAB/SimulikINKOM, 10(2) 2016: 75-80
Kendaraan listrik merupakan jenis kendaraan yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusiudara. Saat ini penelitian terkait kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, masih terus dilakukan baik secarasimulasi maupun eksperimen langsung. Pada makalah ini, akan dimodelkan dan disimulasikan mobil listrikmenggunakan MATLAB/Simulink berbasis motor arus searah (MAS). Interaksi antara roda mobil denganpermukaan jalan dapat disimulasikan menggunakan dua buah MAS yang saling terhubung sumbu putarnya.MAS1 dan MAS2 berturut-turut diasumsikan sebagai motor listrik dan profil jalan. Masukan pada MAS1adalah profil kecepatan dan masukan MAS2 adalah profil sudut kemiringan jalan. Dengan digunakannya modelini, besarnya konsumsi daya yang diperlukan oleh mobil listrik untuk setiap skenario yang dirancang dapatdiamati dengan mudah.
(Penulis)Kata kunci: Mobil listrik, daya, motor arus searah (MAS), MATLAB/Simulink
iv •
Volume 10, No 2 2016
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biayaYudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan (Pusat Penelitian Elektronika dan Instrumentasi -LIPI)Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya udang berbasis WSN dan IoTINKOM, 10(2) 2015: 81-86
Dalam tulisan ini dijelaskan desain dan pengembangan sistem online monitoring kualitas air berbasiswireless sensor network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Sistem ini didesain dan dikembangkan untukmemantau parameter DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity, dan temperatur pada budidaya udang. Sistemterdiri dari beberapa node sensor dengan komponen utama arduino uno yang terhubung dengan Xbee boarddan master board dengan komponen utamanya adalah Raspberry Pi 2 (RPi2) board dan Xbee. Data dikirimdari masing-masing node ke RPi2 menggunakan jaringan WSN dengan paket data yang dilengkapi denganmasing-masing ID, setelah itu data disimpan di database internal RPi2 dan ditampilkan di graph. Timer updateserver digunakan untuk update data dari RPi2 ke server menggunakan jaringan internet melalui wifi. Data diserver dapat dilihat menggunakan website, selain itu juga data dapat dilihat pada aplikasi Telegram Messengeryang ter-install di perangkat ponsel. Program RPi2 dikembangkan menggunakan bahasa python dan komponenmatplotlib. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem memiliki prospek yang besar dan dapat digunakanuntuk keperluan budidaya udang dengan memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu. Data hasilpengumpulan tersebut dapat digunakan untuk penelitian dan analisa lebih lanjut.
(Penulis)Kata kunci: budidaya udang, Internet of Things, kualitas air, sensor, wireless sensor networkWiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy (Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG)Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview dan Penentuan Potensi Tsunami MenggunakanDuration RuptureINKOM, 10(2) 2016: 87-105
Sistem monitoring gempa bumi dan tsunami diperlukan untuk memberikan informasi yang akuratmengenai parameter mekanisme sumber terjadinya gempa bumi. Pengembangan yang dilakukan menurutpembagian segmen tingkat aktivitas seismik untuk model kecepatan lokal di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesidan Papua. Model kecepatan ini bermanfaat untuk keakurasian penentuan parameter magnitude, koordinat,kedalaman dan waktu terjadinya gempa bumi. Beberapa tujuan pengembangan terbaru, diantaranya instalasihasil upgrading Jisview di stasiun pencatat gempa bumi BMKG yang ditempatkan di seluruh Indonesia(UPT), kemudian clustering pada processing data waveform menjadi beberapa segmen monitoring untuktujuan efisiensi dan akurasi pengunduhan data waveform. Dilakukan juga kompilasi pada beberapa softwarependukung seperti : Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control,Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc, media dissemination sebagai desaininstalasi ramah pengguna yang mudah dioperasikan staf monitoring gempa bumi. Lebih jauh, dilakukanvalidasi akurasi sistem monitoring gempa bumi dan penentuan potensi tsunami yang akurat melalui Tdur, Tddan T50x di Puslitbang BMKG. Pengembangan tersebut saling terintegrasi dalam penguatan pengembangansistem monitoring gempa bumi. Output dari informasi parameter gempa bumi yang di rilis secara near real-time adalah koordinat, waktu, magnitudo (Mw), kedalaman, strike, dip dan slip, sedangkan output informasipotensi tsunami yang di rilis adalah Td, Tdur, T50x, Td*Tdur dan Td*T50x.
(Penulis)Kata kunci: monitoring gempa bumi, penentuan potensi tsunami, durasi rupture
• v
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.Hilman Ferdinandus Pardede (Research Center for Informatics, Indonesian Institute of Sciences)Adaptive Feature Normalization for Speech Recognition Robust Against ReverberationINKOM, 10(2) 2016: 47-56
Reverberation degrades the performance of speech recognition significantly. Normalizing the featuresis arguably the most popular method to reduce the effect of reverberation on speech recognition. In previousworks, q-log spectral mean normalization (q-LSMN) has been shown effective to remove convolutional andadditive distortions in speech recognition. This method is an extension of traditional mean normalization on q-log domain. This method is extended in order to deal with reverberation and an adaptive technique to determinea suitable q in q-LSMN is proposed. Recognition results on digit recognition tasks for real recordings showthe proposed method improves the robustness of speech recognition against reverberation. It is better thantraditional techniques such as cepstral or log spectral mean normalization.
(Author)Keywords: feature normalization, q-logarithm, reverberation, automatic speech recognitionAntonius Bima Murti Wijaya (Christian Immanuel University)Criss-cross Algorithm and Branch and Bound in Integer Linear Programming, Case Study: FoodProductionINKOM, 10(2) 2016: 57-66
The Special Region of Yogyakarta on their reports of food situation analysis in 2014 by Body of FoodSecurity and Counseling told that there are 16 villages in category of vulnerable risk of food and 26 villages incategory of wary risk of food and nutrition. In food industry, then efficiency of food ingredients using has animportant role. This efficiency could also lead to profit for food industry. Integer linear programming becomethe mathematical view that suggested by this research to formulated the problem. Criss-cross algorithm willbe combined with branch and bound algorithm to solve the integer linear programming problem. The focusof this research is to applied both of the algorithm in the case of food production and finding the right boundcondition. This research succeeded to applied and combined the criss-cross and branch and bound algorithm.This research also defined 4 bounds condition that could be consider to diminish the branch while finding theoptimal integer value.
(Author)Keywords: criss-cross algorithm, branch and bound, integer linear programming
vi •
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, Arief Nur Rahman (Research Center for Electronics andTelecommunications, Indonesian Institute of Sciences)Heater Coffe Roaster Controller System Using Fuzzy LogicINKOM, 10(2) 2016: 67-74
Coffee roaster is commonly used for transforming the chemical and physical properties of green coffeebeans into roasted coffee products. The working principle of coffee roaster is roasting raw coffee beans ina rotating drum using high temperature for a limited period of time. One of roaster heater element is usingelectric system which is operated manually using switch or semi-automatic timer by an operator. Good tastecoffee is determined by excellent roasting process by an expert operator. Therefore, in this article a heaterelement control concept is introduced using fuzzy logic system. Fuzzy rules are build based on expertise orexperience of expert operator. Logic fuzzy is implemented with microcontroller using C. The purpose of thiswork is to develop fuzzy controller system for automatic heating of coffee roasting process. The output of thisresearch is a prototype which is represent of heater coffee roaster controller using fuzzy logic.
(Author)Keywords: coffe roaster, fuzzy, microcontrollerAdnan Rafi Al-Tahtawi (Politechnic Sukabumi)Modeling and Simulation of an Electric Vehicle Based on Direct Current Motor on MATLAB/SimulinkINKOM, 10(2) 2016: 75-80
Electric vehicle is one of vehicles which not have pollution due to environmental-friendly characteristic.Recently, the researches about electric vehicles, especially electric car, are still being conducted as well ashardware realization or software simulation. In this paper, modeling and simulation of an electric vehicle basedDirect Current Motors (DCMs) using MATLAB/Simulink will be presented. Interaction between vehicleswheels and the road can be simulated using two units of DCM with linked axis of rotation. DCM1 and DCM2are assumed respectively as electric motor drive and various road profiles. Input of DCM1 is speed profile,while the other is roads slope angle profile. Therefore, with using this model, the amount of power consumptionwhich is needed by the vehicle for each scenario designed can be observed easily.
(Author)Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
• vii
Volume 10, No 2, 2016
The descriptor given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan (Research Center for Electronics andTelecommunications, Indonesian Institute of Sciences)Online Water Quality Monitoring in Shrimp Aquaculture based on WSN and IoTINKOM, 10(2) 2016: 81-86
The paper describes the design and development of online water quality monitoring system based onwireless sensor network (WSN) and Internet of Things (IOT). The system has been designed and developed tomonitor some parameters such as Dissolved Oxygen (DO), pH, conductivity and temperature on a shrimpaquaculture. The system consists of several sensor nodes with the main components of an Arduino Unoconnected to XBee and a master board. The main components of master board are Raspberry Pi 2 (RPi2)and XBee board. Data were sent from each node to RPi2 using WSN with a data packet that comes with anunique ID. The data was stored in the internal database of the RPi2 and displayed in graph. Timer updateserver was used to update the data from RPi2 to a server using WiFi network. Data on the server can be viewedusing website, but it also can be seen using Telegram application installed in the mobile devices. The RPi2program was developed using Python language and matplotlib components. The experimental results showthat the system has great prospects and can be used for shrimp aquaculture by providing information that isrelevant and timely. The collected data can be used for further research and analysis.
(Author)Keywords: Development Current Enterprise, General Hospital Bandung, inpatient servicesWiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy (Research Center and Development BMKG)Information System on Jisview Earthquake Monitoring and Tsunami Potential Determination usingDuration RuptureINKOM, 10(2) 2016: 87-105
Information systems in the earthquake and tsunami monitoring is required to provide accurateinformation regarding the occurrence of the earthquake source mechanism parameters. Development is doneby dividing the segment level seismic activity for the local velocity model in Sumatra, Java, Bali, Sulawesiand Papua. The velocity model is useful for determining the accuracy of the parameter magnitude, coordinates,depth and time of occurrence of earthquakes. Some of the latest development goals, including the installationof upgrading Jisview result in earthquake recording station BMKG placed throughout Indonesia (UPT), thenclustering in the data processing waveform into several segments for the purpose of monitoring the efficiencyand accuracy of waveform data download. Do also compile on some supporting software such as: Azmtak,VB 6.0, SQLyog, M Visual C ++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data DynamicsActive Report, MySql connector odbc, media dissemination as installation design user friendly easy to operatestaff monitoring earthquakes. Furthermore, validated the accuracy of the monitoring system of earthquakeand tsunami accurate determination of potential through Tdur, Td and T50x at the Center for BMKG. Thedevelopment of an integrated, in strengthening the development of earthquake monitoring system. Output ofearthquake parameter information to be released in near real-time is coordinates, time, magnitude (Mw), depth,strike, dip and slip, while the output potential of tsunami information in the release is, Td, Tdur, T50x, Td *Tdur and Td * T50x.
(Author)Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
viii •
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk SistemPengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema
Adaptive Feature Normalization for Speech Recognition RobustAgainst Reverberation
Hilman Ferdinandus Pardede1
1 Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, IndonesiaEmail: [email protected]
Abstract
Reverberation degrades the performance of speech recognition significantly. Normalizing the features is arguably themost popular method to reduce the effect of reverberation on speech recognition. In previous works, q-log spectral meannormalization (q-LSMN) has been shown effective to remove convolutional and additive distortions in speech recognition.This method is an extension of traditional mean normalization on q-log domain. This method is extended in order todeal with reverberation and an adaptive technique to determine a suitable q in q-LSMN is proposed. Recognition resultson digit recognition tasks for real recordings show the proposed method improves the robustness of speech recognitionagainst reverberation. It is better than traditional techniques such as cepstral or log spectral mean normalization.
Keywords: feature normalization, q-logarithm, reverberation, automatic speech recognition
Abstrak
Gema menurunkan performa sistem pengenalan ucapan (SPU) atau automatic speech recognition secara signifikan.Salah satu teknik yang paling populer untuk mengurangi efek gema adalah dengan menormalisasi fitur pada SPU.Pada penelitian sebelumnya, q-log spectral mean normalization (q-LSMN) telah diperkenalkan untuk mengurangi efekdistorsi aditif dan convolutif. Metode ini merupakan pengembangan teknik normalisasi konvensional pada domain q-log.Metode ini dikembangkan untuk mengurangi efek gema dan teknik adaptif untuk menentukan nilai q terbaik untuk q-LSMN diperkenalkan. Hasil percobaan pada pengenalan angka (digit recognition) menunjukkan bahwa teknik tersebutmeningkatkan ketahanan SPU terhadap gema. Metode ini lebih baik dibandingkan metode normalisasi konvensionalseperti cepstral mean normalization dan log spectral mean normalization.
Kata kunci: normalisasi fitur, q-logarithma, gema, sistem pengenalan ucapan
1. Pendahuluan
Aplikasi sistem pengenalan ucapan (SPU) atauautomatic speech recognition pada kondisi bebasgenggam (hands-free) yang memungkinkanmanusia berinteraksi dengan SPU tanpamenggunakan tangan, semakin diminati belakanganini [1]. Contohnya pada applikasi rumah otomatis,mobil pintar, atau robot. Pada aplikasi ini,SPU harus dapat beroperasi dimana terdapatgema/gaung, derau, ataupun adanya pembicara lain.Gema merupakan salah satu tantangan tersulit danmemiliki efek yang sangat besar dalam menurunkanperforma SPU [2], [3], [4].
Received: 8 August 2016; Revised: 21 December 2016; Accepted: 23September 2016; Published online: 22 February 2017 c© 2016INKOM 2016/16-NO475 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.475
Untuk meningkatkan performa SPU terhadapgema, berbagai metode telah diperkenalkan dalambeberapa dekade terakhir. Metode-metode inisecara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua:metode berbasis front-end (FE) dan berbasisback-end (BE). Metode berbasis FE bertujuanuntuk menghilangkan gema dari sinyal ucapansehingga fitur yang dihasilkan mendekati fitur yangdihasilnya sinyal ucapan bersih (tanpa gema).Metode ini biasanya beroperasi di domainsinyal, spektrum, ataupun fitur. Di domainsinyal, contohnya adalah penggunaan multi-microphone [5], [6], [7] dan menemukan inversedari room impulse response (RIR) [8], [9], [10].Di domain spektrum, teknik speech enhancementseperti spectral subtraction, dan Ephraim Malah(EM) [11] biasanya digunakan. Sementara itu,Vector Taylor series (VTS) [12] and missing datatheory [13] adalah beberapa contoh penggunaan
INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
metode berbasis FE di domain fitur. Metode-metode berbasis FE biasanya memerlukan estimasiRIR, reverberation time (T60) dan/atau estimasispektrum gema. Parameter-parameter ini umumnyabersifat non-stationary dan dapat berubah-ubahdipengaruhi berbagai faktor, misalnya pergerakanpembicara, variabilitas ruangan, dan karakteristiksinyal ucapan yang bersifat quasi-stationary. Olehkarena itu, sulit mendapatkan estimasi yang baikdari paramenter-parameter tersebut. Sementara itu,metode berbasis BE berusaha mengadaptasi modelakustik yang biasanya diperoleh untuk keadaantanpa gema, kepada kondisi dengan gema. Metode-metode berbasis BE antara lain dengan melatihkembali (retraining) model akustik dengan sinyalucapan bergema [14], menggunakan maximum aposteriori (MAP) [15], dan maximum likelihoodlinear regression (MLLR) [16] sebagai teknikadaptasi. Akan tetapi, mengadaptasi model kedalamkondisi bergema mengakibatkan model akustikyang diperoleh menjadi sangat dipengaruhi olehruangan, sehingga performa SPU dapat menurunketika SPU digunakan diruangan lain denganparameter ruangan yang berbeda.
Mel-Frequency Cepstral Coeffient (MFCC) [17]dapat dikatakan sebagai fitur yang paling seringdigunakan untuk SPU. MFCC diperoleh denganmelakukan analisis waktu pendek (sekitar 20-50 ms), dengan asumsi sinyal ucapan bersifatstationary selama periode tersebut. MFCCmenggunakan skala Mel dan fungsi logaritma(log) untuk mengadopsi sistem pendengaranmanusia dan mengompresi fitur. Fungsi logdigunakan karena fungsi ini bersifat homomorphic,dapat mentransformasi operasi perkalian menjadipenjumlahan. MFCC menunjukkan performa yangbaik untuk kondisi bersih, namun performanyasangat tidak tahan ketika terdapat gema, ataupunderau. Salah satu alasannya adalah penggunaan logyang sangat sensitif pada daerah dimana spektrummemiliki energi yang rendah. Daerah ini merupakantempat dimana informasi dari sinyal ucapan berada.Selain itu, pola sinyal ucapan bersifat kompleks.Unit dari ucapan berupa kata atau fonem memilikidurasi yang berbeda-beda yang dapat lebih pendekatau lebih panjang dari periode analisis pada MFCC(yakni sekitar 20ms). Oleh karena itu, pada domainspektral, komponen spektral dari sinyal ucapanmemiliki korelasi satu sama lain. Ketika sinyalucapan dipengaruhi gema, energi spektra menjaditersebar lebih panjang, mengakibatkan korelasinyamenjadi lebih tinggi.
Keterbatasan MFCC menyebabkan banyakpenelitian telah memperkenalkan fitur-fitur lainsebagai pengganti MFCC, misalnya minimumvariance distortion-less response (MVDR) [18],[19]. Fitur ini diperoleh dengan menggunakan FIRfilter pada sinyal ucapan sehingga sinyal keluaran
memiliki unit gain. Dengan demikian, pengaruhbias dan variance dapat dikurangi. Frequency-domain linear prediction (FDLP) adalah contohfitur lain [20]. Pada fitur ini linear predictiondigunakan pada sinyal pita sempit (narrow-band)untuk memperoleh temporal-envelope sinyalucapan tersebut. Sehingga dengan menormalisasisinyal tersebut, efek gema dapat dikurangi. Sinyalpita sempit digunakan agar periode analisis lebihpanjang dibandingkan T60 sehingga gema dapatdiasumsikan sebagai gain terhadap sinyal bersih.
Pendekatan lain untuk fitur baru adalahpenggunaan fungsi akar menggantikan log padaekstraksi fitur [21]. Perceptually linear prediction(PLP) [22] adalah salah satu contoh penggunaanfungsi akar. Power normalized cepstral coefficient(PNCC) [23] adalah contoh lain fitur yangmenggunakan fungsi akar. PNCC telah terbuktilebih tahan terhadap distorsi dari lingkungandibandingkan MFCC, PLP, dan MVDR, serta teknikspeech enhancement seperti VTS [24], [25]. PNCCmemiliki proses ekstraksi fitur yang menyerupaiMFCC, kecuali dalam tiga hal. Pertama, PNCCmenggunakan Gammatone filterbank sedangkanMFCC menggunakan mel filterbank. Kedua,PNCC memiliki teknik penghilang noise: mediumduration power bias subtraction and power peaknormalization dan ketiga, PNCC menggunakanfungsi akar menggantikan log pada MFCC.
Efektifitas fitur berbasis fungsi akar dibandingkanlog dikarenakan fungsi akar lebih tidak sensitifterhadap perubahan pada spektra berenergi rendahseperti log [26]. Akan tetapi performa fitur berbasisfungsi akar sangat tergantung dengan tekniknormalisasi yang digunakan [27], [28]. Tekniknormalisasi konvensional [27], bukanlah teknikterbaik untuk fitur ini karena sifat properti fungsiakar tidak sama dengan log.
Fungsi q-logarithma (q-log) adalah merupakancontoh fungsi akar dan generalisasi fungsi naturallogaritma (log). Fungsi ini banyak digunakandalam statistika Tsallis [29], [30]. Dalam statistikaTsallis, fungsi ini digunakan untuk menjelaskanfenomena non-extensive pada sistem kompleks.Teknik normalisasi berbasi fungsi q-log based telahdiperkenalkan [31], [32]. Teknik ini dinamakanq-log spectral mean normalization (q-LSMN),menggunakan sifat/properti fungsi q-log danterbukti efektif mengurangi efek derau additifdan convolutif. Pada studi ini, hanya satu nilai qyang digunakan yang ditentukan secara empiris.Beberapa studi mengindikasikan, penggunaan akarlebih dari satu lebih baik dibandingkan penggunaannilai akar tunggal [33], [34].
Pada makalah ini, metode q-LSMNdikembangkan untuk mengatasi masalah gema padaSPU dan teknik adaptif untuk menentukan nilai qdiperkenalkan. Teknik adaptif ini memungkinkan
48 • INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
dilakukan berbagai kompresi pada bagian berbedasinyal ucapan. Hasil evaluasi menunjukkan teknikini lebih baik dibandingkan penggunaan nilai qtunggal dan berbagai teknik normalisasi lainnya.
2. Formulasi Masalah: Efek Gema TerhadapSinyal Ucapan
Gema, yang ditandai dengan room impulseresponse (RIR), biasanya dimodelkan memilikirelasi konvolusi dengan sinyal ucapan padadomain waktu. Hubungan antara sinyal bersihx(t), terdistorsi oleh gema dengan RIR h(t) dansinyal terdistorsi y(t) dapat diformulasikan sebagaiberikut:
y(t) = h(t) ∗ x(t). (1)
RIR ditentukan oleh parameter reverberation time(T60). T60 adalah waktu yang dibutuhkan olehsinyal ucapan untuk berkurang sebesar 60 desibeldibawah level normalnya. Walaupun sinyal ucapandan gema adalah konvolutif di domain waktu,hubungan keduanya tidak menjadi multiplikatifdi domain frekuensi ketika T60 lebih besardibandingkan periode analisisnya yang biasanyasebsar 2050 ms. Untuk memudahkan analisis,RIR dapat dibagi menjadi 2, gema awal (earlyreverberation) dan gema akhir (late reverberation)berdasarkan kapan sinyal tersebut mencapaimicrophone. Secara matematis dapat dituliskansebagai berikut:
h(t) =
{he(t) for 0 ≤ t < td;hl(t) for t ≥ td,
(2)
dimana he dan hl merepresentasikan gema awal dangema akhir, td adalah nilai yang digunakan untukmembedakan gema awal dan gema akhir. Persamaan1 dapat ditulis menjadi:
y(t) =
td∑
τ=0
he(τ)s(t−τ)+
T∑
τ=td
hl(τ)s(t−τ). (3)
Dengan menggunakan Short-time FourierTransform (STFT) terhadap Persamaan 3, dandengan mengasumsikan td lebih kecil dari panjangjendela analisis, Persamaan 3 dapat dituliskandalam domain frekuensi sebagai berikut:
|Y (m, k)| = |X(m, k)||He(k)|+ λ(m, k), (4)
dimana |Y (m, k)| dan |X(m, k)| adalah spektramagnitude dari y(t) dan x(t) pada frame ke-m danindex frekuensi k. |He(k)| adalah spectra magnitideuntuk he(t) dan notasi λ(m, k) merepresentasikanspektra gema akhir yang dapat dijabarkan sebagaiberikut:
λ(m, k) =
L∑
t=td
|X(m− t, k)||Hl(m, k)|, (5)
dimana |Hl(m, k)| adalah spektra magnitudedari hl(t). Berdasarkan persamaan 4, gema dapatmemiliki relasi multiplikatif dan additif terhadapsinyal ucapan ketika RIR memiliki T60 yangpanjang. Gema awal bersifat stationary danmemiliki pengaruh kecil terhadap performa SPUsedangkan gema akhir bersifat non-stationarydan memiliki pengaruh yang signifikan terhadappenurunan performa SPU. Untuk memudahkansolusi untuk persamaan 4, λ(m, k) dan |X(m, k)|diasumsikan tidak tercorelasi.
3. Normalisasi Fitur pada Sinyal UcapanTerdistorsi Gema
3.1. Metode Normalisasi Fitur Konvensional
Metode normalisasi konvensional dilakukan denganmengurangkan fitur dengan nilai rata-rata fiturtersebut. Metode normalisasi tradisional sepertiContoh teknik normalisasi konvensional adalahCepstral mean normalsation (CMN) [35], [36] danlog spectral mean normalisation (LSMN) [37].Kedua metode ini bekerja erdasarkan prinsip yangsama namun dilakukan di domain yang berbedayaitu cepstral dan log. Metode ini efektif untukmenghilangkan efek gema awal, yaitu hanya ketikaT60 adalah relatif singkat [38], [39], [40]. Namun,metode ini tidak efektif menghilangkan gema akhirseperti dijelaskan sebagai berikut. Sinyal ucapandan gema adalah multiplikatif di domain spektralsehingga keduanya menjadi aditif di domain log.Dinotasikan:
α(m, k) = 1 +λ(m, k)
|X(m, k)||He(k)| . (6)
Maka persamaan 4 menjadi:
|Y (m, k)| = |X(m, k)||He(k)|α(m, k). (7)
Dengan mengambil log dari persamaan 7, maka 7dapat dituliskan menjadi:
y(m, k) = x(m, k) + he(k) + α(m, k), (8)
dimana y, x, he , dan α adalah log spektrum dariY , X , He dan α. Dengan menormalisasi persamaan8, diperoleh:
y(m, k) = x(m, k) + α(m, k) (9)
dimana x = x − x dan α = α − α, adalah hasilnormalisasi mean dari x and α. Karena gema awalbersifat stationary, melakukan normalisasi dapatmenghilangkannya. Akan tetapi, gema akhir tidakdapat dihilangkan.
3.2. Q-Logaritma
Fungsi q-log dari variable x didefinisikan sebagaiberikut:
logq(x) =x1−q − 1
1− q . (10)
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede • 49
-5
-2.5
0
2.5
5
0 1 2 3 4 5
Logq(x
)
x
q = 0q = 0.5
q =1q = 1.5
q =2
Figure 1. Fungsi q-logarithma terhadap variable xuntuk berbagai nilai q.
Fungsi ini asimtotik mendekati logaritma naturalketika q mendekati 1 seperti terlihat pada Gambar1. Inverse dari fungsi ini disebut fungsi q-eksponensial, didefinisikan sebagai berikut:
expq(x) = (1 + (1− q)x)1
1−q . (11)
Fungsi q-log telah diterapkan di beberapa bidang,misalnya dalam pengolahan sinyal ucapan [41],dalam statistika Tsallis [29], [30]. Fungsi q-log menyediakan platform non-aditif saat q 6=1 [42], [43]. Dalam Tsallis statistik, platformini digunakan untuk menjelaskan fenomena non-ekstensif yang banyak ditemukan dalam berbagaisistem yang kompleks dalam fisika, biologi,ekonomi, keuangan, dll. Fenomena non-ekstensif inidisebabkan adanya korelasi yang belum diketahui.Parameter q digunakan dan ditentukan secaraempiris agar perilaku sistem dapat dijelaskan.
3.3. Efek Normalisasi Konvensional TerhadapFitur Berbasis Q-Log
Untuk fitur berbasis q-log, Hasi normalisasifitur dengan teknik normalisasi konvensionalmenghasilkan fitur sebagai berikut, dengan asumsisinyal ucapan dan gema akhir tidak berkorelasi(indeks frame dan frekuensi diabaikan):
yq =(1 + (1− q)heq
)(xq + αq + (1− q)xqαq) ,
(12)
dimana heq adalah spektrum q-log dari |He|,xq dan αq adalah fitur yang ternormalisasidari xq dan αq.Dari persamaan 12 jelas bahwamenerapkan metode normalisasi konvensional tidakmenghilangkan komponen gema awal dan akhir.Gema awal masih menjadi gain terhadap sinyalucapan. Oleh karena itu normalisasi gain biasanyaditerapkan pada fitur berbasis fungsi root sepertipada PNCC [23]. Pada PNCC, Dalam PNCC, powerpeak normalisation dan power bias subtractionditerapkan sebelum dinormalisasi. Ini menyebabkanefek derau dan derau konvolutif seperti gema awalberkurang.
3.4. Q-Log Mean Normalization (Q-LSMN)
Q-LSMN pada yq diformulasikan sebagai berikut:
yq =yq − yq
1 + (1− q)yq, (13)
dimana yq adalah hasil normalisasi setelah q-LSMNdan yq adalah nilai rata-rata (mean) dari yq. Perludiingat, akibat perbedaan sifat dan properti dari q-log dan log maka rata-rata aritmatikal yq di domainspektrum bukanlah rata-rata geometris ketika q 6= 1,melainkan diformulasikan sebagai berikut:
yq =1
M
M∑
m=1
yq(m, k)
=1
Mlogq (|X(1, k)| ×q ...×q |X(M,k)|) ,
(14)
dimana M adalah jumlah total dari frame dan ×qmerupakan generalisasi dari operator perkalian [43],[42] yang didefinisikan sebagai berikut:
a×q b =(a1−q + b1−q − 1
) 11−q (15)
Dari persamaan 14 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata y berada diantara nilai rata-rata aritmatis danrata-rata geometris ketika q adalah antara 0 dan 1.
Ketika q-LSMN diterapkan kepada sinyal ucapanterdistorsi gema, dengan mengambil q-log padapersamaan 7 dan menerapkan q-LSMN sepertipada persamaan 13, dan mengasumsikan sinyalucapan dan gema tidak terkorelasi, maka, spektrumternomalisasi hasil q-LSMN adalah sebagai berikut:
yq =xq
1 + (1− q)αq
+αq + (1− q)xqαq
(1 + (1− q)αq) (1 + (1− q)xq).
(16)
Dapat dilihat bahwa hasil normalisasi menggunakanq-LSMN tidak memerlukan normalisasi gain sepertipada PNCC. Berdasarkan persamaan (16), makaketika q = 1, q-LSMN identik dengan LSMN danαq yang merupakan representasi dari gema akhirtidak dapat dihilangkan. Ini juga mengonfirmasiketerbatasan fungsi log untuk gema akhir. Ketikaq < 1 digunakan, maka nilai rata-rata aritmatisdari yq lebih tinggi dari nilai rata-rata q = 1dan efek q-LSMN dapat dianalisa sebagai berikut.Jika sinyal ucapan memiliki energi yang lebihbesar dibandingkan gema, atau secara matematisdapat dituliskan xq � αq, maka energi sinyalbersih dapat menekan gema tersebut (lihat bagiankedua persamaan (16). Akibatnya efek gema akhirakan berkurang. Ini bisa terjadi dibagian sinyalucapan yang berisi suara (seperti bunyi vokal ataukonsonan bersuara seperti nasal). Sebaliknya ketika
50 • INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
Figure 2. Diagram blok proses ekstraksi dari metode yang diusulkan.
energi sinyal ucapan lebih kecil, xq � αq, makabagian pertama dari persamaan (16) akan menjadisangat kecil dan sinyal menjadi didominasi oleh αq
yang akan teramplifikasi. Ini umumnya terjadi padasinyal yang berisi konsonan tidak bersuara sepertibunyi letup (b, p, t, d) dan desis (f, s). Hal inimengindikasikan bahwa nilai q harus dipilih secarahati-hati, dan nilai q harus dibedakan untuk sinyalyang memiliki energi rendah dan energi tinggi.
Dimotivasi hal ini, maka diusulkan penggunaandua nilai q yang berbeda untuk daerah berenergitinggi dan rendah. Untuk mengidentifikasi haltersebut dapat dilakukan dengan mengenali apakahsinyal berisi informasi konsonan atau vokal. Akantetapi hal tersebut, sehingga untuk mengidentifikasisuatu sinyal berdasarkan apakah sinyal tersebutmerupakan puncak dari spektrum atau lembah.Tentu hal ini dengan asumsi bahwa efek gematidak mengubah informasi lembah atau puncaksuatu sinyal. Lebih detail mengenai metode ini akandijelaskan dibagian selanjutnya.
4. Metode
Pada bagian sebelumnya, telah ditunjukkanbahwa penerapan q yang berbeda untuk bagianyang berbeda dari sinyal ucapan berpotensimeningkatkan ketahanan fitur terhadap gemadibandingkan penggunaan nilai q tunggal. Hal inimenjadi motivasi untuk mengembangkan teknikadaptif untuk menentukan nilai q. Fokus makalahini adalah penggunaan dua nilai q yang berbeda
yang akan diterapkan pada lembah spektrum danpuncak spektrum. Penentuan apakan suatu spektrummasuk kategori lembah atau puncak adalah denganmenentukan apakah power dari spektrum darispektrum tersebut lebih rendah atau lebih tinggidari nilai rata-rata geometris dari setiap ucapan.Ketika power spektrum lebih rendah dari nilairata-rata tersebut, spektrum tersebut dikategorikanlembah sedangkan ketika power spektrum lebihbesar dikategorikan sebagai puncak. Nilai q = 0, 8diberikan untuk daerah lembah, sedangkan q = 0untuk puncak spektrum. Nilai ini berdasarkanpengamatan empiris bahwa pasangan nilai inimencapai kinerja terbaik. Metode ini dinamakanteknik adaptif q-log spectral mean normalization(dinotasikan sebagai q-LSMN A).
Gambar 2 menunjukkan ekstraksi fitur dariq-LSMN A. Pertama, sinyal ucapan dilewatkanmelalui filter pre-emphasis, 1 − 0, 97z−1 dankemudian Hamming window diterapkan padaoutput dari filter pre-emphasis. Untuk setiap frame,panjang jendela (frame-length) adalah 25 ms danpergeseran setiap frame (frame-shift) adalah 10 ms.Untuk setiap frame,, Fast Fourier Transform (FFT)diterapkan dan kemudian diambil spektrum powerdengan mengkuadratkan magnitude dari keluaranFFT. Setelah itu, untuk setiap frame ditentukanapakah nilai spektrum power lebih tinggi atau lebihrendah dari rata-rata geometrisnya. Nilai rata-rataini ditentukan secara offline untuk setiap kalimat.Kemudian nilai q yang sesuai dipilih. Kemudian,
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede • 51
10
15
20
25
30
0 0.2 0.4 0.5 0.6 0.8 1.0
WE
R (
%)
q
Figure 3. Kinerja q-LSMN ketika hanya satu nilai qyang diterapkan. Hasil yang ditampilkan adalah nilairata-rata WER untuk semua mikrofon. Kinerja terbaikdiperoleh ketika q = 0, 5
spektrum ditransformasi ke domain q-log dan q-LSMN diterapkan sesuai dengan nilai q masing-masing spektrum. Setelah normalisasi, fitur yangkemudian diubah kembali ke domain spektral.Dalam makalah ini, MFCC tetap digunakan sebagaifitur akhir, untuk menunjukkan bahwa efek padakinerja ASR dikarenakan oleh metode normalisasi,bukan karena efek transformasi ke domain q-logsemata.
5. Percobaan5.1. Pengaturan Percobaan
Untuk evaluasi metode ini, Corpus Aurora-5digunakan [44]. Untuk pelatihan (training),digunakan standar set dari Aurora-5 untuk kondisitraining bersih, berisi 8623 kalimat. Sedangkanuntuk testing (Pengujian) digunakan set MeetingRecorder Digit (MRD). MRD adalah bagian dariAurora-5 basis data yang terdiri dari rekaman nyata2400 ucapan-ucapan dari 24 pembicara dalamruang rapat, dengan total total 7800 kalimat. Setiapset direkam menggunakan 4 mikrofon yang berbeda(berlabel 6, 7, E, F) ditempatkan di tengah-tengahmeja. Data ini mengandung sedikit derau.
5.2. Sistem Pengenalan Ucapan (SPU)
SPU dibangun berbasis Hidden Markov Model(HMM) menggunakan Hidden Markov Modeltoolkit (HTK) [45]. Sebagai fitur, digunakan 39dimensi fitur yang meliputi 13 statis MFCC,(dengan zeroth cepstra) ditambah turunan pertamadan keduanya (fitur delta dan delta-delta). KinerjaASR adalah diukur sebagai tingkat kesalahan kata(word error rate atau disingkat WER). Sebagaiperbandingan, berbagai metode dan fitur laindigunakan, antara lain ceptral mean normalisation(CMN), mean variance normalisation (MVN), danPNCC. Untuk PNCC, kami menerapkan dimensiyang sama (13 dimensi fitur statis + pertama danturunan kedua).
Table 1. Perbandingan kinerja q-LSMN A dan q-LSMNpada q = 0, 5 (q-LSMN memiliki kinerja terbaik pada q =0, 5 ketika hanya satu nilai q yang dipakai)
MethodMIC
AVE6 7 E F
Q-LSMN A 10,97 16,66 17,49 12,78 14,48
Q-LSMN 14,55 21,61 21,81 15,86 18,46
Table 2. Perbandingan kinerja q-LSMN A dan beberapametode-metode lain
MethodMIC
AVE6 7 E F
MFCC 34,15 51,70 36,87 31,49 38,55
CMN 25,33 35,85 33,36 25,48 30,01
MVN 25,74 33,71 31,93 26,50 29,47
PNCC 10,37 14,31 16,00 13,15 13,46
Q-LSMN A 10,97 16,66 17,9 12,78 14,48
Untuk HMM, digunakan 8623 kalimat denganrasio sampling (sampling rate) 8 kHz untuk melatihHMM untuk setiap digit. Setiap digit dimodelkanmenggunakan HMM kiri-ke-kanan yang terdiridari 16 state dan masing-masing state dimodelkandengan Gaussian Mixture model (GMM) dengan4 mixtures. Untuk model jeda, “sil”, dimodelkandengan tiga states HMM dan masing-masingstate dimodelkan dengan GMM yang memiliki 4mixtures.
5.3. Hasil Percobaan dan Analisa
Gambar 3 menunjukkan kinerja q-LSMN ketikahanya 1 nilai q yang diterapkan. Peningkatanperforma dapat dicapai ketika q 6= 1, ketikaq-log sama dengan log. Hasil ini mengkonfirmasipenggunaan fungsi power lebih baik dibandingkandengan log. Dapat dilihat performa terbaikdiperoleh ketika q = 0, 5. Berdasarkan Tabel 5.3.,q-LSMN A mendapatkan pengurangan rasio WER(error rate reduction atau disingkat ERR) sebesar51,80% dibandingkan q-LSMN ketika q = 1 dan21,54% EER untuk q = 0, 5, dimana q-LSMNmendapatkan performa terbaik.
Dibandingkan metode lainnya seperti CMN,LSMN, dan MVN, q-LSMN A menghasilkanperforma lebih baik dibandingkan ketiganya (Table2). Hasil ini menunjukkan q-LSMN A lebih efektifuntuk mengurangi efek gema dibandingkan CMNdan LSMN. CMN dan LSMN (sama dengan q-LSMN ketika q = 1) memiliki performa yangsedikit berbeda. Hal ini tidak begitu mengherankankarena operasional CMN dan LSMN memilikidomain operasi yang berbeda: CMN beroperasi
52 • INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
600 650 700 750 800 850 900
C0
frames
(a) MFCC
cleanreverberated
600 650 700 750 800 850 900
C0
frames
(b) MFCC+CMN
600 650 700 750 800 850 900
C0
frames
(c) PNCC
600 650 700 750 800 850 900C
0
frames
(d) MFCC+q-LSMN_A
Figure 4. Perbadingan C0 (zeroth cepstral) dari sinyal ucapan bersih dan sinyal ucapan terkontaminasi gema.
pada mel filterbank sementara LSMN pada lineardomain spektral, dan karenanya panjang dari kanalfrekuensi yang berbeda. Dibandingkan denganCMN, q-LSMN A mencapai 51,75% ERR.
Secara rata-rata, q-LSMN A sedikit lebih burukdari PNCC. Hasil ini dapat dijelaskan menggunakanGambar 4. Pada gambar ini, ketidakcocokan(mismatch) antara sinyal ucapan bersih danbergema di zeroth cepstra (C0) untuk beberapafitur: MFCC, MFCC + CMN, MFCC + q-LSMN A,dan PNCC, dibandingkan. Terlihat jelas bahwaq-LSMN A memiliki mismatch (ketidakcocokan)lebih kecil dari CMN. Dibandingkan denganPNCC, dapat dilihat bahwa q-LSMN A memilikimismatch yang lebih kecil untuk puncak spektrum,tetapi mismatch untuk lembah spektral lebih besar.Namun demikian, hasil ini juga mengonfirmasibahwa keuntungan menerapkan q = 0 padapuncak spektrum. Pada lembah spektral, q-LSMN A terlihat tidak seefektif pada puncakspektrum. Ini mungkin dikarenakan energi dariframe sebelumnya dapat mempengaruhi seluruhucapan karena ekor gema yang sangat panjang.Ini terjadi pada kondisi apabila SPU digunakanpada ruangan dengan ukuran yang besar. Olehkarena itu, energi dari lembah dapat bertambahdan mereka salah diidentifikasi sebagai puncakdan nilai q yang dipilih menjadi tidak tepat. Olehkarena itu, spektrum menjadi overcompressed danmismatch akan menjadi lebih besar. Untuk PNCC,perlu diingat bahwa selain normalisasi, PNCC jugamencakup beberapa proses tambahan dalam prosesekstraksi fitur diantaranya teknik menghilangkan
derau seperti power peak normalization dan powerbias subtraction. Proses-proses tambahan ini inijuga bisa berkontribusi atas performa PNCC.
6. Kesimpulan
Dalam makalah ini, metode q-LSMN untukmengurangi efek gema pada SPU telahdiperkenalkan. Metode ini merupakanpengembangan dari q-LSMN yang merupakanteknik normalisasi dalam kerangka fungsi q-log.Tenik adaptif untuk menentukan nilai q merupakankontribusi terutama pada makalah ini. Penggunaandua nilai q: q = 0 ketika spektrum power lebihtinggi dari nilai rata-rata geometrinya sementaraq = 0, 8 untuk lembah spektrum dimana nilaispektrum power lebih rendah dibandingkan nilairata-rata spektrum. Hasil eksperimen menunjukkanmetode ini lebih ampuh untuk menghilangkanefek gema pada SPU dibandingkan ketika hanyasatu nilai q yang digunakan. Metode ini juga lebihbaik daripada teknik normalisasi tradisional sepertiCMN dan MVN dan memiliki performa sebandingkinerja dengan PNCC.
Metode ini belum dapat diaplikasikan secarareal-time karena membutuhkan informasi tentangspektrum di masa depan. Oleh karena itu teknikimpelemtasi real-time menjadi rencana masa depanstudi ini. Pengamatan empiris terhadap hasilpercobaan mengindikasikan adanya pengaruh luasruangan (hal ini berhubungan dengan parameterT60) dengan nilai q yang optimum. Hal ini menarikuntuk diselidiki untuk penelitian di masa yang akandatang.
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede • 53
References
[1] M. Wolfel and J. McDonough, Distant speechrecognition. Wiley, 2009.
[2] T. Yoshioka, A. Sehr, M. Delcroix, K. Kinoshita,R. Maas, T. Nakatani, and W. Kellermann, “Makingmachines understand us in reverberant rooms:Robustness against reverberation for automaticspeech recognition,” Signal Processing Magazine,IEEE, vol. 29, no. 6, pp. 114–126, Nov 2012.
[3] A. Sehr, E. A. Habets, R. Maas, and W. Kellermann,“Towards a better understanding of the effect ofreverberation on speech recognition performance,”in Internat. Workshop on Acoustic Echo and NoiseControl, 2010.
[4] E. Vincent, J. Barker, S. Watanabe, J. Le Roux,F. Nesta, and M. Matassoni, “The second ’CHiME’speech separation and recognition challenge: Anoverview of challenge systems and outcomes,” inIEEE Workshop on Automatic Speech Recognitionand Understanding, Dec 2013, pp. 162–167.
[5] J. Dennis and T. H. Dat, “Single and multi-channel approaches for distant speech recognitionunder noisy reverberant conditions: I2r’s systemdescription for the aspire challenge,” in 2015 IEEEWorkshop on Automatic Speech Recognition andUnderstanding (ASRU), Dec 2015, pp. 518–524.
[6] M. Wolf and C. Nadeu, “Channel selectionmeasures for multi-microphone speechrecognition,” Speech Communication, vol. 57,pp. 170 – 180, 2014.
[7] M. Omologo, P. Svaizer, and M. Matassoni,“Environmental conditions and acoustictransduction in hands-free speech recognition,”Speech Communication, vol. 25, no.13, pp. 75 – 95, 1998. [Online].Available: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167639398000302
[8] M. Miyoshi and Y. Kaneda, “Inverse filtering ofroom acoustics,” IEEE Trans. Acoust. Speech SignalProcess., vol. 36, no. 2, pp. 145–152, Feb 1988.
[9] I. Kodrasi, T. Gerkmann, and S. Doclo, “Frequency-domain single-channel inverse filtering for speechdereverberation: Theory and practice,” in 2014IEEE International Conference on Acoustics,Speech and Signal Processing (ICASSP), May 2014,pp. 5177–5181.
[10] S. Mosayyebpour, M. Esmaeili, and T. A. Gulliver,“Single-microphone early and late reverberationsuppression in noisy speech,” IEEE Transactions onAudio, Speech, and Language Processing, vol. 21,no. 2, pp. 322–335, Feb 2013.
[11] F. Xiong, B. T. Meyer, and S. Goetze, “A studyon joint beamforming and spectral enhancementfor robust speech recognition in reverberantenvironments,” in 2015 IEEE InternationalConference on Acoustics, Speech and SignalProcessing (ICASSP), April 2015, pp. 5043–5047.
[12] P. J. Moreno, B. Raj, and R. M. Stern, “A vectorTaylor series approach for environment-independentspeech recognition,” in Proc. IEEE Internat. Conf.on Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. 2,Atlanta, USA, May 1996, pp. 733 –736.
[13] K. J. Palomaki, G. J. Brown, and J. Barker,“Missing data speech recognition in reverberantconditions,” in Acoustics, Speech, and SignalProcessing (ICASSP), 2002 IEEE InternationalConference on, vol. 1, May 2002, pp. I–65–I–68.
[14] D. Giuliani, M. Matassoni, M. Omologo, andP. Svaizer, “Training of hmm with filtered speechmaterial for hands-free recognition,” in IEEEInternat. Conf. on Acoustics, Speech and SignalProcessing, vol. 1, Mar 1999, pp. 449–452 vol.1.
[15] J. Gauvain and C.-H. Lee, “Maximum a posterioriestimation for multivariate gaussian mixtureobservations of markov chains,” IEEE Trans.Speech and Audio Processing, vol. 2, no. 2, pp.291–298, Apr 1994.
[16] C. Leggetter and P. Woodland, “Maximumlikelihood linear regression for speaker adaptationof continuous density hidden markov models,”Computer Speech and Language, vol. 9, no. 2, pp.171 – 185, 1995.
[17] S. Davis and P. Mermelstein, “Comparison ofparametric representations for monosyllabic wordrecognition in continuously spoken sentences,”IEEE Trans. Acoust. Speech Signal Process.,vol. 28, no. 4, pp. 357 – 366, aug 1980.
[18] S. Dharanipragada and B. Rao, “Mvdr based featureextraction for robust speech recognition,” in IEEEInternat. Conf. on Acoustics, Speech and SignalProcessing, vol. 1, 2001, pp. 309–312 vol.1.
[19] M. Wolfel and J. McDonough, “Minimum variancedistortionless response spectral estimation,” IEEESignal Processing Magazine, vol. 22, no. 5, pp. 117–126, Sept 2005.
[20] S. Thomas, S. Ganapathy, and H. Hermansky,“Recognition of reverberant speech using frequencydomain linear prediction,” IEEE Signal ProcessingLetters, vol. 15, pp. 681–684, 2008.
[21] J. Lim, “Spectral root homomorphic deconvolutionsystem,” IEEE Trans. Acoust. Speech SignalProcess., vol. 27, no. 3, pp. 223 – 233, jun 1979.
[22] H. Hermansky, “Perceptual linear predictive (PLP)analysis of speech,” J. Acoust. Soc. Am., vol. 87,no. 4, pp. 1738–1752, 1990.
[23] C. Kim and R. M. Stern, “Power-normalizedcepstral coefficients (pncc) for robust speechrecognition,” in 2012 IEEE InternationalConference on Acoustics, Speech and SignalProcessing (ICASSP), March 2012, pp. 4101–4104.
[24] F. Kelly and N. Harte, “Auditory features revisitedfor robust speech recognition,” in Internat. Conf.Pattern Recognition, Aug 2010, pp. 4456–4459.
[25] G. Sarosi, M. Mozsary, P. Mihajlik, and T. Fegyo,“Comparison of feature extraction methods forspeech recognition in noise-free and in traffic noise
54 • INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
environment,” in Conf. Speech Technology andHuman-Computer Dialogue, May 2011, pp. 1–8.
[26] P. Alexandre and P. Lockwood, “Root cepstralanalysis: A unified view. application to speechprocessing in car noise environments,” SpeechCommun., vol. 12, no. 3, pp. 277 – 288, 1993.
[27] S. Baek and H. Kang, “Mean normalization ofpower function based cepstral coefficients forrobust speech recognition in noisy environment,” inIEEE Internat. Conf. Acoustics, Speech and SignalProcessing, May 2014, pp. 1735–1739.
[28] M. J. Hunt, “Spectral signal processing for ASR,” inIEEE Workshop Automatic Speech Recognition andUnderstanding, Colorado, USA, 1999, pp. 17–25.
[29] C. Tsallis, “Possible generalization of boltzmann-gibbs statistics,” J. Stat. Phys., vol. 52, pp. 479–487,1988.
[30] ——, “Nonadditive entropy: The concept and itsuse,” Eur. Phys. J. A., vol. 40, pp. 257–266, 2009,10.1140/epja/i2009-10799-0. [Online]. Available:http://dx.doi.org/10.1140/epja/i2009-10799-0
[31] H. Pardede, K. Iwano, and K. Shinoda, “Featurenormalization based on non-extensive statistics forspeech recognition,” Speech Commun., vol. 55,no. 5, pp. 587 – 599, 2013.
[32] H. F. Pardede and K. Shinoda, “Generalized-log spectral mean normalization for speechrecognition,” in Interspeech, 2011, pp. 1645–1648.
[33] P. Lockwood and P. Alexandre, “Root adaptivehomomorphic deconvolution schemes for speechrecognition in noise,” in IEEE Internat. Conf.Acoustics, Speech and Signal Processing, vol. i, Apr1994, pp. I/441–I/444 vol.1.
[34] C. S. Yip, S. H. Leung, and K. K. Chu, “Optimalroot cepstral analysis for speech recognition,” inIEEE Internat. Symp. Circuits and Systems, vol. 2,2002, pp. II–173–II–176 vol.2.
[35] B. S. Atal, “Effectiveness of linear predictioncharacteristics of the speech wave for automaticspeaker identification and verification,” J. Acoust.Soc. Amer., vol. 55, no. 6, pp. 1304–1312, 1974.
[36] S. Furui, “Cepstral analysis technique for automaticspeaker verification,” IEEE Trans. Acoust. SpeechSignal Process., vol. 29, no. 2, pp. 254 – 272, Apr.1981.
[37] C. Avendano and H. Hermansky, “On the effectsof short-term spectrum smoothing in channelnormalization,” IEEE Trans. Speech Audio Process.,vol. 5, no. 4, pp. 372–374, 1997.
[38] N. R. Shabtai, B. Rafaely, and Y. Zigel, “The effectof reverberation on the performance of cepstralmean subtraction in speaker verification,” AppliedAcoustics, vol. 72, no. 2-3, pp. 124 – 126, 2011.
[39] D. Gelbart and N. Morgan, “Double the trouble:handling noise and reverberation in far-fieldautomatic speech recognition.” in Internat. Conf.Spoken Language Processing, 2002, pp. 2185–2188.
[40] R. Petrick, K. Lohde, M. Wolff, and R. Hoffmann,“The harming part of room acoustics in automaticspeech recognition.” in INTERSPEECH. ISCA,2007, pp. 1094–1097.
[41] T. Kobayashi and S. Imai, “Spectral analysis usinggeneralized cepstrum,” IEEE Trans. Acoust. SpeechSignal Process., vol. 32, no. 5, pp. 1087 – 1089, Oct.1984.
[42] L. Nivanen, A. L. Mehaute, and Q. Wang,“Generalized algebra within a nonextensivestatistics,” Rep. Math. Phys., vol. 52, no. 3, pp. 437– 444, 2003.
[43] E. P. Borges, “A possible deformed algebra andcalculus inspired in nonextensive thermostatistics,”Physica A,, vol. 340, pp. 95–101, Sep. 2004.
[44] H.-G. Hirsch and H. Finster, “The simulationof realistic acoustic input scenarios for speechrecognition systems.” in INTERSPEECH. Citeseer,2005, pp. 2697–2700.
[45] S. J. Young, G. Evermann, M. J. F. Gales, T. Hain,D. Kershaw, G. Moore, J. Odell, D. Ollason,D. Povey, V. Valtchev, and P. C. Woodland, The HTKBook, version 3.4. Cambridge, UK: CambridgeUniversity Engineering Department, 2006.
Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif untuk Sistem Pengenalan Ucapan Tahan Terhadap Gema: Hilman Pardede • 55
56 • INKOM, Vol. 10, No. 2, November 2016: 47-56
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam
Pemrograman Linier Integer, Studi Kasus: Produksi Pangan
Criss-cross Algorithm and Branch and Bound in Integer Linear
Programming, Case Study: Food Production
Antonius Bima Murti Wijaya Universitas Kristen Immanuel, Jl. Solo Km. 11,1 Kalasan, Kab. Sleman
Email: [email protected]
_______________________________________________________________________________________
Abstract
The Special Region of Yogyakarta on their reports of food situation analysis in 2014 by Body of Food Security & Counseling told that there are 16 villages in category of vulnerable risk of food and 26 villages in category of wary risk of food and nutrition.In food industry, then efficiency of food ingridients using has an important role. This efficiency could also lead to profit for food industry.
Integer linear programming become the mathematical view that suggested by this research to formulated the problem. Criss-cross algorithm will be combined with branch and bound algorithm to solve the integer liniear programming problem. The focus of this research is to applied both of the algrorithm in the case of food production and finding the right bound condition.
This research succeeded to applied and combined the criss-cross and branch and bound algorithm. This research also defined 4 bounds condition that could be consider to diminish the branch while finding the optimal integer value.
Keywords: criss-cross algorithm, branch and bound, integer linear programming
Abstrak
Dalam laporan analisis situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah
Istimewa Yogyakarta terdapat 16 desa yang resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26 desa yang resiko pangan
dan gisi tergolong rawan, efisiensi penggunaan bahan baku pangan menjadi sangat penting peranannya. Efisiensi bahan
baku bisa digunakan juga untuk mencapai keuntungan dalam industri makanan.
Dalam penelitian ini masalah pangan tersebut dipandang dan diformulasikan dengan menggunakan pemrograman
linier yang diselesaikan dengan model integer. Algoritma criss-cross yang dikombinasikan dengan algoritma branch and
bound diusulkan dalam penyelesaian masalah integer linear programming. Penelitian ini berfokus pada penerapan
kedua algoritma tersebut dalam studi kasus produksi makanan dan pencarian kondisi batasan yang sesuai.
Penelitian ini berhasil menerapkan penggabungan algoritma criss-cross dan branch and bound. Penelitian ini
mendefinisikan 4 batasan yang dapat diperhatikan untuk mengurangi pencabangan dalam pencarian nilai integer.
Kata kunci: algoritma criss-cross, branch and bound, integer linear programming
_______________________________________________________________________________________
1. Pendahuluan
1Pangan merupakan masalah yang penting bagi
negara Indonesia, sebagai contoh di Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam laporan analisis
situasi pangan dan gizi tahun 2014 oleh badan
ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah
Istimewa Yogyakarta masih terdapat 16 desa yang
resiko pangan dan gisi tergolong waspada dan 26
desa yang resiko pangan dan gisi tergolong
rawan[1]. Oleh karena itu perlu adanya keamanan
pangan untuk menjaga ketersediaan pangan yang
ada. Jika dilihat dari sisi konsumen penjualan
Received: 19 July 2016; Revised: 25 October 2016; Accepted: 6
December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM
2016/16-NO473 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.473
pangan, hal ini bisa dilakukan dengan efisiensi
penggunaan bahan baku pangan, guna melakukan
pemanfaatan secara optimal sehingga tidak
membuang bahan baku. Isu ketahanan pangan
nasional yang ada perlu ditanggapi dengan
teknologi-teknologi yang mampu mendukung
ketahanan pangan. Optimalisasi pemanfaatan
bahan baku untuk produksi bahan pangan
sangatlah perlu untuk mengurangi bahan baku
yang tidak terpakai dalam pengolahan bahan
pangan. Dalam Industri pangan kegiatan
meningkatkan keuntungan yang dimiliki bagi para
produsen makanan salah satunya bisa dilakukan
dengan melakukan efesiensi bahan baku. Sehingga
efisiensi bahan baku disini bisa digunakan baik
58 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
untuk mencapai keuntungan dan atau penggunaan
bahan baku secara maksimal.
Proses optimalisasi penggunaan bahan baku
pangan ini termasuk dalam P-Problem, sehingga
secara matematis dapat diselesaikan dengan
menggunakan pemrograman linier. Penyelesaian
dengan metode matematika yang ditawarkan oleh
program linier bersifat exact sehingga dalam kasus
P-Problem ini beban komputasinya lebih ringan
dibanding metode pencarian heuristik.
Algoritma criss-cross disini dipilih karena
memiliki kelebihan memiliki perhitungan yang
lebih ringan karena tidak melibatkan variabel
tambahan lain seperti artificial, slack, dan surplus
seperti yang dilakukan simplex.
Kasus pada penilitian ini akan menggunakan
nilai integer pada hasilnya karena nilai produksi
jumlah makanan tidak mungkin menggunakan nilai
desimal. Sehingga Algoritma criss-cross akan
dikombinasikan dengan algoritma branch and
bound dengan model penelusuran Breadth First
Search. Algoritma branch and bound dipilih
karena merupakan salah satu metode yang
dimungkinkan bisa dikombinasikan pada metode
criss-cross. Metode ini hanya merubah pada
tatanan matriks inisialisasi awal saja dengan
menambah fungsi batasan. Semenjak penggunaan
nilai integer pada pemrograman linier ini kasus
berubah menjadi NP-Problem. Sehingga dalam
penelitian ini terjadi kombinasi permasalahan
algoritma antara P-Problem dan NP-Problem.
Pada penerapan algoritma criss-cross dengan
branch and bound ini fokus pemecahan solusi
tidak hanya fokus pada pertimbangan bagaimana
suatu bahan baku bisa habis terpakai seluruhnya
tetapi juga bagaimana bisa mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin.
2. Penerapan program linier
Pemrograman linier sering digunakan untuk
optimasi pemanfaatan bahan pokok seperti yang
dilakukan oleh Sundary [2] yang mengembangkan
pemrograman linier untuk optimasi biaya pakan
ikan. Dalam hal ini Sundary menggunakan metode
simplex untuk pemecahan masalahnya. Okubo [3]
juga melakukan penelitian perihal pemanfaatan
pemrograman linier untuk kasus optimasi menu
makanan untuk mencapai nutrisi yang optimal bagi
orang dewasa di Jepang. Hal serupa juga pernah
dilakukan oleh Wijaya [4] yang mengembangkan
pemrograman linier untuk optimalisasi biaya
produksi dari bahan baku, biaya listrik, dan banyak
roti yang diproduksi. Dalam penelitiannya
permasalahan pemrograman linier dipecahkan
dengan Metode Criss-cross. Metode criss-cross
yang dikembangkan masih belum menggunakan
integer linear programming melainkan
pembulatan, sehingga akurasi nilai bulat
optimalnya masih kurang.
3. Algoritma Criss-cross dalam program linier
Pemrograman linier berfokus pada masalah
optimalisasi baik itu memaksimalkan ataupun
meminimalkan sebuah fungsi linier tujuan dengan
memenuhi batasan maupun pelanggaran dari suatu
persamaan dan atau ketidaksamaan linier [11].
Fungsi tujuan pemrograman linier secara
matematis didefinisikan:
dan akan
dinotasikan dengan simbol Z. Fungsi tujuan
tersebut bisa diminimalkan maupun
dimaksimalkan tergantung dari kasus yang terjadi.
Nilai c1,c2,c3,...,cn merupakan variabel-variabel
keputusan yang akan ditentukan. Misal untuk
kasus minimasi suatu permasalah pemrograman
linier dapat didefinisikan dengan:
Minimalkan
Dengan Kendala
⁞ ⁞ ⁞ ⁞
Di bawah fungsi tujuan, terdapat fungsi ketidak-
samaan atau disebut juga dengan fungsi kendala.
Nilai didefinisikan sebagai nilai koefisien
teknis sebagai pembentuk aturan nilai batasan yang
disimbolkan dengan . Penelitian mengenai linear
programming telah berkembang untuk metode
penyelesaiannya juga implementasinya. Dhal [12]
menggunakan pemodelan permasalahan
pemrograman linier untuk memodelkan
permasalahan kehidupan sektor pertanian di negara
berkembang. Fungsi tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk memaksimalkan margin kotor dari
sektor pertanian dengan batasan batasan seperti
jumlah ladang, jumlah sumber daya, margin kotor
setiap ladang. Pengembangan pemrograman liniear
dalam hal metode juga masih dikembangkan
sampai saat ini seperti menggunakan algoritma
simplex atau criss-cross. Dibandingkan dengan
simplex, criss-cross memiliki keunggulan ordo
matriks yang dibuat tidak sebesar simplex karena
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya 59
simplex membutuhkan tambahan untuk variabel
artificial-nya.
Criss-cross pertama kali dikembangkan oleh
zionts yang dipublikasikan pada tahun 1969.
Bonates [13] membandingkan algoritma-algoritma
yang termasuk dalam keluarga criss-cross untuk
mengetahui performanya. Sebagai hasilnya
algoritma jenis non-combinatiorial criss-croos
memiliki performa optimasi yang lebih baik dari
pada jenis combinatorial criss-cross. Beberapa
penelitian dalam pengembangan algoritma criss-
cross telah dilakukan seperti mengembangkan tipe-
tipe algoritma untuk kasus masalah
komplemenaritas linier dengan matriks yang
cukup, sehingga bisa memulai iterasi dengan
berbagai macam matriks tanpa ada tambahan
informasi terkait dengan kelengkapan matriks [14]
Berikut merupakan contoh bentuk matriks dari
algoritma criss-cross jika dimisalkan model
permasalahan pemrograman linier adalah:
Contoh 1
Maksimumkan
Dengan batasan
Berdasarkan fungsi program linier tersebut,
matriks criss-cross yang dibentuk menjadi:
R1 R2 RES
Z -5 -4 0
B1 1 1 5
B2 10 6 45
Algoritma criss-cross akan memanfaatkan
kondisi primal dan dual yang dimiliki oleh
permasalahan pemrograman linier. Iterasi primal
terjadi jika pada kolom Z ada yang bernilai negatif,
sementara iterasi dual akan dilakukan jika
koefisien fungsi tujuan bernilai negatif. Jika semua
hal tersebut terjadi maka bisa memilih salah satu
iterasi yang berlawanan dari iterasi sebelumnya.
Jika hal ini terjadi di iterasi pertama maka akan
dipilih iterasi dual terlebih dahulu. Nilai Z akan
dikali dengan -1 ketika permasalahannya adalah
maksimasi, bentuk akan diubah menjadi
dengan mengalikan setiap elemennya dengan -1.
Tahapan iterasi dalam criss-cross akan terus
dilakukan hingga nilai Z dan koefisien ruas kanan
sudah bernilai positif semua. Berikut merupakan
tahapan iterasi dari algoritma criss-cross:
Tahapan Iterasi Criss-cross
Tahap 1
Mencari baris atau kolom pivot
Tahap 1.1 Iterasi Primal
Mencari Z yang memiliki nilai negatif terkecil
sebagai kolom pivot.
Tahap 1.2 Iterasi Dual
Mencari Koefisien ruas kanan yang nilainya
negatif terkecil sebagai baris pivot.
Tahap 2
Tahap 2.1 Iterasi Primal
Mencari nilai dari koefisien ruas kanan yang
bernilai positif dibagi dengan nilai mutlak
koefisien kolom pivot yang hasil baginya bernilai
terkecil sebagai baris pivot, dengan syarat
koefisien kolom pivot tidak boleh lebih kecil sama
dengan 0.
Tahap 2.2 Iterasi Dual
Mencari nilai dari fungsi tujuan (Z) yang bernilai
positif dibagi dengan nilai mutlak koefisien baris
pivot, dan hasil baginya yang bernilai paling kecil
sebagai kolom pivot, dengan syarat koefisien baris
pivot tidak boleh lebih kecil sama dengan 0. Jika
nilai tidak diperoleh dan bisa dilakukan iterasi
primal/dual lainnya maka ulangi tahap 1 dengan
iterasi yang berbeda. Tetapi jika nilai tidak
diperoleh dan tidak ada iterasi lain yang bisa
dilakukan maka permasalahan dianggap tidak
memiliki solusi.
Tahap 3
Menukar posisi nama kolom dan baris pivot.
Tahap 4
Menentukan nilai baru elemen pivot, nilai basis,
baris pivot, kolom pivot.
[1]
[2]
Dimana,
NBB=Nilai Basis Baru
BL=Basis Lama
KPL=Kolom Pivot Lama
NBPB=Nilai Baris Pivot Baru
Tahap 5.
Mencari Nilai Baris Pivot Baru dan Kolom Pivot
Baru
Tahap 5.1 Iterasi Primal
[3]
[4]
Tahap 5.2 Iterasi Dual
[5]
[6]
60 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Dimana,
BPB=Baris Pivot Baru
BPL=Baris Pivot Lama
NPB=Nilai Pivot Baru
KPB=Kolom Pivot Baru
KPL= Kolom Pivot Lama
NPB= Nilai Pivot Baru
Jika pada contoh 1 diberlakukan algoritma criss-
cross maka berikut matriks hasil iterasi pada
proses yang terjadi setelah matriks inisialisasi
terbentuk:
Iterasi 1
X B3 R2 RES
Z 0,50 -1,00 22,50
B2 -0,10 0,40 0,50
R1 0,10 0,60 4,50
Iterasi 2
X B3 B2 RES
Z 0,25 2,50 23,75
R2 -0,25 2,50 1,25
R1 0,25 -1,50 3,75
Hasil
R1=3,75
R2=1,25
Z =5(3,75)*4(1,25)=23,75
4. Metode branch and bound dengan breadth
first search
Dalam mengembangkan kasus linear
programming, ada kasus yang menginginkan hasil
berupa bilangan bulat. Misalnya dalam kasus
bahan makanan jadi ini, jumlah makan jadi yang
diproduksi berupa bilangan bulat seperti 3 buah
lumpia, sementara itu tidak mungkin memproduksi
lumpia sebanyak 3.4 buah. Oleh karena itu perlu
dilakukan penghitungan ulang untuk nilai
desimalnya sehingga bisa mendapatkan nilai
optimum dalam bentuk bilangan bulat. Salah satu
metode dalam pemrograman linier untuk bilangan
bulat adalah metode branch and bound.
Saat ini, metode branch and bound digunakan
dalam beberapa kasus seperti untuk memecahkan
masalah penjadwalan produksi [5], optimalisasi
bidang potong dua dimensi [6], dan dalam kasus
penentuan dalam menempatkan fasilitas-fasilitas
pada pesawat untuk memenuhi permintaan dari
penumpang dengan harga transportasi minimal [7].
Selain itu penelitian mengenai metode branch and
bound saat ini sering dipakai dalam kasus integer
programming khusus seperti pemrograman linier
maupun tidak linier untuk bilangan bulat
campuran [8-10].
4.1. Branching
Branching atau pencabangan berarti memisahkan
permasalahan menjadi 2 permasalahan baru,
dimana permasalahan baru itu diperoleh dari
kondisi branching. Dalam kasus pemrograman
linier bilangan bulat ini menggunakan strategi
most infeasible branching. Strategi ini memiliki
tujuan untuk memilih pembulatan ke atas atau ke
bawah sebual nilai decimal [15]. Kondisi dari
branching ini diperoleh dengan beberapa tahapan:
Tahap 1
Menentukan nilai variabel pada fungsi tujuan hasil
dari algoritma criss-cross yang bernilai tidak bulat.
Jika memiliki lebih dari satu solusi tidak bulat
maka pilih salah satu yang nilai desimalnya paling
mendekati desimal 0.5.
Tahap 2
Mencabangkan pembulatan menjadi cabang
pembulatan ke atas dan cabang pembulatan ke
bawah. Jika nilai hasil yang dipilih dimisalkan
sebagai Xj dan nilai bulat dari Xj adalah , maka
kedua permasalahan dapat di notasikan sebagai
berikut:
Permasalahan 1
Permasalahan 2
Masukkan setiap cabang permasalahan ini ke
dalam matriks inisialisasi criss-cross di awal
sebagai tambahan fungsi pembatas, sehingga
masing-masing cabang mendapatkan tambahan
satu fungsi pembatas.
Tahap 3
Mengerjakan matriks criss-cross yang dibentuk
pada kedua cabang untuk mendapatkan nilai
variabel pada fungsi tujuan baru.
Ketiga Tahapan branching ini akan terus
dilakukan hingga suatu keadaan berhenti
ditentukan. Proses pemberhentian branching ini
disebut dengan proses bounding.
4.2. Bounding
Proses bounding atau pembatas dalam kasus
pemrograman linier ini dapat dikatakan sebagai
proses pembatasan pencabangan dan perhitungan
jika sudah diketahui proses tersebut akan
berlangsung sia-sia. Proses branching yang ada
akan membentuk mekanisme tree atau pohon. Jika
dilihat dalam tiap perhitungan ketika matriks awal
dikenakan branching dan dikenakan fungsi
pembatas tambahan, maka semakin dalam tree
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya 61
yang dihasilkan semakin rendah pula tingkat
optimalisasinya atau nilainya semakin menjauhi
nilai optimum desimal. Karena adanya fakta yang
demikian maka pembatasan proses branching
dapat dilakukan apabila
1. Tidak ada solusi dari proses criss-cross
pada branch atau cabang tersebut. (batasan
01)
2. Sudah ditemukan solusi integer pada
branch yang ada pada level yang memiliki
nilai optimum lebih tinggi. Pada umumnya
terletak dilevel atas atau pada level yang
hampir sama dengan branch yang akan
diproses.(batasan 02)
Proses Branch and Bound ini akan menjadi
tidak berguna jika menggunakan proses
penulusuran tree dengan cara depth first search,
dimana cabang paling dalam akan diproses terlebih
dahulu. Solusi yang baik dalam pemecahan
masalah ini adalah menggunakan model
penelusuran breadth first search dimana semua
branch pada suatu level akan diproses terlebih
dahulu sebelum turun ke level di bawahnya. Untuk
menyelesaikan proses breadth first search
dibutuhkan bantuan semacam array penampung
dalam skema antrian (first in first out). Ilustrasi
antrian dan tree yang dibentuk dapat dilihat pada
gambar 1.
1
2
21
2 3
31
2 3
4
3 4
1
2 3
4 5
4 51
2 3
4 5 6...
Gambar 1. Model queue BFS
5. Implementasi branch and bound
Dalam proses implementasi algoritma integer
linear programming akan menggunakan contoh 1
yang digunakan untuk menjelaskan algoritma
criss-cross. Dari algoritma criss-cross di atas telah
diperoleh data hasil R1=3,75 dan R2=1,25.
Tahap 1 memilih hasil yang tidak bulat:
Kedua hasil bernilai tidak bulat, maka akan
dicari nilai mana yang akan dikerjakan dengan
mencari nilai desimal dari hasil tersebut yang
paling mendekati 0.5.
Nilai dan memiliki nilai dengan jarak
yang sama ke angka 0.5 maka bisa dipilih secara
sembarang. Dalam perhitungan kali ini yang
dipilih adalah nilai yang bernilai 1,25.
Tahap 2 Mencabangkan pembulatan menjadi
pembulatan ke atas dan ke bawah
Cabang pembulatan ke bawah: 1
Cabang pembulatan ke atas :
Tahap 3 Memasukkan masing-masing cabang ini
menjadi fungsi pembatas matriks inisialisasi.
Matriks Inisialisasi untuk cabang 1
Initial criss-cross matrix:
X R1 R2 RES
Z -5,00 -4,00 0,00
B2 1,00 1,00 5,00
B3 10,00 6,00 45,00
VA21 0,00 1,00 1,00
Matriks Inisialisasi untuk cabang
X R1 R2 RES
Z -5,00 -4,00 0,00
B2 1,00 1,00 5,00
B3 10,00 6,00 45,00
VA22 0,00 -1,00 -2,00
Tahap 5 Melakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai baru.
Algoritma criss-cross digunakan untuk
mendapatkan nilai baru pada masing masing
matriks inisialisasi. Nilai yang di dapatkan akan
dimasukkan dalam queue untuk proses
penelusuran menggunakan BFS.
Matriks Hasil
Matriks Inisialisasi untuk cabang 1
Hasil 1
X B3 VA21 RES
Z 0,50 1,00 23,50
B2 -0,10 -0,40 0,10
R1 0,10 -0,60 3,90
R2 0,00 1,00 1,00
Matriks Inisialisasi untuk cabang
Hasil 2
X B3 B2 RES
Z 1,00 5,00 23,00
R2 -1,00 0,00 2,00
R1 1,00 1,00 3,00
VA22 -4,00 -10,00 3,00
62 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Pada cabang sudah didapatkan nilai
R1 dan R2 dalam bilangan bulat yaitu R1=3 dan
R2=2, sehingga hasil perhitungan ini akan
disimpan terlebih dahulu.
Tahap 6 Melakukan pencabangan lagi untuk
cabang yang memiliki nilai variabel pada fungsi
pembatas yang bernilai tidak bulat. Hasil dari
keseluruhan proses tersebut akan membentuk
skema tree.
Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat ada 9
proses criss-cross yang dibentuk berdasarkan
batasan yang telah dibuat. Namun jika dilihat
proses no 8 dan 9 memiliki nilai hasil yang
melanggar ambang batas. Hal ini terjadi, karena
batasan yang terjadi pada tahap itu sudah terlalu
banyak, bertentangan, dan tidak ada solusi untuk
kasus itu.
Gambar 2. Pohon pencabangan implementasi
Gambar 3. Model queue list
Pada proses no.8 matriks awal yang terbentuk
adalah sebagai berikut:
X R1 R2 RES
Z -5,00 -4,00 0,00
B2 1,00 1,00 5,00
B3 10,00 6,00 45,00
VA21 0,00 1,00 1,00
VA14 -1,00 0,00 -4,00
VA26 0,00 -1,00 -1,00
VA28 0,00 -1,00 -1,00
Dimana nilai VA tersebut adalah nilai batasan
yang dibentuk dari percabangan. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa va26 dan va28 memiliki nilai
batasan yang sama, hal ini seharusnya tidak perlu
terjadi. Algoritma criss-cross ini mulai tidak
memberikan hasil yang konsisten pada langkah no.
6 dimana batasan cabang yakni memiliki
nilai R2’ hasil adalah 0,67. Untuk mengatasi
ketidak-stabilan data ini maka akan diberikan
batasan tambahan yaitu:
Proses pencabangan berhenti jika nilai batasan
pencabangan sudah pernah dilakukan(batasan 03).
Melihat dari bentuk studi kasus tentang integer
linear programming pada kasus produksi makanan
ini, nilai fungsi tujuan adalah nilai diskret dan
bukan kontinyu, begitu pula yang terjadi dengan
nilai-nilai hasilnya disamping itu semakin dalam
tree yang dibentuk juga menghasilkan nilai fungsi
tujuan yang semakin kecil. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat dibuat sebuah batasan
baru yakni:
Proses pencabangan dan pencarian nilai bulat
berhenti jika sudah ditemukan nilai hasil fungsi
tujuan bernilai bulat positif yang nilainya adalah
pembulatan ke bawah nilai hasil fungsi tujuan
node induknya. (batasan 04)
Dalam kasus pencabangan yang memuat nilai x
≤ 0 maka akan diberi perlakuan berbeda yakni nilai
kolom x akan dihilangkan bukan memasukkan
batasan dari matriks. Jika masuk dalam matriks
batasan, nilai tersebut tidak akan terpilih sebagai
kolom atau baris pivot karena nilai 0 tidak valid
dalam seleksi.
Contoh: R1≤ 0
X R2 RES
Z -4,00 0,00
B2 1,00 5,00
B3 6,00 45,00
Matriks ini berlaku juga untuk percabangan
dibawahnya. Dari tambahan batasan 03 dan
batasan 04 maka proses yang terjadi pada kasus di
atas menjadi lebih singkat, yang ditunjukkan pada
Gambar 4.
1
23,75
(3,75;1,25)
2
23
(3;2)
R2 ≤ 1R2 2 ≥
3
23,5
(3,9;1)
4
23,34
(4;0,83)
R1 3 ≤ R1 4 ≥
5
19
(3;1)
6
23,17
(4,1;0,67)
R2 0 ≤ R2 1 ≥
7
22,5
(4,5;0)
8
20,48
(5,71;0,67)
R2 0 ≤ R2 1 ≥
9
22,67
(4,4;0,17)
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya 63
Proses pencabangan yang terjadi dalam kasus
tersebut hanyalah satu kali, karena pada proses
awal sistem langsung menemukan nilai bulat yang
adalah pembulatan ke bawah dari nilai fungsi
tujuan induknya 23,75 yakni 23.
Gambar 4. Pohon pencabangan dengan 4 batasan
6. Hasil dan pembahasan
Dalam kasus produksi roti ini data yang diambil
dari kasus adalah sebagai berikut:
Terdapat tiga buah roti yang akan
dipertanyakan jumlah produksinya yakni pastel
tutup, roll batik, dan roti mandarin. Masing-masing
roti sudah tersimpan takaran dari bahan bakunya,
dimana dalam produksi ini memiliki batasan
adalah minimal satu buah roti masing-masing
harus diproduksi, sementara batasan bahan baku
yang harus dipenuhi adalah gula pasir tidak
melebihi 3000 gram, tepung tidak melebihi 20000
gram, telur 100 butir, margarin 10000 gram dan
penggunaan listrik yang tidak bisa melebihi angka
8000 rupiah, dengan asumsi harga listrik 500
rupiah per Kwh dan semua roti memiliki
keuntungan yang sama. Tujuan utama kasus ini
adalah berapa roti yang harus diproduksi untuk
masing-masing jenis roti sehingga mampu
memaksimalkan keuntungan. Dari kasus tersebut
bentuk matriks pemodelan pemrograman linier
yang terjadi setelah dilakukan penyamaan satuan
untuk bahan baku dan penggunaan daya listrik
adalah sebagai berikut :
X R3 R6 R10 RES
Z -3,00 -2,00 -1,00 0,00
B1 30,00 100,00 0,00 20.000,00
B2 0,00 6,00 2,00 100,00
B3 5,00 150,00 60,00 10.000,00
B16 50,00 150,00 0,00 3.000,0
BR3 -1,00 0,00 0,00 -1,00
BR6 0,00 -1,00 0,00 -1,00
BR10 0,00 0,00 -1,00 -1,00
L 0,23 0,36 0,50 16,00
Dalam kasus produksi roti, hasil dari algoritma
criss-cross akan selalu menonjolkan variabel yang
dalam kasusnya adalah paling dominan, dalam
kasus di atas nilai roti 3 (R3) adalah variabel
dominan. Berikut dengan kasus yang sama hanya,
dengan nilai perbandingan keuntungan untuk
masing masing roti yang dibuat berbeda-beda.
Gambar 5. Pohon pencabangan kasus produksi roti
Nilai perbandingan keuntungan tiap roti dibuat
berbeda-beda agar bisa menghasilkan variasi hasil
dan jumlah proses pencabangannya, hal ini
dikarenakan nilai perbandingan keuntungan tiap
roti atau nilai variabel fungsi tujuan bisa dengan
mudah merubah variabel dominan:
Tabel 1. Hasil pencarian Algoritma Criss-cross non-int
No VR3 VR6 VR10 nR3 nR6 nR10 Hmax
1 1 3 5 1 1 30,81 158,7
2 1 5 3 18,04 11,88 15,04 122,6
3 1 4 5 1 8,13 25,68 161,92
4 1 5 4 1 8,31 25,56 144,8
5 1 1 4 1 1 30,81 125,26
6 1 4 1 21,94 12,69 12,69 85,37
7 3 2 1 57 1 4,72 177,72
8 3 1 2 57 1 4,72 181,44
9 2 3 2 56,98 1,01 4,74 126,46
10 2 2 4 57 1 4,72 134,87
Dimana:
VR3,VR6, dan VR10: nilai variabel fungsi tujuan,
nR3,nR6 dan nR10: jumlah masing masing
variabel fungsi tujuan,
Hmax: hasil maksimum dari fungsi tujuan
berdasarkan batasan-batasan yang ada.
Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai
integer melalui proses branch and bound seperti
pada Tabel 2.
1
23,75
(3,75;1,25)
2
23
(3;2)
R2 2 ≥
1
62,72
(R6=1;R10=4,72;R3=57)
2
62
(R6=1;R10=4;R3=57)
R10 4 ≤
64 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
Tabel 2. Hasil pencarian nilai integer pada Tabel 1
Dimana:
nR3i, nR6i, dan nR10i: jumlah masing-masing
variabel fungsi tujuan yang bernilai bulat,
Hmax: hasil maksimum dari fungsi tujuan dengan
nilai bulat,
HPB: hasil maksimum dari fungsi tujuan dengan
nilai bulat menggunakan model pembulatan ke
bawah untuk nilai nR3,nR6,nR10,
nCab: banyak pencabangan yang dibentuk,
niCab: urutan pencabangan yang menemukan nilai
global optimal integer,
nCC: banyaknya iterasi criss-cross yang
dilakukan.
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2
selain baris no 7 dan 8, metode branch and bound
yang dikembangkan ini masih memiliki cabang
yang banyak. Banyaknya cabang ini terjadi karena
nilai iterasi cabang yang nilai solusinya masih di
atas nilai integer optimal tidak segera turun
nilainya karena masih mencari solusi pada area
tersebut, kondisi ini dapat ditemukan pada sampel
no 1,3,4,5,9, dan 10, sampel tersebut sudah
menemukan solusi jauh sebelum cabang terakhir
diperoleh namun cabang lainnya masih melakukan
iterasi berkenaan dengan nilai yang belum di
bawah integer maksimumnya. Hal lain yang
mempengaruhi banyaknya cabang yang dibentuk
dalam kasus ini adalah nilai integer pada awal
tidak segera kunjung ditemukan sehingga iterasi
cabang terus dilakukan, hal ini bisa ditemukan dari
sampel no 2 dan 6 pada Tabel 2 dimana nilai
cabang optimum baru ditemukan pada cabang yang
relatif akhir yakni 43 dan 31.
Efisiensi yang dilakukan pada algoritma branch
and bound ini ditunjukkan pada Tabel 3 yaitu
Tabel hasil perhitungan sisa bahan baku yang
didapat dari batasan bahan baku dikurangi dengan
penggunaan berdasarkan roti yang dihasilkan.
sebagai keterangan pada Tabel 3.
Sl adalah sisa penggunaan listrik, SG adalah
sisa gula, STp adalah sisa tepung, SM adalah sisa
margarin, STl adalah sisa telur. Tabel 3
menunjukan dengan menggunakan pemrograman
linier integer ini nilai salah satu bahan baku yang
digunakan bisa digunakan semaksimal mungkin.
Kombinasi sisa bahan baku yang ada pada Tabel
sudah tidak bisa digunakan untuk membuat sebuah
roti lagi, yang dikarenakan salah satu bahan baku
dari rotinya habis atau tidak mencukupi.
Tabel 3. Hasil perhitungan sisa bahan baku
No SL SG STp SM STl
1 140 28 19800 2700 28
2 27 100 18140 7310 2
3 7 1850 19240 7380 6
4 77 1700 19140 7290 2
5 87 2750 19840 8040 34
6 580 50 18100 7290 0
7 180 0 18190 9325 86
8 180 0 18190 9325 86
9 296 50 18220 9330 86
10 46 50 18220 9270 84
7. Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian di atas, algoritma
criss-cross dengan branch and bound dapat
digunakan untuk mencari nilai integer dalam kasus
optimalisasi produksi makanan. Dalam mencari
nilai maksimum integer, algoritma branch and
bound bekerja dengan membuat pencabangan
pilihan untuk nilai desimal ke nilai integer atas
atau bawah dari salah nilai desimal yang muncul.
Nilai integer atas dan bawah yang dicabangkan
diwujudkan dengan memberi fungsi pembatas
tambahan pada matriks inisialisasinya.
Selain memberi pencabangan, kondisi batasan
pun harus ditentukan supaya tidak menulusuri
cabang-cabang yang sudah bisa diketahui akan
menghasilkan nilai yang sia-sia. Berdasarkan kasus
optimalisasi produksi makanan yang memiliki ciri
nilai-nilai pada fungsi tujuan yang bernilai integer
dan bentuk dari algoritma criss-cross maka dapat
ditentukan 4 kondisi batasan yaitu: tidak ada solusi
pada pencabangan yang dibuat, sudah ditemukan
nilai integer pada cabang lain yang memiliki nilai
fungsi tujuan lebih tinggi, proses pencabangan
berhenti jika nilai batasan pencabangan sudah
pernah dilakukan, sudah ditemukan nilai hasil
fungsi tujuan bernilai bulat positif yang nilainya
adalah pembulatan ke bawah nilai hasil fungsi
tujuan node induknya.
No nR3i nR6i nR10i Hmax HPB nCab niCab nCC
1 0 2 30 156 154 54 29 373
2 22 12 13 121 118 48 43 281
3 2 7 26 160 158 26 15 148
4 2 8 25 142 141 22 7 128
5 2 1 30 123 122 14 7 85
6 20 13 11 83 81 38 31 266
7 57 1 4 177 177 2 1 10
8 57 1 4 180 180 2 1 10
9 56 1 4 123 123 14 7 79
10 56 1 5 134 132 16 9 105
Algoritma Criss-cross dan Branch and Bound dalam Pemrograman Linier Integer.... : A. Bima Murti Wijaya 65
Hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
terlihat banyaknya iterasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu kasus bervariasi tergantung
dimana letak solusi nilai integer optimal pada
pencabangnnya. Penggunaan bahan baku dalam
kasus ini bisa dikatakan maksimum jika
disandingkan pula dengan keuntungannya yang
dapat dilihat dari habis nya salah satu bahan baku
atau tidak tercukupinya bahan baku untuk
memproduksi roti lagi.
8. Saran
Nilai integer optimal dalam penelitian ini dapat
ditemukan tergantung juga dengan pemilihan nilai
desimal yang akan dilakukan pencabangan jika
terdapat lebih dari satu nilai desimal. Dalam kasus
penelitian ini metode yang dipakai adalah dengan
menghitung selisih nilai decimal dengan nilai 0.5
sehingga yang akan dikerjakan adalah dahulu
adalah nilai desimal terjauh dengan nilai
integernya, sementara banyaknya iterasi untuk
menemukan solusi integer optimal tidak
dipengaruhi oleh hal tersebut.
Daftar Pustaka
[1] Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan
(BKPP), 2014, Analisis situasi pangan dan
gizi tahun 2014 SeDIY, Yogyakarta,
(http://bkpp.jogjaprov.go.id/download/index/
3/ kategori/Data+dan+Informasi), diakses 17
Januari 2016.
[2] Sundary, Beby, Penerapan Program Linier
Dalam Optimasi Biaya Pakan Ikan Dengan
Metode Simpleks (Studi Kasus Pt. Indojaya
Agrinusa Medan, Informasi dan Teknologi
Ilmiah (INTI), Volume : IV, No 3, (hlm. 156-
161), LPPM Budi Darma, Medan, 2014.
[3] Okubo, Hitomi, Satoshi Sasaki, Kentaro
Murakami3, Tetsuji Yokoyama1, Naoko
Hirota4, Akiko Notsu5, Mitsuru Fukui and
Chigusa Date, Designing optimal food intake
patterns to achieve nutritional goals for
Japanese adults through the use of linear
programming optimization models, Nutrition
Journal, DOI 10.118, BioMed Central, 2015,
pp. 1-10.
[4] Wijaya, Wenny, Implementasi Metode Criss
Cross Untuk Optimalisasi Pada Studi Kasus
Produksi Roti Berdasarkan Biaya Energi
Sebagai Biaya Produksi, Universitas Kristen
Duta Wacana, 2015.
[5] Wang, Shinjin, dan Ming Liu, A branch and
bound algorithm for single-machine
production scheduling integrated with
preventive maintenance planning,
International Journal of Production Research,
Vol. 51, No. 3, Taylor & Francis, 2011, pp.
491-506.
[6] Kang, M and K.Yoon, An improved best-first
branch-and-bound algorithm for
unconstrained two-dimensional cutting
problems, International Journal of Production
Research Vol. 49, No. 15, Taylor & Francis,
2011, pp. 4437-4455.
[7] Akyüz, M. Hakan, I. Kuban Altınel, Temel
Öncan, Location and allocation based branch
and bound algorithms for the capacitated
multi-facilityWeber problem , Ann Oper Res,
222, Springer, 2012, pp. 45-71.
[8] Oberdieck, Richard, Martina W.H,
Efstratios N. Pistikopoulos, A branch and
bound method for the solution of
multiparametric mixed integer linear
programming problems, J Glob Optim, Vol.
59, Springer, 2014, pp. 527-543.
[9] Melo, Wendel, Marcia Fampa , Fernanda
Raupp, Integrating nonlinear branch-and-
bound and outer approximation for convex
Mixed Integer Nonlinear Programming, J
Glob Optim Vol. 60, Springer
Science+Business Media, New York, 2012,
pp. 373-389.
[10] Wang, Lizhi, Branch-and-bound algorithms
for the partial inverse mixed integer linear
programming problem, J Glob Optim 55,
Springer Science+Business Media, New
York, 2013, pp. 491-506.
[11] Bazaraa, Mokhtar S, John J. Jarvis, Hanif D.
Sherali, Linear Programming and Network
Flows, 4th Edition, Willey, 2011.
[12] Dhal, Dipty R, P.K. Mishra, Linear
Programming in Subsistence Agriculture,
International Journal of Multidisciplinary
Approach and Studies Vol. 2 No. 4, 2015, pp.
143-150.
[13] Bonates, Tiberius, nelson maculan,
Performance evaluation of a family of criss-
cross algorithms for linear programming,
International Transcation of Operational
Research, Vol. 10, Blackwell, 2003, pp. 53-
64.
[14] Csizmadia, Zsolt And Tibor Illés, New criss-
cross type algorithms for linear
complementarity problems with sufficient
matrices, Optimization Methods and
Software, Vol. 21, No. 2, Taylor& Franchis,
2006, pp. 247-266.
[15] Achterberg, Tobias, Thorsten Koch,
Alexander Martin, Branching rules revisited,
Operations Research Letters, Vol. 33,
Elsevier, 2005, pp. 42-54.
66 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 57-66
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi
Menggunakan Logika Fuzzy
Heater Coffee Roaster Controller System Using
Fuzzy Logic
Eko Joni Pristianto, Hana Arisesa, dan Arief Nur Rahman Pusat Penelitian Elektronika danTelekomunikasi – LIPI
Komplek LIPI Gd 10 Lt 2, JL. Sangkuriang, Bandung 40135
Email:[email protected]
_______________________________________________________________________________________
Abstract
Coffee roaster is commonly used for transforming the chemical and physical properties of green coffee beans into
roasted coffee products. The working principle of coffee roaster is roasting raw coffee beans in a rotating drum using
high temperature for a limited period of time. One of roaster heater element is using electric system which is operated
manually using switch or semi-automatic timer by an operator. Good taste coffee is determined by excellent roasting
process by an expert operator. Therefore, in this article a heater element control concept is introduced using fuzzy logic
system. Fuzzy rules are build based on expertise or experience of expert operator. Logic fuzzy is implemented with
microcontroller using C. The purpose of this work is to develop fuzzy controller system for automatic heating of coffee
roasting process. The output of this research is a prototype which is represent of heater coffee roaster controller using
fuzzy logic.
Keywords: coffee roaster, fuzzy, microcontroller
Abstrak
Mesin pemanggang kopi merupakan sebuah mesin yang digunakan untuk menyangrai biji kopi agar matang,
sehingga siap untuk diproses lebih lanjut. Prinsip kerja mesin ini adalah produk dipanaskan dalam ruang sangrai yang
berputar dengan suhu tertentu, sehingga pemanasan dapat merata. Salah satu jenis pemanas pemanggang kopi adalah
elemen pemanas listrik, dimana sistem kerjanya masih banyak dikendalikan secara manual dengan saklar atau semi
otomatis menggunakan timer yang dioperasikan oleh seorang operator. Proses pemanggangan (roasting) kopi sangat
menentukan cita rasa kopi, sehingga dibutuhkan seorang operator yang ahli di bidang ini. Pada paper ini akan didesain
sebuah sistem pengendali pemanas pemanggang kopi dengan logika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan dibangun,
didasarkan atas keahlian atau pengalaman seorang operator. Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan pada
sebuah mikrokontroler dengan menggunakan pemrograman bahasa C. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun
sebuah sistem pengendali pada pemanas pemanggang dengan logika fuzzy, sehingga proses roasting biji kopi dapat
bekerja secara otomatis. Hasil penelitian ini adalah sebuah prototype yang merepresentasikan sistem kerja pengendali
pemanas pemanggang kopi menggunakan logika fuzzy.
Kata kunci: pemanggang kopi, fuzzy, mikrokontroler
_______________________________________________________________________________________
1. 1Pendahuluan
Pemanggang kopi adalah sebuah mesin yang
digunakan untuk menyangrai biji kopi agar matang
dan kering sehingga siap untuk diproses lebih
lanjut. Prinsip kerja mesin pemanggang ini adalah
produk dipanaskan dalam ruang sangrai yang
berputar dengan suhu tertentu, sehingga
pemanasan dapat merata. Salah satu jenis pemanas
mesin pemanggang adalah elemen pemanas listrik,
dimana sistem kerjanya masih dikendalikan secara
manual dengan saklar atau semi-otomatis
Received: 22 March 2016; Revised: 28 December 2016; Accepted: 6
December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM
2016/16-NO457 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.457
menggunakan timer yang dioperasikan oleh
seorang operator [1].
Suhu pemanasan pada pemanggang kopi berkisar
antara 0-200oC. Terdapat 16 tahapan warna biji
kopi, dari biji kopi mentah sampai matang, yaitu
mulai dari warna hijau, kuning, agak coklat, coklat,
dan hitam. Gambar 1 menunjukkan standar
kematangan biji kopi [2].
68 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Gambar 1. Standar kematangan biji kopi [2].
Paper ini membahas desain sebuah sistem
pengendali elemen pemanas pemanggang kopi
dengan logika fuzzy. Aturan-aturan fuzzy yang akan
dibangun, didasarkan atas keahlian atau
pengalaman seorang operator. Keuntungan
menggunakan metode ini akan didapatkan kualitas
biji kopi hasil sangrai lebih seragam, serta tidak
tergantung dari ada tidaknya operator ahli.
Pemilihan menggunakan motode fuzzy karena
algoritma ini lebih mendekati pola pikir manusia,
proses perhitungan sederhana dan respon yang
cepat untuk diterapkan pada sistem kendali.
Logika fuzzy yang dihasilkan akan diaplikasikan
pada sebuah modul mikrokontroler Arduino
ATmega 328 dengan menggunakan pemrograman
bahasa C. Toolbox Fuzzy Inference Syste (FIS)
editor pada Matlab digunakan untuk memverifikasi
perhitungan logika fuzzy pada mikrokontroler.
Batasan masalah pada perancangan ini adalah
rancangan hanya dilakukan untuk mengendalikan
elemen pemanas pada mesin pemanggang kopi
berdasarkan tingkat warna kopi dan temperatur
ruang sangrai. Proses logika fuzzy yang digunakan
adalah model Mamdani dengan defuzzikasi Mean
of Maximum (MOM). Prototype yang dibuat, hanya
akan mengilustrasikan prinsip kerja pengendali
elemen pemanas dari mesin pemanggang kopi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari
alternatif solusi dalam pengedalian pemanas
pemanggang kopi, yaitu dengan cara
mengendalikan tingkat pemanasan elemen
pemanas listrik pada mesin pemanggang kopi
menggunakan logika fuzzy, sehingga proses
pemanggangan biji kopi dapat terkendali secara
otomatis dengan aturan-aturan fuzzy yang
didasarkan pada keahlian seorang operator.
2. Dasar Teori
2.1. Logika Fuzzy
Logika fuzzy diciptakan untuk mengurangi
kekakuan dari logika kendali biner yang berlogika
1 dan 0. Pada logika fuzzy berlaku logika antara 1
dan 0, logika fuzzy pada umumnya terdiri dari
fuzzification, membership function, rule dan
defuzzification [3].Gambar 2 menunjukkan
diagram blok dari fuzzy Logic Controller [3].
Gambar 2. Blok diagram Fuzzy Logic Controller[3].
Fungsi keanggotaan logika fuzzy digunakan untuk
menghitung derajat keanggotaan suatu
himpunan fuzzy. Fungsi keanggotaan yang biasa
digunakan dalam penalaran logika fuzzy,
diantaranya:
1. Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan
gabungan antara 2 garis (linear). Nilai-nilai
disekitar b memiliki derajat keanggotaan turun
cukup tajam (menjauhi 1). Sebagaimana Gambar 3.
Gambar 3. Kurva segitiga
Representasi fungsi keanggotaan untuk kurva
segitiga adalah sebagai berikut [3]:
( )
{
(1)
2. Kurva Bentuk Bahu
Gambar 4. Kurva Bentuk Bahu
Representasi fungsi keanggotaan untuk kurva bahu
adalah sebagai berikut [3]:
[ ]
{
(2)
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman 69
Untuk menentukan derajat keanggotaan dengan
menggunakan metode max-min menggunakan
persamaan seperti di bawah [3]:
(3)
Sedangkan untuk metode defuzzifikasi
menggunakan Mean of Maximum (MOM), yang
dapat digambarkan oleh Gambar 5 [3],
menggunakan persamaan 4:
Gambar 5.Metode defuzifikasi Mean of Maximum
(MOM).
(4)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara
mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki
nilai keanggotaan maksimum.
2.2. Mikrokontroler
Modul mikrokontroler yang digunakan untuk
rancangan ini adalah modul Arduino UNO dengan
IC mikrokontroler Atmega 328. Gambar 6
menunjukkan susunan pin dari modul Arduino
UNO [4].
Gambar 6. Modul Arduino UNO
Spesifikasi Modul Arduino UNO adalah sebagai
berikut:
- Jenis Integrated Circuit (IC): ATMEGA328
- Memori : 32 KBytes Flash dan 1024 EPROM
- I/O : 23 Programable I/O Lines
- Speed Grade : 0-20 MHz
- Analog to Digital Converter (ADC) : 8-channel,
10-bit
- 6 PWM channel
3. Perancangan Sistem.
3.1. Perangkat Keras
Rancangan sistem yang akan dibuat, ditunjukkan
oleh Gambar 7. Sebuah pemanggang kopi dengan
dua buah sensor dan sebuah elemen pemanas
listrik. Masukan berupa nilai set poin tingkat
kematangan biji kopi yang diinginkan.
Fuzzy Logic
Controller
Elemen
Pemanas
(Aktuator)
Sensor 1 (Warna)
Sensor 2 (Temp)
Mesin
Sangrai
Masukan Keluaran
+- -
Gambar 7. Diagram blok sistem pengendali elemen
pemanas pemanggang kopi
Sensor pertama merupakan sensor warna yang
akan mendeteksi tingkat kematangan biji kopi,
sensor kedua adalah sensor temperatur yang akan
mendeteksi nilai temperatur di dalam ruang
sangrai. Nilai kedua sensor tersebut digunakan
sebagai variabel masukan logika fuzzy yang akan
menghasilkan variabel nilai keluaran berupa nilai
Pulse Width Modulation (PWM) untuk
menentukan besarnya daya listrik pada elemen
pemanas.
Gambar 8 menunjukkan blok diagram sistem
pengendali elemen pemanas pemanggang kopi
dengan logika fuzzy menggunakan mikrokontroler.
Prototype yang dibuat hanya akan
mengilustrasikan prinsip kerja pengendali pemanas
dari mesin roaster. Sensor warna dan sensor
temperature akan digantikan oleh dua buah
variabel resitor (VR), yaitu VR 1 dan VR 2.
Sedangkan untuk pemanas listriknya menggunakan
lampu pijar 25 watt yang dilengkapi driver 4A.
Supply 5 VDC digunakan untuk catu daya
mikrokontroler dan catu daya 12 VDC sebagai catu
daya pemanas.
Gambar 8. Blok diagram sistem
70 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
Liquid Crystal Display (LCD) 2x16 digunakan
untuk menampilkan nilai-nilai hasil perhitungan
logika fuzzy yang dilakukan oleh mikrokontroler,
yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai
hasil simulasi di Matlab. Alarm berfungsi untuk
memberikan informasi bahwa biji kopi yang
disangrai telah mencapai tingkat kematangan
tertentu. Tombol alarm digunakan untuk
mematikan alarm secara manual.
Desain schematic perangkat keras dapat dilihat
pada Gambar 9. Perangkat keras terdiri dari modul
mikrokontroler Arduino UNO, yang merupakan
pengendali utama dari sistem embedded yang
dibuat.
3.2. Logika fuzzy
Berdasrkan blok Fuzzy Logic Controller pada
Gambar 2, maka:
Masukan : u1 (warna kopi (tingkat kematangan))
u2 ( temperatur ruang sangrai(0C))
Keluaran : y (pemanas(% dari nilai maksimum))
Terdapat tiga buah variabel data yang nantinya
akan digunakan untuk membangun aturan-aturan
fuzzy, yaitu dua data masukan dan satu data
keluaran. Data masukan pertama berupa warna biji
kopi, data masukan kedua temperatur ruang
sangrai, sedangkan data keluaran berupa nilai
elemen pemanas. Langkah pertama adalah
menentukan fungsi keanggotaan atau Membership
Function (MFs). Dalam rancangan ini kami
menggunakan fungsi segitiga, baik untuk MFs
masukan dan keluaran. Gambar 9 menunjukkan
MFs masukan dan keluaran.
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. (a) Fungsi keanggotaan masukan warna, (b)
Fungsi keanggotaan masukan temperatur, (c) Fungsi
keanggotaan keluaran pemanas.
Langkah selanjutnya adalah proses fuzzifikasi
yaitu suatu proses untuk mengubah suatu masukan
dari bentuk tegas (crisp) menjadi fuzzy (variable).
Pada proses ini kami akan menentukan derajat
keanggotaan untuk setiap nilai masukan.
Menentukan aturan-aturan fuzzy (Fuzzy Rule Base).
Dalam perancangan ini aturannya ditentukan
sebagai berikut:
Antecendent : warna (u1), temperatur (u2)
Consequence : pemanas (y)
Operator : AND
Banyaknya rule : jumlah input = 2
jumlah MFs = 5, maka
jumlah rule = 52 = 25 rule
Tabel 1 menunjukkan aturan-aturan fuzzy yang
digunakan dalam perangcangan sistem logika fuzzy
untuk kendali pemanas pemanggangkopi.
Tabel 1. Aturan-Aturan Fuzzy
U1 Hijau Kuning Agak
Coklat Coklat Hitam
U2
Dingin VL VL LG MD ZR
Sedang VL VL LG MD ZR
Agak
Panas VL VL LG LW ZR
Panas VL LG MD LW ZR
Sangat
Panas VL LG MD ZR ZR
Di mana : VL = very large, LG = large, MD =
middle, LW = low, dan ZR = zero.
Proses terahir adalah defuzzifikasi, proses
defuzzifikasi pada perangcangan ini menggunakan
persamaan 4. Nilai hasil defuzzifikasi ini akan
diubah kedalam bentuk nilai PWM.
3.3. Simulasi dengan Matlab
Toolbox FIS (Fuzzy Interference System) pada
Matlab digunakan untuk mensimulasikan
rancangan logika fuzzy yang sudah dibuat. Gambar
10 menunjukkan FIS Editor dari sistem logika
fuzzy pengendali pemanas pemanggang kopi.
Gambar 10. FIS Editor Sistem Logika Fuzzy
Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi.
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman 71
Sedangkan Gambar 11 menunjukkan rule viewer
yang mensimulasikan nilai masukan dan keluaran
dengan aturan-aturan fuzzy yang dibuat. Data-data
ini digunakan untuk memverifikasi hasil hitungan
logika fuzzy yang dilakukan oleh mikrokontroler.
Gambar 11. Rule viewer
3.4 Aplikasi pada Mikrokontroler
Program mikrokontroler dibangun menggunakan
bahasa C dengan algoritma seperti yang
ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram alir program Mikrokontroler
Proses pertama adalah inisialisasi pin-pin yang
digunakan. Nilai ADC 0 diubah menjadi skala
masukan warna, yaitu 1-16, ADC 1 diubah
menjadi skala masukan temperatur yaitu 0-200.
Kode program dalam bahasa C untuk proses ini
adalah sebagai berikut: adc0=analogRead(0);
adc1=analogRead(1);
warna=(adc0*16)/1023;
temp=(adc1*200)/1023;
Nilai-nilai masukan sensor selanjutnya diubah
kedalam bentuk MFs dengan menggunakan kode
program sebagai berikut:
//rumus membership “warna” (segitiga)
float MF_warna(float 1, float b,
float c)
{ if (warna>=a&&warna<b)
{ member_warna=(warna-a)/(b-a); }
if (warna>=b&&warna<c)
{ member_warna=(c-warna)/(c-b); }
if (warna<2||warna>14)
{ member_warna=1;}
if (warna>c||warna<a)
{ member_warna=0;}}
Sedang pemrograman evaluasi aturan dapat dilihat
pada list di bawah:
//mencari nilai minimum (25 rule)
float fs[25]={0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,
11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,2
3,24}
{
if (hijau==1 && dingin==1)
{fs[0]=min(md_hijau,md_dingin;} else
{fs[0]=0;}
if (hijau==1 && sedang==1)
{fs[0]=min(md_hijau,md_sedang;} else
{fs[1]=0;}
if (hijau==1 && agakpanas==1)
{fs[0]=min(md_hijau,md_agakpanas;}
else
{fs[2]=0;}
if (hijau==1 && panas==1)
{fs[0]=min(md_hijau,md_panas;} else
{fs[3]=0;}
if (hijau==1 && sangatpanas==1)
{fs[0]=min(md_hijau,md_sangatpanas;}
else
{fs[4]=0;}
if (kuning==1 && dingin==1)
{fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;}
else
{fs[5]=0;}
if (kuning==1 && sedang==1)
{fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;}
else
{fs[6]=0;}
if (kuning==1 && agakpanas==1)
{fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;}
else
{fs[7]=0;}
if (kuning==1 && panas==1)
{fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;}
else
{fs[8]=0;}
if (kuning==1 && sangatpanas==1)
{fs[0]=min(md_kuning,md_sedang;}
else
{fs[9]=0;}
Berdasar persamaan (4), proses defuzzifikasi dapat
ditulis seperti kode program berikut:
//***PROSES DEFUZZYFIKASI MOM***
if
((st_zero==1)&&(st_low==0)&&(st_middl
72 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
e==0)&&(st_large==0)&&(st_verilarge==
0))
{ pmns=(zero)/2; }
if
((st_zero==0)&&(st_low==1)&&(st_middl
e==0)&&(st_large==0)&&(st_verilarge==
0))
{ pmns=(low_min+low_max)/2; }
if
((st_zero==1)&&(st_low==1)&&(st_middl
e==0)&&(st_large==1)&&(st_verilarge==
1))
{ pmns=(low_min+zero)/2; }
if
((st_zero==0)&&(st_low==0)&&(st_middl
e==1)&&(st_large==0)&&(st_verilarge==
0))
{ pmns=(middle_min+middle_max)/2; }
Setelah mendapatkan nilai defuzzifikasi, langkah
terakhir adalah merubah nilai tersebut kedalam
bentuk PWM. Kode programnya seperti dibawah
ini. float pmns_pwm = (pmns/100)*255;
analogWrite (3, pmns_pwm);
4. Hasil dan Analisa
Gambar 12 menunjukkan grafik respon elemen
pemanas pemanggang kopi terhadap warna biji
kopi dan temperatur ruang sangrai.
Gambar 13. Grafik respon pemanas pemanggang
kopi terhadap warna biji kopi dan temperatur ruang
sangrai
Dari Gambar 12 membuktikan bahwa logika fuzzy
yang dibangun untuk sistem pengendalian elemen
pemanas pemanggang kopi, sudah dapat dikatakan
sesuai dengan keahlian seorang operator pada saat
melakukan proses roasting. Sebagai contoh, saat
biji kopi masih ditingkat kematangan 2 yang
berarti warna biji kopi antara hijau dan kuning,
sedangkan suhu ruang sangrai masih 40⁰C, maka
tingkat pemanasan elemen pemanas harus 100%.
Contoh lain saat warna biji kopi mendekati tingkat
kematangan 16, berapapun suhu ruang sangrai
pada saat itu, tingkat pemanasan elemen pemanas
harus di bawah 5%. Karena pada tingkat
kematangan ini proses roasting biji kopi harus
segera diakhiri, agar biji kopi tidak rusak.
Gambar 13 menunjukkan prototype yang
mengilustrasikan prinsip kerja pengendali elemen
pemanas dari mesin pemanggang kopi.
Mikrokontroler merupakan pengendali utama
sistem, dimana algoritma logika fuzzy ditanamkam
ke dalam memori mikrokontroler tersebut.
Port masukan analog Arduino menggunakan
tegangan 0-5V. Port masukan analog ini sudah
terintegrasi dengan komponen ADC yang memiliki
resolusi sebesar 10 bit. VR 1 akan memberikan
nilai masukan ke ADC yang merepresentasikan
nilai sensor warna dan VR 2 merepresentasikan
nilai temperatur ruang sangrai. Masing-masing
nilai ADC tersebut akan diubah menjadi skala nilai
warna biji kopi dan temperature ruang sangrai.
Sedangkan keluaran dari proses defuzzifikasi
dikeluarkan oleh pin 3 yang didalamnya sudah
terintegrasi dengan Pulse Width Modulation
(PWM). Pin ini memiliki jangkauan integer 0-255,
nilai ini digunakan untuk menggerakkan rangkaian
driver pemanas dalam hal ini direpresentasikan
oleh lampu pijar. Rangkaian driver akan merubah
nilai PWM menjadi tegangan kerja lampu pijar
yaitu 0 VDC sampai 12 VDC dengan keluaran arus
maksimal 4 A.
Nilai-nilai masukan dan keluaran dapat dilihat
pada tampilan LCD. Saat kita merubah-rubah nilai
tahanan VR, secara real time mikrokontroler akan
melakukan perhitungan logika fuzzy yang telah
dibuat. Respon dari pemanas dapat langsung
dilihat. Dalam sistem ini terdapat tambahan fitur
alarm. Alarm akan aktif saat tingkat kematangan
biji kopi bernilai > 15, ini untuk menandakan
bahwa tingkat kematangan biji kopi mendekati
batas maksimal. Alarm ini dapat dinonaktifkan
secara manual menggunakan alarm switch.
Gambar 14.Prototype pengendali pemanas
pemanggang kopidengan logika fuzzy menggunakan
Mikrokontroler.
Alarm
switch
Mikrokontroler Indikator
Pemanas
Driver Pemanas
Power Supply
VR1 &VR2
LCD 2x16
Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang Kopi Menggunakan ..... :E.J. Pristianto, H. Arisesa, A.N. Rahman 73
Perbandingan antara hasil simulasi Matlab dan
perhitungan logika fuzzy yang dilakukan oleh
mikrokontroler, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian perhitungan logika fuzzy
dengan Matlab dan Mikrokontroler.
NO
INPUT VALUE OUTPUT VALUE ERROR
(%) WARNA SUHU MATLAB HARDWARE
(U1) (U2)
1 0 0 100 100 0
2 2,08 20,14 100 99,67 0,33
3 5,08 28,54 97,5 97,33 0,17
4 7,99 49,27 75 75 0
5 9,23 113 75 75 0
6 10,01 125,5 25 25 0
7 10,56 64,13 50 50 0
8 11,03 113 25 25 0
9 12,89 153,27 4,5 4,64 0,14
10 13,75 200 1 1,05 0,05
11 16 200 0 0 0
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai keluaran
yang dihasilkan simulasi Matlab dan perhitungan
mikrokontroler, menunjukkan nilai yang relatif
sama, dimana rata-rata nilai error hanya 0,06%
atau mendekati 0 %. Ini membuktikan bahwa
algoritma logika fuzzy untuk kendali pemanas
pemanggang kopi, yang ditanam di sistem
mikrokontroler dapat dikatakan berhasil.
Penerapan logika fuzzy pada mesin sangrai kopi
menyebabkan prosedur kerja mesin ini berubah.
Pengendalian tingkat elemen pemanas yang semula
dikendalikan secara manual oleh serorang operator,
dengan sistem ini, proses tersebut akan digantikan
dengan sebuah sistem embedded menggunakan
mikrokontroler sehingga prosesnya dapat berjalan
otomatis.
Dari hasil pengujian perangkat keras, prototype
yang dibuat dapat bekerja sesuai dengan rancangan
yang dikehendaki. Untuk meningkatkan performa
pengendalian, diperlukan tambahan variable
masukan, seperti sensor temperature untuk
pemanas dan variabel waktu roasting. Diperlukan
pengujian untuk implementasi yang sebenarnya,
yaitu mengganti VR dengan sensor-sensor yang
sebenarnya dan mengganti lampu pijar dengan
jenis elemen pemanas yang dipakai di pemanggang
kopi
5. Kesimpulan
Dari hasil simulasi dan analisis data yang
dihasilkan dapat diambil beberapa kesimpulan.
Logika fuzzy yang dibangun untuk sistem
pengendalian pemanas roaster kopi, sudah dapat
dikatakan sesuai dengan keahlian seorang operator
pada saat melakukan proses roasting
Algoritma Logika fuzzy yang ditanamkan ke
mikrokontroler dapat dikatakan berhasil dengan
rata-rata error 0,06%. Prototype yang dibuat sudah
bisa merepresentasikan sistem kerja pengendali
pemanas roaster kopi yang sebenarnya dengan
baik.
Daftar Pustaka
[1] Mulato, Sri. Perancangan dan pengujian mesin
sangrai biji kopi tipe silinder. Pelita Perkebunan,
18, 31—45, 2002
[2] http://www.rumahkopi.com/2012/02/roasting-
kopi.html. diakses tanggal 24 November 2014
[3] Suyanto. Soft Computing Membangun Mesin Ber
IQ Tinggi. Penerbit Informatika. 2008.
[4] McRoberts, Michael. Beginning Arduino.
Technology In Action, 2010
[5] Pudjo Widodo, Pabowo dan Rahmadya.
Penerapan Soft Computing dengan Matlab.
Rekayasa Sains. 2012
74 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 67-74
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis
Motor Arus Searah pada MATLAB/Simulink
Modeling and Simulation of an Electric Vehicle Based on
Direct Current Motor on MATLAB/Simulink
Adnan Rafi Al Tahtawi Program Studi Teknik Komputer, Politeknik Sukabumi, Jl. Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi
Email: [email protected]
_______________________________________________________________________________________
Abstract
Electric vehicle is one of vehicles which not have pollution due to environmental-friendly characteristic. Recently,
the researches about electric vehicles, especially electric car, are still being conducted as well as hardware realization
or software simulation. In this paper, modeling and simulation of an electric vehicle based Direct Current Motors
(DCMs) using MATLAB/Simulink will be presented. Interaction between vehicle’s wheels and the road can be
simulated using two units of DCM with linked axis of rotation. DCM1 and DCM2 are assumed respectively as electric
motor drive and various road profiles. Input of DCM1 is speed profile, while the other is road’s slope angle profile.
Therefore, with using this model, the amount of power consumption which is needed by the vehicle for each scenario
designed can be observed easily.
Keywords: Electric vehicle, power, direct current motor (DCM), MATLAB/Simulink
Abstrak
Kendaraan listrik merupakan jenis kendaraan yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara. Saat
ini penelitian terkait kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, masih terus dilakukan baik secara simulasi maupun
eksperimen langsung. Pada makalah ini, akan dimodelkan dan disimulasikan mobil listrik menggunakan
MATLAB/Simulink berbasis motor arus searah (MAS). Interaksi antara roda mobil dengan permukaan jalan dapat
disimulasikan menggunakan dua buah MAS yang saling terhubung sumbu putarnya. MAS1 dan MAS2 berturut-turut
diasumsikan sebagai motor listrik dan profil jalan. Masukan pada MAS1 adalah profil kecepatan dan masukan MAS2
adalah profil sudut kemiringan jalan. Dengan digunakannya model ini, besarnya konsumsi daya yang diperlukan oleh
mobil listrik untuk setiap skenario yang dirancang dapat diamati dengan mudah.
Kata kunci: Mobil listrik, daya, motor arus searah (MAS), MATLAB/Simulink
_______________________________________________________________________________________
1. 1Pendahuluan
Jumlah kendaraan bermotor yang semakin hari
semakin bertambah akan berdampak pada lebih
besarnya lagi tingkat polusi udara di muka bumi.
Hal ini tentu saja menjadi tugas besar bagi umat
manusia untuk terhindar dari kondisi tersebut.
Penelitian-penelitian terkait kendaraan yang ramah
lingkungan pun masih terus dilakukan, salah
satunya yaitu tentang mobil listrik. Seperti yang
diketahui bahwa energi listrik merupakan salah
satu jenis energi yang ramah lingkungan. Dengan
adanya kendaraan yang menggunakan sumber
energi listrik, maka tingkat pencemaran udara
dapat ditekan.
Received: 6 June 2016; Revised: 3 January 2017; Accepted: 4 January 2017; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM
2016/16-NO464 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.464
Saat ini penelitian terkait mobil listrik telah
banyak dilakukan baik secara eksperimen
hardware langsung maupun secara simulasi
software. Pada makalah ini akan dimodelkan serta
disimulasikan sebuah mobil listrik dengan
menggunakan motor arus searah (MAS) sebagai
komponen utamanya pada MALAB/Simulink.
Sebelumnya, simulasi mobil listrik secara software
telah dilakukan. Pemodelan mobil listrik berbasis
MATLAB/Simulink menggunakan mesin sinkron
sebagai komponen utamanya telah dilakukan oleh
[1]. Selain itu pada [2]-[4], mobil listrik juga telah
dimodelkan pada MATLAB/Simulink dengan
menggunakan persamaan dinamika kendaraan.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah
pada makalah ini skema pemodelan digunakan
dengan menggunakan dua unit MAS sebagai
komponen utamanya. Kedua MAS tersebut saling
terhubung sumbu putarnya satu sama lain. MAS1
diasumsikan sebagai mobil listrik sedangkan
76 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
MAS2 diasumsikan sebagai beban yang diterima.
Dengan menggunakan skema ini, simulasi secara
hardware dapat lebih mudah dilakukan karena
digunakannya MAS yang memiliki karakteristik
lebih sederhana jika dibandingkan dengan motor
listrik lainnya, seperti yang dilakukan pada [5] dan
[6]. Selain itu, dengan menggunakan model yang
dirancang, besarnya konsumsi daya mobil listrik
yang diperoleh dapat diketahui untuk setiap
skenario profil jalan yang dirancang.
2. Pemodelan baterai
Model baterai yang digunakan yaitu terdiri dari
sumber tegangan variabel dan resistansi internal
yang tersusun seri. Sinyal variabel untuk sumber
tegangan mengacu pada [7] yaitu sebagai berikut:
( )
dengan E adalah tegangan kendali, E0 adalah
tegangan konstan baterai, K adalah tegangan polar,
Q adalah kapasitas baterai, A adalah amplitudo
daerah eksponensial, B adalah invers konstanta
waktu daerah eksponensial, Vbatt adalah tegangan
aktual baterai, R adalah resistansi dan i adalah arus.
Gambar 1. Model baterai
3. Pemodelan gaya pada mobil bergerak
Interaksi antara roda mobil dengan permukaan
jalan dapat dimodelkan dengan dua buah MAS
yang saling terhubung sumbu putarnya. MAS1
diasumsikan sebagai kendaraan (mobil) sedangkan
MAS2 diasumsikan sebagai profil beban. Karena
model yang digunakan adalah MAS, maka
diperlukan perhitungan tegangan masukan MAS
yang mampu merepresentasikan kondisi interaksi
sebenarnya antara mobil dan permukaan jalan.
Gaya yang berinteraksi pada mobil bergerak
dimodelkan pada Gambar 2. Besarnya perubahan
kecepatan mobil saat melintas dipermukaan jalan
adalah:
∑ ∑
dimana
adalah perubahan kecepatan terhadap
waktu (percepatan), ∑ adalah total gaya traksi
kendaraan, ∑ adalah total gaya resistif,
adalah faktor massa dan adalah total massa
kendaraan. Gaya resistif kendaraan terdiri dari
gaya resistif putaran roda ( ), gaya aerodinamis
( ) dan gaya gravitasi ( ). Ketiga gaya tersebut
diperoleh berdasarkan persamaan berikut:
( ) ( )
(
) ( )
( )
dimana adalah kecepatan, adalah kecepatan
angin, adalah massa kendaraan, adalah
percepatan gravitasi, adalah sudut kemiringan
jalan, massa jenis udara, dan berturut-
turut adalah koefisien resistansi roda dan
aerodinamis, terakhir adalah ruas area depan
kendaraan. Untuk kesederhanaan, massa jenis
udara ( ) pada kondisi udara kering dapat
ditentukan sebesar 1 kg/m3 dan kecepatan angin
( ) dapat diabaikan. Dengan demikian total gaya
traksi yang diperlukan dapat ditulis:
( )
( )
Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat
dihitung besarnya torsi yang diperlukan roda
sebagai berikut:
dimana adalah torsi, adalah skala torsi dan
adalah jari-jari roda.
Gambar 2. Gaya yang berinteraksi
4. Pemodelan motor arus searah (MAS)
Pada bagian ini akan dimodelkan dua buah MAS
yang terhubung sumbu putarnya seperti pada
Gambar 3. Kedua MAS tersebut dimodelkan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah.....: A.R. Al Tahtawi 77
secara elektrik dan mekanik. Persamaan elektrik
MAS dapat ditulis:
dimana adalah tegangan masukan MAS, dan
berturut-turut adalah resistansi dan induktansi, adalah arus dan adalah tegangan yang
disebabkan gaya balik elektromotif. Sedangkan
persamaan mekanik MAS ketika terhubung sumbu
putar dengan MAS lain adalah:
dimana dan adalah torsi MAS1 dan
MAS2, adalah momen inersia dan
adalah
percepatan sudut. Dengan menggunakan
hubungan:
dan
dimana adalah konstanta motor dan adalah
kecepatan sudut, maka persamaan elektris dan
mekanis kedua MAS adalah
dimana dan adalah tegangan masukan
kedua MAS.
Gambar 3. Dua unit MAS yang terhubung
5. Desain model pada MATLAB/Simulink
Model mobil listrik berbasis MAS dirancang pada
MATLAB/Simulink. Tahapan pemodelan yang
dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4. Komponen
utama yang digunakan yaitu DC Machine pada
library Simscape/SimPowerSystems/Machines.
Model yang dirancang ditunjukkan pada Gambar 5
Gambar 4. Diagram alir pemodelan
Gambar 5. Model mobil listrik berbasis MAS
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
78 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
Kedua MAS tersebut dihubungkan dengan
menggunakan kedua torsi yang dihasilkan (T1 dan
T2). Tegangan masukan yang diperlukan untuk
kedua MAS (Vdcm1 dan Vdcm2) tersebut
diperoleh berdasarkan persamaan (13) dan (14).
Tegangan tersebut diperoleh dari kecepatan dan
profil kemiringan jalan yang ditentukan.
Selanjutnya, kedua tegangan tersebut diberikan ke
kedua MAS melalui sinyal PWM.
6. Hasil simulasi
Untuk mengetahui hasil dari model yang
dirancang, maka dilakukan simulasi pada
MATLAB/Simulink. Simulasi dilakukan dengan
menggunakan solver ODE45 dan waktu sampling
1e-03 s. Adapun parameter kendaraan yang
digunakan tersaji pada Tabel 1. Parameter tersebut
diperoleh dengan mengacu pada [9]. Profil
kecepatan yang diujikan terdapat dua jenis, yaitu
konstan dan stop and go, sedangkan profil jalan
yang dirancang yaitu datar dan berbukit. Profil
kecepatan konstan yang dirancang yaitu 36 km/jam
(10 m/s), sedangkan profil kecepatan stop and go
tersaji pada Gambar 6. Profil jalan berbukit
dirancang pada MATLAB/M-file dengan
menggunakan persamaan linier parsial dan tersaji
pada Gambar 7. Besarnya tegangan yang diperoleh
untuk empat skenario yang dirancang juga tersaji
pada Gambar 8.
Tabel 1. Parameter kendaraan
Parameter Nilai
Massa body
Massa roda dan motor
Jari-jari roda
Rasio gearbox
Luas area depan
Koefisien resistansi roda
Koefisien aerodinamis
800 Kg
10 Kg
0,3 m
1 : 5
1,8 m2
0,01+3,6
0,55
Gambar 6. Profil kecepatan stop and go
Gambar 7. Profil jalan berbukit beserta sudut
kemiringannya
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. Tegangan kedua MAS: (a) kecepatan
konstan dan jalan berbukit, (b) kecepatan konstan dan
jalan datar, (c) kecepatan stop and go dan jalan berbukit,
(d) kecepatan stop and go dan jalan datar
Gambar 8 memperlihatkan besarnya tegangan
yang diperoleh berdasarkan persamaan (13) dan
(14) sesuai skenario yang dirancang. Baterai yang
digunakan sebagai model yaitu Lithium-Ionium
dengan tegangan nominal 3,7 V dan rated capacity
1 Ah. Banyaknya baterai yang digunakan yaitu 12
Pemodelan dan Simulasi Kendaraan Listrik Berbasis Motor Arus Searah.....: A.R. Al Tahtawi 79
unit sehingga menghasilkan tegangan 51,68 V.
Besarnya tegangan pada Gambar 8 terlihat tidak
melebihi batas maksimum tegangan baterai. Hal ini
terjadi karena proses scaling yang telah dilakukan
sebelumnya. Besarnya daya yang diperlukan
baterai untuk setiap skenario disajikan pada
Gambar 9 dibawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 9. Daya yang diperlukan: (a) kecepatan
konstan dan jalan berbukit, (b) kecepatan konstan dan
jalan datar, (c) kecepatan stop and go dan jalan berbukit,
(d) kecepatan stop and go dan jalan datar
(a)
(b)
Gambar 10. SOC: (a) kecepatan konstan, (b) kecepatan
stop and go
Sesuai dengan Gambar 9, besarnya daya yang
diperlukan pada skenario (a) berbanding lurus
dengan besarnya sudut permukaan jalan. Hal ini
terjadi karena beban yang diterima lebih besar
pada kondisi jalan uphill, sedangkan saat downhill
daya yang dihasilkan bernilai negatif dimana
kondisi ini dimanfaatkan untuk pengereman
regeneratif. Pada skenario (b), daya yang
dihasilkan hampir mendekati nol. Hal ini
dikarenakan profil kecepatan yang dirancang
bersifat konstan dan profil jalan yang dirancang
pun memiliki kemiringan 0ᴼ. Akan tetapi,
diperlukan daya yang besar selama 0,5 detik sesaat
ketika mobil memulai perjalanan. Skenario (c) dan
(d) pada Gambar 9 memperlihatkan besarnya daya
yang diperlukan ketika kecepatan tidak konstan.
Perbedaan antara skenario (c) dan (d) terlihat saat
mobil berada pada kondisi uphill dan downhill.
Ketika kecepatan berakselerasi diperlukan daya
yang lebih besar, sedangkan ketika mobil
melakukan perlambatan daya yang dihasilkan
bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan kondisi
pengereman regeneratif pada mobil listrik. Gambar
10 menunjukkan SOC baterai yang dihasilkan.
SOC diperoleh sesuai skenario kecepatan dan
kondisi jalan yang dirancang. Gambar 10(a)
merupakan SOC ketika kondisi kecepatan konstan,
sedangkan Gambar 10(b) diperoleh ketika
digunakan kecepatan tidak konstan (stop and go).
Kedua SOC tersebut berlaku untuk profil jalan
berbukit dan datar.
Dari beberapa skenario yang diujikan, terlihat
bahwa dengan digunakannya MAS sebagai model
dari mobil listrik, maka besarnya daya yang
diperlukan dapat dianalisa untuk berbagai skenario
perjalanan. SOC baterai juga dapat diamati sesuai
skenario yang dirancang. Selain itu, model ini juga
lebih mudah direalisasikan kedalam perangkat
keras sehingga sistem yang dirancang akan lebih
mendekati kondisi sebenarnya.
80 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 75-80
7. Kesimpulan
Model mobil listrik berbasis MAS telah dirancang
dan disimulasikan pada MATLAB/Simulink.
Dengan digunakannya dua unit MAS yang
terhubung sumbu putarnya sebagai komponen
utama, besarnya daya yang diperlukan untuk setiap
skenario perjalanan mobil dapat dianalisa. SOC
baterai juga dapat diamati sesuai skenario
perjalanan yang dirancang. Selain itu, realisasi
perangkat keras pun akan lebih mudah dilakukan.
Dengan demikian, model ini dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif simulasi mobil listrik
dalam skala kecil baik secara software maupun
hardware.
Daftar Pustaka
[1] Kaloko, B.S., Soebagio, Purnomo, M.H., Design
and Development of Small Electric Vehicle using
MATLAB/Simulink, International Journal of
Computer Applications Vol. 24 No. 6, June 2011,
pp. 19-23.
[2] Gao, et. al., Modeling and Simulaion of Electric
and Hybrid Vehicles, Proceedings of the IEEE
Vol. 95 No. 4, April 2007, pp. 729-745.
[3] Karen L., Butler, et. al., A Matlab-Based Modeling
and Simulation Package for Electric and Hybrid
Electric Vehicle Design, IEEE Transactions on
Vehicular Technology, Vol. 48, No. 6, Nov 1999.
[4] Salem, Farhan A., Modeling and Control Solution
for Electric Vehicles, European Scientific Journal
Vol. 9 No. 15, May 2013, pp. 221-240.
[5] Diaz, Stephanie, Protodrive: Simulation of Electric
Vehicle Powertrains, NSF Summer Undergraduate
Fellowship in Sensor Technologies, Binghamton
University, 2012.
[6] Al Tahtawi, A.R., Rohman, A.S., Simple
Supercapacitor Charging Scheme in Electrical
Car Simulator Using Direct Current Machines,
Proceeding of The 5th
International Conference on
Electrical Engineering and Informatics (ICEEI)
Bali, August 2015, pp. 623-628.
[7] Tremblay, O., et. al., A generic battery model for
the dynamic simulation of hybrid electric vehicle,
IEEE Vehicle Power and Propulsion Conference,
2007.
[8] Ehsani, M., et. al., Modern Electric, Hybrid
Electric and Fuel Cell Vehicles, Fundamentals,
Theory and Design, CRC Press LCC, 2004.
[9] Schaltz, Erik. Electric Vehicle Design and
Modeling. Aalborg University, Denmark, INTECH
Open Acces Publisher, 2011.
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang
Berbasis WSN dan IoT
Online Water Quality Monitoring In Shrimp Aquaculture
Based On WSN and IoT
Yudi Yuliyus Maulana, Goib Wiranto, Dayat Kurniawan
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jl. Sangkuriang Kompek LIPI Gedung 20 lantai IV Bandung 40135, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
The paper describes the design and development of online water quality monitoring system based on wireless sensor
network (WSN) and Internet of Things (IOT). The system has been designed and developed to monitor some parameters
such as Dissolved Oxygen (DO), pH, conductivity and temperature on a shrimp aquaculture. The system consists of
several sensor nodes with the main components of an Arduino Uno connected to XBee and a master board. The main
components of master board are Raspberry Pi 2 (RPi2) and XBee board. Data were sent from each node to RPi2 using
WSN with a data packet that comes with an unique ID. The data was stored in the internal database of the RPi2 and
displayed in graph. Timer update server was used to updatethe data from RPi2 to a server using WiFi network. Data on
the server can be viewed using website, but it also can be seen using Telegram application installed in the mobile
devices. The RPi2 program was developed using Python language and matplotlib components. The experimental results
show that the system has great prospects and can be used for shrimp aquaculture by providing information that is
relevant and timely. The collected data can be used for further research and analysis.
keywords: aquaculture shrimp, internet of things, quality of water, sensor, Wireless Sensor Network
Abstrak
Dalam tulisan ini dijelaskan desain dan pengembangan sistem online monitoring kualitas air berbasis wireless
sensor Network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Sistem ini didesain dan dikembangkan untuk memantau parameter
DO (Dissolved Oxygen), pH, conductivity dan temperatur pada budidaya udang. Sistem terdiri dari beberapa node
sensor dengan komponen utama arduino uno yang terhubung dengan Xbee board dan master board dengan komponen
utamanya adalah Raspberry Pi 2 (RPi2) board dan Xbee. Data dikirim dari masing-masing node ke RPi2 menggunakan
jaringan WSN dengan paket data yang dilengkapi dengan masing-masing ID, setelah itu data disimpan di database
internal RPi2 dan ditampilkan di graph. Timer update server digunakan untuk update data dari RPi2 ke server
menggunakan jaringan internet melalui wifi. Data di server dapat dilihat menggunakan website, selain itu juga data
dapat dilihat pada aplikasi Telegram Messenger yang ter-install di perangkat ponsel. Program RPi2 dikembangkan
menggunakan bahasa python dan komponen matplotlib. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem memiliki prospek
yang besar dan dapat digunakan untuk keperluan budidaya udang dengan memberikan informasi yang relevan dan tepat
waktu. Data hasil pengumpulan tersebut dapat digunakan untuk penelitian dan analisa lebih lanjut.
.
kata kunci : budidaya udang, internet of things, kualitas air, sensor, wireless sensor network
1. 1Pendahuluan
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
mengelola sumber daya air telah menjadi isu
mendasar yang telah dibahas serius oleh
pemerintah dan organisasi publik selama dekade
terakhir. Tujuannya adalah untuk menjamin
keberlanjutan sumber daya air untuk generasi
Received: 17 March 2016; Revised: 27 January 2017; Accepted: 30
January 2017; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM
2016/16-NO456 DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.456
mendatang. pengelolaan sumber daya air tidak
hanya kekhawatiran tentang konservasi air, tetapi
juga mencakup penyediaan informasi tentang
kualitas air, yang harus dapat diakses oleh publik
sehingga persiapan awal dapat diambil oleh
mereka yang terkena dalam kondisi degradasi air
[1]. Informasi tersebut dapat disediakan oleh
jaringan pengukuran kualitas air terencana yang
diaplikasikan untuk penggunaan tertentu, seperti
air minum [2], industri [3], pertanian [4],
budidaya [5], dan lain-lain. Masalah utama dalam
meralisasi suatu jaringan sistem online monitoring
82 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
kualitas air di negara kepulauan seperti Indonesia
terkait dengan lokasi geografis akan terpisah
sumber daya air dan manajemen. Di masa lalu,
masalah geografis diselesaikan dengan cara
konvensional atau manual dalam pengumpulan
data, dengan mengandalkan kemampuan manusia
untuk mengumpulkan data sampel air dan
kemudian menganalisisnya di laboratorium.
Proses ini tidak hanya memakan waktu (tidak
praktis), tetapi juga tenaga kerja mahal dan rendah
resolusi waktu.
Tapi dengan kemajuan di bidang Teknologi
Informasi, sekarang data dapat dikumpulkan di
lokasi dan ditransmisikan ke seluruh wilayah yang
luas dengan menggunakan Wireless Sensor
Network (WSN) dan Internet of Things (IoT). Hal
ini tidak mengherankan bahwa selama beberapa
tahun terakhir, WSN dan IoT telah menerima
banyak perhatian dari akademisi maupun industri
karena telah diaplikasikan secara luas [6].
Keuntungan utama dari WSN adalah murah
implementasi dan pemeliharaan, karena penyiapan
tidak memerlukan infrastruktur fix. Selain itu,
WSN membutuhkan daya rendah [7], dan dapat
di-install di setiap tempat yang sulit dijangkau dan
jauh terisolasi, meliputi wilayah yang luas dari
berbagai jenis sumber daya air [8]. Keuntungan
ini telah menarik peneliti lingkungan dalam
menerapkan WSN untuk memantau kondisi
lingkungan termasuk parameter kualitas air [9].
Dalam kebanyakan arsitektur WSN baru-baru ini,
tren telah menggunakan sistem data logging
kustom untuk memperoleh data kualitas
lingkungan dan mengirimkannya ke server data
jarak jauh, dimana kemudian data akan
didistribusikan ke situs web atau perangkat ponsel
[10,11].
Dalam tulisan ini, desain dan implementasi
dari WSN untuk monitoring parameter kualitas air
akan dijelaskan. Sistem ini terdiri dari sensor
untuk memantau parameter kualitas air (DO, pH,
dan suhu), sebuah Raspberry Pi 2, dan server
database dengan aplikasi perangkat lunak. Sistem
ini telah diuji di lapangan untuk memantau
kualitas air dari budidaya udang dan mampu
memberikan data yang online melalui situs web
(www.ppet.org/water/home.php) dan Telegram
Messenger.
2. Desain dan realisasi alat
Sistem di desain untuk beberapa node dalam satu
lokasi, setiap node mempunyai ID masing-masing
yang berbeda dan setiap Lokasi mempunyai ID
masing-masing yang berbeda pula. Sistem ini
dirancang untuk dapat menerima data dari
beberapa stasiun/lokasi tambak udang atau lokasi
yang lain yang terdiri dari beberapa node WSN
untuk setiap lokasinya. Struktur utama terdiri dari
modul node sensor, master dan web server. Data
awal kualitas air dari lokasi instalasi dikumpulkan
di node sensor, Dalam hal ini, empat parameter
kualitas air adalah DO (Dissolved Oxygen), pH,
conductivity dan temperatur. Data dari node
sensor dikirimkan ke master menggunakan
pemancar wireless Xbee (WSN) kemudian master
mengolahnya, menampilkan lalu mengirimkan
data ke server menggunakan Wireless Fidelity
(wifi). Data akan di-upload ke situs web dan
dikirim ke beberapa ponsel yang ditunjuk dengan
aplikasi Android. Konsep dasar dari sistem online
monitoring kualitas air berbasis jaringan WSN
dan IoT untuk tambak udang ditunjukkan pada
Gambar 1.
.
Master(RPi 2 Board)
XBee
INTERNETLCD
WIFI MODEM
WEB SERVER
USER HOME SMART PHONE
INTERNET
WEB PAGE
PHNODE 1
(Arduino Uno)
Temperature
Conductivity
DO
XBee
PHNODE 2
(Arduino Uno)
Temperature
Conductivity
DO
XBee
Gambar 1. Blok diagram sistem online monitoring kualitas air berbasis jaringan WSN dan IoT
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis..... : Y.Y. Maulana, G. Wiranto, D. Kurniawan 83
2.1 Node sensor
Node sensor adalah bagian depan seluruh sistem
WSN. Ini terdiri dari empat sensor kualitas air,
rangkaian antarmuka, mikrokontroler Arduino
Uno, dan pemancar wireless Xbee Pro. Node
sensor telah didukung oleh 50 Watt panel surya,
dan dengan demikian bisa dipasang di hampir
semua lokasi. sensor pH yang digunakan adalah
dari Atlas Scientific dengan probe sensitifitas dari
0 - 14. Sensor DO dari Atlas Scientific dengan
probe range sensitivitas 0 - 20 mg/l. Sensor
conductivity juga dari Atlas Scientific dengan
probe range sensitivitas 5 µS/cm to 200,000
µS/cm. Sensor suhu ini dari jenis DS18B20
Maxim Integrated dengan range pengukuran -55
sampai 125°C. Diagram blok dari seluruh node
sensor dapat dilihat pada Gambar 2. Sirkuit PH,
DO dan conductivity ini diperlukan untuk
mengkonversi output dari ketiga sensor ke dalam
format digital untuk dapat dibaca oleh
mikrokontroler Arduino. Operasi node sensor
dilakukan oleh mikrokontroler Arduino
menggunakan set instruksi dari memulai
perangkat keras dan perangkat lunak koneksi
untuk mengumpulkan dan mengirimkan data
sensor menggunakan pemancar Xbee yang
bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. file protokol dari
node ke master/ RPI2 dan Flow chart Arduino
Uno dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Arduino UNO
PH Circuit DO Circuit
Temperatur
SensorPH Sensor DO Sensor
XBee Pro
UARTOne Wire
UART
U
A
R
T
Conductivity
Circuit
conductivity
Sensor
UART
Gambar 2. Diagram blok node sensor
Header ‘A’data_PH data_DO ‘B’ data_Cond ‘C’ data_Temp TailnodeID
Header = 1 byte data karakter ‘@’
nodeID = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst
data_PH, data_DO, data_Cond, data_Temp = n byte data string data
Identifier : ‘A’,’B’,’C’,’D’ = 1 byte data char type
Tail = 1 byte data karakter ‘#’
Gambar 3. File protokol dari node ke master/RPI2
START
INISIALISASI SERIAL XBEE, DO, PH, COND, ONE WIRE TEMPERATURE
CEK DATA XBEE DAN ID NODE
N
AMBIL DATA SENSOR DO, PH, TEMP, COND
Y
KIRIM DATA KE MASTER (RPi2)+ID_NODE
CLEAR BUFFER DATA
Gambar 4. Flow chart program Arduino UNO
2.2. Master
Unit utama dari master adalah Raspberry Pi 2,
yang digunakan untuk mengontrol komunikasi
dari dan ke node sensor menggunakan Xbee Pro,
pengiriman data ke server menggunakan modem
Wifi, dan menampilkan data menggunakan LCD.
Xbee Pro yang digunakan untuk menerima data
yang dikirimkan dari node sensor. Setelah
diterima, data akan segera ditampilkan pada LCD
bersama dengan tanggal dan waktu data diterima.
Semua data (sensor dan waktu data) kemudian
ditransmisikan ke server menggunakan Wifi
secara periodik yaitu setiap 10 menit sekali dan
dapat diatur sesuai dengan keperluan user.
Gambar 3 menunjukkan diagram blok dan
realisasi komponen data yang logger.
Raspberry Pi 2
LCD
XBee ProUART
UART Wifi Modem
Gambar 5. Diagram blok master
84 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
START
INISIALISASI SERIAL XBEE, MYSQL, MATPLOTLIB, TIMER REQUEST DATA SENSOR,
TIMER UPDATE SERVER, TELEGRAM CLIENT
CEK TIMER REQUEST DATA
SENSOR
KIRIM REQUEST DATA KE NODE+ID_NODE
EXTRACT DATASAVE TO DATABASE, PLOT TO
GRAPH
CEK TIMER UPDATE SERVER
KIRIM PAKET DATA KE SERVER+ID_LOKASI
CEK DATA SERIAL XBEE
N
N
N
Y
Y
Y
Gambar 6. Flow chart program RPi2
Header ‘A’data_PH data_DO ‘B’ data_Cond ‘C’ data_Temp TailnodeID
Header = 1 byte data karakter ‘@’
nodeID = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst
data_PH, data_DO, data_Cond, data_Temp = n byte data string data
Identifier : ‘A’,’B’,’C’,’D’ = 1 byte data char type
Tail = 1 byte data karakter ‘#’
IDlokasi
IDlokasi = 1 byte data unsign integer: 1,2,3,dst
Gambar 7. File protokol pengiriman paket data dari
RPI2 ke server
RPi 2 board mempunyai peranan penting dalam
sistem ini karena difungsikan sebagai gateway ke
jaringan internet. RPi 2 board dapat di remote dari
luar menggunakan layanan waeved yang sudah
ter-install di RPi2. Data dari master akan
dikirimkan ke server dengan ID lokasi yang
berbeda seperti pada Gambar 7. Dengan
konfigurasi seperti ini akan sangat memungkinkan
dalam expansi berbagai titik lokasi untuk
memonitor kualitas air tambak udang. Selain itu
RPi 2 juga dapat memberikan report data kualitas
air melalui Telegram Messenger yang ter-install
pada smartphone melalui bot dengan alamat bot
@wqmppet. Semua program di RPi 2 dibuat
dengan menggunakan python 2.7.
2.3 Web server
Sistem online monitoring ini didesain agar data-
data sensor untuk setiap titik pengamatan dapat
dimonitor secara online melalui website
dimanapun user berapa selama terkoneksi dengan
internet baik itu melalui laptop, PC ataupun
perangkat ponsel. Web server mempunyai tugas
untuk menampilkan data-data sensor melalui web
client dan menyimpan data-data sensor dalam
sistem database, sehingga data-data tersebut dapat
ter-record dengan baik dari waktu ke waktu.
Sistem manajemen database ini sangat diperlukan
untuk pengolahan data baik itu untuk
menampilkan data dalam grafik, melihat record
data-data pada waktu yang lampau. Dalam sistem
ini database yang digunakan adalah mySQL.
Untuk melakukan query (insert, update, delete,
dll.) terhadap database mySQL digunakan bahasa
pemrograman berbasis web yaitu PHP. Disain
tampilan dari website sistem online monitoring ini
menggunakan komponen utama Bootstrap. Disain
website dengan bootstrap akan memudahkan
dalam membuat tampilan website yang akan
menyesuaikan dengan ukuran layar dari web
client atau browser yang digunakan baik itu di
laptop, PC ataupun di ponsel. Web server dalam
sistem ini didisain dengan beberapa fitur yaitu
menampilkan data dalam bentuk grafik dan tabel,
export data dalam bentuk excel, image dan pdf.
Selain itu web server juga didesain memiliki user
access management sehingga antara user satu
dengan yang lain akan memiliki hak akses yang
berbeda-beda.
Gambar 8. Lokasi node sensor di pulau Bangka dan
server di Bandung
3. Hasil dan diskusi
Sistem ini telah diterapkan untuk mengukur
parameter kualitas air dari budidaya udang yang
terletak di pulau Bangka, dan database server
terletak di Bandung, Jawa Barat. Seperti dapat
dilihat pada Gambar 8, node sensor dipasang di
tengah tambak udang, menggunakan 50 Watt
panel surya sebagai sumber listrik. Master
ditempatkan di sisi kolam dalam 20 meter jarak
dari node sensor. Sejak instalasi pertama pada
bulan November 2015, sistem telah terus-menerus
mengirimkan data ke server tanpa gangguan
lainnya yang signifikan, kecuali selama masa
pemeliharaan. Ini berarti bahwa sistem telah
membuktikan diri cocok untuk jangka panjang,
pemantauan aplikasi luar ruangan. Pada Gambar 9,
dapat dilihat tampilan website data kualitas air
yang diperbarui setiap interval 10 menit.
Informasi ini dapat diakses oleh publik dari situs
web http://www.ppet.lipi.go.id/water/home.php,
Node Sensor
Master
Server
Online Monitoring Kualitas Air pada Budidaya Udang Berbasis..... : Y.Y. Maulana, G. Wiranto, D. Kurniawan 85
namun, untuk tampilan sejarah dan grafis dari
data, membutuhkan akses login ke dalam sistem.
Selain itu data pada aplikasi telepon seluler juga
diperbarui setiap 10 menit. Beberapa nomor
ponsel ini dipilih milik manajemen bisnis
budidaya untuk menerima informasi dari
parameter kualitas air.
Pada Gambar 10, tampilan grafis data parameter
kualitas air ditunjukkan, dengan jangka waktu 24
jam untuk parameter DO, pH, conductivity dan
temperatur. diambil pada tanggal 13 Januari 2017.
Hal ini dapat dilihat bahwa nilai DO, pH,
conductivity dan temperatur keadaannya normal.
Nilai optimal untuk budidaya udang adalah DO (4
– 7,5 ppm), pH (6,5 – 8) dan Suhu (25 – 310 C).
Data-data sensor ini juga dikirimkan ke Telegram
Messenger Notification seperti yang terlihat pada
Gambar 11.
Gambar 9. Screen shot dari tampilan website
Gambar 10.Tampilan grafis dari parameter DO, pH, conductivity dan temperatur
86 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 81-86
Gambar 11. Notifikasi data dengan Telegram
Messenger Notification
4. Kesimpulan
Dalam tulisan ini, desain dan realisasi sistem
online monitoring kualitas air berbasis jaringan
WSN dan IoT telah dijelaskan. Sistem ini telah
diterapkan untuk memantau parameter DO, pH,
conductivity dan temperatur di salah satu pusat
budidaya udang. data yang dikumpulkan dari
pengukuran sensor di setiap budidaya dapat
dimonitor secara online melalui website (laptop,
PC ataupun perangkat ponsel). Sistem yang
terintegrasi ini merupakan pengembangkan dari
sistem online monitoring yang menggunakan
teknologi IoT, perangkat yang support IoT adalah
Raspberry Pi board dengan harga terjangkau atau
murah. Di masa depan, diharapkan semacam
sistem monitoring secara online dapat diterapkan
di semua pusat budidaya udang di Indonesia. Data
kualitas air yang dikumpulkan dari masing-
masing pusat budidaya kemudian dapat
diintegrasikan dengan informasi lain seperti
sumber daya air, bisnis dan informasi geografis,
sehingga database akan berfungsi sebagai alat
pendukung pemberi keputusan untuk pengelolaan
industri budidaya.
Ucapan terima kasih
Karya ini secara finansial didukung oleh LIPI di
bawah skema Kegiatan Pemanfaatan Iptekda LIPI
2015.
Daftar Pustaka
[1] J.J. Hernandez, L.P. Fernandez, L.A. Vargas,
J.A. Ochoa, and J.F. Trinidad, “Water quality
assessment in shrimp culture using analytical
hierarchical process”, Ecological indicators, Vol.
29, June 2013, pp. 148 – 158.
[2] R.C. Summerfelt, “Water quality considerations
for aquaculture”,
http://truchasdelarcoiris.com/pdf/06.pdf,
accessed on Dec. 31, 2014.
[3] S.B. Basavaraddi, H. Kousar, and E.T. Puttaiah.
"Dissolved oxygen concentration - a remarkable
indicator of ground water pollution in and
around Tiptur town, Tumkur District, Karnataka,
India," Bull. Env., PHarm. & Life Sci, Vol. 1,
iss 3, February 2012, pp. 48-54.
[4] Monitoring water quality, Volunteer stream
monitoring: A methods manual,
http://southcenters.osu.edu/sites/southc/files/site
-library/site-
images/WaterQualityConsiderations.pdf,
accessed on Dec 01, 2015.
[5] D. Inbakandan, R. Rajasree, L.S. Abraham, V.G.
Kumar, N. Manoharan, R. Venkatesan, and and
S.A. Khan, “Aquaculture informatics:
Integration of information technology and
aquaculture in India”, Int. J. Appl. Bioeng., Vol.
13 No. 1, 2009, pp. 35 – 42.
[6] M. Seneviratne, A Practical Approach to Water
Conservation for Commercial and Industrial
Facilities. Oxford, UK.
[7] Sridharan, S., Water Quality Monitoring
System Using Wireless Sensor Network.
International Journal of Electronic
Communications Engineering Advanced
Research, 3, 2014, pp. 399-402.
[8] Boonsong, W. and Ismail, W. Wireless
Monitoring of Household Electrical Power
Meter Using Embedded RFID with Wireless
Sensor Network Platform. International Journal
of Distributed Sensor Networks, Article ID:
876914, 2014.
[9] Hong, J.; Zhu, Q.; Xiao, J. Design and
Realization of Wireless Sensor Network
Gateway Based on ZigBee and GPRS. 2009 2nd
International Conference on Information and
Computing Science, Manchester, UK, 2009, pp.
196–199.
[10] Getting Started with Zigbee and IEEE 802.15.4,
Daintree Networks Inc, 2004.
[11] N.S. Haron, M.K. Muhamad, I. A. Aziz, and M.
Mehat, “Remote water quality monitoring
system using wireless sensors”, Proc. 8th
WSEAS Int. Conf. Elect., Hard, Wi. Opt.
Comm., 2009, pp. 148 – 154.
[12] Santoshkumar and V. Hiremath, “Design and
development of wireless sensor network system
to monitor parameters influenching fresh water
fishes”, Int. J. Comp. Sci. Eng., Vol. 4, No. 6,
2012, pp. 1096 – 1103.
[13] R. Fantacci, T. Pecorella, R. Viti, and C. Carlini,
“A network architecture solution for efficient
IOT WSN backhauling: challenges and
opportunities,”IEEE Wireless Communications,
Vol. 21 No.4, 2001, pp.113–119.
INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview
dan Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Duration
Rupture
Information System on Jisview Earthquake Monitoring and
Tsunami Potential Determination using Duration Rupture
Wiko Setyonegoro, Januar Arifin, Thomas Hardy Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jl. Angkasa I No.2 Kemayoran Jakarta Pusat 10720
Email: [email protected]
________________________________________________________________________________
Abstract
Information systems in the earthquake and tsunami monitoring is required to provide accurate information
regarding the occurrence of the earthquake source mechanism parameters. Development is done by dividing the
segment level seismic activity for the local velocity model in Sumatra, Java, Bali, Sulawesi and Papua. The velocity
model is useful for determining the accuracy of the parameter magnitude, coordinates, depth and time of occurrence of
earthquakes. Some of the latest development goals, including the installation of upgrading Jisview result in earthquake
recording station BMKG placed throughout Indonesia (UPT), then clustering in the data processing waveform into
several segments for the purpose of monitoring the efficiency and accuracy of waveform data download. Do also
compile on some supporting software such as: Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C ++, Matlab, 7.8, MapWinGis,
Active Control, Map Object 2.2, Data Dynamics Active Report, MySql connector odbc, media dissemination as
installation design user friendly easy to operate staff monitoring earthquakes. Furthermore, validated the accuracy of
the monitoring system of earthquake and tsunami accurate determination of potential through Tdur, Td and T50x at the
Center for BMKG. The development of an integrated, in strengthening the development of earthquake monitoring
system. Output of earthquake parameter information to be released in near real-time is coordinates, time, magnitude
(Mw), depth, strike, dip and slip, while the output potential of tsunami information in the release is, Td, Tdur, T50x, Td
* Tdur and Td * T50x.
Keywords: monitoring earthquakes, jisview, determination of potential tsunami, the duration of the rupture
Abstrak
Sistem monitoring gempa bumi dan tsunami diperlukan untuk memberikan informasi yang akurat mengenai
parameter mekanisme sumber terjadinya gempa bumi. Pengembangan yang dilakukan menurut pembagian segmen
tingkat aktivitas seismik untuk model kecepatan lokal di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua. Model kecepatan ini
bermanfaat untuk keakurasian penentuan parameter magnitude, koordinat, kedalaman dan waktu terjadinya gempa
bumi. Beberapa tujuan pengembangan terbaru, diantaranya instalasi hasil upgrading Jisview di stasiun pencatat gempa
bumi BMKG yang ditempatkan di seluruh Indonesia (UPT), kemudian clustering pada processing data waveform
menjadi beberapa segmen monitoring untuk tujuan efisiensi dan akurasi pengunduhan data waveform. Dilakukan juga
kompilasi pada beberapa software pendukung seperti : Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8,
MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report, MySql connector odbc, media
dissemination sebagai desain instalasi user friendly yang mudah dioperasikan staf monitoring gempa bumi. Lebih jauh,
dilakukan validasi akurasi sistem monitoring gempa bumi dan penentuan potensi tsunami yang akurat melalui Tdur, Td
dan T50x di Puslitbang BMKG. Pengembangan tersebut saling terintegrasi dalam penguatan pengembangan sistem
monitoring gempa bumi. Output dari informasi parameter gempa bumi yang di rilis secara near real-time adalah
koordinat, waktu, magnitudo (Mw), kedalaman, strike, dip dan slip, sedangkan output informasi potensi tsunami yang
di rilis adalah Td, Tdur, T50x, Td*Tdur dan Td*T50x.
Kata kunci: monitoring gempa bumi, jisview, penentuan potensi tsunami, durasi rupture
_______________________________________________________________________________________
1. 1Pendahuluan
Sistem informasi pada monitoring gempa bumi
Received: 7 June 2016; Revised: 18 January 2017; Accepted: 28
December 2016; Published Online: 22 February 2017 ©2016 INKOM 2016/16-NO465
DOI:http://dx.doi.org/10.14203/j.inkom.465
Jisview digunakan untuk menggambarkan
informasi gempabumi secara near realtime yang
berpotensi menimbulkan kerusakan dan
bangunan, infrastruktur vital dan berbagai
fasilitas umum [8]. Telah dilakukan
pengembangan sistem monitoring gempa bumi
88 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
pada tahun 2013, pada tahun ini dibangun sistem
monitoring gempa bumi dengan penentuan
parameter gempa bumi dan mekanisme sumber
gempa bumi secara real time dan otomatis, dan
pada tahun 2014 dilakukan upgrading fungsi-
fungsi penting pada sistem [9].
Gambar 1. Fitur sistem informasi dari monitoring
gempa bumi Jisview
Pada tahun 2015, dilanjutkan dengan
pengembangan PC Cluster (server) di Lab.
Puslitbang Geofisika BMKG dengan tujuan
untuk melakukan pembagian pemrosesan data
atau mempersempit lokasi stasiun penerima
dalam mengolah sinyal hingga diperoleh sinyal
yang lebih presisi. Melalui beberapa
pengembangan versi sebelumnya Jisview terdiri
dari beberapa fitur penting dalam memberikan
informasi gempa bumi, diantaranya:
Auto/Manual Locating Hypoinverse 2000. Model
Kecepatan : IASP91. Akuisisi data melalui fitur
real time SEEDLINK pada JISSTREAM
disimpan dalam bentuk file binary sesuai channel
dan waktu datanya (Gambar 1). Perhitungan
focal mechanism dan Plotting bola fokus
Menggunakan MODUL DASAR WINAZMTAK
1.0. Derivator : Model Gutenberg & Richter,
Model Wald dan Model Lepolt Linkimer.
INTEGrator : Velocity Displacement. Fitur
untuk mengkonversi atau menyimpan data
waveform sensor tunggal tiga komponen ke
dalam format DIMAS agar dapat dianalisa
melalui software analisa single station
WGSNPlot. Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual
C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control,
Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report,
MySql connector odbc. Butterworth filter
(reguler & zero phase filter) : FFT.
Pada Gambar 2 ditampilkan akses data yang
terhubung ke sistem monitoring gempa bumi
Jisview mencakup stasiun pencatat gempa bumi
dari hampir di seluruh dunia. Fitur ini berfungsi
untuk melakukan request data sinyal maupun
instrumen respon ke server Arclink BMKG;159
stasiun, GFZ (Germany);1246 dan IRIS/USGS;
339 stasiun. Dengan total akses data real time
yang terhubung pada sistem monitoring Jisview
hingga 1744 sensor gempa bumi (Gambar 3).
Gambar 2. Stasiun sensor pencatat kejadian gempa bumi yang terhubung pada Jisview melalui server arclink di Ina-
TEWS BMKG sebanyak 1744 stasiun/ sensor.
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 89
Gambar 3. Alur akses data near real time pada sistem monitoring gempa bumi Jisview.
1.1 Sistem informasi penentuan potensi
tsunami menggunakan duration rupture
Aplikasi lainnya pada kegiatan tahun 2015 ini
adalah sistem informasi penentuan potensi
tsunami T-dur, Td dan T50x. Peringatan dini
tsunami yang cepat, tepat dan akurat sangat
berpengaruh terhadap usaha mitigasi bahaya
tsunami. Pada tahun 2012, telah dilakukan
rancang desain perangkat lunak info dini tsunami
dengan metode durasi rupture (Tdur) [7], periode
dominan (Td) dan T50Ex. Pada tahun 2013,
Puslitbang BMKG telah melakukan kajian hasil
monitoring peringatan dini tsunami dengan
menggunakan metode durasi rupture (Tdur),
periode dominan (Td) dan T50Ex [21]. Tahun
2014, dilakukan kajian dan evaluasi kehandalan
sistem peringatan dini tsunami dengan metode
yang telah dikembangkan [22].
Untuk historis pengembangan penentuan potensi
tsunami dengan T-Dur, pada tahun 2012,
Puslitbang telah dibuat script program aplikasi
penentuan potensi tsunami menggunakan
perhitungan Tdur, Td Dan T50Ex. Program
penentuan potensi tsunami juga telah diuji secara
offline dengan beberapa gempa bumi yang
berpotensi tsunami [17], yang ditunjukkan
dengan nilai parameter yang sesuai dengan
kriteria perhitungan Tdur, Td dan T50Ex.
Pada tahun 2013, Puslitbang BMKG telah
mengembangkan program aplikasi penentuan
potensi tsunami menggunakan perhitungan Tdur,
Td dan T50Ex dengan data real time waveform
dari stasiun pengamatan yang masuk jaringan
Ina-TEWS. Aplikasi penentuan potensi secara
manual juga telah dibuat supaya bisa dilakukan
perhitungan manual terhadap gempa bumi-gempa
bumi yang sudah terjadi. Hasil penelitian
menunjukkan dari 81 kejadian gempa bumi pada
tahun 2013 yang sudah dihitung oleh aplikasi
peringatan potensi tsunami secara real time,
memberikan hasil 97.53% konsisten (79
kejadian) dengan pengujian perbandingan
menggunakan simulasi tsunami lainnya [23],
yaitu parameter dibawah kriteria potensi tsunami,
dan kondisi sebenarnya tidak terjadi tsunami [6].
Dari hasil ujicoba terhadap 171 kejadian gempa
bumi secara manual, dapat dilihat bahwa aplikasi
memberikan hasil 96.5% (166 kejadian)
konsisten, yaitu parameter dibawah kriteria
potensi tsunami, dan kondisi sebenarnya juga
tidak terjadi tsunami. Dari uji statistik terhadap
hasil ujicoba secara manual maupun real time
dapat dilihat bahwa parameter periode dominan
(Td), Tdur * Td, dan Td * T50Ex lebih konsisten
dibandingkan parameter Tdur, dan T50Ex [5].
1.2 Visi pencapaian dan hasil pengembangan
terbaru
Visi pengembangan sistem monitoring gempa
bumi Jisview secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1. Dikembangkan sistem yang membantu
operasional monitoring dan analisa gempa
bumi.
2. Automatic dan Manual Picking (QC) sinyal.
3. All-In Processing.
a. Input : Data waveform.
b. Output : Informasi Focal Mechanism
dan magnitudo.
c. Advance Output : Informasi dini gempa
bumi.
4. Menyediakan akses real-time dan archiving
90 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
data waveform dari jaringan monitoring
gempa bumi.
5. Mampu mendiseminasikan informasi gempa
bumi ke masyarakat (Twitter & Whatsapp
application).
6. Ringan, portable, dapat diinstall dimana saja.
7. User Friendly (Mudah dioperasikan).
8. Mampu memanfaatkan jaringan publik
(internet).
Dalam mendukung pencapaian visi tersebut
maka dilakukan penambahan jaringan monitoring
gempa bumi di mini regional BMKG sebagai
integrasi informasi yang lengkap dari stasiun
gempa bumi di daerah. Juga dilakukan instalasi
PC Cluster di Lab Puslitbang Bidang Geofisika.
Pada tahap ini membentuk jaringan PC Cluster
pada Sistem Monitoring Gempa bumi untuk
dapat melakukan pembagian pemrosesan data
atau memfokuskan lokasi stasiun penerima dalam
mengolah sinyal, hingga diperoleh sinyal yang
lebih presisi. Informasi gempa bumi digunakan
untuk menggambarkan informasi gempa bumi
secara real time yang berpotensi menimbulkan
kerusakan dan bangunan, infrastruktur vital dan
berbagai fasilitas umum. Telah dilakukan
pengembangan sistem monitoring gempa bumi
pada tahun 2013, pada tahun ini dibangun sistem
monitoring gempa bumi dengan penentuan
parameter gempa bumi dan mekanisme sumber
gempa bumi secara realtime dan otomatis, dan
pada tahun 2014 dilakukan upgrading fungsi-
fungsi penting pada sistem.
Fokus pengembangan fungsi-fungsi Jisview akan
dititik beratkan pada pengembangan model
kecepatan. Ada beberapa software untuk
menentukan model kecepatan, diantaranya :
memakai tomografi, dari data waveform cross
corelasi, hasilnya akan lebih baik daripada hasil
yang ada selama ini, yaitu picking-nya yang baik
hanya P nya saja. Dapat dilakukan juga dengan
memakai receiver function. Tomografi
menggunakan katalog dapat dilakukan, akan
tetapi untuk cross corelasi belum bisa dilakukan.
Receiver function dapat dilakukan 1D dulu dan
lebih jauh untuk 2D [2]. Model kecepatan ini
yang nantinya akan dilakukan ujicoba sebagai
hasil pengembangan Puslitbang BMKG dan
STMKG. Sebelum dirilis tentunya akan melalui
tahapan validasi dengan model kecepatan lainnya
yang telah publih terlebih dahulu, seperti IASP.
Pada tahun 2015 ini telah dihasilkan model
kecepatan berdasarkan pembagian segmen di
beberapa lokasi di Indonesia seperti di Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Bali, Banda
dan Sulawesi [3].
2. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangan
fitur sistem monitoring gempa bumi dan tsunami
melalui validasi pengolahan model kecepatan
pada Jisview serta validasi penentuan Potensi
Tsunami menggunakan Tdur, Td dan T50x.
3. Metode
Berikut adalah beberapa metode yang
dikembangkan pada sistem monitoring gempa
bumi Jisview. Metode yang digunakan dalam
penentuan model kecepatan adalah metode
inversi. Proses inversi adalah proses pengolahan
data yang melibatkan teknik penyelesaian
matematika dan statistik untuk mendapatkan
parameter fisis batuan dari data observasi. Salah
satu metode solusi inversi adalah model coupled
hypocenter velocity. Untuk mendapatkan solusi
model coupled hypocenter velocity, digunakan
program velest 3.3 yang diperkenalkan oleh
Kissling & dkk. [10]. Prinsip metode ini adalah
melakukan inversi secara simultan terhadap
model kecepatan dan hiposenter yang dibatasi
pada fase pertama waktu tiba gelombang P (P-
wave first arriving phases).
Ada empat file input yang diperlukan untuk
melakukan pengolahan data dengan
menggunakan velest 3.3, yaitu data gempa bumi,
inisial model kecepatan gelombang P 1-D, dan
kontrol parameter. Dalam pengamatan waktu tiba
gelombang dinyatakan dalam suatu formula
, dengan koordinat stasiun,
parameter hiposenter termasuk origin time, dan
model struktur kecepatan. Fungsi adalah
fungsi non-linear dari parameter dan yang
tidak diketahui sebelumnya. Untuk menentukan
waktu tiba teoritis terhadap setiap pasangan
stasiun, diterapkan teori penjalaran gelombang
dengan inisial model struktur kecepatan.
Hubungan linear antara waktu residual
dengan parameter dan m yang tidak
diketahui, dinyatakan sebagai berikut.
Formula di atas merupakan persamaan model
coupled hypocenter velocity[1], dengan sebagai
jumlah parameter model kecepatan dan sebagai
kesalahan (error) dari waktu penjalaran,
kesalahan penggunaan model kecepatan,
kesalahan pada koordinat hiposenter serta
(1)
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 91
kesalahan pada pendekatan linear yang
digunakan. Hasilnya adalah nilai yang baru
akan dibandingkan misfit-nya dengan
sebelumnya untuk satu iterasi. Dalam setiap
iterasinya tercantum nilai RMS antara dan
. Gambar 2 menunjukkan diagram alur proses
pengolahan data dengan menggunakan velest 3.3.
3.1 Melakukan kompilasi software Jisview
Kompilasi software ini mendukung
pengembangan dari segi teknis pemrograman,
dimana dengan melakukan kompilasi program
yang support untuk dilakukan instalasi pada versi
Windows yang diperlukan maka akan semakin
mudah dilakukan peningkatan masukkan dan
brain storming dari staf operator monitoring
mengenai kesalahan dan kekurangan yang wajib
untuk ditingkatkan pada pengembangan sistem
monitoring gempa bumi. Kompilasi pada
beberapa software pendukung Jisview dilakukan
pada beberapa software pendukung Jisview,
seperti: Azmtak, VB 6.0, SQLyog, M Visual
C++, Matlab, 7.8, MapWinGis, Active Control,
Map Object 2.2, Data Dinamic Active Report,
MySql connector odbc, media dissemination.
3.2 Upgrading Jisview di stasiun, dalam
meningkatkan jumlah analisa sinyal.
Pada tahap ini membentuk jaringan PC Cluster
pada Sistem Monitoring Gempa bumi dengan
tujuan untuk melakukan pembagian monitoring
dan pemrosesan data atau membagi lokasi stasiun
penerima dalam mengolah sinyal suatu event
gempa bumi, hingga diperoleh sinyal yang lebih
terklasifikasi berdasarkan segmentasi tingkat
aktivitas seismiknya. Untuk clustering pada
wilayah monitoring gempa bumi di lab geofisika
Puslitbang BMKG. Di lab. geofisika dilakukan
pembagian wilayah monitoring gempa bumi.
Pengklasifikasian ini dilakukan berdasarkan
segmen area dengan tingkat aktivitas seismic
yang berbeda.
3.3 Validasi akurasi sistem informasi gempa
bumi Jisview
Beberapa instansi perilis informasi gempa bumi
dan tsunami seperti USGS, NOAA, IRIS, dan
BMKG (Operasional) akan mengeluarkan atau
merilis parameter-parameter gempa bumi ketika
tercatat suatu kejadian gempa bumi. Maka, di
Puslitbang BMKG telah dikembangkan sistem
informasi hasil monitoring gempa bumi Jisview.
Sebelum Jisview dikukuhkan menjadi sistem
informasi dengan akurasi yang tepat maka
diperlukan validasi parameter outputnya. Untuk
menunjang proses validasi tersebut maka
dilakukan pengolahan data gempa dari beberapa
even gempa yang pernah terjadi. Dari hasil
pengolahan data gempa tersebut dapat divalidasi
dengan beberapa instansi yang telah lama malang
melintang, dan dapat kita gunakan untuk
melakukan karakterisasi penyebab dari gempa
tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan
event gempa yang akan dijadikan bahan validasi.
Katalog event gempa tersebut di peroleh dari
GFZ, setelah diseleksi dan mendapatkan
beberapa event gempa selanjutnya dilakukan
pengolahan gempa dengan menggunakan Linuh.
Secara default, model kecepatan yang digunakan
pada software ini adalah IASP91. Akan tetapi,
dapat dilakukan perubahan pada model kecepatan
tersebut dengan cara merubah pada option
pengaturannya. Sehingga dapat digunakan
beberapa model kecepatan sebagai bahan
perbandingan.
Linuh itu sendiri merupakan software yang
mengintegrasikan akses data online, pengolahan
sinyal seismik, komputasi dan manajemen dari
data waktu kejadian, lokasi hypocenter dan focal
mechanism gempa bumi dalam satualur proses.
Sistem Jisview ini didesain untuk memungkinkan
pemuatan data archive waveform secara online
dengan menggunakan protocol Arclink. Sistem
mampu mengakses server layanan data seismik
online yang disediakan oleh institusi BMKG,
GFZ dan IRIS/USGS.
3.4 Penentuan potensi tsunami dengan T-dur
Validasi sistem penentuan secara online
dilakukan dengan mengamati kejadain gempa
bumi selama tahun 2014, dengan melihat web
aplikasi potensi tsunami dengan alamat
http://172.19.0.13/www seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.
92 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 4. Tampilan aplikasi penentuan potensi tsunami menggunakan Tdur, Td dan T50Ex secara real time
Tercatat 624 kejadian gempa bumi di tahun 2014
yang dihitung oleh sistem dan hasilnya 99.19%
(619 kejadian) [4], [20]. Sesuai dengan kejadian
sebenarnya, artinya sistem menyatakan tidak
berpotensi tsunami dan tidak ada kejadian
tsunami juga di lapangan. Sementara itu 0.81%
(5 kejadian) yang tidak tepat [23], artinya sistem
menyatakan gempa bumi tersebut berpotensi
tsunami, tetapi kenyataan tidak terjadi tsunami.
Dari 5 kejadian gempa bumi tersebut, ternyata 4
kejadian merupakan ghost event berdasar data
dari InaTEWS. Ujicoba secara offline terhadap
28 kejadian tsunami yang terjadi di Indonesia
maupun di luar negeri yang tahun 1994 – 2012
(Setyonegoro, W and Masturyono, 2013), untuk
kejadian tsunami dengan tinggi gelombang < 1
meter diperoleh ketepatan 72.7% dan untuk
kejadian tsunami dengan tinggi gelombang > 1
meter diperoleh ketepatan 58.82%.
Pada Gambar 4 ditampilkan sistem penentuan
potensi tsunami menggunakan parameter
duration rupture (Tdur), periode dominan (Td),
T50Ex, Td * Tdur, Td*T50Ex cukup konsisten
untuk penentuan potensi tsunami secara real
time. Jika nanti dioperasionalkan perlu ada sistem
manual yang bisa memvalidasi jika ada data
sinyal yang kualitasnya kurang bagus untuk
diolah [11]. Software perhitungan Td, Tdur dan
T50Ex merupakan program komputer yang
berfungsi untuk mengestimasi parameter sumber
gempa bumi; durasi rupture (Tdur) [11], periode
dominan (Td), durasi lebih dari 50 detik (T50Ex)
dari gelombang P yang terekam oleh stasiun
seismik lokal dengan menggunakan metode
prosedur langsung.
Software ini juga mengkomputasi perkalian
antara Tdur dengan Td (Tdur * Td) dan perkalian
antara Td dengan T50Ex (Td * T50Ex). Kedua
hasil perkalian ini memberikan deskripsi tentang
luas rupture. Oleh karena itu, hasil perkalian ini
menjadi indikator kuat terjadi/tidaknya tsunami.
Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara
kedua hasil perkalian tersebut, maka perkalian
antara T50Ex dengan Td yang diprioritaskan
untuk digunakan sebagai bahan pengambilan
keputusan apakah gempa bumi tersebut
menimbulkan tsunami atau tidak. Indikator
potensi tsunami dari masing-masing parameter
adalah jika: Tdur > 65, Td > 10, T50Ex > 1, Tdur
* Td > 650, Td * T50Ex > 10.
Aplikasi di-setting untuk gempa bumi dengan
magnitude > 4, untuk wilayah di Indonesia.
Warning potensi tsunami diberikan jika
parameter Td*T50Ex > 10 dan Td*Tdur > 650,
artinya keduanya melewati threshold. Parameter
yang dialirkan dari aplikasi Seiscomp3 adalah
parameter awal atau automatic location yang
didapat 3 menit setelah kejadian gempa bumi.
Waktu yang dibutuhkan untuk transfer data,
membaca sinyal (waveform), picking gelombang
P, dan perhitungan parameter potensi sekitar
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 93
1 menit, jadi total waktu yang dibutuhkan sekitar
4-5 menit.
4. Hasil dan pembahasan
4.1 Model kecepatan pada sistem monitoring
gempa bumi Jisview
Pada tahun 2015 ini telah dihasilkan model
kecepatan berdasarkan pembagian segmen di
beberapa lokasi di Indonesia seperti di Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Bali, Banda
dan Sulawesi. Ditampilkan hasil model kecepatan
wilayah Banda. Model kecepatan baru hasil
inversi dengan menggunakan model coupled
hypocenter velocity ini memiliki nilai yang
berbeda dengan inisial model kecepatan yang
digunakan. Pada kedalaman kurang dari 35 km,
model kecepatan hasil inversi sedikit lebih cepat
dibandingkan dengan model kecepatan inisial.
Sedangkan pada rentang kedalaman 35 km - 140
km, model kecepatan hasil inversi lebih lambat
daripada model kecepatan inisial. Kemudian pada
kedalaman 140 km – 271 km, model kecepatan
hasil inversi hampir sama besarnya dengan model
kecepatan inisial.
Perbedaan antara model kecepatan inisial dengan
model kecepatan hasil inversi menunjukkan
bahwa setiap wilayah memiliki model kecepatan
gelombang P 1D yang berbeda sesuai dengan
kondisi geologi bawah permukaan. Model
kecepatan hasil inversi dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin kedalam maka
semakin besar pula kecepatan gelombang P. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin kedalam lapisan
penyusun bumi semakin rapat. Selain
menghasilkan model kecepatan baru, coupled
hypocenter velocity juga digunakan untuk
merelokasi hiposenter.
4.2 Analisa dari kompilasi program
Kompilasi pada beberapa software pendukung
Jisview telah dilakukan pada beberapa software
pendukung Jisview, seperti : Azmtak, VB 6.0,
SQLyog, M Visual C++, Matlab, 7.8,
MapWinGis, Active Control, Map Object 2.2,
Data Dynamic Active Report, MySql connector
odbc, media dissemination. Sistem Jisview telah
support untuk dilakukan instalasi pada windows
8 dan windows 10 untuk 64 bit. Hal ini penting
dilakukan dimana interaktif pengembangan dari
installer Jisview sangat diperlukan dalam
mengikuti kemajuan sistem operasi Windows.
4.3 Upgrading Jisview di stasiun dalam
mengklasifikasi monitoring dan analisa
sinyal
Versi sistem monitoring Jisview sebelumnya,
seringkali terjadi over quota akibat penerimaan
jumlah bandwidth dan merupakan permasalahan
utama sistem monitoring gempa bumi Jisview.
Akses data berupa sinyal gempa bumi dari server
BMKG sebenarnya dapat memiliki koneksi
hanya ke 1 PC monitoring Jisview saja di BMKG
pusat. Akan tetapi suplai sinyal dari stasiun
monitoring gempa bumi dari hampir seluruh area
di seluruh dunia menyebabkan kinerja streaming
sinyal yang dapat dilakukan oleh 1 (satu) PC saja
akan menurun.
Sehingga diperlukan pembagian PC dalam
monitoring gempa bumi. Diantaranya di kantor
pusat BMKG dibagi dalam 5 (lima) segmen
wilayah monitoring gempa bumi. Sementara
untuk mengoptimalkan perolehan data
monitoring, pada beberapa stasiun mini regional
BMKG daerah pun telah dilengkapi PC
monitoring gempa bumi yang diatur melakukan
monitoring gempa bumi menurut wilayah stasiun
pengamatannya. Instalasi PC monitoring pada
stasiun mini regional BMKG telah dilakukan a.l.:
Banjarnegara, Tretes, Sawahan dan Karangkates
pada kegiatan penelitian tahun 2015. Dengan
output tampilan Sistem monitoring gempa bumi
seperti pada Gambar 2.
4.4 PC Cluster menurut segmentasi aktivitas
seismik
Dilakukan pengaturan stasiun manager pada
sistem monitoring gempa bumi Jisview untuk
mengaktifkan stasiun monitoring pada tiap PC
menurut segmentasi aktivitas seismik area
masing-masing (Gambar 5).
94 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 5. Tampilan output dari sistem monitoring gempa bumi Jisview yang ter-install di BMKG dan mini regional
BMKG
Gambar 6. Pengklasifikasian area monitoring gempa
bumi menurut segmentasi aktivitas seismiknya
Gambar 7. Aktifasi stasiun monitoring segmen
Sumatra pada stasiun manager streaming Jisview
Pembagian wilayah monitoring pada lab
geofisika Puslitbang BMKG telah dilakukan
berdasarkan segmentasi aktivitas seismik
kegempaan pada masing-masing wilayah
(Gambar 6 dan Gambar 7), sebagai berikut :
Cluster I :
• Pantai Barat Sumatra
• Pulau Sumatra
• Selat Sunda
Cluster II :
• Pulau Jawa, Bali
& Nusa Tenggara
• Subduksi Selatan
• Back ArcThrust Flores
Cluster III :
• Selat Makassar
• Pulau Sulawesi
• Sulawesi Bagian Utara
• Sulawesi Bagian Selatan
• Laut Banda Bagian Utara
Cluster IV :
• Laut Banda Bagian Selatan/Laut Arafura
• Pulau Papua
• Samudra Pasifik
4.5 Validasi sistem informasi pada monitoring
gempa bumi Jisview
Ditampilkan 6 event dari 15 validasi event
gempa yang telah dilakukan. Data sinyal dari tiap
event gempa dilakukan pengolahan dengan
menggunakan software Linuh sehingga
menghasilkan nilai-nilai parameter gempa. Data
kedua adalah data parameter gempa yang diambil
dari GFZ, ISC, dan USGS yang digunakan
sebagai data pembanding. Data hasil pengolahan
menggunakan Linuh dan data dari ketiga instansi
perilis gempa disajikan pada Gambar 8 sampai
Gambar 13 berikut ini :
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 95
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -8.118 -8.118 -8.096 -8.2 -8.218 -8.194
Longtitude 117.825 117.833 117.858 117.88 117.816 117.815
Origin time 23:40:01,00 23:40:01,66 23:39:59,42 23:40:04,3 23:40:00, 23:40:01
Magnitudo 5.32(MLv) 5.33(MLv) 5.34(MLv) 5.4(Mw) 5.6 Mw 5.6 Mww
Depth(km) 19 33 68 40 22 13.5
Strike 1 86.5 123.8 216.6 121 49 124
Strike 2 237.7 225.7 119.9 226 235 234
Dip 1 16.6 3.8 54.4 26 13 15
Dip 2 75.3 89.2 80.7 82 77 85
Rake 1 117.8 168.1 -168.6 163 85 160
Rake 2 82.1 86.3 -36.1 65 91 76
JisviewParameter GFZ ISC(IPGP) USGS
Gambar 8. Data Gempa Dompu 31 Juli 2016.
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -9.719 -9.725 -9.742 -9.87 -9.87 -9.634
Longtitude 119.389 119.37 119.367 119.35 119.35 119.401
Origin time 10:02:23,49 10:02:24,44 10:02:22,83 10:02:26,2 10:02:29,00 10:02:24
Magnitudo 6.2 (Ms_BB) 6.23 (Ms_BB) 6.13 (MLv) 6.2 (Mw) 6.2 (Mw) 6.3 Mww
Depth 10 18 75 58 38 50.5
Strike 1 101.5 117.7 95.3 97 97 96
Strike 2 273.2 272.1 259.3 253 265 259
Dip 1 41.3 51.1 2.5 72 65 72
Dip 2 49 41.8 87.6 19 26 19
Rake 1 96.3 106.7 -74.1 98 95 95
Rake 2 84.5 70.4 -90.7 67 79 74
ParameterJisview
GFZ ISC(GCMT) USGS
Gambar 9. Data Gempa Sumbawa 12 Februari 2016.
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -8.375 -8.466 -8.621 -8.07 -8.198 -8.204
Longtitude 107.326 107.266 107.243 107.41 107.419 107.386
Origin time 14:45:25,94 14:45:26,81 14:45:24,19 14:45:33,7 14:45:30,0 14:45:29,0
Magnitudo 6.25(MB((Ms_BB)) 6.26(MB((Ms_BB)) 6.27 (MB(Ms_BB)) 6.0 (Mw) 6.2 (Mw) 6.1 Mww
Depth 1 17 58 61 34 45.5
Strike 1 348.6 85.8 64.9 109 108 101
Strike 2 189.7 263.6 324.1 294 300 282
Dip 1 43.8 51.6 87.5 62 64 66
Dip 2 48.1 38.5 13.2 28 26 24
Rake 1 -105.6 91.3 77.1 88 85 90
Rake 2 -75.6 88.3 169 94 101 91
ParameterJisview
GFZ ISC(IPGP) USGS
Gambar 10. Data Gempa Jawa 6 April 20016
96 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -9.222 -9.241 -9.308 -8.79 -8.99 -8.942
Longtitude 110.187 110.179 110.171 110.21 110.33 110.219
Origin time 11:45:21,10 11:45:21,98 11:45:19,84 11:45:25,4 11:45:23,90 11:45:23
Magnitudo 5.45(Ms_BB) 5.45(Ms_BB) 6.2(MbLg) 5.4 (Mw) 5.5 Mw 5.5 Mww
Depth 10 23 74 96 107.5 90.5
Strike 1 278.2 86.9 123.3 118 133 115
Strike 2 185.5 200.8 296.4 271 270 271
Dip 1 84.8 71 16.4 21 20 15
Dip 2 62.8 40.3 73.7 71 75 76
Rake 1 -152.7 126.3 -83.4 -63 -49 -67
Rake 2 -5.8 30.2 -91.9 -99 -104 -96
ParameterJisview
GFZ ISC(GCMT) USGS
Gambar 11. Data Gempa Jawa 11 November 2015
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -9.511 -9.509 -9.632 -9.23 -9.247 9.259
Longtitude 112.64 112.639 112.64 112.7 112.694 112.67
Origin time 07:05:05,03 07:05:07,04 07:05:03,26 7:05:09,0 7:05:08,0 7:05:10,00
Magnitudo 5.6(MLv) 5.8(Ms_BB) 5.88(Ms_BB) 5.8 (Mw) 5.9 Mw 5.9 Mww
Depth 10 36 9 62 52 52
Strike 1 23.6 289.3 31.8 17 17 15
Strike 2 282.1 184.3 272.4 128 146 139
Dip 1 74.1 33.2 62.9 57 53 47
Dip 2 55.2 80.4 46.1 61 50 59
Rake 1 -143.6 17.7 -128.9 145 126 136
Rake 2 -19.2 122 -39.2 38 52 52
ParameterJisview
GFZ ISC(IPGP) USGS
Gambar 12. Data Gempa Selatan Jawa 26 Juli 2015
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 97
IASP91 AK135F Koulakov
Lattitude -8.451 -8.368 -8.382 8.01 -8.13 8.043
Longtitude 107.289 107.298 107.324 107.42 107.35 107.225
Origin time 20:08:27,84 20:08:30,95 20:08:30,95 20:08:35,6 20:08:34,60 20:08:31,00
Magnitudo 5.27(Ms_BB) 5.27(Ms_BB) 5.26(Ms_BB) 5.2 (Mw) 5.3 Mw 5.4 Mww
Depth 1 21 27 70 49.7 45.5
Strike 1 138.5 39.4 41.8 40 30 18
Strike 2 304.7 210.8 207.4 194 204 210
Dip 1 44.1 49.9 53 42 40 39
Dip 2 46.7 40.4 37.9 51 50 51
Rake 1 -80 95.5 98.8 110 95 81
Rake 2 -99.5 83.5 78.6 73 86 97
ParameterJisview
GFZ ISC(GCMT) USGS
Gambar 13. Data Gempa Jawa 4 September 2015.
Berikutnya adalah hubungan dari nilai kedalaman
yang dihasilkan dengan pengolahan
menggunakan Jisview dengan variasi tiga model
kecepatan dan perbandingannya dengan nilai
kedalaman dari sumber gempa yang telah dirilis
instansi. Dibawah ini merupakan tabel nilai dari
kedalaman sumber gempa bumi.
4.6 Korelasi Nilai Magnitudo
Sebelum melakukan plot magnitudo terlebih
dahulu diseragamkan tipe dari magnitudo
tersebut. Nilai dari magnitudo diseragamkan
kedalam tipe Mw atau moment magnitude.
Dibawah ini adalah tabel persamaan yang
digunakan untuk melakukan konversi nilai
magnitudo.
Tabel 1. Korelasi konversi antara beberapa skala magnitude untuk wilayah Indonesia (Asrurifak dkk, 2010)
Korelasi Konversi Jml Data
(Events)
Range Data Kesesuaian
(R2)
Mw=0.143Ms2 - 1.051Ms+7.285 3.173 4.5 ≤ Ms ≤ 8.6 93.9%
Mw =0.114mb2 - 0.556mb +5.560 978 4.9 ≤ mb ≤ 8.2 72.0%
Mw=0.787ME + 1.537 154 5.2 ≤ ME ≤ 7.3 71.2%
mb=0.125ML2 - 0.389x + 3.513 722 3.0 ≤ ML ≤ 6.2 56.1%
ML= 0.717MD + 1.003 384 3 ≤ MD ≤ 5.8 29.1%
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
persamaan diatas, maka nilai dari magnitudo
yang telah dikonversi menjadi tipe moment
magnitude ditampilkan seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai magnitudo yang telah dikonversi kedalam bentuk moment magnitude
Event IASP91 AK135F Koulakov GFZ ISC USGS
1 5.6 5.6 5.6 5.4 5.6 5.6
2 6.3 6.3 6.2 6.2 6.2 6.3
3 6.3 6.3 6.3 6.0 6.2 6.1
4 5.8 5.8 6.5 5.4 5.5 5.5
5 5.8 6.0 6.0 5.8 5.9 5.9
6 5.7 5.7 5.7 5.2 5.3 5.4
98 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 14. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan GFZ
Gambar 15. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan ISC
Gambar 16. Grafik hubungan magnitudo dengan model kecepatan IASP91 dan USGS
Hasil perhitungan magnitudo dengan
menggunakan model kecepatan IASP91 dengan
Nilai dari GFZ (Gambar 14) menunjukkan
koefisien determinasi yang kecil yaitu 0,4655 hal
ini disebabkan karena pada event gempa ke-9
perbedaan nilai magnitudo mencapai M1,3.
Tetapi terjadi sebaliknya pada nilai RMSE, nilai
tersebut tergolong kecil yaitu 0,353412 karena
meskipun terjadi perbedaan yang signifikan dari
keduanya tetapi variasi yang terjadi rata-rata
memiliki selisih yang kecil. Hasil perhitungan
magnitudo dengan menggunakan model
kecepatan IASP91 dengan Nilai dari ISC
(Gambar 15) menunjukkan korelasi yang kurang
sesuai. Berdasarkan nilai koefisien determinasi
tidak mencapai 0,5 disini juga terjadi anomali
pada event ke-9 nilai dari magnitudo keduanya
mempunyai selisih M1,2. Jika dilihat dari nilai
RMSE nilainya tak jauh berbeda dengan ilia
RMSE sebelumnya, bisa jadi ini disebabkan oleh
keadaan yang telah dijelaskan diatas. Hasil
perhitungan magnitudo dengan menggunakan
model kecepatan IASP91 dengan Nilai dari
USGS (Gambar 16) menunjukan hasil korelasi
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 99
yang kurang sesuai. Koefisien determinasi
memiliki nilai yang kecil 0,273. Koefisien
determinasi yang kecil menunjukkan variasi
perbedaan yang besar. Berbanding lurus dengan
nilai RMSE, nilai error RMS ini juga besar 0,428
menujukkan korelasi keduanya kurang sesuai.
4.7 Korelasi Arah Strike
Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk
dari perpotongan bidang planar dengan bidang
horizontal ditinjau dari arah utara. Arah dari
strike ini berguna untuk menentukan penyebab
terjadinya gempa atau sumber gempa. Didalam
mekanisme fokus terdapat dua arah strike, strike
utama dan strike pendukung. Dibawah ini
merupakan tabel dari arah Strike-1.
Tabel 3. Arah strike-1 sumber gempa bumi dari hasil pengolahan LINUH dan beberapa Instansi
Event IASP91 AK135F Koulakov GFZ ISC USGS
1 86.5 123.8 216.6 121 49 124
2 101.5 117.7 95.3 97 97 96
3 348.6 85.8 64.9 109 108 101
4 278.2 86.9 123.3 118 133 115
5 23.6 289.3 31.8 17 17 15
6 138.5 39.4 41.8 40 30 18
Gambar 17. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan GFZ.
Gambar 18. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan ISC
100 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
Gambar 19. Grafik arah strike-1 dari Model Kecepatan IASP91 dan USGS.
4.8 Korelasi Kedalaman
Berikutnya adalah hubungan dari nilai kedalaman
yang dihasilkan dengan pengolahan
menggunakan JISView LINUH dengan variasi
tiga model kecepatan dan perbandingannya
dengan nilai kedalaman dari sumber gempa yang
telah dirilis instansi. Perhitungan untuk
menentukan telah dibahas sebelumnya. Dibawah
ini merupakan tabel nilai dari kedalaman sumber
gempa bumi.
Tabel 4. Nilai kedalaman sumber gempa bumi dari hasil pengolahan LINUH dan beberapa Instansi
Event LINUH
GFZ ISC USGS IASP91 AK135F Koulakov
1 19 33 68 40 22 13.5
2 10 18 75 58 38 50.5
3 1 17 58 61 34 45.5
4 10 23 74 96 107.5 90.5
5 10 36 9 62 52 52
6 1 21 27 70 49.7 45.5
Gambar 20. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan GFZ
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 101
Gambar 21. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan ISC.
Gambar 22. Grafik nilai kedalaman dari Model Kecepatan IASP91 dan USGS.
Hubungan nilai kedalaman yang diperlihatkan
antara model kecepatan IASP91 dan GFZ
(Gambar 20) meperlihatkan hubungan yang
bagus ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi yang mendekati satu. Selisih
kedalaman yang direpresentasikan keduanya
paling besar mempunyai selisih kedalaman 80
km pada salah satu event. Pada hubungan model
kecepatan IASP91 dan ISC (Gambar 21)
menunjukkan korelasi yang bagus. Nilai koefisen
determinasi menunjukkan nilai 0,9676 secara
teori dengan nilai determinasi ini menunjukkan
korelasi yang bagus. Hubungan antara model
kecepatan IASP91 dan USGS (Gambar 22)
menunjukkan nilai koefisen determinasi yang
bagus masih disekitaran 0,9. Dari ketiga korelasi
ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa nilai
kedalaman hasil pengolahan dengan LINUH
dengan model kecepatan IASP91 untuk
penentuan kedalaman memiliki nilai yang sesuai.
Progress report ini dilakukan untuk memvalidasi
hasil pengolahan sinyal gempa bumi dengan
software LINUH. Pengolahan sinyal tersebut
menggunakan tiga model kecepatan yaitu
IASP91. Proses validasi dilakukan dengan
membandingkan beberapa parameter hasil
pengolahan dengan LINUH dibandingkan dengan
instansi perilis gempa bumi. Parameter yang
digunakan untuk validasi antara lain, magnitudo,
kedalaman, dan arah strike.
Faktor pertama yang menyebabkan perbedaan
dalam penentuan parameter gempa bumi adalah
dari segi Subjek. Analisator sinyal atau orang
yang mengolah sinyal memiliki peran penting
disini. Peredaan dalam menentukan picking
gelombang menyebabkan perbedaan pula pada
hasil pengolahan yang dilakukan. Selain itu
pengalaman dari subyek ini sangat
diperhitungkan. Faktor yang kedua adalah
pemilihan stasiun gempa yang mencatat. Jarak
102 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
stasiun pencatat dan sumber gempa
mempengaruhi sinyal yang diterima. Dalam
pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian
ini, pemilihan stasiun pencatat berbeda dengan
pemilihan stasiun pencatat yang dilakukan oleh
instansi seperti USGS, ISC, atau GFZ. Jadi
perbedaan yang ada dapat disebabkan oleh hal
ini. Selain itu karena perbedaan dalam pemilihan
stasiun ini juga akan menyebabkan perbedaan
dari azimuth stasiun dengan sumber gempa, hal
ini sangat mempengaruhi nilai dari focal
mechanism.
Distribusi dari stasiun pencatat gempa sebisa
mungkin dapat melingkari dari daerah gempa
tersebut. Tetapi karena keterbatasan yang ada
maka dalam penglahan sinya yang dilakukan
dalam penelitian ini tidak dapat mengkover hal
tersebut, maka dapat pula hal ini yang
menyebabkan dari kurang sesuainya hasil
pengolahan yang telah dilakukan.
Perbedaan yang terakhir adalah karena faktor
model kecepatan, dalam penelitian ini terlihat
bahwa dengan picking yang sama dan sinyal
yang sama tetapi tetap menghasilkan perbedaan
dalam nilai parameter. Model kecepatan ini
memiliki peran dalam merepresentasikan
keadaan dibawah permukaan. Untuk
mendapatkan hasil pengolahan yang paling
bagus, seharusnya digunakan model kecepatan
yang lokal.
Terjadi perbedaan dalam melakukan pengolahan
fokus dapat terjadi karena pemilihan sinyal
gempa pada stasiun yang mempunyai jarak yang
jauh dengan gempa tersebut terjadi. Karena
software LINUH ini lebih bagus ketika pemilihan
stasiun pencatat dekat dengan sumber terjadinya
gempa, ini merupakan akibat dari penggunaan
first motion ketika stasiun pencatat jauh dengan
sumber gempa maka first motion dari gelombang
gempa tersebut sudah terkena pengaruh dari
medium yang dilewati.
4.9 Validasi sistem penentuan potensi tsunami
Validasi sistem penentuan potensi tsunami untuk
gempa bumi tahun 2015 telah menghitung 662
kejadian gempa bumi M>4 di Indonesia tahun
2015. Gempa M ≥ 6 Tahun 2015 di Indonesia
(Gambar 8). Kejadian gempa bumi tahun 2015
yang berhasil dihitung oleh sistem potensi
tsunami secara real time sebanyak lebih dari 752
kejadian gempa bumi, semuanya menunjukkan
tidak ada peringatan potensi tsunami (Gambar 9).
Di beberapa hari server kadang mati sehingga
tidak terdapat hasil perhitungan potensi tsunami.
Besar dan dampak tsunami sangat terpengaruh
oleh pergeseran lantai dasar laut yang
berhubungan dengan panjang (L), lebar (W),
mean slip (D), dan kedalaman (z), dari rupture
gempa bumi. Lomax dan Michelini [6-7], telah
menemukan bahwa parameter panjang rupture
dari suatu gempa bumi merupakan parameter
yang paling dominan sebagai penyebab tsunami.
Untuk mengukur panjang rupture diperlukan
metode yang komplek dan membutuhkan waktu
komputasi yang lebih lama, sehingga tidak layak
digunakan untuk peringatan dini tsunami. Lomax
and Michelini [6-7], juga telah menemukan
hubungan antara L dan durasi rupture yang bisa
dinyatakan bahwa durasi rupture sebanding
dengan panjang rupture. Untuk mengestimasi
durasi rupture (To atau Tdur) bisa dilakukan
dengan cara menganalisis seismogram-
seismogram grup gelombang P yang dominan
dari seismogram frekuensi tinggi dari gempa
bumi, sehingga durasi rupture gempa bumi bisa
digunakan untuk peringatan dini dari tsunami
(Geist dan Yoshioka, 1996; Geist and Parsons,
2005; Olson and Allen, 2005, [15] (Gambar 4),
(Tabel 2). Parameter lain yang bisa dijadikan
parameter peringatan dini tsunami adalah periode
dominan dari gelombang P, yang merupakan
nilai puncak dari Time Domain (τc) [13]. T50
Exceedance (T50EX) juga bisa dijadikan
indikator potensi tsunami. T50Ex adalah nilai
perbandingan RMS amplitudo saat durasi rupture
(Tdur) mencapai 50-60s dengan rms amplitude
saat durasi rupture 0–25 s, [14] (Gambar 23).
Tabel 5. Data gempa bumi M ≥ 6 di Indonesia
Date Time Latitude Longitude Depth Mag TypeMag Region
27/02/2015 45:04.9 -7.39 122.51 547 6.8 Mw(mB) Flores
3/03/2015 37:32.8 -0.74 98.77 47 6.1 Mw Southern Sumatra
15/03/2015 17:17.5 -0.55 122.38 30 6 Mw(mB) Minahassa Peninsula
17/03/2015 12:30.2 1.72 126.51 64 6.2 Mw Northern Molucca Sea
28/03/2015 28:52.2 0.47 122.02 111 6 mb Minahassa Peninsula
27/07/2015 41:21.8 -2.75 138.55 51 6.9 Mw Irian Jaya
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 103
16/09/2015 40:59.5 1.92 126.57 51 6.3 Mw Northern Molucca Sea
24/09/2015 53:28.7 -0.59 131.24 13 6.3 mb Irian Jaya Region
4/11/2015 44:16.5 -8.28 124.93 23 6.4 Mw Timor Region
Tabel 6. Hasil perhitungan sistem penentuan potensi tsunami
Date Mag Region Tdur Td T50Ex Td*Tdur Td*T50Ex INFO
27/02/2015 6.8 Flores Sea 136.12 4.6 0.37 566 1.54 nT
3/03/2015 6.1 Southern Sumatra 204.36 0.62 0.03 126 0.01 nT
15/03/2015 6 Minahassa Peninsula 5.32 0.5 1.35 2 0.67 nT
17/03/2015 6.2 Northern Moluuca Sea 183.89 0.52 1.25 95 0.65 nT
28/03/2015 6 Minahassa Peninsula 157.91 0.99 9.05 156 9.04 nT
27/07/2015 6.9 Irian Jaya 4 0.12 0.79 0 0.1 nT
16/09/2015 6.3 Northern Molucca Sea 379.65 23.74 1.03 9000 24.46 T
24/09/2015 6.3 Irian Jaya Region 11.84 33.99 1.11 373 37.72 nT
4/11/2015 6.4 Timor Region 227.12 17.23 0.37 4774 6.37 nT
Gambar 17. Aplikasi sistem penentuan potensi tsunami secara manual.
Aplikasi mulai disempurnakan dengan
menggunakan sinyal masukan 3 menit awal
sinyal (waveform). Indikator potensi tsunami dari
masing-masing parameter adalah jika:
- Tdur > 65
- Tdur * Td > 650
- Td > 10
- Td * T50Ex > 10.
- T50Ex > 1
• Potensi tsunami dikeluarkan jika kedua
parameter: Tdur*Td > 650 dan Td*T50Ex >
10
104 INKOM, Vol.10, No.2, November 2016: 87-105
5. Kesimpulan
Kesimpulan dari pengembangan sistem
monitoring gempa bumi Jisview, pada penentuan
model kecepatan diperoleh root mean square
(RMS) residual sebelum dilakukan proses
perhitungan yaitu 2.044126. Setelah dilakukan
proses perhitungan dengan menggunakan
program velest3.3 sampai dengan iterasi ke-17
diperoleh nilai RMS residual menjadi 0.646223.
GAP rata-rata yang didapatkan dari seluruh
proses perhitungan yaitu sebesar 161. Nilai ini
dianggap baik karena masih dibawah 180.
Namun ada beberapa event yang memiliki nilai
GAP lebih dari 180 yang karenakan sebaran
geometri stasiun seismik penerima sehingga nilai
GAP yang terdeteksi cukup besar. Akan tetapi
model kecepatan yang dihasilkan ini masih
memerlukan validasi dan relokasi kembali untuk
diujicobakan pada beberapa event gempa bumi.
Kemudian pada teknis validasi pengolahan data
gempa bumi dengan menggunakan software
JISVIEW adalah bahwa penetuan parameter
magnitudo gempa bumi bumi dengan
menggunakan model kecepatan IASP91,
AK135F, dan Koulakov diperoleh beberapa hasil
perbandingan yang diperoleh adalah selisih nilai
magnitudo dibawah atau sama dengan M0,3,
82,96% dan selisih kedalaman dibawah atau
sama dengan 25 km, yang berarti secara
keseluruhan 54.07% dari 135 kali pengolahan
dari 15 event gempa bumi, dihasilkan nilai
magnitudo, dengan koefisien korelasi R : 0.43 -
0.96 dan RMSE 0.353 - 0.428 dan koefisien
korelasi kedalaman 0.0022 s.d 0.94. Faktor
penyebab perbedaan nilai parameter output antar
instansi dalam merilis informasi gempa bumi
antara lain lebih disebabkan oleh, picking
gelombang tiba, perumusan penentuan
hypocenter gempa bumi yang menyesuaikan
dengan jarak tempuh sinyal gempa bumi yang
dipengaruhi oleh koreksi efek kelengkungan
bumi, kondisi dan kestabilan instrument sensor
gempa bumi dan pemilihan serta distribusi
stasiun pencatat yang berkaitan dengan
kemutakhiran dari masing-masing sistem
monitoring gempa bumi tersebut.
Kemudian kesimpulan ukuran akurasi perolehan
data dan informasi tsunami diperoleh validitas
sistem informasi potensi tsunami Tdur, Td dan
T50x untuk gempa bumi tahun 2015 untuk 662
kejadian gempa bumi M>4 di Indonesia tahun
2015. Gempa M ≥ 6 Tahun 2015 di Indonesia.
Dengan melihat hasil perhitungan web aplikasi
potensi tsunami dengan alamat
http://172.19.0.13/www, dan membandingkan
konsistensinya dengan kejadian sebenarnya
terjadi tsunami signifikan atau tidaknya.
Kejadian gempa bumi tahun 2015 yang berhasil
dihitung oleh sistem potensi tsunami secara real
time sebanyak lebih dari 752 kejadian gempa
bumi, semuanya menunjukkan tidak ada
peringatan potensi tsunami. Beberapa kali
jaringan dan server mengalami gangguan
sehingga mengakibatkan tidak semua potensi
tsunami pada gempa bumi M > 4 dapat terhitung.
Dilakukan perhitungan potensi tsunami secara
manual untuk 12 kejadian gempa bumi M > 6
dengan hasil 11 kejadian tidak berpotensi
tsunami (tepat), dan 1 kejadian berpotensi
tsunami (tidak tepat), dengan tingkat konsistensi
dengan kejadian sebenarnya mencapai 91%.
Sistem potensi tsunami yang telah diujicoba
dengan kejadian gempa bumi tahun 2015
memiliki konsistensi mencapai 91% dengan
kejadian sebenarnya.
Sistem potensi bisa dipakai sebagai sistem
pendukung InaTews di operasional,
dimungkinkan sebagai second warning.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Garini, A. Sherly, dkk., Studi Kegempaan Di
Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan
Reloksi Hiposenter Menggunakan Metode
Inversi, 2014.
[2] Nina, Iswati, dkk., Estimasi Model Kecepatan
Lokal Gelombang Seismik 1D Dan Relokasi
Hiposenter Di Daerah Sumatera Barat
Menggunakan Hypo-GA Dan Velest 3.3., Jurnal
Fisika, Vol. 02 No.02, 2013, pp. 1 - 6.
[3] Rachman, Deni Tri dan Nugraha, Andri Dian,
Penentuan Model 1-D Kecepatan Gelombang P
Dan Relokasi Hiposenter Secara Simultan Untuk
Data Gempa bumi Yang Berasosiasi Dengan
Sesar Sumatera Di Wilayah Aceh Dan Sekitarnya,
JTM, Vol. XIX No.1, 2012.
[4] Lay, T., Kanamori, H., Ammon, C. J., Nettles,
M., Ward, S. N., Aster, R. C., Beck, S. L., Bilek,
S. L., Brudzinski, M. R., Butler, R., DeShon, H.
R., Ekstrom, G., Satake, K. and Sipkin, S., The
great Sumatra- Andaman earthquake of 26 Dec
2004, Science, 308, 2005, pp. 1127–1133.
[5] Lomax, A. & Michelini, A., Mwpd: a duration-
amplitude procedure for rapid determination of
earthquake magnitude and tsunamigenic potential
from P waveforms, Geophys. J. Int., 176, 2009,
pp. 200–214.
[6] Lomax, A. & Michelini, A., Tsunami early
warning using earthquake rupture duration,
Geophys. Res. Lett., 36, L09306, 2009.
[7] Lomax, A. And A. Michelini, Tsunami early
warning using earthquake rupture duration and P-
Sistem Informasi pada Monitoring Gempa Bumi Jisview........ : W.Setyonegoro, J. Arifin, T. Hardy 105
wve dominant period: the importance of length
and depth of faulting, Geophys. J. Int. 185, 2011,
pp. 283-291.
[8] Jimmi Nugraha, Januar Arifin, Wiko
Setyonegoro, Thomas Hardy, Pupung Susilanto,
"Pembangunan Sistem Monitoring Gempa bumi
Jisview", Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil
Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG,
2013, pp. 76-86.
[9] Jimmi Nugraha, Januar Arifin, Daryono, Iman
Suardi, Ariska Rudyanto, Hapsoro Agung
Nugroho, Bambang Sunardi, Wiko Setyonegoro,
Drajat Ngadmanto, Suliyanti Pakpahan, Thomas
Hardy, Pupung Susilanto, Sulastri, Angga Setiyo
Prayogo, Nanang T. Puspito, Irwan Meilano,
Fachrizal, "Teknik Identifikasi Polaritas dan
Kualitas Impulse Pertama Gelombang P dan
Signal Processing Dalam Sistem Monitoring
Gempa bumi Jisview", Seminar Ilmiah Hasil-hasil
Penelitian dan pengembangan Puslitbang BMKG,
2014, pp. 70-83.
[10] Kissling, E., Program Velest User’s Guide –
Short Introduction, Institute of Geophysics, ETH
Zuerich, 1995.
[11] Madlazim, Assessment Of Tsunami Generation
Potential Through Rapid Analysis Of Seismic
Parameters Case Study: Comparison Of The
Earthquakes Of 6 April And Of 25 October 2010
Of Sumatra, Science Of Tsunami Hazards 1 (32),
United States, 2013.
[12] Madlazim, Toward tsunami early warning system
in Indonesia by using rapid rupture durations
estimation, AIP Conf. Proc. 1454,International
Conference On Physics And Its Applications,
2011, pp. 142-145.
[13] Madlazim, Toward Indonesian Tsunami Early
Warning System By Using Rapid Rupture
Durations Calculation, Science Of Tsunami
Hazards, 4(30), United States, 2011.
[14] Madlazim, Bagus Jaya Santosa, Jonathan M. Lees
and Widya Utama, Earthquake Source Parameters
at Sumatran Fault Zone: Identification of the
Activated Fault Plane, Cent. Eur. J. Geosci. 2(4),
2010.
[15] Masturyono, Madlazim, Thomas Hardy, and
Karyono, In the 3rd International Symposium on
Earthquake and Disaster Mitigation (ISEDM),
Yogyakarta, 17-18 December 2013.
[16] Permen Kominfo. No. 20, Tahun 2006, Tentang :
Peringatan Dini Tsunami atau bencana lainnya
Melalui Lembaga Penyiaran di Seluruh Indonesia,
Pasal 6 Ayat 2, 2006.
[17] Setyonegoro, W., Tsunami Numerical Simulation
Applied to Tsunami Early Warning System,
Journal of Meteorology and Geophysics (BMKG),
Vol.12 No.1, Mei 2011, pp. 21-32.
[18] Setyonegoro, W, et al., Analisis Sumber Gempa
bumi dengan Potensi Tsunami pada Segmen
Mentawai, Jurnal Meteorlogi dan Geofisika
(BMKG), Vol.13 No.2, 2012, pp. 138-139.
[19] Setyonegoro, W and Masturyono, Pengaruh Profil
Kedalaman Lautan Pada Penjalaran Tsunami
(Studi Kasus : Gempa bumi Aceh 11 April 2012),
Edisi ke-8 Prosiding Seminar Scientific Jurnal
Club, 2013, pp. 105-110.
[20] Setyonegoro, W., Sayyidatul Khoiridah, Moh.
Ikhyaul Ibad, "Validasi Pemodelan Tsunami
Berdasarkan Software L-2008 Menggunakan
Data Sumber Gempa bumi USGS, IRIS, CMT dan
GFZ untuk Studi Kasus Tsunami Nias 28 Maret
2005". Jurnal Meteorlogi dan Geofisika (BMKG),
Vol.16 No.1, 2015, pp. 25-36.
[21] Thomas Hardy, Madlazim, Jimmi Nugraha,
Suliyanti Pakpahan, Wiko Setyonegoro,
"Pengembangan dan Automatisasi Sistem
Penentuan Potensi Tsunami dengan Perhitungan
Durasi Rupture (T-Dur), Periode Dominan (Td)
dan T50EX, Prosiding Seminar Tahunan Hasil-
hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang
BMKG, 2013, pp. 87-92.
[22] Thomas Hardy, Madlazim, Masturyono, Karyono,
Fachrizal, Sugeng Pribadi, Angga Setiyo
Prayogo, Pupung Susilanto, Bambang Sunardi,
Wiko Setyonegoro, Rasmid, Bagus Pradana,
"Validasi Sistem Penentuan Potensi Tsunami
Dengan Perhitungan Metode Durasi Rupture (T-
Dur), Periode Dominan (TD) dan T50EX",
Seminar Ilmiah Hasil-hasil Penelitian dan
pengembangan Puslitbang BMKG, 2014, pp. 108-
114.
[23] Wallansha R and Setyonegoro, W., "Skenario
Tsunami Menggunakan Data Parameter Gempa
bumi Berdasarkan Kondisi Batimetri (Studi Kasus
: Gempa bumi Maluku 28 Januari 2004)", Jurnal
Segara Kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Vol.11 No.2, 2015, pp. 159-168.
Indeks PenulisINKOM Volume 10, 2016
Adnan Rafi Al-Tahtawi, 75
Pemodelan dan Simulasi KendaraanListrik Berbasis Motor Arus Searahpada MATLAB/Simulik, 10(2), 75
Antonius Bima Murti Wijaya, 57
Algoritma Criss-cross dan Branch andBound dalam pemrograman linierinteger, Studi Kasus : ProduksiPangan, 10(2), 57
Arief Nur Rahman, 67
Sistem Pengendali Pemanas PemanggangKopi Menggunakan Logika Fuzzy,10(2), 67
Budhi Anto
Sistem Kendali Pengasutan GensetPortabel Dari Jarak Jauh TanpaKabel, 10(1), 37, 47
Budhi Anto, 37, 47
Candiwan
Kesadaran Keamanan Informasi padaPegawai Bank X di BandungIndonesia, 10(1), 19, 47
Candiwan, 19, 47
Dayat Kurniawan, 81
Online Monitoring Kualitas Air padaBudidaya udang berbasis WSN danIoT, 10(2), 81
Dian Chisva Islami
Kesadaran Keamanan Informasi padaPegawai Bank X di BandungIndonesia, 10(1), 19, 47
Dian Chisva Islami, 19, 47
Edi Surya Negara
Analisis Data Twitter: Ekstraksi danAnalisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47
Edi Surya Negara, 27, 47
Eko Joni Pristianto, 67
Sistem Pengendali Pemanas PemanggangKopi Menggunakan Logika Fuzzy,10(2), 67
Folin OktafianiModul Antena dengan Susunan Uniform
untuk Sistem Antena Radar GenerasiKedua, 10(1), 9, 47
Folin Oktafiani, 9, 47
Goib Wiranto, 81Online Monitoring Kualitas Air pada
Budidaya udang berbasis WSN danIoT, 10(2), 81
Hana Arisesa, 67Sistem Pengendali Pemanas Pemanggang
Kopi Menggunakan Logika Fuzzy,10(2), 67
Hilman Ferdinandus Pardede, 47Teknik Normalisasi Fitur Secara Adaptif
untuk Sistem Pengenalan UcapanTahan Terhadap Gema, 10(2), 47
Januar Arifin, 87Sistem Informasi pada Monitoring Gempa
Bumi Jisview dan Penentuan PotensiTsunami Menggunakan DurationRupture, 10(2), 87
Khodijah Bunga I.HKesadaran Keamanan Informasi pada
Pegawai Bank X di BandungIndonesia, 10(1), 19, 47
Khodijah Bunga I.H, 19, 47
Prihambodo Hendro SaksonoAnalisis Data Twitter: Ekstraksi dan
Analisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47Prihambodo Hendro Saksono, 27, 47
Ria AndryaniAnalisis Data Twitter: Ekstraksi dan
Analisis Data Geospasial, 10(1), 27, 47Ria Andryani, 27, 47
Seng HansunOptimasi Pemilihan Emiten Pasar Modal
Berdasarkan Aspek Fundamental
dengan Menggunakan AlgoritmaDynamic Programming, 10(1), 1, 47
Seng Hansun, 1, 47
Stanley Sutedi
Optimasi Pemilihan Emiten Pasar ModalBerdasarkan Aspek Fundamentaldengan Menggunakan AlgoritmaDynamic Programming, 10(1), 1, 47
Stanley Sutedi, 1, 47
Thomas Hardy, 87
Sistem Informasi pada Monitoring GempaBumi Jisview dan Penentuan PotensiTsunami Menggunakan DurationRupture, 10(2), 87
Wiko Setyonegoro, 87
Sistem Informasi pada Monitoring GempaBumi Jisview dan Penentuan PotensiTsunami Menggunakan Duration
Rupture, 10(2), 87
Yudi Yuliyus Maulana, 81Modul Antena dengan Susunan Uniform
untuk Sistem Antena Radar GenerasiKedua, 10(1), 9, 47
Online Monitoring Kualitas Air padaBudidaya udang berbasis WSN danIoT, 10(2), 81
Yudi Yuliyus Maulana, 9, 47Yussi Perdana Saputra
Modul Antena dengan Susunan Uniformuntuk Sistem Antena Radar GenerasiKedua, 10(1), 9, 47
Yussi Perdana Saputra, 9, 47Yuyu Wahyu
Modul Antena dengan Susunan Uniformuntuk Sistem Antena Radar GenerasiKedua, 10(1), 9, 47
Yuyu Wahyu, 9, 47
Pedoman Penulisan Naskah
1. Ruang LingkupJurnal INKOM menerima naskah yang berisi hasil penelitian, pengembangan, dan/ataupemikiran di bidang Informatika, Sistem Kendali, dan Komputer. Naskah harus orisinil danbelum pernah dipublikasikan serta tidak sedang dalam proses publikasi di jurnal/media lain.Setiap naskah yang diterima akan dievaluasi substansinya oleh paling sedikit 2 orang pakarmitra bestari (peer reviewer) sebagai juri dalam bidang yang sesuai. Untuk menjunjung fairnessproses penilaian dilakukan hanya pada isi naskah dengan menghilangkan identitas penulis (blindreview). Penulis/para penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap akurasi naskah. Penulisutama bertanggung jawab untuk sebelumnya menyelesaikan ijin penulisan yang berkaitan denganhasil kerja anggota kelompoknya. Naskah yang diterima dianggap sudah menyelesaikan seluruhkewajiban (clearance) dan ijin reproduksi bila memuat hal-hal yang mengandung hak cipta(copyright) pihak lain.
2. Standar Umum Penulisan
a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.
b. Judul, Abstrak, dan Kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa(Indonesia dan Inggris)
c. Ditulis menggunakan word processor (Microsoft Word, Open Office, atau Latex). Naskahdiketik dalam 2 kolom (ukuran kertas A4) dengan huruf Times New Roman ukuran 11,rata kanan-kiri. Panjang naskah sekurang - kurangnya 6 halaman, dan tidak lebih dari 10halaman, tidak termasuk lampiran.
d. Naskah diawali dengan judul, nama penulis, instansi, alamat surat, dan alamat email untukkorespondensi.
e. Materi yang akan dicetak, meliputi teks, gambar ilustrasi, dan grafik harus berada dalamarea pencetakan yaitu bidang kertas A4 (297mm x 210mm), dengan margin 2cm di semuasisi kertas. Format yang dianjurkan adalah dalam format LATEXkarena redaksi hanyamengedit makalah dalam format LATEX. Namun, redaksi masih dapat menerima formatyang lain seperti word atau odt sesuai dengan template yang redaksi telah sediakan.
Jangan menuliskan atau meletakkan sesuatu diluar bidang cetak tersebut. Seluruh teksditulis dalam format dua kolom dengan jarak antar kolom 1 cm, kecuali bagian abstrakyang dituliskan dalam format satu kolom. Seluruh teks harus rata kiri-kanan. Template inimenggunakan format yang dianjurkan. Untuk mempermudah penulis dalam memformatmakalahnya, format ini dapat digunakan sebagai petunjuk atau format dasar penulisan.
f. Isi naskah setidak-tidaknya berisi/menerangkan tentang pendahuluan, metoda, hasil,diskusi, kesimpulan, daftar pustaka. Ucapan terimakasih bila diperlukan dapat dituliskansetelah bagian kesimpulan. Sistematika penulisan mengacu pada Peraturan Kepala LIPINomor 04/E/2012 tentang pedoman karya tulis ilmiah.
3. Cara Penulisan JudulJudul utama (pada halaman pertama) harus dituliskan dengan jarak margin 2cm dari tepikertas, rata tengah dan dalam huruf Times 16-point, tebal, dengan huruf kapital pada hurufpertama dari kata benda, kata ganti benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan; janganmenggunakan huruf kapital pada kata sandang, kata hubung, terkecuali jika judul dimulai dengankata-kata tersebut. Sisakan satu 11-point baris kosong sesudah judul.
4. Cara Penulisan Nama dan AfiliasiNama penulis dan afiliasi diletakkan ditengah dibawah judul. Nama penulis dituliskan denganhuruf Times 12-point, tidak tebal. Afiliasi dan email penulis dituliskan dibawahnya dengan hurufTimes 10-point, miring. Penulis yang lebih dari satu orang dituliskan dengan menggunakansuperscript angka yang merujuk pada masing-masing afiliasi. Sedangkan email cukup dituliskankorespondensi email saja, misal email dari penulis pertama saja.
3
5. Cara Penulisan Abstrak dan Kata KunciAbstrak dalam bahasa Indonesia ditulis dengan rata kiri-kanan dengan inden 0.5cm, sesudahabstrak dalam bahasa Inggris, dengan satu spasi dan satu kolom. Kata Abstrak sebagai judulditulis dalam huruf Times 11-point, tebal, rata tengah, dengan huruf pertama dikapitalkan. Teksabstrak ditulis dengan huruf Times 10-point, satu spasi, sampai lebih kurang 150 kata. Sesudahabstrak bahsa Indonesia tuliskan kata kunci dari makalah tersebut dalam daftar kata kunci.Kemudian dilanjutkan dengan teks utama makalah.
6. Cara Penulisan Bab (Heading)
1. Judul pertama
Sebagai contoh, 1. Pendahuluan, dituliskan dalam huruf Times 11-point, tebal, huruf pertamakata pertama ditulis dengan huruf kapital. Gunakan tanda titik (.) sesudah nomor judul.
1.1. Judul kedua
Sebagaimana judul pertama, judul kedua dituliskan dengan huruf Times 11-point, tebal. Nomorjudul terdiri dari dua angka yang dibatasi dengan tanda titik.
1.1.1. Judul ketiga
Untuk uraian yang lebih panjang dan tidak dapat dituliskan dalam bentuk uraian terurut,digunakan judul ketiga. Judul ketiga menggunakan ukuran huruf yang sama yaitu huruf Times11-point, tetapi miring. Nomor judul terdiri dari tiga angka yang dibatasi dengan tanda titik.Tidak dianjurkan penggunakan judul hingga tiga tingkatan, sebaiknya hinggal Judul kedua saja.
7. Cara Penulisan Text UtamaKetik teks utama dengan menggunakan huruf Times 11-point, satu spasi. Jangan menggunakandua spasi. Pastikan teks ditulis dengan rata kiri-kanan. Jangan menambahkan baris kosong diantara paragraf. Istilah dalam bahasa asing (foreign language) yang tidak dapat diterjemahkandalam bahasa utama makalah harus dituliskan dalam huruf miring.
Terdapat dua jenis uraian yaitu: enumarasi dan itemisasi. Untuk enumerasi gunakan digunakanhuruf alfabet kecil dengan titik, sebagai contoh:
a. Uraian yang memiliki aturan pengurutan
b. Uraian yang terkait dengan uraian lainnya
c. Uraian yang setiap itemnya akan diacu pada tulisan utama
Sedangkan itemisasi dituliskan dengan bullet adalah:
• Uraian yang tidak memiliki aturan pengurutan
• Uraian yang tidak terkait dengan uraian lainnya
8. Cara Penyajian TabelPenyajian tabel harus berada dalam lingkup ukuran A4. Keterangan tabel dituliskan denganhuruf Times 10-point. Keterangan tabel diletakkan sebelum tabel dengan rata kiri. Tabel dibuattanpa menggunakan garis vertikal. Tabel harus diacu dalam tulisan seperti Tabel 1.
4
9. Cara Penyajian GambarPenyajian gambar harus berada dalam lingkup ukuran A4. Keterangan gambar dituliskandengan huruf Times 10-point. Sedangkan pengacuan gambar pada teks menggunakan hurufTimes 11-point sesuai dengan teks utama.
Gambar 1: Contoh Gambar
Keterangan gambar diletakkan di bawah, tengah gambar yang dijelaskan. Gambar diletakkan ditengah satu kolom. Jika tidak memungkinkan atau gambar terlalu lebar gambar bisa diletakkandi tengah dalam format dua kolom. Gambar harus diacu dalam tulisan seperti Gambar 1.
10. Cara Penulisan Persamaan (equation)Penulisan formula/persamaan/rumus matematika dapat menggunakan microsoft equationapabila penulis menggunakan Microsoft Word. Sedangkan apabila penulis menggunakan latex,maka penulis dapat menggunakan penulisan formula standar dalam latex dengan menggunakanpaket amsmath. Label persamaan ditulis dibagian kanan persamaan menggunakan huruf arabicdidalam kurung. Berikut ini adalah contoh penulisan persamaan matematika:
G(x, y) = exp(−x,2 + γ2y,2
2σ2) sin(i2π
x,
λ+ ψ) (1)
Penulis dapat menggunakan kata ”persamaan (1)” apabila akan mengacu padarumus/formula/persamaan yang memiliki label (1). Label persamaan ditulis berurutansesuai dengan posisi kemunculan dalam halaman. Berikut ini adalah contoh bagaimana penulismengacu sebuah persamaan:
”Formula (1) merupakan rumusan Gabor Filter untuk bagian imajiner ...”
11. Cara Penulisan Ucapan TerimakasihBerikut ini adalah contoh penulisan ucapan terimakasih dalam naskah: Ucapan terima kasihpenulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesiaatas dukungan dana penelitian melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012.
5
12. Cara Penulisan Kutipan dan Daftar PustakaDaftar pustaka memuat daftar bacaan yang diacu dalam tulisan utama. Daftar pustaka ditulisdengan metode penulisan kepustakaan IEEE transaction, dengan huruf Times 10-point. Kutipandalam teks utama yang mengacu kepada daftar pustaka dituliskan dengan angka dalam kurungsiku [?]. Jika acuan lebih dari satu, pengacuan ditulis seperti ini ([?, ?]). Daftar rujukanyang dikutip dituliskan pada bagian akhir naskah dengan judul Daftar Pustaka dan diberikannomor urut sesuai dengan urutan pengutipan pada naskah. Bagian naskah yang mengacu padasatu atau beberapa literatur lain hendaknya mencantumkan nomor urut referensi pada daftarpustaka. Pengacuan acuan pada naskah dengan menggunakan notasi [nomor acuan] seperti: [?](artikel pada jurnal), [?] (artikel pada prosiding) dan [?] (buku). Berikut ini adalah contohdaftar pustaka:
13. Template Penulisan NaskahTemplate tata penulisan naskah dapat didownload dihttp://jurnal.informatika.lipi.go.id/index.php/inkom/about/submissions#authorGuidelines
6
Jurnal INKOMPusat Penelitian Informatika
Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaKomp. LIPI Gd. 20 Lt. 3
Sangkuriang, Bandung, 40135Email: [email protected]
Telp: +62 22 2504711Fax: +62 22 2504712
http://jurnal.informatika.lipi.go.id
7