Volk.V.doc

25
V ERUPSI GUNUNG API Bab 5 ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat memahami proses kegiatan gunung api yang pada hakekatnya adalah gerakan magma dari dalam bumi keluar ke permukaan. Dengan demikian uraian di dalam bab ini merupakan kelanjutan dari pembahasan tentang magma, di bab 3 dan hasil erupsinya yang berupa bentuk dan struktur gunung api disajikan di dalam bab 4. Penempatan bahasan erupsi gunung api setelah bab-bab tersebut di atas karena untuk menyatakan proses kegunung apian ini masih ada yang bersifat interpretatif dimana kebenarannya sangat tergantung pada kelengkapan data dan kemampuan analisis. Sebagai contoh pernyataan ‘intrusi dangkal’, proses penerobosan magma hingga dekat permukaan itu tidak pernah terlihat secara nyata dengan mata kepala, tetapi dengan berbagai data pendukung maka pernyataan itu dapat dibenarkan. Sebaliknya, uraian di dalam bab-bab sebelumnya bersifat deskriptif, yakni berdasar data obyektif atau fakta yang kebenarannya sudah tidak diragukan lagi. Uraian bab lima ini dimulai dari definisi, klasifikasi, mekanisme erupsi, indeks letusan gunung api dan diakhiri dengan ringkasan dan latihan soal. 5.1 Definisi 5- 1

description

pewview

Transcript of Volk.V.doc

Page 1: Volk.V.doc

V ERUPSI GUNUNG API

Bab 5 ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat memahami proses kegiatan

gunung api yang pada hakekatnya adalah gerakan magma dari dalam bumi keluar ke

permukaan. Dengan demikian uraian di dalam bab ini merupakan kelanjutan dari

pembahasan tentang magma, di bab 3 dan hasil erupsinya yang berupa bentuk dan

struktur gunung api disajikan di dalam bab 4. Penempatan bahasan erupsi gunung api

setelah bab-bab tersebut di atas karena untuk menyatakan proses kegunung apian ini

masih ada yang bersifat interpretatif dimana kebenarannya sangat tergantung pada

kelengkapan data dan kemampuan analisis. Sebagai contoh pernyataan ‘intrusi

dangkal’, proses penerobosan magma hingga dekat permukaan itu tidak pernah

terlihat secara nyata dengan mata kepala, tetapi dengan berbagai data pendukung

maka pernyataan itu dapat dibenarkan. Sebaliknya, uraian di dalam bab-bab

sebelumnya bersifat deskriptif, yakni berdasar data obyektif atau fakta yang

kebenarannya sudah tidak diragukan lagi. Uraian bab lima ini dimulai dari definisi,

klasifikasi, mekanisme erupsi, indeks letusan gunung api dan diakhiri dengan

ringkasan dan latihan soal.

5.1 Definisi

Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke

permukaan. Dari pernyataan ‘proses keluarnya magma’ diartikan bahwa magma

dapat benar-benar keluar (ekstrusi) ke permukaan bumi atau sebelum mencapai

permukaan bumi sudah membeku di dalam bumi (intrusi). Magma yang benar-benar

keluar ke permukaan bumi dalam bentuk cair liat dan pijar setelah membeku dan

membatu membentuk batuan ekstrusiva (extrusive rocks) atau batuan beku luar.

Sedangkan magma yang sudah membeku sebelum mencapai permukaan disebut

batuan beku intrusi dangkal atau batuan beku terobosan di dekat permukaan

(shallow intrusions atau sub-volcanic intrusions). Baik proses keluarnya magma ke

permukaan bumi maupun hanya menerobos sampai di dekat permukaan tersebut

digolongkan sebagai erupsi gunung api. Hal itu dengan pertimbangan karena

keduanya mempunyai kesamaan di dalam lokasi kejadian atau keterdapatannya, yaitu

di daerah gunung api dan keduanya selalu mengandung gelas gunung api yang

5- 1

Page 2: Volk.V.doc

mencerminkan pembekuan magma sangat cepat. Penjelasan argumentasi ini lebih

lanjut dapat dibaca pada bab 7 dan sub bab 8.5.

Untuk erupsi yang membentuk intrusi dangkal maka bahan magma yang dapat

keluar ke permukaan bumi hanya berupa gas gunung api. Namun demikian perlu

diperhatikan bahwa intrusi dangkal itu dapat dimasukkan sebagai bagian dari erupsi

gunung api apabila terjadi di lingkungan gunung api atau di dalam tubuh gunung api

sehingga tubuh intrusi dangkal itu selalu berasosiasi dengan batuan ekstrusiva (Gb.

4.4, hal. 4-6). Dengan demikian kalau ditemukan batuan beku yang hanya menerobos

batuan non gunung api, seperti batugamping dan atau sekis, serta tidak berasosiasi

dengan batuan ekstrusiva maka batuan beku intrusi itu bukan atau belum tentu

sebagai hasil erupsi gunung api. Dikatakan ‘belum tentu’ karena mungkin saja

batuan beku intrusi itu merupakan bagian dari tubuh gunung api purba tetapi karena

sudah mengalami proses erosi sangat lanjut maka batuan ekstrusivanya sudah habis

tererosi.

Dalam erupsi gunung api juga dimungkinkan bahwa sebagian magma bagian

atas sudah keluar ke permukaan bumi tetapi magma bagian bawah masih berada di

bawah permukaan bumi. Kondisi yang demikian biasanya magma berada di dalam

pipa kepundan atau retas yang menerobos sampai di permukaan bumi (Gb. 4.4).

Magma yang mempunyai kenampakan seperti itu disebut sumbat lava atau leher

gunung api (volcanic necks).

5.2 Klasifikasi erupsi berdasar asal-usul bahan penyusun

Berdasarkan asal-usul bahan hasil kegiatan, erupsi gunung api dapat dibagi

menjadi 3 macam, yaitu:

a. Erupsi magmatik (magmatic eruptions), adalah erupsi yang menghasilkan

bahan padat yang berasal langsung dari magma (primary eruptive products).

b. Erupsi freatik atau letusan hidroklastika (phreatic eruptions; hydrovolcanic

eruptions; hydroclastic explosions), adalah erupsi dimana bahan padat yang

dilontarkan keluar dari lubang kawah berasal dari batuan samping. Tenaga

letusan atau tenaga lontaran berasal dari gas bertekanan tinggi yang dihasilkan

oleh interaksi antara magma yang bertemperatur tinggi dengan air tanah

sehingga terbentuk uap air dan gas gunung api. Oleh sebab itu erupsi freatik ini

5- 2

Page 3: Volk.V.doc

juga disebut letusan uap air. Bahan magma yang benar-benar keluar ke

permukaan bumi hanya berupa gas gunung api yang bercampur dengan uap air

tersebut. Bahan padat hasil letusan hidroklastika ini berasal dari batuan samping

atau batuan yang lebih tua (older rocks) baik yang masih segar maupun yang

sudah lapuk, atau batuan yang tidak terubah maupun yang terubah. Sebagai

contoh erupsi freatik adalah letusan yang membentuk Kawah Sinila di kompleks

gunung api Dieng, Jawa Tengah pada tahun 1979. Letusan itu selain

melontarkan batuan gunung api tua juga fragmen batugamping (fragmen koral)

dan batuan sedimen lainnya. Pada saat terjadi letusan gas gunung api tidak hanya

keluar dari lubang Kawah Sinila, tetapi juga keluar melalui rekahan-rekahan di

dekat pemukiman sehingga menimbulkan korban jiwa karena menghirup gas

gunung api yang beracun itu. Letusan sekunder (secondary explosions) adalah

letusan yang terjadi bila bahan ekstrusiva gunung api yang masih panas

berinteraksi dengan air permukaan seperti air hujan, air sungai, air danau dan air

laut.

c. Letusan freatomagmatik (phreatomagmatic explosions, hydromagmatic

explosions), adalah erupsi/letusan di mana sebagian besar bahan yang dilontarkan

dari batuan lama, dan sebagian kecil langsung dari magma. Dengan kata lain

letusan freatomagmatik adalah letusan bersifat transisi atau campuran antara

letusan freatik dan letusan magmatik. Letusan freatomagmatik dapat juga terjadi

apabila magma yang sangat panas itu sudah berada di dekat permukaan sehingga

berinteraksi dengan air tanah, air laut atau air danau yang masuk ke dalam tubuh

gunung api sehingga menjadi uap air bertekanan tinggi. Perbedaan dengan

letusan freatik ialah adanya bahan padat langsung dari magma yang ikut terlontar

keluar. Pada gunung api yang sudah beristirahat cukup lama erupsi berikutnya

selalu diawali dengan letusan freatik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan

letusan freatomagmatik dan akhirnya letusan magmatik. Letusan freatik pada

awal kegiatan itu menunjukkan bahwa setelah lama beristirahat dan magma yang

dierupsikan sebelumnya sudah membeku dan mendingin maka air hujan yang

jatuh di puncak dan lereng gunung api itu sebagian meresap ke dalam tubuh

gunung api sehingga membentuk akumulasi air tanah. Pada erupsi berikutnya

magma yang bergerak naik menuju ke permukaan terlebih dulu berinteraksi

5- 3

Page 4: Volk.V.doc

dengan air tanah itu sehingga terbentuk uap air yang semakin lama semakin

banyak dan bertekanan tinggi dan kemudian terjadi letusan freatik.

5.3 Klasifikasi erupsi berdasar sifat kegiatan

Berdasar sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan bumi,

erupsi gunung api juga dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

a. Erupsi lelehan (effusive eruptions; erupsi efusiva), adalah keluarnya magma

secara meleleh atau meleler. Hasil kegiatan berupa batuan beku luar yang dapat

membentuk aliran lava atau kubah lava. Bentuk bentang alam gunung api besar

yang dihasilkan oleh erupsi lelehan adalah gunung api perisai. Contoh : Erupsi

aliran lava basal di Hawaii, aliran lava riolit di The Valley of Ten Thousand

Smokes sebelah baratlaut G. Katmai, Alaska pada 1912 sehingga membentuk

rhyolitic flood eruptions, dan The Columbia Flood Basalts di Amerika Serikat.

b. Erupsi letusan (explosive eruptions, erupsi eksplosiva), adalah keluarnya magma

secara meletus. Erupsi letusan ini menghasilkan bahan klastika (bahan

fragmental, hamburan, pecahan, kepingan atau serpihan) gunung api dengan

ukuran butir beragam dari halus sampai kasar. Bahan klastika gunung api

berbutir halus ( 2 mm) disebut abu gunung api (volcanic ashes). Bahan

klastika gunung api berbutir sedang ( : 2 – 64 mm) disebut lapilus (tunggal)

atau lapili (jamak/ banyak lapilus). Bahan klastika gunung api berbutir kasar (

64 mm) disebut bom (volcanic bombs) atau blok gunung api (volcanic blocks;

Fischer & Schmincke, 1984). Perbedaan antara bom gunung api dengan blok

gunung api terletak pada bentuk butir, tekstur permukaan dan struktur

pendinginan. Secara umum bom gunung api berbentuk membulat, mempunyai

tekstur permukaan kasar dan struktur pendinginan berupa struktur pita (ribbon

structures atau banded structures), struktur konsentris atau struktur kulit bawang

(onion structures) di bagian dalam dan struktur rekahan di bagian luar sebagai

pendinginan sangat cepat yang diikuti dengan pengkerutan dan perekahan.

Struktur rekahan itu kadang-kadang menerus ke bagian dalam membentuk pola

rekahan/retakan memusat ke bagian inti bom gunung api. Blok gunung api

mempunyai bentuk meruncing dengan sisi-sisinya sangat tajam tetapi tekstur

permukaannya halus gelas dan masif. Bom gunung api lebih banyak terbentuk

5- 4

Page 5: Volk.V.doc

pada erupsi gunung api dengan komposisi magma basal sampai andesit basal dan

relatif encer, sedangkan blok gunung api lebih banyak terbentuk jika komposisi

magmanya andesit sampai riolit yang bersifat sangat kental dan mudah pecah..

Blok gunung api dapat juga terbentuk sebagai pecahan dari bom gunung api.

Bentuk bentang alam gunung api yang dihasilkan dalam ukuran kecil adalah

maar dan kerucut sinder, sebagai contoh di sekeliling G. Lamongan di selatan

kota Probolinggo, Jawa Timur. Bentuk bentang alam sebagai letusan besar adalah

gunung api kaldera, misalnya letusan G. Tambora (1815) di bagian utara P.

Sumbawa Nusa Tenggara Barat, G. Krakatau (1883) di Selat Sunda, G. Agung

(1963) di Bali, Mt. St. Helens (1980) di Amerika Serikat dan Mt. Pinatubo (1991)

di Filipina.

c. Kombinasi Erupsi Efusiva dan Eksplosiva, adalah erupsi berselang-seling antara

efusiva dan eksplosiva. Kegiatan itu biasanya di antarai oleh fase istirahat yang

beragam mulai dari sangat singkat atau hanya dalam beberapa tahun sampai

sangat lama dalam hitungan ratusan tahun bahkan puluhan ribu tahun. Didalam

satu periode erupsi jarang sekali terjadi selang-seling antara erupsi eksplosiva

dan erupsi efusiva, tetapi dalam banyak hal erupsi diawali secara eksplosif

kemudian secara bertahap intensitas letusan menurun dan diakhiri oleh erupsi

lelehan yang membentuk aliran lava atau kubah lava. Bentuk bentang alam

gunung api yang dihasilkan oleh kombinasi erupsi efusiva dan eksplosiva berupa

kerucut komposit atau gunung api jamak.

5.4 Klasifikasi erupsi berdasar lokasi

Berdasarkan lokasi terhadap gunung api utama, erupsi dapat dibagi menjadi 3

macam (Gb. 5.1), yaitu:

a. Erupsi pusat (central eruptions), apabila erupsi terjadi di kawah pusat yang

biasanya terletak di puncak kerucut gunung api utama.

b. Erupsi lereng (flank eruptions), bila erupsi terletak di lereng kerucut gunung api

utama. Dalam hal ini jika erupsi terjadi pada satu titik disebut erupsi terminal,

sedang kalau erupsi terjadi pada beberapa titik yang membentuk kelurusan

disebut erupsi celah atau erupsi linier (lateral eruptions atau fissure eruptions).

5- 5

Page 6: Volk.V.doc

c. Erupsi eksentrik (excentric eruptions), bila letak erupsi di luar tubuh gunung api

utamanya. Erupsi ini dapat berada di kaki atau dataran di sekitar gunung api

utama.

5. 5 Mekanisme Erupsi

Sesuai dengan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan

bumi erupsi gunung api dapat secara meletus (explosive eruptions) atau erupsi secara

meleleh (effusive eruptions). Erupsi secara meletus disebabkan oleh tingginya

tekanan gas di dalam magma; sedang pada erupsi secara meleleh dikarenakan

rendahnya tekanan gas yang terkandung di dalam magma. Secara umum magma

berkomposisi basal karena temperaturnya sangat tinggi unsur-unsur volatil masih

terlarut di dalam cairan magma, belum membentuk gas. Oleh sebab itu magma basal

hanya mempunyai kandungan gas sedikit sehingga tekanan gasnya juga kecil.

Dengan demikian erupsi yang terjadi juga secara non eksplosif atau meleleh.

Sebaliknya di dalam magma berkomposisi menengah dan asam, karena proses

diferensiasi dan menurunnya temperatur magma, unsur-unsur volatil menyatu dan

keluar dari cairan magma membentuk gas. Dengan demikian magma asam

mempunyai kandungan gas banyak sehingga tekanan gasnya juga tinggi dan erupsi

yang terjadi secara meletus. Keterangan ini menunjukkan bahwa banyaknya

kandungan gas di dalam magma berkaitan dengan proses diferensiasi dan penurunan

temperatur magma. Semakin lanjut proses diferensiasi maka semakin banyak gas

yang terpisah dari cairan magma. Karena berat jenis gas lebih ringan daripada cairan

magma maka gas tersebut terletak di atas cairan magma.

5- 6

Page 7: Volk.V.doc

Gambar 5.1. Pembagian macam erupsi berdasarkan letak terhadap gunung api utama menjadi erupsi pusat, erupsi lereng (terminal- atau fissure eruptions) dan erupsi eksentrik (Rittmann, 1963 vide Macdonald, 1972).

Dalam keadaan tertentu, suatu jenis magma menengah atau magma asam dapat

keluar ke permukaan bumi secara meleleh. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila gas

yang sudah terpisah dan terletak di atas cairan magma mengalami “degassing” atau

penghilangan gas (Gb. 5.2). Penelitian dilakukan terhadap suatu jenis magma asam

yang mempunyai kandungan air 4-5 % berat. Air ini merupakan komponen utama

gas di dalam magma. Pemisahan gas dari cairan magma (vesiculation) terjadi pada

kedalaman 4 km. Pada erupsi letusan magma yang sudah mengalami vesikulasi di

dekat permukaan terjadi proses fragmentasi, dari bahan cair liat menjadi bahan padat

tetapi terpecah-pecah yang dilanjutkan dengan proses letusan ke luar dari lubang

kawah. Sedangkan pada erupsi lelehan tidak terjadi proses fragmentasi tetapi

penghilangan gas. Akibatnya, magma yang keluar ke permukaan bumi hanya

meleleh, membentuk kubah lava atau aliran lava. Perbedaan yang lain adalah pada

5- 7

Page 8: Volk.V.doc

lebar pipa konduit dan kecepatan alir magma. Pada erupsi letusan jari-jari pipa

konduit lebih lebar (sekitar 50 m) daripada erupsi lelehan (10 m). Demikian pula

pada erupsi letusan kecepatan aliran magma (1 m/det.) lebih tinggi daripada erupsi

lelehan (1 cm/det.).

Gambar 5.2 Skema perbedaan erupsi letusan dengan erupsi lelehan menurut Eichelberger (1995).

Proses erupsi letusan dapat secara tegak (vertical explosive eruptions) maupun

secara miring. Erupsi letusan tegak ditunjukkan pada gambar 5.3. Pada awalnya, di

dalam reservoir gas terlarut di dalam cairan magma. Namun di bagian atas dapur

magma itu fase gas telah mulai terpisah dari cairan magma yang ke arah atas

semakin nyata untuk kemudian dilanjutkan dengan proses fragmentasi dan

peletusan. Kolom erupsi letusan selanjutnya dibagi menjadi gas thrust yang

mempunyai kecepatan 100 – 600 m/det, dan convective thrust yang menguasai tinggi

kolom atau tiang erupsi. Pada posisi gas thrust gerakan utama adalah secara tegak

sebagai akibat desakan yang sangat kuat dari dalam bumi ke permukaan. Sedangkan

5- 8

Page 9: Volk.V.doc

pada convective thrust tekanan vertikal sudah melemah sehingga gas serta bahan

padat dan ringan dapat berkembang secara konveksi mendatar.

Gambar 5.3 Skema erupsi letusan yang dimulai dari magma di dalam reservoir dimana bahan gas (volatiles) masih terlarut di dalam cairan magma, hingga membentuk kolom erupsi letusan (Fisher & Schmincke, 1984).

Pada letusan sangat besar maka sebagian atau bahkan beberapa kerucut gunung

api dapat hancur sehingga membentuk kaldera letusan seperti terjadi pada Kaldera

Danau Kawah (Crater Lake) di Oregon, Amerika Serikat (Gb. 5.4) dan G. Krakatau

di Selat Sunda, Indonesia (Gb. 5.5).

5- 9

Page 10: Volk.V.doc

Gb. 5.4 Diagram pembentukan kaldera Crater Lake (Danau Kawah), Oregon, Amerika Serikat. (A) kenampakan sebelum meletus; (B) pada tahap awal letusan membentuk letusan vertikal Tipe Vulkano dan aliran piroklastika kecil dari kawah pusat; (C) kejadian pada puncak letusan (paroksisma), aliran piroklastika besar keluar dari kawah pusat dan kawah samping dan bagian puncak gunung api mulai turun ke bawah atau ambles secara bertahap; (D) kenampakan setelah letusan; (E) keadaan pada saat ini dengan beberapa titik erupsi baru di dasar kaldera yang sebagian tertutup air (Macdonal, 1972).

5- 10

Page 11: Volk.V.doc

Gb. 5.5 Diagram memperlihatkan fase konstruksi dan destruksi G. Krakatau di Selat Sunda, Indonesia (van Bemmelen, 1949). (IA) Fase konstruksi pertama diperkirakan membentuk kerucut tunggal yang besar dengan ketinggian mencapai 3000 m dml. sebagai gunung api purba Krakatau. (IB) Fase destruksi pertama membentuk kaldera I Krakatau dan meninggalkan tiga pulau, yaitu P. Rakata, P. Panjang dan P. Sertung. (II) Pemunculan kerucut gunung api Rakata, yang disusul dengan G. Danan dan Perbuwatan (IIIA), sebagai kegiatan fase konstruksi tahap kedua G. Krakatau. (IIIB) Fase destruksi kedua membentuk kaldera letusan 1883, dan (IV) pemunculan awal

5- 11

Page 12: Volk.V.doc

G. Anak Krakatau di dalam kaldera Krakatau pada tahun 1927. G. Anak Krakatau itu sekarang telah tumbuh besar dengan ketinggian lebih dari 300 m dml.

5.6 Indeks Letusan Gunung api

Newhall dan Self (1982) mengajukan cara menilai besarnya letusan gunung api

dengan istilah Indeks Letusan Gunung api (Volcanic Explosivity Index = VEI) yang

diberi nilai dari 0 sampai dengan 8 (Tabel 5.1). VEI bernilai 0 (nol) artinya erupsi

gunung api secara meleleh atau efusiva. Apabila VEI bernilai 1 berarti tingkatan

letusan lemah, VEI bernilai 2 tingkat letusan menengah, VEI bernilai 3 tingkat

letusan menengah-besar dan VEI bernilai 4 tingkat letusan besar. Jika VEI bernilai

5 maka letusan gunung apinya dikelompokkan sangat kuat. Semakin kuat tingkat

letusan gunung api maka volume bahan lontaran semakin besar, kolom erupsi

semakin tinggi dan letusan berlangsung semakin lama. Tinggi kolom erupsi itu akan

mempengaruhi injeksi bahan letusan ke lapisan troposfer dan stratosfer di atas muka

bumi.

Tabel 5.1 Kriteria Indeks Letusan Gunung api atau Volcano Explosivity Index menurut Newhall & Self (1982).

Berdasarkan kejadian yang khas pada suatu gunung api maka erupsi gunung

api diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tipe, yaitu : Tipe Hawaii (Hawaian Type), Tipe

Stromboli (Strombolian Type), Tipe Vulkano (Vulcanian Type), Tipe Plini (Plinian

Type), dan Tipe Ultra-Plini (Ultra-Plinian Type). Dinyatakan Tipe Hawaii karena

erupsi yang paling lemah itu sangat khas terjadi pada gunung api di Hawaii, misalnya

5- 12

Page 13: Volk.V.doc

G. Maona Loa dan G. Kilaulea. Erupsi Tipe Hawaii ini mempunyai ciri-ciri seperti

tersebut di bawah ini.

a. Erupsi terutama menghasilkan aliran lava basal, sangat encer dan mengandung

gas gunung api rendah.

b. Erupsi muncul dari rekahan dan dimulai dengan lava mancur (lava fountain).

c. Jika lava mancur semakin melemah, sebagian besar lava akan keluar ke

permukaan secara perlahan-lahan dan kemudian mengalir keluar dari kawah

sebagai aliran lava.

Erupsi Tipe Stromboli sangat khas terjadi di G. Stromboli, Itali yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Letusan dipisahkan oleh perioda waktu kurang dari 1 detik sampai beberapa jam,

dan terjadi di dalam kolom magma dekat permukaan.

b. Pada malam hari atau cuaca gelap dari kejauhan letusan seperti kembang api.

c. Bahan lontaran terdiri dari bom gunung api, lapili skoria dan abu gunung api.

Di bawah ini dijelaskan perbedaan antara letusan Tipe Stromboli dengan

letusan Tipe Hawaii.

- Letusan Tipe Stromboli mengandung lebih sedikit gelas gunung api berbentuk air

mata atau rambut Pelee (glassy Pelee’s tear or hair). Pelee adalah nama Dewi

penunggu gunung api yang dipercayai oleh penduduk asli Hawaii. Apabila

gunung api itu meletus maka dianggap Dewi Pelee sedang marah dan menangis,

mengeluarkan air mata sambil menggaruk-garuk kepala sehingga sebagian

rambutnya rontok. Gelas ‘air mata’ Pele itu sebenarnya merupakan bahan letusan

gunung api berbentuk seperti tetesan airmata, bertekstur dan tersusun oleh gelas

gunung api. Sedangkan ‘rambut’ Pele adalah bahan lontaran berbentuk serabut

yang juga bertekstur dan tersusun oleh gelas gunung api.

- Letusan Tipe Stromboli mempunyai sebaran bahan lontaran lebih luas, karena

letusannya lebih kuat dan kolom erupsinya lebih tinggi.

- Bahan lontaran berbutir halus - sedang (abu - lapili) sebagai hasil letusan Tipe

Stromboli lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh erupsi Tipe Hawaii.

Erupsi Tipe Vulkano juga sangat khas terjadi di G. Vulcano Itali yang

ditunjukkan oleh letusan berskala menengah (VEI = 2-4, rata-rata 3), menyemburkan

abu gunung api berwarna abu-abu gelap sampai hitam, mempunyai periode letusan

5- 13

Page 14: Volk.V.doc

pendek dengan kolom erupsi mencapai ketinggian 3-15 km. Fisher & Schmincke

(1984) menyamakan letusan Tipe Vulkano dengan letusan freatik dan

freatomagmatik. Endapannya membentuk perlapisan bagus, pemilahan buruk, dan

kaya lubang bekas keluarnya gas gunung api. Fragmen umumnya nonvesikuler

sampai vesikuler buruk, tekstur gelas, bentuk meruncing. Lapili tumbuhan dan bom

gunung api berbentuk kerak roti (bread-crust) sampai dengan bentuk kubis/ kol

(cauliflower-shaped) juga sering ditemukan (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Ciri-ciri letusan tipe Vulkano atau letusan hidroklastika (Fisher & Schmincke, 1984).

No. Ciri-ciri Proses erupsi dan transportasi

1 Umumnya berkomposisi basal Kandungan volatil rendah, temperatur tinggi, viskositas rendah.

2 Fragmen agak vesikuler, ada sideromelan, bom berbentuk kerak roti – kubis.

Pendinginan sangat cepat, granulasi terjadi pada kontak magma-air, degassing minor, letusan uap.

3 Ukuran butir kecil, kadang-kadang mengandung klastika besar dan pecahan bom

Fragmentasi akibat tekanan dan panas sehingga tidak ada pemisahan dengan butiran halus di dalam kolom erupsi, energi tinggi karena banyak uap air.

4 Sortasi buruk Banyak mengandung air (uap air).5 Struktur sedimen berkembang baik,

seperti tuf vesikuler, perlapisan baik, mudcracks, lapili tumbuhan

Banyak mengandung air (uap air)

6 Banyak mengandung klastika litik Letusan melontarkan batuan samping.7 Dijumpai endapan seruakan dasar

(base surge)Mencirikan transportasi horisontal.

8 Tidak ada altersi hidrotermal, endapan sinter dan pengelasan

Mencirikan temperatur rendah

9 Berasosiasi dengan endapan letusan tipe Stromboli

Terjadi fluktuasi suplai air dari luar atau penutupan dinding pipa konduit.

Penamaan Erupsi Tipe Plini berasal dari nama seseorang bernama Pliny the

Younger yang memerikan letusan sangat terkenal G. Vesuvius pada tahun 779

Masehi yang berlangsung selama 3 hari secara terus-menerus. Letusan gunung api itu

menyebabkan dua kota yaitu Pompeii dan Herculanum terkubur atau tertimbun oleh

bahan letusan kaya batuapung yang mempunyai ketebalan sampai beberapa meter.

Letusan Tipe Plini dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut.

5- 14

Page 15: Volk.V.doc

a. Endapan abu dan batuapung tersebar luas sebagai hasil letusan sangat kuat

dengan kolom erupsi tinggi dan banyak mengandung gas bertekanan tinggi.

b. Erupsi berlangsung beberapa jam – lk. 4 hari secara terus menerus.

c. Volume endapan bahan letusan bervariasi dari sekitar 1 – 3000 km3.

d. Umumnya berasosiasi dengan letusan pembentukan kaldera gunung api yang

mempunyai diameter sampai dengan 20 km, diperkirakan sama dengan diameter

dapur magma di bawahnya.

Gambar 5.6 memperlihatkan data statistik hubungan antara eksplosivitas

dengan interval waktu tenang atau masa istirahat gunung api. Pada letusan lemah,

VEI : 0 – 2, waktu istirahat umumnya berlangsung antara 1 – 10 tahun. Sedangkan

VEI 3 – 4, masa tenang sebagian besar bervariasi antara 1 – 100 tahun. Pada letusan

sangat besar, VEI 5 – 6, perioda istirahat berlangsung sangat panjang, yaitu lebih dari

100 tahun. Kenyataan ini diyakini ada hubungannya dengan akumulasi dan tekanan

gas gunung api. Apabila sering terjadi erupsi atau letusan maka hal itu tidak

dimungkinkan terjadinya akumulasi gas yang bertekanan besar. Sebaliknya, jika

gunung apinya sedang mengalami istirahat sangat panjang, maka magma di bawah

gunung api tetap aktif dan mengalami diferensiasi lanjut, menghasilkan gas gunung

api yang semakin lama semakin terakumulasi dalam jumlah besar dan tekanan sangat

kuat sehingga pada akhirnya akan dapat mengakibatkan letusan yang sangat dahsyat.

Gambar 5.6 Hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api (Simkin, 1993). Semakin besar nilai indeks letusan gunung api (VEI) pada umumnya masa istirahatnya juga berlangsung lama.

5- 15

Page 16: Volk.V.doc

5.7 Ringkasan

Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke

permukaan. Magma yang tidak sampai ke permukaan membentuk tubuh batuan beku

intrusi dangkal. Dipandang dari bahan padat yang dikeluarkan ke permukaan bumi

maka ada erupsi magmatik, erupsi freatik dan erupsi freatomagmatik; ditinjau dari

sifat kegiatan berupa erupsi letusan dan erupsi lelehan; sedang berdasar lokasinya

ada erupsi pusat, erupsi lereng (terminal atau lateral) dan erupsi eksentrik. Erupsi

secara meletus disebabkan oleh adanya gas gunung api yang bertekanan tinggi.

Akumulasi gas magma dihasilkan oleh proses diferensiasi, atau percampuran magma

basa dengan magma asam. Dalam beberapa hal magma asam hanya keluar secara

meleleh karena adanya proses penghilangan gas (degassing). Di dalam erupsi secara

vertikal besarnya letusan gunung api ditentukan dengan nilai. Indeks Letusan

Gunung api (VEI) mulai dari 0 – 8, dan erupsinya secara berturut-turut diberi nama

dari Erupsi Tipe Hawaii, Tipe Stromboli, Tipe Vulkano, Tipe Plini dan Tipe Ultra-

Plini. Semakin panjang masa istirahat suatu gunung api maka letusan mendatang

akan mempunyai nilai VEI lebih tinggi. Hal itu berhubungan dengan proses

diferensiasi magma dari komposisi basa ke asam dan akumulasi gas gunung api yang

semakin lama semakin banyak dan bertekanan sangat tinggi.

5.8 Latihan Soal

1. Jelaskan pengertian tentang erupsi gunung api!

2. Uraikan perbedaan antara erupsi magmatik dengan erupsi freatik!

3. Apa yang menyebabkan terjadinya erupsi secara meleleh?

4. Jelaskan hubungan antara tingkatan eksplosivitas gunung api dengan komposisi

magma dan proses erupsi yang terjadi!

5. Jelaskan bagaimana dapat terbentuk erupsi celah!

6. Uraikan siklus gunung api dari fase konstruksi ke fase destruksi dan kembali ke

konstruksi lagi!

5- 16

Page 17: Volk.V.doc

7. Bagaimana ciri-ciri erupsi Tipe Vulkano? Apa perbedaannya dengan erupsi Tipe

Hawaii, Stromboli dan Plini?

8. Mengapa gunung api di Hawaii tidak membentuk kaldera letusan ?

9. Jelaskan hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api !

10. Apa yang dimaksud dengan sub volcanic intrusions ?

5- 17