.Vol.repository.unj.ac.id/947/2/BAB II.pdf · 2019. 10. 31. · Pengertian Perilaku...
Transcript of .Vol.repository.unj.ac.id/947/2/BAB II.pdf · 2019. 10. 31. · Pengertian Perilaku...
13
BAB II
KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritik
1. Hakikat Kemampuan Berperilaku
a. Pengertian Perilaku
WJS.Poerwadiminta mengatakan perilaku adalah tanggapan atau
reaksi individu yang terwujud dalam gerakan atau sikap yang tidak hanya
ucapan keseluruhan perilaku atau kegiatan individu dapat dikelompokan
kedalam empat jenis kegiatan sebagai berikut:1
a) Kegiatan Motorik, Meliputi kegiatan yang dinyatakan dalam gerakan
adalah perbuataan jasmani, misalnya: makan, minum dan sebagainya.
Kegiatan ini ada yang didasari perintah dari susunan saraf otak dan nada
juga yang tidak disadari disebut refleksi. b) Kegiatan Kognitif, Kegiatan
Individu yang berhubungan dengan pengenalan, pemahaman, penalaran
serta pengadaan tentang dunia luar, tentang lingkungan sekitarnya seperti
pengindreraan dan berfikir. c) Kegiatan Konatif, yaitu kegiatan yang
berkenaan dengan motif dan dorongan individu untuk mencapai suatu tujuan
kegiatan yang tertutup seperti: harapan, kehendak dan cita-cita. d) Kegiatan
Afektif, yaitu kegiatan yang memanifestasikan penghayatan suatu emosi atau
1 Jafar Shodiq Sahrudin. Perilaku Sosial Santri di Pondok Pesantren Darul Muttaqien.Vol.
2.No. 4. 2014. h, 6
14
perasaan seperti marah, sedih, gairah dan mengagumi. Mutlak memberi arti
kepada sesuatu yang patut dan seharusnya diperbuat manusia
Senada dengan itu Skinner (1983) seorang ahli psikologi yang dikutip
oleh Soekidjo Notoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan
demikian perilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus lalu Organisme
dan akhirnya terjadi Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “SOR”.2
Kartini Kartono, menjelaskan bahwa perilaku atau perbuatan mempunyai arti luas sekali tidak hanya mencangkup kegunaan yang motorik saja seperti berbicara, berjalan, berlari, berolahraga, bergerak dan lain-lain akan tetapi membahas bermacam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berfikir, fantasi atau pergerakan baik penampilan emosi dalam bentuk fantasi.3 Dapat disimpulkan bahwa, tanggapan atau reakisi inilah yang
kemudian dicernah oleh anak dan menghasilakan perilaku buruk maupun
perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan itu Pemahaman
yang diberikan kepada anak mengenai perilaku baik dan buruk itu sendiri
akan memberikan tanggapan positif pada diri anak, sehingga tanggapan itu
akan membentuk karakter baik pada anak itu sendiri.
Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari
yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap terhadap orang lain, kekerasan,
pemaksaan, ketidak pedulian, kerancuan antara benar dan salah baik dan
2 Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, (Jakarta: PT. Rineka Ciptta, 2010). h, 20 3 Riski Andrianto, at.all. . Hubungan Antara Pemahaman Terhadap Materi Norma
Kesopanan Dengan Perilaku Peserta Didik. Jurnal Online PKn UNJ.(Vol. 3, No. 6. 2015). h, 3
15
tidak baik, perilaku boleh dan tidak boleh. Banyak masalah yang diselesaikan
dengan kekerasan, adu kekuatan fisik dan mengabaikan cara penyelesaian
dengan mengandalkan pertimbangan moral.
Pemahaman baik yang diberikan pada anak, itu nantinya diharapkan
akan membuat anak lebih tegas dalam mengambil sebuah keputusan.
Sehingga mereka bisa bertindak benar berdasarkan fikiran mereka dan
memberi kemampuan kepada anak untuk mengatakan “tidak” pada tindakan
yang tidak benar, dan memilih melakukan tindakan bermoral. Ini merupakan
mekanisme internal yang sangat berpengaruh, yang mengarahkan perilaku
moral anak, sehingga pilihan yang mereka ambil tidak hanya aman, tetapi
juga bijak. Pentingnya pendidikan moral harus terus diupayakan untuk
menanamkan nilai moral pada anak didik sehingga anak bisa bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan Perilaku
Tak dapat disangkal bahwa, begitu banyak faktor yang mempengaruhi
perkembanganperubahan Perilakui. Di bawah ini Ada 2 faktor yang paling
berpengaruh dan menjadi sebab terjadinya perubahan perilaku atau sikap:
(1) Faktor Intern (2) Faktor Ekstern.4 Melihat faktor yang menyebabkan
perubahan perilaku diatas, maka faktor Internal siswa sangat perpengaruh
dalam kemampuan berperilaku siswa. Faktor dari dalam diri siswa ini yang
4 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 157
16
dilatih di lingkungan sekolah dan keluarga. Tidak hanya pendidikan
dilingkungan sekolah yang mempengruhi pembentukan baik buruknya
perilaku anak, namun peranan pending orang tua dalam memberikan
pendidikan perilaku dalam keluarga berperan besar dalam proses
pembentukan perilaku anak. Lingkungan dari luar sangat besar perannya
dalam proses pembentukan perilaku siswa, faktor lingkungan adalah contoh
terdekat yang mampu merubah anak yang berperilaku baik menjadi tidak
baik, dan sebaliknya faktor lingkungan mampu mengubah seorang anak
mengendalikan perilakunya.
Faktor maka permasalahan ini menjadi tugas penting yang harus
diperhatikan khususnya bagi orang tua, karena orang tua yang sibuk dengan
urusan eksternalnya akan lalai dalam memperhatikan dan mendidik anak
didalam keluarga. Situasi seperti ini berakibat serius bagi kemampuan
barperilaku anak. Orang tua harus tetap konsisten dan bersungguh-sungguh
dalam mengatur waktu memberikan perhatian kepada anak. Kemudian guru
harus menjadi contoh yang baik di lingkungan sekolah terhadap peserta
didiknya dalam mengajarkan moral terkait sikap perilaku.
Cara terbaik bagi anak belajar perilaku adalah mengamati sikap orang
lain, salah satunya orang terdekat yaitu orang tua. Orang tua memegang
peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian bagi anak-
anaknya. Disampaikan oleh Huxley dalam Qudsyi dan Gusniarti, bahwa
17
moral anak dikembangkan sebagai sebuah hasil dari interaksi orangtua
dengan anak, dimana sang anak belajar tentang konsep dasar moral, belajar
mengenai sesuatu yang benar maupun salah melalui pengalaman paling
awal dari sang anak.5 berdasarkan pernyatan di atas memberikan makna
bahwa, hubungan yang terjalin erat antara anggota keluarga akan
memberikan suasana yang positif untuk menumbuhkan dan
mengembangkan konsep moral pada masing-masing anggota keluarga,
termasuk salah satunya adalah bagi anak-anak.
Baik buruknya keperibadian anak-anak dimasa yang akan datang
banyak ditentukan oleh pendidikan dan bimbingan dari orang tua. Sementara
di lingkungan sekolah, guru tidak hanya mengajari anak mengetahui dan
merasakan hal yang baik dan benar, tetapi juga mengajari mereka bertindak
yang benar. Bukan hal yang mustahil lagi, ketika anak melihat orang lain
melakukan suatu aktivitas oleh orang dewasa, maka dilain waktu dia akan
menirukan apa yang pernah dilihatnya.
c. Tiga langkah Membangun Perilaku
Ada tiga langkah penting untuk membangun Perilaku terutama bagi
anak.
Pertama adalah memberi contoh pada anak karena memberi contoh merupakan cara yang terbaik untuk mengajari anak mengendalikan cara mereka berperilaku, dan menunjukkan bahwa hal tersebut
5 Hazira Qudsyi dan Gusniarti. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga Dengan
Penalaran Moral Anak. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. (Vol. 9, No. 1, Mei 2007). h. 53
18
merupakan prioritas. Kedua adalah membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga dapat menjadi motivator bagi diri mereka sendiri. Ketiga mengajarkan cara membantu anak mengambil keputusan dalam berperilaku ketika menghadapi godaan dan mengajarkan mereka berfikir sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan baik.6
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam pelaksanan membangun
perilaku yang baik pada anak keluargalah sebagai lingkungan pendidikan
yang pertama memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk pola
keperibadian anak khususnya dalam hal mengendalikan perikau anak. Sebab
keluarga orang paling dekat dengan anak, dan tau bagaimana karakter yang
dimiliki anak. Dibawah ini adalah penjabaran secara luas terhadap langkah-
langkah membangun perilaku anak.
Langkah pertama: Berilah contoh perilaku yang baik dan jadikan hal
tersebut sebagai prioritas. Berikut ada 4 kebiasan keluarga yang dapat
menumbuhkan perilaku baik pada diri anak: a) ajarkan makna dan nilai
perilaku, b) tekadkan mengajar perilaku kepada anak, c) buatlah moto
perilaku yang baik dalam keluarga, d) buat aturan bahwa hanya boleh
berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Cara yang terbaik
mengajarkan moralitas kepada anak adalah dengan melihat contoh dari
orang tuanya. Jika setiap orang tua menginginkan anak-anaknya beretika,
maka dia juga harus memperlihatkan etika yang baik di depan anaknya.
Untuk menanamkan sikap moral terhadap anak ada kesulitan serta
6 Michele Borba. Membangun Kecerdasan Moral. Terjemahan Lina Jusuf. (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008). h. 107
19
membutuhkan waktu yang lama, namun orang tua harus mempunyai niat
dan tekad yang kuat sampai anaknya menunjukkan kemauan dan kemajuan
dalam memilki sikap moral tersebut, dan salah satunya melalui aturan yang
dibuat dalam keluarga, tekankan untuk setiap anggota keluarga untuk
menghormati aturan itu.
Langkah kedua: Doronglah agar anak memotivasi diri. Salah satu
tugas terberat adalah mendidik anak agar percaya diri. Meskipun kita pasti
mendorong anak agar berhasil, pada akhirnya mereka sendirilah yang harus
mempunyai keinginan untuk itu. Tujuannya adalah membuat membuat anak
sadar bahwa ia dapat mengontrol hidup dan pilihannya. Di sisi lain ada
beberapa cara untuk mendorong anak melakukan tugas dengan baik yaitu: a)
tumbuhkan pujian internal, b) mintalah anak agar menghargai perbuatannya
sendiri, c) buat jurnal keberhasilan, d) buatlah kejutan kepada anak karena
pengambilan keputasan bijak yang dilakukan.
Langkah ketiga: Ajarkan anak berfikir sebelum melakukan sesuatu.
Cara terbaik menghapus kekerasan dan membantu anak hidup damai dan
bermoral adalah mengajarkan bagaimana cara berperilaku yang sesuai
dengan norma-norma yang sudah ada. Hal-hal yang sederhana yang kita
ajarkan kepada anak pasti akan memberikan pengaruh yang baik. Jadi
bagaimana peran guru sebagai orang dewasa yang ditiru oleh anak, terutama
saat di sekolah
20
d. Cara Menghilangkan Perilaku Tidak Sopan
Ada lima langkah menghilangkan perilaku tidak sopan pada diri anak
adalah: Pertama, adalah menunjukan mana perilaku yang tergolong kasar.
Kedua, jangan ladeni jika diperlakukan tidak sopan. Ketiga, jika tetap
bersikap kasar, beri kpnsekuensi. Keempat ajarkan perilaku lain untuk
mengubah perilaku buruk. Doronglah sikap hormat.7
Langkah pertama, menghilangkan sikap kasar adalah menentukan
sikap mana yang dianggap tidak sopan sehingga anak memahami dengan
jelas apa yang diharapkan. Sesetiap anak sesekali bisa lupa, sehingga ada
kata-kata, nada suara, atau gerak-gerik tidak sopan yang dilakukan anak.
Ketika anak melakukan perilaku kasar, berilah pemahaman agar anak
mengingat kembali perilaku yang ia lakukan tidak sopan.
Langkah kedua, penelitian dibidang perkembangan anak menunjukkan
bahwa anak-anak cenderung bersikap kasar jika suatu hal tidak berhasil
menarik perhatian anak.8 Jadi, bersikaplah netral dan jangan memberi
respons. Jangan menghela nafas, memutar bola mata, mengangkat bahu,
atau menunjukkan sikap kesal. Jangan juga membujuk, atau memarahi.
Taktik seperti itu kemungkinan tidak akan berhasil dan barang kali hanya
akan memperburuk perilaku anak.
7 Ibid., h. 164 8 Ibid., h. 165
21
Langkah ketiga, setelah mengungkapkan sikap mana yang
diharapkan, tetapi masih ada juga kata-kata atau sikap yang tidak sopan,
maka anak harus menanggung konsekuensi akibat ulah anak yang bersikap
kasar. Konsekuensi yang efektif harus jelas bagi anak, mempunyai waktu
yang tertentu, berkaitan langsung dengan perilaku dengan perilaku tidak
sopan, dan konsekuensi yang diberikan pada anak harus sesuai dengan
anak. Konsekuensi yang diterapkan bersifat konsisten dan jangan melemah.
Satu hal lagi: libatkan anak dalam menentukan konsekuensi, mereka
biasanya bahkan menetapkan koneskuensi yang lebih berat.
Langkah keempat, jika anak terus-menerus bersikap tidak hormat,
maka sudah saatnya anak diajarkan sikap hormat yang baru. Mengajarkan
sikap hormat yang baru biasanya ini adalah langkah yang biasanya
terlewatkan oleh orang tua. Seringkali anak terus-menerus berperilaku buruk,
karena tidak adanya peran orang tua mengubah dan mengajarinya
mengubah perilaku. Perilaku baru yang dipelajari anak melalui pengulangan
yang diterapkan orang tua.9 Dengan latihan teknik baru secara berulang-
ulang hingga anak menguasai perilaku yang diajarkan, peran orang tua
sangat di perlukan dalam mengubah perilaku anak. Perubahan perilaku yang
dilakukan pada anak memerlukan waktu tiga minggu, perubahan yang
dilakukan pada anak harus bersifat konsisten hingga mulai terlihat
perubahannya. Seringkali orang tua mengajarkan sesuatu yang baru bukan 9 Ibid., h. 168
22
pada waktunya. Saat yang paling tepat mengubah perilaku dan
menyampaikan sesuatu yang baru pada anak adalah dalam keadaan tenang
dan santai, bukan ketika menghadapi konflik.
Langkah kelima, salah satu cara paling mudah mendorong suatu
perilaku adalah memberikan dorongan setiap kali anak melakukanya.
Namun, penelitian menunjukan bahwa seringkali kita justru melakukan yang
sebaliknya: kita bukannya memperhatikan ketika anak bersikap hormat dan
sopan, tetapi menonjolkan kesalahan yang dilakukan anak.10 Dapat
disimpulkan bahwa, setiap kali anak bersikap hormat ataupun sopan,
tunjukan bahwa orang tua menyadari hal tersebut dan engekspresikan bahwa
sikap homat yang ditunjukan anak disukai orang tua.
2. Penguasaan Muatan Materi Kasih Sayang
a. Pengertian Kasih sayang
Kasih sayang merupakan kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap
manusia. Konsep kebutuhan manusia dari segi kejiwaan antara lain: 1)
Kebutuhan rasa aman, 2) Kebutuhan rasa kasih sayang, 3) Kebutuhan akan
penghargaan, 4) Kebutuhan akan kebebasan, 5) Kebutuhan rasa sukses, 6)
Kebutuhan akan satu kekuatan pembimbing.11 Berdasarkan pengertian
tersebut, maka kasih sayang merupakan bentuk perhatian yang tercurahkan
sepenuhnya untuk anak, baik lahir maupun batin dengan ungkapan-
10
Ibid., h. 169 11 Badiatul Muchlisin Asti, Tips-Tips Hebat Figh Parenting, (Jogjakarta: In Books, 2010) h. 79
23
ungkapan yang baik, dekapan, ciuman, pelukan, belaian, semuanya
merupakan wujud dari kasih sayang.
Kasih sayang adalah suatu kosa kata yang sangat indah maknanya.
Kata itu dapat diartikan sebagai pemberian perhatian dan bimbingan kepada
seseorang tanpa mengharapkan balasan apa pun, seperti kasih sayang
orangtua kepada anaknya.12 Makna ini akan semakin menarik dikaji bila
diterapakan dalam dunia pendidikan, sebab dengan pendekatan kasih
sayang dalam proses pembelajaran berarti guru-guru memang pantas
menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa.
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang,
atau benda. Hal itu menunjukkan perhatian yang hangat, dan mungkin
terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata (verbal).13
Dapat disimpulkan bahwa kasih sayang adalah pemberian perhatian,
pemberian bimbingan, rasa aman, keinginan untuk sukses, penghargaan,
perhatian kepada orang lain tanpa mengharpakan imblan yang terwujud
dalam bentuk fisik maupun kata-kata
Kita sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya untuk terus
memupuk rasa kasih sayang terhadap orang lain tanpa membedakan
saudara, suku, ras, golongan, warna kulit, kedudukan sosial, jenis kelamin,
12 Muhammad Fadilah, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), h. 89 13
Das Salirawati, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 50
24
dan tua atau muda. Sesuai dengan pendapat diatas, kasih sayanag adalah
sebuah rasa yang tulus untuk saling menasehati, menghargai semua ciptaan
Tuhan.
Faktor belajar memainkan peran penting untuk menentukan kepada
siapa kasih sayang itu ditujukan pada orang atau obyek yang khusus. Anak-
anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan anak-
anak bersikap “ramah-tamah” terhadap orang itu. Kasih sayang mereka
terutama ditujukan kepada manusia. “Obyek kasih-sayang” yang berupa
binatang atau benda kadang-kadang merupakan pengganti bagi obyek kasih
sayang kepada manusia.
Agar dapat menjadi emosi yang menyenangkan dan dapat menunjang
penyesuaian yang baik, kasih sayang yang harus berbalas. Harus ada tali
penyambung antara anak-anak dengan orang-orang yang berarti dalam
kehidupan mereka. Bossard dan Boll memberi nama pada hubungan yang
timbal balik ini sebagai “komplek empati (the empathic complex)”.14
Garrison menekankan kebutuhan keseimbangan dalam hubungan
tersebut:
Cinta tampak merupakan hal yang timbal balik dan tumbuh terbaik apabila sekaligus diberikan dan juga diterima. Penolakan yang terus menerus di rumah mungkin menyebabkan kemampuan anak untuk memberikan kasih sayang tidak berkembang, atau mungkin menyebabkan dia mencaari kasih sayang dari orang lain di luar rumah. Kasih sayang yang berlebihan dan pemanjaan dapat menimbulkan
14 Titin Nurhidayati. Pendekatan Kasih Sayang: Solusi Pengembangan Karakter Terpuji dan
Akhlak Mulia dalam Diri Anak Didi. Jurnal Falasifa.(Vol. 2 No. 2 September 2011). h. 7
25
pengaruh yang tidak diinginkan sebagaimana penolakan atau kekurangan kasih sayang. Oleh karena itu, ada bahaya bahwa kasih sayang berlebih-lebihan terhadap satu atau kedua orang tua akan cenderung meniadakan kasih sayang terhadap teman sebaya.15
Karena kasih sayang anak-anak terhadap orang lain dipengaruhi oleh
jenis hubungan yang ada di antara mereka, sehingga dapat dimengerti
bahwa kasih sayang anak-anak kepada masing-masing anggota keluarga
berbeda. Umumnya anak kecil lebih banyak menaruh kasih sayang kepada
ibu daripada kepada ayah karena ibu lebih banyak bergaul dengan mereka,
dan sebagai penguasa yang menggariskan peraturan, kurang menekankan
disiplin yang ketat dibandingkan dengan ayah. Anak-anak memperlihatkan
kasih sayang yang lebih besar terhadap saudara yang memperlihatkan kasih
sayang kepada mereka dan tidak mengkritik, menggoda, menggertak atau
yang tidak bersikap acuh tak acuh.
Di luar rumah juga berlaku prinsip yang sama. Anak-anak
menunjukkan kasih sayang yang paling besar terhadap teman sebaya, guru,
dan orang dewasa lainnya yang menyukai mereka dan membuktikan kasih
sayang ini dengan kata-kata dan perbuatan. Para guru yang menaruh
perhatian kepada anak-anak dan bersedia untuk membantu mereka dengan
cepat akan merebut kasih sayang mereka. Di dalam kelompok teman
sebaya, anak-anak memilih teman yang menyukai dan yang memperlihatkan
kasih sayang kepada mereka.
15
Ibid., h. 8.
26
Reaksi kasih sayang terutama diperlihatkan dengan perilaku yang
ramah tamah penuh perhatian, dan akrab. Bayi yang berusia di bawah 5
bulan terus menerus menatapkan matanya ke wajah seseorang,
menyepakkan kaki, mengulurkan dan melambaikan tangan, berusaha
mengangkat tubuh, tersenyum dan memalingkan leher mereka. Pada usia 6
bulan, bayi telah cukup mampu mengendalikan gerak lengan untuk
menggapai orang yang dicintai. Mereka bereaksi terhadap rangkulan dengan
meraih muka dan memegang mulut orang yang dicintai.
Setelah berumur satu tahun, anak kecil memperlihatkan kasih sayang
kepada orang lain dalam tingkah yang sama tak terkendalikannya dengan
tingkat mereka pada saat mengekspresikan emosi lainnya. Mereka memeluk,
meraba, membelai, dan mencium orang atau obyek yang mereka cintai.
Mencium adalah ekspresi yang jarang dilakukan oleh anak kecil
dibandingkan dengan memeluk atau menepuk, meskipun mereka suka
dicium oleh orang lain. Anak kecil ingin terus menerus berada bersama orang
yang mereka cintai dan mereka mencoba membantu apapun yang dilakukan
oleh orang tersebut.
Umumnya perilaku yang hampir serupa itu tampak dalam hubungan
mereka dengan binatang kesayangan atau mainan. Mainan yang disukai,
akan dipeluk atau ditepuk habis-habisan. Binatang kesayangan dipeluk dan
27
dibelai sampai hampir kesesakan. Umumnya anak kecil membawa mainan
dan binatang kesayangan yang selalu menjadi sahabat bermain mereka.16
b. Aplikasi Pembelajaran Kasih Sayang di Sekolah
Pada penerapan yang dilakukan pada sebuah lembaga sekolah,
mendidik anak dengan kasih sayang dapat dimulai dari cara pengajaran guru,
materi atau tema yang disampaikan, strategi pengajaran, pemberian contoh-
contoh yang konkret serta model-model pembelajaran yang di setting
mengarah pada proses mendidik kepada anak dengan pola kasih sayang.
Dalam menerapkan model-model pembelajaran tersebut diperlukan
pengelolaan yang efektif sehingga tujuan dalam mendidik ana dengan kasih
sayang dapat tercapai sesuai dengan harapan. Guru adalah orang tua di
sekolah sekaligus sebagai sahabat untuk berbagi problem.17 Berhasil atau
tidaknya sebuah pendekatan guru dan anak didiknya tergantung guru yang
bersangkutan. Seorang guru seharusnya memiliki kepekaan berfikir,
berpengetahuan psikologis tentang mereka serta mampu berkomunikasi
secara bersahabat tanpa menimbulkan rasa menggurui.
Guru adalah seorang aktor yang harus dapat menghayati peran yang
telah dibebenkan kepadanya.18 Dengan demikian, bila peran-peran tersebuat
dapat dimainkan dengan baik, anak didik sebagai penonton akan terkesan.
16
Ibid., h. 9.. 17
Muhammad Fadilah, Loc.cit., h. 104 18 Ibid., h. 104
28
Perasaan senang pada guru akan menyebabkan anak didik antusias dan
bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan membawa
dampak positif bagi peningkatan prestasi belajarnya, sebab kesan yang
mendalam dapat memunculkan minat untuk mangkaji materi yang telah
diajarkan oleh guru. Adanya minat menyebabkan munculnya kegembiraan
dalam belajar yang akhirnya pikiran anak didik terkonsentrasi pada materi
yang disampaikan.
Seorang pendidik sebaiknya memilki kemampuan empati, yaitu
kemampuan untuk menangkap sinyal-sinyal yang tersembunyi yang
mengisyaratkan kebutuhan yang diperlukan dan dikehendaki orang lain.
Kasih sayang yang timbul atas kesadaran, bahwa anak didik sangat
membutuhkannya. Kasih sayang tersebut harus terpantul dalam sikap,
tindakan, pelayanan, dan kata-kata yang lembut, yang membawa
ketentraman batin bagi anak didik.19
Sikap yang sebaiknya dihindari seorang pendidik dalam proses
pembelajaran di sekolah adalah: mencubit, menampar, menjewer,
menendang, berkata jangan atau tidak boleh, membiarkan anak menangis,
memuji anak secara berlebihan, mempermalukan anak di depan umum,
membentak atau menghardik anak.20
19 Ibid., h. 105 20 Andi Prastowo, Seabrek Perilaku/Sikap Orang Tua yang Harus di Hindari Terhadap Anak,
(Jogjakarta: Buku Biru, 2011), h. 9
29
c. Peran Guru dalam Membentuk Kasih Sayang Pada Anak
Pada dasarnya anak didik adalah manusia normal yang mempunyai
cita-cita dan masa depan. Menurut Rieny Hasan mereka perlu didampingi
tetapi bukan dimata-matai, mereka perlu diberi teladan bukan diajari atau
disuruh mendengar, dan mereka perlu dibekali bukan dicekoki (dijejali,
red.).21 Pernyataan psikologis tersebut memang tepat, sebab tugas seorang
guru bukan guru mendengar sebagai polisi bagi anak didiknya yang bukan
sebagi pesuruh, pendengar, ataupun keranjang ilmu. Oleh karena itu, sangat
tepat bila dalam proses pembelajaran diterapkan pendekatan kasih sayang.
Melalui pendekatan ini anak didik diharapkan dapat merasa bahwa
keberadaannya diakui, serta merasakan ketenangan dan kedamaian dalam
menerima materi pelajaran. Dengan suasana pembelajaran demikian
dimungkinkan dihasilkan prestasi belajar yang lebih baik. Keberhasilan
peningkatan prestasi belajar merupakan sesuatu yang diharapkan oleh
semua anak didik disamping merupakan pemenuhan kebutuhan spiritual
guru, yaitu perasaan puas dan senang atas hasil kerjanya.
Selain prestasi belajar, dengan adanya kasih sayang yang tulus dari
seorang guru, dalam diri anak akan tumbuh dan berkembang karakter terpuji
dan akhlak mulia, karena mereka telah disodori prilaku yang dapat diteladani
yang mencerminkan kepribadian yang sesuai dengan norma religious (iman
21 Titin Nurhidayati, loc.cit., h. 9.
30
dan taqwa, jujur, ikhlas, dan suka menolong). Hal ini sejalan dengan slogan
yang sering kita dengarkan, yaitu ”satu teladan lebih dari pada 1000 nasihat”
dan sesuai pula dengan kurikulum yang baru (KTSP) yang mengingikan
terbentuknya sumber daya manusia yang berakhlak mulia, di samping cerdas
dan terampil.
Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran
merupakan penentu keberhasilan proses pembelajaran, sebab semua
komponen tersebut pengelolaan dan pemberdayaan sangat tergantung pada
guru (Depdikbud, 1994). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
pendidik, guru harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Dengan
kurikulum tersebut ruang gerak guru menjadi terbatas dalam hal materi yang
harus disampaikan dengan waktu yang tersedia.
Ada sebuah rumus singkat SAYANG (Probo, 2008) yang mungkin dapat
dijadikan pengingat sederhana untuk pendekatan dalam proses
pembelajaran untuk mengembangkan karakter anak: S-apa-senyum-sentuh-
serahkan sesuatu untuknya, A-mbil hatinya (puji dulu, lalu masukkan pesan
atau nilai), Y-akin berhasil dan yakin bermanfaat dan yakin baik sangka, A-
mati kondisi fisik dan psikis agar terus berguna N-iteni (mencermati), nilai
agama (sifat luhur budi), G-erak lagu, gaul.22
d. Guru Sebagai Pengasuh (Pemberi Kaih Sayang), Contoh, dan Mentor
22 Ibid., h. 10.
31
Guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter
pada anak, setidaknya ada tiga cara yaitu : 1) Guru dapat menjadi penyayang
yang efektif, 2) Guru dapat menjadi seorang model, 3) Guru dapat menjadi
mentor yang beretika.23 Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
guru dapat menjadi penyayang yang efektif apabila guru setulus hati
menyayangi dan meng hormati murid-murid, membantu mereka meraih
sukses disekolah dan membuat mereka mengerti apa itu moral dan melihat
cara guru mereka memperlakukan mereka dengan cara dan etika yang baik.
Dengan perlakuan baik yang diberikan guru kepada murid, sehingga
sosok seorang guru mampu menjadi model yang beretika yang menunjukan
rasa hoormat dan tanggung jawabnya yang tinggi, baik di dalam maupun di
luar kelas. Gurupun dapat memberikan contoh dalam hal-hal yang berkaitan
dengan moral, yaitu dengan cara menunjukan etikanya dalam bertindak di
sekolah dan lingkungannya.
Etika yang baik dalam bertindak, akan manjadikan guru sebagai
mentor yang beretikan bagi peserta didik, melalui instruksi moral dan
bimbingan melalui penjelasan, diskusi di kelas, bercerita, pemberian motivasi
personal, dan memberikan umpan balik yang korektif ketika ada siswa yang
menyakiti temannya atau menyakiti dirinya sendiri.
23 Thomas Lickona. Mendidik Untuk Membentuk Karakter. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.
112
32
Seorang pendidik moral dari Inggris, Peter McPhail, menyatakan
bahwa: “ Anak-anak akan merasa senang jika diperlakukan dengan baik dan
hangat, sumber utama kebahagian mereka adalah dengan diperlakukan
seperti itu. Lebih lanjut lagi, ketika anak-anak didukung dengan perlakuan
seperti itu, mereka akan senang memperlakukan orang lain, hewan bahkan
benda mati dengan baik dan hangat.24
Perlakuan baik yang diberikan orang tua dan guru akan sangat
menentukan karakter anak. Pembiasaan perlakuan baik yang ditunjukkan
orang tua akan memberika efek positif pada anak, tidak hanya kenyamanan
yang di dapat anak, akan tetapi penanaman sikap baik sudah dilakukan
orang tua pada anak secara tidak disadari. Dengan pembiasaan perlakuan
baik yang dilakukan orang tua pada anak, dengan sendirinya anak akan
mengikuti pelakuan baik yang diberikan dan diterapkan di dalam kehidupan
sehari-hari anak.
Pada umumnya orang tua menginginkan anak-anaknya memilki sikap
dan perilaku yang baik, namun keiinginan untuk mendapatkan anak dengan
perilaku baik tersebut tidak didukung dengan tindakan yang dilakukan orang
tua. Pendidikan karakter yang seharusnya dilakukan secara keseluruhan
dalam keluarga diserahkan pada pihak sekolah. Sehingga anak haus akan
pendidikan karakter dalam keluarga, keluarga yang seharusnya menjadi
cetakan untuk karakter yang baik pada diri anak akan tidak mempunyai 24
Ibid., h. 133
33
kewenangan dikarenakan orang tua tidak mendirikan pendidikan karakter
dikeluarga. Tidak salah jika anak lebih mendengarkan dan menghormati guru
dibandingkan orang tua yang melahirkannya, disebakan tidak adanya
panutan yang mereka jadikan contoh dikeluarga.
e. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran (PKn) SD
Di SD dikenal adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
yang dikenal dengan nama PKn yang wajib diberikan dari mulai kelas I
sampai dengan kelas VI. Mata pelajaran PPKn adalah mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-
kultural, bahasa, usia, suku, untuk menjadi Warga Negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.25 Jadi PKn merupakan mata pelajaran yang sangat dibutuhkan bagi
negara Indonesia yang memiliki masyarakat majemuk, dan dalam upaya
pembentukan karakter sebagai warga negara yang baik sesuai dengan
ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Selanjutnya mengenai pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
berdasarkan Peraturan Pemerintah No, 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk
jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas: kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
25 PUSKUR-Balitbang Depdiknas, Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan SD
dan MI (Jakarta: Depdiknas, 2002), h. 7.
34
mulia dan kepribadian, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan
dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. Untuk kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk
peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.26
Menurut Brace Joyce dalam Shepherd bahwa pendidikan
kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan sikap yang baik sebagai
warga negara.27 Sesuai dengan tujuan tersebut, NCSS (National Standards
for Social Studies Teachers) menetapkan bahwa tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah:
”The goal of education in civics and government is informed, responsible participation in political life by competent citizens committed to the fundamental values dan principles of American constitusional democracy (tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan politik dengan kompetensi kewarganegaraan yang dijalankan sesuai dengan
26 Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas, 2006), h.
3. 27 Shepherd, Gene D. Modern Elementary Curriculum (New York: Holt, Rinehort and Winston, 1982), h. 262.
35
nilai-nilai yang mendasar dan prinsip-prinsip dari konstitusi Amerika Serikat yang demokratis)”28
Dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di negara Amerika Serikat
adalah menjadikan siswa yang mampu berpartisipasi secara bertanggung
jawab sebagai warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip dari konstitusinya yang demokratis. Sejalan dengan pandangan dari
Joyce itu sendiri bahwa dengan pendidikan kewarganegaraan diberikan di
sekolah maka siswa dapat mengembangkan sikap yang baik sebagai warga
negara yang demokratis. Dengan demikian jelas bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan itu memiliki fungsi yang strategis dan menentukan dalam
membentuk siswa di sekolah untuk nantinya menjadi warga negara yang
baik.
Dalam penerapannya pendidikan kewarganegaraan di sekolah,
menurut NCSS guru di kelas dasar/awal dapat menyediakan berbagai
pengalaman kepada siswa untuk memberikan rasa kebersamaan dengan
orang lain, dan perlunya aturan untuk memecahkan berbagai konflik serta
ketidak sepahaman.29 Dengan demikian untuk mencapai tujuan dari
pembelajaran kewarganegaraan yaitu menjadikan warga negara yang
bertanggung jawab, maka guru perlu mengadakan pengalaman belajar yang
28 Charls B. Myers, et. All. National Standars for Social Studies Teachers, (Washington DC: NCSS, 2000), h. 41. 29Ibid., h. 42.
36
dapat menyebabkan siswa mampu berinteraksi dengan orang lain sehingga
mampu menunbuhkan rasa kebersamaan. Selain itu perlu aturan-aturan yang
dipelajari untuk pengetahuan siswa dalam memecahkan berbagai masalah
sosial.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat terwujud dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaanTuhan Yang Maha Esa.30
Perilaku yang dimaksud di atas, yaitu perilaku yang memancarkan
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang
terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan
yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam
keanekaragaman masyarakat, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan
golongan sehingga perbedaan pendapat, pemikiran, ataupun kepentingan
dapat diatas melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku-perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Peranan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga dapat
membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan, dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antar warga negara.
30 Daryono,at.all. Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2008), h. 261
37
1. Tujuan dan Fungsi PKn
Tujuan dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu sendiri
adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami
dan menghayati nilai-nilai pancasila dalam rangka pembentukan sikap dan
perilaku sebgai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara yang
bertanggung jawab serta memberi bekal kemampuan untuk mengikuti
pendidikan jenjang pendidikan selanjutnya.31 Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan berusaha membentuk manusia seutuhnya sebagai
perwujudan kepribadian pancasila, yang mampu melaksanakan
pembangunan masyarakat Pancasila, tanpa PKn segala kepintaran atau
akal, ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan dan
kecekatan, tidak memberi jaminan pada terwujudnya masyarakat pancasila.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa PKn mempunyai kedudukan
yang sangat penting, khususnya dalam pembentukan keperibadian sikap
manusia secara berkelanjutan dan menjadi penyeimbang sikap dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat. Menyeimbangkan kepribadian artinya
adalah mengusahakan suatu bentuk kepribadian yang utuh yang memiliki
keserasian antara kepentingan lahir dan batin, kepentingan sebagai makhluk
sosial dan individu, serta keseimbangan antara cipta, rasa dan karsa.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka fungsi PKn di SD adalah wahana untuk
membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia 31 Ibid., h. 237
38
kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan
UUD 1945.
Melihat begitu penting dan strategis fungsinya mata pelajaran PKn
maka pembelajaran harus dikemas secara dinamis, sehingga mampu
menarik perhatian dan minat siswa agar dapat tercapainya kemampuan
untuk pemahaman materi tentang kewarganegaraan, mengembangkan
keterampilan itelektual, dan dapat berpartisipasi secara aktif sebagai warga
negara yang baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat.
Sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan
dan mencapai tujuan pendidikan melalui pengetahuan, keterampilan, serta
sikap dan nilai untuk mengembangkan kepribadian dan perwujudan diri
peserta didik. Hal ini disebabkan karena sekolah, memiliki program terarah
dan terencana, serta memiliki komponen pendidikan yang saling berinteraksi
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Pembelajaran PKn yang
dinamis menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Hal itu menuntut guru
yang harus mampu menyelenggarakan pembelajaran yang tidak hanya
menyajikan infromasi untuk pengetahuan siswa mengenai kewarganegaraan
saja, melainkan juga harus mampu menyelenggarkan pembelajaran yang
dapat mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan
yang dipelajari berdasarkan nilai-nilai moral bangsa.
39
Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengubah persepsi dan
pola pikir guru terhadap tugas pokoknya mengajar, bahwa mengajar bukan
semata-mata menyampaikan bahan sesuai dengan urutan buku teks, tetapi
yang paling penting bagaimana memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik sehingga bangkit rasa ingin tahunya dan terjadilah proses
belajar yang menyenangkan.
Mulyasa menyatakan, tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada peserta didik agar mereka belajar dalam suasana yang menyenangkan, semangat dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. 32
Untuk itulah pentingnya pembelajaran terpadu digunakan sebagai
model pembelajaran yang dapat mebangkitkan motivasi peserta didik. PKn
sebagai mata pelajaran yang diberikan di SD penting untuk dibelajarkan
secara utuh dan terpadu sebagaimana yang diinginkan dalam kurikulum
yang berlaku saat ini, serta dalam pelaksanaanya guru harsu memahami
betul pembelajaran seperti ini.
32 Mulyasa.,Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. (Bandung. PT Remaja Rosdakarya,
2012), h. 53
40
a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Dalam melaksanakan pembelajaran disekolah dasar, guru sebaiknya
memperhatikan karakteristik perkembangan usia siswa karena akan
berpengaruh pada penentuan pola pengelolaan kelas yang tepat dalm
melaksanakan pembelajaran.
Menurut Aminuddin Ahmad Qurtubi, mendefinisikan siswa adalah
seseorang atau sekelompok orang yang bertidak sebagai pelaku pencari,
penerima dan penyimpanan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk
mencapai tujuan.33 Siswa sebagai pembelajaran, menerima pengetahuan
dan belajar merubah perilaku melalui proses belajar yang disesuaikan
dengan tingkat perkembangan kognitif anak.
Menurut Piaget dalam Ahmad Qurtubi, perkembangan kognitif anak
dibagi dalam empat tahap, yakni; 1) sensori motor usia 0-2 tahun; 2) pra
operasional untuk usia 2-7 tahun; 3) operasional kognitif untuk usia 7-11
tahun; 4) operasional formal untuk usia 11 tahun ke atas.34
Siswa kelas IV pada tingkat satuan pendidikan dasar umumnya berada pada rentang usia 9 s.d 11 tahun. Pada tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar memiliki daya fikir yang berkembang pesat dan mampu berpikir secara konkret, rasional dan objektif (tidak lagi berpikir secara imajinatif sebagaimana berada pada usia awal memasuki tingkat sekolah dasar kelas I yang imajinatif dan
33 Ahmad Qurtubi, Perencanaan Sistem Pengajaran, (Tangerang: Bintang Harapan
Sejahtera, 2009), h. 49 34 Ibid, h. 74-75
41
egosentrif). Daya ingatnyapun menjadi lebih kuat, sehingga anak benar-benar berada pada suatu stadium belajar.35
Oleh karenanya, untuk mengoptimalisasi aspek perkembangan siswa
ini perlu dilakukan strategi yang efektif agar memori siswa benar-benar
terpelihara dengan baik dan seiring dengan banyaknya masukan informasi
yang diterima, siswa juga mampu mengkonstruksikannya dalam memoi
jangka panjang (long therm memori).
Siswa di usia kelas IV pada tingkat satuan pendidikan dasar banyak
dituntut (baik di tempat ia belajar/sekolah, maupun di lingkungan keluarga)
untuk lebih berpikir secara sistematis dan kausalitas (sebab-akibat). Sebagai
contoh, pada pembelajaran PKn tentang masalah sosial, secara sederhana
contoh masalah sosial adalah pencurian. Kasus pencurian tidak akan pernah
ada apabila tidak ada individu yang kekurangan di negeri ini. Itulah sebuah
contoh prose pemikiran secara kausalitas. Hal lain dikatakan seorang ahli
psikologi anak Jean Piaget dalam kutipan Rudi Hartono yang menyatakan
bahwa:
“Kecerdasan resprensentatif bermula dengan konsentrasi sistematik anak pada tindakannya sendiri dan aspek figuratif sementara dari segmen-segmen realitas yang berurusan dengn tindakan ini. Nantinya, hal ini akan sama pada tahap pemikiran yang berdasarkan pada tahap koordinasi umum tindakan, sehingga memungkinkan pembentukan system operatis dari transformasi dan konstanta konservasi yang
35 Erik Nugraha, Meningkatkan Etika Moral Siswa pada Pembelajaran PKn melalui Model
Pembelajaran project citizen di Kelas IV SDN Klender 10 Pagi Jakarta Timur, skripsi, (Jakarta: PGSD FIP-UNJ, 2011), h. 21
42
membebaskan respentasi realitas dan wajah figuratifnya yang menipu”. 36 Hal ini mengindikasikan bahwa peran seorang figuran (dalam hal ini
adalah pendidik disekolah, orang tua di rumah, maupun lingkungan
masyarakat) masih berperan kuat terhadap aspek perkembangan afektif dan
psikososial siswa. Alhasil baik buruknya tindakan perilaku siswa sangat
dipengaruhi oleh ketiga faktor di atas. Kemanapun untuk mengkoordinasikan
dan melakukan sistematis pengolahan informasi dapat dikembangkan secara
signifikan pada usia kelas IV sekolah dasar. Melakukan sesuatu hal diluar
pemikiran secara wajar/rasional adalah hal yang kurang lazim dilakukan oleh
anak usia kelas IV sekolah dasar, karena mereka telah mampu
mengembangkan kausalitas maupun rasional dalam proses berpikir dan
bertindak secara wajar.
Dalam kemampuannya untuk berkumunikasi Papilia, Old, dan
Feldman dalam Rudi Hartono menyatakan bahwa daerah utama
perkembangan bahasa pada masa anak-anak pertengahan dalam pregmatis:
penggunaan praktis bahasa untuk berkomunikasi. Hal ini mencakup
conservational (percakapan) dan naratif.37
Kemampuan untuk berkomunikasi yang baik akan diselidiki melalui
sebuah pertanyaan sebelum dimulainya suatu topik yang mungkin pada
awalnya kurang familiar bagi individu lain, bahkan bagi siswa pada usia kelas 36
Ibid., h. 22 37
Ibid., h. 23
43
IV sekolah dasar. Anak usia pada satuan pendidikan dasar ini cendrung
sudah mampu membedakan cara berkumunikasi dengan siapa ia berbicara.
Kepada orang tua mereka akan berkata dan berbicara lebih santun dan
pelan, namun ketika berbicara di depan kelas/di depan orang banyak, siswa
akan mengeluarkan kekuatan suaranya secara maksimal agar suaranya
terdengar sampai deretan bangku paling belakang. Selain hal ini, mereka
sudah tidak menonjolkan lagi unsur egosentris (sebagai mana telah
dipaparkan di depan), akan tetapi mereka akan cendrung berkata dan
bertindak tanpa banyak hal/apa adanya yang kita sebut dengan istilah
pragmatis sebagaimana yang dipaparkan diatas.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan tulisan peneliti antara lain:
a) Hubungan Kasih Sayang Orang Tua dengan Penyesuaian Diri Siswa
Kelas I SMUN 54 RAWA BUNGA Jakarta Timur.38 Penelitian tersebut
menunjukan adanya hubungan posituif antara kasih sayang orang tua
dengan penyesuaian diri siswa. b) Hubungan Antara Kecerdasan Soasial
Dengan Kemampuan Berperilaku Sosial Siswa di SMA DIPONEGORO 1
Jakarta Timur. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
antar kecerdasan sosial dengan perilaku siswa.39 c) Hasil penelitian yang
38 Eva Saada.” Hubungan Kasih Sayang Orang Tua dengan Penyesuaian Diri Siswa”. Skripsi
(Jakarta, FIP-IKIP. 1996) 39 Widyatama Herianto.”Hubungan Antara Kecerdasan Sosial Dengan Perilaku Sosial”.
Skripsi (Jakarta, FIS-UNJ. 2009)
44
dilakukan oleh Eli Halimatusadiyah dengan judul Upaya Meningkatkan
Perilaku Sosial Anak Usia 7-8 Tahun Melalui Kegiatan Bermain Dengan
Peraturan di MOBIL PINTAR WARAKAS Jakarta Utara. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pemberian tindakan berupa kegiatan bermain
dengan peratuan memberikan pengaruh terhadap peningkatan perilaku sosial
anak usia 7-8 tahun.
C. Kerangka Berpikir
Anggapan dasar dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh
mana hubungan muatan materi kasih sayang dengan kemampuan
berperilaku siswa, maka penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kasih
sayang mempengaruhi pada kemampuan berperilaku siswa. Penerapan
muatan materi kasih sayang dalam pembelajaran diharapkan dapat
memberikan efek positif pada siswa, Penguasaan muatan materi kasih
sayang adalah pembelajaran yang memberikan perhatian, bimbingan, rasa
aman, keinginan untuk sukses, penghargaan, perhatian kepada orang lain
tanpa mengharpakan imblan. Sehingga akan teraplikasi dalam kehidupan
sehari-hari siswa, tanpa membedakan saudara, suku, ras, golongan, warna
kulit, kedudukan sosial jenis kelamin, dan tua atau muda.
Kemampuan berperilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari yang
sesuai dengan norma-norma kehidupan, baik itu perilaku afektif, kognitif,
45
konatif dan psikomotorik akan dipengaruhi dengan kasih sayang yang
diajarkan pada siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, bila kasih sayang
diterapkan di rumah maupun di sekolah secara efektif maka akan diperoleh
kemampuan berperilaku yang baik dalam diri siswa. Dari kesimpulan tersebut
diduga terdapat hubungan positif kasih sayang yang diterapkan di sekolah
maka akan semakin tinggi pula kemampuan siswa untuk berperilaku yang
baik dalam diri siswa.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir, maka hipotesis
penelitian ini dapat diajukan bahwa “Terdapat hubungan positif antara
penguasaan muatan materi kasih sayang dengan kemampuan berperilaku
siswa kelas IV SDIT Al Manar Kelurahan Pondok Kelapa Jakarta Timur”.