Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan...

37
Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN ABS TRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI DENGAN BIDAN DI WILAYAH KERJA PUS KES MAS KALIPARE KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG Penelitian Diskriptif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang (1) Sisilia Ira Novita, (2) Eli Inayanti (1) Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya (2) Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan Kemitraan dukun dengan bidan adalah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan dukun bayi pada peran yang terbatas. Masalah dalam penelitian ini adalah masih tingginya profesi sebagai dukun bayi sehingga tingkat pertolongan persalinan dukun masih tinggi dan tingkat kematian bayi baru lahir dan kesakitan ibu nifas masih ada. Hal ini didukung dengan rendahnya tingkat pendidikan dukun bayi, adanya keinginan mencari pekerjaan tambahan, tingkat pendapatan yang rendah, sehingga jarak yang dekat dengan rumah bidan tidak berpengaruh tetapi jarak yang jauh dengan rumah ibu bersalin tidak membuat dukun bayi patah semangat untuk melakukan pertolongan persalinan, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah semua dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Sampel diambil secara total sample. Variabel penelitian meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dukun bayi dengan bidan dan ibu bersalin. Responden yang digunakan sebanyak 15 orang. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (100%) responden mempunyai pendidikan rendah, sebagian besar (73,3%) bekerja sebagai tani, mayoritas (100%) berpendapatan rendah, jarak rumah dukun bayi dengan bidan sebagian besar (66,7%) bejarak cukup dekat, jarak rumah dukun bayi dengan ibu bersalin setengahnya (46,7%) berjarak jauh dan kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jarak rumah dukun bayi dapat mempengaruhi dukun bayi dalam bermitra dengan bidan. Saran peneliti adalah pemberian pelatihan atau penyuluhan tentang bahaya dan resiko persalinan pada dukun bayi, dan pendekatan bidan dengan dukun bayi yang lebih kooperatif dengan kerjasama yang saling menguntungkan tanpa merugikan pihak dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang masih perlu dan ditingkatkan lagi. Kata kunci :Kemitraan, Dukun bayi, dan Bidan.

Transcript of Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan...

Page 1: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

ABSTRAK

KEMITRAAN DUKUN BAYI DENGAN BIDAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KALIPARE KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG

Penelitian Diskriptif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare

Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang

(1)Sisilia Ira Novita, (2)Eli Inayanti

(1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya (2)Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan

Kemitraan dukun dengan bidan adalah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan dukun bayi pada peran yang terbatas. Masalah

dalam penelitian ini adalah masih tingginya profesi sebagai dukun bayi sehingga tingkat pertolongan persalinan dukun

masih tinggi dan tingkat kematian bayi baru lahir dan kesakitan ibu nifas masih ada. Hal ini didukung dengan

rendahnya tingkat pendidikan dukun bayi, adanya keinginan mencari pekerjaan tambahan, tingkat pendapatan yang

rendah, sehingga jarak yang dekat dengan rumah bidan tidak berpengaruh tetapi jarak yang jauh dengan rumah ibu bersalin tidak membuat dukun bayi patah semangat untuk melakukan pertolongan persalinan, oleh sebab itu peneliti

ingin mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah kerja

Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah semua dukun bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang. Sampel diambil secara total sample. Variabel penelitian meliputi : pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, jarak rumah dukun bayi dengan bidan dan ibu bersalin. Responden yang digunakan sebanyak 15 orang.

Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (100%) responden mempunyai pendidikan rendah, sebagian besar (73,3%) bekerja sebagai tani, mayoritas (100%) berpendapatan rendah, jarak rumah dukun bayi dengan bidan sebagian

besar (66,7%) bejarak cukup dekat, jarak rumah dukun bayi dengan ibu bersalin setengahnya (46,7%) berjarak jauh dan

kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jarak rumah dukun bayi

dapat mempengaruhi dukun bayi dalam bermitra dengan bidan. Saran peneliti adalah pemberian pelatihan atau penyuluhan tentang bahaya dan resiko persalinan pada dukun bayi, dan pendekatan bidan dengan dukun bayi yang

lebih kooperatif dengan kerjasama yang saling menguntungkan tanpa merugikan pihak dukun bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang masih perlu dan ditingkatkan lagi.

Kata kunci :Kemitraan, Dukun bayi, dan Bidan.

Page 2: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PENDAHULUAN

Salah satu prioritas utama dalam pembangunan

sektor kesehatan di Indonesia adalah menurunkan

angka kesakitan dan kematian ibu. Safe Motherhood di

Indonesia menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian ibu antara lain

kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun

bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi

resiko tinggi pada ibu(2). Menurut Manuaba(6), bahwa

Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan bahwa pertolongan persalinan oleh

dukun masih dominan sekitar 80%. Demikian juga

diseluruh dunia pertolongan persalinan oleh dukun

masih tinggi sekitar 70% sampai 80%.

Upaya meminimalisasi dan menurunkan tingkat kesakitan dan kematian ibu hamil, bayi dan balita, maka

semua persalinan yang ditangani oleh dukun bayi, harus

ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih, tidak

termasuk hal-hal yang berhubungan dengan adat dan

kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara dukun dengan bidan(4).

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah

yaitu membangun kemitraan yang efektif melalui

kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra

lainnya(8). Dari keseluruhan persalinan di Jawa Timur

diketahui hanya 117.865 (30,16%) yang ditolong oleh

tenaga kesehatan dan 253.128 (64,78%) ditolong oleh

dukun terlatih dan selebihnya oleh dukun yang tidak

terlatih(9). Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di dapatkan ± 15 dukun bayi di 2 Kelurahan

Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang. Dari ± 15 dukun bayi

yang ada hanya 1 dukun bayi yang sudah bermitra

secara penuh dan tidak melakukan pertolongan persalinan, sedangkan yang lainnya masih tetap

melakukan pertolongan persalinan meskipun sebagian

dari dukun bayi tersebut ± 3 dukun bayi sudah

mendapatkan pembinaan.

Satu dari dua kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten

Malang dalam 3 bulan terakhir didapatkan masalah

akibat pertolongan persalinan dukun bayi yang sering

ditemukan sewaktu kontrol ke petugas kesehatan yaitu

adanya luka robekan perinium yang tidak mendapatkan panjahitan, keadaan umum ibu yang lemas, pusing

karena perdarahan dan didapatkan 1 kematian bayi baru

lahir karena kesalahan dalam pemotongan talipusat.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kemitraan dukun

dengan petugas kesehatan terutama bidan sangat diperlukan.

Untuk mendukung program Pemerintah dalam

menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi

tersebut maka dukun bayi dapat bersama-sama dengan

tenaga kesehatan melaksanakan upaya keselamatan ibu dengan melakukan kerjasama yaitu bermitra dalam

setiap persalinan dengan melakukan rujukan kepetugas

kesehatan terutama bidan(8). Kemitraan dukun dengan

bidan adalah bentuk kerjasama yang saling

menguntungkan dengan berlandaskan rasa saling memahami struktur masing-masing, saling memahami

kapasitas masing-masing, saling menghubungi, saling mendekati, saling terbuka dan membantu, saling

mendorong dan mendukung, dan saling menghargai(8).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kemitraan dukun bayi dengan bidan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.

TINJAUAN PUSTAKA (3)Dukun bayi adalah suatu profesi yang umumnya

merupakan sebuah ilmu turun – temurun berdasarkan penetahuan dan pengalaman seseorang saja tanpa didasari

ilmu praktik yang jelas.

Berdasarkan kenyataan dewasa ini bahwa dukun

bayi masih sangat berperan dalam pertolongan persalinan

di masyarakat(5), karena : 1. Dukun tinggal dekat dan membaur dengan warga

setempat dan mudah dihubungi,

2. Dalam melakukan pekerjaannya tampil dan bersikap

tidak formal, dan memiliki hubungan dekat dengan

warga, 3. Secara psikologis sentuhan-sentuhan tangannya

kepada para pasienya dianggap mampu

meminimalkan gangguan fisik atau sakit mereka

pada saat bersalin,

4. Mampu tampil menurut peran dan fungsinya yang memberi keuntungan kepada warga masyarakat, serta

tetap diyakini keberhasilan,

5. Kedekatan antara masyarakat atau dalam hal ini ibu

hamil dengan para dukun bayi karena mereka tidak hanya membantu proses persalinan, tetapi juga

biasanya merawat ibu maupun bayi pasca

melahirkan, seperti mencucikan baju sang ibu setelah

melahirkan, memijat ibu dan bayi, dan sebagainya,

6. Menetapkan tarif biaya secara tidak lugas dan biasanya hanya menerima pembayaran berdasarkan

kemauan dan kemampuan ekonomi para keluarga

yang di layaninya, atau bisa juga dengan bahan

pokok.

(1)Pelatihan dukun ini merupakan pedoman dalam rangka melatih dan membina dukun bayi. Beberapa hal yang

mampu dilaksanakan dukun, yaitu : perawatan kehamilan,

perawatan persalinan normal, perawatan bayi, perawatan

nifas dan ibu menyusui, penyuluhan kesehatan

masyarakat, pencatatan dan pelaporan serta rujukan. (3)Pembinaan dukun bayi adalah upaya pemeliharaan

dukun bayi dalam upaya peningkatan keterampilan, peran

dan tugas dukun bayi dalam pertolongan persalinan. Hasil

yang diharapkan dari pembinaan adalah :

a Dukun dapat megidentifikasi risti sedini mungkin dan merujuk pada waktu yang tepat,

b Dapat melaksanakan pertolongan persalinan dengan

aman dan benar jika perlu harus meminta bantuan

bidan atau puskesmas pada waktu yang tepat,

c Agar tidak dapat mengulangi tidakan yang dapat merugikan masyarakat terutama ibu dan bayi,

d Dapat memberi penyuluhan kesehatan tentang gizi,

ASI eksklusif, tablet Fe, imunisasi, personal

higiene,

e Dapat meningkatkan motivasi pada ibu agar melakukan kunjungan ke puskesmas.

Page 3: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

f Program kemitraan dukun dengan bidan sudah ada pembagian kinerja sendiri, seperti dukun

tidak boleh melaksanakan proses persalinan

melainkan bidan yang melaksanakan, sehingga

tugas dukun adalah mengantar ibu hamil yang

datang padanya kepada bidan, dan juga melaksanakan tugas –tugas pasca persalinan.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan bersifat cross-sectional.

Populasi dari penelitian ini adalah semua dukun bayi

yang masih aktif, yaitu masih melakukan aktifitas

pertolongan persalinan maupun perawatan ibu nifas dan

bayi baru lahir, baik yang sudah bermitra dengan bidan maupun yang belum bermitra dengan bidan di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare

Kabupaten Malang yang berjumlah 15 orang. Sampel

yang akan diteliti sejumlah 15 orang (sampel total).

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009. Variable penelitian terdiri dari : kemitraan

dukun bayi dengan bidan dilihat berdasarkan faktor

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan jarak rumah

dukun bayi dengan bidan dan ibu bersalin. Informasi

diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner yang dibagikan kepada semua Dukun bayi yang ada di

Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang, pembagian kuisioner ini

dilakukan oleh peneliti sendiri.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi frekuensi Usia Dukun Bayi di

Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare

Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang Bulan April 2009

No Usia (tahun)

Jumlah Persentase (%)

1

2

3

< 50

50-60

> 60

0

2

13

0,0

13,3

86,7

Jumlah 15 100,0

Sumber : Data primer

Tabel 2. Distribusi frekuensi Pendidikan Dukun Bayi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare

Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang

Bulan April 2009

No Pendidikan

dukun bayi

Total

n %

1.

2.

Rendah

Sedang

15

0

100

0,0

Total 15 100

Sumber : Data primer

Tabel 3. Distribusi Pekerjaan Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare

Kabupaten Malang Bulan April 2009

No Pekerjaan

dukun bayi

Total

n %

1.

2.

3. 4.

Ibu Rumah

Tangga

Buruh Tani

Wiraswasta

1

3

11 0

6,7

20

73,3 0,0

Total 15 100

Sumber : Data primer

Tabel 4. Distribusi Pendapatan Dukun Bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare

Kabupaten Malang Bulan April 2009

No Pendapatan dukun bayi Total

n %

1. 2.

3.

4.

Rendah Sedang

Tinggi

15 0

0

100 0,0

0,0

Total 15 100

Sumber : Data primer

Tabel 5. Distribusi frekuensi Jarak Rumah Dukun Bayi dengan Rumah Bidan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kalipare Kecamatan Kalipare

Kabupaten Malang Bulan April 2009

No Jarak (A)

rumah

dukun bayi

dengan bidan

Total

n %

1.

2.

3. 4.

Dekat

Cukup Dekat

Jauh Sangat Jauh

3

10

2 0

20

66,7

13,3 0

Total 15 100

Sumber : Data primer

Page 4: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Tabel 6. Distribusi frekuensi Jarak Rumah Dukun Bayi dengan Rumah Ibu Bersalin di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang Bulan April

2009

No Jarak (B)

rumah

dukun bayi dengan ibu

bersalin

Total

n %

1.

2. 3.

4.

Dekat

Cukup Dekat Jauh

Sangat Jauh

2

6 7

0

13,3

40 46,7

0

Total 15 100

Sumber : Data primer

Tabel 7. Distribusi frekuensi Kemitraan dukun bayi

dan bidan di Wilayah Kerja Puskesmas

Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten

Malang Bulan April 2009

No Kemitraan dukun bayi

dengan bidan

Total

n %

1.

2.

Bermitra

Tidak Bermitra

3

12

20

80

15 100

Sumber : Data primer

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 2 diperoleh data baku seluruh dukun bayi yang ada di di Wilayah Kerja Puskesmas

Kalipare Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang

(100%) memiliki tingkat pendidikan rendah, sehingga

tingkat pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya

arti kesehatan masih kurang optimal dan masih melakukan Dari tabel 3 disebutkan bahwa dari 15

responden lebih dari setengahnya yaitu 11 responden

(73,3%) bekerja sebagai petani, dan sisanya bekerja

sebagai buruh dan ibu rumah tangga. Karena itu

sebagian besar waktu dukun bayi dihabiskan di lahan pertaniannya dan kurang mendapat informasi tentang

kesehatan persalinan dan didukung dengan tingkat

pemenuhan kebutuhan. Sehingga menyebabkan masih

banyaknya dukun bayi yang tetap menolong persalinan

untuk pekerjaan tambahan karena adanya tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dan waktu untuk

hubungan dengan tenaga kesehatan kurang. Pendapatan

keluarga dukun bayi masih tergolong rendah dari Upah

Minimum Rata-rata (UMR), ini membuat dukun bayi

mencari pengahasilan tambahan untuk menambah

pendapatan keluarga dengan memanfaatkan keahliannya dalam menolong persalinan. Faktor rendahnya tingkat

pendapatan inilah yang membuat dukun bayi sampai

sekarang masih melakukan pertolongan persalinan untuk

memperoleh pendapatan yang lebih. Jadi pendapatan

dapat mempengahui kemitraan dukun bayi dengan bidan. (7)Seseorang yang menghabiskan waktunya untuk bekerja

maka informasi yang diperoleh akan semakin sedikit

terutama informasi tentang kesehatan dalam hal ini adalah

dukun bayi yang sebagian besar bekerja sebagai petani.

Dari tabel 6 didapatkan bahwa 10 responden (66,7%) memiliki jarak rumah dengan rumah bidan cukup

dekat, sedangkan yang lainnya jarak rumahnya dekat dan

jauh dari rumah bidan, serta didapatkan bahwa dari 15

responden setengahnya yaitu 7 responden (46,7%)

memiliki jarak rumah jauh dari rumah ibu bersalin sedangkan yang lainnya memiliki jarak rumah cukup

dekat dan dekat dengan rumah ibu bersalin. (8)Jarak yang

jauh (3-4 km atau lebih) akan menyebabkan rasa enggan

dan malas untuk pergi dan merujuk persalinan

Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan sebagian besar rumah dukun bayi cukup dekat dengan

rumah bidan tapi rujukan persalinan hampir tidak pernah

dilakukan, hal ini tidak sesuai dengan anggapan bahwa

jarak antara rumah bidan dengan tempat tinggal dukun

bayi dapat mempengaruhi rutinitas untuk kunjungan atau pelaporan serta melakukan rujukan. Karena meskipun

rumah dukun bayi tersebut tergolong cukup dekat tapi

tingkat rujukan, kunjungan dan pelaporan belum optimal,

oleh karena itu bidan harus proaktif untuk melakukan

kunjungan rutin dan pendekatan dengan dukun bayi agar pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa

optimal. Dalam hal ini jarak yang cukup dekat dengan

rumah bidan tidak dapat mempengaruhi dukun bayi untuk

merubah kebiasaanya melakukan pertolongan persalinan.

Jauhnya jarak antara rumah dukun bayi dengan ibu bersalin tidak menyurutkan semangat dukun bayi

untuk mendatangi dan menolong persalinannya meskipun

dukun bayi menggunakan alat transportasi untuk sampai

di rumah ibu bersalin. Hal ini yang menyebabkan tingkat

cakupan bidan sangat sulit karena dukun bayi cenderung melakukan pertolongan persalinan diluar wilayah kerja

bidan dan cenderung mendekati masyarakat di wilayah

pelosok.

Dalam hal ini jarak yang jauh tidak mengahalangi

seorang dukun bayi untuk melakukan pertolongan persalinan, karena dukun bayi menganggap masyarakat

pelosok lebih percaya pada dukun bayi dan sudah menjadi

suatu kebiasaan (langganan).

Kemitraan dukun bayi dan bidan penerapannya

masih kurang karena belum sesuai dengan tujuan, batasan, prinsip-prinsip dan landasan kemitraan bidan dan dukun

bayi yang seperti yang diungkapkan oleh DINKES

Surabaya(3) yaitu meningkatkan persalinan oleh tenaga

kesehatan dengan mengalihkan peran dukun bayi,

menurunkan persalinan oleh dukun bayi, meningkatkan peran dukun bayi sebagai kader kesehatan, dan lain-lain.

Dalam kenyataannya masih banyak dukun bayi yang

masih melakukan pertolongan persalinan sendiri,

menangani tingkat kesulitan persalinan sendiri, jarang

melakukan rujukan dan kurang baiknya hubungan antara dukun bayi dengan bidan yang menyebabkan hubungan

Page 5: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

kerjasama antara dukun bayi dan bidan sulit dilakukan. Hal ini yang membuat penerapan kemitraan dukun bayi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipare Kecamatan

Kalipare Kabupaten Malang masih kurang dan masih

jauh dari berhasil, dikarenakan dukun bayi takut akan

kehilangan penghasilannya apabila setiap persalinan dirujuk ke petugas kesehatan. Oleh karena itu maka

bidan harus mengupayakan suatu kerjasama yang saling

menguntungkan antara kedua belah pihak agar dukun

bayi tidak beranggapan dirugikan apabila merujuk

persalinan ke petugas kesehatan. Apabila semua ketentuan dan persyaratan dalam bermitra di jalankan

maka tingkat persalinan tenaga kesehatan yang terlatih

akan semakin meningkat dan persalinan dukun bayi

akan semakin menghilang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (1994a). Kurikulum Pelatihan Dukun.

Jakarta.

2. Depkes RI. (1999). Upaya Akselerasi Penurunan

Angka Kematian Ibu. Jakarta.

3. Dinkes Surabaya. (2008). Kemitraan Bidan dan

Dukun Bayi. Surabaya.

4. Dinkes Sulawesi Tengah. (2007). Kemitraan Bidan

dengan Dukun Bayi Dalam Rangka Alih Peran

Pertolongan Persalinan Di Sulawesi Tengah.

Bersumber dari http://dinkesprovsulteng.wordpress.com. (Diakses

10 Maret 2009).

5. Dinkes Sidoarjo. (1997). Partisipasi Dukun Bayi

Terhadap Penurunan Angka Kematian Bayi Karena Tetanus Neonatorum. Surabaya.

6. Manuaba, I.B.G. (1999). Ilmu Kebidanan,

Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

7. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 6: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KMS

DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PO SYANDU KENCAT KELURAHAN BANCARAN BANGKALAN

THE CO LERATIO N BETWEEN THE MO NSTER THE MO THER BACKGRO UND O F

KNO WLADGE IN HEALTH SO CIETY AND NO URISHING CHILDREN UNDER FIVE YEARS O LD IN PO SYANDU BANCARAN VILLAGE BANGKALAN

(1)lLatifah Indriayani,

(2)Erda Restya Agustin

(1)Mahasiswa STIKES Insan Se Agung Bangkalan (2)

Dosen STIKES Insan Se Agung Bangkalan

Indikasi pertumbuhan fisik anak dapat diamati dari status gizi dan dapat pula di identifikasi dari berat badan anak (< 5 tahun). Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari grafik pada KMS. Hal itu sangat isensial untuk mencapai sumber daya

manusia yang berkualitas di masa depan dengan mengembangkan tingkat pengetahuan ibu balita. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia adalah kesehatan, sedangkan tingkat kesehatan seseorang pada hakikatnya dipengaruhi oleh keadaan gizi, khususnya pada awal dan kehidupan, yang dikenal sebagai mas bayi.

Desain penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan menggunakan pedekatan cross sectional. Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian ibu di posyandu Kencat Kelurahan Bancaran Bangkalan, dengan jumlah populasi 36 orang dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Variabel independent yang digunakan adalah pengetahuan ibu tentang KMS dan variabel dependentnya adalah status gizi balita.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu tentang KMS dengan status gizi balita posyandu Kencat

Kelurahan Bancaran Bangkalan dengan nilai p=0,005 dan nilai r = 0,461 Dengan demikian maka sebaliknya tenaga kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan

kepada masyarakat khususnya tentang KMS karena masih adanya balita yang berstatus gizi buruk kurang/buruk diperlukan agar

petugas kesehatan beserta kader-kadernya memberikan contoh nyata makanan yang dapat menambah status gizi pada balita dan juga memberikan motivasi supaya ilmu yang diperoleh dapat diterapkan (diaplikasikan) pada kondisi yang nyata.

Kata Kunci : Pengetahuan, Status Gizi, KMS.

ABSTRACT

THE CO LERATIO N BETWEEN THE MO THER BACKGRO UND O F KNO WLEGDE IN HEALTH IN SO CIETY AND NO URISHING CHILDREN UNDER FIVE YEARS

O LDIN PO SYANDU BANCARAN VILLAGE VILLAGE BANGKALAN

LATIFAH INDRIANI

The growth of the weight children under five years old indicates that very have enough nourishing. It can be showed a graph they come to the posyandu. We know tahat the quality of Indonesian men power in the future depend on the nourishing children under

five yaers old. So, it very important to increase the mother background of knowledge in health especially in nourishing children. Because the nourishing baby can influence the health of human being when they are adult. The researcher want to reseachthe correlation between the background of knowledge in health society and nourishing children under five yers old.

The researcher uses analytical reseach in this case by using cross sectional. We observed the mother who came to the posyandu Kencat bancaran village as population sampling. The amount of population 36 mother. We took the population sampling in random. We used a variable independent for knowledge of mother in health society and nourishing status.

The result of research showed that correlation between the mother background of knowledge in health society and nourishing

status in posyandu Bancaran Bangkalan Village, p = 0,005 and r = 0,461. The researcher suggest that medicals give some campaigns, suggestion and motivation to the mother who visit Posyandu

abouth health society

Page 7: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

LATAR BELAKANG

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah

perubahan dalam besar, jumlah atau dimensi, tingkat

sel, organ maupun individu yang bisa di ukur berat,

panjang ukuran tulang dan keseimbangan metabolisme(1). Proses pertumbuhan pada anak dapat

dipantau dengan alat yaitu dengan KMS (Kartu Menuju

Sehat). KMS sebagai sumber informasi dalam

pertumbuhan anak belum banyak diketahui orang tua

khususnya ibu. Situasi ini sangat meprihatinkan mengingat di dalam KMS tidak hanya memantau

pertumbuhan anak juga berisi tentang kesehatan ibu (

ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana),

imunisasi, penganggulangan diare, pemberian kapsul

vitamin A, kondisi kesehatan anak (perawatan bayi lahir, perawatan sehari balita, perawatan anak sakit,

cara memberi makan anak, cara merangsang

perkembangan anak, cara membuat makanan

pendamping air susu ibu), pemberian ASI eksklusif dan

rujukan ke puskesmas atau rumah sakit. Keterlambatan pertumbuhan anak dapat terjadi dimana ibu tidak

mengetahui tahap pertumbuhan anaknya yang dapat di

pantau dengan melihat KMS yang telah diberikan oleh

petugas kesehatan(2).

Secara umum masalah gizi di Indonesia terutama kekurangan energi protein (KEP) masih tinggi

dibanding negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1997

berdasarkan pemantauan status gizi yang dilakukan

oleh Direktorat Jendral Bina Gizi Masyarakat

prevalensi turun menjadi 23,1 % dan pada tahun 1998 meningkat kembali menjadi 39,8 % (3).

Berdasarkan data di Kabuapaten Bangkalan

pada bulan Mei 2010 jumlah balita di timbang 1840

balita, Balita perempuan dengan 51 balita berstatus gizi

buruk, 187 balita berstatus gizi kurang, 634 balita berstatus gizi baik dan 42 balita berstatus gizi lebih.

Sedanglan balita laki laki 72 balita berstatus gizi buruk,

195 balita berstatus gizi kurang, 627 balita berstatus

gizi baik dan 32 balita berstatus gizi lebih. Pada studi

pendahuluan data di posyandu Kencat dengan jumlah kunjungan bulan Februari 2010 sebanyak 55 balita

dengan 13 balita berstatus gizi kurang, 3 balita berstatus

gizi buruk, 2 balita berstatus gizi lebih dan 37 balita

berstatus gizi baik. Status gizi pada balita dapat

diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS,

bila berat badannya kurang, maka status gizinya

kurang. Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah

disediakan KMS yang juga bisa digunakan untuk

memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot berat

badannya dalam kurva KMS.

Berdasarkan survei, di lapangan telah

diberikan penyuluhan kepada masing-masing orang tua

tetapi hasilnya masih tetap sama, masih ada balita yang kurang gizi. Untuk mengatasi kasus kurang gizi

memerlukan peranan dari keluarga, praktisi kesehatan,

maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan

kualitas posyandu, jangan hanya sekedar untuk

penimbangan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan

tambahan, pemerintah haus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu (4).

Berdasarkan fenomena di atas mendorong

keinginan penulis untuk mengkaji lebih lanjut dan

menyusun pengkajian tersebut dalam bentuk karya tulis

tentang hubungan pengetahuan ibu tentang KMS dengan status gizi balita di Posyandu Kencat Kelurahan Bancaran

Bangkalan.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dan tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi mulai panca

indera manusia, yakni indera pengeliatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (5).

TUJUAN KMS

Tujuan KMS 1) Sebagai alat pengontrol pertumbuhan berat badan anak, 2) Sebagai alat untuk

mengetahui keadaan kesehatan anak, 3) Sebagai alat untuk

keadaan gizi anak.

Tujuan diciptakan menurut Aritonang adalah

untuk mengenalkan dan memperluas pemahaman prinsip -prinsip tenatang :

a. Anak – anak membutuhkan pelayanan

kesehatan menyeluruh secara terus menerus

KMS adalah alat yang memungkinkan

dilakuakan pengamatan yang berarah, sederhana terhadap suatu masalah kesehatan anak-anak

dari segala segi

b. Tujuan utama peleyanan kesehatan adalah

tercapainya kenaikan pertumbuhan yang

memadai. Bukan hanya mencegah salah gizi

Manfaat KMS

1. Manfaat bagi anak

KMS memberikan gambaran tentang

pertumbuhan, keadaan kesehatan melalui status gizi dan penyakit yang diderita oleh anak.

2. Manfaat bagi keluarga

Manfaat bagi ibu adalah sebagai alat

penyuluhan untuk memberikan makanan pada

anak dan perbaikan kesehatan 3. Manfaat bagi petugas kesehatan

Grafik pertumbuhan merupakan pedoman untuk

menentukan normal tidaknya anak yang

memiliki resiko, anak yang membutuhkan

perawatan rutin atau perawatan khusus. 4. Manfaat bagi masyarakat.

Grafik pertumbuhan dapat sebagai alat untuk

menentukan keadaan kesehatan yang dapat

dimerti dengan mudah, sehingga dapat

ditentukan intervensi yang tepat.

Page 8: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik

yang dilakukan secara Cross Sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran

atau observasi dari variabel independen dan dependen

hanya satu kali, pada satu saat (6). Pada penelitian ini populasinya adalah smua

ibu yang memiliki balita yang datang ke Posyandu

Kencat kelurahan Bancaran Bangkalan, jumlah

populasinya adalah 40 ibu wanita yang ada di posyandu

Kencat kelurahan Bancaran. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini

adalah sebagian ibu yang datang ke Posyandu Kencat

Kelurahan bancaran Bangkalan.

Untuk menentukan besar sampel dari jumlah

populasi menggunakan :

n =

Keterangan : n = Perkiraan jumlah dan sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang

di inginkan 5 % (d = 0,05) p = Perkiraan proposal populasi = 0,5

q = 1 – p = 1 – 0,5 = 0,5

(Notoatmodjo,2003)

n =

n = = 35,8

Dibulatkan menjadi 36 responden.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data Umum

Peneletian ini karakteristik responden terdiri

atas usia, tingkat pendidikan, pekerjaan.

1. Usia

Tabel 5.1 Distribusi usia orang tua (ibu) di

Posyandu Kencat Kelurahan Bancaran

Bangkalan Bulan Juni 2010

No Usia

(tahun)

Frekkuensi Prosentasi

(%)

1. 14 – 21 2 5,6

2. 22 - 40 29 80,6

3. >40 5 13,9

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 5.1 bahwa responden yang terbanyak

adalah yang berusia 22 – 40 tahun.

4. Tingkat Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi responden menurut tingkat

pendidikan di Posyandu Kencat

Kelurahan Bancaran Bangkalan

No Tingkat pendidikan Frekuansi Prosentasi

(%)

1. SD 13 36,1

2. SMP 18 50,0

3. SMA 4 11,1

4. Perguruan Tinggi 1 2,8

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 5.2 bahwa responden terbanyak adalah

18 orang (50,0%) dengan tingkat pendidikan SMP

Tabel 5.3 Distribusi responden menurut tingkat pekerjaan di Posyandu Kencat

Kelurahan Bancaran Bangkalan

No Tingkat pendidikan

Frekuansi Prosentasi (%)

1. Ibu rumah tangga 33 91,7

2. Swasta 2 2,8

3. Guru 2 5,6

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 5.3 responden yang terbanyak

berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan 33 orang

(91,7%)

Tabel 5.4 Tabulasi siang hubungan pengetahuan ibu

tentang KMS

Pengetahuan

Status gizi Total

baik kurang buruk

N % N % N % N %

Sangat paham 1 50,0 1 50,0 0 0,0 2 100

Paham 6 50,0 6 50,0 0 0,0 12 100

Tidak paham 2 9,1 19 86,4 1 4,5 22 100

Total 9 25,0 26 72,2 1 2,8 36 100

Berdasarkan tabel 5.6 diperoleh, maka dapat dilihat bahwa

ibu yang sangat paham tentang KMS dan status gizinya

baik sebanyak 1 orang (50,0%). Ibu yang sangat paham

tentang KMS dan status gizinya buruk sebanyak 0 orang

(0,0%). Ibu yang paham tentang KMS dan status gizinya baik sebanyak 6 orang (50,0%), Ibu yang paham tentang

KMS dan status gizinya kurang 6 orang (50,0%), ibu yang

paham dan status gizinya buruk sebanyak 0 orang (0,0 %),

ibu yang tidak paham dan status gizinya baik sebanyak 2

orang (9,1%), ibu yang tidak paham dan status gizinya kurang sebanyak 19 orang (86,4%), ibu yang tidak paham

dan status gizinya buruk sebanyak 1 orang (4,5%).

N x zα2 x p x q

α2 (N-1) + zα2 x p x q

40 x 1,962 x 0,5 x 0,5

0,052 x (40-1) + 1,962 x 0,05 x 0,05

38,4

1,06

Page 9: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Berdasarkan tabel 5.1 bahwa responden yang terbanyak yang berusia 22 – 40 tahun yaitu sebanyak 29

orang (80,6%). Dengan teori dari (5). Umur adalah usia

individu yang dihitung saat dilahirkan sampai akhir

hanyat. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat,

seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari

pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

Jadi dapat di simpulkan bahwa teori tidak selalu sama

dengan kenyataannya. Berdasarkan tabel 5.2 bahwa responden yang

terbanyak 18 orang (50,0%) dengan tingkat pendidikan

SMP, sesuai dengan teori bahwa pengetahuan

seseorang sangat tergantung dari pendidikan, semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang makaakan semakin luas pengetahuananya (7). Jadi dapat dikatakan

pendidikan ibu yang kurang di sebabkan karena tidak

dapat menyerap informasi dengan mudah sehingga

tingkat pengetahuan ibu dikatakan kurang.

Berdasarkan tabel 5.3 bahwa responden yang terbanyak berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan

33 orang (91,7%). Dengan teori tingkat sosial ekonomi

seseorang berhubungan erat dengan berbagai masalah

kesehatan(5). Jadi orang dengan tingkat ekonomi yang

rendah akan lebih berkonsentrasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang menunjang kehidupan dan

kehidupan keluarganya orang dengan tingkat ekonomi

yang rendah akan lebih berkonsentrasi terhadap

pemenuhan kebutuhan dasar yang menunjang

kehidupan dan kehidupan keluarganya, sebaliknya prang dengan tingkat ekonomi sosial tinggi akan

mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam

mengeyam pendidikan, dimana orang dengan mudah

menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki. Hubungan pengetahuan ibu tentang KMS dengan

status gizi balita. Berdasarkan tabel 5.4 bahwa tabulasi

silang antara pengetahuan ibu tentang KMS dengan

status gizi balita dan setelah dialkakukan uji statistik

spearman rank (P) 0,005 dan (α) 0,05 sehingga P < α (0,005 < 0,05). Hal ini berarti H0 ditolak H1 diterima,

maka ada hubungan pengetahuan ibu tentang KMS

dengan status gizi balita dan nilai r (koefisien korelasi

yaitu 0,461 sedangkan rentan dari r yaitu bila

mendekati 0 berarti hubungannya lemah dan bila mendekati 1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ada hubungan pengetahuan ibu tentang KMS

dengan status balita di posayandu Kencat Kelurahan

bancaran Bangkalan.

Saran

Bagi Peneliti

Diharapkan dapat mengadakan penelitian

lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, sehingga hasil yang dicapai nlebih sempurna.

Bagi Institusi Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan, dalam upaya

meningkatkan tingkat pengetahuan ibu maka perlu strategi

lain dalam memberikan penyuluhan kesehatan msyarakat

khususnya tentang KMS. Karena masih adanya balita yang berstatus gizi

kurang/buruk diperlukan agar tugas kesehatan beserta

kader-kadernya memberikan contoh nyata makanan yang

dapat menembah status gizi pada balita dan juga

memberikan motivasi supaya ilmu yang diperoleh dapat diterapkan (diaplikasikan) pada kondisi yang nyata.

Bagi Masyarakat

Diharapkan msyarakat berpartisipasi untuk

datang ke posyandu setiap bulannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjininngsih. (1998). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis data : Jakarta.

2. Efendi, (2009) Pengetahuan Tentang Status Gizi.

http://www.infoibu.com [diakses 10 mei 2010].

3. Nyoman, (2001). Penilaian Status Gizi. EGC.

Jakarta. 4. Akhmadi, (2009) Faktor-faktor Penyebab Kurang

Gizi. <http://www.blog-spot.co.id[diakses 10 maret

2010].

5. Notoatmodjo Soekidjo. (2002). Pengantar

Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offset : Jakarta.

6. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodoio

Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika:

Jakarta.

7. Koizer, B. (1989). Fundamental of Nursing. California Addison Wesky Publishing Company.

Page 10: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PERBEDAAN KENAIKAN BERAT BADAN PADA BAYI USIA 1-6 BULAN YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF

DENGAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DINI DI POSYANDU KELURAHAN DEMANGAN KECAMATAN BANGKALAN

THE DIFFERENCES OF BODY WEIGHT GAIN IN 1-6 MONTH BABIES WITH EXCLUSIVE

BREASTFEEDING AND SUPPLEMENTARY FOOD (MP-ASI) IN POSYANDU DEMANGAN VILLAGE

(KELURAHAN DEMANGAN) BANGKALAN SUB-DISTRICT (KECAMATAN BANGKALAN)

Ratih Tri Oktaviana(1) Rodiyatun(2)

(1)Mahasiswa Prodi Keperawatan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan (2)Dosen Poltekkes DEPKES Surabaya, Prodi Kebidanan Bangkalan

ABSTRAK

Pemberian ASI merupakan cara pemenuhan gizi terbaik karena mengandung zat gizi yang sesuai dengan

kebutuhan bayi. Berdasarkan bukti ilmiah, pemberian ASI Eksklusif sampai 6 bulan menyebabkan pertumbuhan bayi

yang lebih baik. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1989-1999 di Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat menunjukkan bahwa bayi dengan berat badan normal dapat mengalami gangguan pertumbuhan. Hasil penelitian Anies

Irawati 2004 di Sukaraja, Bogor, membuktikan bahwa MP-ASI yang diberikan terlalu dini menyebabkan gangguan

pertambahan berat bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kenaikan berat badan bayi usia 1-6

bulan yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi MP-ASI dini di Posyandu Kelurahan Demangan Kecamatan

Bangkalan. Jenis penelitian ini adalah observasi analitik. Populasinya adalah ibu dan bayinya yang berusia 1-6 bulan sebanyak

46 orang, dan sampel sebanyak 41 orang menggunakan teknik area proportional random sampling. Pengumpulan data

dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Data yang diperoleh diolah secara st atistik menggunakan rumus t

2 sampel bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 15 bayi (75%) yang diberi ASI eksklusif lebih banyak mengalami kenaikan berat badan normal dibanding bayi yang diberi MP-ASI dini yaitu hanya 11 bayi (52%) saja yang mengalami kenaikan

berat badan normal. Hasil analisa statistik dengan uji t 2 sampel bebas diperoleh p = 0,017 < α = 0,05. Berarti ada

perbedaan kenaikan berat badan bayi usia 1-6 bulan antara yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi MP-ASI dini.

Oleh karena itu pemberian ASI Eksklusif perlu ditingkatkan untuk pertumbuhan berat badan bayi yang lebih baik.

Kata Kunci : ASI Eksklusif, Berat Badan.

ABSTRACT

Breastfeeding is the best way of human diet because it contains nutrients in accordance with the

needs of the baby. Based on scientific evidence, 6 - month exclusive breastfeeding influences the better growth of

infants. The National Socioeconomic Survey (SUSENAS) 1989-1999 in Tanjungsari, Sumedang, West Java shows that babies of normal weight can suffer from stunted growth. The research of Anies Irawati 2004 in Sukaraja, Bogor,

proved that the breastfeeding and early giving of supplementary food caused the trouble of baby weight gain. The

purpose of this research is to know the difference of weight gain of babies aged 1-6 months who were exclus iv ely

breas tfed and those who were breas tfed and ear ly giv en the supplementary food in the Posyandu of

Demangan Village Bangkalan District. The study was analytic observation. The population is 46 mothers and their babies aged 1-6 months. The

sample consists of 41 people. It uses area proportional random sampling technique. Data collection methods are

direct observ ation and interviews. Data analysis method uses statistic formula t2 free sample.

The research result showed that 15 infants (75%) who were exclusively breastfed has gained more body

weight than babies who were breastfed and early given the supplementary food, that is only 11 infants (52%) who had normal weight gain. The result of statistical analysis with two independent samples t test is p = 0.017<α = 0.05. It

means that there are differences in weight gain among infants aged 1 -6 months who are exclusively breastfed

and those who are breastfed and early given the supplementary food. Therefore exclusive breastfeeding must be

increased for better growth of the baby's weight.

Keywords: Exclusive Breastfeeding, Weight Gain.

Page 11: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PENDAHULUAN

ASI (Air Susu Ibu) merupakan satu-satunya

makanan dan minuman pertama dan terbaik yang

dibutuhkan serta diberikan sedini mungkin kepada bayi

setelah persalinan hingga ia berusia enam bulan. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu menyerap

nutrisi dengan baik. Sejak bayi dilahirkan nutrisi

memainkan peranan terpenting bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi. Riset medis mengatakan bahwa

ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6

bulan.

Evaluasi pada bukti-bukti yang telah ada

menunjukkan bahwa pada tingkat populasi dasar,

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara yang paling optimal dalam pemberian makanan kepada

bayi. Dengan cara menyusui yang benar, produk ASI

dinyatakan cukup sebagai makanan tunggal untuk

pertumbuhan bayi yang normal sampai 6 bulan. Dalam

jangka panjang pemberian ASI mencegah anak kelak menderita berbagai penyakit seperti kegemukan dan

Diabetes Mellitus. Setelah pemberian ASI eksklusif

selama enam bulan tersebut bukan berarti pemberian

ASI dihentikan, tetapi bayi memerlukan asupan

makanan tambahan yang dapat menunjang tumbuh kembangnya yang biasa disebut MP-ASI . Makanan

pendamping ASI harus memperhatikan angka kecukupan

gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok usia

dan tekstur makanan sesuai perkembangan usia bayi(3).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Departemen Kesehatan sudah lama mencanangkan

anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara

eksklusif kepada bayinya, tapi pelaksanaan anjuran

tersebut masih jauh dari harapan. Masih banyak ibu

yang memberikan ASI kepada bayinya secara tidak benar. Lebih dari 50% bayi di Indonesia sudah

mendapat MP-ASI pada umur kurang dari satu bulan.

Bahkan, pada umur 2-3 bulan, bayi ada yang sudah

mendapat makanan padat (4). Di propinsi Jawa Timur

terdapat 279.503 atau 40,77 % bayi yang diberi ASI eksklusif dari 685.642 bayi di 38 kabupaten/kota yang

ada di Jawa Timur (DINKES JATIM, 2007).

Sedangkan di Kabupaten Bangkalan sendiri, ibu

yang memberikan ASI secara eksklusif berjumlah 14,55%

di 22 kecamatan yang ada (DINKES Kabupaten Bangkalan, SKDN 2009). Merujuk pada wilayah yang

lebih kecil lagi yaitu Kelurahan, sebagai contoh yaitu

Kelurahan Demangan dimana wilayah ini terletak di jalan

utama kota dengan penduduknya yang kebanyakan

berpendidikan SMA dan perguruan tinggi dan komposisi penduduk yang seimbang yaitu antara jumlah penduduk

asli dan pendatang hampir sama. Berdasarkan data yang

diperoleh, cakupan ASI Eksklusif di wilayah ini

berjumlah 47,82% dari 46 bayi untuk usia 1-6 bulan,

sedangkan ibu-ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi-bayinya berjumlah 52,17%. Data diatas

menunjukkan masih tingginya angka pemberian MP-ASI

pada bayi usia kurang dari 6 bulan, sedangkan diketahui

bahwa rata-rata penduduk di wilayah tersebut memiliki

pengetahuan cukup sehingga secara otomatis mereka

sedikit banyak tahu akan pemberian dan manfaat nutrisi yang baik dan sesuai dengan usia anak mereka.

Faktor tingkat pendidikan ibu yang rendah,

wawasan dan pengetahuan yang terbatas, ASI belum

keluar pada hari pertama, dan adanya anggapan ibu bahwa

anaknya lapar dan akan tidur nyenyak jika diberi makan, merupakan beberapa faktor yang mendukung timbulnya

anggapan bahwa ASI saja tidak cukup sebagai makanan

bayi. Akibatnya, para ibu memberikan aneka bentuk

cairan sebagai makanan pendamping ASI sebelum

bayinya mencapai umur 4 bulan. Seringkali bayi yang mendapatkan ASI tidak segemuk dengan teman

seumurnya yang mengkonsumsi susu botol. Ini sebagian

disebabkan karena pada menyusu ASI, nafsu makan

bayilah yang mengatur jumlah susu yang diminum.

Sedangkan pada pemberian susu botol, bayi terkadang dipaksa untuk minum sampai botolnya kosong. Di

samping itu kalori ASI selalu terkendali. Susu yang

terakhir dihisap dalam satu kali menyusui, mengandung

lebih tinggi kalori daripada susu yang dihisap pada saat

awal, dan cenderung membuat bayi merasa kenyang(3). Memberikan makanan pendamping terlalu awal

(sebelum usia 6 bulan) berdampak kurang baik terhadap

kesehatan si kecil, makanan tidak akan dapat dicerna dengan

baik karena pada usia sebelum enam bulan sistem pencernaan

anak belum siap menerima makanan selain ASI yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, diare, kolik, dan lain

sebagainya(3). Hasil penelitian pada Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen

Kesehatan oleh Anies Irawati tahun 2004 lalu,

menyingkap tentang pengaruh makanan pendamping ASI yang diberikan terlalu dini terhadap tumbuh-kembang

bayi. Penelitian melibatkan 270 orang ibu hamil di

kawasan Sukaraja, Bogor, yang dipantau sampai bayinya

lahir dan berusia 4 bulan, dan membuktikan bahwa

makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan terlalu dini menyebabkan gangguan pertambahan

berat dan panjang badan pada bayi. Sementara itu,

persentasi bayi ASI parsial yang mendapat ASI pada hari

pertama lebih banyak daripada persentasi bayi ASI

predominan. Keadaan ini tentu saja memerlukan penanganan

yang khusus, yaitu dengan pendekatan yang lebih

komunikatif sesuai dengan pendidikan dan kemampuan

masyarakat(5). Salah satu cara untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat terutama para ibu dan calon ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan saat

yang tepat dalam pemberian MP-ASI pada bayi berupa

penyuluhan-penyuluhan. Dan untuk mencapai tumbuh

kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and

Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu: pertama

memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu

30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air

susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif

sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)

sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat

meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan

atau lebih. Dapat pula dilakukan perubahan perilaku

dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Melalui penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga

Page 12: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

didorong untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan

MP-ASI yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak

usia 6-24 bulan.

Secara keseluruhan, penelitian ini memiliki

tujuan umum yaitu diketahuinya perbedaan kenaikan berat badan antara bayi yang diberi ASI eksklusif

dengan yang diberi MP-ASI dini pada bayi usia 1-6

bulan di posyandu wilayah kerja Kelurahan Demangan

Kecamatan Bangkalan.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar ASI Eksklusif

Makanan yang paling baik untuk bayi segera lahir adalah ASI. Secara alamiah, seorang ibu mampu

menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah

melahirkan. ASI adalah cairan biologis kompleks yang

dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses

laktasi yang mengandung sel-sel darah putih, immunoglobulin, enzim, dan hormon, serta protein

spesifik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu

pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya(6).

Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru

sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian

air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal

(sebelum ASI lancar produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI, maka

sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi lahir (dalam

waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap

pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran

ASI selanjutnya(7). 1) Produksi ASI

Banyaknya ASI yang dihasilkan ibu

tergantung dari status gizi ibu, makanan tambahan

sewaktu hamil/menyusui, stres mental dan sebagainya.

Ketika bayi menghisap, beberapa hormon yang berbeda bekerja sama untuk menghasilkan air susu dan

melepaskannya untuk diisap bayi. Sekresi ASI diatur

oleh hormon prolaktin dan oksitosin.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi

ASI : (1)Frekuensi Penyusuan, Pada bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 - 13 kali

perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan

berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.

Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan

paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. (2)Berat Lahir, Bayi berat lahir rendah

(BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang

lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (>

2500 gr). (3)Umur Kehamilan saat Melahirkan, Hal ini

disebabkan bayi yang lahir premature sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi

ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak

prematur. berat badan yang rendah dan belum

sempurnanya fungsi organ. (4)Stress dan Penyakit

Akut, Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena

menghambat pengeluaran ASI. (5)Konsumsi Rokok,

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan

mengganggu hormone prolaktin dan oksitosin untuk

produksi ASI. M erokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan

oksitosin. (6)Konsumsi Alkohol, Meskipun minuman

alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa

lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI

namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin (Matheson, 1989). (7)Pil Kontrasepsi,

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan

progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi

ASI.

2) Komposisi ASI : (1)Kolostrum : ASI yang dihasilkan

pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir.

(2)ASI transisi : ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari ke sepuluh. (3) ASI mature : ASI yang

dihasilkan mulai hari kesepuluh sampai dengan

seterusnya(7).

3) Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu mencapai

keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini

dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap, yakni pada masa

kehamilan (antenatal), sewaktu ibu dalam persalinan

sampai keluar rumah sakit (perinatal), dan pada masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun

(postnatal)(8).

4) Pantauan Kecukupan ASI Untuk mengetahui kecukupan ASI dapat dilihat

dari : (1)Berat badan waktu lahir telah tercapai sekurang-

kurangnya akhir 2 minggu setelah lahir dan selama itu

tidak terjadi penurunan berat badan lebih 10 %. (2)Kurve

pertumbuhan berat badan memuaskan. (3)Bayi lebih banyak ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam sehari.

(4)Setiap kali menyusui, bayi menyusu dengan rakus,

kemudian melemah dan tertidur. (5)Payudara ibu terasa

lunak setelah menyusui(9).

5) Manfaat Pemberian ASI : Nutrien (zat gizi) yang sesuai

untuk bayi, Mengandung zat protektif, Mempunyai efek

psikologis yang menguntungkan, Menyebabkan

pertumbuhan yang baik, Mengurangi kejadian karies

dentis, Mengurangi kejadian maloklusi, ASI mengubah komposisinya selama setiap penyusuan dan selama

berminggu-minggu untuk menyesuaikan dengan

kebutuhan bayi yang selalu berubah, Aman dan bersih,

Suhu ASI cocok untuk bayi, Mudah dicernadan tidak

pernah basi, ASI tidak membutuhkan sterilisasi alat atau persiapan.

6) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI :

(1)Perubahan sosial budaya: Ibu-ibu bekerja atau

kesibukan sosial lainnya, Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. (2)Faktor

psikologis :Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang

wanita, tekanan batin, rasa percaya diri ibu untuk mampu

menyusui ataupun memproduksi ASI. (3)Faktor fisik ibu

:Ibu sakit, seperti mastitis biasanya enggan menyusui bayinya karena payudaranya terasa nyeri bila digunakan

untuk menyusui bayinya, putting susu ibu kecil dan masuk

(inverted). (4)Faktor pengetahuan ibu tentang menyusui.

(5)Faktor dukungan keluarga. (6)Faktor ekonomi

Page 13: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

keluarga. (7)Faktor kurangnya promosi ASI dari petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang

mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat

pemberian ASI. (8)Meningkatnya promosi susu kaleng

sebagai pengganti ASI. (9)Penerangan yang salah justru

datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng(10).

(10)Proses laktasi yang benar

7) Pemberian ASI Eksklusif

Eksklusif artinya terpisah dari yang lain

(Depdikbud, 1990), sedangkan ASI Eksklusif adalah

pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik

susu formula, air putih, air jeruk, ataupun makanan

tambahan lain (World Health Organization); memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan

dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai

berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin(4).

Rekomendasi pemberian ASI eksklusif sampai

6 bulan didasarkan pada bukti ilmiah tercukupinya kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi

yang mendapat ASI eksklusif serta menurunnya

morbiditas bayi, dimana sebelum mencapai usia 6 bulan

system pencernaan bayi belum mampu berfungsi

dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain ASI.

2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan

atau minuman tambahan yang mengandung gizi diberikan pada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan

gizinya(3). Makanan pendamping ASI diberikan mulai

umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat

umur bayi/anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah

untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi(4).

1) Jenis Makanan Pendamping ASI: Buah-buahan yang

dihaluskan/dalam bentuk sari buah. Misalnya pisang

Ambon, papaya, jeruk, tomat. Makanan lunak dan

lembek. Missal bubur susu, nasi tim. Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng/karton/sachet.

2) Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI:

Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang,

Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima

bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk, Mengembangkan kemampuan bayi untuk

mengunyah dan menelan, Mencoba adaptasi terhadap

makanan yang mengandung kadar energy tinggi.

3) Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian

Makanan Pendamping ASI:Pendapatan, Besar Keluarga, Pendidikan, Pengetahuan gizi

4) Penyebab Penggantian ASI dengan MP-ASI: (1)

Banyaknya ibu yang bekerja sehingga tidak dapat

menyusui bayi secara sempurna. (2)Semakin maraknya

promosi tentang MP-ASI. (3)Adanya persepsi yang menyatakan bahwa menyusui akan mengurangi

kecantikan dan mempercepat penuaan. (4)Pemberian

MP-ASI khususnya susu formula dikatakan lebih

modern. (5)Rasa percaya diri ibu untuk menyusui

kurang sehingga produksi ASI berkurang yang pada akhirnya ibu memberikan MP-ASI. (6)Keadaan sosial

budaya yang negatif yaitu memberikan makanan pada bayi sedini mungkin dengan harapan bayi kenyang dan

tidak rewel.

5) Kerugian Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini:

(1) Kemungkinan terjadinya pencemaran sehingga bayi

mudah infeksi misalnya diare dan ISPA. (2)Bayi tidak memperoleh zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk

pertumbuhan secara optimal. (3)Bayi tidak memperoleh

kekebalan tubuh. (4)Kemungkinan terjadi kekeliruan

pembuatan MP-ASI sehingga beresiko terhadap bayi. (5)

Perlu biaya mahal untuk pembuatan MP-ASI. 3. Konsep Pertumbuhan Berat Badan (BB) Bayi

1) Berat Badan Bayi

Berat badan (BB) adalah ukuran antropometri

yang menggambarkan indeks massa tubuh. BB bayi baru

lahir normalnya harus mencapai 2500 gram, dan biasanya mereka akan kehilangan berat badan rata-rata 5-8%

selama minggu pertama setelah lahir dimana persentase

kehilangan ini lebih besar pada anak yang diberi ASI yaitu

7,4% dibanding yang tidak yaitu 4,9%.

2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Berat

Badan

Ada 2 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan berat

badan anak, yaitu :(1) Faktor Genetik, (2) Faktor

Lingkungan, yaitu faktor Prenatal (gizi ibu saat hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi,

imunitas, anoksia embrio, stres), faktor Postnatal (nutrisi,

penyakit kronis/ kelainan congenital, lingkungan fisik dan

kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan

pengasuhan, stimulasi, obat-obatan(10). 3) Pertumbuhan & Standar Peningkatan Berat Badan Bayi

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi

menjadi dua, yaitu usia 0-6 bulan, dan usia 6-12 bulan.

Untuk usia 0-6 bulan pertumbuhan berat badan akan

mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140-200 gram dan berat badannya akan menjadi dua kali berat

badan lahir pada akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6-

12 bulan terjadi penambahan setiap minggu sekiktar 25-40

gram dan pada akhir bulan ke-12 akan terjadi penambahan

tiga kali lipat berat badan lahir(11).

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasi analitik

dengan desain penelitian studi komparatif . Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi berusia

1-6 bulan di kelurahan Demangan Kecamatan Bangkalan

Kabupaten Bangkalan sebanyak 46 bayi per periode April

tahun 2010 dengan kriteria tidak menderita penyakit

kronis atau cacat bawaan. Besar sampelnya adalah 41 responden menggunakan tehnik area proportional random

sampling(12).

Analisis yang digunakan adalah Univariat

Bivariat dengan uji statistik t 2 sampel bebas dimana tingkat

signifikasi α = 0,05 yang apabila nilai probability (P) < α maka Ho ditolak yang berarti ada perbedaan kenaikan berat

badan pada bayi yang diberi ASI Eksklusif dan yang diberi

MP-ASI dini. Variabel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah, variabel indepen yaitu ASI Eksklusif dan MP-

ASI dini dan variabel dependen yaitu kenaikan berat badan bayi usia 1-6 bulan.

Page 14: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

HASIL PENELITIAN 1. Data Umum Subyek Penelitian

Tabel 1. Karakteristik bayi dan ibu

Variabel n (%)

Umur Bayi (Bulan)

1 Bulan

2 Bulan

3 Bulan 4 Bulan

5 Bulan

6 Bulan

Jenis Kelamin Bayi

Laki-laki Perempuan

Usia Ibu

<17

17-20

21-25 26-30

31-35

>35

Pendidikan Ibu

SD SMP

SMA

SARJANA

Pekerjaan Ibu Tidak bekerja

Buruh

Wiraswasta

PNS

Penghasilan Keluarga

250.000-500.000

600.000-750.000

>750.000

7

6

3 9

14

2

24 17

-

5

21 13

2

-

5 10

19

7

5

12

15

9

18

14

9

(17)

(14,6)

(7,3) (22)

(34,1)

(5)

(58,5) (41,5)

-

(12,2)

(51,2) (31,7)

(4,9)

-

(12,2) (24,4)

(46,3)

(17,1)

(12,2)

(29,3)

(36,6)

(21,9)

(44)

(34,1)

(21,9)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa

sebagaian besar bayi yang diteliti berumur 5 bulan yaitu

sebanyak 14 bayi (34,1%), dan sebagian kecil yaitu

pada umur 6 bulan sebanyak 2 bayi (5%). Variabel jenis

kelamin menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 24 bayi (58,5%) dan sisanya

adalah 17 bayi (41,5 %) berjenis kelamin perempuan.

Bila dilihat dari karakteristik ibu, tabel 1

menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berusia antara

21-25 tahun pada saat dilakukan penelitian yaitu sebanyak 21 orang (51,2%) dan sebagian kecil berusia

31-35 tahun sebanyak 2 orang (4,9%). Pada variabel

pendidikan diketahui bahwa sebagian besar pendidikan

terakhir ibu adalah SMA (Sekolah Menengah Atas)

sebanyak 19 orang (46,3%) dan sebagian kecil pendidikan terakhir ibu adalah SD (Sekolah Dasar)

yaitu sebanyak 5 orang (12,2%). Sedangkan pada

variabel pekerjaan menunjukkan sebagian besar ibu

bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 15 orang (36,6%)

dan sebagian kecil ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 5 orang (12,2%). Dan pada variabel pendapatan

didapatkan bahwa sebagian besar ibu penghasilan

keluarganya antara Rp. 250.000,- - 500.000,- sebanyak

18 keluarga (44%) dan sebagian kecil lebih dari Rp. 750.000,- sebanyak 9 keluarga (21,9%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Pemberian MP-ASI, Jenis MP-ASI, dan Frekuensi

Pemberian MP-ASI

Variabel Frekuensi Persentase

(%)

Umur Pemberian

0-29 hari

1 bulan

2 bulan

3 bulan 4 bulan

5 bulan

6 bulan

Jenis

Bubur Pisang

Susu

formula

Air Tajin

Frekuensi Pemberian Per

hari

1x

2x 3x

>3x

5

1

3

2

10 -

-

3

10 7

1

- 11

4

6

(23,8)

(4,8)

(14,3)

(9,6)

(47,6) -

-

(14,3)

(47,6) (33,3)

(4,8)

- (52,4)

(19)

(28,6)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar

bayi diberikan atau diperkenalkan dengan MP-ASI pada saat berumur 4 bulan sebanyak 10 bayi (47,6%) dan

sebagian kecil pada saat berumur 1 bulan sebanyak 1

orang (4,8%). Sedangkan jenis MP-ASI yang diberikan

dapat diketahui bahwa sebagian besar bayi diberi MP-ASI

berupa pisang sebanyak 10 orang (47,6%) dan sebagian kecil diberi air tajin sebanyak 1 orang (4,8%). Dan pada

variabel frekuensi pemberian menunjukkan bahwa

sebagian besar bayi diberikan MP-ASI sebanyak 2x/hari

yaitu sebanyak 11 orang (52,4%) dan sebagian kecil yaitu

4 orang (19%) sebanyak 3x/hari.

2. Data Khusus Hasil Penelitian

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Bayi Berdasarkan

Pemberian ASI

Pemberian

ASI

Frekuensi Persentase

(%)

ASI Eksklusif 20 49

MP-ASI Dini 21 51

Total 41 100

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa

masih banyak ibu yang memberi bayinya MP-ASI Dini daripada ASI Eksklusif. Bayi Yang diberi MP-ASI Dini

sebanyak 21 bayi (51%), sedangkan yang diberi ASI

Eksklusif sebanyak 20 bayi (49%) .

Page 15: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Bayi Berdasarkan Kenaikan Berat Badan Anak

Kenaikan

BB

Frekuensi

ASI Eksklusif

%

Frekuensi

MP-ASI Dini

%

Kurang

dari

normal

3 15 4 19

Normal 15 75 11 52

Lebih dari

normal

2 10 6 29

Total 20 100 21 100

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa

sebagian besar ibu yang memberikan ASI Eksklusif

memiliki bayi dengan kenaikan berat badan yang

normal sesuai dengan standar kenaikan berat badan anak yaitu sejumlah 15 bayi (75%) dan 2 bayi (10%)

berada pada kenaikan berat badan lebih dari normal.

Sedangkan bayi yang diberi MP-ASI Dini hanya

terdapat 11 bayi yang memiliki kenaikan berat badan

normal dan 4 bayi (19%) mengalami kenaikan berat badan yang kurang dari normal.

Tabel 5 Tabulasi S ilang Kenaikan Berat Badan Bayi

dengan Pemberian ASI

Pemberian ASI

Kenaikan Berat Badan Total

Normal Kuran

g Dari Norma

l

Lebih

Dari Norma

l Σ %

Σ % Σ % Σ %

ASI

Eksklusif

15

7

5

3

15

2

10

20

100

MP-ASI

Dini 11

5

2 4 19 6 29 21 100

Total 26 7 8 41

Uji Statistik t 2 sampel bebas p = 0,017 < α = 0,05

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa

bayi yang diberi ASI Eksklusif 75% (15 bayi)

mengalami kenaikan berat badan normal dan 10% (2

bayi) mengalami kenaikan berat badan lebih dari

normal. Sedangkan bayi yang diberi MP-ASI Dini hanya terdapat 52% (11 bayi) yang mengalami

kenaikan berat badan normal, dan 19% (4 bayi)

mengalami kenaikan berat badan kurang dari normal.

Penjelasan tabel diatas menunjukkan bahwa

bayi yang diberi ASI Eksklusif cenderung lebih banyak mengalami kenaikan berat badan normal daripada bayi-

bayi yang diberi MP-ASI Dini.

Hasil analisa statistik dengan Uji t 2 sampel

bebas pada penelitian ini diperoleh nilai p = 0,017 < (α

= 0,05) yang berarti H0 ditolak menunjukkan bahwa ada perbedaan kenaikan berat badan pada bayi usia 1-6

bulan antara yang diberi ASI Eksklusif dan yang diberi

MP-ASI Dini.

PEMBAHASAN

1. Kenaikan Berat Badan Bayi yang Diberi ASI

Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5

diperoleh hasil bahwa 75% bayi yang diberi ASI Eksklusif

mengalami kenaikan berat badan yang normal sesuai

dengan standar kenaikan berat badan anak. Bayi yang

mengalami kenaikan berat badan kurang dari normal sebanyak 15% dan bayi dengan kenaikan berat badan

lebih dari normal sebanyak 10%.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa

bayi-bayi yang mengalami kenaikan berat badan normal

dikarenakan pada pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi terhadap asupan makanannya,

dimana dalam ASI mengandung lebih dari 200 unsur

pokok, anatara lain : zat putih telur, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat

kekebalan tubuh dan sel darah putih yang kesemuanya ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu sama

lainnya, sehingga kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan

baik.

Kenaikan berat badan anak dibentuk dan

tergantung pada gizi yang diberikan. Salah satu makanan terbaik yang mengandung semua zat gizi yang sesuai

kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

ialah ASI. ASI adalah cairan biologis kompleks yang

dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses

laktasi yang mengandung sel-sel darah putih, immunoglobulin, enzim, dan hormon, serta protein

spesifik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI

merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu pada

usia 4-6 bulan pertama kehidupannya(6).

ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada

bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan, kecuali obat dan

vitamin(4). Hal ini mengartikan bahwa bayi tidak perlu

diberi cairan dan makanan tambahan lain selama 6 bulan

pertama, karena ASI terdiri atas 88% air, sehingga setiap kali ibu menyusui bayinya, bayi sudah memperoleh air

melalui ASI, dan tidak dibenarkan untuk memberikan

cairan lain yang merupakan jalan masuknya kuman,

jamur, atau kontaminan lain yang dapat membahayakan

bayi. Keistimewaan komposisi ASI ialah dapat berubah

dari hari ke hari menyesuaikan dengan kebutuhan gizi

bayi yang mengalami proses pertumbuhan khususnya

pertumbuhan berat badan. Berat badan merupakan ukuran

antropometri yang menggambarkan indeks massa tubuh dan merupakan ukuran antropometri terpenting yang

digunakan pada pertumbuhan bayi. Pertumbuhan bayi

dipengaruhi oleh beberapa faktor dan selalu berkaitan

dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran

atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang

dan keseimbangan metabolik(10).

2. Kenaikan Berat Badan Bayi yang Diberi MP-ASI

Dini

Page 16: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Dari hasil analisa data penelitian pada tabel 5 dapat digambarkan bahwa hanya 52% bayi yang diberi

MP-ASI Dini mengalami kenaikan berat badan normal

dan 29% mengalami kenaikan berat badan lebih dari

normal serta 19% dinyatakan kenaikan berat badannya

kurang dari normal. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari

hasil penelitian, bayi yang diberi MP-ASI Dini

mengalami kenaikan berat badan yang hanya 52%

normal, hal ini dikarenakan bayi tidak mendapatkan

ASI eksklusif serta pemberian makanan tambahan yang tidak sama kandungan gizinya dengan ASI, bayi terlalu

cepat untuk mendapatkan makanan tambahan, dimana

sistem pencernaannya belum siap untuk menerimanya,

sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan dan

alergi yang diduga menyebabkan anak menderita kekurangan zat gizi (malnutrisi) yang dampaknya

terlihat pada gangguan pertambahan berat dan bayi

mengalami rentan sakit. Disamping itu juga

dikarenakan zat gizi yang didapatkan oleh anak tidak

seimbang sehingga pada pemberian MP-ASI dini bisa terjadi kurang atau kelebihan zat gizi yang

menyebabkan berat badan anak menjadi kurang atau

lebih dari normal, maka dari itu hal tersebutlah yang

menyebabkan angka prosentase kenaikan berat badan

normal pada bayi yang diberi MP-ASI dini lebih sedikit disbanding angka prosentase kenaikan berat badan

normal pada bayi yang diberi ASI eksklusif.

Status gizi yang berpengaruh terhadap

pembentukan berat badan anak yang kurus atau

kegemukan biasanya juga terjadi akibat zat gizi yang diperoleh dari makanan pendamping kekurangan atau

kelebihan pada saat penyajiannya. Makanan

pendamping ASI adalah makanan atau minuman

tambahan yang mengandung gizi diberikan pada

bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya(3). Sedangkan MP-ASI Dini merupakan pemberian

makanan tambahan sebelum usia 6 bulan. Pemberian

cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya

bakteri patogen yang nantinya berdampak terhadap

status kesehatan dan gizi bayi. Pada usia sebelum enam bulan ini, sistem pencernaan bayi belum siap untuk

menerima makanan selain ASI yang belum memiliki

protein pencernaan yang lengkap yang berhubungan

secara langsung dengan turunnya berat badan bayi.

Banyaknya pemberian MP-ASI Dini oleh para ibu dikarenakan adanya anggapan bahwa ibu t idak

bisa memproduksi ASI dengan maksimal, anak sudah

tidak mau minum ASI lagi, serta adanya anggapan

bahwa bayi sering menangis dikarenakan bayi masih

merasa lapar walaupun sudah diberi ASI(13). Alasan lainnya yaitu sebagian besar ibu-ibu bekerja sehingga

cenderung memberikan makanan/minuman formula

bayi yang praktis dan mudah disajikan(14). Menurut

James Akri (2004) pemberian makanan pendamping

ASI berupa makanan orang dewasa seperti makanan campuran yaitu makanan pokok, lauk pauk dan lainnya

tidak cocok bagi bayi baik ditinjau dari segi gizinya

maupun sifat fisik makanan tersebut dan hal ini akan

merugikan bagi status gizi dan kesehatan si bayi.

3. Perbedaan Kenaikan Berat Badan Bayi dengan Pemberian ASI

Setelah dilakukan analisis uji statistik

menggunakan Uji t 2 sampel bebas, diperoleh nilai p =

0,017 < α = 0,05 yang artinya ada perbedaan kenaikan

berat badan bayi usia 1-6 bulan antara yang diberi ASI Eksklusif dan yang diberi MP-ASI Dini.

Hasil diatas menunjukkan masih ada kelemahan

dan kekurangan dari pemberian MP-ASI Dini

dibandingkan dengan ASI Eksklusif, karena ASI

merupakan makanan dan minuman pertama dan terbaik yang mutlak untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan pertama

kehidupannya(6). ASI memiliki kandungan yang dapat

membantu menyerap nutrisi dengan baik. Sejak bayi

dilahirkan, nutrisi memainkan peranan terpenting bagi

pertumbuhan dan perkembangan bayi. Adapun komponen-komponen nutrisi yang terkandung dalam ASI

adalah sebagai berikut : (1) Protein, (2) Karbohidrat, (3)

Lemak, (4) Elektrolit, (5)Vitamin, (6) Zat protektif dalam

ASI, Pertahanan tubuh spesifik seperti sel T dan

immunoglobulin serta pertahanan tubuh yang tidak spesifik seperti sel fagosit, complemen C2 dan C4,

lysosom, lactoperoxidase, laktoferin, transferin, semuanya

terdapat dalam ASI(7).

Dengan cara menyusui yang benar, produk ASI

dinyatakan cukup sebagai makanan tunggal untuk pertumbuhan bayi yang normal sampai 6 bulan.

Rekomendasi pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan

didasarkan pada bukti ilmiah tercukupinya kebutuhan bayi

dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI

eksklusif serta menurunnya morbiditas bayi, dimana sebelum mencapai usia 6 bulan system pencernaan bayi

belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia

belum mampu mencerna makanan selain ASI(15).

Pemberian MP-ASI harus memenuhi beberapa

kriteria antara lain : 1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein

yang tinggi.

2. Memeiliki nilai suplementasi yang baik serta

mengandung vitamin dan mineral yang

cocok. 3. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi

dengan baik.

4. Harganya relatif murah.

5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan

yang tersedia secara lokal. 6. Bersifat padat gizi

7. Kandungan serat kasar atau bahan lainnya yang

sulit dicerna dalam jumlah sedikit.

Pemberian MP-ASI sebelum waktunya sama saja

dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Menurut Soetjiningsih (2004), pemberian

makanan pendamping ASI terlalu dini akan menyebabkan

bayi tidak dapat menghisap semua ASI sehingga

kebutuhan bayi akan ASI tidak optimal ditambah lagi

dengan rendahnya tingkat sanitasi dan higine dalam pemberian makanan pendamping ASI akan meningkatkan

resiko infeksi saluran pencernaan. Saat bayi berusia di

bawah 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk

menerima kandungan dari makanan, sehingga makanan

yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadinya alergi.

Page 17: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Cara yang paling utama untuk mencegah alergi terhadap makanan adalah dengan menunda pemberian

makanan yang potensial menimbulkan alergi karena

bayi baru lahir lebih mudah tersensitasi terhadap

makanan dari pada bayi yang lebih tua(13). Selain itu

dengan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia enam bulan baru dilanjutkan dengan pemberian

makanan padat, karena pada usia ini bayi umumnya

tidak lagi mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI

sedangkan bayi terus membutuhkan banyak energi dan

zat gizi tambahan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya (16).

Semua permasalahan MP-ASI secara teoritis

sangatlah mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi

anak(14). Hal ini menyatakan bahwa tidak dapat

disangkal pemberian ASI Eksklusif jauh lebih baik dibandingkan dengan pemberian MP-ASI pada bayi

usia 1-6 bulan sehingga cenderung lebih banyak bayi

yang mengalami kenaikan berat badan normal. Untuk

itu perlu adanya promosi yang lebih maksimal

mengenai pentingnya ASI Eksklusif kepada semua lapisan masyarakat terutama ibu yang memiliki bayi

agar memberikan ASInya secara eksklusif untuk

membantu meningkatkan pertumbuhan bayi secara

optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indiarti, M.T. (2008). Asi, Susu Formula, &

Makanan Bayi. Jakarta : Elmatera Publishing. 2. Depkes RI. (1995). Pedoman Deteksi Dini Tumbuh

Kembang Balita. Jakarta : Depkes RI.

3. Roesli, Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusif

Seri I. Jakarta : Trinibus Agriwidya.

4. Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak.

Jakarta : EGC.

5. Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu

Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba

6. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

7. Baso, M. (2007). Studi Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi MP-ASI Pabrik (Blended Food)

dan Non Pabrik (Local Food) di Kabupaten Gowa.

8. Akre, James. (2004). Pemberian Makanan untuk

Bayi, Dasar-Dasar Fisiologis. Jakarta : Perinesia.

Page 18: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KONTRAKSI

UTERUS DAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POST PARTUM DI BPS AN-NUR PAMEKASAN

RELATIONSHIP BETWEEN EARLY WITH CONTRACTIONS BREASTFEEDING

INITIATIONUTERUS AND UTERINE INVOLUTION POST PARTUM ON

BPS IN AN-NUR PAMEKASAN

(1)Dewi Caprina Andriyani, (2)Bambang Heriyanto (1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya

(2)Dosen Poltekkes DEPKES Surabaya

ABSTRAK

Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang penting bagi ibu setelah melahirkan.

Sebab pada masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik. Dengan perubahan fisik tersebut yang salah satunya penyusutan rahim atau involusi uteri, diharapkan bisa berlangsung normal. Involusi uteri akan lebih cepat dan

rahim segera kembali seperti semula dengan melakukan inisiasi menyusu dini, karena dengan inisiasi menyusu dini

akan merangsang kontraksi uterus. Tetapi masih banyaknya ibu post partum yang mengalami perdarahan baik

perdarahan primer maupun sekunder. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara inisiasi menyusu dini

dengan kontraksi uterus dan involusi uteri pada ibu post partum. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik observasional dengan jumlah sampel sebanyak 37 ibu

post partum, teknik sampling yang digunakan adalah sistematik random sampling sedangkan instrumen mengumpulkan

data dengan metode observasi.

Hasil Uji Statistik dengan Uji Fisher’s Exact Test diperoleh hasil p = 0,023 α = 0,05 dan p < α, dengan

demikian H0 ditolak berarti ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan. Sedangkan hasil kedua pada kontraksi uterus dengan involusi uteri dengan Uji Fisher’s Exact

Test diperoleh hasil p = 0,054, α = 0,05 dan p > α, jadi H0 diterima artinya tidak ada hubungan antara kontraksi uterus

dengan involusi uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan.

Kesimpulan yang didapatkan bahwa semakin cepat melakukan inisiasi menyusu dini maka kontraksi uterus

semakin keras, dan semakin keras kontraksi uterus involusi uteri akan semakin cepat kembali, namun semakin lembek kontraksi uterus maka tidak menunjukkan semakin lambatnya involusi uteri. Sehingga disarankan bagi ibu bersalin

meminta pada bidan saat proses persalinan menerapkan inisiasi menyusu dini.

Kata kunci : Inisiasi Menyusu Dini – Kontraksi Uterus – Involusi Uteri – Ibu Post Partum

ABSTRACT

Health recovery proccess of nifas is an important thing which is neccesary for mother after bearing. Cause

of at pregnancy time had make physically change. That change is the one thing from involusi uteri and expected can

take in normally time. Involusi uteri wiil be more faster and gracious will immediately return by doing milk initiation early, because with the milk initiation early will stimulate the uterus contraction. But still so many post partum mother

which bleeding like primary or secondary. The purpose of this analyse is to know the relationship among milk initiation

early with uterus contraction and involusi uteri to post partum mother.

This analyse was use observasional analitic. Total of sample is 37 post partum mother. Sampling technic

was use random sampling system and for collecting was use observation methode. The result of the statistic test with Fisher’s Exact Test has obtained p = 0,023 α = 0,05 and p < α with mean

H0 is rejected and so that means there was any relationship among milk initiation early with uterus contraction to post

partum mother. While second result of milk initiation early with involusi uteri the statistic test with Fisher’s Exact Test

has obtained p = 0,036 α = 0,05 and p < α with mean H0 is rejected and so that means there was any relationship among

milk initiation early with involusi uteri to post partum mother. Conclusion is the milk initiation early that faster uterus contractoin hence getting louder and involusi uteri

will be more quickly return like from the beginning. This matter because moment of mother ANC given important

counselling about milk initiation early so that more motivated to mother apply the milk initiation early. And suggested

for mother give of midwife to moment process copy to apply the milk initiation early.

Keyword : milk intiation early – uterus contraction – involusi uteri – post partum mother

Page 19: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas

merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah

melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik. (Inayati, 2008).

Salah satu perubahan yang terjadi di dalam tubuh ibu

yaitu involusi atau penyusutan uterus yang secara

perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kilogram

selama masa kehamilan, dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil (Pusdiknakes,

2001). Proses involusi uterus terjadi karena adanya

autolysis, kontraksi dan atrofi. Aktifitas otot-otot yaitu

adanya kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak

lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta. Dan

involusi uterus akan lebih cepat dan rahim segera

kembali seperti semula dengan melakukan inisiasi

menyusu dini, karena dengan inisiasi menyusu dini juga

akan dapat merangsang kontraksi uterus. Dan juga terhindar dari bahaya nifas yang nantinya bisa

menyebabkan kematian (Cesillia, 2007). Hal ini

bermanfaat bukan hanya bagi ibu tapi juga bagi bayi

baru lahir. Hal utama dalam inisiasi menyusu dini

adalah memberikan kesempatan pada bayi dan ibunya segera berinteraksi setelah proses kelahiran (Kompas,

2007). Dan mulai menyusu 1 jam pertama setelah lahir

dapat menyelamatkan 1 juta bayi setiap tahunnya yaitu

dimulai dengan satu tindakan memberi dukungan

selama 1 jam (Roesli, 2008). Berbagai faktor penyebab mengapa involusi uteri

masih mengalami keterlambatan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan bidan Titik Yulianingsih Amd, Keb

yang menyatakan bahwa kasus yang paling banyak di

BPS An-Nur Pamekasan yaitu keterlambatan involusi uteri setelah melahirkan disebabkan oleh ibu-ibu yang

tidak mau melakukan inisiasi menyusu dini dan masih

banyaknya perdarahan pasca persalinan yang

diakibatkan oleh sering meregangnya uterus karena ibu

yang terlalu sering hamil dengan jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun serta kehamilan pada

wanita dengan usia kurang dari 20 tahun. Padahal

sebenarnya kalau ibu melakukan pemberian ASI sejak

dini dengan cara inisiasi menyusu dini dengan benar,

kejadian perdarahan pasca persalinan akibat kontraksi yang tidak bagus bisa dikurangi dan involusi uteri cepat

kembali pada keadaan sebelum hamil.

Risiko ibu pasca persalinan dapat ditekan dengan

melakukan inisiasi menyusu dini karena tingkat

menyusui di Indonesia masih rendah dan informasi yang benar masih belum tersampaikan. Untuk itu Sentra

Laktasi Indonesia (Serasi) mengampanyekan inisiasi

menyusu dini yang belum tersampaikan secara benar

tersebut (Roesli, 2008).

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus

dan involusi uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur

Pamekasan.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

ASI Dini adalah pemberian ASI dalam waktu 1 jam

setelah lahir (Depkes, 2002). Inisiasi Menyusu Dini

adalah membiarkan bayi untuk menyusui pada ibunya sesaat setelah dilahirkan (Cesillia, 2007). Inisiasi

Menyusu Dini (early initation) atau permulaan menyusui

dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah

lahir (Ambarwati, 2008).

Inisiasi yang benar adalah begitu lahir, setelah dipotong tali pusatnya, segera letakkan di dada ibunya.

Biarkan sampai ia bergerak dan mencari puting susu

ibunya hingga dapat. Kemudian biarkan minimal 30-40

menit, maksimal 1 jam (Rudhy, 2008).

Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the best crawl atau merangkak mencari

payudara (ambarwati, 2008). Hasil pengamatan

membenarkan bahwa segera menyusukan bayi setelah

bayi lahir memungkinkan bayi tidak akan kekurangan ASI

dan ibu tidak harus mengalami demam karena payudara bengkak (Purwanti, 2004).

Setelah lahir, ia menangis, dengan menangis

membuat sistem pernafasan, peredaran darah, perkemihan,

pencernaan dan syaraf mulai berfungsi secara normal

sehingga mampu beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. Bayi akan beradaptasi dengan lingkungan selama

setengah jam sampai satu jam kemudian bayi akan tidur

selama dua jam (Purwanti, 2004).

Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Menyusu Dini : 1. Faktor internal : 1) Ibu ; Sentuhan kulit dengan kulit

antara ibu dan janin mampu menghadirkan efek

psikologis yang dalam di antara ibu dan bayi,

2) Biomedik ; Faktor biomedik terdiri dari jumlah

kelahiran, kesehatan bayi dan kesehatan ibu ( selama hamil, melahirkan dan setelah melahirkan) dan status

merokok, 3) Obat Kimiawi ; Obat kimiawi yang

bertujuan menghilangkan rasa sakit persalinan seperti

metode Intrathecal Labor Analgesia (ILA), tidak bisa

disejalankan dengan IMD, karena ketika ibu dibius bayi yang dilahirkan ikut terbius sehingga tak bisa

berjuang menggapai puting ibu (Parameter, 2008)

2. Faktor eksternal : 1) Tenaga medis ; Begitu lahir,

bayi yang ditaruh di perut ibunya dalam 50 menit

akan bergerak ke arah payudara lalu mengisap puting susu dengan benar. Sebaliknya, dari kelompok bayi

yang segera dimandikan setelah dilahirkan, baru

kemudian dikembalikan kepada ibunya ternyata

50%-nya tidak bisa mengisap dengan benar

walaupun sudah didekatkan ke payudara. Namun, sosialisasi tentang inisiasi menyusui dini masih

kurang oleh tenaga medis dan belum dipraktekkan

serta kesalahan yang terjadi selama ini atas

pemisahan bayi yang baru lahir dengan ibunya

merupakan tindakan keliru (Mirna, 2008), 2) Dukungan tenaga Kesehatan ; Dukungan yang

diberikan oleh tenaga kesehatan dapat

membangkitkan rasa percaya diri ibu untuk membuat

keputusan menyusui bayinya (Kevyn’s, 2009),

3) Dukungan Saat ibu cemas dan kelelahan, ayah atau keluarga dapat berperan mengulurkan dukungan

Page 20: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

dengan memberikan pujian dan dorongan. Percayalah, pujian seperti ini amat dibutuhkan

ketika si ibu merasa lelah dan patah semangat

(Senior, 2008). 4) Persalinan Dengan Tindakan, 5)

Sosial Budaya, 6 ) Sosial Ekonomi Konsep Dasar Kontraksi Uterus dan Involusi Uterus

1. Kontraksi Uterus

Uterus adalah organ yang sangat luar biasa dan

menjadi rumah janin selama dalam kandungan. Setelah melahirkan,,beratnya masih sekitar 0.7 kg (1 1/2 Ib).

Jika anda menekan bagian tengah perut, uterus terasa

sebesar buah grapefruit (sejenis jeruk) yang keras.

(Listyani, 2008)

Uterus adalah organ muskuler yang berbentuk seperti buah pir dan terletak diantara vesika urinaria dan

rectum. Uterus biasanya tertekuk ke ventral (antefleksi)

diatas vesica urinaria (Hariyanto, 2002)

kontraksi adalah serangkaian kontraksi rahim

yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks (rahim bagian bawah) dan vagina

(jalan lahir), sehingga janin keluar dari rahim ibu

(Administrator, 2008).

Rahim atau uterus merupakan jaringan otot yang

kuat terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rectum. Dinding belakang dan dinding depan rahim

dan bagian atas rahim tertutup peritonium. Sedangkan

bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.

Untuk mempertahankan posisinya rahim disangga oleh

beberapa ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. (Admojo, 2008).

2. Involusi Uteri

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses terjadinya alat kandungan atau uterus dari jalan

kelahiran seperti sebelum hamil. (Ibrahim, 1996 : 54).

Involusi uterus adalah secara berangsur-angsur uterus

menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti

sebelum hamil (Rustam, 1998). Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu

proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil

dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera

setelah plesenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos

uterus (Ambarwati, 2008). Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di

garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan

bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.

Pada saat ini besar uterus kira – kira sama dengan besar

uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.

Peningkatan kadar estrogen dan progesteron

bertanggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus

selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa

prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel

– sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan

kadar hormon – hormon ini menyebabkan adanya

autolisis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Involusi :

1. Paritas (Jumlah Anak)

Paritas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu sering terenggang maka elastisitas akan berkurang.

Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan semula

setelah terenggang memerlukan waktu yang lama (Reeder,

1997).

2. Usia

Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan terjadi perubahan

metabolisme yaitu terjadi peningkatan jumlah lemak,

penurunan otot dan penurunan penyerapan lemak, protein,

dan karbohidrat.

Dengan adanya penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan,

serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan

ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang

lebih baik. Involusi uterus terjadi karena proses autolisis,

dimana zat protein dinding rahim pecah, diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing. Bila proses ini

dihubungkan dengan penurunan penyerapan protein pada

proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi

uterus. Selain itu juga adanya penurunan regangan otot

dan peran jumlah lemak akan menjadi semakin lambat proses involusi uterus (Sweet, 1998).

3. Laktasi/Menyusui

Setelah ada persalinan pengaruh dari esterogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh

hormon hipofise kembali, antara lain prolaktin. Payudara

yang telah dipersiapkan pada masa kehamilan

terpengaruhi dengan akibat kelenjarnya berisi air susu.

(Prawirohardjo, 2007) Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Meyusu Dini,

Kontraksi Uterus dan Involusi Uteri :

Wanita yang mengalami persalinan dan yang

melakukan inisiasi menyusu dini akan meningkatkan

produksi prolaktin dan oksitosin sebagai respon terhadap stimulasi hisapan mulut bayi (sucking). Dengan

meningkatnya prolaktin, terjadi produksi air susu,

sementara oksitosin menyebabkan kontraksi mammae

yang membantu pengeluaran air susu. Oksitosin juga

berfungsi meningkatkan kontraksi uterus sehingga membantu involusi. Setelah tercapai tingkat kontraksi

tertentu, kadar prolaktin dan oksitosin kembali (feedback

negatif), sehingga produksi dan pengeluaran berhenti.

Produksi Asi dirangsang melalui “let down reflex”

yaitu rangsang putting – hipofisis – prolaktin – kelenjar susu. Demikian juga oksitosin akan keluar sebagai

hormon yang memompa mioepitel duktus mamaria. Pada

saat menyusui mungkin ibu merasakan ngilu atau

kontraksi di daerah uterus karena pengaruh oksitosin yang

meningkat juga terhadap uterus. Untuk itu proses menyusui membantu rahim anda untuk kembali ke ukuran

awal sebelum melahirkan.

Faktor yang mempengaruhi inisiasi menyusu dini

sendiri adalah faktor internal dan eksternal, faktor internal

terdiri dari ibu, obat kimiawi dan biomedik. Sedangkan

Page 21: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

6

16.2%

31

83.8%

IMD Lambat

IMD Cepat

faktor eksternal yaitu pelayanan medis, dukungan tenaga kesehatan, dukungan suami, dan keluarga,

persalinan dengan tindakan, sosial budaya dan social

ekonomi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi

kontraksi uterus yaitu hormon estrogen, hormon

oksitosin, hormon prostaglandin, hormon relaksin. Sedangkan faktor yang mempengaruhi involusi uteri

yaitu usia, paritas dan laktasi/menyusui.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis

penelitian analitik observasional adalah pengukuran

penelitian yang dilaksanakan dengan cara pengamatan

terhadap suatu objek yang dipantau dengan lembar

observasi. Populasinya adalah semua ibu post partum di

BPS An-Nur yang memenuhi kriteria yaitu ibu nifas

fisiologis, primi/multipara, dengan persalinan

pervaginam, bersedia untuk diteliti sebanyak 40 ibu

post partum dengan melakukan survey awal pada tanggal 12 Januari 2009, sampel memenuhi kriteria

penelitian yaitu sebanyak 37 ibu post partum.

Adapun besar sampel dalam penelitian ini

ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut :

qPZaNd

qP

..1.

.. ZaN. n

22

2

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

P = Estimator proporsi populasi (0,5)

Q= 1 – P (0,5)

Za= Harga kurva normal yang tergantung dari alpha (a) (1,96)

N = Besar Populasi

d = Presisi / tingkat kepercayaan 5% (0,05)

dari rumus ini didapatkan jumlah sampel :

jadi, sampel dalam penelitian ini sebanyak 37 responden

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penyajian data yang ditampilkan meliputi data

umum dan data khusus. Data umum menampilkan umur,

paritas, dan laktasi. Sedangkan data khusus akan

menggambarkan data hasil observasi tentang inisiasi menyusu dini, kontraksi uterus dan involusi uteri ibu post

partum, dan hubungan antara inisiasi menyusu dini

dengan kontraksi uterus, serta hubungan antara kontraksi

uterus dengan involusi uteri pada ibu post partum. Untuk

mengetahui tingkat signifikan frekuensi antar variabel dan mengukur hubungan yang bermakna, akan di uji dengan

uji Chi Square.

Data ibu post partum tentang inisiasi menyusu dini

dengan kontraksi uterus

Data Khusus

Data ini menampilkan tentang inisiasi menyusu dini,

kontraksi uterus, dan involusi uteri pada ibu post partum,

hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi

uterus, serta hubungan antara kontraksi uterus dengan involusi uteri pada ibu post partum.

1. Data Ibu Post Partum tentang Inisiasi Menyusu Dini

Diagram 1. Distribusi frekuensi ibu post partum

berdasarkan inisiasi menyusu dini di BPS An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni

sampai 25 Agustus 2009.

Dari diagram dapat diketahui bahwa antara ibu post

partum dengan inisiasi menyusu dini cepat sebanyak 31 orang (83,8%) dan yang melakukan inisiasi menyusu dini

lambat sebanyak 6 orang (16,2%)

5,0.5,0)96,1()140.(0,05

5,0.5,0.1,9640. n

22

2

qPZaNd

qP

..1.

..N.Za n

22

2

53,8416.0,20,0025.39

0,2540.3,8416. n

0,96040,0975

38,416 n

37 n

36,3 n

Page 22: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

IMD

Kontraksi Uterus Total

Lembek Keras

∑ % ∑ % ∑ %

IMD Lambat 2 33,3 4 66,7 6 100

IMD Cepat 0 0 31 100 31 100

Total 2 5,4 35 94,6 37 100

Kontraksi Uterus

Involusi Uteri Total

Lambat Cepat

∑ % ∑ % ∑ %

Lembek 1 50 1 50 2 100

Keras 0 0 35 100 35 100

Total 1 2,7 36 97,3 37 100

2

5.4%

35

94.6%

Kontraksi uterus lembek

Kontraksi uterus keras

1

2.7%

36

97.3%

Involusi uteri lambat

Involusi uteri cepat

2. Data Ibu Post Partum tentang Kontraksi Uterus

Diagram 2. Distribusi frekuensi ibu post partum

berdasarkan kontraksi uterus di BPS

An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni

sampai 25 Agustus 2009.

Dari diagram dapat diketahui bahwa antara ibu post

partum dengan kontraksi uterus keras sebanyak 35

orang (94,6%) dan ibu post partum dengan kontraksi uterus lembek sebanyak 2 orang (5,4%).

3. Data Ibu Post Partum tentang Involusi Uteri

Diagram 3. Distribusi frekuensi ibu post partum berdasarkan involusi uteri di BPS

An-Nur Pamekasan tanggal 15 Juni

sampai 25 Agustus 2009.

Dari diagram didapatkan bahwa sebanyak 36 orang (97,3%) dengan involusi uteri cepat sedangkan yang

mengalami involusi uteri lambat sebanyak 1 orang

(2,7%).

Tabel.1 Distribusi inisiasi menyusu dini dengan

kontraksi uterus pada ibu post partum

di BPS An-Nur Pamekasan pada tanggal

15 Juni sampai 25 Agustus 2009

Dari tabel di dapatkan bahwa ibu post partum yang melakukan inisiasi menyusu dini cepat dengan kontraksi

uterus keras sebanyak 100% Sedangkan dari ibu post

partum yang melakukan inisiasi menyusu dini lambat

dengan kontraksi uterus keras sebanyak 66,7% dan yang

kontraksi uterusnya lembek sebanyak 33,3%. Data ibu post partum tentang kontraksi uterus

dengan involusi uteri

Tabel.2 Distribusi kontraksi uterus dengan involusi

uteri pada ibu post partum di BPS An-Nur Pamekasan pada tanggal 15 Juni sampai 25

Agustus 2009

Dari tabel di dapatkan bahwa ibu post partum yang

kontraksi uterusnya keras sebanyak 100% dengan involusi uteri cepat. Sedangkan ibu post partum yang kontraksi

uterusnya lembek sebesar 50% dengan involusi uteri cepat

dan yang involusi uterinya lambat sebanyak 50%.

Hubungan Antara Inisiasi Menyusu Dini Dengan

Kontraksi Uterus

Oleh karena syarat uji Chi Square belum terpenuhi

yaitu ada harga expected < 5, maka uji statistik yang dipilih adalah Fisher’s Exact Test. Dengan α = 0,05

didapatkan nilai p = 0,023 dan p < α, dengan demikian H0

ditolak yang berarti semakin cepat melakukan inisiasi

menyusu dini maka semakin keras kontraksi uterus.

Hubungan Antara Kontraksi Uterus Dengan Involusi

Uteri

Oleh karena syarat uji Chi Square belum terpenuhi

yaitu ada harga expected < 5, maka uji statistik yang dipilih adalah Fisher’s Exact Test. Dengan α = 0,05

didapatkan nilai p = 0,054 dan p > α, dengan demikian H0

diterima yang berarti bahwa kontraksi uterus tersebut

bukan satu-satunya penyebab terjadinya percepatan

involusi uteri. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain.

Page 23: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Inisiasi Menyusu Dini

Berdasarkan diagram 1 dari 37 ibu post partum,

sebanyak 31 ibu post partum (83,8%) dengan inisiasi

menyusu dini cepat dan yang melakukan inisiasi

menyusu dini lebih lambat sebanyak 6 ibu post partum (16,2%). Data tersebut menunjukkan bahwa ibu post

partum yang inisiasi menyusu dini cepat dengan waktu

antara 2 menit sampai 1 jam lebih banyak dari pada ibu

post partum yang inisiasi menyusu dini lebih lambat

yaitu dengan waktu lebih dari 1 jam. Menurut Purwanti (2004) Menyusui segera setelah bayi lahir merupakan

penentu untuk keberhasilan penerapan ASI eksklusif.

Sebelum setengah jam pertama, bayi harus disusukan

kepada ibunya. Aktivitas ini untuk merangsang hipofise

agar tetap mempertahankan hormon prolaktin sebelum hormon ini turun kadarnya dalam peredaran darah.

Segera setelah lahir, ia menangis, dengan menangis

membuat sistem pernafasan, peredaran darah,

perkemihan, pencernaan dan saraf mulai berfungsi

secara normal sehingga mampu beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. Bayi akan beradaptasi dengan

lingkungan selama setengah jam sampai satu jam

kemudian bayi akan tidur selama dua jam. Bayi akan

terbangun lagi kira-kira lima belas menit sampai

setengah jam dan bayi akan tidur lagi. Oleh karena itu penting untuk segera menyusukan bayi kepada ibu

sebelum setengah jam setelah persalinan untuk

menghindari bayi masuk jam tidur. Jika demikian bayi

akan malas bahkan tidak mau menghisap puting susu

ibu selama jam tidurnya. Bila ini terjadi, upaya merangsang pengeluaran ASI akan sangat terlambat dan

membuat produksi ASI tertekan.

Responden lebih dominan berhasil menerapkan

inisiasi menyusu dini lebih cepat dikarenakan setiap ibu

yang melakukan ANC mendapat penyuluhan yang diperlukan sesuai trimester. Pada trimester III ibu

diberikan penyuluhan tentang pentingnya menerapkan

inisiasi menyusu dini. Dengan adanya penyuluhan, ibu

akan termotivasi untuk menerapkan inisiasi menyusu

dini pada saat persalinan. Menurut Notoatmodjo yang dikutip dari Rodgers 1974 bahwa subyek mulai

berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

Selain itu, perilaku seseorang juga dipengaruhi

oleh umur. Menurut Nursalam (2001) mengutip pendapat Hunlock bahwa semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir. Hal ini sesuai dengan umur ibu post

partum yang banyak berumur 20-35 tahun bahwa

dengan usia dewasa lebih mudah menerima informasi dan lebih matang dalam menerapkan inisiasi menyusu

dini.

Kontraksi Uterus

Berdasarkan diagran 2 dapat diketahui bahwa

sebanyak 35 ibu post partum (94,6%) kontraksi

uterusnya keras dan yang mengalami kontraksi

uterusnya lembek sebanyak 2 ibu post partum (5,4%).

Dari data tersebut didapatkan lebih banyak ibu post

partum yang kontraksi uterusnya keras dari pada responden yang kontraksi uterusnya lembek.

Menurut Mochtar 1998, setelah bayi lahir uterus

yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi

akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh

darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot yang

membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat

tertutup sempurna. Sedangkan menurut Syaifuddin 2001,

pada kala empat normal fundus uteri berkontraksi teraba

keras sehingga mudah dilakukan perabaan dan berada dibawah pusat. Masase fundus juga perlu untuk

menumbuhkan kontraksi.

Responden lebih dominan dengan kontraksi

uterusnya keras dikarenakan setiap ibu yang bersalin

diajari cara melakukan masase fundus agar kontraksi uterus tetap keras. Selain itu, kontraksi uterus yang keras

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya yaitu

faktor hormonal seperti esterogen yang konsistensinya

akan meningkat pada saat persalinan. Disamping itu juga

dipengaruhi oleh hormon oksitosin, oksitosin dihasilkan oleh hipofisis ibu dan janin, suntikan oksitosin juga

diberikan pada ibu setelah pemotongan tali pusat sehingga

kontraksi uterus menjadi semakin keras, yang ditandai

dengan perasaan mulas pada ibu dan kadang perasaan

mulas tersebut juga mengganggu yang biasanya berlangsung 2 – 3 hari post partum. Hal ini banyak

dialami pada ibu post partum dengan multipara

dibandingkan pada ibu post partum dengan primipara.

Involusi Uteri

Berdasarkan diagram 3 dapat diketahui bahwa

sebanyak 36 ibu post partum (97,3%) dengan involusi

uterinya cepat dan yang mengalami involusi uterinya

lambat sebanyak 1 ibu post partum (2,7%). Dari data tersebut didapatkan lebih banyak ibu post partum yang

involusi uterinya cepat dari pada ibu post partum yang

involusi uterinya lambat.

Menurut Rustam (1998) Involusio uterus adalah

secara berangsur-angsur uterus menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Sehingga proses

involusio uteri sangat penting untuk mempercepat

pengecilan rahim dan tidak terjadi tanda-tanda bahaya

post partum.

Ibu post partum lebih dominan dengan involusi uterusnya cepat dikarenakan ibu sangat kooperatif pada

saat persalinan sehingga tanda-tanda bahaya nifas tidak

terjadi. Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap

percepatan involusi uteri yaitu dipengaruhi oleh faktor

usia ibu post partum. Ibu post partum sebagian besar dengan usia antara 20 – 35 tahun. Pada usia tersebut ibu

yang mengalami involusi uteri cepat lebih banyak karena

usia tersebut merupakan usia yang baik untuk

bereproduksi. Disamping faktor usia, involusi uteri yang

cepat juga dipengaruhi oleh paritas atau jumlah anak, meskipun jumlah anak ibu lebih banyak yang lebih dari 1,

tetapi jarak kehamilan dan persalinan bukan termasuk

golongan resiko tinggi. Sehingga ibu post partum tetap

mengalami involusi uteri yang lebih cepat. Dan involusi

uteri juga dipengaruhi oleh tenaga kesehatan yang membantu ibu tersebut saat bersalin dengan asuhan

Page 24: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

sayang ibu. Ibu yang normal saat persalinan tanpa adanya sisa plasenta yang menyebabkan perdarahan

post partum merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi involusi uteri cepat.

Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Kontraksi Uterus

Berdasarkan tabel 1 ibu post partum dengan

inisiasi menyusu dini cepat dan kontraksi uterusnya

keras terdapat 31 ibu post partum (100%). Hal ini dikarenakan pengetahuan ibu akan pentingnya

menerapkan inisiasi menyusu dini yang disampaikan

oleh bidan saat memberikan penyuluhan selama hamil,

serta adanya dukungan dari keluarga terutama suami

sehingga ibu mau menerapkan inisiasi menyusu dini. Menurut Roesli (2000) ayah merupakan bagian yang

vital dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui.

Ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam

keberhasilan menyusui karena ayah akan turut

menentukan kelancaran reflek pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan

ibu. Selain itu menurut Purwanti (2004) dengan

memberikan ASI dalam waktu kurang dari setengah

jam pasca persalinan bayi mendapat terapi psikologis

berupa ketenangan dan kepuasan. Pelukan ibu membuat bayi mendapatkan rasa aman dan nyaman seperti di

dalam rahim ibu. Dengan isapan bayi yang benar,

oksitosin akan keluar lebih banyak sehingga rahim akan

terus berkontraksi. Dengan demikian perdarahan post

partum dapat dicegah yang dapat mengurangi angka anemi pada ibu post partum. Sedangkan ibu post

partum dengan inisiasi menyusu dini lambat tetapi

kontraksi uterusnya keras terdapat 4 ibu post partum

(66,7%). Meskipun ibu dalam menerapkan inisiasi

menyusu dini lebih dari 1 jam tetapi ibu tetap bersabar sampai akhirnya bayi bisa menemukan puting ibu

sendiri, karena ibu ingin menerapkan ASI eksklusif

pada bayinya. Menurut Roesli (2008) inisiasi menyusu

dini dapat melatih dan membiasakan bayi menghisap

payudara ibu yang nantinya berperan penting dalam mewujudkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama dan berlanjut dengan

pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun. Inisiasi

menyusu dini juga membantu bayi mendapatkan

kolostrum, sesuatu yang dibutuhkan dalam menyongsong kehidupan dunia. ibu post partum dengan

inisiasi menyusu dini lambat dan kontraksi uterusnya

lembek terdapat 2 ibu post partum (33,3%). Hal ini

karena bayi memerlukan waktu untuk menyesuaikan

dengan lingkungan luar dalam mencari dan merambat untuk menemukan puting susu ibunya, serta proses

persalinan yang berat yaitu persalinan lama. Meskipun

pada proses persalinan lama ibu tetap mencoba

menerapkan inisiasi menyusui dini, meskipun pada

kenyataannya kontraksi yang dialami ibu masih lembek.

Berdasarkan analisis tabulasi silang bahwa

semakin cepat melakukan inisiasi menyusu dini maka

kontraksi uterus semakin keras. Sedangkan berdasarkan

hasil Uji Fisher’s Exact Test diperoleh hasil p = 0,023 α = 0,05 dan p < α, dengan demikian H0 ditolak yang

berarti ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post partum. Hal ini sesuai teori

yang dikemukakan pada manajemen laktasi (Depkes,

2001) bahwa dengan menyusui merangsang reflek let-

down atau reflek oxitosin yang memperlancar otot rahim.

Dengan menerapkan inisiasi menyusu dini maka isapan bayi pada puting susu ibu terjadi secara dini pula.

Dengan adanya isapan bayi, puting akan terangsang dan

rangsangan ini oleh saraf diteruskan ke otak, selanjutnya

otak memerintahkan kelenjar hypofise bagian belakang

untuk mengeluarkan oksitosin. Hormon ini akan mempengaruhi otot-otot pada buah dada dan uterus

sehingga uterus berkontraksi lebih baik (Ibrahim, 1996).

Penyebab dari adanya hubungan antara inisiasi

menyusu dini dengan kontraksi uterus pada ibu post

partum di BPS An-Nur Pamekasan dikarenakan beberapa faktor yaitu faktor dari ibu sendiri. Kebanyak ibu sangat

ingin menyusui bayinya sesaat setelah melahirkan dengan

menerapkan inisiasi menyusu dini, ibu yang berhasil

menerapkan inisiasi menyusu dini lebih cepat akan segera

terjalin sentuhan kulit dengan kulit antara ibu dan janin. Sehingga mampu menghadirkan efek psikologis yang

dalam di antara ibu dan bayi, sehingga atas isapan bayi

pada puting ibu tersebut tanpa disadari ibu akan

merasakan nyeri atau kontraksi di daerah uterus. Karena

pengaruh oksitosin yang meningkat terhadap uterus.

Hubungan Kontraksi Uterus dengan Involusi Uteri

Berdasarkan tabel 2 ibu post partum dengan

kontraksi uterus keras dan involusi uterinya cepat terdapat 35 ibu post partum (100%). Hal ini dipengaruhi oleh usia

ibu yang kebanyakan berusia antara 20-35 tahun, karena

pada usia tersebut merupakan usia reproduksi.

Menurut Prawirohardjo 2007 bahwa Setelah ada

persalinan pengaruh dari esterogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon

hipofise kembali, antara lain prolaktin. Payudara yang

telah dipersiapkan pada masa kehamilan terpengaruhi

dengan akibat kelenjarnya berisi air susu. Dan Menurut

Ibrahim 1996, dengan isapan bayi, puting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf diteruskan ke otak kemudian

otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian belakang

mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot

polos sehingga berkontraksi lebih baik lagi. Dengan

demikian involusi uterus lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancar.

Sedangkan ibu post partum yang mengalami

kontraksi uterus lembek dengan involusi uteri cepat

sebanyak 1 ibu post partum (50%) dan ibu post partum

yang mengalami kontraksi uterus lembek dengan involusi uteri lambat sebanyak 1 ibu post partum (50%). Hal ini

dipengaruhi oleh usia yang lebih dari 35 tahun dan paritas

yang lebih dari 1 dengan jarak anak yang kurang dari 2

tahun. Menurut Sweet 1999, ibu yang usianya lebih tua

banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan terjadi perubahan metabolisme yaitu terjadi

peningkatan jumlah lemak, penurunan otot dan penurunan

penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat.

Dengan adanya penurunan regangan otot akan

mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan

Page 25: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang lebih baik. Involusi uterus terjadi karena proses

autolisis, dimana zat protein dinding rahim pecah,

diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing.

Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan

penyerapan protein pada proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. Selain itu juga

adanya penurunan regangan otot dan peran jumlah

lemak akan menjadi semakin lambat proses involusi

uterus.

Sedangkan menurut Reeder 1997, paritas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu

sering terenggang maka elastisitas akan berkurang.

Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan

semula setelah terenggang memerlukan waktu yang

lama. Sedangkan menurut Sweet 1998, Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca salin, dan biasanya ibu yang

paritasnya tinggi proses involusinya menjadi lebih

lambat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan uterusnya,

karena makin sering hamil uterus yang sering

mengalami regangan. Berdasarkan analisis tabulasi silang bahwa

semakin keras kontraksi uterus maka semakin cepat

involusi uteri, namun semakin lembek kontraksi uterus

maka involusi uteri tidak menunjukkan semakin

lambatnya involusi uteri. Hal ini ditunjang dengan hasil Uji Fisher’s Exact Test dengan α = 0,05 didapatkan

nilai p = 0,054 dan p > α, maka H0 diterima yang berarti

bahwa tidak ada hubungan antara kontraksi uterus

dengan involusi uteri pada ibu post partum. Hal ini

bahwa kontraksi itu bukan satu – satunya penyebab terjadinya percepatan involusi uteri.

Penyebab dari tidak adanya hubungan antara

kontraksi uterus dengan involusi uteri bisa disebabkan

oleh faktor – faktor lain. Faktor tersebut antara lain

faktor usia, ada beberapa ibu yang usianya lebih dari 35 tahun. Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi

oleh penuaan. Pada proses penuaan tersebut terjadi

perubahan metabolisme yang salah satunya terjadinya

penurunan otot. Hal tersebut akan mempengaruhi

pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibanding dengan ibu

yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang

lebih baik. Faktor lain yang berpengaruh yaitu paritas

atau jumlah anak. Ada beberapa orang dengan paritas

lebih dari 1. Hal ini mempengaruhi otot – otot yang terlalu sering teregang maka elastisitas akan berkurang.

Dengan demikian untuk mengembalikan keadaan

semula membutuhkan waktu yang lama. Hal ini

dipengaruhi oleh keadaan uterus ibu, karena semakin

sering meregang (hamil) uterus juga akan mengalami regangan.

Kesimpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada 37 ibu post partum dapat

disimpulkan sebagai berikut :

i. Ibu post partum sebagian besar melakukan inisiasi

menyusu dini cepat sebanyak 31 orang

(83,8%).

ii. ibu post partum sebagian besar mengalami kontraksi uterus keras sebanyak 35 orang (94,6%).

iii. ibu post partum sebagian besar mengalami

involusi uteri cepat sebanyak 36 orang (97,3%).

iv. Berdasarkan analisis tabulasi silang sebanyak 31

ibu post partum (100%) melakukan inisiasi menyusu dini cepat dengan kontraksi uterus keras

yang berarti bahwa semakin cepat melakukan

inisiasi menyusu dini maka kontraksi uterus

semakin keras. Sedangkan berdasarkan hasil uji

Fisher’s Exact Test bahwa ada hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan kontraksi uteri pada

ibu post partum.

v. Berdasarkan analisis tabulasi silang sebanyak 35

ibu post partum (100%) yang mengalami kontraksi

uterus keras dengan involusi uteri cepat yang berarti bahwa semakin keras kontraksi uterus

involusi uteri akan semakin cepat kembali, namun

semakin lembek kontraksi uterus maka involusi

uteri tidak menunjukkan semakin lambatnya

involusi uteri. Hal ini ditunjang dengan hasil uji Fisher’s Exact Test bahwa tidak ada hubungan

antara kontraksi uterus deangan involusi uteri pada

ibu post partum.

Saran Bagi Profesi Bidan

1. Bidan diharapkan dapat memberikan penyuluhan

mengenai pentingnya inisiasi menyusui dini pada

saat ibu hamil melakukan ANC, sehingga ibu

mengerti dan memahami tentang manfaat inisiasi menyusu dini.

2. Bidan diharapkan dapat menerapkan inisiasi

menyusu dini pada saat persalinan.

Bagi Masyarakat

1. Ibu hamil pada saat ANC diharapkan meminta penjelasan pada bidan mengenai bagaimana

memberikan ASI sedini mungkin dan cara penerapan

ASI eksklusif.

2. Khususnya bagi ibu bersalin meminta pada bidan

saat proses persalinan menerapkan inisiasi menyusu dini

DAFTAR PUSTAKA

1. Listyani, Ningsih. 2008. Mengenal Organ Reproduksi Wanita, www.google.com

2. Hariyanto, 2002. Susunan Organ Reproduksi

Kewanitaan, www.google.com

3. Administrator, 2008. Syarat Mendapatkan Manfaat,

www.google.com 4. Admojo, 2008. Bagian-bagian Dalam Pada Wanita,

www.google.com

5. Ambarwati, dkk, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas,

Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

6. Reeder, Js. 1997. Maternity Nursing, Eighteenth Edition, New York : Lippincoth Philadelphia

7. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan,

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Page 26: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PENDAHULUAN

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM ( GAKY ) ( Studi di Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang )

ANALYSIS OF FACTORS RELATED TO THE INCIDENT

DISRUPTION DUE TO LACK IODIZED

(GAKY) (Studies in the Village District True Camplong Sampang District)

(1)Moch.Choirin

(1)Dosen STIKES Insan Se Agung

ABSTRAK

Salah satu dari empat masalah gizi di Indonesia adalah Defisiensi Yodium. Kekurangan Yodium adalah

sekelompok symptons yang terjadi karena kekurangan unsur yodium secara terus menerus dan dalam waktu yang lama.

Iodine juga dibutuhkan oleh semua orang, terutama pada pertumbuhan janin, bayi dan teanager. Kekurangan Yodium akan menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu dan kecerdasan yang rendah sehingga kualitas sumber daya manusia

menjadi lebih buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor whici berhubungan dengan Kekurangan

Yodium di Desa Sejat Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Desa Sejati, Kecamatan Camplong Kabupaten

Sampang).

Ini adalah kasus kontrol penelitian survei analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasi adalah ibu-ibu yang anak-anaknya menderita Defisiensi Yodium (70 kasus) dan orang-orang yang anaknya tidak menderita Defisiensi

Yodium sebagai kelompok kontrol (70). Mereka akan diambil secara stratified random sampling proporsional.

pengumpulan data dalam bentuk questinaire, wawancara, observasi dan pengujian garam. Analisis data dilakukan uji

statistik regresi logistik.

Berdasarkan hasil penelitian 0,05, dapat conluded bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan dan makanan goitrogonic dikonsumsi oleh keluarga kelompok kasus dan kelompok kontrol. 94,3% keluarga tidak

memiliki pengetahuan tentang garam beryodium yang terkait dengan Yodium Kekurangan, sikap setuju 52,85%, dan

87,85 tindakan keluarga adalah kesalahan dalam menyimpan dan menggunakan garam yodium dan 53,6 keluarga

jarang mengkonsumsi zat goitronic. 68,2 orang-orang penting tidak memiliki pengetahuan tentang garam beryodium

yang terkait dengan Kekurangan Yodium. Sikap 90,9% orang Penting setuju, penjual garam 70% tidak memiliki pengetahuan tentang garam yodium 70% setuju untuk yodium garam. 51,42% keluarga di Desa Sejati mengkonsumsi

garam yodium sehari-hari. garam yodium 77,77% yang di Desa Sejati cukup baik dalam kualitas.

Saran: kesehatan Continuous advokasi dan penyuluhan tentang garam beryodium perlu ditingkatkan sehingga dapat

menurunkan prevalance Kekurangan Yodium di Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Desa Sejati,

KecamatanCamplongKabupatenSampang).

Kata Kunci: Faktor, Defisiensi Yodium kejadian. ABSTRACT

One of the four nutritional problems in Indonesia is Iodine Deficiency. Iodine Deficiency is a group of

symptons which occur because of lack of Iodine elements continuously and in a long period. Iodine is needed by

everyone, especially during the growth of fetus, baby and teanager. Iodine Deficiency will cause the physical growth

disturbed and intelligence low so human resource qualities become worse. This research is aimed at analyzing the

factors whici are related to Iodine Deficiency in Desa Sejat Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Sejati Village, Camplong Sub District Sampang Regency).

This is a survey analytic case control research with retrospective approach. The population are the mothers

whose children suffer from Iodine Deficiency (70 cases) and the ones whose children do not suffer from Iodine

Deficiency as a control group (70). They are taken in propositional stratified random sampling. Data collection is in

the forms of questinaire, interviews, observations and salt testing. Data analysis is done in the test of logistic regression statistics.

Based on the result of research 0.05, it can be conluded that there is no correlation between knowledge,

attitudes, acts and goitrogonic food consumed by the family of case group and that of control group. 94.3 % of the

families do not have knowledge on Iodine salts related to Iodine Deficiency, attitudes 52.85 % agrees, and acts 87.85

of families are mistakes in storing and using Iodine salts and 53.6 of families seldom consume goitronic zat. 68.2 important people do not have knowledge on Iodine salts related to Iodine Deficiency . Attitudes 90.9 % Important

people agree, 70% salt sellers do not have knowledge on Iodine salts 70% agree to Iodine salts. 51.42 % families in

Desa Sejati consume Iodine salts everyday. 77.77% Iodine salts which are in Desa Sejati are good enough in quality.

Suggestion: Continuous health advocating and conselling on Iodine salts need to be increased so that it can

decrease Iodine Deficiency prevalance in Desa Sejati Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang (Sejati Village, Camplong Sub District Sampang Regency).

Key Words: Factors, Iodine Deficiency occurances.

Page 27: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Latar Belakang

Tujuan Pembangunan kesehatan adalah

meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk dalam mencapai derajat kesehatan yang

optimal serta berupaya untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh sebab itu

sebagai sasaran pembangunan masyarakat berhak

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Salah satu masalah kesehatan yang sampai

saat ini diprioritaskan oleh pemerintah adalah masalah pangan dan gizi, mengingat masalah pangan dan gizi

merupakan hal yang bersifat kompleks dan menyentuh

kebutuhan dasar serta menyangkut hak asasi manusia

sehingga memerlukan perhatian yang serius

penanganannya. Di Indonesia dan negara berkembang lainnya masalah gizi utama didominasi oleh masalah

Kurang Energi Protein (KEP), Anemi Gizi Besi (AGB),

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan

Kurang Vitamin A (KVA). Status gizi masyarakat dapat

diamati dari prevalensi keempat masalah penting tersebut (Supariasa, 2001). GAKY merupakan masalah

yang serius mengingat dampak secara langsung maupun

tidak langsung sangat mempengaruhi kelangsungan

hidup dan kualitas sumber daya manusia yang

mencakup, aspek perkembangan kecerdasan, aspek perkembangan sosial, dan aspek perkembangan

ekonomi. Perkembangan selanjutnya istilah defisiensi

yodium yang dahulu diidentikkan dengan Gondok

Endemik dan Kretin diganti dengan istilah GAKY

(Djokomoeljanto, 1996).Dampak GAKY akan menghambat tujuan pembangunan nasional karena

berkaitan dengan penurunan kualitas sumber daya

manusia. Berdasarkan data UNDP tahun 2007 Human

Development Index (HDI) Indonesia berada pada urutan

108 dari 177 negara, termasuk pada negara dengan level medium Human Development Index. Dampak negatif

dari GAKY terhadap kelangsungan hidup manusia

dapat terjadi mulai dari dalam kandungan hingga pada

orang dewasa, jika dampak ini terjadi sejak masih

dalam kandungan maka akan berisiko antara lain terjadinya keguguran (abortus), lahir mati, cacat

bawaan,. Untuk mencegah hal itu terjadi maka upaya

pendidikan kesehatan mengenai masalah GAKY serta

pemberian keterampilan tentang cara untuk menguji

kualitas garam beryodium yang benar dapat dilakukan sedini mungkin antara lain pada kelompok Wanita Usia

Subur (WUS). Wanita Usia Subur (WUS) adalah salah

satu kelompok yang menjadi sasaran dalam upaya

penanggulangan masalah GAKY. WUS mempunyai

peranan penting dalam mempersiapkan calon generasi penerus yang berkualitas baik, oleh karena itu upaya

penanggulangan GAKY sebaiknya dilakukan pada

tahap ini sebelum WUS tersebut merencanakan

kehamilan atau memasuki tahap rumah tangga baru.

Upaya pencegahan GAKY pada kelompok WUS bertujuan untuk mencegah terjadinya defisiensi yodium

yang akan mengakibatkan masalah pada tumbuh

kembang WUS tersebut, juga untuk mencegah

timbulnya akibat yang merugikan khususnya kelahiran

bayi kretin.

Hasil pemetaan GAKY nasional pada tahun 1998 prevalensi gondok di Jawa Timur cukup tinggi, dari

37 kabupaten / kota yang ada semuanya termasuk daerah

endemik gondok, meskipun termasuk endemik ringan dan

sedang. Demikian juga hasil survei GAKY tahun 1999 di

Kabupaten Sampang menunjukkan bahwa dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Sampang prevalensi

TGR bervariasi dari yang terendah 1,6 % di Kecamatan

Sreseh sampai yang tertinggi 25,5 % di Kecamatan

Robatal. Namun setelah berselang 5 tahun terjadi suatu

perubahan yang cukup memprihatinkan, hal ini dapat dilihat hasil tahun 2004 menunjukkan bahwa rata – rata

prevalensi TGR kabupaten Sampang termasuk endemik

berat (32,1 % )

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya

penanganan terhadap masalah ini agar dampak yang akan ditimbulkan tidak menjadi lebih parah lagi. Secara

geografis Kabupaten Sampang khususnya wilayah selatan

dan utara termasuk daerah pantai yang banyak

menghasilkan aneka ragam hasil laut yang seharusnya

kaya dengan kandungan yodium, Bahkan di wilayah selatan yakni di desa Sejati Kecamatan Camplong, selain

penduduknya banyak yang menjadi nelayan di desa

tersebut juga terdapat gudang dan pabrik garam, namun

data yang ada menunjukkan bahwa desa Sejati termasuk

daerah endemik berat dengan prevalensi TGR 36,7 %. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian di Desa Sejati Kecamatan

Camplong Kabupaten Sampang.

Dari hasil Skrining yang dilakukan terhadap siswa kelas 2

sampai kelas 6 SDN dan Madrasah Ibtidaiyah Desa Sejati tanggal 3 sampai 10 Nopember 2007 terhadap 438 siswa

yang diperiksa terdapat 102 anak mengalami pembesaran

kelenjar tiroid ( TGR 23,28 % ).

Batasan Masalah

Masalah penelitian dibatasi pada ” Analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY di Desa Sejati

Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang “

Tujuan umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah

menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY di kecamatan Camplong Kab.Sampang.

Tujuan khusus :

1. Menganalisis hubungan pengetahuan keluarga

tentang garam yodium dengan kejadian gaky

2. Menganalisis hubungan sikap keluarga tentang garam yodium dengan kejadian gaky

3. Menganalisis hubungan pola konsumsi garam

dalam keluarga dengan kejadian gaky

4. Menganalisis hubungan bahan makanan mengandung

zat goitrogenik yang sering dikonsumsi keluarga dengan kejadian gaky

5. Mendiskripsikan pengetahuan dan sikap penjual

garam tentang garam yodium dan gaky

6. Mendiskripsikan pengetahuan dan sikap tokoh

masyarakat tentang garam yodium dan gaky 7. Mendiskripsikan alur peredaran garam beryodium

sampai ke masyarakat

8. Mendiskripsikan kualitas garam yodium yang

beredar

Page 28: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Termasuk penelitian dengan metode survei

analitik, Berdasarkan jenis pendekatannya termasuk

survey case Kontrol (retrospective). 2. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 1) ibu yang

anaknya menderita gaky yang berjumlah 102 anak. 2)

ibu yang anaknya tidak menderita gaky (sebagai

Kontrol) yang ada di Desa Sejati 3. Sampel dan besar sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus :

2*

2

*

1

2*

2

*

2

*

1

*

11

*

2

*

22/1 )1()1()1(2

PP

PPPPZPPZn

2

2

)5,02328,0(

)5,0)(5,0()7672,0)(2328,0(28,13859,1n

2

2

2672,0

8379,03859,1

22672,0

93555,4

= 69,265

= 70

4. Teknik sampling Cara pengambilan sampel menggunakan probability /

acak dalam bentuk proporsional stratified random

sampling .

5. Variabel penelitian

a. Variabel bebas terdiri : 1) Pengetahuan keluarga / ibu

2) Sikap keluarga

3) Pola konsumsi garam

4) Konsumsi Zat goitrogenik

5) Pengetahuan tokoh masyarakat 6) Sikap tokoh masyarakat

7) Pengetahuan penjual garam

8) sikap penjual garam

9) Alur peredaran garam

10) Kualitas garam b. Variabel tergantung : Kejadian gaky

6. Prosedur pengambilan dan pengumpulan data

1) Untuk memperoleh gambaran pengetahuan , sikap

dan tidakan keluarga dalam penggunaan garam

beryodium serta makanan yang mengandung zat goitrogenik , dilakukan observasi, wawancara dan

penyebaran kuesioner terhadap ibu ibu rumah tangga

2) Untuk memperoleh gambaran pengetahuan dan

sikap tokoh masyarakat berkaitan dengan garam

beryodium dan kejadian gaky,dilakukan wawancara

dan pengisian kuesioner terhadap 10 tokoh informal dan 10 tokoh formal

3) Untuk memperoleh gambaran distribusi garam yodium

di tingkat penjual / warung di desa, dilakukan wawancara

terhadap seluruh warung / penjual garam yang ada di desa

Sejati. 4) Untuk mengetahui mutu garam yang ada dilakukan test

garam yang dikonsumsi keluarga di rumah

7. Analisis Data

Dengan menggunakan tabel distribusi silang dilanjutkan

dengan uji statistik Regresi logistik menggunakan program komputer SPSS 11.5 for Windows, dengan

ketentuan H1 diterima jika p hitung lebih kecil dari 0,05

%

8. Lokasi dan waktu penelitian .

a. Lokasi penelitian : penelitian dilaksanakan di Desa Sejati wilayah kerja Puskesmas camplong

kecamatan Camplong, Kab.Sampang

b. Waktu penelitian : penelitian dilaksanakan selama

1 bulan yaitu mulai bulan Pebruari 2008 sampai Maret

2008

Hasil Penelitian

1.Data pengetahuan responden

Tabel 3 Tabulasi silang antara pengetahuan responden

kelompok Kasus dan kelompok kontrol

tentang garam yodium di desa Sejati

Pebruari 2008

Kelompok Tingkat pengetahuan Total

kurang % cukup % Baik % n %

Kasus 67 95,7 2 2,85 1 1,43 70 100

Kontrol 65 92,8 3 4,30 2 2,85 70 100

Total 132 94,3 5 3,6 3 2,1 140 100

Uji statistic Regresi Logistik α = 0,05 p = 0,725 > α =

0,05

Page 29: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

2.Data sikap responden

Tabel 4 Tabulasi silang antara sikap responden

kelompok kasus dan kelompok Kontrol

tentang garam yodium di desa Sejati

Pebruari 2008

Kelomp

ok

Sikap total

Setuj

u

% Tida

k

setuj

u

% n %

Kasus 39 55,7

2

31 44,2

8

70 10

0

Kontrol 35 50 35 50 70 10

0

Total 74 52,9 66 47,1 14

0

10

0

Uji statistic Regresi

Logistik

α = 0,05 p =

0,255 > α = 0,05

3. Data pola konsumsi garam yodium responden

Tabel 5 Tabulasi silang antara pola konsumsi

garam yodium kelompok kasus dan

kelompok Kontrol di desa Sejati bulan

Pebruari 2008

Kelomp

ok

Pola konsumsi garam

yodium

total

Bena

r

% Sala

h

% n %

Kasus 7 10 63 90 70 10

0

Kontrol 10 14,2

8

60 85,7

2

70 10

0

Total 17 12,1 123 87,9 14

0

10

0

Uji statistic Regresi

Logistik

α = 0,05 p =

0,519 > α = 0,05

4. Data Makanan zat Goitrogenik yang sering

dikonsumsi keluarga .

Tabel 6.Tabulasi silang antara makanan mengandung

zat goitrogenik antara kelompok kasus dan

kelompok Kontrol di desa Sejati bulan Pebruari 2008

Kelomp

ok

Makanan mengandung zat

goitrogenik

total

Serin

g

% Jaran

g

% n %

Kasus 29 41,4

3

41 58,5

7

70 10

0

Kontrol 36 51,4

3

34 48,5

7

70 10

0

Total 65 46,4 75 53,6 14

0

10

0

Uji statistic Regresi

Logistik

α = 0,05 p =

0,207 > α = 0,05

5. Data pengetahuan penjual garam

Tabel 7 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat

pengetahuan responden penjual garam di

Desa Sejati bulan Pebruari 2008.

No Tingkat

pengetahuan

Jumlah %

1 Baik 3 30

2 Kurang 7 70

Total 10 100

6. Data sikap penjual garam tentang garam yodium

kaitannya dengan gaky

Tabel 8. Distribusi frekuensi berdasarkan sikap

penjual garam tentang garam yodium di Desa Sejati bulan Pebruari 2008

No Sikap penjual

garam

Jumlah %

1 Setuju 7 70

2 Tidak setuju 3 30

total 10 100

7. Data pengetahuan tokoh masyarakat tentang

garam yodium kaitannya dengan gaky

Page 30: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Tabel 9. Distribusi frekuensi pengetahuan tokoh masyarakat tentang garam yodium

kaitannya dengan gaky di Desa Sejati

Pebruari 2008.

No Tingkat

pengetahuan

Jumlah %

1 Baik 7 31,8

2 Kurang 15 68,2

Total 22 100

8. Data sikap tokoh masyarakat tentang garam

yodium kaitannya dengan gaky

Tabel 10. Distribusi frekuensi berdasarkan sikap

tokoh masyarakat tentang garam yodium

kaitannya dengan gaky di Desa Sejati

Pebruari 2008.

No Sikap tomas Jumlah %

1 Setuju 20 90.9

2 Tidak setuju 2 9,1

Total 22 100

9. Alur peredaran garam di Desa Sejati

Gambar : 1 Alur peredaran garam dari produsen

sampai ke konsumen Di Desa Sejati tahun 2008.

10. Kualitas garam yodium yang beredar

dimasyarakat

Tabel 11. Distribusi frekuensi kadar yodium pada

garam yodium yang beredar di Desa Sejati

Pebruari 2008

No Kandungan

yodium

Jumlah %

1 Cukup 46 63,9

2 Kurang 26 36,1

3 Tidak ada 0 0

Total 72 100

PEMBAHASAN

1. Kejadian gaky

Ada dugaan bahwa pada masa sekarang , konsumsi makanan pada generasi muda mulai bergeser

kepada protein bersumber daratan, misalnya telur ayam,

daging ayam , daging sapi dimana kadar yodium hewan

tersebut jauh lebih rendah bila dibandaningkan dengan

bahan makanan yang bersumber dari hasil laut (marine based), Hal ini sesuai dengan pendeapat Hetzel (1987)

bahwa ikan laut / cumi - cumi kadar yodiumnya sangat

tinggi bila dibandingkan dengan makanan bersumber dari

daratan. Selain itu garam beryodium yang dikonsumsi

baru 51,42 % suatu jumlah yang masih jauh dari target yang diharapkan pada tahun 2010 , yakni konsumsi garam

yodium > 30 ppm mencapai 90 % (Dep Kes RI 2001).

Sedangkan 25 – 30 tahun yang lampau ketika generasi

orang tua mereka pada usia yang sebaya dengan mereka ,

tingkat konsumsi proteinnya lebih kaya yodium , karena bersumber kelautan yaitu ikan laut meskipun saat itu

garam yang digunakan belum mengandung yodium.

Sedangkan penurunan dari kategori endemik berat ke

kategori endemik sedang dugaan peneliti adalah

disebabkan karena 1) meningkatnya mobilitas penduduk akibat perbaikan sarana dan prasarana transportasi

sehingga banyak penjaja makanan yang keluar masuk

desa / kampung , seperti penjual bakso, roti, pentol dan

lain lain dimana mereka telah menggunakan bahan

penyedap / garam beryodium. 2) meningkatnya konsumsi makanan instant khususnya mie instan yang juga

menggunakan garam yodium. 3) serta adanya program

garam beryodium pemerintah, walaupun belum seluruh

masyarakat memngetahui / melaksanakannya.

2 Hubungan antar variabel kasus dan variabel Kontrol

Berdasarkan hasil uji statistik Regresi Logistik

dari ke 4 ( empat ) variabel yang diteliti yaitu variabel

pengetahuan , variabel sikap, variabel pola konsumsi

garam yodium serta variabel makanan mengandung zat goitrogenik didapatkan hasil bahwa P hitung dari ke 4

variabel tersebut semuanya lebih besar dari 0,05 .

sehingga H 1 ditolak, dengan demikian berarti tidak ada

hubungan antara ke 4 variabel pada kelompok kasus

dengan kelompok Kontrol tersebut dengan kejadian gaky di Desa sejati kecamatan Camplong. Hal ini disebabkan

karena :

1) Selain variabel tersebut masih ada variabel

lain yang dapat menyebabkan terjadinya gaky , dimana

variabel tersebut tidak termasuk variabel dalam penelitian ini, misalnya keturunan, sesuai dengan pendapat Noor

PRODUSEN GARAM

DISTRIBUTOR GARAM

PASAR TOKO /SUB AGEN

TAMBAK GARAM PEDAGANG KELILING (MOBIL)

KONSUME

N

WARUNG 15 %

Page 31: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Nasri Noor (1997) bahwa ada hubungan garis keturunan dan antar keluarga yang jelas pada penyakit

gondok, Diabetes dan asma serta dipengaruhi juga oleh

cara hidup atau sosial.

2) Populasinya hanya satu desa, dimana

antara variabel kasus dan Kontrol sangat homogen baik dalam hal perilaku , keadaan geografis , social budaya

dan lain sebagainya.oleh karena itu kemungkinan faktor

lain seperti kerentanan / kekebalan individu sangat

mempunyai peranan yang cukup dominan dalam

menimbulkan gaky di Desa Sejati . 3 Hubungan pengetahuan dengan kejadian gaky

Tingkat pengatahuan ibu yang rendah dapat

menyebabkan pemilihan bahan pangan yang salah

misalnya sering mengkonsumsi bahan pangan yang

mengandung zat goitrogenik atau pemilihan serta penggunaan garam yang salah sehingga dapat

mempertinggi resiko terjadinya gaky. Pengetahuan ibu

rumah tangga yang kurang akan dapat menimbulkan

beberapa macam permasalahan seperti pemilihan jenis

makanan yang kurang beragam, cara memperlakukan bahan dalam pengolahan yang tidak benar sehingga

banyak zat gizi yang hilang (Khumaidi, 1994)

4 Hubungan sikap dengan kejadian gaky

Alasan yang setuju dengan penggunaan

garam yodium pada umumnya setelah mereka tahu akibat bila kekurangan yodium, sedangkan yang tidak

setuju umumnya karena garam grosok lebih mudah

didapat , mudah digunakan, harganya murah,

sedangkan alasan kualitas garam yang baik belum

menjadi pertimbangan utama. Pendapat Azwar S, (2000) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap adalah (1) Pengalaman pribadi, apa

yang telah/sedang dialami mempengaruhi atau sebagai

dasar terbentuknya sikap. (2) Pengaruh orang lain;

orang sekitar kita merupakan komponen sosial yang mempengaruhi sikap. (3) Pengaruh kebudayaan ;

budaya dimana ia tinggal berpengaruh terhadap

pembentukan sikap. (4) Media massa ; media massa

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan

kepercayaan orang yang berpengaruh pula terhadap pembentukan sikap. (5) Lembaga pendidikan; Lembaga

pendidikan termasuk lembaga agama mempunyai

pengaruh terhadap pembentukan sikap karena keduanya

meletakkan konsep moral dalam diri individu. (6)

Pengaruh emosional; 5 Hubungan tindakan /pola konsumsi garam

yodium dengan kejadian gaky

Kebiasaan ini terbentuk secara turun temurun

dari generasi ke generasi. suatu pola konsumsi pangan

diperoleh karena terjadi berulang-ulang (food consumptive behavior). Kebiasaan makan juga

menunjukkan tindakan manusia. (What people do and

practice) terhadap makan dan makanan diperuhi oleh

pengetahuan (what people think) dan perasaan (what

people feel) serta persepsi (what people perceive) tentang hal itu.

Garam beryodium merupakan salah satu

intervensi yang diharapkan secara jangka panjang dapat

mengurangi prevalensi GAKY. Dengan kata lain bahwa

masyarakat dituntut untuk merubah kebiasaan yang telah bertahun tahun mereka kerjakan, sedangkan

mereka merasa tidak ada masalah dengan tindakannya, sehingga sebagian masyarakat ada yang tidak setuju

dengan cara yang baru / ada yang mengerjakan dengan

terpaksa, hal ini mengingat keuntungan yang didapatkan

dari perubahan tersebut / mengkonsumsi garam yodium

tidak dirasakan secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Sebagian keluarga memasak garam

dengan cara memasukkan garam pada makanan yang

belum matang atau diulek bersama dengan bumbu.

Menurut Arhya (1996) penggunaan bumbu-bumbu untuk

memasak seperti cabai, merica, ketumbar, asam atau cuka akan menurunkan kandungan kadar yodium.

6 Hubungan makanan mengandung zat goitrogenik

dengan kejadian gaky

Meskipun masyarakat desa Sejati jarang

mengkonsumsi zat goitrogenik, namun masyarakat Desa Sejati juga jarang mengkonsumsi sumber makanan yang

berasal dari hasil laut yang kaya akan kandungan yodium,

meskipun sebagian masyarakatnya bekerja sebagai

nelayan, Hal ini disebabkan karena pengaruh sistem

perekonomian / tata niaga yang ada, serta demi pemenuhan kebutuhan pokok yang lain sehingga sebagian

besar hasil tangkapan ikan langsung dijual dipasar, bahkan

ada yang sudah dijual pada tengkulak di tengah laut,

akibatnya mereka jarang mengkonsumsi ikan laut,

kalaupun ada tapi yang kualitasnya kurang baik atau sisa, sedangkan yang kualitasnya lebih baik dijual ke pengepul

untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain,dan

masyarakat sendiri malah banyak yang membeli tahu,

tempe serta telur ayam buras yang banyak dijual dipasar

setempat. Di daerah endemik gondok kebanyakan masyarakatnya lebih banyak mengkonsumsi makanan

nabati dengan kuantitas dan frekuensi cukup besar

dibandingkan dengan makanan hewani, hal ini

berpengaruh pada asupan yodium yang sedikit dalam

tubuh. 7 Pengetahuan penjual garam

Selama ini peraturan Daerah tentang larangan

pengedaran garam yang tidak beryodium oleh pemerintah

daerah Kabupaten sampang belum di sosialisasikan

kepada masyarakat khususnya para pedagang garam, sehingga pedagang garam di wilayah ini memasok garam

hanya berdasarkan penyediaan komoditi dan kebutuhan

konsumen.

8. S ikap penjual garam

Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa 70 % penjual garam di desa Sejati bersikap setuju / mendukung

tentang penggunaan garam yodium dan 30 % yang

menolak, sikap 70 % penjual garam yang mendukung ini

adalah para penjual garam di warung / toko yang garam

dagangannya kulaan dari mobil keliling atau sub agen garam, sedangkan yang menolak adalah para penjual

garam yang berjualan garam di pasar yang mendapatkan

garamnya dari petani garam yang ada di daerahnya.jadi

sikap mendukung / menolak disini terkait dengan mata

pencaharian hidup sehari hari, mengingat berjualan garam dipasar merupakan sumber pendapatan keluarga sehari

hari maka anjuran menjual garam yodium dianggap

sebagai ancaman , sehingga pada waktu peneliti

menanyakan tentang garam yang dijual ( dipasar) agak

mengalami kesulitan.

Page 32: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

9. Pengetahuan tokoh masyarakat . Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan

promosi kesehatan tentang gaky belum dilaksanakan

sampai ke desa desa, berdasarkan keterangan dari tokoh

masyarakat setempat kira – kira 6 bulan yang lalu

pernah diadakan sosialisasi tentang anjuran menggunakan garam yodium oleh bidan desa setempat

setelah Desa ini menjadi desa Siaga, namun hanya

sekedar anjuran menggunakan garam yodium yang

gunanya untuk mencegah penyakit gondok tetapi tidak

dijelaskan secara detail tentang dampak yang lain akibat kekurangan yodium seperti dapat menyebabkan

keguguran, cacat bawaan, serta dampak terhadap

kecerdasan anak. Bila ditinjau dari teori Inovation

Decision Proces, keadaan tokoh masyarakat didesa

Sejati saat ini berada pada tahap pengertian (Knowledge) dimana individu baru mengenal sesuatu

yang baru (inovasi) dari orang lain dan telah

memperoleh pengertian tentang inovasi tersebut.

Keadaan ini bisa berlanjut pada tahap persuasi, tahap

pengambilan keputusan, sampai tahap pemantapan bila rangsangan / stimuli yang berupa informasi terus

menerus diberikan .

10. Sikap tokoh masyarakat

Pada umumnya masyarakat desa Sejati

mendukung terhadap program pemerintah tentang anjuran menggunakan garam yodium, Perubahan sikap

akan terjadi akaibat dari proses yang dinamakan

internalisme yaitu perubahan yang diintegrasikan

dengan dirinya, ada kelompok lain yang dipercayai

yaitu kelompok para ahli yang memberikan pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan

penggunaan garam yodium, namun tidak semua orang

dapat mengaplikasikan sikapnya dengan baik terutama

jika reference group kurang representatif untuk diikuti.

11. Alur peredaran garam di masyarakat Dari hasil wawancara dan observasi diketahui

bahwa masyarakat yang membeli garam ditoko /

warung pada umumnya menggunakan garam yodium

untuk keperluan memasak, mengingat semua warung

yang menjual garam hanya menjual garam yodium. Sedangkan yang membeli dipasar sebagian besar

menggunakan garam grosok, mengingat dari 4 orang

penjual garam yang ada di pasar hanya 1 orang yang

menjual garam beryodium , sedang yang 3 orang

berjual garam grosok. 12. Kualitas garam yang beredar di masyarakat

dari 72 keluarga yang menggunakan garam

yodium kandungan yodium dalam garam yang

digunakan 63,9 % baik dan 36,1 % kurang. Hal ini

disebabkan karena cara penyimpanan garam yang salah, yaitu disimpan pada wadah yang terbuka, sehingga

garam menjadi lembab, sehingga dapat mengurangi

kadar yodium karena yodiumnya terjadi penguapan .

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada hubungan antara .pengetahuan ibu

tentang garam yodium dengan kejadian gaky

di desa Sejati

2. Tidak ada hubungan antara sikap ibu tentang garam yodium dengan kejadian gaky di desa

Sejati Kecamatan Camplong Sampang..

3. Tidak ada hubungan antara sikap ibu tentang

garam yodium dengan kejadian gaky di desa

Sejati Kecamatan Camplong Sampang. 4. Tidak ada hubungan antara pola konsumsi ibu

tentang garam yodium dengan kejadian gaky di

desa Sejati Kecamatan Camplong Sampang.

5. Tidak ada hubungan antara makanan zat

goitrogenik yang dimakan keluarga dengan kejadian gaky di desa Sejati Kecamatan

Camplong Sampang.

6. Pengetahuan penjual garam tentang garam

yodium kaitannya dengan gaky sebagian besar (

70 % ) kurang. 7. Sikap penjual garam tentang garam yodium

kaitannya dengan gaky sebagian besar ( 70 %

)setuju atau mendukung penggunaan garam

yosium.

8. pengetahuan tokoh masyarakat tentang garam yodium kaitannya dengan gaky sebagian besar (

68,2 ) kurang.

9. Sikap tokoh masyarakat tentang garam yodium

kaitannya dengan gaky sebagian besar (90,9 %)

setuju dengan penggunaan garam yodium 10. Garam yang dikonsumsi keluarga 50 %

membeli di warung / toko, 35 % membeli di

pasar dan 15 % memperoleh langsung dari

petani tambak / gudang garam yang ada di Desa

Sejati. 11. Kualitas garam yodium yang beredar

dimasyarakat sebagian besar (63,9 % ) cukup

baik.

Saran

1. Dinas Kesehatan hendaknya mengadakan Advokasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Sampang agar

:

1) Menjalin kemitraan dengan pemimpin sektor swasta

atau pengusaha dan LSM, misalnya dalam bentuk

subsidi garam yodium sehingga penanggulangan gaky menjadi tanggung jawab bersama.

2) Dinas pendapatan dan pengelolaan pasar kabupaten

sampang dapat berperan secara aktif dalam

melakukan pengawasan terhadap garam yang beredar

dipasar, dengan mengadakan pembinaan kepada setiap pedagang yang mengedarkan garam tidak

beryodium untuk konsumsi manusia, dan

menyediakan alat “mini” yodisasi dipasar agar garam

grosok yang ditemukan dapat diyodisasi ditempat.

3) Menyebarluaskan Peraturan Daerah yang mengatur tentang larangan dan memberi sangsi yang tegas bagi

pihak yang mengedarkan maupun menggunakan

garam konsumsi yang tidak beryodium.

4) Meningkatkan pengetahuan, tentang garam

beryodium pada ibu rumah tangga, anak sekolah dasar, guru, penjual garam, dan tokoh masyarakat,

sebaiknya promosi kesehatan dilakukan dengan

menggunakan komunikasi interpersonal secara terus

menerus, sehingga penerimaan masyarakat terhadap

garam yodium lebih cepat.

Page 33: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

5) Pembangunan yang dijalankan terutama dibidang pertanian hendaknya berwawasan kesehatan /

Healthy Public Policy.

2. Mengingat posisi penjual garam sangat strategis

dalam peredaran garam beryodium, hendaknya

kegiatan sosialisasi tentang GAKY dan garam beryodium pada kelompok ini perlu dilakukan

lebih instensif .

DAFTAR PUSTAKA

1. Adriani,M,Bambang W. (1999). Identifikasi

permasalahan Gangguan Akibat kekurangan

akibat yodium di Daerah Perkotaan. Surabaya :

Lembaga Peneletian Universitas Airlangga

2. Arhya, (1996), Kendala – kendala Penggunaan

Garam Beryodium di Indonesia, Makalah

dipresentasikan pada pertemuan Nasional Gaky,

Semarang

3. Azwar,S.(2000). Sikap manusia ,

teori dan pengukurannya, pustaka pelajar,

Jokyakarta.

4. Anonim ,(1993). Universal Salt Lodation As the Main Strategy To Elliminate Lodine Deficiency

Disordes (kumpulan Simposium GAKY)

Semarang, Badan penerbit Undip.

5. Benny S, (2004). Laporan Akhir Penelitian Penyebaran Gaky Kabupaten Sampang.

6. Benny S. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(Gaky). Akademi Gizi Surabaya.

7. Berg A ,(1986). Peranan Gizi Dalam

Pengembangan Nasional. Jakarta : CV Rajawali

8. Depkes. (1999). Indonesia Sehat

2010 : visi baru, Visi Kebijakan Dan Strategis Pengembangan Kesehatan, Jakarta

9. (1995). Petunjuk Pelaksanadan

Pemberian Kapsul MInyak Beryoduim. Jakarta :

Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

10. Gaitan E,(1980), Goitrogensln

Ethiology Of Indemic Goitre. In Stambury and

Hetzel (Eds), Endemik Goitre And Endemik

Cretinism. Iodine Nutrition In Health and Disease.Jhon Willey and Son ,Toronto

11. Gunanti, I.R, (1999), Pola Konsumsi

Pangan Kaitannya Dengan kejadian Gondok Pada

Anak Sekolah Dasar Di Daerah Pantai , Thesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

12. Djokomoeljanto, R.,(1996) Masalah

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium :

Pengamatan Seperempat Abad Terbukanya

Kemungkinan Penelitian. Semarang : Penerbit Undip

13. Hartono, I.R. (2003) Diagnostic Bentuk

Ringan dari Kretin Endemik, Jurnal GAKY

Indonesia Volume 4. Nomor 2. April 2003

14. Hetzel, B.S (1987) , An Overview of the

Prevention and Control of Iodine Deficiency

Disorders, Elsevier Amsterdam –New York- Oxford.

15. Mantra.IB, (1994) , Perencanaan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Dep Kes RI

16. Muhilal dan R Iriani. (1985) Cara Sederhana

Deteksi Kandungan Yodium Dalam Garam. Jurnal

Gizi Indonesia. Volume X. Nomor 2.1985

17. M.Khumaidi, (1994), Gizi Masyarakat, PT BPK

Gunung Mulia

18. Noor .NN, (1997), Dasar Epidemiologi, Jakarta, PT Renika Cipta .

19. Notoatmodjo S (2003). Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

20. (2005). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

21. picauly, I, 2002. Iodium dan Gangguan akibat

Kekurangan Iodium (GAKI). 22. http://rudyct.topcities.com//pps702/int

je picauly.htm

23. Rogers, Everett.M. (1987), Diffution of Innovations

Thind Edition , New York, the free press Adiv of Macmilan Publising, Co.Inc.

24. Supariasa I. D. N, dkk.(2001). Penelitian Status Gizi

Jakarta: Penerbit ECG.

25. Tim Penanggulangan (TP) GAKY Pusat. 2003.

Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program

Penanggulangan GAKY.

http://www.gizi.net.gaky/exit%20gaky.pdf.

26. UNDP. 2007 Monitoring Human Development

Reports: 2007.

27. http://www.hdr.undp.org/reports/global/2007/pdf.

Page 34: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

FAKTO R- FAKTO R YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN DINI

PADA REMAJA DI DESA BATANG-BATANG DAYA

KABUPATEN SUMENEP

(1) Eva Widhiana, (2) A’im Matun Nadhiroh (1)Mahasiswa STIKES Insan Unggul Surabaya

(2) Dosen STIKES Insan Unggul Surabaya

ABSTRAK

Indonesia masih banyak yang berpandangan bahwa lebih baik menikah muda, kemudian menjadi janda dari pada terlambat menikah, apabila seorang wanita terlambat menikah, hal itu merupakan suatu keadaan yang belum

diterima secara baik oleh anggota Masyarakat. Angka pernikahan usia dini di Pulau Garam (Madura) tergolong tinggi.

Berdasarkan data yang di dapat dari berbagai Kabupaten di Jawa Timur pernikahan usia dini terbanyak di Madura

sebanyak 23,2 % bahkan hampir merata di empat Kabupaten seperti Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan.

Pernikahan dini sering disebabkan oleh faktor sosial budaya dan pendidikan yang dikarenakan faktor ekonomi relatif rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja di Desa

Batang – batang Daya Kabupaten Sumenep (1)

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi

penelitian adalah remaja usia 17-21 tahun sebanyak 122 orang dengan besar sampel yang digunakan adalah 93

responden, teknik pengambilan sampelnya yaitu Simple Random Sampling. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik Ganda dengan taraf signifikasi 0,05

Dari hasil penelitian berdasarkan distribusi frekuensi didapatkan mayoritas usia remaja 17-18 tahun

sebanyak 55 orang (59,1%), mayorits pekerjaan orang tua wiraswasta sebanyak 69 orang (74,2%), pendidikan kurang

mayoritas sebanyak 59 responden (63,4%), sosial budaya yang mendukung mayoritas sebanyak 68 orang (73,1%),

sosial ekonomi kurang mayoritas sebanyak 66 (70,9%), pengetahuan kurang mayoritas sebanyak 65 orang (69,9%) dan yang melakukan pernikahan dini mayoritas sebanyak 62 orang (66,7%). Dari hasil uji Regresi Logistik Ganda

didapatkan hasil P<α maka H0 di tolak berarti ada pengaruh faktor pendidikan, sosial budaya terhadap pernikahan dini

pada remaja dan P>α maka H0 diterima berarti tidak ada pengaruh sosial ekonomi, pengetahuan terhadap pernikahan

dini pada remaja.

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa ada pengaruh faktor pendidikan, sosial budaya, sosial ekonomi, pengetahuan terhadap pernikahan dini pada remaja di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.

Sebagai tenaga kesehatan kita dapat memberikan penyuluhan kepada keluarga dan remaja tentang pernikahan dini,

dampak pernikahan dini dari segi kesehatan reproduksi dan segi psikologi. Upaya penyelesaian berupa solusi tentunya

harus ada pendekatan antara tenaga kesehatan dan keluarga agar hasilnya dapat maksimal.

Kata Kunci : Pendidikan, Sosial Budaya, Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Pernikahan Dini.

ABSTRACT

Indonesia still many who believe that it is better to marry young, then became the widow of the late

marriage, late marriage when a woman, it is a situation that has not been well received by members of the Society. Figures for early marriage on the island of Salt (Madura) is high. Based on data obtained from various districts in East

Java early marriage ever as much as 23.2%, Madura, and even almost evenly in the four districts like Sumenep,

Pamekasan, Sampang and Bangkalan. Early marriage is often caused by socio-cultural and educational factors are

relatively low due to economic factors. The purpose of this study was to determine the factors that influence early marriage among adolescents in the village of Batang - Power trunk Sumenep

The design used in this study are cross sectional analytical approach. The study population is 17-21 year

olds as much as 122 people with a large sample used is 93 respondents, the sample loading technique that is Simple

Random Sampling. Data analysis using Multiple Logistic Regression test with significance level 0.05

From the results of research based on the frequency distribution is obtained the majority of adolescents aged 17-18 years as many as 55 people (59.1%), mayorits parents work as many as 69 people self-employed (74.2%), education is

less a majority of 59 respondents (63.4% ), social culture that supports the majority of as many as 68 people (73.1%),

social economics is less a majority of 66 (70.9%), knowledge about the majority of as many as 65 people (69.9%) and

who perform the majority of early marriages were 62 people (66.7%). From the Multiple Logistic Regression test

results found that the result P <α then reject H0 means no influence on educational factors, socio-culture of early marriage in adolescents and P> α then H0 accepted means no influence of socioeconomic, knowledge of early marriage

among adolescents.

Based on the analysis concluded that there is influence of educational factors, socio-cultural,

socioeconomic, knowledge of early marriage among adolescents in the village of Daya rods Sumenep. As health

workers we can provide counseling to families and adolescents about early marriage, early marriage impacts in terms of reproductive health and psychological aspects. Efforts completion of course there must be a solution approach between

health workers and family so the results can be maximized.

Keywords: Education, Social, Cultural, Social, Economic, Science, Early Marriage.

Page 35: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

PENDAHULUAN Indonesia masih banyak yang berpandangan

bahwa lebih baik menikah muda, kemudian menjadi

janda dari pada terlambat menikah. Apabila seorang

wanita terlambat menikah, hal itu merupakan suatu

keadaan yang belum diterima secara baik oleh anggota masyarakat. Banyak di daerah pedesaan, pernikahan

sering kali dilakukan segera setelah anak perempuan

mandapat haid pertama. Padahal pernikahan usia muda

berarti mendorong remaja untuk melewati tahapan

tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental dan

sosial si pengantin (Walgito, 2004).

Pernikahan dini sering disebabkan oleh

pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan.

Sementara pernikahan dini banyak disebabkan oleh faktor sosial budaya dan kurangnya kesempatan

pendidikan yang dikarenakan faktor ekonomi relatif

rendah. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Jawa Timur

yang menjadi pemicu banyaknya warga Madura melakukan perkawinan diusia dini karena faktor

pendidikan. Kebanyakan mereka itu warga pedesaan

60% dari total jumlah penduduk Madura, dan yang

tertinggi di kabupaten Sumenep (Syarifuddin, 2009).

Pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan keadaan ekonomi yang kurang, faktor ekonomi

menjadi pendorong dilaksanakannnya pernikahan dini,

dengan melakukan pernikahan diharapkan status

ekonomi atau taraf hidup dapat terangkat menjadi lebih

baik serta kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Seharusnya pernikahan dini pada saat ini dihindari

mengingat dampak negatif dari pernikahan tersebut

yang tidak sedikit. Banyak pengalaman sosial

menyatakan bahwa banyak rumah tangga yang

bermasalah atau tidak dapat mendidik anak dengan baik karena ibu dan bapaknya masih belum cukup umur,

belum cukup umur disini berarti usia mereka dianggap

belum dewasa atau masih remaja (Kusumawati, 2005).

Pernikahan usia dini di bawah 15 tahun,

mempunyai risiko cukup tinggi bagi kesehatan perempuan, terutama pada saat hamil dan melahirkan.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah

Sakit Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa,

SpOG yang dikutip oleh Atriana mengatakan

perempuan yang menikah di usia dini memiliki banyak risiko, meskipun sudah mengalami menstruasi atau

haid. Rata-rata penderita infeksi kandungan dan kanker

mulut rahim adalah wanita yang menikah di usia dini

yaitu di bawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko

kebidanan hamil di bawah usia 19 tahun bisa berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahun ke

atas. Risiko lain hamil di usia muda juga rentan

terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan

premature di masa kehamilan. Secara psikis anak juga

belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis

berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit

disembuhkan (Atriana, 2007) Tujaun penelitian ini untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini pada

remaja di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Remaja Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak (UU

No. 4/1979), menganggap semua orang di bawah usia 21

tahun dan belum menikah sebagai anak-anak. Oleh karena

itu, berhak mendapat perlakuan dan kemudahan-

kemudahan yang diperuntukkan bagi anak, misalnya; pendidikan, perlindungan dari orang tua, dan lain-lain

(Sarwono, 2006).

Remaja menurut WHO Tahun 1974 yang dikutip

oleh Sarwono (2006), memberikan definisi tentang remaja

yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan

sosial ekonomi.

Remaja atau istilah adolescence berasal dari kata

latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti

remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif demikian pula orang-orang

zaman purbakala, memandang masa puber dan masa

remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam

rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila

sudah mampu mengadakan reproduksi (Hurlock, 2002). Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas

dapat diambil kesimpulan bahwa remaja (adolescence)

merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-

kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya

perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia

12 tahun atau 13-21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa,

maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja

berusaha untuk mencari identitas diri.

Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2002) adalah : 1) Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting

Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting,

namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Beberapa

periode yang lebih penting daripada beberapa periode

lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-

akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik

akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap

penting. Periode yang penting karena akibat fisik dan ada

lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama-sama penting.

2) Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah, dari

apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih

sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Apabila anak-anak beralih dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa, anak-anak harus “meninggalkan

segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan” dan juga

harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk

menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

3) Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama

masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik.

Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi

Page 36: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

dengan pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan perilaku juga menurun.

4) Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri,

namun masalah masa remaja sering menjadi masalah

yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu.

Pertama, sepanjang masa kanak-kanak sebagian

diselesaiakan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga

kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam

mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi

masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan

guru-guru.

5) Masa Remaja Sebagai Masa Mencari

Identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri

dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-

laki dan perempuan. Lambat laun mereka

mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan

menjadi sama dalam segala hal, seperti sebelumnya. 6) Masa Remaja Sebagai Usia Yang

Menimbulkan Ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-

anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan

cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing

dan mengawasi kehidupan remaja muda yang takut

bertanggung jawab dan bersifat tidak simpatik terhadap

perilaku remaja yang normal.

7) Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca

berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan

sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya

sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temanya,

menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri

dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cira-

citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya

atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang

ditetapkannya sendiri.

8) Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan

stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan

bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan

bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah

cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa,

yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan

obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka

mengganggap bahwa perilaku ini akan memberikan

citra yang mereka inginkan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian adalah keseluruhan dari

perencanaan untuk menjawab dan mengatasi beberapa

kesulitan yang kemungkinan timbul dalam penelitian. Desain penelitian yang digunakan yaitu penelitian

analitik dengan pendekatan “Cross Sectional” yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu

keadaan yang dikumpulkan secara sesaat untuk

mengetahui hubungan sebab dan akibat dari penelitian

(Nursalam, 2003).

Alat penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar

lebih mudah dan hasil lebih baik dalam arti lebih cermat,

lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah

(Nursalam, 2003).

Kriteria Sampling Kriteria inklusi adalah karakteristik umum penelitian dari

populasi target yang terjangkau yang akan di teliti

(nursalam, 2003). Untuk menentukan layak tidaknya

sampel yang akan diteliti maka ditentukan berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

1. Remaja umur 17-21 tahun tahun di Desa Batang-

batang Daya Kabupaten Sumenep.

2. Remaja umur 17-21 tahun tahun yang bersedia

menjadi responden. 3. Remaja umur 17-21 tahun tahun yang bersedia

mengisi dan menandatangani formulir Informed

Consent

HASIL PENELITIAN

1. 1

1. Data umum

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Budaya di

Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009

Budaya Frekuensi Persentase

Mendukung

Tidak Mendukung

68

25

73,1

26,9

Total 93 100

2. Tabulasi pendidikan terhadap pernikahan dini

Tabel 2. Tabulasi silang Pendidikan terhadap

Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009

Pendidikan

Pernikahan Dini Jumlah

Ya Tidak

∑ % ∑ % ∑ %

Tinggi

Sedang

Rendah

0

10

52

0

29,4

88,1

0

24

7

0

70,6

11,9

0

34

59

100

100

100

Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100

Page 37: Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010 ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN BAYI … · kemitraan dukun bayi dengan bidan hampir seluruhnya (80%) tidak bermitra. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan,

Vol. 2 NO. 1, JUNI 2010

JURNAL INSAN KESEHATAN, STIKES INSANE SE AGUNG BANGKALAN

Tabel 3. Tabulasi silang Pendidikan terhadap Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya

Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009

Pendidikan

Pernikahan Dini Jumlah

Ya Tidak

∑ % ∑ % ∑ %

Tinggi

Sedang Rendah

0

10 52

0

29,4 88,1

0

24 7

0

70,6 11,9

0

34 59

100

100 100

Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100

Tabel 4 Tabulasi silang Ekonomi terhadap

Pernikahan Dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep bulan Oktober 2009

Ekonomi

Pernikahan Dini Jumlah

Ya Tidak

∑ % ∑ % ∑ %

Tinggi

Sedang Kurang

0

10 52

0

45,5 78,8

5

12 14

100

54,5 21,2

5

22 66

100

100 100

Jumlah 62 66,7 31 33,3 93 100

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas

yang melakukan pernikahan dini sebanyak 62 responden (66,7%).

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 93

responden mayoritas pendidikan rendah yang

melakukan pernikahan dini sebanyak 52 responden

(88,1%). Berdasarkan uji Regresi Logistik Ganda diperoleh P=0,008, maka P< α jadi Ho ditolak berarti

ada pengaruh antara pendidikan remaja dengan

pernikahan dini di Desa Batang-batang Daya

Kabupaten Sumenep.

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 93 responden mayoritas pendidikan rendah yaitu sebanyak

52 responden (88,1%). Berdasarkan uji Regresi Logistik

Ganda diperoleh P=0,008, maka P< α jadi Ho ditolak

berarti ada pengaruh antara pendidikan remaja dengan

pernikahan dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 93

responden mayoritas ekonomi kurang yang melakukan

pernikahan dini sebanyak 52 responden (78,8%).

Berdasarkan uji Regresi Logistik Ganda diperoleh P=0,999, maka P>α jadi Ho diterima berarti tidak ada

pengaruh antara pendidikan remaja dengan pernikahan

dini di Desa Batang-batang Daya Kabupaten Sumenep.

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa ekonomi bisa berpengaruh pada pernikahan dini menurut Cendi, dkk tetapi setelah dilakukan penelitian

kenyataannya tidak ada pengaruh ekonomi terhadap

pernikahan dini di Desa Batang-Batang Daya

Kabupaten Sumenep.

KESIMPULAN 1. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas memiliki

Pendidikan rendah yaitu sebanyak 59 orang (63,4%).

2. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas

mendukung budaya pernikahan dini yaitu sebanyak

68 orang (73,1%). 3. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas

ekonominya rendah yaitu sebanyak 66 orang

(70,9%).

4. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas memiliki

pengetahuan rendah yaitu sebanyak 65 orang (69,9%).

5. Dari 93 remaja usia 17-21 tahun mayoritas yang

melakukan penikahan dini yaitu sebanyak 65 orang

(69,9%).

6. Ada pengaruh antara pendidikan dengan pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik Ganda

P=0,008.

7. Ada pengaruh antara budaya dengan pernikahan dini

dimana hasil uji Regresi Logistik Ganda P=0,033.

8. Tidak ada pengaruh antara ekonomi dengan pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik

Ganda P=0,999.

9. Tidak ada pengaruh antara pengetahuan dengan

pernikahan dini dimana hasil uji Regresi Logistik

Ganda P=0,995.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atriana, A (2007) Dampak Pernikahan Dini (Pernikahan Dibawah Umur). Bersumber dari: http://www.dwp.or.id/dwp1.php?kas=12&noid=799 (Diakses 29 Juni 2009, jam 07.45 )

2. lock, EB (2002) Psikologi Perkembangan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga

3. Nursalam (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi 4. Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Salemba 5. Medika 6. Sarwono, S. W. (2006), Psikologi Remaja. Edisi 7. Revisi 10. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 8. Syarifuddin (2009) Pernikahan Dini Ngetren di

Madura.Bersumberdari:http://seputarmadura.blogspot.com/2009/05/pernikahan- dini-ngetren-di-madura.htm l(Diakses 1 Juli 2009, jam 10.10)