Vitamin
-
Upload
satria-putra-penarosa -
Category
Documents
-
view
99 -
download
12
description
Transcript of Vitamin
B. VITAMIN B1
Rumus bangun dan sifat
Tiamin hidroklorid dalam keadaan kering cukup stabil dan pada
pemanasan 100º C selama 1 jam tidak berkurang potensinya. Larutan tiamin
hidroklorid dalam air dapat disterilisasi pada 110º C, akan tetapi jika pH
larutannya diatas 5,5 akan cepat terhidrolisa. Satu gram tiamin hidroklorida
kristal setara dengan 333,000 SI. Tiamin mononitrat padat lebih stabil
daripada tiamin hidroklorida.
Metode penetapan kadar vitamin B1
1. Metode spektrofluorometri
Tiamin dalam makanan dan dalam sediaan farmasi harus disari lebih
dahulu secara kuantitatif yang biasanya dengan mendidihkan dengan asam
encer kemudian tiamin dibebaskan dari persenyawaan kompleks dengan
enzim fosfatase. Untuk sampel yang mengandung protein diperlukan enzim
proteolitik seperti pepsin. Tiamin bebas perlu dimurnikan dari senyawa
pengganggu dengan mengalirkan melalui zeolit, suatu penukar ion anorganik
sehingga tiamin akan tertinggal dalam zeolit sedangkan senyawa lain seperti
reduktor, asam dan senyawa yang netral akan keluar dari kolom. Kemudian
tiamin dielusi dan zeolit dengan kalium klorid yang diasamkan.
Tiamin dioksidasi oleh kalium heksasianoferat (III) menghasilkan
tiokrom, suatu senyawa vang berfluorosensi biru.
Tiokrom dapat disari dengan isobutanol dan fluorosensinya diukur.
Sangat perlu melakukan blanko-blanko dengan mengerjakan seperti pada
penetapan sampel hanya saja tanpa penambahan oksidator. Hal ini untuk
mengadakan koreksi terhadap kemungkinan adanya senyawa lain vang
berfluorosensi.
Kadar tiamin ditetapkan dengan membandingkan fluoresensi yang
terjadi jika sampel direaksikan dengan kalium heksasianoferat (III) dengan
larutan pembanding yang mengandung tiamin baku yang dikerjakan dengan
cara yang sama. Penetapan dilakukan 3 kali, tiap kali menggunakan zat yang
ditimbang seksama.
Baku tiamin hidroklorida dibuat dengan melarutkan 20 mg ± 0,1 mg
tiamin hidroklorida anhidrat dalam asam klorida etanol 0,01 N secukupnya
hingga 100 ml.
Baku tiamin hidroklorida encer dibuat dengan mencampur 20 ml baku
diatas dengan 8 ml HCI 0,1 N lalu encerkan dengan air secukupnya, hingga
100 ml. Lakukan pengenceran bertingkat hingga diperoleh larutan yang
mengandung 2 g tiamin hidroklorida tiap ml. Baku ini harus dibuat segar.
Kalium heksasianoferat (III) merupakan larutan segar kalium
heksasianoferat (III) 5 % sedangkan asam kJorida 0,01 N dibuat dengan
cara mencampur 100 ml asam klorida 0,1 N dengan 250 ml etanol 95 %,
encerkan dengan air secukupnya hingga 1000 ml.
Larutan kinin sulfat dibuat dengan cara melarutkan kinin sulfat lebih
kurang 0,0001 % b/v dalam asam sulfat 0,1 N dan yang telah dibakukan
secara fluorometri terhadap sediaan baku tiamin hidroklorida.
Prosedur. Tidak kurang dari 20 mg dan tidak lebih dari 100 mg zat yang
ditimbang seksama, larutkan dalam air secukupnya hingga 1000 ml. Pada 20
ml larutan tambahkan 20 ml asam klorida 0,1 N, encerkan dengan air
secukupnya hingga 200 ml. Ke dalam 2 corong pemisah 25 ml yang telah
diberi tanda A dan B masukkan masing-masing 1,0 ml larutan menggunakan
mikropipet. Ke dalam masing-masing corong pemisah, tambahkan 2 ml
metanol, campur. Ke dalam corong pemisah A tambahkan 1 ml natrium
hidroksida 8 % yang mengandung satu tetes kalium heksasianoferat(III) lalu
campur baik-baik. Ke dalam corong pemisah B, tambahkan 1 ml natrium
hidroksida 8 % campur. Setelah satu menit tambahkan ke dalam masing-
masing corong pemisah 0,5 ml air kemudian 25 ml isobutanol. Kocok kuat-
kuat selama 1 menit, biarkan hingga memisah sempurna dan buang lapisan
air. Tuangkan lapisan isobutanol sesempurna mungkin dari masing-masing
corong pemisah. Ukur intensitas fluorosensi menggunakan 25 ml larutan
dengan fluorometer yang cocok pada panjang gelombang eksitasi 365 nm
dan panjang gelombang emisi 435 nm. Sebagai fluorosensi baku dapat
digunakan larutan tiamin hidroklorida baku yang dikerjakan dengan cara
yang sama, atau dapat juga digunakan kinin sulfat baku. Hitung kadar tiamin
hidroklorida anhidrat yang terdapat dalam 1 ml larutan. Jika perlu kurangi
dengan kadar tiamin hidroklorida anhidrat yang dihitung dari fluorosensi yang
mungkin terjadi pada labu B. Hitung kadar tiamin hidroklorida anhidrat dalam
zat yang diperiksa.
2. Metode kolorimetri
Dasar dari metode ini adalah reaksi antara tiamin dengan 6-
aminotimol yang telah didiazotasi. Hasil peruraian dari tiamin tidak
menghasilkan warna dengan pereaksi ini. Dekstrosa, laktosa, maltosa,
sukrosa, tepung, kasein, gelatin, pepton, urea, gliserofosfat dan logam berat,
dengan kadar 100 kali lebih besar dari kadar tiamin tetap tidak mengganggu.
Sedangkan riboflavin, asam nikotinat, nikotinamid,
piridoksin, asam pantotenat, guanin, adenin, triptopati, titosin dan histidin
terdapat dengan kadar 20 kali lebih besar dari kadar tiamin juga tidak
mengganggu.
Pereaksi 6-aminotimol dibuat dengan melarutkan 50 mg 6-aminotimol
dalam 50 ml asam klorida 0,35 % dan encerkan dengan air secukupnya
hingga 100 ml.
Prosedur. Sejumlah 5,0 pereaksi 6- aminotimol dinginkan dengan es dan
tambahkan 9,0 ml natrium nitrit 0,1 % campur dan diamkan selama 1 menit.
Kemudian tambahkan 5,0 ml natrium hidroksida 20 % dan encerkan dengan
air secukupnya sampai 20,0 mI. Sejumlah 1,0 pereaksi ini tambahkan pada
1,0 larutan sampel. Setelah 5 menit larutan diencerkan untuk mendapatkan
absorban yang sesuai. Gunakan blanko.
Jika larutan sampel telah berwarna atau keruh, lakukan penetapan
seperti diatas kemudian warna yang terjadi disari dengan campuran pelarut
vang terdiri dari 90 ml toluen redistilasi dan 10 ml n-butanol. Pisahkan
lapisan pelarut organik dan tambahkan sedikit natrium sulfat anhidrat untuk
mengeringkan pelarut. Ukur absorbannya.
3. Metode asidi-alkalimetri
Adanya hidroklorida pada tiamin hidroklorida dapat dititrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 N dengan menggunakan indikator biru brom timol.
Prosedur. Lebih kurang 500 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang seksama,
larutkan dalam air bebas CO2. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan
indikator biru brom rimol. Tiap ml NaOH 0,1 N setara dengan 33,70 mg
tiamin hidroklorida.
Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
asidialkalimetri adalah sama dengan berat moleklunya (BM). Hal ini
disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 1 mol
NaOH.
Kadar Tiamin HCI = x 100%
Pada penetapan kadar diatas, reaksi yang terjadi adalah :
4. Metode Titrasi Bebas Air (TBA)
Tiamin hidrolklorida dalarn asam asetat glasial dapat dititrasi dengan
asam perklorat dengan sebelumnya ditambah raksa (II) asetat berlebihan.
Kedua atom nitrogen dalam tiamin hidroklorida tertitrasi sehingga berat
ekivalennya setengah dari berat molekulnya. Sebagai indikator dapat
digunakan -naftol benzen, merah kuinaldin atau kristal violet.
Prosedur. Lebih kurang 250 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang seksama
larutkan dalarn 20 ml air. Tambahkan 10 ml raksa(II) asetat 5 % dalam asam
asetat glasial dan tambahkan 20 ml dioksan. Titrasi dengan asam perklorat
0,1 N menggunakan indikator 3 tetes kristal violet sampai warna biru. Tiap ml
asam perklorat 0,1 N setara dengan 16,86 mg tiamin hidroklorida.
Berat ekivaleh (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara titrasi
bebas air adalah setengah dari berat moleklunya (BM/2). Hal ini disebabkan
karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 2 mol HClO4.
Kadar Tiamin HCI = x 100%
Pada penetapan kadar di atas, reaksi yang terjadi adalah :
5. Metode argentometri
Klorida jumlah dalam tiamin hidroklorida dapat ditetapkan secara
argentometri dengan menggunakan metode Volhard. Pada penetapan
dengan metode Volhard suasananya harus asam sebab jika suasananya
basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk
Ag(OH) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O
akibatnva perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga
bereaksi dengan basa.
Prosedur. Lebih kurang 100 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang seksama
larutkan dalam 20 ml air. Asamkan dengan asam nitrat encer dan tambahkan
10 ml perak nitrat 0,1 N. Endapan yang terjadi saring dan cuci dengan air
sampai tidak mengandung klorida. Titrasi dengan amonium tiosianat 0,1 N
menggunakan indikator besi(III) amonium sulfat. Tiap ml perak nitrat 0,1 N
setara dengan 16,86 mg tiamin hidroklorida.
Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara
argentometri adalah setengah dari berat moleklunya (BM/2). Hal ini
disebabkan karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida (yang mengandung 2 Cl)
bereaksi dengan 2 mol AgNO3.
Reaksi yang terjadi :
NaCl + AgNO3 AgCl + NaNO3
AgNO3 + NH4CNS AgCNS + NH4NO3
6 CNS- + Fe 3+ Fe(CNS)63-
merah
6. Metode gravimetri
Tiamin dalam tablet dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara
gravimetri dengan cara mengendapkan larutan tiamin menggunakan asam
silikowolframat. Berikut cara penetapan kadar tiamin dalam sediaan injeksi.
Prosedur. Sejumlah obat suntik yang diukur seksama setara dengan lebih
kurang 50 mg tiamin hidroklorida, encerkan dengan air secukupnya hingga
50 ml. Tambahkan 2 ml asam klorida pekat, panaskan hingga mendidih.
Pada larutan yang mendidih tambahkan dengan cepat tetes demi tetes 4 ml
asam silikowolframat yang baru disaring, didihkan selama 4 menit. Saring
melalui penyaring kaca masir, cuci dengan 50 ml campuran mendidih yang
terdiri dari 1 bagian volume asam klorida pekat dan 19 bagian air yang
mengandung asam silikowolframat 0,2 % b/v, kemudian cuci 2 kali tiap kali
dengan 5 ml aseton. Keringkan sisa pada suhu 105 C selama satu jam,
dinginkan selama 10 menit lalu biarkan dalam eksikator diatas larutan asam
sulfat 38 %, timbang. Tiap gram sisa setara dengan 192,9 mg tiamin
hidroklorida
C. Vitamin B2
Rumus bangun dan sifat
Struktur vitamin B, (Riboflavin).
Kelarutan riboflavin dalam air bervariasi dari 1 bagian dalam 3000
bagian, sampai 1 bagian dalam 15.000 bagian. Variasi ini disebabkan oleh
variasi bentuk kristalnya.
Riboflavin dalam dapat pH 4,0 menunjukkan panjang gelombang
maksimal pada 267 nm, 375 nm dan 444 nm dengan harga E masing-
masing sebesar 850, 274 dan 320.
Pada waktu penetapan harus terhindar dari cahaya. Penyinaran
dengan sinar ultraviolet atau cahaya tampak terhadap larutan riboflavin
dalam basa menghasilkan lumiflavin sedangkan larutan dalam suasana
netral atau asam menghasilkan lumikrom yang berfluorsesensi biru.
Reduktor seperti natrium hidrosulfit mereduksi riboflavin menjadi leukoflavin.
Reaksi ini bersifat reversibel.
Metode penetapan kadar riboflavin
1. Metode fluorometri
Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang
bebas dari senyawa berwarna yang mengganggu atau senyawa pengganggu
lain dan mengandung riboflavin lebih besar dari 0, 1%.
Cara penetapan penambahan langsung dapat digunakan terhadap
campuran yang tidak mengandung senyawa berfluoresensi atau senyawa
berwarna yang larut dalam air atau dalam asam encer. Pengukuran harus
dilakukan secepat mungkin karena riboflavin terurai oleh sinar ultraviolet.
Beberapa senyawa pengganggu dapat dioksidasi dengan penambahan
kalium permanganat. Kemudian kelebihan permanganat dapat dihilangkan
dengan penambahan hidrogen peroksida.
Larutan sampel. Sejumlah serbuk yang ditimbang seksama setara
dengan lebih kurang 2,5 mg riboflavin masukkan kedalam labu 250 ml.
Tambahkan 1 ml asam asetat 32,59%, kemudian air secukupnya hingga 200
ml. Panaskan di atas penangas air sambil sering dikocok hingga riboflavin
larut, dinginkan hingga suhu 20C. Tambahkan air secukupnya hingga 250
ml, campur baik-baik. Encerkan 10,0 ml air secukupnya hingga 1000ml,
campur baik-baik.
Larutan riboflavin baku persediaan II. Larutkan 50 mg riboflavin yang
telah dikeringkan pada suhu 105C selama 2 jam dalam asetat 0,02 N
secukupnya hingga 500 ml, jika perlu hangatkan di atas penangas air.
Simpan di bawah lapisan toluen dalam lemari pendingin.
Larutan riboflavin baku persediaan II Pada 100 ml larutan riboflavin
baku persediaan I tambahkan asam asetat 0,02 N secukupnya hingga 100
ml. Simpan di bawah lapisan toluen dalam lemari pendingin.
Larutan riboflavin baku. Encerkan 10,0 ml larutan riboflavin baku
persediaan II dengan air secukupnya hingga 100 ml. Tiap ml setara dengan
1 g riboflavin. Larutan riboflavin baku tidak boleh disimpan sebagai
persediaan.
Cara penetapan riboflavin secara fluorometri.
Prosedur. Selama percobaan larutan riboflavin dilindungi terhadap cahaya.
Ke dalam dua tabung masukkan masing-masmig 10 ml larutan sampel. Pada
tabung pertama tambahkan 1 ml larutan riboflavin baku, campur. Pada
tabung kedua tambahkan 1 ml air, campur. Kedalam masing-masing tabung
tambahkan 1 ml asam asetat glasial, campur. Tambahkan 0,5 tnl larutan
kalium permanganat 4% b/v sambil diaduk, biarkan selama 2 menit.
Tambahkan 0,25 ml hidrogen peroksida, 27,50%; warna permanganat harus
hilang dalam waktu 10 detik. Kocok kedua tabung kuat-kuat hingga kelebihan
oksigen keluar. Jika setelah pembusaan berganti ada gelembung gas pada
dinding, hilangkan dengan memiringkan tabung perlahan-lahan. Ukur
fluoresensi dalam tabung pertama (pembacaan A) dan dalam tabung kedua
(pembacaaan B). Pada tabung pertama tambahkan 20 mg natrium bisulfit,
campur, ukur fluoresensi dalam waktu lima detik setelah percampuran.
Lakukan percobaan yang sama dalam tabung kedua (pembacaan rata-rata
kedua tabung adalah pembacaan C). Hitung kadar dalam mg riboflavin yang
terdapat dengan menggunakan rumus :
2. Metode spektrofotometri
Larutan riboflavin dalam dapar pH 4,0 menunjukkan absorban
maksimum (maks) pada 444 nm dengan E 320. Cara ini digunakan
unruk menetapkan kemurniaan riboflavin atau untuk penetapan riboflavin
dengan kadar lebih besar dari 90%. Cara penetapan riboflavin secara
spektrofotometri.
Prosedur. Penetapan dilakukan terlindung dari cahaya. Larutkan dengan
pemanasan lebih kurang 100 mg riboflavin yang ditimbang seksama dalam
campuran 2 ml asam asetat glasial dan 150 ml air. Encerkan dengan air,
dinginkan, tambahkan air secukupnya hingga 1000 ml. Pada 10,0 ml
tambahkan 3,5 ml natrium asetat 0,1 M kemudian air secukupnya hingga 100
ml. Ukur absorban dengan kuvet 1 cm pada panjang gelombang 444 nm.
Hitung kadar riboflavin dengan menggunakan riboflavin baku sebagai
pembanding.
D. VITAMIN B6
Rumus bangun dan sifat
Di alam vitamin B6 terdapat sebagai campuran piridoksin, piridoksal,
dan piridoksamin dengan perbandingan yang bervariasi. Rumus bangun
ketiga senyawa tersebut dapat digambarkan sbb :
Piridoksin HCl Piridoksal HCl Piridoksamin
HCl
BM = 205,65 BM = 203,63 BM = 241,12
Penetapan secara mikrobiologi atau secara hayati dari ketiga
senyawa tersebut menunjukkan tanggapan yang selektif. Sedangkan metode
fisika dan kimia tidak dapat membedakan ketiga senyawa tersebut. Metode
fisika dan kimia hanya cocok untuk piridoksin murni dan persediaannya.
Metode penetapan kadar vitamin B6
1. Metode spektrofotometri
Pada daerah ultraviolet piridoksin, piridokamin, dan piridoksal
menunjukkan daerah penyerapan yang karakteristik walaupun tidak ada
maksimum untuk ketiganya. Kadar vitamin B6 jumlah dalam larutan dapar pH
6,75 dapat ditetapkan pada 325 nm. Pada panjang gelombang ini piridoksin
dan piridoksamin menunjukkan absorban maksimum, sedangkan piridoksal
menunjukkan absorban maksimum pada 316 nm. Kurva penyerapan dari
piridoksin sendiri berubah dengan berubahnya pH larutannya. Larutan
piridoksin dalam asam klorida 0,1 N menunjukkan satu absorban maksimum
pada 291 nm, sedang dalam larutan netral atau larutan alkali menunjukkan
dua absorban maksimum.
Tabel 14. Panjang gelombang maksimal piridoksin dalam berbagai pelarut
serta harga E
Pelarut maksE
Asam klorida 0,1 N 291 nm 430
Dapar fosfat pH 7254 nn 180
324 nm 350
Natrium hidroksida 0,1
N
244 nm 326
309 nm 338
Cara penetapan kadar tablet piridoksin secara spektrofotometri
Prosedur. Timbang dan serbuk 20 tablet. Pada sejumlah serbuk yang
ditimbang seksama yang setara dengan lebih kurang 25 mg piridoksin
hidroklorida, tambahkan 50 ml asam klorida 0,1 N, sambil sekali-kali diaduk.
Encerkan dengan asam klorida 0,1 N secukupnva hingga 100 ml. Ukur
absorbansinya menggunakan kuvet dengan ketebalan 1 cm pada panjang
gelombang maksimum lebih kurang 291 nm. Hitung kadar piridoksin
hidroklorida.
Pada penggunaan metode ini harus tidak ada senyawa pengganggu.
5. Metode kolorimetri
Metode ini pertama kali diketengahkan oleh Seudi yang berdasarkan
reaksi fenol dengan 2,6-dikloro--benzokuin-4-klorimina dengan
menghasilkan warna biru yang dapat disari dengan pelarut organik. Reaksi
ini merupakan reaksi umum untuk senyawa fenol yang kedudukan para
terhadap gugus hidroksil fenol tidak tersubstitusi. Metode ini menunjukkan
kepekaan yang rendah jika sampel mengandung kurang dari 0,1 mg dan
peruraian terjadi sebelum warna berkembang mencapai maksimum.
6. Metode titrasi bebas air
Piridoksin hidroklorida dapat ditetapkan secara titrasi bebas air,
setelah ditambah raksa(II) asetat. Cara penetapan kadar piridoksin
hidroklorida dengan titrasi bebas air.
Prosedur. Lebih kurang 300 mg piridoksin hidroklonida yang ditimbang
seksama, larutkan dalam 40 ml asam asetat glasial. Titrasi dengan asam
perklorat 0,1 N menggunakan indikator 3 tetes kristal violet sampai biru hijau.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,56 mg piridoksin hidroklorida.
E. VITAMIN B12 (SIANOKOBALAMINA)
Pendahuluan
Siaonokobalamina, C63H88014N14PCo, merupakan senyawa komplek
dengan kordinat kobalt dengan berat molekul 1355,4. Kristalnya cepat
menyerap lembab udara. Sianokobalamina bersifat netral dan mengandung
gugus sian. Gugus ini dapat diganti dengan berbagai ion untuk menghasilkan
senyawa baru seperti klorokobalamina dan hidroksokobalamina. Bila
sianokobalamina dihidrolisa dengan asam menghasilkan 5,6-
dimetilbenzimidazol.
Metode penetapan kadar sianokobalamin
1. Metode spektrofotometri
Sianokobalamina dalam air menunjukkan absorban maksimum
(maks) pada 278 ± 1 nm, 361 nm dan 550 ± 2 nm. Metode spektrofotometri
tidak spesifik untuk siankobalamina karena senyawa berwarna merah dan
pseudosianokobalamina menunjukkan spektra absorban yang serupa.
Metode yang paling sederhana dengan menetapkan pada 550 nm, tetapi
metode ini hanya dapat digunakan terhadap sianokobalamina yang bebas
senyawa pengganggu. Metode yang lebih peka ialah penetapan pada 361
nm. Cara penetapan kadar sianokobalamin secara spektrofotometri.
Prosedur. Lebih kurang 2 mg sianokobalamin yang ditimbang seksama,
larutkan dalam air secukupnya hingga 50 ml. Ukur absorban dengan kuvet 1
cm pada panjang gelombang 361 nm. Harga E pada 361 nm adalah 207.
F. VITAMIN C
Rumus bangun dan sifat
Rumus bangun asam askorbat dapat digambarkan sebagai berikut
dengan berat molekul 176,13.
Asam askorbat dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam
larutan cepat dioksidasi oleh udara. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh
beberapa logam, terutama tembaga. Asam askorbat jika terkena sinar lambat
laun berubah menjadi coklat.
Metode penetapan kadar vitamin C
1. Metode Iodimetri
Dasar dari metode ini adalah sifat mereduksi dari asam askorbat dan
titrasi langsung dengan larutan baku Iodium 0,1 N dapat dipergunakan
terhadap asam askorbat murni atau larutannya. Cara penetapan kadar
vitamin C secara iodimetri
Prosedur. Lebih kurang 400 mg asam askorbat yang ditimbang seksama,
larutkan dalam campuran yang terdiri dari 100 ml air bebas karbon dioksida
dan 25 ml asam sulfat encer. Titrasi segera dengan Iodium 0,1 N
menggunakan indikator kanji sampai terbentuk warna biru tetap. Tiap ml
Iodium setara dengan 8,806 mg asam askorbat.
Pada penetapan kadar vitamin C secara iodimetri, reaksi yang terjadi :
Metode ini dapat juga digunakan untuk pemeriksaan harian terhadap
sediaan farmasi yang tidak mengandung senyawa mereduksi lainnya.
Larutan baku lain yang dapat digunakan berdasarkan sifat mereduksi asam
askorbat adalah serium (IV) amonium sulfat atau kalium lodat.
2. Metode 2,6-diklorofenolindofenol
Metode ini berdasarkan atas sifat mereduksi asam askorbat terhadap
2,6 dilorofenolindofenol sehingga tidak berwarna. Hasil penetapan dengan
metode ini mendekati hasil penetapan dengan-metode hayati. Walaupun
demikian metode ini tidak spesifik karena beberapa senyawa mereduksi
lainnya menggangu penetapan. Senyawa tersebut adalah senyawa sulfhidril,
tiosulfat, bentuk mereduksi dari rurunan asan akontinat, niboflavin, senyawa
besi(II) organik.
Pelarut terbaik untuk asam askorbat adalah asam metafosfat dan
asam oksalat karena senyawa ini mencegah pengaruh tembaga.
Suatu cara untuk menguangkan pengaruh senyawa pengganggu :
1. Semua asam askorbat dirubah menjadi asam dehidroaskorbat dengan
melakukan larutan asam askorbat ke dalam norit atau dengan
menggunakan oksidase asam askorbat.
2. Tetapkan jumlah senyawa mereduksi yang masih ada.
3. Reduksi asam dehidroaskorbat menjadi asam askorbat dengan hidrogen
sulfida pada pH 4-7
4. Titrasi asam askorbat dengan diklorofenol indofenol
Dengan menggunakan cara tersebut di atas maka metode
diklorofenohndofenol menjadi lebih spesifik. Asam dehidroaskorbat tidak
bereaksi dengan diklorofenolindofenol. Cara penetapan vitamin C dengan
metode 2,6-diklorofenolindofenol
Prosedur. Sejumlah serbuk yang ditimbang seksama setara dengan lebih
kurang 50
mg asam askorbat , larutkan dalarn 25 ml asam metafosfat 20%, encerkan
dengan air secukupnya hingga 250 ml. Titrasl 10,0 ml larutan secara cepat
dengan larutan baku diklorofenolindofenol hingga warna merah jambu yang
terjadi mantap selama 10 detik. Titrasi tidak boleh lebih lama dari 2 menit.
Lakukan titrasi blangko.
Pada penetapan kadar vitamin C dengan metode 2,6-
diklorofenolindofenol reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut :
3. Metode kolorimetri 4-metoksi-2-nitroanifin
Asam askorbat dengan 4-metoksi-2-nitroanilin yang telah didiazotasi
membentuk senyawa yang benwarna biru. Nictode ini cukup spesifik untuk
asam askorbat karena asam dehidroaskorbat, asam 2,3-diketoglukonat,
tiamin, riboflavin, piridoksin, pantotenat, asam folat, niasin, niasinamid,
vitamin A, vitamin D, vitamin E, fenol, gliserol, propilenglikol dan tween tidak
mengganggu penetapan.
Pereaksi 4-metoksi-2-nitroanilin dibuat dengan melarutkan 500 mg
4metoksi-2-nitroanilin dalam 126 ml asam asetat glasial, encerkan dengan
asam sulfat 10% sampal 250 mI. Cara penetapannya sebagai berikut :
Prosedur. Pada 2 rril pereaksi tarnbahkan 2 m.1 natrium. nitrit 0,2% aduk
hingga warna jingga hilang, tambahkan 75 ml n-butilalkohol, campur.
Tarn'bahkan 0,5-2 mg asarn askorbat. 0,5 %. Pindahkan ke dalam. corong
perruisah. Tarnbahkan 25 MI natrium hidroksida 10% dan 150 n-d etileter,
Gojog baik-baik dan cliarrikan memisah. Pisahkan lapisan bawah dan cuci
lapisan organik tiga kah, tiap kali dengan 15 ml natrium. hidroksida 10%.
Pada kurnpulan sari dan cairan cucian encerkan dengan air
hingga 200 ml. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan
pereaksi. Ukur absorban larutan terhadap blanko pada 570 nm.
4. Metode spektrofotometri
Asam askorbat dalam larutan air netral menunjukkan absorban
maksimum pada 265 nm. Maksimum ini oleh asam mineral bergeser ke 245
nm.
G. VITAMIN E
Rumus bangun dan sifat
Rumus bangun tokoferol adalah sebagai berikut:
Gugus R Susunan Berat molekul
Alfa-tokoferol H C29H50O2 430,72
Alfa-tokoferol asetat CH3CO C31H52O3 472,76
Alfa-tokoferol alam memutar bidang polarisasi ke kanan, sedang alfa-
tokoferol buatan adalah resemik (dl). Tokoferol lainnya (beta, gama dan
delta) kurang penting karena potensi hayatinya rendah. Berbagai bentuk alfa-
tokoferol telah diketahui potensinya yakni:
1 mg 1-alfa-tokoferol asetat 1 SI
1 mg dl-alfa-tokoferol 1,1 SI
1 mg d-alfa-tokoferol asetat 1,36 SI
1 mg d-alfa-tokoferol 1,49 SI
Tokoferol bebas cepat dioksidasi oleh udara dan sinar karenanya
dalam perdagangan digunakan tokoferol ester yang stabil.
Metode penetapan kadar tokoferol
1. Metode serimetri
Metode serfinetri berdasarkan atas sifat mereduksi setelah tokoferol
asetat dihidrolisa dengan asam. Tokoferol tidak stabil dalam larutan basa.
Cara penetapan kadar tokoferol asetat.
Prosedur. Lebih kurang 250 mg tokoferol asetat yang ditimbang seksama,
masukkan ke dalam labu coklat kuning dasat bulat 100 ml, larutkan dalam 25
ml etanol mutlak. Tambahkan 20 ml larutan asam sulfat 15% v/v dalam
etanol 95%, refluk selama 3 jam. Dinginkan, pindahkan ke dalam labu ukur
coklat kuning 200 ml, tambahkan etanol mutlak secukupnya hingga 200 ml.
Pada 50 ml yang diukur seksama, tambahkan 50 ml larutan asam sulfat
1,5% v/v dalam etanol 95% dan 20 ml air. Sambil dicampur baik-baik, titrasi
dengan serium(IV) sulfat 0,01 N menggunakan indikator 2 tetes difenilamina.
Titrasi dilakukan terlindung dari cahaya langsung, sebaiknya di tempat gelap,
dengan tetesan diatur tiap 10 detik. Lakukan titrasi blanko. Tiap ml selium(IV)
sulfat 0,01 N setara dengan 2,3638 mg tokoferol asetat.
2. Metode spektrofotometri
Alfa-tokoferol dalam etanol 95% menunjukkan absorban maksimum
pada 292 nm dan minimum pada 257 nm. Jika digunakan pelarut
sikloheksan menunjukkan absorban maksimum pada 298 nm dan minimum
pada 257 nm.
Alfa-tokoferol asetat dalam etanol 95% menunjukkan absorban
maksimum pertama pada 284 nm dan kedua pada 279 nm dengan minimum
pada 281 nm. Dalam sikloheksan menunjukkan absorban maksimum ketiga
pada 288 nm dengan minimum pada 286 nm.
Untuk penetapan kadar alfa-tokoferol dalam etanol digunakan panjang
gelombang 292 nm atau 298 nm dalam sikloheksan. Sedang untuk alfa-
tokoferol asetat panjang gelombang 284 nm dapat digunakan untuk kedua
pelarut tersebut.