VISUALISASI SURGA DAN NERAKA -...
Transcript of VISUALISASI SURGA DAN NERAKA -...
VISUALISASI SURGA DAN NERAKA
(Kajian Tematik Terhadap Ayat-ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka)
Oleh:
Mega Rista Octavianti
NIM : 106034001204
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mega Rista Octavianti
NIM : 106034001204
Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1988
Program Studi : Tafsir Hadis
1. Skripsi dengan judul : ”Visualisasi Surga dan Neraka” (Kajian Tematik
Terhadap Ayat-ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka) adalah hasil
karya intelektual saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumbernya.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya,
maka sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 29 September 2010
Mega Rista Octavianti
VISUALISASI SURGA DAN NERAKA
(Kajian Tematik Terhadap Ayat-ayat al-Qur‟an Tentang Surga dan Neraka)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh:
Mega Rista Octavianti
NIM: 106034001204
Pembimbing
Dr. Ahsin Sakho M Asyrofuddin, MA
NIP : 19560221 199603 1 001
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITRASI ................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................. 9
C. Kajian Pustaka ........................................................................ 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11
E. Metodologi Penelitian dan Tehnik Penulisan ......................... 12
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II VISUALISASI: PENGERTIAN SURGA DAN NERAKA ........ 14
A. Pengertian Visualisasi dan Manfaatnya ................................... 14
B. Pengertian Surga dan Neraka serta Nama-namanya ................ 16
C. Sifat Surga dan Neraka ............................................................. 25
BAB III PERJALANAN MANUSIA MENUJU TUHANNYA ............... 29
A. Manusia di Alam Arwah ......................................................... 29
B. Manusia di Alam Rahim ......................................................... 32
C. Manusia di Alam Dunia .......................................................... 37
D. Manusia di Alam Barzakh ....................................................... 42
E. Manusia di Alam Akhirat ........................................................ 47
BAB IV VISUALISASI SURGA DAN NERAKA ..................................... 50
A. Taman-taman Surga ................................................................. 50
B. Bidadari-bidadari Surga ........................................................... 60
C. Makanan dan Minuman Ahli Surga dan Neraka ...................... 64
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 68
A. Kesimpulan ................................................................................ 68
B. Saran .......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 73
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts te dan es ث
j je ج
h h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
dz de dan zet ذ
R er ر
z zet ز
S es س
Sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
D de dengan garis bawah ض
T te dengan garis bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas, menghadap ke „ ع
kanan
Gh ge dan ha غ
F ef ف
Q ki ق
K ka ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ه
apostrof „ ء
Y ye ي
2. Vocal Tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_ َ a Fathah
_ ِ i kasrah
_ ُ u dammah
3. Vokal Rangkap
Tanda Baca Ditulis Keterangan
ai a dan i ـَـــِي
au a dan u ـَــــْو
4. Vokal Panjang
Tanda Baca Ditulis Keterangan
â a dengan topi di atas ـــَا
î i dengan topi di atas ـــِي
û u dengan topi di atas ـــُو
5. Kata sandang, yang dalam bahasa sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik
diikuti oleh huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl
bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
6. Ta Marbûtah
No Kata Arab Alih Aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmîah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2
Wahdat al-wujud وحدة الوجود 3
7. Singkatan
Swt = Subhanahu wa ta‟ala
Saw = Shalla Allah „alaihi wa sallam
Ra = Radhiya Allah „anhu
H = Tahun Hijriah
M = Tahun Masehi
W = Wafat
tt = Tanpa Tempat
tth = Tanpa Tahun
tp = Tanpa Penerbit
ed = editor
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hari demi hari silih berganti, bulan demi bulan terus berjalan, tahun demi
tahun terus berganti. Pergantian tersebut menandakan bertambahnya –atau lebih
tepatnya berkurangnya- umur manusia. Pernahkah terbesit dalam benak setiap
orang sebuah pertanyaan, ke mana dirinya akan dibawa oleh pergantian waktu
tersebut? Apakah keberadaannya di muka bumi ini hanya mengikuti kaki yang
melangkah tanpa memiliki visi dan misi yang jelas untuk menatap hari esok.
Manusia mulia adalah manusia yang berjiwa, yang dengan jiwanya ia
memiliki kehendak dan kebebasan memilih serta mempertimbangkan dampak
kehendak dari pilihan-pilihannya. Dari pernyataan ini timbul sebuah pertanyaan,
sudahkan semua orang melihat dan merasakan akibat perbuatannya yang
didasarkan pada kehendak dan pilihannya itu? Sudahkan yang baik memetik hasil
perbuatan baiknya, dan yang jahat memetik hasil dari kejahatannya? Pada
kenyataan yang terlihat saat ini, tak jarang manusia baik dicambuk oleh kehidupan
dengan cemetinya, dan tak sedikit pula orang yang jahat disuapi dunia dengan
kenikmatannya.1
Panggung sejarah perjalanan keberadaan manusia dapat digambarkan,
bahwa sekali diciptakan sebagai manusia, ia akan mengarungi perjalanan
keberadaannya kekal abadi. Apa yang dinamai “mati” bukanlah akhir dari
1 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-2,
h. 494.
perjalanan keberadaan manusia, melainkan hanya satu peristiwa dari beberapa
peristiwa besar dalam perjalanan sejarahnya, yaitu peristiwa perpindahan dari
panggung sejarah kehidupan dunia ke panggung kehidupan berikutnya.
Al-Qur‟an yang dipandang sebagai kitab Agung ini benar-benar
mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang beragam, ia memiliki metode yang
terpadu dalam mengungkap semua tujuannya, baik tujuan itu berupa berita
gembira atau peringatan;kisah yang terjadi atau yang akan terjadi. Salah satu
keistimewaan al-Qur‟an yang masih terlupakan dan tersembunyi adalah mengenai
visualisasi2 atau gambaran mengenai Surga dan Neraka.
Manusia diciptakan oleh Allah mulai dari tiada menjadi ada, kemudian
tiada dan kembali ada. Dalam pandangan al-Qur‟ân kematian dan kehidupan tidak
hanya sekali, melainkan dua kali. Firman Allah swt dalam surat Ghâfir/40: 11
berikut :
“Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau Telah mematikan
kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami
mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk
keluar (dari neraka)?."
2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti visualisasi adalah 1) pengungkapan suatu
gagasan atau pesanan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata dan angka), peta juga
grafik, 2) proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk disajikan lewat televisi oleh produser. Lihat. DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-3,
lihat juga JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.
Kematian pertama dialami manusia sebelum kelahirannya, sedangkan kematian
kedua yaitu saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan yang pertama
adalah saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, dan kehidupan
keduanya adalah saat manusia berada di alam barzakh.3 Memang, terkadang
perbincangan akan kematian, bukanlah suatu hal yang menyenangkan, karena
kematian tidak memilih usia, waktu dan tidak pula tempat, karena sejatinya naluri
manusia menginginkan dirinya untuk hidup seribu tahun, dan tak ingin
kehidupannya dan eksistensinya di lekang oleh waktu.
Namun, hal yang demikian itu tidaklah mungkin, karena Allah
menciptakan manusia tidaklah main-main juga tidak dibiarkan begitu saja tanpa
pertanggungjawaban dan ia pasti akan kembali pada-Nya, Allah swt berfirman
dalam surat al-Mu‟minûn/23: 115 berikut :
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?.”4
Juga firman-Nya dalam surat al-Qiyâmah/75: 36 berikut :
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggung jawaban)?”5
3 Barzakh makna aslinya adalah suatu halang-rintangan yang terletak di antara dua barang
atau suatu halang rintangan. Dalam hal ini barzakh mengandung arti jangka waktu antara mati dan
hari kiamat. 4 TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 6, hal. 554.
Keimanan kepada Allah tidaklah sempurna kecuali dengan keimanan
kepada Hari Akhir, karena pokok keimanan adalah percaya kepada Allah swt dan
Hari Akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan,
sedangkan amal perbuatan baru sempurna motivasinya dengan keyakinan tentang
adanya hari kemudian, karena kesempurnaan ganjaran dan balasannya hanya
ditemukan di hari kemudian nanti.6
Sesungguhnya hari akhir itu pasti akan datang, dan sampai saat ini tak ada
seorang pun yang dapat mengetahui kapan ia datang, Allah swt pun sengaja
menyembunyikannya, agar seluruh manusia mendapatkan apa yang telah ia
perbuat, sebagaimana firman-Nya dalam surat Thâha/25 :15 berikut:
“Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia
usahakan.”7
Allah swt telah merahasiakan akan datangnya Hari Kiamat, agar manusia
mendapatkan apa yang telah diperbuatnya, dengan menjadikan dunia sebagai
ladang bagi manusia untuk bercocok tanam yaitu untuk berbuat amal kebajikan,
dan akhirat sebagai tempat untuk menuai yaitu sebagai tempat untuk menerima
ganjaran, maka di sinilah Allah swt menyediakan tempat bagi hamba-Nya yang
5 TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 10, hal. 454. 6 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-1,
hal 109. 7 TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 6, hal. 119.
mengikuti tuntunan –Nya, yaitu berupa Surga. Surga yang Allah sediakan, di
dalam al-Qur‟an divisualisasikan surga didalamnya dengan adanya sungai-sungai
yang mengalir di bawahnya, sungai anggur yang tidak memabukkan, juga terdapat
segala macam buah-buahan. Sebagaimana tertulis dalam al-Qur‟ân surat ar-
Ra‟d/13: 35 berikut :
“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang
takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya
tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat
kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan
bagi orang-orang kafir ialah neraka.”8
Juga dalam surat Muhammad/47: 15 berikut :
“Apakah perumpamaan penghuni surga yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak
beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
8 TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol.2, hal.112.
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?.”9
Disamping itu pula, Allah swt menciptakan bidadari-bidadari yang cantik
dan jelita yang tak pernah tersentuh oleh manusia dan jin, didalamnya pun
terdapat minuman-minuman yang menyegarkan yang bercampur dengan jahe.
Firman Allah dalam surat al-Insan/76: 17 berikut :
“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang
campurannya adalah jahe.”10
Setelah membicarakan visualisasi akan keindahan Surga, di dalam al-Qur‟an
pun terdapat visualisasi akan Neraka, yaitu yang telah Allah sediakan bagi orang-
orang yang tidak patuh terhadap-Nya. Persediaan didalamnya tak lain adalah
pohon zaqqum dan air yang mendidih. Firman Allah dalam surat al-Wâqiah/56: 52
dan 54 berikut :
“Benar-benar akan memakan pohon zaqqum. Sesudah itu kamu
akan meminum air yang sangat panas.”
Dalam hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Allah
mengatakan :
9 TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 9, hal. 321. 10
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
cet. Ke-1, vol. 10, hal. 478.
“Kusediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh segala kenikmatan
yang belum pernah dilihat oleh mata, belum didengar telinga, bahkan
belum pernah tergambar dalam hati sanubari manusia.”11
Bedasarkan hadis Qudsi tersebut, dapat di pahami, bahwa sesungguhnya
Allah telah menyediakan tempat balasan untuk manusia di akhirat kelak, namun
yang demikian itu belum sama sekali diketahui oleh manusia. Sedangkan sejauh
ini, telah diketahui banyaknya visualisasi akan Surga dan Neraka, di dalam buku-
buku, majalah, atau bahkan di film apakah yang demikian itu semata-mata
meninabobokan manusia dengan kenikmatan yang ada di surga dan menakutkan
apa yang ada di neraka.
Apakah yang difikirkan tentang Surga dan Neraka jauh dari keadaan
sebenarnya. Jikalau memang Surga yang digambarkan tersebut berupa sungai-
sungai yang mengalir, di dalamnya terdapat pepohonan, buah-buahan serta
keindahan-keindahan lainnya, bukankah hal yang demikian itu sudah ada di dunia
dan telah dirasakan. Lalu, dimanakah letak keistimewaannya? Memang, bahwa
metode deskripsi dalam al-Qur'an adalah metode yang diunggulkan dalam gaya
bahasa al-Qur'an. Sebagaimana yang di tulis Sayyid Qutb dalam bukunya Taswir
al-Fanni fi al-Qur‟an. Al-Qur'ân mengekspresikan dengan ilusrasi yang sensitif
11
Abu al Husein Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Shahîh
Muslim (Beirut: Dar al Âfâq al Jadîdah), juz. 8, hal 143.
dan imajinatif tentang makna abstrak, kondisi psikis, peristiwa konkret, adegan
nyata, teladan kemanusiaan dan tabiat manusia.12
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
mengkaji masalah ini lebih mendalam guna mendapatkan pengetahuan yang
komprehensif tentang keistimewaan-keistimewaan al-Qur`an khususnya masalah
mengenai visualisasi Surga dan Neraka, dengan cara menganalisa dan
menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dengan menggunakan
metode tematik serta mengkajinya dengan menggunakan hasil-hasil analisa
ilmiah.
Penulis akan membahas ayat-ayat di atas sebagai kajian penyusunan
skripsi ini, karena kandungan ayat tersebut dapat dijadikan pedoman bagi umat
Islam untuk memahami pesan serta makna dari visualisasi surga dan neraka.
Penulis menjadikan pembahasan ini dengan menggunakan metode
tematik13
karena metode tersebut secara rinci mengumpulkan ayat-ayat dengan
permasalahan yang sama sehingga al-Qur‟an terlihat utuh serta petunjuk-petunjuk
yang ada di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami oleh pembaca.
Atas dasar tersebut dan melihat latar belakang di atas, penulis akan
mengangkat skripsi dengan judul ”VISUALISASI SURGA DAN NERAKA
(Kajian Tematik Atas Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Surga dan Neraka).”
12
Sayyid Qutb, Qiamat, Mengungkap Berita-berita Besar Tentang Hari Akhir dalam al-
Qur'an, terj. Nurul Karimah (Yogyakarta:Uswah,2007), hal. 379. 13
Metode tematik adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki maksud yang
sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan
kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir
Maudhui, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: raja Grafindo, 1994), h. 45-46.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditemukan sebuah permasalahan mendasar
dalam penelitian ini. Terutama keistimewaan metode al-Qur'an dalam berekspresi
adalah deskripsi. Deskripsi dalam al-Qur'an memiliki satu makna yaitu keserasian
penyampaian, keindahan pemaparan, juga tentunya keelokan pengemasan.
Maka dengan ini dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan :
1. Apakah surga dan neraka itu telah ada?
2. Apakah luas keduanya seperti antara langit dan bumi?
3. Apakah peran dan fungsi adanya visualisasi tersebut?
4. Bagaimanakah penafsiran mufasir pada ayat-ayat visualisasi surga dan
neraka?
Banyak ditemukan dalam al-Qur‟an ayat-ayat mengenai Surga dan Neraka.
Agar pembahasan dalam penelitian ini jelas dan terarah dengan baik, maka
penulis membatasi pada surat al-Ra‟d ayat 35, Muhammad ayat 15, al-Wâqiah
ayat 52,54, 56,58, al-Insân ayat 17 dan al-Naba ayat 25. Pembatasan pada surat
tersebut dengan alasan karena ayat tersebut telah mewakili akan visualisasi
tentang Surga dan Neraka, ayat tersebut pun yang sering di ingat oleh masyarakat
luas dan penulis memfokuskan penulisan skripsi ini hanya pada kajian mengenai
visualisasi Surga dan Neraka saja, tidak dengan amal-amal perbuatan yang dapat
memasukkan manusia ke tempat tersebut ataupun yang berkaitan dengannya.
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah pada :
Apa peran dan fungsi visualisasi surga dan neraka serta bagaimana
penafsiran mufasir pada ayat-ayat visualisasi Surga dan Neraka?
C. Kajian Pustaka
Telah banyak beberapa tulisan, baik itu berbentuk buku maupun artikel
yang membahas dan berhubungan tentang surga dan neraka. Akan tetapi masih
minim yang memfokuskan pembahasan pada visualisasi surga dan neraka.
Diantara buku yang berhasil penulis temukan adalah :
Perjalanan Manusia Menuju Tuhannya. Karangan H. Anwar Junus, SH.14
Setelah penulis membaca buku ini, penulis mendapatkan informasi mengenai
proses kehidupan manusia di dunia hingga ke akhirat. Namun, dalam buku ini
tidak membahas secara luas mengenai visualisasi Surga dan Neraka.
Taswir al-Fanni fi al-Qur’an, Keindahan al-Qur’ân yang Menakjubkan.
Karangan Sayyid Qutb.15
Buku ini penulis mendapatkan informasi, bahwa salah
satu gaya yang diunggulkan al-Qur‟an dalam berekspresi adalah visualisasi atau
deskripsi. Dalam buku ini tidak memfokuskan dalam pembahasan mengenai
Surga dan Neraka, namun sangatlah membantu dalam memahami bagaimana
penggambaran al-Qur‟ân terhadap sesuatu.
Indahnya Bidadari Surga, Karangan Jamal Abdurrahman.16
Dalam buku
ini mengungkapkan sifat-sifat dari bidadari-bidadari surga, yaitu sebagai isteri
14
Anwar Junus, Perjalanan Manusia Menuju Tuhannya (Jakarta: NizhamPress, 2007),
cet. Ke-1. 15
Sayyid Qutb, Taswir al-Fanni fi al-Qur’an, Keindahan al-Qur’an yang Menakjubkan
(Jakarta : RabbaniPress, 2004), cet. Ke-1. 16
Jamal Abdurrahman, Indahnya Bidadari Surga (Jakarta: Rabbani Press, 2004), cet.
Ke-1.
yang suci, matanya yang indah, kesuciannya, juga bahan penciptaannya. Dalam
hal ini citra bidadari telah digambarkan dan menjadikan dorongan yang kuat bagi
kaum pria untuk mendapatkannya, lalu sugesti macam apakah yang bisa diberikan
untuk wanita?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Begitu banyak informasi-informasi yang didapatkan perihal Surga dan
Neraka, namun terkadang informasi yang didapatkan belumlah terkuak, maka dari
itu tujuan penelitian ini adalah pertama, mengetahui peran dan fungsi dari
visualisasi surga dan neraka. Kedua, mengetahui penafsiran mufasir pada ayat-
ayat tentang visualisasi surga dan neraka. Ketiga, sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi S1 di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Tafsir Hadis.
Sedangkan dengan adanya penelitian ini, penulis berharap akan mendatangkan
manfaat, diantaranya yaitu berupa manfaat Ilmiah dalam rangka memperkaya
khazanah ilmiah di bidang Tafsir al-Qur`an, juga manfaat kepada masyarakat
adalah untuk menambah kemajemukan dalam berfikir juga sebagai media untuk
meningkatkan setiap detik kesadaran religi setiap individu dan mengingatkan
bahwa dunia bukanlah segalanya, karena masih ada kehidupan yang kekal
nantinya.
E. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
Bentuk penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan)
yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengklarifikasi serta menelaah
beberapa literatur yang berkaitan dengan inti permasalahan.
Kegiatan pengumpulan data, dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
menggali informasi atau pesan dari bahan-bahan tertulis yang tersedia berupa
buku-buku. Sumber data primer adalah Al-Qur‟an. Adapun sumber data sekunder
berupa kitab-kitab syarah hadis dan kitab-kitab Tafsir karya Quraish Shihab, yaitu
Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an dan juga Tafsîr al-
Sya’râwi karya Syeikh Mutawalli al-Sya‟râwi, serta salah satu karya monumental
dari salah seorang mufassir ternama yaitu Sayyid Qutb, dengan judul bukunya
Taswir al-Fanni fi al-Qur’an, serta buku-buku yang memberikan penjelasan ke
arah tersebut. Karya-karya ini dijadikan bahan tambahan bagi sumber primer. Dari
sumber primer maupun sekunder, diharapkan diperoleh data kualitatif sesuai yang
diinginkan. Selanjutnya data-data yang telah terhimpun, diolah dengan analisis,
interpretasi dan studi komparasi sehingga dapat memberi pengertian dan konklusi
sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi objek penelitian
ini.
Adapun teknik penulisan ini mengacu kepada buku pedoman penulisan
karya ilmiyah, skripsi, tesis dan desertasi yang diterbitkan UIN Jakarta Press pada
tahun 2006/2007.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya, penulis membagi skripsi ini dalam lima
bab, yakni :
Bab pertama, Pendahuluan menjelaskan tentang apa yang melatar
belakangi skripsi ini sehingga timbul permasalahan, mengidentifikasi, membatasi
dan merumuskan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan metodologi penulisan serta sistematika penulisan.
Bab kedua, menjelaskan sekilas pengertian visualisasi serta urgensinya,
pengertian Surga dan Neraka dan nama-namanya, juga sifat Surga dan Neraka.
Bab ketiga, menjelaskan tentang perjalanan manusia menuju tuhannya,
yaitu manusia di alam arwah, manusia di alam rahim, manusia di alam dunia,
manusia di alam barzakh, manusia di alam akhirat. Pada bab dua ini di rasa perlu
untuk membahas akan hal tersebut, sebagai estafet pendukung untuk menuju
pembahasan selanjutnya, didalamnya membahas akan perjalanan awal manusia
hingga akhir dari kehidupannya di dunia serta keterkaitan antara dunia dan
akhirat.
Bab keempat, memaparkan penafsiran dari para mufasir tentang visualisasi
surga dan neraka, taman-taman surga, bidadari-bidadari surga, makanan dan
minuman ahli surga dan neraka, dan analisis penulis terhadap ayat-ayat tentang
surga dan neraka.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan
dan saran.
BAB II
VISUALISASI SERTA SEKILAS TENTANG PENGERTIAN SURGA DAN
NERAKA
Salah satu keunikan al-Qur‟an adalah segi metode pengajaran dan
penyampaian pesan-pesannya kedalam jiwa manusia. Salah satu metode
pengajaran al-Qur‟an yakni penyampaian melalui ungkapan visualisasi dalam hal-
hal yang mendasar dan bersifat abstrak. Hal-hal tersebut diungkap al-Qur‟an
melalui perumpamaan yang bersifat konkret (hissi). Metode ini dimaksudkan
menjelaskan dan menegaskan makna pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan
menggunakan perumpamaan berbentuk konkret tersebut, para pendengar dan
pembaca al-Qur‟an akan merasakan seolah-olah pesan yang disampaikan al-
Qur‟an itu terlihat secara langsung.
Hakikat-hakikat yang tinggi dalam makna dan tujuannya akan
menampilkan gambarannya secara lebih menarik, jika dituangkan dalam kerangka
retorika yang indah. Dengan analogi yang benar, ia akan lebih dekat dengan
pemahaman suatu ilmu yang telah diketahui secara yakin. Tamtsîl (perumpamaan)
merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna yang hidup di dalam
pikiran. Biasanya, dilakukan dengan metode mempersonifikasikan sesuatu yang
gaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan yang konkrit, atau dengan
menganalogikan sesuatu hal dengan hal yang serupa.17
17
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006), hal. 352.
Al-Qur‟an yang dipandang sebagai kitab yang Agung ini memiliki banyak
keistimewaan, salah satunya adalah dalam memvisualisasikan sesuatu yang gaib.
Visualisasi yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah visualisasi al-Qur‟an
terhadap Surga dan Neraka. Tak jarang bahkan sering terdengar penjelasan
mengenai Surga dan Neraka, dan seakan jiwa ini pun terhanyut dibawa olehnya.
Akan tetapi, penjelasan mengenai visualisasi tersebut masih memerlukan
penjelasan terperinci. Berikut akan diulas tentang pengertian tersebut.
A. Pengertian dan Manfaat Visualisasi
Visualisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengungkapan
suatu gagasan atau pesanan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata
dan angka), peta juga grafik, proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk
disajikan lewat televisi oleh produser.18
Sedangkan dalam al-Qur‟an visualisasi
berarti perumpamaan, gambaran, yang dengan ini dinamakan matsâl. Matsâl
tersebut dibuat oleh Allah swt agar manusia dapat berpikir, sebagaimana firman-
Nya dalam surat al-Hasyr/59: 21 berikut:
“Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
18
DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-
3, lihat juga JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.
ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami
buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” 19
Visualisasi dalam al-Qur‟an adalah menonjolkan makna dalam bentuk
perkataan yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh yang mendalam
terhadap jiwa, baik yang yang berupa tasybih20
ataupun perkataan bebas lepas.
Visualisasi digunakan pula untuk menunjukkan arti keadaan dan kisah yang
menakjubkan.21
Visualisasi mengandung banyak sekali manfaat, hikmah serta pelajaran
yang bisa diambil darinya, baik untuk manusia pada umumnya maupun umat
Islam pada khususnya. Adapun di antara manfaat dengan adanya visualisasi ini
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Manna Khalîl al-Qaththân dalam
kitabnya Mabâhits fi ‘Ulûmil Qur’an”22
berikut : Pertama, menonjolkan sesuatu
ma’qul yaitu yang hanya bisa dijangkau oleh akal, dalam bentuk konkrit yang
dapat dirasakan oleh indera manusia, sehingga akal mudah untuk menerimanya.
Sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika
dituangkan dalam bentuk indrawi yang dekat dengan pemahaman.
Kedua, menyingkap hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang
tidak tampak seakan-akan sesuatu itu tampak.
19
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 73. 20
Tasybih adalah petunjuk adanya saling keterkaitan suatu perkara dengan yang lainnya
dalam hal makna, kemudian diisyaratkan adanya qarinah dan perangkat atau alat yang digunakan
untuk tasybih tersebut, baik lafal maupun hanya ditakdirnya. Lihat. Abdullah Karim, ilmu tafsir
imam as-suyuti (Banjarmasin: COMDES Kalimantan, 2004), hal. 65. 21
Mannâ Khalîl al-Qaţţân, Mabâhits fi ‘Ulûmil Qur’an, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, ter.
Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), cet. Ke-11, hal. 402. 22
, Mannâ Khalîl al-Qaţţân, Mabâhits fi ‘Ulûmil Qur’an, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, ter.
Mudzakir AS, hal. 409.
Ketiga, mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan
yang padat.
Keempat, mendorong orang yang diberi matsâl untuk berbuat sesuai
dengan isi matsâl, jika ia merupakan yang disenangi jiwa. Seperti ketika Allah
membuat perumpamaan bagi keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan
Allah, dimana hal itu akan memberikan kepadanya kebaikan yang banyak.
Kelima, menjauhkan atau tanfîr terhadap sesuatu yang dibenci jiwa.
Contohnya firman Allah tentang larangan bergunjing.
Keenam, untuk menguji orang yang diberi matsâl.
Ketujuh, untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang
dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya matsâl tentang keadaan orang yang
dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya.
Kedelapan, amtsâl lebih berpengaruh kepada jiwa, lebih efektif dalam
memberikan nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih
memuaskan hati. Allah swt banyak menyebut amtsâl di dalam al-Qur‟an untuk
peringatan dan pelajaran.
B. Pengertian Surga dan Neraka serta Nama-namanya
Perkataan Surga berasal dari bahasa arab yaitu Jannah dengan akar
katanya yaitu Janna. Kata tersebut berasal dari kata Janana pada asalnya berarti
tertutup, yaitu tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia. Dari akar kata
inilah berkembang pengertiannya sejalan dengan perkembangan konteks
pemakaiannya sehingga terbentuk kata lain. Misalnya, janin diartikan sang cabang
bayi yang masih berada di dalam kandungan ibunya. Diartikan demikian karena
bayi tersebut masih tertutup oleh perut ibunya. Salah satu makhluk halus ciptaan
Allah disebut jin karena hakekat dan wujudnya tidak dapat diketahui oleh indera
manusia. Seseorang yang gila disebut majnun, karena akalnya tertutup. Kebun
yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan sehingga menutupi pandangan manusia
dinamakan jannah, kata ini diartikan juga dengan Surga karena hakikat Surga
tertutup dari akal dan indera manusia.23
Surga adalah suatu tempat di alam akhirat yang penuh segala macam
kesenangan dan kenikmatan yang belum terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga
dan belum pernah tergores dalam hati manusia, yang telah disediakan oleh Allah
untuk hamba-hambanya yang sewaktu hidup didunia senantiasa bertakwa -Nya,
yaitu yang menjalankan segala perintahnya dan meninggalkan larangannya,
sebagai bentuk balasan bagi mereka selamanya.24
Nama-nama Surga adalah, Dar al-Salam yaitu karena ia merupakan negeri
keselamatan dari setiap musibah dan dari segala yang dibenci. Firman Allah swt
QS. al-An‟am/6: 127
“Bagi mereka disediakan darussalam surga pada sisi Tuhannya dan
dialah pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka
kerjakan.”
23
A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata, vol, 1, hal.386. 24
M. Ali Chasan Umar, Surga dan Kenikmatannya (Semarang: CV. Toha Putra), hal. 9.
Dar al-Khulud yaitu karena penghuninya tidak akan meninggalkannya
untuk selamanya, firman Allah swt surat Hud/11: 108
“Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam
surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika
Tuhanmu menghendaki yang lain sebagai karunia yang tiada putus-
putusnya.”
Dar al-Muqamah yaitu karena mereka tinggal di dalamnya, tidak mati dan
tidak pindah dari sana selamanya, artinya adalah tempat tinggal yang abadi,
firman Allah swt surat Fathir/ 35: 34-35 :
“Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang Telah
menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-
benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan
kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami
tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.”25
Jannah al-Ma’wa, firman Allah swt surat an-Najm/53: 15
25
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 8, hal. 166.
“Di dekatnya ada surga tempat tinggal.”
Jannah al-Adn adalah Surga tempat tinggal dan menetap selamanya,
firman Allah swt surat Maryam/ 19: 61
“Yaitu surga 'Adn yang Telah dijanjikan oleh Tuhan yang Maha
Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (syurga itu) tidak nampak.
Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.”
Firdaus yaitu kebun yang didalamnya terdapat anggur, kata ini digunakan
untuk semua Surga dan ada juga yang mengatakan bahwa kata ini digunakan
untuk Surga yang paling tinggi dan utama, firman Allah surat al-Mu‟minun/23:
10-11
“Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, yakni yang akan
mewarisi surga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.”26
Jannah an-Na’im yaitu kata ini juga digunakan untuk semua Surga karena
ia mencakup segala yang dinikmati berupa pakaian, minuman, makanan, firman
Allah swt surat Luqman/31: 8
26
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 470.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal saleh, bagi mereka surga yang penuh kenikmatan.”27
Al-Maqam al-Amin, arti maqam adalah tempat tinggal, sedangkan al-
Amin adalah aman dari segala keburukan, penyakit, dan setiap yang dibenci. Ialah
yang menghimpunkan semua sifat keamanan, jadi ia aman dari kehilangan
kerusakan dan kekurangan lainnya, dan penghuninya aman dari keluar, terganggu
dan kesusahan. Jadi, ia menghimpun antara tempat dan makanan, sehingga
mereka tidak takut terputusnya buah-buahan dan tidak pula akibat buruknya, juga
aman untuk tidak keluar darinya sehingga mereka tidak menghawatirkannya, dan
juga dari kematian, sehingga mereka tidak takut akan mati di dalamnya, firman
Allah surat ad-Dukhan/44: 55
“Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan
dengan aman dari segala kekhawatiran.”28
Maq’ad as-Sidq dan Qidam ash-Sidq yaitu karena dapat diperolehnya
semua yang diinginkan berupa tempat yang baik. Qidam sidq ditafsirkan dengan
amal-amal yang Surga diperoleh dengannya, firman Allah surat al-Qamar/54: 54-
55.29
27
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 7, hal. 537. 28
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 184. 29
Abdul Lathif „Asyur, Kenikmatan dunia hanya sedikit Dibanding Akhirat:
Mengungkap Keajaiban Surga (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2000), hal. 19-22.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-
taman dan sungai-sungai. Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang
berkuasa.”30
Perkataan Neraka berasal dari bahasa arab yaitu Nâr, akar katanya adalah
Nawwara atau Anâra kata Nâr merupakan bentuk mufrad jamaknya adalah Nîrân
yang berarti Idhâ’ah yaitu cahaya. Kata an-nâr digunakan untuk menunjukkan
rasa panas, baik panasnya perasaan atau panasnya api juga panas berkecamuknya
perang. Disamping itu juga punya makna jahannam, yaitu Neraka. Menurut
Fakhru râzi kata al-nâr dan nîran berbeda, sebab al-nâr tidak akan membakar
kecuali manusia dan batu, sedangkan Muhammad Abduh memaparkan bahwa
kata al-nâr adalah tempat azab akhirat yang sudah diyakini adanya, tetapi tidak
dibahas hakikat al-nâr itu sendiri dan tidak pula diserupakan dengan api yang ada
di dunia. Makna kedua tersebut diatas adalah makna yang terdapat dalam al-
Qur‟an. Kata al-nâr dalam al-Qur‟an hanya memiliki dua arti, yaitu pertama api
yang berkaitan dengan akhirat, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah/2
:174
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
Telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang
sedikit murah, mereka itu Sebenarnya tidak memakan ke dalam perutnya
melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari
30
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 584.
kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat
pedih.”
Kedua, api yang biasa digunakan manusia di dunia untuk membakar
sesuatu, sebagaimana firman Allah swt surat al-Baqarah/2: 39.31
“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami,
mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”32
Diantara nama-nama neraka adalah Jahannam tempat yang dalam sekali,
firman Allah swt surat Qaff/50 : 30
“Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-
orang yang lalai.”33
Hâwiyah yaitu marupakan akar kata dari hawa artinya jatuh dari tempat yang
tinggi ke tempat yang dalam, firman Allah swt surat al-Qâri‟ah/101: 8-11
31
Munawarotul Ardi, Ensiklopedi al-Qur’an: Kajian Kosakata al-Qur’an, vol 2, hal. 709. 32
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 1, hal. 76. 33
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 442.
“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya,
Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah
neraka Hawiyah itu?, yaitu api yang sangat panas.”
Jahim yaitu api yang menghanguskan, firman Allah swt surat al-Infitar/82 : 14
“Dan Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar
berada dalam neraka.”
Sa’îr yaitu api yang menyala, firman Allah swt dalam surat al-Mulk/67: 5
“Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-
nyala.”34
Saqar yaitu berasal dari kata saqara artinya teriknya matahari menghanguskan
orang, firman Allah swt surat al-Mudatsir/74: 26-30
34
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 220.
“Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah
kamu apakah neraka Saqar itu?. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya
ada sembilan belas Malaikat penjaga.”
Laza yaitu nyala api, firman Allah swt surat al-Ma‟ârij/70: 15-18
“Sekali-kali tidak dapat, Sesungguhnya neraka itu adalah api yang
bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang
membelakang dan yang berpaling dari agama, serta mengumpulkan harta
benda lalu menyimpannya.”35
Hutamah yaitu neraka yang membakar manusia sampai ke ulu hatinya. Firman
Allah swt surat al-Humazah/104: 5-9 berikut :
“Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?, yaitu api yang disediakan
Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati.”
Telah disebutkan di atas akan nama-nama Surga dan juga Neraka, namun
di dalam al-Qur‟an tidak terdapat penjelasan yang lebih spesifik mengenai nama-
nama itu. Maka dari itu tidaklah dapat dipastikan apakah nama-nama tersebut
adalah pintu yang berarti tempat masuk dan keluar dari satu ruangan ataukah yang
di maksud adalah tingkat.
35
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 328.
C. Sifat Surga dan Neraka
Pemahaman mengenai sifat Surga dan Neraka menjadi perbincangan
sementara ulama, yaitu sifat akan kekekalannya. Terdapat lafadz ayat-ayat di
dalam al-Qur‟an yang mengatakan akan kekekalan keduanya, seperti lafadz ulâika
ashâbul jannati hum fîha khôlidûn atau ulâika ashâbunnâri hum fîha khôlidûn.
Kata Khâlid memiliki arti kekal, abadi. Merujuk pada akar katanya yaitu
Khalada yang artinya tetap dan kekal. Kekekalan yang ditunjuk Khalada dapat
berarti kekekalan sementara dan kekekalan di dalam arti sesungguhnya, abadi,
terus menerus tanpa akhir, tetapi mempunyai awal.36
Al-Qur‟an menggunakan kata-kata tersebut dengan makna “kekekalan
sementara”37
dan “kekekalan dalam arti sesungguhnya”38
, yakni tidak mengalami
kerusakan dan perubahan.
36
M. Rusydi Kholid, Khâlid, Ensiklopedi al-Qur’an: Kajian Kosakata, hal. 451. 37
Penunjukkan pada makna “kekekalan sementara” terlihat pada celaan al-Qur‟an pada
orang-orang kafir kaum Ad masa Nabi Hud yang membangun benteng-benteng yang tinggi
seakan-akan mereka hidup kekal di dunia, tidak mati, firman Allah surat al-Syu‟arâ/26: 129
berikut :
“Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di
dunia)?”
Terdapat pula daam surat al-Humazah/3: 104, yaitu tentang perilaku orang-orang tamak
yang menganggap harta bendanya dapat membuatnya kekal di dunia.
.
“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya.”
Ada pendapat yang mengemukakan bahwasannya Surga atau Neraka itu
tidaklah kekal, terlebih jika di dalam ayat tersebut terdapat kalimat pengecualian,
seperti dalam surat Hud/11: 108 berikut :
“Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam
Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika
Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-
putusnya.”
38
Penunjukan makna “kekekalan sesungguhnya” terlihat pada penyebutan hari akhirat,
hari kekekalan, hari yang tiada batas akhirnya. Kekekalan tersebut meliputi segalanya pada hari
akhirat, seperti penghuni Surga kekal di dalamnya, firman Allah surat al-Baqarah/2: 25 berikut :
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-
buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka
kekal di dalamnya”
Penghuni Neraka juga tinggal kekal di dalamnya, firman Allah surat al-Baqarah/2: 39
berikut :
“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Pada ayat tersebut terdapat pengecualian, jika pengecualian dipahami
secara apa adanya, maka akan member kesan bahwa ada orang-orang yang masuk
Surga yang tidak kekal di dalamnya. Hal ini tentunya bertentangan dengan sekian
teks keagamaan yang telah menetapkan bahwa siapa yang masuk Surga maka
tidak akan keluar lagi.
Pada ayat di atas para ulama memahami dalam arti orang-orang yang
diberi kebahagiaan oleh Allah, akan masuk Surga dan kekal di dalamnya, sejak
awal perhitungan sampai waktu yang tidak terbatas. Kecuali orang-orang yang
dikehandaki Allah untuk ditunda waktunya masuk Surga, yaitu orang-orang
mukmin yang banyak berbuat maksiat. Mereka itu akan berada di Neraka sesuai
azab yang pantas untuk mereka, kemudian keluar dari sana dan masuk ke Surga,
dengan kata lain pendapat ini menyatakan bahwa yang dikecualikan disini adalah
mereka yang tidak kekal di Neraka yang ditunjuk oleh pengecualian ayat yang
berbicara tentang penghuni Neraka, tetapi ada juga yang memahami kata
pengecualian pada ayat tersebut dalam arti dan sehingga artinya mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi dan lebih dari itu sepanjang kelebihan
yang dikehendaki Allah.39
Jika dicermati kembali dalam memahami pengecualian tersebut di atas
yang mungkin terjadi kontroversi akan ketidakkekalan tersebut adalah sebagai
berfungsi menunjukkan kekuasaan Allah swt yang mutlak. Memang Allah telah
menetapkan atas diri-Nya mengekalkan Surga dan juga Neraka. Ketetapan itu
tidak akan berubah, namun jika Dia berkehendak mengubahnya, maka itu pun
39
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vol. 13, hal.341.
dalam wewenang-Nya, karena tidak ada yang wajib bagi Allah, tidak ada juga
yang dapat memaksa-Nya untuk melakukan sesuatu atau tidak.40
40
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, hal.
341.
BAB III
PERJALANAN MANUSIA MENUJU TUHANNYA
A. Manusia di Alam Arwah
Proses perjalanan hidup manusia menuju Tuhannya, dimulai sejak ia
diciptakan oleh Allah swt dalam bentuk ruh. Ruh dalam bahasa arab berarti nafas,
angin. Ruh inilah yang merupakan hakekat manusia yakni yang menghidupkan
dan mengendalikan manusia sehingga manusia dapat bergerak, berbicara,
mengetahui, memahami dan mengerti tentang sesuatu. Ruh merupakan zat murni
yang tinggi dan hidup. Keberadaan ruh berbeda dengan tubuh. Jika tubuh dapat
diketahui, dilihat dan diraba dengan panca indera, maka sebaliknya ruh adalah
suatu yang ghaib yang menyelusup kedalam tubuh sebagaimana menyelusupnya
air kedalam bunga, utuh tidak larut dan tidak terpecah-pecah, untuk memberikan
kehidupan pada tubuh selama tubuh itu mampu menerimanya.41
Allah Maha Tahu tentang sifat manusia yang salah satunya adalah mudah
lalai dan lupa, maka jauh sebelum ruh tersebut ditiupkan ke jasmaninya, Allah swt
membuat semacam dialog dan janji setia ruh selaku makhluk dan Tuhan selaku
Sang Khalik, dengan ini menegaskan bahwa janji atau kesaksian manusia itu perlu
diadakan, agar manusia nanti pada hari kiamat pada saat dimintakan
pertanggungjawaban atas amal-amalnya di dunia, ia tidak berkelit lidah atau
mencari-cari alasan, dengan mengatakan bahwa manusia adalah orang-orang yang
memang lengah. Firman Allah swt dalam surat al-A‟râf/7: 172 berikut :
41
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1944), Jilid 4, hal. 174.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)."
Dialog perjanjian tersebut sangatlah singkat namun memiliki arti yang
dalam dan bersifat aktif. Allah bertanya kepada ruh-ruh tersebut “Alastu
birobbikum” artinya “Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Ruh-ruh tersebut menjawab :
“Bala syahidna” artinya “betul, kami telah menyaksikan”. Pernyataan inilah yang
harus dipegang terus selama hidup di dunia kelak. Bahkan pada ayat selanjutnya
Allah swt mengingatkan, agar nanti di hari kiamat, manusia tidak mengatakan
bahwa mempersekutukan Allah itu memang sudah dari orang tua mereka sejak
dahulu, karenanya mereka beralasan, apakah mereka dibinasakan atas perbuatan
orang dahulu? Hal ini dimaksudkan agar orang-orang musyrik itu jangan
mengatakan bahwa bapak-bapak mereka dahulu telah mempersekutukan Tuhan,
sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak
ada lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang
mempersekutukan Tuhan itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak
patut disiksa karena kesalahan orang-orang tua mereka itu.42
Hal ini tertulis dalam al-Qur‟an surat al-A‟râf/7: 173 berikut :
“Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang
tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini
adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah
Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang
sesat dahulu?."
Hidup adalah bersyahadat. Sejak masih di alam arwah sampai masuk ke
liang kubur, sepanjang waktu, tiada henti sedikit pun. Bahkan lebih dari itu, ketika
kita dibangkitkan dari dalam kubur di hari akhirat, untuk
mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan selama hidup di dunia, seluruh
manusia akan ditanya mengenai pebuatannya selama di dunia, sekaligus
bersyahadat menyaksikan kebenaran Allah dan para Rasul-Nya, kebenaran
firman-firman Allah dan kebenaran hari akhirat dengan segala keadaannya. Maka,
perjalanan hidup ini tidak lebih dari proses bersyahadat, yaitu pembuktian bahwa
firman-firman Allah di dalam kitab-kitab-Nya itu benar. Bahwa apa yang
disampaikan oleh para rasul adalah benar. Bahwa kematian adalah benar. Bahwa
kehidupan dunia dan akhirat adalah benar. Bahwa manusia adalah seorang hamba
yang tidak punya apa-apa di hadapan-Nya adalah benar. Bahwa tidak satu
kekuatan pun selain Dia adalah benar. Karena itu, Dia adalah Tuhan, Penguasa
42
Muhammad Baihaqi, Perjalanan Roh Manusia Melalui Empat Alam, hal 19.
Alam semesta sesungguhnya.43
Jadi, sesungguhnya manusia sudah sejak awal
dibekali atau diberi fithrah islam, dan telah dibekali dengan iman serta tauhid.
Sebagai konsekwensi logis dari janji dan fitrah yang diterimanya itu, maka
sudah selayaknya manusia melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya, melanggarnya sama saja dengan melanggar fithrah-Nya, melanggar
perjanjian dengan-Nya, atau keluar dari fithrah-Nya. Karenanya janji tauhid
merupakan janji ruh di awal kejadiannya, maka ini merupakan dasar pokok dari
semua eksistensi manusia.
B. Manusia di Alam Rahim
Alam kedua yang pasti dan harus dilalui manusia dalam menuju
pertumbuhan hidupnya adalah alam rahim. Alam rahim merupakan alam tempat
benih atau calon manusia yang berada di rahim ibu, yaitu sejak manusia
dijelmakan oleh Allah dalam bentuk benih, hingga saatnya ia lahir ke alam dunia.
Rahim dalam bahasa arab artinya kasing sayang, hal yang demikian itu di
karenakan benih atau calon manusia yang berada di dalamnya adalah sangat di
kasihi dan disayangi sedemikian rupa, baik oleh ibu yang sedang mengandungnya,
maupun bapaknya ataupun siapa saja yang mengetahui bahwa wanita itu hamil,
sehingga kesehatannya harus dipelihara, kemauannya dan kehendaknya harus
diikuti serta menjaga perasaannya agar tidak tersinggung.
Proses penciptaan manusia melibatkan ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan
bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, tetapi ada
43
Agus Mustafa, Syahadat di alam Rahim (Surabaya: PADMA Press, 2007), hal. 17.
juga penciptaan manusia yang tidak melibatkan ibu dan bapak tetapi hanya Allah
swt, yaitu penciptaan Adam, serta terdapat pula penciptaan manusia yang
melibatkan Allah swt beserta seorang ibu, yaitu penciptaan Isa. Pembahasan ini
lebih mengedepankan proses penciptaan manusia secara umum. Allah berfirman
dalam al-Qur‟an dalam surat al-Mukmînun/23: 12-14 berikut :
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah, kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami
jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.”44
Setelah sub bab yang lalu menjelaskan akan perjanjian semua ruh-ruh akan
menjadi manusia, ataupun yang nantinya keguguran, maka pada sub bab ini
menjelaskan mengenai proses kejadian manusia di alam rahim.
Ayat di atas menerangkan proses kejadian manusia yang diciptakan dari
tanah. Ilmu pengetahuan modern telah menetapkan bahwa tubuh manusia terdiri
zat kimia diantaranya adalah karbon, oksigen, hidrogen, fosfor, sulfur, nitrogen,
44
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 475.
kalsium, potasium, sodium, magnesium, klorine, zat besi, tembaga, yodium,
fluorine, kobalt, silikon, timah dan aluminium.45
Unsur-unsur tersebut juga
terdapat di dalam tanah, meskipun berbeda kadarnya antara satu manusia dan
manusia lainnya.
Maksud penciptaan manusia secara umum dari tanah adalah bahwa bukan
serta merta di buat dari tanah secara langsung akan tetapi merupakan sebuah
tahapan, yaitu ketika hidup tentu manusia membutuhkan makanan, makanan yang
dimakan oleh manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan tersebut
berasal dari tanah, maka ketika tumbuh-tumbuhan tersebut dikonsumsi dan masuk
dalam tubuh setiap manusia, kemudian manusia tersebut melakukan hubungan
suami isteri dan disanalah bertemunya sperma laki-laki dan ovum perempuan, lalu
menghasilkan manusia. Inilah yang dinamakan proses penciptaan manusia yang
berasal dari tanah .
Setelah melakukan hubungan intim suami istri, dimulailah fase pertama
yaitu terjadinya pembuahan, bercampurnya antara sel telur jantan (sperma)
dengan sel telur betina sejenis zygot yang dalam bahasa al-Qur‟an disebut dengan
mani46
(nutfah)47
yang disimpan dalam tempat yang kokoh, yaitu rahim seorang
45
Muhammad Kamil Abdushshomad, Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an, terj. Alimin,
Ghaniem Ihsan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), hal. 194. Kalsium terdapat pada kacang-
kacang-kacangan dan buah-buahan, fosfor terdapat pada kacang-kacangan, zat besi terdapat pada
tepung gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran, natrium terkandung di dalamnya garam dapur,
kalium tedapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran, magnesium tedapat pada kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayur-sayuran dan zink terdapat pada makanan hasil laut. 46
Bentuk air mani yang disebutkan al-Qur‟an memiliki tiga maksud, yaitu mani
jantan:sperma laki-laki yang terdapat di dalam mani, lalu mani betina:ovum yang terdapat dalam
ovari, mengalami ovulasi satu kali dalam sebulan, kemudian gamet: mani campuran dari sperma
laki-laki dan ovum wanita ketika terjadi pembuahan. Lihat. Muhammad Kamil Abdushshomad,
Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an, hal. 194-195.
ibu, menetapnya telur dalam rahim sang ibu terjadi karena tumbuhnya jonjot
(villi) yakni perpanjangan telur yang akan menghisap dari dinding rahim, berupa
zat-zat protein yang diperlukan bagi membesarnya telur. Seperti akar tumbuh-
tumbuhan masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan ini mengokohkan telur di dalam
rahim. Al-Qur‟an menyebut hal ini dengan nama „alaqoh “sesuatu yang
melekat”.48
, kemudian „alaqoh tersebut atau yang disebut sebagai segumpal darah
itu dijadikan segumpal daging (mudghah). Setelah itu peralatan tubuh mulai
terbentuk. Sel-sel di lokasi tertentu membentuk organ yang berbeda-beda seperti
pembuluh darah, daging, tulang, bahkan kaki, tangan, dan organ tubuh lainnya.49
Fase ketiga ini atau tahap evolusi janin merupakan fase perkembangan
yang cepat, dimana dalam fase ini tulang belulang rawan berubah menjadi tulang
belulang keras, hal yang demikian sering disebut dengan segumpal daging yang
dijadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang tersebut dibungkus dengan
daging. Sementara dalam rahim janin di bungkus oleh suatu selaput yang disebut
dengan “kulit ketuban”. Kulit ketuban ini penuh dengan cairan yang melakukan
berbagai fungsi bagi janin antara lain ialah melindunginya dari sentuhan keras dan
dampak daya tarik.50
Adapun untuk berapa lamanya benda cair (mani) tersimpan dalam rahim
sang ibu, dan berapa lama segumpal darah tersimpan sebelum menjadi segumpal
daging, dijelaskan oleh Rasulullah saw :
47
Achmad Baiquni, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Jakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1996), cet. Ke-1, h. 185-186. Lihat juga Maurice Bucaile, Asal Usul Manusia:
Menurut Bibel al-Qur’an Sains (Bandung: Mizan, 1988), cet. Ke-12, hal. 215. 48
Maurice Bucaille, Asal usul manusia: Menurut Bible Qur’an dan Sains, hal. 236. 49
Utsman Najati, al-Qur’an dan ilmu Jiwa (Pustaka: Bandung, 1985), cet. Ke-1, hal. 275-
276. 50
Utsman Najati, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, hal. 275-276.
“Dari Abdullah ra katanya : Rasulullah saw, yang mutlak benar
menceritakan kepada kami, sesungguhnya proses penciptaan seseorang
kamu setelah berada dalam rahim ibunya selama 40 hari, kemudian dia
menjadi „alaqoh (segumpal darah) selama empat puluh hari. Kemudian
menjadi mudghah (segumpal daging), selama 40 hari, kemudian diutus
malaikat meniupkan ruh jiwa terhadapnya. Kemudian diperintahkan
kepada malaikat menulis empat ketetapan, yaitu mengenai rezekinya,
ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagia.”51
Setiap bayi manusia yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci dan
tak memiliki dosa apa-apa, selanjutnya kedua orang tuanya lah yang akan
membimbingnya. Sebagaimana hadis Nabi saw :
“Setiap anak yang baru dilahirkan ia dalam keadaan suci, lalu
kedua orang tuanyalah yang akan menyebabkannya ia menjadi Yahudi,
Nasrani ataupun Majusi.”52
51
Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri,
(Beirût: Dar Ibn Katsîr) juz. 6, hal. 2433. 52
Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahih Bukhari (Beirût:
Dar Ibn Katsîr) juz 1, hal. 465.
Maka, inilah yang dikatakan bahwa fitrah manusia dalam beragama adalah
agama islam, yaitu ia bertauhid akan keesaan Allah swt sebagaimana janjinya
yang telah di ungkap ketika masih di alam arwah.
C. Manusia di Alam Dunia
Setelah cukup masanya manusia itu berada di alam rahim seperti yang
telah dibahas pada sub bab sebelumnya, yaitu kurang lebih sembilan bulan berada
di dalam kandungan, maka pada saat yang telah di tentukan Allah swt, lahirlah
manusia tersebut ke alam dunia.
Dari nama tempat kehidupan di pentas ini yaitu dunia maka tercerminlah
subtansinya. Dunia yang dalam bahasa arab adalah dunyâ. Kata ini terambil dari
kata al-dunu’ yang berarti dekat pada zat , tempat, waktu atau kedudukan. Dari
sini juga dapat di pahami dalam arti rendah atau hina. Kedekatan atau kerendahan
itu adalah jika di bandingkan dengan lawannya yaitu akhirat (pembahasan
mengenai akhirat ini akan di bahas lebih jauh pada sub bab berikutnya). Adapun
kerendahan dan kehinaan itu dapat berubah menjadi ketinggian dan kemuliaan
bila yang berada di tempat itu menghiasinya dengan nilai ilahi, tanpa hal itu maka
dunia tidak lain hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan.53
Dunia adalah tempat di mana perlindungan menyangkut masa depan tidak
dapat dicari dan diperoleh kecuali di kala hidup bermukim di pentasnya. Apapun
aktivitas yang dilakukan –jika semata-mata dilakukan buat dunia- maka itu tidak
menjamin untuk keselamatan. Di Dunia inilah manusia diuji dan diberi cobaan.
53
M. Quraish Shihab, Menjemput Maut : Bekal Perjalanan Menuju Allah swt (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), cet. I, hal. 5
Namun demikian janganlah tidaklah pada tempatnya mencerca dunia apalagi
mengabaikannya, karena dunia juga merupakan arena kebenaran bagi yang
menyadari hakekatnya. Ia adalah tempat dan jalan kebahagiaan bagi
memahaminya. Dunia adalah arena kekayaan bagi yang menggunakannya
mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian, serta aneka pelajaran bagi yang
merenung dan memperhatikan fenomena dan peristiwa-peristiwanya. Ia adalah
tempat mengabdi para pecinta Allah swt, tempat berdoa para malaikat, tempat
turunnya wahyu bagi para Nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat.54
Dunia adalah tempat tinggal sementara bagi manusia. Dunia diibaratkan
tempat singgah sementara bagi seorang musâfir dalam perjalanannya. Alam dunia
bersifat syahâdah atau fisika yaitu terlihat. Di alam dunialah Allah menempatkan
manusia sebagai khalîfah, yaitu sebagai pengganti Allah dalam menjalankan
hukum-hukum, serta perintah-Nya. Karena itu walaupun dunia hanya sebagai
tempat persinggahan manusia yang sedang melakukan perjalanan, tetapi justru
keberadaan di dunialah yang akan menentukan arah perjalanan manusia
selanjutnya. Dunia adalah tempat bercocok tanam akhirat adalah tempat untuk
menuai. Walaupun terkadang ganjaran atau hasil dari perbuatan manusia
disegerakan di dunia, namun itu hanyalah sedikit di bandingkan dengan hasilnya
di akhirat kelak.
Manusia hidup haruslah memiliki tujuan, serta visi dan misi untuk
kedepan. Tanpa tujuan maka kemanakah arah hidup ini akan dibawa. Mungkinkah
hanya mengikuti langkah kaki yang berjalan tanpa mengetahui arah yang pasti,
54
M. Quraish Shihab, Menjemput Maut : Bekal Perjalanan Menuju Allah swt, hal. 6
sehingga bergurau dengan berkata,”hidup itu dijalani saja seperti air yang
mengalir, urusan selanjutnya ya nanti saja”. Bayangkan jika setiap manusia
memiliki pemikiran seperti itu, apa yang akan terjadi. Bukankah hidup ini harus
memiliki barometer, dan setiap harinya kehidupan kita harus ada peningkatan dan
harus menjadi lebih baik.
Dalam kehidupannya di dunia, manusia dituntut untuk bekerja dan
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sesungguhnya Allah swt telah
menaburkan benih-benih potensi ke dalam diri manusia, tinggal bagaimana ia
dapat mengeluarkannya untuk dapat dikembangkannya. Jika manusia mau
membaca mata mental yang terdapat dalam dirinya, maka ia akan menemukan
sebuah rumah harta karun, kekayaan potensi yang tidak terbatas, yang dengannya
manusia bisa menjadikan dirinya lebih baik dan sempurna.
Setiap harinya manusia selalu memancarkan energi potensi, namun
sungguh disayangkan terkadang manusia membuat Self Talk55
dalam dirinya.
Walaupun Allah swt memberikan batasan tersebut kepada manusia, tetapi
manusia tidak dapat mengetahui sejauh mana batasan tersebut, itu artinya bahwa
manusia bisa leluasa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Apa yang dinamakan hidup adalah menjadikan sesuatu menjadi bergerak,
merasa atau mengetahui, maka yang tidak memiliki pengetahuan, tidak merasa,
dan tidak bergerak terhadap dirinya sendiri, maka tidaklah ia hidup. Hidup bagi
manusia hendaknya lah tidak terbatas pada saat ini, atau hari ini atau bahkan
sepanjang usianya di dunia, tapi haruslah melampaui generasinya, bahkan
55
Self Talk adalah batasan-batasan yang di buat manusia yang dapat menghambatnya
untuk meraih prestasi, seperti tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu, khawatir rugi atau
gagal, juga takut di tertawakan orang.
melampaui jenis manusia di dunia ini. Karena manusia tidak bisa hidup langgeng
abadi sebagaimana Allah swt Sang Khalik, tidak juga mampu untuk hidup
melampaui batas usianya di dunia, maka kelanggengan hidupnya tercermin pada
keharuman namanya, yaitu khususnya setelah kematian. Kehadiran karya-
karyanya, sehingga dinikmati manusia sepanjang masa, dan tercermin juga pada
kekekalan hasil karya-karya itu di akhirat kelak dalam bentuk ganjaran Ilahi yakni
surga.
Allah swt yang menciptakan kehidupan dan juga menciptakan individu
manusia. Ialah yang memformat bumi sedemikian rupa dengan beragam
karakteristiknya hingga mampu ditempati dan dioptimalkan sumber daya yang ada
padanya demi mencukupi kebutuhan dan kehidupan manusia. Dalam bumi inilah
manusia bisa mencari rezeki dan nafkah kehidupan yang disebarkan-Nya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-A‟râf/7: 10 berikut :
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka
bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat
sedikitlah kamu bersyukur.”
Dunia inilah tempat manusia diberikan ujian, apakah ia akan tetap berada
fitrahnya ataukah sudah berpaling. Konsekwensi keimanan kepada Allah swt
haruslah di buktikan dengan amal, maka di dunialah tempatnya. Dunia dikatakan
dalam al-Qur‟an adalah sebagai senda gurau dan permainan saja. Bergurau artinya
bercanda dan bercanda artinya adalah bukan sebenarnya, sedangkan permainan
adalah adalah sebuah aktifitas yang memiliki permulaan dan juga akhir.
Kehidupan dunia adalah senda gurau, orang yang berbahagia adalah senda gurau
karena suatu saat pasti ada sengsaranya. Mengapa Allah mengatakan hal
demikian, karena banyak manusia yang dengan hartanya itu yang pada hakikatnya
adalah senda gurau belaka ia menjadi sombong, padahal ia bukan pemiliknya
yang sejati. Begitupun dengan orang yang sengsara di dunia, kesengsaraannya itu
hanya berupa senda gurau karena kesengsaraannya itu akan sirna ketika ia
meninggalkan dunia ini, atau mungkin juga bahwa kesengsaraannya akan berakhir
pada kebahagiaan.56
Begitupun dengan permainan, setiap orang memainkan perannya dalam
kehidupan dunia ini, ada yang menjadi guru, murid, kepala rumah tangga, ibu
rumah tangga dan lain sebagainya. Dari perannya masing-masing tersebut harus
ada aturan yang diikutinya agar bisa berjalan lancar. Permainan sudah dimulai
sejak manusia terjun ke dunia. Permainan menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
kalah atau menang, maka janganlah bermain-main dengan permainan. Seperti
halnya seseorang yang sedang bertanding bola, mereka bermain bola, tapi lihatlah
jika main-main pasti akan kalah. Begitupun kehidupan dunia jika manusia hanya
bermain-main maka di akhirat kelak kita akan kalah.
Inilah keterkaitan antara kehidupan dunia untuk menuju kepada kehidupan
akhirat. Walaupun dunia bukanlah segalanya, tetapi bukan berarti pula harus
mengabaikannya dan hanya memikirkan akhirat. Mementingkan akhirat bukan
berarti harus meninggalkan dunia. Dalam unsur pemenuhan ruhani, maka haruslah
beribadah, dalam beribadah pun memerlukan unsur jasmani, baik itu kesehatan
56
Umay M. Ja‟far Shiddiq, Ketika Manusia Telah Berjanji Kepada Allah (Jakarta: al-
Ghuraba, 2008), cet. I, hal. 210
maupun harta. Untuk mendapatkan harta maka haruslah bekerja, dengan
bekerjalah berarti manusia telah berusaha, dengan usahanya maka ia akan
mendapatkan apa yang diinginkan.
D. Manusia di Alam Barzakh
Alam antara mati dan hari kiamat adalah alam kubur. Namun kata kubur
disini memiliki arti yang luas lagi. Artinya bukan pengertian kubur yang terbentuk
liang lahat di mana manusia yang telah meninggal dikuburkan, melainkan suatu
alam tempat manusia yang telah meninggal bertempat tinggal sementara, sampai
datangnya Hari Kiamat, terlepas orang meninggal tersebut dikuburkan atau tidak.
Di dalam al-Qur‟an menerangkan tentang kebangkitan pada hari kiamat yaitu
kebangkitan mereka dari kubur, baik yang dimakamkan dikuburan ataupun yang
tidak. Oleh karena itu alam kubur itu sama dengan alam barzakh. Firman Allah
swt dalam surat al-Hajj/22: 7 berikut :
“Dan Sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada
keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di
dalam kubur.”57
Sebagaimana telah menjadi kewajiban, bahwa setiap nyawa seorang
manusia meninggal haruslah dikubur, dimana secara lahiriah dan secara umum
bahwa manusia telah meninggalkan dan menempatkan yang meninggal pada suatu
57
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 325.
tempat yang terbatas. Namun, ketika jasad seorang manusia meninggal, lalu
ditempatkan di liang lahat yang hanya berukuran 2 x 1 itu apakah ruh nya berada
disana juga? tentu jawabannya adalah tidak. Adapun penguburan tersebut
bertujuan untuk menghormati yang mati, dan mengembalikan jasad yang berasal
dari tanah ke tanah lagi. Firman Allah :
“Dari bumi (tanah) Itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya
Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan
mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”
Penguburannya bertujuan untuk menutup keburukan, yaitu bau busuk dan
kerusakan yang terjadi pada mayat sebagai saudara kemanusiaan. Hal ini
merupakan upaya manusia menyangkut jasmani seseorang. Manusia tidak dapat
melakukan sesuatu terhadap nyawa, jika demikian nyawa seseorang kembali
kepada Sang Pencipta, Dialah yang berhak menentukan dimana jiwa itu di
tempatkan. Firman Allah :
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di
bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya
menguburkan mayat saudaranya, berkata Qabil: "Aduhai celaka Aku,
mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku
dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" karena itu jadilah Dia seorang
diantara orang-orang yang menyesal.”
Lalu di manakah ruh manusia ditempatkan setelah ia meninggal? Tempat
di mana ruh manusia ditempatkan disebut oleh al-Qur‟an adalah barzakh. Barzakh
dari segi pengertian kebahasaan adalah pemisah antara dua hal. Menurut Ibnu
Manzhur pengarang kitab Lisanul „Arab, pengertian barzakh adalah ma baina
kulli syai’aini sesuatu yang terdapat di antara dua hal dan al-hajizu baina asy-
syai’aini58
pembatas atau penghalang dua hal. Barzakh juga berarti alam yang
dilalui manusia setelah kehidupan di dunia menjelang akhirat kelak, yaitu alam
kubur sebelum manusia akan dihimpun kelak di hari berbangkit. Seorang yang
telah meninggal dikatakan berada di alam barzakh karena ia terhalang untuk
kembali ke dunia dan belum sampai pada alam akhirat.59
Dalam al-Qur‟an kata
barzakh ditemukan tiga kali, yaitu dalam surat al-Rahman/55:19-20.
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian
bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-
masing.”60
surat al-Furqon/25:53
58
Muhammad Ibnu Manzhur, Lisan al’Arab (Beirut: Dar al-Fikr). 59
Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata (Jakarta : Lentera Hati, 2007), hal 136. 60
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 598.
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit;
dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”61
Kedua ayat ini menerangkan bahwa Dia mengalirkan dua lautan, yakni air
laut dan air sungai saling bertemu, dan mengalir tetapi antara keduanya ada
pemisah, sehingga masing-masing tidak melampaui, yakni air laut tidak
menjadikan air sungai asin dan tidak pula air sungai yang tawar itu menjadikan air
laut itu tawar.62
Tidak terjadinya percampuran ini karena adanya dinding
pembatas (barzakh) yang menghalangi keduanya. Barzakh ini berfungsi sebagai
penghalang bagi kedua air tersebut sehingga tidak satu pun dari keduanya yang
dapat menghapus sama sekali ciri-cirinya.
Setelah orang meninggal dunia maka, rohani manusia mulai sadar tentang
keadaan dirinya, selama di dunia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang
berdampak baik maupun berdampak buruk. Kesadaran ini seharusnya dimulai di
dunia selama hidupnya, namun lagi-lagi adalah sifat manusia yang pelupa,
sombong. Maka di alam barzakh ini mulai timbul kesadaran dalam dirinya,
pengalaman yang di dapatnya sesuai dengan amal-amalnya selama di dunia.bagi
orang yang beriman dan beramal sholeh maka ia akan mendapatkan kenikmatan
61
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI), vol. 7,
hal. 26. 62
M. Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian : Kematian, Surga dan Ayat-ayat
Tahlil (Jakarta : Lentera Hati, 2005), cet ke-3, hal 95.
dan kesenangan, sedangkan bagi yang banyak melakukan kesalahan, timbul
penyesalan luar biasa, bahkan dengan penyesalannya itu ia meminta untuk
kembali lagi ke dunia, tapi apa hendak di kata,”sesal kemudian tiada berguna”.
Karena ada dinding yang menghalanginya. Allah berfirman dalam surat al-
Mu‟minun/23: 99-100
“Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila
datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia, agar aku berbuat amal yang saleh terhadap
yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding
sampal hari mereka dibangkitkan.”63
Di dalam surat al-Mukminun, al-Qur‟an membicarakan penyesalan orang-
orang kafir ketika menghadapi kematian. Mereka memohon agar di kembalikan ke
dunia agar dapat berbuat baik. Namun, semua hanya perkataan mereka karena di
hadapan mereka terdapat dinding (yaitu alam barzakh) yang tidak mungkin
mereka tembus. Inilah yang menghalangi mereka kembali ke dunia hingga kelak
mereka dibangkitkan kembali pada hari kiamat nanti. Menurut Syeikh Hasanain
Makhluf - beliau merupakan mantan mufti Mesir- sebagaimana yang di kutip oleh
Quraish Shihab, alam roh memiliki perbedaan yang beraneka ragam dengan alam
materi, baik keadaan maupun perkembangannya. Roh adalah urusan Allah yang
63
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 541.
dicampakkan Allah ke dalam tubuh dalam kehidupan dunia ini, sehingga
merasakan gerak, pengetahuan, pengenalan, serta kelezatan dan kepedihan. Lalu
dia meninggalkan badan itu pada waktu yang telah ditentukan, yang
mengakibatkan terputusnya hubungan keduanya. Ruh berada di alam barzakh,
yaitu alam antara kehidupan dunia dan akhirat, dari saat kematian sampai hari
kebangkitan dan pengumpulan. Roh tersebut tetap hidup, mengenal, melihat,
mendengar bertasbih di kerajaan Allah di mana pun dia di tetapkan berada. Dia
juga berhubungan dengan ruh-ruh yang lain, dan berdialog dengannya serta
bergembira, baik dengan ruh yang masih hidup maupun yang telah mati. Roh
merasakan kenikmatan dan siksa, kelezatan dan kepedihan, sesuai dengan
amalnya ketika hidup di dunia. Dia berkunjung ke halaman kuburan, mendatangi
rumah-rumah dan dalam keadaan demikian ia tidak dibatasi oleh tempat atau
terhalangi olehnya.64
Dengan demikian, barzakh atau pemisah itu berfungsi menghalangi
manusia menuju ke alam lain yang lebih sempurna, dan pada saat yang sama ia
pun terhalangan menuju alam dunia lagi. Untuk menuju alam yang lebih
sempurna mereka harus menunggu sampai semua orang mati, dan itu baru akan
terjadi saat kebangkitan, yakni setelah dunia ini kiamat. Lamanya seseorang yang
berada di alam barzakh, tak satu orang pun mengetahuinya, karena hal itu
hanyalah Allah Yang Maha Mengetahui.
64
M. Quraish shihab, Kehidupan Setelah Kematian : Surga Yang Dijanjikan al-Qur’an
(Jakarta : Lentera Hati, 2008), cet ke-2, hal 95.
E. Manusia di Alam Akhirat
Kehidupan dalam persepsi islami bukanlah rentang waktu yang pendek,
yang digambarkan dengan usia seseorang ataupun usia sebagian umat manusia,
namun juga bukan rentang waktu yang nyata, yang digambarkan dengan usia
umat manusia secara keseluruhan. Kehidupan dalam persepsi islami adalah
kehidupan disegala masanya; baik itu dikehidupan nyata, yakni kehidupan di
dunia, dan juga kehidupan akhirat. Masa dalam kehidupan dunia berbanding jauh
dengan kehidupan akhirat, ia bagaikan satu jam ditengah hari. Ruang kehidupan di
akhirat pun lebih luas dibanding kehidupan di dunia – dimana manusia hidup
dengan ruang lainnya – luas surga dalam kehidupan akhirat sebanding dengan
langit dan bumi dalam kehidupan manusia. Sedangkan luas neraka dalam
kehidupan akhirat mampu menampung seluruh orang kafir dalam setiap masa.
Hakikat rentang kehidupan mencakup kehidupan yang familiar, yakni kehidupan
di dunia dan kehidupan baru yakni kehidupan akhirat, baik itu di Surga atau pun
di Neraka. Suasana yang ada dalam kehidupan akhirat tidak akan bisa dirasakan
dan disamakan dengan suasana yang ada dalam kehidupan dunia.65
Kehidupan terakhir yang akan di tempuh manusia adalah kehidupan
akhirat. Jadi, setiap manusia pasti akan memasuki empat alam kehidupan, yaitu
alam rahim, alam dunia, alam barzakh dan terakhir alam akhirat. Alam akhirat
inilah merupakan perumahan yang kekal untuk selama-lamanya, yang terdiri dari
surga dan neraka. Setelah itu tidak ada alam lagi. Di dalam al-Qur‟an Allah swt
menyebutkan bahwa kehidupan akhirat itu adalah kekal. Sesuai dengan namanya
65
Ahzami Sami‟un Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an, terj. Sari Narulita,
LC,; Miftahul Jannah, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), cet. I, hal. 123.
yaitu “alam akhirat‟ maka ia merupakan alam yang terakhir. Kehidupan akhirat
adalah kehidupan setelah dunia, dan percaya akan kehidupan akhirat adalah
sebagai ciri-ciri orang yang bertaqwa.
Dari keterangan tersebut di atas, maka bisa dipahami bahwa yang dimaksud
dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal, yang tidak ada kematian
didalamnya. Kehidupan akhirat pun kehidupan yang sempurna karena terdapat
kedinamisan hidup di dalamnya. Maka sudah selayaknya bagi orang yang mampu
memahami hakikat tersebut akan mampu membedakan perbedaan antara
kehidupan dunia dan akhirat hingga ia akan memprioritaskan kehidupan
akhiratnya daripada kehidupan dunianya. Namun, tidak bagi orang yang tidak
memahaminya dengan baik. Ia akan tetap berasumsi bahwa kehidupan akhirat
hanya omong kosong dan tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan
eksistensinya.
BAB IV
VISUALISASI SURGA DAN NERAKA
Gambaran konkret perihal nikmat dan azab disuguhkan dalam al-Qur‟an
pada berbagai tempat. Terkadang gambaran itu disertai dengan gambaran
maknawiyah atau gambaran yang abstrak. Aneka gambaran kenikmatan dan azab
yang abstrak pun disuguhkan tersendiri dalam beberapa surah. Berikut ini akan
disuguhkan perihal kenikmatan yang ada di Surga serta kepedihan yang ada di
Neraka.
A. Taman-taman Surga
Berbicara mengenai taman, tentu yang ada di benak seseorang adalah
tempatnya indah, dipenuhi dengan pepohonan yang rindang, terkadang terdapat
pula pohon yang ditumbuhi dengan berbagai macam buah-buahan, gemericik air
pun terdengar dari aliran sungai, semua indah dipandang mata, udara pun terasa
sejuk. Ini semua merupakan taman yang ada di dunia, lalu bagaimana taman yang
ada di Surga yag telah dipersiapkan Allah, apakah seperti yang dibayangkan,
berikut akan dijelaskan.
Firman Allah swt surat al-Ra‟d/13: 35 berikut :
“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang
takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya
tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat
kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan
bagi orang-orang kafir ialah neraka.”66
Sumber utama yang mampu menjanjikan Surga bagi orang-orang yang
bertakwa adalah Allah swt. Lalu disampaikanlah janji itu kepada Rasulullah saw,
dan akhirnya para ulama menyampaikannya kepada masyarakat.
Pada ayat 35 ini Allah berjanji bahwa Surga hanya diperuntukkan bagi
orang yang muttaqîn. Tidaklah sama ganjaran yang akan diperoleh orang beriman
di akhirat dengan ganjaran yang akan diperoleh orang yang tidak beriman. Ayat
tersebut di atas melukiskan keadaan Surga dan Neraka dalam bentuk simbolis
yang menarik sekali. Ayat tersebut dimulai dengan perumpamaan “matsalul
jannati”.
Matsalul Jannah (perumpamaan Surga) artinya Allah hanya memberikan
perumpamaan. Ketersediaan lafadz untuk mengungkapkan sesuatu hanya terbatas
pada apa yang diketahui saja. Bila nikmat Surga adalah sesuatu yang belum
pernah terlihat oleh mata, didengar oleh telinga dan tidak terbetik dalam hati
seseorang, maka manusia hanya bisa berkata: “tidak ada lafadz untuk hal itu.”
Maka, dengan ini ada perbedaan antara “perumpamaan Surga” dengan “Surga” itu
sendiri. Perumpamaan hanya memberikan gambaran tentang suatu realita yang
tidak diketahui.67
Firman Allah swt surat al-Zukhrûf/43: 71 berikut :
66
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 5, hal. 112. 67
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi (Kairo : Akhbar al-Yaum) jilid. Ke-1, hal
4605.
“Dan di dalam Surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh
hati dan sedap dipandang mata dan kamu kekal didalamnya.” 68
Kemudian Rasulullah saw bersabda :
“Kusediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh segala kenikmatan
yang belum pernah dilihat oleh mata, belum didengar telinga, bahkan
belum pernah tergambar dalam hati sanubari manusia.”69
Jika direnungi ungkapan Rasulullah ini, jelas sekali kalau ungkapan ini
sangat logis dan sistematis juga gradualis. Pertama, sesuatu yang tidak pernah
terlihat oleh mata” disebutkan karena penglihatan mata sangat terbatas. Telinga
dapat mengetahui apa yang tidak diketahui oleh mata. Dengan telinga, manusia
dapat mendengar apa yang dilihat orang lain, meskipun ia tidak melihatnya.
Telinga dapat mendengar yang dekat dan yang jauh. Namun, nikmat dunia lebih
dari itu semua. Kemudian tingkatan ketiga, “dan tidak pula terdetak dalam hati
manusia.” Apa yang terdetak dalam hati tentu lebih luas dari sekedar apa yang
didengar dan dilihat. Dengan detakan hati, manusia mampu menghayalkan sesuatu
yang tidak ada.70
68
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 136. 69
Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Sahih Muslim (Beirût:
Dar al Âfâq), juz. 8, hal 143. 70
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal 4606.
Bila mendengar akan perumpamaan di Surga, ketahuilah bahwa ini hanya
sekedar perumpamaan untuk mendekatkan makna, karena apa yang ada di Surga
tidak dapat dinyatakan dengan lafadz, sebab tidak ditemukan kenikmatan seperti
itu di dunia. Dalam ayat 35 ini disebutkan bahwa sungai mengalir di bawah Surga.
Ini karena kehidupan bangsa arab saat turunnya al-Qur‟an sangat kekurangan air.
Sampai-sampai mereka pernah meminta Rasulullah mendatangkan mukjizat
berupa air yang terpancar hingga mengalir dan membentuk sungai.71
Perbedaan sungai dunia dengan sungai akhirat adalah, bahwa sungai dunia
terbentuk akibat terbelahnya bumi lalu mengalir air melaluinya. Belahan itu
terkadang membuat tepian curam antara tanah dan air. Sedangkan sungai akhirat
mengalir di bumi tanpa tepian yang memisahkannya.
Penggalan ayat 35 dilanjutkan dengan ukuluha dâimun (makanannya
tersaji selamanya), artinya makanannya berbuah tiada henti. Manusia, makan
adalah untuk menghilangkan rasa laparnya. Bila sudah kenyang dia pun meminta
agar makanan itu dipindahkan dari hadapannya, lalu disajikan kembali pada waktu
makan berikutnya.
Raja Romawi mempertanyakan makna ayat diatas: “ di dalam al-Qur‟an
tertulis bahwa makanannya tersaji selamanya, padahal kita tahu bahwa setiap
sesuatu bila diambil pasti akan berkurang. Lalu, bagaimana mungkin makanan
Surga tersaji selamanya tanpa berkurang?.” Seorang yang pintar berkata:” Para
hadirin dipersilahkan untuk mengambil lampu dan menyalakannya.” Setelah
dinyalakan, dia bertanya: “apa yang kurang dari terangnya cahaya lampu ini bila
71
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4607.
dikurangi sebuah lampu?.” Mereka menjawab;”tidak ada.” Begitulah Allah
memberikan perumpamaan tentang makanan Surga. Bila lampu menyala karena
minyak tanah sebagai bahan bakarnya, maka bagaimana bila makanan itu
bersumber dari Allah sebagai pemberi rezeki?.” Lalu muncul pertanyaan
lagi:”apakah nanti di Surga kita akan buang air?.” Bila di jawab “tidak”, lalu
kemanakah larinya kotoran dari makanan yang kita makan?.” Seorang Arif billah
menjawab:”Sebagaimana hilangnya kotoran bayi di dalam perut ibu.” Bayi dalam
perut ibu makan melalui tali pusar, dengannya ia tumbuh dan berkembang. Ini
merupakan perumpamaan yang mendekatkan makna, agar dapat menyebrang di
atas jurang perbedaan yang begitu besar antara apa yang dilihat di dunia dengan
yang disiapkan Allah di Akhirat.72
Wa dzilluha (bayangannya), adalah tempat teduh yang melindungi
seseorang dari terik matahari. Tidak seorang pun tahu apakah Surga ada matahari
atau tidak, karena akal manusia sangat terbatas untuk menghayalkan tentang kuasa
Allah. Penggalan ayat 35 ini dilanjutkan dengan tilka 'uqbattaqu (itulah tempat
kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa). Wahai orang-orang yang bertakwa
kepada Allah, buatlah penghalang antara dirimu dengan sifat Jalâl/keperkasaan
Allah, dengan cara tidak mendekati yang diharamkan-Nya dan melaksanakan
manhaj-Nya, hingga kelak akan menemukan sifat Jamâl/indah-Nya, yang akan
memasukkan ke dalam Surga yang telah Dia janjikan.73
Orang yang berakal, bila melihat taklif yang membatasinya kebebasannya,
dia akan menghadirkan di benaknya pahala dari kesulitan itu, dan bila dia melihat
72
Mutawalli l-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4608. 73
Mutawalli al-Sya’râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid 1, hal. 4608.
syahwat yang menggiurkan lagi sesaat, diapun akan membayangkan sanksi akibat
kenikmatan sesaat itu hingga menjauhinya, maka bila ditemukan kesulitan dalam
melaksanakan taklif, ketahuilah bahwa balasan dari kesulitan itu adalah balasan
yang indah, karena telah di yakini sabda Rasulullah saw: “Surga dipenuhi dengan
kesulitan dan neraka dipenuhi dengan syahwat.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).74
Demikianlah Allah melipatgandakan ganjaran pahala bagi orang mukmin
bertakwa. Inilah yang membuat atau yang menjadikan manusia semangat bekerja.
Ganjaran pahala ini adalah akibat perbuatan baik di dunia. Tujuan hakiki dari
setiap proses kehidupan adalah tujuan yang tiada lagi setelahnya kehidupan.
Selama Surga menjamin kehidupan yang tiada setelahnya kehidupan, maka Surga
sangat tepat menjadi tujuan akhir seorang mukmin dengan tetap komitmen pada
taklif iman. Sebaliknya, neraka merupakan ganjaran bagi kaum kafir. Untuk itu
Allah berfirman: wa ‘uqbal kâfirîna an nâr (sedang tempat kesudahan bagi orang-
orang kafir adalah neraka).
Firman Allah swt surat Muhammad/15: 47 berikut :
“(apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air
74
Mutawalli al-Sya’râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4609.
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak
beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?.”75
Setelah ayat yang lalu pada surat ini menyatakan perbedaan antara orang
yang beriman dan yang kafir serta perbedaan balasan dan ganjaran mereka, maka
ayat di atas mengemukakan sekelumit dari ganjaran yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertaqwa.
Dalam ayat tersebut terdapat kata matsâl, kata tersebut digunakan dalam
arti perumpamaan yang aneh. Matsâl bukan berarti persamaan antara dua hal, ia
hanya perumpamaan saja. Ada perbedaan antara matsal dengan mitsil, yang kedua
mengandung persamaan bahkan keserupaan atau kemiripan, sedangkan matsal
tekanannya lebih banyak pada keadaan atau sifat yang menakjubkan yang
dilukiskan oleh kalimat matsal itu.76
Al-Qur‟an menjelaskan tentang Surga dengan berbagai cara, memang pada
umumnya gambaran Surga bersifat material dan sesekali dengan kenikmatan
ruhani yang bersifat spiritual. Demikian juga sebaliknya ketika menguraikan
tentang Neraka. Allah Maha Mengetahui akan hamba-hambanya. Ada diantara
mereka yang terdorong melakukan kebajikan tanpa dijanjikan dengan kenikmatan
jasmani, ada juga yang mengandalkan kenikmatan ruhani. Ada manusia yang
tidak memenuhi perintah kecuali dengan ancaman, dan ada juga yang malu
75
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 321. 76
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 13, hal. 134
melakukan aneka kebajikan karena malu kepada Allah yang telah
menganugerahkannya aneka kenikmatan sehingga tampil mengabdi sebagai tanda
syukur kepada-Nya. Demikian lah manusia berbeda-beda walau pada satu fitrah
kejadian, dengan demikian aneka kecenderungan itu diperhatikan oleh al-Qur‟an
sehingga tampil ayat-ayat Allah dengan berbagai cara dan pendekatan seperti
dalam menjelaskan tentang Surga dan Neraka.
Kata anhâr adalah jamak dari kata nahr yaitu aliran air yang sangat besar
yang biasanya bukan buatan manusia tetapi alami. Dalam kehidupan dunia, kita
tidak menemukan sungai yang mengalir darinya susu, madu atau khamar. Jika
dipahami bahwa di akhirat nanti akan terdapat yang semacam itu, maka yang
dipahami tersebut dalam artian metafora.77
Susunan penyebutan ragam sungai-sungai diatas, menjadi perhatian
sementara ulama. Pakar bahasa dan tafsir Abu Hayyân sebagaimana yang dikutip
oleh Quraish Shihab, ia mengatakan bahwa ayat tersebut di atas dimulai dengan
penyebutan air, karena air adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dan tidak bisa
diabaikan, lalu susu karena ia bagi masyarakat arab dan selainnya dinilai sebagai
salah satu bahan makanan pokok, kemudian disusul dengan khamar karena kalau
seseorang telah puas dengan makanan dan minuman, timbul perasaannya untuk
merasakan yang lezat, dan yang terakhir adalah madu karena ia adalah obat dari
sekian banyak dampak buruk makanan dan minuman.78
77
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal 135 78
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal 135
Berbeda dengan Abu Hayyân, al-Biqa‟I menulis sebagimana yang dikutip
pula oleh Quraish Shihab, ia mengatakan bahwa konteks ayat ini memberikan
perumpamaan yang menakjubkan, maka yang pertama disebut adalah air karena
bagi masyarakat arab sangat sulit sekali menemukan air dan itu sangatlah mereka
butuhkan. Selanjutnya adalah susu, karena ia lebih sedikit dibandingkan dengan
air dan mengalirnya di sungai sangatlah menakjubkan, selanjutnya disebutkan
pada kali ketiga adalah khamar karena ia lebih sedikit dari susu, dan terakhir
adalah madu, minuman yang paling enak dan sedikit maka ia disebut yang
terakhir.79
Perumpamaan air sungai dari susu, rasanya asli. Susu adalah minuman
yang menyehatkan. Orang kampung biasanya memeras susu kambing atau sapi,
lalu diminum. Rasanya akan berubah. Maka, Allah menggambarkan air sungai
dari susu yang rasanya tidak berubah lagi menyegarkan. Perumpamaan air sungai
dari madu. Ada jenis madu asli dan palsu, madu hutan dan ternak, madu
berkualitas tinggi dan rendah.
Di Surga Allah menerangkan bahwa madunya asli 100 % asli dengan
kualitas nomor satu. Artinya, Allah telah memberikan yang jauh lebih baik dari
madu dunia tanpa keruh sedikit pun. Allah juga menerangkan bahwa di Surga
terdapat air sungai dari khamar. Tapi khamarnya berbeda dengan khamar dunia.
Khamar di Akhirat tidak merusak sel-sel otak. Lebih dari itu, peminum khamar di
dunia tidak merasakan kenikmatan, karena khamar tersebut terbuat dari alkohol
yang menyengat lidah dan membakarnya. Itulah mengapa orang meminumnya
79
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal. 135.
dengan sekali telan. Berbeda dengan jus mangga, jeruk atau tebu. Peminumnya
sangat menikmati setiap tetes yang masuk ke lidah.80
Sebagaimana firman-Nya
dalam surat al-Saffât/37: 47 berikut :
“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk
karenanya.”
Semua minuman yang telah disebutkan diatas adalah berupa cairan,
walaupun berbeda rasa dan dampaknya sebagai pangan, obat dan lainnya. Air
adalah sumber kehidupan dan juga sumber hidup tumbuh-tumbuhan, tumbuhan
yang dimakan lahr susu, khamar dan madu melalui proses yang diketahui, tetapi
di akhirat nanti itu semua tidak memerlukan sebab-sebab yang diketahui didunia
ini, hal ini karena jelasnya kekuasaan-Nya disana dank arena juga disana bukan
lagi waktunya ujian dan cobaan.81
Ayat diatas juga menjelaskan bahwa air yang
tidak mengalir dan berubah adalah air yang membahayakan kesehatan, karena di
dalamnya terdapat berbagai macam bakteri dan virus yang dapat membahayakan
manusia dan hewan.
Lisysyaribin artinya bagi para peminum yaitu ketika berbicara tentang
khamar. Hal ini karena di dunia ada orang yang tidak merasakan kelezatn khamr,
di samping ada jenis-jenis khamar yang oleh orang tertentu dirasakan lezat dan
80
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4607. 81
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal. 136.
oleh orang lain tidak, maka di ayat dijelaskan bahwa siapa pun peminumnya pasti
merasakan kelezatannya.82
Penyebutan maghfrah yaitu pengampunan Allah setelah disebutkan
terlebih dahulu aneka kenikmatan jasmani, untuk menjelaskan bahwa disamping
kenikmatan jasmani, mereka juga memperoleh ketenangan batin, karena
kenikmatan yang bersifat material belum menjamin ketenangan batin kecuali jika
disertai dengan rasa damai akibat hubungan harmonis yang menghapus segala
dosa, kecaman atau ganjalan hati.
Demikianlah, yang telah dijelaskan oleh ayat ini mengenai dua balasan
yang berbeda, yaitu pertama, terdapat sungai-sungai berikut segala macam buah-
buahan disertai magfirah dari Allah swt, sedangkan yang kedua, sebuah kekekalan
dalam Neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
ususnya dan yang membuat haus.83
B. Bidadari-bidadari Surga
Jika berbicara mengenai keindahan atau kecantikan – dari sisi pandangan
agama- tanpa kesulitan maka dapat ditemukan sekian banyak ayat al-Qurân yang
berbicara tentang keindahan. Allah swt menganugerahi manusia kesenangan pada
keindahan dan kecantikan, walaupun tidak semua manusia mampu untuk
menghidangkan keindahan itu dalam penampilan atau kelakuannya.
82
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 136. 83
Sayyid Qutb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press,
2004).
Berbicara mengenai kecantikan pada manusia, biasanya pembicaraan
tersebut dikaitkan dengan wanita, hal ini mungkin disebabkan karena wanita
memiliki kecantikan dan kemampuan menampilkannya serta memiliki perhatian
lebih besar daripada laki-laki. Dapat disaksikan bersama ketika para seniman –
seni pahat atau seni suara- sering kali mengekspresikan atau mendendangkan
kecantikan perempuan saja, bahkan mungkin jarang sekali menyentuh
ketampanan lelaki.
Demikianlah kiranya, mengapa wanita selalu dijadikan objek untuk
menunjukkan sesuatu yang indah. Jika merujuk pada ayat al-Qur‟an, nampaknya
al-Qur‟an pun melukiskan perempuan yang cantik sebagaimana dapat dilihat
ketika al-Qur‟an melukiskan perempuan di Surga atau yang disebut sebagai
bidadari Surga. Firman Allah swt surat al-Wâqiah/56: 22-23 berikut :
“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang
tersimpan baik.”84
Setelah ayat-ayat yang lalu dan juga ayat yang akan dibahas yaitu
mengenai keadaan di Surga serta santapan yang ada di dalamnya, maka ayat di
atas menyebutkan pendamping bagi para penghuninya, karena sebuah kenikmatan
baru akan sempurna begitu pula makan dan minum baru terasa nikmat dan lezat
jika ada pendampingnya.
84
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 633.
Ayat di atas menyebutkan bahwa disamping apa yang telah disebut
sebelumnya, ada juga di dalam Surga itu pendamping penghuninya yaitu bidadari-
bidadari Surga yang bermata indah, kebeningan dan kecemerlangan mata mereka
laksana mutiara yang tersimpan baik sehingga tidak tersentuh sedikit pun oleh
kekeruhan.85
Hûr al ‘Aîn, Hûr bentuk jamaknya adalah Ahwâr atau Haurâ sedangkan
‘Aîn jamaknya adalah ‘Ainâ yang memiliki arti yaitu nampaknya sedikit warna
putih pada mata disela kehitamannya. Ini melukiskan tentang keindahan mata.
Ada juga yang mengartikannya dengan sipit atau lebar. Namun apapun maknanya
ayat di atas bermaksud menjelaskan bahwa Hûr al ‘Aîn adalah pasangan yang
sangat baik dan indah dalam pandangan pasangannya.86
Tercatat dalam al-Qur‟ân sifat-sifat tentang bidadari-bidadari Surga,
seperti bermata indah mereka membatasi pandangannya seakan-akan mereka
adalah telur yang tersimpan baik,87
mata mereka laksana Yâqût dan Marjân88
mereka pun belum pernah disentuh oleh jin dan manusia89
dan masih banyak lagi.
85
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 551. 86
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 25. 87
Hal ini tercatat dalam Surat al-Saffât/37: 48-49 berikut :
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita
matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” 88
Hal ini pun tercatat dalam Surat Al-Rahmân/55: 58 berikut :
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” 89
Hal ini juga tercatat dalam surat Surat Al-Rahmân/55: 56 berikut :
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.”
Merujuk makna-makna di atas dapat dikatakan bahwa makhluk yang
menyertai penghuni Surga yang lumrah disebut sebagai bidadari Surga itu, bisa
jadi dalam pengertian yang hakiki adalah makhluk Allah penghuni Surga, bisa
juga kata tersebut di pahami dalam pengertian majazi yakni mata yang sipit dalam
arti pandangannya terbatas hanya tertuju kepada pasangannya atau terbuka untuk
selalu memandang dengan penuh perhatian kepada pasangannya itu, dan mereka
bukannlah dari jenis makhluk yang tinggal di Dunia ini.90
Bedasarkan keterangan di atas, bahwa bidadari yang ada di Surga
bukanlah dari jenis makhluk yang tinggal di dunia, hal itu karena bidadari tersebut
diciptakan langsung. Suatu ketika Nabi saw pulang dan beliau melihat A‟isyah
bersama seorang nenek. Lalu Nabi bertanya,”siapakah dia wahai A‟isyah?
A‟isyah menjawab,”ia bibiku,” Rasulullah berkata, ketahuilah nenek-nenek tidak
akan masuk Surga. Ucapan beliau membuat sang nenek sedih. Rasulullah berkata
bahwa di Surga semua akan menjadi muda belia kembali. Diantara bidadari Surga
dan wanita dunia yang masuk Surga, wanita dunia lebih memiliki keistimewaan,
karena di dunia ia beribadah dengan benar sehingga ia masuk Surga, sedang
bidadari Surga tidak melakukannya.91
Wanita penghuni Surga yang pernah hidup bersama suaminya di dunia ia
akan bertemu di sana bersama para bidadari-bidadari Surga, tetapi jangan di
sangka bila wanita penghuni Surga tersebut akan cemburu atau iri hati, karena
sesungguhnya Allah pada hari kemudian akan mencabut segala bentuk
90
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 26. 91
Jamal Abdurrahman, Indahnya Bidadari Surga (Jakarta: Rabbani Press, 2004), ter.
Nabhani Idris, hal.98-99.
kedengkian dan kecemburuan dari hati peenghuni Surga, firman Allah swt surat
al-A‟raf/7: 43 berikut :
“ Dan kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam
dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka
berkata: "Segala puji bagi Allah yang Telah menunjuki kami kepada
(surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah
tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya Telah datang rasul-rasul
Tuhan kami, membawa kebenaran." dan diserukan kepada mereka: "ltulah
surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu
kerjakan."
C. Makanan dan Minuman Ahli Surga dan Neraka
Firman Allah swt surat al-Insân/76: 17 berikut :
“Di dalam Surga itu mereka diberi minum segelas minuman yang
campurannya adalah jahe.”92
Setelah sebelumnya disebutkan mengenai taman-taman Surga dan juga
bidadari-bidadari Surga, maka pada ayat ini menjelaskan perihal minuman yang
disuguhkan di Surga. Salah satu minuman yang disuguhkan di Surga adalah
segelas minuman yang dicampur dengan jahe. Ketika mendengar nama jahe
92
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 478.
rasanya tak asing lagi di telinga, karena jahe merupakan rempah-rempah yang ada
di dunia yang digunakan untuk bumbu-bumbu masakan dan juga minuman untuk
menghangatkan tubuh, lalu apakah jahe yang dimaksudkan disini sama dengan
apa yang dikenal.
Penduduk Surga disuguhkan segelas minuman yang campurannya jahe
atau zanjabil, didaerah arab zanjabil adalah sejenis tumbuhan yang lezat cita
rasanya dan tumbuh didaerah Timur Tengah, biasanya zanjabil digunakan untuk
wewangian oleh orang arab,93
sedangkan jika di Indonesia zanjabil atau jahe
merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan untuk bumbu masakan dan juga
sebuah minuman untuk menghangatkan tubuh dan ia pun berguna untuk
menangkal zat-zat radikal bebas di dalam tubuh. Zanjabil tersebut diatas
didatangkan dari sebuah mata air Surga yang dinamai salsabil, adapun penyebutan
akan zanjabil dan salsabil serta yang lainnya diberikan keterangan sedemikian
rupa yang tidak ada bandingannya yang ada didunia.
Lain hal nya dengan penduduk Surga, yang di dalamnya disuguhkan
berbagai macam kenikmatan. Penduduk Neraka justru diberikan kesengsaraan
yang tiada tara. Kalaulah di Surga terdapat berbagai macam makanan serta
minuman yang dapat menyenangkan hati, maka di Neraka pun terdapat makanan
serta minuman tetapi yang dapat menyayat diri mereka. apakah makanan dan
minuman itu. Firman Allah dalam surat al-Wâqiah/56: 52 berikut :
93
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
1, vol. 10, hal. 480.
„Benar-benar akan memakan pohon zaqqum”94
Bagi para penduduk Neraka telah disediakan makanan yaitu berupa pohon
zaqqum. Pohon zaqqum adalah pohon yang sangat buruk bentuk, rasa dan
aromanya serta yang akarnya tumbuh di dasar jurang Neraka. Kata zaqqum
berasal dari kata az-zuqqmah yaitu penyakit lepra. Ada juga yang berpendapat
bahwa ia terambil dari kata tazaqqum yaitu upaya menelan sesuatu yang tidak di
sukai.95
Pohon zaqqum juga merupakan sejenis pohon yang kecil, dengan dedauan
yang sangat busuk aromanya. Getahnya mengakibatkan bengkak bila menyentuh
badan manusia. Ia terdapat di daerah tandus dan padang pasir. Namun, bukanlah
demikian yang dimaksudkan oleh al-Qur‟an, karena ia merupakan pohon yang
tumbuh di dasar jurang Neraka, maka tidaklah di ketahui jenisnya seperti apa,
tetapi Allah swt menjelaskan sifatnya dalam surat al-Wâqiah dan juga surat as-
Saffât.96
Menurut Sayyid Qutb walaupun memang tidak ada yang mengetahui
pohon zaqqum itu seperti apa, tapi hal itu dilukiskan dengan bahwa mayangnya
seperti kepala setan, padahal kepala setanpun belum terbayang seperti apa. Tetapi
konsep kepala setan ini tetap mengendap dalam rasa karena gemerincing lafalnya
saja mengisyaratkan bahwa jika di sentuh maka terasa kasar, menusuk dan
menghancurkan tangan apalagi jika di telan.97
94
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 136. 95
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 562. 96
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.12. 97
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an (Beirut: Dar al Syuruq, 1992), hal. 214.
Selanjutnya, karena rasa lapar pun terus memuncak, maka tetaplah pohon
zaqqum itu disantapnya, dan karena santapan makanan itu haruslah didorong
dengan air guna memuluskannya dan menyegarkan di perut, maka tidak lain dan
tidak bukan ia akan meminum air yang sangat panas. Firman Allah surat al-
Wâqiah/56: 54 berikut :
“Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.”98
Bukan air yang bercampur denga jahe, bukan pula susu ataupun madu
tetapi air yang sangat panas itulah yang menjadi minuman mereka. Tentulah air
yang sangat panas tidak dapat mendinginkan gejolak panas dan meredakan haus.
Bayangkan jika pohon zaqqum ini baru sebagai makanan pembuka, lalu
bagaimanakah makanan selanjutnya. Tentulah lebih dahsyat dari makanan
pembuka tersebut.
98
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 640.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam penulisan skripsi ini,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Visualisasi yang terdapat dalam al-Qur‟an merupakan salah satu metode
yang diunggulkan, hal tersebut agar menjadi pengajaran bagi manusia dan
manusia seharusnya dapat memikirkan apa dibalik itu semua. Adanya visualisasi
Surga dan Neraka adalah untuk menambah keimanan serta untuk menambah
kemajemukan dalam berfikir sebagai media untuk meningkatkan setiap detik
kesadaran religi bagi tiap-tiap individu.
Apa yang terdapat di dalam Surga berupa kenikmatan, itu jauh dari apa
yang dipikirkan dan juga dari yang divisualisasikan. Kenikmatan yang ada di
Surga hanyalah apa yang tidak bisa dilihat oleh mata, tidak didengar oleh telinga
dan tidak pernah terbesit dalam sanubari manusia. Pada intinya seseorang yang
menginginkan sebuah kenikmatan yang tiada tara maka Surga adalah tempatnya.
diBegitu pun dengan siksa Neraka, maha dahsyat akan sebuah siksaan yang belum
pernah terdapat di dunia, maka di Nerakalah tempatnya, yaitu tempat pembalasan
bagi segala keburukan.
Andai Surga dan Neraka tak pernah ada, mungkinkah manusia akan selalu
sujud kepada-Nya. Apakah kita termasuk kepada manusia yang hanya melakukan
ibadah secara otomatis saja tanpa adanya penghayatan, jika ya, maka hal itu
laksana robot yang tidak mengerti esensi dan tujuan yang dilakukannya, ataukah
kita termasuk kepada seseorang yang sadar akan anugrah Allah swt, yang
dengannya kita sadar sehingga kita beribadah dan melakukan aktifitas sebagai
balas jasa, bukan karena mengharapkan Surga atau takut dengan Neraka, dan kita
yakin dimana pun kita akan ditempatkan pasti kita akan mendapatkan tempat yang
baik, kita pun akan memperoleh manfaat ibadah yang kita lakukan.
B. Saran
Pembicaraan Surga dan Neraka yang tedapat dalam al-Qur‟an, merupakan
sebuah pembahasan yang perlu untuk dikaji dan diperkenalkan kepada
masyarakat, guna memahami kandungan di dalamnya, sehingga tidak
menimbulkan kesalahan dalam memahaminya serta memaparkannya dalam
bentuk visual.
Demikian apa yang telah penulis paparkan, dan penulis berharap agar
pembahasan ini dapat berkembang, sehingga masyarakat dapat mengenal lebih
dekat tentang Surga dan Neraka, karena masih banyak sub-sub bab mengenai
Surga dan Neraka.
DAFTAR PUSTAKA
„Asyur, Abdul Lathif, Kenikmatan dunia hanya sedikit Dibanding Akhirat:
Mengungkap Keajaiban Surga (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2000).
Abdurrahman, Jamal, Indahnya Bidadari Surga (Jakarta: Rabbani Press, 2004),
cet. Ke-1.
Abdushshomad, Muhammad Kamil, Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an, terj.
Alimin, Ghaniem Ihsan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004).
Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah, Sahih Bukhari
(Beirût: Dar Ibn Katsîr) juz 1.
--------, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr) juz. 6.
Al-Farmâwi, Abd al-Hayy, Metode Tafsir Maudhui, terj. Suryan A. Jamrah
(Jakarta: raja Grafindo, 1994).
Al-Naisabûri, Abu al Husein Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî,
Shahîh Muslim (Beirut: Dar al Âfâq al Jadîdah), juz. 8.
Al-Qattan, Manna‟ Khalîl, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006).
Al-Sya‟râwi, Mutawalli, Tafsir al-Sya’râwi (Kairo: Akhbar al-Yaum) jilid. Ke-1.
Baihaqi, Muhammad, Perjalanan Roh Manusia Melalui Empat Alam (Malaysia:
al-Hidayah, 1995), cet ke-1.
Baiquni, Achmad, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Jakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1996), cet. Ke-1.
Bucaile, Maurice, Asal Usul Manusia: Menurut Bibel al-Qur’an Sains (Bandung:
Mizan, 1988), cet. Ke-12.
DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet.
Ke-3.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1944), Jilid 4.
Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata ( Jakarta : Lentera Hati, 2007).
Jazuli, Ahzami Sami‟un, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an, terj. Sari
Narulita, LC,; Miftahul Jannah, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006),
cet. I.
Junus, Anwar, Perjalanan Manusia Menuju Tuhannya (Jakarta: NizhamPress,
2007), cet. Ke-1.
Karim, Abdullah, Ilmu Tafsir Imam As-suyuti (Banjarmasin: COMDES
Kalimantan, 2004).
Manzur, Muhammad Ibnu, Lisan al’Arab (Beirut: Dar al-Fikr).
Mustafa, Agus, Syahadat di alam Rahim (Surabaya: PADMA Press, 2007).
Najati, Utsman, al-Qur’an dan ilmu Jiwa (Pustaka: Bandung, 1985), cet. Ke-1.
Sayyid Qutb, Qiamat, Mengungkap Berita-berita Besar Tentang Hari Akhir
dalam al-Qur'an, terj. Nurul Karimah (Yogyakarta:Uswah,2007).
--------, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an (Beirut: Dar al Syuruq, 1992).
--------, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press,
2004).
--------, Taswir al-Fanni fi al-Qur’an, Keindahan al-Qur’an yang Menakjubkan
(Jakarta : RabbaniPress, 2004), cet. Ke-1.
Shiddiq, Umay M. Ja‟far, Ketika Manusia Telah Berjanji Kepada Allah (Jakarta:
al-Ghuraba, 2008), cet. I.
Shihab, M. Quraish, Kehidupan Setelah Kematian : Surga Yang Dijanjikan al-
Qur’an (Jakarta : Lentera Hati, 2008), cet ke-2.
--------, Menjemput Maut : Bekal Perjalanan Menuju Allah swt, cet. I.
--------, Perjalanan Menuju Keabadian : Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil,
cet ke-3.
--------, Secercah Cahaya Ilahi (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-2.
--------, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta :
Lentera Hati, 2008), vol. 6.
--------, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.12, 13, 14.
--------, Wawasan al-Qur’an (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-1.
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2008), cet. Ke-1, vol. 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
Umar, M. Ali Chasan, Surga dan Kenikmatannya (Semarang: CV. Toha Putra).
Zain, Badudu dan Sultan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.