VIRUS H5N1.

4
Khaerunnisa. 1102013147. VIRUS H5N1 Epidemiologi Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal. 1. Definisi Penyakit yang lebih dikenal sebagai flu burung ini disebabkan oleh virus H5N1 yang secara umum lebih banyak ditemukan pada unggas. Sejak tahun 2003, penyakit ini telah menyebar dari burung-burung di Asia ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Dalam kasus-kasus yang tertentu, manusia juga dapat terkena penyakit ini, umumnya karena berhubungan dengan unggas-unggas yang sakit. Sampai saat ini, lebih dari kasus AI pada manusia sudah tercatat di seluruh dunia, dan lebih dari 200 diantaranya meninggal dunia. Flu burung adalah penyakit pada hewan (zoonosis) dan tidak menular ke manusia. Dalam perkembangannya virus penyebabnya mengalami mutasi genetik sehingga juga dapat menginfeksi manusia. Mutasi ini dalam perkembangannya dapat menyebabkan pandemik. 2.Etio Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) . Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 �C dan lebih dari 30 hari pada 0 �C. Virus akan mati pada pemanasan 60 �C selama 30 menit atau 56 �C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin 3. Penularan Penularan Antar Unggas ; Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari otoran unggas yang sakit Penularan dari Unggas Ke Manusia ; Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1 Penularan Antar Manusia Penularan dari Lingkungan ke Manusia ; Secara teoritis, model penularan ini dapat terjadi oleh karena ketahanan virus H5N1 di alam atau lingkungan.

description

Rangkuman virus H5N1.

Transcript of VIRUS H5N1.

Khaerunnisa. 1102013147. VIRUS H5N1EpidemiologiPada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor).Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal.1. DefinisiPenyakit yang lebih dikenal sebagai flu burung ini disebabkan oleh virus H5N1 yang secara umum lebih banyak ditemukan pada unggas. Sejak tahun 2003, penyakit ini telah menyebar dari burung-burung di Asia ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Dalam kasus-kasus yang tertentu, manusia juga dapat terkena penyakit ini, umumnya karena berhubungan dengan unggas-unggas yang sakit. Sampai saat ini, lebih dari kasus AI pada manusia sudah tercatat di seluruh dunia, dan lebih dari 200 diantaranya meninggal dunia.Flu burung adalah penyakit pada hewan (zoonosis) dan tidak menular ke manusia. Dalam perkembangannya virus penyebabnya mengalami mutasi genetik sehingga juga dapat menginfeksi manusia. Mutasi ini dalam perkembangannya dapat menyebabkan pandemik.

2. EtioPenyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) . Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 C dan lebih dari 30 hari pada 0 C. Virus akan mati pada pemanasan 60 C selama 30 menit atau 56 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin

3. Penularan Penularan Antar Unggas ; Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari otoran unggas yang sakit Penularan dari Unggas Ke Manusia ; Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1 Penularan Antar Manusia Penularan dari Lingkungan ke Manusia ; Secara teoritis, model penularan ini dapat terjadi oleh karena ketahanan virus H5N1 di alam atau lingkungan. Penularan ke Mamalia Lain ; Virus flu burung (H5N1) dapat menyebar secara langsung pada beberapa mamalia yang berbeda yaitu babi, kuda, mamalia yang hidup di laut, familia Felidae (singa, harimau, kucing) serta musang (stone marten).

4. ManifestasiGambaran klinis pada manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa. Diawali dengan demam, nyeri otot, sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala dan pilek. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi misalnya terjadinya gagal napas karena pneumonia dan gangguan fungsi tubuh lainnya karena sepsis.

5. Tatalaksana Profilaksis Influenza :Dosis oseltamivir oral yang direkomendasikan untuk profilaksis influenza pada dewasa dan anak di atas 13 tahun yang telah mengalami kontak langsung dengan individu yang terinfeksi adalah 75 mg sekali sehari, sekurang-kurangnya selama 7 hari. Terapi sebaiknya dimulai setelah 2 hari terpajan.

Dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis selama terjadi wabah influenza adalah 75 mg sekali sehari.

6. Pencegahan Hindarilah terpapar/terkena cairan yang ada pada paruh, hidung dan mata unggas yang sakit. Anak-anak mudah tertular flu burung. Jauhkan dan jangan dibiarkan bermain dengan unggas, telur, bulu unggas, dan lingkungan yang tercemar kotoran unggas. Buang dan timbunlah dengan tanah, kotoran unggas yang ada disekitar rumah. Jangan memegang unggas yang mati mendadak tanpa sarung tangan, penutup hidung/mulut,sepatu/penutup kaki. Sebaiknya segera kubur unggas itu. Cuci daging dan telur unggas sebelum dimasak atau disimpan di kulkas. Masaklah daging dan telur unggas sampai matang sebelum dimakan. Virus flu burung bisa menular melalui telur atau daging unggas yang tidak dimasak sampai matang. Bangkai unggas jangan dijual/dimakan. Segera kubur agar penyakitnya tidak menular ke unggas lain, anda sendiri, keluarga dan tetangga serta masyarakat luas. Jauhkan kandang unggas dari rumah tinggal. Kandangkan unggas dalam kurungan agar tidak tertular penyakit dari unggas lain. Pakai penutup hidung/masker dan kacamata renang (goggle) jika berada dipeternakan ayam atau unggas berkumpul. Cuci tangan dengan sabun setelah memegang unggas atau telur. Mandi dan cuci pakaian setelah mengubur unggas mati. Bila ada yang merasa terkena flu, badan panas, pusing, sesak napas setelah ada unggas mati mendadak, segera pergi ke Puskesmas atau dokter. Jangan sampai terlambat

Patogenesis dan PatofisiologiFase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya.Terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis ungags yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic acid -2,3-galactose (SA -2,3-Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia.Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA -2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya.Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1.Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia (Russel CJ and Webster RG.2005, Stevens J. et. al. 2006).Virus selanjutnya akan melekat pada epitel saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang besilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengak dan intinya mengkerut dan kemudian mangalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia, selanjutnya akan terbentuk badan inklusi (Nainggolan, 2004). Proses patologik primer yang dapat menyebabkan kematian adalah Fulminant viral pneumonia. Target sel dari influenza A (H5N1) termasuk tipe 2 alveolar pneumosit dan makrofak, bronkiolar, dan alveolar sel, tetapi tidak sel-sel epitel dari trakea atau saluran nafas atas (WHO, 2005).

Gambaran skematis patogenesis dari Avian Influenza (AI) adalah :(1).Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma (membran mukosa saluran napas) melalui protein Hemaglutinin(2).Terjadi proses endositosis yang akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan pengamatan di laboratorium diketahui selama 10 menit. Proses ini bersama dengan pelepasan selubung dari virion sampai semua segmen RNA keluar kedalam sitpolasma(3).Segmen segmen tersebut masuk ke dalam inti sel (nukleus) dan mengalami transkripsi(4).Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung (Hemaglutinin, Neuroaminidase, Matriks dan protein Nonstruktural) untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan.(5).Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaitu perbaikan RNA. Berbeda dengan virus RNA lainnya, dimana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam inti sel, AI menggunakan bahan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang.Proses ini yang memudahkan terjadi Antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan keadaan virus AI yang mengalami mutasi urutan nukleotida pada gen HA (hemaglutinin) atau NA (neuroaminidase) atau keduanya yang menyebabkan antibodi tidak bisa secara lengkap menetralisasi virus ini.Antigenic shift merupakan aktifitas dari dua macam virus influenza A yang menghasilkan segmen gen yang baru sebagai hasil rekombinan genetik. Aktifitas ini mengakibatkan antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh tidak dapat menetralkan sama sekali terhadap virus baru tersebut.(6).Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma dan dibungkus oleh protein HA (hemaglutinin), NA (neuroaminidase), M (matriks) serta NS (nonstruktural) . Dan keluar dari sel inangnya. Proses ini bisa berlangsung dua jam sejak terjadi infeksi (Rahardjo, 2004)