didanel.files.wordpress.com file · Web viewDitujukan Untuk Memenuhi Tugas Logika ... Pengetahuan...
Transcript of didanel.files.wordpress.com file · Web viewDitujukan Untuk Memenuhi Tugas Logika ... Pengetahuan...
Tugas Logika Saintifik
Cara Mendapatkan Kebenaran
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Logika Saintifik
Psikologi 2J1
Dosen Pembimbing :
Drs. Masduqi Affandi, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Rochmawati Dwi Sawitri
B07210058
Prodi Psikologi
Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
2011
Daftar Isi
Bab I ………………………………………………………. 3
Pendahuluan ………………………………………………………. 3
1. Latar Belakang ………………………………………………………. 3
2. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 3
3. Manfaat ………………………………………………………. 3
Bab II ………………………………………………………. 4
Pembahasan ………………………………………………………. 4
1. Kebenaran ………………………………………………………. 4
2. Cara Mendapatkan Kebenaran ……………………………………………………. 5
a. Pendekatan Empiris ………………………………………………………. 5
b. Pendekatan Rasional ………………………………………………………. 6
c. Pendekatan Intuitif ………………………………………………………. 6
d. Pendekatan Religius ………………………………………………………. 7
e. Pendekatan Otoritas ………………………………………………………. 7
f. Pendekatan Ilmiah ………………………………………………………. 8
1.1. Berfikir Induksi ………………………………………………………. 8
1.2. Berfikir Deduksi ………………………………………………………. 12
Bab III ………………………………………………………. 14
Penutup ………………………………………………………. 14
Kesimpulan ……………………………………………………….. 14
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 15
2
Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pengetahuan merupakan suatu hal dasar yang akan diperoleh manusia sejak
manusia lahir. Secara global pengetahuan ini dapat diperoleh dari panca indera yang
dimiliki manusia. semakin bertambahnya usia manusia, pengetahuan yang didapatkan
pun akan bertambah. Dengan adanya pengetahuan yang bertambah ini tingkat keraguan
yang dimiliki oleh manusia semakin tinggi pula. Dari anggapan umum yang ada di dalam
masyarakat tentang pengetahuan tersebut manusia akan semakin mencari kebenaran di
balik anggapan umum tersebut. Dengan adanya skeptisisme yang terjadi akan
memunculkan suatu tentang kebenaran akan anggapan umum tersebut.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebenaran?
2. Bagaimana cara mendapatkan kebenaran?
3. Manfaat
Untuk mengetahui bahwasannya kita harus menalar suatu anggapan umum
sebelum di jadikan sebagai pengetahuan.
3
Bab II
Pembahasan
1. Kebenaran
Kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk membuktikan
suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang kita dapatkan. Namun, kebenaran
sendiri merupakan suatu bentuk dari rasa ingin tahu setiap individu. Rasa ingin tahu
sendiri merupakan terbentuk dari adanya kekuatan akal yang dimiliki manusia yang
selalu ingin mencari, memahami, serta memanfaatkan kebenaran yang telah ia dapatkan
dalam hidupnya.
Hasrat ingin tahu manusia tersebut terpuaskan bila manusia memperoleh
pengetahuan yang benar mengenai hal-hal yang dipertanyakan. Dalam sejarah
perkembangannya, manusia ternyata manusia selalu berusaha memperoleh pengetahuan
yang benar atau yang secara singkat dapat disebut sebagai kebenaran (Suryabrata, 2000:
2).1
Kebenaran memiliki berbagai makna, seperti keadaan yang sesuai dengan fakta
tertentu atau kenyataan, atau yang sesuai dengan tubuh nyata hal-hal, peristiwa nyata atau
aktualitas. Hal ini juga dapat berarti harus kesetiaan asli atau untuk suatu standar atau
ideal. Dalam pengertian umum, kebenaran itu juga dapat berarti keteguhan atau ketulusan
dalam tindakan atau karakter yang berlawanan langsung kebenaran adalah kepalsuan ,
yang sejalan dapat mengambil, faktual atau etis makna logis.2 Misalnya adalah panci itu
adalah sebuah benda yang memiliki bentuk persegi empat. Kenyataannya bentuk bentuk
panci yang adalah bundar, karena pengetahuan tidak sesuai dengan obyek maka dianggap
keliru. Namun, saat dinyatakan bentuk panci adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka
pernyataan tentang panic tersebut dianggap benar.
1file:///E:/tgs/logika/Ilmu%20dan%20Upaya%20Manusia%20untuk%20Memperoleh%20Kebenaran%20%C2%AB%20Sincerity.htm2 http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Truth
4
2. Cara mendapatkan Kebenaran
Kebenaran merupakan sifat yang real yang di miliki suatu fakta. Kebenaran sendiri
akan didapatkan oleh seseorang melalui penalaran yang dilakukan oleh manusia untuk
memaknai suatu anggapan umum. Kebenaran bukanlah sesuatu hal yang mudah
didapatkan dengan hanya merenung saja, tetapi dalam penerapannya untuk mendapatkan
kebenaran haruslah kita berfikir dan menalarkan apa yang terjadi.
Agar dapat membuktikan suatu teori dalam pengetahuan terdapat beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kebenaran dalam membuktikan suatu
pengetahuan yang telah ada, diantaranya adalah melakukan beberapa pendekatan dalam
menganalisanya seperti :
a. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai
penghubung dirinya dengan dunia nyata. Dengan inderanya manusia mampu
mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya, yang kemudia diproses dan
mengisi kesadarannya. Indera bagi manusia merupakan pintu gerbang jiwa.
Tidak ada pengalaman yang diperoleh tanpa melalui indera.
Kenyataan seperti yang disebutkan di atas menyebabkan timbulnya
anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau
pengalaman. Kebenaran dari pendapat tersebut kiranya tidak dapat dipungkiri.
Bahwa dengan pengalaman kita mendapatkan pemahaman yang benar mengenai
bentuk, ukuran, warna, dst. mengenai suatu hal. Upaya untuk mendapatkan
kebenaran dengan pendekatan demikian merupakan upaya yang elementer
namun tetap diperlukan.
Mereka yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya
cara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Bagi
golongan ini, pengetahuan itu bukab didapatkan melalui penalaran rasional yang
5
abstrak, namun melalui pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah
menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan
melalui tangkapan indera manusia.
b. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio.
Upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan
makhluk hidup yang dapat berpikir. Dengan kemampuannya ini manusia dapat
menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada
kebenaran, yaitu kebenaran rasional.
Golongan yang menganggap rasio sebagai satu-satunya kemampuan untuk
memperoleh kebenaran disebut kaum rasionalis. Premis yang mereka
pergunakan dalam penalarannya adalah ide, yang menurut anggapannya
memang sudah ada sebelum manusia memikirkannya. Fungsi pikiran manusia
adalah mengenal ide tersebut untukdijadikan pengetahuan.
c. Pendekatan Intuitif
Menurut Jujun S. Suriasimantri (2005: 53), intuisi merupakan pengetahuan
yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang
sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan
pemecahannya. Atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh “informasi”
mengenai peristiwa yang akan terjadi. Itulah beberapa contoh intuisi.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Bahwa intuisi yang
dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa dijelaskan, dan tak bisa
dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah
memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang pengalaman serupa.
6
Kebenaran yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut sebagai
kebenaran intuitif. Kebenaran intuitif sulit untuk dipertanggung jawabkan,
sehingga ada-ada pihak-pihak yang meragukan kebenaran macam ini.
Meskipun validitas intuitisi diragukan banyak pihak, ada sementara ahli
yang menaruh perhatian pada kemampuan manusia yang satu ini. Bagi Abraham
Maslow, intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience), sedangkan
bagi Nietzsche, intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi (Sumantri,
2005: 53).
d. Pendekatan Religius
Manusia merupakan makhluk yang menyadari bahwa alam semesta beserta
isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan adi kodrati, yaitu Tuhan.
Kekuatan adi kodrati inilah sumber dari segala kebenaran. Oleh karena itu agar
manusia memperoleh kebenaran yang hakiki, manusia harus berhubungan
dengan kekuatan adi kodrtai tersebut.
Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti tersebutdi atas
disebut sebagai pendekatan religius atau pendekatan supra-pikir (Rinjin, 1996:
54). Disebut demikian karena pendekatan tersebut melampai daya nalar manusia
manusia.
Kebenaan religius bukan hanya bersangkuta paut dengan kehidupan
sekarang dan yang terjangkau oleh pengalaman, namun juga mencakup
masalah-masalah yang bersifat transcendental, seperti latar belakang penciptaan
manusia dan kehidupan setelah kematian.
e. Pendekatan Otoritas
Usaha untuk memperoleh kebenaran juga dapat dilakukan dengan dasar
pendapat atau pernyataan dari pihak yang memiliki otoritas. Yang dimaksud
7
dengan hal ini adalah individu-individu yang memiliki kelebihan tertentu
disbanding anggota masyarakat pada umumnya.
Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan
intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Mereka yang memiliki
kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur
panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima masyarakat sebagai suatu
kebenaran.
Sepanjang sejarah dapat ditemukan contoh-contoh mengenai ketergantungan
manusia pada otoritas dalam mencari kebenaran. Pada masa Yunani kuno para
pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dipandang sebagai sumber
kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau pengalaman langsung. Apa yang
dinyatakan oleh para tokoh tersebut dijadikan acuan dalam memahami realitas,
berpikir, dan berindak.
f. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah pertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu : pertama, bahwa
kebenaran dapat diperoleh dari pengamatan dan kedua, bahwa gejala itu timbul
sesuai dengan hubungan-hubungan yang berlaku menurut hokum tertentu (Ary
dkk., 2000: 63).
Pendekatan ilmiah merupakan pengombinasian yang jitu dari pendekatan
empiris dan pendekatan rasional. Kombinasi ini didasarkan pada hasil analisis
terhadap kedua pendekatan tersebut. Pada satu segi kedua pendekatan tersebut bisa
dipertanggung jawabkan namun pada segi yang lain terdapat beberapa kelemahan.
Kelemahan pertama pendekatan empiris, bahwa pengetahuan yang berhasil
dikumpulkan cenderung untuk menjadi kumpulan fakta-fakta. Kumpulan fakta-
fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang
bersifat kontradiktif (Suriasumantri, 2005: 52). Kelemahan kedua, terletak pada
8
kesepakatan mengenai pemahaman hakikat pengalaman yang merupakan cara untuk
memperoleh kebenaran dan indera sebagai alat yang menangkapnya.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada pendekatan rasional adalah terdapat
pada kriteria untuk menguji kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas
dan dapat dipercaya. Apa yang menurut seseorang jelas, benar, dan dapat dipercaya
belum tentu demikian untuk orang lain. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung
bersifat solipsisteik dan subjektif (Suriasumantri, 2005: 51).
Kelemahan-kelemahan dari kedua pendekatan tersebut bisa dihilangkan atau
paling tidak dikurangi dengan mengombinasikan keduanya. Kombinasi tersebut
diwujudkan dengan langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol. Upaya
memahami realitas dalam hal ini didasarkan pada kebenaran atau teori ilmiah yang
ada serta mengujinya dengan mengumpulkan fakta-fakta.
Suatu kebenaran dapat disebut sebagai kebenaran ilmiah bila memenuhi dua
syarat utama, yaitu : pertama, harus sesuai dengan kebenaran ilmiah sebelumnya
yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara
keseluruhan, dan kedua, harus sesuai dengan fakta-fakta empiris. Sebab teori yang
bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak
dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.3
Cara lain yang dapat di gunakan untuk mendapatkan kebenaran ialah dengan
berfikir secara Induksi dan deduksi.
1.1. Berfikir Induksi
Berfikir induksi sendiri merupakan suatu pemikiran di mana
proses pemikiran di dalam akal kita dari pengetahuan kejadian atau
peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang lebih konkret dan khusus untuk
menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum4 Dalam berfikir induktif
3file:///G:/tgs/logika/Ilmu%20dan%20Upaya%20Manusia%20untuk%20Memperoleh%20Kebenaran%20%C2%AB%20Sincerity.htm4 W. Poespoprodjo, Eko T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar Dasar-dasar Berpikir tertib, Logis, Kritis Analitis, Diakletis, (Bandung : Pustaka Grafika, 1999), hlm 22
9
ini suatu peristiwa baru yang menjadi suatu informasi di otak akan
dinalarkan dan cerna oleh otak dengan mealui proses penggolongan dari
hal-hal yang khusus ke umum.
Berfikir secara induksi ini memiliki dua keuntungan, yaitu :
1. Dapat berfikir secara ekonomis, yang dimaksudkan dalam
pernyataan ini adalah bahwasannya berfikir induksi ini dapat
mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan
yang lebih umum dan tidak hanya sekedar mengetahui satu
informasi yang kita dapatkan;
2. Pernyataan yang dihasilkan melalui cara berfikir induksi
memungkinkan proses penalaran selanjutnya, maksudnya
adalah dari penalaran secara induktif akan dapat
disimpulkan dengan pernyataan yang lebih umum lagi.5
Berfikir induksi sendiri di golongkan menjadi dua golongan,
yaitu:
Induksi Sempurna
Induksi ini merupakan suatu cara dimana terdapat suatu
putusan umum yang merupakan perjumlahan dari beberapa
puttusan khusus. Misalnya adalah jika dalam suatu kelas
yang siswanya adalah orang Indonesia maka putusan umum
yang didapatkan adalah semua siswa yang ada dalam kelas
tersebut merupakan orang Indonesia.
Berfikir induksi ini seringkali digunakan untuk mencapai hukum-
hukum dalam ilmu yang berlaku umum, terutama ilmu pengetahuan
alam. Ilmu pengetahuan alam menggunakan cara berfikir induksi untuk
mencapai hal-hal yang sedehana sampai hal yang rumit. Namun, hal yang
5 Mundiri,Logika, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1996) hlm 12
10
digunakan untuk mencapai hal-hal tersebut bukanlah berfikir induksi
sempurna, melainkan induksi tidak sempurna.
Induksi Tidak Sempurna
Induksi ini merupakan salah satu tipe induksi di mana jika
demi induksi ada putusan umum yang bukan merupakan
penjumlahan , melainkan seakan-akan loncatan dari yang
khusus kepada yang umum .
Dari pengertian induksi tidak sempurna, ini digolongkan
menjadi dua macam yang dilhat dari segi kekuatan putusan
yang ternyata.
1. Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai
melalui induksi tak sempurna ini berlaku umum,
mutlak jadi tak ada kecualinya. Misalnya adalah
hukum air mengenai pembekuannya itu tak
mengizinkan pengecualiannya. Tidak ragu-ragu ilmu
tersebut meramalkan tentang pembekuan air
tersebut.
2. Jika ilmu memiliki objek yang terjadinya bisa kena
pengaruh dari manusia yang sedikit-banyaknya dapat
ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi
pandangan ilmu, maka lalu lain pula halnya. Dalam
hal ini ilmu yang dihasilkan merupakan ilmu social.
Oleh karena itu, manusia memiliki daya memilih
dan sebab itu mungkin bertindak atau tidak
bertindak, malahan mungkin juga bertindak lain dan
rangsang alam sekitarnya dan alamnya sendiri maka,
keumuman hal-hal yang kena pengaruh manusia itu
juga tidak mutlak dan tidak dapat dipastikan
sebelumnya.6
6 Poedjawijatna, LOGIKA-Filsafat Berfikir, (Jakarta : PT Adi Mahasatya, 2004) hlm 70-74
11
1.2. Berfikir Deduksi
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti
penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan
yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa
Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006).
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar
Harapan. 2005).
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
(www.id.wikipedia.com).
Berfikir deduksi merupakan kebalikan dari berfikir secara induksi,
berfikir induksi sendiri berarti berifikir dari hal-hal yang umum menjadi
hal-hal yang khusus.7 Penalaran secara deduksi ini menguntungkan bagi
sesorang karena dengan menalarkan suatu informasi secara deduksi
informasi tersebut menjadi sangat terpercaya.
Namun, tidak hanya dengan menalar dengan berfikir secara
induksi maupun deduksi saja untuk mendapatkan kebenaran dari suatu
anggapan umum yang ada di dalam lingkungan yang kita dapatkan
dengan melihat, mendengar, dan mengalami dari orang-orang yang ada di
sekitar kita, akal menjadi sadar akan adanya orang-orang yang dan objek-
7 Ibid, mundiri, hlm 12
12
objek yang menjadi sumber informasi tersebut. Dengan adanya hal itu
akal secara tidak langsung akan menyadarinya.8
Dengan cara berfikir secara deduktif tentang semua hal yang ada
maka selanjutnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan cara
silogime. Silogisme merupakan suatu cara yang digunakan untuk menarik
kesimpulan dengan cara menyusun dua buah pernyataan (premis) yang
kemudian menghasilkan kesimpulan atau (konklusi).9 Misalnya adalah
Jeruk itu adalah buah
Buah itu tumbuh di pohon
Konklusinya adalah jeruk itu tumbuh di pohon
Penalaran deduktif ini harus dibedakan dari konsep yang terkait
yaitu deduksi alamiah, sebuah pendekatan kepada teori pembuktian
bahwa upaya-upaya untuk memberikan sebuah model penalaran logis
yang formal sebagaimana ia terjadi "secara alamiah".
Bab III8 W. Poespoprodjo, Eko T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar Dasar-dasar Berpikir tertib,…., hlm 239 Burhanuddin Salam, Logika Formal (Filsafat Berfikir), (Jakarta : PT Bina Aksara, 1998), hlm 75
13
Penutup
Kesimpulan
Bahwasannya kebeneran itu dicari, karena kebenaran merupakan suatu hal yang ada
dalam kenyataan yang akan di temukan karena manusia memiliki rasa ingin tahudan meragukan
tentang semua anggapan umum yang ada dalam lingkungannya. Kebenaran sendiri dapat di cari
dengan melalui beberapa pendekatan yang ada dalam kehidupan, seperti pendekatan empiris,
rasional, intuitif religious dan sebagainya. Tak hanya itu dalam mencari kebenaran kita dapat
menggunakan cara berfikir dan menalar baik secara induksi maupun deduksi. Di mana, kedua
cara ini saling berkontradiksi.
Daftar Pustaka
14
Mundiri, 1996, Logika, Jakarta : RajaGrafindo PersadaPoedjawijatna, 2004, LOGIKA-Filsafat Berfikir, cetakan kesebelas, Jakarta : PT Adi MahasatyaPoespoprodjo, W., Eko T. Gilarso, 1999, Logika Ilmu Menalar Dasar-dasar Berpikir tertib,
Logis, Kritis Analitis, Diakletis, Bandung : Pustaka GrafikaSalam, Burhanuddin, 1998, Logika Formal (Filsafat Berfikir), Jakarta : PT Bina Aksara
file:///E:/tgs/logika/Ilmu%20dan%20Upaya%20Manusia%20untuk%20Memperoleh%20Kebenaran%20%C2%AB%20Sincerity.htm di unduh tanggal 8 Juni 2011http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Truth di unduh tanggal 14 Juni 2011
15