varises

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit vena kronis maupun insufisiensi vena kronis sering disebut oleh orang awam dengan istilah varises. Kelainan pada pembuluh darah vena ini menempati tempat yang pertama untuk dibicarakan, karena kasusnya adalah yang paling sering dan terbanyak ditemukan dalam klinik rawat jalan bedah vaskular. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas inferior tidak mengancam jiwa, tetapi menimbulkan morbiditas yang nyata dan memerlukan pengelolaan yang benar (Yuwono, 2010). Meskipun penyakit ini sering dijumpai diklinik, masih sedikit perhatian dari profesi kedokteran, dengan alasan bahwa kelainan ini mempunya perjalanan yang ringan dan mortalitas yang rendah (Balas, 1994). 1

Transcript of varises

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang    

Penyakit vena kronis maupun insufisiensi vena kronis sering disebut

oleh orang awam dengan istilah varises. Kelainan pada pembuluh darah vena

ini menempati tempat yang pertama untuk dibicarakan, karena kasusnya

adalah yang paling sering dan terbanyak ditemukan dalam klinik rawat jalan

bedah vaskular. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas inferior

tidak mengancam jiwa, tetapi menimbulkan morbiditas yang nyata dan

memerlukan pengelolaan yang benar (Yuwono, 2010).

Meskipun penyakit ini sering dijumpai diklinik, masih sedikit

perhatian dari profesi kedokteran, dengan alasan bahwa kelainan ini

mempunya perjalanan yang ringan dan mortalitas yang rendah (Balas, 1994).

Pasien perempuan yang datang berobat ke klinik bedah vaskular RSUP

Dr. Hasan Sadikin lebih banyak jumlahnya dari pasien laki-laki, yakni sebesar

2 : 1. Jumlah kasus penyakit vena kronis dihitung dalam setahun pada kaum

perempuan dan kaum laki-laki menurut studi Framingham sebanyak 2,6 %

perempuan dan 1,9 % laki-laki (Yuwono,2010 ; Bergan, 2006; Padber, 2005)

Penyakit vena kronis pada tungkai adalah keadaan yang menyatakan

adanya gangguan aliran darah vena (venous return) pada tungkai, dimana

1

gangguan fungsi pada vena tersebut akan bertambah berat dengan berjalannya

waktu (Cheatle, 1998).

Faktor risiko terjadinya varises adalah kehamilan lebih dari dua kali.

Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di ekstremitas bawah selama

kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi vena yang berada di pelvis dan vena

kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar (Yuwono, 2010 ;

Cunningham dkk, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan pada 66 wanita hamil, diameter

vena safena magna meningkat antara trimester pertama dan trimester ketiga

dan menurun pada periode postpartum. Kesimpulan dari hasil penelitian

mereka adalah diameter dari vena superfisialis meningkat selama kehamilan

dan menurun setelah periode postpartum untuk kembali ke keadaan semula

(Boivin dkk, 2000). Pelebaran-pelebaran pembuluh vena tersebut merupakan

reaksi sistem vena terutama dindingnya terhadap perubahan hormonal dalam

kehamilan. Kiranya otot-otot polos dinding pembuluh darah melemah akibat

pengaruh hormon steroid. Biasanya ibu hamil merasa tidak percaya diri

karena mengalami varises diikuti dengan rasa gatal dan denyut di sekitar

pembuluh darah yang diserang (Sarwono, 2006). Oleh sebab itu, kita perlu

memperhatikan setiap keluhan yang dialami pasien bukan hanya penyakit

utamanya saja, namun penyakit lain yang menyertainya juga. Mengingat

penelitian yang masih sedikit membahas tentang varises pada ibu hamil, maka

penting untuk diteliti tentang hubungan timbulnya varises pada tungkai bawah

dengan jumlah paritas ibu hamil.

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan suatu penelitian

untuk mengetahui bagaimana hubungan antara timbulnya varises pada tungkai

bawah dengan jumlah paritas ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas

Pagesangan Mataram bulan Mei 2012

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah

dengan jumlah paritas ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas Pagesangan

Mataram bulan Mei 2012.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar sarjana

kedokteran

1.3.2.2 Untuk mengetahui perbedaan terjadinya varises pada tungkai

bawah dengan jumlah paritas pada ibu hamil diwilayah kerja

Puskesmas Pagesangan Mataram bulan Mei 2012

3

1.3.2.3 Untuk mengetahui persentase antara timbulnya varises pada

tungkai bawah dengan trimester kehamilan pada ibu hamil

diwilayah kerja Puskesmas Pagesangan Mataram bulan Mei

2012

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan

wawasan tentang semua aspek yang berkaitan dengan terjadinya

varises pada tungkai bawah.

1.4.2 Bagi Puskesmas

1.4.2.1 Diharapkan bisa memberikan tambahan informasi kepada

puskesmas untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap

kesehatan ibu hamil terutama masalah varises pada tungkai bawah

1.4.3 Bagi Masyarakat

1.4.3.1 Diharapkan bisa memberikan informasi, khususnya pada ibu

hamil agar lebih memperhatikan gejala timbulnya varises

sehingga tidak mengganggu aktivitas dari ibu yang sedang hamil

tersebut.

1.4.4 Bagi Fakultas

1.4.4.1 Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

bagi seluruh mahasiswa kedokteran

4

1.5 Hipotesa

H0: Tidak ada hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah dengan

jumlah paritas ibu hamil.

H1: Ada hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah dengan

jumlah paritas ibu hamil.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Varises Tungkai

2.1.1 Pengertian Varises Tungkai

Varises tungkai adalah dilatasi, pemanjangan dan berkelok-keloknya

sistem vena yang disertai gangguan sirkulasi darah didalamnya

(Sjamsuhidayat 1997).

2.1.2 Anatomi Pembuluh Darah Vena Ekstremitas bawah

2.1.2.1 Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah

Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis,

profunda dan vena komunikan (Goldman dan Weiss 1994). Walaupun vena

menyerupai arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah

lebih lemah, jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup semilunar.

Katup vena merupakan struktur penting dari sistem aliran vena, karena

berfungsi mencegah refluks aliran darah vena tungkai, bersama kontraksi

otot betis akan mengalirkan darah dari sistem superfisialis ke profunda

menuju jantung dengan melawan gaya grafitasi (Balas 1994). Pompa otot

betis secara normal membawa 85-90% dari aliran vena tungkai, sedangkan

komponen superfisialis membawa 10-15% darah (Goldman dan Weiss

1994).

6

Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena

parva. Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki

predisposisi terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.

Vena Safena magna keluar dari ujung medial jaringan vena dorsalis

pedis. Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang

aspek anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke

posterior selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan

ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus

fasia kribriformis dan mengalir ke vena femoralis pada hiatus safenus.

Bagian terminal vena safena magna biasanya mendapat percabangan

superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen. Dalam

pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan vena safena dari

femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke vena femoralis adalah

vena safena. Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral

(lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga

mengalir ke vena safena magna di bawah hiatus safenus (Faiz dan Moffat,

2004).

Vena safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di

beberapa tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di

atas dan di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio pertengahan

betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-

katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari

sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darah dipompa

7

keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda

memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila

katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan

ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan

Moffat, 2004 ).

Vena safena parva keluar dari ujung lateral jaringan vena dorsalis

pedis. Vena ini melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas

bagian belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai

posisi untuk mengalir ke vena poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).

2.1.2. 2 Vena Profunda Ekstremitas Bawah

Vena-vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri

tibialis anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan

vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam

kompartemen posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir

ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat,

2004).

2.1.3. Insiden

Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross

sectional. Tahun 1973 Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat

memperkirakan sekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya wanita) di

Amerika Serikat mengalami varises. Tahun 1994 sebuah Review oleh

Callam menemukan setengah dari populasi dewasa memiliki gejala

8

penyakit vena (wanita 50-55% ; pria 40-50 %) dan lebih sedikit dari

setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita 20-25% ; pria 10-

15%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama terjadinya

varises (Lew , 2009).

Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada

beberapa tingkat umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech,

varises ditemukan 72 % pada wanita berumur 60-69 tahun dan hanya 1 %

laki-laki pada umur 20-29 tahun. Angka prevalensi penyakit vena

didapatkan lebih tinggi pada Negara barat dan Negara industri dari pada

negara kurang berkembang (Beale, 2005).

2.1.4. Etiologi

Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 kategori yaitu,

kongenital, primer dan sekunder.

Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada

kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen

ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau

pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi vena,

dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.

Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan

intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang

terlau panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena

menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun

9

katup yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan

tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang

mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik,

sehingga aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi

hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi

untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.

Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena

sekunder) disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired),

yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang

menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan

dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun

paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut

sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan

jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang

akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan

daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi

mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan

penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat

parah tidak memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena

kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan

komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama

(Yuwono, 2010).

10

2.1.5. Faktor Risiko

Faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah termasuk:

1. Sejarah varises dalam keluarga (keturunan, herediter)

2. Umur

3. Jenis kelamin perempuan (pada usia dekade ke-3 dan 4 :

dijumpai 5-6 kali lebih sering dari laki-laki)

4. Kegemukan atau obesitas, terutama pada perempuan

5. Kehamilan lebih dari dua kali

6. Pengguna pil atau suntikan hormon dalam program keluarga

berencana,

7. Terbiasa bekerja dalam posisi berdiri tegak selama lebih dari 6

jam sehari (Yuwono, 2010).

2.1.6. Patofisiologi

Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam

mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah

dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke

pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena

profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.

Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda

terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan adanya aliran

darah dari vena superfisial ke vena profunda (Beale, 2005).

11

Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan

darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot

yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan

meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan

sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan

selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah

distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat

rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan

menyebabkan distensi dan perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok.

Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena

adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah

dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises

selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk

menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.

Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh

terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup

vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena

superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat

disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi

ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya

penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh

karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi.

12

Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan

oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya

insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan

katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena dan kelainan katup

karena thrombosis. Bila vena superfisial ini terpapar dengan adanya

tekanan tinggi dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami

dilatasi yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain

tidak dapat saling betemu.

Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan

pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam

sistem vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang

bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi

vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan

mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah

vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.

Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan

dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang

inkompeten. Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat

tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang

sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan

dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan.

Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar akhirnya dapat

menyebabkan dilatasi yang berlebihan.

13

Pengkajian tentang penyakit vena umumnya dititik beratkan pada

kelainan vena di tungkai, karena tungkailah yang paling besar menyangga

beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena tungkai paling

sering terjadi. Gangguan lain yang mungkin merupakan sebab awal dari

kelainan sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya

trombosis seperti yang dikemukakan oleh Virchow dengan triasnya :

kelainan dinding, stasis atau hambatan aliran, dan kecenderungan

pembekuan darah (Jong, 2005).

2.1.7. Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Varises tungkai terdiri dari varises primer dan sekunder. Varises

primer terjadi jika katup sistem vena superfisialis (vena Saphena magma,

vena Saphena parva dan venae .perforantes) gagal untuk menutup

sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah bawah dan

terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena Profunda masih

normal. Varises sekunder terjadi akibat sistem vena Profunda mengalami

trombosis / tromboflebitis atau adanya fistula arterovenosa, semula

keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada

vena superfisialis (Falco, 1991; Faria, 1992)

14

Secara klinis varises tungkai dikelompokan berdasarkan jenisnya,

yaitu :

1. Varises trunkal

Merupakan varises v.saphena magna dan v.saphena parva, diameter

lebih dari 8 mm, warna biru-biru kehijauan.

2. Varises retikular

Varises yang mengenai cabang v.saphena magna atau v.saphena

parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok, diameter 2-8 mm,

warna biru-biru kehijauan.

3. Varises kapiler

Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut

halus dari pembuluh darah, diameter 0,1 - 1 mm, warna merah atao

sianotik (jarang) ( Basuki, 1990; Falco, 1991).

Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium

(Jong,2005)

Stadium I

Keluhan samar (tidak khas)

Stadium II

Mula tampak pelebaran vena, palpabel dan menonjol

Stadium III

Varises tampak jelas, memanjang, berkelok-kelok pada paha atau

tungkai bawah

15

Stadium IV

Kelainan kulit dan tukak karena sindrom insufisiensi vena menahun

Varises tungkai merupakan salah satu manifestasi kutaneus dari

insufisiensi vena kronik (IVK), yaitu suatu keadaan gangguan fungsi

sistem vena yang disebabkan oleh inkompetensi katup, berhubungan atau

tidak dengan obstruksi, dapat mengenai sistem vena superfisialis, vena

profunda atau keduanya (Goldman, 1994)

Menurut klasifikasi klinis CEAP (1994), IVK dibagi berdasarkan

berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu :

Derajat 0 : Tidak terlihat atau teraba tanda-tanda gangguan vena

Derajat 1 : Telangiektasis, vena retikular

Derajat 2 : Varises tungkai

Derajat 3 : Edem tanpa perubahan kulit

Derajat 4 : Perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,

dermatitis statis, lipodermatosklerosis)

Derajat 5 : Perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus yang sudah

sembuh

Derajat 6 : Perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus aktif

(Yuwono, 2010)

Gejala klinis IVK timbul akibat adanya hipertensi vena baik karena

obstruksi, refluks atau kombinasi keduanya. Hipertens vena persisten akan

mempengaruhi fungsi kapiler, tekanan trans mural dan intra mural

16

meningkat, mendorong cairan, elektrolit dan eritrosit keluar memasuki

jaringan sehingga terjadi edem dan hiperpigmentasi. Kapiler mengalami

dilatasi dan penurunan kecepatan aliran darah, hal ini akan mempengaruhi

adhesi leukosit (neutrofil) pada mikrosirkulasi dan venula post kapiler,

akibatnya leokosit akan terperangkap pada endotel dan teraktivasi

sehingga melepaskan radikal bebas, enzim proteolitik dan sitokin,

disamping itu fibrin perikapiler akan menjadi barier terhadap difusi

oksigen dan nutrisi lain. Semua keadaan ini menyebabkan kerusakan

jaringan berupa hipoksia, iskhemi, nekrosis lemak, pigmentasi kulit dan

ulkus (Smith, 1996; parsch, 1996).

2.1.8. Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tungkai

yang dlakukan dibawah penyinaran yang cukup dengan melakukan

inspeksi perabaan vena yang berkelok untuk menilai ketegangan varises

dan besarnya pelebaran vena, pulsasi arteri dan beberapa pemeriksaan

sederhana seperti brodie-trendelenberg, schwartz, perthes yang akan dapat

memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena.

17

a. Anamnesa

Anamnesa yang penting ditanyakan meliputi :

a. Keluhan

Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /

sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta

keluhan kosmetik. keluhan bisanya berkurang dengan elevasi

tungkai, untuk berjalan atau pemakaian bebat elastik, dan makin

bertambah setelah berdiri lama, selama kehamilan, menstruasi atau

pengobatan hormonal .

b. Faktor predisposi

Ditanyakan faktor predisposisi yang telah disebut sebelumnya,

antara lain : riwayat varises dalam keluarga , usia , paritas ,

keluhaan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau

terapi hormonal lain, lama duduk.

c. Penyakit sistemik, pengobatan dan tndakan medis /

pembedahan sebelumnya

Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan anatara lain

adalah riwayat penyakit kardiovaskuler, stroke, penyakit diabetes,

imobilisasi yang lama, fraktur / trauma tungkai, keganasaan ,

riwayat operasi daerah abdomen (Goldman 1989).

b. Pemeriksaan fisik

Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada

posisi eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi

18

dari arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu

diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis,

atrofi blanch, dermatitis stasis, edem, perdarahan dan ulkus. Daerah

vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan varises dan

besarnya pelebaran vena, pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba

maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui

apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat pitting edem atau

peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises perlu

digambarkan dengan jelas. Beberapa pemeriksaan sederhana dapat

dilakukan, antara lain uji Brodie-trendelenburg, schwartz, perthes

dapat memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi

katup vena.

c. Pemeriksaan khusus vena

Pemeriksaan untuk evaluasi IVK pada varises tungkai antara lain,

adalah :

Ultrasonografi doppler

Plethysmography

Duplex venous scanning

Phlebography (Ryan dan Burnand 1992)

2.1.9. Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya

adalah usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara

melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan

19

berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau

berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan

posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena

tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk,

pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan merasa keluhannya

berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).

Tabel 2.1. Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking

Tingkat kompresi

(mmHg)

Indikasi

15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)

21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pasca skleroterapi

31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh

>45 mmHg Phlebolymphedema

Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat,

tidak longgar atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di

tempat tidur. Indikasi yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah

untuk mencegah terjadinya pembengkakan atau edema pada tungkai kaki

yang menderita varises. Banyak penelitian yang melaporkan bahwa

tekanan stoking sebesar 30-40 mmHg (Tabel 1.1) mencegah terjadinya

pembengkakan pada penderita varises pada tungkai dibandingkan dengan

tungkai yang menderita varises tetapi tidak menggunakan stoking

(Yuwono, 2010).

20

Sebuah laporan ilmiah dari Mayberry (1991), menyatakan bahwa

penelitian selama 15 tahun pada 113 penderita insufisiensi vena kronis

tungkai yang diterapi dengan stoking, terjadi perbaikan pada 90% kasus

(102 kasus) dengan rata-rata waktu yang diperlukan untuk sembuh adalah

5,3 bulan (Cheatle, 1998; Partsch, 1994).

Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi

vena harus dilakukan pencegahan dengan menggunakan stocking atau

pembalut elastis dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik, menu

makanan sehari-hari yang lebih banyak mengandung sayuran dan buah-

buahan segar (mengurangi jenis makanan dari hewani karena selain tidak

berserat juga akan meningkatkan peninggian konsentrasi lemak dalam

darah dan meningkatkan hipertensi vena). Sayuran dan buah-buahan

adalah makanan yang tinggi serat dan mengandung zat-zat aktif

(flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik (memperbaiki tonus dinding

vena atau venotonik) sangat dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah

terjadinya kelemahan tonus dinding vena (Yuwono, 2010).

Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik.

Indikasi medis, misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri

lama. Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis

merupakan indikasi medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam

hari tanpa disadari oleh penderita, terutama pada orang tua yang sudah

lama varises. Terapi terdiri atas pemasangan pembalut setelah kaki

21

diangkat beberapa waktu untuk mengosongkan vena dan meniadakan

edema (Jong, 2005).

2.2 Jumlah Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh

seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas ditentukan oleh jumlah

kehamilan yang mencapai usia viabilitas, dan bukan jumlah janin yang

dilahirkan. Paritas tidak lebih besar apabila yang dilahirkan adalah janin

tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih kecil apabila janin lahir mati.

Primipara adalah seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang

mencapai viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang pernah dua kali

atau lebih hamil sampai usia viabilitas (Cunningham dkk, 2006).

2.3 Ibu Hamil

2.3.1. Perubahan Sirkulasi yang Terjadi Selama Kehamilan

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya

sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh

darah yang membesar pula, mamma dan alat lain-lain yang memang

berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume darah ibu dalam

kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah

yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah banyak, kira-kira

25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output

yang meninggi sebanyak kira-kira 30%.

22

Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi

keperluan transpor zat asam yang dibutuhkan sesekali dalam kehamilan.

Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan,

tetapi penambahan plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi

hemoglobin jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin dalam

darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak boleh dinamakan anemia

fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah hemoglobin dalam wanita

hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada sewaktu belum hamil.

Jumlah eritrosit meningkat sampai 10.000 per ml. Dan produksi pembuluh

trombosit pun meningkat pula (Sarwono 2006).

Postur wanita hamil mempengaruhi tekanan darah arteri. Tekanan

darah di arteri brakialis bervariasi saat duduk atau berbaring dalam posisi

telentang. Biasanya, tekanan darah arteri menurun sampai ke titik terendah

selama trimester kedua atau trimester ketiga awal dan kemudian meninggi.

Tekanan diastolik mengalami penurunan lebih besar daripada sistolik.

Tekanan vena antecubiti tetap tidak berubah selama kehamilan,

tetapi pada posisi telentang tekanan vena femoralis meningkat terus-

menerus dari 8 cm H2O pada awal kehamilan menjadi 24 cm H2O pada

aterm. Dengan menggunakan pelacak berlabel radiokatif, Wright dkk.

(1950) beserta peneliti lain telah menemukan bahwa aliran darah di

tungkai berkurang selama kehamilan, kecuali dalam posisi berbaring

miring. Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di ekstremitas bawah

selama bagian terakhir kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi vena-vena

23

pelvis dan vena kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar.

Meningkatnya tekanan vena akan kembali normal bila wanita hamil

tersebut berbaring miring dan segera setelah pelahiran. Dari sudut pandang

klinis, menurunnya aliran darah dan meningkatnya tekanan darah vena

ekstremitas bawah tersebut sangatlah penting. Perubahan-perubahan ini

ikut berperan dalam terjadinya edema dependen yang sering dialami oleh

para wanita ketika mendekati aterm, juga terhadap timbulnya varises vena

di tungkai bawah dan vulva, serta hemoroid (Cunningham dkk, 2006).

24

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Ket :

: Tidak diteliti

: Diteliti

25

Ibu Hamil

Jumlah Paritas

Paritas Tinggi Paritas Rendah

Uji Brodie-trendelenburgUji Brodie-trendelenburg

Keturunan

Umur

Obesitas

Suntikan

hormon

(KB)

Pekerjaan

Tinggi

Badan

Normal

Varises

Normal

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

26

Jumlah paritas pada ibu hamil

Varises pada tungkai bawah

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional dimana peneliti

melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat, kata satu saat

disini bukan berarti semua subjek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi

artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel

subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. (Sastroasmoro, 1995)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pagesangan

pada bulan Mei 2012

3.3. Variabel dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari

satu subyek ke subyek lainnya (Sastroasmoro, 1995).

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu :

1. Variabel Bebas (disebut juga variabel pengaruh, variabel

perlakuan, kausa, dan sebagainya), adalah variabel yang bila dalam

suatu saat berada bersama variabel lain, variabel ini berubah atau

diduga berubah dalam variasinya. Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah Jumlah paritas pada ibu hamil

27

2. Variabel Tergantung (disebut juga variabel terpengaruh, variabel

tak bebas efek dan sebagainya), adalah variabel yang berubah

karena pengaruh variabel bebas tersebut. Variabel tergantung

dalam penelitian ini adalah varises pada tungkai bawah.

3.4. Definisi Operasional

1. Jumlah paritas ibu hamil

Jumlah paritas ibu hamil menunjukkan keadaan wanita yang pernah

melahirkan bayi hidup . Yang menentukan paritas adalah jumlah

kehamilan yang mencapai usia viabilitas, dan bukan jumlah janin yang

dilahirkan. Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah

melahirkan bayi yang viabilitas untuk pertama kali, Primipara adalah

seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang mencapai

viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang pernah dua kali atau

lebih melahirkan janin yang mencapai usia viabilitas (Cunningham

dkk, 2006).

2. Varises pada tungkai bawah

Untuk mengetahui terjadinya varises tungkai bawah pada ibu hamil

maka peneliti menggunakan uji Brodie-trendelenburg untuk menilai

varises. Uji Brodie-trendelenburg dilakukan dengan cara tungkai

diangkat sehingga vena kosong, kemudian tungkai diturunkan atau

penderita diminta berdiri dengan tekanan pada lipat paha

dipertahankan dengan cara menggunakan karet atau torniquet, setelah

28

itu bebat karet atau torniquet dilepas dan lakukan penilaian pada

tungkai bawah. Dikatakan varises apabila vena terisi Vena terisi < 30

detik (Jong 2005) :

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang masih

aktif datang berkunjung di wilayah kerja Puskesmas Pagesangan sampai

pada bulan Mei dengan jumlah populasi sebanyak 143 ibu hamil

3.5.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

cara Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).Adapun kriteria dari sampel tersebut

adalah:

1. Kriteria Inklusi

a. Ibu hamil yang datang di wilayah kerja Puskesmas

Pagesangan pada bulan Mei

b. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

a. Pernah menderita varises sebelumnya yang tidak

berhubungan dengan kehamilan

b. Terdapat riwayat varises pada keluarga ibu hamil

29

Perhitungan jumlah sampel, dilakukan dengan menggunakan

rumus slovin sebagai dasar penentuan sampel. Yaitu dengan:

Ket :

n adalah jumlah sampel

N adalah populasi

d adalah tingkat ketepatan atau kepercayan yang diinginkan (0,1)

Didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil untuk penelitian

adalah

n=

=

= 58,84

= 59

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 59 ibu hamil.

30

3.6. Instrumen dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan

data. Instrumen dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar Persetujuan

2. Kuesioner/Panduan Pertanyaan

Untuk mendapatkan data mengenai identitas, jumlah paritas dan

trimester kehamilan serta gejala-gejala yang dialami oleh ibu hamil.

Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara peneliti menanyakan

pertanyaan yang ada dalam kuesioner kepada responden.

3. Peralatan uji Brodie-trendelenburg.

Karet / torniquet

Senter

Stopwatch

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Alur Penelitian

31

Menentukan jumlah paritas ibu hamil

Melakukan wawancara kepada responden dg tuntunan kuisioner

Melakukan uji Brodie-trendelenburg

Menganalisa data

3.8. Analisis Hasil

Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana

tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang

diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan

menggunakan program komputer. Adapun langkah-langkah pengolahan data

meliputi:

1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti

memeriksa kelengkapan menjawab kuesioner dan kejelasan jawaban

antara lain nomer urut responden, jumlah paritas responden , umur

kehamilan responden, waktu test responden dan nilai uji Brodie-

trendelenburg

2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda / kode tertentu terhadap data

yang telah diedit dengan tujuan mempermudah pembuatan table.dalam

hal ini yang perlu dilakukan coding adalah:

a. Jumlah paritas :

1. Paritas Tinggi ( jumlah paritas ≥ 2 )

2. Paritas Rendah ( jumlah paritas < 2 )

b. Terjadinya varises tungkai bawah

1. Ya ( jika pengembalian aliran vena < 30 detik disertai

penonjolan vena superfisalis pada tungkai bawah dan

pertimbangan dokter)

32

2. Tidak ( jika pengembalian aliran vena ≥ 30 detik tanpa

disertai penonjolan vena superfisalis pada tungkai bawah dan

pertimbangan dokter )

3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam

program komputer yang ditetapkan (SPSS 17)

Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan:

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel, baik variabel bebas, dan variabel terikat. Adapun

variabel yang dianalisis meliputi hubungan antara varises pada

tungkai bawah dengan jumlah paritas pada ibu hamil

b. Analisis Bivariat

Analisis digunakan untuk mengetahui perbedaan pada

Variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen

yaitu terjadinya varises pada tungkai bawah yang dipengaruhi

jumlah paritas pada ibu hamil

Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional,

hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent

digunakan ditampilkan dalam table 2x2 dan juga dilakukan

perhitungan Rasio prevalens (RP), untuk mengetahui estimasi

resiko relatif, dengan cara membagi prevalens efek pada

kelompok dengan faktor resiko, dengan prevalens efek pada

33

kelompok tanpa faktor resiko. Adapun tampilan table 2x2 dan

perhitunga rasio prevalens sebagai berikut:

Table 3. 1 Rasio Prevalensi hubungan antara varises dengan

jumlah paritas ibu hamil

Jumlah paritas ibu

hamil

Varises TOTAL

Ya Tidak

Paritas Tinggi A B A+B

Paritas Rendah C D C+D

TOTAL A+C B+D A+B+C+D

RP = A/(A+B) : C/(C+D)

Dalam penelitian ini digunakan uji statistik Chi-Square

dengan bantuan computer untuk mengetahui perbedaan antara

nilai terjadinya varises pada tungkai bawah dengan jumlah paritas

pada ibu hamil. Taraf signifikasi yang digunakan adalah 95 % /

taraf kesalahan 0,05 %.

Rumus dari Chi-Square adalah:

Keterangan:

o r = jumlah baris,

o c = jumlah kolom,

o i = baris ke i

34

o j=baris ke j

o Oij = frekuensi observasi pada baris i kolom j

o Eij = frekuensi yang diharapkan pada baris i kolom j

Kriteria hubungan berdasarkan p value (probabilitas) yang

dihasilkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria

sebagai berikut:

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada

perbedaan)

Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak (ada perbedaan)

Sedangkan Untuk melihat adanya hubungan antara

timbulnya varises pada tungkai bawah dengan jumlah paritas pada

ibu hamil, maka dilakukan uji Contingency Coefficient. Adapun

rumus dan langkah-langkahnya sebagai berikut:

Untuk melakukan analisa pada penelitian ini akan

menggunakan Program Statistical Product And Service Solution

(Spss) Versi 17. Dasar pengambilan keputusan penerimaan

hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α = 0,005) sebesar

95 % :

Jika p value > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada

perbedaan)

35

Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak (ada perbedaan)

3.9. Etika Penelitian

Dalam peneltian ini, peneliti tetap mengedepankan masalah etika yaitu:

1. Lembar persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan dibagikan kepada seluruh subyek penelitian.

Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian,

serta kesediaan subyek untuk menjadi responden penelitian. Jika subyek

bersedia menjadi responden, maka subyek harus bersedia di observasi dan

di wawancara, dan peneliti akan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity

Nama pasien yang menjadi responden tidak perlu dicantumkan

pada lembar pengumpulan data, hal ini untuk menjaga obyektifitas data.

Untuk mengetahui partisipasi dan peran serta responden, peneliti cukup

menuliskan nomor kode pasien pada masing-masing lembar persetujuan.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan dijumpai pada

pasien, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan benar-benar digunakan

untuk tujuan penelitian.

36