V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi eksisting perairan ... V... · Hidup Nomor 51 Tahun 2004...

87
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi eksisting perairan Teluk Youtefa Evaluasi terhadap kondisi eksisting di perairan laut Teluk Youtefa dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia air dari sampel air laut yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, maka berdasarkan keputusan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan kriteria mutu air untuk biota laut. Nilai yang dipergunakan merupakan hasil tabulasi dari nilai rata-rata pada kondisi pasang dan surut. Baku mutu acuan yang digunakan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Data lengkap nilai rata-rata kualitas air perairan Teluk Youtefa pada saat pasang (P) dan surut (S) dapat dilihat pada gambar 26 33 dan lampiran 1. 5.1.1. Suhu air Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh penutupan awan, suhu udara, sirkulasi udara, dan kedalaman air. Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung dihampir semua aspek ekologi perairan serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (Haslam, 1995 diacu dalam Effendy, 2003). Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawa senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi reaksi kimia yang berlangsung dalam air, tutupan vegetasi dan kekeruhan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai suhu perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 25,4 28 0 C. Nilai suhu tertinggi ditemukan di stasiun 5 dan 6, nilai terendah di stasiun 3. Pada saat surut nilai suhu hampir sama disemua lokasi sampling yaitu 32 0 C (gambar 26). Hal tersebut terjadi diduga pada saat sampling kondisi cuaca sangat cerah antara pukul 12.00-14.00. Nilai rata-rata suhu pada saat pasang dan surut berkisar antara 28,5 0 C -30 0 C, dengan nilai rata-rata keseluruhan 26,18 0 C (lampiran 1). Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan hasil

Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi eksisting perairan ... V... · Hidup Nomor 51 Tahun 2004...

99

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi eksisting perairan Teluk Youtefa

Evaluasi terhadap kondisi eksisting di perairan laut Teluk Youtefa dilakukan

dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia air dari sampel

air laut yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku yaitu mengacu

pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku

mutu air laut, maka berdasarkan keputusan tersebut dalam penelitian ini sebagai

pembanding digunakan kriteria mutu air untuk biota laut. Nilai yang dipergunakan

merupakan hasil tabulasi dari nilai rata-rata pada kondisi pasang dan surut. Baku

mutu acuan yang digunakan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Data

lengkap nilai rata-rata kualitas air perairan Teluk Youtefa pada saat pasang (P) dan

surut (S) dapat dilihat pada gambar 26 – 33 dan lampiran 1.

5.1.1. Suhu air

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh penutupan awan, suhu udara,

sirkulasi udara, dan kedalaman air. Suhu air memiliki efek langsung dan tidak

langsung dihampir semua aspek ekologi perairan serta mempunyai kaitan erat

dengan kualitas perairan. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kelarutan gas

dalam air (Haslam, 1995 diacu dalam Effendy, 2003). Suhu perairan yang tinggi

akan meningkatkan kelarutan senyawa senyawa kimia dan mempengaruhi dampak

polutan pada kehidupan akuatik. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap

kecepatan reaksi reaksi kimia yang berlangsung dalam air, tutupan vegetasi dan

kekeruhan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai suhu perairan Teluk Youtefa

pada saat pasang berkisar antara 25,4 – 280C. Nilai suhu tertinggi ditemukan di

stasiun 5 dan 6, nilai terendah di stasiun 3. Pada saat surut nilai suhu hampir sama

disemua lokasi sampling yaitu 32 0C (gambar 26). Hal tersebut terjadi diduga pada

saat sampling kondisi cuaca sangat cerah antara pukul 12.00-14.00. Nilai rata-rata

suhu pada saat pasang dan surut berkisar antara 28,50C -30

0C, dengan nilai rata-rata

keseluruhan 26,18 0C (lampiran 1). Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan hasil

100

penelitian kerjasama antara Universitas Negeri Papua dengan Dinas Perikanan dan

Kelautan Provinsi Papua (2006) bahwa rentang suhu perairan Teluk Youtefa 29 0C–

32, 8 0C atau rata-rata 31,21

0C dengan 10 titik pengamatan

Hal ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto dan Juwana (2011) yang

menyatakan bahwa suhu air laut bisa mencapai suhu 33 0C. Perbedaan suhu pada

setiap stasiun pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara, tutupan vegetasi, intensitas

cahaya matahari, dan cuaca pada saat pengukuran.

Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa memenuhi kriteria mutu air (KMA)

yang dapat digunakan untuk perikanan laut.

5.1.2. Total padatan tersuspensi (TSS)

Padatan tersuspensi total (total suspended solid atau TSS) adalah bahan

bahan tersuspensi (diameter >1µm). TSS terdiri atas lumpur, bahan organik dan

anorganik, pasir halus serta jasad jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan

tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi air di

perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 45 – 236 mg/l (gambar 27)

dengan nilai rata-rata keseluruhan adalah 142,11 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan

di stasiun pantai abe 236 mg/l dan nilai terendah di stasiun 2 entrop 45 mg/l.

Kemudian nilai padatan tersuspensi pada saat surut berkisar antara 133-348 dengan

nilai rata-rata keseluruhaan adalah 241,56 mg/l. Nilai tertinggi ditemukan di stasiun

4 pantai abe, nilai terendah ditemukan di stasiun 2 entrop. Nilai TSS pada saat

Lokasi pengamatan

0C

Gambar 26 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter suhu pasang surut

101

pasang dan surut berkisar antara 45 mg/l-348 mg/l dengan rata-rata 191,72 mg/l.

Nilai tersebut telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Hal ini berarti

dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga bisa

menyebabkan produksi primer perairan menurun. Menurut Whardhana. (2001)

bahwa air yang mengandung bahan buangan disertai dengan warna gelap, akan

mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Kemudian menurut Adedokun et

al. (2008) diacu dalam Suwari. (2010), bahwa padatan tersuspensi yang tinggi akan

mempengaruhi biota diperairan dan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam

badan air. Abel (1989) mengemukakan bahwa peningkatan kekeruhan perairan akan

mengurangi atau mencegah potosintesis maupun produktifitas tanaman. Banyaknya

kadar TSS di Teluk Youtefa disebabkan banyaknya partikel-partikel tersuspensi

yang terdiri dari pasir, lumpur, pasir halus maupun jasad renik terutama akibat

adanya kikisan tanah atau akibat erosi yang terbawa ke badan air melalui beberapa

sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa. Hal ini sesusi dengan pendapat Effendi

(2003) bahwa TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus. Hal yang sama juga

dikemukakan Saeni (1989) bahwa tingginya kadar padatan tersuspensi disebabkan

buangan industri yang belum mengalami pengolahan. Untuk mengurangi kadar TSS

diperairan dapat dilakukan dengan memanfaatkan biomassa yang ada. Seperti yang

dilakukan Cossellu M, (2010), bahwa pemanfaatan serat alga dapat mengurangi

sedimen dan bahan organik di beberapa teluk. Hasil pengukuran TSS perairan

Teluk Youtefa ditunjukkan pada gambar 27

Gambar 27 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter TSS pasang surut

mg/l

Lokasi pengamatan

BM = 20

102

5.1.3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam

penentuan kualitas air. pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa

amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH

rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,

misalnya nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan

peningkatan pada pH rendah.

Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa

dalam air. Besarnya pH mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam

badan air serta pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Perubahan

pH dalam air akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Menurut

Adeyemo et al (2008) diacu dalam Suwari, (2010), bahwa pertumbuhan organisme

perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5-8,2. Kategori pH

dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤ 6 (bersifat asam) atau

mendekati nilai ≥ 9 (bersifat basa)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH air pada saat pasang di

perairan Teluk Youtefa berfluktuasi disetiap stasiun. Nilai terendah 7,2 di stasiun 4

dan 7 abe pantai dan pantai abe, nilai tertinggi 7,5 di stasiun 2,3,8,9, dan nilai pH

rata-rata adalah 7,4. Kemudian nilai pH pada saat surut berkisar antara 7,1-7,6. Nilai

tertinggi di stasiun 3 entrop adalah 7,6, nilai terendah di stasiun 4 pantai abe adalah

7,2. Nilai tersebut masih sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 7 –

8,5. Nilai pH perairan Teluk Youtefa pada sembilan stasiun pada saat pasang dan

surut berkisar antara 7,1 – 7,6 (gambar 28). Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut

adalah 7,4. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Youtefa masih berada dalam

kisaran yang dapat ditolerir untuk organisme akuatik.

103

Fluktuasi nilai pH dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain akibat limbah organik

yang dapat membebaskan karbon dioksida jika mengalami proses penguraian.

Kemudian juga dapat disebabkan pengaruh masukan pencemar yang bersifat

fluktuatif.

5.1.4. Kandungan oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan parameter penting yang dibutuhkan oleh

semua organisme, seperti ikan. Penurunan oksigen dalam perairan akan sangat

berbahaya bagi kehidupan organisme akuatik. Kebanyakan ikan pada beberapa

perairan tercemar mati bukan karena daya racun bahan buangan secara langsung,

akan tetapi karena kekurangan oksigen dalam perairan akibat digunakan untuk

proses degradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Connel dan Miller. (1995)

diacu dalam Selanno (2009), mengemukakan bahwa sebagian besar dari zat

pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Lee

et al. (1978) mengemukakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan

dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan.

Gambar 28 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter pH pasang surut

Lokasi pengamatan

BM = 7,5-

8,5

104

Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksigen terlarut pada sembilan stasiun di

perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 2,60 mg/l – 6,00 mg/l

(gambar 29) dengan nilai rata-rata 5,17 mg/l atau sesuai dengan baku mutu. Nilai

kandungan oksigen terlarut di perairan Teluk Youtefa pada sembilan stasiun lebih

tinggi di stasiun delapan (5,80 mg/l), sedangkan nilai terendah terdapat di stasiun

empat (2,60 mg/l). Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 4,89 mg/l

(lampiran 1). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian UNIPA

(2006) yaitu 2,20 mg/l pada stasiun yang sama (stasiun 4). Kemudian nilai DO pada

saat surut berkisar antara 1,67 mg/l - 5,75 mg/l dengan rata-rata 4,61 mg/l. Nilai

tertinggi terdapat di stasiun 7 (5,75 mg/l, nilai terendah terdapat di stasiun 4 (1,67

mg/l). Rendahnya nilai oksigen terlarut diduga akibat pengaruh limbah (effluent)

organik yang berasal dari limbah domestik yang masuk ke dalam perairan teluk

melalui dua sungai (sungai acai dan sungai siborghoni) yang secara geografis sangat

berdekatan muaranya (± 50 m). Hal ini sesuai dengan pendapat Saeni (1989) bahwa

oksigen terlarut berkurang akibat digunakan dalam penghancuran bahan organik.

Kemudian penurunan kadar oksigen terlarut dapat terjadi karena adanya

penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh

buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purification teluk dan adanya

bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang

rendah menunjukkan bahwa kondisi sungai secara umum telah tercemar oleh bahan

organik. Limbah domestik, pertanian, sampah yang dibuang ke sungai dan menuju

Gambar 29. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter DO Pasang surut

Lokasi pengamatan

mg/l

BM>5

105

teluk menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran. Hal ini sesuai dengan

pendapat Emily et al (2010) bahwa kadar oksigen terlarut 2, 0 mg/l di Teluk

Greenwich Rhode Island USA sangat rendah akibat limbah, pellet dan

peningkatan sedimen. Kemudian menurut Lee et al, (1978) bahwa tingkat

pencemaran perairan akibat bahan buangan organik dapat dievaluasi berdasarkan

konsentrasi oksigen terlarut dan BOD5. Sedangkan menurut Clark (2003) bahwa

konsentrasi bahan organik yang tinggi di perairan akan menyebabkan tingginya

pemakaian oksigen terlarut diperairan menurun

5.1.5. Kandungan oksigen biokimia (BOD)

BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi

karbondioksida dan air. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh

proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada

suhu 200C selama lima hari dalam keadaan tanpa cahaya.

BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di

perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka

semakin besar nilai oksigen yang dibutuhkan, sehingga nilai BOD semakin besar

yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BOD pada saat pasang berkisar

antara 7,92 mg/l - 21,0 mg/l (gambar 30) dengan nilai rata-rata keseluruhan 9,7 mg/l.

Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (21,0 mg/l), nilai terendah terdapat di stasiun 7

Gambar 30. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter BOD pasang surut

Lokasi pengamatan

mg/l

BM 20

106

(7,92 mg/l). Kemudian pada saat surut berkisar antara 8,21 mg/l – 28 mg/l. Nilai

tertinggi terdapat di stasiun 4, terendah di stasiun 7. Nilai rata-rata pada saat pasang

dan surut adalah 10,33 mg/l (lampiran 1). Berdasarkan baku mutu kualitas air nilai

ambang batas BOD untuk biota laut adalah 20 mg/l (Keputusan Mennteri

Lingkungan Hidup RI nomor 51 tahun 2004) masih berada dibawah ambang batas

atau baku mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa perairan yang

memiliki nilai BOD lebih dari 20 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran. Nilai

BOD yang tinggi secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan

bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Nilai BOD yang rendah mencerminkan

rendahnya kegiatan mikroorganisme di dalam air. Kandungan nilai BOD di perairan

Teluk Youtefa diduga dipengaruhi bahan buangan organik dan aktivitas organisme

pengurai, dipengaruhi oleh suhu, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan

bahan organik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yetti et al, (2011) bahwa

peningkatan kadar BOD di perairan dapat disebabkan banyaknya sampah organik

yang mencemari perairan. Kemudian menurut Lee et al (1978) bahwa indikator

BOD merupakan indikator penting dalam menentukan tingkat pencemaran perairan.

5.1.6. Nitrat dan amonia

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi

senyawa nitrogen di perairan. Pembuangan kotoran biasanya mengandung nitrat

dalam jumlah yang besar. Unsur ini merupakan nutrien bagi tanaman, sehingga

meningkatkan kelimpahan fitoplankton di perairan. Pengkayaan ini akan

menguntungkan zooplankton dan memperbanyak jumlah rantai-rantai makanan

lainnya (Clark, 1986). Dijelaskan bahwa jika bahan buangan organik dirombak oleh

bakteri tidak hanya karbondioksida dan air, tetapi juga nitrogen dilepaskan sebagai

bahan anorganik yang secara alami terkandung dalam komponen protein hewan dan

tanaman.

107

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat di perairan Teluk

Youtefa pada saat pasang 0,004 mg/l – 0, 026 mg/l (gambar 31). Nilai nitrat tertinggi

terdapat pada stasiun empat (0,026 mg/l) dan terendah pada stasiun satu (0,004)

dengan nilai rata-rata keseluruh an 0,27 mg/l. Kemudian kadar nitrat pada saat surut

berkisar antara 0,004 mg/l-0,34 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (0,34 mg/l),

nilai terendah terdapat di stasiun 6 (0,004 mg/l dengan nilai rata-rata 0,05 mg/l. Nilai

rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 0,012 mg/l (lampiran 1). Nilai tersebut

telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Kelimpahan nutrien di suatu

perairan, akan menimbulkan masalah terjadinya blooming populasi mikroorganisme

yang dapat mengurangi kadar oksigen dalam perairan. Aktifitas masyarakat dan

tekanan penduduk dalam memanfaatkan teluk sebagai tempat penampungan limbah

berpotensi meningkatkan nilai nitrat di perairan.

Gambar 32. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NH3 pasang surut

Lokasi pengamatan

mg/l

BM 0,3

Gambar 31. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NO3 pasang surut

Lokasi pengamatan

mg/l

BM 0,008

108

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar amonia perairan Teluk Youtefa

pada saat pasang berkisar antara 0,03 mg/l - 0,24 mg/l dengan nilai rata-rata 0,08

mg/l. Nilai tertnggi terdapat di lokasi 4 (0,24 mg/l), nilai terendah terdapat di lokasi 7

(0,03 mg/l). Kemudian pada saat surut nilai amoniak berkisar antara 0,05 – 0,26 mg/l

(gambar 32). Nilai tertinggi terdapat di lokasi 4 (0,26 mg/l), nilai terendah terdapat di

lokasi 7 (0,05 mg/l). Nilai rata-rata antara pasang dan surut adalah 0,087 mg/l

(lampiran 1). Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme

akuatik. Menururt Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik

dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia

bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia

akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Abel (1989) mengemukakan bahwa

amonia sangat beracun bagi organisme.

Secara umum, kadar amonia di perairan Teluk Youtefa belum melampaui

nilai baku mutu yang mensyaratkan nilai amonia maksimum 0,3 mg/l. Maka dapat

disimpulkan bahwa perairan Teluk Youtefa mengindikasikan tidak terjadi

pencemaran air oleh amonia.

5.1.7. Kadar fospat

Senyawa fosfat merupakan anion yang tidak dikehendaki dalam suatu

perairan karena bisa menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan dapat mengakibatkan

efek negatif bagi proses kehidupan akuatik. Kandungan fosfat yang tinggi dalam

perairan dapat menyebabkan eutrofikasi yakni meningkatnya pertumbuhan alga dan

menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfor di perairan dapat

bersumber dari buangan hewan, pelapukan tumbuhan, erosi tanah, limbah industri,

limbah domestik, dan limbah pertanian.

mg/l

Lokasi pengamatan

Gambar 33 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter PO4 pasang surut

109

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO4) di perairan Teluk

Youtefa pada saat pasang berkisar 0,001 mg/l – 0,3 mg/l (gambar 33), nilai tertinggi

terdapat di lokasi 4 (0,3 mg/l), nilai terendah terdapat di lokasi 2 (0,001 mg/l),

dengan nilai rata-rata keseluruhan 0,21 mg/l. Kemudian nilai fosfat pada saat surut

berkisar antara 0,03 mg/l – 0,5 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (0,5 mg/l),

nilai terendah terdapat di stasiun ,7,dan 8 masing-masing 0,03 mg/l. Nilai rata-rata

antara pasang dan surut adalah 0,08 mg/l (lampiran 1). Berdasarkan KMA baku

mutu air laut untuk biota laut yang mempersyaratkan kadar fosfat maksimum 0,015,

maka dapat disimpulkan bahwa dari 9 stasiun pengamatan perairan Teluk Youtefa

pada saat pasang dan surut tidak memenuhi baku mutu. Sumber P-PO4 di perairan

Teluk Youtefa diduga bersumber dari limbah domestik terutama detergen dan

kotoran manusia, dan limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Garcia,

(2010) bahwa di teluk Lorenzo Spayol Utara terjadi proses eutrofikasi sehingga

menghasilkan ganggang akibat peningkatan fosfat. Fosfat dapat masuk ke perairan

Teluk Youtefa melalui saluran sungai.

Gambar 36. Tumpukan sampah di

Sungai Acai

bermuara di perairan Teluk

Youtefa

Gambar 37. WC penduduk yang

bermukim di atas perairan Teluk

Youtefa

Gambar 34. Muara Sungai Sibhorgoni

(Kondisi Air Laut Surut)

Gambar 35. Muara Sungai Acai

Kondisi Air Laut Pasang

110

Gambar 34 memperlihatkan kondisi air berwarna kemerah-merahan akibat

banyaknya sedimen dari hulu. Kemudian gambar 35 memperlihatkan kondisi air

berwarna hitam akibat tingginya pasokan limbah domestik dari hulu. Mukhtasor.

(2007) mengemukakan bahwa pencemaran dapat membahayakan ekosistem laut

karena ekosistem dan biota perairan sangat rentan terhadap bahan pencemar.

5.2. Status mutu air dan indeks pencemaran perairan Teluk Youtefa

5.2.1. Metode indeks storet

Pendekatan menggunakan metode indeks storet digunakan untuk

menganalisis status pencemaran yang sebenarnya telah terjadi di Teluk Youtefa.

Nilai maksimum, minimum, dan rata-rata yang dipergunakan merupakan hasil

tabulasi dari nilai rata-rata setiap lokasi/stasiun pada saat pasang dan surut.

Menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan

Teluk Youtefa adalah menggunakan metode STORET. Indeks kualitas air –

STORET (IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang

kondisi kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian

ditransformasikan menjadi suatu indeks. Metode indeks STORET dapat

menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Teluk

Youtefa. Data parameter fisika dan kimia air berdasarkan hasil pengamatan

dibandingkan dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut yang mencakup nilai

minimum, rata-rata, dan maksimum setiap parameter yang kemudian diberi skor

penilaian dan disesuaikan dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas

perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi

baku mutu sesuai dengan yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Teluk Youtefa

berdasarkan indeks Storet disajikan pada lampiran 2, sedangkan status mutu

perairan Teluk Youtefa menururt sistem STORET disajikan pada tabel 16 dan

gambar 38.

Tabel 16. Status mutu kualitas air menururt sistem nilai STORET Teluk Youtefa.

No Lokasi/Stasiun Skor Klasifikasi

1 Entrop -26 Tercemar sedang

2 Pantai abe -33 Tercemar berat

3 Abepantai/Nafri -17 Tercemar sedang

111

Berdasarkan representasi masing-masing parameter pada tabel 16

memperlihatkan kondisi status mutu perairan Teluk Youtefa menurut sistem nilai

storet tidak dapat ditolerir lagi oleh biota laut atau perairan ini dalam status tercemar.

Kondisi tersebut bagi kegiatan perikanan dan budidaya yang sering dilakukan pada

perairan ini adalah sangat beresiko. Oleh karena itu, kondisi ini akan menjadi

perhatian semua pihak pengguna teluk untuk lebih berhati-hati memanfaatkan

sumberdaya laut di dalamnya. Tingginya pemanfaatan ruang perairan teluk seperti

saat ini, tentu mengindikasikan adanya pencemaran di Teluk Youtefa. Kondisi dan

kenyataan seperti ini, memacu semua pihak untuk berupaya melakukan penanganan

secara serius pendekatan kelembagaan dan teknologi yang tepat untuk penanganan

masalah pencemaran harus dilakukan dengan komitmen yang jelas dan tegas.

Kondisi mutu air untuk pantai abe cendrung menururn dibanding mutu air di

entrop dan abepantai (gambar 38), dengan status mutu air bervariasi mulai dari

tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET di lokasi entrop

adalah -26 (lampiran 2), lokasi pantai abe adalah -33 (lampiran 2-a), dan lokasi

abepantai adalah -17 (lampiran 2-b). Parameter yang memberikan kontribusi

rendahnya nilai indeks STORET di lokasi abepantai adalah fosfat, TSS, dan nitrat.

Kemudian di lokasi pantai abe yang memberikan kontribusi rendahnya nilai indeks

STORET adalah fosfat, nitrat, TSS, DO, dan BOD. Sedangkan yang memberikan

Gambar 38. Skor indeks STORET perairan Teluk

Youtefa

Entro

p Pantai

abe

Abepantai

112

kontribusi bagi rendahnya nilai indeks STORET di lokasi entrop adalah fosfat, nitrat,

DO, dan TSS. Berdasarkan nilai indeks STORET, jika parameter yang digunakan

untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10 parameter, maka sudah

cukup untuk menyatakan bahwa perairan Teluk Youtefa dalam kondisi buruk jika

terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, maksimum dan rata-

ratanya telah melampauai baku mutu.

5.2.2. Indeks pencemaran Teluk Youtefa

Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Teluk Youtefa relatif terhadap

parameter kualitas air yang diijinkan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 didasarkan pada hasil analisis parameter

fisik dan kimia yakni total padatan tersuspensi, derajat keasaman, amoniak total,

kandungan oksigen biokimia, kandungan oksigen terlarut, nitrat, dan fospat.

Hasil analisis kualias air kemudian dibandingkan dengan baku mutu air

sesuai dengan peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan indeks

pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai

(Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M lebih besar dari 1,0. Tingkat pencemaran suatu badan air

akan semakin besar jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata-rata Ci/Lij makin

besar. Perhitungan indeks pencemaran air Teluk Youtefa dapat dilihat pada lampiran

3 dan rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran disajikan pada tabel 17.

Tabel 17. Indeks pencemaran Teluk Youtefa pada sembilan titik pengamatan

No Stasiun Ci/Lij IP Kategori

Rerata Maks

1 Entrop 1 2,91 6,25 4,87 Cemar ringan

2 Entrop 2 1,67 3,15 2,51 Cemar ringan

3 Entrop 3 2,24 6,09 4,58 Cemar ringan

4 Pantai Abe 1 3,84 7,27 5,81 Cemar sedang

5 Pantai abe 2 1,99 5,15 3,90 Cemar ringan

6 Pantai abe 3 2,11 6,33 48,8 Cemar ringan

7 Abepantai 1 1,92 6,63 4,88 Cemar ringan

8 Abepantai 2 1,73 5,76 4,25 Cemar ringan

9 Abepantai 3 3,05 6,21 4,89 Cemar ringan

113

Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran pada tabel 17 di atas dan

nilai indek pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukkan bahwa perairan

Teluk Youtefa telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh

beberapa parameter fisika dan kimia. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air

berdasarkan indeks STORET. Parairan Teluk Youtefa berdasarkan indeks STORET

berada dalam tercemar sedang dan tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan

bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow memiliki toleransi yang cukup

besar terhadap pencemaran. Tabel 17 juga menunjukkan bahwa untuk zona entrop 2

tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran 2,51. Nilai indeks

pencemaran tertinggi berada pada zona pantai abe 1 dengan nilai indeks pencemaran

5,81 (tercemar sedang).

Tingkat pencemaran air di perairan Teluk Youtefa kategori cemar ringan dan

cemar sedang. Tingkat pencemaran tertinggi berada pada stasiun 4 yaitu pantai

abe. Hal tersebut terjadi diduga disebabkan pada stasiun 4 ada dua muara sungai

yang bermuara (Sibhorgoni dan Acai) ke perairan Teluk Youtefa jaraknya relatif

berdekatan yaitu ± 50 meter, dan pada daerah aliran sungai tersebut banyak

menerima masukan limbah domestik, pertanian, dan dampak galian C.

5.3. Beban pencemaran, kapasitas asimilasi, flushing time perairan Teluk Youtefa

5.3.1 Beban pencemaran muara sungai di sekitar Teluk Youtefa

Beban pencemaran menggambarkan suatu unsur pencemar yang

terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar di Teluk youtefa adalah air

limbah domestik, dan air limbah pertanian. Bahan pencemar tersebut masuk ke

Teluk Youtefa melalui beberapa cara pengalirannya seperti saluran drainase

kemudian ke sungai dan selanjutnya terbawa ke Teluk Youtefa.

Beban pencemaran dihitung untuk mengetahui dan mengidentifikasi

sumber pencemar, jenis pencemar dan besarnya nilai beban pencemar yang masuk

ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung debit air

sungai dengan konsentrasi parameter kualitas air yang diteliti. Beban pencemaran

114

yang diamati adalah beban pencemaran mulai tahun 2008 – 2011 pada masing

masing sungai (Tabel 18 dan Lampiran 4-7.)

Tabel 18. Beban pencemaran sungai tahun 2008 sampai tahun 2011 (ton/bulan Parameter 2008 2009 2010 2011

TSS 442,61 959,71 1329,77 1626,17

BOD 61,41 104,84 121,27 144,40

COD 150,93 279,49 501,72 700,36

NH3 3,03 5,32 6,45 8,53

NO3 5,64 10,14 15,87 23,33

PO4 3,89 8,29 9,12 16,56 5.3.2. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa

Gambaran umum kondisi perairan sungai dan perairan Teluk Youtefa

dengan pendekatan beberapa parameter, baik parameter pendukung maupun

parameter indikator, ternyata belum dapat memastikan bagaimana kondisi kualitas

lingkungan perairan Teluk Youtefa yang sebenarnya. Oleh karena itu analisis beban

pencemaran dan analisis kapasitas asimilasi diharapkan dapat menjawab

permasalahan lingkungan yang telah terjadi selama ini, khususnya di perairan Teluk

Youtefa. Analisis kapasitas asimilasi didasarkan pada analisis hubungan antara

kualitas air dengan beban limbahnya. Nilai kapasitas asimilasi diperoleh berdasarkan

grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter bahan pencemar di

perairan pesisir Teluk Youtefa dengan beban pencemaran tersebut di muara sungai

yang bermuara ke Teluk Youtefa. Kemudian nilai hasil perhitungan dari beban

limbah dan konsentrasi masing-masing parameter dibandingkan dengan nilai baku

mutu untuk biota laut dan budidaya laut.

Tabel 19. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa Tahun 2011

No Parameter Fungsi y R2 Beban Kapasitas

Pencemaran Asimilasi

(ton/bln) (ton/bln)

1. PO4 y = 0,008 + 0,103x 0,92 16.16 12

2. BOD y = 0,0481 + 0.668x 0,93 144.40 27

3. NH3 y = 0,009 + 0,013x 0,95 8.53 54

4. COD y = 0,0938 + 53.069x 0,94 700.36 286

5. NO3 y = 0,0011 + 0,0034x 0,99 23.33 9087

6. TSS y = 0,0344 + 30,98x 0,92 1626.27 2354

115

Hasil analisis perhitungan regresi menggunakan minitab 14 dapat dilihat pada

lampiran 8

5.3.2.1. Kandungan oksigen biokimia (BOD).

Penyebab utama tingginya konsentrasi BOD di dalam perairan adalah

bahan-bahan buangan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tanaman-tanaman

yang mati, limbah domestik, dan pemotongan daging. Hasil analisis beban

pencemaran BOD atau kebutuhan oksigen biologi dari sungai bervariasi masing

masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding

sungai Siborgoni, sungai PTC entrop dan sungai Hanyaan

Hasil perpotongan garis regresi (gambar 39) dengan garis baku mutu

menghasilkan perpotongan nilai kapasitas asimilasi sebesar 27 ton/bulan. Hasil

analisis hubungan konsentrasi BOD di laut dengan beban pencemaran organik

indikator BOD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan

tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R2 = 0,935 atau

93 % variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD. Persamaan

regresinya adalah Y = 0,0481 + 0.668x (dimana P-value = 0,033 < α = 0,05, mean

square error (MSE) atau varian residual (S2 sebesar 0,2992 dan standart deviasi

(s) = 0,546, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada

(signifikan). Variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD, artinya

bahwa besarnya akumulasi beban BOD di laut merupakan kontribusi dari sungai-

sungai yang bermuara ke perairan Teluk Youtefa. Akan tetapi bila analisis

Y = 0,0481x+0,668

R2 = 0,935

Gambar 39. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di

Teluk Youtefa dengan indikator BOD Tahun 2008 - 2011

Y = 0,0481X + 0,668 R2 = 0,935

116

dilanjutkan dengan grafik pendugaan beban pencemaran dengan kapasitas

asimilasi ternyata dari indikator BOD, perairan Teluk Youtefa belum tercemar

karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui.

5.3.2.2. Total padatan tersuspensi (TSS)

Berbagai aktivitas manusia di darat dapat memberikan masukan partikel

ke laut yang kemudian larut dalam kolom air dan akan terukur sebagai total

suspended solid. Hasil analisis beban pencemaran total suspended solid atau padatan

tersuspensi total dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran

terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan

sungai Hanyaan.

Hasil analisis hubungan konsentrasi padatan tersuspensi total di laut dengan

beban pencemaran organik indikator padatan tersuspensi total di sungai

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan

oleh nilai koefisien determinasi model regresi R2 = 0,924 atau atau 92,4 % variasi

sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS. Persamaan regresinya adalah Y

= 0,0344 + 130,98x (dimana P-value = 0,039 < α = 0,05, mean square error

(MSE) atau varian residual (S2 sebesar 37,97 dan standart deviasi (s) = 6,16,

yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan).

Gambar 40. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di

Teluk Youtefa dengan indikator TSS tahun 2008 - 2011

Y = 0,0344X+130,98

R2 = 0,924

117

Variasi sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS, artinya bahwa

beban pencemaran di perairan Teluk Youtefa merupakan implementasi dari

masukan beban pencemaran organik TSS dari sungai. Hal ini memperkuat

simpulan dari Kartahadimadja dan Pariwono (1994) bahwa padatan tersuspensi

perairan Teluk Pelabuhan ratu diduga karena semakin banyaknya padatan

tersuspensi yang dibawa oleh air sungai ke muara yang kemudian disebarkan oleh

gerakan aliran di muara dan arus arus laut ke perairan pantai serta daerah laut

yang lebih jauh.

Berdasarkan perhitungan (gambar 40) diperoleh perpotongan garis regresi

dengan garis baku mutu menghasilkan perpotongan kapasitas asimilasi sebesar

2.354 ton/bulan. Selanjutnya analisis pendugaan kapasitas asimilasi ternyata

berada di atas baku mutu, sehingga pendekatan parameter TSS untuk menduga

pencemaran organik dapat menjelaskan bahwa pengaruh masukan dari darat

konsentrasi bahan-bahan pencemar di laut sudah terlihat menunjukkan hubungan

yang signifikan. Berdasarkan grafik pendugaan beban pencemaran dengan

kapasitas asimilasi ternyata dari indikator TSS, perairan Teluk Youtefa telah

tercemar karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui.

5.3.2.3. Amonia (NH3)

Amonia bersifat mudah larut dalam air, banyak digunakan dalam

proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Sumber

amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan

nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari

dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Tinja dari biota akuatik yang merupakan

limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia yang

terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah.

118

Hasil analisis hubungan konsentrasi amoniak di laut dengan beban pencemaran

organik indikator amoniak di sungai menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model

regresi R2 = 0,954 atau 95,4 % variasi sampel konsentrasi amoniak dijelaskan oleh

beban amoniak. Penentuan nilai kapasitas asimilasi digunakan persamaan regresi Y=

0,009 + 0,013x (dimana P-value = 0,024 < α = 0,05, mean square error (MSE)

atau varian residual (S2 sebesar 0,00003 dan standart deviasi (s) = 0,005, yang

berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Nilai

koefisien determinasi model regresi (R2 = 95,4) artinya 95,4 % variasi sampel

konsentrasi NH3 dijelaskan oleh beban NH3

Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi (gambar 41) memperlihatkan

bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa belum tercemar dengan indikator amoniak

karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui (54). Kondisi ini

memperlihatkan bahwa perairan Teluk Youtefa belum tercemar bahan organik

amoniak karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui

5.3.2.4. Nitrat (NO3)

Untuk mengetahui berapa besar beban pencemaran organik dengan

indikator NO3 yang masuk ke perairan Teluk Youtefa melalui perairan sungai yang

bermuara ke teluk dilakukan analisis beban pencemaran. Hasil analisis beban

pencemaran nitrat dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran

terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan

sungai Hanyaan

Gambar 41. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di

Teluk Youtefa dengan indikator NH3 Tahun 2008 - 2011

Y = 0,009 x + 0,013

R2 = 0,95

119

Hasil analisis hubungan konsentrasi nitrat di laut dengan beban pencemaran

organik indikator nitrat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R2 =

0,99 atau 99 % variasi sampel konsentrasi nitrat dijelaskan oleh beban nitrat.

persamaan regresi Y = 0,0011 + 0,0034x (dimana P-value = 0,004< α = 0,05,

mean square error (MSE) atau varian residual (S2 sebesar 0,00000087 dan

standart deviasi (s) = 0,00093, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan

data yang ada (signifikan).

Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi (gambar 42) memperlihatkan

bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan indikator Nitrat

karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui. Kondisi ini memperlihatkan

bahwa perairan Teluk Youtefa telah tercemar bahan organik. Kondisi seperti ini

kemungkinan bisa mengakibatkan terakumulasinya limbah domestik di perairan

Teluk Youtefa.

Aktifitas penggunaan pupuk untuk kegiatan pertanian oleh penduduk

sekitar bantaran sungai juga berpotensi dalam menyumbangkan nitrat di perairan.

Ketersediaan nitrogen yang diperlukan untuk mensintesa protein tumbuhan

diketahui berasal dari senyawa organik maupun dari anorganik termasuk nitrat.

5.3.2.5. Fosfat (PO4)

Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena

keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif

Gambar 42. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di

Teluk Youtefa dengan indikator NO3 tahun 2008 - 2011

Y = 0,0011 x + 0,0034

R2= 0,99

120

bagi kehidupan ekosistem akuatik. Effendi (2003) mengemukakan bahwa posfat

merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan

Hasil analisis hubungan konsentrasi posfat di laut dengan beban pencemaran

organik indikator posfat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R2 =

0,92 atau 92 % variasi sampel konsentrasi posfat dijelaskan oleh beban posfat.

Persamaan regresinya adalah Y = 0,008 + 0,103x (dimana P-value = 0,039 < α =

0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S2 sebesar 0,00026 dan

standart deviasi (s) = 0,016, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan

data yang ada (signifikan). Nilai koefisien determinasi model regresi (R2 = 92,4)

artinya 92,4 % variasi sampel konsentrasi PO4 dijelaskan oleh beban PO4. Dari

gambar 43 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan

parameter fosfat karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui (12).

5.3.2.6. Kebutuhan oksigen kimiawi COD

Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) menggambarkan jumlah total

oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik

yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar

didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.

Gambar 43. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di

Teluk Youtefa dengan indikator PO4 tahun 2008 - 2011

Y = 0,008 x + 0,103

R2 = 0,92

121

Hasil analisis hubungan konsentrasi COD di laut dengan beban pencemaran

organik indikator COD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R2 =

0,93 atau 93 % variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD.

Persamaan regresinya adalah Y = 0,093 + 53,06x (dimana P-value = 0,032 < α =

0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S2 sebesar 52,2 dan

standart deviasi (s) = 7,22 yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data

yang ada (signifikan). Nilai koefisien determinasi model regresi (R2 = 93) artinya

93 % variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD. Dari gambar

44 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan parameter

COD karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui (286).

5.3.3. flushing time (Waktu dirus)

Waktu dirus atau flushing time adalah waktu pembilasan dari massa air

tawar oleh air laut, merupakan sala satu aspek dari proses pencampuran yang penting

untuk mengetahui penyebaran dari suatu bahan yang dibuang atau ditimbun

diperairan pantai atau perairan laut, dengan asumsi laju air tawar yang didirus sama

dengan limpasan sungai. Maka untuk kasus tertentu, seperti perairan teluk atau

perairan semi tertutup lainnya, perairan tersebut dapat dianggap sebagai baskom

yang sederhana, dimana pada bagian hulunya limpasan air tawar dari sungai yang

masuk, sedangkan pada bagian hilirnya terjadi aliran dua lapis yaitu massa air dari

perairan teluk mengalir ke laut lepas dilapisan permukaan dan massa air laut

mengalir masuk ke teluk dilapisan bawah permukaan (Dahuri, 2008).

Gambar 44. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas

asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator COD tahun 2008-2011

Y = 0,093+53,06

R2 = 0,93

122

Laut memiliki luas dan volume air yang sangat besar, sehingga biasanya

dijadikan sebagai tempat pembuangan bahan-bahan yang tidak berguna. Begitu juga

dengan daerah estuari selalu digunakan untuk tempat penampungan berbagai jenis

limbah khsusnya limbah cair dari daerah hulu maupun sekitarnya. Oleh karena itu

selama perkembangan penduduk serta industri yang semakin bertambah, bisa

menimbulkan masalah serius terhadap badan perairan. Oleh karena itu untuk

pengelolaan ekosistem estuari sangat diperlukan dengan pendekatan konsep flushing

time, (Tomezak, 2000 diacu dalam Selanno, 2009). Konsep flushing time digunakan

untuk mengevaluasi dimana, bagaimana dan berapa kuantitas substansi yang dapat

terbuang ke laut lepas. Kemudian dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

menangani kecelakaan tumpahan minyak atau bahan racun.

Berdasarkan hasil analisis, bahwa nilai flushing time total ke empat sungai

yang ada di Teluk Youtefa adalah 7,69 jam, sedangkan rata-ratanya adalah 1,92 jam

(tabel 20). Maka dengan demikian dalam waktu 7,69 jam massa air laut dapat

membilas massa air tawar dari sungai-sungai tersebut. Demikian halnya dengan nilai

flushing time sungai PTC sangat kecil (0,58 jam) dibanding dengan sungai lainnya.

Oleh karena itu dengan nilai waktu dirus yang kecil tersebut, maka penyebaran

bahan-bahan buangan yang berasal dari setiap muara sungai ke laut akan relatif

cepat. Hal ini dapat dilihat pada penyebaran nilai tertinggi maupun terendah

parameter yang diukur ternyata menyebar pada beberapa tempat yang berbeda-beda.

Tabel 20. Nilai flushing time menggunakan pendekatan Dahuri, et al (2008)

Nama Sungai t2 t2 t2

V(S2-S1)/S2R V(S2-S1)/S2R V(S2-S1)/S2R

(detik) (jam) (jam)

S. Acai 3074,62 0,85406 0,85

S. Sibhorgoni 18.469,62 5,13046 5,13

S. PTC 2.118,15 0,58837 0,58

S. Hanyaan 4.027,50 1,11875 1,11

Total FT 27.689,89 7,69163 7,69

Rerata 6.922,47 1,92 1,92

123

Keterangan: S2 = Rata-rata salinitas air laut tiap musim

S1 = Rerata salinitas air sungai tiap musim

R atau Q = debit rerata tiap musim untuk tiap sungai

V (m3) = Vol air DAS dari perkalian luas penampang (m

2) x

kedalaman segmen DAS (m).

5.3.3.1. Pengaruh flushing time (waktu dirus) terhadap sedimentasi

Sedimen yang masuk ke dalam kolom air penyebarannya dipengaruhi

oleh faktor-faktor oseanografi perairan misalnya kecepatan arus. Apabila kecepatan

arus dalam teluk besar, maka akan membantu membawa atau memindahkan partikel

sedimen menjauhi sumber. Partikel-partikel sedimen akan tersebar secara horizontal

dan vertikal pada kolom air, tergantung pada kecepatan arus yang mengatur proses

pencampuran massa air. Kemudian sebaliknya jika kecepatan arusnya rendah, maka

partikel sedimen tersebut cendrung mengendap pada muara-muara sungai atau pada

pantai.

Pendekatan lain untuk melihat seberapa cepat kemungkinan partikel-

partikel sedimen yang masuk ke laut itu menyebar, dapat dijelaskan menggunakan

perhitungan waktu dirus (flushing time). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa makin kecil nilai waktu dirus maka semakin cepat bahan partikel halus akan

terbawa ketempat lain. Faktor lain yang cukup berpengaruh juga adalah karakteristik

sungai. Secara umum sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa merupakan

sungai-sungai kecil, sehingga volume air yang masuk ke laut dengan cepat dapat

terbilas, khususnya untuk bahan sedimen melayang akan mudah ketempat lain, tetapi

bahan sedimen besar secara gravitasi akan tenggelam dan mengendap pada dasar

badan air.

5.3.3.2. Pengaruh flushing time (waktu dirus) terhadap kapasitas asimilasi

Nilai flushing time dapat digunakan sebagai petunjuk bagaimana bahan

yang masuk dari sungai dapat dengan cepat terbilas dan terbawa menjauh dari

sumbernya. Dalam hubungannya dengan kemampuan suatu ekosistem untuk

menerima limbah, maka nilai waktu dirus ini juga sangat mempengaruhi. Makin

kecil nilai waktu dirus, maka makin cepat juga bahan atau bahan pencemar tercanpur

di perairan. Maka dengan demikian kapasitas asimilasi suatu perairan juga makin

besar.

124

Kemudian kemungkinan terakumulasi bahan pencemar dalam kolom air

juga akan terus bertambah karena peningkatan kegiatan di perairan Teluk Youtefa.

Oleh karena itu, semakin besar kemampuan teluk untuk mengasimilasi bahan-bahan

pencemar yang masuk bukan berarti memberikan kesempatan untuk membuang

bahan pencemar ke dalam teluk, tetapi informasi ini menjadi masukan bagi

pengembangan wilayah perairan Teluk Youtefa dengan kegiatan pengelolaan limbah

sehingga memenuhi baku mutu suatu peruntukan, sehingga beban masukan dapat

dikendalikan dan tidak melebihi kapasitas asimilasinya.

Kondisi pasang surut (gambar 45) memperlihatkan bahwa pada waktu

pengambilan sampel pagi hari (antara jam 6.00-7.00) menunjukkan pasang tertinggi

(amplitudo) antara 120 -130 cm, dan surut terendah terjadi antara jam 12.00-14.00

5.4. Strategi pengendalian pencemaran Teluk Youtefa

Hasil analisis menggunakan metode Storet dan metode Indeks Pencemaran,

bahwa status perairan Teluk Youtefa telah tercemar ringan sampai berat. Hal ini

menandakan bahwa kapasitas asimilasi ekosistem Teluk Youtefa telah terlampaui

oleh sebagian beban pencemaran (pollution lood) yang masuk ke dalam teluk.

Strategi pengurangan terhadap bertambahnya beban pencemaran menjadi alternatif

pilihan yang harus dilakukan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu (jam)

Gambar 45. Kondisi pasang surut dan waktu pengembilan sampel

air laut

: Waktu pengambilan sampel. : Pasang dan surut

Tinggi (cm)

125

5.4.1. Pendekatan kelembagaan

Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder untuk

pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa. Kelembagaan pengendalian

pencemaran perairan bertujuan untuk mempersiapkan bentuk kelembagaan yang

lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi daerah, meningkatkan

koordinasi antar sektor/dinas Kota Jayapura dalam merencanakan dan melaksanakan

aktivitas pengendalian pencemaran tidak bersifat parsial dan sektoral.

Pengurangan beban pencemaran memiliki peran yang cukup penting secara

kelembagaan. Pendekatan ini lebih pada koordinasi lintas instansi terkait dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan lingkungan. Tugas

pengelolaan lingkungan perairan dari setiap instansi terkait meliputi penyusunan dan

perencanaan kebijakan, kesamaan visi dan kordinasi lintas sektoral, pembangunan

prasarana pengolahan limbah, pemantauan dan evaluasi, pengaturan perizinan, dan

pengaturan denda.

Pengawasan terhadap lingkungan hidup di wilayah Kota dilaksanakan

secara langsung atau tidak langsung oleh pejabat pengawas lingkungan hidup untuk

mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap

ketentuan peraturan perundangan dibidang lingkungan hidup

5.4.2. Pendekatan hukum

Mengatasi permasalahan degradasi lingkungan hidup akibat pencemaran

dapat dilakukan melalui pendekatan hukum. Status perairan Teluk Youtefa yang

tercemar ringan sampai berat membutuhkan instrumen-instrumen untuk mengurangi

beban pencemaran. Instrumen yang bisa digunakan dalam pendekatanm hukum

yaitu 1) Menggunakan baku mutu air laut, sehingga mutu air limbah yang dibuang

ke badan perairan tidak melebihi baku mutu peruntukannya; 2) Penerapan

penggunaan baku butu air limbah (buangan) untuk menilai kualitas parameter fisik,

parameter kimia, dan parameter biologi air sebelum dibuang ke badan perairan

sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.

5.4.3. Komitmen dan dukungan pemerintah daerah dalam penegakan hukum.

Komitmen pemerintah daerah untuk penegakan hukum merupakan salah

satu aspek utama dalam peningkatan pentaatan selain pemanfaatan instrumen-

126

instrumen lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui sistem pengawasan pembuangan

limbah cair/padat yang lebih ketat dan penegakan hukum. Pemerintah daerah perlu

melakukan pengawasan pembuangan air limbah ke badan perairan, dan melakukan

pemantauan secara berkala.

5.4.4. Pendekatan sosial budaya

Pendekatan sosial budaya penting diperhatikan untuk mengurangi beban

pencemaran yang masuk kedalam perairna Teluk Youtefa. Metode pendekatan ini

dilakukan berdasarkan pada pemikiran bahwa hubungan manusia dan lingkungan

salah satu kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Persepsi masyarakat

terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup sangat membantu memulihkan

kondisi lingkungan hidup dari degradasi dan penanggulangan pencemaran.

Pendekatan sosial budaya untuk mengurangi beban pencemaran dapat

dilakukan dengan menyadarkan masyarakat tentang bahaya pencemaran bagi

manusia, organisme, serta kerugian ekonomi yang bisa terjadi, dan penurunan nilai

estetika, melakukan gerakan bersih pantai secara berkelanjutan.

5.4.5. Pendekatan ekonomi

Mengurangi beban pencemaran dapat dilakukan dengan metode pendekatan

ekonomi yaitu 1) insentif positif berupa subsidi, keringanan pajak, kemudahan untuk

mengakses bank sehingga bisa memacu aktifitas ekonomi berwawasan lingkungan.

Insentif dapat diberikan untuk mencegah aktivitas yang merusak lingkungan hidup,

2) Disinsentif yaitu kebijakan yang menghasilkan pendapatan atau pajak dan

pungutan untuk mencegah aktivitas yang tidak berwawasan lingkungan. Kemudian

penetapan pajak dan pungutan sebagai harga atas terjadinya pencemaran lingkungan

sebagai cerminan pelayanan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan hidup.

5.4.6. Pendekatan penataan ruang wilayah Teluk Youtefa secara terpadu

Metode pengendalian bahan pencemar/mengurangi beban pencemaran di

perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan melalui pendekatan penataan ruang terpadu

serta arah pengembangan wilayah yang sesuai termasuk langkah-langkah

pengendalian terhadap pencemaran lingkungan hidup. Brackhahu (2001)

mengemukakan bahwa rencana tata ruang merupakan alat yang dapat digunakan

127

untuk koordinasi antar pemerintah lokal, provinsi, serta sektor, dan para pemangku

kepentingan.

Dalam rangka pengembangan Kota Jayapura khsusnya perairan Teluk

Youtefa, dan untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan ruang teluk, maka

pemerintah daerah menyusun rencana tata ruang wilayah yang lebih menekankan

pada sektor perikanan dan pariwisata sehingga arahannya lebih mengarah pada

perlindungan ekosistem perairan.

5.4.7. Pembuatan zonasi Teluk Youtefa

Pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan dengan

pendekatan penetapan kawasan yaitu: 1) memberikan perlindungan bagi kawasan

bagian bawah, 2) kawasan pelindung sempadan pantai yang proporsional dengan

bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah darat,

kemudian kawasan sumber air atau daerah aliran sungai, kawasan bencana alam, dan

kawasan lindung.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2002 menyebutkan 3

kriteria khusus penetapan kawasan lindung yaitu:

1. Aspek sosial terdiri dari unsur; a) tingkat dukungan masyarakat terhadap kawasan

lindung yang direncanakan; b) kesehatan masyarakat, sejauh mana kawasan

lindung mengatasi dampak pencemaran; c) rekreasi; d) estetika; e) konflik

kepentingan; f) keamanan; g) aksesibilitas; h) kesadaran publik

2. Aspek ekologis terdiri dari: a) keragaman hayati; b) kealamian; c) ketergantungan

spesies terhadap lokasi; d) keterwakilan; e) keunikan; f) integritas; g)

produktivitas; h) kerentanan.

3. Aspek ekonomi terdiri dari: a) spesies penting; b) kepentingan perikanan; c)

manfaat ekonomi dan pariwisata; d) ancaman.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kualitas perairan Teluk Youtefa dapat

menurun bukan hanya berdampak pada penurunan kualitas air saja, tetapi dapat

berdampak pada ekosistem teluk secara umum.

Kriteria lain yang bisa digunakan adalah penetapan kawasan budidaya

perikanan misalnya KJA untuk budidaya jenis biota tertentu dengan beberapa

pertimbangan seperti arus pantai, faktor keamanan, pasang surut, salinitas, suhu,

128

kandungan oksigen terlarut, kandungan logam berat, substrat, kecerahan, dan

batimetri, mudah akses ke pasaran mudah dijangkau dengan transportasi.

5.4.8. Pengendalian limbah rumah tangga

Pengendalian pencemaran tidak tuntas apabila hanya menerapkan satu

metode saja, tetapi harus menggunakan berbagai metode. Pengendalian pencemaran

yang bersumber dari aktivitas rumah tangga dapat dilakukan dengan berbagai

metode yang dikenal dengan sistem pengelolaan sampah terpadu. Sistem ini

mengkombinasikan pendekatan pengurangan sampah (reduce), daur ulang (recycle)

dan penggunaan kembali (reuse), pembakaran (inceneration), pengkomposan, dan

pembuangan akhir (landfilling)

Pengelolaan ssampah terpadu dapat dilakukan pada sumbernya yaitu

pemilahan (sorting) dengan cara memilah sampah organik, anorganik, dan sampah

B3. Sampah dapat dimanfaatkan kembali, didaur ulang, sampah organik dapat

memilki nilai ekonomis dijadikan kompos maupun pakan ternak. Sedangkan sampah

berbahaya harus ditangani secara khusus.

Selain pengendalian sampah, limbah cair merupakan limbah pemicu

pencemaran. Limbah ini dapat ditangani melalui instalasi pengolah limbah untuk

permukiman, restoran, dan hotel.

5.4.9. Pengendalian limbah industri

Supaya air buangan dari industri memenuhi baku mutu, dapat menggunakan

teknologi bersih (clean technology) diantaranya: 1) melakukan penghematan

terhadap bahan baku, 2) minimalisasi limbah, 3) pencegahan melalui kelayakan

lingkungan, 4) daur ulang (recycle), 4) Penggunaan (reuse), 5 Recovery,

pemungutan bahan-bahan buangan yang masih mempunyai nilai ekonomnis lalu

diproses kembali untuk tujuan tertentu, 6) Instalasi pengolahan air limbah.

5.4.10. Pengendalian limbah pertanian

Limbah pertanian yang tidak terkendali dapat menurunkan kualitas

lingkungan akibat tingginya konsentrasi nitrat dan fosfat. Supaya tidak terjadi

peningkatan bahan pencemar dari limbah pertanian maka dapat dilakukan strategi

pengurangan pemanfaatan pupuk N dan P. Kemudian menjadikan limbah ternak

129

menjadi pupuk sebagai pengganti pupuk kimia, serta mendaur ulang sisa atau limbah

hayati

5.5. Elemen kunci model kelembagaan pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan model kelembagaan pengelolaan Teluk Youtefa didasarkan

atas hasil analisis kelembagaan dengan menggunakan metode Interpretative

structural modelling. Analisis terhadap model kelembagaan ini pada dasarnya untuk

menyusun hierarki setiap sub elemen pada elemen yang dikaji.

Elemen elemen dan sub elemen yang dipilih dalam pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa ini adalah berdasarkan hasil diskusi dari beberapa ahli

seperti dari pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Adapun elemen dan sub

elemen yang teridentifikasi dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

adalah sebagai berikut

5.5.1. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengelolaan Teluk Youtefa perlu memperhatikan secara menyeluruh dari

berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan aspek sosial budaya. Pengelolaan

aspek tersebut diperlukan secara terpadu dengan pendekatan sistem yang melibatkan

masyarakat umum, lembaga masyarakat adat, ondoapi, kepala suku, pemerintah,

pengusaha, dan nelayan.

Pemahaman mengenai Teluk Youtefa tidak hanya sebagai tempat eksploitasi

saja karena memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

pengguna, atau hanya sebagai tempat penampungan bahan buangan dari teluk

maupun dari hulu, serta hanya menampung limpahan air melalui media sungai, tetapi

harus dilestarikan, dilindungi, dan diberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran

hukum. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

baik langsung maupun tidak langsung diidentifikasi 10 sub elemen seperti disajikan

pada tabel 21. Kemudian analisis hirarki disajikan pada gambar 46, dan gambar 47

dikelompokkan 4 sektor yaitu autonomous, dependent, linkage, dan independent.

Hasil olahan Interpretative Structural Modelling (ISM) disajikan pada lampiran 9.

130

Tabel 21. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Elemen kunci kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan

Teluluk Youtefa (gambar 46) adalah Kurangnya komitmen stakeholder mengenai

pengelolaan lingkungan (1), Adanya perbedaan visi antar stakeholder (2),

Program kerja yang tidak terpadu (3), Konflik kepentingan (8), Kurangnya

dukungan LMA, ondoapi, kepala suku pada program pembangunan (10),

Diagram hirarki gambar 46 menggambarkan bahwa sesuai dengan pendapat

pakar, yang menjadi kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan Teluk

Youtefa dimulai dari Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan

lingkungan (1), adanya perbedaan visi antar stakeholder (2), Dukungan

masyarakat kurang (3), Konflik kepentingan (8), Kurangnya dukungan LMA,

Sub Elemen:

1. Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan (KKSPL)

2. Perbedaan tujuan antar stakeholder (PTS)

3. Program kerja yang tidak terpadu (PKTT)

4. Kualitas sumberdaya manusia yang terbatas (KSMT)

5. Kurang kordinasi dengan baik mengenai program kerja antara stakeholder (KKMPKS)

6. Lemahnya kerjasama dalam penanganan limbah (LKPL)

7. Penegakan hukum lingkungan yang lemah (PHLL)

8 Konflik kepentingan (KK)

9. Dukungan masyarakat kurang (DMK)

10. Kurangnya dukungan LMA, Ondoapi, Kepala suku

6 (LKPL)

4 (KSMT) 7 (PHLL)

5 (KKMPKS)

9 (DMK) Level - 1

Level - 2

Level- 3

Level - 4

Gambar 46. Diagram hirarki subelemen kendala utama dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

1 (KKSPL) 2 (PTS) 3 (PKTT) 8 (KK) 10 (KPLMAOKS) Level - 5

131

ondoapi, kepala suku pada program pembangunan (10). Sub elemen level tersebut

(level 5) menjadi elemen penggerak utama dan mempengaruhi sub elemen

berikutnya. Menurut Dahuri, (2005) bahwa permasalahan yang terjadi di pesisir

tidak hanya disebabkan aktifitas di pesisir saja, tetapi juga disebabkan aktifitas di

hulu. Oleh sebab itu, untuk pengelolaan pesisir harus dilakukan secara terpadu dan

bersama-sama dari berbagai aspek dengan pendekatan perencanaan, satu sistem

manajemen, artinya bahwa diperlukan persamaan visi, komitmen pengelolaan,

dukungan masyarakat untuk menghindari konflik, serta dukungan kualitas dan

kuantitas sumber daya manusia.

Elemen kendala lainnya yang menjadi elemen kunci dalam pengembangan

model pengelolaan Teluk Youtefa adalah lemahnya kerjasama dalam penanganan

limbah pada level ke-4. Bentuk pelanggaran hukum atau lemahnya penegakan

peraturan di sekitar Teluk Youtefa adalah adanya pembuangan limbah padat dan

limbah cair ke teluk melalui 4 sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa tanpa

diolah. Hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang Undang nomor 32 tahun

2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup (UPPLH).

Berdasarkan wawancara pakar dan fakta dilapangan, bahwa Teluk Youtefa

dibagian timur semakin berkembang permukiman ke arah laut yang didahului

melalui penimbunan. Kemudian banyak permukiman di kawasan teluk yang tidak

sesuai dengan tata ruang Kota Jayapura.

Gambar 47 dikelompokkan sub elemen berdasarkan Driver power (DP) dan

Dependent (D) terdiri dari 10 sub elemen dan dikelompokkan kedalam 4 sektor. Dari

gambar tersebut terlihat bahwa yang masuk dalam sektor dependent adalah kualitas

sumberdaya manusia yang terbatas, kurang Kordinasi dengan baik mengenai

program kerja antara stakeholder, lemahnya kerjasama dalam penanganan limbah,

penegakan hukum lingkungan yang lemah, dukungan masyarakat kurang. Hal ini

memberikan makna bahwa kelima sub elemen dependent tersebut sangat

tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar atau

kekuatan penggeraknya lemah, atau kelima sub elemen tersebut merupakan

variabel tak bebas yang akan dipengaruhi sub elemen lainnya dalam sistem.

132

Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan,

Perbedaan tujuan antar stakeholder, program kerja yang tidak terpadu, konflik

kepentingan, kurangnya dukungan LMA, ondoapi, kepala suku berada pada sektor

independent, sub elemen ini memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam

mengkaji kendala pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa. Sektor ini

tidak dipengaruhi oleh sistem tetapi mempengaruhi. Sub elemen ini hampir

mendekati garis batas sektor independent dan linkage. Oleh sebab itu selain

memiliki penggerak yang besar dalam mengkaji kendala pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa, ada indikasi bisa masuk dalam sektor linkage.

5.5.2. Elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Elemen tujuan dibutuhkan oleh pemerintah sebagai arah kebijakan

dibidang pengelolaan Teluk Youtefa supaya pengelolaannya sesuai dengan tujuan.

Adapun tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari 12 sub

elemen seperti terlihat pada tabel 22. Hasil olahan Interpretative Structural

Modelling (ISM) disajikan pada lampiran 9-A.

Dependenc

e

Dri

ver

Pow

er

1, 2, 3, 8, 10

4, 7

5

6

9

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 47. Matriks diver power dan dependence elemen kendala utama dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

KKSPL

PTS

PKTT

KK KPLMAOKS

LKPL

KSMT PHLL

KKMPKS

DM

K

133

Tabel 22. Elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Struktur hierarki disajikan dalam gambar 48 terdiri dari 4 level. Sebagai

elemen kunci dari tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa adalah

komitmen yang tegas pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran (1),

kesamaan persepsi pengelolaan Teluk Youtefa (2), meningkatkan dukungan

masyarakat berbasis LMA, Ondoapi, Kepala suku (3), meningkatkan kerjasama

dalam penanganan limbah (4), membangun kordinasi yang baik dengan

masyarakat (5) pada level ke-4. Hal ini berarti bahwa perlu diawali oleh komitmen

yang tegas. Sub elemen level ke-4 ini menjadi penggerak utama dan

mempengaruhi sub elemen level berikutnya.

Isnugroho, (2001) yang diacu dalam Walukow AF, (2009) mengemukakan bahwa

untuk pengendalian air supaya tidak tercemar dapat dilakukan melalui

penanggulangan pencemaran untuk menghindari meluasnya pencemaran, dan

pencegahan kerusakan sumberdaya yang dilakukan melalui penetapan perijinan

pembuangan air limbah cair berdasarkan suatu rencana induk kualitas air menuju

kualitas air sesuai baku mutu. Berbagi keahlian maupun pengalaman ditujukan

untuk memperoleh partisipasi masyarakat dalam pengembangan sumberdaya air.

Kemudian menurut Swanson RL, (2010), bahwa pengurangan bahan

pencemaran supaya tidak meluas dapat dilakukan mulai dari titik peralihan secara

agresif. Metode lain yang dapat digunakan adalah Instrumen regulasi (pengaturan)

sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk waktu yang akan datang

. Sub Elemen

1. Komitmen yang tegas pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran (KPTYAP)

2. Kesamaan tujuan pengendalian pencemaran Teluk Youtefa (KTPPTY)

3. Meningkatkan dukungan masyarakat berbasis LMA, Ondoapi, Kepala suku (MDLMAOKS)

4. Meningkatkan kerjasama dalam penanganan limbah (MKPL)

5. Membangun kordinasi yang baik dengan masyarakat (MKDM)

6. Semua elemen masyarakat dan Pemerintah mentaati aturan (SEMPMA)

7. Konservasi di hulu dan di teluk (KHTY)

8. Pengendalian bahan pencemar dari kegiatan antropogenik (PBPKA)

9. Memperluas wilayah perbaikan lingkungan (MWPL)

10. Terbentuknya desa percontohan pelestari teluk (TDPPT)

11. Memperpendek jalur bahan pencemar (MJBP)

12. Pengembangan sistem informasi (PSI)

134

sebagai kontrol terhadap pencemaran dan dapat digunakan/mencari

petunjuk yang sama dari bagian lain (Takahiro Hosono T, et al. 2010)

Savanije (1997) dalam Walukouw (2009) mengemukakan bahwa aspek

keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya air dapat meliputi keberlanjutan

aspek sosial yakni masyarakat memiliki rasa tanggung jawab. Kemudian sub

elemen kunci berikutnya adalah semua elemen masyarakat dan pemerintah

menaati aturan.

Dri

ver

Pow

er

1, 2, 3, 4, 5

6

7, 8, 9, 10, 11

12

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Gambar 49. Matriks driver power dan dependence elemen tujuan dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

Dependence

KPTYAP

KTPPTY

MDMLMAOKS

MKPL

MKDM SEMPMA

MJBP KHTY

PBPKA MWPL

TDPPT

PSI

Gambar 48. Diagram hirarki subelemen tujuan dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

1 (KPTYAP) 5 (MKDM) 4 (MKPL) 3 (MDMLMAOKS) 2 (KTPPTY)

7 (KHTY) 11 (MJBP) 10 TDPPT) 9 (MWPL)

8 (PBPKA)

6 (SEMPMA)

12 (PSI)

Level - 1

Level -2

Level - 3

Level -4

135

Gambar 49 memperlihatkan bahwa sub elemen tujuan dalam pengembangan

model pengelolaan Teluk Youtefa berdasarkan driver power dan dependence ke 12

sub elemen yang masuk kedalam sektor dependent adalah konservasi di hulu dan di

teluk (7), pengendalian bahan pencemar dari kegiatan antropogenik (8),

memperluas wilayah perbaikan lingkungan (9), terbentuknya desa percontohan

pelestari teluk (10), memperpendek jalur bahan pencemar (11), dan

pengembangan sistem informasi (12). Hal ini memberikan makna bahwa ke enam

sub elemen tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa sangat

tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar,

atau ke enam sub elemen tersebut merupakan variable tak bebas yang akan

dipengaruhi sub elemen lainnya dalam sistem. Sub elemen komitmen yang tegas

pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran (1), kesamaan persepsi

pengelolaan Teluk Youtefa (2), meningkatkan dukungan masyarakat berbasis

LMA, Ondoapi, Kepala suku (3), meningkatkan kerjasama dalam penanganan

limbah (4), membangun kordinasi yang baik dengan masyarakat (5), semua

elemen masyarakat mentaati aturan (6) berada di sektor independent, berarti sub

elemen ini memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam mendukung tujuan

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa (tabel 22). Malone (1994),

mengemukakan suatu tujuan dapat tercapai apabila ada interaksi berbagai aktor

(pemerintah dan masyarakat) yang terlibat selalu ada kordinasi.

5.5.3. Elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengelolaan

Teluk Youtefa

Tolok ukur diperlukan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk

Youtefa agar dapat diketahui perkembangan pembangunan dan permasalahan dalam

meningkatkan pembangunan secara berkelanjutan. Perkembangan dan permasalahan

pembangunan diharapkan dapat diinformasikan secara berkala dan terbuka kepada

masyarakat khususnya masyarakat Kota Jayapura.

Sub elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari 16 sub elemen, struktur hierarki dijabarkan

pada gambar 50. Pada gambar terlihat bahwa yang menjadi elemen kunci dalam

136

tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

adalah peningkatan pola pikir masyarakat (6), Dukungan yang kuat dari LMA,

ondoapi, kepala suku (8), managemen transfortasi teluk yang baik (11),

terlaksananya kesamaan tujuan di lapangan (14), stabilitas politik lokal yang

kondusif (15), managemen pengolahan limbah (16). Sub elemen level ke-5 ini

menjadi sub elemen kunci dan mempengaruhi sub elemen pada level berikutnya.

Hasil olahan Interpretative Structural Modelling (ISM) disajikan pada Lampiran 9-B

Tabel 23. Elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengelolaan

Teluk Youtefa

Sub elemen level berikutnya sebagai elemen kunci tolok ukur keberhasilan

dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa adalah keragaman biota

dan tumbuhan laut (1), menurunnya jumlah bahan pencemar cair yang melebihi

baku mutu (2), menurunnya laju erosi dan sedimen teluk (3), Manajemen wisata

yang baik (4), menurunnya konflik kepentingan (5).

Elemen:

1. Keragaman biota dan tumbuhan laut (KBTL)

2. Menurunnya jumlah bahan pencemar cair yang melebihi baku mutu

(MJBPMBM)

3. Menurunnya laju erosi dan sedimen teluk (MLEST)

4. Managemen wisata yang baik (MWB)

5. Menurunnya komplik kepentingan (MKK)

6. Peningkatan pola pikir masyarakat (PPPM)

7. Peningkatan pendapatan masyarakat (PPM)

8. Dukungan yang kuat dari LMA, ondoapi, dan kepala suku

(DKLMAOKS)

9. Fasilitas TPA yang memadai (FTPAM)

10. Pengaturan terhadap penyebaran dan kepadatan penduduk (PTPKP)

11. Manajemen transportasi teluk yang baik (MTTB)

12. Pengolahan limbah cair pemukiman (PLCP)

13. Adanya pengolahan limbah padat dari sumber (APLPS)

14. Terlaksananya kesamaan tujuan di lapangan (TKTL)

15. Stabilitas politik lokal yang kondusif (APLK)

16. Manajemen pengolahan limbah (MPL)

137

Sub elemen dikelompokkan kedalam 4 sektor yaitu autonomous, dependent,

independent, dan linkage. Berdasarkan nilai driver porwer dan dependence, pada

gambar 51 bahwa sub elemen yang masuk dalam sektor dependence adalah sub

elemen peningkatan pendapatan masyarakat (7), Fasilitas TPA yang memadai (9),

Pengaturan terhadap penyebaran dan kepadatan penduduk (10), pengolahan

limbah cair pemukiman (12), adanya pengolahan limbah padat dari sumber (13).

Hal ini memberikan makna bahwa ke lima sub elemen pada sektor dependence ini

lebih banyak dipengaruhi oleh sistem kekuatan penggeraknya lemah.

Sub elemen yang masuk dalam sektor linkage adalah keragaman biota dan

tumbuhan laut (1), menurunnya jumlah bahan pencemar cair yang melebihi baku

mutu (2), menurunnya laju erosi dan sedimen teluk (3), manajemen wisata yang

baik (4), menurunnya konflik kepentingan (5). Sub elemen ini sangat dipengaruhi

elemen-elemen lain, sifatnya labil, harus dikaji secara hati-hati dalam mengkaji

tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengeloklaan Teluk Youtefa

karena akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya

bisa memperbesar dampak tersebut.

Sub elemen yang masuk dalam sektor independent adalah perubahan pola

pikir masyarakat, dukungan yang kuat dari LMA, ondoapi, kepala suku, kemudian

Level -5

Gambar 50. Diagram hirarki subelemen tolok ukur keberhasilan dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

6 (PPPM) 16 (MPL) 15 (SPLK) 14 (TKTL) 11 (MTJB) 8 (DKLMAOKS)

Level -2

Level -4

Level -1

Level -3

12 (PLCP) 13 (APLPS)

9 (FTPAM) 10 (PTPKP)

7 (PPM)

5 (MKK) 4 (MWB) 2 (MJBPMBM) 1 (KBTL) 3 (MLEST)

138

mengurangi vahan pencemar yang melebihi baku mutu, terlaksananya kesamaan

tujuan di lapangan, dan pengolahan limbah cair permukiman. Sub elemen ini

memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam sistem, tidak dipengaruhi tapi

mempengaruhi sistem dalam mencapai tolok ukur yang kuat dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa.

5.5.4. Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan model pengelolaan

Teluk Youtefa

Kartodiharjo, et al (1999) diacu dalam Walukow AF, (2009)

mengemukakan bahwa kelembagaan adalah seperti organisasi atau wadah, yang

mengandung pengertian tentang norma-norma, tata cara, aturan, atau prosedur yang

mengatur hubungan antar manusia, bahkan kelembagaan merupakan sistem yang

kompleks, rumit, dan abstrak. Sehingga perlu dianalisis mengenai lembaga yang

terlibat dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari 19 sub elemen seperti terlihat pada Tabel 24.

Kemudian diagram hirarki disajikan pada gambar 52. Hasil olahan Interpretative

Structural Modelling (ISM) disajikan pada Lampiran 9-C.

Dependence

Dri

ver

Pow

er

Gambar 51. Matriks driver power dan dependence elemen tolok ukur keberhasilan

dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

1, 2, 3, 4, 5

6, 8, 11, 14, 15,

16

7

9, 10

12, 13

0

1

2

3

45

6

7

8

9

10

11

1213

14

15

16

17

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

PPP

M DKLMA

OKS MTJB TKTL SPLK MPL

PLCP

APLPS

FTPAM PTPKP PPM

KBTL MJBPMBM MLEST MWB

MKK

139

Tabel 24. Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan model pengelolaan

Teluk Youtefa.

Lembaga yang terlibat dan menjadi elemen kunci dalam pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa adalah Dinas kelautan dan perikanan, Badan

perencanaan pembangunan daerah, Badan lingkungan hidup daerah, Dinas pekerjaan

umum, dan Balai konservasi sumberdaya alam. Menurut Mochtar, (2001) diacu

dalam Walukow AF, (2009) bahwa pengelolaan air maupun sumber-sumber air

belum ada suatu bentuk badan pengelolaan yang baku.

Dalam Undang-Undang Sumberdaya Air nomor 7 tahun 2004, bahwa

Pengelolaan sumber daya air diperlukan penetapan setiap wilayah sungai yang

menjadi acuan dalam perencanaan tata ruang meliputi perlindungan dan pelestarian

sumber air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran.

Pengelolaan sumber daya air agar dapat memberikan kualitas pelayanan yang

baik, maka diperlukan suatu kelembagaan dan peraturan dibidang pengelolaan air

dan sumber air. Kemudian memerlukan data dan informasi air dan sumber air yang

lengkap dan akurat. Upaya pengaturan kuantitas dan kualitas air diperlukan aspek

non fisik yaitu aspek kelembagaan, karena aspek kelembagaan memiliki wewenang

Sub Elemen:

1. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)

2. Dinas Pariwisata (DP)

3. Dinas pekerjaan umum (DPU)

4. Balai konservasi sumber daya alam (BKSDA)

5. Masyarakat umum (MU)

6. Dinas Perindustrian (DIP)

7. Pengusaha (hotel, keramba, restauran, budidaya, dll) (P)

8. Tokoh agama (TA)

9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)

10 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

11 Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)

12 Perguruan Tinggi (PT)

13 Dinas Kebersihan (DK)

14 Dinas Kesehatan (DKES)

15 Lembaga masyarakat adat, ondoapi, kepala suku (LMAOKS)

16 Dinas Pertanian (DEPTAN)

17 Pengusaha (P)

18 Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mamberamo (BPDASM)

19 Camat/Lurah/RT (CLRT)

140

dalam pengaturan dan kebijakan. Sistem pengelolaan air dan sumber air pada masa

yang akan datang, selain menyangkut masalah fisik, pendanaan, juga masalah

kelembagaan seperti peraturan, sumber daya manusia, pelatihan akan semakin

berperan dan diperlukan guna pemanfaatan air dan sumber air secara benar, dan

efisien. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi diperlukan persiapan untuk

menanggulangi permasalahan sumber air yaitu mengembangkan perangkat hukum

dan keterpaduan pengelolaan secara berkelanjutan.

Hasil penelitian menunjukkan (Gambar 52) bahwa sub elemen dari lembaga

yang terlibat dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa dimulai dari

Dinas kelautan dan perikanan (1), Badan perencanaan pembangunan daerah (9),

Badan lingkungan hidup daerah (11), LMA, ondoapi, kepala suku (15), dan

pengusaha (17). Sub elemen (level ke-4) menjadi elemen kunci dan mempengaruhi

sub elemen pada level berikutnya. Kemudian sub elemen yang terlibat lainnya juga

merupakan elemen kunci dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

adalah Dinas pariwisata (2), DPU (3), Balai konservasi sumberdaya alam (4),

masyarakat umum (5), Dinas pertanian (16), dan Balai pengelolaan daerah aliran

sungai mamberamo (level ke-3)

Pengelolaan Teluk Youtefa oleh masyarakat yang bermukim di teluk dapat

dilakukan dalam bentuk partisipasi masyarakat adat, Ondoapi, dan Kepala suku,

dimana kelompok konservasi dapat berada dalam pengawasan adat. Tujuannya

adalah untuk menghindari teluk dari pencemaran dan kerusakan. Hal ini diperkuat

Gambar 52. Diagram hirarki subelemen lembaga yang terlibat dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

1 (DKP) 9 (BAPPEDA) 11 (BLHD) 15 (LMAOKAS) 17 (P)

Level -3

Level -4

3 (DPU) 4 (BKSDA) 5 (MU) 16 (DEPTAN) 18 (BPDASM) 2 (DP)

Level -1

Level -2

7 (P) 8 (TA) 12 (PT) 13 (DK) 19 (CLRT) 6 (DIP)

10 (LSM)) 14 (DKES)

141

oleh Maragos, (1995) diacu dalam Dahuri, (2008) mengemukakan bahwa program

pengelolaan wilayah pesisir di Hawai Amerika Serikat melibatkan partisipasi

masyarakat dengan proyek-proyek husus seperti Community based management

planning diutamakan yang dibiayai oleh Negara bagian Hawai.

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan survey lapang, bahwa di

pesisir Teluk Youtefa banyak ditemukan sampah plastik di dasar perairan dan

terapung. Sampah sampah tersebut sangat mengganggu transportasi karena sering

melilit di ujung mesin terutama pada saat air surut. Oleh karena itu, masyarakat

merasa sangat dirugikan dengan peristiwa peristiwa tersebut.

Pada Gambar 53 di atas dikelompokkan berdasarkan Driver Power (DP) dan

Dependence (D) yang terdiri dari 19 sub elemen, dikelompokkan kedalam 4 sektor.

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa yang masuk dalam Dependence adalah

delapan sub elemen yaitu Dinas perindustrian, Pengusaha, Tokoh agama, Lembaga

swadaya masyarakat, Perguruan tinggi, Dinas kebersihan, Dinas kesehatan, dan

camat/Lurah/RT. Sub elemen tersebut memberikan makna sangat tergantung pada

sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar, lebih banyak

dipengaruhi perilaku sistem (driver power relatif rendah atau lemah) dibanding

sektor Independent dan sektor linkage.

Sub elemen pada sektor linkage terdiri dari 6 sub elemen yaitu Dinas

pariwisata, DPU, Balai konservasi sumberdaya alam, masyarakat umum, Dinas

pertanian, dan Balai pengelolaan daerah aliran sungai. Sub sub elemen linkage ini

harus dikaji secara hati hati dalam mengkaji lembaga yang terlibat dalam

DKP DP

DKP

DP DPU BKSDA MU

DEPTAN

N

CLRT

Dependence

Dri

ver

Pow

er

1, 9, 11, 15, 17

2, 3, 4, 5, 16,

18

6, 7, 8, 12, 13,

19

10, 14

0123456789

1011121314151617181920

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 53. Matriks diver power dan dependence elemen lembaga yang

terlibat dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

DKP

BAPPEDA

BLHD LMAOKS P

DP DPU BKSDA MU

DEPTAN BPDASM

LSM

DKES DIP

P TA PT DK

CLRT

142

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa, karena rentan dipengaruhi yang

lain, sifatnya labil, sangat dipengaruhi elemen-elemen lain, tingkat dependence di

atas rata-rata (tinggi) tapi juga mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap

sistem.

Sub elemen dinas kelautan dan perikanan, badan perencanaan pembangunan

daerah, Badan lingkungan hidup daerah, LMA, ondoapi, kepala suku, dan pengusaha

berada pada sektor Independent. Sub elemen ini memiliki kekuatan penggerak yang

besar, tidak dipengaruhi, tapi mempengaruhi sistem dalam mencapai pengembangan

model pengelolaan Teluk Youtefa.

5.5.5. Elemen kebutuhan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengelolaan Teluk youtefa memerlukan dukungan berbagai elemen agar

pengelolaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Sub elemen

kebutuhan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari

delapan sub elemen seperti terlihat pada tabel 25. Hasil analisis interpretative

stuctural modelling disajikan pada Lampiran 9-D.

Tabel 25. Elemen kebutuhan program dalam pengembangan model pengelolaan

Teluk Youtefa

Gambar 54 menunjukkan bahwa sub elemen kebutuhan dalam pengembangan

model pengelolaan Teluk Youtefa diawali dari aspek stabilitas politik lokal yang

kondusif pada level ke-4. Sub elemen ini merupakan sub elemn kunci dan

mempengaruhi sub elemen level berikutnya. Kemudian yang menjadi sub elemen

kunci berikutnya adalah dukungan kuat LMA, ondoapi, kepala suku. Obyek wisata

serta transportasi teluk yang tersedia. Membutuhkan ketegasan pengendalian

pencemaran teluk dan kebutuhan keterpaduan program. Menurut wawancara

Sub Elemen:

1 Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (MKSDM)

2 Stabilitas politik lokal yang kondusif (SPLK)

3 Manajemen usaha perikanan yang pro rakyat (MUPPR)

4 Pendanaan dari pemerintah dan swasta (PPS)

5 Dukungan kuat dari LMA, ondoapi, kepala suku (DLMAOKS)

6 Obyek wisata yang baik dan transfortasi teluk (OWBTT)

7 Ketegasan pengendalian pencemaranTeluk Youtefa (KPPTY)

8 Kebutuhan keterpaduan program (KKP)

143

langsung dengan dinas perikanan dan kelautan, bahwa selain sebagai transportasi

dan obyek wisata juga sebagai daerah pengembangan perikanan.

Menurut dinas kelautan dan perikanan Kota Jayapura (20110), bahwa jumlah

keramba jaring apung mengalami pertambahan secara signifikan tahun 2009

sebanyak 208, dan tahun 2010 sebanyak 290. Peningkatan tersebut karena adanya

sumbangan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk para

petani nelayan di Teluk Youtefa.

Berdasarkan driver power dan dependence pada gambar 55 bahwa sub elemen

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, manajemen usaha perikanan yang

pro rakyat, dan pendanaan dari pemerintah dan swasta masuk dalam sektor

dependent. Hal ini memberikan makna bahwa sub elemen pada sektor dependent

ini sangat tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang

besar (kekuatan penggeraknya lemah) atau sub elemen tersebut merupakan

variabel tak bebas yang akan dipengaruhi sub elemen lainnya dalam sistem

2 (SPLK)

5 (DLMAOKS) 8 (KKP) 7 (KPPTY) 6 (OWBTT)

4 (PPS) 1 (MKSDM)

3 (MUPPR) Level -1

Level -2

Level -3

Level -4

Gambar 54 Diagram hirarki sub elemen kebutuhan dalam pengembangan

model pengelolaan Teluk Youtefa

Dependence

Dri

ver

Pow

er

Gambar 55. Matriks driver power dan dependence elemen kebutuhan dalam

pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan Model Pengelolaan Teluk Youtefa

1, 4

2

3

5, 6 7, 8

0

1

2

3

4

5

6

7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

SPLK

DLMAOKS OWBTT

KPPT

Y

KKP

MKSDM PPS MUPPR

144

Sub elemen stabilitas politik lokal yang kondusif, butuh dukungan kuat dari

LMA, ondoapi, kepala suku, obyek wisata yang baik dan transportasi teluk,

membutuhkan ketegasan pengendalian pencemaran teluk, serta kebutuhan

keterpaduan program berada pada sektor independent. Hal ini berarti bahwa sub

elemen tersebut memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam sistem, tidak

dipengaruhi tapi mempengaruhi sistem dalam kebutuhan pengembangan model

pengelolaan Teluk Youtefa.

5.6. Pemodelan sistem pengelolaan Teluk Youtefa

Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau

situasi untuk menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar

peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Pada

diagram kotak gelap sistem pengelolaan Teluk Youtefa (Gambar 6) tampak bahwa

dalam sistem tersebut masukan/input yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan

Teluk Youtefa adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol.

Input lingkungan mencakup peraturan perundangan. Input terkontrol merupakan

input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya dalam sistem untuk

menghsilkan output yang dikehendaki, sedangkan input tidak terkontrol merupakan

masukan yang tidak dapat dikontrol.

Output yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu teluk lestari,

kualitas air memenuhi baku mutu, beban pencemaran menurun. Kemudian output

yang tidak dikehendaki adalah kualitas air terus menururn, jumlah beban limbah

meningkat, kesehatan masyarakat menururn kualitas dan kuantitas tangkapan ikan

menurun. Model pengelolaan Teluk Youtefa disusun oleh beberapa sub model yaitu

1) Su model dinamik sumber pencemar, 2) Sub model dinamik beban pencemaran,

dan 3) Sub model dinamik kualitas air. Simulasi dilakukan selama periode 30 tahun

mulai tahun 2006-2036 dan terdiri dari skenario medel sebagai berikut; Melakukan

suatu kebijakan untuk penurunan fraksi pertambahan jumlah penduduk yang

berdampak pada berkurangnya limbah KJA, limbah ternam babi, limbah ternak sapi,

limbah fases manusia, jumlah limbah padat, jumlah beban limbah cair BCOD.

Kemudian menurunkan fraksi total beban pencemaran untuk menurunkan limbah.

145

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model dinamik pengelolaan

Teluk Youtefa secara terpadu. Model ini disusun merdasarkan tiga sub model yaitu

1) Model sumber pencemar yaitu bersumber dari kegiatan di hulu yang masuk ke

Teluk Youtefa melalui empat sungai dan kegiatan di atas teluk, 2) sub model beban

pencemar, dan 3) Sub model kualitas air Teluk Youtefa. Gambaran hubungan umum

ketiga sub model tersebut disajikan pada Gambar 56 sebagai berikut:

5.6.1. Model

Model sumber pencemar perairan Teluk Youtefa terdiri dari sub model

limbah ternak sapi, sub model limbah ternak babi, sub model limbah padat, sub

model limbah cair (beban BCOD), sub model KJA, dan sub model limbah faeses

manusia. Sub sub model tersebut dibuat secara parsial, kemudian diintegrasikan

menjadi satu model pencemar perairan Teluk Youtefa yang merupakan sebagai total

akumulasi sumber pencemar yang masuk ke Teluk Youtefa.

Sub model dalam sistem pengelolaan Teluk Youtefa merupakan bagian

pemodelan untuk mengetahui variabel-variabel lingkungan seperti jumlah populasi,

permasalahan limbah dan pencemaran Teluk Youtefa terhadap keberlanjutan sistem.

Gambar 56. Model sumber pencemar, beban

pencemar, dan kualitas air Teluk Youtefa

Sub Model Sumber

Pencemar (SMSP)

1. Penduduk & sampah

2. Penduduk & beban BCOD

3. Limbah ternak babi

4. Limbah ternak Sapi

5. Limbah KJA

6. Limbah fases manusia

Sub Model Beban

Pencemar (SMBP)

BOD, COD, TSS, NH3-N, NO3-

N, PO4-P

Sub Model Kualitas Air

TY (SMKA-TY

Kapasitas

Asimilasi TY

BOD, COD, TSS, NH3-N, NO3-

N, PO4-P

146

Hubungan variabel-variabel lingkungan tersebut kemudian disajikan dalam diagram

sub model seperti ditunjukan pada gambar 57.

Berdasarkan diagram sub model pengelolaan Teluk Youtefa (Gambar 57)

diketahui bahwa total beban pencemaran Teluk Youtefa merupakan akumulasi dari

beban pencemaran limbah padat penduduk, limbah cair penduduk, limbah ternak

sapi, limbah ternak babi, limbah KJA, dan limbah faeses manusia yang bermukim di

atas teluk. Peningkatan beban pencemaran limbah domestik sangat dipengaruhi oleh

peningkatan volume limbah yang besarnya sangat dipengaruhi tingkat pemakaian air

dan aktivitas membuang limbah domestik oleh masyarakat yang bermukim disekitar

Teluk Youtefa. Kemudian beban pencemaran ternak sangat dipengaruhi oleh jumlah

ternak sapi dan ternak babi. Sedangkan limbah KJA sangat dipengauhi oleh jumlah

ikan dan pakan yang diberikan pada ikan.

Secara keseluruhan total beban pencemaran Teluk Youtefa akan sangat

mempengaruhi kapasitas asimilasi Teluk Youtefa atau kemampuan Teluk Youtefa

mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah domestik, limbah ternak

LAHAN_TERP_4

LUAS_LHN_TIPA_RMH_3

LUAS_LAHAN_4

FRAK_PENC_4

FPENG_LAHAN_3

INDEKSW_3

KEB_BANGUNAN_4

PENC_4LBH_CAIR_4

LBH_PADAT_4

FAK_KR_3

LAJU_4

JM_PDD_EX_39

FRAK_LBHCAIR_3

FRAK_PDD_3

FR_LBH_PADAT_4

FR_BABI

FR_TINJAA

LBH_TINJA_EX INJA_ORG

INDEKS_PDTY

LBH_BABI_EX

INDEKS_BABI

LBH_TIAP_BABI

LBH_KJA_EX

FR_KJA

LBH_EKOR

INDEK_KJA

FR_SAPI

INDEK_SAPI

LBH_TIAP_SAPI

LBH_SAPI_EX

Gambar 57 Diagram sub model pengelolaan Teluk Youtefa

147

sapi dan ternak babi, limbah KJA, maupun limbah faeses manusia yang bermukim di

atas perairan Teluk Youtefa.

5.6.2. Analisis trend sistem

Tahap analisis trend sistem dilakukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem

dalam jangka panjang ke depan (2006-2036) melalui simulasi model. Perilaku

simulasi ditetapkan selama 30 tahun, dalam kurun waktu simulasi disajikan

perkembangan yang mungkin terjadi pada variabel-variabel yang akan dikaji.

Variabel-variabel yang akan disimulasikan adalah trend penduduk. Jumah penduduk

dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk secara alami diantaranya adanya kelahiran

Pada Gambar 58 kurva pertumbuhan penduduk memperlihatkan trend

pertumbuhan positif (positive growth) naik mengikuti kurva sigmoid pada tahun

simulasi 2006 sampai tahun 2036 (30 tahun yang akan datang). Hal ini disebabkan

laju tingkat kelahiran lebih besar dibanding dengan laju tingkat kematian. Namun

demikian, laju pertambahan penduduk ini akan diimbangi oleh adanya kematian dan

migrasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan negative (negative

growth).

Pada tahun 2006, penduduk abepura dan sekitarnya berjumlah 65.769 jiwa

dan meningkat menjadi 102.262,57 jiwa pada tahun 2019 (Tabel 26). Pada tahun

2020 sampai akhir simulasi tahun 2036 pertumbuhan penduduk mulai mencapai

keseimbangan tertentu. Laju pertumbuhan penduduk ini sangat mempengaruhi

kebutuhan lahan untuk penggunaan tertentu seperti lahan untuk pemukiman, lahan

pertanian, lahan fasilitas dan penggunaan lainnya. Melihat laju pertumbuhan

penduduk dan tingkat ketersediaan lahan yang semakin berkurang (gambar 59), serta

kebutuhan lahan yang semakin meningkat (Gambar 60) setiap tahun,

TAHUN

JM

_P

DD

_E

X

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

70,000

80,000

90,000

100,000

Gambar 58. Trend populasi penduduk

148

mengindikasikan bahwa pada suatu saat, laju pertumbuhan penduduk tersebut akan

menuju pada suatu titik keseimbangan tertentu (stable equilibrium) dan selanjutnya

mengalami penurunan. Fenomena model ini dapat disebut mengikuti pola dasar

(archetype) limit to growth dalam sistem dinamik (Meadon, 1897 diacu dalam

Thamrin, 2009).

Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan pertumbuhan kebutuhan

penggunaan lahan, dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik positif (positive

feetback) antara pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan melalui proses

reinforcing. Namun karena keterbatasan luas lahan menyebabkan pertambahan luas

lahan pada suatu waktu tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk,

sehingga ketersediaan lahan untuk suatu penggunaan tertentu dapat ditingkatkan

untuk memenuhi kebutuhan penduduk, namun ketersediaan lahan untuk penggunaan

lainnya mengalami penurunan sebagai akibat terjadinya konversi lahan. Ini terlihat

pada hasil simulasi model dimana pertumbuhan luas lahan untuk kebutuhan

pemukiman terjadi penurunan ketersediaan. Fenomena ini memperlihatkan adanya

hubungan timbal balik negatif (negative feetback) melalui proses balancing. Dalam

hal ini komponen daya dukung lingkungan akan menjadi faktor pembatas yang dapat

menekan laju peningkatan kebutuhan lahan. Hasil simulasi disajikan pada gambar 59

berikut.

Peningkatan jumlah penduduk akan memberikan tekanan terhadap

lingkungan yaitu terjadinya peningkatan kebutuhan lahan untuk tujuan penggunaan

lahan untuk pemukiman, lahan fasilitas, dan pemanfaatan lainnya. Hal ini akan

berdampak terhadap penurunan daya dukung lingkungan dan peningkatan kerusakan

lingkungan. Hubungan ini merupakan hubungan timbal balik (negative feetback

Gambar 59. Trend lahan tersedia

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

LH

N_

TS

D

Time LHN_TSD

01 Jan 2006

01 Jan 2016

01 Jan 2026

01 Jan 2036

1.344,08

804,75

481,83

288,49

149

melalui proses balancing. Terjadinya kerusakan lingkungan akan berpengaruh

terhadap keberlanjutan perairan Teluk Youtefa.

5.6.3. Validasi

5.6.3.1. Validasi struktur

Menurut Muhammadi, (2001) bahwa pengujian validasi dilakukan untuk

memperoleh kenyakinan sejauh mana keserupaan struktur model mendekati strukur

nyata. Secara empirik bahwa pertambahan total sumber pencemar dipengaruhi

beberapa sumber pencemar yang bersumber dari limbah timbulan sampah, limbah

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

13

26

39

52

65

LHN

MU

KIM

TH

N Time LHNMUKIMTHN

01 Jan 2006

01 Jan 2016

01 Jan 2026

01 Jan 2036

13,44

22,10

36,35

59,77

Gambar 60. Trend pengunaan lahan

Tabel 26. Populasi penduduk dan jumlah sumber pencemar tahun 2006 – 2036

Time

2,006

2,007

2,008

2,009

2,010

2,011

2,012

2,013

2,014

2,015

2,016

2,017

2,018

2,019

2,020

2,021

2,022

2,023

2,024

2,025

2,026

2,027

2,028

2,029

2,030

2,031

2,032

2,033

2,034

2,035

2,036

JM_PDD_EX LBH_PADAT_EX LBH_CAIR_EX LBH_BABI_EX LBH_SAPI_EX LBH_KJA_EX LBH_TINJA_EX

65,769.00 1,973.07 1,302.23 646.65 3,136.10 6.91 5.00

68,169.89 2,045.10 1,346.29 670.26 3,250.59 7.16 5.19

70,798.20 2,123.95 1,394.39 696.10 3,375.91 7.43 5.39

73,672.99 2,210.19 1,446.87 724.37 3,512.99 7.74 5.60

76,664.46 2,299.93 1,501.32 753.78 3,655.64 8.05 5.83

79,777.37 2,393.32 1,557.82 784.39 3,804.07 8.38 6.07

82,934.82 2,488.04 1,614.97 815.43 3,954.63 8.71 6.31

86,132.17 2,583.96 1,672.67 846.87 4,107.09 9.04 6.55

89,346.76 2,680.40 1,730.53 878.47 4,260.38 9.38 6.80

92,571.36 2,777.14 1,788.42 910.18 4,414.14 9.72 7.04

95,589.60 2,867.69 1,842.46 939.85 4,558.06 10.04 7.27

98,373.00 2,951.19 1,892.19 967.22 4,690.78 10.33 7.48

100,612.09 3,018.36 1,932.10 989.24 4,797.55 10.56 7.65

102,262.57 3,067.88 1,961.48 1,005.46 4,876.25 10.74 7.78

103,352.97 3,100.59 1,980.87 1,016.19 4,928.24 10.85 7.86

103,861.60 3,115.85 1,989.90 1,021.19 4,952.50 10.91 7.90

104,266.25 3,127.99 1,997.09 1,025.17 4,971.79 10.95 7.93

104,565.57 3,136.97 2,002.40 1,028.11 4,986.06 10.98 7.95

104,822.87 3,144.69 2,006.97 1,030.64 4,998.33 11.01 7.97

105,037.81 3,151.13 2,010.78 1,032.75 5,008.58 11.03 7.99

105,253.19 3,157.60 2,014.60 1,034.87 5,018.85 11.05 8.01

105,469.01 3,164.07 2,018.43 1,036.99 5,029.14 11.07 8.02

105,685.28 3,170.56 2,022.27 1,039.12 5,039.45 11.10 8.04

105,901.99 3,177.06 2,026.11 1,041.25 5,049.79 11.12 8.06

106,119.15 3,183.57 2,029.96 1,043.38 5,060.14 11.14 8.07

106,336.74 3,190.10 2,033.82 1,045.52 5,070.52 11.17 8.09

106,554.79 3,196.64 2,037.68 1,047.67 5,080.92 11.19 8.11

106,773.28 3,203.20 2,041.56 1,049.81 5,091.33 11.21 8.12

106,992.22 3,209.77 2,045.44 1,051.97 5,101.77 11.23 8.14

107,211.61 3,216.35 2,049.32 1,054.12 5,112.24 11.26 8.16

107,431.45 3,222.94 2,053.22 1,056.29 5,122.72 11.28 8.17

150

faeses manusia yang bermukim di teluk, limbah ternak babi, limbah ternak sapi,

limbah KJA, dan limbah cair BCOD penduduk. Peningkatan jumlah sumber

pencemar akan meningkatkan total beban pencemar pada perairan Teluk Youtefa.

Berdasarkan hasil simulasi terhadap sub model dinamik sumber

pencemar memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah penduduk diikuti oleh

peningkatan total beban pencemar secara eksponensial (Tabel 26). Penelitian ini

memperkuat simpulan dari Cornwel, (1998) bahwa sumber titik pencemar dapat

bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limpasan

limbah perkotaan.

5.6.3.2. Validasi kinerja/(output model)

Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode

berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh kenyakinan sampai sejauh mana

kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai

model ilmiah yang taat fakta atau bisa diterima secara akademik. Validasi kinerja

dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model yang dibangun dengan

data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data

empiris. Barlas (1996) mengemukakan bahwa validasi kinerja atau output model

bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai

(compatible) dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model

ilmiah yang taat fakta.

Metode pengujian validasi kinerja dapat dilakukan menggunakan uji

statistik antara lain absolute mean error (AME), absolute variation error (AVE)

dengan batas penyimpangan < 10 % (Muhammadi et al, 2001). AME adalah

penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE

adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Validasi kinerja

dilakukan terhadap model sumber pencemar (co model) yaitu total sumber pencemar

dan jumlah penduduk yang menjadi sumber utama terjadinya pencemaran, serta

model beban pencemaran (main model) yaitu total beban pencemar. Hasil simulasi

terhadap ketiga model menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan

data empiris (aktual).

151

Hasil validasi kinerja/output model sumber pencemar untuk variabel

jumlah penduduk dengan menggunakan rumus AME, AVE, masing-masing adalah

0,0188 (1,88 %), 0,0185 (1,85 %), dengan demikian nilai-nilai tersebut berada pada

batas kriteria pengujian <10 % (Gambar 61)

Gambar 61 menunjukkan bahwa trend pertumbuhan penduduk sejak tahun

2006 hingga tahun 2011 antara data simulasi dengan data faktual relatif sama. Jika

dilihat dari nilai AME dan AVE yang sangat rendah, maka dapat dikatakan bahwa

dinamika pertumbuhan jumlah penduduk dalam model telah dapat menggambarkan

dinamika pertumbuhan penduduk secara aktual di lapangan.

Validasi kinerja pada model total sumber pencemar untuk variable total

sumber pencemar dengan menggunakan rumus AME adalah 0,035 (3,5 %) dan AVE

adalah 0,021 (2,1 %), dengan demikian nilai-nilai tersebut berada pada batas kriteria

pengujian Hasil simulasi dan aktual untuk variabel total sumber pencemar disajikan

pada Gambar 62.

Gambar 61. Grafik perbandingan perkembangan jumlah penduduk

hasil simulasi dengan kondisi eksisting

2006 2007 2008 2009 2010 2011 TAHUN

152

Gambar 62 simulasi perbandingan total sumber pencemar periode tahun

2006 hingga periode tahun 2011 perilaku kurva relatif sama antara nilai faktual

dengan nilai simulasi, serta nilai AME dan AVE yang rendah. Hal tersebut

menggambarkan dinamikan sumber pencemar dalam model telah dapat

menggambarkan dinamika pertumbuhan sumber limbah di lapangan dan model total

sumber pencemar berdasarkan validasi kinerja dikatakan valid.

Kemudian hasil validasi kinerja model beban pencemar khususnya variabel

total beban pencemar dengan menggunakan rumus AME adalah 0,06 (6,0 %), AVE

adalah 0,07 (7 %), dengan demikian nilai-nilai tersebut berada pada batas kriteria

pengujian. Hasil simulasi dan aktual untuk variabel total beban pencemar ditujukan

pada gambar 63

Gambar 63 menunjukkan bahwa trend perbandingan total beban

pencemaran pada awal tahun 2006 dan tahun 2007 relatif sama antara data faktual

dan data simulasi. Pada tahun 2007 hingga tahun 2010 menunjukkan perilaku kurva

TAHUN

Nilai_Faktuali1

Nilai_Simulas il2

2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011

7,000

7,500

8,000

8,500

12

12

1

2

1 2

1 2

1

Gambar 62 Grafik perbandingan total sumber pencemar hasil simulasi

dan aktual

TAHUN

Nilai_Faktuali1

Nilai_s imulas il2

2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011

1,600

1,700

1,800

1,900

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

Gambar 63. Grafik perbandingan total beban pencemar

hasil simulasi dan aktual

153

yang cukup berbeda antara simulai dan dan data faktual, dimana data simulasi

cendrung lebih rendah dibandingkan dengan data faktual. Namun demikian pada

tahun 2011 jumlah total beban pencemaran hasil simulasi relatif sama dengan total

beban pencemaran faktual, walaupun pada beberapa titik ada perbedaan, akan tetapi

jika dilihat pada nilai AME dan AVE yang rendah, dinamika total beban pencemar

dalam model telah dapat menggambarkan dinamika pertumbuhan beban pencemar

faktual dilapangan.

5.6.4. Verifikasi model

5.6.4.1. Verifikasi model total sumber beban pencemar

Pada total sumber pencemar dilakukan verifikasi model dengan tujuan

untuk mengetahui perilaku sistem model sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk pengambilan kebijakan (policy) sehingga bisa melakukan

langkah-langkah strategis berkaitan dengan pengelolaan pesisir Teluk Youtefa.

Hasil simulasi (gambar 64 dan lampiran 10) selama periode 30 tahun

mendatang (2006-2036) terjadi peningkatan jumlah penduduk. Hal tersebut akan

menyebabkan peningkatan jumlah limbah. Fraksi pertumbuhan jumlah penduduk

selama ini adalah 4,1 %. Penurunan fraksi pertumbuhan jumlah penduduk dari 4,1 %

menjadi 3,5 % memberikan pengaruh penurunan yang nyata terhadap level (stock)

dan laju (rate).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan menurunkan fraksi

pertumbuhan jumlah penduduk ternyata dapat menurunkan jumlah penduduk dari

107.431,45 jiwa menjadi 95.452,38 jiwa pada tahun 2036 gambar 64.a). Jika tidak

ada intervensi kebijakan terhadap pembatasan pertambahan penduduk maka hasil

simulasi menunjukkan pertumbuhan yang pesat selama periode simulasi. Jika tidak

ada upaya untuk menurunkan jumlah penduduk, maka pertambahan penduduk akan

terus meningkat maka bisa menyebabkan overshoot. Peningkatan jumlah penduduk

tersebut akan menemui masalah dalam penanganan limbah, hal ini memberikan

petunjuk bahwa masalah limbah memiliki bentuk struktur archetype tragedy of the

commons yaitu banyak pelaku yang berlomba tapi akhirnya menemui masalah

154

Peningkatan jumlah limbah padat diakibatkan peningkatan jumlah penduduk

Peningkatan jumlah limbah padat diakibatkan peningkatan jumlah penduduk

periode 2006 – 2036. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah limbah padat

meningkat dari 2.143,02,10 ton menjadi 3.422,15 ton pada akhir simulasi, namun

karena adanya penurunan fraksi penduduk maka jumlah limbah padat berkurang dari

3.222,94 ton menjadi 3.054,48 ton pada akhir simulasi artinya limbah padat

berkurang sebanyak 167,92 ton (gambar 64.b)

Trend total sumber pencemar disajikan pada gambar 65 dan lampiran 11

1. Trend total sumber pencemar limbah padat

Limbah padat yang semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya

jumlah penduduk. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah limbah padat

TAHUN

LB

H_

PA

DA

T_

EX

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

2,000

2,500

3,000

TAHUN

LB

H_C

AIR

_E

X

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

1,400

1,600

1,800

2,000

TAHUN

LB

H_

BA

BI_

EX

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

700

800

900

1,000

TAHUN

LB

H_

SA

PI_

EX

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

3,500

4,000

4,500

5,000

TAHUN

LB

H_

KJA

_E

X

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

7

8

9

10

11

TAHUN

LB

H_T

INJA

_E

X

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

5

6

7

8

a b

c d

e f

Gambar 65. Trend total sumber pencemar

TAHUN

JM_PDD_AKTUAL1

JM_PDD_SIMULASI2

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

70,000

80,000

90,000

100,000

1 2

1 2

12

12

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2 2

TAHUN

LBH_PADAT_EX1

LBH_PADAT312

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

2,000

2,500

3,000

12 1

21 2

1 21

21

21

21

21

a b

Gambar 64 Trend penduduk dan limbah padat berdasarkan fraksi

155

mengalami peningkatan dari 1.973,07 ton menjadi 3.222,94 ton pada akhir simulasi

(gambar 65.a / lampiran 11). Semakin meningkat jumlah limbah padat, akan

berdampak buruk pada ekosistem Teluk Youtefa. Berdasarkan fakta di lapangan,

bahwa banyak sampah padat yang terapung maupun tenggelam di perairan Teluk

Youtefa. Hal ini menjadi keluhan-keluhan dari para nelayan maupun pengguna

teluk. Berdasarkan fakta juga pada saat peneliti melakukan pengambilan sampel air

menggunakan jasa transportasi perahu tempel, sering berhenti karena limbah

terutama limbah plastik terlilit di putaran mesin perahu.

2. Trend total sumber pencemar limbah cair

Ditjen Cipta Karya, (2006) dalam (Suwari (2009) mengemukakan bahwa

kebutuhan air setiap orang per hari adalah 144 liter. Sedangkan air buangan adalah

80 % pemakaian air atau 115,2 liter/orang/hari. Sehingga total debit air buangan

penduduk di wilayah kali acai, sibhorgoni, hanyaan dan PTC Kota Jayapura adalah

9.129,95 m3/hari.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada periode 2006 – 2016 beban

pencemaran limbah cair BCOD meningkat dari 1.302,23 ton menjadi 1.892,67 ton.

Nilai pencemaran limbah cair BCOD terus mengalami peningkatan sampai ahir

simulasi yaitu 2.127,14 ton (gambar 65.b / lampiran 11)

3. Trend total sumber pencemar limbah ternak babi

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah peternak

babi, jumlah babi, maupun limbah tinja babi. Menurut Setiawan (2007) bahwa

kotoran dari seekor ternak babi dewasa terdiri dari 1,59 kg/hari, dan 2,72 kg/hari

kotoran padat. Hasil simulasi menunjukkan limbah babi meningkat dari 646,65 ton

menjadi 1.056,29 ton (gambar 65.c / lampiran 11)

4. Trend total sumber pencemar limbah ternak sapi

Setiawan (2007) mengemukakan bahwa jumlah kotoran dari seekor ternak

sapi dewasa terdiri dari 23,59 kg/hari kotoran padat dan sebanyak 9,07 kg/hari

kotoran cair. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh bahwa jumlah limbah sapi

meningkat dari 3.136,10 ton menjadi 5.122,72 ton pada akhir simulasi (gambar 65.d

/ lampiran 11)

156

5. Trend total sumber pencemar limbah KJA

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya KJA dan limbah

KJA. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah limbah KJA meningkat dari 6,91

ton menjadi 11,28 ton. (gambar 65.e / lampiran 11). Limbah tersebut dapat dikurangi

dari pakan ikan yang mengandung nutrien. Hongguang M, et al. 2010.

mengemukakan bahwa untuk mengurangi limbah di perairan dapat diatasi dengan

mengurangi masukan nutrient, atau menggunakan model jaringan penggabungan

bagian sistem fisik dan biologi sehingga kualitas air tetap terkelola dengan baik.

6. Trend total sumber pencemar limbah tinja manusia

Peningkatan jumlah penduduk disekitar Teluk Youtefa disertai juga

peningkatan jumlah limbah faeses di Teluk Youtefa. Menurut Sasimartoyo (2001)

diacu dalam Walukow (2009) bahwa rata-rata massa limbah faeses manusia setiap

hari 1.141 gram atau sebanding dengan 0,4164 ton/tahun. Limbah tersebut terdiri

dari 85 gram tinja, dan 1.055 gram urine. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah

limbah faeses meningkat dari 5,00 ton menjadi 8,17 ton pada akhir simulasi pada

tahun 2036 (gambar 65.f /lampiran 11).

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang bermukim di teluk,

bahwa semua membuang limbah tinja ke teluk. Kondisi ini bisa meningkatkan

limbah tinja dan menurunkan nilai estetika teluk.

157

5.6.4.2. Verifikasi model beban pencemar

Semakin meningkat total beban sumber pencemar, akan meningkatkan beban

pencemaran BOD. Hasil simulasi pada periode 2006 – 2036 menunjukkan bahwa

beban pencemaran BOD meningkat dari 54,16 ton menjadi 964,75 ton. Nilai ini

berada di atas nilai kapasitas asimilasi BOD 27, artinya bahwa pada periode tersebut

air di perairan Teluk Youtefa tidak mampu menerima beban pencemaran BOD dan

telah menurunkan kualitas air sesuai dengan peruntukannya. Kondisi ini tentu sangat

mengganggu keseimbangan ekologi perairan Teluk Youtefa, sehingga dibutuhkan

penanganan terhadap sumber pencemar BOD melalui intervensi kebijakan dan

penguatan kelembagaan (gambar 67 lampiran 12). Supriharyono (2000)

mengemukakan bahwa tingkat kerusakan akibat pencemaran dapat dipengaruhi oleh

konsentrasi bahan pencemar, jenis dan sifat kimia, serta kepekaan suatu ekosistem

terhadap pencemar

LAHAN_TERP_4

LUAS_LHN_TIPA_RMH_3

LUAS_LAHAN_4

FRAK_PENC_4

FPENG_LAHAN_3

INDEKSW_3

KEB_BANGUNAN_4

PENC_4LBH_CAIR_4

LBH_PADAT_4

FAK_KR_3

LAJU_4

INDEK_SAPI

INDEKS_BABI

INDEK_KJA

INDEKS_PDTY

FR_BABI

FR_KJA

FR_TINJAA

LBH_TIAP_BABI

LBH_TIAP_SAPIJM_PDD_EX_39

FR_LBH_PADAT_4

FRAK_LBHCAIR_3

INJA_ORG

LBH_EKOR

FRAK_PDD_3

LBH_SAPI_EX

LBH_KJA_EX

LBH_TINJA_EX

FR_SAPI

LBH_BABI_EX

TBSP

LBH_PADAT_EX

LBH_CAIR_EX

LBH_SAPI_EXLBH_BABI_EX

LBH_KJA_EX

LBH_TINJA_EX

Gambar 66 Sub model penduduk dan total sumber pencemar

158

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman maupun alga (Effendi 2003). Semakin meningkat

total sumber pencemaran, maka akan mempengaruhi peningkatan beban pencemaran

nitrat. Hasil simulasi menunjukkan bahwa beban pencemaran nitrat pada periode

2006 - 3036 meningkat dari 2,96 ton menjadi 380,22 ton (gambar 67.b/lampiran 12).

Nilai ini masih di bawah nilai kapasitas asimilasi nitrat yaitu 9087 ton. Hal tersebut

menandakan bahwa pada periode tersebut air di perairan Teluk Youtefa masih

mampu menerima pencemaran limbah yang masuk tanpa terjadi penurunan kualitas

air yang ditetapkan sesuai peruntukannya.

Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena

keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif

bagi kehidupan ekosistem akuatik. Effendi (2003) mengemukakan bahwa posfat

merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Fosfor banyak

terdapat sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan industri keramik, minyak

pelumas, produk minuman dan makanan dan sebagainya. Keberadaan fosfor secara

berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menimbulkan

perkembangan algae di perairan.

Total beban sumber pencemar dapat mempengaruhi peningkatan beban

pencemaran PO4. Hasil simulasi menunjukkan bahwa beban pencemaran PO4 pada

periode 2006 – 2009 meningkat dari 9,40 ton menjadi 12,03 ton. Nilai ini belum

terlampaui nilai kapasitas asimilasi, artinya bahwa pada periode tersebut perairan

Teluk Youtefa masih mampu menerima beban pencemaran fosfat. Tetapi pada

periode 2010 sampai akhir simulasi beban pencemaran meningkat menjadi 110,02

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 203620

160

300

440

580

720

860

1.000

BP_BOD_1

KONKAPAASIMi_3

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

0

2.000

4.000

6.000

8.000

BP_NO3_1

KONKAPAASI_5

a b

Gambar 67. Nilai kapasitas asimilasi dan perkembangan beban pencemaran

BOD, dan NO3

159

ton. Artinya bahwa pada periode tersebut perairan Teluk Youtefa tidak mampu lagi

menerima beban pencemaran posfat. (gambar 68.a/lampiran 12).

Senyawa amoniak banyak digunakan dalam proses industri kimia, proses

produksi urea. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik

dan nitrogen anorganik, dan hasil limbah tinja dari biota akuatik. Kemudian sumber

lain adalah reduksi gas nitrogen yang bersumber dari proses difusi udara atmosfer,

dan limbah domestik masuk ke dalam air melalui erosi tanah (Effendi 2003).

Peningkatan total sumber pencemar akan mempengaruhi peningkatan beban

pencemar amonik. Hasil simulasi menunjukkan bahwa beban pencemaran amoniak

pada periode 2006-2030 meningkat dari 2,58 ton menjadi 48,17 ton. Nilai tersebut

masih berada di bawah nilai kapasitas asimilasi. Artinya bahwa perairan Teluk

Youtefa masih mampu menerima beban limbah amoniak. Tetapi pada periode 2031

hingga akhir simulasi menjadi 100,17 ton (gambar 68.b/lampiran 12). Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa perairan Teluk Youtefa tidak mampu menerima beban

pencemaran limbah hingga akhir simulasi, sehingga menurunkan kualitas air yang

ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.

COD merupakan komponen kimia yang memiliki sumbangan beban

pencemaran ke dalam perairan Teluk Youtefa. COD atau kebutuhan oksigen

kimiawi menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

bahan organik secara kimia, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun

yang sukar didegradasi menjadi karbon dioksida dan air.

Peningkatan total beban sumber pencemar akan mempengaruhi peningkatan

beban pencemar COD. Hasil simulasi menunjukkan bahwa beban pencemaran COD

periode 2006-2036 meningkat dari 471,32 ton menjadi 1465,04 ton. Nilai tersebut

Gambar 68 Nilai kapasitas asimilasi dan perkembangan beban

pencemaran PO4 dan NH3

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

0

50

100

BP_PO4_1

KONKAPAASIM

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

20

40

60

80

100

BP_NH3_1

KONKAPAASIM1

KA= 12 KA= 54

a b

160

berada di atas nilai kapasitas asimilasi, artinya bahwa perairan Teluk Youtefa tidak

mampu menerima beban pencemaran COD pada periode tersebut. (gambar

69.a/lampiran 12). sehingga terjadi penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai

dengan peruntukannya. Hal tersebut berdampak pada penurunan daya dukung

perairan Teluk Youtefa, sehingga dibutuhkan intervensi kebijakan.

Padatan tersuspensi terdiri atas partikel partikel tersuspensi berupa pasir,

lumpur halus serta jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan dari tanah

yang terangkut ke dalam air. Peningkatan total sumber pencemar akan

mempengaruhi peningkatan beban pencemar padatan tersuspensi. Hasil simulasi

menunjukkan (gambar 69.b/lampiran 12) bahwa beban pencemaran padatan

tersuspensi pada periode 2006 -2036 meningkat dari 1.089,55 ton menjadi 1.783,32

ton. Nilai tersebut masih berada di bawah nilai kapasitas asimilasi, artinya bahwa

perairan Teluk Youtefa masih mampu menerima beban pencemar TSS pada periode

tersebut tanpa menurunkan kualitas air sesuai dengan peruntukannya.

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

400

800

1.200

1.600

BP_COD_1

KONKAPAASIM_1

Gambar 69 Nilai kapasitas asimilasi dan perkembangan beban pencemaran

COD, dan TSS

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

1.500

2.000

BP_TSS_2

KONKAPAASI

a b

KA = 286 KA = 2354

161

5.6.4.3. Verifikasi model kualitas air Teluk Youtefa

Total beban sumber pencemar mempengaruhi peningkatan beban

pencemaran posfor di perairan Teluk Youtefa. Hasil simulasi menunjukkan bahwa

rata-rata konsentrasi posfor pada periode 2006 – 2036 terjadi peningkatan posfor dari

0,72 mg/l menjadi 8,44 mg/l. (gambar 71.a/lampiran 13). Nilai konsentrasi posfor

mulai dari awal simulasi sampai akhir simulasi berada diatas baku mutu yaitu 0,015

TSS

COD

BOD

NO3

PO4

NH3

PO4

KONKAPAASI

BP_PO4_1

TB_Penc

KONKAPAASIM1

BP_NH3_1

KONKAPAASIM

KONKAPAASI_5

BP_NO3_1

KONKAPAASIM_1

BP_COD_1

KONKAPAASIMi_3

BP_BOD_1

BP_TSS_2

KAPAASIM

KAPAASIM_1

KAPAASIM1

FRNO3_vs_TOTSP_1FRBOD_vs_TOTSP_1

LJCOD

KAPAASIM_6

JMNO3_vs_TOTSP_1

KAPAASIM_4

KAPAASIM_2

JMTSS_vs_TOTSP_2

JMCOD_vs_TOTSP_1

FRCOD_vs_TOTSP_1

JMBOD_vs_TOTSP_1

FRPO4_vs_TSP_1

JMPO4_vs_TSP_1JMNH3_vs_TOTSP_1

Fr_NH3_vs_TOTSP_1

LJTSSS

LJBOD

LJPO4

LJNO3

LJNH3

FRTSS_VS_TOSP

TBSPENCEXTBSPENCEX

TBSPENCEX

TBSPENCEX

TBSPENCEX

TBSPENCEX

Gambar 70 Sub model beban pencemaran

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 20360

2

4

6

8

KUA_PO4

KONBAMU_PO4

01 Jan 2006 01 Jan 202650

250

450

650

850

1.050

1.250

KUA_TSS

KONBAMU_TSS

BM = 0,015 BM = 20

a b

Gambar 71. Trend konsentrasi dan nilai baku mutu PO4, dan TSS

162

Pertambahan total beban pencemaran akan mempengaruhi peningkatan

konsentrasi TSS di Teluk Youtefa. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata

konsentrasi TSS pada periode 2006 – 2036 meningkat dari 140 mg/l menjadi

1.244,95 mg/l, telah melampaui baku mutu TSS (gambar 71.b/lampiran 13). Kondisi

ini menurunkan kualitas perairan Teluk Youtefa. Semakin meningkat konsentrasi

beban pencemaran TSS akan memperburuk kondisi perairan Teluk Youtefa.

Peningkatan konsentrasi beban pencemaran COD dipengaruhi oleh total

sumber pencemar yang masuk ke perairan Teluk Youtefa. Hasil simulasi

menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi COD pada periode 2006-2025 meningkat

dari 1,30 mg/l menjadi 65,18 mg/l (gambar 72.a/lampiran 13). Nilai ini berada di

bawah nilai baku mutu COD yaitu 80 mg/l. Tetapi pada periode tahun 2026 sampai

akhir simulasi meningkat dari 80,11 mg/l menjadi 629,88 mg/l. Nilai ini berada di

atas nilai baku mutu.

Peningkatan total sumber pencemar mempengaruhi semakin meingkatnya

total beban pencemar amoniak di perairan Teluk Youtefa. Hasil simulasi

menunjukkan bahwa pada periode 2006-2018 konsentrasi amoniak meningkat dari

0,0051 mg/l menjadi 0,03 mg/l (gambar 72.b/lampiran 13). Nilai ini masih dibawah

nilai baku mutu amoniak yaitu 0,3 mg/l. Konsentrasi amoniak terus mengalami

peningkatan pada periode 2019 sampai akhir simulasi dari 0,04 menjadi 0,58 mg/l.

Total sumber pencemar yang semakin meningkat mempengaruhi peningkatan

total beban pencemar Teluk Youtefa. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada

periode 2006 – 2018 konsentrasi BOD meningkat dari 4,89 mg/l menjadi 18,47

mg/l. Nilai ini masih dibawah nilai baku mutu BOD yaitu 20 mg/l. Nilai konsentrasi

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

0

100

200

300

400

500

600

KUA_COD

KONBAMU_COD

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 20360,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

KUA_NH3

KONBAMUNH3

BM = 80 BM = 0,3

a b

Gambar 72. Trend konsentrasi dan nilai baku mutu COD dan NH3

163

BOD terus meningkat melebihi baku mutu pada periode akhir simulasi yaitu menjadi

135,621mg/l (gambar 73.a/lampiran 13).

Semakin meningkat total sumber pencemar akan mempengaruhi peningkatan

konsentrasi total beban pencemar nitrat di teluk. Hasil simulasi menunjukkan pada

periode 2006 – 2011 rata-rata konsentrasi nitrat meningkat dari 0,0022 mg/l menjadi

0,0075 mg/l (gambar 73.b/lampiran 13). Nilai ini berada di bawah nilai baku mutu

nitrat yaitu 0,008 mg/l, artinya bahwa Teluk Youtefa masih mampu menerima

beban pencemar nitrat. Tetapi pada periode sampai akhir simulasi konsentrasi nitrat

meningkat menjadi 3,08 mg/l. Nilai ini berada di atas baku mutu nitrat yaitu 0,008

mg/l, artinya bahwa Teluk Youtefa tidak mampu lagi menerima beban pencemaran

nitrat, sehingga kualitas air akan terus memburuk sehingga tidak sesuai dengan

peruntukannya.

Hasil simulasi pada gambar 73 di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai

konsentrasi kualitas air perairan Teluk Youtefa pada periode 2006 sampai akhir

simulasi cendrung berada di atas nilai baku mutu air laut untuk biota laut dalam

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004. Hal tersebut

membuktikan bahwa kondisi total sumber pencemar harus selalu dikontrol melalui

intervensi kebijakan, penguatan kelembagaan, sehingga tidak menurunkan kondisi

perairan Teluk Youtefa.

Brush MJ (2010) mengemukakan bahwa model dinamik yang digunakan

dapat berhasil untuk memprediksi kualitas air di Teluk Narragansett, RI (USA)

berdasarkan kontribusi makroalga, dan menguji sensivitas individu.

Gambar 73 Trend konsentrasi dan nilai baku mutu BOD dan NO3

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 20360

50

100

KUA_BOD

KONBAMU_BOD

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

0

1

2

3

KUA_NO3

KONBAMUNO3

BM = 20 BM = 0,008

a b

164

Pertambahan penduduk mempengaruhi peningkatan total sumber pencemar

dan total beban pencemar. Hal ini akan berdampak buruk bagi keberlanjutan perairan

Teluk Youtefa atau daya dukung teluk ( gambar 75).

5.6.5. Penyusunan skenario pengelolaan Teluk Youtefa.

Hasil identifikasi dan pembagian sumber pencemar berdasarkan

pengaruhnya dalam pembentukan sistem dianalisis lebih lanjut dengan bantuan

pakar untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam

TSSCOD

BOD

NO3

PO4NH3

FRPO4_vs_TOTSP_2

BP_PO4_1

TB_Penc

KONBAMU_PO4

KUA_PO4

KONBAMU_BOD KONBAMUNO3

KONBAMU_COD

KONBAMU_TSS

KUA_NO3

KUA_COD

KUA_BOD

KUA_TSS

BP_NO3_1

BP_COD_1

BP_BOD_1

BP_TSS_2

LJPO4_TOTSP

LJNO3_TSPLJBOD_TOTSP

LJCOD_TOTSPLJTSS_TOTSP

FRTSS_vs_TOTSP_3

JMCOD_vs_TOTSP_2

BAMU_COD

JMBOD_vs_TOTSP_2

FRCOD_vs_TOTSP_2

BAMUNO3

FRBOD_vs_TOTSP_2FRNO3_vs_TOTSP_2

JMNO3_vs_TOTSP_2

JMTSS_vs_TOTSP_3

BAMUBOD

BAMU_PO4

BAMU_TSS

JMPO4_vs_TOTSP_2

KONBAMUNH3

KUA_NH3

LJNH3_TOTSP

BaAMU_NH3

FRNH3_vs_TOTSP_2

JMNH3_vs_TOTSP_2

BP_NH3_1

Gambar 74 Sub model kualitas air

01 Jan 2006 01 Jan 2016 01 Jan 2026 01 Jan 2036

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

DA

YA

_D T

Y

Gambar 75 Hubungan populasi penduduk dengan

daya dukung lingkungan

165

pengelolaan Teluk Youtefa dalam bentuk skenario. Pembentukan skenario

didasarkan pada kondisi atau keadaan pada identifikasi pakar dan stakeholders.

Berdasarkan total sumber pencemar yang teridentifikasi dalam

pengelolaan Teluk Youtefa dapat diidentifikasi beberapa skenario yang mungkin

bisa terjadi pada masa yang akan datang. Diperoleh tiga skenario dalam pengelolaan

Teluk Youtefa yaitu (1). skenario pesimis/SP, (2). skenario moderat/SM, (3).

skenario optimis/SO.

Skenario yang disusun dihubungkan dengan model, dilakukan interpretasi

kondisi faktor kedalam variabel model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan

pada variabel tertentu dalam model sehingga skenario dapat disimulasikan.

Tabel 27 Skenario intervensi parameter model

Sub model Kondisi eksisting Skenario pesimis Skenario moderat Skenario optimis

Penduduk Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan

Penduduk penduduk penduduk penduduk

4,1 % 4,6 % 3,8% 3,3 %

Limbah cair Kondisi eksisting Laju peningkatan Laju pengurangan Laju pengurangan

5 % 10 % 50 %

Limbah padat Kondisi eksisting Laju peningkatan Laju pengurangan Laju pengurangan

5 % 10 % 60 %

Limbah babi Kondisi eksisting Laju peningkatan Laju pengurangan Laju pengurangan

5 % 15 % 50 %

Limbah sapi Kondisi eksisting Laju peningkatan Laju pengurangan Laju pengurangan

5 % 10 % 60 %

Berdasarkan tabel 27 di atas, bahwa skenario optimis merupakan keadaan

yang mungkin baik dan terjadi pada masa depan yang perlu diperhitungkan dengan

penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan sumber daya yang ada, serta

didukung dengan kenyakinan, komitmen, dukungan semua pihak dalam pengelolaan

Teluk Youtefa dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Skenario optimis dibangun berdasarkan keadaan (state) sumber pencemar

kunci tersebut sudah berjalan dengan skala baik untuk skenario optimis. Skenario

moderat dengan skala cukup baik. Kemudian skenario pesimis dibangun atas dasar

kondisi saat ini (existing condition), dengan pengertian bahwa walaupun sudah

melakukan usaha pengelolaan tetapi belum mengutamakan faktor-faktor penting

yang seharusnya terlebih dahulu dilaksanakan sehingga tidak memiliki arah

pengelolaan Teluk Youtefa yang memiliki visi jauh kemasa yang akan datang.

166

5.6.6. Skenario intervensi model

Analisis kebijakan dilakukan dengan cara melakukan perubahan-perubahan

terhadap parameter sistem dalam model. Analisis kebijakan merupakan bagian dari

uji sensivitas model yaitu refleksi atau respon kinerja model terhadap suatu stimulus

kebijakan. Stimulus kebijakan diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu

pada unsur atau struktur model. Jika trend kinerja model masih terkendali dan

mantap, bukan berarti tidak diperlukan intervensi, karena lingkungan sistem masa

datang terus berubah. Dampak perubahan intervensi kebijakan bersifat dinamis dan

bersifat non linier. Analisis kebijakan juga dimaksudkan untuk memahami pola

kebijakan ataupun perubahan faktor eksternal yang menjadi masukan sistem. Dalam

analisis kebijakan ini, akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan-perubahan

parameter atau kebijakan terhadap perkembangan variabel-variabel yang dikaji

Uji sensivitas model yaitu dengan membuat skenario-skenario model untuk

pengembangan perencanaan dan agenda kebijakan kedepan. Semua skenario

tersebut disimulasikan, kemudia dilakukan penajaman untuk mendapatkan hal-hal

yang diinginkan. Hasil analisis simulasi tiap skenario akan dipakai untuk membuat

peringkat skenario yang mencerminkan urutan skenario yang lebih tepat dan menjadi

pilihan dalam menyusun suatu kebijakan.

Penyusunan skenario bertujuan untuk memprediksi kemungkinan yang akan

terjadi pada masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Skenario dikembangkan dengan melakukan simulasi intervensi terhadap variabel

penduduk, limbah cair, limbah padat, dan limbah ternak babi, serta limbah sapi.

Skenario yang dikaji adalah berbagai alternatif intervensi yang dapat dikategorikan

sebagai skenario pesimis, moderat, dan optimis.

5.6.6.1. Intervensi fungsional

5.6.6.1.1. Beban limbah cair BCOD

Simulasi model dilakukan terhadap skenario di atas (tabel 27), untuk

mengetahui perilakunya masing-masing. Kajian dilakukan terhadap peubah yang

dianggap menentukan arah kebijakan pengelolaan Teluk Youtefa pada masa yang

akan datang yaitu hasil simulasi beban limbah cair BCOD Teluk Youtefa dari tiga

skenario. Ke tiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang

167

dikaji, secara umum perbedaan antar skenario mulai tampak berbeda sampai ahir

simulasi. Hasil simulasi skenario beban limbah cair BCOD Teluk Youtefa disajikan

pada gambar 76 dan lampiran 14.

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah cair BCOD

Teluk Youtefa untuk setiap skenario bahwa terjadi perbedaan diantara ke tiga

skenario yang digunakan. Skenario pesimis dan skenario moderat memberikan

tingkat pencemaran yang tinggi dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario

optimis memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada dibawah

tingkat pencemaran kondisi eksisting. Gambaran umum proyeksi beban pencemaran

masing-masing skenario adalah sebagai berikut:

1. Skenario Pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah cair BCOD Teluk Youtefa

adalah 1.302,23 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 2.095,95

ton, tahun 2024 adalah 2.194,54 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.255,90 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario pesimis berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario

lainnya.

2. Skenario Moderat (SM)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah cair BCOD Teluk Youtefa

adalah 1.302,23 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 1.932,10

TAHUN

LBH_CAIR_EXI1

LBHCAIRSP462

LBHCAIRSM383

LBHCAIRSO334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

12

3 4

12

3 4

12 34

123

4

12

3

4

12

3

4

12

3

4

12

4

2

4

2

4

2

4

2

Gambar 76. Prediksi jumlah limbah cair BCOD di Teluk Youtefa hasil

simulasi skenario sampai tahun 2036

168

ton, tahun 2024 adalah 2.006,97 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.053,22 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario moderat

berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

skenario optimis.

3. Skenario Optimis (SO)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah cair BCOD Teluk Youtefa

adalah 1.302,23 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 1.835,74

ton, tahun 2024 adalah 1.897,40 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.935,32 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario optimis berdasarkan

skenario model adalah rendah jika dibandingkan dengan skenario moderat.

5.6.6.1.2. Limbah KJA

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah KJA Teluk

Youtefa untuk setiap skenario bahwa tidak terjadi perbedaan yang mencolok diantara

ke tiga skenario yang digunakan mulai simulasi sampai tahun 2036. Skenario

pesimis dan skenario moderat memberikan tingkat pencemaran yang tinggi

dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario optimis memiliki proyeksi tingkat

pencemaran yang rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi eksisting

(gambar 77 dan lampiran 15).

TAHUN

LBH_KJA_EX1

LBHKJASP462

LBHKJASM383

LBHKJASO334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

7

8

9

10

11

12

12

34

1

2 3

4

12 3

4

123

4

12

3

4

12

3

4

12

3

4

2

4

2

4

1

2 2

4

Gambar 77. Prediksi jumlah beban limbah KJA di Teluk Youtefa hasil

simulasi skenario sampai tahun 2036

169

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran KJA Teluk Youtefa adalah 6,91

ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 11,11 ton, tahun 2024

adalah 11,64 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 11,96 ton. Peningkatan total sumber pencemar KJA

di Teluk Youtefa skenario pesimis berdasarkan skenario model adalah yang paling

tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran KJA Teluk Youtefa adalah 6,91

ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 10,25 ton, tahun 2024

adalah 10,64 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 10,89 ton. Peningkatan total sumber pencemar KJA

di Teluk Youtefa skenario moderat berdasarkan skenario model adalah yang paling

tinggi jika dibandingkan dengan skenario pesimis

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran KJA Teluk Youtefa adalah 6,91

ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 9,74 ton, tahun 2024

adalah 10,06 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 10,26 ton. Pengurangan total sumber pencemar KJA

di Teluk Youtefa skenario optimis berdasarkan skenario model adalah tinggi jika

dibandingkan dengan skenario lainnya.

5.6.6.1.3. Limbah ternak babi

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah ternak babi

Teluk Youtefa untuk setiap skenario bahwa tidak terjadi perbedaan yang mencolok

diantara ke tiga skenario yang digunakan mulai simulasi sampai ahir simulasi tahun

2036. Skenario pesimis dan skenario moderat memberikan tingkat pencemaran yang

tinggi dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario optimis memiliki proyeksi

tingkat pencemaran yang rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi

eksisting (78 dan lampiran 16).

170

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah ternak babi Teluk

Youtefa adalah 646,65 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

1.040,79 ton, tahun 2024 adalah 1.089,76 ton. Total sumber pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.120,22 ton.

Peningkatan total sumber pencemar limbah ternak babi di Teluk Youtefa skenario

pesimis berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan keduga skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah ternak babi Teluk

Youtefa adalah 646,65 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

959,44 ton, tahun 2024 adalah 996,61 ton. Total sumber pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.019,58 ton.

Peningkatan total sumber pencemar limbah ternak babi di Teluk Youtefa skenario

moderat berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah ternak babi Teluk

Youtefa adalah 646,65 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

923,62 ton, tahun 2024 adalah 942,20 ton. Total sumber pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 961,03 ton.

TAHUN

LBH_BABI_EX1

LBHBABISP462

LBHBABISM383

LBHBABIS0334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

700

800

900

1,000

1,100

12

3 4

123 4

12 34

123

4

12

34

12

34

123

2 2

3

Gambar 78 Prediksi jumlah beban limbah babi di Teluk Youtefa hasil

simulasi skenario sampai tahun 2036

171

Pengurangan total sumber pencemar limbah babi di Teluk Youtefa skenario optimis

berdasarkan skenario model adalah tinggi jika dibandingkan dengan skenario

pesimis dan moderat.

5.6.6.1.4. Limbah ternak sapi

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah ternak sapi

Teluk Youtefa untuk setiap skenario bahwa tidak terjadi perbedaan yang mencolok

diantara ke tiga skenario yang digunakan mulai simulasi sampai akhir simulasi tahun

2036. Skenario pesimis dan skenario moderat memberikan tingkat pencemaran yang

tinggi dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario optimis memiliki proyeksi

tingkat pencemaran yang rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi

eksisting (79 dan lampiran 17).

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah sapi Teluk Youtefa adalah

3.136,10 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 5.047,59 ton,

tahun 2024 adalah 5.285,04 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 5.432,80 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah sapi di Teluk Youtefa skenario pesimis berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario

lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

TAHUN

LBH_SAPI_EX1

LBHSAPISP462

LBHSAPISM3

LBHSAPISO334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

3,500

4,000

4,500

5,000

5,500

12

3 4

12

3 4

12 34

123

4

12

34

12

34

12

34

21

22

22

Gambar 79 Prediksi jumlah beban limbah sapi di Teluk Youtefa

hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

172

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah ternak sapi Teluk Youtefa

adalah 3.136,10 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 4.653,01

ton, tahun 2024 adalah 4.833,30 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 4.944,69 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah ternak sapi di Teluk Youtefa skenario moderat berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan skenario optimis

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah sapi Teluk Youtefa

adalah 3.136,10 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 4.420,95

ton, tahun 2024 adalah 4.569,43 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 4.660,76 ton. Pengurangan total

sumber pencemar limbah ternak sapi di Teluk Youtefa skenario optimis berdasarkan

skenario model adalah tinggi jika dibandingkan dengan skenario pesimis dan

moderat.

5.6.6.1.5. Limbah padat

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah padat Teluk

Youtefa untuk setiap skenario bahwa tidak terjadi perbedaan yang mencolok diantara

ke tiga skenario yang digunakan mulai simulasi sampai akhir simulasi tahun 2036.

Skenario pesimis dan skenario moderat memberikan tingkat pencemaran yang tinggi

dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario optimis memiliki proyeksi tingkat

pencemaran yang rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi eksisting

(gambar 80 dan lampiran 18).

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

TAHUN

LBH_PADAT_EX1

LBHPADATS462

LBHPADATSM383

LBHPADATSO334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

2,000

2,500

3,000

3,500

12

34

12

3 4

12 34

123

4

12

34

12

34

123

2 2 2

Gambar 80 Prediksi jumlah beban limbah padat di Teluk Youtefa hasil simulasi skenario

sampai tahun 2036

173

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah padat Teluk Youtefa

adalah 1.973,07 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 3.175,67

ton, tahun 2024 adalah 3.325,07 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 3.418,03 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah padat di Teluk Youtefa skenario pesimis berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario

lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah padat Teluk Youtefa

adalah 1.973,07 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 2.927,43

ton, tahun 2024 adalah 3.040,86 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 3.110,94. Peningkatan total

sumber pencemar limbah padat di Teluk Youtefa skenario moderat berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan skenario optimis

3. Skenario optimis (SO).

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah padat Teluk Youtefa

adalah 1.973,07 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 2.818,16

ton, tahun 2024 adalah 2.874,85 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.932,30 ton. Pengurangan total

sumber pencemar limbah padat di Teluk Youtefa skenario optimis berdasarkan

skenario model adalah tinggi jika dibandingkan dengan skenario pesimis dan

moderat.

5.6.6.1.6. Tinja Penduduk

Berdasarkan simulasi model total sumber pencemaran limbah tinja

penduduk Teluk Youtefa untuk setiap skenario bahwa tidak terjadi perbedaan yang

mencolok diantara ke tiga skenario yang digunakan mulai simulasi sampai akhir

simulasi tahun 2036. Skenario pesimis dan skenario moderat memberikan tingkat

pencemaran yang tinggi dibandingkan dengan skenario optimis. Skenario optimis

memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada dibawah tingkat

pencemaran kondisi eksisting (gambar 81 dan lampiran 19).

174

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah tinja penduduk di Teluk

Youtefa adalah 5,00 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 8,05

ton, tahun 2024 adalah 8,43 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 8,67 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah tinja di Teluk Youtefa skenario pesimis berdasarkan

skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario

lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah tinja penduduk di Teluk

Youtefa adalah 5,00 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 7,42

ton, tahun 2024 adalah 7,71 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 7,89 ton. Peningkatan total

sumber pencemar limbah tinja penduduk di Teluk Youtefa skenario moderat

berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total sumber pencemaran limbah tinja penduduk di Teluk

Youtefa adalah 5,00 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 7,05

ton, tahun 2024 adalah 7,29 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 7,44 ton. Peningkatan total

TAHUN

LBH_TINJA_EX1

LBHTINJASP462

LBHTINJASM383

LBHTINJASO334

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

5

6

7

8

12

34

1

2 3

4

1

2

34

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

2

4

1

2

4

2

4 4

Gambar 81. Prediksi jumlah beban limbah tinja penduduk di Teluk Youtefa

hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

175

sumber pencemar limbah tinja di Teluk Youtefa skenario optimis berdasarkan

skenario model adalah rendah jika dibandingkan dengan skenario pesimis dan

moderat.

Hasil simulasi model total sumber beban pencemar menunjukkan bahwa

skenario optimis berdampak terhadap penurunan limbah cair BCOD pada kondisi

eksisting dari 2.127,14 ton menjadi 1.935,32 ton, limbah KJA pada kondisi eksisting

berkurang dari 11,28 ton menjadi 10,89 ton, limbah ternak babi pada kondisi

eksisting berkurang dari 5.122,72 ton menjadi 4.660,76 ton, dan limbah sapi pada

kondisi eksisting berkurang dari 5.122,72 ton menjadi 4.660,76 ton, limbah padat

pada kondisi eksisting berkurang dari 3.222,94 ton menjadi 2.932,30 ton, limbah

tinja penduduk pada kondisi eksisting berkurang dari 8,17 ton menjadi 7,74 ton.

5.6.6.2. Intervensi struktural

5.6.6.2.1. Limbah cair BCOD

Berdasarkan simulasi model beban pencemaran limbah BCOD Teluk

Youtefa untuk setiap skenario bahwa terjadi perbedaan yang mencolok antara

skenario moderat dengan skenario optimis yang digunakan mulai simulasi sampai

tahun 2036. Skenario optimis dan skenario moderat memberikan tingkat pencemaran

yang rendah dibandingkan dengan skenario pesimis. Skenario optimis berada

dibawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (gambar 82 dan lampiran 20).

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

Gambar 82 Prediksi jumlah beban limbah BCOD di Teluk

Youtefa hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

TAHUN

LBH_CAIR_EXI1

INTSTRUKSP5_12

INTERSTRUKSM10_13

INSTRCAIR504

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

1,000

1,500

2,000

12

3

4

12 3

4

12 3

4

123

4

123

4

1 2

3

4

1 23

4 4 4 4 4 4 4

176

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah cair BCOD di Teluk

Youtefa adalah 1.367,34 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

2.057,23 ton, tahun 2024 adalah 2.2140,60 ton. Total beban pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.192,25 ton.

Peningkatan total beban pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario

pesimis berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan kedua skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah cair BCOD di Teluk

Youtefa adalah 1.172,01 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

1.861,90 ton, tahun 2024 adalah 1.945,27 ton. Total sumber pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.996,92 ton.

Peningkatan total beban pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario

moderat berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah cair BCOD di Teluk

Youtefa adalah 651,12 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah

1.341,01 ton, tahun 2024 adalah 1.424,38 ton. Total beban pencemaran terus

mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.476,03 ton.

Pengurangan total beban pencemar limbah cair BCOD di Teluk Youtefa skenario

optimis berdasarkan skenario model adalah tinggi jika dibandingkan dengan pesimis.

5.6.6.2.2. Limbah padat

Berdasarkan simulasi model beban pencemaran limbah padat untuk setiap

skenario bahwa terjadi perbedaan yang mencolok antara skenario moderat dan

skenario optimis yang digunakan mulai simulasi sampai tahun 2036. Skenario

optimis memberikan tingkat pencemaran yang rendah dibandingkan dengan kedua

skenario lainnya. Skenario optimis memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang

rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (gambar 83 dan

lampiran 21).

177

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah padat adalah 2.071,72 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 3.117,01 ton, tahun 2024

adalah 3.243,34 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 3.321 ton (gambar 83/lampiran 21). Peningkatan

total beban pencemar limbah sampah skenario pesimis berdasarkan skenario model

adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 tot98al beban pencemaran limbah padat di Teluk Youtefa

adalah 1.652,75 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 2.698,04

ton, tahun 2024 adalah 2.824,37 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.902,62 ton (gambar

83/lampiran 21). Peningkatan total beban pencemar limbah padat skenario moderat

berdasarkan skenario model adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah padat adalah 789,23 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 1.834,52 ton, tahun 2024

adalah 1.960,85 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 2.039,10 ton (gambar 83/lampiran 21). Pengurangan

TAHUN

LBH_PADAT_EX1

INTERSTRUKSP52

INTERSTRUKSM103

INTERSTRUKSO604

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

12

3

4

12

3

4

12

3

4

12

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

3

4

3

4

3

4 4 4

Gambar 83 Prediksi jumlah beban limbah padat di Teluk

Youtefa hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

178

total beban pencemar limbah padat skenario optimis berdasarkan skenario model

adalah tinggi jika dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

5.6.6.2.3. Limbah ternak babi

Berdasarkan simulasi model beban pencemaran limbah babi untuk setiap

skenario bahwa terjadi perbedaan yang mencolok antara skenario moderat dan

skenario optimis yang digunakan mulai simulasi sampai tahun 2036. Skenario

optimis memberikan tingkat pencemaran yang rendah dibandingkan dengan kedua

skenario lainnya. Skenario optimis memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang

rendah dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi eksisting (gambar

84/lampiran 22).

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah babi adalah 678,65 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 1.021,24 ton, tahun 2024

adalah 1.062,62 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 1.088,29 ton. Pengurangan total beban pencemar

limbah babi skenario pesimis berdasarkan skenario model adalah yang paling rendah

jika dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah babi di Teluk Youtefa

adalah 549,65 ton, dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 892,24 ton,

tahun 2024 adalah 931.11 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami

peningkatan hingga akhir simulasi tahun 2036 yaitu 959,29 ton. Pengurangan total

TAHUN

LBH_BABI_EX_21

INTERSRUK_SP52

INTSTRUKSM15_13

INSTRUKSO_504

2,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

400

600

800

1,000

12

3

4

12

3

4

12

3

4

12

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

1 2

3

4

3

4

1

3

4

3

4 4 4

Gambar 84 Prediksi jumlah beban limbah babi di Teluk

Youtefa hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

179

beban pencemar limbah babi skenario moderat berdasarkan skenario model adalah

yang paling rendah jika dibandingkan dengan skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah babi adalah 323,32 ton, dan

mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 665,91 ton, tahun 2024 adalah

707,31 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga akhir

simulasi tahun 2036 yaitu 731,96 ton. Pengurangan total beban pencemar limbah

babi skenario optimis berdasarkan skenario model adalah tinggi jika dibandingkan

dengan kedua skenario lainnya.

Untuk mengurangi limbah dari ternak babi dapat dilakukan mulai dari

sumbernya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Swanson RL, et al. (2010) bahwa

untuk pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai titik peralihan (seperti sungai) dan

pemerintah harus secara agresif mengurangi atau membatasi bahan pencemar dari

ternak. Lebih lanjut disebutkan bahwa pemerintah akan mengalami kegagalan

membatasi bahan pencemar apabila tidak dilakukan pengurangan mulai dari titik-

titik peralihan. Pemerintah mempunyai tanggung jawab melakukan pengelolaan

secara berkesinambungan, harus mampu melakukan tindakan secara spontan, dan

Secara sosial tidak diperlukan perdebatan, pertengkaran untuk melakukan

pengelolaan.

5.6.6.2.4. Limbah ternak sapi

Berdasarkan simulasi model beban pencemaran limbah sapi untuk setiap

skenario bahwa terjadi perbedaan yang mencolok antara skenario moderat dan

skenario optimis yang digunakan mulai simulasi sampai tahun 2036. Skenario

optimis memberikan pengurangan tingkat pencemaran yang tinggi dibandingkan

dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis memiliki proyeksi penurunan

tingkat pencemaran yang tinggi dan berada dibawah tingkat pencemaran kondisi

eksisting (gambar 85/lampiran 23).

TAHUN

LBH_SAPI_EX_21

INSTRSP52

INSTRSM103

INSTRKSO6042,006 2,012 2,018 2,024 2,030 2,036

2,000

3,000

4,000

5,000

12 3

4

12 3

4

12

3

4

1 23

4

1 23

4

1 2

4 4 4 4 4 4 4 4

Gambar 85 Prediksi jumlah beban limbah sapi di Teluk

Youtefa hasil simulasi skenario sampai tahun 2036

180

Gambaran umum proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pesimis (SP)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah sapi adalah 3.292,91 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 4.954,36 ton, tahun 2024

adalah 5.155,14 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 5.279,53 ton. Pengurangan total beban pencemar

limbah sapi skenario pesimis berdasarkan skenario model adalah yang paling sedikit

jika dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

2. Skenario moderat (SM)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah sapi adalah 2.822,49 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 4.483,94 ton, tahun 2024

adalah 4.684,72 ton. Total sumber pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 4.809,11 ton. Pengurangan total beban pencemar

limbah sapi skenario moderat berdasarkan skenario model adalah yang paling sedikit

jika dibandingkan dengan skenario optimis.

3. Skenario optimis (SO)

Pada tahun 2006 total beban pencemaran limbah sapi adalah 1.254,44 ton,

dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 adalah 2.915,89 ton, tahun 2024

adalah 3.116,87 ton. Total beban pencemaran terus mengalami peningkatan hingga

akhir simulasi tahun 2036 yaitu 3.241,06 ton. Pengurangan total beban pencemar

limbah sapi skenario optimis berdasarkan skenario model adalah tinggi jika

dibandingkan dengan kedua skenario lainnya.

Jika dibandingkan antara intervensi fungsional terhadap pertumbuhan

penduduk dan intervensi struktural terhadap beban pencemaran memberikan hasil

yang sangat berbeda terhadap pengurangan beban pencemaran dari kondisi eksisting

ke skenario optimis yaitu

1. Limbah cair BCOD dengan melakukan intervensi fungsional hingga ahir

simulasi berkurang dari 2.127,14 ton menjadi 1.935,32 ton, sedangkan intervensi

struktural berkurang dari 2.127 ton menjadi 1.476,03 ton.

181

2. Limbah babi dengan melakukan intervensi fungsional hingga ahir simulasi

berkurang dari 1.056,29 ton menjadi 961,03 ton, sedangkan intervensi struktural

berkurang dari 1.056,29 ton menjadi 732,96 ton.

3. Limbah sapi dengan melakukan intervensi fungsional hingga ahir simulasi

berkurang dari 5.122,72 ton menjadi 4.660,76 ton, sedangkan intervensi

struktural berkurang dari 5.122,72 ton menjadi 3.241,06 ton.

4. Limbah padat dengan melakukan intervensi fungsional hingga ahir simulasi

berkurang dari 3.222,94 ton menjadi 2.932,30 ton, sedangkan intervensi

struktural berkurang dari 3.222,94 ton menjadi 2.039,10 ton.

5.7. Analisis kebijakan alternatif pengelolaan Teluk Youtefa

Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting terhadap parameter fisik-

kimia perairan Teluk Youtefa menunjukkan bahwa beberapa parameter seperti TSS,

NO3 telah melampaui ambang batas KMA untuk biota air laut. Hal tersebut juga

mengindikasikan bahwa pencemaran bahan organik dari limbah domestik menjadi

sumber pencemar utama yang perlu mendapat prioritas penanganan dalam upaya

pengelolaan Teluk Youtefa. Hasil analisis status kualitas perairan juga menunjukkan

bahwa perairan Teluk Youtefa berada dalam kondisi tercemar sedang sampai

tercemar berat, maka memerlukan upaya penurunan total sumber pencemar dan total

beban pencemara. Oleh sebab itu untuk mengurangi total sumber pencemaran dan

beban pencemaran serta pemulihan perairan Teluk Youtefa perlu dirumuskan

beberapa strategi kebijakan dalam upaya pengelolaan Teluk Youtefa. Ada beberapa

strategi kebijakan pengelolaan Teluk Youtefa, namun yang penting adalah

mengurangi atau mereduksi total sumber pencemar dari sumbernya, cara

pengumpulan, maupun pembersihan limbah domestik.

Strategi kebijakan pengelolaan Teluk Youtefa disesuaikan dengan hasil

skenario berdasarkan expert judgment dan disesuaikan dengan hasil simulasi model

yang ada. Oleh sebab itu kebijakan yang diambil adalah diprioritaskan skenario

optimis, karena skenario tersebut dapat menggambarkan keberlanjutan perairan

Teluk Youtefa pada masa yang akan datang.

Adapun strategi kebijakan pengelolaan Teluk Youtefa berdasarkan

prioritas pada masing-masing faktor pengungkit (leverage factor) sebagai berikut.

1. Kebijakan penyebaran penduduk

182

Distribusi penduduk antar wilayah kecamatan seyogyanya diatur dalam

Perda RTRW Kota Jayapura. Untuk mewujudkan optimalisasi rencana pemanfaatan

ruang sesuai daya dukung lingkungan, maka model strategi penyebaran penduduk di

Kota Jayapura sampai tahun 2036 syogyanya dibatasi. Asumsi pertumbuhan

penduduk 4,1 % pada skenario pesimis diprediksi pada tahun 2036 berjumlah

107.431 jiwa atau sekitar 3.545 jiwa pertahun.

2. Kebijakan pengendalian laju pertumbuhan penduduk

Kebijakan pengendalian laju pertumbuhan penduduk bisa dilaksanakan

seperti metode di RRC dengan cara paksa bahwa satu anak cukup dan wajib

sterilisasi, tetapi di Indonesia kebijakan keluarga berencana masih bersifat persuasif.

Melakukan pemberian layanan keluarga berencana dan jaminan persalinan secara

gratis untuk 2 anak, menunda masa perkawinan, program yustisi kependudukan dan

mengaktifkan kembali program transmigrasi. Kebijakan lain adalah dukungan

program penciptaan lapangan kerja baru di daerah pedesaan dan antar pemerintah di

daerah.

Kemudian diperlukan program terpadu sehingga pertumbuhan ekonomi antar

wilayah tidak timpang sehingga distribusi migrasi penduduk lebih proporsional,

program tersebut dilakukan pada 30 tahun kedepan. Mendukung kebijakan nasional

untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan ini layak atau dapat

dilaksanakan karena secara teoritis dan historis, terbukti Indonesia telah berhasil

menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia

adalah 1,5% pertahun pada periode 1930 – 1961; kemudian 2,1% per tahun periode

1961 – 1971 dan 2,3% per tahun periode 1971 – 1980, serta 1,3% periode 1980

sampai sekarang. (Soerjani et al 2008). Menurut Menteri kordinator kesehatan

keseharan rakyat dengan adanya revitalisasi program keluarga nasional, angka itu

diharapkan bisa ditekan menjadi 1,1% per tahun.

Program keluarga berencana pada era pemerintahan Presiden Soeharto

mengalami kesuksesan dan diakui dunia Internasional. Hal tersebut dibuktikan,

program keluarga berencana Indonesia mendapat penghargaan dari Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB). Kemudian Indonesia sebagai tempat belajar delegasi

Internasional dalam pengelolaan program keluarga berencana, seperti delegasi dari

Vietnam, Kamboja, Yaman, Kenya dan Etiopia. Tahun 1988 hingga 2008 sedikitnya

183

5000 peserta dari negara asing pernah belajar pengelolaan program keluarga

berencana di Indonesia.

3. Kebijakan minimasi limbah

Kebijakan minimasi limbah dapat dilakukan dengan cara implementasi

peraturan mengenai pencemaran. Pengurangan total sumber pencemar dan total

beban pencemaran dari sumbernya dapat dilakukan melalui penerapan peraturan

pencemaran air oleh para stakeholders. Upaya yang bisa dilakukan adalah reduksi

beban pencemaran melalui penetapan daya tampung beban pencemaran, membuat

peraturan daerah agar penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran dapat

ditegakkan dengan konsisten; mewajibkan penegakan hukum terhadap usaha-usaha

yang terbukti nyata menimbulkan pencemaran terhadap Teluk Youtefa; mewajibkan

usaha yang membuang air limbah ke Teluk Youtefa untuk memiliki kelayakan

lingkungan; dan rencana tata ruang wilayah kota untuk bangunan disesuaikan

dengan kesesuaian lahan. Kemudian adanya komitmen yang tegas dari pemerintah

daerah.

Berdasarkan hasil analisis bahwa status kualitas air perairan Teluk Youtefa

kategori tercemar sedang dan berat, artinya bahwa membutuhkan perhatian dari

pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya pengendalian pencemaran perairan

Teluk Youtefa secara baik, dan konsisten. Dukungan pemerintah daerah dapat

berupa: memperketat sistem perijinan pembuangan limbah; penegakan hukum yang

dapat dilakukan melalui sistem pengawasan pembuangan limbah cair domestik ke

badan air/saluran dengan cara memasang meteran air untuk menghindari

pembuangan air limbah yang berlebihan serta memberi sanksi secara tegas kepada

pengusaha yang mencemari perairan. Pengetatan baku mutu limbah cair untuk

kegiatan komersial. Dalam hal ini dukungan pemerintah daerah dapat berupa

bantuan teknologi pengolahan limbah, pengadaan sarana dan prasarana kerja

operasional dalam sistem informasi pengendalian pencemaran air, fasilitas

pengolahan limbah cair, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, MCK

umum, dan fasilitas sanitasi lainnya. Kemudian melakukan pemantauan dan evaluasi

secara berkala perubahan mutu air Teluk Youtefa. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan menetapkan kualitas parameter fisik, kimia dan biologi pencemar air melalui

184

monitoring terhadap konsentrasi pencemar. Selanjutnya melakukan program kerja

pengendalian pencemaran air jangka pendek, menegah, dan jangka panjang.

Kebijakan lain adalah sistem dan kapasitas kelembagaan, diperlukan

koordinasi yang efektif agar setiap sektor dalam menyusun program yang dibuat

tidak bersifat parsial dan sektoral, sehingga menghindari terjadi tumpang tindih

bahkan yang saling tidak mendukung (dalam pemberian ijin antara perindusrian

pemberi ijin dan badan lingkungan hidup daerah pemberi ijin pembuangan limbah

cair).

Strategi kebijakan terkait sistem dan kapasitas kelembagaan adalah

meningkatkan keterpaduan pengelolaan melalui peningkatan koordinasi antar sektor

yang terkait yaitu: memperbaiki kualitas kinerja badan lingkungan hidup Kota

Jayapura dan instansi terkait dalam kegiatan pemantauan kualitas limbah

industri/domestik dan sumber air. Pembentukan forum koordinasi yang melibatkan

seluruh dinas terkait kegiatan pengelolaan perairan Teluk Youtefa untuk menyusun

kerangka keberlanjutan kelembagaan meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, serta

strategi pengelolaan, termasuk didalamnya program implementasi kebijakan dalam

jangka pendek, menengah, dan jangka panjang; Pemberdayaan masyarakat melalui

kerjasama dengan lembaga adat, ondoapi, perguruan tinggi, dan dunia usaha;

Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi penncemaran air yang diintegrasikan

dengan sistem informasi lingkungan Teluk Youtefa dari aspek biofisik dan sosial

ekonomi masyarakat untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan Teluk

Youtefa.

Kebijakan lain agar dimensi pembangunan berkelanjutan Teluk Youtefa

dapat terlaksana diperlukan perhatian pada dimensi ekologis, bahwa sumberdaya

yang ada dikelola agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas. Teluk Youtefa

yang berfungsi juga sebagai penerima limbah dari berbagai ekosistem memerlukan

peningkatan kemampuan dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia sehingga

menjadi suatu kondisi yang aman. Salah satu syarat yang dapat menjamin

tercapainya keberlanjutan Teluk Youtefa adalah keharmonisan spasial, kapasitas

asimilasi, dan pemanfaatan berkelanjutan.

Kemudian dimensi sosial ekonomi, menyajikan informasi tentang daya

dukung Teluk Youtefa bahwa pembangunan harus dikelola sehingga total

permintaan (demand) terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak

185

melampaui kemampuan suplai. Oleh karena itu, selain mengendalian jumlah

penduduk, kebijakan yang mendesak dilakukan adalah mengurangi kesenjangan

kesejahteraan masyarakat, artinya bahwa secara sosial ekonomi konsep

pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari

pemanfaatan suatu wilayah diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Selain dimensi ekologi dan sosial ekonomi, diperlukan dimensi sosial

politik, hukum dan kelembagaan. Pada umumnya pihak yang menderita akibat

kerusakan bukanlah pembuat kerusakan melainkan pihak lain atau masyarakat

miskin dan lemah dan dampak dari suatu kerusakan atau pencemaran biasanya

muncul setelah beberapa waktu. Oleh karena itu, kondisi politik yang demokratis

dan transparan mutlak diperlukan. Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri setiap warga Kota Jayapura untuk

tidak merusak Teluk Youtefa. Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi

melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan

konsisten, serta diikuti dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada

setiap warga masyarakat.