V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Eksisting Perairan ... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... (ii)...
Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Eksisting Perairan ... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... (ii)...
101
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya
Evaluasi kondisi eksisting perairan Kali Surabaya dilakukan dengan cara
membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia kualitas air dari contoh
air yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku, yaitu mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kali Surabaya telah ditetapkan sebagai
badan air golongan B (berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 187
Tahun 1988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jawa Timur), yaitu sebagai bahan
baku air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (sama dengan kelas 1
berdasarkan Peraturan Daerah Jatim Nomor 2 Tahun 2008), maka berdasarkan
peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan Kriteria
Mutu Air (KMA) kelas 1.
5.1.1 Suhu Air
Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua aspek
ekologi sungai serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin
tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen
terlarut akan menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati.
Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air, tutupan
vegetasi di sempadan sungai dan kekeruhan air. Suhu perairan juga dapat
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air.
Pada umumnya, semakin tinggi suhu akan semakin cepat proses berlangsungnya
reaksi kimia. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawa-
senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik.
Hasil pengukuran suhu air diperlihatkan pada Gambar 13. Nilai suhu air
Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah, dan zona hilir. Secara
umum, suhu rata-rata perairan Kali Surabaya berkisar antara 28.54 – 29.56 oC,
dengan rata-rata keseluruhan 28.99 oC. Nilai suhu tertinggi terdapat di Karang
Pilang (32.50 oC) dan nilai terendah terdapat di Gunungsari, Tambangan Cangkir,
dan Jembatan Jrebeng (27.00 oC). Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei &
George (2009), yang menyatakan bahwa suhu air sungai di daerah tropis
umumnya bervariasi antara 25 oC dan 35 oC.
102
26.00
27.00
28.00
29.00
30.00
31.00
32.00
33.00
Periode Pengamatan
Suhu (oC)
GS 29.00 28.50 31.50 29.50 27.00
JS 28.90 29.00 31.90 29.00 27.50
KP 29.80 29.00 32.50 29.00 27.50
TB 28.80 29.50 29.60 29.00 27.50
TC 28.50 28.40 29.80 29.00 27.00
JJ 28.00 29.60 29.50 29.00 27.00
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 13 Profil suhu perairan Kali Surabaya.
Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara,
perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan
cuaca pada saat pengukuran.
28,59 28,7329,50
29,80 29,60
32,5031,90
31,50
29,62
27,00
28,00
29,00
30,00
31,00
32,00
33,00
34,00
35,00
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak Upstream (km)
Su
hu
Gambar 14 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km).
Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti Kali
Surabaya sebelumnya. Bapedal Jatim (2006) melaporkan rentang suhu Kali
Surabaya 28 – 31.7 oC, BLH Kota Surabaya (2008) antara 29.6 – 30.3 oC, dan
PJT I (2009) antara 28.0 – 31.9 oC. Secara umum suhu perairan Kali Surabaya
103
memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas 1 dan dapat digunakan sebagai sumber
air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 oC.
5.1.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk
keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan
lainnya. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa
dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia
dalam badan air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan
dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al. (2008), pertumbuhan organisme
perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6.5 – 8.2. Kategori pH
dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤ 6 (bersifat asam)
atau mendekati nilai ≥ 9 (bersifat basa). Derajat keasaman yang dianjurkan
menurut baku mutu air minum kelas 1 adalah pada kisaran 6 – 9.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH air Kali Surabaya berfluktuasi
dari zona hulu, zona tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air
normal yaitu pH 6 – 9. Nilai rata-rata pH air Kali Surabaya pada enam titik
pengamatan berkisar antara 6.85 - 6.98, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.91.
Nilai pH tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (pH 7.60), sedangkan nilai pH
terendah terdapat di Stasiun Tambangan Bambe (pH 5.90). Variasi nilai pH yang
teramati dalam penelitian ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya yang
dilakukan oleh Ekeh dan Sikoki (2003) di sungai Calabar, Ansa (2005) di Delta
Niger, dan Abowei dan George (2009) di sungai Bonny yang mencatat nilai pH
antara 6.68 – 7.03. Fluktuasi nilai pH pada air sungai menurut Siradz et al. (2008)
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik.
Meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan
CO2
Secara umum pH perairan Kali Surabaya masih berada pada kisaran yang
aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1
yang mensyaratkan nilai pH antara 6-9. Gambar 15 menampilkan variasi pH
jika mengalami proses penguraian, (ii) bahan anorganik atau limbah
anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam
mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, (iii) basa dan
garam basa dalam air, (iv) hujan asam akibat emisi gas.
104
perairan Kali Surabaya (profil pH) pada setiap titik pengamatan selama periode
Agustus – Desember 2009.
5,505,705,906,106,306,506,706,907,107,307,507,707,90
Periode Pengamatan
pH
GS 6,99 6,80 6,43 6,98 7,10
JS 6,91 6,83 6,66 7,10 7,01
KP 7,10 7,10 6,68 6,80 7,10
TB 7,10 5,90 6,66 7,50 7,10
TC 7,00 7,20 6,35 7,10 6,90
JJ 7,10 6,90 6,41 7,60 6,90
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 15 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter pH).
Untuk melihat profil pH Kali Surabaya antara hulu-tengah-hilir dapat dilihat
hasil pengukuran pH di 9 titik pengamatan mulai Jembatan Canggu (km 40.40)
hingga Dam Jagir/Ngagel (km 0) seperti ditunjukan pada Gambar 16.
6,56
6,12
6,416,35
6,66 6,68 6,66
6,43
6,05
5,90
6,00
6,10
6,20
6,30
6,40
6,50
6,60
6,70
6,80
40,40 35,20 24,10 15,60 12,00 8,25 6,50 2,60 0,00
Jarak upstream (km)
pH
Gambar 16 Profil kualitas air (pH) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream.
Fluktuasi nilai pH pada setiap lokasi pengamatan diduga juga dapat
disebabkan oleh perbedaan waktu dilakukannya pengambilan contoh dan
pengaruh masukkan pencemar industri yang juga bersifat fluktuatif. Rata-rata
105
nilai pH air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti
sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai pH Kali Surabaya
yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km 2.70 hingga km
23.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri
tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH3COOH) untuk
memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar pH air limbah rendah dan
bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (2008), masalah utama yang terkait
dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping
pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH
perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal
ini menyebabkan logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan
menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya.
5.1.3 Konduktivitas
Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas
dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada
suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai
DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar 1 μS/cm. Perairan alami
memiliki nilai DHL sekitar 20 – 1500 μS/cm, sedangkan perairan laut memiliki
nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah
industri memiliki nilai DHL mencapai 10 000 μS/cm.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik
pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar 462.6 –
530.6 μS/cm, dengan rata-rata keseluruhan 491.47 μS/cm. Nilai rata-rata DHL
tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 μS/cm) dan terendah di
Jembatan Jrebeng (462.6 μS/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya
berada di bawah KMA kelas 1, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500
μS/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA
kelas 1. Gambar 17 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan.
106
400
450
500
550
600
650
700
Periode Pengamatan
D H L(uS/cm)
GS 505 485 477 423 487
JS 543 522 478 427 486
KP 532 517 474 443 483
TB 530 590 475 513 545
TC 512 639 457 429 459
JJ 465 473 460 439 476
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng
Gambar 17 Profil konduktivitas Kali Surabaya.
Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah
dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 2009 mulai
Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti
ditunjukkan pada Gambar 18.
429
459 460457
473 474478 477
485
420
430
440
450
460
470
480
490
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)
D H L(uS/cm)
Gambar 18 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL)
berdasarkan jarak upstream.
Secara umum terdapat kecenderungan peningkatan nilai DHL pada zona
hulu ke hilir dari 429 μS/cm (hulu) menjadi 485 μS/cm (hilir). Hasil penelitian ini
sesuai pendapat Abowei dan George (2009) dan Alam et al. (2007), yang
107
menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai
DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait
dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran
sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan
industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (1989), yang
mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garam-
garam terlarut (seperti garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan
padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan
daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air.
5.1.4 Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-partikel tersuspensi berupa lumpur
dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan
tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan tersuspensi
mengandung bahan organik dan anorganik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi (TSS) di
perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara 56.67 – 74.67 mg/l, dengan nilai
rata-rata keseluruhan adalah 65.01 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di
Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l) dan terendah di Tambangan Cangkir (56.67 mg/l).
Fakta lain yang teramati adalah pada musim hujan terjadi peningkatan nilai TSS
secara signifikan dari rata-rata 28.25 – 60.48 mg/l pada periode Agustus-
Nopember (musim kemarau) menjadi 153.05 mg/l periode Desember (musim
hujan). Tingginya kadar TSS di Kali Surabaya disebabkan oleh banyaknya
partikel-partikel tersuspensi yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-
jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa
ke dalam badan air atau akibat pengendapan dan pembusukan bahan organik yang
bersumber dari limbah pemukiman dan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat
Alam et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai TSS ini disebabkan
oleh keberadaan lumpur (silt) dan partikel-partikel lempung (clay) yang
meningkat di air sungai. Hasil pengukuran TSS Kali Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 19.
Baku mutu air tahun 2001 menetapkan bahwa kadar maksimum TSS yang
diperbolehkan dalam penggunaan air kelas 1 adalah 50 mg/l. Dengan demikian,
secara umum Kali Surabaya tidak layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku
108
air minum.
0
2040
6080
100
120140
160180
200
Periode Pengamatan
TSS (mg/l)
GS 65.20 34.00 22.00 45.00 166.35
JS 24.00 20.00 34.00 56.00 163.07
KP 74.00 28.30 36.00 37.00 165.60
TB 68.64 38.00 55.00 38.00 123.53
TC 64.33 19.20 39.00 39.70 121.10
JJ 66.71 30.00 48.00 50.00 178.63
BM-TSS 50 50 50 50 50
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-TSS: Baku Mutu TSS
Gambar 19 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya.
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan
menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai
makanan. Menurut Adedokun et al. (2008), padatan tersuspensi yang tinggi akan
mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan
mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses
fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan
mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung
TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring
oleh insang.
5.1.5 Kandungan Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air kunci yang
menggambarkan kondisi kesegaran air. Menurut Raja et al. (2008), kadar DO
menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status
oksigen dalam badan air. Kadar DO dalam perairan alami biasanya kurang dari 10
mg/l. Kandungan DO merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme
109
perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital
bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor
pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang
tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut
karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan
kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik,
penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang
akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH4), amoniak
(NH3) atau hidrogen sulfida (H2S) (Bapedal 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di
perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi
dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan
Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang
(2.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar 3.24 - 5.44 mg/l, dengan nilai rata-rata
keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian
Bapedal (2006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai
DO berkisar 0.77 – 1.87 mg/l, PJT I (2008) pada titik pantau Gunungsari, Karang
Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar 2.91 – 3.78 mg/l dan Maulidya
dan Karnaningroem (2010) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen
Gunungsari-Jagir sebesar 2 – 5 mg/l. Menurut Akan et al. (2010), standar DO
yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l,
di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan.
Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah 2 mg/l menyebabkan kematian
pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO
ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara
periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran
(mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi
dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.
110
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
Periode Pengamatan
Kadar DO(mg/l)
GS 3.2 3.5 3.8 3.0 3.2
JS 3.4 3.2 2.5 3.2 3.9
KP 3.4 3.4 3.8 3.2 4.0
TB 3.6 3.4 3.6 3.9 4.8
TC 4.9 4.8 3.9 5.4 5.5
JJ 5.9 5.9 4.6 4.8 6.0
BM-DO 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-DO : Baku Mutu DO
Gambar 20 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO.
Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA
kelas 1 yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan
gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik
yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (2005)
yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat
kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah
maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena
semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin
banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu,
menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang
berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah.
Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada
Gambar 21 berikut:
111
6.6
5.5
4.6
3.93.6 3.8
2.5
3.8
2.7
22.5
33.5
44.5
55.5
66.5
7
40.4 35.2 24.1 15.6 12 8.25 6.5 2.6 0
Jarak Upstream (km)
Kadar DO(mg/l)
DO terukur Baku Mutu-DO
Gambar 21 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) pada bulan Oktober berdasarkan jarak upstream. Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir
dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah 2.5
mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar 21). Kecenderungan serupa juga
dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (2005) dan Davies et al. (2008). Menurut
Ayoade et al. (2006) dan Siradz et al. (2008), kadar DO yang lebih rendah pada
zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar
terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan
sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya
tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi
karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang
disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi
sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu,
peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan
larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air
sehingga meningkatkan kekeruhan.
5.1.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
BOD adalah kebutuhan oksigen untuk mendegradasi bahan organik menjadi
anorganik tidak stabil kemudian menjadi senyawa lebih stabil. Besaran BOD
digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan.
Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar
112
jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang
mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran.
Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan
dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar 22). Nilai BOD Kali Surabaya
pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara 3.35 - 10.75 mg/l, dengan
nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH
(2008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo)
dengan nilai BOD 3.50 – 5.51 mg/l, PJT I (2010) di titik pantau Karang Pilang
dengan nilai BOD 3.33 – 17.75 mg/l, Gunungsari 3.07 – 6.03 mg/l dan Jagir 3.12
– 14.85 mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan
Karnaningroem (2010) di segmen Gunungsari – Jagir dengan nilai BOD berkisar
11 – 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas
ambang batas KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai BOD maksimum 2 mg/l.
Menurut Siradz et al. (2008), nilai BOD yang tinggi secara langsung
mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak
langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang
tersuspensikan.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Periode Pengamatan
B O D(mg/l)
GS 3.22 2.64 2.79 1.92 6.17
JS 4.95 2.52 3.09 4.22 5.17
KP 3.77 3.21 3.72 3.13 5.81
TB 4.07 35.63 3.15 4.94 5.98
TC 2.75 2.78 3.39 3.21 5.22
JJ 3.13 2.89 2.95 3.62 5.08
BM-BOD 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-BOD : Baku Mutu BOD
Gambar 22 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD5.
113
Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu
ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai
dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan
atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei &
George (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda
secara signifikan antar musim dan antara hulu – hilir. Nilai BOD ekstrem
ditemukan pada pengukuran bulan September 2009 di Stasiun Tambangan Bambe
dengan nilai BOD mencapai 35.63 mg/l.
5.1.7 Kebutuhan Oksigen Kimia
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi
secara biologis (non-biodegradable). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran
bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar
DO di dalam air.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar COD perairan Kali Surabaya
pada enam titik pengamatan rata-rata berkisar 11.21 – 28.89 mg/l, dengan nilai
rata-rata keseluruhan 16.03 mg/l. Nilai rata-rata COD tertinggi ditemukan di
Tambangan Bambe (28.89 mg/l) dan nilai terendah di Jembatan Jrebeng (11.21
mg/l). Hasil penelitian ini sesuai hasil pemantauan PJT I (2010) periode Januari –
Juni 2010 di titik pantau Karang Pilang dengan nilai COD 12.54 – 52.82 mg/l,
Gunungsari 9.26 – 28.37 mg/l dan Jagir 12.00 – 42.97 mg/l. Perbandingan nilai
rata-rata antara BOD5
Secara keseluruhan, perairan Kali Surabaya ditinjau dari kadar COD tidak
layak sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas 1
dan COD adalah 4.84/16.03 atau 0.30. Menurut Alaerts
dan Santika (1984), hal ini memperlihatkan bahwa di samping terdapat bahan-
bahan pencemar organik yang dapat dibiodegradasi oleh mikroorganisme terdapat
juga bahan-bahan yang tidak dapat dibiodegradasi. Hal tersebut diperkuat
pendapat Raja et al. (2008), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi
dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi
secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable.
114
yang mensyaratkan nilai COD maksimum 10 mg/l. Data hasil pengukuran kadar
COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar 23.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Periode Pengamatan
C O D(mg/l)
GS 12.30 9.35 9.40 6.55 32.11
JS 16.28 7.54 10.49 13.69 25.21
KP 12.58 11.63 15.51 10.12 22.27
TB 14.63 74.90 10.10 20.06 24.74
TC 10.89 9.36 14.68 11.30 19.20
JJ 9.66 8.78 9.04 10.28 18.31
BM-COD 10 10 10 10 10
Agt Sep Okt Nop Des
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-COD : Baku Mutu COD
Gambar 23 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD).
Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah
limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap
tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.11%,
sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari
limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD
dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri
kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu.
Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang
membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri
tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu
Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas
produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 – 7 ton/hari. Industri tahu
115
merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik
sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang
digunakan dalam proses produksinya sekitar 25 liter/kg bahan baku kedelai.
Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%),
karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka
limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi.
Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD
dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (1995) yang
menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD 1070 - 2600
mg/l, COD 1940 - 4800 mg/l, dan nilai pH 4.5 – 5.7.
Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah
Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar 50 - 75 ekor
sapi juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas
pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah
tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah
RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I
(2009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai 12,965 mg/l untuk BOD dan
13,902.6 mg/l untuk COD serta pH 8.01 (basa). Padahal baku mutu BOD dan
COD limbah RPH masing-masing adalah 100 dan 250 mg/l.
5.1.8 Nitrat, Nitrit dan Amonia
Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi
pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Menurut Adedokun et al.
(2008), senyawa nitrat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia
yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air
sungai sangat bergantung pada transpormasi secara mikrobial yang juga
bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara
signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah
pengembangan pertanian (Adedokun et al. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat perairan Kali Surabaya
rata-rata berkisar 0.693 – 1.203 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.923
mg/l. Nilai rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (0.923
mg/l) dan terendah di Tambangan Bambe (0.693 mg/l). Keberadaan nitrat tersebut
diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai di
116
bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan
tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan
domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (1995), Adedokun
et al. (2008), Raja et al. (2008), dan Hassan et al. (2008). Fakta lain yang teramati
adalah nilai rata-rata kadar N-NO3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi
dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO3
1.31 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus – November berkisar 0.68 – 0.94 mg/l.
Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (2008), Hassan et al.
(2008), dan Nwankwoala et al. (2009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat
pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat
membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat
juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan.
Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan
meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau
mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 2008). Profil
penyebaran kadar N-NO3
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
Periode Pengamatan
Kadar N-NO3(mg/l)
GS 0.761 0.978 0.921 0.600 1.503
JS 0.519 1.024 1.075 0.621 1.102
KP 0.659 0.688 0.982 0.508 1.287
TB 0.790 0.029 0.857 0.445 1.342
TC 0.855 0.864 0.919 0.928 1.407
JJ 1.844 1.080 0.876 0.998 1.216
BM-[N-NO3] 10 10 10 10 10
Agt Sep Okt Nop Des
Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan
pada Gambar 24.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO3] : Baku Mutu N-NO3
Gambar 24 Sebaran nilai rata-rata N-NO3 Kali Surabaya.
117
Secara umum, kadar N-NO3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah
KMA kelas 1 yang mensyaratkan kadar N-NO3 maksimum 10 mg/l. Berdasarkan
kadar N-NO3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak
sebagai sumber air baku air minum.
Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO2) perairan Kali Surabaya rata-rata
berkisar 0.108 – 0.187 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.139 mg/l. Nilai
rata-rata kadar N-NO2 tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.187 mg/l) dan
terendah di Jembatan Sepanjang (0.108 mg/l). Gambar 25 memperlihatkan
sebaran nilai rata-rata N-NO2 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang
mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya.
Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya sudah melampaui
ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum
0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau
dari parameter N-NO2
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
0.450
0.500
Periode Pengamatan
Kadar N-NO2(mg/l)
GS 0.116 0.454 0.120 0.084 0.161
JS 0.092 0.133 0.120 0.066 0.130
KP 0.135 0.085 0.120 0.249 0.127
TB 0.116 0.002 0.132 0.358 0.149
TC 0.061 0.073 0.173 0.161 0.111
JJ 0.067 0.147 0.173 0.049 0.210
BM-[N-NO2] 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
Agt Sep Okt Nop Des
tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah
tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan
dan industri percetakan.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO2] : Baku Mutu N-NO2
Gambar 25 Sebaran kadar N-NO2 Kali Surabaya.
118
Hasil analisis kadar N-NH3 di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar
antara 0.130 – 0.363 mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.216 mg/l. Nilai
rata-rata kadar N-NH3 di temukan di Karang Pilang dan terendah di Jembatan
Jrebeng. Kadar N-NH3 yang lebih besar dari 0.1 mg/l tersebut mengindikasikan
terjadinya pencemaran air dan mengganggu kehidupan ikan dan organisme
akuatik lainnya (www.h2ou.com/h2wtrqual.htm), namun berdasarkan KMA kelas
1 mensyaratkan kadar N-NH3 maksimum 0.5 mg/l maka ditinjau dari parameter
N-NH3 Kali Surabaya masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.
Hasil analisis kadar N-NH3
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
Periode Pengamatan
Kadar N-NH3(mg/l)
GS 0.317 0.248 0.208 0.082 0.164
JS 0.215 0.102 0.182 0.087 0.173
KP 0.492 0.395 0.233 0.460 0.237
TB 0.280 0.152 0.131 0.135 0.196
TC 0.199 0.350 0.246 0.315 0.227
JJ 0.139 0.142 0.097 0.099 0.172
BM-[N-NH3] 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
Agt Sep Okt Nop Des
diperlihatkan pada Gambar 26.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NH3] : Baku Mutu N-NH3
Gambar 26 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-NH3
Amonia bebas (NH
).
3) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme
akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu
perairan. Menurut Effendi (2003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik
dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia
akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi
amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH3
mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0.2
mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon
119
mulai mati, bahkan jika kadar N-NH3 mendekati 2.0 mg/l beberapa jenis ikan
yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati ((www.h2ou.com/h2wtrqual.htm).
5.1.9 Kadar Fosfat
Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena
keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek
negatif bagi kehidupan akuatik. Menurut Adeyemo et al. (2003), kandungan
fosfat dan nitrat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni
meningkatkan pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut
dalam air. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti
erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri,
limbah pertanian, dan limbah domestik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO4) di perairan Kali
Surabaya rata-rata berkisar 0.140 – 0.202 mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan
0.165 mg/l. Nilai rata-rata kadar P-PO4
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
Periode Pengamatan
Kadar P-PO4(mg/l)
GS 0.131 0.201 0.192 0.108 0.211
JS 0.065 0.191 0.209 0.084 0.260
KP 0.192 0.189 0.175 0.213 0.240
TB 0.065 0.187 0.202 0.116 0.163
TC 0.166 0.179 0.176 0.083 0.261
JJ 0.098 0.176 0.123 0.113 0.192
BM-[P-PO4] 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
Agt Sep Okt Nop Des
ditemukan di Karang Pilang (0.202 mg/l)
dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.140 mg/l). Hasil analisis kadar fosfat di
perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 27.
Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[P-PO4] : Baku Mutu P-PO4
Gambar 27 Sebaran kadar P-PO4
Berdasarkan KMA kelas 1 yang mempersyaratkan kadar P-PO
perairan Kali Surabaya.
4 maksimum
0.2 mg/l, maka dapat disimpulkan bahwa dari 6 stasiun pengamatan Kali
120
Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu.
Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik
(terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri
makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen
Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan
Santika (1984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal
dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali
Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai
melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai
melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen
yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (2008),
yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh
pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat
dalam formulasi deterjen (Na5P3O10
Hasil penelitian kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di perairan Kali
Surabaya memperlihatkan, bahwa kandungan logam berat terutama Pb dan Cd
tidak selalu terdeteksi pada setiap titik pengamatan (Tabel 28). Untuk Hg, dari
tiga kali pengukuran pada enam titik pengamatan, sebanyak 16 (89%) contoh
mengandung Hg dengan kadar yang bervariasi dan 83% sampel diantaranya
mengandung Hg dengan kadar yang melebihi KMA kelas 1 yang mensyaratkan
kadar Hg maksimum 0.001 mg/l. Tingkat pencemaran merkuri cukup tinggi
ditemukan pada zona tengah (Tambangan Bambe) dan zona hulu (Tambangan
) yang masuk ke dalam badan air melalui
produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian
dan pencelupan warna.
5.1.10 Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium
Logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) merupakan kelompok
logam berat yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun
pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah
menjadi permasalahan lingkungan hidup. Logam berat menjadi berbahaya
disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam
tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan.
Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam
berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang
terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi.
121
Cangkir), konsentrasi rata-rata merkuri masing-masing mencapai 0.0212 mg/l
atau 21.2 kali lipat dan 0.0159 mg/l atau 15.9 kali lipat dari KMA kelas 1,
sedangkan nilai rata-rata kadar Hg keseluruhan adalah 0.0092 mg/l. Dengan
demikian, secara umum Kali Surabaya tercemar merkuri hingga 9.2 kali lipat dari
standar peruntukan air kelas 1 sebagai bahan baku air minum. Kualitas air Kali
Surabaya berdasarkan rerata kadar Hg, Pb, dan Cd pada enam titik pengamatan
ditunjukkan pada Gambar 28.
Tabel 28 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya
No.
Lokasi
Tanggal
Konsentrasi (mg/l) Hg Pb Cd
1 Gunungsari 12/09/2009 0.0014 0.0504 tt 05/10/2009 0.0046 0.0774 tt 24/11/2009 0.0028 0.0306 tt 0.0029* 0.0528* tt* 2 Sepanjang 12/09/2009 0.0002 0.0180 tt 05/10/2009 0.0143 0.0153 tt 24/11/2009 0.0028 tt tt 0.0058* 0.0111* tt* 3 K. Pilang 12/09/2009 0.0045 0.0221 tt 05/10/2009 0.0089 0.0114 0.0102 24/11/2009 0.0103 tt tt 0.0079* 0.0112* 0.0034* 4 T. Bambe 12/09/2009 0.0014 tt tt 05/10/2009 0.0390 tt tt 24/11/2009 0.0233 0.0103 tt 0.0212* 0.0034* tt* 5 T. Cangkir 12/09/2009 0.0206 tt 0.0107 05/10/2009 0.0133 tt 0.0168 24/11/2009 0.0138 tt tt 0.0159* tt* 0.0092* 6 J. Jrebeng 12/09/2009 tt tt 0.0160
05/10/2009 0.0040 tt tt 24/11/2009 tt tt tt 0.0013* tt* 0.0053* Rerata Total 0.0092 0.0131 0.0030 Baku Mutu 0.001 0.03 0,01
Ket.: *= rerata, tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 µg/l, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Konsentrasi rata-rata Hg yang terukur dalam badan air Kali Surabaya
berada di bawah nilai rata-rata Hg dalam sedimen, hasil penelitian Amtasi (2010)
menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hg di sedimen Kali Surabaya adalah
0.190 mg/l atau 190 kali lipat dari KMA kelas 1. Kelarutan Hg dalam air
dipengaruhi oleh pH, pada pH tinggi kelarutan Hg rendah sehingga konsentrasi
Hg dalam badan air yang terukur menjadi rendah. Hal tersebut sesuai pendapat
Pikir (1991) dan Palar (2004) yang menyatakan bahwa, kenaikan pH menurunkan
122
kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk
karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan
air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan
kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam
badan air.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Stasiun Pengamatan
Kadar Rerata(mg/l)
Hg 0.0029 0.0058 0.0079 0.0212 0.0159 0.0013
Pb 0.0528 0.0111 0.0112 0.0034 0 0
Cd 0 0 0.0034 0 0.016 0.0053
GS JS KP TB TC JJ
Gambar 28 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya.
Tingginya kadar merkuri di Kali Surabaya, diduga bersumber dari limbah
penyemakan kulit, industri kertas, dan industri logam di sepanjang Kali Surabaya.
Industri penyamakan kulit (terdapat di km 18.55) mengeluarkan limbah cair yang
umumnya mengandung merkuri dalam bentuk senyawa HgCl2 atau Hg(CN)2.
HgCl2 adalah garam yang paling mudah larut dan juga digunakan pada pelapisan
logam dan pembersih hama. Hg(CN)2 banyak digunakan pada industri kimia.
Industri pulp dan kertas (terdapat di km 11.40, km 13.20, km 19.80 dan km 24.20)
diduga sebagai penyumbang logam ini. Selain dua jenis garam merkuri di atas,
jenis lain dari garam merkuri juga biasa digunakan sebagai fungisida untuk
membunuh jamur di dalam pulp, kertas, cat dan industri-industri pertanian.
Menurut Fardiaz (1992), senyawa Fenil merkuri asetat (FMA) merupakan
komponen organomerkuri terpenting secara komersial yang banyak digunakan
oleh industri pulp dan kertas untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp
kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan. Pada industri-
industri pertanian, komponen organomerkuri digunakan sebagai pelapis benih
untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan pada industri kimia terutama
123
industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH)
dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri
digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis.
Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km 11.60, km
11.90, dan km 17.10 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut
didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang menyatakan
bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 19
industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd,
Zn, dan Ni) dan terdapat 15 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis
industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri
kimia, dan industri logam.
Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi
yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas 1 yang
mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt –
0.0528 mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.0131 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi
ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi 0.0774 mg/l atau 2.56 kali lipat nilai
baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak
terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas 1 yang mensyaratkan nilai
maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga
bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang
banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian
hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal
sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze
adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang
digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke
dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan
oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut
adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun.
Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung
Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali
Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun
larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat
dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya
digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan
124
pada pelapisan logam selain garam-garam logam berat juga menggunakan garam-
garam tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat
mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap
tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 1992).
Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (2005), yang
menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas
bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam,
dan industri sepeda.
Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali
sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan
hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan
Cangkir yaitu sebesar 0.0168 mg/l atau 1.68 kali nilai baku mutu air kelas 1.
Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah 0.0030 mg/l. Dengan demikian,
ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas
1 yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.01 mg/l.
5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
Beban pencemaran menggambarkan jumlah suatu unsur pencemar yang
terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar air Kali Surabaya adalah
air limbah industri, air limbah rumah tangga, dan air limbah lainnya. Pencemar
tersebut masuk ke Kali Surabaya melalui beberapa cara pengalirannya. Aliran
masuk ini dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu,
seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri.
Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak
berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai sehingga debitnya sulit
diukur. Data sumber pencemar point source yang telah dikumpulkan adalah data
debit dan data kualitas limbah.
5.2.1 Beban Pencemar dari Limbah Domestik
Sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah domestik berasal dari sanitasi
masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya, sampah, detergen dan bahan
buangan non-industri lainnya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber
domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD atau COD
dengan jumlah penduduk. Emisi BOD atau COD adalah besarnya BOD atau COD
125
yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan
atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-
kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona
lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Berdasarkan data BPS (2008, 2009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan
Perum Jasa Tirta I (2009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam
zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 134,124 jiwa. Hasil
kuesioner terhadap 200 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh
data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu
pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali
Surabaya/anak sungainya sebanyak 32.50% (65 responden). Dengan demikian,
persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk
perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu
43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata
pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air
Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan
jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari,
sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,021.68
m3/hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali
Surabaya disajikan pada Lampiran 1.
UNEP (1989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik
adalah 25-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (2003), estimasi beban
pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah
penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD
adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram
BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (2002), beban pencemaran domestik
untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57
g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD
adalah 46/115.2 gram/liter atau 399.31 mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah
494.79 mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya
bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk
parameter pencemar BOD dan COD adalah :
126
Beban BOD = 43 590 orang x 46 g/orang/hari
= 2 005 140 g/hari ≈2,005.140 kg/hari
Beban COD = 43 590 orang x 57 g/orang/hari
= 2 484 630 g/hari ≈ 2,484.630 kg/hari
Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003, baku mutu
air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau
dilepas ke air permukaan mencakup parameter pH, BOD, TSS, dan minyak dan
lemak. Tabel 29 menunjukkan baku mutu limbah domestik.
Tabel 29 Baku mutu limbah domestik
Parameter Satuan Baku Mutu
pH BOD TSS
Minyak dan lemak
- mg/l mg/l mg/l
6 – 9 100 100 10
Sumber: KepMen LH No. 112, 2003.
Beban limbah domestik yang masuk ke Kali Surabaya selain bersumber
dari limbah penduduk pada zona 500 meter pada sisi kiri-kanan Kali Surabaya
juga bersumber dari tujuh saluran/drainase mulai Wonokromo hingga Pagesangan
serta buangan limbah domestik melalui anak Kali Surabaya. Nilai parameter
pencemar BOD, COD, TSS dan besarnya beban pencemaran limbah domestik
yang bersumber dari drainase ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak sungai
No. Nama Lokasi (KM)
Debit (m3
Kadar (mg/l) /hari) BOD COD TSS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran
6.70 4.50 3.60 3.20 2.80 2.45 0.80 40.8 36.8 2.5
21.6
43,200 43,200 43,200 86,400 43,200 1,209.6
259.2 199,843.2 831,945.6 41,644.8 9,244.8
4.4 5.1
24.9 79.9 49.1 71.1
253.1 5.9
22.25 16.1 14.9
11.0 14.3 63.7
139.2 92.1
115.3 615.7 10.5
54.14 40.4 30.7
9.0 44.0 6.0
78.5 183.0 32.0
686.0 17.0
167.11 31.0 52.0
127
Tabel 31 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik
No Nama Beban (kg/hari) BOD COD TSS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran
190.08 220.32
1,075.68 6,903.36 2,121.12
86.00 65.60
1,179.07 18 510.79
670.48 137.75
475.20 617.76
2,751.84 1,2026.9 3,978.72
139.47 159.59
2,098.35 45,041.53 1,682.45
283.81
388.80 1,900.80
259.2 6,782.4 7,905.6
38.71 177.81
3,397.33 139,026.43
1,290.99 480.73
Total 31,160.25 69,255.62 161,648.26
5.2.2 Beban Pencemar dari Limbah Hotel
Limbah domestik yang berasal dari aktivitas pariwisata/hotel merupakan
bagian dari keseluruhan beban pencemaran yang masuk ke dalam sistem Kali
Surabaya. Jumlah hotel yang terdapat di kota Surabaya sebanyak 141 unit yang
terdiri atas 29 unit hotel berbintang dan 112 unit hotel melati. Sebagian besar
hotel berlokasi di pusat Kota Surabaya sehingga tidak membuang limbah ke Kali
Surabaya, namun membuang limbahnya pada Kali Mas. Berdasarkan data BLH
Kota Surabaya (2009) dan PJT-I (2009), jumlah hotel yang sudah memiliki dan
mengoperasikan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebanyak 18 buah atau
12.77%. Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya
1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar 37.65
m3/hari. Hotel Singgasana terletak dekat Kali Surabaya tepatnya di sisi kanan
Dam Gunungsari dari arah Ngagel. Hotel Singgasana termasuk hotel bintang 4
dengan jumlah kamar 124 dan karyawan sebanyak 30 orang. Rata-rata jumlah
pengunjung 43,321 orang/tahun (Dinas Pariwisata Kota Surabaya 2009). Hasil
pemantauan PJT-I terhadap air limbah Hotel Singgasana terhadap parameter BOD,
COD, dan TSS ketiganya masih memenuhi baku mutu. Kadar BOD 4.00 mg/l,
COD 20.44 mg/l dan TSS 48.00 mg/l, sedangkan baku mutu untuk ketiga
parameter tersebut masing-masing adalah 50, 80, dan 80 mg/l. Besarnya beban
pencemaran yang bersumber dari limbah hotel ditunjukkan pada Tabel 32.
128
Tabel 32 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel
Parameter Debit Limbah (m3
Kadar (mg/l) /hari)
Beban (kg/hari)
BOD COD TSS
37.65 37.65 37.65
4.00 20.44 48.00
0.151 0.769 1.807
Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk
ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih
memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi
sebelum September 2009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal
sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 133.1 dan 308.7
mg/l (PJT-I 2009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan
BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin
pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara
rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur.
5.2.3 Beban Pencemar dari Limbah Industri
Banyaknya industri yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas limbah industri yang masuk ke badan air
Kali Surabaya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas air sungai tersebut.
Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan
limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri
yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali
Tengah (± 34 industri) yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Penyebaran
industri pada daerah aliran sungai Kali Surabaya terutama sekali berlokasi di
Driyorejo dan Karang Pilang. Jenis industri yang ada terutama adalah industri
pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil,
industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Daftar industri di
Daerah Pengaliran Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 3.
Besarnya debit limbah dan kualitas air limbah industri sangat bervariasi
untuk tiap jenis industri. Data debit limbah dan parameter pencemar air limbah
industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan besarnya
beban pencemaran yang bersumber dari limbah industri di DPS Kali Surabaya
disajikan pada Lampiran 5.
129
Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang
membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan
industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran
pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya
ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Industri tersebut adalah: PT.
Multipack Unggul (kertas karton), PT. Samator (aneka gas), PT. Wim Cycle
(sepeda), PT. Keramik Diamond Indah (keramik), PT. Surabaya Acetylene (gas),
PT. Air Mas Murni (bahan baku sabun), PT. Platinum Ceramic (keramik), PT.
Malindo Feedmill (industri makanan ternak), PT. Adyabuana Persada (keramik
lantai), PT. Ever Industry Textil Mills (tekstil), PT. Atlantic Ocean Paint (industri
cat), PT. Sinar Berlian Chemindo (industri kimia), PT. Surya Plastindo (industri
plastik), PT. Unimos (biscuit), PT. Agrindo (mesin pertanian), PT. Sura Indah
Wood (kayu lapis), PT. Tri Ratna (mesin diesel), PT. Golden Great Wall
(makanan beku), PT. Bumisaka Steelindo (kawat), PT. Wira Logam (mur & baut),
PT. Fendi Mungil (meubel rotan), PT. Indotama Megah Indah (karet), PT. Silikon
Utama (stiker), PT. Forgindo Prima Steel (mur & baut), PT. Forindo Pandutama
(tekstil), dan PT. Indopicri Co (sabun).
Banyaknya industri yang membuang limbah ke Kali Tengah menyebabkan
beban pencemaran Kali Surabaya meningkat. Hasil pengukuran in situ terhadap
contoh air Kali Tengah (Oktober 2009), menunjukkan bahwa nilai pH 6.27
(bersifat asam), DO 1.2 mg/l, DHL 1405 µS, dan suhu 30.7 o
No
C, sedangkan hasil
analisis laboratorium untuk parameter BOD, COD, dan TSS masing-masing
adalah 45.88, 136.67, dan 96.01 mg/l. Tabel 33 dan 34 menunjukkan kadar BOD,
COD, TSS dan beban pencemaran yang bersumber dari anak sungai dan saluran
limbah industri.
Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak sungai dan saluran Waru Gunung
Nama Anak Sungai/Saluran
Lokasi (km)
Debit Air (m3
Kadar Rata-rata (mg/l) /detik) BOD COD TSS
1
2
3
Saluran W. Gunung
Kali Tengah
Kali Perning
9.70
11.9
36.3
0.031
0.793
0.090
55.1
45.88
241.1
143.1
136.67
528.1
420.0
96.01
166.0
130
Tabel 34 Beban pencemar dari buangan industri melalui anak sungai dan saluran pembuangan
No Nama Anak Sungai Debit Air (m3
Beban Pencemar (kg/hari) /detik) BOD COD TSS
1
2
3
Saluran W. Gunung
Kali Tengah
Kali Perning
0.031
0.793
0.090
147.58
3,143.48
1,874.79
383.28
9,363.97
4,106.50
1,124.93
6,578.14
1,290.82
Jumlah 5,165.85 13,853.75 8,993.89
5.2.4 Beban Pencemar dari Limbah Pertanian
Selain dari industri, kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air
terutama air sungai. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas
tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida),
bahan pupuk yang mengandung nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), dan mineral
lainnya. Limbah kegiatan pertanian dapat berupa insektisida, pupuk kandang,
pupuk urea, pupuk trisuper fosfat, pupuk ZA, dan lain-lain. Pupuk dan insektisida
tersebut dapat terbawa air irigasi dan masuk kembali ke sungai. Penggunaan
pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan.
Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya
dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran
limbah pertanian adalah Kramat Temenggung dan Wonoayu. Data debit saluran
pertanian dan parameter pencemar serta beban pencemaran yang bersumber dari
limbah pertanian ditunjukkan pada Tabel 35 dan 36.
Tabel 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian
No Nama Saluran
Lokasi (KM)
Debit (m3
Kadar (mg/l) /hari) BOD COD TSS N-NO P-PO3 4
1 2
Kramat T. Wonoayu
39.30 37.10
29,894.4 1,382.4
3.2 3.2
5.9 10.1
21.5 13.0
0.330 0.193
0.233 0.289
Tabel 36 Beban pencemaran dari limbah pertanian
No Nama Beban (kg/hari) BOD COD TSS N-NO P-PO3 4
1 2
Saluran Kramat T. Saluran Wonoayu
95.66 4.42
176.37 13.96
642.73 17.97
9.86 0.27
6.96 0.40
Total 101.08 190.33 660.70 10.13 7.36
131
Secara keseluruhan besarnya beban pencemaran Kali Surabaya bersumber
dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian dirangkum menjadi
tiga kelompok sesuai Tabel 37.
Tabel 37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya No Sumber Pencemar Beban Pencemaran (kg/hari)
BOD COD TSS
1
2
3
Limbah Domestik
Limbah Industri
Limbah Pertanian
33,165.54
22,222.25
101.08
71,741.02
60,645.03
190.33
161,650.07
38,823.35
660.70
Total 55,488.87 132,576.38 201,134.12
Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa limbah domestik memberikan
kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Pada
parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, limbah industri
40.05%, dan limbah pertanian 0.18%. Beban pencemar COD Kali Surabaya
sebesar 54.11% bersumber dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.15%
(pertanian). Sementara, ditinjau dari pencemar TSS beban pencemaran Kali
Surabaya 80.37% disebabkan limbah domestik, 19.30% oleh limbah industri, dan
0.33% akibat limbah pertanian.
Limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga cenderung tidak
dikelola dengan baik akibatnya beban pencemaran air Kali Surabaya oleh limbah
domestik menjadi tinggi. Hal sama juga terjadi di Jakarta dan Bandung.
Berdasarkan data BLH Jawa Barat, kontribusi limbah domestik terhadap
pencemaran air di Kota Bandung telah mencapai 80%, sedangkan di Jakarta
mencapai 75%.
Limbah industri yang mencemari Kali Surabaya sebagian besar berasal dari
buangan limbah industri dari Kali Tengah dan industri-industri sepanjang Kali
Surabaya yang membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Berdasarkan
data pada Lampiran 5, dapat dirangkum sumber pencemar beban BOD dan COD
dari industri di sepanjang Kali Surabaya yang tersaji dalam Tabel 38.
Berdasarkan Tabel 38 dan data pada Lampiran 5, terlihat bahwa beban
pencemar dari industri yang mencemari Kali Surabaya terutama bersumber dari
empat industri kertas dan pulp dan satu industri MSG, yaitu PT Surya Agung
Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma dan PT
132
Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64%
beban COD sektor industri ke Kali Surabaya.
Tabel 38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri
Jenis Industri Jumlah Industri Beban (kg/hari) Beban pencemar
terhadap industri Beban pencemar
terhadap total BOD COD BOD COD BOD COD
Kertas dan Pulp 5 10,877.40 30,097.60 48.95% 49.63% 19.60% 22.70%
Makanan dan Minuman
9 2,449.24 5,548.72 11.02% 9.15% 4.41% 4.18%
MSG 1 3,207.35 9,003.42 14.43% 14.85% 5.78% 6.79%
Minyak dan Deterjen
6 349.46 708.78 1.57% 1.17% 0.63% 0.53%
Tekstil dan Kulit 5 327.68 867.49 1.47% 1.43% 0.59% 0.65%
Kimia, keramik dan Metalurgi
10 217.11 565.16 0.98% 0.93% 0.39% 0.43%
PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua
di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 923
ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran
dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox merupakan
industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 220 ton/hari,
sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500
ton/hari. Menurut Sugiharto (2005), jumlah air limbah yang berasal dari industri
adalah sebesar 85 – 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air
keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m3/hari. Oleh
karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih
51,000 – 57,000 m3
/hari.
Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler
dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun.
Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa
konsentrat lumpur sebesar 1 – 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada
industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari
tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa
pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk
pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.
133
5.2.5 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya
Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap
parameter kualitas air yang diijinkan didasarkan pada hasil analisis parameter
fisik kimia air, yaitu: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NH3, N-NO2, N-NO3, P-PO4,
dan kadar Hg, Pb, Cd. Hasil analisis parameter fisik kimia, dibandingkan dengan
baku mutu air sesuai peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan
Indeks Pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j)
jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M lebih besar dari 1.0. Tingkat pencemaran
suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata-
rata Ci/Lij
No
makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya dapat
dilihat pada Lampiran 9. Rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran air
Kali Surabaya diperlihatkan pada Tabel 39.
Tabel 39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan
Lokasi Ci/L IP ij Kategori Rerata Maks
1
2
3
4
5
6
Gunungsari
Jemb. Sepanjang
Karang Pilang
Tamb. Bambe
Tamb. Cangkir
Jemb. Jrebeng
1.66
1.55
1.72
2.08
1.62
1.09
3.66
4.82
5.49
7.63
7.01
2.66
2.86
3.58
4.07
5.59
5.09
2.03
Cemar ringan
Cemar ringan
Cemar ringan
Cemar sedang
Cemar sedang
Cemar ringan
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran (Tabel 39) dan nilai
indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukan bahwa perairan Kali
Surabaya telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh
beberapa parameter kimia dan fisika. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air
berdasarkan indeks STORET. Berdasarkan indeks STORET, perairan Kali
Surabaya berada dalam kondisi buruk atau tercemar berat. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow mempunyai
toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 39 juga menunjukkan
bahwa untuk zona paling hulu (Jrebeng), tingkat pencemaran paling rendah
dengan nilai indeks pencemaran 2.03. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada
pada zona tengah yaitu Tambangan Bambe dengan nilai indeks pencemaran 5.59
(tercemar sedang).
134
Berdasarkan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, dapat
diperkirakan batasan parameter pencemar yang dapat mengakibatkan perairan
dalam kondisi tercemar berat melalui penggunaan pendekatan persamaan:
(Ci/Lij) = 1.0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran, dengan P konstanta yang umum
digunakan yaitu 5. Suatu perairan dikatakan tercemar berat jika nilai IP > 10,
dengan demikian, 10 < (1,0 + 5.log(Ci/Lij)hasil pengukuran). Penyelesaian persamaan
ini memberikan hasil (Ci/Lij)hasil pengukuran
No
kurang lebih 63. Berdasarkan hal
tersebut maka evaluasi tingkat pencemaran dengan metode Pollution Index
mempunyai batas toleransi yang sangat tinggi terhadap pencemaran, karena suatu
perairan dinyatakan tercemar berat jika nilai parameter terukur sebagian besar
nilainya lebih dari 63 kali nilai baku mutu air untuk peruntukannya.
5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya
Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks
mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Indeks kualitas air-STORET
(IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi
kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian
ditransformasikan menjadi suatu indeks. Indeks STORET dapat menggambarkan
secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Kali Surabaya. Data
parameter fisika dan kimia air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu
air kelas 1, yang mencakup nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata setiap
parameter yang kemudian diberi skor sesuai dengan tingkat pencemarannya. Baik
buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter
yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Kali
Surabaya berdasarkan indeks STORET disajikan pada Lampiran 10, sedangkan
status mutu Kali Surabaya menurut sistem STORET ditunjukkan pada Tabel 40
dan Gambar 29.
Tabel 40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET
Lokasi/Stasiun Skor Kelas I Kelas II Kelas III
1 2 3 4 5 6
Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng
-104 (cemar berat) -84 (cemar berat) -96 (cemar berat) -92 (cemar berat)
-104 (cemar berat) -80 (cemar berat)
-88 (cemar berat) -68 (cemar berat
-72 (cemar berat) -80 (cemar berat) -68 (cemar berat) -32 (cemar berat)
-40 (cemar berat) -16 (cemar sedang) -28 (cemar sedang) -24 (cemar sedang)
-8 (cemar ringan) -8 (cemar ringan)
135
Pada Tabel 40 dan Gambar 29 memperlihatkan kondisi status mutu Kali
Surabaya menurut sistem nilai STORET dengan mengacu pada baku mutu air
kelas I, kelas II, dan baku mutu air kelas III. Secara umum kondisi mutu air Kali
Surabaya untuk sumber air baku air minum termasuk dalam kelas D (kelas IV),
artinya kondisi Kali Surabaya sangat buruk atau tercemar berat. Nilai indeks
STORET tertinggi terdapat pada Stasiun Gunungsari (-104) dan terendah terdapat
pada Stasiun Jembatan Jrebeng (-80). Parameter organik (DO, BOD, COD) dan
parameter anorganik (Hg) memberikan kontribusi yang tinggi terhadap rendahnya
skor indeks STORET pada tiap stasiun pengamatan. Parameter lain yang juga
berkontribusi bagi rendahnya indeks STORET adalah TSS, P-PO4
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
Lokasi Pengamatan
Nil
ai
Sto
ret
Kelas I -104 -80 -96 -92 -104 -80
Kelas II -88 -68 -72 -80 -68 -32
Kelas III -40 -16 -28 -24 -8 -8
GS JS KP TB TC JJ
, dan kadar Pb.
Gambar 29 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya.
Kondisi mutu air untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertamanan
(kelas III) menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu, tengah dan
zona hilir, dengan status mutu bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar
berat. Nilai indeks STORET terendah ditemukan di bagian hulu Kali Surabaya,
yaitu Stasiun Jrebeng (-8) dan Tambangan Cangkir (-8), sedangkan nilai tertinggi
di Stasiun Gunungsari (-40). Parameter yang memberikan kontribusi bagi
rendahnya indeks STORET untuk baku mutu air kelas III adalah kadar Hg, Pb, Cd,
nilai DO, BOD, dan COD.
Berdasarkan indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10, maka sudah cukup untuk
menyatakan bahwa perairan tersebut dalam kondisi buruk atau tercemar berat jika
Buruk
Baik
Sedang
136
terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai
maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai
parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang
digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 10
parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat
minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai
maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya.
5.4 Dampak Pencemaran Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan
Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi ke dalam empat
kategori (Kurniawan 2009), yaitu (1) dampak terhadap kehidupan biota air, (2)
dampak terhadap kesehatan manusia, (3) dampak terhadap kualitas air tanah, dan
(4) dampak terhadap estetika lingkungan.
5.4.1 Dampak terhadap Ekosistem
Ekosistem sungai tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan berbagai
ekosistem dan beranekaragam makhluk hidup, sehingga apabila terjadi gangguan
yang merusak keseimbangan ekosistem sungai, maka keseimbangan lingkungan
yang bergantung pada ekosistem sungai tersebut juga akan terganggu. Tingginya
beban pencemaran organik yang masuk ke Kali Surabaya telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran berat, yang ditandai dengan kadar DO yang rendah dan
kadar BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan
organisme akuatik atau ekosistem Kali Surabaya.
Tingkat produktivitas sistem akuatik selain dipengaruhi unsur karbon, juga
sangat ditentukan oleh keberadaan unsur nitrogen dan fosfor. Kedua unsur
tersebut dapat bersumber dari bahan organik, amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat.
Fosfor masuk ke dalam sistem akuatik dari sumber natural maupun antropogenik
(penggunaan pupuk, deterjen) dan dekomposisi bahan organik, sedangkan
senyawa nitrogen dapat bersumber dari atmosfer, dekomposisi bahan organik,
fiksasi nitrogen, dan sumber-sumber natural maupun antropogenik. Nitrogen dan
fosfor dalam sistem akuatik dikenal sebagai faktor pembatas (limiting factors).
Pada ekosistem alami, nitrogen dan fosfor umumnya tersedia dalam jumlah
terbatas dan membatasi pertumbuhan tumbuhan akuatik. Jika kandungan nitrogen
dan fosfor bertambah, maka pertumbuhan tumbuhan akuatik akan terpacu dan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada badan air dan dapat berdampak negatif
137
terhadap ekosistem akuatik. Peningkatan masukan nitrogen dan fosfor dari limbah
pertanian dan limbah domestik dapat mengubah komunitas akuatik, karena kedua
unsur tersebut menstimulasi pertumbuhan alga yang dapat menutup permukaan
air dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Pertumbuhan alga
dan keberadaan partikel-partikel tersuspensi dari sumber-sumber pencemar akan
meningkatkan turbiditas air, akibatnya jumlah sinar matahari yang tersedia untuk
tumbuhan akuatik dalam air akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arisandi (2001) yang menyatakan bahwa, kandungan TSS dan padatan terlarut
yang tinggi dapat mengakibatkan (1) menurunnya kandungan oksigen terlarut
dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti
nekton dan bentos, (2) menurunkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke
dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air, seperti
hidrila, ganggang, dan alga, (3) sedimentasi dasar sungai, tingginya padatan yang
terlarut akibat buangan limbah domestik dan industri dapat mengendap dan
merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya biota yang menetap di dasar sungai
seperti kerang, remis, kijing, dan siput dapat tereliminasi.
Menurut Ecoton (2008), pengurangan kadar oksigen dalam air dapat
mengakibatkan bencana akuatik berupa ikan munggut dan kematian invertebrata
lainnya di sepanjang Kali Surabaya. Ikan munggut adalah terjadinya kematian
ikan, kepiting dan udang air tawar secara masal dan tiba- tiba akibat kekurangan
oksigen. Ecoton (2008), mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 – 2007
di Kali Surabaya telah terjadi 50 kasus ikan mati masal.
Kondisi Kali Surabaya yang tercemar berat juga berdampak pada
penurunan rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta
timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas sebagai akibat terganggunya
keseimbangan ekosistem. Menurut Abdel-Gawad et al. (2010), keberadaan bahan
pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler
suatu organisme, sedangkan perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan
menurut Arisandi (2001) disebabkan oleh hasil interaksi dua prinsip ekologi, yaitu
prinsip toleransi dan kompetisi. Perubahan struktur komunitas dapat terlihat dari
Jenis ikan yang mati
didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang
antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri
yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut,
perut dan bagian sirip.
138
perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam suatu ekosistem.
Pada lingkungan yang tercemar, keragaman ekosistem akan menurun dan
individu-individu yang toleran terhadap polutan yang akan mendominasi
ekosistem tersebut. Hasil penelitian Amtasi (2010) menunjukkan bahwa indeks
keragaman hewan makro bentos di Kali Surabaya tergolong rendah, yaitu 0.308 -
1.075 yang berarti kualitas Kali Surabaya dalam kondisi tercemar berat.
Pada perubahan struktural, terjadi penurunan keanekaragaman spesies,
organisasi komunitas menjadi lebih sederhana, dan tingkat perkembangan mundur
menjauhi stadium klimaks, sedangkan pada perubahan fungsional, rantai makanan
dan jaring-jaring makanan menjadi lebih pendek dan struktur organisasi tropiknya
menjadi lebih sederhana. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap
faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi
lingkungan perairan menurun karena pencemaran, maka jenis organisme yang
tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya
jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan
meningkat populasinya, karena jenis-jenis kompetitornya berkurang. Menurut
Setyorini (2003b, 2003c), di sepanjang Kali Surabaya pada tahun 1980-an tercatat
sebanyak 18 jenis ikan, namun pada tahun 2003 jenis ikan tersebut mengalami
penurunan menjadi tujuh jenis, yaitu ikan bader, keting, sili, nila, gabus, mujair,
dan papar. Populasi ikan tersebut kalah dengan populasi cacing darah yang makin
meningkat dari hulu ke hilir Kali Surabaya.
Hasil penelitian Bapedal (2006) terhadap komposisi makroinvertebrata Kali
Surabaya memperlihatkan hal serupa, bahwa makroinvertebrata yang dijumpai di
sepanjang Kali Surabaya terdiri atas 42 spesies dengan 6 kelas dan 5 ordo. Pada
bagian hulu Kali Surabaya didominasi oleh Famili Baetidae (11.80%), Thiaridae
(15.53%), dan Atyidae (19.257%), sedangkan pada daerah industri (Driyorejo)
didominasi oleh Lumbricidae (13.40%), Tubificidae (19.59%), Atyidae (10.31%),
dan Lymnaeidae (16.49%). Pada daerah pemukiman dan industri (Waru Gunung,
Karang Pilang, Kedurus, Gunungsari) makroinvertebrata yang dominan adalah
Chironomidae (10.70%) dan Tubificidae (59.67%), pada bagian hilir Kali
Surabaya juga didominasi oleh Famili Chironomidae (11.76%) dan Tubificidae
(40.34%). Famili Tubificidae (Ordo Oligochaeta) yang diwakili jenis cacing
merah (Tubifex tubifex) merupakan makroinvertebrata paling dominan dan luas
penyebarannya. Keberadaan cacing merah menggantikan dominasi Famili
139
Baetidae (Ordo Ephemeroptera) yang merupakan makroinvertebrata yang paling
sempit sebarannya dan ordo yang tidak toleran terhadap kadar DO rendah
menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah tercemar dengan bahan organik.
Peningkatan populasi jenis Tubifex tubifex dari hulu ke hilir merupakan akibat
tingginya tingkat pencemaran organik di Kali Surabaya dari zona hulu ke hilir.
5.4.2 Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko)
Analisis risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan merupakan suatu
pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan
mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan
penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah
lingkungan yang bersangkutan. Menurut EPA (2005), analisis risiko adalah
karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia
dan bahaya terhadap lingkungan. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian yang
tidak diharapkan terjadi sehingga mengganggu apa yang seharusnya terjadi dari
suatu kegiatan atau mengganggu tujuan. Analisis risiko digunakan untuk
mengetahui besarnya risiko sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam
manajemen risiko.
Berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum, memberikan persyaratan kualitas air minum di
antaranya kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Hg 0.001 mg/l, Cd 0.003
mg/l, sementara untuk logam Pb tidak masuk sebagai logam yang dianggap
mempunyai pengaruh langsung pada kesehatan. Hal yang sama diperoleh dari
IRIS (2007), juga tidak menyertakan nilai RfD Pb untuk analisis risiko. Untuk
menentukan tingkat risiko Hg dan Cd digunakan nilai dosis-respon kuantitatif zat-
zat kimia dalam berbagai spesi dan formulanya yang telah ada dalam pangkalan
data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007).
Hasil analisis untuk parameter logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd),
dan timbal (Pb) pada sampel air PDAM Karang Pilang yang memanfaatkan Kali
Surabaya sebagai sumber air baku air minum Surabaya disajikan dalam Tabel 41.
Bedasarkan hasil analisis sampel air minum PDAM Kota Surabaya yang
diambil pada 6 titik pengamatan di Kecamatan Karang Pilang berdasarkan jarak
dari sumber (sumber, 200 m, 500 m, 1 km, 1.5 km, dan 2 km), menunjukkan
bahwa kandungan cemaran merkuri, timbal, dan kadmium tidak terdeteksi.
140
Berdasarkan data ini, maka prediksi besarnya tingkat risiko karsinogenik bagi
yang meminum air dari sumber tersebut tidak perlu dilakukan.
Tabel 41 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM
Parameter Konsentrasi Terukur (mg/l) Minimum Maksimum
Hg Pb Cd
tt tt tt
tt tt tt
Ket.: tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.002 µg/L, Pb = 0.0010 mg/l, Cd = 0.0018 mg/l.
Jika dilihat dari kandungan rata-rata logam berat pada lokasi intake PDAM
Karang Pilang untuk Hg 0.0079 mg/l, Pb 0.0112 mg/l, dan Cd 0.0034 mg/l
memang cukup mengkawatirkan terhadap kualitas air PDAM yang dihasilkan.
Pada kenyataannya, produk instalasi pengolah air minum (IPAM) PDAM Karang
Pilang mampu mereduksi bahan pencemar tersebut sehingga kualitas air minum
yang dihasilkan aman dikonsumsi ditinjau dari parameter logam berat
berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Pengolahan air yang digunakan oleh
perusahaan daerah air minum (PDAM) Karang Pilang terdiri atas beberapa unit
pengolahan, yaitu unit aerator, prasedimentasi, flashmix, slow mix, sedimentasi,
dan filter cepat. Proses sedimentasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia
aluminium sulfat (Al2(SO3)3.14H2O) sebagai koagulan. Proses ini bertujuan
untuk menghilangkan kandungan logam berat, zat organik beracun, senyawa
fosfor, dan partikel-partikel yang sukar mengendap sekaligus untuk menjernihkan
air. Tahap selanjutnya adalah proses oksidasi menggunakan kalium permanganat
atau kalium kromat bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan
menghilangkan partikel-partikel berwarna sehingga air menjadi lebih jernih.
Proses flokulasi, sedimentasi akhir, penyaringan dan desinfeksi menggunakan
kaporit merupakan tahap akhir proses.
Berdasarkan aspek ekonomi, pencemaran air Kali Surabaya menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat besar. Hasil studi ADB (dalam Kurniawan 2009),
menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi pencemar BOD sebesar 1 mg/l
pada sungai meningkatkan biaya produksi air minum sekitar Rp 9.17 per meter
kubik atau menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sebesar 25% dari rata-
rata tarif air nasional.
141
Total produksi rata-rata air minum PDAM Kota Surabaya adalah
20,931,000 m3/bulan (BPS 2009). Sementara pengambilan air Kali Surabaya
untuk air baku PDAM adalah 26,702,239.68 m3
No.
/bulan (PJT I 2009), sehingga
setiap bulan PDAM Kota Surabaya harus membayar retribusi air baku kepada PJT
I sebesar Rp 2.35 Milyar. Nilai BOD rata-rata Kali Surabaya di lokasi intake
PDAM Karang Pilang periode Agustus sampai Desember 2009 adalah 3.93 mg/l,
dengan demikian tambahan biaya pengolahan untuk menurunkan kandungan
BOD sampai memenuhi baku mutu sesuai KepMenKes Nomor 907 Tahun 2002
rata-rata sekitar Rp 473 juta/bulan, sehingga rata-rata setiap tahun PDAM Kota
Surabaya harus menganggarkan Rp 10 Milyar untuk mengantisipasi pencemaran
Kali Surabaya.
Berdasarkan kadar rata-rata logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan
kadmium (Cd) di perairan Kali Surabaya, menunjukkan bahwa hanya logam Hg
yang kadarnya melampaui KMA kelas 1. Oleh karena itu, analisis risiko
kesehatan untuk mengkuantifikasi pemaparan hanya dilakukan terhadap
pencemaran Hg sebagai risk agent di Kali Surabaya. Kadar Hg di perairan Kali
Surabaya yang digunakan untuk perhitungan analisis risiko kesehatan adalah
kadar Hg rata-rata hasil penelitian dari enam titik sampling, yaitu 0.0092 mg/l,
sedangkan kadar Hg pada sedimen Kali Surabaya menggunakan data hasil
penelitian Amtasi (2010) pada tiga titik sampling, yaitu Karang Pilang (0.21 mg/l),
Kedurus (0.27 mg/l), dan Jagir (0.09 mg/l) dengan nilai rata-rata 0.19 mg/l. Hasil
perhitungan total paparan atau asupan Hg menggunakan persamaan 12-16 dan
nilai default faktor-faktor pemaparan (Tabel 18) terhadap penduduk yang
melakukan aktivitas langsung di perairan Kali Surabaya disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42 Total tingkat pemaparan Hg
Sumber Paparan Jumlah Paparan Hg (mg/kg bb/hari)
Anak Dewasa
1 Kontak dermal dengan kontaminan dalam air sungai
9.58E-7 9.72E-8
2 Kontak dermal dengan kontaminan dalam sedimen
1.08E-6 1.41E-6
3 Asupan dari air sungai 2.52E-6 5.40E-7
4 Asupan dari material tersuspensi 1.64E-10 3.51E-11
5 Asupan dari sedimen 1.04E-6 7.80E-8
Total 5.59E-6 2.13E-6
142
Total paparan harian rata-rata (mg/kg bb/hari) adalah
7613.264
70659.56 −+
− ExEx = 1.99E-5
HQ = 540.1599.1
−−
EE = 1.42
Berdasarkan kriteria kebahayaan (risiko) yang diberikan oleh Landis &
Ming (1999), yaitu sangat berisiko, hazard quotient (HQ > 1), risiko potensial
(HQ = 1), dan risiko rendah (HQ < 1), maka pencemaran Hg di perairan Kali
Surabaya sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 15
kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai (mandi,
berenang, mencuci) dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1-2 jam/hari, karena
nilai HQ di atas 1.
5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran
Untuk mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan survei lapangan
menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan terstruktur. Responden yang
dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali
Surabaya pada sisi kiri-kanan zona 500 meter dari Kali Surabaya. Jumlah
responden yang dipilih sebanyak 200 orang dengan tingkat kesalahan sekitar 7%.
Persepsi masyarakat yang dievaluasi mencakup: (1) Pemanfaatan / penggunaan
Kali Surabaya, (2) Pandangan responden terhadap masalah penurunan kualitas
Kali Surabaya, (3) Pandangan responden terhadap kelayakan air Kali Surabaya
untuk peruntukan, dan (4) Pandangan responden terhadap pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat dalam
pengendalian pencemaran dapat berupa keterlibatan responden baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap upaya pengendalian pencemaran.
5.5.1 Karakteristik Responden
Hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status responden dalam
keluarga adalah kepala keluarga (62.0%) dan proporsi terbesar kedua adalah
pasangan suami-istri (23.0%). Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 30 dan Lampiran 6.
143
(a)
(b)
Gambar 30 (a) Proporsi status responden dalam keluarga (b) Proporsi tingkat pendidikan responden.
Pendidikan formal masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya sebagian
besar adalah pendidikan menengah (SMA 33% dan SMP 27%) dan pendidikan
dasar 19%), sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi hanya 4%.
Pada data pada Lampiran 6, tampak bahwa pekerjaan responden sebagian
besar adalah pedagang/wiraswasta (40.5%) dan pegawai swasta/BUMN (23.5%).
Pendapatan rata-rata responden per minggu antara Rp 150,000 – Rp 250,000
(43.5%) dan Rp 250,000 – Rp 350,000 (21.0%). Keluarga inti yang tinggal
bersama dalam satu rumah dengan responden berjumlah 3 – 4 orang (44.0%) dan
berjumlah 5 – 6 orang (37.5%). Mayoritas responden memiliki bangunan rumah
permanen/tembok penuh (81.0%). Jarak rumah responden terhadap Kali Surabaya
sebagian besar sekitar 20 meter dari Kali Surabaya (28.0%) dan sekitar 50 meter
dari Kali Surabaya (26.0%).
5.5.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran
Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu
objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat
diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku
yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti (2003),
Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung
pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar,
serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut
Hartley (2006), persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh
informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan
144
persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (2006) menyatakan bahwa
informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal,
karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor
politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas,
pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi
persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air sungai. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan
bahwa masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya pada umumnya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Kali Surabaya dan kelayakan air Kali
Surabaya, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Kali
Surabaya umumnya masih sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi
ditunjukkan pada Gambar 31.
Gambar 31 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan
kelayakan air Kali Surabaya.
Gambar 31 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Kali Surabaya
tentang pemanfaatan atau penggunaan Kali Surabaya sudah baik dan tinggi, di
mana 76.33% responden menyatakan penggunaan Kali Surabaya sebagai sumber
air baku air minum PDAM, 15.52% menyatakan untuk pertanian dan perikanan
dan hanya 8.14% responden yang memiliki persepsi rendah yakni menyatakan
Kali Surabaya pemanfaatannya untuk mandi, cuci, buang hajat dan untuk
menampung limbah pemukiman. Tingginya persepsi responden terhadap
pemanfaatan sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang mempengaruhi sikap
dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut melakukan
upaya-upaya perbaikan kualitas air Kali Surabaya, sehingga di masa yang akan
145
datang kualitas air Kali Surabaya akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan
baku air minum.
Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan
partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan
bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air
Kali Surabaya (Gambar 32), namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi Kali
Surabaya yang masih tetap tercemar berat. Hal ini diduga akibat kurangnya sarana
dan prasarana seperti IPAL komunal, MCK umum, jarak dan tempat pembuangan
sementara (TPS), dan lain-lain. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH
2008) menunjukkan bahwa 15% orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan
tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai,
sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga
200 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut
Harihanto (2001), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak
sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai
perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu
terhadap air sungai.
Gambar 32 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran.
5.5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran
Partisipasi (participation) adalah suatu tindak mengambil bagian atau
memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindak itu dapat dilakukan
146
oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasikan atau tidak
terorganisasikan. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul
(1986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi
masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 33.
Gambar 33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran.
Gambar 33 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya cukup tinggi (56.10%), namun jauh di bawah nilai
persepsi masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar
tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti
tindakan nyata dalam pengendalian. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon
(2004) yang menyatakan bahwa selain adanya persepsi yang benar, partisipasi
masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan,
status sosial dan pesan persepsi (message perception), namun tidak berkaitan
dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga
sesuai dengan hasil penelitian Mulyanto (2003), yang menyimpulkan bahwa
tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda
sesuai situasi setempat (sosial, ekonomi, kultural). Aspek ekonomi mempunyai
pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam
pengendalian pencemaran, terutama menyangkut penanggulangan limbah
domestik.
147
Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan responden 32.0% berupa
uang/dana, 57.5% tenaga, 5.5% bahan, dan 5.0% berupa ide, saran, dan pemikiran.
Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden (32.5%)
membuang air limbah, bekas masak, mandi, dan mencuci ke Kali Surabaya. Hasil
ini senada dengan hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH 2008), yang
menyatakan bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap 411 responden di Kota
Bogor, Palembang, dan Gorontalo menunjukkan bahwa rata-rata 30% orang yang
tinggal di bantaran sungai atau sempadan sungai melakukan pembuangan sampah
ke sungai.
5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran
Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan
reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu yang
ditetapkan. Analisis prioritas kegiatan kegiatan reduksi beban pencemaran
dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang
diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada Kali Surabaya. Teknik
pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Penentuan alternatif
kegiatan dan kriteria yang dikembangkan dalam rangka mereduksi beban
pencemaran Kali Surabaya baik yang bersumber dari limbah industri maupun
limbah domestik, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam
dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring
berbagai informasi tentang kriteria dan alternatif terkait kegiatan reduksi beban
pencemaran. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yang berasal dari
Perguruan Tinggi (ITS), LSM ECOTON, Dinas PU Pengairan Jatim, Perum Jasa
Tirta I, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, dan BLH Jatim.
Berdasarkan hasil wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali
Surabaya yang berhasil diidentifikasi adalah:
(1) Pembuatan UPL komunal (A-1),
(2) Penerapan pajak limbah pencemar industri (A-2),
(3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air (A-3),
(4) Penyuluhan (A-4),
(5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (A-5),
(6) Sistem penegakan hukum lingkungan (A-6),
(7) Penetapan kelas air Kali Surabaya (A-7),
148
(8) Penetapan daya tampung beban pencemaran (A-8),
(9) Relokasi industri (A-9),
(10) Penataan ruang (A-10).
Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban
pencemaran adalah: (1) Keadilan (K-1), (2) Keberlanjutan (K-2), (3) Partisipasi
masyarakat (K-3), (4) Prosedur dan persyaratan (K-4), (5) Efisiensi (K-5), dan (6)
Kemudahan manajemen (K-6). Analisis AHP kegiatan reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya ditetapkan tiga level. Level satu adalah tujuan, yaitu kegiatan yang
efektif dan efisien untuk mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Level dua
adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi
beban pencemaran, dan level tiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban
pencemaran Kali Surabaya.
Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian
dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tujuh
tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu (N(ij)) tentang kepentingan
relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan (NG(ij)) dengan
menggunakan persamaan geometric mean, NG(ij) 6)(6)(2)(1 ... ijijij NxxNxN = .
Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency
Ratio (CR) untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang
paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai
eigen dan global priority.
Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program ExpertChoice 2000,
menunjukkan bahwa kriteria kemudahan manajemen (eigen value 0.317) menjadi
kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban
pencemaran Kali Surabaya dan diikuti oleh kriteria efisiensi (0.305), keadilan
(0.1370), keberlanjutan (0.132), prosedur dan persyaratan (0.059), dan terakhir
adalah partisipasi masyarakat (0.050). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada
bobot prioritas yang dihasilkan matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih
tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan
semakin rendah kriterianya dalam penentuan kegiatan reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya. Perbandingan prioritas berdasarkan eigen value untuk seluruh
kriteria ditunjukkan pada Gambar 34.
149
Gambar 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran.
Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen
level tiga (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua
(kriteria) diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal
kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya terhadap keenam kriteria yang
dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan
operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 43, sedangkan
struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran (KRBP) ditunjukkan
pada Gambar 35.
Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran
KRITERIA Prioritas Global
% K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6
Bobot Kriteria 0.137 0.132 0.050 0.059 0.305 0.317 UPL Komunal 0.100 0.056 0.198 0.102 0.073 0.096 0.087 8.7
Pajak limbah industri 0.025 0.029 0.088 0.053 0.049 0.051 0.044 4.4
Pemantauan kualitas limbah & sumber air 0.090 0.063 0.106 0.082 0.131 0.167
0.125
12.5
Penyuluhan
0.050
0.090
0.191
0.124
0.175
0.255
0.172
17.2
Pengetatan perijinan pembuangan limbah
0.067
0.053
0.108
0.139
0.064
0.058
0.066 6.6
Sistem penegakan hukum lingkungan
0.110
0.124
0.078
0.045
0.053
0.033
0.063 6.3
Penetapan kelas air
0.227 0.234 0.068 0.197 0.230 0.153 0.200 20.0
Penetapan daya tampung BP
0.163
0.114
0.070
0.177
0.155
0.137
0.145 14.5
Relokasi industri 0.038 0.091 0.029 0.027 0.025 0.017 0.032 3.2
Penataan ruang 0.130 0.145 0.064 0.055 0.046 0.033 0.067 6.7
150
Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas
air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi (0.200), karena dari enam
kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban
pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul,
yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping
itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi
yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (eigen value 0.305). Kegiatan
penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.172), disusul penetapan
daya tampung beban pencemaran (0.145), pemantauan kualitas limbah dan
sumber air (0.125), pembuatan UPL komunal (0.087), penataan ruang (0.067),
pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (0.066), sistem penegakan
hukum lingkungan (0.063), penerapan pajak limbah industri (0.044), dan terakhir
relokasi industri (0.032). Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air
Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban
pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL
komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem
penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi
industri.
Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan
kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas.
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu
air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas 1 merupakan
tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas 1 lebih baik dari
Kelas 2, 3, dan 4.
Sejak keluarnya PP Nomor 82/2001 dan Perda Jawa Timur
Nomor 2/2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 187/1988 tentang Peruntukan Air Sungai di
Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B (untuk bahan baku air
minum) seharusnya direvisi.
151
Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: PUPLK : Pembuatan UPL Komunal PKAKS : Penetapan Kelas Air Kali Surabaya PPLPI : Penerapan Pajak Limbah Industri PDTBP : Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran PKLSA : Pemantauan Kualitas Limbah & Sumber
Air RIND : Relokasi Industri
PSPPL : Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah PTRU : Penataan Ruang SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Reduksi Beban Pencemaran Air Kali Surabaya Secara Efektif dan Efisien
Keadilan 0.137
Keberlanjutan 0.132
Partisipasi Masyarakat
0.050
Prosedur dan Persyaratan
0.059
Efisiensi 0.305
Kemudahan Manajemen
0.317
PUPLK 0.087
PPLPI 0.044
PKLSA 0.125
Penyuluhan 0.172
PSPPL 0.066
SPHL 0.063
PKAKS 0.200
PDTBP 0.145
RIND 0.032
PTRU 0.067
TUJUAN
KRITERIA
ALTERNATIF
152
Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban
cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas
dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan.
Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran
Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau
kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Karenanya,
penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka
penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan
limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang
sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang
memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city
(KLH 2008). Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran
sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah
padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya
pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah
masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin
meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi
karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian
pencemaran dan pengawasan pengelolaan Kali Surabaya. Pendekatan
penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan
pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat
yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak
efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan
kualitas air Kali Surabaya.
Partisipasi masyarakat yang efektif membutuhkan prakondisi.
Hardjasoemantri (1986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat
menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: (1) Pemastian penerimaan informasi
dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya;
(2) Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas
wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta
masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin,
sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk
153
mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; (4) Informasi
yang lengkap dan menyeluruh; dan (5) Informasi yang dapat dipahami.
Dalam rangka peningkatan peran dan partisipasi masyarakat terhadap
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
Penetapan daya tampung beban pencemaran (DTBP) adalah penetapan
kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima masukan pencemaran tanpa
menyebabkan air tersebut tercemar. Besarnya beban pencemaran yang dapat
diterima oleh air Kali Surabaya untuk semua parameter kualitas air dapat
diketahui dari besar daya tampung di setiap segmen sungai. Menurut Masduqi
(2006), besarnya beban pencemaran yang diterima Kali Surabaya, menyebabkan
Kali Surabaya tidak lagi mempunyai daya tampung dalam menerima beban
pencemaran. Berdasarkan hal tersebut maka kajian penetapan DTBP perlu
, kegiatan penyuluhan utamanya bagi
masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya menjadi urgen dilakukan.
Penyuluhan dilakukan tidak semata-mata dalam bentuk pelatihan atau sosialisasi,
namun ada aspek kegiatan lain yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar
sungai. Kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat tersebut antara lain
melalui penyebarluasan informasi, pendidikan non formal, penjelasan dan
penguatan komunitas dengan tujuan edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi,
konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.
Dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH), peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat (1)
pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat (2) berupa
pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran
masyarakat sesuai ayat (3) adalah untuk: meningkatkan kepedulian dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan
dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan
menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
154
dilakukan minimal setiap lima tahun untuk menentukan kondisi beban
pencemaran air Kali Surabaya dan menentukan berapa besar volume dan karakter
limbah cair dari limbah industri yang boleh dibuang ke Kali Surabaya. Hasil
penetapan DTBP dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelas
peruntukan dan pengelolaan air Kali Surabaya dalam bentuk Peraturan Gubernur.
Selain itu, penetapan DTBP juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian
ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang,
pemberian ijin pembuangan air limbah, dan penetapan mutu air sasaran dan
program kerja pengendalian pencemaran air.
Lemahnya sistem pemantauan terhadap kualitas limbah industri dan sumber
air oleh BLH Jatim dan instansi terkait lainnya menyebabkan ketaatan industri
untuk membangun dan mengoperasikan IPAL masih rendah. Jumlah seluruh
industri di Surabaya 5768 industri terdiri atas 4021 industri kecil, 1533 industri
sedang, dan 214 industri besar (BPS 2009). Menurut BLH (2009), jumlah industri
yang telah memiliki IPAL hanya 137 industri (2.37%), padahal IPAL adalah
instrumen penting dalam mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh
aktivitas industri akibatnya beban limbah industri yang terbuang ke Kali Surabaya
tetap tinggi. Karenanya, Pemantauan kualitas limbah industri harus dilakukan
terus menerus dan memberikan sanksi tegas bagi industri pelanggar. Upaya
inspeksi mendadak juga perlu dilakukan oleh lembaga pemerintah yang
berwenang memberi sanksi administratif berupa denda hingga menutup industri
yang terbukti mencemar. Lembaga pengelola lingkungan hidup harus memiliki
wewenang yang kuat dalam mengawasi dan memberi sanksi kepada industri yang
mencemari Kali Surabaya.
Sesuai Master Plan Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya, untuk
mencukupi kualitas air baku mutu air minum diperlukan upaya antara lain
menurunkan beban limbah industri mencapai 90% terhadap prediksi beban
pencemaran tahun 2020, menurunkan beban limbah domestik mencapai 65% dari
prediksi beban pencemaran tahun 2020, dan menambah debit pengenceran dari
7.5 m3/detik menjadi 20 m3/detik dengan membangun waduk dan bendungan.
Salah satu tahapan kegiatan untuk tahun 2010 – 2020 adalah melakukan
pemantauan kualitas limbah dan sumber air serta pendugaan cadangan air
diberbagai lokasi. Selain itu, upaya yang dilakukan Perum Jasa Tirta I untuk
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah melakukan pemantauan
155
kualitas air secara periodik, pengenceran, pengerukan dan pembersihan sampah
sungai serta pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga
swadaya masyarakat dan perguruan tinggi.
Limbah cair domestik dari pemukiman bantaran Kali Surabaya memberikan
kontribusi pencemar cukup besar selain limbah cair dari sektor industri. Oleh
karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Kali Surabaya sebagai
sungai kelas 1 perlu dilakukan perencanaan IPAL domestik untuk pemukiman
bantaran Kali Surabaya. Pembuatan UPL atau IPAL komunal merupakan salah
satu upaya penanganan sistem dainase dan sistem sanitasi secara terpadu dan
terpusat melalui pembangunan unit pengolah air limbah secara komunal atau
bersama melalui saluran-saluran yang membentuk jaringan sinitasi. UPL komunal
domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah
sejumlah sembilan bak. Bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air
limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses
penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir. Pada proses di IPAL tersebut,
dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah.
Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil
olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak
kesembilan tersebut yang nantinya akan disalurkan ke sungai. Sejauh ini, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Jatim telah membangun unit pengolah limbah (UPL)
komunal domestik secara cluster di dua tempat, yakni di Desa Bambe dan
Kelurahan Karah. Pembangunan UPL komunal tersebut merupakan upaya untuk
meminimalisir pembuangan kotoran atau limbah domestik dari masyarakat di
sepanjang Kali Surabaya yang biasanya cenderung langsung dibuang ke sungai.
Sesuai rencana BLH, target IPAL domestik yang akan dibangun di sempadan Kali
Surabaya sebanyak 74 cluster. Lokasi pembangunan UPL komunal di
Wonokromo 20 cluster, Jambangan 24 cluster, Karang Pilang 14 cluster dan
Driyorejo 16 cluster. Jika target pembuatan UPL komunal dapat terealisasi
diharapkan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari Kali Surabaya dapat
diolah secara mandiri oleh masyarakat, agar lebih ramah lingkungan dan
pencemaran Kali Surabaya dapat direduksi.
Kebijakan pengendalian pencemaran dapat ditempuh dengan optimalisasi
pemanfaatan lahan melalui konsep kebijakan penataan ruang. Penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
156
pengendalian pemanfaatan ruang (UU No 26/2007). Penerapan konsep tata ruang
berbagai jenis kegiatan dapat diatur sesuai peruntukannya sehingga relatif tidak
mengganggu keberadaan ekosistem di sekitarnya. Terkait pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, Prianto (2009) mengusulkan alokasi luas lahan
industri optimum dari aspek ekonomi dan lingkungan seluas
Dalam rangka reduksi beban pencemaran dan kerusakan lingkungan selain
upaya preventif juga perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum
lingkungan yang efektif, adil, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang sudah terjadi. Perangkat perundang-undangan lingkungan
harus ditegakkan. Siapa pun yang terbukti merusak lingkungan harus mendapat
hukuman sesuai ketentuan yang berlaku dalam perfektif rasa keadilan masyarakat.
Seluruh aparat hukum dari polisi, jaksa, dan hakim harus memiliki environmental
± 308,96 hektar.
Area yang sudah dikembangkan seluas ± 112,42 hektar, sedangkan sisanya yang
masih bisa dikembangkan adalah ± 196,54 hektar. Lokasi pengembangan industri
baru yang diusulkan meliputi enam desa, yaitu : Driyorejo, Cangkir, Bambe,
Mulung, Tenaru dan Kesamben Wetan.
Sesuai UU No. 32/2009, salah satu upaya preventif dalam rangka
pengendalian dampak lingkungan hidup dalam hal ini reduksi beban pencemaran
Kali Surabaya adalah mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan
dan perijinan. Upaya tersebut di antaranya melalui kontribusi pemerintah untuk
melakukan penyeleksian secara ketat bagi pemberian ijin pembuangan limbah dan
pengawasan yang intensif dari pihak terkait (BLH, Jasa Tirta, PU Pengairan)
terhadap industri yang membuang limbah melebihi baku mutu. Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke
air/sumber air wajib mengajukan ijin pembuangan air limbah sesuai ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan
limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar,
upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air serta
untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber
air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri
yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair (IPLC) ke Kabupaten atau Kota
melalui BLH harus diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan sesuai
PP No. 82/2001 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi
pembuangan, dan area pembuangan limbah.
157
sense agar lebih mempertimbangkan dampak kebijakannya pada kehidupan
generasi mendatang yang juga membutuhkan lingkungan yang bersih dan sehat.
Industri, hotel, rumah sakit dan berbagai bentuk usaha/kegiatan yang membuang
limbah cair atau padat yang tidak sesuai kriteria baku mutu harus diberikan pinalti
secara tegas dan konsisten sesuai UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk menjamin kepastian hukum bagi
perlindungan dan pengelolaan Kali Surabaya secara berkelanjutan.
Selain harus memiliki ijin pembuangan limbah ke Kali Surabaya, pihak
industri sebaiknya juga harus membayar pajak pembuangan limbah untuk
membiayai rehabilitasi bagian sungai yang tercemar dan membiayai pemantauan
dan pengawasan limbah.
Pemberlakuan pajak limbah pencemar adalah salah satu cara yang harus
dicoba untuk menekan tingkat pencemaran sungai-sungai di Indonesia khususnya
Kali Surabaya. Penerapan pajak pembuangan limbah dikenakan pada setiap
industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Industri, hotel dan rumah
sakit yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya harus membayar pajak
pembuangan limbah yang besarnya tergantung pada jumlah limbah, besarnya
kandungan dan tingkat toksisitas zat pencemar dalam limbah yang dibuang. Hasil
pajak pembuangan limbah industri dapat dijadikan biaya operasional BLH dalam
mengelola lingkungan sungai.
Relokasi industri menurut tata ruang dapat mereduksi beban pencemaran
Kali Surabaya. Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi
industri dari lokasi awal ke lokasi baru dengan alasan tertentu. Relokasi industri
terutama diprioritaskan pada lima industri yang membuang limbah organik cukup
besar, yaitu empat industri kertas dan satu industri MSG (penyedap rasa).
Relokasi industri tersebut dapat dilakukan ke kawasan industri di wilayah SIER
Rungkut yang memiliki luas area 245 ha atau ke lokasi pengembangan industri
baru di enam desa seperti yang diusulkan Prianto (2009).
5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air
Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk
menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif.
Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Teknik Perbandingan
Indeks Kinerja (comparative performance index, CPI). Alternatif teknologi
158
pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi pengolahan kimia, fisika,
biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan sumber dari pustaka dan pakar.
Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air yang berhasil diidentifikasi
berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan, (2) Screening, (3)
Wastewater Garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur Aktif, (6) Desinfeksi, dan (7)
Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian alternatif adalah: (1)
Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya
operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian. Efisiensi pemisahan dievaluasi
menggunakan skala ordinal (5 = sangat efisien, 4 = efisien, 3 = cukup efisien, 2 =
kurang efisien, 1 = tidak efisien). Biaya investasi adalah jumlah biaya pengadaan
teknologi pengendalian hingga siap dioperasikan. Evaluasi biaya investasi
menggunakan skala ordinal (5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah,
1 = sangat rendah). Produk samping (kg/hari) dihitung dari jumlah lumpur atau
produk samping lainnya yang terbentuk sebagai efek samping penerapan
teknologi. Biaya operasional dievaluasi dengan menggunakan skala ordinal ( 5 =
sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, 2 = rendah, 1 = sangat rendah), kemudahan
pengoperasian juga dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat mudah, 4 =
mudah, 3 = cukup mudah, 2 = sulit, 1 = sangat sulit).
Nilai rata-rata hasil penilaian pakar terhadap tujuh alternatif teknologi
pengendalian pencemaran air berdasarkan lima kriteria yang ditetapkan disajikan
pada Tabel 44.
Tabel 44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air
Alternatif Kriteria (1) (2) (3) (4) (5)
Pengendapan 4 3 80 3 4
Screening 2 1 60 1 5
Wastewater Garden 3 1 40 2 5
Filtrasi 4 3 70 4 3
Lumpur Aktif 5 4 90 5 2
Desinfeksi 3 2 30 3 4
Biofilter 5 5 60 4 2
Bobot Kriteria 0.30 0.20 0.15 0.25 0.1 Keterangan: (1) Efisiensi; (2) Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional (5) Kemudahan pengoperasian.
159
Berdasarkan matriks penilaian alternatif (Tabel 44), selanjutnya dilakukan
transformasi menggunakan kriteria tren positif dan tren negatif dan hasilnya
disajikan pada Tabel 45. Berdasarkan hasil analisis menggunakan indeks
gabungan (composite index) di atas, menunjukkan bahwa wastewater garden
dengan nilai alternatif 111.50 menempati peringkat ke satu sebagai teknologi
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan lima kriteria yang
dievaluasi, diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif,
dan peringkat terakhir adalah desinfeksi.
Tabel 45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja
Alternatif
Kriteria Nilai
Alternatif
Peringkat (1) (2) (3) (4) (5)
Pengendapan 200 33.33 37.5 33.33 200 100.62 5
Screening 100 100 50 100 250 107.50 3
Wastewater Garden 150 100 75 50 250 111.50 1
Filtrasi 200 33.33 42.86 25 150 107.79 2
Lumpur Aktif 250 25 33.33 20 100 99.99 6
Desinfeksi 150 50 100 33.33 200 98.33 7
Biofilter 250 20 50 25 100 102.75 4
Bobot Kriteria 0.30 0.20 0.15 0.25 0.10
Wastewater garden merupakan salah satu teknik mereduksi beban limbah
dengan manfaatkan berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan baik
dalam menyerap bahan nutrien yang terdapat pada limbah. Pada waktu yang sama
oksigen dan mikroba yang terdapat dalam sistem wastewater garden
melenyapkan bakteri berbahaya penyebab penyakit yang terdapat dalam air
limbah yang tidak diolah. Efisiensi teknik wastewater garden sebenarnya
tergolong sedang, namun teknik ini unggul dari aspek biaya investasi dan
kemudahan operasional. Hal ini didukung hasil penelitian Nelson et al. (2006)
yang menunjukkan bahwa teknik wastewater garden hanya mampu meremoval
COD 65-75%, BOD 87.9%, total P 76.4%, total N 79.0%, dan TSS 44.4%. Biaya
investasi pengadaan teknologi wastewater garden hingga siap dioperasikan
sekitar 25 juta rupiah yang jauh lebih murah dibandingkan teknologi biofilter dan
lumpur aktif yang masing-masing membutuhkan biaya investasi mencapai sekitar
500 dan 400 juta rupiah. Produk samping yang dihasilkan wastewater garden juga
160
tergolong kecil berupa lumpur dan sisa-sisa reruntuhan tanaman sekitar 40 kg/hari
untuk tiap area.
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan atau septum. Filtrasi digunakan untuk
memisahkan campuran heterogen zat padat yang tidak larut dalam cairan. Selain
itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu
penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Menurut Masduqi (2004),
mekanisme filtrasi yang dominan dalam filter pasir cepat adalah mechanical
straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel
lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam
filter pasir lambat adalah proses biologis. Selain itu, mekanisme juga dapat
menggunakan membran dan karbon aktif. Membran ditujukan untuk menyaring
bahan berukuran molekuler dan ionik, sedangkan karbon aktif digunakan untuk
media adsorpsi dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik.
Berdasarkan kecepatan alirannya, filtrasi dibagi menjadi: (1) Slow sand
filter (saringan pasir lambat), merupakan penyaringan partikel yang tidak
didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran dalam
media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir lambat
lebih menyerupai penyaringan air secara alami. (2) Rapid sand filter (saringan
pasir cepat), merupakan penyaringan partikel yang didahului oleh proses
pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran air dalam media pasir lebih
besar karena ukuran media pasir lebih besar. Biasanya filter ini digunakan untuk
menyaring partikel yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Berdasarkan hasil
expert judgement, penerapan teknologi filtrasi untuk pengendalian pencemaran
dianggap efisien dan tahapan operasional yang relatif mudah meskipun untuk
pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi sekitar 250 juta dan
produk samping berupa lumpur yang dihasilkan relatif tinggi yaitu 70 kg/hari.
Hasil analisis dengan CPI menempatkan teknologi filtrasi pada peringkat ke dua
sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Screening merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara fisika.
Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air, yang terdiri
atas batang-batang besi yang disusun berjajar/paralel (disebut screen). Screening
juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai
(sumber air) menuju ke bak pengumpul. Pada umumnya, sebelum dilakukan
161
pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan
tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang
terapung disisihkan terlebih dahulu. Screening dimaksudkan untuk menyaring
benda-benda kasar terapung atau melayang di air (daun, plastik, kayu, kain, botol
plastik, bangkai binatang, dan sebagainya).
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Dalam pengoperasiannya, air akan mengalir melalui bukaan (space) di antara
batang besi. Bila air membawa benda kasar, maka benda ini akan tertahan oleh
besi berjajar tersebut. Hasil analisis CPI menempatkan teknologi screening pada
peringkat ke tiga sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Ditinjau dari kriteria efisiensi, penerapan screening yang paling tidak efisien
dalam meremoval limbah, namun teknologi ini memiliki tiga nilai unggul yaitu
biaya investasi dan operasional paling rendah (biaya investasi sekitar 10 juta) dan
pengoperasiannya sangat mudah.
Biofiltrasi adalah suatu teknik pengendalian pencemaran menggunakan
material hidup untuk menangkap dan melakukan proses degradasi polutan secara
biologi. Teknologi ini merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan
untuk pengolahan air limbah domestik yang cukup handal dan perawatannya
mudah. Hal ini sesuai pendapat Uhl (2000), Juhna dan Melin (2006) yang
menyatakan bahwa teknik biofilter sangat efektif untuk mendegradasi bahan-
bahan organik, mampu mereduksi keberadaan mikroorganisme penyebab
penyakit, dan membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif rendah. Teknik
biofiter menggunakan mikroorganisme (bakteri dan jamur) untuk memisahkan
bahan pencemar atau mengurai bahan organik sehingga mampu menurunkan
konsentrasi BOD, COD maupun TSS lebih dari 90%. Menurut USEPA (1998)
dan Said (2009), keunggulan teknik biofilter antara lain (1) medium filter yang
digunakan tahan hingga 20 tahun, (2) tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah
maupun fluktuasi konsentrasi, (3) operasional dan perawatannya mudah dan
sederhana, (4) konsumsi energi (listrik untuk blower) lebih rendah, (5) tahan
terhadap fluktuasi debit maupun konsentrasi, (6) dapat diaplikasikan untuk
162
pengolahan berbagai macam air limbah baik limbah domestik maupun limbah
industri dan (7) dapat dirancang untuk skala kecil maupun skala besar. Lebih
lanjut USEPA (1998) menyatakan bahwa teknologi biofilter mampu meremoval
BOD hingga 95-96%, TSS 97-98%, N-NH4
Lumpur aktif (activated sludge) merupakan salah satu teknik pengendalian
pencemaran air dengan prinsip pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO
97-98%, dan total nitrogen 59-65%.
Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi biofilter untuk
pengendalian pencemaran dianggap paling efisien dan tahapan operasional yang
mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya
investasi paling tinggi dibandingkan ke enam alternatif lainnya. Koemantoro
(2007) berdasarkan hasil kajian tentang strategi pemenuhan baku mutu badan air
lokasi intake PDAM Karang Pilang juga merekomendasikan teknologi biofilter
untuk mengurangi beban pencemar di hilir Kali Tengah.
Pengendapan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara kimia.
Menurut Carlsson (1998), teknik pengendapan banyak dimanfaatkan untuk
memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air. Pengendapan
partikel-partikel didasarkan pada perbedaan gaya gravitasi dan densitas antara
partikel dan cairan. Pengolahan air buangan dengan teknik pengendapan biasanya
dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan, yaitu dari tak
dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan
atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi. Menurut Masduqi (2004), ditinjau dari jenis
partikel yang diendapkan, pengendapan dibedakan menjadi prasedimentasi dan
sedimentasi (mengendapkan partikel flokulen). Bak pengendap ideal tersusun
oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona
outlet. Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air.
2 dan H2O (Klopping et al. 1995). Menurut Herlambang &
Wahjono (1999), lumpur aktif adalah ekosistem yang kompleks yang terdiri atas
bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lainnya. Istilah lumpur aktif
digunakan untuk suspensi biologis atau massa mikroba yang sangat aktif
163
mendegradasi bahan-bahan organik yang terlarut. Degradasi bahan organik
dengan lumpur aktif dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba
mendegradasi bahan organik kompleks menjadi senyawa stabil dan dapat
menurunkan nilai BOD (biochemical oxygen demand) dan COD (chemical
oxygen demand) limbah kurang lebih 70-95 %. Keberhasilan pengolahan limbah
dengan lumpur aktif dalam batas tertentu ditentukan oleh kemampuan bakteri
untuk membentuk flok. Menurut Sulistyanto (2003), lumpur aktif juga mampu
memetabolisme dan memecah zat-zat pencemar yang ada dalam limbah.
5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya
Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau
situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar
peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Pada
diagram kotak gelap sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (Gambar
9), tampak bahwa dalam sistem tersebut masukan/input yang mempengaruhi
keberlanjutan pengendalian adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input
tak terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan perundangan. Input
terkontrol merupakan input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya
dalam sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki, sedangkan input
tidak terkontrol merupakan input/masukan yang tidak dapat dikontrol.
Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol merupakan hasil analisis
atas elemen program dalam membangun sistem, yaitu laju pertumbuhan
penduduk dan kesadaran masyarakat, persepsi masyarakat, implementasi
peraturan pengendalian pencemaran air, komitmen/dukungan Pemerintah Daerah,
dan sistem dan kapasitas kelembagaan. Sementara itu, variabel-variabel yang
termasuk input tidak terkontrol yaitu limbah non-point, debit air dan beban
limbah. Pada proses umpan balik (feedback) terhadap input terkontrol dan tidak
terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output
dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan
output yang tidak dikehendaki merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi.
Output/keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu beban
pencemaran menurun, kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1 dan
meningkatnya partisipasi masyarakat, sedangkan output yang tidak dikehendaki
164
yaitu jumlah beban limbah meningkat, kurangnya kerjasama stakeholders,
penurunan kesehatan masyarakat, dan kualitas air terus menurun.
Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun oleh beberapa
sub-sub model, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model
sosial. Ketiga sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
5.8.1 Sub-Model Lingkungan
Sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-
variabel lingkungan, seperti permasalahan limbah dan pencemaran air Kali
Surabaya terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan
tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti
ditunjukkan pada Gambar 36.
AktifitasMembuang
Limbah Domestik
VolumeLimbah
PemakaianAir
++
Beban PencemaranLimbah Domestik
+
Beban PencemaranLimbah Hotel
Beban PencemaranLimbah Pertanian
Beban PencemaranLimbah Industri
Total BebanPencemaran+ +
+
+
JumlahHotel
Jumlah Industri yangtidak memiliki IPAL
Luas Lahan Pertanianyang dibudidaya secara
konvensional
+
+
+
KapasitasAsimilasi
Ratio BebanPencemaran dan
Kapasitas Asimilasi
+
-
Gambar 36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Berdasarkan diagram sub model lingkungan (Gambar 36) diketahui bahwa
total beban pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari beban
pencemaran limbah hotel, beban pencemaran limbah domestik, beban pencemaran
165
limbah pertanian, dan beban pencemaran limbah industri. Peningkatan beban
pencemaran limbah domestik sangat dipengaruhi oleh peningkatan volume
limbah yang besarnya sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat pemakaian air dan
aktivitas membuang limbah domestik oleh masyarakat. Sementara itu, beban
pencemaran limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh luas lahan pertanian di
sepanjang Kali Surabaya, dan untuk beban pencemaran limbah industri dan hotel
sangat dipengaruhi oleh jumlah hotel dan industri yang membuang limbahnya ke
badan Kali Surabaya. Secara keseluruhan total beban pencemaran Kali Surabaya
akan sangat mempengaruhi kapasitas asimilasi Kali Surabaya atau kemampuan
Kali Surabaya mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah domestik,
industri, pertanian dan hotel. Diagram stock flow sub model lingkungan dalam
sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya dapat dilihat pada Gambar 37.
Sumber Zona 500 m Saluran LimbahDomestik
dan Anak Sungai
Limbah Domestik
Limbah Hotel
DPSAnak Sungai
Limbah Industri
Limbah Pertanian
BCODSH BTSSSHBBODSH
BBODS BCODS BTSSSBCOD500
FCOD
BBODIH
BCODIH
BTSSIH
FBOD
BBODIAH
BCODIAH
BTSSIAH
Pemakaian_Air
Vol_Limb
BBODPH
BCODPH
BNNO3PH
BTSSPH
BPO4PH
Pddk_Pemb_Limb
TBCODP
TBNNO3P
Pengguna_Air
TBPO4P
BBODIA
BCODIA
BTSSIA
BBODI
BTSSITBTSSI
TBTSSP
TBTSSLD
FLPL
BTSSHH
Air_Buangan
BCODHH
BBODHHPJH
FPH
BCODI
TBCODH
TBTSSH
Jml_H
FPJH
PJIA
FPIA
Jml_Ind_A
FPJIA
FPID
Jml_Ind_D
PJID
FPJID
TBBODI
Lahan_Pertanian TBBODP
TBBODH
TBCODLD
TBCODI
COD
TSS
NNO3
PPO4
BBOD500
TBBODLD
BOD
(a)
166
NNO3
TSS
BOD FLBODK
FLCODK
PPO4
FLNNO3K
FLPPO4K
COD
FKACOD FKANNO3
FKAPPO4
FKABODLBODK
LTSSK
FKATSS
LKATSS
LCODK
LKACOD
LNNO3K
LKAPPO4
LPPO4K
LKABOD
PBOD
PTSS
PCOD
PNNO3
PPPO4
PTP
BODK
TSSK
CODK NNO3K
PPO4K
FLTSSK
LKANNO3
KABOD
KATSS
KACOD KANNO3
KAPPO4
(b)
Gambar 37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b) beban pencemaran Kali Surabaya.
Keterangan: BODK = beban pencemaran BOD Kali Surabaya CODK = beban pencemaran COD Kali Surabaya Jml_H = jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya Jml_Ind_A = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai Jml_Ind_D = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya KABOD = kapasitas asimilasi untuk parameter BOD KACOD = kapasitas asimilasi untuk parameter COD KANNO3 = kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO3 KAPPO4 = kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO4 KATSS = kapasitas asimilasi untuk parameter TSS Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu NNO3K = beban pencemaran N-NO3 Kali Surabaya PPO4K = beban pencemaran P-PO4 Kali Surabaya TSSK = beban pencemaran TSS Kali Surabaya LBODK = laju masukan beban pencemaran BOD di Kali Surabaya LCODK = laju masukan beban pencemaran COD di Kali Surabaya LKABOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter BOD di Kali Surabaya LKACOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter COD di Kali Surabaya LKANNO3 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO3 di Kali Surabaya
167
LKAPPO4 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO4 di Kali Surabaya LKATSS = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS di Kali Surabaya LNNO3K = laju masukan beban pencemaran N-NO3 di Kali Surabaya LPPO4K = laju masukan beban pencemaran P-PO4 di Kali Surabaya LTSSK = laju masukan beban pencemaran TSS di Kali Surabaya PJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya PJIA = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai PJID = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya BBOD500 = jumlah beban BOD dalam satu tahun pada zona 500 m BBODI = beban BOD limbah industri per tahun BBODIA = beban BOD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai BBODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai BCOD500 = jumlah beban COD dalam satu tahun pada zona 500 m BCODI = beban COD limbah industri per tahun BCODIA = beban COD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai BCODS = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai BOD = beban BOD sumber pencemar BTSSI = beban TSS limbah industri per tahun BTSSIA = beban TSS per tahun dari limbah industri melalui anak sungai BTSSS = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai COD = beban COD dari sumber pencemar FKABOD = fraksi kapasitas asimilasi BOD di Kali Surabaya FKACOD = fraksi kapasitas asimilasi COD di Kali Surabaya FKANNO3 = fraksi kapasitas asimilasi N-NO3 di Kali Surabaya FKAPPO4 = fraksi kapasitas asimilasi P-PO4 di Kali Surabaya FKATSS = fraksi kapasitas asimilasi TSS di Kali Surabaya FLBODK = fraksi konstanta pertambahan BOD di Kali Surabaya FLCODK = fraksi konstanta pertambahan COD di Kali Surabaya FLNNO3K = fraksi konstanta pertambahan N-NO3 di Kali Surabaya FLPL = fraksi lahan pertanian terhadap limbah FLPPO4K = fraksi konstanta pertambahan P-PO4 di Kali Surabaya FLTSSK = fraksi konstanta pertambahan TSS di Kali Surabaya FPH = fraksi perkembangan hotel FPIA = fraksi perkembangan industri melalui anak sungai FPID = fraksi perkembangan industri FPJH = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya FPJIA = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai FPJID = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya NNO3 = beban N-NO3 dari sumber pencemar PBOD = persentase BOD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya PCOD = persentase COD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya Pengguna_Air = jumlah penggunaan air dalam satu tahun PNNO3 = persentase N-NO3 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya PPO4 = beban P-PO4 dari sumber pencemar PPPO4 = persentase P-PO4 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya PTP = persentase rata-rata total beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas asimilasinya di Kali Surabaya PTSS = persentase TSS telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya TBBODH = total beban BOD limbah hotel per tahun TBBODI = total beban pencemaran BOD limbah industri per tahun TBBODLD = total beban pencemaran BOD limbah domestik per tahun TBBODP = total beban pencemaran BOD pertanian per tahun TBCODH = total beban COD limbah hotel per tahun TBCODI = total beban pencemaran COD limbah industri per tahun TBCODLD = total beban pencemaran COD limbah domestic per tahun TBCODP = total beban pencemaran COD pertanian per tahun TBNNO3P = total beban pencemaran N-NO3 pertanian per tahun
168
TBPO4P = total beban pencemaran P-PO4 pertanian per tahun TBTSSH = total beban TSS limbah hotel per tahun TBTSSI = total beban pencemaran TSS limbah industri per tahun TBTSSLD = total beban pencemaran TSS limbah domestic per tahun TBTSSP = total beban pencemaran TSS pertanian per tahun TSS = beban TSS dari sumber pencemar Vol_Limb = volume limbah dari jumlah penduduk pembuang limbah Air_Buangan = jumlah air buangan per orang BBODHH = beban BOD limbah hotel per hari BBODIAH = beban BOD limbah industri melalui anak sungai per hari BBODIH = beban BOD limbah industri per hari BBODPH = beban BOD limbah pertanian per hari BBODSH = beban BOD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai BCODHH = beban COD limbah hotel per hari BCODIAH = beban COD limbah industri melalui anak sungai per hari BCODIH = beban COD limbah industri per hari BCODPH = beban COD limbah pertanian per hari BCODSH = beban COD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai BNNO3PH = beban N-NO3 limbah pertanian per hari BPO4PH = beban P-PO4
Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya
sebanyak 1 buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar
37.65 m
limbah pertanian per hari BTSSHH = beban TSS limbah hotel per hari BTSSIAH = beban TSS limbah industri melalui anak sungai per hari BTSSIH = beban TSS limbah industri per hari BTSSPH = beban TSS limbah pertanian per hari BTSSSH = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai FBOD = faktor konversi beban BOD daerah perkotaan FCOD = faktor konversi beban COD daerah perkotaan Pemakaian_Air = jumlah air rata-rata yang digunakan per orang per hari
Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model lingkungan yang
telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut
adalah persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai
untuk perhitungan adalah 32.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya.
Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air
bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen
Cipta Karya tahun 2006, yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan
adalah 80% pemakaian air atau 115.2 liter/orang/hari. Untuk mendapatkan jumlah
limbah per tahun dikalikan dengan 30 hari dan 12 bulan. Faktor konversi yang
digunakan untuk mengestimasi beban pencemaran akibat limbah domestik untuk
BOD adalah 46 gram /orang/hari (Harnanto dan Hidayat 2003) dan COD 57
g/orang/hari (Salim 2002).
3/hari. Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang
masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah, karena selain parameter pencemar
masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil.
169
Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang
membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan
industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran
pembuangan Waru Gunung. Terdapat 26 industri yang membuang air limbahnya
ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya.
Kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai.
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi
lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya hanya terdapat di
bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 1015 ha. Daerah yang berpotensi
menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Desa Kramat Temenggung
dan Desa Wonoayu.
Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar
dibandingkan sumber pencemar lain. Untuk parameter BOD kontribusi limbah
domestik mencapai 59.77%, COD 54.11% dan untuk beban pencemar TSS
kontribusi limbah domestik mencapai 80.37%.
Berdasarkan sub-model lingkungan tampak bahwa laju pertambahan limbah
berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara
jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari selama satu tahun yang
terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan
pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan
emigrasi dan kematian sebagai auxiliary.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan
pada hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kiri-
kanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona
lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan oleh industri setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban
pencemaran dari limbah industri yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas
170
data industri yang melakukan pembuangan air limbah industrinya langsung ke
Kali Surabaya. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang
saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga
terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang
membuang limbahnya ke Kali Tengah yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya.
Jenis industri tersebut terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan
dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan
industri kimia dan metalurgi.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi
BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per
hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah
hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada data hotel yang melakukan
pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.
Nilai pencemaran limbah pertanian dari tiap-tiap parameter (BOD, COD dan
TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian
dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi
pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta.
5.8.2 Sub-Model Ekonomi
Sub model ekonomi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-
variabel ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral, tingkat
pendapatan dan jumlah populasi penduduk terhadap keberlanjutan sistem.
Diagram sebab akibat pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap sistem
disajikan pada Gambar 38.
Berdasarkan diagram sub model ekonomi (Gambar 38), diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi dalam model pengendalian pencemaran Kali Surabaya
merupakan akumulasi dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi antara lain
pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan listrik, gas dan air
(LGA) sebagai dampak turunan dari peningkatan pangsa sektor-sektor tersebut.
Pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan
pendapatan masyarakat. Bentuk diagram alir sub-model ekonomi dalam
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disajikan pada Gambar 39.
171
PertambahanPendapatan
PertumbuhanEkonomi
PertumbuhanPertanian
PertumbuhanIndustri
PertumbuhanBangunan
++
++
+
Populasi
PendapatanEkonomi
-
+
+
++
+
PangsaPertumbuhan
Bangunan
+
PangsaPertumbuhan Listrik,
Gas dan Air
+
Pangsa PertumbuhanIndustri
+
PangsaPertumbuhan
Pertanian
+
PertumbuhanListrik, Gas dan Air
PangsaPertumbuhan
Hotel
+
PertumbuhanHotel
+
+
Gambar 38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Aktivitas_Ekonomi
Populasi Pertambahan_Pendapatan Pendapatan Pendapatan_Ekonomi
Pert_LGA
Pert_Pert
Pangsa_Pert_Ind
Pert_Ind
Pangsa_Pert_LGA
Ind LGA
Pert_PHRPert
Pangsa_Pert_PertPangsa_Pert_PHR
PHR
Gambar 39 Stock flow diagram sub-model ekonomi.
172
Keterangan: Ind = angka pertumbuhan sektor industri LGA = angka pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih Pert = angka pertumbuhan sektor pertanian PHR = angka pertumbuhan sektor perdagangan , hotel dan restoran Populasi = jumlah penduduk kota surabaya Pert_Ind = laju pertumbuhan sektor industri Pert_LGA = laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) Pert_Pert = laju pertumbuhan sektor pertanian Pert_PHR = laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran Pendapatan = pendapatan ekonomi per kapita Pertambahan_Pendapatan = persen pertambahan pendapatan per kapita Pangsa_Pert_Ind = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor industri Pangsa_Pert_LGA = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor LGA Pangsa_Pert_Pert = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor pertanian Pangsa_Pert_PHR = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor hotel Pendapatan_Ekonomi = pendapatan ekonomi per kapita di awal simulasi Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model ekonomi yang
telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model ekonomi. Asumsi-asumsi tersebut
adalah untuk aktivitas ekonomi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari
kontribusi tiap sektor, seperti listrik, gas dan air (LGA), perdagangan, hotel dan
restoran (PHR), pertanian dan industri sebagai laju masukan dengan kontribusi
masing-masing sektor sebagai konstanta. Pertumbuhan dari tiap-tiap sektor,
seperti pertanian, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), listrik, gas dan air
(LGA) dan industri sebagai auxiliary besarnya sangat dipengaruhi oleh pangsa
pasar dari masing-masing sektor sebagai laju masukan.
5.8.3 Sub-Model Sosial
Sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial,
seperti jumlah populasi, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, pendidikan, dan
partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan sistem. Hubungan sebab akibat
antara unsur di dalam sistem sosial ditunjukkan pada Gambar 40.
Berdasarkan diagram sub model sosial (Gambar 40), pengendalian
pencemaran Kali Surabaya sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika populasi.
Jumlah populasi akan mengalami pertambahan apabila terjadi peningkatan jumlah
kelahiran dan imigrasi atau terjadi penurunan jumlah emigrasi dan tingkat
kematian. Dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya, peningkatan
jumlah populasi berdampak pada peningkatan aktivitas membuang limbah
domestik dan untuk mengimbanginya dapat dilakukan melalui pendekatan
173
pendidikan dan partisipasi. Dampak lain dari peningkatan jumlah populasi adalah
peningkatan penggunaan lahan pemukiman dan peningkatan konversi lahan
pertanian menjadi lahan pemukiman. Gambaran tentang diagram alir sub model
sosial dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 41.
Populasi
-Imigrasi
Kelahiran
Emigrasi
Kematian
+ -
+
+ +
+ +
LahanPermukiman
+
LahanPertanian
-
AktifitasMembuang
Limbah Domestik
+
Pendidikandan Partisipasi
-
Gambar 40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya.
Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya sub model sosial yang
telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah
jumlah populasi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari jumlah populasi
saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju
masukan penambah dan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan
pengurang.
Terjadinya dinamika perpindahan penduduk yang keluar masuk lokasi
ternyata ikut mempengaruhi model simulasi yang dibuat. Jumlah imigrasi sebagai
auxiliary besarannya ditentukan oleh nilai imigrasi normal. Penduduk keluar
(emigrasi) besarannya ditentukan oleh nilai emigrasi normal sebagai laju keluaran
terhadap populasi. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi
sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi
besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta.
174
Kelahiran Kematian
Pertumbuhan_Populasi
Imigrasi Emigrasi
Kelahiran Kematian
Fr_500m
Mortalitas
Emigrasi_Normal
Laju_Keb_Lahan_Permukiman
Fertilitas
Imigrasi_Normal
Pddk_500m
FrPBtr
Fr_Permukiman
Konversi_LP
Fr_LP
Populasi
PopBtr
Lahan_Permukiman
Lahan_Pertanian
Pddk_Pemb_Limb
Fr_Pemb_Limb
Pendidikan
Gambar 41 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya.
Keterangan: Lahan_Pemukiman = luas lahan pemukiman di hulu sungai Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu Konversi_LP = laju konversi lahan pertanian Laju_Keb_Lahan_Pemukiman = pertumbuhan kebutuhan lahan pemukiman Emigrasi_Normal = persentase angka emigrasi Fr_LP = fraksi lahan pertanian Fr_Pemb_Limb = persentase penduduk pembuang limbah Fr_Pemukiman = fraksi kebutuhan lahan pemukiman Imigrasi_Normal = persentase angka imigrasi Pddk_500m = jumlah penduduk radius 500 m Pddk_Pemb_Limb = jumlah penduduk pembuang limbah pada jarak 500 m Pertumbuhan_Populasi = pertumbuhan penduduk kota Surabaya PopBtr = penduduk bantaran Kali Surabaya (kawasan penyangga) Fr_500m = persen penduduk pada jarak 500 m FrPBtr = fraksi penduduk di daerah penyangga dari total penduduk Kota Surabaya
Dalam model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya jumlah populasi
bantaran sungai merupakan auxiliary dan merupakan perkalian dari populasi
seluruh wilayah kajian secara keseluruhan sebagai laju masukan dengan nilai
175
fraksi populasi bantaran sungai sebagai konstanta. Penduduk yang tinggal di
sekitar 500 m pada sisi kiri-kanan sungai merupakan auxiliary dan besarannya
diperoleh dari perkalian jumlah populasi di bantaran sungai sebagai laju masukan
dengan nilai fraksinya sebagai konstanta.
Tingkat pencemaran limbah domestik Kali Surabaya sebagian besar
disebabkan oleh pembuangan limbah domestik pemukiman penduduk di
pinggiran sungai dan anak sungai Kali Surabaya serta melalui saluran limbah
domestik. Berdasarkan model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya,
jumlah penduduk pembuang limbah domestik berfungsi sebagai auxiliary dan
besarannya ditentukan oleh jumlah penduduk yang tinggal di 500 m pada sisi kiri-
kanan bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya dan nilai
faktor pendidikan sebagai konstanta.
Di dalam model, peningkatan jumlah populasi pemukiman di sepanjang
bantaran Kali Surabaya akan berdampak pada peningkatan laju penggunaan lahan
di pinggir sungai untuk kegiatan pemukiman. Laju penggunaan lahan di pinggir
sungai sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh jumlah populasi di bantaran
sungai dan luasan lahan pemukiman sebagai laju masukan dan nilai fraksinya
sebagai konstanta. Tingkat konversi lahan pertanian sebagai salah satu dampak
peningkatan kebutuhan akan lahan pemukiman besarannya ditentukan oleh luasan
lahan pemukiman dan lahan pertanian sebagai laju masukan, serta fraksinya
sebagai konstanta.
Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya disusun berdasarkan atas
tiga sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model lingkungan, sub-model
ekonomi, dan sub-model sosial. Gabungan ketiga sub-model membentuk sebuah
sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penyusunan diagram alir
sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel-variabel
dalam struktur sistem pencemaran air Kali Surabaya, seperti pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan industri, luas lahan pertanian, tingkat pendidikan dan
kesejahteraan penduduk, aktivitas hotel beserta faktor yang mempengaruhinya.
Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan
bentuk struktur modelnya disajikan pada Gambar 42.
176
Sumber Zona 500 m Saluran LimbahDomestik
dan Anak Sungai
Limbah Domestik
Limbah Hotel
DPSAnak Sungai
Limbah Industri
Limbah Pertanian
Kelahiran Kematian
Pertumbuhan_Populasi
Imigrasi Emigrasi
Kelahiran Kematian
BCODSH BTSSSHBBODSH
BBODS BCODS BTSSSBCOD500
FCOD
BBODIH
BCODIH
BTSSIH
FBOD
BBODIAH
BCODIAH
BTSSIAH
Pemakaian_Air
Vol_Limb
BBODPH
BCODPH
BNNO3PH
BTSSPH
BPO4PH
TBCODP
TBNNO3P
Pengguna_Air
TBPO4P
BBODIA
BCODIA
BTSSIA
BBODI
BTSSITBTSSI
TBTSSP
TBTSSLD
Mortalitas
Emigrasi_Normal
Laju_Keb_Lahan_Permukiman
Fertilitas
Imigrasi_Normal
Fr_Permukiman
Konversi_LP
Fr_LP
Lahan_Permukiman
Lahan_Pertanian
FLPL
BTSSHH
Air_Buangan
BCODHH
BBODHHPJH
FPH
BCODI
TBCODH
TBTSSH
Jml_H
FPJH
PJIA
FPIA
Jml_Ind_A
FPJIA
FPID
Jml_Ind_D
PJID
FPJID
TBBODI
Lahan_Pertanian TBBODP
TBBODH
TBCODLD
TBCODI
Pendapatan Pendapatan_Ekonomi
Pert_LGA
Pert_Pert
Pangsa_Pert_Ind
Pert_Ind
Pangsa_Pert_LGA
Ind
COD
TSS
NNO3
PPO4
NNO3FLCODK
PPO4
FLNNO3K
FLPPO4K
FKACOD FKANNO3
FKAPPO4
FKABODBBOD500
TBBODLD
BOD
LBODK
LTSSK
FKATSS
LKATSS
LCODK
LKACOD
LNNO3K
LKAPPO4
LPPO4K
LKABOD
PBOD
PTSS
PCOD
PNNO3
PPPO4
PTP
BODK
TSSK
CODK NNO3K
PPO4K
LKANNO3
LGA
Pert_PHRPert
Pangsa_Pert_PertPangsa_Pert_PHR
KABOD
KATSS
KACOD KANNO3
KAPPO4
PHR
Pertambahan_Pendapatan
PopBtr
PendidikanFr_Pemb_Limb
Fr_500m
Pddk_500m
FrPBtr
Pddk_Pemb_Limb
FLTSSK
Populasi
Aktivitas_Ekonomi
FLBODK
Gambar 42 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
177
5.8.4 Kondisi Eksisting Model
5.8.4.1 Simulasi Sub-Model Lingkungan
Simulasi model lingkungan menggambarkan tingkat pencemaran Kali
Surabaya yang ditunjukkan oleh parameter kualitas air. Parameter yang
digunakan dalam simulasi model ini adalah BOD, COD, dan TSS. Hasil simulasi
sub-model lingkungan disajikan pada Gambar 43.
Tahun
(kg/
tahu
n)
BOD1COD2TSS3
2005 2010 2015 2020 2025 20300
20000000
40000000
60000000
80000000
100000000
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Gambar 43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD
dan TSS dari sumber pencemaran. Hasil simulasi sub-model berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari
sumber pencemaran, diketahui bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran air
Kali Surabaya akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya.
Peningkatan beban pencemaran air tersebut ditunjukkan oleh peningkatan beban
BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran selama tahun simulasi yang dibuat.
Pada tahun 2003, beban pencemaran BOD, COD, dan TSS berturut-turut adalah
15,649; 36,291 dan 42,173 ton/tahun. Pada tahun 2008, beban pencemaran
tersebut meningkat masing-masing menjadi 19,825; 47,342 dan 71,468 ton/tahun.
Peningkatan beban pencemaran BOD, COD, dan TSS terus berlangsung hingga
akhir simulasi 2030, yaitu beban BOD 23,636; COD 57,014 dan TSS 95,638
ton/tahun. (Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 20).
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO3 dan P-PO4
dari sumber pencemar ditunjukkan pada Gambar 44.
178
Tahun
(kg/
tahu
n)
NNO31PPO42
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500
1000
1
2 1
2
1
2
12
12 1
Gambar 44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO3 dan P-PO4 beban sumber pencemaran.
Berdasarkan simulasi sub-model lingkungan (Gambar 44), tampak bahwa
beban N-NO3 dan P-PO4 yang masuk ke Kali Surabaya mengalami penurunan
akibat menurunnya beban pencemaran limbah yang mengandung senyawa nitrat
dan fosfat ke Kali Surabaya. Penurunan ini ditunjukan oleh berkurangnya beban
nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 2003, tercatat
beban N-NO3 dan P-PO4 berturut-turut 1,232 dan 895 kg/tahun. Pada tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 1,026 dan 745 kg/tahun. Perbaikan kualitas air
berdasarkan kandungan N-NO3 dan P-PO4 terus mengalami peningkatan hingga
akhir simulasi tahun 2030, yaitu beban N-NO3 dan P-PO4 menjadi 34.49 dan
25.06 kg/tahun. (Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO3
dan P-PO4
Hasil simulasi (Gambar 45), memperlihatkan bahwa beban BOD, COD,
dan TSS di Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Hasil
simulasi tahun 2003 hingga tahun 2008, beban BOD berfluktuasi akibat
perubahan debit dan kadar BOD Kali Surabaya. Kecenderungan peningkatan
beban BOD terjadi pada tahun 2009 hingga akhir tahun simulasi akibat
meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Beban BOD tahun 2003
dan tahun 2008 berturut-turut 3,563 dan 3,935 ton/tahun, sedangkan pada tahun
selengkapnya disajikan pada Lampiran 21).
Simulasi sub-model lingkungan juga dilakukan terhadap beban pencemaran
BOD, COD, dan TSS yang terjadi di Kali Surabaya dibandingkan dengan
kapasitas asimilasi Kali Surabaya. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 45.
179
2030 beban BOD mencapai 7,701 ton/tahun. Beban pencemar COD dan TSS pada
tahun 2003-2006 menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun pada tahun 2007
hingga tahun 2030, beban TSS terus mengalami peningkatan dan beban COD
menurun. Pada tahun 2003, 2008, dan 2030 beban TSS masing-masing adalah
26,782; 85,722 dan 348,784 ton/tahun, sedangkan beban COD berturut-turut
adalah 17,845; 13.190 dan 5,913 ton/tahun.
Tahun
( kg/
tahu
n )
BODK1KABOD2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
2000000
4000000
6000000
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Tahun( k
g/ta
hun
)
CODK1KACOD2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
5000000
10000000
150000001
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Tahun
( kg/
tahu
n )
TSSK1KATSS2
2005 2010 2015 2020 2025 2030
100000000
200000000
300000000
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Gambar 45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di
Kali Surabaya. Beban pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan ketiga parameter di atas,
melampaui batas kapasitas asimilasi atau kemampuan Kali Surabaya dalam
mereduksi beban pencemaran tersebut secara alamiah. Kapasitas asimilasi BOD
(KABOD) pada tahun 2003, 2008, dan 2030 berturut-turut adalah 145.19,
129.53 dan 604.29 ton/tahun. Kapasitas asimilasi COD (KACOD) pada tahun
2003, 2008, dan 2030 masing-masing adalah 725.96; 647.64 dan 3,021.50
ton/tahun, sedangkan kapasitas asimilasi TSS berturut-turut adalah 3,629.84;
3,238.23 dan 15,107.53 ton/tahun.
Kecenderungan perubahan beban pencemar N-NO3 dan P-PO4 di Kali
Surabaya mengikuti pola perubahan beban pencemar N-NO3 dan P-PO4 dari
sumber pencemar (limbah pertanian dan domestik). Kecenderungan perubahan
180
tersebut dapat dilihat dari hasil simulasi beban N-NO3 dan P-PO4
Tahun
(kg/
tahu
n)
NNO3K1KANNO32
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500000
1000000
1500000
1
2
1
21 2 1 2 1 2 1
yang
ditunjukan pada Gambar 46.
(a) Tahun
(kg/
tahu
n)
PPO4K1KAPPO42
2005 2010 2015 2020 2025 2030
1000000
2000000
3000000
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
(b)
Gambar 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO3 (b) beban P-PO4 di Kali Surabaya.
Hasil simulasi (Gambar 46), memperlihatkan bahwa beban nitrat dan fosfat
di Kali Surabaya mengalami penurunan yang cukup tajam. Penurunan tersebut
ditunjukkan oleh berkurangnya kadar nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang
dibuat. Pada tahun 2003 beban pencemar N-NO3 dan P-PO4 berturut-turut adalah
1,783.56 dan 762.57 ton/tahun. Pada tahun 2008 mengalami penurunan cukup
tajam masing-masing menjadi 308.91 dan 120.00 ton/tahun. Perbaikan kualitas air
Kali Surabaya tersebut berdasarkan beban nitrat dan fosfat terus mengalami
peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu beban nitrat menurun
hingga 71.53 ton/tahun dan fosfat menjadi 42.13 ton/tahun. Pada Gambar 46 juga
memperlihatkan, bahwa kapasitas asimilasi yang menunjukkan kemampuan air
Kali Surabaya dalam menerima beban pencemar P-PO4 (fosfat) masih di atas
tingkat pencemaran fosfat, sedangkan untuk parameter N-NO3 (nitrat) pada awal
tahun simulasi tingkat pencemarannya melampaui kapasitas asimilasi, namun
secara perlahan beban pencemarannya mengalami penurunan sehingga mulai
tahun simulasi 2021, nilai kapasitas asimilasinya sudah berada di atas tingkat
pencemaran.
Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban
pencemaran tiap parameter dan persentase total, disajikan pada Gambar 47 dan 48.
181
Tahun
(per
sen)
PBOD1PTSS2PCOD3PNNO34PPPO45
2005 2010 2015 2020 2025 20300
1000
2000
3000
4000
5000
1
2 3
4
5
1
2
3
4
5
1 2
3
45
12
34 5
1
2
345
1
2
3
Gambar 47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter pencemar.
Tahun
PTP
(%)
2005 2010 2015 2020 2025 2030
1000
1500
2000
2500
Gambar 48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran total.
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan
kapasitas asimilasi tiap parameter, diketahui bahwa parameter BOD dan TSS
memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga
parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, hanya
parameter TSS yang mengalami peningkatan beban pencemaran selama tahun
simulasi (Data hasil simulasi disajikan pada Lampiran 22-25).
182
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan
kapasitas asimilasi, memperlihatkan bahwa terjadi penurunan persentase total
beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada tahun 2003, persentase total
beban pencemaran 21.33 kali kapasitas asimilasi. Pada tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 17.38 kali kapasitas asimilasi. Pada akhir tahun simulasi
(2030), persentase total beban pencemaran terus menurun menjadi 7.65 kali
kapasitas asimilasi.
5.8.4.2 Simulasi Sub-Model Ekonomi
Simulasi model ekonomi menggambarkan perubahan nilai PDRB (juta
rupiah) tiap sektor yang memiliki pengaruh terhadap model pengendalian
pencemaran air Kali Surabaya, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor
listrik, gas dan air (LGA), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Sektor PHR memberikan kontribusi pendapatan ekonomi paling tinggi, sedangkan
sektor pertanian paling rendah. Hasil simulasi sub-model ekonomi ditunjukkan
pada Gambar 49.
Tahun
(Jut
a R
upia
h)
Ind1LGA2Pert3PHR4
2005 2010 2015 2020 2025 2030
300000000
600000000
900000000
1 2 34 1
2 3
4 1
2 3
4 1
2 3
4 1
23
41
23
4
Gambar 49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB.
Pada tahun 2003, kontribusi sektor PHR mencapai Rp 28,735,622 juta dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 54,274,915 juta. Pada akhir tahun
simulasi (2030), terjadi peningkatan kontribusi sektor PHR menjadi sebesar Rp
890,809,334 juta.
183
Sektor industri berada pada urutan kedua sebagai pemberi kontribusi paling
tinggi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
industri sebesar Rp 24,166,771 juta dan meningkat pada tahun 2008 menjadi
Rp 40,722,415 juta. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor industri
meningkat menjadi Rp 404,519,120 juta.
Sektor listrik, gas dan air (LGA) berada pada urutan ketiga sebagai pemberi
kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor
LGA dalam (juta rupiah) sebesar 2,639,165, pada tahun 2008 meningkat menjadi
4,862,490. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor LGA meningkat
menjadi 71,545,861.
Sektor pertanian berada pada urutan terakhir sebagai pemberi kontribusi
terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian
dalam (juta rupiah) sebesar 120,253 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
152,284. Pada akhir tahun simulasi 2030, kontribusi sektor pertanian meningkat
menjadi 430,439. Hasil simulasi disajikan pada Lampiran 27.
5.8.4.3 Simulasi Sub-Model Sosial
Simulasi model sosial menggambarkan perkembangan populasi penduduk,
penduduk pembuang limbah, dan perbandingan perkembangan luasan lahan
pemukiman dengan pertanian. Hasil simulasi sub-model sosial disajikan pada
Gambar 50.
Tahun
Pop
ulas
i (jiw
a)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
Gambar 50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan
populasi penduduk.
184
Berdasarkan Gambar 51, tampak bahwa perkembangan populasi
penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003
jumlah penduduk di daerah tersebut sebanyak 2,659,566 jiwa dan pada tahun
2008 meningkat menjadi 2,891,278 jiwa. Hasil simulasi, pada akhir tahun 2030
jumlah populasi penduduk mencapai 4,559,398 jiwa.
Pada model pengendalian pencemaran Kali Surabaya, pertambahan jumlah
penduduk berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk pembuang limbah.
Hal ini terkait karena di dalam model, jumlah penduduk merupakan laju masukan
bagi jumlah penduduk pembuang limbah. Berdasarkan data, pada tahun 2003
jumlah penduduk pembuang limbah adalah 40,094 jiwa dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 43,588 jiwa, dan apabila dilakukan simulasi model maka pada
tahun 2030 jumlah penduduk pembuang limbah mencapai 68,735 jiwa. Hasil
simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk
pembuang limbah ditunjukkan pada Gambar 51.
Tahun
Pddk
_Pem
b_Li
mb
(jiwa
)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
20000
40000
60000
80000
100000
Gambar 51 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah
penduduk pembuang limbah.
Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan
masyarakat terhadap lahan pemukiman di sekitar tepian Kali Surabaya. Menurut
data, pada tahun 2003 luas lahan pemukiman adalah 480 ha dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 721 ha. Pada akhir tahun simulasi (2030), luas lahan
permukiman terus mengalami peningkatan menjadi 2,396.63 ha. Hasil simulasi
pemanfaatan lahan di hulu Kali Surabaya untuk pemukiman dan pertanian
disajikan pada Gambar 52.
185
Tahun
(hek
tar)
Lahan_Permukiman1Lahan_Pertanian2
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500
1000
1500
2000
1
2
1 21
2
1
2
1
2
1
2
Gambar 52 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan
lahan pemukiman dan lahan pertanian.
Peningkatan luas areal pemukiman secara langsung berdampak pada
peningkatan konversi lahan pertanian di sekitar tepian Kali Surabaya menjadi
areal pemukiman. Menurut data pada tahun 2003, luas lahan pertanian di
sepanjang tepian Kali Surabaya bagian hulu adalah 1,363 ha. Pada tahun 2008,
luas lahan pertanian menyusut menjadi 1,135 ha. Hasil simulasi, pada tahun 2030
luas lahan pertanian di bagian hulu Kali Surabaya hanya tersisa 38.16 ha, akibat
terkonversi menjadi areal pemukiman. Hasil simulasi perubahan lahan
permukiman dan pertanian disajikan pada Lampiran 29.
5.8.5 Validasi Model
Validitas adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan suatu pekerjaan
ilmiah. Proses validasi bertujuan untuk membandingkan keluaran model dengan
data aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang
diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut
dapat bersifat terukur, yang disusun menjadi data simulasi maupun bersifat tidak
terukur, yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan dunia model dengan
dunia nyata ditunjukkan oleh sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat
menirukan data statistik dan informasi aktual. Menurut Eriyatno (2003), validasi
model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses validasi model dilakukan
dengan dua tahap pengujian, yaitu validasi struktur dan validasi perilaku model
(output model).
186
5.8.5.1 Validasi Struktur Model
Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir
sistem. Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur
model mendekati struktur sistem nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem,
variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi
dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan dua bentuk pengujian, yaitu uji
kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur (Forrester 1968).
1) Uji Konstruksi/Kesesuaian Struktur
Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model
yang dibangun tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur
dari sistem nyata, dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan
(Sushil 1993). Pada model pengendalian pencemaran air yang telah dibangun,
dapat dilihat bahwa bertambahnya jumlah penduduk akan menambah luasan areal
pemukiman di tepian Kali Surabaya, dan meningkatnya konversi lahan pertanian
menjadi lahan pemukiman, tetapi dengan adanya pengelolaan jumlah tersebut
dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut, struktur model dinamis yang
dibangun adalah valid secara teoritis, sehingga model yang dibangun dapat
digunakan untuk mewakili mekanisme kerja sistem nyata.
2) Uji Kestabilan Struktur
Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara memeriksa
keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model (Sushil 1993).
Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi
antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Uji kestabilan
struktur model dilakukan dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi
peubah-peubah yang menyusun model tersebut, yang terdiri atas beberapa sub
model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respon, dan satuan persamaan
(equation) matematis yang digunakan.
a) Sub-Model lingkungan
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
lingkungan adalah :
BODK = +dt*LBODK BODK = kg/tahun CODK = +dt*LCODK CODK = kg/tahun KABOD = +dt*LKABOD
187
KABOD = kg/tahun KACOD = +dt*LKACOD KACOD = kg/tahun KANNO3 = +dt*Rate_24 KANKANNO3 = kg/tahun KAPPO4 = +dt*LKAPPO4 KAPPO4 = kg/tahun KATSS = +dt*LKATSS KATSS = kg/tahun NNNO3K = +dt*LNNO3K NNO3K = kg/tahun PPO4K = +dt*LPPO4K PPO4K = kg/tahun TSSK = +dt*LTSSK TSSK = kg/tahun NNO3K = KANNO3*FKANNO3 NNO3K = kg/tahun BOD = TBBODH+TBBODI+TBBODLD+TBBODP BOD = kg/tahun COD = TBCODH+TBCODI+TBCODLD+TBCODP COD = kg/tahun NNO3 = TBNNO3P NNO3 = kg/tahun PTP = (PBOD+PCOD+PNNO3+PPPO4+PTSS)/5 PTP = % PTSS = (TSSK/KATSS)*100 PTSS = % TSS = TBTSSH+TBTSSI+TBTSSP TSS = kg/tahun
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan per orang per hari.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri.
Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang
dihasilkan oleh industri setiap hari.
Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan
dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi
BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per
hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah
hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas data hotel yang melakukan
pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.
188
Nilai pencemaran limbah pertanian untuk setiap parameter (BOD, COD, dan
TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian
dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi
pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta.
b) Sub-Model Ekonomi
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
ekonomi adalah :
Pert_H = Hotel*(Pangsa_Pert_H/100) Pert_H = rupiah Pert_Ind = Ind*(Pangsa_Pert_Ind/100) Pert_Ind = rupiah Pert_LGA = LGA*(Pangsa_Pert_LGA/100) Pert_LGA = rupiah Pert_Pert = Pert*(Pangsa_Pert_Pert/100) Pert_Pert = rupiah
Berdasarkan persamaan sub-model di atas, pertumbuhan sektor perdagangan,
hotel dan restoran (pert_H), laju pertumbuhan sektor industri (pert_Ind), laju
pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (Pert_LGA) dan laju pertumbuhan
sektor pertanian yang dinyatakan dalam persen merupakan auxiliary, sebagai
perkalian dari pangsa setiap sektor yang dinyatakan dalam satuan rupiah dibagi
dengan 100. Aktivitas ekonomi yang digunakan dalam persamaan sub-model di
atas, merupakan penjumlahan dari kegiatan ekonomi keempat sektor yang
berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu industri,
listrik, gas dan air (LGA), pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Pendapatan ekonomi per kapita yang dinyatakan dalam rupiah, merupakan
auxiliary sebagai perkalian pendapatan ekonomi dengan persentase pertambahan
pendapatan lalu dijumlahkan dengan pendapatan ekonomi kembali, sedangkan
pertambahan pendapatan yang dinyatakan dalam persen merupakan hasil
pembagian antara aktivitas ekonomi dengan jumlah populasi.
c) Sub-Model Sosial
Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model
sosial adalah :
Populasi = -dt*Kematian + dt*Kelahiran - dt*Emigras + dt*Imigrasi Populasi = jiwa PopBtr = Populasi*FrPBtr PopBtr = jiwa
189
Jumlah populasi sebagai auxiliary, merupakan penjumlahan dari jumlah
populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai
laju masukan penambah, dan pengurangan jumlah kematian dan emigrasi sebagai
laju masukan pengurang. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan
populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model
simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai
konstanta.
5.8.5.2 Validasi Kinerja/Output Model
Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode
berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja
model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai
model ilmiah yang taat fakta. Validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan
data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empiris, untuk melihat
sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris.
Teknik untuk memeriksa konsistensi keluaran model terhadap data aktual
dapat dilakukan dengan uji statistik dan perbandingan secara visual (grafik)
keluaran model dengan data aktual (Handoko 2005). Uji statistik yang dapat
digunakan dalam pengujian validasi perilaku model antara lain adalah absolute
mean error (AME) dan absolute variation error (AVE), dengan batas
penyimpangan < 10% (Barlas 1996, Muhammadi et al. 2001). AME adalah
penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE
adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Perbandingan visual
pola keluaran simulasi dan pola data aktual ditunjukkan pada Gambar 53.
3000000
3500000
4000000
4500000
5000000
5500000
2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Beban BOD
Aktual Simulasi
13000000
14000000
15000000
16000000
17000000
18000000
2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Beban COD
Aktual Simulasi
Gambar 53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data empiris dan hasil simulasi.
190
Grafik perbandingan (Gambar 53), menunjukkan bahwa secara visual pola
output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh
keyakinan dilakukan uji statistik seperti disajikan pada Tabel 46.
Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya, untuk beban pencemaran BOD (BP BOD), AME menyimpang
sebesar 0.1702% dari data aktual dan AVE menyimpang sebesar 0.8795%. Untuk
beban pencemaran COD (BP COD), AME menyimpang 0.3551% dan AVE
menyimpang sebesar 0.4846% dari nilai aktual. Pada beban pencemaran TSS (BP
TSS), AME dan AVE berturut-turut menyimpang 0.1405% dan 0.5398% dari
nilai aktual. Untuk beban pencemaran N-NO3 (BP NNO3) dan P-PO4
Sebagai tindak lanjut hasil analisis kondisi eksisting dan pemodelan
dinamik pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah penyusunan skenario
berupa alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilaksanakan
berdasarkan kondisi yang ada. Skenario pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya disusun berdasarkan pada hasil analisis prospektif. Analisis prospektif
adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam
sistem ahli yang dapat menggabungkan pembuat keputusan dalam rangka
menyusun kembali beberapa perencanaan dengan pendekatan yang berbeda.
Masing-masing solusi yang dihasilkan berasal dari pendekatan yang direncanakan
dan bukan dari suatu rumusan yang bisa masing-masing kasus (Munchen 1991
dalam Bourgeois 2002). Analisis prospektif dilakukan dengan tujuan untuk
mempersiapkan tindakan strategis dengan cara menentukan faktor-faktor kunci
yang berperan penting dan melihat apakah perubahan dibutuhkan di masa depan
berdasarkan kondisi yang ada.
(BP PPO4),
AME masing-masing menyimpang 1.1922% dan 0.3044% dari data aktual,
sedangkan AVE menyimpang sebesar 1.5248% dan 0.1033% dari nilai aktual.
Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa model pengendalian pencemaran
air Kali Surabaya mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi.
5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya
191
Tabel 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
Tahun Data Validasi
BP BOD BP TSS BP COD BP N-NO BP P-PO3 4
Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi
2003 3,562,561 3,562,561 26,782,229 26,782,229 17,845,233 17,845,233 1,782,562 1,782,562 762,569 762,569
2004 4,019,674 4,036,450 48,881,678 48,581,307 17,185,446 17,068,077 1,526,781 1,562,932 556,515 557,776
2005 4,644,324 4,686,241 76,271,983 76,816,416 16,692,646 16,538,271 1,251,947 1,279,855 302,890 303,324
2006 5,076,569 5,081,538 144,146,344 144,431,604 17,040,560 17,017,432 920,902 927,841 773,867 777,922
2007 4,418,975 4,392,274 81,847,127 81,848,902 13,340,185 13,343,476 397,066 396,157 140,893 142,864
Mean 5,430,525.55 5,439,766 94,482,340.25 94,615,114.5 20,526,017.55 20,453,122.25 1,469,814.25 1,487,336.75 634,183.4 636,113.75
AME 0.1702 0.1405 0.3551 1.1922 0.3044
Varian 1.12265E+12 1.11277E+12 2.01734E+15 2.02423E+15 2.74836E+13 2.73504E+13 8.55602E+11 8.68648E+11 1.91279E+11 1.91081E+11
AVE 0.8795 0.5398 0.4846 1.5248 0.1033
Keterangan: BP = beban pencemaran (kg/tahun)
192
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pakar dan pengisian
kuesioner, dapat diidentifikasi 20 faktor kunci yang dianggap berpengaruh dalam
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya di masa depan, yaitu:
1. Implementasi peraturan untuk pengendalian pencemaran air
2. Persepsi masyarakat
3. Partisipasi masyarakat
4. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
5. Pertumbuhan industri
6. Fasilitas instalasi pengolah air limbah/IPAL
7. Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian pencemaran air
8. Dukungan pihak swasta/industri
9. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air
10. Penataan ruang
11. Program pemantauan dan pengelolaan sungai
12. Penegakan hukum lingkungan
13. Dukungan perguruan tinggi
14. Dukungan lembaga swadaya masyarakat
15. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air
16. Daya dukung sungai
17. Kerjasama lintas sektoral,
18. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database, analisis dan
evaluasi, interpretasi, penyajian dan publikasi data hasil monitoring)
19. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air
20. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian
pencemaran air
Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan perangkat analisis
prospektif untuk menentukan faktor kunci untuk pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya. Secara visual hasil analisis disajikan pada Gambar 54.
193
Gambar 54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Berdasarkan hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokan empat
kuadran (Gambar 54), dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktor-
faktor dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Kuadran I (kiri
atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap
kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar
faktor. Kuadran I terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) pertumbuhan penduduk dan
kesadaran masyarakat, (2) persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan
pengendalian pencemaran air, (4) komitmen/dukungan Pemda, dan (5) sistem dan
kapasitas kelembagaan. Kelima faktor pada kuadran I merupakan variable
penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II
(kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat
terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap
keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake)
di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tiga faktor, yaitu: (1) penegakan hukum
lingkungan, (2) program pemantauan dan pengelolaan sungai, dan (3) partisipasi
masyarakat. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor yang
memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi
terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terikat
(output) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tujuh faktor, yaitu: (1) penataan
194
ruang, (2) fasilitas pengolah air limbah/IPAL, (3) dukungan LSM, (4) anggaran
pengendalian pencemaran air, (5) daya dukung sungai, (6) sarana dan prasarana
kerja operasional, dan (7) Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota.
Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh
lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap
keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri atas lima faktor, yaitu: (1) dukungan
pihak swasta/industri, (2) pertumbuhan industri, (3) dukungan perguruan tinggi,
(4) sistem informasi pengendalian pencemaran, dan (5) kerjasama lintas sektoral.
Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 54, dari 20 faktor kunci yang teridentifikasi
didapatkan lima faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja
sistem dengan ketergantungan antar faktor yang rendah. Kelima faktor tersebut
perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di
masa depan untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.
Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung
antar faktor adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Penduduk dan Kesadaran Masyarakat
Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan
urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan
penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik.
Jumlah penduduk didasarkan pada data historis tiap tahunnya. Kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan merupakan kesadaran individu dalam
masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya yang terwujud
dalam berbagai aktivitas lingkungan dan aktivitas kontrol yang diperlukan
untuk mendukung program dan kebijakan penyelamatan lingkungan.
b) Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah pandangan masyarakat tentang pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, yang diukur melalui beberapa indikator penyataan
yang menjelaskan pandangan masyarakat tentang kegiatan pencegahan
pencemaran dan kegiatan penganggulangan pencemaran.
c) Implementasi Peraturan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan pengendalian pencemaran air merupakan instrumen kebijakan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya air agar
masyarakat dapat hidup sehat dan nyaman. Implementasi peraturan merupakan
195
tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan yang
diamanatkan dalam peraturan tersebut. Peraturan yang berlaku terkait dengan
pengendalian pencemaran air adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat (Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri) dan
peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Peraturan Daerah dan
Keputusan Gubernur). Peraturan yang berhubungan dengan pengendalian
pencemaran air tersebut adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur.
3. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya.
4. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 60 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
5. Keputusan Gubernur Jatim Nomor 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
Sementara, Himpunan Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Air
yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup antara lain adalah:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik.
d) Komitmen / Dukungan PEMDA
Pimpinan pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang kuat terhadap
pengendalian pencemaran air. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah
instansi yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Kali Surabaya.
Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legeslatif berupaya untuk
mendukung pembangunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa
fasilitas fisik maupun non fisik.
196
e) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan
Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya
pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Sistem dan kapasitas kelembagaan
pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempersiapkan bentuk
kelembagaan yang lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi
daerah.
5.9.1 Penyusunan Skenario
Hasil identifikasi dan penggolongan faktor berdasarkan pengaruhnya dalam
pembentukan sistem dianalisis lebih lanjut dengan bantuan pakar untuk
mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dalam suatu seri skenario.
Pembentukan skenario didasarkan pada kondisi atau keadaan faktor yang
berpengaruh. Kondisi atau keadaan faktor berdasarkan pada identifikasi pakar dan
stakeholders.
Berdasarkan alternatif keadaan yang teridentifikasi pada beberapa faktor
yang berpengaruh langsung dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya
dapat diidentifikasi beberapa skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang dengan melakukan kombinasi yang mungkin terjadi antar kondisi faktor
tersebut, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible).
Berdasarkan kombinasi antara kondisi faktor, didapatkan tiga skenario
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu (1) skenario pesimis, (2)
skenario moderat, dan (3) skenario optimis. Secara ringkas, penamaan dan
susunan skenario disajikan pada Tabel 47.
Untuk mengaitkan skenario yang disusun ke dalam model, dilakukan
interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan
beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam model, sehingga skenario yang
bersangkutan dapat disimulasikan.
Berdasarkan Tabel 47, diketahui bahwa skenario optimis dan skenario
moderat merupakan keadaan masa depan yang mungkin terjadi yang
diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan
kemampuan sumberdaya yang dimiliki, serta yakin bahwa sistem pengelolaan
Kali Surabaya dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
197
Tabel 47 Prospektif faktor-faktor kunci/penentu tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem pengelolaan Kali Surabaya
No. Faktor Keadaan (State) Pesimis Moderat Optimis
1.
Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
Pertumbuhan penduduk meningkat dan terjadi penurunan kesadaran masyarakat karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi Program Kali Bersih (Prokasih) tidak berjalan dengan baik
Pertumbuhan penduduk tetap dan kesadaran masyarakat meningkat, karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluh-an atau sosialisasi Prokasih berjalan cukup optimal
Pertumbuhan penduduk menurun, kesadaran masyara-kat meningkat tajam, karena pengendalian penduduk lewat program KB dan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi Pro- kasih berjalan optimal atau tepat sasaran
2.
Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat rendah karena kegiatan penyuluhan tidak didukung SDM dan sarana dan prasarana yang memadai
Persepsi masyarakat meningkat, akibat anggaran pemerintah ditingkatkan untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan
Persepsi masyarakat meningkat dan kegiatan penyuluhan berkesinambungan karena adanya upaya peningkatan kualitas SDM tenaga penyuluh dan peningkatan anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan tersebut
3.
Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air
Tidak berjalan, karena sosialisasi kebijakan dan penegakan hukum yang lemah
Berjalan cukup baik, karena penegakan hukum sudah mulai berjalan, namun kurang sosialisasi sehingga tidak berjalan efektif
Berjalan sangat baik, karena kegiatan sosialisasi terus ditingkatkan dan didukung oleh aparatur yang cukup memadai
4. Komitmen/ dukungan Pemda
Menurun, karena tidak didukung oleh dana alokasi khusus yang memadai oleh Pemerintah Pusat untuk menjalankan tugas pengelolaan tersebut
Meningkat cukup baik, karena Pemerintah Pusat memberikan dana alokasi khusus yang cukup memadai kepada Pemda
Meningkat dengan baik, karena Pemda menganggap bahwa sungai/kali merupakan SDA yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan ekono-mi daerah sehingga merasa memiliki kewajiban untuk menjaganya
5. Sistem dan kapasitas kelembagaan
Kurang berjalan, karena lemahnya koordinasi kelembagaan
Berjalan cukup baik karena koordinasi kelembagaan sudah berjalan namun kurang efektif
Berjalan dengan baik karena kuatnya koordinasi kelembagaan terkait dengan pengelolaan Kali Surabaya
Sumber: Hasil Analisis 2010.
198
Skenario optimis dan moderat dibangun berdasarkan keadaan (state) kelima
faktor kunci tersebut sudah berjalan dengan skala “cukup baik” untuk skenario
moderat dan skala “baik” untuk skenario optimis dalam pengelolaan Kali
Surabaya. Sementara itu, skenario pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini
(existing condition), dengan pengertian bahwa walaupun sudah memiliki usaha
pengelolaan namun belum mengutamakan faktor-faktor penting yang seharusnya
terlebih dahulu dilakukan sehingga tidak memiliki prospek pengelolaan Kali
Surabaya yang berpandangan jauh ke depan. Interpretasi kondisi (state) faktor-
faktor ke dalam pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 48.
5.9.2 Simulasi Skenario
Simulasi model dilakukan terhadap skenario pada Tabel 48, untuk
mengetahui perilakunya masing-masing. Kajian dilakukan terhadap peubah yang
dianggap menentukan arah kebijakan pengelolaan Kali Surabaya di masa yang
akan datang, yaitu hasil simulasi tingkat beban pencemaran Kali Surabaya dari
tiap skenario. Ketiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang
dikaji, di mana secara umum perbedaan antar skenario mulai tampak pada tahun
2012. Hasil simulasi skenario beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya
(BODK) disajikan pada Gambar 55.
Tahun
BODK
(kg/
tahu
n)
2005 2010 2015 2020 2025 2030
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
1 2 34 1 2 3 4 1 2 3
4 12 3
41
23
4
1
2
4
Keterangan: 1 kondisi eksisting, 2 skenario optimis 3 skenario moderat, 4 skenario pesimis
Gambar 55 Prediksi beban pencemaran BOD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
199
Tabel 48 Interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci/penentu ke dalam sistem
No. Faktor Keadaan (State) Pesimis Moderat Optimis
1.
Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
Pelaksanaan program KB mengendur dan kegiatan penyuluhan/ sosialisasi Prokasih tidak berjalan baik dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 15.43%
Pelaksanaan program KB dan kegiatan penyuluhan/ sosiali-sasi Prokasih berjalan cukup optimaldengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 53.90%
Pelaksanaan program KB dan kegiatan penyuluhan/ sosialisasi Prokasih berjalan optimal / tepat sasaran dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 76.95%
2. Persepsi masyarakat
Kegiatan penyuluhan tidak didukung SDM dan sarana dan prasarana yang memadai dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 21.08%
Anggaran pemerintah ditingkatkan untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 61.43%
Adanya upaya peningkatan kualitas SDM tenaga penyuluh dan anggaran untuk pengadaan sarana- prasarana penunjang dengan interpretasi kondisi faktor kunci/ penentu sebesar 80.71%
3.
Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air
Sosialisasi kebijakan dan penegakan hukum yang lemah dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 21.60%
Penegakan hukum sudah mulai berjalan, namun kurang sosialisasi sehingga tidak berjalan efektif dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 62.10%
Kegiatan sosialisasi terus ditingkatkan dan didukung oleh aparatur yang cukup memadai dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 81.00%
4. Komitmen/ dukungan Pemda
Tidak didukung oleh dana alokasi khusus yang memadai oleh Pemerintah Pusat untuk menjalankan tugas pembantuan tersebut dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 21.68%
Pemerintah Pusat memberikan dana alokasi khusus yang cukup memadai kepada Pemda dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 62.23%
Pemda menganggap bahwa sungai/kali merupakan SDA yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan ekonomi daerah sehing-ga merasa memiliki kewajiban untuk menjaganya dengan interpretasi kondisi faktor kunci/ penentu sebesar 81.11%
5. Sistem dan kapasitas kelembagaan
Lemahnya koordinasi kelembagaan dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 22.85%
Koordinasi kelembagaan sudah berjalan namun kurang efektif dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/penentu sebesar 63.80%
Kuatnya koordinasi kelembagaan terkait dengan pengelolaan Kali Surabaya dengan interpretasi kondisi (state) faktor kunci/ penentu sebesar 81.90%
Sumber: Hasil Analisis 2010.
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran BOD Kali Surabaya
(BODK) untuk tiap skenario diketahui, bahwa terjadi perbedaan yang mencolok
di antara ketiga skenario yang digunakan. Skenario pesimis (4) memberikan
200
tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario
lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran yang sangat tinggi, jauh di atas beban pencemaran kondisi eksisting
(1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario
adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) di skenario ini (2) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD
terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
beban BODK sebesar 6,092 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali
Surabaya (BODK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang
paling rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) di skenario moderat (3) sebesar 3,563 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Penurunan
kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
beban BODK sebesar 6,602 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD Kali
Surabaya (BODK) skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih
berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran BOD
Kali Surabaya di skenario pesimis (4) adalah 3,563 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 4,716 ton/tahun. Beban pencemaran BOD
ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
kondisi BODK sebesar 12,839 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD
Kali Surabaya (BODK) skenario pesimis (4) adalah yang paling besar
dibandingkan peningkatan beban BODK dua skenario lainnya dan berada di atas
beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran TSS Kali Surabaya
(Gambar 56) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
mencolok di antara ketiga skenario yang digunakan. Gambar 56, menunjukkan
bahwa skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran yang sangat tinggi
dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat
201
(1) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
tingkat pencemaran kondisi eksisting (1).
Tahun
TSSK
(kg/
tahu
n)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500000000
1000000000
12 3
4 1 2 3 4 1 2 34 1 2 3
412 3
4
1
2
4
Gambar 56 Prediksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran TSS Kali Surabaya
untuk masing-masing skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario ini sebesar 26,782 ton/tahun, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan kualitas air
ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan beban TSSK
sebesar 196,817 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS Kali Surabaya
(TSSK) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model adalah yang paling
rendah jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario moderat (3) adalah 26,782 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Beban
pencemaran TTS ini terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi
2030, yaitu dengan beban TSS sebesar 240,330 ton/tahun. Peningkatan beban
pencemaran TSS Kali Surabaya (TSSK) skenario moderat (3) berdasarkan
skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) di skenario pesimis (4) sebesar 26,782 ton/tahun, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 101,499 ton/tahun. Penurunan
kualitas air ini terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
202
kondisi TSSK sebesar 1,110,623 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran TSS
Kali Surabaya (TSSK) skenario pesimis (4) merupakan yang paling besar
dibandingkan dua skenario lainnya dan dengan tingkat beban pencemaran di atas
beban pencemaran kondisi eksisting (1).
Hasil simulasi model beban sumber pencemaran COD Kali Surabaya
(CODK) untuk tiap skenario, menunjukkan bahwa diantara ketiga skenario yang
diterapkan terjadi perbedaan yang relatif rendah (Gambar 57).
Tahun
CO
DK
(kg/
tahu
n)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
5000000
10000000
150000001 2
3
4
1 2 3 41
2 3
4
1
23
4
1
23
4
1
2
4
Gambar 57 Prediksi beban pencemaran COD Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
Berdasarkan Gambar 57, tampak bahwa skenario pesimis (4) memberikan
tingkat pencemaran yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua skenario
lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1). Gambaran
mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing skenario adalah sebagai
berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario ini adalah 17,845 ton/tahun, dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban pencemaran COD
ini terus menurun hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi 3,356 ton/tahun.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario moderat (3) sebesar 17,845 ton/tahun, dan
203
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Beban
pencemaran COD Kali Surabaya terus mengalami penurunan hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan kondisi CODK sebesar 4,465 ton/tahun. Peningkatan
beban pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario moderat (3)
berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran COD
Kali Surabaya (CODK) di skenario pesimis (4) sebesar 17,845 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 11,066 ton/tahun. Penurunan
beban COD terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan
kondisi COD Kali Surabaya sebesar 8,065 ton/tahun. Penurunan beban
pencemaran COD Kali Surabaya (CODK) skenario optimis (2) merupakan yang
terkecil dibandingkan dua skenario lainnya dan berada di bawah beban
pencemaran kondisi eksisting (1).
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran N-NO3
Tahun
NNO
3K (k
g/ta
hun)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500000
1000000
1500000
1
2
3
4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 34 1 2 3
4 1
Kali
Surabaya (NNO3K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
rendah rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 58).
Gambar 58 Prediksi beban pencemaran N-NO3
Skenario pesimis (4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi
dibandingkan dengan kedua skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat
(3) memiliki proyeksi tingkat pencemaran yang rendah dan berada di bawah
Kali Surabaya hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
204
tingkat pencemaran kondisi eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4)
memiliki proyeksi beban pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1). Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran masing-masing
skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO3
Kali Surabaya (NNO3K) di skenario ini adalah 1,783 ton/tahun, dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Perbaikan kualitas air ini
terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2030, yaitu dengan kondisi beban
N-NO3 Kali Surabaya sebesar 28.17 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-
NO3 Kali Surabaya (NNO3K) skenario optimis (2) berdasarkan skenario model
adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran N-NO3
Kali Surabaya (NNO3K) di skenario moderat (3) adalah 1,783 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban N-NO3 Kali Surabaya terus menurun menjadi 45.29
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO3 Kali Surabaya (NNO3K)
skenario moderat (3) berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban
pencemaran kondisi eksisting (1).
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003, beban pencemaran N-NO3 Kali
Surabaya (NNO3K) di skenario pesimis (4) adalah 1,783 kg/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 187.97 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban N-NO3 Kali Surabaya terus menurun menjadi
117.03 ton/tahun. Penurunan beban pencemaran N-NO3
Berdasarkan simulasi model beban sumber pencemaran P-PO
Kali Surabaya skenario
pesimis (4) merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya
dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
4 Kali
Surabaya (PPO4K) untuk tiap skenario diketahui bahwa terjadi perbedaan yang
rendah di antara ketiga skenario yang digunakan (Gambar 59). Skenario pesimis
(4) memberikan tingkat pencemaran paling tinggi dibandingkan dengan kedua
skenario lainnya. Skenario optimis (2) dan moderat (3) memiliki proyeksi tingkat
pencemaran yang rendah dan berada di bawah tingkat pencemaran kondisi
eksisting (1), sedangkan skenario pesimis (4) memiliki proyeksi beban
pencemaran sedikit di atas beban pencemaran kondisi eksisting (1).
205
Tahun
PP
O4K
(kg/
tahu
n)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
200000
400000
600000
1
2
3
41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
4 1
Gambar 59 Prediksi beban pencemaran P-PO4 Kali Surabaya hasil simulasi
skenario sampai tahun 2030.
Gambaran mengenai proyeksi beban pencemaran P-PO4 Kali Surabaya
untuk tiap skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Optimis (2). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO4 Kali
Surabaya (PPO4K) di skenario ini adalah 762.57 ton/tahun, dan pada tahun 2011
mengalami penurunan menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir tahun simulasi (2030),
beban P-PO4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 21.89 ton/tahun. Penurunan
beban pencemaran P-PO4 Kali Surabaya skenario optimis (2) berdasarkan
skenario model adalah yang paling besar jika dibandingkan kedua skenario
lainnya.
Skenario Moderat (3). Pada tahun 2003, beban pencemaran P-PO4 Kali
Surabaya (PPO4K) di skenario moderat (3) sebesar 762.57 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban P-PO4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 30.50
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO4
Skenario Pesimis (4). Pada tahun 2003 tercatat beban pencemaran P-PO
Kali Surabaya skenario moderat
(3), berdasarkan skenario model masih berada di bawah beban pencemaran
kondisi eksisting (1).
4
Kali Surabaya (PPO4K) di skenario pesimis (4) sebesar 762.57 ton/tahun, dan
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 84.37 ton/tahun. Pada akhir
tahun simulasi (2030), beban P-PO4 Kali Surabaya terus menurun menjadi 59.90
ton/tahun. Penurunan beban pencemaran P-PO4 Kali Surabaya (PP04K) skenario
206
pesimis (4), merupakan yang paling rendah dibandingkan dua skenario lainnya
dan dengan tingkat beban pencemaran masih di atas beban pencemaran kondisi
eksisting (1).
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter, menunjukkan bahwa pada
skenario optimis (2), parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban
pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan
berdasarkan tingkat kecenderungannya, seluruh parameter mengalami penurunan
beban pencemaran selama tahun simulasi (Gambar 60).
Tahun
(per
sen)
PBOD1PTSS2PCOD3PNNO34PPPO45
2005 2010 2015 2020 2025 20300
2000
4000
6000
1
2 3
4
5
12
3
45
12
34 5
1
2
345
1
2
34 5
1
2
3
Gambar 60 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi hasil simulasi skenario optimis sampai tahun 2030.
Pada tahun 2003, persentase beban pencemaran kelima parameter kualitas
air dibandingkan kapasitas asimilasinya adalah berturut-turut BOD sebesar
2,454%, COD 2,458%, TSS 738%, N-NO3 4,911%, dan P-PO4 105%. Pada
tahun 2011, persentase beban pencemaran mengalami penurunan menjadi 2,281%
(BOD), COD 1,071%, TSS 1,964%, N-NO3 364% dan P-PO4 menjadi 8%.
Penurunan persentase beban pencemaran ini terus terjadi hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan kondisi BOD sebesar 1,008%, COD 111%, TSS
1,303%, N-NO3 19%, dan P-PO4
Pada skenario moderat, hasil simulasi persentase beban pencemaran
dibandingkan dengan kapasitas asimilasinya untuk tiap parameter disajikan pada
Gambar 61. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa parameter BOD dan TSS
memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga
0.7%.
207
parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, seluruh
parameter mengalami penurunan beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada
tahun 2003, persentase beban pencemaran tiap parameter kualitas air
dibandingkan kapasitas asimilasinya untuk BOD sebesar 2,454%, COD 2,458%,
TSS 738%, N-NO3 4,911%, dan P-PO4 sebesar 105%. Pada tahun 2011,
persentase beban pencemaran mengalami penurunan masing-masing menjadi
2,281% (BOD), COD 1,072%, TSS 1,964%, N-NO3 364%, dan P-PO4 menjadi
8%. Penurunan persentase beban pencemaran terus terjadi hingga akhir tahun
simulasi 2030, yaitu dengan beban BOD menjadi 1,092%, COD 148%, TSS
1,591%, N-N03 30%, dan P-PO4
Tahun
(per
sen)
PBOD1PTSS2PCOD3PNNO34PPPO45
2005 2010 2015 2020 2025 20300
1000
2000
3000
4000
5000
1
2 3
4
5
1
2
3
4
5
1 2
3
45
12
34 5
1
2
345
1
2
3
sebesar 1%.
Gambar 61 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas
asimilasi hasil simulasi skenario moderat sampai tahun 2030.
Untuk skenario pesimis, hasil simulasi persentase beban pencemaran
dibandingkan dengan kapasitas asimilasi untuk tiap parameter ditunjukkan pada
Gambar 62. Hasil skenario pesimis berbeda dengan kedua skenario lainnya.
Parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling
tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat
kecenderungannya, hanya parameter BOD dan TSS yang mengalami peningkatan
beban pencemaran selama tahun simulasi.
208
Tahun
(per
sen)
PBOD1PTSS2PCOD3PNNO34PPPO45
2005 2010 2015 2020 2025 20300
5000
10000
1
2
3
4
5
1
2 3 4
5
12
3 45
12
3 45
1
2
3 4 5
1
2
3
Gambar 62 Prediksi persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas
asimilasi hasil simulasi skenario pesimis sampai tahun 2030.
Hasil skenario pesimis, pada tahun 2003 persentase beban BOD sebesar
2,454% menurun sedikit menjadi 2,281% (tahun 2011), dan pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 2,125%. Sementara, peningkatan TSS dari 738% (tahun
2003) menjadi 1,964% (tahun 2011), dan meningkat tajam pada akhir tahun
simulasi 2030 menjadi 7,352%.
Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan
dengan kapasitas asimilasinya masing-masing skenario, diketahui bahwa terjadi
penurunan persentase beban pencemaran selama tahun simulasi di skenario
optimis (2) dan moderat (3), sedangkan skenario pesimis (4) sebaliknya. Hasil
simulasi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi
ketiga skenario ditunjukkan pada Gambar 63.
Pada tahun 2003, tercatat persentase beban pencemaran total dibandingkan
kapasitas asimilasi untuk ketiga skenario adalah 2,133%, mengalami penurunan
pada tahun 2011 menjadi 1,138%. Untuk skenario optimis (2) dan moderat (3)
penurunan persentase pencemaran total terus terjadi hingga akhir tahun simulasi
2030, yaitu masing-masing sebesar 488% dan 572%, sedangkan untuk skenario
pesimis (4) terus mengalami peningkatan beban pencemaran total dari tahun
simulasi 2011 hingga akhir tahun simulasi 2030 menjadi sebesar 1,964%.
209
Tahun
PTP
(%)
2005 2010 2015 2020 2025 20300
500
1000
1500
2000
2500
3000
1 23
4
1 2 3 41
2 3
4
12 3
4
12 3
4
1
2
4
Gambar 63 Prediksi persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas
asimilasi hasil simulasi skenario sampai tahun 2030.
5.9.3 Analisis Perbandingan Penerapan antar Skenario
Kondisi eksisting merupakan model dasar yang telah disusun dan
disimulasikan pada analisis kecenderungan sistem. Untuk itu, semua skenario lain
dibandingkan dengan kondisi eksisting. Hasil perbandingan yang dinyatakan
dalam persen perbedaan, disajikan pada Tabel 49.
Tabel 49 Perbandingan antar skenario
No Peubah Perbedaan antar Skenario (%) Optimis dengan Eksisting
Moderat dengan Eksisting
Pesimis dengan Eksisting
1 BODK -20.89 -14.27 +66.72 2 TSSK -43.57 -31.09 +218.43 3 CODK -43.25 -24.49 +36.38 4 NNO3K -60.62 -36.68 +63.61 5 PPO4K -48.04 -27.60 +42.18 6 PTP -36.21 -25.23 +156.63
Sumber: Hasil analisis (2010).
Berdasarkan hasil simulasi model diketahui bahwa skenario pesimis
secara umum berdampak terhadap semakin memburuknya kondisi kualitas air
Kali Surabaya, di mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya
memburuk hingga 156.63% dari kondisi eksisting. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadinya penurunan interpretasi kondisi (state) faktor-faktor kunci, yaitu
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 30.85% turun menjadi 15.43%, persepsi masyarakat dengan nilai
210
interpretasi saat ini 42.15% turun menjadi 21.08%, implementasi peraturan
pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.2%
turun menjadi 21.6%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 43.35% turun menjadi 21.68%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% turun menjadi 22.85%,
berdampak pada terjadinya peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran
dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 1.56 kali lebih besar dibandingkan
kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada
akhir tahun simulasi 2030.
Sementara itu, untuk skenario optimis dan skenario moderat secara umum
berdampak terhadap semakin membaiknya kondisi kualitas air Kali Surabaya di
mana persen rata-rata total dibandingkan kapasitas asimilasinya membaik hingga
36.21% (skenario optimis) dan 25.23% (skenario moderat) dari kondisi eksisting.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan interpretasi kondisi (state)
faktor-faktor kunci, yaitu pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 30.85% naik menjadi 53.90%, persepsi
masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 61.43%,
implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi
saat ini sebesar 43.2% naik menjadi 62.1%, komitmen/dukungan Pemda dengan
nilai interpretasi saat ini sebesar 43.35% naik menjadi 62.23%, dan sistem dan
kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.7% naik
menjadi 63.8%, berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban
pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.25 kali lebih baik
dibandingkan kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting),
yaitu pada akhir tahun simulasi 2030. Pada skenario optimis dengan kondisi
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 30.85% naik menjadi 76.95%, persepsi masyarakat dengan nilai
interpretasi saat ini sebesar 42.15% naik menjadi 80.71%, implementasi peraturan
pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 43.20%
naik menjadi 81.00%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat
ini sebesar 43.35% naik menjadi 81.11%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan
dengan nilai interpretasi saat ini sebesar 45.70% naik menjadi 81.90%, akan
berdampak pada peningkatan persen rata-rata total beban pencemaran
dibandingkan kapasitas asimilasinya sebesar 0.36 kali lebih baik dibandingkan
211
kondisi pengelolaan saat ini di masa akan datang (kondisi eksisting), yaitu pada
akhir tahun simulasi 2030.
5.10 Strategi Pengendalian Pencemaran Kali Surabaya
Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting terhadap parameter fisik-kimia
perairan Kali Surabaya menunjukkan, bahwa parameter DO, BOD, COD, N-NO2
Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai
akibat pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
,
TSS, dan Hg telah melampaui ambang batas KMA kelas 1 sebagai sumber air
baku air minum. Hal tersebut juga mengindikasikan, bahwa pencemaran bahan
organik dari limbah industri dan domestik menjadi sumber pencemar utama yang
perlu mendapat prioritas penanganan dalam upaya pengendalian pencemaran air
Kali Surabaya. Hasil analisis status kualitas perairan juga menunjukkan, bahwa
Kali Surabaya berada dalam kondisi tercemar berat dan memerlukan upaya
penurunan beban pencemaran. Karenanya, guna mereduksi beban pencemaran
dan memulihkan kondisi Kali Surabaya perlu dirumuskan beberapa strategi
kebijakan dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Terdapat
berbagai strategi pengendalian pencemaran air, namun yang terpenting adalah
reduksi limbah dari sumbernya, cara pengumpulan, dan pembersihan limbah.
Strategi pengendalian pencemaran Kali Surabaya disesuaikan dengan hasil
skenario berdasarkan expert judgement dan disesuaikan dengan hasil simulasi
model yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa permasalahan
pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat dengan nilai interpretasi saat
ini 30.85%, persepsi masyarakat dengan nilai interpretasi saat ini 42.15%,
implementasi peraturan pengendalian pencemaran air dengan nilai interpretasi
saat ini 43.2%, komitmen/dukungan Pemda dengan nilai interpretasi saat ini
43.35%, dan sistem dan kapasitas kelembagaan dengan nilai interpretasi saat ini
45.7% adalah yang paling dominan dalam pengendalian pencemaran Kali
Surabaya. Oleh karena itu, strategi pengendalian yang diambil adalah dengan
memprioritaskan skenario moderat dan optimis, karena skenario tersebut dapat
menggambarkan keberlanjutan pengelolaan Kali Surabaya. Adapun strategi
pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan prioritas pada masing-
masing faktor pengungkit adalah sebagai berikut:
1) Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat
212
yang rendah akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah
atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke
Kali Surabaya. Reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang terkait dengan
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan menekan
laju pertumbuhan penduduk tidak melebihi 1.0% per tahun dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat
dengan menjaga kebersihan lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
mengaktifkan kembali program keluarga berencana, melarang pemanfaatan
bantaran Kali Surabaya sebagai lahan pemukiman baru, melakukan penataan
kawasan pemukiman di sepanjang tepi Kali Surabaya dengan konsep relokasi
pemukiman ilegal di kawasan tersebut dan pemanfaatan kawasan relokasi
sebagai lokasi penempatan IPAL dan ruang terbuka hijau untuk
mengembalikan kawasan sempadan sungai. Beban BOD Kali Surabaya
59.77% bersumber dari limbah domestik. Pengendalian pencemaran air yang
menitikberatkan pada sistem pembersihan air limbah oleh tiap industri saja
tidak memadai dan limbah domestik perlu ditangani secara seksama.
Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sarana IPAL komunal untuk
limbah domestik dan pembuatan saluran pengumpul dan instalasi air limbah
gabungan (cluster) menjadi alternatif pengendalian. Peningkatan kesadaran
masyarakat dalam menyikapi masalah pencemaran dan permasalahan
lingkungan lainnya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan fungsi
lembaga kemasyarakatan setempat, meningkatkan kemitraan masyarakat dan
industri, melakukan pendidikan dan penyuluhan lingkungan sejak usia dini,
serta penerapan reward dan punishment.
2) Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian
pencemaran Kali Surabaya, karena adanya persepsi yang benar akan
menentukan kesadaran, peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya untuk
tidak membuang limbah langsung ke sungai. Upaya peningkatan persepsi
dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pelatihan dan sosialisasi pada
masyarakat terutama masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya serta
mengupayakan peningkatan fasilitas sanitasi. Selain itu, peningkatan persepsi
masyarakat juga dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan
pemberdayaan masyarakat. Pola pemberdayaan masyarakat yang diterapkan
213
dapat mengadopsi model pemberdayaan masyarakat di kelurahan Jambangan
Surabaya, yaitu kemitraan antara masyarakat kelurahan Jambangan dengan
industri (Yayasan Uli Peduli PT. Unilever) yang melibatkan perguruan tinggi,
sarjana pendamping, pemerintah kota, pengurus RT, dan tokoh masyarakat.
Kegiatan swadaya yang dilakukan berupa pembudidayaan pohon mengkudu di
pinggir kali, menanam tanaman hias, tanaman obat dan pohon pelindung di
halaman rumah, pengelolaan sampah dengan menggunakan komposter skala
rumah tangga dan komposter komunal untuk sampah organik. Dalam waktu
dua tahun, masyarakat Jambangan Surabaya yang sebelumnya tidak peduli
lingkungan, misalnya aktivitas MCK masih dilakukan di Kali Surabaya
menjadi peduli lingkungan, yakni masyarakat sudah membiasakan diri
menggunakan MCK ramah lingkungan yang disediakan walaupun harus
membayar iuran Rp 3,000.00 per KK setiap bulannya. Saat ini di Kelurahan
Jambangan telah terbentuk 499 orang kader lingkungan. Daerah yang tadinya
kumuh dan kotor, kini menjadi rapi dan bersih berkat masyarakatnya dengan
pola hidup yang berwawasan lingkungan.
3) Implementasi peraturan pengendalian pencemaran air
Pengurangan beban pencemaran Kali Surabaya dari sumber-sumber
pencemaran yang ada dapat dilakukan melalui implementasi peraturan
pengendalian pencemaran oleh seluruh stakeholders terkait. Upaya-upaya yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil analisis prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran,
diketahui bahwa penetapan kelas air menjadi prioritas utama diikuti
dengan kegiatan penyuluhan dan penetapan daya tampung beban
pencemaran. Untuk itu, penetapan kelas air dan penetapan daya tampung
beban pencemaran (PDTBP) Kali Surabaya perlu dibuat dalam bentuk
peraturan daerah
b. Penegakan hukum terhadap industri-industri yang terbukti nyata
menimbulkan dampak pencemaran lingkungan Kali Surabaya.
agar penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran
dapat ditegakkan.
c. Mewajibkan semua industri di sekitar Kali Surabaya memiliki instalasi
pengolah air limbah (IPAL) atau IPLC.
214
d. Mewajibkan industri yang membuang air limbahnya ke Kali Surabaya
untuk memiliki UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan).
e. RTRW kota untuk bangunan dibuat berdasarkan kesesuaian lahan.
4) Komitmen/ Dukungan Pemda
Kondisi kualitas air Kali Surabaya yang memprehatinkan membutuhkan
komitmen/dukungan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan upaya
pengendalian pencemaran air secara nyata dan konsisten. Bentuk
komitmen/dukungan Pemda tersebut dapat berupa fasilitas fisik maupun non
fisik, antara lain:
a. Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah. Kegiatan ini termasuk
faktor penting dalam mereduksi beban pencemaran dan berdasarkan hasil
analisis AHP menempati peringkat ke tujuh. Karenanya, Pemerintah
Daerah (pengelola Kali Surabaya)
b. Komitmen dan dukungan Pemda dalam penegakan hukum. Komitmen
/dukungan Pemda dalam penegakan hukum merupakan salah satu aspek
utama dalam peningkatan pentaatan di samping pemanfaatan instrumen-
instrumen pengelolaan lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui
sistem
perlu mengupayakan pembatasan
perijinan pembuangan limbah yang baru terutama pada daerah sekitar ruas
sungai yang sudah tidak memiliki daya tampung lagi. Pada daerah ini,
kegiatan komersial yang berpotensi menghasilkan limbah yang besar,
misalnya industri, hotel, pemukiman dan rumah potong hewan tidak boleh
diberi ijin lagi.
pengawasan pembuangan limbah cair industri yang lebih ketat dan
penegakan hukum. Pemerintah Daerah perlu melakukan pengawasan
pembuangan air limbah industri ke badan air/saluran dengan cara
pemasangan meter air untuk menghindari pembuangan air limbah yang
berlebihan serta
c. Meningkatkan daya tampung Kali Surabaya. Hal ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan upaya pelestarian lingkungan tata air pada daerah
memberi sanksi secara tegas kepada industri yang
mencemari Kali Surabaya. Pemantauan limbah industri harus dilakukan
terus menerus dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan
mengintensifkan program Patroli Kali Surabaya dan program Stop Cemari
Kali Surabaya.
215
pengaliran sungai. Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan
tata ruang dan tata guna lahan yang berwawasan lingkungan. Tingginya
tingkat konversi lahan sempadan sungai menjadi lahan terbangun harus
diimbangi dengan peningkatan pelestarian, konservasi dan pemulihan
ekosistem sempadan sungai. Dalam hal ini, perlu komitmen yang kuat dari
Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengikuti rencana yang telah
ditetapkan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 juga menetapkan
bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
sesuai kewenangan masing-masing, dalam rangka pengendalian
pencemaran air pada sumber air berwenang menetapkan daya tampung
beban pencemaran.
d. Pengetatan baku mutu limbah cair untuk kegiatan komersial pada ruas
sungai yang telah tercemar berat. Dalam hal ini, dukungan Pemerintah
Daerah dapat berupa bantuan teknologi pengolahan limbah atau
meningkatkan peran industri dalam mengatasi limbahnya. Industri dapat
mempertimbangkan untuk mereduksi beban limbah melalui konsep
produksi bersih atau meningkatkan kemampuan IPAL-nya atau pindah ke
lokasi lain (relokasi industri) yang daya tampung badan airnya masih
memungkinkan.
e. Pengadaan sarana dan prasarana kerja operasional dan sistem informasi
pengendalian pencemaran air, fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL
komunal), MCK Umum, TPS, dan fasilitas sanitasi lainnya.
f. Pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air Kali Surabaya secara
periodik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan kualitas
parameter fisik, kimia, dan biologi pencemar air melalui monitoring atas
konsentrasi pencemar. Hasil pemantauan dan evaluasi dapat memberikan
informasi atau gambaran tentang kualitas air Kali Surabaya dan sumber
pencemar dominan, yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan bagi pengelola Kali Surabaya dalam upaya pengendalian.
g. Memiliki program kerja pengendalian pencemaran air jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang.
5) Sistem dan Kapasitas Kelembagaan
Salah satu kelemahan dalam pengelolaan Kali Surabaya adalah kurangnya
koordinasi antar sektor / dinas (Perum Jasa Tirta I, BLH Kota, BLH Jawa
216
Timur, Dinas Perindustrian Propinsi, dan Dinas PU Pengairan Propinsi) dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran dan
pemantauan kualitas air Kali Surabaya. Akibatnya, aktivitas yang dilakukan
sering bersifat parsial dan sektoral, sehingga sering terjadi tumpang tindih
bahkan ada kalanya tidak saling mendukung. Sebagai contoh, tidak adanya
koordinasi antara Dinas Perindustrian yang memberi ijin berdirinya industri
dengan BLH selaku pemberi ijin pembuangan limbah cair, sehingga banyak
industri berdiri tanpa memiliki IPAL. Selain itu, terjadi tumpang tindih
penetapan titik pemantauan kualitas Kali Surabaya dan di beberapa sumber
pencemar industri antara Perum Jasa Tirta I, BLH Kota dan Provinsi, dan PU
Pengairan Provinsi. Karena itu, strategi kebijakan terkait sistem dan kapasitas
kelembagaan adalah meningkatkan keterpaduan pengelolaan melalui
peningkatan koordinasi antar sektor / dinas yang terkait dengan pengelola Kali
Surabaya, antara lain:
a. Memperbaiki kualitas kinerja BLH Jawa Timur dan Instansi terkait dalam
kegiatan pemantauan kualitas limbah industri dan sumber air.
b. Pembentukan forum koordinatif yang melibatkan seluruh dinas terkait
kegiatan pengelolaan Kali Surabaya untuk penyusunan kerangka
kelembagaan, meliput i visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi
pengelolaan, termasuk di dalamnya program implementasi kebijakan
dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
c. Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan Kali Surabaya
yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan
pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat.
d. Pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak industri.
e. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi pengendalian pencemaran
air yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan Kali Surabaya
dari aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat untuk acuan dalam
pengambilan keputusan pengelolaan Kali Surabaya.
5.11 Pembahasan Umum
Hasil analisis data parameter fisik-kimia perairan Kali Surabaya dapat
menggambarkan kondisi eksisting kualitas air di sepanjang Kali Surabaya.
217
Berdasarkan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, kualitas air Kali Surabaya dalam
kondisi cemar berat dengan nilai indeks STORET berkisar -80 hingga -104.
Buruknya status mutu air Kali Surabaya diindikasikan oleh parameter DO, BOD5,
COD, N-NO2, Hg, dan TSS yang telah melampaui KMA kelas 1 di sepanjang
Kali Surabaya. Nilai parameter DO menunjukkan kecenderungan yang menurun
dari zona hulu ke zona tengah dan hilir, sementara nilai parameter BOD5, COD,
N-NO2, Hg, dan TSS menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa kemampuan Kali Surabaya dalam menopang kehidupan
biota air dan diversitas biota semakin menurun. Penurunan kadar DO ke arah hilir
menyebabkan kemampuan badan air Kali Surabaya dalam melakukan purifikasi
juga makin menurun karena laju reaksi oksidasi pada badan air berkurang dengan
keterbatasan oksigen.
Pencemaran air Kali Surabaya merupakan akibat masuknya bahan pencemar
yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan
limbah lainnya yang mengandung bahan organik, anorganik, dan komponen lain
yang membutuhkan oksigen dalam proses degradasi maupun konversi. Akibat
sumber-sumber pencemar yang masuk ke badan air jumlahnya banyak dan
jaraknya relatif berdekatan maka beban pencemar yang masuk ke badan air tidak
sebanding dengan daya tampung dan kemampuan air memulihkan diri (self
purification), sehingga defisit oksigen tetap terjadi dan kualitas air makin
menurun. Selain itu, masukan bahan pencemar ke Kali Surabaya dengan
konsentrasi dan debit yang bervariasi antar waktu dan titik pengamatan serta
proses pengenceran akibat air hujan dan masukan air dari anak sungai
menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai parameter suhu, DHL, TSS, DO, BOD5,
COD, N-NO2, N-NH3, N-NO3
Pencamaran air Kali Surabaya telah mengakibatkan kematian secara masal
ikan, kepiting, dan udang air tawar, penurunan rantai makanan, perubahan indeks
keragaman dan dominasi organisme dalam ekosistem serta perubahan struktur dan
fungsi komunitas sehingga keseimbangan ekosistem terganggu. Kematian ikan
secara masal merupakan indikasi buruknya kualitas air Kali Surabaya. Kematian
ikan masal juga menyebabkan instalasi pengolah air Karang Pilang berhenti
beroperasi dan menyebabkan terganggunya distribusi air PDAM Kota Surabaya
serta peningkatan biaya pengolahan air PDAM mencapai Rp 473 juta/bulan.
Selain itu, akibat kondisi lingkungan perairan Kali Surabaya menurun, maka
, dan kadar Hg, Pb dan Cd.
218
organisme yang terdapat di Kali Surabaya didominasi oleh jenis-jenis organisme
yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi tersebut, misalnya cacing
merah (Tubifex tubifex).
Keberadaan merkuri (Hg) dalam air dan sedimen Kali Surabaya yang
mencapai 9.2 dan 190 kali KMA kelas 1 sangat berisiko bagi individu dengan
berat badan 70 kg (dewasa) dan 15 kg (anak) jika melakukan aktivitas berkontak
dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 hari/tahun selama 1 -2 jam/hari.
Jika berat badan individu < 70 kg, maka risiko kesehatannya menurun karena luas
permukaan kulit lebih kecil sehingga masukan kontaminan lewat kontak dermal
menjadi lebih kecil, hal sebaliknya terjadi jika berat badan individu > 70 kg. Bagi
pengambil kebijakan, pilihan manajemen risiko yang perlu dirumuskan adalah
menurunkan kadar Hg pada badan air dan sedimen Kali Surabaya atau
mengurangi frekuensi dan waktu kontak dengan air dan sedimen Kali Surabaya.
Penurunan kualitas air Kali Surabaya terkait dengan persepsi dan partisipasi
masyarakat. Persepsi yang salah terhadap air sungai dapat menyebabkan
seseorang menjadi pencemar sungai, sebaliknya persepsi yang benar dapat
mendorong seseorang untuk menjadi pengelola air sungai. Persepsi masyarakat
yang benar terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan Kali Surabaya untuk
peruntukan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku positifnya serta
menumbuhkan kesadaran terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya. Secara umum, masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki
persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan, kelayakan dan pengendalian
pencemaran air, namun hal tersebut belum diwujudkan dalam bentuk tindakan
nyata dalam pengendalian. Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat
mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian pencemaran.
Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa jumlah penduduk di bantaran
Kali Surabaya yang membuang limbah domestiknya ke Kali Surabaya relatif
tinggi, yaitu mencapai 32.5%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena terpaksa,
ketidaksesuaian antara sikap individu dengan informasi mengenai kenyataan
sesungguhnya atau ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap
panutannya serta kurangnya sarana dan prasarana sanitasi.
Kondisi sanitasi lingkungan pada daerah padat pemukiman di sepanjang
Kali Surabaya masih belum memenuhi syarat bagi kesehatan. Minimnya sarana
pembuangan sampah padat dan kurang tersedianya fasilitas pembuangan air
219
limbah menyebabkan penduduk bantaran sungai masih membuang limbah di
sungai dan menjadikan sungai sebagai tempat MCK. Keberadaan 205 WC
terapung yang merupakan sumber pencemar organik berupa tinja (feces) dan 218
tempat sampah sementara yang ada di sisi kanan-kiri Kali Surabaya akan
menghasilkan lindi yang dapat terbawa dalam aliran sungai menjadi salah satu
penyebab menurunnya kualitas Kali Surabaya. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran di Kali Surabaya selain
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pola hidup bersih
dengan menerapkan konsep 4R (reduce, reuse, recycle dan replant) juga
diperlukan peningkatan sarana dan prasarana berupa MCK umum, tempat
pembuangan sampah sementara, dan pembangunan IPAL komunal.
Upaya lain yang harus dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air Kali
Surabaya adalah mereduksi beban pencemar dari berbagai sumber pencemar dan
menekan resiko terjadinya kecelakaan dan kebocoran serta luapan limbah ke Kali
Surabaya. Berdasarkan hasil analisis dengan teknik AHP menunjukkan bahwa
penetapan kelas air, penyuluhan, dan penetapan daya tampung beban pencemaran
menjadi prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran. Penetapan kelas air Kali
Surabaya mendesak dilakukan agar penegakan hukum lingkungan dapat
dilaksanakan. Upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya melalui
pendekatan teknologi dapat diterapkan teknologi wastewater garden. Teknologi
ini selain biayanya murah dan mudah dioperasikan juga dapat diterapkan pada
skala rumah tangga. Peran pemerintah adalah melakukan inisiasi, pendampingan
dan pemberdayaan masyarakat untuk mengadopsi teknologi tersebut.
Skenario yang mungkin terjadi di masa depan pada perairan Kali Surabaya
adalah skenario pesimis, moderat dan optimis. Hasil identifikasi dan
penggolongan faktor oleh pakar berdasarkan kondisi dan keadaan faktor yang
berpengaruh serta sumberdaya yang ada maka sistem pengelolaan Kali Surabaya
dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan menerapkan
skenario moderat dan optimis. Skenario moderat dan optimis masing-masing
mampu menurunkan persentase total beban pencemaran sebesar 25.23 dan
36.21% di bawah kondisi eksisting. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang
tepat melalui intervensi faktor-faktor yang memiliki pengaruh kuat dan
ketergantungan antar faktor yang rendah sehingga pengendalian yang dilakukan
memiliki prospek jauh ke depan, berkelanjutan, dan mampu mengubah kondisi
220
pesimis menjadi kondisi optimis. Strategi pengendalian pencemaran air Kali
Surabaya berdasarkan prioritas adalah (1) menekan laju pertumbuhan penduduk
dan meningkatkan kesadaran masyarakat, (2) meningkatkan persepsi masyarakat,
(3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran air secara adil dan
konsisten, (4) meningkatkan komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah dalam
upaya pengendalian, dan (5) meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan.