Uveitis Endogen

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Uveitis ialah peradangan pada uvea yang meliputi iris, badan siliar, dan koroid. Uveitis diklasifikasikan menurut berbagai kategori, yaitu usia, demografik, faktor sosial, lokasi anatomi, kronologi atau durasi, dan karakter lesinya. Berdasarkan lokasi anatominya, uveitis dibagi menjadi: 1. uveitis anterior, terdiri dari iritis, iridosiklitis, dan siklitis anterior. Uveitis anterior adalah bentuk inflamasi intraokular tersering ; 2. uveitis intermedia, terdiri dari siklitis posterior, hialitis, koroiditis, dan korioretinitis. Istilah pars planitis hanya digunakan untuk uveitis intermedia yang membentuk gambaran “bola salju” dan tidak disebabkan oleh infeksi atau penyakit sistemik ; 3. uveitis posterior, terdiri dari retinokoroiditis, retinitis, dan neuroretinitis ; panuveitis, bila tidak ada lokasi inflamasi yang predominan. Inflamasi terlihat pada bilik depan, vitreus, serta retina dan atau koroid 3 . Berdasarkan asal nya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan uveitis endogen. Uveitis eksogen pada 2

Transcript of Uveitis Endogen

Page 1: Uveitis Endogen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi

Uveitis ialah peradangan pada uvea yang meliputi iris, badan siliar, dan koroid.

Uveitis diklasifikasikan menurut berbagai kategori, yaitu usia, demografik, faktor

sosial, lokasi anatomi, kronologi atau durasi, dan karakter lesinya.

Berdasarkan lokasi anatominya, uveitis dibagi menjadi:

1. uveitis anterior, terdiri dari iritis, iridosiklitis, dan siklitis anterior. Uveitis

anterior adalah bentuk inflamasi intraokular tersering ;

2. uveitis intermedia, terdiri dari siklitis posterior, hialitis, koroiditis, dan

korioretinitis. Istilah pars planitis hanya digunakan untuk uveitis intermedia yang

membentuk gambaran “bola salju” dan tidak disebabkan oleh infeksi atau

penyakit sistemik ;

3. uveitis posterior, terdiri dari retinokoroiditis, retinitis, dan neuroretinitis ;

panuveitis, bila tidak ada lokasi inflamasi yang predominan. Inflamasi terlihat pada

bilik depan, vitreus, serta retina dan atau koroid3.

Berdasarkan asal nya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan uveitis

endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra

okuler, ataupun iatrogenik. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal

infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun Penyebab terjadinya uveitis endogen

dibagi menjadi beberapa golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan

lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile, spondilitis

ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa, sarkoidosis,

penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari: sipilis, tuberkulosis, lepra,

herpes zoster, hepes simpleks, onkoserkasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan

terdiri dari: sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma

maligna.

2

Page 2: Uveitis Endogen

Uveitis endogen juga dapat disebabkan oleh infeksi fokal seperti: gigi, telinga,

hidung, tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan lain-lain2.

2.2 Epidemiologi

Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara berkembang. Di

Amerika Serikat diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi

per tahunnya. Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya terjadi

pada usia dewasa muda dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus uveitis

ialah uveitis intermedia3.

2.3 Patofisiologi

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng

dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.

Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris

dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel

limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Pada

kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli

anterior.

Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang

memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan

badan siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,

pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel

darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose

cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma. Cairan dengan

lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke

kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung

pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang,

3

Page 3: Uveitis Endogen

sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung

pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga di sini

cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat

pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai

segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli

anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke

pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka

tekanan mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin

dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat

dan terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang

meradang atau sakit.

Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anteror dan timbullah hifema (bila

banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak

mengandung sel darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin

yang menempel pada pupil dapat juga menagalami organisasi, sehingga melekatkan

ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris

menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli

posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris

terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli

anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris

pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel

radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan

badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak

seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme

pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah

lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang

tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi

dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat

mengakibatkan ablasi retina2

4

Page 4: Uveitis Endogen

2.4 Gejala Klinis

Uveitis anterior

Pasien uveitis anterior datang dengan gejala yang bervariasi. Gejala tersebut

meliputi penurunan penglihatan ringan dengan mata yang terlihat normal hingga

gejala yang berat seperti nyeri, fotofobia, penurunan penglihatan, injeksi berat, dan

hipopion.

Pada pasien harus ditanyakan usia, latar belakang ras, dan riwayat okular.

Etiologi uveitis anterior multipel. Sebagian besar adalah reaksi inflamasi steril,

berbeda dengan sebagian besar sindroma uveitis posterior yang disebabkan infeksi.

Sebagian besar kausa uveitis anterior adalah idiopatik (38-60%). Kausa kedua adalah

penyakit yang berhubungan dengan HLA-B27. Kausa berikutnya adalah trauma

(5,7%).

Presentasi klasik uveitis anterior akut adalah nyeri, mata merah, dan fotofobia.

Nyeri dideskripsikan sebagai nyeri tumpul di dalam dan sekitar mata. Penglihatan

dapat normal atau sedikit menurun.

Uveitis intermedia

Umumnya pasien datang dengan keluhan pandangan kabur dan seperti melihat

benda yang melayang-layang. Jarang terjadi mata merah dan fotofobia.

Uveitis posterior

Keluhan pasien adalah penurunan penglihatan tanpa disertai nyeri, melihat benda

melayang, dan skotoma3.

2.5 Pemeriksaan Oftalmologi

Uveitis anterior

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan injeksi silier, keratic precipitate pada

kornea (kumpulan leukosit pada endotel). Tipe keratic precipitate dapat

menunjukkan klasifikasi uveitis anterior. Keratic precipitate mutton-fat adalah

karakteristik uveitis granulomatosa. Keratic precipitate stelata difus terlihat pada

5

Page 5: Uveitis Endogen

iridosiklitis heterokromik Fuchs. Keratitis interstisial didapatkan pada pasien sifilis

dan herpes. Flare, yang merupakan protein, dapat terlihat di bilik depan. Jika

leukosit di bilik depan ada dalam jumlah yang banyak, akan terlihat hipopion.

Adanya hipopion menunjukkan kemungkinan penyakit HLA-B27, penyakit Behcet,

atau endoftalmitis.

Pada kasus uveitis anterior akut, kecuali yang disebabkan herpes, tekanan

intraockular seringkali rendah namun dapat meningkat pada kasus kronik. Inflamasi

lama dapat menyebabkan sinekia posterior. Nodul inflamasi pada iris menunjukkan

uveitis granulomatosa. Atrofi iris mengarahkan pada herpes zoster sebagai penyebab.

Heterokromia adalah temuan klasik pada iridosiklitis heterokromia Fuchs.

Lensa dapat mengalami perubahan menajdi katarak yang menunjukkan

keterlibatan lensa berulang. Presipitat inflamasi dapat terlihat pada kapsul lensa

anterior.

Uveitis intermedia

Terdapat inflamasi segmen anterior ringan hingga sedang. Kumpulan sel radang

(”bola salju”) cenderung berakumulasi di basal vitreus. Di daerah tersebut dapat juga

terdapat eksudat perivaskular dan neovaskularisasi. Sering terlihat eksudat kuning

keputihan di retina perifer dan pars plana (”snowbanking”) yang menunjang

diagnosis uveitis intermedia.

Uveitis posterior

Pada vaskulitis retina dengan funduskopi terlihat eksudasi perivaskular, cell dan

flare di bilik depan, dan vitritis. Dapat juga disertai perdarahan retina, cotton-wool

spots, edema makular cystoid, neovaskularisasi, perdarahan vitreus, atau edema

papil3.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan HLA-B27 sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan uveitis

nongranulomatosa anterior berulang. Jika uveitis anterior diduga disebabkan

6

Page 6: Uveitis Endogen

penyakit sistemik seperti tuberkulosis dan sifilis, dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk memastikannya.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis adalah darah perifer

lengkap, urinalisis, angiotensin converting enzyme, VDRL, FTA-ABS. Perlu juga

dilakukan foto polos dada.

Tabel 4. Tipe uveitis anterior dan kemungkinan penyakit yang melatarbelakangi

Tipe Inflamasi Faktor yang MempengaruhiPenyakit yang

dicurigaiTes

Laboratorium

Onset akut, berat dengan atau tanpa fibrin atau hipopion

Arthritis, Sakit punggung, traktus urinary dan gastrointestinall

Seronegativespondyloarthropathies

HLA-B27, sacroiliac films

Aphthous ulcers Penyakit Behcet HLA-B5, HLA-B51

Post operasi, past-trauma Endophtalmitis infeksius

Vitreous tap, vitrectomy

Diinduksi Obat Rifabutin Tidak ada

Tidak ada Idiopatik Mungkin HLA-B27

Nyeri, kemerahan derajat sedang hingga berat

Sesak nafas, keturunan Afrika, nodul pada kulit

Sarkoidosis Serum ACE, lysozyme, CXR, CT scan thorax, gallium scan, biopsi

Post-traumatik Iritis Traumatik

IOP meningkat, sectorial iris atrophy,corneal dendrite

Herpetic iritis

Respon buruk terhadap steroid, manifestasi dari sifilis derajat 2atau 3 , HIV

Syphilis (RPR) atau VDRL, FTA-ABS

Post ekstraksi katarak, plak Endophthalmitis, Vitrectomy

7

Page 7: Uveitis Endogen

putih pada kapsul posterior intraokular lens (IOL)-berhubungan iritis

dan atau kultur, pertimbangkan kultur anaerob dan fungi

Diinduksi obat Etidronate (Didronel),metipranolol (OptiPranolol), latanoprost (Xalatan)

Riwayat HIV, penyalahgunaan alkohol, terpapar individu terinfeksi di daerah endemis

TB chest x-ray, rujuk ke spesialis penyakit infeksi

Tidak ada Idiopatik

Kronis, dengan perubahan minimal rasa nyeri dan kemerahan

Anak, terutama dengan arthritis

JIA-relatediridocyclitis

Antinuclear antibody (ANA), Laju endap darah

Heterochromia, diffuse stellate keratic precipitate, unilateral

Fuchs heterochromic iridocyclitis

Tidak ada

Post operasi Endophtalmitis ringan, IOL

Vitrectomy,capsulectomy dengan kultur

Tidak ada Idiopatik Lyme titers (mungkin)

Pemeriksaan penunjang untuk uveitis posterior adalah angiografi fluoresein

(terlihat mikroaneurisma, teleangiektasis, kapiler nonperfusi, neovaskularisasi, dan

edema makular sistoid) untuk menentukan apakah kelainan yang ditemukan adalah

kelainan vaskular retina noninflamasi3.

8

Page 8: Uveitis Endogen

2.7 Tatalaksana

Tatalaksana terpenting adalah dengan steroid topikal, periokular, atau sistemik

dan sikloplegik. Steroid diindikasikan pada uveitis yang penyebabnya non infeksi.

Pemilihan cara pemberian steroid sebagai berikut:

Topikal. Untuk uveitis anterior digunakan steroid tetes mata. Frekuensi

pemberian dapat setiap jam hingga 2 hari sekali. Steroid pilihannya adalah

prednisolon asetat 1% yang botolnya harus dokocok sebelum digunakan. Selama

penggunaan pasien dimonitor tiap 4-6 minggu untuk mencegah efek samping

hipertensi okuli.

Periokular. Jika steroid diharapkan bekerja di bagian posterior atau kepatuhan

pasien rendah. Dapat diberikan transseptal atau sub-Tenon. Efek kerjanya lebih

lama. Contohnya adalah triamsinolon asetonid. Cara ini tidak boleh diterapkan

pada pasien uveitis atau skleritis yang infeksius.

Sistemik. Jika terdapat penyakit sistemik yang juga perlu diterapi atau pada

uveitis yang mengancam penglihatan yang tidak responsif pada cara pemberian

steroid lain. Dapat diberikan oral atau intravena. Steroid oral yang sering

digunakan adalah prednison3. Oral antibiotika (Ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari

dan steroid tablet, bisa pertama dengan short high dose : methylprednisolon 1x48

mg selama 3 hari4.

Sikloplegi tetes mata kerja pendek (siklopentolat) dan kerja panjang (atropin)

dapat mengurangi fotofobia karena spasme siliar dan untuk mengatasi atau

mencegah sinekia posterior. Pada kasus uveitis yang berat yang tidak responsif

terhadap steroid atau pasien yang mengalami komplikasi dengan terapi standar, dapat

digunakan imunosupresan. Terapi imunosupresan adalah terapi lini pertama pada

pasien penyakit Behcet dengan keterlibatan segmen posterior, granulomatosis

Wegener, dan skleritis nekrotikan. Terapi imunomodulasi diberikan pada pasien

yang memerlukan terapi steroid sistemik jangka panjang, seperti koroiditis

9

Page 9: Uveitis Endogen

serpiginosa, koroiditis birdshot, penyakit VKH, oftalmia simpatika, dan artritis

rheumatoid juvenilis.

Indikasi pembedahan pada uveitis adalah rehabilitasi visual, biopsi diagnostik,

dan menghilangkan opasitas media refraksi agar dapat memonitor segmen posterior.

Misalnya terjadinya katarak, glaukoma sekunder karena blok pupil atau penutupan

sudut, ablasio retina. Sebelum pembedahan, terapi medis harus diintensifikasi

minimal 3 bulan untuk meredakan inflamasi.

Uveitis intermedia dan posterior dapat menyebabkan kekeruhan vitreus yang

signifikan yang tidak berespon pada terapi medis. Neovaskularisasi juga dapat terjadi

pada vaskulitis atau oklusi vaskular sehingga menyebabkan perdarahan vitreus. Pada

keadaan-keadaan ini diperlukan vitrektomi. Vitrekomi juga diperlukan jika inflamasi

intraokular tidak atau kurang berespon terhadap terapi atau ada kecurigaan neoplasia

intraokular atau infeksi3.

2.8 Komplikasi

Komplikasi uveitis anterior adalah katarak, peningkatan tekanan intraokular yang

menyebabkan glaukoma, penurunan tekanan intraokular yang menyebabkan atrofi

bola mata, sinekia posterior3, oklusi pupil4, kalsifikasi kornea sinekia anterior,

kerusakan pembuluh darah iris, dan kekeruhan badan kaca2.

10

Page 10: Uveitis Endogen

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika

2. Paramitha, Galuh Pradi, Mata ‘Uveitis Anterior’, May 2010, Universitas Muhammadiyah Jakarta, vailable at : http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Mata+%22+Uveitis+Anterior%22

3. Ilyas, Sidarta. Konjungtivitis Gonore, in: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2005 pp:127-130.

4. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009

11