uveitis dengan ablatio retina.docx

download uveitis dengan ablatio retina.docx

of 33

description

case uveitis ablatio retina

Transcript of uveitis dengan ablatio retina.docx

LAPORAN KASUS (REFLEKSI KASUS)OS UVEITIS POSTERIOR DENGAN ABLATIO RETINA

Disusun oleh:Arum Diannitasari01.210.6093

PEMBIMBINGdr. Rosalia Septiana, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2014I. Status PenderitaIdentitas pasienNama: Ny. SPJenis kelamin: PerempuanUmur : 57 tahunAlamat: Purwosari 02/08 Kola-KudusPekerjaan: Asisten Rumah TanggaStatus perkawinan: Sudah MenikahAgama: IslamSuku bangsa: JawaII. AnamnesisAutoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 7 Agustus 2014 di Poliklinik RSUD Kudus pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama: Pasien merasa seperti ada kilatan cahaya yang dilihat pada mata kiri. Riwayat Penyakit Sekarang: Lokasi: mata kiri Onset: Keluhan dirasakan sejak 2 tahun yang lalu Kualitas: Pasien mengaku keluhan tersebut tidak menganggu aktivitasnya. Kuantitas: Mata kiri pasien melihat kilatan petir yang intensitasnya semakin sering belakangan ini. Gejala Penyerta : air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebihan (-), gatal pada mata (-), rasa mengganjal (-), sakit kepala (-), mata merah (-), nyeri (-) Faktor yang memperingan: - Faktor yang memperberat: - Kronologi:Pasien datang ke poli klinik mata RSUD Kudus dengan keluhan sering melihat kilatan cahaya pada mata kiri sejak 2 tahun yang lalu . Kilatan cahaya tersebut terlihat saat pasien berada dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Pada awalnya pasien juga mengaku sering melihat seperti lalat berterbangan. Pasien juga merasakan penglihatan mata kirinya kabur secara tiba-tiba, pasien mengeluh mata kirinya tidak dapat melihat dengan jelas bagian bawah obyek di depannya yang seperti terpotong semakin lama semakin memberat. 2 minggu yang lalu pasien mengaku tidak dapat melihat pada saat melihat ke bawah dengan mata kirinya, pasien tersandung dan menabrak lemari, kemudian terjadi benjolan besar di bagian atas mata kiri pasien.Riwayat Penyakit Dahulu:Riwayat operasi (-)Riwayat Hipertensi (-)Riwayat DM (-)Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang menderita penyakit serupaRiwayat hipertensi (-)Riwayat diabetes melitus (-)Riwayat Sosial EkonomiBiaya pengobatan ditanggung BPJS kesehatan. Pasien bekerja sebagai asisten rumah tangga, kesan ekonomi kurang.III. Pemeriksaan fisikStatus GeneralisVital signTekanan darah: 160/110 mmHgNadi: 80 x/menit Suhu: 36,5OC Pernafasan: 20 x/menit Keadaan Umum: baik Kesadaran: compos mentisStatus Gizi: cukup Status OphtalmologiOCULI DEXTRA(OD)PEMERIKSAANOCULI SINISTRA(OS)

6/18Visus1/300

Tidak dikoreksiKoreksiTidak dikoreksi

Gerak bola mata normal (Ke segala arah)Bulbus OkuliGerak bola mata normal (Ke segala arah)

Edema (-)Hiperemis(-)nyeri tekan (-)blefarospasme (-)lagoftalmus (-)ektropion (-)entropion (-)Benjolan (-)PalpebraEdema (-)Hiperemis(-)nyeri tekan (-)blefarospasme (-)lagoftalmus (-)ektropion (-)entropion (-)Benjolan (-)

Sekret (-)SiliaSekret (-)

Edema (-)injeksi konjungtiva (-)injeksi siliar (-)infiltrat (-)hiperemis (-)laserasi (-)KonjungtivaEdema (-)injeksi konjungtiva (-)injeksi siliar (-)infiltrat (-)hiperemis (-)laserasi (-)

JernihKorneaJernih

NormalBilik mata depanNormal

CoklatKripte (+)Sinekia (-)IrisCoklatKripte (+)Sinekia (-)

BulatSentral3 mmrefleks pupil langsung (+)refleks pupil tak langsung (+)PupilBulatSentral3 mmrefleks pupil langsung (+)refleks pupil tak langsung (+)

JernihLensaJernih

JernihVitreusAgak keruh, floater (+)

Papil N.II berbatas tegasCDR 0,3-0,4A:V = 2:3retina perifer kesan normalRetinaEdema papil (+)Infiltrat (+)retina terangkat berwarna abu-abu

(+)Proyeksi sinar(+)

(-)Persepsi Warna(-)

Refleks fundus (+)Fundus RefleksRefleks fundus (+) suram

NormalTIOHipotoni

IV. RESUMESubyektifPasien mengeluh sering melihat kilatan cahaya pada mata kiri. Pada awalnya pasien juga mengaku sering melihat seperti lalat berterbangan. Pasien juga merasakan penglihatan mata kirinya kabur secara tiba-tiba, pasien mengeluh mata kirinya tidak dapat melihat dengan jelas bagian bawah obyek di depannya yang seperti terpotong semakin lama semakin memberat. 2 minggu yang lalu pasien mengaku tidak dapat melihat pada saat melihat ke bawah dengan mata kirinya, pasien tersandung dan menabrak lemari, kemudian terjadi benjolan besar di sekitar mata kiri pasienObyektifOCULI DEXTRA(OD)PEMERIKSAANOCULI SINISTRA(OS)

6/18Visus1/300

JernihVitreusAgak keruh, floater (+)

Papil N.II berbatas tegasCDR 0,3-0,4A:V = 2:3retina perifer kesan normalRetinaEdema papil (+)Infiltrat (+)retina terangkat berwarna abu-abu

(+)

Persepsi Warna(-)

Refleks fundus (+)Fundus RefleksRefleks fundus (+) suram

NormalTIOHipotoni

V. OSODPemeriksaan PenunjangUSG

VI. Diagnosis Banding OS ablasio retina OS Retinoskisis degeneratif OS Choroidal detachmentVII. Diagnosis KerjaOS Uveitis Posterior dengan Ablatio RetinaDasar diagnosis: Penglihatan mata kiri kabur secara tiba-tiba Mata kiri sering melihat kilatan cahaya Sering melihat seperti lalat berterbangan OS vitreus keruh terdapat floater, papil edem, retina terangkat berwarna abu-abu, refleks fundus positif suram.VIII. TerapiNon Bedah :1. Inmatrol ED fl I 5 dd gtt 1 OS2. Methyl Prednisolon 4 mg 2x13. Kotrimoksazol 2x1Bedah : 1. Krioterapi/laserIX. Prognosis OKULI DEXTRA OKULI SINISTRA

Ad vitam Ad bonam Dubia Ad bonam

Ad fungtionam Ad bonam Ad malam

Ad sanationam Ad bonamDubia Ad malam

Ad cosmeticam Ad bonam Ad bonam

X. Usul Dilakukan pembedahan ablasio retina (Retinopeksi pneumatik/scleral buckle/virektomi)XI. Saran Menyakinkan pasien untuk segera melakukan operasi sebagai satu-satunya cara untuk mengatasi keluhan pasien tersebut.

TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi dan Histologi UveaUvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.1) Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)Anatomi Bola Mata

Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.1,4

Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan1,4 :1. Lapisan epitel pigmen2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.1,4

Gambar 1. Lapisan-lapisan retina.

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,4

Ciliary body2

Badan siliar dimulai 1mm dari limbus yang kemudian meluas meuju posterior sekitar 6 mm. 2 mm pertama pada badan siliar merupakan pars plicata (yang berombak-ombak) dan 4 mm sisanya merupakan pars plana (yang datar). Agar tidak membahayakan lensa atau retina, lokasi yang optimal untuk dilakukan sayatan pada bedah pars plana adalah 4 mm dari limbus di mata phakic dan 3,5 mm dari limbus pada mata pseudophakic.

Ora Serrata2Ora serrata membentuk tautan antara retina dan badan siliar dan dikarakterisasi oleh:1. Prosesus dentateMerupakan perpanjangan dari retina kepada pars plana yang berbentuk seperti gigi; prosesus dentate lebih terlihat di arah nasal daripada temporal dan dapat mempunyai variasi pada konturnya.2. Oral bayMerupakan ujung bergigi dari epitel pars plana diantara prosesus dentata3. Lipatan meridionalMerupakan lipatan radial kecil dari penebalan jaringan retina yang segaris dengan prosesus dentate, terutama terletak pada kuadran superonasal. Lipatan tersebut dapat memperlihatkan lubang retina yang kecil pada apeksnya. Kompleks meridional merupakan konfigurasi dimana prosesus dentate terutama dengan lipatan meridional yang berbaris dengan prosesus siliaris.4. Oral bays yang tertutupMerupakan pulau kecil pada pars plana yang dikelilingi oleh retina sebagai pertemuan dua prosesus dentate.5. Jaringan granularDikarakterisasi oleh kekeruhan putih multiple di dalam basis vitreus. Jaringan vitreus dapat disalahkirakan pada opercula perifer kecil. Pada ora, fusi retina sensoris dengan RPE dan koroid membatasi perluasan dari cairan subretinal.

Gambar 2. Ora serrata2

Vitreous Base2Basis vitreous adalah zona selebar 3-4 mm mengitari ora serrata. Insisi melalui bagian pertengahan dari Plana pars biasanya akan terletak anterior dari basis vitreous. Vitreous kortikal sangat melekat di dasar vitreous, sehingga mengikuti pada acute posterior vitreous detachment (PVD), sedangkan permukaan hyaloid posterior tetap melekat pada batas posterior dari basis vitreous. Apabila sudah teradapat lubang retina (robekan) dalam basis vitreous maka hal tersebut tidak mengarah pada RD. Trauma tumpul berat dapat menyebabkan avulsi dari basis vitreous dengan robeknya non-pigmented epithelium dari anterior pada bagian pars plana dan bagian posterior di retina.

Gambar 3. Vitreous base2Pemeriksaan1Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk atau indirek atau dengan slitlamp (biomikroskop) dan lensa biomikroskopi kontak atau genggam.

Oftalmoskop DirekOftalmoskop direk memperlihatkan gambaran monokular fundus dengan perbesaran 15 kali. Karena mudah dibawa dan menghasilkan gambaran diskus dan struktur vaskular retina yang detil, oftalmoskopi direk merupakan bagian dari pemeriksaan standar medis umum dan pemeriksaan oftalmologik.

Pemeriksaan Refleks Merah (red refleks)Jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual, lubang pupil normalnya dipenuhi oleh warna jingga kemerahan terang dan homogen. Refleks merah ini dihasilkan dari pantulan sumber cahaya oleh fundus yang melalui media mata yang jernih (kornea, aquous, lensa, dan vitreus).Setiap kekeruhan disepanjang jaras optik pusat akan menghalangi seluruh atau sebagian refleks merah ini dan tampak sebagai bintik atau bayangan gelap. Jika terlihat kekruhan fokal, minta pasien melihat ke tempat lain sejenak dan kemudian kembali melihat cahaya. Jika kekeruhan ini tetep bergerak atau melayang, letaknya di dalam vitreus (misalnya perdarahan kecil), namun jika menetap, agaknya terletak pada lensa (misalnya katarak) atau pada kornea (misalnya parut).

Pemeriksaan FundusPemeriksaan fundus lebih optimal dilakukan pada ruangan yang gelap karena menyebabkn dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral, diskus, makula, dan struktur pembuluh darah retina.Tahap pemeriksaan fundus :a. Meminta pasien menatap objek yang jauhb. Pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam fokusc. Mencari diskus dengan mengikuti salah satu cabang utama pembuluh ke tempat berbagai cabang tersebut berasal.d. Berkas sinar oftalmoskopi diarahkan sedikit ke nasal dari garis pandang pasien.e. Cermati bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan ukuran bagian sentralnya yang lebih pucat (cup). Hitung cup-disc ratio.f. Daerah makula terletak kira-kira dua kali diameter diskus optikus di sebelah temporal tepi diskus.g. Sebuah refleksi putih kecil atau refleksmenjadi petanda fovea sentralis. Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang lebih gelap dan berbatas kurang tegas, disebut makula.h. Ikuti pembuluh darah retina sesuai masing-masing kuadran (superior, inferior, temporal, nasal).i. Vena lebih gelap dan besar dibandingkan arteri. Perhatikan warna, kelokan, kaliber pembuluh darah, aneurisma, perdarahan atau eksudat.B. Uveitis PosteriorUveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada koroid, dan disebut juga koroiditis.3) Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ).2) Uveitis posterior biasanya lebih serius dibandingkan uveitis anterior.6)Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan penyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu abu yang dapat menutup koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas. Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam macam dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina. Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.Kerusakan bisa terjadi perlahan lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur.Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan. Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.Dalam membuat diagnosis uveitis posterior harus akurat dan lengkap tentang riwayat perjalanan penyakit dan sistem yang mendapat kelainan yang berhubungan dengan uveitis. Riwayat pemakaian kortikosteroid yang lama, obat obatan imunosupresan, terapi antibiotik, obat obat intravena atau pasien dengan hipereliminasi bakterial endogen, jamur dan penyakit virus. Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan penyakit sistemik. Pasien dengan penyakit sistemik kolagen vaskular yang berhubungan dengan dermatologi, jaringan ikat, paru paru, gastrointenstinal dan saluran kemih yang dapat mempermudah terjadinya inflamasi. Pertimbangan lain adalah umur pasien dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu memastikan.3)Klasifikasi uveitis berdasarkan :1. Lokasi utama dari bercak peradangan : uveitis anterior: meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia. uveitis posterior: koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid lebih menonjol ), retinokoroiditis ( bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis dan uveitis diseminata. uveitis difus atau pan uveitis.2. Berat dan perjalanan penyakit : akut subakut kronik rekurens3. Patologinya : non granulomatosa granulomatosa4. Demografi, lateralisasi dan faktor penyerta : distribusi menurut umur distribusi menurut kelamin distribusi menurut suku bangsa dan ras unilateral dan bilateral penyakit yang menyertai atau mendasari5. Penyebab yang diketahui : bakteri : tuberkulosis , sifilis virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus jamur : candida parasit : toksoplasma, toksokara imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika, poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis, sarkoidosis, penyakit vaskular. Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma lain lain : AIDS.6. Berdasarkan anatomisnya : Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare. Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau uveitis intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior) menghasilkan sel sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat inflamasi koroid atau retina terkait ( masing masing adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaanUveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan. Hubungan yang baik antara dokter dengan penderita uveitis sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil penanganan yang optimal. 3)ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI Penyakit Virus Penyakit Herpes 2) Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN) 2) AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus 2) Penyakit Jamur Histoplasmosis 3) Kandidiasis ( Candida albicans) 3) Penyakit Protozoa Toxoplasmosis 2) Penyakit non infeksi

DiagnosisAnamnesisUmur : Pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom samaran, seperti retinoblastoma atau leukemia. Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun penyebab uveitis posterior termasuk Toksoplasmosis, Uveitis intermediate, Sitomegalovirus dan infeksi bakteri atau fungi. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun yang termasuk diagnosa banding adalah Toksoplasmosis, Sifilis dan Candida. Pada pasien yang berumur di atas 40 tahun mungkin menderita sindrom nekrosis retina akut, Toksoplasmosis, Retinits dan Sarkoma sel reticulum.Lateralisasi : Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat toksoplasmosis, Kandidiasis dan sindrom nekrosis retina akut.Gejala Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis banding Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena. Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis. Biasa terlihat seperti lalat yang berterbangan (floaters)

Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, Sifilis, Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-kondisi yang megenai N. II. Fotofobia

Uveitis PosteriorAkutKronik

Edema retina dan sub retina. Eksudat-eksudat khoroid Retina terlibat.

Menyolok dengan kesuraman pinggir neuroretinal dan retinal vascular bed.Tidak ada eksudat besar,kadang-kadang aerah tertentu infiltrasi lebih dalamTidak ada atau terbatas pada epitel pigmen kerucut dan batang

Biasanya ringan atau sedang dan berada sekitar eksudat.

Eksudat-eksudat besar pinggir-pinggir susut akibat retina atau edema sub retinasekitarnya.Dekstrusi retina

Perbedaan Uveitis Posterior Akut dan KronikPemeriksaan Pemeriksaan pada mataTerdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler, pemeriksaan dengan funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap. Pemeriksaan darahTerdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan diamati. Pemeriksaan etiologiSeperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux test (test untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ). Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur.Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah.Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena. TerapiPengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata KonservatifBiasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid, immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan diberikan antibiotik atau anti virus. Contohnya Pengobatan standar untuk toksoplasmosis mata terdiri dari pyrimethamine (daraprim) dan sulfonamide. Dosis awal pyrimethamine 150 mg diikuti 25 mg perhari untuk 6 minggu, dosis awal triplesulfa atau sulfadiazine 4 mg diikuti dengan 1g obat yang sama 4 x sehari selama 4 atau 6 minggu. Terapi dengan pyrimethamine dan sulfonamide mengecewakan pada usia tua dan pada lesi yang luas pada fundus yang muncul untuk beberapa bulan. Efek negatif dari kandungan sulfa meliputi kulit merah, batu ginjal, dan sindrom Steven Johnson.Banyak ahli mata menggunakan trimethoprim/sulfamethoxazole (bactrim, septra) sebagai alternatif sulfadiazin. Karena sulfadiazin lebih mahal dan sangat sulit didapat. Asam folinik secara umum mencegah leukopenia dan trombositopenia yang diakibatkan terapi pirimetamin. Jumlah leukosit dan trombosit harus dimonitor setiap hari. Asam folinik sekarang tersedia dalam bentuk preparat oral dan diberikan 5 mg tablet setiap hari. Namun terapi klindamisin dapat menyebabkan kolitis membranosa. Terapi baru sudah mulai tersedia untuk toksoplasma. Atovaquone adalah agen untuk bentuk kista yang berpotensial mengurangi bahkan untuk bentuk bukan kista. Obat tersebut sangat larut lemak, baik untuk penyakit sistemik dan pada pasien imunocompromise. Kekambuhan telah diobservasi pada pasien yang diobati dengan obat tersebut, namun hal tersebut belum dibuktikan untuk mencegah serangan toksoplasma berikutnya. Investigasi yang lebih lanjut dibutuhkan sebelum ditetapkan sebagai terapi toksoplasmosis mata. Tindakan Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi fotokoagulasi dan kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreusPenyulit dan komplikasi Penyulit uveitis posterior :Keratopati pita Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan kalsium biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke daerah sumbu penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral dilepaskan dengan 15 bard parker blade dengan meninggalkan sel sel stem limbal secara utuh, kemudian ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci dengan BSS. Proses ini diulang hingga beberapa kali sampai deposit kalsium hilang dan dipasang bandage lensa kontak kemudian diberi antibiotik dan sikloplegik.Katarak Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait uveitis penanganan operasi katarak dilakukan dengan menunggu ketenangan reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid pre operasi selama 1 hingga 2 minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan hingga 5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah terjadinya fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan steroid intravenus intraoperatif.Glaukoma Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid, glaukoma uveitis mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan hipertensi okuli dan uveitis dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT papil nervus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang secara berkala. Tindakan operasi pada uveitis adam antiades Behcet dengan mitomisin C intraoperatif pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata tanpa obat obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada 5 tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak, kebocoran bleb, dan efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik atau afakik membutuhkan alat drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan implan baerveldt. Untuk mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman digunakan fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon. Ablasi retina Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis, infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 / 60.Neovaskularisasi retina dan khoroidDapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis, panuveitis sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina termasuk penyakit ecles. Neovaskularisasi retina terjadi pada radang kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi dapat dilakukan dengan steroid atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter didaerah iskemik. Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan panuveitis pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis pungtata, koroiditis multifaktor idiopatik serta koroiditis serpiginosa. Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal peripapiler ditempat terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat dikombinasi dengan anti VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.Endoftalmitis Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi. Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan, hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan korneaKomplikasi uveitis posterior : Hipopion Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah leukemia,penyakit behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi bakteri. GlaukomaGlaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis. Vitritis Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis posterior.peradangan dalam vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior mata.peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik tau histoplsmosis.sedikit sel radang dalam vitreus dapat terlihatpaad pasien sel sarcoma reticulum,infeksi cytomegalovirus,dan rubella,dan rubella dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada retina.sebaliknya,peradangan berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,toksokariasis,sifilis.Prognosis Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.C. Ablasio RetinaDefinisiAdalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas dari lapisan epitel pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut yang erat, sehingga terjadi akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan tersebut.Klasifikasi Terdapat empat klasifikasi pada ablasio retina, antara lain yaitu:(1) RhegmatogenousEtiologiFaktor risiko lebih tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan miopia berat, afakia, usia lanjut, dan trauma. Khususnya yang disebabkan oleh trauma sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Miopia tinggi (>5-6 dioptri) berhubungan dengan 67 % kasus ablasio retina dan cenderung terjadi lebih muda dari pasien non miopia. 15 % kemungkinan akan berkembang pula pada mata yang lainnya. Risiko sekitar 25-30 % pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata.KlasifikasiAblasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, morfologi dan lokasi. Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh traksi vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di temporal daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina, dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior, dan lebih berbahaya dari tears. Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang menempel pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat berbentuk L atau J, (3) operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4) dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata, (5) giant tears.Gambar 4. Morfologi robekan pada ablasio retina regmatogenosa

Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi; (1) oral, berlokasi pada vitreous base, (2) post oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator, (3) equatorial, (4) post equatorial: di belakang equator (5) macular, di fovea.PatogenesisAblasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu pada traksi vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic masuk melalui lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD). Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior vitreal detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer.

Gambar 5. Vitreous syneresis 2

Kebanyakan robaekan terjadi di daerah perifer retina. Hal tersebut dapat berhubungan dengan degenerasi retina perifer. Terdapat berbagai macam degenerasi, antara lain:

1. Degenerasi latticeBiasa ditemukan pada pasien dengan sindrom Marfan, sindrom Stickler, sindrom Ehler-Danlos. Ditandai dengan bentuk retina yang sharply demarcated, circumferentially orientated spindle shaped areas. Biasanya terdapat bilateral dan lebih sering di daerah temporal dan superior.

2. Degenerasi snailtrackDegenerasi ini berbentuk snowflakes atau white frost like appearance.3. Degenerasi retinoschisisPada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak berhubungan dengan hipermetrop.4. White-with-pressure, White-without-pressure.

Gambar 6. Degenerasi vitreoretinal2

Gejala Klinis Gejala utama yang ditimbulkan adalah fotopsia akibat stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina. Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selanjutnya melalui pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya Marcus Gunn pupil, tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopi

akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas bergoyang.

Gambar 7. Tobacco dust Tatalaksana Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan dilakukan dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah scleral buckling, pneumatic retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur scleral buckling. Penempatan implan diletakkan dalam kantung sklera yang sudah direseksi yang akan mengeratkan sclera dengan retina PrognosisPrognosis ditentukan oleh tatalkasana yang dini, mekanisme yang mendasari terjadinya ablasio retina, dan adanya keterlibatan makula.(2) Ablasio retina traksional EtiologiPenyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu retinopati diabetes proliferative, retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy.PatogenesisTerjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan perdarahan vitreus.Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular.Gejala KlinisFotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang pandang biasanya timbul lambat.Melalui pemeriksaan oftalmologis akan didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi retina tertinggi di daerah traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun sehingga tidak terjadi turn over cairan.TerapiPada vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi. Selanjutnya dapat pula dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan perfluorokarbon untuk meratakan permukaan retina.

(3) Ablasio retina campuran antara regmatogenosa dengan traksional

Tipe campuran ini merupakan hasil traksi retina yang kemudian menyebabkan robekan. Traksi fokal pada daerah proliferasi jaringan ikat atau fibrovaskular dapat mengakibatkan robekan retina dan menyebabkan kombinasi ablatio retinae regmatogenosa-traksional(4) Ablasio retina eksudatifEtiologiEtiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular.ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan teteapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika. Penyakit radang dapat menyebabkan ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid. PatogenesisTerjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa danya robekan retina ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.

Gambar 8. Ablatio Retinae Eksudatif2Gejala KlinisFotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae eksudatif memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus dan berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan fenomena shifting fluid. Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar setelah terjadi ablatio retinae.PenatalaksanaanPenatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit Harada dan skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada korioretinopati bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan antibiotik.Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi. KomplikasiDapat terjadi glaukoma neovaskular dengan ptisis bulbi.Diagnosis banding Ablasio Retinaa. Retinoskisis degeneratif Dengan gejala klinis yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang jarang terjadi, gejala yang timbul dikarenakan adanya perdarahan vitreus atau perkembangan ablasio retina yang progresif. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gambaran elevasi yang konveks, licin, tipis dan immobile.

b. Ablasio koroid (choroidal detachment)Gejala klinis yang muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang dapat ada pada mata dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan intraokular yang sangat rendah akibat adanya ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat berbentuk konveks, licin, bulosa dan relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior. Retina perifer dan ora serata tampak jelas.

c. Sindrom efusi uvea kelainan yang bersifat idiopatik dengan gambaran ablasi koroid yang berhubungan dengan ablasi retina eksudatif, terkadang adanya residual mottling.

DAFTAR PUSTAKA1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2005 : 102.3. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro. 1993 : 75-6.4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors. Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-785. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-1766. FKUKI. Teknik Penulisan Ilmiah. Majalah Kedokteran; Desember 2005.7. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis posterior. kmn.htm. 19 Oktober 2008. Update terakhir : Agustus 2008. 8. ASPX. Uveitis Posterior. Diunduh dari: www.retinalphysician.com 20 Oktober. Update terakhir: Juli 2008.9. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20 Oktober 2008.10. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.p. 38-43, 185-99.11. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier, 201112. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.13. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.14. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2013 January 15]. Available from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.15. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2013 January 15]; vol. 69, no. 7. Available from URL: http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.16. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2 [cited on 2013 January 15]. Available from URL: http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.