Usulan Tesis 2 (PDF)
-
Upload
rapii-raden -
Category
Documents
-
view
174 -
download
6
Transcript of Usulan Tesis 2 (PDF)
PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, GAYA BELAJAR DAN
KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR
EKONOMI SISWA SMA NEGERI 1 SURALAGA KABUPATEN
LOMBOK TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013
USULAN TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Ekonomi
OLEH
MUHAMMAD RAPII
S991202010
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan global saat ini menuntut dunia pendidikan untuk selalu
mengubah konsep berpikirnya. Masa depan yang kian tidak menentu dengan
berbagai tantangan melekatnya yang akan dihadapi oleh umat manusia pada abad
ke-21 memiliki implikasi luas dan mendalam terhadap berbagai macam rancangan
pengajaran dan teknik pembelajaran. Hal tersebut tidak hanya terkait dengan
kewajiban moral seorang guru mendorong dan memotivasi siswa agar belajar
pengetahuan dan keterampilan yang signifikan, tetapi juga terkait dengan tugas
guru untuk memicu dan memacu siswa agar bersikap inovatif, menjadi lebih
kreatif, adaptif, dan fleksibel dalam menghadapi kehidupannya sehari-hari. Hal ini
membawa konsekuensi bagi guru, untuk mampu menjadi model mental, suatu suri
teladan tentang bagaimana untuk menjadi inovatif, kreatif, adaptif, dan fleksibel.
Pada gilirannya tentu saja para guru akan menjadi semakin menyadari bahwa
model, metode, dan strategi pembelajaran yang konvensional tidak akan cukup
membantu siswa. Guru sendiri dituntut inovatif, adaptif, dan kreatif serta mampu
membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan ke dalam kelas dan
lingkungan pembelajaran, dimana terjadai interaksi belajar mengajar yang intensif
dan berlangsung dari banyak arah (multiways and joyful learning).
Setelah paradigma pembelajaran berkembang, belajar dimaknai sebagai
kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Tanggung jawab
belajar ada pada diri siswa, sedangkan guru bertanggung jawab untuk
menciptakana situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab
siswa untuk belajar sepanjang hayat. Belajar bukan lagi merupakan konsekuensi
otomatis dari penyampaian informasi oleh guru ke dalam kepala seorang peserta
didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri.
Artinya belajar baru bermakna jika ada pembelajaran terhadap dan oleh siswa.
Siswa sebagai subjek didik harus secara aktif meraih dan memperoleh
pengetahuan baru sesuai dengan minat, bakat, perilaku dan norma-norma serta
nilai-nilai yang berlaku. Belajar adalah suatu kebutuhan hidup yang self
generating, yang mengupayakan diri sendiri, karena sejak lahir manusia memiliki
dorongan untuk melangsungkan hidup, menuju suatu tujuan tertentu.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
(sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini
nampak rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat
memprihatinkan. Prestasi yang tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran
yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta
didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar).
Dalam arti yang lebih subtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini
masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik
untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.
Dipihak lain secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap
rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran
yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana
kelas cenderung teacher centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun
demikian guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan
alat dan bahan praktek, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku
ajar atau refrensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang
dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri.
Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap siswa merupakan suatu yang penting.
Menurut Weinstein dan Meyer (Nur, 2000: 5) pengajaran yang baik
meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana
berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pengajaran strategi
belajar berdasarkan pada dalil bahwa keberhasilan siswa sebagaian besar
bergantung pada kemahiran untuk belajar mandiri dan memonitor belajar mereka
sendiri. Sejalan, dengan pendapat Rita Dunn dan Kenneth Dunn (Suyono dan
Hariyanto, 2011: 162) dalam bukunya yang berjudul Teaching Students Through
Their Individual Learning Styles: A Practical Approach, menyatakan bahwa para
siswa yang mampu mengindentifikasi gaya belajarnya sendiri, memperoleh skor
yang tinggi dalam tes, memiliki sikap yang lebih baik, dan lebih efisien dalam
pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya.
Para siswa harus memberikan pemahaman atau pengertian bahwa mereka
sesungguhnya memiliki kemampuan untuk belajar dan dapat berhasil dengan baik.
Untuk itu para guru di sekolah sebagai penanggung jawab pembelajaran dalam
institusi sekolah, harus mendesain terobosan-terobosan pengajaran untuk
membantu memecahkan problematika belajar para siswanya. Kemudian
memantapkan teknik pembelajaran yang memberikan teknik-teknik belajar kepada
siswa tentang keterampilan bagaimana cara belajar (how to learn) dalam
mencatat, menghafal, memahami, menganalisis, membaca dengan cepat menulis
dan berfikir kreatif sehingga belajar bagi peserta didik menjadi fun atau
menyenangkan dan juga mengasikkan.
Tugas dan tanggung jawab guru erat kaitannya dengan kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memangku jabatan profesi kependidikan. Kemampuan
tersebut anatara lain adalah guru (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan
tingkah laku manusia dalam belajar; (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai
bidang studi yang dibinanya dengan baik; (3) mempunyai sikap yang tepat dengan
memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri sebagai tenaga pendidik; dan (4)
mempunyai ketrampilan menggunakan teknik dan pendekatan dalam kegiatan
mengajar. Kemampuan ini memberi petunjuk bahwa seorang guru bukan
melaksanakan kegiatan rutin, tetapi melaksanakan aktivitas yang dinamis yang
berusaha mengembangkan kognitif, sikap, dan perilaku siswa sampai berhasil
belajar dan kualitasnya dapat diukur.
Pembelajaran bukanlah sebuah proses yang singkat dan terukur dengan
angka yang pasti, melainkan pembelajaran merupakan sebuah proses long life atau
sepanjang hayat tidak terbatas dan dapat terus berkembang sesuai dengan
kemampuan serta dorongan yang datang dari diri maupun luar diri sendiri.
Individu adalah suatu kesatuan yang masing-masing memiliki ciri
khasnya, dan karena itu tidak ada dua individu yang sama. Satu sama lainnya
berbeda. Perbedaan individu ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi horizontal
dan vertikal. Perbedaan horizontal bahwa setiap individu berbeda dengan individu
lainnya dalam aspek psikologis. Seperti tingkat kecerdasan, abilitas, minat,
motivasi, kemauan, kepribadian dan sebagainya. Sedangkan perbedaan vertikal,
bahwa tidak ada dua individu yang sama dalam aspek jasmaniyah, seperti bentuk,
ukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Antara siswa satu dengan yang lainnya
berbeda kepribadian, intelegensi, jasmani, sosial dan emosional. Ada yang lamban
dan ada yang cepat belajarnya. Perbedaan juga terjadi pada motivasi, kebisaan dan
gaya belajar individu. Ada individu yang lebih sesuai dengan gaya belajar tertentu
dan ada individu yang tidak sesuai dengan gaya tersebut.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individu, yakni
faktor warisan keturunan dan faktor pengaruh lingkungan, antara kedua faktor ini
terjadi saling mempengaruhi. Dalam realitasnya mungkin pada satu individu
faktor pengaruh keturunan lebih dominan sedangkan pada individu lainnya
pengaruh faktor lingkungan lebih dominan. Perbedaan individual ini dapat
dikembalikan kepada interaksi antara kedua faktor tersebut.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa setiap individu memiliki
keunikan tersendiri dan tidak pernah ada dua orang yang memiliki pengalaman
hidup yang sama persis, hampir dipastikan bahwa motivasi, kebiasaan dan gaya
belajar masing-masing orang berbeda satu dengan yang lain. Dua anak yang
tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang sama dan meskipun mendapat
perlakuan yang sama belum tentu akan memiliki pemahaman pemikiran dan
pandangan yang sama terhadap dunia sekitarnya. Masing-masing memiliki cara
pandang sendiri terhadap setiap peristiwa yang dilihat dan dialaminya. Cara
pandang inilah dikenal dengan sebagai gaya belajar Sidjabat (Ghufraon dan
Risnawita, 2012: 10).
Dun dan Griggs (Lenfrancois, 2000) menjelaskan bahwa beberpa pelajar
tidak dapat belajar dengan baik pada waktu pagi hari, tetapi mereka dapat belajar
ketika siang hari, beberapa pelajar dapat pada penerangan yang cukup, dan
lingkungan yang berisik, namun terdapat pelajar yang dapat belajar dengan baik
pada lingkungan yang tenang dan sunyi. Beberapa pelajar dapat belajar dengan
instruksi yang formal, namun terdapat juga pelajar yang dapat belajar dengan baik
dengan instruksi yang informal. Beberapa pelajar dapat belajar dengan baik jika
diberi bimbingan, namun terdapat juga pelajar yang belajar dengan baik dengan
inisiatif sendiri. Dun dan Griggs menlanjutkan bahwa inilah yang menjelaskan
alasan setiap pelajar memiliki motivasi, gaya belajar, dan kebiasaan belajar yang
personal dan unik.
Soal kekhasan anak selaku individu perlu menjadi perhatian khusus bagi
guru dalam kegiatan tugas pembelajarannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai ke penilaian kinerja belajar siswa. Memperhatikan segi keanekaragaman
siswa di kelas yang dikelolanya dan kekahasan siswa selaku individu membawa
dampak positif pada keberhasilan pembelajarannya. Hal sebaliknya adalah kalau
segi keanekaragaman dan kekhasan, tidak dipertimbangkan guru karena tidak saja
hal itu berpengaruh pada keberhasilan tugasnya tetapi juga bisa menimbulkan
masalah atau terganggunya kelancaran tugas guru, seperti timbulny masalah
pengelolaan kelas yang betapa pun harus dihadapi guru. Guru menghadapi
kelompok murid/siswa di dalam kelasnya. Sebagai guru kelas, wajaru kalau yang
diperhatikannya adalah murid-murid sekelas; individu anak seakan-akan
tenggelam di dalamnya, tidak kelihatan. Akan tetapi, selaku pendidi yang
menyadari adanya perbedaan perseorangan diantara anak-anak, perlu
memperhatikan dan melayani anak, selaku pribadi yang khas. Bagi guru, mesti
mengawinkan dua perhatian yakni: perhatian pada kelompok (waktu merancang
pengajaran dan mengajar) dan pada pribadi (waktu menghadapi seorang siswa)
yang bermasalah. Misalnya tidak bisa mengikuti pelajaran, prestasi belajar rendah,
dan mengalami masalah pribadi.
Tipe belajar atau gaya belajar siswa yang berdasarkan sejumlah penelitian
terbukti penting untuk diketahui guru. Woolever dan Scott (1988) dan Dunnk,
Beaudry dan Klavas (1989) (Suyono dan Haryanto, 2011: 147) menemukan
sebagai hasil penelitiannya betapa pentingnya bagi guru untuk memadukan gaya
mengajarnya dengan gaya belajar siswa. Setiap siswa memiliki gaya belajar
sendiri, diumpamakan seperti tanda tangan yang khas bagi dirinya sendiri ( Marsh,
2005: 63). Dengan mengetahui gaya belajar setiap siswa, guru akan mampu
mengorganisasikan kelas sedemikian rupa sebagai respon terhadap kebutuhan
setiap individu siswanya. Minimal guru akan berusaha menerapkan berbagai
metode pembelajaran untuk mengakomodasikan berbagai gaya belajar siswanya.
Sejalan dengan hasil penelitian yang diungkapkan olah Ghufron dan
Risnawati (2012) tentang metode mengajar yang sesuai dalam proses belajar
mengajar ternyata sampai sekarang masih diragukan keberhasilannya, karena
setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadi
serta kemampuannya. Biasanya dicari metode mengajar yang paling sesuai
dengan siswa pada umumnya yang hasilnya bisa dikatakan pula mimpi belaka.
Karena keberhasilan setiap metode mengajar sesungguhnya sangat tergantung
pada cara atau gaya belajar, kemampuan, dan karakter pembelajar. Dengan kata
lain, sebuah metode mengajar yang berhasil itu sesungguhnya bersifat unik,
menyusaikan dengan karakteristik setiap pembelajar.
Diperkuat lagi dalam Teori Gardner (Smaldino dkk, 2011: 114)
menyatakan bahwa guru yang efektif harus mempertimbangkan gaya belajar yang
berbeda dari para siswa mereka, menyadari bahwa para siswa sangat berbeda
dalam hal kekuatan dan kelemahan di tiap-tiap area tersebut. Cara yang terbaik
untuk melakukan ini adalah merancang mata pelajaran yang secara efektif
meliputi rentang gaya belajar siswa dengan memahami kekuatan dan preferensi
konseptual, kebiasaan memproses informasi, faktor motivasi, dan faktor fisiologis
yang mempengaruhi kemampuan siswa.
Balajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan siswa yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin
dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, guru harus memperhatikan
kondisi internal dan eksternal siswa. Kondisi internal adalah kondisi atau situasi
yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan, dan
sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi siswa,
misalnya ruang belajar yang bersih, saran dan prasarana belajar yang memadai,
dan sebagainya. Adapun di dalam proses belajar tersebut, banyak faktor yang
mempengaruhinya, antara lain motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan
konsep diri.
Berpijak dari perbedaan dan faktor penyebabnya, maka kiranya dapat
menepis asumsi bahwa dengan mengajarkan bahan yang sama, metode yang
sama, serta cara penilaian yang sama kepada semua siswa dianggap akan
menghasilkan hasil yang sama pula adalah hal yang kurang tepat, sebab meski
semua diperlakukan sama namun mesti diingat bahwa yang melakukan belajar
adalah individu-individu itu sendiri, sendang kepribadian, abilitas, emosional, dan
minat siswa tetap berbeda. Dengan demikian, pembelajaran yang lebih
menghargai perbedaan individu akan lebih mengembangkan siswa sesuai dengan
kemampuan dan potensi yang dimilikinya tanpa harus dibandingkan dengan yang
lainnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah
yaitu:
1. Apakah ada pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar
ekonomi siswa di SMAN1 Suralaga ?
2. Apakah ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi
siswa di SMAN1 Suralaga ?
3. Apakah ada pengaruh kebiasaan belajar siswa terhadap prestasi belajar
ekonomi siswa di SMAN1 Suralaga ?
4. Apakah ada pengaruh motivasi belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar
terhadap prestasi belajar ekonomi siswa di SMAN1 Suralaga ?
C. Tujuan Peneltian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mengetahui secara
ilmiah hubungan motivasi belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar dengan
prestasi belajar ekonomi siswa di SMAN 1 Suralaga.
Tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengatuhi ada tidaknya pengaruh motivasi belajar siswa terhadap
prestasi belajar ekonomi siswa di SMAN1 Suralaga.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gaya belajar siswa terhadap
prestasi belajar ekonomi siswa di SMAN1 Suralaga.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kebiasaan belajar siswa terhadap
prestasi belajar ekonomi siswa di SMAN 1 Suralaga.
4. Untuk mengetahui secara keseluruhan antara motivasi belajar, gaya belajar
dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa di SMAN1 Suralaga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan bagi
para peneliti berikutnya yang berminat meneliti permasalahan terkait,
sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengembangkan lebih lanjut.
b. Untuk para peneliti dan para pemerhati pendidikan, diharapkan dapat
dijadikan sebagai informasi tambahan dalam melakukan penelitian
berikutnya;
c. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan sumber informasi bagi semua
pihak, baik pelajar, mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan bagi penyelanggara pendidikan
dalam meningkatkan prestasi belajar.
b. Bagi kepala sekola, sebagai bahan masukan tentang kemajuan prestasi
siswanya dan untuk membuat kebijakan guna meningkatkan mutu
pendidikan khususnya di SMA N 1 Suralaga Lombok Timur.
c. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan acuan dalam mengkaji dan
membarikan motivasi belajar, kebiasaan belajar dan gaya belajar.
d. Guru dapat menyesuaikan gaya mengajarnya dengan memperhatikan
kebutuhan siswa dalam hal ini gaya belajar siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Motivasi Belajar
Hoy dan Miskel dalam buku Educational Administration (Purwanto,
2004: 72) mengemukakan bahwa “motivasi dapat didefinisikan sebagai
kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-
kebutuhan yang kompleks, pernyataan-pernyataan ketegangan (tension
states), atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dengan menjaga
kegiatan-kegiatan yang diinginkan kearah pencapaian tujuan-tujuan
personal”.
Menurut McDonald (Hamalik, 2010:173) “Motivations is a energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory
goal reactions.” Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Sedangkan menurut Drever (Slameto, 2010: 60) memberikan definisi
tentang motivasi yaitu, sebagai berikut: “motive is on effective-conative
factors which operates in determining the direction of an individual’s
behavior towards an end or good, consioustly apprehended or unconsioutly”.
Dari pernyataan ini mengandung makna bahwa motivasi erat sekali
hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan
itu dapat disadari atau tidak, namun untuk mencapai tujuan itu perlu
berbuat,sedangkan yang menjadi penyebab bebuat adalah motif itu sendiri
sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Abrah Maslow (Prawira, 2012: 320) mendefinisikan motivasi adalah
sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi dan
bersifat kompleks, dan hal itu kebanyakan merupakan karakteristik universal
pada setiap kegiatan organisme.
Menurut Asrori (2008: 183) maotivasi dapat diartikan: (1) dorongan
yang timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari, untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertnetu; (2) usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Motivasi menurut Suryabrata (2012: 70) adalah keadaan yang terdapat
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu
guna pencapaian suatu tujuan. Sedangkan Gates, dkk (1954: 301)
mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan
psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya
dengan cara tertentu. Adapuan Greenberg (1996: 62-63) menyebutkan bahwa
motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan
perilaku arah suatu tujuan.
Menurut Masnur, dkk (Hamdani, 2011: 290) menjelaskan, motivasi
adalah daya atau perubahan yang mendorong seseorang; tindakan atau
perbuatan merupakan gejala sebagai akibat dari adanya motivasi tersebut.
Seseorang siswa dapat belajar dengan giat karena motvasi dari luar dirinya,
misalnya dorongan dari orang tua atau gurunya, janji-janji yang diberikan
apabila ia berhasil dan sebagainya. Akan tetapi, akan lebih baik apabila
motivasi belajar dating dari dalam dirinya sendiri, sehingga ia akan terdorong
secara terus-menerus, tidak bergantunbeg pada situasi luar.
Menurut Petri (Ghufron dan Risnawati, 2010: 83) berpendapat
motivasi adalah keadaan dalam pribadi seorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku
yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran keputusan.
Anurrahman (2009:114) motivasi merupakan tenaga pendorong bagi
seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan
penuh semagat. Sejalan dengan pendapat Sardiman (1990: 73)
mengemukakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Perubahan energi di dalam diri seseorang
tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam berbagai bentuk
kegiatan.
Dari beberapa pengertian motivasi seperti telah dikemukan diatas
tersebut, secara lebih ringkas dapat disimpulkan bahwa motivasi pada
dasarnya adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai
suatu tujuan tertentu, termasuk di dalamnya kegiatan belajar. Secara lebih
khusus jika orang menyebutkan motivasi belajar yang dimaksudkan tentu
segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat
kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih giat
lagi dalam belajarnya untuk memproleh prestasi yang lebih baik.
Menurut kebanyakan definisi (Purwanto, 2004: 72) motivasi
mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan
menopang tingkah laku manusia.
a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin
seseoarang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan
dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat
kesenangan.
b. Motivasi juga menggerakkan atau menyalurkan tingkah lak. Dengan
demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu
diarahkan terhadap sesuatu.
c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus
menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan
kekuatan-kekuatan individu.
Sedangkan menurut Hamalik (2010: 174) motivasi memiliki dua
komponen, yakni: komponen dalam (inner component) dan komponen luar
(outer component). Komponen dalam ialah perubahan di dalam diri
seseorang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan psikologis. Komponen luar
ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya.
Jadi, komponen dalam ialah kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipuaskan,
sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak dicapai.
Berbagai macam penerapan terori motivasi belajar, baik di lingkungan
sekolah, di rumah, maupun di masyarakat dikemukakan oleh RBS.
Fudyartanto (Prawira, 2012: 347) sebagai berikut:
1) Guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
2) Guru memberikan hadiah dan hukuman kepada siswa
3) Guru menciptakan leve aspirasi berupa performasi yang mendoroang ke
level berikutnya
4) Guru melakukan kompetisi dan kerja sama pada siswa.
5) Guru mengguanakan hasil belajar sebagai umpan balik.
6) Guru melakukan pujian kepada peserta didik.
7) Guru mengusahakan selalu ada yang baru ketika malakukan
pembelajaran di kelas.
8) Guru perlu menyipkan tujuan yang jelas.
9) Guru dalam mengajar tidak mengguanakan prosedur yang menekan.
10) Gur menggunakan contoh-contoh hidup sebagai model-model yang
menarik bagi siswa.
Sedangkan menurut Keller (Smaldino, 2011: 115), menyatakan salah
satu pendekatan yang membantu memahami motivasi siswa adalah model
ARCS. Keller menjelaskan empat aspek mendasar dari motivasi yang bisa
dipertimbangkan para guru ketika merancang mata pelajaran, yaitu:
1) Perhatian (attention), kembangkan mata pelajaran yang para siswa
anggap menarik dan berharga untuk diperhatikan.
2) Relevansi (relevance), pastikan bahwa pengajaran bermakna dan sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan belajar para siswa.
3) Percaya diri (confidence), rancanglah mata pelajaran yang membangun
ekspektasi siswa untuk sukses berdasarkan usaha mereka sendiri.
4) Kepuasan (satisfaction), sertakan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang
siswa terima dari pengajaran.
Motivasi belajar penting diketahui oleh guru, karena pemahaman dan
pengetahuan motivasi belajar siswa bermanfaat bagi guru untuk: (1)
membangkitkan, meningkatkan, dan memilihara semangat belajar siswa
untuk belajar sampai berhasil, membangkitkan jika belajar siswa tidak
bersemangat, meningkatkan bila semangat belajar siswa timbul tenggelam,
memelihara bila semangat belajar siswa telah kuat untuk mencapai tujuan
belajar; (2) mengetahi dan memahami motivasi belajar siswa di kelas yang
bermacam-macam seperti ada siswa yang acuh tak acuh, ada yang tidak
memusatkan perhatiannya pada pelajaran, ada yang hanya ingin bermain, ada
yang memang bersemangat untuk belajar, dan beragam perilaku lainnya; (3)
meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermcam-
macam peran dan pendekatan belajar yang sesuai dengan mata ajar yang
menjadi tanggung jawabnya; dan (4) memberikan peluang bagi guru untuk
memantapkan unjuk kerja dalam konteks rekayasa pedagogis sehingga guru
membuat siswa berhasil dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 86).
Johnson, Schwitzgebel dan Kalb (Djaali, 2011: 109) menyimpulkan
bahwa individu yang memiliki motivasi belajar yang tinggi memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas
hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau
kebetulan.
2. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu
mudah dicapai atau terlalu besar risikonya.
3. Mencari situasi atau pekerjaan di mana ia memperoleh umpan balik
dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil
pekerjaannya.
4. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain.
5. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang
lebih baik.
6. Tidak tergugah untuk sekedar mendapat uang, status, atau keuntungan
lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambing
prestasi, suatu ukuran keberhasilan.
Ada sejumlah indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki
motivasi tinggi dalam proses pembelajaran menurut Asrori (2008: 184)
diantaranya adalah:
a. Memiliki gairah yang tinggi.
b. Penuh semangat.
c. Memiliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi.
d. Mempu “jalan sendiri” ketika gur meminta kepada siswa mengerjakan
sesuatu.
e. Memiliki rasa pecaya diri.
f. Memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi.
g. Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
h. Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi.
Namun demikian, keadaan yang sebaliknya juga sangat boleh jadi
ditemukan. Artinya, ada sejumlah siswa bermotivasi rendah. Ada sejumlah
indikator siswa yang memiliki motivasi rendah menurut Asrori (2008: 184)
yaitu:
a. Perhatian terhadap pelajaran kurang.
b. Semangat juangnya rendah.
c. Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat
d. Sulit untuk bisa “jalan sendiri” ketika diberikan tugas
e. Memiliki ketergantungan kepada orang lain.
f. Mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”.
g. Daya konsentrasi kurang.
h. Mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan.
i. Mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kseulitan.
Dilihat dari sudut pandang psikologi motivasi adalah kecenderungan
emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran. Menurut Robbins
(Sagala, 2012: 110) mengemukakan motivasi merupakan suatu konstruk yang
menjelaskan awal, arah, intensitas dan kehadiran perilaku individu yang
bertujuan. Motivasi mencakup konsep-konsep kebutuhan untuk berprestasi,
kebutuhan untuk bekerjasama, kebiasaan, ketidakcocokan dan keingintahuan.
Motivasi menurut Thomas L. Good dan Jere E. Bropy (1990: 360)
dikembangkan berdasarkan tiga kerangka teoritik utama yaitu:
1) Behaviorism, percaya bahwa motivasi berawal dari situasi, kondisi
dan objek yang menyenangkan, jika hal ini memberikan kepuasan
yang berkelanjutan (reinforcement contingncies) maka akan
menimbulkan tingkah laku yang siap untuk melakukan sesuatu.
2) Cognitif (cognitivists) penganut ini meyakini bahwa yang
mempengaruhi perilaku individu adalah proses pemikiran, karena itu
penganut faham kognitif ini memfokuskan pada bagaimana individu
memproses informasi dan memberikannya penafsiran untuk situasi
khusus.
3) Humanistis, penganut faham ini percaya bahwa orang bertindak
dalam suatu lingkungan dan membuat pilihan mengenai apa yang
dikerjakannya.
Berkaitan dengan hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi
belajar siswa, Hadis dan Nurhayati (2010: 31) mengemukakan bahwa siswa
dengan motivasi belajar yang baik akan melahirkan proses dan hasil belajar
yang baik. Semakin tinggi atau intensitas motivasi belajar siswa, maka
semakin tinggi kualitas proses dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Motivasi dalam belajar dilakukan dengan mengatur situasi atau
atmosfir pembelajaran yang kondusif. Kondisi yang diciptakan ini dapat
menjadi penguat (reinforcement). Karena ini motivasi belajar penting bagi
siswa dimaksudkan untuk: (1) menyadarkan kedudukan awal belajar, proses
dan hasil belajar; (2) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar bila
dibandingkan dengan teman sebaya; (3) mengarahkan kegiatan kearah
pembelajaran yang lebih berkualitas; (4) membesarkan semangat belajar bagi
para siswa; dan (5) menyadarkan tentang adanya perjalanan yang harus
ditempuh dalam proses belajar (Sagala, 2012: 113).
2. Gaya Belajar
a. Pengertian Gaya Belajar
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan
mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-
masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi
yang sulit dan baru memulai persepsi yang berbeda. Adapun gaya belajara itu
sendiri merujuk pada serangkaian sifat psikologis yang menentukan
bagaimana seorang individu merasa, berinteraksi, dan merespon secara
emosional terhadap lingkungan belajar. Menurut DePorter and Hernacki
(2011: 110) mengemukakan gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari
bagaimana menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.
Beberapa penulis juga menjelaskan gaya belajar sebagai suatu pola-pola
tertentu yang stabil ketika individu menerima, berinteraksi, meyerap,
menyimpan, mengorganisasikan, dan merespon informasi Ghufron dan
Risnawita (2012: 43). Dari definisi tersebut sejalan dengan terori belajar
sibernetik, yang mengatakan belajar adalah pengolahan informasi
(Budiningsih, 2005: 81).
Kenneth D Moore memberikan definisi tentang gaya belajar, yaitu
“Style of learning is the way an individual begins to process, internalize and
concentrate on new materials.” (gaya belajar adalah cara seorang individu
mulai dari memproses, mendalami, dan berkonsentrasi terhadap sesuatu yang
baru). Sedangkan menurut Noe Enatwistle menjelaskan, bahwa “learning
style is the general tendency to adopt a particular strategy” (gaya belajar
adalah kecenderungan secara menyeluruh untuk mengambil strategi khusus).
Selanjutnya, Kenneth D Moore juge memberikan definisi tentang gaya
belajar, yaitu “style of learning is the way an individual begins to process,
internalize and concentrate on new materials”. “gaya belajar adalah cara
seorang individu memulai dari memproses, mendalami, dan berkonsentrasi
terhadap sesuatu yang baru.” ( Sopiatin dan Sahrani (2011: 36-37)
Gaya belajar menurut Anita E Woolfolk (1988: 135) adalah
pendekatan individu dalam belajar yang biasanya melibatkan proses
menerima informasi secara mendalam (deep) atau tidak (surface). Borich dan
Tombari (1995: 598) mengartikan gaya belajar sebagai kebiasaan yang dipilih
oleh siswa dalam belajar, baik dalam kelas atau di lingkungan terbuka.
Sementara, David A Kolb (1991: 160) mendefinisikan gaya belajar sebagai
cara-cara yang dilakukan seseorang di dalam belajarnya dan bagaimana ia
menghadapi situasi-situasi dalam pembelajarannya sehari-hari.
Gaya belajar menurut Prashnig (2007: 247), merupakan gaya hidup
yang dipercaya sebagai kunci untuk mencapai keberhasilan balajar. Setiap
orang mempunyai gaya belajar yang berbeda dan sifatnya unik. Oleh karena
itu, jika seseorang dibiarkan belajar dengan gayanya sendiri dan menemukan
lingkungan yang sesuai dengan kegiatan-kegiatannya, maka meraka akan
mempu melakukan belajar dengan penuh gembira tanpa stress. Dengan
demikian, untuk mencapai hasil belajar yang optimal, maka setiap orang
harus mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu.
James and Gardner (Ghufron dan Risnawita, 2012: 42) berpendapat
bahwa gaya belajar adalah cara yang kompleks dimana para siswa
menganggap dan merasa paling efektif dan efisien dalam memproses,
menyimpan dan menggali kembali apa yang telah mereka pelajari. Sejalan
dengan definisi dari Keefe (Ghufron dan Risnawita, 2012: 43) mengenai gaya
belajar adalah faktor-faktor kognitif, afektif, dan fisiologis yang menyajikan
beberapa indikator yang relatif stabil tentang bagaimana para siswa merasa,
berhubungan dengan lainnya dan bereaksi terhadap lingkungan belajar.
Merujuk pendapat tersebut, gaya belajar adalah cara berpikir, merasa,
mengamati, dan bertingkah laku konsisten (tidak berubah dari awal hingga
kini), serta memiliki nilai seni yang cenderung berbeda. Selain itu juga, gaya
belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai
begaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing
orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit
dan baru memulai persepsi yang berbeda.
Dengan mencoba memadukan gaya belajar siswa dengan gaya
mengajar guru, Morrison dan Ridley (Suyono dan Hariyanto, 2011: 148)
menyarankan agar guru mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimanakah cara mengembangkan konsep pribadi (self concept) setiap
siswa?
2. Bagaimanakah cara mengembangkan motivasi siswa?
3. Bagaimanakah caranya agar gaya mengajar guru sesuai dengan
perbedaan individual setiap siswa dalam hal kebutuhan, minat,
kemampuan dan keterampilannya?
4. Bagaimanakah caranya agar gaya mengajar guru dapat mengembangkan
gaya belajar individu siswa dan sesuai dengan laju pemelajaran?
Teori Gardner (Smaldino dkk, 2011: 114) menyatakan bahwa guru
yang efektif harus mempertimbangkan gaya belajar yang berbeda dari para
siswa mereka, menyadari bahwa para siswa sangat berbeda dalam hal
kekuatan dan kelemahan di tiap-tiap area tersebut. Cara yang terbaik untuk
melakukan ini adalah merancang mata pelajaran yang secara efektif meliputi
rentang gaya belajar siswa dengan memahami kekuatan dan preferensi
konseptual, kebiasaan memproses informasi, faktor motivasi, dan faktor
fisiologis yang mempengaruhi kemampuan siswa.
Killen (Anurrahman, 2009: 131) mengatakan bahwa, sejumlah hasil
riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa,
kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks
pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat
penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari.
Honey and Muwford (Ghufron dan Risnawita, 2012: 145) berpendapat
bawa mengetahui gaya belajar siswa penting untuk individu masing-masing
karena dapat meningkatkan kesadaran tentang aktivitas belajar mana yang
cocok atau tidak cocok dengan gaya belajar untuk membantu menentukan
pilihan yang tepat dari sekian banyak aktivitas. Sejalan dengan pendapat
Marton, dkk (1984) berpendapat bahwa kemampuan seseorang untuk
mengetahui sendiri gaya belajarnya dan gaya belajar orang lain dalam
lingkungannya akan meningkatkan efektivitas dalam belajar.
Jadi, gaya belajar merupakan upaya untuk menjelaskan mengenai
bagaimana individu belajar atau caya yang ditempuh oleh masing-masing
orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit
dan baru memulai persepsi yang berbeda. Gaya belajar bersifat individual
bagi setiap orang, dan untuk membedakan orang yang satu dengan orang lain.
Degan demikian, secara umum gaya belajar diasumsikan mengacu pada
kepribadian, kepercayaan, pilihan, dan prilaku yang digunakan oleh individu
untuk membantu dalam belajar dalam situasi yang telah dikondisikan.
b. Macam-Macam Gaya Belajar
Gaya belajar berkenaan dengan pengelompokan sifat-sifat psikologis
yang menentukan bagaimana seorang individu merasakan berinteraksi
dengan, dan merespon secara emosional pada lingkungan belajar. Gardner
(Anitah, 2011: 97) mengemukakan tiga jenis gaya belajar seseorang, yaitu:
visual, auditory, dan kinestetik. Variabel gaya belajar dapat dikategorikan
menjadi empat kelompok, yaitu kekuatan persepsi, kebiasaan memproses
informasi, faktor-faktor motivasi, dan faktor-faktor psikologis.
Menurut model pemerosesan informasi (Asrori, 2008: 13), suatu
informasi diterima melalui perekam visual, pendengaran, penciuman, dan
sentuhan. Sedangkan menurut Pask dan Scott (Budiningisi, 2005: 81)
mengkelasifikasi gaya belajar, yaitu gaya belajar menyeluruh (wholist) adalah
gaya belajar yang menekankan pemahaman terhadap keseluruhan materi
pembelajaran atau seluruh masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Gaya
belajar serialist adalah gaya belajar yang lebih menekankan penguasaan
materi pembelajran bagian demi bagian, masalah dianalisis berdasarkan
komponen-komponennya.
Sopiatin dan Sahrani (2011: 39) mengatakan bahwa, secara umum
tentang teori gaya belajar itu ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1) Pengolahan informasi, yaitu membedakan bagaimana cara mengolah
sebuah informasi, apakah dengan cara indera (the sense), berpikir
(thinking), memecahkan masalah (problem solving) atau hanya sekedar
mengingat informasi (informasi remembering).
2) Bantuk kepribadian, yaitu memfokuskan pada perhatian (attention),
emosi (emotion), dan nilai (values). Memahami perbedaan teresebut akan
membuat seseorang lebih mengenal akan apa yang harus dilakukan dan
dirasakan pada situasi yang berbeda.
3) Interaksi sosial, yaitu melihat kepada tingkah laku (attitudes), kebiasaan
(habits), dan strategi yang digunakan oleh siswa ketika belajar sendiridan
berkelompok.
Gaya belajar yang dikembangkan oleh Felder Silverman lewat
publikasinya Learning Styles and Teaching Styles in Engineering Education
(Suyono dan Hariyanto, 2011: 159) menggolongkan gaya belajar dalam
klasifikasi pembelajaran:
a. Pembelajaran indrawi, sensing learner (konkret, praktis, berorientasi
fakta dan prosedur) atau pembelajaran intuitif (konseptual, inovatif,
berorientasi kepada makna dan teori).
b. Pembelajaran visual (menyukai representasi visual dalam penyajian
misalnya gambar, diagram, diagram alir) atau pembelajaran verbal
(menyukai penjelasan tertulis dan ceramah).
c. Pembelajaran idukatif (menyukai presentasi yang diproses dari hal-hal
khusus ke umum), atau pembelajaran deduktif (menyukai presentasi yang
diproses dari hal-hal umum ke khusus).
d. Pembelajaran aktif (belajar dengan mencoba atau melakukan sesuatu,
bekerja sama dengan yang lain) atau pembelajaran reflektif (belajar
dengan memikirkan sesuatu dalam-dalam, bekerja sendiri).
e. Pembelajaran sekuensial (linerar, beraturan, belajar dalam langkah-
langkah kecil yang incremental/bertahap) atau pembelajaran global
(holistik, pemikir sistem, belajar dalam lompatan-lompatan besar).
Dalam pandangan De Porter dan Hernacki (Anurrahman, 2009: 131)
terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui
oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Orang-orang visual, yang seringkali ditandai suka mencoret-coret ketika
berbicara di telpon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta
daripada mendengar penjelasan.
b. Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri,
lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar daripada membaca buku,
lebih suka berbicara daripada menulis.
c. Orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik
ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh
ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam.
Selanjutnya bila ada salah satu gaya belajar yang dominan, indikator
tentang jenis gaya belajarnya, dapat dilihat dari masing-masing gaya belajar
tersebut, adalah sebagai berikut ini:
1) Gaya belajar visual
Gaya belajar visual dapat dideteksi dari kebiasaan (habbit) anak ketika
belajar (DePorter dan Hernacki, 2011: 116) antara lain:
a. Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar.
b. Mudah mengingat dengan asosiasi visual.
c. Pembaca yang cepat dan tekun, memiliki hobi membaca.
d. Lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan.
e. Biasa berbicara dengan cepat, karena dia tidak merasa perlu
mendengarkan esensi pembicaraannya.
f. Mempunyai masalah untuk menginat instruksi verbal, kecuali jika
dituliskan, dan sering minta bantuan orang lain untuk mengulangi
instruksi verbal tersebut.
g. Sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
h. Pengeja yang baik, kata demi kata.
i. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, ya atau tidak,
sudah atau belum.
j. Mempunyai kebiasaan rapi dan teratur, karena itu yang akan dilihat
orang.
k. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi.
l. Memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pengaturan jangka
panjang yang baik.
m. Teliti terhadap rincian, hal-hal kecil yang harus dilakukan.
n. Biasanya tidak terganggu oleh suara ribut.
o. Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada berpidato.
p. Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap
waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah
atau proyek, terbiasa melakukan check and recheck sebelum
membuat simpulan.
q. Lebih menyukai seni visual daripada seni musik.
r. Suka mecoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau pada
saat melakukan rapat.
2) Gaya belajar auditory
Gaya belajar audio dapat dideteksi dari kebiasaan anak ketiaka belajar
(DePorter dan Hernacki, 2011: 118), antara lain:
a. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
daripada apa yang dilihatnya.
b. Berbicara kepada diri sendiri saat belajar dan bekerja.
c. Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya.
d. Berbicara dengan irama terpola.
e. Biasanya jada pembicara yang fasih.
f. Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku saat
membaca.
g. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan
panjang lebar.
h. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.
i. Merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita.
j. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna
suara.
k. Mudah terganggu oleh keributan, dia akan sukar berkonsentrasi.
l. Mempuyai masalah dengan pekerjaan yang melibatkan visualisasi.
m. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.
n. Lebih menyukai music daripada seni lukis atau seni dengan hasil tiga
dimensi.
3) Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar kinestetik dapat dideteksi dari kebiasaan anak ketika
belajar (DePorter dan Hernacki, 2011: 118) antara lain;
a. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak.
b. Banyak menggunakan isyarat tubuh.
c. Menggunakan jari sebagai penunjuk tatkala membaca.
d. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
e. Otot-otot besarnya berkembang.
f. Menanggapi perhatian fisik.
g. Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama.
h. Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka.
i. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.
j. Ingin melakukan segala sesuatu.
k. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain.
l. Berbicara dengan perlahan.
m. Suka belajar memanipulasi (mengembangkan data atau fakta) dan
praktik.
n. Tidak dapat mengingat letak geografi, kecuali jika ia pernah datang
ke tempat tersebut.
o. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot, mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saat membaca sebagai manifestasi
penghayatan terhadap apa yang dibaca.
p. Kemungkinan memiliki tulisan yang jelek.
q. Menyukai permainan yang membuat sibuk.
3. Konsep Kebiasaan Belajar
a. Pengertian Kebiasaan
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar
mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar atau study habit.
Witherington (Djaali, 2011: 127) mengartikn kebiasaan (habit) sebagai: “an
acquired way of acting which is persistent, uniform, and fairly automatic.”
Kebiasaan merupakan cara betindak yang diperoleh melalui belajar secara
berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.
Stephen R. Covey, pengarang buku The 7 Habits of Effective People,
mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan,
keterampilan, dan keinginan. Mengajar pada hakikatnya adalah membentuk
suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa dan
terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang diharapkan
(Anurrahman, 2009: 124).
Menurut Suryabrata (1984: 28) kebiasaan adalah suatu cara individu
bertindak yang sifatnya otomatis untuk suatu masa tertentu. Tingkah laku
yang menjadi kebiasan tidak memerlukan fungsi berfikir yang cukup tinggi
karena sifatnya sudah relatif menetap. Kebiasaan merupakan hasil belajar,
bukan merupakan pembawaan. Sedangkan menurut Burghardt (Muhibbin,
2011: 116), menyatakan kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan
kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang.
Prawiara (2012: 234) kebiasaan adalah suatu cara bertindak yang telah
dikuasai dan tahan uji dan bersifat seragam. Selain itu, kebiasaan lebih
banyak bersifat otomatis. Seseorang yang telah berbuat sesuai dengan
kebiasaannya sering kali dirinya tidan menyadari. Kebiasaan-kebiasaan itu
akan berlangsung begitu saja dengan lencar dan dapat memberikan hasil.
Pada individu, kebiasaan sesungguhnya dapat dibentuk melalui dua cara,
yaitu: pertama, perbuatan yang mempunyai sedikit rintangan dan kedua
kebiasaan dapat pula dibentuk dengan cara tertentu untuk melakukan sesuatu
perbuatan.
Setiap siswa yang telah mengalami proses mengalami proses belajar,
kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Menurut Burghardt
(Muhibbin, 2012: 120) kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan
kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang.
Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang
tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah, muncul
suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam
classical dan operant conditioning. Contoh, siswa yang belajar bahasa secara
berkalai-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang
keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan
benar. Jadi, berbahasa dengan cara yang baik dan benar itulah perwujudan
peilaku belajar siswa.
b. Pengertian Kebiasaan Belajar
Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penunjang tercapainya
prestasi belajar siswa. Kebiasaan yang baik merupakan perilaku yang relatif
menetap dalam menunjang kegiatan belajar yang berdampak pada hasil yang
baik pula karena terdapat kesesuaian antara yang dilakukan siswa dengan
pola-pola perilaku yang dituntut dalam proses belajar. Munawir Yusuf (2007:
22) memberikan penjelasan pengertian kebiasaan belajar yaitu pengulangan
cara belajar yang memberikan rasa nyaman kepada pelajar. Kebiasaan belajar
terbentuk melalui proses belajar. Sedangkan menurut Crow and Crow dalam
Munawir Yusuf (2007: 23) kebiasaan erat kaitannya dengan pertanyaan
bagaimana, kapan, dimana, dan dalam kondisi bagaimana belajar berlangsung
Sedangkan menurut Muhibbin (2011: 121) menyatakan bahwa, belajar
kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada.
Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman
khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih
tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(konstektual).
Djaali (2011: 128) mengemukakan kebiasaan belajar dapat diartikan
sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima
pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk
menyelesaikan kegiatan. Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku
siswa pada setiap keli mereka melakukan kegiatan belajar. Sebabnya ialah
karena kebiasaan mengandung motivasi yang kuat Mappiare (Djaali, 2011:
128). Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit
sekalipun tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal
ini disebabkan oleh kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak
memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar.
Sesuai dengan law of effect dalam belajar, perbuatan yang
menimbulkan kesenangan cenderuang untuk diulang. Oleh karena itu,
tindakan berdasarkan kebiasaan bersifat mengukuhkan (reinforcing).
Suryabrata (Djaali, 2011: 129) merumuskan cara belajar yang efisien adalah
dengan usaha sekecil-kecilnya memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi
perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar yang efisien,
belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Yang penting, siswa
mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan
menjadi kebiasaan, baik di dalam maupu di luar kelas.
Slameto mengemukakan (2010: 82) kebiasaan belajar diperoleh
dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan
menurut Nana Sudjana (2010: 173) mengemukakan Keberhasilan siswa atau
mahasiswa dalam mengikuti pelajaran/kuliah banyak bergantung kepada
kebiasaan belajar yang teratur dan berkesinambungan. Selanjutnya, Moh
Surya (Mahmud, 2010: 66) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak
dalam hal kebiasaan belajar.
Anurrahman (2009: 185) kebiasaan belajar adalah perilaku belajar
seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga
memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa
bentuk perilaku yang menunjukkan kebiasaan tidak baik dalam belajar yang
sering di jumpai pada sejumlah siswa seperti:
a. Belajar tidak teratur
b. Daya tahan belajar rendah (belajar secara tergesa-gesa)
c. Belajar bilamana menjelang ulangan atau ujian
d. Tidak memiliki catatan pelajaran yang lengkap
e. Tidak terbiasa membuat ringkasan
f. Tidak memiliki motivasi untuk memperkaya materi pelajaran
g. Senang menjiplak perkejaan teman,termasuk keruang percaya diri di
dalam menyelesaikan tugas
h. Sering datang terlambat
i. Melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk (mialnya merokok)
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan kebiasaan yang kurang baik,
kebiasaan belajar tersebut antara lain: (a) belajar pada akhir semester, (b)
belajar tidak teratur, (c) menyia-yiakan kesempatan belajar, (d) datang
terlambat bergaya pemimpin, (e) bergaya jantan seperti, merokok, sok
mengurui teman lain, dan (f) bergaya minta balas kasihan tanpa belajar
(Dimyanti dan Mujiono, 2009: 246).
Jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku
belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan pada
giliriannya dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar yang diperoleh.
Sejalan dengan pandangan di atas, Misunita (Anurrahman, 2009: 186)
mengemukakan bahwa kesukaran belajar dapat dikelompokkan berdasarkan
tahapan-tahapan dalam pengolahan informasi, yaitu:
1) Input; kesukaran belajar pada kategori ini berkaitan dengan masalah
penerimaan informasi melalui alat indera, misalnya persepsi visual dan
auditory. Kesukaran dalam persepsi visual dapat menyebabkan masalah
dalam mengenali bentuk, posisi, atau ukuran objek yang dilihat.
2) Integration; kesukaran tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan.
Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term
memori yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi baru tanpa banyak pengulangan. Misalnya kesukaran
dalam memori visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja.
3) Storage; tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan
masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memori yang
membuat seseorang mengalami kesuliatan dalam mempelajari materi
baru tanpa banyak pengulangan. Masilnya kesukaran dalam memori
visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja.
4) Output; informasi yang telah diproses oleh otak akan muncul dalam
bentuk respon melalui kata-kata, yaitu output bahasa, aktivitas otot,
misalnya menulis, atau mendengar. Kesulitan dalam output bahasa
mengakibatkan masalah dalam bahasa lisan, misalnya menjawab
pertanyaan yang diharpkan dimana seseorang harus menyampaikan
kembali informasi yang disimpan, mengorganisasikan bentuk pikirannya
dalam bentuk kata-kata. Hal yang serupa juga terjadi bila masalah
menyangkut bahasa tulis. Kesulitan dalam kemampuan motorik
menyangkut kemampuan motorik kasar maupun halus.
Sopiatin dan Sahrani (2011: 39) menyatakan bahwa untuk
membiasakan cara belajar yang efektif dan efisien harus memperhatikan hal-
hal berikut, yaitu:
1) Mengetahui pedoman umum untuk belajar.
2) Cara mengatur waktu.
3) Cara mengikuti pelajaran.
4) Cara membaca buku.
5) Cara membuat ringkasan.
6) Cara menghafal pelajaran.
7) Cara menulis karangan ilmiah.
8) Cara menempuh ujian.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kebiasaan belajar merupakan tingkah laku yang terbentuk karena dilakukan
berulang-ulang sepanjang hidup individu dan biasanya mengikuti cara atau
pola tertentu, sehingga akan terbentuk kebiasaan belajar. Jadi yang dimaksud
dengan kebiasaan belajar di sini adalah cara-cara belajar yang paling sering
dilakukan oleh siswa seperti dalam mengikuti pelajaran, membaca buku-buku
pelajaran, melatih diri atau mengkaji ulang pelajaran, mendengarkan
pelajaran dengan baik yang disampaikan oleh guru, tidak pernah absen, dan
menyimpan serta memelihara peralatan yang diperlukan untuk menunjang
kegiatan belajar.
c. Aspek-aspek Kebiasaan Belajar Efektif
Konstruk kebiasaan belajar yang dikemukakan oleh Djaali (2011: 128)
merupakan konstruk dari Brown dan Holtzman. Konstruk kebiasaan belajar
ini terdiri dari dua aspek, yaitu:
a. Penundaaan tugas (delay avoidance), yaitu kebiasaan belajar yang
berhubungan dengan: ketepatan waktu penyelesaian tugas-tugas
akademik, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan
tertundanya penyelesaian tugas, menghilangkan atau menghindarkan
rangsangan- rangsangan yang akan menganggu konsentrasi dalam belajar
b. Metode kerja (work methods) yaitu kebiasaan belajar yang berhubungan
dengan: penggunaan cara belajar yang efektif (meliputi membaca dan
mempelajari buku, membuat catatan), efisiensi dalam mengerjakan tugas-
tugas akademik, dan keteramplan keteramplan belajar.
Menurut pendapat Gie (1985: 15) ada tiga aspek untuk membentuk
kebiasaan belajar yang efektif yakni: (a) keteraturan, (b) disiplin, dan (c)
konsentrasi.
a. Keteraturan
Belajar secara teratur akan memperoleh hasil yang baik. Keteraturan
meliputi kebiasaan mengikuti pelajaran secara teratur, menyimpan dan
memelihara secara teratur alat perlengkapan untuk belajar, dan kebiasaan
membaca buku-buku pelajaran. Jika mulai memasuki bangku sekolah,
kebiasaan belajar yang efektif adalah mengikuti dengan teratur baik kegiatan
sebelum pelajaran, selama pelajaran berlangsung maupun sesudah
berakhirnya pelajaran. Sebelum mengikuti pelajaran hendaknya disiapkan
dengan matang peralatan yang akan digunakan antara lain alat tulis, buku
pelajaran juga kesiapan mental berupa penguasaan prasyarat pengetahuan
dasar untuk mengikuti topik yang akan dibahas. Siswa juga harus mengikuti
dengan tekun, seksama dan aktif membuat catatan hal-hal pokok yang
disampaikan guru dan menanyakkan hal-hal yang belum dipahami.
Mengingat sangat terbatasnya pertemuan antara guru dan murid secara
formal, sedangkan materi pelajaran yang perlu dikuasai sangat banyak dan
luas, serta sangat cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
dituntut kepada siswa untuk dapat memperluas ilmu dan kecakapannya
dengan cara banyak membaca buku. Saat ini banyak sekali buku-buku sumber
bacaan sebagai penunjang materi buku paket pelajaran, oleh karena itu siswa
dituntut kepandaian dan kecakapannya untuk dapat membaca secara efisien
dan teratur sehingga segala tuntutan ilmu pengetahuan dapat terpenuhi.
Hal senada disampaikan Mahmud (2010: 96) bahwa salah satu cara
yang akan membantu keberhasilan dalam usaha pembentukan sikap positif
terhadap apa yang harus dipelajari adalah menumbuhkan kegemaran
membaca. Melalui kegemaran membaca maka berbagai manfaat akan
diperoleh diantaranya adalah: menambah pengetahuan, dapat mengarahkan
pikiran, dapat menunjang kemampuan berpikir kritis, dan sebagai sarana
menyenangkan hati atau bersifat rekreatif.
Gie (1985: 37) menyampaikan bahwa kebiasaan baik yang harus
dimiliki individu dalam membaca antara lain adalah: (1) mengatur dan
menyusun rencana untuk membaca, (2) membuat tanda-tanda apa yang telah
dibaca, (3) menelaah, memahami dan mengerti isinya, (4) memusatkan
perhatian penuh waktu membaca. Bila sifat keteraturan ini telah benar-benar
dihayati sehingga menjadi kebiasaan dalam perbuatannya. Maka sifat ini akan
mempengaruhi pula jalan pikiran siswa. Pikiran yang teratur merupakan
modal bagi seseorang dalam menuntut ilmu, karena ilmu adalah hasil dari
proses pemikiran yang dilakukan secara sistematis.
b. Disiplin
Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap rencana kerja yang
telah ditentukan. Belajar secara teratur hanya mungkin dijalankan jika siswa
memiliki disiplin untuk mentaati rencana yang sudah diatur sebelumnya.
Godaan-godaan yang bertujuan menangguhkan usaha belajar dapat dihindari
jika siswa memiliki disiplin diri.
Disiplin belajar yang dimiliki individu tidak tumbuh dengan
sendirinya, tetapi tumbuh, terbentuk dan berkembang melalui latihan dan
pendidikan yang memungkinkan timbulnya kesadaran dan kemauan untuk
berbuat patuh atau taat tanpa adanya unsur paksaan dari luar. Dengan
demikian peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berasal dari luar
berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perbuatan agar sesuai
dengan apa yang diharapkan. Disiplin tersebut meliputi disiplin dalam
memantapkan penguasaan materi pelajaran, disiplin pelaksanaan terhadap
jadwal belajar yang telah dibuat, dan disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan
rumah (PR) dan tugas sekolah (mencakup mengerjakan latihan-latihan tes,
ulangan harian, ulangan umum atau ujian baik yang tertulis maupun lisan,
kemampuan berdiskusi dengan teman dalam menyelesaikan tugas kelompok).
Pendapat serupa disampaikan oleh Hadis dan Nurhayati (2010: 85)
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa antara lain
adalah dengan cara meningkatkan disiplin belajar siswa terutama disiplin
dalam memantapkan penguasaan materi pelajaran, dan disiplin dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Disiplin dalam memantapkan pelajaran adalah
usaha yang perlu dilakukan siswa agar segala kecakapan yang dipelajari dapat
diingat-ingat dan difahami. Setelah selesai pelajaran hendaknya siswa
membaca kembali catatan yang telah dibuat selama berlangsungnya pelajaran,
tanpa menunda keesokan harinya agar terjadi penyerapan pengetahuan yang
telah diperoleh. Untuk mendapatkan pemahaman yang baik dalam semua
bidang pelajaran sangat diperlukan membaca dan latihan mengerjakan soal
secara rutin, bervariasi dan berulang-ulang. Bahan pelajaran yang telah
diterima tidak mungkin dapat dikuasai dengan hanya sekali membaca atau
sekali latihan saja. Baik pengertian-pengertian maupun fakta-fakta akan
segera terlupakan karena belum tertanam dengan baik dalam ingatan.
Suatu kecakapan belum dapat dikuasai sepenuhnya dan belum dapat
diterapkan apabila belum melekat teguh dalam pikiran seseorang. Itulah
sebabnya mempelajari suatu bahan pelajaran hendaknya dilakukan berkali-
kali dengan ulangan-ulangan dan latihan- latihan. Ulangan dan latihan ini
perlu dilakukan oleh seorang siswa, baik siswa yang cerdas maupun siswa
yang kurang cerdas, karena dengan `ulangan dan latihan pengertian-
pengertian dan fakta-fakta akan lebih mudah dikuasai.
Menurut Slameto (2010: 85) mengulangi bahan pelajaran besar
pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan (review)
bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap
tertanam dalam otak seseorang. Mengulang suatu pelajaran dapat secara
langsung sesudah membaca nya, tetapi yang bahkan lebih penting adalah
mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari secara teratur dan
disiplin. Cara ini dapat ditempuh dengan cara membuat ringkasan, kemudian
untuk mengulang cukup belajar dari ringkasan ataupun juga dapat dari
mempelajari soal jawab yang sudah pernah dibuat oleh guru ataupun yang
terdapat dalam buku latihan soal. Dengan cara tersebut dapat tercapainya
pengertian dan pemahaman dalam belajar.
c. Konsentrasi
Konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Seseorang tidak akan
berhasil mendalami bahan pelajaran yang sedang dipelajari jika upaya itu
dilakukan tanpa konsentrasi. Untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya,
maka diperlukan adanya konsentrasi yang cukup baik terhadap materi yang
dipelajarinya. Seluruh perhatian harus dicurahkan kepada apa yang harus
dipelajarinya. Bila tidak ada konsentrasi maka dapat diyakinkan apa yang
dipelajarinya itu tidak akan mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Banyak
siswa yang kelihatannya belajar, tetapi karena perhatiannya tidak
dikonsentrasikan kepada apa yang dipelajari, maka ia tidak tahu apa yang
dipelajari itu.
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan
mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar
konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan
menyampingkan semua hal yang tidak berhubungan dengan apa yang sedang
dipelajari (Slameto, 2010: 86). Tidak semua siswa memiliki kemampuan
konsentrasi yang sama terhadap suatu pelajaran. Ada yang sebentar ada yang
bisa lama. Pada dasarnya konsentrasi merupakan akibat dari perhatian yang
ditimbulkan oleh minat terhadap suatu pelajaran tertentu.
Berikut ini adalah saran-saran yang dikemukakan oleh Crow and
Crow (Purwanto, 2004: 120) untuk membiasakan belajar yang efisien, yaitu:
1) Miliki dahulu tujuan belajar yang pasti.
2) Usahakan adanya tempat belajar yang memadai.
3) Jaga kondisi fisik jangan samapai mengganggu konsentrasi dan
keaktifan mental.
4) Rencanakan dan ikutilah jadwal waktu untuk belajar.
5) Selingilah belajar itu dengan waktu-waktu istirahat yang teratur.
6) Carila kalimat-kalimat topic atau inti pengertian dari tiap paragraph.
7) Selama belajar gunakan metode penguglangan dalam hati.
8) Lakukan metode keseluruhan (whole method) bilamana mungkin.
9) Usahakan agar dapat membaca cepat tetapi cermat.
10) Buatlah catatan-catatan atau rangkuman yang tersusun rapi.
11) Adakan penilaian terhadap kesulitan bahan untuk dipelajari lebih
lanjut.
12) Susunlah dan buatlah pertanyaan-pertanyaan yang tepat, dan
usahakan/ cobalah untuk menemukan jawabannya.
13) Pusatkan perhatian dengan sungguh-sungguh pada waktu balajar.
14) Pelajarai dengan teliti tabel-tabel, gerafik-gerafik, dan bahan ilustrasi
lainnya.
15) Biasakanlah membuat rangkuman dan kesimpulan.
16) Buatlah kepastian untuk melengkapi tugas-tugas balajar itu.
17) Pelajari baik-baik pernyataan (statement) yang dikemukakan oleh
pengarang, dan tentanglah jika diragukan kebenarannya.
18) Telitilah pendapat beberapa pengarang.
19) Analisislah kebiasaan belajar yang dilakukan, dan cobalah untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan belajar
yang efektif dapat terbentuk dengan tiga aspek dalam cara belajar yaitu : (1)
keteraturan yang meliputi dari kebiasaan mengikuti pelajaran dengan teratur,
mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru dan menanyakkan pelajaran
yang belum dipahami, menyimpan dan memelihara secara teratu alat
perlengkapan untuk belajar, dan kebiasaan membaca buku-buku pelajaran, (2)
disiplin, terdiri dari disiplin dalam memantapkan penguasaan materi
pelajaran, dan disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), tugas
sekolah, dan (3) konsentrasi di dalam belajar. Aspek-aspek dalam cara belajar
tersebut bertujuan untuk tercapainya prestasi belajar yang tinggi.
Berikut ini disajikan tabel konstruk dan aspek-aspek kebiaasan belajar
menurut Djaali (2011) dan Gie (1985) sebagai bahan perbandingan dan
memudahkan dalam pemahaman.
Tabel 1.
Konstruk kebiasaan belajar
Djaali The Liang Gie
Aspek Indikator Aspek Indikator
1. Delay
Avoidance
(kebiasaan
menyelesaikan
tugas-tugas
belajar
a. Ketetapan
dalam
menyelesaika
n tugas-tugas
akademik
b. Keteraturan
waktu belajar
1. keteraturan a. mengikuti
pelajaran secara
teratur
b. menyimpan dan
memelihara
secara teratur
perlengkapan
c. Pelaksanaan
tugas
belajar
c. membiasakan
membaca buku-
buku pelajaran
2. work Methods
(metode
belajar yang
biasa
digunakan)
a. belajar yang
efektif
b. kerja yang
efisien
c. kecakapan
dalam teknik
belajar
2. disiplin a. disiplin dalam
memantapkan
pengusasaan
materi pelajaran
b. disiplin dalam
melaksanakan
jadual pelajaran
yang telah
dibuat
c. disiplin dalam
menyelelsaikan
tugas-tugas
sekolah
3. kosentrasi Mampu
berkosentrasi
ketika belajar di
sekolah dan di
rumah
4. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan yang telah dilakukan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 4-5), prestasi belajar adalah
suatu pencapaian tujuan pengajaran yang ditunjukan dengan peningkatan
kemampuan mental siswa. Prestasi belajar ini sebagai dampak pengajaran dan
dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur,
seperti tertuang dalam rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat
setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan
kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar. Muhibbin Syah (2012:
216), mengemukakan “prestasi adalah tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program”. Prestasi merupakan
kemampuan nyata seseorang sebagai hasil dari melakukan atau usaha
kegiatan tertentu dan dapat diukur hasilnya.
Winkel (Hamdani, 2011: 138) mengemukakan bahwa prestasi belajar
merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan
demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.
Gagne (1985: 40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan
menjadi lima aspek, yaitu kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, sikap, dan keterampilan. Menurut Bloom (Suharsimi, 1990: 110),
hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
a. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan
terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau
kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat dicapai atau dengan kata
lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-
macam faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengarui prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor dari dalam (intren) dan faktor
dari luar (ekstren).
a. Faktor internal
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari siswa. Faktor ini antara lain
sebagai berikut:
1) Kecerdasan (inteligensi)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini
sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya inteligensi yang normal selalu
menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.
Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang
berbeda antara satu anak dengan anak lainnya sehigga anak pada usia
tertentu sudah memiliki tingakat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan
dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu, jelas bahwa faktor inteligensi
merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar
mengajar.
2) Sikap
Sikap, yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal,
orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Sikap
seseoarang dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kebiasaan, dan
keyakinan.
3) Minat
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap
sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang
diinginkannya dapat tercapai.
4) Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai hasil pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat
dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi samapai tingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
5) Motivasi
Kuat lemahnya motivasi belajar turut mempengaruhi keberhasilan
belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan, terutama
yang berasal dari dalam diri dengan cara memikirkan masa depan yang
penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu lingkuangan sosial dan
lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang lebih banyak memmpengaruhi kegiatan belajar
ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua,
praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi,
semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan
belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
2) Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah
dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-
faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
b. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengukuran hasil belajar idela meliputi segenap
renah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar
siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku selurh renah
itu,khususnya ranah rasa murid, sengat sulit. Hal ini disebabkan perubahan
hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Tabel
indikator prestasi belajar yang berasal dari berbagai sumber rujukan Surya
(1982), Barlow (1985), dan Petty (2004) (Muhibbin, 2011: 148) dengan
penyusaian seperlunya.
Tabel 2.
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
Ranah cipta
(Kognitif)
1. Pengtahuan
1. Dapat menunjuk
2. Dapat membandingkan
3. Dapat menghubungkan
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
2. ingatan 1. Dapat menyebutkan
2. Dapat menunjukkan kembali
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan
2. Dapat mendefinisikan dengan
lisan sendiri
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
4. Penerapan 1. Dapat memberikan contoh
2. Dapat menggunakan secara
tepat
1. Tes tertulis
2. Pemberian
tugas
observasi
5. Analisis (pemeriksa-
an dan pemilihan se-
cara teliti)
1. Dapat menguraikan
2. Dapat mengklasifikasikan/
memilah-milah
1. Tes tertulis
2. Pemberian
tugas
6. Sintesis (membuat
paduan baru dan
1. Dapat menghubungkan
2. Dapat menyimpulkan
1. Tes tertulis
2. Pemberian
utuh) 3. Dapat menggeneralisasikan
(membuat prinsip umum)
tugas
Ranah Rasa (Afektif)
1. Penerimaan
1. Menunjukkan sikap meneri-
ma
2. Menunjukkan sikap menolak
1. Tes tertulis
2. Tes skala
sikap
3. observasi
2. sambutan 1. Kesediaan berpartisipasi/
terlibat
2. Kesediaan memanfaatkan
1. Tes skala
sikap
2. Pemberian
tugas
3. observasi
3. apresiasi (sikap
menghargai)
1. Menganggap penting dan
bermanfaat
2. Menganggap indah dan har-
monis
3. Mengagumi
1. Tes skala
peni-
laian/sikap
2. Pemberian
tugas
3. observasi
4. internalisasi (penda-
laman)
1. Mengakui dan menyakini
2. Mengingkari
1. tes skala
sikap
2. pemberian
tugas
ekspresif
(yang
menyat-akan
sikap) dan
proyektif
(yang
menyat-akan
perkiraan
/ramalan)
3. obserbasi
5. karakterisasi (peng-
hayatan)
1. Melembagakan atau menia-
dakan
2. Menjelmakan dalam
pribadidan perilaku sehari-
hari
1. Pemberian
tu-gas
ekspresif dan
proyektif
2. Observasi
Ranah Karsa
(Psikomotor)
1. keterampilan berge-
rak dan bertindak
1. Mengkoordinasikan gerak
mata, kaki dan anggota tubuh
lainnya
1. Observasi
2. Tes tindakan
2. Kecakapan ekspresi
verbal dan nonver-
bal
1. Mengucapkan
2. Membuat mimic dan gerakan
jasmani
1. Tes lisan
2. Observasi
3. Tes tindakan
c. Batas Minimal Prestasi Belajar
Setelah mengetahui indikator prestasi belajar siswa di atas, guru perlu
pula mengetahuai bagaiman kiat menetapkan batas minimal keberhasilan
belajar siswa Muhibbin (2011: 151) sebagai berikut.
Tabel 3.
Perbandingan Nilai Angka dan Huruf
Symbol-simbol Nilai Angka dan Huruf Predikat
Angka Huruf
8 – 10 = 80 – 100 = 3,1 – 4
7 – 7,9 = 70 – 79 = 2,1 – 3
6 – 6,9 = 60 – 69 = 1,1 – 2
5 – 5,9 = 50 – 59 = 1
0 – 4,9 = 0 – 49 = 0
A
B
C
D
E
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
B. Penelitian Relevan
Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitian-penelitian
terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan, agar dapat
memberikan gambaran yang jelas. Beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini, antara lain:
1. Penelitian Bambang Budi Wiyono (2003) dengan judul “Hubungan
lingkungan belajar, kebiasaan belajar, dan motivasi belajar dengan prestasi
belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat hubugan positif
yang signifikan antara lingkungan belajar, kebiasaan belajar, dan motivasi
belajar dengan prestasi belajar siswa. Semakian baik lingkungan belajar,
kebiasaan belajar, dan motivasi belajar semakin baik pula prestasi belajar
yang dicapai siswa. Dari ketiga variabel, secara berturut-turut yang
memberikan sumbangan efektif terhadap prestasi belajar siswa, dari yang
tertinggi sampai yang terendah adalah motivasi belajar, lingkungan belajar,
dan kebiasaan belajar.
2. Ong Kuan Boon, dkk. (2009) dengan judul “Teaching Approach, Learning
Style and Types of Evaluation in Sport Science Subject at Secondary Schools
(Pendekatan Pengajaran, Gaya Belajar dan Jenis Penilaian dalam Mata
Pelajaran Sains Sukan di Sekolah Menengah)”. Kesimpulan hasil penelitian
menjelaskan bahaw pendekatan pengajaran guru hendaklah bersesuaian
dengan gaya belajar pelajar dan melibatkan proses penilaian yang
dipelbagaikan untuk menilai pencapaian pembelajaran pelajar dalam mata
pelajaran Sains Sukan.
3. Penelitian Sugiyanto, dengan judul “kontribusi gaya belajar dan motivasi
berprestasi terhadap prestasi akademik siswa”. Berdasarkan hasil penelitian
tentang kontribusi gaya belajar dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
akademik siswa, dapat dikemukakan bahwa gaya belajar memiliki hubungan
dengan prestasi akademik (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotor) dan gaya belajar berkontribusi secara positif dan signifikan
terhadap prestasi akademik (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotor), motivasi berprestasi memiliki hubungan dengan prestasi
akademik (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor) dan motivasi
berprestasi berkontribusi secara positif dan signifikan terhadap prestasi
akademik (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor).
4. Penelitian Ermila Nora Tiya Sari (2005) dengan judul “Perbedaan kebiasaan
belajar, gaya belajar dan motivasi belajar mahasiswa reguler dan non reguler
serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar: studi kasus pada mahasiswa
jurusan S1 Akuntansi Angkatan 2005 FE UM. Hasil penelitian menjelaskan
secara parsial ada pengaruh signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi
belajar mahasiswa S1 Akuntansi Angkatan Tahun 2005 FE UM" Secara
parsial ada pengaruh signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar
mahasiswa S1 Akuntansi Angkatan Tahun 2005 FE UM Secara parsial ada
pengaruh signifikan motivasi belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa S1
Akuntansi Angkatan Tahun 2005 FE UM" Dan yang terakhir secara simultan
ada pengaruh signifikan kebiasaan belajar, gaya belajar, dan motivasi belajar
terhadap prestasi belajar" Variabel prestasi belajar dijelaskan oleh variabel
kebiasaan belajar, gaya belajar, dan motivasi belajar sebesar 69,7%,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam
penelitian"
5. Penelitan oleh Gokhan Ozsoy, dkk (2009) dengan judul “Metacognition,
study habits and attitudes”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan positif antara media metakognitif pengetahuan dan keterampilan
dan kebiasaan belajar (r = 0,351, p <.05), sikap belajar (r = 0,415, p <.05) dan
studi orientasi (r = 0,434, p <.05). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan metakognisi dan
studi dan sikap untuk berprestasi rendah dan menengah, tetapi, ada hubungan
yang signifikan bagi mereka yang berprestasi.
6. Penelitian oleh Omotere Tope (2011) dengan judul “he effects of study habit
on the academic erformance of students: a case study of some secondary
schools in ogun state”. Instrumen ini digunakan untuk penelitian adalah
angket yang bernama "Studi Kebiasaan dan Sikap Studi Skala "(SHSAS).
Empat hipotesis yang diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa latar belakang
keluarga, tekanan kelompok sebaya, kepribadian jenis siswa dan lingkungan
sekolah semua mempengaruhi kebiasaan membaca siswa di sekolah
menengah. Data dianalisis dengan menggunakan persentase. Berdasarkan
temuan, program konseling yang tepat orang tua perlu diselenggarakan untuk
orang tua yang akan mendidik mereka tentang bagaimana memotivasi bangsa
mereka untuk menumbuhkan kebiasaan belajar yang baik dalam rangka
meningkatkan kinerja akademis mereka.
7. Penelitian oleh Tuncay Erge (2011) dengan judul “The Relationships among
Test Anxiety, Study Habits, Achievement, Motivation, and Academic
Performance among Turkish High School Students”. Hasil penelitian
menunjukkan Hubungan antara kebiasaan belajar, uji kecemasan, prestasi,
motivasi, dan keberhasilan akademis diselidiki pada sekolah yang menjadi
sampel kesepuluh Turki kelas tinggi yang terdirivdari 510 peserta, 267
(52,4%) di antaranya adalah perempuan dan 243 (47,6%) adalah laki-laki.
Data dikumpulkan oleh versi Turki Inventarisasi Uji Kegelisahan (TAI)
Kebiasaan Belajar, Persediaan (SHI) dan Evaluasi Diri Inventarisasi (SEI).
Mahasiswa IPK diterima sebagai indikator dari mereka akademik sukses.
Korelasi kecil tapi signifikan yang ditemukan antara subskala khawatir Skor
TAI dan keberhasilan akademis (r = -0,18, p 0,01), dan antara nilai Kebiasaan
Studi Skala dan tingkat keberhasilan akademis (r = 0,15, p <0,01). Sebuah
hubungan yang positif antara skor kebiasaan belajar dan motivasi berprestasi
tingkat (r = .39, p 0,01) ditemukan. Gender, subskala khawatir TAI dan
kebiasaan belajar memprediksi keberhasilan akademis pada umumnya.
Korelasi ada diamati antara motivasi berprestasi dan sukses akademik. Uji
kecemasan dan studi kebiasaan dikaitkan positif dengan keberhasilan
akademik dan tidak ada hubungan dengan motivasi prestasi. Wanita secara
signifikan lebih tinggi dalam skor kecemasan tes sebagai konsisten dengan
literatur.
8. Penelitian oleh Ifshan Bashir (2012) dengan judul “A Study on Study Habits
and Academic Performance among Adolescents (14-19) years”. Studi
Kebiasaan Inventarisasi dikembangkan oleh M.Mukhopadhayay dan
DNSansanwal (1963) diberikan dan kinerja akademik siswa termasuk
persentase nilai yang diperoleh di kelas sebelumnya. Setelah data
dikumpulkan, itu ditabulasi dan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan
korelasi keseluruhan antara variabel di mana hubungan yang sangat signifikan
ditemukan antara orientasi tugas dan konsentrasi dan antara konsentrasi dan
pengeboran. Hubungan yang signifikan ditemukan antara konsentrasi dan
pemahaman. Pada responden perempuan, hubungan yang sangat signifikan
antara lingkungan sekolah dan tanda yang diperoleh, sedangkan dalam kasus
laki-laki, tidak ada hubungannya ditemukan antara keduanya.
9. Penelitian oleh Shabbir Ahmad Rana dan Rukhsana Kausar (2011) dengan
judul “Comparison of Study Habits and Academic Performance of Pakistani
British and White British Students”. Analisis statistik menunjukkan bahwa
meskipun siswa British Putih memiliki studi secara signifikan lebih baik
kebiasaan dari British Pakistan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan
ditemukan dalam kinerja akademik mereka. Negara asal dan sekolah
memiliki pengaruh interaktif yang signifikan terhadap kebiasaan belajar
siswa, tetapi tidak memiliki interaktif berpengaruh pada kinerja akademik
siswa. Penelitian ini memiliki implikasi penting bagi pendidik.
10. Penelitian oleh Vijaya Sengodan & Zanaton H. Iksan1(2012) dengan judul
“Students’ Learning Styles and Intrinsic Motivation in Learning
Mathematics”. Hasil dari analisis deskriptif menunjukkan bahwa gaya belajar
tinggi permukaan, sedangkan motivasi intrinsik sangat dipraktekkan adalah
self-efficacy sebagai dibandingkan dengan upaya dan khawatir. Hasil analisis
inferensial menemukan hubungan yang signifikan antara kerja keras gaya
belajar dan motivasi intrinsik usaha. Ada perbedaan yang signifikan antara
jenis kelamin dalam organisasi gaya belajar serta jenis kelamin dalam
motivasi intrinsik usaha. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa
Faktor motivasi memainkan peran penting dalam menentukan pemilihan gaya
belajar dipraktekkan oleh siswa.
C. Kerangka Pikir
Sebagai gambaran dari desain penelitian, yang digunakan sebagai
kerangka acuan sebagai upaya untuk menerjemahkan teori yang diajukan dalam
penelitian melalui pendugaan pengujian hipotesis serta untuk mengetahui
kekuatan pengaruh antara variabel motivasi belajar, gaya belajar dan kebiasaan
belajar dengan prestasi belajar, maka dapat digambakan hubungan variabel
tersebut sebagai berikut:
Gambar 01: Model Hubungan Antara Variabel
1.yr
2.yr
2.yr
3.yr
123.yR
X1 = Motivasi Belajar (variabel bebas)
X2 = Gaya Belajar (variabel bebas)
X3 = Kebiasaan Belajar (variabel bebas) dan
Y = Prestasi Belajar (variabel terikat)
X3
Y
X1
X2
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan
antara dua variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji
(Sularso, 2003: 26). Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 96) Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap rumusan penelitian, di mana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Jadi, kebenaran sebuah penelitian dapat diperoleh jika dilakukan
berdasarkan prosedur penelitian yang ilmiah juga. Sehingga penelitian tersebut
dapat digunakan sebagai acuan serta mampu dipertanggungjawabkan. Salah satu
hal yang harus diperhatikan dalam penelitian kuantitatif adalah perumusan
hipotesis. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara motivasi
belajar, gaya belajr dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar. Sedangkan
hipotsis yang dapat dirumuskan adalah:
1. Ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
ekonomi siswa SMA Negeri 1 Suralaga.
2. Ada pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar ekonomi
siswa SMA Negeri 1 Suralaga.
3. Ada pengaruh yang signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar
ekonomi siswa SMA Negeri 1 Suralaga.
4. Ada pengaruh yang signifikan motvasi belajar, gaya belajar, dan kebiasaan
belajar terhadap prestasi belajar ekonomi siswa SMA Negeri 1 Suralaga.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Suralaga Kabupaten Lombok
Timur Tahun 2013. Adapun penelitian dilakukan selama 1 bulan mulai tangal 1-
30 Maret 2013.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional
(correlational research) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut
Santosa (2011: 63) Penelitian deskriptif korelasional pada dasarnya merupakan
penelitian deskriptif yang diarahkan untuk mengetahui hubungan antara dua
hal/variabel atau lebih. Melalui studi korelasional dapat diketahui apakah satu
variabel berasosiari dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Arikunto
(2000: 326) Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel.
Selanjutnya Menurut Gay (Sukardi, 2004: 166) penelitian korelasi merupakan
salah satu bagian penelitian ex-postfacto karena biasanya peneliti tidak
memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari keberadaan
hubungan dan tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam koefisien
korelasi. Penelitian korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu
variabel dengan variabel-variabel lain. Hubungan dengan variabel lain dinyatakan
dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik.
Adanya korelasi antara dua variabel atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau
hubungan sebab akibat dari suatu variabel terhadap variabel lainnya.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek
yang mempunyai kulaitas dan karakteristik tertentuk yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012: 117). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah SMA
Negeri 1 Suralaga, dengan jumlah 242 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 118). Sedangkan menurut Arikunto (2002:
117) Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Jadi
sempel adalah bagian dari populasi yang mewakili dalam mengambil sebuah
kesimpulan.
Roscoe dalam buku Research Methods for Business (Sugiyono, 2012:
131) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk diteliti seperti
berikut ini:
a) Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30 sampai dengan
500.
b) Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai
negeri-swasta dan lain-lain) jumlah anggota sampel setiap kategori
minimal 30.
c) Bila dalam penelitian akan melukan analisis dengan multivariate
(korelasi atau regresi ganda), maka jumlah anggota sampel minimal 10
kali dari jumlah variabel yang diteliti.
d) Untuk penelitian eksprimen yang sederhana, yang menggunakan
kelompok eksprimen dan kelompok control, maka jumlah anggota
sampel masing-masing antara 10 s/d 20.
Jadi, jumlah sampel yang representatif dalam penelitan ini adalah
dengan jumlah variabel penelitiannya ada 4 (3 independen + 1 dependen),
maka jumlah anggota sampel adalah 4 x 10 = 40 siswa.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan dalam pengembilan sample adalah simple
Random Sampling. Menurut Hasan (2000) Cara atau teknik ini dapat
dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum.
Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi
tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam
populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada
manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama
perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta
perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting
dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka
peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian
setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
D. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 118) “Variabel adalah objek
penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Variabel
penelitian dapat dibedakan menurut kedudukan dan jenisnya yaitu variabel
terikat dan variabel bebas. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel tersebut adalah:
1) Variabel Bebas (Independent Variable) terdiri dari Motivasi Belajar
(X1), Gaya Belajar (X2), dan Kebiasaan Belajar (X3)
2) Varibel Terikat (Dependent Variable), yaitu Prestasi Belajr (Y).
2. Definisi Operasional
1) Motivasi Belajar
motivasi belajar adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong
atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan
belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memproleh
prestasi yang lebih baik lagi.
2) Gaya Belajar
Gaya belajar adalah sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai
begaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing
orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang
sulit dan baru memulai persepsi yang berbeda.
3) Kebiasaan Belajar
Kebiasaan belajar adalah tingkah laku yang terbentuk karena dilakukan
berulang-ulang sepanjang hidup individu dan biasanya mengikuti cara
atau pola tertentu, sehingga akan terbentuk kebiasaan belajar.
4) Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajarnya dan dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf, sebagai
cerminan kemampuannya menyerap pelajaran yang diberikan di sekolah
dalam jangka waktu tertentu.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Angket
Angket atau kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau dengan
permintaan pengguna (Widoyoko, 33: 2012). Sedangkan Menurut Sugiyono
(2012: 199) mengemukakan bahwa “Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”.
Metode angket digunakan untuk mengungkapkan data motivasi belajr, gaya
belajar dan kebiasaan belajar.
2. Dokumen
Sukmadinata (2011: 221) dokumenter merupakan (documentary
study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan
menganlisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik. Suharsimi Arikunto (2006: 231) mengemukakan bahwa
“Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,
agenda, dan sebagainya”. Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengumpulkan data Ujian Akhir Semester Ekonomi (UAS) siswa SMA
Negeri 1 Suralga Kabupaten Lombok Timur Tahun Ajaran 2012/2013.
F. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan peneliti untuk pengumpulan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk
suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat
dilihat penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes),
dokumentasi dan lainya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan
tergantung dari masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini, instrument yang
digunakan dalam pengumpulan data tentang motivasi belajar, gaya belajar dan
kebiasaan belajar siswa SMA Negeri I Suralaga didapat melalui angket.
Sedangkan data tentang prestasi belajar siswa didapat melalui metode
dokumentasi yang berupa rekapitulasi hasil Ujian Akhir Semester (UAS).
Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert.
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan dan Sunarto, 2010:
20). Angket tersebut menggunakan 5 alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Item-item tersebut dinilai dengan 5
skala pengukuran sebagai berikut :
1. Untuk jawaban sangat setuju (SS) mempunyai skor 5
2. Untuk jawaban setuju (S) mempunyai skor 4
3. Untuk jawaban ragu-ragu (RG) mempunyai skor 3
4. Untuk jawaban tidak setuju (TS) mempunyai skor 2
5. Untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mempunyai skor 1
G. Uji Validitas Dan Reliabilitas
1. Validitas
validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen
yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2009,
167). Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis butir, yaitu
mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah
tiap skor butir. Untuk menguji tingkat validitas instrument dengan
menggunakan korelasi product moment. Adapun rumus Pearson adalah
sebagai berikut:
rxy = - ( )( )
√* ( ) * ( ) +
Keterangan:
rxy = Nilai kofisien korelasi
X = Skor butir
Y = Skor total
N = Jumlah responden
∑X = Jumlah kuadrat nilai X
∑Y = Jumlah kuadrat nilai Y
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban
tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang
benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan
sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel
artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Adapun cara yang peneliti
gunakan untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen penelitian ini adalah
dengan menggunakan rumus Alpha. Dalam menghitung reliabilitas dengan
menggunakan teknik ini, peneliti harus melalui langkah yaitu membuat tabel
analisis butir soal atau butir pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor
dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan soal yaitu dengan teknik
belah awal-akhir. Langkah selanjutnya adalah mengkorelasikan skor-skor
belahan awal dan akhir, dan akan diperoleh harga. Oleh karena indeks
korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua belahan
instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas soal masih harus
menggunakan rumus Alpha, yaitu :
)1)(1
(2
2
t
b
k
kr
Keterangan :
r = Koefisien reliabilitas instrumen yang dicari.
k = Jumlah butir pertanyaan (soal).
2b = Jumlah variansi butir
2t = Variansi total.
Setelah indeks reliabilitas soal diperoleh kemudian diuji dengan
kriteria reliabilitas sebagai berikut :
0.80 r 1.00 reliabilitas sangat tinggi
0.60 r 0.80 reliabilitas tinggi
0.40 r 0.60 reliabilitas sedang
0.20 r 0.40 reliabilitas sedang
0.00 r 0.20 reliabilitas sangat rendah
H. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari analisis
deskriptif, uji persyaratan analisis, dan analisis data. Analisis data perhitungan
menggunakan program SPSS 16.0.
1. Uji Prasyarat Analisis
Pada bagian ini akan dibicarakan persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi apabila seseorang akan mengguanakan regresi linear untuk prediksi
atau untuk keperluan lain. Persyaratan-persyaratan itu ialah:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan pengujian apakah dalam sebuah regresi
variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau mendekati normal. Uji persyaratan analisis menggunkaan uji
normalitas data dengan rumus Kolmogorov-Smirnov, dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Menentukan nilai z untuk tiap-tiap variabel, dengan rumus:
z =
keterangan:
X = Skor data variabel yang akan diuji normalitasnya
µ = Nilai rata-rata
S = Standar deviasi
b) Menentukan luas daerah masing-masing nilai z yang diperoleh.
c) Menentukan peluang harapan, yaitu 1/n dan mengakumulasikan nilai
peluang harapan untuk baris selanjutnya.
d) Mencari selirih antara luas daerah z dengan peluang harapan (nilai
mutlak)
e) Mencari nilai selisih terbesar, yang merupakan nilai K-S hitung.
f) Mencari nilai K-S tabel dengan rumus:
D =
√
g) Membandingkan antara K-S hitung dengan K-S tabel, dengan kriteria:
- Jika K-S hitung > K-S tabel berarti data tidak normal
- Jika K-S hitung < K-S tabel berarti data normal.
b. Uji linearitas
Pada analisis regresi mengharuskan adanya hubungan fungsional
antara X dan Y, pada populasi, yang linear. Dipenuhi atau tidaknya
persyaratan linearitas dapat dilihat dengan melukiskan diagram pencarnya
pada bidang bilangan. Kalau titik-titik pada diagram pencar itu terkumpul di
sepanjang garis lurus, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan fungsional
antara X dan Y adalah linear. Cara lain untuk melihat linearitas tersebut ialah
dengan menggambarkan diagram pencar antara residu versus Ŷ. Jika diagram
pencar tersebut tidak berpola, maka kesimpulannya bahwa hubungan
fungsionalnya linear (Budiyono, 2009: 261). Uji linearitas dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Fobs =
Keterangan:
Fobs = Harga bilangan F untuk garis regresi
RKTC = Rerata kuadrat tuna cocok
RKGM = Rerata kuadrat galat murni
Signifikan ditetapkan 5% sehingga apabila Fhiutng < Ftebel maka
dianggap pengeruh antara masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat adalah linear. Sebaliknya Fhitung > Ftebel maka tidak linear.
c. Uji Independensi
Persyaratan ini mengatakan bahwa nilai-nilai Y amatan pada X
tertentu harus saling independen. Untuk melakukan pemeriksaan apakah
independensi terjadi atau tidak, maka dapat dilihat dengan menggambarkan
residu-residu dengan urutan berdasarkan urutan nilai X. Jika terdapat suatu
pola pada plot residu-residu tersebut, maka itu menandakan bahwa
independensi tidak dipenuhi (Budiyono, 2009: 266)
2. Analisis Data
a. Koefisien Product Moment
Korelasi ganda (multiple correlation) merupakan angka yang
menunjukkan arah dan kuatnya hubungan anatara dua atau lebih variabel
independen secara bersama-sama dengan satu variabel dependen. Rumus
korelasi ganda 3 predikator adalah:
Ry(1,2,3) =
Keterangan:
Ry(1,2,3) = Korelasi antara variabel X1, X2, dan X3 secara bersama-
sama dengan variabel Y (Sugiyono, 2011:286).
Jadi, untuk dapat menghitung korelasi ganda, maka harus dihitung
terlebih dahulu korelasi sederhananya melalui korelasi Product Moment dari
Pearson.
b. Regresi Ganda
Analisis regresi linear ganda bertujuan untuk mencari bentuk
hubungan (relasi) linear antara variabel terikat Y dan k variabel bebas X1,
X2, dan X3. Maka, persamaan regresi untuk tiga predikator adalah:
Y = 𝛼 + β1X1 + β2X2 + β3X3
Keterangan:
Y = Prestasi Belajar
𝛼 = konstan regresi
β1β2β3 = koefisien regresi
X1 = Motivasi Belajar
X2 = Gaya Belajar
X3 = Kebiasaan Belajar (Ghozali, 2009: 13)
I. Hipotesis Statistik
Untuk menguji hipotesis dilakukan secara Uji Signifikan Paramter
Individual (Uji Statistik t) dan Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F).
1. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Staistik t)
Uji statistik (Uji-t) pada dasarnya untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh motivsi belajar, gaya belajar dan kebiasaan belajar terhadap prestasi
belajar dengan menganggap variabel independen lainnya konstan.
H0: β1 = 0 dan H1 = β1≠ 0
Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1. Pilih level of significanc, α = 5% dengan tingkat kenyakinan sebesar 95%
dengan ttabel = n – k – 1, artinya bahwa kemungkinan penyimpangan atau
kesalahan yang ditoleransi sebesar 5% dan derajat kebenarannya adalah
95%.
2. Uji statistik t (Ghozali, 2009: 17) yang dirumuskan:
t =
( )
keterangan:
β1 = Koefisien parameter
se(β1) = Standard error koefisien parameter.
3. Kriteria Pengujian
1) Jika thitung < ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak, artinya motivasi
belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar secara parsial tidak
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
2) Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya motivasi
belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar secara parsial
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji Statistik F (Uji F) pada dasarnya untuk mengetahui apakah semua
variabel independen, yaiatu: (motivasi belajar, gaya belajar, dan kebiasaan
belajar) yang dimasukkan dalam model mempunyai pengeruh secara
bersama-sama atau simultan terhadap prestasi belajar. Hipotesis Nol adalah
joint hipotesis bahwa β1β2β3……..βk
H0 : β1 = β2 = β3 =……… = βk = 0
Langkah-langkah perhitungan Uji F sebagai berikut:
1. Dipilih level of significance, α = 5% dengan tingkat kenyakinan 95%,
dengan Ftabel = n – k – l; n = jumlah anggota sampel (responden).
2. Uji statistik F (Ghozali, 2009: 17) yang dirumuskan :
F = ( )
( ) ( )
Keterangan:
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independent
n = Jumlah anggota sample
3. Kriteria Pengujian
1) Jika Fhitung < Ftabel : Ho diterima dan Ha ditolak, artinya motivasi
belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar secara simultan tidak
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
2) Jika Fhitung > Ftabel : Ho ditolak dan Ha diterima, artinya motivasi
belajar, gaya belajar, dan kebiasaan belajar berpengaruh secara
simultan terhadap prestasi belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadis dan Nurhayati. (2010). Psikologi dalam Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Anurrahman. (2009) . Belajar dan Pembelajran. Bandung: Alfabeta.
Arthur J. Gates, et. Al. (1954). Educational Psychology. New York: The
MacMillan Company.
Asrori, Muhammad. (2008). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana
Prima.
Baharuddin. (2010). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media
Budiningsih Asri. (2005). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Edisi Ke-2. Surakarta: UPT.
Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
DePoter dan Hernacki. (2011). Quantum Learning. Bandung: Mizan Pustaka.
Dimyanti dan Mujiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ghufron dan Risnawita. (2012). Gaya Belajar: Kajian Teoritik. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.
. (2010). Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Gie, The Liang. (1985). Cara Belajar yang Efisien. Jogjakarta: Pusat Kemajuan
Study.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Imam Gahozali. (2009). Ekonometrika Terori, Konsep dan Aplikasi dengan
SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Lefrancois, G. R. (2000). Psychology for Teaching. London: Thomson Learning.
Mahmud. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Muhibbin Syah. (2011). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung; PT.Remaja Rosdakarya.
. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munandir. (2009). Kapita Selekta Pendidikan Acuan Khusus Pembelajaran dan
Bimbingan. Jakarta: Publisher.
Mustafa, Hasan. (2000). Teknik Sampling. Tidak diterbitkan.
Nana Sudjana. (2010). Dasar-dasar dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodiah Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. (2010). Psikologi Belajar Dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Purwa Atmaja Prawira. (2012) . Psikologi Pendidikan dalam Perspektif baru.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Purwanto Ngalim. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ridwan dan Sunarto. H. (2010). Pengantar Statistik, Untuk Penelitian
Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, Dan Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Russel, Lou. (2012). The Accelerated Learning Fieldbook. Bandung: Penerbit
Nusa Media.
Sigit, Santosa. (2011). Penelitian Pendidikan. Surakarta: UPT Penerbiat dan
Percetakan UNS (UNS Press).
Slameto. (2010). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sopiatin dan Sahrani. (2011). Psikolog Belajar dalam Perspektif Islam. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Sri Anitah. (2011). Media Pembelajaran. Surakarta: Sebelas Maret University
Press.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
. (2000). Manajemen Peneltian. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Tori dan Konsep
Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Smaldino, dkk. (2011). Instructional Technology and Media for Learning.
Jakarta: Kencana.
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sularso, Sri. (2003). Metode Penelitian Akuntansi Sebuah Pendekatan
Replikasi. Yogyakarta: BPFE
Sumardi, Suryabrata. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
.(2011). Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sutrisno Hadi. (1984). Metodologi Research, jilid II. Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Syaiful, Sagal. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Widoyoko, Eko Putro. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusuf Munawir. (2007). Mengatasi Kebiasaan Buruk Anak dalam Belajar
Melalui Pendekatan Modifikasi Perilaku. Departemen Pendidikan.