USM KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH LETTER C : …
Transcript of USM KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH LETTER C : …
i
USM
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH LETTER C : STUDI KASUS JUAL BELI
TANAH DI KELURAHAN KALITIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN
SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan
Memenuhi Syarat – syarat Guna Menyelesaikan
Program Studi Strata I Ilmu Hukum
Oleh
Nama : Wahyu Agung Prakosa
NIM : A.111.14.0073
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
TAHUN 2018
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyhelesaikan skripsi dengan judul “Kepastian Hukum Hak Atas Tanah
Letter C : Studi Jual beli Tanah di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan
Kalitirto” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan
pendidikan progam strata satu (S1) pada fakultas hukum universitas semarang.
Dalam penulisan skripsi ditemui beberapa kesulitan, namun berkat bantuan, motivasi,
bimbingan dan doa dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu B. Rini Heryanti S.H.,M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang.
2. Ibu Dhian Indah Astanti, S.H., M.H., Selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
3. Bapak Supriyadi, S.H., M.Kn. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
4. Terkhusus untuk Bapak Sutarto dan Ibu Hening Widayati sebagai orang tua saya yang
telah memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materill hingga terselesaikan skripsi
ini
5. Keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Sahabat terbaik peniliti Pungki, Kenyik, Dinar, Pro yang memberi semangat untuk tetap
terus maju dan mendukung apapun keputusan yang peniliti buat.
7. Teman terbaik peneliti Yulian Rizki, Rafi, Ardika, Intan yang membantu selama proses
pembuatan skripsi ini
8. Roselily yang telah menjadi alasan dan selalu mendesak dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak.
Saya persembahkan Skripsi ini kepada :
1. Kedua Orang Tua Tercinta
2. Saudara- saudara yang telah mendukung
3. Serta orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya
ix
ABSTRAK
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki fungsi yang sangat
penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup di dunia. Tanah memegang peran yang
sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, terlebih bagi
negara Indonesia sebagai negara yang demokrasi dan bercorak negara agraris, maka tanah
harus diberdayagunakan dan dikelola agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kepastian
hukum hak atas tanah Letter C dan hambatan – hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan jual
beli tersebut serta bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hmbatan yang ada.
Metode penelitian yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yuridis
sosiologis dengan spesifikasinya deskriptif analitis. Data yang dipergunakan adalah data
primer dan didukung data sekunder dengan analisis datanya kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanah yang masih Letter C tidak bisa menjadi bukti kepemilikan tanah
yang kuat berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat (1). Letter C
yaitu tanda bukti berupa salinan catatan yang dari Kantor Desa atau Kelurahan. Transaksi jual
beli tanah dipedesaan biasanya cukup dengan dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan
dengan disaksikan oleh Kepala Desa. Hambatan yang ditemui yaitu proses jual beli
membutukan waktu yang lama serta tanah yang akan dijual merupakan tanah waris yang
didalam tanah tersebut terdapat lebih dari satu nama yang berhak atas tanah waris tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yaitu pembeli tanah harus
memperhatikan data tanah yang akan dijual, baik data fisik maupun data yuridis, penyuluhan
tentang pentingnya sertipikat
Kata kunci : Letter C, Bukti Kepemilikan Tanah, Sertipikat, Jual beli
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN MEMPERBANYAK .............................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ..................................................................................... iv
HALAMAN IDENTITAS ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
D. Keaslian Penulisan ......................................................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 11
A. Bukti Kepemilikan Tanah ............................................................................................ 11
1. Sertipikat Hak Atas Tanah ...................................................................................... 12
2. Fungsi Sertipikat...................................................................................................... 14
3. Pengertian Letter C .................................................................................................. 15
B. Jual Beli ........................................................................................................................ 18
1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat ................................................................... 18
2. Jual Beli Tanah Menurut PPAT .............................................................................. 20
3. Kedudukan Tanah yang Belum Bersertifikat .......................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 27
A. Tipe / Jenis Penelitian. ................................................................................................. 27
B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................................... 27
C. Metode Penentuan Sampel ........................................................................................... 28
D. Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 28
E. Metode Analisis Data ................................................................................................... 30
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................................... 31
A. Kepastian hukum jual beli hak atas tanah terhadap tanah Letter C di Kabupaten
Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto .......................................................... 31
1. Pendaftaran Tanah ................................................................................................... 34
2. Proses Jual Beli Tanah Letter C di Kelurahan Kalitirto .......................................... 37
B. Hambatan – hambatan yang Terjadi dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah dengan Status
Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto dan Upaya
untuk Mengatasi Hambatan yang Ada ......................................................................... 41
BAB V PENUTUP .................................................................................................................. 47
A. Simpulan ...................................................................................................................... 47
B. Saran ............................................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki fungsi yang
sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup di dunia. Tanah
memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, terlebih bagi negara Indonesia sebagai negara yang
demokrasi dan bercorak negara agraris, maka tanah harus diberdayagunakan dan
dikelola agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
ditulis UUD 1945), yang menyatakan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat”.
Namun yang terjadi di lapangan sangat berbeda dengan apa yang telah
diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3), dimana masih sering terjadi
sengketa tanah mengenai hak kepemilikan tanah yang sah. "Permasalahan tersebut
pada umumnya disebabkan karena tidak ada atau kurangnya bukti kepemilikan
tanah. Pada masyarakat pedesaan misalnya, secara turun temurun masyarakat
tinggal di tanah yang berasal dari nenek moyang dengan bukti kepemilikan yang
sangat minim bahkan ada yang tidak ada buktinya”1. Padahal tanda bukti
1Diyas Mareti dan Isharyanto, “Analisis Keberadaan Letter C sebagai Bukti Kepemilikan Hak Atas
Tanah yang digunakan sebagai Penjaminan Kredit Bank dengan Pembebanan Hak Tanggungan”,
Volume 5, No 2, hlm. 54, (online)
(https://jurnal.uns.ac.id/repertorium/article/view/17704, diakses 3 Maret 2018).
2
kepemilikan hak atas tanah yang diakui oleh hukum pertanahan Indonesia adalah
sertipikat.
Tanah yang tidak memiliki atau belum memiliki sertifikat pada umumnya
terdapat dalam catatan Letter C. Catatan Letter C dapat diperoleh dari kantor desa
dimana tanah itu berada. Catatan Letter C ini tidak bisa dijadikan bukti
kepemilikan atas tanah karena catatan Letter C hanya sebagai tanda bukti dasar
untuk penarikan pajak atas tanah tersebut dan juga keterangan tanah dalam catatan
Letter C tersebut sangat tidak lengkap. Untuk masyarakat awam yang belum
memahami tentang bukti kepemilikan tanah yang sah akan beranggapan bahwa
catatan Letter C tersebut sebagai bukti kepemilikan atas tanah yang ia miliki.
Implementasi perlindungan hukum dan kepastian hukum oleh negara dalam
hal kepemilikan tanah secara adil dan menyeluruh serta untuk dapat mewujudkan
cita-cita luhur bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD
1945, dan diamanatkan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut,
maka pada tanggal 24 September 1960, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Sebelum berlakunya UUPA, hak kepemilikan tanah masih menggunakan
ketentuan pada produk hukum yang tidak tertulis (hukum adat). Kelahiran UUPA
bertujuan mengadakan pembaharuan hukum dari bentuk tidak tertulis menjadi
hukum tertulis. “Pembaharuan hukum pada hakekatnya membawa konsekuensi
pembaharuan sistem yang melibatkan pula komponen budaya hukum dalam
proses operasinya. Pembaharuan hukum ini dengan sendirinya menuntut
3
pembaruan kesadaran hukum (yang merupakan bagian integral budaya hukum),
yaitu kesadaran hukum adat yang tidak tertulis ke kesadaran hukum tertulis”2.
“Hak milik atas tanah menurut Pasal 20 ayat 2 UUPA dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain, salah satu contoh perbuatan hukum yang dapat
mengalihkan hak kepada pihak lain adalah jual beli”3, artinya hak milik atas tanah
dapat diperjualbelikan oleh pemiliknya kepada pihak lain. Pada awalnya
masyarakat menggunakan tanah hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Seiring dengan berkembangnya zaman, perubahan penggunaan tanah
kepada masyarakat juga ikut berubah. Seiring dengan perubahan penggunaan
tanah maka perubahan itu juga diikuti dengan masalah-masalah tanah yang selalu
hadir dalam kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini didasarkan pada kebutuhan
masyarakat akan tanah yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk, pertumbuhan industri, maupun kegiatan ekonomi lainnya.
Tanah sebagai benda tidak bergerak dapat menimbulkan permasalahan
apabila dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk, industri, maupun kegiatan
ekonomi masyarakat yang terus meningkat, sehingga fungsi tanah tidak hanya
sebagai tempat bermukim maupun bertani saja, melainkan juga bahwa tanah dapat
dipergunakan sebagai jaminan untuk memperoleh dana pinjaman dari lembaga
keuangan maupun dialihkan dengan cara jual beli oleh pemilik tanah dengan
pihak lain. Salah satu permasalahan tentang tanah yang sering terjadi di daerah–
daerah yaitu tentang kasus jual beli tanah tanpa sertifikat atau hanya
menggunakan catatan Letter C yang dianggap masyarakat awam sebagai bukti
2Aminuddin Salle, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Yogyakarta: Kreasi Total
Media, 2007), hlm. 111. 3Urip Santoso, “Jual Beli Tanah Hak Milik yang Bertanda Bukti Petuk Pajak Bumi
(Kutipan Letter C)”, Jurnal Perspektif, Volume XVII, No 2 Tahun 2012, Mei, hlm. 63, (Online)
(http://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/95/87, diakses 9 Januari 2018).
4
kepemilikan atas tanahnya. Permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti kali ini
tentang jual beli tanah berstatus Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah
Kelurahan Kalitirto.
Aturan mengenai jual beli tanah diatur di dalam Undang-Undang Pokok
Agraria yang selanjutnya diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961)
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria No.
5 Tahun 1960. Jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Proses
pelaksanaan jual beli hak atas tanah yang terjadi di kota-kota besar dan di daerah-
daerah adalah berbeda. Jika di kota-kota besar banyak terdapat kantor – kantor
PPAT yang kebanyakan juga Notaris, di daerah-daerah jual beli dapat dilakukan
melalui Camat yang karena jabatannya sebagai PPAT yang mempunyai wilayah
kerja meliputi satu kecamatan atau lebih yang di dalam akta jual beli dinyatakan
hanya mengenai tanah di kecamatan wilayah kerja dari PPAT yang bersangkutan.
Akta tersebut dibuat sebagai tanda bukti yang fungsinya untuk mengetahui
suatu peristiwa hukum yang terjadi serta untuk menghindari terjadinya sengketa di
kemudian hari. Sehingga praktik jual beli tanah pada saat ini diharapkan ada
kepastian hukum yang dapat menjamin berlangsungnya kegiatan tersebut yaitu
melalui pendaftaran tanah sebelum pelaksanaan jual beli atas tanah. Pada
kenyataannya di lapangan masih sering kali terjadi jual beli tanah yang berstatus
Letter C yang pada pelaksanaannya hanya didasarkan pada Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) atau bukti pembayaran pajak saja. Peneliti mengambil
contoh kasus yang terjadi di Daerah Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah
5
Kelurahan Kalitirto masih banyaknya tanah berstatus Letter C yang di jual
belikan. Masyarakat yang umumnya masih mengganggap bahwa Letter C adalah
sebagai bukti kepemilikan tanah mereka secara turun temurun. Satu-satunya alat
bukti atas tanah yang diakomodasi oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia dalam bidang pertanahan adalah sertipikat. Tetapi kondisi di
sebagian masyarakat kabupaten Sleman, selain keberadaan sertipikat yang sudah
jelas diakui sebagai tanda bukti hak atas tanah yang sah dan kuat, masih terdapat
dokumen lain, salah satunya adalah tanda bukti LetterC, yang dianggap sebagai
tanda bukti hak atas tanah. Meskipun merupakan anggapan yang salah, tetapi
keberadaan Letter C ternyata masih ada di sebagian masyarakat Kabupaten
Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto.
Sebelum berlakunya UUPA, masyarakat masih menganggap Letter C
sebagai bukti kepemilikan dan setelah UUPA lahir dan PP No. 10 Tahun1961
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentangPendaftaran
Tanah, hanya sertipikat hak atas tanah yang diakui sebagaibukti kepemilikan hak
atas tanah. Selain sertipikat hak atas tanahrupanya surat tanda bukti lain seperti
Letter C pada umumnya masyarakat masih beranggapan bahwa Letter C adalah
sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas tanah.
“Tanah girik merupakan sebutan untuk tanah adat atau tanah yang belum
memiliki sertipikat dan belum terdaftar pada kantor pertanahan setempat, serta
belum memiliki status hak tertentu (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak
Pakai, Hak Milik)”4. Jadi sangat penting untuk dicermati sebelum melakukan jual
beli tanah girik agar dikemudian hari tidak timbul permasalahan yang akan
4Keumala, dkk, Tanah dan Bangunan (Jakarta : Redaksi Raih ASA Sukses, 2009), hlm. 30.
6
merepotkan kedua belah pihak. “Tanah yang belum didaftarkan hak
kepemilikannya atau belum bersertipikat, memiliki resiko hukum dan kerawanan
yang lebih tinggi”5. Oleh karena itu terhadap obyek jual beli hak atas tanah yang
belum didaftarkan atau belum bersertipikat lebih menekankan kejelian dan kehati
hatian, agar jelas dan terang penjual adalah sebagai pihak yang sah dan berhak
untuk menjual.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti mencoba mengkaji mengenai kepastian
hukum tanah Letter C dan juga faktor yang menyebabkan sebagian masyarakat di
Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto masih beranggapan
catatan Letter C sebagai tanda bukti kepemilikan tanah, maka dari itu peneliti
mencoba mengangkat judul “Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Letter C : Studi
Jual Beli Tanah di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dirumuskan masalah:
1. Bagaimanakah kepastian hukum jual beli hak atas tanah terhadap tanah
Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto?
2. Apa hambatan - hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan jual beli
tanah dengan status Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah
Kelurahan Kalitirto serta upaya untuk mengatasi hambatan yang ada?
5Andy Hartanto, Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar HakAtas Tanahnya
(Surabaya : LaksBang Justitia, 2014), hlm. 83.
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kepastian hukum jual beli hak atas tanah Letter C di
Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto yang berkaitan
dengan proses jual beli
2. Untuk mengetahui hambatan dan juga upaya penyelesaiannya dalam
pelaksanaan jual beli tanah di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah
Kelurahan Kalitirto.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya
1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya yang
berada di desa mengenai pentingnya memiliki sertifikat tanah
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi dunia ilmu
pengetahuan masyarakat serta menambah wawasan mengenai
pentingnya pelaksanaan peralihan hak atas tanah.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti
Manfaat yang dapat diambil adalah, untuk menambah pengalaman
peneliti mengenai prosedur hukum khususnya hukum agraria.
b. Bagi Masyarakat
Agar Masyarakat tahu arti pentingnya sertipikat, baik mengenai fungsi
maupun kegunaannya. Serta mendorong masyarakat agar berminat
8
untuk mendaftarkan tanahnya agar memiliki kepastian hukum yang
jelas
c. Bagi Pemerintah
Agar hasil penelitian bermanfaat bagi pemerintah, dalam hal ini badan
pertanahan nasional untuk mengambil kebijaksanaan dalam rangka
mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah.
D. Keaslian Penulisan
Keaslian penelitian dapat diuji dari beberapa peneliti terdahulu yang
mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian, namun berbeda
dalam hal pemfokusan dalam penelitian serta metode analisi yang digunakan.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah mengenai kepastian hukum
hak atas tanah Letter C yang memfokuskan penelitian mengenai jual beli hak atas
tanah terhadap tanah Letter C dan bagaimana pelaksanaan jual beli tanah dengan
status Letter C. Kemudian metode analisis data yang digunakan penulis yaitu
metode analisis kualitatif. Ada 2 {dua} penelitian terkait dan hampir sama dengan
penulis yaitu sebagai berikut:
1. Maria Brigitta Dea Amanda Afianti Putri, mahasiswa fakultas hukum
Universitas Atmajaya Yogyakarta angkatan 2008} dengan judul
“pelaksanaan pengukuran tanah hak milik (Letter C) dalam mewujudkan
kepastian hukum di Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman” yang
memfokuskan tentang proses pengukuran tanah hak milik dengan status
Letter C, metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisis
kualitatif.
9
2. Ita Sri Rahayu, masiswa fakultas hukum Universitas Negeri Semarang,
angkatan 2011. Dengan judul “Analisis Yuridis Fungsi Letter C dalam
Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Desa Ampel Gading Kabupaten
Pemalang” yang memfokuskan tentang faktor apa saja yang menyebabkan
sebagian masyarakat msih menganggap Letter C sebagi bukti kepemilikan
tanah dan proses jual beli tanah dengan status Letter C di desa
Ampelgading Kabupaten Pemalang. Metode analisis data yang digunakan
yaitu metode analisis kualitatif.
Berdasarkan uraian diatas, maka walaupun telah ada penelitian sebelumnya
baik berkaitan dengan kepastian hukum hak atas tanah Letter C dan jual beli tanah
dengan status tanah Letter C namun tetap berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Dengan demikian topik penelitian yang peneliti lakukan
ini benar-benar asli.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian serta
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Menguraikan definisi yang relevan mengenai tinjauan bukti
kepemilikan tanah, tinjauan mengenai jual beli tanah, kedudukan
tanah yang belum bersertifikat
10
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan metode pendekatan, spesifikasi penelitian,
metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan metode
analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Dalam bab ini berisi uraian tentang hasil penelitian dengan
pembahasan dari permasalahan yang telah dirumuskan yaitu
Bagaimana kepastian hukum hak atas tanah Letter C dan hambatan
apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan jual beli tanah dengan
status Letter C serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan yang ada
BAB V Penutup
Dalam bab ini berisi uraian mengenai kesimpulan dari analisis yang
telah dilakukan dan saran yang disampaikan oleh peneliti bagi
pihak – pihak yang terkait.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bukti Kepemilikan Tanah
Dalam transaksi jual beli bahwa bukti kepemilikan tanah adalah sertipikat,
akan tetapi dalam proses penerbitan sertipikat ada alat bukti yang dapat dijadikan
pegangan seperti, “Akta Pemindahan Hak yang dibuat di bawah tangan yang
dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Desa/Kelurahan, Pethuk Pajak
Bumi/Landrente dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya UUPA”6.
Sertipikat yang dikeluarkan merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
didalamnya. Selain sertipikat terdapat pula bukti surat lainnya yang biasa dikenal
dengan nama Kekitir,Pethuk, Letter C, IPEDA, SPPT (PBB), untuk tanah-tanah
milik adat, namun dokumen tersebut bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi
tanda bukti pembayaran pajak.
Hal ini dapat membuktikan bahwa pemegang dokumen tersebut adalah
orang yang menguasai atau memanfaatkan tanah yang patut diberikan hak atas
tanah. bukti kepemilikan tanah sebelum UUPA dikenal dengan sebutan Letter C,
sedangkan bukti kepemilikan sesudah UUPA adalah sertipikat, sertipikat inilah
merupakan tanda bukti kepemilikan tanah yang kuat. “Di Indonesia, sertipikat hak
atas tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana ditegaskan
dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah”7.
6Adrian Sutedi, Peralihan Hak Tanah dan Pendaftaranny (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 7-8. 7Ibid, hlm. 1.
12
Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam Pasal 32
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu :
(1) Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanda tersebut
dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang
merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut
pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak
diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai
penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
1. Sertipikat Hak Atas Tanah
Mengenai pengertian Sertipikat hak atas tanah diatur dalam Pasal 13
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Pada Pasal
13 ayat (3) menyatakan salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi
satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh
Menteri Agraria, disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak. Sedangkan
pada ayat (4) sertipikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti
hak yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA.
13
Ketentuan undang-undang dimaksud mengikat, sehingga setiap warga
negara (rakyat) atau masyarakat sebagai pemilik hak atas tanah diwajibkan untuk
mendaftarkan tanah yang dikuasainya dan akan diberikan salinan buku tanah yang
disebut “sertipikat” yang merupakan surat tanda bukti hak. Dengan demikian
“sertipikat “ sebagai salinan bukti tanah yang memiliki kekuatan hukum
tertinggi”8. Keumala dkk mengatakan Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak
yang digunakan sebagai alat pembuktian yang kuat, maka jangan sampai
sertipikat berpindah tangan dengan tidak semestinya apalagi hilang9. Selain bukti
surat sebagai bukti kepemilikan ada juga bukti fisik untuk memperkuat bukti
kepemilikan yang dimiliki.
“Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah
dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya
bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Data yuridis adalah keterangan
mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,
pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Data fisik dan data yuridis yang termuat dalam sertipikat sesuai dengan data yang
ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”10.
Dengan demikian sertipikat tanah merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang sah. Dengan adanya bukti surat dan bukti
fisik kepemilikan tanah yang dimiliki akan semakin kuat. Tanda bukti yang
diberikan kepada pemegang hak adalahsertipikat. “Sertipikat hak tanah terdiri atas
8Andy Hartanto, op.cit., hlm. 15. 9Keumala, dkk., op.cit., hlm. 28. 10Aartje Tehupeory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia (Jakarta:
RAS Penebar Swadaya Group, 2012), hlm. 38.
14
salinan buku tanah dan suratukur yang asli dijahit menjadi satu dan diberi sampul.
Dengan adanya sertipikat hak atas tanah dapat dibuktikan secara yuridis dan fisik
mengenai hak atas tanah”11.
2. Fungsi Sertipikat
“Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertipikat hak atas
tanah, mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya, dan fungsinya tidak dapat
digantikan dengan benda lain”12 Dengan adanya sertipikat dapat memberikan
kepastian hukum atas tanah yang dimiliki dan memberi rasa aman bagi pemilik
tanah yang sudah memiliki sertipikat. Pertama,sertipikat hak atas tanah berfungsi
sebagai alat pembuktian yang kuat. Kedua,sertipikat hak atas tanah memberikan
kepercayaan bagi pihak bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada
pemiliknya apabila pemegang hak atas tanah itu membutuhkan pinjaman uang
untuk keperluan usaha. Ketiga, bagi pemerintah adanya sertipikat hak atas tanah
juga sangat membatu untuk pendataannya.
Adanya sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang
bersangkutan telah terdaftar pada kantor Agraria. Data yang bersangkutan secara
lengkap telah tersimpan di kantor pertanahan dan apabila sewaktu - waktu
diperlukan akan mudah ditemukan. Bahwa sertipikat hak atas tanah memberikan
rasa aman dan tenteram bagi pemiliknya. Segala sesuatu mudah diketahui dan
sifatnya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Menurut Pasal 31 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat
11Ibid, hlm. 17. 12Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 57.
15
ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Sertipikat tersebut
diserahkan kepada pihak yang namanya tercatat dalam buku tanah tersebut
sebagai pemegang hak atas pihak lain yang dikuasakan olehnya. “Sertipikat
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, sedangkan pejabat yang
menandatangani sertipikat”13. Diterbitkannya sertipikat dalam kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah agar pemegang hak dengan mudah
dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya. Sertipikat
diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan
data fisik dan data yuridis yang didaftarkan dalam buku tanah.
Dengan adanya sertipikat ini sebagai tanda bukti bahwa nama yang
tercantum dalam buku tanah tersebut adalah pemilik hak atas tanah yang sah. Jika
pemilik tanah tidak segera mendaftarkan tanah yang dimiliki untuk mendapatkan
sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan tanahnya, apabila di kemudian hari
timbul suatu masalah dengan tanahnya pemilik tidak mendapat kekuatan hukum
untuk mengamankan tanah tersebut karena tidak ada bukti kepemilikan tanah
berupa sertipikat.
3. Pengertian Letter C
“Letter C merupakan tanda bukti berupa salinan catatan yang dari Kantor
Desa atau Kelurahan”. Sebagian masyarakat masih banyak yang belum mengerti
apa yang dimaksud dengan Letter C, karena sebagian masyarakat masih
menganggap Letter C sebagai bukti kepemilikan tanah. Padahal setelah UUPA
lahir dan PP No.10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hanya sertipikat hak atas tanah yang
13Urip Santoso, op.cit., hlm. 316.
16
diakui sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Kurang atau minimnya bukti
kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses
pendaftaran hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka harus
memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki.
Undang-Undang Pokok Agraria yang ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi diterbitkan hak-hak yang
tunduk kepada Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ataupun yang akan tunduk
kepada hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hak-hak tersebut
merupakan hak adat. Karena itu sangat penting untuk melaksanakan kegiatan
pendaftaran hak milik atas tanah adat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah
secara sah sesuai dengan Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang Pokok
Agraria, maka diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan tanah adat
khususnya Hak Milik Adat.
Bukti kepemilikan tanah dari KantorKelurahan/Desa disebut dengan Letter
C, adapun Isi dari Letter C adalah sebagai berikut :
1. Nama pemilik
2. Nomor urut pemilik
3. Nomor bagian persil
4. Kelas desa
5. Menurut daftar pajak bumi yang terdiri atas :a. Luas tanah, hektar (ha) dan
are (da)b.Pajak, R (Rupiah) dan S (Sen)
6. Sebab dan hal perubahan mengenai Kepala Desa/Kelurahan yaitu, tanda
tangan dan stempeldesa.
17
Pihak yang berwenang mencatat dokumen Letter C disini adalah Perangkat
Desa/Kelurahan, yang dilakukan secara aktif. secara aktif yaitu Perangkat
Desa/Kelurahan yang mencatat bukan pemilik tanah yang datang ke Kantor
Desa/Kelurahan untuk mencatat keterangan tanah yang mereka miliki. Letter C
dapat digunakan sebagai alat bukti yang dimiliki oleh seseorang, ketika orang
tersebut ingin memperoleh hak akan tanahnya dengan cara melakukan pendaftaran
tanah atas namanya. “Apabila terhadap suatu bidang hak atas tanah tidak atau
belum didaftarkan, maka bidang tanah tersebut tidak mempunyai bukti
kepemilikan berupa sertipikat hak atas tanah”14. Apabila tanah bersangkutan
pernah didaftar untuk keperluan pemungutan pajak tanah (fiscal kadaster), maka
biasanya bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut berupa pethuk,pipil, Letter C
dan bukti-bukti pajak lainnya. Bukti-bukti berupa pemungutan pajak atas tanah
tersebut oleh sebagian masyarakat kita hingga saat ini masih kerap dianggap
sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Padahal secara yuridis surat-surat
pemungutan pajak tersebut tidak membuktikan subyek dan obyek suatu hak atas
tanah.
Boedi Harsono mengatakan bahwa surat/dokumen Letter C ini sebenarnya
hanya dijadikan dasar sebagai catatan penarikan pajak, dan keterangan mengenai
tanah yang ada dalam dokumen itu sangatlah tidak lengkap dan cara
pencatatannya tidak secara teliti sehingga akan banyak terjadi permasalahan yang
timbul dikemudian hari dikarenakan kurang lengkapnya data yang akurat dalam
dokumen tersebut. Pengenaan pajak dilakukan dengan penerbitan surat pengenaan
pajak atas nama pemilik tanah yang dikalangan rakyat dikenal dengan sebutan
14Andy Hartanto, op.cit., hlm. 106.
18
pethuk pajak, Karena pajak dikenakan pada pemilik tanah, pethuk pajak yang
fungsinya sebagai surat pengenaan dan tanda pembayaran pajak, dan masih ada
sebagian masyarakat dianggap dan diperlakukan sebagai tanda bukti pemilikan
tanah yang bersangkutan.
B. Jual Beli
1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Menurut pendapat dari R.D Soepomo dalam buku yang di tulis Adrian
Sutedi menjelaskan “Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat adalah
merupakan suatu perbuatan hukum yang mana pihak penjual menyerahkan tanah
yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya meskipun harga jual beli
tanah tersebut belum dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual”15. Artinya
bahwa pembeli sudah mendapatkan hak atas tanah yang dibelinya meskipun
proses pembayarannya belum lunas. Peralihan hak atas tanah dibagi menjadi 2
bentuk, yaitu:
“Pertama, Beralih. Yaitu berpindahnya hak milik atas tanah dari
pemiliknyakepada pihak lain karena suatu peristiwa hukum.Dengan
meninggalnya pemilik tanah, maka hak milikatas tanahnya secara hukum
berpindah kepada ahliwarisnya yaitu sepanjang ahli warisnya memenuhi
syarat sebagai subyek hak milik. Berpindahnya hakmilik atas tanah dari
pemiliknya kepada pihak lainmelalui proses pewarisan; Kedua, Dialihkan
atau pemindahan hak. Dialihkannya atau pemindahanhak artinya
berpindahnya hak milik atas tanah daripemiliknya kepada pihak lain
dikarenakan adanyasuatu perbuatan hukum, contoh: jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan, serta lelang”16.
15Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 73. 16Urip Santoso , op.cit., hlm. 91-92.
19
Sifat jual beli tanah berdasarkan konsep hukum adat menurut Efendi Perangin
adalah :
1. Contant atau Tunai
Contant atau tunai, artinya harga tanah yang dibayar itu seluruhnya, tetapi
juga bisa sebagian. Akan tetapi biarpun dibayar sebagian, menurut hukum
dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya
dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut
hukum telah selesai. Sisa harga yang belum terbayar dianggap sebagai
utang pembeli kepada bekas pemilik tanah (penjual). Hal ini berarti, jika
kemudian pembeli tidak membayar sisa harganya, maka bekas pemilik
tanah tidak dapat membatalkan jual beli tanah tersebut. Penyelesaian
pembayaran sisa harga tersebut dilakukan menurut hukum perjanjian utang
piutang.
2. Terang
Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan Kepala Desa
(Kepala Adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga dalam
kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tanah
tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Jual beli tanah yang
dilakukan di hadapan Kepala Desa (Kepala Adat) menjadi “terang” dan
bukan perbuatan hukum yang “gelap”. Artinya pembeli mendapatkan
pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik tanah yang
baru dan mendapatkan perlindungan hukum jika pada kemudian hari ada
gugatan terhadapnya dari pihak yang menganggap jual beli tanah tersebut
tidak sah17.
Sebagian masyarakat selama ini masih beranggapan transaksi jual beli tanah
dilaksanakan sesuai prinsip kontan dan terang yang berlaku dalam hukum adat
selama ini. Sehingga sebagian masyarakat tidak membutuhkan campur tangan
pejabat dalam proses transaksi jual beli tersebut. Maka dari itu tidak keberadaan
PPAT sebagai pejabat pembuat akta tanah dibidang pertanahan belum banyak
diketahui oleh sebagian masyarakat di pedesaan. Apabila mereka melakukan
transaksi dengan obyek tanah maka cukup dibuat dalam bentuk akta dibawah
tangan dengan disaksikan oleh Kepala Desa. Pada sebagian masyarakat yang lain
ada pula yang membuat akta dengan disaksikan atau dimintakan pengesahan
kepada Camat. “Dalam perspektif hukum pertanahan, Camat sebagai Kepala
17Andy Hartanto, op.cit., hlm. 79.
20
Wilayah Kecamatan secara eks officio adalah menjabat sebagai PPAT
sementara”18.
2. Jual Beli Tanah Menurut PPAT
“Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebut dalam Pasal 26 yaitu yang
menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya tidak
ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan.
Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja
untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli,
hibah, tukar menukar dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal 26
hanya disebutkan dialihkan termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum
pemindahan hak atas tanah karena jual beli”19.
Dialihkan adalah salah satu bentuk peralihan hak atas tanah, salah satu
contoh dialihkan yaitu kegiatan jual beli hak atas tanah. Dalam prakteknya disebut
dengan jual beli tanah. Secara yuridis, yang diperjualbelikan adalah hak atas tanah
bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan membeli hak atas tanah adalah
supaya pembeli mendapatkan secara sah untuk menguasai dan mempergunakan
tanah yang sudah dibeli. Dengan kata lain, yang menjadi obyek jual beli disini
adalah hak atas tanah. Menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun
1996, hak atas tanah yang menjadi obyek jual-beli adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
Dalam buku yang di tulis oleh Aartje Tehupeory menjelaskan proses jual
beli tanah merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh tanah. Oleh karena
itu, dalam proses ini peran PPAT sangat penting terkait dengan pembuatan akta
jual beli tanah, antara lain :
18Husni Tamrin, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris (Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo, 2009), hlm 64 19Adrian Sutedi, op.cit., 2013, hlm 76
21
a. Akta PPAT membuktikan secara otentik telah terjadinya jual beli sebidang
tanah tertentu pada hari tertentu, oleh pihak-pihak tertentuyang disebut
didalamnya;
b. Adanya bukti berupa suatu Akta PPAT dimana merupakan syarat bagi
pendaftaran jual belinya oleh Kepala Kantor Pertanahan; Dilakukannya
jual beli dihadapan PPAT dengan Akta PPAT sebagai buktinya bukan
merupakan syarat bagi syahnya jual beli yang dilakukan;
c. Syahnya jual beli dilakukan oleh terpenuhinya syarat-syarat materiil bagi
jual beli, yaitu syarat umum bagi sahnya suatu perbuatan hukum ( Pasal
1320bKUHPerdata), pembeli memenuhi syarat bagi pemegang hak atas
tanahnya, tidak dilanggar ketentuan Landreform, dan dilakukan secara
terang, tunai, nyata ( Keputusan Mahkamah Agung 123/K/Sip/1970).
“Terhadap suatu hak atas tanah belum didaftar baik sistematik atau sporadik
yang berarti tanah tersebut tidak memiliki alat bukti, namun kadangkala dilakukan
peralihan hak atas tanah melalui jual beli. Biasanya jual beli hak atas tanah yang
belum bersertipikat dilakukan melalui pembuatan akta dibawah tangan dengan
diketahui oleh Kepala Desa/Lurah”20. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli
dengan akta dibawah tangan tersebut tentu tidak dapat dijadikan dasar untuk
melakukan pendaftaran peralihan haknya, kecuali dilakukan pembuatan akta
perjanjian otentik dihadapan pejabat yang berwenang.
Proses pembuatan akta jual beli bagi tanah yang belum bersertipikat
sebenarnaya tidak banyak berbeda dengan jual beli tanah yang sudah bersertipikat,
20Andi Hartanto, op.cit., hlm 107.
22
hanya saja persyaratan dokumen yang dilampirkan berbeda sesuai dengan
ketentuan Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 24Tahun 1997, yaitu :
1. Harus disertai dengan surat bukti hak atau Surat Keterangan Kepala
Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai
bidang tanah tersebut.
2. Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan setempat atau
surat keterangan dari Kepala Desa /Kelurahan untuk tanah yang terletak
didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan. Setelah semua
dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan dipenuhi oleh para pihak
barulah dapat dilangsungkan jual beli tanah di hadapan PPAT.
Setiap jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT karena akta PPAT
merupakan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Pendaftaran
tanah baik untuk pertama kali maupun dalam rangka pemeliharaan data karena
terjadi perubahan- perubahan status hukum sebidang tanah merupakan hal yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dimana salah satu hasil akhir dari
pendaftaran tanah adalah diterbitkannya sertipikat sebagai alat bukti yang kuat
hak atas sebidang tanah tertentu, beserta pencatatan atas setiap perubahan yang
terjadi.
3. Kedudukan Tanah yang Belum Bersertifikat
“Menurut UUPA, kepemilikan tanah harus dikuasai oleh suatu hak atas
tanah berdasarkan sertifikat, maka dengan demikian bukti Letter C tidak dapat
dipersamakan dengan sertifikat hak atas tanah, kedudukan sertifikat lebih tinggi
23
dari pada Letter C, karena sertifikat adalah bukti kepemilikan bukti kepemilikan
hak atas tanah yang kuat”21.
“Kutipan Letter C terdapat di Kantor Kelurahan, sedangkan Induk dari
Kutipan Letter C terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah memiliki alat bukti
berupa girik sebagai alat bukti pembayaran pajak atas tanah. Dan saat ini
dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan
adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi
diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ataupun yang akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali
menerangkan bahwa hak-hak tersebut merupakan hak adat”22
Sedangkan, dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Februari 1960
Nomor 34/K/Sip/1960, bahwa Surat pethuk pajak bumi/ dokumen Letter C
bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang
yang namanya tercantum dalam dokumen Letter C tersebut, akan tetapi dokumen
itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah
yang bersangkutan. Status tanah yang memiliki kekuatan hukum Letter C sering
memicu munculnya sengketa karena seringkali terjadi seseorang yang menguasai
atau menggarap tanah tersebut tetapi sertifikat hak atas tanahnya justru atas nama
orang lain, maka pada tahun 1993 dikeluarkanlah Surat Direktur Jenderal Pajak,
tanggal 27 Maret 1993, Nomor : SE-15/PJ.G/1993, tentang Larangan Penerbitan
Letter C Keterangan Obyek Pajak (KP.PBB II), saat ini di beberapa wilayah Jawa
pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sudah ditiadakannya mutasi
dokumen. Hal ini disebabkan karena banyaknya timbul permasalahan yang ada di
21Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid I, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm, 337. 22Urip santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah (Jakarta: Prenada Media, 2009), hlm,54.
24
masyarakat karena dengan bukti kepemilikan berupa Letter C menimbulkan
tumpang tindih dan kerancuan atau ketidakpastian mengenai obyek tanahnya.
Letter C tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai bukti
kepemilikan atas tanah, karena dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997
Pasal 32 ayat (1) yang berbunyi Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Pasal 24 ayat (2)
yang berbunyi dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), pembukuan hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersang-
kutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat
atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Dari uraian 2 (dua) pasal diatas sudah jelas bahwa Letter C tidak dapat
dijadikan bukti kepemilikan yang kuat karena data yang ada dalam Letter C tidak
lengkap, sehingga dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Sejak
berlakunya UUPA di Indonesia, masyarakat diminta untuk segera melakukan
25
konversi terhadap tanah – tanah hak lama menjadi hak atas tanah yang memiliki
sertipikat. Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak
milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Namun, karena kurangnya
kesadaran masyarakat, informasi dan berbagai kendala lainnya, sampai saat ini
tanah-tanah yang belum bersertipikat tersebut masih banyak yang belum di
konversi. “Secara hukum, tanah yang belum bersertifikat tidak dapat dikatakan
sebagai bukti kepemilikan yang sah. Dalam masyarakat hal itu disebut sebagai
girik yang hanya merupakan bukti bahwa pemegang girik sebagai pembayar pajak
atas tanah yang dikuasainya”23. Didalam buku yang ditulis oleh Florianus
menjelaskan bahwa:
“Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah,
dibutuhkan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas dan dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal tersebut dapat
tercapai melalui pendaftaran tanah. Sebagai bagian dari proses pendaftaran
tanah, sertifikat sebagai alat pembuktian hak atas tanah terkuat kemudian
diterbitkan. Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran
tanah adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah
yang bersangkutan. Dokumen tersebut dapat digunakan sebagai jaminan dan
menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas
tanah tersebut”24.
“Dengan adanya sertifikat hak atas tanah maka diharapkan secara yuridis
dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanahnya”25.
Jaminan negara ini dapat diberikan kepada pemilik atau pemegang sertifikat tanah
23Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas Tanah, )Yogyakarta: Total Media,
2009), hlm. 83. 24Florianus SP Sangsung, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah (Jakarta: Visimedia,
2007), hlm. 1-2. 25Parlindungan, AP., Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP No. 24 Tahun
1997) (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 2.
26
karena tanah tersebut sudah terdaftar dalam sistem administrasi pertanahan negara
yang sah. Dengan sudah terdaftarnya tanah dalam sistem administrasi negara
memberikan rasa aman bagi pemilik atau pemegang sertipikat karena sudah
memiliki kekuatan hukum yang jelas.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe / Jenis Penelitian.
Dengan memperhatikan apa yang menjadi permasalahan dan tujuan dalam
penelitian ini, maka peneliti menggunakan tipe penelitian hukum yuridis
sosiologis. “Yaitu jenis penelitian yang didasarkan atas kajian terhadap
bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat
dapat dikaji dari tingkat efektivitas hukum”26. Maksudnya yaitu penelitian yang
mencari, menafsirkan dan membuat kesimpulan yang berdasarkan kenyataan atau
fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini hukum tidak
semata-mata diidentifikasi hanya sebagai seperangkat norma saja,namun juga
dilihat dari fenomena sosial berupa perilaku yang ada dimasyarakat.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu suatu penelitian
yang mendeskripsikan atau memberi gambaran keadaan subjek atau objek dalam
penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. “Dengan kata lain
penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian
kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan hasil
penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya”27
26Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 20. 27Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.35.
28
Dengan penelitian ini akan menggambarkan mengenai hasil dari analisis tentang
kepastian hukum hak atas tanah Letter C: studi kasus sengketa tanah di Kelurahan
Kalitirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman
C. Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari
suatu populasi dan diteliti secara rinci. Populasi yaitu keseluruhan gejala atau
satuan yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
masih memiliki catatan Letter C. Sedangkan sampel adalah bagian populasi yang
ingin diteliti. Sampel juga merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang
diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci. Sampel dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. “Pengertian purposive
sampling adalah di mana satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki
karakteristik atau kriteria yang dikehendaki dalam pengambilan sampel”28.
Sample dalam penelitian ini yaitu proses pendaftaran tanah Letter C di Kabupaten
Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto.
D. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder:
1. Data Primer
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati
dan diwawancarai. Sumber data primer diperoleh peneliti melalui penelitian
28Ibid, hlm 218
29
atau observasi langsung yang didukung dengan wawancara terhadap
masyarakat yang masih memegang catatan Letter C, lurah atau kepala desa,
camat.Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan
wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar dan bertanya yang dilakukan secara sadar,terarah dan senantiasa
bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan.Hubungan antara penulis
dengan responden dibuat akrab sehingga subyek penelitian bersikap terbuka
dalam menjawab setiap pertanyaan. Responden lebih leluasa dalam
memberikan informasi atau data yang mengemukakan pengetahuan dan
pengalaman yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap
permasalahan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan
landasan teoritas berupa pendapat-pendapat atau tulisan- tulisan para ahli
atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh
informasi baik dalam ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi
yang ada. Data diambil dari literatur atau buku – buku atau data lain yang
terkait dengan topik yang akan diteliti. Ditambah penelusuran data online,
dengan pencarian data melalui fasilitas internet. Data sekunder di bidang
hukum ini terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
30
3. Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
4. Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah
b. Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan
bahan hukum primer yang diperoleh dari kepustakaan yang meliputi
jurnal, buku-buku, literatur.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
hukum.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif, data yang
diperoleh dikelompokkan dan diseleksi dari penelitian lapangan berdasarkan
observasi atau dari hasil wawancara mengenai penelitian ini, kemudian
dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang
diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan
yang dirumuskan. “Analisis kualitatif dilakukan sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan”29. Menurut Nasution dalam
buku yang ditulis oleh Sugiono menyatakan “analisis telah dimulai sejak terjun
kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”30.
29Ibid, hlm. 336. 30Ibid, hlm. 337.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kepastian hukum jual beli hak atas tanah terhadap tanah Letter C di
Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto
Jual beli hak atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), hal ini dilakukan untuk bukti bahwa telah terjadi suatu transaksi
jual beli hak atas tanah. Dalam PP No 24 Tahun 1997 pada Pasal 1 Angka 24
menyebutkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
Akta yang telah dibuat oleh PPAT tersebut dapat digunakan sebagai tanda bukti
bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukum khususnya jual beli hak atas tanah serta
untuk menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari. Jadi praktik jual beli hak
atas tanah saat ini diharapkan ada kepastian hukum untuk menjamin kegiatan
tersebut dengan cara pendaftaran tanah sebelum pelaksanaan jual beli tanah.
Dengan pendaftaran tanah tersebut maka tanah yang dimiliki nantinya memiliki
bukti yang kuat yaitu berupa sertipikat tanah
Namun pada praktiknya di lapangan masih terdapat sebagian masyarakat
yang belum memiliki sertipikat untuk tanah yang dimilikinya. Tanah – tanah yang
belum memiliki sertifikat ini biasanya adalah tanah dari warisan keluarganya
terdahulu sehingga belum memiliki sertifikat dan hanya menggunakan bukti dari
kutipan Letter C sebagai bukti kepemilikan tanahnya. Buku C atau yang sering
disebut sebagai Letter C adalah buku yang disimpan aparatur Desa, buku ini bisa
juga disebut Pepel yang sebenarnya adalah buku yang digunakan oleh petugas
pemungut pajak untuk keperluan pembayaran pajak pada zaman penjajahan
32
kolonial Belanda, dan sekarang dapat dijadikan bukti kepemilikan atas tanah
karena tanah yang tercatat dalam buku tersebut sudah dikuasai bertahun-tahun,
atas dasar itulah notaris maupun petugas di Kantor Pertanahan dapat melihat siapa
yang berhak atas kepemilikan tanah yang belum bersertipikat disuatu desa31.
Permasalahan yang sering terjadi dalam kutipan buku Letter C ini adalah
keterangan mengenai tanah yang ada dalam kutipan tersebut kurang lengkap
Ketentuan mengenai Letter C sebagai bukti pendaftaran tanah diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.2 Tahun 1962 mengenai
Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia atau surat pemberian hak dan
instansi yang berwenang, dalam peraturan ini menjelaskan bahwa sifat yang
dimiliki Letter C hanya sebagai bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti
hak atas tanah secara yuridis yaitu sertipikat. Selanjutnya dalam PP No 24 Tahun
1997 Pasal 32 Ayat (1) menjelaskan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut
sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan.
Dari dua peraturan yang disebutkan diatas sudah menjelaskan bahwa buku
kutipan Letter C tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan tanah yang kuat karena
data – data tanah yang tercantum dalam buku kutipan Letter C kurang lengkap
dan juga buku kutipan Letter C hanya digunakan sebagai bukti pembayaran pajak
atas tanah tersebut dan bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas
tanah secara yuridis yaitu sertipikat. Sehingga sangat perlu tanah yang masih
31 (https://omtanah.com/2010/04/15/apa-itu-buku-cletter-c-masalah-pertanahan/ diakses tanggal 14
Januari 2019).
33
berstatus Letter C atau belum memiliki sertipikat untuk segera mengurus dan
mendaftarkan tanahnya agar memiliki sertipikat sebagai bukti kepemilikan hak
atas tanah yang lebih kuat.
Dalam PP No 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur yang meliputi pengumpulan,pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya. Dengan pendaftaran tanah yang dilakukan juga
untuk mewujudkan wilayah Kabupaten Sleman tertib administrasi pertanahan
seperti yang tercantum dalam PP No 24 Tahun 1997 Pasal 3 huruf a yang
menyatakan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Untuk memudahkan masyarakat Kabupaten Sleman dan menjalankan
program nawacita dari pemerintah, Kabupaten Sleman menjalankan program
PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) sebagai pengganti PRONA
(Proyek Operasi Nasional Agraria)32. Program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) Tahun 2017 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sleman tahap
pertama dengan target sebanyak 6.000 bidang tanah. Sedangkan tahap kedua ada
penambahan 20.000 bidang dalam proses pendataan pengukuran33.
32Wahyu, Seksi V Bagian Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sleman,
Wawancara (Sleman 26 Oktober 2018). 33(http://www.info-jogja.com/2017/08/ptsl-2017-bpn-sleman-targetkan-6000.html diakses tanggal
26 oktober 2018).
34
BPN Sleman akan melanjutkan kegiatan PTSL (Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap) di Desa Sendangtirto, Berbah Sleman pada tahun 2018 ini.
Kegiatan PTSL ini akan memberikan sebanyak 500 sertifikat warga Desa
Sendangtirto dengan target 4000 bidang. Kegiatan ini merupakan turunan dari
Program Nawa Cita yang dimiliki Presiden Indonesia, Joko Widodo dengan target
pemenuhan kebutuhan hak kepemilikan tanah bagi seluruh warga Indonesia secara
legal34.
1. Pendaftaran Tanah
a. Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini, hal ini di jelaskan pada
PP No 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka 9. Apabila ada tanah yang masih
berstatus Letter C dan ingin diterbitkan sertifikatnya maka harus
melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
1. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2. pembuktian hak dan pembukuannya;
3. penerbitan sertipikat;
4. penyajian data fisik dan data yuridis;
5. penyimpanan daftar umum dan dokumen.
34(https://berbahkec.slemankab.go.id/?p=2181diakses tanggal 26 oktober 2018).
35
Pendaftaran tanah sendiri dibagi menjadi dua yaitu pendaftaran tanah
Sporadik dan Sistematis. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan
secara individual atau massal. Sedangkan pendaftaran tanah secara sistematis
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Adapun tujuan dari
pendaftaran tanah diuraikan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, yaitu :
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak-hak lain yang terdaftar, agar pemilik hak yang
bersangkutan dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
atas tanah tersebut.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
36
b. Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap)
Program PTSL di Kabupaten Sleman menargetkan Tahun 2017
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sleman tahap pertama dengan target
sebanyak 6.000 bidang tanah. Sedangkan tahap kedua ada penambahan
20.000 bidang dalam proses pendataan pengukuran35. Dengan adanya
program ini diharapkan tanah yang tadinya belum terdaftar dan belum
memiliki sertifikat dapat segera memiliki sertifikat sebagai bukti
kepemilikan atas tanahnya dan juga untuk menjamin kepastian hukum
tanah yang dimiliki khususnya warga kabupaten Sleman.
Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan
Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2017 Pasal 1 angka 1 menjelaskan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu
wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan
pendaftarannya. Tujuan program PTSL adalah untuk percepatan
pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah
masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan
terbuka serta akuntabel, serta mengurangi dan mencegah timbulnya
sengketa dan konflik mengenai pertanahan. Dalam hal ini tujuan PTSL
35(http://www.info-jogja.com/2017/08/ptsl-2017-bpn-sleman-targetkan-6000.html diakses tanggal
26 oktober 2018).
37
merupakan implementasi dari asas-asas pendaftaran tanah secara umum
yang berupa asas sederhana, cepat, terbuka, aman, mutakhir36.
Dengan adanya program PTSL dari pemerintah ini selain untuk
mewujudkan tertib administrasi pertanahan di Kabupaten Sleman juga
untuk memudahkan masyarakat yang memiliki tanah namun belum
bersertifikat atau masih menggunakan kutipan Letter Cagar dapat segera
mendaftarkan tanahnya sehingga tanah yang mereka punya memiliki
kepastian hukum yang sah dan untuk meminimalisir terjadinya sengketa
tanah di kemudian hari.
2. Proses Jual Beli Tanah Letter C di Kelurahan Kalitirto
Sebelum melakukan transaksi jual beli tanah sebaiknya memperhatikan
status dari tanah yang akan di beli nantinya. Karena untuk menjaga agar di
kemudian hari tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, misalnya tanah yang
dibeli adalah tanah yang masih tersangkut kasus sengketa atau tanah tersebut
belum memiliki sertifikat sehingga tanah yang di beli belum terdaftar dan tidak
memiliki kekuatan hukum yang kuat. Bukti kepemilikan tanah sebelum UUPA
dikenal dengan sebutan Letter C, sedangkan bukti kepemilikan sesudah UUPA
adalah sertipikat, sertipikat inilah merupakan tanda bukti kepemilikan tanah yang
kuat.
Aturan mengenai jual beli tanah diatur di dalam Undang-Undang Pokok
Agraria yang selanjutnya diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961)
36Wahyu, Seksi V Bagian Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sleman,
Wawancara (Sleman 26 Oktober 2018).
38
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria No.
5 Tahun 1960. Jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Proses
pelaksanaan jual beli hak atas tanah yang terjadi di kota-kota besar dan di daerah-
daerah biasanya berbeda. Jika di kota-kota besar banyak terdapat kantor – kantor
PPAT yang kebanyakan juga Notaris, di daerah-daerah jual beli dapat dilakukan
melalui Camat yang karena jabatannya sebagai PPAT yang mempunyai wilayah
kerja meliputi satu kecamatan atau lebih yang di dalam akta jual beli dinyatakan
hanya mengenai tanah di kecamatan wilayah kerja dari PPAT yang bersangkutan.
Dalam pembahasan jual beli tanah ini mengenai jual beli tanah yang masih
berstatus Letter C yang dilakukan oleh Ibu Hening Widayati (Pembeli Tanah
Letter C) dan Bapak Sunyoto (Penjual Tanah Letter C) di daerah desa Kalitirto
Kabupaten Sleman. Ibu Hening pertama kali mengetahui ada tanah dijual di desa
Kalitirto tersebut dari teman sekantornya yang rumahnya di daerah tersebut.
Obyek jual beli tanah tersebut masih dalam bentuk sawah dengan luas tanah 1114
m², panjang 100 m dan lebar 10,7 m. Menurut keterangan dari teman Ibu Hening
tanah tersebut di jual oleh pemiliknya untuk keperluan tambahan biaya pendidikan
anak pemilik tanah tersebut. Namun teman Ibu Hening tersebut tidak
menyebutkan bahwa tanah yang dijual belum bersertifikat dan masih berstatus
Letter C37.
Ibu Hening akhirnya memutuskan untuk membeli tanah tersebut untuk
membantu Bapak Sunyoto dalam memenuhi kebutuhan biaya pendidikan anaknya
dan selain itu tanah tersebut juga digunakan untuk investasi bagi Ibu Hening.
37 Hening Widayati, Pembeli Tanah Letter C, Wawancara (Sleman 28 Oktober 2018).
39
Metode pembayaran yang dilakukan dalam proses jual beli ini yaitu dengan cara
mencicil setiap bulan atau setiap ada biaya pendidikan anak pemilik tanah yang
harus dibayar. Semua transaksi jual beli tersebut dilakukan di rumah pemilik
tanah yaitu Bapak Sunyoto dan transaksi yang dilakukan hanya dicatat dalam
buku untuk mengetahui berapa biaya kekurangan tanah untuk melunasinya.
Semua transaksi jual beli tadi hanya dilakukan oleh Ibu Hening, Bapak
Sunyoto, dan Bapak Suryadi (teman Ibu Hening) dengan maksud Bapak Suryadi
ini sebagai saksi bahwa tanah milik Bapak Sunyoto telah dibeli Ibu Hening. Saat
Ibu Hening melakukan cicilan pertama hanya sebatas membayar dan mencatatnya
dibuku dan disaksikan oleh Bapak Sunyoto dan Bapak Suryadi, namun pada saat
itu Bapak Sunyoto masih belum memberitahu Ibu Hening bahwa tanahnya
tersebut belum bersertifikat dan masih berstatus Letter C38. Karena Ibu Hening
kurang mengetahui tentang proses jual beli tanah beliau tidak menanyakan surat –
serat kelengkapan dari tanah tersebut.
Selama proses transaksi tersebut baik pihak pembeli maupun pihak penjual
sama – sama tidak melibatkan pejabat PPAT setempat hanya disaksikan oleh satu
saksi yaitu Bapak Suryadi teman kantor dari Ibu Hening. Meskipun tanah tersebut
belum memiliki sertifikat tetap harus disaksikan oleh pejabat PPAT setempat
untuk mengetahui perubahan status tanah yang ada dan dapat dicatat dalam
perubahan status tanah yang bersangkutan dalam data yang dimiliki oleh desa
tempat tanah itu berada. Untuk kasus seperti ini pembeli ataupun penjual
seharusnya melibatkan pejabat PPAT setempat baik itu kepala desa ataupun camat
untuk dibuatkan akta dibawah tangan. “Dalam perspektif hukum pertanahan,
38Hening Widayati, Pembeli Tanah Letter C, Wawancara (Sleman 28 Oktober 2018).
40
Camat sebagai Kepala Wilayah Kecamatan secara eks officio adalah menjabat
sebagai PPAT sementara”39.
Untuk pelaksanaan jual beli tanah di Kecamatan Berbah khususnya di Desa
Kalitirto memang masih ada sebagian warga yang melakukan jual beli tersebut
menggunakan akta dibawah tangan, karena kebanyakan tanah di daerah ini hasil
warisan dari keluarga pemilik tanah sebelumnya. Maka masih banyak tanah yang
belum bersertifikat dan masih menggunakan bukti keterangan Letter C untuk
mengetahui siapa pemilik tanahnya40. Untuk pembuatan akta jual beli tanah yang
belum bersertifikat juga sudah di jelaskan dalam Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 24
Tahun 1997:
1. Harus disertai dengan surat bukti hak atau Surat Keterangan Kepala
Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
menguasai bidang tanah tersebut.
2. Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan setempat
atau surat keterangan dari Kepala Desa /Kelurahan untuk tanah yang
terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan.
39Husni Tamrin, op cit , 2009, hlm 64. 40Sugiatno, Kepala Desa Kalitirto, Wawancara (Sleman 27 Oktober 2018)
41
B. Hambatan – hambatan yang Terjadi dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah
dengan Status Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan
Kalitirto dan Upaya untuk Mengatasi Hambatan yang Ada
Pada pembahasan sebelumnya telah diterangkan bahwa pihak pemerintah
Kabupaten Sleman mengadakan program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap) sebagai salah satu upaya yang dilakukan pemerintah guna membantu
masyarakat untuk mendapatkan bukti kepemilikan tanah yang kuat yaitu
sertipikat. Dengan adanya program pemerintah ini tentunya membantu
menyelesaikan beberapa hambatan atau kendala bagi masyarakat yang belum
memiliki sertipikat tanah. Tujuan dari program ini adalah untuk percepatan
pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah yang lebih
kuat.
Adapun hambatan – hambatan yang terjadi yaitu:
1) Proses Jual Beli Membutuhkan Waktu yang Lama
Pelaksanaan jual beli tanah yang masih berstatus Letter C memiliki
beberapa hambatan. Menurut Bapak Sugiatno sebagai Kepala Desa
hambatannya yaitu proses pelaksanaan jual beli akan membutuhkan waktu
yang lebih lama dari pelaksanaan jual beli tanah yang sudah bersertifikat.
Proses pelaksanaannya bisa membutuhkan waktu yang lebih lama karena
sebelum dibuatkan Akta Jual Beli (AJB) tanah yang masih berstatus Letter C
tadi harus didaftarkan dan dibuatkan sertipikat atas nama pemiliki tanah yang
tertera pada buku kutipan Letter C terlebih dahulu sebelum dibuatkan Akta
Jual Beli (AJB). Untuk proses pembuatan akta jual beli bagi tanah yang
belum bersertipikat sebenarnaya tidak banyak berbeda dengan jual beli tanah
42
yang sudah bersertipikat, hanya saja persyaratan dokumen yang dilampirkan
berbeda sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997,
yaitu :
a) Harus disertai dengan surat bukti hak atau Surat Keterangan Kepala
Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai
bidang tanah tersebut.
b) Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan setempat atau
surat keterangan dari Kepala Desa /Kelurahan untuk tanah yang terletak
didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan. Setelah semua
dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan dipenuhi oleh para pihak
barulah dapat dilangsungkan jual beli tanah dihadapan PPAT.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapat sertipikat itu
kurang lebih 60 hari. Mulai dari melengkapi surat – surat yang
diperlukan seperti :
(a) Surat Keterangan Tidak Sengketa dari lurah atau kepala desa setempat,
yang menerangkan kalau tanah tersebut terbebas dari sengketa apapun.
Dalam surat tersebut juga tercantum tandatangan saksi-saksi yang dapat
dipercaya, yang menjadi saksi saat surat tersebut dibuat.
(b) Surat Keterangan Riwayat Tanah, yang berisi keterangan tentang
riwayat penguasaan tanah.
(c) Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik. Surat ini berisi
keterangan mengenai kapan tanah tersebut diberikan hak
pengelolaannya, serta bagaimana tanah itu bisa diperoleh.
43
Setelah dokumen – dokumen tersebut lengkap mulai mendaftarkan
tanahnya ke Kantor Pertanahan, setelah didaftarkan mulai proses
pengukuran tanah kemudian pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak
atas Tanah). Dengan proses yang cukup panjang ini tentunnya menjadi
hambatan apabila pembeli ingin membeli tanah yang belum
bersertipikat atau masih menggunakan buku kutipan Letter C.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan diatas
dalam pelaksanaan jual beli tanah dengan status Letter C yaitu pembeli
harus lebih teliti sebelum melakukan pembelian tanah, harus sangat
diperhatikan data fisik dan juga data yuridis tanah yang akan dibeli.
Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang
tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan
mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Data
yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain
serta beban-beban lain yang membebaninya41. Apabila pembeli kurang
paham mengenai data – data tersebut bisa mengajak orang yang paham
mengenai hal tersebut dan juga paham mengenai pelaksanaan jual beli
tanah contohnya bisa melibatkan notaris. Selanjutnya usahakan
membeli tanah yang sudah memiliki sertipikat, selain sudah memiliki
kekuatan hukum yang jelas juga sebagai bukti bahwa tanah tersebut
benar miliknya dengan dimilikinya sertipikat tanah tersebut.
41 Aartje, op.cit., hal 38.
44
2) Tanah Letter C yang Merupakan Tanah Hasil Warisan
Hambatan yang muncul selanjutnya yaitu ketika tanah yang masih
berstatus Letter C merupakan tanah warisan yang didalam tanah tersebut
teradapat lebih dari satu nama yang berhak atas tanah warisan itu. Contohnya
didaerah Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto masih
ditemukan tanah yang masih menggunakan buku kutipan Letter C. tanah ini
merupakan tanah warisan dari keluarganya dulu sehingga tanah tersebut
belum memiliki sertifikat dan hanya berpedoman pada buku kutipan Letter C
sebagai bukti kepemilikan tanahnya. Alasan pemilik tanah tidak segera
mendaftarkan tanahnya agar dapat diterbitkan sertipikat sebagai bukti
kepemilikan tanah yang lebih kuat karena proses pembuatan sertipikat terlalu
rumit dan juga jarak tempuh yang jauh dari kantor pertanahan setempat42.
Untuk itu diperlukan tanda tangan dari semua nama yang memiliki hak atas
tanah tersebut sebagai bukti bahwa tanah itu telah sepakat untuk dijual dan
juga untuk memperkecil resiko sengketa tanah yang akan timbul dikemudian
hari apabila semua nama yang berhak atas tanah itu tidak
menandatanganinya43. Untuk proses pendafataran tanah agar bias diterbitkan
sertipikat sama seperti yang dilakukan seperti mendaftarkan tanah yang
belum bersertipikat akan tetapi ada dokumen yang perlu di tambahkan yaitu :
a) Surat Keterangan Waris. Surat ini berguna untuk membuktikan bahwa
hak atas pengelolaan tanah tersebut sudah diwariskan. Surat
Keterangan Waris bisa dibuat di kelurahan. Isi surat itu adalah
keterangan bahwa hak atas tanah telah diwariskan ke keluarga.
42 Sunyoto, Pemilik Tanah, Wawancara (26 Oktober 2018). 43 Sugiatno, Kepala Desa Kalitirto, Wawancara (27 Oktober 2018)
45
b) Kemudian, keluarga yang diberi warisan bersama dua orang saksi dan
lurah membubuhkan tandatangan. Surat kemudian dibawa ke camat
untuk ditandatangani lagi.
Dengan banyaknya persyaratan yang harus dilengkapi ditambah proses
pembuatan sertipikat yang masih membutuhkan waktu cukup lama hal –
hal seperti ini menjadi hambatan utama bagi pembeli apa bila ingin
membeli tanah yang belum bersertipikat atau masih berstatus Letter C.
Upaya yang dapat dilakukan apabila memang ingin membeli tanah
yang belum bersertipikat atau masih berstatus Letter C harus memastikan
tanah tersebut merupakan tanah warisan atau bukan, jika tanah warisan ada
berapa nama yang berhak atas tanah warisan tersebut. Agar pembeli bias
lebih percaya tentang data tanah tersebut bias melibatkan notaris untuk
memastikan data – data mengenai tanah yang akan dibeli nantinya. Dan
upaya yang lebih penting lagi yaitu masih diperlukan informasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya sertipikat tanah. Karena masih ada
masyarakat yang beranggapan bahwa penerbitan sertipikat membutuhkan
waktu yang lama dan juga biaya yang dikeluarkan sangat banyak.
Untuk itu masih perlu diadakannya penyuluhan atau sosialisasi kepada
masyarakat khususnya daerah pedesaan mengenai pentingnya sertipikat
tanah dan juga tentang bagaimana proses atau alur yang dilakukan untuk
melakukan pendaftaran pertama kali agar tanah yang belum memiliki
sertipikat dapat segera didaftarkan dan diterbitkan sertipikatnya sebagai
bukti kepemilikan tanah yang kuat.
46
Meskipun proses pembuatan sertipikat membutuhkan waktu yang
cukup lama, namun itu semua akan terbayar dengan kepastian hukum yang
lebih kuat atas tanah yang dimiliki dan juga bias memberikan dampak
terhadap harga jual tanah itu sendiri. Tanah yang sudah bersertipikat akan
memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang
belum bersertipikat.
47
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan sebuah
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai hak atas tanah terhadap tanah
Letter C di Kabupaten Sleman harus melakukan atau segera mendaftarkan
tanahnya di kantor pertanahan. Tanah yang masih berstatus Letter C dan ingin
menerbitkan sertifikat harus melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Pendaftaran tanah sendiri di bagi menjadi dua yaitu pendaftaran tanah Sporadik
dan Sistematis. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal. Sedangkan pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah
atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Proses pelaksanaan jual beli hak atas tanah yang terjadi di kota-kota besar dan
di daerah-daerah biasanya berbeda. Jika di kota-kota besar banyak terdapat
kantor – kantor PPAT yang kebanyakan juga Notaris, di daerah-daerah jual beli
dapat dilakukan melalui Camat yang karena jabatannya sebagai PPAT yang
mempunyai wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau lebih yang di dalam
akta jual beli dinyatakan hanya mengenai tanah di kecamatan wilayah kerja
dari PPAT yang bersangkutan. Karena dalam perspektif hukum pertanahan,
48
Camat sebagai Kepala Wilayah Kecamatan secara eks officio adalah menjabat
sebagai PPAT sementara. Untuk pelaksanaan jual beli tanah dibawah tangan di
daerah Kecamatan Berbah Khususnya Desa Kalitirto terjadi karena kebanyakan
tanah di daerah ini hasil warisan dari keluarga pemilik tanah sebelumnya.
Maka masih menggunakan bukti keterangan Letter C untuk mengetahui siapa
pemilik tanahnya.
2. Hambatan yang akan timbul ketika tanah dengan status Letter C tersebut ingin
di jual akan membutuhkan proses dan waktu yang lama. Karena sebelum tanah
tersebut dibuatkan akta jual beli tanah yang berstatus Letter C tadi harus
dibuatkan sertifikat terlebih dahulu atas nama pemilik tanah itu. Kendala
selanjutnya apabila tanah dengan Status Letter C tersbut merupakan tanah
waris yang dimana di tanah tersebut terdapat nama – nama keluarga yang
berhak atas tanah itu. Setelah itu semua dilakukan baru dapat dibuatkan akta
jual beli tanahnya dan dapat dibuatkan sertifikat baru atas nama pembeli.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu sebelum melakukan proses jual beli tanah
harus mengetahui status tanah yang akan dibeli, sudah bersertifikat atau masih
menggunakan kutipan Letter C. Selanjutnya memastikan tanah tersebut
merupakan tanah waris atau bukan. Perlu adanya penyuluhan kepada
masyarakat mengenai pentingnya sertifikat tanah dan juga tentang bagaimana
cara melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
49
B. Saran
Dari hasil penelitian dan observasi yang penulis lakukan, ada beberapan
saran yang dapat penulisan sampaikan :
1. Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Sleman
Untuk memberikan kepastian hukum yang kuat atas hak kepemilikan tanah
terutama yang masih berstatus Letter C harus segera di lakukan pendaftaran
tanah untuk pertama kali. Agar data tanah yang dimiliki dapat dicatat di mana
tanah tersebut berada dan segera dibuatkan sertipikat guna memberikan
kepastian hukum yang kuat atas tanah yang dimiliki. Dengan adanya program
PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang di berikan oleh
Pemerintah Kabupaten Sleman tentunya sangat membantu masyarakat dalam
pembuatan sertipikat. Dengan adanya program tersebut harus di sertai dengan
sosialisasi yang melibatkan perangkat desa atau dimuat dalam selebaran yang
bisa di tempelkan di tempat yang strategis agar masyarakat mengetahui akan
program dari pemerintah itu. Dari pihak BPN Kabupaten Sleman sudah sangat
baik dalam melakukan sosialisasi dan penyuluhan terkait program PTSL ini
sehingga dapat di terima oleh masyarakat Kabupaten Sleman
2. Masyarakat
Bagi calon pembeli tanah sebaiknya mencari tahu data tanah yang akan di
beli nantinya, ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau
bahkan sampai menimbulkan sengketa karena permasalahan data tanah yang
akan dibeli tidak lengkap. Agar proses jual beli tanah yang dilakukan
nantinya berjalan lancar dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan
50
yang ada baik penjual maupun pembeli harus sepakat menunjuk petugas
PPAT dan melibatkan PPAT dalam proses jual beli tanah.
51
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
AP, Parlindungan. Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP No. 24
Tahun 1997). Bandung: Mandar Maju. 2009.
Erwiningsih. Winahyu, Hak Menguasai Negara atas Tanah. Yogyakarta: Total
Media. 2009.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia Jilid 1. Jakarta: Djambata. 2008.
Hartanto, Andy. Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar Hak Atas
Tanahnya. Surabaya : LaksBang Justitia. 2014.
Keumala, Dinda dan Setiyono. Tanah dan Bangunan. Jakarta : Redaksi Raih ASA
Sukses. 2009.
Sangsung, Florianus SP. Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah.Jakarta:
Visimedia, 2007.
Salle, Aminuddin. Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Yogyakarta: Kreasi Total Media. 2007.
Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media.
2009.
. . Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2012.
Salim, HS, dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sutedi, Adrian. Sertipikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
.Peralihan Hak Tanah dan Pendaftarannya.Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Tamrin, Husni. Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris. Yogyakarta:
LaksBang PRESSindo, 2009.
Tehupeory, Aartje. Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia. Jakarta: RAS
Penebar Swadaya Group. 2012.
52
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.2 Tahun 1962
Agraria Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
JURNAL
Santoso, Urip. “Jual Beli Tanah Hak Milik yang Bertanda Bukti Petuk Pajak
Bumi (Kutipan Letter C)”, vol XVII, No. 2. hlm. 64, 2012.
Mareti, Diyas dan Isharyanto, “Analisis Keberadaan Letter C sebagai Bukti
Kepemilikan Hak Atas Tanah yang digunakan sebagai Penjaminan
Kredit Bank dengan Pembebanan Hak Tanggungan”, Volume 5, No 2,
hlm. 54, 2018.
WEBSITE
(http://www.bpn.go.id/BERITA/Narasi-Tunggal/default-72515, diakses 9 Januari
2018), 2018
(https://arifandinisite.wordpress.com/2016/04/08/tentang-buku-letter-c-dan-girik/,
diakses 11 Januari 2018), 2018
(https://berbahkec.slemankab.go.id/?p=2181, diakses 29 Oktober 2018), 2018
(http://www.info-jogja.com/2017/08/ptsl-2017-bpn-sleman-targetkan-6000.html diakses
tanggal 26 oktober 2018), 2018.
(https://omtanah.com/2010/04/15/apa-itu-buku-cletter-c-masalah-pertanahan/
diakses tanggal 14 Januari 2019), 2019.
WAWANCARA
Wahyu. Seksi V Bagian Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Sleman. Wawancara. Sleman, 26 Oktober 2018
Widayati, Hening. Pembeli Tanah Letter C. Wawancara. Sleman, 28 Oktober
2018
Sugiatno. Kepala Desa Kalitirto Kabupaten Sleman. Wawancara. Sleman, 27
Oktober 2018