usaha pengajaran, khotbah, nasihat dan pelayanan...
Transcript of usaha pengajaran, khotbah, nasihat dan pelayanan...
-
1
BAB I
P E N D A H U L U A N
1. LATAR BELAKANG
Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan
pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis
baru pada akhir abad 19 di Amerika menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan
masalahmasalah sosial. Di satu sisi ada orang yang menderita, miskin dan di lain sisi ada
kelompok orang-orang kaya. Pada saat itu, orang berpikir bahwa kemiskinan dan
kriminalitas adalah kesalahan pribadi, karena kemalasan kejahatan dan bahkan takdir.1
Tetapi masalah kemiskinan dan kriminalitas ini semakin berkembang sehingga,
mendorong munculnya pelayanan-pelayanan sosial bagi orang yang miskin. Hanya
pelayanan-pelayanan sosial saat itu masih bersifat individual dan karitatif seperti,
memberikan sumbangan uang dan nasihat-nasihat. Demikian pula gereja melakukan hal
yang sama. Bentuk pelayanan pastoral kepada orang miskin dan menderita terbatas pada
usaha pengajaran, khotbah, nasihat dan pelayanan sakramen.
Pada awal abad 20, di Amerika terjadi perkembangan besar-besaran terutama di
bidang psikologi dan teologi. Maka pemahaman mengenai metode pemberian bantuan
pada orang yang menderita tersebut juga mengalami perkembangan. Pemberian bantuan
yang pada mulanya hanya bersifat individual dan karitatif dipandang sebagai suatu
pendampingan yang kurang bertanggungjawab. Karena itu, pekerja-pekerja pelayanan
sosial mulai mengembangkan suatu model pemberian bantuan yang sifatnya lebih
menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metode-
metode konseling dari ilmu psikologi.
Tokoh yang banyak berpengaruh pada abad 20 adalah Carl Rogers (1902-1977).
Menurutnya konseling adalah suatu proses pembebasan manusia dari hambatan-hambatan
dalam pertumbuhan sehingga seseorang dapat bertumbuh secara normal, lebih otonom
dan mandiri. Metode konseling Carl Roger terkenal dengan sebutan metode Client
Centered Therapy.2 Metode Client Centered Therapy (selanjutnya disebut metode
Rogerian) adalah suatu metode konseling yang berfokus pada konseli atau yang ditolong.
1 Totok.S.W, Seri pastoral 257: Pendampingan dan konseling (sejarah dan gagasan dasar), Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 1995, Hal. 2. 2 Calvin S. Hall, Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (organismik-fenomenologis), Yogyakarta: Kanisius, 1993, Hal. 126.
MILIK
UKD
W
-
2
Peran konselor hanyalah sebagai pelancar agar konseli dapat mengungkapkan dan
memahami perasaan yang sesungguhnya. Konselor berperan seperti sebuah cermin
bagi konseli, sehingga arah konseling ditentukan oleh konseli. Dengan demikian, Client
Centered Therapy menjadi sebuah upaya untuk menolong para konselor yang terbiasa
menasihati agar mampu menghargai konseli.
Dengan adanya perkembangan ini, pemahaman mengenai pelayanan pastoral
bagi orang menderita yang dilakukan oleh gereja juga berkembang. Yang tadinya pendeta
hanya berupa pemberian nasihat, kotbah, dan doa-doa. Kini menggunakan sarana-sarana
berupa intervensi-intervensi psikologis.
Psikologi, konseling dan psikoanalisis, menyadarkan bahwa fungsi penyembuhan tidak hanya bisa dilakukan melalui sakramen pengakuan dosa dan pengampunan, penyembuhan dalam iman dan doa, melainkan juga melalui intervensi psikologis. Kehidupan batiniah manusia bukanlah hanya menyangkut dinamika kepercayaan-spiritual, akan tetapi juga ada aspek emosional-psikologis. Kedua aspek ini saling kait mengkait dan saling mempengaruhi.3
Pengaruh konseling dalam pelayanan pastoral gereja sangat kuat, terlebih setelah perang
dunia kedua. Abineno mengatakan, bahwa gereja-gereja di Amerika mengambil alih
metode atau cara-kerja ini bagi pekerjaan mereka,4 yaitu dengan menerapkan metode
konseling ke dalam pelayanan pastoral gereja untuk menolong orang yang menderita.
Sejak saat itulah muncul istilah konseling pastoral. Seward Hiltner mendefinisikan
konseling pastoral sebagai,
usaha yang dijalankan oleh pendeta untuk membantu orang, agar ia dapat menolong dirinya sendiri (oleh proses perolehan pengertian tentang konflik-konflik batiniahnya).5
Merujuk pada definisi konseling pastoral tersebut, nampaknya ada kesamaan antara
metode konseling Rogerian dengan metode konseling pastoral yang kembangkan Seward
Hiltner. Terutama pada fokus konseling, peran konselor (selanjutnya disebut, pendeta)
dan peran konseli (selanjutnya disebut, anggota jemaat). Dalam konseling pastoral
anggota jemaat diharapkan dapat menyadari konflik-konflik batinnya sendiri. Sehingga
melalui proses penyadaran ini, ia dapat menolong dirinya sendiri. Peran pendeta dalam
konseling pastoral bukan lagi sebagai penasihat dan mengarahkan. Melainkan membantu
jemaat mengungkapkan masalah-masalahnya dan perasaannya. Peran pendeta dalam
konseling pastoral seperti cermin yang memantulkan dan mendengarkan perasaan-
perasaan jemaat. Sedangkan, jemaat umumnya yang menentukan arah perjalanan
3 Totok.S.W, Seri pastoral 257: Pendampingan dan konseling (sejarah dan gagasan dasar), Hal. 10. 4 Abineno.J.L.Ch., Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2006, Hal. 7. 5 Seward Hiltner, Pastoral Counseling, New York: Abingdon-Cokesbury Press, 1949, Hal. 19.
MILIK
UKD
W
-
3
konseling pastoral. Konsekuensinya, konseling pastoral membutuhkan waktu yang relatif
lama. Karena itu, konseling pastoral ini disebut juga konseling pastoral jangka panjang,
sedangkan metodenya disebut metode non-direktif atau tidak mengarahkan.
Menyadari model konseling pastoral jangka panjang tersebut memiliki kelemahan,
yaitu dapat memakan waktu yang lama. Maka dalam perkembangan berikutnya hal ini
menjadi pergumulan tersendiri. Peran pendeta dalam memberikan pendampingan pastoral
tidak hanya terbatas pada konseling pastoral melainkan melakukan khotbah, pelayanan
sakramen, pelayanan pembinaan iman dan pelayanan lainnya. Orang-orang yang datang
untuk meminta bantuan pendeta umumnya adalah orang yang menderita, mengalami
masalah yang berat dan mengalami krisis. Orang-orang demikian membutuhkan bantuan
dengan segera. Howard W. Stone6 mengatakan bahwa, keinginan orang atau jemaat
yang mengalami permasalahan dan mengikuti konseling pastoral adalah mengetahui
langkah konkret yang harusnya segera mereka lakukan dan tidak untuk menyelesaikan
masalah-masalahnya. Peran pendeta yang terbatas serta keinginan jemaat untuk dapat
segera mengatasi dan melewati permasalahan hidupnya, menjadi keprihatinan para
konselor pastoral. Sehingga mereka berusaha untuk mengembangkan model konseling
pastoral yang sesuai kebutuhan tersebut.
Dalam konteks kehidupan bergereja di Indonesia terdapat pelayanan pastoral
terhadap orang menderita, bermasalah, dan mengalami krisis. Salah satu bentuk
pelayanan pastoral7 tersebut adalah konseling pastoral. Tokoh yang berjasa besar dalam
perkembangan konseling pastoral di Indonesia di antaranya adalah, Aart Martin Van
Beek, Mesach Krisetya dan Totok Wiryasaputra. Menurut mereka, konseling pastoral
adalah upaya pertolongan psikis yang bertitik tolak dari keterangan konseli tentang
dirinya sendiri.8 Dengan demikian peran pendeta dalam memberikan konseling pastoral
kepada seseorang bermasalah dititik beratkan pada kondisi riil dari jemaat secara
menyeluruh9. Hal senada juga diungkapkan Totok Wiryasaputra,10 menurutnya dalam
pendampingan dan konseling pastoral perlu memperhatikan 5 (lima) pandangan dasar
utama. Yaitu, 1) Memahami manusia sebagai makhluk yang holistik (terdiri dari aspek,
fisik, psikis, sosial dan spiritual). 2) Tiap manusia adalah keunikan masing-masing. 3)
Manusia adalah makhluk yang otonom, karena itu pendampingan pastoral berfungsi
6 Howard W. Stone, Brief Pastoral Counseling, Minneapolis: Fortress Press, 1994, Hal. 2. 7 Istilah Pelayanan Pastoral disebut juga pendampingan pastoral atau penggembalaan, istilah ini akan digunakan secara bergantian, namun menunjuk pada hal yang sama. 8 Martin van Beek, Potret Diri Seorang Konselor. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, -. 9 Martin van Beek, Konseling Pastoral, Semarang: Satya Wacana press, 1987, Hal. 24. 10 Totok W.S, Seri pastoral 257: Pendampingan dan Konseling (sejarah dan gagasan dasar), Hal. 23-24.
MILIK
UKD
W
-
4
untuk membantu seorang menjadi semakin otonom. 4) Manusia selalu memiliki sifat
sosial. 5) Manusia yang didampingi harus dilihat dari seluruh aspek kehidupannya.
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut. Nampaknya prinsip-prinsip dasar konseling
pastoral di Indonesia ada kesamaan dengan metode konseling pastoral yang
dikembangkan Seward Hiltner. Yaitu, pentingnya untuk memperhatikan dinamika jemaat
(konseli) secara menyeluruh. Pusat perhatian konseling pastoral adalah diri jemaat
sendiri. Pendeta (konselor) adalah sebagai pendengar dan pelancar bagi diri jemaat agar
mengungkapkan permasalahannya dan perasaannya. Dengan kata lain, pendeta hanya
sebagai cermin bagi jemaat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan konseling pastoral,
pendeta perlu memiliki ketrampilan memantulkan dan mendengarkan.11
Konseling pastoral ini cukup membantu pendeta dalam menolong jemaatnya yang
bermasalah. Namun dalam perkembangan di Indonesia sekarang, disadari bahwa
pendekatan ini memiliki kelemahan dan hambatan salah satunya mengenai masalah
waktu. Martin Van Beek melalui penelitiannya menemukan ada beberapa masalah yang
mempersulit pelaksanaan konseling pastoral di Indonesia. Yaitu, kecenderungan konseli
untuk datang satu atau dua kali saja, konseli datang ketika masalah sudah terlalu besar,
konseli mengharapkan terlalu banyak dari konselor dalam waktu yang singkat.12 Selain
itu, pendeta sebagai seorang pemimpin jemaat sekaligus sebagai seorang konselor
pastoral memiliki keterbatasan-keterbatasan baik waktu maupun keterampilan. Pendeta
memiliki kesibukan lain selain konseling pastoral. Seperti halnya, memimpin ibadah,
mengunjungi warga, memimpin rapat, mengajar katekisasi sidi, persiapan perkawinan dan
kesibukan lainnya. Sehingga tidak bisa secara penuh untuk mendampingi jemaat.
Ditambah lagi, kemampuan pendeta melakukan konseling pastoral dengan memanfaatkan
metode-metode konseling terbatas. Oleh karena itu, disadari perlu adanya suatu
pendekatan konseling yang lebih sederhana, terstruktur dan yang singkat.
Seward Hiltner menulis mengenai perlunya memberikan batasan waktu dalam
konseling. Seward Hiltner13 mengamati bahwa, 1) Pendeta (konselor) memiliki tugas dan
tanggung jawab pelayanan lain yang juga penting sehingga waktu untuk konseling perlu
dibatasi. 2) Konseling Pastoral perlu dibatasi sehingga prosesnya lebih pendek karena
adanya keterbatasan pendeta dalam latihan-latihan konseling. Karena itu, ia merasa perlu
ada konseling pastoral yang memakan waktu lebih terbatas. Dari sinilah muncul istilah
11 Lih., Mesach Krisetya, Tahap-tahap dalam konseling pastoral jangka panjang dalam Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral , Hal. 33-44. 12 Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral, Hal. 19. 13 Seward Hiltner, Pastoral Counseling, Hal. 81-82.
MILIK
UKD
W
-
5
brief counseling atau supportive counseling atau reactive-emotion counseling. Konseling
pastoral jangka pendek merupakan suatu pendekatan yang tergolong baru dalam bidang
konseling pastoral. Yang mempengaruhi munculnya konseling pastoral jangka pendek
adalah perkembangan ilmu psikologi konseling pada pertengahan abad 20, yaitu metode
Short-term Therapy. Metode Short-term Therapy sendiri merupakan salah satu bentuk
turunan dari metode-metode yang sudah ada, di antaranya Psychodynamic Therapy,
Behavioral Therapy dan Systems Therapy.
Di Amerika perkembangan konseling pastoral jangka pendek cukup pesat hingga
sekarang. Terlebih setelah munculnya karya-karya Howard W. Stone mengenai Brief
Pastoral Counseling atau konseling pastoral jangka pendek. Menurut Howard W. Stone,
konseling pastoral jangka pendek dapat dilakukan hanya satu atau dua kali pertemuan.
Berbeda dengan extended counseling atau konseling pastoral jangka panjang yang dapat
memakan waktu lebih dari satu tahun. Konseling pastoral jangka pendek memerlukan
waktu untuk proses konseling lebih singkat, namun memberikan hasil yang sama bahkan
melebihi dari metode extended counseling. Metode konseling pastoral jangka pendek
juga sama efektifnya dengan metode extended counseling dalam membantu konseli
menemukan jalan keluar atas masalahnya. Managemen permasalahan, pemberian
homework setelah sesi pertemuan dalam konseling pastoral jangka pendek dapat
memicu seseorang untuk langsung melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya. Hal
ini merupakan sesuatu yang baru dalam konseling pastoral. Serta, dengan waktu
konseling yang lebih pendek dan efektif maka lebih banyak orang yang ditolong.
2. PERMASALAHAN Di gereja-gereja Amerika, konseling pastoral jangka pendek berkembang pesat
hingga saat ini. Di lain sisi, nampaknya gereja di Indonesia juga membutuhkan suatu
metode konseling pastoral yang sistematis dan terstruktur seperti konseling pastoral
jangka pendek. Hal ini terlihat dari beberapa kecenderungan jemaat untuk datang satu
atau dua kali saja, jemaat datang ketika masalah sudah terlalu besar, jemaat
mengharapkan dari pendeta dalam waktu yang singkat. Apalagi nampaknya metode
konseling pastoral jangka pendek dapat memberikan keringanan bagi orang-orang yang
mengalami permasalahan. Oleh karena itu, pertanyaan utama dalam penulisan kali ini
adalah Apakah metode konseling pastoral jangka pendek ini dapat diterapkan di
gereja-gereja Indonesia?
MILIK
UKD
W
-
6
Untuk dapat menjawab rumusan masalah tersebut maka muncul beberapa
pertanyaan pendukung lainnya:
2.1. Apakah itu konseling pastoral jangka pendek, bagaimana kemunculan dan
pertumbuhannya dalam konteks Amerika?
2.2. Apa saja landasan pemikiran dari pendekatan konseling pastoral jangka pendek?
2.3. Apakah pendekatan konseling pastoral jangka pendek relevan diterapkan di gereja-
gereja Indonesia? Jika relevan bagaimana menerapkan pendekatan ini di gereja-
gereja Indonesia?
3. TUJUAN PENULISAN 3.1. Tujuan utama
Untuk mendapatkan jawaban apakah metode konseling pastoral jangka pendek dapat
diterapkan gereja-gereja di Indonesia. Metode konseling pastoral jangka pendek
mungkin akan dikritik sebelum dapat diterima di Indonesia. Namun sebelum
menerapkannya perlu mempertimbangkan layak tidaknya metode ini dipakai di
Indonesia.
3.2. Tujuan pendukung
3.2.1 Mendapatkan informasi tentang latar belakang munculnya konseling pastoral
jangka pendek di konteks Amerika.
3.2.2 Mengetahui dasar pikiran dan metode konseling pastoral jangka pendek.
3.2.3 Mendapatkan cara menerapkan metode konseling pastoral jangka pendek untuk
konteks gereja-gereja di Indonesia.
4. JUDUL TULISAN. Berdasar permasalahan yang dibahas pada skripsi ini, maka penulis memberikan
judul:
Konseling Pastoral Jangka Pendek serta Relevansinya
bagi Gereja-gereja di Indonesia
MILIK
UKD
W
-
7
5. METODE PENELITIAN Dalam proses penulisan kali ini, penulis akan menggunakan metode diskriptif-analitis,
yaitu dengan cara memaparkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh, melalui studi
literatur. Kemudian akan menganalisanya untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai metode dan pelaksanaan konseling pastoral di gereja-gereja
Indonesia.
6. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini dituliskan mengenai latar belakang permasalahan,
permasalahan, tujuan penulisan, judul tulisan, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II KONSELING PASTORAL JANGKA PENDEK
Meliputi latar belakang, lahir dan perkembangan konseling pastoral jangka
pendek di konteks Amerika. Beberapa dasar pemikiran yang melandasi
(konsep teologi yang melandasi serta metodenya). Perlunya mendiskusikan
hal ini karena titik awal metode konseling pastoral jangka pendek adalah di
Amerika.
BAB III TINJAUAN TERHADAP KONSELING PASTORAL JANGKA PENDEK
Bab ini akan diisi dengan gambaran mengenai konteks masyarakat di
Indonesia serta pelaksanaan konseling pastoral gereja-gereja di Indonesia.
Berikutnya penulis akan menganalisa pemikiran dan pendekatan konseling
pastoral jangka pendek yang ada pada bab II.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dan relevansi konseling pastoral jangka
pendek di gereja-gereja Indonesia. Serta melihat bagaimana menerapkan
metode konseling pastoral jangka pendek dalam pelaksanaan
pendampingan dan konseling pastoral di gereja-gereja Indonesia.
MILIK
UKD
W