upaya.doc

141
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam segala aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pimpinan perusahaan. Dan sering mendengar berbagai nama serikat pekerja/buruh salah satu diantaranya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang bisa membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Serikat pekerja/buruh adalah sebagai wadah organisasi pekerja/buruh yang memegang peranan penting dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Pasal 87 UU No. 2 tahun 2004 secara tegas memberi wewenang kepada serikat pekerja/buruh menjadi kuasa hukum untuk beracara di pengadilan hubungan industrial untuk mewakili anggotanya. Disamping wewenang tersebut, serikat pekerja/buruh juga tetap diberikan wewenang untuk mewakili pekerja/buruh yang menjadi anggotanya dalam perundingan-perundingan dengan pihak pengusaha. Maka dari itu sangat penting sekali untuk pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan untuk masuk menjadi anggota organisasi pekerja/buruh, untuk meletakkan hak pekerja/buruh pada porsi yang lebih baik. 1

Transcript of upaya.doc

Page 1: upaya.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam segala aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul

perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pimpinan perusahaan. Dan

sering mendengar berbagai nama serikat pekerja/buruh salah satu diantaranya

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang bisa membantu

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Serikat pekerja/buruh adalah sebagai wadah organisasi pekerja/buruh yang

memegang peranan penting dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial,

Pasal 87 UU No. 2 tahun 2004 secara tegas memberi wewenang kepada serikat

pekerja/buruh menjadi kuasa hukum untuk beracara di pengadilan hubungan

industrial untuk mewakili anggotanya. Disamping wewenang tersebut, serikat

pekerja/buruh juga tetap diberikan wewenang untuk mewakili pekerja/buruh yang

menjadi anggotanya dalam perundingan-perundingan dengan pihak pengusaha.

Maka dari itu sangat penting sekali untuk pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan-

perusahaan untuk masuk menjadi anggota organisasi pekerja/buruh, untuk

meletakkan hak pekerja/buruh pada porsi yang lebih baik.

Pekerja/buruh sebagai warga Negara Indonesia mempunyai persamaan

kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,

mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan dan

menjadi anggota serikat pekerja/buruh. serikat pekerja/buruh merupakan mitra kerja

bagi pengusaha, aktivitas yang dilakukan tidak hanya memperjuangkan kepentingan

anggota untuk peningkatan kesejahteraannya, tetapi juga membantu peningkatan

partisipasinya dalam rangka menjaga kelangsungan dan pengembangan usaha

perusahaan. Dengan demikian, kehadiran serikat pekerja/buruh di perusahaan tidak

menambah masalah bagi perusahaan, tetapi dapat membantu menyelesaikan

1

Page 2: upaya.doc

masalah yang dihadapi perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan

disiplin dan etos kerja. Hal ini sekaligus dapat menghilangkan pandangan negatif

terhadap serikat pekerja/buruh, tetapi kehadirannya membawa angin segar yang

sangat diperlukan dalam pertumbuhan usaha guna menumbuh kembangkan

hubungan industrial yang sehat dan dinamis, dibutuhkan serikat pekerja/buruh yang

bertanggungjawab, demokratis, dan dan dikelola oleh pimpinan perusahaan yang

professional. Dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing diharapkan agar

kedua belah pihak saling memahami dan menghormati kepentingan pihak lainnya.

Namun kenyataannya bahwa perselisihan antara pekerja/buruh dan perusahaan

yang tidak dapat dihindari. Perselisihan perburuhan yang terjadi antara pekerja/buruh

dengan pengusaha sering mengarah kepada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Gejala PHK perlu menjadi perhatian utama pemerintah karena hal ini dapat

memperbesar angka pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat. PHK

dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati bersama

atau diperjanjikan sebelumnya, dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan

perburuhan yang biasanya merugikan pekerja/buruh.

Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah dengan segala

upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK, disadari atau tidak PHK

merugikan kedua belah pihak yaitu antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Bagi

pekerja/buruh dengan berakhirnya hubungan kerja berarti kehilangan mata

pencaharian dan merupakan permulaan dari segala kesengsaraan, bila tidak segera

mendapat pekerjaan kembali di tempat lain, sedangkan bagi perusahaan terjadinya

PHK merupakan suatu kerugian karena harus melepaskan tenaga kerjanya yang

selama ini sadar atau tidak sadar sudah dilatih dengan mengeluarkan ongkos yang

banyak dan sudah mengetahui cara-cara kerja yang dibutuhkan pengusaha. Apabila

segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK

wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan

2

Page 3: upaya.doc

pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota

serikat pekerja/buruh agar tidak merugikan semua pihak.

Dengan demikian jelaslah bahwa keberadaan serikat pekerja/buruh sangat

penting artinya dalam rangka memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan

kepentingan pekerja/buruh serta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Berdasarkan hal-hal yang telah

diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul

“Tanggung Jawab Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang

Kabupaten Karawang Dalam Pendampingan Pekerja/Buruh yang Terkena

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.1

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana peranan serikat pekerja/buruh FSPMI cabang Kabupaten

Karawang dalam dalam proses pendampingan terhadap pekerja/buruh yang

mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

b. Bagaimana hambatannya yang mempengaruhi serikat pekerja/buruh FSPMI

dalam proses pembelaan pekerja/buruh yang terkena Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK)

c. Upaya seperti apa yang dilakukan serikat pekerja/buruh FSPMI untuk

mengatasi proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap

pekerja/buruh.

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peranan serikat pekerja/buruh FSPMI cabang Kabupaten

Karawang dalam dalam proses pendampingan terhadap pekerja/buruh yang

mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Serikat Pekerja/Buruh

3

Page 4: upaya.doc

b. Untuk mengetahui hambatannya yang mempengaruhi serikat pekerja/buruh

FSPMI dalam proses pembelaan pekerja/buruh yang terkena Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK)

c. Untuk mengetahui upaya seperti apa yang dilakukan serikat pekerja/buruh

FSPMI untuk mengatasi proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap

pekerja/buruh.

D. Mamfaaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun praktis.

Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi

secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan secara praktis berarti hasil

penelitian memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan

kedepan

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi

ilmu hukum pada umumnya dan pada bidang hukum hukum ketenagakerjaan

khususnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi

kalangan akademisi dan praktisi dalam penjabaran mengenai Tanggung

Jawab Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Kabupaten

Karawang Dalam Pendampingan Pekerja/Buruh yang Terkena Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan. Selain itu juga memberikan masukan bagi

pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha dan pekerja/buruh, serta serikat

pekerja/buruh mengenai meminimalisir perselisihan hubungan industrial

dalam kasus PHK.

E. Kerangka Pemikiran

Partisipasi pekerja dalam hubungan industrial dapat dilakukan secara langsung

dan atau melalui sistem perwakilan dalam bentuk serikat pekerja. Sebab itu,

partisipasi pekerja dalam hubungan industrial, juga merupakan perwujudan hak dan

4

Page 5: upaya.doc

kebebasan pekerja berorganisasi dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh

Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang dan peraturan lainnya.

Indonesia telah dengan susah payah berjuang untuk merebut kemerdekaan dari

penjajah termasuk untuk memperoleh pengakuan atas hak-hak mengatur Negara

sendiri. Setelah berhasil merebut kemerdekaan tersebut, para pendahulu dan

pejuang bangsa dalam preambul dan pasal-pasal Undang-undang Dasar 1945,

secara tegas dan eksplisit menyatakan bahwa:

- Kemerdekaan adalah hak segala bangsa;

- Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan;

- Pemerintah menjamin hak berorganisasi dan hak berbicara;

- Pemerintah menjamin kebebasan setiap orang memeluk agama yang

diyakininya dan beribadah menurut iman kepercayaannya;

- Pemerintah menjamin kebebasan memilih pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuannya;

- Tiap orang termasuk yang sudah bekerja, berhak mendapat pendidikan dan

pelatihan.

Dapat disimpulkan bahwa Undang-undang Dasar 1945 menjamin pekerja untuk

membentuk atau menjadi anggota serikat pekerja. Di setiap perusahaan perlu

dibentuk serikat pekerja bukan saja untuk mengakomodasikan hak mereka untuk

membentuk serikat pekerja, akan tetapi karena serikat pekerja mempunyai peranan

yang sangat penting. 2

Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan

kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak

pengusaha. Keberhasilan tergantung dari kesadaran para pekerja untuk

mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat.

2 Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2011), hal. 19

5

Page 6: upaya.doc

Sebaliknya semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan

tugasnya. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam

suatu wadah atau organisasi.3

Pada dasarnya Hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja/buruh dengan

pengusaha/majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja/buruh dengan

pengusaha/majikan, dimana pekerja/buruh menyatakan kesanggupannya untuk

bekerja pada pengusaha/majikan dengan menerima upah dan dimana

pengusaha/majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan

pekerja/buruh dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut

perjanjian kerja istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai

kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk

bekerja . perjanjian kerja harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan

dengan hubungan kerja itu, yakni hak dan kewajiban pekerja/buruh serta

pengusaha/majikan. Ketentuan-ketentuan ini dapat pula ditetapkan dalam peraturan

pengusaha/majikan yaitu peraturan yang secara sepihak ditetapkan oleh

pengusaha/majikan (reglement) juga disebut peraturan perusahaan, serta dalam

suatu perjanjian, hasil musyawarah antara organisasi pekerja/buruh dengan pihak

pengusaha/majikan yang disebut perjanjian perburuhan.4

Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian

kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

atau lisan. Jadi, hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha

dengan pekerja/buruh (karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian,

hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja

adalah sesuatu yang konkret atau nyata. Dengan adanya perjanjian kerja, akan ada

3 Lalu Husni, SH., M. Hum, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 37-384 Prof. Imam Soepomo, SH, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 70-71

6

Page 7: upaya.doc

ikatan antara pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan lain, ikatan karena adanya

perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.

Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh (karyawan)

dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan

kewajiban para pihak (Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Ketenagakerjaan).

Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan (Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

Ketenagakerjaan).

Syarat sahnya perjanjian kerja, mengacu pada syarat sahnya perjanjian perdata

pada umumnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata,

Burgerlijke Wetbook), pengertian perjanjian kerja (arbeidsovereenkomst) terdapat

dalam Pasal 1601 a, yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang satu (buruh),

mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan), selama waktu tertentu

dengan menerima upah. Pengertian tersebut terkesan hanya sepihak saja, yaitu

hanya buruh yang mengikatkan diri untuk bekerja pada majikan (pengusaha). Prof.

Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja seharusnya adalah suatu perjanjian di

mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak lain

(majikan) selama waktu tertentu dengan menerima upah dan pihak lain (majikan)

mengikatkan diri untuk mempekerjakan pihak yang satu (buruh) dengan membayar

upah.

Sementara Prof. Subekti memberikan pengertian, perjanjian kerja adalah suatu

perjanjian antara seorang majikan yang ditandai dengan ciri-ciri adanya upah atau

gaji tertentu, adanya suatu hubungan atas bawah (dietsverhouding), yakni suatu

hubungan atas dasar pihak yang satu, majikan berhak memberikan perintah yang

harus harus ditaati oleh pihak lainnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian kerja, setidak-

tidaknya mengandung empat unsur, yaitu ada unsur pekerjaan, ada upah, dan ada

(di bawah) perintah serta ada waktu tertentu. Dengan dipenuhinya unsur tersebut,

7

Page 8: upaya.doc

jelaslah ada hubungan kerja baik yang dibuat dalam bentuk perjanjian kerja tertulis

maupun lisan.5

Dalam melakukan hubungan kerja sudah pasti terjadi persamaan dan

perbedaan, dan dapat melahirkan perselisihan, pertentangan, dan konflik. Dalam

bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

biasanya berpokok pada pemutusan hubungan kerja (PHK), masalah mengenai

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu menarik untuk dikaji dan ditelaah lebih

mendalam. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah memiliki pengaturan tersendiri.

Namun, undang-undang yang mengatur mengenai PHK tersebut juga memiliki

beberapa kelemahan. Karena law inforcement yang terdapat di lapangan juga masih

sangat rendah, sehingga infrastruktur penegakan hukum tidak mampu untuk

melaksanakan apa yang sudah diatur dalam undang-undang. Dalam literatur hukum

ketenagakerjaan dikenal adanya beberapa jenis pengakhiran hubungan kerja (PHK),

yaitu: PHK oleh pengusaha, PHK oleh pekerja, PHK demi hukum, dan PHK oleh

pengadilan.6

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dan empiris

a. Jenis penelitian secara normatif dilakukan dengan mempelajari norma-

norma yang ada atau peraturan perundang-undangan yang erat

kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas

b. Jenis penelitian secara empiris dilakukan dengan melihat bagaimana

tanggung jawab serikat pekerja/buruh dalam melakukan proses

pendampingan terhadap pekerja/buruh yang terkena PHK

2. Sumber dan data penelitian

5 Andrian Sutedi, SH., MH, Hukum Perburuhan , (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 45-486 Andrian Sutedi, SH., MH, Hukum Perburuhan , (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 56-66

8

Page 9: upaya.doc

Sumber data yang diperoleh yaitu data primer dan data sekunder, adalah

sebagai berikut :

a. Sumber data primer, diperoleh dari penelitian lapangan

b. Sumber data sekunder terdiri dari :

1) Bahan hukum primer antara lain :

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan

d) Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat

Pekerja/ Serikat Buruh

e) Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2) Bahan hukum sekunder terdiri dari :

Buku literature, makalah, artikel-artikel, jurnal, surat kabar dan

situs internet yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

3) Bahan hukum tersier terdiri dari :

a) Kamus Bahasa Indonesia

b) Kamus Bahasa Inggris

c) Kamus Hukum

3. Teknik pengumpulan data

a. Studi pustaka

Yaitu peneliti melakukan penelusuran kepustakaan guna

mendapatkan data yang relevan dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

b. Wawancara

9

Page 10: upaya.doc

Adalah teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung

dengan narasumber guna mendapatkan data yang sesuai dengan

penelitian yang sedang dilakukan.

c. Dokumentasi

Adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen yang

berupa arsip atau naskah lainnya yang diperoleh dari instansi yang

berhubungan dengan penelitian.

4. Lokasi Penelitian

Diwilayah Kantor Serikat Pekerja PC SPAMK FSPMI Cabang Karawang

5. Penyusunan dan Metode Analisa

Setelah data terkumpul dan tersusun, maka dilakukan analisis deskriptif yaitu

dengan cara memaparkan dan menafsirkan data dalam bentuk kalimat secara

subtantif dan sistematis, yang akhirnya pembahasan ini akan menuju pada suatu

kesimpulan terhadap permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat diperoleh

suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat bab satu dengan bab

yang lainnya.maka penulis membagi penyusunan skripsi ini dalam 5 (lima) bab

dengan pembagian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat sub-sub bab

yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat

penelitian, kerangka pemikiran, metode pemikiran, sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI DAN YURIDIS

Bab ini menjelaskan mengenai Hak-hak pekerja jika di-PHK yaitu

Pengertian dan pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) yang terlarang, Prosedur Pemutusan Hubungan

10

Page 11: upaya.doc

Kerja (PHK), Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan

kompensasinya,Pengaturan mengenai kompensasi PHK, Sanksi

pelanggaran hak-hak perkerja yang Ter-PHK, dan penyelesaian

perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta tentang serikat

pekerja/buruh yang terdiri dari, Profil gerakan buruh indonesia, Pengertian

serikat pekerja, Fungsi, tujuan, dan peran serikat pekerja, Nilai-nilai dan

prinsip-prinsip serikat pekerja/buruh, dasar hukum yang mendasari syarat

dan prosedur pendirian serikat pekerja/buruh.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menggambarkan mengenai obyek yang diteliti meliputi : sejarah

serikat pekerja/buruh FSPMI, tugas dan wewenang serikat pekerja/buruh,

peranan serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan, dan peranan

serikat pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial.

BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan dari identifikasi masalah meliputi : peranan

serikat pekerja/buruh FSPMI cabang Kabupaten Karawang dalam dalam

proses pendampingan terhadap pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, hambatannya yang mempengaruhi serikat

pekerja/buruh FSPMI dalam proses pembelaan pekerja/buruh yang terkena

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan upaya yang dilakukan serikat

pekerja/buruh FSPMI untuk mengatasi proses Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) terhadap pekerja/buruh.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini merupakan bab yang mengakhiri pembahasan dalam

penulisan ini, yang berisikan Kesimpulan dan Saran.

11

Page 12: upaya.doc

BAB II

LANDASAN TEORI DAN YURIDIS

A. HAK-HAK PEKERJA JIKA DI-PHK

a. Pengertian dan Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja (pemberhentian pegawai) adalah pemutusan

hubungan kerja baik untuk sementara maupun untuk selamanya yang dilakukan oleh

perusahaan atas permintaan pegawai atau karena kehendak pihak perusahaan,

yang bertujuan untuk mempertahankan efektivitas dan efisiensi organisasi

perusahaan.7

Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketengagakerjaan memberikan

pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan

pengusaha (Pasal 1 angka 25), hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,

pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Menurut pasal 61 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang tenagakerjaaan

perjanjian kerja dapat berakhir apabila:

Pekerja meninggal dunia

Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir

Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap

Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian

kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

7Dr. A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Drs., M. Si. Psi, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 165

12

Page 13: upaya.doc

Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang

ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah

pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.8

Para ahli memberikan pandangan tersendiri terkait PHK yaitu :

Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah

pengembalikan karyawan ke masyarakat, sedangkan

Menurut Hasibun (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja

seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan).

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa PHK

merupakan pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara

karyawan dan perusahaan (organisasi) tidak ada hubungan lagi.9

Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

(PPHI). Dengan berlakunya UU PPHI 2004 tersebut, Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan (P3) dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, untuk peraturan pelaksanaan

kedua Undang-Undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan UU PPHI 2004.

Pasal 150 UU Ketenagakerjaan 2003 yang menyebutkan, “ketentuan mengenai

pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan

kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun

milik Negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai

8 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan9 http://pengertian PHK menurut para ahli.com

13

Page 14: upaya.doc

pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan

dalam bentuk lain.”10

b. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terlarang

Pasal 153 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha dilarang melakukan pemutusan

hubungan kerja dengan alasan:

1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan

dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-

menerus;

2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi

kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku:

3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

4. Pekerja/buruh menikah;

5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan. Gugur kandungan, atau

menyusui bayinya;

6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan

dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama;

7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat

pekerja/buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/buruh di

luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau

berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

10 Rocky Marbun,SH., MH, Jangan Mau di PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 76

14

Page 15: upaya.doc

8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib

mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana

kejahatan;

9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,

atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter

yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Jika PHK dengan alasan seperti disebutkan pada pasal 153 ayat (1), PHK berarti

batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang

bersangkutan. Namun, apabila pengusaha akan melakukan PHK, maka terlebih

dahulu harus merundingkannya dengan serikat pekerja/buruh atau dengan

pekerja/buruh yang bersangkutan jika tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh.

Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha

hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan pekerja/buruh setelah

memperoleh penetapan dari lembaga peyelesaian perselisihan hubungan industrial

(pasal 151 ayat 3). Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan dari lembaga yang

berwenang batal demi hukum, kecuali alasan-alasan sebagaimana diatur dalam

pasal 154.11

c. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 mengatur tata cara pelaksanaan PHK

sehingga ada acuan yang dapat digunakan oleh pekerja/buruh untuk mencermati

keputusan PHK yang dilakukan pehak pengusaha/perusahaan. Undang-undang

Ketengakerajaan 2003 mewajibkan kepada pihak pengusaha/perusahaan untuk

terlebih dahulu mengajukan permohonan izin melakukan PHK kepada Lembaga

Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI).

11 Lalu Husni, SH., M. Hum, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 177-179

15

Page 16: upaya.doc

Selama masa menunggu keputusan dari LPPHI, baik pengusaha meupun

pekerja tetap menjalankan kewajibannya seperti semula. Kecuali jika pengusaha

melakukan skorsing kepada pekerja/buruh, pekerja/buruh tetap menerima upah

beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima.

Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 Pasal 154 penetapan atas

permohonan izin PHK hanya akan dikeluarkan jika dalam perundinganantara

pengusaha dan pekerja/buruh mengalami kegagalan. Namun, penetapan izn

tersebut tidak diperlukan jika kondisinya sebagai berikut.

1. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

2. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas

kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari

pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja

waktu tertentu untuk pertama kali;

3. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjiankerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau

peraturan perundang-undangan; atau

4. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Perlu diperhatikan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 152 Undang-undang

Ketenagakerjaan 2003 bahwa permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja

tersebut harus diajukan secara tertulis kepada Lembaga Penyelesaian Hubungan

Industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Dengan demikian, pekerja yang

akan di PHK-kan mengetahui alasan-alasan yang dijadikan dasar oleh

perusahaan/pengusaha.

Berdasarkan Pasal 155 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan 2003,

pengusaha dapat melakukan penyimpangan berupa tindakan skorsing kepada

pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap

wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

16

Page 17: upaya.doc

Berdasarkan KEPMENAKER No. 78 Tahun 2001 ditegaskan bahwa

pekerja/buruh berhak paling sedikit sebesar 75% dari upah yang diterimanya dengan

jangka waktu paling lama enam bulan. Namun, setelah masa skorsing tersebut

berakhir, pengusaha tidak berkewajibaan membayar upah, kecuali ditetapkan lain

oleh panitia daerah atau panitia pusat.

Selam proses pengajuan permohonan izin PHK oleh pengusaha, dan

pekerja/buruh tidak dapat memenuhi segala kewajibannya karena dilarang oleh

pengusaha dan pengusaha tidak melakukan skorsing. Pengusaha wajib membayar

upah pekerja selama dalam proses sebesar 100%. Namun, jika pengusaha dan

pekerja tidak dapat memenuhi segala kewajibannya yang disebabkan bukan karena

pekerja/buruh dilarang bekerja oleh pengusaha atau bukan atas kemauan

pekerja/buruh sendiri, pengusaha wajib membayar upah pekerja selama dalam

proses sebesar 75%.12

d. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kompensasinya

a) PHK atas inisiatif pengusaha

Dalam sejumlah pasal Undang-undang Ketengakerjaan mengatur tentang hak

pengusaha/pemberi kerja untuk memberhentikan pekerjaannya berdasarkan

sejumlah alasan dan pertimbangan. Namun ini harus terlebih dahulu melalui

berbagai upaya pencegahan dan pembinaan. Untuk melakukan PHK juga harus

melalui prosedur dan disertai alasann-alasan yang kuat. PHK yang dilakukan

pengusaha disebabkan oleh banyak faktor.

1. Pekerja melakukan pelanggaran/kesalahan berat

Pasal 158 ayat (1) UUKK menunjukkan pelanggaran atau kesalahan berat yang

dapat dijadikan alasan PHK. Ketentuan pasal 158 dan juga pasal 159 UUKK

sebenarnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan

dengan UUD 1945. Yang dimaksudkan dengan kesalahan berat yang semula diatur

dalam pasal ini adalah:

12 Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 82-84

17

Page 18: upaya.doc

- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang

milik perusahaan;

- Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perusahaan;

- Mabuk, minum-minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau

mengedarkan narkotika, spikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan

kerja;

- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

- Menyerang/menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja

atau pengusaha di lingkungan kerja;

- Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

- Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha

dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

- Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara melakukan perbuatan lainnya

di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih

Kesalahan berat yang dipakai sebagai alasan dalam PHK harus didukung pula

oleh bukti-bukti sebagai berikut.

- Pekerja tertangkap tangan saat melakukan pelanggaran

- Pekerja mengakui perbuatannya tanpa tekanan

- Adanya laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di

perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya

dua orang saksi

Pekerja yang di PHK berdasarkan alasan tersebut berhak menerima uang

penggantian hak meliputi:

- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

18

Page 19: upaya.doc

- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke

tempat di mana pekerja/burh diterima bekerja;

- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan

15% dari uang pesangon dan/atau penghargaan masa kerja bagi yang

memenuhi syarat; dan

- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama.

Apabila pekerja tersebut tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan

pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan

pasal 156 ayat (4) diberikan juga uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya

diatur dalam perjanjian kerja/PP/PKB. Dalam pasal 159 Undang-undang

Ketenagakerjaan mengatur apabila pekerja yang di-PHK dengan alasan telah

melakukan pelanggaran berat tersebut tidak menerima keputusan yang demikian,

maka pekerja tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan

Industrial.

Contoh:

Y sudah bekerja pada PT. Mandiri yang berkantor pusat di Jakarta. Ia ditempatkan di

cabang Banjarmasin. Upah pokok per bulan : Rp 3.000.000,-. Selain itu ia juga

diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 500.000,-/bulan

- Tunjangan keluarga : Rp 200.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja : Rp 200.000,-/bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp 40.000,-/hari

Jumlah : Rp 3.900.000,-

Pada tahun ke-6, Y meminum minuman keras yang memabukan di lokasi

perusahaan. Tindakannya itu tertangkap tangan oleh petugas satpam perusahaan.

Atas kesalahan tersebut pihak perusahaan melakukan PHK terhadap Y. Apabila

terbukti di pengadilan bahwa yang bersangkutan melakukan hal yang dituduhkan

19

Page 20: upaya.doc

tersebut maka ia tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang penghargaan

masa kerja kecuali uang penggantian hak yaitu sebesar:

- Cuti tahunan yang belum dibayar dan belum gugur

12/30 x Rp 3.900.000 = Rp 1.560.000,-

- Transportasi dari Banjarmasin ke Jakarta = Rp 600.000,-

Jumlah = Rp 2.160.000,-

Sebaliknya bila tuduhan tersebut tidak terbukti maka pengusaha wajib

mempekerjakan Y kembali. Dan, secara hukum Y dapat menuntut balik pengusaha

yang telah menuduhnya melakukan kejahatan.

2. Pekerja melakukan tindak pidana

PHK juga dapat diadakan oleh pengusaha terhadap pekerja yang setelah

enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan layaknya pekerja karena yang

bersangkutan tersangkut dalam proses perkara pidana bukan karena aduan

pengusaha. Menurut pasal 160 UUKK ada syarat yang harus dipenuhi untuk

PHK dengan alasan tersebut, yakni:

- Bila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa enam bulan,

dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib

mempekerjakan kembali pekerja/buruh bersangkutan

- Bila pengadilan memutuskan perkara sebelum enam bulan dan

pekerja/buruh bersangkutan dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat

melakukan PHK kepada pekerja/buruh bersangkutan tanpa harus

mendapat penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial.

Hak pekerja/ buruh yang ter-PHK, karena dijerat pidana tersebut mendapat

uang penghargaan masa kerja satu kali penentuan dan uang penggantian hak

sesuai ketentuan

Pasal 160

1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga

melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka

20

Page 21: upaya.doc

pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan

kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima

perseratus) dari upah;

b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima

perseratus) dari upah;

c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima

perseratus) dari upah;

d. Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh

lima perseratus) dari upah.

2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling

lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh

ditahan oleh pihak yang berwajib.

3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap

pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan

pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6

(enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan

pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib

mempekerjakan pekerja/buruh kembali.

5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6

(enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka

pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan.

21

Page 22: upaya.doc

6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan

ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial.

7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami

pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan

ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156

ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156

ayat (4).

Pemutusan hubungan kerja dalam kasus seperti ini dilakukan tanpa

penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dan oleh

karenanya pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh tersebut berupa

uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Contoh :

Y bekerja pada PT X di Jakarta, ia ditempatkan di Manado. Uapah pokoknya per

bulan sebesar : Rp. 6.000.000,- selain itu ia juga diberikan tunjanagn antara lain:

- Tunjangan jabatan (tetap) : Rp. 900.000,- /bulan

- Tunjangan keluarga (tetap) : Rp. 600.000,- /bulan

- Tunjangan masa kerja (tetap) : Rp. 300.000,- /bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp. 60.000,- /hari

Jumlah upah + tunjangan tetap Y/bulan : Rp. 7.800.000,-

Ia diberhentikan tahun ke-3 karena ditahan oleh pihak berwajib dengan sangkaan

melakukan tindak pidana. Setelah enam bulan kenudian terbukti Y melakukan

tindak pidana yang dimaksud. Kompensasi PHK yang diterima Y mangacu pada

pasal 160 UUKK yakni berupa uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak.

- Uang penghargaan masa kerja kedua bulan upah :

2 x Rp. 7.800.000,- = Rp. 15.600.000,-

- Besarnya uang penggantian hak :

22

Page 23: upaya.doc

Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur :

12/30 x Rp. 7.800.000,- = Rp. 3.120.000,-

Uang biaya transportasi dari Manado ke Jakarta

= Rp. 1.000.000,-

Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan :

15% x Rp. 15.600.000,- = Rp. 2.340.000,-

Jumlah = Rp. 22.060.000,-

3. Pekerja indisipliner

Pasal 161 ayat (1) menunjukkan bahwa PHK dapat dilakukan pengusaha karena

pekerja/buruh yang bersangkutan melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur

dalam perjanjian kerja bersama, PP, PKB.

Langkah ini diambil setelah pengusaha memberikan surat penrinagatan pertama,

kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Inilah yang dimaksudkan dengan PHK

karena melakukan pelanggaran disiplin. Pekerja/buruh bersangkutan berhak

mendapat uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan

penggantian hak.

Pasal 161

1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,

pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua,

dan ketiga secara berturut-turut.

2) Surat peringatan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) masing-masing

berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

23

Page 24: upaya.doc

3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar

1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja

sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak

sesuia ketentuan pasal 156 ayat (4).

Contoh :

Y telah diterima bekerja pada PT X di Batam. Upah pokoknya per bulan adalah Rp.

1.600.000,- selain itu juga diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan (tetap) : Rp. 300.000,-

/bulan

- Tunjangan keluarga (tetap) : Rp. 150.000,- /bulan

- Tunjangan masa kerja (tetap) :`Rp. 200.000,- /bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp. 15.000,- /hari

Total : Rp. 2.250.000,-

Pada tahun ke-4 ia melakukan pelanggaran disiplin. Atas dasar itu pimpinannya

mem-PHK Y. sesuai ketentuan pasal 161 UUKK, kompensasi yang diterima Y adalah

berupa :

- Uang pesangon : (1 x ketentuan) = lima bulan upah

5 x Rp. 2.250.000,- = Rp. 11.250.000,-

- Uang penghargaan masa kerja (1 x ketentuan) = dua bulan upah

2 x Rp. 2.250.000,- = Rp. 4.500.000,-

- Uang penggantian hak :

Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

12/30 x Rp. 2.250.000,- = Rp. 900.000,-

Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan

sebesar 15% x (Rp. 11.250.000) + Rp. 4.500.000= Rp 2.362.500,-

Total = Rp. 19.012.500,-

4. Pekerja Mangkir

24

Page 25: upaya.doc

Menurut pasal 168 ayat (1) UUKK, pekerja yang 5 (lima) hari kerja atau lebih

berturut-turut tanpa keterangan tertulis, setelah dipanggil pengusaha dua kali secara

patut dan tertulis, dapat di PHK karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Dan

pekerja tersebut berhak atas uang pengganti hak dan uang pisah.

Namun, bila pada hari pertama kerja masuk kerja dan langsung menyerahkan

surat keterangan yang sah, yang menjelaskan alasan mengapa ia tidak masuk kerja,

maka pengusaha tidat dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan PHK.

Pasal 168

1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-

turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah

dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis

dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana simaksuddalam ayat

(1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk

kerja.

3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dala ayat (1)

pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak

sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya

dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama.

Contoh:

Y adalah pekerja pada Yayasan Pelita Nusa di Bandung dan ditempatkan di

Yogyakarta. Upah pokoknya per bulan Rp. 1.500.000,-‘ Selain itu, ia juga diberikan

tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan = Rp. 300.000,- /bulan

- Tunjangan keluarga = Rp. 150.000,- /bulan

- Tunjangan masa kerja = Rp. 150.000,- /bulan

- Tunjangan makan dan transportasi = Rp. 25.000,- /hari

25

Page 26: upaya.doc

Gaji setiap bulan = Rp. 2.100.000,-

Pada tahun ke-3 ia mangkir selama lima hari berturut-turut tanpa pemberitahuan

kepada perusahaan. Perusahaan pun sudah memanggilnya secara tertulis, namun Y

tetap tidak hadir kerja.dengan alasan tersebut Yayasan Pelita Nusa mem-PHK Y

karena dianggap telah mengundurkan diri. Karena Y dianggap mengundurkan diri, ia

hanya berhak mendapat uang penggantian hak dan uang pisah. Besarnya uang

penggantian hak dan uang pisah.

- Cuti tahunan yang belum dibayarkan dan belum gugur

12/30 x Rp. 2.100.000,- = Rp. 840.000,-

- Transportasi (tiket) dari Yogyakarta ke Bandung= Rp. 700.000,-

Jumlah = Rp. 1. 540.000,-

5. Perusahaan Jatuh Pailit

Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja karena perusahaan pailit,

dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar satu kali ketentuan,

uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan, dan uang penggantian

hak sesuai ketentuan pasal 165 Undang-undang Ketenagakerjaan.

Pasal 165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang

pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan

masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian

hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Contoh:

Y telah bekerja pada perusahaan di Tanggerang Banten selama 9 tahun dengan

jabatan sebagai kepala personalia. Setiap bulan Y mendapat gaji tetap Rp

8.000.000,- selain itu ia juga diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 900.000,-/bulan

- Tunjangan keluarga : Rp 500.000,-/bulan

26

Page 27: upaya.doc

- Tunjangan masa kerja : Rp 250.000,-/bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp 40.000,-/hari

Total : Rp 9.650.000,-

Pada tahun ke-9 perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Semua pekerja kemudian di

PHK termasuk Y. sesuai ketentuan pasal 165 Undang-undang Ketenagakerjaan,

kompensasi yang diterima Y adalah sebagai berikut:

- Pesangon (1 x ketentuan) = Sembilan bulan upah 9 x Rp 9.650.000,-

= Rp 86.850.000,-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan) = 4 bulan upah Rp 4 x Rp

9.650.000,- = Rp 36.600.000,-

- Uang penggantian hak :

Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur 12/30 x Rp

9.650.000,- = Rp 3.860.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan 15% x

(9 x Rp 9.650.00,- + 4 x 9.650.000,-) = Rp 18.817.500,-

Total = Rp 148.127.500,-13

6. Perusahaan tutup disebabkan mengalami kerugian secara terus-menerus selama

dua tahun atau keadaan memaksa (force majeur)

Kadang-kadang pekerja kurang mengerti istilah keadaan memaksa (force

majeur) sehingga kenyataan ini sering dimamfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki

posisi yang kuat untuk menggunakan istilah tersebut.

Menurut Munir Fuady, keadaan memaksa (force majeur) adalah “keadaan saat

seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau

peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa

tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara itu si debitur

tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.”

13 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 63-74

27

Page 28: upaya.doc

Dalam pasal 61 huruf d Undang-undang Ketenagakerjaan 2003, yang dimaksud

keadaan memaksa adalah kejadian tertentu seperti bencana alam, kerusuhan sosial,

atau gangguan keamanan.

Pada keadaan memaksa, keadaan yang berubah membuat tidak mungkinnya

atau terhalangnya pemenuhan prestasi. Sementara itu, pada perubahan keadaan,

berubahnya keadaan menimbulkan keberatan untuk memenuhi perjanjian, karena

jika dipenuhi, salah satu pihak akan menderita kerugian.

Selain keadaan memaksa, kondisi keuangan suatu perusahaan yang

disimpulkan mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun dapat

melakukan PHK. Namun, pengusaha harus membuktikan terlebih dahulu dengan

laporan keuangan secara tertulis yang dilampirkan dalam permohonan izin PHK,

yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memang merugi.

Oleh karena itu, Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan kebebasan

kepada pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya dengan alasan karena perusahaan

tutup yang disebabkan mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun

atau keadaan memaksa (force majeur). Dalam hal ini pekerja berhak atas uang

pesangon sebesar satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali

ketentuan, dan uang penggantian hak. Untuk memastikan kerugian yang terus-

manerus perusahaan tersebut harus diaudit oleh akuntan publik.14

Pasal 164 ayat 1 dan 2

1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap

pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan

mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau

keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak

atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) uang

penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3)

dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

14 Rocky Marbun, SH., MH, Jngan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 98-100

28

Page 29: upaya.doc

2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit

oleh akuntan publik.

Contoh :

Y telah bekerja pada sebuah perusahaan di Batam selama 6 tahun dengan jabatan

sebagai kepala gudang. Ia ditempatkan di kantor cabang Jakarta. Setiap bulan Y

mendapat gaji tetap Rp 5.000.000,- selain itu ia juga diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 500.000,-/bulan

- Tunjangan keluarga :Rp 200.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja : Rp 150.000,-/bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp 50.000,-/hari

Total : Rp 5.850.000,-

Pada tahun ke-6 perusahaan tersebut mengalami kerugian. Semua pekerja di PHK,

termasuk Y. sesuai dengan ketentuan pasal 164 Undang-undang Ketenagakerjaaan,

kompensasi yang diterima Y adalah sebagai berikut

- Pesangon (1 x ketentuan)

7 x Rp 5.850.000,- = Rp 40.950.000,-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

3 x Rp 5.850.000,- = Rp 17.550.000,-

- Uang penggantian hak :

Cuti yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 5.850.000,- = Rp 2.340.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x (7

x Rp 5.850.000,- + 3 x Rp 5.850.000,-) = Rp 8.775.000,-

Biaya transportasi dari batam ke Jakarta = Rp 750.000,-

Total = Rp 70.365.000,-

7. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan

pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja

29

Page 30: upaya.doc

Sesuai dengan pasal 163 pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja

karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan

kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan

kerja. Bila keputusan ini diambil, maka pekerja bersangkutan berhak atas uang

pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan

uang penggantian hak.

Pasal 163 ayat 1

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan

kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia lagi melanjutkan

hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu)

kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali

ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156

ayat (4).

Contoh:

Enam tahun lalu Y direkrut oleh sebuah perusahaan di Cikarang sebagai manajer

keuangan. Pada tahun ke-6 upah pokoknya sudah mencapai Rp 4.000.000,-. Selain

itu ia juga diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 300.000,-/bulan

- Tunjangan keluarga : Rp 200.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja : Rp 100.000,-/bulan

- Tunjangan makan dan transportasi : Rp 40.000,-/hari

Total : Rp 4.600.000,-

Pada tahun ke-6 perusahaannya melebur ke perusahaan lain. Y tidak bersedia

bekerja di perusahaan baru (hasil peleburan). Ia memilih di-PHK. Dengan demikian,

sesuai ketentuan pasal 163 Undang-undang Ketenagakerjaan, kompensasi yang

diterima Y adalah sebagai berikut:

30

Page 31: upaya.doc

- Pesangon (1 x ketentuan) dengan masa kerja 6 tahun

(7 x Rp 4.600.000,-) = Rp 32.200.000.-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

3 x Rp 4.600.000,- = Rp 13.800.000,-

- Uang penggantian hak:

Cuti yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 4.600.000,- = Rp 1.840.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan, & perawatan :

15% x (7 x Rp 4.600.000,- + 3 x 4.600.000) = Rp 6.900.000,-

Total = Rp 54.740.000,-

8. PHK karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan

pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya

PHK dengan alasan demikian pekerja berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan

uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai

dengan pasal 163 ayat (2).

Pasal 163 ayat (2)

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

karena perubahan status, penggadungan, atau peleburan perusahaan, dan

pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka

pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156

ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam pasal 156 ayat

(3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4).

Contoh:

Masih terkait dengan contoh terakhir di atas bila Y masih mau bekerja di perusahaan

hasil penggabungan atau peleburan, namun manajemen baru tersebut tidak mau

mempekerjakannya kembali, maka penghitungan kompensasi PHK yang diterima Y

adalah sebagai berikut:

- Uang pesangon (2 x ketentuan)

31

Page 32: upaya.doc

2 x 7 x Rp 4.600.000,- = Rp 64.400.000,-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

3 x Rp 4.600.000,- = Rp 13.800.000,-

- Uang penggantian hak :

Cuti yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 4.600.000,- = Rp 1.840.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x

{(2 x 7 x Rp 4.600.000) (3 x Rp 4.600.000)} = Rp 11.730.000,-

Total = Rp 91.770.000,-

9. Perusahaan tutup atau pengurangan tenaga kerja (efisiensi), bukan karena

merugi atau alasan memaksa

PHK pun dapat dilakukan pengusaha terhadap pekerjanya karena perusahaan

tersebut ingin efisiensi atau perampingan organisasi perusahaan. Pekerja yang di

PHK berhak atas uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja

satu kali ketentuan dan uang penggantian hak.

Pasal 164 ayat 3

Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh

karean perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-

turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan

melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon

sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang panghargaan masa kerja

sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai

ketentuan pasal 156 ayat (4).

Contoh:

Seorang pekerja yang telah bekerja pada sebuah perusahaan selama 10 tahun

dengan jabatan sebagai manajer produksi. Ia ditempatkan di kantor cabang

Mataram. Setiap bulan ia mendapat upah pokoksebesar Rp 9.000.000,-. Selain itu ia

juga diberikan tunjangan antara lain:

32

Page 33: upaya.doc

- Tunjangan jabatan : Rp 400.000,-/bulan

- Tunjangan keluarga : Rp 250.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja : Rp 250.000,-/bulan

- Tunjangan makan & transportasi : Rp 50.000,-/hari

Total sebulan : Rp 9.900.000,-

Pada tahun ke-10 pekerja tersebut di-PHK karena perampingan dan bukan karena

perusahaan merugi atau karena force majure. Maka kompensasi yang diterima

pekerja bersangkutan sesuai ketentuan pasal 164 ayat (3) adalah sebagai berikut:

- Uang pesangon (2 xketentuan)

2 x 7 x Rp 4.600.000,- = Rp 64.400.000,-

- Pesangon (2 X ketentuan) dengan masa kerja 10 tahun

2 x 9 x Rp 9.900.000,- = Rp 178.200.000,-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

4 x Rp 9.900.000,- = Rp 39.600.000,-

- Uang pengganti hak:

Cuti yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 9.900.000,- = Rp 3.960.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x

{(2 x 9 x Rp 9.900.00,-) + (4 x Rp 9.900.000,-)}= Rp 32.670.000,-

Transportasi dari Mataram ke Jakarta = Rp 1.000.000.-

Total = Rp

255.430.000,-15

10. Pekerja sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja

Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan, cacat akibat kecelakaan kerja

dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan bisa

mengajukan pemutusan hubungan kerja. Kempenaker No. 150 Tahun 2000 pasal 2

15 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 75-79

33

Page 34: upaya.doc

ayat (5) menjelaskan maksud “keadaan sakit terus-menerus” sebagai a. sakit

menahun atau berkepanjangan sehingga tidak dapat menjalankan, pekerjaannya

secara terus-menerus; b. setelah sakit lama kemudian masuk bekerja kembali tetapi

tidak lebih sari 4 (empat) minggu kemudian sakit kembali. Sementara itu mengenai

kecelakaan kerja dijelaskan dalam UU Jamsostek pasal 1 angka 6, yang

menyebutkan bahwa “kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung

demgam hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan

berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang

biasa atau wajar dilalui.”

Pengertian cacat dijelaskan dalam UU Jamsostek pasal 1 angka 7, “cacat adalah

keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau

tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurannya kemampuan untuk

menjalankan pekerjaan.” Jika segala kriteria tersebut dimiliki oleh seorang pekerja,

pengusaha dapat mem-PHK-kan dan pekerja tersebut berhak mendapatkan uang

pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan, dan

uang penggantian hak. Jika pekerja diikutsertakan program jaminan kecelakaan

kerja (JKK) melalui jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK), pekerja juga berhak

untuk memperoleh santunan dari JAMSOSTEK. Prosedur memperoleh santunan

tersebut sebagai berikut.

- Jika terjadi kecelakaan kerja, pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3

(laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek

(Persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.

- Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter

yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan

tahap II) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek (Persero) tidak lebih

dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal.

Selanjutnya PT Jamsostek (Persero) akan menghitung dan membayar

34

Page 35: upaya.doc

santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hek tenaga

kerja/ahli waris.

- From Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan

pembayaran jaminan disertai bukti-bukti berikut.

Fotokopi kartu peserta (KPJ)

Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form

jamsostek 3b atau 3c

Kwitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi

pengangkutan.

Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana

tercantum dalam iuran dan daftar santunan menurut peraturan pemerintah Nomor 76

Tahun 2007 sebagai berikut.

1. Biaya transpor (maksimum)

- Darat Rp 400.000,-

- Laut Rp 750.000,-

- Udara Rp 1.500.000,-

2. Sementara tidak mampu bekerja

- Empat (4) bulan pertama, 100% upah

- Empat (4) bulan kedua, 75% upah

- Selanjutnya 50% upah

3. Biaya pengobatan/perawatan

Rp 12.000.000 (maksimum)

4. Santunan cacat

- Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah

- Total-tetap

- Sekaligus: 70% x 80 bulan upah

- Berkala (2 tahun) Rp 200.000 per bulan

- Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah

35

Page 36: upaya.doc

5. Santunan kematian

- Sekaligus 60% x 80 bulan upah

- Berkala (2 tahun) Rp 200.000 per bulan

- Biaya pemakaman Rp 2.000.000

6. Biaya rehabilitasi harga berupa panggantian pembelian alat bantu (orthose)

dan/atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus

dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat rehabilitasi rumah sakit

umum pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga

tersebut serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000 (dua

juta rupiah)

7. Penyakit akibat kerja, tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan kerja

dan tiga tahun setelah putus hubungan kerja

Iuran

Kelompok I : 0,24 % dari upah sebulan

Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan

Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan

Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan

Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan

Contoh:

Y adalah karyawan di PT X, memiliki satu orang istri dan dua orang anak, dan

telah bekerja selama lima tahun dua bulan. Selama bekerja, Y memperoleh upah

sebagai berikut.

- Gaji pokok : Rp 5.000.000,-

- Tabungan jabatan : Rp 500.000,-

- Tunjangan keluarga : Rp 500.000,-

Gaji sebulan : Rp 6.000.000,-

Pada saat melakukan pekerjaannya, Y mengalami kecelakaan yang berakibat

kehilangan kaki dari pangkal paha ke bawah (cacat tetap) sehingga dia selama

36

Page 37: upaya.doc

enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaanya, kemudian perusahaan

memutuskan untuk mem-PHK- kan Y. maka, Y berhak sebagai berikut.

Uang pesangon

2 x (masa kerja)x (gaji) pasal 156 ayat (2)

2 x 6 x Rp 6.000.000,- = Rp 72.000.000,-

UMPK

1 x (masa kerja) x (gaji) pasal 156 ayat (3)

1 x 2 x Rp 6.000.000,- = Rp 12.000.000,-

Uang panggantian hak

Pasal 156 ayat (4)

- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

12/30 x Rp 6.000.000,- = Rp 2.400.000,-

- Transportasi = Rp 0

- Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan

15% x (uang pesangon + UPMK) = Rp 12.600.000,-

Total = Rp 15.000.000,-

Sehingga total yang wajib dibayarkan kepada Y = 99.000.000,-

Santunan kecelakaan kerja yang diperoleh:

Santunan cacat tetap

70% x 80 bulan upah

70% x 80 x Rp 6.000.000 = Rp 336.000.000,-

Sehingga total keseluruhan = Rp 435.000.000,-16

b) Pemutusan Hubungan Kerja inisiatif Pekerja

Pekerja memiliki hal yang sama dalam hal mengakhiri hubungan kerja. Dari segi

kompensasi, PHK yang dilakukan pekerja dapat dikelompokan menjadi dua jenis,

yaitu PHK dengan mendapat kompensasi dan PHK tanpa kompensasi. PHK oleh

pekerja dapat memperoleh kompensasi, apabila pengakhiran hubungan kerja

16 Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 106-111

37

Page 38: upaya.doc

tersebut sesuai prosedur dan ditetapkan dalam UU Ketenagakerjaan, perjanjian

kerja, PP atau PKB.17

1. Pekerja mengajukan pengunduran diri

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan

pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pekerja yang mengundurkan diri atas

kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha

secara langsung akan memperoleh kompensasi berupa uang penggantian hak

sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4) dan uang pisah yang besarnya dan

pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian

kerja bersama.

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud harus memenuhi

syarat sebagai berikut

- Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-

lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri

- Tidak terikat dalam ikatan dinas

- Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran

diri18

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan

sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial.

Pekerja yang mengundurkan diri murni atas kemauan sendiri maka pekerja

bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang

penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Untuk mendapatkan hak

tersebut, maka pekerja bersangkutan wajib menyampaikan permohonan PHK secara

tertulis kepada pengusaha satu bulan sebelum ia mengundurkan diri.

Contoh :

17 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 8018 Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 112

38

Page 39: upaya.doc

Y adalah karyawan PT Tambang Dunia di Bandung dan ditempatkan di Samarinda.

Upah pokoknya per bulan sebesar Rp 2.000.000,-. Selain itu kepadanya diberikan

tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan = Rp 500.000,-/bulan

- Tunjagan keluarga = Rp 200.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja = Rp 200.000,-/bulan

Total = Rp 2. 900.000,-

Pada tahun ke-4 ia mengundurkan diri atas kemauan sendiri tanpa tekanan atau

paksaan dari pihak mana pun. Satu bulan sebelum mengundurkan diri Y

menyampaikan secara tertulis kepada pimpinannya. Dan ia juga melaksanakan

tugas dan kewajibannya hingga hari pengunduran dirinya tiba. Apa saja kompensasi

yang diterima Y dan berapa jumlahnya?

Y yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan proses pengunduran dirinya

sesuai ketentuan, maka ia berhak mendapat uang penggantian hak dan uang pisah .

besarnya kompensasi sebagai uang penggantian hak Y sebagai berikut:

- Cuti tahunan yang belum diambil & belum gugur

12/30 x Rp 2.900.000,- = Rp 1.160.000,-

- Ongkos pulang dari Samarinda ke Bandung = Rp 1.000.000,-

Jumlah = Rp 2.160.000,-

Cacatan :

Apabila Y tidak membuat surat dan menyampaikan pengunduran dirinya kepada

perusahaan satu bulan sebelumnya ia tidak berhak mendapat kompensasi tersebut.

Kadang-kadang terjadi, pekerja mengundurkan diri di bawah tekanan/intimidasi

atau tindakan lain yang membuat pekerja pada akhirnya mengundurkan diri. Atau

menempatkan/memutasi pekerja pada bidang yang sama sekali tidak disukainya

atau ditempatkan pada bagian yang bukan menjadi bidangnya sehingga pekerja

merasa tidak kerasan lalu akhirnya mengundurkan diri. Keadaan demikian, dapat

diperselisihkan oleh pekerja. Jika terbukti bahwa pengunduran diri itu terjadi dengan

39

Page 40: upaya.doc

tekanan/intimidasi maka PHK tersebut tidak dapat digolongkan sebagai pengunduran

diri atas kemauan sendiri si pekerja. Bisa jadi hal tersebut dapat digolongkan sebagai

efisiensi sehingga kalau pekerja tersebut tetap di PHK ia berhak mendapat

kompensasi PHK.19

2. Pengusaha melakukan pelanggaran atau kejahatan kepada pekerja

Pekerja berhak memutuskan hubungan kerja dengan pihak pengusaha, karena

pada prisipnya pekerja tidak boleh dipaksa untuk terus-menerus bekerja jika dia

sendiri tidak menghendakinya. Dengan demikian dalam PHK ini yang aktif meminta

diputuskan hubungan kerjanya adalah pekerja itu sendiri.

Dalam hal ini pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan

kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal

pengusaha melakukan perbuatan yang tercantum dalam pasal 169.ayat 120

Pasal 169

1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja

kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal

pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :

a. Menyaniaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan;

c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama

3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada

pekerja/buruh;

e. Memerintah pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar

yang diperjanjikan; atau

19 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 84-8620 Rocky Marbun, SH., MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 113

40

Page 41: upaya.doc

f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,

kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan

tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali

ketentuan pasal156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali

ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan

pasal 156 ayat (4).

3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan

industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

tanpa penetapan lembaga penyelesaian penyelisihan hubungan industrial

dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon

sesuai ketentuan pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja

sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3)

Dan atas hal tersebut itu, pengusaha wajib memberikan pesangon dua kali

ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian

hak kepada pekerja yang melakukan PHK, apabila permohonan PHK tersebut

dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Indusrtial.

Bila pengusaha ternyata tidak terbukti di Pengadilan Hubungan Industrial

melakukan tindakan sebagaimana yang diajukan oleh pekerja, maka pengusaha

dapat mem-PHK pekerja bersangkutan tanpa penetapan Pengadilan Hubungan

Industrial dan juga kepada pekerja yang bersangkutan tidak diberikan uang

pesangon dan uang penghargaan masa kerja (pasal 169 ayat (3) Undang-undang

Ketenagakerjaan).

Contoh:

Y seorang pekerja yang sudah bekerja selama tujuh tahun pada PT Selalu Mandiri

menuntut/menggugat pengusaha ke Pengadilan Hubungan Industrial dengan alasan

41

Page 42: upaya.doc

pengusaha tidak membayar upahnya tepat waktunya selama tiga bulan berturut-

turut. Gugatan Y tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial dan

putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukam yang tetap. Selama bekerja, Y

mendapat uapah pokok sebesar Rp 2.500.000,- setiap bulan. Selain itu Y juga

mendapat tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 250.000,-

- Tunjangan keluarga : Rp 200.000,-

- Tunjangan masa kerja : Rp 100.000,-

- Tunjangan makan & transportasi : Rp 30.000,-

Total : Rp 3.050.000,-

Adapun penghitungan kompensasi yang terima Y, sesuai ketentuan pasal 169

Undang-undang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

- Pesangon (2 x ketentuan) yaitu

2 x 8 x Rp 3.050.000,- = Rp 48.800.000,-

- Uang penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

3 x Rp 3.050.000,- = Rp 9.150.000,-

- Uang penggantian hak:

Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 3.050.000,- = Rp 1.220.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x (2

x 8 x Rp 3.050.000,-) = Rp 8.692.500,-

Total = Rp 67.862.500,-21

c) Hubungan kerja putus demi hukum

1. Pekerja Meninggal Dunia

Dengan meninggal dunianya seorang pekerja maka otomatis hubungan kerja

berakhir. (apabila pengusaha yang meninggal dunia, hubungan kerja tetap

berlangsung). Terhadap ahli waris pekerja yang meninggal tersebut akan diberikan

21 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 81-82

42

Page 43: upaya.doc

kompensasi berupa uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa

kerja dan uang penggantian hak.

Pasal 166

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada

ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan

perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentua pasal 156 ayat (2), 1 (satu)

kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang

penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Contoh :

Seorang pekerja telah bekerja selama 15 tahun di sebuah perusahaan di Tambun

Bekasi. Pada tahun ke-15 upah pokonya sudah mencapai Rp 8.000.000,-. Selain itu

ia juga diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 750.000,-

- Tunjangan keluarga : Rp 400.000,-

- Tunjangan masa kerja : Rp 400.000,-

- Tunjangan makan & transportasi : Rp 40.000,-

Total : Rp 9.550.000,-

Setelah 15 tahun kemudian, pekerja tersebut meninggal dunia. Dengan demikian

hubungan kerja berakhir. Sesuai ketentuan pasal 166 Undang-undang

Ketenagakerjaan, ahli waris dari pekerja tersebut berhak mendapat:

- Pesangon (2 x ketentuan)

2 x 9 x Rp 9.550.000,- = Rp 171.900.000,-

- Uang penghargaan masa kerja (1 x ketentuan) 6 bulan upah

6 x Rp 9.550.000,- = Rp 57.000.000,-

- Uang penggantian hak:

Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 9.550.000,- = Rp 3.820.000,-

43

Page 44: upaya.doc

Uang penggantian perumahan, pengobatan & perawatan 15% x

{(2 x 9 x Rp 9.550.000) + (6 x Rp 9.550.000)} = Rp 34.380.000,-

Total = Rp 267.400.000,-

2. Pekerja memasuki masa pensiun

Pengaturan pensiun bisa berdasarkan usia seorang pekerja dan bias juga karena

pekerja bersangkutan telah bekerja di perusahaan dalam jangka waktu tertentu yang

di atur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian bersama. Jika pekerja di-PHK

dapat memasuki masa pensiun ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

- Pasal 167 ayat (1 dan 2) dikatakan apabila pekerja memasuki masa

pensiun dan pengusaha telah mengikut-sertakan pekerja tersebut pada

program pensiun yang iurannya di bayar penuh oleh pengusaha, maka

pekerja tidak berhak memdapatkan pesangon, uang penghargaan masa,

tetapi tetap berhak mendapatkan uang penggantian hak sesuai

ketentuan. Namun, bila ternyata uang dari program pensiun tersebut lebih

kecil dari pada jumlah uang pesangon dua kali ketentuan dan uang

penghargaan dan uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan, dan

uang penggantian hak sesuai ketentuan maka selisihnya

(kekurangannya) dibayar oleh pengusaha.

- Pasal 167 ayat (3), di sebutkan bahwa PHK terhadap pekerja, karena

memasuki usia pensiun dan pengusaha telah mengikut-sertakan pekerja

dalam program pensiun yang iurannya dibayar oleh pengusaha dan

pekerja, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang

pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha kecuali diatur lain

dalam perjanjian kerja, PP,PKB.

- Pasal 167 ayat 5 dan 6 mengatur : PHK terhadap pekerja karena

memasuki usia pensiun dan pengusaha tidak mengikut-sertakan pekerja

yang mengalami PHK, karena usia pensiun pada program pensiun,

pengusaha wajib memberikan kepada pekerja uang pesangon sebesar

44

Page 45: upaya.doc

dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan

uang penggantian hak sesuai ketentuan.

Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, maka penghitungan kompensasi

karena pekerja memasuki masa pensiun tergantung apakah di perusahaan tersebut

ada program dana pensiun atau tidak.

- Jika di perusahaan tersebut tersedia program pensiun dan premi/iuran

pensiun tidak dipotong dari pekerja maka jumlah dana pensiun tersebut

dapat dijadikan sebagai kompensasi, asal nilainya tidak boleh kurang dari

ketentuan UU tenaga kerja.

- Apabila premi dana pensiun ada yang dipotong dari upah pekerja maka

jumlah storan premi/iuran yang dipotong dari upah pekerja tersebut tidak

dihitung sebagai kompensasi. Yang dihitung sebagai kompensasi adalah

jumlah storan dari perusahaan/pengusaha untuk pekerja bersangkutan.

Apabila nilainya kurang dari ketentuan UU tenaga kerja maka

pengusaha/perusahaan wajib mengganti kekurangan tersebut.

Contoh 1: iuran pensiun ditanggung oleh pengusaha dan pekerja

Y bekerja pada perusahaan Tambang Toba selama 17 tahun. Sejak tiga tahun lalu Y

diangkat sebagai manajer dengan upah dan tunjangan tetap sebesar Rp

15.000.000,- per bulan. Besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah

Rp 250.000.000,-. Jumlah premi pensiun yang dibayar oleh pengusaha selama 17

tahun adalah sebesar Rp 200.000.000,-. Sedangkan setoran pekerja selama 17

tahun sebesar Rp 50.000.000,-. Pada tahun ke-17 Y memasuki masa pensiun.

Besarnya kompensasi yang diterima oleh pekerja menurut ketentuan UU tenaga

kerja adalah sebagai berikut:

- U. pesangon 2 x 9 x Rp 15.000.000,- : Rp 270.000.000,-

- U. penghargaan 1 x 7 (uang penghargaan masa kerja 17 th) x Rp

15.000.000,- : Rp 105.000.000,-

- U. penggantian hak tdd:

45

Page 46: upaya.doc

Cuti 12/30 x Rp 15.000.000,- : Rp 6.000.000,-

Penggantian perumahan/pengobatan

15% x Rp 375.000.000,- : Rp 56.250.000,-

Jumlah : Rp 437.250.000,-

Catatan :

- Karena jumlah premi pensiun yang distor oleh pengusaha hanya sebesar

Rp 200.000.000,-, maka pengusaha harus menambah Rp 237.250.000,-

lagi

- Total kompensasi yang diterima oleh komosaris pada saat memasuki

masa pensiun adalah Rp 437.250.000,- + Rp 50.000.000,- (premi pensiun

yang distor pekerja) = Rp 487.250.000,-

Contoh 2: PHK dengan tersedianya dana pensiun yang iurannya ditanggung oleh

pengusaha

Y diterima sebagai satpam bekerja di Karawang untuk ditempatkan di Banjarmasin.

Setiap bulan ia mendapat upah pokok sebesar Rp 30.000.000,-. Selain itu ia juga

diberikan tunjangan antara lain:

- Tunjangan jabatan : Rp 200.000,-/bulan

- Tujangan keluarga : Rp 100.000,-/bulan

- Tunjangan masa kerja : Rp 500.000,-/bulan

- Tunjangan makan & transportasi : Rp 30.000,-/hari

Gaji sebulan : Rp 3.800.000,-

Setelah bekerja selama 25 tahun ia memasuki masa pensiun. Dan perusahaan

tersebut telah menyediakan jaminan pensiun bagi pekerja bersangkutan. Yang

dihitung terlebih dahulu adalah total kompensasi PHK andai kata ia tidak

diikutsertakan dalam program pensiun. Dari upah Y maka kompensassnya adalah

sebagai berikut:

- U.pesangon 2 x 9 x Rp 3.800.000,- = Rp 68.400.000,-

- U.penghargaan 1 x 10 x Rp 3.800.000,- = Rp 38.000.000,-

46

Page 47: upaya.doc

- U.penggantian hak tdd:

Cuti 12/30 x Rp 3.800.000,- = Rp 1.520.000,-

Penggantian perumahan/pengobatan

15% x Rp 106.400.000,- = Rp 15.960.000,-

Jumlah = Rp 123.880.000,-

Ternyata setelah dihitung total storan dan pengembangan uang pensiun juga

sebesar Rp 123.880.000,- maka perusahaan hanya menambah uang penggantian

hak yang terdiri dari

- Cuti tahunan yang belum

12/30 x Rp 3.800.000,- = Rp 1.520.000,-

- 15% dari uang pesangon + uang penghargaan masa kerja

= Rp 15.960.000,-

- Tranportasi dari Banjarmasin ke Karawang = Rp 800.000,-

Total = Rp 18.280.000,-

Contoh 3: pensiun dengan tidak tersedianya jaminan pensiun.

Bila di perusahaan tersebut ternyata tidak tersedia jaminan pensiun maka sesuai

ketentuan pasal 167 Undang-undang Ketenagakerjaan, maka pekerja tersebut

berhak mendapat kompensasi sebagai berikut:

- Pesangon (2 x ketentuan)

2 x 9 x Rp 3.800.000,- = Rp 68.400.000,-

- Penghargaan masa kerja (1 x ketentuan)

10 x Rp 3.800.000,- = Rp 38.000.000,-

- Uang penggantian hak:

Cuti yang belum diambil/belum gugur

12/30 x Rp 3.800.000,- = Rp 1.520.000,-

Uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan 15% x

{(2 x 9 x Rp 3.800.000,-)+(10 x Rp 3.800.000,-)} = Rp 15.960.000,-

Transportasi dari Banjarmasin ke Karawang = Rp 800.000,-

47

Page 48: upaya.doc

Total = Rp 124.680.000,-

3. Selesainya masa kontrak

Bila PHK terjadi karena berakhirnya kontrak untuk perjanjian kerja waktu tertentu

(PKWT), maka pekerja tidak berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan

masa kerja dan uang panggantian hak. Begitu pun PHK terhadap pekerja PKWT

dalam masa percobaan tidak berhak mendapat uang kompensasi PHK.

4. Tanpa perlu penetapan

Untuk alasan-alasan tertentu pengusaha dapat mem-PHK pekerja tanpa perlu

menunggu penetapan Pengadilan Hubungan Industrial antara lain:

- PHK terhadap pekerja yang masih dalam masa percobaan asal

dipersyaratkan secara tertulis tentang adanya masa percobaan tersebut.

Masa percobaan pun tidak boleh melebihi tiga bulan dan tidak berlaku

bagi pengusaha yang menerima pekerja yang sebelumnya telah

melakukan magang di perusahaan tersebut

- PHK terhadap pekerja mengajukan pengunduran diri secara tertulis atas

kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari

perusahaan

- PHK karena berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja

waktu tertentu untuk pertama kali

- PHK terhadap pekerja yang mencapai usia pensiun sesuai dengan

ketetapan dalam perjanjian kerja, PP, PKB atau peraturan perundang-

undangan lainnya

- PHK karena pekerja meninggal dunia. Kepada pekerja yang meninggal

dunia pengusaha wajib mamberikan santunan kepada ahli waris yang sah

yakni berupa uang pesangon (dua kali ketentuan, uang penghargaan

masa kerja dan uang penggantian hak). Yang perlu juga dicatat bahwa

48

Page 49: upaya.doc

meninggalnya pengusaha tidak berakibat berakhirnya hubungan kerja

kecuali diatur dalam perjanjian kerja, PP, PKB

- PHK terhadap pekerja yang mangkir selama lima hari kerja atau lebih

berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang lengkapi dengan bukti

yang sah dan telah dipanggil pengusaha dua kali secara patut.

Pasal 154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam

hal:

a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas

kemauan sandiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari

pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja

waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja/buruh mancapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjiankerja bersama, atau

peraturan perundang-undangan; atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.22

d) Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan

Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah

pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang

bersangkutan (pengusaha/pekerja) berdasarkan alasan penting. Dalam pasal 1603 v

KUHPerdata disebutkan tiap pihak (pekerja, pengusaha) setiap waktu, juga sebelum

pekerjaan dimulai berwenang berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan

tertulis kepada pengadilan di tempat kediamannya yang sebenarnya untuk

menyatakan perjanjian kerja putus.

22 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2010), hal 86-94 Jakarta:2010.

49

Page 50: upaya.doc

Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan

keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan keadaan dimana

pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk

memutuskan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

pengadilan atas permintaan pihak pengusaha tidak memerlukan izin dari P4D atau

P4P. demikian juga halnya dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

balai harta peninggalan untuk kepentingan pengusaha yang dinyatakan pailit dan

pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri

untuk kepentingan pengusaha kapal. Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut

tidak ada upaya untuk melawan atau menolaknya, kecuali jika Jaksa Agung

memandang perlu untuk mengajukan permintaan kasasi terhadap putusan itu, yang

semata-mata demi kepentingan undang-undang.23

e. Pengaturan mengenai kompensasi PHK

UU Ketenagakerjaan 2003 pasal 156 mengatur ketentuan dari kompensasi uang

pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Jika terjadi pemutusan hubungan kerja,

pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa

kerja dan uang panggantian hak yang seharusnya diterima. Perhitungan uang

pesangon tersebut sebagai berikut.

1. Masa kerja kurang dari satu tahun berhak mendapatkan satu bulan upah.

2. Masa kerja satu tahun atau lebih tetapi kurang dari dua tahun, berhak

mendapatkan dua bulan upah.

3. Masa kerja dua tahun atau lebih tetapi kurang dari tiga tahun berhak

mendapatkan tiga bulan upah.

4. Masa kerja tiga tahun atau lebih tetapi kurang dari empat tahun berhak

mendapatkan empat bulan upah.

23 Lalu Husni,SH.,M.Hum:Hukum Ketenagakerjaan Indonesia edisi revisi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 188

50

Page 51: upaya.doc

5. Masa kerja empat tahun atau lebih tetapi kurang dari lima tahun berhak

mendapatkan lima bulan upah.

6. Masa kerja lima tahun atau lebih tetapi kurang dari enam tahun berhak

mendapatkan enam bulan upah.

7. Masa kerja enam tahun atau lebih tetapi kurang dari tujuh tahun berhak

mendapatkan tujuh bulan upah.

8. Masa kerja tujuh tahun atau lebih tetapi kurang dari delapan tahun berhak

mendapatkan delapan bulan upah.

9. Masa kerja delapan tahun atau lebih berhak mendapatkan sembilan bulan

upah.

Perhitungan untuk uang penghargaan masa kerja diatur dalam pasal 156

ayat (3) sebagai berikut.

1. Masa kerja tiga tahun atau lebih tetapi kurang dari enam tahun, berhak

mendapatkan dua bulan upah.

2. Masa kerja enam tahun atau lebih tetapi kurang dari sembilan tahun berhak

mendapatkan tiga bulan upah.

3. Masa kerja sembilan tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun berhak

mendapatkan empat bulan upah.

4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun berhak

mendapatkan lima bulan upah.

5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun berhak

mendapatkan enam bulan upah.

6. Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun berhak

mendapatkan tujuh bulan upah.

7. Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari dua puluh empat tahun

berhak mendapatkan delapan bulan upah.

8. Masa kerja 24 tahun atau lebih berhak mendapatkan 10 bulan upah.

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagai berikut.

51

Page 52: upaya.doc

1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat

pekerja/buruh diterima bekerja. Pasal ini maksudnya jika ada pekerja yang

bekerja di luar wilayah domisilinya, misalnya A berdomisili di Jakarta dan

diterima di perusahaan yang berdomisili di Sumatera Utara. Tentu saja A

harus berangkat ke Sumatera Utara untuk bekerja dan membawa serta

keluarganya. Jika kemudian terjadi PHK terhadap A, biaya transportasi dari

Sumatera Utara ke Jakarta keseluruhannya ditanggung oleh perusahaan.

3. Penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari

uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi

syarat.

4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama, misalnya uang pisah.

Berkaitan dengan ketentuan 15% dari uang pesangon, maka disimpulkan

sebagai berikut:

1. Ketentuan sebesar 15% dapat dihitung dari uang pesangon yang seharusnya

didapat dan dari uang penghargaan masa kerja.

2. Ketentuan sebesar 15% dapat dihitung hanya dari jumlah uang pesangon

saja.

3. Ketentuan sebesar 15% dapat dihitung dari uang penghargaan masa kerja.

Dalam hal pengertian uang penghargaan yang berasal dari masa kerja yang

memenuhi persyaratan, pekerja harus meneliti kembali, sejak kapan dia diangkat

dan disahkan sebagai pekerja tetap yang dibuktikan dengan surat keputusan dari

pihak perusahaan.

Inilah fungsi dan tujuan dari pentingnya perjanjian kerja yang disepakati oleh

pekerja dan perusahaan. Yakni, agar menjamin kepastian hak dari pekerja dalam

menuntut haknya.24

24 Rocky Marbun,SH,MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 128-130

52

Page 53: upaya.doc

f. Sanksi pelanggaran hak-hak perkerja yang Ter-PHK

Dalam hukum ketenagakerjaan ditemukan banyak pasal yang mencantumkan

sanksi/hukuman yang dapat dijatuhkan kepada siapapun yang melakukan

pelanggaran, tergantung jenis pelanggarannya. Dari segi hukum ada tiga jenis sanksi

yang dapat dijatuhkan, bila terjadi pelanggaran terhadap hak dalam hubungan

industrial, yaitu sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Berikut

sebagian dari sanksi yang ada hubungannya dengan Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) atau hak-hak mendasar lainnya.

1. Sanksi Administratif

Pasal 190 Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUKK) Tahun 2003 mengatur

tentang sanksi administratif apabila pengusaha melakukan pelanggaran-pelanggaran

antara lain :

a) Melakukan diskriminasi kesempatan kerja kepada pekerja;

b) Penyelengaraan pelatihan kerja yang tidak memenuhi syarat;

c) Melakukan pemagangan pekerja di luar negeri, tanpa izin dari instansi

tenaga kerja;

d) Perusahaan penempatan tenaga kerja yang memungut biaya

penempatan kepada pekerja;

e) Perusahaan yang tidak membentuk lembaga kerja biparti, padahal sudah

mempekerjakan lebih dari 50 orang pekerja;

f) Pengusaha tidak mencetak atau memperbanyak naskah Perjanjian

Bersama Kerja (PKB);

g) Pengusaha yang tidak memberikan bantuan paling lama enam bulan

takwin kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggunganya terhitung

sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib. Kewajiban

pengusaha tersebut diatur dengan presentase berikut: untuk satu orang

tanggungan 25% dari upah, dua orang tanggungan 35% dari upah, tiga

53

Page 54: upaya.doc

orang tanggungan 45% dari upah, empat orang atau lebih tanggungan

50% dari upah (Pasal 190 UUKK).

Sebagaimana yang dimaksudkan UUKK, bentuk sanksi administratif tersebut

dapat berupa.

a) Teguran;

b) Peringatan tertulis;

c) Pembatasan kegiatan usaha;

d) Pembekuan usaha;

e) Pembatalan pendaftaran;

f) Penghentian sementara sebagaian atau keseluruhan alat produksi;

g) Pencabutan ijin usaha.

2. Sanksi Perdata

Sanksi perdata yang diatur dalam UUKK antara lain:

a) Batalnya perjanjian kerja bila perjanjian kerja, bukan karena kesepakatan

dan kecakapan kedua belah pihak;

b) Batalnya perjanjian kerja apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut

bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban

umum;

c) Batalnya PHK bila sebelumnya tidak ada penetapan dari pengadilan HI,

untuk jenis PHK yang mempersyaratkan adanya penetapan dari

Pengadilan Hubungan Industrial;

d) Hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima borongan

pekerjaan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi

pekerjaan, apabila pekerjaan borongan tidak memenuhi syarat (Pasal 65

ayat 8 dan 9 UUKK);

e) Status hubungan kerja antara pekerja dengan PPJP beralih menjadi

hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi pekerjaan, apabila PPJP

54

Page 55: upaya.doc

itu digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan tugas

pokok/produksi (Pasal 66 ayat 3 dan 4 UUKK)

f) Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah, maka pekerja yang

melakukan mogok kerja dianggap mengkir. Dan bila sudah dipanggil

secara patut dan tertulis, pekerja tidak juga datang, maka dianggap

mengundurkan diri. Ia tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang

penghargaan masa kerja;

g) Mogok kerja di perusahaan yang melayani kepentingan umum atau yang

berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia, sehingga jatuh korban,

maka dianggap sebagai melakukan kesalahan berat. Pekerja

bersangkutan tidak berhak mendapat uang pesangon.

3. Sanksi Pidana

Sanksi pidana dalam hubungan industrial dapat dijatuhkan kepada pekerja atau

pengusaha, apabila melakukan tindak pidana kejahatan. Sebagian dari bentuk-

bentuk sanksi pidananya antara lain (Pasal 183-188 UUKK)

1) Dikenakan ancaman sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan

paling lama liam tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-

dan paling banyak Rp. 500.000.000,- bagi pengusaha yang tidak

mengikutsertakan pekerja yang mengalami PHK, karena usia pensiun

pada program pensiun dan tidak memberikan pesangon sebesar dua kali

ketentuan, uang penghargaan dan uang penggantian hak sesuai

ketentuan (Pasal 184 UUKK).

2) Pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,- dan paling tinggi Rp.

50.000.000,- bila memungut biaya penempatan tenaga kerja oleh

perusahaan penempatan tenaga kerja swasta (Pasal 38 ayat 2 UUKK).

3) Sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat satu tahun

dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang

55

Page 56: upaya.doc

membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum (Pasal 90

ayat 1 Pasal 185 ayat 1 UUKK).

4) Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun

dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp.

400.000.000,- bagi pengusaha yang tidak membayar kepada pekerja

yang mengalami PHK yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan

pekerjaan sebagaiman mestinya, karena dalam proses perkara pidana,

uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian

hak sesuai ketentuan (Pasal 185 UUKK)

5) Sanksi pidana pelanggaran dengan ancaman penjara paling singkat satu

bulan dan paling lama empat bulan dan atau denda paling sedikit Rp.

10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi peengusaha

yang:

a) Tidak membayar upah dalam hal pekerja tidak dapat melakukan

pekerjaan karena sakit;

b) Tidak membayar upah pekerja perempuan yang sakit pada hari

pertama dan kedua masa haid;

c) Tidak membayar upah kepada pekerja yang tidak masuk kerja

karena pekerja menikah, menikahkan anak,

mengkitankan/membaptiskan anak, atau karena istri/anak/

menantu/orang tua/mertua dan anggota keluarga dalam satu

rumah meninggal dunia;

d) Tidak membayar upah pekerja yang sedang menjalankan

kewajiban terhadap Negara dan kewajiban agamanya;

e) Tidak mempekerjakan pekerja pekerjaan yang dijanjikan;

f) Memaksa pekerja untuk bekerja padahal sedang melaksanakan

hak istirahat

56

Page 57: upaya.doc

g) Pengusaha yang memaksa pekerja untuk bekerja pada saat

pekerja sedang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan

(Pasal 186 UUKK).25

B. PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

1. Perundingan Bipartit

Secara umum perundingan dapat digambarkan sebagai pertemuan dua pihak

antara buruh dan pengusaha dalam rangka mencari solusi atas suatu perselisihan.

Perundingan antara buruh dan pengusaha ditingkat perusahaan disebut perundingan

bipartit. Pada level ini perundingan dilakukan secara tertutup dengan dihadiri oleh

buruh atau serikat pekerja/buruh bersama pengusaha.26

Penyelesaian bipartit adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial

antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha secara internal di dalam

lingkungan perusahaan tanpa melibatkan pihak ketiga seperti pemerintah. Secara

yuridis yang dimaksud dengan perundingan bipartit adalah perundingan

pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan

perselisihan hubungan industrial.27 Penyelesaian pada tahap ini lebih

mengedepankan kemampuan negosiasi. Pengusaha dan buruh/serikat buruh harus

melaksanakan perundingan secara efektif sebab waktu bipartit dibatasi selama 30

(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak bipartit dilaksanakan.28

Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak.

Risalah bipartit berfungsi sebagai tiket masuk mendaftar perselisihan pada instansi

ketenagakerjaan.29 isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai

kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka

25 Imam Hadi Buntoro, Petunjuk Praktis Menghitung Pesangon, (Jakarta : Forum Sahabat, 2010), hal. 97-10226 Juanda Pangaribuan, SH., MH, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Edisi Revisi, (Jakarta : PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal. 2327 Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 200428 Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 200429 Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004

57

Page 58: upaya.doc

tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh

para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlunya menddaftarkan

perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan salah satu pihak ingkar.

Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.

Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus

menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit

Dalam pengaturan Undang-undang Ketenagakerjaan, terdapat tiga forum

penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:

a. Mediasi

Mediasi menurut Huala Adolf adalah suatu cara pentelesaian melalui pihak

ketiga.30 Joni Emirzon mengatakan mediasi (mediation) adalah penyelesaian

sengketa dengan menengahi.31 Secara juridis pengertian mediasai dapat ditemukan

dalam peraturan Mahkamah Agung. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa

melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan

dibantu oleh mediator. Dalam kamus umum bahasa Indonesia mediator diartikan

sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai pemisah antara pihak-pihak yang

bersengketa.32 Mediator adalah pihak yang netral dan independen yang terlibat

dalam suatu sengketa.33

Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja

kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar

tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak

membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai

kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.

b. Konsiliasi

Dalam Undang-undang PPHI, yang dimaksud dengan konsiliasi adalah

penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,

atau perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

30 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 2131 Joni Emirzon, Op. Cit, hal.6732 W.J.S. Poerwadarminta, Op. cit, hal 75633 Huala Adolf, Op. Cit, hal. 33

58

Page 59: upaya.doc

Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti

mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan

antar keduanya. Namun, seorang konsiliator bersikap lebih aktif dibandingkan

seorang mediator. Konsiliator dapat memanggil, memeriksa, dan menyuruh

membuka apa saja yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara. Hasil akhir dari

proses pemeriksaan melalui konsiliasi berupa anjuran yang wajib dijalankan oleh

para pihak.

c. Arbitrase

Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak

mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak

yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah

Agung. Perlu diingat adalah keberatan terhadap putusan arbitrase ketenagakerjaan

yang diajukan adalah gugatan pembatalan bukan upaya banding atau kasasi. Hal

tersebut perlu menjadi perhatian serius agar gugatan yang diajukan tidak ditolak atau

tidak dapat diterima oleh majelis hakim.34 Kelebihan menggunakan arbitrase adalah

rahasia para pihak dilindungi, wajib membayar biaya arbitrase, hubungan antara

para pihak dapat terjaga dengan baik, prosedur lebih sederhana, waktu memutus

lebih cepat, putusan Final dan binding, lebih fleksibel. Namun, karena adanya

kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.35

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di

lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi

putusan terhadap suatu perselisihan hubungan industrial.36 Peran sentral pengadilan

adalah memberikan keadilan. Tujuan masyarakat menyampaikan tuntutan melalui

pengadilan adalah untuk mendapatkan keadilan. Yang memeriksa dan memutus

perselisihan pada PHI adalah majelis hakim yang terdiri dari satu orang sebagai

ketua majelis dan dua orang hakim anggota. Ketua majelis berasal dari hakim karir

dan anggota majelis masing-masing berasal dari organisasi buruh atau pengusaha

Dua hakim anggota disebut Hakim ad-hoc. PHI tidak mengenal upaya hukum

banding untuk jenis perselisihan tertentu hanya dapat mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung. Dan dalam PHI dikenal dengan adanya petitum adalah uraian

tuntutan yang diinginkan sebagai konsekuensi dari terjadinya perkara. Dalam

perselisihan tentang PHK petitum pilihannya adalah:

34 Rocky Marbun, SH.,MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 148-15035 Juanda Pangaribun,SH,MH, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, (Jakarta : PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal. 9036 Pasal 1 butir 17 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004

59

Page 60: upaya.doc

- Menghukum tergugat memperkarakan kembali (bila buruh sebagai

penggugat masih ingin tetap bekerja);

- Menghukum tergugat membayar pesangon ( bila buruh tidak lagi

menginginkan kelangsungan hubungan kerja);

- Menyatakan putus hubungan kerja antara penggugat dan tergugat tanpa

kompensasi pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak (bila penggugat pengusaha).37

4. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak dari para pihak yang merasa dirugikan pada

pemeriksaan tingkat pertama atau sesudahnya yang diajukan ke pengadilan tingkat

lebih tinggi. Dalam hal penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) hanya

terdapat dua tingkatan, yaitu pada pengadilan hubungan industrial dan Mahkamah

Agung, sehingga di dalam UU PPHI ini tidak dikenal upaya banding yang ada hanya

upaya hukum kasasi.

Hal tersebut dimaksudkan agar dapat tercapai suatu kepastian hukum, proses

persidangan yang cepat, ringan dan sederhana. 38

C. SERIKAT PEKERJA/BURUH

a. Profil gerakan buruh Indonesia

Gerakan buruh Indonesia menjadi salah satu perjuangan Bangsa Indonesia

dalam mencapai Kemerdekaan Indonesia, mewujudkan kemakmuran dan

kesejahteraan bangsa, serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bangsa Indonesia mengapresiasi perjuangan gerakan buruh Indonesia sejak

berdirinya serikat buruh di Indonesia pada awal 1990-an hingga memasuki Era Pra

Kemerdekaan Indonesia. Kiprah gerakan buruh Indonesia dapat ditandai oleh

kegigihan para tokohnya dalam skala kejuangan nasional ataupun keberhasilannya

dalam memperjuangkan prinsip dan hak mendasar di tempat kerja (fundamental

principles and rights at work) dan hak kaum pekerja (wokers’right)

Kebangkitan dan perkembangan gerakan buruh Indonesia pada awal sebelum

kemerdekaan Republik Indonesia (awal tahun 1990-an sampai 1945), ditandai oleh

kesadaran politik era eksponen gerakan buruh. Pembentukan serikat-serikat

37 Juanda Pangaribun,SH.,MH, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, (Jakarta ; PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal. 105-10838 Rocky Marbun,SH,MH, Jangan Mau di-PHK Begitu Saja, (Jakarta : Visimedia, 2010), hal. 154

60

Page 61: upaya.doc

pekerja/buruh oleh pribumi pada tahun 1912-an lebih cenderung berlatar belakang

politik daripada pertimbangan sosial ekonomi. Pada era ini, perjuangan serikat

pekerja/buruh dalam memperoleh persamaan hak sosial dan hak politik bersifat

pararel dengan perjuangan partai politik yang sangat radikal. Serikat pekerja/buruh

dan partai politik bahu-membahu melawan kedoliman, ketidak-adilan, tindakan

represif, dan diskriminatif yang dilakukan pemerintah kolonial. tumbuh sebagai

bagian tak terpisahkan dari gejolak pilitik untuk merebut kemerdekaan. Gerakan

buruh pada periode ini timbul dan tenggelam, maju dan mundur bersama dengan

perjuangan politik. Ciri ini sama halnya dengan pertumbuhan gerakan buruh di Asia

pada umumnya atau negeri-negeri yang pernah terjajah oleh bangsa lain. Inspirasi

perjuangannya dipengaruhi oleh aspirasi nasional bangsanya untuk

mempertahankan harkat dan martabat sebagai suatu bangsa yang merdeka dan

berdaulat

Berbeda dengan hadirnya kebangkitan gerakan buruh di Eropa, yang terkait erat

dengan perubahan yang dahsyat dan dramatis di sector perindustrian yang terjadi di

Inggris tahun 1750 s/d 1840, dikenal dengan revolusi industri (industrial revolution).

Periode ini ditandai oleh karakteristik terjadinya arus urbanisasi, mekanisme

pertanian, kemajuan di bidang transportasi dan telekomunikasi, dan pengembangan

sistem pabrikasi secara besar-besaran. Ditindak lanjuti dengan pembagian kerja dan

percepatan mekanisme secara simultan yang mencirikan perubahan-perubahan

industrial, hasilnya adalah berupa produksi masal yang berlipat ganda. Mengiringi

perubahan industrial yang cepat ini timbul pengangguran, kesengsaraan, dan

kemiskinan yang melanda sejumlah tenaga kerja terutama yang tergantikan oleh

mekanisme mesin di pabrik-pabrik terjadi pergolakan sosial ekonomi dan benturan

antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh. Dengan hasil produksi yang

melimpah ruah, menyebabkan perusahaan memperoleh keuntungan yang berlipat

ganda. Sebaliknya, pihak pekerja/buruh merasa bahwa pembagian keuntungan

yang diterimanya jauh dari memadai. Pembagian keuntungan ini secara alamiah

61

Page 62: upaya.doc

menimbulkan benturan kepentingan antara pihak pengusaha dan pihak

pekerja/buruh, hal yang mana menjadi factor utama kehadiran serikat pekerja/buruh

di Eropa yang terorganisasi secara modern.39

Pembentukan serikat pekerja di Indonesia sudah mulai sejak awal kolonialisme

Belanda. Serikat pekerja pertama didirikan adalah Nederland Indische Onderwijs

Genootschap (NIOG) pada tahun 1897 sebagai perserikatan guru-guru bangsa

Belanda. Yang pada dasarnya termasuk pegawai pemerintah Kolonial Belanda.

Kemudian disusul dengan pembentukan serikat pekerja di sector pemerintah yaitu

postbond di bidang pos (1905). Di sektor swasta bangkit pula beberapa serikat

pekerja seperti: Suikerbond di perkebunan gula (1906) dan Cultuurbond di

perkebunan karet (1907), dan Vereniging v spooren Tram Personeel (VSTP).

Sesudah itu timbul yang bersipfat gerakan kebangsaan seperti Budi Utomo

(1908), Serikat Dagang Islam (1911), Partai Komunis Indonesia (1920) dan Partai

Nasional Indonesia (1927). Bersamaan dengan gerakan nasional tersebut, beberapa

organisasi pekerja baru juga dibentuk seperti Handelsbond di sector perdagangan

(1909), Tiong Hoa Sim Gie (1909), Perserikatan Guru Hindia Belanda (1912),

Spoorbond (1913), Persatuan Pegawai Pegadaian Bumi Putera (1914). Pada tahun

1914,Social Democratische Party mendirikan Serikat Pekerja Indische Social

Democratische Vereniging. Lebih lanjut terbentuk Serikat Pegawai Pekerjaan Umum

pada tahun 1917. Pada tanggal 23 Maret 1918, organisasi-organisasi serikat pekerja

di sector Pemerintah bergabung dalam Verbond van Landsdienaren (VvL), dan yang

di perusahaan swasta tanggal 6 juli 1919 bergabung dalam Federatie van

Europeesche Worknemers.

Pada tanggal 26 Desember 1919, Perserikatan Pegadaian Bumi Putera (PPBP)

mengadakan kongresnya di bandung dan mencetuskan gagasan agar serikat-serikat

pekerja yang ada bergabung dalam satu wadah, sehingga terbentuklah Persatuan

Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Wadah ini hanya berumur kurang dari dua tahun,

39 M.S Hidayat, Seabad Gerakan Buruh Indonesia, (Bandung: CV.Nuansa Aulia, 2012), hal. 1-2

62

Page 63: upaya.doc

karena tahun 1921 sebagian pengurusnya keluar dan membentuk Persatuan

Vakbond atau yang disebut Revolutionaire Vakcentrale dengan ketuanya Semaun.

Pada bulan September 1922, dibentuk kembali federasi baru yaitu Persatuan

Vakbond Hindia (PVH).

Pada saat itu, beberapa Serikat Pekerja telah melakukan kerjasama dengan

serikat pekerja internasional seperti VSTP dengan Red Internasional Labour Union d

Moskow (1923), Postbond dengan Internationale des Personals der Pos,

Telegraphen und Telephon Betrecbs di Wiena, dan Spoorbond dengan International

Transportworkers Federation di Amsterdam.

Pada tahun 1921 terjadi kemorosotan ekonomi (malaise) di Eropa yang

mengakibatkan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Untuk

merespon tindakan PHK tersebut, beberapa serikat pekerja melakukan aksi mogok.

Untuk menghindari pemogokan yang berkepanjangan, pemerintah kolonial pada

tanggal 10 Mei 1923 menambah artikel 161 bis pada KUHP yang intinya melarang

pemogokan yang dapat menyebabkan terganggunya ketertiban umum atau dapat

melumpuhkan penghidupan ekonomi. Dengan menggunakan artikel tersebut, banyak

pimpinan serikat pekerja yang di tahan, terutama yang memimpin pemogokan atau

gerakan yang dianggap bernuansa atau berkaitan dengan politik.

Sejak tahun 1927, gerakan serikat pekerja mulai marak lagi dengan secara

bersamaan terjadi pembentukan Persatuan Beamte Spoor dan Tram (PBST) di

Bandung dan di Jakarta didirikan Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang

menghimpun beberapa organisasi guru-guru: Hogere Kweekscholieren Bond

(HKSB), Perserikatan Normaal School (PNS), Persatuan School Opziener (PSO),

Kweekschool Bond (KB), Perhimpunan dan Perserikatan Guru Bantu (PGB),

Persatuan Guru Ambachts School (PGAS), dan Persatuan Guru Desa (PGD). Pada

tahun 1929 di Yogyakarta beberapa serikat pekerja mendirikan Persatuan

Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN) dengan ketua Soeroso, dan bulan Mei 1930 di

Surabaya didirikan Persatuan Serikat Sekerja Indonesia (PSSI) dengan pimpinan Mr.

63

Page 64: upaya.doc

Soewono dan Roeslan Wongsokoesoemo. Pada kongresnya tanggal 4-7 Mei 1933,

PSSI berubah nama menjadi Centrale Perhimpunan Buruh Indonesia (CPBI).

Pegawai Belanda kelahiran di Belanda mendirikan organisasi Verenigingen van

Overheidspersoneel (VVO) sementara pegawai orang Belanda kelahiran di

Indonesia mendirikan Centrale va Indische Verenigingen van Overheids personeel

(CIVO). Dalam tahun 1940 di Semarang didirikan Gabungan Serikat-serikat Sekerja

Partikelir Indonesia (GASPI), yang disusul dengan pembentukan GASPI di kota-kota

lain. Kemudian tanggal 26-27 Juli 1941 mengadakan Konferensi di Semarang dan

memilih Pengurus Pusat yang terdiri dari: RP Suroso, Mr. Hendromartono, Mr.

Suprapto, Sukarto, Mr. Samsudin, SK Trimurti, dan lain-lain.

HA Salim sebagai anggota delegasi Indonesia menghadiri sidang ILO tahun 1929

di Geneva. Dalam kesempatan itu, HA Salim berkenalan dengan delegasi

Nederlandsche Vak Verbond (NVV) dari Belanda dan pejabat-pejabat ILO sendiri.

Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut wakil NVV pada bulan April 1931

berkunjung ke Indonesia dan mengadakan pertemuan dengan pimpinan beberapa

serikat pekerja seperti PPPB, PVPN, dan PSSI. Demikian juga pada bulan Oktober

1937, Direktur ILO, Harold B.Butler, berkunjung ke Indonesia, dan bertemu dengan

pimpinan beberapa serikat pekerja da partai politik. Pada tahun 1939 Dr. Soekiman

dari PPBB menjadi delegasi buruh menghadiri siding ILO di Genewa, dan pada

tahun 1941, Mr. Hendromartono dari GASPI delegasi Indonesia ke siding ILO di New

York.

Pada tanggal 21 Mei 1932 didirikan Gabungan Politik Indonesia yang mendapat

dukungan dari beberapa serikat pekerja. Bahkan tanggal 7 Oktober 1938 didirikan

Indische Partij van Werknemers (IPW). Dalam rangka mengantisipasi dan

mengakomodasikan tuntutan perlindungan pekerja. Pada tahun 1940 Pemerintah

Kolonial Belanda mengeluarkan Peraturan Ketenagakerjaan dalam bentuk

Ordonansi Regeling Arbeedsverhoding.

1. Gerakan serikat pekerja setelah kemerdekaan

64

Page 65: upaya.doc

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945,

tumbuh beberapa organisasi pekerja. Barisan Buruh Indonesia (BBI) didirikan pada

tanggal 19 September 1945 di Jakarta dan menganggap bahwa semua serikat

pekerja yang ada menjadi anggotanya. BBI mengadakan kongresnya yang pertama

tanggal 17 November 1945 di Solo. Dalam kongres itu terjadi perpecahan. Kelompok

pertama adalah serikat pekerja yang setuju agar gerakan pekerja ini menjadi

gerakan politik dan mereka mendirikan Partai Buruh Indonesia (PBI). Kelompok

kedua adalah serikat pekerja yang menghendaki agar gerakan pekerja ini tetap

bersifat sosial ekonoms. Kelompok kedua ini kemudian mengadakan kongresnya di

Madiun tanggal 21 Mei 1946, dan mendirikan Gabungan Serikat Buruh Indonesia

(GASBI) dengan tujuan meningkatkan taraf hidup para anggotanya. Namun

beberapa pengurus merasa tidak puas dengan organisasi GASBI dan pada bulan

Juli 1946 mendirikan Gabungan Serikat Buruh Vertikal (GASBEV).

Pada tanggal 29 November 1946 GASBI dan GASBEV menyatukan

organisasinya dan mengganti nama menjadi Sentarl Organisasi Buruh Seluruh

Indonesia (SOBSI) di bawah pimpinan Surjono, Haryono, Asnarudin, dan Nyonyo.

Pada bulan Mei 1947 SOBSI mengadakan kongresnya di Malang. Kongres ini

dihadiri oleh beberapa wakil serikar pekerja luar negeri dari Belanda, Australia dan

Malaysia. Kongres mengambil beberapa keputusan di bidang politik seperti

mendukung persetujuan Linggar Jati sejalan dengan garis politik PKI. Juga kongres

menyatakan SOBSI masuk menjadi anggota World Federation of Trade Unions

(WFTU) di Praha, Cekoslowavia. Mulai saat itu SOBSI menyatakan dirinya berkiblat

ke komunis internasional dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

SOBSI kemudian ikut terlibat dalam pemberontakan PKI-MUSO di Madiun bulan

September 1948, dan kemudian ternyata terlibat juga pada gerakan 30 September

yang didalangi oleh PKI (G30S/PKI) tahun 1965.

65

Page 66: upaya.doc

Tidak sepakat dengan kiblat Keputusan Kongres SOBSI bulan Mei 1947 di

Malang, beberapa serikat pekerja mengundurkan diri dan pada bulan April 1948 di

Solo mendirikan Gabungan Serikat Buruh Revolusioner Indonesia (GASBRI).

Demikian juga pada bulan November 1948 di Yogyakarta terbentuk Ikatan Central

Organisasi Serikat-serikat Sekerja (ICOSS) dipimpin oleh Sudiro; dan tanggal 5

Desember 1948 di Solo, terbentuk Persatuan Organisasi Buruh (POB). ICOS dan

POB mencoba melakukan fusi dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI),

sementara koordinasi kegiatan serikat-serikat pekerja dicoba dilakukan melalui

Himpunan Serikat-serikat Buruh Indonesia (HISSBI). Pada tanggal 27-30 April 1951

di Jakarta, beberapa serikat pekerja yang tergantung dengan HISSBI menarik diri

dan mengadakan kongres dan mendirikan Sentral Organisasi Buruh Republik

Indonesia (SOBRI)

Pada tanggal 5 Juli 1952 di Bandung, Badan Pusat Serikat-serikat Sekerja

(BPSS) dari Bandung dan Pusat Organisasi Buruh (POB) dari Jakarta melebur diri

menjadi Pusat Serikat-serikat Buruh Indonesia (PSBI). Kemudian PSBI ini bersama

GSBI mendirikan Dewan Serikat-serikat Buruh Indonesia (DSBI). Namun pada

kongresnya tanggal 11-12 Mei 1953 di Bandung, DSBI berubah nama menjadi

Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI).

Dalam kurun waktu 1945 dan 1960 pertumbuhan Serikat-serikat Pekerja di

Indonesia juga ditandai dengan nuansa politik. Hal ini terjadi karena semua partai

politik mulai mendirikan serikat pekerjanya masing-masing dan menempatkannya

sebagai “onderbouw” partainya. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan jumlah

anggota partai sebanyak-banyaknya, terutama menjelang pelaksanaan pemilihan

umum pertama tahun 1955. Maka terbentuk pula Serikat Buruh Islam Indonesia

(SBII,1947) yang berafiliasi dengan Partai Masyumi; Gabungan Serikat Buruh

Revolusioner Indonesia (GSBRI, 1948) berafiliasi dengan Partai MURBA; Serikat

Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI, 1955) berafiliasi dengan Nahdatul Ulama;

66

Page 67: upaya.doc

dan Gerakan Organisasi Buruh Serikat Islam (GOBSI, 1955) berafiliasi dengan Partai

Serikat Islam Indonesia (PSII).

Dalam kepengurusan Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk satu Seksi HIMBI

yang bertugas mendidik anggotanya menjadi ahli perburuhan dan sanggup menjadi

pemimpin serikat pekerja. Pada tanggal 10 Desember 1952 di Surabaya, HIMBI

bersama Buruh Demokrat sepakat meleburkan diri dan mendirikan Konsentrasi

Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI)

Disamping itu Peraturan Menteri Perburuhan No. 90 tahun 1955 tentang

pendaftaran Serikat Buruh, turut mendorong tumbuhnya serikat-serikat Buruh,

karena syarat pembentukannya cukup ringan, yaitu hanya dengan memiliki

Anggaran Dasar, Susunan Pengurus dan Daftar Nama-nama Anggota tanpa

menyebutkan jumlah minimumnya, menurut perkiraan pada masa itu ada sekitar 150

Serikat Buruh Nasional, ratusan Serikat Buruh Lokal dan tujuh Federasi Organisasi

Buruh. Hampir semua organisasi tersebut menitik beratkan kegiatan di bidang politik,

kurang menjalankan fungsi utamanya yaitu berusaha meningkatkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya

Tahun 1956 pemerintah mulai mengambil alih atau menasionalisasi perusahaan-

perusahaan milik pemerintah Belanda. Oleh karena itu kegiatan serikat pekerja perlu

dikoordinir. Lahir Badan Kerjasama Buruh dan Militer (BKS-BUMIL), sebagai bentuk

kerjasama tidak permanen, tetapi semangat persatuan di kalangan pemimpin-

pemimpin pekerja tetap terperihara.

Menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno membentuk Dewan

Perancang Nasional (Depernas) dan DPA sementara. Untuk kedua Lembaga

tersebut, wakil pekerja diikutkan sebagai golongan fungsional. Untuk Depernas

diangkat Runturambe dari SOBSI, Soetedjo Dirdjosubroto dari RKS, Kobarsik dari

67

Page 68: upaya.doc

SOBSI, serta Iskandar Wahono dan Faturhadi dari KBKI. Untuk DPA Sementara

diangkat Munir dari SOBSI dan Datuk dari KBKI.

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, para pimpinan serikat pekerja membentuk

Koordinasi Buruh Indonesia (KOBI) dengan ketua S.Narto dari SBII. Tahun 1960

timbul gagasan untuk mendirikan Organisasi Persatuan Pekerja Indonesia (OPPI)

sebaga wadah yang mempersatukan semua serikat pekerja yang ada. Usaha ini

tidak berhasil karena adanya tantangan dari SOBSI, yaitu organisasi pekerja

berafiliasi pada PKI. Namun demikian pada tahun 1961 terbentuk Sekretariat

Bersama Perjuangan Buruh Pelaksana Trikora (SEKBER BURUH), maksudnya

untuk menggalang persatuan di kalangan Serikat-serikat pekerja berjuang bersama

mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan Republik Indonesia

Dalam rangka menumpas G30/PKI yang mencoba melakukan perebutan

kekuasaan (kudeta) tanggal 30 september 1965, para pemimpin serikat pekerja pada

awal tahun 1966 membentuk Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI). Perjuangan

KABI bersifat politis dan soal-soal yang bersifat sosial ekonomi serikat pekerja di

Indonesia tetap diselesaikan oleh Sekber Buruh. Tanggal 1 November 1969

semangat persatuan ini terwujud kembali dengan berdirinya Majelis

Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI). Anggota MPBI terdiri atas 21 organisasi

pekerja.maksudnya untuk menyehatkan kembali kehidupan gerakan pekerja. Asas

organisasi MPBI adalah Pancasila dan UUD 1945. Kegiatan nyata yang dilakukan

oleh MPBI adalah menjadikan dirinya sebagai wadah / tempat serikat-serikat pekerja

bertemu dan berdialog tentang masalah-masalah ketenagakerjaan.

2. Mono serikat pekerja

Memasuki kurun waktu 1970-an pemerintah terus berikhtiar untuk

menyederhanakan kehidupan partai-partai politik dalam arti mengurangi jumlahnya.

Upaya pemerintah menyederhanakan jumlah partai-partai politik ini berhasil melalui

68

Page 69: upaya.doc

proses fusi sehingga lahir dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan

Partai Demokrasi Indonesia) serta golongan karya. Penyederhanaan jumlah partai-

partai politik ini membawa pengaruh pada serikat pekerja yang menjadi onderbouw-

nya. Serikat-serikat pekerja mulai kehilanhan induknya. Dalam suasana seperti ini

MPBI menyelenggarakan seminar di Tugu, tanggal 21-28 Oktober 1971, setelah

mengadakan refleksi diri, seminar ini berhasil menegaskan identitas gerakan pekerja

di Indonesia, sebagai berikut:

- Gerakan pekerja harus lepas sama sekali dari kekuatan politik manapun;

- Kegiatan serikat pekerja harus dititik beratkan pada bidang sosial

ekonomi;

- Serikat pekerja yang ada secara organisatoris harus ditata kembali dan

dipersatukan melalui pendekatan yang persuasive;

- Perlu menyempurnakan struktur organisasi gerakan pekerja;

- Serikat-serikat pekerja tidak boleh menggantungkan dirinya pada sumber

dana dari luar.

Dengan demikian terlihat bahwa seminar ini berhasil menampilkan gagasan

untuk meluruskan kembali gerakan pekerja pada tugas yang seharusnya menjadi

tanggung jawabnya dan sekaligus menyatukan serikat pekerja.

Kelanjutan dari seminar ini MPBI pada tanggal 24-26 Mei 1972 mengadakan

rapat pleno guna membahas usaha-usaha pembaharuan dan penyederhanaan

eksistensi serikat-serikat pekerja. Dalam musyawarah ini ide pembaharuan dan

penyederhanaaan terus berkembang sehingga timbul tekad organisasi-organisasi

pekerja yang ada meleburkan diri ke dalam satu organisasi pekerja yang baru sama

sekali. Untuk itu dioerlukan pembaharuan sikap mental serta pola piker terutama

dalam diri pemimpin-pemimpin serikat-serikat pekerja itu sendiri.

69

Page 70: upaya.doc

Tekad untuk membentuk satu kaum wadah pekerja di Indonesia ini direalisasikan

melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia yang dinyatakan di Jakarta

pada tanggal 20 Februari 1973. Melalui Deklarasi ini berdirilah Federasi Buruh

Seluruh Indonesia (FBSI). Serikat-serikat pekerja yang melebur diri ke dalam

Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) pada waktu itu adalah:

- Gabungan Serikat-serikat Buruh Islam Indonesia (GASBIINDO);

- Kesatuan Buruh Pancasila (KUBU PANCASILA);

- Konsentrasi Nasional Gerakan Karya Buruh (KONGKARBU);

- Gabungan Organisasi Buruh Serikat Islam Indonesia (GOBSII);

- Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM);

- Kongres Buruh Islam Merdeka (KBIM);

- Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia (SOBSI);

- Gerakan Buruh Muslim Indonesia (GERBUMI);

- Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI);

- Serikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI);

- Persatuan Karyawan Buruh Indonesia (PERKABI);

- Kesatuan Pekerja Kristen Indonesia (KESPEKRI);

- Federasi Buruh Islam Indonesia (FBII);

- Persatuan Organisasi Buruh Islam Indonesia (PORBISI);

- Kesatuan Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI);

- Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB PANCASILA);

- Ikatan Karyawan Muhammadiyah (IKM);

- Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI);

- Kesatuan Karyawan Buruh (KEKARBU);

- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI);

- Serikat Peketja Pegawai Pos, Telepon dan Telegraf (SPPPTT).

70

Page 71: upaya.doc

Pemerintah menghargai kesepakatan para pemimpin serikat pekerja tersebut

dan mengeluarkan pengukuhan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan koperasi tanggal 11 Maret 1974 No. 286/A/DD/II/DPHK/74, sejak

terbentuknya FBSI, para pemimpin terus memperkokoh persatuan dan kesatuan

kaum pekerja indonesia dalam satu wadah. Konsolidasi dan restrukturisasi

organisasi pekerja terus dilakukan. Organisasi pekerja terorganisir atas dasar

lapangan kerja dan atau profesi. FBSI menghimpun kaum pekerja Indonesia non

pegawai negeri dan non ABRI serta merupakan satu-satunya wadah yang mewakili

seluruh pekerja Indonesia secara nasional dan internasional.

Pada mulanya FBSI disusun menjadi 20 serikat buruh lapangan pekerja (SBLP).

Namun pada tahun 1973, kongres persatuan guru republik Indonesia (PGRI

menetapkan PGRI sebagai organisasi profesi yang berdiri sendiri dan melepaskan

diri dari FBSI. Kemudian kongres serikat buruh transportasi yang pertama tahun

1976 memutuskan untuk memecahkan diri menjadi 3 SBLP yaitu serikat buruh

abggkutan jalan raya (SB AJR), serikat buruh angkutan sungai, danau dan ferry (SB

ASBF), dan serikat buruh Transpor udara (SB TU), dengan demikian terdapat 21

SBLP.

3. Serikat pekerja unitaris

Dengan pertimbangan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan

di dalam negeri , kongres II FBSI tanggal 26-30 november 1985 di Jakarta

menetapkan bahwa FBSI diganti menjadi serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI),

yang merupakan kelanjutan dari FBSI yang didirikan pada tanggal 20 Pebruari 1973.

Tujuan reorganisasi FBSI menjadi SPSI adalah untuk lebih mempersatukan dan

menjamin rasa setia kawan diantara sesame kaum pekerja, membela dan

mempertahankan kepentingan serta hak-hak kaum pekerja, memperjuangkan

perbaikan tingkat kesejahteraan hidup serta memperjuangkan syarat-syarat kerja

yang lebih baik bagi kaum pekerja. Orgaanisasi SPSI disusun menjadi anggota yang

unitaris dengan hanya satu Dewan pimpinan pusat yang terdiri dari 9 Departemen

71

Page 72: upaya.doc

dan pada musyawarah nasional SPSI ketiga bulan November 1990 merubah

departeman menjadi 13 sektor.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman pekerja mengenai hak dan

kewajibannya , maka serikat pekerja seluruh Indonesia menetapkan Doktrin Pekerja

indonesaia disertai dengan Panca Prasetya SPSI. Salah satu program utama SPSI

adalah untuk membentuk serikat pekerja di perusahaan-perusahaan yang disebut

Pengurus Unit Kerja (PUK) SPSI dan membentuk Kesepakatan Kerja Bersama

(KKB).

Dalam perkembangan selanjutnya pada musyawarah pimpinan ke II SPSI di

Kopo-Bogor pada tanggal 3-8 Oktober 1994, SPSI mengadakan reformasi dan

restrukturisasi organisasi dengan menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga SPSI dari bentuk unitaris menjadi bentuk federasi (gabungan).

Kedudukan 13 sektor dirubah menjadi serikat pekerja anggota (industrial union) yang

otonom menjalankan organisasinya sendiri berdasarkan peraturan dasar dan

peraturan rumah tangga masing-masing sektor. Masing-masing serikat pekerja

anggota tersebut telah terdaftar pada Departemen Tenagakerja.

Pada tahun 1995 menjelang diselenggarakan musyawarah nasional ke IV SPSI

untuk memilih dan menyusun pengurus sektor. Musyarawarah Nasional IV Serikat

Pekerja Seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 15-19 November 1995,

menetapkan:

- Struktur Organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dirubah dari

Unitaris ke Federasi dengan Nama Federasi Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia (FSPSI);

- Pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga FSPSI;

- Pemilihan pengurus periode 1999-2000

Pada tahun 19991, berupa aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat dan hak asasi

manusia mendirikan serikat buruh merdeka setia kawan (SBM). Bulan Juni 1991,

SMB berdemontrasi di depan Kantor ILO di Jakarta memprotes pemilihan Menteri

72

Page 73: upaya.doc

Tenagakerja, Cosmas Batubara menjadi Presiden Internasional Conference di

Jenewa.

Kembali dalam bulan April 1992, beberapa aktivis LSM dan hak asasi manusia

dengan beberapa kedutaan asing di Jakarta membentuk Serikat Buruh Sejahtera

Indonesia (SBSI). Sejak didirikan hingga era Reformasi tahun 1998, SBSI terus

mendapat tekanan dari Pemerintah Orde Baru. ILO, beberapa serikat pekerja di

berbagai Negara serta Negara-negara maju terus menekan Pemerintah Indonesia

untuk memberikan kebebasan bagi SBSI.

4. Serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP)

Dalam rangka mendorong pertumbuhan organisasi pekerja dan keanggotaan

serikat pekerja, Menteri Tenagakerja menerbitkan peraturan Menteri Tenaga Kerja

No. Per-01/MEN/1994 tentang serikat pekerja tingkat perusahaan.

Berdasarkan peraturan ini para pekerja di tiap perusahaan dimungkinkan

mendirikan serikat pekerja yang bebas dan berdiri sendiri, tanpa bergabung atau

berafiliasi dengan serikat pekerja lain. Dan langsung mendaftar ke Departemen

Tenagakerja dan lebih lanjut berunding dengan pengusaha untuk merumuskan

kesepakatan kerja bersama atau KKB. Hingga pertengahan tahun 1998 sudah

terbentuk di sekitar 1200 perusahaan dan sebagian sudah melakukan KKB.

5. Serikat pekerja pasca reformasi

Seperti dikemukakan diatas eufora reformasi yang dimulai pada awal tahun1998

dan ratifikasi Konvensi ILO No.87 mengenai kebebasan berserikat telah mendorong

pembentukan serikat pekerja baru di Indonesia, hingga akhir 2002 telah tumbuh dan

terdaftar 63 serikat pekerja berbentuk federasi; 76 serikat pekerja tingkat nasional

menurut jenis usaha yang non afiliasi di perusahaan swasta, dan 56 serikat pekerja

di BUMN. Disamping itu, sekitar 1200 serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP)

yang independen atau berdiri sendiri masih tetap terdaftar dan berfungsi. Jumlah

organisasi pekerja tersebut terus bertambah.

73

Page 74: upaya.doc

Sampai akhir tahun 2008, Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan

Hubungan Industrial, Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi mencatat

perkembangan organisasi Serikat Pekerja, unit kerja atau Basis, serta jumlah

anggota sebagai berikut:

a. Jumlah yang terdaftar 90 Federasi Serikat Pekerja; 35 di antaranya

bergabung dalam 3 Konfederasi;

b. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mencakup 16

Federasi, 6779 Unit Kerja atau Basis, dengan jumlah anggota 1.601.378

orang;

c. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencakup 7 Federasi, 973 Unit

Kerja atau Basis, dengan jumlah anggota 458.345 orang;

d. Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mencakup 12

Federasi, 1.559 Unit Kerja atau Basis, dengan anggota berjumlah 337.670

orang;

e. Tedapat 20 Federasi Serikat Pekerja yang berdri sendiri dengan 1.864 Unit

Kerja atau Basis dengan anggota berjumlah 883.761 orang;

f. Berarti masih terdapat 35 Federasi Serikat Pekerja yang belum melaporkan

jumlah Unit Kerja dan jumlah anggotanya;

g. Juga tercatat 14 Serikat Pekerja Lokal dengan 174 Unit Kerja dan anggota

berjumlah 26.537 orang;

h. Disamping itu tercatat 437 Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan dengan

jumlah anggota 97.924 orang

i. Secara keseluruhan sampai akhir tahun 2008 telah terbentuk serikat pekerja

di 11.786 Unit Kerja Perusahaan dengan jumlah anggota berjumlah

3.405.615 orang.

Dilihat dari perkembangannya, kondisi serikat pekerja Pasca Repormasi ini

tampaknya mundur kembali ke kondisi sebelum Deklarasi Buruh tahun 1973 . dan

struktur serikat pekerja yang demikian cenderung membuat mereka menjadi lemah

74

Page 75: upaya.doc

dan menjadi kurang menarik bagi pekerja untuk menjadi anggota serikat pekerja.

Oleg sebab itu para pimpinan serikat pekerja perlu duduk bersama menyusun

strategi perjuangan mereka ke depan.4041

b. Pengertian serikat pekerja

Dalam pasal 1 angka 17 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

pengertian serikat pekerja sebagai berikut “Serikat Pekerja adalah organisasi yang

dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar

perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung

jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan

pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”42

Serikat pekerja adalah kekuatan demokrasi dan kekuatan kolektif yang signifikan.

Dan pekerja dimanapun juga adalah kekuatan ekonomi. Ini sungguh suatu hal yang

dahsyat kalau peran serikat pekerja dimainkan dengan benar, dengan kombinasi

kekuatan yang dimiliki tentunya akan memberikan pengaruh secara polotik dan

ekonomi. Tetapi kekuatan dahsyat ini tentunya membutuhkan anggota yang banyak,

dan partisipasi yang luas dan tinggi dari anggotanya sehingga serikat pekerja dapat

memainkan peranan pentingnya.

Secara tradisional uraian atau definisi serikat pekerja dapat dijabarkan sebagai

sebuah organisasi demokratis yang berkesinambungan, mandiri dan permanen

dibentuk secara sukarela dari, oleh dan untuk serta dibiayai pekerja. Serikat

pekerja/buruh itu sendiri dibentuk berdasarkan :

a. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

b. Piagam PBB tentang Hak-Hak Azasi Manusia (HAM) pasal 20 (ayat 1)

dan pasal 23 (ayat 4)

40 Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2011)41 Iskandar Tedjasukmana, Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia, (Jakarta : TURC, 2008)42 Pasal 1 angka 17 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

75

Page 76: upaya.doc

c. Undang-Undang No.18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.

98 mengenai Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama

d. KePres No. 23 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 87

tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi

e. KeMenaker No. PER-201/MEN 1999 tentang Pendaftaran Serikat Pekerja

f. KepMenaker No. PER-16/MEN/2000 tentang tata cara Pendaftaran

Serikat Pekerja

g. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja (SP)

h. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

i. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial (PPHI)

j. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja

yang bersangkutan

Serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang didirikan oleh, dari dan untuk

pekerja di dalam atau di luar perusahaan, milik Negara atau pribadi, yang bersifat

tidak terikat, terbuka, independen dan demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan

untuk memperjuangkan, membela dan melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja,

maupun untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Istilah

pekerja/buruh mengacu pada setiap orang yang bekerja untuk memperoleh upah

atau bentuk pendapatan yang lain.43

Serikat harus bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan dapat

dipertanggungjawabkan, maksudnya adalah:

1. Bebas

Serikat pekerja bersifat bebas berarti serikat pekerja bebas melaksanakan hak

dan kewajibannya, tidak dibawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain. Setiap

pekerja berhak membentuk dan atau menjadi anggota serikat pekerja atas kehendak

bebas pekerja sendiri tanpa paksaan atau tekanan pengusaha atau pemerintah atau

43 http//:pengertian Serikat Pekerja.com

76

Page 77: upaya.doc

oleh serikat pekerja sendiri. Pekerja juga bebas untuk tidak menjadi anggota serikat

pekerja.

2. Terbuka

Serikat pekerja harus terbuka dalam menerima anggota dan atau

memperjuangkan kepentingan pekerja, tidak membedakan manurut aliran politik,

agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.

3. Mandiri

Bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi

ditentukan oleh kekuatan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain diluar organisasi.

4. Demokratis

Bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan

dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip

demokratis.

5. Dapat dipertanggungjawabkan

Dapat dipertanggungjawabkan kepada anggotanya, masyarakat dan Negara

dalam mencapai tujuannya dan melaksanakan hak dan kewajibannya. Bertanggung

jawab kepada masyarakat termasuk bertanggung jawab untuk menjamin

kelangsungan aliran produksi dan jasa, demi kebaikan konsumen/masyarakat secara

umum.44

c. Fungsi, tujuan, dan peran serikat pekerja

Fungsi utama serikat pekerja:

1. Menyusun PKB atau dokumen penyelesaian perselisihan;

2. Mewakili pekerja dalam forum kerja sama ketenagakerja manapun;

3. Sebagai fasilitator hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan adil;

4. Sebagai wahana untuk menyalurkan aspirasi dalam membela hak dan

kepentingan anggotanya;

44 Pasal 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000

77

Page 78: upaya.doc

5. Perencanaan, pelaksanaan dan bertanggung jawab selama berlangsungnya

pemogokan sesuai ketentuan hukum;

6. Mewakili pekerja dalam membela hak kepemilikan bersama dalam

perusahaan.

Tujuan serikat pekerja:

1. Menciptakan suasana kerja yang sehat dan kondusif.

2. Membela dan memperjuangkan hak-hak para buruh/pekerja agar tidak

terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengusaha.

3. Agar buruh/pekerja merasa adil dan sejahtera.

4. untuk melindungi anggotanya dan untuk membela hak dan kepentingan

maupun meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya hingga ke

tingkat yang wajar.

5. untuk memperbaiki kesejahteraan anggotanya atau pekerja secara

keseluruhan.

6. Mengisi cita – cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, demi

terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil secara materi dan

spiritual, khususnya masyarakat pekerja berdasarkan pancasila ;

7. Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja;

8. Terlaksananya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan

berkeadilan;

9. Terhimpun dan bersatunya kaum pekerja di segala kelompok industrial

barang dan jasa serta mewujudkan rasa kesetiakawanan dan

menumbuhkembangkan solidaritas diantara sesama kaum pekerja ;

10. Terciptanya perluasan kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan

produktivitas ;

11. Terciptanya kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia yang selaras,

serasi dan seimbang menuju terwujudnya tertib sosial, tertib hukum dan

tertib demokrasi ;

78

Page 79: upaya.doc

12. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta memperjuangkan perbaikan

nasib, syarat – syarat kerja dan kondisi serta penghidupan yang layak

sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Peran serikat pekerja:

1. Menampung aspirasi dan keluhan pekerja, baik anggota maupun bukan

anggota serikat pekerja yang bersangkutan;

2. Menyalurkan aspirasi dan keluhan tersebut kepada manajemen atau

pengusaha baik secara langsnug atau melalui Lembaga Bipartit;

3. Mewakili pekerja di Lembaga Bipartit;

4. Mewakili pekerja di tim perundingan untuk merumuskan perjanjian kerja

bersama;

5. Mewakili pekerja di lembaga-lembaga kerjasama ketenagakerjaan sesuai

dengan tingkatannya seperti Lembaga Tripartit, Dewan Keselamatan dan

Kesaehatan Kerja, Dewan Pelatihan Kerja, dan lain-lain;

6. Memperjuangkan realisasi hak dan kepentingan anggota, baik secara

langsung kepada pengusaha maupun melalui lembaga-lembaga

ketenagakerjaan;

7. Membantu menyelesaikan perselisihan industrial;

8. Meningkatkan disiplin dan semangat kerja anggota;

9. Aktif mengupayakan, menciptakan atau mewujudkan hubungan industrial

yang aman, harmonis, dinamis dan berkeadilan antara pekerja dengan

pengusaha; dan

10. Menyampaikan saran kepada manajemen baik untuk penyelesaian keluh

kesah pekerja maupun untuk penyempurnaan sistem kerja dan peningkatan

produktivitas perusahaan.45

d. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip serikat pekerja/buruh

45 Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2011), hal.39

79

Page 80: upaya.doc

1. Serikat pekerja/buruh harus bebas dan mandiri

Yang dimaksud dengan kemandirian serikat pekerja/buruh adalah bahwa

serikat pekerja/buruh wajib bertanggung jawab dan wajib memberikan

pertanggungjawaban kepada para anggotanya. Ini merupakan hal pertama dan

hal terpenting yang harus diperhatikan serikat pekerja/buruh. Serikat

pekerja/buruh harus independen. Artinya, serikat pekerja/buruh tidak boleh

bergantung pada pengusaha atau manajemen perusahaan, tidak bergantung

kepada pemerintah, tidak pada lembaga, organisasi atau yayasan keagamaan

seperti mesjid atau gereja dan tidak dikuasai oleh partai politik manapun.

Serikat pekerja/buruh hendaknya hidup dari dan dibiayai dari konstribusi

(iuran) yang dibayarkan oleh anggotanya. Manajer senior dan direktur

perusahaan tidak boleh menjadi anggota serikat pekerja karena serikat pekerja

harus bebas mewakili kepentingan pekerja, sekalipun hal ini menimbulkan konflik

kepentingan dengan pihak manajemen.

2. Serikat pekerja/buruh menegakkan keadilan hukum dan moral

Serikat pekerja/buruh mengupayakan agar semua pihak diperlakukan dengan

adil, agar semua pihak menikmati kebebasan sepenuhnya dan agar semua pihak

menghormati hak-hak asasi manusia. Keadilan hukum dan keadilan moral harus

ditegakkan di tempat kerja dan ini merupakan hal yang secara khusus

diprioritaskan oleh serikat pekerja/buruh.

3. Serikat pekerja/buruh mewakili kepentingan anggotanya

Serikat pekerja/buruh memiliki kewenangan penuh untuk menyuarakan

kepentingan para anggotanya, dan mewakili pandangan, pendapat dan kemauan

mereka. Karena itu serikat pekerja/buruh harus menyupayakan agar ada

sebanyak mungkin pekerja mau menjadi anggotanya, membayar iuran dan ikut

serta dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja/burur.

4. Serikat pekerja/buruh tidak memaksa pekerja menjadi anggotanya

80

Page 81: upaya.doc

Prinsip berserikat secara sukarela artinya adalah bahwa pekerja dengan

sukarela mau menjadi anggota serikat pekerja/buruh tanpa dipaksa.

Keanggotaan serikat pekerja/buruh tidak boleh dipaksakan.

Ini berarti bahwa banyak atau sedikitnya anggota serikat pekerja/buruh

tergantung pada kemampuan serikat pekerja/buruh yang bersangkutan untuk

menyakinkan pekerja bahwa serikat pekerja/buruh sebenarnya diadakan demi

kepentingan mereka juga.

5. Serikat pekerja/buruh menentang diskriminasi

Serikat pekerja/buruh menentang diskriminasi berdasarkan rasa tau jenis

kelamin. Serikat pekerja/buruh menghargai semua budaya, adat-istiadat dan

masyarakat. Serikat pekerja mengupayakan agar pekerja-pekerja yang sama

nilai kerjanya mendapatkan upah yang sama dan kesempatan yang sama untuk

memperoleh pelatihan dan promosi ke jabatan yang lebih tinggi.

6. Serikat pekerja/buruh mendorong demokrasi dan partisipasi

Serikat pekerja/buruh mengupayakan hak setiap pekerja untuk memperoleh

informasi dan dilibatkan dalam setiap kegiatan serikat pekerja/buruh. Serikat

pekerja/buruh juga mengupayakan agar pandangan dan pendapat pekerja

didengar dan dihargai. Hal ini penting agar keputusan dapat diambil secara

demokratis, sah dan dapat diterima oleh semua pihak.

7. Pertanggungjawaban dan keterbukaan pemimpin serikat pekerja/buruh

Para pemimpin serikat pekerja/buruh di semua tingkatan hendaknya dipilih

melalui suatu prosedur yang demokratis. Para pemimpin ini harus memberikan

pertanggungjawaban kepada para anggota serikat pekerja/buruh yang telah

memilih mereka dan harus mereka layani.

8. Kesatuan dan kekuatan serikat pekerja/buruh

Serikat pekerja/buruh berupaya memaksimalkan kekuatan suara pekerja dengan

memastikan bahwa para pekerja benar-benar bersatu dan tidak terpecah-belah.

Untuk itu diperlukan banyak kesabaran untuk menjelaskan posisi masing-masing,

81

Page 82: upaya.doc

berkonsultasi dengan para pekerja dan mengajak mereka menyetujui dan

mengambil sikap yang telah disetujui bersama

Hal ini sama sekali bukanlah persatuan palsu yang dipaksakan oleh seorang

diktator dan dipertahanankan secara paksa. kesatuan serikat pekerja/buruh

menuntut adanya demokrasi.46

D. DASAR HUKUM YANG MENDASARI SYARAT DAN PROSEDUR PENDIRIAN

SERIKAT PEKERJA/BURUH

Berdasarkan pasal 104 ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

jo pasal 5 ayat (1) UU No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/buruh. Setiap

pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh.

Serikat pekerja/buruh ini dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang

pekerja/buruh (pasal 5 ayat (2) UU serikat pekerja/buruh).

Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/buruh (SP) harus memiliki

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan pasal 11 serikat

pekerja/buruh, yang berbunyi:

1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran

rumah tangga.

2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-

kurangnya harus memuat:

a. Nama dan lambang;

b. Dasar negara, asas, dan tujuan;

c. Tanggal pendirian;

d. Tanggal kedudukan;

e. Keanggotaan dan kepengurusan;

f. Sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan

46 Proyek Pendidikan Untuk Pekerja Buku Pegangan Untuk Serikat Pekerja, ILO office Jakarta.

82

Page 83: upaya.doc

g. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah

tangga.

Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus dilakukan

berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang

bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah

Kabupaten atau walikotamadya dimana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan

pencatatan atas pembentuka SP tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 18 UU serikat

pekerja/serikat buruh, yang berbunyi:

1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara

tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.

2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:

a. Daftar nama anggota pembentuk;

b. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

c. Susunan dan nama pengurus.

Selain itu, ditentukan pula bahwa nama dan lambing serikat pekerja/serikat buruh

tidak boleh sama dengan nama dan lambing serikat pekerja/serikat buruh yang telah

tercatat terlebih dahulu (pasal 19 UU serikat pekerja/serikat buruh).

Dalam proses pembentukannya, tidak boleh ada pihak yang menghalang-halangi

atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan

cara melakukan pemutusan hubungan kerja. Barangsiapa menghalang-halangi atau

memaksa pekerja/buruh untuk membentuk SP, dikenakan sanksi pidana paling

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau dendan paling sedikit

Rp100 juta dan paling banyak Rp500 juta (pasal 28 jo. Pasal 43 ayat (1) UU serikat

pekerja/serikat buruh).

Setelah seluruh proses pembentukan SP ini selesai, pengurus serikat

pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus

83

Page 84: upaya.doc

memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada pihak perusahaan

(manajemen perusahaan). Hal ini diatur dalam pasal 23 UU serikat pekerja/serikat

buruh yang berbunyi:

“ pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus

memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai

dengan tingkatannya”.

Hal ini sesuai dengan penjelasan umum UU serikat pekerja/serikat buruh yang

menyebutkan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha. Jadi dapat

disimpulkan bahwa syarat dan prosedur pendirian SP adalah :

1. Ada setidaknya 10 orang anggota;

2. Pembuatan AD/ART

3. Pencatatan di Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau

walikotamadya setempat;

4. Pemberitahuan ke pihak perusahaan mengenai keberadaan SP 47

BAB III

GAMBARAN OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah serikat pekerja/buruh FSPMI

Pada era reformasi di Indonesia tahun 1998 telah membuahkan diratifikasinya

konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk

bernegosiasi dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tahun 1998

berdampak tumbuh dan kembangnya organisasi serikat pekerja/buruh, satu

diantaranya adalah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).

47 Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja

84

Page 85: upaya.doc

Pada waktu itu diselenggarakan suatu Musyawarah Nasional Luar Biasa Serikat

Pekerja Logam, Elektronika dan Mesin SPSI Reformasi tanggal 4-7 februari 1999 di

Garut-Jawa Barat, yang semangat dan idenya bermaksud mengkonsolidasi gerakan

buruh reformis untuk memurnikan kembali gerakan buruh di Indonesia sesuai cita-

cita dan ciri universal gerakan buruh yang demokratis, independen, bebas dan

representatif, yang kemudian peristiwa ini merupakan tonggak sejarah terbentuknya

organisasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan juga ditetapkan sebagai kongres I.

Perkembangan lebih lanjut pada tanggal 29 agustus-1 september 2001

diselenggarakan kongres II SPMI di Lembang-Bandung yang dimaksudkan

mengkonsolidasikan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi serta merespon

secara kreatif tantangan dan hambatan multi dimensi yang dihadapi kini dan di masa

depan yang antara lain menetapkan suatu kebijakan dan strategi organisasi, yaitu

memperkuat peran dan fungsi sekretaris jenderal dan serikat pekerja anggota

Untuk itu organisasi SPMI yang lahir pada tanggal 6 Februari 1999 bersifat

unitaris berubah menjadi federatif sebagai gabungan dari 5 (lima) Serikat Pekerja

yaitu Serikat Pekerja Elektronik-Elektrik (SPEE); Serikat Pekerja Logam (SPL);

Serikat Pekerja Automotif, Mesin dan Komponen (SPAMK); Serikat Pekerja Dok dan

Galangan Kapal (SPDG); serta Serikat Pekerja Dirgantara (SPD) dengan otoritas

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing.

Dalam kaitan tersebut diatas seluruh anggota Federasi Serikat Pekerja Metal

Indonesia berkehendak mewujudkan serikat pekerja yang kuat, mandiri, bebas,

demokratis, egaliter, konsisten, jujur, beradab, bertanggungjawab dan berkelanjutan

serta merupakan mitra kerja dan analog pada tatanan hubungan industrial dengan

prinsip saling percaya, saling menghormati dan professional untuk mewujudkan

ketenangan kerja dan ketenangan usaha dengan tujuan peningkatan kesejahteraan

pekerja dan pertumbuhan perusahaan atau dengan pengertian lain mewujudkan

masyarakat industri yang maju dan berkeadilan sosial sebagai pencerminan

85

Page 86: upaya.doc

ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa serta pengabdian pada nusa dan bangsa

Indonesia.

Anggota Federasi SPMI :

- SP Elektronik Elektrik (SPEE)

- SP Automotif, Mesin & Komponen (SPAMK)

- SP Logam (SPL)

- SP Dok & Galangan Kapal (SPDG)

- SP Dirgantara (SPD)

VISI FSPMI

Terwujudnya organisasi dan gerakan buruh yang demokratis, bebas,

independent, reprensentatif, kesejehteraan dan keadilan Sosial

MISI FSPMI

- Turut berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945

dan menjalankan UUD 1945 beserta amandemennya.

- Menghimpun dan menyatukan kaum pekerja khususnya dalam lapangan

pekerjaan industri dan jasa: Logam, Elektronik Elektrik, Automotif Mesin

Komponen, Dirgantara serta Dok dan Galangan Kapal.

- Meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia dan

keluarganya yang layak bagi kemanusiaan yang adil dan beradab.

- Meningkatkan rasa kesetiakawanan dan persaudaraan kaum pekerja dan

keluarganya.

- Meningkatkan produktifitas kerja, syarat-syarat kerja, dan kondisi kerja.

- Memantapkan Hubungan Industrial guna mewujudkan ketenangan kerja dan

ketenangan usaha.

PROGRAM AKSI FSPMI

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka pada Kongres II FSPMI

menetapkan Program Aksi FSPMI yang harus ditangani yaitu :

86

Page 87: upaya.doc

1. Perlindungan dan Pembelaan

- Meningkatkan kualitas & kuantitas PKB

- Membentuk Lembaga Bantuan Hukum dan team advokasi Perburuhan

- Memantau pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja dan

Pengawasan Ketenagakerjaan

- Memperkuat tim Advokasi di setiap wilayah

2. Pemberdayaan Pekerja Perempuan

- Membentuk biro perempuan diseluruh perangkat organisasi.

- Mempromosikan pekerja perempuan untuk aktif dalam berorganisasi.

- Mensosialisasikan dan mengkampanyekan permasalahan Gender.

- Meningkatkan peran & program Direktorat Perempuan

3. Konsolidasi & Revitalisasi Organisasi

- Mengorganisir pekerja yang belum terorganisir dengan target jumlah

anggota 250.000 orang dan 400 unit kerja

- Menguatkan fungsi dan peran Sekretaris Jenderal dan Serikat Pekerja

Anggota

- Membentuk dan mengoptimalkan fungsi team Audit sebagai prinsip dan

metode kerja organisasi yang transparan dan bertanggungjawab

4. Ekonomi dan Kesejahteraan

- Mempromosikan terwujudnya perundangan pengupahan sebagai acuan

sistim pengupahan nasional dan sistim upah sektoral.

- Memperjuangkan terlaksananya jaring pengaman sosial melalui Jaminan

sosial tenaga kerja dan jaminan pemeliharaan kesehatan

- Mendorong tumbuhnya koperasi pekerja disetiap perusahaan.

- Mempromosikan pembentukan jaminan dana pensiun.

5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

- Mensosialisasi undang-undang dan peraturan K3

- Menyelenggarakan Lokakarya K3 sesuai prioritas

87

Page 88: upaya.doc

- Melakukan pelatihan K3

- Melakukan moitoring pelaksanaan K3 ditempat kerja

6. Konsolidasi Keuangan

- Mendorong disiplin anggota dalam membayar iuran

- Konsisten melaksanakan keputusan Kongres II tentang mekanisme

pembayaran iuran anggota

- Menyusun program anggaran penerimaan dan pengeluaran organisasi

- Meningkatkan disiplin dan profesional dalam administrasi keuangan.

- Menyusun dan menyiapkan data keuangan untuk auditor serta secara

berkala dilaporkan

- Memfungsikan bendahara dalam mengelola keuangan secara efektif

- Mengkaji tentang PO keuangan Organisasi

7. Pengembangan Kemampuan Informasi & Komunikasi

- Mempromosikan seluruh perangkat organisasi memiliki perangkat keras

dan perangkat lunak penunjang komunikasi

- Menerbitkan brosur dan buletin serta mendokumentasi kegiatan.

- Aktif membangun komunikasi dengan perangkat organisasi perburuhan

Nasional dan International

8. Pendidikan, Pelatihan dan Kaderisasi

- Menyusun pedoman kurikulum pendidikan dan standrisasi juru didik

- Melaksanakan pelatihan-pelatihan kaderisasi, peningkatan kemampuan

kepemimpinan dan pengorganisasian.

- Aktif dan bekerjasama dalam pelaksanaan aktifitas pendidikan dengan

organisasi –organisasi perburuhan International.

- Menyusun PO tentang pelaksanaan pendidikan

- Membangun pola dan sistem kaderisasi

9. Membangun Solidaritas Pekerja

88

Page 89: upaya.doc

- Berperan aktif menjadi dan sebagai anggota International Metalworkers’

Federation (IMF)

- Membangun dan membina kerjasama dengan serikat pekerja/buruh

sebagai bentuk solidaritas kaum pekerja/buruh

- Membentuk dan menjadi anggota Konfederasi di tingkat Nasional

10. Membangun Solidaritas Sosial

- Membentuk GARDA METAL untuk menangani isu-isu sosial, seperti

bencana alam dan aksi-aksi /Demonstrasi

- Menangani event – event aksi massa

DATA ANGGOTA FSPMI

No. Anggota Serikat Pekerja Metal

Indonesia

Jumlah

PUK

Jumlah

Anggota

1 Serikat Pekerja Automotif Mesin

dan Komponen

87 23.909

2 Serikat Pekerja Elektronik Elektrik 83 52.857

3 Serikat Pekerja Logam 100 18.949

4 Serikat Pekerja Dok dan Galangan

Kapal

1 62

5 Serikat Pekerja Dirgantara - 15.163

Total 271 110.940

89

Page 90: upaya.doc

Data : Desember 2006

SUSUNAN PENGURUS FSPMI DEWAN PIMPINAN PUSAT FEDERASI SERIKAT

PEKERJA METAL INDONESIA PERIODE TAHUN 2006 - 2011

1. Presiden : Ir. H. Said IqbalL, ME.

2. Senior Wakil Presiden : Vonny Diananto, A.Md.

3. Wakil Presiden : Drs. H. Thamrin Mosii

4. Wakil Presiden : R.H. Endang Thamrin

5. Wakil Presiden : Drs. Ridwan Monoarfa

6. Wakil Presiden : Oobon Tabroni, SE.

90

Page 91: upaya.doc

7. Wakil Presiden : Kaspo, Spd. SH.

8.  Wakil Presiden : Ir. Iswan Abdulah

9. Wakil Presiden : H. Makmur Komarudin

10. Wakil Presiden : Suparno .B

11. Wakil Presiden : Drs. Ali Arifin Tanjung

12. Wakil Presiden : Aghni Dhamayanti, A.Md.

13. Sekretaris Jenderal : Basril Hendrisman, A.Md.

14. Wakil Sek. Jenderal : Drs. M.Syawal Harahap

15. Wakil Sek. Jenderal : Nani Kusmaeni

16. Wakil Sek. Jenderal : Wati Anwar

17. Wakil Sek. Jenderal : Kambusiha, SH.

18. Bendahara Umum : H.M. Yadun Mufid, SE.

19. Bendahara Satu : Ridwan Panjaitan

20. Bendahara Dua : Wahyu Diana Sari

SUSUNAN PENGURUS FSPMI PENGURUS PIMPINAN PUSAT SERIKAT PEKERJA

ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA METAL INDONESIA PERIODE 2006 ~ 2011

1. Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE)

Ketua Umum : Drs. Ridwan Monoarfa

Sekretaris Umum : Judy Winarno, ST.

2. Serikat Pekerja Automotif Mesin Dan Komponen (SPAMK)

Ketua Umum : Ir. Jefry Helian

Sekretaris Umum : M. Jamsari

3. Serikat Pekerja Logam (SPL)

Ketua Umum : R.H. Endang Thamrin

Sekretaris Umum : M. Taufik Hidayat, SH

4. Serikat Pekerja Dok dan Galangan Kapal (SPDG)

Ketua Umum : Drs. Thamrin Mosii

91

Page 92: upaya.doc

Sekretaris : H. Makmur Komarudin

5. Serikat Pekerja Dirgantara

Ketua Caretaker : -

Sekretaris Caretaker : -

Afiliasi FSPMI di tingkat Nasional dan International

Dalam membangun aliansi strategis dan kerjasama untuk solidaritas kaum

pekerja ditingkat Nasional, FSPMI berafiliasi dengan Kongres Serikat Pekerja

Indonesia (KSPI) sebagai Konfederasi yang merupakan gabungan dari beberapa

Federasi Serikat Pekerja yaitu: FSPTSK, FSPKEP, SP.PAR, SP.PPMI, PGRI,

SPKAHUTINDO, GASBIINDO, SP.FARKES Reformasi, ASPEK Indonesia, SP ISI,

dan FSPMI.

Ditingkat dunia International, FSPMI pada Kongres Dunia IMF Ke 30 tanggal 11-

16 November 2001 di Sydney, resmi diterima berafiliasi menjadi anggota pada

International Metalwokers’ Federation (IMF) yang berkantor pusat di Geneva-

Swiss dan mempunyai 207 afiliasi Serikat Pekerja di 101 negara dengan jumlah

+24.800.000 anggota.

B. Tugas dan wewenang serikat pekerja/buruh

Tugas serikat pekerja/buruh:

1. Untuk membela pekerja/buruh bila terjadi intimidasi antara pekerja dengan

pengusaha yang merugikan pekerja;

2. Mensejahterakan anggota serikat pekerja/buruh atau pun yang bukan menjadi

anggota dan keluarganya;

3. Membuat suatu aturan organisasi;

4. Menegaskan adanya antara hak dan kewajiban dalam bekerja.

Wewenang serikat pekerja/buruh:

92

Page 93: upaya.doc

1. Menjadi kuasa hukum untuk beracara di pengadilan hubungan industrial untuk

mewakili anggotanya;

2. untuk mewakili pekerja/buruh yang menjadi anggotanya dalam perundingan-

perundingan dengan pihak pengusaha;

3. menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan dinamis.

C. Peranan serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan:

Dalam suatu perusahaan biasanya terdapat organisasi serikat pekerja/serikat

buruh yang dalam pelaksanaanya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

hubungan industrial. Serikat pekerja dalam memecahkan persoalan menuju suatu

kemajuan dan peningkatan yang diharapkan, hendaknya menata dan memperkuat

dirinya melalui upaya :

1. Menciptakan tingkat solidaritas yang tinggi dalam satu kesatuan diantara pekerja

dengan pekerja, pekerja dengan serikat pekerjanya, pekerja/serikat pekerja

dengan manajemen

2. Menyakinkan anggotanya untuk meleksanakan kewajibannya disamping haknya

diorganisasi dan di perusaahaan, serta pemupukan dana organisasi

3. Dana organisasi dibelanjakan berdasarkan program dan anggaran belanja yang

sudah ditetapkan guna kepentingan peningkatan kemampuan dan pengetahuan

terjait dengan keadaan dan kebutuhan ditempat bekerja. Termasuk pelaksanaan

hubungan industrial

4. Sumber Daya Manusia yang baik akan mampu berinteraksi dengan pihak

manajemen secara rasional dan obyektif

Bilamana, paling tidak 4 persyaratan diatas terpenuhi, serikat pekerja melalui

wakilnya akan mampu mencari cara terbaik menyampaikan usulan positif guna

kepentingan bersama perlu diyakini bahwa tercapainya hubungan industrial yang

harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat, hanya akan ada ditingkat

perusahaan. Karenanya social dialogue yang setara, sehat, terbuka, saling percaya

93

Page 94: upaya.doc

dan dengan visi yang sama guna pertumbuhan perusahaan sangat penting dan

memegang peranan menentukan.

Faktor diluar itu pada dasarnya hanya merupakan pedoman dan faktor

pendukung dan pembantu. Pembinaan dan peningkatan kualitas SDM dapat

dirumuskan melalui LKS Bipartit. Program Quality Circle perlu dilakukan. Selain itu

peran serikat pekerja juga memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja itu

sendiri. Sebagai dasar dari kebebasan pekerja dapat dijumpai dalam pasal 28 UUD

1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti :

- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor

98 mengenai Convention Concerning the Application of the Principles of the

Right to Organize and to Bargain Collectivelly

- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang berlakunya Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketentuan pokok tenaga kerja yang mengatur

prinsip-prinsip serikat pekerja yang antara lain :

Hak pekerja membentuk serikat kerja

Serikat pekerja di bentuk secara demokratis serta tidak boleh adanya

campur tangan pihak lain

D. Peranan serikat pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial

1. Saling percaya

Menanamkan sikap kepercayaan sesama anggota agar tidak adanya kesalah

pahaman dalam berserikat.

2. Terbuka

Dalam menerima anggota dan/atau memperjuangkan kepentingan pekerja, tidak

membedakan menurut aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin. Serikat

94

Page 95: upaya.doc

pekerja mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi secara mandiri

atau atas kekuatan sendiri, tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.

3. Demokratis

Pemilihan pengurus, memperjuangkan dan melaksanakan hak dan kewajiban

organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi. Dalam mencapai tujuan dan

melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja bertanggung jawab kepada

anggota, masyarakat, dan Negara.

4. Saling mengerti

Di dalam berorganisasi harus bias saling mengerti satu sama lainnya agar tidak

adanya permasalahan dalam mengeluarkan pendapat

95