UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

120
0 UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION TAHUN 2013-2015 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Mugi Ayu Ningtyas 1112113000048 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019M/1440H

Transcript of UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

Page 1: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

0

UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT

ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION TAHUN

2013-2015

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Mugi Ayu Ningtyas

1112113000048

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019M/1440H

Page 2: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …
Page 3: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …
Page 4: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …
Page 5: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

v

ABSTRAK

Skripsi ini membahas permasalahan kabut asap lintas batas yang menjadi

permasalahan lingkungan di kawasan Asia Tenggara dan menimbulkan dampak

serius bagi beberapa negara, termasuk Singapura. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisa upaya yang dilakukan oleh Singapura dalam ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) tahun 2013-2015.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif

analitis dengan teknik pengumpulan dan pengolahan data sekunder (library

research). Kemudian, untuk mengelaborasi secara mendalam, kerangka pemikiran

yang digunakan adalah kerangka teori kebijakan luar negeri dan konsep perjanjian

internasional. Dari hasil analisis menggunakan konsep dan teori di atas, dapat

disimpulkan bahwa terdapat faktor internal dari segi ekonomi, karakter geografis

dan opini masyarakat Singapura dan faktor eksternal yaitu ketidakefektifan ASEAN

dalam mengimplementasikan AATHP dan terdapat berbagai upaya

penanggulangan polusi kabut asap lintas batas dengan mengimplementasikan

penuh fungsi AATHP dan pembentukan Transboundary Haze Pollution Act 2014.

Kata kunci: Singapura, AATHP, Perjanjian Internasional, Kabut Asap Lintas Batas.

Page 6: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamiin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya dan keluarga penulis, Ibunda tercinta Yati

Ningsih, Ayah tersayang Mufid Samsul Ashar, dan adik Shandika Prasetyo yang

selalu memberikan kasih saying yang tulus dan setia mendukung baik moril dan

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi di jenjang

perguruan tinggi.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjana. Penulis

sangat menyadari bahwa saat menyelesaikan skripsi ini banyak mendapat bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Oleh sebab itu,

pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ahmad Alfajri, M.A., selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional, FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memotivasi

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, M.M. selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pemikirannya selama membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabaran,

kepercayaan, ilmu, serta dukungan yang Bapak berikan kepada penulis.

3. Jajaran dosen dan staf Program Studi Hubungan Internasional. Terima kasih

atas ilmu yang sangat bermanfaat serta kemudahan administrasi yang telah

diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Sahabat terbaik penulis yaitu Qiewari Jumwag Camendini, Arya Wirawan

Maulana, M. Rif’at Sauqi. Terima kasih atas kesetiaan dan tidak pernah bosan

mengingatkan penulis untuk menyelesaikan beban ini hingga akhir.

5. Teman-teman “Pejuang Terakhir”, Augusty, Niyomi, Arlinda, Djordi, Indra,

Dinda, Tasya, Sakina, Putri, dan Ismail terimakasih atas motivasi serta

kerjasama yang bermanfaat selama proses penulisan skripsi. Penulis

mengetahui banyak suka duka dan banyak air mata dalam penulisan skripsi

ini, but finally we did it!

6. Semua taman-teman Hubungan Internasional 2012 dan pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan

selama proses penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan kritik agar

nantinya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak.

Tangerang Selatan, 2 Mei 2019

Mugi Ayu Ningtyas

Page 7: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ......................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ....................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ................................................................................. 1

B. Pertanyaan Masalah ................................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 7

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 8

E. Kerangka Teoritis .................................................................................. 11

F. Metode Penelitian .................................................................................. 17

G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 19

BAB II PERMASALAHAN KABUT ASAP LINTAS BATAS DI ASIA

TENGGARA

A. Latar Belakang Terjadinya Kabut Asap Lintas Batas di Asia Tenggara 21

B. Dampak Kabut Asap Lintas Batas bagi Singapura ................................ 32

BAB III ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

(AATHP)

A. Latar Belakang Terbentuknya AATHP ................................................. 40

B. Gambaran Umum AATHP .................................................................... 47

BAB IV ANALISA UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT

ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION 2013-2015

A. Mengimplementasikan AATHP ............................................................ 57

Page 8: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

viii

B. Membentuk Transboundary Haze Pollution Act (THPA) ...................... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 74

LAMPIRAN..................................................................................................................... 84

Page 9: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel II.A.1. Luas area yang terbakar tahun 1997/98 (dalam ha) ................... 27

Tabel II.B.1. Ukuran Nilai Indeks Standar Polutan (PSI) ............................... 33

Tabel II.B.2. Total Kerugian Ekonomi Singapura Akibat Kabut Asap Lintas

Batas Tahun 1997 ...................................................................... 35

Page 10: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Pemandangan Singapura pada malam hari bulan September

1997 ........................................................................................... 34

Gambar II.2. Perbandingan Langit di Bedok South Avenue 1, Singapura pada

Juni 2013 .................................................................................... 37

Gambar III.1. Inisiatif ASEAN terkait Kabut Asap ......................................... 47

Page 11: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ........... 84

Page 12: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

xii

DAFTAR SINGKATAN

AATHP ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

AHMS ASEAN Haze Monitoring System

ASEAN Association of Southeast Asian Nation

ASMC ASEAN Specialized Monitoring Center

ASOEN ASEAN Senior Officials on the Environment

COP Conference of the Parties

HTI Hutan Taman Industri

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut

KTT Konferensi Tingkat Tinggi

MSD Meteorological Service Division

NEA National Environmental Agency

PSI Pollutant Standard Index

RHAP Regional Haze Action Plan

THPA Transboundary Haze Pollution Act

Page 13: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Di era globalisasi saat ini, permasalahan lingkungan hidup merupakan salah

satu isu yang dianggap tidak kalah penting dalam tatanan hubungan internasional.

Melihat dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan hidup memiliki

potensi untuk mengancam hubungan antarnegara yang bertetangga hingga di

kawasan. Terdapat faktor yang membuat isu permasalahan lingkungan ini dapat

menjadi fokus penting dalam dunia internasional saat ini, yaitu1 permasalahan

lingkungan yang terjadi di suatu negara turut menjadi permasalahan global, seperti

emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim di bumi. Selain itu, ada

pula permasalahan lingkungan yang berada di satu negara namun akibat yang

ditimbulkan bersifat transnasional/lintas batas negara, seperti pencemaran udara

dalam bentuk kabut asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan.

Istilah kabut (haze) didefinisikan sebagai sebuah gumpalan asap, debu,

embun, dan uap melayang di udara dan menyebabkan berkurangnya jarak

pandang.2 Kabut asap ini dikategorikan sebagai polusi karena didalamnya

terkandung partikel-partikel berbahaya bagi kesehatan seperti karbon monoksida

1David Hughes, Environmental Law, 2nd edition (London: Butterworths, 1996), 60. 2Euston Quah dan Helena Varkkey, “The Political Economy of Transboundary Pollution: Mitigation Forest Fires Southeast Asia,” [jurnal on-line]; tersedia di https://umexpert.um.edu.my/file/publication/00009140_102526.pdf; Internet; diunduh pada 27 Maret 2019.

Page 14: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

2

(CO), karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2), Particulate Matter (PM10) dan

Ozon (O3).3 Polusi kabut asap yang bersifat lintas batas merupakan polusi kabut

asap yang dihasilkan dari kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan efek

merusak seperti membahayakan kesehatan manusia, membahayakan sumber daya

hayati dan ekosistem dan harta benda, dan merusak atau mengganggu fasilitas dan

penggunaan lingkungan yang sah lainnya hingga melewati batas teritorial sebuah

negara.45

Kebakaran hutan dan lahan bukan merupakan permasalahan yang baru bagi

negara-negara pemilik hutan yang luas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan

peristiwa ini, yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Menurut Nina Yulianti

dalam penelitiannya, 10% penyebab kebakaran hutan dan lahan merupakan faktor

alam, sedangkan 90% nya berasal dari kegiatan manusia secara massif.6 Faktor

alam yang menjadi pemicu terjadinya kebakaran salah satunya adalah musim

kemarau menjadi panjang akibat adanya fenomena iklim El-Nino Southern

Oscillation (ENSO).7

Selain faktor alam, faktor lainnya seperti kegiatan manusia yang dapat

mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan adalah adanya praktik pembersihan

3Osamu Kunii, Shuzo Kanagawa, Iwao Yajima, Yoshiharu Hisamatsu, Sombo Yamamura, Takashi Amagai dan Ir T. Sachrul Ismail, “The 1997 Haze Disaster in Indonesia: Its Air Quality and Health Effects,” Archives of Environmental Health: An International Journal, 2002 [artikel on-line]; tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00039890209602912; Internet; diunduh pada 26 Maret 2019. 4ASEAN Secretariat. “ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution” (2002); tersedia di https://haze.asean.org/?wpfb_dl=32; Internet; diunduh pada 27 Maret 2019. 5 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. 6Nina Yulianti, Pengenalan Bencana Kebakaran dan Kabut Asap Lintas Batas (Bogor: PT. Penerbit IPB Press, 2018), 11. 7Yulianti, Pengenalan Bencana Kebakaran dan Kabut Asap Lintas Batas, 12-13.

Page 15: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

3

lahan melalui metode tebas-bakar yang seringkali dilakukan oleh masyarakat

hingga perusahaan.8 Metode ini dinilai efektif dan efisien dalam pembersihan lahan

yang dikonversi penggunaanya menjadi area Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti

perkebunan pulp dan kertas, karet atau kelapa sawit.

Salah satu peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menarik perhatian dunia

yaitu pada tahun 1997-1998 terjadi kombinasi fenomena El Nino dan praktik

pembakaran hutan yang tidak terkendali. Pada peristiwa ini membakar sebagian

besar hutan di berbagai negara seperti Indonesia, Australia, Brasil, Meksiko,

Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia bagian timur.9 Dengan jumlah dan tingkat

kebakaran hutan yang tidak terkendali selama 1997 dan 1998 menarik perhatian

media dan meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu seperti pembakaran

biomassa dan gas rumah kaca, hilangnya habitat untuk spesies tanaman dan satwa

liar yang terancam dan hampir punah, kabut lintas batas dan polusi udara, dan

membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Di kawasan Asia Tenggara, kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi

masalah tahunan yang hampir terjadi setiap musim kemarau tiba, khususnya pada

wilayah Indonesia.10 Peristiwa kabut asap lintas batas pada tahun 1997 ini tidak

8Apichai Sunchindah, “Transboundary Haze Pollution Problem in Southeast Asia: Reframing ASEAN’s Response,” ERIA Discussion Paper Series-82, 1 Desember 2015 [jurnal on-line]; tersedia di http://www.eria.org/publications/transboundary-haze-pollution-problem-in-southeast-asia-reframing-aseans-response/; Internet; diunduh pada 29 Maret 2019. 9Levine, J.S., Bobbe, T., Ray, N., Singh, A. and R.G. Witt, “Wildland Fires and the Environment: a Global Synthesis,” UNEP/DEIAEW/TR.99-1, 1999 [jurnal on-line]; tersedia di http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.566.8641&rep=rep1&type=pdf; Internet; diunduh pada 16 Mei 2019 10Daniel Heilmann, “After Indonesia’s Ratification: The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional Environmental Governance Tool,” Journal of Current Southeast Asian Affairs, Vol. 3, 2015 [jurnal on-line]; tersedia di https://journals.sub.uni-hamburg.de/giga/jsaa/article/download/907/914; Internet; diunduh pada 28 Maret 2019.

Page 16: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

4

hanya terjadi di kawasan Asia Tenggara, namun juga dirasakan oleh sebagian besar

wilayah tenggara Amerika Serikat sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan

di Mexico, Honduras dan Guatemala.11 Pada periode tahun yang sama, seluas 9,76

juta ha lahan hutan terbakar di Indonesia dan Malaysia.12 Alhasil, kabut asap dari

hasil kebakaran hutan dan lahan itu menyelimuti langit beberapa negara di kawasan

Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand bagian selatan,

hingga Filipina. Sekitar 20 juta orang di kawasan berada dalam bahaya karena

menghirup polutan berintensitas pekat yang menyebabkan masalah saluran

pernapasan atas dan asma.13 Bandara di beberapa negara yang terdampak ditutup

karena asap tebal dan total kerugian ekonomi di seluruh kawasan diperkirakan

sekitar US$9 miliar.

Di Indonesia, kabut asap yang menyebar ke negara-negara tetangga ini

disebabkan karena sebagian besar hutan dan lahan yang terbakar terletak di wilayah

Kalimantan, Papua, dan Sumatera. Ekonomi Indonesia, Malaysia dan Singapura

juga sangat terpengaruh dilihat dari keterlambatan penerbangan, kecelakaan,

menurunnya pendapatan di bidang pariwisata dan beberapa bisnis yang tutup. Pada

tahun itu, Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar dengan estimasi sekitar

US$ 4 miliar.14 Malaysia termasuk negara yang terdampak kabut asap cukup parah.

11 UNEP (1999), Wildland Fires and the Environment: a Global Synthesis, 2. 12Luca Tacconi, “Fires in Indonesia: Causes, Costs, and Policy Implications,” CIFOR Occasional Paper.No.38, 2003 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038.pdf; Internet; diunduh pada 29 Maret 2019. 13 Overseas Development Insitute, “Indonesia and The 1997-98 El Nino: Fire Problems and Long-term Solutions,” Natural Resource perspectives, No. 28 April 1998 [artikel on-line]; tersedia di https://www.odi.org/resources/docs/2913.pdf; Internet; diunduh pada 30 Maret 2019 14 David Glover dan Timothy Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe (Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1999), 110.

Page 17: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

5

Pada September 1997, pemerintah Malaysia menyatakan keadaan darurat selama

10 hari untuk wilayah Sarawak dikarekan indeks kualitas udara Malaysia mencapai

angka 600 yang dikategorikan berbahaya untuk kesehatan manusia. Akibatnya,

beberapa sekolah dan perkantoran tutup dan dalam masa keadaan darurat itu

kerugiannya ditaksir mencapai US$325 juta atau setara dengan RM1 Miliar. 15

Selain itu, Singapura merasakan dampak yang tidak kalah parah dari

Malaysia. Indeks Standar Polusi (Pollutant Standards Index/PSI) merupakan

sebuah tolak ukur kualitas udara yang digunakan oleh Singapura menunjukkan

level kualitas udara pada saat itu mencapai angka 226 yang dapat dikategorikan

‘Sangat tidak sehat’. Singapura juga mengalami kerugian ekonomi yang cukup

signifikan terutama pada sektor bisnis dan pariwisata jika diestimasikan total

kerugiannya mencapai US$163,5 juta.16

Berkaca pada kejadian ini, Singapura bersama Malaysia membahas lebih

dalam mengenai penangangan polusi kabut asap pada agenda Malaysia-Singapore

Joint Committee on The Environment (MSJCE) tahun 1994 dan mencapai

kesepakatan untuk mengajukan proposal pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN

untuk lingkungan yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Regional Haze

Action Plan (RHAP).

Menteri Luar Negeri Singapura menyatakan bahwa RHAP belum berfungsi

secara baik dikarenakan tidak ada hukum yang mengikat dan denda/kompensasi,

sehingga menuntut ASEAN untuk mengambil langkah inisiatif dalam pencegahan

15Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 11. 16Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 12.

Page 18: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

6

kabut asap lintas batas. Hal ini terwujud pada tahun 2002 dengan pembentukan

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) dan dengan cepat

diratifikasi oleh 7 negara anggota ASEAN, tidak termasuk Indonesia. Singapura

sangat menyayangkan Indonesia hanya menandatangani, belum meratifikasi

perjanjian tersebut.

AATHP dibuat sebagai wujud kerjasama ASEAN yang secara khusus

membahas tentang polusi kabut asap lintas batas. Dalam kerjasama ini dijelaskan

tujuan, prinsip-prinsip yang digunakan, hingga langkah-langkah teknis pencegahan

dan pengendalian polusi kabut asap lintas batas. Tidak hanya itu, AATHP juga

membentuk ASEAN Centre sebagai pusat penelitian dan pengendalian dampak

kabut asap dan membentuk Conference of the Parties (COP) sebagai fungsi

monitoring dan evaluasi pelaksanaan AATHP. Dengan adanya AATHP, Singapura

optimis bahwa perjanjian kerjasama ini dapat menanggulangi polusi kabut asap

lintas batas. Sebagai komitmen awal dalam pelaksanaan perjanjian ini, Singapura

mendonasikan US$50,000 melalui AATHP Haze Fund.17

Namun setelah peratifikasian AATHP hampir setiap tahun polusi kabut asap

menyelimuti udara di kawasan dan terdapat beberapa episode yang cukup

mengkhawatirkan yaitu pada tahun 2006, 2009, 2013.18 Pada 21 Juni 2013,

Singapura kembali dihantui oleh kabut asap tebal dengan catatan angka PSI lebih

parah dibandingan dengan yang terjadi pada tahun 1997 dan hal ini tercatat sebagai

17 Helena Varkkey, “Addressing Transboundary Haze Through ASEAN: Singapore’s Normative Constraints,” Jurnal of International Studies, 2011 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/256988971; diunduh pada 1 April 2019. 18Heilmann, After Indonesia’s Ratification, 7.

Page 19: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

7

rekor tertingginya hingga mencapai angka 401.19 Angka ini menunjukkan bahwa

kualitas udara di Singapura memasuki kategori ‘sangat tidak sehat’ dan bahkan

‘berbahaya’ bagi kesehatan manusia. Hal ini membuat masyarakat Singapura

merasa terancam dari sisi kemanusiaan. Tidak hanya itu berbagai media di

Singapura juga mengambil peranan dalam meningkatkan kewaspadaan public

mengenai kualitas udara di Singapura. Sebagai respon bagi permasalahan ini,

pemerintah Singapura mengambil langkah tegas untuk menanggulangi bencana

yang melanda negaranya.

Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian ini dan

membahas mengenai permasalahan polusi kabut asap lintas batas yang terjadi di

kawasan Asia Tenggara dan menganalisa upaya-upaya Singapura dalam ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP).

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan dari pemaparan pada penyataan masalah diatas, maka

pertanyaan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya Singapura

dalam ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, antara lain:

19 Erik Velasco dan Soheil Rastan, “Air quality in Singapore during the 2013 smoke-haze episode over the Strait of Malacca: Lessons learned,” Sustainable Cities and Society 17, April 2015 [artikel on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/275670693; Internet; diunduh pada 30 Maret 2019.

Page 20: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

8

1. Menganalisa upaya Singapura dalam ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution melalui pendekatan perjanjian

internasional.

2. Menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan

luar negeri Singapura dalam menangani polusi kabut asap lintas batas;

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai kontribusi akademis khususnya pada bidang Hubungan

Internasional dan menjadi referensi tambahan bagi para peneliti

selanjutnya;

2. Memperkaya literatur ilmu hubungan internasional yang secara khusus

mengangkat isu-isu masalah lingkungan regional maupun global.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa upaya-upaya yang dilakukan oleh

Singapura dalam menanggulangi polusi kabut asap lintas batas melalui ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution. Terdapat beberapa penelitian

sebelumnya yang menyoroti tentang penanganan kabut asap lintas batas.

Pertama, pada skripsi yang ditulis oleh La Ode Muhammad Al-Jabar Mokado

pada tahun 2018 dengan judul Upaya ASEAN dalam Penanggulangan Kabut Asap

Lintas Batas melalui ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2015.

Dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang upaya yang dilakukan oleh ASEAN

terhadap masalah kabut asap lintas batas melalui kerangka kerjasama dan perjanjian

internasional antara negara-negara di Kawasan ASEAN yaitu ASEAN Agreement

on Transboundary Haze Pollution (AATHP) pada tahun 2015. Penelitian ini

Page 21: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

9

menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan data sekunder yang

kemudian dianalisa melalui pendekatan organisasi internasional, kerjasama

internasional, dan perjanjian internasional.

Hasil analisia penelitian tersebut menjelaskan upaya ASEAN di Kawasan

Asia Tenggara bertindak untuk menanggulangi permasalahan tersebut dengan

mengimplikasikan penuh fungsi AATHP yang telah diratifikasi oleh Indonesia,

membentuk ASEAN Guidelines on Peatlands Fire Management, mengembangkan

Roadmap on ASEAN Cooperation Toward Transboundary Haze Pollution, dan

meningkatkan donasi anggota ASEAN melalui ASEAN Haze Fund.

Terdapat kesamaan antara penelitian penulis dan penelitian yang telah

dilakukan oleh La Ode Muhammad Al-Jabar Mokado. Kesamaan ini terletak pada

pembahasan mengenai penanganan kabut asap lintas batas di Asia Tenggara.

Namun yang membedakan adalah penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada

negara di dalam kawasan yang merupakan bagian dari ASEAN, sedangkan

penelitian sebelumnya terfokus pada organisasi internasional yang melibatkan

negara-negara anggotanya. Dan juga perbedaan pada tahun penelitian, penulis lebih

melebarkan tahun penelitian yaitu 2013-2015 sedangkan penelitian sebelumnya

hanya berfokus di tahun 2015.

Selanjutnya, dalam International Journal of Education and Research tahun

2013 berjudul Haze Free Air in Singapore and Malaysia – The Spirit of the Law in

South East Asia yang ditulis oleh Ayyappan Palanissamy menjelaskan

permasalahan yang sama dengan penulis yaitu fenomena kabut asap lintas batas

yang melanda kawasan Asia Tenggara. Fokus pada penelitian tersebut adalah

Page 22: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

10

meninjau efektifitas perjanjian yang telah ada untuk menanggulangi permasalahan

kabut asap lintas batas di kawasan ASEAN dan mencari solusi berupa kebijakan

yang dapat secara permanen mengatasi permasalahan ini. Dalam jurnal ini

menjelaskan bagaimana terbentuknya dan penjelasan singkat mengenai perjanjian

ASEAN tentang kabut asap lintas batas. Selanjutnya direlasikan dengan keadaan

saat ini dan melihat bahwa kerja sama dalam mengimplementasikan perjanjian ini

dibatasi oleh norma-norma kelembagaan ASEAN dan oleh politik dalam negeri

pemerintahan yang terlibat.

Seperti pemerintah Indonesia yang tak kunjung memberikan informasi

mengenai pelaku pembakaran hutan yang menimbulkan kabut asap hingga

Singapura dan Malaysia. Sedangkan pemerintah Singapura maupun Malaysia tidak

dapat berbuat lebih banyak jika tidak ada persetujuan dari Indonesia. maka

diperlukan hukum yang lebih mengikat aktor lainnya seperti perusahaan-perusahan

dan tidak hanya berlaku dalam negeri tetapi juga di luar batas negara. Dengan

menggunakan analisa pendekatan state responsibility dan hukum internasional,

jurnal ini merekomendasikan pemerintah Singapura dan Malaysia untuk dapat

menindaklanjuti permasalahan kabut asap lebih proaktif lagi demi mencapai

kepentingan bersama, salah satunya dengan mendorong Indonesia untuk

meratifikasi segera perjanjian ASEAN tentang kabut asap lintas batas. Dan salah

satu solusinya adalah dengan membentuk kerangka hukum yang lebih efektif

diantara negara-negara terdampak.

Ketiga, dalam jurnal skripsi yang berjudul Transformasi Sekuritisasi

Singapura terhadap Transboundary Haze Pollution (THP) dari Indonesia Tahun

Page 23: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

11

1997-2016 oleh Afra Monica Anindya menjelaskan tindakan sekuritisasi yang

dilakukan oleh Singapura dalam mengahadapi isu THP, sebagai negara yang

terdampak akibat kebakaran hutan yang berasal dari Indonesia. Selain itu juga

Dalam penelitian ini menggunakan teori sekuritisasi dan teori keamanan non-

tradisional dengan metode penelitian deksriptif analisis, peneliti menemukan pola-

pola sekuritisasi yang digunakan oleh Singapura dalam memandang isu THP yang

sekaligus dianggap memberi ancaman keamanan eksistensial bagi negara yang

dapat dilihat berdasarkan dua indikator, yaitu jenis tindakan dan ruang lingkup yang

digunakan. Persamaan pada penelitian ini terletak pada subjek yang akan diteliti

yaitu Singapura sebagai negara yang terdampak dari polusi kabut asap lintas batas,

namun terdapat perbedaan penelitian ini yaitu pada teori yang digunakan.

E. Kerangka Teoritis

Dalam menganalisa pertanyaan penelitian di atas, penulis akan menggunakan

konsep kebijakan luar negeri dan konsep perjanjian internasional.

1. Konsep Kebijakan Luar Negeri

Dalam memahami konsep kebijakan luar negeri, menurut Yanyan

Mochamad Yani akan lebih baik memisahkan ke dalam dua komponen, yaitu

kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil atau dibuat

oleh seorang pelaku atau kelompok politik (pemerintahan), dalam usaha

memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pemerintah (nasional),

sedangkan luar negeri (foreign) dipahami sebagai kedaulatan dan konsep

“wilayah”. Maka dari itu dapat disimpulkan kebijakan luar negeri berarti

Page 24: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

12

seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah

suatu negara.20

Kebijakan dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan

nasional sebuah negara. Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau

rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam

menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan

dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam

terminologi kepentingan nasional.21 Selain itu, pengertian kebijakan luar

negeri yaitu upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya

untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan

eksternalnya.22

Menurut James N. Rosenau, terdapat faktor-faktor pendukung dalam

perumusan kebijakan luar negeri, yaitu:23 (1) Faktor Eksternal yaitu, Systemic

Sources seperti struktur hubungan antar negara, pola-pola aliansi dan factor

situasional yang terjadi di luar negara; (2) Faktor Internal, yaitu Societal

Source seperti kebudayaan dan sejarah, ekonomi, struktur sosial dan

perubahan opini publik; Govenmental Sources atau stuktur pemerintahan dan

political accountability; dan Idiosyncratic Sources yang merujuk pada latar

belakang kepribadian dari elit politik pemegang keputusan dalam

20 Yanyan Mochamad Yani, Disampaikan pada acara Ceramah Sistem Politik Luar Negeri bagi Perwira Siswa Sekolah Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (Sesko TNI AU) Angkatan ke-44 TP 2007, Bandung, 16 Mei 2007. 21 Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional (Bandung: Abardin, 1999), 5. 22 A.A, Perwita., dan Y.M. Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 49. 23 James N. Rosenau, Gavin Boyd, dan Kenneth W. Thompson. World Politics: An Intoduction (New York: The Free Press, 1976), 18.

Page 25: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

13

menentukan kebijakan. Dengan adanya faktor-faktor ini, kebijakan luar

negeri merupakan bentuk perilaku atau aksi berupa langkah-langkah nyata

yang diambil oleh para pembuat keputusan sebagai respon dari situasi di

lingkungan eksternal.

Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun

aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya

adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral.24 K. J. Holsti

mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai suatu aktivitas yang memiliki

tujuan dan dibentuk untuk mempertahankan, mengubah kondisi, dan praktek

lingkungan eksternal.25 Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi

kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu faktor domestik dan faktor eksternal.

Faktor domestik merupakan semua kondisi yang berasal dari negara

yang bersangkutan dengan kebutuhan sosio-ekonomi/keamanan,

karakteristik geografi dan topografi, atribut nasional, struktur/filosofi

pemerintah, opini publik, birokrasi, serta pertimbangan etis. Sementara faktor

eksternal merupakan semua kondisi yang berasal dari luar negara tersebut,

antara lain26: (a) struktur system internasional (structure of the system); (b)

karakteristik/struktur ekonomi internasional (charachteristic/structure of the

world economy); (c) kebijakan dan tindakan aktor lain (the politics and

actions of other states); (d) masalah global dan regional yang berasal dari

pihak swasta (global and regional private problems arising from private

24 Plano dan Olton, Kamus Hubungan Internasional, 5. 25 K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, 6th Edition, (New Jersey: Prentice Hall, 1992), 270. 26 K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, 271-285.

Page 26: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

14

activites); (e) hukum internasional dan opini dunia (international law and

world opinion).

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis upaya singapura dalam

membentuk kebijakan luar negerinya berdasarkan faktor internal dan ekternal

yang dijabarkan oleh K.J.Holsti. Adapun faktor internal yang digunakan akan

dibatasi pada karakteristik geografi, sosio-ekonomi, dan opini publik. Dan

faktor eksternal yang digunakan adalah masalah global dan regional yang

berasal dari pihak swasta dimana permasalahan polusi kabut asap lintas batas

berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang dibuat oleh manusia baik petani

kecil hingga perusahaan.

2. Konsep Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah

perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan

bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.27 Anggota masyarakat

bangsa-bangsa yang dimaksud tidak hanya mengacu kepada negara tetapi

juga lembaga-lembaga internasional. Definisi perjanjian internasional

menurut Oppenheim-Lauterpacht sebagai berikut28:

“International treaties are agreement of contractual charter between

states, creating legal right and obligations between the treaties.”

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian internasional

adalah suatu persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban

27 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: Binacipta, 1996), 38. 28 Oppenheim-Lauterpacht, International Law A treties. (London: Longmans Gren and Company, 1996), 877

Page 27: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

15

bagi para pihak. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada perjanjian

internasional akan menimbulkan hukum tertentu beserta hak dan kewajiban

yang akan dilaksanakan oleh para pihak yang terlibat di dalamnya.

Adapun sifat dan karakteristik dari Perjanjian Internasional, yang saat

ini sudah terdapat dua konvensi yang mengatur tentang perjanjian

internasional, yaitu Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986. Pada

Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional menekankan bahwa hnaya

negara saja yang dapat membuat perjanjian internasional29. Sedangkan pada

Konvensi Wina Tahun 1986 meningkatkan peranan organisasi internasional

dalam melakukan perjanjian internasional dengan negara atau dengan

organisasi internasional lainnya.

Terdapat klasifikasi perjanjian yang dikemukakan oleh Mochtar

Kusumaatmadja, sebagai berikut30:

1. Klasifikasi berdasarkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu,

Perjanjian antar negara; perjanjian antar negara dengan subyek hukum

internasional lainnya seperti organisasi internasional; dan perjanjian

antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain.

2. Klasifikasi berdasarkan para pihak yang membuatnya yaitu, perjanjian

bilateral (antar dua negara) dan perjanjian multilateral (banyak negara)

yang pada umumnya bersifat terbuka dan membentuk hukum.

29 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional. 30 Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 111.

Page 28: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

16

3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari proses/tahap pembentukannya yaitu,

Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya

(perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi) dan Perjanjian yang

diadakan melalui dua tahap pembentukannya (perundingan dan

penandatanganan).

Melihat proses pembuatan Perjanjian Internasional biasanya melalui

tiga tahap, yaitu perundingan, penandatanganan dan rafitikasi. Perundingan

atau negotiation adalah situasi dimana negara akan berhubungan dengan

negara lain untuk membicarakan, bertukar pandangan dan memecahkan suatu

permasalahan yang timbul diantara para pihak. Kemudian masing-masing

negara akan menunjuk bagian/perseorangan di dalam pemerintahannya yang

kompeten untuk mengikuti atau mewakili negaranya dalam perundingan

tersebut. Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969 pasal 7, negara dapat

menunjuk seseorang yang ditunjuk untuk mewakili negara tersebut dalam

tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional dengan membuat surat kuasa

penuh.

Selanjutnya jika sudah mencapai titik temu dari pihak-pihak yang

bersangkutan akan muncul sebuah treaty yang dilanjutkan dengan proses

penandatanganan dan ratifikasi. Pada pasal 18 Kovensi Wina tahun 1969

menjelaskan bahwa bila suatu negara yang telah ikut menandatangani suatu

perjanjian tetapi belum meratifikasinya berarti negara tersebut secara yuridis

belum merupakan peserta dalam perjanjian. Namun, negara tersebut tetap

memiliki kewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan

Page 29: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

17

dengan obyek dan tujuan perjanjian tersebut. Adapula prosedur perjanjian

internasional yang dapat dijalankan dan mengikat tanpa adanya ratifikasi.31

Tahap selanjutnya adalah pengesahan/ratifikasi. Pengesahan/ratifikasi

dapat diartikan sebagai sebuah ekspresi untuk terikat pada sebuah perjanjian

internasional. Dalam pasal 14 Kovensi Wina tahun 1969 menjelaskan bahwa

persetujuan negara untuk diikat dengan melakukan proses ratifikasi apabila

perjanjian tersebut mengharuskan adanya proses ratifikasi, negara-negara

yang ikut berunding menyetujui untuk diadakannya ratifikasi, dan perwakilan

negara menandatangani perjanjian tersebut dengan syarat untuk

meratifikasinya kemudian. Maka dari itu, dalam AATHP peratifikasian

perjanjian menjadi penting bagi negara-negara di dalamnya, termasuk

Singapura, untuk selanjutnya agar dapat diimplementasikan. Namun,

AATHP sebagai perjanjian internasional sendiri tidak dapat dengan mudah

menjadi hukum nasional dikarenakan adanya penyesuaian-penyesuaian oleh

hukum masing-masing negara peratifikasi.

F. Metode Penelitian

Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif

sebagai metode untuk menganalisa kasus yang akan dibahas. Penelitian kualitatif

adalah salah satu metode yang umum digunakan dalam mengumpulkan data

melalui tinjauan dokumen berupa catatan dan arsip yang terdapat pada masyarakat,

31 Sinclair, I.M, The Vienna Convention on the Law of Treaties (Manchaster: Manchaster University Press, 1973), 36.

Page 30: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

18

komunitas atau organisasi.32 Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami

fenomena tentang hal yang diteliti seperti motivasi, tindakan, dan perilaku yang

secara utuh akan menjelaskan secara deskriptif dalam bentuk kata-kata.33

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif

dengan model deskriptif-analisis. Penelitian yang bersifat kualitatif dengan model

deskriptif-analisis yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan suatu

fenomena sosial yang diteliti secara mendalam. Penelitian ini digunakan untuk

memahami dan menjelaskan fenomena sosial yang telah maupun yang sedang

terjadi dengan menggunakan data yang deskriptif berupa buku-buku, jurnal ilmiah,

dan artikel-artikel agar dapat lebih memahami secara mendalam mengenai kejadian

yang berhubungan dengan fokus masalah yang diteliti.34

Penelitian kualitatif memiliki fokus pada suatu studi kasus dengan memilih

lebih dari satu atau dua kasus serupa untuk dikaji lebih lanjut, dan selanjutnya

memberlakukan suatu batasan pada penelitian tersebut, seperti fokus substansi

penelitian, tahun penelitian, serta melakukan pengumpulan data secara mendalam

melalui berbagai sumber.35 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data

sekunder dimana peneliti akan menggunakan sumber-sumber kepustakaan berupa

buku, jurnal ilmiah, dokumen-dokumen resmi, dokumen-dokumen online serta

sumber-sumber lain yang berkenaan dan relevan dengan penelitian ini. Dengan

32 Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research 3e, (California: Sage Publications Inc, 1999), 117. 33 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), 6. 34 Dr. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000), 6. 35 John. W Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (USA: Sage Publications, Inc, 2007), 73.

Page 31: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

19

data-data yang ada maka penulis akan memverifikasi data untuk memilah bagian-

bagian atau informasi yang sesuai dengan fokus penelitian dan terbukti

kevalidannya. Selanjutnya dari keseluruhan data yang terkumpul akan

dikelompokkan sesuai dengan masalah yang diajukan guna menjawab

permasalahan yang diteliti. Kemudian mengolah informasi dan data yang telah

terkumpul dan menggunakan kerangka teori untuk menganalisa permasalahan,

sehingga menjadikannya sebuah uraian.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang bertujuan agar penjelasan dalam

penelitian ini dapat dipahami dengan mudah sebagai kesatuan penelitian yang

terstruktur dengan baik. Terdapat lima bab dalam penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan penggambaran penelitian secara umum yang

dimulai dari penyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan metode

penelitian. Terdapat dua konsep dalam kerangka teoritis yang akan

digunakan yakni konsep kebijakan luar negeri dan konsep perjanjian

internasional.

BAB II PERMASALAHAN KABUT ASAP LINTAS BATAS DI ASIA

TENGGARA

Bab ini berisi uraian tentang fenomena kebakaran hutan dan lahan

yang terjadi di Indonesia sehingga menimbulkan permasalahan

polusi kabut asap lintas batas terjadi di kawasan Asia Tenggara.

Page 32: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

20

Selain itu juga akan dibahas dampak apa saja yang timbul akibat dari

polusi kabut asap lintas batas bagi Singapura.

BAB III ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE

POLLUTION (AATHP)

Bab ini berisi uraian mengenai sejarah terbentuknya ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution, serta tugas, fungsi

dan action plan dalam penanggulangan polusi kabut asap lintas batas

yang terjadi di kawasan asia tenggara.

BAB IV ANALISA UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN

AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

(AATHP) TAHUN 2013-2015

Bab ini merupakan analisa dari upaya Singapura dalam ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) pada tahun

2013-2015 melalui konsep kebijakan luar negeri dan konsep

perjanjian internasional. Analisa ini berfokus pada langkah yang

Singapura ambil untuk menangani kabut asap lintas batas setelah

meratifikasi perjanjian tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

Page 33: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

21

BAB II

PERMASALAHAN KABUT ASAP LINTAS BATAS DI ASIA TENGGARA

A. Latar Belakang Terjadinya Kabut Asap Lintas Batas di Asia Tenggara

Di kawasan Asia Tenggara, kabut asap bukanlah isu permasalahan

lingkungan yang baru. Awal mula kabut asap yang terjadi di Asia Tenggara

merupakan hasil dari kebakaran hutan dan lahan secara besar-besaran yang

menghanguskan sebagian besar hutan dan lahan di Indonesia, terutama wilayah

Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia

telah berlangsung sejak akhir 1800-an.36 Kemudian kembali berulang setiap

tahunnya dengan beberapa episode besar yaitu tahun 1982-1983, 1997/98, 2013 dan

2015.

‘Haze’ atau Kabut Asap merupakan gumpalan asap atau debu melayang di

udara dan menyebabkan berkurangnya jarak pandang.37 Kabut asap merupakan

pencemaran udara yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia seperti

iritasi mata dan kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, bronkhitis,

pneuma (Radang paru) hingga dapat menyebabkan kematian.38 Angin yang bertiup

selama musim pembakaran (Juni-Oktober) mengangkut emisi gas dan partikel,

disebut 'kabut asap' yang menyelimuti langit di Indonesia hingga menyebar dan

berpindah sampai ke Brunei, Malaysia, Singapura dan Thailand yang juga

36 Lesley Marrianne Potter, “Drought, Fire and haze in the historical record of Malaysia,” dalam Forest Fires and regional haze in Southeast Asia, ed. Peter Eaton dan Miroslav Radojevic (New York: Nova Science Publishers, Inc, 2001) 37 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 1. 38 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 10.

Page 34: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

22

menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi.39 Hal ini sesuai dengan definisi

polusi kabut asap lintas batas (transboundary haze pollution) dalam ASEAN

Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP), sebagai berikut:

“haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area

under the national jurisdiction of one Member state and which is transported into

the are under the jurisdiction of another Member State”

Adapun dua faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan

di Indonesia, yaitu faktor kegiatan manusia dan faktor alam. Faktor kebakaran hutan

dan lahan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dapat dibedakan menjadi dua hal,

yang tidak disengaja seperti tidak mematikan api unggun, membuang putung rokok

yang masih menyala apinya di sekitar hutan atau lahan yang sudah mengering dan

aktivitas pembakaran sampah.40 Sedangkan, yang disengaja adalah kebiasaan

petani kecil dan perusahaan perkebunan di Indonesia untuk membuka lahan yang

akan digunakan sebagai ladang perkebunan karet maupun kelapa sawit atau Hutan

Tanaman Industri (HTI) dengan menerapkan praktik tebas-bakar.41 Cara ini dinilai

efektif karena biayanya yang murah dan cepat untuk pembersihan lahan. Di

Indonesia, pembukaan hutan di lahan gambut dengan metode tebas-bakar

diperkirakan memerlukan biaya US$ 180 per ha, sedangkan jika menggunakan

39 Jamal Othman, Mazrura Sahani, Mastura Mahmud, dan Md. Khadzir Sheikh Ahmad, “Transboundary smoke haze pollution in Malaysia: inpatient health impacts and economic valuation,” Environmental Polution 189, 8 Maret 2014 [artikel on-line]; tersedia di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24682070; Internet; diunduh pada 2 April 2019 40 Fachmi Rasyid, “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan,” Jurnal Widyaswara Edisi 1 No. 4, 2014 [jurnal on-line]; tersedia di http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 41 Narayan Sastry. “Forest fires, Air Pollution and Mortality in Southeast Asia,” Demography, Volume 39-No.1, Februari 2002: 1-23 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/3088361; Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Page 35: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

23

metode “zero-burning” kemungkinan menelan biaya hingga US$ 817 per ha.42

Dilihat dari biaya yang harus dikeluarkan tentu saja membuat petani-petani kecil,

perusahaan menengah bahkan hingga perusahaan besar tetap menggunakan praktik

tebas-bakar.

Perubahan penggunaan lahan yang sering dilakukan di Indonesia untuk

konversi menjadi perkebunan kelapa sawit meliputi konversi lahan gambut yang

masih asli, dan dari hutan bekas tebangan yang terdegradasi atau lahan pertanian

lama. Untuk mengkonversi lahan gambut untuk penanaman, rawa harus dibersihkan

dari tumbuh-tumbuhan, dikeringkan, dan dikeringkan sehingga muka air turun.

Setelah kayu berharga di lahan gambut dipindahkan dan dijual, gambut tersebut

biasanya dibakar untuk menghilangkan sisa vegetasi sebagai persiapan untuk

penanaman.43 Lahan gambut adalah penyerap karbon yang baik, sehingga ketika

gambut terbakar, karbon yang terperangkap dalam gambut ini dilepaskan ke

atmosfer, meningkatkan tingkat gas rumah kaca, memperburuk perubahan iklim.44

Lahan gambut yang terbakar juga turut menjadi penyumbang yang cukup besar

pada ketebalan kabut asap. Akibat dari kebakaran tahunan ini, Indonesia menjadi

salah satu penyembang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, setelah Amerika

dan Cina.45

42 Tacconi, Moore, dan Kaimowitz, Fire in tropical forests, 9. 43 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 6-7. 44 Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Koordinasi Kelembagaan Pengelolaan Lahan Gambut di Indonesia, [database on-line]; tersedia di http://www.menlh.go.id/koordinasi-kelembagaan-pengelolaan-lahan-gambut-di-indonesia/; diunduh pada 1 April 2019 45 “Indonesia Masuk Daftar Negara Penghasil CO2 Terbesar”, Viva News, http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/545625-indonesia-masuk-daftar-negara-penghasil-co2-terbesar, diunduh pada 29 Maret 2019

Page 36: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

24

Selain itu, pada episode kebakaran dan kabut asap tahun 1997 salah satu

faktor pendukung lainnya adalah dengan adanya program transmigrasi yang

dicanangkan oleh pemerintah Indonesia sejak 1965 sebagai respon terhadap laju

pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak merata di Indonesia.46 Tujuan dari

program ini adalah untuk memindahkan setengah juta orang pertahun sehingga

dapat mengurangi kepadatan populasi di pulau Jawa dan Bali, ke daerah-daerah

yang masih jarang penduduknya, khususnya daerah di Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi dan Papua. Untuk mendukung berjalannya program ini maka banyak

transmigran yang memerlukan lahan untuk pembangunan infrastruktur seperti

pembuatan jalan hingga membangun tempat tinggal.47

Adapun faktor alam seperti musim kemarau panjang akibat fenomena iklim

El Nino. Fenomena iklim El Nino secara umum akan menyebabkan curah hujan di

sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, dan naiknya suhu permukaan laut

yang berakibat pada turunnya tekanan udara sehingga membuat seluruh wilayah

Indonesia menjadi panas.48 Dengan naiknya suhu permukaan laut menyebabkan

perubahan arah hembusan angin pada masa El Nino yang mempengaruhi

penyebaran kabut asap dan memperpanjang waktu musim kemarau lebih lama dari

biasanya. Fenomena iklim El Nino, yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan

46 Philip M. Fearnside, “Transmigration in Indonesia: Lessons from Its Environmental and Social Impacts,” Environmental Management 21(4):553-570, Juli 1997 [artikel on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/225540788_Transmigration_in_Indonesia_Lessons_from_Its_Environmental_and_Social_Impacts; internet; diunduh pada 1 April 2019. 47 Tacconi, Moore, dan Kaimowitz, Fire in tropical forests, 7. 48 Zulfahmi Sitompul dan Emilya Nurjani, “Pengaruh El Nino Southern Oscillation (ENSO) Terhadap Curah Hujan Musiman dan Tahunan di Indonesia,” Jurnal Bumi Indonesia, Vol. 2, No.1, 2013 [artikel on-line]; tersedia di http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/122/119; Internet; di unduh pada 1 April 2019

Page 37: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

25

di Indonesia berlangsung setiap tiga hingga tujuh tahun. Akibatnya, Indonesia

sering mengalami kebakaran besar selama tahun-tahun El Niño, terutama di

provinsi Kalimantan dan Sumatra.49

Pada tahun 1982-1983 terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah

Kalimantan seluas 3,2 juta ha akibat gabungan dari fenomena iklim El Nino yang

menyebabkan musim kering panjang dari Juli 1982 hingga April 1983 dan juga

banyaknya kegiatan pembersihan lahan dengan metode tebas-bakar.50 Perkiraan

total biaya a kibat kebakaran pada tahun ini sekitar US$9 miliar.51 Kebakaran hutan

di Indonesia kembali terjadi pada tahun 1991, Kementerian Kehutanan pada saat

ini memprediksikan total area yang terbakar lebih dari 500.000 ha dengan estimasi

kerugian lebih dari Rp173 miliar.52

Selanjutnya, pada tahun 1997/98 kebakaran hutan dan lahan yang sebagian

besar terjadi di daratan Kalimantan, Sumatera dan Papua Barat sebagian kecil

lainnya di Sulawesi, Jawa dan Bali merupakan yang terburuk dalam sejarah dan

menarik perhatian dunia internasional.53 Pasalnya fenomena ini menyebabkan

kabut asap hingga ke bagian selatan Thailand, Filipina, Singapura dan Malaysia.

49 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 3. 50 Johann G. Goldammer, “The Fire and Smoke Episodes of 1983 to 1998 in South East Asia: Ecological Background, Socio-Economic and Environmental Implications, and Challenges for Regional and Global Fire Research Programmes,” Malaysian XXI IUFRO World Congress Organising Committee, Agustus 2000 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.nrs.fs.fed.us/pubs/jrnl/2000/ne_2000_eav_001.pdf; Internet; diunduh pada 2 April 2019 51 Rona Dennis, A Review of Fire Projects in Indonesia (1982-1998) [buku on-line] (Bogor: Center for International Forestry Indonesia, 1999, diunduh pada 29 Maret 2019); tersedia di https://www.cifor.org/publications/pdf_files/firereport.pdf:Internet. 52 Dennis, A Review of Fire Projects in Indonesia (1982-1998), 9. 53 Michael Brauer dan Jamal Hisam-Hashim. “Fires in Indonesia: Crisis and reaction,” Environ. Sci. Technol., 1998 [jurnal on-line]; tersedia di https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/es983677j; Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Page 38: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

26

Kabut akibat kebakaran pada tahun ini mendorong berbagai lembaga-lembaga

bantuan internasional untuk meningkatkan dukungannya melalui berbagai program

yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan ASEAN untuk pertama kalinya

mengangkat isu kebakaran yang terjadi di Indonesia menjadi suatu masalah

regional. Setidaknya sebanyak 20 juta orang di kawasan Asia Tenggara merasakan

dampak dari kebakaran dan kabut asap yang terjadi pada periode ini.54

Di Indonesia menggunakan indeks kabut untuk mengukur kualitas udara

dengan skala 1-6 dan kategori bagus sampai sangat berbahaya.55 Kabut asap akibat

kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini bertahan dari akhir Juli hingga Desember

1997 dengan kisaran angka indeks kabut di kategori 4-5 atau sangat tidak sehat dan

berbahaya. Kawasan penyumbang kebakaran terbanyak adalah Sumatera dan

Kalimantan. Walaupun di Papua Barat juga terjadi hal yang serupa namun kabut

asap yang ditimbulkan tidak sampai ke negara lainnya.

Terdapat berbagai perbedaan perhitungan mengenai total area yang terbakar

pada tahun 1997, menurut pemerintah Indonesia per Oktober 1997 estimasinya

seluas 80,000 ha, namun berbeda dengan perhitungan yang dilakukan oleh Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) seluas 1,714,000 ha hutan yang terbakar

sejak April sampai September 1997.56

Tabel II.A.1. Luas area yang terbakar tahun 1997/98 (dalam ha)

Tipe Vegetasi Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Papua

Barat Total

54 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 131. 55 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 89. 56 Paul K. Gellert, “A Brief History and Analysis of Indonesia’s Forest Fires Crisis,” Indonesia, no. 65, 1998 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/3351404;Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Page 39: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

27

Hutan pegunungan

Hutan dataran rendah

Hutan payau dan gambut

Semak dan rumput kering

Hutan Tanaman Industri

Perkebunan

Pertanian

383,000

624,000

263,000

72,000

60,000

669,000

25,000

25,000

50,000

213,194

2,690,880

1,100,000

375,000

883,988

382,509

2,481,808

200,000

1,000

199,000

100,000

300,000

400,000

100,000

3,000

97,000

313,194

3,598,880

2,124,000

763,000

955,988

446,509

3,496,808

Total 2,071,000 100,000 8,127,379 400,000 1,000,000 11,698,379

Sumber: Luca Tacconi, Fires in Indonesia: Causes, Costs, and Policy Implications,

CIFOR Occasional Paper.No.38, 2003

Pada tabel diatas, Luca Tacconi telah menggabungkan estimasi luas kawasan

yang terbakar pada tahun 1997/98 dari penelitian GTZ (Deutsche Gesellschaft fur

Technische Zusammenarbeit) yang didanai oleh pemerintah Jerman dan Asian

Development Bank (ADB) dan BAPPENAS dijelaskan secara rinci dari berbagai

vegetasi dengan total seluas 11,698,379 hektar. Pada tahun ini, kontribusi emisi

karbon sebanyak 60%-90% berasal dari terbakarnya lahan gambut. Kebakaran

lahan gambut di Provinsi Jambi, Riau dan Sumatera Selatan sebagai penyumbang

utama pencemaran kabut asap yang menyelimuti langit Singapura.57

Dampak dari kabut asap pada tahun ini dapat dilihat dari segi ekonomi,

kesehatan, dan ekologi. Di bidang ekonomi di tahun 1997, kabut asap menggangu

kegiatan transportasi seperti pembatalan penerbangan sebesar 7% dan menurunnya

sektor pariwisata sebesar 13%.58 Di bidang kesehatan banyak masyarakat yang

terkena gangguan kesehatan seperti ISPA sebesar 9%, alergi sebesar 2%, asma

57 Luca Tacconi, D. Kaimowitz, dan P.F. Moore, “Fires in tropical forests – what is really the problem? Lessons from Indonesia,” Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change Volume 12, Issue 1, Januari 2007 [jurnal on-line]; tersedia di https://link.springer.com/article/10.1007/s11027-006-9040-y; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 58 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 24.

Page 40: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

28

sebesar 4%, dan iritasi mata sebesar 2%.59 Sedangkan pada bidang ekologi, yang

terdampak tidak hanya tanaman dan kayu, namun juga hewan-hewan liar dan

dilindung terancam kehilangan habitatnya. Data studi ADB dan BAPPENAS

mengestimasi kerugian yang dialami oleh Indonesia sebanyak US$4,861 miliar.60

Adapun studi lainnya yang dilakukan oleh Economy and Environment

Programme for South East Asia (EEPSEA) dan World Wildlife Fund (WWF) yang

dipublikasi pada tahun 1999 oleh Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) dan

International Development Research Centre (IDRC), menyebutkan biaya

kebakaran hutan untuk tahun 1997 saja sekitar US$4,5 miliar. Estimasi total

kerugian yang dialami Indonesia, Singapura, dan Malaysia dalam sektor kesehatan

jangka pendek ditaksir mencapai US$940 juta sedangkan dalam sektor pariwisata

mencapai US$256 juta.61 Sekitar 200,000 orang yang berada di Indonesia,

Malaysia, dan Singapura telah melakukan perawatan medis akibat menghirup

polusi kabut asap.62 Menurut Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Sarwono

Kusumaatmadja, memperkirakan bahwa perusahaan perkebunan dan program

transmigrasi pemerintah bertanggung jawab atas lebih dari 90 persen kebakaran

hutan pada periode ini.63

59 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 21-23 60 BAPPENAS-ADB. Cause extend, Impact and Cost of 1997, 1998 Fire and Drought. Forest Fire Prevention and Drougt Management Project, Asian Development Bank TA 2999-INO. (Fortech: Pusat Pengembangan Agribisnis, 1999) 61 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fire and Haze: The Cost of a Catastrophe, 132. 62 Peter Dauvergne, “The Political Economy of Indonesia’s 1997 Forest Fires, Australian Journal of International Affairs 52, No. 1, 1998 [artikel on-line]; tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10357719808445234?journalCode=caji20; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 63 Dauvergne, The Political Economy of Indonesia’s 1997 Forest Fires, 14.

Page 41: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

29

Kebakaran hutan dan lahan kembali lagi terjadi di tahun-tahun berikutnya

namun tidak seburuk yang telah terjadi pada tahun 1997. Pada tahun 2011,

Kementerian Kehutanan melalui satelit National Oceanic and Atmospheric

Administration (NOAA) dan ASEAN Specialized Monitoring Center (ASMC)

mendeteksi sebanyak 8.082 titik panas (hotspot) sepanjang bulan Januari-Juli

2011.64 Episode kabut lintas batas tahun 2013 dan 2015 dinilai sangat parah

menimbulkan konsekuensi serius pada kehidupan sehari-hari orang Indonesia yang

tinggal paling dekat dengan kebakaran dan negara-negara tetangga, terutama

Malaysia dan Singapura. Pada Juni 2013, kawasan Asia Tenggara kembali

diselimuti oleh peristiwa kabut asap yang parah selama tiga minggu. Pada episode

ini menyebabkan kualitas udara di Malaysia mencapai level berbahaya dengan nilai

Indeks Polusi Udara (API) 750 dan di Singapura berdasarkan Indeks Standar Polusi

(PSI) mencapai nilai 400 dimana nilai PSI 300 saja sudah dinyatakan berbahaya

bagi kesehatan.65 Pada puncak episode ini, banyak penerbangan dibatalkan, di

Malaysia beberapa daerah yang terdampak kabut asap dinyatakan darurat, dan

sejumlah sekolah dan perkantoran baik di Indonesia dan Malaysia terpaksa

diliburkan.66

64 Aditia Maruli, “Govt Determined to Fight Forest Fires As Hot Spots Proliferate,” Antra News, 9 September 2011 [media on-line]; tersedia di http://www.antaranews.com/en/news/75511/govt-determined-to-fight-forest-fires-as-hot-spots-proliferate; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 65 Janice Ser Huay Lee, Zeehan Jaafar, Alan Khee Jin Tan, dkk, “Toward clearer skies: Challenges in regulating transboundary haze in Southeast Asia,” Environmental Science and Policy 55, 2016 [artikel on-line]; tersedia di https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1462901115300770; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 66 Manirajan Ramasamy, Sharon Chen dan Yoga Rusmana, “Malaysia Imposes Emergency in Haze Areas: Singapore Improves.” Bloomberg, 23 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di http://www.bloomberg.com/news/2013-06-23/malaysia-imposes-emergency-in-haze-areas-singapore-improves-1-.html; diunduh pada 4 April 2019.

Page 42: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

30

Akibat lain dari kebakaran dan kabut asap lintas batas pada periode ini

menyebabkan ketegangan diplomatik antara Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Pejabat Singapura telah meminta tindakan pro-aktif dari pemerintah pusat

Indonesia untuk menekan terjadinya kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan

kabut asap hingga ke negaranya. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan

Indonesia saat itu menyatakan bahwa perusahaan kelapa sawit yang memiliki basis

di Singapura dan Malaysia bersama-sama dengan petani lokal bertanggung jawab

atas kabut asap pada episode tahun ini karena melakukan metode tebas-bakar untuk

membuka lahan.67 Pernyataan tersebut memicu reaksi dari Menteri Lingkungan dan

Sumber Daya Air Singapura, Vivian Balakrishnan, yang meminta pemerintah

Indonesia untuk menyebutkan perusahaan yang bertanggung jawab.68 Adapun

tanggapan dari Golden Agri-Resources selaku perusahaan kelapa sawit yang

berbasis di Singapura yang menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan metode

tebas-bakar untuk membersihkan lahannya dan sudah menerapkan “zero burning

policy” sejak tahun 1997.69

Selanjutnya, kabut asap kembali menyelimuti wilayah Indonesia dan kawasan

Asia Tenggara selama September-Oktober 2015. Episode kebakaran hutan dan

lahan kali ini merupakan yang terburuk kedua dalam dua dekade terakhir (setelah

67 Devianti Faridz, “Singapore, Malaysia share some blame for haze: Indonesian official,” Channel NewsAsia, 18 June 2013; tersedia di www.channelnewsasia.com/news/singapore/s-pore-m-sia-share-some/714786.html; diunduh pada 4 April 2019. 68 Kevin Lim, “Singapore pressures Indonesia to identify firms behind haze,” Bloomberg, 18 Juni 2013; tersedia di https://www.reuters.com/article/uk-southeastasia-haze/singapore-pressures-indonesia-to-identify-firms-behind-haze-idUKBRE95H0A920130618; diunduh pada 4 April 2019 69 Annabelle Liang, “Worsening haze from Indonesia angers Singapore, tourists,” AFP News, 19 Juni 2013; tersedia di https://sg.news.yahoo.com/worsening-haze-indonesia-angers-singapore-tourists-113550332.html; diunduh pada 4 April 2019.

Page 43: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

31

peristiwa 1997-1998) dalam hal emisi gas rumah kaca.70 Pemerintah Indonesia

memperkirakan lahan dan hutan yang terbakar antara bulan Juni dan Oktober 2015

seluas 2,64 juta ha atau sekitar 4,5 kali luas pulau Bali.71 Sekitar 33 persen dari total

area (sekitar 618,574 ha) yang terbakar adalah lahan gambut, yang menyebabkan

kabut asap berbahaya bagi kesehatan serta menggangu transportasi, ekonomi, dan

pariwisata hingga penyumbang utama atas emisi gas rumah kaca.72 Berdasarkan

analisa citra satelit yang dilakukan oleh Forest Watch Indonesia (FWI)

menunjukkan sebagian besar kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sepanjang

Januari-Oktober 2015 terjadi di dalam kawasan hutan dan terdapat lebih dari 34.960

titik api. Sebanyak 29 persen dari jumlah titik api tersebut berada di wilayah konsesi

HTI.73

Dampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini adalah

dampak buruk bagi kesehatan dapat dilihat dari semakin bertambahnya penderita

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Sumatera dan Kalimantan. Data Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 503.874 jiwa yang

menderita ISPA di 6 provinsi sejak 1 Juli - 23 Oktober 2015. Sejauh ini, penderita

70 Luca Tacconi, “Preventing fires and haze in Southeast Asia,” Nature climate Change Vol. 6, Juli 2016 [artikel on-line]; tersedia di https://www.nature.com/articles/nclimate3008; Internet; diunduh pada 4 April 2019. 71 Yuan Lin, Lahiru S, Wijedasa dan Ryan A. Chisholm, “Singapore’s willingness to pay for mitigation of transboundary forest-fire haze from Indonesia,” Environmental Research Letter Vol.12 No.2, 15 Februari 2017 [artikel on-line]; tersedia di https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1748-9326/aa5cf6; Internet; diunduh pada 3 April 2019. 72 World Bank, “The Cost of Fire: An Economic Analysis of Indonesia’s 2015 Fire Crisis,” Indonesia Sustainable Landscapes Knowledge Note: 1, Desember 2015; tersedia di http://pubdocs.worldbank.org/en/643781465442350600/Indonesia-forest-fire-notes.pdf; Internet; diunduh pada 3 April 2019 73 Forest Watch Indonesia dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, “Tata kelola buruk: Masyarakat Adat Terdampak Bencana Asap,” tersedia di http://www.aman.or.id/wp-content/uploads/2015/12/Lembar-Fakta-KARHUTLA_final_02-des15.pdf; diunduh pada 3 April 2019.

Page 44: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

32

ISPA yang tersebar di 6 propinsi yaitu di Provinsi Jambi dengan 129.229 orang, di

Sumatera Selatan dengan 101.333 orang, di Kalimantan Selatan ada 97.430 orang

penderita ISPA, 80.263 orang penderita di Riau, 52.142 orang di Kalimantan

Tengah, dan 43.477 orang di Kalimantan Barat.74

Pada bulan September 2015, keadaan darurat diumumkan di Riau, Sumatra,

provinsi Indonesia yang paling parah terkena dampak dan dekat dengan pusat

kebakaran.75 Di Pekanbaru, ibukota provinsi Riau, diselimuti oleh kabut asap tebal

yang menyebabkan berkurangnya jarak pandang sehingga tidak ada pesawat yang

dapat meninggalkan bandara Sultan Syarif Kasimm II. Bank Dunia memperkirakan

bahwa kebakaran tahun 2015 merugikan Indonesia setidaknya US$16,1 miliar (Rp

221 triliun).76 Citra satelit yang ditangkap selama dua episode kabut asap ini

mendeteksi ratusan hotspot di Kalimantan, Sumatra, dan pada tingkat lebih rendah

di Semenanjung Malaysia dan Sarawak. Sebagian besar hotspot ini berada di area

lahan gambut, dan kepulan asap yang keluar dari area ini terlihat jelas.77

B. Dampak Kabut Asap Lintas Batas bagi Singapura

Singapura, secara geografis merupakan negara dengan area seluas 721.5 km2

yang terletak diantara Malaysia dan Indonesia. Dengan letaknya yang berdekatan

dengan Indonesia tentu saja dalam permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang

74 “Asap kebakaran hutan sampai Jakarta,” BBC Indonesia, 24 Oktober 2015; tersedia di https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151024_indonesia_jakarta_kabutasap; diunduh pada 3 April 2019. 75 AFP, “Indonesia declares state of emergency over fire haze,” Aljazeera News, 14 September 2015; tersedia di https://www.aljazeera.com/news/2015/09/indonesia-declares-state-emergency-fire-haze-150914133806388.html; Internet; diunduh pada 4 April 2019. 76 World Bank, The Cost of Fire: An Economic Analysis of Indonesia’s 2015 Fire Crisis, 4. 77 NASA, “Smoke Blankets Indonesia. Image of the Day,” tersedia di http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/view.php?id=86681; Internet; diunduh pada 29 Maret 2019.

Page 45: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

33

menimpa Indonesia akan berdampak juga ke Singapura melalui polusi kabut asap

lintas batas. Singapura memiliki Indeks Standar Polutan (Pollutant Standard

Index/PSI) sebagai ukuran kualitas udara secara akurat secara berkala yang

diadopsi dari United States Environmental Protection Agency (USEPA).78 PSI

adalah indeks tingkat kualitas udara harian dan dihitung berdasarkan konsentrasi

partikel halus (PM2.5), polutan dominan selama episode kabut asap, bersama dengan

polutan lainnya (sulfur dioksida (SO2), partikel (PM10), nitrogen dioksida (NO2),

karbon monoksida (CO) dan ozon (O3).79

Tabel II.B.1 Ukuran Nilai Indeks Standar Polutan (PSI)

Nilai PSI 0 – 50 51 – 100 101 – 200 201 – 300 301 – 400 401-500

Kategori Bagus Sedang Tidak Sehat Sangat tidak

sehat Berbahaya

Sumber: The National Environment Agency, 2014.

Berdasarkan data pada tabel di atas menjelaskan PSI antara 101 dan 200

dianggap tidak sehat; antara 301 dan 400 hingga di atas 400 berbahaya bagi

kesehatan bahkan dapat mengancam nyawa orang sakit dan lanjut usia. Fenomena

kabut asap sudah menjadi masalah tahunan bagi Singapura maupun Asia tenggara

sejak tahun 1994. Hingga pada tahun 1997 kebakaran hutan dan lahan yang terjadi

di Indonesia tercatat sebagai yang terburuk sepanjang sejarah, kabut asap bertahan

selama dua bulan lebih menyelimuti udara di Singapura.80 Pada periode kabut asap

Agustus-Oktober 1997, nilai PSI menunjukkan pada kategori sedang-tidak sehat,

78 National Environment Agency, “Computation of the Pollutant Standards Index (PSI),” tersedia di https://www.haze.gov.sg/docs/default-source/faq/computation-of-the-pollutant-standards-index-(psi).pdf; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 79 “Haze Watch,” Channel News Asia; tersedia di https://www.channelnewsasia.com/news/psi; Internet; diunduh pada 30 Maret 2019. 80 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 51.

Page 46: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

34

hingga mencapai rekor tertingginya yaitu 226 pada 18 September 1997 yang

menunjukkan pada kategori sangat tidak sehat.81

Gambar II.1. Pemandangan Singapura pada malam hari bulan September 1997

Sumber: Straits Times Singapore, 2015.

Partikel halus (PM2,5) yang terdapat pada kabut asap dapat menyebar dalam

cahaya dan dapat mengganggu jarak pandang manusia sehingga menyebabkan

beberapa penerbangan di Singapura dibatalkan. Selain itu, akibat lainnya dari kabut

yang melanda Singapura merasakan dampak negatif yang signifikan terhadap

ekonomi melalui sektor bisnis, pariwisata, dan kesehatan. Dampak bagi kesehatan

masyarakat dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang mendatangi rumah sakit

dengan kondisi terkait kabut asap meningkat sebanyak 30 persen.82 Secara hitungan

81 Elaine Lo, “Haze hits pollution index record of 226,” The Straits Times, 19 September 1997, hal. 1; tersedia di https://www.straitstimes.com/sites/default/files/attachments/2015/10/02/haze_hits_pollution_index_record_of_226.pdf; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 82 Shanta Christina Emmanuel, “Impact to lung health of haze from forest fires: the Singapore experience,” Respirology Vol. 5(2), Juni 2000 [jurnal on-line]; tersedia di

Page 47: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

35

luasan, kebakaran tahun 1997-1998 menghancurkan lebih dari 10 juta hektar hutan

dan lahan, yang setara dengan sekitar 143 kali luas daratan Singapura. Adapun

estimasi kerugian bagi Singapura akibat dari kabut asap dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel II.B.2 Total Kerugian Ekonomi Singapura Akibat Kabut Asap Lintas Batas

Tahun 1997

Upper Bound

(Million)

% of

Total

Lower Bound (Million) % of

Total

S$ US$ S$ US$

Health 19,0 13,5 17,2 6,0 4,0 6,2

Airlines 9,7 6,9 8,8 9,7 6,9 9,9

Tourism 81,8 58,4 74,0 81,8 58,4 83,9

Total 110,5 78,8 100 97,5 69,3 100

Sumber: Priscilla M.L. Hon., 1999

Akibatnya banyak warga Singapura yang mengidap berbagai penyakit pada

saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kerugian sebesar 4 hingga 13,5 juta

dollar AS.83 Berdasarkan data Priscillia M.L. Hon, total kerugian di bidang ekonomi

yang dialami Singapura pada kabut asap tahun 1997 sebesar US$69,3 sampai

US$78,8 juta, sekitar 80% dari total kerugian yang disebabkan oleh kerugian di

bidang pariwisata.84 Terdapat penelitian lainnya yang menaksirkan total kerugian

yang dialami oleh Singapura pada insiden 1997 ini adalah US$163.5–US$286.2

juta, dimana sekitar 98% dari kerugian ini merupakan dampak terhadap sektor

https://www.researchgate.net/publication/12425324_Impact_to_Lung_Health_of_Haze_from_Forest_Fires_The_Singapore_Experience; internet; diunduh pada 1 April 2019. 83 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 61. 84 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 79.

Page 48: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

36

pariwisata dan menurunnya jarak pandang, dengan sebagian kecil lainnya dampak

pada kesehatan dan rekreasi.85 Pariwisata adalah sektor yang sangat penting dalam

perekonomian Singapura dan kabut asap telah menyebabkan gangguan besar pada

industri ini, karena wisatawan berkurang selama periode kabut asap.

Pada 2006, kabut asap diperkirakan menelan biaya ekonomi Singapura US$

50 juta pada bulan Oktober 2006 saja.86 Sebuah studi lainnya memperkirakan

kerugian selama kembalinya kabut asap yang parah pada tahun 2006 sebanyak

US$79 juta, sebagian besar karena penutupan bandara Changi.87

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia kembali terjadi pada tahun 2013

hingga menyebabkan udara Singapura kembali diselimuti kabut asap. Episode

kabut asap tahun ini bermula pada tanggal 12 Juni 2013 terlihat dari kenaikan PSI

yang melewati batas kategori sedang. Hingga mencapai titik puncak pada 21 Juni

2013 nilai PSI mencapai 401 berdasarkan pantauan per tiga jam akibat kebakaran

hutan dan lahan di Sumatera dan mengalahkan rekor tertinggi pada kejadian tahun

1997.88 Dampak langsungnya adalah banyaknya antrian masyarakat di apotek-

apotek untuk membeli masker N95.89 Media massa Singapura, Straits Times,

85 Euston Quah, “Transboundary Pollution in Southeast Asia: The Indonesian Fires,” World Develompent Vol. 30 No. 3, 2002 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0305750X0100122X; diunduh pada 1 April 2019. 86 Lee Poh Onn, “No end in sight to haze dilemma,” ISEAS Perspective: Selection 2012-2013, 24 Juni 2013 [artikel on-line]; tersedia di https://www.iseas.edu.sg/images/pdf/ISEAS_Perspective_2013_39.pdf; Internet; diunduh pada 2 April 2019 87 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 12. 88 Luis Roman Carrasco, “Silver Lining of Singapore’s Haze,” Sciencemag Vol 341, Juli 2013 [artikel on-line]; tersedia di https://science.sciencemag.org/content/341/6144/342.2; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 89 Charissa Yong, “Haze update: PSI 401 at noon; many pharmacies still out of masks,” The Straits Times, 21 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di https://www.straitstimes.com/singapore/haze-update-psi-401-at-noon-many-pharmacies-still-out-of-masks; diunduh pada 1 Aprl 2019.

Page 49: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

37

menyatakan episode kabut asap kali ini merupakan yang terburuk dalam 16 tahun

belakangan, hingga PSI berada dalam kategori berbahaya.90

Gambar II.B.2. Perbandingan Langit di Bedok South Avenue 1, Singapura pada

Juni 2013

21 Juni 2013

24 Juni 2013

Sumber: The Straits Times, 2013.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Denis Tan Wei Han

memperkirakan kerugian yang ditanggung oleh Singapura pada episode kabut asap

2013 mencapai SGD 341 juta. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa kerugian

yang dialami Singapura tidak lebih banyak dari kabut asap tahun 1997 yaitu sekitar

SGD 50 juta.91 Pada periode asap tahun ini berdampak pula terhadap hubungan

Singapura–Indonesia, pasalnya Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, serta

Vivian Balakrishnan, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura,

menyatakan keprihatinan atas kabut asap dan meminta Indonesia untuk berbuat

90 “Haze in Singapore Hits New High, PSI at 321 at 10pm”, The Straits Times, 19 June 2013 [media on-line]; tersedia di http://www.straitstimes.com/breaking-news/singapore/story/haze-singapore-hits-new-high-psi-321-10pm-20130619; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 91 “Singapore GDP will take hit from haze as countries issue travel warnings,” The Straits Times , 7 Oktober 2015 [media on-line]; tersedia https://www.straitstimes.com/business/economy/singapore-gdp-will-take-hit-from-haze-as-countries-issue-travel-warnings; Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Page 50: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

38

lebih banyak untuk menyelesaikan masalah ini.92 Namun, Menteri Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Agung Laksono, memberikan tanggapan

bahwa Singapura bersikap seperti “anak kecil” hanya karena kabut asap yang

melanda negaranya.93 Hal ini ditanggapi oleh Menteri Senior Singapura, Goh Chok

Tong, yang menyatakan bahwa sudah sewajarnya Singapura meminta Indonesia

untuk menyelesaikan masalah asap karena dinilai sangat merugikan Singapura.94

Peristiwa kabut asap parah selanjutnya terjadi pada tahun 2015, kabut asap

yang menyelimuti langit Singapura bertahan lebih lama dari sebelumnya. Selama

tiga bulan dimulai akhir Juni hingga awal Oktober, hal ini terjadi bertepatan dengan

fenomena iklim El Nino yang sedang melanda kawasan terutama Indonesia hingga

menyebabkan kekeringan berkepanjangan.95 Pada 25 September 2015 tercatat

selama 24 jam PSI di Singapura menunjukkan nilai 322 dan semakin meningkat

sampai 341 dan dikategorikan berbahaya. Akibatnya pada hari ini, Menteri

Pendidikan Singapura memerintahkan penutupan sekolah-sekolah di Singapura

terkait semakin buruknya kualitas udara. Dengan kualitas udara yang buruk

menyebabkan pembatalan beberapa acara internasional yang diselenggarakan di

92 Feng Zengkun, “Haze update: PM Lee says Singapore urging Indonesia to take action to reduce haze,” The Straits Times, 18 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di https://www.straitstimes.com/singapore/haze-update-pm-lee-says-singapore-urging-indonesia-to-take-action-to-reduce-haze; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 93 “Indonesia chides Singapore over reactions on haze situation,” Channel News Asia, 20 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di https://www.channelnewsasia.com/news/specialreports/hazewatch/news/indonesia-chides/717798.html; Internet; diunduh pada 30 Mei 2019. 94 “ESM Goh: "The Singapore Child is being suffocated", The Straits Times, 21 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di https://www.straitstimes.com/singapore/esm-goh-the-singapore-child-is-being-suffocated; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 95 Kenneth Paul Tan, “Singapore in 2015: Regaining Hegemony,” Asian Survey Vol. 56 No. 1, 2016 [artikel on-line]; tersedia di http://as.ucpress.edu/content/56/1/108; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Page 51: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

39

Singapura, salah satunya adalah Piala Dunia Renang FINA 2015 yang seharusnya

dilaksanakan pada 3 Oktober 2015.96 Perkiraan awal dampak dari peristiwa kabut

asap tahun 2015 oleh Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura

memakan biaya sebanyak US$510 juta.97

96 Tan, Singapore in 2015: Regaining Hegemony, 114. 97 Lin, Wijedasa, dan Chisholm, Singapore's willingness to pay for mitigation of transboundary forest-fire haze from Indonesia, 6.

Page 52: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

40

BAB III

ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

(AATHP)

A. Latar Belakang Terbentuknya AATHP

Association of South East Asian Nation (Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia

Tenggara atau kemudian disebut dengan ASEAN) merupakan sebuah organisasi

kawasan Asia Tenggara yang didirikan pada tahun 1967 setelah ditandatanganinya

Deklarasi Bangkok. Tujuan awal ASEAN adalah untuk mempercepat pertumbuhan

ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, dan membentuk kerja

sama di berbagai bidang (ekonomi, politik, sosial dan budaya) demi mencapai

kepentingan bersama.98 Seiring berjalannya waktu, ASEAN menyesuaikan diri

dengan situasi yang sedang bergejolak di kawasannya, dengan menyepakati

pembentukan ASEAN Community (Komunitas ASEAN) yang terdiri atas 3 (tiga)

pilar, yaitu Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security

Community/APSC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic

Community/AEC), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural

Community/ASCC).99

Komunitas sosial budaya ASEAN terdapat enam bidang yang dijadikan

fokusnya, salah satunya mengenai kelestarian lingkungan. Adapun Pertemuan Para

98 Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun 2010, (Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2010), 10 99 Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun 2010, 4.

Page 53: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

41

Menteri Lingkungan ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Environment atau

AMME) yang dibentuk pada tahun 1981, dengan pertemuan formal diadakan setiap

dua tahun sekali. Kerjasama di bidang lingkungan hidup berada di bawah ASEAN

Senior Officials on the Environment (ASOEN) yang melakukan pertemuan sekali

dalam setahun.100 ASOEN melaporkan perkembangan kerjasama lingkungan di

ASEAN pada AMME. Tiga isu yang menjadi perhatian utama dalam kerja sama

ASEAN di bidang lingkungan hidup adalah masalah pencemaran kabut asap (haze),

konservasi keanekaragaman hayati, dan masalah perubahan iklim.

Permasalahan kabut asap (haze) yang terjadi di kawasan ASEAN sudah

berlangsung sejak tahun 1970an terutama selama musim kemarau. 101 Hingga pada

tahun 1990-an, dengan semakin meluasnya dampak dari kabut asap di kawasan,

ASEAN secara teratur mengadakan AMME untuk membahas dan menyelesaikan

permasalahan ini.102 Terdapat beberapa kesepakatan hasil dari AMME, yaitu Kuala

Lumpur Concord on Environment and Development pada 19 Juni 1990; Singapore

Resolution on Environment pada akhir AMME ke-5, 17-18 Februari 1992; dan

Bandar Seri Begawan Resolution on Environment and Development, 26 April

1994.103

100 “ASEAN Ministerial Meeting on Environment (AAME),” tersedia di https://asean.org/asean-socio-cultural/asean-ministerial-meeting-on-environment-amme/overview/; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 101 A. Heil dan J.G Goldammer, “Smoke-haze Pollution: A Review of the 1997 Episode in Southeast Asia”, Reg Environ Change Journal, Vol. 2, (Berlin: Springer-Verlag, 2001): 24. 102 Penjelasan Umum pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze. 103 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution [database on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/25770582 ; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Page 54: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

42

Pada Singapore Resolution on Environment tahun 1992 mengidentifikasikan

polusi lintas batas sebagai masalah lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian

serius bagi ASEAN dan mencapai kesepakatan untuk menyelaraskan arah

kebijakan dan membangun kerja sama lingkungan baik secara teknis dan

operasional sebagai mitigasi polusi lintas batas.104 Kemudian pada tahun yang sama

para Menteri Lingkungan ASEAN mengadakan workshop pertama kali yang

membahas tentang Polusi Lintas Batas dan Kabut Asap di negara-negara ASEAN

yang diselenggarakan di Balikpapan, Indonesia.

Permasalahan kabut asap ini tidak akan berhenti tanpa adanya inisiatif dan

langkah pasti untuk menanggulangi bersama pada level regional hingga nasional.

ASEAN dinilai perlu untuk membuat suatu kebijakan dalam penanganan

permasalahan kabut asap lintas batas ini. Pertemuan informal para Menteri

Lingkungan ASEAN untuk pertama kalinya diselenggarakan di Kuching, Sarawak

pada 1994 dinilai sebagai langkah awal negara-negara ASEAN dalam mengatasi

permasalahan kabut asap yang berkepanjangan. Kesepakatan yang dicapai pada

momen ini adalah untuk meningkatkan kerja sama dalam mengelola sumber daya

alam dan mengendalikan polusi lintas batas di ASEAN, mengembangkan system

peringatan dini, serta untuk meningkatkan kapasitas negara anggota dalam

penanganan masalah ini.105

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan informal tahun 1994, pada Juni 1995

diselenggarakanlah ASEAN Meeting on The Management of Transboundary

104 Helena Varkkey, “The ASEAN Way and Haze Mitigation Efforts,” Journal of International Studies [artikel on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/256981800; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 105 Varkkey, The ASEAN Way and Haze Mitigation Efforts, 84.

Page 55: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

43

Pollution di Kuala Lumpur.106 Pada pertemuan ini menghasilkan ASEAN

Cooperation Plan on Transboundary Pollution atau Rencana Kerja Sama ASEAN

tentang Pencemaran Lintas Batas dengan tiga program utama yaitu, Transboundary

atmospheric pollution (pencemaran udara lintas batas); Transboundary movement

of hazardous wastes (pergerakan lintas batas limbah berbahaya dan beracun); dan

Transboundary shipborne pollution (pencemaran lintas batas bersumber dari

kapal).107 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution ini meliputi

prosedur dan mekanisme untuk kerja sama pencegahan dan penanggulangan

pencemaran asap yang melintas batas negara.108 Adapun tujuan dari program

pencemaran udara lintas batas yang menjadi bagian dari ASEAN Cooperation Plan

on Transboundary Pollution, yaitu:109

a. Menganalisa sumber dan penyebab, sifat dan jangkauan dari insiden kabut

asap lokal dan regional;

b. Mencegah dan mengendalikan sumber kabut asap baik secara nasional

dan regional dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dan

memperkuat kapabilitas nasional dan regional dalam menganalisa,

mencegah dan pengendalian kabut asap;

c. Mengembangkan dan menerapkan rencana tanggap darurat pada tingkat

nasional dan regional.

106 Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke 22 Tahun 2017, (Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2017), 69-71. 107 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, 89. 108 Heil dan Goldammer Smoke-haze Pollution: A Review of the 1997 Episode in Southeast Asia, 26. 109 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, 90.

Page 56: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

44

ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution juga memuat strategi

untuk mencapai tujuan dari program tersebut adalah dengan mencegah kebakaran

hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pembukaan lahan untuk HTI

dan program transmigrasi, selain itu dengan mempromosikan praktik ‘zero-

burning’ dan penggunaan teknologi ramah lingkungan untuk pembukaan lahan

kepada seluruh pelaku ekonomi yang terlibat. Dalam program pencemaran udara

lintas batas, terdapat beberapa langkah-langkah untuk mengatasi masalah polusi

lintas batas, yaitu:

1. Pembentukan Focal Points di setiap negara yang berfungsi untuk

meningkatkan koordinasi di tingkat regional;

2. Memperluas peran ASEAN Specialized Meteorogical Centre (ASMC)

untuk mengembangkan sebuah metode untuk memprediksi risalah dan

sebaran kabut asap;

3. Memperluas peran ASEAN Institute of Forest Management (AIFM)

dengan meningkatkan keterampilan dan kapabilitas nasional di bidang

pengendalian kebakaran hutan melalui pelatihan-pelatihan.

Dalam ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution juga

mempertimbangkan untuk mencari dukungan dari negara-negara di luar kawasan

yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang system pengelolaan

kebakaran, seperti Selandaia Baru dan Amerika Serikat serta organisasi

internasional lainnya yang terkait.110 ASOEN berperan untuk mengawasi dan

melaporkan perkembangan dari implementasi ASEAN Cooperation Plan on

110 Simon S.C. Tay, ” South East Asian Forest Fires: Haze over ASEAN and International Environmental Law,” Review of European Community and International Environmental Law Vol. 7 Issues 2, 1998 [artikel on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/229775349_South_East_Asian_Forest_Fires_Haze_over_ASEAN_and_International_Environmental_Law; internet; diunduh pada 4 April 2019.

Page 57: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

45

Transboundary Pollution kepada AMME, sehingga untuk mencapai tujuannya

memerlukan komitmen dan kerja sama baik di tingkat nasional hingga regional.111

Pada September 1995 di Bali, Indonesia, ASOEN kembali menyelenggarakan

pertemuan dan bersepakat untuk membentuk Haze Technical Task Force (HTTF)

sebagai tindak lanjut dan menerapkan langkah-langkah yang termasuk di ASEAN

Cooperation Plan on Transboundary Pollution.112

Namun terjadi kegagalan pada ASEAN Cooperation Plan on Transboundary

Pollution dalam pengimplementasiannya. Kembali terjadinya kebakaran hutan dan

kabut asap pada tahun 1997 di Indonesia dapat dinilai bahwa rencana kerja sama

yang ada sebelumnya tidak berjalan dengan baik, dimana sangat sedikit dari

langkah-langkah yang ada diimplementasikan.113 Sebaliknya, dibandingkan dengan

bekerja dalam sistem kerja sama yang disepakati di kawasan, negara-negara

cenderung melakukan kerja sama bilateral seperti yang dilakukan oleh Malaysia-

Indonesia dan Indonesia-Singapura.

Meskipun mengalami kegagalan pada ASEAN Cooperation Plan on

Transboundary Pollution, pada Desember 1997, ASEAN kembali membentuk

kebijakan dalam menanggapi bencana kebakaran hutan dan kabut asap terbesar

sepanjang sejarah yang disebut Regional Haze Action Plan (RHAP). RHAP

dibentuk di bawah HTTF dengan tujuan untuk mencegah kebakaran hutan dan

lahan melalui kebijakan pengelolaan sumber daya dan penegakan hukum yang lebih

111 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, 92. 112 Varkkey, The ASEAN Way and Haze Mitigation Efforts, 85. 113 Tay, South East Asian Forest Fires: Haze over ASEAN and International Environmental Law, 205.

Page 58: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

46

baik serta memperkuat kapabilitas regional dalam melakukan pemantauan,

mekanisme pelaporan atau pertukaran informasi serta penanganan kebakaran hutan

dan lahan.114 Dengan adanya RHAP menandai awal pentingnya pembahasan

pencegahan dan penanggulangan kabut asap di tingkat ASEAN dan terpisah dari

masalah lingkungan lintas batas lainnya.

Dalam RHAP, negara-negara anggota diwajibkan untuk mengembangkan

rencana mereka sendiri (national plans) berdasarkan rencana regional, pedoman,

dan langkah-langkah lain untuk mencegah dan memantau kebakaran yang dapat

menyebabkan polusi asap lintas batas.115 Kemudian untuk memperkuat peran dalam

pencegahan kabut asap di kawasan maka dibagi sesuai dengan keahlian masing-

masing negara, seperti Malaysia dipercayakan dengan peran mengoordinasikan

langkah-langkah pencegahan (menyediakan peralatan pemadam kebakaran dan tim

pemadam kebakaran), Singapura dengan mengkoordinasikan mekanisme

pemantauan regional, dan Indonesia dengan meningkatkan kemampuan pemadam

kebakaran.116

114 S. Tahir Qadri, Fire, Smoke, and Haze: The ASEAN Response Strategy [buku on-line] (Philippines: Asian Development Bank, 2001); tersedia di https://www.adb.org/sites/default/files/publication/28035/fire-smoke-haze.pdf; Internet; diunduh pada 1 April 2019. 115 Varkkey, The ASEAN Way and Haze Mitigation Efforts, 85. 116 Onn, No end in sight to haze dilemma, 5.

Page 59: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

47

Gambar III.1. Inisiatif ASEAN terkait Kabut Asap

Sumber: Verkkey, The Asean Way and Haze Mitigation Efforts

Pada tahun 1998, pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di

Vietnam mengeluarkan Hanoi Plan of Action yang menyerukan

pengimplementasian penuh dari RHAP pada tahun 2001.117 Secara khusus,

membentuk dua Sub-Regional Fire-Fighting Arrangements (SRFA) untuk

Kalimantan dan provinsi Sumatra/Riau di Indonesia di bawah RHAP untuk

memfasilitasi perpindahan sumber daya dari satu negara anggota ke negara lain

dalam rangka menanggulangi masalah kabut asap.

B. Gambaran Umum AATHP

AATHP yang diadopsi oleh semua negara anggota ASEAN pada tahun 2002

dan mulai berlaku pada tahun 2003, dimaksudkan untuk memberikan dukungan

yang mengikat secara hukum serta implementasi penuh pada dokumen ASEAN

sebelumnya, ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, RHAP dan

117 Nadzri Yahaya, “Transboundary Air Pollution: Haze Pollution in Southeast Asia and Its Significance,” Journal of Diplomacy and Foreign Relations Vol. 2 No. 2, Desember 2000 [jurnal on-line]; tersedia di http://digitaldoc.kln.gov.my/vital/access/manager/Repository/vital:290;jsessionid=3CA4D1CF7DFDCB6EE59A10A5AB238E2A?exact=sm_subject%3A%22Haze-Southeast+Asia%22; internet; diunduh pada 3 April 2019.

1992

Workshop on Trans-boundary Pollution and Haze

1995

Co-operation

Plan & Haze

Technical Task Force

1997

Regional Haze

Action Plan

1998

Hanoi Plan of Action

2002

ASEAN Peatland Manage-

ment Initiative

2003

Agreement on Trans-boundary

Haze Pollution

Page 60: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

48

Hanoi Plan of Action.118 Berbeda dengan perjanjian sebelumnya, AATHP

diharapkan menjadi sebuah perjanjian yang memiliki kewajiban dan bersifat

mengikat para negara-negara yang meratifikasinya. AATHP dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan AATHP

merupakan wujud komitmen bersama negara ASEAN untuk mencegah dan

menanggulangi pencemaran kabut asap lintas batas sebagai akibat kebakaran hutan

dan lahan.119 Sebagai respon terkait penanggulangan kabut asap lintas batas,

Singapura meratifikasi AATHP pada tanggal 13 Januari 2003. Penandatanganan

Piagam Pengesahan (Instrument of Ratification) dilakukan di Singapura oleh S.

Jayakumar sebagai Menteri Luar Negeri Singapura saat itu. 120 AATHP

ditandatangani oleh enam negara melalui perwakilan dari masing-masing negara

yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, dan Vietnam

pada tanggal 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. Sesuai yang tertera pada

pasal 29 AATHP, persetujuan ini dinyatakan berlaku 60 hari setelah keenam negara

telah meratifikasi dan menyerahkan piagam pengesahan kepada Sekretariat

ASEAN yaitu pada 25 November 2003.

118 E.R. Florano, “Assessment of the “strengths" of the new ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution,” International Review for Environmental Strategies, Vol. 4 No.1, 2003 [jurnal on-line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/287584180_Assessment_of_the_strengths_of_the_new_ASEAN_agreement_on_transboundary_haze_pollution; Internet; diunduh pada 4 April 2019. 119 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze, 2. 120 ASEAN Legal Instrument, "ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution: Instrument of Ratification," tersedia di: http://agreement.asean.org/agreement/detail/238.html; Internet; diunduh pada 28 Maret 2019.

Page 61: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

49

Walaupun AATHP telah berlaku sejak tahun 2003, namun pada kenyataannya

kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang menimbulkan kabut asap lintas batas

tetap terjadi.121 Negara selanjutnya yang meratifikasi AATHP adalah Laos pada 13

Juli 2005, Kamboja pada 9 November 2006, dan Filipina pada 4 Maret 2010.122

Namun sangat disayangkan, Indonesia sebagai penyumbang terbesar atas kabut

asap lintas batas menjadi negara terakhir yang meratifikasi AATHP yaitu pada 14

Oktober 2014 dan menyerahkan piagam pengesahannya pada 20 Januari 2015.123

Indonesia meratifikasi AATHP dengan membentuk Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement On Transboundary Haze

Pollution (Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas).124

Dalam perjanjian AATHP terdiri dari 32 pasal dan 1 lampiran persetujuan.

Setiap perjanjian internasional yang dibuat oleh subyek hukum internasional

memiliki maksud dan tujuan yang dituangkan dalam bagian pembukaan.125 Dapat

dilihat dari bagian pembukaan AATHP bahwa pembentukan perjanjian ini

didasarkan atas adanya pencemaran udara lintas batas di kawasan Asia Tenggara

yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara-negara yang berada di kawasan

tersebut. Dan juga tujuan dari dibentuknya AATHP terdapat pada pasal 2 adalah

121 Alan Khee-Jin Tan, “The ‘Haze’ Crisis in Southeast Asia: Assessing Singapore’s Transboundary Haze Pollution Act 2014”, NUS Law Working Paper 2015/002, February 2015 [jurnal on-line]; tersedia di http://law.nus.edu.sg/wps; internet; diunduh pada 1 April 2019. 122 “Status of Ratification,” Haze Action Online, 20 Januari 2015; tersedia di http://haze.asean.org/status-of-ratification/; diunduh pada 4 April 2019. 123 Lee, Jaafar, dan Tan, Toward clearer skies, 88. 124 Helena Varkkey, “National Responses In The Context of Asean Developments Over Peatfires and Haze,” 15th International Peat Congress, 14 - 19 August 2016 [artikel on-line]; tersedia di http://eprints.um.edu.my/id/eprint/16329; internet; diunduh pada 3 april 2019. 125 Jan Klabbers, The Concept of Treaty in International Law, (Netherlands: Kluwer Law International, 1998), 37.

Page 62: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

50

untuk meningkatkan upaya nasional dan kerja sama regional maupun internasional

yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan persetujuan ini dalam pencegahan dan

pemantauan polusi kabut asap lintas di kawasan ASEAN akibat kebakaran hutan.126

Kemudian pada pasal 3 AATHP menjelaskan tentang prinsip-prinsip sebagai

panduan dalam melaksanakan isi perjanjian, yaitu:127 (1) para pihak memiliki hak

berdaulat atas eksploitasi sumber dayanya sesuai dengan kebijakan lingkungan dan

bertanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan dalan yurisdiksinya tidak

menyebabkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia di

negara lain atau diluar batas yurisdiksinya; (2) prinsip kerja sama dan solidaritas

dalm berkoordinasi untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas

sebagai akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang harus ditanggulangi; (3) prinsip

pencegahan yaitu para pihak seharusnya mengambil tindakan untuk mengantisipasi,

mencegah dan memantau polusi kabut asap lintas batas akibat dari kebakaran lahan

dan hutan, untuk meminimalisir dampak kerugiannya; (4) prinsip pengelolaan dan

pemanfaaatan sumber daya alam, termasuk sumber daya hutan dan lahan, dengan

cara berkelanjutan dan ramah lingkungan; (5) prinsip sosialisasi dimana dalam

mengatasi polusi kabut asap lintas batas melibatkan semua pihak terkait, termasuk

masyarakat lokal, lembaga swadaya masyarakat, petani dan perusahaan swasta, jika

dianggap perlu.

Selanjutnya pada pasal 4 AATHP terdapat kewajiban-kewajiban bagi para

pihak dalam mencapai tujuan AATHP, yaitu:128

126 Varkkey, Addressing Transboundary Haze Through Asean: Singapore's Normative Constraints, 90. 127 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 4. 128 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution,5.

Page 63: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

51

1. Bekerjasama dalam mengembangkan dan melaksanakan tindakan untuk

mencegah dan memantau polusi kabut asap lintas batas akibat kebakaran

lahan dan hutan, dan untuk mengendalikan sumber kebakaran, termasuk

mengidentifikasi kebakaran, pengembangan pemantauan, penilaian dan

sistem peringatan dini, pertukaran informasi dan teknologi, dan ketentuan

bantuan yang saling menguntungkan.

2. Apabila polusi kabut asap lintas batas berasal dari wilayah salah satu negara,

maka negara tersebut harus merespon secara cepat permintaan informasi yang

relevan atau konsultasi yang dibutuhkan oleh negara-negara yang terdampak

atau berpotensi terdampak polusi kabut asap lintas batas tersebut, dengan

tujuan untuk meminimalkan dampak dari polusi kabut asap lintas batas.

3. Mengambil tindakan legislatif, administratif dan/atau tindakan lainnya untuk

melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian ini.

Sepintas perjanjian tersebut menunjukkan bahwa terkait dengan pengendalian

pencemaran udara lintas batas, diperlukan adanya kerja sama antara anggota

ASEAN. Salah satu kerjasama yang dilakukan antara anggota ASEAN yaitu pada

bulan November 2006, pemerintah Indonesia mengusulkan gagasan program

“Adopt-A-District” pada pertemuan sub-regional Association of Southeast Asian

Nations (ASEAN) meeting on haze di Cebu, di Filipina. Indonesia mengundang

empat anggota pertemuan sub-regional lainnya yaitu Malaysia, Singapura,

Thailand, dan Brunei untuk 'mengadopsi' beberapa kabupaten rawan kebakaran

untuk membantu pemerintah daerah dalam memperkuat kapasitas pencegahan dan

pemantauan kabut asap serta untuk mengimplementasikan langkah-langkah untuk

Page 64: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

52

mencegah dan menekan kebakaran lahan dan hutan.129 Selanjutnya, Singapura

berkomitmen untuk mengadopsi Jambi dikarenakan sebagian besar kabut asap yang

menyelimuti langit Singapura berasal dari daerah itu. Pada kerjasama bilateral ini,

Singapura akan menyediakan dana sebanyak US$ 831,000 untuk Jambi untuk

periode dua tahun.130

Provinsi Jambi terletak di Sumatra Selatan dan memiliki populasi 2,7 juta

dengan luas lahan 5,3 juta hektar. Perusahaan kelapa sawit Singapura, Golden Agri

Resources adalah pemilik tanah utama di provinsi ini. Pada Januari 2007, pertama

kalinya satu tim petugas Singapura meninjau ke Jambi. Tujuannya adalah untuk

mengetahui dan menilai kondisi lapangan, prosedur peraturan dan pelaksanaan,

program kerja pencegahan dan pengurangan kebakaran di Jambi. Selain itu, tim

petugas Singapura mengadakan workshop untuk menyusun kerangka kerja dan

master plan dengan Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia dan Pemerintah

Provisi Jambi.131 Berdasarkan hasil tinjau lapangan dan workshop, Letter of Intent

(LOI) untuk Kerangka Master Plan untuk mencegah dan mengurangi kebakaran

hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi ditandatangani oleh Indonesia dan

Singapura pada November 2007 dan perjanjian ini berakhir pada 2009.

Di dalam Jambi Master Plan, Singapura berperan untuk membantu

pendanaan, menyediakan tenaga ahli untuk melatih petugas lokal dalam

129 Paruedee Nguitragool, “Environmental Cooperation in Southeast Asia: ASEAN’s regime for transboundary haze pollution,” [buku on-line] (Oxon: Routledge, 2011, diunduh pada 6 April 2019); tersedia https://www.researchgate.net/publication/331926890_Environmental_Cooperation_in_Southeast_Asia_ASEAN's_regime_for_transboundary_haze_pollution:Internet. 130 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 21. 131 Quah dan Varkkey, The Political Economy of Transboundary Pollution, 26.

Page 65: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

53

penanggulangan kebakaran dan pengamatan gambar satelit dari stasiun-stasiun

pemantauan api, dan mensosialisasikan program-program mitigasi kabut asap

kepada masyarakat. Jambi Master Plan ini dibuat sebagai bentuk untuk

membangun kesadaran masyarakat dan mengkampanyekan pengelolaan hutan dan

lahan agar tidak terjadi kebakaran yang berakibat menimbulkan polusi kabut asap.

Dalam AATHP juga menyebutkan beberapa upaya dalam penanggulangan

polusi kabut asap lintas batas yaitu dengan membentuk ASEAN Coordinating

Centre for Transboundary Haze Control (ASEAN Centre) (pasal 5); membentuk

badan/lembaga sebagai Focal Point (pasal 6); dan menunjuk satu badan/lebih yang

berfungsi sebagai pusat pemantauan nasional (pasal 7). ASEAN Centre,

sebagaimana tercantum pada pasal 5 AATHP, merupakan pusat koordinasi ASEAN

untuk pengendalian polusi kabut asap lintas batas. Tujuan dari pembentukan

ASEAN Centre adalah untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi antar para

pihak dalam mengelola dampak dari kebakaran hutan dan lahan khususnya polusi

kabut asap.132 ASEAN Centre wajib bekerja atas dasar bahwa lembaga nasional

yang berwenang akan bertindak terlebih dahulu untuk memadamkan kebakaran.

Apabila lembaga nasional yang berwenang menyatakan suatu keadaan darurat,

lembaga tersebut dapat mengajukan permohonan bantuan kepada ASEAN Centre.

ASEAN Centre juga memiliki kewajiban untuk menerima, berkonsolidasi dan

menganalisa data yang telah diberikan oleh Focal Point atau Pusat Pemantauan

132 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 6.

Page 66: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

54

Nasional dan bila memungkinkan menginformasikan kembali kepada para pihak

hasil analisanya.133

Pembentukan Focal Point yang dimaksud dalam pasal 6 AATHP berfungsi

sebagai yang diberikan wewenang oleh masing-masing negara peserta perjanjian

untuk menerima dan menyampaikan komunikasi, informasi dan data yang

berhubungan dengan ketentuan perjanjian. Selain itu, pada pasal 7, para pihak juga

wajib menunjuk satu badan/lebih di dalam negerinya, yang berfungsi sebagai Pusat

Pemantauan Nasional untuk melaksanakan tugas pemantauan bagi daerah yang

rawan kebakaran; memantau terjadinya kebakaran lahan/hutan; memantau kondisi

lingkungan yang mengakibatkan kebakaran hutan atau lahan; dan memantau pousi

kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Focal Point/Pusat

Pemantauan Nasional bersama dengan ASEAN Centre, saling berkomunikasi dan

bertukar informasi mengenai data daerah rawan kebakaran, daerah yang sedang

terjadi kebakaran lahan dan hutan, kondisi lingkungan yang mengakibatkan

kebakaran lahan dan hutan hingga dampak kabut asap yang ditimbulkan akibat

kebakaran tersebut.

Sesuai dengan pasal 6 dalam AATHP, bahwa setiap negara diwajibkan untuk

membentuk sebuah badan/lembaga yang akan menjadi focal point yang memiliki

kewenangan untuk menerima dan menyampaikan informasi terkait kabut asap lintas

batas. Pada 2002, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura

membentuk sebuah lembaga nasional yang akan berfungsi menjadi Focal Point,

133 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 7.

Page 67: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

55

yaitu Badan Lingkungan Nasional (National Environmental Agency/NEA) yang

bertanggung jawab atas operasi dan pelaksanaan kebijakan lingkungan.134 Adapun

Meteorological Service Division (MSD) di bawah koordinasi NEA memiliki tugas

untuk memonitoring kabut asap. MSD juga menjadi tuan rumah bagi pelaksanaan

kerja ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC), yang merupakan

sebuah program kerja sama antara layanan meteorologi nasional negara-negara

anggota ASEAN.135

Selanjutnya pada pasal 9 AATHP menjelaskan langkah-langkah untuk

melakukan pencegahan dan pengendalian kegiatan yang dapat memicu kebakaran

hutan dan lahan hingga menyebabkan polusi kabut asap lintas batas. Melihat

kembali tujuan dari dibuatnya AATHP bahwa perjanjian ini mendorong negara-

negara yang terikat untuk saling bekerjasama dalam menanggulangi polusi kabut

asap lintas batas. Terdapat mekanisme mengenai pemberian atau permintaan

bantuan yang telah diatur dalam pasal 12 perjanjian ini. Bila suatu pihak

membutuhkan bantuan saat kebakaran hutan dan lahan atau polusi kabut asap

menyelimuti wilayahnya, pihak tersebut dapat memohon bantuan kepada pihak

lain, secara langsung atau melalui ASEAN Centre, dari negara lain ataupun

organisasi internasional. Namun, bantuan hanya dapat digunakan atas permohonan

atau persetujuan dari pihak pemohon.136 Dalam hal permohonan bantuan, pihak

pemohon perlu menjabarkan secara spesifik lingkup dan tipe bantuan yang

134 Varkkey, Addressing Transboundary Haze Through Asean: Singapore's Normative Constraints, 92. 135 Varkkey, Addressing Transboundary Haze Through Asean: Singapore's Normative Constraints, 84. 136 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 9.

Page 68: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

56

dibutuhkan, sehingga pihak pemberi dapat menyediakan bantuan yang diperlukan

secara cepat dan tepat.137

Terdapat pengaturan kelembagaan dalam perjanjian AATHP, yaitu

Pembentukan pertemuan tingkat menteri yang disebut Conference of the Parties

(COP), penetapan fungsi secretariat, dan pengaturan pendanaan. Pertemuan COP

difungsikan sebagai wadah bagi para pihak untuk membahas, meninjau dan

melaporkan kondisi nasional para pihak serta mengevaluasi pelaksanaan perjanjian

AATHP (dapat juga mengadopsi perubahan-perubahan pada perjanjian ini).

Pertemuan COP diadakan setidaknya setiap satu tahun sekali. Selain itu, Sekretariat

ASEAN merangkap menjadi Sekretariat pada perjanjian ini. Dan untuk pendanaan

yang ditetapkan pada perjanjian ini disebut sebagai ASEAN Transboundary Haze

Pollution Control Fund. ASEAN Haze Fund akan dikelola oleh Sekretariat di

bawah pengawasan COP dan mewajibkan para pihak untuk memberikan kontribusi

sukarela.138 Dalam AATHP pasal 20 dijelaskan mengenai pendirian ASEAN Haze

Transboundary Haze Pollution Control Fund (AATHP Haze Fund) yang telah

disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN yang terikat dalam perjanjian

AATHP akan berkontribusi dengan tujuan dana tersebut digunakan untuk

membantu pihak yang mengalami permasalahan secara sukarela dan mendukung

kegiatan yang terkait dengan pengimplementasian AATHP. Sebagai komitmen

awal dalam pelaksanaan perjanjian ini, Singapura mendonasikan sebesar

US$50,000 melalui AATHP Haze Fund.139 Dana yang terkumpul di AATHP Haze

137 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 10. 138 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 15. 139 Varkkey, Addressing Transboundary Haze Through ASEAN, 10.

Page 69: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

57

Fund selanjutnya akan digunakan untuk berbagai kegiatan seperti pengembangan

dan mensosialisasikan teknik-teknik pembakaran terkendali kepada petani-petani

kecil dan melakukan lokakarya regional untuk berbagi praktik yang baik dalam

mengembangkan dan mengimplementasikan instrumen dan peraturan legislative.

Adapun penyelesaian sengketa dalam perjanjian ini akan diselesaikan dengan cara

damai melalui negosiasi dan konsultasi.140

140 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 17.

Page 70: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

58

BAB IV

ANALISA UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION TAHUN 2013-2015

Bab ini membahas analisa upaya-upaya yang dilakukan Singapura dalam

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) terkait

menanggulangi permasalahan kabut asap lintas batas tahun 2013-2015. Singapura

merupakan salah satu negara peratifikasi AATHP. Untuk menjalankan berbagai

kebijakan luar negeri terkait permaslahan kabut asap lintas batas adapun faktor-

faktor yang mendorong Singapura dalam menentukan kebijakannya. Menurut

Holsti, terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu

negara, yaitu faktor domestik/internal dan faktor eksternal/lingkungan

internasional. Pada kasus ini faktor domestik yang sangat mempengaruhi Singapura

dalam mengambil kebijakannya dari segi perekonomian, karakteristik geografis,

dan opini publik.

Dengan adanya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia

memberikan dampak buruk bagi Singapura terutama pada sektor ekonomi,

pariwisata, dan kesehatan masyarakat. Meskipun negara kecil, tidak menutup

kemungkinan bagi Singapura untuk memiliki kekuatan ekonomi yang besar

diantara negara-negara berkembang di kawasan. Dilihat dari Gross Domestic

Product (GDP) negara, pada tahun 2013 Singapura yaitu US$304.5 miliar, tahun

Page 71: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

59

2014 sebesar US$ 311,5 miliar, dan tahun 2015 sebesar US$304,1 miliar.141 Sektor

Pariwisata telah lama menjadi bagian utama dari perekonomian Singapura sekitar

9-10% dari total GDP pada tahun 2013-2015. Pada peristiwa kabut asap tahun 1997

saja, sektor pariwisata menyumbang sekitar 80% dari total kerugian yang dialami

Singapura, yaitu sekitar US$58,4 juta.142 Akibatnya jumlah wisatawan asing yang

mengunjungi Singapura mengalami penurunan. Sebelumnya pada tahun 1996,

jumlah wisatawan yang datang ke Singapura sebanyak 7,292,145 dan menurun

sebanyak 1,3 persen pada tahun 1997 dan semakin merosot mencapai 13,3 persen

pada tahun 1998.143 Sedangkan jika dibandingkan dengan peristiwa kabut asap pada

2013-2015 pendapatan Singapura dibidang pariwisata mengalami penurunan cukup

signifikan dari US$ 31 miliar menjadi US$ 29 miliar dan kembali naik pada tahun

2016 menjadi US$32,3 miliar.144

Selnajutnya jika dibandingkan dengan peristiwa kabut asap yang terjadi pada

pertengahan Juni 2013 dengan ditutupnya berbagai pusat perbelanjaan, restoran,

dan tempat-tempat wisata menyebabkan menurunnya aktivitas ekonomi yang

diestimasikan menurun hingga 8-12 persen.145 Beberapa restoran yang memiliki

141 “Gross Domestic Product Singapore in 2013,” World Bank; tersedia di https://www.google.com/publicdata/explore?ds=d5bncppjof8f9_&met_y=ny_gdp_mktp_cd&idim=country:SGP:MYS:HKG&hl=en&dl=en; internet; diunduh pada 5 April 2019. 142 Glover dan Jessup, Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of Catastrophe, 79. 143 Alan A. Lew, “Tourism and the Southeast Asian Crises of 1997 and 1998: A View from Singapore,” Current Issues in Tourism Vol.2 No.4, 1999 [artikel on-line]; tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13683509908667858; internet; diunduh pada 4 April 2019. 144 “Singapore - Contribution of travel and tourism to GDP in current prices,” tersedia di https://knoema.com/atlas/Singapore/topics/Tourism/Travel-and-Tourism-Total-Contribution-to-GDP/Contribution-of-travel-and-tourism-to-GDP; Internet; diunduh pada 20 Juni 2019. 145 Rachel Tan dan Maryam Mokhtar,” Haze update: Business down for shops and eateries,” The Straits Times, 22 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di https://www.straitstimes.com/singapore/haze-update-business-down-for-shops-and-eateries; Internet; diunduh pada 20 Mei 2019.

Page 72: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

60

konsep outdoor mengakui mengalami penurunan jumlah pengunjung hingga 40

persen.

Selain perekonomian, karakteristik geografis menjadi salah satu faktor

domestik yang mempengaruhi sebuah negara dalam merumuskan kebijakan luar

negeri. Singapura hanya sebuah negara kecil dengan area seluas 721.5 km2 yang

terletak diantara Malaysia dan Indonesia. Dibandingkan dengan luas kedua negara

yang mengapitnya, membuat Singapura semakin kecil. Namun, pada kasus kabut

asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan mudahnya menyebar

dan menyelimuti langit Singapura. Dampaknya kualitas udara di Singapura

memburuk ketika musim kabut asap sedang berlangsung dan faktor fenomena iklim

El Nino yang menyebabkan berubahnya durasi musim kemarau dan perubahan arah

angin.

Sejak tahun 1997, permasalahan mengenai kabut asap telah mencuri perhatian

banyak media massa lokal maupun internasional. Di Singapura media massa

memiliki peran penting sebagai sumber informasi bagi masyarakat serta alat untuk

penyampaian kritik dan opini atas suatu kasus.146 Permasalahan kabut asap yang

menyelimuti Singapura merupakan sebuah permasalahan lingkungan dan kesehatan

yang menarik perhatian masyarakatnya. Dengan adanya media massa baik

tradisional dan digital semakin membuat masyarakat cepat mendapatkan informasi

terbaru dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya permasalahan lingkungan

yang ada. Media massa juga dapat menjadi kritik terhadap pemerintahan sehingga

146 Tim Forsyth, “Public concerns about transboundary haze: A comparison of Indonesia, Singapore, and Malaysia,” Global Environmental Change Vol. 25, 2014 [artikel on-line]; tersedia di https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0959378014000296; internet; diunduh pada 5 April 2019.

Page 73: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

61

dapat mempengaruhi arah kebijakan negara. Hingga pada pertengahan Juni 2013,

krisis kabut asap di Singapura menjadi berita utama diberbagai media global

sebagai permasalahan lingkungan berupa polusi udara sehingga memicu reaksi

masyarakat Singapura ketika kabut asap memperburuk kualitas udara, mengganggu

kehidupan sehari-hari dan bahkan sementara beberapa pusat bisnis seperti mall,

restoran, dan tempat wisata terpaksa ditutup.147 The Straits Times merupakah salah

satu media massa yang cukup menyuarakan kabut asap ini. Tercatat sejak Juli 1997-

Juni 2013 telah menghasilkan berita terkait kabut asap sebanyak 2,082.148

Berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh reach.gov.sg pada Juni

2013 menunjukkan bahwa 75,8% masyarakat Singapura mengkases berita

mengenai kabut asap dari media massa dan 45% dengan mengakses platform digital

atau sosial media resmi milik pemerintah. Dengan demikian, masyarakat semakin

peduli dengan permasalahan lingkungan dan menyuarakan opininya melalui

berbagai platform digital ataupun melalui diskusi online sehingga hal ini menjadi

pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.

Faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan Singapura ini adalah

kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia dan secara teritorial berada

diluar wilayah Singapura. Dampak yang diberikan tidak hanya mendiami wilayah

Indonesia namun juga negara-negara lainnya di Kawasan Asia Tenggara, termasuk

Singapura. Dan penyebab kebakaran hutan dan lahan ini kebanyakan disebabkan

oleh pembukaan lahan oleh petani kecil hingga perusahaan-perusahaan besar yang

147 Rachel Tan dan Maryam Mokhtar,” Haze update: Business down for shops and eateries,” The Straits Times, 22 Juni 2013. 148 Forysth, Public concerns about transboundary haze, 79.

Page 74: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

62

akan mengalihfungsikan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Melihat

hal tersebut mendorong Singapura untuk menyelesaikan masalah ini tidak hanya

sendirian namun juga dengan negara-negara lainnya yang terdampak akan peristiwa

tersebut. Namun dalam realitanya, negara-negara peratifikasi AATHP yang lainnya

tidak banyak turut membantu dalam penanggulangan permasalahan tersebut.

ASEAN sebagai organisasi internasional yang mewadahi perjanjian internasional

ini mengalami ketidakefektitasan dalam menjalankan fungsi dari AATHP. Salah

satu contohnya adalah dengan tidak adanya pengaturan yang terperinci mengenai

sanksi bagi pelaku/aktor penyebab kabut asap lintas batas.

Dengan adanya faktor internal dan eksternal dari peristiwa kabut kabut asap

lintas batas yang seringkali dialami oleh Singapura, membuat pemerintah

Singapura mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menentukan arah

kebijakan luar negerinya.

A. Mengimplementasikan AATHP

AATHP merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional di bidang

lingkungan hidup. Dalam naskah perjanjian internasional biasanya mencantumkan

ketentuan mengenai cara untuk mengikatkan diri.149 Dalam pasal 28 AATHP, telah

menjelaskan bahwa untuk menjadi pihak yang tunduk dalam perjanjian ersebut

harus dilakukan dengan proses ratifikasi oleh negara-negara yang telah

menandatangani.150 Ratifikasi adalah penegasan kembali bahwa negara yang

terlibat dalam perjanjian internasional tersebut menyatakan diri tunduk dan terikat

149 Andreas Pramudianto, Hukum Perjanjian Lingkungan Internasional, (Malang: Setara Pers, 2014),2. 150 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 18.

Page 75: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

63

dalam aturan-aturannya.151 Dalam perjanjian internasional, setelah suatu negara

meratifikasi maka secara otomatis perjanjian tersebut akan bersifat mengikat.

Dalam AATHP, perjanjian tersebut berlaku setelah 60 hari sejak perjanjian

tersebut diratifikasi oleh keenam negara penandatangan 152 Salah satu upaya yang

dilakukan Singapura selaku negara yang meratifikasi perjanjian tersebut adalah

dengan mengimplementasikan penuh perjanjian tersebut agar dapat secara

maksimal memenuhi tujuannya. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh

Singapura dalam mengimplementasikan AATHP adalah sebagai berikut;

1. Pembentukan ASEAN Haze Monitoring System (AHMS)

Pada Sub-Regional Ministerial Steering Committee on Haze ke-14 yang

diselenggarakan bulan Oktober 2012, Singapura mengusulkan kepada ASEAN

mengenai pembentukan ASEAN Haze Monitoring System (AHMS) untuk

mendukung pengoptimalan pencapaian tujuan dari AATHP, terutama dalam hal

implementasi kebijakan dan hukum lahan dan hutan. Haze Monitoring System atau

Sistem Pemantauan Kabut Asap merupakan sebuah platform/sistem yang telah

dikembangkan oleh Singapura dan memiliki tujuan untuk mengakses secara terbuka

peta penggunaan lahan digital dan peta konsesi daerah rawan kebakaran yang

menyebabkan kabut asap pada saat musim kemarau tiba. Selain itu, pemerintah

Singapura berpendapat bahwa dengan penggunaan Haze Monitoring System dapat

diperuntukkan sebagai pemantauan dan pengambilan tindakan penegakan hukum

bagi pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang berkontribusi pada kebakaran.153

151 Pramudianto, Hukum Perjanjian Lingkungan Internasional, 3. 152 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 18. 153 Sekretaris Jenderal ASEAN, “Media Release of 15th Meeting of the Sub-Regional Ministerial Steering Committee (MSC) on Transboundary Haze Pollution,” tersedia di https://asean.org/15th-

Page 76: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

64

Namun hal ini mendapat penolakan dari Indonesia dan Malaysia dikarenakan

peta konsesi lahan yang akan dimasukkan ke dalam AHMS merupakan data yang

bersifat rahasia dan butuh payung hukum yang jelas untuk menjadikannya terbuka

bagi publik. Selain itu, pada saat yang sama, pemerintah Indonesia sedang

meginisiasikan program Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy untuk peta

konsensi lahan yang ada di negaranya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi

pemerintah Singapura dalam menjalankan fungsi penuh dari AATHP.154 AHMS

sendiri memiliki keterkaitan yang erat dengan undang-undang Singapura yaitu

Transboundary Haze Pollution Act (THPA). Dikarenakan dalam menindak tegas

para pihak-pihak yang meyebabkan polusi kabut asap di Singapura dibutuhkan peta

konsesi lahan yang akurat.

Sub-Regional Ministerial Steering Committee (MSC), yang terdiri dari

Menteri Lingkungan Hidup Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura

dan Thailand, dibentuk untuk menjalin kerja sama yang lebih erat di kawasan

selatan Asia Tenggara untuk memerangi pencemaran kabut asap. Selanjutnya, pada

MSC ke-14 pada Oktober 2012, para menteri menyetujui usulan pembentukan

Ministerial Steering Committee Technical Task Force/MTTF untuk

mengembangkan platform pemantauan kebakaran di tingkat MSC. Pada pertemuan

MTTF yang pertama kali diadakan di Singapura pada 20-21 Februari 2013,

Singapura kembali mengajukan diri untuk mengembangkan aplikasi berbasis web

yang dapat menampilkan berbagai sumber data hotspot/titik api, citra satelit, dan

meeting-of-the-sub-regional-ministerial-steering-committee-msc-on-transboundary-haze-pollution/; Internet; diunduh pada 2 April 2019. 154 Varkkey, National Responses in the Context of ASEAN Developments Over Peatfires and Haze, 3

Page 77: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

65

peta dengan menggunakan visualisasi platform Google Earth. 155 Pada pertemuan

MTTF yang dihadiri oleh perwakilan dari Brunei, Malaysia, Singapura, Sekretariat

ASEAN, dan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN untuk menilai dan

merekomendasikan pilihan teknologi terbaik yang tersedia untuk meningkatkan

pemantauan hotspot/titik api. Hasilnya, negara-negara MSC bersepakat bahwa

Singapura mendapat mandate untu mengembangkan aplikasi berbasis web tersebut.

Bersamaan dengan ini, negara-negara akan mengidentifikasi daerah rawan

kebakaran menggunakan kriteria nasional dan menyediakan peta tata guna lahan

untuk daerah rawan kebakaran, dan peta konsesi untuk area rawan kebakaran

prioritas tinggi untuk diaplikasikan ke dalam platform visualisasi berbasis web.

Dengan memanfaatkan teknologi, tentunya hal ini juga dapat berguna bagi negara-

negara yang terdampak kabut asap dan negara pendonor asap sehingga dapat

meningkatkan pemantauan kebakaran hutan dan meningkatkan kemampuan

pemadam kebakaran negara-negara dan tanggap darurat.

2. Pemberian bantuan kepada negara pendonor asap

Dalam pasal 12-15 AATHP mengatur mengenai pemberian bantuan bagi

negara yang membutuhkan bantuan untuk mengatasi kebakaran hutan atau lahan di

wilayahnya. Negara tersebut dapat meminta bantuan kepada Negara-negara Peserta

lainnya baik secara langsung atau melalui ASEAN Centre. Namun, bantuan hanya

dapat digunakan atas permohonan atau persetujuan dari pihak pemohon.156 Dalam

155 National Environmental Agency, “Singapore Attends Emergency Haze Meeting Convened by Indonesia,” tersedia di http://www.nas.gov.sg/archivesonline/speeches/view-html?filename=20130627003.htm; Internet; diunduh pada 3 April 2019. 156 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 9.

Page 78: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

66

hal permohonan bantuan, pihak pemohon perlu menjabarkan secara spesifik

lingkup dan tipe bantuan yang dibutuhkan, sehingga pihak pemberi dapat

menyediakan bantuan yang diperlukan secara cepat dan tepat.157

Singapura sebagai negara peratifikasi AATHP tentu memiliki kewajiban

untuk menawarkan bantuan kepada Indonesia. Namun, Singapura tidak dapat

memaksakan bantuan, sesuai yang tersebut di dalam pasal AATHP, Singapura

hanya dapat memberikan bantuan jika pihak penerima bantuan telah menyetujui

untuk menerima bantuan tersebut dan bantuannya pun harus sesuai dengan

kebutuhan yang diajukan oleh pihak penerima bantuan.

Maka dari itu, sejak tahun 2005, Singapura telah beberapa kali menawarkan

bantuan kepada Indonesia untuk mengatasi kebakaran hutan yang menyebabkan

polusi kabut asap lintas batas.158 Saat itu, Singapura menawarkan paket bantuan

berupa pesawat C-130 yang dapat difungsikan sebagai operasi penyemaian awan,

membantu mengidentifikasi lokasi kebakaran serta 54 tenaga ahli petugas pemadam

kebakaran yang difokuskan pada titik kebakaran di wilayah Riau. Tidak hanya

Sinapura, Malaysia pun turut menawarkan bantuan dengan mengirimkan tim

pemadam kebakaran, peralatan dan ahli penananganan bencana ke Indonesia untuk

memadamkan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.159 Namun, Indonesia

157 ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 10. 158 National Environmental Agency, Singapore Attends Emergency Haze Meeting Convened by Indonesia, annex a. 159 Poppy S. Winanti, Muhammad Rum, “50 Years of Amity and Enmity: The Politics of ASEAN Coorperation,” ,” [buku on-line] (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018, diunduh pada 6 April 2019); tersedia https://books.google.co.id/books?id=LhN0DwAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false; Internet.

Page 79: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

67

tidak menerima tawaran bantuan ini dikarekan menurut pemerintah Indonesia saat

itu belum begitu membutuhkan bantuan dan dapat menanganinya sendiri.

Hingga kembali terjadi kabut asap melanda Singapura pada 21 Juni 2013

dengan catatan angka PSI per tiga jam mencapai 401 atau dengan status

“berbahaya”. Sebagai tanggapan pemerintah Singapura dalam mengantisipasi

kembalinya kabut asap pada musim kemarau tahun 2014 yaitu dengan menawarkan

paket bantuan kepada pemerintah Indonesia yang sama dengan penawaran bantuan

pada tahun-tahun sebelumnya yaitu sebuah pesawat C-130 untuk operasi

penyemaian awan, untuk pengambilan gambar satelit dan koordinat hotspot dengan

resolusi tinggi dan dua buah pesawat C-130 untuk mengangkut tim bantuan

pemadam kebakaran dari Singapore Civil Defense Force (SCDF).160 Tidak hanya

menawarkan bantuan kepada pemerintah Indonesia, kali ini pemerintah Singapura

juga turut menawarkan bantuan kepada pemerintah Malaysia untuk membantu

memerangi kebakaran hutan dan lahan jika memang dibutuhkan. Kali ini Indonesia

kembali menolak segala tawaran bantuan dari Singapura. Menurut Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, jika tawaran

bantuan Singapura terlalu sedikit.

Hingga pada tahun 2015, Singapura kembali terkepung oleh kabut asap. Pada

September 2015, pemerintah Singapura kembali menawarkan paket bantuan yang

sama, namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya

Bakar, menyatakan bahwa Indonesia tidak memerlukan bantuan tersebut karena

160 National Environmental Agency, “Singapore’s Offer of Haze Assistance Packages to Indonesia and Malaysia,”tersedia di http://www.nas.gov.sg/archivesonline/data/pdfdoc/20140617001/(10_june)_haze_assistance_package_press_release.pdf; Internet; diunduh pada 5 April 2019.

Page 80: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

68

sudah memiliki cukup pesawat dan peralatan untuk menangani krisis tersebut.161

Tidak hanya berdiam diri, Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan

terus melakukan diskusi dengan Menteri Luar Negeri Indonesia. Hingga pada 7

Oktober 2015, pemerintah Indonesia menyatakan keadaan darurat untuk

permasalahan ini dan memutuskan untuk menerima tawaran bantuan tersebut dan

juga beberapa bantuan lainnya dari Malaysia, Rusia, Jepang dan Australia. Pada 10

Oktober 2015, Singapura melalui Singapore Armed Forces (SAF) mengerahkan

bantuan untuk Indonesia dengan mengirimkan helikopter Chinook milik Angkatan

Udara Singapura beserta 34 personilnya yang didampingi oleh enam orang Disaster

Assistance and Rescue Team (DART) serta 5000 liter air untuk membantu

memadamkan api di Sumatera.162 Bantuan ini membuahkan hasil yang baik dan

signifikan, hingga pada akhir Okteber 2015 setelah tiga hari terus menerus turun

hujan di Sumatera dan Kalimantan sehingga dapat mengurangi jumlah titik panas

dan sebaran kabut asap. Berdasarkan hasil yang paparkan oleh Badan Nasional

Penanggulangan Bencana, telah terjadi peningkatan kualitas udara dan jarak

pandang dan dari 1578 titik api telah menurun menjadi 291 titik api.163

161 “Jakarta declines help to fight fires,” The Straits Times, 13 September 2015 [media on-line]; tersedia di https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/jakarta-declines-help-to-fight-fires; Internet; diunduh pada 30 Mei 2019. 162 Ministry of Defence Singapore, “SAF Deploys to Assist Indonesia to Fight Haze,”; tersedia di https://www.mindef.gov.sg/web/portal/mindef/news-and-events/latest-releases/article-detail/2015/october/2015oct10-news-releases-01670/; Internet; diunduh pada 4 April 2019. 163 Joe Cochrane, “Rain in Indonesia Dampens Forest Fires That Spread Toxic Haze,” The New York Times, 28 Oktober 2015 [media on-line]; tersedia di https://www.nytimes.com/2015/10/29/world/asia/indonesia-forest-fire-toxic-haze.html; Internet; diunduh pada 5 Mei 2019.

Page 81: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

69

B. Membentuk Transboundary Haze Pollution Act (THPA)

Dalam rangka meningkatkan fungsi dan tujuan AATHP, bahwa setiap pihak

wajib mengambil tindakan untuk mencegah dan mengendalikan kegiatan yang

berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan hingga mengakibatkan polusi kabut

asap lintas batas termasuk mengembangkan kebijakan lainnya yang sesuai untuk

menghambat aktivitas yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan. Pada

25 September 2014, Singapura telah memberlakukan kebijakannya yang disebut

sebagai Transboundary Haze Pollution Act (THPA). Bermula pada Juli 2013,

Menteri Luar Negeri Singapura bersama dengan Menteri Hukum dan Menteri

Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura memulai penelitian struktur legislatif

yang sesuai dan reformasi yang diperlukan untuk mencegah, dan mengambil

tindakan melawan badan yang bertanggung jawab untuk masalah kabut asap lintas

batas. Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura mempublikasikan

Rancangan Undang-Undang (RUU) THPA untuk mendapatkan masukan dari

publik sehingga masyarakat juga dapat memberikan kontribusinya, hal ini

berlangsung selama empat minggu dari 19 Februari 2014 dan 19 Maret 2014.164

THPA merupakan undang-undang lingkungan bersifat ekstrateritorial yang

menargetkan pertanggungjawaban pidana dan perdata atas entitas Singapura atau

non-Singapura baik perorangan, perusahaan, atau badan lain yang menyebabkan

atau berkontribusi terhadap polusi kabut lintas batas di Singapura.165 THPA juga

164 Tan, The ‘Haze’ Crisis in Southeast Asia, 5. 165 Parliament of Singapore, “Transboundary Haze Pollution Bill No. 18/2014,”; tersedia di https://sso.agc.gov.sg/Act/THPA2014?ViewType=Pdf&_=20181004124038; Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Page 82: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

70

mengatur mengenai denda yang harus dibayar bagi entitas yang terbukti bersalah

minimal SG$ 100,000 atau setara dengan US$79,900 setiap hari selama periode

kabut asap hingga denda maksimal SG$2 juta jika ada gugatan perdata dari pihak

yang mengatakan bahwa mereka telah mengalami kerugian akibat asap.166

Meninjau episode kabut asap pada tahun 2013 dan 2015, NEA Singapura

meminta informasi dari pemerintah Indonesia untuk memberikan perincian

perusahaan yang diduga menyebabkan pencemaran kabut asap bersamaan dengan

penawaran bantuan. Namun, hal tersebut tidak selalu digubris oleh pemerintah

Indonesia, dikarenakan menurut pemerintah Indonesia, pemerintah Singapura tidak

berhak untuk menghukum perusahaan yang berada di luar territorial negaranya dan

melanggar kedaaulatan pemerintah Indonesia. Hal ini juga mendapat tanggapan

dari pemerintah Malaysia yang tidak setuju akan gagasan THPA ini.

Hingga pada 25 September 2015, pemerintah Singapura mengirim

Pemberitahuan Tindakan Pencegahan ke empat perusahaan Indonesia sesuai

dengan Bagian 9 dari THPA, meminta mereka untuk: 167

a. mengerahkan personel pemadam kebakaran untuk memadamkan atau

mencegah penyebaran api di tanah yang dimiliki atau ditempati oleh mereka

b. menghentikan, atau tidak memulai, kegiatan pembakaran di tanah tersebut

166 Parliament of Singapore, Transboundary Haze Pollution Bill No. 18/2014, 11. 167 Ministry of Environment and Water Resources Singapore, “Singapore send notices to four Indonesian companies and seeks information from Singapore-Listed APP,” tersedia di https://www.gov.sg/~/sgpcmedia/media_releases/MEWR/press_release/P-20150925-2/attachment/Press%20Release%20-%20SINGAPORE%20SENDS%20NOTICES%20TO%20FOUR%20INDONESIAN%20COMPANIES%20AND%20SEEKS%20INFORMATION%20FROM%20SINGAPORE-LISTED%20APP.pdf.; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Page 83: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

71

c. tunduk kepada National Environmental Agency (NEA) rencana tindakan apa

pun untuk memadamkan api apa pun di tanah tersebut atau untuk mencegah

terulangnya kembali

THPA merupakan kebijakan yang diambil oleh Singapura dalam upayanya

untuk mencegah dan mengendalikan polusi kabut asap lintas batas yang berdampak

buruk bagi negaranya. THPA juga merupakan sebuah langkah nyata yang diambil

Singapura dalam menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam penyebab polusi

kabut asap lintas batas dan sebagai pelengkap dari AATHP yang tidak mengatur

mengenai adanya denda atau penindakan secara hukum. Atas dasar ini Singapura

yakin dengan adanya kebijakan ini dapat mencapai tujuan dari AATHP juga.

Page 84: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kabut asap lintas batas merupakan permasalahan tahunan bagi kawasan Asia

Tenggara terutama Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kabut asap yang

menyelimuti Singapura merupakan permasalahan lingkungan berupa polusi udara

lintas batas negara yang diakibatkan dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan di

beberapa wilyah Indonesia. Dengan adanya polusi kabut asap lintas batas ini, tentu

saja membawa dampak serius dalam bidang ekonomi, kesehatan dan lingkungan

tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga negara-negara disekitarnya, termasuk

Singapura.

Singapura sebagai negara tetangga dari Indonesia turut merasakan akibat dari

kabut asap lintas batas ini. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi Singapura

sebelum merumuskan kebijakan luar negeri Singapura yaitu faktor internal dari segi

ekonomi sebagai negara dengan 9-10% pendapatan ekonomi yang bergantung pada

sektor pariwisata mengalami kerugian saat musim kabut asap dan kebakaran hutan

dan lahan datang, segi karakter geografis, dan opini masyarakat Singapura terkait

isu kabut asap lintas batas semakin mengalami peningkatan dengan adanya media

massa digital dan transparan. Selain itu faktor ekternalnya yaitu dengan

ketidakefektifan ASEAN dalam menerapkan fungsi dari ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution (AATHP) semakin mendorong Singapura untuk

melakukan upaya dalam penanggulangan kabut asap lintas batas agar tidak terus

menerus merugikan negaranya.

Page 85: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

73

Singapura juga tetap berupaya untuk mengimplementasikan

mengimplementasi perjanjian internasional tersebut dengan Singapura berhasil

membentuk ASEAN Haze Monitoring System (AHMS) yang sangat berguna dalam

membantu memetakan titik api dan memberikan bantuan kepada negara pendonor

asap hingga membentuk Transboundary Haze Pollution Act (THPA).

Page 86: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

74

DAFTAR PUSTAKA

Buku

ASEAN Secretariat, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. 2002.

tersedia di https://haze.asean.org/?wpfb_dl=32; Internet; diunduh pada 27

Maret 2019.

BAPPENAS-ADB, Cause extend, Impact and Cost of 1997, 1998 Fire and

Drought, Fortech: Pusat Pengembangan Agribisnis, 1999.

Creswell, John. W. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among

Five Approaches. USA: Sage Publications, Inc., 2007.

Dennis, Rona. A Review of Fire Projects in Indonesia (1982-1998) [buku on-line]

Bogor: Center for International Forestry Indonesia, 1999, diunduh pada 29

Maret 2019; tersedia di

https://www.cifor.org/publications/pdf_files/firereport.pdf; Internet.

Glover, David dan Timothy Jessup. Indonesia’s Fires and Haze: The Cost of

Catastrophe. Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1999.

Holsti, K.J. International Politics: A Framework for Analysis, 6th Edition. New

Jersey: Prentice Hall, 1992.

Hughes, David. Environmental Law, 2nd edition. London: Butterworths, 1996.

Klabbers, Jan. The Concept of Treaty in International Law. Netherlands: Kluwer

Law International, 1998.

Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Binacipta,

1996.

Marshall, Catherine dan Gretchen B. Rossman. Designing Qualitative Research 3e.

California: Sage Publications Inc, 1999

Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1998.

Nguitragool, Paruede, “Environmental Cooperation in Southeast Asia: ASEAN’s

regime for transboundary haze pollution,” [buku on-line] (Oxon: Routledge,

2011, diunduh pada 6 April 2019); tersedia

https://www.researchgate.net/publication/331926890_Environmental_Coop

eration_in_Southeast_Asia_ASEAN's_regime_for_transboundary_haze_pol

lution:Internet.

Oppenheim-Lauterpacht. International Law A treties. London: Longmans Gren and

Company, 1996.

Page 87: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

75

Perwita, Anak Agung, dan Y.M. Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.

Plano, Jack C. dan Roy Olton. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin,

1999

Potter, Lesley Marrianne. Drought, Fire and haze in the historical record of

Malaysia dalam Forest Fires and regional haze in Southeast Asia, ed. Peter

Eaton dan Miroslav Radojevic. New York: Nova Science Publishers, Inc,

2001.

Pramudianto, Andreas. Hukum Perjanjian Lingkungan Internasional. Malang:

Setara Pers, 2014.

Qadri, S. Tahir. Fire, Smoke, and Haze: The ASEAN Response Strategy [buku on-line]

(Philippines: Asian Development Bank, 2001); tersedia di

https://www.adb.org/sites/default/files/publication/28035/fire-smoke-haze.pdf;

Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Rosenau, James N., Gavin Boyd, dan Kenneth W. Thompson. World Politics: An

Intoduction. New York: The Free Press, 1976.

Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19

Tahun 2010. Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2010.

Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke 22

Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2017.

Sinclair, I.M. The Vienna Convention on the Law of Treaties. Manchaster:

Manchaster University Press, 1973.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengesahan

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN

Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas).

Yulianti, Nina. Pengenalan Bencana Kebakaran dan Kabut Asap Lintas Batas.

Bogor: PT. Penerbit IPB Press, 2018.

Jurnal

ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution; tersedia di

https://www.jstor.org/stable/25770582 ; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Brauer, Michael dan Jamal Hisam-Hashim, “Fires in Indonesia: Crisis and

reaction,” Environ. Sci. Technol., 1998 [jurnal on-line]; tersedia di

https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/es983677j; Internet; diunduh pada 2

April 2019.

Page 88: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

76

Emmanuel, Shanta Christina, “Impact to lung health of haze from forest fires: the

Singapore experience,” Respirology Vol. 5(2), Juni 2000 [jurnal on-line];

tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/12425324_Impact_to_Lung_Healt

h_of_Haze_from_Forest_Fires_The_Singapore_Experience; internet; di

unduh pada 1 April 2019.

Florano, E.R., “Assessment of the “strengths" of the new ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution,” International Review for Environmental

Strategies, Vol. 4 No.1, 2003 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/287584180_Assessment_of_the_st

rengths_of_the_new_ASEAN_agreement_on_transboundary_haze_pollutio

n; Internet; diunduh pada 4 April 2019.

Gellert, Paul K., “A Brief History and Analysis of Indonesia’s Forest Fires Crisis,”

Indonesia, no. 65, 1998 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.jstor.org/stable/3351404;Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Goldammer, Johann G., “The Fire and Smoke Episodes of 1983 to 1998 in South

East Asia: Ecological Background, Socio-Economic and Environmental

Implications, and Challenges for Regional and Global Fire Research

Programmes,” Malaysian XXI IUFRO World Congress Organising

Committee, Agustus 2000 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.nrs.fs.fed.us/pubs/jrnl/2000/ne_2000_eav_001.pdf; Internet;

diunduh pada 2 April 2019

Heil, A. dan J.G Goldammer, “Smoke-haze Pollution: A Review of the 1997

Episode in Southeast Asia”, Reg Environ Change Journal, Vol. 2 (Maret

2001): 24-37.

Heilmann, Daniel, “After Indonesia’s Ratification: The ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional

Environmental Governance Tool,” Journal of Current Southeast Asian

Affairs, Vol. 3, 2015 [jurnal on-line]; tersedia di https://journals.sub.uni-

hamburg.de/giga/jsaa/article/download/907/914; Internet; diunduh pada 28

Maret 2019.

Quah, Euston Quah dan Helena Varkkey, “The Political Economy of

Transboundary Pollution: Mitigation Forest Fires Southeast Asia,” [jurnal on-

line]; tersedia di

https://umexpert.um.edu.my/file/publication/00009140_102526.pdf;

Internet; diunduh pada 27 Maret 2019.

Quah, Euston, “Transboundary Pollution in Southeast Asia: The Indonesian Fires,”

World Development Vol. 30 No. 3, 2002 [jurnal on-line]; tersedia di

Page 89: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

77

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0305750X0100122X

; Internet; diunduh pada 1 April 2019

Rasyid, Fachmi, “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan,” Jurnal

Widyaswara Edisi 1 No. 4, 2014 [jurnal on-line]; tersedia di

http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf; Internet; di unduh

pada 1 April 2019

Tacconi, Luca, “Fires in Indonesia: Causes, Costs, and Policy Implications,”

CIFOR Occasional Paper.No.38, 2003 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038.pdf;

Internet; diunduh pada 29 Maret 2019.

Tacconi, Luca, D. Kaimowitz, dan P.F. Moore, “Fires in tropical forests – what is

really the problem? Lessons from Indonesia,” Mitigation and Adaptation

Strategies for Global Change Volume 12, Issue 1, Januari 2007 [jurnal on-

line]; tersedia di https://link.springer.com/article/10.1007/s11027-006-9040-

y; Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Tan, Alan Khee-Jin, “The ‘Haze’ Crisis in Southeast Asia: Assessing Singapore’s

Transboundary Haze Pollution Act 2014”, NUS Law Working Paper

2015/002, February 2015 [jurnal on-line]; tersedia di

http://law.nus.edu.sg/wps; internet; diunduh pada 1 April 2019.

Sastry, Narayan, “Forest fires, Air Pollution and Mortality in Southeast Asia,”

Demography, Volume 39-No.1, Februari 2002: 1-23 [jurnal on-line]; tersedia

di https://www.jstor.org/stable/3088361; Internet; diunduh pada 2 April

2019.

Sunchindah, Apichai, “Transboundary Haze Pollution Problem in Southeast Asia:

Reframing ASEAN’s Response,” ERIA Discussion Paper Series-82, 1

Desember 2015 [jurnal on-line]; tersedia di

http://www.eria.org/publications/transboundary-haze-pollution-problem-in-

southeast-asia-reframing-aseans-response/; Internet; diunduh pada 29 Maret

2019.

Varkkey, Helena, “Addressing Transboundary Haze Through ASEAN: Singapore’s

Normative Constraints,” Jurnal of International Studies, 2011 [jurnal on-

line]; tersedia di https://www.researchgate.net/publication/256988971;

diunduh pada 1 April 2019.

Yahaya, Nadzri, “Transboundary Air Pollution: Haze Pollution in Southeast Asia

and Its Significance,” Journal of Diplomacy and Foreign Relations Vol. 2

No. 2, Desember 2000 [jurnal on-line]; tersedia di

http://digitaldoc.kln.gov.my/vital/access/manager/Repository/vital:290;jsess

Page 90: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

78

ionid=3CA4D1CF7DFDCB6EE59A10A5AB238E2A?exact=sm_subject%3

A%22Haze-Southeast+Asia%22; internet; diunduh pada 3 April 2019.

Yani, Yanyan Mochamad, Disampaikan pada acara Ceramah Sistem Politik Luar

Negeri bagi Perwira Siswa Sekolah Sekolah Staf dan Komando Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Udara (Sesko TNI AU) Angkatan ke-44 TP

2007, Bandung, 16 Mei 2007.

Website

AFP, “Indonesia declares state of emergency over fire haze,” Aljazeera News, 14

September 2015 [media on-line]; tersedia di

https://www.aljazeera.com/news/2015/09/indonesia-declares-state-

emergency-fire-haze-150914133806388.html; diunduh pada 4 April 2019.

“Asap kebakaran hutan sampai Jakarta,” BBC Indonesia, 24 Oktober 2015 [media

on-line]; tersedia di

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151024_indonesi

a_jakarta_kabutasap; diunduh pada 3 April 2019.

ASEAN Legal Instrument, "ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution:

Instrument of Ratification," tersedia di:

http://agreement.asean.org/agreement/detail/238.html; Internet; diunduh

pada 28 Maret 2019.

“ASEAN Ministerial Meeting on Environment (AAME),” tersedia di

https://asean.org/asean-socio-cultural/asean-ministerial-meeting-on-

environment-amme/overview/; Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Carrasco, Luis Roman, “Silver Lining of Singapore’s Haze,” Sciencemag Vol 341,

Juli 2013 [artikel on-line]; tersedia di

https://science.sciencemag.org/content/341/6144/342.2; Internet; diunduh

pada 1 April 2019.

“ESM Goh: "The Singapore Child is being suffocated", The Straits Times, 21 Juni

2013 [media on-line]; tersedia di

https://www.straitstimes.com/singapore/esm-goh-the-singapore-child-is-

being-suffocated; Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Dauvergne, Peter, “The Political Economy of Indonesia’s 1997 Forest Fires,

Australian Journal of International Affairs 52, No. 1, 1998 [artikel on-line];

tersedia di

https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10357719808445234?journal

Code=caji20; Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Page 91: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

79

Faridz, Devianti, “Singapore, Malaysia share some blame for haze: Indonesian

official,” Channel NewsAsia, 18 June 2013 [media on-line]; tersedia di

www.channelnewsasia.com/news/singapore/s-pore-m-sia-share-

some/714786.html; Internet; diunduh pada 4 April 2019.

Fearnside, Philip M., “Transmigration in Indonesia: Lessons from Its

Environmental and Social Impacts,” Environmental Management 21(4):553-

570, Juli 1997 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/225540788_Transmigration_in_In

donesia_Lessons_from_Its_Environmental_and_Social_Impacts; internet;

diunduh pada 1 April 2019.

Forest Watch Indonesia dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, “Tata kelola

buruk: Masyarakat Adat Terdampak Bencana Asap,” tersedia di

http://www.aman.or.id/wp-content/uploads/2015/12/Lembar-Fakta-

KARHUTLA_final_02-des15.pdf; diunduh pada 3 April 2019.

Forsyth, Tim, “Public concerns about transboundary haze: A comparison of

Indonesia, Singapore, and Malaysia,” Global Environmental Change Vol. 25,

2014 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0959378014000296;

internet; diunduh pada 5 April 2019.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, “Koordinasi Kelembagaan

Pengelolaan Lahan Gambut di Indonesia,” [database on-line]; tersedia di

http://www.menlh.go.id/koordinasi-kelembagaan-pengelolaan-lahan-

gambut-di-indonesia/; diunduh pada 1 April 2019

Kunii, Osamu, Shuzo Kanagawa, Iwao Yajima, Yoshiharu Hisamatsu, Sombo

Yamamura, Takashi Amagai dan Ir T. Sachrul Ismail, “The 1997 Haze

Disaster in Indonesia: Its Air Quality and Heath Effects,” Archives of

Environmental Health: An International Journal, 2002 [artikel on-line];

tersedia di

https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00039890209602912;

Internet; diunduh pada 26 Maret 2019.

“Haze Watch,” Channel News Asia [database on-line]; tersedia di

https://www.channelnewsasia.com/news/psi; Internet; diunduh pada 30

Maret 2019.

“Haze in Singapore Hits New High, PSI at 321 at 10pm”, The Straits Times, 19

June 2013 [media on-line]; tersedia di http://www.straitstimes.com/breaking-

news/singapore/story/haze-singapore-hits-new-high-psi-321-10pm-

20130619; Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Page 92: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

80

“Indonesia chides Singapore over reactions on haze situation,” Channel News Asia,

20 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di

https://www.channelnewsasia.com/news/specialreports/hazewatch/news/ind

onesia-chides/717798.html; Internet; diunduh pada 30 Mei 2019.

Lee, Janice Ser Huay, Zeehan Jaafar, Alan Khee Jin Tan, dkk, “Toward clearer

skies: Challenges in regulating transboundary haze in Southeast Asia,”

Environmental Science and Policy 55, 2016 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1462901115300770;

Internet; diunduh pada 1 April 2019

Lew, Alan A., “Tourism and the Southeast Asian Crises of 1997 and 1998: A View

from Singapore,” Current Issues in Tourism Vol.2 No.4, 1999 [artikel on-

line]; tersedia di

https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13683509908667858;

internet; diunduh pada 4 April 2019.

Liang, Annabelle, “Worsening haze from Indonesia angers Singapore, tourists,”

AFP News, 19 Juni 2013; tersedia di https://sg.news.yahoo.com/worsening-

haze-indonesia-angers-singapore-tourists-113550332.html; diunduh pada 4

April 2019.

Lim, Kevin, “Singapore pressures Indonesia to identify firms behind haze,”

Bloomberg, 18 Juni 2013; tersedia di https://www.reuters.com/article/uk-

southeastasia-haze/singapore-pressures-indonesia-to-identify-firms-behind-

haze-idUKBRE95H0A920130618; diunduh pada 4 April 2019

Lin, Yuan, Lahiru S, Wijedasa dan Ryan A. Chisholm, “Singapore’s willingness to

pay for mitigation of transboundary forest-fire haze from Indonesia,”

Environmental Research Letter Vol.12 No.2, 15 Februari 2017 [artikel on-

line]; tersedia di https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1748-

9326/aa5cf6; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Lo, Elaine, “Haze hits pollution index record of 226,” The Straits Times, 19

September 1997, hal. 1; tersedia di

https://www.straitstimes.com/sites/default/files/attachments/2015/10/02/haz

e_hits_pollution_index_record_of_226.pdf; Internet; diunduh pada 2 April

2019.

Maruli, Aditia, “Govt Determined to Fight Forest Fires As Hot Spots Proliferate,”

Antra News, 9 September 2011 [media on-line]; tersedia di

http://www.antaranews.com/en/news/75511/govt-determined-to-fight-

forest-fires-as-hot-spots-proliferate; Internet; diunduh pada 1 April 2019

Ministry of Defence Singapore, “SAF Deploys to Assist Indonesia to Fight Haze,”;

tersedia di https://www.mindef.gov.sg/web/portal/mindef/news-and-

Page 93: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

81

events/latest-releases/article-detail/2015/october/2015oct10-news-releases-

01670/; Internet; diunduh pada 4 April 2019.

Ministry of Environment and Water Resources Singapore, “Singapore send notices

to four Indonesian companies and seeks information from Singapore-Listed

APP,” tersedia di

https://www.gov.sg/~/sgpcmedia/media_releases/MEWR/press_release/P-

20150925-2/attachment/Press%20Release%20-

%20SINGAPORE%20SENDS%20NOTICES%20TO%20FOUR%20INDO

NESIAN%20COMPANIES%20AND%20SEEKS%20INFORMATION%2

0FROM%20SINGAPORE-LISTED%20APP.pdf.; Internet; diunduh pada 3

April 2019.

Othman, Jamal, Mazrura Sahani, Mastura Mahmud, dan Md. Khadzir Sheikh

Ahmad, “Transboundary smoke haze pollution in Malaysia: inpatient health

impacts and economic valuation,” Environmental Pollution 189, 8 Maret

2014 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24682070; Internet; diunduh pada 2

April 2019

National Environment Agency, “Computation of the Pollutant Standards Index

(PSI),” tersedia di https://www.haze.gov.sg/docs/default-

source/faq/computation-of-the-pollutant-standards-index-(psi).pdf; Internet;

diunduh pada 2 April 2019.

National Environmental Agency, “Singapore Attends Emergency Haze Meeting

Convened by Indonesia,” tersedia di

http://www.nas.gov.sg/archivesonline/speeches/view-

html?filename=20130627003.htm; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

NASA, “Smoke Blankets Indonesia. Image of the Day,” tersedia di

http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/view.php?id=86681; Internet;

diunduh pada 29 Maret 2019.

Onn, Lee Poh, “No end in sight to haze dilemma,” ISEAS Perspective: Selection

2012-2013, 24 Juni 2013 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.iseas.edu.sg/images/pdf/ISEAS_Perspective_2013_39.pdf;

Internet; diunduh pada 2 April 2019.

Parliament of Singapore, “Transboundary Haze Pollution Bill No. 18/2014,”;

tersedia di

https://sso.agc.gov.sg/Act/THPA2014?ViewType=Pdf&_=20181004124038

; Internet; diunduh pada 1 April 2019.

Ramasamy, Manirajan, Sharon Chen dan Yoga Rusmana, “Malaysia Imposes

Emergency in Haze Areas: Singapore Improves.” Bloomberg, 23 Juni 2013

Page 94: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

82

[media on-line]; tersedia di http://www.bloomberg.com/news/2013-06-

23/malaysia-imposes-emergency-in-haze-areas-singapore-improves-1-.html;

diunduh pada 4 April 2019.

Sekretaris Jenderal ASEAN, “Media Release of 15th Meeting of the Sub-Regional

Ministerial Steering Committee (MSC) on Transboundary Haze Pollution,”

tersedia di https://asean.org/15th-meeting-of-the-sub-regional-ministerial-

steering-committee-msc-on-transboundary-haze-pollution/; Internet;

diunduh pada 2 April 2019.

“Singapore GDP will take hit from haze as countries issue travel warnings,” The

Straits Times, 7 Oktober 2015 [media on-line]; tersedia

https://www.straitstimes.com/business/economy/singapore-gdp-will-take-

hit-from-haze-as-countries-issue-travel-warnings; Internet; diunduh pada 2

April 2019.

Sitompul, Zulfahmi dan Emilya Nurjani, “Pengaruh El Nino Southern Oscillation

(ENSO) Terhadap Curah Hujan Musiman dan Tahunan di Indonesia,” Jurnal

Bumi Indonesia, Vol. 2, No.1, 2013 [artikel on-line]; tersedia di

http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/122/119; Internet; di

unduh pada 1 April 2019

“Status of Ratification,” Haze Action Online, 20 Januari 2015; tersedia di

http://haze.asean.org/status-of-ratification/; diunduh pada 4 April 2019.

Tacconi, Luca, “Preventing fires and haze in Southeast Asia,” Nature Climate

Change Vol. 6, Juli 2016 [artikel on-line]; tersedia di

https://www.nature.com/articles/nclimate3008; Internet; diunduh pada 4

April 2019.

Tan, Kenneth Paul, “Singapore in 2015: Regaining Hegemony,” Asian Survey Vol.

56 No. 1, 2016 [artikel on-line]; tersedia di

http://as.ucpress.edu/content/56/1/108; Internet; diunduh pada 3 April 2019.

Tay, Simon S.C. “South East Asian Forest Fires: Haze over ASEAN and

International Environmental Law,” Review of European Community and

International Environmental Law Vol. 7 Issues 2, 1998 [artikel on-line];

tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/229775349_South_East_Asian_Fo

rest_Fires_Haze_over_ASEAN_and_International_Environmental_Law;

internet; diunduh pada 4 April 2019.

Velasco, Erik dan Soheil Rastan, “Air quality in Singapore during the 2013 smoke-

haze episode over the Strait of Malacca: Lessons learned,” Sustainable Cities

and Society 17, April 2015 [artikel on-line]; tersedia di

Page 95: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

83

https://www.researchgate.net/publication/275670693; Internet; diunduh pada

30 Maret 2019.

“The ASEAN Way and Haze Mitigation Efforts,” Journal of International Studies

[artikel on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/256981800; Internet; diunduh pada

2 April 2019.

Varkkey, Helena, “National Responses In The Context of Asean Developments

Over Peatfires and Haze,” 15th International Peat Congress, 14 - 19 August

2016 [artikel on-line]; tersedia di http://eprints.um.edu.my/id/eprint/16329;

internet; diunduh pada 3 april 2019.

World Bank, “Gross Domestic Product Singapore in 1997,” [database on-line]

tersedia di

https://www.google.com/publicdata/explore?ds=d5bncppjof8f9_&met_y=n

y_gdp_mktp_cd&idim=country:SGP:MYS:HKG&hl=en&dl=en; internet;

diunduh pada 5 April 2019.

World Bank, “The Cost of Fire: An Economic Analysis of Indonesia’s 2015 Fire

Crisis,” Indonesia Sustainable Landscapes Knowledge Note: 1, Desember

2015 [database on-line]; tersedia di

http://pubdocs.worldbank.org/en/643781465442350600/Indonesia-forest-

fire-notes.pdf; Internet; di unduh pada 3 April 2019

Yong, Charissa, “Haze update: PSI 401 at noon; many pharmacies still out of

masks,” The Straits Times, 21 Juni 2013 [media on-line]; tersedia di

https://www.straitstimes.com/singapore/haze-update-psi-401-at-noon-many-

pharmacies-still-out-of-masks; diunduh pada 1 Aprl 2019.

Zengkun, Feng, “Haze update: PM Lee says Singapore urging Indonesia to take

action to reduce haze,” The Straits Times, 18 Juni 2013 [media on-line];

tersedia di https://www.straitstimes.com/singapore/haze-update-pm-lee-

says-singapore-urging-indonesia-to-take-action-to-reduce-haze; Internet;

diunduh pada 1 April 2019.

Page 96: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

84

LAMPIRAN

Lampiran 1

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

Page 97: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY

HAZE POLLUTION

The Parties to this Agreement, REAFFIRMING the commitment to the aims and purposes of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) as set forth in the Bangkok Declaration of 8 August 1967, in particular to promote regional co-operation in Southeast Asia in the spirit of equality and partnership and thereby contribute towards peace, progress and prosperity in the region, RECALLING the Kuala Lumpur Accord on Environment and Development which was adopted by the ASEAN Ministers of Environment on 19 June 1990 which calls for, inter alia, efforts leading towards the harmonisation of transboundary pollution prevention and abatement practices, RECALLING ALSO the adoption of the 1995 ASEAN Co-operation Plan on Transboundary Pollution, which specifically addressed transboundary atmospheric pollution and called for, inter alia, establishing procedures and mechanisms for co-operation among ASEAN Member States in the prevention and mitigation of land and/or forest fires and haze, DETERMINED to give effect to the 1997 Regional Haze Action Plan and to the Hanoi Plan of Action which call for fully implementing the 1995 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, with particular emphasis on the Regional Haze Action Plan by the year 2001, RECOGNISING the existence of possible adverse effects of transboundary haze pollution,

Page 98: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

2

CONCERNED that a rise in the level of emissions of air pollutants within the region as forecast may increase such adverse effects, RECOGNISING the need to study the root causes and the implications of the transboundary haze pollution and the need to seek solutions for the problems identified, AFFIRMING their willingness to further strengthen international co-operation to develop national policies for preventing and monitoring transboundary haze pollution, AFFIRMING ALSO their willingness to co-ordinate national action for preventing and monitoring transboundary haze pollution through exchange of information, consultation, research and monitoring, DESIRING to undertake individual and joint action to assess the origin, causes, nature and extent of land and/or forest fires and the resulting haze, to prevent and control the sources of such land and/or forest fires and the resulting haze by applying environmentally sound policies, practices and technologies and to strengthen national and regional capabilities and co-operation in assessment, prevention, mitigation and management of land and/or forest fires and the resulting haze, CONVINCED that an essential means to achieve such collective action is the conclusion and effective implementation of an Agreement, Have agreed as follows:

PART I. GENERAL PROVISIONS

Article 1 Use of Terms

For the purposes of this Agreement: 1. “Assisting Party” means a State, international organisation, any

other entity or person that offer and/or render assistance to a Requesting Party or a Receiving Party in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

Page 99: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

3

2. “Competent authorities” means one or more entities designated and authorised by each Party to act on its behalf in the implementation of this Agreement.

3. “Controlled burning” means any fire, combustion or smouldering

that occurs in the open air, which is controlled by national laws, rules, regulations or guidelines and does not cause fire outbreaks and transboundary haze pollution.

4. “Fire prone areas” means areas defined by the national authorities as

areas where fires are most likely to occur or have a higher tendency to occur.

5. “Focal point” means an entity designated and authorised by each

Party to receive and transmit communications and data pursuant to the provisions of this Agreement.

6. “Haze pollution” means smoke resulting from land and/or forest fire

which causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment.

7. “Land and/or forest fires” means fires such as coal seam fires, peat

fires, and plantation fires. 8. “Member State” means a Member State of the Association of

Southeast Asian Nations. 9. “Open burning” means any fire, combustion or smouldering that

occurs in the open air. 10. “Party” means a Member State of ASEAN that has consented to be

bound by this Agreement and for which the Agreement is in force. 11. “Receiving Party” means a Party that accepts assistance offered by

an Assisting Party or Parties in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

12. “Requesting Party” means a Party that requests from another Party

or Parties assistance in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

Page 100: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

4

13. “Transboundary haze pollution” means haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one Member State and which is transported into the area under the jurisdiction of another Member State.

14. “Zero burning policy” means a policy that prohibits open burning

but may allow some forms of controlled burning.

Article 2 Objective

The objective of this Agreement is to prevent and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, through concerted national efforts and intensified regional and international co-operation. This should be pursued in the overall context of sustainable development and in accordance with the provisions of this Agreement.

Article 3 Principles

The Parties shall be guided by the following principles in the implementation of this Agreement: 1. The Parties have, in accordance with the Charter of the United

Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment and harm to human health of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction.

2. The Parties shall, in the spirit of solidarity and partnership and in

accordance with their respective needs, capabilities and situations, strengthen co-operation and co-ordination to prevent and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated.

3. The Parties should take precautionary measures to anticipate,

prevent and monitor tranboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, to minimise its

Page 101: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

5

adverse effects. Where there are threats of serious or irreversible damage from transboundary haze pollution, even without full scientific certainty, precautionary measures shall be taken by Parties concerned.

4. The Parties should manage and use their natural resources,

including forest and land resources, in an ecologically sound and sustainable manner.

5. The Parties, in addressing transboundary haze pollution, should

involve, as appropriate, all stakeholders, including local communities, non-governmental organisations, farmers and private enterprises.

Article 4 General Obligations

In pursuing the objective of this Agreement, the Parties shall: 1. Co-operate in developing and implementing measures to prevent

and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, and to control sources of fires, including by the identification of fires, development of monitoring, assessment and early warning systems, exchange of information and technology, and the provision of mutual assistance.

2. When the transboundary haze pollution originates from within their

territories, respond promptly to a request for relevant information or consultations sought by a State or States that are or may be affected by such transboundary haze pollution, with a view to minimising the consequences of the transboundary haze pollution.

3. Take legislative, administrative and/or other measures to

implement their obligations under this Agreement.

Page 102: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

6

PART II. MONITORING, ASSESSMENT, PREVENTION AND RESPONSE

Article 5 ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze Pollution

Control 1. The ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze

Pollution Control, hereinafter referred to as “the ASEAN Centre”, is hereby established for the purposes of facilitating co-operation and co-ordination among the Parties in managing the impact of land and/or forest fires in particular haze pollution arising from such fires.

2. The ASEAN Centre shall work on the basis that the national

authority will act first to put out the fires. When the national authority declares an emergency situation, it may make a request to the ASEAN Centre to provide assistance.

3. A Committee composed of representatives of the national

authorities of the Parties shall oversee the operation of the ASEAN Centre.

4. The ASEAN Centre shall carry out the functions as set out in

Annex and any other functions as directed by the Conference of the Parties.

Article 6 Competent Authorities and Focal Points

1. Each Party shall designate one or more Competent Authorities and

a Focal Point that shall be authorised to act on its behalf in the performance of the administrative functions required by this Agreement.

2. Each Party shall inform other Parties and the ASEAN Centre, of its

Competent Authorities and Focal Point, and of any subsequent changes in their designations.

Page 103: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

7

3. The ASEAN Centre shall regularly and expeditiously provide to Parties and relevant international organisations the information referred to in paragraph 2 above.

Article 7 Monitoring

1. Each Party shall take appropriate measures to monitor:

a. all fire prone areas, b. all land and/or forest fires, c. the environmental conditions conducive to such land and/or

forest fires, and d. haze pollution arising from such land and/or forest fires.

2. Each Party shall designate one or more bodies to function as National Monitoring Centres, to undertake monitoring referred to in paragraph 1 above in accordance with their respective national procedures.

3. The Parties, in the event that there are fires, shall initiate immediate action to control or to put out the fires.

Article 8 Assessment

1. Each Party shall ensure that its National Monitoring Centre, at

agreed regular intervals, communicates to the ASEAN Centre, directly or through its Focal Point, data obtained relating to fire prone areas, land and/or forest fires, the environmental conditions conducive to such land and/or forest fires, and haze pollution arising from such land and/or forest fires.

2. The ASEAN Centre shall receive, consolidate and analyse the data communicated by the respective National Monitoring Centres or Focal Points.

3. On the basis of analysis of the data received, the ASEAN Centre shall, where possible, provide to each Party, through its Focal Point, an assessment of risks to human health or the environment

Page 104: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

8

arising from land and/or forest fires and the resulting transboundary haze pollution.

Article 9 Prevention

Each Party shall undertake measures to prevent and control activities related to land and/or forest fires that may lead to transboundary haze pollution, which include:

a. Developing and implementing legislative and other

regulatory measures, as well as programmes and strategies to promote zero burning policy to deal with land and/or forest fires resulting in transboundary haze pollution;

b. Developing other appropriate policies to curb activities that

may lead to land and/or forest fires; c. Identifying and monitoring areas prone to occurrence of land

and/or forest fires; d. Strengthening local fire management and firefighting

capability and co-ordination to prevent the occurrence of land and/or forest fires;

e. Promoting public education and awareness-building

campaigns and strengthening community participation in fire management to prevent land and/or forest fires and haze pollution arising from such fires;

f. Promoting and utilising indigenous knowledge and practices

in fire prevention and management; and

g. Ensuring that legislative, administrative and/or other relevant measures are taken to control open burning and to prevent land clearing using fire.

Page 105: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

9

Article 10 Preparedness

1. The Parties shall, jointly or individually, develop strategies and

response plans to identify, manage and control risks to human health and the environment arising from land and/or forest fires and related haze pollution arising from such fires.

2. The Parties shall, as appropriate, prepare standard operating

procedures for regional co-operation and national action required under this Agreement.

Article 11 National Emergency Response

1. Each Party shall ensure that appropriate legislative, administrative

and financial measures are taken to mobilise equipment, materials, human and financial resources required to respond to and mitigate the impact of land and/or forest fires and haze pollution arising from such fires.

2. Each Party shall forthwith inform other Parties and the ASEAN

Centre of such measures.

Article 12 Joint Emergency Response through the Provision of Assistance

1. If a Party needs assistance in the event of land and/or forest fires or

haze pollution arising from such fires within its territory, it may request such assistance from any other Party, directly or through the ASEAN Centre, or, where appropriate, from other States or international organisations.

2. Assistance can only be employed at the request of and with the

consent of the requesting Party, or, when offered by another Party or Parties, with the consent of the receiving Party.

3. Each Party to which a request for assistance is directed shall

promptly decide and notify the requesting Party, directly or through the ASEAN Centre, whether it is in a position to render the assistance requested, and of the scope and terms of such assistance.

Page 106: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

10

4. Each Party to which an offer of assistance is directed shall

promptly decide and notify the assisting Party, directly or through the ASEAN Centre, whether it is in a position to accept the assistance offered, and of the scope and terms of such assistance.

5. The requesting Party shall specify the scope and type of assistance

required and, where practicable, provide the assisting Party with such information as may be necessary for that Party to determine the extent to which it is able to meet the request. In the event that it is not practicable for the requesting Party to specify the scope and type of assistance required, the requesting Party and assisting Party shall, in consultation, jointly assess and decide upon the scope and type of assistance required.

6. The Parties shall, within the limits of their capabilities, identify and

notify the ASEAN Centre of experts, equipment and materials which could be made available for the provision of assistance to other Parties in the event of land and/or forest fires or haze pollution resulting from such fires as well as the terms, especially financial, under which such assistance could be provided.

Article 13 Direction and Control of Assistance

Unless otherwise agreed: 1. The requesting or receiving Party shall exercise the overall

direction, control, co-ordination and supervision of the assistance within its territory. The assisting Party should, where the assistance involves personnel, designate in consultation with the requesting or receiving Party, the person or entity who should be in charge of and retain immediate operational supervision over the personnel and the equipment provided by it. The designated person or entity should exercise such supervision in co-operation with the appropriate authorities of the requesting or receiving Party.

2. The requesting or receiving Party shall provide, to the extent

possible, local facilities and services for the proper and effective administration of the assistance. It shall also ensure the protection of personnel, equipment and materials brought into its territory by or on behalf of the assisting Party for such purposes.

Page 107: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

11

3. A Party providing or receiving assistance in response to a request

referred to in paragraph (1) above shall co-ordinate that assistance within its territory.

Article 14 Exemptions and Facilities in Respect of the Provision of Assistance

1. The requesting or receiving Party shall accord to personnel of the

assisting Party and personnel acting on its behalf, the necessary exemptions and facilities for the performance of their functions.

2. The requesting or receiving Party shall accord the assisting Party

exemptions from taxation, duties or other charges on the equipment and materials brought into the territory of the requesting or receiving Party for the purpose of the assistance.

3. The requesting or receiving Party shall facilitate the entry into, stay

in and departure from its territory of personnel and of equipment and materials involved or used in the assistance.

Article 15 Transit of Personnel, Equipment and Materials in Respect of the

Provision of Assistance

Each Party shall, at the request of the Party concerned, seek to facilitate the transit through its territory of duly notified personnel, equipment and materials involved or used in the assistance to the requesting or receiving Party.

PART III. TECHNICAL CO-OPERATION AND SCIENTIFIC RESEARCH

Article 16 Technical Co-operation

1. In order to increase the preparedness for and to mitigate the risks to

human health and the environment arising from land and/or forest

Page 108: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

12

fires or haze pollution arising from such fires, the Parties shall undertake technical co-operation in this field, including the following: a. Facilitate mobilisation of appropriate resources within and

outside the Parties;

b. Promote the standardisation of the reporting format of data and information;

c. Promote the exchange of relevant information, expertise,

technology, techniques and know-how;

d. Provide or make arrangements for relevant training, education and awareness-raising campaigns, in particular relating to the promotion of zero-burning practices and the impact of haze pollution on human health and the environment;

e. Develop or establish techniques on controlled burning

particularly for shifting cultivators and small farmers, and to exchange and share experiences on controlled-burning practices;

f. Facilitate exchange of experience and relevant information

among enforcement authorities of the Parties;

g. Promote the development of markets for the utilisation of biomass and appropriate methods for disposal of agricultural wastes;

h. Develop training programmes for firefighters and trainers to

be trained at local, national and regional levels; and

i. Strengthen and enhance the technical capacity of the Parties to implement this Agreement.

2. The ASEAN Centre shall facilitate activities for technical co-

operation as identified in paragraph 1 above.

Page 109: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

13

Article 17 Scientific Research

The Parties shall individually or jointly, including in co-operation with appropriate international organisations, promote and, whenever possible, support scientific and technical research programmes related to the root causes and consequences of transboundary haze pollution and the means, methods, techniques and equipment for land and/or forest fire management, including fire fighting.

PART IV. INSTITUTIONAL ARRANGEMENTS

Article 18 Conference of the Parties

1. A Conference of the Parties is hereby established. The first meeting

of the Conference of the Parties shall be convened by the Secretariat not later than one year after the entry into force of this Agreement. Thereafter, ordinary meetings of the Conference of the Parties shall be held at least once every year, in as far as possible in conjunction with appropriate meetings of ASEAN.

2. Extraordinary meetings shall be held at any other time upon the

request of one Party provided that such request is supported by at least one other Party.

3. The Conference of the Parties shall keep under continuous review

and evaluation the implementation of this Agreement and to this end shall:

a. Take such action as is necessary to ensure the effective

implementation of this Agreement;

b. Consider reports and other information which may be submitted by a Party directly or through the Secretariat;

c. Consider and adopt protocols in accordance with the Article 21 of this Agreement;

Page 110: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

14

d. Consider and adopt any amendment to this Agreement;

e. Adopt, review and amend as required any Annexes to this Agreement;

f. Establish subsidiary bodies as may be required for the implementation of this Agreement; and

g. Consider and undertake any additional action that may be required for the achievement of the objective of this Agreement.

Article 19 Secretariat

1. A Secretariat is hereby established. 2. The functions of the Secretariat shall include:

a. Arrange for and service meetings of the Conference of the Parties and of other bodies established by this Agreement;

b. Transmit to the Parties notifications, reports and other information received in accordance with this Agreement;

c. Consider inquiries by, and information from, the Parties, and

to consult with them on questions relating to this Agreement;

d. Ensure the necessary co-ordination with other relevant international bodies and in particular to enter into administrative arrangements as may be required for the effective discharge of the Secretariat functions; and

e. Perform such other functions as may be assigned to it by the

Parties. 3. The ASEAN Secretariat shall serve as the Secretariat to this

Agreement.

Page 111: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

15

Article 20 Financial Arrangements

1. A Fund is hereby established for the implementation of this

Agreement. 2. It shall be known as the ASEAN Transboundary Haze Pollution

Control Fund. 3. The Fund shall be administered by the ASEAN Secretariat under the

guidance of the Conference of the Parties. 4. The Parties shall, in accordance with the decisions of the

Conference of the Parties, make voluntary contributions to the Fund. 5. The Fund shall be open to contributions from other sources subject

to the agreement of or approval by the Parties. 6. The Parties may, where necessary, mobilise additional resources

required for the implementation of this Agreement from relevant international organisations, in particular regional financial institutions and the international donor community.

PART V. PROCEDURES

Article 21 Protocols

1. The Parties shall co-operate in the formulation and adoption of

protocols to this Agreement, prescribing agreed measures, procedures and standards for the implementation of this Agreement.

2. The Conference of the Parties may, at ordinary meetings, adopt

protocols to this Agreement by consensus of all Parties. 3. The text of any proposed protocol shall be communicated to the

Parties by the Secretariat at least six months before such a session.

Page 112: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

16

4. The requirements for the entry into force of any protocol shall be established by that instrument.

Article 22 Amendments to the Agreement

1. Any Party may propose amendments to the Agreement. 2. The text of any proposed amendment shall be communicated to the

Parties by the Secretariat at least six months before the Conference of the Parties at which it is proposed for adoption. The Secretariat shall also communicate proposed amendments to the signatories to the Agreement.

3. Amendments shall be adopted by consensus at an ordinary meeting

of the Conference of the Parties. 4. Amendments to this Agreement shall be subject to acceptance. The

Depositary shall circulate the adopted amendment to all Parties for their acceptance. The amendment shall enter into force on the thirtieth day after the deposit with the Depositary of the instruments of acceptance of all Parties.

5. After the entry into force of an amendment to this Agreement any

new Party to this Agreement shall become a Party to this Agreement as amended.

Article 23 Adoption and Amendment of Annexes

1. Annexes to this Agreement shall form an integral part of the

Agreement and, unless otherwise expressly provided, a reference to the Agreement constitutes at the same time a reference to the annexes thereto.

2. Annexes shall be adopted by consensus at an ordinary meeting of

the Conference of the Parties. 3. Any Party may propose amendments to an Annex.

Page 113: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

17

4. Amendments to an Annex shall be adopted by consensus at an ordinary meeting of the Conference of the Parties.

5. Annexes to this Agreement and amendments to Annexes shall be

subject to acceptance. The Depositary shall circulate the adopted Annex or the adopted amendment to an Annex to all Parties for their acceptance. The Annex or the amendment to an Annex shall enter into force on the thirtieth day after the deposit with the Depositary of the instruments of acceptance of all Parties.

Article 24 Rules of Procedure and Financial Rules

The first Conference of the Parties shall by consensus adopt rules of procedure for itself and financial rules for the ASEAN Transboundary Haze Pollution Control Fund to determine in particular the financial participation of the Parties to this Agreement.

Article 25 Reports

The Parties shall transmit to the Secretariat reports on the measures taken for the implementation of this Agreement in such form and at such intervals as determined by the Conference of the Parties.

Article 26 Relationship with Other Agreements

The provisions of this Agreement shall in no way affect the rights and obligations of any Party with regard to any existing treaty, convention or agreement to which they are Parties.

Article 27 Settlement of Disputes

Any dispute between Parties as to the interpretation or application of, or compliance with, this Agreement or any protocol thereto, shall be settled amicably by consultation or negotiation.

Page 114: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

18

PART VI. FINAL CLAUSES

Article 28 Ratification, Acceptance, Approval and Accession

This Agreement shall be subject to ratification, acceptance, approval or accession by the Member States. It shall be opened for accession from the day after the date on which the Agreement is closed for signature. Instruments of ratification, acceptance, approval or accession shall be deposited with the Depositary.

Article 29 Entry into Force

1. This Agreement shall enter into force on the sixtieth day after the

deposit of the sixth instrument of ratification, acceptance, approval or accession.

2. For each Member State ratifying, accepting, approving or acceding to the Agreement after the deposit of the sixth instrument of ratification, acceptance, approval or accession, the Agreement shall enter into force on the sixtieth day after the deposit by such Member State of its instrument of ratification, acceptance, approval or accession.

Article 30 Reservations

Unless otherwise expressly provided by this Agreement no reservations may be made to the Agreement.

Article 31 Depositary

This Agreement shall be deposited with the Secretary General of ASEAN, who shall promptly furnish each Member State a certified copy thereof.

Page 115: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

19

Article 32

Authentic Text This Agreement shall be drawn up in the English language, and shall be the authentic text. IN WITNESS WHEREOF the undersigned, being duly authorised by their respective Governments have signed this Agreement. Done at Kuala Lumpur, Malaysia on the tenth day of June in the year two thousand and two.

For the Government of Brunei Darussalam

For the Government of the Kingdom of Cambodia

H.E. Mr. Keo Puth Reasmey Ambassador Royal Embassy of the Kingdom of Cambodia in Malaysia For the Government of the Republic of Indonesia

Ms. Liana Bratasida Deputy Minister for Environment Conservation State Ministry of Environment

Page 116: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

20

For the Government of Lao People’s Democratic Republic

H.E. Prof. Dr. Bountiem Phissamay Minister to the Prime Minister’s Office Chairman of Science, Technology and Environment Agency For the Government of Malaysia

H.E. Dato’ Seri Law Hieng Ding Minister of Science, Technology and the Environment For the Government of the Union of Myanmar

U Thane Myint Secretary, National Commission for Environmental Affairs Director-General of the Ministry of Foreign Affairs For the Government of the Republic of the Philippines

Page 117: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

21

For the Government of the Republic of Singapore

H.E. Mr. Lim Swee Say Minister for the Environment For the Government of the Kingdom of Thailand

H.E. Mr. Chaisiri Anamarn Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary Royal Thai Embassy in Malaysia For the Government of the Socialist Republic of Viet Nam

H.E. Mr. Nguyen Van Dang Vice Minister of Agriculture and Rural Development

Page 118: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

22

ANNEX

Terms of Reference of the ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control

The ASEAN Centre shall: 1. Establish and maintain regular contact with the respective National

Monitoring Centres regarding the data, including those derived from satellite imagery and meteorological observation, relating to: a. Land and /or forest fire; b. Environmental conditions conducive to such fires; and c. Air quality and levels of pollution, in particular haze arising from

such fires. 2. Receive from the respective National Monitoring Centres or Focal

Points the data above, consolidate, analyse and process the data into a format that is easily understandable and accessible.

3. Facilitate co-operation and co-ordination among the Parties to

increase their preparedness for and to respond to land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires.

4. Facilitate co-ordination among the Parties, other States and relevant

organisations in taking effective measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires.

5. Establish and maintain a list of experts from within and outside of the

ASEAN region who may be utilised when taking measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires, and make the list available to the Parties.

6. Establish and maintain a list of equipment and technical facilities

from within and outside of the ASEAN which may be made available when taking measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires, and make the list available to the Parties.

Page 119: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …

23

7. Establish and maintain a list of experts from within and outside of the ASEAN region for the purpose of relevant training, education and awareness-raising campaigns, and make the list available to the Parties.

8. Establish and maintain contact with prospective donor States and

organisations for mobilising financial and other resources required for the prevention and mitigation of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires and preparedness of the Parties, including fire-fighting capabilities.

9. Establish and maintain a list of such donors, and make the list

available to the Parties. 10. Respond to a request for or offer of assistance in the event of land

and/or forest fires or haze pollution resulting from such fires by:

a. Transmitting promptly the request for assistance to other States and organisations; and

b. Co-ordinating such assistance, if so requested by the requesting

Party or offered by the assisting Party. 11. Establish and maintain an information referral system for the

exchange of relevant information, expertise, technology, techniques and know-how, and make it available to the Parties in an easily accessible format.

12. Compile and disseminate to the Parties information concerning their

experience and any other practical information related to the implementation of the Agreement.

13. Assist the Parties in the preparation of standard operating procedures

(SOP).

Page 120: UPAYA SINGAPURA DALAM ASEAN AGREEMENT ON …