Untuk Memulai Setiap Analisis Ukuran Partikel Harus Diambil Dari Umunya Jumlah Bahan Besar
-
Upload
amelia-rizki-nurwahidah -
Category
Documents
-
view
18 -
download
1
Transcript of Untuk Memulai Setiap Analisis Ukuran Partikel Harus Diambil Dari Umunya Jumlah Bahan Besar
Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel harus diambil dari
umunya jumlah bahan besar (ditandai dengan junlah dasar) suatu contoh
yang representatif. Karenanya suatu pemisahan bahan awal dihindari oleh
karena dari suatu pemisahan, contoh yang diambil berupa bahan halus
atau bahan kasar. Untuk pembagian contoh pada jumlah awal dari 10-
1000 g digunakan apa yang disebut Pembagi Contoh piring berputar.
Pada jumlah dasar yang amat besar harus ditarik beberapa contoh
dimana tempat pengambilan contoh sebaiknya dipilih menurut program
acak (2).
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromiretik oleh Dalla
Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat
dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi
serta serbuk halus berada dalam jangkauan mikroskop optik. Partikel yang
mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular
berada dalam kisaran ayakan(3).
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi. Karenanya
perlu untuk mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu,
tapi juga berapa banyak partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada
dalam sampel. Jadi kita perlu sutau perkiraan kisaran ukuran tertentu
yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-tiap ukuran partikel,
dari sini kita bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk sampel
tersebut (3).
Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting
dalam farmasi, sebab ukuran partikel mempunyai peranan besar dalam
pembuatan sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya (4).
Pentingnya mempelajari mikromiretik, yaitu (5):
1. Menghitung luas permukaan
2. Sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat
3. Secara teknis mempelajari pelepasan obat yang diberikan
secara per oral, suntikan dan topikal
4. Pembuatan obat bentuk emulsi, suspensi dan duspensi
5. Stabilitas obat (tergantung dari ukuran partikel).
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel
adalah menggunakan pengayak standar. Pengayak terbuta dari kawat
dengan ukuran lubang tertentu. Istilah ini (mesh) digunakan untuk
menyatakan jumlah lubang tiap inchi linear (5).
Ukuran dari suatu bulatan dengan segera dinyatakan dengan garis
tengahnya. Tetapi, begitu derajat ketidaksimestrisan dari partikel naik,
bertambah sulit pula menyatakan ukuran dalam garis tengah yang berarti.
Dalam keadaan seperti ini, tidak ada garis tengah yang unik. Makanya
harus dicari jalan untuk menggunakan suatu garis tengah bulatan yang
ekuivalen, yang menghubungkan ukuran partikel dan garis tengah bulatan
yang mempunyai luas permukaan, volume, dan garis tengah yang sama.
Jadi, garis tengah permukaan ds, adalah garis tengah suatu bulatan yang
mempunyai luas permukaan yang sama seperti partikel yang diperiksa (3).
Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel:
Mikroskopi Optik
Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi,
diencerkan atau tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan
ditempatkan pada pentas mekanik. Di bawah mikroskop tersebut, pada
tempat di mana partikel terlihat, diletakkan mikrometer untuk
memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemandangan dalam mikroskop
dapat diproyeksikan ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut
lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah
disiapkan dan diproyeksikan ke layar untuk diukur (3).
Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya
dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar.
Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari
partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang
harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang
baik dari distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan
jelimet. Namun demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus
selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan metode analisis ukuran
partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari
satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini (3).
Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari
penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini
penentunya adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui
sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas
dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil
daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka
membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada
ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu
(pada penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit) ditentukan melalui
penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah ditimbang ditahan
kembali pada setiap ayakan (3).
Dengan cara sedimentasi
Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi
Stocks.
Dasar untuk metode ini adalah Aturan Stokes:
d = √
Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi
ini adalah metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.(1).
Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan
ukuran kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga
18 η
(ρ- ρo)g√ h
t
sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar
ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan
suatu batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine
and very fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu
melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-
beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan
pengadukan dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis
(2).
2. Voigt, R., (1994), “Buku Pelajaran teknologi Farmasi”, edisi V, Cetakan
I, UGM Press, Yogyakarta, 45, 47, 51.
3. Martin, A., (1990), “Farmasi Fisika”, Buku II, UI Press, Jakarta, 1022-
1023, 1036-1038.
4. Parrot, L,E., (1970), “Pharmaceutical Technologi”, Burgess Publishing
Company, Mineapolish, 11, 12