UNSUR MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN...
Transcript of UNSUR MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN...
UNSUR MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN
(PENYALAHGUNAAN KEADAAN)
DALAM PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
(STUDI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memp<:roleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.l)
Oleh:
ALI RIFA'I 103044228100
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDAT AAN ISLAM PROGRAM STUDI AHW AL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUl(UM UNIVERSITAS ISLAM NEGEIU
SY ARIF HIDA YATULLAH JAKARTA
1 Li?Q J.i nllf\'7 M
UNSURPENYALAHGUNAANKEADAANDALAM
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
(STUDI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperole:h Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh:
ALI RIFA'I 103044228100
Di Bawah Bimbingan
Drs. H. Ase arifuddin Hida at S.H. 11'1.H. NIP. 150 268 783
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AL-AHW AL AL-SYAKHSIYY AH
FAKUL TAS SY ARI' AH DAN HU:KUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1428 H/2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Unsur Penyalahgunaan Keadaan dalam Pelaksanaan Taklik Talak (Studi di Pengadilan Agama Jakarta Timur)", telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Juni 2007. Skripsi ini tel ah diterima sebagai salab satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata I (SI) Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam Program Studi Al-Ahwal As-Syahsiyyah.
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua : Ors. H. A. Basig Ojalil, S.H., M.A. (, r ' ( ................... ) Nip. 150 169 102
Sekretaris : Kamarusdiana, S. Ag., M.H. Nip. 150 285 972
Penguji I : Kamarusdiana, S. Ag., M.H.
:~: ~ ( .................... )
Pembimbing : Ors. H. Asep Syarifuddin Hidayat. S.H., M.H. Nip. 150 268 783
Nip. 150 285 972
Penguji II : Afwan Faizin, M.A. Nip. 150 326 890
ABSTRAK
Ali Rifa'i : Analisis Mengenai Unsur Penyalahguuaan Keadaan dalam
Pelaksauaan Taklik Talak (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur),
dibimbiug oleh Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H.
Penelitian ini dilakukau di DK.I Jakarta tepatnya di Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Tajuan penelitian untuk mengetahui sejauhmima penerapan ajaran
Penyalahgunaan Keadaau yang terdapat dalam pasal 1320 dan 1321 KUH
Perdata pada Pengadilan Agama.
Teknik analisis yang digunakan dalam pengolahan data penelitian adalah
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan : Pertama, Hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur temyata belum pemah mempertimbangkan unsur perjanjian taklik
talak dalam putusau penyelesaian perkara perceraian dengan alasan pelanggaran
sigbat taklik talak. Hal ini terjadi karena hakim telah terbiasa menggunakan
metode berfikir deduktif. Karena belum pemah ada putusan serupa sebelumnya
sehingga tidak beraui menerapkan pada kasus yang mereka hadapi. Kedua, Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak setuju menerapkan pasal 1320 dan 1321
KUH Perdata dalam menyelesaikan pelanggaran sigbat taklik talak di Pengadilan
Ag am a.
Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi semua
pihak dalam rangka bagi semua pihak dalam rangka peni:ngkatan pemahaman
masyarakat mengenai filosofi dan tujuan diadakannya Lembaga Taklik Talak. Di
sampiug itu diharapkan menjadi bahan renungan bagi para hakim dalarn rangka
peningkatan wawasan sehingga mempunyai keberanian dalam menggali hukum
(ijtihad hukum).
KATAPENGANTAR
Segala Puji bagi Allah seru sekalian alam, yang telah memberikan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan. skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, pembawa syari'ah-Nya yang universal bagi semua
manusia dalam setiap waktu clan tempat sampai akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan clan hambatan yang
penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya,
kesungguhan, kerja keras clan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langs1mg, segalla kesulitan akhimya
dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan
skripsi ini penulis secara khusus mempersembahkan ungkapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan
Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Bapak J(amarusdiana, S.Ag.,
M.H., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Al-Ahwal
Al-Syakhsiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Univ.ersitas Islam Negeri
. (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama
4. Segenap bapak dan ibu dosen atau staf pengajar pada lingkungan Program
Studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.
5. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan
Hukum, Perpustakan Utarna serta perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (UI) yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi
referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Bapak Ors. SarifUsman, S.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur
dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Segenap Asatidz Madrasah Qudsiyyah Menara Kudus, khusus kepada KH.
Ma'ruf Asnawi, KH. Muhammad Sya'roni Ahmadi, KH. Muhammad Ma'ruf
Irsyad, KH. Nor Halim Asnawi. Terima kasih atas segala ilmu sebagai bekal
di masa depan yang diberikan kepada penulis. Semoga ilmu-ilmu yang
diberikan bisa bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
8. Ucapan terima kasih penulis haturkan secara khusus kepada Ayahanda Astari
dan Ibunda Suliyati. Sejumput bakti ini kupersembahkan atas segala kasih
sayang yang senantiasa diberikan serta do' a tulus ihlas yang selalu mengiringi
setiap langkahku.
9. Terima kasih kepada Mbah Yasin dan Mbah Aminatun, karena beliau
berdualah penulis mendapatkan pelajaran dalam menjalani kehidupan
terutarna dalam ha! kerja keras dan pantang menyerah.
10. Khusus untuk Mas Ali Khumaidi serta istri (Mbak Yuliana Alfiani). Terima
kasih yang sebesar-besarnya atas semua biaya kuliah dan menjadi orang tua
kedua sehingga penulis bisa menyelesaikan kuliahnya.
11. Adik-adikku (Fitri Kurniawati, Zulia Wahyuningsih, Ilham Aufa). Rajin
belajar, tuntutlah ilmu setinggi-tingginya, karena dengan ilmu manusia akan
hidup mulia di dunia maupun akhirat.
12. Bapak Drs. H. Ismail Ibrahim, S.H., M.H., .. (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi
Agama Kendari) clan Bapak Drs. H. Muhammad Ichwan JRidwan, S.H. (Wakil
Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur). Terima kasih atas segala
wejangannya (pengarahannya) sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi
ini.
13. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) Syar'iah dan Hukum UIN
Jakarta Periode 2005-2006 (Imam Musthofa, Anhar Kurniawan, Romai
Kurniawati) terima kasih atas kerjasamanya selama memegang pemerintahan
tingkat mahasiswa di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Jakarta.
14. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Syari'ah
dan Hukum UIN Jakarta ( Ihsan, Nor Shollah, Iqbal Al-Habsy, Hasby As
Syidiqi, Reva dan sahabat-sahabat lainnya) terima kasih atas sarana untuk
meningkatkan keilmuan dengan media diskusi clan lain sebagainya
15. Sahabatku Syamsul Bahri, Amrullah, Hilmah, terima kasih atas semua
bantuan serta do'anya, yang begitu setia menemani dan membantu penulis
dalam melakukan penelitian dikawasan Jakarta Timur.
16. Temen-temen Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2003,
Reyza Amalia, Ella, !is, Adit, Mia dan temen-temen semua yang tidak
mungkin disebutkan semua. Terima kasih atas 'kerjasamanya dan
kekompakkannya, penulis merindukan suasana kelas terutama ketika diskusi,
pertahankan persahabatan kita.
Penulis menyadari bahwa segala bantuan dan motivasi yang penulis
peroleh tidak akan dapat terbayar oleh apapun, hanya do'a yang dapat penulis
panjatkan semoga pahala berlipat ganda dilimpahkan Allah SWT kepada kita
semua. Amin
Jakarta I Juni 2007
Penulis
DAFTARISI
KATA PENGANTAR. .. .,...................................................................................... i
DAFT AR ISi ................................................................................. ,......................... v
DAFI' AR T ABEL.................................................................................................. vii
DAFT AR LAMPIRAN ................................................................. ~........................ viii
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. I
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah............................................. 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5
D. Kegunaan Penelitian....................................................................... 5
E. Metode Penelitian.......................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan.. ....................................................... ............ 9
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Pengertian Penyalahgunaan Keadaan............................................. 11
B. Alasan-alasan Hukum Pembatalan Perjanjian ................................. 15
C. Pelaksanaan Taklik Talak ......................................... ..................... 18
D. Kerangka Pikir........................................................... ..................... 28
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah ............................................................................................ 33
B. Letak clan Kedudukan..................................................................... 39
C. Wilayah Hukum ............ ............................................. ..................... 40
BAB IV UNSUR PENYALAHGUNAAN KEADAAN DALAM
PELAKSANAAN TAKLIK T ALAK DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA TIMUR
A. Unsur Penyalahgunaan Keadaan dalarn Pelaksanaan Taklik
Talak ................................................................................................. 47
B. Penerapan Asas Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Perceraian
karena Pelanggaran Taklik Talak di Pengadilan Agama Jakarta
Timur ................................................................................................ 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 60
B. Saran ................................................................................................ 61
DAIT AR PUST AKA .................................................................... o ............................ 62
LAMPIRAN ................................................................................................................ 64
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Frekuensi Perkara Pengadilan Agama Jakarta Timur.................. 50
Tabel 4.2 Frekuensi Putusan Hakim Pengadilan Agan1a Jakarta Timur
tentang Taklik Talak.................................................................... 51
Tabel 4. 3 Pendapat lnforman Mengenai Penyelesaian Taklik Talak
dengan Hukum perjanjian............... ............................................. 54
Tabel 4.4 Pendapat lnforman Mengenai Pemberlakuan
Hukum Perjanjian KUH Perdata Perjanjian Taklik Talak........... 55
DAFTAR LAMPIRAN
1. Interviu Pejabat Pengadilan Agama Jakarta Timur
2. Hasil Interviu Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
3. Surat Izin Penelitian ke Pengadilan Agama Jakarta Timur
4. Surat Keterangan Pene!itian Pengadilan Agama Jakarta Timur
5. Peta Wilayah Hukurn Pengadilan Agama Jakarta Timur
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peradilan Agarna merupakan salah satu pdaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu. Lahimya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang
disempumakan dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agarna telah membawa perubahan besar terhadap fungsi, kedudukan dan
kewenangan Peradilan Agarna di Indonesia.
Salah satu sektor yang mengalarni perubahan mendasar adalah
beralihnya fungsi dan kedudukan Jembaga Peradilan Agarna dari peradilan
semu (Quasi Rechtspraat) menjadi lembaga peradilan yang mandiri (Court of
Law) dalam tata hukum di Indonesia, sehingga mempunyai kedudukan yang
sejajar dengan lembaga peradilan lain (Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha
Negara dan Peradilan Militer)1
Lembaga Peradilan yang mandiri (Court of Law) mempunyai ciri-ciri
antara lain : I. tertibnya administrasi peradilan, baik administrasi umum
maupun administrasi teknis yustisial, 2. penerapan hukurn acara dalarn proses
berperkara dilaksanakan dengan baik dan benar, 3. putusan yang telah
dijatuhkan oleh hakim terhadap suatu perkara dapat dieksekusi oleh Jembaga
peradilan yang memutuskan perkara itu sendiri.
2
Ketiga hal ini hendaknya berjalan secara simultan, seiring dan sejalan
dengan gerak lajunya proses berperkara di lembaga peradilan tersebut,
sehingga setiap putusan yang dijatuhkan mempunyai nilai keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum.
Hukum Acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada pengadi!an dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini
(Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).2
Oleh karena itu para praktisi hukum di Jingkungan Peradilan Agama harus
mencarinya dalan1 sumber hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan
Umum seperti HIR (Herziene lndonesische Reg/ement), RBg
(Rechtsreglement voor de Buitengewesten), RV (Reglement op de Burger/ijke
Rechtsvordering) dan berbagai macam peraturan perunda:ng-undangan lainnya
yang berlaku di Indonesia.
Peradilan Agama masih banyak menemukan han1batan dan rintangan
dalam menerapkan hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum,
yaitu masih ada nilai-nilai maupun ajaran-ajaran yang terdapat dalam hukum
acara tersebut yang perlu pemahaman mendalam bagi aparat lembaga
Peradilan Agama, seperti halnya ajaran Misbruik van Omstandigheden
(Penyalahgunaan Keadaan).
Pembicaraan mengenai ajaran Misbruik van Omstandigheden dapat
dikaji secara mendalam pada pembahasan dalam persoalan perjanjian, yaitu
menyangkut penerapan Pasal 1320 dan Pasal 1321 KUH Perdata. Pasal 1320
3
KUH Perdata menentukan 4 syarat untulc sahnya suatu perjanjian, yaitu: I.
harus ada kesepakatan, 2. harus ada kecakapan, 3. harus ada pokok persoalan,
4. tidak merupakan sebab yang dilarang. Dua syarat pertama dinamakan
syarat-syarat subyektif, karena mengenai subyek yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif. Sedangkan
Pasal 1321 KUH Perdata menyangkut alasan pembatalan perjanjian berupa: I.
kesesatan (dwaling), 2. paksaan (dwang), 3 ... penipuan (bedrog). Pada
Misbruik van Omstandigheden tidaklah semata-mata berhubungan dengan isi
perjanjian, tetapi berhubungan dengan apa yang terjadi pada saat lahimya
perjanjian, yaitu penyalahgunaan keadaan yang menyebabkan pemyataan
kehendak dan dengan sendirinya persetujuan satu pihak tanpa cacat.
Lembaga Taklik Talak bila dilihat dari segi ese:nsinya adalah suatu
perjanjian yang digantungkan kepada syarat dengan tujuan utamanya
melindungi isteri dari kemudharatan karena tindakan sewenang-wenang
suami. Di samping itu lembaga Taklik talak juga sudah merupakan alasan
perceraian. Dalam praktek di Peradilan Agama, baik ia sebagai perjanjian
ataupun alasan perceraian, maka hakim hams secara tegas
mempertimbangkannya dalam putusannya, bulcan semat11 hanya esensi alasan
perceraiannya, melainkan juga esensinya sebagai suatu perjanjian, jangan
sampai mengandung unsur Misbruik van Omstandigheden. Hendaknya hakim
mempertajam upaya dalam mengkonstantir, mengkualifisir maupun
mengkonstituir perkaranya dari dua segi tersebut.
Lembaga Taklik talak di Indonesia telah 11da sejak dahulu kala.
4
perkawinan di Indonesia yang dilaksanakan menurnt agama Islam selalu
diikuti pengucapan sighat taklik oleh suami. Sekalipun sifatnya sukarela,
namun mengucapkan taklik talak seolah-olah telah menjadi kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh suami. Pokok permasalahannya terletak pada
tanggung jawab dari aparat yang diserahi tugas ters1:but yaitu Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) yang dalam penampilannya terkadang kurang
memahami sejarah dan arti pengucapan sighat takLik, sehingga selain
dipaksakan, pembacaannya juga sambil lalu. Mereka seharusnya diingatkan
kembali akan tugasnya dalam memberi penyuluhan sebdum maupun dalam
upacara aqad nikah. Mereka seharusnya (wajib) menjelaskan tentang arti dan
kedudukan taklik talak, dasar kesukarelaan maupun k1~manfaatannya. Jika
calon suami menyetujui untuk mengucapkan sighat taklik, maka
pembacaannya harus dipandu agar tetap terasa khidmat seperti halnya aqad
nikah.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapatlah
dirnmuskan masalah sebagai berikut :
!. Apakah Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalarn memeriksa
perkara perceraian dengan alasan pelanggardII taklik talak telah
mempertimbangkan unsur perjanjian dari sighat taklik talak?
2. Apakah Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur setuju menerapkan unsur
penyalahgunaan keadaan (pasal 1320 dan 1321) dalam menyelesaikan
5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
I. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan judul tulisan: "Unsur Penya/ahgunaan
Keadaan dalam Pelaksanaan Taklik Talak (Studi di Pengadi/an Agama
Jakarta Timur)" maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Timur dalam menyelesaikan perceraian dengan alasan pelanggaran
taklik talak telah mempertimbangkan unsur perjanjian dari sighat
taklik talak.
b. Untuk mengetahui Apakah Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
setuju menerapkan unsur penyalahgunaan keadaan (pasal 1320 dan
1321) dalam menyelesaikan perkara pelanggaran sighat taklik oleh
suam1.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain :
a. Agar dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang hukurn perjanjian, yang selama ini
hanya berlaku di lingkungan Peradilan Umum, kemudian ternyata
dapat berlaku di lingkungan Peradilan Agama.
b. · Agar dapat bermanfaat bagi para praktisi hukum, khususnya para
hakim Pengadilan Agama agar dalam meme:riksa dan mengadili
6
pula mempertimbangkan dari seg1 kemungkinan adanya unsur
Penyalahgunaan Keadaan.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam
meyelesaikan skripsi ini adalah metode-metode yang berlaku dalam penulisan
karya ilmiah, yaitu:
I. Library Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu penelitian yang
dilakukan di perpustakaan-perpustakaan, ars1p, museum, dan lain-lain3
dengan cara mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan aspek
aspek permasalahan, mengambil data, meneliti dan mengkaji literatur dan
pendapat para ahli yang terdapat dalam buku-buku, surat kabar, majalah
dan lain-lain.
2. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu peneliti<m yang dilakukan di
lapangan dan diartikan sebagai lokasi di mana peristiwa-peristiwa yang
menjadi obyek penelitian berlangsung atau di mana sumber-sumber primer
dapat ditemukan4• Data lapangan penulis peroleh melalui teknik:
3 Taliziduhu Ndraha, Research, Teori Metodo/ogi Administrasi, (Jakarta PT Bina
7
a. Wawancara (interview), yaitu percakapan dengm1 maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (intervieuwer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (intervieuwee)
yang memberikanjawaban atas pe1tanyaan itu.5
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada
subyek penelitian. 6 Studi dokumentasi berupa telaah buku dan telaah
terhadap dokumen-dokumen khususnya tentang be:rkas-berkas perkara,
register dan perangkat hukum yang digunakan oleh Pengadilan Agama.
c. Observasi (pengamatan), yaitu pengamatan dan pencatatan sesuatu
objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki.7 Teknik
pengumpulan data ini bertujuan untuk mendapatkan data secara
empiris. Sasaran observasi adalah putusan-putusan Pengadilan Agama
Jakarta Timur mengenai pelanggaran sighat taklik talak yang pernah
diputus di Pengadilan tersebut.
Adapun pengolahan data atau penyajiannya dengan menggunakan cara
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif disajikan berdasarkan logika dengan
menggunakan kalimat atau kata sedangkan data kuantitatif disajikan dengan
menggunakan lambang atau angka.
Data-data yang telah terkumpul kemudian dikatc:gorikan berdasarkan
kriteria tertentu. Jika data kuantitatif, penulis sajikan dalam bentuk tabel
dengan menggunakan teknik prosentase. Rumus yang dipakai adalah:
5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandrn1g: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-18, h. 135
f
p = ------------- x 100%
N
P = Prosentase
f = Frekuensi
N = Jumlah Responden
I 00% = Angka Pembulatan
8
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan CeQDA tabun 2007 dengan menggunakan Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dengan beberapa pengecualian
sebagai berikut:
l. Beberapa kata atau istilah yang masih mempergunakan Ejaan Suwandi
seperti bentuk nama seseorang atau suatu identitas tetap ditulis biasa.
2. Kutipan yang diambil dari buku-buku yang berejam1 lama diubah dan
disesuaikan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
3. Nama kitab/buku dicetak miring.
Untuk memudahkan memahami skripsi ini maka penulis merasa perlu
untuk menyertakan Definisi Operasional sebagai berikut:
I. Misbruik van Omstandigheden adalah penyalahgunaan keadaan yang
berkaitan dengan kondisi yang ada pada siiat kesepakatan terj adi.
2. Taklik Talak ialah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai pria setelah
akad nikah berupa janji talak yang digantungkan k1:pada suatu keadaan
9
3. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya, yaitu sebah-musabab, duduk perkaranya, dan
sebagainya.
4. Unsur adalah bagian dari kelompok kecil dari kelompok yang lebih besar.
5. Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan sesuatu seperti
rancangan, keputusan clan sebagainya.
6. Keadaan Darurat adalah keadaan terpaksa di mana s1~eorang tidak kuasa
menempuh pilihan sendiri atau memberi pendapat.
7. Ketergantungan adalah perihal hubungan sosial sieseorang yang yang
tergantung kepada orang lain.
8. Kurang Waras adalah keadaan seseorang yang tidak sehat rohaninya
(mental, ingatan).
9. Tidak Pengalaman adalah keadaan seseorang yang tidak pemah
mengalami, merasakan, menjalani, menanggung suatu peristiwa.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memaharni
skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini terdiri dari :
BABI Merupakan pendahuluan yang terdui dari latar belakang masalah,
pembahasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
10
BAB II Merupakan tinjauan teoritis mengenai pengertian Penyalahgunaan
Keadaan, alasan hukum pembatalan perjanjian, pelaksanaan taklik
talak, kerangka Pikir.
BAB III Merupakan paparan mengenai gambaran umum Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Gambaran umumnya mengenai sejarah, kedudukan,
letak, wilayah hukum, wewenang Pengadilan Agama Jakarta
Timur.
BAB IV Merupakan pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari unsur
Penyalahgunaan Keadaan dalam pelaksanaan taklik talak,
penyalahgunaan keadaan dalam taklik talak dalam putusan
pengadilan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Meliputi penerapan
asas penyalahgunaan keadaan sebagai alasan perceraian karena
pelanggaran taklik talak di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
BAB V Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi yang berisi
kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir dalam
skripsi ini, juga terdiri dari saran-saran penulis tentang persoalan
yang diangkat dalam penelitian skripsi ini.
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Pengertian Penyalabgunaan Keadaan
Dalam Kitab Hukum Perdata Belanda yang baru (Nieuw
Burgerlijke Wetboek) diberikan rumusan antara lain sebagai berikut :
Misbruik van Omstandigheden yang diterjemahkan dengan istilah
penyalahgunaan keadaan, dan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
Undue Influence adalah di samping paksaan dan penipuan merupakan
suatu alasan untuk membatalkan suatu perbuatan hukum.
Menurut Prof. Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., Ketua Muda
Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Umum Bidang
Hukum Perdata Tertulis menyatakan bahwa dalam Ilmu Hukum Moral
disebutkan bahwa penyalahgunaan keadaan atau penyalahgunaan
kesempatan (Misbruik van Omstandigheden) dapat digunakan dalam
kategori cacat dalam menentukan kehendak (wilsgebrek) atau tidak bebas
dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini
merupakan alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu
perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan
suatu konstruksi yang dapat dikembangkan melalui Yurisprudensi. Sesuai
dengan hukum kebutuhan konstruksi penyalahgunaan keadaan/kesempatan
merupakan atau dianggap sebagai faktor yang membatasi atau
12
mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan
diantara kedua belah pihak (perhatikan pasal 1320 BW ke l ).1
Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau
seharusnya rnengerti bahwa pihak Jain karena suatu keadaan khusus
seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berfikir panjang,
keadaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk
melakukan suatu perbuatan hukurn, rneskipun ia tahu atau seharusnya
mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya. 2
Sebelurn ketentuan ajaran penyalahgunaan k<eadaan dicantumkan
dalam Nieuw Burgerlijke Wetboek, cukup lama dan cukup banyak
perrnasalahan yang terkandung di dalamnya dibahas para ilrnuan,
khususnya dalam hubungannya dengan putusan perkara oleh para hakirn di
pengadilan. Dicantumkannya ketentuan penyalahgunaan keadaan kedalam
Nieuw Burgerlijke Wetboek adalah dilatarbelakangi pertirnbangan hukurn
dalam berbagai putusan hakim. Terbentuknya ajaran tentang
penyalahgunaan keadaan adalah disebabkan belurn adanya pada waktu itu
ketentuan dalam Burgerlijke Wetboek Belanda yang mengatur ha! itu.
Dalam ha! seorang hakirn menemukan adanya keadaan yang
bertentangan dengan kebiasaan, rnaka hakim dalam putusannya
mernbatalkan perjanjian itu untuk seluruhnya atau sebagian, dengan
pertirnbangan-pertirnbangan yang didasarkan pada salah satu alasan
1 Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata yang Penting serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, (Jakarta: Mahkamah Agung RJ, Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum, 1991), h. 348.
13
pembatalan perjanjian, yaitu cacat kehendak "klas.ik" seperti termuat
dalam pasal 1321 KUH Perdata berupa:
I. Kesesatan (dwaling)
2. Paksaan (dwang)
3. Penipuan (bedrog)
Salah satu yang menjadi permasalah adalah me:nyangkut penerapan
Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, apakah
tepat menggolongkan penyalahgunaan keadaan itu ke dalam sebab (causa)
yang tidak diperbolehkan. Seperti diketahui, Pasal 1320 KUH Perdata
menentukan 4 syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
I. Harns ada kesepakatan
2. Harns ada kecakapan
3. Harns ada pokok persoalan (ha! tertentu)
4. Tidak merupakan sebab yang dilarang
Dua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena mengenai
subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir
dinamakan syarat obyektif.3
Prof. Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., tidak sependapat untuk
menggolongkan penyalahgunaan keadaan/kesempalan kedalam sebab
yang tidak halal (ongeoorloofde oorzaak, pasal 1320 BW ke-4) karena
sebab yang tidak halal mempunyai ciri yang sangat berbeda karena tidak
ada kaitannya dengan kehendak yang cacat dan kalau pihak yang
bersangkutan tidak mendalilkannya sebagai alasan untuk menyatakan
14
batalnya perjanjian tersebut maka hakim secara ex officio wajib
mempertimbangkannya. Sedangkan dalam hal kehendak yang cacat
(wilsgebrek) pemyataan batal atau pembatalan pe~janjian hanya akan
diperiksa oleh hakim kalau didalilkan oleh pihak yang bersangkutan.4
Begitu pula penyalahgunaan keadaan/kesempatan tidak digolongkan
dalam kategori yang dikuasai oleh ajaran itiqad baik. Karena dalam hal
itiqad baik yang dipersoalkan ialah cara untuk memperoleh hak atau
wewenang. Sedangkan dalam hal kehendak yang cacat persoalan atau
yang dipersoalkan ialah bagaimana sejarahnya sampai diperoleh
hak/wewenang tersebut. Tegasnya persoalan terletak dalam sejarah
terjadinya perolehan hak tersebut (het verleden) dan bukan seperti halnya
itiqad baik bagaimana cara pada waktu melakukan perbuatan untuk
memperoleh hak/wewenang.5
Berbeda dengan kehendak yang cacat (wilsgebrek) pemyataan
batal atau pembatalan perjanjian hanya akan diperiksa oleh hakim atau
didalilkan oleh yang bersangkutan. Menggolongkan penyalahgunaan
keadaan kedalam salah satu bentuk cacat kehendak, lebih sesuai dengan
kebutuhan konstruksi hukum dalam ha! seseorang yang dirugikan
menuntut pembatalan perjanjian.
Gugatan atas dasar penyalahgunaan keadaan terjadi dengan suatu
tujuan tertentu. Penggugat harus mendalilkan bahwa perjanjian itu
sebenamya tidak ia kehendaki atau bahwa perjanjian itu tidak ia kehendaki
dalam bentuknya yang demikian.
15
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan
keadaan (Misbruik van Omstandigheden) dikategorikan sebagai kehendak
yang cacat, karena lebih sesuai dengan isi dan kehendak penyalahgunaan
keadaan itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif
perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektifuya.
B. Alasan·alasan Hukum untuk Pembatalan Perjanjian
KUH Perdata Pasal 1321 menyebutkan 3 (tiga) alasan untuk
pembatalan perjanjian, yaitu :
1. Khilafan/kesesatan (dwaling), yo pasal 1322 KUH Perdata
2. Paksaan (dwang), yo pasal 1323, 1324, 1325, 1326 dan 1327 KUH
Perdata.
3. Penipuan (bedrog), yo pasal 1328 KUH Perdata.6
Perkembangan dalam NBW dapat dilihat dengan penambahan
suatu alasan baru untuk pembatalan suatu perjanjian. Ketentuan tentang
alasan-alasan pembatalan perjanjian diatur di dalam 2 pasal pada Buku 3
dan Buku 6, yang diuraikan sebagai berikut :
I. Pasal 3:44 lid I NBW (dapat dibaca : Buku 3 pasal 44, ayat 1)
menyebutkan bahwa perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika terjadi
adanya:
a. Ancaman (bedreiging)
b. Penipuan (bedrog)
6 Henry P. Panggabean, Penya/ahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Sebagai
16
c. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden)
2. Pasal 6:228 lid I NBW (dapat dibaca : pasal 228 ayat I, Buku 6)
menyebutkan bahwa suatu perjanjian yang lahir (terjadi karena
pengaruh kesesatan (dwaling) dan apabila dia mendapat gambaran
yang sebenarnya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan.
a. Apabila kesesatan itu disebabkan oleh penjelasan yang keliru dari
kedua belah pihak, kecuali apabila perjanjian itu dapat diterima dan
ditutup walaupun tanpa adanya penjelasan tersebut.
b. Apabila kedua partij mengetahui atau patut mengetahui adanya
kesesatan itu, seharusnya mereka berupaya mendapatkan
penjelasan terlebih dahulu.
c. Apabila kedua pihak yang menutup pe~janjian mempunyai
pandangan keliru yang menimbulkan kesesatan kecuali apabila dia
tidak perlu mengetahui tentang pandangan yang sebenarnya itu
bahwa kesesatan itu timbul dari perjanjian yang telah ditutup itu.
3. Pasal 6:228 lid 2 NBW : Pembatalan itu tidak dapat didasarkan pada
suatu kesesatan yang akan ditutup pada masa yang akan datang, atau
yang berhubungan dengan dasar dari perjanjian itu, yang mana
keadaan yang keliru itu adalah merupakan tanggungjawab dari yang
keliru.7
Dengan di tempatkan alasan-alasan pembatalan perjanjian itu pada
Buku 3 (tentang hak harta kekayaan apada iimunmya) dan pada Buku 6
(tentang bagian yang umum dari hukum perikatan) dapat diartikan bahwa
17
ajaran penyalahgunaan keadaan itu akan dapat diterapkan untuk berbagai
jenis perjanjian. 8
Suatu perjanjian {perbuatan hukum) dapat dibatalkan jika terjadi
penyalahgunaan keadaan {pasal 3:44 lid 1). Nieuwenlmis mengemukakan
4 syarat-syarat adanya penyalahgunaan keadaan, sebagai berikut :
I. Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), seperti
keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang waras,
dan tidak berpengalaman.
2. Suatu Hal yang Nyata (kenbaarheid) disyaratkan bahwa salah satu
pihak mengetahui semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena
keadaan istemewa tergerak (hatinya) untuk menutup suatu perjanjian.
3. Penyalahgunaan (misbuik). Salal1 satu pihak telah melaksanakan
perjanjian itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti
bahwa dia seharusnya tidak melakukannya.
4. Hubungan Kuasal (causaal verband) adalah p1~nting bahwa tanpa
menyalahgunaan keadaan itu maka perjanjian itu ti.dak akan ditutup.9
Van Dunne membedakan penyalahgunaan keadaan karena
keunggulan ekonomis dan keunggulan kejiwaan, de:ngan uraian sebagai
berikut:
8 Ibid. 34.
18
I. Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan keunggulan ekonomis:
a. Satu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang
lain.
b. Pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian.
2. Persyaratan untuk adanya penyalahgunaan keunggulan kejiwaan :
a. Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti
hubungan kepercayaan istimewa antara orang 1ua dan anak, suami
isteri, dokter pasien dan sebagainya.
b. Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa
dari pihak lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak
berpengalaman, gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang
tidak baik dan sebagainya.10
C. Pelaksanaan Taklik Talak
Taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai pria
setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak
yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di
masa yang akan datang. (Pasal I huruf e Kompilasi Hukum Islam). 11
Adapun bunyi sighat taklik talak yang diatur dalam Peraturan
Menteri Agama RI. No. 2 Tahun 1990 adalah sebagllli berikut: "Sesudah
akad nikah, saya .... ......... bin............ berjanji dengan sesungguh hati,
bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan
'0 Ibid 44.
19
akan saya pergauli isteri saya bernama ................ binti ................... dengan
baik (mu'asyarah bi/ ma'ruj) menurut qjaran syari'at Islam. Selanjutnya
saya mengucapkan Sighat Taklik atas isteri saya sebagai berikut:
Sewaktu-waktu saya :
(1) Meninggalkan isteri saya tersebut dua tahun berturut-turut;
(2) Atau saya tidak memberi najkah wajib kepadanya tiga bu/an
lamanya;
(3) Atau saya menyakiti badanljasmani isteri saya itu;
(4) Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya itu enam
bu/an lamanya;
Kemudian isteri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada
Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh
Pengadi/an tersebut, dan isteri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000
(sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka
jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh
itu dan kemudian menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Hqji Cq. Direktorat Urusan Agama Islam untuk
keperluan ibadah sosial.
Suami
20
Subtansi taklik talak menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat
dilihat dari 2 segi yakni :
I. Sebagai perjanjian perkawinan
2. Sebagai alasan perceraian.
Jika melihat dari sistematika penyusunan Kompilasi Hukum Islam
(KHI), nampaknya kompilasi ini menitikberatkan esensinya sebagai
perjanjian perkawinan. Hal ini nampak dari pemuatannya pada Pasal 45
dan46.
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa kedua
mempelai dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk :
I. Taklik talak
2. Perjanjian Jain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. 12
Sedangkan dalam Pasal 46 Kompilasi Hukum Islam menyatakan
bahwa:
I. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam.
2. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi
kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh
sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan
Ag am a.
3. Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan
pada setiap perkawinan, akan tetapi taklik talak sudah diperjanjikan
tidak dapat dicabut kembali. 13
12 Ibid h. 143.
21
Sangat jelas dalam Pasal 46 ayat (3) di atas bahwa pengucapan
taklik talak setelah akad nikah bukanlah suatu hal yang wajib
dilaksanakan, melainkan sifatnya sukarela. Kenyataan yang ada sampai
saat ini menunjukkan hampir di setiap perkawinan di Indonesia yang
dilaksanakan menurut agama Islam selalu diikuti pengucapan sighat taklik
talak oleh suami, seolah-olah telah menjadi kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh suami. Rumusan sighat taklik talak sudah tersedia pada
bagian belakang akta nikah untuk siap dibaca dan ditandatangani pihak
suami.
H. Zaini Ahmad Noeh, mantan Kepala Jawatlm Peradilan Agama
dan Staf Ahli Menteri Agama bidang Antar Agama, mengakui bahwa
kunci permasalahannya terletak pada tanggungjawab dari aparatur
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji, diilam hal ini para
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang dalam penampilannya terkadang
kurang memahami sejarah dan arti pembacaan sighat taklik, sehingga
selain dipaksakan maka pembacaannya seperti sambil lalu. Mereka perlu
diingatkan kembali akan tugasnya dalam penyuluhlm sebelum maupun
dalam upacara akad nikah, bahwa mereka wajib meryelaskan tentang arti
dan kedudukan taklik talak,dasar kesukarelaan maupun kemanfaatarmya.
Jika disetujui, maka pembacaanya harus dipandu agar terasa khidmat
seperti akad nikah. 14
Jika suami tidak mengetahui isi maksud dari sighat taklik yang
diucapkan, maka ucapan ini harus dianggap tidak ada. Menurut fakta
22
yuridis, sigaht taklik talak yang tersebut dalam surat nikah pada masa
sebelum kemerdekaan samapai tahun 1950, selalu ad.a catatan : "Untuk
mereka yang kurang faham dengan bahasa Indonesia, oleh PPN
diterangkan dalam bahasa daerah masing-masing mereka sampai faham,
dan disuruhnya mengucapkan ikrar taklik itu dalam bahasa daerah".
Sedang setelah tahun 1950 tidak ada catatan demikian. Sehingga ada
kemungkinan jika PPN tidak menerangkan dan menjelaskan isi maksud
sighat taklik talak tersebut, suami tidak dapat m1:ngetahui dan atau
memahaminya. Jika salah satu pihak tidak mengetahui isi perjanjian (taklik
talak) itu maka perjanjian dianggap tidak ada, batal demi hukum.
Sebagaimana Qa'idah Fiqhiyah menetapkan bahwa yang dianggap ada
dalam perjanjian adalah maksud pengertiannya, bukan berdasarkan ucapan
dan bentuk kata-katanya 15
Agar suatu perjanjian dapat menjadi hukum yang mengikat para
pihak yang bersangkutan, maka para pihak dalam hal ini suami-istri
tersebut harus mengetahui maksudnya. Disamping suami yang akan
mengucapkan sighat taklik tersebut harus mengetab.ui maksud ucapan
tersebut, maka istri juga harus mengetahui maksud sighat taklik yang akan
diucapkan suami tersebut, apakah ia sebagai istri mi~mang menghendaki
seperti dalam rumusan yang sudah tersedia dalam buku nikah tersebut.
Jika salah satu tidak mengetahui isi perjanjian itu dianggap tidak ada, dan
ia dapat membatalkan perjanjian itu.
23
Jika suami mengucapkan sighat taklik karena dipaksa atau dalam
keadaan terpaksa maka taklik suami tidak jatuh. Karena paksaan atau
terpaksa berarti bukan kehendak bebas. Sedangkan apabila kehendak
bebas tidak ada, maka taklif (pembebanan) harus dianggap tidak ada pula.
Dan orang yang terpaksa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
tindakannya, karena ia hanya sebagai pelaku kemauan pemaksanya.16
Menurut Purwahid Patrik, pengertian paksaan . dalam arti luas
meliputi segala baik kata-kata maupun tindakan. Kalan orang di bawah
paksaan fisik, misalnya orang yang tangannya dipegang oleh orang yang
lebih kuat untuk menandatangani surat, disini perjanjiannya adalah batal,
karena adanya rasa takut. Ketakutan itu harus merugikan orang yang
dipaksa. Kerugian itu meliputi tidak hanya kerugian untuk hidup, tetapi
juga kesehatan, kehormatan, nama baik dan kebebasannya. 17
Sedangkan pengertian terpaksa dapat digambarkan disini bahwa
ketika suasana pelaksanaan upacara akad nikah yang begitu meriah,
khidmat dan sakral, dengan perhatian undangan tertuju pada rentetan acara
demi acara sampai saatnya suami ditanya oleh petugas, "apakah saudara
(suami) bersedia mengucapkan sighat taklik? Dalam suasana seperti yang
demikian secara psychis suami sangat tertebm jiwanya dalam
mengucapkan ha! yang sebenarnya. Apakah terasa 1etis kalau pada saat
16 Ibid. h. 87
24
demikian itu mengatakan "tidak", sehingga para undlangan seakan-akan
mencemoohnya sebagai suami yang tidak bertanggungj:awab.18
Berdasarkan fakta yuridis pasal 11 (3) Permenag No. 2 talmn J 990,
untuk sahnya perjanjian taklik talak, maka suami barns menandatangani
sighat taklik yang diucapkannya sesudah akad nikah. Sifatnya kumulatif,
kedua-duanya (membaca dan menandatanganinya) harus terpenuhi.
Sedangkan menurut fakta riil banyak sekali kita jumpai suami tidak
menandatangani sighat taklik yang tertera dalam kutipan Akta Nikah,
sekalipun dalam kutipan Akta Nikah diterangkan bahwa suami
mengucapkan sighat taklik. Jika dijumpai keadaan seperti itu, bagaimana
seharusnya praktek peradilan? 19
Pada dasamya hakim harus terikat pada fakta yuridis, yakni syarat
(membaca dan menandatanginya) itu sifat kumulatif. Sehingga jika tidak
terpenuhi salah satunya, perjanjian taklik talak itu harus dianggap tidak
sah atau batal. Dilihat dari kekuatan pembuktian, jika dalam kutipan Akta
Nikah itu tertera bahwa suami mengucapkan sighat taklik, maka hakim
seharusnya terikat dengan yang tertera dalam kutipan Akta Nikah itu.
Karena pada dasamya kutipan akta nikah itu adalah akta otentik yang
sifatnya kekuatan pembuktiannya sempuma, kecuali dibuktikan
sebaliknya. Akan tetapi jika dilihat dari subtansinya, perjanjian taklik talak
pada dasamya mernpakan perjanjian suami isteri yang bersifat sukarela,
ada tidaknya ditentukan oleh para pihak suami ister:i yang bersangkutan.
Hanya dalam hal ini aturan perundangan (fakta yuridis) ikut campur
25
tangan, yakni Pennenang No. 2 tahun 1990 yang mengatur tentang
memberikan keadilan bagi masing-masing pihak, baik kepentingan suami
maupun kepentingan perlindungan terhadap pihak isteri. Oleh karena itu
hakim karena jabatannya berwenang untuk menilai bahwa
penandatanganan oleh suami dalam sighat taklik talak itu tak ubahnya
sebagai penandatanganan akta dibawah tangan, yang sifatnya lebih
menunjukkan pada tindakan administratif. Jalan keluarnya, jika suami
hadir dalam persidangan maka hakim dapat menanyakan langsung kepada
suami tentang benar tidaknya ia mengucapkan sighat taklik talak serta
apakah ia mengerti isi maksudnya itu atau tidak. Jika ia mengaku maka
taklik talak itu dipandang sah sekalipun ia tidak menandatanganinya. Jika
ia menyangkal maka hakim harus memeriksa ada tidaknya perjanjian
taklik talak sesuai dengan dengan hukum acara yang berlaku. Jika suami
tidak hadir dalam persidangan, baik karena ta'azuz a.taupun ghaib, maka
pihak isteri harus dapat membuktikan bahwa benar suami telah
mengucapkan sighat taklik talak. Hakim tidak cukup memakai bukti
keterangan dalam Kutipan Akta Nikah, tetapi harus dikuatkan dengan
bukti lain, misalnya berupa keterangan dari PPN dimana pernikahan itu
dilangsungkan atau keterangan dua orang saksi. 20
Dalam praktek di Pengadilan Agama selama ini, para hakim dalam
memeriksa pe_rkara perceraian dengan alasan pelanggaran taklik talak
hanya mempertimbangkan dari segi alasan percel'l!iannya semata, yaitu
rumusan sighat taklik yang telah dibacakan suami. Ji\\a terdapat salah satu
26
rumusan yang terbukti terpenuhi, maka dikabulkanlah gugatan isteri untuk
bercerai. Sedangkan dari segi perjllf\jiannya para hakim belum pernah
mempertimbangkannya, sehingga dengan demikian mereka menolak
gugatan isteri untuk bercerai.
Para hakim dalam memeriksa gugatan cerai dengan alasan
pelanggaran perjanjian/taklik talak seharusnya mempertimbangkan
terlebih dahulu apakah dalam pelaksanaanya taklik talak tersebut tidak
terdapat unsur penyalahgunaan keadaan. Jika tidak ditemukan adanya
unsur penyalahgunaan keadaan, maka pemeriksaan selanjutnya pada unsur
alasan-alasan perceraian seperti dalam rumusan sighat taklik tersebut.
Sedangkan apabila ternyata dalam pelaksanaan pembacaan taklik talak
terdapat unsur penyalahgunaan keadaan, seperti tidak mengetahui maksud
taklik talak atau mengucapkan sighat taklik dengan terpaksa, maka
seharusnya hakim menolak gugatan isteri, karena tidak memenuhi syarat
taklik atau tidak terjadi pelanggaran sighat taklik talak.
Menurut teori sistem dari Lawrence M Friedmen, bahwa ada tiga
unsur dalam suatu sistem hukum, apabila ketiga unsur tersebut telah tertata
atau bekerja dengan baik maka dapat dipastikan bahwa hukum dapat
ditegakkan dengan baik dan benar. Unsur-unsur ter:iebut adalah sebagai
berikut:
I) Struktur hukum, yaitu pola yang memperlihatkan tentang bagaimana
hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketenl:uan formalnya, jadi
struktur ini memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuatan hukum
.. . .. ~
27
2) Substansi hukum, yaitu peraturan·peraturan yang dipakai oleh para
pelaku hukum pada waktu melakukan perbualian-perbuatan serta
hubungan-hubungan hukum.
3) Budaya hukum, yaitu tuntutan atau pennintaan dari yang
berkepentingan untuk menyelesaikan seluruh pennasalahan mereka
melalui institusi hukum. 21
Dengan uraian yang sedikit agak luas, Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya
adalah terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengarui penegakan
hukum tersebut. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral,
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut.
I. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hulrum tersebut berlaku
atau diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
dirasakan pada karsa manusia di dalam pergaulan lhidup. 22
Dari kedua teori di atas menunjukkan bahwa salah satu komponen
yang sangat berperan dalam upaya penegakkan hukum adalah hakim.
21 Satjipto Rahardjo, I/mu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), h. 15.
28
Hakim merupakan aparat penegak hukum yang selalu terkait dalam semua
proses penyelesaian perkara, bahkan hakimlah yang memberikan putusan,
yang menentukan hukumnya terhadap setiap perkara, karena itulah sering
dikatakan bahwa hakim merupakan benteng terakhir untuk menegakkan
hukum dan keadilan. 23
Penerapan ajaran tentang penyalahgunaan keadaan sebagai alasan
(baru) pembatalan peljanjian, telah cukup memadai untuk dikembangkan,
terutama dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dari berbagai
peljanjian khusus yang tidak dapat diselesaikan dengan mengunakan asas
asas perjanjian yang ada.
D. Kerangka Pikir
Kekuasaan kehakiman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dilakukan oleh empat lingkungan peradilan, termasuk Peradilan Agama.
Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing : 1. Peradilan
Umum, 2. Peradilan Agama, 3. Peradilan Militer, 4. Peradilan Tata Usaha
Negara. Sedangkan Mahkarnah Agung adalah Pengadilan Negara Tinggi.
(Pasal JO ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
Hukum Acara yang berlaku di lingkw1gan peradilan Agama
adalah hukunl acara perdata yang berlaku pada. pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur ;;ecara khusus dalam
Undang-Undang ini. (Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
29
Tentang Peradilan Agama). Hukum Acara yang berlaku pada lingkungan
Peradilan Umum adalah HIR (Herziene Indonesische Reglement), R. Bg
(Rechtsreglement voor deBuitengewesten), Rv (Reglement op de
Burgerlijke Rechtsvoordering) dan berbagai macam peraturan perundang
undangan lainnya.
Walaupun Pasal 54 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tersebut
menyebutkan hukum acara yang berlaku pada Peradilan Agama adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan di lingkungan
Peradilan Umum, namun dalam lapangan hukum materiilpun banyak hal
yang mempunyai kesamaan yang berlaku antara kedua lembaga peradilan
tersebut, diantaranya adalah lapangan hukum perjanjian pada Peradilan
Umum dengan lembaga taklik talak pada Peradilan Agama.
Pasal 1321 KUH Perdata mengatur tentang alasan pembatalan
perjanjian : 1. kesesatan (dwaling), 2. paksaan (dwang), 3. penipuan
(bedrog). Sedangkan pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat
untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu : 1. harus ada kesepakatan, 2. harus
ada kecakapan, 3. harus ada pokok persoalan (ha/ tertentu), dan 4. tidak
merupakan sebab yang dilarang. Syarat yang terakhir inilah merupakan
Misbruik van Omstandigheden, yang dalam lapangan hukum perjanjian
dikenal dengan cacat kehendak. Unsur-unsur yang termasuk Misbruik van
Omstandigheden adalah keadaan-keadaan di mana seseorang : 1) dalam
situasi darurat, 2) ketergantungan, 3) ceroboh, 4) jiwa yang kurang waras,
5) tidak berpengalaman. Hakim dalam lingkungan P·eradilan Umum telah
30
menerapkan ajaran ini sebagai acuan dalam memutus perkara dalam
lapangan hukum perjanjian.
Lembaga taklik talak diatur dalam Pasal 45 dan 46 Kompilasi
Hukum Islam (KHI). Pasal 45 Kompilasi Hulrum Islam berbunyi : "Kedua
ca/on mempelai dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk : 1. taklik
talak, 2. perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sedangkan Pasal 46 ayat (3) berbunyi : "Perjanjian taklik talak bukan
suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi
sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Sangat jelas dalam Pasal 46 ayat (3) tersebut bahwa pengucapan
sighat taklik talak setelah akad nikah bukanlah suatu yang wajib dilakukan
oleh suami, akan tetapi sifatnya sukarela. Oleh karena itu seharusnya
kedua calon mempelai diberi penyuluhan lebih dal1ulia agar mereka dapat
memahami makna, kedudukan dan akibat dari pembacaan sighat taklik
talak, kemudian setelah mereka mengerti barulah dirninta kesediannya
untuk membacakan sighat taklik talak. Kenyataan yang ada sampai saat ini
menunjukkan hampir disetiap perkawinan selalu diikuti pengucapan sighat
taklik talak oleh suami, seolah-olah menjadi kewajiban. Blanko sighat
taklik sudah tersedia untuk dibaca dan ditandatangani mempelai pria,
tanpa lebih dahulu diberi penyulullan tentang apa dan bagaimana taklik
talak itu sebenarnya. Sehingga dengan demikian, pelaksanaan sighat taklik
talak (perjanjian) yang diucapkan mempelai pria tersebut mengandung
unsur penyalahgunaan keadaan, yaitu antara lain : 1) tidak berpengalaman
• 1 '., • 1 - 1 ..... ,
31
keadaan darurat, dimana situasi upacara sakral tersebut tidak
memungkinkan memberi kesempatan mengemukakan pilihan, melainkan
hanya menuruti perintah petugas untuk membaca sighat taklik talak.
Hakim dalam lingkungan Peradilan Agama dalam memeriksa dan
mengadili perkara perceraian dengan alasan pelanggaran taklik talak
selama ini belum pemah mempertimbangkan taklik talak itu dari segi
perjanjiannya. Padahal kemungkinan dalam pengucapan sighat taklik
talak tersebut suami dalam keadaan dipaksa, terpaksa atau tidak tahu apa
taklik talak itu, sehingga suami dapat dibebaskan dari tuduhan melanggar
taklik talak, karena dasamya adalah taklik talak (perjanjian) yang
mengandung unsur cacat kehendak.
32
DIAGRAM KERANGKA PIKIR
NBW, BW, KUH. Perd. dll. Pasal 54 UU. No. 7/89
·• "
Pasal 46 (3) KHI I Hukrnn PerjaQjian
Faktor Penyebab 1. Petugas tidak memahami
sejarah dan arti Taklik talak 2. Petugas tidak memberi
penyuluhan sebelum akad nikah
d.
Penyalal1gunaan Keadaan
Pelaksanaan Taklik Talak 1. Keadrum darurat 2. Tidak pengalaman
~
I T aklik talak sah a tau tidak sah
BABIIl
GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah
Sejarah kelahiran Pengadilan Agarna Jakarta Timur erat berkait
mata rantainya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agarna pada
umumnya diseluruh kepulauan Indonesia, terutarna di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Secara khusus sejarah lahimya Pengadilan Agama Kelas IA Jakarta
Timur adalah dibidani oleh Menteri Agarna RI sebagaimana tersebut
dalarn Keputusan Menteri Agarna RI Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4
Tahun 1967. Adapun secara kronologis saat-saat lahimya Pengadilan
Agarna Jakarta Timur sebagai berikut :
1. Pada saat itu Pengadilan Agarna di tanah tumpah darah si Pitung ini
hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu "'Pengadilan Agama
Istimewa Jakarta Raya" yang dibantu 2 (dua) Kantor Cabang
Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga Ibukota ini kian
bertambah sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67
tahun 1963 yang berbunyi antara lain "Membubarkan Kantor-kantor
Cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya.
2. Pada tahun 1966 Gubemur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/I/1/1966 tanggal 12 Agustus
34
1966 membentuk Ibukota negara ini menjadi 5 (lima) wilayah dengan
sebutan Kota Administratif.
Dengan pembentukan kota Administratif terse,but, secara yuridis
formil keberadaan Pengadilan Agama Istimewa berikut 2 (dua) kantor
cabangnya dipandang sudah tidak aspiratif lagi untuk melayani
kepentingan masyarakat pencari keadilan yang berdornisili di 5 (lima)
wilayah. Secara cerdik, Kepala Inspektorat Peradilan Agama rnenyambut
baik kebijakan Gubemur dirnaksud seraya rnegajukan nota usu! kepada
Direktorat Peradilan Agama rnelalui surat beliau Nomor BIUIOO tanggal
24 Agustus 1966 tentang usu! pembentukan kantor cabang Pengadilan
Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sesuai dengan
pembagian 5 (lima) wilayah administrasi yang baru terbentuk. Dengan
memetik rekomendasi brilian tersebut, secara sigap Direktur Peradilan
Agama meneruskan nota usu! dimaksud kepada Menteri Agama RI
melalui surat beliau Nomor B/Ul 049 tanggal 19 September 1966 tentang
persetujuan atas usu! Kepala Inspektorat Pengadilan Agama. Kedua surat
pejabat teras Pengadilan Agama tersebut menjadi bahan pertimbangan
Keputusan Menteri Agarna RI Nomor 4 Tahun 1967 tentang Perubahan
Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya, tanggal 17 Januari 1967 yang berbunyi antara lain sebagai
berikut:
35
1. Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama (bentuk lama)
dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, yaitu :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara dan
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
2. Membentuk Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru
sederajat/setara dengan Kantor Pengadilan Agama Tingkat II, yaitu:
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan
d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur
3. Pengadilan Agama Istimewa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya, adalah Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta
Raya, ditetapkan berkedudukan di Kota Jakarta Pusat dan secara
khusus bertugas pula sebagai Pengadilan Agama sehari-hari bagi
wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, akhirnya melalui
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
Ib.3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada 1tanggal 18 Februari
1967 diresmikanlah sebutan maupun operasional Pengadilan Agama di 5
(lirna) wilayah Daerah Khusus Ibukota, terutama Pengadilan Agama
Jakarta Timur menjadi sebagai berikut :
a. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
36
c. Pengadilan Agama Jakarta Barat
d. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan
e. Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri
berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 4 tahun 1967 tertanggal 17
Januari 1967.Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Tonggak sejarah berdirinya PENGADILAN A GAMA JAKARTA
TIMUR mengalami beberapa pergantian pimpinan/periode :
I. Periode tahun 1962-1970, bahwa kantor tersebut menempati rumah
Bapak Ketua Pengadilan Agama yang pertama yaitu Bapak KH.M.Ali
dan dibantu oleh Panitera/Sekretaris H.M.Rosyid, dengan jumlah
pegawai 9 orang (PNS) dan ditambah tenaga honorer 5 orang yang
berkantor di alamat JI. Raya Bekasi Pulogadung, Jakarta Timur/Depan
Kantor Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.
2. Periode tahun 1970-1980, Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur,
menempati di sebelah Walikota Jakarta Timur (Jatinegara) dengan
status sewa, dengan ketuanya Bpk KH.Irsyad Muin, SH dan dibantu
oleh H.M.Rosyid dan Ali Syafie sebagai Panitera/Sekretaris, dengan
dibantu 11 orang pegawai.
3. Periode tahun 1980-1983 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur
terpecah menjadi 5 wilayah dan mengikuti perkcmbangan kota DK.I
menjadi 5 wilayah Jakarta, yakni Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta
37
belum dibagi. Dengan ketuanya Bapak Drs. Asmui Kasim Lubis
dengan dibantu paniteranya Bapak Ali Syafie dengan periode inilah
Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur mula:i membangun dan
menambah sarana dan prasarana gedung dan peralatan dengan dana
DIP Depag RI.
Seperti halnya instansi-instansi lainnya, Pengadilan Agama Jakarta
Timur, mengalami beberapa kali pergantian pimpinan yaitu
No. NAMA MA.SA JABAT AN
I. KH. Moh. Ali 1962- 1967
2. KH. Muhtar 1967-1969
3. KH. Irsyad 1969-1980
4. Drs. H. Asmu'i Kasim Lubis, SH l 980 -1985
5. Drs. H. Supangat, SH 1985-1989
6. Drs. H. Muhail 1989-1992
7. Drs. H. Abdul Manan Le, SH 1992-1994
8. H. Abdullah, SH 1994-1996
9. Drs. H. Sudirman Malaya 1996-1999
10. Drs. H. Hasan Bisri, SH, M. Hum 1999- 2001
11 Drs. H. Sayed Usman, SH 2001-2004
12 H. Helmy Bakrie, SH 2004
13 Drs. H. Ruslan Harunarrasyid, SH.MH 2004-2006
Pada tanggal I Maret 2004 Kantor Lama di Jalan Raya Bekasi KM
38
No. 24 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur dan segala pelayanan
masyarakat dan sidang berpindah pula di kantor tersebut. pada tanggal 16
Maret 2004, bersamaan dengan itu dilantik H. Helmy Hakrie, SH sebagai
ketua yang menjabat sampai dengan tanggal 30 Nopember 2004. Dan
selanjutnya diketuai oleh Drs. H. Ruslan Harunar Rasyid, SH, MH
sampai dengan tanggal 06 juni 2006. Selanjutnya Pengadilan Agama
Jakarta Timur diketuai oleh Drs. Sarif Usman. SH sampai dengan
sekarang.
Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yang
dibungkus dengan konstitusi made in bangsa Indonesia sendiri, dimana
setelah 25 tahun (seperempat abad) lelap dalam mimpi indah yang
panjang, kemudian tersentak bangun sehingga terbitlah undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Pada pasal 2 ayat (2) jo pasal 10 ayat (I) dari Undang-undang
yang baru disebutkan, terukir bahwa lembaga Peradilan Agama
dilegitimasi dan disejajarkan dengan badan-badan peradilan lainnya.
Untuk selanjutnya atas berkat Rahmat Allah SWT yang dicurahkan
kepada umat Islam di bumi pertiwi ini, maka terbit pula Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tersebut diatas telah diperbaiki dengan lahimya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970. pada pasal 11 ayat
(I) menyebutkan bahwa "Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 ayat (I) secara organisasi administratif dan finansial berada
_J 01 ____ 1_ 1- _ 1 _ _ _ _ _ __ 'I. Ir_ 1.1 ____ 1_ .I. _ _ _ Tio T" _ " _1 _ _ 1 _ _ _I_ _ __ 1 1 1 .I.
39
ayat (2) menyebutkan bahwa "Pengadilan organisasi, administrasi, dan
finansial bagi Peradilan Agama waktunya tidak ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (I) paling lama lima (5) tahun s<tiak undang-undang
ini berlaku yaitu tanggal 31 Agustus 1999.
Menyikapi aspirasi tentang langkah untuk memasuki satu atap
dibawah Mahkamah Agung RI sebagaimana tercermin pada pasal 4 ayat
(1) Kepres RI tahun 2004 tersebut diatas, maka diserah terimakan.Badan
Peradilan Agama itu dari Departemen Agama RI ke Mahkamah Agung RI
pada hari Rabu, tanggal 30 Juni 2004 Auditorium Mahkamah Agung RI,
Jalan Medan Merdeka Utara NO. 9-13 Jakarta, dengan dihadiri Bapak
Ketua Mahkamah Agung RI Prof.DR.Baqir Manan, SH, Mel dan Menteri
Agama RI Prof. DR.Said Agil Al Munawar, MA
B. Letak dan Kedudukan
Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudU:kan di Kelapa Dua
Wetan alamat Jalan Raya PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan
Kecamatan Ciracas Kotamadya Jakarta Timur telp (021) 87717549 Faks
(021) 87717548 Kode Pos 13730. Gedung Pengadllan Agama Jakarta
Timur dibangun diatas tanah negara milik Pengadilan Tinggi Agama
Jakarta dengan luas tanah 2.760 m2, luas bangunan 1400 m2 terdiri dari 3
lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana APBD Pemda DKl. Dengan
keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan yang
cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 57 orang
40
ditambah dengan pegawai honorer 10 orang, maka gedung kantor tersebut
cukup memadai.
C. Wilayah Hukum
Wilayah yurisdiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara
pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan
suatu perkara bagi pengadilan.
Dalam istilah "kewenangan" mengadili ini sebagaimana
bersinonim dengan kata "kekuasaan". Adapun yang dimaksud dengan
kewenangan dan kekuasaan dan atau pada HIR dikenal pula dengan istilah
kompetensi. Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi kepada 2 (dua)
aspek yaitu :
I. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi
Pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Pada Undang
undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada
Bab III yang berjudul K.EKUASAAN PENGADILAN pasal 49 ayat
(I) yang berbunyi "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perdata ditingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam dlibidang :
a. Perkawinan;
b. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam;
41
2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi
pengadilan yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau
para pihak pencari keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan
sebagai berikut :
a. HIR pasal 118 ayat (I s/d 4) jo pasal 142 (2) dan
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 pasal 66 ayat l s/d 5.
Tentang kompentensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang
berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khlllsus Ibukota Jakarta
telah ditetapkan pada saat kelahirannya yaitu dalam Keputusan
Menteri Agan1a Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain:
1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah
huk1mmya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Barat.
2) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang
daerah hukunmya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Selatan.
3) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang
daerah hukumnya meliputi kekuasaan Ko:ta Jakarta Timur.
4) Khusus untuk Pengadilan Agama Istirnewa Jakarta Raya
ditetapkan sebagai Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta
Raya yang daerah hukunmya meliputi seluruh wilayah
kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, adalah juga
sebagai Pengadilan Agama yang daerah hukunmya meliputi
wilayah kekuasaan Kota Jakarta Pusat
42
Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta
Timur adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari
I 0 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
I. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
2. Sebelah barat dengan : Kodya Jakruta Selatan
3. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok
4. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi
Luas wilayah: 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa
(bersumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang
beragama Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data De:pag. Tahun 2003).
Kodya Jakarta Timur adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta
Timur, adapun I 0 wilayah kecamatan tersebut adalah sebagai berikut :
I) Kecamatan Matraman, terdiri dari 6 (enam) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 153.484 jiwa:
• Kelurahan Kebon Manggis
• Kelurahan Palmeriam
• Kelurahan Pisangan Baru
• Kelurahan Kayu Manis
• Kelurahan Utan Kayu Utara
• Kelurahan Utan Kayu Selatan
2) Kecamatan Jatinegara, terdiri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan
jumlah penduduknya sebanyak 250.186 jiwa :
43
• Kelurahan Bali Mester
• Kelurahan Bidaracina
• Kelurahan Cipinang Besar Selatan
• Kelurahan Cipinang Besar Utara
• Kelurahan Cipinang Cempedak
• Kelurahan Cipinang Muara
• Kelurahan Rawa Bunga
• Kelurahan Kampung Melayu Kecil
3) Kecamatan Pasar Reho, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 240.074 jiwa:
• Kelurahan Baru
• Kelurahan Cijantung
• Kelurahan Gedong
• Kelurahan Kalisari
• Kelurahan Pekayon
4) Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 175.883 jiwa:
• Kelurahan Balekambang
• Kelurahan Batu Ampar
• Kelurahan Cawang
• Kelurahan Cililitan
• Kelurahan Dukuh
• Kelurahan Kampung Tengah
44
5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurnhan dengan jumlah
penduduk sebanyak 250.878 jiwa :
• Kelurahan Cipinang
• Kelurahan Jati
" Kelurahan Jatinegara Kaum
• Kelurahan Kayu Putih
• Kelurahan Pisangan Timur
• Kelurahan Pulogadung
• Kelurahan Rawamangun
6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurallan dengan jurnlah
penduduknya sebanyak 251.184 jiwa :
• Kelurahan Cakung Barat
• Kelurahan Cakung Timur
• Kelurahan Jatinegara
• Kelurahan Penggilingan
• Kelurahan Pulogebang
• Kelurahan Rawa Terate
• Kelurahan Ujung Menteng
7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jurnlah
penduduknya sebanyak 160.679 jiwa:
• Kelurahan Cibubur
• Kelurahan Ciracas
• Kelurahan Kelapa Dua Wetan
45
• Kelurahan Susukan
8) Kecamatan Cipayung terdiri dari 8 (delapan) kelurahan denganjumlah
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa :
• Kelurahan Ceger
• Kelurahan Cilangkap
• Kelurahan Cipayung
• Kelurahan Lubang Buaya
• Kelurahan Munjul
• Kelurahan Pondok Rangon
• Kelurahan Setu
• Kelurahan Bambu Apus
9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) keluraihan dengan jumlah
penduduk sebanyak 193.085 jiwa:
• Kelurahan Cipinang Melayu
• Kelurahan Halim
• Kelurahan Kebon Pala
• Kelurahan Pinang Ranti
• Kelurahan Makasar
I 0) Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelumhan dengan jurnlah
penduduknya 203.280 jiwa :
• Kelurahan Duren Sawit
• Kelurahan Malaka Jaya
• Kelurahan Pondok Kopi
46
• Kelurahan Klender
• Kelurahan Malaka Sari
• Kelurahan Pondok Kelapa
BAB IV
UNSUR PENYALAHGUNAAN KEADAAN
DALAM PELAKSANAAN T AKLIK TALAK DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA TIMUR
A. Unsur Penyalahgunaan Keadaan dalam Pelaksanaa1n Taklik Talak
Subyek hukum dalam hukum perdata adalah or.ang yang terdiri dari
manusia pribadi dan badan hukum. Di dalam kehidupan manusia seriug
diadakan perikatan antara satu orang dengan orang lain, misalnya dengan
perjanjian. Dengan adanya perjanjian ini maka para pihak yang
mengadakannya menjadi terikat untuk memenuhi apa yang
diperjanjikannya itu, karena akan muncul hak dan kewajiban.
Di dalam KUHP Perdata Pasal 1320 diatur tentang syarat-syarat
sahnya suatu perjanjian, yaitu : I. adanya kata sepakat, 2. kecakapan, 3.
suatu hal tertentu, 4. sebab yang halal. 1 Syarat pertama dan kedua
merupakan syarat subyek:tif, sedangkan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat obyektif. Konsekwensinya adaJah apabila syarat
subyektif tidak dipenuhi, maka menyebabkan perjimjian dapat dibatalkan.
Sedangkan apabila syarat obyek:tif yang tidak dipenuhi, maka
menyebabkan perjanjian batal demi hukum.
Keterkaitan antara hukum perjanjian dengan taklik talak dapat dilihat
dalam Kompilasi Hukum Islam (Kl-II). Pasal 45 KHI menyebutkan:
48
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk : I.
taklik talak, 2. perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam.2 Dengan demikian lembaga taklik talak merupakan suatu bentuk
perjanjian yang seharusnya tunduk dengan syarat-syarat dan asas-asas
hukum perjanjian yang tertuang dalam pasal 1320 KUH Perdata, karena
ketentuan syarat-syarat dan asas-asas tersebut tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa pengertian
penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandig Heden) dalam
lapangan hukum perjanjian dikenal dengan cacat kehendak, dimana unsur
unsurnya yang terdapat di dalarnnya adalah keadaan-keadaan dimana
seseorang : I. dalam situasi darurat, 2. ketergantungan, 3. ceroboh, 4. jiwa
yang kurang waras, 5. tidak berpe'ngalaman.
B. Penerapan Asas Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Perceraian
karena Pelanggaran Taklik Talak di Pengadilan Agama Jakarta
Timur
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : "Kedua ca/on
mempe/ai dapat mengadakan perjanjian dalam bentuk: 1. taklik talak, 2.
perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dan pasal
46 ayat (3) berbunyi : Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang
wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak
2 Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta :
49
sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali3. Kedua pasal tersebut
dengan jelas menyatakan bahwa taklik talak adalah suatu bentuk dari
perjanjian dan oleh karena itu seharusnyalah tunduk pada hukum
perjanjian pada umumnya selama tidak bertentangan demgan hukum Islam.
Membahas masalah putusan hakim dalam hubungannya dengan
perceraian di Peradilan Agama terdapat dua bentuk yaitu permohonan
cerai (cerai talak) dan gugatan cerai. Produk hukum dari kedua bentuk
perceraian tersebut juga berbeda. Permohonan izin ikrar talak, apabila
hakim mengabulkan maka produknya adalah menetapkan atau memberi
izin kepada suami untuk mengikrarkan talak terhadap isterinya pada hari
yang ditentukan di hadapan majlis hakim Pengadilan Agama, sehingga
putusnya ikatan perkawinan adalah pada saat sidang pengucapan ikrar
talak tersebut, dengan talak raj'i. sedangkan proses perceraian dalam
bentuk cerai gugat, maka produk hakim apabila m•mgabulkan gugatan
adalah langsung pada saat itu menyatakan putusnya. ikatan perkawinan
dengan talak bai' in sughro.
Kedua bentuk proses perceraian tersebut di atas, jika dihubungkan
dengan taklik talak, maka perceraian karena pelanggaran sighat taklik
talak termasuk dalam kategori gugat cerai. Karena pada hakikatnya
suamilah yang menjatuhkan talaknya sebagai haknya namun digantungkan
pada suatu syarat tertentu yang apabila syarat terselbut terpenuhi, maka
isteri dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama agar dinyatakan
syarat telah terpenuhi sebagai tanda jatuhnya talak. Apabila hakim
50
mengabulkan gugatan isteri tersebut, maka hakim mentanfidzkan
(menyatakan telab terpenuhi) syarat-syarat jatunya talak.
Oleh karena perkara taklik talak termasuk kategori gugat cerai,
maka yang akan dianalisa selanjutnya adalab putusan-putusan Pengadilan
Agama Jakarta Timur dalam bentuk gugat cerai, seberapa besar
frekuensinya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabcl 1 : Frekuensi Pcrkara Pengadilan Agama Jalkarta Timur
Jen is Perl<ara PERCERAIAN
No. Tahun Juml Lain- ah Talak % Gugat %
lain %
1. 2004 437 29,77 846 29,56 39 25,16 1322
2. 2005 574 39,10 1088 38,02 67 43,23 1729
3. 2006 457 31,13 928 32,42 49 31,61 1434
Jumlab 1468 32,73 2862 63,81 155 3,46 4485
Sumber Data: Laporan Tabunan PA Jakarta Timur, April 2007.
Dalam tabel diatas menuajukkan dalam 3 (tiga) tabun terakhir
Pengadilan Agama Jakarta Timur telah menerima, memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sebanyak 4485 perkara. Dan yang paling besar adalah
jenis perkara perceraian, yaitu terbanyak adalab cerai gugat mencapai
2862 (63, 81%). Menyusul cerai talak mencapai jurnlab 1468 (32, 73%).
Sedangkan perkara-perkara lainnya seperti pembatalan nikab, pencegaban
nikab, izin poligami, hadlanab, harta bersama, kewarisan dan lain-lain
hanya 155 (3,46%) perkara.
Karena fokus analisa adalab cerai gugat dalam tabel tersebut di atas
51
diantara 2862 perkara tersebut semuanya adalah perkara taklik talak atau
bukan. Karena dalam proses perceraian dengan cerai gugat masih ada
alasan lain yang dapat diglUlakan isteri dalam mengajukan gugatan selain
gugat taklik talak seperti alasan perselisihan pertengkaran (cekcok) yang
tidak dapat lagi dirukunkan, suami penjudi, pemadat yang tidak dapat
disembuhkan, suami dihukum penjara 5 tahlUl lebih dan sebagainya.
Tabel 2 : Frekuensi Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Timur dalam Perkara Taklik Talak
Jen is P UTUSAN HAKIM
Per ra Juml No. Ce kc Lain- ah
Tahun Taklik % ok % lain %
1. 2004 218 28,35 276 29,65 352 30,29 846
2. 2005 315 40,96 364 39,10 409 35,20 1088
3. 2006 236 30,69 291 31,26 401 34,51 928
Jumlah 769 26,87 931 32,53 '1162 40,60 2862
Sumber Data : Laporan TahlUlan PA Jakarta Timur, April 2007.
Berdasarkan data tabel di atas, dari 2862 perkara cerai gugat
selama tiga tahlUl terakhir (2004-2006), yang seharusnya diputus dengan
alasan taklik talak temyata hanya 769 (26,87%) perkara yang diputus
dengan alasan pelanggaran taklik talak, dan lebih banyak yang diputus
dengan alasan perselisihan pertengkaran (cekcok) sebanyak 931 (32,53%)
perkara dan alasan lainnya 1162 ( 40,60%) perkara.
Menurut analisa peneliti saat survai pada daftar putusan hakim
maupun putusan perkara Pengadilan Agama Jakarta Timur menyimpulkan
bahwa hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur cendeflUlg menerapkan
-'----- ---1-·--------- ... _1_1!t_ L----- __ ..J_ -1---- H_!J __ J_ -------! _____ ! _____ JL __ _
52
isteri selama 2 tahun berturut-turut tanpa seizin pihak isteri" sehingga
hakim mengabulkan gugatan isteri dalam keadaan suami tidak menghadiri
persidangan atau putusan verstek, karena temyata 769 perkara tersebut
diputuskan dengan putusan verstek. Sedangkan apabila para pihak suami
isteri hadir di persidangan maka hakim cend1~rung menerapkan
pemeriksaan kearah perselisihan pertengkaran (cekcok), walaupun alasan
alasan sesuai faktanya adalah suami tidak memperdulikan isteri selama 3
bulan, atau suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan lamanya atau
suami menyakiti badan jasmani isteri, karena memang dari akibat
perlakuan suami demikian menyebabkan perselisihan pertengkaran
(cekcok) dalam rumah tangganya Dari 931 perkara tersebut diputus
dengan alasan perselisihan pertengkaran (cekcok) walau ada unsur
pelanggaran taklik talak di dalamnya.
Dari 2862 perkara gugatan cerai selama 3 tahun terakhir (2004-
2006) yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
hampir semuanya mengandung unsur pelanggran sighat taklik talak, tetapi
tidak semuanya diputus dengan pelanggaran sighat taklik talak hanya 769
atau 26,87% perkara dan diputus dengan alasan cekcok 931 (32,53%)
perkara selebihnya diputus dengan alasan lainnya sekitar 1162 ( 40,60%)
perkara. Padahal kalau dicermati potensi pelanggaran sighat taklik talak
terdapat dalam perkara tersebut.
Dari 769 perkara yang diputus dengan pelanggaran sighat taklik
talak yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timm·, tidak ada satupun
53
hakim memutuskan perkara tersebut hanya mempe1rtimbangkan sighat
taklik talak sebagai alasan perceraian, apalagi kalau melihat perkara gugat
cerai selama tiga tahun terakhir (2004-2006) yang berpotensi ada
pelanggaran sighat taklik talak hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
sama sekali tidak mempertimbangkan unsur perjanjian dalam perkara
tersebut.
Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu bahwa lembaga
taklik talak dilihat dari segi esensinya mempunyai 2 (dua) unsur:
I. esensinya sebagai suatu perjanjian yang digantungkan kepada syarat
dengan tujuan utamanya melindungi isteri dari kemudharatan karena
tindakan sewenang-wenang suami, 2. esensinya sebagai suatu alasan
perceraian.
Dan oleh karena itu seharusnyalah di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, baik ia sebagai perjanjian ataupun alasan perceraian, maka hakim
harus secara tegas mempertimbangkan dalam putusannya, bukan semata
mata hanya esensinya sebagai alasan perceraian, tetapi juga esensinya
sebagai suatu perjanjian jangan sampai mengandung unsur penyalahgunaan
keadaan (Misbruik van Omstandig Heden ).
Menurut analisa peneliti saat wawancara dengan 7 orang aparat
Pengadilan Agama maupun saat survei register perkara tahun 2004-2006
melihat kecenderungan hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya
mempertimbangkan taklik talak itu dari esensinya sebagai alasan perceraian
semata, sedangkan esensinya sebagai suatu perjairjian tidak pernah
54
dipertimbangkan. Keadaan demikian dapat disimak dari basil wawancara
seperti dalam tabel berikut :
Tabel 3 Pendapat Informan Mengenai Penyelesaian Taklik Talak Dengan Hukum Perjanjian.
Pendapat Informan Tentang Memutus Taklik Talak
No. Dengan Hukum Perjanjian Frekuensi Persentase KUHPerdata
1. Pemah 0 0
2. TidakPemah 7 100
Jumlah 7 100
Sumber : Data Primer diolah, Juni 2007
Tabel di atas menunjukkan bahwa 7 orang aparat Pengadilan
Agama Jakarta Timur .tidak pemah memutus taklik talak dengan
mempertimbangkan unsumya selaku perjanjian. Kebanyakan alasan mereka
kenapa tidak pemah memutus atau menyelesaikan J!>erkara pelanggaran . . sighat taklik talak dengan mempertimbangkan perjanjian karena belum ada
putusan semacam yang pemah diputuskan di Pengadilan Agama. (basil
wawancara terlampir)4
Bagaimana sikap para aparat Pengadilan Agama Jakarta Timur
apakah setuju mempertimbangkan taklik talak tersebut dari segi esensinya
sebagai suatu perjanjian dan memberlakukan hukun1 perjanjian seperti
dalam KUHPerdata, dapat dilihat pada tabel berikut :
55
Tabel 4 : Pendapat Informan Mengenai Pemberlakuan Hukum Perjanjian KUHPerdata dalam Perjanjian Taklik Talak.
Sikap Informan Tentang
No. Berlakunya Hukum Perjanjian Frekuensi Persentase Dalam Taklik Talak
1. Setuju I 8,34
2. Tidak Setuju 6 91,66
Jumlah 7 100
Sumber : Data primer diolah, Juni 2007
Kesimpulan dari data tabel di atas bahwa mayoritas dali aparat
Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak setuju diterapkan hukum perjanjian
KUHPerdata dalam perjanjian taklik talak ke depan, dan hanya I (satu)
orang yang menyatakan setuju. Kebanyakan alasan para hakim di
pengadilan Agama Jakarta Timur menganggap bahwa pasal 1320 dan
1321KUH Perdata itu berlaku pada perjanjian yang menggandung unsur
ekonomi seperti perjanjian utang piutang dan lain sebagainya .(hasil
wawancara terlampir).5
Sikap para informan tersebut nampaknya tidak sejalan dengan
substansi Kompilasi Hukum Islam. Karena Kompilasi Hukum Islam
menitikberatkan esensinya sebagai perjanjian, yang nampak dali
pemuatannya pada pasal 45 dan pasl 46.
Kesimpulan dari data tabel di atas bahwa mayoritas dali aparat
Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak setuju diterapkan hukum
perjanjian KUH Perdata (pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata) dalam
perjanjian taklik talak, hal tersebut diakui oleh Bapak Drs. H. Moh.
Ichwan Ridwan. S.H .. selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta
56
Timur, mayoritas hakim-hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak
sepakat memasukkan unsur penyalahgunaan keadaan yang terdapat dalam
pasal 1320 dan pasal 1321 atau mempertimbangkannya ketika memeriksa
atau memutus perkara perceraian karena adanya pelanggaran sighat taklik
talak oleh suami, alasan para hakim bersikap semacam itu karena mereka
mengganggap bahwa perjanjian yang ada dipasal 1320 dan 1321 KUH
Perdata itu berbeda dengan yang ada di. Kompilasi (pasal 45 dan 46)
Hukum Islam tentang taklik talak, selain itu alasan yang lain karena belum
adanya putusan semacam itu yang benar-benar mempertimbangkan unsur
penyalahgunaan keadaan (pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata) yang
Berkekuatan Hukum Tetap. Sikap mereka tersebut diatas sebagai akibat
seperti dikemukakan Achmad Ali 6 para hakim di Indonesia pada asasnya
sudah terbiasa menggunakan metode berpikir deduktif yaitu berpikir
aturan umum untuk diterapkan pada kasus in-konkreto yang mereka
hadapi. Sehingga Hakim pengadilan Agama tidak ada keberanian untuk
mempertimbangkan unsur perjanjian dalam taklik talaik karena belum ada
putusan serupa sebelumnya. Seharusnya para hakim dalam rangka
peningkatan wawasan harus mempunyai keberanian menggunakan metode
berpikir induktif dalam menyelesaikan perkara. Berbeda dengan hakim
hakim di negeri Belanda, mereka telah memperluas penerapan pasal 1320
KUH Perdata yaitu cacat kehendak telah diperluas sedemikian yang
dikenal sekarang dengan penyalahgunaan keadaan (Misbruik van
Omstanding Heden), demi untuk mengikuti perkembangan zaman.
57
Hakim Pengadilan Agama juga seharunya mempunyai sikap yang
demikian, demi untuk mengikuti perkembangan berkenaan pula dengan
telah masuknya para pengacara untuk mendampingi kliennya di
Pengadilan Agama.
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur belurn berani melakukan
ijtihad hukum dan menggunakan kebebasan dan kemerdekaan dalam
praktek upaya menemukan hukum terhadap perkara yang diajukan
kepadanya. Walaupun hakim untuk sementara ini masih menempati
predikat "konsumen". Tentu ini tidak berarti hakim-hakim tidak ada
keberanian untuk ijtihad, justru harus diyakini bahwa pada saat hakim
mengetok palu, maka putusannya itulah sebenamya yang merupakan
wujud hasil ijtihadnya, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah
SWT.7
Hakim yang baik akan selalu menempatkan putusan hukum yang
dijatuhkannya sebagai penjaga martabat kearifannya. Putusannya itu juga
sekaligus berguna untuk menunjukkan jati diri, keberadaan dan
kemampuanya Karenanya, ia akan selalu akan menempatkan setiap
putusan hukumnya pada tempat dimana reputasiinya selaku hakim
dipertaruhkahkan. Ia tidak akan pemah dan tidak mungkin mampu untuk
bermain-main dengan putusannya sendiri.8
Dari uraian diatas penulis bisa menarik beberapa analisa yang
diantaranya :
7 Mimbar Hukum, No. 23 Tahun VJ (Jakarta : Al·Hikmah dan Ditbmdapera Islam, PT.
58
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam menyelesaikan
perkara gugatan cerai karena alasan pelanggaran taklik talak belum pemah
mempertimbangkan unsur perjanjian yang ada dalam pasal 1320 dan 1321
KUHP yang salah satu isinya adanya unsur keterpaksaan atau dipaksa.
Jika suarni mengucapkan sighat taklik talak karena dipaksa atau dalarn
keadaan terpaksa maka talak suarni tidak jatuh. Karena paksaan atau
terpaksa berarti bukan kehendak bebas. Maka ketilm isteri mengajukan
gugatan cerai karena alasan pelanggaran sighat taklik talak, sedangkan
ketika suami setelah akad nikalmya membaca sighat taklik talak karena
terpaksa atau dipaksa, maka seharusnya hakim menolak gugatan isteri,
karena tidak memenuhi syarat taklik talak atau tidak terjadi pelanggaran
sighat taklik.
Dalarn menyelesaikan perkara pelanggaran sighat taklik talak
hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya mempertimbangkan sighat
taklik talak sebagai esensi alasan perceraian, belum mempertimbangkan
sighat taklik talak sebagai esensi perjanjian. Dan hakim Pengadilan
Agama Jakarta Timur mayoritas tidak setuju apabila menerapkan unsur
penyalahgunaan keadaan yang ada dalam Pasal 1320 dan 1321 KUH
Perdata untuk dipertimbangkan ketika menyelesaikan pelanggaran sighat
taklik yang ditanganinya.
Dari beberapa kesimpulan dan analisa diatas, penulis bisa menarik
benang merah dari permasalahan tersebut yaitu bahwa untuk saat ini
penerapan unsur penyalahgunaan keadaan yang terdapat dalam perjanjian
59
lingkup Peradilan Umum. Karena penyalahgunaan keadaan adalah
penemuan baru dalam pembatalan perjanjian. Ajaran penyalal1gunaan
keadaan sudah maksimal di negeri Belanda, ajaran tersebut terdapat dalam
Nieuw Burgerlijke Wetboek (NBW) yang terkenal dengan istilah Misbruik
van Omstandigheden. Dalam ruang lingkup Peradilau Agama peuerapan
ajaran tersebut belum pemah dipertimbangkan terutama dalam
menyelesaikan pelanggaran perjanjian yang terdapat dalam taklik talak,
hakim Peugadilan Agama belum berani mempertimbangkan perjanjian
dalam menyelesaikan pelanggaran sighat taklik talak di samping
mempertimbangkan sighat taklik talak sebagai alasan perceraian.
A. Kesimpulan
BABV
PENUTUP
Berdasarkan dari hasil penelitian dan uraian di atas, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memeriksa, mengadili
dan menyelesaikan perkara perceraian dengan alasan pelanggaran sigat
taklik talak belum pernah mempertimbangkan unsur perjanjian taklik
talak. Hal demikian sebagai akibat para hakim hanya mengikuti saja
apa yang sudah berlaku selama ini dan tidak mempunyai keberanian
untuk mengembangkan yang sudah ada untuk mengikuti kebutuhan
masyarakat selaras dengan perkembangan zaman.
2. Mayoritas Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur tidak setuju
apabila menerapkan unsur penyalahgunaan keadaan (pasal 1320 dan
1321 KUH Perdata) dalam menyelesaikan gugatan perceraian karena
alasan pelanggaran sighat taklik talak, mereka menganggap bahwa
perjanjian yang ada di pasal tersebut itu berbeda dengan perjanjian
yang ada dalam dalam Kompilasi Hukum Islam paiSal 45.
61
B. Saran
I. Para hakim Pengadilan Agama agar mempertimbangkan juga esensi
taklik talak dari segi perjanjiannya dalam putusan-putusannya.
2. Para hakim dituntut mempunyai keberanian untuk mengembangkan
ketentuan-ketentuan yang sudal1 ada untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sesuai perkembangan zaman, seiring dengan banyaknya
persoalan-persoalan baru berkenaan dinamika masyarakat modern.
3. Hakim Pengadilan Agama sepantasnya mempe,rtimbangkan unsur
penyalaligunaan keadaan yang terdapat dalam pasal 1320 dan 1321
dalam menyelesaikan gugatan karena pelanggaran sighat taklik talak.
Karena penyalaligunaan keadaan adalali salali satu penemuan hukum
perjanjian yang terbaru dan sangat relevan dalam setiap bentuk
perjanjian yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Zainal Abidin. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, 1993).
Ali Achmad, Menang dalam Perkara Perdata, (Ujung Pandang : PT. UMI Toha Ukhuwa Garfika, 1997)
Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta : Direktorat Jenderal, Bimbingan, Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama, 2003)
Hamzah Andi, Kamus Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia).
Harahap M.Yahya, Segi-segi Hukum Peljanjian, (Bandung: Alumni, 1986).
lkatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, No. 14 Tahun II, (Jakarta : PT. Garuda Metropolitan Press, 1986)
lkatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, No. 246 Tahun XKI (Jakarta : !KAHi, 2006)
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Departemen Agama RI, Derektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji, 2004)
Kusumah Atmadja Asikin S.H., Z. Prof., Beberapa Yurisprudensi Perdata yang Penting serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, (Jakarta : Mahkamah Agung RI, Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum, 1991)
Mimbar Hukum, No. 23 Tahun VJ (Jakarta : Al-Hikmah dan Ditbindapera Islam, PT. Intermasa 1995)
Mimbar Hukum, No. 30 Tahun VIII, (Jakarta : Al-Hikmah dan Ditbindapera Islam, PT. lntermasa 1997)
Patrike Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994)
63
Panggabean, S.H., Henry P., Penyalahgunaan Keadaan (Misbmik Van Omstandigheden) Sebagai alasan (Bani) untuk Pembatalan Perjatyian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), Yogyakarta: Liberty, 1992)
Syahrani Riduan, Rangkuman Intisari llmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1991)
Sabiq Sayid, Fiqih Sunnah, (Alih bahasa, Moh. Nabhan Husein), (Bandung : AlMa'arif, 1993)
Rahardjo Satjipto, llmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991)
Soekanto Soerjono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 1982)
Subekti, S.H. R. Prof, Tjitrosudibio R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996)
Taliziduhu Ndraha, Research, Teori Metodologi Administrasi', (Jakarta : PT Bina Aksara, 1985)
Jawaban : Be/um pernah. Udah saya bilang diatas bahwa perjanjian ada
di Kompi/asi Hukum Islam itu berbeda dengan dengan yang ada di Pasal
1320 dan 1321 yang Anda sebutkan tadi.
Nama Infonnan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Drs. H. M. Noer.
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
I. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sighat taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pemah ditangani semua
juga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ............................................... .
Jawaban : Gini Mas. Emang bener hampir setiap pengantin di Indonesia
mengucapkan sighat taklik talak dalam pernikahannya, tetapi tidak semua
perkara perceraian yang diajukan di Pengadilan Agama itu dengan
alasan pelanggaran sighat taklik ta/ak. Ada beberapa alasan lainnya kok.
2. Pertanyaan : Taklik talak merupakan salah satu bentuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukum
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/lbu setuju
dengan statemen tersebut? .................................................................... ..
Jawaban : lni bukan masalah setuju tidak setuju. Dalam masalah ini saya
be/um berani menjawabnya karena be/um ada putusan serupa yang sudah
berkekuatan hukum tetap
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara perccraian dcngan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah Bapak/Ibu sudah pemah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Saya be/um pernah mutusin perlwra tersebut dengan
mempertimbangkan pasa/ terse but.
Nama Informan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Drs. TB. A. Murtaqi SY, S.H.
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sighat taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pernah ditangani semua
juga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ....................... 1 •..•..•••••.
Jawaban : Pernyataan diatas ada benarnya, emang hampir semua
gugatan cerai yang di ajukan oleh isteri itu pasti ada pe/anggaran sighat
taklik ta/aknya. Tetapi banyak kok alasan lain yang bisa digunakan o/eh
isteri atau suami da/am me/akukan perceraian di Pengadilan Agama.
2. Pertanyaan : Taklik talak merupakan salah satu bentuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukum
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/Ibu setuju
dengan statemen tersebut? ..................................................................... .
Jawaban : Dalam masalah ini Saya tidak setuju kalau menerapkan pasal
tersebut dalam masalah pelanggaran sighat taklik ta/ak. Kan be/um ada
putusan sejenis yang pernah diputus di Pengadilan Agama. Ini bukan
masalah setuju tidak setuju.
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah .eapak/Ibu sudah pernah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Pasa/ tersebut itu hanya ber/aku di pe~;anjian umum bukan
perjanjian yang ada di Kompilasi Hukun Islam. Jacli saya be/um pernah
mempertimbangkan pasal tersebut dalam masalah pelanggaran sighat
taklik talak
Nama Informan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Dra. Nurroh Sunnah, S.H.
: Hakim Pengadilan Agama Jakarfa Timur
I. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sigha1t taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pemah ditangani semua
juga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ................................... .
Jawaban : Hampir semua perceraian karena gugatan cerai oleh isteri,
biasanya ada pelanggaran sighat taklik talak, Ya macam-macam
alasannya ada karena suami tidak memberikan nafaah selama tiga tahun
berturut, suami meninggalkan isteri selama 2 tahun berturut-turut. Tetapi
tidak semua gugatan cerai yang diajukan oleh suami di putus karena
pelanggaran sighat taklik talak Ada banyak alasan isteri menggugat cerai
suaminya.
2. Pertanyaan : Taklik talak merupakan salah satu be:ntuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukum
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/lbu setuju
dengan statemen terse but? ..................................................................... .
Jawaban : Saya setiefu mempertimbangkan pa.ml tersebut dalam
menyelesaikan pelanggaran sighat taklik talak, karena menurut saya ini
adalah terobosan terbaru bagi para hakim khususnya hakim Peradilan
Ag am a.
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara perce1raian dengan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah Bapak/Ibu sudah pemah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Terus terang Mas saya be/um pernah mempertimbangkannya.
Saya berterima kasih kepada Anda telah menayakcm ha/ tersebut, jadi
saya akan mempertimbangkan pasal tersebut ka/au aeandainya saya
menyelesaikan masalah diatas.
Nama Infonnan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Drs. Faisal Kamil, S.H., M.H.
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta. Timur
1. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sighat taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pemah ditangani semua
juga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ................................... .
Jawaban : Kebanyakan emang kayak gitu. Tapi ada alasan lain yang bisa
diajukan o/eh isteri ke Pengadilan seperti adanya gangguan pihak ketiga,
cacat biologis dan lain sebagainya. Banyak kok Mas. Anda juga tahukan
itu.
2. Pertanyaan : Taklik talak merupakan salah satu bentuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukurn Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukurn
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/Ibu setuju
dengan statemen tersebut? ...................................................................... .
Jawaban : Saya kira Anda salah, perjanjian yang ada di KUH Perdata itu
biasanya berlaku dalam masalah ekonomi, seperti dalam masa/ah utang-
/'""'""-Y-piutang, jual beli dan lain sebagainy,b, tetapi~dq/am masalah perjanjian
yang ada da/am taklik ta/ak yang di atur dalam Kompilasi Hukum Islam
itu Perjanjian yang berbeda, dia bersifat khusus.
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah Bapak/Ibu sudah pemah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Saya Be/um berani melakukannya •. masalahnya sampai
sekarang be/um ada putusan yang semacam itu yang pernah diputuskan
dalam ruang lingkup Peradilan Agama terutama dalam masalah taklik
talak
Nama Informan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Drs. Abd. Latief, M.H.
: Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
I. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sighat taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pemah ditangani semua
juga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ................................... .
Jawaban : Bisa Jadi, tergantung pihak isteri mengajukan sighat taklik
talak sebagai alasan perceraian atau tidak tergantung gugatan isteri,
emang dibenarkan setiap gugatan cerai oleh isteri itu biasanya
menggandung pelanggaran sighat taklik talak
2. Pertanyaan : Taklik talak merupakan salah satu bentuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukum
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/lbu setuju
dengan statemen terse but? ..................................................................... .
Jawaban : Emang benar taklik talak itu bagian dari peljanjian, kalo tidak
salah ada di pasal 45 KHI kan?Saya menganggap bahwa pasal yang Anda
sebutkan itu berlaku di Pengadilan Umum bukan Pengadilan Agama
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah Bapak/Ibu sudah pemah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Saya sih be/um pernah melakukannyanya, biasanya kita
mempertimbangkan sighat taklik itu sebagai alasan perceraian, Saya sih
setuju aja tapi sampai sekarang kan be/um ada putusan yang semacam
itu.
Nama Informan
Jabatan
INTERVIU
PELAKSANAAN TAKLIK TALAK
UNTUK PENELITIAN SKRIPSI
: Drs. Nasrul
: Hakim Pengadilan Agama Jakartm Timur
I. Pertanyaan : Perkawinan yang dilakukan menurut ajaran agama Islam
hampir seluruh pengantin pria mengucapkan sighat taklik talak setelah
akad nikahnya. Apakah perkara perceraian yang pemah ditangani semua
iuga diselaisaikan dengan alasan pelanggaran taklik talak
tersebut? ................................... .
Jawaban : Semua perceraian yang di ajukan oleh pihak isteri itu benar
menggandung pelanggaran sighat taklik talak, tetapi hakim juga jeli tidak
semuanya itu bisa dikabulkan kan banyak alasan yang bisa dipakai dalam
masalah ini.
2. Pcrtanyaan : Taklik talak merupakan salah satu bentuk perjanjian (Vide
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam), dan oleh karena itu ketentuan hukum
perjanjian dalam KUH Perdata Indonesia (terutama pasal 1320) berlaku
pula pada pemeriksaan di Pengadilan Agama. Apakah Bapak/Ibu setuju
dengan statemen tersebut? ..................................................................... .
Jawaban : Dalam masalah ini kami hanya memakai Kompilasi Hukum
Islam dalam memutus masalah tersebut, kami belum berani memakai
pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata yang Anda sebutkan tadi, walaupun
3. Pertanyaan : Dalam pemeriksaan perkara percerruan dengan alasan
pelanggaran taklik talak selama ini, apakah Bapak/Ibu sudah pemah
menyelesaikan perkara dengan pertimbangan sesuai pasal KUH Perdata
tersebut? ............................................ .
Jawaban : Saya sudah ngomong tadi walaupun Hukum Acara Peradilan
Agama membenarkan kalau seandainya hakim peradilan agama memakai
pasal tersebut, tapi saya terus terang be/um berani melakukanya, itu butuh
proses.
l? E T A
w I L A y
A H
H u K u M
l? E N G A D I L
KOTA JAKARTA BARAT
A KOTA N JAKARTA SELATAH
A G A M A
J A K A R T A
T I M u R
/ l
/ Ol'AnwG \
~ "' . -~ .., j ·,.
c' i
PR INSI JAWABARAT
u
PENGADILAN AGAMA JAKART.1\ TIMUR JI. Raya PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan Ciracas Telp. 87717548
JAKARTA-13730
SURAT KEIERANGAN Nomor: PA. J/6/P/HK.06.4/6534/2007
Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur, dengan ini menerangkan bahwa :
Nama NIM Semester Jurusan Alam at
: Ali Rifa'i : I 03044228100 : VIII : SAS/AKI :JI. H. Juhri No. 32 RT 03/02 Meruya Selatan Kee. Kembangan Jakarta Barat
Adalah mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta telah melakukan riset/penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir/skripsinya tentang pelanggaran sighat taklik talak di Pengadilan Agan1a Jakarta Timur pada tanggal 4 Juni 2007 dengan judul : Unsur Misbruik va11 Omsta11dighede11 (pe11yalahgunaan keadaa11) tlalam Pelaksanaan Taklik Talak Studi di Pe11gadila11 Agama Jakarta Timur
Demikian keterangan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
DEPARTEMEN A GAMA Rll UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUM
'In. lr.H.Juanda No.95 Ciputat Jakarta 15412 Tclp. (62-21) 74711537 Fax. (62-21) 7491821
\Vcbsitc: www.uinjJi.t....as.,jj!. Entail: syar [email protected]
Nomor Lampiran Hal
: Ft. 43/ KM. llll. 02/30 zc,; 2UU6 Jakarla, 5 Dcsernlwr 2006
: Mohon Data /Wawancara
I<epada Yth. Ketua Pcngadilan /\gdn1.1
Jakarta 'filnur Di-
Assnlr111w 'nlnik11111 Wr. W/l. f)cngan I-Iorinat
Pi1Ttpinan FakultasSyari1.1h de:11.1 l lukun1 LJIN Sy<irif I Iidayatull'1h Jakarta mcnerangkan bahvl<.l :
NainJ
Nom<ll' l'okok ·rempat/l'anggal I .ahir Sc:n1cster Ju rusan/ Pro di 1\l.:1.1nat
: ;\Ii !\if,1'i : I tnlJ.J.J.2281 llll : [(udus, '16 Mei l<.JK.J : VII ( Tuju!t) : Si\S I i\KI : JI. J-1.Juhri l'V1eruy,1 SC'latan J(embctngan Jakarta
baral
;\dalah bendr 111t1hdsi.'->\\'cl l·.1kulL.1s S\'.1ri'.1h d.in l lukurn U!N Svzirif I-Iidoyatullah Jakartc1 yang scdong n1enyclesaikan skripsinya dengan
Topik/judul:
"An<Jlisis inengenai Unsur Pt•n.\'<1l<igunann KL'aaduan dalan1 Pelaksanaan Taklik Thalak."
Untuk 1nclL~ngkapi bahan/ d.1l.t ~1 <1ng lKTkc1il.1n dengan penulisan/ pcn1bnhasan lopik/judul di atas, din1ohon kir<H1y;.1 saud<1r<1 d!1p8l n1cn1bantu/1ncnerifna yang bersangkutan untuk n1elc1kukan observosi / wawancara.
/\tas kcsediaan bantu.111 ~audara diurt1pkan banyak terin1a ka::;ih.
l·V11ssnf r111111 'nl11ilu1111 Wr. Wb . . -~"'!J.i3:MN
/~~.-~~<s<I~ ·.1.11t~~ .. :iu Debn.llid.i\kadl'rnik
i-:r t?j ~. (~ · \~\ , ., / ~j}r-
~;,·~~ . , jar Jbrw~rif, M. i\~. "-"