Universitas Muhammadiyah Malanglab-hukum.umm.ac.id/files/file/MODUL HUKUM PAJAK GENAP... · Web...
Transcript of Universitas Muhammadiyah Malanglab-hukum.umm.ac.id/files/file/MODUL HUKUM PAJAK GENAP... · Web...
MODULPRATIKUM HUKUM PAJAK
SEMESTER GENAP
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Oleh :
Laboratorium Hukum
LABORATORIUM HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
KATA PENGANTAR
Assalamu’alikum Wr. Wb.
Puji Syukur kami panjatkan kepada sang Khaliq yang ditangan-Nyalah
segala apa yang ada di langit dan bumi, hanya dengan rahmat, taufiq dan ijin-
Nyalah revisi buku panduan praktikum hukum pajak ini bisa terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga senantia tercurahkan kepada panutan kita,
Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat dan pengikutnya, dengan
ketabahannya dalam berdakwahlah kita masih bisa merasakan manisnya berIslam
setelah empat belas abad beliau diutus.
Buku panduan praktikum hukum pajak ini merupakan buku panduan yang
disiapkan untuk mempermudah dan sebagai acuan terselenggaranya praktikum
mata kuliah hukum pajak. Praktikum hukum pajak menjadi satu rangkaian dengan
perkuliahan, akan tetapi pelaksanaan praktikum akan dimulai setelah Ujian
Tengah Semester.
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam praktikum ilmu pajak
diciptakan untuk menjadi salah satu wadah bagi civitas akademik di Fakultas
Hukum untuk mewujudkan mahasiswa yang berkompeten di bidang hukum.
Praktikum ini merupakan langkah maju untuk mendekatkan perhatian mahasiswa
dan dosen pada masalah-masalah praktis nyata yang terjadi di masyarakat.
Dalam penyusunan modul ini tentunya tidak akan terlepas dari segala
kekurangan dan kelemahan. Oleh karenanya dalam perbaikan dan penyempurnaan
kedepan, alangkah baiknya saran dan kritik yang membangun dari pihak-pihak
yang lebih kompeten terhadap hal ini sangat kami nantikan dan sebelumnya kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Malang, 10 Februari 2020
Lab. Hukum Fak. Hukum UMM
Tim Penyusun
2
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Tim Penyusun
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Hukum : Dr. Tongat, S.H., M.Hum.
Wakil Dekan I : Catur Wido Haruni S.H., M.Si., M.Hum.
Wakil Dekan II : Dr. Haris, SH., M.Hum.
Wakil Dekan III : Said Noor Prasetyo, S.H., M.H.
Kepala Program Studi FH : Nu’man Aunuh, SH., M.Hum.
Sekretaris Program Studi FH : Ratri Novita R Dianti, S.H., M.H.
Kepala Lab. Hukum Litigasi : Wahyudi Kurniawan, S.H., M.H.Li.
Kepala Lab. Hukum Non-Litigasi : Cholidah, S.H., M.H.
Pelaksana
1. Nur Amalina Putri Adytia, S.H
2. Siti Wulandari, S.H.
3. Radhityas Sinta, S.H., M.Kn
4. Intan Khoirun Nisa’, S.H.
5. Mardiana, S.H.
6. Wahyu Bening, S.H
7. Ilham Dwi Rafiqi, S.H
Diterbitkan Oleh:
Laboratorium Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
2020
3
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H ialah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1
Pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-
undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib
Pajak, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya Sengketa Pajak antara
Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang. Oleh karena itu dalam
penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal
yang lebih ringkas.
Sebuah sengketa dapat dikatakan sebagai sengketa pajak apabila
terjadi dalam bidang pajak. Yang dimaksud sebagai bidang pajak tentu saja
baik itu yang merupakan pajak pusat maupun pajak daerah. Hal tersebut
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 dari Undang-undang Nomor 14
Tahun 2002, bahwa pajak tersebut meliputi semua jenis pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat, termasuk bea masuk dan cukai, dan pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Wajib Pajak (perorangan atau badan
hukum) Apabila suatu waktu diperiksa kewajiban perpajakannya (tax
compilance verification) oleh Dirjen Pajak melalui Pejabat Pemeriksa.
Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat berlanjut menjadi urusan
penyidikan, jika terdapat indikasi Wajib Pajak melakukan tindak pidana
pajak, penyelesaian selanjutnya menjadi kewenangan hukum pidana fiskal
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sementara
itu, bagi Wajib Pajak yang tidak melakukan tindak pidana fiskal tetapi
menolak SKP dan/atau STP yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, maka dapat
mengajukan keberatan atau pembetulan kepada Dirjen Pajak. Jika merasa
masih tidak puas, dapat pula mengajukan banding (atau gugatan) terakhir ke
Pengadilan Pajak.
1 Tony marsyahrul. Pengantar perpajakan. Grasindo. Hlm. 2
4
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan pratikum
hukum pajak ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui tentang penghitungan pajak PPh pasal 21
Target:
a. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21
bulanan
b. Mahasiswa memahami tentang penghitungan pajak PPh pasal 21 atas
Rapel
Luaran:
a. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh
pasal 21 bulanan
b. Mahasiswa mampu menyelesaikan tentang penghitungan pajak PPh
pasal 21 atas Rapel
Metode:
a. Ceramah
b. Menyelesaikan soal-soal
c. Evaluasi
Media:
Modul dan papan tulis
2. Mahasiswa mengetahui tentang Hukum Acara Pengadilan Pajak
Target:
a. Mahasiswa memahami tentang upaya hukum sengketa pajak
Luaran:
a. Mahasiswa mampu meneyelesaikan Surat Kuasa dan Surat Pernyatan
b. Mahasiswa mampu menyelesaikan Surat Permohonan Keberatan
c. Mahasiswa mampu menyelesaikan Surat Permohonan Banding
d. Mahasiswa mampu menyelesaikan Surat Permohonan Peninjauan
Kembali
e. Mahasiswa mampu menyelesaikan Surat Gugatan
Metode:
a. Ceramah
b. Menyelesaikan soal-soal perkara pajak
c. Evaluasi
Media:
Modul dan papan tulis
5
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
BAB II
PENGHITUNGAN PAJAK
A. Perubahan Tarif
Pemotongan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap menggunakan tarif
Pasal 17 untuk wajib pajak orang pribadi. Tarif pasal 17 bagi wajib pajak
orang pribadi dalam negeri mengalami perubahan seiring dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan.
B. Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap
orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai
jabatan ataupun tidak.
Tahun 2009 ternyata tahun penuh insentif bagi Wajib Pajak. Insentif
yang diberikan oleh Pemerintah ini tidak main-main. Contohnya adalah
Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun. Berdasarkan PMK-250/PMK.03/2008
tanggal 31 Desember 2008, telah ditetapkan Biaya Jabatan dan Biaya
Pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Pegawai tetap
atau Pensiunan dalam menghitung PPh terhutang atas gaji dan/atau pensiun
serta tunjangan lain yang terkait dengan gaji/pensiun atau pekerjaannya.
Semula Maksimum Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang sebesar
Rp. 108.000 per bulan atau Rp. 1.296.000 per tahun (untuk Biaya jabatan)
dan Rp. 36.000 per bulan atau Rp. 432.000 per tahun (untuk biaya pensiun)
telah ada sejak tahun 1999. Kemudian baru pada tahun 2009 dirubah
menjadi Rp. 500.000 per bulan atau Rp. 6.000.000 per tahun (untuk biaya
jabatan) dan berdasarkan Peraturan menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 71/PMK.02/2008, Pasal 5 ayat 2 : “Besarnya pengembalian nilai
tunai iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4
sekurang-kurangnya sebesar Rp 200.000 (Dua ratus ribu rupiah) atau Rp.
2.400.000 per tahun (untuk biaya pensiun). Sedangkan prosentasenya
sendiri tetap yaitu 5% dari penghasilan bruto baik teratur maupun yang tidak
teratur.
Yang dimaksud dengan Biaya jabatan maximum /setinggi-tingginya
Rp. 6.000.000 adalah apabila penghasilan bruto di kali 5 % menghasilkan
6
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
biaya jabatan melebihi 6 juta maka yang digunakan adalah yang tertinggi
sebesar 6 juta tapi kalau sebaliknya persentase biaya jabatan setelah
dikalikan penghasilan bruto dibawah 6 juta berarti yang digunakan adalah
yang sebenarnya. sepanjang dia bekerja setahun penuh.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 206/PMK.011/2012 Batas penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya
sampai dengan jumlah Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari tidak
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan. Ketentuan tidak berlaku dicabut
dan diganti dengan PMK Nomor : 32/PJ/2015.
Sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan
serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan pajak
penghasilan menetapkan bahwa batas penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sampai dengan jumlah Rp
300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak
Penghasilan. Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak berlaku dalam hal:
a. penghasilan bruto kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp
3.000.000,00 (tiga juta dua puluh lima ribu rupiah); atau
b. penghasilan dibayar secara bulanan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tentang pegawai harian dan
mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya tidak berlaku atas penghasilan
berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan
petugas dinas luar asuransi.
C. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pada tanggal 27 Juni 2016 Menteri Keuangan menerbitkan peraturan
Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak, yang tentunya mempengaruhi jumlah PTKP. Penerbitan
Peraturan Menteri Keuangan tersebut dilatarbelakangi oleh melambatnya
pertumbuhan ekonomi serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang
semakin meningkat. Lebih lanjut, kenaikan PTKP tersebut ditujukan untuk
meningkatkan daya beli masyarakat dan sebagai insentif agar pertumbuhan
ekonomi nasional dapat didorong melalui peningkatan konsumsi
masyarakat.
7
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Perbandingan PTKP sejak berlakunya Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983 hingga penerbitan Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
Dasar Hukum
Untuk diri Wajib Pajak
(WP)(Rp)
Tambahan untuk WP
Kawin(Rp)
Tambahan untuk seorang
istri*(Rp)
Tambahan untuk keluarga
sedarah dan semenda**
(RP)
Mulai Berlaku
UU No. 8 Tahun 1983 960.000 480.000 960.000 480.000 1 Januari 1984
UU No. 10 Tahun 1994 1.728.000 864.000 1.728.000 864.000 1 Januari 1995
UU No. 17 Tahun 2000 2.880.000 1.440.000 2.880.000 1.440.000 1 Januari 2001
564/KMK.03/2004 12.000.000 1.200.000 12.000.000 1.200.000 1 Januari 2005137.PMK.05/2005 13.200.000 1.200.000 13.200.000 1.200.000 1 Januari 2006UU No. 36 Tahun
2008 15.840.000 1.320.000 15.840.000 1.320.000 1 Januari 2009
162/PMK.011/2012 24.300.000 2.025.000 24.300.000 2.025.000 1 Januari 2013122/PMK.010/2015 36.000.000 3.000.000 36.000.000 3.000.000 1 Januari 2015101/PMK.010/2016 54.000.000 4.500.000 54.000.000 4.500.000 1 Januari 2016
Keterangan :
*) Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
**) Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3 orang (termasuk isteri apabila WP kawin)
Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Peraturan Menteri
Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
D. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif PPh 21 dijelaskan pada pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015. Tarif yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri
Lapisan Kena Pajak Tarif Pajak
0-50.000.000,- 5%
>50.000.000,- s.d 250.000.000,- 15%
>250.000.000 s.d 500.000.000 25%
>500.000.000 30%
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
8
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak yang terutang
orang pribadi :
Jumlah PKP Rp 600.000.000
PPh yang terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.00015% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.00025% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.00030% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000
Rp 125.000.000
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib pajak badan dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap :
Jumlah PKP Rp 1.250.000.000
PPh yang terutang :
28% x Rp 1.250.000.000 = Rp 350.000.000
E. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
1. PPh Pasal 21 Bulanan
Berikut adalah contoh penghitungan Pajak PPh Pasal 21:
a. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya : xxx
b. Pengurangan
1. Biaya Jabatan : xxx
2. Iuran pensiun : xxx +
xxx
c. Penghasilan netto sebulan (a-b) : xxx
d. Penghasilan netto setahun (12 x c) : xxx
e. PTKP setahun : xxx -
f. Penghasilan Kena Pajak setahun (d-e) : xxx
g. PPh Pasal 21 terutang (tarif x f) : xxx
h. PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) : xxx
9
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Contoh Soal:
Saipul bekerja pada CV. Sentosa Selalu sebagai pegawai tetap dan memiliki
NPWP. Ia bekerja sejak Januari 2016 dan menerima gaji yang dibayar setiap
minggu sebesar Rp. 2.500.000,-. Saipul menikah dan mempunyai 3 orang anak.
Berapakah PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan Saipul?
Jawab:
Gaji sebulan 4 x Rp. 2.500.000 Rp. 10.000.000,-
Pengurangan
Biaya jabatan 5% x Rp. 10.000.000,- Rp. 5 00.000,-
Penghasilan netto sebulan Rp. 9. 500.000,-
Penghasilan netto setahun 12 x Rp. 9.500.000,- Rp. 114.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
1. Untuk WP Sendiri : Rp. 54.000.000,-
2. Istri : Rp. 4.500.000,-
3. 3 Anak : Rp. 13 . 5 00.000,- +
Rp. 72 .000.000,- -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun : Rp. 42.000.000,-
PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp. 42.000.000,- : Rp. 2. 100.000,-
PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 2. 100.000,-: 12 : Rp. 175.000,-
PPh Pasal 21 atas gaji mingguan Rp. 175.000,- : 4 : Rp. 43.750,-
Contoh Soal:Saipul adalah pegawai tetap di PT. Sahabat Selalu sejak 1 Januari 2016. Ia
memperoleh gaji setiap bulan sebesar Rp 60.000.000,- dan tunjangan kesehatan
yang dibayar perusahaan setiap bulan sebesar Rp 1.500.000,00. Darmawan
membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000,00 setiap bulan. Ia menikah dan
mempunyai 4 orang anak. Berapa PPh Pasal 21 terutang Saipul setiap bulan pada
tahun 2016?
Jawab:
Gaji sebulan Rp. 60.000.000,-
Tunjangan KesehatanRp. 1.500.000,-
+
Rp. 61.500.000,-
Pengurangan
Biaya jabatan 5% x Rp. 61.500.000,- Rp. 500.000,- (maks)
Iuran pensiun : Rp. 200.000,- +
Rp. 700.000,- -
10
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Penghasilan netto sebulan Rp. 60.800.000,-
Penghasilan netto setahun 12 x Rp. 60.800.000,-
Rp. 729.600.000-,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
1. Untuk WP Sendiri : Rp. 54.000.000,-
2. Istri : Rp. 4.500.000,-
3. 3 Anak : Rp. 13 . 5 00.000,- +
Rp. 72 .000.000,-
-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun : Rp. 657.600.000,-
PPh Pasal 21 Terutang :
5% x Rp 50.000.000 : Rp. 2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000 : RP. 30.000.000,-
25% x Rp 250.000.000 : Rp. 62.500.000,-
30%xRp 157.600.000 : Rp. 47 . 2 80.000,- +
Rp.142.280.000,-
PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 142.280.000,-: 12 : Rp. 11.856.666,66
2. PPh Pasal 21 atas Rapel
Ada kalanya pegawai menerima kenaikan gaji di tahun berjalan, dan
keputusan kenaikan gaji itu berlaku surut, sehingga dengan adanya
kenaikan gaji berlaku surut tersebut menyembabkan adanya pembayaran
kekurangan gaji untuk bulan-bulan sebelumnya yang biasa disebut dengan
rapel. Atas rapel ini tentunya juga merupakan objek PPh Pasal 21,
sehingga juga perlu dihitung berapa besarnya PPh Pasal 21 atas uang rapel
ini.
Contoh Soal:
1. Adi Saputro adalah pegawai tetap di PT Cinta Damai. Ia memperoleh
gaji sebulan sebesar Rp.6.500.000,- dan tunjangan transportasi Rp.
1.000.000 tiap bulannya. Setiap bulan Adi Saputro membayar iuran
pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sebesar Rp. 200.000,-. Adi Saputro sudah menikah
dan mempunyai 2 orang anak. Kemudian pada bulan April 2016 ia
menerima kenaikan gaji menjadi Rp.8.500.000,-sebulan. Kenaikan
tersebut berlaku surut sejak bulan Januari 2016. Hitunglah PPh Pasal
21 terutang atas rapel?
11
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Penghitungan PPh Pasal 21
TAHAP I atas Gaji
Gaji sebulan Rp. 6.500.000,-
Tunjangan Transportasi Rp. 1.0 00.000,- +
Rp. 7.500.000,-
Pengurangan
Biaya Jabatan 5% x Rp.7.500.000,- Rp. 375.000,-
Iuran pensiun : Rp. 200.000,- +
Rp. 575 .000,- -
Penghasilan netto sebulan Rp. 6.925.000,-
Penghasilan netto setahun 12 x Rp. 6.925.000,- Rp. 83.100.000-,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
1. Untuk WP Sendiri : Rp. 54.000.000,-
2. Istri : Rp. 4.500.000,-
3. 2 Anak : Rp. 9 .000.000,- +
Rp. 67 . 5 00.000,- -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun : Rp 15.600.000,-
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 15.600.000 - : Rp 780.000,-
PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 780.000,-: 12 : Rp. 65.000,-
TAHAP II: PPh pasal 21 atas rapel
Gaji sebulan Rp. 8.500.000,-
Tunjangan Transportasi Rp. 1. 500.000,- +
Rp. 9.500.000,-
Pengurangan
Biaya Jabatan 5% x Rp.9.500.000,- Rp. 475.000,-
Iuran pensiun : Rp. 200.000,- +
Rp. 675 .000,- -
Penghasilan netto sebulan Rp. 9.025.000,-
Penghasilan netto setahun 12 x Rp. 9.025.000,- Rp. 108.300.000-,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
1. Untuk WP Sendiri : Rp. 54.000.000,-
2. Istri : Rp. 4.500.000,-
3. 2 Anak : Rp. 9 .000.000,- +
Rp. 67 . 5 00.000,- -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun : Rp. 40.800.000,-
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 40.800.000 : Rp 2.040.000,-
PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 2.040.000,-: 12 : Rp. 170.000,-
12
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
PPh Pasal 21 Januari s.d Maret 2016 seharusnya =Rp. 170.000,-x 3 = Rp 510.000,-PPh Psl 21 Jan s.d Maret 2016 yg sdh dipotong =Rp. 65.000,- x 3 = Rp 195 .000, - PPh pasal 21 untuk rapel = Rp 315.000,-
13
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
BAB III
HUKUM ACARA PENGADILAN PAJAK
A. Pendahuluan
Seperti kita ketahui, sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem
self assesment di mana dengan sistem ini Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung dan melunasi sendiri pajak yang terutang.
Perhitungan pajak yang terutang ini didasarkan pada ketentuan perpajakan
yang berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Keuangan, dan Peraturan Dirjen Pajak.
Di sisi lain, otoritas pajak, dalam hal ini DJP, diberikan tugas untuk
melakukan pengujian dan pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat
Wajib Pajak terhadap ketentuan perpajakan. Dalam konteks inilah kita bisa
memahami mengapa perlu dilakukan pemeriksaan pajak oleh DJP kepada
sebagian Wajib Pajak.
Hasil pemeriksaan pada umumnya berbentuk surat ketetapan pajak
(SKP) di mana SKP ini berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau bisa juga untuk mengkonfirmasi
kebenaran perhitungan oleh Wajib Pajak. Jenis-jenis SKP ini adalah Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
Dalam proses penetapan pajak melalui pemeriksaan ini sering timbul
sengketa pajak antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Sengketa ini bisa
disebabkan oleh perbedaan penafsiran atas ketentuan perpajakan, perbedaan
pemahaman atas ketentuan perpajakan, perbedaan sudut pandang dalam
menilai suatu fakta, bisa juga karena ketidaksepakatan dalam hal proses
pembuktian. Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, Undang-undang
KUP memberikan ruang kepada Wajib Pajak untuk melakukan keberatan.
Upaya keberatan merupakan upaya hukum yang diajukan oleh wajib
pajak atau penanggung pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan
penafsiran dan pendirian mengenai ketentuan hukum di bidang pajak
terhadap suatu kasus tertentu. Perbedaan ini terjadi antara wajib pajak atau
penanggung pajak dan Direktur Jenderal Pajak dan jajarannya atas
14
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
penetapan tentang utang pajak untuk jenis pajak pusat yang pengelolaannya
menjadi kewenangan Direktoral Jenderal pajak.2
B. Dasar Hukum
Hukum Pajak Material
Hukum pajak material dapat juga disebut sebagai ketentuan material
dalam perpajakan. Berarti, mengatur hal-hal secara materi dalam
perpajakan. Siapa yang dikenakan pajak atau siapa subjek pajaknya. Apa
objek yang dikenakan pajak. Berapakah besar tarif pajak dan besarnya pajak
yang terutang. Berikut ini merupakan peraturan-peraturan mengenai
perpajakan:
1. UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
2. UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
3. UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
4. UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
5. UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
6. UU No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 Tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Hukum Pajak Formal
Dalam hukum pajak formal, diatur mengenai ketentuan bagaimana
pelaksanaan atau cara untuk mewujudkan hukum pajak material menjadi
kenyataan. Dapat dikatakan bahwa hukum pajak material mengatur pajak
secara materinya, sedangkan hukum pajak formal adalah ketentuan pajak
secara formalnya atau dalam ketentuan-ketentuannya. Berikut ini
merupakan undang-undang yang memuat hukum pajak formal, yaitu :
1. UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP)
2. UU No. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
(UU PPSP)
3. UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
2Y. Sri Pudyatmoko. Pengadilan dan penyelesaian sengketa dibidang pajak. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka. 2009. Hlm 28
15
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
4. Pasal 25, 26, dan 26A Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 Tentang Tata
Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ/2009 tanggal 7
September 2009 Tentang Tatacara Pengajuan dan Penyelesaian
Keberatan.
C. Sengketa Pajak
Sengketa Pajak adalah Sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan.
D. Keberatan
Dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, dengan menyampaikan
surat keberatan, hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
16
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
D.1 Penyampaian Surat Keberatan
KETERANGAN:
Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan melalui;
1. Penyampaian secara langsung;
2. Pos dengan bukti pengiriman surat; atau
3. Cara lain.
Termasuk dalam pengertian penyampaian surat keberatan secara
langsung adalah penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan
dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Penyampaian surat keberatan melalui cara lain meliputi:
1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
pengiriman surat,
17
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
2. e-filing melalui ASP.
Penyampaian surat keberatan secara langsung diberikan tanda
penerimaan surat dan penyampaian surat keberatan dengan e-filling melalui
ASP diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
Bukti pengiriman surat melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir atau tanda penerimaan surat secara langsung serta Bukti
Penerimaan Elektronik menjadi bukti penerimaan surat keberatan
D.2 Syarat Permohonan Keberatan
KETERANGAN:
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan
pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan
pajak.
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan;
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka
18
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
wajib Pajak (force majeur);dan
6. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
belum memenuhi persyaratan dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau
huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga)
bulan terlampaui. Namun demikian, dalam hal wajib Pajak menyampaikan
perbaikan surat keberatan dalam jangka waktu 3 bulan, maka tanggal
penyampaian perbaikan surat keberatan tersebut merupakan tanggal surat
keberatan diterima.
Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas bukan
merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan. Atas surat keberatan seperti ini
diberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak
memenuhi persyaratan sehingga tidak dipertimbangkan.
Permintaan Keterangan Oleh Wajib Pajak
Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib
Pajak dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat
permintaan Wajib Pajak di terima.
Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak
atas permintaan Wajib Pajak tersebut tidak menunda jangka waktu
pengajuan keberatan.
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
Dasar hukum tentang SPT selengkapnya diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014
tentang Surat Pemberitahuan.
Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal
Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib
19
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Pajak guna memberi keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai
keberatannya. Jika Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan
dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, proses keberatan tetap
diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.
Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses
penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut :
1. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi
tambahan dari Wajib Pajak;
2. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis
untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah
disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak maupun dalam rangka
memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak;
3. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam
rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang
objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan
keberatan.
Pencabutan Pengajuan Keberatan
Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan
Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak
tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf b UU KUP.
Data dan Informasi Yang Tidak Diberikan Pada Saat Pemeriksaan
Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak
diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain
tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat
pemeriksaan.
D.3 Keputusan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi
20
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu tersebut
telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya
jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Apabila Wajib Pajak masih belum menerima keputusan keberatan
dan masih merasa keberatan juga, Wajib Pajak masih dapat menempuh
upaya hukum berikutnya yaitu dengan mengajukan banding kepada
Pengadilan Pajak sesuai Pasal 27 Undang-undang KUP.
E. Banding
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun
2009 (UU KUP), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila
telah melalui proses keberatan.
Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002.Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan
Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan
Keberatan.
Syarat Pengajuan Surat Banding:
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
3. Banding diajukan dengan disertai alas an-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal tanggal terima surat keputusan yang
dibanding.
4. Pada Surat Banding dilampirkan Salinan Keputusan yang
disbanding.
5. Banding hanya dapat diajukan apabila besarnya jumlah pajak yang
terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% lima puluh persen)
21
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
dengan melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pemindah
Bukuan (Pbk).
F. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
a. Syarat Pengajuan Gugatan
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal diterima keputusan pelaksanaan penagihan, kecuali diatur lain
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Gugatan juga dapat diajukan selain atas keputusan pelaksanaan
penagihan adalah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diterima keputusan yang digugat.
3. Terhadap 1 (satu) keputusan pelaksanaan penagihan diajukan 1 (satu)
Surat Gugatan.
4. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan pelaksanaan penagihan.
5. Pada Surat Gugatan dilampirkan salinan keputusan pelaksanaan
penagihan.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan
oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak.
Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai
dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002. Berbeda dengan
permohonan banding, gugatan dilakukan terhadap :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
atau
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
G. Peninjauan Kembali
22
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan Peninjauan
Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan
Pengadilan Pajak.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan
alasan :
1. Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan
atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu;
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan
yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan
menghasilkan putusan yang berbeda.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada, yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b
dan c UU Pengadilan Pajak;
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
LAMPIRAN -LAMPIRAN
23
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
SURAT KUASA KHUSUS WAJIB PAJAK..............Nomor : ........ tanggal ........
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Lengkap : ........................................................................ Alamat : ........................................................................ Jabatan : ........................................................................ Nama Wajib Pajak : ........................................................................ Alamat : ........................................................................
PusatStatus : Cabang : ...................................................
NPWP : ........................................................................ Dengan ini memberikan kuasa khusus kepada:
Nama Lengkap : ........................................................................ Alamat : ........................................................................ NPWP : ........................................................................ No. Izin Praktik : ........................................................................
Untuk melakukan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan berupa ............................... berkenaan dengan jenis pajak ............................... Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak ................................ Bersama ini kami lampirkan ...............................
Demikian surat kuasa khusus ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,
............................... ………………
SURAT PERNYATAAN
24
Materai 6000
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Yang bertandatangan di bawah ini :Nama : ………………………………………………… (1)Alamat Kantor : ………………………………………………… (2)No. Telpon Kantor : ………………………………………………… (3)Alamat Rumah : ………………………………………………… (4)No. Telpon Rumah : ………………………………………………… (5)
Dengan ini menyatakan bahwa saya adalah benar sebagai Konsultan Pajak yang diberikan kuasa oleh Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sesuai dengan isi Surat Kuasa Nomor …………. Tanggal ……………..sebagaimana terlampir, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat pernyataan ini.Untuk keperluan tersebut diatas bersama ini saya lampirkan :
1. Foto Copy Surat Izin Praktek Konsultan Pajak Indonesia;2. Foto Copy Brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak;3. Foto Copy NPWP;4. Foto Copy Surat Pemberitahuan (SPT) 2 (dua) tahun terakhir.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Apabila dikemudian hari pemyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yang Memberi Pernyataan,
………………………..(6)
CONTOH SURAT KEBERATAN YANG MEMENUHI PERSYARATAN
25
Materai 6000
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
FORMAL :
Posisi Perkara :
Dari pemeriksaan tahun 2005 fiscus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) PPh Pasal 21. hal ini karena menurut fiscus terdapat obyek PPh
pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal selisih tersebut hanyalah karena
adanya perbedaan periode yang digunakan dalam SPT Badan -Laporan keuangan
(menggunakan tahun buku) dengan tahun takwim yang harus digunakan untuk
SPT 1721.
Jawaban:
Jakarta, 10 Mei 2008
No : 012
Lampiran : -
Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21
No. A.0.12/KPP-Jakarta/V/2008 Tgl 17 Maret 2008
Kepada Yth.
Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Wilayah …………
Kantor Pelayanan Pajak …………
Alamat lengkap
U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan.
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-
Jakarta/V/2008 tanggal 17 Maret 2008 Sebesar Rp. 1.000.000.000,- atas nama:
Nama Wajib Pajak : PT. Mandar maju
NPWP : 9807436464
Alamat : JAKARTA
yang kami terima tanggal 20 Maret 2008 dengan perincian sebagai berikut :
Uraian : Jumlah (Rp)
Dasar Pengenaan Pajak : 3.000.000.000
PPh pasal 21 terutang : 600.000.000
Setoran Masa & Tahunan : 500.000.000
PPh 21 Kurang Bayar : 100.000.000
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar : 100.000.000
26
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Bersama ini kami mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No.
A.0.12/KPP-Jakarta/V/2008 tersebut.
Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah:
1. Menurut Pemeriksa terdapat obyek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam
SPT PPh 21 yaitu sebagai berikut:
Jenis Obyek : Jumlah (Rp)
Gaji : 500.000.000)
Tunjangan Lembur, dll : 76.000.000
Premi Asuransi : 83.000.000
THR : 760.000
Total : 659.760.000
2. Atas Biaya yang merupakan Obyek PPh 21 telah dipotong PPh 21
seluruhnya. Namun akibat perbedaan periode tahun buku yang dianut Wajib
Pajak, sehingga terdapat perbedaan periode pembebanan biaya yang
merupakan obyek PPh pasal 21 dalam Laporan Keuangan Vs SPT PPh Pasal
21. Rekonsiliasi Obyek PPh 21 berdasarkan SPT PPh Badan Vs SPT PPh 21
adalah sebagai berikut:
Keterangan Jumlah
a. Total Biaya Gaji dlm Lap Keuangan [Jul05-Jun06] Rp 3.000.000.000
b. Total Biaya Gaji dlm SPT 1721 th 2003 [Jan03-Des03] Rp 2.000.000.000
c. Selisih Lap Keu Vs SPT 1721 Rp 1.000.000.000
dikurangi Biaya Gaji Jan – Jun’05Rp 1.600.000.000
ditambah Biaya Gaji Jan – Jun’06Rp 1.800.000.000
Koreksi Fiskal (BIK) th 2004/2005Rp 300.000.000
Koreksi Fiskal (BIK) th 2005/2006Rp 260.000.000
Total Rp 1.000.000.000
Menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh pasal 21 tersebut adalah NIHIL.Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon
……………………………..
Contoh Surat Banding yang memenuhi ketentuan formal
Jakarta , 20 Agustus 2008
27
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
No : 024/2008
Lampiran : 11 Set
Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB
PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tgl 10 Juli 2006
yang diterbitkan oleh KPP Mana
Kepada Yth.
Badan Peradilan Pajak
Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX
Jalan Kalilio – Jakarta Pusat
Dengan hormat,
Bersama ini kami atas nama :
Nama : PT Suka Rame
NPWP : 9807436464
Alamat : Jakarta
Dengan memberi kuasa Hartanto, S.H., Konsultan Pajak, berkantor di jalan Gatot
Subroto No. 35 Jakarta bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat
Keputusan Keberatan Nomor …..tgl 10 Juli 2006 yang kami terima pada tanggal 2
Juli 2008 mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 Nomor
A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24 Pebruari 2006.
Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP Mana adalah sebagai berikut:
Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan
Keberatan.
Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT Suka Rame
adalah:
Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan obyek
PPh Pasal 21 yang tidak disetujui Wajib Pajak. Koreksi tersebut menurut Fiscus
karena adanya pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam ST
Tahunan PPh Pasal 21. Wajib Pajak tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut
wajib pajak semua Pembayaran kepada karyawan yang merupakan obyek PPh
Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
28
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Adapun alasan kami mengajukan banding adalah karena :
1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas
SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 ditolak
oleh KPP mana setelah melewati jangka waktu 12 bulan.
2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-
undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberi keputusan atas Surat Keberatan yang
diajukan Wajib Pajak.
3. Wajib Pajak telah mengajukan Keberatan atas
SKPKB PPh Pasal 21 ke KPP Mana pada tanggal 10 Maret 2006 (Photocopi
surat keberatan terlampir).
4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2007 Wajib Pajak
belum mendapatkan keputusan atas keberatan yang telah diajukan
sebelumnya.
5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) apabila
jangka waktu dua belas bulan telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan wajib pajak
dianggap diterima.
6. Pada tanggal 2 Maret 2008 Wajib Pajak menerima
Surat Keputusan Keberatan No ……..tertanggal 10 Desember 2006 yang
memutuskan bahwa Direktur Jenderal Pajak MENOLAK Keberatan Wajib
Pajak Dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut tertulis bahwa, KPP
menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.
7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP
(sampul surat keberatan) yang diterima Wajib Pajak tertulis cap pos tanggal
27 Pebruari 2005
Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB
PPh Pasal 21 No. A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24 Pebruari 2006
(Photocopi SSP terlampir).
Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami
lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
1) Salinan Surat Keputusan Keberatan No. ……. tanggal 10 Desember 2006
29
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
2) Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No A.0.12/KPP-Jakarta/VIII/2008 tanggal 24
Pebruari 2006
3) Salinan Surat Keberatan No ….. tanggal 10 Maret 2006 dan tanda terima
surat keberatan.
4) Salinan SSP tanggal …….
5) Photocopi NPWP Wajib Pajak
6) Salinan Akta Pendirian PT Suka Rame dan Perubahannya
7) Salinan Audit Report th 2004 (Laporan Keuangan) PT Suka Rame
8) Surat Kuasa Asli
Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri
persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya,
serta memberikan keterangan yang diperlukan selama proses banding
berlangsung.
Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat
dikabulkan. Atas Perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon
………………………..
30
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Contoh : Permohonan Peninjauan Kembali
Atas Putusan Pengadilan Pajak Reg No. 147 B/PP/PJK/2008
Dalam Perkara Pajak Antara
PT. Darma Kencana Textil, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt. 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat ;Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Penggugat ;
M e l a w a n :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:1) Bambang Heru Ismiarso, Jabatan Direktur Keberatan dan Banding;2) Erma Sulistyarini, Jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;3) Yurnalis RY, Jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat
Keberatan dan Banding;4) Fitriyana, Jabatan Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding,
masing-masing menggunakan alamat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, sesuai dengan Surat Kuasa Khusus Nomor. SKU-95/PJ/2008 tanggal 19 Mei 2008;
Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Tergugat ;
Jakarta, Desember 2009Kepada :Bapak Ketua Mahkamah Agung Republik IndonesiaDi Mahkamah Agung Republik IndonesiaJalan Merdeka Utara No. 13Jakarta PusatmelaluiYth. Bapak KetuaPengadilan PajakDi Gedung “D” Departemen Keuangan RI,Lantai 5 sampai 9Jl. Dr. Wahidin No. 1 JakartaDengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:Aria Wangsa,S.H., Konsultan Pajak, berkantor di jalan Ahmad Yani No. 110 Jakarta, dalam hal ini bertindak selaku kuasa dan karenanya sah untuk mewakili:PT. Darma Kencana Textile, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt. 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon peninjauan kembali sebagai berikut:1. Bahwa permohonan peninjauan kembali diajukan karena adanya suatu bagian
dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya (Pasal 91 huruf d Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
31
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Pasal 67 huruf d Undang-undang Nomor. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI) ;
2. Bahwa alasan lainnya adalah terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 67 huruf f Undang-undang Nomor. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI);
3. Bahwa adapun Amar Putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut, adalah sebagai berikut:
MENGADILI- Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak tanggal 30 Januari 2008 No.Put. 1
No. 147 B/PP/PJK/2008MENGADILI LAGI
- Menolak Jawaban Tergugat seluruhnya;- Menghukum Tergugat Asal untuk membayar semua perkara baik Tingkat
Pertama dan Tingkat Pembanding dan seterusnya a. Bahwa Majelis membuat keputusan, berdasarkan pendapat Termohon
Peninjauankembali yakni penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar No. 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, tidak melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya dokumen secara lengkap.
b. Bahwa hasil putusan tersebut, berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 juncto Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor. Kep-160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001 ;
c. Bahwa menurut Majelis, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Masa Pajak Maret 2005 ditanda tangan pada tanggal 18 April 2005, dan berdasarkan dokumen pelengkap baru diserahkan pada tanggal 15 Desember 2005;
d. Bahwa berdasarkan dokumen tersebut diatas, maka Majelis berpendapat bahwa dokumen diterima secara lengkap pada tanggal 15 Desember 2005;
e. Bahwa diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Masa Pajak Maret 2005 No. 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, maka antara 15 Desember 2005 sampai dengan 13 Oktober 2006, tidak melebihi 12 (dua belas) bulan ;
f. Bahwa menurut Pemohon Peninjauankembali, Majelis Hakim membuat putusan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni : (1) Pasal 17B ayat (1) Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1983 juncto Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000, antara lain berbunyi : kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain pada Keputusan Jenderal Pajak. Pada penjelasan pasal ini berbunyi : Untuk kegiatan tertentu yaitu ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu dapat dipersingkat dengan Keputusan Jenderal Pajak. (2) Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak, No.Kep- 160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001 berbunyi : Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat : 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak ; 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan
32
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
sepanjang penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak.
g. Bahwa berdasarkan peraturan tersebut diatas, dan Pemohon Peninjauankembali ditetapkan melakukan kegiatan tertentu, yakni ditetapkan berdasarkan No. Kep-160/PJ/2001 tanggal 19 Pebruari 2001, maka seharusnya jangka waktu yang dihitung adalah 2 (dua) bulan, bukan 12 (dua belas) bulan, karena dalam permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, tidak ada/tidak pernah ada pemeriksaan untuk semua jenis pajak. Ini dibuktikan bahwa hanya dilakukan pemeriksaan jenis Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) saja, yakni sebagai berikut:(1) Termohon Peninjauankembali melakukan pemeriksaan dan
diterbitkanny pemberitahuan hasil pemeriksaan Nomor. PHP-510/WPJ.07/KP.0505/2006 tertanggal 6 Oktober 2006, yang isinya daftar temuan pajak untuk pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai saja dan tidak ada pemeriksaan untuk semua jenis pajak.
(2) Kemudian diterbitkan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan hanya untuk Pajak Pertambahan Nilai Masa Maret 2005 Nomor 00185/407/05/057/06 tanggal 13 Oktober 2006, dan tidak ada surat ketetapan pajak lainnya.
h. Bahwa oleh sebab itu, Pemohon Peninjauankembali berpendapat, bahwa Majelis Hakim telah keliru menetapkan penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang mana yang seharusnya diperhitungkan adalah jangka waktu adalah 2 (dua) bulan ;
i. Bahwa dihitung dengan jangka waktu 2 (dua) bulan, maka antara tanggal 15 Desember 2005 sampai dengan 13 Oktober 2006, telah melampaui jangka waktu 2 (dua) bulan ;
j. Bahwa dengan demikian, disimpulkan bahwa alasan pengajuan permohonan Peninjauankembali, yakni suatu putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku terpenuhi ;
k. Bahwa dalam persidangan di Pengadilan Pajak, Pemohon Peninjauankembali menyampaikan juga peraturan perundang-undangan lain untuk menjadi dasar keputusan, yakni:(1) Penjelasan Pasal 17B ayat (1) Undang-undang Nomor. 6 juncto
Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 ... dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Pasal 3 ayat (6) Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000.
Demikianlah permohonan Peninjauan Kembali ini kami ajukan dengan harapan serta permohonan agar mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari Bapak.Terima kasih.
Hormat kami,Kuasa Hukum Pemohon,
Aria Wangsa,S.H.
33
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Contoh Surat Gugatan
SURAT GUGATAN
Jakarta, 25 November 2008
Kepada
Yth.KetuaPengadilan Pajak
Di Gedung “D” Departemen Keuangan RI,
Lantai 5 sampai 9
Jl. Dr. Wahidin No. 1 Jakarta
Hal : Gugatan
Dengan hormat,
PT. Darma Kencana Textile, beralamat di Wisma Standard Chartered Bank, Lt.
10 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 33-A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta
Pusat
Dengan ini memberi kuasa dengan hak substitusi kepada :
Aria Wangsa, S.H., Konsultan Pajak, berkantor di jalan Ahmad Yani No. 110
Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 November 2008 bertindak dan
untuk atas namaPT. Darma Kencana Textile, selanjutnya disebut sebagai
PENGGUGAT
Dengan ini mengajukan Gugatan terhadap :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor. 40-42 Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
1) Bambang Heru Ismiarso, Jabatan Direktur Keberatan dan Banding ;
2) Erma Sulistyarini, Jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3) Yurnalis RY, Jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat
Keberatan dan Banding;
34
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
4) Fitriyana, Jabatan Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding,
masing-masing menggunakan alamat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, sesuai dengan Surat Kuasa
Khusus Nomor. SKU-95/PJ/2008 tanggal 19 November 2008 ;
Selanjutnya akan disebut dengan TERGUGAT.
DASAR GUGATAN
1. Persyaratan Formal
a. Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor. 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai berikut :
(1) ..... ;
(2) ..... ;
(3) ...... ;
(4) ...... ;
(5) ...... ;
(6) ....... ;
(7) ……;
2. Bahwa gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Penagihan Pajak atau terhadap
keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku;
3. Bahwa sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31.
(1) ....;
(2) .... ;
(3) Bahwa Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus
sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan
atau Keputusan lainny sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 dan peraturan
perundangundangan perpajakan yang berlaku ;
4. Bahwa sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) huruf b, Undang-undang Nomor. 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, yang
berbunyi:
Pasal 23
(1) .... ;
35
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
(2) Bahwa gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a. .... ;
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 ;
5. Bahwa sesuai dengan Pasal 40 ayat (1), ayat (3) dan ayat (6) Undang-undang
Nomor. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 40
(1) Bahwa gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak;
(2) .... ;
(3) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan selain
gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh)
harisejak tanggal diterima Keputusan yang digugat;
(4) .... ;
(5) .... ;
(6) Terhadap I (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan
1 (satu Surat gugatan ;
6. Bahwa sesuai dengan persyaratan formal tersebut, maka Penggugat mengajukan
gugatan dan memenuhi persyaratan formal, yakni :
1) Bahwa Pemohon gugatan menggunakan upaya hukum yang dapat
dilakukan terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
2) Bahwa gugatan tersebut terhadap keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan keputusan perpajakan;
3) Bahwa gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak;
4) Bahwa jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain
gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal diterima keputusan yang digugat;
5) Bahwa terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan
diajukan 1 (satu) surat gugatan ;
ALASAN GUGATAN
Persyaratan Material
1. Bahwa ayat (1) dan ayat (3) Pasal 17B Undang-undang Nomor. 16 Tahun
2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ;
36
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
2. Bahwa pada penjelasan ayat (1), dengan jelas tertulis ... harus diterbitkan
surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa surat
pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan dengan uraian sebagai berikut bahwa :
a. SPT Masa PPN bulan Maret 2005 telah dilaporkan kepada Kantor
Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat pada tanggal 15
Maret 2005 dan di revisi (revisi administrasi) pada 26 Agustus 2005,
dalam hal SPT Masa diisi lengkap termasuk permohonan restitusi
kelebihan Pajak Pertambahan Nilai ;
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa
Maret 2005 diterbitkan pada tanggal 13 Oktober 2006 dengan Nomor.
00185/407/05/057/06 ;
c. Dengan demikian bahwa SKPLB diterbitkan melewati tanggal terakhir
yakni 25 Agustus 2006. Dengan demikian melewati lebih dari 1 (satu)
bulan, dan Penggugat mendapatkan imbalan bunga sebesar 2 (dua)
bulan dikalikan 2% = 4% dari pajak yang lebih bayar tersebut ;
3. Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.Kep-160/PJ/2001 Tentang
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
a. Bahwa menurut surat dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal
Asing Empat tersebut diatas, dikatakan 12 (dua belas) bulan dihitung
sejak data diterima dengan lengkap;
b. Bahwa berdasarkan itu, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan
tidak melebihi waktu 12 bulan, sehingga permohonan Penggugat
tentang permintaan imbalan bunga, tidak dapat diproses lebih lanjut;
c. Bahwa menurut Penggugat, data sebagai pelengkap permohonan sudah
disiapkan sejak awal, yakni pada bulan saat melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT Masa PPN);
d. Bahwa data tersebut tidak dapat diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak
Penanaman Modal Asing Empat, karena tidak ada sarana penerima, dan
data tersebut baru diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman
Modal Asing Empat setelah diterbitkannya SP3 (Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak) oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal
Asing Empat;
e. Bahwa Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan tersebut diterbitkan pada tanggal
37
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
30 Mei 2005 namun baru diserahkan kepada Penggugat pada tanggal 15
Desember 2005;
f. Bahwa data tersebut baru diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak
Penanaman Modal Asing Empat pada tanggal 15 Desember 2005, 17
Maret 2006 (permintaan tambahan) dan 7 April 2006 (permintaan
tambahan);
g. Bahwa dengan demikian penghitungan 12 (dua belas) bulan tidak dapat
berdasarkan diterimanya data secara lengkap, serta penerbitan SP3
tersebut merupakan wewenang Kantor Pelayanan Pajak Penanaman
Modal Asing Empat dan seharusnya tidak terkait dengan penghitungan
jumlah waktu;
4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka menurut Penggugat,
bahwa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan melebihi batas
waktu 12 (dua belas) bulan, yakni dihitung sejak surat pemberitahuan diisi
dengan lengkap dan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman
Modal Asing.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penggugat mohon agar Pengadilan Pajak
berkenan memutuskan : Bahwa dengan ini Pemohon gugatan sangat memohon
kepada Majelis Pengadilan Pajak yang Penggugat hormati, kiranya mau
mengeluarkan putusan yang menerima permintaan imbalan bunga dari Pemohon
gugatan.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat,
Aria Wangsa, S.H.
38