UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN...

78
UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN BACKBONE JAKARTA - SINGAPURA MELALUI JALUR DARAT DAN LAUT DI INDONESIA DENGAN METODE TEKNO EKONOMI (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas Nusa) TESIS FANDI KRISMANTO 080642437 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO KEKHUSUSAN MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI JAKARTA GENAP 2011 Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN BACKBONE

JAKARTA - SINGAPURA MELALUI JALUR DARAT DAN

LAUT DI INDONESIA DENGAN METODE TEKNO

EKONOMI

(Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas Nusa)

TESIS

FANDI KRISMANTO

080642437

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

KEKHUSUSAN MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI

JAKARTA

GENAP 2011

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Perpustakaan
Note
Silakan klik bookmarks untuk melihat atau link ke hlm
Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Fandi Krismanto

NPM : 0806424371

Program Studi : Manajemen Telekomunikasi

Judul Seminat : ”Studi kasus penyediaan layanan backbone

Jakarta – Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan Metode

Tekno Ekonomi”.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik

pada Program Studi Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik, Universitas

Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 8 Juli 2011

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmah,

Hidayah dan Inayah-Nya, penulis diberikan kekuatan, kesabaran, dan kemudahan

untuk menyusun dan menyelesaikan laporan tesis ini. Sholawat dan salam semoga

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mengikuti tesis Jurusan Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia. Saya

menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Muhamad Asvial, M.Eng selaku Pembimbing seminar/tesis yang begitu

besar peranannya dalam memberikan bimbingan serta pengarahan dalam

penulisan tesis ini.

2. Rekan-rekan di PT. NAP INFO LINTAS NUSA dan PT. MORA

TELEMATIKA INDONESIA yang telah membantu pengumpulan Data yang

dibutuhkan, serta memberi masukan, saran dan pengarahannya.

3. Orang tua dan kakak, yang memberikan dorongan baik moril maupun materil,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai selesai.

4. Seluruh rekan-rekan di Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia.

5. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini.

Akhir kata semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Fandi Krismanto

NPM : 0806424371

Program Studi : Manajemen Telekomunikasi

Departemen : Teknik Elektro

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclisive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saua yang berjudul:

” Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta – Singapura melalui jalur

darat dan laut di Indonesia dengan Metode Tekno Ekonomi”.

Beserta perangkatan yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis, pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 8 Juli 2011

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

vi

ABSTRAK

Nama : Fandi Krismanto

Program Studi : Teknik Elektro

Judul : Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta –

Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan

Metode Tekno Ekonomi

Pelanggan internet di Indonesia akan bertambah dari hari ke hari. Lonjakan

jumlah pelanggan ini tentu menggembirakan pelaku industri penyedia internet.

Namun penambahan jumlah pelanggan juga membawa konsekuensi serius bagi

operator, yaitu kapasitas jaringan untuk menjamin konektifitas pelanggannya.

Dengan menggunakan data periode tertentu dan metode tekno ekonomi untuk

melakukan penelitian kapasitas trafik dan harga. Perhitungan dan analisis

dilakukan untuk mendapatkan komponen nilai kapasitas total backbone terpakai

dan pengaruh investasi dari penyelenggaraan backbone terutama link Jakarta -

Singapura.

Setelah diperoleh total kapasitas bandwith dari beberapa penyedia akses dan

teknologi yang diterapkan maka dapat diketahui nilai ekonomis dari

penyelenggaraan infrastruktur backbone internasional ini melalui analisa nilai

NPV, IRR dan BEP. Dari pengaruh investasi tersebut maka didapat faktor harga

penyewaan backbone Jakarta - Singapura apakah semakin meningkat atau

menurun.

Kata Kunci :

Kapasitas, Tekno-Ekonomi, NPV, IRR, BEP

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

vii

ABSTRACT

Name : Fandi Krismanto

Study Program : Electrical Engineering

Title : Case studies services backbone Jakarta-Singapore using

link land and link sea in Indonesia using Methode of

Techno - Economics

Internet subscribers in Indonesia will grow from day to day. Surge in the number

of customers is certainly encouraging industry players internet provider. But the

increase in the number of customers also have serious consequences for the

operator, namely the capacity of the network to ensure connectivity customers.

By using the data specified period of economic and techno methods to conduct

research traffic capacity and price. Calculation and analysis is performed to obtain

the value of the total capacity of backbone components used and the effect of the

implementation of investment primarily backbone link Jakarta – Singapura.

Having obtained the total bandwidth capacity of multiple access providers and

technologies are applied, it can be known to the economic value of organizing this

international backbone infrastructure through analysis NPV, IRR and BEP. The

effect this investments is derived factor rental prices backbone Singapore -

Singapore is increasing or decreasing.

keywords:

Traffic, Techno-economics, NPV, IRR and BEP

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i

PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………... ii

KATA PENGANTAR …………………………………………..…….……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………... iv

HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH PUBLIKASI ……………….. v

ABSTRAK ………………………………………………………………...….. vi

ABSTRACT ……………………………………………………..…………….. vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………...………… viii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xiii

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ……………………………………………..…….………… 1

1.2.Identifikasi Permasalahan ……………………………….………..………. 3

1.3.Pembatasan Masalah ……….………………………………………..……. 3

1.4.Tujuan Penelitian ………….………………………………………..…… 4

1.5.Metode Penulisan ………...…………………………………….………..… 4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Penetrasi Internet di Indonesia …………………………………………..… 5

2.2. Layanan Broadband di Indonesia ………………………………………..… 6

2.3. Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas

Nusa dan PT. Mora Telematika Indonesia ………………………… 7

2.4. Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy) …………………..….. 8

2.5. Teknologi DWDM

2.5.1 Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ………. 9

2.5.2 Konsep Dasar DWDM …………………………………… 13

2.5.3 Spasi Kanal ………………………………………………. 14

2.5.4 Elemem Jaringan DWDM…………………………………. 15

2.6 Teknologi Jaringan …..……………………………………………... 16

2.6.1 Network Topologi …………………..……………………... 16

2.6.2 Model OSI dan TCP IP ………………………………..…….. 19

2.6.3 Routing Protocols ……………………………………………. 22

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

ix

2.6.4 Konsep Switching ……………..………………………………………….. 24

2.7 Servis Layanan ………………………………………………………… 25

2.8 Internet Global Routing ………………………………………………….. 27

BAB III ANALISA TEKNO EKONOMI ………………………………… 28

3.1 Tahap Pengumpulan Data ………………….…………………………… 29

3.2 Tahap Analisa ………………………………………….…………….. 30

3.3 Aspek Teknologi ………………………………………………………. 30

3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional ……..… 30

3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info ……… 31

3.3.2.1 Topologi backbone layer 1 …………………………………… 32

3.3.2.2 Topologi backbone layer 2 ……………………………………... 33

3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3 .………………………..………….. 34

3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas …………………… 34

3.3.4 Target Market Pendistribusian Layanan …………………………… 36

3.3.5 OSP Provider ……………………………………………………….. 38

3.4 Aspek Ekonomis …………………………………………….………….. 41

3.4.1 Arus kas (Cash Flow) ………………………………...…………… 43

3.4.2 CAPEX dan OPEX …………………………………………......... 43

3.4.3 Discount Rate …………………………………………………. 44

3.4.4 EBIT dan EBITDA …………….…………………………………. 45

3.4.5 COGS ………………………………………………………….. 46

3.4.6 BEP ………………………………………………………….. 46

3.4.7 Depresiasi …………………………...……………………………… 47

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

x

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Traffik Data Internet Existing …………………………………………….. 48

4.2 Alokasi Anggaran …………………………………………………………. 50

4.2.1 CAPEX dan OPEX ……………………………………… 50

4.3 Sumber Pendapatan ……………...……………………………………….. 51

4.4 Analisa Revenue ……………………..…………………………………… 53

4.5 Analisa Investasi …………………………………………………………. 54

4.5.1 Metode Internal Rate of Return ……………………….. 56

4.5.2 Metode NPV …………………………………………… 56

BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………… 59

DAFTAR REFERENSI ………………………………………….……......... 60

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global ……….………………………………. 1

Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi ………………………………… 6

Gambar 2.2 Konvergensi Layanan Broadband ………………………………. 7

Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing ……………………… 9

Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)......……… 9

Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup ………… 10

Gambar 2.6 Konsep DWDM ………………………………………………… 13

Gambar 2.7 Topologi Jaringan ………………………………………………... 18

Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP ………………...………………………… 19

Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP ……………..………….. 23

Gambar 2.10 Konsep Switching ………………………………….....…………. 24

Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH …………………………………...…. 25

Gambar 2.12 Servis Layer 2 …………………………………...……………. 25

Gambar 2.13 Servis Layer 3 ………………………………………………….. 26

Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet …… 27

Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet net ………… 27

Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa …………………………. 28

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi…………………………. 29

Gambar 3.3. Infrastruktur Jakarta – Singapura……………………………. 31

Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa …………………….…. 32

Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo ………………………………. 32

Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa ....……. 33

Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo…………….…… 33

Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa ...……………. 34

Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo …………………..… 34

Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM ………………………….…………. 35

Gambar 3.11 Perangkat Sub Marine Cable ………………………………….. 36

Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System ……………………………… 37

Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo ……………………………… 38

Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional

NAP INFO ……………………………………………………………….…….. 48

Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional

NAP INFO……………………………………………………………………... 48

Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound

dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………………..… 49

Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound

dan Outbond Upstream PCCW Moratelindo …………………….… 49

Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound

dan Outbond Upstream TATA Moratelindo ……………………….…….….… 49

Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound

dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………….…….… 50

Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix ………………………………….…….… 52

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xii

Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo ………………………….……….... 52

Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix …………….…………. 53

Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo ……………….... 53

Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix ……………………….. 58

Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo ………………..... 59

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) ………...…. 15

Tabel 2.2 Model OSI ……………………………………….………………… 19

Table 3.1 OSP Matrix Cable System ………………………………………… 39

Tabel 3.2 OSP Moratelindo ………………………………………………… 39

Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral………...………………………………. 44

Tabel 4.1 CAPEX Matrix ……………………………….............................. 51

Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo ………………………………………………. 51

Tabel 4.3 Faktor Investasi ………………………………………..……………. 52

Tabel 4.4 Revenue Matrik ……………………………………………………… 53

Tabel 4.5 Revenue Moratelindo ………………………………………………. 54

Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System ……………………..…… 55

Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo ………………………………….. 56

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xiv

DAFTAR SINGKATAN

APJII Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

ANSI America National Standard Institute

ATM Ansychronous Transfer Mode

BGP Border Gateway Protocol

CWDM Coarse Wavelength Division Multiplexing

DWDM Dense Wavelength Division Multiplexing

DCF Discount Cash Flow

DHCP Dynamics Host Configuration Protocol

DNS Domain Name System

EDFA Erbium Doped Fiber Amplifier

EU Europian Union

EGP External Gateway Protocol

EVDO Evolution Data Only

FCC Federal Communications Commission

FTP File Transfer Protocols

HSDPA High-Speed Downlink Packet Access

HTTP Hypertext Transfer Protocol

IETF Internet Engineering Task Force

IGP Internal Gateway Protocol

ISO International Standarization Organization

ISP Internet Service Provider

ILA In Line Amplifier

IPLC International Private Link Circuit

IP Internet Protocol

ITU International Telecomunication Union

ICMP Internet Control Message Protocol

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xv

IGMP Internet Group Management Protocol

ISDN Integrated Service Digital Network

IRR Internal Rate of Return

ISOC Internet Society

IAB Internet Architecture Board

LAN Local Area Network

LED Light Emitting Diode

LLC Logical Link Control

MCS Matrix Cable System

MAC Media Access Control

MAN Metro Area Network

NAP Network Access Provider

NFS Network File System

NPV Net Present Value

NIC Network Interface Card

OADM Optical Add / Drop Multiplexer

OSI Open Systems Interconnection

OXC Optical Cross Connect

OEO Optical Electrooptic

OA Optical Amplifier

OECD Organization for Economic Co-orperation and Development

PBP Pay Back Periode

PSTN Public Switched Telephone Network

PDH Plesiochronous Digital hierarchy

RDP Remote Desktop Protocol

RFC Request For Commence

R & D Reasearch And Development

SDH Synchronous Digital Hierarchy

SONET Synchronous Optical Networking

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

Universitas Indonesia

xvi

STM Synchronous Transport Module

SMTP Simple Mail Transfer Protocol

SNMP Simple Network Management Protocol

TCP Transmission Control Protocol

UDP User Diagram Protocol

VLAN Virtual LAN

VNC Virtual Network Computing

WDM Wavelength Division Multiplexing

WAN Wide Area Network

WINSOCK Windows Socket

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

1 Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya teknologi telekomunikasi di dunia pada umumnya dan

Indonesia pada khususnya membuka peluang bagi penyelenggara telekomunikasi

untuk berkembang. Di Indonesia perkembangan internet menjadikan bisnis baru

yang cukup marak dalam hal perkembangan infrastruktur telekomunikasi,

penggunaan perangkat dan teknologi telekomunikasi yang akan diterapkan. Hal

tersebut menjadikan para penyelenggara telekomunikasi yaitu NAP, ISP dan

Operator seluler berkompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan internetnya

disisi pelanggan dengan pemenuhan kapasitas jaringan backbone internasional.

NAP, ISP dan Operator telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak yang

penting dalam hal distribusi kapasitas bandwith layanan internet di Indonesia pada

sisi end-user. Di sisi end-user pemilihan Operator Telekomunikasi dan ISP untuk

kenyamanan berinternet dengan akses yang cepat dan berkualitas dengan

terpenuhi kapasitas bandwith mereka. Di sisi Operator Telekomunikasi dan ISP

pemilihan NAP merupakan hal yang krusial dalam peningkatan kualitas layanan

langsung terhadap jaringan mereka dan secara tidak langsung ke pelanggan

dimana pemenuhan kapasitas backbone mereka terpenuhi.

Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global [1]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

2 Universitas Indonesia

Pada gambar 1.1 menjelaskan penetrasi internet secara global. Saat ini

diperkirakan pertumbuhan masyarakat Internet mencapai 1,97 miliar pemakai

dengan tingkat penetrasi mencapai 28.7% (tumbuh sampai 448%). Secara khusus

di Asia, China masih menempati di urutan pertama sebagai negara yang memiliki

penetrasi 31,6% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 420 juta). Yang

cukup membanggakan adalah Indonesia menempati urutan ke 5 dengan tingkat

penetrasi 12.3% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 30 juta) [1].

Berdasarkan data tersebut maka di Indonesia kebutuhan akan layanan internet

dimana dibutuhkan akses yang cepat, berkualitas dan harga yang terjangkau

menjadi sangat penting. Penggunaan jaringan serat optik untuk pemenuhan

kapasitas backbone merupakan salah satu solusi untuk telekomunikasi di

Indonesia. Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo dalam beberapa tahun terakhir

ini cukup berperan aktif dalam penyediaan jalur backbone internasional.

Implementasi jaringan internasional yang dimaksud backbone adalah topologi

point to point (PTP) yaitu pada layer 1, 2 dan 3. Untuk servis layanan layer 1

yaitu IPLC (E1, VC3, DS3 dan NxSTM) dan EPL (Fast Ethernet, Gigabit

Ethernet) melalui teknologi SDH. Pada layer 2 yaitu layanan EVPL (VLAN)

dengan backbone menggunakan teknologi switching. Terakhir adalah layer 3

adalah servis layanan internet lebih dikenal dengan IP Transit, yaitu melalui

routing.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam penyelenggaran backbone

dalam faktor tekno - ekonomi yaitu faktor teknologi dan ekonomi. Faktor

teknologi lebih mengarah terhadap arsitektur jaringan yaitu penerapan topologi

jaringan, teknologi perangkat, rute jalur backbone darat atau laut terhadap servis

layanan yang akan dijual. Seperti kita ketahui pembangunan infrastruktur

backbone internasional sangat mahal, yaitu besarnya nilai capex dan opex.

Faktor ekonomi yang dibahas pada tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR,

BEP, Discount Rate dan cash flow.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

3 Universitas Indonesia

Berdasarkan faktor – faktor tersebut dan mengambil data pada dua operator ini

maka dapat dianalisis dengan metode Tekno-Ekonomi penyelenggaraan backbone

terhadap permintaan kapasitas dan harga penyewaan backbone internasional di

Indonesia.

1.2 Identifikasi Permasalahan

Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa permasalahan untuk koneksi

jaringan backbone internasional di Indonesia.

1. Keterbatasan kapasitas jalur backbone internasional dan penyediaan

perangkat sesuai dengan permintaan akan kapasitas sehingga perlunya

diadakan pembangunan backbone internasional.

2. Persaingan harga terhadap kapasitas bandwith backbone internasional yang

dibutuhkan.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah agar pembahasan tidak

terlalu meluas, dan diharapkan bisa fokus terhadap pokok permasalahan. Berikut

adalah batasan-batasan yang diberikan oleh penulis:

a. Penelitian ini hanya pada segmen jalur Jakarta – Singapura yang merupakan

traffik paling banyak untuk penggunaan bandwith di Indonesia.

b. Metode tekno ekonomi yang digunakan berdasarkan metodologi yang

dikembangkan Uni Eropa.

c. Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus di Moratelindo dan Nap

Info Lintas Nusa, sehingga penulisan didasarkan pada data perusahaan terkait.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

4 Universitas Indonesia

1.4 Tujuan Penelitian

a. Menganalisa pengaruh teknologi DWDM terhadap pemenuhan kapasitas

jaringan backbone Jakarta – Singapura pada provider Moratelindo dan Nap

Info Lintas Nusa.

b. Menganalisa menggunakan metode tekno ekonomi (NPV, IRR, BEP dan

Payback Period) pembangunan jalur Jakarta – Singapura melalui darat dan

laut yang diterapkan pada Moratelindo dan Nap Info Lintas Nusa.

1.5. Metode Penulisan

1. Studi literatur yaitu meliputi pengambilan referensi dari beberapa sumber.

2. Pengumpulan data yaitu bersumber dari beberapa sampel provider yang

bergerak dalam jasa internet dimana terkoneksi pada jaringan 2 operator NAP

ini.

3. Analisa menggunakan metode Tekno - Ekonomi yaitu menganalisa

implementasi teknologi terhadap investasi yang dikeluarkan.

4. Kesimpulan yaitu menganalisis hasil perhitungan investasi yang dikeluarkan

yaitu nilai NPV, IRR dan BEP.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

5

Universitas Indonesia

BAB II

LAYANAN INTERNET DI INDONESIA, TEKNOLOGI JARINGAN OPTIK

(SDH, DWDM) DAN NETWORK TOPOLOGI

2.1 Penetrasi Internet di Indonesia

Di Indonesia penyedia jasa internet disebut dengan ISP (Internet Servis Provider).

Berdasarkan data APJII 2011 ada sekitar 234 ISP yang telah terdaftar semenjak tahun

1996, akan tetapi kurang dari 200 ISP yang masih aktif saat ini. ISP ini menawarkan

layanan ke pelanggan secara langsung maupun tidak langsung ke pelanggan. Secara

langsung ISP mendapat ijin untuk mendistribusikan internet ke perusahaan atau

personal sedangkan secara tidak langsung bekerja sama dengan beberapa operator

telekomunikasi dimana memiliki cakupan yang luas termasuk servis mobile internet.

NAP (Network Access Provider) di Indonesia bertugas sebagai penyedia infrastruktur

terhadap jaringan akses provider di Indonesia seperti ISP dan Operator

telekomunikasi. Pengaruh NAP cukup signifikan terhadap kualitas dan harga internet

di Indonesia. Semakin banyaknya infrastruktur yang dibuat menjadikan kapasitas

yang besar membuat harga semakin lebih kompetitif.

Operator telekomunikasi terutama seluler dan fixed line sudah berjalan dahulu untuk

pelayanan jasa telekomunikasi di Indonesia dan sangat familiar terhadap konsumen di

Indonesia akan kebutuhan telekomunikasi. Seiring dengan perkembangan teknologi

telekomunikasi dan semakin variatif kebutuhan konsumen di Indonesia maka operator

berlomba – berlomba untuk memperbarui jenis layanannya lihat gambar 2.1.

Kebutuhan masyarakat Indonesia dalam industri telekomunikasi sudah berubah

dimana komunikasi suara bukan layanan yang utama. Salah satu layanan yang cukup

fenomenal pada akhir tahun 2008 adalah layanan Blackberry Internet Service (BIS).

Didalam layanan BIS konsumen mendapat paket layanan bukan hanya suara saja,

adapun jenis layanannya adalah email dan internet.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

6

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi [2]

2.2 Layanan Broadband di Indonesia

Broadband adalah internet berkecepatan tinggi dan biasanya memiliki kecepatan

mengirimkan data berbeda dengan dial up lewat modem.

ITU-T merekomendasikan I.113 yaitu broadband sebagai kapasitas transmisi yang

lebih cepat dari ISDN pada 1,5-2 Mbit/s [25].

FCC mendefinisikan broadband adalah 2000 kbit/s (0,2 Mbit/s) dalam satu arah dan

advanced broadband setidaknya 200 Kbit/s dalam dua arah [25].

The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)

mendefinisikan sebagai 256 kbit /s setidaknya dalam satu arah dan kecepatan bit ini

adalah dasar yang paling umum yang dipasarkan sebagai broadband diseluruh dunia

[25].

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

7

Universitas Indonesia

Gambar 2.2 Konvergensi layanan broadband [3]

Di Indonesia kebutuhan akan layanan broadband mengalami konvergensi, lihat

gambar 2.2. Salah satu teknologi broadband yang berkembang di Indonesia adalah

mobile broadband seperti (3G, HSDPA, dan EVDO) dan fixed broadband adalah

fiber optik dan kabel coaxial. Dari beberapa teknologi broadband tersebut untuk

memenuhi kebutuhan kapasitas backbone internasional adalah fiber optik.

Keuntungan penggunaan fiber optik adalah :

- Fiber optik akan meningkatkan kualitas, reabilitas, dan penghematan dalam

operasional

- Harga bersaing dibanding dengan kabel coaxial

- Fiber optik menawarkan 2-way serviss dimana akan meningkatkan pendapatan

bagi perusahaan

- Jaringan fiber optik dapat di ekspansi dengan kapasitas lebih besar untuk

menyediakan kekurangan layanan.

2.3 Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas Nusa dan

PT. Mora Telematika Indonesia

PT. Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) dan PT. Nap Info Lintas Nusa

merupakan penyedia jalur backbone domestik dan international. Pembangunan

backbone yang cukup sensasional adalah pembangunan jalur internasional yaitu

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

8

Universitas Indonesia

jalur dari Jakarta ke Singapura. Nap Info memiliki rute cable system terpanjang dari

Jakarta ke Singapura dengan produknya yang bernama Matrix Cable System (MCS)

dengan panjang 1055 km dengan kapasitas 100 Gbps dan dapat mencapai kapasitas

maksimum 2,5 Terrabytes [18]. Sementara Moratelindo memiliki panjang sekitar 370

km untuk kabel laut dari Singapura ke Dumai dan sisanya melalui jalur darat ke

Jakarta dengan kapasitas lebih dari (9 x 10 Gbps) [17].

Sebagai operator penyedia infrastruktur telekomunikasi Nap Info Lintas Nusa dan

Moratelindo menawarkan produk utama layanan internasional yaitu IPLC

(Internasional Private Link Circuit), EPL (Ethernet Private Line), EVPL (Ethernet

Virtual Private Line) dan layanan internet internasional (IP Transit).

2.4 Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy)

SDH merupakan suatu struktur transport digital yang beroperasi dengan pengaturan

yang tepat terhadap payload dan mengirimnya melalui jaringan transmisi sinkron.

Sebelum SDH, hirarki digital yang paling umum digunakan adalah plesiochronous

digital hierarchy (PDH), di dunia ada tiga macam versi PDH yaitu versi Amerika,

Eropa dan Jepang, ketiga versi tersebut tidak kompatibel satu dengan yang lainnya,

sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka munculah teknologi sinkron yang baru

yaitu SDH. Selain itu keterbatasan PDH untuk menyediakan kanal yang besar turut

pula melatar belakangi munculnya Teknologi SDH yang mampu mengirimkan sinyal

informasi dengan kecepatan dan fleksibilitas yang cukup tinggi. Selain itu SDH

memiliki struktur yang lebih sederhana dari pada PDH. Dalam SDH, tributary

Amerika Utara dan Eropa hanya melalui satu tahapan pemultipleksan, sedangkan

dalam PDH pemultipleksan asinkron digunakan saat suatu tributary di multipleks ke

dalam suatu tributary yang laju bitnya lebih tinggi.

Struktur Multiplexing SDH merupakan gabungan beberapa proses dan elemen yang

harus dilalui oleh sinyal sampai ditransmisikan.Struktur multiplexing pada SDH

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

9

Universitas Indonesia

merupakan suatu urutan proses multiplexing dimulai dari tahap tributary sampai

membentuk satu frame STM-N seperti ditunjukan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing [9]

2.5.1 Teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing)

Pada awal tahun 1980 diperkenalkan teknologi WDM (Wavelength Division

Multiplexing), yang mampu memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang

berbeda-beda (tiap panjang gelombang mengandung sinyal informasi yang berbeda)

yang kemudian dimultipleks menjadi satu sinyal agar dapat dikirimkan dalam satu

utas serat optis secara simultan. WDM pada saat itu hanya mempunyai 2 kanal yang

terletak pada panjang gelombang 1310 dan 1550 nm [13].

Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) [13]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

10

Universitas Indonesia

Teknologi DWDM merupakan perbaikan teknologi WDM yang telah dikembangkan

sebelumnya, yaitu memperkecil spasi antar kanal, sehingga terjadi peningkatan

jumlah kanal yang mampu dimultipleks. Inti perbaikan terdapat pada infrastruktur

yang digunakan, seperti jenis laser, tapis, dan penguat. Perbaikan teknologi ini dipicu

dengan adanya perkembangan teknologi fotonik, seperti penemuan EDFA (Erbium

Doped Fiber Amplifier) sebagai penguat optis, dan laser dengan presisi yang lebih

tinggi yang disebut teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing).

Penemuan EDFA memungkinkan DWDM beroperasi pada daerah 1550 nm yang

memiliki atenuasi rendah, sementara sebagian besar sistem WDM konvensional

masih beroperasi pada daerah 1310 nm dengan tingkat atenuasi lebih tinggi.

Terdapat beberapa kelebihan dari DWDM secara umum, yaitu:

- Kapasitas sistem maksimum

- Jarak maksimum tercapai dengan penggunaan EDFA

- Telah tersedianya fungsi OAM

Berkaitan dengan ketransparanan sistem DWDM dikenal ada dua sistem antarmuka,

yaitu system terbuka dan sistem tertutup, ditunjukkan oleh Gambar 2.4.

Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup [13]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

11

Universitas Indonesia

Elemen jaringan DWDM sistem terbuka memungkinkan SONET/SDH, switch IP dan

ATM disambungkan secara langsung pada jaringan DWDM. Sedangkan pada sistem

tertutup, switch IP dan atau ATM tidak dapat secara langsung dihubungkan ke

jaringan DWDM, namun memerlukan perantara SONET/SDH yang berasal dari

vendor perangkat DWDM yang digunakan. Perbandingan teknologi serat optik

konvensional dan teknologi DWDM adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas serat optik yang dipakai lebih optimal. DWDM dapat mengakomodir

banyak cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda dalam sehelai serat

optik, sedangkan teknologi serat optik konvensional hanya dapat

mentransmisikan satu panjang gelombang dalam sehelai serat optik.

2. Instalasi jaringan lebih sederhana. Penambahan kapasitas jaringan pada teknologi

serat optik konvensional dilakukan dengan memasang kabel serat optik baru,

sedangkan pada DWDM cukup dilakukan dengan penambahan beberapa panjang

gelombang baru tanpa harus melakukan perubahan fisik jaringan.

3. Penggunaan penguat lebih efisien. DWDM menggunakan penguat optik yang

dapat menguatkan beberapa panjang gelombang sekaligus dengan interval

penguatan yang lebih jauh, sehingga penguat optik yang digunakan pada DWDM

lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi serat optik konvensional. Penguat

optik yang digunakan dalam teknologi DWDM adalah EDFA. EDFA (Erbium

Doped Fiber Amplifier) merupakan serat optik dari bahan silica (SiO2) dengan

intinya (core) telah dikotori dengan bahan Erbium (Er3+), termasuk ke dalam

golongan Rare-Earth Doped Fiber Amplifier. Berikut ini beberapa keunggulan

yang dimiliki oleh EDFA, sehingga dapat mendukung teknologi DWDM:

- Faktor peroleh EDFA sangat tinggi. EDFA pada tahap eksperimen memiliki

gain sebesar 40 dB. Sedangkan perangkat EDFA komersil mempunyai gain

20-30 dB dengan memompa energi sebesar 10 mW.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

12

Universitas Indonesia

- Bandwith lebar Ion Erbium melepaskan foton dengan interval panjang

gelombang 1530-1560 nm atau sama dengan bandwith sebesar 3 THz. Pada

interval tersebut redaman yang terjadi pada serat optik hanya berkisar 0.2

dB/km, sehingga EDFA dapat memperkuat puluhan sinyal dengan panjang

gelombang yang berbeda secara bersamaan.

- Noise figure EDFA sangat kecil. Noise figure merupakan perbandingan antara

S/Nin dengan S/Nout, sehingga untuk tansmisi jarak jauh akan menghasilkan

akumulasi derau optik, namun dengan adanya tapis optik pada perangkat

EDFA maka noise figure yang muncul sangat kecil.

- Daya output yang besar. Daya output pada EDFA meningkat seiring dengan

meningkatnya daya diode laser (optikal pump).

- Kemudahan instalasi. EDFA mudah diinstalasi karena EDFA juga berbentuk

serat.

4. Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih efisien. Hal ini akibat

arsitektur jaringan DWDM lebih sederhana dibandingkan arsitektur jaringan serat

optik konvensional.

Terdapat pula beberapa kekurangan DWDM, seperti:

- Teknologi yang kompleks dan membutuhkan daya lebih besar

- Diperlukan Laser dengan akurasi tinggi

- Diperlukan filter panjang gelombang yang baik

- Penggunaan EDFA sebagai amplifier cukup mahal

- Biaya peluncuran yang lebih besar daripada CWDM

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

13

Universitas Indonesia

2.5.2 Konsep Dasar DWDM

Gambar 2.6 Konsep DWDM [13]

Secara umum, sistem DWDM melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Sinyal dihasilkan melalui sumber cahaya (laser atau LED).

2. Sinyal digabungkan dengan menggunakan multiplexer.

3. Sinyal ditransmisikan.

4. Amplifying dan regenerating. Sinyal yang melewati fiber optik perlu melalui

proses penguatan. Amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal yang diterima

untuk diteruskan kembali. Sedangkan, regenerator berfungsi untuk menguatkan

dan memperbaiki kualitas sinyal.

Masukan sistem DWDM berupa trafik yang memiliki format data dan laju bit yang

berbeda dihubungkan dengan laser DWDM. Laser tersebut akan mengubah masing-

masing sinyal informasi dan memancarkan dalam panjang gelombang yang berbeda-

beda λ 1, λ 2, λ 3,…. λN. Kemudian masing-masing panjang gelombang tersebut

dimasukkan kedalam MUX (multiplexer), dan keluaran disuntikkan kedalam sehelai

serat optik. Selanjutnya keluaran MUX ini akan ditransmisikan sepanjang jaringan

serat. Untuk mengantisipasi pelemahan sinyal, maka diperlukan penguatan sinyal

sepanjang jalur transmisi. Sebelum ditransmisikan sinyal ini diperkuat terlebih dahulu

dengan menggunakan penguat akhir (post amplifier) untuk mencapai tingkat daya

sinyal yang cukup. ILA (in line amplifier) digunakan untuk menguatkan sinyal

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

14

Universitas Indonesia

sepanjang saluran transmisi. Sedangkan penguat awal (pre-amplifier) digunakan

untuk menguatkan sinyal sebelum dideteksi. DEMUX (demultiplexer) digunakan

pada ujung penerima untuk memisahkan antar panjang gelombang yang selanjutnya

akan dideteksi menggunakan photo detector. Multiplexing serentak kanal masukan

dan demultiplexing kanal keluaran dapat dilakukan oleh komponen yang sama, yaitu

multiplexer / demultiplexer.

2.5.3 Spasi Kanal

Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang gelombang agar tidak terjadi

interferensi. Standarisasi spasi perlu dilakukan agar sistem DWDM dari berbagai

vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi. Jika panjang gelombang operasi

berbanding terbalik dengan frekuensi, hubungan bedanya dikenal dalam panjang

gelombang masing-masing sinyal. Faktor yang mengendalikan besar spasi kanal

adalah bandwith pada penguat optik dan kemampuan penerima mengidentifikasi dua

set panjang gelombang yang lebih rendah dalam spasi kanal. Kedua faktor itulah yang

membatasi jumlah panjang gelombang yang melewati penguat. Saat ini terdapat dua

pilihan untuk melakukan standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau

spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi frekuensi adalah:

∆f = �

ƛ� ∆ƛ (2.1)

∆f : spasi frekuensi (GHz)

∆λ : spasi lamda (nm)

λ : panjang gelombang daerah operasi (nm)

c : 3 x 108 m/s.

Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi dan sebaliknya akan menghasilkan nilai yang

kurang presisi, sehingga sistem DWDM dengan satuan yang berbeda akan mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi. ITU-T kemudian menggunakan spasi frekuensi

sebagai standar penentuan spasi kanal.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

15

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) [13]

2.5.4 Elemem Jaringan DWDM

Dalam aplikasi DWDM terdapat beberapa elemen yang memiliki spesifikasi khusus

disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Elemen tersebut adalah:

1. Wavelength Multiplexer/Demultiplexer. Wavelength Multiplexer berfungsi untuk

memultiplikasi kanal-kanal panjang gelombang optik yang akan ditransmisikan

dalam serat optik. Sedangkan wavelength demultiplexer berfungsi untuk

mendemultiplikasi kembali kanal panjang gelombang yang ditransmisikan

menjadi kanalkanal panjang gelombang menjadi seperti semula.

2. OADM (Optikal Add/Drop Multiplexer). Diantara titik multiplexing dan

demultiplexing dalam sistem DWDM merupakan daerah dimana berbagai macam

panjang gelombang berada, pada beberapa titik sepanjang span ini sering

diinginkan untuk dihilangkan atau ditambah dengan satu atau lebih panjang

gelombang. OADM inilah yang digunakan untuk melewatkan sinyal dan

melakukan fungsi add and drop yang bekerja pada level optik.

3. OXC (Optikal Cross Connect). Perangkan OXC ini melakukan proses switching

tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi OEO (Optik electrooptik) dan

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

16

Universitas Indonesia

berfungsi untuk merutekan kanal panjang gelombang. OXC ini berukuran NxN

dan biasa digunakan dalam konfigurasi jaringan ring yang memiliki banyak node

terminal.

4. OA (Optikal Amplifier). Merupakan penguat optik yang bekerja dilevel optik,

yang dapat berfungsi sebagai pre-amplifier, in line-amplifier dan post-amplifier.

2.6 Teknologi Jaringan

Beberapa hal dasar untuk memenuhi kualitas jaringan adalah sebagai berikut :

1. Jaringan harus memenuhi kebutuhan user.

2. Jaringan berkembang secara sebagian dan tidak keseluruhan.

3. Jaringan dibangun dengan memperhatikan teknologi masa depan.

4. Jaringan menyediakan tools untuk manajemen.

2.6.1 Network Topologi

Topologi jaringan merupakan bentuk koneksi fisik untuk menghubungkan setiap

node pada sebuah jaringan. Pada sistem LAN terdapat tiga topologi utama yang

paling sering digunakan: bus, star dan ring. Topologi jaringan ini kemudian

berkembang menjadi topologi tree dan mesh yang merupakan kombinasi dari star,

mesh, dan bus. Dengan populernya teknologi nirkabel dewasa ini maka lahir pula satu

topologi baru yaitu topologi wireless. Berikut topologi-topologi yang dimaksud:

1. Topologi bus ini sering juga disebut sebagai topologi backbone , dimana ada

sebuah link yang dibentang kemudian beberapa node dihubungkan pada kabel

tersebut.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

17

Universitas Indonesia

Kelebihan topologi Bus adalah:

- Instalasi relatif lebih murah

- Kerusakan satu end user tidak akan mempengaruhi komunikasi antar end user

lainnya

- Biaya relatif lebih murah

Kelemahan topologi Bus adalah:

- Jika kabel utama (bus) atau backbone putus maka komunikasi gagal

- Bila kabel utama sangat panjang maka pencarian gangguan menjadi sulit

- Kemungkinan akan terjadi tabrakan data (data collision) apabila banyak client

yang mengirim pesan dan ini akan menurunkan kecepatan komunikasi.

2. Topologi ring biasa juga disebut sebagai topologi cincin karena bentuknya seperti

cincing yang melingkar. Semua komputer dalam jaringan akan di hubungkan pada

sebuah cincin. Cincin ini hampir sama fungsinya dengan concenrator pada

topologi star yang menjadi pusat berkumpulnya ujung kabel dari setiap komputer

yang terhubung.

3. Topologi star/ extended star karena bentuknya seperti bintang, sebuah alat yang

disebut concentrator bisa berupa hub atau switch menjadi pusat, dimana semua

komputer dalam jaringan dihubungkan ke concentrator ini.

Kelebihan topologi bintang :

- Karena setiap komponen dihubungkan langsung ke simpul pusat maka

pengelolaan menjadi mudah, kegagalan komunikasi mudah ditelusuri.

- Kegagalan pada satu komponen/terminal tidak mempengaruhi komunikasi

terminal lain.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

18

Universitas Indonesia

Kelemahan topologi bintang:

- Kegagalan pusat kontrol (simpul pusat) memutuskan semua komunikasi

- Bila yang digunakan sebagai pusat kontrol adalah HUB maka kecepatan akan

berkurang sesuai dengan penambahan komputer, semakin banyak semakin

lambat.

4. Topologi tree adalah pengembangan atau generalisasi topologi bus. Media

transmisi merupakan satu kabel yang bercabang namun loop tidak tertutup.

Ada dua kesulitan pada topologi ini:

- Karena bercabang maka diperlukan cara untuk menunjukkan kemana data

dikirim, atau kepada siapa transmisi data ditujukan.

- Perlu suatu mekanisme untuk mengatur transmisi dari terminal terminal dalam

jaringan.

5. Topologi Mesh adalah topologi yang tidak memiliki aturan dalam koneksi.

Topologi ini biasanya timbul akibat tidak adanya perencanaan awal ketika

membangun suatu jaringan. Karena tidak teratur maka kegagalan komunikasi

menjadi sulit dideteksi, dan ada kemungkinan boros dalam pemakaian media

transmisi.

Gambar 2.7 Topologi Jaringan [5]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

19

Universitas Indonesia

2.6.2 Model OSI dan TCP/IP

Model referensi jaringan terbuka OSI atau OSI Reference Model for open

networking adalah sebuah model arsitektural jaringan yang dikembangkan oleh

badan International Organization for Standarization (ISO) di Eropa pada tahun 1977.

OSI sendiri merupakan singkatan dari Open System Interconnection. Model ini

disebut juga dengan model "Model tujuh lapis OSI" (OSI seven layer model).

Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP [6]

Tabel 2.2 Model OSI [21]

Lapisan

ke- Nama lapisan Keterangan

7 Application

layer

Berfungsi sebagai antarmuka dengan aplikasi dengan fungsionalitas

jaringan, mengatur bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan

kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protocol yang berada dalam

lapisan ini adalah HTTP, FTP, SMTP, dan NFS.

6 Presentation

layer

Berfungsi untuk mentranslasikan data yang hendak ditransmisikan oleh

aplikasi ke dalam format yang dapat ditransmisikan melalui jaringan.

Protocol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor

(redirector software), seperti layanan Workstation (dalam Windows NT)

dan juga Network shell (semacam Virtual Network Computing (VNC)

atau Remote Desktop Protocol (RDP)).

5 Session layer

Berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat,

dipelihara, atau dihancurkan. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi

nama.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

20

Universitas Indonesia

4 Transport layer

Berfungsi untuk memecah data ke dalam paket-paket data serta

memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun

kembali pada sisi tujuan setelah diterima. Selain itu, pada level ini juga

membuat sebuah tanda bahwa paket diterima dengan sukses

(acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadp paket-paket yang

hilang di tengah jalan.

3 Network layer

Berfungsi untuk mendefinisikan alamat-alamat IP,

membuat header untuk paket-paket, dan kemudian melakukan routing

melalui internetworking dengan menggunakan router dan switch layer-3.

2 Data-link layer

Befungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data dikelompokkan menjadi

format yang disebut sebagai frame. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi

kesalahan, flow-control, pengalamatan perangkat keras (seperti

halnya Media Access Control Address (MAC Address)), dan menetukan

bagaimana perangkat-perangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater,

dan switch layer 2 beroperasi. Spesifikasi IEEE 802, membagi level ini

menjadi dua level anak, yaitu lapisan Logical Link Control (LLC) dan

lapisan Media Access Control (MAC).

1 Physical layer

Berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi jaringan, metode

pensinyalan, sinkronisasi bit, arsitektur jaringan (seperti halnya

Ethernet atau Token Ring), topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu,

level ini juga mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC)

dapat berinteraksi dengan media kabel atau radio.

Tujuan utama penggunaan model OSI adalah untuk membantu desainer jaringan

memahami fungsi dari tiap-tiap layer yang berhubungan dengan aliran komunikasi

data. Termasuk jenis-jenis protoklol jaringan dan metode transmisi.

Model dibagi menjadi 7 layer, dengan karakteristik dan fungsinya masing-masing.

Tiap layer harus dapat berkomunikasi dengan layer di atasnya maupun dibawahnya

secara langsung melalui gabungan protocol dan standar.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

21

Universitas Indonesia

Protocol TCP/IP dikembangkan pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an

sebagai sebuah protocol standar untuk menghubungkan komputer-komputer dan

jaringan untuk membentuk sebuah jaringan yang luas (WAN). TCP/IP merupakan

sebuah standar jaringan terbuka yang bersifat independen terhadap mekanisme

transport jaringan fisik yang digunakan, sehingga dapat digunakan di mana saja.

Protocol ini menggunakan skema pengalamatan yang sederhana yang disebut

sebagai alamat IP (IP Address) yang mengizinkan hingga beberapa ratus juta

komputer untuk dapat saling berhubungan satu sama lainnya di Internet. Protocol ini

juga bersifat routable yang berarti protocol ini cocok untuk menghubungkan sistem-

sistem berbeda (seperti Microsoft Windows dan keluargaUNIX) untuk membentuk

jaringan yang heterogen.

Protocol TCP/IP selalu berevolusi seiring dengan waktu, mengingat semakin

banyaknya kebutuhan terhadap jaringan komputer dan Internet. Pengembangan ini

dilakukan oleh beberapa badan, seperti halnya Internet Society (ISOC), Internet

Architecture Board (IAB), dan Internet Engineering Task Force (IETF). Macam-

macam protocol yang berjalan di atas TCP/IP, skema pengalamatan, dan konsep

TCP/IP didefinisikan dalam dokumen yang disebut sebagai Request for

Comments (RFC) yang dikeluarkan oleh IETF.

Setiap lapisan yang dimiliki oleh kumpulan protocol (protocol suite) TCP/IP

diasosiasikan dengan protocolnya masing-masing. Protocol utama dalam protocol

TCP/IP adalah sebagai berikut:

- Protocol lapisan aplikasi: bertanggung jawab untuk menyediakan akses kepada

aplikasi terhadap layanan jaringan TCP/IP. Protocol ini mencakup protocol

Dynamic Host Configuration Protocol (DHCP), Domain Name System (DNS),

Hypertext Transfer Protocol (HTTP), File Transfer Protocol

(FTP), Telnet, Simple Mail Transfer Protocol (SMTP), Simple Network

Management Protocol (SNMP), dan masih banyak protocol lainnya. Dalam

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

22

Universitas Indonesia

beberapa implementasi stack protocol, seperti halnya Microsoft TCP/IP, protocol-

protocol lapisan aplikasi berinteraksi dengan menggunakan antarmuka Windows

Sockets (Winsock) atau NetBIOS over TCP/IP (NetBT).

- Protocol lapisan antar host (transport) berguna untuk membuat komunikasi

menggunakan sesi koneksi yang bersifat connection-oriented atau broadcast yang

bersifat connectionless. Protocol dalam lapisan ini adalah Transmission Control

Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP).

- Protocol lapisan internetwork: bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan

(routing) dan enkapsulasi paket-paket data jaringan menjadi paket-paket IP.

Protocol yang bekerja dalam lapisan ini adalah Internet Protocol (IP), Address

Resolution Protocol (ARP), Internet Control Message Protocol (ICMP),

dan Internet Group Management Protocol (IGMP).

- Protocol lapisan antarmuka jaringan: bertanggung jawab untuk meletakkan

frame-frame jaringan di atas media jaringan yang digunakan. TCP/IP dapat

bekerja dengan banyak teknologi transport, mulai dari teknologi transport

dalam LAN (seperti halnya Ethernet dan Token Ring), MAN dan WAN (seperti

halnya dial-up modem yang berjalan di atas Public Switched Telephone

Network (PSTN), Integrated Serviss Digital Network (ISDN), serta

Asynchronous Transfer Mode (ATM)).

2.6.3 Routing Protocol

Tipe Routing berungsi mencari jalur terbaik untuk sampai ke tujuan. Untuk

meneruskan paket yang ditujukan untuk destination, router harus memiliki informasi

mengenai jaringan. Informasi ini diperoleh secara statik atau dinamik.

1. Statik berarti informasi jaringan secara manual diberikan pada router oleh

admin.

2. Dinamik berarti router mengetahui informasi jaringan dari router lainnya.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

23

Universitas Indonesia

Statik route biasanya digunakan sebagai cadangan ketika dinamik route tidak

berfungsi maka statik route mengambil alih fungsi. Agar statik route berperan

sebagai backup, maka nilai administratif jaraknya dikonfigurasi melebihi nilai

administrative distance yang dimiliki oleh dinamik route

Pada gambar 2.9 merupakan protocol routing dinamik yang umumnya diterapkan

oleh beberapa ISP di Indonesia. IGP (Internal Gateway Protocol) dan EGP (External

Gateway Protocol) untuk memebedakan routing dinamik internal dan eksternal

sehingga jaringan dapat terkoneksi sesuai dengan fungsinya.

Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP [7]

Routing protocol memiliki satu atau lebih dari tujuan desain sebagai berikut:

- Optimasi

- Kesederhanaan dan overhead rendah

- Robustness dan stabilitas

- Fleksibilitas

- Konvergensi cepat

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

24

Universitas Indonesia

2.6.4 Konsep Switching

Perancangan LAN switching berdasarkan hirarki pada gambar 2.10 adalah sebagai

berikut :

Gambar 2.10 Konsep Switching [6]

1. Fungsi Access Layer: Sharing bandwith, Switched bandwith, MAC layer

bandwith, microsegmentation.

2. Pada distribution layer termasuk beberapa fungsi yaitu : Aggregation koneksi,

definisi domain Broadcast/multicast, VLAN routing, Beberapa kejadian transisi

media dan sekuriti.

3. Core layer merupakan high-speed switching backbone . Core layer harus didesain

untuk paket switch yang cepat.

Perancangan layer 2 bertujuan menyediakan flow control, error detection, error

correction, dan mengurangi kemacetan. Hal ini tepenuhi dengan penggunaan bridge

dan switch (layer 2 device). Selain itu perancangan layer 2 harus memperhatikan

ukuran collision domain agar dapat sekecil mungkin.

Perancangan layer 3 yang dapat menghubungkan LAN ke jaringan WAN. Selain itu

router juga memblok setiap paket broadcast, menyediakan keamanan melalui VLAN.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

25

Universitas Indonesia

2.7 Servis layanan Backbone

Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH [3]

Servis layanan dari pembangunan backbone internasional bervariasi. Pada gambar

2.11 merupakan servis layanan layer 1 yaitu menghubungkan Jakarta dan Singapura.

Keuntungan servis layer 1 adalah sebagai berikut :

- Tingkat keamanan komunikasi data

- Dedicated bandwith

- Sedikit flow control

Gambar 2.12 Servis layer 2 [3]

Pada gambar 2.12 merupakan servis layanan layer 2. Keuntungan servis layer 2 ini

adalah :

- Servis Multipoint (shared bandwith)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

26

Universitas Indonesia

- Pelanggan secara logika menggunakan switching konsep (vlan)

- Harga lebih murah dari servis layer 1

Gambar 2.13 Servis Layer 3 atau IP Transit [4]

Pada servis layer 3 lebih dikenal dengan IP transit merupakan layanan internet yang

cukup berkembang dewasa ini. Pada gambar 2.13 merupakan distribusi layanan

backbone internet sampai ke Indonesia.

2.8 Internet global routing

Dalam hal IP Transit (Internet Akses) peering BGP terhadap upstream menjadi hal

yang signifikan untuk meningkatkan performansi realibilitas akses internet. Saat ini

internet global versi 4 di internet akses memiliki lebih dari 345 ribu prefix di

Internasional dan 6000 prefix di domestik. Untuk mencapai hal tersebut maka

pemilihan peering ke internasional menjadi faktor dominan. Dengan melihat pada

routing glass kita dapat melihat topologi global dari penyedia layanan internet. Pada

gambar 2.14 merupakan peering Nap Info di internet global dengan empat upstream yaitu

Telianet AS Number 1299, Tata AS Number 6453 dan STIX AS Number 7473 dan Bharti

Airtel AS Number 9498. Sedangkan untuk Moratelindo dapat kita lihat pada gambar 2.15.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

27

Universitas Indonesia

Moratelindo memiliki empat peering internasional yaitu Tata AS Number 6453, STIX AS

Number 7473, PCCW AS Number 3491 dan NTT Global AS Number 2914 .

Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet [11]

Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet [12]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

28

Universitas Indonesia

BAB III

METODE TEKNO – EKONOMI

Model tekno ekonomi sering digunakan oleh ITU – D yaitu menganalisa dampak

ekonomis dari rencana penerapan suatu platform jaringan baru di negara berkembang.

Sejak 2004 model ini digunakan oleh program R&D negara-negara eropa yang

dikenal dengan program techno economic of integrated communication system and

service (ECOSYS). Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

analisis Tekno Ekonomi dimana menganalisis implementasi teknologi yang

digunakan terhadap nilai ekonomis dari implementasi teknologi tersebut.

Khusus untuk analisa implementasi jaringan broadband fiber optik juga sudah

digunakan sejak 1990-an yang diprakasai oleh Negara-negara uni eropa (EU), dengan

beberapa proyek seperti optimized architecture for multimedia networks and services

(optimum) yang menghasilkan program riset ACTS (FP4) dan techno economic of IP

optimized network and services (TONIC). Metodologi yang dikembangkan proyek

Eropa tersebut dapat dianalisis menjadi 3 aspek penting dalam tekno ekonomi, yaitu :

input yang diperlukan, hasil output yang didapatkan dari analisis, penilaian

realibilitas hasil yang didapatkan terhadap resiko yang dimiliki yaitu penggunaan

teknologi dan investasi.

Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa [22]

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

29

Universitas Indonesia

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi

Pada gambar 3.2 diagram alir tersebut terdapat beberapa data yang diperlukan seperti

investasi awal, implementasi layanan, target market, pendapatan, tingkat diskon dan

topologi Jaringan dan output yang akan didapat NPV, IRR, Payback Period dan BEP

dari investasi tersebut.

3.1 Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data terhadap jumlah total ISP dan Operator

yang ada di Indonesia dimana terkoneksi dengan dua operator ini dari beberapa

sumber routing-glass di Internet. Data yang dikumpulkan adalah akumulasi trafik

data yang di berikan oleh Nap Info dan Moratelindo. Dari data tersebut akan dapat

diperkirakan jumlah kapasitas yang dipakai sebagai analisis target market untuk

perhitungan revenue. Data berikutnya adalah mengumpulkan nilai investasi capex

dan opex yang merupakan faktor penting mempengaruhi harga pada kedua operator

tersebut.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

30

Universitas Indonesia

3.2 Tahap analisa

Pada tahapan ini adalah menganalisa faktor ekonomis dari implementasi suatu

teknologi. Teknologi yang dipakai adalah DWDM pada backbone Jakarta –

Singapura pada kedua operator ini, sedangkan aspek investasi yang dibahas pada

tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow. Dari data

yang dianalisa terhadap dua operator ini dan perkiraan pertumbuhan demand dan

harga.

3.3 Aspek Teknologi

Dalam aspek teknologi merupakan hal terpenting untuk mendesain servis layanan

yang akan diberikan. Berikut faktor –faktor penerapan teknologi penyelenggaraan

infrastruktur backbone :

- Infrastruktur penyelenggaraan backbone internasional

- Desain kapasitas

- Target market pendistribusian layanan

- OSP FO

- Perangkat yang digunakan

3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional

Jaringan Internasional pada kedua provider ini berbeda jalur dimana ada yang

melewati darat dan laut maupun melalui laut saja dapat dilihat pada gambar 3.3.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

31

Universitas Indonesia

Gambar 3.3 Infrastruktur Jakarta – Singapura

3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info

Topologi yang dimaksud adalah pada backbone yang diterapkan, yaitu implementasi

layer 1, layer 2, dan layer 3 pada link point to point (PTP). Penerapan dengan konsep

load balancing atau redudancy merupakan faktor penting untuk meningkatkan

reabilitas koneksi jaringan backbone pada setiap tingkatan layernya.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

32

Universitas Indonesia

3.3.2.1 Topologi backbone layer 1

Pada gambar 3.4 dan gambar 3.5 merupakan penerapan implementasi topologi layer 1

pada Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo. Penerapan layer 1 yang dimaksud

adalah topologi SDH dan DWDM. Dari penerapan teknologi yang dimiliki Nap Info

ini didapat desain kapasitas total link Jakarta – Singapura sebesar 2,5 Terrabytes,

sementara Moratelindo dengan desain redudancy didapat kapasitas total sebesar 1

Terrabytes.

1

1

1

1

1

1

1

1

Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa

Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

33

Universitas Indonesia

3.3.2.2 Topologi backbone Layer 2

Pada layer 2 yang dimaksud merupakan implementasi switching, gambar 3.6 dan

gambar 3.7 merupakan penerapan implementasi topologi layer 2 pada Nap Info

Lintas Nusa dan Moratelindo.

Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa

Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo

3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3

Topologi layer 3 merupakan implementasi routing, gambar 3.8 dan gambar 3.9

merupakan penerapan implementasi topologi layer 3 pada Nap Info Lintas Nusa dan

Moratelindo.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

34

Universitas Indonesia

Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa

Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo

3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas

Dalam pembangunan infrastruktur fiber optik sub marine dan melalui darat memiliki

topologi dan perangkat yang berbeda. Keterbatasan jumlah core menjadikan

penggunaan teknologi perangkat hal yang penting untuk pemenuhan kapasitas.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

35

Universitas Indonesia

Perangkat dimana menggunakan teknologi DWDM merupakan solusi untuk

pemenuhan kapasitas ini (Gambar 3.10).

Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM

Untuk pembangunan infrastruktur submarine desain kapasitas tergantung dari

teknologi dan perangkat yang digunakan. Pada gambar 3.11 dijelaskan faktor – faktor

penting teknologi submarine fiber optik.

Gambar 3.11 Perangkat Submarine Cable [14]

Desain kapasitas merupakan hal yang penting dalam menentukan target penjualan

dan harga layanan internasional. Dalam menghitung desain kapasitas DWDM adalah

sebagai berikut :

Total Kapasitas DWDM = Kapasitas Port x Jumlah Panjang Gelombang x Fiber Pair …….(3.1)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

36

Universitas Indonesia

Pada kapasitas untuk link MCS memiliki kapasitas dengan desain kapasitas sebagai

berikut :

Kapasitas Total Matrix = 10G x 64 x 4 Fiber pairs = 2,56 Tb/s

Alokasi Desain Kapasitas Matrix = 10G x 8 wavelengths x 1 fiber pairs

= 80 Gb/s

Sementara untuk desain kapasitas untuk Moratelindo bervariatif. Untuk Kabel darat

dan Laut. Untuk investasi kabel laut yaitu submarine Dumai – Batam memiliki 24

Core (12 lambda) dan submarine Batam – Singapura 48 Core (24 lambda).

Sedangkan untuk link dari Dumai ke Jakarta melakukan penyewaan core. Desain

kapasitas Desain yang telah di install adalah sebagai berikut :

Desain Kapasitas Moratelindo = 10G x 8 wavelengths x 2 fiber pairs

= 80 Gbps/s

3.3.4 Target Market Pendistribusian Layanan

Penerapan desain market pada kedua provider ini dimana harus melakukan penjualan

servis layanan merupakan hal penting. Dengan melakukan pemilihan lokasi POP

sebagai backhaul mempermudah pendistrisbusian backbone ke akses provider. Pada

Gambar 3.12 merupakan desain layer 1 Matrix Cable System. Pada gambar tersebut

terlihat bahwa jaringan MCS sangat berfokus pada servis layanan backbone

internasional dikarenakan POP untuk melayani layanan servis internet hanya pada

segmen Jakarta dan Singapura.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

37

Universitas Indonesia

Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System

Pembangunan POP Moratelindo pada gambar 3.13 yaitu melewati backbone

Sumatera. Jangkauan akses provider ini sangat luas dikarenakan membangun POP di

wilayah kota daerah Sumatera. Dengan kondisi tersebut servis yang diberikan oleh

Moratelindo cukup banya dan membutuhkan operasi maintenance yang cukup besar.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

38

Universitas Indonesia

Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo

3.3.5 OSP Fiber Optik Provider

Untuk segmen OSP jalur kabel Matrix cables system dapat dilihat pada tabel 3.1 yaitu

sepanjang 1055 km yang diinvestasikan dan 21 Km sewa untuk lokal Singapura.

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

OADMOADM

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

39

Universitas Indonesia

Table 3.1 OSP Matrix Cable System

No

Segmen Jarak

(KM) Keterangan CAPEX

From - To

1 Equinix - Changi 21 Inland Leased

2 Global Switch - Changi 21 Inland Leased

3 Changi - Batam 26 Submarine Invest

4 Batam Jakarta 1029 Submarine Invest

Total (KM) 1076

Pada Moratelindo untuk membangun infrastruktur internasional dengan mengadakan

konsorsium, yaitu bekerja sama dengan beberapa operator yang sudah lebih dulu

memiliki infrastruktur fiber optik. Pada tabel 3.2 dijelaskan segmen mana saja yang

disewa maupun di bangun sendiri oleh Moratelindo.

Tabel 3.2 OSP Moratelindo

No

Segmen Jarak

(KM) Keterangan CAPEX

From - To

1 Equinix - Global Switch 21 Inland Leased

2 Global Switch - Batam 81 Submarine Invest

3 Batam - Dumai 350 Submarine Invest

5 Dumai - Duri 73 Inland Leased

6 Duri - Gelombang 73 Inland Leased

7 Gelombang - Pekanbaru 69 Inland Leased

8 Sorek - Pangkalan

Kerinci 50 Inland Leased

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

40

Universitas Indonesia

9 Pangkalan

Kerinci - Pekanbaru 76 Inland Leased

10 Pekanbaru - Pangkalan

Kerinci 70 Inland Leased

11 Sorek - Puncak Selasi 73 Inland Leased

12 puncak Selasi - Sungai Akar 77 Inland Leased

13 Sungai Akar - Taman Raja 92 Inland Leased

14 Bukit Daling - Pande Arang 71 Inland Leased

15 Pande Arang - Banyung

Lencir 68 Inland Leaseds

16 Banyu Lencir - Sri Gunung 52 Inland Leased

17 Sri Gunung Lubuk Karet 78 Inland Leased

18 Lubuk Karet - Palembang 77 Inland Leased

19 Palembang - Kayu agung 71 Inland Leased

20 Kayu agung - Bumi Agung 72 Inland Leased

21 Bumi Agung - Tulang

Bawang 82 Inland Leased

22 Tulang Bawang - Lempuyang 76 Inland Leased

23 lempuyang

Bandar - Kedaton 81 Inland Leased

24 Kedaton - Kalianda 67 Inland Leased

25 Kalianda - Anyer 65 Submarine Leased

26 Anyer - Cikupa 47 Inland Leased

27 Cikupa - Jakarta 27 Inland Leased

Total (KM) 2039

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

41

Universitas Indonesia

3.4 Aspek Ekonomis

Capex, Opex, NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow

Secara ekonomis, untuk menilai kelayakan proyek atau suatu investasi dalam suatu

periode waktu tertentu pada umumnya menggunakan perhitungan Net Present Value

(NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan ini merupakan teknik aliran

arus kas diskonto (Discounted Cash flow, DCF) yang memperhitungkan nilai waktu

dari uang terhadap nilai sekarang bersih. Pendekatannya adalah mencari nilai

sekarang arus kas yang diharapkan dari suatu investasi yang diskonto pada biaya

modal dan nilainya dikurangi dengan biaya awal pengeluaran proyek. Persamaannya

dinyatakan sebagai berikut :

NPV = ∑���

(���)] − ����� (3.1)

CFt : aliran kas pada tahun t (Cash flow pada tahun t)

Io : Investasi awal (Initial Investment)

K : Biaya modal atau bunga diskonto (discount rate)

N : umur proyek

Karena memperhitungkan semua arus kas dan didiskontokan pada tingkat biaya

modal atau suku bunga yang ditentukan pasar, maka metode NPV juga dianggap

memenuhi prinsip penambahan nilai. Jika nilai sekarang bersih positif, maka suatu

proyek atau investasi dinilai menguntungkan. Sebaliknya apabila NPV bernilai

negatif , maka sebaiknya proyek tidak dijalankan karena tidak menguntungkan. Jika

terdapat beberapa pilihan alternatf proyek, maka dipilih dengan NPV tertinggi. Pada

kondisi NPV sama dengan nol, maka proyek akan memberikan hasil pengembalian

yang cukup untuk menutup semua hutang kepada Investor, sesuai dengan tingkat

hasil pengembalian yang mereka harapkan atas resiko yang diambil. Besarnya suku

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

42

Universitas Indonesia

bunga atau biaya modal yang didapatkan pada kondisi ini dikenal dengan istilah

tingkat hasil pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR). Atau dengan

pengertian lain IRR adalah tingkat bunga pada saat nilai investasi awal sama dengan

nilai dimasa depan (future value) dari aliran kas selama umur proyek. Semakin besar

nilai IRR suatu investasi akan semakin menguntungkan. Rumusan IRR dinyatakan

sebagai berikut :

NPV=0=∑���

(�����)− ��

��� (3.2)

Metode perhitungan NPV dan IRR di atas digunakan secara bersama-sama untuk

menentukan secara konsisten tingkat kelayakan investasi atau proyek. Apabila NPV

yang dihasilkan bernilai positif dan juga IRR didapatkan berada diatas tingkat suku

bunga yang ditargetkan, maka dapat disimpulkan bahwa proyek tersebut layak dan

menguntungkan.

Persamaan untuk NPV adalah sebagai berikut :

NPV = PWpendapatan - PWpengeluaran (3.3)

Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran

investasi (initial cash Investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain

Payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow

yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan

dengan maksimum Payback period yang dapat diterima. Rumus sederhana dari

Payback period adalah sebagai berikut :

Payback Period =���������

��� ������/������ 12 "#$%& (3.4)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

43

Universitas Indonesia

3.4.1 Arus kas (Cash flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada dalam perumusan dalam suatu

periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk (cash in) dan

berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan.

Cash in : pinjaman dari lembaga keuangan, pendapatan perusahaan

Cash out : pembayaran pinjaman dan bunga, biaya produksi, biaya tenaga kerja,

biaya pemasaran dan lain – lain.

Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan

baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan

kondisi pemasukan dan pengeluaran dimasa yang akan datang.

3.4.2 CAPEX dan OPEX

Penggunaan CAPEX umumnya digunakan oleh perusahaan besar yang

memiliki basis konsumen cenderung stabil dan bermodal besar seperti perusahaan

telekomunikasi misalnya. Secara akuntansi, segala pembelian, perbaikan atau

penggantian dari aset perusahaan termasuk dalam CAPEX. Sedangkan OPEX pada

dasarnya digunakan untuk menjaga kelangsungan aset dan menjamin aktivitas

perusahaan. OPEX bersifat harian sehingga biaya operasi tidak meliputi pajak

pendapatan, depresiasi, dan biaya financial seperti bunga pinjaman. OPEX

dialokasikan secara terencana dalam budget untuk melakukan operasional perusahaan

(sumber: wikipedia).

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

44

Universitas Indonesia

3.4.3 Discount Rate

Discount rate adalah salah satu parameter ekonomi yang menyatakan laju bunga

yang dialami akibat pinjaman modal yang diinvestasikan. Parameter ini

menggambarkan nilai uang menurut waktu yang digunakan untuk mengkonversikan

keuntungan dan biaya yang terjadi dalam waktu yang berbeda. Yang dimaksud

evaluasi ekonomi dari suatu proyek yang ditawarkan pada parameter ini perlu

dianalisis agar diperoleh acuan umum atas beberapa proyek yang ditawarkan dalam

nilai dan waktu yang berbeda. Discount rate biasanya menggambarkan oportunity

cost dari modal yang diinvestasikan, dan dapat diatur nilainya oleh kebijakan-

kebijakan pemerintah. Pada penelitian ini menggunakan Discount Rate 18% dengan

penentuan diatas bunga bank sebesar 10,83% pada 2010.

Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral [26]

Year Central bank discount rate Rank

2008 8 51

2009 8 52

2010 10.83 42

2011 6.46 66

Diperlukannya analisis discount rate disebabkan beberapa faktor dan kondisi yang

dialami dalam suatu penanaman investasi. Penanaman investasi dalam skala

besar biasanya melibatkan modal yang bersumber dari berbagai pihak serta adanya

aturan-aturan atau kebijakan finansial yang harus dipenuhi, seperti bunga

pinjaman bank, pembayaran berbagai bentuk fee, seperti bank provision, commitment

fee, pajak, dan sebagainya.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

45

Universitas Indonesia

3.4.4 EBIT (LSBP) dan EBITDA

Dalam akuntansi dan keuangan, Laba sebelum bunga dan pajak (LSBP) atau

penghasilan operasi adalah ukuran dari profitabilitas suatu perusahaan yang tidak

termasuk bunga dan beban pajak penghasilan.

LBSP = Pendapatan operasi - Beban operasi + Pendapatan non-operasi 3.5

Penghasilan operasi = Pendapatan operasi - Beban operasi 3.6

EBITDA mengukur perkiraan arus kas perusahaan yang beroperasi berdasarkan data

dari laporan laba rugi perusahaan. Dihitung dengan melihat laba sebelum dikurangi

beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Ini mengukur laba menjadi minat

khusus dalam kasus di mana perusahaan-perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva

tetap yang dikenakan biaya penyusutan berat (seperti perusahaan manufaktur) atau

dalam kasus di mana sebuah perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva tidak

berwujud yang diperoleh pada buku tersebut yang sehingga dikenakan biaya

amortisasi besar (seperti perusahaan yang telah membeli merek atau perusahaan yang

baru saja membuat akuisisi besar). Karena akuntansi distorsi dan efek pembiayaan

pada pendapatan perusahaan tidak faktor ke EBITDA, ini adalah cara yang baik untuk

membandingkan perusahaan-perusahaan di dalam dan di industri. Langkah ini juga

menarik bagi kreditur perusahaan, karena EBITDA pada dasarnya pendapatan bahwa

sebuah perusahaan memiliki gratis untuk pembayaran bunga.Secara umum, EBITDA

merupakan ukuran yang berguna hanya untuk perusahaan besar dengan aset yang

signifikan, dan / atau untuk perusahaan dengan jumlah yang signifikan pembiayaan

utang. Ini adalah jarang ukuran yang berguna untuk mengevaluasi sebuah perusahaan

kecil tanpa kredit signifikan. EBITDA kadang-kadang juga disebut arus kas

operasional.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

46

Universitas Indonesia

3.4.5 COGS (Cost of Good Sold) / HPP

Harga pokok penjualan atau HPP adalah istilah yang digunakan pada akuntansi

keuangan dan pajak untuk menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang

yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Ini termasuk biaya bahan baku,

tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dan tidak termasuk periode (operasi) biaya

seperti penjualan, iklan atau riset dan pengembangan.

HPP muncul pada laporan laba rugi sebagai komponen utama dari biaya operasi. HPP

juga disebut sebagai biaya penjualan.Untuk perusahaan dagang, metode menghitung

harga pokok penjualan adalah sebagai berikut :

Harga pokok penjualan (HPP) = persediaan awal + pembelian bersih – persediaan akhir (3.6)

3.4.6 BEP (Break Even Point)

Dalam jangka panjang sebuah perusahaan harus menghasilkan laba dalam suatu

investasi. Hubungan anatara biaya, volume dan laba secara matematis dapat didekati

dengan analisis titik impas (break even Point). Rumus perhitungan BEP dalam unit

penjualan adalah sebagai berikut :

'() =+��,� -���.�/�.�������

0��1�� �2�������� /3��� (3.7)

Apabila dihitung dalam rupiah maka rumus BEP menjadi sebagai berikut :

'() =+��,� -���.�/�.�������

�456787 97:67;<=/>?6

@7:A7 BC7=/>?6

(3.8)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

47

Universitas Indonesia

3.4.7 Depresiasi

Depresiasi digunakan perusahaan untuk mengembalikan aset, proses depresiasi dari

aset ini juga disebut dengan pengembalian modal. Depresiasi dapat digolongkan

menjadi 2 kelompok:

1. Physical Degredation

- Berkurangnya nilai aset karena umur pemakaian sehingga kemampuan aset

itu menjadi berkurang.

- Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.

- Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.

2. Fungsional Depresiasi

- Semakin majunya perkembangan teknologi sehingga properti atau aset

tersebut menjadi usang.

- Penemuan property atau aset yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik

dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih

memadai.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

48

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASANNYA

4.1 Traffik data internet existing

Traffik data internet pada gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 merupakan trafik

data internet menggunakan link Jakarta – Singapura. Kapasitas traffik data internet ini

bervariasi setiap bulannya dan dapat dianalisa menggunakan software CACTI.

Pengambilan data trafik existing yang diambil adalah pada tahun 2010. Gambar 4.1

dan Gambar 4.2 merupakan hasil analisis inbound dan outbound trafik backbone

internasional Nap Info.

Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO

Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO

Pada Upstream Nap Info kapasitas bandwith terbesar menggunakan TATA dengan

pencapaian kapasitas inbound maksimum sebesar 4,6 Gb/s, sementara untuk outbond

maksimum penggunaan bandwith terbesar adalah STIX yaitu sebesar 1,07 Gb/s. Total

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Perpustakaan
Note
Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

49

kapasitas inbound pada IP Transit yang dibutuhkan untuk mendeliver ke customer

dalam kondisi peak hour sebesar 7,65 Gb/s dan untuk kapasitas outbound sebesar

1,17 Gb/s.

Pada gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6. terlihat grafik inbound dan outbound

dari upstream Moratelindo. Mayoritas upstream terbesar yang dipakai adalah PCCW

dengan kapasitas 2 Gbs/s dimana kapasitas upstream maksimum total upload sebesar

3 Gb/s dan download 5Gb/s.

Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX

Moratelindo

Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream PCCW

Moratelindo

Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream TATA

Moratelindo

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

50

Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX

Moratelindo

Berdasarkan analisa Cacti pada kedua provider diatas mengalami kenaikan trafik data

internet menggunakan link Jakarta – Singapura setiap bulannya pada tahun 2010.

4.2 Alokasi Anggaran

Pada Sub bab ini akan dibahas tentang biaya total CAPEX, OPEX dan total

pendapatan di tahun 2010.

4.2.1 CAPEX dan OPEX

Dalam penentuan CAPEX ini terbagi dalam beberapa kategori yaitu :

1. OSP FO merupakan investasi pembangunan infrastruktur jaringan baik investasi

sendiri, sewa dan swap core.

2. SITAC (Node/POP) adalah anggaran untuk menentukan alokasi network akses

point untuk kemudahan distribusi backbone ke provider.

3. Equipment adalah anggaran yang dipakai dalam pembelian perangkat sesuai

dengan desain kapasitas yang diterapkan.

Pada tabel 4.1 dan 4.2 adalah Total capex pembangunan infratruktur MCS dan

Moratelindo.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

51

Tabel 4.1 CAPEX Matrix

CAPEX

OSP FO 529,074,148,800

Sitac (Node / PoP) 41,570,000,000

Equipment 186,010,000,000

Project Management 15,133,082,976

Total 771,787,231,776

Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo

CAPEX

OSP FO Investasi 204,700,000,000

OSP FO Swap Core (119,300,000,000)

Sitac (Node / PoP) 19,970,000,000

Equipment 19,624,500,000

Project Management 4,885,890,000

Total 249,180,390,000

Terlihat bahwa perbedaan jumlah total investasi CAPEX kedua provider ini sangat

berbeda jauh. Untuk backbone link MCS jauh lebih mahal dibandingkan dengan

Moratelindo dikarenakan pembangunan dilakukan melalui laut langsung dari Jakarta

menuju Singapura. Sedangkan pada Moratelindo melakukan konsorsium yaitu tukar

guling core backbone pada jalur darat dan jalur laut.

Selain biaya CAPEX terdapat biaya Operational Expanditur (OPEX), yaitu seluruh

biaya yang dikeluarkan selama setahun untuk biaya yang meliputi, biaya PLN, dan

biaya pemeliharaan. Investasi juga memperhitungkan nilai depreciation, COGS,

Interest, TAX dan proyek Management. Pada tabel 4.3 dijelaskan faktor investasi

dalam analisis proyek.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

52

Tabel 4.3 Faktor Investasi

Depreciation 10% Investasi

COGS 10% Revenue

OPEX 15% Revenue

Interest 18% Loan (CAPEX)

TAX 30%

Project Management 2% Investment

4.3 Sumber Pendapatan

Sumber pendapatan merupakan hal penting dalam penilaian investasi merupakan cara

yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. Berikut

adalah total pendapatan pada masing – masing provider penyelenggara. Total

pendapatan ini berasal dari service IPLC, IP Transit dan layanan internet dengan data

pelanggan pada gambar 4.7 sampai tabel 4.10

Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix

Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo

7%

2%2%

9% 2%

8%0%

4%11%

0%

1%1%

13%

4%

4%1%

1%2%

28%

2% 2%CBN

ArthatelCSMDTPFAST SPEEDGLOBAL AXCESS

IPCLYNXMORATELINDONGTNOKIAPCCW

PRIMACOMPRINCIPIAREACHSINGTEL

3% 3%

21%

2%2%

37%

4%

18%

4% 4% 1%1%Telkomsel

Bakrie Telecom

Excelcomindo

NTS

Sampoerna

Smart

Mobile 8

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

53

Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix

Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo

4.4 Analisa Revenue

Berdasarkan jumlah pelanggan dan harga servis untuk link internasional maka dapat

dianalisa revenue untuk Matrik terlihat pada tabel 4.4 dan pada tabel 4.6 adalah cash

flow revenue Matrix.

Tabel 4.4 Revenue Matrik

REVENUE TARGET (LEASEDLINE) Total Harga 38,064,000,000 per month

FO Jakarta -Singapura Backbone (E1) 4,032 2,000,000 8,064,000,000 per month

Internet Bandwidth (Mbps) 10,000 3,000,000 30,000,000,000 per month

Market Growth 10% Annual

price-decreasing 5% Annual

Deployment 9 Month

02000400060008000

1000012000

Mbps

Customer

010002000300040005000

Mbps

Customer

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

54

Sedangkan untuk Moratelindo dapat dilihat pada tabel 4.5 untuk revenue yang

dihasilkan dan pada tabel 4.7 adalah cash flow revenue moratelindo.

Tabel 4.5 Revenue Moratelindo

REVENUE TARGET (LEASED LINE) Existing Harga 16,000,000,000 per month

FO Sumatera Backbone (E1) 5,000 2,000,000 10,000,000,000 per month Internet Bandwidth (Mbps) 6,000 1,000,000 6,000,000,000 per month

Market Growth 10% Annual price-decreasing 5% Annual

Deployment 9 Month

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

55

Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System

1USD

8,900 IDR

Discount

Factor 18% 100.00% 84.75% 71.82% 60.86% 51.58% 43.71% 37.04% 31.39% 26.60% 22.55%

Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9

REVENUE 114,192,000,000 456,768,000,000 477,322,560,000 498,802,075,200 521,248,168,584 544,704,336,170 569,216,031,298 594,830,752,706 621,598,136,578 649,570,052,724

COGS 11,419,200,000 45,676,800,000 47,732,256,000 49,880,207,520 52,124,816,858 54,470,433,617 56,921,603,130 59,483,075,271 62,159,813,658 64,957,005,272

Depreciation 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000

Gross Profit 102,772,800,000 315,727,575,000 334,226,679,000 353,558,242,680 373,759,726,726 394,870,277,553 416,930,803,168 439,984,052,436 464,074,697,920 489,249,422,452

69% 70% 71% 72% 72% 73% 74% 75% 75%

OPEX 17,128,800,000 68,515,200,000 71,598,384,000 74,820,311,280 78,187,225,288 81,705,650,426 85,382,404,695 89,224,612,906 93,239,720,487 97,435,507,909

EBIT 85,644,000,000 247,212,375,000 262,628,295,000 278,737,931,400 295,572,501,438 313,164,627,128 331,548,398,473 350,759,439,530 370,834,977,434 391,813,914,543

EBITDA 85,644,000,000 342,576,000,000 357,991,920,000 374,101,556,400 390,936,126,438 408,528,252,128 426,912,023,473 446,123,064,530 466,198,602,434 487,177,539,543

75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%

Interest 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000

TAX 25,693,200,000 22,667,355,000 27,292,131,000 32,125,021,920 37,175,392,931 42,453,030,638 47,968,162,042 53,731,474,359 59,754,135,730 66,047,816,863

EAT 59,950,800,000 224,545,020,000 235,336,164,000 246,612,909,480 258,397,108,507 270,711,596,489 283,580,236,431 297,027,965,171 311,080,841,704 325,766,097,680

EAT 59,950,800,000 224,545,020,000 235,336,164,000 246,612,909,480 258,397,108,507 270,711,596,489 283,580,236,431 297,027,965,171 311,080,841,704 325,766,097,680

Depreciation 0 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000

Investment (953,636,250,000)

Proceed (893,685,450,000) 319,908,645,000 330,699,789,000 341,976,534,480 353,760,733,507 366,075,221,489 378,943,861,431 392,391,590,171 406,444,466,704 421,129,722,680

Cumulative (893,685,450,000)

(573,776,805,000)

(243,077,016,000)

98,899,518,480

452,660,251,987

818,735,473,476

1,197,679,334,907

1,590,070,925,078

1,996,515,391,782

2,417,645,114,462

NPV (893,685,450,000)

271,109,021,186

237,503,439,385

208,137,476,616

182,465,850,808

160,014,853,147

140,372,757,852

123,181,542,973

108,129,739,580

94,946,252,639

NPV Cumulative

(893,685,450,000)

(622,576,428,814)

(385,072,989,428)

(176,935,512,812)

5,530,337,996

165,545,191,143

305,917,948,995

429,099,491,968

537,229,231,548

632,175,484,187

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

56

Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo

1USD

8,900 IDR

Discount

Factor 18% 100.00% 84.75% 71.82% 60.86% 51.58% 43.71% 37.04% 31.39% 26.60% 22.55%

Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9

REVENUE 48,000,000,000 192,000,000,000 200,640,000,000 209,668,800,000 219,103,896,000 228,963,571,320 239,266,932,029 250,033,943,971 261,285,471,449 273,043,317,665

COGS 4,800,000,000 19,200,000,000 20,064,000,000 20,966,880,000 21,910,389,600 22,896,357,132 23,926,693,203 25,003,394,397 26,128,547,145 27,304,331,766

Depreciation 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 Gross

Profit 43,200,000,000 147,881,961,000 155,657,961,000 163,783,881,000 172,275,467,400 181,149,175,188 190,422,199,826 200,112,510,574 210,238,885,304 220,820,946,898

77% 78% 78% 79% 79% 80% 80% 80% 81%

OPEX 7,200,000,000 28,800,000,000 30,096,000,000 31,450,320,000 32,865,584,400 34,344,535,698 35,890,039,804 37,505,091,596 39,192,820,717 40,956,497,650

EBIT 36,000,000,000 119,081,961,000 125,561,961,000 132,333,561,000 139,409,883,000 146,804,639,490 154,532,160,022 162,607,418,978 171,046,064,587 179,864,449,248

EBITDA 36,000,000,000 144,000,000,000 150,480,000,000 157,251,600,000 164,327,922,000 171,722,678,490 179,450,199,022 187,525,457,978 195,964,103,587 204,782,488,248

75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%

Interest 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200

TAX 10,800,000,000 22,268,847,240 24,212,847,240 26,244,327,240 28,367,223,840 30,585,650,787 32,903,906,947 35,326,484,633 37,858,078,316 40,503,593,715

EAT 25,200,000,000 96,813,113,760 101,349,113,760 106,089,233,760 111,042,659,160 116,218,988,703 121,628,253,075 127,280,934,345 133,187,986,271 139,360,855,534

EAT 25,200,000,000 96,813,113,760 101,349,113,760 106,089,233,760 111,042,659,160 116,218,988,703 121,628,253,075 127,280,934,345 133,187,986,271 139,360,855,534 Depreciation 0 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000

Investment (249,180,390,000)

Proceed (223,980,390,000) 121,731,152,760 126,267,152,760 131,007,272,760 135,960,698,160 141,137,027,703 146,546,292,075 152,198,973,345 158,106,025,271 164,278,894,534

Cumulative

(223,980,390,000)

(102,249,237,240)

24,017,915,520

155,025,188,280

290,985,886,440

432,122,914,143

578,669,206,218

730,868,179,563

888,974,204,834

1,053,253,099,368

NPV

(223,980,390,000)

103,161,993,864

90,683,103,103

79,735,070,747

70,127,015,569

61,692,295,560

54,285,368,534

47,779,067,761

42,062,236,638

37,037,674,103

NPV Cumulative (223,980,390,000)

(120,818,396,136)

(30,135,293,033)

49,599,777,714

119,726,793,283

181,419,088,843

235,704,457,378

283,483,525,138

325,545,761,776

362,583,435,879

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

57

4.5 Analisa Investasi

Pada bagian ini akan dibahas mengenai investasi yang akan dilakukan apakah

mendukung atau tidak. Metode yang digunakan adalah Metode Internal Rate of

Return dan Metode Net Present Value terhadap Discount Rate.

4.5.1 Metode Internal Rate of Return

Internal Rate of return yang dicari menggunakan program microsoft excel

mengacu pada besarnya cash flow pada tabel 4.6 dan 4.7. Discount factor rate lebih

kecil dari nilai IRR sehingga investasi ini menguntungkan. Untuk Discount rate yang

digunakan adalah 18 %. Pada tabel 4.6 merupakan investasi Matrik didapat nilai IRR

adalah 35 % selama 5 tahun, maka investasi baik. Sedangkan untuk Moratelindo IRR

selama 5 tahun yang didapat mengacu pada tabel 4.7 nilai IRR sebesar 49 % dan

investasi sangat baik.

4.5.2. Metode Net Present Value

Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang

praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah

selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value PV dari arus

biaya. Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai

positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua

biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh hanya

cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan. NPV < 0, berarti rugi, biaya

total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Perhitungan NPV

disini menggunakan formula yang ada di Microsoft Exel. Analisis yang didapat pada

Matrix cable system terlihat pada gambar 4.11.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

58

Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix

Pada Gambar 4.11 didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :

Discount Rate 18 %

I R R (in 5 years) 35 %

NPV (in 5 years) Rp. 299,625,679,049

BREAK EVEN 3 Years 3 months 11 days

PAYBACK - with npv 4 Years 1 months 29 days

Berdasarkan perhitungan tersebut dengan waktu proyek selama 5 tahun didapat nilai

NPV > 0. Proyek ini bernilai positif atau NPV > 0 dengan Break Even Point pada

tahun ke 3 lebih 3 bulan dan 11 hari. Penyelenggaraan infrastrukstur oleh Matrix

Cable System dengan menggunakan submarine memenuhi kapasitas dengan harga

yang cukup bersaing dimana proyek pembangunan ini menguntungkan.

(772)

077 77 77 77 77 77 77 77 7760

227 238 250 261 274 286 300 314 329

(1,000)

(800)

(600)

(400)

(200)

0

200

400

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Cash

Flo

w R

P (

Mill

iar)

Matrix Jakarta - Singapure

Investment Depreciation

EAT Proceed

Time Value (Tahun)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

59

Sedangkan untuk investasi Moratelindo terlihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo

Dari gambar 4.12 diatas maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut :

Discount Rate 18 %

I R R (in 5 years) 49 %

NPV (in 5 years) 181,419,088,843 IDR

BREAK EVEN 2 Years 9 months 21 days

PAYBACK - with npv 3 Years 4 months 17 days

Penyelenggaraan backbone yang dilakukan oleh provider Moratelindo ini juga

menunjukkan NPV > 0. Hal ini membuktikan bahwa investasi yang dikeluarkan

menunjukkan keuntungan dimana Break event Point dapat tercapai pada tahun ke 2

lebih 9 bulan dan 21 hari.

(249)

025 25 25 25 25 25 25 25 2525

97 101 106 111 116 122 127 133 139

(300)

(200)

(100)

0

100

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Cash

Flo

ws

Rp(M

iillia

r)

Moratelindo Jakarta - Singapure

Investment DepreciationEAT Proceed

Time Value (Tahun)

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

59

Universitas Indonesia

BAB V

KESIMPULAN

� Teknologi DWDM merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan kapasitas

jaringan backbone Jakarta - Singapura yang besar yaitu dapat dipenuhinya

kapasitas total pemakaian dengan harga yang kompetitif. Pada pengguna layanan

internet untuk backbone Jakarta - Singapura Nap Info dengan kapasitas total

mencapai 7 Gb/s dapat dipenuhi dengan teknologi tersebut. Hal ini juga berlaku

untuk pelanggan internet Moratelindo. Pemanfaatan jalur backbone Jakarta –

Singapura dengan menggunakan teknologi DWDM dapat dipenuhi untuk

pencapaian kapasitas hingga 5 Gb/s.

� Pembangunan kedua penyelenggara backbone Jakarta - Singapura ini cukup

berpotensi dalam hal investasi dengan melihat analisa NPV dan IRR dalam kurun

waktu 5 tahun.

� Pembangunan melalui submarine yaitu Matrix cable systerm didapat nilai IRR

berkisar 35 % dengan discount rate 18 % dimana break even point sekitar 3 tahun

3 bulan dan 11 hari, sedangkan untuk Moratelindo IRR 49 % dengan break event

point 2 tahun 9 bulan dan 21 hari. NPV matrik dalam 5 tahun sekitar Rp.

299,625,679,049 sedangkan NPV moratelindo dalam 5 tahun sekitar Rp.

181,419,088,843.

� Penetapan harga servis pada masing-masing layanan (internet maupun leased

line) sangat mempengaruhi nilai NPV dan IRR. Dalam hal penentuan harga

penjualan layanan matrix memakai harga lebih mahal dibandingkan moratelindo

sehingga membedakan nilai NPV dan IRR pada kedua provider ini, akan tetapi

faktor harga tersebut masih memiliki nilai NPV positif dan IRR diatas discount

rate. Perbedaannnya hanya di faktor Break Even point dimana pengembalian

modal dan pencapaian keutungan sesuai dengan target pasar penjualan servis

layanan mereka.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

60 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

[1] Enrique, DA,MBA.(2002). The Miniwatts Marketing Group. Februari,

2011, diambil dari :

http://www.internetworldstats.com

[2] “ Alcatel Training module ”, 1626LM DWDM Introduction, 2009.

[3] “ Eci Telecom presentation ”, Ethernet and ATM Services in XDM, 2007.

[4] “ Tata Communication presentation ”, IP Transit Presentation for Workshop

Indonesia, 2011.

[5] “ Cisco System Training Module “, CCNA 1 Versi 3, 2003.

[6] “ Cisco System Training Module “, CCNA 2 Versi 3, 2003.

[7] “ Cisco System Training Module “, CCNA 3 Versi 3, 2003.

[8] “ Cisco System Training Module “, CCNA 4 Versi 3, 2003.

[9] “ Huawei Technologies “, Advance SDH and Networking Application,

2006.

[10] “ Alcatel Training Module “, SDH and DWDM Overview, 2007

[11] “ Looking Glass - Hurricane Electric (AS45147) “, diambil dari :

http://bgp.he.net/AS45147

[12] “ Looking Glass - Hurricane Electric (AS23947) “, diambil dari :

http://bgp.he.net/AS23947

[13] Endah Sudarmilah, Dense Wavelength Division Multiplexing DWDM

sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data,2002,

diambil dari :

http://eprints.ums.ac.id/775/1/Emitor_EDS_DWDM.pdf

[14] “ Tyco Telecommunications Training Module “, Submarine Fiber

Optic Network System, 2008

[15] Leland Bank, P.E and Anthony Tarquin, P.E. Engineering Economy,

5th edition. Mc-Graw-Hill. 2002.

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011

Perpustakaan
Note
Silakan klik bookmarks untuk melihat atau ;link ke hlm
Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20290452-T26663-Studi kasus.pdf · (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas

61 Universitas Indonesia

[16] “ Product and Services Layanan Moratelindo,2011, diambil dari :

http://www.moratelindo.co.id/

[17] “ About US capacity backbone “, 2011, diambil dari :

http://www.cepat.net.id/

[18] “ Service dan Product “, 2011, diambil dari :

http://www.nap.net.id/

[19] Sitorus. “Apa-itu-biaya-operasi-opex-dan-biaya-modal-capex?” Online

Posting. 24 Jan 2009, diambil dari :

http://garisgaris.wordpress.com/2009/01/24/apa-itu-biaya-operasi-

opex-dan-biaya-modal-capex/

[20] AM Sumastutu SE, MM. Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis Uji

Kelayakan Investasi Dan Penerapannya. 2006, diambul dari :

<jurnal.bl.ac.id/wp-content/.../BEJ-v3-n1-artikel7-agustus2006.pdf>

[21] “ Apa itu TCP (Transmission Control Protocol) “, diambil dari :

http://id.wikipedia.org/wiki/Transmission_Control_Protocol

[22] “ TONIC ECOSYS Uni Eropa “, diambil dari :

http://www.nrc.nokia.com/tonic/

[23] “ Statistik Anggota APJII “, 2011, diambil dari :

http://www.apjii.or.id/

[24] Our Network Matrix Cable System, 2011

http://www.matrixnetworks.sg/

[25] “ Apakah itu broadband “, 2011, diambil dari :

http://en.wikipedia.org/wiki/Broadband_Integrated_Services_Digital_

Network

[26] “Discount Rate Bank Sentral Indonesia”, diambil dari :

http://www.indexmundi.com/indonesia/central_bank_discount_rate.html

Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011