universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

219

Click here to load reader

Transcript of universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Page 1: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

UNIVERSITAS INDONESIA

PROSES PENJERNIHAN ASAP KEBAKARAN DAN

PENYERAPAN KARBON MONOKSIDA

MENGGUNAKAN ADSORBEN

DISERTASI

YULIUSMAN

0806400913

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

DEPOK

JULI 2015

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 2: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

UNIVERSITAS INDONESIA

PROSES PENJERNIHAN ASAP KEBAKARAN DAN

PENYERAPAN KARBON MONOKSIDA

MENGGUNAKAN ADSORBEN

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

YULIUSMAN

0806400913

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

DEPOK

JULI 2015

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 3: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 4: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 5: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

atas berkah, karunia, dan bimbingan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

disertasi ini. Disertasi dengan judul “Proses Penjernihan Asap Kebakaran dan

Penyerapan Karbon Monoksida Menggunakan Adsorben” ini disusun sebagai

salah satu persyaratan akademis untuk meraih gelar Doktor di Departemen Teknik

Kimia FTUI.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa, tanpa adanya bantuan, dukungan,

bimbingan dan doa dari berbagai pihak, perjalanan panjang dalam penyelesaian

disertasi ini takkan sampai pada ujungnya. Karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA dan Bapak Prof. Ir. Yulianto

Sulistyo Nugroho M.Sc., Ph.D selaku Promotor dan Co-Promotor, yang tanpa

lelah dan dengan penuh kesabaran menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran

untuk memberi masukan dan pengarahan dalam penelitian dan penyusunan

disertasi ini;

2. Para Dewan Penguji: Prof. Dr. Ir. Roekmijati W. Soemantojo, M.Si, Prof. Dr.

Ir. Anondho Wijanarko, M.Eng, Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D., Prof.

Ir. Sutrasno Kartohardjono MSc, Ph.D., Prof. Ir. Mahmud Sudibandriyo,

M.Sc, Ph.D, dan Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA., yang mengawal dan memberi

masukan untuk Disertasi ini sejak dari pembuatan proposal penelitian maupun

sejak Ujian Penelitian II;

3. Orang tua tercinta: Alm. Abdul Rahman dan Saudah, orang tua sederhana

dengan penuh perjuangan memberikan warisan luar biasa bagi anak-anaknya:

pendidikan dan nilai-nilai;

4. Istri tercinta, Lita Adriani, S.S., dengan sabar memberikan dukungan selama

perjalanan pendidikan doktoral yang panjang ini. Serta belahan jiwa

penyenang mata: Yasmin M Julita, yang selalu menjadi pemompa semangat

dan menghadirkan keceriaan saat kejenuhan dating.

5. Ibunda Siti Aminah yang selalu memberi dukungan moril selama perjalanan

pendidikan doktoral yang panjang ini.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 6: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

v

6. Kakanda Erma, Eda, Wilisna, Sarpin, Oktaf dan Adinda Jon, Indra, Daf

beserta keluarga masing-masing yang selalu memberika dukungan moril;

7. Mas Teguh, Triguno beserta keluarga masing-masing;

8. Sahabat-sahabat terbaik yang menyediakan waktu sebagai “team pengawal”

selalu siap membantu: Mbak Wulan, Eva, Anti, Nana;

9. Seluruh dosen Departemen Teknik Kimia-FTUI atas bantuan dan

dukungannya;

10. Kang Jajat, Mang Ijal, Eko, Diki, Reni, Tiwi dan seluruh karyawan

Departemen Teknik Kimia yang telah banyak membantu penelitian dari awal

hingga akhir;

11. Da Irsyad, Armen, Yasri dan teman-teman lainnya di Ikatan Keluarga Besar

Barung-Barung Belantai dan Sekitarnya;

12. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang

membacanya dan menjadi pemicu bagi penulis untuk memberi manfaat yang lebih

banyak dan lebih luas. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan

dalam penulisan disertasi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat penulis

harapkan agar perbaikan dapat terus dilakukan untuk mencapai hasil yang lebih

baik lagi.

Depok, 03 Juli 2015

Penulis

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 7: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 8: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

vii

ABSTRAK

Nama : Yuliusman

Program Studi : Teknik Kimia

Judul : Proses Penjernihan Asap Kebakaran dan Penyerapan Karbon

Monoksida Menggunakan Adsorben

Tingkat kematian karena keracunan asap kebakaran jauh lebih besar dibandingkan

dengan kematian karena luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk penjernihan

asap dan penyerapan CO mengunakan material berukuran nano. Penelitian ini

dibagi tiga tahapan, tahap pertama dilakukan seleksi adsorben dalam menyerap

CO dengan metode adsorpsi isotemis. Tahap kedua dilakukan uji pembuatan asap

dari tisu. Tahap ketiga dilakukan uji penjernihan asap menggunakan adsorben

terpilih di tahap pertama dalam kompartemen tunggal yang dilengkapi alat

pendeteksi asap fotoeletrik berbasis micro controller. Variabel penelitian adalah

ukuran partikel, massa adsorben dan ketinggian sensor di dalam ruang uji dengan

parameter tingkat penjernihan 10% (t10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi memiliki kemampuan yang baik dalam

penyerapan CO. Nilai ngibbs berturut-turut karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi,

adalah 0,0682 dan 0,0352 mmol/g. Massa tisu 6 gram dapat menghasilkan asap

yang pekat. Proses penjernihan asap lebih efektif menggunakan adsoben

dibandingkan tanpa adsorben, waktu t10 adsorben dibawah 50% dari t10 tanpa

adsorben. Adsorben dengan ukuran partikel 53 μm mempunyai kemampuan

paling baik. Kolom bagian atas lebih cepat jernih dibandingkan tengah dan

bawah. Urutan kemampuan adsorben dalam menjernihkan asap berturut-turut:

Accom> ACZnCl2> zeolit alam. Nilai t10 terbaik dari ACcom untuk bagian atas,

tengah dan bawah kolom adalah 4, 4,6 dan 7,7 menit.

Kata kunci:

Penjernihan asap, adsorpsi, karbon monoksida, karbon aktif, zeolit alam

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 9: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

viii

ABSTRACT

Name : Yuliusman

Studyprogram : Chemical Engineering

Title : Fire Smoke Clearing and Carbon Monoxide Adsorption

Process Using Adsorbent

Mortality level due to fire smoke poisoning larger than caused by burn. The aim

of this study is smoke clearing and CO adsorption using nano sized material. This

study is conducted in three stages, the first stage is the selection of adsorbent to

adsorb CO using isotherm adsorption method. The second stage is smoke

production testing from tissue as raw material. The final stage is smoke clearing

testing using adsorbent chosen in the first stage, conducted in a single

compartment equipped with a photoelectric smoke detector based on micro

controller. The variables in this study are particle size, adsorbent mass, and

detector height in the compartment test, with degree of clearing called t10 as

observed parameter. The results showed that activated carbon and activated

natural zeolite has the best ability to adsorb CO. ngibbs value for activated carbon

and activated natural zeolite is 0.0682 and 0.0352 mmole/g respectively. 6 grams

of tissue can produce high density of smoke. Smoke clearing process using

adsorbent more effective than without adsorbent, with t10 using adsorbent less that

50% compared to without adsorbent. Adsorbent with particle size 53μm has the

most excellent abilities. Top section of compartment cleared faster than middle

and bottom section. The order of adsorbent ability in smoke clearing is as follows:

ACcom > ACZnCl2 > natural zeolite. The best parameter of t10 for ACcom at the

top, middle, and bottom of compartment is 4, 4.6 and 7.7 minutes respectively.

Keywords:

Smoke clearing, adsorption, carbon monoxide, activated carbon, natural zeolite.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 10: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 5

1.5 Nilai Keterbaruan (Novelty) .......................................................... 6

1.6 Batasan Masalah............................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

2.1 Termodinamika Kimia Pembakaran ............................................. 7

2.2 Produksi dan Sifat Asap ................................................................ 8

2.2.1 Pergerakan Asap ........................................................................... 9

2.2.2 Toksisitas Asap ............................................................................ 11

2.2.2.1 Karbon Monoksida (CO) ............................................................. 13

2.2.2.2 Senyawa Lain Dalam Asap ......................................................... 14

2.2.3 Pengukuran Densitas Asap .......................................................... 15

2.2.3.1 Sitem Sensor Tipe Fotoelektrik ................................................... 17

2.3 Adsorpsi ...................................................................................... 20

2.3.1 Adsorpsi Fisika ............................................................................ 21

2.3.2 Adsorpsi Kimia ............................................................................ 21

2.3.3 Adsorpsi Isotermis ....................................................................... 22

2.3.3.1 Adsorpsi Isotermis Freundlich .................................................... 23

2.3.3.2 Adsorpsi Isotermis Langmuir ...................................................... 23

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 11: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

x

2.3.3.3 Adsorpsi Isotermis BET .............................................................. 24

2.3.3.4 Model Adsorpsi Isotermis Gibbs ................................................. 25

2.3.3.5 Hubungan Antara Adsorpsi Gibbs dan Adsorpsi Absolut pada

Adsoprsi Gas Murni .................................................................... 26

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi ......................................... 29

2.3.5 Gaya dan Energi Adsorpsi ........................................................... 30

2.4 Adsorben ..................................................................................... 30

2.4.1 Silika Gel ..................................................................................... 32

2.4.2 Zeolit ........................................................................................... 32

2.4.2.1 Struktur Zeolit ............................................................................. 33

2.4.2.2 Sifat Zeolit ................................................................................... 34

2.4.2.3 Zeolit Alam Lampung ................................................................. 35

2.4.2.4 Aktivasi Zeolit ............................................................................. 36

2.4.3 Karbon Aktif ................................................................................ 39

2.4.3.1 Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sawit ..................................... 40

2.4.3.2 Proses Pembuatan Karbon Aktif ................................................. 41

2.5 State of the Art Penjernihan Asap dan Penyerapan CO .............. 43

2.5.1 Penjernihan Asap ......................................................................... 43

2.5.2 Penyerapan CO ............................................................................ 46

2.5.3 Keterbaruan Riset ........................................................................ 47

BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 55

3.1 Seleksi Adsorben ......................................................................... 55

3.1.1 Preparasi dan Karakterisasi Adsorben ......................................... 55

3.1.2 Uji Adsorpsi ................................................................................ 56

3.1.2.1 Diagram Ali Uji Adsorpsi ........................................................... 56

3.1.2.2 Alat Uji Adsorpsi ......................................................................... 57

3.1.2.3 Prosedur Percobaan Uji Adsorpsi ................................................ 59

3.1.2.4 Pengolahan Data Uji Adsorpsi .................................................... 63

3.2 Uji Pembuatan Asap .................................................................... 64

3.2.1 Prosedur Pembuatan Asap ........................................................... 64

3.2.2 Pengolahan Data Asap ................................................................. 64

3.3 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO ................................. 64

3.3.1 Diagram Alir Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO ........... 65

3.3.2 Persiapan Adsorben ..................................................................... 65

3.3.2.1 Pembuatan Karbon Aktif ACZnCl2 ............................................. 66

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 12: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xi

3.3.2.2 Penghalusan Adsorben ................................................................ 68

3.3.2.3 Karakterisasi Ukuran Partikel (Particle Size Analyzer/PSA) ...... 68

3.3.3 Rancang Bangun Ruang Uji dengan Instrumentasi Photoelectric

..................................................................................................... 68

3.3.3.1 Set-up Alat ................................................................................... 69

3.3.3.2 Kalibrasi Sensor .......................................................................... 71

3.3.4 Pemilihan Alat Dispersi Adsorben dan Teknik Dispersi ............. 72

3.3.4.1 Posisi Arah Sprayer Gun ............................................................. 72

3.3.4.2 Nitrogen Bertekanan Mengalir Kontinyu .................................... 73

3.3.4.3 Nitrogen Bertekanan Awal .......................................................... 75

3.3.5 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO .................................. 77

3.3.5.1 Bahan dan Alat ............................................................................ 77

3.3.5.2 Skema Prosedur Pengambilan Data Uji Penjernihan Asap dan

Penyerapan CO............................................................................ 77

3.3.5.3 Prosedur Percobaan Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO . 78

3.3.5.4 Variabel Penelitian Penjernihan Asap ......................................... 80

3.3.5.4 Label Adsorben yang Diuji pada Uji Penjernihan Asap ............. 80

3.3.5.5 Pengolahan Data Uji Penjernihan Asap ...................................... 81

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 83

4.1 Seleksi Adsorben ......................................................................... 83

4.1.1 Karakterisasi Adsorben ............................................................... 83

4.1.1.1 Rasio Si terhadap Al Zeolit ......................................................... 83

4.1.1.2 Luas Permukaan .......................................................................... 84

4.1.2 Uji Adsorpsi Karbon Monoksida ................................................ 85

4.1.2.1 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Zeolit Alam Tidak Teraktifasi

..................................................................................................... 85

4.1.2.2 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Zeolit alam teraktifasi.......... 88

4.1.2.3 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Karbon Aktif ....................... 92

4.1.2.4 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh TiO2 ..................................... 94

4.1.2.5 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh CuO ..................................... 96

4.1.2.6 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh MgO .................................... 97

4.1.3 Hasil Seleksi Adsorben ............................................................... 98

4.2 Karakteristik Asap dan Hidrodinamika Asap ............................. 99

4.2.1 Karakteristik Asap ....................................................................... 99

4.2.2 Hidrodinamika Asap .................................................................. 102

4.3 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan Karbon Monoksida ...... 105

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 13: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xii

4.3.1 Penjernihan Asap Oleh Karbon Aktif Komersial ...................... 105

4.3.1.1 Pengaruh Ukuran Partikel ......................................................... 106

4.3.1.2 Pengaruh Ketinggian ................................................................. 110

4.3.1.3 Pengaruh Massa ......................................................................... 114

4.3.2 Penjernihan Asap Oleh Karbon Aktif ACZnCl2 ....................... 117

4.3.3 Penjernihan Asap Oleh Zeolit Alam ......................................... 121

4.3.4 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Penjernihan Asap .............. 125

4.3.5 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Penyerapan CO ................. 127

4.4 Evaluasi Penjernihan Asap Keseluruhan .................................. 127

BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 129

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 130

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 14: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Proses perubahan secara fisik bahan bakar dari fase padat hingga uap

................................................................................................................................. 9 Gambar 2. 2 Produksi dan pergerakan asap .......................................................... 11 Gambar 2. 3 Skema tube furnace untuk menghasilkan produk pembakaran ........ 12 Gambar 2. 4 Gambaran cara kerja beam of light untuk mengukur optical density

............................................................................................................................... 16 Gambar 2. 5 Konfigurasi ATmega 16 ................................................................... 18 Gambar 2. 6 Downloader K125R.......................................................................... 18 Gambar 2. 7 Skematik LM2576 ............................................................................ 19 Gambar 2. 8 Voltage regulator rancangan ............................................................ 19

Gambar 2. 9 Sensor cahaya photodiode ................................................................ 20 Gambar 2. 10 Laser Pointer .................................................................................. 20 Gambar 2. 11 Kurva adsorpsi isotermis Langmuir dan BET ................................ 22 Gambar 2. 12 Ilustrasi keadaan fasa teradsorpsi pada suatu pori adsorben .......... 26 Gambar 2. 13 Profil tipe-tipe kurva isoterm Gibbs ............................................... 28 Gambar 2. 14 Tetrahedral alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit ............. 33 Gambar 2. 15 Proses pelepasan Al dalam rangka menjadi Al diluar rangka ........ 38 Gambar 2. 16 Struktur fisik karbon aktif .............................................................. 39 Gambar 2. 17 Struktur pori karbon aktif ............................................................... 40 Gambar 2. 18 Struktur karbon aktif sebelum dan sesudah aktivasi ...................... 42

Gambar 3. 1 Diagram alir uji adsorpsi .................................................................. 57 Gambar 3. 2 Skema alat uji adsorpsi ..................................................................... 58 Gambar 3. 3 Rangkaian peralatan uji adsorpsi...................................................... 60 Gambar 3. 4 Diagram alir penelitian uji penjernihan asap.................................... 65

Gambar 3. 5 Diagram alir pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa sawit 66 Gambar 3. 6 Skema ruang uji dengan instrumentasi photoelectric ...................... 69 Gambar 3. 7 Foto ruang uji penjernihan asap ....................................................... 70 Gambar 3. 8 Rangkaian alat micro controller ....................................................... 70 Gambar 3. 9 Skema mekanisme kerja alat pendeteksi asap .................................. 71

Gambar 3. 10 Kondisi dasar ruang uji setelah adsorben didispresikan................. 73 Gambar 3. 11 Massa padatan yang tertinggal pada sprayer gun ........................... 74

Gambar 3. 12 Persentase massa padatan yang tertinggal pada sprayer gun ......... 75 Gambar 3. 13 Bagan alir prosedur pengambilan data pada uji penjernihan asap 78

Gambar 4. 1 Rasio Si/Al pada setiap tahapan proses preparasi zeolit alam ......... 83

Gambar 4. 2 Pengaruh tekanan CO terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam tidak

teraktifasi ....................................................................................... 86 Gambar 4. 3 Tipe asam Lewis pada permukaan pori zeolit dan adsorbat terikat

dengan Al3+

. ................................................................................... 88

Gambar 4. 4 Adsorbat terikat pada pemukaan pori zeolit ..................................... 88 Gambar 4. 5 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam

teraktifasi ....................................................................................... 89

Gambar 4. 6 Hasil karakterisasi EDAX zeolit alam ............................................. 90 Gambar 4. 7 Muatan pada permukaan zeolit ........................................................ 91

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 15: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xiv

Gambar 4. 8 Molekul CO terikat secara kimia pada permukaan yang mengandung

logam transisi................................................................................. 92 Gambar 4. 9 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif 93 Gambar 4. 10 CO terikat pada permukaan yang mengandung atom carbon ....... 94 Gambar 4. 11 Ilustrasi karbon aktif menyerap adsorbat ....................................... 94 Gambar 4. 12 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi TiO2. ........ 95 Gambar 4. 13 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi CuO ......... 96 Gambar 4. 14 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi MgO ........ 97 Gambar 4. 15 Kemampuan penyerapan air oleh adsorben ................................... 99 Gambar 4. 16 Pengaruh massa tisu terhadap densitas optis ................................ 100 Gambar 4. 17 Lensa kaca kalibrasi dengan densitas optis .................................. 100 Gambar 4. 18 Pengaruh massa tisu terhadap pembentukkan CO ....................... 101 Gambar 4. 19 Densititas optis asap pada awal pembakaran ............................... 103 Gambar 4. 20 Densitas optis asap pada pembakaran maksimum ....................... 104

Gambar 4. 21 Densitas optis asap pada akhir pembakaran ................................. 105 Gambar 4. 22 Pengaruh ukuran partikel karbon aktif ACcom terhadap penjernihan

asap .............................................................................................. 107 Gambar 4. 23 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh ACcom

..................................................................................................... 111 Gambar 4. 24 Struktur karbon aktif .................................................................... 112 Gambar 4. 25 Kemampuan adsorben menyerap uap air ..................................... 112 Gambar 4. 26 Pengaruh ukuran karbon aktif ACcom terhadap t10 ..................... 114 Gambar 4. 27 Pengaruh massa karbon aktif ACcom terhadap penjernihan asap 116 Gambar 4. 28 Pengaruh massa karbon aktif ACcom terhadap t10 ..................... 117 Gambar 4. 29 Pengaruh ukuran partikel karbon aktif ZnCl2 terhadap penjernihan

asap .............................................................................................. 118 Gambar 4. 30 Pengaruh ukuran karbon aktif ACZnCl2 terhadap t10 .................. 119

Gambar 4. 31 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh karbon

aktif ACZnCl2 .............................................................................. 119 Gambar 4. 32 Pengaruh massa karbon aktif ACZnCl2 terhadap penjernihan asap

..................................................................................................... 120

Gambar 4. 33 Pengaruh massa karbon aktif ACZnCl2 terhadap t10 ................... 121 Gambar 4. 34 Pengaruh ukuran partikel zeolit alam terhadap penjernihan asap 123

Gambar 4. 35 Pengaruh ukuran partikel zeolit alam terhadap t10 ....................... 123 Gambar 4. 36 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh zeolit

alam ............................................................................................. 123

Gambar 4. 37 Pengaruh massa zeolit alam terhadap penjernihan asap............... 124 Gambar 4. 38 Pengaruh massa zeolit alam terhadap t10 ...................................... 125 Gambar 4. 39 Pengaruh jenis adsorben terhadap t10 ........................................... 126 Gambar 4. 40 Densitas masing-masing adsorben ............................................... 126 Gambar 4. 41 Pengaruh massa terhadap proses penyerapan CO ........................ 127

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 16: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Gas beracun yang terbawa bersama asap pembakaran ........................ 12 Tabel 2. 2 Konsentrasi karbon monoksida dan waktu paparan ............................. 13 Tabel 2. 3 Komposisi kimia zeolit alam Lampung ............................................... 35 Tabel 2. 4 Ukuran pori karbon aktif ...................................................................... 39 Tabel 2. 5 Komposisi tempurung kelapa sawit ..................................................... 41 Tabel 2. 6 Perkembangan penelitian pembuatan karbon aktif .............................. 42 Tabel 2. 7 Perkembangan penelitian tentang pemanfaatan adsorben, penjernihan

asap dan adsorpsi CO ........................................................................... 49

Tabel 3. 1 Bacaan tekanan saat uji tekanan sprayer gun ...................................... 76 Tabel 3. 2 Variasi dari tipe, diameter dan massa adsorben ................................... 81

Tabel 4. 1 Luas permukaan adsorben .................................................................... 85 Tabel 4. 2 Adsorpsi CO oleh zeolit alam tidak teraktifasi ................................... 86 Tabel 4. 3 Jari-jari beberapa molekul gas ............................................................. 87 Tabel 4. 4 Adsorpsi gas CO oleh zeolit alam teraktifasi ....................................... 89 Tabel 4. 5 Adsorpsi gas CO oleh karbon aktif ...................................................... 93 Tabel 4. 6 Adsorpsi gas CO oleh TiO2 .................................................................. 95 Tabel 4. 7 Adsorpsi gas CO oleh CuO .................................................................. 96 Tabel 4. 8 Adsorpsi gas CO oleh MgO ................................................................. 98 Tabel 4. 9 Nilai nmaks dan b untuk masing-masing adsorben ................................ 98 Tabel 4. 10 Data kandungan CO dengan variasi massa tisu ............................... 101

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 17: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

xvi

DAFTAR NOTASI

= koefisien nonperfect sticking

B = konstanta adsorpsi Langmuir yang besarnya bergantung pada

temperatur

= parameter adsorpsi isotermis model BET

K = koefisien absorpsi

k, n = konstanta empiris untuk setiap pasangan adsorbat-adsorben

padatemperatur tertentu

kd∞ = koefisien kecepatan desorpsi pada temperatur tak terhingga

L = maksimum kapasitas adsorpsi pada model Langmuir dan

Model BET, mmol/g

l = jarak atau ketebalan asap (m)

m = massa adsorben, g

= jumlah gas yang teradsorpsi, mmol/g

= jumlah gas yang tak teradsorpsi, mmol/g

= jumlah gas yang diinjeksikan ke dalam dozing cylinder

OD = Optical density, m-1

P = tekanan adsorbat, psia

Ps = tekanan jenuh adsorbat gas hingga mencapai kapasitas

maksimum adsorpsi

R = Konstanta gas ideal

t = waktu, detik

x = kuantitas adsorben

= faktor kompresibilitas

𝜌 = densitas cairan (g/cm3)

= fraksi luas permukaan yang tertutup oleh lapisan monolayer

= viskositas pelarut, poise

ω = jumlah mol gas teradsorpsi per satuan unit massa adsorbent,

mmol/g

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 18: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran merupakan salah satu jenis bencana yang masih belum bisa

diprediksi terjadinya. Secara nasional, kebakaran menyumbangkan 15% kejadian

bencana di Indonesia. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh Damkar

selama tahun 2014, ditemukan bahwa kebakaran paling sering terjadi di Jakarta

yaitu sebanyak 1260 kejadian dan kejadian kebakaran pada tahun 2013, yakni

sebanyak 1515 kejadian. Sedangkan berdasarkan data BNPB (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana) kejadian kebakaran pada pemukiman pada tahun 2014

tercatat 472 kejadian, meningkat dibandingkan pada tahun 2013 sejumlah 399

kejadian.

Kejadian kebakaran biasanya menghasilkan asap yang sangat pekat. Asap

adalah kumpulan partikel padat, cair dan gas kecil. Meskipun asap dapat

mengandung ratusan bahan kimia yang berbeda, asap yang terlihat sebagian besar

adalah karbon (jelaga), tar, minyak dan abu. Asap merupakan kumpulan dari

partikel-partikel kecil yang tidak terbakar. Setiap partikel asap terlalu kecil untuk

dilihat dengan mata, tetapi ketika senyawa asap beraglomerasi bersama-sama,

maka akan terlihat sebagai asap. Asap terjadi ketika ada pembakaran tidak

sempurna, menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat racun yang dapat

menyebabkan kematian (Science Learn, 2015).

Tingkat kematian karena keracunan asap kebakaran jauh lebih besar

dibandingkan dengan kematian karena luka bakar. 85% kematian pada kasus

kebakaran disebabkan oleh asap kebakaran yang tebal dan beracun. Sementara itu

Hull, et.al., (2007) melaporkan bahwa tingkat kematian pada kasus kebakaran

karena terpapar asap mencapai 80%.

Diantara senyawa beracun yang terdapat dalam asap adalah karbon

monoksida (CO) yang merupakan penyebab utama kematian pada kasus

kebakaran (Nelson, 1998). Paparan CO 1600 ppm selama 20 menit dapat

menyebabkan sakit kepala, kontraksi jantung cepat, pusing dan mual, terpapar

selama 2 jam dapat menyebabkan kematian. Sedangkan paparan CO 3200 ppm

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 19: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

2

selama 5 - 10 menit dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dan mual, terpapar

selama 30 menit dapat menyebabkan kematian.

Tingkat racun (toxicity) dari keluaran pembakaran merupakan fungsi dari

material dan kondisi lingkungan pembakaran seperti zona pembakaran, geometri

ruang dan ventilasi (Wang, et.al., 2007). Wang et.al., (2007) telah mengkaji gas

yang dihasilkan dari pembakaran kayu blok dan kayu lapis (lining material).

Pemilihan lining materil karena bahan ini termasuk yang banyak digunakan

untuk dinding dan ceiling pada gedung perkantoran dan rumah, bahan ini mudah

terbakar. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin kecil ventilasi maka semakin

banyak gas CO yang dihasilkan. Dari hasil peneliti yang lain menunjukkan bahwa

hasil pembakaran bukan hanya mengandung CO tetapi juga mengandung senyawa

berbahaya yang lain. Annemarie et.al. (2008) telah menemukan kasus kebakaran

hutan di Australia, bahwa asap kebakaran bukan hanya mengandung gas beracun

CO, tetapi juga mengandung senyawa organik dan an-organik, seperti senyawa

aldehid 60% dan akrolin pada level 80% dari TEL (Term Exposure Limit).

Senyawa aldehid dan akrolin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan

kesehatan bagi pekerja pemadam kebakaran (Fabienne et al., 2008). Hasil

penelitian Blomqvist, (2004) menunjukkan pembentukan CO disebabkan oleh

kondisi pembakaran dari smouldering sampai nyala.

Selain beracun, ketebalan asap juga dapat menurunkan tingkat visibilitas

seseorang dan tentunya akan berpengaruh dalam kecepatan melakukan evakuasi

selama kebakaran. Proses evakuasi dapat terhambat karena jarak pandang terbatas

dan gangguan pernafasan.

Dari latar belakang di atas terbukti bahwa asap hasil kebakaran

menimbulkan risiko yang sangat tinggi terhadap bahaya kematian. Oleh karena itu

diperlukan upaya khusus untuk mengurangi tingkat racun dan ketebalan asap

(proses penjernihan) pada kasus kebakaran. Pemanfaatan adsorben untuk proses

penjernihan asap diharapkan dapat juga menyelesaikan penyerapan CO.

Selama ini adsorben yang banyak digunakan untuk penjernihan asap

adalah TiO2, MgO, NaHCO3, Ca(OH)2 (Yadav, et.al, 2007), oksida logam dan

hiroksida logam dari Mg, Sr, Ba, Ca, Ti, Zr, Fe, V, Mn, Ni, Cu, Al, Si, Zn, Ag,

Mo, Sb, dan campurannya Mulukutla dkk, (2007). Kemampuan adsorben logam

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 20: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

3

ini mampu menjernihkan asap lebih cepat 10 kali dibandingkan tanpa adsorben.

Xu, et. al. (2003) menggunakan zeolit NaY dan ZSM-5 untuk menyerap

nitroamine dari asap rokok. Kapasitas penyerapan masing-masing 84% dan 82%.

Penggunaan adsorben di atas baru sebatas untuk penjernihan asap, belum

dilihat kemampuan mengadsopsi CO. Oleh karena itu pada penelitian ini

dilakukan uji kemampuan terhadap TiO2, CuO dan MgO dalam mengadsorpi CO.

Karena penggunaan adsorben di atas memiliki harga yang mahal dan keberadaan

juga terbatas, maka pemilihan adsorben berbahan baku alam menjadi alternatif

yang potensial untuk dikembangkan. Indonesia memiliki banyak sumber zeolit

alam dan karbon aktif. Keduanya merupakan bahan alam yang potensial dijadikan

adsorben untuk menjernihkan asap dan menyerap CO. Hingga saat ini belum ada

penelitian yang meneliti penyerapan CO dari asap menggunakan adsorben zeolit

alam dan karbon aktif.

Zeolit alam dan karbon aktif yang digunakan perlu mendapatkan

perlakuan awal sebelum dijadikan sebagai adsorben. Zeolit alam masih banyak

pengotor yang dapat mengurangi luas permukaan, kemampuan menjernihkan asap

dan bersifat hydrophilic (suka terhadap uap air). Jika digunakan langsung untuk

menjernihkan asap kemampuan zeolit menyerap uap air lebih besar dibandingkan

menyerap CO. Oleh karena itu perlu diaktifasi untuk meningkatkan luas

permukaan dan lebih bersifat tidak suka terhadap air (hydrophobic). Tempurung

kelapa sawit mengandung selulosa sebesar 26,6% dan hemiselulosa 27,7% baik

untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku karbon aktif. Rata-rata produksi buah

kelapa sawit per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, limbah tempurung yang

dihasilkan sekitar 672 ribu ton (Pujianto, 2010). Oleh karena itu karbon aktif perlu

dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan luas permukaan yang besar.

Sampai saat ini uji penjernihan asap umumnya menggunakan dua

kompartemen (ruang uji). Kompartemen pertama berfungsi sebagai tempat

membentuk asap, kompartemen kedua berfungsi sebagai ruang uji penjernihan

asap. Adanya dua kompartemen yang terpisah dapat menyebabkan molekul asap

semakin sering bertumbukkan karena adanya gaya dari luar untuk mengalirkan.

Untuk menghindari hal tersebut pada penelitian ini, peneliti mendisain dan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 21: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

4

menggunakan kompartemen (ruang uji) tunggal dimana proses pembentukkan

asap dan uji penjernihan dilakukan dalam satu kompartemen.

Pada penelitian ini dilakukan seleksi terhadap zeolit alam, karbon aktif

TiO2, CuO dan MgO untuk menyerap CO, kemudian digunakan untuk

menjernihkan asap dan mengadsopsi CO. Pada kompartemen tunggal ini

dilakukan proses pembentukkan asap dan proses penjernihannya secara in-situ.

Berdasarkan penelitian awal ditemukan kesulitan dalam pembuatan asap dengan

tingkat kepekatan dan kandungan CO seperti asap kebakaran. Pembentukkan asap

dilakukan menggunakan bahan yang mampu menghasilkan asap yang pekat

berwarna putih (smoldering) dan kandungan CO tinggi. Setelah asap terbentuk,

adsorben dimasukkan dengan cara didispersikan (spray) secara merata ke dalam

kompartemen menggunakan gas nitrogen (carrier gas). Pada saat adsorben

didispersikan inilah terjadinya proses penjernihan asap dan adsorpsi CO. Untuk

mendapatkan proses penjernihan yang optimum maka perlu diperhatikan ukuran

diameter adsorben, massa adsorben dan kemampuan penjernihan asap pada

ketinggian tertentu di dalam kolom. Ketiga variabel ini menjadi fokus penelitian

yang dilakukan. Parameter keberhasilan dari proses penjernihan asap dan

penyerapan CO ini diukur dengan waktu untuk mencapai tingkat kejernihan 10%

(t10) dan jumlah CO teradsorpsi.

1.2 Rumusan Masalah

Studi penggunaan adsorben TiO2, CuO dan MgO dalam proses

penjernihan asap selama ini hanya mengkaji tentang kemampuan adsorben dalam

menjernihkan asap, belum meneliti tentang kemampuannya dalam menyerap CO.

Padahal pada kasus kebakaran tingkat kematian paling tinggi disebabkan oleh

kandungan CO yang sangat tinggi dalam asap. Oleh karena itu, sebelum adsorben

digunakan dalam proses penjernihan asap, perlu dilakukan seleksi awal terhadap

adsorben dengan melihat kemampuan adsorben tersebut dalam menyerap CO.

Pada studi seleksi awal ini juga dilakukan studi terhadap zeolit alam dan karbon

aktif sebagai adsorben alternatif yang potensial.

Kepekatan dan kandungan CO sangat dipengaruhi oleh massa bahan

bakar yang dibakar. Oleh karena itu diperlukan studi bagaimana pengaruh massa

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 22: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

5

bahan bakar yang dibakar terhadap kepekatan asap dan kandungan CO yang

dihasilkan.

Dari hasil seleksi kemampuan adsorben dalam menyerap CO di atas,

terhadap adsorben terpilih dilakukan uji penjernihan asap dan menyerapan gas CO

dari asap hasil pembakaran. Bagaimana meningkatkan kemampuan adsorben

terpilih agar dapat meningkatkan kecepatan laju penjernihan asap dan penyerapan

CO melalui pengaturan ukuran partikel dan massa adsorben?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan konseptual dari penelitian ini adalah mendapatkan adsorben yang

mampu menjernihkan asap dan mengadsorpsi karbon monoksida secara simultan.

Tujuan operasional dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan seleksi terhadap adsorben yang mampu menyerap CO dengan

metoda adsorpsi isotermis, dimana parameter yang dijadikan untuk

mengukur kemampuan adsorpsi adalah konstanta adsorpsi isotermis

Langmuir (nmaks dan b).

2. Menentukan massa bahan bakar yang dapat menghasilkan asap jenis

smoldering seperti pada asap kebakaran.

3. Melakukan uji penjernihan asap dan penyerapan CO terhadap adsorben

hasil seleksi pada uji adsoprsi CO di atas untuk mendapatkan ukuran

partikel dan massa dari adsorben yang efektif menjernihkan asap dan

menyerap CO.

1.4 Hipotesis Penelitian

Zeolit alam dan karbon aktif memiliki kemampuan yang baik dalam

menjernihkan asap dan menyerap CO karena memiliki luas permukaan yang

besar dan sifat elektrostatik pada permukaan.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 23: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

6

1.5 Nilai Keterbaruan (Novelty)

1 Penelitian ini menggunakan zeolit alam dan karbon aktif untuk penjernihan

asap dan penyerapan CO secara simultan, karena sampai saat ini belum pernah

dilakukan.

2 Pada penelitian ini menggunakan kompartemen tunggal dimana proses

pembuatan asap dan uji penjernihan dilakukan secara simultan dalam 1 (satu)

ruang uji sehingga dapat menghindari terjadinya aglomerasi asap sebelum

dispersi adsorben.

1.6 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini:

1. Jenis asap smoldering yang berasal dari tisu.

2. Uji adsorpsi CO mengguna metode adsorpsi isotermis Langmuir.

3. Uji penjernihan asap menggunakan kompartemen tunggal.

4. Pendeteksi asap menggunakan sensor tipe fotoelektrik berbasis micro

controller.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 24: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Termodinamika Kimia Pembakaran

Pembakaran merupakan reaksi kimia antara bahan bakar dengan suatu

pengoksidasi yang menghasilkan panas, cahaya, gas, dan asap. Pembakaran dibagi

menjadi dua, yaitu pembakaran sempurna dan pembakaran tidak sempurna.

Pembakaran sempurna terjadi jika campuran bahan bakar dan oksigen mempunyai

perbandingan yang tepat, sebaliknya pembakaran tidak sempurna terjadi jika

campuran bahan bakar dan oksigen tidak mempunyai perbandingan yang tepat.

Hasil pembakaran sempurna adalah karbon dioksida dan uap air. Jika oksigen

terlalu banyak campuran dikatakan lean. Sebaliknya, jika bahan bakar terlalu

banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran rich. Secara umum,

rumus kimia untuk stoikiometri pembakaran sempurna hidrokarbon adalah

OHy

COxOy

xCxHy 22224

(2.1)

Berikut ini adalah persamaan reaksi pembakaran sempurna propana dengan

oksigen.

OHCOOHC 22283 435 (2.2)

Sedangkan reaksi pembakaran tidak sempurna hidrokarbon dengan oksigen,

secara umum dapat dilihat pada Persamaan 2.3 berikut:

OHyz

COxzOyx

zCxHyz 222

..

42

(2.3)

Berikut ini adalah persamaan reaksi pembakaran tidak sempurna propana dengan

oksigen:

OHCOOHC 2283 432

7 (2.4)

Jika pembakaran menggunakan udara kering reaksi pembakaran sempurna dapat

dilihat pada Persamaan 2.5 berikut:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 25: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

8

222224

76,324

76,34

Ny

xOHy

COxNy

xOy

xCxHy

(2.5)

Persamaan reaksi pembakaran sempuran propana dengan udara dapat dilihat pada

persamaan berikut ini:

2222283 8,18438,185 NOHCONOHC (2.6)

Sementara itu pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan asap dengan

komposisi yang sangat beragam. Pada kasus kebakaran reaksi pembakaran yang

terjadi adalah pembakaran tidak sempurna, komposisi asapnya sangat beragam.

2.2 Produksi dan Sifat Asap

Asap adalah kumpulan partikel padat, cair dan gas kecil. Meskipun asap

dapat mengandung ratusan bahan kimia yang berbeda, asap yang terlihat sebagian

besar adalah karbon (jelaga), tar, minyak dan abu. Asap terjadi ketika ada

pembakaran tidak sempurna (tidak cukup oksigen untuk membakar sempurna

bahan bakar). Pada pembakaran sempurna, semuanya bahan dibakar, hanya

memproduksi air dan karbon dioksida. Ketika terjadi pembakaran tidak sempurna,

tidak semuanya terbakar. Asap adalah kumpulan dari partikel-partikel kecil yang

tidak terbakar. Setiap partikel terlalu kecil untuk dilihat dengan mata, tetapi ketika

beraglomerasi bersama-sama, maka akan terlihat sebagai asap (Science Learn,

2015).

Asap dapat memiliki densitas yang sangat pekat, panas dan mengandung

senyawa beracun yang berbahaya terhadap kesehatan. Densitas dan toksisitas asap

yang diproduksi bergantung pada bahan bakar dan kondisi pembakaran. Polimer

aromatik seperti poli stirena, menghasilkan lebih banyak asap dari pada

hidrokarbon dengan ikatan tunggal. Sedangkan volume total asap yang diproduksi

bergantung pada ukuran api dan kondisi pembakaran. Umumnya ada tiga jenis

kondisi pembakaran yaitu; flaming, pyrolisis, dan smoldering (Mulholland, 2002).

Asap Flaming yaitu asap yang dihasilkan dari api yang menyala, seperti

pembakaran pada kompor minyak tanah dan pembakaran sampah, asap yang

dihasilkan berwarna hitam dan banyak butiran karbon. Asap pyrolisis merupakan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 26: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

9

asap yang dihasilkan dari proses pemanasan radiasi pada permukaan material

tanpa adanya pencampuran oksigen yang dapat merubah struktur kimia bahan

bakar menjadi volatile, asap yang dihasilkan tidak terlalu hitam.temperatur pada

permukaan material padatan antara 600 sampai 700 K, sedangkan temperatur pada

permukaan gas antara 1200 sampai 1700 K. Meskipun kebanyakan material dapat

dipirolisis hanya beberapa material yang dapat terbakar besar, seperti selulosa

(kayu, kertas, cardboard, dll) dan busa poliuretan (Blomqvist, 2004). Asap

smoldering, yaitu asap yang dihasilkan dari proses pembakaran yang terjadi

karena kenaikan temperatur pada permukaan material dan reaksi antara uap

material dan oksigen melalui efek konduksi atau konveksi. Pembakaran secara

smoldering juga menghasilkan butiran asap, namun butiran yang dihasilkan

berwarna putih. Proses terbakarnya suatu bahan bakar dari mulai padatan menjadi

uap diperkirakan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Proses perubahan secara fisik bahan bakar dari fase padat hingga uap

(Drysdale, 2003)

2.2.1 Pergerakan Asap

Pergerakkan asap yang cepat dapat mengakibatkan penurunan jarak

pandang, menimbulkan kepanikan, dan menjadi lebih berbahaya terhadap pekerja

pemadaman kebakaran (Blomqvist, 2004). Secara umum penyebaran atau gerakan

asap dalam suatu ruangan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 27: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

10

1. Gaya apung (buoyancy) yang dihasilkan oleh api.

2. Gaya apung (buoyancy) yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur ambient

internal ruangan dengan eksternal ruangan.

3. Sistem tata udara dalam ruangan tersebut dan banyaknya ventilasi pada ruangan

sehingga berpengaruh pada volume udara yang dapat masuk atau keluar

ruangan.

Asap merupakan fluida oleh karena itu pergerakan asap mengikuti hukum

mekanika fluida. Asap secara alamiah akan bergerak ke atas karena gaya apung

dari asap. Gaya apung asap disebabkan karena perbedaan densitas antara fluida

asap dengan udara di lingkungan sekitar. Perbedaan densitas ini disebabkan

karena perbedaan temperatur asap dengan lingkungan sekitarnya. Asap terbentuk

karena proses pembakaran maka temperatur awal asap lebih tinggi dibandingkan

temperatur lingkungan sekitar. Seiring dengan waktu temperatur asap mengalami

penurunan akibat kontak dengan lingkungan sekitar. Pertukaran panas ini terjadi

secara konveksi, udara lingkungan bergerak masuk ke dalam asap yang

menyebabkan penurunan temperatur asap dan meningkatkan temperatur

lingkungan. Proses ini berlangsung hingga terjadinya titik kesetimbangan antara

temperatur asap dengan temperatur lingkungan. Akibat penurunan temperatur

asap gaya apung asap akan mengalami penurunan hingga mencapai nilai nol

bahkan bernilai negatif. Hal inilah yang membuat asap berhenti bergerak ke atas

dan cenderung bergerak turun karena gaya apungnya sudah bernilai negatif. Siklus

seperti ini terjadi berulang-ulang sehingga membentuk kepulan asap yang disebut

smoke plume.

Pergerakan asap juga dipengaruhi oleh viskositas asap dan interaksi

gesekan dengan udara lingkungan sekitar. Asap dengan viskositas rendah

bergerak lebih cepat dibandingkan dengan yang viskositas lebih tinggi. Akibat

interaksi asap dengan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi konsentrasi dan

ukuran partikel-partikel asap sehingga mempengaruhi pergerakan asap.

Pergerakkan asap juga sangat dipengaruhi oleh kondisi bangunan, pada bangunan

bertingkat asap dapat naik melalui banyak jalur menuju lantai yang lebih tinggi.

Secara umum pergerakkan asap dalam bangunan melalui saluran udara

penghubung lantai, saluran toilet, dapur, poros lift, tangga, ventilasi, ruang antara

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 28: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

11

dinding. Gambar produksi dan pergerakan asap secara visual dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Produksi dan pergerakan asap

( Blomqvist, 2004)

2.2.2 Toksisitas Asap

Asap yang dihasilkan dari reaksi pembakaran mengandung gas beracun,

terutama reaksi pembakaran tidak sempurna. Pada kasus kebakaran reaksi

pembakaran yang terjadi adalah reaksi tidak sempurna. Sebagian besar korban

meninggal pada kasus kebakaran disebabkan terpapar asap yang mengandung

senyawa beracun yang dapat menyebabkan sesak nafas, pingsan dan disorientasi

yang menghambat proses evakuasi.

Senyawa beracun yang terdapat dalam asap sangat bergantung pada bahan

yang dibakar dan kondisi pembakaran. Lestari, et.al., (2006) telah meneliti

tentang bahaya produk hasil pembakaran polimetil metakrilat (PMMA). PMMA

metakrilat (PMMA) adalah bahan polimer termo plastik yang banyak digunakan

pada interior bangunan dan transportasi umum, pengganti kaca jendela, selimut

mandi, pelindung mesin, dan dalam seni dan display makanan. Proses

pembakaran (non-flaming) PMMA dilakukan menggunakan tube furnace pada

temperatur 350oC dan 420

oC dengan mengatur aliran udara primer dan sekunder

(Gambar 2.3). Hasilnya menunjukkan bahwa komposisi kimia asap dari

dekomposisi termal PMMA pada 350 ° C adalah monomer metil metakrilat, etil

akrilat, asam akrilat metil ester dan aseton. Produk pembakaran lain mengandung

asam propanoat metil ester, asam isobutrik metil ester, 3-buten-2-one, 2-butanone,

asetaldehida dan karbon dioksida hanya dihasilkan pada 420 ° C. Efek terhadap

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 29: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

12

kesehatan menunjukkan bahwa produk pembakaran dari PMMA dapat

menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kelangsungan hidup sel (Lestari,

et.al., 2006). Sementara itu Tabel 2.1 menunjukkan gas beracun dari berbagai

bahan yang dibakar ( Hilado, 1982).

Gambar 2. 3 Skema tube furnace untuk menghasilkan produk pembakaran

(Lestari, et.al., 2006)

Tabel 2. 1 Gas beracun yang terbawa bersama asap pembakaran

Gas Beracun Potensi Sumber Efek

Sublethal

Acrolein (CH2-CHCHO) ABS A

Formaldehyde (HCHO) POM, polypropylenes B

Hydrogen cyanide (HCN) Nitrogen-containing materials, e.g., wool, silk, PAN, ABS C

Hydrogen chloride (HCl) PVC and chlorinated additives B, D

Hydrogen fluoride (HF) PTFE, other fluorinated compounds and additives B

Hydrogen bromide (HBr) Brominated compounds and additives B, D

Sulfur dioxide (SO2) Sulfur-containing materials, e.g., wool, vulcanized rubbers, B

Hydrogen sulfide (H2S) Sulfur-containing materials C

Styrene (C8H8) Polystyrenes, ABS C

Toluene (C7H8) Polystyrenes, PVC, polyurethane foams D

Benzene (C6H6) Polystyrenes, PVC, polyesters, nylons C

Sublethal effects: A, dibawah 10−5 fraksi volum; B, 10−5

sampai 10−4 fraksi volum; C, 10−4

sampai

10−3 fraksi volum; D, 10−3

to 10−2 fraksi volum. (C.J. Hilado, 1982)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 30: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

13

2.2.2.1 Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida dapat terbentuk dari salah satu dari tiga proses; (1)

pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang mengandung

karbon, (2) reaksi antara karbon dioksida dengan senyawa yang mengandung

karbon pada temperatur tinggi, (3) karbon dioksida terurai menjadi karbon

monoksida dan oksigen pada temperatur tinggi.

Karbon monoksida dalam darah dapat berikatan dengan hemoglobin (Hb)

menjadi karboksi hemoglobin (COHb). Hemoglobin berikatan dengan karbon

monoksida 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Hal inilah yang

menghambat proses pengangkutan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan

O2 (< 14%) dapat menyebabkan sesak nafas yang mengakibatkan kematian

(Wang et.al., 2007).

Baku mutu keberadaan karbon monoksida di udara 8 ppm. Konsentrasi

CO 30 ppm dalam waktu 8 jam dapat menimbulkan rasa pusing dan mual, 1000

ppm dalam waktu 1 jam akan menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi

kemerah-merahan. Konsentarsi CO 1300 ppm dalam waktu 1 jam dapat

menyebabkan rasa pusing yang hebat dan kulit langsung berubah menjadi merah

tua. Konsentrasi CO 12800 ppm dapat membunuh manusia dalam waktu 3 menit.

(Goldstein, 2008). Tabel 2.2 menunjukkan dampak paparan CO terhadap

kesehatan manusia.

Tabel 2. 2 Konsentrasi karbon monoksida dan waktu paparan

(Goldstein, 2008)

Konsentrasi CO Tingkat COHb Dampak

35 ppm < 10% 6 - 8 jam menyebabkan pusing dan kepala sakit

100 ppm > 10% 2 - 3 jam menyebabkan kepala sakit

200 ppm 20% 2 - 3 jam menyebabkan hilang keseimbangan

400 ppm 25% 1 - 2 jam menyebabkan sakit kepala hebat

800 ppm 30% 45 menit menyebakan pusing dan mual

1600 ppm 40% 20 menit menyebabkan pusing, kepala sakit, mual

2 jam menyebabkan meninggal

3200 ppm 50% 5 - 10 menit menyebabkan pusing, kepala sakit, mual

30 menit menyebabkan meninggal

6400 ppm 60% 1 - 2 menit menyebabkan pusing, kepala sakit

20 menit menyebabkan sesak napas, meninggal

12800 ppm > 70% < 3 menit menyebabkan meninggal

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 31: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

14

2.2.2.2 Senyawa Lain Dalam Asap

Karbon dioksida, beracun terhadap jantung dan menyebabkan menurunnya

gaya kontraktil. Pada konsentrasi 3% di udara, CO2 bersifat narkotik ringan,

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan menyebabkan

penurunan daya dengar. Pada konsentrasi 5% menyebabkan stimulasi pusat

pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan kesulitan pernapasan yang diikuti

sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi 8% menyebabkan sakit kepala,

keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan

selama lima sampai sepuluh menit (Davidson, 2003).

Gas NOx, berasal dari gas buangan pembakaran generator pembangkit

listrik atau mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam. Konsentrasi NO yang

tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf yang mengakibatkan

kejang-kejang. Bila keracunan terus berlanjut dapat menyebabkan kelumpuhan.

Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas NO teroksidasi menjadi NO2.

Paparan NO2 konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kerusakan berat dan cepat

pada paru-paru (Yang dan Stanley, 2008).

Zat partikulat atau particulate matter (PM), merupakan zat pencemar

padat maupun cair yang terdispersi di udara. Partikulat dapat berupa debu, abu,

jelaga, asap, uap, kabut, atau aerosol. Beberapa unsur kandungan partikulat adalah

karbon dari pembakaran tidak sempurna dan logam timbal dari pembakaran

bensin bertimbal. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 150 ug/Nm3

(Annemarie, 2008).

Sulfur dioksida, gas yang tidak berwarna, berbau, dan larut dalam air

membentuk asam. Ambang batas SO2 adalah 80 g/m3 rata-rata/tahun dan 365 g/m

3

maksimum 24 jam, (Yang, 2008). Efek negatif terpapar gas ini adalah masalah

pernafasan, perubahan ketahanan paru-paru, memperburuk penyakit pernafasan

dan kardiovaskuler.

Hidrogen sianida (HCN), dihasikan dari reaksi pembakaran senyawa

hidrokarbon terklorinasi di udara seperti; plastik, kulit karet, sutra, wool, atau

kayu. Pada konsentrasi 100 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30

sampai 60 menit. Walau hidrogen sianida jauh lebih beracun dari karbon

monoksida tetapi dalam kebakaran jumlahnya sangat kecil.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 32: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

15

Phosgene, dihasilkan pembakaran senyawa hidrokarbon terklorinasi,

seperti; karbon tetraklorida, freon, atau etilena diklorida. Konsentrasi 25 ppm

dapat mematikan dalam waktu 30 sampai 60 menit.

2.2.3 Pengukuran Densitas Asap

Densitas optis dapat dikatakan sebagai tingkat kecerahan asap. Densitas

optis dapat ditentukan dengan melewatkan asap pada sebuah alat opasitimeter.

Pada alat tersebut terdapat sebuah transmitter yang mengirimkan cahaya dan ada

bagian yang menerima cahaya (receiver) sehingga akan terbentuk sebuah

lightbeam. Nilai dari densitas optis asap dapat diketahui ketika asap melewati

lightbeam tersebut. Ketika tidak ada asap yang melintas, nilai intensitas cahaya

yang diterima receiver akan sama dengan intensitas awal yang dikeluarkan oleh

transmitter (I0). Seiring dengan melintasnya asap pada lightbeam tersebut maka

nilai intensitasnya akan berkurang menjadi (I).

Ada beberapa metode dalam mengukur partikulat asap dari material yang

terbakar dan dapat memungkinkan untuk memilih metode sebagai berikut:

a) Menyaring asap dan menentukan berat dari material (hanya cocok untuk

pengujian skala kecil.

b) Mengumpulkan asap pada volume yang sudah diketahui dan menentukan

optical density-nya (untuk skala kecil dan menengah).

c) Membiarkan asap untuk mengalir sepanjang pipa, dan mengukur optical

density-nya dimana penyumbatan aliran sudah ditetapkan dan menyatu dalam satu

perangkat tersebut untuk mengukur total partikulat asap.

Diantara ketiga metode tersebut, metode yang paling memungkinkan

dalam eksperimen ini adalah metode pada poin (b) (Apriano dan Yulianto, 2012).

Optical density dapat ditentukan dengan pengukuran melalui beam of light yang

melewati asap (Gambar 2.4)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 33: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

16

Gambar 2. 4 Gambaran cara kerja beam of light untuk mengukur optical density

(Drysdale, 2003)

Pada Gambar 2.4, beam of light atau sumber cahaya menembakkan cahaya

ke foto cell dengan jarak L. Jika pada saat pengaktifan beam of light tidak ada

asap yang terukur, intensitas yang diterima oleh recorder akan bernilai Io atau

nilai intensitas awal. Pada saat asap melewati sinar dari sumber cahaya, intensitas

yang terukur akan bernilai Ix sebagai intensitas yang berkurang dari intensitas

awal. Hubungan kedua nilai intensitas ini dijelaskan melalui hukum Bouger

(Mulholland, 2002):

Hubungan antara (I0) dan (I) terdapat pada hukum Bouger:

(2.7)

dimana,

K = koevisien absorpsi

l = jarak atau ketebalan asap.

Sedangkan, untuk nilai densitas optis dapat diperoleh dengan persamaan:

(2.8)

Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa nilai densitas optis sangat

berpengaruh pada ketebalan asap. Semakin tebal asap maka densitas optis asap

akan semakin besar. Di sisi lain, light transmission dan opasitas asap dapat

ditentukan oleh persamaan berikut:

(2.9)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 34: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

17

Di mana T adalah besar nilai transmisi cahaya yang diterima oleh photo cell

dengan satuan persentase (%) dan N adalah persentase opasitas yang terukur pada

photo cell (%). Sehingga dari hubungan Persamaan (2.7) dan (2.8) dapat

disubtstitusikan ke Persamaan (2.9), sehingga didapatkan persamaan baru:

T exp(OD) (2.10)

Dengan demikian, nilai optical density berhubungan secara linier dengan nilai

transmisi melalui persamaan:

Tingkat kecerahan asap dapat juga dinyatakan dalam opasitas yang

menunjukkan derajat ketidaktembusan suatu permukaan oleh cahaya. Opasitas

dinyatakan dalam persen dengan rentang 0 sampai 100. Sebagai contoh, jika suatu

keadaan dikatakan memiliki opasitas 25%, hal ini berarti debu, jelaga, atau asap

hanya menahan 25% cahaya yang lewat dan meneruskan 75% sisanya (Jennifer, et

al., 2007). Untuk keadaan yang benar-benar gelap opasitas 100 (100%) dan

keadaan jernih diberi opasitas 0 (0%).

2.2.3.1 Sitem Sensor Tipe Fotoelektrik

Micro Controller

Micro controller adalah salah satu bagian dasar dari suatu sistem

komputer. Meskipun mempunyai bentuk yang jauh lebih kecil dari suatu

komputer pribadi, micro controller dibangun dari elemen-elemen dasar yang

sama. Micro controller merupakan suatu chip dengan tingat kesulitan yang sangat

tinggi, dimana semua bagian yang diperlukan untuk suatu kontroler sudah

dikemas dalam satu keping, biasanya terdiri dari CPU (Central Proccesssing

Unit), RAM (Random Acess Memory), EEPROM/EPROM/PROM/ROM, I/O,

Timer, dan lain sebagainya. Rata-rata micro controller memiliki instruksi

manipulasi bit, akses ke I/O secara langsung dan mudah, dan proses interupsi

yang cepat dan efisien. Gambar berikut adalah konfirugasi micro controller

Atmega 16.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 35: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

18

Gambar 2. 5 Konfigurasi ATmega 16

Downloader K125R

Downloader K125R merupakan suatu perangkat elektronik yang

digunakan sebagai penghubung antara personal computer dengan micro controller

(Gambar 2.6). Awalnya kode perintah/tugas dibuat di komputer kemudian

dimasukkan ke dalam micro controller melalui perantara perangkat ini.

Disamping itu, perangkat ini juga digunakan untuk mentransfer data hasil bacaan

sensor ke dalam komputer karena perangkat ini juga dilengkapi dengan serial

USART.

Gambar 2. 6 Downloader K125R

Voltage Regulator LM276

Tegangan input yang dibutuhkan untuk laser pointer adalah 5volt

sedangkan tegangan baterai yang digunakan adalah 12 volt. Untuk itu diperlukan

voltage regulator yang merupakan perangkat elektronik untuk mengubah

tegangan input 12 volt (baterai) menjadi 5volt. Device yang digunakan adalah

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 36: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

19

LM2576. Gambar di bawah ini menunjukkan skematik rangkaian dan hasil

rancangan voltage regulator LM2576.

Gambar 2. 7 Skematik LM2576

Gambar 2. 8 Voltage regulator rancangan

Sensor Cahaya Photodiode

Photodiode merupakan piranti semikonduktor dengan struktur sambungan

p-n yang dirancang untuk beroperasi bila dibiaskan dalam keadaan terbalik, untuk

mendeteksi cahaya (Pandiangan, 2007). Ketika energi cahaya dengan panjang

gelombang yang benar jatuh pada sambungan photodiode, arus mengalir dalam

sirkuit eksternal. Komponen ini kemudian akan bekerja sebagai generator arus,

yang arusnya sebanding dengan intensitas cahaya itu. Cahaya diserap di daerah

penyambungan atau daerah intrinsik menimbulkan pasangan elektron-hole yang

mengalami perubahan karakteristik elektris ketika energi cahaya melepaskan

pembawa muatan dalam bahan itu, sehingga menyebabkan berubahnya

konduktivitas. Hal inilah yang menyebabkan photodiode dapat menghasilkan

tegangan/arus listrik jika terkena cahaya. Photodiode digunakan dalam aplikasi–

aplikasi yang meliputi kartu bacaan, kontrol cahaya ambient dan layar proyektor.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 37: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

20

Pada photodiode kita mengenal istilah responsivitas yaitu kemampuan dari sebuah

photodiode untuk menambah arus bias mundur sebagai hasil dari sebuah

penambahan pada cahaya. Gambar 2.9 adalah sensor cahaya photodiode.

Gambar 2. 9 Sensor cahaya photodiode

Sinar Laser

Gambar 2. 10 Laser Pointer

Laser merupakan singkatan dari Light Amplification by Stimulated

Emission of Radiation, yang artinya penguatan cahaya dengan rangsangan

pancaran radiasi. Sifat yang terjadi akibat kesamaan frekuensi adalah

monokromatis dan sifat yang terjadi akibat kesamaan fase adalah koherensi. Jadi,

syarat terbentuknya laser adalah sumber cahaya yang monokromatis dan koheren.

Laser mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh sumber cahaya lain. Sifat-

sifat khas laser antara lain kesearahan, intensitas, monokromatis, dan koherensi

(Setyaningsih, 2006).

2.3 Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan

maupun gas (adsorbat) terikat pada suatu padatan atau cairan (adsorben) hingga

akhirnya membentuk lapisan molekular atau atom. Istilah adsorpsi biasa

digunakan untuk menggambarkan keberadaan suatu bahan tertentu (cairan atau

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 38: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

21

padatan) dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada permukaannya dari pada di

dalam medium fasa ruahnya. Adsorpsi di kelompok dalam adsorpri fisika dan

kimia (Ruthen dan Douglas, 1984).

2.3.1 Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika adalah adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya Van Der

Waals (gaya tarik-menarik yang relatif lemah) antara adsorbat dengan permukaan

adsorben. Adsorpsi ini terjadi apabila suatu adsorbat dialirkan pada permukaan

adsorben yag bersih. Pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat pada

permukaan adsorben, sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian

permukaan ke bagian permukaan lainnya, dan pada permukaan yang ditinggalkan

oleh adsorbat yang satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Adsorpsi fisika

adalah suatu peristiwa yang reversibel, sehingga jika kondisi operasinya diubah

akan membentuk kesetimbangan baru. Peristiwa adsorpsi gas terjadi sangat cepat.

Proses adsorpsi disertai dengan pengeluaran panas sesuai dengan prinsip Le

Chatelier. Panas yang terjadi atau dikeluarkan pada peristiwa adsorpsi disebut

panas adsorpsi. Panas adsorpsi fisika umumnya rendah (5 – 10 kkal/gr-mol gas)

dan terjadi pada temperatur rendah, yaitu di bawah temperatur didih adsorbat. Hal

ini yang menyebabkan kesetimbangan dari proses adsorpsi fisika reversibel dan

berlangsung sangat cepat. Proses adsorpsi fisika terjadi tanpa memerlukan energi

aktivasi, sehingga pada prosesnya akan membentuk lapisan multilayer pada

permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat

diputuskan dengan mudah, yaitu dengan cara pemanasan pada temperatur 150 –

200 0

C selama 2 – 3 jam.

2.3.2 Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan

kovalen dan ion antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben. Ikatan yang

terbentuk merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk adalah

lapisan monolayer. Untuk adsorpsi kimia, yang paling penting adalah spesifikasi

dan kepastian pembentukan monolayer. Pendekatannya dengan menentukan

kondisi reaksi, sehingga hanya adsorpsi kimia yang terjadi dan hanya terbentuk

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 39: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

22

monolayer. Adsorpsi kimia bersifat tidak reversible dan umumnya terjadi pada

temperatur tinggi di atas temperatur kritis adsorbat, sehingga panas adsorpsi yang

dilepaskan juga tinggi (10 – 100 kkal/g.mol). Sedangkan untuk dapat terjadinya

peristiwa desorpsi dibutuhkan energi lebih tinggi untuk memutuskan ikatan yang

terjadi antara adsorben dan adsorbat. Energi aktivasi pada adsorpsi kimia berkisar

antara 10 – 60 kkal/g.mol.

2.3.3 Adsorpsi Isotermis

Adsorpsi isotermis adalah hubungan antara jumlah zat yang diadsorpsi

dengan kesetimbangan tekanan pada temperatur tetap. Brunaeur

mengklasifikasikan adsorpsi isotermis ke dalam lima jenis kurva seperti Gambar

2.11 berikut (Maron dan Lando, 1974).

Gambar 2. 11 Kurva adsorpsi isotermis Langmuir dan BET

(Maron dan Lando, 1974)

a. Tipe I

Jenis ini disebut Langmuir Isoterm menggambarkan adsorpsi satu lapis

(monolayer). Banyaknya adsorbat mendekati harga pembatas saat P/P0 mendekati

satu. Jenis ini biasanya diperoleh dari adsorben berpori kecil (mikropori) kurang

dari 2 nm dan luas area eksternal yang sangat sedikit. Kurva jenis ini biasanya

diperoleh dari adsorben karbon aktif dan zeolit molecular sieve.

b. Tipe II

Jenis ini adalah bentuk normal isoterm pada adsorben tak berpori

(nonpori) atau padatan berpori besar (macropores) dengan ukuran lebih besar dari

50 nm yang menunjukkan adsorpsi monolayer - multilayer.

c. Tipe III

Jenis ini menunjukkan tipe kuantitas adsorben semakin tinggi saat tekanan

relatif bertambah. Sama seperti tipe II, jumlah lapisan pada permukaan adsorben

tidak terbatas (multilayer).

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 40: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

23

d. Tipe IV

Jenis ini hampir sama dengan tipe II pada rentang tekanan relatif rendah

sampai menegah. Volume terbesar adsorbat yang teradsorpsi dapat dihitung dari

capillary condensation yang telah sempurna mengisi pori. Kurva jenis ini

dihasilkan dari padatan adsorben berukuran mesopore (2-50 nm).

e. Tipe V

Jenis ini hampir sama dengan tipe III, dihasilkan dari interaksi yang

rendah antara adsorben dengan adsorbat. Tipe V ini juga ditunjukkan oleh pori

dengan ukuran sama seperti tipe IV.

2.3.3.1 Adsorpsi Isotermis Freundlich

Persamaan matematika pertama untuk kondisi isotermal diberikan oleh

Freundlich dan Küster (1984). Persamaan 2.11 merupakan formula empiris murni

untuk adsorbat fasa gas.

nkPm

x1

(2.11)

dengan x = kuantitas adsorben

m = massa adsorben

P = tekanan adsorbat

k dan n = konstanta empiris untuk setiap pasanagn adsorbat-adsorben pada

temperatur tertentu

2.3.3.2 Adsorpsi Isotermis Langmuir

Model yang paling sederhana untuk adsorpsi monolayer adalah Langmuir.

Model Langmuir pertama kali dikembangkan untuk menunjukkan adsorpsi kimia

pada kumpulan tempat adsorpsi yang dilokalisasi. Persamaan umum yang

digunakan pada Langmuir adalah (Yang, 1987)

(2.12)

dengan:

ω = jumlah mol gas teradsorpsi per satuan massa adsorbent

= fraksi luas permukaan yang tertutup oleh lapisan monolayer

BP

BP

L

1

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 41: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

24

B = konstanta adsorpsi Langmuir yang besarnya bergantung pada

temperatur

P = tekanan adsorpsi

L = maksimum kapasitas adsorpsi pada model Langmuir dan Model

BET

Pada tekanan rendah, persamaan isoterm dapat disederhanakan menjadi

bentuk linier mengikuti hukum Henry’s sebagai berikut :

BP (2.13)

Parameter B dinamakan konstanta afinitas atau konstanta Langmuir.

Parameter B mengukur seberapa besar molekul adsorbat yang terserap ke

permukaan. Parameter B ini berhubungan dengan kalor adsorpsi (Q), dengan

persamaan sebagai berikut:

RTQemkT

B /

2/1)2(

(2.14)

dengan:

α = koefisien nonperfect sticking

kd∞ = koefisien kecepatan desorpsi pada temperatur tak terhingga

Persamaan Langmuir diatas didasarkan pada asumsi (Foo dan Hameed, 2010):

1. Adsorben dilapisi satu lapisan molekul gas adsorbat (unimolekular atau

monolayer)

2. Molekul teradsorpsi tidak bebas bergerak pada permukaan

3. Tidak ada interaksi lateral di antara molekul-molekul adsorbat

4. Entalpi adsorpsi sama untuk semua molekul

2.3.3.3 Adsorpsi Isotermis BET

Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) mengembangkan model isotermis

sederhana untuk menghitung adsorpsi multilayer dan model ini digunakan untuk

mengetahui kapasitas monolayer dan juga luas permukaan spesifik. Konsep teori

ini adalah pengembangan dari teori Langmuir yang digunakan untuk adsorpsi

molekular monolayer menjadi teori adsorpsi molekular multilayer dengan

hipotesis sebagai berikut: molekul gas yang teradsorp secara fisik pada permukaan

solid pada banyak lapisan dan tanpa adanya interaksi antar tiap lapisan adsorpsi.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 42: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

25

Model persamaan isotermal dari BET adalah dapat ditulis sebagai berikut (Yang,

1987):

s

sP

PCPP

CP

L11

(2.15)

dimana:

ω = jumlah mol gas teradsorpsi per satuan unit massa adsorbent

L = maksimum kapasitas adsorpsi pada model Langmuir dan Model BET

P = tekanan gas saat teradsorpsi

Ps = tekanan jenuh adsorbat gas hingga mencapai kapasitas maksimum

adsorpsi

C = parameter adsorpsi isotermis model BET

2.3.3.4 Model Adsorpsi Isotermis Gibbs

Adsorpsi isoterm Gibbs (dikenal juga sebagai excess adsorption)

merupakan kurva adsorpsi yang diperoleh langsung dari data eksperimen yang

didapat. Perbedaan mendasar antara adsorpsi Gibbs dan absolut terletak pada

pendekatan perhitungan dari jumlah zat yang tidak teradsorpsi pada suatu

adsorben, unadsn . Gambar 2.12 mengilustrasikan gas dalam keadaan teradsorpsi

serta fasa yang tidak teradsorpsi yang digunakan dalam perhitungan jumlah zat

teradsorpsi. Dalam eksperimen, nunads dihitung dengan cara mengabaikan nilai dari

volume gas fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben (Vadsorp) karena sulitnya

mengetahui volum gas dalam fasa teradsorpsi tersebut. Sehingga dalam

perhitungannya, adsorpsi Gibbs (eksperimen) menggunakan keseluruhan Vvoid,

sementara itu, untuk menghitung jumlah zat teradsorpsi yang sebenarnya

(adsorpsi absolut) seharusnya menggunakan Volume bulk gas, Vgas, dalam

menghitung jumlah zat yang tidak teradsorpsi.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 43: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

26

Gambar 2. 12 Ilustrasi keadaan fasa teradsorpsi pada suatu pori adsorben

(2.16)

(2.17)

(2.18)

nsoluble merupakan jumlah zat yang terlarut pada pelarut yang ada pada

adsorben, misalnya pada adsorben yang memiliki kandungan air atau zat pelarut

lainnya, namun jika adsorben merupakan adsorben kering, maka nsoluble dapat

diabaikan. Z merupakan faktor kompresibilitas gas murni yang dihitung

berdasarkan kondisi temperatur dan tekanan pada saat diambilnya data.

2.3.3.5 Hubungan Antara Adsorpsi Gibbs dan Adsorpsi Absolut pada

Adsoprsi Gas Murni

Berdasarkan Gambar 2.12 dimana terdapat dua fasa homogen, yaitu fasa

gas dan fasa teradsorpsi, maka total volume sistem adalah penjumlahan dari

volume adsorben, gas, dan volume fasa teradsorpsi.

Vtotal = Vsolid + Vgas + Vads (2.19)

Volume kosong (Vvoid) yang dihitung menggunakan kalibrasi Helium

berhubungan dengan persamaan:

Vvoid = Vgas + Vads = Vtotal – Vsolid (2.20)

(2.21)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 44: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

27

Dalam perhitungan Gibbs, dalam menentukan nunads, mengabaikan volum

yang ditempati fasa terkondensasi (teradsorpsi), sehingga dalam perhitungannya

menggunakan Vvoid. Persamaan 2.21 menjadi :

(2.22)

Sedangkan pada adsorpsi absolut, persamaan menjadi :

(2.23)

Persamaan 2.21, 2.22 dan 2.23 dikombinasikan untuk menghilangkan

variabel ninjection sehingga menghasilkan hubungan :

(2.24)

(2.25)

ρads merupakan desitas gas fasa teradsorpsi. Persamaan 2.24

dikombinasikan dengan Persamaan 2.25, menjadi

(2.26)

Maka hubungan adsorpsi Gibbs dengan adsorpsi absolut dan densitas gas

didapat dari kombinasi substitusi Persamaan 2.25 terhadap Persamaan 2.26,

menjadi,

(2.27)

Keterangan:

void

: jumlah gas yang teradsorpsi

: jumlah gas yang diinjeksikan ke dalam dozing cylinder

: jumlah gas yang tak teradsopsi

V : volum kosong yang terdapat pada ad

Gibbs

adsorp

injection

Gibbs

unadsorp

n

n

n

sorption cell

: jumlah mol gas yang larut (bila ada)

P : tekanan adsorpsi

T : temperatur adsorpsi/operasi

Z : faktor kompresibilitas

R : konstanta gas ide

soluten

al

Mr : Molecular weight

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 45: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

28

Pada tekanan rendah profil adsorpsi absolut akan hampir identik dengan

adsorpsi Gibbs karena densitas gas sangat kecil (jauh lebih kecil dari pada

densitas adsorpsi) sehingga gas

ads

bisa dianggap 0 dan nGibbs sama dengan n absolute,

sedangkan pada tekanan tinggi, densitas gas akan mendekati densitas gas fasa

teradsorpsi/terkondensasi, sehingga nGibbs akan menurun seiring dengan kenaikan

tekanan (walaupun harga nabsolut naik) sampai menyentuh sumbu x, dan pada saat

itulah proses regresi grafik dapat dilakukan untuk mencari nilai densitas gas dalam

fasa teradsorpsi, ρads. Untuk menghitung adsorpsi absolut yang didapatkan dari

data adsorpsi Gibbs, maka diperlukan suatu estimasi nilai dari densitas fasa

teradsorpsi, ρads.

Adsorpsi Gibbs juga terdiri dari 5 tipe (hampir sama sepert tipe adsorpsi

Langmuir dan BET). Gambar berikut ini adalah tipe-tipe adsorpsi isotermis Gibbs

secara kualitatif (Aranovich dan Donohue, 1999).

Gambar 2. 13 Profil tipe-tipe kurva isoterm Gibbs

(Donohue dan Aranovic, 1999)

Pada Gambar 2.13 di atas, tekanan merupakan absis dan jumlah zat yang

teradsorpsi merupakan ordinatnya. Pada klasifikasi ini, tipe I menunjukkan

adsorpsi isotermis pada adsorben mikropori pada kondisi subkritis, dekat dengan

dengan titik kritis, dan super kritis. Pada kondisi superkritis, adsorpsi isotermis

tidak monoton. Tipe II dan III menunjukan adsorpsi isotermis pada adsorben

makropori dengan afinitas kuat dan lemah. Pada temperatur rendah, tipe II dan

tipe III mempunyai step, tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi, kurva

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 46: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

29

tersebut menjadi monoton (seperti pada tipe II dan tipe III adsorpsi isotermis

BET), tetapi didekat temperatur kritis, adsorpsi isotermis tipe II dan III ini

berubah secara signifikan menjadi tidak monoton yang menunjukkan adanya titik

maksimum yang tajam dan pada temperatur yang lebih tinggi menunjukkan

adanya titik maksimum yang smooth. Tipe IV dan V menunjukkan adsorpsi

isotermis pada adsorben mesopori dengan afinitas yang kuat dan lemah (Donohue

dan Aranovic, 1999)

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi (Treybal, 1980 dan Bahl

et al., 1997):

1. Sifat adsorben

a. Kemurnian adsorben. Adsorben yang lebih murni memiliki daya adsorpsi

yang lebih baik.

b. Luas permukaan dan jumlah pori adsorben. Semakin besar luas permukaan

adsorben, semakin besar jumlah adsorbat yang dapat diserap.

2. Jenis adsorbat

a. Kepolaran adsorbat. Apabila berdiameter sama, molekul polar lebih kuat

diadsorpsi daripada molekul yang kurang polar. Molekul yang lebih polar

dapat menggantikan molekul yang kurang polar yang telah diserap terlebih

dahulu.

b. Ukuran molekul adsorbat. Molekul yang bisa diadsorpsi adalah molekul yang

berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter pori adsorben.

3. Temperatur

Ketika molekul-molekul adsorbat melekat pada permukaan adsorben

terjadi pembebasan sejumah energi (panas). Oleh karena itu, adsorpsi adalah

peristiwa eksotermis. Sesuai dengan azas Le Chatelier pada proses fisika, dengan

berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi,

demikian pula sebaliknya. Adsorpsi fisika yang substansial, biasanya terjadi pada

temperatur di bawah titik didih adsorbat terutama 50°C.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 47: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

30

4. Tekanan

Peningkatan tekanan adsorbat pada adsorpsi fisika dapat menaikkan

jumlah adsorbat yang diadsorpsi. Sebaliknya pada adsorpsi kimia, peningkatan

tekanan adsorbat justru mengurangi jumlah yang diadsorpsi.

5. Inti aktif

Pada permukaan yang beragam, hanya sebagian permukaan yang

mempunyai daya serap. Hal ini disebabkan oleh permukaan yang heterogen,

sehingga hanya beberapa jenis zat yang dapat diserap oleh bagian permukaan

yang aktif inti aktif (active centre).

Laju adsorpsi sangat ditentukan oleh proses difusi adsorbat ke permukaan

adsorben. Ada dua jenis proses difusi pada adsorpsi, yaitu:

a. Difusi film. Proses difusi pada suatu lapisan tipis cairan di sekeliling partikel

adsorben.

b. Difusi partikel. Proses difusi dalam partikel adsorben.

Proses difusi ditentukan oleh beberapa faktor yang meliputi: muatan partikel

adsorben, besar muatan molekul atau ion adsorbat.

2.3.5 Gaya dan Energi Adsorpsi

Gaya yang terlibat dalam adsorpsi fisika termasuk gaya van der Waals

(dispersi-repulsi), dan interaksi elektrostatik yang terdiri dari polarisasi, dipol, dan

interaksi kuadrupol. Kontribusi van der Waals selalu hadir, sedangkan kontribusi

elektrostatik hanya signifikan pada kasus adsorben yang memiliki struktur ionik,

seperti zeolit. Akan tetapi, untuk penyerapan molekul dipolar kecil seperti H2O

dan NH3 pada adsorben zeolit, kontribusi elektrostatik akan sangat besar,

memberikan kenaikan panas adsorpsi yang tinggi dan tidak wajar (25-30

kkal/mol). Meskipun interaksi dianggap sebagai adsorpsi fisika, namun panas

adsorpsi secara umum masuk dalam adsorpsi kimia.

2.4 Adsorben

Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari

fluida yang umumnya merupakan material berpori. Proses adsorpsi berlangsung

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 48: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

31

pada dinding pori atau pada lokasi tertentu dari pori tersebut. Adsorben dapat

digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)

dan adsorben berpori (porous sorbents) (Arfan, 2006):

a. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)

Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit

kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan

spesifik sangat kecil (<10 m2/g) umumnya antara 0,1-1 m

2/g. Adsorben

tidak berpori seperti karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit

(graphitized carbon blacks) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah

mengalami perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai

ratusan m2/g.

b. Adsorben berpori (porous sorbents)

Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000

m2/g, pada umumnya berbentuk granular. Biasanya digunakan sebagai

penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen..

Adsorben yang umum dipakai pada industri antara lain adalah:

Senyawa yang mengandung oksigen, biasanya bersifat hidrofilik dan polar

seperti silika gel dan zeolit.

Senyawa berbasis karbon, biasanya bersifat hidrofobik dan non-polar

seperti karbon teraktivasi dan grafit.

Senyawa berbasis polimer, merupakan gugus fungsi polar dan non-polar di

dalam matriks polimer.

Kinerja adsorben dapat dilihat dari parameter berikut ini (Deng, et. al., 2008 ):

1. Selektivitas tinggi

2. Kapasitas adsorpsi besar

3. Kinetika adsorpsi cepat

4. Mudah digenerasi

5. Kekuatan mekanik tinggi

6. Murah

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 49: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

32

Untuk mencapai kineja di atas adsorben harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Volume pori internal besar

2. Luas permukaan besar

3. Distribusi pori mikro

4. Ikatan adsorbat dan adsorben

5. Stabil secara mekanik

6. Bahan baku murah

2.4.1 Silika Gel

Silika Gel dihasilkan dari dehidrasi asam polymer colloidal silicic dengan

kompisisi air yang tinggi, dapat dirumuskan dengan SiO2.nH2O. Komposisi air

tersebut terbentuk secara kimia dari lapisan hydroxyl group dengan komposisi

berkisar 5%. Metode lain untuk menghasilkan silika gel yaitu hidrolisa logam

sodium silikat dengan asam. Kemudian sodium dipisahkan dari sodium silikat

dengan metode ion exchange. Pada proses pengeringan akan terbentuk struktural

berpori ukuran mikro. Pembentukan ikatan antar partikel terjadi karena proses

eliminasi air terhadap senyawa group hydroxil dan membentuk struktur akhir yang

kokoh. Kehadiran group hydroxyl memberikan pengaruh derajat polaritas pada

permukaan. Silika gel dapat membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air,

alkohol, phenol, hidrokarbon tidak jenuh dan amina. Silika gel digunakan sebagai

adsorben pada proses pemisahan senyawa aromatik dari parafin dan napthena.

2.4.2 Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino-silikat

terhidrasi yang mengandung kation alkali dan alkali tanah. Menurut ahli geokimia

dan mineralogi, zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi

batuan vulkanik, sedimen-sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya

melalui proses pelapukan akibat pengaruh panas dan dingin yang terjadi di dalam

tanah membentuk mineral-mineral zeolit. Zeolit terdapat di beberapa daerah di

Indonesia yang diperkirakan mempunyai cadangan sangat besar dan berpotensi

untuk dikembangkan, yaitu Jawa Barat dan Lampung.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 50: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

33

2.4.2.1 Struktur Zeolit

Secara umum zeolit memiliki formulasi sebagai berikut:

M = kation alkali atau alkali tanah

n = valensi logam alkali

x = jumlah SiO2 per molekul, nilainya berkisar 2-10

y = jumlah anhidrat per molekul, nilainya berkisar 2-7

Zeolit terdiri dari SiO4 dan AlO4 tetrahedral, dimana tiap tetrahedral

tersusun oleh 4 anion oksigen yang menyebar mengelilingi suatu ion silikon dan

ion aluminium. Atom oksigen memiliki muatan-2, sedangkan atom silikon

memiliki muatan +4 yang akan berikatan membentuk silika tetrahedral yang tidak

bermuatan (netral), sedangkan atom aluminium akan membentuk alumina

tetrahedral dengan mengikat sisa muatan-1 dari tiap atom oksigen sehingga terjadi

keseimbangan ion dan membentuk kristal yang mempunyai pori-pori dimensi

molekular.

Struktur kristal zeolit dimana semua atom Si dan Al dalam bentuk

tetrahedral (TO4) disebut Unit Bangun Primer (PBU), zeolit hanya dapat

diidentifikasi berdasarkan Unit Bangun Sekunder (SBU) sebagaimana terlihat

pada Gambar 2.14.

Gambar 2. 14 Tetrahedral alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit

(Brandani dan Douglas, 2004)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 51: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

34

Rasio Si terhadap Al pada suatu zeolit tidak kurang dari 1. Komposisi

adsorben akan mengalami transisi atom-atom aluminium secara sistematis dan

kaya akan atom aluminium, sehingga memiliki afinitas tinggi terhadap air dan

senyawa polar lainnya, sedangkan struktur mikropori silika seperti silikalit

menyebabkan sifat hidrofobik dan menyerap n-parafin terhadap air. Transisi dari

hidrofilik menjadi hidrofobik menyebabkan rasio Si terhadap Al memiliki nilai

antara 8 hingga 10. Setiap adsorben zeolit memiliki jenis yang berbeda-beda

tergantung pada struktur rangka, rasio Si terhadap Al, dan bentuk susunan kation,

dengan perbedaan komposisi tersebut menyebabkan adsorben menjadi lebih

selektif dalam pemilihan molekul yang akan dipisahkan.

2.4.2.2 Sifat Zeolit

Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H2O) apabila

dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut tetapi

kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Molekul H2O seolah-

olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel.

Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul dapat terjadi karena struktur

zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul

yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal

zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai

efektivitas adsorpsi yang tinggi.

Zeolit juga sering disebut sebagai molecular sieve/molecular mesh

(saringan molekular) karena zeolit memiliki pori-pori berukuran molekular

sehingga mampu memisahkan molekul dengan ukuran tertentu. Zeolit mempunyai

beberapa sifat antara lain : mudah melepas air akibat pemanasan, tetapi juga

mudah mengikat kembali molekul air dalam udara lembab. Karena sifatnya

tersebut maka zeolit banyak digunakan sebagai bahan pengering. Disamping itu,

zeolit juga mudah melepas kation dan diganti dengan kation lainnya, misal zeolit

melepas natrium dan digantikan dengan mengikat kalsium atau magnesium. Sifat

ini pula yang menyebabkan zeolit dimanfaatkan untuk proses pelunakkan air

sadah.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 52: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

35

Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat

aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat aktif terbentuk karena adanya gugus fungsi

asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung

pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat aktif yang bersifat asam ini

selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi. Sedangkan

sifat zeolit sebagai penukar ion terjadi karena adanya kation logam alkali dan

alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas dalam rongga dan dapat

dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama.

2.4.2.3 Zeolit Alam Lampung

Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPPTM Bandung.

Zeolit tersebar di beberapa daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46

lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di

Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor

dan Lampung. Pemanfaatan zeolit masih belum banyak diketahui secara luas,

zeolit yang saat ini ada di pasaran masih dalam bentuk alam dan digunakan untuk

pemupukan pada bidang pertanian. Zeolit alam Lampung memiliki komposisi

78% klinoptilolit, analsim 14%, dan modernit 8%. Klinoptilolit memiliki rumus

molekul (NaK)6(Al6Si30O72).20H2O. Rumus molekul zeolit alam Lampung adalah

Na2,94K1,35Ca0,63Mg0,21Al6,25 Si29,74O72.24H2O.

Tabel 2. 3 Komposisi kimia zeolit alam Lampung

Senyawa Persentase (%)

SiO2 72.6

Al2O3 12.4

Fe2O3 1.19

Na2O 0.45

TiO2 0.16

MgO 1.15

K2O 2.17

CaO 3.56

Lain-lain 6.32

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 53: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

36

Molekul-molekul dengan diameter tertentu dapat melewati dan

menempati pori-pori dan rongga zeolit, molekul yang terlalu besar tidak dapat

masuk. Jadi sebagai adsorben, zeolit mempunyai sifat shape selectivity

(Matsuoka, 2003). Zeolit juga memiliki kemampuan untuk mengkondensasi gas

yang teradorpsi. Kemampuan zeolit menyerap zat organik dan anorganik

tergantung pada rasio Si/Al dalam zeolit. Semakin rendah rasio Si/Al maka zeolit

akan cenderung memilih molekul-molekul polar (air dan amoniak) untuk

diadsorpsi. Sebaliknya jika rasio Si/Al tinggi maka zeolit cenderung mengadsorpsi

molekul-molekul non polar (Jansen, et. al., 2004). Hal ini disebabkan karena

dengan semakin rendahnya rasio Si/Al dalam zeolit maka zeolit tersebut akan

timbul gradien medan elektronik yang makin besar sehingga molekul polar akan

berinteraksi lebih kuat dengan medan elektronik itu daripada molekul non polar.

Pada umumnya zeolit alam masih mengandung banyak zat pengotor dan

masih berbentuk batuan yang dapat mengurangi kegunaan dari zeolit itu. Untuk

meningkatkan nilai tambah zeolit dan pemanfaatannya untuk proses adsorpsi,

dibutuhkan suatu perlakuan awal dan pengaktifan zeolit alam tersebut. Zeolit alam

harus dibuat menjadi butiran-butiran agar luas permukaan serapannya lebih besar

kemudian dibersihkan dari senyawa pengotornya.

Pada penelitian ini zeolit alam Lampung merupakan salah satu adsorben

yang diteliti karena struktur kristalnya berpori, memiliki luas permukaan yang

cukup besar, memiliki stabilitas termal yang tinggi, dan harganya murah

(Handoko, 2002).

2.4.2.4 Aktivasi Zeolit

Proses aktivasi zeolit dilakukan untuk menghasilkan zeolit dengan sifat-

sifat yang diinginkan sehingga dapat digunakan sebagai katalis. Terdapat

beberapa tahap dalam melakukan aktivasi terhadap zeolit. Adapun tahapan

tersebut adalah dealuminasi, pertukaran ion, dan kalsinasi (Scott, Kathleen, Prabir,

2003).

1. Dealuminasi

Metode ini adalah teknik yang digunakan untuk mengurangi kandungan

alumunium zeolit. Teknik ini merupakan kalsinasi bentuk amonium zeolit dalam

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 54: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

37

sistem uap air. Proses ini menyebabkan pergeseran tetrahedral alumunium dari

posisi rangka ke posisi non rangka tetapi tidak menghilangkan alumunium dari

zeolit. Pada proses ini dilakukan pencucian zeolit dengan asam kuat. Larutan asam

yang umumnya digunakan adalah asam florida (HF) dan asam klorida (HCl).

Florida maupun klorida adalah zat yang sangat sensitif terhadap zeolit, dimana hal

tersebut tergantung pada kondisi perlakuannya seperti konsentrasi, lamanya

pencucian, kadar air, dan temperatur pencucian. Alumina dan silika dapat bereaksi

dengan florida dan klorida pada kondisi yang tidak terlalu pekat dan lingkungan

biasa (temperatur kamar). Dealuminasi zeolit dengan florin akan menghasilkan

AlFx(OH)y dan dengan klorin akan menghasilkan AlClx(OH)y.

2. Pertukaran Ion

Pertukaran ion dalam zeolit adalah proses dimana kation yang ada dalam

sistem pori intrakristalin ditutup dengan kation lain yang berasal dari larutan.

Larutan zeolit akan mencapai kesetimbangan sesuai dengan persamaan berikut:

(2.28)

Keterangan : A dan B : kation yang dipertukarkan

Za dan Zb : muatan masing-masing kation

Z dan S : zeolit dan larutan

Pertukaran ion tersebut tidak akan berlangsung sempurna jika konsentrasi

larutan yang digunakan tidak sangat besar atau temperatur sistem dinaikkan

sehingga menggeser kesetimbangan. Dalam pertukaran ion tersebut, terdapat dua

hal penting yaitu jenis dan konsentrasi dari larutan pertukaran ion yang digunakan

(Royae, et. al., 2007).

3. Kalsinasi

Kalsinasi adalah perlakuan panas terhadap zeolit pada temperatur yang

relatif tinggi dalam furnace. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan zat organik

yang dikandung zeolit, juga untuk menguapkan amoniak zeolit sehingga diperoleh

H-zeolit. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 55: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

38

K-zeolit + NH4NO3 NH4-zeolit + KNO3 (2.29)

NH4-zeolit NH3 + H-zeolit (2.30)

Dimana K adalah kation (umumnya logam alkali). Persamaan (2.30)

merupakan hasil dari pertukaran ion, yaitu antara K-zeolit dengan larutan

NH4NO3, sedangkan persamaan (2.29) merupakan proses kalsinasi. Pada proses

kalsinasi ini terjadi penyusunan kembali alumina silika yang tidak stabil menjadi

bentuk yang lebih stabil dan menghasilkan susunan kristal yang lebih baik.

Aktivasi zeolit yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan metode

dealuminasi, pertukaran ion dan kalsinasi. Prinsip dasar aktivasi zeolit dengan

metode dealuminasi adalah dengan mengurangi kadar alumina dalam zeolit,

sehingga rasio Si/Al dapat meningkat. Dengan meningkatkan rasio Si/Al,

diharapkan kemampuan adsorpsi zeolit semakin meningkat. Dealuminasi akan

meningkatkan stabilitas termal terutama pada temperatur tinggi. Proses

dealuminasi akan menyebabkan pergeseran alumunium tertrahedral dari posisi

rangka ke posisi non-rangka. Perlakuan asam pada zeolit dilakukan dengan

merendam zeolit dalam larutan HCl yang relatif pekat dan cukup lama sehingga

jumlah Al dalam kerangka menjadi di luar kerangka. Peristiwa ini dapat dilihat

pada Gambar 2.15.

Gambar 2. 15 Proses pelepasan Al dalam rangka menjadi Al diluar rangka

(Handoko, 2002)

Proses dealuminasi selain mengektraksi Al dalam kerangka, juga

mengakibatkan kerangka oksigen tidak stabil. Akibatnya atom Si berpindah ke

tempat kosong yang ditinggalkan Al, sehingga ukuran unit sel-nya akan

menyusut. Penyusutan tersebut mengakibatkan rasio Si/Al meningkat dan ukuran

pori menyecil.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 56: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

39

2.4.3 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan

pada proses adsorpsi. Hal ini disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya

adsorpsi dan luas permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya

(Pujiyanto, 2010). Karbon aktif berbentuk amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar

di mana atom karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal,

seperti pada Gambar 2.16.

Gambar 2. 16 Struktur fisik karbon aktif

(Pujiyanto, 2010)

Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya

adsorpsinya melalui proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan

hidrogen, gas-gas, dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik

pada permukaannya. Aktivasi ini terjadi karena terbentuknya gugus aktif akibat

adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti

oksigen dan nitrogen. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori baru karena

adanya pengikisan atom karbon melalui oksidasi ataupun pemanasan. Adapun

ukuran pori karbon aktif ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Ukuran pori karbon aktif

(Ruthven, 1984)

Mikropori Mesopori Makropori

Diameter (Å) < 20 20–500 > 500

Volume pori (cm3/g) 0,15–0,5 0,02– 0,1 0,2–0,5

Luas permukaan (cm2/g) 100–1000 10–100 0,5–2

(Densitas partikel 0,6-0,9 g/cm3; porositas 0,4–0,6)

Karbon aktif terdiri dari 87 – 97 % karbon dan sisanya berupa hidrogen,

oksigen, sulfur dan nitrogen serta senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari

proses pembuatan karbon aktif. Volume pori-pori karbon aktif biasanya lebih

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 57: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

40

besar dari 0,2 cm3/gram dan bahkan terkadang melebihi 1 cm

3/gram. Luas

permukaan internal karbon aktif yang telah diteliti umumnya lebih besar dari 500

m2/gram dan bisa mencapai 1000 m

2/gram (Sudibandriyo, 2011). Gambar struktur

pori karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2. 17 Struktur pori karbon aktif

(Pujianto, 2010)

Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai macam bahan dasar yang

mengandung karbon. Ada tiga kriteria bahan dasar yang dapat dibuat sebagai

karbon aktif, yaitu:

bahan dasar harus mengandung karbon

pengotor pada bahan dasar harus dijaga seminimal mungkin

bahan dasar harus mempunyai kualitas yang konstan

Tempurung kelapa sawit salah satu limbah industri yang potensial dijadikan

sebagai bahan baku karbon aktif.

2.4.3.1 Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sawit

Pembuatan karbon aktif dapat menggunakan bahan baku berbeda-beda

sesuai dengan aplikasi yang diinginkan. Bahan baku konvensional yang paling

sering digunakan adalah kayu, batubara, lignit, tempurung kelapa, gambut, dan

lain-lain. Tempurung kelapa sawit memiliki beberapa alasan untuk digunakan

sebagai bahan dasar karbon aktif antara lain karena kandungan karbonnya yang

sangat banyak serta kemudahan bahan tersebut untuk didapatkan secara komersial

(Pujiyanto, 2010). Tempurung kelapa sawit merupakan material mengandung

lignoselulosa yang berkadar karbon tinggi, hal ini sangat potesial dijadikan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 58: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

41

sebagai bahan baku untuk pembuatan karbon aktif (Mulia, 2007). Komposisi

tempurung kelapa sawit disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 5 Komposisi tempurung kelapa sawit

(Lubis, 2008)

Komposisi Kadar (%)

Abu 15

Hemiselulosa 24

Selulosa 40

Lignin 21

2.4.3.2 Proses Pembuatan Karbon Aktif

Secara garis besar tahapan produksi karbon aktif adalah sebagai berikut

(Pujiyanto, 2010) :

1. Dehidrasi

Tahap dehidrasi atau pelepasan air adalah proses yang dilakukan untuk

menghilangkan kandungan air yang ada pada bahan dasar pembuatan karbon

aktif. Hal tersebut, dilakukan dengan cara dijemur diterik matahari atau bahan

tersebut dipanaskan di dalam oven dengan temperatur ± 110 °C sampai

diperoleh bobot konstan.

2. Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan adalah proses pembakaran yang menyebabkan

terdekomposisinya bahan dan mengeluarkan pengotor seperti tar, metanol,

aseton, gas hidrogen, CH4 dan dan unsur non karbon yang lain. Penambahan

temperatur saat karbonisasi akan membuat pembentukan karbon semakin

cepat, namun tidak melebihi 1.000oC karena dapat mengakibatkan banyak

terbentuk abu (Prabowo, 2009).

3. Aktivasi

Karbon aktif diproduksi dengan aktivasi kimiawi atau aktivasi fisika. Aktivasi

kimiawi digunakan untuk bahan dasar yang mengandung selulosa dan

menggabungkan antara tahap karbonisasi dan tahap aktivasi fisika. Activating

agent yang biasa digunakan untuk menghasilkan karbon aktif dengan luas

permukaan yang besar adalah KOH, H3PO4 dan ZnCl2 (Allwar, et al, 2008).

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 59: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

42

Pada proses aktivasi kimia, karbon bereaksi dengan oxidizing agent

menghasilkan karbon dioksida yang berdifusi pada permukaan karbon. Pada

tahap awal amorphous carbon akan teroksidasi, closed pore akan terbuka.

Sementara itu aktivasi fisika melibatkan kontak antara bahan pengaktif berfasa

gas (steam atau CO2) dengan arang pada temperatur 850 – 1.000oC. Pada

proses ini seringkali terjadi reduksi ukuran adsorben karena kelebihan oksidasi

eksternal oleh gas pengoksidasi yang berdifusi ke dalam karbon yang tidak

teraktivasi (Goodman et al, 2004). Gambar 2.18 menunjukkan struktur karbon

aktif sebelum dan sesudah aktifasi. Sementara itu Tabel (2.6) menunjukkan

perkembangan pembuatan karbon aktif.

Gambar 2. 18 Struktur karbon aktif sebelum dan sesudah aktivasi

(Pujiyanto, 2010)

Tabel 2. 6 Perkembangan penelitian pembuatan karbon aktif

(Qibthiyah, 2012)

No. Judul Penelitian (Penulis) Proses Pembuatan Hasil

1. Effect of Two-Stage Process on

the Preparation and

Characterization of Porous

Carbon Composite from Rice

Husk by Phosphoric Acid

Activation (Kennedy, 2004)

Precarbonized karbon dengan dicampur

250 g yang mengandung 85% berat

H3PO4 pada temperatur 850C selama 4

jam. Temperatur yang digunakan adalah

dari 700-9000C selama 1 jam lalu

didinginkan.

Surface area pada

temperatur 9000C

adalah 438,9 m2/g.

2. Pembuatan Karbon Aktif dari

Tongkol Jagung serta

Aplikasinya untuk Adsorpsi Cu,

Pb dan Amonia (Prabowo, 2009)

Dikarbonisasi pada temperatur 5000C

selama ± 2 jam dengan sedikit oksigen,

kemudian diaktivasi menggunakan KOH

pada temperatur 8000C selama 30 menit.

Surface area adalah

406,9 m2/g.

3. Nano-Tungsten Carbide Prepared

from Palm Kernel Shell for

Catalytic Decomposition of

Hydrazine (Yacob, 2009)

Bahan pengaktif yang digunakan

divariasikan, yaitu untuk ZnCl2, H3PO4,

K2CO3, dan melalui proses fisika pada

temperatur aktivasi 8000C.

Surface area terbaik

(ZnCl2) adalah 1.100

m2/g.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 60: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

43

Dari Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa karbon aktif berbahan dasar tempurung

kelapa sawit yang memiliki luas permukaan terbesar dihasilkan dari proses

aktivasi menggunakan ZnCl2 sebagai bahan pengaktif. Aktivasi kimiawi ini

bertujuan untuk membersihkan pori, membuang senyawa penggangu, mengurangi

pembentukan pengotor dan menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini ZnCl2 digunakan sebagai bahan pengaktif

pada temperatur aktivasi 8500C selama 2 jam.

2.5 State of the Art Penjernihan Asap dan Penyerapan CO

Secara umum penelitian yang telah dilakukan selama ini terkait dengan

penjernihan asap, penyerapan CO dan pemanfaatan adsorben untuk adsorpsi

terangkum dalam Tabel 2.7.

2.5.1 Penjernihan Asap

Asap terdiri dari partikel-partikel halus, baik padat maupun cair, yang

terbang di udara. Partikel tersebut tersebar dan menyerap gelombang

elektromagnetik yang berbeda. Partikel tidak stabil, konsentrasi dan komposisinya

berubah terhadap waktu. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh dari gaya dari

luar, baik melalui proses kimia maupun fisika. Proses tersebut yaitu koagulasi,

kondensasi, evaporasi, adsorpsi, absorpsi, dan reaksi kimia. Penjernihan asap

dapat dicapai dengan salah satu atau kombinasi dari proses di atas. Prinsip

penjernihan asap dapat dikategorikan menjadi (Yadav, et. al., 2007):

Meningkatkan koagulasi dengan memakai partikel penyerap, muatan

elektrostatis atau gelombang suara

Meningkatkan kondensasi dengan memakai inti higroskopis

Meningkatkan evaporasi melalui pemanasan

Menipiskan asap dengan mencampurnya dengan air

Berikut ini adalah beberapa penelitian tentang penjernihan asap:

Xu, Y., et.al. (2003) melakukan penelitian tentang kemampuan material

berpori dalam menyerap dan mengkonversikan gas beracun yang keluar dari asap

rokok. Material yang digunakan adalah material yang secara umum punya

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 61: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

44

kemampuan menyerap senyawa beracun yang terdapat pada asap rokok,

khususnya senyawa nitrosamines. Hasilnya menunjukkan bahwa zeolit NaY dan

ZSM-5 mempunyai kapasitas yang paling baik, kemampuan penyerapan terhadap

senyawa nitrosamines masing-masing 84 dan 82%. Zeolit disamping menyerap

senyawa carcinogenic nitrosamines tetapi juga menguraikan secara katalitik

senyawa carcinogenic berbahaya menjadi senyawa dengan tingkat carcinogenic

lebih rendah pada temperatur tertentu meskipun ada gas N2.

Yadav, et al., (2007) melakukan evaluasi potensi partikel nano dalam

penjernihan asap di ruang tertutup. Penelitian dilakukan memakai ruangan

berukuran 2,4 m x 2,4 m x 3,6 m yang dilengkapi dengan generator asap, filter,

dan transmissometer. Sebagai simulasi asap digunakan aerosol glycol. Adsorben

yang digunakan ada dua jenis: partikel nano (NA TiO2, NA MgO, NA MgO plus,

NA Al2O3, dan NA Al2O3 plus) dan bubuk biasa (NaHCO3, CaCO3, Ca(OH)2, dan

TiO2). Mula-mula ruang dipenuhi asap sampai opasitas 100% (transmisi cahaya

0%). Lalu diukur waktu sampai transmisi cahaya sebesar 10% dan 20% tercapai

secara alami akibat gaya gravitasi dan evaporasi. Transmisi 10% dan 20% dipakai

karena manusia dapat melihat melewati asap pada transmisi cahaya sebesar itu.

Hasilnya diperoleh dengan mendispersikan sekitar 60 gram NA MgO plus ke

dalam ruang uji menghasilkan transmisi cahaya 10% dan 20% yang dicapai dalam

waktu 2.5 dan 4 menit. Asap glikolnya sendiri memerlukan waktu 26 dan 39

menit.

Mulukutla dkk, 2007, mengeluarkan paten Amerika penjernihan asap dan

pemadaman api. Asap berasal dari bahan bakar: kertas, diesel, jet mill, dan glikol.

Logam yang digunakan untuk menyerap asap adalah yang mempunyai ukuran

kristal nano, yaitu oksida logam dan hiroksida logam dari Mg, Sr, Ba, Ca, Ti, Zr,

Fe, V, Mn, Ni, Cu, Al, Si, Zn, Ag, Mo, Sb, dan campurannya. Penemuan ini juga

menguji hidroksida, karbonat, bikarbonat dari sodium, aluminium, magnesium,

dan kalsium. Hasilnya menunjukkan bahwa oksida TiO2 dan MgO merupakan

diantara yang memberikan kinerja yang lebih baik dibanding yang lain. Penemuan

ini juga menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel semakin baik kinerja

oksida logam sampai pada ukuran tertentu.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 62: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

45

Metode ini dapat menurunkan kekeruhan asap. Hasilnya menunjukkan

bahwa jika suatu area dengan kekeruhan 100% ditinggal begitu saja, kekeruhan

berkurang menjadi 85% dalam 10 menit, jika menggunakan adsorben pada area

yang sama hanya dibutuhkan 8 menit. Sejumlah partikel nanokristalin dilepaskan

ke suatu area untuk memperoleh konsentrasi massa paling tidak 0.1 g/m3, lebih

disukai antara 0.5-1.0 g/m3, dan paling disukai di antara 1-5 g/m

3. Partikel

nanokristalin juga harus dibentuk granula dan disimpan dengan benar. Disukai

jika granul/butirannya memiliki ukuran sekitar 125-500 μm, lebih disukai jika

140-400 μm, paling disukai jika 180-250 μm.

Manghirang dan Razote (2009), melakukan penelitian penjernihan asap

oleh padatan dan air menggunakan kompartemen ganda. Ruang uji berukuran

3.8m x 2.3m x 2.3m. Asap berasal dari pembakaran kertas basah dalam smoke

generator kemudian dialirkan ke dalam ruang uji penjernihan yang dilengkapi

kipas. Dari penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan: (1) charged water dapat

meningkatkan penjernihaan secara signifikan. (2) Durasi pendispersian charged

water dapat meningkatkan penjernihan asap. (3) Pendispersian partikel padat atau

uncharged water juga dapat menjernihkan asap, tetapi harus tetap dikembangkan.

Pada durasi dispersi 20 menit, waktu untuk mencapai tingkat kejernihan 10% (t10)

oleh charged water dan uncharged water adalah 8 menit dan 38 menit.

Sementara itu penjernihan udara secara umum sudah banyak

dipublikasikan, terutama penggunaan karbon aktif sebagai penjernih udara.

Karbon aktif dapat menghilangkan bahan kimia di udara, termasuk alkohol, asam

organik, aldehida, hidrokarbon diklorinasi, eter, ester, keton, halogen, sulfur

dioksida, asam sulfat, dan fosgen. Karbon aktif dapat juga menghilangkan bau,

apakah berasal dari manusia atau hewan. Karbon aktif dapat mengadsorpsi

sebanyak 60% dari berat polusi udara. Filter karbon aktif adalah cara paling

efektif untuk menghilangkan gas, bahan kimia, asap rokok, dan bau lainnya dari

udara. Filter karbon aktif sangat membantu bagi sesorang dengan kondisi

pernapasan yang sensitif terhadap bahan kimia di udara (Clean Air Plus , 2015).

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 63: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

46

2.5.2 Penyerapan CO

Selama ini penelitian penyerapan CO banyak dilakukan menggunakan

logam mulia seperti: ruthenium, iridium, palladium, rhodium, and platinum.

Szanyi dan Paffett, (1996) meneliti tentang adsorpsi CO pada H-ZSM-5

dan hydrothermally treated H-ZSM-5. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi

asam Bronsted dengan molekul CO akan menggeser frekuensi Si(OH)Al dari

3616 cm-1

ke 3310 cm-1

. Panas adsorpsi CO pada H-ZSM-5 sebesar 32,2 kJ/mol

Adsorpsi panas dari CO di H-ZSM-5 yang telah diberi perlakuan hidrotermal

adalah sebesar 4 kJ/mol, lebih rendah dibanding ketika tidak diberi perlakuan

apapun.

Mohamad et. al., (2000) meneliti tentang adsorpsi karbon monoksida pada

activated carbon-tin ligand. hasilnya menunjukkan bahwa karbon aktif yang telah

diimpreknasi dengan 34,57% garam SnCl2.2H2O mempunyai kemampuan

tambahan untuk adsorpsi CO karena adanya ion O- di sisi aktifnya. AC – SnO2

terbukti mempunyai kemampuan adsorpsi CO yang lebih baik dibandingkan

karbon aktif murni ketika digunakan untuk purifikasi H2 pada sistem PSA.

Mohamad juga menemukan bahwa AC–SnO2 mempunyai selektivitas yang tinggi

terhadap gas CO, adsorben ini sangat aplikatif untuk masa depan karena CO

berperan dalam meningkatkan polusi udara di ekosistem global.

Treesukol et. al., (2001) mempelajari adsorpsi NO dan CO oleh Cu-ZSM-

5. Hasilnya menunjukkan bahwa kerangka zeolit memainkan peran penting dalam

mekanisme adsorpsi. Arean, et.al., (2007), meneliti tentang adsorpsi CO

menggunakan zeolit rendah silika. Penelitian ini bertujuan mempelajari

bagaimana pengaruh kandungan silika dalam zeolit. Hasilnya menunjukkan

bahwa zeolit yang mengandung silika tinggi mengikat CO dengan energi yang

lebih besar dibandingan zeolit dengan silika rendah.

Hideo, et.al., (2004) mempelajari tentang adsorpsi gas CO pada

permukaan Pt(211), Ni (211), dan Pd(211) menggunakan metode teori fungsional

densitas melalui optimisasi geometri yang menyeluruh. Energi adsorpsi dan

struktur CO pada permukaan dipelajari dengan mempertimbangkan tempat yang

mungkin untuk terjadinya adsoprsi, dan membandingkan ketiganya melalui data

eksperimen pada saat pelapisan yang rendah. Terdapat beberapa perbedaan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 64: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

47

tumbukan pada tempat dan struktur-struktur yang diharapkan terjadi adsorpsi

(sudut kemiringan, panjang ikatan C-O, jarak logam-C) diantara ketiga permukaan

tersebut. Untuk Pt(211), CO teradsorpsi secara khusus pada daerah tepi.

Xu, et.al., (2003)) melakukan penelitian adsorpsi CO pada permukaan

MgO (001). Hasil perhitungan mengidentifikasikan bahwa energi adsorpsi CO

pada area reguler dari permukaan MgO (001) sangat sesuai dengan data

eksperimen. Carbon terikat dibawah pusat kation dari permukaan MgO(001), hasil

perhitungan juga mendekati nilai eksperimen. Ditemukan juga bahwa permukaan

MgO (001) dengan pengisian oksigen mungkinkan memiliki struktur katalis yang

baik untuk adsorpsi-dekomposisi CO.

Bulanek dan Koudelkova, (2011) meneliti tentang adsorpsi CO pada Na-

BEA zeolit dan K-BEA zeolit. Hasilnya menunjukkan bawah interaksi CO dengan

susunan kation Na+ dan K

+ dari zeolit BEA mempunyai entalpi adsorpsi CO

kompleks karbonil di Na- dan K-BEA sebesar 4,2 dan 2,7 kJ/mol secara berturut-

turut, hasil menunjukkan ini lebih stabil dibandingikatan kompleks C-

monokarbonil.

Qiu et. al., ( 2012) meneliti tentang adsorpsi carbon monoksida zeolit

Ag(I)-ZSM-5. Hasil penelitian menunjukan bahwa ikatan koordinasi-2 Ag-O

lebih dipilih sebelum dan sesudah adsorpsi CO. Panjang ikatan Ag-O berada di

rentang 2,2-2,9 Å, dan panjang ikatan Ag-C untuk adsorpsi CO pada zeolit Ag-

ZSM-5 adalah 2-2,2 Å. Penelitian ini juga membandingkan panjang ikatan dari

Ag-O dan Ag-C untuk adsorpsi CO pada Ag-ZSM-5 lebih panjang dibandingkan

adsorpsi CO pada Cu-ZSM-5. Keberadaan 2 atom Al di sisi pertukaran Ag+ akan

menurunkan energi adsorpsi CO, sehingga secara umum energi adsorpsi CO pada

Ag-ZSM-5 bisa lebih rendah dari Cu-ZSM-5.

Peneliti lain yang melakukan adsorpsi CO adalah; Ernst et.al., (2008)

mengkaji adsorpsi dan desorpsi gas CO menggunakan logam transisi ruthenium,

iridium, palladium, rhodium, dan platinum dan Ranjan et. al., (2007) mempelajari

efek elektronik dalam adsorpsi kimia CO pada permukaan Pt-Pb.

2.5.3 Keterbaruan Riset

Dari pembahasan terkait penjernihan asap yang telah dilakukan oleh

peneliti selama ini, proses penjernihan asap dilakukan menggunakan 2 (dua)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 65: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

48

kompartemen dimana pembuatan asap (smoke generator) dan uji penjernihan asap

dilakukan pada ruang yang terpisah. Hasil uji penjernihan selama ini hanya

mengkaji kemampuan adsorben dalam penjernihan asap saja dengan melihat nilai

t10, belum membahas pengurangan kandungan senyawa beracun (CO) yang

teradsorpsi. Selama ini alat untuk mendeteksi kepekatan asap umumnya

menggunakan trasmissiometer. Berdasarkan uraian di atas, oleh karena itu pada

penelitian ini proses penjernihan asap dilakukan menggunakan 1 (satu)

kompartemen, dimana pembuatan asap dan uji penjernihan dilakukan dalam satu

ruang uji. Pengukuran penjernihan asap dan karbon monoksida (CO) teradsorpsi

dilakukan secara simultan. Pendeteksi kepekatan asap pada penelitian ini

menggunakan fotodioda. Sampai saat ini belum ada informasi tentang penggunaan

zeolit alam dan karbon aktif untuk penjernihan asap dan penyerapan CO, oleh

karena itu pada penelitian ini zeolit alam dan karbon aktif digunakan untuk

penjernihan asap dan penyerapan CO.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 66: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

49

Tabel 2. 7 Perkembangan penelitian tentang pemanfaatan adsorben, penjernihan asap dan adsorpsi CO

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

1 Arean, et. al.

2007 adsorpsi CO kendaraan zeolit

2 IR spektroskopi

ΔH0 CO pada 2164,

2145, 2129/cm-1

= -

27,2; -27,1; -22,3

kJ/mol

2 Arean, C.

Oteron. 2007 adsorpsi CO kendaraan zeolit protonic 2 IR spektroskopi

ΔH0 CO dari H-Y, H-

FER, dan H-ZSM = -

25,6; -28,4; -29,4

kJ/mol

3

Bulanek, dan

Koudelkova,

2011

adsorpsi CO bahan bakar

fosil zeolit BEA 2

spektroskopi

FTIR

entalpi adsorpsi CO

kompleks karbonil di

Na- dan K-BEA = 4,2

dan 2,7 kJ/mol

4 Carley, et. al.

1998.

adsorpsi CO

dan NO kendaraan Ag 2

infrared

investigation

konsentrasi atom N(1S)

= 0,3 x 1015

cm-2,

5 Gottfried, et.

al. 2003 adsorpsi CO

bahan bakar

fosil Au

2

mass

spectrometer

ΘCO < 0,5 ML dan 0,5 <

ΘCO < 1,0 ML

6 Hull dan

Keith, 2007

bench-scale

assessment of

combustion

toxicity

bahan

organik - 2

NBS/NIST Smoke

Box

7 Jadhav, et. al.

2007. adsorpsi CO2

bahan bakar

fosil

zeolit 13X, zeolit

5A, karbon aktif

2

gas kromatografi kapasitas adsorpsi CO2

= 100 ml/g

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 67: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

50

Tabel 2.7 (Lanjutan)

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

8 Jadhav P, et.

al. 2007. adsorpsi CO2

bahan bakar

fosil

zeolit 13X

Monoetanol

amina (MEA)

2 quantachrome

Autosorb

kapasitas adsorpsi CO2

= 160 ml/g

9 Jungsuttiwon,

et. al. 2007.

penyerapan

CO industri zeolit Ag-ZSM-5 2 FTIR

ΔEads dari kompleks

Ag+-ZSM-5/CO = -

20,136 kcal/mol

10

Kamarudin,

Khairul S. N.,

et. al. 2006

adsorpsi CO2

dan CH4

bahan bakar

fosil

zeolit tipe beta,

NaY, ZSM-5 2

volumetric

sorption analyzer

kapasitas adsorpsi CH4

tertinggi pada ZSM-5 =

14 cm3/g. Kapasitas

adsorpsi CO2 tertinggi

pada NaY = 110 cm3/g.

11 Li, Gang, et.

al. 2008 adsorpsi CO2

bahan bakar

fosil zeolit 13X 2

CO2 analyzer

recovery CO2 dan

produktivitas turun

18,5% dan 22% ketika

menggunakan wet flue

gas dibanding dry flue

gas

12 Limtrakul, et.

al. 1999 adsorpsi CO

bahan bakar

fosil

zeolite H-FAU

dan Li-FAU 2

IBM SP2

computer

energi ikatan H-

FAU/CO = 3,20

kcal/mol, Li-FAU/CO =

25,81 kcal/mol.

13

Maghirang,

R.G. dan E.B.

Razote. 2009.

adsorpsi asap smoke

generator

MgO, TiO2

NaHCO3,

Ca(OH)3

Water spray

2

transmissometer

t10(air) = 8 menit

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 68: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

51

Tabel 2.7 (Lanjutan)

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

14 Minot, C., et.

al. 2002. Adsorpsi CO

air dan

alkohol

oxygen defective

rutile TiO2(1 1

0)

2 computer and

program Eads (CO) = 0,36 eV.

15 Mohamad, et.

al. 2000 adsorpsi CO

C.P. grade

CO

tin (IV) oxide

(SnO2) dalam

karbon aktif

2 gas kromatografi Reduksi CO dari 1000

ppm jadi 10,4 ppm

16 Mulholland,

G. 2005.

pengukuran

distribusi

ukuran dan

sifat – sifat

asap

polyurethane

dan kertas

- - nephelometer

dgm (rata – rata

geometric diameter)

asap dari polyurethane

dan selulosa = 0,8 – 1,8

µm dan 2 – 3 µm

17 Mulukutla R,

et. al. 2007.

penjernihan

asap dan

penghilangan

zat beracun

pembakaran

kertas +

heksana

oksida dan

hidroksida

logam: Mg, Sr,

Ba, Ca, Ti, Zr,

Fe, V, Mn, Ni,

Cu, Al, Si, Zn,

Ag, Mo,Sb

2 UV-Vis t15 < 8 menit

18

Parry, A. A.,

dan Pryde J.

A. 1966.

adsorpsi N2

dan CO

N2 dan CO

murni molybdenum

2

pyrex flash-

filament cell

initial sticking

probability nitrogen =

0,27 dengan tingkat

saturasi = 4,4 x 1014

atom/cm2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 69: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

52

Tabel 2.7 (Lanjutan)

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

19 Pires J, et. al.

2003 adsopsi air air

karbon aktif,

NaY zeolit,

silica-alumina

2 thermogravimetri

adsorpsi air terendah

pada karbon aktif =

0,01 mmol/m2

Qiu et. al.,

2012 adsorpsi CO

bahan bakar

fosil Ag(I)-ZSM-5 2

Dmol3 software

package

energi adsorpsi CO =

11,3 – 18,9 kcal/mol

20

Saltmon,

Jumat, dan

Maher Kalaji.

2003.

adsorpsi CO bahan bakar

fosil

Cu

2 FTIR potensial band IR dari

Cu-COL pada 2078 cm-

1 = 15 cm

-1/V

21 Sasaki T, et.

al. 2008

adsorpsi asap

rokok rokok karbon aktif 1 GC-FID

kapasitas adsorpsi N2 =

460 ml/g. Kapasitas

adsorpsi aseton = 0,78

ml/g

22

Schennach,

R., et. al.

2003.

adsorpsi CO metanol Rh

2

mass

spectrometer

initial sticking

coefficient CO = 0,8

23

Siriwardane

R, et. al.

2002.

adsorpsi CO2,

N2, O2

CO2, N2, O2

murni zeolit alam 2

mass

spectrometer

kapasitas adsorpsi CO2

= 2,5-3 mol/kg

24 Tehrani dan

Salari. 2005. adsorpsi CO CO murni

natural zeolit

(Clinoptilolite) 2 Quantasorb

kapasitas adsorpsi CO =

6,2 cm3/g (STP)

25

Treesukol,

Piti, et. al.

2001.

adsorpsi NO

dan CO

kendaraan

dan pabrik ZSM - 5 2

computer and

program

Gaussian98

energi ikatan CO = 32

kcal/mol, energi ikatan

NO = 22 kcal/mol

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 70: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

53

Tabel 2.7 (Lanjutan)

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

26 Voogt, E. H.,

et. al. 1997. adsorpsi CO

bahan bakar

fosil Pd dan Pa

2

Auger electron

spectroscopy

(AES)

ΔHad inisial pada semua

sampel = 148 + 5

kJ/mol

27

Xu,

Xiaochun, et.

al. 2005.

adsorpsi CO2 bahan bakar

fosil MCM-41-PEI 2

gas

cromatograph

kapasitas adsorpsi CO2

= 129,9 ml/g (STP)

28 Yadav R, et.

al. 2007.

penjernihan

asap

glikol

aerosol

NA TiO2, NA

MgO, Ca(OH)2,

NaHCO3, NA

MgO plus

2 transmissometer t10 = 2,6 menit

29 Yang Xu, et.

al. 2003.

penyerapan

asap rokok rokok

zeolit NaY,

NaZSM-5, H

ZSM-5, zeolit

KA, zeolit NaA,

materi berpori

SBA-15, MCM-

48, karbon aktif,

SiO2

1 digital Visible

spektrofotometer

kapasitas adsorpsi NO2

= 156,2 µmol/g

30 Yijun Xu, et.

al. 2002.

penyerapan

gas CO dan

menghitung

energi

adsorpsinya

bahan bakar

fosil MgO

2

komputer dengan

small finite

cluster model

dan metode

DFT/B3LYP

energi relaksasi

permukaan MgO = -

0,15 eV, energi

adsorpsi CO di sisi

kation MgO = 0,06 eV

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 71: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

54

Tabel 2.7 (Lanjutan)

No Peneliti Tujuan Sumber

asap Adsorben Kompartemen

Detektor

kejernihan asap Keterangan

31 Szanyi dan

Paffett 1996 adsorpsi CO

bahan bakar

fosil zeolit H-ZSM-5 2

spektroskopi

FTIR

panas adsorpsi CO di

H-ZSM-5(perlakuan

hidrotermal) = 4 kJ/mol

32 Zou Yong, et.

al. 2009.

penyerapan

gas CO2

bahan bakar

fosil

alumina tipe

98AX316 dan

98AA1149

2

gravimetri yang

dilengkapi

dengan

microbalance

kapasitas adsorpsi CO2

> 30 mmol/g pada

kondisi 3000C dan 1 bar

33

Penelitian

yang

dilakukan

Penjernihan

Asap dan

penyerapan

CO

tisu

ACcom,

ACZnCl2

Zeolit alam

1

Fotoelektrik

berbasis micro

controller

t10(ACcom)

atas = 4 mnt

tengah = 4,6 mnt

bawah = 7,7 mnt

Adsorpsi CO = 108,2 g

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 72: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

55

BAB 3

METODE PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka penelitian dibagi dalam 3

bagian yaitu:

1. Seleksi adsorben

2. Uji pembuatan asap

3. Uji penjernihan asap dan penyerapan CO

3.1 Seleksi Adsorben

Percobaan ini bertujuan untuk menyeleksi adsorben yang akan digunakan

pada penyerapan asap kebakaran. Parameter yang dijadikan tolak ukur dalam

menyeleksi adsorben adalah kemampuan dalam menyerap karbon monoksida

(CO). Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Produk Kimia dan Bahan

Alam (RPKA), Laboratorium Dasar Pendidikan Kimia (DPK) dan Laboratorium

Energi Berkelanjutan, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Indonesia (DTK-FTUI). Tahapan penelitian ini dibagi dalam 2 bagian yaitu: (1)

Preparasi adsorben dan (2) Uji penyerapan CO.

3.1.1 Preparasi dan Karakterisasi Adsorben

Adsoben yang diseleksi untuk adsorpsi CO adalah: zeolit teraktivasi, zeolit

tak teraktivasi, karbon aktif, TiO2, MgO, CuO. Karbon aktif, TiO2, MgO, CuO

dibeli dari Laboratorium Teknik Kimia, FTUI langsung dilakukan uji adsorpsi

CO, sedangkan zeolit alam dilakukan aktifasi sebelum uji adsorpsi CO. Zeolit

alam yang digunakan berasal dari Lampung.

Tahapan dan prosedur aktifasi zeolit alam adalah sebagai berikut:

1. Ke dalam beaker glass yang berisi 100 g zeolit ditambahkan 400 ml larutan

HF 2%. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer selama 10 menit pada

temperatur kamar, kemudian dicuci dengan aquadest. Perendaman ini

dilakukan dengan tujuan melarutkan oksida-oksida pengotor dan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 73: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

56

mengurangi senyawa organik pengotor yang dapat menurunkan daya

adsorbsi zeolit.

2. Kemudian direndam dalam 400 ml HCl 6 M pada temperatur kamar selama

30 menit. Perendaman ini dilakukan agar aluminium dalam zeolit dapat

terekstrak dan aluminium dalam kerangka menjadi aluminium luar kerangka

sehingga dapat meningkatkan rasio Si/Al.

4. Merendam zeolit dalam 400 ml larutan NH4Cl 0,1 M selama 5 hari dan

diaduk selama 3 jam per hari. Perendaman ini bertujuan untuk memperkuat

struktur baru yang terbentuk karena proses dealuminasi oleh HCl.

5. Mengkalsinasi zeolit pada temperatur 500 OC selama 5 jam. Kalsinasi zeolit

bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terperangkap dalam kristal

zeolit.

Karakterisasi karbon aktif dan zeolit alam meliputi karakterisasi komposisi

dan marfologi pori adsorben menggunakan SEM type EFI 50 merk EFI.

Karakterisasi BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan adsorben,

dilakukan untuk semua adsorben, termasuk zeolit alam yang belum dan sudah

diaktifasi, menggukan alat BET merk INOVA 2000. Karakterisasi SEM-EDAX

dilakukan untuk melihat pengaruh aktifasi terhadap diameter pori zeolit alam pada

setiap perlakuan asam dan komposisi unsur penyusun zeolit alam, serta untuk

mengetahui rasio Si/Al zeolit alami sampel tersebut.

3.1.2 Uji Adsorpsi

3.1.2.1 Diagram Ali Uji Adsorpsi

Uji adsorpsi dilakukan seperti diagram alir proses yang dapat dilihat pada Gambar

3.1 di bawah ini. Untuk langkah-langkah uji adsorpsi yang lebih jelas dan lebih

detail dapat dilihat pada bagian prosedur penelitian.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 74: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

57

3.1.2.2 Alat Uji Adsorpsi

Skema rangkaian alat uji adsropsi seperti terlihat pada Gambar 3.2.

Rangkaian alat uji adsorpsi CO tersusun sebagai berikut:

Persiapan Alat Uji Adsorpsi

Karbon Monoksida

Preparasi Adsorben

Cek Kebocoran Peralatan

Penentuan Volume Kosong

dengan Gas Helium

Uji Adsorbsi CO

Pembuatan Kurva Adsorpsi Mendapatkan konstanta

adsorpsi Langmuir

Gambar 3. 1 Diagram alir uji adsorpsi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 75: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

58

Gambar 3. 2 Skema alat uji adsorpsi

(Sudibandriyo, 2011)

Keterangan:

1. Dozing Cylinder

Dozing Cylinder dibuat berukuran mini dimana volumenya kira-kira

dua kali dari volume tabung penyimpan CO (atau disebut sampling cylinder).

Silinder ini terbuat dari pipa stainless steel 0.25 inch dengan panjang 50 cm

dan dihubungkan dengan tabung gas bertekanan, pressure transducer dan

tabung penyimpan CO melalui pipa stainless steel 1/8 inch. Pada masing-

masing sambungan dozing cylinder dengan gas bertekanan dan tabung

penyimpan CO dipasang needle valve untuk menutup dan membuka aliran gas

yang masuk maupun yang keluar. Dozing cylinder digunakan untuk

mengetahui jumlah gas CO yang diinjeksikan atau yang akan dilepaskan ke

atau dari dalam sampling cylinder.

Setelah rangkaian alat dozing cylinder terpasang, maka selanjutnya

dilakukan penentuan volume aktual rangkaian ini dengan cara mengukur

volume air yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh ruang dalam rangkaian

alat dozing cylinder.

2. Sampling Cylinder

Pada percobaan ini, sampling cylinder dibuat berukuran mini untuk

kapasitas adsorben sebanyak +/- 2 gram. Bahan silinder ini terbuat dari pipa

stainless steel ¼ inch dengan panjang 20 cm. Silinder ini dihubungkan dengan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 76: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

59

dozing cylinder dan pressure transducer pada ujung depan dan selang

buangan gas pada ujung belakang.

3. Pressure Transducer

Dua buah pressure transducer dihubungkan dengan dozing cylinder

dan sampling cylinder melalui pipa stainless steel 1/8 inch untuk mengetahui

tekanan gas pada masing-masing silinder. Pressure transducer juga

dihubungkan dengan power supply regulator dan data acqusition yang

masing-masing terhubung melalui dua buah kabel positif-negatif. Kedua

pressure transducer yang digunakan sebelumnya telah dikalibrasi pada

interval tekanan 14.7 sampai 1014.7 psia dengan voltase input dari power

supply diatur sebesar 10 volt. Hasil kalibrasi ini didapat persamaan garis linier

antara tekanan terhadap milivolt yang dihasilkan dari sinyal output pressure

transducer.

4. Data Acquisition

Alat mirip multi tester ini dihubungkan dengan dua buah pressure

transducer dan komputer berturut-turut melalui dua buah kabel positif-negatif

dan satu kabel USB. Sinyal listrik keluaran dari pressure transducer dideteksi

oleh data acquisition dan nilainya dibaca melalui program Adam View berupa

milivolt di komputer. Dengan memasukkan besar milivolt yang dihasilkan ke

dalam persamaan garis linier antara tekanan terhadap voltase, maka besar

tekanan baik pada dozing cylinder maupun sampling cylinder dapat diketahui

nilainya.

3.1.2.3 Prosedur Percobaan Uji Adsorpsi

Prosedur percobaan ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan alat uji

adsorpsi CO, persiapan bahan uji, cek kebocoran alat, prosedur pengujian dan

permodelan adsorpsi CO serta dinamikanya

Persiapan alat uji adsorpsi

Alat uji adsorpsi yang digunakan dalam penelitian ini terlihat seperti

Gambar 3.3. Secara garis besar, alat uji ini terbagi dalam dua area yang terpisah,

yaitu area dozing dan area sampling. Kedua area ini sama-sama diletakan dalam

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 77: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

60

sebuah kotak kayu agar temperaturnya dapat dikontrol dengan mudah sehingga

kondisi isotermis dapat dicapai. Di antara kedua area ini diletakkan satu buah

termokopel untuk membaca temperatur ruang dalam kotak yang juga merupakan

temperatur adsorpsi.

Gambar 3. 3 Rangkaian peralatan uji adsorpsi

Volume area dozing sangat ditentukan oleh volume dozing cylinder. Volume

dozing cylynder yang digunakan pada alat uji kira-kira dua kali lebih besar dari

volume sampling cylinder. Hal ini dimaksudkan agar perubahan tekanan pada area

dozing setelah injeksi ke sampling cylinder tidak terlalu kecil atau terlalu besar.

Bila perubahan terlalu kecil, maka kesalahan pembacaan tekanan yang kecil

menghasilkan error yang besar sehingga akurasi hasil uji rendah. Sedangkan bila

terlalu besar, maka dibutuhkan tekanan awal area dozing yang jauh lebih tinggi

untuk injeksi ke sampling cylinder. Hasil pengukuran dengan menggunakan air

didapat volume area dozing sebesar 23 ml. Volume ini digunakan dalam

menentukan jumlah mol gas yang terdapat dalam area dozing.

Persiapan adsorben

Adsorben ditimbang kira-kira 2 gram, lalu masing-masing dimasukkan ke

silinder penguji untuk kemudian diuji kemampuan adsorpsi terhadap gas karbon

monoksida serta diamati perilaku dinamis adsorpsinya. Sebelum bahan-bahan

tersebut diuji, dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 50°C dan kondisi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 78: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

61

vakum selama 3 jam untuk menghilangkan uap air kesetimbangan yang mungkin

terperangkap dalam bahan.

Cek kebocoran peralatan

Setelah semua rangkaian alat uji penyimpan CO tersusun dengan benar

dan zeolit telah siap dipreparasi, maka selanjutnya dilakukan uji kebocoran

peralatan untuk mengetahui kesiapan dan kualitas alat uji dalam pengujian

adsorpsi yang akan dilakukan. Pada uji ini, gas helium diinjeksikan ke dalam

rangkaian alat uji penyimpan CO sampai tekanan kira-kira 620 psia. Lalu diamati

kestabilan tekanan pada dozing cylinder dan sampling cylinder.

Pengambilan data uji adsorpsi karbon monoksida

Prosedur pengambilan data terbagi dalam 2 tahap yaitu: 1) kalibrasi

volume void dan 2) adsorpsi CO. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut :

1. Kalibrasi volume void sampling cylinder

Pada sampling cylinder dimasukkan adsorben dengan massa sekitar 2

gram. Volume void dari sampling cylinder adalah volume total dari ruang kosong

yang terdapat pada sampling cylinder.

Vvoid = VSC – Vruang yang terisi zeoilt + Vpori-pori zeolit 3.1

Prosedur pencarian volume void dari sampling cylinder adalah sebagai berikut :

Mengisi dozing cylinder dengan gas He sampai penuh dengan cara

membuka valve V-1 dan mengalirkan gas He ke dalam alat tersebut.

Sementara itu, valve V-2 dalam keadaan tertutup dan semua pompa vakum

dalam keadaan mati. Valve V-1 ditutup ketika dozing cylinder terisi penuh.

Setelah itu, mancatat temperatur (Ti) dan tekanan (Pi) CO di dozing

cylinder. Dengan data ini, maka kita bisa mengetahui jumlah mol He yang

terdapat pada dozing cylinder menurut persamaan berikut ini :

3.2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 79: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

62

Pada prosedur ini Vdozing cylinder = VHe

Membuka valve V-2 dan mengalirkan gas He tersebut ke dalam sampling

cylinder. Ketika semua gas He telah masuk ke dalam sampling cylinder,

valve V-2 ditutup serta mencatat temperatur (Tf) dan tekanan (Pf) dari

dozing cylinder. Dengan data ini, maka kita akan dapat mengetahui jumlah

mol (ni) dari gas He yang dimasukkan ke sampling cylinder dengan

persamaan :

3.3

Mencari volume void dari sampling cylinder. Data yang sudah diketahui

adalah temperatur sampling cylinder (Tf), tekanan sampling cylinder (Pf)

3.4

Mengeluarkan gas He dari sampling cylinder dengan menyalakan pompa

vakum

2. Adsorpsi CO

Mengisi dozing cylinder dengan gas CO dengan membuka valve V-1 dan

mengalirkannya ke dozing cylinder sampai tekanan yang diinginkan.

Setelah tekanan tercapai, valve V-1 ditutup dan mencatat temperatur (Ti)

dan tekanan (Pi) CO di dozing cylinder.

Mengalirkan gas CO ke sampling cylinder dengan membuka valve V-2.

Ketika semua gas CO telah masuk ke dalam sampling cylinder, menutup

valve V-2 dengan cepat serta mencatat temperatur (Tf) dan takanan (Pf)

CO pada sampling cylinder setelah mencapai kesetimbangan.

Mencari jumlah mol zat yang teradsorpsi dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

3.5

3.6

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 80: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

63

Prosedur di atas dilakukan untuk masing-masing adsorben sampai diperoleh kurva

adsorpsi isotermal dengan tekanan 0-350 psia.

3.1.2.4 Pengolahan Data Uji Adsorpsi

Pengolahan data pada uji adsorpsi adalah dengan membuat kurva adsorpsi

CO oleh adsorben. Dari jumlah mol yang teradsorpsi dibuat model adsorpsi

Langmuir menggunakan Persamaan 3.7. Dengan bantuan program Solver

Microsoft Excel, konstanta adsorpsi model Langmuir b dan kapasitas adsorpsi

maksimum (nmaks) akan didapat. Nilai b dan nmaks dapat diterima jika nilai % AAD

(absolute average deviation) < 10%. % AAD adalah deviasi rata mutlak dari

jumlah mol adsorpsi Gibbs eksperimen (neksp) terhadap jumlah mol adsorpsi Gibbs

model (nmodel), perhitungannya seperti pada Persamaan 3.8.

3.7

3.8

Setelah uji adsorpsi adsorben terhadap CO, maka dipilih adsorben yang

mempunyai kemampuan menyerap CO paling besar dengan melihat konstanta b

dan nmaks yang paling besar. Dari hasil uji adsorpsi ini maka dipilih karbon aktif

dan zeolit alam teraktifasi untuk penelitian selanjutnya yaitu uji penjernihan asap.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 81: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

64

3.2 Uji Pembuatan Asap

Bahan bakar untuk pembuatan asap ini adalah kertas tisu. Kertas tisu

ditimbang masing-masing seberat 2, 4, dan 6 gram kemudian dibakar dalam

wadah pembakaran. Tisu dibakar menggunakan solder elektrik sehingga terbentuk

asap, jenis pembakaran yang terjadi adalah smoldering. Pengujian ini dilakukan

untuk mendapatkan berat tisu yang dapat menghasilkan karakteristik asap yang

diinginkan. Karakteristik asap yang diinginkan adalah asap yang dapat

menghasilkan bacaan I maksimum pada sensor mendekati nilai 1000 (nilai

densitas optis 2) dan kadar CO tinggi (> 4000 ppm).

3.2.1 Prosedur Pembuatan Asap

Menyiapkan bahan bakar (menggulung tisu pada solder dengan

menggunakan kawat). Memasukkan bahan yang akan dibakar ke dalam wadah

pembakaran. Menutup rapat ruang pembakaran menggunakan lakban dan plastisin

sehingga tidak terjadi kebocoran asap. Menyalakan solder untuk proses

smoldering tisu. Mencatat bacaan intensitas cahaya (I) pada setiap sensor asap dan

kadar CO setiap menit sampai menit ke-30. Mengulangi prosedur untuk berat tisu

2, 4, 6 dan 8 gram.

3.2.2 Pengolahan Data Asap

Dari data yang diambil data diolah menggunakan persamaan yang didapat

dari hasil kalibrasi (pada sub BAB 3.3.5.5). Hasilnya menunjukkan bahwa asap

dari 6 gram kertas tissue yang dibakar di dalam ruang uji menggunakan solder.

Pemilihan massa 6 gram tissue, karena massa 6 gram dapat menghasilkan

kepekatan asap sempurna dengan intensitas cahaya (I) mendekati 1000 (nilai

densitas optis > 2), kandungan CO sekitar 4500 ppm dan tisu habis terbakar. Oleh

karena itu pada uji penjernihan asap, massa tisu yang dibakar adalah 6 gram.

3.3 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO

Uji penjernihan asap merupakan penelitian lanjutan dari penelitian

sebelumnya screening adsorben. Dari uji seleksi adsorben menunjukkan bahwa

karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi mempunyai kemampuan adsorpsi terhadap

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 82: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

65

CO lebih baik dibandingan yang lain. Oleh karena itu pada uji penjernihan asap

adsorben yang diuji adalah karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi. Karbon aktif

yang digunakan adalah karbon aktif komersial merek Jacobi (ACcom), zeolit

alam teraktifasi. Merujuk pada hasil uji adsorpi CO karbon aktif menunjukkan

kemampuan menyerap CO yang besar, oleh karena itu pada penelitian uji

penjernihan asap dilakukan juga terhadap karbon aktif yang disintesa dari

tempurung kelapa sawit dengan agen pengaktif ZnCl2 (ACZnCl2).

3.3.1 Diagram Alir Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO

Skema di bawah ini menjelaskan alur proses percobaan yang dilakukan

dalam uji penjernihan asap dan penyerapan CO.

3.3.2 Persiapan Adsorben

Adsorben yang digunakan pada uji penjernihan asap adalah adsorben

kabon aktif komersial (AC com), karbon aktif teraktifasi ZnCl2 (AC ZnCl2), dan

Zeolit alam (NZ). ACcom yang digunakan merek Jacobi, sedangkan zeolit alam

Gambar 3. 4 Diagram alir penelitian uji penjernihan asap

Uji penjernihan asap

Pengolahan, analisis dan

pembahasan data

Pemilihan Teknik

pembuatan asap

Pemilihan Teknik

dispersi adsorben

Data karakterisasi

dan analisis

Persiapan adsorben

Kalibrasi alat

fotoelektrik

Pembuatan asap dari

tisu

Uji alat dispersi

sprayer gun

Pemilihan perancangan

ruang uji dan peralatan

Perancangan ruang uji

dan alat fotoelektrik

Uji kepekatan asap

dan kandungan CO

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 83: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

66

yang digunakan adalah hasil aktifasi pada Penelitian 1. Pada tahap persiapan

adsorben yang dilakukan adalah pembuatan kabon aktif yang diaktifasi dengan

larutan ZnCl2 (ACZnCl2) dan penghalusan adsoben menjadi ukuran 0,6-1 µm, 1-2

µm, 53-106 µm dan 106-212 µm.

3.3.2.1 Pembuatan Karbon Aktif ACZnCl2

Diagram Alir Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sawit

Pada penelitian ini, akan dibuat karbon aktif berbahan dasar tempurung

kelapa sawit dengan bahan pengaktif ZnCl2 25 % dan temperatur aktivasi 850 o

C

untuk menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan yang lebih tinggi.

Diagram alir pembuatan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa sawit

ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3. 5 Diagram alir pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa sawit

Pengarangan menggunakan furnace pada temperatur 400°C selama 2 jam

Gas N2, 1 jam pertama

Gas CO2, 1 jam berikutnya

Laju alir 100 mL / menit

Persiapan alat dan bahan

Karakterisasi dan uji adsorpsi

Pengeringan produk karbon aktif dalam oven pada temperatur 100°C selama 24

jam

AKTIVASI

Aktivasi pada temperatur 850 °C selama 2 jam

Pencucian dengan menggunakan aquades hingga pH mencapai 6.5 – 7.5

Pendinginan

Pengeringan slurry pada temperatur 100 °C selama 24 jam

Pengadukan pada 100 rpm pada temperatur 85 °C selama 2 jam

Pencampuran dengan bahan pengaktif (ZnCl2) 25 % dengan arang

tempurung kelapa sawit (4:1)

Dihancurkan dan diayak hingga ukuran 10 mesh

Gas CO2, Laju alir 100 mL / menit

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 84: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

67

Prosedur Pembuatan karbon aktif ACZnCl2

Prosedur pembuatan karbon aktif dilakukan sebagai berikut :

1. Tempurung kelapa sawit dicuci dengan air untuk menghilangkan pengotor,

kemudian dihancurkan hingga menjadi bagian kecil-kecil dan dikeringkan

dalam oven pada temperatur 110oC hingga mencapai bobot konstan.

2. Tempurung kelapa sawit diarangkan menggunakan furnace pada temperatur

400oC selama 2 jam. Arang tempurung kelapa sawit dihancurkan dan diayak

menggunakan penyaring mesh hingga mencapai ukuran 10 mesh.

3. Aktivasi kimia, sebanyak 100 gram arang yang didapatkan dari proses

karbonisasi dicampur dengan activating berupa larutan ZnCl2 25% (persen

massa) dengan perbandingan 1:4. Campuran tersebut diaduk menggunakan

magnetic stirrer pada 100 rpm temperatur 85oC selama 2 jam. Slurry

dikeringan menggunakan oven pada temperatur 100oC selama 24 jam.

4. Aktivasi fisika, campuran dimasukan ke dalam reaktor dan ditutup hingga

rapat. Reaktor dialirkan gas N2 dengan laju alir 100 mL/menit selama 5 menit

untuk memastikan bahwa oksigen telah dikeluarkan dari reaktor tersebut.

Reaktor dipanaskan secara bertahap sehingga tercapai temperatur 850 °C

selama 1 jam. Aliran gas N2 diganti dengan gas CO2 dan dialirkan selama 1

jam.Suhu reaktor diturunkan hingga mencapai 30°C dengan tetap dialirkan gas.

Pendinginan, setelah proses aktivasi dilakukan, temperatur reaktor diturunkan

hingga mencapai 30°C dengan tetap dialirkan gas CO2. Setelah didinginkan,

sampel dicuci dengan menggunakan air distilasi hingga pH mencapai 6.5 – 7.5.

Nilai pH diketahui dengan cara mengukur pH filtrat menggunakan pH meter

yang telah dikalibrasi.Setelah melalui proses di atas, sampel dikeringkan dalam

oven pada temperatur 100 oC selama 24 jam. Sampel karbon aktif yang

didapatkan kemudian disimpan di dalam desikator untuk menjaga agar karbon

aktif tetap kering.

Karakterisasi karbon aktif

Karakterisasi yang dilakukan adalah perolehan rendemen karbon, uji

karakteristik karbon aktif berdasarkan Standar Industri Indonesia dan uji adsorbsi

gas CO.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 85: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

68

Rendemen

Karbon yang diperoleh dibersihkan. Timbang karbon yang diperoleh.

Hitung perolehan rendemen dari karbon yang didapat.

Kadar Air

Timbang 1 gram karbon aktif di atas kaca arloji. Keringkan karbon aktif

di dalam oven pada temperatur 100°C. Catat berat karbon aktif setiap

60 menit sekali sampai mencapai bobot konstan. Dinginkan karbon

aktif di dalam deksikator.Timbang perolehan karbon aktif yang didapat

Kadar Abu total

Timbang 1 gram karbon aktif diatas cawan penguapan. Panaskan

karbon aktif di dalam furnace pada temperatur 650°C selama 2 jam

sampai seluruh karbon menjadi abu.Didinginkan karbon aktif di dalam

deksikator. Timbang perolehan karbon aktif yang didapat.

3.3.2.2 Penghalusan Adsorben

Sampel karbon aktif yang telah diaktivasi kemudian dihaluskan dengan

menggunakan mortar. Selanjutnya karbon aktif diayak dengan menggunakan

ayakan berukuran 53 mikron, 106 mikron, dan 212 mikron yang disusun

bertingkat untuk mendapatkan karbon aktif dengan ukuran 53-106 mikron dan

106-212 mikron. Penghalusan adsorben sampai pada ukuran 106 dan 53 mikron

dilakukan secara manual dan untuk mencapai ukuran nano meter penghalusan

dilakukan menggunakan planetary ballmill type n4, merk Noah.

3.3.2.3 Karakterisasi Ukuran Partikel (Particle Size Analyzer/PSA)

PSA adalah karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui ukuran

partikel yang sangat kecil (berukuran nano). Karakterisasi PSA dilakukan di

Laboratorium Nanotech Indonesia, PUSPITEK, Serpong, menggunakan alat

Particle Size Analyzer type C merk Backman Coulter.

3.3.3 Rancang Bangun Ruang Uji dengan Instrumentasi Photoelectric

Rancang bangun ruang uji ini merupakan perbaikan dari rancang bangun

sebelumnya (rancang bangun sebelumnya terlampir). Perbaikan yang dilakukan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 86: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

69

antara lain alat ini dilengkapi oleh pendeteksi asap tipe photoelectric berbasis

micro controller, alat pendispersi adsorben menggunakan Sprayer gun, COLO-

800, Powder Coating Equipment, teknik pembuatan asap dan alat deteksi CO.

Ruang uji dilengkapi; 3 buah rangkaian sensor cahaya (photodiode) pada

ketinggian: 30 cm, 60 cm dan 90 cm, 3 buah rangkaian sinar laser pada

ketinggian: 30 cm, 60 cm dan 90 cm, 1 buah micro controller dan downloader, 1

buah komputer dan kaca untuk kalibrasi dengan nilai OD tertentu (0,1; 0,3; 0,4;

0,8 dan 2).

3.3.3.1 Set-up Alat

Skema set up alat eksperimen terlihat pada Gambar 3.6. Foto ruang uji

terlihat pada Gambar 3.7. Rangkaian alat micro controller terlihat pada Gambar

3.8. Ruang uji berbentuk kotak dengan ukuran 40 cm x 40 cmx 120 cm yang

terbuat dari bahan akrilik. Pada bagian depan ruang uji ada pintu yang bisa dibuka

untuk membersihkan dinding dan dasar akrilik dari sisa adsorben yang

didispersikan ke dalam ruang uji. Bagian bawah ruang uji terdapat lubang untuk

mendispersikan adsorben ke dalam ruang uji. Ruang uji dilengkapi dengan alat

pendeteksi asap tipe photoelektiric berbasis micro controller, deteksi CO

menggunakan Portable Combustion Gas Analyser type 400 merk E Instruments

dan deteksi kelembapan menggunakan Humidity meter.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Keterangan gambar:

1,2,3 Laser

4,5,6 Sensor

7. Humidity meter

8. Flue gas analyzer

9. adsorben dispersion

10. micro controller and K 125R

11. Personal computer

Gambar 3. 6 Skema ruang uji dengan instrumentasi photoelectric

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 87: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

70

Gambar 3. 7 Foto ruang uji penjernihan asap

Micro Controller

Gambar 3. 8 Rangkaian alat micro controller

Alat pendeteksi asap terdiri dari sumber cahara (laser), sensor cahaya,

micro controller dan Personal Computer. Sumber cahaya berasal dari sinar laser

pointer dengan tegangan 5 volt. System control oleh micro controller tipe

Power

Port

Laser

Downloader

K125R

Port

Sensor

Baterai

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 88: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

71

ATmega16. Micro controller adalah alat yang mengerjakan instruksi-instruksi

yang diberikan kepadanya. Sensor cahaya yang digunakan adalah sensor cahaya

photodioda. Untuk mentrasfer data menggunakan perangkat lunak downloader

K125R. Downloader K125R merupakan suatu perangkat elektronik yang

digunakan sebagai penghubung antara personal computer dengan micro

controller. Awalnya kode perintah/tugas dibuat di komputer kemudian

dimasukkan ke dalam micro controller melalui perantara perangkat ini.

Disamping itu, perangkat ini juga digunakan untuk mentransfer data hasil bacaan

sensor ke dalam komputer karena perangkat ini juga dilengkapi dengan serial

USART. Alat ini dilengkapi juga dengan voltage regulator LM 276, yang

mengatur tegangan input baterai 12 volt menjadi 5 volt sesuai dengan tegangan

laser pointer. Bacaan yang terbaca pada alat pendeteksi asap ini adalah nilai I

antara 0 – 1000. Nilai 0 berarti jernih, tidak ada asap sementara nilai 1000 berarti

gelap sempurna. Alat pendeteksi asap ini dikalibrasi menggunakan kaca yang

sudah diketahui nilai densitas optik yaitu 0,1; 0,3; 0,5; 0,8 dan 2 m-1

. Gambar 3.9

adalah skema mekanisme kerja alat pendeteksi asap berbasis micro controller.

3.3.3.2 Kalibrasi Sensor

Prosedur Kalibrasi

Dalam merangkai micro controller untuk mengukur kepekatan asap,

metode yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan Tito Apriano pada

tahun 2012. Adapun alat-alat utama rangkaian seperti sensor cahaya (photodioda),

sinar laser, micro controller, dan downloader telah lebih dahulu dirangkaikan

pada ruang uji. Pengujian kalibrasi dilakukan di dalam sebuah ruang uji akrilik

berukuran 40 cm x 40 cm x 120 cm. Sensor cahaya dan sinar laser ditempelkan

pada ruang uji. Dalam ruang uji terdapat tiga titik sensor dan sumber cahaya laser

yaitu: (1) laser atas berjarak 90 cm dari dasar ruang uji, (2) laser tengah berjarak

60 cm dari dasar ruang uji, dan (3) laser bawah berjarak 30 cm dari dasar ruang

Computer K125R Micro

Controller

Laser

Sensor

Gambar 3. 9 Skema mekanisme kerja alat pendeteksi asap

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 89: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

72

uji. Adapun tahapan dalam uji kalibrasi rangkaian micro controller yang

dilakukan antara lain:

1. Mengukur intensitas cahaya awal yang masuk ke dalam sensor cahaya (I0).

Intensitas ini dianggap sebagai intensitas tanpa adanya asap.

2. Meletakkan kaca dengan nilai density tertentu didepan sensor cahaya

(photodiode). Hal ini dilakukan agar tidak ada cahaya lain yang masuk ke

sensor selain cahaya laser yang melewati kaca.

3. Mengukur intensitas cahaya (I) yang masuk ke dalam sensor cahaya saat sensor

cahaya terhalang oleh kaca.

4. Mengulangi percobaan dengan menggunakan variasi kaca yang memiliki

optical density berbeda (0,1; 0,3; 0,5; 0,8 dan 2). Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan hasil bacaan sensor yang valid sehingga didapatkan persamaan

matematika yang akan digunakan dalam menentukan optical density pada asap.

3.3.4 Pemilihan Alat Dispersi Adsorben dan Teknik Dispersi

Salah satu permasalahan dalam penelitian ini adalah pemilihan teknik

mendispersikan adsorben. Syarat pendispersian adsorben adalah mampu

mendispersikan adsorben secara merata dalam ruang uji. Pertama kali dipilih

balon yang diisi gas nitrogen sebagai media untuk mendispersikan. Setelah

dilakukan uji coba, balon yang berisi adsorben dan nitrogen ketika diledakkan

tidak dapat mendispersikan adsorben dengan merata. Permasalahan lain

menggunakan balon adalah kelenturan tiap balon berbeda-beda, sehingga

mengalami kesulitan mengontrol tekanan dan jumlah nitrogen yang dimasukkan.

Oleh karena itu Sprayer gun khusus untuk padatan dipilih sebagai alat untuk

mendispersikan adsorben.

3.3.4.1 Posisi Arah Sprayer Gun

Pada dasarnya, arah pendispersian alat ini adalah horizontal, maka perlu

modifikasi posisi tabung sampel pada sprayer gun, sehingga arah pendispersian

bisa dilakukan secara vertikal. Posisi pendispersian dapat dilakukan dari atas atau

bawah ruang uji. Posisi pendispersian dari atas dapat menyebabkan padatan lebih

cepat jatuh ke dasar ruang uji, sehingga waktu kontak dengan partikel asap di

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 90: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

73

dalam ruang uji menjadi singkat. Posisi pendispersian padatan dari bawah dapat

meningkatkan waktu kontak padatan dengan partikel asap di dalam ruang uji.

Pada penelitian ini dipilih posisi pendispersian dari bawah ruang uji. Gambar 3.10

menunjukkan kondisi dasar ruang uji setelah adsorben didispersikan, terlihat

adsorben merata pada dasar ruang uji.

Gambar 3. 10 Kondisi dasar ruang uji setelah adsorben didispresikan

3.3.4.2 Nitrogen Bertekanan Mengalir Kontinyu

Gas nitrogen digunakan sebagai gas pembawa adsorben mengalir secara

kontinyu selama 3 detik. Takanan nitrogen yang digunakan harus optimal, agar

adsorben yang didispersikan dapat mencapai ketinggian yang diinginkan. Jika

tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan efek signifikan pada karakteristik asap

di dalam ruang uji. Tetapi tekanan nitrogen terlalu kecil, dapat menyebabkan

adsorben tidak mencapai ketinggian yang diinginkan dan masih banyak adsorben

tidak terdispersikan, tertinggal dalam alat sprayer gun. Sebelum dilakukan uji

penjernihan asap, uji tekanan nitrogen harus dilakukan. Uji tekanan nitrogen

dilakukan menggunakan padatan tepung beras merek Rose Brand. Tekanan

nitrogen 42 psia mampu mendispersikan padatan sampai ketinggian ruang uji

(120 cm).

Lama waktu pendispersian menjadi parameter yang harus

dipertimbangkan. Waktu pendispersian terlalu lama, jumlah nitrogen yang banyak

dapat mempengaruhi komposisi gas di dalam ruang uji. Waktu pendispersian yang

terlalu singkat menyebabkan padatan masih banyak tertinggal di dalam alat

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 91: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

74

sprayer gun. Hasil uji waktu pendispersian menunjukkan bahwa waktu 3 detik

dapat mendispersikan padatan 5 gr secara maksimum.

Pada proses pendispersian, tidak semua padatan di dalam alat dispersi

dapat didispersikan, masih ada yang tertinggal pada alat dispersi. Untuk

mengetahui jumlah padatan yang masih tertinggal pada alat dispersi, diperoleh

dengan mendispersikan pada kertas saring basah yang sudah diketahui berat

keringnya. Kemudian kertas saring dikeringkan dalam oven sampai berat konstan.

Perbedaan berat awal dan akhir kertas saring menunjukkan jumlah padatan yang

masih tertinggal pada alat dispersi. Pengujian dilakukan dengan tekanan nitrogen

40 psia mengalir selama 3 detik. Hampir semua padatan dapat didispersikan dan

mencapai ketinggian ruang uji. Massa padatan yang didispersikan 1, 2, 3, 4, dan 5

gram. Setelah pendispersian, padatan yang tersisa dikumpulkan pada kertas saring

basah. Setelah dikeringkan kemudian ditimbang, maka massa padatan yang tidak

terdispersikan dapat diketahui. Hasilnya seperti pada Gambar 3.11 dan 3.12

berikut ini. Terlihat untuk pengujian 2-5 gr massa padatan yang tidak

terdispersikan kurang dari 3%.

Gambar 3. 11 Massa padatan yang tertinggal pada sprayer gun

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 92: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

75

Gambar 3. 12 Persentase massa padatan yang tertinggal pada sprayer gun

Walaupun dengan sistem pendispersian seperti di atas dapat

mendispersikan padatan > 98%, tetapi sistem pendispersian seperti ini mengalami

kesulitan dalam mengatur waktu 3 detik. Akhirnya pada penelitian ini

menggunakan gas N2 dengan tekanan awal yang dapat mendispersikan padatan

jumlah tertentu sampai pada bagian atas ruang uji.

3.3.4.3 Nitrogen Bertekanan Awal

Dispersi adsorben dengan nitrogen tidak kontinyu dilakukan pada tekanan

awal nitrogen yang cukup mendispersikan semua adsorben. Oleh karena itu

dilakukan uji tekanan awal N2 yang bertujuan untuk mengetahui tekanan optimum

pada saat pendispersian adsorben sehingga seluruh adsorben tersebar merata pada

saat pendispersian. Mula-mula sprayer gun dihubungkan dengan pressure gauge

yang ada pada tabung N2 bertekanan. Kemudian katup tabung gas N2 dibuka

sehingga gas bertekanan mengalir ke sprayer gun dan memungkinkan sprayer gun

mendispersikan adsorben secara optimal ke dalam ruang uji sampai ke bagian atas

ruang uji.

Pengukuran tekanan dilakukan pada 3 tempat yaitu pada tabung gas N2,

pressure gauge, dan COLO Machine. Tekanan gas tabung N2 110 psia, tekanan

pressure gauge 73 psia. Ketika pendispersian tekanan awal pada selang, tekanan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 93: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

76

keluar COLO Machine hanya 50 psia, kemudian tekanan menurun sampai sisa gas

nitrogen habis dalam waktu 2 detik. Selama pendispersian padatan tidak mencapai

puncak ruang uji dan sisa padatan yang tidak terdispersikan masih banyak, hampir

15%. Hal ini disebabkan karena jumlah gas yang ada pada selang tidak cukup

untuk mendispersikan adsorben yang ada.

Dengan menambah panjang selang dari 8 m menjadi 14 m, adsoben dapat

didispersikan secara sempurna. Pada saat tekanan pada sprayer gun mencapai 50

psia, sampel karbon aktif yang didispersikan dari bawah ruang uji hanya mencapai

bagian tengah ruang uji. Pada tekanan sprayer gun mencapai 61 psia, hanya

sebagian kecil sampel yang sampai ke bagian atas ruang uji dan sebagian besar

hanya mencapai ¾ bagian ruang uji. Baru setelah tekanan N2 dinaikkan sampai

tekanan sprayer gun 67 psia, sebagian besar karbon aktif mencapai bagian atas

ruang uji. Oleh karena kondisi optimum itu, pada penelitian ini tekanan yang

digunakan dalam proses pendispersian adsorben adalah 67 psia pada sprayer gun.

Tabel 3.1 berikut adalah bacaan tekanan pada uji tekanan dispersi.

Tabel 3. 1 Bacaan tekanan saat uji tekanan sprayer gun

Tekanan pada

Tabung N2 (psia)

Tekanan pada

pressure gauge

(psia)

Tekanan pada

sprayer gun (psia)

80 90 50

100 98 61

110 98 67

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 94: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

77

3.3.5 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO

Setelah alat dikalibrasi dan didapatkan berat bahan bakar untuk

menghasilkan asap yang optimal, uji penjernihan asap dan adsorpsi gas CO

dilakukan. Pada uji penjernihan asap ini ada 3 rangkaian penelitian dilakukan,

yaitu:

1. Penjernihan asap dengan adsorben yang dibawa oleh nitrogen.

2. Penjernihan asap tanpa adsorben hanya mengalirkan nitrogen saja.

3. Pendispersian adsorben tanpa asap.

3.3.5.1 Bahan dan Alat

Bahan

- Kertas tisu merk Nice sebanyak 6 gram

- Adsorben kabon aktif komersial (AC com), karbon aktif teraktifasi ZnCl2

(AC ZnCl2), dan Zeolit alam (NZ) dengan ukuran 0,6-1 µm, 1-2 µm, 53-

106 µm dan 106-212 µm.

- Gas N2 dalam tabung

Alat

- Rangkaian alat pengukur asap (micro

controller tipe ATmega16)

- Ruang uji adsorpsi

- Solder

- Gas analyzer type 400 merk E Instruments

- Sprayer gun powder coating equipment type

C-800 merk

- Stopwatch

- Neraca digital

- Kawat sepanjang 1 m

- Kertas saring

- Plester solatip

- Cawan keramik

- Oven

3.3.5.2 Skema Prosedur Pengambilan Data Uji Penjernihan Asap dan

Penyerapan CO

Skema prosedur pengambilan data uji penjernihan asap dapat dilihat pada

Gambar 3.13 berikut ini.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 95: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

78

3.3.5.3 Prosedur Percobaan Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan CO

Dengan Adsorben

Prosedur pada uji penjernihan asap adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan bahan bakar (menggulung tisu pada solder diikat

pakai kawat).

Tidak

Tidak

Mulai

Persiapan alat

Pembuatan asap

Pengambilan data

Dispersi adsoben

Memenuhi Karakteristik

(bacaan I ± 1000,

CO > 4000 ppm

Merata

(sampai ke bagian

atas ruang uji)

Selesai

YA

YA

Gambar 3. 13 Bagan alir prosedur pengambilan data pada uji penjernihan asap

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 96: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

79

2. Memasukkan bahan yang akan dibakar ke dalam ruang uji yang

diletakkan di atas cawan.

3. Memasang alat CO analyzer, kemudian menutup rapat ruang uji

4. Menyalakan komputer untuk menyiapkan alat micro controller

5. Setelah semua siap, solder dinyalakan untuk proses pembakaran

smoldering tisu.

6. Adsorben yang sudah dipanaskan dalam oven dimasukkan ke

dalam alat dispersi.

7. Pada menit ke-10, bacaan intensitas cahaya maksimum sekitar

1000, adsorben didispersikan ke dalam ruang uji. Jika bacaan

intensitas tidak memenuhi, prosedur diulang dari no 1.

8. Dispersi adsorben, jika merata sampai puncak ruang uji,

pengambilan data dapat dilanjutkan sampai menit ke-30. Jika

dispersi adsorben tidak sampai puncak maka prosedur diulang dari

no. 1.

9. Setelah selesai, sisa asap dikeluarkan dari ruang uji, dan ruang uji

dibersihkan.

Bacaan intensitas cahaya tercatat secara online pada komputer dari awal

sampai menit ke-30, sedangkan kadar CO dicatat setiap menit sampai menit ke-

30. Setelah selesai, sisa asap dikeluarkan dari ruang uji, dan ruang uji dibersihkan.

Pengambilan data pada penjernihan asap oleh adsorben dilakukan untuk

jenis adsorben ACCom, ACZnCl2, Zeolit alam, masing dengan variasi ukuran 0,6-

1 µm 1 – 2 µm, 53-106 µm dan 106-212 µm dan variasi massa 1 g,3 g dan 5g.

Tanpa Adsorben

Prosedur pada uji penjernihan asap tanpa adsorben sama dengan

prosedur penjernihan asap dengan adsorben dari poin 1 – 6. Pada menit ke-10

hanya mengalirkan gas nitrogen (N2) ke dalam ruang uji menggunakan alat

dispersi.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 97: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

80

Dispersi Adsorben tanpa Asap

Ruang uji dan alat micro controller disiapkan tanpa solder. Adsorben

didispersikan, kemudian dilakukan pengamatan dan pengambilan data sampai

menit ke-20.

3.3.5.4 Variabel Penelitian Penjernihan Asap

Variabel Tetap

1. Suhu dan waktu pemanasan adsorben dalam preparasi bahan

2. Massa kertas tisu yang dibakar

3. Waktu pembakaran tisu

4. Tekanan N2 sebagai gas pembawa

Variabel Bebas

1. Jenis adsorben: Adsorben kabon aktif komersial (AC com), karbon aktif

terkatifasi ZnCl2 (ACZnCl2), dan zeolit alam terkatifasi (NZ).

2. Ukuran adsorben: 0,6-1 µm 1 – 2 µm, 53-106 µm dan 106-212 µm.

3. Massa adsorben: 1, 3 dan 5 gram.

Variabel Terikat

1. Kepekatan asap yang terbentuk

2. Konsentrasi CO

3. Kemampuan adsorpsi CO

4. Kemampuan penjernihan asap kebakaran dari adsorben.

3.3.5.4 Label Adsorben yang Diuji pada Uji Penjernihan Asap

Label sampel yang diuji pada penjernihan asap adalah sebagai berikut:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 98: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

81

Tabel 3. 2 Variasi dari tipe, diameter dan massa adsorben

Adsorbent type Diameter (µm) Mass (g) Notation

Commercial

activated carbon

0.6-1.0 1, 3, 5 ACcom 0.6

1.0-2.0 1, 3, 5 ACcom 1

53-106 1, 3, 5 ACcom 53

106-212 1, 3, 5 ACcom 106

ZnCl2 activated

carbon

0.6-1.0 1, 3, 5 AC ZnCl20.6

1.0-2.0 1, 3, 5 AC ZnCl21

53-106 1, 3, 5 AC ZnCl253

106-212 1, 3, 5 AC ZnCl2106

Activated natural

zeolite

0.6-1.0 1, 3, 5 NZ 0.6

1.0-2.0 1, 3, 5 NZ 1

53-106 1, 3, 5 NZ 53

106-212 1, 3, 5 NZ 106

3.3.5.5 Pengolahan Data Uji Penjernihan Asap

Persamaan Kalibrasi

Data kalibrasi dapat diolah menggunakan software origin, sehingga

didapatkan konstanta-konstanta persamaan kalibarasi sebagai berikut:

(3.9)

(3.10)

Dimana:

x = OD (Optical Density)

y = I0/I

yo, A dan Ro = konstanta persamaan kalibrasi

Data Penyerapan CO

Optical Density asap dalam ruang uji dapat dihitung menggunakan persamaan

kalibrasi yang diperoleh. Banyaknya gas CO yang teradsorpsi dapat dihitung

berdasarkan selisih konsentrasi gas CO awal dengan konsentrasi gas CO pada

menit 30. Kapasitas adsorpsi ini merupakan fungsi dari waktu dan ketinggian

ruangan.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 99: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

82

(3.11)

COmax = konsentrasi CO maksimum

CO30 = konsentrasi CO pada menit ke 30

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 100: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

83

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tujuan penelitian seperti yang telah dituliskan pada Bab 1,

terdapat 3 (tahap) tahap penelitian yaitu: seleksi adsorben, uji pembuatan asap dan

uji penjernihan asap dan penyerapan CO. Hasil dan pembahasan yang didapat dari

penelitian ini dijelaskan dalam paragraf-paragraf berikut ini.

4.1 Seleksi Adsorben

4.1.1 Karakterisasi Adsorben

4.1.1.1 Rasio Si terhadap Al Zeolit

Rasio Si/Al yang terkandung dalam zeolit alam berpengaruh daya adsorpi

zeolit. Makin besar rasio Si/Al secara umum zeolit akan bersifat lebih

hydrophobic, lebih suka terhadap senyawa non polar. Sebaliknya semakin kecil

rasio Si/Al, maka zeolit akan bersifat hydrophylic, berarti lebih suka terhadap air

atau senyawa polar. Oleh karena itu, perlunya mengetahui komposisi kimiawi

silika dan aluminium dalam zeolit alam. Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh tiap

tahapan perlakuan aktifasi pada zeolit alam terhadap rasio Si/Al.

Gambar 4. 1 Rasio Si/Al pada setiap tahapan proses preparasi zeolit alam

Berdasarkan Gambar 4.1 rasio Si terhadap Al pada tiap tahapan proses

aktifasi zeolit alam menunjukan bahwa pada langkah perendaman dengan HF 2%

tidak terjadi perubahan siknifikan rasio Si/Al, yaitu 7,55% (wt) menjadi 7,52 (wt)

dan komposisi aluminium terjadi peningkatan dari 9,245 % (wt) menjadi 9,715 %

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 101: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

84

(wt). Hal ini dapat terjadi karena larutan HF 2 % yang berfungsi melarutkan

oksida pengotor tetapi bukan sebagai pelarutan oksida aluminium.

Pada tahapan proses dealuminasi menggunakan larutan HCl 6 M terjadi

peningkatan rasio Si/Al dari 7,52 menjadi 8,51 dan terjadi penurunan aluminium

dari 9,715 %(wt) menjadi 8,707 % (wt). Pada saat proses pelarutan menggunakan

larutan HCl 6 M berfungsi melarutkan oksida Aluminium (AlO4)5-

dengan

membuka pori-pori zeolit menjadi berukuran pori lebih besar sehingga oksida

aluminium dari kerangka dalam kristal akan keluar kerangka kristal dan

mendorong oksida aluminium keluar dari struktur zeolit dan terlarut dalam larutan

HCl 6 M.

Tahapan proses perlakuan menggunakan larutan NH4Cl 0,1 M terjadi

peningkatan rasio Si/Al dari 8,51 menjadi 12,81 dan penurunan aluminium dari

8,707 %(wt) menjadi 6,578 %(wt). Pada proses pertukaran ion ini menghasilkan

penurunan aluminium yang paling besar dikarenakan pada saat proses

dealuminasi masih banyak oksida aluminium yang tertinggal diluar rangka kristal

yang sulit terdorong keluar dari struktur zeolit. Sehingga proses perlakuan garam

ini sangat berperan penting setelah dilakukannya proses dealuminasi.

Tahapan proses kalsinasi pada temperatur 500oC terjadi kembali

penurunan rasio Si/Al dari 12,81 menjadi 9,43. Hal ini dapat terjadi karena pada

saat proses kalsinasi pada temperatur 500oC oksida-oksida silika (SiO2)

mengendap pada bagian bawah dan melekat pada wadah cawan sehingga pada

saat analisa komposisi oksida silika menurun.

4.1.1.2 Luas Permukaan

Hasil pengukuran luas permukaan dengan metode BET ditunjukkan pada oleh

Tabel 4.1. Terlihat bahwa karbon aktif merupakan adsorben yang memiliki luas

permukaan paling besar. Zeolit alam yang sudah diaktifasi mengalami

peningkatan luas permukaan dari 45,4 menjadi 83,1 m2/gr, terjadi peningkatan

luas permukaan sebesar 83% dari luas permukaan zeolit alam tanpa aktifasi.

Sementara itu TiO2 dan CuO mempunyai luas permukaan yang sangat kecil, dapat

disimpulkan adsorben TiO2 dan CuO tidak memiliki pori.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 102: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

85

Tabel 4. 1 Luas permukaan adsorben

Adsorben Luas permukaan

(m2/gr)

Diameter pori

rata-rata (oA)

Zeolit alam tidak terkatifasi 45,4 73,14

Zeolit alam teraktifasi 83,1 106,8

Karbon aktif ACcom

Karbon aktif ZnCl2

1201

167

77,5

78,3

TiO2 7,36 110,9

CuO 2,02 88,3

MgO 35,6 11,4

Luas permukaan zeolit yang telah diaktifasi meningkat dari 45,4 m2/gram

menjadi 83,14 m2/gram. Setiap tahapan memungkinkan terjadinya penghilangan

pengotor yang terdapat di dalam zeolit, baik dengan HF, HCl. Penambahan

larutan NH4Cl adalah tahapan terakhir yang melarutkan senyawa pengotor yang

masih terdapat dalam zeolit, atau membersihkan pengotor pada permukaan zeolit

karena adanya proses dealuminasi. Jadi dapat dikatakan bahwa NH4Cl dapat lebih

membuka pori zeolit. Proses kalsinasi pada temperatur 500oC yang menguapkan

molekul-molekul air dan senyawa organik, sehingga proses kalsinasi dapat

membuka pori yang tertutup oleh zenyawa organik, sehingga dapat meningkatkan

luas permukaan. Disamping itu tujuan utama proses kalsinasi adalah untuk

mendapatkan struktur yang kokoh dari zeolit.

4.1.2 Uji Adsorpsi Karbon Monoksida

4.1.2.1 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Zeolit Alam Tidak Teraktifasi

Jumlah CO yang teradsorpsi pada zeolit alam tidak teraktifasi

direpresentasikan dalam bentuk mol adsorpsi Gibbs. Proses pengambilan data

dengan memvariasikan tekanan. Pembacaan data dilakukan setelah tercapai

kesetimbangan adsorpsi yang ditandai dengan tekanan sudah konstan. Rata-rata

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi sekitar 30 menit.

Pengaruh tekanan terhadap jumlah CO yang teradsorpsi dapat dilihat pada

Gambar 4.2 dan Tabel 4.2. Data perhitungan pengujian adsorpsi oleh zeolit alam

dan adsorben lain secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 103: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

86

Gambar 4. 2 Pengaruh tekanan CO terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam tidak teraktifasi

Semakin tinggi tekanan di fasa ruah gas maka semakin banyak CO yang

berdifusi mendekat ke permukaan dan masuk ke pori zeolit untuk berinteraksi

dengan atom-atom pada permurkaan zeolit, sehingga jumlah CO yang teradsorpsi

akan semakin besar. Pada tekanan paling tinggi 125,5 psia, jumlah CO yang

teradsorpsi mencapai 0,04 mmol/g zeolit alam. Dapat disimpulkan bahwa zeolit

alam tidak teraktifasi mempunyai kemampuan mengadsorpsi CO, karena dengan

struktur yang berpori dan sifat permukaan yang dimiliki menyebabkan zeolit alam

tidak teraktifasi mampu mengasorpsi gas CO. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa rata-

rata deviasi (% AAD)data eksperimen dibandingkan model 7,21%, dapat

dikatakan bahwa proses adsorpsi CO oleh zeolit alam tidak teraktifasi mengikuti

model adsorpsi isotermis Langmuir. Rata-rata deviasi < 10% pada eksperimen ini

masih dapat diterima (Sudibandriyo, 2011).

Tabel 4. 2 Adsorpsi CO oleh zeolit alam tidak teraktifasi

ngibs (mmol/gr

sample) P (psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,016 48,3 0,016 0,0000

0,023 75,4 0,023 0,0290

0,026 101,0 0,030 0,1577

0,040 125,5 0,036 0,1019

%AAD 7,21%

Model

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 104: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

87

Meskipun demikian, jumlah CO yang teradsorpsi relatif kecil

dibandingkan kapasitas adsorpsi CO oleh adsorben yang lain. Hal ini ditunjukkan

oleh konstanta kesetimbangan adsorpsi nmaks dan nilai b masing-masing adsorben

(Tabel 4.10). Nilai konstanta nmaks dan nilai b yang dimiliki zeolit alam tidak

teraktifasi lebih kecil dibandingkan zeolit alam teraktifasi dan karbon aktif. Zeolit

alam tidak teraktifasi masih banyak terdapat pengotor di dalam pori, baik

pengotor organik maupun an organik. Pengotor-pengotor ini dapat menutupi

bidang aktif sehingga menghalangi interaksi CO dengan bidang aktif zeolit alam

yang dapat mengurangi kapasitas adsorpsi. Pengotor juga dapat menutupi pori

dapat mengurangi luas permukaan zeolit alam, sehingga kapasitas adsorpsi

berkurang. Hasil karakterisasi BET menunjukkan luas pemukaan zeolit alam

yang belum diaktifasi masih rendah, yaitu 45,4 m2/gr.

Jika ditinjau dari diameter molekul CO termasuk ke dalam golongan gas

dengan diameter molekul yang relatif kecil (7,180oA). Sementara itu diameter pori

zeolit alam yang belum diaktifasi jauh lebih besar (33,93oA). Dapat dikatakan

bahwa ukuran pori zeolit alam tidak berpengaruh siknifikan terhadap adsorpsi

CO, tetapi diameter molekul CO yang bepengaruh terhadap kapasitas adsorpsi.

Molekul gas dengan diameter molekul kecil akan lebih sulit teradsorpsi

dibandingkan gas dengan diameter molekul lebih besar. Tabel 4.3 berikut ini

menunjukkan beberapa gas dengan diameter molekulnya:

Tabel 4. 3 Jari-jari beberapa molekul gas

Gas Jari-jari molekul (oA)

CO 7,180

N2 7,362

CO2 7,992

CH4 7,644

(Birb, 2005)

Zeolit dikenal dengan adsorben yang mempunyai bidang asam Lewis.

Bidang asam Lewis terbentuk karena keberadaan Al3+

dalam struktur zeolit.

Banyak kemungkinan tipe asam Lewis yang terdapat pada struktur zeolit.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 105: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

88

Diantara tipe tersebut CO akan teradsorpsi oleh zeolit membentuk ikatan komplek

koordinasi-3, koordinasi-4 dan dan koordinasi-5 dengan Al

3+, (Milov

et. al, 1997).

Gambar berikut ini adalah beberapa tipe asam Lewis yang terdapat dalam struktur

zeolit. Gambar 4.3 menunjukkan adsobat teradsorpsi pada permukaan pori zeolit.

Sedangkan Gambar 4.4 menunjukkan adsorbat terikat pada permukaan di dalam

pori zeolit.

(a)

(b)

Gambar 4. 3 Tipe asam Lewis pada permukaan pori zeolit dan adsorbat terikat dengan Al3+

. (a)

koordinasi 3 dan 5 (b) koordinasi 4 (Milov, et. al., 1997)

Gambar 4. 4 Adsorbat terikat pada pemukaan pori zeolit (Milov, et. al., 1997)

4.1.2.2 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Zeolit alam teraktifasi

Fenomena adsorpsi CO oleh zeolit alam terkatifasi mirip dengan zeolit

alam tidak teraktifasi. Akan tetapi kapasitas adsorpsi pada zeolit alam teraktifasi

jauh lebih besar dibandingkan dengan zeolit alam yang tidak teraktifasi. Hal ini

ditunjukkan oleh konstanta nmaks yang dimiliki oleh zeolit alam teraktifasi 2 kali

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 106: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

89

lebih besar dibandingkan zeolit alam tidak teraktifasi. Pengaruh tekanan terhadap

kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Tabel

4.4. Semakin tinggi tekanan, jumlah CO yang teradsorpsi semakin banyak.

Gambar menunjukkan bahwa profil kurva adsorpsi eksperimen mendekati kurva

adsopsi model. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa rata-rata deviasi data eksperimen

dibandingkan model 3,76%, dapat dikatakan bahwa proses adsorpsi CO oleh

zeolit alam teraktifasi mengikuti model adsorpsi isotermis Langmuir.

Gambar 4. 5 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi

Tabel 4. 4 Adsorpsi gas CO oleh zeolit alam teraktifasi

ngibs (mmol/gr

sample) P (psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,166 79,5 0,161 0,0305

0,182 131,6 0,206 0,1307

0,230 190,2 0,238 0,0342

0,253 230,8 0,253 0,0000

0,276 281,2 0,268 0,0299

0,279 331,5 0,279 0,0000

%AAD 3,76%

Peningkatan kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi terhadap CO

dimungkinkan karena hilangnya pengotor pada pori zeolit, sehingga bidang aktif

zeolit menjadi terbuka dan meningkatkan luas permukaan. Zeolit alam banyak

mengandung pengotor an organik (mineral) dan organik. Pengotor mineral bisa

berupa senyawa logam, logam yang terikat dalam struktur zeolit, ataupun senyawa

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 107: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

90

SiO2 dan Al2O3 yang tidak dalam bentuk struktur kristalin (amorf). Keberadaan

senyawa-senyawa ini akan menutupi pori zeolit. Sementara itu pengotor organik

bisa dalam berbagai bentuk senyawa, termasuk organik yang mengandung unsur

nitrogen.

Proses aktifasi kimia dengan asam kuat seperti HF dan H2SO4 dapat

melarutkan pengotor mineral. Sementara itu aktifasi fisika secara termal pada

temperatur tinggi (> 300oC) dapat menguraikan senyawa organik yang terpadat

dalam zeolit. Jadi proses aktifasi kimia dan fisika dapat membuka pori zeolit

sehingga permukaan zeolit menjadi lebih aktif dan luas permukaan zeolit

meningkat. Dengan meningkatnya permukaan aktif dan luas permukaan zeolit

maka molekul CO yang teradsorpsi akan semakin meningkat. Hasil karakterisasi

EDAX menunjukkan bahwa zeolit alam yang belum diaktifasi masih terdapat

pengotor mineral seperti ion K dan Ca (Gambar 4.6). Sementara zeolit yang sudah

diaktifasi terlihat peaknya lebih bersih. Karakterisasi BET menunjukkan luas

permukaan zeolit alam teraktifasi meningkat dari 45,4 m2/gr menjadi 83,1 m

2/gr.

Gambar 4. 6 Hasil karakterisasi EDAX zeolit alam a) sebelum aktifasi, b) setelah aktifasi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 108: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

91

Peningkatan kapasitas adsorpsi zeolit alam terhadap CO dapat juga

disebabkan meningkatnya rasio Si/Al. Zeolit dikenal sebagai adsorben yang

bersifat polar, suka terhadap senyawa polar, seperti air. Perbandingan Si/Al

meningkat dapat menyebabkan permukaan zeolit alam lebih bersifat hydrophobic.

Zeolit akan selektif terhadap air dan suka terhadap molekul non polar (Sabina,

1998). Molekul CO lebih bersifat non polar dibandingan air maka akan lebih

mudah teradsorpi pada zeolit yang mempunyai rasio Si/Al lebih tinggi.

Molekul CO pada permukaan zeolit terikat dengan Al yang berikatan

koordinasi-3 dengan atom oksigen (Rakic, 2003). Adsorpsi CO pada permukaan

zeolit yang mengandung ion logam dapat terjadi secara fisika dan kimia (Zheng,

1998). Keberadaan ion logam pada permukaan dapat menyebabkan permukaan

zeolit bermuatan positif. Fenomena molekul gas teradsorpsi pada permukaan

zeolit yang bermuatan positif dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4. 7 Muatan pada permukaan zeolit (Jungsuttiwong, 2001)

Jika pada struktur zeolit terdapat ion logam transisi maka molekul CO

akan teradsorpsi secara kimiawi. Ion logam transisi akan berikatan dengan atom C

dari gas CO, seperti yang terlihat pada Gambar 4.8.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 109: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

92

Gambar 4. 8 Molekul CO terikat secara kimia pada permukaan yang mengandung logam transisi

(Jungsuttiwong, 2001)

4.1.2.3 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh Karbon Aktif

Fenomena adsorpsi gas CO oleh karbon aktif ditunjukkan oleh Gambar

4.9. Gambar tersebut menunjukkan profil kurva adsorpsi model dan eksperimen

mirip, hal ini menunjukkan data yang diperoleh relatif valid dan dipertegas oleh

nilai deviasi rata-rata 1,73%. Jika dilihat dari konstanta nmaks, 5 kali lebih besar

jika dibandingkan dengan nmaks zeolit alam teraktifasi (Tabel 4.10), dapat

disimpulkan bahwa karbon aktif merupakan adsorben yang mempunyai kapasistas

adsorpsi yang paling besar diantara semua adsorben yang diuji. Karbon aktif

dikenal sebagai adsorben yang mempunyai luas permukaan yang besar, dengan

permukaan bersifat hydrophobic, tidak suka terhadap air, banyak digunakan untuk

adsorpsi gas-gas yang bersifat hydrophobic seperti gas metana, N2 dan gas CO2

(Sudibandriyo, 2011). Pada penelitian ini karbon aktif mempunyai luas

permukaan yang paling besar jika dibanding semua adsorben yang diuji, yaitu

1201 m2/gr, sehingga kapasitas adsorpsi karbon aktif juga paling besar. Pengaruh

tekanan terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif terlihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 juga menunjukkan bahwa profil kurva adsorpi eksperimen mendekati

kurva adsopsi model. Jumlah gas CO yang teradsorpsi pada tekanan tertentu

terlihat pada Tabel 4.5.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 110: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

93

Espinal (2004) melaporkan bahwa adsorben yang berbahan dasar karbon

mempunyai kemapuan mengadsorpsi melekul CO. Kekuatan adsorpsi CO pada

permukaan yang mengandung karbon sangat ditentukan oleh bentuk susunan ion

carbon pada molekul adsorben. Keberadaan oksigen kompleks pada permukaan

senyawa karbon mengurangi kapasitas adsorpsi dari adsorben. Berikut ini adalah

gambar yang menunjukkan berbagai kemungkinan molekul CO terikat pada

permukaan yang mengandung karbon. Gambar 4.10 menunjukkan ikatan CO

dengan adsorben berbahan karbon. Gambar 4.11 menunjukkan ilustrasi karbon

aktif bekerja menyerap adsorbat pada porinya.

Tabel 4. 5 Adsorpsi gas CO oleh karbon aktif

ngibs (mmol/gr

sample)

P

(psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,192 73,1 0,290 0,5064

0,348 92,0 0,348 0,0000

0,428 112,0 0,405 0,0542

0,471 134,9 0,463 0,0166

0,524 161,5 0,524 0,0000

0,563 184,6 0,572 0,0158

0,614 206,2 0,613 0,0012

%AAD 1,73%

Gambar 4. 9 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif

Model

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 111: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

94

Gambar 4. 10 CO terikat pada permukaan yang mengandung atom carbon (Espinal, 2004)

Gambar 4. 11 Ilustrasi karbon aktif menyerap adsorbat

(Sushrut Chemicals, Juni 2015)

4.1.2.4 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh TiO2

Oksida logam TiO2 adalah salah satu oksida logam yang biasa digunakan

sebagai sensor untuk gas CO, yang bertujuan untuk menteksi gas CO pada

ruangan tertentu (Batzill, 2005). Fenomena adsorpsi gas CO oleh TiO2

ditunjukkan oleh Gambar 4.12. Terlihat bahwa profil kurva adsorpsi model dan

eksperimen mirip, hal ini menunjukkan data yang diperoleh cukup valid dan

dipertegas oleh nilai deviasi absolut rata-rata 3,04%. Akan tetapi jika dilihat dari

konstanta nmaks 0,155 mmol/g, berarti kapasitas adsorpsi TiO2 terhadap molekul

CO termasuk kecil, masih dibawah zeolit alam tidak teraktifasi. Kecilnya daya

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 112: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

95

adsorpsi TiO2 tehadap molekul CO lebih disebabkan kecilnya luas permukaan

TiO2 hanya 7,36 m2/gr. Molekul CO akan teradsorpsi secara kimia pada

permukaan TiO2.

Pengaruh tekanan terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif terlihat pada

Gambar 4.12. Gambar 4.12 juga menunjukkan bahwa profil kurva adsorpi

eksperimen mendekati kurva adsopsi model. . Jumlah gas CO yang teradsorpsi

oleh TiO2 pada tekanan tertentu terlihat pada Tabel 4.6.

Gambar 4. 12 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi TiO2.

Tabel 4. 6 Adsorpsi gas CO oleh TiO2

ngibs (mmol/gr

sample) P (psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,038 40,7 0,025 0,3581

0,040 65,6 0,037 0,0900

0,044 90,1 0,046 0,0418

0,054 114,8 0,054 0,000

0,060 140,5 0,061 0,0154

0,068 165,0 0,067 0,0054

%AAD 3,05%

Model

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 113: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

96

4.1.2.5 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh CuO

Fenomena adsorpsi gas CO oleh CuO ditunjukkan oleh Gambar.16.

Terlihat bahwa profil kurva adsorpsi model dan eksperimen mirip. Kapasitas

adsorpsi gas CO oleh CuO termasuk kecil jika dibandingkan dengan adsorben

yang lain, hal ini dapat dilihat kecilnya nilai konstanta nmaks, yaitu 0,043 mmol/gr

sampel, (Tabel 4.10). Ikatan molekul CO pada ion Cu merupakan ikatan kimia

(Zheng, 1998), jadi jumlah molekul gas CO yang teradsorpsi sangat bergantung

kepada jumlah ion Cu, tidak banyak bergantung pada luas permukaan CuO,

karena dari analisa BET luas permukaan CuO hanya 2,02 m2/gr. Pengaruh

tekanan terhadap kapasitas adsorpsi CuO aktif terlihat pada Gambar 4.13. Gambar

4.13. Juga menunjukkan bahwa profil kurva adsorpi eksperimen mendekati kurva

adsopsi model. Jumlah gas CO yang teradsorpsi pada tekanan tertentu terlihat

pada Tabel 4.7.

Gambar 4. 13 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi CuO

Tabel 4. 7 Adsorpsi gas CO oleh CuO

ngibs (mmol/gr

sample)

P

(psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,033 63,9 0,033 0,0000

0,034 80,3 0,034 0,0015

0,037 100,3 0,036 0,0341

0,037 120,5 0,037 0,0134

0,037 140,7 0,037 0,0195

%AAD

1,37%

Model

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 114: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

97

4.1.2.6 Adsorpsi Karbon Monoksida Oleh MgO

MgO sebagai adsorben gas CO sudah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya.

Salah satunya adalah Stultz and Goodman (2002), yang meneliti pemanfaatan

MgO untuk probe mendeteksi gas CO. Hasilnya menunjukkan bahwa molekul gas

CO akan teradsorpsi pada kristal MgO (100). Mathias (2005), mengatakan bahwa

MgO salah satu oksida logam yang mempunyasi sensitifitas tinggi terhadap gas

termasuk gas CO. Fenomena adsorpsi gas CO oleh MgO ditunjukkan oleh

Gambar 14. Terlihat bahwa profil kurva adsorpsi model dan eksperimen mirip, hal

ini menunjukkan data yang diperoleh relative valid dengan nilai deviasi rata-rata

4,39%. Jika dilihat dari konstanta nmaks, adalah 0,350 mmol/gr, sedikit di bawah

nmaks zeolit alam teraktifasi. Jika dibandingakan luas permukaan MgO

setengahnya zeolit alam teraktifasi, tetapi kapasitas adsorpsi hanya sedikit di

bawah zeolit alam teraktifasi, menunjukkan MgO mempunyai kemampuan

mengadosrpsi gas CO. Pengaruh tekanan terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif

terlihat pada Gambar 4.14. Gambar 4.14 juga menunjukkan bahwa profil kurva

adsorpi eksperimen mendekati kurva adsopsi model. Jumlah gas CO yang

teradsorpsi pada tekanan tertentu terlihat pada Tabel 4.8.

Gambar 4. 14 Pengaruh tekanan gas CO terhadap kapasitas adsorpsi MgO

Model

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 115: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

98

Tabel 4. 8 Adsorpsi gas CO oleh MgO

ngibs (mmol/gr

sample)

P

(psia)

nmodel (mmol/gr

sample) deviasi

0,000 0,0 0,000 0,0000

0,139 66,4 0,118 0,1558

0,171 125,2 0,171 0,0027

0,187 175,3 0,200 0,0670

0,202 226,5 0,221 0,0983

0,253 276,1 0,237 0,0637

0,258 326,6 0,249 0,0318

0,260 377,7 0,260 0,0000

%AAD 4,39%

4.1.3 Hasil Seleksi Adsorben

Dari Tabel 4.9 yang menunjukkan kapasitas adsorpsi masing-masing

adsorben terhadap gas CO, terlihat bahwa adsorben dengan nilai nmaks

menunjukkan kapasitas adsorpsi besar. Terlihat bahwa karbon aktif memiliki

kapasitas adsorpsi paling besar diantara adsorben yang diuji, kemudian zeolit

alam teraktifasi. Terlihat juga untuk zeolit alam teraktifasi perubahan ukuran

partikel tidak berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi

untuk ukuran 37-50 mikronmeter dan 400 nm.

Tabel 4. 9 Nilai nmaks dan b untuk masing-masing adsorben

Adsorben nmaks

(mmol/gr sampel)

b % AAD

Zeolit alam tidak teraktifasi 0.185 0.0019 7.21

Zeolit alam teraktifasi 0.363 0.0100 3.75

Karbon aktif 1.588 0.0031 1.73

TiO2 0.155 0.0047 3.05

CuO 0.043 0.0503 1.73

MgO 0.350 0.0076 4.39

Dari hasil uji adsorpi adsorben terhadap CO dipilih karbon aktif dan zeolit

alam teraktifasi dipilih sebagai adsorben untuk uji penjernihan asap. Karena pada

proses penjernihan asap banyak mengandung uap air, maka pemilihan adsorben

ini juga didukung dengan data kemampuan karbon aktif dan zeolit alam dalam

menyerap uap air paling bagus jika dibandingkan dengan adsorben yang lain.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 116: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

99

Hasil penyerapan uap air oleh karbon aktif ACcom, ACZnCl2 dan zeolit alam

berturut-turut adalah, 0,151 g/g, 0,122 dan 0,052 g/g. Gambar 4.14 menunjukkan

kemampuan adsorben dalam menyerap uap air.

0.032

0.052

0.151

0.122

0.012 0.011

0.031

0.00

0.04

0.08

0.12

0.16

teraktifasiaktifasi MgOCuOTiO2ACZnCl2ACcomZN

Kand

unga

n ai

r (g/

g)

ZN tanpa

Gambar 4. 15 Kemampuan penyerapan air oleh adsorben

4.2 Karakteristik Asap dan Hidrodinamika Asap

4.2.1 Karakteristik Asap

Asap dihasilkan dari pembakaran kertas tisu secara smoldering

menggunakan solder listrik. Karakteristik asap yang optimum jika asap yang

dihasilkan memiliki tingkat ketebalan asap maksimum dengan bacaan I > 9800

pada sensor atas, tengah, dan bawah dan kandungan CO maksimum (> 4000

ppm). Massa tisu divariasikan 2, 4, 6 dan 8 gram.

Gambar 4.16 menunjukkan pengaruh massa tisu terhadap densitas optis

(OD) asap yang dihasilkan. Massa tisu 2 dan 4 gram tidak menghasilkan tingkat

ketebalan yang maksimum. Semakin besar nilai densitas optis, tingkat ketebalan

asap makin besar, ruang uji semakin gelap. Tisu 2 gram menghasilkan ketebalan

asap yang sangat tipis dengan nilai OD < 1,0, dengan nilai bacaan I < 100 untuk

setiap sensor, dapat dikatakan tidak memberikan efek yang berarti terhadap

kegelapan ruang uji. Tisu 4 gram menghasilkan asap yang lebih tebal dengan nilai

OD ~ 2,0, tetapi nilai bacaan I masih < 400 untuk semua sensor. Sementara itu

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 117: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

100

tisu 6 gram dapat memberikan asap dengan tingkat ketebalan asap maksimum OD

> 2,0 dan bacaan I antara 900–1000. Tingkat ketebalan maksimum asap dicapai

dalam waktu pembakaran 10 menit, hal ini ditandai juga semua tisu sudah habis

terbakar. Setelah menit ke–10, terlihat nilai OD perlahan mulai menurun, artinya

ruang uji perlahan mulai jernih. Sedangkan tisu dengan massa 8 gram tidak bisa

terbakar. Gambar 4.17 adalah lensa kaca untuk kalibrasi dengan beberapa OD,

terlihat semakin besar OD semakin gelap warna lensa. Proses pembakaran tisu

secara smoldering hampir semua massa tisu terbakar, abu yang tersisa < 1%.

0 5 10 15 20 25 30-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

OD

(m-1)

t (min)

Laser Atas 2 g Laser Tengah 2 g Laser Bawah 2 g Laser Atas 4 g Laser Tengah 4 g Laser Bawah 4 g Laser Atas 6 g Laser Tengah 6 g Laser Bawah 6 g

Gambar 4. 16 Pengaruh massa tisu terhadap densitas optis

Gambar 4. 17 Lensa kaca kalibrasi dengan densitas optis

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 118: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

101

Pembakaran tisu secara smoldering sangat efektif menghasilkan asap

dengan konsentrasi CO tinggi. Konsentrasi CO yang dihasilkan sangat bergantung

kepada massa tisu yang dibakar. Semakin banyak tisu yang dibakar semakin

tinggi kandungan CO. Tabel 4.10 menunjukkan pengaruh massa tisu terhadap

kandungan CO pada asap. Tisu 2 gram dapat menghasilkan konstrasi CO < 1700

ppm, sementara itu pembakaran 4 gram tisu menghasilakn konsentrasi CO < 3000

ppm. Tisu 6 gram dapat menghasilkan kadar CO dengan konsentrasi yang cukup

tinggi di atas 4000 ppm. Pada Tabel 4.10 juga menunjukkan bahwa pembakaran

secara smoldering tisu 2, 4 dan 6 gram menghasilkan humidity 100 %, hal ini

menunjukkan asap yang terbentuk banyak mengandung uap air. Berdasarkan data

karakteristik asap maka pada uji penjernihan asap massa tisu yang digunakan

adalah 6 gram dan waktu pembakaran 10 menit.

Tabel 4. 10 Data kandungan CO dengan variasi massa tisu

Berat Tisu

(gram)

Kandungan Gas

CO (ppm)

Humidity

%

2 1518 100

4 2848 100

6 4216 100

0 5 10 15 20 25 30

0

1000

2000

3000

4000

CO

(ppm

)

t (min)

Tisu 2 gram Tisu 4 gram Tisu 6 gram

Gambar 4. 18 Pengaruh massa tisu terhadap pembentukkan CO

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 119: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

102

Pengaruh massa tisu terhadap pembentukkan CO selama dalam selang

waktu 30 menit dapat dilihat pada Gambar 4.18. Dari gambar tersebut terlihat

juga bahwa untuk masing-masing massa tisu, konsentrasi maksimum CO dicapai

pada waktu yang berbeda. Pada pembakaran tisu dengan massa lebih kecil,

konsentrasi maksimum CO dicapai dalam waktu lebih cepat. Hal ini disebabkan

karena massa tisu lebih kecil lebih cepat habis terbakar dibandingkan massa tisu

yang besar.

4.2.2 Hidrodinamika Asap

Asap merupakan fluida, oleh karena itu berbagai pergerakan asap akan

mengikuti hukum mekanika fluida. Asap secara alamiah akan bergerak ke atas.

Hal ini disebabkan oleh gaya apung dari asap. Gaya apung asap disebabkan

perbedaan densitas antara fluida asap dengan udara di sekitarnya karena adanya

perbedaan temperatur fluida asap dengan lingkungan sekitarnya. Temperatur awal

asap lebih tinggi dibandingkan temperatur lingkungan sekitarnya, karena asap

dihasilkan dari proses pembakaran. Densitas asap lebih kecil dibandingkan udara

di sekitarnya, sehingga asap akan bergerak ke atas. Selama pergerakkan asap ke

atas terjadi kontak asap dengan udara lingkungan. Pertukaran panas terjadi secara

konveksi, udara lingkungan bergerak masuk ke asap menyebabkan penurunan

temperatur asap dan meningkatnya temperatur lingkungan. Proses ini berlangsung

hingga tercapai titik kesetimbangan antara temperatur asap dengan temperatur

lingkungan.

Akibat penurunan temperatur asap, gaya apung asap tersebut akan

mengalami penurunan hingga mencapai nilai nol, atau bahkan bernilai negatif.

Hal ini lah yang membuat asap berhenti bergerak ke atas dan cenderung bergerak

ke bawah karena gaya apung sudah bernilai negatif. Siklus seperti ini yang terjadi

berulang-ulang menyebabkan terbentuk kepulan asap atau smoke plume. Bentuk

dari plume sangat dipengaruhi oleh interaksi antara plume dengan fluida sekitar.

Pergerakan asap juga dipengaruhi oleh viskositas asap, semakin viskos asap maka

pergerakkan ke atas semakin lambat.

Pergerakkan asap dan interaksi dengan udara sekitar akan mempengaruhi

konsentrasi dan distribusi ukuran partikel asap. Konsentrasi dan distribusi ukuran

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 120: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

103

partikel asap sangat berpengaruh pada deteksi asap, visibilitas asap, serta

redupnya cahaya lingkungan akibat asap (Mulloland, 2002) .

Pada penelitian ini ditemukan pergerakkan asap sesuai dengan teori

mekanika fluida. Gambar 4.19 pengaruh waktu terhadap densitas optis asap pada

awal pembakaran. Asap mulai terbentuk secara perlahan pada menit ke-3 (detik

ke-180), asap bergerak dari bawah ke atas. Mula-mula asap terbentuk sedikit

(sangat tipis) karena massa tisu yang terbakar masih sedikit. Pada posisi di bawah

asap bergerak seperti garis tebal yang menyatu. Akibat interaksi dengan udara

sekitar pergerakkan asap bagian luar (pinggir) lebih lambat dibandingan dengan

pergerakkan asap bagian tengah. Semakin ke atas pergerakkan asap semakin

melebar, sehingga terlihat semakin tipis. Asap yang sangat tipis yang bergerak

cepat ke atas belum mempengaruhi bacaan sensor baik bawah, tengah maupun

atas. Pada menit ke-4 (detik ke-240) pembentukkan asap mulai banyak dan cepat.

Pergerakkan asap juga semakin cepat menuju bagian atas ruang uji menyebabkan

konsentrasi asap pada bagian atas ruang uji lebih besar dibandingkan bagian

tengah dan bawah. Pada menit ke-4 asap yang terbentuk semakin tebal. Densitas

optis asap pada bagian atas sudah mulai berubah sementara itu pada bagian tengah

dan bawah belum banyak berubah.

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Den

sita

s O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 19 Densititas optis asap pada awal pembakaran

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 121: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

104

Seiring waktu laju pembakaran tisu semakin cepat. Asap yang terbentuk

semakin banyak dan tebal, sehingga ruang uji menjadi gelap. Secara teori densitas

optis asap pada sensor tengah lebih besar dibandingkan pada sensor bawah. Tetapi

pada kasus ini perubahan densitas optis pada sensor tengah dan bawah terjadi

pada waktu yang sama. Hal ini bisa terjadi karena laju pembentukkan asap sama

dengan kecepatan gerak asap ke atas, sehingga densitas optis asap pada sensor

tengah sama dengan sensor bawah. Setelah detik ke 300 tingkat ketebalan asap

semakin ke atas semakin tebal ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai

densitas optis asap.

Pada Gambar 4.20 terlihat pada detik ke-430 terjadi hal yang sama,

bahkan densitas optis sensor bawah lebih besar dibandingkan sensor tengah. Hal

ini terjadi karena pada waktu tersebut laju pembentukkan asap paling cepat,

melebihi kecepatan bergerak asap ke atas, sehingga asap sementara waktu

menumpuk di bagian bawah. Seiring waktu massa tisu yang terbakar semakin

sedikit, sementara asap terus bergerak ke atas secara alamiah. Pada akhirnya

densitas optis asap pada sensor tengah lebih besar dibandingkan sensor bawah,

seperti terlihat pada Gambar 4.21. Kondisi tisu habis terbakar dan densitas optis

asap maksimum untuk semua sensor dicapai pada meni ke-10 (detik ke-600).

0 100 200 300 400 500 600

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Den

sita

s O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 20 Densitas optis asap pada pembakaran maksimum

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 122: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

105

660 670 680 690 700 710 7201.8

1.9

2.0

2.1

Den

sita

s O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 21 Densitas optis asap pada akhir pembakaran

4.3 Uji Penjernihan Asap dan Penyerapan Karbon Monoksida

Sub Bab ini membahas tentang uji penjernihan asap dan penyerapan CO

oleh karbon aktif komersial (ACcom), karbon aktif teraktifasi ZnCl2 (AC ZnCl2)

dan zeolit alam teraktifasi (NZ).

4.3.1 Penjernihan Asap Oleh Karbon Aktif Komersial

Uji penjernihan asap dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan

adsorben dalam penjernihan asap dan mengadsorpsi CO. Pada pengujian ini

dilakukan terhadap 3 (tiga) jenis adsorben yaitu, karbon aktif komersila (ACcom),

karbon aktif teraktifasi ZnCl2 (AC ZnCl2) dan zeolit alam teraktifasi (NZ).

Parameter yang divasiasikan adalah ukuran partikel, massa adsorben dan

ketinggian kolom. Variasi untuk ukuran adsorben adalah 0,6-1 μm, 1-2 μm, 53-

106 μm dan 106-212 μm. Variasi massa diambil 1 gram, 3 gram, dan 5 gram.

Pengaruh ketinggian dilihat pada jarak 30, 60 dan 90 cm dari bagian bawah ruang

uji. Sedangkan konsentrasi CO diambil pada ketinggian 60 cm.

Pengamatan dan pengambilan data dilakukan selama 30 menit sejak solder

dinyalakan. Nilai intensitas I dicatat pada komputer secara online dan

pengambilan konsetrasi CO secara insitu dicatat secara manual. Pendispersian

adsorben dilakukan pada saat kepekatan asap maksimal, dengan bacaan intensitas

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 123: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

106

I antara 900-1000. Kondisi kepekatan asap maksimum dicapai pada menit ke-10,

pada saat semua tisu abis terbakar.

Efektifitas penjernihan dilihat dari Optical Density (OD) asap dan waktu

yang diperlukan untuk mencapai penjernihan 10% (t10). Semakin besar nilai OD

kepekatan asap makin tinggi (gelap), sebaliknya semakin kecil nilai OD berarti

asap semakin jernih. Semakin kecil nilai t10 berarti waktu untuk mencapai

penjernihan 10% semakin cepat. Kemudian efektifitas penjernihan asap oleh

adsorben dibandingkan dengan penjernihan asap tanpa dispersi adsorben.

Pembahasan pada sub BAB ini dimulai dengan penjernihan asap menggunakan

karbon aktif komesial (ACcom). Oleh karena fenomena penjernihan asap oleh 3

(tiga) adsorben hampir sama, oleh karena itu pembahasan penjernihan asap oleh

karbon aktif ACcom dibahas lebih detail.

4.3.1.1 Pengaruh Ukuran Partikel

Analisis pengaruh ukuran ACcom terhadap penjernihan asap bertujuan

untuk mendapatkan ukuran optimum partikel ACcom dalam menjernihkan asap.

Massa ACcom yang didispersikan pada percobaan ini adalah 3 gram. Waktu

penjernihan dimulai setelah ACcom didispersikan yaitu pada menit ke-11.

Gambar 4.22 menunjukkan pengaruh ukuran partikel ACcom terhadap

proses penjernihan asap pada sensor atas, tengah dan bawah. Pada gambar juga

menunjukkan bahwa pendispersian karbon aktif dapat mempercepat penjernihan

asap dibandingkan tanpa karbon aktif. Penjernihan asap dengan karbon aktif dapat

terjadi karena 4 faktor yaitu; (1) penyerapan molekul asap oleh karbon aktif, (2)

kontak karbon aktif dan nitrogen dengan molekul asap, (3) pembentukkan

molekul asap yang lebih besar (aglomerasi) dan (4) penurunan temperatur asap.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 124: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

107

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 106 ACcom 53 ACcom 1 ACcom 0.6 NA Baseline

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 106 ACcom 53 ACcom 1 ACcom 0.6 NA Baseline

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 106 ACcom 53 ACcom 1 ACcom 0.6 NA Baseline

Gambar 4. 22 Pengaruh ukuran partikel karbon aktif ACcom terhadap penjernihan asap; (a) atas

(b) tengah (c) bawah. Massa karbon aktif ACcom 3 gram

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 125: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

108

Karbon aktif yang didispersikan akan mengalami kontak dengan molekul

asap, sehingga sebagian molekul asap akan terserap pada permukaan partikel

karbon aktif, akan mempercepat proses penjernihan. Asap yang terbentuk dari

pembakaran tisu banyak mengandung uap air, ketika kontak dengan karbon aktif

uap air akan terserap. Setelah terjadi kontak dengan asap partikel karbon aktif

akan bergerak ke bawah, maka konsentrasi asap akan berkurang maka asap

menjadi lebih jernih.

Proses penjernihan juga dimungkinkan karena karbon aktif dan nitrogen

masuk ruang uji pada temperatur kamar, sementara temperatur asap dalam ruang

uji 42oC. Ketika terjadi kontak antara karbon aktif dan nitrogen dengan asap,

dapat menurunkan temperatur molekul asap. Penurunan temperatur molekul asap

akan merubah orientasi pergerakkan asap dari atas ke bawah. Semakin banyak

penurunan temperatur, pergerakkan asap ke bawah akan semakin cepat, maka

semakin cepat penjernihan asap.

Hal lain yang mempercepat penjernihan asap karena pendispersian

karbon aktif dapat menyebabkan tumbukan sesama molekul asap, sehingga

sesama molekul asap akan membentuk molekul yang lebih besar (beraglomerasi).

Molekul asap yang lebih besar memiliki massa lebih berat sehingga akan

mempercepat perubahan arah pergerakkan asap ke arah bawah. Semakin banyak

pembentukkan molekul asap yang lebih besar semakin cepat proses penjerihan.

Dari Gambar 4.22 menunjukkan juga bahwa karbon aktif ACcom dengan

ukuran partikel 53-106 µm mempunyai kemampuan penjernihan asap lebih baik

dibandingkan ukuran yang lain. Secara teori semakin kecil partikel karbon aktif

akan semakin banyak jumlah partikel. Semakin banyak jumlah partikel berarti

semakin banyak kemungkinan tumbukkan antara partikel karbon aktif dengan

molekul asap sehingga proses penjernihan asap akan lebih cepat.

Partikel ACcom yang lebih kecil memiliki jumlah partikel yang lebih

banyak dan memiliki massa yang lebih ringan, sehingga luas permukaan kontak

semakin besar dan waktu tinggal akan lebih lama. Luas permukaan kontak yang

lebih besar dan waktu kontak lebih lama dapat menghasilkan proses penjernihan

lebih cepat. Partikel yang lebih kecil juga dapat mempercepat menurunkan

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 126: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

109

temperatur asap, sehingga mempercepat perubahan orientasi pergerakkan asap

dari bergerak ke atas menjadi bergerak ke bawah.

Tetapi hal ini terjadi hanya sampai ukuran partikel karbon aktif ACcom

53-106 µm, untuk ukuran ACcom lebih kecil menyebabkan proses penjernihan

menjadi tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu; waktu

tinggal yang sangat lama (kecepatan terminal sangat kecil) dan aglomerasi

partikel ACcom. Partikel yang sangat kecil akan sangat ringan, memiliki waktu

terminal sangat kecil. Partikel yang sangat kecil akan bergerak ke bawah dalam

waktu lama, cenderung melayang dalam ruang uji dapat menyebabkan proses

penjernihan menjadi lebih lambat. Garis baseline pada Gambar 4.22 menunjukkan

bahwa partikel karbon aktif yang sangat kecil ketika didispersikan akan memiliki

waktu tinggal lama, cenderung melayang dalam ruang uji. Jika bergabung dengan

asap dalam ruang uji, maka waktu tinggal akan lebih lama lagi. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Malukutla (1997).

Faktor kedua yang menyebabkan penjernihan menjadi lambat

menggunakan partikel ACcom yang lebih kecil adalah peristiwa aglomerasi

partikel ACcom. Aglomerasi adalah peristiwa bergabungnya beberapa molekul

yang sangat kecil menjadi gumpalan yang lebih besar. Peristiwa aglomerasi

menyebabkan luas permukaan menjadi berkurang dan lebih berat, sehingga

kontak partikel karbon aktif dengan asap menjadi berkurang, maka proses

penjernihan asap tidak optimal. Hal ini terjadi pada partikel ACcom berukuran 0,6

µm dan 1 µm, proses penjernihan asap lebih lambat dibandingkan dengan partikel

ACcom berukuran lebih besar. Peristiwa aglomerasi dapat juga menyebabkan

proses pendispersian tidak optimum, karena aglomerasi dapat menyebabkan

pendispersian ACcom tidak sampai pada bagian atas ruang uji secara sempurna.

Hal ini menyebabkan proses penjernihan asap jadi tidak efektif. Pada

pengambilan data, beberapa kali peristiwa aglomerasi membentuk gumpalan besar

sehingga partikel ACcom tidak bisa didispersikan, maka pengambilan data harus

diulang. Banyak peneliti mengalami peristiwa aglomerasi pada pembuatan katalis

berukuran nano meter.

Proses penjernihan asap dengan partikel yang lebih besar dari 53-106 μm

kurang efektif. Ukuran partikel ACcom yang lebih besar mempunyai jumlah

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 127: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

110

partikel lebih sedikit (untuk massa yang sama), sehingga luas permukaan

berkurang, maka proses penjernihan akan semakin lambat. Parameter lain yang

sangat penting adalah waktu tinggal. Semakin besar partikel semakin besar

massanya, sehingga waktu tinggal semakin kecil. Waktu tinggal yang kecil

menyebabkan kontak partikel dengan molekul asap berkurang, sehingga proses

penjernihan menjadi lambat. Ukuran partikel Acom yang lebih besar juga

menyebabkan efek terhadap penurunan temperatur asap tidak optimal, sehingga

perubahan orientasi pergerakkan asap ke arah bawah menjadi lebih lama, maka

proses penjernihan lebih lama. Namun demikian jika dibandingkan dengan asap

yang hanya dialirkan gas N2 (Non Adsorben/NA), karbon aktif untuk semua

ukuran mempunyai kemampuan menjernihan asap.

4.3.1.2 Pengaruh Ketinggian

Dari Gambar 4.23 menunjukkan pengaruh ketinggian terhadap proses

penjernihan asap. Walaupun OD asap pada bagian atas ruang uji lebih besar (asap

lebih pekat) dibandingkan bagian tengah dan bawah, tetapi proses penjernihan

asap pada sensor bagian atas lebih cepat dibandingkan sensor tengah dan bawah.

Hal ini bisa terjadi karena ketika karbon aktif didispersikan akan mengalami

kontak maksimal dengan asap di bagian atas, kontak terjadi lebih awal. Kemudian

karbon aktif bergerak dari atas ke bawah, semakin ke bawah kemampuan karbon

aktif menyerap molekul asap semakin berkurang. Sehingga penjernihan di bagian

atas lebih cepat dibandingkan bagian bawah. Hal lain yang menyebabkan proses

penjenihan asap pada bagian atas lebih cepat dibandingkan bagian tengah dan

bawah adalah temperatur asap di bagian atas lebih rendah dibandingkan bagian

bawah. Proses pendispersian karbon aktif dapat menyebabkan temperatur asap

pada bagian atas lebih cepat turun, sehingga cepat merubah orientasi pergerakkan

asap menjadi ke arah bawah.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 128: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

111

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 23 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh ACcom

Penjernihan asap pada bagian bawah lebih lambat dibandingan bagian

atas. Hal ini disebabkan karena karbon aktif sudah tidak efektif lagi menyerap

asap pada bagian bawah. Hal lain yang menyebabkan penjernihan asap pada

bagian bawah lebih lambat adalah perubahan temperatur asap. Seiring waktu,

temperatur asap akan turun, maka orientasi pergerakkan asap berubah ke arah

bawah. Asap pada bagian atas akan bergerak ke bawah lebih dulu karena

temperaturnya lebih rendah. Semakin ke bawah pergerakkan asap ke arah bawah

semakin lambat karena temperaturnya relatif lebih tinggi. Hal ini akan

menyebabkan asap terakumulasi di bagian bawah sehingga proses penjernihan

asap semakin lambat pada bagian bawah.

Karbon aktif dikenal sebagai adsorben yang mempunyai luas permukaan

yang besar dan permukaan bersifat hyrophobic, tidak suka terhadap air, banyak

digunakan untuk adsorpsi gas-gas yang bersifat hydrophobic seperti gas metana,

N2 dan gas CO2 (Sudibandryo, 2011). Meskipun dikategorikan sabagai adsorben

yang bersifat hydrophobic, dengan adanya beberapa gugus fungsi dalam struktur

karbon aktif, gugus-gugus fungsi tersebut dapat menyerap senyawa-senyawa yang

terdapat dalam asap termasuk uap air. Gambar 4.24 adalah struktur karbon aktif

yang mengikat gas CO.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 129: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

112

Gambar 4. 24 Struktur karbon aktif

Dari hasil uji kemampuan penyerapan uap air oleh adsoben, hasilnya

menunjukkan bahwa karbon aktif ACcom mempunyai kemampuan menyerap uap

air yang paling besar. Gambar 4.25 berikut menunjukkan kemampuan karbon

aktif ACcom dalam menyerap uap air.

0.151

0.122

0.052

ACcom ACZnCl2 NZ0.00

0.04

0.08

0.12

0.16

Kand

unga

n ai

r, g/

g sa

mpe

l

Gambar 4. 25 Kemampuan adsorben menyerap uap air

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 130: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

113

Efektifitas proses penjernihan asap sering di tampilkan dalam parameter

waktu t10. Waktu t10 adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat

penjernihan 10%. Makin kecil nilai t10 berarti waktu untuk mencapai penjernihan

10% makin cepat, begitu sebaliknya semakin besar nilai t10 berarti waktu untuk

mencapai penjernihan 10% makin lambat. Gambar 4.26 memperlihatkan pengaruh

ukuran karbon aktif terhadap nilai t10 untuk masing-masing sensor. Dari gambar

tersebut menunjukkan bahwa karbon aktif dengan ukuran 53-105 µm memiliki

nilai t10 yang lebih kecil dibandingkan ukuran yang lain. Artinya partikel ukuran

53-106 µm dapat menjernihan asap lebih cepat dibandingkan partikel ukuran lain.

Akan tetapi ketika ukuran lebih kecil dari 53-106 µm, nilai t10 lebih besar, artinya

waktu yang diperlukan untuk menjernihkan asap lebih lama.

Dari Gambar 4.26 juga terlihat pengaruh ketinggian terhadap proses

penjernihan. Jarak makin tinggi, maka nilai t10 makin kecil, berarti waktu yang

diperlukan untuk mencapai penjernihan 10% lebih cepat. Proses penjernihan asap

dapat dicapai jika asap dikontakkan dengan adsorben, partikel asap saling

bertumbukkan, sehingga partikel akan kehilangan energi akan bergerak ke bawah.

Ketika bertumbukkan partikel asap dapat juga beraglomerasi, membentuk partikel

yang lebih besar, sehingga akan bergerak ke bawah. Maka terlihat bahwa proses

penjernihan pada sensor di atas lebih cepat dibandingkan sensor tengah dan

bawah. Untuk ukuran 53-106 µm, nilai t10 pada sensor atas, tengah dan bawah

adalah 4,1 , 5 dan 9,1 menit. Dibandingkan penjernihan asap tanpa dispersi

adsorben nilai t10 pada sensor atas, tengah dan bawah adalah 10,9, 12,8 dan 16,5

menit.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 131: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

114

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

ACcom 106 ACcom 53 ACcom 1 ACcom 0.6 NA

Gambar 4. 26 Pengaruh ukuran karbon aktif ACcom terhadap t10

4.3.1.3 Pengaruh Massa

Pengaruh massa karbon aktif ACcom yang didispersikan terhadap

kemampuan penjernihan asap bertujuan mendapatkan nilai massa karbon aktif

ACcom yang optimal dalam penjernihan asap. Uji pengaruh massa terhadap

penjernihan asap dilakukan untuk ACcom ukuran 53-106 µm. Adapun variasi

massa yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,3, dan 5 gram. Gambar 4.27

berikut ini adalah hasil yang didapat dari hasil uji pengaruh variasi massa karbon

aktif ACcom terhadap kemampuan penjernihan asap. Massa 5 gram merupakan

massa karbon aktif ACcom yang paling baik dalam menjernihkan asap. Hal ini

disebabkan, karena semakin banyak karbon aktif yang didispersikan maka

semakin banyak kemungkinan partikel asap kontak dengan karbon aktif, sehingga

proses penjernihan asap akan semakin cepat. Selain itu semakin banyak massa

ACcom yang didispersikan semakin banyak partikel ACcom yang akan

mempengaruhi temperatur asap, sehingga akan mempercepat perubahan orientasi

pergerakkan asap ke arah bawah, maka proses penjernihan akan semakin cepat.

Dari Gambar 4.27 terlihat juga bahwa pengaruh massa karbon aktif

terhadap penjernihan asap pada bagian atas tidak berbeda jauh, tetapi pada bagian

tangah dan bawah proses penjernihan asap berbeda cukup siknifikan. Hal ini bisa

terjadi karena ketika karbon aktif didispersikan, maka untuk massa 1 gram hampir

semua mencapai bagian atas ruang uji. Sehingga karbon aktif mengalami kontak

maksimum dengan partikel asap pada bagian atas ruang uji, dan proses

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 132: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

115

penyerapan senyawa asap maksimum pada bagian atas. Kemudian karbon aktif

bergerak ke bawah, ketika kontak dengan asap di bagian bawah karbon aktif

sudah tidak punya kemampuan menyerap asap. Jadi kemampuan penjernihan asap

pada bagian bawah semakin berkurang. Begitu juga dengan massa karbon aktif 3

gram.

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 53 1 g ACcom 53 3 g ACcom 53 5 g NA

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 53 1 g ACcom 53 3 g ACcom 53 5 g NA

(a)

(b)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 133: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

116

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACcom 53 1 g ACcom 53 3 g ACcom 53 5 g NA

Gambar 4. 27 Pengaruh massa karbon aktif ACcom terhadap penjernihan asap (a) atas (b) tengah

(c) bawah

Sementara itu massa karbon aktif 5 gram, ketika didispersikan

penyerabarannya akan semakin merata di bagian atas, tengah dan bawah ruang

uji, sehingga proses penjernihan asap pada sensor tengah dan bawah jauh lebih

cepat dibandingkan massa karbon aktif 3 gram dan 1 gram. Selain itu semakin

banyak massa karbon aktif yang didisperikan akan semakin banyak partikel

karbon aktif menyerap panas asap, sehingga penurunan temperatur asap terjadi

lebih cepat baik di bagian atas, tengah dan bawah. Penurunan temparatur yang

lebih cepat dapat merubah orientasi pergerakkan asap ke arah bawah lebih cepat,

maka proses penjernihan akan lebih cepat. Efektifitas penjernihan asap karena

pengaruh massa karbon aktif ACcom dapat dilihat dari nilai t10, seperti

diperlihatkan pada Gambar 4.28. Efektifitas penjernihan asap terbaik diperoleh

dengan mendispersikan ACcom 5 gram. Nilai t10 untuk massa ACcom 5 gram

pada sensor atas, tengah dan bawah adalah 4,0 , 4,6 dan 7,7 menit.

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 134: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

117

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

ACcom 53 1 g ACcom 53 3 g ACcom 53 5 g NA

Gambar 4. 28 Pengaruh massa karbon aktif ACcom terhadap t10

4.3.2 Penjernihan Asap Oleh Karbon Aktif ACZnCl2

Fenomena penjernihan asap menggunakan karbon aktif yang diaktifasi

dengan ZnCl2 (ACZnCl2) hampir sama dengan penjernihan asap oleh karbon aktif

ACcom. Secara umum ACZnCl2 dengan ukuran 53-106 µm mempunyai

kemampuan lebih baik dalam menjernihkan asap (nilai t10) dibandingkan ukuran

yang lain. Untuk ukuran 53-106 µm (massa ACZnCl2 yang didispersikan 3 gram),

nilai t10 pada sensor atas, tengah dan bawah adalah 5,15 , 5,25 dan 11,11 menit.

Sedangkan pengaruh massa, semakin banyak massa karbon aktif yang

didispersikan proses penjernihan lebih cepat. Efektifitas penjernihan asap terbaik

diperoleh dengan mendispersikan ACZnCl2 5 gram. Nilai t10 untuk massa

ACZnCl2 5 gram pada sensor atas, tengah dan bawah adalah 4,62 , 4,9 dan 9,28

menit. Gambar-gambar berikut ini menunjukkan pengaruh ukuran dan massa

karbon aktif ACZnCl2 terhadap penjernihan asap.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 135: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

118

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 106 ACZnCl2 53 ACZnCl2 1 ACZnCl2 0.6 NA Baseline

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 106 ACZnCl2 53 ACZnCl2 1 ACZnCl2 0.6 NA Baseline

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 106 ACZnCl2 53 ACZnCl2 1 ACZnCl2 0.6 NA Baseline

Gambar 4. 29 Pengaruh ukuran partikel karbon aktif ZnCl2 terhadap penjernihan asap; (a) atas (b)

tengah (c) bawah. Massa karbon aktif ZnCl2 3 gram

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 136: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

119

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

ACZnCl2 106 ACZnCl2 53 ACZnCl2 1 ACZnCl2 0.6 NA

Gambar 4. 30 Pengaruh ukuran karbon aktif ACZnCl2 terhadap t10

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 31 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh karbon aktif ACZnCl2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 137: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

120

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 53 1 g ACZnCl2 53 3 g ACZnCl2 53 5 g NA

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 53 1 g ACZnCl2 53 3 g ACZnCl2 53 5 g NA

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

ACZnCl2 53 1 g ACZnCl2 53 3 g ACZnCl2 53 5 g NA

Gambar 4. 32 Pengaruh massa karbon aktif ACZnCl2 terhadap penjernihan asap; (a) atas (b)

tengah (c) bawah. Ukurana karbon aktif ACZnCl2 53-106 µm

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 138: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

121

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

ACZnCl2 1g ACZnCl2 3g ACZnCl2 5g NA

Gambar 4. 33 Pengaruh massa karbon aktif ACZnCl2 terhadap t10

4.3.3 Penjernihan Asap Oleh Zeolit Alam

Penjernihan asap oleh zeolit alam (NZ) mempunyai kecenderungan yang

hampir sama dengan penjernihan asap oleh karbon aktif ACcom. Partikel zeolit

alam dapat menjernihan asap lebih cepat dibandingan penjernihan asap tanpa

adsorben (NA).

Pada dasarnya zeolit alam adalah adsorben yang bersifat polar dan

hydropholic, suka terhadap uap air. Sifat kepolaran sangat bergantung pada rasio

Si/Al. Semakin tinggi rasio Si/Al maka semakin tidak polar, ketika digunakan

untuk menjernihakan asap, disamping menyerap uap air zeolit diharapkan dapat

menyerap senyawa asap yang lain termasuk CO.

Pengaruh ukuran partikel zeolit alam menunjukkan bahwa ukuran 53-106

dapat menjernihan asap lebih cepat dibandingkan ukuran yang lain. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 4.34. Untuk ukuran 53-106 µm (massa NZ yang

didispersikan 3 gram), nilai t10 pada sensor atas, tengah dan bawah adalah 5,12,

5,21 dan 11,45 menit. Pengaruh ketinggian menunjukkan penjernihan pada bagian

atas lebih cepat jernih dibandingkan bagian tengah dan bawah (Gambar 4.36).

Sementara itu pengaruh massa menunjukkan bahwa massa 5 gram dapat

menjernihkan asap lebih cepat dibandingkan dengan massa 1 gram dan 3 gram

ditunjukkan oleh Gambar 4.37. Nilai t10 untuk massa ACZnCl2 5 gram pada

sensor atas, tengah dan bawah adalah 4,31, 4,6 dan 11,1 menit. Efektifitas

penjernihan dapat juga ditunjukkan oleh waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 139: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

122

tingkat penjernihan 10% (t10) seperti dipresentasikan pada Gambar 4.35 dan

Gambar 4.38.

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5De

nsita

s Opt

is (m

-1)

Waktu (detik)

NZ 106 NZ 53 NZ 1 NZ 0.6 NA Baseline

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

NZ 106 NZ 53 NZ 1 NZ 0.6 NA Baseline

(a)

(b)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 140: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

123

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

NZ 106 NZ 53 NZ 1 NZ 0.6 NA Baseline

Gambar 4. 34 Pengaruh ukuran partikel zeolit alam terhadap penjernihan asap

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

NZ 106 NZ 53 NZ 1 NZ 0.6 NA

Gambar 4. 35 Pengaruh ukuran partikel zeolit alam terhadap t10

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

Atas Tengah Bawah

Gambar 4. 36 Pengaruh ketinggian sensor terhadap penjernihan asap oleh zeolit alam

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 141: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

124

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

NZ 53 1 g NZ 53 3 g NZ 53 5 g NA

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

NZ 53 1 g NZ 53 3 g NZ 53 5 g NA

0 500 1000 1500 2000

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Dens

itas O

ptis

(m-1)

Waktu (detik)

NZ 53 1 g NZ 53 3 g NZ 53 5 g NA

Gambar 4. 37 Pengaruh massa zeolit alam terhadap penjernihan asap

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 142: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

125

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

NZ 1g NZ 3g NZ 5g NA

Gambar 4. 38 Pengaruh massa zeolit alam terhadap t10

4.3.4 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Penjernihan Asap

Semua jenis adsorben mempunyai kemampuan dalam menjernihankan

asap dibandingan tanpa adsorben. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon

aktif ACcom relatif lebih baik dibandingkan karbon aktif ACZnCl2 dan zeolit

alam baik untuk penjernihan asap. Ukuran 53-106 µm dengan massa 5 gram

menunjukkan hasil yang paling baik. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan

Penelitian 1 yang menunjukkan bahwa diantara adsorben yang di screening

karbon aktif dan zeolit alam mempunyai kemampuan dalam menyerap uap air dan

mempunyai konstanta adsorpsi Langmuir terhadap gas CO lebih besar. Jika

dibandingkan antara karbon aktif dan zeolit alam, karbon aktif mempunyai

kemampuan menyerap air dan konstanta Langmuir lebih besar.

Kemampuan menjernihkan asap oleh adsorben terlihat pada nilai t10,

seperti pada Gambar 4.39. Karbon aktif ACcom memiliki nilai t10 yang lebih

kecil, artinya lebih mampu menjernihkan dibandingkan adsorben lain, dengan

alasan yang sudah didiskusikan di atas. Kalau ditinjau dari aspek densitas

(Gambar 4.40), karbon aktif ACcom mempunyai densitas yang lebih kecil,

sehingga lebih ringan dan waktu kontaknya akan lebih lama. Dengan

mengguankan massa adsorben 5 gram, nilai t10 terbaik yang diperoleh oleh karbon

aktif ACcom untuk sensor atas, tengah dan bawah adalah 4, 4,6 dan 7,7 menit.

Nilai t10 terbaik yang diperoleh oleh adsorben karbon aktif ACZnCl2 untuk sensor

atas, tengah dan bawah adalah 4,6, 4,9 dan 9,8 menit. Nilai t10 terbaik yang

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 143: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

126

diperoleh oleh adsorben zeolit alam (NZ) untuk sensor atas, tengah dan bawah

adalah 4,4, 4,6 dan 11,1 menit. Nilai t10 jika tanpa menggunakan adsorben untuk

bagian atas, tengah dan bawah adalah 10,9, 12,8, dan 16,5 menit. Dari nilai t10

terlihat bahwa pada sensor bagian atas dan tengah kemampuan adsorben dalam

menjernihkan asap relatif sama. Perbedaan siknifikan proses penjernihan asap

terlihat pada sensor bagian bawah. Jika dibandingkan penjernihan asap oleh

adsorben dibandingkan dengan penjernihan asap tanpa adsorben, untuk sensor

atas dan tengah waktu yang diperlukan untuk mencapai t10 dibawah 50% dari

waktu penjernihan tanpa adsorben, sedangkan pada sensor bawah untuk ACcom,

ACZnCl2 dan NZ berturut-turut adalah 47%, 57% dan 67%.

44.6

7.7

4.6 4.9

9.3

4.3 4.6

11.110.9

12.7

16.5

44.6

7.7

4.6 4.9

9.3

4.3 4.6

11.110.9

12.7

16.5

Atas Tengah Bawah0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Wak

tu m

enca

pai tr

ansm

isi, t

10 (m

enit)

Posisi Sensor

ACcom ACZnCl2 NZ NA

Gambar 4. 39 Pengaruh jenis adsorben terhadap t10, ukuran adsorben 53-106 µm,

massa adsorben 5 gram

0.767 0.833

1.883

ACcom ACZnCl2 NZ0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Dens

itas (

kg/l)

Gambar 4. 40 Densitas masing-masing adsorben

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 144: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

127

4.3.5 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Penyerapan CO

Analisis pengaruh jenis adsorben terhadap kemampuan mengadsorpsi CO

dilakukan dengan memvariasika massa adsorben. Tujuan dari analisis ini adalah

untuk mendapatkan nilai massa adsorben yang optimal mengadsorpsi CO.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi CO adalah

konsentrasi CO yang terdapat pada asap tersebut. Semakin rendah konsentrasi CO

pada asap, berarti kemampuan mengadsorpsi CO oleh adsorben semakin baik.

Adapun variasi massa yang digunakan pada penelitian ini adalah 1, 3,

dan 5 gram. Gambar 4.41 menunjukkan pengaruh massa terhadap adsorpsi CO

oleh masing-masing adsorben; ACcom, ACZnCl2 dan zeolit alam. Tabel 4.10

menunjukkan konstanta adsorpsi Langmuir karbon aktif yang menunjukkan

karbon aktif mempunyai kemampuan menyerap CO yang paling besar. Tetapi

jumlah CO yang diserap oleh adsorben baru mencapai < 20% dari konsentrasi

awal. Pembahasan mengenai kemampuan karbon aktif dan zeolit alam dalam

mengadsorpsi CO sudah dibahas pada Sub Bab 4.1 Seleksi Adsorben.

ACcom ACZnCl2 NZ0

20

40

60

80

100

120

CO te

rads

orps

i, g

Adsorben

1 g 3 g 5 g

Gambar 4. 41 Pengaruh massa terhadap proses penyerapan CO

4.4 Evaluasi Penjernihan Asap Keseluruhan

Dari pembahasan sebelumnya, seleksi kemampuan adsorben mengadsorpsi

CO dengan metoda adsorpsi isotermis, menunjukkan bahwa semua adsorben yang

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 145: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

128

diuji mempunyai kemampuan mengadsorpsi CO. Zeolit alam dan karbon aktif

mempunyai kemampuan mengadsorpsi CO yang paling baik. Hal ini dikarenakan

luas permukaan karbon aktif dan zeolit alam mempunyai luas permukaan lebih

besar dibanding adsorben lain.

Hasil uji pembuatan asap menunjukkan bahwa pembakaran kertas tisu

menggunakan solder elektrik dapat menghasilkan asap dengan tingkat kepekatan

dan kandungan CO yang tinggi. Massa tisu 6 gram dapat menghasilkan asap

dengan bacaan intensitas I antara 900 -1000 (nilai OD sekitar 2), dan kandungan

CO diatas 4000 ppm.

Uji penjernihan asap dan penyerapan CO oleh adsorben, pengaruh ukuran

partikel terhadap penjernihan asap menunjukkan bahwa secara umum semakin

kecil partikel proses penjernihan asap semakin cepat, tetapi jika partikel terlalu

kecil proses penjernihan asap menjadi lambat. Hal ini disebabkan ukuran partikel

yang sangat kecil memiliki waktu tinggal yang lama, bersama asap berada di

dalam ruang uji sehingga memperlambat proses penjernihan. Ukuran partikel

adsorben yang paling efektif menjernihkan asap adalah 53 µm.

Dari pembahasan di atas juga menunjukkan bahwa penjernihan asap pada

posisi atas ruang uji lebih cepat dibandingkan posisi bawah. Hal ini disebabkan

setelah adsorben didispersikan, disamping adsorben dapat menyerap asap

pendisperdispersian adsorben dapat juga menyebabkan perubahan sifat dan

karakteristik asap. Asap akan beraglomerasi, terkondensasi, terjadi perubahan

temperatur dan densitas asap, sehingga asap akan bergerak ke bawah. Semakin ke

bawah pergerakkan asap semakin lambat sehingga terakumulasi pada bagian

bawah ruang uji, penjernihan bagian bawah lebih lambat dibandingkan bagian

atas. Pengaruh massa adsorben terhadap penjernihan menunjukkan semakin

banyak adsorben yang didispersikan semakin banyak kontak dengan asap

sehingga proses penjernihan makin cepat. Untuk adsorben ukuran 53 µm, massa

adsoben yang paling efektif menjernihkan asap adalah 5 gram.

Sementara itu jenis karbon aktif ACcom mempunyai kemampuan

menjernihkan asap dan menyerap CO lebih baik dibandingkan karbon aktif

ACZnCl2 dan zeolit alam teraktifasi (NZ). Hal ini disebabkan karena karbon aktif

ACcom mempunyai luas permukaan lebih besar dibandingkan adsorben yang lain.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 146: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

129

BAB V

KESIMPULAN

Hasil penelitian pemilihan adsorben dan penjernihan asap kebakaran, secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa;

1. Dari hasil seleksi adsorben didapat bahwa karbon aktif dan zeolit alam

teraktifasi memiliki kemampuan yang baik dalam penyerapan CO dengan

nilai nmaks masing-masing 1.58827 dan 0.36310 mmol/gr sampel, nilai b

masing-masing 0.00305 dan 0.00997. Nilai ngibbs berturut-turut karbon aktif

dan zeolit alam teraktifasi, adalah 0,0682 dan 0,0352 mmol/g.

2. Untuk mendapatkan asap jenis smoldering dengan tingkat kepekatan

maksimum memerlukan massa tisu 6 gram untuk volume ruang uji 0,192 m3

3. Urutan kemampuan menjernihkan asap lebih efektif ACcom> ACZnCl2>

zeolit alam. nilai. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat penjernihan

10% (t10) dari ACcom untuk bagian atas, tengah dan bawah adalah 4, 4,6 dan

7,7 menit, jika tanpa menggunakan adsorben untuk bagian atas, tengah dan

bawah adalah 10,9, 12,8, dan 16,5 menit. Semua adsorben mampu menyerap

CO, ACcom mempuyai kemampuan yang paling baik. Pengaruh ukuran,

massa dan ketinggian asap pada kolom terhadap proses penjernihan asap

diperoleh:

a. Adsorben dengan ukuran partikel 53 μm mempunyai kemampuan

menjernihkan asap paling baik.

b. Pengaruh massa adsorben terhadap penjernihan asap terlihat siknifikan

pada bagian bawah. Massa adsorben optimum dalam penjernihan asap

diperoleh 5 gram.

c. Asap pada bagian atas kolom lebih cepat jernih dibandingkan dengan

tengah dan bawah.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 147: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

130

DAFTAR PUSTAKA

Andrew. 2004. Non-Tech High Tech Litters the Landscape. [Online] Tersedia dalam

<http://usatoday30.usatoday.com/tech/columnist/andrewkantor/2004-12-10-

kantor_x.htm> [Diakses 3 Juli 2014].

Anonim. 2007. CO2 Emission and Its Mitigation by Adsorption on Zeolites and

Activated Carbon. Current Science, Volume 92 (6).

Anonim. Properties of Activated Carbon [Online] CPL Caron Link [Diakses 5

Feburari 2008].

Annemarie, J.B., F. Reisen, A. Cook, B. Devine, P. Weinstein. (2008). Respiratory

Irritants in Australian Bushfire Smoke: Air Toxics Sampling in a Smoke

Chamber and During Prescribed Burns. Springer Science Business Media.

Aranovich, G. L., Donohue, M. D., 2000. Vapor Adsorption on Micro-porous

Adsorbents, Carbon, Volume 38, 701.

Arean, C., and Oteron. 2007. Carbon Monoxide Adsorption on Low-Silica zeolites –

from Single to Dual and to Multiple Cation Sites. Physical Chemistry, Volume

9, pp. 4657-4661. Arean, C., Oteron. 2007. Dinitrogen and Carbon Monoxide Hydrogen Bonding in

Protonic Zeolites: Studies from Variable-Temperature Infra Red Spectroscopy.

Journal of Molecular Structure, Volume 880, pp. 31-37.

Babrauskas, V. 1996. Toxicity for the Primary Gases Found in Fires. [Online]

Tersedia dalam <http://www.doctorfire.com/toxicity.html> [Diakses 3 Juli

2014].

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Data Kasus Kebakaran Tahun 2014.

BNPB: Jakarta.

Berlie, K., and F. Marc. 1997. Adsorption of CO2 on Microporous Materials. 1. On

Activated Carbon and Silica Gel. Industrial & Engineering Chemistry Data,

Volume 42, pp. 533-537.

Blomqvist, Per., L. Rosell, M. Simonson. 2004. Emissions from Fires Part I: Fire

Retarded and Non-Fire Retarded TV-Sets. Fire Technology, Volume 40, 39–58,

Blomqvist, Per., L. Rosell, M. Simonson. 2004. Emission from Fires Part II:

Simulation Room Fires. Fire Technology (2004) Volume 40, pp. 59 – 7.

Brandani, F., and M.R. Douglas. 2004. The Effect of Water on the Adsorption of CO2

and C3H8 on Type X Zeolites. Industrial & Engineering Chemistry, Volume

43, pp. 8339-8344.

Bulanek, R., and E. Koudelkova. 2011. Carbon Monoxide Adsorption on Alkali-

Metal Exchange BEA Zeolite: IR and Thermodynamics Study. Microporous

and Mesoporous Materials Volume 151, pp. 149 – 156.

Carley, A.F., P.R. Davies, M.W. Roberts, A.K. Santra, K.K. Thomas. 1998.

Coadsorption of Carbon Monoxide and Nitric Oxide at Ag(111): Evidence for a

CO-NO Surface Complex. Surface Science Volume 406, pp. 1587-1591.

Chue, K.T., J.N. Kim, Y.J. Yoo, S.H. Cho, R.T. Yang. 1995. Comparison of

Activated Carbon and Zeolite 13X for CO2 Recovery from Flue Gas by

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 148: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

131

Pressure Swing Adsorption. Industrial & Engineering Chemistry, Volume 34

(2), pp. 591–598.

Clean Air Plus. (2015). Benefits of Activated Carbon Filters in Air Purifiers. [Online]

Tersedia dalam <http://www.cleanairplus.com/blog/activated-carbon-filters-air-

purifiers.html> [Diakses 25 Juni 2015]

Deroche, I., L. Gaberova, G. Maurin, P. Llewellyn, M. Castro, P. Wright. 2008.

Adsorption of carbon dioxide in SAPO STA-7 and AlPO-18: Grand Canonical

Monte Carlo Simulations and Microcalorimetry Measurements. Adsorption,

Volume 14, pp. 207 – 213.

Dı´az, E., M. Emilio, V. Aurelio, O. Salvador. 2008. Enhancement of the CO2

Retention Capacity of Y Zeolites by Na and Cs Treatments: Effect of

Adsorption Temperature and Water Treatment. Industrial & Engineering

Chemistry, Volume 47, pp. 412-418.

Dinas Pemadam Kebakaran. 2014. Data Kasus Kebakaran Tahun 2014. Damkar:

Jakarta.

Drysdale, D. 2003. An Introduction to Fire Dynamics, 2nd

Edition, John Wiley &

Sons.

Eddleston, M., E. Juszczak, N.A. Buckley. 2008. Multiple-dose Activated Charcoal

in Acute Self-poisoning: A Randomised Controlled Rrial. The Lancet, Volume

371 (9612) : 579 – 87.

Elliott, C., T. Colby, T. Kelly, H. Hicks. 1989. Charcoal lung. Bronchiolitis

Obliterans After Aspiration of Activated Charcoal. Chest Journal, Volume 96

(3) : 672 - 4.

Environmental Health and Safety, 2007. Silica Gel.

Espinal J. F., A. Montoya, F. Mondrago´n, T.N. Truong. 2004. A DFT Study of

Interaction of Carbon Monoxide with Carbonaceous Materials. The Journal of

Physical Chemistry B, Volume 108 (3), pp. 1003 – 1008.

Fisher Scientific, 1997. Silica Gel Desicant.

German ,E.D., S. Moshe. 2008. Comparative Theoretical Study of CO Adsorption

and Desorption Kinetics on (111) Surfaces of Transition Metals. The Journal of

Physical Chemistry C, Volume 112 (37), pp. 14377–14384.

Gottfried J.M., K.J. Schmidt, S.L.M. Schroeder, K. Christmann. 2003. Adsorption of

Carbon Monoxide on Au (1 1 0)-(1 x 2). Surface Science, Volume 536, pp. 206-

224.

Greenwood, N.N., A. Earnshaw. 1997. Chemistry of the Elements , 2nd

edition.

Hadjiivanova, K., T. Venkov, H. Knözinger. 2001. FTIR spectroscopic study of CO

adsorption on Cu/SiO2: Formation of New Types of Copper Carbonyls.

Catalysis Letters, Volume 75 ( 1–2).

Huang, L., L. Zhang, Q. Shao, L. Lu, X. Lu, S. Jiang, W. Shen. 2007. Simulations of

Binary Mixture Adsorption of Carbon Dioxide and Methane in Carbon

Nanotubes: Temperature, Pressure, and Pore Size Effects. The Journal of

Physical Chemistry C, Volume 111 (32), pp. 11912–11920.

Hull, T. R., K.T. Paul. 2007. Bench-Scale Assessment of Combustion Toxicity – A

Critical Analysis of Current Protocols. Fire Safety Journal, Volume 42 (5), pp.

340–365.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 149: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

132

International Zeolite Association. (2007). Database of Zeolite Structures [Online]

Tersedia dalam <www.iza-structure.org/databases/> [Diakses 3 Juli 2014].

Jadhav, P.D., S.S. Rayalu, R.B. Biniwale, S. Devotta. 2007. CO2 Emission and Its

Mitigation by Adsorption on Zeolites and Activated Carbon. Current Science,

Volume 92, pp. 724-725.

Jadhav, P.D., R.V. Chatti, R.B. Biniwale, N.K. Labhsetwar, S. Devotta, S.S. Rayalu.

2007. Monoethanol Amine Modified Zeolite 13X for CO2 Adsorption at

Different Temperatures. Energy Fuels, Volume 21 (6), pp. 3555–3559.

Jana, D. 2007. Clinoptilolite – A Promising Pozzolan in Concrete. [Online] Tersedia

dalam <www.zeocat.es/docs/constructionconcrete.pdf> [Diakses 3 Juli 2014].

Jiang, J. and S.I.S. 2005. Separation of CO2 and N2 by Adsorption in C168

Schwarzite:A Combination of Quantum Mechanics and Molecular Simulation

Study. Journal of the American Chemical Society, Volume 127 (34), pp. 11989–

11997.

Jungsuttiwong, S., P. Khongpracha, T.N. Truong, J. Limtrakul. A Theoretical Study

of Adsorption of Carbon Monoxide on Ag-ZSM-5 Zeolite. Laboratory for

Computational & Applied Chemistry, Chemistry Department, Kasetsart

University, Thailand.

Kamarudin, K.S.N., Halimaton Hamdan and Hanapi Mat. 2006. Equilibrium Model

of Gas Adsorption on Zeolite. Zeolite and Porous Material Group, Ibnu Sina

Institute for Fundamental Science Studies, Universiti Teknologi Malaysia,

Johor.

Kim, Y.D., J. Stultz, D.W. Goodman 2002. Characterization of MgO(1 0 0) Thin

Film Growth on Mo(1 0 0). Surface Science, Volume 506, pp. 228 – 234.

Lestari Fatma, Boban Markovic, Anthony R. Green, Gautam Chattopadhyay and

Amanda J. Hayes. 2006. Comparative assessment of three in vitro exposure

methods for combustion toxicity. Journal of Applied Toxicology, Volume 26,

pp: 99–114.

Li, G., P. Xiao, P. Webley, J. Zhang, R. Singh, M. Marshall. 2008. Capture of CO2

from High Humidity Flue Gas by Vacuum Swing Adsorption with Zeolite 13X.

Adsorption, Volume 14, pp. 415-422.

Limtrakul, J., S. Jungsuttiwong, P. Khongpracha. 1999. Adsorption of Carbon

Monoxide on H-FAU and Li-FAU Zeolites: An Embedded Cluster Approach.

Journal of Molecular Structure. Volume 525, pp. 153-162.

Limtrakul, J., P. Khongpracha, S. Jungsuttiwong, T.N. Truong. 1999. Adsorption of

Carbon Monoxide in H-ZSM-5 and Li-ZSM-5 Zeolites: An Embedded ab Initio

Cluster Study. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical Volume 153, pp.

155 – 163.

Li, P., G. Bingqing, Z. Sujuan, C. Shuixia, Z. Qikun, Z. Yongning. (2008). CO2

Capture by Polyethylenimine-Modified Fibrous Adsorbent. Langmuir,

Volume 24 (13), pp. 6567–6574.

Maghirang, R.G., dan E.B. Razote. 2009. Smoke Dissipation by Solid Particles and

Charged Water Spray in Enclosed Spaces. Fire Safety Journal 44, pp. 668-671.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 150: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

133

Matranga, C., B. Bockrath. 2004. Permanent Trapping of CO2 in Single-Walled

Carbon Nanotubes Synthesized by the HiPco Process. The Journal of Physical

Chemistry B, Volume 108 (20), pp. 6170–6174.

Merel, J., M. Clausse, F. Meunier. 2008. Experimental Investigation on CO2

Post−Combustion Capture by Indirect Thermal Swing Adsorption Using 13X

and 5A Zeolites. Ind. Eng. Chem. Res, Volume 47 (1), pp. 209–215.

Michael, M., M. Brittain, J. Nagai, R. Feld, D. Hedley, A. Oza, L. Siu, M.J. Moore.

(2004). Phase II Study of Activated Charcoal to Prevent Irinotecan-Induced

Diarrhea. Journal of Clinical Oncology, Volume 22 (21) : 4410-7.

Minot, C., M. Menetrey, A. Markovits. 2002. Reactivity of a Reduced Metal Oxide

Surface: Hydrogen, Water and Carbon Monoxide Adsorption on Oxygen

Defective Rutile TiO2 (1 1 0). Surface Science,Volume 524, pp. 49-62.

Mohamad A.B., S.E. Iyuke, W.R.M. Daud, A.A.H. Kadhum, Z. Fisal, M.F. Al-

Khatib, A.M. Shariff. 2000. Adsorption of Carbon Monoxide on Activated

Carbon-Tin Ligand. Journal of Molecular Structure, Volume 550-551, pp. 511

– 519.

Mulholland, G.W.(2002). Smoke Production and Properties. SFPE Handbook of Fire

Protection Engineering, 2nd Edition.

Mulukutla R.S., P.S. Malchesky, R. Maghirang, J.S. Klabunde, K.J. Klabunde, O.

Kopper. 2007. Metal Oxide Nanoparticles for Smoke Clearing and Fire

Suppression. United States Patent no: US 7,276,640 B2.

Natesakhawat, S., T.C. Jeffrey, M. Christopher, B. Bradley. Adsorption Properties of

Hydrogen and Carbon Dioxide in Prussian Blue Analogues Co3[Co(CN)6]2 and

[Zn3 Co(CN)6]2. The Journal of Physical Chemistry, Volume 111, pp. 1055-

1060.

Neophytou, M.K.A., R.E. Britter. 2005. A Simple Model for the Movement of Fire

Smoke in a Confined Tunnel. Pure and Applied Geophysics, Volume 162, pp.

1941–1954.

Neviaser, J.L., G.G. Richard. 2004. Evaluation of Toxic Potency Values for Smoke

from Products and Materials. Fire Technology, Volume 40 (2), pp. 177-199.

Othman, M.R., O.E. Lee., W.J.N. Fernando. 2006. Gas Adsorption and Surface

Diffusion on 5Å Microporous Adsorbent in Transition and Tubulent Flow

Region. IIUM Engineering Journal, Volume 7 (1).

Ottiger, S.R.P., S. Giuseppe, M. Marco. 2008. Measuring and Modeling the

Competitive Adsorption of CO2, CH4,and N2 on a Dry Coal. Langmuir, Volume

24 (17), pp. 9531–9540.

Pandiangan, Johannes. 2007. Perancangan dan Penggunaan Photodioda Sebagai

Sensor Penghindar Dinding pada Robot Forklift, Universitas Sumatera Utara.

Parry, A.A., dan J.A. Pryde. 1966. Adsorption of Nitrogen and Carbon Monoxide on

Molybdenum. British Journal of Applied Physics, Volume 18, pp. 329-334.

Pires, J., Moisés L. Pinto, Ana Carvalho, M.B. de Carvalho. 2003. Assessment of

Hydrophobic-Hydrophilic Properties of Microporous Materials from Water

Adsorption Isotherms. Adsorption, Volume 9, pp. 303-309.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 151: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

134

Pu, S., and Z. Sisi. Evacuation Route Calculation of Inner Buildings. Delft University

of Technology, OTB Research Institute for Housing, Urban and Mobility

Studies, Jaffalaan. Netherlands.

Pujiyanto. (2010). Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batubara dan Tempurung

Kelapa. Tesis, Departemen Teknik Kimia. Depok, Universitas Indonesia.

Rajumon, M.K., M.S. Hegde, C.N.R. Rao. 1988. Adsorption of Carbon Monoxide on

Ni/Ti and Ni/TiO2, Surfaces Prepared Insitu in The Electron Spectometer : A

Combined UPS-XPS Study. Catalysis Letters, Volume 1 (11), pp. 351-359.

Ranjan, C., R. Hoffmann, F.J. DiSalvo, H.D. Abruna. 2007. Electronic Effects in CO

Chemisorption on Pt−Pb Intermetallic Surfaces: A Theoretical Study. The

Journal of Physical Chemistry C, Volume 111 (46), pp 17357–17369.

Ranjani, S., M. Shen, E. Fisher, J. Poston, A. Shamsi. 2001 Adsorption and Desortion

of CO on Solid Sorbents. Journal of Energy & Environmental Research,

Volume 1 (1).

Ravikovitch, P., B.W. Bogan, A.V. Neimark. 2005. Nitrogen and Carbon Dioxide

Adsorption by Soils. Journal of Environmental Science Technology, Volume 39

(13), pp. 4990–4995.

Salimon, J. and M. Kalaji. 2003. Carbon Monoxide Adsorption at Polycrystalline

Copper in Aqueous Phosphate Buffered Solution: Linearly-Adsorbed CO.

Malaysian Journal of Chemistry, Volume 5, pp. 001-007.

Sasaki, T., A. Matsumoto, Y. Yamashita. 2008 The Effect of the Pore Size and

Volume of Activated Carbon on Adsorption Efficiency of Vapor Phase

Pompounds in Cigarette Smoke. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and

Engineering Aspects, Volume 325, pp. 166-172.

Schennach, R., G. Krenn, B. Klotzer, K.D. Rendulic. 2003. Adsorption of Hydrogen

and Carbon Monoxide on Rh (1 1 1)/V Surface Alloys. Surface Science

,Volume 540, pp. 237-245.

Science Learn. 2015. Definitioof Smoke, [Online] Tersedia dalam

<http://sciencelearn.org.nz/Contexts/Fire/Science-Ideas-and-Concepts/What-is-

smoke>. [Diakses 26 Juni 2015].

Setyaningsih, Agustina. 2006. Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser

Menggunakan Interferometer Michelson, Universitas Diponegoro.

Siriwardane, R.V., M.S. Shen, E.P. Fisher. 2002. Adsorption of CO2, N2, O2 on

Natural Zeolites. Energy and Fuels, Volume 17, pp. 571-576.

Sudibandriyo, M. 2011. High Pressure Adsorption of Methane and Hydrogen at 25oC

on Activated Carbons Prepared from Coal and Coconut Shell. International

Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Volume 11(02).

Szanyi, J., dan M. Paffett. 1996. The Adsorption of Carbon Monoxide on H-ZSM-5

and Hydrothermally Treated H-ZSM-5. Microporous Materials, Volume 7: 201

– 218.

Tehrani and Salari. 2005. The Study of Dehumidifying of Carbon Monoxide and

Ammonia Adsorption by Iranian Natural Clinoptilolite Zeolite. Applied Surface

Science, Volume 252, pp. 866-870.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 152: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

135

Apriano, Tito, Yulianto S. Nugroho. 2012. Pengembangan Sistem Pengukuran

Densitas Optik Asap Kebakaran. Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik

Mesin dan Thermofluid IV, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Treesukol, P., J. Limtrakul, T.N. Truong. 2001. Adsorption of Nitrogen Monoxide

and Carbon Monoxide on Copper-Exchanged ZSM-5: A Cluster and Embedded

Cluster Study. The Journal of Physical Chemistry B, Volume 105, pp. 2421-

2428.

Trisunaryanti, W., E. Triwahyuni, S. Sudiono. 2005. Preparasi, Modifikasi dan

Karakterisasi Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. Teknoin, Volume 10

(4), pp. 269-282.

Voogt, E.H., L. Coulier, O.L.J. Gijzeman, J.W. Geus. 1997. Adsorption of Carbon

Monoxide on Pd(111) and Palladium Model Catalysts. Journal of Catalysis,

Volume 169, pp. 359-364.

Wang, W., Z.H. Ping, W.Y. Tian. 2007. Experiimental study on CO2/CO of Typical

lining Materials in Full-Scale Fire Test. Chinese Science Bulletin, Volume 52,

Issue 9, pp. 1282-1286.

WeaverLindell, K., K. Deru. 2007. Carbon Monoxide Poisoning at Motels, Hotels,

and Resorts. American Journal of Preventive Medicine, Volume 33 (1) : 23-7.

Wei-Heng, S., R. Mutharasan, Q. Zhao, N. Wang. 2001. Development of Mesoporous

Membrane Materials for CO2 Separation. Drexel University, Philadelphia.

Wu, S.F., H.L. Qing, N.K. Jong, B.Y. Kwang. 2008. Properties of a Nano CaO/Al2O3

CO2 Sorbent. Industrial & Engineering Chemistry, Volume 47 (1), pp. 180–

184.

Xu, X., S. Chunshan, G.M. Bruce, W.S. Alan. 2005. Influence of Moisture on CO2

Separation from Gas Mixture by a Nanoporous Adsorbent Based on

Polyethylenimine-Modified Molecular Sieve MCM-41. Industrial &

Engineering Chemistry Research. Volume 44 (21), pp. 8113–8119.

Xu, Y., J. Li, Y. Zhang, W. Chen. 2002. CO Adsorption on MgO (001) Surface with

Oxygen Vacancy and Its Low-Coordinated Surface Sites: Embedded Cluster

Model Density Functional Study Employing Charge Self-Consistent Technique.

Surface Science, Volume 525, pp. 13-23.

Xu, Y., H.Z. Jian, M.L. Li, J. An, L.W. Yi, Y.S. Xi. 2003. Removing Nitrosamines

from Mainstream Smoke of Cigarettes by Zeolites. Microporous and

Mesoporous Materials, Volume 60(1-3), pp. 125–138.

Yadav, R., R.G. Maghirang, L.E. Erickson, B. Kakumanu, S.G. Castro. 2007.

Laboratory Evaluation of the Effectiveness of Nanostructured and Conventional

Particles in Clearing Smoke in Enclosed Space. Fire Safety Journal, Volume

43, Issue 1, pp. 36–41.

Ying, H.Z., Q.F. Liu, Y.G. Li, W.L. Li, X.C. Xiong. 2008. Selection of Adsorbent for

Insitu Coupling Technology and Adsorptive Desulfurization and

biedesulfurization. Science in China Press.

Yong, Z., M. Vera, dan E.R. Alı´rio. 2000. Adsorption of Carbon Dioxide on Basic

Alumina at High Temperatures. Journal of Chemical Engineering Data,

Volume 45 (6), pp. 1093–1095.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 153: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

136

Yuliusman, W.W. Purwanto, Y.S. Nugroho. 2013. Adsorbent Selection for CO

Adsorption using Langmuir Isothermic Adsorption Model. Reaktor, Volume 14

(3), pp. 225-233.

Zaki, M.I., K. Helmut, T. Bernd, A.H.M. Gamal, J.B. Hans. Chemical and

Morphological Consequences of Acidification of Pure, Phosphated, and

Phosphonated CaO: Influence of CO2 Adsorption. Langmuir, Volume 24 (13),

pp. 6745-53.

Zhao, X.X., L.X. Xiao, B.S. Lin, L.Z. Li, Q.L. Xiao. 2009. Adsorption Behavior of

Carbon Dioxide and Methane on AlPO4-14: A Neutral Molecular Sieve. Energy

Fuels, Volume 23 (3), pp. 1534–1538.

Zheng, Y., G. Tingyue. 1998. Modified van der Waals Equation for the Prediction of

Multicomponent Isotherms. Journal of Colloid and Interface Science, Volume

206 (2), pp. 457-463.

Zhen-Zhen, Q., Y.X. Yu, J.G. Mi. 2012. Adsorption of carbon monoxide on Ag(I)-

ZSM-5 zeolite: An ab initio density functional theory study. Applied Surface

Science, Volueme 258, pp. 9629 – 9635.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 154: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Ir. Yuliusman, MEng

2. NIP : 196607201995011001

3. Pangkat dan Golongan Ruang : Penata Tingkat I /III/d

4. Tanggal lahir/Umur : 20 Juli 1966/49

5. Tempat lahir : Pesisir Selatan

6. Jenis kelamin : Laki-laki

7. Agama : Islam

8. Status pernikahan : Menikah

9. Alamat kantor : Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Teknik univeristas Indonesia,

Kampus Baru UI, Depok 16424

10. No telepon/Fax : 021-1863516/021-7863515

11. E-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 1 Barung-Barung Belantai Lulus 1980

2. SMP Negeri Barung-Barung Belantai Lulus 1983

3. SMA Negeri 2 Padang Lulus 1986

4. Teknik Gasa dan Petrokimia Fakultas Teknik

Universitas Indonesia Lulus 1993

5. Master Program of Chemical Engineering

Fakulty of Chemical and Natural Resources

Engineering Universiti Teknologi Malaysia Lulus 2001

PUBLIKASI

Jurnal Internasional

Yuliusman, Widodo WP., Yulianto NS. (2015). Smoke Clearing Methode

Using Activated Carbon and Natural Zeolite, International Journal of

Technology, (Accepted).

Jurnal Nasional

Yuliusman, Widodo WP, dan Yulianto S.N, (2013). Pemilihan Adsroben

untuk Penyerapan Karbon monoksida Menggunakan Model Adsropsi

Isotermis Langmuir, Jurnal Reaktor, vol.14 no.3, pp. 225-233.

Seminar Internasionl

1. Yuliusman dan Diana A, 2013, Adsorption of Carbon Monoxide (CO) Gas

And Clearing Fire Smoke Using Activated Carbon From Coconut, The 13 th

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 155: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

International Conference on QIR, Quality in Research, Faculty of

Engineering, University of Indonesia, pp. 496-503.

2. Yuliusman, Widodo WP, Yulianto S.N, dan Rany A. (2014). Preparation of

Activated Carbon from Oil Shell by Activating ZnCl2 as Carbon Monoxide

Adsorbent, The 9th

Joint Conference on Chemitry, pp. 130-134.

Seminar Nasional

1. Yuliusman, Widodo, Yulianto dan Yuda, (21010). Preparasi zeolit alam

Lampung dengan larutan HF, HCl, dan kalsinasi untuk adsorpsi gas CO”.

Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, Universitas Diponegoro Semarang.

2. Yuliusman, Widodo WP, Yulianto S.N, M. Gondang A.K, (2011). Uji

kapasitas adsorpsi Zeolit alam Lampung Termodifikasi TiO2 terhadap

kapasitas adsorpsi gas Karbon monoksida, Seminar Nasional Fundamental

dan Aplikasi Teknik Kimia, ITS Surabaya,.

3. Yuliusman, Widodo WP, Yulianto S.N, M. Reza S.,(2012). Pengaruh Aktifasi

Zeolit Alam Lampung terhadap Adsorpsi Gas Karbon Monoksida dan

Penjernihan Asap Kebakaran, Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan,

UPN, Yogyakarta.

4. Yuliusman, Andry P, (2012). Degradasi Gas NO2 Menggunakan Zeolit Alam

Lampung Teraktifasi yang Diintegrasikan dengan TiO2 untuk Aplikasi

Masker Kesehatan. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-Aptekindo,

Universitas Indonesia.

5. Yuliusman, Mariatul Qibthiyah, Luthfi R (20140. Pembuatan Karbon Aktif

Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Sawit Terimpregnasi TiO2 sebagai

Adsorben Gas Karbon Monoksida dari Asap Pembakaran, Seminar Rekayasa

Kimia dan Proses, UNDIP Semarang.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 156: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

LAMPIRAN

LAMPIRAN A:

Rancangan Bangun Ruang Uji I dan II

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 157: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pemilihan Rancangan Bangun Ruang Uji, Teknik Pembuatan Asap, Teknik

Dispersi Adsorben

1. Rancang bangun pertama

Skema rancang bangun ruang uji yang pertama seperti pada Gambar 3.8.

Keterangan gambar:

1. Alat mendispersikan adsorben

2. Sumber cahaya

3. Sensor menangkap cahaya

4. Pengambilan sampel menggunakan shirring.

5. Pembakaran bahan bakar

1

2 3

5

6

7

4

Gambar 1 Skema ruang uji (rancangan pertama)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 158: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

6. Saluran mengalirkan udara dengan kompresor untuk membersihan ruang

uji dari asap setelah pengambilan data. Saluran ini dilengkapi dengan

katup yang selalu tertutup hanya dibuka pada waktu pembersihan saja.

7. Saluran asap keluar pada waktu proses pemberihan ruangan. Saluran ini

dilengkapi dengan katup yang tertutup hanya dibuka pada waktu

pembersihan saja.

Dimensi ruang : 0,5 m x 0,5m x 2 m

Bahan : akrilik

Titik sampel : 5 titik (ketinggian 20 cm, 60 cm, 100 cm, 140cm, 180cm)

Jarak sampel : 40 cm

Lampu sorot : untuk memberikan cahaya pada ruang, sehingga pergerakan asap

bisa diamati dengan jelas secara visual pada waktu ruang ada asap

Kamera : Untuk merekam secara visual pergerakan asap.

Salah satu sisi yang sebelah kanan fleksibel, bisa dibuka untuk tujuan

pembersihan dinding akrilik jika dinding ruang sudah kotor.

Bahan bakar: bahan bakar (kayu, kayu blok dan kayu lapis, kertas, kabel,

karpet,pelapis sket sel. Bahan bakar ignisi adalah minyak tanah.

Permasalahan Pada Rancang Bangun Pertama

Permasalahan yang dialami pada rancangan yang pertama ini adalah ruang uji

terlalu tinggi, sehingga dalam pelaksanaan penelitian menyulitkan pada proses

dispersi adsroben. Kendala lain adalah proses pembakaran berada di bawah ruang

uji. Asap yang terbentuk tidak maksimal masuk ruang uji karena asap bergerak

secara alamiah menuju ruang uji. Oleh karena itu pada perancangan ruang uji

yang kedua dimensi ruang uji disesuaikan dan teknik pembakaran terpisah dengan

ruang uji.

2. Rancang Bangun Kedua

Skema rancang bangun ruang uji yang kedua terlihat pada Gambar 3.9.

Bahan yang digunakan untuk membuat ruang uji adalah akrilik. Sisi bagian tengah

pada samping kiri ruang uji terdapat pintu yang bisa dibuka untuk tujuan

pembersihan dinding akrilik setiap selesai pengambilan data. Sisi bagian atas

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 159: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

terdapat lubang untuk keluar asap dan lubang untuk menyemprotkan adsorben

masuk ke dalam ruang uji. Pada bagian bawah terdapat lubang untuk membuang

zeolit yang telah dipakai. Pada bagian tengah pintu dipasang satu alat CO

analyzer. Tiga titik pengambilan nilai kejernihan asap diambil menggunakan

opasity meter. Asap masuk pada bagian belakang tengah ruang uji dialirkan dari

wadah pembakaran melalui selang. Ruang uji dibuat kedap udara agar tidak ada

asap yang keluar.

Gambar 2 Skema ruang uji (rancangan kedua)

Bahan bakar: Kayu, kertas, kabel dan minyak tanah. Massa bahan bakar

yang dibakar masing-masing 20 gr dan minyak tanah 10 ml

Prosedur Pembuatan Asap dan Pengambilan Data

Masukkan bahan bakar dengan jumlah tertentu ke dalam wadah pembakaran

(Gambar 3). Bakar selama 2 menit lalu tutup wadah pembakaran. Pompakan

asap ke ruang uji dengan memakai selang sampai ruang uji gelap (nilai opasitas

nol). Kemudian dispersikan adsorben dari atas ruang uji menggunakan pompa.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 160: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pembacaan opasitas pada tiap titik samplig dilakukan setiap menit. Alat opasity

meter dan alat kontrolnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 3 Wadah pembakaran

Gambar 4 Light Source dan Light-MeasuringDevice

Gambar 4 bagian A adalah light source dan B adalah light measuring device.

Cara menggunakan opasitimeter ini sangat sederhana, hanya meletakkan

tangan sensor diantara asap seperti yang terlihat pada Gambar 6. Pengambilan

data dilakukan seperti pada gambar tersebut karena pengambilan data

dilakukan pada 3 titik. Nilai kejernihan ruang uji akan ditampilkan pada

control unit (Gambar 5).

Selang asap ke

ruang uji

Lubang masuk selang

dari pompa

A

B

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 161: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Gambar 5 Control Unit dan Stopwatch

Gambar 6 Pengambilan data

Permasalahan Pada Rancang Bangu Kedua

Ada beberapa permasalahan yang ditemukan pada tahap ini antara lain adalah:

1. Pada awalnya sensor cayaha dipasang dalam ruang uji. Kemudian

dikalibrasi dengan alat opacity meter. Sensor sangat sensitif dengan asap

yang mengandung uap air, sehingga ketika dilakukan uji kepekatan asap

sensor mengalami kerusakkan.

2. Teknik pembuatan asap dengan bahan bakar dicampur minyak tanah

dengan cukup oksigen akan menimbulkan nyala, terjadi pembakaran

secara flaming. Pembakaran yang menimbulkan nyala tidak

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 162: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

menghasilkan asap yang pekat. Sehingga tidak bisa dilakukan uji

penjernihan asap.

3. Kemudian dilakukan modifikasi pada ruang bakar dengan membuat

ventilasi yang sedikit, sehingga jumlah oksigen sangat terbatas pada

ruang bakar. Pembakran yang terjadi dapat menghasilkan asap yang lebih

banyak dan pekat. Permasalahan yang terjadi adalah setiap dilakukan

pembuatan asap, asap yang dihasilkan tidak mempunyai karakteristik

yang mirip, baik tingkat kegelapan maupun konsentrasi CO.

4. Kesulitan lain adalah asap harus dipompakan ke dalam ruang uji. Proses

pemompaan asap akan merubah karakteristik asap, karena molekul asap

akan saling bertumbukkan menjadi lebih berat dan ketika bersentuhan

dengan dinding saluran masuk dan dinding ruang uji uap air akan

terkondensasi.

5. Teknik pemompaan yang tidak sama setiap kali pembuatan asap dapat

mengakibatkan karakteristik asap akan sangat berbeda setiap kali

pembuatan asap.

6. Ada kendala pada teknik pengambilan data menggunakan opacity meter

pada 3 titik yang berbeda.

7. Dispersi adsorben menggunakan pompa dari atas menyebabkan waktu

kontak asap dengan adsorben sangat cepat.

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan terkait dengan sensor cahaya dan

pembuatan asap maka dilakukan perbaikan dengan menggunakan alat berbasis

micro controller dan asap dibuat dari tisu yang dibakar menggunakan solder.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 163: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

LAMPIRAN B:

TES KEBOCORAN DAN VOID VOLUME

ADSORPSI ISOTERMIS

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 164: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Hasil Tes Kebocoran Alat Uji

Tes kebocoran alat uji sanagt penting dilakukan untuk melihat kesiapan

alat uji. Hal ini disebabkan karena uji adsorpsi dilakukan pada tekanan tinggi yang

rawan terhadap kebocoran. Disamping itu uji adsorpsi menggunakan karbon

monoksida, jika ada kebocoran bisa membahayakan kesehatan. Gas yang

digunakan untuk tes kebocoran adalah gas helium yang merupakan gas inert yang

tidak berbahaya. Tes kebocoran dilakukan dengan memonitor tekanan baik pada

area dozing maupun sampling selama 3 jam pada tekanan tertinggi sesuai tekanan

uji adsorpsi sekitar 630 psia. Lama waktu tes kebocoran 3 jam, karena

pengambilan data uji adsorpsi sekitar 3 jam. Sementara itu tekanan diambil sekitar

630 psia, karena pada proses adsorpsi gas CO dimasukkan ke dalam dozing pada

tekanan sekitar 600 psia.

Tes kebocoran awal dapat dideteksi dengan menggunakan busa sabun pada

titik sambungan rangkaian alat sehingga dapat kebocoran dapat segera diketahui

dan diatasi. Jika ada kebocoran yang lebih kecil, kadang kala tidak terdeteksi

kalau menggunakan busa sabun saja. Tes kebocoran dilanjutkan menggunakan air,

dengan merendam titik yang diprediksi rawan kebocoran kecil seperti titik pada

sampling. Setelah tidak ditemukan kebocoran dengan menggunakan air, proses tes

kebocoran dilanjutkan dengan memantau penurunan tekanan pada dozing dan

sampling selama 3 jam. Jika penurunan tekanan selama 3 jam tidak lebih dari 3

psia, maka alat dapat digunakan untuk proses uji adsorpsi. Tes kebocoran

dilakukan setiap akan melakukan uji adsorpsi untuk masing-masing adsorben.

Gambar berikut adalah salah satu contoh kurva penurunan tekanan pada saat tes

kebocoran, terlihat tekanan pada dozing dan sampling stabil selama 3 jam..

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 165: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Gambar Tes kebocoran alat uji adsorpsi pada tekanan tinggi

Hasil Kalibrasi Void Volume Area Sampling

Void volume pada area sampling merupakan volume ruah yang ditempati

gas di dalam area sampling termasuk volume kosong dari pori adsorben. Void

volume ditentukan dengan menggunakan gas Helium. Helium bersifat inert

sehingga tidak berinteraksi dengan atom-atom pada permukaan adsorben. Helium

memiliki diameter molekul yang kecil sehingga dapat mengisi ruang kosong dari

pori adsorben sampai ukuran mikropori. Jumlah adsorben yang digunakan dapat

mempengaruhi besarnya void volume. Semakin besar jumlah adsorben dalam

sampling storage menyebabkan void volume semakin kecil. Pengukuran helium

void volume dilakukan pada range tekanan dari uji adsorpsi, yaitu 0-300 psia. Dari

hasil pengukuran pada beberapa tekanan, didapat rata-rata helium void volume.

Helium void volume mewakili volume gas yang tidak teradsorpsi pada proses uji

adsorpsi. Hasil perhitungan void volume tiap adsorben ditampilkan pada Tabel

berikut. Perbedaan nilai void volume pada beberapa tekanan sampling relatif kecil,

begitu juga oleh nilai standar deviasi, sehingga void volume rata-rata yang

diperoleh cukup mewakili untuk dipakai dalam perhitungan banyaknya gas yang

tidak teradsorpsi pada uji adsorpsi.

0

100

200

300

400

500

600

700

0 50 100 150 200

Tek

an

an

, p

sia

waktu, menit

Tekanan dozzing, psia

Tekanan sampling, psia

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 166: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Tabel Hasil Perhitungan Helium Void Volume

Zeolit alam tidak teraktifasi

Tekanan, psia 149.8 174.89 199.79 257.15

He Void volume, ml 13.65 13.86 14.06 14.30

He Void volume rata-rata 13.97

Standar deviasi 0.27695

Zeolit alam teraktifasi

Tekanan, psia 104.26 157.21 202.53 259.8 300.26

He Void volume, ml 14.24 14.14 14.10 14.12 14.15

He Void volume rata-rata 14.13

Standar deviasi 0.02797

Zeolit alam teraktifasi (400 nm)

Tekanan, psia 163.17 185 237.33 258.32 274.87

He Void volume, ml 14.43 14.40 14.49 14.45 14.41

He Void volume rata-rata, ml 14.44

Standar deviasi 0.03625

Karbon aktif

Tekanan, psia 163.17 185 237.33 258.32 274.87

He Void volume, ml 14.43 14.40 14.49 14.45 14.41

He Void volume rata-rata 14.44

Standar deviasi 0.03625

TiO2

Tekanan, psia 101.9 125.05 150.01 175.9

He Void volume, ml 14.83 14.81 14.83 14.86

He Void volume rata-rata 14.83

Standar deviasi 0.02002

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 167: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

LAMPIRAN C:

KALIBRASI SENSOR

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 168: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Kalibrasi Rangkaian Micro Controller Pengukur Kepekatan Asap

Proses kalibrasi dilakukan dengan tiga buah laser pointer dan tiga buah

sensor cahaya yang telah ditempelkan pada dinding ruang uji berbahan akrilik.

Proses kalibrasi diperlukan untuk mengetahui karakteristik daya tembus sinar dari

laser pointer yang digunakan. Dengan begitu, nilai kepekatan asap atau opacity

density (OD) dapat dicari dengan menggunakan variabel yang bersesuaian.

Hal yang harus diperhatikan adalah posisi jatuhnya sinar laser pada sensor

cahaya photodioda. Perbedaan letak jatuhnya sinar mempengaruhi hasil bacaan

oleh sensor cahaya photodioda sehinggalaser pointerharus diatur dengan sangat

berhati-hati, karena perubahan posisi selama proses pengambilan data akan

mempengaruhi kualitas dari data yang dihasilkan. Adapun data yang terbaca pada

komputer sudah dikonversi ke dalam data digital dengan bantuan micro controller

yang digunakan, sehingga data yang dihasilkan bisa digunakan untuk menghitung

nilai OD pada pengujian asap.

Sesuai dengan persamaan (pada BAB 2), dalam menentukan nilai dari OD,

dibutuhkan data perbandingan antara I/I0. Intensitas yang masuk ke sensor cahaya

photodioda tanpa adanya penghalang (dalam hal ini yaitu kaca dengan nilai OD

berbeda) dianggap sebagai I0 dan intensitas cahya yang masuk ke sensor cahaya

photodioda dengan menggunakan penghalang dianggap sebagai I. Nilai I0 dan I

didapat dari hasil kalibrasi. Sedangkan nilai OD didapat dari referensi kaca yang

digunakan.

Kemudian, dengan memplot nilai I/I0 dengan nilai OD dari kaca ke dalam

software OriginPro8 bisa didapatkan persamaan matematika yang berupa

persamaan eksponensial persamaan (1). Persamaan inilah yang akan digunakan

untuk menjadi standar penggunaan alat saat mengukur OD dari asap.

xRAyy 00 exp (1)

Sensor Cahaya dan Sinar Laser Atas

Untuk sensor cahaya dan sinar laser pada bagian atas, data digital yang

didapatkan adalah:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 169: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Data I untuk Kaca dengan Nilai OD Berbeda

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2

14 15 17 20 25 533

13 15 17 20 26 528

13 15 17 21 25 527

13 14 17 21 25 534

14 15 17 20 25 541

14 15 17 20 26 536

14 14 17 20 25 531

14 15 17 20 25 528

13 15 17 21 26 531

14 14 17 20 25 537

I dan I0 dirata-ratakan dari data di atas, sehingga didapatkan nilai I0/I untuk

masing-masing OD yang berbeda.

Average

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2

13.6 14.7 17 20.3 25.3 532.6

I0/I 0.92517 0.8 0.669951 0.537549 0.025535

Kemudian nilai I0/I diplot dengan nilai OD dari kaca ke dalam software

OriginPro8 sehingga didapatkan nilai parameter persamaan (D.1). Adapun

grafiknya bisa dilihat dari Gambar 1 di bawah ini:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 170: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Gambar 1 Kurva kalibrasi sensor cahaya dan sinar laser atas

Dari kurva kalibrasi di atas, nilai y0, A, dan R0 didapatkan, sehingga rumus

untuk mencari nilai OD adalah:

00 //(ln RAyyx (2)

dengan x adalah OD dan y adalah I0/I, maka Persamaan 4.2 menjadi:

32214.0/01808.2/033.1(ln 0

I

IOD (3)

Persamaan 3 hanya berlaku untuk perhitungan OD pada sensor cahaya dan

sinar laser bagian atas.

Sensor Cahaya dan Sinar Laser Tengah

Untuk sensor cahaya dan sinar laser pada bagian atas, data digital yang

didapatkan adalah:

Data I untuk Kaca dengan Nilai OD Berbeda

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2 14 15 18 21 25 536 14 16 18 21 25 536 15 15 18 21 25 536 14 15 18 21 25 536 14 15 19 21 25 536 15 15 18 21 25 537 14 15 19 21 25 537 14 16 18 21 25 536 14 15 18 21 25 534 14 16 18 21 25 533

I dan I0 dirata-ratakan dari data di atas, sehingga didapatkan nilai I0/I

untuk masing-masing OD yang berbeda.

Average

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2

14.2 15.3 18.2 21 25 535.7

I0/I 0.928105 0.78022 0.67619 0.568 0.026507

Kemudian nilai I0/I diplot dengan nilai OD dari kaca ke dalam software

OriginPro8 sehingga didapatkan nilai parameter Persamaan 1. Adapun grafiknya

bisa dilihat dari Gambar 2 di bawah ini:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 171: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Gambar 2 Kurva kalibrasi sensor cahaya dan sinar laser atas

Dari kurva kalibrasi di atas, nilai y0, A, dan R0 didapatkan, maka

Persamaan 2 menjadi:

2019.0/82097.2/85497.1(ln 0

I

IOD (4)

Persamaan D.4 hanya berlaku untuk perhitungan OD pada sensor cahaya

dan sinar laser bagian tengah.

Sensor Cahaya dan Sinar Laser Bawah

Untuk sensor cahaya dan sinar laser pada bagian atas, data digital yang

didapatkan adalah:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 172: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Data I untuk Kaca dengan Nilai OD Berbeda

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2

17 19 22 25 31 747

17 19 22 24 32 747

17 19 21 25 32 724

18 19 22 25 32 719

17 19 22 24 32 733

17 19 22 25 32 752

17 19 22 25 32 736

18 19 21 24 32 721

17 19 21 24 32 721

17 19 21 25 32 737

I dan I0 dirata-ratakan dari data di atas, sehingga didapatkan nilai I0/I untuk

masing-masing OD yang berbeda.

Average

I0 0.1 0.3 0.5 0.8 2

17.2 19 21.6 24.6 31.9 733.7

I0/I 0.905263 0.796296 0.699187 0.539185 0.023443

Kemudian nilai I0/I diplot dengan nilai OD dari kaca ke dalam software

OriginPro8 sehingga didapatkan nilai parameter Persamaan 1. Adapun grafiknya

bisa dilihat dari Gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3 Kurva kalibrasi sensor cahaya dan sinar laser atas

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 173: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Dari kurva kalibrasi di atas, nilai y0, A, dan R0 didapatkan, maka

Persamaan 2 menjadi:

1909.0/95954.2/99716.1(ln 0

I

IOD (5)

Persamaan 5 hanya berlaku untuk perhitungan OD pada sensor cahaya

dan sinar laser bagian bawah.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 174: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

LAMPIRAN D:

KARAKTERISASI BET

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 175: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

ACcom

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 176: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

ACZnCl2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 177: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Zeolit Alam tidak teraktifasi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 178: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Zeolit Alam teraktifasi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 179: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

LAMPIRAN E:

KARAKTERISASI SEM/EDAX

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 180: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

ACcom

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 181: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

ACZnCl2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 182: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Zeolit Alam tidak teraktifasi

Zeolit Alam teraktifasi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 183: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

LAMPIRAN E:

HASIL ANALISA PSA

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 184: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

ACcom

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 185: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 186: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

AC ZnCl2

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 187: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 188: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Zeolit Alam

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 189: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 190: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Universitas Indonesia

LAMPIRAN G:

PUBLIKASI

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 191: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Terakreditasi: ISSN 0852 - 0798 SK No.: 66b/DIKTI/KepI2011

Volume 14 Nomor 3 April 2013

Reaktor Vol. 14 No.3 Hal. 173 - 254 Semarang April 2013

ISSN 0852-0798

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 192: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Terakreditasi: ISSN 0852-0798 SK No.: 66b1DIKTIIKep/201 r

Volume 14 Nomor 3 April 2013

DAFTARISI

Paddy Drying in Mixed Adsorption Dryer with Zeolite: Drying Rate and Time Estimation Mohamad Djaeni, Dewi Ayuningtyas, NuruJ Asiah, Hargono, Ratnawati, Wiratno, and Jumali

173-178

Performa Oksidasi Metao pada Reaktor Kontinyu dengan Peningkatan Ketebalan Lapisan Biocover Landfill Cpy Kurniasari, Tri Padmi, Edwan Kardena, dan Enri Damanhuri

179-186

Aktivitas Inulinase oleh Pichia Manshurica dan Fusan F4 pada Fermentasi Batch dengan Umbi Dahlia (Dahlia Sp) Sebagai Substrat Wijanarka, Endang Sutariningsih Soetarto, Kumata Dewi, dan Ari Indrianto

187-192

Upaya Peningkatan Mutu dan Efisiensi Proses Pengeringan Jagung Ddengan Mixed-Adsorption Dryer Luqman Buchori, Mohamad Djaeni, dan Laeli Kurniasari

193-198

Friction Analysis on Scratch Deformation Modes of Visco·Elastic-Plastic Materials Budi Setiyana, Imam Syafaat, Jamari, and DikJoe Schipper

199-203

Penerapan Elektroosmosis Untuk Pengeringan Sludge dari Pengolaban Limbah Cair Darmawan, Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, dan Juniska Muria Sariningpuri

204-210

Pengaruh Jenis Anoda pada Proses Pemulihan Logam Nikel dari Tiruan Air Limbah Electroplating Menggunakan SellElektrodeposisi Djaenudin, Mindriany Syafila, Edwan Kardena, dan Isdiriayani Nurdin

211-217

Penyerapan Gas CO Hasll Pembakaran Sampah Menggunakan Modifikasi Sorbent dalam Reaktor Fixed Bed Mariana. Farid Mulana, dan Purwana Satriyo

218-224

Pemilihan Adsorben Untuk Penyerapan Karbon Monoksida Menggunakan Model Adsorpsi lsotermis Langmuir Yuliusman, Widodo Wahyu Purwanto, dan Yulianto Sulistyo NUgboro

225-233

;

Pengaruh Katalis Co dan Fe Terhadap Karakteristik Carbon Nanotubes dari Gas Asetilena dengan Menggunakan Proses Catalytic Chemical Vapour Deposition (CCVD) Tutuk Djoko Kusworo, Desmile Yusufina, dan Atyaforsa

234-241

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 193: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Reaktor, Vol. 14 No. 3, April 2013, Hal. 225-233

225

PEMILIHAN ADSORBEN UNTUK PENJERAPAN KARBON MONOKSIDA MENGGUNAKAN MODEL ADSORPSI

ISOTERMIS LANGMUIR

Yuliusman1), Widodo Wahyu Purwanto2), dan Yulianto Sulistyo Nughoro3)

1,2)Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 3)Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Kampus UI Depok, Depok 16424 Telepon: 021-7863516, Fax: 021-7863515

*)Penulis korepondensi: [email protected]

Abstract

ADSORBENT SELECTION FOR CO ADSORPTION USING LANGMUIR ISOTHERMIC ADSORPTION MODEL. The objective of this research is to choose the adsorbent that can be applied to decrease toxicity level and to purify fire smoke. In case of fire, toxicity level is high due to carbon monoxide. Adsorbent is chosen based on its ability to adsorb carbon monoxide using volumetric method in constant temperature. Materials to be tested are natural zeolite, active carbon, TiO2, CuO, MgO. Due to existence of organic and mineral polluters, natural zeolite needs to be activated prior to adsorption test using fluoride acid (HF), chloride acid (HCl), ammonium chloride (NH4Cl) and followed by calcination process. Result shows that activation of natural zeolite can increase Si/Al ratio and surface area. According to Langmuir adsorption model obtained, adsorption capacity of active carbon and natural zeolite are the highest. At 1 atmospheric pressure, adsorption capacity are 0.0682 mmol/g for active carbon, 0.0464 for activated natural zeolite with particle size of 400 nm, and 0.0265 mmol/g for activated natural zeolite with particle size of (37-50) μm.

Keywords: activation; adsorbent; adsorption; carbon monoxide; natural zeolite

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memilih adsorben yang dapat diaplikasikan untuk menurunkan tingkat racun dan menjernihkan asap kebakaran. Pada kasus kebakaran tingkat racun asap disebabkan tingginya kandungan karbon monoksida. Proses pemilihan adsorben dilihat pada kemampuan adsorben mengadsorpsi karbon monoksida, yang dilakukan dengan metode volumetrik pada temperatur konstan. Material yang diuji adalah zeolit alam, karbon aktif, TiO2, CuO, MgO. Zeolit alam banyak terdapat pengotor baik organik maupun mineral, oleh karena itu sebelum dilakukan uji adsorpsi, zeolit alam terlebih dahulu diaktifasi menggunakan larutan asam florida (HF), asam khlorida (HCl) dan larutan amonium khlorida (NH4Cl), dilanjutkan dengan proses kalsinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifasi zeolit alam dapat meningkatkan rasio Si/Al dan luas permukaan. Semua adsorben yang diuji mempunyai kemampuan mengadsorpsi karbon monoksida. Berdasarkan model adsorpsi Langmuir yang diperoleh, karbon aktif dan zeolit alam mempunyai kapasitas adsorpsi yang paling besar. Dengan menggunakan kondisi tekanan 1 atmosfir, kapasitas adsorpsi adalah 0,0682 mmol/g untuk karbon aktif, 0,0464 mmol/g untuk zeolit alam teraktifasi dengan ukuran partikel 400 nm dan 0,0265 mmol/g untuk zeolit alam teraktifasi dengan ukuran partikel (37-50) μm.

Kata kunci: aktifasi; adsorben; adsorpsi; karbon monoksida, zeolit alam

PENDAHULUAN

Kebakaran merupakan peristiwa terbakarnya material baik itu padat, cair atau gas dalam skala besar yang disertai terbentuknya asap, penyebaran nyala api yang tidak terkendali dan terprediksi.

Semakin banyak material yang terbakar maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya pembentukkan asap dan penyebaran nyala api. Asap kebakaran mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan, diantaranya karbon monoksida (CO).

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 194: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pemilihan Adsorben untuk Penjerapan ... (Yuliusman dkk.)

226

Karbon monoksida adalah polutan yang sangat berbahaya karena karakteristiknya yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Konsentrasi karbon monoksida 1600 ppm dalam waktu 20 menit dapat menyebabkan sakit kepala, kontraksi jantung cepat, pusing dan mual, dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan kematian (Hull, 2007). Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal karena terhirup dan terinfeksi oleh karbon monoksida (Wang dkk., 2007). Usaha pencegahan timbulnya kebakaran dan mengurangi resiko keracunan asap kebakaran sangat diperlukan. Salah satu usaha untuk menguragi resiko keracunan asap kebakaran adalah mengadsorpsi karbon monoksida.

Proses adsorpsi adalah peristiwa tertariknya suatu molekul tertentu dari fluida (cair atau gas) pada permukaan zat padat (adsorben). Ada 2 jenis adsorpsi yaitu adsopsi fisika dan kimia. Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi fisika ikatannya relatif lemah, bersifat reversibel dan dapat membentuk lapisan multilayer. Adsorpsi kimia terjadi karena terbentuk ikatan kovalen atau ion antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi kimia ikatannya kuat, tidak reversibel dan membentuk lapisan monolayer (Maron dan Lando, 1988). Adsorpsi bisa terjadi pada suhu tetap disebut adsorpsi isotermis. Persamaan matematika pertama untuk kondisi isotermis diberikan oleh Freundlich dan Küster, dapat dilihat pada persamaan berikut ini,

𝑥𝑥𝑚𝑚

= 𝑘𝑘𝑘𝑘1𝑛𝑛 (1)

Model adsorpsi isotermis yang paling sederhana untuk adsorpsi monolayer adalah model Langmuir. Model Langmuir pertama kali dikembangkan untuk menunjukkan adsorpsi kimia. Persamaan umum yang digunakan pada model Langmuir adalah sebagai berikut (Yang, 1987),

𝜃𝜃 = 𝑛𝑛𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑛𝑛𝑚𝑚𝑚𝑚𝑘𝑘𝑔𝑔

= 𝑔𝑔𝑘𝑘1+𝑔𝑔𝑘𝑘

(2)

𝑛𝑛𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 = 𝑛𝑛𝑚𝑚𝑚𝑚𝑘𝑘𝑔𝑔 𝑔𝑔𝑘𝑘1+𝑔𝑔𝑘𝑘

(3)

Pada tekanan rendah, persamaan 3 dapat disederhanakan menjadi bentuk linier mengikuti hukum Henry’s sebagai berikut,

𝜃𝜃 = 𝑔𝑔𝑘𝑘 (4) Proses adsorpsi fluida terjadi pada permukaan

adsorben. Zeolit dan oksida logam merupakan adsorben yang potensial untuk mengadsorpsi karbon monoksida. Pemanfaatan zeolit sebagai adsorben sudah banyak digunakan pada industri, pertanian, dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan selektivitas adsorbat terhadap beberapa jenis zeolit.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa zeolit jenis mordenite dan clinoptilolite dapat digunakan untuk mengadsorpsi karbon monoksida. Jenis zeolit alam Indonesia umumnya jenis mordenite dan clinoptilolite (Trisunaryanti dkk., 2005).

Kemampuan zeolit mengadsorpsi karbon monoksida sangat bergantung pada rasio Si/Al. Rasio Si/Al rendah, zeolit bersifat hydrophilic mempunyai afinitas tinggi terhadap air dan senyawa polar lainnya. Sebaliknya jika rasio Si/Al tinggi, maka zeolit bersifat hydrophobic dan mengadsorpsi senyawa non-polar. Kepolaran karbon monoksida relatif kecil dibandingkan uap air. Agar zeolit efektif mengadsorpsi karbon monoksida dibandingkan uap air, zeolit harus bersifat hydrophobic. Transisi dari sifat hydrophilic menjadi hydrophobic pada rasio Si/Al antara 8 hingga 10.

Penelitian adsorpsi karbon monoksida belum banyak dilakukan. German dan Moshe (2008) meneliti secara teori kinetika adsopsi dan desorpsi CO pada bidang (111) logam transisi ruthenium, iridium, palladium, rhodium, dan platinum. Pada dasarnya penelitian ini melihat fungsi logam sebagai katalis. Hasilnya menunjukkan bahwa energi adsorpsi CO oleh rhodium dan iridium relatif lebih besar dibandingkan logam yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa logam rhodium dan iridium mempunyai kemampuan mengadsorpsi CO lebih besar dibanding logam lain. Ranjan dkk. (2007) mempelajari efek elektronik adsorpsi kimia CO pada permukaan Pt-Pb. Hasilnya menunjukkan bahwa donasi elektron dari atom Pb ke atom Pt memainkan peran penting dalam membedakan kemisorpsi pada permukaan tersebut. Semakin tinggi energi ikatan permukaan Pt-Pb relatif terhadap permukaan Pt (111), menyebabkan interaksi Pt-adsorbat menjadi lemah.

Tabel 1. Selektivitas Adsorbat terhadap Jenis Zeolit (Ackley dkk., 2003)

Jenis Zeolit Aplikasi Gas Sedikit Diadsorpsi

Gas Banyak Diadsorpsi

Peneliti

Chabazite Prapurifikasi udara Udara (N2 dan O2) CO2 Tomoki (1988) Clinoptilolite Prapurifikiasi udara Udara (N2 dan O2) CO2, CO, NO Tezel (1995) Erionite Separasi udara O2 N2 Honan (1974) Ferrierite Purifikasi gas alam,

batubara, biogas CH4, C2’s, C3’s NH3 Hayhurst

(1978) Mordenite Purifikasi gas H2, He, Ne, Kr, Xe H2O, CO, CO2, CH4 Nishizawa

(1984) Phillipsite Purifikasi gas alam,

batubara, biogas CH4, C2’s, C3’s NH3 Kirov (1992)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 195: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Reaktor, Vol. 14 No. 3, April 2013, Hal. 225-233

227

Mulukutla dkk. (2007) menguji oksida dan hiroksida logam Mg, Sr, Ba, Ca, Ti, Zr, Fe, V, Mn, Ni, Cu, Al, Si, Zn, Ag, Mo, Sb, karbonat/bikarbonat logam Na, Al, Mg dan Ca. Asap yang diuji dibuat dari bahan yang dibakar seperti: kertas, minyak diesel, jet mill, dan glikol. TiO2, MgO dan Al2O3 mempunyai kemampuan mengadsorpsi asap lebih baik dibandingkan adsorben yang lain. Yadav dkk. (2007) melakukan penelitian penjerapan asap glikol. Adsorben yang diuji adalah TiO2, MgO, MgO plus, NaHCO3, Ca(OH)2. TiO2 dan MgO mempunyai kemampuan penjerapan asap lebih baik dibandingkan yang lain. Semakin kecil ukuran partikel sampai pada ukuran tertentu semakin baik kinerja oksida logam.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan adsorben yang mempunyai kemampuan mengadsorpsi karbon monoksida. Adsorben dengan kapasitas adsorpsi paling besar akan digunakan untuk mengadsorpsi karbon monoksida dan penjernihan asap. METODE PENELITIAN Bahan

Bahan yang digunakan sebagai adsorben adalah zeolit alam, MgO (Merck), CuO (Merck) dan TiO2 (Merck). Bahan untuk aktifasi zeolit alam adalah HF 2% (Merck), HCl 6 M (Merck), NH4Cl 0,1 M (Merck) dan demineralized water. Adsorbat yang digunakan untuk uji adsorpsi adalah karbon monoksida (99,99%). Uji kebocoran dan volume void menggunakan Helium (99,99%). Aktifasi Zeolit Alam

Aktifasi hanya dilakukan pada zeolit alam, sedangkan adsorben lain langsung dilakukan uji adsorpsi. Aktifasi yang dilakukan adalah merendam zeolit dalam larutan HF 2% selama 10 menit disertai pengadukan menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian merendam zeolit dalam larutan HCl 6 M dan diaduk selama 30 menit. Selanjutnya merendam zeolit dalam larutan NH4Cl 0,1 M selama 5 hari dan diaduk tiap 3 jam. Kemudian zeolit dikalsinasi dalam furnace pada suhu 500°C selama 5 jam. Kemudian

zeolit dihaluskan untuk mendapatkan ukuran partikel (37-50) μm. Penghalusan untuk mendapatkan ukuran 400 nm menggunakan alat ball mil, dilakukan di Nanotech Indonesia Inspection & Laboratorium Testing, BPPT Puspitek, Serpong-Tangerang. Karakterisasi

Karakterisasi zeolit alam meliputi penentuan komposisi kimiawi menggunakan XRF (X-Ray Flouressence). Pengukuran luas luas permukaan dilakukan untuk semua adsorben menggunakan metode BET (Autosorb-6 Quantacrome). Uji Adsorpsi Skema alat

Skema alat uji adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 1. Sebelum dimasukkan ke sampling cylinder, adsorben dikeringkan di dalam oven pada suhu 1200C selama 1 jam. Uji adsorpsi dimulai dengan memasukkan adsorben seberat 2 gram ke dalam sampling cylinder. Alat dipanaskan pada suhu 50oC untuk menghilangkan kandungan uap air yang masih terdapat dalam adsorben, dibantu dengan pompa vakum. Kemudian dilanjutkan dengan uji kebocoran, menentukan volume kekosongan (volume void) dan adsorpsi CO. Uji kebocoran

Uji kebocoran dilakukan dengan memasukkan helium (He) ke dalam alat adsorpsi sampai tekanan 630 psi, kemudian diamati perubahan tekanan selama 3 jam. Jika tidak ada perubahan tekanan maka proses pengukuran volume void dan uji adsorpsi dapat dilakukan. Volume void

Volume void pada sampling cylinder diperoleh dengan cara mengalirkan helium ke dozing cylinder dicatat temperatur (Ti) dan tekanan (Pi). Jumlah mol He awal (n) pada dozing cylinder dihitung berdasarkan persamaan 5. Kemudian helium dialirkan dari dozing cylinder ke sampling cylinder, dicatat temperatur (Tf) dan tekanan (Pf).

Gambar 1. Skema alat uji adsorpsi

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 196: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pemilihan Adsorben untuk Penjerapan ... (Yuliusman dkk.)

228

Jumlah mol He yang masuk pada sampling cylinder (ni) merupakan pengurangan mol He pada dozing cylinder (persamaan 6). Volume void pada sampling cylinder dapat dihitung dengan persamaan 7. Volume pada persamaan 5, 6 dan 7 sudah termasuk volume pipa penghubung.

𝑛𝑛 =𝑘𝑘𝑔𝑔𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑔𝑔𝑛𝑛𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑔𝑔𝑛𝑛𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐

𝑍𝑍𝐻𝐻𝑐𝑐 i𝑅𝑅𝑇𝑇𝑔𝑔 (5)

𝑛𝑛𝑔𝑔 = � 𝑘𝑘𝑔𝑔𝑑𝑑𝐻𝐻𝑐𝑐𝑔𝑔 𝑅𝑅𝑇𝑇𝑔𝑔

− 𝑘𝑘𝑓𝑓𝑑𝑑𝐻𝐻𝑐𝑐𝑓𝑓 𝑅𝑅𝑇𝑇𝑓𝑓

� 𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑔𝑔𝑛𝑛𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑔𝑔𝑛𝑛𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐 (6)

𝑉𝑉𝑣𝑣𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑 = 𝑛𝑛𝑔𝑔𝑑𝑑𝐻𝐻𝑐𝑐 𝑅𝑅𝑇𝑇𝑓𝑓𝑘𝑘𝑔𝑔𝑓𝑓

(7)

Adsorpsi karbon monoksida

Proses adsorpsi dilakukan dengan mengalirkan CO ke dalam dozing cylinder sampai tekanan yang diinginkan, mencatat temperatur (Ti) dan tekanan (Pi) CO di dozing cylinder. Kemudian mengalirkan CO ke sampling cylinder secara bertahap dengan interval tekanan sekitar 50 psi, sampai tekanan pada sampling cylinder sekitar 350 psi. Setiap tahap dicatat temperatur (Tf) dan tekanan (Pf) pada dozing cylinder, tekanan akhir sampling cylinder (Psf) dicatat setelah 30 menit gas masuk sampling cylinder. Jumlah mol CO yang masuk sampling cylinder (sc) dihitung dari pengurangan mol CO pada dozing cylinder (dc) menggunakan persamaan 8.

𝑛𝑛𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑔𝑔𝑚𝑚𝑘𝑘 𝑔𝑔𝑐𝑐 = � 𝑘𝑘𝑔𝑔𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶 ,𝑔𝑔𝑅𝑅𝑇𝑇𝑔𝑔

− 𝑘𝑘𝑓𝑓𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶 ,𝑓𝑓𝑅𝑅𝑇𝑇𝑓𝑓

� 𝑉𝑉𝑑𝑑𝑐𝑐 (8)

Jumlah mol CO yang teradsorpsi oleh adsorben pada sampling cylinder dihitung berdasarkan jumlah mol CO yang masuk sampling cylinder dikurang dengan mol CO yang tidak teradsorpsi (persamaan 10). 𝑛𝑛𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑𝑐𝑐𝑡𝑡𝑔𝑔𝑔𝑔 = 𝑛𝑛𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑔𝑔𝑚𝑚𝑘𝑘 𝑔𝑔𝑐𝑐 − 𝑛𝑛𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑡𝑡𝑔𝑔𝑑𝑑𝑚𝑚𝑘𝑘 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑑𝑑𝑡𝑡𝑔𝑔𝑔𝑔 (9)

𝑛𝑛𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑𝑐𝑐𝑡𝑡𝑔𝑔𝑔𝑔 = �� 𝑘𝑘𝑔𝑔

𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶 ,𝑔𝑔𝑅𝑅𝑇𝑇𝑔𝑔−

𝑘𝑘𝑓𝑓𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶 ,𝑓𝑓𝑅𝑅𝑇𝑇𝑓𝑓

� 𝑉𝑉𝑑𝑑𝑐𝑐 �

− � 𝑘𝑘𝑓𝑓𝑉𝑉𝑣𝑣𝑑𝑑𝑔𝑔𝑑𝑑𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶 ,𝑓𝑓𝑅𝑅𝑇𝑇𝑓𝑓

�𝑔𝑔𝑐𝑐

(10)

Pengolahan data membuat kurva adsorpsi CO oleh adsorben, dengan cara menghubungkan jumlah mol CO yang teradsorpsi per gram adsorben terhadap tekanan sampling cylinder. Dari jumlah mol yang teradsorpsi dibuat model adsorpsi Langmuir menggunakan persamaan 2. Dengan bantuan program Solver Microsoft Excel, konstanta adsorpsi model Langmuir b dan kapasitas adsorpsi maksimum (nmaks) akan didapat. Nilai b dan nmaks dapat diterima jika nilai % AAD (absolute average deviation) < 10%. %. AAD adalah deviasi rata mutlak dari jumlah mol adsorpsi Gibbs eksperimen (neksp) terhadap jumlah mol adsorpsi Gibbs model (nmodel). HASIL DAN PEMBAHASAN Rasio Si/Al

Pengaruh aktifasi terhadap rasio Si/Al pada zeolit dilihat pada Gambar 2. Perlakuan perendaman zeolit dengan HF 2% tidak menyebabkan perubahan rasio Si/Al. Hal ini dapat terjadi karena larutan HF

2% berfungsi melarutkan oksida pengotor bukan sebagai pelarutan oksida aluminium.

Gambar 2. Pengaruh perlakuan aktifasi terhadap

rasio Si/Al

Proses aktifasi menggunakan larutan HCl 6 M, dapat meningkatkan rasio Si/Al dari 7,52 menjadi 8,51. Larutan HCl 6 M dapat melarutkan oksida aluminium (AlO4)5- dengan membuka pori-pori zeolit menjadi berukuran pori lebih besar sehingga oksida aluminium akan keluar dari struktur zeolit. Proses aktifasi menggunakan larutan NH4Cl 0,1 M terjadi peningkatan rasio Si/Al sangat besar dari 8,51 menjadi 12,81. Hal ini dimungkinkan pada saat proses dealuminasi menggunakan HCl masih banyak oksida aluminium sudah lepas dari struktur Kristal tetapi masih tertinggal dalam pori zeolit. Perendaman dengan NH4Cl selama 5 hari dan diaduk dapat mendorong alumina keluar dari pori zeolit. Proses kalsinasi pada temperatur 500oC terjadi kembali penurunan rasio Si/Al dari 12,81 menjadi 9,43. Proses kalsinasi dapat juga merusak struktur yang bukan kristal (amorf) sehingga rasio Si/Al menurun. Komposisi Unsur Lain

Unsur lain yang terdapat dalam zeolit alam adalah Cl, K, Ca, Ti, Fe, Ni, Zn, Pb dan Sr. Unsur tersebut bersifat pengotor yang dapat menutupi pori sehingga menurunkan kapasitas adsorpsi zeolit. Komposisi unsur tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Secara umum, setiap tahap aktifasi dapat menurunkan unsur pengotor dalam hal ini oksida logam. Tidak semua oksida logam dapat dilarutkan pada proses aktifasi, yang dapat dilarutkan kalium 45%, kalsium 63% dan besi 45%. Perendaman dengan NH4Cl selama 5 hari dan diaduk sangat membantu membersihkan pori zeolit dari pengotor. Pengotor lain yang terdapat pada zeolit alam adalah oksida Ni, Zn dan Pb. Ketiga oksida logam ini dapat langsung terlarut pada proses perendaman dengan larutan HF 2%.

0

5

10

15

7.55 7.52 8.51

12.81

9.43

Ras

io, S

i/Al

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 197: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Reaktor, Vol. 14 No. 3, April 2013, Hal. 225-233

229

Tabel 2. Kandungan logam pada zeolit pada berbagai perlakuan aktifasi

Zeolit Persen Berat (%)

Cl K Ca Ti Fe Ni, Zn dan Pb Zeolit alam asli 0 7,113 6,243 0,667 5,522 1,389 Zeolit HF 2% 0 6,413 5,123 0,347 4,235 0 Zeolit HCl 6M 4,208 4,465 3,708 0,323 3,739 0 Zeolit NH4Cl 0 3,89 1,989 0,357 2,809 0 Zeolit kalsinasi 0 3,89 2,332 0,305 3,038 0

Luas Permukaan dan Diameter Rata-Rata Pori

Gambar 3 menunjukkan luas permukaan adsorben yang diuji pada penelitian ini. Dari Gambar 3 terlihat bahwa karbon aktif mempunyai luas permukaan yang paling besar 141 m2/g, MgO 35 m2/g, TiO dan CuO mempunyai luas permukaan sangat kecil, dapat dikatakan tidak berpori. Luas permukaan adsorben oksida logam sangat bervariasi dari 20-600 m2/g (Mulukutla dkk., 2007) dan permukaan karbon aktif bisa mencapai > 3000 m2/g (Yang, 1987). Luas permukaan adsorben sangat dipegaruhi oleh proses pembuatan dan aktifisi. Pada penelitian ini oksida logam yang digunakan tidak melalui aktifasi, sehingga luas permukaannya masih sangat kecil.

Gambar 3. Luas permukaan adsorben

Gambar 3 juga menunjukkan bahwa luas

permukaan zeolit yang telah diaktifasi meningkat dari 46,13 m2/g menjadi 70,95 m2/g. Setiap tahapan aktifasi memungkinkan terjadinya penghilangan pengotor yang terdapat dalam pori zeolit, sehingga dapat meningkatkan luas permukaan. Penambahan larutan NH4Cl pada proses aktifasi dapat melarutkan senyawa pengotor yang masih terdapat dalam zeolit dan membersihkan pengotor pada permukaan zeolit yang terbentuk selama proses dealuminasi. Proses kalsinasi pada temperatur 500oC dapat memperbaiki struktur kristal zeolit, menguapkan molekul air dan senyawa organik yang terikat pada struktur zeolit, sehingga dapat membuka pori dan meningkatkan luas permukaan. Proses aktifasi zeolit alam pada penelitian ini belum meningkatkan luas permukaan secara signifikan. Hal ini dimungkinkan karena tidak semua oksida logam dapat dilarutkan, sehingga dapat dapat menutup pori dan menurunkan luas permukaan.

Proses adsorpsi juga bergantung pada diameter rata-rata pori adsorben. Diameter rata-rata pori adsorben ditunjukkan pada Gambar 4. Pada Gambar 4 terlihat bahwa diameter rata-rata pori adsorben jauh lebih besar dibandingkan dengan diameter CO (3,590oA). Artinya bahwa pori adsorben bisa dilewati oleh CO.

Gambar 4. Diameter rata-rata pori adsorben

Adsorpsi Karbon Monoksida oleh Zeolit Alam

Molekul CO pada permukaan zeolit terikat dengan Al yang berikatan koordinasi-3 dengan atom oksigen. Banyaknya CO yang teradsorpsi pada zeolit direpresentasikan dalam bentuk mol adsorpsi Gibbs (ngibbs). Gambar 5 menunjukkan pengaruh tekanan terhadap jumlah CO teradsorpi oleh zeolit alam yang belum teraktifasi, zeolit alam teraktifasi dan zeolit alam teraktifasi dengan ukuran partikel 400 nm. Semakin tinggi tekanan gas maka semakin banyak CO yang berdifusi masuk ke dalam pori zeolit untuk berinteraksi dengan atom permukaan zeolit, sehingga jumlah CO yang teradsorpsi akan semakin besar. Dengan struktur yang berpori dan sifat permukaannya menyebabkan zeolit alam mampu mengasorpsi gas CO. Pada zeolit alam yang belum terakstifasi, jumlah CO yang teradsorpsi relatif kecil dibandingkan kapasitas adsorpsi CO oleh zeolit alam teraktifasi dan zeolit alam teraktifasi ukuran partikel 400 nm. Hal ini ditunjukkan juga oleh Tabel 3, zeolit alam yang belum diaktifasi mempunyai nilai konstanta adsorpsi model Langmuir nmax dan nilai b paling kecil. Kemampuan adsorpsi yang kecil ini disebabkan zeolit alam yang belum diaktifasi masih banyak pengotor yang menutupi permukaan aktif dan pori sehingga mengurangi luas (Gambar 3).

0306090

120150

46.1370.95

141.2

7.36 2.0235.6

Lua

s per

muk

aan,

m2 /g

020406080

100120

73.14

106.8

77.5

110.988.3

11.4

Dia

met

er p

ori (

o A)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 198: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pemilihan Adsorben untuk Penjerapan ... (Yuliusman dkk.)

230

Gambar 5. Pengaruh tekanan CO terhadap kapasitas adsorpsi zeolit alam

Gambar 5 juga memperlihatkan profil kurva

adsorpsi eksperimen mendekati kurva adsopsi model. Hal ini menunjukkan bahwa data eksperimen dapat diterima, dipertegas oleh nilai deviasi rata-rata yang kecil pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai nmaks dan b zeolit alam Adsorben nmaks

(mmol/g) b % AAD

Zeolit alam 0,09371 0,03613 2,93 Zeolit alam teraktifasi 0,36648 0,00531 4,44 Zeolit alam teraktifasi (400 nm)

0,36310 0,00997 3,75

Kapasitas adsorpsi pada zeolit alam teraktifasi

jauh lebih besar dibandingkan dengan zeolit alam yang belum teraktifasi. Hal ini ditunjukkan oleh konstanta nmax yang dimiliki oleh zeolit alam teraktifasi 4 kali lebih besar dibandingkan zeolit alam tidak teraktifasi. Proses adsorpsi adalah suatu proses penjerapan suatu fasa (gas atau cair) pada permukaan adsorben yang berupa padatan. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan gaya-gaya molekul pada zat padat, yang cenderung menarik molekul lain yang bersentuhan pada permukaannya. Jumlah berpori dan luas permukaan meningkat dapat menyebabkan ketidakseimbangan gaya-gaya molekul pada adsorben dan meningkatkan kemampuan adsorpsi. Peningkatan kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi, dimungkinkan karena meningkatnya luas permukaan. Proses aktifasi dapat membersihkan pengotor, baik pengotor organik maupun mineral, sehingga meningkatkan luas permukaan, maka molekul CO yang teradsorpsi akan semakin meningkat. Luas permukaan zeolit alam teraktifasi meningkat dari 46,13 m2/g menjadi 70,95 m2/g.

Peningkatan kapasitas adsorpsi zeolit alam teraktifasi dapat juga disebabkan karena meningkatnya rasio Si/Al. Rasio Si/Al meningkat maka zeolit lebih bersifat hydrophobic, lebih suka terhadap molekul non polar seperti CO. Sifat hydrophobic zeolit dapat juga meningkat karena terjadi pertukaran kation selama

proses aktifasi. Aktifasi dengan larutan NH4Cl menyebabkan pertukaran kation logam dengan H+. Zeolit dengan kation H+ lebih bersifat hydrophopic dibandingkan kation logam, sehingga dapat meningkatkan adsorpsi terhadap CO. Gambar 5 juga menunjukkan pengaruh ukuran partikel zeolit terhadap kapasitas adsorpsi. Perubahan ukuran partikel zeolit dari (37-50) μm menjadi 400 nm, belum memberikan peningkatan secara signifikan terhadap kapasitas adsorpsi CO. Pengaruh ukuran partikel terhadap kapasitas adsorpsi akan terlihat jika adsorben ditaburkan, karena ada aspek gravitasi. Semakin kecil partikel maka kontak adsorben dan adsorbat akan semakin lama, sehingga kapasitas adsorpsi akan meningkat. Adsorpsi Karbon Monoksida oleh Karbon Aktif, TiO2, CuO dan MgO

Adsorpsi CO oleh carbon aktif, TiO2, CuO dan MgO dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6 terlihat juga bahwa profil kurva adsorpi eksperimen mendekati kurva adsopsi model dengan nilai %AAD < 5%. Kurva adsorpsi karbon aktif jauh di atas TiO2, CuO dan MgO, dapat dikatakan bahwa karbon aktif mempunyai kapasitas adsorpsi (ngibbs) paling besar. Jika dibandingkan konstanta adsorpsi Langmuir nilai nmax karbon aktif > MgO > TiO2 > CuO. Nilai nmax karbon aktif 10 kali dibandingkan nilai nmax MgO. Jika dibandingkan dengan zeolit alam teraktifasi, nilai nmax karbon aktif 5 kali lebih besar dibandingkan dengan nmax zeolit alam teraktifasi. Nilai nonstanta adsorpsi Langmuir dapat dilihat pada Tabel 4. Kapasitas adsorpsi karbon aktif yang tinggi disebabkan karena karbon aktif mempunyai luas permukaan yang paling besar, yaitu 141,2 m2/g. Sementara itu luas permukaan MgO, TiO2 dan CuO berturut-turut 35,6, 7,36 dan 2,02 m2/g. CO adalah salah satu gas yang bersifat hydrophobic, maka akan lebih mudah diadsorpsi oleh permukaan hydrophobic. Kapasitas adsorpsi karbon aktif dapat juga disebabkan permukaan karbon aktif bersifat hyrophobic.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 50 100 150 200 250 300 350

ngi

bs, m

mol

/g

tekanan, psi

Zeolit alamZeolit alam modelZeolit alam teraktifasiZeolit alam teraktifasi modelZeolit alam teraktifasi ukuran 400 nm

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 199: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Reaktor, Vol. 14 No. 3, April 2013, Hal. 225-233

231

Gambar 6. Pengaruh tekanan CO terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif dan oksida logam

Tabel 4. Nilai nmaks dan b karbon aktif dan oksida

logam Adsorben nmaks

(mmol/g) b % AAD

Karbon aktif 1,58827 0,00305 1,73 TiO2 0,15451 0,00467 3,04 CuO 0,04269 0,05033 3,24 MgO 0,34968 0,00762 4,39

Pada fenomena adsorpsi CO oleh MgO, jika

dibandingakan luas permukaan MgO setengahnya zeolit alam teraktifasi, tetapi kapasitas adsorpsi hanya sedikit di bawah zeolit alam teraktifasi. Karbon monoksida (CO) teradsorpsi pada permukaan MgO (001) adalah adsorpsi fisika (Xu dkk., 2003). Kemampuan adsorpi MgO sangat bergantung pada struktur MgO dan pengotor. Kerusakan struktur dan pengotor pada MgO dapat mengubah interaksi antara MgO (001) dan CO secara signifikan. Hal ini dapat menurunkan luas permukaan dan menurunkan kemampuan adsorpsi MgO. Proses mempersiapkan permukaan MgO (001) yang bebas kerusakan struktur dan pengotor adalah proses yang sangat sulit.

Luas permukaan MgO pada penelitian ini 35,6 m2/g, sangat kecil dibandingkan dengan peneliti terdahulu 600 m2/g (Mulukutla, 2007). Hal ini menunjukkan adanya struktur yang rusak pada MgO yang digunakan. Fenomena yang sama ditemukan pada adsorben TiO2 dan CuO. Kapasitas adsorpsi kedua adsorben tersebut sangat rendah karena luas permukaan rendah. Hal ini dimungkinkan karena terdapat kerusakan pada struktur dan pengotor. Pemilihan Adsorben

Pemilihan adsorben yang akan digunakan untuk adsorpsi CO dan penjernihan asap pada kasus kebakaran berdasarkan pada kapasitas adsorpsi masing-masing adsorben. Diantara adsorben yang diuji, karbon aktif memiliki kapasitas adsorpsi paling besar, kemudian diikuti zeolit alam teraktifasi. Karena pada kasus kebakaran proses adsorpsi terjadi pada tekanan 1 atm, maka kapasitas adsorpsi dihitung menggunakan model adsorpsi Langmuir dengan memasukan tekanan 1 atm.

Gambar 7. Kapasitas adsorpsi adsorben berdasarkan persamaan model Langmuir dan tekanan atmosfir

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 50 100 150 200 250 300

ngi

bbs,

mm

ol/g

tekanan, psi

Karbon aktif Karbon aktif modelTiO2 TiO2 modelCuO CuO modelMgO MgO model

0.000.010.020.030.040.050.060.07

1 2 3 4 5 6 7

0.0047

0.0265

0.0464

0.0681

0.00990.0182

0.0352

n gib

bs, m

mol

/g

4. Karbon aktif5. TiO26. CuO7. MgO

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 200: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Pemilihan Adsorben untuk Penjerapan ... (Yuliusman dkk.)

232

Gambar 7 menunjukkan bahwa karbon aktif memiliki kapasitas adsorpsi yang paling besar diikuti oleh zeolit alam teraktifasi 400 nm dan zeolit alam teraktifasi (37-50 μm) dengan kapasitas adsorpsi masing-masing 0,0682, 0,0464, 0,00265 mmol/g sampel. Adsorben yang dipilih untuk adsorpsi CO dan penjernihan asap pada kasus kebakaran adalah karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa preparasi zeolit alam dapat meningkatkan luas permukaan dari 46,13 m2/g menjadi 70,95 m2/g dan meningkatkan perbandingan Si/Al dari 7,55 menjadi 9,43. Luas permukaan berturut-turut karbon aktif, TiO2, CuO dan MgO adalah 141,2 m2/g, 7,36 m2/g, 2,02 m2/g dan 35,6 m2/g. Proses aktifasi zeolit alam dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi zeolit alam tehadap molekul CO pada kondisi atmosfir sebesar 0,0047 mmol/g sampel menjadi 0,0265 mmol/g sampel. Nilai (ngibbs) berturut-turut karbon aktif, zeolit alam 400nm, MgO, zeolit alam teraktifasi, CuO, TiO2 dan zeolit alam tanpa aktifasi adalah 0,0682, 0,0464, 0,0352, 0,0265, 0,0182, 0,0099 dan 0,0047 mmol/g. Karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi dipilih karena mempunyai ngibbs yang besar. DAFTAR NOTASI b konstanta adsorpsi Langmuir dc dozing cylinder f keadaan akhir i keadaan awal k konstanta persamaan Freundlich m massa adsorben (g) n mol adsorbat

konstanta empiris pada persamaan Freundlich 𝑛𝑛𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔 mol adsorbat teradsorpsi per satuan massa

adsorben (mol/g) 𝑛𝑛𝑚𝑚𝑚𝑚𝑘𝑘𝑔𝑔 maksimum gas teradsopsi per satuan massa

adsorben (mol/g) P tekanan (psi) R konstanta gas 669,954 (psi cm3)/(mol.˚R) sc sampling cylinder sf keadaan akhir sampling cylinder T temperatur (˚R) V volume silinder (ml) Vvoid volume kekosongan (ml) x mol adsorbat Z kompresibilitas gas θ fraksi luas permukaan yang tertutup oleh

lapisan monolayer DAFTAR PUSTAKA

Ackley, M.W., Rege, S.U., and Himanshu, S., (2003), Application of Natural Zeolites in the purification and Separation of Gases, Microporous and Mesoporous Materials Journal, 61, pp. 25-42.

Galabova, I.M., Sheppard, R.A., and Haralampiev, G.A., (1997), Natural Zeolites, in Kirov, G., Filizova, L., and Petrov, O., (Ed.), Proceedings of the Sofia Zeolite Meeting 95, Pensoft, Sofia, pp. 153-160.

German, E.D. and Moshe, S., (2008), Comparative Theoretical Study of CO Adsorption and Desorption Kinetics on (111) Surfaces of Transition Metals, Phys. Chem. 112, pp. 14377-14384.

Hayhurst, D.T., (1978), The Potential Use of Natural Zeolites for Ammonia Removal During Coal-Gasification, in L.B. Sand, F.A. Mumpton (Ed.), Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use, Pergamon Press, Oxford, pp. 503-508.

Hull, T.R. and Keith, T.P., (2007), Bench-Scale Assessment of Combustion Toxicity - A Critical Analysis of Current Protocols, Fire Safety Journal, 42, pp. 340-365.

Kim, Y.D., Stultz, J., and Goodman, D.W., (2002), Characterization of MgO(100) Thin Film Growth on Mo(100), Surface Science, Elsevier, 506, pp. 228-234.

Maron, S.H. and Lando, J., (1988), Fundamentals of Physical Chemistry, Macmillan Publishing Co. Inc, New York.

Mulukutla, R.S., Paul, S.M., Ronaldo, M., John, S.K., Kennet, J.K., and Olga, K., (2007), Metal Oxide Nanoparticles for Smoke Clearing and Fire Suppression, U.S. Patent No. 7,276,640.

Nishizawa, J., Suzuki, R., and Aizawa, K., (1984), Adsorption by Zeolite Composition, U.S. Patent 4,425,143.

Ranjan, C., Roald, H., Francis, J.D., and Hector, D.A., (2007), Electronic Effects in CO Chemisorption on Pt−Pb Intermetallic Surfaces: A Theoretical Study. J. Phys. Chem., 111 (46), pp. 17357-17369.

Tomoki, I., Okugawa, Y., and Yasuda, M., (1988), Relationship between properties of Various Zeolites and Their Carbon Dioxide Adsorption Behaviors in Pressure Swing Adsorption Operation, Industrial and Engineering Chemistry Research, 27, pp. 1103-1109.

Triebe, R.W. and Tezel, F.H., (1995), Adsorption of Nitrogen, Carbon Monoxide, Carbon Dioxide and Nitric Oxide on Molecular Sieves, Gas Separation Purification, 9, pp. 223-230.

Trisunaryanti, W., Endang, T., dan Sri, S., (2005), Preparasi, Modifikasi dan Karakterisasi Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. Jurnal Teknoin, 4, hal. 269-282.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 201: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Reaktor, Vol. 14 No. 3, April 2013, Hal. 225-233

233

Tsitsishvili, G.V., Andronikashvili, T.G., Kirov, G.N., and Filizova, L.D., (1992), Natural Zeolites, Chichester, Ellis Horwood, New York.

Wang, W., Zhang, H., Ping, and Wan, Y.T., ( 2007), Experimental Study on CO2/CO of Typical Lining Materials in Full-Sclae Fire Test, Chinese Science Bulletin, 52, pp. 1282-1286.

Xu, Y., Li, J., Yongfan, Z., and Wenkai, C., (2003), CO Adsorption on MgO (001) Surface with Oxygen Vacancy and Its Low-Coordinated Surface Sites: Embedded Cluster Model Density Functional Study

Employing Charge Self-Consistent Technique, Surface Science, 525, pp. 13-23.

Yadav, R., Maghirang, R.G., Erickson, L.E., Kakumanu, B., and Castro, S.G., (2008), Laboratory Evaluation of the Effectiveness of Nanostructured and Conventional Particles in Clearing Smoke in Enclosed Spaces, Fire Safety Journal, 43, pp. 36-41.

Yang, T.R., (1987), Gas Separation by Adsorption Processes, Series on Chemical Engineering, Imperrial College Press, London, 1, pp. 9-39.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 202: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 203: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 204: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 205: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 206: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 207: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 208: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

International Journal of Technology (2015) 3: 385-396 ISSN 2086-9614 © IJTech 2015

SMOKE CLEARING METHOD USING ACTIVATED CARBON AND

NATURAL ZEOLITE

Yuliusman1, Widodo Wahyu Purwanto

1*, Yulianto Sulistyo Nugroho

2

1 Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Kampus

Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia 2 Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Kampus

Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia

(Received: May 2015 / Revised: June 2015 / Accepted: July 2015)

ABSTRACT

The purpose of this research is to study the effectiveness of smoke clearing with adsorbents

measured in situ using the photoelectric type smoke detection system. The influence of the type,

size and the mass of the adsorbents was evaluated against the smoke clearing process.

Adsorbent types studied were commercial activated carbon, ZnCl2-activated carbon, and

activated natural zeolite, with the size of 0.61.0 μm, 1.0 to 2.0 μm, 53106 μm, and 106212

μm, and the mass of 1, 3, and 5g. The smoke was generated by burning tissue paper using an

electrical soldering apparatus. The adsorbent was dispersed using a pressurized nitrogen system.

The results showed that in comparison with no adsorbent, the activated carbon and natural

zeolite were more effective for clearing the smoke. The order of clearing effectiveness was best

achieved by commercial activated carbon, ZnCl2-activated carbon and activated natural zeolite,

respectively. Particle size of 53 micron provided the most effective performance. The more

mass of adsorbent dispersed, the faster the clearing process. Clearing process at the top of the

column was faster than that at the bottom. The best t10 value obtained for the top, middle and

bottom column were 4, 4.6, and 7.7 minutes, respectively. In addition, the average adsorption of

carbon monoxide was less than 15%.

Keywords: Activated carbon; Natural zeolite; Photoelectric; Smoke clearing

1. INTRODUCTION

Fire is a phenomena of burning material either solid, liquid or gas on a large scale that is

accompanied by the formation of smoke and spread of uncontrolled flame. Dense smoke

concentration (cloud) is very dangerous because of toxic characteristics and it hinders visibility.

Cloud formation occurs due to the moisture, tar and soot (carbon) content. Whereas the toxicity

effect comes from the carbon monoxide (CO) fraction of the smoke.

According to Hull (2007), exposure to 1600 ppm of carbon monoxide for 20 minutes can cause

headaches, rapid heart beat, dizziness and nausea, and being exposed for 2 hours can cause

death. While exposure to 3200 ppm of carbon monoxide for 510 minutes can cause headaches,

dizziness, and nausea, and the exposure for 30 minutes can cause death. The death rate in cases of

fire due to smoke exposure reaches 80%. The thick and toxic fire smoke is also very dangerous

for firefighters during the fire event. Therefore, smoke clearing attempts are crucial in order to

make an evacuation process easier and faster. Thus, it can reduce the concentration of carbon * Corresponding author’s email: [email protected], Tel. +62-21-7863516 Fax. +62-21-7863515 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.14716/ijtech.v6i3.1125

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 209: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

386 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

monoxide, so as to reduce the risk of death in case of fire.

The smoke clearing can be done by coagulation of smoke particles, electrostatic charges, sound

waves, condensation by a hygroscopic substance, and smoke dilution with air mixture (Yadav,

et al., 2008). The most recent research in smoke clearing utilizes relatively high surface area

nanocrystalline particles for reducing the levels of various compounds and materials produced

by fires and for suppression of the fire itself. A quantity of nanocrystalline particles are

dispersed into the smoke affected area for adsorbing at least a portion of the smoke, particularly

the carbonaceous smoke particulates which tend to obscure visibility. Metal oxides and metal

hydroxides of Mg, Sr, Ba, Ca, Ti, Zr, Fe, V, Mn, Ni, Cu, Al, Si, Zn, Ag, Mo, Sb, and mixtures

thereof are the most preferable nanocrystalline materials (Mulukutla et al., 2007). Yadav et al.

(2008) examined the influence of nano crystalline adsorbent on the glycol smoke clearing and

compare it with clearing without adsorbent. They used five types of nanostructured particles

(NanoActive TiO2, NanoActive MgO, NanoActive MgO plus, NanoActive Al2O3, NanoActive

Al2O3 plus) and five conventional powders (NaHCO3, CaCO3, Ca(OH)2, MgO, TiO2). The

result showed that spraying particles into the smoke-filled chamber enhanced the rate of smoke

dissipation or clearing and improved visibility in the chamber and nanostructured material. (i.e.,

NanoActive MgO plus) was the best smoke-clearing agent. Maghirang and Razote (2009)

investigated the effectiveness of various particles in clearing smoke in enclosed spaces. Three

types of metal oxide nanostructured particles (NanoActive TiO2, NanoActive MgO, and

NanoActive MgOplus), conventional particles (i.e., calcium hydroxide, sodium bicarbonate), or

water (electrostatically charged or uncharged) were sprayed into an enclosed experimental

chamber filled with combustion smoke. Charged water spray was generated using a

commercially available electrostatic spraying system. The results showed that spraying metal

oxide nanostructured particles or water were effective in clearing smoke and improving

visibility in the chamber, and charged water gave the best result. In this study, the smoke was

created by a smoke generator that was separated from the test chamber. Smoke was poured into

the test room using a fan. This can cause collision of smoke particles and condensation of

moisture from the smoke when they are in contact with the wall, thereby affecting the

composition and density of smoke.

Activated carbon and natural zeolite are potential materials for smoke clearing. They both have

the ability to absorb water vapor and carbon monoxide. Yuliusman et al. (2013) examined

several types of adsorbents to decrease the toxicity level. Adsorbent materials used were natural

zeolites, activated carbon, TiO2, CuO, MgO. The results showed that the activation of natural

zeolites can increase the Si/Al ratio and surface area. All of the adsorbent used have the ability

to adsorb carbon monoxide. Based on the Langmuir adsorption models, activated carbon and

zeolite have the highest adsorption capacity.

This study aims to examine the smoke clearing in line with the carbon monoxide adsorption

using activated carbon and natural zeolite with in situ photoelectric smoke obscuration

measurements. The influence of the weight and diameter of adsorbent and height of the column

were also investigated.

2. METHODOLOGY

This study consisted of several steps, these are: adsorbent preparation, adsorbent

characterization, and test of smoke clearing and CO adsorption. The smoke was generated by

burning tissue paper inside the test chamber to avoid condensation on the walls.

2.1. Adsornents

Adsorbents used were commercially activated carbon “Jacobi” (ACcom), carbon activated by

ZnCl2 (ACZnCl2), and natural zeolite (NZ) which was synthesized by HCl and NH4Cl solutions

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 210: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Purwanto et al. 387

(Yuliusman et al., 2013). Adsorbent grinding for size of 106 and 53 microns was conducted

manually while for nano-sized adsorbent was conducted using a planetary ball mill Type n4

(Noah™). There were three sets of experiments, namely smoke clearing without adsorbent

which was carried out by only flowing N2 gas (Non Adsorbent = NA); smoke clearing with

adsorbent (ACcom, ACZnCl2, NZ); and smokeless adsorption (baseline). Smoke clearing

without adsorbent was conducted as a comparison of the effectiveness of smoke clearing by

adsorbent. Adsorbent size was varied; 0.61.0 μm, 1.0 to 2.0 μm, 53106 μm, and 106212

μm. While adsorbent mass was varied; 1, 3 and 5g. Table 1 lists the variation of the adsorbent

type used in the experiment.

Tabel 1 Variation of the adsorbent type, diameter, and mass

Adsorbent type Diameter (µm) Mass (g) Notation

Commercial activated

carbon

0.6-1.0 1, 3, 5 ACcom 0.6 1.0-2.0 1, 3, 5 ACcom 1

53-106 1, 3, 5 ACcom 53

106-212 1, 3, 5 ACcom 106

ZnCl2 activated carbon

0.6-1.0 1, 3, 5 AC ZnCl20.6 1.0-2.0 1, 3, 5 AC ZnCl21

53-106 1, 3, 5 AC ZnCl253

106-212 1, 3, 5 AC ZnCl2106

Activated natural

zeolite

0.6-1.0 1, 3, 5 NZ 0.6

1.0-2.0 1, 3, 5 NZ 1

53-106 1, 3, 5 NZ 53

106-212 1, 3, 5 NZ 106

The dispersion of the adsorbent was carried out using a COLO sprayer gun powder coating

equipment Type C-800. Nitrogen with a pressure of 67 psi was used as a carrier gas. Before

being dispersed, the adsorbent was heated in an oven to remove moisture content in the

adsorbent. The adsorbents’ characterization includes compositions and pore morphological

characterization using SEM EFI. Particle size characterization was conducted by Backman

Coulter Particle Size Analyzer type C. Density was measured by a picnometer.

2.2. Smoke Clearing

The experimental chamber was an enclosed box measuring 40 cm 40 cm 120 cm, made of

acrylic material.The chamber was equipped with a photoelectric type smoke detector which was

operated online and a Portable Combustion Gas Analyser Type 400 Brand E Instruments, as

can be seen in Figure 1.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 211: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

388 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

Figure 1 Schematic diagram of the experimental setup

The smoke detector consisted of a light source (laser), light sensor, a micro controller and a

computer. The light source came from the laser pointer beam with a voltage of 5 volts. The light

sensor used was a photodiode light sensor. This device was also equipped with a serial USART

to be used to transfer data from sensor readings into the computer. The reading on the smoke

detector was in the term of Intensity (I) which has a value between 01000. A value of 0 means

clear (no smoke), while the value of 1000 means perfect darkness. The smoke detector was

calibrated by using glass with known optical density. Smoke was generated from 6g of tissue

paper that was burned in the chamber. This quantity gave a perfect smoke density with I

readings of approximately 1000, and CO content of 4500 ppm. The amount of adsorbed CO

was calculated based on the difference between the initial concentration of CO and its

concentration after 20 minutes, expressed by Equation 1.

(1)

where CO0 is the initial concentration of CO, CO20 is the concentration of CO after 20 minutes.

The effectiveness of the adsorbent in the smoke clearing is represented by the value of the t10

ratio. The ratio is the time required to be able to reach the opacity ten times clearer than the

initial conditions (minutes of zero). The ratio is obtained by comparing t10 value of the smoke

clearing with and without adsorbent.

3. RESULTS AND DISCUSSION

3.1. Characteristics of the Adsorbent

Results of the surface area characterization by BET showed that ACcom has the largest surface

area, as shown in Table 2.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Keterangan gambar:

1,2,3 Laser

4,5,6 Sensor

7. Humidity meter

8. Flue gas analyzer

9. adsorben dispersion

10. micro controller and K 125R

11. Personal computer

Legend:

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 212: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Purwanto et al. 389

Table 2 Surface area of adsorbent

Adsorbent BET surface area, m2/g Density kg/L

ACcom 1,201 0.767

ACZnCl2 167.0 0.833

NZ 83.1 1.883

NZ without activation 45.4 1.985

(a) (b) (c)

Figure 2 SEM images with magnification of 10,000 of: a) ACZnCl2; b) NZ; c) NZ without activation

Figure 2 shows SEM images of the adsorbent. The synthesized version of activated carbon

using ZnCl2 followed by physical activation was able to generate porous activated carbon.

While chemical and physical activation of zeolite was able to clean and open the pores.

However, the opening of the pores was not satisfactory. This is consistent with the results of the

BET characterization shown in Table 2.

3.2. Effect of Particle Size to Smoke Clearing

Smoke clearing occurs due to contact of the adsorbent particles to smoke particles. Once this

happens, the particles will be moving downwards, then the concentration of smoke will be

reduced and the room becomes clearer. Dispersing of adsorbent with pressurized nitrogen can

lead to collisions among the molecules of smoke to form larger particles. Larger smoke

particles have a greater mass, will move downward faster, and will accelerate the clearing

process.

The influence of ACcom particle size to the smoke clearing process is shown in Figure 3. The

smoke clearing is more effective with the ACcom reduced particle size. The smaller the ACcom

particle size the greater the Accom surface area that will provide more spaces to collide with

smoke particles. In addition, smaller adsorbent particles have longer residence time than large

particles. These particles make the clearing process becomes faster. However, a very small

particle can lead to a less effective clearing process. This can be explained as follows. First, a

very small particle is very buoyant, has a small terminal velocity or long residence time. Once

dispersed, it will move down very slowly although it has contacted with the smoke particle.

After the collison, the particle is floating in the chamber so that the clearing of smoke becomes

slower. According to Mulukutla (2007), if the settling velocity of the particle is too low, the

particle may tend to remain suspended in the air and actually contributes to obscuration of the

chamber. Second, very small particles can cause agglomeration. Agglomeration is a

phenomenon of the fusion of some very small particles into larger clumps. This agglomeration

can reduce the contact surface area and the residence time. This agglomeration leads to less

effective dispersion. Agglomeration occurs on particle sizes ranging from 1 μm to 0.6 μm, thus

the smoke clearing was less effective than that with a particle size of 53 μm.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 213: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

390 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

Figure 3 The influence of ACcom particle size to the smoke clearing process: a) Top; b) Middle;

c) Bottom

The smoke clearing was most effective at ACcom particle of 53 μm. Smoke clearing with

ACcom particles larger than 53 μm is less effective. This may occur because of the larger

particles have smaller surface area, heavier mass, larger terminal velocity and smaller residence

time. Shorter residence time reduces contact with smoke particles, so that the clearing process

becomes less effective.

(b)

(c)

(a)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 214: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Purwanto et al. 391

The effectiveness of the smoke clearing can also be evaluated by the t10 value. The smaller the

t10 value, the more effective the smoke clearing process. The influence of particle size and

height of the column to ACcom t10 values are shown in Figure 4a. An Accom particle with a

particle size of 53 μm have a smaller t10 value than the other ACcom particle sizes. The same

phenomenon occurs with ACZnCl2 and NZ (Figures 4b and 4c).

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

ACcom 106 ACcom 53 ACcom 1 ACcom 0.6 NA

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

ACZnCl2 106 ACZnCl2 53 ACZnCl2 1 ACZnCl2 0.6 NA

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

NZ 106 NZ 53 NZ 1 NZ 0.6 NA

Figure 4 The influence of particle size to 10% clearing time (t10): a) Accom; b) ACZnCl2; c) NZ

3.3. Effect of Elevation on the Smoke Clearing The smoke that was formed from the tissue paper, will naturally move upward to the top of the

column. Up to 10 minutes of burning, the smoke density at the top of the column was relatively

larger, followed by the middle and bottom of the column. Shortly after the ACcom particles

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 215: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

392 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

were dispersed, the concentration of smoke at the top was still larger. After several seconds, the

ACcom particles moved downward and absorbed the smoke particles, thus the smoke clearing

at the top was more effective. The greater the distance from the top, the Accom particle’s ability

to absorb smoke is decline, so the smoke clearing is less effective. The effect of elevation on the

ACcom smoke clearing is shown in Figure 5.

Figure 5 The effect of elevation on the smoke clearing by ACcom

The smoke clearing at the top was faster than of the lower part of the column also due to the

movement of smoke from top to bottom. Dispersing ACcom with pressurized nitrogen can

change the composition, environmental conditions and the nature of the smoke, which makes

the smoke move down. The smoke was concentrated on the bottom, so that the velocity of the

smoke at the bottom was slower than the top. This leads to slower smoke clearing at the bottom.

The t10 values for the ACcom particles of 53 μm at the top, middle and bottom were 4, 5, and 9

minutes, respectively. While the t10 value of the smoke without adsorbent at the top, middle and

bottom were 10.9, 12.8, and 16.5 minutes, respectively.

3.4. The Influence of Adsorbent Mass on Smoke Clearing The influence of the adsorbent mass on the smoke clearing at the top of the column was less

significant than at the bottom of the column. When 1g of ACcom was dispersed, almost all of

the particles reached the top and middle of the experimental chamber, then they moved

downward. Most smoke clearing occurred at the top. The particles’ ability to clear smoke

diminished with the larger distance downward. The same thing happened to the ACcom mass of

3g. Meanwhile, when 5g of ACcom was dispersed, the ACcom particles were dispersed more

evenly and filled more space of the chamber, either at the top, middle, and bottom. Thus, the

clearing process at the top, middle and bottom of the chamber is more effective than that of the

mass of 1 and 3g. The value of t10 for each ACcom mass is presented in Figure 6.

The more adsorbent mass dispersed, the more contact of activated carbon with the smoke

particles, the faster the smoke clearing. Figure 7 shows the influence of the adsorbent mass to

the smoke clearing process. The adsorbent mass of 5g is the most effective mass to clear the

smoke.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 216: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Purwanto et al. 393

Figure 6 The influence of adsorbent mass to smoke clearing: a) Top; b) Middle; c) Bottom

3.5. The Influence of Adsorbent Type on Smoke Clearing

The smoke clearing phenomenon by ACZnCl2 and NZ and their resemblance to ACcom, where

the size of 53 μm and mass of 5g gives the best result. All types of adsorbent have the ability to

clear the smoke compared to smoke without adsorbent (NA). Smoke clearing by ACcom is

relatively more effective than that of ACZnCl2 and NZ. These results are consistent with

previous studies showing that the active carbon and natural zeolite have the ability to absorb

moisture and have a relatively higher Langmuir adsorption constants for CO gas (Yuliusman et

al., 2013). Activated carbon has the ability to absorb water and has greater Langmuir constants

than natural zeolite.

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 217: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

394 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

ACcom 53 1 g ACcom 53 3 g ACcom 53 5 g NA

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

ACZnCl2 1g ACZnCl2 3g ACZnCl2 5g NA

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

NZ 1g NZ 3g NZ 5g NA

Figure 7 The influence of adsorbent mass to 10% clearing time (t10): a) Accom; b) ACZnCl2; c) NZ

ACcom has a smaller density than ACZnCl2 and NZ. With a lighter mass of particles, when

dispersed to the chamber, ACcom have a longer contact time with smoke particles so that the

smoke clearing is more effective. In addition, for the same adsorbent mass, ACcom has more

particles, thereby increasing the surface area in contact with smoke particles. The effect of

density and contact surface area on the effectiveness of smoke clearing is clearly noticeable at

the bottom of the column. The density ACcom, AC ZnCl2 and NZ is 0.767, 0.833, and 1.883

kg/L, respectively.

The values of t10 for each adsorbent is presented in Figure 8. This result indicates that

commercially activated carbon (ACcom) has a smaller t10 value, which means it is more

(a)

(b)

(c)

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 218: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

Purwanto et al. 395

effective in clearing the smoke compared to other adsorbents. The best t10 value of ACcom for

the top, middle and bottom are 4, 4.6, and 7.7 minutes respectively.

Top Midle Bottom0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Time t

o rea

ch 10

% tr

ansm

ission

, t 10

Laser Position

ACCom AcZnCl2 NZ NA

Figure 8 The influence of adsorbent type to 10% clearing time(t10)

3.6. Effect of Adsorbent Type on the Absorption of CO

Influence of the types and mass of the adsorbent on the absorption of CO is shown in Figure 9.

ACcom has a better ability to adsorb CO than ACZnCl2 and NZ. This result is consistent with

previous studies. Pure CO adsorption tests with activated carbon and natural zeolite showed that

activated carbon has a higher Langmuir adsorption constant than natural zeolite (Yuliusman et

al., 2013). The higher ability of activated carbon is due to the larger contact surface area and

lesser density than natural zeolite, as can be seen in Table 2.

ACcom ACZnCl2 NZ0

20

40

60

80

100

120

Adso

rbed C

O, g

Adsorbent

1 g 3 g 5 g

Figure 9 The effect of type and mass of adsorbent on the absorption of CO

4. CONCLUSION

These experiments showed that the process of smoke clearing was more effective with adsobent

than without adsorbent. The ability to clear smoke increased with increasing surface area and

decreasing density of the adsorbent; from all the adsorbents used, a particle size of 53 μm

showed the highest effectiveness to clear the smoke. The top of column was cleared faster than

the middle and the bottom. The effect of adsorbent mass was clearly noticeable at the bottom of

the column and the order of the smoke clearing ability was ACcom > ACZnCl2 > NZ. The best

t10 value of ACcom for the top, middle and bottom were 4, 4.6, and 7.7 minutes respectively.

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.

Page 219: universitas indonesia proses penjernihan asap kebakaran dan ...

396 Smoke Clearing Method using Activated Carbon and Natural Zeolite

All types of adsorbent are capable of absorbing carbon monoxide. ACcom has the best

effectiveness to adsorb CO.

5. REFERENCES

Ackley, M.W., Rege, S.U., Himanshu, S., 2003. Application of Natural Zeolites in the

Purification and Separation of Gases. Microporous and Mesoporous Materials, Volume 61,

pp. 2542

Azizi, K., Hashemianzadeh, S.M., Bahramifar, Sh., 2015. Adsorption of Carbon Monoxide,

Carbon Dioxide and Methane on Outside of the Armchair Single-walled Carbon

Nanotubes. Current Applied Physics, Volume 7, pp. 776782

German, E.D., Moshe, S., 2008. Comparative Theoretical Study of CO Adsorption and

Desorption Kinetics on (111) Surfaces of Transition Metals. The Journal of Physical

Chemistry, Volume 112, pp. 14377–14384

Hagen, Bjarne C., Frette, V., Kleppe, G., Arntzen, B.J., 2015. Transition from Smoldering to

Flaming Fire in Short Cotton Samples with Asymmetrical Boundary Conditions. Fire

Safety Journal, Volume 71, pp. 6978

Hull, T.R., Keith, T.P., 2007. Bench-scale Assessment of Combustion Toxicity A Critical

Analysis of Current Protocols. Fire Safety Journal, Volume 42(5), pp. 340365

Maghirang, R.G., Razote, E.B., 2009. Smoke Dissipation by Solid Particles and Charged Water

Spray in Enclosed Spaces. Fire Safety Journal, Volume 44, pp. 668–671

Mulukutla, R.S., Paul, S.M., Ronaldo, M., John, S.K., Kennet, J.K., Olga, K, 2007. Metal

Oxide Nanoparticles for Smoke Clearing and Fire Suppression, U.S. Patent No. 7,276,640

Wang, W., Zhang, H., Ping, Wan, Y.T., 2007. Experimental Study on CO2/CO of Typical

Lining Materials in Full-Scale Fire Test. Chinese Science Bulletin, Volume 52(9), pp.

12821286

Yadav, R., Maghirang, R.G., Erickson, L.E., Kakumanu, B., Castro, S.G., 2008. Laboratory

Evaluation of the Effectiveness of Nanostructured and Conventional Particles in Clearing

Smoke in Enclosed Spaces. Fire Safety Journal, Volume 43, pp. 3641

Yuliusman, Purwanto, W.W., Nugroho, Y.S., 2013. Selection of the Adsorbent for Carbon

Monoxide Adsorption using Adsorption Isotherm Model of Langmuir. Reactor, Volume

14(3), pp. 225233

Proses penjernihan..., Yuliusman, FT UI, 2015.