UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA...

113
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LUTHFIYYAH MUTSNAINI, S.Farm. 1306343782 ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA...

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN

    PERBEKALAN KESEHATAN

    DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN

    ALAT KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    PERIODE 17 – 28 MARET 2014

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    LUTHFIYYAH MUTSNAINI, S.Farm.

    1306343782

    ANGKATAN LXXVIII

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JUNI 2014

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN

    PERBEKALAN KESEHATAN

    DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN

    ALAT KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    PERIODE 17 – 28 MARET 2014

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Apoteker

    LUTHFIYYAH MUTSNAINI, S.Farm.

    1306343782

    ANGKATAN LXXVIII

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JUNI 2014

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • iii

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

    laporan yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

    berlaku di Universitas Indonesia.

    Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan

    bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

    Universitas Indonesia kepada saya.

    Depok, 4 Juli 2014

    Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • iv

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Laporan ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

    maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.

    NPM : 1306343782

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 4 Juli 2014

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • v

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

    limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal

    17 – 28 Maret 2014.

    Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang

    disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker

    di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini,

    diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan

    keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja.

    Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari

    berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

    terima kasih kepada:

    1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

    2. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. selaku Direktur Direktorat Bina Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan atas pengarahannya dan pemberian kesempatan atas

    pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

    3. Dra. Hidayati Mas’ud, MM., Apt. selaku Kepala Subdit Pengelolaam Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan dan pembimbing I PKPA dari Direktorat

    Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas bimbingan dan pengarahan

    selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

    4. Dr. Anton Bahtiar, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II PKPA yang telah

    memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker.

    5. Drs. Ramalan selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • vii

    6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

    Indonesia.

    7. Dr. Hayun, M.S., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas

    Farmasi Universitas Indonesia.

    8. Keluarga atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis

    dalam melaksanakan kegiatan di Program Profesi Apoteker di Fakultas

    Farmasi Universitas Indonesia.

    9. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan seluruh staf

    Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    10. Teman-teman apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaannya selama satu

    tahun ini.

    11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

    memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

    kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

    saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan

    pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan

    manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

    Penulis

    2014

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • viii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PULIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di

    bawah ini :

    Nama : Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.

    NPM : 1306343782

    Program Studi : Profesi Apoteker

    Fakultas : Farmasi

    Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    “Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17 – 28 Maret 2014”

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

    nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di: Depok

    Pada tanggal: 4 Juli 2014

    Yang menyatakan

    (Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.)

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • ix Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.

    NPM : 1306343782

    Program Studi : Profesi Apoteker

    Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia Periode 17 – 28 Maret 2014

    Kesehatan merupakan suatu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun

    seluruh komponen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

    kemauan, dan kemampuan hidup sehat untuk setiap orang agar terwujud derajat

    kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dengan memenuhi kebutuhan

    kesehatan masyarakat tentunya pemenuhan perbekalan mengenai obat publik dan

    perbekalan kesehatan merupakan hal yang utama. Dalam kesempatan Praktek

    Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 17 – 28 Maret 2014,

    penulis dapat mendalami peran apoteker dalam pengelolaan, pengadaan, analisis

    harga obat dan pemantauan serta evaluasi dan juga program obat haji yang

    berlangsung pada direktorat ini. Tugas khusus yang dilakukan selama Praktek

    Kerja Profesi Apoteker (PKPA) berlangsung ialah mengkaji bimbingan teknis

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di sektor pemerintahan.

    Kata kunci : bimbingan teknis, direktorat bina obat publik dan

    perbekalan kesehatan, direktorat jenderal bina

    kefarmasian dan alat kesehatan, kementerian

    kesehatan republik indonesia, kesehatan

    Tugas umum : xiii + 53 halaman (1 tabel, 11 lampiran)

    Tugas khusus : iii + 42 halaman (4 lampiran)

    Daftar acuan tugas umum : 41 (2002 – 2012)

    Daftar acuan tugas khusus : 15 (2002 – 2010)

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • x Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Luthfiyyah Mutsnaini, S.Farm.

    NPM : 1306343782

    Study Program : Apothecary Profession

    Title : Report of Apothecary Profession Internship at Directorate

    of Public Medicine Development and Health Provisions,

    Directorate of Pharmaceutical Care and Medical Devices

    of Ministry of Health, Republic of Indonesia in March 17th

    - 28th

    , 2014

    Health is an effort undertaken by the government and the entire community which

    aims to increase awareness, willingness and ability of healthy life for every person

    to manifest the degree of public health as the highest. It has been the main thing to

    fulfilled the needs of public health course supplies trough public medicine and

    medical supplies. In Apothecary Profession Internship (PKPA) at the Directorate

    of Public Medicine Development and Health Provisions, Directorate of

    Pharmaceutical Care and Medical Devices, Ministry of Health, Republic of

    Indonesia in March 17th

    to 28th

    , 2014, the author can explore the role of

    pharmacists in the management, procurement, pricing analysis, monitoring and

    evaluation steps as well as Hajj drug program that took place in this directorate. A

    specific tasks performed during the Apothecary Profession Internship (PKPA)

    was reviewing the technical guidance of management of public medicine and

    medical supplies in the government sector.

    Keyword : directorate of pharmaceutical care and medical

    devices, directorate of public medicine

    development and health provisions, health,

    ministry of health republic of indonesia, technical

    guidance

    General task : xiii + 53 pages (1 table, 11 attachments)

    Special task : iii + 42 pages (4 attachments)

    Bibliography of general task : 41 (2002 - 2012)

    Bibliography of special task : 15 (2002 - 2010)

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • xi Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................... iii

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................... viii

    ABSTRAK .......................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiiii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 2

    1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 2

    1.2. Tujuan ............................................................................................................. 2

    BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................ 4

    2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ....................................................... 4

    2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan ........................................................................................................ 8

    BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ........................................................................... 15

    3.1. Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ........................................................ 15

    3.2. Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .................. 16

    3.3. Sasaran .......................................................................................................... 16

    3.4. Strategi Intervensi ......................................................................................... 17

    3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan ...................................................................................................... 17

    BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................... 24

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 39

    5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 39

    5.2. Saran .............................................................................................................. 40

    DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 41

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) direktorat bina obat publik dan

    perbekalan kesehatan ........................................................ 23

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Struktur organisasi kementerian kesehatan Republik Indonesia .. 43

    Lampiran 2. Struktur organisasi direktorat bina kefarmasian dan alat

    kesehatan ..................................................................................... 44

    Lampiran 3. Struktur organisasi sekretariat direktorat jenderal bina kefarmasian

    dan alat kesehatan ........................................................................ 45

    Lampiran 4. Struktur organisasi direktorat bina obat publik dan perbekalan

    kesehatan ..................................................................................... 46

    Lampiran 5. Struktur organisasi direktorat bina pelayanan kefarmasian ......... 47

    Lampiran 6. Struktur organisasi direktorat bina produksi dan distribusi alat

    kesehatan ..................................................................................... 48

    Lampiran 7. Struktur organisasi direktorat bina produksi dan distribusi

    kefarmasian .................................................................................. 49

    Lampiran 8. Alur penyediaan obat nasional .................................................... 50

    Lampiran 9. Prosedur tetap perencanaan kebutuhan obat ................................ 51

    Lampiran 10. Formulir IFK-3 ............................................................................ 52

    Lampiran 11. Formulir IFK-4 ............................................................................ 53

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

    file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457432file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457433file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457433file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457434file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457434file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457435file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457435file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457436file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457437file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457437file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457438file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457438file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457439file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457440file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457441file:///C:/Users/nces/Dropbox/PKPA/Oblik/TUMUM%20KEMENKES..docx%23_Toc385457442

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan unsur

    kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah Indonesia. Menurut

    Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan

    sehat, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap

    orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Negara Republik

    Indonesia harus menjamin hak setiap penduduk dalam memperoleh kesehatan

    yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini tercantum dalam Pasal 34 ayat (3)

    Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang

    menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

    pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Hal ini

    dikarenakan setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada

    masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi

    negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti

    investasi bagi pembangunan negara (Presiden Republik Indonesia, 2009b).

    Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus-menerus berupaya untuk

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Hal ini dilakukan

    melalui upaya kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan

    kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/

    atau masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009b). Salah satu pelayanan

    yang diberikan dalam upaya kesehatan yaitu pelayanan kefarmasian yang

    profesional. Maka dari itu, pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) melalui Keputusan

    Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 yang secara umum bertugas

    merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang pelayanan

    kefarmasian dan alat kesehatan. Selanjutnya, direktorat ini berganti nama menjadi

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 2

    Universitas Indonesia

    Alkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

    1575/MENKES/PER/XI/2005.

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki

    sasaran utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan

    kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat essensial dan alat

    kesehatan dasar di setiap daerah. Dalam menjalankan tugasnya, direktorat ini

    dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik

    dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan,

    pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya

    menjalankan strategi pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 2010b).

    Dalam menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan

    kesehatan maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang

    profesional salah satunya adalah apoteker. Apoteker perlu memahami perannya

    mengenai produksi, perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan,

    pencatatan, dan pelaporan dalam membuat kebijakan dan program-program yang

    terkait dengan kefarmasian dan alat kesehatan di tingkat pusat sampai ke daerah.

    Mengingat pentingnya hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi

    para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam regulasi terkait

    bidang kefarmasian, salah satunya adalah dengan menyelenggarakan Praktek

    Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan. Dengan demikian,

    diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran

    apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan.

    1.2. Tujuan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker:

    a. Mengetahui dan memahami ruang lingkup dari tugas pokok dan fungsi dari

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 3

    Universitas Indonesia

    b. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    c. Memahami peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 4 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN UMUM

    2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan

    unsur pelaksana pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri

    Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan

    Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk

    mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan.

    2.1.1. Visi dan Misi

    Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat

    yang Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

    2010a).

    Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:

    a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan

    masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

    b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

    kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

    c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

    d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

    2.1.2. Tugas dan Fungsi

    Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di

    bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam

    menyelenggarakan pemerintahan negara.

    Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan

    menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 2010b):

    a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.

    b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

    Kementerian Kesehatan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 5

    Universitas Indonesia

    c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

    d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

    Kementerian Kesehatan di daerah.

    e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

    2.1.3. Rencana Strategis

    Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka

    pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan visi dan misi yang telah

    ditetapkannya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Adapun

    strategi yang dijalankan adalah sebagai berikut:

    a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani

    dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.

    b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan

    berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif

    dan preventif.

    c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk

    mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

    d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang

    merata dan bermutu.

    e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

    kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan

    farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

    f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdaya guna

    dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang

    bertanggung jawab.

    2.1.4. Nilai-Nilai

    Guna mewujudkan visi dan mengembangkan misi yang ada, Kementerian

    Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai (Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2010a), yaitu:

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 6

    Universitas Indonesia

    a. Pro Rakyat

    Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan

    selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik

    untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap

    orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,

    agama, dan status sosial ekonomi.

    b. Inklusif

    Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak

    karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh

    Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat

    harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi,

    organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar

    rumput.

    c. Responsif

    Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

    rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi

    setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar

    dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga

    diperlukan penanganan yang berbeda pula.

    d. Efektif

    Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target

    yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.

    e. Bersih

    Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari Korupsi,

    Kolusi dan Nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.

    2.1.5. Struktur Organisasi

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/MENKES/PER/VIII/

    2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, struktur

    organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri

    atas:

    a. Sekretariat Jenderal.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 7

    Universitas Indonesia

    b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

    c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

    d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

    e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

    f. Inspektorat Jenderal.

    g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

    h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

    i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.

    j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.

    k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

    l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.

    m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.

    n. Pusat Data dan Informasi.

    o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.

    p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

    q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.

    r. Pusat Komunikasi Publik.

    s. Pusat Promosi Kesehatan.

    t. Pusat Inteligensia Kesehatan.

    u. Pusat Kesehatan Haji.

    Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

    Pejabat Eselon di Direktorat terdiri atas:

    a. Eselon 1: Direktur jenderal

    b. Eselon 2: Direktur

    c. Eselon 3: Kepala subdirektorat

    d. Eselon 4: Kepala seksi

    Pejabat Eselon di Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:

    a. Eselon 1: Direktur jenderal

    b. Eselon 2: Sekretaris direktorat jenderal

    c. Eselon 3: Kepala bagian

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 8

    Universitas Indonesia

    d. Eselon 4: Kepala sub bagian

    2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan

    Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

    1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan

    unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri

    dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.

    2.2.1. Tugas dan Fungsi

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai

    tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di

    bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2010b).

    Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam

    melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian

    Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

    a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

    b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

    c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan

    kefarmasian dan alat kesehatan.

    d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian

    dan alat kesehatan.

    e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan

    2.2.2. Tujuan

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan

    sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

    a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan

    kesehatan bagi pelayanan kesehatan;

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 9

    Universitas Indonesia

    b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan

    yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan;

    c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit

    dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga

    farmasi yang professional.

    2.2.3. Sasaran dan Indikator

    Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah

    meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan

    terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014

    yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian

    Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).

    2.2.4. Kegiatan

    Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan

    dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):

    a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

    rumah tangga (PKRT).

    c. Peningkatan pelayanan kefarmasian.

    d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.

    2.2.5. Struktur Organisasi

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh

    Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Struktur organisasi

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada

    Lampiran 2.

    2.2.5.1. Sekretariat Direktorat Jenderal

    Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

    teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam

    melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 10

    Universitas Indonesia

    a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.

    b. Pengelolaan data dan informasi.

    c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan

    hubungan masyarakat.

    d. Pengelolaan urusan keuangan.

    e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah

    tangga dan perlengkapan.

    f. Evaluasi dan penyusunan laporan.

    Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari

    (Lampiran 3):

    a. Bagian Program dan Informasi.

    b. Bagian Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat.

    c. Bagian Keuangan.

    d. Bagian Kepegawaian dan Umum.

    e. Kelompok Jabatan Fungsional.

    2.2.5.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

    norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

    evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan

    tugas, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan

    fungsi:

    a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

    obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

    pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

    b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

    penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

    pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

    c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis

    dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 11

    Universitas Indonesia

    perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

    perbekalan kesehatan.

    d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi

    harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,

    serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan

    e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan

    standardisasi harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

    perbekalan kesehatan.

    f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

    Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur

    organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4):

    a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.

    b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan.

    e. Subbagian Tata Usaha.

    f. Kelompok Jabatan Fungsional.

    2.2.5.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

    Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

    penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,

    standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

    bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina

    Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

    farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

    b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

    klinik dan penggunaan obat rasional.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 12

    Universitas Indonesia

    c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

    standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

    d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

    farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

    e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

    bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

    rasional.

    f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

    Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang

    terdiri dari (Lampiran 5):

    a. Subdirektorat Standarisasi

    b. Subdirektorat Farmasi Komunitas

    c. Subdirektorat Farmasi Klinik

    d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

    e. Subbagian Tata Usaha

    f. Kelompok Jabatan Fungsional

    2.2.5.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

    Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

    norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

    evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan

    kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi

    dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi,

    dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

    b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan

    sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

    c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,

    inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

    rumah tangga.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 13

    Universitas Indonesia

    d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

    standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah

    tangga.

    e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

    inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

    rumah tangga.

    f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

    Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur

    organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6):

    a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.

    b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

    Rumah Tangga.

    c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

    Tangga.

    d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.

    e. Subbagian Tata Usaha.

    f. Kelompok Jabatan Fungsional.

    2.2.5.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

    Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

    norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

    evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan

    tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan

    fungsi:

    a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

    b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

    c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

    produksi dan distribusi kefarmasian.

    d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di

    bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 14

    Universitas Indonesia

    e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

    bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

    f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

    g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

    Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur

    organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7):

    a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

    b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.

    c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan

    Sediaan Farmasi Khusus.

    d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.

    e. Subbagian Tata Usaha.

    f. Kelompok Jabatan Fungsional.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 15 Universitas Indonesia

    BAB 3

    TINJAUAN KHUSUS

    3.1. Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Obat publik adalah semua obat-obatan yang digunakan untuk Pelayanan

    Kesehatan Dasar (PKD), sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan,

    bahan habis pakai dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya

    kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009). Tujuan pengadaan obat publik

    dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan dengan jenis

    dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat

    terjamin, dan obat dapat diperoleh pada saat diperlukan (Direktorat Bina Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010).

    Adapun kriteria obat dan perbekalan kesehatan yang harus dipenuhi untuk

    pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut:

    3.1.1. Kriteria umum

    Obat dan perbekalan kesehatan memenuhi kriteria umum, yaitu obat yang

    tercantum dalam Daftar Obat Generik, Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar

    (PKD) atau Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, obat

    telah memiliki izin edar atau nomor registrasi dari Badan POM, batas kadaluarsa

    obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun, obat memiliki Sertifikat Analisa dan

    Uji Mutu yang sesuai dengan nomor bets masing-masing produk, dan obat

    diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat

    yang Baik (CPOB).

    3.1.2. Kriteria mutu obat

    Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat dipertanggung-

    jawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah memenuhi

    persyaratan mutu obat yang tercantum dalam Farmakope Indonesia dan industri

    farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap mutu obat melalui

    pemeriksaan mutu (Quality Control).

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 16

    Universitas Indonesia

    Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah disebutkan bahwa

    subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun

    berbagai upaya perencanaan, pemenuhan kebutuhan serta pemanfaatan dan

    pengawasan obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung,

    guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

    (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Dalam hal ini, pemenuhan

    dari upaya-upaya tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan.

    3.2. Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah

    penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap jenis,

    jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan

    kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan

    obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan

    suatu pedoman, norma, standar, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan

    dasar, sesuai peraturan yang berlaku.

    3.3. Sasaran

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki program kefarmasian dan alat

    kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam Rencana Strategis 2010-

    2014 Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat

    kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat.

    Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan

    dilakukan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    adalah peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan

    meningkatkan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan

    dasar. Indikator sasaran hasil yang ingin dicapai pada tahun 2014 adalah

    (Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 17

    Universitas Indonesia

    a. Persentase kesediaan obat dan vaksin sebesar 100 %.

    b. Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau sebesar 95 %.

    c. Ketersediaan obat per kapita per tahun di sarana pelayanan kesehatan dasar Rp

    18.000 per kapita.

    d. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota sesuai standar sebesar 80 %.

    3.4. Strategi Intervensi

    Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara

    lain:

    a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang

    dijalankan, antara lain: (1) Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan

    mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga

    terjangkau dan kualitas terjamin; dan (2) Manajemen logistik obat dan

    perbekalan kesehatan.

    b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/ instansi lintas sektor

    dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal: (1) Perumusan kebijakan di

    bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan

    dasar; (2) Perumusan norma, standar, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan (3) Melaksanakan

    advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau

    kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.

    3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

    1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah

    naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Lampiran 7):

    a. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat;

    b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

    c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 18

    Universitas Indonesia

    d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan;

    e. Subbagian Tata Usaha; dan

    f. Kelompok Jabatan Fungsional.

    3.5.1. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat

    Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan

    penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,

    evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.

    3.5.1.1. Tugas dan Fungsi

    Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga

    Obat menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan

    standarisasi harga obat.

    b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

    analisis dan standarisasi harga obat.

    c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga

    obat.

    d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

    kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.

    e. Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat

    Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas beberapa

    seksi, yaitu:

    a. Seksi Analisis Harga Obat

    Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

    perumusan kebijakan analisis, kajian dan pemantauan harga obat.

    b. Seksi Standarisasi Harga Obat

    Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

    perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,

    prosedur dan kriteria harga obat.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 19

    Universitas Indonesia

    3.5.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

    kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan

    teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di

    bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Skema alur penyediaan

    obat nasional dapat dilihat pada Lampiran 8 dan prosedur tetap perencanaan

    kebutuhan obat dapat dilihat pada Lampiran 9.

    3.5.2.1. Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan

    obat publik dan perbekalan kesehatan.

    b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

    penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan

    obat publik dan perbekalan kesehatan.

    d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

    kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.2.2. Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri

    atas:

    a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

    kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan

    kesehatan.

    b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 20

    Universitas Indonesia

    Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,

    pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang

    ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

    kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan

    teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan.

    3.5.3.1. Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan

    obat publik dan perbekalan kesehatan.

    b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan

    obat publik dan perbekalan kesehatan.

    d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan

    kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.3.2. Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan

    Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri

    atas:

    a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    b. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 21

    Universitas Indonesia

    kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    c. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    d. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,

    pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan

    Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

    perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi

    dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.4.1. Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi

    Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat

    publik dan perbekalan kesehatan.

    b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat

    publik dan perbekalan kesehatan.

    3.5.4.1. Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program

    Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan terdiri atas:

    a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    b. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

    tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat

    publik dan perbekalan kesehatan.

    c. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 22

    Universitas Indonesia

    d. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

    tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik

    dan perbekalan kesehatan.

    3.5.5. Subbagian Tata Usaha

    Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan

    rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan tata

    usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai

    berikut:

    a. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan

    rencana jangka panjang, menengah dan pendek sesuai program dan referensi

    terkait.

    b. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian

    Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan.

    c. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan

    memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat

    berjalan dengan lancar, tepat waktu dan tepat guna.

    d. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan

    cara merencanakan, mengatur dan mengevaluasi sumber daya yang ada di

    lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar

    pelaksanaan program/ kegiatan sesuai dengan rencana.

    e. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan

    diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari

    unit kerja di lingkungan Direktorat.

    f. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/

    perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan

    kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan

    Direktorat.

    g. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar

    Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/ cuti dan lain-lain di

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 23

    Universitas Indonesia

    lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan

    cara menelaah/mengolah bahan/ data kepegawaian yang ada dan usulan dari

    pegawai yang bersangkutan.

    h. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan

    kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik

    dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil

    pelaksanaan kegiatan.

    i. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran

    pelaksanaan tugas.

    3.5.6. Sumber Daya Manusia

    Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan berjumlah 34 orang (pegawai tetap, tidak termasuk pegawai

    honorer) dengan perincian yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

    Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) direktorat bina obat publik dan

    perbekalan kesehatan

    Organisasi Jumlah SDM

    Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 orang

    Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 5 orang

    Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    7 orang

    Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan

    7 orang

    Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat

    Publik dan Perbekalan Kesehatan

    7 orang

    Sub Bagian Tata Usaha 7 orang

    Total 34 orang

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 24 Universitas Indonesia

    BAB 4

    PEMBAHASAN

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan

    salah satu direktorat jenderal di Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Peraturan

    Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010

    dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi

    teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat ini terdiri

    atas empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan.

    Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu Sistem

    Kesehatan Nasional (SKN) 2009, memiliki tujuan agar terselenggaranya

    pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta,

    maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna, dan berdaya guna sehingga

    terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya. Direktorat Bina

    Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki sebuah misi yang ditujukan agar

    kebijakan tersebut dapat tercapai, yaitu terjaminnya ketersediaan, kemerataan,

    keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Dalam menjalankan tugas

    dan fungsinya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibantu

    oleh empat subdirektorat, yaitu Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga

    Obat, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,

    Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta

    Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan.

    Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat berperan dalam

    menjamin keterjangkauan obat bagi masyarakat dengan harga yang rasional serta

    menguntungkan bagi pihak produsen. Dengan demikian, penyediaan obat akan

    lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di masyarakat. Subdirektorat Analisis

    dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas:

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 25

    Universitas Indonesia

    a. Seksi Analisis Harga Obat, yang mempunyai tugas melakukan penyiapan

    bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.

    b. Seksi Standardisasi Harga Obat, yang mempunyai tugas melakukan

    penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan

    norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat.

    Subdirektorat ini memegang peranan penting dalam penyusunan Surat

    Keputusan (SK) Harga Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK

    Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga untuk Lelang Harga Satuan Obat, dan

    SK Harga Vaksin dan Serum. Proses penentuan SK harga obat dapat melalui

    beberapa langkah, yaitu mengetahui kebutuhan obat tiap daerah berdasarkan data

    dari Subdirektorat Penyediaan sehingga diperoleh item obat yang diperlukan

    beserta kuantitasnya. Kemudian data obat yang telah diperoleh disesuaikan

    dengan Formularium Nasional (FORNAS). Apabila terdapat obat dalam data

    tersebut yang tidak termasuk dalam DOEN, obat tersebut dapat dimasukkan

    kedalam daftar SK dengan pertimbangan adanya permintaan dari daerah.

    Selanjutnya, tim evaluasi harga akan mempertimbangkan apakah akan terjadi

    peningkatan atau penurunan terhadap harga obat terdahulu. Pertimbangan tersebut

    didasarkan pada hasil monitoring, data harga obat internasional, dan perhitungan

    khusus. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik sehingga

    menghasilkan daftar harga obat yang akan dimasukkan ke dalam SK.

    Komponen harga obat meliputi bahan baku obat, manufacturing cost;

    marketing, distribution cost; gross margin, research and development, harga jual

    dasar, profit, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan diskon ke apotek/toko obat.

    Secara umum analisis penentuan harga yang dilakukan pada Subdirektorat ini

    mengacu pada komponen tersebut. Harga ditentukan berdasarkan struktur harga

    obat yang meliputi komponen harga bahan aktif, bahan pembantu, bahan

    kemasan, biaya produksi dan biaya analisis, biaya umum, biaya modal, biaya

    distribusi, dan keuntungan sebelum pajak. Seksi Analisa Harga Obat akan mencari

    informasi tentang harga-harga tersebut dari industri farmasi ataupun PBF.

    Selanjutnya dilakukan analisis dan pengolahan data sehingga didapatkan harga

    obat yang sesuai dan terjangkau, namun tidak merugikan pihak industri farmasi.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 26

    Universitas Indonesia

    Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang boleh dijual

    oleh pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan berdasarkan Surat

    Keputusan Menteri Kesehatan. Tujuannya adalah agar harga jual obat dapat

    dikendalikan sehingga obat dapat digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkat

    ekonomi, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penetapan HET

    diserahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Subdirektorat Analisis dan

    Standardisasi Harga Obat dalam bentuk SK HET. Selain itu, Menteri Kesehatan

    juga menerbitkan himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap

    kemasan obat guna terlaksananya pengendalian harga obat.

    Sebelum dimulainya SJSN pada 1 Januari 2014, harga obat yang

    ditentukan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun

    yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek agar tercapai upaya

    kesehatan dasar. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan

    berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang beranggotakan pejabat

    Kementerian Kesehatan, Badan POM, akademisi, lembaga konsumen, dan para

    pakar di bidang terkait. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut

    dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam

    kondisi nyata Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

    092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun

    2012 merupakan acuan bagi apotek, rumah sakit, dan fasilitas pelayanan

    kesehatan lainnya dalam menjual obat generik.

    Sejak 1 Januari 2014, penetapan harga obat tidak hanya dilakukan pada

    obat generik saja, tetapi pada semua obat-obatan yang termasuk dalam E-

    Catalogue. Definisi dari E-Catalogue obat adalah sistem informasi elektronik

    yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga obat dari berbagai

    penyedia barang/jasa tertentu yang telah terpilih melalui tahap pelelangan oleh

    pihak pusat. Dalam pengadaan obat, terdapat perbedaan harga pengadaan di tiap-

    tiap regional. Hal ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga berupa biaya

    distribusi, kekayaan regional, dan Upah Minimum Regional (UMR) di tiap-tiap

    regionalnya.

    Realisasi E-Catalogue di pelayanan kesehatan sampai saat ini masih

    belum optimal. Hal ini disebabkan penyusunan E-Catalogue oleh Subdirektorat

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 27

    Universitas Indonesia

    Analisis dan Standardisasi Harga Obat masih terus berjalan dan minimnya

    sosialisasi terhadap SDM di pelayanan kesehatan, khususnya tenaga kefarmasian.

    Selain itu, terdapat kendala lainnya berupa harga jual obat generik yang masih di

    atas HET. Hal tersebut dikarenakan pihak apotek ingin memperoleh keuntungan

    yang lebih besar. Sementara pihak subdirektorat ini tidak dapat memberikan

    sanksi terhadap pihak apotek tersebut.

    Subdirektorat yang kedua adalah Subdirektorat Penyediaan Obat Publik

    dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi

    Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Seksi

    Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    a. Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses

    pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan adalah

    untuk menetapkan rencana jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang

    tepat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar

    sehingga terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan

    berkhasiat. Perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilakukan

    menggunakan metode bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan obat

    diperoleh dari data pemakaian obat oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian

    dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan

    selama satu tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun,

    Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan

    Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Puskesmas akan

    melaporkan data tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, kemudian akan

    diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi yang selanjutnya akan dilaporkan ke

    Kementerian Kesehatan. Data tersebut akan dikompilasi dan dibuat suatu Rencana

    Kebutuhan Obat (RKO) dan perbekalan kesehatan selama satu tahun.

    Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin

    imunisasi dasar, obat buffer/bencana, serta vaksin dan obat haji yang dananya

    bersumber dana APBN. Tahap perencanaan dan pengusulan kebutuhan obat

    program dilakukan oleh Unit Eselon 1 terkait di lingkungan Kemenkes dan Dinas

    Kesehatan masing-masing provinsi. Sedangkan tahap perencanaan pengadaan dan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 28

    Universitas Indonesia

    distribusi obat program dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

    Alat Kesehatan. Pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi

    buffer provinsi dan obat program kesehatan. Sumber dana pernyediaan obat

    tersebut adalah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD 1/ Provinsi). Tanggung jawab

    penyediaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Provinsi. Pada tingkat

    kabupaten/ kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat pelayanan kesehatan

    dasar dan buffer kabupaten/ kota. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah

    dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/ Kota (APBD 2) dan

    Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari pusat untuk daerah. Tanggung

    jawab pengadaan obat ada pada Dinkes Kabupaten/ Kota.

    Perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan harus

    berdasarkan analisa rencana kebutuhan. Akan tetapi, rencana kebutuhan tersebut

    tidak langsung menjadi patokan dalam rencana pengadaan. Perlu dilihat parameter

    lain untuk rencana pengadaan misalnya sisa stok obat dan perbekalan kesehatan di

    unit PKD, jumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama

    masa tunggu (lead time), dan buffer stok obat dan perbekalan kesehatan tersebut.

    Proses perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan

    dilakukan dengan 2 tahapan utama, yaitu Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat dan

    Tahap Koordinasi Lintas Program. Pada tahap perencanaan kebutuhan obat,

    dilakukan pemilihan obat yang sesuai dengan pola penyakit dan dasar-dasar

    seleksi kebutuhan obat seperti analisa ABC dan analisa VEN. Pemilihan obat

    didasarkan pada Formularium Nasional (FORNAS) dan daftar jenis obat yang

    digunakan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang sudah menjadi

    program nasional. Selain itu, pemilihan obat juga dapat mengacu pada E-

    Catalogue yang saat ini sedang disusun oleh Subdirektorat Analisis dan

    Standardisasi Harga Obat. Selanjutnya dilakukan kompilasi pemakaian obat, yaitu

    rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber

    dari LPLPO Puskesmas. Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai

    dasar untuk menghitung stok awal, jumlah penggunaan obat, dan sisa stok. Dan

    tahap terakhir dari tahap perencanaan kebutuhan obat adalah perhitungan

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 29

    Universitas Indonesia

    kebutuhan obat yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi

    dan/ atau metode morbiditas.

    Tahap kedua, yaitu tahap koordinasi lintas program yang diawali dengan

    tahap proyeksi kebutuhan obat, dimana dilakukan perhitungan kebutuhan obat

    secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah

    sisa stok pada periode yang masih berjalan. Selain itu juga diperhitungkan jumlah

    obat yang harus tersedia selama masa tunggu (lead time) pengadaan obat.

    Selanjutnya, dilakukan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana

    yang tersedia. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan

    kesehatan dibiayai melalui berbagai sumber anggaran meliputi APBN, APBD

    Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari

    APBN untuk keperluan khusus dan persyaratan tertentu untuk daerah yang

    mengajukan.

    Melalui tahapan tersebut, akan diperoleh RKO dari masing-masing bagian,

    baik itu Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, maupun

    Pusat, yaitu Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

    Dengan pendekatan bottom up planning, RKO dibentuk menjadi RKO Nasional

    oleh seksi perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

    Selanjutnya, alur perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan,

    disempurnakan dengan E-Catalogue. Lembar kerja perencanaan pengadaan obat

    dan rencana kerja operasional dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.

    Sebelum tahun 2010, sumber anggaran pengadaan obat di Kabupaten/

    Kota berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang bersumber dari APBD

    kabupaten/ kota dan APBD provinsi. Akan tetapi setelah 2010, sumber anggaran

    pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota bertambah

    dengan adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN.

    DAK tersebut diberikan untuk kabupaten/ kota tertentu. Besaran alokasi

    DAK untuk Kabupaten/ Kota dihitung berdasarkan biaya minimal obat perkapita

    penduduk Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten/ Kota dan biaya obat

    perkapita bagi seluruh penduduk Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan jumlah

    kunjungan puskesmas. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan

    obatnya berasal dari APBD. Biasanya pemberian DAK dapat berbeda-beda tiap

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 30

    Universitas Indonesia

    tahun baik jumlah maupun lokasi daerahnya, tergantung perkembangan dari

    kabupaten/ kota tersebut. Saat ini pusat bertindak sebagai pengelola obat publik

    dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman nasional. Sumber dana yang

    masih belum tersedia adalah dana pengelolaan obat di Kabupaten/ Kota dan dana

    distribusi dari Kabupaten/ Kota ke puskesmas. Dana pengelolaan sejauh ini

    berasal dari dana operasional yang bersumber dari dana dekonsentrasi dari pusat

    ke provinsi untuk kegiatan yang menunjang program kefarmasian dan alat

    kesehatan. Dana distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab daerah untuk

    menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan

    masyarakat di daerahnya hingga ke pelosok.

    Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan

    kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini

    ditetapkan jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional

    untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota

    yang dimulai dari persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan

    pengendalian perencanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja

    operasional untuk pengadaan juga dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan

    pengadaan dengan menggunakan formulir IFK-4 (Lampiran 11).

    Pengadaan obat oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

    Kesehatan dilakukan melalui proses lelang dan E-Purchasing melalui sistem E-

    Catalogue yang dimulai tahun 2013 sesuai dengan Perpres No. 54 Tahun 2010

    yang sudah diperbaiki dengan Perpres No. 70 Tahun 2012. Tujuannya adalah

    untuk memberi kesempatan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi pada

    pelaksanaan lelang dan juga diharapkan akan diperoleh penawaran harga yang

    lebih bersaing. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah kualitas

    dan kuantitas obat, seperti kriteria obat dan perbekalan kesehatan, metode

    pengadaan, persyaratan pemasok, penentuan waktu kedatangan obat, penerimaan

    dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Sejak 1 Januari 2014,

    metode pengadaan E-Catalogue seharusnya sudah dijalankan. Namun,

    implementasinya masih belum bisa dilaksanakan karena proses penyusunan E-

    Catalogue dan lelang dari pihak LPSE masih terus berjalan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 31

    Universitas Indonesia

    Khusus untuk Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok

    pengaman/buffer stock nasional yang pengadaannya dilakukan setahun sekali.

    Stok pengaman nasional berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki

    Pemerintah Pusat yang harus selalu ada pada saat dibutuhkan jika sewaktu-waktu

    terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti wabah penyakit, bencana alam dan

    untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada kabupaten/ kota.

    b. Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

    Pemantauan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara

    rutin perlu dilakukan dengan tujuan menjamin ketersediaan obat dan perbekalan

    kesehatan yang bermutu, berkhasiat, dan bermanfaat guna mencapai peningkatan

    derajat kesehatan. Pemantauan ketersediaan obat publik dilakukan dengan dua

    cara yaitu dengan meninjau langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota dan

    menggunakan LPLPO atau aplikasi software berupa E-Logistic System.

    Dalam meninjau langsung ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan

    tidak dilakukan di semua daerah yang ada di Indonesia. Dilakukan peninjauan di

    beberapa daerah saja dalam periode tertentu. Sementara yang dilakukan di setiap

    daerah adalah pemantauan dengan menggunakan E-Logistic. Input data

    penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi

    Farmasi Kabupaten/ Kota melalui E-Logistic. Kemudian data tersebut dapat

    diakses oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Hal tersebut

    akan memudahkan pengawasan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan

    secara real time sehingga dapat diketahui jumlah pemakaian obat serta permintaan

    obat pada setiap Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota yang tersebar di seluruh

    provinsi yang ada di Indonesia.

    Permasalahan yang terdapat pada pemantauan ketersediaan adalah

    persentase ketersediaan beberapa obat yang bisa mencapai ratusan bahkan

    puluhan ribu persen pada beberapa provinsi dan terdapat kekurangan di provinsi

    lainnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu:

    a. Kurang tepatnya perencanaan ketersediaan yang diajukan pemerintah daerah.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 32

    Universitas Indonesia

    b. Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan dari

    pemerintah daerah.

    c. Pelaksanaan sistem E-Logistic yang belum optimal dikarenakan sarana

    penunjang komunikasi di setiap daerah yang kurang memadai, keterbatasan

    SDM yang memahami cara kerja E-Logistic, dan minimnya sosialisasi

    penggunaan E-Logistic sehingga pemantauan secara real time tidak dapat

    dilakukan. Akibatnya pemantauan ketersediaan masih memakai sistem laporan

    tertulis dan jika diperlukan memakai semi elektronik berupa e-mail.

    Baik tidaknya suatu perencanaan dapat diketahui dengan mengevaluasi

    hasil pelaksanaan perencanaan ketersediaan obat. Jika setelah dilaksanakan

    perencanaan ketersediaan obat dapat memenuhi kebutuhan obat selama 18 bulan,

    maka perencanaan tersebut dikatakan baik. Jika setelah dilaksanakan hanya dapat

    memenuhi kebutuhan obat selama kurang dari 18 bulan atau lebih dari 18 bulan

    maka harus ditelusuri lagi letak kesalahan perencanaan ketersediaan obat tersebut.

    Subdirektorat ketiga adalah Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan

    Perbekalan Kesehatan yang terbagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Standarisasi

    dan Seksi Bimbingan Teknis. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekalan

    Kesehatan bertujuan agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-

    baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang

    berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar. Direktorat Bina Obat Publik dan

    Perbekalan Kesehatan melakukan pengelolaan terhadap obat program dan obat

    pelayanan kesehatan dasar sehingga perlu dilakukan harmonisasi atas kedua

    program tersebut agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat.

    Untuk menjaga kelancaran proses kegiatan pengelolaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan diperlukan suatu pedoman yang bertujuan untuk

    menstandarisasi pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik

    pemerintah agar terjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat hingga ke tangan

    konsumen. Pedoman pengelolaan obat dibuat oleh seksi Standarisasi

    Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dengan melibatkan

    Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa kabupaten/

    kota maupun provinsi. Pedoman yang dibuat antara lain pedoman pengelolaan

    obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 33

    Universitas Indonesia

    pengelolaan vaksin dan lain-lain. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan

    yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola

    obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota dan Puskesmas. Pedoman pengelolaan

    obat dibuat atau disempurnakan berdasarkan atas referensi atau textbook tentang

    pengelolaan obat, pedoman-pedoman pengelolaan obat lainnya yang telah

    diterbitkan, serta input data dari Seksi Bimbingan Teknis. Seksi Bimbingan

    Teknis memberikan input data pada Seksi Standarisasi mengenai data pengelolaan

    obat dan kondisi Instalasi Farmasi di Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan Puskesmas,

    serta dibandingkan dengan yang ada di negara lain. Referensi, pedoman dan data

    tersebut kemudian digunakan untuk dilakukan evaluasi apakah perlu membuat

    pedoman pengelolaan baru atau hanya perlu menyempurnakan pedoman yang

    telah ada. Pedoman pengelolaan yang telah dibuat diterbitkan melalui Keputusan

    Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kemudian, pedoman tersebut

    disosialisasikan secara berjenjang sampai ke tingkat pelayanan kesehatan dasar.

    Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan teknis digunakan instrumen

    (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya manusia, anggaran,

    sarana dan prasarana, dan proses manajemen pengelolaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin dalam upaya

    pengendalian, pemantauan, dan evaluasi instalasi farmasi kabupaten/ kota.

    Keluaran (output) yang diperoleh adalah profil pengelolaan oblik dan perbekalan

    kesehatan di Instalasi farmasi kabupaten/ kota. Profil tersebut berupa hasil

    penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang dibuat oleh seksi bimbingan

    teknis dan pengendalian. Hasil profil tersebut dapat dijadikan landasan untuk

    menentukan kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan.

    Pada prinsipnya pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan baik di

    tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, maupun Puskesmas adalah sama. Pengelolaan

    obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan,

    penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan

    pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Namun, dalam melakukan pengelolaan

    pada masing-masing tingkat tersebut juga terdapat perbedaan, yaitu jalur

    pendistribusian dan sumber pendanaan untuk pengadaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan.

    Laporan praktek…, Luthfiyyah Mutsnaini, FFar UI, 2014

  • 34

    Universitas Indonesia

    Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan

    jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan

    dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan

    perencanaan dan pengadaan, dilakukan penyimpanan dan pendistribusian. Proses

    penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum pendistribusian.

    Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat, menghindari

    penyalahgunaan, menjaga kelangsungan ketersediaan serta memudahkan

    pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan

    sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan

    pengamatan mutu obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First

    In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).

    Selanjutnya, obat akan disitribusikan dengan teratur dan merata secara

    berjenjang guna memenuhi pelayanan dan program kesehatan masyarakat. Obat

    yang didistribusikan merupakan obat yang bermutu, terjamin keabsahan, tepat

    jenis, dan jumlahnya (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,

    2005). Instalasi Farmasi Provinsi akan melakukan disribusi ke Instalasi Farmasi

    Kabupaten/ Kota. Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota akan

    melakukan pendistribusian ke Puskesmas dan kemudian Puskesmas sebagai

    pelayanan kesehatan di tingkat dasar a