UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP...

108
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANG DIAJUKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM KASUS PERKARA ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWAN EARLY SOBARLY YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMOR PERKARA 41/G/20011/PHI/PN.BDG SKRIPSI SANDRA MARISHA 0706202332 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012 Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANG DIAJUKAN DIPENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM KASUS PERKARA

ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWAN EARLY SOBARLY– YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMOR PERKARA41/G/20011/PHI/PN.BDG

SKRIPSI

SANDRA MARISHA

0706202332

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2012

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

i

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANG DIAJUKAN DIPENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM KASUS PERKARA

ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWAN EARLY SOBARLY– YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMOR PERKARA41/G/20011/PHI/PN.BDG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia

SANDRA MARISHA

0706202332

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2012

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANGDIAJUKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM

KASUS PERKARA ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWANEARLY SOBARLY – YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMORPERKARA 41/G/20011/PHI/PN.BDG

” adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sandra Marisha

NPM : 0706202332

Tanda tangan :

Tanggal : Juli 2012

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

iv

UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis

Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada Pengadilan Hubungan Industrial dalam

Kasus Perkara Antara PT. Sinar Mulya Perkasa Melawan Early Sobarly-Yudha

Sari Pardikan di PHI pada PN Bandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG”. Penulisan

skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Penulisan skripsi ini juga dilakukan untuk menambah pengetahuan dan

semakin memperluas wawasan pemikiran mengenai sistem pembuktian di dalam

Pengadilan Hubungan Industrial. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya pada pihak-pihak yang telah membantu keberhasilan

dari penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Kepada suami tercinta Kenny Wiston yang telah menjadi guru, sahabat,

dan pembimbing penulis yang selalu siap menjadi sandaran penulis ketika

penulis galau menyelesaikan skripsi ini. My best one,please stay cool

always. Tak lupa juga kepada Mama dan adik adik tercinta yang telah

mendukung penulis secara moril . Bersedia menjadi pengasuh untuk anak-

anak penulis ketika penulis harus meninggalkan mereka menuju kampus.

Mama, Nova,Ade,Holin dan adek-adek penulis yang tak lelah mendukung

penulis, I love you all.

2. Kepada Bapak DR.Drs.Widodo Suryandono,S.H, M.H, selaku

pembimbing materi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran membimbing penulis walau penulis sering terlambat setiap janji

untuk bertemu beliau, namun beliau selalu meluangkan waktunya demi

keberhasilan dan selesainya skripsi ini. Pak, many thanks to you. Mohon

jangan pernah bosan untuk selalu menjadi dosen yang bersahaja dan baik

hati.

3. Kepada Bapak Chudry Sitompul S.H, M.H., selaku ketua jurusan program

kekhususan Hukum Acara yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk memeriksa skripsi penulis, memberikan arahan, saran dan kritik.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

v

UNIVERSITAS INDONESIA

Serta telah sabar membimbing dan terus mendukung, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepada dosen penguji Ibu Sri Laksmi Anindita S.H,M.H, Ibu Sonyendah

Retnaningsih S.H.,M.H., dan Ibu Hening Hapsari Setyorini S.H.M.H.,

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberi

masukan skripsi penulis.

5. Kepada Bapak Purnawidhi Purbacaraka S.H. M.H., selaku ketua program

studi jurusan ekstensi FHUI yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan

memperjuangkan penulis untuk maju sidang semester ini.

6. Seluruh Dosen FHUI yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

hukum kepada saya.

7. Seluruh staff pegawai FHUI, khususnya kepada Pak Surono yang selalu

bersedia membantu dan memberikan informasi mengenai perkuliahan dan

Pak Meidi yang memberikan informasi dan bantuan selama menyelesaikan

skripsi ini.

8. Seluruh pegawai perpustakaan UI, yang telah membantu dalam mencari

buku-buku dan jurnal yang dipergunakan dalam penulisan skripsi.

9. Kepada Asep Jumarsa dan rekan-rekan PK III, Arifia Fajra, Ade

Risnawati, Krisantiwi Meira, Oet Eno, Sampurna Ginting, Samuel

Bonaparte dan teman teman sesame PK III, aku tidak dapat melupakan

bantuan kalian. Specially to Asep Jumarsa,,yang sudah seperti adik bagi

penulis yang siap memberikan bantuan kapan saja bagi penulis, always

stay cool brooo..!

10. The Tree Musgetir, Kush dan Nita, terutama Nike Marpaung yang telah

membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. I love you

beibeeehh.

11. Teman-teman di kampus tercinta FHUI: Dini yang baik hati, Uno yang

perhatian,, Denny, Rini, Tasya, Benni, Anggie, Teh Eva yang selalu

memberi dukungan, Zensy, Ilham, Yuni, Carla, Jihan, Endruw, Said, Lia

yang memberi semangat penulis karena kebersamaan keadaan sebagai

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

vi

UNIVERSITAS INDONESIA

seorang ibu yang sama memiliki bayi mungil, Fritz, serta teman-teman

lainnya, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12. Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan, dukungan, doa, dan semangat untuk penyusunan

skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf

apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Penulisan ini tentunya tidak terlepas

dari segala kekurangan baik dari segi teknis maupun materi penulisan. Semoga

dapat berguna bagi semua orang yang membacanya.

Depok, Juli 2012

Penulis

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

vii

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangandi bawah ini:

Nama : Sandra Marisha

NPM : 0706202332

Program Kekhususan : Hukum Acara

Fakultas : Hukum

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive RoyatyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“ Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada PengadilanHubungan Industrial dalam Kasus Perkara Antara PT. Sinar MulyaPerkasa Melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PNBandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG “

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini. Uninversitas Indonesia berhak menyimpan,mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkannama saya sebagai penulis, penciptam dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Tanggal : Juli 2012

Yang Membuat Pernyataan

(Sandra Marisha)

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

viii

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK

Nama : Sandra MarishaProgram Studi : Ilmu HukumJudul Skripsi : Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada

Pengadilan Hubungan Industrial dalam Kasus PerkaraAntara PT. Sinar Mulya Perkasa Melawan EarlySobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PN BandungNo.41/G/2011/PHI/PN. BDG

Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana sistem pembuktian dalampemerikasaan di Pengadilan Hubungan Industrial menurut ketentuan peraturanperundang-undangan di Indonesia. Serta membahas mengenai kekuatan yuridiskekuatan keterangan saksi de auditu dalam perkara antara PT. Sinar MulyaPerkasa melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan, dengan nomor perkara41/G/2011/PHI/PN.BDG. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistempembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial adalahsistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Akan tetapi dalammenangani kasus perkara tersebut Majelis Hakim cenderung menggunakan sistempembuktian menurut undang-undang secara negatif. Terkait dengan kekuatanketerangan saksi de auditu dalam perkara antara PT.Sinar Mulya Perkasa melawanEarly Sobari-Yudha Sari Pardikan, Majelis Hakim sangat dominan menjadikanketerangan saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan dalam menangani perkaratersebut. Sedangkan keterangan saksi de auditu menurut sistem pembuktian tidakdapat menjadi alat bukti langsung, karena keterangan tersebut tidak bernilaisebagai alat bukti yang sah dan hanya berperan sebagai keterangan pendukung.Hasil penelitian ini menyarankan agar Majelis Hakim sebaiknya tidak mengambilketerangan saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan hakim, apabila keterangansaksi de auditu tersebut tidak didukung dengan alat bukti lain yang sah menurutundang-undang.

Kata kunci :Pembuktian, Alat Bukti, Keterangan Saksi De Auditu, Perselisihan PHK.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

ix

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRACT

Name : Sandra MarishaStudy Program : LawThesis : Legal Analysis of Witnesses Presented be for The

Industrial Court of Bandung in PT Sinar MulyaPerkasa Versus Early Sobarly – Yudhasari PardikanUnder Case Number 41/G/2011/PHI/PN.BDG

This thesis is discussing how evidence can be verified in Industrial Courtspursuant to the prevailing laws in Indonesia as well as discussing legal power ofevidence which testified by de auditu witnesses, in particular, in PT. Sinar MulyaPerkasa vs Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan in case number41/G/2011/PHI/PN.BDG. Methods used in this research is by using normativelegal approach. The result of this research showed that system of evidenceverification of a case within the Industrial Courts is using a positive legalapproach of evidence verification, but in case, Council of Judges used a negativelegal approach or system because they merely heard testimony of de audituwitnesses and ignored written as well as papers evidence presented before them.With reference to de auditu witnesses of this particular case in PT.Sinar MulyaPerkasa versus Early Sobari-Yudha Sari Pardikan, the judges dominantly used thetestimony of de auditu witnesses as their basis of judgment regardless of the factthat the testimony of de auditu witnesses according to the legal system ofevidence in Indonesia cannot be treated like or taken as direct evidence, becausethey have no meaning or price and can only be used as a hint or support. Thisthesis recommends judges not to use the testimony of de auditu witnesses as basisof their judgment without being supported by other valid evidence by the law.

Key words :Evidence, Testimony of De Auditu Witnesses, Employment TerminationDispute

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

x

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................................... viii

ABSTRACT ........................................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………... 1

1.2. Pokok Permasalahan ……………………………………………………….. 8

1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………… 8

1.4. Definisi Operasional ……………………………………………………….. 9

1.5. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 11

1.6. Sistematika Penulisan ………………………………………………………. 13

BAB 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN BURUH DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA

2.1. Pengertian Perselisihan Perburuhan …..…………………………………… 15

2.2. Lembaga Penyelesaian Perselisihan ……...………………………………… 18

2.3. Hubungan Kerja ………….………………………………………………… 19

2.4. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) …………………………… 20

2.5. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja ………………………………………. 23

2.6. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja …………………………………………. 27

2.6.1. Pemutusan Hubungan Kerja karena Hukum ……………………… 27

2.6.2. Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan Jumlah Uang …………. 29

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

xi

UNIVERSITAS INDONESIA

2.7. Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif dari Pengusaha …………………….. 32

2.8. Pemutusan Hubungan Kerja Massal ………………………………………. 32

2.9. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan ……………………………… 34

BAB 3 ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

3.1. Pembuktian ……………………………………………………………….. 35

3.2. Tujuan Pembuktian ……………………………………………………… 37

3.3. Alat Bukti ………………………………………………………………. 40

3.3.1. Alat Bukti Surat …………………………………………………… 41

3.3.2. Alat Bukti Keterangan Saksi……………….……………………… 42

3.3.2.1 Jangkauan Kebolehan Pembuktian dengan Saksi………. 43

3.3.2.2 Syarat Alat Bukti Keterangan Saksi …………………… 47

3.3.2.3 Testimonium De Auditu ………………………………... 48

3.3.3. Alat Bukti Persangkaan ……………………………………………. 49

3.3.4. Alat Bukti Pengakuan …………………………………………….. 51

3.3.5. Alat Bukti Sumpah di Muka Hakim ………………………………. 52

BAB 4 ANALISIS PUTUSAN PHI No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ANTARA PT. SINAR

MULIA PERKASA DENGAN EARLY SOBARLI-YUDHASARI PARDIKAN

4.1. Kasus Posisi ……………………………………………………………… 54

4.2. Petitum …………………………………………………………………… 56

4.3. Putusan ……………………………………………………………………... 57

4.4. Bukti-Bukti Dipersidangan ………………………………………………… 57

4.5. Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dipersidangan …………………….. 59

4.6 Analisis Kasus

4.6.1 Analisis Fakta ……………………………………………………… 77

4.6.2 Analisis Pertimbangan Hakim Mengenai Kekuatan Yuridis

Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara Antara PT Sinar Mulia

Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI Pada PN

Bandung, dengan No Register Perkara

41/G/2011/PHI/PN.BANDUNG …………………………….……... 80

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

xii

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 5 PENUTUP

5.1. Kesimpuan ………………………………………………………………….. 90

5.2. Saran ………………………………………………………………………... 91

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 93

LAMPIRAN

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu prinsip dasar hubungan kerja adalah menciptakan hubungan

yang harmonis dan berkeadilan disertai dengan proteksi jaminan sosial yang

memadai yang dapat menjamin kelangsungan bekerja dan berusaha. Harmonisasi

hubungan kerja merupakan modal dasar untuk menciptakan produktifitas yang

baik secara berkesinambungan.1

Relasi hukum dan sosial berpeluang menimbulkan konflik. Sebagai

hubungan hukum, hubungan kerja memiliki potensi konflik. Banyak faktor

terjadinya konflik. Perbedaan kepentingan dan tujuan salah satu faktor klasik

pemicu timbulnya konflik.2

Keberhasilan meredam konflik kerja akan menciptakan hubungan kerja

yang harmonis dan dinamis. Disharmonisasi hubungan kerja merupakan penyakit

yang sering muncul dalam hubungan kerja. Mudah mengatakan hubungan tidak

harmonis, perdebatan antara bawahan dan atasan secara subjektif dan prematur

terkadang dikategorikan sebagai hubungan tidak harmonis hanya karena atasan

tidak dapat menerima arus perbedaan.3 Disharmonisasi kerja alasan lunak dari

kebencian atau ketidaksukaan yang berujung pada mutasi, demosi, dan pemutusan

hubungan kerja.4Sikap kritis seorang bawahan terkadang dijadikan sumber

1 Juanda Pangaribuan, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,cet.1, (Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal.1.

2 Ibid.

3 Ibid., hal.3.

4 Ibid.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

2

Universitas Indonesia

konflik, dan jika pimpinan tidak suka dikoreksi, bawahan akan menjadi tumbal

disharmonisasi.5

Hubungan industrial memerlukan ketenangan kerja. Perselisihan

memberikan dampak kurang baik bagi produktifitas, secara normal tidak ada

orang yang menginginkan masalah.6Namun menyelesaikan perselisihan bukanlah

hal yang mudah dan bukan pula hal yang sulit. Kalau para pihak memiliki

perspektif yang sama, perselisihan akan mudah diselesaikan dan tahap-tahap

perundingan mudah untuk dijalani.7

Sejalan dengan semakin meningkatnya dan kompleksitasnya permasalahan

perselisihan hubungan industrial di era industrialisasi, maka cita-cita Undang-

Undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

secara normatif amatlah luhur dimana mewujudkan hubungan industrial yang

harmonis, dinamis dan berkeadilan secara optimal berdasarkan nilai-nilai

Pancasila, serta perlunya penyediaan institusi dan mekanisme penyelesaian

perselisihan hubungan industrial dengan asas cepat, tepat, adil dan murah.8

Guna mewujudkan filosofi mulia yang terkandung dalam Pancasila dan

UUD 1945 ke dalam praktek kehidupan sehari-hari antara pelaku proses produksi

(pengusaha, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah) tentu

perlu adanya dukungan kondisi atau suasana yang kondusif agar tumbuh dan

berkembang sikap mental dan sosial, yang menjadi perilaku semua pihak secara

nyata dalam pergaulan sehari-hari.9

Kunci utama keberhasilan menciptakan hubungan industrial yang aman

dan dinamis adalah komunikasi.10 Dari beberapa literatur, bahwa pelaksanaan

hubungan industrial yang harmonis perlu didukung adanya :

5Ibid., hal.3.

6 Ibid.,hal.12.

7 Ibid.

8Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( AntaraPeraturan dan Pelaksanaan), cet.1, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2010), hal.4.

9 Ibid., hal.16.

10Ibid.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

3

Universitas Indonesia

1. Forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah antara pengusaha dan

pekerja/buruh

2. Kejelasan antara hak dan kewajiban yang di tuangkan ke dalam KKB

3. Saran dan fasilitas yang mendukug, seperti sarana ibadah, koperasi

karyawan, serta sarana olah raga dan rekreaasi

4. Lembaga penyelesaian masalah

5. Peningkatan keterampilan dan keahlian.11

Berakhirnya hubungan kerja antara majikan dan pekerja merupakan salah

satu segi dari terjadinya perselisihan perburuhan.12Penyelesaian perselisihan

hubungan industrial dilakukan melalui lembaga penyelesaian hubungan industrial

(LPPHI). Termasuk LPPHI adalah :

1. Bipartit

2. Mediasi

3. Konsiliasi

4. Arbitrase

5. Pengadilan Hubungan Industrial.13

Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004. Sebagai hukum positif UU PPHI mencabut

Undang-Undang nomor 12 tahun 1964 dan Undang-Undang nomor 22 tahun

1957.

Sejatinya UU PPHI berlaku satu tahun terhitung sejak diundangkan.

Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1

Tahun 2005 UU PPHI dinyatakan tertunda. Kemudian UU PPHI dinyatakan

berlaku sejak tahun 2006 dan dilanjutkan dengan peresmian berdirinya Pengadilan

hubungan Industrial oleh Ketua Mahkamah Agung – Bagir Manan di Palembangg

pada tanggal 14 Januari 2006.14

Dalam Undang-Undang PPHI terdapat empat jenis perselisihan, yakni :

11Ibid., hal. 17.

12Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, cet.3, (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1991),hal.17.

13Juanda Pangaribuan, op. cit., hal 16.

14 Ibid., hal 19.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

4

Universitas Indonesia

1. Perselisihan hak

2. Perselisihan kepentingan

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja

4. Perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan.15

Hal ini berbeda dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1957 yang tidak

membuat perbedaan yang tegas tetapi mengartikan perselisihan perburuhan

sebagai pertentangan antara majikan dengan serikat buruh karena tidak adanya

persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau

keadaan perburuhan.16

Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam Undang-

Undang PPHI menjelaskan 2 bentuk :

1. Penyelesaian secara sukarela (voluntary)

2. Penyelesaian wajib (compulsory)

Penyelesaian secara suka rela dapat dilakukan melalui mekanisme

Konsiliasi dan Arbitrase. Penyelesaian wajib dilakukan melalui perundingan

bipartite, mediasi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (Pengadilan

PHI) yang dibentuk pada Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA).

Sementara itu komposisi hakim bersifat tripartite, yaitu: (1) satu hakim

dari Pengadilan Negeri dan masing-masing (1) satu hakim ad-hoc yang diusulkan

oleh organisasi buruh dan oleh organisasi pengusaha.17

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Perselisihan Hubungan

Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, sesuai dengan yang diatur dalam pasal 57 UUPHI

tersebut yaitu :

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalahhukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undangini.”18

15Marsen Sinaga, Pengadilan Perburuhan Di Indonesia , cet.1 (Yogyakarta: PerhimpunanSolidaritas Buruh, 2006), hal.84.

16Ibid.

17 Ibid.

18Indonesia (a), Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UUNo 2 Tahun 2004 LN. No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 4356, ps.57.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

5

Universitas Indonesia

Salah satu proses penting dalam gugat menggugat di Pengadilan

Hubungan Industrial adalah pembuktian. Penggugat dan tergugat harus membuat

dalil-dalil secara sempurna agar dapat dibuktikan secara hukum. Dalil yang tidak

dibenarkan oleh lawan namun tidak dibuktikan oleh pendalil maka dalil tersebut

dianggap tidak pernah dibuktikan dan dikualisir sebagai dalil yang tidak

dibenarkan.19

Membuktikan adalah kewajiban pihak-pihak melalui alat-alat bukti untuk

menimbulkan suatu tingkat kepercayaan atau keyakinan dalam pikiran Hakim

tentang kebenaran suatu dalil mengenai fakta, kejadian, hak atau hukum.

Pembuktian secara hukum menyangkut tidak hanya benda-benda mati

sebagai alat bukti tetapi juga menyangkut tingkah laku manusia yang harus dinilai

termasuk proses20. Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk

menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui

ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu

yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang.21

Hukum pembuktian merupakan aturan-aturan tentang pembuktian yang

harus diindahkan oleh hakim dalam memeriksa suatu perkara dimuka sidang

pengadilan.22Kedudukannya memegang peranan sangat penting karena

pembuktian merupakan titik sentral dalam setiap pemeriksaan perkara.

Pada hakikatnya, membuktikan berarti memberi kepastian kepada hakim

tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu.23Secara tidak langsung bagi hakim,

karena hakim yang harus mengkonstatir peristiwa, mengkwalisirnya,dan

kemudian mengkonstituirnya, maka tujuan pembuktian adalah putusan hakim

yang didasarkan atas pembuktian tersebut.24

19 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 146

20 Ibid, hal. 119.

21 Bambang Poernomo, Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidanadalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981, cet. 1, ed. 1 (Yogyakarta: Liberty, 1986), hal. 38.

22 R. Subekti, Hukum Pembuktian,(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983), hal. 8.

23Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, cet .2, (Jogjakarta: Liberty Yogyakarta:1999), hal 109.

24Ibid.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

6

Universitas Indonesia

UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.

Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di

luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR25, yang disebut bukti adalah :

a. Bukti surat ;

b. Bukti saksi ;

c. Persangkaan ;

d. Pengakuan ;

e. Sumpah ;

Kewajiban para pihak membuktikan dalil gugatan dan sangkalan diatur

dalam Pasal 163 HIR. Sistem pembuktian yang kita anut ini memberikan indikasi

kepada kita bahwa mekanisme peradilan di Indonesia tidak sepenuhnya

memberikan pengaturan pada hakim untuk memutuskan suatu kasus seobjektif

mungkin. Namun demikian, seringkali seorang hakim memutuskan dengan sangat

subjektif. Hal ini senada dengan yang diakui oleh Yahya Harahap yaitu sebagai

berikut:26

“Barangkali disinilah kelemahan dari sistem ini. Sekalipun secarateoritis antara dua komponen ini tidak saling dominan, tetapi dalampraktek, secara terselubung unsur keyakinan hakim yang palingmenentukan dan dapat melemparkan secara halus unsur pembuktianyang cukup.”

Dari seorang saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-keterangan

yang dapat diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik yang

diketahuinya maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan saksi

yang demikian harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut diketahuinya, ada

saksi yang dengan sengaja diminta untuk turut serta menyaksikan suatu peristiwa

hukum atau perbuatan hukum yang dilakukan. Ada juga yang secara kebetulan

melihat dan mendengar peristiwa hukum tertentu.27

25R. Tresna, Komentar HIR. (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hal 141.

26 M. Yahya Harahap (a), Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, ed. 2, cet. 8,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 279.

27 Ibid.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

7

Universitas Indonesia

Keterangan saksi sangat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan.

Keterangan saksi yang hanya memuat pendapat, dugaan, analisis dan kesimpulan

yang diperoleh dengan mempergunakan logika bukanlah merupakan kesaksian

yang dapat digunakan dalam pembuktian.28 Dalam hukum acara perdata dan acara

pidana, keterangan saksi saja tanpa dukungan alat bukti lain tidak boleh dipercaya

(unus testis nullus testis). Meskipun demikian, kesaksian tunggal tetap dapat

digunakan untuk mendukung suatu peristiwa. Keterangan saksi demikian tidak

dapat selalu dikesampingkan oleh karena adanya alat bukti petunjuk yang

memungkinkan peristiwa atau hal-hal yang berdiri sendiri dibuktikan secara

berantai. Hal demikian akan dinilai oleh hakim.29

Hakim dalam melakukan penilaian terhadap keterangan saksi harus

sungguh-sungguh memperhatikan nilai persesuaian keterangan saksi yang satu

dengan yang lainnya, kesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang lainnya,

alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi dalam memberikan keterangan, dan

cara hidup serta kepribadian dari saksi tersebut. Selain itu, hakim juga perlu

memperhatikan konsistensi dari jawaban saksi.30

Seseorang yang memberikan keterangan dari hasil mendengarkan

keterangan pihak lain disebut saksi de auditu. Kesaksian seperti ini tidak ada

harganya sama sekali sehingga tidak memiliki nilai pembuktian. Dampaknya,

keterangan -keterangan yang diberikan tidak memberi keuntungan pada pihak

yang mengajukan.31 Dalam perkara kasus Early dan Yudhasari, penulis mencoba

lebih mempresentasikan materi penulisan ini dengan memutuskan menggunakan

judul “Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada Pengadilan

Hubungan Industrial dalam Kasus Perkara Antara PT. Sinar Mulya

Perkasa Melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PN

Bandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG”

28Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, cet. 1,(Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 184.

29 Ibid.

30 Ibid., hal 186

31 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 149

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

8

Universitas Indonesia

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem pembuktian dalam pemeriksaan di Pengadilan

Hubungan Industrial Indonesia menurut ketentuan Perundang-

Undangan di Indonesia?

2. Bagaimanakah kekuatan yuridis keterangan saksi de auditu dalam Perkara

no Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG antara PT Sinar Mulia

Perkasa dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI pada PN

Bandung,?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini akan dirumuskan dalam dua hal yaitu tujuan

umum dan tjuan khusus yang saling melengkapi antara yang satu dengan yang

lainnya, yakni sebagai berikut:

1.3.1. Tujuan Umum :

Menganalisa aspek hukum adanya keterangan saksi de auditu yang

menjadi pertimbangan putusan di Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia

tanpa didukung adanya alat bukti yang sah menurut hukum dalam kasus perkara

Antara PT. Sinar Mulia Perkasa Melawan Early Sobarly – Yudha Sari Pardikan

Di PHI Pada PN Bandung NO. Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG, yang

nantinya agar dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat ditinjau

secara yuridis dari segi hukum, baik dari segi teoritis maupun praktis di dalam

penegakan hukum di Indonesia.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

9

Universitas Indonesia

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian hukum ini terdiri dari dua tujuan yaitu

sebagai berikut adalah :

a. Untuk mengetahui sistem pembuktian dalam perkara di Pengadilan

Hubungan Indstrial apakah sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan

di Indonesia

b. Untuk dapat mengetahui bagaimana kekuatan yuridis keterangan saksi de

audit yang disampaikan oleh para saksi-saksi tersebut dalam perkara di

Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung tersebut bagi hakim

dalam mengambil keputusan akhir dalam pemeriksaan perkara antara PT

Sinar Mulia Perkasa melawan Early Sobarly-Yudhasari Pardigan di PHI

pada PN Bandung.

1.4. Definisi Operasional

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini terdapat beberapa istilah yang

digunakan untuk membatasi pengertian, istilah maupun konsep. Untuk

menghindari perbedaan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam

penelitian dan penulisan hukum ini. Berikut ini akan diuraikan istilah-istilah

khusus agar terjadi persamaan persepsi dalam memahami tulisan ini. Bebarapa

istilah yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

1. Pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan

jalan memeriksa dan penalaran dari hakim;

a. mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh

pernah terjadi;

b. Mengenai pertanyaan mengapa peristiwa ini telah terjadi.32

Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi

atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak

dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak

terang menjadi fakta-fakta yang terang.33

32Ansorie Sabuan, Syarifuddin Pettanasse, Ruben Achmad, Hukum Acara Pidana(Bandung:Angkasa,1990), hal 185.

33 Bambang Poernomo, op. cit., hal. 38.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

10

Universitas Indonesia

2. Saksi,

a) Orang yang melihat atau mengetahi sendiri suatu peristiwa atau

kejadian,

b) Orang yang memberikan keterangan di muka pengadilan untuk

kepentingan penggugat atau tergugat,

c) Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana

yang di dengarnya, dilihatnya, atau dialami sendiri. Dalam

memberikan keterangan di muka pengadilan, seorang saksi harus

disumpah menurut agamanya supaya apa yang diterangkannya itu

mempunyai kekuatan sebagai alat bukti.34

d) Saksi de auditu adalah adalah keterangan atau pernyataan saksi

hanya berdasarkan apa yang didengar dari pihak lain.35

3. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan

tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara

lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara,

yang dipanggil di persidangan.36Jadi keterangan yang diberikan oleh saksi

harus tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri, sedang

pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah merupakan

kesaksian.37

5. Perselisihan Perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau

perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh

berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan

kerja, syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.38 Sehubungan

34 B.N Marbun, Kamus Hukum Indonesia, cet 1 (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2006).hal. 280.

35 Ibid.

36 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal 135.

37 Ibid.

38Imam Soepomo(a), Pengantar Hukum Perburuhan, cet.2., (Bandung:PT Djambatan,1976), hal.118.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

11

Universitas Indonesia

dengan perumusan itu, maka mengenai perselisihan perburuhan dibedakan

antara perselisihan hak (rechtsgeschil) dan perselisihan kepentingan

(belangengeschil).39

6. Pemutusan Hubungan Kerja adalah putusnya hubungan kerja antara buruh

dan majikan dengan sendirinya tanpa diperlukan suatu tindakan atau

perbuatan salah satu pihak.40

7. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, menurut cara yang diatur dalam undang-

undang. 41

1.5. Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yuridis

normatif42 yang menekankan pada penggunaan data sekunder. Penelitian

yuridis normatif dilakukan terhadap norma hukum positif yang tertulis

(peraturan perundang-undangan.43 Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan

adalah melalui studi dokumen atau bahan pustaka yang merupakan penelitian

kepustakaan (library research). Sifat penelitian yang dilakukan penulis

adalah Deskriptif dan teknis analisis data yang digunakan penulis

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata

cara penelitian yang menghasilkan data deksriptif analitis, yaitu apa yang

dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau

lisan, dan perilaku nyata.44 Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek

39 Imam Soepomo, op.cit., hal. 118.

40 Ibid.,hal. 120.

41 Indonesia (b), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, LNNo.76 Tahun 1981, TLN. No.3209, ps. 1 angka 11.

42 Pada penelitian hukum normatif biasanya yang diteliti hanya bahan pustaka atau datasekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. (Sri Mamuji, et.al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet.1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2005), hal. 28.)

43 Ibid. hal. 9-11

44 Ibid. hal. 67.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

12

Universitas Indonesia

penelitian secara utuh. Dengan perkataan lain, pendekatan kualitatif adalah

metode analisis mendalami makna.Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder yang meliputi 3 (tiga) macam bahan sumber hukum

yaitu:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat seperti norma atau kaidah dasar, yakni pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, peraturan

pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan Presiden,

peraturan daerah, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, seperti misalnya

hukum adat, yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari penjajah yang

hingga kini masih berlaku. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer

yang penulis gunakan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat

Pekerja/ Serikat Buruh, UU Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan.

2. Bahan hukum sekunder (secondary sources), yaitu bahan-bahan yang

memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber

hukum primer serta implementasinya.

Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang penulis gunakan adalah

artikel ilmiah dari internet, buku, hasil penelitian seperti skripsi, tesis dan

disertasi, bahan seminar, laporan-laporan penelitian dari kalangan hukum.

3. Bahan hukum tersier (tertierary sources), yaitu bahan-bahan yang

memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer atau

sumber sekunder.

Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah

kamus-kamus, baik kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris,

maupun kamus hukum.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

13

Universitas Indonesia

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman dan agar tersaji secara sistematis

penulis akan membagi penulisan skripsi ini kedalam 5 (lima) Bab yaitu sebagai

berikut:

1. Bab 1 : Pendahuluan,

Pada awal penulisan, penulis akan memberikan gambaran umum mengenai

Perselisihan Hubungan Industrial. Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan, penulis akan mengemukakan pokok permasalahan, tujuan dari

diadakan penelitian dari penulisan ini, definisi operasional dimana penulis

akan memberikan batasan konsepsional mengenai beberapa istilah yang

penulis gunakan dalam penulisan ini untuk memudahkan pembaca dalam

memahami isi dari skripsi ini. Selanjutnya penulis akan menyampaikan

metodologi yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian, yaitu

penelitian secara normatif yang menekankan pada studi kepustakaan dan

pada bagian akhir Bab 1 ini akan memuat sistematika penulisan.

2. Bab 2 : Tinjauan mengenai teori dan konsep Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan dan Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai definisi dari perjanjian kerja,

disharmonisasi hubungan kerja,berakhirnya hubungan kerja, perselisihan

perburuhan, pemutusan hubungan kerja, tentang ketenagakerjaan serta

kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial dalam penyelesaian

perselisihan perburuhan.

3. Bab 3 : Alat Bukti di Pengadilan Hubungan Industri

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai Sistem Pembuktian, Tujuan

Pembuktian, Alat-alat Bukti: 1. Surat atau tulisan 2. Keterangan saksi, 3.

Persangkaan, 4. Pengakuan, 5. sumpah.

4. Bab 4 : Analisis Keterangan saksi de auditu dalam pertimbangan hakim

membuat Putusan perkara antara PT. Sinar Mulia Perkasa dengan Early

Sobarly – Yudhasari Pardikan Di PHI Pada PN Bandung NO. Register

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

14

Universitas Indonesia

Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG. Dalam bab ini akan dipaparkan

mengenai kasus posisi, Petitum, Putusan, bukti-bukti di persidangan,

analisis tentang Putusan PN Bandung dengan no Register Perkara

41/G/2011/PHI/PN.BDG apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

5. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini dibuat kesimpulan yang merupakan jawaban atas pokok

permasalahan dalam penelitian ini dan kemudian akan memberikan saran-

saran berupa masukan yang dapat dijadikan pedoman oleh hakim dalam

memperbaiki hukum acara pembuktian di Pengadilan Hubungan Industrial

pada PN Bandung.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

15

Universitas Indonesia

BAB 2

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA

2.1. Pengertian Perselisihan Perburuhan

Secara umum perselisihan perburuhan atau perselisihan industrial

mencakup setiap pertentangan dan ketidak sesuain antara pekerja dan pengusaha

dimana tidak hanya aspek hukumnya saja yang dipermasalahkan, tetapi juga

tuntutan buruh dalam hal perbaikan keadaan kehidupan mereka. Dalam pasal ayat

(1) huruf c Undang - Undang No 22 tahun 1957, disebutkan pengertian dari

perselisihan perburuhan, yaitu;

“Perselisihan Perburuhan ialah pertentangan antara majikan atauperkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruhberhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan-kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan”.45

Rumusan perselisihan perburuhan dalam UU Nomor 22 tahun 1957

menunjukan adanya pengelompokan perselisihan perburuhan berdasarkan para

pihak, yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Perselisihan Perburuhan Kolektif, yaitu perselisihan yang terjadi antara

majikan dengan serikat buruh, karena tidak adanya persesuain paham

mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan

perburuhan.

2. Perselisihan Perburuhan Perseorangan, yaitu perselisihan antara majikan

dengan buruh yang tidak menjadi anggota serikat buruh, diatur dalam

45 Indonesia (c), Undang-Undang No.22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan, LN No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 1227, ps.1 ayat(1) huruf c.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

16

Universitas Indonesia

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan

Kerja di Perusahaan Swasta beserta peraturan pelaksananya.46

Sehubungan dengan perumusan tersebut, maka mengenai perselisihan

perburuhan dibeda-bedakan antara perselisihan hak (rechtsgeshil) dan perselisihan

kepentingan (belangengeschil).47

Dengan perselisihan hak dimaksutkan adalah perselisihan yang timbul

karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak

memenuhi isi perjanjian itu atau peraturan majikan atau menyalahi ketentuan

hukum.48

Sementara itu perselisihan kepentingan adalah mengenai usaha

mengadakan perubahan dalam syarat-syarat perburuhan yang oleh organisasi

buruh dituntutkan kepada pihak majikan atau menurut perumusan di atas

pertentangan berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai

syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.49

Dalam perumusan Undang-Undang nomor 22 tahun 2004 tentang

Perselisihan Hubungan Industrial, dari berbagai tipe, bentuk dan latar belakang

perselisihan yang terjadi di lingkungan kerja, pengertian perselisihan hubungan

industrial dikelompokkan perselisihan tersebut dalam empat (4) jenis, yaitu :

1. Perselisihan hak adalah :

Perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak, akibat adanya

perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama. Contohnya adalah kekurangan upah lembur dari

kelebihan jam kerja, pembayaran upah lebih rendah dari UMP atau tentang

asuransi kerja dan keselamatan kerja.50

2. Perselisihan kepentingan adalah :

46 Hartono Widodo dan Judiarto, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan,cet.II, (Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 25-26.

47 Imam Soepomo (a) , op.cit., hal 118

48 Ibid.

49 Ibid., hal 119.

50 Indonesia (a),op.cit., ps. 1 butir 2.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

17

Universitas Indonesia

Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya

kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-

syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Contohnya adalah perundingan

PKB, tuntutan pemberian tunjangan jabatan, tunjangan cuti dan lain-

lainnya yang belum ada pengaturannya.51

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah :

Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu

pihak. Contohnya adalah PHK.52

4. Perselisihan antar serikat buruh/serikat pekerja adalah :

Perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh lainnya hanya dalam satu

perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai

keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

Contohnya adalah siapa yang berhak merundingkan PKB.53

Perselisihan perburuhan seperti halnya dengan tiap perselisihan lainnya

dapat diselesaikan secara damai oleh mereka yang berselisih sendiri baik tanpa

maupun dengan bantuan pihak ketiga atau secara tidak damai diserahkan kepada

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.54

Asas pokok cara penyelesaian-penyelesaian perburuhan ialah berpegang

pada asas musyawarah untuk mencapai mufakat yang pada tahap pertama

diharapkan penyelesaian perburuhan itu diselesaikan oleh pihak yang berselisih.

Asas tersebut juga berlaku bagi lembaga-lembaga yang mengurusi penyelesaian

perselisihan perburuhan dalam arti setiap keputusan yang dicapai tidak dapat

diambil tanpa memberi kesempatan kepada pihak yang berselisih untuk didengar

masalah yang dipersengketakan.55

2.2. Lembaga Penyelesaian Perselisihan

51 Indonesia (a),op.cit., ps. 1 butir 4.

52 Ibid.

53 Ibid., ps.1 butir 5.

54 Imam Soepomo (a), op.cit., hal. 120.

55 Wiwoho Soedjono, op.cit., hal. 31.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

18

Universitas Indonesia

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan melalui lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial (LPPHI) yaitu :

1. Bipartit

2. Mediasi

3. Konsiliasi

4. Arbitrasi

5. Pengadilan Hubungan Industrial..

Mediasi, konsiliasi dan arbitrase merupakan lembaga pilihan dalam

menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Apabila salah satu dari tiga

pilihan itu telah dipilih, maka 2 (dua) lembaga lain tidak lagi berwenang untuk

menyelesaikan perselisihan yang dimaksut, sebab ketiga lembaga tersebut bukan

hirarki penyelesaian perselisihan tetapi alternatif penyelesaian sengketa.56

Penyelesaian perselisihan melalui salah satu lembaga diatas memiliki

akibat hukum yang berdiri sendiri sehingga pilihan penggunaannya harus melalui

pertimbangan yang realistis guna menghindari penyesalan.Untuk itu diperlukan

pengetahuan tentang mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Tujuannya untuk

memahami sejak awal keunggulan dan kendala yang mungkin akan dihadapi.57

Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004. Sebagai hukum positif UU PPHI mencabut

Undang-Undang nomor 12 tahun 1964 dan Undang-Undang nomor 22 tahun

1957.

Undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial

membentuk beberapa lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang

berbeda dari sebelumnya. Konsekwensinya, Panitia Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat

(P4P) dinyatakan bubar.Penyelesaian perselisihan hubungan industrial seluruhnya

masuk kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial.58

2.3. Hubungan Kerja

56 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal. 16.

57 Ibid., hal. 17.

58 Ibid., hal. 19.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

19

Universitas Indonesia

Hubungan kerja adalah merupakan suatu hubungan yang terjadi antara

pengusaha dan pekerja/buruh, dimana didalam hubungan kerja ini masing-masing

pihak saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja melalui suatu

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.59 Dari

pengertian hubungan kerja tersebut diatas , maka dapat disimpulkan bahwa

hubungan kerja (perjanjian kerja) mempunyai 3 unsur yaitu:

1. Ada Pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek

perjanjian) dan pekerjaan itu haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh.

Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah segala perbuatan

yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha

sesuai isi perjanjian kerja.

2. Ada Upah

Unsur kedua yang harus ada dalam setiap hubungan kerja adalah adanya

upah.Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang atau bentuk lain sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi

kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu

perjanjian, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan , termaksud

tunjangan bagiu pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan

atau jasa yang telah dilakukan. Dengan demikian inti nyaupah merupakan

imbalan prestasi yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh

atas pekerjaan yang telah dilakukanoelh pekerja/buruh.

3. Ada perintah

Perintah merupakan unsur yang paling khas dari hubungan kerja

maksudnya bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh berada

dibawah perintah pengusaha.

59 Indonesia (c), op.cit., ps. 1 angka 15.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

20

Universitas Indonesia

2.4 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja adalah merupakan suatu keadaan menakutkan

yang dapat membawa pengaruh serta akibat yang amat luar biasa, baik itu akibat

ekonomi maupun akibat phisikologi bagi pekerja/buruh yang mengalami

terutama bagi pekerja/buruh maupun keluarganya.60

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan pasal 151 ayat (1) disebutkan bahwa “ Pengusaha ,

pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah dengan segala

upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja”.

Pemutusan hubungan kerja adalah merupakan awal dari kesengsaraan

yang harus dialami oleh pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan

kerja. Adapun istilah pemutusan hubungan kerja adalah suatu istilah yang

menberikan gambaran tentang berakhirnya suatu hubungan kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha, baik pemutusan hubungan kerja yang

dilakukan atas keinginan pengusaha atau keinginan pekerja/buruh maupun

pemutusan hubungan kerja yang terjadi bukan karena keinginan pengusaha atau

keinginan pekerja/buruh tetapi oleh karena sebab lain seperti pemutusan

hubungan kerja yang terjadi karena hukum.61

Mengenai istilah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

pengusaha terhadap pekerja/buruh diperusahaan swasta, ada beberapa sarjana

yang memberikan pengelompokan terhadap istilah pengertian mengenai

pemutusan hubungan kerja ini, diantaranya adalah Manulang dan Flippo.

Dalam bukunya yang berjudul “Pokok-pokok Ketenagakerjaan di

Indonesia” Manulang memberikan beberapa istilah penngertian dari pemutusan

hubungan kerja, yaitu : 62

60 YW Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Masalah PHK dan Pemogokan, cetakan pertama(Jakarta : Bina Aksara, 1998), hal.v.

61 Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, cetakan pertama(Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hal. 11.

62 Manulang, op.cit., hal. 20.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

21

Universitas Indonesia

1. Termination

Yaitu pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena selesainya atau

berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati antara pengusaha dan

pekerja/buruh.

2. Dismissal

Yaitu putusnya hubungan kerja karena pekerja/buruh melakukan

tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan

melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau

obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindakan kejahatan dan

merusak perlengkapan kerja milik perusahaan.

3. Redundancy

Yaitu pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena perusahaan

melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin

berteknologi baru, sperti pengunaan robot-robot industri dalam proses

produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu

atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini

berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

4. Retrenchment

Yaitu pemutusan hubungan kerja karena adanya msalah-masalah

ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemsaran, sehingga

perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada

pekerja/buruhnya.

Sedangkan Flippo dalam bukunya yang berjudul “Personal Management”

membedakan pemutusan hubungan kerja menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 63

1. Layoff

Pemutusan hubungan kerja seperti ini terjadi ketika seorang

pekerja/buruh yang benar-benar memiliki kualifikasi yang

63 Flippo, E.B, Personal Management, 5th edition (Sydney : McGraw-Hill InternationalBook Company, 1984), dikutip oleh Haryanto F Rosyid, “PHK Masihkah Mencemaskan,”Makalahdisampaikan pada lokarkarya ketenagakerjaan di Universitas Gajahmada, Yogyakarta tahun 2003),hal. 4.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

22

Universitas Indonesia

membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi

membutuhkan sumbangan jasa dan keahliannya.

2. Out Placement

Ialah Kegiatan pemutusan hubungan kerja yang disebabkan karena

perusahaan ini mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional,

manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan

melakukan kebijakan pemutusan hubungan kerja ini adalah untuk :

- Mengurangi pekerja/buruh yang performansinya tidak memuaskan

- Orang-orang yang tingkat upahnya telah melampui batas-batas yang

dimungkinkan

- Orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta

- Orang-orang yang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan

untuk posisi dimasa mendatang.

3. Discharge

Discharge adalah merupakan kategori pemutusan hubungan kerja yang

paling banyak menimbulkan perasaan tidask nyaman diantara dua

kategori pemutusan hubungan kerja seperti tersebut diatas. Hal ini terjadi

karena pemutusan hubungan kerja ini dilakukan berdasarkan pada

kenyataan bahwa pekerja/buruh kurang mempunyai sikap dan perilaku

kerja yang memuaskan. Akibat dari pemutusan hubungan kerja yang

seperti ini adalah pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan

kerja kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan

pekerjaan baru ditempat atau diperusahaan lain.

Sedangkan pengertian pemutusan hubungan kerja menurut undang-

undang, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

pasal 1 angka 25 adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu

yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara para pihak yaitu

pekerja/buruh dan pengusaha”.64

64 Indonesia (d),Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, LNNo. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, ps. 1 angka 25.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

23

Universitas Indonesia

2.5 Alasan Pemutusan Hubungan Kerja

Ada banyak alasanyang dapat dikemukan oleh para pihak, baik pihak

pengusaha maupun pihak pekerja/buruh didalam melakukan pemutusan

hubungan kerja, namun demikian pemutusan hubungan kerja diperusahaan

swasta dapat terjadi dengan alasan-alasan sebagai berikut :

a. Pekerja/buruh mengundurkan diri;

b. Berakhirnya perjanjian kerja pada waktu tertentu;

c. Pelanggaran pengusaha;

d. Peleburan, penggabungan dan perubahan status perusahaan;

e. Perusahaan pailit;

f. Perusahaan melakukan efisiensi

g. Pekerja/buruh tidak masuk kerja selama lima hari berturut-turut tanpa

keterangan setelah sebelumnya dipanggil sebanyak dua kali berturut-turut

secara patut;

h. Pekerja/buruh sakit berkepanjangan melebihi 12 (dua belas) bulan secara

berturut-turut;

i. Pekerja/buruh meninggal dunia

j. Pekerja/buruh pensiun

k. Pekerja /buruh melakukan pelanggaran.

Khusus mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pekerja/buruh ini,

didalam surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan

Tenaga Kerja Nomor 362 Tahun 1967 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Tentang pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta disebutkan bahwa

kesalahan pekerja/buruh ini dikelompokan menjadi tiga golongan yang meliputi

kesalahan kecil , kesalahan sedang dan kesalahan besar.

1. Kesalahan Kecil

Merupakan kesalahan yang terjadi bukan karena adanya niat buruk

pekerja/buruh tetapi karena akibat kurang pengetahuan dan kemampuan

serta kurang tanggap pekerja/buruh didalam melakukan pekerjaan

misalnya menempatkan alat kerja tidak pada tempatnya atau mengerjakan

tugas diluar prosedur yang berlaku. Untuk jenis kesalahan kecil seperti ini

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

24

Universitas Indonesia

sanksi awal yang dapat diberikan adalah peringatan. Namun jika

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menghiraukan peringatan yang

diberikan walaupun sudah diberikan surat sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu

surat peringatan satu, surat peringatan dua, hingga surat peringatan tiga

secara berturut-turut maka kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dapat

diberikan sanksi pemutusan hubungan kerja65 dengan mendapatkan

pesangon uang jasa dan uang ganti kerugian.

2. Kesalahan Sedang

Kesalahan sedang adalah yang merupakan kesalahan yang terjadi karena

kecerobahan atau itikad buruk pekerja/buruh misalnya melalaikan

kewajiban yang dibebankan kepadanya dan ceroboh didalam bekerja atau

menolak perintah yang layak dan telah diperingatkan. Apabila

pekerja/buruh masih melakukan kesalahan walaupun sudah diberi

peringatan maka terhadap pekerja/buruh tersebut dapat dilakukan

pemutusan hubunga kerja66 dengan hanya mendapatkan pesangon saja.

3. Kesalahan Besar

Yang dimaksud dengan kesalahan besar atau kesalahan berat ini adalah

suatu kesalahan yang menimbulkan suatu alasan mendesak bagi

pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana

diatur didalam pasal 1603 o Kitab Undang-Undang hukum Perdata.67

Mengenai kesalahan besar ini Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan mengatur dan merumuskan didalam pasal 158

ayat (1). Dimana pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa pengusaha dapt memutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan

kesalahan berat yang meliputi:

65 Surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan Tenaga KerjaNomor : 362 Tahun 1967, Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Pemutusan HubunganKerja Di Perusahaan Swasta, angka 12 huruf e.

66 Ibid,, huruf d.

67 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibyo, cet.8, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1976), ps. 1603 o.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

25

Universitas Indonesia

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan

atau uang milik perusahaan;

b. Memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga

merugikan perusahaan;

c. Mabuk, meminum minum keras yang memabukan, memakai dan

atau mengedarkan narkotika, phiskotropika dan zat adiktif lainnya

dilingkungan kerja;

d. Melakukan oerbuatan asusila atau perjudian dilingkungan kerja;

e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha dilingkungan kerja;

f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan;

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam

keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan

kerugian bagi perusahaan;

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau

pengusaha dalam keadaan bahaya ditempat kerja;

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang

seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara ; atau

j. Melakukan oerbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang

diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dan bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja

karena melakukan kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini, jika

tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung,

maka berdasarkan pasal 158 ayat (4) Undang-Undang ini , pengusaha harus

membayar :

1. Uang penggantian hak yang meliputi :68

- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

68 Indonesia (d), op.cit., ps. 158 ayat 4.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

26

Universitas Indonesia

- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke

tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang

ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau

uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

2. Uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Namun demikian pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai kesalahan besar atau

kesalahan berat yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja ini,

semenjak oleh Mhkamah Konstitusi dibatalkan karena dianggap tidak

konstitusional maka tidak lagi memiliki kekuatan mengikat secara hukum.

Pengusaha tidak lagi dapat begitu saja melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh dengan alasan melakukan kesalahan besar atau kesalahan

berat tanpa memperhatikan asa praduga tidak bersalah. Pengusaha baru dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh apabila

pekerja/buruh terbukti melakukan kesalahan besar atau kesalahan berat. Begitu

pula halnya dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja

bersama, semenjak dibatalkan pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaanini, tidak boleh lagi memuat ketentuan

kesalahan besar atau kesalahan berat sebagai alasan untuk melakukan pemutusan

hubungan kerja, dan jika perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian

kerja bersama memuat ketentuan kesalahan besar atau kesalahan berat sebagai

alasan melakukan pemutusan hubungan kerja seketika terhadap pekerja/buruh,

sama halnya dengan pasal 158 ayat 1, ketentuan tersebut tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

27

Universitas Indonesia

2.6 Jenis Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perburuhan Bidang Hubungan

Kerja” Imam Soepomo membagi Pemutusan hubungan kerja diperusahaan

swasta dalam 4 (empat) golongan, yaitu :69

1. Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena hukum;

2. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha;

3. Pemutusan hubungna kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh; dan

4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oelh pengadilan

Dan diantara keempat golongan penyebab terjadinya pemutusan

hubungna kerja diperusahaan swasta ini, pemutusan hubungna kerja yang

dilakukan pengusaha adalah merupakan penyebab terjadinya pemutusan

hubungan kerja yang sering terjadi akhir-akhir ini.

2.6.1 Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum

Pemutusan hubungan kerja karena hukum70 adalah pemutusan hubungan

kerja yang terjadi bila karena satu dan lain hal hubungan kerja oleh hukum

dianggap sudah tidak ada, dan oleh karena itu dianggap tidak alas hak yang

cukup layak bagi salah satu pihak untuk menuntut pihak lainnya guna tetap

mengadakan hubungan kerja, misalnya:

a. Pekerja/buruh meninggal dunia;

b. Pekerja/buruh pensiun;

c. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Berakhirnya hubungan kerja karena adanya pemutusan hubungan kerja

demi hukum, adalah suatu keadaan dimana hubungan kerja antara pengusaha dan

pekerja/buruh berakhir demi hukum dengan sendirinya walaupun kedua belah

pihak tidak melakukan apa-apa dan hanya psaif saja.

Selain diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603 e

dan pasal 1603 j, ketentuan tentang berakhirnya hubungan kerja karena adanya

pemutusan hubungan kerja demi hukum juga diatur didalam Undang-Undang

69 Imam Soepomo(b), Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, cet.6, (Jakarta :Djambatan, 1987), hal. 143.

70 “ Layanan Kamus Istilah Hukum.”http://kamushukum.com/berita/200809/28/09htm.di unduh tanggal 20 Mei 2012 jam 13.00 WIB.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

28

Universitas Indonesia

Nomor 13 Tahun 2003 Tenatang Ketenagakerjaanpasal 61 ayat (1) huruf a, huruf

b, dan huruf c.

Pasal 1603 e dan pasal 1603 j Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa :

- Pasal 1603 e Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

“ Hubungan kerja berakhir demi hukum dengan lewatnya waktu yang

ditetapkan dalam perjanjian kerja, Undang-undang atau oleh

kebiasaan”

- Pasal 1603 j Kitab Undang-undang Hukum Perdata

“Hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya pekerja/buruh”

Namun demikian menurut pasal 1603 k Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata71 menyebutkan bahwa hubungan kerja tidak berakhir dengan

meninggalnya majikan, kecuali perjanjian kerja menyimpulkan sebaliknya.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaanpasal 61 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menyebutkan

ketentuan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila72:

1. Pekerja/buruh meninggal dunia

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

3. Adanya suatu keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang

dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Adapun yang dimaksud dengan keadaan atau kejadian tertentu menurut

penjelasan pasal 61 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan73 adalah bencana alam, kerusuhan sosial atau

gangguan keamanan.

2.6.2 Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Jumlah Orang

a. Pemutusan Hubungan Kerja Perseorangan

71 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603 k.

72 Indonesia (d) , op.cit., ps. 61 ayat 1 huruf a.

73 Ibid., huruf d.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

29

Universitas Indonesia

Pemutusan hubungan kerja perseorangan adalah merupakan pemutusan

hubungan kerja yang terjadi karena keinginan perseorangan dari salah

satu pihak. Pemutusan hubungan kerja perseorangan ini terjadi

berdasarkan inisiatif dari salah satu pihak dan dibagi menjadi :

b. Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif Dari Pekerja/Buruh

Walaupun lazimnya pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh

pengusaha terhadap pekerja/buruh, sekarang ini tidak jarang terjadi

justeru pihak pekerja/buruh sebagai pihak yang melakukan pemutusan

hubungan kerja. Dalam pemutusan hubungan kerja seperti ini inisiatif

dari terjadinya pengakhiran hubungan kerja datang dari keinginan

pekerja/buruh. Pemutusan hubungan kerja inisiatif dari pekerja/buruh

ini diperbolehkan karena danya asa kesimbangan dan keadilan didalam

hukum perburuhan sebagaimana diatur didalam pasal 31 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang

menyebutkan bahwa :74

“ Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang samauntuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperolehpenghasilan yang layak didalam atau diluar negeri”Namun demikian didalam melakukan pemutusan hubungan kerj aadabeberapa hal yang harus diperhatikan oleh pekerja/buruh sebagaisyarat pengakhiran hubungan kerja sebagaiman diatur didalam pasal1603 h dan pasal 1603 i Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yangmenyatakan :75

- Pasal 1603h Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

Pemberitahuan untuk mengakhiri hubungan kerja hanyalah bolehdilakukan menjelang hari terkahir dari tiap-tiap bulan penanggalan”.

- Pasal 1603i Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

“ Kecuali dalam hal yang ditentukan dalam kedua ayat yang berikutdari pasal ini, maka dalam hal menghentikan hubungan kerja haruspaling sedikit diindahkan suatu tenggang waktu yang lamanya satubulan”.

74 Ibid, ps. 31.

75 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603h dan ps. 1603i.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

30

Universitas Indonesia

Sedangkan pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagkerjaan merumuskan syarat pemutusan hubungan kerja yang dilakukan

oleh pekerja sebagai beriku, yaitu :76

1. Mengajukan permohonan selambatanya 30 hari sebelumnya;

2. Tidak ada ikatan dinas; dan

3. Tetap melaksanakan kewajiban sampai dengan tanggal pengunduran diri.

Pada umumnya penyebab dari terjadinya pemutusan hubungan kerja

seperti ini adalah karena :

- Pekerja/buruh tidak cocok dengan sistem manajemen perusahaan;

- Kesehatan pekerja/buruh yang bersangkutan;

- Pekerja/buruh tidak cocok dengan lingkungan kerj abaik vertikal maupun

horizontal

- Pekerja/buruh mendapatkan [ekerjaan yang lebih baik diperusahaan lain.

Namun demikian berdasarkan pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor

13 tahun 2003 Tentang ketenagkerjaan, pemutusan hubungan kerja sepihak yang

dilakukan oleh pekerja/buruh ini hanya dapat dilakukan oleh pekerja/buruh

dengan sebelumnya mangajukan permohonanpemutusan hubungan kerja kepada

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, apabila pengusaha77 :

a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

b. Membujuk dan / atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentang dengan peraturan perundang-undang;

c. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)

bulan berturut-turut atau lebih;

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepda pekerja/buruh;

e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

diluar yang dijanjikan; atau

f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,

kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut

tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

76 Indonesia (d), op.cit., ps. 162.

77 Ibid, ps. 169. Ayat 1.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

31

Universitas Indonesia

Bagi pekerja/buruh yang melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak

dengan alasan tersebut diatas, berdasarkan pasal 169 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini berhak mendapatkan :78

1. Uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;

2. Uang penghargaan masa kerja sebagaiman diatur didalam pasal 156 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagkerjaan;

3. Uang penggantian hak sebagaiman diatur didalam pasal 156 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Namun demikian untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan

pekerja terhadap pengusaha dengan menyalahgunakan alasan tersebut diatas,

maka dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud didalam pasal 169 ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial, maka berdasarkan pasal 169 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerjatanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial. Dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas

uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.

2.7 Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif dari Pengusaha

Dalam Pemutusan hubungan kerja ini, inisiatif melakukan pemutusan

hubungan kerja datang dari pihak pengusaha, pemutusan hubungan kerja ini

dilakukan karena adanya suatu keadaan tertentu didalam perusahaan misalnya :

- Perusahaan melakukan perampingan;

- Perusahaan bangkrut hingga perusahaan tutup;

- Terjadi perubahan status perusahaan, baik itu karena adanya

penggabungan, peleburan atau karena adanya perubahan kepemilikan

perusahaan;

- Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam ketentuan

kerja, peraturan perusahaan atau perjanjiankerja bersama dan atas

perbuatannya tersebut pekerja/buruh yang bersangkutan telah

78 Ibid, ayat 2.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

32

Universitas Indonesia

mendapatkan surat peringatan pertama, kedua dan surat peringatan ketiga

secara berturut-turut;

- Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagaiman diatur didalam pasal

1603 huruf o Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo pasal 158 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun

seperti disebutkan diatas, pasal 158 ayat (1) ini telah dibatalkan oleh

Mahkamah Konstitusi, dan pengusaha baru dapt melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh apabila pekerja/buruh terbukti

melakukan kesalahan berat tersebut.

2.8. Pemutusan Hubungan Kerja Massal

Pemutusan hungan kerja secara massal dapat dikatakan sebagai masa

pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran diperusahaan swasta, hal ini

dianggap terjadi apabila dalam satu bulan pengusaha memutuskan hubungan

kerja dengan sepuluh orang pekerja/buruh atau lebih, atau mengadakan tentetan

pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk

mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.79

Adapun alasan yang dapat dipakai oleh pengusaha melakukan pemutusan

hubungan kerja massal terhadap pekerja/buruhnya ini menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah karena :80

a. Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus dan

dibuktikan dengan hasil audit keuangan yang dilakukan oleh akuntan

publik paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir;

b. Perusahan melakukan perampingan aatau efisiensi;

c. Perusahan pailit.

Namun demikian sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja massal,

berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja Nomor 267/M/IV/85 Tentang

Penanganan Penyelesaian maslah Pemutusan Hubungan Kerja Massal terhadap

Karyawan, ada beberapa tahapan tindakan yang harus dilakukan oleh pengusaha

79 Sunindhia dan Ninik Widiyanti, op.cit., hal. 55.

80 Indonesia (d), op.cit., ps. 164 dan 165.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

33

Universitas Indonesia

untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja massal ini, yaitu

dengan cara melakukan efisiensi dan penghematan dengan cara : 81

a. Mengurangi shift;

b. Membatasi atau mengurangi jam lembur;

c. Mengurangi jam kerja;

d. Meliburkan karyawan secara bergilir atau merumahkan karyawan untuk

sementara waktu.

Apabila tindakan efisiensi dan penghematan telah dilakukan tetapi

pemutusan hubungan kerja massal tetap harus dilakukan maka pengusaha harus

melakukan : 82

a. Mengajukan izin prinsip pemutusan hubungan kerja dan melampirka

hasil-hasil audit keuangan dua tahun terakhir yang telah dilakukan oleh

akuntan publik kepada Menteri Tenga Kerja;

b. Setelah adanya izin prinsip pemutusan hubungan kerja, selanjutnya

diadakan musyawarah dengan serikat pekerja/buruh untuk ditawarkan

pengunduran diri secara sukarela dengan kompensasi yang menarik.

2.9. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan adalah pemutusan hubungan

kerja yang terjadi karena keinginan atau atas permintaan dari salah datu pihak,

baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja/buruh berdasrkan alasan alsan

penting.83

Yang dimaksud dengan alasan penting adalah selain alasan-alasan

mendesak sebagaimana dimaksud oleh pasal 1603 o Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata adalah juga perubahan-perubahan keadaan pribadi atau kekayaan

sipemohon maupun pihak lainnya, atau perubahan-perubahan keadaan-keadaan

dalam mana pekerjaan dilakukan, yang demikian sifatnya hingga sepantasnya

81 Penanganan Penyelesaian Masalah Pemutusan Hubungan Kerja Massal TerhadapKaryawan, Surat Menteri Tenaga Kerja Nomor 267/M/IV/85, angka 2 tahap 1.

82 Ibid., tahap 2.

83 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603 v ayat 1.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

34

Universitas Indonesia

hubungan kerjanya harus segera diputuskan atau dalam waktu pendek

diputuskan.84

84 Ibid., ayat 2.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

35

Universitas Indonesia

BAB 3

ALAT BUKTI DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

3.1 Pembuktian

Hukum pembuktian merupakan suatu bagian dari hukum acara, karena

hukum pembuktian memberikan aturan-aturan tentang bagaimana berlangsungnya

suatu perkara dimuka hakim (law of procedure). Hukum pembuktian merupakan

aturan-aturan tentang pembuktian yang harus diindahkan oleh hakim dalam

memeriksa suatu perkara dimuka sidang pengadilan.85Kedudukannya memegang

peranan sangat penting karena pembuktian merupakan titik sentral dalam setiap

pemeriksaan perkara.

Pada hakikatnya yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-

alat bukti kepada pihak lain untuk memberikan kepastian atau keyakinan tentang

kebenaran suatu peristiwa. Meskipun demikian, kalau diperhatikan dari sifatnya,

pembuktian mengandung beberapa pengertian yaitu dalam arti logis, konvensional

dan yuridis.86

1. Pembuktian dalam arti logis.

Dalam arti logis pembuktian berarti memberi kepastian yang bersifat

mutlak atau masuk akal karena berlaku bagi setiap orang dan tidak

memungkinkan adanya bukti lawan. Pembuktian dalam arti logis karena

disusun berdasarkan suatu aksioma, yaitu asas-asas umum yang dikenal

di dalam ilmu pengetahuan, dimungkinkan pembuktian yang bersifat

85 R. Subekti, Hukum Pembuktian,(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983), hal. 8.

86 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cet.1, ed.5 (Yogyakarta:Liberty, 1998), hal. 127-128.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

36

Universitas Indonesia

mutlak yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Misalnya dua

buah garis sejajar tidak mungkin akan bertemu.

2. Pembuktian dalam arti konvensionil.

Disini pun membuktikan berarti juga memberi kepastian, hanya saja

bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian yang nisbi atau relative

sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasrkan atas

perasaan maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut dengan

conviction intime.

b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal. Olehkarena itu

disebut conviction raisonnee.

3. Pembuktian dalam hukum acara juga mempunyai arti yuridis.

Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkannya adanya pembuktian yang

logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala

kemungkinan akan bukti lawan, tetapi merupakan pembuktian konvisionil

yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku

bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari

mereka.

Dengan demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju pada

kebenaran mutlak. Dalam ilmu hukum, pembuktian tidaklah bersifat mutlak

sebagaimana dalam ilmu alam, tetapi pembuktian yang bersifat kemasyarakatan.

Didalamnya meskipun sedikit, selalu mengandung unsur ketidakpastian. Oleh

karena itu, didalam pembuktian hukum sifat kebenarannya relatif dan bukan untuk

memperoleh kebenaran mutlak. Disamping itu, dimungkinkan pula terjadi

perbedaan penilaian hasil pembuktian diantara sesama hakim. Didalam

pembuktian ada kemungkinan bahwa pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu

tidak benar atau palsu atau dipalsukan. Maka dalam hal ini dimungkinkan adanya

bukti lawan.87

Pembuktian pada hakikatnya merupakan penyelidikan atas ada atau

tidaknya hubungan hukum yang menjadi perkara itu. Hubungan hukum ini harus

87 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal 129

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

37

Universitas Indonesia

terbukti dimuka hakim dan tugas pihak yang berperkara ialah memberi bahan-

bahan bukti yang diperlukan hakim.88

Sedangkan Yahya Harahap menggariskan pembuktian dengan :

Ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-carayang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahanyang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakanketentuan-ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkanundang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikankesalahan yang didakwakan.89

Sedangkan pembuktian menurut Retnowulan Sutianti dan Iskandar

Oeripkartawinata adalah Suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran

dalildalil yang menjadi dasar gugatan atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk

menyangkal tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak

lawan.90

Sedangkan definisi pembuktian menurut Indroharto adalah dengan alat-

alat pembuktian tertentu memberikan suatu tingkatan kepastian yang sesuai

dengan penalaran tentang eksistensi fakta-fakta (hukum) yang dipersengketakan.91

Definisi yang diberikan beberapa pakar tersebut memberikan gambaran

yang jelas bahwa pembuktian tidak lain merupakan suatu usaha untuk menyatakan

kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap

kebenaran-kebenaran peristiwa tersebut dimana hal ini merupakan sesuatu yang

sangat penting dalam setiap hukum acara.92

3.2. Tujuan Pembuktian

Pembuktian yang dilakukan mengenai argumentasi atau dalil yang

didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara,

88 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 146

89Yahya Harahap (a), op. cit., hal. 252.

90 Retnowulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata,. Hukum Acara Perdata dalamTeori dan Praktek. Cet. X, (Bandung: Mandar Maju, 2005), hal. 59.

91 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991), hal. 313.

92 Martiman Prodjoamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, cet 1.,(Jakarta:Ghalian Indoensia, 1983), hal. 11.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

38

Universitas Indonesia

merupakan bagian yang paling penting dalam hukum acara dipengadilan.

Didalamnya terkait erat persoalan hak-hak hukum dan bahkan hak asasi setiap

orang atau pihak pihak yang dipersangkakan telah melakukan pelanggaran

hukum. Lebih-lebih dalam hukum pidana, dimana seseorang dapat didakwa telah

melakukan perbuatan pidana tertentu, yang apabila berdasarkan alat-alat bukti

disertai keyakinan hakim menyatakan bersalah, padahal sebenarnya tidak

bersalah, sehingga putusan hakim berdasarkan pembuktian yang dilakukan itu

dapat menyebabkan orang yang bersalah bebas tanpa ganjaran, sedangkan orang

yang sama sekali tidak bersalah menjadi terpidana dengan cara-cara yang tidak

adil. Oleh sebab itu, metode pembuktian yang dikembangkan oleh hakim,

haruslah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat sungguh-

sungguh menghasilkan keadilan.93

Dalam hal ini, dikenal adanya beberapa prinsip teoritis mengani metode

pembuktian, yaitu:94

1. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Postif (Positive Wettelijk

Bewijstheorie)

Metode pembuktian Positive Wettelijk ini bersifat sangat formal, yaitu

semata-mata mengandalkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-

undang. Untuk sampai pada kesimpulan, para hakim cukup mengandalkan

apa yang secara normatif telah ditentukan sebagai alat bukti dan tidak lagi

memerlukan keyakinan hakim sebagai alat bukti. Karena itu, pembuktian

yang bersifat positive disebut juga sebagai pembuktian formal (formele

Bewijstheorie). Kelemahan atau kekurangan metode ini adalah terlalu

mengandalkan bukti formal, tanpa sama sekai mengabaikan faktor

subjektivitas hakim sendiri dalam menilai alat bukti.

2. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka (Vrije Bewijstheorie

Rasionee)

Dalam metode kedua ini, proses pembuktian sangat mengandalkan

keyakinan hakim. Hakim sendiri dianggap bebas untuk menilai dan

93Jimly Asshddiqie Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, cet.1 (Jakarta: KonstitusiPress, 2006), hal. 187.

94 Ibid.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

39

Universitas Indonesia

mempertimbangkan alasan-alasan dibalik keyakinan hakim yang

dianutnya dalam mengambil kesimpulan (vrije bewijs). Hakim bebas

menemukan sendiri kebenaran dibalik alat-alat bukti yang tersedia, dengan

keyakinan sendiri mengambil kesimpulan dan menjatuhkan putusan yang

dinilai adil.

3. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis (La

Conviction Rasionee)

Sebagai jalan tengah dikembangkan pula metode ketiga yang tetap

mempertahankan pembuktian yang bersifat positif berdasarkan undang-

undang, akan tetapi keyakinan-keyakinan bebas para hakim juga dianggap

menentukan sampai kepada batas-batas tertentu. Alasan yang dimaksud

adalah alasan yang logis sebagai kriteria pembatas atas kebebasan para

hakim menerapkan keyakinan sendiri. Karena ini, metode ketiga ini biasa

disebut juga sebagai pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan

yang logis (Conviction Rasionee).

4. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negative Wettelijk

Bewijstheorie)

Metode yang keempat ini ialah pembuktian negative wettelijk. Pembuktian

terakhir ini, (Negative Wettelijk Bewijstheorie) dan La Conviction

Rasionee pada pokoknya hampir sama, yaitu sama-sama

memperhitungkan adanya faktor keyakinan hakim. Artinya, terdakwa tidak

mungkin dipidana tanpa didasar keyakinan hakim bahwa yang

bersangkutnan memang terbukti bersalah. Akan tetapi disamping

persamaan, kedua metode tersebut juga mempuyai perbedaan yang sangat

mendasar. Metode ketiga bertitik tolak dari keyakinan hakim sampai batas

tertentu berdasarkan alasan yang logis berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Akan tetapi dalam metode yang keempat titik

tolaknya adalah norma-norma undang-undang yang mengatur secara

limitatif mengenai pembuktian tersebut. Namun demikian, titik tolak

normatif tersebut harus diikuti dengan keyakinan hakim sendiri untuk

menarik konklusi dan keputusan yang dianggap adil atas pembuktian

perkara yang bersangkutan.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

40

Universitas Indonesia

3.3. ALAT BUKTI

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Perselisihan Hubungan

Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, sesuai dengan yang diatur dalam pasal 57 UUPHI

tersebut yaitu :

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalahhukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undangini.”95

UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.

Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di

luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR96, yang disebut bukti adalah :

a. Bukti surat ;

b. Bukti saksi ;

c. Persangkaan ;

d. Pengakuan ;

e. Sumpah ;

Kewajiban para pihak membuktikan dalil gugatan dan sangkalan diatur

dalam Pasal 163 HIR. Para pihak yang berperkara dapat mengajukan pembuktian

berdasarkan kebohongan dan kepalsuan, namun fakta yang demikian secara

teoritis harus diterima hakim untuk melindungi atau mempertahankan hak

perorangan atau hak perdata pihak yang bersangkutan.97

Hukum acara sebagai hukum formil mempunyai unsur materiil maupun

formil. Unsur-unsur materiil dari pada hukum acara adalah ketentuan yang

mengatur tentang wewenang, misalnya ketentuan tentang hak daripada yang

dikalahkan. Sedangkan unsur formil mengatur tentang caranya menggunakan

95Indonesia (a), ps. 57.

96R. Tresna, op.cit., hal. 141.

97Yahya Harahap (b), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cet.2, (Jakarta:Sinar Grafika,2005), hal. 498.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

41

Universitas Indonesia

wewenang tersebut, misalnya tentang bagaimana caranya naik banding dan

sebagainya.98

Hukum pembuktian pun, yang termasuk hukum acara juga, terdiri dari

unsur-unsur materiil maupun formil. Hukum pembuktian materiil mengatur

tentang tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti

tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedang hukum

pembuktian formil mengatur tentang caranya mengadakan pembuktian.99

3.3.1 ALAT BUKTI SURAT

Yang dimaksud dengan alat bukti surat atau tulis adalah dokumen yang

bersifat tertulis, berisi huruf, angka, tanda baca, kata, anak kalimat atau kalimat,

termasuk gambar, bagan atau hal-hal yang memberikan pengertian tertentu

mengenai sesuatu hal, yang tertuang diatas kertas, ataupun bahan-bahan lainnya

yang bukan kertas.100 Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis:

a. Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat seorang

pejabat umum, yaitu menurut peraturan perundang-undangan berwenang

membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti

tentang peristiwa hukum yang tercantum didalammnya

b. Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh

pihak-pihak yang bersangkutan dengan maskud untuk dapat dipergunakan

sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum

didalamnya.

c. Surat-surat lain yang bukan akta.

Akta otentik merupakan alat bukti sempura, akta dibawah tangan juga

dapat menjadi alat bukti sempurna sepanjang kedua belah pihak tidak menyangkal

tandatangan yang mereka bubuhkan pada akta tersebut. Perbedaan antara kata

otentik dan akta dibawah tangan adalah bahwa kata akta dibawah tangan tidak

98Mertokusumo, op.cit.,hal 110

99Ibid.

100Jimly Asshddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, cet.1 (Jakarta: KonstitusiPress, 2006), hal. 148.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

42

Universitas Indonesia

dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kekuatan pembuktian dari surat-

surat lain yang bukan akta diserahkan pada pertimbangan hakim, karena surat-

surat tersebut sejak awal dibuatnya bukan sengaja untuk dijadikan alat bukti

apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.101

Salah satu bentuk bukti surat tertulis itu adalah dokumen resmi seperti

peraturan perundang-undangan. Sifat resminya suatu dokumen peraturan

perundang-undangan sebagai alat bukti terletak pada sumber referensinya dan

pada cara penyajiaanya dalam persidangan.

3.3.2 ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI

Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan

tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan

dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil

di persidangan. Keterangan yang diberikan oleh saksi harus melihat, mendengar

serta mengetahui tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri.102Dari

seorang saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-keterangan yang dapat

diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik yang diketahuinya

maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan saksi yang demikian

harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut diketahuinya, ada saksi yang

dengan sengaja diminta untuk turut serta menyaksikan suatu peristiwa hukum atau

perbuatan hukum yang dilakukan. Ada juga yang secara kebetulan melihat dan

mendengar peristiwa hukum tertentu.103

Keterangan saksi yang hanya memuat pendapat, dugaan, analisis dan

kesimpulan yang diperoleh dengan mempergunakan logika bukanlah merupakan

kesaksian yang dapat digunakan dalam pembuktian. Dalam hukum acara perdata

dan acara pidana, keterangan saksi saja tanpa dukungan alat bukti lain tidak boleh

dipercaya (unus testis nullus testis). Meskipun demikian, kesaksian tunggal tetap

dapat digunakan untuk mendukung suatu peristiwa. Keterangan saksi demikian

101Jimly Asshddiqi. op.cit., hal 218

102 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal 166

103 Maruarar Siahaan, op. cit., hal. 139.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

43

Universitas Indonesia

tidak dapat selalu dikesampingkan oleh karena adanya alat bukti petunjuk yang

memungkinkan peristiwa atau hal-hal yang berdiri sendiri dibuktikan secara

berantai. Hal demikian akan dinilai oleh hakim.104

Hakim dalam melakukan penilaian terhadap keterangan saksi harus

sungguh-sungguh memperhatikan nilai persesuaian keterangan saksi yang satu

dengan yang lainnya, pesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang lainnya,

alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi dalam memberikan keterangan, dan

cara hidup serta kepribadian dari saksi tersebut. Selain itu, hakim juga perlu

memperhatikan konsistensi dari jawaban saksi.

Menjadi saksi merupakan suatu kewajiban hukum bagi semua orang

cakap. Apabila diperlukan, saksi tersebut dapat dibawa dengan paksa ke

pengadilan dengan meminta bantuan kepolisian menghadirakan orang yang

besangkutan ke depan persidangan.105

Kesaksian itu pada pokoknya merupakan keterangan-keterangan yang

dapat berisi fakta-fakta yang dilihat sendiri, didengar sendiri, atau dialami sendiri

oleh saksi yang memberikan keterangan. Karena itu siapa saja dapat dianggap

memenuhi syarat untuk menjadi saksi, kecuali orang yang tidak sehat mental atau

sakit jiwa dan untuk kasus-kasus tertentu anak kecil yang belum dewasa.106

Tidak selamanya sengketa perdata dapat dibuktikan dengan alat bukti

tulisan atau akta. Dalam kenyataan bisa terjadi:

a. Sama sekali penggugat tidak memiliki alat bukti tulisan untuk

membuktikan dalil gugatan, atau

b. Alat bukti tulisan yang ada, tidak mencukupi batas minimal pembuktian

karena alat bukti tulisan yang ada, hanya berkualitas sebagai permulaan

pembuktian tulisan.

Dalam peristiwa yang demikian, jalan keluar yang dapat ditempuh

penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya, ialah dengan jalan menghadirkan

saksi-saksi yang kebetulan melihat, mengalami, atau mendengar sendiri kejadian

104 Ibid., hal 140.

105 Indonesia (a), op. cit., ps. 38 ayat (4).

106 Jimly Asshiddiqie, op. cit., hal. 221-222.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

44

Universitas Indonesia

yang diperkarakan. Apalagi jika saksi yang bersangkutan sengaja diminta hadir

menyaksikan peristiwa atau hubungan hukum yang terjadi, sangat relevan

menghadirkannya sebagai saksi.

Tiap-tiap saksi yang memberikan kesaksian tersebut haruslah disertai

dengan alasan-alasan tentang apa sebabnya atau bagaimana sampai ia mengetahui

hal-hal yang diterangkan tersebut. Sedangkan terhadap persangkaan atau sangka

istimewa, yang terjadi karena akal, tidak dapat dipandang sebagai kesaksian.107

3.3.2.1.Jangkauan Kebolehan Pembuktian dengan Saksi

Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak

dikecualikan oleh undang undang.108 Jadi, pada prinsipnya alat bukti saksi

menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila undang

undang sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta atau alat

bukti tulisan, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan. Apakah memang ada

bidang atau hubungan tertentu hanya dapat dibuktikan dengan akta? Ada, seperti

pendirian Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No 1 Tahun 1995

(UUPT), harus dibuat dengan akta resmi dalam bentuk akta notaries. Pasal itu

mengatakan, perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta

notaries yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Berarti akta notaries merupakan

formalitas kausa atau syarat mutlak atas keabsahan eksistensi Perseroan Terbatas.

Akta pendirian itulah yang disahkan oleh Menteri Kehakiman. Bertitik tolak dari

ketentuan diatas, satu-satunya alat bukti yang dibenarkan hukum untuk

membuktikan eksistensi dan keabsahan perseroan, hanya dengan akta notaries.

Tidak dapat dibuktikan dengan saksi atau alat bukti lain. Begitu juga Firma

menurut Pasal 22 KUHD, harus didirikan dengan akta otentik, sehingga

keberadaan dan keabsahannya hanya dapat dibuktikan dengan akta notaries, dan

tidak bisa dibuktikan dengan saksi.109

107 Lilik Mulyadi. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Teori.Praktik. Teknik Membuat dan Permasalahannya. (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2009), hal. 121.

108 Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republic Indonesia(Jakarta:Internusa, 1992) hal. 588.

109Subekti, op.cit., hal. 37.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

45

Universitas Indonesia

Larangan pembuktian dengan saksi terhadap isi suatu akta tertentu,

didasarkan pada alasan:

a) Pada umumnya keterangan saksi kurang dipercaya, karena sering

berisi kebohongan;

b) Oleh karena itu, akan sering terjadi pertentangan antara keterangan

saksi dengan isi akta;

c) Jika hal yang seperti itu dibiarkan, nilai kekuatan pembuktian akta

otentik akan kehilangan tempat berpijak;

d) Dengan demikian akan lenyap kepercayaan masyarakat atas akta

otentik, padahal yang membuatnya adalah pejabat umum.110

Dampak lebih jauh, akan hilang daya kepastian hukum yang ditegaskan

suatu akta, karena kalau dibenarkan keterangan saksi menilai isi kebenaran akta,

maka dalam praktik hakim boleh menyingkirkan akta otentik berdasar keterangan

saksi.111

Menurut pasal 1902 KUH Perdata, dalam hal suatu peristiwa atau

hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat dibuktikan dengan tulisan

atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai permulaan

pembuktian tulisan, penyempurnaan pembuktiannya dapat ditambah dengan

saksi.112 Ambil contoh Pasal 258 KUHD. Menurut pasal ini, untuk membuktikan

diadakannya perjanjian asuransi harus dengan surat, dalam hal ini polis. Hal itu

sejalan dengan ketentuan Pasal 255 KUHD yang menggariskan, pertanggungan

(asuransi), harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk surat akta, yang

bernama polis. Namun, Pasal 258 KUHD memberi kemungkinan untuk

membuktikan kebenaran perjanjian asuransi dengan saksi, dengan syarat apabila

ada permulaan pembuktian tulisan.113

Mengenai pengertian permulaan pembuktian tulisan, dijelaskan Pasal 1902

ayat (2) KUHD Perdata, yaitu segala akta tertulis yang berasal dari orang terhadap

110Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 624.

111 Ibid.

112 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op.cit., ps. 1902.

113 A.Pitlo, Pembuktian Dan Daluarsa (terj.), (Jakarta:Internusa, 1986), hal. 11.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

46

Universitas Indonesia

siapa tuntutan diajukan atau orang yang mewakili olehnya, dan memberi

persangkaan tentang benarnya peristiwa-peristiwa yang dilakukan orang tersebut.

Seperti yang dijelaskan di atas, rasio yang terkandung melarang saksi

membuktikan isi akta tertentu,agar jangan sampai timbul praktik, hakim lebih

percaya kepada keterangan saksi daripada akta otentik, padahal keterangan saksi

pada umumnya tidak dapat dipercaya (unreliable). Banyak penulis yang

menggambarkan alat bukti keterangan saksi, tidak dapat dipercaya (unreliable).

Berbagai alasan dikemukakan:

a. Saksi sering cenderung berbohong, baik sengaja atau tidak;

b. Suka mendramatisir, menambah atau mengurangi dari kejadian yang

sebenarnya;

c. Ingatan manusia atas sesuatu peristiwa, tidak selamanya akurat, sering

dipengruhi emosi, baik pada saat menyaksikan peristiwa maupun pada

saat memberi keterangan di sidang pengadilan, sehingga kemampuan

untuk mengamati dan menerangkan sesuatu, tidak proposional.

Berdasarkan berbagai alasan di atas, sudah tepat ketentuan Pasal 1906

KUH Perdata,yang mendudukkan kualitas dan kekuatan pembuktian saksi

merupakan nilai kekuatan pembuktian bebas (vrij bewijskracht ).

Pada dasarnya setiap orang yang bukan dari salah satu pihak dapat

didengar sebagai saksi dan apabila telah dipanggil oleh pengadilan wajib memberi

kesaksian. Namun ada beberapa pengecualian dati ketentuan itu yaitu: 114

“ Setiap orang yang cakap ( competent ) jadi saksi, sekaligus melekat padadirinya sifat dapat dipaksa (compellable) menjadi saksi. Jadi secara umum,menjadi saksi dalam perkara perdata merupakan kewajiban hukum yangharus ditaati setiap orang yang cakap. Bagi yang tidak menaatinya, dapatdihadirkan dengan paksa oleh alat kekuasaan Negara.”115

Pendapat yang demikian juga dianut dalam system Common Law. Bagi

yang ingkar memenuhinya, dapat dilakukan subpoena ( menghadirkan dengan

paksa ). Dan bagi yang menolak panggilan menjadi saksi, dianggap melakukan

tindakan contempt of court, yaitu tindakan yang merintangi jalannya proses

114 Muhammad Natsir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal. 160-163.

115 Yahya Harahap (b) , op.cit., hal. 662.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

47

Universitas Indonesia

peradilan atau dengan sengaja merongrong kewibawaan dan merendahkan

martabat peradilan.116

Mengenai tata cara pelaksanaan pemaksaan saksi memenuhi kewajiban ,

merujuk kepada ketentuan Pasal 139-142 HIR, sebagai berikut.117

1. Syarat formil

a. Saksi berdomisili di wilayah hukum PN yang memeriksa perkara

tersebut

b. Saksi mempunyai kedudukan yang urgen dan relevan

c. Saksi tidak mau hadir secara sukarela

2. Tata cara pelaksanaan pemaksaan

a. Meminta kepada PN untuk menghadirkannya

b. Hakim mengeluarkan perintah pemanggilan

c. Memanggil sekali lagi, bila ingkar memenuhi panggilan

d. Memerintahkan membawa saksi dengan paksa dan menghukum

membayar ganti rugi

2.c. Ketidakhadiran Disebabkan Alasan yang Sah

Penerapan menghadirkan saksi secara paksa yang dibarengi dengan

hukuman membayar biaya dan ganti rugi yang digariskan Pasal 140 dan 141 HIR,

apabila keingkaran memenuhi panggilan itu berdasar alasan yang tidak sah atau

tanpa alasan (without legal reason ). Akan tetapi, apabila tidak hadirnya saksi

memenuhi panggilan disebabkan alasan yang sah ( legal reason ), hakim wajib

menghapuskan hukuman yang dijatuhkan kepada saksi.Hal ini digariskan dalam

Pasal 142 HIR. Jika tidak hadirnya saksi memenuhi panggilan berdasarkan alasan

atau sebab yang sah, hakim wajib menghapuskan segala hukuman yang dijatuhkan

kepada saksi.118

Sehubungan dengan itu, agar ketentuan Pasal 142 HIR dapat dimanfaatkan

saksi, dia harus mampu membuktikan tentang kebenaran alasan yang

menyebabkan tidak dapat hadir memenuhi panggilan. Kewajiban beban bukti

116 Ibid., hal. 611.

117 Ibid, hal. 620.

118 Ibid , hal. 630.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

48

Universitas Indonesia

untuk membenarkan adanya alasan yang sah, oleh Pasal 142 HIR dipikulkan

kepada saksi tersebut. Berdasarkan teori dan praktik, alasan yang dianggap sah

tidak memenuhi panggilan menghadiri sidang, antara lain:119

1. Panggilan tidak diterima, dalam arti panggilan:

a. Tidak dilakukan di tempat kediaman orang yang dipanggil;

b. Tidak disampaikan langsung kepadanya atau kepada keluarganya

c. Jangka waktu pemanggilan dengan hari sidang tidak patut atau kurang

dari tiga hari.

2. Karena keadaan tertentu ( particular circumstances )

Alasan lain yang dapat diajukan saksi, terdapat keadaan tertentu (particular

circumstances ) yang menybabkan tidak dapat memenuhi panggilan. Agar

alasan keadaan tertentu dapat memiliki bobot membenarkan

ketidakhadiran, harus betul-betul menempatkan saksi dalam keadaan yang

bersifat imposibilitas absolute. Artinya, keadaan tertentu yang dihadapi

saksi, benar-benar secara mutlak menyebabkanya tidak mungkin hadir

memenuhi panggilan. Keadaan tertentu yang dianggap sah sebagai alasan

yang bersifat imposibilitas, antara lain:

a. Pada saat panggilan itu saksi sedang berada di luar negeri atau luar

daerah. Mengenai alasan itu, dapat dibuktikan dengan paspor atau

tiket kendaraan yang dipergunakan;

b. Menderita sakit yang menyebabkannya berada dalam perawatan

intensif yang dikuatkan dengan surat keterangan dokter;

c. Musibah kematian keluarga.

3.3.2.2. Keterangan Saksi Yang Memenuhi Syarat Sebagai Alat Bukti

Seperti halnya pada alat bukti pada umumnya, alat bukti keterangan saksi

pun mempunyai syarat formil dan materiil. Antara kedua syarat itu bersifat

kumulatif,bukan alternative. Oleh karena itu, apabila salah satu syarat

mengandung cacat, mengakibatkan alat bukti itu tidak sah sebagai alat bukti saksi.

Sekiranya syarat formil terpenuhi menurut hukum, tetapi salah satu syarat materiil

tidak lengkap, tetap mengakibatkan saksi yang diajukan tidak sah sebagai alat

119 Ibid, hal. 630-640.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

49

Universitas Indonesia

bukti. Atau sebaliknya, syarat materiil seluruhnya terpenuhi, tetapi syarat formil

tidak, hukum tidak menolerirnya, sehingga saksi tersebut tidak sah sebagai alat

bukti.

A. Memenuhi Syarat Formil

Menurut undang-undang, terdapat beberapa syarat formil yang melekat

pada alat bukti, yang terdiri dari:

1) Orang yang Cakap Menjadi Saksi

Undang-undang membedakan orang yang cakap (competence )

menjadi saksi dengan orang yang dilarang atau tidak cakap (

incompetency ) menjadi saksi. Berdasarkan prinsip umum, setiap

orang dianggap cakap menjadi saksi kecuali undang-undang sendiri

menentukan lain. Dan apabila undang –undang telah menentukan

orang tertentu memberikan keterangan sebagai saksi, maka secara

yuridis orang yang bersangkutan termasuk kategori tidak cakap

sebagai saksi. Orang yang demikian oleh hukum tidak memenuhi

syarat formil sebagai saksi, karena orang demikian dilarang

didengar keterangannya sebagai saksi.

Orang yang dilarang didengar sebagai saksi, diatur secara

enumerative dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal

1909 KUH Perdata yang terdiri dari:

a) Kelompok yang tidak cakap secara absolute

b) Kelompok saksi yang tidak cakap secara relative

2) Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan

B. Memenuhi Syarat Materiil

Syarat materiil saksi sebagai alat bukti berdasarkan pasal 171 HIR adalah

keterangan seseorang yang harus berdasarkan sumber pengetahuan yang jelas.

Dan sumber pengetahuan yang dibenarkan hukum mesti merupakan

pengalaman, penglihatan, atau pendengaran yang bersifat langsung dari peristiwa

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

50

Universitas Indonesia

atau kejadian yang berhubungan dengan pokok perkara yang disengketakan para

pihak.120

3.3.2.3. Testimonium De Auditu

Salah satu jenis saksi adalah testimonium de auditu atau disebut juga

hearsay evidence. Menurut Andi Hamzah , testimonium de auditu adalah

keterangan saksi yang mendengar orang lain yang mengatakan atau menceritakan

sesuatu.121

Sedangkan pengertian dari hearsay evidence menurut Black’s Law

Dictionary adalah

Testimony in court of a statement made out of court, the statement being

offered as an assertion to show the truth of matters on asserted therein,

and thus resting for its value upon the credibility of the out of court

asserted.122

Yahya Harahap merumuskan pengertian testimonium de auditu sebagai

kesaksian yang berisi keterangan yang bersumber dari pendengaran orang lain.

Keterangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan orang lain

yang disampaikan kepadanya adalah :

1. Berada diluar kategori keterangan saksi yang dibenarkan pasal 171 HIR

dan pasal 1907 KUHPerdata.

2. Keterangan saksi yang demikian hanya berkualitas sebagai testimonial de

auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar orang lain.

3. Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang

mengalami, melihat, atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara

yang disengketakan.123

120 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 662.

121 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi Revisi ( Jakarta: CV Sapta ArthaJaya, 1996), hal. 120.

122 Henry Campbell Black, Black Law’s Dictionary, (St. Paul: West Publising Co., 1990),p.722

123 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 662.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

51

Universitas Indonesia

Pada dasarnya, testimonium de auditu atau hearsay evidence merupakan

kesaksian yang diperoleh dari pendengaran orang lain. Saksi yang memperoleh

cerita dari orang lain kemudian memberikan keterangan tentang kejadian yang ia

dengar tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa saksi itu tidak melihat,

mendengar, dan mengalami sendiri suatu tindak pidana. Sebagaimana S.M. Amin

menjelaskan bahwa kesaksiaan de auditu merupakan keterangan-keterangan

tentang kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar,dilihat , atau dialami

bukan oleh saksi sendiri. Namun mengenai keterangan-keterangan yang

disampaikan oleh orang lain kepadanya tentang kenyataan - kenyataan dan hal-

hal yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri oleh orang lain tersebut.124

Prinsip umum testimonium de auditu atau hearsay evidence adalah:125

1. Oleh karena bukan keterangan tentang apa yang diketahuinya secara

personal (not what he knows personally), tapi mengenai apa yang

“diceritakan” orang lain kepadanya (but what others have told him)

atau apa yang didengarnya dari orang lain (he has heard said by

others), maka:

a. Lebih besar kemungkinan tidak benarnya (untrue)

b. Karena keterangan yang diberikan tidak berasal dari orang

pertama

2. Hearsay evidence berada diluar alat bukti, dan dinyatakan sebagai an

out of court statement, karena isi keterangannya hanya merupakan

“repetisi” atau pengulangan (repetition) dari apa yang didengar dari

orang lain.

3. Testimonium de auditu atau hearsay evidence termasuk juga

keterangan yang diberikan di luar proses persidangan (outside the

present proceeding).

Berdasarkan dari beberapa pengertian testimonium de auditu tersebut

diatas, dapat dilihat bahwa testimonium de auditu tidak memenuhi syarat materiil

124 S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradya Paramita, 1976),hal.110.

125 Yahya Harahap (a), op..cit.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

52

Universitas Indonesia

keterangan saksi yaitu mendengar, melihat, dan mengalami sendiri seperti

ketentuan pada pasal 1 angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

serta kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar sebagaiman diatur

dalam pasal 171 HIR126

Keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan, berisi keterangan

yang disampaikan tangan pertama (first-hand hearsay) kepada saksi. Dalam

Common Law, terdapat berbagai aturan atau ketentuan yang bersifat eksepsional

yang membolehkan dan menerima hearsay sebagai alat bukti saksi (testimonial

evidence). Akan tetapi jika tidak ada hal yang eksepsional, hearsay evidence

dilarang secara absolut (absolutely prohibited), meskipun keterangan yang

diberikan benar-benar dipercaya (reliable).127

3.3.3 ALAT BUKTI PERSANGKAAN

Pengertian alat bukti persangkaan lebih jelas dirumuskan dalam pasal

1915 KUHPerdata yang berbunyi:

Persangkaan adalah kesimpulan yang yang oleh undang-undang atau oleh

hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui oleh umum kearah yang

tidak diketahui oleh umum128

Dalam kamus hukum alat bukti ini disebut vermoedem yang berarti

dugaan atau presumptie , berupa kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang

atau oleh hakim dari suatu hal atau tindakan yang diketahui, kepada hal atau

tindakan lainnya yang belum diketahui.129

Meskipun persangkaan tidak memiliki fisik langsung sebagai alat bukti,

sehingga tidak tepat disebut sebagai alat bukti yang hakiki, namun fungsi dan

perannya sangat penting dan sentral dalam menerapkan hukum pembuktian.

Tanpa mempergunakan persangkaan sebagai perantara (intermediary),

126 Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No 44 RIB (HIR) , ps. 171.

127 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 666.

128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek), op.cit., ps. 1915.

129 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 669.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

53

Universitas Indonesia

pelaksanaan pembuktian berada dalam keadaan ketidakmungkinan atau

imposibilitas.130

Sekiranya dalam persidangan hakim menemukan fakta yang didukung

oleh alat bukti yang telah mencapai batas minimal pembuktian, keterbuktian fakta

atau peristiwa tersebut, tidak bias langsung dikonkretisasi tanpa mempergunakan

persangkaan sebagai sarana perantara untuk mengkonstruksikan kesimpulan

tentang kepastian keterbuktian fakta atau peristiwa yang dibuktikan alat bukti fisik

yang bersifat langsung tersebut.

Baik pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG, tidak mengklasifikasi alat bukti

persangkaan. Akan tetapi, KUH Perdata mengatur klasifikasi bentuk dan jenis

persangkaan. Hal ini dijelaskan dalam pasal 1915 KUH Perdata.

1) Persangkaan menurut Undang-Undang

Disebut juga persangkaan hukum (rehtsvermoeden) atau persangkaan undang-

undang (wettelijke vermoeden). Bentuk persangkaan undang-undang terbagi

dua, yaitu:

o persangkaan menurut undang-undang yang tidak dapat dibantah atau

irrebuttable presumption of law;

o persangkaan menurut undang-undang yang dapat dibantah atau

rebuttable presumption of law.

2) Persangkaan Hakim

Bentuk persangkaan ini diatur dalam pasal 1922 KUH Perdata, berupa

persangkaan berdasarkan kenyataan yang biasa disebut fetelijke vermoeden

atau presumptions of fact. Bentuk persangkaan ini tidak berdasarkan undang-

undang tetapi diserahkan kepada pertimbangan hakim, dengan syarat asal

bersumber dari fakta-fakta yang penting.

Dalam Pasal 173 HIR, Pasal 1922 KUH Perdata, undang-undang

menyerahkan kepada pendapat dan pertimbangan hakim untuk

mengkonstruksikan alat bukti persangkaan yang bertitik tolak atau bersumber dari

alat bukti yang telah ada dalam persidangan.

130 Ibid, hal. 670.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

54

Universitas Indonesia

3.3.4 ALAT BUKTI PENGAKUAN

Pengertian pengakuan yang bernilai sebagai alat bukti menurut pasal

1923 KUHPerdata, pasal 174 HIR adalah :

a) Pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada

pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara .

b) Pernyaan atau keterangan tersebut dilakukan dimuka hakim atau dalam

sidang pengadilan

c) Keterangan itu merupakan pengakuan (bekentenis,confession) bahwa apa

yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk

keseluruhan atau sebagian.

Pengakuan yang diberikan dengan sukarela (voluntary), bukan dengan

paksaan baik secara fisik dan psikis harus dianggap selamanya benar. Tidak

menjadi masalah apakah pengakuan tersebut mengandung kebohongan, hakim

mesti menerima dan menilainya sebagai pengakuan yang berisi kebenaran. Yang

berhak memberikan pengakuan, diatur dalam Pasal 1925 KUH Perdata sebagai

berikut:

a. Dilakukan principal sendiri

Yang paling berwenang member atau melakukan pengakuan adalah

principal atau pihak materiil sendiri, yaitu yang langsung bertindak sebagai

penggugat atau tergugat. Dalam pasal 1925 KUH Perdata, disebut :dilakukan

sendiri” atau menurut versi Pasal 174 HIR “diucapkan sendiri oleh principal.

Cara ini yang terbaik karena dilakukan sendiri oleh pihak yang paling

berkepentingan atas pengakuan, dan pada dasarnya dia yang paling mengetahui

batas-batas yang dapat atau tidak dapat diakui.

b. Dengan Perantara Kuasa

Pasal 1925 KUH Perdata, Pasal 174 HIR member wewenang juga kepada

kuasa untuk melakukan atau mengucapkan pengakuan. Dasar landasan

kewenangan kuasa melakukan atau mengucapkanpengakuan, dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

55

Universitas Indonesia

1) dengan surat kuasa Istimewa

2) dengan surat kuasa khusus

Berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1972 KUH

Perdata, pengakuan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) dilakukan dengan tegas;

2) dilakukan dengan diam-diam, dalam arti tidak mengajukan bantahan

atau sangkalan;

3) mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas.

3.1.5. ALAT BUKTI SUMPAH DI MUKA HAKIM

Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyataan yang

dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:

- Agar orang yang bersumpah dalam memberikan keterangan atau

pernyataan itu, takut atas murka Tuhan, apabila dia berbohong.

- Takut akan murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong

bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.

Agar sumpah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, maka harus

memenuhi syarat formal sebagai berikut:

c. Ikrar diucapkan dengan lisan

Sumpah sebagai alat bukti dalam acara perdata adalah ikrar yang

diucapkan oleh orang yang bersumpah. Ikrar tidak mungkin dilakukan

selain diucapkan secara lisan.

d. Diucapkan di muka Hakim dalam Persidangan

Sumpah harus dilakukan dihadapan Hakim dalam sidang Pengadilan.

Menurut Pasal 1944 KUH Perdata, sumpah harus diangkat atau diucapkan

dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya.

Namun demikian, Pasal 1944 KUH Perdata maupun Pasal 158 ayat (1)

HIR, memberi kemungkinan melaksanakan pengucapan sumpah di rumah

yang bersumpah berdasarkan alasan tertentu.

Alasan yang dianggap sah, apabila adanya halangan yang sedemikian rupa,

sehingga secara absolut orang itu berada dalam kondisi tidak mungkin

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

56

Universitas Indonesia

datang (impossibilitas) datang menghadiri persidangan.Halangan yang

paling objektif dan rasional apabila orang itu sakit.

e. Dilakukan di hadapan pihak lawan

Berdasarkan Pasal 1945 ayat (4) KUH Perdata, Pasal 158 ayat (2) HIR,

sumpah hanya boleh diambil di hadapan pihak lain. Namun demikian ada

pengecualian dimana pengucapan sumpah boleh dan sah meskipun tidak

dihadiri pihak lawan, apabila dia ingkar menghadiri sidang walaupun telah

dipanggil secara patut.

f. Tidak Ada Alat Bukti Lain

Penerapan alat bukti sumpah yang menentukan (decisoireed) baru

memenuhi syarat formil, apabila sama sekali tidak ada bukti lainatau tidak

ada upaya lain. Secara total para pihak tidak mampu mengajukan alat bukti

tulisan, saksi, maupun persangkaan dan pihak tergugat tidak mengakui

dalil gugatan. Kalau para pihak memiliki alat bukti lain yang diajukan di

persidangan, dilarang menerapkan alat bukti sumpah. Jika cara demikian

diperbolehkan, proses peradilan bisa melanggar asas peradilan yang jujur

(fair trial).

Kalau alat bukti yang lain ada dan cukup untuk membuktikan dalil gugat

atau dalil bantahan, dilarang menerapkan alat bukti sumpah. Alat bukti

sumpah baru boleh diterapkan, apabila sama sekali tidak ada bukti lain

atau alat bukti yang ada tidak mampu menguatkan dalil gugatan atau dalil

bantahan.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

57

Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS PUTUSAN PHI No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ANTARA PT.

SINAR MULIA PERKASA DENGAN EARLY SOBARLI-YUDHASARI

PARDIKAN

4.1. KASUS POSISI

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini berawal pada tanggal

16 April 2008, Early Sobarly (Tergugat I) dan Yudhasari Pardikan (Tergugat

II) (Tergugat I dan Tergugat II selanjutnya disebut Para Tergugat) melayani 2

(dua) orang mysterious guest yang bukan anggota Club Olympus, Hotel Hyatt

Regency Bandung (Hotel HRB) yang hendak menggunakan fasilitas fitness.

Mysterious guest ke-1 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung

sekitar pukul 15.16 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah

Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) kepada Tergugat II, mysterious

guest ke-2 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar

pukul 16.24 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,-

(seratus lima puluh ribu rupiah) kepada TERGUGAT I;

Pada sore hari ketika hendak closing, Income Auditor mengadakan

pengecekan ke Club Olympus, Hotel HRB, Income Auditor tidak menemukan

adanya guest check dan transaksi tunai terhadap kedua mysterious guest

tersebut. Pada waktu Income Auditor menanyakan tentang kedua mysterious

guest tersebut kepada Para Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak

ada transaksi tunai, sedangkan Tergugat II juga mengatakan bahwa

Misterious Guest ke-1 tidak membayar tunai akan tetapi memakai Voucher

CATH atas nama Dewi.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

58

Universitas Indonesia

Atas keterangan tersebut Income Auditor menuliskan laporan bahwa

Para Tergugat telah melakukan penggelapan uang dari kedua mysterious

guest yang dikirim oleh Perusahaan guna mengecek kredibilitas dan

kejujuran setiap karyawan Hotel Hyatt Regency Bandung. Atas penemuan

tersebut, Income Auditor selanjutnya melaporkan kepada Direktur Keuangan

Hotel HRB dan Direktur Keuangan Hotel HRB kemudian memanggil Para

Tergugat dan bertanya kepada Para Tergugat secara bergantian.

Berdasarkan keterangan Para Tergugat kepada Direktur Keuangan

Hotel HRB, Tergugat I akhirnya mengakui bahwa ada tamu yang membayar

tunai dan uangnya disimpan di saku celana Tergugat I, dan Tergugat II juga

mengakui bahwa Misterious Guest ke-1 bukan bernama Dewi dan tidak

membayar dengan Voucher CATH melainkan secara tunai sebesar

Rp.150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) serta uang tersebut tidak

disimpan di cash drawer Club melainkan di laci yang hanya diketahui

Tergugat II;

Atas tindakan Para Tergugat yang telah melakukan penggelapan

dan keterangan bohong kepada Income Auditor maka PT. Sinar Mulia

Perkasa sebagai pemilik Hotel Hyatt Regency Bandung (Penggugat)

mengeluarkan surat skorsing dalam Proses PHK selama 6 bulan kepada Para

Tergugat pada tanggal 21 April 2008;

PT. Sinar Mulia Perkasa kemudian melakukan mediasi bipartit

dengan Early Sobarly dan Yudhasari Pardikan dengan didampingi oleh

Serikat Pekerja Mandiri Hotel HRB, namun setelah lebih dari 30 hari belum

mencapai kesepakatan, maka PT. Sinar Mulia Perkasa kemudian

mendaftarkan perselisihan PHK kepada Suku Dinas Tenaga Kerja Kota

Bandung untuk segera dilakukan mediasi Tripartit.

Setelah dilakukan pertemuan tripartit antara pengusaha, pekerja

dan mediator dari suku dinas Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung maka

mediator mengeluarkan anjuran sebagai berikut:

a.Memerintahkan PT. Sinar Mulia Perkasa untuk mempekerjakan kembali

Early Sobarli dan Yudhasari Pardikan pada posisi semula atau yang

setara dengannya.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

59

Universitas Indonesia

b. Memerintahkan Pt. Sinar Mulia Perkasa untuk memanggil Early Sobarli

dan Yudhasari Pardikan untuk bekerja kembali paling lambat 7 hari

setelah anjuran ini dikeluarkan.

Atas anjuran tersebut, PT. Sinar Mulia Perkasa menyatakan menolak anjuran

tersebut dan selanjutnya mendaftarkan gugatan PHK ke Pengadilan Hubungan

Industrial (PHI) pada PN Bandung.

4.2. PETITUM131

Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang diajukan di dalam surat gugatan,

Penggugat memohon kepada Majelis Hakim PHI pada PN Bandung untuk

memutus sebagai berikut:

PRIMAIR:

a. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya;

b. Menyatakan PARA TERGUGAT melakukan perbuatan yang

melampaui batas kewenangan dan kewajibannya yang menimbulkan

ketidakpastian dan hilangnya kepercayaan sehingga mengakibatkan

ketidakharmonisan hubungan kerja antara PENGGUGAT dengan

PARA TERGUGAT;

c. Menyatakan ketidakpastian serta ketidakharmonisan hubungan kerja

antara PENGGUGAT dengan PARA TERGUGAT dalam keadaan

mendesak;

d. Menyatakan bahwa hubungan kerja antara PENGGUGAT dengan

PARA TERGUGAT putus terhitung sejak 21 April 2008;

e. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

SUBSIDER:

Jika Pengadilan berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-

adilnya (ex aequo et bono);

131 Lihat putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

60

Universitas Indonesia

4.3. AMAR PUTUSAN132

Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung, dalam Amar Putusan judex

No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG, tanggal 18 Juli 2011, menyatakan sebagai berikut :

MENGADILI

DALAM EKSEPSI :

Menolak Eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya.

DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Penggugat untuk mempekerjakan kembali Tergugat I

EARLY SOBARLY dan Tergugat II YUDHASARI PARDIKAN;

3. Menghukum Penggugat memanggil Tergugat I dan Tergugat II secara

tertulis untuk bekerja kembali selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak

Putusan diucapkan;

4. Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk melapor bekerja

kembali pada Penggugat selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak

putusan diucapkan;

5. Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar Rp. 394.000,-

(tiga ratus sembilan puluh empat ribu rupiah)

4.4. Bukti-Bukti di Persidangan133

Bukti-bukti yang diajukan Penggugat untuk menguatkan dalil-dalil gugatan adalah

sebagai berikut:

1. Bukti P – 1 : Foto copy sesuai dengan asli Perjanjian Kerja Bersama

(PKB) Hyatt Regency Bandung, Bab I, Pasal 1, tentang Pihak-Pihak

Yang Mengadakan Kesepakatan.

2. Bukti P – 2: Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,

Bab I, Pasal 3 Poin 1 tentang Pengusaha.

3. Bukti P – 3: Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,

Bab I, Pasal 3 Poin 2 tentang Hotel.

132 Lihat amar putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG

133 Lihat putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

61

Universitas Indonesia

4. Bukti P – 4 : Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,

Bab II, Pasal 5 Poin 2 tentang Pengakuan.

5. Bukti P – 5 : Foto copy sesuai dengan asli Anjuran dari Dinas Tenaga

Kerja (Disnaker) Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker tanggal 20 Mei

2009.

6. Bukti P – 6 : Foto copy sesuai dengan asli Risalah Mediasi Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial.

7. Bukti P – 7 : Foto copy dari copy Surat Tanggapan Anjuran dari Hyatt

Regency Bandung tertanggal 2 Juni 2009 tentang Penolakan Anjuran dari

Mediator Disnaker Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker tertanggal 20

Mei 2009.

8. Bukti P – 8 : Foto copy dari Copy Surat Perpanjangan ke-12 PKB Hyatt

Regency Bandung Periode 2006-2008.

9. Bukti P – 9 : Foto copy sesuai dengan asli Surat Anjuran dari Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker

tentang Keterangan Pekerja.

10. Bukti P – 10 : Foto copy dari Copy Surat Skorsing untuk TERGUGAT I,

tertanggal 21 April 2008.

11. Bukti P – 11 : Foto copy dari Copy Surat Skorsing untuk TERGUGAT II,

tertanggal 21 April 2008.

12. Bukti P – 12 : Foto copy dari Copy Berita Acara Penyerahan Upah dari

PENGGUGAT kepada TERGUGAT I.

13. Bukti P – 13 : Foto copy dari Copy Berita Acara Penyerahan Upah dari

PENGGUGAT kepada TERGUGAT II.

14. Bukti P -14 : Foto copy dari Copy Surat Pernyataan TERGUGAT I

tentang Kronologis kejadian pada tanggal 16 April 2008.

15. Bukti P-15: Foto copy dari Copy Surat Pernyataan TERGUGAT II

tentang Kronologis kejadian pada tanggal 16 April 2008.

16. Bukti P – 16 : Foto copy dari Copy Policies and Procedures Bagian

Prosedur angka 4 beserta terjemahannya dari Penterjemah Tersumpah.

17. Bukti P – 17 : Foto copy dari Copy Report of Mystery Shopper Program

beserta terjemahannya dari Penterjemah Tersumpah.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

62

Universitas Indonesia

18. Bukti P – 18 : Foto copy dari Copy Spot Check Club Olympus Form

tanggal 16 April 2008

19. Bukti P – 19 : Foto copy dari Copy Tribun Jabar.co.id, hari Rabu, tanggal

23 maret 2011, Penulis Kemal Setia Permana, Judul Berita “Meski

Terbukti, Yudha Early divonis bebas”.

20. Bukti P –20 : Foto copy dari Copy Putusan Peninjauan kembali No. 096

PK/Pdt. Sus/2010 tanggal 24 Agustus 2010 yang telah menguatkan

Putusan MA No.839 K/PDT.SUS/2008 tanggal 11 Pebruari 2009 jo

Putusan PHI pada PN Samarinda No. 07/G/2008/PHI.Smda tanggal 12

Mei 2008.

21. Bukti P-21 : Foto copy sesuai dengan asli Tanda Terima Berkas Surat

Gugatan Perkara No. 41/G/2011/PN.BDG tertanggal 4 April 2011

22. Bukti P-22: Foto copy dari copy Putusan Mahkamah Agung No.

743.K/Pdt.Sus/2010

4.5. Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dipersidangan

Kuasa Penggugat telah mengajukan 2 (dua) orang saksi yang dapat

menguatkan dalil gugatannya. Kedua orang saksi tersenut adalah M. YUSUP dan

RIAN MILANA TUMANGGOR. Keterangan kedua orang saksi tersebut di

depan persidangan adalah sebagai berikut:

4.5.1. Keterangan saksi M.YUSUP134

- Bahwa dasar gugatan Penggugat karena ketidakharmonisan dalam

pekerjaan ada permasalahan pidana melakukan penggelapan dan

dilaporkan ke Polisi;

- Bahwa dasar laporan dari HRD karena saksi sebagai security saja;

- Bahwa saksi kenal dengan Early Sobari dan Yudhasari Pardikan keduanya

bekerja di Olympus, dan Early Sobari di fitness kalau Yudhasari Pardikan

Instruktur;

- Bahwa ketidakharmonisan antara Penggugat dan Tergugat I,II karena

awalnya Tergugat I,II diduga melakukan penggelapan uang sejumlah Rp.

150.000,-;

- Bahwa saksi selain yang Rp. 150.000,- saksi tidak tahu;

134 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

63

Universitas Indonesia

- Bahwa saksi pernah bertemu dengan Tergugat I,II tapi mereka baik-baik

saja;

- Bahwa saksi tidak melihat kejadiannya karena saksi bertugas diluar saja;

- Bahwa saksi tidak tahu tindakan Tergugat I,II yang meresahkab, yang

saksi tahu tidak harmonis saja karena ada penggelapan selanjutnya

manager HRD menyuruh lapor ke Polisi.

- Bahwa saksi suka ketemu dengan Tergugat dan hanya melihat dari luar

Tergugat tidak meresahkan karyawan;

- Bahwa kalau kejadia tahun 2008 dan bulannya saksi lupa lagi;

- Bahwa kalau tugas Tergugat I di Fitness melatih dan Tergugat II instructor

aerobic;

- Bahwa saksi tidak tahu prosedur anggota Fitness karena bukan bidang

sakksi;

- Bahwa saksi tidak tahu uang Rp. 150.000,- yang diterima Tergugat I, II

dab HRD bilang Tergugat I,II diduga melakukan penggelapan terus saksi

lapor ke Polisi;

- Bahwa saksi bekerja di Penggugat kurang lebih 9 tahun;

- Bahwa di PT. SINAR MULIA PERKASA ada PKB;

- Bahwa berdasarkan PKB kalau ada tindak pidana merupakan pelanggaran

berat;

- Bahwa berdasarkan PKB Lampiran 4 nomernya lupa disitu menyatakan

bila melakukan penggelapan merupakan pelanggaran berat, tapi tidak

dicantumkan kalau ada Putusan Pengadilan;

- Bahwa perusahaan namanya PT. SINAR MULIA PERKASA dan Hyatt

pengelolanya;

- Bahwa perusahaan dirugikan dalam hal ini juga namanya;

- Bahwa Saksi tidak mengetahui ada surat peringatan kesatu atau kedua;

- Bahwa Tergugat I,II dilaporkan ke Polres Bandung Tengah;

- Bahwa waktu saksi lapot Tergugat I,II masih bekerja keesokan harinya;

- Bahwa system pembayaran upah karyawan melalui Rekening;

- Bahwa saksi tahu ada putusan pengadilan tapi tidak begitu jelas;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

64

Universitas Indonesia

- Bahwa Tergugat I,II sekarang sudah tidak bekerja lagi dan mengenai upah

sudah dibayar atau belum saksi tidak yahu;

- Bahwa masalah audit oleh direktur accounting saksi tidak tahu uang

diserahkan atau tidak;

- Bahwa anggota saksi ada 30 orang dibagi 3 shift pagi siang malam;

- Bahwa saksi tidak tahu tamu yang dating ke tempat Fitness;

- Bahwa saksi tahu ada uang yang digelapkan dari HRD;

- Bahwa saksi tidak sempat mengintrogasi Tergugat I,II karena perintah

HRD segera lapor jadi saksi lapor;

- Bahwa saksi tidak tahu pastinya Tergugat I,II menggelapkan karena saksi

tahunya menurut informasi;

- Bahwa saksi tidak tahu asal mula uang Rp. 150.000,- dari siapa

- Bahwa saksi tidak tahu kalau Tergigat I,II menerima Rp. 150.000,- dari

orang;

- Bahwa di PKB skorsing 6 bulan dan PKB masih berlaku;

- Bahwa saksi belum pernah baca putusan Pengadilan perkara pidana

Tergugat I,II;

- Bahwa PT. SINAR MULIA PERKASA nama perusahaan tapi pengelola

Hyatt dan Tergugat I,II karyawan PT. SINAR MULIA PERKASA;

- Bahwa di Olympus tidak ada anggota yang jaga;

- Bahwa Olympus adalah milik PT. SINAR MULIA PERKASA;

- Bahwa Tergugat II sebagai instruktur saja tugasnya melatih dan detailnya

saksi tidak tahu;

- Bahwa saksi lupa lagi apa Hyatt berbadan hukum atau tidak, yang saksi

tahu Hyatt adalah Pengelolanya;

- Bahwa manajemen PT. SINAR MULIA PERKASA dipimpin oleh Hyatt,

yang bertanggug jawab ke PT. SINAR MULIA PERKASA termasuk gaji

karyawan;

- Bahwa yang mengambil keputusan Pak Arifin;

- Bahwa Olympus sekarang sudah tidak ada lagi sejak tahun 2010 diganti

oleh Audisius dan operasionalnya baru 1 bulan;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

65

Universitas Indonesia

- Bahwa Pegawai Olympus ditransfer ke Dewpartemen lain, ada yang ke

bagian Engineer, ada juga ke front office;

- Bahwa saksi belum pernah menerima laporan bahwa Tergugat I,II

tersangkut penggelapan lainnya;

- Bahwa saksi tidak tahu kalau Tergugat I,II diberi surat peringatan;

- Bahwa berdasarkan laporan dari HRD yang digelapkan Tergugat I Rp.

150.000,- dan Tergugat II Rp. 150.000,-;

4.5.2. Keterangan saksi RIAN MILANA TUMANGGOR135

- Bahwa saksi bekerja sebagai asisten accounting Hyatt;

- Bahwa saksi kenal dengan Tergugat I,II dan ke saksi baik;

- Bahwa Tergugat I,II beerja di Olympus;

- Bahwa persoalan antara Penggugat dengan Tergugat I,II tidak ada

keharmonisan lagi dalam hubungan kerja;

- Bahwa ketidakharmonisan dalam hubungan kerja karena Tergugat I,II

melakukan kesalahan prosedur yang sudah ditetapkan;

- Bahwa Tergugat I,II menyalahi prosedur karena menerima uang cah/tunai

tidak disetorkan ke dalam Micros atau mesin untuk mendata pemasukan

uang dari tamu;

- Bahwa jumlah uang yang tidak dimasukkan ke dalam Micros oleh

Tergugat I,II ialah Rp. 300.000,-

- Bahwa kalau sifat Tergugat I,II sehari-hari, saksi tidak tahu karena beda

bagian;

- Bahwa kalau ada karyawan yang salah, karyawan tersebut dipanggil dulu,

kalau kesalahan berat langsung dipecat;

- Bahwa Tergugat I,II diskorsing 6 bulan, dan gaji dibayar sampai Juli 2010;

- Bahwa hal lainyya karena ada bayar cash tidak disetor sehingga

perusahaan tidak percaya lagi kepada Tergugat I,II

- Bahwa sebelumnya karyawan sudah diberi tahu kalau ada pembayaran

harus dimasukkan ke dalam mesin Micros;

- Bahwa untuk kejadian ini diaudit yang bayar cash;

135 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

66

Universitas Indonesia

- Bahwa pada saat dicek pendapatan yang seharusnya didapat Hyatt ternyata

tidak ada;

- Bahwa uang pemasukan dimasukkan ke mesin Micros dulu dan dicek

sehingga kelihatan cash flownya, pada saat dicek ada 2(dua) tamu yang

bayar cash tapi oleh Tergugat I,II uang tidak disetorkan;

- Bahwa uang yang tidak disetorkan dari daftar 2 (dua) orang tamu, saksi

tahu karena keua tamu misterius tersebut sengaja didatangkan oleh

Perusahaan;

- Bahwa kedua tamu tersebut sengaja didatangkan untuk mengecek

integritas ssetiap karyawan;

- Bahwa uang kedua orang tamu tersebut diberikan dari Perusahaan dan

semua bagian juga dicek apa prosedur telah dilakukan dengan benar atau

tidak;

- Bahwa cara mengecek uang yang dimasukkan ke dalam mesin Micros dan

dicek berdasarkan report dari mesin tadi;

- Bahwa alasan Early uang tidak dimasukkan ke dalam mesin katanya sibuk

jadi dimasukkan saku dan kalau Yudhasari karena tidak bias memasukkan

uang ke mesi, tidak bias memposting;

- Bahwa Olympus sekarang sudah tidak ada dan dikelola pihak ketiga yang

namanya Audisius;

- Bahwa bekas karyawan Olympus ada yang di Audisius dan ada yang

ditransfer ke bagian lain dan ada juga yang ke front office

- Bahwa ketidakharmonisan antara Penggugat dengan Tergugat I,II karena

Penggugat tidak percaya lagi ke Tergugat I,II;

- Bahwa saksi tidak mengetahui jeda waktu skorsing;

- Bahwa di Perusahaan ada PKB;

- Bahwa perbuatan Tergugat berdampak luas berpengaruh ke yang lainyya;

- Bahwa Tergugat I,II merugikan secara Financial;

- Bahwa Hyatt setiap bulan melakukan investigasi dengan tujuan untuk

integritas masing-masing karyawan;

- Bahwa Tergugat I,II ditanya ada tamu bayar tidak, Tergugat bilang tidak

ada tamu yang bayar;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

67

Universitas Indonesia

- Bahwa kedua tamu tersebut dipersiapkan oleh manajemen;

- Bahwa Tergugat I,II waktu pertama kali tidak mengaku akan tetapi setelah

dipaksa akhirnya Early mengkui bahwa uang dimasukkan ke sakunya

karena dia sedang sibuk dan Yudhasari bilang dia tidak bias memasukkan

uang ke dalam mesin Micros;

- Bahwa ukurang sibuk apabila tamu lebih dari 10 orang;

- Bahwa waktu membuat Berita Acara tidak ada tekanan karena saksi ada

disitu waktu itu;

- Bahwa kalau ada tamu yang dating dan tidak mau menulis daftar tamu

atau tidak ditanya identitas tidak apa-apa;

- Bahwa waktu itu diaudit jam 4-5 dan Tergugat waktu dipanggil jam 5

sore;

- Bahwa saksi tidak tahu apakah ada uang yang diambil Tergugat I,II atau

tidak, ada uang yang hilang dari Perusahaan;

- Bahwa saksi tidak tahu apakah Yudhasari bias melakukan posting atau

tidak;

- Bahwa Drower untuk menyimpan uang perusahaan dan Yudhasari tidak

mempunyai kartu Micros;

- Bahwa tetang prosedur posting harus mempunyai kusci dan tidak semua

karyawan tahu kuncinya, hanya orang-orang tertentu saja;

- Bahwa Accounting tidak selalu tahu apa yang terjadi di posting.

Sedangkan Kuasa Hukum Para Tergugat telah mengajukan 5 (lima) orang saksi

yang dapat menguatkan dalil gugatannya. Kelima orang saksi tersenut adalah

SUDARTA, JUM FRIZAL, KAMSU SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H.,

MARSANA,SH.M.Hum (saksi Ahli).

Keterangan kelima orang saksi tersebut di depan persidangan adalah sebagai

berikut:

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

68

Universitas Indonesia

4.5.3. Keterangan Saksi SUDARTA136

- Bahwa permasalahan Penggugat dan Tergugat I,II tidak mengetahui

tapi kebetulan saksi satu shift dengan Early;

- Bahwa saksi tahu ada mysterious guest setelah kejadian;

- Bahwa ada mysterious guest masuk Hotel mau fitness, kalau mengenai

pembayarannya saksi tidak tahu karena saksi di bagian atas menjaga

kolam renang;

- Bahwa tugas saksi adalah mengawasi tamu yang sedang berenang dan

bantu-batu;

- Bahwa cara bekerja di perusahaan double job kadang instruktur

merangkap bartender, dan kalau ada temen yang mau makan, saksi

gantikan, suka menghandle pekerjaan lain;

- Bahwa saksi tahu ada uang yang tidak disetorkan oleh para Tergugat

begitu kejadian;

- Bahwa waktu itu Perusahaan memang sedang menilai sampai dimana

cara kerja kita;

- Bahwa saksi tidak mengetahui cara penilaian karena saksi tidak dikasih

tahu;

- Bahwa Early tugas di Fitness tapi biasa pegang kebersihan di area

fitness;

- Bahwa kalau tamu luar masuk ke Fitness bukan anggota dikenakan

biaya Rp. 150 ribu;

- Bahwa mekanisme pembayaran tamu luar yang fitness kalau

Yudhasari ada disitu, Yudhasari yang bawa uangnya terus diposting;

- Bahwa selanjutnya setelah tamu bayar uang dimasukkan dijepret terus

closing jam 9 malam;

- Bahwa saksi tidak tahu mengenai uang dari tamu, saksi tahunya ada

tamu dari luar, dan saksi tahu masalah Tergugat I,II hanya mendengar

masalah keuangan saja dan selanjutnya saksi tidak tahu;

136 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

69

Universitas Indonesia

- Bahwa uang dari tamu misterius tersebut disetorkan hari itu juga jam 9

malam sebelum closing dan dimasukkan dalam amplop terus

dimasukkan ke dalam box;

- Bahwa tidak ada bukti perusahaan dirugikan karena uang mysterious

guest sudah disimpan didrower dan biasa dilakukan oleh siapapun

setiap pembayaran tunai disimpan didrower;

- Bahwa saksi lupa lagi apakah setelah dilaporkan ke Polisi esoknya

Tergugat I,II kerja lagi atau tidak;

- Bahwa kalau mengenai voucher tamu dating voucher dikumpulkan;

- Bahwa Tergugat I, II dipanggil Accounting

- Bahwa uang diserahkan sebelum closing;

- Bahwaaccounting menanyakan tentang Mysterious guest;

- Bahwa di Perusahaan ada PKB;

- Bahwa saksi tidak mengetahui kalau Tergugat I,II menerima uang dari

Mysterious guest;

- Bahwa saksi tahu Tergugat I,II menerima uang tunai setelah dipanggil;

- Bahwa saksi tahu uang telah disetor dari Tergugat I,II yang bilang

kepada saksi;

- Bahwa saksi tahu ada investigasi setelah kejadian;

- Bahwa orang yang dating ke Fitness bias pakai voucher dengan cara

membeli, dan kalau langsung dating, voucher disimpan;

- Bahwa Tergugat I,II telah melakukan kesalahan disiplin kerja;

- Bahwa saksi baca PKB namun tidak tahu semua isi PKB tersebut;

- Bahwa tuduhan terhadap Tergugat I,II tidak terbukti di Pengadilan

Negeri;

- Bahwa prosedur kalau menerima uang dari tam uterus tidak ada kasir

maka menyimpan uang didrower biasa dilakukan oleh karyawan;

- Bahwa yang tahu membuka Micros hanya orang tertentu;

- Bahwa kalau saksi menerima uang dan tidak ada kasir maka saksi akan

menjepret uang tersebut dan memasukkannya ke dalam drower;

- Bahwa Early memiliki kartu Micros ia bias langsung posting, tapi bias

disimpan dulu karena waktu closing jam 9 malam;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

70

Universitas Indonesia

- Bahwa seharusnya mengecek uang sudah dimasukkan ke Micros atau

belum harus jam 9, kalau jam 10malam sudah tidak bias;

- Bahwa kalau jam 9 ke bawah masih kewenangan Tergugat sebelum

closing untuk diposting;

- Bahwa tamu yang bayar tidak dicatat seperti dalam Bukti P-18 saksi

baru tahu sekarang, karena Bukti P-18 itu punya Accounting;

- Bahwa kalau menerima uang pembayaran tunai terus ke kasir dan

kalau kasir tidak ada terus uang dijepret dimasukkan ked rower;

- Bahwa semua pembayaran bias dimasukkan ke dalam drower kalau

drower lain saksi tidak tahu;

- Bhawa audit biasanya hanya ngecek mesin ada uang masuk atau tidak;

- Bahwa prioritas di Perusahaan adalah melayani tamu dulu;

- Bahwa Tergugat I,II sudah bekerja kurang lebih 13 tahun;

- Bahwa Tergugat I,II orangnya rajin, dan tidak suka melawan atasan;

- Bahwa tidak ada orang yang mengatakan Tergugat I,II adalah orang

tidak baik;

- Bahwa Yudhasari karyawan teladan jadi pegawai terbaik, dan Early

suka bikin acara di Hotel, prestasinya bagus;

- Bahwa yang menentukan baik tidaknya adalah atasan;

- Bahwa sekarang namanya Grand Audisius bukan Olynpus dan

karyawan bekas Olympus ditransfer ke departemen lain;

- Bahwa saksi tidak tahu di PKB orang yang baik mempunyai kondite

bagus tapi punya kesalahan;

- Bahwa Tergugat II membuat keterangan yang ada dalam Bukti P-15

dalam tekanan;

4.5.4. Keterangan Saksi JUM FRIZAL137

- Bahwa kasus Tergugat I,II waktu saksi menjabat sebagai Ketua SPM,

ada kejadian pelanggaran prosedur kerja dari Manajemen, karena saksi

pernah jasi asisten manager House keeping;

- Bahwa saksi menjabat ketua SPM sejak tahun 2008 s/d 2009;

137 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

71

Universitas Indonesia

- Bahwa waktu Tergugat I,II dipanggil oleh manager tidak didampingi

saksi;

- Bahwa yang dipersoalkan adanya uang yang tidak disetorkan ke kasir

oleh Tergugat I,II;

- Bahwa skorsing sudah dilakukan 6 bulan;

- Bahwa skorsing belum terjadi PHK gajinya dibayar penuh sesuai bukti

skorsing P-10;

- Bahwa selama bekerja hubungan antara Tergugat dengan Manajemen

harmonis;

- Bahwa gaji Tergugat I,II pernah diberhentikan dan saksi pernah lapor

ke Disnaker tapi tidak dibayar;

- Bahwa karena tidak dibayar terus, saksi ke Disnaker lagi dan gaji

dibayar dari bulan Januari 2009 sampai dengan Juli 2010;

- Bahwa sampai sekarang gaji tidak dibayar padahal masih skorsing;

- Bahwa saksi sudah melakukan Bipartit ke Manajer katanya kasus

sudah di Pengadilan;

- Bahwa Manajemen tidak berjanji kalau kasus ini selesai di Pengadilan

akan dipekerjakan kembali;

- Bahwa aturan skorsing PKB 6 bulan dari April gaji dibayar penuh;

- Bahwa Juli 2010 Tergugat I,II tidak bekerja tapi dibayar penuh;

- Tergugat I,II mulai tidak bekerja bulan April 2008;

- Bahwa surat tanggal 21 April 2008 yang menyatakan kalau tidak

terbukti uang servis akan dikembalikan sampai sekarang uang servis

masih di Manager;

- Bahwa setelah 6 bulan, saksi mendatangi Manager dan kata Manager

nunggu Putusan Pengadilan, tapi tidak memperpanjang skorsing;

- Bahwa kalau orangnya sakit, uang servis dikasih, kalau skrorsing tidak

dikasih uang servis.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

72

Universitas Indonesia

4.5.5. Keterangan saksi KAMSU SUGANDHI138

- Bahwa yang saksi ketahui Tergugat digugat Penggugat karena

hubungan disharmonis antara Penggugat dan para Tergugat I,II;

- Bahwa hubungan kurang harmonis dasarnya kasus yang sudah diputus

di Pengadilan Negeri Bandung;

- Bahwa mekanisme pembayaran setiap ada pembayaran biasanya

dilakukan posting atau dimasukkan ke dalam mesin Micros itu kalau

tidak ada halangan;

- Bahwa kalau kerja setiap hari sampai jam 9 malam kalau di bawah jam

9 malam belum pulang, belum diposting bukanlah pelanggaran karena

system posting dilakukan dua kali;

- Bahwa Tergugat I, Early sebagai Bak tender bersih-bersih merangkap

kasir;

- Bahwa Tergugat II, Yudhasari bagian instruktur senam;

- Bahwa sewaktu diposting, uang sudah masuk karena system online

dipembukuan sudah dicatat dan faktanya uang itu ada;

- Bahwa kalau ada orang luar yang masuk bukan member, tamu harus

bayar Rp. 150 ribu;

- Bahwa saksi dengar setelah kejadian, saksi diberi tahu dan dipanggil

dengan pengurus lainnya katanya ada penggelapan;

- Waktu saksi dipanggil bulan April 2008 disitu ada saksi, manager

personalia, Jum Frizal, Manager, Security;

- Bahwa waktu itu serikat pekerja dan pengurus bipartite akan tetapi

tidak ada kata sepakat karena Tergugat I,II tidak mau mundur;

- Bahwa kalau bukan member harus bayar Rp. 150 ribu ditunjukkan

voucher dan voucher dikembalikan ke kasir;

- Bahwa yang saksi dengar uang oleh Tergugat I,II disetorkan sebelum

jam 9 malam, sudah disetorkan ke bagian Accounting;

- Bahwa kalau di PKB skorsing 6 bulan gaji dipenuhi dan servis

ditangguhkan, karena tidak salah maka servis dibayarkan;

- Bahwa PKB tidak merumuskan dengan jelas tentang uang servis;

138 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

73

Universitas Indonesia

- Bahwa kalau skorsing, uangs ervis dibayar kalau tidak bersalah;

- Bahwa di PKB tidak ada aturan khusus uang servis;

- Bahwa saksi tidak mengetahui Tergugat I,II menerima langsung uang

dari tamu karena saksi hanya dengar saja Tergugat I,II menerima

langsung dari tamui;

- Bahwa uang oleh Tergugat I,II diserahkan kepada Accounting pada

hari itu juga;

- Bahwa uang di pembukuan Hyatt ada masuk pada hari itu juga;

- Bahwa Tergugat I,II menolak tuduhan penggelapan karena sebelum

tutup buku sudah diposting, otomatis di Accounting ada

pembukuannya;

- Bahwa yang saksi tahu sudah diposting oleh Tergugat I,II;

- Bahwa kalau ada uang disimpan did rower sudah biasa kalau

menerima uang dari tamu;

- Bahwa jam 9 malam closing dan Tergugat I,II closing sebelum jam 9

malam;

- Bahwa Tergugat I,II dipanggil Accounting jam 5 sore;

- Bahwa Tergugat I,II dipanggil sudah diposting atau belum;

- Bahwa masalah uang disimpan di saku Early dulu saksi tidak tahu;

- Bahwa kalau Tergugat II Yudhasari menyimpan uang did rower;

- Bahwa Tergugat II Yudhasari dipostingnya pada saat kejadian ada

laporannya ada buktinya di Accounting;

- Bahwa orang yang dipercaya sebagai kasir punya kartu Micros dan

Early yang dipercaya dan Early bias posting;

- Bahwa kalau prosedur, saksi lupa lagi tapi posting bias kemudian,

menunda posting dibenarkan untuk menerima tamu;

- Bahwa mengenai Bukti P-16 karena saksi tidak lihat kejadian jadi

tidak tahu;

- Bahwa kalau menunda posting adalah kebiasaan;

- Bahwa kalau tidak bisa posting jalan keluarnya uang disimpan dulu di

drower yang satu karena drower tidak bisa dibuka;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

74

Universitas Indonesia

- Bahwa drower pakai mesin dan ada disebelah, kalau drower yang lain

saksi tidak tahu;

- Bahwa pada waktu bipartit dibicarakan tidak ada transaksi tunai dan

tidak ada tamu saksi tidak begitu tahu;

- Bahwa bukti P-17 temuan saksi tidak tahu;

- Bahwa menunda posting biasanya dengan alasan tertentu;

- Bahwa Tergugat I,II tidak pernah diberi peringatan I,II,III;

- Bahwa teman-teman yang di Olympus ditransfer ke bagian lain ada ke

bagian cuci piring dan lain-lain;

- Bahwa ada kemungkinan Tergugat I,II bisa ditempatkan di tempat lain;

- Bahwa Tergugat I,II menginginkan tetap bekerja;

- Bahwa bila Tergugat I,II ditempatkan di bagian cuci piring, saksi tidak

tahu;

- Bahwa pelanggaran keterlambatan posting merupakan kesalahan

prosedur;

- Bahwa pelanggaran prosedur diketahui Managernya Dominggus Pota;

- Bahwa kalau ada kesalahan-kesalahan yang tanggung jawab adalah

Manager.

4.5.6. Keterangan saksi R.INDARTRIANNI,S.H.139 (mediator perkara aquo

di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandung)

- Bahwa yang saksi tahu ialah saksi waktu itu yang buat risalah dan

anjuran;

- Bahwa waktu itu usulan perusahaan, Tergugat I,II melakukan

pelanggaran berat dan dimediasi tidak sepakat;

- Bahwa berdasarkan mediasi pelanggaran berat, karena pada waktu itu

putusan pidananya belum keluar jadi belum teruji;

- Bahwa pelanggaran berat tersebut sudah dilaporkan ke Polisi, dan

saksi waktu itu menolak pelanggaran berat;

- Bahwa waktu mediasi ada alasan pada PKB itu pelanggaran berat;

139 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

75

Universitas Indonesia

- Bahwa waktu mediasi masalahnya perselisihan pemutusan hubungan

kerja alasannya pelanggaran berat;

- Bahwa waktu diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial dimintakan

PHK;

- Bahwa waktu diajukan kepada saksi tentang perselisihan PHK karena

kesalahan berat, pada saat itu belum terjadi PHK karena belum ada

putusan dari pengadilan;

- Bahwa PHK karena kesalahan berat berdasarkan surat edaran Menteri

harus ada putusan dari pengadilan dan kalau dalam putusan pengadilan

tidak terbukti pekerja seharusnya dipekerjakan kembali;

- Bahwa setelah ada putusan dari Pengadilan Negeri Bandung tidak ada

permohonan mediasi lagi, karena tidak ada mediasi dua kali untuk

kasus yang sama tentang PHK;

- Bhawa salah satu syarat mengajukan gugatan sudah ada mediasinya,

mau terbukti atau tidaknya terserah pengadilan.

4.5.7. Keterangan saksi ahli MARSANA,S.H.,M.Hum140

- Bahwa saksi tidak tahu persoalan persisnya atara Penggugat dengan

Tergugat, yang saksi tahu garis besarnya saja;

- Bahwa yang saksi ketahui awal PHK kesalahan berat itu informasi dari

mediasi;

- Bahwa yang mengajukan PHK perusahaan;

- Bahwa kalau kesalahan karena tindak pidana maka harus dibuktikan

tindak pidananya dan kalau tidak bersalah tidak bisa di PHK;

- Bahwa kalau alasan kesalahan berat karena tindak pidana, jadi harus

tindak pidananya terbukti kalau pidananya tidak terbukti tidak bisa di

PHK, karena menurut pasal 160 kalau tidak terbukti harus

dipekerjakan kembali;

- Bahwa mekanisme PHK diatur dalam pasal 151;

- Bahwa pasal 161 Perusahaan bisa mem PHK pekerja yang melanggar

PKB, tapi dengan surat peringatan;

140 Ibid

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

76

Universitas Indonesia

- Bahwa kalau pekerja melakukan pelanggaran yang ditetapkan dalam

PKB dapat di PHK setelah peringatan 1,2;

- Bahwa pengertian disharmonisasi akibat adanya terjadi PHK

mengakibatka hubungan kerja tidak harmonis;

- Bahwa disharmonisasi kesalahan berat, karena pasal 161

disharmonisasi bisa tidak alasan PHK tergantung;

- Bahwa kalau pekerja melakukan pelanggaran harus ada surat

peringatan I,2;

- Bahwa saksi tahu perkara ini sudah dimediasi;

- Bahwa waktu PKB didaftarkan sebelumnya dibaca dulu;

- Bahwa boleh saja kesalahan berat di PHK asal bisa dibuktikan;

- Bahwa bisa saja kesalahan berat mengakibatkan disharmonisasi;

- Bahwa kalau Penggugat ingin PHK dan Tergugat I,II ingin kerja jadi

tidak harmonis lagi, tapi alasan PHK apa sebenarnya;

- Bahwa kalau tidak salah alasan PHK permohonan perusahaan adalah

kesalahan berat;

- Bahwa kedudukan PKB dengan Undang-Undang yaitu PKB mengikat

sebagai Undang-Undang;

- Bahwa tidak mungkin ada 2 mediasi dalam kasus yang sama;

- Bahwa mengenai Disnaker menyurati Penggugat untuk membayar

kepada pekerja, itu bukan kapasitas saksi;

- Bahwa saksi tahu ada PKB di Hyatt namun lupa tanggal berlakunya;

- Bahwa kalau masa berlakunya PKB telah habis maka bisa

diperpanjang 1 tahun;

- Bahwa kalau ada perselisihan akan tetapi masa berlakunya PKB telah

habis bisa mengacu ke PKB lama;

- Bahwa kalau dulu pernah melakukan mediasi ternyata tindakan tidak

terbukti bisa mengajukan lagi, tapi dilihat lagi dengan alasan mediasi

yang lama, apakah ada relevansinya;

- Bahwa masa pedoman skorsing mengacu pada PKB.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

77

Universitas Indonesia

4.6. Analisis Kasus

4.6.1. Analisis Fakta

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini berawal pada tanggal 16 April

2008, Early Sobarly (Tergugat I) dan Yudhasari Pardikan (Tergugat II) (Tergugat

I dan Tergugat II selanjutnya disebut Para Tergugat) melayani 2 (dua) orang

mysterious guest yang bukan anggota Club Olympus, Hotel Hyatt Regency

Bandung (Hotel HRB) yang hendak menggunakan fasilitas fitness. Mysterious

guest ke-1 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar pukul

15.16 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,- (seratus lima

puluh ribu rupiah) kepada Tergugat II, mysterious guest ke-2 tiba di Club

Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar pukul 16.24 WIB dan melakukan

pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) kepada

TERGUGAT I;

Pada sore hari ketika hendak closing, Income Auditor mengadakan

pengecekan ke Club Olympus, Hotel HRB, Income Auditor tidak menemukan

adanya guest check dan transaksi tunai terhadap kedua mysterious guest tersebut.

Pada waktu Income Auditor menanyakan tentang kedua mysterious guest tersebut

kepada Para Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak ada transaksi tunai,

sedangkan Tergugat II juga mengatakan bahwa Misterious Guest ke-1 tidak

membayar tunai akan tetapi memakai Voucher CATH atas nama Dewi.

Atas keterangan tersebut Income Auditor menuliskan laporan bahwa Para

Tergugat telah melakukan penggelapan uang dari kedua mysterious guest yang

dikirim oleh Perusahaan guna mengecek kredibilitas dan kejujuran setiap

karyawan Hotel Hyatt Regency Bandung. Atas penemuan tersebut, Income

Auditor selanjutnya melaporkan kepada Direktur Keuangan Hotel HRB dan

Direktur Keuangan Hotel HRB kemudian memanggil Para Tergugat dan bertanya

kepada Para Tergugat secara bergantian.

Berdasarkan keterangan Para Tergugat kepada Direktur Keuangan Hotel

HRB, Tergugat I akhirnya mengakui bahwa ada tamu yang membayar tunai dan

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

78

Universitas Indonesia

uangnya disimpan di saku celana Tergugat I, dan Tergugat II juga mengakui

bahwa Misterious Guest ke-1 bukan bernama Dewi dan tidak membayar dengan

Voucher CATH melainkan secara tunai sebesar Rp.150.000 (seratus lima puluh

ribu rupiah) serta uang tersebut tidak disimpan di cash drawer Club melainkan di

laci yang hanya diketahui Tergugat II;

Atas tindakan Para Tergugat yang telah memberikan keterangan bohong

kepada Income Auditor maka PT. Sinar Mulia Perkasa sebagai pemilik Hotel

Hyatt Regency Bandung (Penggugat) mengeluarkan surat skorsing dalam Proses

PHK selama 6 bulan kepada Para Tergugat pada tanggal 21 April 2008.

Tindakan Penggugat pada kasus ini benar, Penggugat melakukan skorsing

terlebih dahulu selama 6 bulan kepada Para Tergugat dan tidak langsung

mengeluarkan surat Pemutusan Hubungan Kerja. Karena berdasarkan Pasal 151

ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dinyatakan bahwa

Pemutusan Hubungan Kerja hanya sah setelah memperoleh penetapan dari

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Alasan PHK yang dilakukan Penggugat karena Para Tergugat tidak lolos

dalam uji kejujuran yang dilakukan Penggugat selaku pengusaha merupakan hal

yang wajar, karena setelah diuji melalui 2 (dua) orang mysterious guest tersebut

Para Tergugat jelas terbukti tidak jujur/berbohong, dimana Para Tergugat telah

berbohong kepada Income Auditor yang diperintahkan Penggugat untuk menguji

tingkat kejujuran di divisi tempat Para Tergugat bekerja. Pada waktu Income

Auditor menanyakan tentang kedua mysterious guest tersebut kepada Para

Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak ada transaksi tunai, sedangkan

Tergugat II juga mengatakan bahwa Misterious Guest ke-1 tidak membayar tunai

akan tetapi memakai Voucher CATH atas nama Dewi.

Setelah kejadian di atas, Penggugat telah hilang kepercayaan kepada Para

Tergugat, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara

Penggugat dengan Para Tergugat, sehingga apabila dibiarkan kondisi di atas, akan

menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif baik antara Penggugat dengan

Para Tergugat, maupun antara Para Tergugat dengan pekerja lainnya. Dengan

demikian sangat beralasan hukum apabila Penggugat meminta kepada Pengadilan

Hubungan Industrial dengan alasan hubungan kerja yang tidak harmonis.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

79

Universitas Indonesia

Berdasarkan Alinea III Penjelasan Umum UU No. 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Hubungan Industrial menyebutkan :

“hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang

didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu

hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat

dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap

mempertahankan hubungan yang harmonis.”

Berdasarkan ketentuan di atas, disharmonisasi terjadi apabila salah satu

pihak tidak menghendaki lagi untuk melanjutkan hubungan kerja. Pada kasus ini

Salah satu pihak yaitu Penggugat nyata-nyata sudah tidak menghendaki lagi

untuk melanjutkan hubungan kerja atau mempekerjakan Para Tergugat karena

sudah tidak mempercayai kejujuran Para Tergugat, dengan demikian sesuai

Amanat Alinea III Penjelasan Umum UU No. 2 Tahun 2004 sudah sulit bagi para

pihak untuk tetap mempertahankan hubungan kerja yang harmonis.

Ada beberapa Putusan Mahkamah Agung yang bisa dijadikan rujukan

bahwa Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan disharmonisasi adalah sah dan

dapat dibenarkan oleh hukum, diantaranya:

1. Putusan MA-RI No. 502 K/Pdt.Sus/2009 tanggal 15 Juni 2010, patut

dijadikan rujukan apabila ada salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk

melanjutkan hubungan kerja, yang dalam pertimbangannya Halaman 22

menyatakan:

“…..berdasarkan alinea III Penjelasan Umum UU No. 2Tahun 2004, Judex factie seharusnya menyatakanhubungan kerja putus ……..dan seterusnya”.

2. Putusan MA-RI No. 225 K/Pdt.Sus/2011, dalam pertimbangannya Halaman

24, telah menyatakan :

- Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sudahtidak harmonis dengan adanya PHK oleh Tergugat dan di tindaklanjuti dengan Surat Skorsing

- Bahwa sesuai penjelasan UU No. 2 Tahun 2004, yaitu apabila salahsatu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat hubungan kerja ,maka sulit bagi para pihak untuk memper tahankan hubungan kerjayang harmonis;

- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untukkemanfaatan kedua belah pihak , maka adil hubungan ker ja putusdengan alasan disharmonis

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

80

Universitas Indonesia

3. Putusan MA-RI No. 743.K/Pdt.Sus/2010 telah membatalkan Putusan PHI

pada PN Tanjung Pinang No. 42/G/2009/PHI.PN.TPI. tanggal 3 Maret 2010,

dalam pertimbangannya pada halaman 17, Majelis Hakim menyatakan:

“Pekerja telah diputuskan oleh Judex Facti untuk bekerja kembali,demi sosial jika dilanjutkan hubungan kerja akan bisa menimbulkandisharmonisasi,......“.;

Dengan demikian alasan Penggugat melakukan Pemutusan Hubungan

Kerja dengan alasan disharmonisasi yang disebabkan Para Tergugat berbohong

ketika diuji kejujuran oleh Penggugat melalui 2 (dua) orang Misterious Guest

sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan Penggugat kepada Para Tergugat

adalah sesuai dengan hukum yang berlaku.

4.6.2. Analisis Yuridis tentang Pertimbangan Hakim Mengenai Kekuatan

Yuridis Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara Antara PT Sinar

Mulia Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI

Pada PN Bandung, dengan No Register Perkara

41/G/2011/PHI/PN.BDG

Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi

atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan

pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi

fakta-fakta yang terang.141

UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.

Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di

luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR142, yang disebut bukti adalah :

a. Bukti surat ;

b. Bukti saksi ;

c. Sangkaan ;

d. Pengakuan ;

e. Sumpah ;

141 Bambang Poernomo, Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara PeradilanPidana dalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981, cet. 1, ed. 1 (Yogyakarta: Liberty, 1986),hal. 38.

142R. Tresna, Komentar HIR. (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hal 141

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

81

Universitas Indonesia

Di dalam kasus ini, Penggugat mengajukan alat bukti di persidangan

berupa alat bukti surat sebanyak 22 surat (P1 sampai P22), dan alat bukti

keterangan Saksi. Penggugat mengajukan 2 (dua) orang Saksi yaitu M. YUSUP

dan RIAN MILANA TUMANGGOR. Sementara itu Para Tergugat mengajukan

Alat bukti surat sebanyak 5 surat (T1-T5) dan keterangan Saksi . Para Tergugat

mengajukan 5 (lima) orang Saksi yaitu SUDARTA, JUM FRIZAL, KAMSU

SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H., MARSANA,SH.M.Hum.

Dalam pembuktian perkara perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja di

Pengadilan Hubungan Industrial, baik Penggugat maupun Para Tergugat dapat

mengajukan alat bukti yang diperlukan dalam hal mencari kebenaran formil yang

diperlukan. Pembuktian yang dilakukan mengenai argumentasi atau dalil yang

didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara,

merupakan bagian yang paling penting dalam hukum acara di pengadilan.143

Termasuk di Pengadilan Hubungan Industrial. Pembuktian dalam perkara

perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja haruslah diorientasikan untuk

menemukan kebenaran yang hakiki dari pokok perkara yang sedang

diperselisihkan.

Di dalam pemeriksaan perkara perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

ini, yang sering dipakai dan juga paling menentukan adalah:

(i) Alat Bukti Surat

(ii) Keterangan Saksi yang diajukan, baik oleh Penggugat maupun

Para Tergugat.

Di dalam kasus ini, alat bukti yang diajukan baik oleh Penggugat maupun

Para Tergugat adalah alat bukti surat dan keterangan saksi. Dari alat bukti yang

diajukan di persidangan, keterangan saksi sangat dominan diambil oleh Majelis

Hakim untuk dijadikan dasar dalam pertimbangannya.

Dari keterangan saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-

keterangan yang dapat diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik

yang diketahuinya maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan

saksi yang demikian harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut

diketahuinya, ada saksi yang dengan sengaja diminta untuk turut serta

143 Jimly Asshiddiqie (b), op. cit., hal. 201.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

82

Universitas Indonesia

menyaksikan suatu peristiwa hukum atau perbuatan hukum yang dilakukan. Ada

juga yang secara kebetulan melihat dan mendengar peristiwa hukum tertentu.144

Keterangan alat bukti keterangan Saksi dianggap sah sebagai alat bukti

apabila memenuhi syarat baik syarat formil maupun syarat meteriil.Menurut

undang-undang, terdapat beberapa syarat formil yang melekat pada alat bukti,

yang terdiri dari:

1) Orang yang Cakap Menjadi Saksi

Undang-undang membedakan orang yang cakap (competence ) menjadi

saksi dengan orang yang dilarang atau tidak cakap ( incompetency )

menjadi saksi. Berdasarkan prinsip umum, setiap orang dianggap cakap

menjadi saksi kecuali undang-undang sendiri menentukan lain. Dan

apabila undang –undang telah menentukan orang tertentu memberikan

keterangan sebagai saksi, maka secara yuridis orang yang bersangkutan

termasuk kategori tidak cakap sebagai saksi. Orang yang demikian oleh

hukum tidak memenuhi syarat formil sebagai saksi, karena orang demikian

dilarang didengar keterangannya sebagai saksi.

Orang yang dilarang didengar sebagai saksi, diatur secara enumerative

dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal 1909 KUH Perdata

yang terdiri dari:

a. Kelompok yang tidak cakap secara absolute

b. Kelompok saksi yang tidak cakap secara relative

Di dalam kasus ini semua Saksi baik yang diajukan oleh Penggugat yaitu

Saksi M. YUSUP dan RIAN MILANA TUMANGGOR maupun yang

diajukan oleh Para Tergugat yaitu Saksi SUDARTA, JUM FRIZAL,

KAMSU SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H.,

MARSANA,SH.M.Hum adalah orang yang cakap dan tidak termasuk

katagori orang yang dilarang didengar sebagai saksi sebagaimana di atur

dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal 1909 KUH Perdata.

Dengan demikian syarat formil bahwa seorang saksi harus cakap dan tidak

termasuk katagori orang yang dilarang didengar sebagai saksi

144 Maruarar Siahaan, op. cit., hal. 139.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

83

Universitas Indonesia

sebagaimana di atur dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal

1909 KUH Perdata, terpenuhi.

2) Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan

Keterangan saksi harus diberikan atau disamaikan di depan sidang

pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 141 HIR, Pasal 171 RBG

maupun dalam Pasal 1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan di atas,

keterangan yang sah sebagai alat bukti adalah yang diberikan di depan

persidangan.145

Berdasarkan pengamatan penulis selama persidangan berlangsung, semua

saksi dalam kasus ini memberikan atau menyampaikan keterangan di depan

persidangan. Dengan demikian syarat formil bahwa seorang saksi harus

memberikan atau menyampaikan keterangannya di depan persidangan terpenuhi.

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, maka semua saksi yang

diajukan di Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung dalam kasus ini

telah memenuhi syarat formil keterangan alat bukti saksi.

Selain syarat formil yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat

dijadikan sebagai alat bukti saksi yang sah, maka harus memenuhi syarat materiil.

Syarat materiil ini bersifat kumulatif, bukan alternatif. Apabila salah satu

diantaranya tidak terpenuhi, mengakibatkan keterangan yang diberikan saksi

mengandung cacat materiil, oleh karena itu keterangann tersebut tidak sah sebagai

alat bukti.

Syarat materiil yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dijadikan

alat bukti yang sah adalah:

1. Keterangan satu orang saksi tidak sah sebagai alat bukti.

Berdasarkan Pasal 169 HIR, Pasal 1905 KUH Perdata dinyatakan

bahwa keterangan satu orang saksi saja, tidak dapat dipercaya, agar sah

sebagai alat bukti, harus ditambah dengan suatu alat bukti yang lain. Dalam

putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya banyak menggunakan

keterangan satu orang saksi saja tanpa didukung dengan alat bukti yang lain

sehingga bertentangan dengan Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata.

145 R. Subekti, R.Tjitrosudibio, op. cit.,425

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

84

Universitas Indonesia

Pasal 169 HIR disebutkan bahwa:“Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alatbukti yang lain, di dalam hukum tidak dapat dipercaya.”Pasal 1905 KUH Perdata, disebutkan bahwa:Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalamPengadilan tidak boleh dipercaya.

Di dalam hukum acara perdata dikenal istilah “Unus testis nullus testis”

bahwa satu orang saksi bukanlah saksi, sehingga keterangan satu orang saksi

tanpa didukung dengan alat bukti lain tidak bisa dikatagorikan sebagai satu alat

bukti karena tidak memenuhi syarat materiil alat bukti saksi. Pada halaman 44

paragraf 3 Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Para Tergugat orangnya rajin dan

tidak suka melawan atasan, hanya didasarkan penilaian saksi SUDARTA dan

mengabaikan alat bukti surat yang diajukan Penggugat (bukti P-14 dan P-15)

yaitu tentang pengakuan bahwa Para Tergugat telah berbohong dan berkata tidak

jujur pada saat dilakukan pengetesan tingkat kejujuran Para Tergugat oleh

Penggugat.

Pada bagian lain yaitu pada halaman 46 paragraf 3, Majelis Hakim

mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan hanya

didasarkan keterangan satu orang saksi saja yaitu berdasarkan keterangan

KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang diajukan Penggugat

(Vide bukti P-16) yaitu policies and procedures yang mensyaratkan posting harus

dilakukan segera;

Selain itu pada halaman 49 paragraf 2, Majelis Hakim berkesimpulan

bahwa Pemutusan hubungan kerja dengan alasan Disharmonisasi tidak dapat

diterima karena tidak ada aturan atau pasal di dalam UU No.13 tahun 2003 yang

mengatur tentang pemutusan hubungan kerja dengan alasan Disharmonisasi.

Kesimpulan ini hanya didasarkan keterangan satu orang saksi saja yaitu

MARSANA;

Dari uraian di atas, diketahui bahwa pertimbangan-pertimbangan Majelis

Hakim hanya berdasarkan keterangan satu orang saksi saja dan keterangan antara

satu orang saksi dengan yang lain tidak saling berhubungan satu sama lain

sehingga masing-masing keterangan saksi berdiri sendiri. Lagi pula keterangan

saksi yang berdiri sendiri tersebut tidak didukung oleh alat bukti yang lain;

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

85

Universitas Indonesia

Berdasarkan Putusan MA-RI No. 891 K/Sip/1983 dinyatakan bahwa

Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum pembuktian karena putusan

yang dijatuhkan hanya berdasarkan keterangan seorang saksi saja tanpa didukung

oleh alat bukti lain yang sah menurut hukum.

Dengan demikian Pertimbangan Hakim tidak boleh berdasarkan

keterangan satu orang saksi saja karena pertimbangan tersebut dapat dikatagorikan

sebagai suatu pertimbangan yang menyalahi hukum pembuktian karena

bertentangan dengan pasal 169 HIR, Pasal 1905 KUH Perdata dan Yurisprudensi

MA-RI No. 891 K/Sip/1983.

2. Keterangan berdasarkan Alasan dan sumber pengetahuan

Berdasarkan Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata

dinyatakan bahwa keterangan yang diberikan saksi harus memiliki landasan

pengetahuan . Landasan pengetahuan ini merupakan sebab atau alasan

pengetahuan yang diterangkannya. Keterangan yang tidak memiliki sebab alasan

yang jelas, tidak memenuhi syarat materiil sebagai alat bukti saksi.

Syarat materiil saksi sebagai alat bukti berdasarkan pasal 171 HIR adalah

keterangan seseorang yang harus berdasarkan sumber pengetahuan yang jelas.

Dan sumber pengetahuan yang dibenarkan hukum mesti merupakan

pengalaman, penglihatan, atau pendengaran yang bersifat langsung dari peristiwa

atau kejadian yang berhubungan dengan pokok perkara yang disengketakan para

pihak.

Landasan sumber pengetahuan yang dianggap sah dan memenuhi syarat,

harus memenuhi salah satu unsur di bawah ini:

a) Berdasarkan pengalaman saksi sendiri

Saksi mengalami sendiri hal-hal yang diterangkannya di persidangan, dan

apa yang dialaminya itu benar-benar berkaitan langsung dengan perkara

yang disengketakan.

b) Berdasarkan penglihatan saksi sendiri

Saksi dengan mata kepala sendiri melihat hal itu terjadi. Tidak dibenarkan

penglihatan berdasarkan ramalan, tetapi melihat fisik apa yang

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

86

Universitas Indonesia

diterangkannya sehubungan dengan kasus perkara yang disengketakan

para pihak.

c) Berdasarkan pendengaran saksi sendiri

Agar keterangan saksi yang bersumber dari pendengaran itu sah diajukan

sebagai alat bukti, pendengaran itu harus bersifat spesifik. Saksi dapat

menjelaskan kapan waktu, tempat, dan pihak yang ada pada saat

Ketrerangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan

orang lain yang disampaikan kepadanya adalah :

1. Berada diluar kategori keterangan saksi yang dibenarkan pasal 171 HIR

dan pasal 1907 KUHPerdata.

2. Keterangan saksi yang demikian hanya berkualitas sebagai testimonial de

auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar orang lain.

3. Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang

mengalami, melihat, atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara

yang disengketakan.

Bentuk keterangan yang demikian dalam Common Law disebut hearsay

evidence. Keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan, berisi keterangan

yang disampaikan tangan pertama (first-hand hearsay) kepada saksi. Dalam

Common Law, terdapat berbagai aturan atau ketentuan yang bersifat eksepsional

yang membolehkan dan menerima hearsay sebagai alat bukti saksi (testimonial

evidence). Akan tetapi jika tidak ada hal yang eksepsional, hearsay evidence

dilarang secara absolut (absolutely prohibited), meskipun keterangan yang

diberikan benar-benar dipercaya (reliable).

Dari putusan ini dapat dilihat, meskipun saksi yang diajukan jumlahnya

banyak, tetapi oleh karena keterangan yang diberikan tidak memiliki sumber

pengetahuan yang jelas, semua pernyataan saksi de auditu dinyatakan tidak sah

sebagai alat bukti, karena tidak memenuhi syarat materiil yang digariskan Pasal

171 ayat (1) HIR, Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata dan pasal 308 RBG.

Di dalam putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya banyak

menggunakan keterangan saksi de auditu tanpa didukung oleh satupun alat bukti

yang sah menurut hukum. Dalam pertimbangannya, halaman 45 paragraph 2

menyebutkan sebagai berikut:

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

87

Universitas Indonesia

“Bahwa berdasarkan keterangan KAMSU SUGANDHI menerangkan

bahwa Tergugat I dan Tergugat II sudah menyetorkan uang sebelum

jam 9.00 yang hari itu juga dilakukan pembukuan…….”

Keterangan saksi KAMSU SUGANDHI seharusnya tidak diambil sebagai

pertimbangan Majelis Hakim, karena pada halaman 35 dan 36 dinyatakan bahwa

saksi dengar setelah kejadian dan saksi tidak lihat kejadian jadi saksi tidak

tahu.

Di bagian lain putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya,

halaman 44 paragraf 3 disebutkan sebagai berikut:

“Bahwa berdasarkan keterangan saksi SUDARTA…..para Tergugat dipanggil

oleh Accounting sebelum closing yang menanyakan Mysterious Guest”

Bahwa keterangan saksi KAMSU SUGANDHI seharusnya tidak diambil

sebagai pertimbangan, karena pada halaman 31 disebutkan bahwa Saksi tidak

mengetahui permasalahan Penggugat dan Tergugat I,II tapi kebetulan saksi

satu ship dengan Early (Tergugat I) dan Saksi tidak melihat kejadian karena

karena saksi di bagian atas menjaga kolam renang”

Berdasarkan ketentuan Pasal 171 HIR disebutkan bahwa:

1. Tiap-Tiap kesaksian harus berdasarkan pengetahuan

2. Pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa , yang disusun

dengan kata akal, bukan kesaksian.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, seorang saksi haruslah memberi

kesaksian tentang suatu peristiwa yang dia lihat, dia dengar atau dia saksikan

sendiri dan saksi tidak boleh memberikan kesaksian berdasarkan pendapatnya.

Berdasarkan keterangan saksi KAMSU SUGANDI yaitu saksi mendengar

dari orang lain keesokan harinya dan Saksi tidak melihat dan menyaksikan sendiri

kejadian tersebut sehingga saksi tidak tahu kejadiannya, maka jelas dan terang

bahwa saksi KAMSU SUGANDI tidak memenuhi syarat materiil sebagai seorang

saksi.

Sementara itu, berdasarkan keterangan saksi SUDARTA bahwa dia tidak

mengetahui Persoalan antara Penggugat dan Para Tergugat dan dia berada jauh di

tempat kejadian yaitu di Kolam renang Hotel yang letaknya berjauhan dengan

tempat kejadian sehingga tidak mengetahui kejadiannya, maka jelas dan terang

bahwa saksi SUDARTA tidak memenuhi syarat materiil sebagai seorang saksi.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

88

Universitas Indonesia

Oleh karena KAMSU SUGANDI dan SUDARTA tidak melihat,

mendengar atau menyaksikan sendiri karena pada saat kejadian KAMSU

SUGANDHI sedang libur dan saksi SUDARTA tidak ada di tempat kejadian,

dengan demikian keterangan saksi KAMSU SUGANDHI dan saksi SUDARTA

tidak boleh diambil dalam pertimbangan Majelis Hakim karena tergolong sebagai

Saksi de auditu;

Saksi De Auditu bukanlah termasuk alat bukti saksi karena tidak

memenuhi persyaratan seorang saksi, sehingga keterangan seorang saksi De

Auditu haruslah ditolak apalagi keterangan yang diberikan tidak didukung dengan

alat bukti yang lainnya. Dari uraian tersebut di atas, telah nyata bahwa Majelis

Hakim di dalam pertimbangannya telah mengambil keterangan saksi de auditu

sehingga bertentangan dengan Pasal 171 HIR.

4.7. Kesimpulan

Berdasarkan analisis fakta dan Analisis Yuridis tentang Pertimbangan

Hakim Mengenai Kekuatan Yuridis Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara

Antara PT Sinar Mulia Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan

di PHI Pada PN Bandung, dengan No Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan Penggugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan

disharmonisasi yang disebabkan Para Tergugat berbohong ketika diuji

kejujuran oleh Penggugat melalui 2 (dua) orang Misterious Guest sehingga

menyebabkan hilangnya kepercayaan Penggugat kepada Para Tergugat adalah

sesuai dengan hukum yang berlaku

2. Sistem pembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan

Industrial adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.

Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif

menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan apabila alat bukti

tersebut secara limitatif ditentukan dalam undang-undang. Namun demikian,

dalam kasus ini, Majelis Hakim cenderung menggunakan sistem pembuktian

menurut undang-undang secara negatif, dimana terjadi peramuan antara sistem

pembuktian menurut undang-undang secara positif dan sistem pembuktian

berdasarkan persangkaan hakim. Karakteristik sistem pembuktian menurut

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

89

Universitas Indonesia

undang-undang secara negatif sangat terlihat jelas, dimana keterangan saksi de

auditu sangat dominan dalam mempengaruhi persangkaan hakim dalam

memutuskan perkara ini sehingga banyak sekali keterangan saksi de auditu

yang diambil sebagai dasar pertimbangannya bahkan keterangan saksi de

auditu dapat mengenyampingkan alat bukti surat. Sebagai contoh di halaman

46 paragraf 3 di Putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ini, Majelis Hakim

mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan

hanya didasarkan keterangan satu orang saksi de auditu saja yaitu berdasarkan

keterangan KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang

diajukan Penggugat (bukti P-16) yaitu policies and procedures yang

mensyaratkan posting harus dilakukan segera.

3. Keterangan saksi de auditu tidak dapat digunakan sebagai alat bukti langsung,

tetapi harus di dukung dengan alat bukti lain. Namun demikian apabila

keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu

sama lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa,

maka keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut dapat diambil menjadi

persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai dasar

dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara. Peranan keterangan saksi

de auditu dalam perkara ini dapat dikatakan yang paling dominan. Hal ini

dapat terlihat dalam pertimbangan Majelis Hakim tersebut, dimana keterangan

saksi de auditu yang diajukan oleh Para Tergugat sangat mempengaruhi

persangkaan hakim dalam menjatuhkan putusan akhir.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

90

Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari uraian yang terkait dengan bagaimanakah kekuatan yuridis

keterangan saksi de auditu dalam Pembuktian di Pengadilan Hubungan Industrial

sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Sistem pembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan

Industrial adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.

Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif

menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan apabila alat bukti

tersebut secara limitatif ditentukan dalam undang-undang. Namun demikian,

dalam kasus ini, Majelis Hakim cenderung menggunakan sistem pembuktian

menurut undang-undang secara negatif, dimana terjadi peramuan antara sistem

pembuktian menurut undang-undang secara positif dan sistem pembuktian

berdasarkan persangkaan hakim. Karakteristik sistem pembuktian menurut

undang-undang secara negatif sangat terlihat jelas, dimana keterangan saksi de

auditu sangat dominan dalam mempengaruhi persangkaan hakim dalam

memutuskan perkara ini sehingga banyak sekali keterangan saksi de auditu

yang diambil sebagai dasar pertimbangannya bahkan keterangan saksi de

auditu dapat mengenyampingkan alat bukti surat. Sebagai contoh di halaman

46 paragraf 3 di Putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ini, Majelis Hakim

mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan

hanya didasarkan keterangan satu orang saksi de auditu saja yaitu berdasarkan

keterangan KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

91

Universitas Indonesia

diajukan Penggugat (bukti P-16) yaitu policies and procedures yang

mensyaratkan posting harus dilakukan segera.

2. Keterangan saksi de auditu tidak dapat digunakan sebagai alat bukti langsung,

tetapi harus di dukung dengan alat bukti lain. Namun demikian apabila

keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu

sama lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa,

maka keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut dapat diambil menjadi

persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai dasar

dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara. Peranan keterangan saksi

de auditu dalam perkara ini dapat dikatakan yang paling dominan. Hal ini

dapat terlihat dalam pertimbangan Majelis Hakim tersebut, dimana keterangan

saksi de auditu yang diajukan oleh Para Tergugat sangat mempengaruhi

persangkaan hakim dalam menjatuhkan putusan akhir.

5.2. Saran

Sehubungan dengan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis

mencoba mengemukakan beberapa saran yang kiranya akan bermanfaat sebagai

upaya untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam penanganan dan

menyelesaikan perkara perselisihan pemutusan hubungan kerja . Saran-saran

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hakim sebaiknya menjadikan fakta di persidangan sebagai persangkaan

hakim, apabila fakta itu didasarkan kepada alat bukti yang sah atau setidak-

tidaknya didukung dengan alat bukti lain yang sah menurut undang-undang.

Keterangan yang berasal dari beberapa orang saksi de auditu dapat diambil

menjadi persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai

dasar dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara, dengan syarat

keterangan beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu sama

lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa.

2. Hakim sebaiknya tidak mengambil keterangan yang hanya diberikan satu

orang saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan Hakim apabila keterangan

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

92

Universitas Indonesia

seorang saksi de auditu tersebut tidak didukung dengan alat bukti lain yang

sah menurut undang-undang.

3. Perlu dibuatnya aturan yang dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah

Agung yang mengatur dan mengikat hakim dalam menyusun persangkaannya

agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam

menjatuhkan suatu putusan, sehingga dapat meminimalisir subjektifitas hakim

dalam memutus suatu perkara.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

93

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

BUKU

Amin, S.M. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradya Paramita: 1976.

Asshddiqie, Jimly. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Cet.1. Jakarta:Konstitusi Press, 2006.

Black, Henry Campbell. Black Law’s Dictionary. St. Paul: West Publising Co.,1990.

B.N. Marbun. Kamus Hukum Indonesia. Cet 1. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan,2006.

E.B., Flippo. Personal Management. 5th edition. Sydney : McGraw-HillInternational Book Company, 1984. dikutip oleh Haryanto F Rosyid. “PHKMasihkah Mencemaskan”.

Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan RepublicIndonesia.Jakarta:Internusa:1992.

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: CV SaptaArtha Jaya, 1996.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan PeninjauanKembali. Ed. 2. cet. 8. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

___________ Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cet.2.Jakarta:Sinar Grafika:2005.

Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata UsahaNegara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.

Khakim, Abdul. Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peraturan dan Pelaksanaan). Cet.1. Bandung: PT.Citra AdityaBakti, 2010.

Leihitu, Izaac S. dan Fatimah Achmad. Intisari

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

94

Universitas Indonesia

Mamuji,Sri et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Cet.1. Jakarta: BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, cetakan pertama.Jakarta : Rineka Cipta, 1998.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata. Cet .2. Jogjakarta: LibertyYogyakarta, 1999.

__________Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet.1. Ed.5.Yogyakarta: Liberty,1998.

Muhammad, Abdulkadir.Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet. 4. Bandung:PT.Citra Aditya Bakti. 1990.

Mulyadi, Lilik. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Di Indonesia.Teori. Praktik. Teknik Membuat dan Permasalahannya. Bandung:CitraAditya Bakti,2009.

Munir, Fuady. Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Cet. 1. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti. 2009.

Natsir, Muhammad. Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan: 2005) hal 160-163

Pangaribuan, Juanda. Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan HubunganIndustrial. Cet.1. Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010.

Pitlo,A.. Pembuktian Dan Daluarsa (terj.). Jakarta:Internusa, 1986.

Prodjoamidjojo, Martiman. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti. Cet 1.Jakarta: Ghalian Indoensia, 1983.

Poernomo, Bambang. Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara PeradilanPidana dalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981. Cet. 1. Ed. 1.Yogyakarta: Liberty, 1986.

R. Tresna. Komentar HIR. Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.

Rubini, I. dan Chidir Ali. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.1974.

Sabuan, Ansorie, Syarifuddin Pettanasse, Ruben Achmad. Hukum Acara Pidana.Bandung:Angkasa,1990.

Siahaan, Maruarar. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Cet.1. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS TERHADAP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308524-S42493-Analisis yuridis.pdf · pengadilan hubungan industrial dalam kasus perkara antara

95

Universitas Indonesia

Sinaga, Marsen. Pengadilan Perburuhan Di Indonesia. Cet.1. Yogyakarta:Perhimpunan Solidaritas Buruh, 2006.

Soedjono, Wiwoho. Hukum Perjanjian Kerja. Cet.3. Jakarta: PT. Rineke Cipta,1991.

Soekanto, Sorjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986.

Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Cet.2. Bandung:PT Djambatan:1976.

__________. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Cet.6. Jakarta :Djambatan, 1987

Subekti, R. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983.

Sunindhia, YW dan Ninik Widiyanti. Masalah PHK dan Pemogokan. cetakanpertama.Jakarta : Bina Aksara, 1998.

Sutanto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdatadalam Teori dan Praktek. Cet. 10. Bandung: Mandar Maju, 2005.

Widodo, Hartono dan Judiarto. Segi Hukum Penyelesaian PerselisihanPerburuhan. Cet.II. Jakarta: Rajawali, 1992.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan olehR. Subekti dan R. Tjitrosudibyo. Cet.8.Jakarta : Pradnya Paramita, 1976.

Indonesia . Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UUNo 2 Tahun 2004 LN. No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 4356.

__________Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.LN No.76 Tahun 1981. TLN. No.3209.

__________Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.LN No. 39 Tahun 2003. TLN No. 4279.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan TenagaKerja Nomor : 362 Tahun 1967, Tentang Pelaksanaan Undang-UndangTentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta.

Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No 44 RIB (HIR).

Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012