UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG...
-
Upload
nguyenliem -
Category
Documents
-
view
255 -
download
1
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG...
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDIVIDU MISKIN DALAM MENGAKSES PELAYANAN KESEHATAN
(Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011)
LAPORAN MAGANG
TRISNAJATI DIAH UTAMI
0906490632
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
DEPOK JULI 2013
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDIVIDU MISKIN DALAM MENGAKSES PELAYANAN KESEHATAN
((Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011)
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
TRISNAJATI DIAH UTAMI 0906490632
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK
JULI 2013
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Trisnajati Diah Utami NPM : 0906490632 Tanda Tangan :
Tanggal : 18 Juli 2013
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang ini diajukan oleh
Nama : Trisnajati Diah Utami
NPM : 0906490632
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan (Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada program studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Suahasil Nazara, Ph.D
Penguji 1 : Dr. Widyono Soetjipto
Penguji 2 : Ledi Trialdi S.E., MPP
Ditetapkan di : Depok, Jawa Barat
Tanggal : 18 Juli 2013
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir berupa laporan
magang ini dengan baik. Penyusunan laporan magang ini adalah merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Selama penulisan, penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Mba Tika (Kartika Sari Juniwaty) selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan
magang ini;
2. Bapak Suahasil Nazara, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan
magang ini;
3. Bapak Widyono Soetjipto dan Bapak Ledi Trialdi, selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik maupun saran untuk perbaikan laporan
magang ini;
4. Kedua Orang tua, Pakde dan Bude penulis yang telah memberikan doa dan
semangat yang tiada henti bagi penulis;
5. Saudara dan sepupu-sepupu penulis terutama kakak sepupu di Kemang
yang telah banyak membantu penulis;
6. Pihak dan rekan-rekan kerja TNP2K terutama di lantai 15 Selatan yang
telah membimbing dan memberikan banyak pengalaman untuk penulis;
7. Teman-teman SMPN 41 Jakarta khususnya bagi Vera, Lina, Andira, Nuril,
Ria, Antin, Isna, Isma, dan juga seluruh anak Cucunk Genk yang selalu
memberi dukungan dan seringkali menghibur penulis;
8. Teman-teman SMAN 28 Jakarta khususnya Sintha, Putri, Rita, Ayu, dan
semua anak XI IPS 1 dan XII IPS 2 yang selalu memberi dukungan untuk
penulis;
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
9. Teman-teman di Universitas Indonesia khususnya untuk Syara, Kevin,
Fatya, Ocha, Novillia, dan lainnya;
10. Keluarga Akaaboune terutama Mrs Sana dan Mr Charaf yang telah
mempercayakan penulis untuk mengajarkan Bahasa Indonesia kepada
kedua anak mereka sehingga penulis mendapat dukungan materi yang
berlebih untuk menjalankan kuliah;
11. Teman-teman McFly Indonesia khususnya Sheyla, Jeni, Erika, Fajar, dan
lainnya
12. Teman-teman curator WeRIndonesian khususnya Andin, Kemal, Rayyan
dan lainnya
13. Teman-teman Tumblr Indonesia khususnya Renti, Fitri, Nurma, Rudi,
Azki, Resty, Kiki, dan lainnya
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan
magang ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu;
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih kembali yang sebanyak
banyaknya pada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya. Semoga Allah
membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak yang secara
langsung dan tidak langsung membantu penulis dalam penulisan laporan magang.
Semoga laporan magang ini bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi penulis
dan orang lain yang membaca.
Jakarta, 18 Juli 2013
Trisnajati Diah Utami
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Trisnajati Diah Utami
NPM : 0906490632
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Laporan Magang
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan (Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola, dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenernya. Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 18 Juli 2013
Yang menyatakan,
(Trisnajati Diah Utami)
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Trisnajati Diah Utami
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan (Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011)
Kesehatan merupakan faktor penting dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik dapat tercapai apabila semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan akses termasuk akses pelayanan kesehatan. Namun, beberapa faktor seperti belum terjangkaunya biaya kesehatan, belum meratanya sarana kesehatan antara desa dan kota, dan juga masalah belum tercakupnya jaminan atau asuransi kesehatan secara luas di kalangan masyarakat miskin menjadi hambatan bagi masyarakat miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan. Data yang dipakai merupakan data sekunder, yaitu Susenas Kor tahun 2011, dengan menggunakan model Logit. Penelitian ini menggunakan 1 variabel terikat berupa dummy dan beberapa variabel bebas. Variabel terikat bernilai 1 jika individu miskin pergi berobat jalan, dan bernilai 0 jika individu miskin tidak pergi berobat jalan. Penelitian ini menemukan bahwa variabel umur, pengeluran per-kapita, jamkesmas, asuransi, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat lain, kota, dan keparahan sakit memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang positif terhadap keputusan individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan. Sedangkan variabel berupa gender dan pend1 memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap keputusan individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan.
Kata kunci : Miskin, Akses ke Pelayanan Kesehatan, Jaminan Kesehatan, dan model Logit.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
ABSTRACT
Name : Trisnajati Diah Utami
Study Program : Economics
Title : Analysis of Factors that Influence Poor Individuals on Access to Healthcare (Based on National Socio-Economic Survey 2011)
Health is an important factor in the development of human resources. Good quality of human resources can be achieved if all people have the same opportunity on access, including access to health care. However, several factors such as the price of health services that cannot be achieved, health facilities disparity between rural and urban areas, and also the problem of health insurance coverage become barriers for the poor in accessing health services. Therefore this study aimed to determine the factors that affect poor people in accessing health services. The data is secondary data from Susenas Kor in 2011. This study uses a dummy one dependent variable and several independent variables. Dependent variable equal to 1 if the poor individual seeking outpatient care, and value 0 if the poor individual doesn’t seeking outpatient care. This study found that the age variable, per-capita expenditure, social assistance, private insurance, other health care insurance, city, and severity of illness has a significant impact with a positive relationship to poor individual decision to access health services. While variables such as gender and education1 have significant influence with a negative correlation to the poor individual decision to access health services.
Keywords: Poor, Access to Health Care, Health Insurance, and Logit models.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN LITERATUR ......................................................................... 5
2.1 Kemiskinan .................................................................................................. 5
2.2 Akses ke Pelayanan Kesehatan .................................................................... 6
2.3 Permintaan Pelayanan Kesehatan ............................................................... 10
2.4 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 14
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 17
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
3.1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data .............................................. 17
3.2 Spesifikasi Model dan Definisi Operasional Variabel ............................... 19
3.3 Metode Pengolahan Data ............................................................................ 22
3.3.1 Pendekatan Variabel Laten ............................................................... 22
3.3.2 Marginal Effects and Prediction ....................................................... 24
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS ........................................................ 26
4.1 Analisis Deskriptif Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan Secara Keseluruhan .................................. 26
4.2 Analisis Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan....................................... 27
4.2.1 Faktor Predisposing ........................................................................... 27
4.2.2 Faktor Enabling ................................................................................ 31
4.2.3 Faktor Need ...................................................................................... 38
4.3 Analisis Ekonometrika Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan ........................ 40
4.4 Analisis Sensitivitas Beberapa Model ....................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 46
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 46
5.2 Saran ........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Deskripsi dan Definisi Operasional Variabel Bebas dan Terikat ............................................................................................. 19
Tabel 4.1 Persentase Keseluruhan Individu Miskin yang Memiliki Keluhan
Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan ................ 26
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Kepemilikan Asuransi Kesehatan yang dimiliki Individu Miskin yangMemiliki Keluhan Kesehatan di Indonesia, Tahun 2011 .............................................. 33
Tabel 4.3 Hasil Regresi Logit-Marginal Effect .............................................. 40
Tabel 4.4 Analisis Sensitivitas Beberapa Model-Marginal Effect ................. 44
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Behavioral Model and Access to Medical Care (Andersen, 1995) ................................................................................................. 9
Gambar 2.2 The Newhouse-Phelps Model ........................................................ 22
Gambar 4.1 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Umur .......................................................................... 27
Gambar 4.2 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................ 28
Gambar 4.3 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Pernah Diduduki ......................................................................................... 29
Gambar 4.4 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Status Perkawinan ...................................................... 30
Gambar 4.5 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Pengeluaran Per-Kapita ............................................ 32
Gambar 4.6 Persentase Jenis Asuransi Kesehatan yang Dimiliki Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan ................................... 34
Gambar 4.7 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Ketersediaan dan Jenis Asuransi Kesehatan ............. 35
Gambar 4.8 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Klasifikasi Desa/Kota. ............................................... 37
Gambar 4.9 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan menurut Ketersediaan Kendaraan Pribadi yang Dimiliki ............... 38
Gambar 4.10 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Keparahan Sakit. ........................................................ 39
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Garis Kemiskinan Tiap Provinsi ............................................ 51
Lampiran 2. Hasil Regresi Logit (Model D) ......................................................... 52
Lampiran 3. Hasil Marginal Effect Setelah Logit (Model D) ............................... 52
Lampiran 4. Hasil Tes Goodness of Fit ............................................................... 53
Lampiran 5. Hasil Regresi Logit (Model A) ......................................................... 53
Lampiran 6. Hasil Marginal Effect Setelah Logit Model A................................. 54
Lampiran 7. Hasil Tes Goodness of Fit (Model A) .............................................. 54
Lampiran 8. Hasil Regresi Logit (Model B) ......................................................... 55
Lampiran 9. Hasil Marginal Effect Setelah Logit Model B ................................. 55
Lampiran 10. Hasil Tes Goodness of Fit (Model B) ............................................. 56
Lampiran 11. Hasil Regresi Logit (Model C) ....................................................... 56
Lampiran 12. Hasil Marginal Effect Setelah Logit Model C ............................... 57
Lampiran 13. Hasil Tes Goodness of Fit (Model C) ............................................. 57
Lampiran 14. Profil Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) ........................................................................................ 58
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak dasar yang dimiliki dari setiap manusia. Pembangunan
kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional untuk tercapainya
kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk. Pembangunan
kesehatan perlu dilakukan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dalam tujuan
nasional. Bersamaan dengan tujuan pembangunan kesehatan tersebut adalah
terdapatnya kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan merupakan salah satu
komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan
investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting
dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kesehatan merupakan faktor penting
dalam pembangunan modal manusia. Penduduk yang sehat merupakan aset penting
dalam mencapai kualitas sumber daya manusia yang baik. Tinggi rendahnya kualitas
sumber daya manusia (SDM) akan ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan dan
tingkat pendapatan per kapita. Dalam kegiatan perekonomian, ketiga indikator
kualitas sumber daya manusia tersebut secara tidak langsung juga akan berimbas pada
tinggi rendahnya produktivitas sumber daya manusia.
Kualitas sumber daya manusia yang baik dapat tercapai apabila semua
masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan akses termasuk
akses pelayanan kesehatan. Akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat
penting bagi pencapaian kesetaraan kesehatan dan untuk meningkatkan kualitas hidup
sehat bagi setiap orang. Akses ke pelayanan kesehatan memiliki definisi bahwa
semua orang, tanpa memandang perbedaan ras, jenis kelamin, status pendidikan, dan
status ekonomi harus memiliki akses fisik ke fasilitas kesehatan (UN, 1966). Namun,
akses ke pelayanan kesehatan merupakan aspek yang sering diabaikan dari hak atas
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
kesehatan, karena dalam praktiknya, akses ke pelayanan kesehatan belum diterapkan
secara universal. Hal itu terjadi karena masih terdapat hambatan atau barriers dalam
mengakses pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin.
Akses ke pelayanan kesehatan masih menjadi perhatian utama di Indonesia.
Analisis yang dilakukan oleh Harimurti (2013) menunjukkan bahwa utilisasi
masyarakat dalam menggunakan akses ke pelayanan kesehatan masih rendah pada
tahun 2010. Survei Susenas tahun 2010 menunjukkan bahwa hanya 14% dari
populasi yang mengakses fasilitas kesehatan berupa perawatan rawat jalan pada bulan
survei tersebut dilaksanakan. Hidayat (2004) menyatakan beberapa alasan dari
rendahnya pemanfaatan layanan kesehatan di Indonesia diantaranya yaitu diakibatkan
oleh rendahnya kualitas layanan, kesenjangan layanan kesehatan antara desa dan
kota, cakupan asuransi kesehatan yang terbatas, dan masih tidak terjangkaunya harga
pelayanan kesehatan oleh sebagian masyarakat yang kurang mampu atau miskin.
Beberapa alasan tersebut membuat individu miskin enggan untuk mengakses
pelayanan kesehatan bahkan ketika dibutuhkan.
Masyarakat miskin merupakan masyarakat yang rentan terhadap segala resiko
termasuk resiko kesehatan (Cafiero, 2006). Sachs (2001) dalam penelitiannya
menemukan bahwa orang miskin lebih rentan terhadap penyakit karena kekurangan
gizi, sanitasi yang tidak memadai, dan kurangnya air bersih, dan kecil
kemungkinannya untuk memiliki akses ke pelayanan kesehatan, bahkan ketika sangat
dibutuhkan. Penyakit kronis yang diderita dapat membuat orang miskin menjadi lebih
miskin karena mereka kehilangan pendapatan bahkan terkadang mereka harus
menjual aset mereka untuk memenuhi biaya pengobatan yang mahal. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk miskin dan rentan miskin perlu diberikan jaminan
atau asuransi kesehatan supaya terjadi kesamarataan kualitas kesehatan atau paling
tidak mengurangi kesenjangan kualitas kesehatan antara yang miskin dan yang kaya.
Selain itu yang lebih penting lagi adalah untuk meningkatkan akses ke pelayanan
kesehatan.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
1.2 Perumusan Masalah
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya
standar hidup seseorang. Oleh karena itu, status kesehatan yang baik dibutuhkan oleh
manusia untuk menopang semua aktivitas hidupnya terlebih bagi masyarakat miskin.
Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut dibutuhkan akses
pelayanan kesehatan yang baik pula. Kondisi akses pelayanan kesehatan di Indonesia
masih menjadi perhatian utama. Beberapa faktor seperti belum terjangkaunya biaya
kesehatan dan juga masalah belum tercakupnya jaminan atau asuransi kesehatan
secara luas di kalangan masyarakat miskin menjadi salah satu hambatan bagi
masyarakat miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Dari kondisi tersebut, maka pemasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah mencari faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi individu miskin
dalam mengakses pelayanan kesehatan. Kemudian dalam penelitian ini juga akan
membahas apakah jaminan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah bagi
masyarakat miskin dapat mempengaruhi keputusan individu miskin untuk mengakses
pelayanan kesehatan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan
utama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan di Indonesia. Kemudian
penelitian ini juga ingin melihat pengaruh asuransi kesehatan terutama jaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin yang diberikan oleh Pemerintah terhadap akses ke
pelayanan kesehatan.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Literatur
Bab ini membahas mengenai tinjauaun teoritis penelitian dan penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas mengenai metodologi yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Bab ini juga membahas mengenai sumber data dan cara
pengolahan data yang digunakan dalam penelitian.
Bab IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil analisis penelitian melalui pengolahan data
yang dilakukan baik secara deskriptif maupun hasil regresi.
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil analisis penelitian dan
rekomendasi bagi pihak yang terkait.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Kemiskinan
Menurut Bank Dunia (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai kehilangan
kesejahteraan. Kesejahteraan dapat diukur dengan berbagai indikator. Dari sudut
pandang indikator ekonomi, kesejahteraan dapat diukur dari besarnya pendapatan
atau pengeluaran. World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan cukup
komprehensif yaitu “Poverty is hunger, poverty is lack of shelter, poverty is being
sick and not being able to see doctor, poverty is not having access to school and
knowing how to read, poverty is not having job, is fear for the future, living one day
at time. Poverty is losing a child to ilness brought about by unclean water. Poverty is
powerlessness, lack of representation and freedom”. Dari pernyataan tersebut dapat
dilihat bahwa tidak dapat mengunjungi dokter atau tidak dapat mengakses pelayanan
kesehatan merupakan salah satu dari definisi kemiskinan.
Salah satu pendekatan kemiskinan dengan sudut pandang terluas diajukan
oleh seorang ekonom pemenang nobel yaitu Amartya Sen (1992), beliau
mengemukakan bahwa kemiskinan dapat timbul karena ketidakmampuan seseorang
dalam mendapatkan akses. Yang dimaksud akses disini misalnya adalah akses
terhadap pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang layak, akses terhadap air
bersih, dan bahkan ketidakmampuan untuk mengemukakan hak untuk menyatakan
pendapat.
Menurut Badan Pusat Statistik (2007), kemiskinan adalah ketidakmampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (baik
makanan maupun nonmakanan). Penghitungan garis kemiskinan di Indonesia
menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need
approach). Konsep ini mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Kebutuhan dasar makanan dihitung melalui garis kemiskinan makanan (GKM).
Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita per hari.
Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-
padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak dan lemak, dll). Ke-52 jenis komoditi ini merupakan komoditi-
komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk miskin. Kemudian
kebutuhan non-makanan dihitung melalui garis kemiskinan non-makanan (GKNM).
Garis kemiskinan non-makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar
non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di
pedesaan.
2.2 Akses ke Pelayanan Kesehatan
Aday dan Andersen (1975) mengartikan akses ke pelayanan kesehatan dalam
hal apakah mereka yang membutuhkan pelayanan kesehatan peduli masuk ke sistem
pelayanan kesehatan atau tidak. Akses pelayanan kesehatan menggambarkan baik
potensi dari individu atau kelompok masyarakat tertentu ke dalam sistem perawatan
kesehatan. Jadi memiliki akses menandakan potensi untuk memanfaatkan layanan
jika diperlukan, sedangkan mendapatkan akses mengacu pada inisiasi ke dalam
proses bagaimana individu tersebut memanfaatkan layanan kesehatan.
Gulliford (2002) mengartikan akses ke pelayanan kesehatan sebagai akses ke
perawatan kesehatan yang mensyaratkan bahwa ada pasokan yang cukup dari layanan
kesehatan yang tersedia. Akses ke perawatan kesehatan berkaitan dengan kesempatan
untuk memperoleh pelayanan kesehatan ketika diinginkan atau dibutuhkan.
Kemudian Gulliford menambahkan bahwa akses ke pelayanan kesehatan
menunjukkan bahwa individu mengakui dan menerima kebutuhan akan layanan
kesehatannya, menyetujui peran sebagai pengguna jasa, dan mengetahui sumber daya
yang dihasilkan secara sosial dan mengetahui bagaimana cara memanfaatkan sumber
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
daya tersebut. Proses-proses akses ke pelayanan kesehatan tersebut akan dipengaruhi
oleh pengaruh budaya dan lingkungan sekitar.
Menurut WHO (2000) akses ke pelayanan kesehatan adalah kemampuan
individu atau populasi tertentu untuk menerima perawatan kesehatan. Akses dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keuangan (ketidakmampuan dalam sumber
daya keuangan), cakupan asuransi kesehatan, kondisi geografis (jarak ke provider),
pendidikan (kurangnya pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan yang tersedia),
kesesuaian dan akseptabilitas pelayanan kepada individu dan populasi, dan faktor
sosiologis (diskriminasi, bahasa atau hambatan budaya lainnya).
Menurut ILO (2006) akses ke pelayanan kesehatan mengacu pada
kemungkinan yang ada bagi orang untuk menggunakan perawatan kesehatan atau
pelayanan kesehatan. Agar setiap orang dapat menikmati akses ke perawatan
kesehatan atau pelayanan kesehatan, langkah-langkah yang harus diambil adalah
menghilangkan barriers atau hambatan. Hambatan tersebut diantaranya hambatan
ekonomi, keuangan dan budaya, serta yang berkaitan dengan penyediaan perawatan
kesehatan. Hambatan ekonomi merupakan hambatan utama bagi setiap individu
dalam hal akses ke pelayanan kesehatan. Maka dari itu untuk menghilangkan
hambatan keuangan tersebut, banyak Negara yang mempersiapkan skema asuransi
kesehatan. Tujuan dibuatnya skema asuransi kesehatan adalah untuk memfasilitasi
akses ke perawatan kesehatan. Namun skema ini tidak selalu dapat menyelesaikan
masalah akses ke pelayanan kesehatan karena masih terdapat adanya masalah
aksesibilitas geografis atau budaya. Aksesibilitas geografis merupakan akses ke
pelayanan kesehatan yang dapat diterima oleh penduduk desa mungkin dibatasi oleh
jarak antara desa dan penyedia layanan kesehatan, atau kurangnya transportasi yang
memadai. Sedangkan aksesibilitas budaya merupakan akses ke pelayanan kesehatan
dan pemilihan pilihan pengobatan sampai batas tertentu dipengaruhi oleh persepsi
sosial, sikap terhadap penyakit atau keluarga dan strategi masyarakat untuk
menghadapi penyakit.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Andersen (2007) menjelaskan bahwa akses ke pelayanan kesehatan
merupakan penggunaan aktual pelayanan kesehatan pribadi dan segala sesuatu yang
memfasilitasi atau menghambat penggunaannya. Contoh yang memfasilitasi
penggunaan pelayanan kesehatan adalah seperti pendapatan, kepemilikan asuransi
kesehatan, dan ketersediaan jumlah fasilitas kesehatan yang memadai. Sedangkan
contoh yang menghambat penggunaan pelayanan kesehatan adalah jarak ke fasilitas
kesehatan yang tidak dapat dijangkau, harga pelayanan kesehatan yang mahal
terutama bagi individu miskin, kemudian juga belum ter-cover oleh asuransi
kesehatan. Akses tidak hanya berarti mengunjungi penyedia perawatan medis, tetapi
juga mengenai apakah layanan kesehatan tersebut dapat sampai pada waktu yang
tepat untuk mencapai kesehatan yang baik dan prima.
Untuk mengidentifikasi faktor penentu yang paling berpengaruh dalam
keputusan untuk memanfaatkan perawatan kesehatan tidaklah mudah. Budaya,
ekonomi, akses, persepsi, pengetahuan, keyakinan dalam keberhasilan, umur, jenis
kelamin, dan peran sosial semua di antara daftar panjang faktor yang mempengaruhi
pilihan untuk mencari pelayanan atau perawatan kesehatan. Namun, salah satu
pendekatan yang dilakukan oleh Andersen (1995) setidaknya dapat menjelaskan
faktor-faktor utama yang mempengaruhi individu dalam mengakses pelayanan
kesehatan. Kerangka pikir atau model yang dikembangkan oleh Andersen awalnya
dikembangkan pada akhir tahun 1960 untuk membantu pemahaman tentang mengapa
keluarga atau individu menggunakan layanan kesehatan, kemudian untuk menentukan
dan mengukur pemerataan akses layanan kesehatan, dan untuk membantu dalam
pengembangan kebijakan untuk mempromosikan pemerataan akses. Menurut
Andersen (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk mengakses
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Gambar 2.1 Behavioral Model and Access to Medical Care (Andersen, 1995)
Sumber : Andersen (1995)
1. Faktor Kecenderungan (Predisposing Factors)
Predisposing factors adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan
individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan seperti demografi dan
struktur sosial. Faktor demografi seperti umur dan jenis kelamin mewakili
indikasi biologis yang menunjukkan kemungkinan bahwa orang akan
membutuhkan pelayanan kesehatan (Hulka and Wheat 1985). Kemudian
struktur sosial yaitu kedudukan seorang individu di masyarakat seperti tingkat
pendidikan, status pekerjaan, dan status perkawinan.
2. Faktor Kemampuan (Enabling Factors)
Enabling factors adalah faktor-faktor yang memungkinkan individu untuk
menggunakan pelayanan kesehatan. Faktor ini didalamnya yaitu sumber daya
yang dimiliki oleh keluarga/individu dan juga komunitas sekitar. Status
ekonomi, dan asuransi kesehatan menjadi indikator sumber daya
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
keluarga/individu. Kemudian sumber daya komunitas terdiri dari lokasi
tempat tinggal, waktu travel dan waktu tunggu untuk ke fasilitas kesehatan.
3. Faktor Kebutuhan (Need Factors)
Faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu untuk
menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya
kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap penyakit yang
dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dari ahli kesehatan atau
dokter.
2.3 Permintaan Pelayanan Kesehatan
Individu membuat pilihan untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Mereka
memutuskan kapan untuk mengunjungi dokter ketika mereka merasa sakit,
memutuskan apakah akan melanjutkan dengan operasi, apakah mengimunisasi anak-
anak mereka, dan seberapa sering mereka melakukan pemeriksaan kesehatan. Proses
membuat keputusan tersebut tidaklah mudah, karena mungkin melibatkan saran dari
teman, dokter, dan lain-lain. Selain itu, keputusannya juga dipengaruhi oleh beratnya
potensi risiko dan manfaat, dan terlebih jenis konsumsi lain yang bisa dibiayai
dengan sumber daya yang digunakan untuk membeli atau mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Dilihat dari perspektif ekonomi, kesehatan merupakan faktor penentu tinggi
rendahnya kualitas sumber daya manusia. Teori ekonomi mikro tentang permintaan
(demand) jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding terbalik
dengan jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini mengatakan bahwa
jika jasa pelayanan kesehatan merupakan barang normal (normal good), semakin
tinggi pendapatan maka semakin besar permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan
tersebut. Sebaliknya jika jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan barang
inferior (inferior good), meningkatnya pendapatan akan menurunkan permintaan
terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut (Folland, 2001).
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Para ekonom telah mengembangkan model alternatif untuk menggambarkan
cara individu membuat pilihan mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya
demand terhadap jasa pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972) karena
kesehatan merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity) sebab
dapat membuat pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan
dianggap sebagai suatu investasi (investment commodity) artinya bila keadaan sehat
maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif sehingga secara
tidak langsung merupakan investasi.
Sebuah pendekatan yang sederhana memperlakukan kesehatan sebagai salah
satu dari beberapa komoditas di mana individu mengetahui dengan baik preferensi
pilihannya, dan menggunakan teori konsumen untuk menyelidiki faktor-faktor
penentu permintaan. Model dari permintaan pelayanan kesehatan diperkenalkan oleh
Phelps (1992), model ini menekankan pada hubungan jangka pendek dimana
pengeluaran untuk kesehatan berkaitan dengan penyakit yang sebenarnya dialami dan
pengeluaran untuk kesehatan bersaing dengan pengeluaran untuk mengkonsumsi
barang lain. Phelps dalam Keiding (2011) menjelaskan bahwa pengeluaran untuk
kesehatan (C) dari konsumen terdiri dari pengeluaran langsung dengan jumlah (cP),
dimana P adalah harga dari pelayanan kesehatan dan (c) merupakan bagian dari harga
yang tersisa untuk konsumen (sisanya ditutupi oleh asuransi kesehatan atau skema
lain untuk membiayai perawatan kesehatan), dan waktu penggunaan (t) yang dapat
dinilai dalam uang pada harga (W) yang menyatakan nilai dari satu jam untuk
konsumen (berkaitan dengan upah per jam yang mungkin konsumen terima jika ia
bekerja). Berikut merupakan budget constraint untuk pengeluaran kesehatan:
C = cP + Wt (2.1)
Persamaan diatas bukan merupakan standar budget constraint, karena jumlah (C)
tergantung pada pilihan yang tersisa dari konsumen serta pada pendapatan. Namun,
meski persamaan tersebut disederhanakan, model tersebut masih dapat digunakan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
untuk menggambarkan beberapa kekhasan dari permintaan untuk pelayanan
kesehatan.
Pertama dalam persamaan 2.1 dapat dilihat bahwa permintaan untuk
pelayanan atau perawatan kesehatan mungkin tergantung hanya pada harga, karena
konsumen hanya membayar bagian (c) dan yang lebih penting adalah efek substitusi
dari perubahan dalam harga menyebabkan pergeseran yang cukup besar dalam waktu
yang digunakan dan menyebabkan perubahan kecil dalam permintaan akan pelayanan
atau perawatan kesehatan.
Kedua, bagian yang diganti oleh skema asuransi kesehatan, sering akan
bervariasi dengan ukuran konsumsi. Biasanya, ada penggunaan awal yang tidak
dikembalikan sama sekali atau di mana penggantian ini sangat kecil, sedangkan
konsumsi lebih lanjut akan direimburs atau diganti pada tingkat yang lebih tinggi.
Batasan anggaran sesuai dengan persamaan 2.1 tidak akan lagi menjadi garis lurus
tapi akan kinked atau patah pada tingkat di mana tingkat penggantian yang lebih
tinggi terjadi. Hal ini dijelaskan dalam Gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 The Newhouse-Phelps Model
Sumber : Keiding (2011)
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Pada gambar di sebelah kiri ada budget constraint yang sesuai dengan
persamaan 2.1 yang miring cukup tajam karena bagian (c) rendah dan waktu
dianggap sangat penting. Dalam gambar di sebelah kanan budget constraint yang
ditampilkan adalah salah satu yang timbul dari skema untuk pengeluaran untuk
kesehatan di mana persentase reimburs atau penggantian meningkat setelah tingkat
tertentu pengeluaran telah dicapai.
Garis anggaran yang patah (kinked budget line) menimbulkan pola tertentu
pada konsumen, yang secara jelas tergantung pada bentuk dari kurva indifferen. Jika
kurva indifferen melengkung tanpa patahan (smoothly curved), konsumen tidak akan
memiliki kepuasannya dalam kink atau patahan, melainkan di beberapa jarak ke
kanan atau ke kiri, bahkan mungkin dapat terjadi dua kepuasan pada kurva indifferen
yang terletak pada tiap sisi patahan atau kink. Jika kelengkungan kurva indifferen
cukup kecil, maka kepuasan akan jauh dari titik kink, yang berarti konsumen akan
menggunakan pelayanan kesehatan yang sangat sedikit atau sebaliknya menggunakan
pelayanan kesehatan sangat banyak, namun akan terdapat beberapa bahkan tidak ada
konsumen yang dekat dengan konsumsi yang ditentukan oleh titik kink atau titik
patah.
Model permintaan akan pelayanan kesehatan ini setidaknya memberikan
beberapa petunjuk yang berguna mengenai penyesuaian yang akan mengikuti aturan
tertentu untuk pembayaran atau pengeluaran kesehatan individu dibandingkan dengan
skema reimburs atau penggantian pembayaran. Beberapa konsumen mengurangi
penggunaan pelayanan atau perawatan kesehatan sementara lainnya meningkatkan
penggunaan pelayanan atau perawatan kesehatan. Dalam beberapa kasus,
penggantian tergantung pada konsumsi di periode sebelumnya, negatif jika
penggunaan penuh dari asuransi mengartikan bahwa cakupan asuransi akan
dikurangi, atau positif jika reimburs atau penggantian ke dalam fungsi pada
pengeluaran kumulatif tertentu. Dalam beberapa situasi, pendekatan dinamis
dibutuhkan : meningkatkan pengeluaran hari ini akan memerlukan baik pengeluaran
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
yang kecil maupun besar dalam masa yang akan dating karena pengeluaran hari ini
ditambahkan pada penggunaan kumulatif dari asuransi.
2.4 Penelitian Terdahulu
Shen (2013) melakukan penelitian mengenai determinan dari keputusan
individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan di Amerika
Serikat dengan menggunakan data survey MEPS (Medical Expenditure Panel Survey)
dari Departemen Kesehatan Amerika Serikat. Sampel yang digunakan adalah
individu dewasa usia 22-64 tahun yang memiliki BMI (Body Mass Index) lebih besar
dari 30 atau dalam kata lain mengidap penyakit obesitas. Jumlah sampel yang
digunakan adalah sebesar 2771 individu. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa
kepemilikan asuransi kesehatan, pengeluaran per-kapita, status pendidikan, dan status
perkawinan memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap penggunaan atau
akses terhadap layanan kesehatan.
Liu (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin
dan faktor lainnya yang mempengaruhi petani di China untuk mengakses pelayanan
kesehatan. Penelitian dilakukan di wilayah pedesaan di China dengan menggunakan
data survei sosio ekonomi agrikultur China. Sampel yang digunakan adalah terdiri
dari 808 rumah tangga termasuk di dalamnya sebanyak 3272 individu yang diambil
dari 101 desa di China. Di dalam penelitiannya, Liu menggunakan model health
seeking behavior yang diperkenalkan oleh Andersen (1995) dengan memasukkan dua
faktor utama yang mempengaruhi individu dalam mengakses pelayanan kesehatan
yaitu faktor predisposing (kecenderungan) dan faktor enabling (kemungkinan), juga
ia menambahkan faktor environment (lingkungan) sebagai determinan dari individu
untuk mengakses pelayanan kesehatan. Predisposing factors terdiri dari umur, jenis
kelamin, status pendidikan, dan penyakit kronis yang dimiliki. Kemudian Enabling
factors terdiri dari keberadaan ayah sebagai kepala rumah tangga, pengeluaran per-
kapita rumah tangga, kepemilikan asuransi, dan jarak ke fasilitas kesehatan.
Kemudian faktor lingkungan terdiri dari biaya yang dihabiskan untuk perawatan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
medis. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian Liu adalah dengan
menggunakan model probit dengan variabel dummy berupa apakah individu
mengunjungi dokter atau tidak. Dari penelitian tersebut ditemukan bukti bahwa umur,
status pendidikan, memiliki penyakit kronis, dan jarak ke fasilitas kesehatan memiliki
hubungan yang signifikan dan positif pada penggunaan pelayanan kesehatan.
Sedangkan jenis kelamin memiliki hubungan signifikan dan negatif terhadap akses ke
pelayanan kesehatan di pedesaan China, yang artinya individu perempuan lebih
banyak mengakses ke pelayanan kesehatan dibandingkan individu laki-laki.
Jutting (2001) melakukan penelitian mengenai dampak asuransi kesehatan (les
mutuelles des santes) terhadap akses pelayanan kesehatan di daerah pedesaan
Senegal. Data yang digunakan adalah data survei dari Institute for Health and
Development (ISED) di Dakar. Sampel yang digunakan adalah terdiri dari 346 rumah
tangga dan 2900 individu dari 4 desa yang dipilih secara acak. Jutting menggunakan
model Logistik dengan variabel terikat berupa dummy mengenai pilihan apakah
individu yang sakit memanfaatkan fasilitas kesehatan (pergi ke rumah sakit) atau
tidak. Kemudian variabel bebas berupa variabel utamanya adalah asuransi kesehatan
(les mutuelles des santes), lalu variabel kontrolnya terdiri dari umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan frekuensi kambuhnya penyakit. Dari hasil penelitian tersebut
ditemukan bahwa asuransi kesehatan berhubungan signifikan dan positif terhadap
akses pelayanan kesehatan di pedesaan Senegal. Kemungkinan untuk memanfaatkan
layanan kesehatan di rumah sakit 2% lebih tinggi pada individu yang memiliki
asuransi kesehatan (les mutuelles des santes) dibandingkan dengan individu yang
tidak memiliki jenis asuransi kesehatan tersebut. Kemudian variabel kontrol seperti
umur, dan pendidikan berhubungan signifikan dan positif, sedangkan jenis kelamin
berhubungan signifikan dan negatif terhadap akses ke pelayanan kesehatan di
Senegal.
Saksena (2010) melakukan penelitian mengenai dampak asuransi kesehatan
bersama atau disebut dengan MHI (Mutual Health Insurance) terhadap akses ke
pelayanan kesehatan di Rwanda. MHI (Mutual Health Insurance) merupakan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
asuransi kesehatan yang diberikan Pemerintah Rwanda dengan tujuan memperluas
cakupan asurannsi kesehatan bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data survei dari Integrated Living
Conditions Survey 2005-2006 (EICV2) yang dikumpulkan oleh Lembaga Statistik
Nasional Rwanda. Sampel yang digunakan adalah 6800 rumah tangga dan 34.000
individu. Saksena menggunakan model Logistik dengan variabel terikat berupa
dummy mengenai pilihan apakah individu yang sakit memanfaatkan pelayanan
kesehatan atau tidak berupa rawat jalan dalam dua minggu terakhir atau dirawat inap
dalam satu tahun terakhir. Lalu variabel bebas yang digunakan terdiri dari variabel
utama yaitu MHI (Mutual Health Insurance) dan variabel kontrol yang digunakan
adalah umur, jenis kelamin, status pendidikan, ukuran rumah tangga, pengeluaran
per-kapita, dan letak tempat tinggal. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa
MHI berhubungan signifikan dan positif terhadap akses ke pelayanan kesehatan di
Rwanda. Sedangkan variabel kontrol berupa umur dan pendidikan juga berhubungan
signifikan dan positif terhadap akses ke pelayanan kesehatan di Rwanda.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder tersebut didapat dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011 dan
dari Badan Pusat Statistik tahun 2011. Susenas merupakan Survey berskala nasional
yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan
menyangkut bidang pendidikan, kesehatan/gizi, perumahan/pemukiman, kriminalitas,
kegiatan sosial budaya, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, perjalanan, serta
persepsi kepala rumah tangga mengenai kesejahteraan rumah tangganya. Susenas Kor
merupakan survey yang berisi mengenai pertanyaan-pertanyaan umum tentang
kondisi sosial, ekonomi, dan demografi penduduk. Sedangkan Susenas Modul
ditanyakan setiap tiga tahun sekali. Data yang digunakan dalam laporan ini adalah
Susenas Kor tahun 2011. Susenas Kor tahun 2011 memiliki sampel sebanyak
1.118.239 individu dan 285.307 sampel rumah tangga (RT). Kemudian data yang
digunakan dari Badan Pusat Statistik adalah data mengenai garis kemiskinan dari tiap
provinsi tahun 2011.
Untuk menentukan individu miskin, peneliti menggunakan definisi miskin
yang dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik (2007) yaitu individu miskin merupakan
individu yang pengeluaran per-kapitanya dibawah garis kemiskinan. Karena di dalam
Susenas Kor 2011 tidak terdapat data mengenai garis kemiskinan, maka hal pertama
yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggabungkan data Susenas Kor 2011
dengan data garis kemiskinan tahun 2011 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik
(BPS). Sehingga dapat diambil individu yang pengeluaran per-kapita nya dibawah
garis kemiskinan. Jumlah individu yang pengeluaran per-kapitanya dibawah garis
kemiskinan adalah sebanyak 136.801 individu. Kemudian setelah itu, individu yang
akan dilihat adalah individu yang sudah memasuki usia produktif (15-64) tahun,
sehingga jumlah individu yang dilihat mengecil menjadi 74.541 individu.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Untuk mengetahui siapa saja individu yang mengakses pelayanan kesehatan
dilihat dari individu yang pergi berobat jalan. Pengertian berobat jalan menurut BPS
adalah upaya responden yang mempunyai keluhan kesehatan untuk memeriksakan
atau mengatasi gangguan keluhan kesehatannya dengan mendatangi tempat
pelayanan kesehatan modern atau tradisional tanpa menginap, termasuk
mendatangkan petugas medis ke rumah pasien. Namun karena dalam penelitian ini
terdapat variabel asuransi kesehatan maka individu miskin yang pergi berobat jalan
ke praktik tradisional dan dukun tidak dianggap mengakses pelayanan kesehatan,
karena asuransi kesehatan tidak dapat digunakan jika individu pergi ke praktik
tradisional ataupun dukun. Individu yang pergi berobat jalan di dalam Susenas adalah
individu yang mengalami keluhan kesehatan dalam satu bulan terakhir. Pengertian
keluhan kesehatan menurut BPS adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu
oleh kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan atau hal lain. Seseorang yang menderita
penyakit kronis dianggap mempunyai keluhan kesehatan walaupun pada waktu survei
(satu bulan terakhir) yang bersangkutan tidak kambuh penyakitnya. Didalam Susenas
2011 individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan adalah sebanyak 19.607
individu.
Dari 19.607 individu yang memiliki keluhan kesehatan tersebut, terdapat 489
individu yang dirawat inap dalam enam bulan terakhir. Karena tidak diketahui berapa
jumlah individu yang dirawat dalam satu bulan terakhir, maka individu yang dirawat
inap tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini agar tidak terjadi bias. Sehingga
jumlah individu miskin menjadi sebanyak 19.118 individu. Kemudian, salah satu
variabel yang ingin dilihat peneliti adalah mengenai pengaruh dari asuransi kesehatan
terhadap akses ke pelayanan kesehatan bagi individu miskin. Karena di dalam
Susenas memungkinkan satu individu memiliki lebih dari satu jenis asuransi
kesehatan, maka individu yang memiliki lebih dari satu jenis asuransi kesehatan tidak
dimasukkan ke dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bias,
karena jika individu memiliki lebih dari satu jenis asuransi kesehatan, kita tidak
mengetahui jenis asuransi kesehatan mana yang digunakan oleh individu untuk pergi
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
berobat jalan. Pada akhirnya jumlah individu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebesar 18.916 individu. Semua analisis baik deskriptif dan juga analisis
ekonometrika dilakukan dengan memasukkan (weight) tertimbang sehingga sampel
tersebut dapat merepresentasikan populasi.
3.2 Spesifikasi Model dan Definisi Operasional Variabel
Model yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada model Health
Seeking Behaviour yang diperkenalkan oleh Andersen (1995) dengan melakukan
pengembangan dan modifikasi. Model terdiri dari satu variabel terikat berupa dummy
mengenai keputusan berobat jalan atau tidak dalam satu bulan terakhir dan variabel
bebas berupa predisposing factors, enabling factors, dan need factors. Secara jelas
berikut model yang digunakan:
P( Y = 1|X ) = G (β0 + β1 umur + β2 gender + β3 pend1 + β4 pend2 + β5 skawin + β6
exp_cap + β7 jamkesmas + β8 asuransi + β9 jpkl + β10 kota + β11 kendaraan + β12
sakitparah + ε)
(G merupakan fungsi yang yang bernilai antara 0 dan 1 (0 < G(z) < 1) untuk semua nilai z)
Tabel 3.1 Variabel yang digunakan dan Definisi Operasional Variabel
Simbol
Variabel Deskripsi Definisi Operasional Variabel
Y
Variabel terikat definisi Y adalah jika individu yang memiliki keluhan kesehatan pergi berobat jalan mengakses ke pelayanan kesehatan.
1= jika berobat jalan dalam 1 bulan terakhir 0 = jika tidak berobat jalan dalam 1 bulan terakhir
Predisposing factors
Umur Variabel bebas definisi umur merupakan
umur individu. Umur individu
Gender
Variabel bebas definisi gender merupakan jenis kelamin dari individu.
1 = jika individu merupakan laki-laki 0 = jika individu merupakan perempuan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
pend1
Variabel bebas
definisi pend merupakan jenjang pendidikan terakhir yang pernah diduduki oleh individu. Yang menjadi base pada penelitian ini adalah pend3 atau jika individu pernah menduduki jenjang pendidikan tertinggi sampai SMA ataupun Perguruan Tinggi.
jenjang pendidikan terakhir yang pernah diduduki individu 1 = SD 0 = lainnya
pend2
jenjang pendidikan terakhir yang pernah diduduki individu 1 = SMP 0 = lainnya
pend3
jenjang pendidikan terakhir yang pernah diduduki individu 1 = SMA atau Perguruan Tinggi 0 = lainnya
skawin
Variabel bebas definisi skawin adalah status perkawinan dari individu mengenai apakah individu sudah menikah atau belum menikah.
status perkawinan individu
1 = kawin
0 = belum kawin
Enabling factors
exp_cap
Variabel bebas definisi exp_cap merupakan pengeluaran per-kapita yang menjadi indikator kesejahteraan dari setiap individu
pengeluaran per-kapita rumah tangga
Jamkesmas
Variabel bebas definisi jamkesmas adalah jika individu memiliki jaminan kesehatan berupa kartu askeskin/ kartu miskin/ kartu Gakin/kartu Jamkesmas yang disediakan oleh pemerintah pusat maupun daerah khusus untuk masyarakat miskin.
1 = jika individu memiliki asuransi kesehatan berupa kartu askeskin/ kartu miskin/ kartu sehat/ kartu gakin/ kartu jamkesmas
0 = jika individu tidak memiliki asuransi kesehatan berupa kartu askeskin/ kartu miskin/ kartu sehat/ kartu gakin/ kartu jamkesmas
asuransi Variabel bebas definisi asuransi adalah
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
1 = jika individu memiliki asuransi kesehatan berupa askes, jamsostek, asuransi swasta, atau penggantian biaya kesehatan oleh perusahaan
jaminan kesehatan yang diberikan oleh persero (askes dan jamsostek), pihak swasta (asuransi swasta), dan oleh perusahaan tempat individu bekerja (penggantian biaya kesehatan oleh perusahaan).
0 = jika individu tidak memiliki asuransi kesehatan berupa askes, jamsostek, asuransi swasta, atau penggantian biaya kesehatan oleh perusahaan
jpkl
Variabel bebas
Definisi jpkl merupakan asuransi kesehatan berupa dana sehat, jpkm dan asuransi lainnya diluar yang telah disebutkan sebelumnya.
1 = jika individu memiliki asuransi kesehatan berupa dana sehat, jpkm, dan lainnya 0 = jika individu tidak memiliki asuransi kesehatan berupa dana sehat, jpkm, dan lainnya
kota
Variabel bebas
definisi kota adalah jika individu tinggal di kota.
1 = jika individu tinggal di kota 0 = jika individu tinggal di desa
kendaraan
variabel bebas
definisi kendaraan adalah jika individu memiliki sepeda/motor/mobil.
1 = jika individu memiliki sepeda / motor/ mobil 0 = jika individu tidak memiliki sepeda & motor & mobil
Need Factors sakitparah
variabel bebas definisi sakit parah adalah individu miskin yang mengalami sakit yang sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.
1 = jika sakit yang dialami individu mengganggu aktivitas individu sehari-hari 0 = jika sakit yang dialami individu tidak mengganggu aktivitas individu sehari-hari
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
3.3 Metode Pengolahan Data
Karena variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
dummy, maka model regresi yang digunakan untuk penelitian semacam ini disebut
model binary response.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari metode analisis
ekonometrika yang ditulis oleh Baum (2006) pada bukunya yang berjudul
Introduction to Modern Econometrics Using Stata, Bab 10. Baum menjelaskan
bahwa untuk meneliti parameter dengan variabel respons kualitatif seperti
kemungkinan jawaban kejadian sukses (y=1) dan kejadian gagal (y=0), maka
dilakukan pendekatan variabel laten.
3.3.1 Pendekatan Variabel Laten
Variabel laten merupakan pendekatan yang berguna dalam model
ekonometrika. Model laten variabel adalah sebagai berikut :
yi* = xiβi + ui (3.1)
dimana i disini merupakan individu miskin yang sakit, dan y* merupakan sebuah
ukuran yang tidak teramati, yang dapat dianggap sebagai keuntungan untuk individu
miskin yang sakit untuk mengambil tindakan tertentu. Kita tidak dapat mengamati
keuntungan tersebut, tapi kita dapat mengamati hasil dari individu yang telah
mengambil keputusan.
yi = 0 jika yi* < 0
yi = 1 jika yi* > 0 (3.2)
dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa kita mengamati keputusan individu
miskin yang sakit jika ia berobat jalan maka y = 1, dan jika ia mutuskan untuk tidak
berobat jalan maka y = 0. y* merupakan variabel laten yang berhubungan linier
terhadap serangkaian faktor x dan proses gangguan (error term) u.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Dalam model laten, kemungkinan dari seorang individu untuk membuat keputusan
yaitu :
Pr (y* > 0 | x) =
Pr (u > - xβ | x) =
Pr (u < xβ | x ) =
Pr (y = 1 | x) = ψ (yi*) (3.3)
Dimana ψ (.) adalah fungsi distribusi kumulatif (CDF).
Kita dapat mengestimasi parameter dari model pilihan biner (binary choice
model) dengan menggunakan teknik maximum likelihood. Untuk setiap pengamatan,
probabilitas dari mengamati y kondisional pada x dapat ditulis sebagai berikut :
Pr (y | x) = { ψ ( xi β)} yi { 1 – ψ (xi β)}1- yi , yi = 0,1
Log likelihood untuk setiap pengamatan i ( individu miskin yang sakit ) dapat
ditulis sebagai :
ȴi (β) = yi log { ψ ( xi β)} + ( 1 - yi ) log { 1 - { ψ ( xi β)}
dan log likelihood dari sampel L (β) = ∑ n i =1 ȴi (β) , harus dimaksimalkan secara
numerik sehubungan dengan k elemen dari β.
Dua estimator dari model pilihan biner (binary choice model) adalah model
binomial probit dan model binomial logit. Untuk model probit, ψ (.) adalah fungsi
distribusi kumulatif (CDF) dari fungsi distribusi normal.
Untuk model logit, ψ (.) adalah distibusi kumulatif (CDF) dari distribusi
logistik :
Pr (y = 1 | x) = exp ( 𝑥𝑥 𝛽𝛽)1+exp (𝑥𝑥𝛽𝛽 )
(3.4)
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
dimana β adalah vektor dari parameter yang akan diestimasi dan x adalah vektor dari
variabel independen yaitu umur, gender, pend1, pend2, exp_cap, jamkesmas,
asuransi, jpkl, kota, kendaraan, dan sakitparah.
Fungsi distribusi kumulatif dari distribusi normal dan distribusi logistik tidak
jauh berbeda. Dalam model variabel laten, kita harus mengasumsikan bahwa proses
disturbansi memiliki variansi yang dikenal dengan σ u2. Tidak seperti masalah dalam
model regresi linier, kita tidak memiliki informasi yang cukup dalam data untuk
mengestimasi ukurannya. Karena kita dapat membagi persamaan (3.1) dengan σ positif
tanpa mengubah estimasi, σ tidak teridentifikasi. σ merupakan rangkaian untuk model
probit dan π / √3 dalam model logit.
Distribusi logistik memiliki fatter tails, menyerupai distribusi t dengan 7
derajat kebebasan. Dua model akan menghasilkan hasil yang sama jika distribusi
nilai-nilai sampel yi tidak terlalu ekstrim. Namun contoh di mana proporsi yi = 1 atau
yi = 0 sangat kecil yang akan peka terhadap pilihan fungsi distribusi kumulatif (CDF).
3.3.2 Marginal Effects and Predictions
Kemudian setelah persamaan diregresi, untuk mengetahui efek marjinal rata-
rata dari setiap variabel dilakukan pengujian marjinal efek setelah logit. Salah satu
tantangan dalam menggunakan model dengan variabel terikat yang terbatas (limited)
adalah kompleksitas dari marginal effect terhadap hasil yang dimiliki oleh faktor-
faktor penjelas (explanatory factors’ marginal effects on the result of interest).
Dalam (3.3), ukuran latent diterjemahkan oleh ᴪ (yi*) pada suatu
kemungkinan bahwa yi = 1. Walaupun (3.1) merupakan sebuah hubungan linier
dalam parameter β, tidak demikian dengan (3.3). Oleh karena itu, walaupun xj
memiliki efek linier pada ui*, ia tidak akan memiliki efek linier terhadap probabilitas
yang dihasilkan yaitu y = 1:
𝜕𝜕 Pr (𝑦𝑦=1|𝑥𝑥)𝜕𝜕𝑥𝑥𝑗𝑗
= 𝜕𝜕Pr(𝑦𝑦=1|𝑥𝑥)𝜕𝜕𝑥𝑥𝛽𝛽
∙ 𝜕𝜕𝑥𝑥𝛽𝛽𝜕𝜕𝑥𝑥𝑗𝑗
= ᴪ’ (xβ) ∙ βj = φ(xβ) ∙ βj (3.5)
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Efek dari kenaikan 𝑥𝑥𝑗𝑗 terhadap probabilitas adalah dikarenakan dua faktor:
efek 𝑥𝑥𝑗𝑗 pada variabel latent dan turunan dari CFD yang dievaluasi pada 𝑦𝑦𝑖𝑖 ∗. Bagian
akhir model (10.6) merupakan fungsi kepadatan probabilitas dari distribusi.
Dalam model regresi linier, koefisien 𝛽𝛽𝑗𝑗 mengukur marginal effect , dan
efek tersebut konstan pada seluruh sampel. Dalam model binary-outcome, sebuah
perubahan dalam faktor 𝑥𝑥𝑗𝑗 tidak menyebabkan perubahan konstan dalam Pr(y = 1|x)
karena ᴪ () merupakan fungsi nonlinier dari x.
Salah satu alasan kita menggunakan ᴪ () dalam model binary-outcome adalah
untuk menjaga probabilitas yang telah diprediksi di dalam interval [0,1]. Sifat yang
memiliki keterbatasan (boundeness) dari ᴪ () menyiratkan bahwa marginal effects
harus menjadi 0 sebagaimana nilai absolut dari 𝑥𝑥𝑗𝑗 membesar. Memilih fungsi
distribusi yang smooth (halus), seperti yang normal dan logistik, menyiratkan bahwa
marginal effects terus bervariasi untuk setiap 𝑥𝑥𝑗𝑗 .
Kemudian dilakukan pengujian goodness of fit untuk mengetahui tingkat
signifikansi atau tingkat keakuratan dari hasil regresi yang dilakukan. Untuk uji
goodness of fit dilakukan dengan melakukan uji correctly classified untuk mengetahui
seberapa besar kejadian sukses dan kejadian gagal dapat dinyatakan benar oleh model
secara keseluruhan.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Analisis Deskriptif Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan
yang Berobat Jalan Secara Keseluruhan
Pertama-tama untuk mengetahui secara keseluruhan keputusan individu
miskin yang berobat jalan dan tidak berobat jalan, penulis menghitung persentase
secara keseluruhan individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang
memutuskan untuk berobat jalan dan tidak berobat jalan. Secara keseluruhan,
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan berjumlah 18.916 individu.
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Keseluruhan Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan di Indonesia, Tahun 2011
Keputusan Berobat Jalan Jumlah Individu yang Memiliki Keluhan Kesehatan Persentase
Berobat Jalan 4,080 21.57 Tidak Berobat Jalan 14,836 78.43 Total 18916 100
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Secara keseluruhan, individu miskin yang memutuskan untuk berobat jalan
adalah sebesar 21,57 % atau sejumlah 4080 individu. Sedangkan sisanya yaitu
sejumlah 78,43 % atau 14.744 individu memutuskan untuk tidak berobat jalan.
Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa masih banyak individu miskin yang lebih
memilih untuk tidak berobat jalan dibandingkan untuk berobat jalan. Berbagai
permasalahan seperti masalah keuangan, mahalnya biaya kesehatan, minimnya
cakupan asuransi kesehatan dari pemerintah dan juga masalah keterbatasan sarana
transportasi ke pelayanan kesehatan menjadi alasan bagi individu miskin dalam
mengakses pelayanan kesehatan.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
4.2 Analisis Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Individu Miskin
Dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan
4.2.1 Faktor Kecenderungan (Predisposing)
Kategori ini merupakan kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Menurut Andersen (2007), seorang individu kurang lebih menggunakan
pelayanan kesehatan berdasarkan demografi, posisi dalam struktur sosial dan
keyakinan individu akan manfaat pelayanan kesehatan. Karakteristik demografi
meliputi umur dan jenis kelamin.
Berdasarkan umur, maka dapat dilihat bahwa semakin tinggi umur, maka
semakin banyak individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memutuskan
untuk berobat jalan. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pada kelompok umur 15-30
tahun, individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memutuskan untuk
berobat jalan adalah sebesar 19,08%. Pada kelompok umur 30-45 tahun, individu
miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memutuskan untuk berobat jalan
adalah sebesar 22,12%. Kemudian pada kelompok umur tertinggi yaitu 45-64 tahun
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memutuskan untuk berobat
jalan adalah sebesar 23,45%.
Gambar 4.1 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Umur
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
15-30 30-45 45-64
19.08 22.12 23.45
80.92 77.88 76.55
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Semakin bertambahnya umur seorang individu, maka mereka menjadi lebih
rentan terhadap risiko penyakit dan gangguan kesehatan yang buruk. Karena semakin
dewasa seorang individu, maka akan semakin banyak kegiatan dan kewajiban yang
harus dilakukan sehingga menimbulkan risiko terjadinya penyakit yang lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan individu yang umurnya lebih muda.
Kemudian karakteristik demografi lainnya setelah umur yaitu jenis kelamin.
Berdasarkan jenis kelamin, individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang
memutuskan untuk berobat jalan lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa individu perempuan yang memiliki keluhan
kesehatan yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 22,78%. Sedangkan
untuk individu laki-laki miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memutuskan
untuk berobat jalan adalah sebesar 20,29%.
Gambar 4.2 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Perempuan lebih banyak mengakses pelayanan kesehatan dibanding laki-laki
karena berkaitan dengan masalah reproduksi seperti persalinan, mengecek kehamilan,
ataupun suntik KB. Selain itu, perempuan cenderung lebih memperhatikan kesehatan
dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih rentan terhadap masalah kesehatan
kronis (Liu, 2009).
Laki-Laki Perempuan
20.29 22.78
79.71 77.22
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Selain karakteristik demografi, karakteristik selanjutnya adalah posisi dalam
struktur sosial yang juga termasuk dalam faktor kecenderungan (predisposing) dalam
mengakses pelayanan kesehatan. Posisi dalam struktur sosial terdiri dari status
pendidikan dan status perkawinan.
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa individu miskin yang memiliki keluhan
kesehatan yang jenjang pendidikan tertingginya adalah SD yang memutuskan untuk
berobat jalan adalah sebesar 21,67%. Tidak jauh berbeda dengan individu miskin
yang jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), individu miskin yang jenjang
pendidikan tertingginya adalah Sekolah Menengan Pertama (SMP) yang
memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 21,23%. Sedangkan individu miskin
yang memiliki keluhan kesehatan yang jenjang pendidikan tertingginya adalah
Sekolah Menengan Pertama (SMA) ataupun Perguruan Tinggi yang memutuskan
untuk berobat jalan adalah sebesar 23,89%.
Gambar 4.3 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tertinggi
yang Pernah Diduduki
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Hal ini menunjukkan bahwa individu miskin yang jenjang pendidikan
tertingginya mencapai Sekolah Menengah Atas ataupun yang jenjang pendidikan
SD SMP SMA dan PT
21.67 21.23 23.89
78.33 78.77 76.11
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
tertingginya adalah Perguruan Tinggi memiliki akses pelayanan kesehatan yang lebih
baik dibandingkan dengan yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Keadaan ini secara tidak
langsung membuktikan bahwa pendidikan memiliki pengaruh dalam mengakses
pelayanan kesehatan, dimana jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
maka semakin tinggi kemungkinannya untuk mengakses ke pelayanan kesehatan.
Kemudian, karakteristik struktur sosial lainnya setelah pendidikan yaitu status
perkawinan. Berdasarkan status perkawinan, dapat dilihat pada Gambar 4.4 bahwa
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang berstatus menikah yang
memutuskan untuk berobat jalan lebih banyak dibandingkan dengan individu miskin
yang memiliki keluhan kesehatan yang bersatatus belum menikah atau sudah cerai.
Individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang berstatus menikah yang
memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 21,97%. Sedangkan individu miskin
yang memiliki keluhan kesehatan yang berstatus belum menikah atau sudah cerai
yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 18,25%.
Gambar 4.4 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Status Perkawinan
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
menikah belum menikah
21.97 18.25
78.03 81.75
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa individu yang sudah menikah lebih
baik dalam akses ke pelayanan kesehatan, hal ini dikarenakan individu yang sudah
menikah secara umum akan memiliki sumber pendapatan yang relatif lebih besar
dibandingkan yang belum menikah. Wanita yang sudah menikah akan memiliki
perlindungan berupa materi dari suami apabila mengalami sakit. Dan sebaliknya laki-
laki yang sudah menikah akan cenderung diperhatikan kondisi kesehatannya oleh
istrinya.
4.2.2 Faktor Kemungkinan (Enabling)
Kategori ini mencakup sumber daya yang berkaitan dengan karakteristik
sumber daya ekonomi rumah tangga/ individu dan sumber daya komunitas.
Pembiayaan pelayanan kesehatan bagi individu melibatkan pengeluaran per-kapita
atau kekayaan, dan asuransi kesehatan yang tersedia bagi individu untuk membayar
jasa pelayanan kesehatan. Lalu, karakteristik sumber daya komunitas terdiri dari
tempat tinggal individu, akses ke fasilitas pelayanan kesehatan dan ketersediaan
bantuan sosial untuk individu yang tidak mampu.
Berdasarkan pengeluaran per-kapita, dapat dilihat pada Gambar 4.5 bahwa
semakin besar pengeluaran per-kapita, maka individu miskin yang memutuskan untuk
berobat jalan juga semakin banyak. Individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan
yang memiliki pendapatan per-kapita per bulan kurang dari seratus ribu rupiah yang
memutuskan untuk berobat jalan adalah hanya sebesar 17,87%. Sedangkan individu
miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memiliki pengeluaran per-kapita per
bulan antara seratus sampai dua ratus ribu rupiah yang memutuskan untuk berobat
jalan adalah sebesar 19,96%, individu miskin yang memutuskan untuk berobat jalan
adalah sebesar 24,07%. Kemudian individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan
yang memiliki pengeluaran per-kapita per bulan diatas tiga ratus ribu rupiah yang
memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 33,02%.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Gambar 4.5 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Pengeluaran Per-Kapita
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Sesuai dengan teori yang dijelaskan Phelps (1992), dimana pengeluaran untuk
kesehatan akan bersaing dengan pengeluaran untuk mengkonsumsi barang lain.
Maksudnya adalah pengeluaran untuk kesehatan dianggap sebagai komoditas seperti
barang lain yang dikonsumsi oleh konsumen. Individu yang memiliki pengeluaran
per-kapita yang kecil akan menghadapi pilihan yang lebih sulit mengenai
keputusannya untuk mengkonsumsi layanan kesehatan atau mengkonsumsi barang
dan jasa lainnya. Tidak mustahil apabila individu yang memiliki pengeluaran per-
kapita kecil dan mengalami keluhan kesehatan, ia akan memutuskan untuk tidak
mengakses layanan kesehatan karena jika ia menggunakan layanan kesehatan, maka
ia harus mengorbankan bagian dari pengeluarannya yang digunakan untuk
mengkonsumsi barang lain.
Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan asuransi kesehatan. Asuransi atau jaminan kesehatan adalah suatu
sistem pembiayaan yang memberikan perlindungan atau jaminan dalam mengatasi
risiko dan ketidakpastian gangguan kesehatan serta implikasi biaya yang diakibatkan.
Manfaat yang diperoleh adalah kompensasi untuk mengatasi kerugian akibat
peristiwa sakit tersebut baik kerugian akibat perawatan dan pengobatan di pelayanan
kesehatan maupun kerugian akibat hilangnya waktu kerja (Murti, 2000). Asuransi
<100rb 100-200rb 200-300rb >300rb
17.87 19.96 24.07 33.02
82.13 80.04 75.93 66.98
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Kesehatan merupakan perlindungan atau jaminan dalam mengatasi risiko dan
ketidakpastian gangguan kesehatan. Perlindungan tersebut dirasa sangat penting bagi
masyarakat luas terutama masyarakat miskin yang rentan terhadap berbagai macam
gangguan termasuk gangguan kesehatan. Dari tabel 4.2 di bawah dapat dilihat bahwa
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memiliki asuransi kesehatan
adalah sebesar 42,64% atau sebanyak 8066 individu. Sedangkan individu miskin
yang tidak memiliki asuransi adalah sebesar 57,36% atau sebanyak 10.850 individu.
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Kepemilikan Asuransi Kesehatan yang Dimiliki
Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan di Indonesia, Tahun 2011
Kepemilikan Asuransi Jumlah Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan Persentase
Memiliki Asuransi Kesehatan 8066 42.64 Tidak Memiliki Asuransi Kesehatan 10850 57.36
Total 18916 100.00
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa asuransi kesehatan belum
mencakupi sebagian besar individu miskin. Lebih dari 50% individu miskin masih
belum memiliki asuransi kesehatan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan studi yang
dilakukan oleh Sparrow pada tahun 2010. Ia menemukan bahwa enam puluh persen
dari jumlah populasi di Indonesia belum memiliki perlindungan atau asuransi
kesehatan. Mayoritas dari mereka yang belum terlindungi dari jaminan kesehatan
adalah masyarakat yang bekerja dalam sektor informal. Setengah dari populasi
penduduk yang belum memiliki asuransi kesehatan merupakan masyarakat yang
bekerja dalam sektor agrikultur atau pertanian. Orang yang bekerja pada sektor
informal berbeda dengan orang yang bekerja di sektor formal, karena mereka akan
lebih besar kemungkinannya untuk mendapat asuransi kesehatan seperti askes,
jamsostek, asuransi swasta ataupun biaya kesehatan mereka ditanggung oleh
perusahaan ditempat mereka bekerja.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Dari Gambar 4.6 di bawah ini dapat dilihat jenis asuransi kesehatan yang
dimiliki individu miskin. Dari individu miskin yang memiliki asuransi kesehatan,
91,70% dari mereka adalah individu miskin yang memiliki asuransi kesehatan berupa
jaminan kesehatan yang diberikan Pemerintah berupa Askeskin, Kartu Miskin, Kartu
Sehat, Kartu Gakin ataupun Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dan sisanya
adalah individu yang memiliki jenis asuransi kesehatan lainnya.
Gambar 4.6 Persentase Jenis Asuransi Kesehatan yang Dimiliki oleh Individu
Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan.
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Dari gambar 4.6 diatas juga dapat dilihat bahwa individu miskin yang
memiliki asuransi kesehatan diluar jaminan kesehatan masyarakat yang diberikan
oleh Pemerintah masih minim. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa hal ini
dikarenakan mayoritas dari penduduk miskin Indonesia adalah yang bekerja dalam
sektor informal. Sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan asuransi kesehatan
seperti askes, jamsostek, ataupun asuransi swasta.
91.70
Askes
Jamsostek
Asuransi swasta
Penggantian biaya oleh perusahaan
jamkesmas
Dana Sehat
lainnya
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Berdasarkan ketersediaan dan jenis asuransi kesehatan, dapat dilihat pada
Gambar 4.7 di bawah ini bahwa individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan
yang memiliki asuransi kesehatan mengakses pelayanan kesehatan lebih banyak
dibandingkan individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan namun tidak
memiliki asuransi kesehatan. Individu miskin yang sakit yang memiliki asuransi
kesehatan yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 26,18%. Sedangkan
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan namun tidak memiliki asuransi
kesehatan yang memutuskan untuk berobat jalan adalah hanya sebesar 18,14%.
Kemudian jika dibandingkan antara satu jenis asuransi kesehatan dengan jenis
asuransi kesehatan lainnya, dapat dilihat bahwa individu miskin yang memiliki
asuransi kesehatan berupa asuransi kesehatan formal seperti askes, jamsostek, dan
asuransi swasta yang memutuskan berobat jalan adalah sebesar 29,87%. Sedangkan
individu miskin yang mendapat bantuan sosial berupa jaminan kesehatan dari
Pemerintah yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 26,08%.
Gambar 4.7 Persentase Individu yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Ketersediaan dan Jenis Asuransi Kesehatan
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Dari gambar 4.7 diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi kesehatan memiliki
peranan yang penting dalam mempengaruhi individu miskin untuk mengakses
Memiliki Asuransi
Kesehatan
Tidak Memiliki Asuransi
Kesehatan
26.18 18.14
73.82 81.86
berobat jalan tidak berobat jalan
jamkesmas asuransi formal
lainnya
26.08 29.87 25.07
73.92 70.13 74.93
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
pelayanan kesehatan. Asuransi kesehatan merupakan suatu instrumen sosial untuk
menjamin bahwa seseorang dapat memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan
tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi orang tersebut pada waktu terjadinya
kebutuhan pelayanan kesehatan (Thabrany, 2003). Pengertian tersebut menjelaskan
bahwa disaat individu sakit, namun individu tersebut tidak memiliki uang, ia akan
tetap mengakses pelayanan kesehatan dengan menggunakan asuransi kesehatan.
Sehingga individu yang memiliki asuransi kesehatan akan memiliki preferensi untuk
mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan individu yang tidak memiliki asuransi
kesehatan. Bagi individu miskin di Indonesia, asuransi kesehatan yang diberikan
Pemerintah berupa Askeskin atau Jamkesmas menjadi sangat penting karena dapat
mempermudah mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan disaat mereka sakit
walaupun mereka tidak memiliki sejumlah uang untuk mengakses pelayanan
kesehatan.
Faktor enabling berikutnya yang berupa karakteristik sosial yaitu lokasi
atau tempat tinggal individu. Pada Gambar 4.8 di bawah dapat dilihat bahwa
berdasarkan klasifikasi tempat tinggal individu di desa dan kota, individu miskin
yang memutuskan untuk berobat jalan lebih banyak tinggal di kota dibandingkan
yang tinggal di desa. Individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang tinggal
di kota, yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 25,84%. Sedangkan
individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang tinggal di desa yang
memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 18,94 %.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Gambar 4.8 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Klasifikasi Desa/Kota
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa terdapat ketimpangan dalam Akses ke
pelayanan kesehatan antara desa dan kota. Harimurti (2013) menyatakan bahwa
Akses untuk mencapai fasilitas kesehatan di Indonesia masih sulit terutama di
pedesaan. Untuk mencapai puskesmas, masyarakat harus berjalan berkilo-kilometer
melalui medan yang sulit. Selain itu, jumlah fasilitas kesehatan juga belum merata
antara desa dan kota. Di kota terdapat banyak pilihan fasilitas kesehatan dengan jarak
satu fasilitas ke fasilitas lain yang relatif dekat. Sedangkan di desa hanya memiliki
beberapa bahkan hanya satu fasilitas kesehatan yang harus melayani seluruh
penduduk desa. Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia juga belum merata antar
daerah, antara desa dan kota.
Di dalam model health seeking behavior dari Andersen (1995), salah satu
faktor yang mempnegaruhi individu dalam mengakses pelayanan kesehatan adalah
time travel dan time cost ke fasilitas kesehatan. Namun, karena di dalam Susenas
tidak terdapat informasi mengenai time travel dan time travel ke fasilitas kesehatan,
maka peneliti mencoba melakukan pendekatan pada kepemilikan kendaraan pribadi.
Ketersediaan kendaraan dalam analisis ini merupakan kepemilikan individu dari salah
satu mode kendaraan baik sepeda, motor, ataupun mobil.
Kota Desa
25.84 18.94
74.16 81.06
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Gambar 4.9 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Ketersediaan Kendaraan
Pribadi yang Dimiliki
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Berdasarkan gambar 4.9 diatas terlihat bahwa individu miskin yang memiliki
kendaraan dan yang tidak memiliki kendaraan yang memutuskan untuk berobat jalan
tidak jauh berbeda persentasenya. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa individu
miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memiliki kendaraan pribadi yang
memutuskan untuk berobat jalan untuk berobat jalan adalah sebesar 21,09%.
Sedangkan individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang tidak memiliki
kendaraan pribadi yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 22,01%.
4.2.3 Karakteristik Kebutuhan (Need)
Kebutuhan yang dirasakan adalah bagaimana individu melihat kesehatan
mereka secara umum dan juga bagaimana mereka melihat status fungsional dari
kesehatannya (Andersen, 2007). Juga disertakan di sini adalah bagaimana mereka
mengalami situasi emosional dalam menanggapi gejala penyakit, rasa sakit, dan
kekhawatiran tentang kondisi kesehatan mereka. Untuk mendekati definisi need,
dalam penelitian ini need diartikan sebagai bagaimana individu menanggapi rasa sakit
yang dirasakan.
Memiliki Kendaraan
Tidak Memiliki
Kendaraan
21.09 22.01
78.91 77.99
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Berdasakan keparahan sakit dari individu, maka dapat dilihat bahwa pada
Gambar 4.10 di bawah ini ditunjukkan bahwa individu miskin yang mengalami sakit
yang parah (sakit sampai mengganggu aktivitas sehari-hari) yang memutuskan untuk
berobat jalan lebih banyak dibandingkan dengan individu miskin yang sakitnya tidak
parah. Individu miskin yang mengalami sakit yang parah (sakit sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari) yang memutuskan untuk berobat jalan adalah sebesar 28,91%.
Sedangkan individu miskin yang sakitnya tidak parah (sakit tidak sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari) yang memutuskan untuk berobat jalan adalah
setengah lebih kecil dari individu yang sakit parah yaitu sebesar 14,22%.
Gambar 4.10 Persentase Individu Miskin yang Memiliki Keluhan Kesehatan yang Berobat Jalan dan Tidak Berobat Jalan Berdasarkan Keparahan Sakit
Sumber : Susenas Maret 2011, diolah kembali
Kondisi dimana individu yang mengalami keluhan kesehatan sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari tidak memutuskan untuk berobat jalan dikenal
dengan sebutan unmet need. Menurut Tabrany (2013) Analisis unmet need dapat
dijadikan sebagai proksi dalam melihat akses masyarakat pada pelayanan kesehatan.
Semakin sedikit penduduk yang mengalami unmet need berarti makin baik akses
penduduk pada pelayanan kesehatan. Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa lebih dari
setengah individu yang sakit sampai mengganggu aktivitas sehari-harinya masih
memutuskan untuk tidak berobat jalan. Hal ini menunjukkan bahwa akses penduduk
pada layanan kesehatan di Indonesia kondisinya masih kurang baik.
Parah Tidak Parah
28.9114.22
71.0985.78
berobat jalan tidak berobat jalan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
4.3 Analisis Ekonometrika Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu
Miskin dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan
Tabel 4.3 memperlihatkan hasil regresi yang telah dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi individu miskin untuk mengakses
pelayanan kesehatan. Prob > chi2 bernilai 0,0000, artinya variabel bebas secara
bersama-sama dapat mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Kemudian,
melalui pengujian Goodness of Fit, secara keseluruhan model mampu menjelaskan
seluruh hasil observasi dengan benar sebesar 76,96 %.
Tabel 4.3 Hasil Marginal Effects dari Regresi Logit
Variabel dy/dx Std Error P>z X umur 0.001** 0.000 0.004 36.306 gender -0.033** 0.009 0.000 0.531 pend1 -0.031** 0.014 0.028 0.669 pend2 -0.021 0.014 0.148 0.198 skawin 0.018 0.014 0.198 0.808 exp_cap 0.030** 0.012 0.011 1.918 jamkesmas 0.074** 0.010 0.000 0.388 asuransi 0.123** 0.037 0.001 0.018 jpkl 0.086** 0.035 0.013 0.020 kota 0.055** 0.011 0.000 0.399 kendaraan -0.001 0.010 0.904 0.349 sakitparah 0.149** 0.009 0.000 0.496 Pseudo R2 0.0499 Prob > Chi 0.0000 Correctly Classified 76.96%
Ket: **) signifikansi pada α = 5%, *) siginifikansi pada α = 10 %
Tabel 4.3 diatas memperlihatkan hasil marginal effects dari regresi Logit untuk
mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi keputusan individu miskin yang
mengalami gangguan kesehatan untuk mengakses pelayanan kesehatan berupa
berobat jalan (hasil estimasi lengkap ada di lampiran). Variabel terdiri dari umur,
gender, pend1, pend2, skawin, exp_cap, asuransi, jpkl, kota, kendaraan dan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
sakitparah. Variabel berupa umur, gender, pend1, exp_cap, jamkesmas, asuransi,
jpkl, kota, dan sakitparah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan (pergi berobat jalan).
Sedangkan variabel pend2, skawin, dan kendaraan tidak berpengaruh signifikan
terhadap keputusan individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan (pergi
berobat jalan).
Variabel umur memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang positif
terhadap keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan. Artinya,
individu miskin yang usianya lebih tua memiliki probabilitas mengakses pelayanan
kesehatan 0,1% lebih tinggi dibandingkan degan individu miskin yang muda. Hal ini
sesuai dengan analisis yang dilakukan oleh Liu (2009) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi umur seseorang, maka akan semakin besar kemungkinannya orang
tersebut mengakses pelayanan kesehatan karena berkaitan dengan risiko kesehatan
yang lebih besar jika dibandingkan dengan individu yang umurnya lebih muda.
Variabel gender memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif
terhadap keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan. Artinya
individu miskin laki-laki memiliki probabilitas mengakses pelayanan kesehatan 3,3%
lebih rendah dibandingkan individu miskin perempuan. Hal ini sesuai dengan analisis
yang dilakukan oleh Liu (2009) dan juga Shen (2013). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Shen ditemukan bahwa perempuan lebih banyak yang mengunjungi
dokter atau fasilitas kesehatan. Hal ini secara umum terjadi karena perempuan
memiliki masalah reproduksi sehingga membutuhkan banyak pelayanan kesehatan.
Variabel pend1 memiliki memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan
yang negatif terhadap keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan
kesehatan. Artinya individu miskin yang tingkat pendidikan tertingginya adalah
Sekolah Dasar (SD) memiliki probabilitas mengakses pelayanan kesehatan 3,1%
lebih rendah dibandingkan dengan individu miskin yang tingkat pendidikannya
adalah SMA dan Perguruan Tinggi. Menurut Shen (2013), pendidikan merupakan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
faktor penting didalam setiap keputusan kesehatan. Karena semakin tinggi pendidikan
seseorang maka informasi mengenai kesehatan juga akan lebih banyak didapat
dibandingkan dengan individu yang pendidikannya rendah.
Variabel exp_cap memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan yang
positif dengan keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Artinya semakin besar pengeluaran per-kapita individu miskin, maka probabilitas
mengakses pelayanan kesehatannya akan lebih tinggi 3%.
Variabel jamkesmas memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan
yang positif dengan keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan
kesehatan. Artinya, individu yang memiliki kartu jaminan kesehatan dari pemerintah
memiliki probabilitas mengakses pelayanan kesehatan 7,4% lebih tinggi
dibandingkan dengan individu miskin yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan
dari Pemerintah. Hal ini sesuai dengan analisis yang dilakukan oleh Jutting (2001)
dan Saksena (2010) yang menyatakan bahwa jaminan kesehatan untuk masyarakat
miskin akan meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan. Di Senegal, akibat adanya
asuransi kesehatan bersama, akses ke pelayanan kesehatan bagi individu miskin
meningkat sebesar 2%.
Variabel asuransi memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan yang
positif dengan keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Artinya, individu miskin yang memiliki asuransi kesehatan baik askes maupun
jamsostek dan asuransi swasta memiliki probabilitas mengakses pelayanan kesehatan
12,3% lebih tinggi dibandingkan dengan individu miskin yang tidak memiliki
asuransi kesehatan baik askes maupun jamsostek dan asuransi swasta. Hal ini sesuai
dengan analisis yang dilakukan oleh Shen (2013) yang menyatakan bahwa asuransi
kesehatan swasta memiliki efek yang substansial terhadap penggunaan atau
pemanfaatan layanan kesehatan. Dalam analisisnya, individu yang memiliki asuransi
kesehatan swasta akan memiliki kemunggkinan untuk mengakses pelayanan
kesehatan 15% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki asuransi
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
kesehatan swasta. Lalu, ia menyatakan bahwa penggunaan asuransi kesehatan swasta
lebih besar dibandingkan jaminan kesehatan lain yang sifatnya tidak volunteer karena
individu yang memiliki asuransi kesehatan swasta telah membayar premi untuk
asuransinya sehingga preferensi untuk mengakses pelayanan kesehatannya akan lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis asuransi kesehatan lainnya diluar swasta, terlebih
dibandingkan dengan yang tidak memiliki asuransi kesehatan.
Variabel jpkl memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan yang
positif dengan keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Artinya, individu yang memiliki asuransi kesehatan diluar jaminan kesehatan
masyarakat miskin dan juga diluar asuransi askes dan jamsostek memiliki
probabilitas mengakses pelayanan kesehatan 8,6% lebih tinggi dibandingkan dengan
individu miskin yang tidak memiliki asuransi kesehatan diluar jaminan kesehatan
masyarakat miskin dan juga diluar asuransi askes dan jamsostek.
Variabel kota memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan yang
positif dengan keputusan individu dalam mengakses pelayanan kesehatan. Artinya
individu miskin yang tinggal di kota memiliki probabilitas mengakses pelayanan
kesehatan 5,5% lebih tinggi dibandingkan dengan individu miskin yang tinggal di
desa. Liu (2009) menyatakan bahwa ketimpangan akses ke pelayanan kesehatan
antara di desa dan kota diakibatkan oleh kurang tersedianya fasilitas kesehatan di
desa, termasuk kurangnya tenaga ahli kesehatan. Sehingga orang yang tinggal di desa
hanya memiliki pilihan untuk pergi berobat ke tempat yang jauh (kota) ataupun tidak
berobat sama sekali karena biaya transportasi yang mahal.
Variabel sakitparah memiliki pengaruh yang siginifikan dengan hubungan
yang positif dengan keputusan individu miskin dalam mengakses pelayanan
kesehatan. Artinya individu miskin yang mengalami gangguan aktivitas sehari-hari
akibat sakit memiliki probabilitas mengakses pelayanan kesehatan 14,9% lebih tinggi
dibandingkan dengan individu miskin yang tidak mengalami gangguan aktivitas
sehari-hari akibat sakit.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
4.4 Analisis Sensitivitas dari Beberapa Model
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui robustness dari variabel
utama dan variabel-variabel lain yang digunakan dalam model penelitian. Analisis
sensitivitas dilakukan dengan cara mengkondisikan variabel-variabel ke dalam
kondisi tertentu. Pembagian model ini didasarkan dengan karakteristik tertentu. Pada
model A dilakukan dengan memasukkan variabel dari predisposing factors saja ke
dalam model. Model B dilakukan dengan memasukkan variabel enabling factors dan
need factors. Model C dilakukan dengan memasukkan variabel asuransi kesehatan
yaitu variabel jamkesmas, asuransi dan jpkl. Model D dilakukan dengan memasukkan
semua variabel dari predisposing factors, enabling factors dan need factors.
Tabel 4.4 Analisis Sensitivitas Beberapa Model (Marginal Effects)
Variabel Model A Model B Model C Model D Umur 0.002** 0.001** Gender -0.028** -0.033** pend1 -0.049** -0.031** pend2 -0.027* -0.021 Skawin 0.007 0.018 exp_cap 0.033** 0.030** Jamkesmas 0.080** 0.080** 0.074** Asuransi 0.124** 0.128** 0.123** Jpkl 0.089** 0.076** 0.086** Kota 0.064** 0.055** Kendaraan -0.003 -0.001 Sakitparah 0.148** 0.149** Pseudo R2 0.0042 0.0485 0.0090 0.0499 Prob > Chi 0.000 0.000 0.000 0.000 Correctly Classified 76.99% 77.26% 77.25% 76.96%
Ket : **) signifikansi pada α = 5% , *) siginifikansi pada α = 10 %
Setelah mengombinasikan beberapa model, maka dapat dilihat interval atau
range perubahan dari beberapa variabel yaitu:
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
• Gender: individu miskin laki-laki yang memiliki keluhan kesehatan yang
berobat jalan adalah berkisar antara 2,8% sampai 3,3% dibandingkan dengan
individu miskin perempuan.
• Jamkesmas: individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan yang memiliki
kartu jamkesmas yang berobat jalan adalah berkisar antara 7,4% sampai
dengan 8% dibandingkan dengan individu miskin yang memiliki keluhan
kesehatan namun tidak memiliki kartu jamkesmas.
• Asuransi: individu miskin yang memiliki kartu asuransi kesehatan swasta
yang berobat jalan adalah berkisar antara 12,3% sampai dengan 12,8%
dibandingkan dengan individu miskin yang memiliki keluhan kesehatan
namun tidak memiliki kartu asuransi kesehatan swasta.
• Jpkl: individu miskin yang memiliki kartu asuransi kesehatan diluar asuransi
jamkesmas dan asuransi swasta yang berobat jalan adalah berkisar antara
7,6% sampai dengan 8,9% dibandingkan dengan individu miskin yang
memiliki keluhan kesehatan namun tidak memiliki kartu asuransi kesehatan
lainnya diluar jamkesmas dan asuransi swasta.
• Kota: individu miskin yang tinggal di kota yang berobat jalan adalah berkisar
antara 5,5% sampai 6,4 % dibandingkan dengan individu miskin yang tinggal
di desa
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
1. Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan, variabel umur,
gender, pend1, exp_cap, jamkesmas, asuransi, jpkl, dan kota memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan individu miskin yang
memiliki keluhan kesehatan untuk pergi berobat jalan atau mengakses ke
pelayanan kesehatan, sementara itu variabel pend2, skawin, dan kendaraan
tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan individu miskin yang sakit
untuk pergi berobat jalan atau mengakses ke pelayanan kesehatan.
2. Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
individu miskin yang memiliki kartu jaminan kesehatan masyarakat dari
Pemerintah yang memutuskan untuk pergi berobat jalan sebesar 7,4% lebih
tinggi dibandingkan dengan individu miskin yang memiliki keluhan
kesehatan namun tidak memiliki kartu jaminan kesehatan masyarakat dari
Pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa jaminan kesehatan yang diberikan
Pemerintah bagi masyarakat miskin setidaknya memiliki pengaruh terhadap
keputusan individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya:
a. Memberikan informasi atau penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan bagi
individu usia muda terutama individu laki-laki agar mereka dapat mengakses
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
pelayanan kesehatan lebih banyak lagi guna tercapai status kesehatan yang
baik sehingga kualitas sumber daya manusia yang baik dapat tercapai;
b. Pemerintah harus menambah bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin agar
mereka lebih terbuka dan lebih pintar dalam menghadapi risiko kesehatan.
Program terkait yang sudah dilaksanakan pemerintah untuk memberi bantuan
pendidikan yaitu BSM (Bantuan Siswa Miskin). Program ini harus terus
dilaksanakan dengan baik dan diperluas cakupannya karena dengan
pendidikan, individu dapat mengetahui segala informasi termasuk informasi
kesehatan sehingga mereka tahu bagaimana cara menghadapi keluhan
kesehatan dan mengetahui pentingnya kesehatan baik bagi diri sendiri maupun
bagi pembangunan nasional karena kesehatan berkaitan dengan pembangunan
modal manusia.
c. Pemerintah harus menambah cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat miskin secara luas dan merata untuk menjamin kesehatan mereka,
karena dari hasil analisis, diantara individu miskin yang memiliki keluhan
kesehatan, hanya setengahnya yang memiliki asuransi kesehatan. Dengan
adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin setidaknya dapat
mempengaruhi individu miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan.
Program terkait yang sudah dilaksanakan Pemerintah untuk menjamin
kesehatan masyarakat miskin adalah melalui Jamkesmas. Program ini harus
terus dilaksanakan dengan baik dan diperluas cakupannya demi menjamin
kesehatan masyarakat miskin dan juga demi meningkatkan akses ke pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin;
d. Pemerintah harus mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan di desa dan di
kota dengan cara menambah dan memperbaiki fasilitas kesehatan di desa
termasuk menambah jumlah tenaga ahli di desa-desa.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Aday LA, Andersen R. (1975). “Development of indices of access to medical care”. Ann Arbour: Health Administration Press.
Andersen, Ronald M. (1995). "Revisiting the Behavioral Model and Access to Medical Care: Does It Matter?" Journal of Health and Social Behavior 36 (March 1995): 1-10.
Andersen, R. M., & Davidson, P. L. (2007). “Improving access to care in America: Changing the US health care system: key issues in health services policy and management”. 3a. edición. San Francisco: Jossey-Bass, 3-31.
Badan Pusat Statistik, (2007). 1997-2007. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta.
Baum, Christopher F. (2006). An Introduction to Modern Econometrics Using Stata. College Station, TX: Stata Press.
Cafiero, C., & Vakis, R. (2006). “Risk and vulnerability considerations in poverty analysis: Recent advances and future directions”. Social Protection Discussion Paper (No. 0610).
Folland Sherman, Allen C. Goodman and Miron Stano. (2001). The Economics of Health and Health Care. Third Edition. New Jersey: Prentis Hall Inc.
Gulliford, M., Figueroa-Munoz, J., Morgan, M., Hughes, D., Gibson, B., Beech, R., & Hudson, M. (2002). “What does access to health care mean?” Journal of health services research & policy, 7(3), 186-188.
Grossman, Michael. (1972) “On The Concept of Health Capital and Demand for Health”. Journal of Political Economic. Vol. 80.
Harimurti, Pandu, Pambudi, Eko, et all. (2013). “The Nuts and Bolts of Jamkesmas: Indonesia’s Government-Financed Health Coverage Program”. Jakarta: World Bank.
Hidayat, B., Thabrany, H., Dong, H., & Sauerborn, R. (2004). The effects of mandatory health insurance on equity in access to outpatient care in Indonesia.Health Policy and Planning, Oxford University Press, 19(5), 322-335.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Huixia Liu, Linxiu Zhang, Gale Summerfield, Yaojiang Shi, (2009) "A gendered view of reforming health care access for farmers in China", China Agricultural Economic Review, Vol. 1 Iss: 2, pp.194 – 211.
Hulka, B.S., and Wheat, J.R, (1985) “Patterns of Utilization: The Patient Perspective.” Medical Care, 23, 438-460.
International Labor Organization. (2006). Global Extension of Social Security. www.ilo.org. Retrieved July 15, 2013, from http://www.ilo.org/gimi/gess/ShowGlossary.do#top
Keiding, H (2011) Health Economics : Chapter 4 The Demand for Healthcare, www.econ.ku.dk . Retrieved July 15, 2013, from http://www.econ.ku.dk/keiding/Textbooks/HealthEconomicsBook/HEChapter4.pdf
Murti, Bhisma. (2000) Dasar-dasar Asuransi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal. 21-24.
Phelps, Charles E. 1992. Health Economics. New York: HarperCollins
Sachs, J. (2001). “Report of the Commission on Macroeconomics and Health.WHO Commission on Macroeconomics and Health. Macroeconomics and health: investing in health for economic development”. Geneva: World Health Organization.
Saksena, P., Antunes, A. F., Xu, K., Musango, L., & Carrin, G. (2010). “Impact of mutual health insurance on access to health care and financial risk protection in Rwanda”. WHO: World health report 2010.
Shen, Chan. (2013). “Determinants of Healthcare Decision, Insurance, Utilization, and Expenditures”. The Review of Economics and Statistic, vol. 95, No.1, Pages 142-153. March 2013.
Sparrow, Robert, Suryahadi A, Widyanti W., (2010). “Social Health Insurance for the Poor : Targeting and Impact of Indonesia’s Askeskin Program”. Jakarta : SMERU
Thabrany, (2003). “Social Health Insurance in Indonesia: Current Status and the Proposed National Health Insurance”. Paper Presented in Social Health Insurance Workshop WHO SEARO, New Delhi, March 13-15, 2003
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. (2011). Panduan Penanggulangan Kemiskinan: Buku Pegangan Resmi TKPK Daerah. Jakarta: TNP2K.
United Nations Treaty Convention (1966). International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, New York, 16 December 1966. www.treaties.un.org. Retrieved July 17,2013, from http://www.treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IV-3&chapter=4&lang=en
WHO, World Health Report (2000) Health System Improving Performance, Switzerland.
World Bank. 2000. World Development Report 1999-2000.
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Garis Kemiskinan Tiap Provinsi di Indonesia
Provinsi Garis Kemiskinan 2011
Kota Desa Nangroe Aceh Darussalam Rp333,355.00 Rp292,085.00 Sumatera Utara Rp271,713.00 Rp222,226.00 Sumatera Barat Rp293,018.00 Rp241,924.00 Riau Rp306,504.00 Rp267,007.00 Jambi Rp294,522.00 Rp219,144.00 Sumatera Selatan Rp275,006.00 Rp214,727.00 Bengkulu Rp284,337.00 Rp235,983.00 Lampung Rp270,303.00 Rp221,543.00 Bangka Belitung Rp323,328.00 Rp323,938.00 Kepulauan Riau Rp350,828.00 Rp291,693.00 DKI Jakarta Rp355,480.00 Rp355,480.00 Jawa Barat Rp228,401.00 Rp204,199.00 Jawa Tengah Rp222,430.00 Rp198,814.00 DI Yogyakarta Rp265,752.00 Rp217,923.00 Jawa Timur Rp234,546.00 Rp206,275.00 Banten Rp236,672.00 Rp206,639.00 Bali Rp248,431.00 Rp210,147.00 Nusa Tenggara Barat Rp244,960.00 Rp194,518.00 Nusa Tenggara Timur Rp267,669.00 Rp181,679.00 Kalimantan Barat Rp225,245.00 Rp198,886.00 Kalimantan Tengah Rp244,312.00 Rp240,121.00 Kalimantan selatan Rp256,850.00 Rp225,235.00 Kalimantan Timur Rp339,392.00 Rp279,920.00 Sulawesi Utara Rp220,805.00 Rp206,241.00 Sulawesi Tengah Rp263,326.00 Rp226,509.00 Sulawesi Selatan Rp200,781.00 Rp167,862.00 Sulawesi Tenggara Rp194,234.00 Rp176,799.00 Gorontalo Rp194,161.00 Rp183,637.00 Sulawesi Barat Rp196,261.00 Rp182,951.00 Maluku Rp265,475.00 Rp233,084.00 Maluku Utara Rp251,429.00 Rp215,409.00 Papua Barat Rp342,709.00 Rp311,737.00 Papua Rp314,606.00 Rp262,626.00
Sumber : BPS 2011, diolah kembali
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 2. Hasil Regresi Logit (Model D)
Lampiran 3. Hasil Marginal Effects dari Regresi Logit (Model D)
_cons -2.654428 .1825908 -14.54 0.000 -3.0123 -2.296557
sakitparah .9281464 .0582081 15.95 0.000 .8140605 1.042232
kendaraan -.0073344 .0610393 -0.12 0.904 -.1269692 .1123003
kota .336377 .0641062 5.25 0.000 .2107311 .4620229
jpkl .471252 .1710211 2.76 0.006 .1360569 .8064472
asuransi .6471682 .1713684 3.78 0.000 .3112923 .9830441
jamkesmas .4477962 .0574606 7.79 0.000 .3351755 .5604168
exp_cap .1879224 .0740271 2.54 0.011 .042832 .3330127
skawin .1124989 .0892919 1.26 0.208 -.0625099 .2875077
pend2 -.1328767 .0943647 -1.41 0.159 -.317828 .0520747
pend1 -.1905222 .0854942 -2.23 0.026 -.3580877 -.0229566
gender -.2058001 .057183 -3.60 0.000 -.3178766 -.0937235
umur .0080822 .0028498 2.84 0.005 .0024967 .0136677
Y Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Robust
Log pseudolikelihood = -1493859.1 Pseudo R2 = 0.0499
Prob > chi2 = 0.0000
Wald chi2(12) = 381.31
Logistic regression Number of obs = 14556
Iteration 4: log pseudolikelihood = -1493859.1
Iteration 3: log pseudolikelihood = -1493859.1
Iteration 2: log pseudolikelihood = -1493861.2
Iteration 1: log pseudolikelihood = -1495743
Iteration 0: log pseudolikelihood = -1572239.8
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1
sakitp~h* .1490131 .00902 16.52 0.000 .13133 .166696 .496449
kendar~n* -.0011732 .00976 -0.12 0.904 -.020296 .01795 .349101
kota* .054945 .01086 5.06 0.000 .033659 .076231 .398848
jpkl* .0855779 .03458 2.48 0.013 .017811 .153344 .020082
asuransi* .1225624 .03704 3.31 0.001 .049963 .195162 .017573
jamkes~s* .0738389 .00956 7.72 0.000 .055098 .09258 .38797
exp_cap .0300787 .01181 2.55 0.011 .006937 .053221 1.9179
skawin* .0176334 .01371 1.29 0.198 -.009239 .044506 .807946
pend2* -.0207581 .01436 -1.45 0.148 -.048909 .007393 .198059
pend1* -.0310849 .01415 -2.20 0.028 -.058826 -.003343 .668877
gender* -.0330665 .00919 -3.60 0.000 -.051084 -.015049 .530538
umur .0012936 .00045 2.85 0.004 .000404 .002184 36.306
variable dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X
= .20009884
y = Pr(Y) (predict)
Marginal effects after logit
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 4. Hasil Tes Goodness of Fit (Model D)
Lampiran 5. Hasil Regresi Logit (Model A)
Correctly classified 76.96%
False - rate for classified - Pr( D| -) 22.97%
False + rate for classified + Pr(~D| +) 55.17%
False - rate for true D Pr( -| D) 99.61%
False + rate for true ~D Pr( +|~D) 0.14%
Negative predictive value Pr(~D| -) 77.03%
Positive predictive value Pr( D| +) 44.83%
Specificity Pr( -|~D) 99.86%
Sensitivity Pr( +| D) 0.39%
True D defined as Y != 0
Classified + if predicted Pr(D) >= .5
Total 3350 11206 14556
- 3337 11190 14527
+ 13 16 29
Classified D ~D Total
True
Logistic model for Y
_cons -1.412769 .1008698 -14.01 0.000 -1.61047 -1.215068
skawin .0415855 .0880494 0.47 0.637 -.1309881 .214159
pend2 -.1677594 .0921421 -1.82 0.069 -.3483546 .0128358
pend1 -.2845651 .0815275 -3.49 0.000 -.444356 -.1247741
gender -.1683784 .055635 -3.03 0.002 -.2774211 -.0593358
umur .0107532 .0027618 3.89 0.000 .0053401 .0161662
Y Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Robust
Log pseudolikelihood = -1565674.8 Pseudo R2 = 0.0042
Prob > chi2 = 0.0000
Wald chi2(5) = 34.19
Logistic regression Number of obs = 14556
Iteration 3: log pseudolikelihood = -1565674.8
Iteration 2: log pseudolikelihood = -1565674.8
Iteration 1: log pseudolikelihood = -1565691.1
Iteration 0: log pseudolikelihood = -1572239.8
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 6. Hasil Marginal Effects dengan Model A
Lampiran 7. Hasil Tes Goodness of Fit (Model A)
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1
skawin* .0069409 .01459 0.48 0.634 -.021653 .035535 .807946
pend2* -.0273899 .01458 -1.88 0.060 -.055973 .001193 .198059
pend1* -.0491549 .01439 -3.41 0.001 -.077368 -.020942 .668877
gender* -.0283938 .00939 -3.03 0.002 -.046789 -.009998 .530538
umur .001808 .00046 3.91 0.000 .000903 .002713 36.306
variable dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X
= .21388535
y = Pr(Y) (predict)
Marginal effects after logit
Correctly classified 76.99%
False - rate for classified - Pr( D| -) 23.01%
False + rate for classified + Pr(~D| +) .%
False - rate for true D Pr( -| D) 100.00%
False + rate for true ~D Pr( +|~D) 0.00%
Negative predictive value Pr(~D| -) 76.99%
Positive predictive value Pr( D| +) .%
Specificity Pr( -|~D) 100.00%
Sensitivity Pr( +| D) 0.00%
True D defined as Y != 0
Classified + if predicted Pr(D) >= .5
Total 3350 11206 14556
- 3350 11206 14556
+ 0 0 0
Classified D ~D Total
True
Logistic model for Y
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Regresi Logit (Model B)
Lampiran 9. Hasil Marginal Effects dengan Model B
_cons -2.582576 .1331046 -19.40 0.000 -2.843456 -2.321696
sakitparah .9228739 .0521787 17.69 0.000 .8206055 1.025142
kendaraan -.0183338 .0559146 -0.33 0.743 -.1279244 .0912567
kota .3896202 .0570587 6.83 0.000 .2777873 .5014531
jpkl .4878711 .157093 3.11 0.002 .1799745 .7957677
asuransi .6515781 .1585882 4.11 0.000 .3407511 .9624052
jamkesmas .4856042 .0512691 9.47 0.000 .3851186 .5860897
exp_cap .2039471 .0650287 3.14 0.002 .0764932 .331401
Y Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Robust
Log pseudolikelihood = -1834810 Pseudo R2 = 0.0485
Prob > chi2 = 0.0000
Wald chi2(7) = 469.40
Logistic regression Number of obs = 18916
Iteration 4: log pseudolikelihood = -1834810
Iteration 3: log pseudolikelihood = -1834810
Iteration 2: log pseudolikelihood = -1834812.2
Iteration 1: log pseudolikelihood = -1836974.9
Iteration 0: log pseudolikelihood = -1928284.5
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1
sakitp~h* .1484106 .00807 18.38 0.000 .132584 .164237 .500025
kendar~n* -.0029399 .00895 -0.33 0.743 -.020479 .014599 .329521
kota* .0643308 .00984 6.53 0.000 .045036 .083625 .381196
jpkl* .0892717 .03208 2.78 0.005 .026395 .152148 .018559
asuransi* .1239138 .03443 3.60 0.000 .056432 .191395 .016842
jamkes~s* .0804869 .0086 9.36 0.000 .06363 .097343 .391046
exp_cap .0327647 .0104 3.15 0.002 .012388 .053142 1.90843
variable dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X
= .20109003
y = Pr(Y) (predict)
Marginal effects after logit
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 10. Hasil Tes Goodness of Fit (Model B)
Lampiran 11. Hasil Regresi Logit (Model C)
Correctly classified 77.26%
False - rate for classified - Pr( D| -) 22.68%
False + rate for classified + Pr(~D| +) 47.92%
False - rate for true D Pr( -| D) 99.42%
False + rate for true ~D Pr( +|~D) 0.16%
Negative predictive value Pr(~D| -) 77.32%
Positive predictive value Pr( D| +) 52.08%
Specificity Pr( -|~D) 99.84%
Sensitivity Pr( +| D) 0.58%
True D defined as Y != 0
Classified + if predicted Pr(D) >= .5
Total 4304 14612 18916
- 4279 14589 18868
+ 25 23 48
Classified D ~D Total
True
Logistic model for Y
_cons -1.506996 .0358445 -42.04 0.000 -1.57725 -1.436742
jpkl .4071611 .1499878 2.71 0.007 .1131904 .7011318
asuransi .6526921 .1512498 4.32 0.000 .356248 .9491362
jamkesmas .464997 .0502053 9.26 0.000 .3665965 .5633976
Y Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
Robust
Log pseudolikelihood = -1910909.2 Pseudo R2 = 0.0090
Prob > chi2 = 0.0000
Wald chi2(3) = 94.71
Logistic regression Number of obs = 18916
Iteration 3: log pseudolikelihood = -1910909.2
Iteration 2: log pseudolikelihood = -1910909.2
Iteration 1: log pseudolikelihood = -1910998.8
Iteration 0: log pseudolikelihood = -1928284.5
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 12. Hasil Marginal Effects dengan Model C
Lampiran 13. Hasil Tes Goodness of Fit (Model C)
(*) dy/dx is for discrete change of dummy variable from 0 to 1
jpkl* .0758225 .03055 2.48 0.013 .015939 .135706 .018559
asuransi* .1284199 .03366 3.81 0.000 .062439 .1944 .016842
jamkes~s* .080201 .00874 9.18 0.000 .063073 .097329 .391046
variable dy/dx Std. Err. z P>|z| [ 95% C.I. ] X
= .21305446
y = Pr(Y) (predict)
Marginal effects after logit
Correctly classified 77.25%
False - rate for classified - Pr( D| -) 22.75%
False + rate for classified + Pr(~D| +) .%
False - rate for true D Pr( -| D) 100.00%
False + rate for true ~D Pr( +|~D) 0.00%
Negative predictive value Pr(~D| -) 77.25%
Positive predictive value Pr( D| +) .%
Specificity Pr( -|~D) 100.00%
Sensitivity Pr( +| D) 0.00%
True D defined as Y != 0
Classified + if predicted Pr(D) >= .5
Total 4304 14612 18916
- 4304 14612 18916
+ 0 0 0
Classified D ~D Total
True
Logistic model for Y
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Lampiran 14. Profil Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
TNP2K merupakan lembaga yang dibentuk sebagai wadah koordinasi lintas
sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan
penanggulangan kemiskinan. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. TNP2K bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia dan
diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. TNP2K memiliki tugas pokok
diantaranya:
a. Menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan,
b. Melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi dan integrasi program-
program penanggulangan kemiskinan di Kementerian / Lembaga,
c. Melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Prioritas jangka pendek dan menengah TNP2K secara khusus bertujuan untuk
mencapai target tingkat kemiskinan yang telah ditetapkan melalui penajaman sasaran
dan perbaikan pelaksanaan progam penanggulangan kemiskinan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam menjalankan prioritas jangka pendek dan menengah TNP2K
diantaranya:
a. Unifikasi Sistem Penargetan Nasional
Penetapan sasaran atau targeting merupakan salah satu faktor terpenting
dalam melakukan program penanggulangan kemiskinan. Program perlindungan sosial
seperti PKH, BLT, Jamkesmas, Raskim, dan BOS memerlukan penetapan sasaran
yang sesuai sehingga tujuan dari program dapat terlaksana dengan baik. Kurang
efektifnya program penanggulangan kemiskinan bersasaran, antara lain disebabkan
berbagai program menggunakan pendekatan penargetan dan database penerima
manfaat program yang berbeda. Sehingga dibutuhkan Unifikasi Sistem Penargetan
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Nasional untuk mengurangi terjadinya kesalahan inklusif (inclusion error) dan
kesalahan ekslusif (exclusive error).
b. Menyempurnakan Pelaksanaan Bantuan Sosial Kesehatan untuk Keluarga
Miskin
Penyempurnaan pelaksanaan bantuan sosial kesehatan untuk keluarga miskin
meliputi 1) Perumusan dan penentuan lembaga penyelenggara jaminan kesehatan
yang tepat; 2) Pengkajian struktur biaya kesehatan bagi masyarakat miskin; 3)
Penetapatan paket benefit; 4) Penyusunan rencana kerja yang rasional termasuk
penghitungan biaya yang dibutuhkan.
c. Menyempurnakan pelaksanaan dan memperluas cakupan Program Keluarga
Harapan
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program perlindungan sosial yang
memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi
anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang
telah ditetapkan. Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban
RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan
antar generasi, sehingga berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
Berbagai penyempurnaan dilakukan selain untuk memastikan bahwa PKH
dilaksanakan sebagai program Conditional Cash Transfer, juga untuk memastikan
bahwa Indonesia dapat mencapai tujuan Pembangunan Millenium (Millenium
Development Goals).
d. Integrasi program Pemberdayaan Masyarakat Lainnya ke dalam PNPM
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan
program penanggulangan kemiskinan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat
yang mandiri dan memperluas kesempatan kerja. Prioritas Jangka pendek-menengah
dalam kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat adalah mengintegrasikan PNPM Mandiri dengan Perencanaan
Desa/Kelurahan, dan fasilitas pembiayaan, meliputi: 1) Integrasi Program
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
Pemberdayaan Masyarakat Lainnya ke dalam PNPM Mandiri; 2) Pengingkatan
kontribusi Pemerintah Daerah terhadap PNPM Mandiri; 3) Integrasi PNPM Mandiri
dengan Perencanaan Desa/Kelurahan; dan 4) Integrasi PNPM Mandiri dengan
fasilitas pembiayaan diluar APBN/APBD.
e. Program Nasional Keuangan Inkusif
Sektor keuangan merupakan bagian penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pasar dan institusi keuangan memainkan peran penting dalam
menyalurkan dana untuk kegiatan ekonomi yang produktif serta mengalokasikan
risiko pada pelaku ekonomi yang paling siap untuk menanggungnya. Sehingga pasar
dan institusi keuangan berperan dalam mengatasi dampak negatif dari
ketidakseimbangan informasi serta biaya transaksi yang pada akhirnya mendorong
pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesempatan dan kemakmuran, serta mengurangi
kemiskinan. Untuk itu, TNP2K melakukan langkah-langkah guna meningkatkan
komitmen pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat umum dalam menciptakan
sistem keuangan yang inklusif.
Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan
berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha
(sektor swasta) dan masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggung
jawab sama terhadap penanggulangan kemiskinan. Untuk menunjang
penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan mewujudkan percepatan
penanggulangan kemiskinan dirumuskan empat strategi utama. Strategi-strategi
penanggulangan kemiskinan tersebut diantaranya:
• Memperbaiki program perlindungan sosial;
• Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar;
• Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; serta
• Menciptakan pembangunan yang inklusif.
Strategi penanggulangan kemiskinan tersebut akan tercapai apabila program-
program pengentasan kemiskinan tepat sasaran kepada masyarakat yang benar-benar
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013
membutuhkannya. Program penanggulangan kemiskinan kepada mereka yang
membutuhkan diharapkan akan jauh lebih efektif dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Untuk itu, program penanggulangan kemiskinan dapat dibedakan
berdasarkan kelompok basis penerima manfaat, yaitu:
a. Klaster I : Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga
Dalam kelompok ini, keluarga merupakan merupakan sasaran atau target
langsung dari program penanggulangan kemiskinan. Beberapa program dari Klaster
diantaranya :
1. Program Keluarga Harapan (PKH)
2. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
1. Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
3. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
4. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
b. Klaster II : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat
Sasaran dari program penanggulangan kemiskinan dalam kelompok ini adalah
kelompok komunitas. Program penanggulangan kemiskinan bersasaran komunitas
dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip pemberdayaan masyarakat (Community
Development). Salah satu program dari Klaster II ini adalah Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
c. Klaster III : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil
Sasaran dalam kelompok Klaster III adalah usaha kecil dan mikro. Tujuan
program ini adalah memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha
berskala mikro dan kecil. Salah satu program dalam klaster ini adalah Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
Analisis faktor-faktor ..., Trisnajati Diah, FE UI, 2013