UKT

4
UKT (Uang Kuliah Tak-sampai), Upaya Pengkerdilan Bangsa Amir Yarkhasy Yuliardi – Universitas Diponegoro Dunia pendidikan patut menjerit akan keadaan saat ini. Nama dunia pendidikan tercoreng akibat munculnya sosok sistem baru yang bernama UKT (Uang Kuliah Tunggal). Sistem baru yang diterapkan ini seperti buah yang ditelan mentah-mentah, tanpa diadakaannya kajian yang mendalam langsung diterapkan. Pada pelaksanaanya pemerintah telah menunjukan bahwa, tidak adanya stabilitas didalam tubuh pemerintahan. UKT ini menjadi salah satu buktinya, untuk bukti yang lain kita dapat mengkaji lebih dalam tentang kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Dewasa ini, seperti yang kita ketahui bersama, sudah berapa kali kurikulum pelajaran mengalami pergantian sistem dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, pada prakteknya pergantian kurikulum hanyalah sampai pada tahapan pergantian nama dan belum sempat sampai tahapan penyentuhan esensi dasarnya. Akan tetapi, sudah terburu-buru mengatakan bahwa sistem tersebut gagal dan langsung diganti. Kita dapat melihat sejarah KBK yang begitu bagus namun hanya bertahan selama beberapa saat tanpa sempat mengubah esensi dasar yaitu praktek pendidikan di lapangan. Akan tetapi, untuk saat ini fokus bahasan kita adalah membahas lebih lanjut tentang UKT, bukan kurikulum. Mari kembali ke TKP. Sejak diberlakukannya pada awal tahun ajaran baru, UKT masih menyisakan banyak dilema dan problema. Penentuan golongan yang dirasa tidak sesuai dengan proporsinya memang benar adanya. Transparansi dan validasi data dari birokrasi masih perlu banyak yang dipertanyakan dan dimintai kejelasan. Proses menuju UKT pun sama carut-marutnya, kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah membuat rakyat kelabakan tak karuan. Rakyat mengira uang UKT dalam biaya yang besar itu hanya dibayar sekali dalam proses pembelajaran, namun dalam sistem ini biaya tersebut dibayarkan disetiap semester dan rakyat (mahasiswa) pada umumnya baru mengetahui setelah diterima masuk perguruan tinggi. Hal ini tentu menjadi shock

description

w

Transcript of UKT

Page 1: UKT

UKT (Uang Kuliah Tak-sampai), Upaya Pengkerdilan Bangsa

Amir Yarkhasy Yuliardi – Universitas Diponegoro

Dunia pendidikan patut menjerit akan keadaan saat ini. Nama dunia pendidikan tercoreng akibat munculnya sosok sistem baru yang bernama UKT (Uang Kuliah Tunggal). Sistem baru yang diterapkan ini seperti buah yang ditelan mentah-mentah, tanpa diadakaannya kajian yang mendalam langsung diterapkan. Pada pelaksanaanya pemerintah telah menunjukan bahwa, tidak adanya stabilitas didalam tubuh pemerintahan. UKT ini menjadi salah satu buktinya, untuk bukti yang lain kita dapat mengkaji lebih dalam tentang kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Dewasa ini, seperti yang kita ketahui bersama, sudah berapa kali kurikulum pelajaran mengalami pergantian sistem dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, pada prakteknya pergantian kurikulum hanyalah sampai pada tahapan pergantian nama dan belum sempat sampai tahapan penyentuhan esensi dasarnya. Akan tetapi, sudah terburu-buru mengatakan bahwa sistem tersebut gagal dan langsung diganti. Kita dapat melihat sejarah KBK yang begitu bagus namun hanya bertahan selama beberapa saat tanpa sempat mengubah esensi dasar yaitu praktek pendidikan di lapangan. Akan tetapi, untuk saat ini fokus bahasan kita adalah membahas lebih lanjut tentang UKT, bukan kurikulum. Mari kembali ke TKP.

Sejak diberlakukannya pada awal tahun ajaran baru, UKT masih menyisakan banyak dilema dan problema. Penentuan golongan yang dirasa tidak sesuai dengan proporsinya memang benar adanya. Transparansi dan validasi data dari birokrasi masih perlu banyak yang dipertanyakan dan dimintai kejelasan. Proses menuju UKT pun sama carut-marutnya, kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah membuat rakyat kelabakan tak karuan. Rakyat mengira uang UKT dalam biaya yang besar itu hanya dibayar sekali dalam proses pembelajaran, namun dalam sistem ini biaya tersebut dibayarkan disetiap semester dan rakyat (mahasiswa) pada umumnya baru mengetahui setelah diterima masuk perguruan tinggi. Hal ini tentu menjadi shock therapy tersendiri bagi rakyat (mahasiswa), menjadi salah satu permasalahan yang harus segera diseleseikan. Tawaran datang menawarkan penyeleseian masalah, aju banding UKT. Namun kernyataannya, aju banding UKT belum dapat menjadi solusi konkret dalam permasalahan ini. Dapat dilihat realita dilapangan bahwa yang seharusnya mendapat golongan rendah mendapatkan golongan yang tinggi, setelah mengajukan banding, golongan UKTnya masih bercokol di golongan teratas atau jika di Undip golongan lima. Hal ini lah yang membuat sebagian mahasiswa mengurungkan niat untuk melanjutkan studi ke bangku kuliah. Hal ini terbukti pada jumlah kuota mahasiswa yang tidak terpenuhi karena banyaknya mahasiswa yang mengundurkan diri akibat UKT dengan biaya yang tinggi. Sistem UKT sudah berjalan beberapa bulan dan sudah sekali bayar, pada semester satu. Walaupun sudah terlihat sedikit kondusif, UKT ini masih menjadi topik utama dan mempunyai urgensi yang tinggi untuk segera diseleseikan agar kondusifitas belajar tercapai. Dalam perjalanan menuju semester dua, pihak birokrat terlihat saling tunjuk dan terkesan tidak bertanggungjawab atas apa yang disampaikan sebelum-sebelumnya dan menunjukkan tidak adanya keseriusan dalam menyeleseikan masalah UKT. Dimana, nanti pada semester dua akan diadakan aju banding ulang. Namun, lagi-lagi kebijakan ini masih abu-abu dan masih mengambang tanpa adanya sebuah kejelasan. Jika keadaan seperti ini

Page 2: UKT

masih terus berkelanjutan, mau dibawa kemana pendidikan Indonesia ? Tolak UKT, songsong kedaulatan pendidikan Indonesia !

UKT selalu menjadi salah satu alasan dan tolok ukur pergerakan mahasiswa dalam upaya pengkawalan dan pembangunan Indonesia. Dimana dalam realitanya pengkerdilan revitalisasi peran mahasiswa sangat terasa, dalam hal ini menyangkut militansi dan keidealismean mahasiswa. Dimana, dua hal tersebut merupakan tonggak sentral pergerakan mahasiswa. Meninjau dari segi besaran biaya dan dampaknya, UKT tertinggi didapat dari seluruh biaya yang harus dibayarkan selama masa studi dibagi delapan semester, kemudian didapatlah besaran UKT. Terlihat sederhana memang, akan tetapi ada yang perlu kita kaji dan cermati lebih dalam lagi. Fakta dilapangan menunjukkan sebagian besar mahasiswa baru mendapatkan golongan lima. Padahal, diantaranya tidak seharusnya mendapatkan golongan lima. Proses aju banding yang dipersulit dan penangguhan tanpa kejelasan aju banding pada semester dua tentu akan menjadi beban pikiran dan akan mengganggu kondusifitas belajar. Belum lagi jika ternyata benar tidak ada aju banding, mahasiswa akan menanggung biaya UKT tersebut sampai lulus. Jadi bukan hanya sampai semester delapan saja, jika sampai semester delapan belum lulus maka semester selanjutnya akan terus membayar dengan besaran biaya yan sama. Tentu hal ini yang perlu kita soroti lebih dalam. UKT secara halus memaksa kita untuk cepat lulus dan meninggalkan bangku kuliah. Padahal, seperti yang kita ketahui bersama, lulus tepat waktu (delapan semester) tidak menjamin ilmu yang didapat sudah sesuai dengan apa yang seharusnya didapat. Selain itu, masih ada hal yang lebih penting, yaitu peran mahasiswa sebagai agen perubahan, kontrol sosial, generasi penerus, dan kaum intelektual di tengah masyarakat. Dalam artian mahasiswa dituntut untuk hanya memikirkan akademisnya tanpa memikirkan apa yang terjadi disekitarnya atau bisa disebut pengkerdilan pergerakan mahasiswa. Segi pendanaan kegiatan mahasiswa dikampuspun berbicara senada, anggaran kegiatan dipangkas habis atas dalih UKT dan kuota mahasiswa yang tidak terpenuhi. Jika sudah seperti ini, apakah bijak untuk mengambil keputusan menerapkan UKT dan akan terus menerapkannya ? Tolak UKT !

Menolak lupa, menolak UKT. Mahasiswa baru adalah generasi baru untuk Indonesia baru. Indonesia berdaulat menjadi cita-cita kita bersama. Siapa lagi yang akan membawa Indonesia berdaulat, jika bukan kita. Siapa lagi yang akan meneruskan cita-cita, jika bukan mahasiswa, mahasiswa baru. Siapa lagi yang akan mengusahakan cita-cita, jika bukan kita, generasi muda. Generasi tua sudah jelas gagal mengawal reformasi. Generasi muda, mari bangkit dan bergerak !

Salam cinta, salam perjuangan, salam hangat dari saya. Hidup mahasiswa ! Hidup rakyaat Indonesia !

__Totalitas Mengadi, Selamanya Menginspirasi__