Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

139
BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI OLEH MINTO SUPENO NIM: 038103003 Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Transcript of Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Page 1: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL

KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR

DISERTASI

OLEH

MINTO SUPENO NIM: 038103003

Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 2: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS

HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR

Disertasi

Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia pada Universitas Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara

Profesor Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 28 Maret 2007

di Medan, Sumatera Utara

Oleh

MINTO SUPENO NIM: 038103003

Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 3: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Judul : BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL

KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS

HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR Nama : MINTO SUPENO

NIM : 038103003

Program : Doktor (S-3)

Program Studi : Kimia

MENYETUJUI,

Promotor

Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.

Co. Promotor, Co. Promotor, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc.

PROGRAM STUDI DOKTOR SEKOLAH PASCASARJANA ILMU KIMIA Ketua, Direktur, Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc.

iiiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 4: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

PROMOTOR

Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO – PROMOTOR

Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO – PROMOTOR

Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

ivMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 5: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc.

Anggota : Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.

Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc.

Prof. Dr. Tonel Barus

Prof. Dr. Yunazar Manjang

Prof. Dr. Ir. Sumono

vMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 6: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

PERNYATAAN

BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS

HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR

DISERTASI

Saya mengakui bahwa disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, 28 Maret 2007 MINTO SUPENO NIM: 038103003

viMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 7: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan desertasi ini berjudul “BENTONIT

ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS

PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR”. Pada

kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Medan, Prof. Dr. Chairuddin P.

Lubis, DTM&H., Sp.A(K), yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan

selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B., M.Sc.

3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc.

4. Bapak Pembimbing penulis Prof. Dr. Seribima Sembiring, M.Sc., Prof. Basuki

Wirjosentono, M.S., Ph.D., dan Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pikiran baik

maupun saran kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia.

6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

khususnya Program Studi Ilmu Kimia.

Akhirnya penulis ingin juga mengucapkan terima kasih yang

sedalamnya dan penghargaan setingginya kepada Ayahanda Miskandar dan Ibuku

Supiah, beserta istriku tercinta Dra. Dwitri Saulina, M.Si. dan anakku Puspa Ayu

viiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 8: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Maretha dan Arya Saka Wicaksono yang telah memberikan semangat penulis

dalam pendidikan dan dalam menyelesaikan tulisan ini.

Medan, 28 Maret 2007

Penulis,

Minto Supeno

viiiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 9: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co –

KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR

ABSTRAK

Berdasarkan analisis, maka bentonit Kecamatan Padang Tualang Kabupaten

Langkat merupakan jenis Na–bentonit. Bentonit ini dijenuhkan dengan larutan

natrium klorida NaCl 1 M selama 1 (satu) hari untuk memperkaya Na–bentonit.

Na–bentonit selanjutnya diaktivasi menggunakan asam sulfat (0,5 – 2,0) M

selama 24 jam, lalu dikeringkan. Material ini diinterkalasi dan dipilarisasi

menggunakan larutan TiCl4 0,82 M dan dikalsinasi pada suhu 350°C

menghasilkan bentonit terpilar TiO2 dan selanjutnya dianalisa menggunakan

XRD, FTIR, Luas Permukaan (BET) dan SEM. Dari data hasil analisa diketahui

bahwa aktivasi yang terbaik untuk bentonit terpilar yang baik terjadi pada

konsentrasi asam sulfat 1,5 M.

Pengetsaan bentonit terpilar TiO2 dilakukan dengan menggunakan larutan (HNO3/

HF/ CH3COOH/ I2) dan larutan HF/ H2O/ NH4F dengan maksud untuk

memperbanyak rongga pada jarak antar muka dalam silikat, setelah itu dipanaskan

pada 400–500°C selama 1 jam. Hasil etsa pada 450°C menghasilkan material

dengan luas permukaan terbesar 92,01 m2/g dan volum pori 0,044 cc/g, dan difoto

SEM. Silikat yang telah dietsa ini dapat digunakan sebagai co-katalis, yang

berfungsi mempercepat terjadinya reaksi peruraian gas hidrogen dan oksigen. Gas

total yang dihasilkan sebanyak 78,5% selama 4 hari dibandingkan dengan bentonit

TiO2 yang tidak dietsa menghasilkan 60,4 % dalam waktu yang sama.

ixMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 10: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

CATALYST/ Co-CATALYST MATERIAL PILLARIED CLAY IN

FORMING HYDROGEN AND OXYGEN GASES FROM WATER

ABSTRACT

Bentonite obtanained from Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat was a

Na–bentonite. This bentonite was saturated with 1 M NaCl solution for 1 day to

enrich the Na–bentonite. Then the Na–bentonite was activated by (0.5 – 2.0) M

H2SO4 for 24 hours, then was dried. In the end this material was intercalated and

pillaried with 0.82 M Ti complex solution and calcinated at 350°C to produce

TiO2–bentonite and analyzed using XRD, FTIR, Surface area (BET) and SEM.

From the analysis data, it was known that the best activation condition for Na–

bentonite was at the H2SO4 at concentration of 1,5 M.

Etching TiO2–bentonite using (HNO3/ HF/ CH3COOH/ I2) and HF/ H2O/ NH4F

solutions was made to increase the hole at the between the layer distances inside

the silica, then heated at 400–500°C for 1 hour. The resulting etched TiO2–

bentonite which was heated at 450°C produce the material with a wide surface

area 92,01 m2/g and the porous volum 0,044 cm3/g and was scanned with SEM.

The etched pillary TiO2–bentonite was used as a co-catalyst in the

hydrolisis of H2O, and showed that the total hydrogen and oxygen gases produced

was 78.5 % after 4 days, compared was only 60.4 % using non-etched TiO2–

bentonite.

xMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 11: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Tujuan Penelitian 4

1.4. Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Koloid Anorganik 6

2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1) 13

2.1.2. Haloisit (Tipe 1 : 1) 15

2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2:1) 16

2.1.4. Ilit (Tipe 2:1) 19

2.1.5. Vermikulit (Tipe 2 : 1 ) 20

2.1.6. Khlorit (Tipe 2 : 2) 22

2.2. Bentonit 23

2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam 23

2.2.2. Komposisi Bentonit 25

2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit 26

xiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 12: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

2.2.4. Jenis Bentonit 26

2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit 28

2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit 41

2.3. Lempung Terpilar 42

2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar 44

2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar 46

2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar 50

2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar 54

2.3.5. Lempung Induk 56

2.3.6. Larutan Pemilar 57

2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion 57

2.4. Aplikasi Lempung Terpilar 61

2.5. Proses Etsa terhadap Silikon 62

2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan 65

2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar 70

2.8. Titania (TiO2) 73

2.9. Semikonduktor Titania 75

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat Penelitian 77

3.2. Bahan Penelitian 77

3.3. Lokasi Penelitian 78

3.4. Metode Penelitian 78

3.4.1. Penyediaan Na–Bentonit 78

3.4.2. Aktivasi Na-Bentonit dengan Asam 79

3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi 80

3.4.4. Pengetsaan Bentonit TiO2 80

3.4.5. Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen

Menggunakan Katalis/ Co-katalis Bentonit TiO2 81

3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen 81

3.4.7. Mekanisme Reaksi 82

xiiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 13: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 84

4.2. Pembahasan 95

4.2.1. Pembuatan Na–Bentonit 95

4.2.2. Interkalasi dan Pilarisasi 96

4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2 96

4.2.4. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis

Pembuatan Gas Hidrogen 97

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 99

5.2. Saran-saran 99

DAFTAR REFERENSI 100

LAMPIRAN 104

xiiiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 14: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Kristal Memperlihatkan Pola Kelompok Atom

akan Berulang-ulang pada Tiga Arah 9

Gambar 2.2. Struktur Tunggal Silika Tetraeder 11

Gambar 2.3. Struktur Kaolinit dari Lembar-lembar Silika

Tetrahedral dan Oktahedral 14

Gambar 2.4. Model Struktur Montmorilonit 17

Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit 31

Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit 41

Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi Ca–Bentonit 42

Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang Terjadi pada Lempung dan

PILC 45

Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar 46

Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer 48

Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan

menggunakan Agen Pemilar 50

Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar 55

Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar 60

Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsosrpsi 69

Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar 71

Gambar 2.16. Penggambaran Ideal Sampel yang Diperoleh Melalui

Udara Kering dan Beku Kering 72

xivMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 15: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania 73

Gambar 2.18. Level Pita Energi pada Permukaan Titania Sesudah

Radiasi dan Sebelum Radiasi 76

Gambar 4.1. Hasil Difraktogram untuk Na–Bentonit 86

Gambar 4.2. Hasil Difraktogram Bentonit Terpilar 88

Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit 91

Gambar 4.4. Spektrum Serapan FT-IR Bentonit Terpilar–TiO2 91

Gambar 4.5. Foto SEM untuk Na–Bentonit 94

Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar Tio2 yang Dietsa dan

Dipanaskan 450°C 95

Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit Menggunakan TiO2 dan

Terbentuknya Hole pada Silika Setelah Dietsa 97

Gambar 4.8. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan

Hidrogen 98

xvMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 16: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah 7

Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah 8

Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit 26

Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar 47

Tabel 2.5. Evaluasi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada

Temperatur Berbeda 52

Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur

Lempung Terpilar 53

Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa untuk Semikonduktor 64

Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi

Sinar-X 87

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal Spacing 90

Tabel 4.3. Analisa Gugus dari FTIR 92

Tabel 4.4. Penentuan Luas Permukaan dan Volum Pori Total dengan

Menggunakan Persamaan BET 93

Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa 94

xviMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 17: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4

0,5 M 104

Lampiran 2. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4

1 M 105

Lampiran 3. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4

2 M 106

Lampiran 4. Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada

H2SO4 0,5 M 107

Lampiran 5. Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO2 pada

H2SO4 1 M 108

Lampiran 6. Hasil Diffraksi Sinar x Bentonit Terpilar TiO2 pada

H2SO4 2 M 109

Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar 110

Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2

pada Asam Sulfat 0,5 M 111

Lampiran 9. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2

pada Asam Sulfat 1 M 112

Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2

pada Asam Sulfat 1,5 M 113

Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2

pada Asam Sulfat 2 M 114

Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa

(450°C) 115

Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa

(400oC) 116

xviiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 18: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO2 yang Dietsa

(450oC) 117

Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit 118

xviiiMinto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 19: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Sumatera Utara terdapat dua jenis bentonit alam yaitu bentonit

wyoming dan non bentonit wyoming, dan keduanya mempunyai komposisi utama

SiO2/ Al2O3 dengan perbandingan (4 – 6 : 1). Bentonit merupakan nama umum

dari jenis tanah liat yang dapat digunakan untuk mengadsorpsi warna, minyak,

lemak dan lilin. Tanah pemucat adalah suatu silikat dari bermacam-macam

komposisi, dengan penyusun utama SiO2 dan Al2O3 yang mengandung air dan

terikat secara kimia. Selain kedua senyawa di atas bentonit juga mengandung

CaO, MgO, Fe2O3, Na2O dan K2O. Berdasarkan teori dari Davis dan Masser

bahwa perbedaan pada perbandingan kadar SiO2 dan Al2O3 akan mempengaruhi

daya aktif. Tanah yang mempunyai perbandingan SiO2 dan Al2O3 yang besar

adalah tanah yang paling baik mengadsorpsi. Sedangkan tanah yang mempunyai

perbandingan SiO2 dan Al2O3 kecil mempunyai kemampuan mengadsorpsi yang

kecil. Perbandingan SiO2 dan Al2O3 untuk bentonit yang baik 5 – 6 : 1 yang

mampu mengadsorpsi, dan mempunyai luas permukaan besar.

Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila

bercampur dengan air maka dapat mengembang (wyoming). Bentonit dalam

keadaan kering berwarna krem sampai hijau dengan berat jenis antara 2,4 – 2,8

1 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 20: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

2

g/mm3 dan titik leleh antara 1330 – 1430°C. Bentonit alam pada umumnya

mengandung sedikit kalsit, karbonat, gipsum dan kwarsa. Permukaan dan pori-

pori bentonit alam dapat diperbesar dengan teknik aktivasi kimia maupun fisik

(Burch, R., 1997), atau dengan pemilaran menggunakan unsur Zr, Ti, Fe, Na, Ca

melalui teknik interkalasi dan kalsinasi pada suhu 450°C menghasilkan bentonit

terpilar yang disebut serbuk fotokatalis ( Vansant, E.R., 1998; Palverejen, M.,

2002).

Serbuk fotokatalis semikonduktor telah banyak dipelajari ditemukan

bahwa aktivitas dari fotokatalis ini semakin baik dengan turunnya ukuran partikel

yang menyebabkan naiknya luas permukaan. Penurunan ukuran partikel antara

5–10 nm menyebabkan perubahan struktur pita energi menjadi semikonduktor

yang dikenal sebagai efek samping kwantum. Penelitian lebih lanjut telah

dilakukan menghasilkan fotokimia dari berbagai macam ukuran dan bentuk,

partikel semikonduktor kolokogenide seperti CdS, ZnS, CdSe, GeSe, ZnSe dan

semikonduktor oksida dari jenis ZnO, Fe2O3, TiO2 telah banyak digunakan untuk

fotokatalis untuk memproduksi hidrogen dari air (Miyoshi, H., 1989).

Prinsip mengubah permukaan dan pori-pori bentonit adalah dengan

melarutkan logam-logam yang terdapat pada pori bentonit dengan suatu asam dan

karena logam sudah larut maka pori-pori menjadi lebih luas. Metode lain untuk

memperluas pori dengan cara pemilaran, dalam hal ini pori-pori bentonit yang

mengandung logam Na dan K diinterkalasi dengan kation logam yang

diameternya lebih besar sehingga pori tersebut mengembang, selanjutnya

dikalsinasi pada suhu 300 – 500°C (Bask,1992, Long dan Yang, 1999). Logam-

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 21: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

3

logam akan membentuk oksida-oksida yang berikatan dengan antar lapis,

menghasilkan bentonit terpilar (Palverejen, M., 2002). Melalui teknik ini porositas

bentonit akan menjadi besar, oksida-oksida logam sebagai agen pemilar dapat

digunakan untuk katalis.

Pada penelitian ini dilakukan interkalasi pori-pori bentonit

menggunakan TiO2 dan suhu kalsinasi dari 300 – 500°C untuk menghasilkan

bentonit terpilar– TiO2. Bagian isolatornya yaitu oksida-oksidanya dapat dietsa

untuk menghilangkan oksida-oksida dengan menggunakan campuran HF/ H2O/

NH4F atau HF/ HNO3/ H2O atau dengan menggunakan CF4/ H2 yang

menghasilkan lapisan silikon yang bebas dari oksida dan silikon ini selanjutnya

dietsa dengan larutan HF/ HNO3/ CH3COOH/ I2 sehingga silikon akan terlarut.

Besarnya luas permukaan yang dihasilkan tergantung waktu yang digunakan

untuk mengetsa. Jika waktu yang digunakan terlalu lama SiO2 atau Si larut semua

dan hal demikian tidak diharapkan sehingga waktu yang digunakan untuk

mengetsa perlu dikontrol (Wouter, I., 1999; Sze, S.M., 1997).

Jika teknik pengetsaan ini tercapai maka permukaan dan pori-pori

bentonit terpilar menjadi lebih besar yang diduga menghasilkan makropori

bentonit terpilar. Pemilaran dengan menggunakan TiO2 dan pengetsaan silikat

bentonit ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia, meningkatkan basal spasing

(d001), luas permukaan spesifik, volume total, keasaman permukaan dan

menurunkan jejari rerata pori.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 22: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

4

Bentonit terpilar TiO2 ini dapat digunakan untuk katalis pada

pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air, maka dalam penelitian ini peneliti

tertarik untuk meneliti penyediaan bentonit terpilar ini sebagai katalis.

1.2. Permasalahan

Bentonit alam mempunyai 60% kandungan silikatnya, untuk

menyediakan material ini sebagai katalis maka perlu meningkatkan luas

permukaan dan volum porinya dengan cara melakukan interkalasi dengan TiO2

dan menjadi bentonit terpilar–TiO2. Oksida logam titania ini merupakan material

yang sensitif terhadap cahaya dan baik menjadi katalis fotokimia. Jika bentonit

terpilar TiO2 dilakukan pengetsaan dengan bahan kimia maka bentonit terpilar

yang teretsa dapat menjadi co-katalis. Sehingga perlu dipelajari pembuatan

katalis yang sensitif terhadap cahaya matahari dari bentonit alam dan apakah

bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa dapat sebagai co-katalis pembuatan gas

hidrogen dan oksigen dari air.

1.3. Tujuan Penelitian

Pemilaran bentonit menggunakan TiO2 menghasilkan bentonit–TiO2

yang akan meningkatkan basal spacing, atau porositas dan luas permukaan.

Dengan menggunakan campuran HF/ CH3COOH/ HNO3 / I2 akan mengetsa

silikat dan menjadi hole (h+) yang ada pada SiO2. Karena material ini telah

menjadi makropori maka dapat menyerap molekul air dan pilar oksida logam

(titania) sebagai katalis dan silikat yang dietsa sebagai co-katalis pada pembuatan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 23: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

5

gas hidrogen dari air. Dengan demikian tujuan penelitian ini mempelajari apakah

bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dapat digunakan katalis dan co-katalis pada

pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu terutama rekayasa

nanopori serta dapat juga digunakan untuk mempelajari penyediaan katalis dari

bentonit.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 24: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Koloid Anorganik

Fraksi anorganik tanah terdiri dari pecahan batuan dan mineral dengan

komposisi dan ukuran yang berbeda-beda. Selain komposisi beragam, fraksi

anorganik itu di dalam tanah didominasi oleh ikatan-ikatan silikat dan oksida.

Fraksi anorganik kadang-kadang dapat dibedakan menurut mineral primer dan

sekunder. Namun kadang-kadang pembagian ini menimbulkan kesulitan oleh

karena seringkali dalam endapan mineral sekunder dianggap mineral primer,

karena mineral sekunder sering tercampur mineral primer.

Dengan berdasarkan ukuran, maka dikenal tiga fraksi utama anorganik

di dalam tanah:

1. Fraksi kasar (0,05 – 2,00 mm) disebut fraksi pasir

2. Fraksi halus (0,002 – 0,05 mm) disebut debu

3. Fraksi sangat halus < 0,002mm disebut liat (USDA, 1975).

Dalam ilmu tanah biasanya liat dianggap koloid, meskipun ada liat

dalam jumlah yang sedikit yang tidak bermuatan. Atas dasar penyusunan SiO4–

tetrahedral dalam strukturnya, maka dikenal enam tipe silikat tanah yaitu: siklo,

ino, neso, filo, soro dan tekto-silikat. Seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

6 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 25: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

7

Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah

Silikat tanah Mineral

Siklosilikat

Inosilikat

Nesosilikat

Filosilikat

Sorosilikat

Tetosilikat

Turmalin

Amfibol, Piroksi, Hornblende

Garnet, Olifin, Zirkon, Topaz

Kaolinit, Montmorillonit, Ilit, Vermikulit, Klorit

Epidot

Felspat, Zeolit

(Tan, 1982)

Fraksi pasir dan sebagian besar debu termasuk ke dalam siklo, ino,

neso, soro atau tektosilikat. Faksi-fraksi ini merupakan “Kerangka” dari tanah.

Oleh karena ukuran mineral termasuk kasar, maka luas permukaannya yang kecil

dan tidak memperlihatkan sifat-sifat koloid. Meskipun tidak aktif dalam

melaksanakan reaksi-reaksi kimia, fraksi ini berpartisipasi sedikit dalam hal

serapan. Kebanyakan mineral-mineral pasir dan debu diketahui penting pula

dalam pembentukan liat. Fraksi liat termasuk tipe filosilikat.

Tanah liat memegang peranan penting dalam kimia tanah, karena sifat

permukaannya yang berbeda dengan butir-butir mineral yang ukurannya lebih

besar. Kebanyakan mineral tanah liat berstruktur kristal, sedangkan fraksi lain

memperlihatkan perkembangan kristal yang sangat lemah (poorly exhibit crystal)

atau tidak mengkristal sama sekali. Beberapa tipe tanah liat dapat pula berbentuk

amorf, misalnya gel silika, alumina, okida besi dan sebagainya. Fraksi tanah liat

yang lain dapat disebutkan poligorskit (mineral berstruktur rantai), misalnya

kuarsa dengan ukuran butir <2μm. Tanah liat kebanyakan berwujud kristal

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 26: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

8

ataupun amorf. Jika tanah liat itu bersifat amorf, maka bentuknya sukar dikenal.

Dengan metode analisis yang canggih dapat dilihat perbedaan yang jelas antara

tanah liat mengkristal dan amorf.

Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah

Tipe Lapisan Nama Kelompok Mineral 1 : 1

2 : 1

2 : 2

Kaolinit

Montmorilonit

Mika

Ilit

Vermikulit

Khlorit

Kaolinit

Haloisit

Khrisotil

Lizardit

Antogorit

Montmorilonit

Beidelit

Saponit

Hektorit

Saukonit

Muskovit

Paragonit

Biotit

Flogopit

Ilit

Vermikulit

Khlorit

(Tan,1982)

Dalam ilmu tanah tanah liat dianggap amorf jika mineral

memperlihatkan bentuk yang tidak dibatasi bidang-bidang datar, jika diperiksa

dengan sinar-x, penyusunan atom dalam tanah liat amorf tidak beraturan, sehingga

difraktogram yang dihasilkan sinar-x tidak memperlihatkan bentuk yang jelas.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 27: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

9

Berbeda dalam sistem kristal, penyusunan atom biasanya berulang-ulang

beraturan (regular pattern) dengan arah tiga dimensi. Dalam bahan yang bersifat

amorf seperti gelas, ikatan kimia dan komponen-komponen atom acapkali hanya

pengulangan unit-unitnya. Penyusunan atom-atom akan menghasilkan satu unit

bangunan kristal yang disebut sel satuan, bangunan ini memperlihatkan pola

kelompok atom-atom yang posisinya berulang-ulang dalam arah tiga dimensi

dalam ruang menurut sumbu x, y dan z

Gambar 2.1. (A) Struktur kristal memperlihatkan pola kelompok atom yang kedudukan atom akan berulang-ulang pada tiga arah di dalam ruang menurut sumbu x, y, z. (B) Gambar dari satu satuan sel, menunjukkan panjang satuan a, b dan c pada garis terputus-putus yang terletak pada sumbu x, y, dan z dan membentuk kristal kubus (Tan,1982).

Sumbu z kadang-kadang disebut sumbu c, ukuran atau panjang

pinggiran (edges) sel satuan pada tiap arah dinyatakan dengan istilah-istilah a, b

dan c yang masing-masing memiliki panjang tertentu menurut kristalnya. Dalam

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 28: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

10

kristal berbentuk kubus, panjang a, b dan c adalah sama dan sudut-sudut α, β dan

γ masing-masing 90°. Dalam tanah liat sudut-sudut ini bervariasi menurut

struktur, dengan menempatkan beberapa sel satuan secara bersama-sama susunan

kristal akan menghasilkan apa yang disebut struktur kisi. Sebuah kristal yang

sempurna dapat terdiri dari beberapa sel satuan, yang masing-masing satuan

selnya mempunyai volum lebih kurang 1 μm3. Kelompok-kelompok atom di

dalam kisi kristal dapat tersusun dalam bidang-bidang pada jarak yang sama di

sepanjang arah kristal. Beberapa tipe bidang atom dapat digambarkan di dalam

kristal dengan jarak antar bidang yang disebut dengan jarak d (d-spacing). Bidang

yang dibatasi oleh a dan b paralel dengan sumbu-sumbu x dan y (Gambar 2.1)

memotong sumbu z dan c, tetapi tidak memotong sumbu x dan y. Menurut sistem

“Indeks” dari Miller (Miller Indices System, Grimshaw, 1971) bidang ini diberi

kode 001, jarak dasar (Basal (001) Spacing) memegang peranan penting dalam

mengidentifikasikan mineral liat dengan analisis difraksi sinar-x. Bidang yang

memotong sumbu a sejajar sumbu b dan c diberi kode 100, sedangkan yang

memotong sumbu a dan c diberi kode 010.

Silikat dibangun menurut silika tetrahedral, dalam hal ini setiap atom

oksigen menerima satu valensi dari atom silikon. Agar kebutuhan divalensinya

tercapai, maka atom-atom oksigen dapat mengadakan ikatan dengan kation

lainnya (Gambar 2.2). Ikatan silika tetrahedral menghasilkan tiga kelompok

penyusunan struktur dari silikat-silikat: rantai, lembar, dan struktur jaringan

(frame work structure). Mineral-mineral silikat tanah liat dicirikan oleh struktur

lembar. Kebalikan dengan silikat lainnya, struktur tanah liat tidak

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 29: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

11

menggambarkan kerangka tiga dimensi dari ikatan sederhana dari unit-unit

silikon-oksigen. Akan tetapi ia dibangun oleh lapisan mampat (Stacked layer) dari

lembar-lembar silika tetrahedral dan oktahedral. Lembar-lembar ini dibangun oleh

pengikatan tiga atom oksigen di dalam sel tiap tetrahedral dengan satuan silika

tetraheral yang berhadapan, silika tetraeder disusun menurut cincin heksagonal.

Gambar 2.2. Struktur tunggal silika tetraeder (atas), penyusunan beberapa

silika tetraeder ke dalam bentuk lembar dengan bekerjasama atom-atom oksigen (Tan, 1982).

Dalam pola silika tetrahedral seperti ini, satu atom oksigen dalam tiap

tetrahedral secara elektris tetap tidak berimbang. Agar tercapai kebutuhan valensi

dua, maka yang terakhir diikatkan pada Al dalam koordinasi oktahedral. Dengan

susunan serupa ini yakni lapisan dan lembar-lembar silika tetrahedral dan Al

oktahedral, maka struktur berlapis dari tanah liat terbentuk. Beberapa lapisan

lembar silika tetra dan aluminium oktahedral dapat lengket satu sama lainnya.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 30: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

12

Namun setiap lapisan merupakan satuan yang bebas dan dianggap sebagai satuan

kristal. Ikatan lapisan-lapisan secara relatif kuat, misalnya kaolinit, atau relatif

lemah seperti montmorilonit. Di dalam tiap lapisan, kelompok atom tertentu akan

berulang-ulang atomnya dalam arah lateral. Kelompok ini atau unit lapisan (Unit

Layer) disebut satuan sel, sementara jumlah lapisan ditambah dengan bahan antar

lapisan disebut struktur unit.

Dengan dasar jumlah lembar-lembar tetraeder dan oktaeder dalam satu

lapis, maka dikenal tipe struktur tanah liat sebagai berikut :

1:1 (Diamorfik)

2:1 (Trimorfik)

2:2 (Tetramorfik)

2:1:1 (Tetramorfik)

Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya

terdiri atas satu lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder, golongan

montmorilonit termasuk kedalam tipe 2 : 1, karena strukturnya terbangun dari dua

lembar Si–tetraeder dan satu lembar Al–oktaeder. Golongan khlorit adalah contoh

dari tipe 2 : 2. Sedangkam paligorskit dan sepiolit termasuk tipe 2 : 1 :1. Setiap

golongan mineral tanah liat dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni: diokdaeder

dan trioktaeder. Jika dua dari tiga posisi oktaeder diduduki oleh Al3+, maka

keadaan ini disebut diokataeder, jika semua posisi oktaeder diduduki Mg 2+, maka

ini disebut trioktaeder.

Sebagai tambahan dari uraian di atas, pelekatan (stacking) dari lapisan-

lapisan dapat juga dilakukan oleh tipe yang berbeda dari satuan lapisan-lapisan di

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 31: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

13

dalam pola beraturan ataupun tidak, gejala ini menghasilkan mineral bertingkat

(interstratified group) atau mineral lapisan tercampur. Struktur mineral ini amat

beragam jika dua atau lebih tipe berbeda dari satuan lapisan dapat melekatkan

bersama-sama. Misalnya unit-unit vermikulit dengan khlorit dengan smektit, mika

dengan smektit, dan kaolinit dengan smektit.

2.1.1. Kaolinit (Tipe 1 : 1)

Mineral kaolinit adalah alumino-silikat yang terhidrasi dengan

komposisi kimia umum Al2O3 : SiO2 : H2O = 1:1:2 atau 2SiO2.Al2O3.2H2O per

satuan sel. Seperti telah dinyatakan, golongan ini termasuk tanah liat filosilikat

dengan tipe 1 : 1. Kristalnya terdiri dari lapisan aluminium oktahedral tersusun di

atas lembar silika tetraeder (Gambar 2.3). Lembar-lembar ini memanjang terus

menerus dengan arah a dan b dan satu tersusun di atas lembar lainnya dalam arah

sumbu z atau c. Satuan sel adalah non-simetris, dengan satu lembar silika

tetraeder pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktaeder pada sisi lain. Sebagai

akibatnya, bidang dasar (basal – plane) atom-atom oksigen pada satu unit krsital

berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Gejala

terakhir menghasilkan mineral-mineral memiliki dua tipe permukaan. Kedua

lembar yang membentuk satu satuan lapisan (unit layer) diikat oleh atom oksigen.

Atom oksigen ini satu valensinya berpegangan erat dengan silikon, sedangkan

yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi sedangkan satuan-satuan lapisan

berpegangan satu sama lain melalui ikatan H (Hydrogenbonding), menghasilkan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 32: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

14

ruang antar-misel dengan dimensi tertentu. Basal spacing dari mineral kaolinit

adalah 7,14 Å.

Gambar 2.3. Struktur kaolinit terdiri dari lembar-lembar silika tetrahedral dan aluminium oktahedral (Tan, 1982)

Hanya sedikit jika tidak nol berlangsung substitusi isomorf dan muatan

permanen persatuan sel. Namum berhubung dengan terdapatnya gugusan OH

yang tersembul (exposed), maka muatan negatis kaolinit beragam tergantung pH.

Seperti terlihat strukturnya, posisi gugusan OH membuka kesempatan bagi

disosiasi ion H, yang menjadi alasan untuk perkembangan muatan beragam

terutama bidang gugusan OH yang tertentu pada permukaan yang tersembul dari

tapak Al–oktahedral (Octahedral site). Bidang gugusan OH yang lain juga

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 33: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

15

terdapat, tetapi gugusan ini terletak sebagai bidang bagian permukaan dari Al-okta

yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Kemungkinan disosiasi H+

melalui jaringan oksigen ini masih belum diketahui. Sebagai akibatnya nilai KTK

kaolinit menjadi kecil dan dapat berubah jika pH berubah, nilai KTK biasanya

antara 1-10 me/ 100 g. Oleh karena kuatnya ikatan struktural, maka partikel

kaolinit tidak mudah pecah. Keadaan ini juga menyebabkan kaolinit bersifat sukar

mengerut dan mengembang serta kurang plastis.

Keterbatasan permukaan aktif menyebabkan daya adsorpsinya rendah.

Luas permukaan spesifik kaolinit kira-kira 7 – 30 m2/g. Ada tidaknya kaolinit

dalam suatu tanah dapat diidentifikasi dengan difraksi sinar-x dengan menetapkan

nilai d (jarak antara bidang atom di dalam kristal). Nilai d untuk kaolinit d001

adalah 7,14 Å. Anggota golongan kaolinit adalah kaolinit, dikit, nakrit dan

haloisit. Kecuali haloisit, mineral lainnya tidak dapat mengebang dalam air. Dari

mineral-mineral disebutkan di atas mineral kaolinit yang distribusinya terluas.

Mineral ini banyak didapati pada tanah ordo ultisol dan oxisol di daerah tropik.

2.1.2. Haloisit (Tipe 1:1)

Mineral ini mempunyai komposisi umum Al2O3.2SiO2.4H2O.

Strukturnya mirip kaolinit, perbedaan dengan kaolinit terletak pada susunan yang

tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan

air (water interlayer). Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola

heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal

melalui ikatan H. Oleh karena terdapatnya air di antara lapisan maka haloisit

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 34: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

16

memiliki nilai α =10,1 Å lebih besar dari kaolinit. Jika haloisit dipanaskan, maka

nilai d turun menjadi 7,2 Å. Mineral yang airnya telah keluar disebut metahaloisit.

Haloisit dilaporkan cepat berubah menjadi metehaloisit jika suhu menjadi 50°C.

Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop

elektron, bentuk ini berbeda dengan kaoilinit yang berbentuk heksagonal. Proses

pembentukan dan kemantapan haloisit di dalam tanah diketahui dipengaruhi oleh

kelembaban tanah. Kondisi tanah lembab diperlukan untuk perkembangan mineral

itu. Terdapat indikasi bahwa haloisit dipercaya sebagai bahan asal dari kaolinit.

Proses pembentukan kaolinit mengikuti urutan (sequence) pelapukan berikut ini:

Montmorilonit Haleisit Metahaloisit Kaolinit

2.1.3. Montmorilonit (Tipe 2 : 1)

Mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut smektit dan

mempunyai komposisi beragam. Namun rumus umum dinyatakan sebagai

Al2O3.4SiO2.H2O + xH2O. Nama montmorilonit diperuntukkan bagi jenis

aluminosilikat berhidrasi dengan substitusi rendah. Tipe tanah liat ini sering pula

disebut bentonit. Montmorilonit memiliki ion-ion Mg2+ dan Fe3+ di dalam posisi

oktaeder, sementara beidelit yang baik tidak mengdung Mg dan Fe di dalam

lembar oktaeder. Beidelit dicirikan oleh kandungan Al yang tinggi. Muatan

lapisan silika semua berasal dari penggantian Si4+ oleh Al3+.

Dua macam teori struktur dari montmorilonit ialah (1) menurut

Hofmann dan Endell serta (2) menurut Edelman dan Favajee. Kedua teori itu

menunjukkan kemiripan yakni dalam hal struktur unit sel yang dianggap simetris,

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 35: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

17

sehingga berlawanan dengan kaolinit. Satu lembar aluminium oktaeder terselip

atau terjepit di antara dua lembar silika tetraeder.

Ikatan antara lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar

lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Perbedaan antara

struktur Hofmann dan Endell dengan struktur menurut Edelman dan Favajee

adalah dalam penyusunan jaringan silika tetraeder seperti yang dilukiskan pada

Gambar 2.4. Edelmann dan Favajee berpendapat bahwa susunan alternatif dari

silika tetraeder terwujud dengan ikatan Si-O-Si bersudut 180°, dengan bidang

dasar terdiri dari gugusan OH yang diikat oleh silika di dalam tetraeder.

Gambar 2.4. (a) Model Struktur montmorilonit menurut Edelman dan Favajee, dan (b) Model struktur menurut Hofmann dan Endell (Tan, 1982)

Muatan negatif montmorilonit umumnya berasal dari substitusi

isomorfik yaitu penggatian kation bervalensi tinggi dengan kation valensi yang

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 36: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

18

lebih rendah dengan syarat jari-jari atom relatif sama. Hanya terdapat sedikit

muatan berubah, karena semua gugusan hidroksil berlokasi dalam bidang

permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Van Olphen (1977)

mengemukakan nilai KTK monmorilonit kira-kira 70 me/ 100g, luas permukaan

antara 700–800 m2/g dan oleh karena besarnya nilai ini maka montmorilonit

memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah. Montmorilonit

umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-komponen dalam lapisan

tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara

lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat dapat berlipat

ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit

meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat

bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda

pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara

lapisan.

Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit

menjadi alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion

logam dan persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus

pembentukan kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat

menggantikan kedudukan kation-kation organik di dalam ruang antar misel.

Jerapan persenyawaan organik sperti gliserol dan etilen glikol merupakan penciri

dalam mengidentifikasi montmorilonit dengan analisa difraksi sinar-x. Jika

montmorilonit dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C, maka biasanya mineral

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 37: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

19

ini dicirikan oleh puncak difraksi dari jarak dasar 10 Å, sedangkan nilai untuk

kondisi kering udara adalah 12,4 – 14 Å.

Dari keanekaragaman jenis tanah liat, monmorilonit ditemukan dalam

bentuk tanah kebanyakan montmorilonit termasuk oktaeder, dan banyak

ditemukan pada jenis tanah Vertisol, Mollisol, Affisol maupun Entisol. Tingginya

daya plastis, mengembang dan mengkerut mineral ini menyebabkan tanah

menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan

tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.

2.1.4. Ilit (Tipe 2 : 1)

Golongan mineral ini termasuk mineral mika (2 : 1) yang tidak

mengembang, namun berbeda dengan mika sesungguhnya yang termasuk dalam

mineral sekunder. Mineral ini juga dikenal dengan nama mika berair (hydrous

mica) atau mika tanah. Dalam kelompok ini ilit digunakan untuk mineral berbutir

halus sedangkan berbutir kasar dinamakan mika berair. Sejumlah peneiliti

menolak mengklasifikasikan ilit sebagai tanah liat, mereka mengukakan ilit adalah

mika berukuran tanah liat sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mineral

tanah liat (Theng, 1974). Namum mineralogi tanah liat ilit dimasukkan dalam soil

taxonomy (USDA,1975). Van Olphen (1977) berpendapat, bahwa mika terutama

muskovit adalah prototipe dari ilit, hubungannya yang dekat dengan mika menjadi

alasan namanya disebut sebagai mika berair atau mika tanah.

Mineral ilit hampir mirip komposisinya dengan muskovit, tetapi

mengandung lebih banyak SiO2 dan lebih sedikit K. Beberapa peneliti

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 38: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

20

berpendapat bahwa suatu seri yang berkelanjutan dari suatu ilit terjadi ketika

berlangsung perubahan mineral muskovit menjadi montmorilonit.

H2KAl3Si3O12 Seri Ilit Al2O3.4 SiO2.H2O + x H2O

Muskovi Montmorilonit

Oleh karena ilit mengandung K dalam ruang di antara lapisan, maka

unit lapisan terikat lebih kuat dibandingkan dengan monmorilonit. Jadi ruang di

antara misel dari ilit dapat mengembang jika ditambahkan air. Nilai jarak dasar

(basal spacing) adalah 10 Å, sedangkan KTK kira-kira 30 me/ 100 g. Plastisitas,

pengerutan dan pengembangan mineral ilit jauh lebih kecil dibandingkan dengan

montmorilonit sehingga sifat mineral ini lebih mirip kaolinit daripada

montmorilonit, kandungan K dalam ilit berkisar antara 5 – 8 %.

Ilit ditemukan pada tanah-tanah mollisol, alfisol, spodosol, aridisol,

inceptisol dan entisol. Pada tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi,

mineral ilit cenderung berubah menjadi montmorilonit, sedangkan di bawah

pengaruh iklim sedang atau bersuhu tinggi, strutur ilit dilaporkan dapat berubah

menjadi strutur kaolinit.

2.1.5. Vermikulit (Tipe 2:1)

Nama vermikulit berasal dari “vermiculare” atau “vermicularis” dalam

bahasa latin berarti mirip cacing = wormlike, yang jika dipanaskan mineralnya

dapat memanjang hingga 20–30 kali dari ukuran semula. Kelompok mineral ini

membentuk jonjotan mirip mika sperti ilit. Vermikulit dapat dibagi ke dalam dua

kelompok, yaitu vermikulit sesungguhnya (true vermiculite) dan vermikulit liat

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 39: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

21

(clay vermiculit). Vermikulit sesungguhnya tidak dianggap sebagai mineral tanah

liat, tetapi sebagai mineral pembentuk batuan (Douglas, 1977). Vermikulit

berukuran tanah liat ditemukan dalam tanah dianggap sebagai “vermikulit liat”

atau vermikulit tanah. Kehadiran dalam fraksi tanah liat untuk pertama kalinya

diperkenalkan pada tahun 1974 di Skodlandia. Pelacakan mineral ini dalam tanah

dilakukan dengan alat Sinar–x dengan puncak difraksi pada 14 Å sehingga

acapkali mineral ini disebut sebagai mineral 14 Å. Tanah liat vermikulit adalah

magnesium–aluminium silikat, dengan Mg menduduki posisi oktaeder di antara

dua lembar silika tetraeder, beberapa atom Fe juga ditemukan. Rumus kimia

secara umum dituliskan sebagai berikut:

22 MgO. 5Al2O3. Fe2O3. 22 SiO2. 40 H2O atau Mg3 Si4O10(OH)2x H2O

Struktur vermikulit amat mirip dengan struktur khlorit, perbedaannya

ialah terdapatnya lapisan yang terdiri dari molekul-molekul air setebal 5 Å di

dalam ruang antar misel. Di dalam lapisan tetraeder terjadi penggantian Si4+ oleh

Al3+, sehingga muatan negatif pada mineral ini adalah tinggi. Vermikulit termasuk

mieneral tanah liat yang tertinggi nilai KTK-nya. Nilai KTK vermikulit kira-kira

150 me/ 100 g dan lebih besar dari montmorilonit. Kebanyakan vermikulit tanah

berstruktur dioktaeder dan diketahui dapat menfiksasi K+, NH4, dan kation

lainnya. Daya menfiksasi ini lebih besar dibandingkan dengan bentonit atau ilit.

Pengenalan tanah liat vermikulit biasanya dilakukan dengan analisa difraksi sinar-

x dan dengan metode Defferential Termal Analysis (DTA). Dengan sinar-x

puncak difraksi yang dihasilkan adalah 14 Å. Jika suhu ditingkatkan menjadi

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 40: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

22

700°C, maka nilai d akan turun menjadi 11,8 atau 9,3 Å. Dalam tanah umumnya

sebagian vermikulit berlapis tercampur dengan montmorilonit, khlorit, dan biotit,

jika vermikulit diberi larutan KCl akan dihasilkan mineral dengan struktur mika.

Vermikulit dalam jumlah yang relatif sedikit diketemukan pada tanah-

tanah ultisol, mollisol, dan aridisol. Ionnya lebih mudah terbentuk pada tanah

berdrainase baik dan berlawanan dengan pembentukan montmorilonit yang

menghendaki lembab.

2.1.6. Khlorit (Tipe 2:2)

Mineral tanah liat ini tersusun dari magnesium dan aluminium silikat

berair yang memiliki hubungan dengan mineral mika. Kebanyakan khlorit

berwarna hijau, struktur khlorit mirip dengan talk atau tanah liat tipe 2:1 yang

memperlihatkan kemiripan dengan vermikulit. Namun kini sejumlah penulis

bersepakat menyebut khlorit sebagai mineral tipe 2:2. Lapisan oktaeder terdiri dari

hidroksida Al dan Mg yang terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Lembar

Mg atau Mg(OH)2 sebelumnya disebut lembar brusit. Dalam ruang antar misel

juga ditempati oleh lembar brusit, sehingga disebut tanah liat tipe 2 :2. Komposisi

mineral beragam, tetapi komposisi umum dilaporkan adalah:

(Mg, Fe, Al)6(Si, Al)4 O10 (OH)8.

Substitusi isomorfik berlangsung di dalam kedua lapisan tetraeder

maupun oktaeder. Kation Si dapat digantikan oleh Al dan Fe dapat menggantikan

Mg di dalam posisi oktaeder.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 41: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

23

Jika pergantian Mg oleh Al dalam lembar brusit, maka menimbulkan

muatan positip. Muatan positip ini akan menetralisir muatan negatif dari lapisan

mika sebagai akibatnya khlorit memiliki muatan yang rendah dan dengan nilai

KTK yang kecil. Khlorit ditemukan dalam jumlah sedikit tercampur dengan jenis

tanah liat lain. Pada tanah afisol, mollisol, dan andosol kebanyakan mineral

khlorit termasuk trioktaeder.

2.2. Bentonit

Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang

banyak mengandung mineral montmorilonit (sekitar 85 %), yaitu suatu mineral

hasil pelapukan, pengaruh hidrotermal, atau akibat transformasi/ devitrifikasi dari

tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya

pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/ kristobalit, feldspar, kalsit,

gipsum, kaolinit, plagioklas, illit, dan lain sebagainya (Zulkarnaen, Wardoyo, S.,

Marmer, D.H., 2002).

Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas

senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2 μm.

Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari

lembaran tetrahedral silikon–oksigen dan lembaran oktahedral aluminium–

oksigen–hidroksida (Lestari, S., 2002).

2.2.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam

Secara umum, asal mula endapan bentonit ada 4 (empat), yaitu:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 42: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

24

1. Terjadi karena proses pelapukan batuan

Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah

komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineral-

mineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium–

feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan

ferromagnesia. Secara umum faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini

adalah iklim, jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas

batuan tersebut.

Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga

disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam

air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam

batuan.

2. Terjadi karena proses hidrotermal di alam

Proses hidrotermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah,

sehingga mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti hornblende dan

biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran

unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika,

ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk

montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur magnesium.

Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam yang

mengandung klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini

selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 43: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

25

selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan

asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk bentonit.

3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari

gunung berapi

Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai

komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi

secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau,

lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang

sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam

cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi

pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari

daratan, seperti batu pasir dan danau.

4. Terjadi karena proses pengendapan batuan

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai

endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) dan terbentuk pada cekungan

sedimen yang bersifat basa, di mana unsur pembentuknya antara lain:

karbonat, silika pipih, fosfat laut, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan

unsur aluminium dan magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah

Sumatera Utara, 2001).

2.2.2. Komposisi Bentonit

Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel bentonit yang diambil

langsung di lapangan, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 44: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

26

Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit

Komposisi %

Kalsium oksida (CaO)

Magnesium oksida (MgO)

Aluminium oksida (Al2O3)

Ferri oksida (Fe2O3)

Silika (SiO2)

Kalium oksida (K2O)

Air

0,23

0,98

13,45

2,18

74,9

1,72

4

2.2.3. Sifat-sifat Umum Bentonit

Sifat-sifat umum dari bentonit adalah:

1. Memiliki kilap lilin,

2. Memiliki warna yang cukup bervariasi, mulai dari warna dasar putih, hijau

muda kelabu, merah muda dalam keadaan segar, dan akan berubah warna

menjadi krem apabila telah melapuk, dan lama-kelamaan akan menjadi kuning

dengan sedikit kemerahan, atau kecoklatan, serta hitam keabu-abuan,

tergantung pada jenis dan jumlah fragmen mineralnya,

3. Bersifat sangat lunak, dan plastis, memiliki porositas yang tinggi, ringan,

mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air, dan dapat melakukan

pertukaran ion (ion exchanging),

4. Mempunyai berat jenis berkisar antara 2,4 – 2,8 g/ml.

2.2.4. Jenis-jenis Bentonit

Ada 2 (dua) jenis bentonit yang banyak dijumpai, yaitu:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 45: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

27

1. Swelling Bentonite (bentonit yang dapat mengembang) atau sering juga

disebut Bentonit Jenis Wyoming atau Na-bentonit, yaitu jenis mineral

montmorilonit yang mempunyai partikel lapisan air tunggal (Single Water

Layer Particles) yang mengandung kation Na+ yang dapat dipertukarkan.

Bentonit jenis ini mempunyai kemampuan mengembang hingga 8 (delapan)

kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di

dalam air. Dalam keadaan kering, berwarna putih, atau kuning gading,

sedangkan dalam keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna

mengkilap. Perbandingan antara kation Na+ dan kation Ca+ yang terdapat di

dalamnya sangat tinggi, serta suspensi koloidalnya mempunyai pH 8,5 sampai

9,8. Kandungan NaO dalam bentonit jenis ini, pada umumnya lebih besar dari

2 %. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka bentonit jenis ini dapat

digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan,

bahan pencampur cat, sebagai bahan baku farmasi, bahan perekat pada pasir

cetak dalam industri pengecoran, dan lain sebagainya.

2. Non Swelling Bentonite (Bentonit yang kurang dapat mengembang) atau

sering juga disebut Ca-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang

kurang dapat mengembang apabila dicelupkan di dalam air, namun setelah

diaktifkan dengan asam, maka akan memiliki sifat menyerap sedikit air dan

akan cepat mengendap tanpa membentuk suspensi. Yang mempunyai pH-nya

sekitar 4,0 – 7,1. Daya tukar ionnya juga cukup besar. Bentonit jenis ini

mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan

dengan kandungan natriumnya. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 46: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

28

bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap (pemucat) warna

(Bleaching Earth).

2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit

Pemanfaatan bentonit dalam bidang industri, sangat erat kaitannya

dengan sifat yang dimiliki oleh bentonit itu sendiri, yaitu:

a. Komposisi dan jenis mineral

Untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral yang terkandung

dalam bentonit, dilakukan pengujian dengan menggunakan Difraksi Sinar–X.

Tujuannya adalah untuk mengetahui secara kualitatif komposisi mineral yang

terkandung di dalamnya.

b. Sifat Kimia

Pengujian terhadap beberapa sifat kimia yang terkandung di dalam

bentonit perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas (mutu) yang dimilikinya.

c. Sifat Teknologi

Pemanfaatan bentonit berkaitan dengan sifat teknologi yang

dimiliki bentonit tersebut, yaitu antara lain: sifat pemucatan, sifat bagian

suspensi yang dapat digunakan untuk pengerasan semen, sifat mengikat dan

melapisi untuk pembuatan makanan ternak dan industri logam.

d. Sifat Pertukaran Ion

Pengujian terhadap sifat pertukaran ion bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar jumlah air (uap air) yang dapat diserap oleh

bentonit, sehingga akan tercapai kesetimbangan reaksi kimia yang diperlukan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 47: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

29

untuk proses selanjutnya. Hal ini sangat penting diketahui karena bentonit

diharapkan dapat membentuk dinding diafragma yang mencegah terjadinya

rembesan air.

e. Daya Serap

Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang

pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidakseimbangan antara

muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada

pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Hal ini

disebabkan karena bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam

berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah (suspensi) maupun kering

(tepung).

f. Luas Permukaan

Luas permukaan bentonit dinyatakan dalam jumlah total luas

permukaan kristal atau butir kristal bentonit yang berbentuk tepung dalam

setiap gram massa bentonit tersebut (m2/g). Semakin tinggi luas

permukaannya maka semakin banyak pula zat-zat yang terbawa atau melekat

pada bentonit. Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pembawa (carrier) dalam

insektisida dan pestisida serta sebahai bahan pengisi (filler) dalam industri

kertas (pulp), dan bahan pengembang industri makanan dan plastik.

g. Kekentalan dan Suspensi

Sifat kekentalan dan daya serap yang tinggi sangat diharapkan

terutama untuk pengeboran minyak, eksplorasi, industri cat, dan industri

kertas.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 48: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

30

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan

dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukukan untuk

aktivasi bentonit, yaitu:

1. Secara Pemanasan (heat activation and extrusion)

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300 – 350°C untuk

memperluas permukaan butiran bentonit.

2. Secara Kontak Asam

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada

dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan

pengotor-pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik

bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan

asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses

bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi

penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur

(framework) mempunyai area yang lebih luas. Proses pelepasan Al dari

bentonit disajikan dalam persamaan berikut ini:

(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ (Al3)(Si8)O20(OH)2 + Al3+ + 2 H2O

(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ (Al2)(Si8)O20(OH)2 + 2 Al3+ + 4 H2O

Pada kondisi di atas, separuh dari atom Al berpindah dari struktur bersama

dengan gugus hidroksida. Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom

Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4

(empat) atom oksigen tersisa.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 49: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

31

Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal

bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion

hidrogen. Pada proses aktivasi selanjutnya terjadi pelarutan lebih banyak lagi.

Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut ini:

(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ Al3+ + (Al)(Si8H4)O20

(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ 2 Al3+ + (Si8H8)O20

Sementara proses pengolahan bentonit dapat dilihat secara skematis berikut:

Bentonit Alam

Basa - Soda abu - Soda api

Asam - Asam sulfat - Asam klorida

Bentonit aktif - Bahan penyerap

(Bleaching earth)

Bentonit aktif - Bahan perekat - Bahan pengisi - Bahan lumpur bor

Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit

Setelah bentonit selesai diaktivasi dan diolah, maka bentonit tersebut

siap untuk digunakan untuk beberapa aplikasi selanjutnya, yaitu:

1. Bentonit sebagai Bahan Penyerap (Adsorben) atau Bahan Pemucat pada

Industri Minyak Kelapa Sawit

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 50: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

32

Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang

sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak

nabati, minyak bumi, dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu

bahan penyerap yang tepat dan murah.

Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan tinggi

untuk menjernihkan warna. Kemampuan penyerapan warna ini dapat

ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan.

Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu:

a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan

yang rendah,

b. Fuller’s earth, biasanya digunakan sebagai bahan pembersih bahan wool

dari lemak.

Fuller’s earth adalah sejenis lempung yang secara alami

mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan

pelumas. Karakteristik dari lempung jenis ini adalah mempunyai kandungan

air yang tinggi, plastisitas yang rendah, dan struktur yang berlapis-lapis.

Sebagian besar fuller’s earth menunjukkan perbandingan silika terhadap

alumina antara 4 – 6. Sifat alami lain adalah pH antara 6,5 – 7,5, dengan

porositas 60 – 70 %, dan luas permukaan butiran 170 – 200 Å. Mineral ini

pada umumnya didominasi oleh mineral montmorilonit, atapulgit, dengan

mineral ikutan berupa kaolinit, halloysit dan illit.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 51: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

33

Proses penyerapan zat warna organik yang terdapat dalam minyak,

lemak, dan pelumas terdiri atas penyerapan fisika dan kimia. Peyerapan secara

kimia pada prinsipnya adalah merusak zat warna dengan penambahan

oksidator, misalnya hidrogen peroksida. Penyerapan secara fisika adalah

karena kontak antara permukaan butiran pada kondisi tertentu, yang meliputi

temperatur, waktu kontak, pengadukan, dan konsentrasi yang dinyatakan oleh

Frieundlich.

Proses pemucatan kelapa sawit dengan menggunakan adsorben

pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, di mana pada umumnya

minyak kelapa sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan

pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit adalah salah satu

minyak nabati yang sulit untuk dipucatkan karena mengandung pigmen β–

karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan minyak biji-bijian lainnya.

Penggunaan adsorben dengan pemanasan yang dilakukan dalam

proses pemucatan ini tidak selalu sama untuk semua produk pengolahan

minyak kelapa sawit, tetapi tergantung kepada kondisi minyak kelapa sawit,

proses pabrik, dan sifat adsorben yang digunakan.

Pada umumnya, penggunaan adsorben adalah 1 – 5 % dari massa

minyak dengan pemanasan pada suhu 120°C selama ± 1 jam. Dalam hal ini,

adsorben yang sering digunakan adalah bentonit (dalam hal ini berfungsi

sebagai bleaching earth/ tanah pemucat) dan arang aktif (activated charcoal).

Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah dengan komposisi

utama terdiri dari silikat, air terikat, ion-ion kalsium, magnesium oksida, dan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 52: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

34

besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth ditimbulkan oleh adanya ion-ion

Al3+ pada permukaan partikel adsorben yang dapat mengasorbsi partikel zat

warna (pigmen). Sementara daya pemucatan tersebut tergantung pada

perbandingan antara komponen SiO2 dan AlO2 yang terdapat dalam bleaching

earth tersebut.

Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl/ H2SO4)

akan mempertinggi daya pemucatan, karena asam mineral tersebut akan

bereaksi dan melarutkan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang

menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al2O3

sehingga menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2 – 3) : 1

menjadi (5 – 6) : 1.

Bentonit yang telah ditambang diangkut ke tempat penampungan

sementara (stock pile). Bentonit dalam bentuk bongkahan atau lepas, baik

dalam kondisi basah maupun kering, dilakukan penirisan dan pengeringan.

Kemudian dimasukkan ke dalam reaktor (aktivasi) dengan menambahkan air

dan asam sulfat. Langkah selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan

kotoran-kotoran yang melekat pada mineral montmorilonit untuk selanjutnya

akan masuk ke dalam thickener. Media pemisahannya adalah air. Setelah itu,

akan masuk ke dalam proses penyaringan dan dilakukan pengeringan.

Bentonit yang telah kering dimasukkan ke proses penggerusan

untuk mendapatkan ukuran butiran kurang lebih 200 mesh.

2. Bentonit sebagai Katalis

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 53: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

35

Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan,

yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral

montmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai

katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi. Oleh

karena itu diperkenalkan jenis material baru lempung terpilar yang memiliki

stabilitas termal relatif lebih tinggi dari material asal.

3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion

Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada

sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation

dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Sifat ini juga

merupakan hal yang penting dalam pengubahan Ca–bentonit menjadi Na–

bentonit. Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran

kapasitas tukar kation (KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah,

yaitu berkisar antara 50–100 meq/ 100 g. Hal ini disebabkan karena perbedaan

komposisi kandungan kimianya.

4. Bentonit sebagai Lumpur Bor

Penggunaan utama mineral lempung adalah pada industri lumpur

bor, yaitu sebagai lumpur pemilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi,

serta uap panas bumi.

Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses

pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, harus ditiriskan terlebih

dahulu sedangkan jika kondisinya telah kering maka dapat langsung dilakukan

penghancuran. Setelah mencapai ukuran tertentu maka dilakukan proses

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 54: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

36

pengeringan kembali, di mana sumber panas untuk pengeringan tersebut

berasal dari energi listrik. Setelah butiran bentonit sesuai dengan ukuran

tertentu maka dimasukkan ke dalam reaktor untuk proses aktivasinya. Dalam

hal ini, fraksi pasir harus dihilangkan untuk mempertinggi kualitas bentonit

sebagai lumpur pengeboran. Ke dalam reaktor aktivasi dimasukkan sejumlah

air dan H2SO4. Setelah proses ini selesai maka dilakukan pengeringan kembali

dengan sumber panas dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan

untuk mencapai ukuran butiran halus bentonit (200 mesh) sebelum

dimasukkan ke dalam siklon. Hasil siklon berupa produk dicampur dengan

karbosil metil selulosa (CMC) dan ditampung di silo.

Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu

perlakuan untuk mengubah Ca–bentonit menjadi Na–bentonit dengan

penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah natrium

karbonat dan natrium hidroksida. Dengan perubahan tersebut diharapkan sifat

hidrasi, dispersi, reologi, swelling, dan lain-lain akan berubah, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor.

Persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut API (American

Petroleum Institute) adalah sebagai berikut:

• Kekentalan suspensi bentonit untuk 10 g dalam 350 ml air adalah 15.

• Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk

larutan 10 g dalam 350 ml air harus lebih kecil dari 15 ml.

• Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah < 2,5 %.

• Kandungan uap air (kelembaban) adalah < 12 %.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 55: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

37

Sementara persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut OCMA

(Oil Companies Materials Association) adalah sebagai berikut:

• Kekentalan suspensi bentonit untuk 6,5 g dalam 100 ml air adalah 15.

• Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk

larutan 6,5 g dalam 100 ml air harus lebih kecil dari 15 ml.

• Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah <15 %.

• Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan basah) adalah <2,5 %.

• Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan kering) adalah >98 %.

• Kandungan uap air (kelembaban) adalah <15 %.

5. Bentonit sebagai Bahan Konstruksi Bangunan

Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di

daerah tropis, mempunyai bermacam–macam jenis tanah, di antaranya

mempuyai sifat yang kurang baik. Di antaranya sifat fisik, seperti

plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik, akibatnya sifat teknik yang

dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah.

Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam

bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan.

Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di

beberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik

yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat

ekspansif, yaitu mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila

kondisinya jenuh akibat “Compressibility”-nya tinggi dan sulit

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 56: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

38

memadatkannya, sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul

gaya-gaya yang bekerja padanya.

Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah

dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat

bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah astu bahan yang dapat digunakan

adalah kapur yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah

pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih

mengandung air. Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara

kimia, limbah ini mengandung oksida-oksida logam dan persenyawaan kimia

lainnya.

Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat

digunakan sebagai bahan aditif kimia dalam stabilitas tanah. Karena dengan

kandungan: 70,90 % kalsium hidrat; 0,31 % magnesium oksida; 0,66 % silika;

2,56 % alumina; 1,76 % besi oksida; pH 12,5; dan kadar air 3,76 %, maka

limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif

pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang

digunakan untuk stabilisasi tanah.

6. Bentonit sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak

Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup

sederhana, yaitu:

Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di

mana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilalukan penirisan untuk

mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 57: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

39

siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya di mana sumber panas berasal

dari energi listrik.

Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran

sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon.

Setelah proses siklon selesai maka bentonit sebagai bahan perekat pada

pembuatan pasir cetak disimpan di silo.

7. Bentonit untuk Pembuatan Tambahan Makanan Ternak (Urea Mollases Block)

Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan

ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Kandungan bentonit yang digunakan dalam pembuatan tambahan makanan

ternak < 30 %.

• Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh.

• Memiliki daya serap >60 %.

• Memiliki kandungan mineral montmorilonit sebesar 70 %.

8. Bentonit untuk Industri Kosmetik

Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Mengandung mineral magnesium silikat (Ca–bentonit).

• Mempunyai pH netral.

• Kandungan air dalam bentonit adalah <5 %.

• Tidak mengalami perubahan panas selama dan setelah pemanasan.

• Ukuran butiran bentonit adalah 325 mesh.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 58: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

40

Secara umum dapat dikemukakan bahwa mineral montmorilonit

termasuk ke dalam kelompok smektit. Beberapa mineral yang termasuk ke dalam

kelompok ini adalah beidelit, hektorit, dan stevensit.

Pada praktiknya, komposisi montmorilonit itu sendiri adalah berbeda

dari bentonit yang satu dengan bentonit yang lain dan kandungan elemennya

bervariasi tergantung pada proses pembentukannya di alam. Setiap struktur kristal

montmorilonit mempunyai 3 (tiga) lapisan utama, yaitu lapisan oktahedral dari

lapisan aluminium dan oksigen yang terletak di antara 2 (dua) lapisan silikon dan

oksigen. Kandungan air kristalnya juga bervariasi sehingga jarak antar partikelnya

dapat berubah-ubah, sehingga dapat mengembang (swelling). Adapun rumus

umum kimia dari montmorilonit itu sendiri, yaitu: [Al2O3.4SiO2.xH2O]. Molekul

montmorilonit terdiri dari lapisan-lapisan yang berjarak beberapa Amstrong. Salah

satu lapisan berbentuk silika terkoordinasi dan dikombinasikan dengan lapisan

alumina dan magnesia yang oktahedral.

Partikel montmorilonit sangatlah kecil sehinngga strukturnya hanya

dapat disimpulkan melalui penelitian menggunakan Difraksi Sinar-X (X-Ray

Difraction).

Gambar 2.6 di bawah ini menunjukkan sketsa diagram dari struktur

montmorilonit. Kation yang dapat dipertukarkan dapat terjadi di antara lapisan

silika dan ruang sumbu alumino silikat dari montmorilonit tersebut yang terhidrasi

sempurna tergantung pada ukuran kation-kation antar lapisan.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 59: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

41

Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit (Cool, P., 2002)

2.2.6. Hidrasi pada Mineral Montmorilonit

Secara teori dapat diterangkan bahwa susunan partikel lempung

umumnya terdiri atas lapisan-lapisan yang bertumpuk seperti tumpukan kartu.

Tumpukan tersebut terdiri dari lapisan silikat, alumina, dan oksigen yang di

dalamnya terdapat gugusan hidrosil serta logam–logam. Bila tersuspensi di dalam

air akan memperbesar jarak antara lapisan sampai beberapa Amstrong dan ini

berarti akan meningkatkan daya swelling dari lempung tersebut. Jenis lempung

yang terbaik yang berkenaan dengan hal ini adalah jenis Na–montmorilonit. Di

dalam air, lempung jenis ini akan mengembang sampai lapisan-lapisan tersebut

terpisah dari kelompoknya dan membentuk suspensi.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 60: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

42

Jarak antar lapisan pada Na–bentonit kering adalah 9,8 Å sedangkan

pada Ca–bentonit adalah 12,1 Å. Pada saat terjadinya hidrasi yang disebabkan

oleh udara yang lembab ataupun suatu kondisi yang berair, maka jarak tersebut

akan bertambah. Pada Ca–bentonit menjadi 17 Å dan pada Na–bentonit akan

bertambah menjadi 17 – 40 Å dan selanjutnya tumpukan tersebut akan berpisah

dan membentuk suspensi. Gambar 2.7 menyajikan mekanisme hidrasi dan dispersi

pada Ca–bentonit.

Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi pada Ca-bentonit (Figueras,

F., 1988)

2.3. Lempung Terpilar (Pillaried Inter Layered Clay/ PILC)

Lempung Terpilar (PILC) adalah sebuah kelas yang menarik dari

material-material dengan ukuran pori yang kecil secara 2 dimensi. Oleh karena

Lempung Terpilar (PILC) mempunyai luas permukaan yang tinggi dengan

porositas yang tetap, maka sangat baik digunakan untuk adsorbsi dan sebagai

katalis. Sejak pori-pori Lempung Terpilar (PILC) dapat dilokalisasikan ke dalam

daerah pori yang kecil, substrat ini membentuk sebuah jembatan antara mikropori

zeolit pada suatu sisi dengan padatan mesopori dan makropori anorganik (seperti

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 61: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

43

silika dan alumina) pada sisi lainnya. Sejarah dari Lempung Terpilar (PILC)

dimulai pada tahun 1955, namun studi intensifnya yang pertama dinyatakan

sekitar pada tahun 1980. Selama perintisan kerja ini, kation organik dan pilar

organometalik adalah yang terutama digunakan. Sekarang kation polioksida

anorganik merupakan yang paling baik karena stabil pada suhu tinggi. Dengan

cara mengubahnya secara alami, ukuran pilar dan porositas, maka akan

didapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang berbeda. Pori-porinya dikombinasikan

dengan bahan-bahan antar pilar dengan bahan dasar lempung, sangat penting

dalam berbagai aplikasi seperti adsorbsi gas, reaksi-reaksi katalitik, dan lain

sebagainya.

Preparasi pertama Lempung Terpilar (PILC) menggunakan ion tetra-

alkil-amonium dan menghasilkan lempung yang mengembang yang dapat

berfungsi sebagai penyaring molekuler (molecular sieves) untuk adsorbsi

molekular organik. Montmorilonit yang telah diinterkalasi oleh 1,4–diazobisiklo–

2,2,2–oktana ditemukan memiliki sifat penyaring molekul dan aktifitas katalitik

yang baik untuk reaksi esterifikasi asam karboksilat. Meskipun stabilitas termal

lempung organik ini lebih rendah dari 300°C sehingga membatasi penggunaannya

sebagai katalis. Kebutuhan dunia industri terhadap masalah material yang

memiliki sifat katalitik berkembang sangat cepat sehingga memacu munculnya

material Lempung Terpilar kation polioksida yang stabil di atas suhu 600°C.

Preparasi Lempung Terpilar (PILC) atau Cross-Lined Smectite (CLS)

didasarkan pada fenomena swelling (mengembang) yang merupakan sifat khas

smektit. Swelling dimungkinkan terjadi karena layer/ lembaran paralel dari

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 62: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

44

struktur ini terikat satu sama lain oleh gaya elektrostatik sehingga ia dapat

mengembang oleh penetrasi spesies polar antar lapisannya.

2.3.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar

Meskipun lempung sangat luas penggunaannya dalam berbagai macam

aplikasi (sebagai katalis, adsorbsi, dan pertukaran ion), kekurangannya adalah

mempunyai porositas yang tetap. Smektit akan mengembang pada saat terjadi

hidrasi namun pada saat terjadinya dehidrasi layer akan terbuka dan pada

permukaan antar layer tidak akan memungkinkan terjadinya proses kimia.

Untuk menghindari hal tersebut, beberapa peneliti menemukan cara

untuk membuka lapisan-lapisan lempung yakni dengan memasukkan berupa pilar

yang stabil ke dalam daerah antar lapisan lempung tersebut. Dengan cara tersebut

maka akan diperoleh volume pori lempung yang tinggi. Lempung Terpilar (PILC)

mempunyai porositas selama terjadinya proses hidrasi dan dehidrasi. Hal ini dapat

dilihat pada gambar 2.8 berikut ini:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 63: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

45

Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang terjadi pada Lempung dan Lempung Terpilar (PILC) (Pinnavaia, 1985)

Prinsip pilarisasi ini diperbaharui oleh Barrer dan McLeod yang

menunjukkan porositas yang tetap dalam montmorilonit dengan mengganti ion-

ion alkali dengan ion tetraalkil amonium. Selama terjadinya krisis minyak (1973),

Lempung Terpilar (PILC) ini mendapat perhatian khusus para peneliti dalam

bidang katalisis di mana mereka menemukan Lempung Terpilar (PILC) dengan

porositas tinggi namun tidak stabil pada suhu tinggi. Untuk menghadapi

ketidakstabilan termal Lempung Terpilar (PILC) ini, maka Brindley, Sempels, dan

Vaughan mulai mengembangkan Lempung Terpilar (PILC) anorganik. Studi

pertama yang sangat mendasar dalam hal Lempung Terpilar (PILC) anorganik ini

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 64: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

46

muncul pada akhir tahun 1970-an. Tipe Lempung Terpilar (PILC) ini tetap

mendapatkan perhatian sejak ditemukan stabil pada suhu tinggi, di atas 773°K.

Konsep pilarisasi ini pada dasarnya sederhana dan terdiri atas 2 (dua)

langkah utama. Langkah pertama, kation-kation kecil antar lapisan digantikan

dengan ion-ion yang lebih besar. Langkah kedua (langkah kalsinasi), yakni

menempatkan prekursor kation polioksida anorganik ke dalam lapisan antar

lapisan lempung, stabilisasi terhadap pilar logam oksida, serta mengikatnya secara

kuat ke dalam layer lempung. Konsep pilarisasi ini dapat dilihat pada gambar 2.9

berikut ini:

Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar (PILC) (Figureas, F., 1988)

2.3.2. Jenis-jenis Agen Pemilar (Prekursor)

Beberapa agen pemilar dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 65: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

47

Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar

Kelas Contoh Kation-kation organik Alkil amonium Dialkil amonium Kation-kation kompleks organik Co(en)3

3+

Kompleks M(2,2-bipiridin) Kompleks M(O-penantrolin) Si(acac)3

3+ Fe3O(OCOCH3)6CH3COOH+ Senyawa-senyawa kluster logam Nb6Cl12

n+ ,Ta6Cl12n+ , Mo8Cl8

4+ Kation-kation polioksida Al13O4(OH)24(H2O)12

7+

Zr4(OH)8(H2O)168+

(TiO)8(OH)124+

Crn(OH)m (3n-m)+

Garam Fe-hidrolis Sol-sol oksida Sol TiO2,TiO2-SiO2

Si2Al4O6(OH)8 atau imogolit Pilar-pilar oksida campuran Fe/Al Fe/Cr, Fe/Zr La/Al GaAl12O4(OH)24(H2O)12

7+

Cr/Al LaNiOx (Sumber C. P., 2002)

Penggunaan reaktan organik sebagai agen pemilar telah lama

dilaporkan oleh Barrer. Pinnavaia telah melaporkan interkalasi smektit

menggunakan kompleks organometalik di mana stabilitas struktur mencapai suhu

450°C. Kation logam hidroksida polinuklear menghasilkan spasi/ jarak yang lebih

tinggi, mencapai 15 Å, sehingga memiliki stabilitas pada suhu tinggi.

Prinsipnya, berbagai ion bermuatan positif digunakan sebagai agen

pemilar. Interkalasi ion kromium dan titanium menghasilkan lempung dengan

ukuran pori yang besar. Interkalasi menggunakan Al–hidroksidakation telah

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 66: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

48

dipelajari secara mendalam. Pertama kali digunakan teknik potensiometrik yang

memperkirakan pembentukan oligomer, seperti Al6(OH)153+ atau Al8(OH)20

4+.

Dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering, Rausch dan Bale

mengusulkan: untuk ratio OH/Al antara 1 dan 2,5; formasi spesies polimer

[Al13O4(OH)24(H2O)12]7+. Spesies polimer ini tersusun atas 12 Al oktahedral dan

satu pusat Al tetrahedral, seperti pada Gambar 2.10 berikut ini:

Gambar 2.10. Struktur Spesies Polimer Al13 (a), Zr4 (b) dan Si8 (c) (Burch, R., 1997)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 67: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

49

Pada kasus Zirkonil klorida secara umum disetujui bahwa hidrolisis

parsial garam menghasilkan kation tetrometrik [Zr4(OH)8(H2O)16]8+. Analisis

larutan dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering menunjukkan hal

tersebut. Tetromer ini juga ditemukan sebagai unit struktural padatan. Situasi ini

analog dengan kasus Al di mana terdapat kemungkinan bahwa kation ini akan

menjadi spesies mayor dalam larutaan dengan adanya kompleks logam yang berat

molekulnya lebih besar.

Pendekatan yang berbeda telah diajukan oleh Lewis dengan

menggunakan senyawa organosilika yang bermuatan positif. Struktur silikat tiga

dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas dikenal sebagai polihedral

oligosilsesquioxon. Struktur tersebut terdiri dari skeleton polihedral silikon

oksigen yang mengandung substituen organik atau anorganik yang terikat pada

atom silikon. Z merupakan moiety organik yang mengandung spesies kationik

(ion amonium, posponium, dan piridium) yang memungkinkan terjadinya

pertukaran ion. Selanjutnya, kalsinasi material terinterkalasi, mendekomposisi

senyawa organik dan membentuk pilar sehingga struktur layer menjadi lebih

stabil.

Di bawah ini akan diberikan Gambar 2.11 yang menunjukkan beberapa

hasil Lempung Terpilar (PILC) dengan menggunakan prekursor (agen pemilar)

yang berbeda.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 68: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

50

Gambar 2.11. Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan

Menggunakan Prekursor (agen pemilar) yang Berbeda: (A) Al-PILC, (B) Zr-PILC, (C) Ti-PILC, dan (D) Fe-PILC (Vansant, 1998)

2.3.3. Interkalasi Agen Pemilar

Al–lempung dan Zr–lempung dapat dipertimbangkan sebagai sebuah

model sehingga preparasinya lebih mendetil dan diskusinya difokuskan pada

kedua sistem ini. Proses kimia yang terjadi adalah pertukaran ion (Ion

Exchanging). Dapat diprediksikan kemudian bahwa faktor fisika dan kimia akan

mempengaruhi derajat pertukaran dan distribusi kation dalam partikel lempung.

Faktor tersebut antar lain: konsentrasi dan pH larutan, adanya kation lain di satu

sisi, dan batas difusi di sisi lain.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 69: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

51

Secara umum, berbagai spesies ion terdapat dalam larutan seperti

Al137+, Al3+, Al8

4+ dan H+. Proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai kompetisi

antara ion ini dengan kation asli lempung. Selektivitas pertukaran kation dalam

silikat tergantung pada muatan dan ukuran kation. Selektivitas akan tinggi apabila

kation bermuatan besar dan laju pertukaran menjadi lebih rendah untuk spesies

yang lebih meruah. Dapat diperkirakan bahwa pada kesetimbangan termodinamik,

kation Al137+ dan Zr4

8+ akan mengalami pertukaran secara spesifik meskipun

situasi intermediet mungkin saja berbeda bila kation ini memiliki ukuran yang

besar, yang seharusnya dapat dikeluarkan dari lempung.

Al dan Zr yang terdapat pada keadaan steady state tidak tergantung

pada kondisi eksperimen kecuali pH yang mengontrol distribusi spesies ionik

dalam larutan. Hal ini dapat diamati dengan membandingkan hasil yang berbeda

dalam literatur yaitu d(001) spacing dan luas permukaan (surface area).

Distribusi spesies polimer kationik dalam partikel tergantung pada

batas difusi dan kompetisi dengan kation lain, dan hal ini lebih sulit untuk

direproduksi karena tergantung pada kondisi eksperimen. Pertukaran makro kation

Zr dalam lempung montmorilonit merupakan suatu proses random, seperti

ditunjukkan dengan evolusi garis (001). Inisial sampel adalah sangat kristalin dan

garis (001) pertama yang melebar dan menurun intensitasnya selama pertukaran

ion selanjutnya meningkat dan menajam saat derajat pertukaran meningkat.

Luas permukaan juga berpengaruh, yaitu akan menurun apabila ukuran

partikel lempung meningkat. Menarik untuk dicatat bahwa stabilitas termal dari 2

(dua) sampel yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 70: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

52

Tabel 2.5. Evolusi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada Temperatur yang Berbeda

Luas Permukaan (m2/g) setelah Kalsinasi pada Suhu Sampel

250°C 500°C 700°C

Zr-PILC 360 260 205

Zr-PILC 280 210 130

Pengaruh distribusi pilar dalam lempung terhadap stabilitas termal

Lempung Terpilar (PILC) dapat dijelaskan dengan fakta jarak rata-rata antar pilar,

sehingga dapat memfasilitasi sintering yang tergantung pada distribusi ini. Jadi,

dapat dihipotesis bahwa stabilitas termal merupakan determinasi tidak langsung

dari distribusi pilar yang tergantung pada kondisi eksperimen pertukaran ion.

Secara garis besar, pengaruh temperatur yang digunakan terhadap

penampilan pertukaran ion telah diselidiki oleh Bartley dan Burch. Keduanya

mengamati stabilitas termal yang lebih baik untuk Zr–lempung yang dipreparasi

melalui refluks terhadap larutan ZrOCl2 dengan lempung.

Kation dari lempung juga menunjukkan beberapa pengaruh, seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.6 dalam kasus Zr–lempung dan Al–lempung. Pada Zr–

lempung, stabilitas termal sangat jelas berpengaruh dan struktur lempung

terinterkalasi rusak pada suhu yang lebih rendah bila padatan dipreparasi dari

bentuk Na–lempung menggunakan jenis lempung yang sama. Pada sampel ini,

garis (001) tidak muncul melalui kalsinasi pada suhu 500°C. Dapat dikatakan,

bahwa luas permukaan sedikit lebih tinggi pada sampel yang dipreparasi dari

bentuk Ca–lempung. Pada kasus Al–lempung, pengaruh kation lempung terhadap

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 71: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

53

tekstur material yang dihasilkan juga sangat jelas. Difraksi Sinar-X tidak

merefleksikan variasi terlalu banyak tetapi luas permukaan menunjukkan

interkalasi lempung yang lebih baik bila kation lempung memiliki muatan positif

yang lebih besar. Pengaruh ini dapat dijelaskan melalui kompetisi antara kation

asal dengan agen pemilar. Selektivitas pertukaran kation meningkat dengan

meningkatnya muatan sehingga kompetisi antara Na+ dengan Al137+ lebih baik

atau lebih menguntungkan terhadap inkorporasi Al dibandingkan dengan

kompetisi antara Ce3+ dengan Al137+. Dengan tidak adanya kompetisi ion, Al13

7+

bertukar secara cepat dan akan bergerak ke pusat partikel. Penggunaan kompetisi

ion, seperti Cl3+, akan menurunkan kekuatan adsorbsi dan daya kation Al137+

dalam partikel sehingga menghasilkan distribusi kation yang homogen dan luas

permukaan yang lebih besar.

Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung

Terpilar (PILC) (a)

250°C 400°C / 500°C (b)

Kation Asal

d(001) Å

(25°C) S

m2/g d(001)

Å d’

(001) Å

S m2/g

Zr-montmorilonit

Na 21,5 288 21 Rusak -

Ca 21 323 21 18,0 284

Al-montmorilonit

Na-Ca 20 18,4 329

Li 20 18,0 295

Ca 20 18,2 453

La 20 18,6 430 (Kozo Ishisaki, 1998)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 72: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

54

Keterangan: (a) Jenis lempung yang digunakan adalah Na–bentonit

(b) Zr–montmorilonit dikalsinasi pada suhu 500°C dan

Al–montmorilonit dikalsinasi pada suhu 400°C.

2.3.4. Preparasi Lempung Terpilar

Prosedur preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara umum dapat

dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini, yang terdiri atas 4 langkah utama, yaitu:

1. Pemurnian dan penjenuhan lempung induk ke dalam bentuk Na+-lempung.

2. Preparasi larutan pemilar.

3. Reaksi pertukaran antara ion-ion Na+ antar lapisan lempung dengan kation-

kation polioksida yang terdapat dalam larutan pemilar.

4. Kalsinasi untuk pembentukan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 73: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

55

Gambar 2.12. Prosedur Preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara Umum

(Burch, R., 1997)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 74: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

56

2.3.5. Lempung Induk

Lempung induk selalu berada dalam bentuk Na–lempung pada saat

dipergunakan sebagai bahan dasar (substrat) untuk pilarisasi. Seperti yang telah

diketahui, Na+ sebagai ion penyeimbang muatan menghasilkan hidrasi yang baik,

pada gilirannya akan memfasilitasi proses interkalasi prekursor-prekursor pemilar.

Pada lempung alam yang ukuran fraksinya <2μm di mana cukup kecil untuk

mendapatkan suatu lempung yang dapat mengembang. Lempung alam masih

mengandung pengotor-pengotor dan perlu dipisahkan, dimurnikan, serta

dijenuhkan dengan larutan natrium sebelum digunakan dalam pemilaran.

Sementara pada lempung alam yang ukuran fraksinya >2μm juga masih

mengandung pengotor-pengotor dapat dipisahkan secara sentrifugasi.

Smektit hektorit alam yang dapat diperoleh dari Clay Repository of the

Clay Minerals Society masih mengandung pengotor karbonat. Untuk

menghilangkan pengotor ini hektorit tersebut perlu ditambahkan dengan larutan

Natrium asetat/ asam asetat pada pH 4 sehingga pengotor karbonat diubah

bentuknya menjadi H2CO3, yang selanjutnya akan dibebaskan menjadi H2O dan

CO2 di dalam larutan. Setelah dipisahkan dari pengotor karbonatnya, hektorit ini

kemudian dimasukkan ke dalam laruran jenuh NaCl kemudian dicuci dengan air

suling untuk menghilangkan ion-ion kloridanya sehingga akan diperoleh Na–

hektorit. Laponit sintetik yang dapat diperoleh dari Laporte Inorganics telah

tersedia dalam bentuk Na–laponit yang bebas dari pengotor-pengotornya.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 75: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

57

2.3.6. Larutan Pemilar

Larutan pemilar untuk Al dan Zr telah ditemukan. Dalam Metode

Lahav, AlC3 0,2 M dihidrolisis dengan NaOH 0,2 menghasilkan perbandingan

OH / Al 2,33 pada pH 4. Konsentrasi akhir larutan Al adalah 0,07 M. Proses akhir

dilakukan pada kondisi refluks selama 24 jam.

Untuk larutan pemilar Zr, digunakan ZrOCl2.8H2O 0,1 M. Proses akhir

juga dilakukan pada kondisi refluks dan pH larutan akhir didapatkan mendekati 1.

2.3.7. Reaksi Pertukaran Ion

Proses Interkalasi dilakukan dengan menambahkan lempung (dalam

bentuk tepung atau suspensi) ke dalam larutan pemilar. Mekanisme ini didasarkan

pada proses pertukaran antara ion-ion Na+ (antar lapisan/ layer lempung) dengan

prekursor pemilar (ion-ion Al atau Zr). Setelah reaksi pertukaran ion, Lempung

Terpilar (PILC) dipisahkan dari larutan secara sentrifugasi dan mencucinya

dengan air demineral untuk membuang larutan pemilar dan ion-ion Cl-. Sangat

penting artinya mencuci Lempung Terpilar (PILC) tersebut untuk meningkatkan

kualitas dari Lempung Terpilar (PILC) itu. Hal ini mendukung distribusi homogen

pilar antar lapisan/ layer menghasilkan jarak antar lapisan lempung meningkat

(dari 12 Å tanpa pencucian menjadi 18 Å setelah pencucian).

Pengeringan juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan

Lempung Terpilar (PILC). Pengeringan yang baik akan menghasilkan Lempung

Terpilar (PILC) dengan Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure).

Struktur ini terlihat pada lempung laponit. Lempung Terpilar (PILC) yang telah

kering memiliki mesoporositas yang tinggi namun kristalinitasnya rendah.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 76: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

58

Beberapa metode telah diajukan untuk mengeringkan produk

interkalasi, di antaranya adalah pengeringan dengan sistem semprot atau oven,

dan metode freeze drying. Pinnavaia membandingkan metode ini dengan

mengamati pengaruh metode yang digunakan terhadap porositas. Pengeringan di

udara mengarah pada produk seperti zeolit yang tidak mengabsorbsi 1,3,5–trietil

benzena dengan diameter kinetik 9,2 Å dan 10,4 Å. Sedangkan lempung yang

menggunakan metode freeze drying menunjukkan absorbsi yang besar untuk

reaktan terebut atau memiliki ukuran porositas yang tinggi. Pengeringan dalam

oven dapat memadatkan lempung sehingga menjadi sangat teraglumerasi.

Langkah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 573–773°K mengubah

prekursor polioksida kation Al dan Zr menjadi pilar-pilar alumina oksida dan

zirkonia oksida. Proses pemanasan sangat diperlukan untuk mendapatkan

Lempung Terpilar (PILC) yang stabil dengan mikroporositas yang permanen

tanpa memperhatikan fenomena mengembang dan hidrolisis. Selama proses

kalsinasi, berlangsung reaksi dehidrasi dan dehidroksida terhadap prekursor

pemilar bermuatan yang akan menghasilkan partikel-partikel oksida yang netral.

Persamaan reaksi dalam kesetimbangan elektrik diperoleh dengan

melepaskan proton selama konversi pada temperatur tinggi :

[Al13O4(OH)24(H2O)12]7+ 6,5 Al2O3 + 20,5 H2O + 7 H+

[Zr4(OH)8(H2O)16]8+ 4 ZrO2 + 16 H2O + 8 H+

Pada struktur partikulat smektit, lapisannya terpisah dan tidak mempunyai struktur

range yang panjang sehingga dapat diamati. Efek ini semakin jelas pada dilusi

yang tinggi. Saat pertukaran ion dan pengeringan produk menghasilkan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 77: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

59

disordered structure yang dikarakterisasi dengan luas permukaan (surface area)

yang tinggi dan tidak adanya garis Difraksi Sinar-X (001) yang teramati. Produk

ini memiliki stuktur makropori yang dengan mudah mengabsorbsi 1,3,5–trietil

benzen dari fase gas. Delaminasi merupakan sifat yang untuk dari struktur layer,

yang memberi tambahan kemungkinan penyesuaian porositas pada

penggunaannya sebagai katalis.

Untuk tujuan adsorbsi dan pemisahan, tambahan modifikasi Lempung

Terpilar (PILC) kadang kala sangat diperlukan. Aplikasi ini membutuhkan

kapasitas adsorbsi yang tinggi, selektifitas terhadap molekul-molekul gas, dan

kekuatan adsorbsi yang tinggi. Modifikasi ini dapat dilakukan selama sintesis atau

setelah sintesis Lempung Terpilar (PILC) tersebut.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan porositas

Lempung Terpilar/ PILC (dalam hal ini dilakukan modifikasi) adalah dengan cara

pra-adsorbsi dari molekul-molekul awal ke dalam reaksi pertukaran ion dengan

prekursor (agen) pemilar. Ion-ion n-alkil amonium lebih dahulu dipertukarkan

dengan Na-lempung dalam suatu massa yang lebih rendah dari massa kapasitas

tukar kation (Cation Exchanged Capacity/ CEC). Sebagai hasilnya, densitas pilar

menurun jika jarak antar lapisan/ layer Lempung Terpilar (PILC) bertindak

sebagai templet. Selama proses kalsinasi, molekul-molekul templet organik

dibuang dan diperoleh distribusi pilar yang homogen.

Heylen et al, melaporkan bahwa luas permukaan (Surface area) dan

volume mikropori pada Lempung Terpilar Fe (Fe-PILC) yang disintesis

(dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet adalah 2,5

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 78: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

60

kali lebih besar jika dibandingkan dengan lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang

tidak dimodifikasi. Suatu peningkatan yang juga penting dapat dilihat dari

kapasitas adsorbsinya terhadap gas N2, O2, dan CO pada temperatur 194°K (Peq=

4,5 x 104 Pa) telah diteliti pada lempung terpilar Fe (Fe–PILC) yang disintesis

(dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet (BuA–Fe–

PILC), di mana didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N2 = 0,23 mmol/g; untuk

gas O2 = 0,17 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,30 mmol/g. Sedangkan pada

Lempung Terpilar Fe (Fe–PILC) yang tidak dimodifikasi didapatkan: kapasitas

adsorbsi untuk gas N2 = 0,00 mmol/g; untuk gas O2 = 0,03 mmol/g; dan untuk gas

CO = 0,27 mmol/g.

Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure) biasanya digunakan

untuk menggambarkan struktur lempung berlapis. Hal ini berbeda dengan struktur

Face-to-Face lamelar pada Lempung Terpilar (PILC) yang menyerupai struktur

kue dadar. Struktur kedua lempung ini dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini:

Gambar 2.13. Struktur Lempung Terpilar/ PILC (kiri) dan Struktur

Lempung Berlapis (Burch, R., 1997)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 79: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

61

2.4. Aplikasi Lempung Terpilar

Aplikasi utama dari Lempung Terpilar (PILC) adalah pada bidang

katalitik dan adsorpsi. Sifat keasaman (acidity) Lempung Terpilar (PILC) sangat

penting dalam mengontrol reaksi katalitik. Lempung Terpilar (PILC)

menunjukkan sifat keasaman Lewis dan juga Bronsted-Lowry. Pilar yang terdapat

pada Lempung Terpilar (PILC) adalah sumber utama untuk sifat keasaman Lewis,

sementara gugus Hidroksida (OH) yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC)

tersebut menyumbangkan sifat keasaman Bronsted-Lowry. Pada Lempung

Terpilar yang mengandung kation Al3+ yang berkoordinasi 3 dan tersubstitusi

untuk Si4+ dalam lapisan T (T-layer), Al3+ bertindak sebagai Asam Lewis. Namun

ketika hidrasi terjadi (dalam Lempung Terpilar/ PILC tersebut) Al3+ diubah ke

bentuk Al terkoordinasi oktahedral oleh keasaman Bronsted.

Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh asam yang terkandung dalam

Lempung Terpilar (PILC) di antaranya:

Cumene Cracking dilakukan sebagai reaksi pengujian terhadap keasaman

Bronsted-Lowry. Oligomerisasi poli-propilen dikatalisis oleh bagian Asam Lewis

pada montmorilonit terpilar-Al (Al-pillared Montmorillonite). Pada Reaksi

disproporsionasi terhadap trimetil benzen yang mungkin akan menghasilkan

durene (1,2,4,5–tetrametil benzen), bagian Asam Lewis pada Lempung Terpilar

(PILC) mengkatalisis reaksi ini, sementara dalam reaksi isomerisasi trimetil

benzen (reaksi samping), bagian Asam Bronsted-Lowry pada Lempung Terpilar

(PILC) juga ikut berperan.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 80: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

62

Pada proses pemisahan gas N2 dan O2 dari udara yang dilakukan

melalui destilasi kriogenik dan melalui adsorpsi tekanan putar (Pressure Swing

Adsorption/ PSA), penggunaan Lempung Terpilar (PILC) sebagai alternatif juga

menarik yaitu sebagai penyaring molekul karbon dan Lempung Terpilar (PILC)

ini digunakan sebagai adsorben dalam teknik PSA ini. Kapasitas dan selektifitas

terhadap komponen-komponen udara adalah sifat Lempung Terpilar (PILC) yang

sangat berguna dalam aplikasi adsorpsi gas.

2.5. Proses Etsa (Etching) terhadap Silikon

Untuk material-material semikonduktor, pengetsaan kimia secara

basah biasanya berlangsung melalui oksidasi yang diikuti dengan penguraian

oksida dalam suatu reaksi kimia. Untuk silikon, bahan pengetsa (etchants) yang

lazim digunakan adalah campuran antara asam nitrat (HNO3), asam fluorida (HF),

dan asam asetat (CH3COOH). Reaksi berlangsung dengan mengubah silikon dari

keadaan oksidasi lebih rendah ke tingkat oksidasi yang lebih tinggi:

Si + 2h+ Si2+ (a)

Dalam reaksi oksidasi ini dibutuhkan lubang (h+). Oksidator utama dalam

pengetsaan semikonduktor adalah ion OH-, di mana ion OH- tersebut dihasilkan

dari reaksi disosiasi air (H2O):

H2O + OH- H+ (b)

Si2+ dalam reaksi (a) bereaksi dengan OH-, menghasilkan:

Si2+ + 2OH- Si(OH)2 (c)

Kemudian akan membebaskan hidrogen untuk membentuk SiO2:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 81: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

63

Si(OH)2 + SiO2 H2 (d)

Asam fluorida (HF) digunakan untuk melarutkan SiO2:

SiO2 + 6HF H2SiF6 + 2H2O (e)

Di mana H2SiF6 dapat larut dalam air.

Lubang (h+) dalam reaksi (a) dihasilkan dari suatu reaksi autokatalitik

yang dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam reaksi antara HNO2 dengan HNO3

dalam air akan dihasilkan:

HNO2 + HNO3 2NO2- + 2h+ + 2H2O (f)

2NO2- + 2H+ 2 HNO2 (g)

HNO2 yang dihasilkan dalam reaksi (g) akan kembali bereaksi dalam

reaksi (f) sehingga didapatkan reaksi akhir (overall reaction) sebagai berikut:

Si + HNO3 + 6HF H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2 (h)

Tabel 2.7 berikut ini memperlihatkan beberapa jenis bahan pengetsa

(etchants) lainnya untuk semikonduktor dari bahan Silikon (Si):

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 82: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

64

Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa (etchants) untuk Semikonduktor dari Bahan Silikon (Si)

No. Formula Nama

1. 1 ml HF, 1 ml C2O3 (5 M) Sirtl

2. 1 ml HF, 3 ml HNO3, 1 ml CH3COOH Dash

3. 2 ml HF, 1 ml K2Cr2O7 (0,15 M)

2 ml HF, 1 ml Cr2O3 (0,15 M)

Secco

Secco

4. 200 ml HF, 1 HNO3

5. 60 ml HF, 30 ml HNO3

60 ml H20

60 ml CH3COOH, 30 ml

(1 g CrO3 dalam 2 ml H20)

Jenkins Wright

6. 2 ml HF, 1 ml HNO3, 2 ml AgNO3 (0,65 M dalam H2O) Silver

7. 5 g H5IO6, 5 mg KI dalam 50 ml H2O, 2 ml HF Sponheimer Mills

8. Shipley 112°

9. 6 ml HF, 19 ml HNO3

10. (150g/l 1,5M, CrO3 dalam H2O) dan HF 1:1 Yang

11. 600 ml HF, 300 ml HNO3 28g Cu(NO3)2, 3 ml H2O Copper Etch

12. 1000 ml H2O, 1 ml (1,0 N) KOH, 3,54 g KBr, 708 g

KBrO3

13. 55 g CuSO4, SH 20, 950 ml H2O, 50 ml HF Copper Displacement

14. 1 ml HF, 3 ml HNO3 White

15. 3 ml HF, 5 ml HNO3, 3 ml CH3COOH CP-4

16a.

16b.

25 ml HF, 18 ml HNO3,

5 ml CH3COOH/ 1g Br2

10 ml H20, 1g Cu(NO3)2

100 ml HF; 1 ml dalam 5 ml HNO3

SD1

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 83: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

65

16c.

16d.

50 ml Cu(NO3)2; 1 ml dalam 2 ml HF

4% NaOH + 40 NaClO hingga H2 habis dari Si

17. 300 ml HNO3, 600 ml HF 2 ml Br2, 24 g Cu(NO3)2

larutkan 10:1 dengan H2O.

Sailer

18. a) 75g CrO3 dalam 1000 ml H2O (bagian 1).

Campurkan (bagian 1) dengan 48% HF (bagian 2).

b) Campurkan (bagian 1) dengan (bagian 2) ke dalam

1,5 bagian H2O.

Schimmel

19. 5 g H5IO6, 50 ml H2O, 2 ml HF, 5 mg KI Periodic HF

Sze, S.M.,1985

2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan

Sifat permukaan padatan berpori dapat diklasifikasikan ke dalam dua

karakter, yaitu karakter fisik dan karakter kimia (Baksg, 1992). Karakter fisik

meliputi basal spacing ( d001), luas permukaan spesifik, dan porositas, sedangkan

karakter kimia terdiri dari keasaman permukaan. Pengukuran kedua karakter

tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakteristik padatan baik

sebagai katalis, pendukung katalis, maupun sebagai adsorben.

Pada dasarnya permukaan nyata padatan tidak pernah memiliki bentuk

yang sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau

rongga yang menenbus jauh ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan

terhadap luas permukaan dalam. Retakan dan lekukan yang dangkal akan

memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben yang berupa

padatan berpori mengadsorpsi adsorbat maka fenomena ini terjadi tidak hanya

dipermukaan luar saja tetapi juga di dalam pori-pori (Lowell, 1984). Prilaku

adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 84: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

66

porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik karakterisasi dengan metode

adsorpsi gas dapat memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik,

rerata jejari pori, volum total pori, distribusi ukuran pori, dan isoterm adsorpsi

(Lowell, 1984). Persamaan adsorpsi yang sering digunakan untuk menghitung

adsorpsi permukaan padatan adalah persamaan yang diturunkan oleh Brunauer,

Emmett, dan Teller (BET) dapat dituliskan seabagai berikut (Lowel, 1984).

)Po/P(WmC

1CC.Wm

1)1P/Po(W

1 −+=

− (1)

Di mana, W = berat gas yang teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po

Wm = berat gas yang teradsorpsi pada lapis tunggal

C = konstanta BET

Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi

P = Tekanan gas

Asumsi menurut teori BET bahwa permukaan padatan tidak akan

tertutupi secara sempurna selama tekanan uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika

adsorpsi mengikuti teori BET maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] lawan (P/Po)

akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan ini digunakan adsorbat gas N2

dan adsorpsi berlangsung pada temperatur 77°K. Pada adsorpsi isoterm ini

tekanan relatif (P/Po) yang berlaku menurut teori BET dibatasi pada rentang 0,05–

0,35. Selanjutnya harga Wm dan C dapat dihitung dari harga slop (angka arah, s)

dan intersep, I dari plot BET tersebut di mana:

C.Wm1Cs −

= (2)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 85: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

67

WmC1i = (3)

Gabungan kedua persamaan ini memberikan persamaan berikut:

is1Wm+

= (4)

Solusi untuk menghitung C konstanta BET adalah

1isC += (5)

Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S) terlebih dahulu diketahui luas

permukaan total (St) yang dihitung dari harga Wm yang didapatkan dari

persamaan BET. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

M

WmNSt σ= (6)

Di mana St = luas permukaan total adsorben

N = Bilangan Avogadro (6,022 x 1023molekul/mol)

σ = luas penampang lintang adsorbat

M = berat molekul adsorbat

Dalam aplikasinya menggunakan N2 (sebagai adsorbat) dengan densitas fasa cair

pada tekanan 1 atm dan temperatur 77°K dan harga σ = 16,2 Å2/molekul. Untuk

menghitung luas permukaan spesifik (S1) padatan dapat menggunakan persamaan

seperti berikut:

WSt1S = (7)

Di mana S1 = luas permukaan spesifik

W = berat sampel

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 86: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

68

Volum total pori adalah volum gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh untuk

menghitung volum total pori menggunakan persamaan:

WaV = (8)

Di mana Vρ = volum total pori

Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99

ρ = densitas nitrogen pada 77°K

Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk

silindris sehingga rerata jejari pori dapat dihitung dari perbandingan volum total

pori dan luas permukaan spesifik dengan menggunakan persamaan:

SVp2rp = (9)

Di mana rp = rerata jejari pori

Vp = volume total pori

Ishizaki dkk (1998) memberikan persamaan distribusi ukuran pori

yang diperoleh dari perubahan volum yang dipengaruhi oleh perubahan jejari pori.

Persamaan yang diberikan adalah:

dV = -Dv( r )dr (10)

Di mana, Dv ( r ) = fungsi distribusi ukuran pori

dr = perubahan jejari pori

dV = perubahan volum

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 87: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

69

Gas bebas dan gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamik dan fraksi

penutupan (θ) tergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada

tekanan dan temperatur tertentu disebut isoterm adsorpsi (Atkins, 1990).

Adsorpsi yang terjadi pada permukaan padatan akan memberikan

berbagai bentuk isoterm, umunya digambarkan dalam 5 tipe, yang diusulkan oleh

Brunauer, Deming dan Teller seperti gambar berikut:

Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsorpsi, W adalah Berat Nitrogen yang

Teradsorpsi, P/Po adalah Tekanan Relatif (Levin, 1997)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 88: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

70

Adsorpsi isoterm tipe I merupakan isoterm Langmuir dengan

penutupan satu lapis atau hanya beberapa lapis molekul yang khas pada padatan

mikropori. Isoterm tipe II, adsorpsi terjadi bila frekuensi kontak antara adsorben

dengan adsorbat relatif tinggi. Adsorpsi tipe ini umumnya terjadi pada padatan

dengan diameter pori lebih besar dari diameter mikropori. Adsorpsi ini sesuai

dengan mekanisme isoterm BET, yaitu diawali terjadinya adsorpsi satu lapis

kemudian dengan peningkatan tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya

tertutupi secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Isoterm adsorpsi tipe III

yaitu terjadinya adsorpsi karena interaksi antara adsorbat dan lapis adsorben lebih

besar dibandingkan interaksi dengan permukaan adsorben. Isoterm adsorpsi tipe

IV, adsorpsi terjadi pada adsorben yang memiliki jejari pori antara 15–1000 Å,

sedangkan isoterm adsorpsi Tipe V, adsorpsi terjadi bila interaksi yang dihasilkan

dari adsorbat-adsorben sangat kecil. Hal ini terjadi karena adanya assosiasi dengan

pori (Lowell dan Shields, 1984).

2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar

Kapasitas adsorpsi diharapkan berubah dengan metode kering. Pada

reaksi penukaran ion dengan cara kering, sejumlah cuplikan lempung

dicampurkan dengan garam tertentu, misalnya garam alkali, kemudian dipanaskan

hingga titik lebur garam alkalinya. Reaksi penukaran ion berlangsung pada suhu

titik lebur, dalam hal ini garam yang digunakan bertitik lebur cukup rendah sebab

jika titik lebur tinggi struktur lempung dapat rusak. Dalam suatu kasus ideal,

struktur pori dari lempung terpilar ditentukan oleh ukuran pilar menghasilkan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 89: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

71

porositas (fraksi dari volum pori terhadap volum total) dua dimensi seperti zeolit,

dengan pori terbuka 8 – 9 Å untuk pilar–Al dan pilar–Zr 9 – 11 Å.

d3 d2 d1

Agen pemilar

d1 = jarak antar layer dalam kristal d2 = jarak bebas di antara lapisan d3 = jarak bebas antara pilar

Gambar 2.15. Struktur Lapisan Terpilar

Pori diklasifikasikan kedalam dua tipe, yaitu pori terbuka dan pori

tertutup. Dalam pori terbuka fluida dapat masuk dan menembus ke dalam, oleh

karena itu pori terbuka ini utamanya digunakan sebagai filter (penyaring).

Perbedaan antara pori-pori mikro dan pori makro dapat dilihat melalui

pengelompokan material berpori yang didasarkan pada ukuran pori menurut

IUPAC (The International of Pure and Applied Chemistry) penamaan material

berpori sebagai berikut :

Mikropori, bila diameter pori < 2 nm

Mesopori, bila 2 nm < diameter pori < 50 nm

Makropori, bila 50 nm < diameter pori

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 90: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

72

Gambar 2.16. Penggambaran ideal dari sampel yang diperoleh melalui (a)

Udara Kering (b) Beku Kering (Burch, R.,1997)

Umumnya tumpukan dari lapisan menghasilkan mikroporositas seperti zeolit,

struktur house-ofcards untuk lempung terdelaminasi. Pada gambar (b)

menggabungkan mikropori dan makropori dengan tipe berbeda dari tumpukan

lapisan.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 91: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

73

2.8. Titania (TiO2)

Titanium oksida (titania) dan dasar campuran titania adalah yang

paling putih dan paling cerah dari pigmen-pigmen putih yang diperdagangkan.

Hal ini karena indeks bias yang tinggi dari titania dan relatif sedikit mengadsorpsi

cahaya visibel. Titania kemungkinan mempunyai beberapa bentuk kristal tetapi

pigmen titania yang diperdagangan dalam bentuk mineral anatase atau rutile.

Kimia dari pigmen-pigmen titania dapat dilihat dengan struktur hipotesa Gambar

(2.17) di mana permukaan mengandung (1) terminal dasar, (2) jembatan hidrogen,

di mana mungkin titania atau suatu oksida air menutupinya, (3) ikatan-ikatan Ti-

O-Ti, (4) molekul air diadsorpsi oleh asam Lewis atau perpindahan kepermukaan

kumpulan gugus hidroksil, (5) anion-anion yang diadsorpsi seperti sulfat atau

khlorida dari residu, (6) permukaan yang mempunyai elektron donor potensial dan

akseptor, (7) dan mungkin mengandung oksidan-oksidan yang diabsorpsi seperti

hidroksil atau radikal-radikal hidroksil atau jenis-jenis oksigen yang digerakakan

dan (8) dihasilkan oleh proses fotokatilik.

Gambar 2.17. Prinsip Permukaan Partikel Titania (D.H. Solomon, 1991)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 92: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

74

Titania anhidrus cepat menyerap air. Hasil hidrasi permukaan titania

adalah amfoter dan mengandung satu jenis hidoksil yang meliputi ion dari

sebagian group hidroksil. Sifat dan lokasi permukaan dari penyerapan tersebut

telah dipelajari lebih luas dan kesimpulan telah ditinjau pada skema yang lebih

jelas dari model pembentukan, struktur, dan sifat dari permukaan hidroksil akan

diberikan di sini.

Besar bentuk permukaan grup hidroksil dari serapan kimia pada air,

teori untuk menghitung proses pemisahan adsorpsi cahaya dipercaya melibatkan:

(1) Pada awalnya adsorpsi pada molekul air pada 5 koordinat permukaan Ti4+

lokasi yang lebih disukai pada bidang (110) latar dan rutil atau (100) latar

anatase.

(2) Ionisasi air pada permukaan bidang kristal yang kuat untuk jenis Ti-OH

digambarkan seperti sebuah terminal grup hidroksil (Gambar 2.17),

penguraian ini lebih luas pada permukaan rutile daripada anatase.

(3) Migrasi dari proton bebas ke tempat yang berdekatan Ti-O-Ti dengan jenis

formasi jembatan hidroksil dari kisi kisi anion O2-.

Spektrum infra merah pada sebuah hidrasi penuh dengan rutile

mungkin mengandung 8 O–H yang jelas struktur harus ditinjau yang sekarang

telah diakui.

3725 cm-1 : SiOH tidak munrni (atau anatase TiO-H)

3700 cm-1 : Terminal TiO-H pada tempat kisi pinggir

3680 cm-1 : Terminal TiOH pada (110) rata-rata

2610 dan 3520 cm-1 : Jembatan TiOH pada (100)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 93: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

75

3655 cm-1 : Terminal TiOH (110) rata-rata

3610 dan 3520 cm-1 : Jembatan TiOH pada (100) atau (100) rata-rata

3410 cm-1 : Jembatan TiOH pada (110)

3400 cm-1 : Diadsorpsi dan koodinat H2O

Adsorpsi lain mungkin ada dalam rutile yang mengandung substituen kation atau

adsorpsi anion, ketentuan di atas adalah sesuai dengan tipe variasi dari group

hidroksil pada hidrasi lain logam oksida. Beberapa yang telah dilaporkan

terdahulu rutil mempunyai puncak utama 3600 – 3700 cm-1 sedangkan spektrum

infra merah anatase terdiri dari 4 O–H.

3730 cm-1 : Terminal TiOH (001) atau (111)

3680 dan 3620 cm-1 : Jembatan (asam ) TiOH

3480 cm-1 : Adsorpsi dan koordinat H2O

2.9. Semikonduktor Titania

Permukaan titania dapat mengoksidasi dan mereduksi keanekaragaman

serapan organik dan anorganik ketika menerima cahaya berjarak 300 – 400 nm.

Aktivitas ini memiliki sejumlah aplikasi penting misalnya: fotoreduksi reversible

dari serapan-serapan ion perak pada fotografik dan prosesnya yang dikembangkan

dari oksidasi reduksi oleh Leuco-Dyestuffs. Fotodekomposisi dari air ke

permukaan titania dapat menghasilkan hidrogen oleh sinar matahari.

Serapan atom kristal titania mendekati cahaya ultraviolet merupakan

kelompok adsorpsi rutile yang memiliki batas maksimum mendekati 350 nm,

absorpsi ini menghasilkan perubahan cahaya quanta dan spesies atom yang

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 94: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

76

elektron-elektronya dipromosikan dari ikatan valensi ke struktur atom elektronik.

Pemisahan energi atom rutile sekitar 3,05 eV . Tingkatan ini berhubungan dengan

quanta cahaya yang berkisar 420 nm yang berhubungan pada batas rutile dengan

kelompok absorpsi. Titania menggambarkan cahaya aktinik di bawah media

hampa atau di dalam suasana bebas oksigen.

Hububungan antara fotoadsorspi oksigen dengan struktur titania

semikonduktor digambarkan pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Level Pita Energi Elektron pada Permukaan Titania (a) Sebelum Iradiasi (b) Sesudah Diradiasi (Neville, G. H. J., 1962)

Energi serapan kimia dari molekul pertama dari oksigen mempunyai

nilai proporsional (-Q) di mana Q potensial kimia, energi ekstra di atas tingkat

fermi dikehendaki untuk sebuah elektron meninggalkan permukaan titania, (a)

adalah afinitas elektron dari adsorpsi oksigen. Tingkat fermi dari titania yang

tidak teradiasi adalah terlalu rendah untuk transfer elektron.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 95: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Peralatan gelas

2. Peralatan untuk preparasi sampel seperti ayakan ukuran 100 mesh, oven,

desikator, lumpang, penggerus porselin, krus porselin, pinset, pengaduk

magnit, kertas saring Whatman no. 1, pH meter digital, termometer 100°C,

timbangan analitik, gelas plastik, dan manometer.

3. Peralatan instrumen meliputi FT-IR, X-RD Phillips, Gas Sorption Analyzer

(BET) Nova, SEM, Spektrometer, tanur 1000°C.

3.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Lempung bentonit diambil dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten

Langkat, Sumatera Utara, yang telah lolos ayakan 100 mesh.

2. Bahan-bahan kimia dengan kualitas p.a., buatan E.Merck sebagai berikut:

TiCl4, HCl pekat, H2SO4, AgNO3, BaCl2, NaCl, etanol, HF, NH4F,

CH3COOH, I2.

3. Akuades dan air demineral.

77 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 96: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

78

3.3. Lokasi Penelitian

Pembuatan Na–bentonit dan bentonit terpilar dilakukan di Lab Kimia

Anorganik, FMIPA–USU. Karakterisasi fisika dan kimia dilakukan di Pusat

Penelitian Kimia–LIPI, Bandung dan Pusat Penelitian dan Pengembangan

IPTEK–BATAN, Tangerang. Penelusuran Literatur di Perpustakaan USU dan

Pusat Dokumentasi Ilmiah–LIPI, Jakarta.

3.4. Metode Penelitian

Lempung bentonit dengan komposisi SiO2 61,02 %; Al2O3 15,21 %;

Fe2O3 4,89 %; TiO2 0,62 %; CaO 2,08 %; MgO 1,94 %, K2O 0,46 %, Na2O

3,45%; hilang pijar 10,31 %. Berdasarkan komposisi ini maka bentonit

Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, jenis Na–bentonit. Bentonit ini

diayak hingga lolos ayakan 100 mesh kemudian dicuci dengan akuades beberapa

kali dan disaring dengan penyaring vakum dan dikeringkan dalam oven pada

temperatur 100°C selama 5 jam. Setelah kering lempung bentonit dikeringkan dan

digerus sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

3.4.1. Penyediaan Na-bentonit

Seratus gram lempung bentonit dari (3.3) selanjutnya didispersikan ke

dalam 1,5 l larutan NaCl 1 M dan direndamkan selama 1 minggu di mana setiap

dua hari sekali larutan NaCl diganti dengan yang baru. Pada setiap penggantian

larutan NaCl dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan pemanasan 60–70°C

selama 4 jam, kemudian setelah disaring endapanya dicuci dengan air demineral

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 97: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

79

sampai terbebas dari ion klorida, dibuktikan dengan uji negatif terhadap perak

nitrat. Penyaringan dilakukan menggunakan penyaring vakum dan bentonit yang

diperoleh dikeringkan dalam oven 100°C, setelah kering digerus dan diayak

menggunakan ayakan 100 mesh.

Selanjutnya dilakukan penjenuhan bentonit dengan menggunakan

NaCl 6 M sambil diaduk selama 24 jam, kemudian disaring dengan penyaring

vakum dan dicuci dengan akuades sampai terbebas dari ion klorida dengan uji

negatif terhadap AgNO3. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C.

Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan 100

mesh. Hasil penjenuhan lempung bentonit ini dinamakan Na–bentonit.

3.4.2. Aktivasi Na–Bentonit dengan Asam

Masing-masing 35 gram Na–bentonit didispersikan kedalam 150 ml

larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; dan 2,0 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit

selama 6 jam. Lalu didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan

penyaring vakum dan dicuci dengan akuades panas sampai terbebas dari ion

sulfat. Hal ini ditunjukkan dengan uji negatif terhadap BaCl2. Na–bentonit

teraktivasi asam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah

kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100

mesh. Produk ini disebut dengan Na–bentonit, produk diuji dengan difraksi sinar-

X dan FT-IR.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 98: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

80

3.4.3. Interkalasi dan Pilarisasi Na–bentonit.

Ditimbang masing-masing 30 gram lempung Na–bentonit lalu

didespersikan kedalam 1,5 l air bebas ion (akuabides) dan diaduk dengan

pengaduk magnit selama 6 jam. Kemudian ke dalam masing-masing Na–bentonit

dituangkan sedikit demi sedikit larutan TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan

pengaduk magnit selama 10 jam. Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring

vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan air bebas ion sampai terbebas ion

klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji dengan perak nitrat tidak

membentuk endapan putih. Lempung bentonit yang telah diinterkalasi dengan

TiCl4 dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C. Setelah kering digerus sampai

halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya dikalsinasi pada suhu

350°C. Produk ini disebut dengan bentonit–TiO2 (Bask, 1992, Long dan Yang,

1999).

3.4.4. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2

Bentonit terpilar TiO2 yang telah dikalsinasi pada suhu 400°C diambil

sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik. Selanjutnya

ditambahkan larutan pengetsa (campuran antara: 3ml HF(p) + 5ml HNO3 (p) + 3ml

CH3COOH(glasial)/ 0,3 g I2/ 250 ml H2O). Kemudian diaduk dengan menggunakan

pengaduk plastik selama 10 menit, lalu endapan dipisahkan dari larutannya

dengan cara dekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Endapan kemudian

dispersikan dalam aqua bidestilat lalu dinetralkan pH-nya, didekantasi

menggunakan pipet tetes plastik. Produk etching dibagi 3 bagian, masing-masing

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 99: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

81

ditanur pada suhu 400, 450, 500°C selama 1 jam. Kemudian produk yang rendah

dipanaskan dianalisis dengan foto SEM dan Surface Area Analiser.

Hasil Foto SEM dari surface area analiser menunjukkan bahwa

produk yang dipanaskan pada suhu 450°C mempunyai luas permukaan yang

paling luas dan selanjutnya digunakan untuk uji katalis/co-katalis dalam air.

3.4.5. Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air Menggunakan

Katalis/Co-katalis Bentonit Terpilar TiO2 dengan Penyinaran UV

Panjang Gelombang 180 nm

Bentonit dari (3.7) dan (3.8) ditimbang sebanyak 4 g, lalu dimasukkan

dalam labu yang di dalam telah diisi akuades sebanyak 10 ml dan diaduk selama

10–15 menit selanjutnya diukur pH larutan. Labu dihubungkan dengan

termometer dan pipa cabang tiga yang terhubung dengan manometer. Selanjutnya

disinari dengan ultraviolet pada panjang gelombang λ =180 nm penyinaran

dilakukan selama 1–5 hari dan diamati perubahan yang ada pada manometer. Dari

perubahan manometer akibat tekanan gas total dapat dihitung total gas (%).

3.4.6. Pengujian Gas Hidrogen dari Air Akibat Penyinaran UV Panjang

Gelombang 180 nm

Pengujian gas hidrogen yang terbentuk dari air (akuades)

menggunakan katalis bentonit terpilar TiO2 dan bentonit TiO2 yang dietsa secara

kualitatif:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 100: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

82

1. Akibat penyinaran UV pada panjang gelombang 180 nm pada hari ketiga

terjadi gelembung-gelembung gas dari dasar labu menunju ke atas dan

semakin banyak sehingga menggeser tekanan manometer.

2. Pada hari keempat gelembung gas yang dihasilkan semakin banyak dan

tekanan manometer semakin berubah.

3. Gas yang dihasilkan diuji dengan mengalirkan gas pada serbuk oksida logam

CuO yang membara maka akan terbentuk uap air pada dinding pipa uji ini

menunjukkan adanya gas hidrogen.

4. Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari air dideteksi oleh sensor gas

hidrogen dan oksigen digital.

3.4.7. Mekanisme Reaksi

Menggunakan etchant HF/ CH3COOH/ HNO3.

Silikon dioksida

Si + 2h Si2+

Pada reaksi oksidasi akan terbentuk hole (h+).

H2O OH- + H+

Si2+ + 2OH- Si(OH)2 SiO2 + H2

SiO2 + 6HF H2SiF6 + 2H2O

Autokatalitik HNO2 dalam HNO3.

HNO2 + HNO3 2NO2 + 2 h+ + H2O

2NO2 + 2H+ 2HNO2

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 101: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

83

Reaksi Keseluruhan

Si + HNO3 + 6HF H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2

Dari reaksi di atas dapat dihasilkan isoetcing curve (Sze, S.M.,1997,

http//www.memsnet.org//mems//beginner/etch.2004).

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 102: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat

mempunyai komposisi:

SiO2 61,02 % MgO 1,94 %

Al2O3 15,21 % K2O 0,46 %

Fe2O3 4,89 % Na2O 3,45 %

TiO2 0,62 % Hilang Pijar 10,31 %

CaO 2,08 % Kadar Air 7,07 %

(SNI 13-3608-1994)

Berdasarkan analisa komposisi bentonit Kabupatan Langkat maka

bentonit di atas termasuk jenis Na–bentonit atau Swelling, bentonit ini seterusnya

dikeringkan dalam oven pada 100°C dan digerus dan diayak hingga lolos ayakan

100 mesh. Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1 M selama 1 minggu, supaya

terjadi pengkayaan Na–bentonit setelah terbentuk natrium bentonit maka

dimasukan ke dalam oven 100°C sampai kering dan setelah kering diayak hingga

lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakir pengkayaan natrium bentonit dilakukan

dengan mendispersikan Na–bentonit larutan NaCl 6 M atau NaCl jenuh selama 24

jam, lalu dicuci dan dikeringkan 100°C, material ini dinamakan Na–bentonit.

84 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 103: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

85

Na–bentonit selanjutnya didispersikan ke dalam beberapa larutan asam

sulfat 0,5; 1; 1,5; 2 M diaduk dengan pengaduk magnit, aktivasi dilakukan selama

24 jam, disaring dengan penyaring vakum lalu dikeringkan dalam oven. Aktivasi

ini bertujuan untuk meningkatkan jarak antar layer Na–bentonit sehingga menjadi

lebih besar.

Setelah jarak antar layer Na–bentonit membesar baru dilakukan

interkalasi dan pilarisasi di mana Na–bentonit teraktvasi didespersikan larutan

komplek TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 18 jam.

Hasil interkalasi ini dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan intekalasi untuk

memasukan kompleks Ti ke dalam jarak antar layer bentonit, selanjutnya di

kalsinasi 350°C untuk membentuk pilar oksida yang lebih kokoh.

Analisa dilakukan dengan difraksi sinar-X, dengan menggunakan

metode bubuk yang diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2 gram bentonit

terpilar TiO2 dan lempung teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel kemudian

dibuat difraktogram dengan λ = 1,5425 Å.

Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing (d001) ada peningkatan

basal spacing pada bentonit terpilar–TiO2 yang menggunakan aktivasi asam 0,5

dan 1,5 M sedangkan yang menggunakan aktivasi bentonit terpilar TiO2

mengalami kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari data difraksi sinar-X. Peningkatan

basal spacing akan diikuti peningkatan luas permukaan, peningkatan porositas,

dan volum total.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 104: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

86

Gambar 4.1. Hasil difraktogram untuk Na-bentonit yang Diaktivasi dengan Asam Sulfat 1,5 M

Dari hasil difraktogram Gambar 4.1, dapat diperoleh informasi bahwa

bentonit ini masih mengandung kaolinit, kuarsa, mika hal ini dapat dibandingkan

dengan Tabel 4.1 di bawah ini :

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 105: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

87

Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X

Jenis mineral d ( A) 2- Teta

Na–Bentonit 14,91

13,88

4,70

3,04

5,92

6,36

18,84

29,28

Kaolinit 8,27

3,57

2,32

10,68

24,88

38,68

Kuarsa

4,07

2,51

21,80

35,68

Mika 3,34 3,34

Berdasarkan Tabel 4.1 maka Na–bentonit ditandai dengan puncak

pada 2-teta yaitu: 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal spacing d(A) masing-

masing: 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa,

mika artinya bentonit ini belum diperkaya sehingga masih ada pengotornya.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 106: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

88

Gambar 4.2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit terpilar–TiO2

Dari difraktogram ini (Gambar 4.2) dapat diberikan informasi

mengenai perubahan pada sudut 6 teta terjadi perubahan jarak antar lapis dari Na–

bentonit menjadi bentonit terpilar–TiO2 karena pengamatan atau perubahan

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 107: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

89

bentonit terpilar di daerah sudut teta 0–5. Dari Gambar 4.1 dan 4.2 telah terjadi

perubahan puncak intensitas dan berubahnya jarak antar lapis d001.

Dari data difraksi sinar–X di atas (Gambar 4.1 dan 4.2) dapat

ditentukan jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal dalam mengidentifikasi

jenis-jenis mineral liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) mineral bentonit

dapat digunakan rumus Bragg:

nλ = 2 d Sin θ

θsin2n.λd =

di mana, d = jarak antara bidang-bidang atom kristal

λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m)

θ = sudut difraksi

n = order difraksi

(a) Jarak antar lapis (d) untuk Na–bentonit

n = 1

λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m)

2 θ = 5,920; θ = 2,960

θsin2

1,54101d10−×

=

d = 14,917 Å

(b) Bentonit terpilar TiO2 menggunakan asam sulfat 1,5 M dapat dihitung sebagai

berikut:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 108: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

90

n = 1

λ = 1,54 x 10-10 m

2 θ = 5,920; θ = 2,960

d = 16,9807 Å

Selanjutnya perubahan jarak antar lapis (Δd) adalah:

(Δd) = d(b) - d(a)

= 16,980 - 14,916

= 2,063 Å

Berdasarkan analisa difraksi sinar-X maka dengan interkalasi dan

pilarisasi menambah, meningkatkan porositas dengan basal spacing = 2,06 Å.

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal spacing (D) dari Bentonit Terpilar yang

Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat

Konsentrasi H2SO4 (M) Basal spacing d001

Na–Bentonit 14,9167

0,5 M 15,6566

1,0 M 13,8857

1,5 M 16,8857

2,0 M 9,0554

Berdasarkan data Tabel 4.2, maka pilarisasi telah berhasil pada

konsentrasi 1,5 M H2SO4 dengan d = 16,8857 Å, berarti pilarisasi TiO2 telah

meningkatkan jarak antar lapis sebesar d = 2,0633 Å. Selanjutnya dilakukan

analisa menggunakan data FT-IR.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 109: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

91

Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit

Gambar 4.4. Spektrum FTIR Bentonit Terpilar TiO2

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 110: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

92

Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya Ti adalah pada

bilangan gelombang sebagai berikut:

Tabel 4.3. Analisa gugus dari FTIR

No Gugus Serapan cm-1

1

2

3

4

5

6

7

8

SiOH tidak murni

TiOH pada Kisi pinggir

Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H2O

Terminal TiOH pada (110)

Jembatan asam TiOH

TiOH pada (100)

TiOH pada (110)

TiO2

3898

3701

3445

3622

3680 dan 3620

3587

3445

796

Pada spektra FT-IR ini terlihat pergeseran bilangan gelombang

disekitar 798 cm-1 menjadi 794 cm-1 pada bentonit terpilar ini disebabkan karena

proses pemilaran sudah terbentuk dengan baik pada pendispesi asam sulfat 1,5 M,

hal ini disesuaikan dengan data X-RD yang menyatakan bahwa telah terjadi

interkalasi dan pilarisasi yang sempurna dan kondisi ini merupakan yang terbaik

untuk terjadinya pilar.

Dari data penghitungan luas permukaan oleh surface area analizer

diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.4.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 111: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

93

Tabel 4.4. Luas Permukaan dan Volum Pori Total dari Bentonit Terpilar pada Kondisi Asam dengan Menggunakan Persamaan BET

Konsentrasi Asam Sulfat

(M) Luas Permukaan

(m2/g) Vol. Pori Total

(cc/g)

0,5

1

1,5

2

83,3018

86,8939

89,0563

88,7607

0,0415

0,0435

0,0445

0,0443

Berdasarkan tiga data X-RD, FT-IR dan luas permukaan terlihat pada

konsentrasi 1,5 M asam sulfat baik untuk interkalasi pada pilarisasi menghasilkan

perubahan fisik basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total meningkat.

Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 yang diaktifkan pada H2SO4 terbaik

dietsa dengan menggunakan campuran (28 ml HF + 170 ml H2O + 113 g NH4F)

selama 2–10 menit tujuan untuk mengetsa oksida pada silika dan menjadikan

banyak hole (h+) pada silika, selanjutnya dietsa menggunakan larutan (1 ml HF +

5 ml HNO3 + 2 ml CH3COOH + 0,3 g I2/ 250ml H2O) selama 5–10 menit untuk

etsa silikon selanjutnya dipanaskan 400, 450, dan 500°C selama 1 jam. Dengan

teknik demikian akan dihasilkan bentonit terpilar makropori dan memperbanyak

hole (h+).

Berdasarkan data ini (Tabel 4.5) maka pengetsaan meningkatkan luas

permukaan dari luas permukaan Na–bentonit 89,0563 m2/g meningkat menjadi

92,0123 m2/g sehingga secara rata-rata meningkatkan luas permukaan 2,956 m2/g

hasil ini sudah memuaskan. Hasil ini selanjutnya diuji menggunakan analisa luas

permukaan (BET) yang hasilnya adalah sebagai berikut:

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 112: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

94

Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa pada Berbagai Suhu

Suhu (o C )

Luas Permukaan (m2/g)

Volum Total pori (cc/g)

400

450

500

90,2387

92,0123

91,1255

0,0446

0,0444

0,0444

Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 difoto SEM memperlihatkan bahwa

permukaan menjadi besar.

Gambar 4.5. Foto SEM Untuk Na–Bentonit

Hasil foto SEM (Gambar 4.5) memperlihatkan permukaan yang masih

halus (gambar putih) yang terdiri dari silikat yang merupakan permukaan yang

belum teretsa oleh bahan kimia.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 113: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

95

Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar TiO2 yang Dietsa dan

Dipanaskan 450°C

Gambar 4.6 memperlihatkan banyaknya hole dari permukaan silikat

hampir menyeluruh pada bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa. Permukaan ini

bisa mengartikan bahwa pada bentonit terpilar TiO2 telah banyak dietsa maka

terjadi hole di silikat eksternal dan kemungkinan di internal.

4.2. Pembahasan

4.2.1 Pembuatan Na–Bentonit

Sampel bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat

yang belum dilakukan pengkayaan bentonit, dibuat menjadi Na–bentonit

menghasilkan basal spacing d001 = 14,917 Å, sedangkan secara teori Na–bentonit

basal spacing-nya = 9,8 Å. Hal ini berarti Na–bentonit menyerap air dari

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 114: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

96

kelembaban sehingga waktu pengukuran difraksi sinar–X menjadi besar. Dari data

difraksi sinar-X (Gambar 4.1) jelas menunjukkan Na–bentonit yang masih

mengandung koilinit, kuarsa dan mika. Na–bentonit dapat diamati puncaknya

pada sudut 0 – 5 teta, pada puncak ini merupakan identitas dari Na–bentonit.

4.2.2 Interkalasi dan Pilarisasi

Na–bentonit selanjutnya direndam menggunakan asam sulfat 0,5–2 M

dan diinterkalasi menggunakan Ti2+ selanjunya dipilarisasi pada suhu 350°C.

Kalsinasi ini berguna membentuk pilar-pilar oksida pada bentonit. Sehingga

terbentuk bentonit terpilar TiO2. Untuk identifikasi bantonit terpilar dilihat dari

data difraksi sinar-X pada sudut 0 – 5 teta, yang mana basal spacing berubah

menjadi 16,9807 Å.

Artinya pembuatan bentonit terpilar telah berhasil meningkatkan basal

spacing, luas permukaan, dan volume pori. Studi literatur basal spacing diperoleh

28,3 Å. Hal ini bisa terjadi karena kemurnian dari bentonit yang digunakan,

artinya bahan bentonit berbeda maka basal spacing pada pilar dihasilkan berbeda.

4.2.3. Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO2

Bentonit terpilar TiO2 selanjutnya dietsa menggunakan bahan kimia

pengetsa yang tujuan memperbanyak hole (h+). Hole pada silikat yang terbentuk

ditandai berubahnya luas permukaan dan volume pori dari semula. Juga

berdasarkan foto SEM maka permukaan menjadi lebih kasar dibandingkan

sebelumnya.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 115: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

97

Silikat

d Pilar TiO2

Hole (h+) Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit Menggunakan TiO2 dan Terbentuknya Hole

pada Silikat Setelah Dietsa

4.2.4. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen

Bentonit terpilar TiO2 diuji sebagai katalis. Karena TiO2 merupakan

material yang sensitif pada cahaya sehingga dalam H2O bentonit terpilar

sensitifnya terhadap cahaya tidak mengalami perubahan. Akitvitas titania di dalam

bentonit akan menurunkan energi aktivasi dari molekul air sehingga cahaya

ultraviolet akan dapat menjadikan molekul oksigen dan hidrogen aktif. Lama

kelamaan molekul hidrogen dan oksigen akan terlepas dari ikatan molekul air.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 116: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

98

H O

H

Ikatan Hidrogen

H O

H

UV, 180 nm O H H2 + O2

H

Hole Silika sebagai Co-Katalis

Gambar 4.8. Bentonit Terpilar TiO2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen

Akibat penyinaran ultraviolet λ =180 nm, ikatan hidrogen dari air akan

terlepas lalu oksigen dari air melakukan interaksi dengan oksida logam TiO2 dan

hidrogen dari molekul air akan berinteraksi dengan silika. Interaksi ini dapat

menurunkan energi aktivasi molekul air. Cahaya ultraviolet masuk ke pori-pori

bentonit oleh SiO2 cahaya ultraviolet diubah menjadi gelombang pendek

mengakibatkan molekul hidrogen dan oksigen putus.

Dari pengujian dihasilkan gas total sebanyak 78,5 % menggunakan

bentonit terpilar yang dietsa, sedangkan yang menggunakan bentonit terpilar–TiO2

dihasilkan gas sebanyak 60,4 %.

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 117: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Bentonit terpilar TiO2 dibuat dari jenis natrium bentonit dapat meningkatkan

basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total.

2. SiO2 dari bentonit terpilar TiO2 yang dietsa terjadi hole sehingga silika

merupakan volum yang berlobang, sehingga dapat sebagai co-katalis.

3. Bentonit terpilar TiO2 yang dibuat dalam suasana asam sulfat 1,5 M dapat

digunakan sebagai katalis pembuatan gas hidrogen.

5.2. Saran-Saran

Perlu diteliti cara memisahkan gas hidrogen dan oksigen yang

terbentuk dari peruraian air.

99 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 118: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR REFERENSI

Anthony, R. W., 1990, “Solid State Chemistry and Its Applications”, John Wiley

and Sons, New York. Al-Qunaibit, M. H., Mekhemer, W. K., 2004, “The Adsorption of Cu (II) Ion on

Bentonite – a Kinetic Study”, J. Colloid and Interface Science, p. 2 (1 – 6). Atkins, P. W., 1990, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York. Barksdale, J., 1966, “Titanium”, 2nd Ed., Ronald, New York. Barrer, R. M., 2002, “Zeolites and Clay Minerals as Sorbent and Molecular

Sieves”, Academic Press, London. Bask, 1992, “Introduction to Colloid Chemistry Interscience” , Ch. 15, New York. Bean, K. E., 1978, “Anisotrpic Etching in Silicon”, IEEE. Trans Electron Devices,

ED – m 25, 1185. Bradley, S. M., Kydd, R.A., Yamdagni R., Fyfe, C. A., 1992, “Expanded Clays

and Other Microporous Materials: Synthesis of Microporous Materials”, Vol. 2, Van Nostrand Reinhold, New York.

Brawn, G., 1972, “The X-Ray Identification and Crystal Structures of Clay

Mineral”, Min. S. D. Brunaeur, S., Emmet, P.H., Teller, E., 1938, “Adsorption of Gases in Multi

Molecular Layers”, J. of Amateur Chemistry Society, Vol. 60, p. 309 – 319.

Buckkmann, 1969, “Ilmu Tanah,” Alih Bahasa: Soesimen., Bharata Karya

Aksara, Jakarta. Burch, R., 1997, “Pillared Clay”, Elseiver Science Publishier Amsterdam, 283 –

297. Cool, P., Vansant, E. F., 2002, “Pillared Clays: Preparation, Characterization,

and Application”, Laboratory of Inorganic Chemistry, Department of Chemistry.

Cullity, B. D., 1998, “Element of X-Ray Diffraction”, 2th Edition, Addison Wesley

Publishing Company, Inc., Sydney.

102Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 119: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Danas, 1980, “Textbook of Mineralogy”, 1st Edition, Boston: Wendy Ford Book Company, p. 188.

Darby, D., 1997, “Titanium Dioxide Pigment, in Modern Inorganic Chemical

Industry”, Special Publication No. 31, Chemical Sociaty, London. Douglass, 1977, “Vermiculities in Minerals in Soil Environment Soil Sci. Soc.”,

Amer. J. 44: 512 – 514. Figueras, F., 1998, “Pillared Clay as Catalysts”, Catal. Rev-Sci. Eng, 30(3), 457 –

499. Gates, B. C., Katzer, J. R. and Schuit, G. C. A., 1979, “Chemistry of Catalytic

Processes”, Mc. Graw-Hill, New York. Ishisaki, K., Komarmeni, S., and Nanko, M., 1998, “Porous Material Process

Technology and Application”, Kluwer Academic Publisher London, 6–11. Juhasz, A. Z., 2001, “Some Surface Properties of Hungarian Bentonite”, J.

Colloid and Surface, Vol. 49 (41-55). Jui – Ming Yeh., Shir – Joe Lou, 2002, “Anticorrosively Enhanced PMMA – Clay

Nanocomposite Material with Quaternary Alkylphosphonium Salt as an Intercalating Agent”, Chem. Mater. 14, 154 – 161.

Katder, S. P., Rasmaswany, V., 1997, “Intercalation of Al Oligomers Into Ca2+ -

Montmorillonite Using Ultrasonic”, J. Matter. Chem, 7 (11), 2197 – 2199. Kawatra, K., Ripke, S. J., 2003, “Studies for Improving Green Ball Strength in

Bentonite – Bonded Magnetite Concentrate Pellets”, J. Int. Mineral Process, 72 (429-441).

Kharitonova, G. V., Shein, E. V., Vityazev, V. G., Lapekina, C. I., 2004, “Water

Vapour Adsorption by Soil Aggregate Fractions”, J. of International Agrophysics, Vol. 19, p. 47 – 52, Russia.

Klinowski, J., 1984, “Activation of Alumina-Silica”, J. Am. Chem. Soc. Comm.,

525. Lagaly, G., 2003, “Principle of Flow of Kaolin and Bentonite Dispersions”, Vol.

4, Nuclear and Chemical Waste Management, Issue 4, 291 – 299. Levine, I. N., 1980, “Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, New York.

103Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 120: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Lizhoung Zhu, Runliang Zhu, 2007, “Simultaneous Sorpstion of Organic Compounds and Phosphate to Inorganic-organic Bentonite from Water”, Vol. 54, ISSUE 1, 71 – 76.

Miyoshi, H. and Yoneyama, H., 1989, “Photochemical Properties of Iron Oxide

Incoroorated in Clay Interlayers”, J. Chem. Soc. Faraday, 1, 85 (7), 1873 – 1880.

Murley, R. D., 1962, “Structural Chemistry of Soil Humic Substances,” Advant

Agronomy, 17: 327 – 368. Occeli, M. L., Robson, H. E., 1992, “Synthesis of Microporous Solids: Expanded

Clays and Other Microporous Solids”, Vol. 2, Van Nostrand Reinhold, New York.

Ohtsuka, K., 1998, “Preparation and Properties of Two – Dimentional

Microporous Pillared Interlayered Solids”, Chem. Mater, 9, 2039 – 2050. Olphen, V., 1977, “The Nature and Properties of Soil”, 8th Ed., Mac Millan, New

York. Palinko, I., Lazar, K. and Kiricsi, I., 1999, “Cationic Mixed Pillared Layer Clay:

Infrared and Massbouer Characteristics of the Pillaring Agent and Pillared Structures in Fe, Al and Cr, Al Pillared Bentonite”, J. of Molecular Structure, 410 – 411.

Palinko, I., Malnar, A., 1997, “Mixed-Metal Pillared Layer Clay and Their

Pillaring Precursor”, J. Chem. Soc., Faraday Trans, 93 (8), 1591 – 1599. Palverejem, M., Yu Liu and Pinnavaia, T., 2002, “Aluminated of Porous Clay

Hetrostructure (PCH) Assembled from Synthetic Saponite Clay: Porous as Supermicroporous to Small Mesoporous Acid Chatalist”, Chem. Mater, 12, 2283 – 2288.

Patton, T. C., 1994, “Surface Properties of Titanium Dioxide Pigments, in T. C.

Patton Ed., Pigment Handbook”, Vol. 3, Wiley – Interscience, New York. Pinnavaia, 1985, “Layer Cross Linking in Pillared Clays”, J. of Amateur

Chemistry Society, p. 722. Pinnavaia, 1985, “New Chromia Pillared Clay Catalyst”, J. of Amateur Chemistry

Society, p. 4783. Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 1999/2000,

“Pengukuran Pencadangan Wilayah Pertambangan Bahan Galian

104Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 121: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

Golongan C Komoditi Bentonit di Desa Tapus Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan”, Medan.

Sukatendel, P. dan Supeno, M., 2002, ”Studi Bentonit Terpilar Jenis Wyoming

dan non-Wyoming Sumatera Utara”, Laporan Penelitian, Medan. Sze, S. M., 1997, “Semiconductor Device Physics and Technology”, John Wiley

and Sons, New York, 454 – 462. Tan, K. H., 1977, “Thermal Analysis of Soil in Mineral and Soil Environment”,

Soil Sci. Soc. Amer, Inc., Madison Wis., p. 865 – 884. Theng, B. K. G., 1974, “The Chemistry of Clay-Organics Reactions”, John Wiley

and Sons, New York. USDA., 1975, “Soil Conservation Service, Soil Survey, Soil Taxonomy-Basis

System of Soil Clasification for Making and Interpreting Soil Survey, Agriculture Handbook,” No: 435, USDA, SCS, Government Printing Office, Washington.

Vansant, E. R., Voort, V. D. and Vranken, K. C., 1998 , “Characterization

Chemical Modification of the Silica Surface”, Elseiver Science B. V., Amsterdam, 133 – 168.

Voughan, D. E. W., 1998, “Pillared Clay – A Historical Perspective”, Elseiver

Science Publisher Amsterdam Catalysis Today, 2, 187 – 198. Wouter, I. I. and Thomas J., Pinnavaia, 1999, “Solid Solution Formation in

Amphiphilic Organic – Inorganic Clay Hatrostructures”, Chem. Mater, 11, 3227 – 3231.

Zulkarnaen, Wardoyo S., Marmer D. H., 1990, “Pengkajian Pengolahan dan

Pemanfaatan Bentonit dari Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur Sebagai Bahan Penyerap dan Bahan Lumpur Bor”, Buletin PPTM Vol. 12, No. 6, Jakarta, Hal. 9 – 12.

http://www.memsnet.org/mems/beginner/etch.html, 2004, “Etching Processes”. http://pearl 1.lanl.gov/piriodic/elements/14.html, 2004, “Silicon”.

105Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 122: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

104

Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 123: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

105

Lampiran 2. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 124: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

106

Lampiran 3. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 125: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

107

Lampiran 4. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 0,5M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 126: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

108

Lampiran 5. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 1 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 127: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

109

Lampiran 6. Hasil Difraksi Sinar-x Bentonit Terpilar TiO2 pada H2SO4 2 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 128: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

110

Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 129: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

111

Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 0,5 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 130: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

112

Lampiran 9. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 131: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

113

Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 1,5 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 132: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

114

Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO2 pada Asam Sulfat 2 M

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 133: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

115

Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 134: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

116

Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (400°C)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 135: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

117

Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit TiO2 yang Dietsa (450°C)

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 136: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

118

Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 137: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Drs. Minto Supeno, M.S.

Tempat/ tanggal lahir : Magelang/ 9 Mei 1961

N I P : 131 689 799

Alamat kantor : Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU, Medan – 20155

Fakultas : Departemen Kimia MIPA – USU

Nama Orang Tua : Miskandar

Nama istri : Dra. Dwitri Saulina Silitonga, M.Si.

Anak : 1. Puspa Ayu Maretha (SMP)

2. Arya Saka Wicaksono (SD)

1. Pendidikan

No Pendidikan Kota Tahun Lulus Bidang Studi

1 S2 FMIPA-ITB Bandung 1992 Kimia Fisik

2 S1 FMIPA-USU Medan 1986 Kimia Fisik

3 SMA Magelang 1980 IPA

4 SMP Magelang 1977 IPA

5 SD Magelang 1971

119 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 138: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

120

2. Pelatihan

1. Kursus Singkat Teknologi Polimer HEDS-JICA Medan (1993).

2. Pelatihan Wafer dan IC di ITB Bandung (1993).

3. Magang Polimer di ITB Bandung (1994).

4. Training MS, NMR, dan GC di Medan (1994).

5. Pelatihan UV, AAS, dan Flame di Lampung Heds (1995).

3. Seminar Nasional yang Diikuti

1. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Hibah Bersaing; DIKTI,

Cisarua.

2. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Riset Unggulan Terpadu;

BPPT, Jakarta.

3. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Nasional Program Katalis Teknologi;

BPPT, Jakarta.

4. Pemakalah dan Presentasi Penelitian Basic Science Award III; DIKTI,

Cisarua.

4. Pengalaman Riset Nasional

1. Peranan Aditif dalam Poliblend dan Gejala Antarmuka; Basic Science,

Jakarta (1993).

2. Efek Substitusi Hitam Karbon dengan Arang terhadap Perbaikan Sifat

Mekanik dan Listrik; BBI-DIKTI, Jakarta (1994).

3. Irradiasi UV dan Termal sebagai Inisiator Termoplastik Ketermoset dari

Blend PE/ Karbon; Basic Science Award III, Jakarta (1995).

4. Pemanfaatan Arang Berkerapatan Rendah dan Tinggi sebagai Bahan

Pengisi Ban; RUT III, Jakarta (1995 – 1997).

5. Efek Penyimpanan dan Luas Permukaan Bahan Pengisi Karbon terhadap

Sifat Mekanik Polipropilena/ Karbon; BBI-DIKTI , Jakarta (2001).

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008

Page 139: Ujian Komprehensip Program S-3 Kimia

121

5. Patent Nasional

Batok Sebagai Antena Televisi, Paten Indonesia melalui UBER HAKI -

DIKTI (2005).

6. Penghargaan

1. Piala Presiden R.I., Gelar Teknologi Tepat Guna di Bandung (2001).

Judul: Antena Batok Indoor sebagai Antena UHF

2. Piala RISTEK, Gelar Teknologi Tepat Guna di Medan (2004).

Judul: Antena Batok Outdoor sebagai Antena UHF

3. Piala Gubernur SUMUT, INOTEK di Medan (2004)

Judul: Antena Batok

Medan, 28 Maret 2007

Minto Supeno NIP. 131 689 799

Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008