UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

20
UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP AKTIVITAS DAN DAYA PENETRASI EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA SERUM ANTIKERUT Exaudi Ebennezer, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRAK Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC 50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC 50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 µg/cm 2 .jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik. Kata Kunci : manggis (Garcinia mangostana L.); penetrasi, sel difusi Franz; serum; xanton ABSTRACT Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC 50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC 50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative

Transcript of UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Page 1: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP AKTIVITAS DAN DAYA PENETRASI EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA SERUM ANTIKERUT

Exaudi Ebennezer, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia E-mail: [email protected]

ABSTRAK Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 µg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik. Kata Kunci : manggis (Garcinia mangostana L.); penetrasi, sel difusi Franz; serum;

xanton

ABSTRACT Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative

Page 2: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

penetration of total xanthone from formula 2, 3 and 4 were 15,79±0,18; 26,85±1,03 and 61,05±2,53%, respectively. Flux of total xanthone from formula 2, 3 dan 4 were 0,15±0,003; 0,37±0,01 and 0,92±0,03 µg/cm2.hour, respectively. Based on these results, it can be concluded that the presence of vitamin C will increase the penetration ability of serum preparation. All preparations showed physical stability. Keywords : Franz diffusion cell; mangosteen (Garcinia mangostana L.); penetration; serum; xanthone PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh terluar yang menutupi permukaan tubuh dan membentuk

perbatasan antara organisme dan lingkungan yang dapat diamati tanda-tanda penuaan pada

manusia dengan mudah berupa kerutan (Rieger & Martin, 2000). Kerutan terjadi karena

penurunan kadar air lapisan tanduk kulit, serta perubahan pada jumlah dan kualitas kolagen

serta serabut elastin dermis sehingga terjadi penurunan elastisitas kulit (Mitsui, 1996).

Penuaan pada kulit terdiri dari dua proses yaitu proses penuaan karena faktor umur dan

photoaging oleh radiasi sinar UV dari pancaran sinar matahari (Rieger & Martin, 2000).

Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya penuaan dini antara lain faktor

genetik, gaya hidup, lingkungan, mutasi gen, rusaknya sistem kekebalan dan radikal bebas.

Dari semua faktor penyebab tersebut, teori radikal bebas merupakan teori yang paling sering

diungkapkan. Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya. Radikal bebas

dengan jumlah yang berlebih akan merusak kolagen pada membran sel kulit, sehingga kulit

kehilangan elastisitasnya dan akan menyebabkan terjadinya keriput. Oleh karena itu tubuh

memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas

(Kosasih et al., 2006).

Garcinia mangostana L. atau buah manggis merupakan salah satu primadona buah-

buahan tropis. Kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa kimia yaitu derivat xanton

yang memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, antijamur dan antikanker (Hyun-Ah et al.,

2006). Derivat xanton utama yang diisolasi dari kulit buah manggis yaitu α-mangostin dan γ-

mangostin (Chaverri et al., 2008).

Perkembangan dunia kosmetik saat ini telah menawarkan berbagai solusi untuk

mencegah penuaan dan kerut. Target utama dari bahan anti penuaan adalah kerusakan

oksidatif dan metabolisme kolagen. Paparan sinar UV terutama UV-B menyebabkan

Page 3: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

terbentuknya radikal bebas atau ROS (Radical Oxygen Species) yang merupakan molekul

tidak stabil yang dapat terbentuk pada seluruh lapisan epidermis dan jaringan yang lebih

dalam (Hanson & Clegg, 2002). Derivat xanton yang terdapat pada ekstrak kulit buah

manggis memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang dapat memodulasi efek kerusakan

karena UV yang diinduksi oleh ROS. ROS akan berikatan dengan komponen sel untuk

menjadi stabil, sehingga akan merusak komponen sel seperti lemak, protein, dan asam nukleat

(Moore, 1982).

Vitamin C selain bertindak sebagai antioksidan dan berfungsi untuk sintesis kolagen

dan elastin (Ronchetti et al., 1996) juga berperan untuk meningkatkan penetrasi pada kulit

dengan meningkatkan kelarutan zat aktif dalam pembawa sehingga menghasilkan gradien

konsentrasi yang tinggi untuk melintasi kulit. Selain itu, pada konsentrasi rendah vitamin C

akan berinteraksi dengan keratin pada kulit dan pada konsentrasi tinggi vitamin C akan

berinteraksi dengan protein dan lipid pada stratum corneum sehingga mempengaruhi sifatnya

sebagai barrier (Das & Ahmed, 2008).

Penelitian yang dilakukan merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam

sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah

kosmetik disebut sebagai serum (Draelos, 2010). Konsep pembuatan serum adalah teknologi

gel dengan viskositas yang lebih rendah dan kurang jernih (semi-transparan), dan

mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dari sediaan kosmetik pada umumnya

sehingga tercipta suatu bentuk konsentrat serta penggunaan dari vitamin C yang akan

meningkatkan efektivitas serum antikerut dari ekstrak kulit manggis karena dapat berperan

sebagai peningkat penetrasi dan juga aktivitasnya sebagai antioksidan (Das & Ahmed, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C

terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia

mangostana L.) pada serum antikerut.

TINJAUAN TEORITIS

Kulit merupakan sawar karena mengandung lapisan lipid, tanduk, dan malpighi.

Bagian terluar dari kulit, stratum korneum merupakan penghalang yang tangguh yang mampu

menghambat penetrasi perkutan bagi kebanyakan zat aktif. Hal ini juga menjadi mekanisme

perlindungan penting terhadap kemungkinan masuknya molekul eksogen yang berbahaya

(Fox et al., 2011).

Page 4: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Peningkat penetrasi adalah suatu bahan yang berinteraksi dengan konstituen stratum

korneum untuk meningkatkan penetrasi suatu zat ke kulit. Mekanisme aksi peningkat

penetrasi dapat melalui berbagai cara (Williams & Barry, 2007), seperti:

a. Memodifikasi lipid intersel untuk menurunkan resistensi barrier lipid bilayer.

b. Mengubah sifat pelarut stratum korneum sehingga dapat memodifikasi partisi obat

atau kosolven ke jaringan

c. Bekerja terhadap keratin intrasel stratum korneum, mendenaturasi atau memodifikasi

sehingga menyebabkan peningkatan hidrasi stratum korneum. Peningkatan hidrasi

dapat meningkatkan kelembaban, yang dapat mengembangkan stratum korneum

sehingga dapat terbentuk anyaman serabut keratin yang stabil pada daerah polar yang

kaya air dan daerah non polar yang kaya lipid. Sifat ini menyebabkan stratum

korneum mempunyai afinitas yang sama terhadap senyawa larut air maupun larut

lemak.

Masyarakat di Asia Tenggara menggunakan kulit buah manggis (G. mangostana L.)

secara tradisional untuk pengobatan sakit perut, diare, disentri, luka terinfeksi, nanah dan

ulkus kronis. Beberapa penelitian ilmiah membuktikan bahwa ekstrak kulit manggis

memiliki manfaat sebagai antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri,

antifungi dan antivirus. Kandungan kimia kulit manggis salah satunya adalah derivat xanton.

Derivat xanton telah diisolasi dari kulit manggis yaitu α-mangostin, β-mangostin, dan γ-

mangostin, garsinon E, 8-deoksigartanin dan gartanin (Chaverri et al., 2008).

 

a b

c

d e f

Page 5: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Keterangan: a. α–mangostin d. γ–mangostin

b. β–mangostin e. Garsinon-E

c. Gartanin f. 8-deoksigartanin

[Sumber : Chaverri et al., 2008]

Gambar 2. Kandungan Xanton Kulit Manggis

METODE PENELITIAN

Bahan

α-mangostin (Chengdu Sichuan, China), ekstrak etanol kulit manggis Garcinia mangostana

L. (Balitro, Indonesia), asam askorbat (Indonesia), NaOH (Indonesia), gliserin (Indonesia),

karbopol (Indonesia), natrium bikarbonat (Indonesia), natrium metabisulfit (Indonesia), etanol

(Indonesia), metanol (Indonesia), metil paraben (Indonesia), DPPH (Wako, Jepang), kalium

dihidrogen fosfat (Merck, Jerman) dan kulit tikus betina Sprague dawley usia 8-10 bulan

dengan berat ± 150 gram (Institut Pertanian Bogor, Indonesia).

Metode

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap DPPH (2,2-Difenil-1-

pikrilhidrazil)

Panjang gelombang DPPH ditentukan dengan cara membuat larutan DPPH 100 ppm

dalam metanol dan ditentukan spektrum serapannya pada panjang gelombang 400 nm hingga

800 nm kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya (Zarena et al., 2009).

Ekstrak kulit manggis dilarutkan dalam metanol dan dibuat konsentrasi 2, 4, 10, 12, 16 dan 20

ppm. Blanko positif digunakan vitamin C kemudian dibuat larutan dengan konsentrasi 1, 2, 3,

4, 5 dan 6 ppm dalam metanol. Larutan uji dibuat dengan cara 2 mL dari masing-masing

konsentrasi larutan ditambahkan 1 mL DPPH 100 ppm dan 1 ml metanol. Campuran dikocok

selama 20 detik kemudian larutan uji dan blanko diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit.

Uji antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan pengukuran serapan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang

gelombang maksimum. Dari data absorbansi yang didapat kemudian dihitung persentase

inhibisi ekstrak terhadap radikal bebas DPPH.

Page 6: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Penetapan Kadar Xanton Total pada Ekstrak Etanol Kulit Manggis dengan Spektrofotometer

UV-Vis (Aisha et al., 2013)

Larutan standar α–mangostin dibuat dengan konsentrasi 4, 5, 6, 8, 10 dan 12 ppm

dalam metanol. Kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada larutan dengan konsentrasi 10 ppm pada panjang gelompang

antara 200 – 500 nm. Larutan standar α-mangostin masing-masing diukur serapannya dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, kemudian

dihitung persamaan regresi liniernya.

Larutan sampel ekstrak dibuat dengan menimbang ekstrak kental sebanyak 50,0 mg

dan dilarutkan dengan metanol dalam labu tentukur 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi

500 ppm. Kemudian diambil 2,0 mL dan diencerkan dengan metanol dalam labu tentukur 50

mL sehingga diperoleh konsentrasi 20 ppm. Selanjutnya larutan tersebut diukur serapannya

pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.

Formulasi Serum Antikerut

Tabel 1. Formulasi Serum Antikerut

Bahan Konsentrasi (% b/b)

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Ekstrak Etanol Kulit Manggis - 0,2 0,2 0,2

Vitamin C - - 2,5 5

Natrium Bikarbonat - - 1,15 2,3

Karbopol 1,5 1,5 1,5 1,5

NaOH 0,6 0,6 0,6 0,6

Gliserin 10 10 10 10

Natrium Metabisulfit 0,5 0,5 0,5 0,5

Metil Paraben 0,25 0,25 0,25 0,25

Etanol 3 3 3 3

Aqua demineralisata ad. 100 ad. 100 ad. 100 ad. 100

Pembuatan serum ekstrak kulit manggis didasarkan pada pembuatan gel, hanya saja

diharapkan viskositasnya lebih rendah. Mula-mula, karbopol didispersikan di dalam sejumlah

air dengan homogenizer kecepatan 1200 rpm. Ekstrak kental kulit manggis dan metil paraben

dilarukan dalam etanol, kemudian dicampurkan dengan gliserin. Natrium metabisulfit dan

Page 7: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

NaOH dilarutkan masing-masing dalam aqua demineralisata. Vitamin C dilarutkan dalam

aqua demineralisata dan kemudian ditambahkan Natrium Bikarbonat. Kemudian seluruhnya

dimasukkan ke dalam dispersi karbopol kemudian larutan NaOH ditambahkan terakhir.

Selanjutnya dilakukan homogenisasi dengan homogenizer kecepatan sekitar 1200 rpm dan

ditingkatkan hingga 1500 rpm.

Evaluasi Serum Ekstrak Kulit Manggis

Pengamatan Organoleptis

Sediaan diamati bau, warna, serta tekstur secara kualitatif.

Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Uji pH dilakukan menggunakan pH meter. Mula-mula elektroda dikalibrasi dengan

dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan. Nilai pH

yang muncul di layar dicatat. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang.

Pemeriksaan konsistensi

Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada

meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang permukaan

serum yang diperjelas dengan menghidupkan lampu. Batang pendorong dilepas dengan

mendorong tombol start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus

sediaan. Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 dengan

penyimpanan pada suhu ruang.

Pengukuran viskositas dan sifat alir

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield

pada suhu ruang. Sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian batang pemutar

diturunkan hingga batas batang pemutar tercelup dalam sediaan. Selanjutnya, alat dinyalakan

dengan menekan tombol on. Kecepatan batang pemutar diatur berturut-turut 0.5; 2; 4; 10; 20

dan 50 rpm kemudian dibalik 50; 20; 10; 4; 2 dan 0.5 rpm. Dari masing-masing pengukuran

dengan perbedaan rpm, skala dibaca ketika jarum merah yang bergerak telah stabil. Viskositas

(η) dalam centipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian dial reading (dr) dengan faktor

koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan batang pemutar. Sifat aliran diperoleh

dengan membuat kurva antara tekanan geser (F/A) terhadap kecepatan geser (dv/dr).

Page 8: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Uji Stabilitas Fisik

Metode cycling test

Sampel serum disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam

oven yang bersuhu 40±2oC selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus

kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis) dan

kristalisasi.

Uji stabilitas pada suhu rendah

Sampel serum disimpan pada suhu rendah (4±20C) selama 12 minggu, kemudian

dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis), pengukuran pH,

dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali.

Uji stabilitas pada suhu ruang

Sampel serum disimpan pada suhu kamar (27-300C) selama 12 minggu, kemudian

dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis), pengukuran pH,

dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali. Pengukuran viskositas dilakukan pada minggu

ke-0 dan ke-12. Viskositas ditentukan dengan batang pemutar dan kecepatan yang sama.

Uji stabilitas pada suhu tinggi

Sampel serum disimpan pada suhu tinggi (40±20C) selama 12 minggu, kemudian

dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, dan sineresis), pengukuran pH,

dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali. Uji Aktivitas Antioksidan dari Sediaan Serum Terhadap DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil)

Sampel sediaan dari formula 1, 2, 3 dan 4 diekstraksi dengan penambahan mentanol, dikocok

dengan cepat dan disonikasi selama 20 menit. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya.

Larutan sampel dari masing-masing formulasi dibuat beberapa konsentrasi dari 2.000 ppm

sampai 120.000 ppm. Selanjutnya 1,0 mL dari masing-masing larutan sampel ditambahkan

1,0 mL DPPH dan 2,0 mL metanol kemudian dihomegenkan. Larutan uji diinkubasi pada

suhu 37ºC selama 30 menit. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang

gelombang maksimum dan dihitung persentase inhibisi dari sediaan serum.

Uji Penetrasi Sediaan Serum dengan Sel Difusi Franz

Larutan standar α–mangostin dibuat dengan konsentrasi 4, 5, 6, 8, 10 dan 12 ppm

dalam campuran pelarut dapar fosfat pH 7,4 dan metanol (80:20). Kemudian ditentukan

panjang gelombang maksimumnya dengan spektrofotometer UV-Vis pada larutan dengan

Page 9: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

konsentrasi 8 ppm pada panjang gelompang antara 200 – 500 nm. Larutan standar α–

mangostin masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang maksimum, kemudian dihitung persamaan regresi liniernya.

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sediaan formula 2, 3 dan 4. Sediaan

ditimbang secara seksama sebanyak ± 1,0 g, kemudian dilarutkan dengan campuran pelarut

dapar fosfat dan metanol (80:20) dalam labu tentukur 100,0 mL. Larutan sampel disonikasi

selama 20 menit dan dilanjutkan dengan proses penyaringan secara kuantitatif. Sampel diukur

serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum. Percobaan dilakukan tiga kali pada masing-masing formula 2, 3 dan 4.

Membran yang digunakan adalah kulit abdomen tikus betina galur Sprague Dawley

usia 8-10 bulan dengan berat ± 150 gram. Pertama-tama tikus dikorbankan dengan eter hingga

mati kemudian bulu tikus dicukur dengan hati-hati. Setelah itu kulit tikus disayat pada bagian

perut dengan ketebalan 0,6 ± 0,1 mm. Kemudian kulit tikus direndam dalam medium yang

akan digunakan selama 30 menit setelah itu disimpan dalam suhu 4ºC. Kulit dapat digunakan

pada rentang waktu 24 jam. Uji penetrasi dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan

luas area difusi 2,011 cm2 dan volume kompartemen 13 mL. Kompartemen reseptor diisi

dengan campuran larutan dapar fosfat pH 7,4 dan metanol (80:20) dan dijaga suhunya sekitar

37 ± 0,5ºC serta diaduk dengan pengaduk magnetik kecepatan 300 rpm. Kulit abdomen tikus

kemudian diletakkan di antara kompartemen donor dengan kompartemen reseptor dengan

posisi stratum korneum menghadap ke atas. Sampel 1 gram diaplikasikan pada permukaan

kulit. Kemudian pada menit ke-10, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420 dan 480 diambil

sampel sebanyak 0,5 mL dari kompartemen reseptor menggunakan syringe dan segera

digantikan dengan larutan medium sejumlah volume yang sama. Setelah itu, sampel

dimasukkan ke dalam labu tentukur 5,0 ml kemudian dicukupkan volumenya dengan

campuran pelarut dapar fosfat dan metanol (80:20). Sampel diukur serapannya pada panjang

gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis. Percobaan dilakukan sebanyak tiga

kali.

Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi per luas area difusi (µg/cm2) dihitung

dengan rumus:

Page 10: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Keterangan:

Q = Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi per luas area difusi

(µg/cm2)

Cn = Konsentrasi xanton total (µg/µL) pada sampling menit ke-n

V = Volume sel difusi Franz (13,0 mL)

= Jumlah konsentrasi xanton total (µg/µl) pada sampling pertama (menit ke-

10) hingga sebelum menit ke-n

S = Volume sampling (0,5 mL)

A = Luas area membran (2,011 cm2)

Kemudian dilakukan perhitungan fluks berdasarkan hukum Fick I:

Keterangan:

J = Fluks (µg/cm2 jam1)

M = Jumlah kumulatif xanton total yang melalui membran (µg)

S = Luas area difusi (cm2)

t = Waktu (jam)

Selanjutnya dibuat grafik jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi (µg) per luas

area difusi (cm2) terhadap waktu (jam) dan grafik fluks (µg/cm2 jam1) terhadap waktu (jam).

HASIL PENELITIAN

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap DPPH (2,2-Difenil-1-

pikrilhidrazil)

Hasil uji aktivitas antioksidan esktrak etanol kulit manggis (G.mangostana L.) dengan

metode peredaman DPPH, diperoleh nilai IC50 sebesar 15,27 ppm yang dibandingkan dengan

blanko positif yaitu vitamin C sebesar 5,15 ppm.

Page 11: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Penetapan Kadar Xanton Total pada Ekstrak Etanol Kulit Manggis dengan Spektrofotometer

UV-Vis

Persen xanton total dinyatakan sebagai rasio antara hasil konsentrasi yang diperoleh

dengan konsentrasi sebenarnya. Kadar xanton total yang terdapat pada ekstrak etanol manggis

sebesar 56,5326±0,19%.

Evaluasi Serum Ekstrak Kulit Manggis

Dari hasil pengamatan sediaan formula 1 tidak memiliki warna, berbau lemah alkohol

dan tampak homogen. Sediaan formula 2, 3 dan 4 memiliki karakteristik warna kuning muda,

berbau lemah alkohol dan tampak homogen.

Gambar 3. Pengamatan organoleptis (a) formula 1, (b) formula 2, (c) formula 3,

(d) formula 4

pH sediaan dari formula 1, 2, 3 dan 4 secara berturut-turut adalah 6,43; 5,68; 5,87 dan

6,18. Keempat sediaan tersebut masih berada dalam rentang pH kulit, yaitu 4,5 dan 6,5.

Dari hasil pemeriksaan konsistensi didapatkan bahwa kedalaman penetrasi kerucut

dari sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 359; 363; 367 dan 378 (1/10 mm).

Dari kedalaman penetrasi kerucut tersebut dapat diperoleh yield value untuk sediaan formula

1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 2.863,31; 2.801,53; 2.740,79 dan 2.583,59 dyne/cm2.

Untuk mengukur viskositas sediaan digunakan viskometer Brookfield. Pengukuran

viskositas dilakukan pada spindel 6 dengan kecepatan putaran 20 rpm. Dari pengukuran

dihasilkan nilai viskositas sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 24.000; 20.250;

13.250 dan 8250 cps. Berdasarkan rheogram yang diperoleh semua sediaan memiliki aliran

pseudoplastis tiksotropik.

(a) (b) (c) (d)

Page 12: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Uji Stabilitas Fisik

Penyimpanan pada Suhu Rendah, Kamar dan Tinggi

Pada penyimpanan suhu rendah, kamar dan tinggi terjadi perubahan warna menjadi

semakin gelap sesuai dengan lamanya penyimpanan. Bau dari seluruh sediaan selama 12

minggu penyimpanan adalah bau lemah alkohol. Seluruh sediaan menunjukkan karakteristik

organoleptis yang stabil dan homogen

Pengukuran pH yang dilakukan selama 12 minggu pada tiga suhu yang berbeda

diperoleh hasil bahwa terjadi perubahan pH pada keempat sediaan. pH keempat sediaan

berkisar antara 4,44-6,43.

  Masing-masing sediaan yang telah disimpan selama 12 minggu pada suhu kamar

kemudian diukur viskositasnya. Hasil evaluasi viskositas menunjukkan bahwa terjadi

perubahan viskositas masing-masing sediaan. Dari Gambar 4. sediaan formula 1, 2, 3 dan 4

mengalami kenaikan viskositas pada minggu ke-12 berturut-turut adalah 26.250; 22.250;

15.000 dan 10.250 cps. Sifat aliran keempat sediaan yang telah disimpan selama 12 minggu

pada suhu kamar menunjukan tidak terjadi perubahan sifat alir dimana tetap memiliki sifat

alir pseudoplastis tiksotropik.

Gambar 4. Grafik perubahan viskositas sediaan pada minggu ke-12

Kedalaman penetrasi kerucut dari sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 pada minggu ke-12

berturut-turut adalah 335 1/10 mm, 351 1/10 mm, 356 1/10 mm dan 364 1/10 mm. Gambar 5.

menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai kedalaman penetrasi kerucut atau terjadi

peningkatan konsistensi dari masing-masing sediaan.

Page 13: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Gambar 5. Grafik perubahan konsistensi sediaan pada minggu ke-0 dan minggu ke-12

Pemeriksaan stabilitas dengan metode cycling test, diperoleh hasil bahwa keempat

sediaan stabil dan tidak mengalami perubahan warna, kristalisasi, ataupun sineresis

Uji Aktivitas Antioksidan dari Sediaan Serum Terhadap DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil)

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan pada keempat sediaan. IC50 dari formula

1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2070,51 dan 125,45 ppm.

Uji Penetrasi Sediaan Serum dengan Sel Difusi Franz

Kadar perolehan kembali xanton total untuk sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut

adalah 103,54 ± 2,00; 99,52 ± 2,60 dan 95,47 ± 2,34%. Hasil pengujian penetrasi melalui

membran kulit tikus dari sediaan formula 2, 3 dan 4 secara berturut-turut adalah 88,84±1,02;

151,03±5,80 dan 343,31±14,28 µg/cm2. Berdasarkan jumlah xanton total yang terpenetrasi

dapat dihitung persentasi jumlah xanton total yang terpenetrasi dari dosis yang diaplikasikan.

Persen xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 secara berturut-turut

yaitu 15,85±0,18; 26,95±1,03 dan 61,26±2,53%. ). Adapaun fluks dari ketiga sediaan formula

2, 3 dan 4 secara berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,93±0,03 µg/cm2.jam.

Page 14: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

(A) (B)

(C)

Gambar 6. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi per satuan luas membran:

(A) formula 2; (B) formula 3; (C) formula 4

Page 15: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

(A) (B)

(C)

Gambar 7. Fluks xanton total tiap waktu pengambilan: (A) formula 2; (B) formula 3;

(C) formula 4

Gambar 8. Jumlah Kumulatif Xanton Total Terpenetrasi

Page 16: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Gambar 9. Fluks xanton total dari sediaan serum

PEMBAHASAN

Pada pembuatan serum didasarkan pada pembuatan gel dimana digunakan karbomer

sebagai pembentuk gel yang merupakan polimer asam akrilat yang bersifat hidrofilik dan

stabil. Basis ini dipilih karena memiliki kompatibilitas dengan seluruh bahan dalam formula

dan sangat baik digunakan untuk sediaan kosmetik karena tidak meninggalkan bekas dan

kerak saat digunakan, sehingga meningkatkan kenyamaan.

Vitamin C merupakan suatu zat yang tidak stabil dan mudah teroksidasi. Oleh karena

itu, diperlukan suatu antioksidan tambahan yang mampu mengalami oksidasi terlebih dahulu

dibandingkan vitramin C. Natrium metabisulfit merupakan bahan yang kompatibel dengan

bahan lain dalam formula dan mampu menjaga derivat xanton dan vitamin C tetap stabil pada

sediaan. Selain itu, natrium metabisulfit juga berperan sebagai antibrowning agent (Rowe et

al., 2009).

Karbomer akan berubah menjadi kental pada rentang pH 4,5 - 10 sehingga pH sediaan

dibuat pada rentang pH tersebut dan tetap memperhatikan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Larutan

vitamin C bersifat asam sehingga dengan penambahan natrium bikarbonat akan merubah

asam askorbat menjadi natrium askorbat sehingga dihasilkan pH netral. Pada tahap akhir

pencampuran bahan, ditambahkan NaOH untuk menetralkan pH basis gel. Pengadukan

menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1200 rpm.

Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik. Selama penyimpanan 12

minggu, pemeriksaan pH keempat sediaan tidak menunjukkan pH yang tetap. pH seluruh

sediaan lebih rendah dibandingkan pH semula. Hal ini diduga akibat terjadinya pelepasan ion

hidrogen (H+) yang dimiliki vitamin C akibat adanya proses oksidasi lambat yang tergantung

pada kondisi penyimpanan masing-masing sediaan. Terjadi peningkatan viskositas pada

Page 17: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

seluruh formula menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 setelah sediaan baru saja dibuat

struktur molekul gel masih acak akibat putaran dengan kecepatan tinggi saat proses

pembuatan, namun setelah disimpan selama 12 minggu struktur molekul gel kembali pada

susunan semua. Pemberian tekanan geser ketika pengukuran viskositas pada minggu ke-12

tidak membuat perubahan yang besar pada susunan molekul karbomer sehingga dengan

susunan molekul yang lebih rapat dibandingkan minggu ke-0 menghasilkan nilai viskositas

yang lebih tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan hasil pengukuran konsistensi sediaan yang

semakin tinggi. Semakin tinggi viskositas sediaan maka semakin sukar kerucut untuk

menembus sediaan sehingga jarak tempuh semakin kecil.

Pada penelitian ini dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi

Franz. Membran yang digunakan pada penelitian ini adalah membran dari kulit abdomen

tikus putih betina galur Spraque Dawley yang berumur 2-3 bulan dengan berat 150-200 gram

dengan ketebalan membran 0,6 ± 0,1 mm dan luas membran 2,011 cm2. Alasan penggunaan

kulit tikus sebagai membran karena cukup mudah didapat dan telah dilaporkan bahwa

permeabilitas kulit tikus yang telah dicukur bulunya mirip dengan permeabilitas kulit

manusia. Kulit manusia memiliki koefisien permeabilitas sebesar 92,27 cm/jam x 105,

sedangkan kulit tikus yang sudah dicukur bulunya memiliki koefisien permeabilitas sebesar

103,08 cm/jam x 105 (Wester & Maibach, 1990).

Medium reseptor yang digunakan untuk uji penetrasi xanton pada penelitian ini adalah

campuran antara dapar fosfat pH 7,4 dan metanol dengan perbandingan 80:20. Dapar fosfat

pH 7,4 dipilih sebagai medium reseptor digunakan sebagai simulasi cairan biologis tubuh.

Namun, karena ekstrak etanol kulit manggis tidak larut air, pada medium reseptor

ditambahkan metanol sebagai bahan pensolubilisasi. Pengadukan pada kompartemen reseptor

berfungsi untuk homogenisasi dan mempertahankan sink condition. Pengadukan dilakukan

dengan menggunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan. Suhu dijaga dengan

menggunakan water jacket pada 37°±0,5°C dengan menggunakan air yang dialirkan dari

termostat. Suhu 37°±0,5°C ini menggambarkan suhu tubuh manusia. Suhu harus tetap dijaga

karena suhu juga berpengaruh pada banyaknya zat aktif yang dapat terpenetrasi ke dalam

kulit. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak zat aktif yang larut dalam

kompartemen reseptor sehingga nilai serapan yang diukur akan semakin besar (Ansel, 1989).

Dari Gambar 6. dapat terlihat bahwa proses absorbsi xanton melalui kulit terjadi

dengan cepat dan tidak terlihat lag time di menit-menit awal. Bahan tambahan yang terdapat

dalam formula seperti gliserin dan etanol juga merupakan bahan peningkat penetrasi perkutan

dengan menghidrasi kulit (Barry, 2001). Etanol bekerja sebagai peningkat penetrasi perkutan

Page 18: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

dengan cara mengubah sifat melarutkan stratum korneum sehingga zat aktif lebih banyak

terlarut ke dalam stratum korneum dan membuat penetrasinya meningkat (Williams & Barry,

2007).

Fluks diperoleh pada keadaan steady state dengan mengikuti kaidah hukum Fick I.

Gambar 7. menunjukkan bahwa fluks xanton dari sediaan yang awalnya menaik lalu menurun

dan kemudian mendatar. Hal ini disebabkan pada menit-menit awal terdapat perbedaan

konsentrasi yang cukup besar antara kompartemen reseptor dan donor. Keadaan tersebut

merupakan keadaan nonsteady-state. Setelah mencapai jam ke-3 fluks menjadi lurus yang

menggambarkan bahwa keadaan sudah mencapai steady state (Martin et al., 1983).

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa sediaan formula 4 dengan konsentrasi

vitamin C sebagai peningkat penetrasi yang paling tinggi memiliki kecepatan penetasi yang

paling tinggi pula jika dibandingkan dengan sediaan formula 2 tanpa vitamin C.

Meningkatnya konsentrasi vitamin C akan meningkatkan jumlah kumulatif dari zat aktif yang

terpenetrasi. Jumlah kumulatif dari xanton toal yang terpenetrasi dan fluks ketiga sediaan

dapat dilihat masing-masing pada Gambar 8. dan 9. Vitamin C berperan untuk meningkatkan

penetrasi dengan meningkatkan kelarutan zat aktif dalam pembawa sehingga menghasilkan

gradien konsentrasi yang tinggi untuk melintasi kulit. Selain itu, pada konsentrasi rendah

vitamin C akan berinteraksi dengan keratin pada kulit dan pada konsentrasi tinggi vitamin C

akan berinteraksi dengan protein dan lipid pada stratum korneum sehingga mempengaruhi

sifatnya sebagai barrier (Das & Ahmed, 2008).

KESIMPULAN

Pengukuran aktivitas antioksidan sediaan serum menggunakan metode peredaman

DPPH menunjukkan semua sediaan memiliki aktivitas antioksidan. Nilai IC50 dari sediaan

formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm.

Vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan sehingga sediaan formula 3 dan 4 yang

mengandung vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil uji penetrasi xanton total secara in vitro dapat disimpulkan bahwa

sediaan formula 4 yang mengandung ekstrak etanol kulit manggis dan vitamin C dengan

konsentrasi tertinggi memberikan hasil penetrasi yang paling tinggi. Meningkatnya

konsentrasi vitamin C akan meningkatkan penetrasi dari xanton total pada ekstrak etanol kulit

manggis. Hasil ini diperoleh dengan membandingkan jumlah kumulatif xanton total

terpenetrasi dan fluks selama 8 jam menggunakan sel difusi Franz dengan kulit abdomen tikus

Page 19: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

putih betina galur Sprague-Dawley sebagai membran. Jumlah kumulatif xanton total yang

terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan

61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003;

0,37±0,01 dan 0,92±0,03 µg/cm2.jam.

Keempat sediaan yang disimpan pada suhu rendah (4±2oC), suhu kamar (28±2oC), dan

suhu tinggi (40±2oC) selama 8 minggu dapat dinyatakan stabil secara fisik dengan parameter

organoleptis, homogenitas, viskositas dan konsistensi.

SARAN

1. Perlu digunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dalam analisa sampel

sehingga didapatkan hasil yang lebih spesifik terhadap α-mangostin dan lebih sensitif.

2. Perlu dilakukan uji stabilitas kimia dan stabilitas mikrobiologi karena parameter

kestabilan fisik saja tidak cukup untuk mengetahui kestabilan suatu sediaan.

3. Perlu dilakukan uji penetrasi sediaan menggunakan membran dari kulit kadaver

manusia.

KEPUSTAKAAN

Aisha, A.F.A., Abu-Salah, K.M., Ismail, Z., & Majid, A.M.S.A. (2013). Determination of

total xanthones in Garcinia mangostana fruit rind extracts by ultraviolet (UV)

spectrofotometry. Journal of Medicinal Plants, 7, 29-35.

Das, M., & Ahmed, A. (2008). Skin permeation enhancement effects of ascorbic acid and

triethyl citrate on rofecoxib. Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences, 6, 69-86.

Draelos, Z.D. (2010). Cosmetic dermatology products and procedures. West Sussex: Wiley-

Blackwell, 504.

Hanson, K., Clegg, R. (2002). Obervation and quantification of ultraviolet-induced reactive

oxygen species in ex vivo human skin. Photochemistry and photobiology, 76, 57-63.

Hyun-Ah Jung, Bao-Ning Su, W.J. Keller, R.G. Mehta, A.D. Kinghorn. (2006). Antioxidant

xanthones from the pericarp of garcinia mangostana (mangosteen). J. Agri. Food

Chem., 54, 2077-2082.

Kosasih, E.N., Tony S., Hendro H. (2006). Peran antioksidan pada lanjut usia. Pusat Kajian

Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta, 48-49, 56-59.

Page 20: UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP ...

Lund, W. (1994). The pharmaceutical codex (12th ed). London: The Pharmaceutical Press,

135-142.

Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. (1983). Farmasi Fisik Jilid II edisi ketiga terj. dari

Physical Pharmacy oleh Joshita. Jakarta: UI Press, 1143-1183.

Mitsui, Takeo. (Ed.). (1996). New cosmetic science. Amsterdam : Elsevier, 3, 13-14.

Pedraza-Chaverri, J., N.Cardenas-Rodriguez, M. Orozco-Ibarra J.M. Perez-Rojas. (2008).

Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana L.). Food Chem. Toxic.,

46, 3227–3239.

Rieger, Martin M. (2000). Harry’s cosmeticology (8th ed.). New York: Chemical Publishing

Co, Inc, 3, 895.

Ronchetti, I.P., Quaglino, D Jr., Bergamini, G. (1996). Ascorbic acid and connective tissue.

Biochemistry and biomedical cell biology. New York (NY): Plenum Press, 41.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. (2009). Handbook of pharmaceutical excipients (6th

ed.). Grayslake: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association, 110,

283, 441, 629, 654.

Wester, R. C., & Maibach, H. I. (1990) In vitro testing of topical pharmaceutical

formulations. Topical drug delivery formulations. New York: Marcel Dekker Inc, 653-

659.

Williams, Adrian C. & Barry, Brian W. (2007). Enhancement in drug delivery. USA: CRC

Press, 233-248.

Zarena, A.S., & K.U. Sankar. (2009). A study of antioxidant properties from Garcinia

mangostana L. Pericarp Extract. Central Food Tech. Res., 8, 23-24.